MODEL PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN PONDOK PESANTREN MAHASISWA Husni Thamrin 1), Susilo Veri Yulianto 2), Julpitriadi 3) 1 ) Teknik Informatika, Universitas Muhammadiyah Surakarta email:
[email protected] ) Teknik Informatika, Universitas Muhammadiyah Surakarta email:
[email protected] 3 ) Teknik Informatika, Universitas Muhammadiyah Surakarta email:
[email protected]
2
Abstrak – Pondok pesantren mahasiswa merupakan tempat tinggal dan tempat beraktivitas bagi mahasiswa penghuni pondok, selain kegiatan kuliah di kampus. Pengelolaan data penghuni, kegiatan penghuni dan aset pondok memerlukan sistem yang tertata rapi agar pimpinan pondok dapat memantau aktivitas mahasiswa, memantau kondisi pondok dan merencanakan pengembangan pondok di masa datang. Paper ini mendiskusikan upaya pengembangan sistem informasi untuk mengelola pondok pesantren mahasiswa, dengan mengambil studi kasus di Pondok Pesantren Mahasiswa Internasional di Universitas tempat penulis berafiliasi. Pengembangan sistem dilakukan dengan mengikuti model SDLC (software development life cycle) yang meliputi empat langkah, yaitu: perencanaan, analisis, desain dan implementasi. Dengan mengikuti model ini, dihasilkan aplikasi pengelolaan aktivitas dan aset pondok pesantren berbasis desktop yang diimplementasikan dengan Java. Di samping itu dihasilkan aplikasi berbasis web untuk self-update data penghuni dan media komunikasi antara pimpinan pondok dan penghuni. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa model SDLC dalam bentuk waterfall dapat digunakan untuk mengembangkan sistem informasi pengelolaan pondok pesantren mahasiswa secara sukses dan memenuhi kebutuhan pengguna. Kata kunci: pesantren, pesantren mahasiswa, sistem informasi, model pengembangan 1. LATAR BELAKANG Pengolahan informasi memiliki peranan penting pada suatu instansi, termasuk pada instansi pendidikan, bisnis dan pemerintahan. Strategi dan teknik pengolahan informasi mempengaruhi hasil pengolahan dan keputusan manajemen yang diambil atas dasar hasil tersebut. Perkembangan teknologi modern telah memungkina pengolahan informasi dilakukan dengan bantuan komputer. Secara umum, proses pengolahan data dengan komputer lebih cepat dan informasi yang dihasilkan lebih akurat. Kecepatan dan keakuratan sangat membantu dalam mendapatkan informasi secara cepat dan akurat yang pada gilirannnya membantu manajemen mengambil keputusan secara
cepat dan efektif. Selain sisi teknologi, aliran informasi juga harus tepat dan dirancang sedemikian rupa sehingga jelas ”siapa dapat melakukan apa” dan ”siapa boleh mengakses informasi apa”. Akses informasi yang tepat sesuai dengan level setiap bagian perusahaan bertindak sesuai tugas dan tanggung jawabnya. Oleh karena itu sistem informasi perlu dirancang secara cermat dengan melihat kebutuhan dari bisnis atau instansi. Kegagalan dalam merancang informasi dapat menyebabkan sistem menjadi kurang efisien atau bahkan tidak memberi dampak positif terhadap kinerja perusahaan/instansi. Pondok pesantren mahasiswa merupakan sebuah lembaga unik yang berada di dalam lingkup sebuah universitas. Di luar jam kuliah dan kegiatan universitas lainnya, mahasiswa tinggal dan menginap di pondok. Biasanya pondok mempunyai kegiatan wajib dan kegiatan tambahan yang dapat diikuti mahasiswa penghuni pondok meningkatkan kompetensi dan kemampuan soft-skillnya. Untuk mengelola pondok pesantren secara modern, diperlukan sentuhan modernitas yang antara