TANGGUNG JAWAB HUKUM PENGEMUDI PENGANGKUTAN BARANG TERHADAP TERJADINYA KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN RAYA PADA PT. PAHALA EXPRESS DELIVERY DI PURWOKERTO
SKRIPSI
Oleh: BENY NURDIANSYAH
E1A008060
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2012
TANGGUNG JAWAB HUKUM PENGEMUDI PENGANGKUTAN BARANG TERHADAP TERJADINYA KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN RAYA PADA PT. PAHALA EXPRESS DELIVERY DI PURWOKERTO
SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Oleh: BENY NURDIANSYAH
E1A008060
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2012
ii
SKRIPSI TANGGUNG JAWAB HUKUM PENGEMUDI PENGANGKUTAN BARANG TERHADAP TERJADINYA KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN RAYA PADA PT. PAHALA EXPRESS DELIVERY DI PURWOKERTO Oleh: BENY NURDIANSYAH E1A008060 Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Diterima dan disahkan Pada tanggal
Agustus 2012
Para Penguji/Pembimbing Penguji I/ Pembimbing I
Penguji II/
Penguji III
Pembimbing II
Hendro Punto A, S.H., M.S Hj. Krisnhoe K.W, S.H., M.Hum I Ketut Karmi N, S.H., M.Hum NIP. 19501019 197603 1 001 NIP. 19591031 198703 2 001 NIP. 19610520 198703 1 002
Mengetahui Dekan,
Hj. Rochani Urip Salami, S.H., M.S. NIP. 19520603 198003 2 001
iii
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM Alamat : Jalan Prof.dr.HR.Boenyamin 708 Grendeng-Purwokerto-Purwokerto 53122 Telepon (0281) 638339, faks. (0281) 627203 Laman : www.unsoed.ac.id, email :
[email protected]
SURAT PERNYATAAN Dengan ini Saya yang bertandatangan dibawah ini : Nama
: Beny Nurdiansyah
NIM
: E1A008060
Judul
: TANGGUNG JAWAB HUKUM PENGEMUDI PENGANGKUTAN BARANG TERHADAP TERJADINYA KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN RAYA PADA PT. PAHALA EXPRESS DELIVERY DI PURWOKERTO
Menyatakan bahwa judul skripsi di atas adalah benar-benar hasil karya sendiri dan tidak menjiplak dari hasil karya orang lain.
Demikian surat pernyataan ini Saya buat dengan sebenar-benarnya.
Purwokerto,
Agustus 2012
Mahasiswa ybs,
Beny Nurdiansyah NIM : EIA008060
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, anugerah serta rizky-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Syukur Alhamdulillah selalu penulis panjatkan
karena
setelah
melalui
jalan
panjang
pada
akhirnya
dapat
menyelesaikan skripsi ini dalam rangka memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Atas dasar itulah penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak atas bantuan, dorongan dan masukannya yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan hukum ini. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada: 1.
Bapak Prof. Drs. Edy Yuwono, Ph.D selaku Rektor Universitas Jenderal Soedirman.
2.
Ibu Hj. Rochani Urip Salami, S.H., M.S selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.
3.
Bapak Satrio Saptohadi, S.H., M.H selaku Dosen Pembimbing Akademik atas segala bimbingan dan nasehatnya.
4.
Bapak Hendro Punto Adji, S.H., M.S selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah membantu memberikan bimbingan, arahan dan koreksinya sehingga skripsi ini bisa selesai.
5.
Ibu Hj. Krisnhoe Kartika W, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah membantu memberikan bimbingan, arahan dan koreksinya sehingga skripsi ini bisa selesai.
6.
Bapak I Ketut Karmi Nurjaya, S.H., M.Hum selaku Dosen Penguji dalam Seminar Skripsi dan Pendadaran Saya yang telah mengkritisi dan memberikan masukan berharga bagi penulis.
7.
Seluruh Dosen Pengajar, Karyawan, Mahasiswa dan Civitas Akademika Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.
8.
Mamih dan Papih, Mas Yunan, Mba Yuni, Mas Bagus, Dewi dan dede keisha tercinta yang telah memberikan kasih sayang, do’a dan dorongannya selama ini sehingga penulis dapat segera menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan kasih sayang, perlindungan dan anugerah-Nya.
9.
Semua teman-teman fakultas hukum unsoed terimakasih atas kerjasamanya, bantuan, masukan dan kepercayaannya selama ini.
10. Semua pengurus dan anggota (keluarga besar) Persatuan Bulutangkis Mahasiswa Hukum (PBMH) yang telah memberikan banyak pengalaman, wawasan dan pengetahuan berorganisasi bagi penulis. 11. Teman-teman kosan Ponda, Haris, Guna, Yogas, Bagus terima kasih atas semangatnya juga, semoga bisa tetap ngebolang bareng lagi. 12. Spesial buat lina aditya pratiwi terima kasih telah memberikan semangatnya selama ini.
13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan dorongan, masukan maupun nasehatnya baik secara moril maupun materiil kepada penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak keterbatasan dan hasilnya masih jauh dari kesempurnaan dalam penulisannya tetapi mudahmudahan dapat memberikan pengetahuan dan manfaat bagi kita semua. Selain itu, semoga skripsi ini juga berguna dan bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan anugerah dan rizkyNya atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama ini, kelak di kemudian hari. Purwokerto,
Agustus 2012
Penulis
v
ABSTRAK Salah satu perusahaan yang menyelenggarakan pengangkutan barang paket adalah PT. Pahala Express Delivery. Dalam kegiatan pengiriman barang tidak terlepas dari resiko kerusakan, kehilangan dan keterlambatan barang yang dikirim. Secara hukum kerusakan, kehilangan dan keterlambatan tersebut menjadi tanggung jawab perusahaan angkutan, hal ini berdasarkan Pasal 188 jo Pasal 191 UndangUndang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Pasal 1367 KUHPerdata. Tetapi, dalam penyelenggaraan pengangkutan tak lepas dari perilaku pengemudi, jadi tidak layak apabila kesalahan pengemudi atas semua pengiriman barang menjadi tanggung jawab perusahaan angkutan. Atas dasar tersebut peneliti melakukan penelitian dengan judul TANGGUNG JAWAB HUKUM PENGEMUDI PENGANGKUTAN BARANG TERHADAP TERJADINYA KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN RAYA PADA PT. PAHALA EXPRESS DELIVERY DI PURWOKERTO. Dari judul tersebut peneliti mempermasalahkan bagaimana tanggung jawab hukum pengemudi terhadap peristiwa kecelakaan lalu lintas jalan raya yang mengakibatkan kerusakan, kehilangan barang di PT. Pahala Express Delivery Purwokerto. Peneliti melakukan penelitian menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, tipe penelitian deskriptif, lokasi penelitian di PT. Pahala Express Delivery Purwokerto, data yang digunakan adalah data sekunder dan penunjang data sekunder dan analisis yang dilakukan adalah normatif kualitatif Dari hasil penelitian dan pembahasan diperoleh jawaban masalah sebagai berikut : 1. Dalam hal kecelakaan pengemudi ikut bertanggung jawab sebesar 25% terhadap kendaraan yang dikemudikannya apabila pengemudi tersebut terbukti bersalah. 2. Untuk kerusakan, kehilangan barang kiriman yang bertanggung jawab PT. Pahala Express Delivery sebesar 10 kali biaya kirim atau maksimal Rp. 750.000, apabila barang tersebut di asuransikan maka yang bertanggung jawab untuk mengganti kerugian adalah pihak asuransi. Untuk itu peneliti mengajukan saran sebagai berikut : 1. Seharusnya pembentuk undang-undang merevisi Pasal 1367 KUHPerdata dan Pasal 191 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, hal ini karena tidak memenuhi rasa keadilan bagi perusahaan apabila buruh/karyawan dengan sengaja terbukti membuat kesalahan yang menimbulkan kerugian. Untuk itu buruh/karyawan tersebut ikut bertanggung jawab. 2. Dalam hal ganti rugi karena kesalahan PT. Pahala Express Delivery hendaknya PT. Pahala Express Delivery memberikan ganti rugi sesuai undang-undang agar memenuhi rasa keadilan bagi pengirim. Kata kunci : Tanggung Jawab Pengemudi, Pengangkutan Barang, PT. Pahala Express Delivery
vi
ABSTRACT
PT. Pahala Express Delivery is actor that held packet delivery transportation. In packet delivery can’t be denied from risk like damage, disappear and delay of the packet and it will be responsibility from transportation company, based on article 188 jo article 191 of act number 22/2009 year about traffic and transportation and article 1367 of code of private law. But, exactly in transportation the man actor is driver, so that’s not proper if transportation company responsible toward all mistake from driver in transportation. Base on that, this research is entitled LEGAL RESPONSIBILITY OF THE HAULAGE DRIVER AGAINTS HIGHWAY TRAFFIC ACCIDENT ON PT. PAHALA EXPRESS DELIVERY IN PURWOKERTO. The problem is how legal responsibility of driver toward highway traffic accident that create damage, missing of the packet on PT. Pahala Express Delivery Purwokerto. This study using normative juridicial approach methods, research type is description, location of research in PT. Pahala Express Delivery Purwokerto, data collected includes secondary data and supporter secondary data and analysis that done is kualitative normative. From result of the research, we got answered from the problem are : 1. If there’s accident, driver have responsibility 25% toward vehicle that used if driver proven guilty. 2. For damage, missing of packet, that have responsibility is PT. Pahala Express Delivery much as 10 over of delivery cost or maximal Rp. 750.000, if the goods or packet have insured, it will be responsibility of insurance to give compensation. Because of that, suggest that will be offer are : 1. Legislator have to revise article 1367 of code of private law and article 191 act number 22/2009 year about traffic and transportation, it is because not fulfill the justice for company if employee to on purpose make a mistake that create financial loss. So, employee have responsibility too. 2. In the case compensation because mistake from PT. Pahala Express Delivery, PT. Pahala Express Delivery have to give compensation agree with law to fulfill justice for sender. Key word : Driver’s Responsibility, Haulage, PT. Pahala Express Delivery.
vii
Motto Percayalah bahwa kesulitan itu datang nantinya akan membawa keberhasilan bagi kita, tetap bersemangat dan berusaha pasti bisa Jadilah seseorang seperti padi, kian berisi kian merunduk
DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL ..............................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN ...............................................................
ii
HALAMAN PERNYATAAN ...............................................................
iii
KATA PENGANTAR ............................................................................
iv
ABSTRAK ..............................................................................................
v
ABSTRACT ............................................................................................
vi
MOTTO ...................................................................................................
vii
DAFTAR ISI ..........................................................................................
viii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................
1
B. Perumusan Masalah ...................................................
8
C. Tujuan Penelitian .......................................................
8
D. Kegunaan Penelitian ..................................................
8
TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Mengenai Pengangkutan ................
9
1. Pengangkutan Di Darat .......................................
9
a. Pengertian Pengangkutan Jalan Raya ............
9
b. Fungsi Dan Tujuan Pengangkutan ................
11
2. Pengangkutan Barang Dengan Kendaraan Bermotor Umum .................................................
12
a. Pengertian Kendaraan Bermotor Umum .......
12
b. Pengelompokan Barang Angkutan ................
13
c. Pengurusan Pengangkutan Barang ................
14
3. Perjanjian Pengangkutan .....................................
16
a. Pengertian Perjanjian Pengangkutan .............
16
b. Pihak – pihak Di Dalam Perjanjian Pengangkutan ................................................
25
c. Terjadinya Pengangkutan ..............................
30
d. Sifat Hukum Perjanjian Pengangkutan ..........
33
4. Pengemudi ...........................................................
36
a. Pengertian Pengemudi ...................................
36
b. Hubungan Pengusaha dengan Pengemudi ....
37
5. Asuransi ...............................................................
41
a. Pengertian Asuransi .......................................
42
b. Fungsi Asuransi .............................................
42
c. Resiko-resiko yang ditanggung Asurasnsi/ Pertanggungan Angkutan Darat ............................................................. BAB III
43
METODE PENELITIAN A. Metode Pendekatan ...................................................
45
B. Spesifikasi Penelitian .................................................
45
C. Lokasi Penelitian .......................................................
45
D. Sumber Data ..............................................................
45
E. Metode Pengumpulan Data .......................................
46
BAB IV
BAB V
F. Metode Penyajian Data .............................................
46
G. Metode Analisis Data ................................................
47
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian …………………………………….
