UPAYA KH. IBRAHIM THOYYIB DALAM PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN WALI SONGO NGABAR PONOROGO
SKRIPSI Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Ponorogo Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Agama Islam
Oleh :
HAWIN MUTAFA WAZAR
NIM. 243052115 JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PONOROGO DESEMBER 2009
1
UPAYA KH. IBRAHIM THOYYIB DALAM PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN WALI SONGO NGABAR PONOROGO
SKRIPSI
Oleh :
HAWIN MUTAFA WAZAR
NIM. 243052115
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PONOROGO DESEMBER 2009
2
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi atas nama saudara : NAMA NIM JURUSAN PRODI JUDUL
: HAWIN MUTAFA WAZAR : 243 052 115 : TARBIYAH : PAI : TELAAH PEMIKIRAN KH. IBRAHIM THOYYIB DALAM PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji dalam ujian munaqosah. Pembimbing I
Tanggal………………….
Drs. H. SUGIHANTO,M.Ag NIP. Pembimbing II
Tanggal………………….
SUGIYAR,M.Pd I NIP. Mengetahui, Ketua Prodi PAI STAIN Ponorogo
BASUKI,M.Ag NIP. 150327277
3
KEMENTERIAN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PONOROGO
PENGESAHAN Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang munaqasah di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN) Ponorogo pada : Hari
: Kamis
Tanggal
: 21 Januari 2010
dan telah diterima sebagai bagian dari persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam, pada : Hari
: Selasa
Tanggal
: 2 Maret 2010 Ponorogo;…………………. Mengesahkan Ketua STAIN Ponorogo Drs. H.A. RODLI MAKMUN, M,Ag NIP : 196111151989031001
Tim Penguji : 1. Ketua Sidang
: Drs. H. M. Muhsin
(……………....)
2. Sekretaris Sidang
: Athok Fuadi , M. Pd
(……………….)
3. Penguji I
: Drs. H. Imam Sayuti F, M. Si
(……………….)
4. Pnguji II
: Drs. H. Sugihanto, M. Ag
(……………….)
4
Motto X^ْ َ َو َرH ُء ُهFOَ JCُ Dْ َا.ِْرKYDْ اXJWْ D V ِ ا ِآUَ Tَ DْاQSِ Fِ R َ I َ JG َ Qِ Oَ PDْ?= ا ِْ N َ َآKِ Lِ FCَ Dْ اI َ JG َ HDِِ FCَ Dْ= ا ُ? ْ @ l kj َ L ِ Kh َ َْاKP@َ ,iِ LKَِ h َ ْ َاgOَ @َ ,Hَ Jْ Cِ DْْااU^ رa َوFOَ `a ِا.FOً _ ِدرْ َه َ ًرا َوFeَ cْ ْا ِدU^Qcَ ْHD َءFWَ Y`ِْ _ َ ْن ا a ِء ِاFWَ Y`ْ _ َ ْا (Kr scKrU وه.IoارKDاUىKWoQpDداودواULاXqQh )ا.Q ٍ @ِ َوا “Keutamaan orang berilmu atas orang yang tekun beribadah tetapi tidak berilmu adalah ibarat keutamaan rembulan atas bintang pada malam bulan purnama. Para ulama adalah pewaris para Nabi. Para Nabi tidak mewariskan Dinar ataupun Dirham, tetapi ilmu. Setiap orang yang berpegang padanya telah mengambil bagian yang banyak” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Darimi)
5
ABSTRAK Hawin Mu`tafa Wazar. 2009. Upaya KH. Ibrahim Thoyyib Dalam Pengelolaan Dan Pengembangan Pondok Pesantren Walisongo Ngabar. Skripsi. Program Studi Pendidikan Agama Islam Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Ponorogo, Pembimbing (1) Drs. H. Sugihanto, M.Ag. (II) Sugiyar, M.Pd.I. Kata Kunci ; Pengelolaan, Pengembangan Ponpes merupakan salah satu lembaga pendidikan tertua di Indonesia, dan salah satu lembaga yang paling berpotensi dalam menjawab maksud dari pendidikan tersebut. Dalam memenuhi kebutuhan tentang lulusan pondok pesantren yang mampu bersaing, maka diperlukan pengelolaan yang serius. Dan untuk mengembangkan pondok pesantren diperlukan pula pemikiran - pemikiran yang inovatif. Salah satu pendiri dan pemikir tentang pengelolaan dan pengembangan pondok pesantren adalah KH. Ibrahim Thoyyib. Selaku pendiri Pondok Pesantren Walisongo Ngabar. Dari uraian di atas, peneliti bermaksud mengadakan penelitian dengan judul Telaah Pemikiran KH. Ibrahim Thoyyib Terhadap Pengelolaan dan Pengembangan Pondok Pesantren Walisongo Ngabar. Dalam hal ini penulis merumuskan masalah sebagai berikut : (1) Bagaimana pandangan KH. Ibrahim thoyyib terhadap pengelolaan dan pengembangan pondok pesantren di Indonesia? (2) Bagaimana upaya KH. Ibrahim Thoyyib dalam pengelolaan dan pengembangan pondok pesantren Walisongo Ngabar? Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data ini diambil dengan teknik wawancara dan dokumentasi kemudian teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa imperatif. Dari semua hal yang tertulis di atas dapat kita simpulkan bahwa inti dari pada skripsiini adalah sebagai berikut : (1) Bahwa pengelolaan dan pengembanganpondokpesantren yang di Indonesia dapat dikatakan sebagai upaya transformasi Ponpes agartetap survive dan semakin berkembang kearah yang lebih baik. Adapun dalam rangkameningkatkan peranan ponpes masa depan, ponpes dapat mengembangkan komponen-komponen sebagai berikut : (a) pendidikan agama atau pengajian kitab, (b) pendidikan dakwah, (c) pendidikan formal, (d) pendidikan seni, (e) pendidikan kepramukaan, (f) pendidikan olah raga dan kesehata (g) pendidikan ketrampilan atau kejuruan, (h) pengembangan kemasyarakatan (i) penyelenggaraan kegiatansosial. (2) Upaya-upaya KH. Ibrahim Thoyyib dalam pengembangan dan pengelolaan Pondok Pesantren ; (a) KH. Ibrahim Thoyyib menerapkan dua sistem kepemimpinan yaitu tradisional dan modern secara bersamaan, (b) KH. Ibrahim Thoyyib menerapkan perpaduan antara pesantren klasik dan pesantren modern.Artinya bahwa modernisasi yang dilakukan KH. Ibrahim Thoyyib bersifat individualis, meskipun ponpes menganut sistem modern namun tidak meninggalkan kultur dan budaya tradisional.
6
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL HALAMAN JUDUL LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................ i HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ ii MOTTO.................................................................................................................. iii ABSTRAKSI.......................................................................................................... iv KATA PENGANTAR............................................................................................ v DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... vii BAB I
: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1 B. Rumusan Masalah ....................................................................... 4 C. Tujuan Penelitian......................................................................... 4 D. Manfaat Penelitian....................................................................... 4 E. Metodologi Penelitian ................................................................. 5 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian............................................ 5 2. Sumber Data .......................................................................... 5 3. Teknik Pengumpulan Data .................................................... 6 4. Analisis Data ......................................................................... 6 F. Sistematika Pembahasan .............................................................
7
6
BAB II
: PANDANGAN KH. IBRAHIM THOYYIB TERHADAP PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN A. Pengertian Pondok Pesantren ...................................................... 8 B. Pengelolaan dan Pengembangan Pondok Pesantren.................... 25 C. Pandangan KH. Ibrahim Thoyyib terhadap pengelolaan dan pengembangan Pondok Pesantren……………………………….37
BAB III
: POKOK PEMIKIRAN KH. IBRAHIM THOYYIB TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN WALI SONGO NGABAR A. Biografi Keluarga KH. Ibrahim Thoyyib ................................... 42 B. Riwayat Pendidikan KH. Ibrahim Thoyyib................................. 46 C. Sejarah Merintis Pondok Pesantren “Wali Songo” Ngabar Ponorogo......................................................................... 47 D. Pembaharuan-pembaharuan dalam Pendidikan Pondok Pesantren ........................................................................ 52 E. Pandangan KH. Ibrahim Thoyyib terhadap Pengelolaan dan Pengembangan pondok pesantren ............................................... 54 F. Panca Jiwa sebagai Konsep Pendidikan Pondok Pesantren ........ 60
8
G. Kendala-kendala dalam Pembaharuan Sistem Pendidikan Pondok Pesantren ..................................................................................... 71 BAB IV
: PENUTUP ………………………………………………………..75 KESIMPULAN.............................................................................. 75 SARAN ........................................................................................... 76
9
DAFTAR LAMPIRAN Wawancara dengan Ibu Siti Rukanah, istri KH. Ahmad Thoyyib pada tgl 17 Juni 2009. Wawancara dengan DR. Zaki Suhidi, Lc.MA. pada tgl 27 maret 2009.
10
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan
merupakan
alat
terpenting
bagi
masyarakat
untuk
menghantarkan setiap individu pada target tertentu sekaligus menyempurnakan perannya sebagai mahkluk yang paling mulia. Pendidikan sangat mempengaruhi sendi-sendi kehidupan manusia.1 Karena itu para ahli pendidikan sepakat bahwa tujuan pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik semata, tetapi lebih jauh dari itu yaitu mendidik jiwa dan ahklak mereka, menanamkan rasa keutamaan dan membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi agar menjadi insan kamil bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain.2 Pendidikan merupakan upaya mempersiapkan individu untuk kehidupan yang lebih baik, kebahagiaan hidup, cinta tanah air, kekuatan raga, kesempurnaan etika, sistematis dalam belajar, tajam perasaannya, giat berkreasi, toleransi pada orang lain, berkompetensi dalam menggunakan bahasa lisan dan tulisan serta terampil dan penuh dengan ide. 3 Pondok pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam tertua, merupakan salah satu lembaga yang paling berpotensi dalam menjawab maksud
1
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiati, Ilmu Pendidikan . (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2001),98. Ibid., 99. 3 Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan. (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002),160. 2
11
dari pendidikan tersebut. Dari awal mulanya berdiri pesantren merupakan lembaga pendidikan yang unik tidak saja karena keberadaannya yang sudah sangat lama, tetapi juga karena kultur, metode, dan struktur yang digunakan oleh lembaga tersebut.4 Peran pesantren saat ini tidak hanya sebagai lembaga pendidikan semata, tetapi telah menjadi pusat aktivitas sosial masyarakat, mulai orang belajar ilmu agama, bela diri, mengobati orang sakit, konsultasi segala problem kehidupan, sampai menyusun perlawanan pada penjajah pada era perjuangan dan sekaligus sebagai tempat penyebaran agama Islam, semua dilaksanakan di pesantren yang dipimpin oleh seorang kyai. Figur Kyai tidak hanya sebagai pemimpin agama tetapi sekaligus sebagai pemimpin gerakan sosial politik masyarakat. 5 Beriring dengan perputaran jaman, maka lembaga pondok pesantren telah mengalami banyak perubahan dan
kemajuan yang pada akhirnya lembaga
pendidikan pondok pesantren dihadapkan pada arus modernisasi yang berefek pada perubahan formal, bentuk, orientasi, dan metode pendidikan dalam pesantren.6 Pendidikan yang utama di pondok pesantren adalah
~NeD اIJG دFOpG_ا
dalam bahasa Belanda zelp help, tidak menggantungkan diri pada orang lain. Dengan kata lain, belajar mencukupi dan menolong diri sendiri. Pemuda-pemuda 4
Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran. (Jakarta : Bumi Aksara, 2006) hlm 43. Rahman, Abdul jamal. Tahapan mendidik anak teladan Rosululloh SAW. (Bandung : Irsyad Baitus Salam, 2000), 193. 6 Ibid., 206. 5
12
yang
terdidik menolong diri sendiri, dapat menghadapi masa depan dengan
penuh harapan, jalan hidup terbentang luas didepannya. Sebaliknya pemuda yang tidak percaya diri, dia senantiasa ragu-ragu serta tidak akan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat, sedang dia tidak percaya pada dirinya sendiri. Pondok pesantren adalah tempat berlatih agar menjadi orang yang suka dan pandai menolong bukan yang selalu minta tolong. Dengan pendidikan seperti inilah para ahli pendidik terkemuka seperti Dr. Sutomo, Dr. Ki Hajar Dewantara sangatlah mementingkan pendidikan pondok pesantren dan didikan inilah yang telah ditanamkan bapak-bapak kita semua, agar alumni pondok pesantren menjadi generasi penerus yang mandiri.7 Pondok pesantren harus dapat menjawab tuntutan modernisasi yang menuntut santrisantrinya serba bisa dalam segala lini kehidupan yang semakin maju. Dalam memenuhi kebutuhan masyarakat tentang lulusan pondok pesantren yang fleksibel, maka diperlukan pengelolaan yang serius. Dan dari latar belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti lebih mendalam mengenai bagaimana pengelolaan dan pengembangan Pondok Pesantren Wali Songo ngabar yang dilakukan oleh KH. Ibrahim Thoyyib dalam sebuah skripsi yang berjudul “Upaya KH. Ibrahim Thoyyib
Dalam Pengelolaan dan Pengembangan
Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar”.
7
Diklat Khutbah Iftitah Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo. Wali Songo Offset, 2005, hal 5.
13
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini adalah ; 1. Bagaimana
pandangan KH. Ibrahim Thyyib terhadap pengelolaan dan
pengembangan pondok pesantren di Indonesia? 2. Bagaimana
upaya
KH.
Ibrahim
Thoyyib
dalam
pengelolaan
dan
pengembangan Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo ?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, penulis melakukan kajian dan penyusunan skripsi ini bertujuan untuk ; 1. Mendiskripsikan pemikiran KH. Ibrahim Thoyyib terhadap pengelolaan dan pengembangan pondok pesantren secara ideal. 2. Mengetahui
bagaimana
upaya-upaya
KH.
Ibrahim
Thoyyib
dalam
pengelolaan dan pengembangan Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo.
D. Manfaat Penelitian Penelitian kajian ini diharapkan dapat bermanfaat dan berguna ; 1. Untuk menambah khasanah keilmuan Islam khususnya tentang pendidikan Pondok Pesantren.
14
2.
Untuk memperoleh suatu gambaran dan informasi secara lengkap mengenai pengelolaan pendidikan pondok pesantren.
3. Sebagai pengalaman bagi penulis untuk menambah wawasan pendidikan Pondok Pesantren.
E. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian deskriptif. Yaitu penelitian yang menghasilkan data-data diskriptif (gambaran pemaparan) yang berupa kata-kata yang tetulis tentang seseorang dan perilakunya secara utuh. Dan metode penelitian yang digunakan
metode
diskriptif
kualitatif.
Yaitu
suatu
usaha
untuk
mengumpulkan data dan menyusunnya, kemudian dilakukan analisis terhadap data-data mengenai pemikiran KH. Ibrahim Thoyyib serta pengelolaan dan pengembangan Pondok Pesantren. 2. Sumber Data Sumber data utama (primer) pada penelitian ini adalah buku tentang KH. Ibrahim Thoyyib (Wakif Pondok Pesantren “Wali Songo” Ngabar Ponorogo) serta wawancara dengan narasumber. Disamping itu ditambah lagi beberapa buku sebagai sumber sekunder. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik yang digunakan adalah ;
15
(1) Observasi ; Mengamati langsung obyek penelitian, yaitu Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar. (2)
Interview/wawancara ; Interaksi langsung dengan beberapa orang yang berkaitan terhadap penelitian.
(3)
Dokumentasi ; Melengkapi data-data dengan buku-buku atau dokumendokumen lain yang berkaitan dengan obyek yang diteliti.