lain berupa sistem informasi pengelolaan kegiatan mahasiswa dan aset pondok. Paper ini mendeskripsikan proses pengembangan sistem informasi untuk mengelola data mahasiswa penghuni pondok, merekam beberapa aktivitas penghuni, dan mengelola aset pondok. Proses pengembangan mengikuti empat langkah SDLC (system development life cycle) yaitu: perencanaan sistem, analisis, desain dan implementasi. Model pengembangan yang diterapkan adalah waterfall. Penelitian ini menunjukkan bahwa model waterfall telah memadai untuk dipakai dalam pengembangan sistem informasi untuk pondok pesantren mahasiswa. 2. TINJAUAN PUSTAKA Awal mulanya, pengembang software menuliskan kode-kode program mengikuti nalurinya dengan langsung berhadapan dengan komputer sampai program selesai. Seiring dengan meningkatnya kompleksitas software yang dibuat, pengembangan harus dilakukan secara tim dan muncul kebutuhan akan adanya prosedur pengembangan yang konsisten
dan terukur. Karena itu muncullah teknik dan metode pengembangan software atau sistem yang dikenal dengan istilah system development life cycle [1]. Unsur-unsur kegiatan dalam pengembangan sistem dapat diidentifikasi, misalnya konseptualisasi sistem, analisis kebutuhan, desain sistem, spesifikasi hardware dan software, penulisan dan pengujian software, implementasi dan pelatihan. Namun belum ada satu metode dan prosedur yang diakui sebagai standar. Terdapat banyak teknik dan metode pengembangan software dan secara umum dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: Ad Hoc Development, Waterfall model, dan Iterative [2]. Kegiatan perancangan sistem informasi sangat banyak dilakukan. Apapun metode pengembangan software yang digunakan, berbagai laporan penelitian dan kegiatan selalu mengklaim keberhasilan penerapan sistem informasi tersebut. Berikut ini beberapa contoh penelitian tentang pengembangan sistem informasi. Budiarto dan Darmawan meneliti tentang pengembangan sistem informasi peringatan dini untuk anomali ekosistem di Teluk Jakarta [3]. Anomali ekosistem yang dimaksud adalah berupa peningkatan abnormal jumlah fitoplankton tertentu yang dapat membahayakan manusia dan ekosistem. Pada penelitian tersebut digunakan fuzzy neural network sebagai agen pembuat keputusan dengan beberapa input seperti kadar klorofil a, temperatur dan keasaman (pH) air. Sistem informasi yang dirancang dinyatakan berpotensi untuk diterapkan sebagai peringatan dini bencana lingkungan. Nugroho meneliti tentang sistem informasi pada Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali [4]. Aplikasi yang berbasis web ini dibuat dengan PHP dan MySQL. Sistem yang dibuat dinilai dapat menyajikan informasi tentang sebuah instansi pemerintah daerah sehingga informasi tersebut dapat diketahui oleh warga, maupun pihak lain yang berkepentingan tanpa mengenal batas ruang dan waktu. Handojo dkk. menguraikan pembuatan sistem informasi produksi pada sebuah perusahaan keramik [5]. Pembuatan sistem informasi tersebut mengikuti tiga langkah dasar yaitu perencanaan, desain dan implementasi. Sistem yang dibuat dinilai cukup mampu menjawab kebutuhan yang ada di perusahaan. 3. METODE PENELITIAN Penelitian ini menerapkan model SDLC pada proses pengembangan sistem informasi. Tahap-tahap yang dilakukan dalam proses penelitian berada dalam bingkai pengembangan sistem informasi dengan model waterfall. Adapun tahap-tahap pengembangan sistem diperlihatkan dalam bentuk flowchart pada Gambar 1 dan diuraikan sebagai berikut.