48
B. Pembahasan ………………………………………...
59
PENUTUP A. Simpulan ……………………………………………
72
B. Saran ………………………………………………..
72
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era
globalisasi
ini
bangsa
Indonesia
terus
melaksanakan
pembangunan dalam berbagai bidang. Pembangunan yang dilaksanakan merupakan suatu pembangunan berkelanjutan sebelumnya. Pembangunan tersebut selaras dengan apa yang diamanatkan dalam pembukaan UndangUndang Dasar 1945, sebagai salah satu tujuan nasional Negara kita, yaitu memajukan kesejahteraan umum. Salah satu bidang yang mendapatkan tempat dalam pembangunan adalah bidang transportasi atau pengangkutan. Pengangkutan merupakan salah satu bidang kegiatan yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat, misalnya dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, politik, dan pertahanan keamanan oleh karena itu diarahkan agar terwujudnya suatu transportasi yang diselenggarakan secara tertib, lancar, aman dan mampu mewujudkan tersedianya jasa transportasi yang mempunyai tingkat pelayanan nyaman, teratur, cepat, tepat dan dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat. Sarana pengangkutan akan mempunyai peranan sangat penting dalam kehidupan masyarakat, karena dengan jasa pengangkutan orang dapat saling berhubungan satu sama lain dalam bidang apapun. Dengan sarana angkutan tersebut, orang juga dapat memindahkan atau mengirimkan suatu barang dari suatu tempat ke tempat lain atau dengan sarana angkutan
2
seseorang dapat berpindah tempat ke tempat lain. Dengan demikian pengangkutan berfungsi untuk memudahkan manusia melakukan kegiatan dalam segala bidang. Pengangkutan terdiri dari tiga jenis yaitu pengangkutan darat, laut dan udara. Mengenai bidang transportasi atau pengangkutan darat, pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Tanpa ada pengangkutan, tidak mungkin ada perpindahan orang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain. Pengertian pengangkutan dalam Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Angkutan Jalan dan Lalu Lintas Jalan, disebutkan bahwa : Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di Ruang Lalu Lintas. Pengangkutan adalah
proses kegiatan memuat barang atau
penumpang ke dalam alat pengangkutan, membawa barang atau penumpang dari tempat pemuatan ketempat tujuan, dan menurunkan barang atau penumpang dari alat pengangkut ketempat yang ditentukan.1 Menurut pendapat Soekardono bahwa kita dapat melihat pada pokoknya pengangkutan itu berisikan perpindahan tempat baik mengenai benda-benda maupun mengenai orang-orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi.2 1
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, Cetakan pertama PT. Citra Adutya Bakti, Bandung, 1991, hal 19. 2 Soekardono, Hukum Dagang Indonesia,Rajawali, Jakarta,1983, hal 2
3
Menurut pasal 137 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyatakan bahwa angkutan orang dan/atau barang dapat menggunakan Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Tidak Bermotor. Sedangkan dalam ayat (3) menyebutkan bahwa Angkutan Barang dengan Kendaraan Bermotor wajib menggunakan mobil barang. Dalam pasal tersebut jelas bahwa pengangkutan barang dengan kendaraan bermotor harus menggunakan mobil barang misalnya truk. Salah satu bentuk dari pengangkutan barang di darat adalah pengangkutan barang paket. Pelayanan paket di Indonesia sendiri dapat dilakukan melalui instansi swasta yaitu melalui perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang pengangkutan pengiriman paket. Di purwokerto salah satu perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang pengangkutan barang paket adalah PT. Pahala Express Delivery. Perusahaan ini melayani pengangkutan barang paket di berbagai wilayah Indonesia sesuai dengan rute tujuan barang yang akan dikirim. Keberadaan pihak swasta dalam pelayanan kiriman paket di Indonesia ini diharapkan dapat menunjang lancarnya arus peredaran barang dari suatu tempat ke tempat lain juga dapat mendukung pembangunan serta memperkuat persatuan, kesatuan, dan keutuhan kehidupan berbangsa dan bernegara. Penyelenggaraan pengangkutan dalam pengiriman barang paket harus ada suatu perjanjian, dimana perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-
4
syarat dari perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang menyebutkan : Untuk sahnya suatu perjannjian diperlukan empat syarat : 1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu 4. Suatu sebab yang halal Akibat adanya perjanjian antara para pihak yaitu perusahaan angkutan dengan pengirim akan timbul suatu perikatan, dimana perusahaan angkutan umum wajib mengangkut barang setelah disepakati perjanjian angkutan dan/atau dilakukan pembayaran biaya angkutan oleh pengirim barang. Hal ini tercantum dalam pasal 166 ayat (3) yang menyatakan bahwa apabila sudah terjadi perjanjian pengangkutan dan/atau dilakukan pembayaran biaya pengangkutan, perusahaan wajib melaksanakan pengangkutan tersebut. Sedangkan pihak pengirim mengikatkan diri untuk membayar sejumlah uang. Oleh karena itu perusahaan pengangkutan bertanggung jawab kepada pengirim atas barang yang diangkutnya. Dalam beberapa
macam
Penyelenggaraan perusahaan
pengangkutan
yang
diselenggarakan
memberikan
perusahaan pengangkutan tersebut ialah sebagai berikut :
jasa
oleh
pengangkutan,
5
1) Perusahaan Pengangkutan Pengangkut adalah pengusaha pengangkutan yang memiliki dan menjalankan perusahaan pengangkutan yang berbentuk Perusahaan persekutuan badan hukum, Perusahaan Umum, Perusahaan Jawatan, Perusahaan Persekutuan bukan badan hukum dan perusahaan seseorang.3 Saat ini doktrin tersebut tidak berlaku untuk angkutan umum bermotor, perusahaan angkutan dengan kendaraan bermotor umum harus berbadan hukum. Hal ini tercantum dalam pasal 1 angka 21 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa : “Perusahaan Angkutan Umum adalah badan hukum yang menyediakan jasa angkutan orang dan/atau barang dengan kendaraan bermotor umum. 2) Pengusaha Transpor Orang bertindak sebagai pengusaha transpor, bila dia menerima barangbarang tertentu untuk diangkut dengan uang angkutan tertentu pula, tanpa mengikatkan diri untuk melakukan pengangkutan itu sendiri. Jadi, pengusaha transpor menerima seluruh pengangkutan dengan satu jumlah uang angkutan untuk seluruhnya, tetapi tidak atau hanya sebagian saja yang diangkutnya sendiri.4 3) Angkutan Multimoda Angkutan Multimoda menurut penjelasan pasal 165 ayat (1) UndangUndang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan 3 4
Abdulkadir Muhammad, Op Cit, hal 34 Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Jilid 3, Djambatan, Jakarta, 1995, hal 19
6
adalah angkutan barang dengan menggunakan paling sedikit 2 (dua) moda angkutan yang berbeda atas dasar 1 (satu) kontrak yang menggunakan dokumen angkutan multimoda dari (1) satu tempat penerimaan barang oleh operator angkutan multimoda ke suatu tempat yang ditentukan untuk penyerahan barang tersebut. Angkutan Multimoda dengan pengusaha transpor adalah sama. Dimana istilah pengusaha transpor tersebut merupakan istilah yang dipakai oleh para sarjana (doktrin), sedangkan angkutan multimoda adalah istilah yang ada dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Ketiga macam perusahaan diatas merupakan perusahaan yang memberikan jasa pengangkutan. Dari ketiga perusahaan tersebut PT. Pahala Express Delivery merupakan pengusaha transpor, dimana PT. Pahala Express Delivery merupakan perusahaan yang menyediakan jasa angkutan barang tetapi hanya sebagian saja yang diselenggarakan, dalam arti bahwa PT. Pahala Express Delivery ini menggunakan jasa pengangkut lain, misal menggunakan jasa pengangkutan udara PT. Garuda Indonesia. Sebagai pemberi jasa kepada masyarakat, pihak perusahaan yang bergerak dalam bidang pengangkutan barang paket dalam kegiatannya tidak terlepas dari masyarakat selaku konsumen dan pengguna jasa, dimana perusahaan dalam melayani konsumen untuk mengirimkan barang paket harus berhati-berhati agar tidak terjadi kerusakan atau kehilangan terhadap barang yang dikirim tersebut, dengan adanya kerusakan atau kehilangan dari
7
pengiriman barang paket maka hal tersebut akan merugikan si pengirim maupun penerima barang tersebut. Suatu
hal
yang
wajar
terjadi
didalam
penyelenggaraan
pengangkutan barang apabila terdapat peristiwa yang mengakibatkan kerusakan, keterlambatan ataupun hilangnya barang yang diangkut. Oleh karena itu faktor tanggung jawab sangat diperlukan dalam penyelenggaraan pengangkutan
pengiriman
paket
yang
dilakukan
oleh
perusahaan
pengangkutan tersebut tetapi dalam kenyataannnya pihak perusahaan pengangkutan ini tergantung kepada pengemudi yang mengemudi alat pengangkutan tersebut. Dalam arti bahwa yang menjadi pelaku utama disini adalah pengemudi karena keselamatan barang disini tergantung kepada pengemudi
setelah
perusahaan
memerintahkan
pengemudi
untuk
mengirimkan barangnya. Pengemudi dalam mengemudikan kendaraannya untuk mengirim barang dengan tidak hati-hati akan menimbulkan kerugian terhadap si pengirim barang misalnya apabila terjadi kecelakaan. Oleh karena itu yang menjadi pokok permasalahan disini apakah pengemudi ikut bertanggung jawab terhadap pengangkutan barang yang di bawanya. Berdasarkan latar belakang inilah yang mendorong penulis untuk mengambil judul penulisan skripsi berupa : “Tanggung Jawab Hukum Pengemudi Pengangkutan Barang Terhadap Terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Raya Pada PT. Pahala Express Delivery Di Purwokerto”.
8
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang menjadi pokok penelitian dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana tanggung jawab hukum pengemudi dari perusahaan PT. Pahala Express Delivery Purwokerto terhadap barang atas terjadinya kecelakaan lalu lintas jalan raya? C. Tujuan Penelitian Penelitian
mengenai
Tanggung
Jawab
Hukum
Pengemudi
Pengangkutan Barang Terhadap Terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Raya pada PT. Pahala Express Delivery di Purwokerto mempunyai tujuan yang ingin dicapai, yaitu : Untuk mengetahui tanggung jawab hukum pengemudi PT. Pahala Express Delivery Purwokerto
terhadap
pengangkutan
barang
atas
terjadinya
kecelakaan. D. Kegunaan Penelitian Penelitian ini mempunyai dua (2) kegunaan yaitu : 1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah sumber informasi dan memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum pengangkutan pada khususnya dan hukum perdata pada umumnya. 2.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sebagai konsumen pengguna jasa pengiriman barang.
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Mengenai Pengangkutan 1. Pengangkutan di Darat a. Pengertian Pengangkutan Jalan Raya Pengangkutan sangatlah penting bagi kehidupan sehari-hari untuk menghubungkan dari tempat satu ke tempat lain. Pengangkutan merupakan sarana
sangat
penting
dan
strategis
dalam
memperlancar
laju
perekonomian, meningkatkan produktivitas Negara serta mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan Negara. Pentingnya pengangkutan tersebut
tercermin
pada
semakin
meningkatnya
kebutuhan
jasa
pengangkutan dalam memperlancar mobilitas barang atau orang dari dan ke seluruh pelosok tanah air, bahkan dari dan ke luar negeri. Setelah diketahui pentingnya peranan pengangkutan, maka perlu juga diketahui mengenai arti pengangkutan itu sendiri. Adapun pengertian pengangkutan menurut beberapa sarjana yaitu sebagai berikut : 1) Menurut Purwosutjipto “Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.”5 2) Menurut Abdulkadir Muhammad “Pengangkutan adalah proses kegiatan memuat barang atau penumpang kedalam alat pengangkutan, membawa barang atau 5
Purwosudjipto, S. H. Op Cit, hal. 2
10
penumpang dari tempat pemuatan ke tempat tujuan, dan menurunkan barang atau penumpang dari alat pengangkutan ke tempat yang ditentukan.”6 3) Menurut Soekardono “Pada pokoknya pengangkutan itu berisikan perpindahan tempat baik mengenai benda-benda maupun mengenai orang-orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi”.7 4) Menurut Soegijatna Tjakranegara Pengangkutan adalah kegiatan dari transportasi memindahkan barang commodity of goods) dan penumpang dari satu tempat (Origin atau port of call) ke tempat lain atau part of destination.8 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 1 angka 3, menyebutkan bahwa : “Angkutan adalah Perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan Kendaraan di Ruang Lalu Lintas Jalan”. Sedangkan definisi mengenai Pengangkutan Jalan Raya ialah pengangkutan
yang
mencakup
semua
jenis
pengangkutan
yang
diselenggarakan melalui jalan raya, baik yang mempergunakan kendaraan bermotor ataupun tidak. Pengangkutan
dengan
kendaraan
bermotor
antara
lain
meliputi
pengangkutan barang maupun orang antar daerah, antar kota dan mungkin antar pulau.9
6
Abdulkadir Muhammad, Op Cit, hal. 19 Soekardono, Op Cit, hal. 2 8 Soegiyatna Tjakranegara, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, Rineka Cipta, Jakarta, 1995. hal. 1 9 Sri Rejeki H, Pengangkutan dan Hukum Pengangkutan Darat, Badan Penyedia Bahan Kuliah Fakultas Hukum Undip Cetakan III, Badan Penyedia Bahan Kuliah Fakultas Hukum Undip, Semarang, 1980, hal. 9 7
11
b. Fungsi dan Tujuan Pengangkutan Fungsi pengangkutan menurut Purwosutjipto adalah memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai. Sedangkan tujuan pengangkutan yaitu sampai atau tiba di tempat tujuan yang ditentukan dengan selamat, biaya pengangkutan lunas.10 Soegijatna Tjakranegara berpendapat bahwa : Dengan adanya jasa produksi yang diperlukan oleh masyarakat dalam memindahkan atau mengirimkan barang-barang ke tempat lain, maka memenuhi kepentingan pokok menimbulkan dua nilai, yaitu : a. Place Utility Menimbulkan nilai dari suatu barang tertentu karena dapat di pindahkan itu, dari tempat di mana barang itu sangat dibutuhkan di tempat lain karena langka. Dalam arti perkataan lain bahwa di daerah di mana barang dihasilkan dalam jumlah yang berlebihan nilainya akan turun, di bandingkan jika di suatu tempat barang tersebut sangat sukar di dapatnya. Tetapi dengan dipindahkan, dikirimkan barang tersebut atau diangkut ke daerah lain maka harga kebutuhan dapat disamaratakan. b. Time Utility Menimbulkan sebab karena barang-barang dapat diangkut atau dikirim dari satu tempat ke tempat lain atau dari part or origin diangkut ke tempat tertentu dimana benda atau barang sangat dibutuhkan menurut keadaan, waktu dan kebutuhan.11 Menurut Abdulkadir Muhammad, beberapa hambatan yang masih dialami oleh pihak-pihak dalam pengangkutan, baik pengirim dan pengangkut adalah masalah tidak displin waktu, tidak disiplin muatan atau gangguan kemananan perjalanan. 1. Tidak disiplin waktu Waktu keberangkatan alat pengangkutan, baik mengenai muatan barang atau penumpang yang telah dijadwalkan sering tidak dipatuhi oleh pengangkut tanpa alasan yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
10 11
Purwosutjipto, Op Cit, hal. 1 Soegijatna Tjakranegara, Op Cit. ha.l 1-2
12
2. Tidak disiplin muatan Setiap alat pengangkutan telah ditetapkan kapasitas maksimumnya, baik pada pengangkutan muatan barang atau penumpang, namun ketentuan ini sering sekali dilanggar oleh pihak pengangkut yang tidak disiplin. Jumlah muatan barang atau penumpang yang dimuat ke dalam alat pengangkutan melebihi kapasitas maksimum yang ditetapkan menurut peraturan yang berlaku. 3. Tidak disiplin pungutan Dalam pengangkutan telah ditetapkan biaya-biaya yang wajib dibayar menurut ketentuan peraturan yang berlaku, baik jenisnya maupun jumlahnya (tarifnya). Tetapi ketentuan tersebut tidak dipatuhi, karena dalam praktek pengangkutan muncul yang disebut pungutan liar (pungli). Pungutan liar ini sering dijumpai diterminal, pelabuhan, loket karcis/tiket, jalan raya, jembatan timbang, pos-pos tertentu, tempat penerimaan barang, tempat penyimpanan barang (gudang). 4. Gangguan keamanan dan ketertiban Gangguan keamanan seringkali dijumpai di dalam alat pengangkutan. Gangguan tersebut berupa pencopetan, pencurian. Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka dapat dinyatakan bahwa akibat dari hambatan-hambatan tersebut menimbulkan kerugian bagi pihakpihak tertentu, terutama masyarakat luas sebagai konsumen. Dengan adanya hambatan-hambatan tersebut, kalkulasi biaya pengangkutan menjadi lebih mahal, harga barang yang diangkut menjadi lebih mahal, alat pengangkutan menjadi lebih cepat rusak, jalan raya menjadi tidak dapat bertahan lama karena beban muatan yang berlebihan dan sebagainya. Hal ini jelas menghambat pembangunan nasional.12 2. Pengangkutan Barang Dengan Kendaraan Bermotor Umum a. Pengertian Kendaraan Bermotor Umum Kendaraan Bermotor Umum merupakan salah satu alat tranportasi untuk pengangkutan terutama pengangkutan di darat. Pengertian Kendaraan Bermotor Umum menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah setiap kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran. 12
Abdulkadir Muhammad, Op Cit. hal. 111-114
13
b. Pengelompokan Barang Angkutan Pasal 160 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa angkutan barang dengan kendaraan bermotor umum terdiri atas angkutan barang umum dan angkutan barang khusus. Pengertian angkutan barang umum adalah angkutan barang pada umumnya yaitu barang yang tidak berbahaya dan tidak memerlukan sarana khusus. Pengertian angkutan barang khusus adalah angkutan yang membutuhkan mobil barang yang dirancang khusus untuk mengangkut benda yang berbentuk curah, cair, gas, peti kemas, tumbuhan, hewan hidup, dan alat berat serta membawa barang berbahaya seperti brang yang mudah meledak, gas mampat, gas cair, gas terlarut pada tekanan atau temperatur tertentu, dan lain-lain. Sedangkan Pasal 161 huruf c menyebutkan bahwa pengangkutan barang umum sebagaimana dimaksud Pasal 160 pada dasarnya menggunakan mobil barang. Yang dimaksud mobil barang adalah setiap kendaraan bermotor selain sepeda motor, mobil penumpang, bus dan kendaraan khusus. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari penggunaan kendaraan bermotor yang tidak sesuai dengan peruntukannya, seperti kendaraan yang diperuntukan untuk mobil penumpang ternyata digunakan untuk mengangkut barang, demikian juga sebaliknya. Menurut Abdulkadir Muhammad, barang terdiri dari berbagai jenis menurut keperluan atau kegunaannya, yaitu : 1. 2. 3. 4.