4. Analisis Data Adapun
teknik
analisis
data
yang
digunakan
adalah
dengan
menggunakan teknik analisis Imperatif. Yaitu cara memberikan ulasan, penafsiran, dan penjabaran secara bebas dan mendalam dengan tetap mengikuti aturan logika yang ada.8 Langkah-langkah analisa data tersebut meliputi ; Data reduction yaitu merangkum, memilih hal-hal yang pokok dan memfokuskan pada hal-hal yang penting. Data display
yaitu menyajikan data ke dalam pola yang dilakukan
dalam bentuk uraian singkat, bagan, dan grafik. Conclusion yaitu penarikan kesimpulan dan verifikasi
8
Noeng, Muhajir. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Yogyakarta : Reksarasin) , 1992.
16
F. Sistematika Pembahasan Pembahasan dalam skripsi ini terdiri dari IV bab. Kemudian setiap bab dibagi lagi menjadi beberapa sub bab. Yaitu ; Bab I tentang pendahuluan. Dalam bab ini penulis menyajikan gambaran umum mengenai pembahasan atau penelitian yang dilakukan oleh penulis. Meliputi Latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teori, metode penelitian dan sistematika pembahasan. Bab II berisi tentang tinjauan umum tentang sistem pendidikan pesantren, yang berisikan pengertian Pondok Pesantren, serta pengelolan dan pengembangan Pondok Pesantren. Bab III berisi tentang Biografi sang tokoh yaitu KH. Ibrahim Thoyyib, yang terdiri dari latar belakang keluarga KH. Ibrahim Thoyyib, riwayat pendidikannya, sejarah merintis Pondok Pesantren “Wali Songo” Ngabar, aktifitas-aktifitasnya di pondok pesantren serta pemikiran-pemikiran beliau mengenai pendidikan. Kemudian pokok pemikiran KH. Ibrahim Thoyyib tentang pendidikan pondok pesantren, yang berisikan pembaharuan-pembaharuan dalam Pondok Pesantren, pemikiran KH. Ibrahim Thoyyib tentang pengelolaan dan pengembangan pondok pesantren, panca jiwa sebagai konsep pendidikan pondok pesantren, dan kendalakendala dalam pembaharuan pendidikan Pondok Pesantren. Bab IV berisi tentang kesimpulan dari pembahasan tersebut yang dilanjutkan dengan saran-saran.
17
BAB II PANDANGAN KH. IBRAHIM THOYYIB TERHADAP PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN DI INDONESIA
A. Pengertian Pondok Pesantren terminologi
pesantren
dalam
perspektif
fenomenologi..,
fenomenologi
merupakan sebuah metode (manhaj) untuk menemukan hakikat suatu objek kajian. Urgensi dari metode ini bersumber dari kenyataan bahwa suatu kajian sering mengalami kegagalan secara ilmiah/akademik karena “dijerumuskan” oleh sistem pengetahuan yang telah mapan dan tidak pernah dipertanyakan ulang. Cara kerja operasional metode fenomenologi adalah dengan apa yang disebut dengan epoche, yaitu segala bentuk penilaian yang telah dikonsepsikan sebelumnya harus ditunda lebih dahulu atau diletakkan dalam tanda kurung sehingga sampai pada titik fenomen yang paling fundamental dan tidak dapat dikurung lagi. Maka fenomenologi adalah metode pengkajian yang berorientasi pada penemuan fundamental structure dari suatu objek. Jika menelusuri kondisi pesantren dengan sekian banyak dan kompleks varian dan dinamikannya, baik secara fisik, kultur, pendidikan, maupun kelembagaannya,
18
pesantren secara isthilahy (epistemologis) sesungguhnya tidaklah sesederhana seperti yang teridentifikasi dengan adanya kiyai, santri, maupun masjid. Karena konsepsi dasar dari kategori kiyai dan santri saja sampai sejauh ini masih bersifat multi-interpretable. Selain itu kategorisasi yang tidak didasarkan pada hakikat intrinsik dari suatu objek merupakan tindakan simplifikatif, reduktif bahkan distortif. Maka dalam wacana fenomenologi, Pesantren sesungguhnya adalah suatu lembaga atau institusi pendidikan yang berorientasi pada pembentukan manusia yang memiliki tingkat moralitas keagamaan Islam dan sosial yang tinggi yang diaktualisasikan dalam sistem pendidikan dan pengajarannya. Dengan demikian, maka orientasi gerak dan pengajaran ilmu-ilmu agama, sosial maupun eksak di pesantren adalah tidak lebih dari sebuah proses pembentukan karakter (character building) yang islami. 9 Pondok Pesantren, menurut akar sejarah berdirinya di Indonesia, ditemukan dua versi pendapat. Pertama, pendapat yang menyebutkan bahwa pondok pesantren berakar pada tradisi Islam sendiri, yaitu tradisi tarekat. Pondok Pesantren mempunyai kaitan yang erat dengan tempat pendidikan yang khas bagi kaum sufi. Pendapat ini berdasarkan fakta bahwa penyiaran Islam di Indonesia pada awalnya lebih banyak dikenal dalam bentuk kegiatan tarekat. Hal ini ditandai dengan terbentuknya kelompok organisasi tarekat yang melaksanakan amalan-amalan dzikir dan wirid tertentu. Pemimpin tarekat itu disebut Kyai, yang mewajibkan pengikutnya melaksanakan suluk selama 40 hari dalam satu tahun 9
Mudji Sutrisno (ed), Para Filsuf Penentu Gerak Jaman (yogyakarta; Kanisius 1997) 90-91
19
dengan cara tinggal bersama-sama anggota tarekat dalam sebuah masjid untuk melakukan ibadah-ibadah dibawah bimbingan kyai. Untuk keperluan suluk ini, para kyai menyediakan ruangan khusus untuk penginapan dan tempat memasak yang terdapat di kiri kanan Masjid. Seorang kyai, disamping mengajarkan amalan tarekat pada pengikutnya, beliau juga mengajarkan kitab agama dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan agama Islam. Dalam perkembangan selanjutnya lembaga pengajian ini tumbuh dan berkembang menjadi lembaga pondok pesantren. 10 Kedua, pondok pesantren yang kita kenal sekarang ini pada mulanya merupakan pengambil alihan dari sistem pondok pesantren yang diadakan orangorang Hindu di Nusantara. Hal ini didasarakan pada fakta bahwa jauh sebelum datangnya Islam di Indonesia lembaga pondok pesantren sudah ada di negeri ini. Pendirian pondok pesantren pada masa itu dimaksudkan sebagai tempat mengajarkan ajaran-ajaran agama Hindu. Fakta lain yang menunjukkan bahwa pondok pesantren bukan berasal dari tradisi Islam adalah tidak ditemukannya lembaga pondok pesantren di negara-negara Islam lainnya. Pondok Pesantren di Indonesia baru diketahui keberadaan dan perkembangannya setelah abad ke 16. Karya-karya Jawa klasik seperti Serat Cabolek dan Serat Centini mengungkapkan bahwa sejak permulaan abad ke–16 ini di Indonesia telah banyak dijumpai lembaga-lembaga yang mengajarkan
10
Dirjen Depag Republik Indonesia, Pola Pengembangan Pondok Pesantren. (Jakarta : Ditpekapontren Ditjen Kelembagaan Agama Islam DEPAG 2003), 10.
20
berbagai kitab Islam klasik dalam bidang Fiqih, Aqidah, Tasawuf dan menjadi pusat-pusat penyiaran Islam yaitu Pondok Pesantren. 11 Namun bagaimana asal mula terbentuknya, pondok pesantren tetap menjadi lembaga pendidikan dan keagamaan Islam tertua di Indonesia, yang perkembangannya berasal dari masyarakat yang melingkupinya. Seperti telah diungkap di atas, lembaga-lembaga pondok pesantren yang tersebar dihampir seluruh wilayah Indonesia memiliki latar belakang sejarah yang cukup panjang. Walaupun sulit diketahui kapan permulaan munculnya, namun banyak dugaan yang mengatakan bahwa lembaga Pondok Pesantren mulai berkembang tidak lama setelah masyarakat Islam terbentuk di Indonesia. Islam masuk dan berkembang di Indonesia melalui perdagangan internasional yang pusatnya adalah kota-kota pelabuhan, maka masyarakat Islam di Indonesia pada permulaannya adalah masyarakat kota. Pembentukan masyarakat kota itu tentunya mempengaruhi pula pembentukan lembaga pendidikan yang kebetulan belum eksis. Sehingga kota-kota itu menjadi pusatpusat studi Islam yang dikembangkan oleh para ulama yang ada di sana. Hal yang tetap sama adalah isi pengajarannya yang diberikan melalui pengajaran kitab-kitab kuning, juga persoalan-persoalan masyarakat (sosial), ekonomi dan bahkan politik ikut menjadi perhatian para pelajar ketika itu. Maka tidaklah heran jika dimasa sekarang peranan Pondok Pesantren merambah kearah pemberdayaan ekonomi, karena pada dasarnya telah melembaga sejak dulu. 11 Ibid., 11.
21
Pondok pesantren lahir sebagai perwujudan dari dua keinginan yang bertemu. Keinginan orang yang menimba ilmu sebagai bekal hidup (santri) dan keinginan orang yang secara ihklas mengajarkan ilmu dan pengalamannya kepada umat (Kyai). Maka secara fisik penggambaran pondok pesantren adalah sebuah lembaga yang memadukan dua keinginan tersebut. Adapun tempatnya dapat berupa
langgar,
musholla
atau
masjid,
yang
berkembang
berdasarkan
bertambahnya santri yang menuntut ilmu. Di tempat ini pula kemudian aktifitas santri diselenggarakan. Komunitas santri yang mengalami pertumbuhan inipun pada awalnya merupakan santri kalong (tanpa menginap). Karena pertambahannya yang semakin meningkat dan mereka tidak berasal dari satu daerah saja melainkan dari berbagai daerah bahkan dari tempat yang sangat jauh (ini dimungkinkan karena perkembangan berita yang sangat cepat mengenai kharismatik dan ilmu Kyai yang menyebar dari mulut ke mulut), maka para santri mulai ditempatkan pada tempat yang khusus. Mulanya mereka ditempatkan di beberapa bagian masjid. Lalu secara bergotong royong mereka membuat rumah – rumah kecil yang selanjutnya disebut pondok (bahasa arab : funduq, yang berarti tempat menginap). Selanjutnya terbentuklah sebuah lembaga yang dikenal sebagai pondok pesantren. Adapun tambahan kata pesantren merupakan bentukan dari kata santri yang mendapat affiks ”pe - an” menjadi ”pesantrian”. Ada yang mengungkapkan kata santri sendiri berasal dari kata ”cantrik” yang berarti orang yang sedang belajar kepada seorang guru. Sehingga pondok pesantren dapat diartikan sebagai tempat
22
di mana para santri menginap dan menuntut ilmu agama. Dalam perkembangan selanjutnya, pondok pesantren yang menyebar di seluruh Indonesia memiliki kekhasan tersendiri, bergantung pada keahlian dasar sang kyai atau guru. Banyak penamaan lain diberikan oleh masyarakat yang memiliki makna sama dengan pondok pesantren, seperti Surau, Diyah atau cukup dengan pondok atau pesantren saja. Karena keadaannya yang seperti tersebut di atas, pondok pesantren telah mencirikan dirinya sebagai sebuah lingkaran pendidikan yang integral. Dibandingkan dengan lingkaran pendidikan parsial yang ditawarkan sistem pendidikan sekolah di Indonesia sekarang ini, sebagai budaya pendidikan nasioanal. Pondok pesantren mempunyai kultur yang unik. Dengan sebab keunikannya, pondok pesantren digolongkan ke dalam subkultur tersendiri dalam masyarakat Indonesia. Menurut tradisi pondok pesantren (dahulu), pengetahuan seseorang diukur dengan jumlah buku atau kitab yang pernah dipelajarinya dan kepada Kyai mana saja ia telah berguru. Jumlah buku atau kitab standar dalam tulisan arab yang dikarang ilmuwan muslim Timur Tengah pada abad pertengahan yang harus dibaca telah ditentukan oleh pondok pesantren. Kemudian masing-masing mereka setelah itu mengembangkan diri untuk memiliki keahlian dalam bidang ilmu tertentu. Pertumbuhan pondok pesantren di seluruh Indonesia berlangsung dengan cepat. Ini dimungkinkan tersebar karena peserta didik atau santri tersebut
23
dianggap telah mampu menguasai ilmu yang diberikan Kyai, kemudian kembali ke daerah masing-masing untuk mendirikan pondok pesantrennya dengan pengembangan sesuai dengan keahlian masing-masing. Terus berlangsung demikian, bahkan pada tahun-tahun perjuangan kemerdekaan, peran pondok pesantren cukup besar. Mobilisasi umat dilakukan para kyai untuk melakukan perlawanan terhadap penjajah. 12 Pondok pesantren didirikan dalam rangka pembagian tugas orang mukmin untuk menjaga diri dari hal-hal yang dapat membuat kita melupakan agama sebagaimana dimaksudkan dalam Al-Qur’an surat At-Taubah Ayat 122 ;
×πxÍ←!$sÛ öΝåκ÷]ÏiΒ 7πs%öÏù Èe≅ä. ÏΒ txtΡ Ÿωöθn=sù 4 Zπ©ù!$Ÿ2 (#ρãÏΨuŠÏ9 tβθãΖÏΒ÷σßϑø9$# šχ%x. $tΒuρ * ∩⊇⊄⊄∪ šχρâ‘x‹øts† óΟßγ‾=yès9 öΝÍκös9Î) (#þθãèy_u‘ #sŒÎ) óΟßγtΒöθs% (#ρâ‘É‹ΨãŠÏ9uρ ǃÏe$!$# ’Îû (#θßγ¤)xtGuŠÏj9
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu semuanya (ke medan perang). Mereka tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
12
Ibid.,13.
24
Bagian pertama ayat ini yaitu menjelaskan keharusan adanya pembagian tugas orang-orang mukmin untuk untuk tetap menjaga jangan sampai kemudian ilmuilmu agama dilupakan. Bagian kedua dari ayat ini yaitu mewajibkan adanya lembaga/kelompok yang mengkhusukan dirinya menggali ilmu-ilmu agama dan mengajarkannya kepada semua orang. Sejarah perkembangannya, fungsi pokok pesantren adalah mencetak ahli agama. Hingga dewasa ini fungsi pokok itu tetap terpelihara dan dipertahankan. Namun seiring dengan perkembangan jaman, selain kegiatan pendidikan dan pengajaran agama, beberapa pesantren telah melakukan pembaharuan dengan mengembangkan
komponen-komponen
pendidikan
lainnya,
seperti
ditambahkannya pendidikan sistem sekolah, pendidikan kesenian, pendidikan bahasa asing (Arab dan Inggris), pendidikan jasmani, serta pendidikan ketrampilan. Tetapi secara historis pesantren memiliki karakter utama antara lain;. (a)Pesantren didirikan sebagai bagian dan atas dukungan masyarakat sendiri. (b)Pesantren dalam penyelenggaraan pendidikannya menerapkan kesetaraan santrinya, tidak membedakan status dan tingkat kekayaan orang tuanya. (c) Pesantren mengemban misi ”menghilangkan kebodohan”, khususnya tafaqquh fi al- din dan menyiarkan agama Islam”. Secara umum, pesantren dapat diklasifikasikan menjadi dua yakni pesantren salaf atau tradisional dan pesantren khalaf atau modern. Sebuah pesantren disebut pesantren salaf jika dalam kegiatan pendidikannya semata-mata berdasarkan pada pola-pola pengajaran klasik atau lama, yakni berupa pengajian
25
kitab
kuning
dengan
metode
pembelajaran
tradisional
serta
belum
dikombinasikan dengan pola pendidikan modern. Pesantren khalaf atau modern adalah pesantren yang di samping tetap melestarikan unsur-unsur utama pesantren, memasukkan juga
kedalamnya unsur-unsur modern yang ditandai
dengan sistem klasikal atau sekolah dan adanya materi ilmu-ilmu umum dalam muatan kurikulumnya. Pada pesantren ini, sistem sekolah dan materi ilmu-ilmu umum digabungkan dengan pola pendidikan pesantren klasik. Dengan demikin, pesantren modern merupakan pendidikan pesantren yang diperbaharui dan dipermodern pada segi-segi tertentu untuk disesuaikan dengan sistem sekolah. Komponen-komponen yang terdapat pada sebuah pesantren pada umumnya terdiri dari pondok (asrama santri), masjid, santri, kitab-kitab dan kyai. Pada pesantren-pesantren tertentu terdapat pula di dalamnya madrasah atau sekolah dengan segala kelengkapannya. Penjelasan komponen-komponen ini diuraikan pada bagian berikut ;
1. Pondok Sebuah pesantren adalah suatu lembaga pendidikan yang menyediakan asrama atau pondok sebagai tempat tinggal bersama sekaligus tempat belajar para santri di bawah bimbingan kyai. Asrama para santri ini berada dalam komplek pesantren yang mana kyai beserta keluarganya tinggal serta masjid sebagai tempat beribadah dan tempat untuk mengaji bagi para santri. Pesantren yang telah maju, biasanya memiliki komplek tersendiri yang dikelilingi pagar pembatas untuk
26
dapat mengawasi keluar masuknya santri serta untuk memisahkan dengan lingkungan sekitar. Di dalam komplek itu diadakan pemisahan secara jelas antara perumahan kyai dan keluarganya dengan asrama santri, baik putri maupun putra. Pondok yang merupakan asrama bagi para santri ini merupakan ciri spesifik sebuah pesantren yang membedakannya dengan sistem pendidikan Surau di Minangkabau. Paling tidak terdapat empat alasan pesantren membangun pondok (asrama) untuk para santrinya. Yaitu, (1) ketertarikan santri-santri untuk balajar kepada kyai dikarenakan kemasyhuran atau kedalaman serta keluasan ilmunya yang mengharuskannya untuk meninggalkan kampung halamannya untuk menetap di kediaman kyai tersebut. (2) kebanyakan pesantren adalah tumbuh dan berkembang didaerah yang jauh dari keramaian pemukiman penduduk sehingga tidak terdapat perumahan yang cukup memadai untuk para santri dengan jumlah banyak.