Gambar 1. Diagram alir pengembangan sistem
1. Planning (perencanaan). Proses perencanaan meliputi wawancara dengan para calon pengguna sistem informasi, yaitu orang yang terlibat langsung sebagai pengelola data maupun orang yang akan mendapatkan informasi dari sistem. Peneliti mengarahkan wawancara pada aspek problem yang dihadapi pada saat ini, bagaimana sistem informasi dapat mengurangi atau menyelesaikan masalah, dan harapan yang diinginkan dengan adanya sistem informasi. Kemudian peneliti mencermati proses yang ada dan mengumpulkan contoh berkas cetakan
khusunya yang terkait dengan cetakan yang akan dihasilkan oleh program aplikasi. 2. Analisis. Proses yang ada kemudian dideskripsikan dalam bentuk gambar dan langkah-langkah aktivitas yaitu dalam bentuk diagram proses bisnis. Proses bisnis tersebut merupakan landasan untuk menganalisis teknologi dan perangkat keras yang akan dipersiapkan. Analisis teknologi dan perangkat keras bertujuan untuk menentukan spesifikasi teknologi dan peralatan yang dibutuhkan untuk penerapan sistem informasi. Peran dan aktivitas pengguna sistem informasi dideskripsikan menggunakan diagram use case. Estimasi biaya tidak dilakukan secara utuh dalam penelitian ini karena sebagian perangkat keras sudah tersedia di Pondok. 3. Desain. Hasil wawancara dengan para pemangku kepentingan kemudian dianalisis untuk digunakan melakukan optimisasi proses bisnis yang ada menjadi proses bisnis yang optimal dan dapat diterapkan menggunakan teknologi informasi. Rancangan proses bisnis yang sudah dioptimisasi kemudian didiskusikan dengan pimpinan pondok untuk mendapat verifikasi dan pengesahan. Proses bisnis yang sudah disetujui pimpinan Pondok kemudian dijadikan landasan merancang aplikasi desktop, website, dan sistem basis data yang digunakan. Desain sistem basis data meliputi perancangan Entity Relationship (ER) dan Table Instance Chart (TIC). 4. Implementasi. Tahap implementasi dilakukan dalam bentuk penulisan kode program aplikasi atau pengembangan aplikasi, pemilihan sumber daya baik berupa peralatan hingga pengguna yang akan terlibat dan pengujian prototip. Setelah prototip diuji dan semua aliran informasi sudah mengalir sesuai diagram proses bisnis, maka sistem informasi diinstal dan diserahterimakan kepada pimpinan Pondok. Pelatihan diberikan kepada pengguna tertentu. Dalam penelitian ini, ukuran keberhasilan perancangan sistem informasi dilihat dari kesesuaian antara sistem yang dibangun dengan keinginan para stakeholder. Oleh karena itu, langkah perencanaan dan analisis mendapat perhatian yang cukup besar agar aplikasi yang kemudian didesain dapat sejauh mungkin sesuai dengan keinginan stakeholder. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Proses perencanaan software dengan teknik waterfall merupakan model SDLC yang paling awal dikembangkan [1, 2]. Penelitian ini menerapkan teknik tersebut dengan mengikuti empat langkah, yaitu: perencanaan, analisis, desain dan implementasi. Setiap langkah menghasilkan output berupa dokumen dan catatan dengan hasil akhir berupa software dan dokumentasinya.