Barang sandang, misalnya tekstil, sarung, baju; Barang pangan, misalnya beras, gula, buah-buahan; Barang perlengkapan rumah tangga, misalnya mebeler; Barang perlengkapan pendidikan, misalnya buku, lab;
14
5. Barang cair, minyak, gas alam; 6. Barang industri, misalnya zat kimia, semen, besi; 7. Hewan, misalnya sapi potong, sapi ternak, ikan rias; Secara fisik muatan barang dibagi dalam enam golongan, yaitu : 1. Muatan barang biasa, misalnya tekstil, kelontong; 2. Muatan barang berbahaya, misalnya bahan racun; 3. Muatan barang cair, misalnya minyak tanah, minyak sawit; 4. Muatan barang berharga, misalnya komputer, emas; 5. Muatan barang khusus, misalnya ikan dingin, tembakau; 6. Muatan barang curah, misalnya kacang, minyak mentah. Dilihat dari sifat alamiahnya, muatan barang digolongkan menjadi : 1. Muatan barang padat, misalnya besi, kayu balok; 2. Muatan barang cair, misalnya minyak; 3. Muatan barang gas. Dilihat dari segi cara penjagaan dan pengurusan, muatan barang digolongkan menjadi tiga golongan : 1. Muatan barang berbahaya yang sifatnya mudah terbakar, mudah meledak, mengandung racun; 2. Muatan barang dingin atau beku yang perlu diangkut dengan menggunakan ruangan pendingin, seperti daging/ikan segar, buahbuahan, sayur-sayuran, obat-obatan. 3. Muatan barang panjang/berat melebihi ukuran tertentu, panjang tiap potongan melebihi batas tertentu, atau berat perpotong melebihi batas tertentu. Dilihat dari jenis muatan barang, maka ada tiga jenisnya, yaitu : 1. General cargo, yaitu berbagai jenis barang, dibungkus dalam bentuk unit-unit kecil (peti); 2. Bulk cargo, yaitu semacam barang, tidak dibungkus, dimuat dalam jumlah besar, dengan cara mencurahkannya ke dalam kapal atau mobil tangki, misalnya pengangkutan dengan mobil tangki 5000 liter premium; 3. Homogenous cargo, yaitu satu macam barang, dibungkus, dimuat dalam jumlah besar, misalnya pengangkutan semen.13 c. Pengurusan Pengangkutan Barang Menurut ketentuan dari Pasal 137 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa : angkutan barang dengan kendaraan bermotor wajib menggunakan mobil barang. Penggunaan kendaraan bermotor untuk penumpang dilarang 13
Abdulkadir Muhammad, Op Cit, hal. 61-63
15
untuk digunakan mengangkut barang, demikian juga sebaliknya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari penggunaan kendaraan bermotor yang tidak sesuai dengan peruntukkan untuk mobil penumpang ternyata digunakan
untuk
mengangkut
barang.
Berdasarkan
Pasal
161
menyebutkan bahwa pengangkutan barang umum harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Prasarana jalan yang dilalui memenuhi ketentuan kelas jalan; b. Tersedia pusat distribusi logistik dan/atau tempat untuk memuat dan membongkar barang; dan c. Menggunakan mobil barang. Pengurusan barang angkutan dibedakan berdasarkan fisik, sifat dan jenis barang angkutan tersebut. Ada beberapa barang angkutan harus mendapatkan pengurusan pengangkutan yang berbeda dibandingkan dengan barang umum. Pengangkut harus berhati-hati terhadap barang yang diangkutnya, khusus untuk pengangkutan barang selain barang umum maka pengirim harus memberikan secara rinci mengenai sifat, jenis barang tersebut sebab pengangkut tidak bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan sebagai akibat dari pengirim. Perusahaan yang bergerak di bidang pengangkutan barang paket dituntut untuk dapat mengurus dan menjaga barang angkutannya dengan baik mulai dari saat penyerahan barang dari pengirim kepada pengangkut hingga saat barang sampai ditempat tujuan yang disepakati dalam perjanjian pengangkutan.
16
3. Perjanjian Pengangkutan a. Pengertian Perjanjian Pengangkutan Definisi perjanjian terdapat di dalam Pasal 1313 KUHPerdata, yang menyebutkan bahwa : ”Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih”. Pasal 1313 KUHPerdata diatas mengatur tentang apa yang dimaksud dengan perjanjian, dalam bukunya Mariam Darus Badrulzaman, K.U.H.Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan mengatakan bahwa definisi perjanjian di dalam ketentuan diatas adalah tidak lengkap, tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja.14 Terjadinya pengangkutan disebabkan karena adanya perjanjian pengangkutan antara pengangkut dengan pengirim (pemakai jasa angkutan). Definisi mengenai perjanjian pengangkutan tidak terdapat dalam KUHD maupun peraturan-peraturan lainnya, sehingga untuk mengetahuinya yaitu dengan melihat dari beberapa para sarjana maupun doktrin. Mengenai perjanjian pengangkutan, beberapa sarjana memberikan pengertian berbeda-beda, namun pada dasarnya sama, diantaranya adalah : Menurut pendapat Purwosutjipto (1984) merumuskan definisi perjanjian pengangkutan adalah sebagai perjanjian timbal balik dengan 14
Mariam Darus Badrulzaman, K.U.H.Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, alumni, Bandung, 1983, hal. 89
17
mana pengangkut mengikatkan diri untuk meyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan.15 Menurut Subekti, bahwa yang dimaksud dengan Perjanjian Pengangkutan ialah : Suatu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari satu kelain tempat, sedangkan pihak yang lainnya menyanggupi akan membayar ongkosnya.16 Menurut Sution Usman, Djoko Prakoso dan Hari Pramono, bahwa yang dimaksud dengan perjanjian pengangkutan ialah : Sebuah perjanjian timbal balik, pada mana pihak pengangkut mengikat diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang ke tempat tujuan tertentu, sedangkan pihak lainnya (pengirim-penerima-penumpang) berkeharusan untuk menunaikan pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut.17 Dari beberapa pengertian perjanjian pengangkutan oleh para sarjana, maka dapat dijabarkan mengenai pengertian perjanjian pengangkutan, yaitu : 1. Para pihak dalam perjanjian pengangkutan adalah pengangkut dan pengirim/penumpang.18 2. Perjanjian pengangkutan pada umumnya adalah perjanjian timbal balik antara pengirim ataupun penumpang dengan pihak pengangkut, dimana pengangkut wajib melakukan pengangkutan sedangkan pengirim ataupun penumpang wajib membayar ongkos pengiriman tersebut.19 Artinya kedua belah pihak disini baik pengangkut maupun pengirim masing-masing mempunyai hak dan kewajiban.
15
Purwosutjipto, Op Cit, hal. 2 R.Subekti, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal. 69 17 Sution Usman A, Djoko Prakoso, Hari Pramono, Hukum Pengangkutan Di Indonesia, Rhineka Cipta, Jakarta, 1991, hal. 6 18 Abdulkadir Muhammad, Op Cit, hal. 33-35 19 Purwosutjipto, Op Cit, hal. 2 16
18
3. Objek pengangkutan adalah orang dan/atau barang, alat pengangkutan, biaya pengangkutan.20 Pada prinsipnya pengangkutan merupakan perjanjian timbal balik. Di mana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dari dan ke tempat tujuan tertentu, dan pengirim barang (pemberi order) membayar biaya/ongkos angkutan sebagaimana yang disetujui bersama. Menurut Abdulkadir Muhammad, perjanjian pengangkutan mengatur beberapa hal yang bukan tanggung jawab pengangkut, artinya apabila timbul kerugian pengangkut bebas dari pembayaran ganti kerugian. Beberapa hal itu adalah : 1. keadaan memaksa (Overmacht); 2. cacat pada barang atau penumpang itu sendiri; 3. kesalahan atau kelalaian pengirim atau penumpang.21 Ketiga hal ini diakui baik dengan Undang-Undang maupun doktrin ilmu hukum. Dalam perjanjian pengangkutan terdiri empat asas pokok yaitu : 1. Asas konsensual Dalam kenyataanya, hampir semua perjanjian pengangkutan darat, laut dan udara dibuat secara tidak tertulis (lisan), tetapi selalu didukung oleh dokumen pengangkutan. Dokumen pengangkutan bukan perjanjian tertulis, melainkan sebagai bukti bahwa persetujuan antara pihak-pihak itu ada.22 Tetapi dalam pasal 166 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menyatakan bahwa 20
Abdul Kadir Muhammad, Op Cit, hal. 61 Ibid, hal. 22 22 Ibid, hal. 23 21
19
pengangkutan barang harus tertulis yaitu dilengkapi dengan dokumen yang meliputi surat perjanjian pengangkutan dan surat muatan barang. 2. Asas koordinasi Asas ini mensyaratkan kedudukan yang sejajar antara pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan. Walaupun perjanjian pengangkutan merupakan “pelayanan jasa”, asas subordinasi antara buruh dan majikan pada perjanjian perburuhan tidak berlaku pada perjanjian pengangkutan darat, laut, dan udara ternyata pihak pengangkutan bukan buruh pihak pengirim atau penumpang.23 3. Asas campuran Perjanjian pengangkutan merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian yaitu pemberian kuasa dari pengirim kepada pengangkut, penyimpanan barang dari pengirim ke pengangkut, dan melakukan pekerjaan pengangkutan yang diberikan oleh pengirim kepada pengangkut. Dengan demikian, ketentuan-ketentuan dari tiga jenis perjanjian itu berlaku juga dalam perjanjian pengangkutan, kecuali jika perjanjian pengangkutan mengatur lain. 4. Asas tidak ada hak retensi24 Tidak adanya hak retensi terdapat di dalam angkutan laut sebagaimana disebutkan dalam pasal 493 ayat (1) KUHD, yaitu :
23 24
Ibid, hal. 24 Ibid, hal. 25
20
Dengan tak mengurangi ketentuan didalam ayat kedua pasal ini, maka guna menjamin apa yang harus dibayar kepadanya sebagai upah pengangkutan dan sumbangan dalam avvary grosse, tak berhaklah si pengangkut menahan barang yang diangkutnya itu. Setiap janji yang bertentangan dengan ini adalah batal. Dari ketentuan pasal 493 ayat (1) KUHD tersebut jelas bahwa dalam angkutan laut tidak ada hak retensi, tetapi dalam pengangkutan darat ada hak retensi, yaitu apabila penerima menolak untuk membayar biaya angkutan kepada pengangkut maka pengangkut dapat menahan barang muatan tersebut. Artinya bahwa selama pengirim dan/atau penerima barang belum melunasi biaya angkutan, maka pengangkut berhak menahan barang muatan tersebut sampai biaya angkutan dilunasi oleh pengirim dan/atau penerima barang. Hal ini tercantum dalam pasal 195 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
yaitu perusahaan angkutan umum berhak untuk
menahan barang yang diangkut jika pengirim atau penerima tidak memenuhi kewajiban dalam batas waktu yang ditetapkan sesuai dengan perjanjian pengangkutan. Perjanjian
pengangkutan
terdiri
dari
komponen-komponen
subsistem seperti subyek hukum, status hukum, obyek hukum, hubungan hukum dan tujuan hukum.