(3) terdapat sikap timbal balik antara kyai dan
santri yang berupa terciptanya hubungan kekerabatan seperti halnya hubungan antara ayah dan anak. Sikap timbal balik ini menimbulkan keakraban dan kebutuhan untuk saling berdekatan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama.
(4) untuk memudahkan dalam pengawasan dan pembinaan kepada
para santri secara intensif dan istiqomah. Hal ini dapat dimungkinkan jika tempat tinggal antara guru dan murid berada disatu lingkungan yang sama. 2. Masjid Elemen penting lainnya dari pesantren adalah adanya masjid, sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri baik untuk pelaksanaan
27
sholat lima waktu, sholat Jumat, khutbah maupun pengajaran kitab-kitab kuning. Kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan ini merupakan manifestasi universal dari sistem pendidikan Islam sebagaimana yang dilakukan oleh nabi Muhammad SAW, para sahabat dan orang-orang sesudahnya. Tradisi yang dipraktekkan Rosulullah ini terus dilestarikan oleh kalangan pesantren. Para kyai selalu mengajarkan murid-muridnya dimasjid. Mereka menganggap masjid sebagai tempat yang paling tepat untuk menanamkan nilainilai kepada para santri, terutama ketaatan dan kedisiplinan. Penanaman sikap disiplin pada para santri dilakukan melalui kegiatan sholat berjamaah setiap waktu di masjid, bangun pagi serta yang lainnya. Oleh karena itu masjid merupakan bangunan yang pertama kali dibangun sebelum didirikannya sebuah pondok pesantren. 3. Madrasah atau Sekolah Bebarapa pesantren yang telah melakukan pembaharuan di samping adanya masjid sebagai tempat belajar, juga disediakan madrasah atau sekolah sebagai tempat untuk mendalami ilmu-ilmu agama maupun ilmu-ilmu umum yang dilakukan secara klasikal. Madrasah atau sekolah ini biasanya terletak di dalam lingkungan pesantren secara terpadu. Madrasah dikhususkan untuk mendalami ilmu-ilmu agama, biasa disebut dengan madrasah diniyah. Sedangkan madrasah atau sekolah yang didalamnya diajarkan pula ilmu-ilmu umum, maka penyelenggaraannya mengikuti pola-pola yang telah ditentukan oleh Departemen Agama atau Depdiknas. Madrasah atau
28
Sekolah ini dilengkapi dengan sarana dan prasarana sebagaimana lazimnya pendidikan sistem sekolah. Seperti perpustakaan, laboratorium, lapangan olah raga, dan lainnya. Dengan demikian, pada pesantren yang didalamnya diselenggarakan sistem pendidikan sekolah akan terdapat dua macam kegiatan pembelajaran, yakni pembelajaran ala pesantren dan pembelajaran ala sekolah. 4. Pengajian Kitab-kitab Kuning Tujuan utama dari pengajian kitab-kitab kuning adalah untuk mendidik calon-calon ulama. Sedangkan bagi para santri yang hanya dalam waktu singkat tinggal di pesantren, mereka tidak bercita-cita menjadi ulama, akan tetapi bertujuan mencari pengalaman dalam hal pendalaman perasaan agama. Dalam kegiatan pembelajaran, pesantren umumnya melakukan pemisahan tempat antara pembelajaran untuk santri putri dan santri putra. Mereka diajar secara terpisah dan kebanyakan guru yang mengajar santri putri adalah guru lakilaki. Keadaan ini tidak berlaku untuk sebaliknya. Pada beberapa pesantren lain ada yang menyelenggarakan kegiatan pendidikannya secara bersama (co education) antara santri putra dan santri putri dalam satu tempat yang sama dengan diberi hijab (pembatas) berupa kain atau dinding kayu. Keseluruhan
kitab-kitab
kuning
yang
diajarkan
sebagai
materi
pembelajaran di pesantren secara sederhana dapat dikelompokkan kedalam sembilan kelompok, yaitu Tafsir, Tajwid, Ilmu Tafsir, Hadist, Aqidah, Ahlak (Tasawuf), Fiqih, Ushul Fiqih, Nahwu (syntax), dan Sharaf (morfologi).
29
Cara pesantren yang umumnya mengandalkan pada kitab kuning sesungguhnya memiliki kelemahan tersendiri. Secara garis besar, jenis dan jumlah materi serta tingkat pembahasan kitab-kitab kuning yang umumnya bukan disusun oleh ulama Indonesia itu belum tentu sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan kemampuan para santri. Karena itu, beberapa pesantren yang telah melakukan pembaharuan kitab-kitab yang dipelajari oleh para santri tidak sepenuhnya mengambil dari kitab-kitab utama saja, melainkan disesuaikan dengan menangguhkan materi-materi yang belum dianggap perlu dan menambahnya dengan muatan-muatan baru berdasarkan kekhususan dan kebutuhan tertentu. Selain itu, materi pembelajaran ditambah dengan ilmu-ilmu umum serta keterampilan-keterampilan khusus. Seorang kyai yang memimpin pesantren kecil biasanya mengajar sejumlah kecil santri dengan beberapa kitab dasar dalam berbagai kelompok mata ajar. Pada pesantren besar, para kyai mengkhususkan diri pada mata ajar tertentu saja. Para kyai sebagai pembaca dan penterjemah kitab tersebut bukanlah sekedar membaca teks, tetapi juga memberikan pandangan-pandangan (interpretasi) pribadi, baik mengenai isi maupun bahasa teks. Dengan kata lain, para kyai tersebut memberikan pula komentar atas teks dari pandangan pribadinya. Oleh karena itu, para kyai atau ustadz perlu menguasai dengan baik selain mengenai tata bahasa arab, juga wawasan keilmuan yang lebih luas yang berkaitan dengan mata ajar termasuk cabang-cabang pengetahuan ilmu-ilmu ke islaman lainnya.
30
5. Santri Secara generik, santri di pesantren dapat dikelompokkan dalam kelompok besar, yaitu santri mukim dan santri kalong. Santri mukim adalah para santri yang datang dari tempat yang jauh sehingga ia tinggal dan menetap dipondok (asrama) pesantren. Sedangkan santri kalong adalah para santri yang berasal dari wilayah sekitar pesantren, sehingga mereka tidak memerlukan untuk tinggal dan menetap di pondok, melainkan mereka bolak-balik dari rumahnya masing-masing. Pesantren tidak melakukan seleksi khusus kepada para calon santri terutama seleksi untuk diterima atau ditolak. Para calon santri siapa saja yang datang akan diterima sebagai santri di pesantren tersebut kapanpun ia mau sepanjang tahun karena di pesantren tidak dikenal adanya tes penerimaan santri baru dan tahun ajaran baru. Hal ini berbeda dengan pesantren modern, pesantren yang telah maju biasanya menerapkan ketentuan-ketentuan sebagaimana halnya yang berlaku dalam sistem sekolah. Sehingga pada pesantren dikenal adanya masa penerimaan santri baru serta adanya seleksi begi para calon santri itu serta adanya kesamaan dan keseragaman (unifikasi) waktu yang ditempuh oleh santri yang satu dengan santri yang lain pada jenjang pendidikan yang sama. Para santri yang belajar di pesantren salaf penyeleksiannya dilakukan secara alami, yakni mereka yang akan memilih kitab-kitab yang akan dipelajari berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. Kemampuan individual antara santri satu dengan santri lainnya jelas terlihat pada sistem pendidikan ini. Bagi santri yang pandai, ia akan dapat menyelesaikan pembacaan sebuah kitab dalam waktu
31
yang relatif cepat dibanding dengan teman-temannya yang kurang pandai. Sehingga walaupun waktu yang ditempuh antara santri satu dengan santri lain sama umpamanya, akan tetapi pengetahuan yang diperoleh dari banyaknya kitab yang dibaca para santri itu akan berbeda. 6. Kyai dan Ustadz Kyai dan ustadz (asisten kyai) merupakan komponen penting yang amat menentukan keberhasilan pendidikan di pesantren. Selain itu, tak jarang kyai atau ustadz adalah pendiri dan pemilik pesantren itu atau keluarga keturunannya. Dengan demikian, pertumbuhan dan perkembangan suatu pesantren amat bergantung pada figur kyai atau ustadz tadi. Sehingga pertimbangan utama para santri akan memasuki pesantren adalah berdasar pada kebesaran dan kemasyhuran nama yang disandang oleh kyai atau ustadz itu. Pada sistem pendidikan pesantren ada kalanya sebuah pesantren dikelola oleh seorang kyai saja dengan dibantu oleh beberapa orang ustadz dan terkadang dikelola oleh beberapa kyai yang masih dalam satu keluarga besar dengan dipimpin oleh seorang kyai sepuh (senior). Fungsi para ustadz ini adalah sebagai pengajar kepada para santri tingkat dasar dan menengah di bawah bimbingan dan petunjuk kyai. Proses pergantian kepemimpinan di pesantren itu sendiri pada umumnya menganut sistem pergantian secara genelogis. Kyai atau ustadz umumnya dirujuk oleh para santri tidak hanya dari kelebihan ilmunya tentang Islam, melainkan dari tindakan atau perilakunya. Mereka senantiasa melihat kyai disamping sebagai orang tua bagi mereka, juga
32
sebagai orang yang patut diteladani dan diikuti segala tindak tanduknya. Jelasnya Kyai atau ustadz tidak hanya dirujuk sebagai pengajar saja tetapi juga sebagai pendidik yang dapat memberikan ketauladanan hidup dan kehidupan. Dengan demikian, untuk dianggap sebagai Kyai atau ustadz diperlukan pemenuhan persyaratan yang cukup berat.
A. Bentuk-Bentuk Pondok Pesantren Elemen-elemen penting dari sebuah pesantren diatas pada praktiknya terdapat beberapa variasi bentuk atau model suatu pesantren yang secara garis besar dapat dikelompokkan dalam tiga macam tipe pesantren sebagai berikut : 1. Pesantren tipe A, memiliki ciri-ciri a) Para santri belajar dan menetap di pesantren. b) Kurikulum tidak tertulis secara eksplisit, tetapi berupa hidden kurikulum (kurikulum tersembunyi yang ada pada benak kyai). c) Pola pembelajaran menggunakan metode pembelajaran asli milik pesantren (sorogan, bandongan, dan lainnya). d) Tidak menyelenggarakan pendidikan dengan sistem madrasah . 2. Pesantren tipe B, memiliki ciri-ciri a) Para santri tinggal dalam pondok atau asrama. b) Panduan antara pola pembelajaran asli pesantren dengan sistem madrasah atau sekolah. c) Terdapat kurikulum yang jelas.
33
d) Memilki tempat khusus yang berfungsi sebagai sekolah atau madrasah. 3. Pesantren tipe C, memiliki ciri-ciri a) Pesantren hanya semata-mata tempat tinggal atau asrama bagi para santri. b) Para santri belajar di madrasah atau sekolah yang letaknya di luar dan bukan milik pesantren. c) Waktu belajar dipesantren biasanya malam atau siang hari saat santri tidak belajar di sekolah atau madrasah ketika berada di dalam pondok atau asrama. d) Pada umumnya tidak terprogram dalam kurikulum yang jelas dan baku. B. Tipologi Pondok Pesantren Apabila di lihat dari sarana fisik yang dimiliki sebuah pesantren, maka dapat di kelompokkan ke dalam lima macam, yaitu; 1. Tipe pertama Pesantren tipe ini hanya terdiri dari masjid dan rumah kyai. Pesantren seperti ini masih besifat sederhana sekali karena untuk kegiatan pengajian, kyai menjadikan masjid atau rumahnya sendiri sebagai tempat diselenggarakannya kegiatan pembelajaran kepada para santri. Para santri sendiri tidak menetap dilingkungan itu melainkan tinggal di rumah masing-masing, sehingga ada yang menyebut bahwa tipe ini tak dapat dikategorikan sebagai Pesantren, tetapi sebagai kegiatan pengajian saja.
34
2. Tipe kedua Pada tipe ini, selain adanya masjid dan rumah kyai di dalamnya telah tersedia pula bangunan berupa pondok atau asrama bagi para santri yang datang dari tempat yang jauh. Pada tipe ini unsur dasar Pesantren telah terpenuhi sehingga dapat dikategorikan sebagai sebuah pesantren. 3. Tipe ketiga Pesantren tipe ini telah memiliki masjid, rumah kyai serta pondok.
Di
dalamnya diselenggarakan pengajian dengan metode sorogan, bandongan dan sejenisnya. Di samping itu tersedia pula sarana lain berupa madrasah atau sekolah yang berfungsi sebagai tempat untuk belajar para santri, baik untuk ilmu-ilmu umum ataupun ilmu-ilmu agama.
4. Tipe keempat Pesantren tipe ini selain telah memiliki masjid, rumah kyai serta pondok juga telah dimiliki pula tempat untuk pendidikan ketrampilan seperti lahan untuk pertanian dan peternakan, tempat untuk membuat kerajinan, koperasi, laboratorium, dan sebagainya.
5. Tipe kelima Pesantren tipe ini telah berkembang sehingga disebut pula sebagai pesantren modern. Di samping adanya masjid, rumah kyai dan ustadz, pondok, madrasah terdapat pula bangunan-bangunan fisik seperti pertokoan, kantor,
35
perpustakaan, dapur umum, ruang makan, penginapan tamu, tempat olah raga, aula, dan sebagainya.13 Apapun bentuk dan tipenya, sebuah institusi dapat disebut sebagai pondok pesantren apabila memiliki sekurang-kurangnya tiga unsur pokok, yaitu adanya kyai yang memberikan pengajian, para santri yang belajar dan tinggal di pondok, adanya masjid sebagai tempat ibadah dan mengaji. Institusi pesantren terkadang juga dikelompokkan kepada pesantren besar dan pesantren kecil. Pengelompokan ini didasarkan pada jumlah santri yang dimiliki oleh suatu pesantren. Sebuah pesantren yang memiliki santri lebih dari 3.000 (tiga ribu) orang dapat dikelompokkan sebagai pesantren besar. Pengelompokan seperti ini pada kenyataannya tidak dilakukan secara kaku. Bisa saja suatu pesantren dengan jumlah santri yang hanya 1.000 (seribu) orang santri dikatakan sebagai pesantren besar dikarenakan kebesaran nama kyainya atau kebesaran nama masa lalunya. Dengan demikian besar kecilnya suatu pesantren amat bergantung kepada kebesaran yang di sandang kyainya.