4.1. Perencanaan (planning) Sistem Informasi Proses perencanaan sistem informasi diawali dengan wawancara dengan para calon pengguna sistem informasi, yaitu orang yang terlibat langsung sebagai pengelola data maupun orang yang akan mendapatkan informasi dari sistem. Personel yang diwawancarai adalah: 1. Kepala dan sekretaris Pondok Pesantren Mahasiswa 2. Staf Administrasi 3. Staf Keuangan 4. Staf Inventaris 5. 4 orang mahasiswa (penghuni pondok) Hasil wawancara dengan pimpinan Pondok mengindikasikan bahwa Pondok belum memiliki sistem informasi yang terintegrasi. Pengelolaan data penghuni sudah menggunakan perangkat komputer yaitu dalam bentuk aplikasi Office. Penggunaan aplikasi Office untuk melayani sekitar 200 penghuni yang ada dirasa tidak memadai. Lagipula pihak manajemen tidak dapat memonitor secara cepat aktivitas dan status mahasiswa serta kondisi keuangan Pondok. Pimpinan Pondok menghendaki adanya keterkaitan antara pelayanan mahasiswa (misalnya pelayanan makan di kantin) dengan status keuangan mahasiswa. Mobilitas Pimpinan Pondok diharapkan tidak menjadi kendala dalam upaya memonitor kondisi Pondok dari mana saja. Komunikasi antara Pimpinan Pondok dan mahasiswa diharapkan dapat diperbaiki dengan sistem online. Pimpinan Pondok dapat menginformasikan berbagai hal melalui website atau email. Mahasiswa diberi akun untuk login ke situs web untuk melihat data pribadi dan status keuangannya. Wawancara dengan staf administrasi memberikan gambaran bahwa pelayanan administrasi mahasiswa semakin lama semakin memakan waktu karena terus bertambahnya mahasiswa yang telah mencapai 200 orang. Penggunaan aplikasi Office dirasa tidak memadai. Sebagai contoh, pihak administrasi merasa kesulitan menemukan data mahasiswa yang mempunyai tunggakan keuangan. Pihak administrasi juga merasakan adanya ketidaktepatan cara mengumumkan informasi melalui pengeras suara karena dinilai tidak efektif terkait mobilitas mahasiswa yang tidak selalu berada di Pondok. Pihak administrasi berharap terdapat metode penyampaian informasi yang lebih efektif. Staf keuangan Pondok menyatakan bahwa pengelolaan data keuangan selama ini sudah dibantu dengan aplikasi Office. Proses pencetakan kuitansi misalnya, dapat dilakukan dengan cepat. Namun pelayanan kepada mahasiswa dirasa sangat lambat karena setiap kali ada mahasiswa yang bermaksud membayar, perlu waktu lama untuk mencari status keuangannya misalnya data pembayaran terakhir.
Bagian inventaris menyatakan bahwa proses inventarisasi aset selama ini sudah cukup baik. Staf inventaris berharap terdapat sistem yang dapat membantu melakukan checking secara cepat terhadap aset yang ada, mulai dari data jumlah hingga kondisi aset. Mahasiswa yang diwawancarai dalam penelitian ini menyatakan bahwa tidak ada masalah dalam pelayanan administrasi di Pondok. Namun mahasiswa merasa janggal dengan cara Pondok menyebarkan informasi (memberikan pengumuman) lewat pengeras suara. Kebanyakan mahasiswa menginginkan cara yang lebih elegan menggunakan teknologi terkini, misalnya melalui papan pengumuman dan internet (website). Penyebaran informasi melalui internet menguntungkan mahasiswa tatkala menginginkan informasi terbaru karena dapat dilakukan di mana saja mereka berada. 4.2. Analisis Sistem Berdasarkan hasil wawancara dengan para pemangku kepentingan dan dari berbagai contoh dokumen yang ada, disusun diagram aliran informasi yang menggambarkan proses yang ada di Pondok. Terdapat empat proses yang teridentifikasi ada di Pondok: 1. Pengelolaan data dan aktivitas penghuni 2. Pelayanan keuangan 3. Pengelolaan inventaris 4. Pelayanan informasi Proses yang teridentifikasi kemudian dideskripsikan dalam bentuk proses bisnis. Terdapat empat dokumen proses bisnis yang dikembangkan sesuai jumlah proses yang teridentifikasi. Proses bisnis tersebut merupakan landasan untuk menganalisis teknologi dan perangkat keras yang akan dipersiapkan. Analisis teknologi dan perangkat keras bertujuan untuk menentukan spesifikasi teknologi dan peralatan yang dibutuhkan untuk penerapan sistem informasi. Keempat proses bisnis yang disusun kemudian didiskusikan dengan pimpinan Pondok. Setelah melalui beberapa diskusi dan perbaikan rancangan, proses bisnis kemudian diotorisasi oleh Kepala Pondok Pesantren. Peran dan aktivitas pengguna sistem informasi dideskripsikan menggunakan diagram use case. Berdasarkan proses bisnis yang telah dibuat dan diotorisasi oleh pihak manajemen Pondok, dapat diketahui bahwa terdapat enam pelaku yang terlibat dalam sistem informasi. Keenam pelaku tersebut adalah sebagai berikut. 1. Administrator sistem 2. Operator data penghuni 3. Operator data aset 4. Pimpinan pondok pesantren 5. Penghuni pondok 6. Pengunjung situs web