21
Subjek perjanjian pengangkutan mempunyai status yang diakui hukum yaitu sebagai pendukung hak dan kewajiban dalam pengangkutan yaitu pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan. Pihak yang berkepentingan ada yang secara langsung terikat dan ada juga secara langsung tidak terikat. Pihak yang secara langsung terikat seperti pengangkut, pengirim dan penumpang. Sedangkan pihak yang secara tidak langsung seperti ekspeditur, biro perjalanan, pengatur muatan, pengusaha pergudangan, atau karena ia memperoleh hak dalam perjanjian pengangkutan sebagai penerima.25 Objek perjanjian pengangkutan adalah apa yang diangkut (muatan barang dan/atau penumpang), biaya angkutan dan alat pengangkutan. Muatan barang meliputi berbagai jenis barang dan hewan yang diakui sah oleh undang-undang. Biaya pengangkutan meliputi semua biaya yang timbul selama pengangkutan atau biaya yang timbul akibat pengangkutan. Alat pengangkutan adalah alat yang di gunakan untuk menyelenggarakan pengangkutan.26 Sebagai salah satu bentuk perjanjian pengangkutan juga harus memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian pada umunya yang diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata, yang berbunyi : “untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat : 1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 25 26
Ibid, hal. 13 Ibid, hal. 14
22
3. suatu hal tertentu; 4. suatu sebab yang halal.” Jika dicermati, syarat pertama dan kedua merupakan syarat-syarat yang menyangkut subyek yang membuat perjanjian, karena itu biasa disebut syarat subjektif. Sedangkan syarat ketiga dan keempat merupakan syarat-syarat yang menyangkut obyeknya sehingga biasa disebut syarat objektif. Agar suatu perjanjian itu sah maka keempat syarat harus terpenuhi secara kumulatif, apabila salah satu syarat diatas tidak terpenuhi maka perjanjian itu tidak sah.27 Sedangkan dalam bukunya J. Satrio ketentuan pasal 1320 KUHPerdata kalau kita perhatikan dua syarat yang pertama, kedua syarat tersebut adalah syarat yang menyangkut subjeknya, sedangkan yang terakhir adalah mengenai objeknya. Sebagaimana nanti kita akan lihat, suatu perjanjian yang mengandung cacat pada subjeknya yaitu syarat sepakat mereka yang mengikatkan dirinya dan kecakapan untuk bertindak – tidak selalu menjadikan perjanjian tersebut menjadi batal dengan sendirinya (nietig), tetapi seringkali hanya memberikan kemungkinan untuk dibatalkan (vernietgbaar), sedang perjanjian yang cacat dalam segi objeknya – yaitu mengenai “suatu hal tertentu” atau “suatu sebab yang halal” – adalah batal demi hukum.28 Tujuan hukum pengangkutan adalah terpenuhinya kewajiban dan hak pihak-pihak dalam pengangkutan. Kewajiban pihak pengangkut adalah menyelenggarakan pengangkutan dari tempat tertentu ke tempat 27
Nurwakhid, Diktat Perkuliahan Hukum Perjanjian Syarat sah Perjanjian, Fakultas Hukum Unsoed, Purwokerto, 2009, hal. 2-3 28 J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian Buku I, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 163-164
23
tujuan dengan selamat. Sedangkan kewajiban pihak pengirim atau penumpang adalah membayar biaya pengangkutan. Tujuan hukum pengangkutan adalah tujuan pihak-pihak dalam pengangkutan yang diakui sah oleh hukum. Tujuan yang diakui sah oleh hukum disebut juga tujuan yang halal. Tujuan yang halal adalah salah satu unsur dari pasal 1320 KUHPerdata, yaitu unsur keempat “kausa yang halal”. Artinya isi perjanjian pengangkutan yang menjadi tujuan itu harus tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan. Tujuan perjanjian pengangkutan tidak hanya mengenai kepentingan pihak-pihak, melainkan juga kepentingan umum (masyarakat luas).29 Perjanjian pengangkutan dikatakan tidak mencapai tujuan mungkin terjadi karena keadaan berikut ini : 1. Tiba di tempat akhir pengangkutan, tetapi tidak selamat karena barang mengalami kerusakan, kehilangan sebagian, atau penumpang luka parah, meninggal dunia. 2. Atau tidak sampai di tempat akhir pengangkutan, tetapi selamat karena muatan tetap utuh, penumpang tetap sehat, walaupun alat angkutan mengalami kerusakan atau mogok.
29
Abdulkadir Muhammad, Op Cit, hal. 70
24
3. Atau tiba di tempat akhir pengangkutan dengan selamat, tetapi penerima tidak mau membayar biaya pengangkutan dengan alasan tertentu, sedangkan pengirim tidak membayar biaya pengangkutan lebih dulu karena segala sesuatunya sudah diserahkan kepada penerima.30 Tercapainya tujuan perjanjian pengangkutan memberi manfaat atau kenikmatan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan masyarakat luas. Manfaat kenikmatan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Dari kepentingan pengirim, pengirim memperoleh manfaat untuk konsumsi pribadi maupun keuntungan komersial. 2. Dari kepentingan pengangkut, pengangkut memperoleh manfaat keuntungan material sejumlah uang, atau keuntungan immaterial berupa meningkatkan kepercayaan masyarakat atas jasa pengangkutan yang diusahakan oleh pengangkut. 3. Dari kepentingan penerima, penerima memperoleh manfaat untuk konsumsi pribadi maupun keuntungan komersial. 4. Dari kepentingan penumpang, penumpang memperoleh manfaat kesempatan
mengemban
tugas,
profesi,
meningkatan
ilmu
pengetahuan, keahlian, di tempat yang di tuju (tempat baru). 5. Dari kepentingan masyarakat luas, masyarakat memperoleh manfaat kebutuhan yang merata, dan kelangsungan pembangunan.31
30 31
Ibid, hal. 71 Ibid, hal. 72
25
b. Pihak-Pihak dalam Perjanjian Pengangkutan Perjanjian pengangkutan terdiri dari 2 pihak yaitu pengangkut dan penumpang/pengirim. a) Pengangkut Menurut Purwosutjipto pengangkut pada umumnya adalah orang yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat.32 b) Pengirim Menurut Soegijatna Tjakranegara yang dimaksud pihak pengirim adalah pihak yang berkewajiban menyerahkan ongkos yang disepakati serta menyerahkan barang yang dikirim pada alamat tujuan dengan jelas.33 Pada umumnya, dalam suatu perjanjian pengangkutan pihak pengangkut leluasa untuk memilih sendiri alat pengangkutan yang hendak dipakainya.34 Pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan mempunyai hak dan kewajiban, mengenai hak dan kewajiban para pihak akan dijelaskan sebagai berikut : a) Hak Pengangkut 1. Menerima pembayaran biaya pengangkutan 2. Menolak barang muatan yang diserahkan kepadanya, misalnya barang tersebut barang terlarang, barang yang berbahaya.
32
Purwosudjipto, Op Cit, hal. 3 Soegijatna Tjakranegara, Op Cit, hal. 67 34 Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 1985, hal. 221 33
26
b) Kewajiban Pengangkut 1. Menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu. 2. Menjaga keselamatan barang yang diangkutnya mulai saat diterimanya hingga saat diserahkannya barang tersebut. 3. Bertanggung jawab atas segala kerugian yang diderita pengirim akibat kesalahan pengangkut. 4. Menyerahkan barang kepada si pengirim. c) Hak Pengirim 1. Hak untuk diselenggarakannya pengangkutan 2. Hak untuk meminta ganti rugi terhadap barang yang rusak/hilang. d) Kewajiban Pengirim 1. Memberikan barang muatannya 2. Membayar uang angkutan 3. Memenuhi segala persyaratan yang ditentukan35 Dalam hal terjadi suatu kerugian yang di derita penumpang dan/atau pengirim, maka pengangkut harus bertanggung jawab atas kerugian itu. Pengangkut bertanggung jawab membayar ganti kerugian seperti
yang diatur dalam pasal 1236 KUHPerdata. Pengusaha
pengangkutan kendaraan bermotor umum bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita penumpang dan kerusakan barang yang berada dalam kendaraan tersebut, kecuali bila ia dapat membuktikan bahwa
35
Purwosutjipto, Op Cit, hal. 2, 33
27
kerugian itu terjadi diluar kesalahannya atau buruhnya. Tetapi tanggung jawab itu tidak ada, bila kerusakan atau kerugian tersebut terjadi karena tidak sempurnanya bungkusan barang yang diangkut.36 Selain itu, tanggung jawab perusahaan angkutan tercantum dalam pasal 188 dan 193 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menyebutkan bahwa : Pasal 188 “Perusahaan Angkutan Umum wajib mengganti kerugian yang diderita oleh Penumpang atau pengirim barang karena lalai dalam melaksanakan pelayanan angkutan”. Pasal 193 ayat (1) dan (2) (1) Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim barang karena barang musnah, hilang, atau rusak akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali terbukti atau musnah, hilang, atau rusaknya barang disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau kesalahan pengirim. (2) Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kerugian yang nyata-nyata dialami. Pengangkut harus membayar ganti kerugian terhadap barang yang musnah atau rusak tersebut, kecuali kalau kerugian itu timbul dari 4 macam sebab tersebut di bawah ini :
36
Abdulkadir Muhammad, Op Cit, hal. 76-77
28
a. Keadaan memaksa (overmacht atau force majeure); b. Cacat pada barang itu sendiri; c. Kesalahan atau kelalaian si pengirim atau si ekspeditur; d. Keterlambatan datangnya barang ditempat tujuan, yang disebabkan karena keadaan memaksa, dalam hal ini barang tidak rusak atau musnah.37 Hukum pengangkutan dikenal ada tiga prinsip tanggung jawab yaitu: 1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan. Menurut prinsip ini setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan pengangkutan harus bertanggung jawab membayar ganti kerugian atas segala kerugian yang timbul akibat dari kesalahananya itu. Pihak yang menderita kerugian harus membuktikan kesalahan pengangkut itu. Beban pembuktian ada pada pihak yang dirugikan, bukan pada pengangkut. Prinsip ini adalah yang umum berlaku seperti yang diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata tentang perbuatan melawan hukum. 2. Prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga Menurut prinsip ini pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas
setiap
kerugian
yang
timbul
dari
pengangkutan
yang
diselenggarakannya. Tetapi jika pengangkut dapat membuktikan
37
Purwosutjipto, Op Cit, hal. 34-35
29
bahwa ia tidak bersalah, maka ia dibebaskan dari kewajiban membayar ganti kerugian. Yang dimaksud dengan “tidak bersalah” adalah tidak melakukan kelalaian, telah mengambil tindakan yang perlu untuk menghindari kerugian, atau peristiwa yang menimbulkan kerugian itu tidak mungkin dihindari. Beban pembuktian ada pada pihak pengangkut, bukan pada pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan cukup menunjukan adanya kerugian yang diderita dalam pengangkutan yang diselenggarakan oleh pengangkut. 3. Prinsip tanggung jawab mutlak Menurut prinsip ini pengangkut harus bertanggung jawab membayar ganti kerugian terhadap setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya tanpa keharusan pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut.38 Tanggung jawab pengangkut tersebut dibatasi oleh Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUHPerdata, yaitu : Pasal 1247 KUHPerdata menyebutkan bahwa : si berutang hanya diwajibkan mengganti biaya, ganti rugi dan bunga yang nyata telah atau sedianya harus dapat di duganya sewaktu perikatan dilahirkan, kecuali jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan mengenai tipu daya yang dilakukan olehnya. Dalam pasal ini, yang dimaksud dengan kerugian adalah kerugian yang dapat diperkirakan secara layak pada saat timbulnya perikatan. 38
Abdulkadir Muhammad, Op Cit, hal. 27-28
30
Pasal 1248 KUHPerdata menyebutkan bahwa : bahkan jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan tipu daya si berutang, penggantian biaya, rugi dan bunga sekedar mengenai kerugian yang dideritanya oleh si berpiutang dan keuntungan yang hilang baginya hanyalah terdiri atas apa yang merupakan akibat langsung dari tak dipenuhinya perikatan. Pasal ini menjelaskan bahwa kerugian itu harus merupakan akibat yang langsung dari tidak terlaksananya perikatan dari perjanjian pengangkutan. c. Terjadinya Pengangkutan Pengangkutan terjadi karena adanya perjanjian pengangkutan. Perjanjian pengangkutan merupakan salah satu bentuk dari perjanjian, sehingga perjanjian pengangkutan tunduk terhadap aturan-aturan hukum perjanjian. Mengenai
terjadinya
perjanjian
pengangkutan,
Soekardono