B. Pengelolaan dan Pengembangan Pondok Pesantren Upaya pengembangan dan pembinaan pondok pesantren dapat dikatakan sebagai upaya transformasi pondok pesantren agar tetap survive dan semakin berkembang kearah yang lebih baik. Upaya transformasi ini dilakukan dengan 13
Ditpekapontren Pondok Pesantrn DEPAG RI, Pola Pembelajaran Di Pesantren; 2001, 19
36
landasan kaidah yang menunjukkan bahwa pondok pesantren memang berupaya terus
untuk
meningkatkan
eksistensinya
dengan
melakukan
berbagai
pengembangan dan perubahan kearah lebih baik seperti tersebut diatas. Dalam rangka meningkatkan peranan pondok pesantren dimasa depan, maka hendaknya pondok pesantren dapat mengembangkan komponen-komponen sebagai berikut ; 14 1. Pendidikan Agama atau Pengajian Kitab Pendidikan agama mulai pengajian kitab yang diselenggarakan oleh pondok pesantren adalah komponen kegiatan utama atau pokok dari pondok pesantren. Dari segi penyelenggaraannya seperti tersebut diatas, diserahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan kyai atau pengasuh pondok pesantren. Maksud kegiaatan pengajian kitab ini terutama adalah untuk mendalami ajaran agama Islam dari sumber aslinya (kitab-kitab kuning yang dikarang oleh ulama pada abad pertengahan), sehingga terpelihara kelestarian pendidikan keagamaan untuk melahirkan calon ulama sebagaimana misi pondok pesantren. 2. Pendidikan Dakwah Pendidikan dakwah, seperti halnya pendidikan agama (pengajian), merupakan salah satu pokok penyelenggaraan pondok pesantren. Bahkan seperti telah diungkap diatas, Pondok pesantren dapat berfungsi sebagai
14
Ibid., 29.
37
lembaga keagamaan yang menyebarkan ajaran agama Islam secara benar. Melalui pendidikan ini tentunya dapat diketahui bahwa ada keinginan untuk melahirkan kader-kader ulama yang dapat membentu menyebarkan ajaran agama Islam secara benar. Pendidikan semacam ini dapat dikategorikan sebagai pendidikan keterampilan santri. Yang populer dewasa ini adalah penyelenggaraan majelis taklim oleh pondok pesantren. 3. Pendidikan Formal Pendidikan formal diselenggarakan dalam bentuk madrasah atau sekolah umum, serta sekolah kejuruan lainnya. Dengan mengembangkan dan membina pendidikan formal di pondok pesantren, diharapkan lulusan pondok pesantren disamping pengetahuan agama dan keterampilan praktis yang mumpuni juga memiliki pengetahuan akademis yang bermanfaat bagi kehidupan dikemudian hari. Memang dapat dikatakan bahwa para lulusan madrasah dinilai memiliki pengetahuan yang tanggung. Pengetahuan agama tidak lebih baik dari lulusan pondok pesantren, sedangkan pengetahuan umumnya pun masih lebih baik lulusan sekolah formal. Sehingga peranan madrasah di pondok pesantren sangat diharapkan meningkatkan pengetahuan agama para lulusannya
dan juga ketrampilan paktisnya yang dilakukan di pondok
pesantren.
38
4. Pendidikan Seni Pendidikan seni dimaksudkan untuk lebih meningkatkan apresiasi para santri terhadap bermacam-macam bentuk kesenian. Terutama seni yang bernafaskan Islam. Kegiatan ini sesungguhnya sudah lama diselenggarakan dan berkembang dikalangan pondok pesantren. Seperti Barzanji, Rebana, Gambus, Qasidah, Silat dan berbagai jenis musik yang sedang berkembang saat ini sudah bukan lagi sebagai hal yang baru bagi pondok pesantren. Teater kontemporer, penulisan puisi dan prosa sudah banyak dimainkan peranannya oleh para santri di pondok pesantren. 5. Pendidikan Kepramukaan Pendidikan kepramukaan merupakan suatu sistem pendidikan diluar pendidikan rumah tangga, masyarakat dan sekolah yang sangat baik. Kreativitas, disiplin dan dinamika santri dapat meningkat dengan pendidikan kepanduan ini. Pondok pesantren dengan sistem ”duapuluh empat jam” nya sangat memungkinkan untuk menyelenggarakan kegiatan kepramukaan ini.
6. Pendidikan Olah Raga dan Kesehatan Pendidikan olah raga dan kesehatan ini besar sekali manfaatnya untuk menjaga keseimbangan dan kesehatan jasmani. Para santri yang sehat merupakan modal untuk melahirkan peerus bangsa yang sehat pula. Dalam
39
kaitannya dengan pendidikan kesehatan ini, harus diciptakan sanitasi dilingkungan pondok pesantren yang bersih dan sehat.
7. Pendidikan Keterampilan atau Kejuruan Pendidikan Ketrampilan atau Kejuruan dikembangkan pondok pesantren untuk kepentingan dan kebutuhan para santri sebagai modal untuk manusia yang bersemangat wira swasta (enterpreneourship) dan sekaligus menunjang pembangunan masyarakat dilingkungan Pondok Pesantren. Banyak jenis pendidikan ketrampilan yang bisa dikembangkan di Pondok Pesantren. Bahkan ada beberapa Pondok Pesantren yang menjadikan ketrampilan dan kejuruan ini sebagai trademark-nya. Diantaranya : a. Pendidikan Keterampilan dan Kejuruan Elektronika. b. Pendidikan Keterampilan dan Kejuruan menjahit, merajut dan pendidikan keluarga lainnya. c. Pendidikan Keterampilan dan Kejuruan ketrampilan tangan, anyaman, pertukangan kayu, batu dan sebagainya. d. Pendidikan Ketrampilan dan Kejuruan perbengkelan. e. Pendidikan Keterampilan dan Kejuruan pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan perkebunan (agribisnis). f. Pendidikan Keterampilan dan Kejuruan manajemen dan pertokoan. g. Pendidikan Keterampilan dan Kejuruan pengolahan hasil pertanian (agroindustri).
40
h. Pendidikan Keterampilan dan Kejuruan perkoperasian. i. Pendidikan Keterampilan dan Kejuruan komputer dan informatika. j. Pendidikan Keterampilan dan Kejuruan percetakan, sablon dan desain. 8. Pengembangan Masyarakat Pengembangan
masyarakat
dilingkungan
pondok
pesantren
diselenggarakan mengingat potensi dan pengaruh pondok pesantren yang luas dan dalam pada masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut diatas maka Pondok Pesantren sangat baik untuk dimanfaatkan dalam pengembangan dan pembangunan masyarakat sekitar pondok pesantren, sehingga dengan demikian melalui pondok pesantren dapat di komunikasikan arah ekonomi rakyat dengan bahasa agama. Dapat pula dikaitkan dengan pendidikan keterampilan dan kejuruan yang dikembangkan dalam bentuk aplikasi atau penerapannya dimasyarakat. Dalam arti, hasil yang didapat dari pelaksanaan pendidikan ketrampilan langsung diterapkan dilingkungan pondok pesantren atau masyarakat sebagai langkah pemberdayaan. 9. Penyelenggaraan Kegiatan sosial Penyelenggaraan Kegiatan sosial yang diselenggarakan pondok pesantren merupakan kegiatan yang sangat penting untuk dikembangkan. Mengingat perolehan pengajaran yang layak menjadi hak asasi setiap orang. Karenanya bagi mereka yang kurang beruntung dapat ditempatkan atau
41
disertakan dalam kegiatan panti asuhan dan sekolah luar biasa (SLB) di pondok pesantren. Dalam proses pengembangan komponen tersebut, tentunya akan berdampak pula pada pengembangan keperibadian para santri secara individual. Sehingga jika pendidikan tersebut dilaksanakan secara komprehensif, maka akan terbentuk pribadi yang utuh dan integral, ”insan kamil”. Adapun pengembangan individual tersebut adalah pengembangan keagamaan, semangat ukhuwah Islamiyah, intelektual, estetika (keindahan), etika (moral), kepedulian masyarakat, perkembangan jasmani rohani, dan keterampilan. Upaya pembinaan dapat diartikan sebagai upaya pemberdayaan dan peningkatan mutu pondok pesantren agar dapat memenuhi misi dan fungsinya sebagai lembaga pendidikan, keagamaan dan pengembangan masyarakat. Upaya pembinaan terhadap pondok pesantren dapat dilakukan terhadap dua aspek utama yaitu : 15 1. Aspek non fisik (kegiatan yang diselenggarakan oleh pondok pesantren) a. Pendidikan Agama atau Pengajian Kitab. b. Pendidikan Dakwah. c. Pendidikan Formal. d. Pendidikan Seni. e. Pendidikan Kepramukaan. f. Pendidikan Olah raga dan Kesehatan. 15
Ibid., 31.
42
g. Pendidikan Keterampilan atau Kejuruan. h. Pengembangan Masyarakat. i. Penyelenggaraan Kegiatan Sosial. 2. Aspek fisik (sarana dan prasarana atau fasilitas kegiatan Pondok Pesantren) a. Masjid. b. Perumahan kyai. c. Asrama atau pondokan. d. Perkantoran atau perpustakaan. e. Gedung pendidikan atau tempat pengajian. f. Aula atau balai pendidikan dan pelatihan. g. Peralatan penunjang kegiatan pendidikan. h. Balai kesehatan. i. Lapangan olah raga dan kepramukaan. j. Workshop dan koperasi. k. Lingkungan masyarakat.
Pengembangan pembinaan pondok pesantren pelaksanaannya diharapkan berdasarkan pada prinsip-prinsip : 16 a. Pondok pesantren merupakan lembaga yang independen. Sehingga dalam upaya
pembinaan
tersebut
diupayakan
untuk
tidak
mengganggu,
mempertanyakan, apalagi menggugat independensi pondok pesantren. 16
Ibid., 34.
43
b. Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan keagamaan. Oleh karena itu upaya pembinaan dilakukan dalam rangka memantapkan peranannya sebagai lembaga pendidikan dan keagamaan terebut. Dalam arti sesuai dengan tujuan pencapaian yang diinginkan institusi pondok pesantren. c. Dalam perkembangan pondok pesantren yang sangat beragam dan berbedabeda ini, didasarakan pada potensi dan bentuknya yang beragam dan berbedabeda pula. Karenanya, pengembangan ketrampilan yang akan dikembangkan haruslah sesuai dengan potensi pondok pesantren yang ada dan masyarakat sekitarnya. d. Karena perannya sebagai lembaga pengembangan masyarakat, maka pembinaan yang dilakukan haruslah atas dasar koordinatif partisipatoris dengan masyarakat sekitar pondok pesantren, pemerintah setempat, dan dinasdinas atau instansi terkait lainnya. Dalam rangka pembinaan pondok pesantren ini, Ditjen Bagais, Departemen Agama melalui Proyek Peningkatan Pondok Pesantren melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut : 17 1. Pemberian bantuan saran prasarana pendidikan. Bantuan yang disalurkan kepada pondok pesantren dalam bentuk dana dan barang yang dipergunakan sebagai stimulan untuk menunjang kegiatan yang diselenggarakan oleh pondok pesantren. Termasuk dalam hal ini adalah BOP, operasional
17
Ibid., 35.
44
MAK/MAS, pemberian bantuan operasional penyelenggaraan kegiatan Program Wajar Diknas di Pondok Pesantren Salafiyah dan penyelenggaraan Madrsah Tsanawiyah Terbuka. 2. Pemberian bantuan-bantuan atau subsidi. Bantuan imbal swadaya sebagai stimulan yang disalurkan kepada pondok pesantren dalam bentuk dana yang dipergunakan untuk pembangunan gedung pondok pesantren. Kegiatan ini dapat berupa bantuan pengembangan gedung, rehabilitasi atau perbaikan sanitasi. 3. Pemberian bantuan keterampilan. Bantuan yang disalurkan kepada pondok pesantren dalam bentuk barang yang dipergunakan untuk menunjang kegiatan keterampilan yang diadakan oleh lembaga pondok pesantren, seperti peralatan menjahit dan komputer, atau dapat pula berupa dana untuk menyelenggarakan kegiatan pelatihan keterampilan tertentu dan magang. 4. Pendidikan dan pelatihan bagi pimpinan, guru dan santri senior pondok pesantren. Pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan dalam rangka meningkatkan
mutu
pengelolaan
pondok
pesantren,
meningkatkan
keterampilan guru bidang studi tertentu, dalam mutu dan metode mengajar dan meningkatkan ketrampilan santri senior dalam bidang kegiatan tertentu. 5. Penyelenggaraan seminar atau halaqah. Kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka melakukan kajian-kajian terhadap peranan pondok pesantren dalam melaksanakan kegiatan pada bidang dakwah Islamiyah, pendidikan Islam dan pengembangan masyarakat. Dapat pula dilakukan oleh Kanwil Depag
45
Propinsi dalam koordinasi dan penyusun perencanaan pembinaan pondok pesantren untuk satu tahun kedepan. 6. Penyelenggaraan sistem informasi managemen pondok pesantren. Sistem informasi
managemen
merupakan
kegiatan
yang
diselenggarakan
oleh
Departemen Agama, khususnya Ditjen Bagais dalam rangka menghimpun data seluruh pondok pesantren se-Indonesia dalam bantuk database yang akurat dan cepat untuk dapat digunakan dalam banyak kesempatan, baik untuk kegiatan perencanaan maupun untuk departemen atau lembaga instansi lain yang berkepentingan. Berkaitan dengan pelaksanaan desentralisasi atau otonomi daerah, maka kegiatan tersebut lebih terkonsentrasi di daerah pada tingkat Kanwil Depag Propinsi dan Kantor Depag Kabupaten atau Kota. Perlu di informasikan pula bahwa kagiatan-kegiatan semacam ini tidak hanya di Departemen Agama saja, namun juga terdapat pada departemen atau lembaga-lembaga pemerintahan lainnya. Diharapkan bantuan yang diberikan kepada pondok pesantren tidaklah bersifat parsial, melainkan bersifat komprehensif yaitu ikut bertanggung jawab untuk melakukan supervisi di pondok pesantren yang bersangkutan sampai tujuan yang dimaksudkan dalam pemberian bantuan itu tercapai. 18 Dalam peranannya sebagai lembaga pengembangan masyarakat, Pondok pesantren melaui potensi yang dimilikinya dapat memposisikan dirinya sebagai
18
Ibid., 35.
46
sentra pemberdayaan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat atau umat sekitarnya.
Karenanya
tidaklah
berlebihan
jika
pemeritah
berupaya
memberdayakan pondok pesantren sebagai langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Dilihat dari konteks perkembangan dunia yang semakin terdiferensiasi, maka fungsi pondok pesantren justru semakin relevan di tengah arus globlaisasi yang semakin kencang, aktualisasi peran pesantren sebagai kultural broker, nilai kaum santri kian dibutuhkan. Maka dari itu, pesantren boleh dideferensiasikan sebagai salah satu lembaga islam terpenting yang berfungsi sebagai guardian of Islamic faith.19 Dengan demikian pondok pesantren merupakan salah satu pilar dalam mewujudkan kemajuan bangsa di segala bidang, baik dalam bidang ekonomi, sosial, politik, budaya, dan yang lebih utama adalah kemajuan dibidang keagamaan.