4.3. Desain Sistem Informasi Berdasarkan proses bisnis dan use case yang telah disusun, dilakukan desain sistem informasi. Desain sistem informasi meliputi desain sistem basis data, desain aplikasi desktop berbasis client-server dan desain situs web. Perancangan basis data dilakukan dengan normalisasi dan metode hubungan entitas (entity relationship). Pemilihan entitas dan atribut didasarkan pada proses bisnis dan dilanjutkan dengan normalisasi hingga bentuk normal ketiga. Hubungan antar entitas kemudian dideskripsikan menggunakan ERD (Entity Relationship Diagram) sebagaimana terlihat pada Gambar 2. Dalam implementasi basis data, diperlukan beberapa informasi pendukung yang kemudian diwujudkan dalam entitas terpisah yang tidak secara langsung berhubungan dengan entitas utama.
Gambar 2. Entitas dan Relationship utama dalam sistem
Seluruh entitas dalam ERD beserta atributnya kemudian dijelaskan secara lebih detil dalam bentuk bagan yang disebut bagan contoh tabel (TIC = Table Instance Chart). Dengan adanya TIC, diharapkan tidak terjadi perbedaan persepsi antara satu programer dengan programer lainnya pada saat mengakses tabel. Kesamaan persepsi ini penting karena pengembangan sistem ini dilakukan oleh dua orang secara terpisah. Berdasarkan ERD dan TIC dapat dibuat database dan tabel menggunakan MySQL. Alasan pemilihan MySQL adalah karena sistem basis data ini termasuk yang banyak sekali digunakan, sudah teruji dan lisensinya bersifat publik. Banyak perusahaan besar menggunakan sistem basis data ini, sebut saja Facebook. Lisensi publik menyebabkan implementasi sistem menjadi murah karena tidak perlu dilakukan pembelian lisensi. Aplikasi desktop dirancang berbasis client-server. Bagian server menjalankan basis data MySQL. Sistem operasi yang digunakan di server adalah Ubuntu Server 10.04. Aplikasi desktop dibuat dengan bahasa pemrograman Java. Java dipilih agar aplikasi dapat dijalankan di berbagai sistem operasi baik GNU/Linux ataupun Windows. Penggunaan Java memungkinkan aplikasi dijalankan tidak hanya di
komputer personal dan laptop, bahkan bisa dijalankan di netbook dan tablet. Diharapkan aplikasi dapat dijalankan tanpa tergantung perangkat keras dan sistem operasi. User untuk aplikasi dekstop dibagi menjadi administrator, operator data dan pelayanan penghuni, operator data aset, dan kepala pondok. Administrator dapat mengelola data user baik menambahkan, menyunting atau menghapus data user serta mereset password user. Operator data dan pelayanan penghuni dapat menginput dan menyunting data penghuni baru, menginput data pembayaran, dan mencetak laporan. Operator data aset dapat menginput dan menyunting data tentang aset dan mencetak laporan. Sedangkan pihak manajemen dapat melihat data mahasiswa, data aset dan melihat rekap berbagai laporan. Sebagai bagian dari sistem informasi ini adalah adanya situs web yang menampilkan informasi dan berita tentang pondok pesantren mahasiswa. Sekaligus pada situs ini terdapat aplikasi berbasis web yang dapat digunakan untuk kegiatan: 1. Pengelolaan data penghuni 2. Menampilkan informasi status administrasi keuangan penghuni 3. Pengiriman pesan kepada Admin 4. Penulisan berita dan pengumuman di web 5. Mengunggah dan mengunduh file 6. Perubahan data/profil penghuni 4.4. Implementasi Implementasi sistem dimulai dengan pengadaan perangkat keras untuk server dan personal komputer untuk proses pembuatan prototip perangkat lunak. Dalam studi kasus ini, server dan jaringan sudah tersedia sehingga tinggal menggunakan saja. Proses berikutnya adalah persiapan pada komputer untuk pembuatan prototip. Untuk itu dilakukan instalasi Java SDK (software development kit) sebagai tools untuk mengembangkan program Java. Alat bantu untuk pengembangan aplikasi dan GUI (graphical user interface) adalah Netbeans. Sementara itu untuk pengembangan web digunakan perangkat lunak Adobe DreamWeaver. Langkah berikutnya dalam implementasi adalah membuat basis data. Aplikasi phpMyAdmin digunakan untuk kreasi basis data dan tabeltabelnya. Pembuatan tabel disesuaikan secara cermat dengan ERD dan TIC. Setelah basis data siap diakses, dilakukan pengembangan aplikasi desktop dan aplikasi web secara terpisah dan serentak.