berpendapat : “terjadinya perjanjian pengangkutan tersebut tidak terdapat di dalam bagian ke -3 Titel V, melainkan di dalam Pasal 90 KUHD. Pasal 90 KUHD menerangkan bahwa surat angkutan merupakan perjanjian antara pengirim dan pengangkut. Tanpa surat angkutan, apabila telah tercapainya persetujuan kehendak antara kedua belah pihak, perjanjian itu sudah ada sehingga surat angkutan tadi hanya merupakan bukti belaka mengenai perjanjian pengangkutan, sekedar pengangkut suka menerima barang
31
untuk diangkut menurut penyebutannya dengan syarat-syarat yang tertulis dalam surat angkutan tersebut.39 Pasal 90 KUHD menyebutkan bahwa : Surat angkutan merupakan persetujuan antara si pengirim pada pihak pertama dengan pengangkut pada pihak kedua dan surat muatan itu memuat selain apa yang telah disetujui oleh kedua belah pihak, seperti misalnya mengenai waktu dalam mana pengangkutan telah harus selesai dikerjakannya dan mengenai penggantian ganti rugi dalam hal keterlambatan memuat juga : 1. Nama dan berat atau ukuran barang-barang yang diangkut, begitupun merek-merek dan bilangan-bilangannya. 2. Nama orang kepada siapa barang-barang itu dikirimkan 3. Nama dan tempat si pengangkut atau juragan perahu 4. Jumlah upahan pengangkut 5. Tanggal 6. Tanda tangan si pengirim Surat angkutan itu, expeditur harus membukukannya dalam register hariannya. Dalam bukunya Purwosutjipto mengatakan bahwa : Dari ketentuan pasal 90 KUHD dapat disimpulkan bahwa tanpa surat muatan , berarti tidak ada perjanjian pengangkutan. Hal ini tidak sesuai dengan rumusan pasal 90 KUHD ayat (1) No. 6 KUHD, dimana ditetapkan bahwa surat muatan itu harus memuat juga : tanda tangan si pengirim atau ekspeditur, sedangkan tanda tangan si pengangkut tidak disebut. Dari rumusan pasal 90 ayat (1) No. 6 KUHD tersebut dapat 39
Soekardono, Op Cit, hal. 27
32
diambil kesimpulan bahwa surat muatan itu dianggap cukup ditanda tangani oleh pengirim atau ekspeditur saja, jadi, hanya merupakan surat keterangan sepihak. Kalau surat muatan itu dimaksudkan sebagai perjanjian pengangkutan, maka surat muatan itu harus ditanda tangani oleh pengirim ekspeditur atas namanya dan pengangkut sebagai lawan pihaknya. Karena rumusan rumusan pasal 90 ayat (1) itu jelas, bahwa surat muatan itu harus hanya ditandatangani oleh si pengirim atau ekspeditur saja, maka surat muatan itu bersifat sebagai surat pengantar saja, yang baru merupakan tanda bukti adanya perjanjian pengangkutan, bila surat muatan itu juga sudah ditandatangani oleh pengangkut atau wakilnya sebagai tanda terima. Maka dengan ini dapat diambil kesimpulan bahwa pasal 90 ayat (1) KUHD itu salah rumus, karena jelas bahwa surat muatan itu bukan merupakan perjanjian pengangkutan.40 Selanjutnya Purwosutjipto berpendapat bahwa surat muatan sebagai yang disebut dalam pasal 90 KUHD itu adalah surat pengantar biasa, yang ditujukan kepada pengangkut, agar barang-barang yang disertakan dengan surat muatan itu disampaikan kepada penerima. Bilamana surat sudah diterima oleh pengangkut beserta barang-barangnya, dan pengangkut menaruh tanda tangan beserta cap jabatannya dalam surat muatan itu, maka surat muatan itu sekarang merupakan tanda bukti adanya perjanjian pengangkutan. Surat muatan itu merupakan bukti, bukan merupakan perjanjian pengangkutan itu sendiri, yang berarti bukan merupakan unsur perjanjian pengangkutan, yang dapat berakibat, bila surat muatan itu tidak ada, maka perjanjian pengangkutan itu juga tidak ada. Padahal perjanjian pengangkutan itu bersifat konsensuil artinya cukup, bila sudah ada kesepakatan kehendak saja. Jadi, tidak diperlukan bukti surat, semacam surat muatan tersebut.41 Adanya perjanjian pengangkutan tersebut menimbulkan beberapa cara agar perjanjian pengangkutan itu terjadi, antara lain : 1. Penawaran dari pihak pengangkut. Cara terjadi perjanjian pengangkutan dapat secara langsung antara pihak-pihak, atau secara tidak langsung dengan menggunakan perantara (expeditur). Apabila pembuatan perjanjian pengangkutan dilakukan secara langsung maka penawaran pihak pengangkut dilakukan dengan menghubungi langsung pihak pengirim atau 40 41
Purwosutjipto, Op Cit, hal. 30 Ibid, hal. 31
33
penumpang. Hal ini berarti pihak pengangkut mencari sendiri muatan atau penumpang untuk diangkut. 2. Penawaran dari pihak pengirim, penumpang. Apabila pembuatan perjanjian pengangkutan dilakukan secara langsung, maka penawaran pihak pengirim atau penumpang dilakukan dengan menghubungi langsung pihak pengangkut. Hal ini berarti pengirim atau penumpang mencari sendiri pengangkut untuknya.42 Proses penyelenggaraan pengangkutan meliputi empat tahap, yaitu: 1. Tahap
persiapan
pengangkutan,
meliputi
penyediaan
alat
pengangkutan dan penyerahan barang atau penumpang untuk diangkut; 2. Tahap penyelenggaraan pengangkutan, meliputi kegiatan pemindahan barang atau penumpang dengan alat pengangkutan dari tempat pemberangkatan sampai di tempat tujuan yang disepakati; 3. Tahap penyerahan barang atau penumpang kepada penerima, turunnya penumpang, dan pembayaran biaya pengangkutan, dalam tidak terjadi peristiwa selama pengangkutan; 4. Tahap pemberesan/penyelesaian persoalan yang timbul/terjadi selama pengangkutan atau sebagai akibat pengangkutan.43 d. Sifat Hukum Perjanjian Pengangkutan Perjanjian pengangkutan pada prakteknya bersifat konsensuil artinya untuk terjadinya suatu perjanjian pengangkutan cukup diwujudkan
42 43
Abdul Kadir Muhammad, Op Cit, hal. 43-44 Ibid, hal. 14-15
34
dengan persetujuan kehendak antara si pengirim dengan pengangkut, tetapi dalam Pasal 166 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyatakan bahwa : “Angkutan barang dengan Kendaraan bermotor Umum wajib dilengkapi dengan dokumen yang meliputi : a) Surat perjanjian pengangkutan; dan b) Surat muatan barang”. Mengenai masalah pengaturan rincian isi yang perlu dicantumkan dalam dokumen itu tidak mempunyai ketentuan baku, tetapi dalam prakteknya rincian surat muatan yang tertera adalah sebagai berikut : a) Nama barang, berat ukuran bilangan, merek pembungkus; b) Nama orang penerima kepada siapa barang itu di serahkan ; c) Nama tempat pengangkut, pengemudi pengangkutan truk atau bus; d) Jumlah upah pengangkut dan tanda tangan pengirim/surat angkutan itu harus dicatat dalam buku register.44 Dalam perjanjian pengangkutan terdapat beberapa sifat yaitu: a) Sifat hukum perjanjian pengangkutan adalah pelayanan berkala; Dalam melaksanakan perjanjian pengangkutan itu, hubungan kerja antara pengirim dengan pengangkut tidak terus menerus, tetapi hanya kadang kala, kalau pengirim membutuhkan pengangkutan untuk mengirim barang.
44
Soegijatna Tjakranegara, Op Cit, hal. 68
35
b) Sifat hukum perjanjian pengangkutan adalah pemborongan; Adapula yang berpendapat lain yaitu sifat hukum perjanjian pengangkutan pengangkutan itu bukan pelayanan berkala, melainkan pemborongan
sebagaimana
yang
diatur
dalam
Pasal
1601-b
KUHPerdata yang berbunyi pemborongan pekerjaan adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan. Pasal 1601 KUHPerdata ini dijabarkan lagi dalam Pasal 1604 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1616 KUHPerdata.45 c) Sifat hukum perjanjian pengangkutan adalah campuran. Dalam bukunya Purwosutjipto, Mr. Kist berpendapat bahwa perjanjian pengangkutan merupakan perjanjian campuran yakni perjanjian melakukan pekerjaan (pelayanan berkala) dan perjanjian penyimpanan (bewaargeving). Purwosutjipto setuju dengan pendapat Mr. Kist tersebut, karena perjanjian pengangkutan mempunyai unsur : a. Pelayanan berkala (pasal 1601-b KUHPerdata) Pasal ini adalah satu-satunya pasal khusus mengenai pelayanan berkala. Pendapat ini diikuti oleh Polak, Vollmar, Molengraaf dan Soekardono.
45
Purwosutjipto, Op Cit, hal. 8
36
b. Unsur penyimpanan (bewaargeving), terbukti adanya ketetapan dalam pasal 468 ayat (1) KUHD yang menyebutkan bahwa : perjanjian pengangkutan mewajibkan pengangkut untuk menjaga keselamatan barang yang diangkutnya, mulai saat diterimanya hingga saat diserahkannya barang tersebut. c. Unsur pemberian kuasa (lastgeving). Hal ini terbukti dengan adanya ketetapan dalam pasal 365 dan 371 KUHD. Pasal 371 ayat (1) menyebutkan bahwa : nahkoda diwajibkan selama perjalanan menjaga kepentingan-kepentingan dari yang berhak atas muatan, mengambil tindakan-tindakan yang perlu untuk itu dan bilamana perlu bertindak di muka pengadilan untuk itu. Pasal 371 ayat (3) menyebutkan : Dalam keadaan yang mendesak ia diperbolehkan menjual barang muatan atau sebagian dari itu, atau guna kepentingan
muatan
tersebut,
meminjam
uang
dengan
mempertaruhkan muatan itu sebagai jaminan.46 4. Pengemudi a. Pengertian Pengemudi Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa : “Pengemudi adalah orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang telah memiliki Surat Izin Mengemudi”.
46
Ibid, hal. 9-10
37
Untuk menjadi pengemudi harus memenuhi persyaratan, persyaratan pengemudi tersebut tercantum dalam Pasal 77 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu : 1) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis kendaraan bermotor yang dikemudikan. 2) Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 2 (dua) jenis : a. Surat Izin Mengemudi kendaraan bermotor perseorangan; dan b. Surat Izin Mengemudi Mengemudi kendaraan bermotor umum. 3) Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi, calon pengemudi harus memiliki kompetensi mengemudi yang dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan atau belajar sendiri. 4) Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi kendaraan bermotor umum, calon pengemudi wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan pengemudi angkutan umum. 5) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya diikuti oleh orang yang telah memiliki Surat Izin Mengemudi untuk kendaraan bermotor perseorangan. b. Hubungan Pengusaha dengan Pengemudi Pengemudi
merupakan
salah satu
pekerja/buruh di
suatu
perusahaan pengangkutan, dimana pengemudi sebagai pekerja/buruh sedangkan perusahaan angkutan sebagai majikan.
38
Guna mewujudkan hubungan kerja/hubungan industrial yang harmonis,
Undang-Undang
Ketenagakerjaan
Nomor
melibatkan
beberapa
13
Tahun pihak
2003
dalam
tentang hubungan
kerja/hubungan industrial. Pihak-pihak tersebut adalah : (1) Pekerja/buruh; (2) Serikat pekerja/serikat buruh; (3) Pemberi Kerja/pengusaha; (4) Organisasi Pengusaha; (5) Lembaga kerja sama bipartite/tripartite; dan (6) Pemerintah.47 Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa : “Hubungan
Kerja
adalah
hubungan
antara
pengusaha
dengan
pekerja/buruh yang perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah”. Dalam bukunya Lalu Husni menyatakan bahwa yang dimaksud perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu (si buruh), mengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah.48 Perjanjian kerja yang dibuat oleh pengusaha dengan pekerja/buruh tidak boleh bertentangan dengan perjanjian kerja bersama yang dibuat oleh pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh yang ada pada perusahaan. 47
Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja (Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 19 48 Lalu Husni, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2010, hal. 64
39
Demikian pula perjanjian kerja tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan yang dibuat oleh pengusaha. Yang dimaksud perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha, atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban kedua belah pihak.49 Pengertian perjanjian kerja yang umum, dapat di jumpai dalam Pasal 1601a KUHPerdata, yang menyebutkan bahwa : “Perjanjian Perburuhan adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu, si buruh, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain si majikan, untuk sesuatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah”. Berdasarkan pengertian perjanjian kerja diatas, dapat ditarik beberapa unsur dari perjanjian kerja, yakni : a. Adanya unsur work atau pekerjaan. Dalam suatu perjanjian kerja harus ada pekerjaan yang diperjanjikan (objek perjanjian), pekerjaan tersebut haruslah dilakukan sendiri oleh pekerja, hanya dengan seizin majikan dapat menyuruh orang lain. Hal ini dijelaskan dalam KUHPerdata Pasal 1603a yang berbunyi : “Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya; hanya dengan seizin majikan ia dapat menyuruh orang ketiga menggantikannya”.