C. Pandangan KH. Ibrahim Thoyyib Tentang Pengelolaan dan Pengembangan Pondok Pesantren Di Indonesia Di masa mendatang religiusitas akan memperoleh perhatian luar biasa. Pendidikan berbasis spiritualitas akan banyak dicari dan diminati oleh kalangan luas. Tidak terbatas pada masyarakat tradisional, tapi juga menengah terdidik dan urban. Model pendidikan semacam kini telah menjamur di kota-kota besar,
19
Ditpekapontren Pondok Pesantren DEPAG RI, Pola Menejemen Penyelenggaraan Pondok Pesantren; 2001, 31
47
memberi indikasi akan prospek cerah dari pendidikan berbasis keagamaan. Bagi pesantren, fenomena ini dapat dilihat sebagai peluang sekaligus tantangan. Mau tidak mau, pesantren dituntut untuk mengembangkan diri agar dapat berakselerasi dan memenuhi tuntutan tersebut. Munculnya fenomena ini ini secara sadar harus disikapi secara cepat oleh lembaga-lembaga yang menggunakan sistem pesantren. Namun, alih-alih bereaksi postif, sebagian pesantren justru mulai kehilangan orientasinya. Pesantren tidak lagi sepenuhnya concern
dengan kualitas pendidikannya. Sebagian bingung
dengan arah yang ditempuh. Sebagian yang lain berusaha bertahan dengan kultur lamanya. Sehingga yang terpenting bagaimana tetap survive dengan terusmenerus melakukan ”kanibalisasi” pendidikan. Yaitu suatu usaha atau proses untuk memarjinalisasi mutu pendidikan untuk tujuan-tujuan lain seperti materialisme dan hedonisme. Akhirnya, lulusan pesantren yang dulu dikenal sebagai pribadi yang teguh, terampil, siap tanding, dan bermental baja, ini berangsur meredup, melemah bahkan tiak jauh beda dengan lulusan sekolahsekolah biasa, yang tak punya spesialisasi apapun. Bila ini terjadi, lalu di mana letak partikulasi pesantren? Apa beda pesantren dengan sekolah-sekolah biasa, bila outputnya sama atau bahkan lebih rendah? A. Tuntutan Perubahan Adalah fakta bahwa pesntren kini telah dihadapkan kepada tantangan dan pilihan yang serba sulit. Terus eksis dengan konsekuensi harus melakukan perubahan, reposisi dan switch over besr-besaran, atau sebaliknya jalan di tempat
48
dan ditinggalkan. Problem pendidikan yang begitu krusial mau tidak mau harus di hadapi dan diselesaikan dengan bijaksana. Salah mengantisipasi, apalagi tidak melakukan apa-apa hanya akan berbuah penyesalan yang tak berguna. Sudah tentu tidak ada kata terlambat bagi para praktisi pendidikan dan pemegang policy di pesantren untuk bergerak cepat mereposisi diri di tengah gencarnya tuntutan untuk menghasilkan lulusan yang siap pakai dan punya daya saing. Tidak ada pilihan lain bagi lembaga berbasis pesantren seperti Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar bekerja keras dan menyajikan sesuatu yang beda, baru, dan lain dari biasanya. Untuk mencapai hasil maksimal tertentu tentu harus dilakukan melalui sebuah perencanaan yang baik.
B. Perencanaan Sebagai Sebuah Keharusan Di tengah persaingan yang semakin hebat dibutuhkan strategi yang jitu dan kebijakan yang tepat untuk bertahan. Dalam teori marketingdikenal istilah Positioning dan differentiation. Secara tradisional positioning serimg disebut sebagai strategi untuk memengangi dan menguasai persaingan melalui produk yang kita tawarkan. Dapat dikatakan bahwa positioning adalah upaya kita untuk membangun dan mendapatkan kepercayaan pelanggan. Semakin kredibel produk kita di mata pelanggan, semakin kukuh pula positioning kita. Kalau produk kita memiliki kepercayaan dan kredibilitas yang baik di hadapan khalayak luas, dengan sendirinya masyarakat akan merasakan kehadiran produk itu di benak
49
mereka. Oleh karena itu, sering dikatakan bahwa positioning menjadi penentu keberhasilan dan eksistensi produk dan institusi. Selain itu di era persaingan kita harus pintar dan jitu memilih produk unggulan differentiation, atau produk pembeda kita dengan yang lain. Kita harus tampil beda, mencari bentuk-bentuk baru yang sama sekali tidak ditawarkan produk lain. Bila pesantren Wali Songo Ngabar Ingin maju dan berkembang, maka tidak ada pilihan lain kecuali memilih produk unggulan dan konsentrasi pada bidang itu. Dalam konteks inilah sebuah perencanaan terhadap masa depan menjadi sebuah keharusan yang tak bisa ditolak. C. Menuju Self Sufficiency Merumuskan visi adalah salah satu langkah penting dalam pe rencanaan strategis. Karena pada hakekatmya, visi adalah gambaran yang diimpikan di masa mendatang. Karenanya visi harus menjadi dasar dan rujukan dalam menentukan seluruh perencanaan strategis. Bagi para pemimpin, visi harus dijadikan kompas ke arah mana lembaga itu akan dikembangkan. Dalam konteks yang lebih riil, untuk mewujudkan sebuah lembaga pilihan dan terkemuka, Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar setidaknya harus memprioritaskan progranm yang fundamental seperti pendidikan dan pengajaran, ekonomi dan menejemen. Memang berat melakukan dramatc leaping atau lompatan luar biasa sementara pada saat yang sama disibukkan pembenahan internal. Tapi itulah jalan yang harus diambil. Berkonsentrasi kepada bidang-bidang tertentu yang memiliki keunggulan dan daya saing tinggi. Salah satunya melalui reformasi menejemen
50
pesantren dengan suatu sistem yang mengedepankan profesionalitas, keterbukaan dan akuntabilitas. Seringkali pesantren hanya dijalankan dengan mekanisme alamiah, kultural dan kompromi. Pesantren seakan memiliki ritme tersendiri sehingga sulit dipahami dengan kacamata modern. Itu tidak berarti, nilai-nilai positif dan konstruktif pesantren juga dihilangkan (al-muhafadzatu ala al-qodimi al-sholih, wa al-akhdzu bi al-jadidi ashlah) Menuju pesantren yang self-sufficiency (berkecukupan dan mandiri) dalam segala bidang adalah kunci ideal visi pesantren kedepan. Dalam bidang pendidikan misalnya, pesantren harus merumuskan visi dan orientasinya secar jelas dan tidak mengambang. Harus difikirkan bagaimana otonomi pendidikan bisa dijalankan,
sehingga
penyelenggara
pendidikan
memiliki
kewenangan
dan
keleluasaan dalam menentukan tujuan dan target pendidikan. Di bidang ekonomi juga harus menjadi prioritas. Pesantren juga harus mangembangkan potensi ekonomi yang dimiliki. Sentra-sentra ekonomi pesantren harus dikelola dengan profesional sehingga mencukupi kebutuhan dasar pesantren. Bagaimanapun, kemajuan ekonomi pesantren dalam arti positif secara langsung maupun tidak langsung akan menjadi energi dalam mendukung mutu dan kualitas pendidikan di pesantren.20
20
Zaki S badrudin (ed), Warta Tahunan Pondok Pesantren Wali songo Ngabar , offset; 2006, 3
51
BAB III POKOK PEMIKIRAN KH. IBRAHIM THOYYIB TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN WALI SONGO NGABAR A. Biografi Keluarga KH. Ibrahim Thoyyib KH. Ibrahim Thoyyib adalah salah satu tokoh penting dalam ranah perjuangan dakwah Islam domestik maupun nasional. Hampir semua kalangan mengenalnya sebagai pribadi yang tawadlu’, hangat dan merakyat. Meski dengan kesibukan, namun selalu saja tersedia waktu untuk berkomunikasi dengan banyak kalangan, khususnya masyarakat dan santri. Senyumnya yang khas dan sorot matanya yang tajam maneguhkan ketulusan hati untuk melayani setiap orang. Darinya, tampak keinginan untuk memenuhi setiap permintaan dan tidak ingin mengecewakan, meski kadang diluar batas kemampuannya. Semua kalangan diterimanya dengan baik. Tak peduli pejabat atau rakyat jelata. Mereka pun bisa mengadukan apa saja, dari persoalan pribadi, keluarga, bahkan untuk hal-hal yang tidak ada sangkut pautnya dengan pesantren sekalipun. Itulah konsekuensi seorang kyai, yang tidak hanya menjadi milik keluarga, tapi juga masyarakat luas.21 Figur KH. Ibrahim Thoyyib memang tidak bisa dipisahkan dan melekat kuat pada karakter masyarakat Ngabar, khususnya pondok pesantren Wali Songo.
21
Khutbah Iftitah KH. Ibrahim Thoyyib, Wakif Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo. (Ponpes Ngabar Po. Offset 2008), 3.
52
KH. Ibrahim Thoyyib adalah bagian dan mata rantai utama sejarah PP. Wali Songo Ngabar beserta masyarakat yang sekitarnya. Adalah kurang afdhol berbicara tentang perjuangan dakwah Islam di Ngabar dan sekitarnya tanpa menyebut ketokohan KH. Ibrahim Thoyyib, meski kiprah KH. Ibrahim Thoyyib sendiri sebenarnya kurang begitu dikenal sebelum tahun 1961. sebagai ustadz didesa kecil yang jauh dari panggung politik nasional tentu semua itu tidak pernah terbayangkan. Namun, keteguhan niat untuk merubah keadaan lingkungannya dan memperjuangkan Islam melalui pendidikan menempatkan beliau sebagai figur yang disegani dan dihormati.22 KH. Ibrahim Thoyyib dilahirkan pada tanggal 12 Mei 1925 disebuah dusun kecil, satu diantara ratusan kampung di Jawa Timur. Letaknya sekitar tujuh kilometer sebelah selatan kota Ponorogo. Kampung Ngabar diambil dari nama kayu yang barnama ”Abar” yang dalam dialek jawa menjadi ”Ngabar”. Didesa Ngabar terdapat sebuah dukuh yang bernama Babadan yang aslinya berasal dari ”babat” atau tebang. Karena saat itu banyak santri dari desa Josari yang mencari kayu dengan cara menebang (membabat), dan yang dibabat adalah kayu ”abar”.23 Desa Ngabar, meski terpencil, merupakan desa yang cukup disegani. Karena banyak tokoh-tokoh warok yang tinggal didesa itu. Penduduknya sangat guyub dan kompak. Mereka meyakini kebenaran Islam, meski kadang tingkah lakunya kontradiktif dengan keyakinan tersebut. Ini bisa dimaklumi, sebab
22
Ibid., 4. 23 Ibid., 4.
53
mereka hanya tahu Islam menurut nenek moyang mereka dan bukan dari ilmu pengetahuan. Sehingga segala bentuk kemaksiatan bukanlah sesuatu yang aneh. Justru yang aneh, mereka tetap ke masjid pada bulan Ramadhan dan merayakan Idul Fitri / Adha. Pada saat yang sama judi, gemblakan, dan yang lain-lain tetap dilakukan.24 Keadaan masyarakat seperti itu berpengaruh kuat terhadap gaya hidup mereka yang mengandalkan pertanian. Sehingga masyarakat mengalami krisis ekonomi dan hidup dalam kemiskinan. Banyak diantara mereka yang akhirnya memutuskan untuk pindah kedaerah lain, terutama Jember. Banyak pula yang menyewakan tanah sawahnya untuk digarapkan ke orang lain karena tidak mampu mengolahnya sendiri, atau juga karena kemalasan mereka dan rusaknya etos kerja dan mental. Hal tersebut tak berlangsung lama, seiring mulai munculnya
tokoh-tokoh
agama
yang
menyeru
kepada
kebenaran
dan
membangkitkan kembali mentalitas dan etos kerja. Perlahan, pertanian pun mulai tumbuh subur, dan petani pun mulai ramai mengerjakan sawah. Mereka sadar bahwa desa itu akan maju kalau penduduknya sendiri yang membangunnya. 25 Diantara mereka yang hidup didesa itu dikenal seorang ’alim, wira’i dan sederhana bernama Imam Bukhori. Ia tak saja berpengaruh dan dijadikan panutan, bahkan dianggap memiliki ’karomah’ karena kelebihan-kelebihannya. Beliau berkeyakinan bahwa kelak akan berdiri sebuah pesantren besar dengan ribuan 24
Ibid.,5. 25 Ibid., 6.
54
santri didesa ini. Padahal jauh sebelum PP. Wali Songo berdiri, didesa ini belum ada apa-apa, hanya madrasah-madrasah tradisional yang menggunakan sistem klasik. Imam Bukhori adalah putra Imam Syafii yang masih keturunan suku Bayat, Cirebon, Jawa Barat. Setelah menunaikan ibadah haji, Imam Bukhori mengganti namanya dengan Mohammad Thoyyib. Nama inilah yang kemudian dikenal oleh masyarakat sebagai KH. Mohammad Thoyyib. Beliau dikenal sebagai pribadi yang sederhana, selalu sibuk di sawah dan mengajarkan agama pada masyarakat, dibantu oleh beberapa orang tokoh yang memiliki pengetahuan agama yang cukup. 26 Ibrahim adalah putra pasangan KH. Muhammad Thoyyib dengan istrinya Jamilatun. Sebagai anak laki-laki, beliau putra ke empat dari sembilan (9) bersaudara yaitu Sarah, Zainatun, Ahmad Thoyyib, Ibrahim Thoyyib, Ngaisah, Iskhak, Faturahman, Umi Kalsum dan Siti Aminah.27 Kelahiran beliau disambut dengan suka cita karena diharapkan nantinya dapat membantu memperjuangkan agama Allah bersama-sama. Ibrahim lahir dalam kondisi ekonomi yang kurang menggembirakan. Negara tengah menghadapi krisis ekonomi dan bencana kelaparan. Revolusi fisik untuk mencapai kemerdekaan juga tengah berkecamuk. Bisa dibayangkan, betapa urusan perut jauh lebih penting ketimbang moral. Beruntung, Ibrahim diasuh dan dididik oleh kedua orang tua yang taat beragama.
26 27
Ibid., 7. Lihat transkrip wawncara nomor 01/1-W/F-1/17 –VI/2009
55
Pendidikan agama yang dimilikinya cukup kuat sehingga tidak berpengaruh kepada pergaulan anak-anak muda zaman itu.28 KH. Ibrahim Thoyyib dikaruniai tujuh (7) anak, antara lain Inganah, Afifah, Umi Mahmudah, Nasaturrowiyah, Taufikurrahman, Fatkhul Jannah, dan putra bungsunya Darul Maarif.29 Demikian biografi KH. Ibrahim Thoyyib secara singkat perlu untuk diketahui. Seorang tokoh yang pantas untuk dijadikan teladan yang baik dalam banyak hal termasuk bagaimana sikap beliau terhadap keluarga terkait dengan bidang agama.
B. Riwayat Pendidikan KH. Ibrahim Thoyyib Tahun 1934, Ibrahim kecil masuk SEKOLAH RAKYAT (SR) dan tamat tahun 1937. Karena ia hanya anak seorang petani dan Kyai desa, ia tidak bisa melanjutkan kesekolah yang lebih tinggi ”Ongko Loro”. Sekolah itu hanya untuk anak pejabat, kawedanan dan kawula Ningrat, yang mempunyai strata sosial tinggi. Namun itu tidak membuatnya kecewa. Ia kemudian melanjutkan belajar di Pesantren ”Bustanul Ulum” Tagalsari Ponorogo yang tersohor itu selama tujuh tahun. Kemudian malam harinya digunakan untuk belajar kitab kuning seperti Ta’limul Mutaalim, Safinatu Najah, Taqrib, Fath Al – Muin, Fath Al – Wahab, Al-Muhadzdzab dan lain-lain hingga tahun 1946. Meski diajarkan dengan sistem 28 Khutbah Iftitah KH. Ibrahim Thoyyib, Wakif Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo. (Ponpes Ngabar Po. Offset 2008), 7. 29 Lihat transkrip wawncara nomor 01/1-W/F-1/17 –VI/2009
56
bandongan atau wetonan dan sorogan, namun madrasah ini cukup modern dengan memberikan pelatihan kepemimpinan melalui Bahts Al – Masail, Musyawarah atau Muhadloroh.30 Adapun kyai atau guru beliau ketika belajar di pondok Tegalsari adalah kyai Iskandar sebagai pengajar kitab kuning dan KH. Imam Subani sebagai pengajar pelajaran agama yang lain. Selesai di Tegalsari, tahun 1947 Ibrahim kemudian masuk Kulliyatul Muallimin al – Islamiyah (KMI) Pondok Modern Gontor dan diterima dikelas III. Kyai atau guru yang mengajar beliau ketika belajar di KMI Gontor diantaranya yaitu ; KH. Imam Zarkasyi, KH. Ahmad Sahal, KH. Soiman Lukmanul Hakim dan KH. Sirman.