49
Zaeni Asyhadie, Op Cit, hal. 44-46
40
b. Adanya unsur perintah Manifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada pekerja oleh pengusaha adalah pekerja yang bersangkutan harus tunduk pada perintah pengusaha untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan. c. Adanya upah Upah memberikan peranan penting dalam hubungan kerja (perjanjian kerja), bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama seorang pekerja bekerja pada pengusaha adalah untuk memperoleh upah. Sehingga tidak ada unsur upah, maka suatu hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerja.50 Mengenai hubungan kerja antara pengemudi dan pengusaha angkutan,
pengemudi
mempunyai
kewajiban
untuk
melakukan
pekerjaannya yaitu mengirimkan barang sampai ke tempat tujuan dengan selamat, sedangkan kewajiban pengusaha angkutan adalah bertanggung jawab atas akibat-akibat perbuatan melawan hukum atau kelalaian pegawai/karyawannya, hal ini tercantum dalam pasal 1367 KUHPerdata dan Pasal 191 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Menurut Pasal 1367 KUHPerdata menyebutkan bahwa : Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan
50
Lalu Husni, Op Cit, hal. 65-67
41
karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya. Pasal 191 Undang-Undang nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa : Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang dipekerjakan dalam kegiatan penyelenggaraan angkutan. Selain itu, ada kewajiban lain yang harus ditanggung perusahaan angkutan dalam menyelenggarakan pengangkutan, hal ini tercantum dalam Pasal 188 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa : “Perusahaan Angkutan Umum wajib mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang atau pengirim barang karena lalai dalam melaksanakan pelayanan angkutan. Sedangkan dalam Pasal 189 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa : “Perusahaan Angkutan Umum wajib mengansuransikan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 188. 5. Asuransi a. Pengertian Asuransi Pasal 246 KUHD menyebutkan bahwa : “Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung,
42
dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu”. Sedangkan menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian, yang dimaksud dengan asuransi/pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. b. Fungsi Asuransi Fungsi lembaga pertanggungan ialah sebagai lembaga pelimpahan resiko. Resiko yang sesungguhnya akan ditanggung sendiri, karena adanya perjanjian asuransi kemudian dialihkan kepada pihak lain yaitu penanggung (dalam hal ini adalah perusahaan asuransi) yang bersedia menanggunganya.51
51
Sri Redjeki Hartono, Hukum Dagang (Asuransi dan Hukum Asuransi), IKIP Semarang Press, Semarang,1985, hal. 2-3
43
c. Resiko-resiko
yang
ditanggung
oleh
asuransi/pertanggungan
angkutan darat. Resiko-resiko yang dapat diasuransikan atau pertanggungkan pada pertanggungan angkutan darat pada umumnya adalah resiko-resiko sebagai tanggung jawab dalam rangka penyelenggaraan perjanjian pengangkutan yang sudah diadakan terlebih lebih dahulu. Adapun resiko-resiko termaksud pada garis besarnya meliputi : 1. Tanggung jawab hukum pengusaha angkutan umum terhadap keselamatan orang dan/atau barang yang diangkutnya. 2. Tanggung jawab hukum pemilik benda tidak umum terhadap keselamatan orang dan atau barang yang berada dalam kendaraannya. 3. Tanggung jawab hukum pemilik kendaraan (umum atau tidak) terhadap kecelakaan dan kerugian yang timbulkan kendaraannya terhadap orang atau barang berada di luar kendaraan itu. 4. Pencurian terhadap kendaraan serta alat-alatnya. 5. Kebakaran kendaraan serta alat-alatnya. 6. Kerugian
yang ditimbulkan karena tabrakan antara beberapa
kendaraan. 7. Resiko-resiko lain yang diperjanjikan.52
52
Ibid, hal 137
44
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan dengan konsep legis positivistis dimana konsep ini memandang hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat oleh lembaga atau pejabat negara yang berwenang, selain itu konsep ini juga melihat hukum sebagai sistem normatif yang mandiri, bersifat tertutup dan terlepas dari kehidupan nyata.53 B. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau gejala dari obyek yang akan diteliti tanpa bermaksud mengambil kesimpulan yang berlaku umum. C. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT. Pahala Express Delivery Purwokerto. D. Sumber Data a) Data sekunder
53
Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1998, hal. 11-14.
45
Data sekunder yaitu data yang bersumber dari peraturan perundangundangan, dokumen-dokumen resmi, makalah-makalah serta literatur yang berhubungan dengan obyek yang diteliti. b) Penunjang Data Sekunder Untuk mendukung dan melengkapi data sekunder, diperoleh keterangan langsung dari staff dan karyawan PT. Pahala Express Delivery Purwokerto. E. Metode Pengumpulan Data a) Data Sekunder Dengan cara melakukan studi pustaka yaitu mengumpulkan dan mempelajari peraturan perundang-undangan, kepustakaan, dokumendokumen resmi, makalah-makalah dan buku-buku literatur yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. b) Penunjang Data Sekunder Mengadakan tanya jawab secara langsung dengan staff dan karyawan PT. Pahala Express Delivery Purwokerto. F. Metode Penyajian Data Metode penelitian data dalam penyusunan penelitian ini akan disajikan dalam bentuk uraian secara sistematis, logis dan rasional. Dalam arti keseluruhan data yang diperoleh akan dihubungkan satu dengan yang lainnya disesuaikan dengan pokok permasalahan yang diteliti, sehingga merupakan suatu kesatuan yang utuh didasarkan pada norma hukum atau
46
kaidah-kaidah hukum serta doktrin hukum yang relevan dengan pokok permasalahan. G. Metode Analisis Data Seluruh data yang diperoleh selanjutnya akan dianalisis dengan menggunakan metode normatif kualitatif, yaitu dengan menjabarkan dan memberikan interpretasi terhadap data yang diperoleh berdasarkan normanorma hukum yang berlaku dan teori yang disusun secara logis yang relevan dengan permasalahan yang diajukan.
47
BAB IV/ HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Data Sekunder 1.1 Gambaran Umum PT. Pahala Express Delivery di Purwokerto 1.1.1
Sejarah Perusahaan PT. Pahala Express Delivery merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pengangkutan barang yang berpusat di Jl. Jalan Raya Jati Asih No. 259 Bekasi dengan armada 280 kendaraan. PT. Pahala Express Delivery mempunyai banyak cabang/agen di berbagai kota, salah satunya di Purwokerto yang berdiri sejak tahun 2003. Adapun kantor agen PT. Pahala Express Delivery di Purwokerto di jalan MT. Haryono No. 129 Purwokerto.
1.1.2
Bentuk Perusahaan PT. Pahala Express Delivery adalah Perusahaan yang bergerak di bidang pengangkutan barang, dimana barang yang diangkut meliputi : a. Paket (Dalam dan Luar Negeri) b. Sepeda Motor dan Mobil c. Moving/Pindahan (Rumah dan Kantor)
48
1.1.3
Struktur Organisasi PT. Pahala Express Delivery PT. Pahala Express Delivery mempunyai struktur organisasi, yaitu struktur organisasi kantor pusat dan struktur organisasi di kantor agen Purwokerto. Adapun struktur organisasinya sebagai berikut : Struktur Organisasi Kantor Pusat -
General Manager
: H. Mujianto
-
Manager Operasional
: H. Kukuh H
-
Manager Marketing
: Perla Yutupan
-
Manager Keuangan
: H. Erwan
-
Manager IT
: Akil
-
Manager CS dan SC
: Indro
-
Manager Keagenan dan Promosi
: Edwin
-
Manager HRD/GA (Personalia)
: Tri Atmoko
Struktur Organisasi Kantor Agen Purwokerto -
Brand Manager
: Agus S
-
Keuangan
: Rahayu
Collector
: Anis S
Kordinator Marketing
: Munawar
Customer Service dan SC
: Gumadi
Kordinator Operasional
: Wanto
Operasional Lintas
: Sajud
-
-
49
Operasional Mobil
: Natam dan Wawan
Operasional Motor
: Sutono
Semua
karyawan
tersebut
bertanggung
jawab
dalam
kepengurusan PT. Pahala Express Delivery. 1.1.4
Para Pihak Berdasarkan dokumen tanda terima barang diketahui bahwa : a. Pihak Pengirim yaitu pemilik barang atau penjual. b. Pihak Pengangkut yaitu PT. Pahala Express Delivery
1.1.5
Pelaksanaan Perjanjian Pengangkutan Untuk melakukan perjanjian pengangkutan, pihak PT. Pahala Express Delivery sebagai pengangkut telah menetapkan terlebih dahulu persyaratan-persyaratan pengiriman di dalam dokumen tanda terima barang, apabila pengirim setuju dengan syarat-syarat pengiriman tersebut maka pengirim dan PT. Pahala Express Delivery bersama-sama menandatangani dokumen tanda terima tersebut.
1.1.6
Objek Perjanjian Pengangkutan PT. Pahala Express Delivery telah menetapkan objek pengangkutan dari perjanjian pengangkutan yaitu barang atau dokumen yang sesuai dengan syarat. Dalam persyaratan pengiriman yang terdapat dalam dokumen tanda terima barang disebutkan beberapa jenis barang yang dilarang untuk diangkut, yaitu :
50
a. Barang berbahaya, beracun, zat kimia, yang mudah meledak atau terbakar, cairan, kecuali dikemas dengan baik dan benar; b. Senjata, obat-obatan terlarang (narkotika, ganja, morpin dan sejenisnya), alkohol, dan minuman keras; c. Emas, Perak, Perhiasan berharga, batu-batu mulia; d. Surat, Warkat Pos, Kartu Pos, Perangko, Dokumen/Surat Berharga (Check, Giro, Obligasi, Saham, Perjanjian Kontrak, Proposal
Tender, STNK, BPKB,
Sertifikat,
Kelulusan,
Ijazah
Akte
Pasport,
Kelahiran
dan
sejenisnya); e. Barang antik, binatang/tanaman hidup, barang cetakan serta rekaman dan lainnya yang isinya melanggar norma kesusilaan serta mengganggu ketertiban dan keamanan; f. Barang pecah belah/keramik, dan Barang Curian. Apabila shipper mengirimkan barang-barang tersebut diatas tanpa
sepengetahuan
Pahala
Express
maka
shipper
membebaskan Pahala Express dari seluruh klaim atas kerusakan, biaya yang mungkin timbul serta tuntutan hukum dari pihak manapun dan Pahala Express berhak mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu segera setelah Pahala Express mengetahui adanya pelanggaran dalam pengiriman dokumen atau barang.
51
1.1.7
Tata Cara Pengangkutan a. Pahala Express bukan perusahaan angkutan umum dan hanya mengangkut dokumen atau barang yang sesuai dengan syarat. Pahala Express dapat menolak untuk menerima atau mengangkut dokumen atau barang tertentu dari perorangan ataupun perusahaan berdasarkan kebijakan Pahala Express sendiri. Maksud dari bukan perusahaan angkutan umum adalah Pahala Express tidak mengangkut semua barang atau dokumen pada umumnya tetapi perusahaan angkutan yang hanya mengangkut dokumen dan barang sesuai dengan syarat, berarti ada barang atau dokumen yang dilarang untuk dikirim misalnya Pahala Express tidak menerima barang berbahaya, beracun, zat kimia yang mudah meledak, senjata api, cek tunai, akta kelahiran dan sejenisnya. Hal ini sesuai dengan data nomor 1.1.6 tentang obyek perjanjian pengangkutan. b. Pahala Express berhak mengangkut dokumen atau barang milik
shipper
melalui
jalur
dan
prosedur
dengan
menggunakan perusahaan angkutan dan dengan cara penanganan, pergudangan serta tranportasi yang cocok dan baik menurut kebijakan Pahala Express.
52
c. Pembungkusan dokumen atau barang shipper untuk pengangkutan merupakan tanggung jawab shipper termasuk penempatan dokumen atau barang ke dalam suatu pembungkus yang mungkin Pahala Express sediakan. d. Pahala Express tidak bertanggung jawab atas kehilangan atau kerusakan dokumen atau barang yang diakibatkan ketidaksempurnaan pembungkusan oleh shipper. e. Shipper bertanggung jawab untuk mencantumkan alamat lengkap tujuan kiriman, jenis atau daftar dokumen atau barang agar pengangkutan dapat dilakukan dengan baik. f. Pahala
Express
tidak
bertanggung
jawab
atas
keterlambatan, kehilangan, kerusakan yang timbul akibat kelalaian
dan
kesalahan
shipper
dalam
memenuhi
kewajiban-kewajiban tersebut diatas. 1.1.8
Pemeriksaan Pengiriman a. Pahala Express berhak tetapi tidak berkewajiban memeriksa barang atau dokumen yang dikirim oleh shipper untuk memastikan bahwa suatu kiriman dokumen atau barang adalah layak untuk diangkut ke kota tujuan sesuai syarat prosedur operasional yang baku, proses Bea dan Cukai serta metode penanganan pengiriman Pahala Express. b. Pahala
Express
dalam
melaksanakan
haknya
tidak
menjamin atau menyatakan bahwa seluruh kiriman adalah
53
layak
untuk
pengangkutan
dan
pengantaran
tanpa
melanggar hukum disemua kota asal, tujuan, atau yang dilalui kiriman tersebut. c. Pahala Express tidak bertanggung jawab terhadap kiriman yang isinya tidak sesuai dengan keterangan yang diberikan shipper kepada Pahala Express. d. Pahala Express tidak bertanggung jawab atas denda, kehilangan atau kerusakan selama dokumen atau barang shipper berada dalam penahanan Bea dan Cukai atau pejabat yang berwenang lainnya. Shipper dengan ini membebaskan Pahala Express dari keharusan bertanggung jawab atas denda atau kerugian tersebut. 1.1.9
Jaminan Kepemilikan Kiriman a. Shipper dengan ini menjamin bahwa yang bersangkutan adalah pemilik yang sah dan berhak atas dokumen atau barang yang diserahkannya untuk dikirimkan oleh Pahala Express dan telah sepakat untuk mengikatkan diri dalam perjanjian pengangkutan yang ada di dalam dokumen pengiriman. b. Shipper dengan ini menyatakan membebaskan Pahala Express dari tuntutan pihak manapun dan dari seluruh biaya kerusakan
dan
pelanggaran.
atau
biaya
lainnya
apabila
terjadi
54
1.1.10 Ganti Rugi a. Pahala Express hanya bertanggung jawab untuk mengganti kerugian yang dialami shipper akibat kerusakan atau kehilangan dari pengiriman dokumen atau barang oleh Pahala Express sepanjang kerugian tersebut terjadi ketika barang atau dokumen tersebut masih dalam pengawasan Pahala Express, dengan catatan bahwa kerusakan tersebut semata-mata disebabkan karena kelalaian karyawan atau agen Pahala Express. b. Pahala Express tidak bertanggung jawab terhadap kerugian konsekuensi yang timbul akibat dari kejadian tersebut diatas yaitu kerugian yang termasuk dan tanpa dibatasi atas kerugian komersil, keuangan atau kerugian tidak langsung lainnya termasuk kerugian material dan immaterial yang terjadi dalam pengangkutan atau pengantaran
yang
disebabkan oleh hal-hal yang diluar kemampuan kontrol Pahala Express atau kerugian atas kerusakan akibat bencana alam atau Force Majeure. c. Nilai pertanggung jawaban Pahala Express sesuai syarat dan kondisi pada klausula diatas adalah dalam bentuk ganti rugi atas kerusakan atau kehilangan dokumen atau barang yang nilainya 10 kali lipat biaya kirim atau dengan
55
maksimal Rp. 750.000 untuk kiriman dalam negeri, Rp. 1.000.000 untuk kiriman tujuan luar negeri per kiriman. d. Untuk
barang
yang
nilainya
tinggi/mahal
wajib
diasuransikan dan Premi Asuransi dibayar pengirim. Penggantian kerugian diselesaikan sesuai dengan Polis Kontrak Asuransi Pengiriman rekanan dari Pahala Express. e. Pahala Express tidak bertanggung jawab untuk hal-hal : -
Semua resiko teknik apapun yang terjadi pada dokumen atau barang kiriman selama pengangkutan dan pengiriman yang menyebabkan barang yang dikirim tidak berfungsi atau berubah fungsinya. Hal ini berlaku untuk barang-barang seperti mesin atau sejenisnya termasuk barang-barang elektronik seperti radio tape, TV, computer, flasdisk, AC, kulkas, video, mesin cuci dan barang sejenis lainnya.
-
Kebocoran, kerusakan, dan matinya titipan seperti barang cair, barang pecah belah/keramik, makanan basah, buah-buahan/sayuran, binatang/tanaman hidup.
-
Jika kehilangan/kerusakan dokumen atau barang kiriman yang diambil sendiri di kantor Pahala Express lebih dari 3 (tiga) hari dan dengan sendirinya akan di destroy/dihancurkan jika lebih dari 12 (dua belas) hari.
56
1.1.11 Tata Cara Klaim a. Klaim hanya dapat dilakukan di kantor Pahala Express, setiap klaim dari shipper sehubungan dengan kewajiban dan tanggung jawab Pahala Express paling lambat 15 hari kerja setelah tanggal dokumen atau barang tersebut diterima di tujuan. b. Pengajuan klaim harus melampirkan dokumen-dokumen pendukung seperti bukti pengiriman asli dari Pahala Express,
Faktur/Kwitansi
yang
sah
barang
titipan
bersangkutan. c. Jumlah klaim tidak dapat diperhitungkan dengan jumlah tagihan dari Pahala Express. d. Klaim tidak dapat dilayani apabila lebih dari 1 x 24 jam barang titipan sudah diterima di tujuan tidak ada keluhan apapun. 2. Penunjang Data Sekunder Penunjang data sekunder diperoleh dengan melakukan wawancara dengan Branch Manager dari PT. Pahala Express Delivery yaitu Bapak Agus Syaefudin. Hasil wawancara dengan Bapak Agus Syaefudin, yaitu : 2.1 Tanggung jawab PT. Pahala Express Delivery terhadap barang kiriman adalah dimulai saat barang kiriman diterima oleh PT. Pahala
57
Express Delivery dari si pengirim hingga saat barang kiriman tersebut sampai di tempat tujuan yang disepakati dengan selamat dan aman. 2.2 Pengirim membayar biaya pengangkutan kepada PT. Pahala Express Delivery dengan cara kontan dan kredit. Dibayar secara kontan dilakukan setelah serah terima barang kiriman dari pengirim ke PT. Pahala Express Delivery dan dibayar secara kredit bagi pengirim yang sudah berlangganan, PT. Pahala Express Delivery melayani pengirim yang sudah berlangganan, dimana pengirim yang sudah berlangganan akan dikasih formulir registrasi pelanggan dari PT. Pahala Express Delivery. Untuk pembayaran secara kredit dibayar beberapa hari sesuai kesepakatan setelah invoive diterima, misalnya dibayar kredit 1 minggu setelah invoice diterima. 2.3 Dalam hal terjadi kecelakaan, pengemudi selaku salah satu karyawan di PT. Pahala Express Delivery ikut bertanggung jawab apabila pengemudi tersebut terbukti bersalah. Pengemudi bertanggung jawab hanya terhadap kendaraan yang dikemudikannya sesuai dengan kontrak kerja bersama yaitu sebesar 25% dibayar dengan cara diangsur, dipotong gaji atau dengan uang makan tergantung dari kesepakatan antara pengemudi dengan PT. Pahala Express Delivery. Untuk kerusakaan atau kehilangan barang kiriman pengemudi disini tidak bertanggung jawab. Untuk kehilangan atau kerusakan barang kiriman yang bertanggung jawab ada dua, yaitu PT. Pahala Express Delivery dan
pihak
Asuransi.
Apabila
barang kiriman
itu
58
diasuransikan maka yang bertanggung jawab untuk mengganti kerugian disini adalah pihak asuransi dengan tergantung nilai pertanggungan barangnya. Untuk barang yang harganya minimal Rp. 750.000 wajib di asuransikan. Untuk barang seperti laptop, motor dan yang lainnya biaya asuransinya 0,25 %, tetapi khusus untuk barang kiriman seperti mobil biaya asuransinya 0,65 %. Untuk batas waktu pengeklaiman terhadap asuransi itu 1 x 24 jam, apabila lebih dari 1 x 24 jam pihak asuransi tidak mau memberikan ganti rugi dan PT. Pahala Exprerss Delivery hanya membantu proses pengeklaimannya saja. Apabila barang kiriman tersebut tidak diasuransikan maka PT. Pahala Express Delivery akan mengganti kerugian sebesar 10 kali lipat biaya kiriman atau maksimal Rp. 750.000. B. Pembahasan Sebelum
dilaksanakannya
pengangkutan,
maka
diadakanlah
perjanjian secara tertulis antara pengirim dengan PT. Pahala Express Delivery sebagai pengangkut. Secara umum mengenai perjanjian diatur di dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang menyebutkan : ”Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih”. Perjanjian yang telah disetujui oleh para pihak dengan sendirinya akan mengikat para pihak. Pasal 1233 KUHPerdata menyebutkan bahwa :
59
”Tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena persetujuan, baik karena undangundang”. Berdasarkan
ketentuan
Pasal
1233
KUHPerdata,
perjanjian
pengangkutan yang dilakukan oleh PT. Pahala Express Delivery dengan pengirim mengakibatkan perikatan diantara mereka. Menurut pendapat Abdulkadir Muhammad subyek hukum pengangkutan adalah pendukung hak dan kewajiban dalam hubungan hukum pengangkutan, yaitu pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan. Mereka itu adalah pengangkut, pengirim, penerima, pengatur muatan, ekspeditur. Pihak-pihak yang berkepentingan secara langsung karena kedudukan sebagai pihak dalam perjanjian yaitu pengangkut, pengirim dan penerima.54 Mariam Darus Badrulzaman berpendapat bahwa : Buku III KUHPerdata tidak memberikan rumusan mengenai perikatan. Menurut ilmu pengetahuan hukum perdata, perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara dua orang atau lebih yang terletak dalam harta kekayaan, dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu.55 Dari hasil penelitian data nomor 1.1.4 tentang para pihak apabila dikaitkan dengan pendapatnya Abdulkadir Muhammad dan Mariam Darus Badrulzaman, maka dapat dideskripsikan bahwa para pihak dalam perjanjian pengangkutan adalah PT. Pahala Express Delivery sebagai pengangkut dengan masyarakat sebagai pengirim. Antara pengangkut dengan pengirim timbul perikatan karena perjanjian pengangkutan yang mereka sepakati, dengan demikian data nomor 1.1.4 telah sesuai dengan ketentuan Pasal 1313 dan 1233 KUHPerdata serta pendapat dari Abdulkadir Muhammad dan Mariam Darus Badrulzaman. 54 55
Abdulkadir Muhammad, Op Cit, hal. 33 Mariam Darus B, Op Cit, hal. 1-6
60
Pasal 166 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyatakan bahwa : “Angkutan barang dengan Kendaraan bermotor Umum wajib dilengkapi dengan dokumen yang meliputi : a) Surat perjanjian pengangkutan; dan b) Surat muatan barang”. Berdasarkan hasil penelitian nomor 1.1.5 tentang pelaksanaan perjanjian pengangkutan antara PT. Pahala Express Delivery dengan pengirim, apabila di hubungkan dengan ketentuan Pasal 166 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dapat dideskripsikan bahwa PT. Pahala Express Delivery dan pengirim sepakat mengadakan
perjanjian
pengangkutan
serta
disertai
surat
perjanjian
pengangkutan dan surat muatan barang. Dengan demikian data nomor 1.1.5 mengenai pelaksanaan perjanjian pengangkutan antara PT. Pahala Express Delivery dengan pengirim dapat dideskripsikan telah sesuai dengan ketentuan Pasal 166 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 160 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa : Angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor Umum terdiri atas : a. Angkutan barang umum ; dan b. Angkutan barang khusus.
61
Sesuai dengan penjelasan Pasal 160 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang dimaksud dengan angkutan barang umum adalah angkutan barang pada umumnya yaitu barang yang tidak berbahaya dan tidak memerlukan sarana khusus. Sedangkan yang dimaksud dengan barang khusus yaitu mengangkut benda yang berbentuk curah, cair dan gas, peti kemas, tumbuhan, hewan hidup, dan alat berat serta membawa barang berbahaya, seperti barang yang mudah meledak, gas mampat, gas cair dan lain-lain. Menurut Abdulkadir Muhammad, obyek hukum pengangkutan adalah muatan barang, muatan penumpang, alat pengangkutan dan biaya pengangkutan. Muatan barang lazim disebut dengan barang saja. Barang terdiri dari berbagai jenis menurut keperluan atau kegunaannya, yaitu : 1. Barang sandang, misalnya tekstil, sarung, baju; 2. Barang pangan, misalnya beras, gula, buah-buahan; 3. Barang perlengkapan rumah tangga, misalnya mebeler; 4. Barang perlengkapan pendidikan, misalnya buku, lab; 5. Barang cair, minyak, gas alam; 6. Barang industri, misalnya zat kimia, semen, besi; 7. Hewan, misalnya sapi potong, sapi ternak, ikan rias; Secara fisik muatan barang dibagi dalam enam golongan, yaitu : 1. Muatan barang biasa, misalnya tekstil, kelontong; 2. Muatan barang berbahaya, misalnya bahan racun; 3. Muatan barang cair, misalnya minyak tanah, minyak sawit; 4. Muatan barang berharga, misalnya komputer, emas; 5. Muatan barang khusus, misalnya ikan dingin, tembakau; 6. Muatan barang curah, misalnya kacang, minyak mentah. Dilihat dari sifat alamiahnya, muatan barang digolongkan menjadi : 1. Muatan barang padat, misalnya besi, kayu balok; 2. Muatan barang cair, misalnya minyak; 3. Muatan barang gas. Dilihat dari segi cara penjagaan dan pengurusan, muatan barang digolongkan menjadi tiga golongan : 1. Muatan barang berbahaya yang sifatnya mudah terbakar, mudah meledak, mengandung racun; 2. Muatan barang dingin atau beku yang perlu diangkut dengan menggunakan ruangan pendingin, seperti daging/ikan segar, buah-buahan, sayur-sayuran, obat-obatan.
62
3. Muatan barang panjang/berat melebihi ukuran tertentu, panjang tiap potongan melebihi batas tertentu, atau berat perpotong melebihi batas tertentu. Dilihat dari jenis muatan barang, maka ada tiga jenisnya, yaitu : 1. General cargo, yaitu berbagai jenis barang, dibungkus dalam bentuk unitunit kecil (peti); 2. Bulk cargo, yaitu semacam barang, tidak dibungkus, dimuat dalam jumlah besar, dengan cara mencurahkannya ke dalam kapal atau mobil tangki, misalnya pengangkutan dengan mobil tangki 5000 liter premium; 3. Homogenous cargo, yaitu satu macam barang, dibungkus, dimuat dalam jumlah besar, misalnya pengangkutan semen.56 Dari hasil penelitian nomor 1.1.6 tentang objek penelitian perjanjian pengangkutan apabila dihubungkan dengan ketentuan Pasal 160 UndangUndang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan pendapat dari Abdulkadir Muhammad maka dapat dideskripsikan bahwa salah satu objek dalam hukum pengangkutan adalah muatan barang. Semua jenis barang dapat diangkut, namun hanya barang yang dianggap sah saja oleh pemerintah yang hanya dapat diangkut. Untuk barang-barang yang tidak memiliki daya guna bahkan dapat menimbulkan bahaya bagi masyarakat, dilarang untuk diangkut. Dengan demikian data nomor 1.1.6 telah sesuai dengan ketentuan Pasal 160 dan pendapat Abdulkadir Muhammad. Kewajiban pengangkut secara umum diatur dalam Pasal 1235 ayat (1) KUHPerdata yang menyebutkan bahwa : Dalam tiap-tiap perikatan untuk memberikan sesuatu adalah termaktub kewajiban si berutang untuk menyerahkan kebendaan yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang bapak rumah yang baik sampai pada saat penyerahan.