31
Teman-teman beliau ketika belajar di Tegalsari antara lain :
Bapak Jemakun beliau merupakan pendiri Madrasah Tsanawiyah Jabung Ponorogo. Kemudian bapak Damanhuri, beliau adalah teman KH. Ibrahim Thoyyib dari desa Tegalsari Jetis Ponorogo serta bapak Supadi dari desa Tempel. Pada
waktu
yang
hampir
bersamaan,
tahun
1948
meletus
peristiwa
pemberontakan Partai Komunis Indonesia di Madiun pimpinan Muso. Ibrahim sebagai patriot muda ikut berjuang menegakkan kebenaran dan kemerdekaan bangsa sampai gencatan senjata tahun 1949. C. Sejarah Merintis Pondok Pesantren Wali Songo Nagabar Ponorogo Jauh sebelum berdiri pondok pesantren, di Ngabar telah ada lembaga pendidikan yang bersifat tradisional, terletak disebelah selatan, didekat kuburan 30
Khutbah Iftitah KH. Ibrahim Thoyyib, Wakif Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo. (Ponpes Ngabar Po. Offset 2008), 7. 31 Lihat transkrip wawancara. nomor 01/1-W/F-1/17 –VI/2009
57
desa. Sayang keberadaannya tidak bertahan lama dan kyainya pun terus bergantiganti, tetapi tidak pernah diketahui dengan pasti siapa saja mereka. Bahkan siapa pendirinya tidak pernah diketahui dengan pasti pula karena pesantren itu telah lama mati. Yang tersisa hanyalah sebuah masjid dan sebuah bangunan tua bekas asrama santri. Nama Kyainya yang masih diingat adalah Kyai Dawud, namun KH. Ibrahim Thoyyib tidak pernah berguru kepada beliau. Setelah kyai Dawud meninggal dunia, pesantrennya ikut mati karena tidak ada keturunannya yang meneruskan kelangsungan pesantren tersebut. Sampai ketika itu, yang berfungsi hanyalah masjidnya yang masih digunakan untuk sholat jumat penduduk. Konon, masjid itu telah berusia lebih dari 200 tahun dan pada tahun 1958 dipindahkan ke lokasi masjid sekarang dan dipindah lagi ke desa Bulusan jetis karena pondok membangun masjid baru yang lebih besar. 32 Pondok pesantren Wali Songo didirikan atas motivasi syiar Islam untuk mengentaskan masyarakat Ngabar dari keterbelakangan di bidang ekonomi dan jatuh dalam kemaksiatan. Secara budaya masyarakat terbiasa dengan maksiat seperti judi, minuman keras dan ’gemblakan’. Menyadari beratnya tantangan masyarakat yang dihadapi, maka timbul pikiran KH. M. Thoyyib untuk mendirikan lembaga pendidikan yang lebih terarah dalam bentuk pesantren. Sebagai langkah awal merealisasikan tujuannya, beliau mengirimkan ketiga
32
Khutbah Iftitah KH. Ibrahim Thoyyib, Wakif Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo. (Ponpes Ngabar Po. Offset 2008), 8.
58
putranya Ahmad Thoyyib, Ibrahim Thoyyib dan M. Ishaq Thoyyib ke pesantren Tegalsari, sebuah pesantren yang didirikan oleh Kyai Ageng Anom Bashari. 33 Cita-cita mulia baru terwujud pada tahun 1946 dengan didirikannya Madrasah Diniyah ”Bustanul Ulum al-Islamiyah” dipimpin oleh kakaknya Ahmad Thoyyib, ketika itu beliau belum tamat dari KMI Gontor. Dari model Madrasah Diniyah itu kemudian dapat dikembangkan lembaga-lembaga lain. Pada tahun 1950 berdiri ”Tarbiyatul Athfal al-Manar”, kemudian pada tahun 1958 berdiri ”Tsanawiyah Lil Muallimin”, yang kemudian diubah menjadi ”Tarbiyatul Muallimin al-Islamiyah”. Sementara itu nama Madrasah Ibtidaiyah Bustanul Ulum al-Islamiyah diganti menjadi ”Mambaul Huda al-Islamiyah”. 34 Selepas menamatkan studi di KMI Gontor tahun 1952, beliau mengajar dan mengabdi di KMI Gontor. Pada tahun yang sama beliau kemudian dipercaya oleh Direktur KMI Gontor untuk menjadi ketua panitia penerimaan santri baru. Ditengah mengurusi calon pelajar itu, beliau mengajukan permohonan kepada direktur KMI Gontor agar calon pelajar yang tidak diterima di KMI Gontor diijinkan masuk pondok pesantren Ngabar. Permohonan itu dikabulkan, akhirnya sembilan (9) orang santri pertama datang ke Ngabar setelah tidak diterima di KMI Gontor pada tahun 1961. Masuknya sembilan orang santri pertama itu mengilhami K.H. Ibrahim untuk memberi nama pondok pesantren Ngabar menjadi ’Wali Songo’. Usul itu kemudian disampaikan dalam pidatonya pada 33 Ibid,. 8. 34 Khutbah Iftitah KH. Ibrahim Thoyyib, Wakif Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo. (Ponpes Ngabar Po. Offset 2008), 9.
59
pertemuan pembukaan dan perkenalan dengan santri-santri pertama di pesantren ini pada 4 april 1961. Usul itu kemudian di setujui keluarga besar K.H Ibrahim beserta para santri, dan nama ”Wali Songo” digunakan hingga sekarang. 35 Pemilihan nama ”Wali Songo” sendiri bukanlah tanpa filosofi. Nama ”Wali Songo” ada kaitannya dengan tokoh-tokoh legendaris Da’i-da’i pada zaman kerajaan Majapahit dan Demak dengan tokoh-tokohnya yaitu, 1. Maulana Malik Ibrahim, 2. Sunan Ampel, 3. Sunan Giri, 4. Sunan Drajat, 5. Sunan Bonang, 6. Sunan Muria, 7. Sunan Kudus, 8. Sunan Kalijogo, 9. Sunan Gunung Jati. Mereka sangat berjasa dalam penyiaran agama Islam di Indonesia, khususnya pulau Jawa. Mereka kemudian benar-benar sebagai ”wali” dan bersama-sama disebut Wali Songo (artinya, sembilan orang wali). 36 Perjuangan para Wali tersebut sangat berkesan di hati pendiri pondok pesantren Ngabar, sehingga memberi nama Wali Songo kepada pondok pesantrennya. Pemberian nama itu didorong oleh dua hal : pertama, keinginan untuk mengingat jasa-jasa para wali dalam bidang dakwah Islam di Indonesia. Kedua, keinginan untuk mewarisi sekaligus meneruskan semangat dan usaha mereka dalam menyebarluaskan agama Islam. Diharapkan santri-santri PP. Wali Songo kelak setelah tamat, dapat mengemban amanat dakwah seperti yang dilakukan oleh wali songo. Selain itu, nama ”Wali Songo” sendiri mempunyai dimensi kultural, dimana pondok ini tetap ingin membumi tidak tercerabut dari 35 Ibid., 10. 36 Khutbah Iftitah KH. Ibrahim Thoyyib, Wakif Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo. (Ponpes Ngabar Po. Offset 2008), 10.
60
akarnya sebagai medium pemberdayaan masyarakat lokal. Meski bersistemkan modern, Ngabar diharapkan tetap memelihara nilai-nilai positif masyarakat. Karena pesantren hadir sebagai sub – kultur, budaya sandingan, yang bisa selaras dengan budaya setempat sekaligus tegas menyuarakan prinsip syariat. 37 Dari pondok pesantren ”Wali Songo” Ngabar yang didirikan oleh beliau telah melahirkan beberapa alumni yang sekarang menjadi tokoh nasional atau menjadi pendiri pondok pesantren dan menjadi pimpinan pondok pesantren. Mereka antara lain : 1. KH. Bisri. Beliau adalah ketua Majlis Risalatul Ma’had. 2. KH. Hayat Ihsan. Pengasuh Pondok pesantren Al Kamal Gembong Kebumen Jawa Tengah. 3. Hidayat Nurwahid. Beliau adalah pendiri Partai Keadilan Sejahtera (PKS). 4. Ja’far Bajbuer, Sekjen Partai Hanura. 5. Imam Zainudin, pengasuh Pondok pesantren Darul Istiqomah Balong Ponorogo. 6. KH. Maksum, pengasuh Pondok pesantren Arisalah Slahung Ponorogo. 7. KH. Juhaini, pengasuh Pondok pesantren Darul Fikri Bringin, Kauman Ponorogo. KH. Ibrahim Thoyyib juga terlibat secara aktif di dunia luar pondok pesantren walaupun beliau sudah sangat sibuk sebagai pengasuh pondok pesantren Wali Songo Ngabar. 37 Ibid., 11.
61
Beberapa jabatan beliau diluar pondok antara lain; 1. Wakil ketua Majlis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Ponorogo, periode 19801988 2. Ketua Majlis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Ponorogo, periode 1988-2001 3. Ketu Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Kabupaten Ponorogo, tahun 2001 4. Guru KMI Pondok Modern Gontor, tahun 1952-2001 5. Penasehat Yayasan AL_Arham Pondok Putri AL_Mawadah Coper Ponorogo. 6. Anggota Legiun Veteran Republik Indonesia.
D. Pembaharuan-Pembaharuan Pendidikan Pondok Pesantren Kyai Ibrahim Thoyyib menerapkan dual sistem kepemimpinan, tradisional dan modern sekaligus. Ini disesuaikan dengan karakter dan kultur masyarakat Ngabar yang kental dengan kekerabatan dan gotong royong. Karena itu, meski secara normatif awalnya pesantren Ngabar adalah milik kyai, namun KH. Ibrahim Thoyyib tidak ingin pesantrennya mati karena ditinggal oleh kyainya. Beliau berpandangan jika Pondok Pesantren dijadikan milik keluarga secara turun tenurun, maka hal itu akan berakibat kurang baik, terutama untuk masa yang akan datang. Pengalaman pondok-pondok besar yang kemudian mati mendorong Kyai Ibrahim untuk mewakafkan kepada umat Islam sedunia. Hingga akhirnya pada 22 Sya’ban 1400 H / 6 Juli 1980, Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar secara resmi diwakafkan kepada umat Islam, agar supaya diantaranya ”menjadi
62
satu lembaga pendidikan Islam yang tunduk kepada ketentuan-ketentuan hukum agama Islam, berkhidmat pada masyarakat, menuju kebahagiaan hidup dunia akhirat”. Dengan status wakaf yang dimilikinya, keberadaan pondok pesantren Wali Songo Ngabar secara tidak langsung memberi manfaat besar bagi masyarakat sekitar baik dibidang keagamaan maupun ekonomi. Disamping membangkitkan kesadaran keagamaan masyarakat, pondok selalau turun tangan membantu kelancaran pembangunan desa. Seperti membuat jembatan, parit, layanan kesehatan dan memberikan penyuluhan kepada para petani dengan mengundang ahli-ahli pertanian, agar petani Ngabar maju dan meningkat produtifitasnya. Disinilah fungsi pondok sebagai pengayom, penyangga masyarakat terlihat jelas. Demikianlah, memimpin pesantren besar bukanlah pekerjaan mudah. Selain harus bertanggung jawab kepada Allah, juga bertanggung jawab pada umat manuasia. Pemimpin adalah Raa’i yang setiap detak langkahnya mengandung arti tanggung jawab. Moral support dari orang-orang terdekat (keluarga) dan kekompakan para guru serta dukungan masyarakat yang menjadikan beban persoalan kepemimpinan menjadi lebih ringan. Sebagai pemimpin adalah pantang baginya mengeluh dan putus asa, meski tahu beban itu tidak ringan. Urusan materi tetap penting tapi bukan yang terpenting. Yang terpenting, bagi seorang pemimpin harus memiliki pandangan (visi) yang jauh kedepan, menggapai citacita dan berusaha keras untuk mewujudkannya.
63
E. Pandangan KH. Ibrahim Thoyyib Tentang Pengelolaan dan Pengembangan Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo. Dalam memimpin pondok pesantren Wali Songo Ngabar, KH. Ibrahim Thoyyib dikenal sebagai pribadi yang teguh dalam memegang prinsip-prinsip, termasuk keluarganya sendiri. Maka tidak heran jika kepemimpinannya menjadi sangat efektif. Beliau mempunyai Doktrin,”Keluarga ikut apa yang digariskan oleh pemimpin”. Artinya santri, guru dan masyarakat pun harus mengikuti ajaran kyai. Namun demikian, beliau tergolong supel dan membaur dengan berbagai kalangan bahkan beliau sampai memperhatikan masyarakat, sebab tanpa dukungan masyarakat maka keberadaan pondok akan lemah. Hal yang pertama kali dilakukan ketika beliau mendirikan lembaga pendidikan adalah menghimpun masyarakat. Dalam langkah gerak apapun, dorongan (support) dari masyarakat sangatlah penting. 38 Banyak yang mengatakan kehidupan kyai sangatlah berbeda dengan kebanyakan orang pada umumnya. Pandangan itu tidaklah terlalu salah, karena dunia kyai tak lepas dari mengurus pesantren, peran vital ini yang menuntutnya untuk tampil sempurna. Namun sebenarnya, kyai tetaplah kyai yang punya keterbatasan seperti layaknya manusia pada umumnya yang memiliki kelemahan. ”No bodys perfect”, tak ada manusia yang sempurna. Orang baik bukanlah orang
38
Khutbah Iftitah KH. Ibrahim Thoyyib, Wakif Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo. (Ponpes Ngabar Po. Offset 2008), 13 – 14.
64
yang tidak punya kesalahan. Begitulah personifikasi KH. Ibrahim Thoyyib yang sehari-harinya selalu dilalui dengan kesibukan. 39 Dalam mengelola pondok pesantren, KH. Ibrahim Thoyyib menerapkan perpaduan antara pesantren klasik dan pesantren modern, sehingga inilah yang membedakan antara pondok pesantren Gontor dan pondok pesantren Wali Songo Ngabar. Modernisasi yang terjadi di pondok pesantren Darusalam Gontor bersifat sentralistik, artinya Ponpes tidak lagi menerapkan sistem klasik atau budayabudaya kultur sistem klasik (salaf). Seluruh kegiatan, managemen, ekonomi dikelola secara modern. KH. Ibrahim Thoyyib melakukan modernisasi pondok pesantren bersifat individualis, artinya walaupun pondok pesantren menganut sistem modern namun tidak meninggalkan kultur pondok pesantren salaf, Beliau menerapkan sistem sekolah dengan cara ilmu-ilmu umum digabungkan dengan pola pendidikan pesantren klasik. Untuk pengembangan pondok pesantren agar bertahan dan semakin berkembang, KH. Ibrahim Thoyyib juga memperbaiki sentra perekonomian pesantren. Sehingga dari perekonomian pesantren yang kuat akan memajukan dan mengembangkan eksistensi pondok pesantren tersebut. Karena menurutnya, tanpa
39
Ibid,.15.
65
memiliki perekonomian pesantren yang kuat, maka pondok pesantren akan mengalami kesulitan untuk berkembang. 40 Pondok pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo selalu mementingkan pendidikan dan pengajaran. Secara umum arahan dan tujuan penyelenggaraan lembaga pendidikan dan pengajaran di pondok pesantren Wali Songo Ngabar dapat disimpulkan menjadi 8 (delapan). Yaitu : 41 1. Bertaqwa kepada Allah Pendidikan dan pengajaran di pondok pesantren Wali Songo Ngabar mengarahkan anak didiknya untuk berjiwa taqwa, bertaqwa kepada Allah dimana ia berada dan bagaimanapun situasinya. Taqwa adalah sifat yang paling utama dan diutamakan kepada anak didik ”Wali Songo”, karena taqwa kepada Allah merupakan arah dan tujuan pendidikan, pengajaran dan Panca Jiwa pondok pesantren Wali Songo Ngabar yang paling utama. 2. Beramal sholeh Beramal merupakan cerminan dan
kaca diri seorang santri. Pondok
pesantren Wali Songo Ngabar sangat mengarahkan pendidikan dan pengajaran untuk selalu beramal sholeh sebagai perwujudan dan mata pelajaran yang diserap di bangku sekolah.
40 41
Lihat transkrip wawancara nomor 04/2-W/F-1/27 – III/2009 Diklat Khutbah Iftitah, Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo. 8 – 11.
66
3. Berbudi luhur (Noble Caracter / Ahklakul Karimah) Pondok nesantren Wali Songo Ngabar mengarahkan anak didiknya agar memiliki budi pekerti yang mulia. Segala gerak dan langkahnya harus bersumber pada dasar dan prinsip budi pekerti yang luhur dan tinggi. Masalah-masalah ubudiyah sangat menjadi perhatian utama. Sebab itulah syarat utama dalam pembentukan ahlak mulia itu. Mereka selalu di didik agar selalu menang, tekun dan taat dalam menjalankan ajaran-ajaran agamanya. Itu adalah laksana pagar yang membentengi mereka dari segala pengaruh yang negatif dimana mereka berada. Di pondok pesantren Wali Songo Ngabar pelajaran budi pekerti diajarkan lewat semua mata pelajaran yang diajarkan misalnya Hadist, Tafsir, Mahfudoh, dan lain sebagainya bahkan pelajaran Biologi atau fisika pun mengarah kepada budi pekerti. 4. Berbadan sehat Budi pekerti luhur, mental yang sehat harus diimbangi juga dengan jasmani yang sehat, sehingga terwujud kehidupan yang harmonis, seimbang antara jasmani dan rohani. Betapa banyak cita-cita yang baik, yang tinggi yang ke semuanya itu tidak berhasil ketika kondisi fisik yang tidak mendukung bahkan menghambat. Untuk itu kesehatan fisik di pondok pesantren Wali Songo Ngabar sangat diperhatikan. Di pondok pesantren Wali Songo Ngabar, semua santri diharuskan mengikuti kegiatan kepramukaan karena termasuk menunjang kesehatan jasmani.
67
Selain itu semua santri diberi spirit untuk selalu berolah raga. Fasilitas-fasilitas yang menunjang kegiatan olah raga cukup mendapatkan perhatian serius. Setiap empat tahun sekali diadakan Pekan Olah Raga dan Seni (PORSENI) dengan tujuan untuk meningkatkan mutu dan kualitas dalam bidang olah raga dan seni para santri, untuk menghindari kebudayaan yang bersifat negatif dalam perkembangan mental spiritual santri. Sehubungan dengan hal-hal yang demikian itu, pertumbuhan jasmani para santri pondok pesantren Wali Songo Ngabar pada umumnya sangat sehat. 5. Berpengetahuan luas (Broad Knowledge) Santri pondok pesantren Wali Songo Ngabar tidak hanya diberi ilmu agama saja, atau tidak hanya ilmu pengetahuan umum saja serta tidak terbatas oleh keempat dinding kelas saja tetapi juga ilmu pengetahuan diluar kelas (informal). Disamping itu diberi juga ilmu pengetahuan tentang kemasyarakatan secara luas, hal ini dimaksudkan agar para santri tidak fanatik hanya kepada satu golongan saja, tetapi sanggup mencari segala dasar amaliyah serta segala sumbersumbernya yang positif. Adanya sering terjadi cekcok dan pertengkaran dalam masyarakat pada umumnya, antara golongan Islam dan lainnya itu semua disebabkan karena kurangnya pengetahuan, pengertian dan pandangan secara luas. Pondok pesantren Wali Songo Ngabar mengarah pada suatu perdamaian antar umat Islam dan bebas dari khilafiyah golongan. Hal ini telah lama berjalan, pondok berusaha agar perdamaian selalu terjaga. Walaupun para guru atau ustadz berada dalam wadah golongan Islam yang bermacam-macam, namun kedamaian
68
selalu terjaga karena tidak ada santri, guru atau ustadz yang menunjukkan baju golongannya. Semua ikhlas bekerja dalam satu pimpinan dan golongan, sunah pondok sejak lama kalau mau masuk pondok harus mau melepas baju golongan. Karena pondok diatas semua golongan dan untuk semua golongan.
6. Berpikir bebas (Independent Mind) Di pondok pesantren Wali Songo Ngabar tidak ada tekanan. Yang ada didalamnya peraturan-peraturan, ketentuan-ketentuan dan disiplin serta sunah yang sudah lama sekali dijalankan. Siapa yang mengabaikan dan melanggar peraturan, disiplin dan sunahnya akan terkena sanksinya. Semua berjalan dengan bebas, bebas berpikir dan bertindak, bebas menyalurkan inisiatif dan aspirasinya selama kebebasan itu tidak disalah gunakan. Andaikan bebasnya seorang tamu, lantas keluar masuk pada semua bagian rumah tanpa permisi, maka itu dinamakan menyalah gunakan kebebasan. Kebabasan dalam pondok pesantren Wali Songo Ngabar tidak sepeti demikian itu. Yang dimaksud kebebasan disini ialah bebas dalam hal yang membawa manfaat baik didunia dan akhirat. 7. Berwira Swasta Disamping tujuan dan arah seperti diatas, pondok pesantren Wali Songo Ngabar bukan mendidik agar para santri menjadi orang yang tidak berani menjadi orang yang tidak mandiri, tetapi agar menjadi orang yang mandiri. Tentang nanti dapat menjadi pegawai negeri atau tidak hal itu sama sekali tidak menjadi dasar pemikiran atau perhitungan pendidikan dan pengajaran di pondok pesantren Wali
69
Songo Ngabar. Bahkan agar para santrinya diharapkan menjadi orang yang memimpin suatu usaha atau dapat memimpin teman-temannya dalam berwira swasta.
8. Cinta Tanah Air Santri pondok pesantren Wali Songo Ngabar diajarkan untuk mencintai tanah airnya sepenuh hati. Dengan demikian, diharapkan para santri memiliki jiwa nasionalis dan rela berkorban untuk bangsa dan negara Indonesia. Selain itu santri juga dituntut untuk memiliki sikap peduli dengan sesamanya dan semua hal yang berkaitan dengan para generasi penerus perjuangan bangsa. F. Panca Jiwa Sebagai Konsep Pendidikan Pondok Pesantren Panca jiwa pondok pesantren merupakan suatu konsep yang digagaskan oleh KH. Imam Zarkasyi dan bila dilihat dari segi sejarahnya bermula dari studi tour beliau keempat tempat yang bagi beliau mempunyai kelebihan tersendiri dari tempat-tempat lain yang selama ini beliau kunjungi. Empat tempat tersebut adalah Universitas Al-Azhar di Mesir, Pondok Syanggit di Afrika Utara dekat dengan Negara Libya, Universitas Muslim Aligrah yang terkenal di Negara India dengan pengetahuan umum dan pengetahuan agamanya. Sehingga dengan demikian para mahasiswa yang belajar dan menuntut ilmu disitu, mereka memiliki pengetahuan yang luas dan mumpuni di bidangnya masing-masing. Kemudian yang keempat adalah Perguruan Santikinentan di India yang terkenal akan jalinan keturunan hidup umatnya. Dengan demikian, dari empat tempat itulah yang meng ilhami
70
KH. Imam Zarkasyi dalam konsep pendidikan pondok pesantren beliau, kemudian terkenal dengan istilah Panca Jiwa Pondok Pesantren sebagai mana beliau terapkan di pondok pesantren Modern Gontor. Universitas Al-Azhar Mesir memberikan inspirasi kepada KH. Imam Zarkasyi dalam menemukan konsep membantu diri sendiri, Pondok Syanggit meng ilhami beliau menemukan konsep jiwa ikhlas. Kemudian Universitas Muslim Aligrah meng ilhami beliau dalam menemukan konsep bebas. Sedangkan Santikinentan meng ilhami beliau menemukan konsep jiwa sederhana dan ukhuwah Islamiyah. Dari uraian diatas, jelas bahwa latar belakang timbulnya konsep pondok pesantren KH. Imam Zarkasyi yang beliau sebut dengan istilah Panca Jiwa. Pondok itu di ilhami dari empat tempat tersebut diatas. Dan yang menarik adalah mengapa KH. Imam Zarkasyi menempatkan jiwa keikhlasan pada urutan pertama, jiwa kesederhanaan menempati urutan kedua, jiwa menolong diri sendiri menempati urutan ketiga dan jiwa ukhuwah Islamiyah menempati urutan keempat serta jiwa bebas menempati urutan kelima. Berikut adalah penjelasan dari Panca Jiwa tersebut. 1. Jiwa Ikhlas Menurut KH. Imam Zarkasyi menempatkan Jiwa Keikhlasan sebagai Panca Jiwa dalam urutan pertama dimungkinkan karena alasan ; a. Niat merupakan hal yang paling penting dalam kehidupan manusia karena niat merupakan dasar melakukan sebuah amal. Jika menginginkan membangun
71
bangunan yang kokoh maka yang terlebih dahulu dibangun adalah pondasi yang kokoh. Demikian pula dengan niat, cara membangun niat yang kokoh adalah dengan ikhlas, kemudian setelah itu barulah melakukan amal. b. Ikhlas merupakan pondasi amal. Ikhlas merupakan hal yang penting dalam segala bentuk aktivitas. Ikhlas dilakukan, diniatkan semata-mata untuk mencari ridho Allah SWT. Bilamana dalam sebuah pondok pesantren kyainya ikhlas dalam mendidik dan mengajar para santrinya. Demikian pula para santrinya bila ikhlas dalam belajar, ikhlas dalam segala bentuk gerak-gerik tingkah lakunya maka akan dicapailah suatu keharmonisan dan keseimbangan hubungan antara mereka semua. Mereka akan mendapat hasil dari usaha yang maksimal. Mengapa hal ini terjadi? sebab semua berjalan karena mendapat ridho dari Allah SWT. Mereka berbuat bukan diukur dengan banyaknya materi, tetapi mereka mengukurnya dari kadar jiwa ikhlas karena Allah SWT. c. Ikhlas merupakan rangkaian kata yang terdiri dari dua suku kata, ikh – las. Kata ini ringan sekali diucapkan tetapi sulit sekali dikerjakan, di aplikasikan dalam kegiatan sehari-hari. Karena begitu sulitnya beramal dengan ikhlas maka tak jarang manusia kurang bisa menerapkan dengan pas dalam kegiatan keseharian mereka. Ilustrasi sifat ikhlas dalam diri seseorang di ibaratkan seperti orang yang menolong semut yang tenggelam didalam kolam. Meskipun semut itu tidak dapat membalas pertolongannya, tetapi toh ia ikhlas dalam menolongnya tanpa dilandasi sifat ingin pamrih. Karena ikhlas itu sulit
72
dalam pengamalannya, bukan berarti ikhlas itu tak dapat dikerjakan, sehingga perlu adanya latihan-latihan dengan istiqomah dan tak kenal menyerah. d. Manakala seseorang sudah bisa berjiwa ikhlas dalam segala aktivitas, bukan berarti ia kemudian berhenti hanya sampai disitu saja. Pasti suatu saat ada saja hambatan, rintangan cobaan yang akan ia hadapi untuk menguji sampai dimana keikhlasannya. Apa ikhlas itu dalam suasana senang saja ataukah ikhlas dalam suasana susah saja ataukah dalam setiap keadaan selalu berusaha untuk ikhlas. Jika memang demikian adanya maka ia memang telah lulus ujian. e. Ikhlas merupakan ajaran Islam yang diperintahkan oleh Allah SWT sebagaimana firmannya dalam surat Al-Bayyinah : 5.
(# nο4θn=¢Á9$# (#θßϑ‹É)ãƒuρ u!$xuΖãm tÏe$!$# ã&s! tÅÁÎ=øƒèΧ ©!$# (#ρ߉ç6÷èu‹Ï9 āωÎ) (#ÿρâ÷É∆é& !$tΒuρ ∩∈∪ ÏπyϑÍhŠs)ø9$# ߃ϊ y7Ï9≡sŒuρ 4 nο4θx.¨“9$# Iθè?÷σãƒuρ Artinya : Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[1595], dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus. Dalam surat yang lain juga Allah memerintahkan untuk ikhlas. Yaitu surat AlA’raf : 2.
73
çνθãã÷Š$#uρ 7‰Éfó¡tΒ Èe≅à2 y‰ΖÏã öΝä3yδθã_ãρ (#θßϑŠÏ%r&uρ ( ÅÝó¡É)ø9$$Î/ ’În1u‘ z÷s∆r& ö≅è% ∩⊄∪ tβρߊθãès? öΝä.r&y‰t/ $yϑx. 4 tÏe$!$# ã&s! šÅÁÎ=øƒèΧ Artinya : Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". dan (katakanlah): "Luruskanlah muka (diri)mu[533] di Setiap sembahyang dan sembahlah
Allah
dengan
mengikhlaskan
ketaatanmu
kepada-Nya.
sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya)". Dari ayat-ayat diatas maka dapatlah ditarik kesimpulan bahwa Allah SWT memerintahkan kepada hambaNYA yang mukmin untuk berbuat ikhlas (hanya karena Allah semata) dalam tingkah laku sehari-hari, seperti Ikhlas dalam menyembah Allah, Ikhlas dalam melaksanakan kegiatan keagamaan, serta ikhlas dalam memohon kehadirat Allah SWT. Dengan demikian sebagaimana dijelaskan diatas, bahwa yang menjadi ukuran amal seseorang adalah ikhlasnaya. Membicarakan soal ikhlas haruslah didahului dengan uraian tentang niat, sebab antara keduanya sangat berhubungan, tak ubahnya laksana pohon dan bibit. Niat itu adalah titik tolak permulaan dalam segala amal perbuatan manusia. Niat menjadi ukuran yang menentukan baik dan buruknya perkataan ataupun perbuatan. Sedangkan didalam niat yang terpenting adalah adanya ikhlas. Ikhlas dapat memperindah ibadah atau amal hanya karena Allah semata dan mengharap ridhoNYA dimana niat itu tempatnya didalam hati sehingga sulit untuk diketahui kadarnya.
74
Imam Yahya Nawawi membagi amal baik itu kedalam tiga macam, yaitu : 42 a. Amal hamba sahaya, yaitu amal karena takut kepada Allah. b. Amal saudagar, yaitu amal yang dilakukan karena mengharapkan pahala dan supaya tidak mendapat siksa. c. Amal manusia merdeka, yaitu berbuat sebagai bukti syukur kepada Allah atau beramal sebagai suatu kewajiban. Niat yang tidak ikhlas dinamakan riya’, dan riya’ merupakan salah satu penyakit rohani yang oleh Rosululloh SAW digolongkan kedalam syirik kecil, walaupun dalam bentuk yang tidak terang-terangan. Dengan berlaku riya’, berarti sama dengan menyekutukan Allah. Apabila kita menghadapi bencana atau kesulitan dalam kehidupan sehari-hari, sering kali Allah memberikan jalan keluar dan pertolongan berkat amal yang sudah kita lakukan dengan ikhlas. KH. Imam Zarkasyi dengan semangat dan jiwa ikhlasnya akhirnya dapat memetik hasil setelah melalui perjuangan yang sangat penjang dan melelahkan. Hal ini dibuktikan dengan kemajuan pondok pesantren Modern Gontor dalam pendidikan yang selama ini diperjuangkan oleh beliau dan oleh para guru dan kyai lainnya. Demikian penjelasan singkat mengenai analisis jiwa keikhlasan KH. Imam Zarkasyi dalam Panca Jiwa beliau yang menempati urutan yang pertama. 42
Saifullah Ma’soem, Dinamika Pesantren. (Jakarta : Yayasan Syaifudin Zuhri, 1998), 227.