56
Abdulkadir Muhammad, Op Cit, hal. 61-63
63
Pasal 186 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa : “Perusahaan Angkutan Umum wajib mengangkut orang dan/atau barang setelah disepakati perjanjian angkutan dan/atau dilakukan pembayaran biaya angkutan oleh Penumpang dan/atau pengirim barang”. Menurut pendapat Purwosutjipto, kewajiban pengangkut ialah menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat.57 Menurut Abdulkadir Muhammad, kewajiban pokok pengangkut adalah : 1. Menyelenggarakan pengangkutan barang atau penumpang dari tempat pemuatan sampai di tempat tujuan dengan selamat. 2. Merawat, menjaga, memelihara barang atau penumpang yang diangkut sebaik-baiknya. 3. Menyerahkan barang yang diangkut kepada penerima dengan lengkap, utuh, tidak rusak. 4. Melepaskan dan menurunkan penumpang di tempat tujuan.58 Berdasarkan hasil penelitian nomor 1.1.7 mengenai tata cara pengangkutan apabila dihubungkan dengan ketentuan Pasal 1235 ayat (1) KUHPerdata, Pasal 186 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta pendapat Purwosutjipto dan Abdulkadir Muhammad
mengenai kewajiban pengangkut, pihak PT. Pahala Express
Delivery wajib menyelenggarakan pengangkutan hingga sampai ke tempat tujuan yang telah disepakati dalam perjanjian pengangkutan dengan selamat dan aman. Dari hal tersebut dapat dideskripsikan bahwa data nomor 1.1.7 mengenai tata cara pengangkutan sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 1235 ayat (1) KUHPerdata, Pasal 186 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 57 58
Purwosutjipto, Op Cit, hal. 2 Abdulkadir Muhammad, Op cit, hal. 33
64
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta pendapat Purwosutjipto dan Abdulkadir Muhammad mengenai kewajiban pengangkut. Pasal 188 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menyebutkan bahwa : “Perusahaan Angkutan Umum wajib mengganti kerugian yang diderita oleh Penumpang atau pengirim barang karena lalai dalam melaksanakan pelayanan angkutan”. Menurut Abdulkadir Muhammad, apabila pengangkut tidak menyelenggarakan pengangkutan sebagaimana mestinya, ia harus bertanggung jawab artinya memikul semua akibat yang timbul dari perbuatan penyelenggaraan pengangkutan, baik karena kesengajaan ataupun karena kelalaian pengangkutan sendiri. Timbulnya konsep tanggung jawab karena pengangkutan memenuhi kewajiban tidak sebagaimana mestinya atau tidak baik, atau tidak jujur atau tidak dipenuhi sama sekali.59 Hukum pengangkutan dikenal ada tiga prinsip tanggung jawab yaitu: 1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan. Menurut prinsip ini setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan pengangkutan harus bertanggung jawab membayar ganti kerugian atas segala kerugian yang timbul akibat dari kesalahananya itu. Pihak yang menderita kerugian harus membuktikan kesalahan pengangkut itu. Beban pembuktian ada pada pihak yang dirugikan, bukan pada pengangkut. Prinsip ini adalah yang umum berlaku seperti yang diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata tentang perbuatan melawan hukum.
59
Abdulkadir Muhammad, Op Cit, hal. 22
65
2. Prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga Menurut prinsip ini pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya. Tetapi jika pengangkut dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah, maka ia dibebaskan dari kewajiban membayar ganti kerugian. Yang dimaksud dengan “tidak bersalah” adalah tidak melakukan kelalaian, telah mengambil tindakan yang perlu unutk menghindari kerugian, atau peristiwa yang menimbulkan kerugian itu tidak mungkin dihindari. Beban pembuktian ada pada pihak pengangkut, bukan pada pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan cukup menunjukan adanya kerugian yang diderita dalam pengangkutan yang diselenggarakan oleh pengangkut. 3. Prinsip tanggung jawab mutlak Menurut prinsip ini pengangkut harus bertanggung jawab membayar ganti kerugian terhadap setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya tanpa keharusan pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut.60 Berdasarkan data nomor 1.1.10 huruf a tentang ganti rugi PT. Pahala Express Delivery terhadap kerusakan atau kehilangan barang apabila dihubungkan dengan ketentuan Pasal 188 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta pendapat dari Abdulkadir Muhammad maka dapat dideskripsikan bahwa PT. Pahala Express Delivery bertanggung jawab terhadap kerusakan ataupun kehilangan dari barang yang 60
Ibid, hal. 27-28
66
diangkutnya kelalaian atau kesalahan pengangkut. Dengan demikian hasil penelitian nomor 1.1.10 huruf a telah sesuai dengan ketentuan Pasal 188 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta pendapat dari Abdulkadir Muhammad. Pasal 193 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa : (1) Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim barang karena barang musnah, hilang, atau rusak akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali terbukti atau musnah, hilang, atau rusaknya barang disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau kesalahan pengirim. (2) Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kerugian yang nyata-nyata dialami. Pasal 91 KUHD menyebutkan bahwa : Pengangkut dan nahkoda harus menanggung semua kerusakan yang terjadi pada barang-barang dagangan atau benda-benda yang diangkut, kecuali kerusakan yang disebabkan karena cacat pada benda itu sendiri, atau karena keadaan memaksa atau karena kesalahan pengirim. Pasal 1245 KUHPerdata menyebutkan bahwa : Tidaklah biaya rugi dan bunga, harus digantinya, apabila lantaran keadaan memaksa atau lantaran suatu kejadian tak sengaja si berutang beralangan
67
memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau lantaran hal-hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang. Menurut R. Setiawan : Debitur yang tidak dapat membuktikan bahwa tidak terlaksananya prestasi bukan karena kesalahannya, diwajibkan membayar ganti rugi. Sebaliknya debitur bebas dari kewajiban membayar ganti rugi, jika debitur karena keadaan memaksa tidak memberi atau tidak berbuat sesuatu yang diwajibkan atau telah melakukan perbuatan-perbuatan yang seharusnya ia tidak lakukan.61 Purwosutjipto berpendapat bahwa : Pengangkut harus membayar ganti kerugian terhadap barang yang musnah atau rusak tersebut, kecuali kalau kerugian itu timbul dari 4 macam sebab tersebut di bawah ini : a. b. c. d.
Keadaan memaksa (overmacht atau force majeure); Cacat pada barang itu sendiri; Kesalahan atau kelalaian si pengirim atau si ekspeditur; Keterlambatan datangnya barang ditempat tujuan, yang disebabkan karena keadaan memaksa, dalam hal ini barang tidak rusak atau musnah.62
Purwosutjipto berpendapat : Menurut Pasal 95 KUHD, gugatan pengirim atau penerima terhadap pengangkut hanya mengenai sebab-sebab kerugian : hilang seluruhnya, terlambat penyerahannya dan rusak barang-barangnya. Hal ini dapat diuraikan sebagai berikut : a. Hilang seluruhnya, termasuk bilamana tidak sampai di tujuan atau diserahkan ke alamat yang keliru. Tenggang waktu daluwarsa mengenai hal ini dihitung mulai pada hari, pada masa pengangkutan segarusnya sudah selesai dilakukan. b. Terlambat diserahkan itu terjadi bilamana penyerahan itu dilakukan sesudah melampaui waktu yang sudah ditetapkan dalam perjanjian atau melampaui tenggang waktu yang layak bagi penyerahan barang menurut kebiasaan di tempat tujuan. Disini tenggang waktu daluwarsa itu dimulai pada hari sampainya barang-barang itu di tempat tujuan. c. Kerusakan barang-barang termasuk kehilangan sebagian. Tenggang waktu daluwarsa dimulai pada hari sampainya barang-barang itu di tempat tujuan. Tenggang waktu daluwarsa ini selama satu tahun bila mengenai pengangkutan dalam wilayah Indonesia.63 61 62
R. Setiawan. Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Putra A Bardin, 1978, hal.27 Purwosutjipto, Op Cit, hal. 34-35
68
Berdasarkan data nomor 1.1.10 huruf b mengenai ganti rugi apabila dihubungkan dengan ketentuan Pasal 193 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, 91 KUHD, 1245 KUHPerdata serta pendapat dari R. Setiawan dan Purwosutjipto maka dapat dideskripsikan bahwa PT. Pahala Express Delivery dibebaskan memberikan ganti rugi terhadap suatu kejadian yang tidak dapat dihindari (akibat bencana alam/force majeure), Dengan demikian data nomor 1.1.10 huruf b telah sesuai dengan ketentuan Pasal 193 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, 91 KUHD, 1245 KUHPerdata serta pendapat dari R. Setiawan dan Purwosutjipto. Berdasarkan data nomor 1.1.10 huruf c mengenai ganti rugi apabila dihubungkan dengan ketentuan Pasal 193 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan maka dapat dideskripsikan bahwa PT. Pahala Express Delivery akan memberikan ganti rugi terhadap kerusakan/kehilangan barang, tetapi besarnya ganti rugi tersebut hanya 10 kali lipat dari biaya kirim atau maksimal Rp. 750.000 Dengan demikian data nomor 1.1.10 huruf c tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 193 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Berdasarkan data nomor 1.1.11 huruf a mengenai tata cara klaim apabila
dihubungkan
dengan
pendapat
Purwosutjipto,
maka
dapat
dideskripsikan bahwa PT. Pahala Express Delivery dalam memberikan ganti 63
Purwosutjipto, Op Cit, hal. 45
69
rugi ada batas jangka waktu pengajuan klaim yaitu 15 hari setelah tanggal dokumen atau barang diterima ditujuan. Dengan demikian data nomor 1.1.11 huruf a mengenai tata cara klaim tidak sesuai dengan Pasal 95 ayat (1) KUHD serta pendapat Puwosutjipto sebab jangka waktu mengajukan ganti rugi yang diberikan oleh PT. Pahala Express Delivery hanya 15 hari sedangkan dalam Pasal 95 KUHD dan pendapat Purwosutjipto jangka waktu mengajukan ganti kerugian adalah 1 tahun. Pasal 1367 KUHPerdata menyebutkan bahwa : Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya. Pasal 191 Undang-Undang nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa : Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang dipekerjakan dalam kegiatan penyelenggaraan angkutan. Berdasarkan data hasil wawancara dengan Bapak Agus Syaefudin selaku Branch Manager PT. Pahala Express Delivery Puwokerto (Penunjang Data Sekunder nomor 2.3) jika dihubungkan dengan ketentuan Pasal 1367 KUHPerdata dan Pasal 191 Undang-Undang nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, maka dapat dideskripsikan bahwa pengemudi selaku salah satu karyawan PT. Pahala Express Delivery ikut bertanggung
70
jawab sebesar 25% atas terjadinya kecelakaan terhadap kendaraan yang dikemudikannya bukan terhadap barang yang diangkutnya. Sehingga data hasil wawancara dengan Bapak Agus Syaefudin selaku Branch Manager PT. Pahala Express Delivery (Penunjang Data Sekunder nomor 2.3) tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 1367 KUHPerdata dan Pasal 191 Undang-Undang nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Hal itu untuk memenuhi rasa keadilan bagi perusahaan angkutan umum. Oleh karena itu pembentuk undang-undang sebaiknya merevisi Pasal 1367 KUHPerdata dan Pasal 191 Undang-Undang nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan agar memenuhi rasa keadilan bagi perusahaan pengangkutan.
71
BAB V PENUTUP
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pahala Express Delivery Purwokerto dan analisa data yang dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu sebagai berikut: Pengemudi
PT.
Pahala
Express
Delivery
Purwokerto
ikut
bertanggung jawab dalam hal terjadi kecelakaan lalu lintas jalan raya terhadap kendaraan yang dikemudikannya apabila pengemudi tersebut terbukti bersalah. Pengemudi ikut bertanggung jawab terhadap kendaraan yang dikemudikannya sebesar 25% yang sesuai berdasarkan kontrak kerja bersama antara pengemudi dengan PT. Pahala Express Delivery. Hal ini untuk memenuhi rasa keadilan bagi pihak PT. Pahala Express Delivery. Oleh karena itu tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 1367 KUHPerdata dan Pasal 191 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Untuk kerusakan atau kehilangan barang yang diangkutnya menjadi tanggung jawab PT. Pahala Express Delivery sebesar 10 kali biaya kirim atau maksimal Rp. 750.000 dan apabila barang itu diasuransikan maka menjadi tanggung jawab pihak asuransi untuk memberikan ganti ruginya sesuai perjanjian.
72
B. Saran 1. Seharusnya pembentuk undang-undang merevisi Pasal 1367 KUHPerdata dan Pasal 191 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan agar memuat pernyataan yang tegas bahwa orang yang dipekerjakan oleh seseorang atau perusahaan angkutan umum ikut memikul tanggung jawab apabila kerugian itu akibat dari kesalahannya. 2. Dalam hal ganti rugi karena kesalahan PT. Pahala Express Delivery hendaknya PT. Pahala Express Delivery memberikan ganti rugi sesuai undang-undang agar memenuhi rasa keadilan bagi pengirim.
DAFTAR PUSTAKA
LITERATUR : Asyhadie, Zaeni, Hukum Kerja (Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja), PT. Grafindo Persada, Jakarta, 2007. Darus Badrulzaman, Mariam, K.U.H.Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Alumni, Bandung, 1983. Husni, Lalu, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta 2010. Muhammad, Abdulkadir, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991. Nurwakhid, Diktat Perkuliahan Hukum Perjanjian Syarat Sah Perjanjian, Fakultas Hukum Unsoed, Purwokerto, 2009. Purwosutjipto, H.M.N, Pengertian Pokok Hukum Dagang Jilid 3, Djambatan, Jakarta, 1995. Rejeki, Sri, Pengangkutan dan Hukum Pengangkutan Darat, Badan Penyedia Bahan Kuliah Fakultas Hukum Undip Cetakan III, Semarang. , Hukum Dagang (Asuransi dan Hukum Asuransi), IKIP Semarang Press, Semarang, 1985. Satrio, J, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian Buku I, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.
Setiawan, R, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Putra A Bradin, Bandung, 1978. Subekti, R, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989 , Pokok-pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 1985 Usman A, Sution, dkk, Hukum Pengangkutan Di Indonesia, Rhineka Cipta, Jakarta,1991. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Rajawali, Jakarta, 1983. Soemitro, Rony R, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1999. Tjakranegara, Soegijatna, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, Rineka Cipta, Jakarta, 1995 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
x