75
2. Jiwa Sederhana Jiwa kesederhanaan merupakan urutan yang kelima dari Panca Jiwa KH. Imam Zarkasyi. Beliau menempatkan kesederhanaan sebagai panca jiwa pondok dengan analisa sebagai berikut : a. Dengan dilandasi niat yang ikhlas, maka perbuatannya seyogyanya sederhana. Tidak dibuat-buat, semuanya dalam ukuran sederhana dan bersahaja. Perbuatan yang sederhana tentunya diawali dengan jiwa kesederhanaan. Sederhana bukanlah statis, diam atas bagian yang sudah ada tanpa mau bertindak. Kesederhanaan yang dimaksud adalah keberanian untuk tampil sederhana, maju terus tanpa ingin mundur kebelakang. Secara singkat dikatakan sederhana berarti aktif. b. Sifat sederhana merupakan modal. Disebut sebagai modal karena salah satu kunci sukses manusia adalah kesederhanaan. Banyak sekali diantara tokoh-tokoh Islam yang berhasil dalam hidupnya dikarenakan mereka memiliki jiwa sederhana. Meskipun mereka kaya, ber otak cemerlang namun mereka masih menjunjung tinggi jiwa kesederhanaan. Jiwa sederhana sebagai modal tentunya tidak lahir dari jiwa yang kikir (suka menahan diri dari memberikan pertolongan dan bentuan pada orang lain). Jiwa sederhana juga tidak akan lahir dari orang-orang yang yang sukanya menghambur-hamburkan apa yang dimilikinya. Jiwa sederhana ini perlu dipupuk dan dikembangkan mulai dari usia dini. Tanpa
76
adanya latihan untuk berjiwa dan bersikap sederhana, maka tentunya akan sulit untuk menerapkan dalam kehidupan sehari-hari, jiwa sederhana akan memberikan tuntunan kepada orang yang memilikinya untuk bersikap dan berbuat sederhana. Sedangkan dalam berbicara, berpakaian dan berpikiran serta membelanjakan dan hal-hal lainnya. Jiwa sederhana ini bukan berarti miskin. Tapi jika ada orang miskin yang memiliki jiwa sederhana maka ia tak akan minder jika bergaul dengan orang kaya, sebaliknya orang kaya yang berjiwa sederhana akan santun terhadap orang miskin. Jika jiwa sederhana dimiliki oleh orang yang pintar, maka ia akan santun pada saudaranya yang kurang mengerti. Jika jiwa sederhana dimiliki oleh seorang pemimpin, maka ia akan menyantuni rakyat yang dipimpinnya. Begitu sebaliknya bagi orang yang memang tidak ditakdirkan oleh Allah memiliki otak brilian, tidak menjadi pemimpin, tidak menjadi pejabat dan lainnya mereka tidak akan segan bergaul dengan cerdik pandai. Mereka tidak akan segan bergaul dengan pemimpinnya, mereka tidak akan segan berkumpul dengan orangorang yang oleh Allah diberikan kelebihan, sehingga dengan demikian mereka akan terlihat harmonis. c. Kesederhanaan juga mengajarkan dan mendidik hidup hemat. Hemat bukan berarti kikir. Hemat disini berarti mendahulukan hal-hal yang penting-penting saja. Ilustrasi ini adalah seseorang
yang mempunyai
mobil satu. Dengan jiwa sederhana akan menuntunnya untuk tidak
77
membeli mobil lain lagi, selama mobilnya tersebut masih bisa untuk dipergunakan. Sehingga ia akan menggunakannya untuk kepentingan lainnya yang jauh lebih bermanfaat untuk urusan agamanya. d. Jiwa sederhana juga mengajarkan agar tidak boros dalam segala tingkah laku perbuatannya. e. Sederhana merupakan perintah Allah. Sebagaimana
firmannya dalam
Surat Al-Isro’ ayat 29 berikut ;
$YΒθè=tΒ y‰ãèø)tFsù ÅÝó¡t6ø9$# ¨≅ä. $yγôÜÝ¡ö6s? Ÿωuρ y7É)ãΖãã 4’n<Î) »'s!θè=øótΒ x8y‰tƒ ö≅yèøgrB Ÿωuρ ∩⊄∪ #‘θÝ¡øt¤Χ Artinya : Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya[852] karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.
Surat Al-Furqan 67
∩∉∠∪ $YΒ#uθs% šÏ9≡sŒ š÷t/ tβ%Ÿ2uρ (#ρçäIø)tƒ öΝs9uρ (#θèùÌó¡ç„ öΝs9 (#θà)xΡr& !#sŒÎ) tÏ%©!$#uρ Artinya : Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.
78
3. Jiwa Kesanggupan Menolong Diri Sendiri Kesanggupan menolong diri sendiri (berdikari), ditempatkan diurutan ketiga dengan analisa sebagai berikut : a. Orang yang berjiwa ikhlas dan berjiwa sederhana tidak akan meminta bantuan
dari orang lain. Dia lebih mandiri dalam menghadapi setiap
macam persoalan yang dihadapinya. Mereka mampu untuk menolong diri mereka sendiri dalam menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. b. Orang yang terbiasa menyelesaikan permasalahannya sendiri akan lebih cepat matang dan dewasa. Dalam kehidupan yang bermasyarakat, seseorang yang ditinggal mati oleh kedua orang tuanya akan mengurusi keperluan hidupnya sendiri, mencari makan sendiri, mencari uang sendiri dan sebagainya. Orang yang seperti ini tentunya lebih cepat dewasa dan lebih cepat matang dibandingkan dengan orang yang masih mempunyai orang tua. c. Jiwa menolong diri sendiri akan menuntun kepada pemiliknya bersikap tidak kenal putus asa. 4. Jiwa Ukhuwah Islamiyah Jiwa ukhuwah Islamiyah menempati urutan yang kempat dari Panca Jiwa Pondok KH. Imam Zarkasyi. Beliau menempatkannya pada urutan keempat dengan analisa sebagai berikut : a. Jiwa ikhlas, sederhana, menolong diri sendiri tidak akan sempurna jika tidak ada kerukunan antar sesama umat (ukhuwah islamiyah).
79
Begitupun sebaliknya, jika ukhuwah Islamiyah tidak akan sempurna jika setiap individu umat Islam tidak memiliki jiwa ikhlas, sederhana dan jiwa menolong diri sendiri. Kesemuanya saling mendukung dan saling menyempurnakan. b. Ukhuwah Islamiyah merupakan ajaran agama yang diperintahkan oleh Allah SWT.
∩⊇⊃∪ tβθçΗxqöè? ÷/ä3ª=yès9 ©!$# (#θà)¨?$#uρ 4 ö/ä3÷ƒuθyzr& t÷t/ (#θßsÎ=ô¹r'sù ×οuθ÷zÎ) tβθãΖÏΒ÷σßϑø9$# $yϑ‾ΡÎ)
Artinya : Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.
5. Jiwa Bebas Jiwa bebas menempati urutan yang kelima atau yang terakhir dari panca jiwa pondok KH. Imam Zarkasyi, seara analisa dapat diuraikan sebagai berikut : a. Jiwa bebas akan menuntun seseorang untuk terbiasa dalam berpikir. b. Jiwa bebas menimbulkan kekreatifitasan. c. Jiwa bebas akan membawa sikap mengetahui potensi-potensi yang terpendam dalam diri seseorang yang sebelumnya belum diketahui.
80
d. Jiwa bebas akan membawa sikap dan berpikir yang tidak mudah terdoktrin. Kebebasan bukan berarti bebas lepas tanpa kendali, melainkan mengekspresikan apa yang yang ada dalam diri dengan batasan norma yang berlaku. Kebebasan seseorang akan senantiasa dibatasi oleh kebebasan orang lain. G. Kendala-Kendala Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Kendala-kendala atau kelemahan ini dapat diartikan sebagai target yang ingin dicapai dalam upaya pengembangan dan pembinaan pondok pesantren. Dengan meminimalisir kelemahan ini, maka usaha untuk mengoptimalkan peran pondok pesantren akan semakin mudah. Diantaranya adalah : 43 1. Manajemen pengelolaan pondok pesantren. Hal ini dimungkinkan oleh karena pemahaman bahwa pondok pesantren adalah lembaga tradisional, sehingga pengelolaan manajemennya tidaklah menjadi hal yang serius diperhatikan dan sangat konvensional, terlebih dengan wataknya yang bebas. Sehingga menjadikan pola pembinaan Pondok Pesantren tergantung hanya pada kehendak dan kecenderungan pimpinan saja, padahal sesungguhnya potensipotensi yang ada dapat diandalkan untuk membantu penyelenggaraan pondok pesantren. Oleh karena itu, pengelolaan pondok pesantren sebaiknya mulai diarahkan kepada manajerial yang aplikatif dan fleksibel, sehingga dapat 43
Dirjen Depag Republik Indonesia, Pola Pengembangan Pondok Pesantren. (Jakarta : Ditpekapontren Ditjen Kelembagaan Agama Islam DEPAG 2003), 37.
81
mengakomodir berbagai kepentingan pihak pimpinan, namun tetap dalam kerangka manajemen yang baik. 2. Kaderisasi pimpinan pondok pesantren. Kaderisasi merupakan syarat yang harus ada pada setiap organisasi, termasuk organisasi kependidikan seperti pondok pesantren. Sehingga tongkat estafet amanat pengembangan pondok pesantren kearah yang lebih baik tetap terjaga. Hal ini sangat perlu untuk diperhatikan sebab banyak Pondok Pesantren yang kegiatannya menjadi mati, dikarenakan wafatnya pimpinan pondok pesantren tersebut. Dikarenakan yang dapat diturunkan pada generasi penerus secara konkretnya adalah ilmu, sedangkan kharisma pondok pesantren tidak dapat diwariskan, maka dari itu upaya kaderisasi menjadi penting. 3. Budaya demokrasi dan disiplin. Hal ini memang berkaitan erat dengan watak pondok pesantren yang independen itu. Peningkatan budaya demokratis dan disiplin memang perlu diupayakan karena agar pondok pesantren dapat mengimbangi perkembangan yang terjadi diluar dan terjamin kualitas para pengelola dan lulusannya. Walaupun sesungguhnya sikap demokratis pondok pesantren itu terpancar dari sistem konvensional pondok pesantren yang memberikan hak kepada para santri untuk memilih bidang kajian yang diinginkan. Pengelolaan pondok pesantren tidak lagi berpusat (sentralisasi) pada kyai saja. Namun di delegasikan (desentralisasi) pada badal, ustadz atau santri
senior
untuk
mengelola
bidang-bidang
tertentu
yang
dapat
didelegasikan kepada mereka. Termasuk dalam hal ini adalah berkembangnya
82
budaya musyawarah untuk menentukan langkah atau kegiatan pondok pesantren selanjutnya. Adapun kelebihan pondok pesantren baik dalam hal manajemen, pembelajaran maupun yang lainnya, sebaiknya lebih ditingkatkan karena dengan disiplin yang baik akan tercipta keteraturan dalam pengelolaan dan merupakan salah satu langkah untuk membentuk watak santri. Namun demikian, fleksibilitas pondok pesantren tetap diperhatikan. 4. Kebersihan dilingkungan pondok pesantren. Kekurangan ini merupakan hal yang hampir merata disemua pondok pesantren yang ada. Bahkan ada image bahwa kumuh dan berantakan merupakan hal yang biasa di pondok pesantren. Namun tentu saja itu merupakan suatu tantang bagi pondok pesantren untuk menghilangkan image seperti itu. Kebersihan seharusnya lebih menjadi tradisi bagi pondok pesantren, baik kebersihan pribadi kebersihan sanitasi maupun pondok pesantren secara menyeluruh. Bahkan pondok pesantren harus dapat menjadi pelopor bagi terciptanya lingkungan yang bersih pada masyarakat sekitarnya.
83
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Dari semua hal yang tertulis diatas dapat kita simpulkan bahwa inti dari pada skripsi ini adalah sebagai berikut ; 1. Bahwa pengelolaan dan pengembangan pondok pesantren yang ideal dapat dikatakan sebagai upaya transformasi pondok pesantren agar tetap survive dan semakin berkembang kearah yang lebih baik. Upaya transformasi ini dilakukan dengan landasan kaidah yang menunjukkan bahwa pondok pesantren berupaya untuk terus meningkatkan eksistensinya dengan melakukan berbagai perubahan dan pengembangan serta perbaikan. Adapun dalam rangka meningkatkan peranan pondok pesantren masa depan, pondok pesantren dapat mengembangkan komponen-komponen sebagai berikut : a. Pendidikan agama atau pengajian kitab b. Pendidikan dakwah c. Pendidikan formal d. Pendidikan seni e. Pendidikan kepramukaan f. Pendidikan olah raga dan kesehatan g. Pendidikan ketrampilan atau kejuruan h. Pengembangan kemasyarakatan i. Penyelenggaraan kegiatan sosial
84
2. Pemikiran-pemikiran
KH.
Ibrahim
Thoyyib
dalam
pengembangan
dan
pengelolaan pondok pesantren. a. KH. Ibrahim Thoyyib menerapkan dua sistem kepemimpinan yaitu tradisional dan modern secara bersamaan. b. KH. Ibrahim Thoyyib menerapkan perpaduan antara pesantren klasik dan pesantren modern. Artinya bahwa modernisasi yang dilakukan KH. Ibrahim Thoyyib bersifat individualis, meskipun pondok pesantren menganut sistem sistem modern namun tidak meninggalkan kultur budaya tradisional.
B. Saran-saran
1. Seyogyanya dalam rangka pengembangan pondok pesantren terus diadakan pembaharuan-pembaharuan agar pondok pesntren dapat mengikuti perkembangan jaman khususnya perkembangan dalam bidang pendidikan. 2. Diharapkan para santriwan santriwati terus belajar dalam menggali pemikiranpemikiran sehingga kedepan mampu menjadi pemikir-pemikir yang handal.
85
DAFTAR PUSTAKA Abu Ahmadi dan Nur Uhbiati, 2001. Ilmu Pendidikan.. Jakarta : PT. Rineka Cipta Diklat Khutbah Iftitah Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo. 2005. Wali Songo Offset. Dirjen Depag Republik Indonesia, 2003. Pola Pengembangan Pondok Pesantren. Jakarta.
Imam Zarkasyi, 1997. Pemberdayaan manusia di Lembaga Pondok Pesantren Daarussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur. Gontor Offset Mudji Sutrisno (ed.), Para Filsuf Penentu Gerak Jaman (Yogyakarta : Kanisius, 1997), hal. 90-91. Noeng, Muhajir. 1992. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta : Rekasarasin Oemar Hamalik, 2006. Perencanaan Pengajaran. Jakarta : Bumi Aksara. Rahman, Abdul jamal. 2000. Tahapan mendidik anak teladan Rosululloh SAW. Bandung : Irsyad Baitus Salam. Sekilas KH. Ibrahim Thoyyib 2003. Wakif Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo.
Sumardi Suryabrata, 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Tim penyusun penulisan skripsi STAIN Ponorogo, Pedoman Penulisan Skripsi, STAIN 2008) 54 Wawancara dengan Ibu Siti Rukanah, istri KH. Ahmad Thoyyib pada tgl 17 Juni 2009. Wawancara dengan DR. Zaki Suhidi, Lc.MA. pada tgl 27 maret 2009. Saifullah Ma’soem, 1998. Dinamika Pesantren.. Jakarta : Yayasan Syaifudin Zuhri
86