Gambar 3. Aplikasi desktop berbasis Java
Hasil pengembangan aplikasi desktop terlihat pada Gambar 3, sedangkan aplikasi web tampak pada Gambar 4.
Gambar 4. Aplikasi berbasis web
Pengujian sistem dilakukan oleh para pengembang dengan mencermati apakah aliran informasi yang ada pada proses bisnis telah tercakup dalam sistem, dan apakah para pengguna sebagaimana terdaftar dalam use case dapat melakukan aktivitas sebagaimana yang direncanakan. Setelah pengujian dinyatakan selesai, sistem diserahterimakan ke manajemen pondok dan diikuti dengan demonstrasi dan pelatihan penggunaan software. Manajemen pondok menyatakan bahwa
sistem yang dibuat telah meningkatkan kinerja sistem dan memenuhi kebutuhan pondok. Dalam studi kali ini, penerapan model waterfall dalam pengembangan sistem informasi untuk pondok pesantren mahasiswa sangat memadai. Keberhasilan ini dicapai karena situasi dan kondisi pondok yang sesuai. Direktur pondok merupakan individu yang melek teknologi. Organisasi pengelola berukuran kecil, yaitu terdiri atas 5 staf inti dibantu beberapa staf tambahan. Aktivitas utama penghuni bukan berada di dalam pondok, melainkan di kampus sehingga sistem informasi mengelola aktivitas keuangan dan aktivitas ekstra dari penghuni. Dengan lingkungan aplikasi yang tidak banyak berubah, model waterfall relatif cocok diterapkan [2]. Dalam situasi yang ada, developer sistem belum melihat perlunya digunakan model pengembangan yang lebih fleksibel dan dinamis. Telah disadari akan adanya trend penggunaan teknologi seperti meluasnya penggunaan smartphone dan tablet PC [6]. Trend ini diantisipasi dengan penggunaan Java sebagai aplikasi desktop dan dilengkapi dengan aplikasi berbasis web. 5. KESIMPULAN Pengembangan sistem informasi pengelolaan aktivitas penghuni dan pengelolaan aset pondok pesantren mahasiswa telah dilakukan dengan mengikuti model SDLC (system development life cycle). Sistem informasi telah diserahterimakan dan pengguna telah menyatakan bahwa sistem informasi telah sesuai dengan keinginan dan rencana dari awal. Pengujian terhadap sistem telah dilakukan dan aliran informasi telah dinyatakan sesuai dengan kebutuhan di pondok. Dapat disimpulkan bahwa pengembangan sistem informasi untuk pondok pesantren mahasiswa dapat dilakukan dengan mengikuti model SDLC. Sistem informasi dapat digunakan untuk mengelola aktivitas penghuni dan aset. Sistem informasi juga dapat digunakan sebagai saluran komunikasi antara pengelola pondok dan penghuni. DAFTAR REFERENSI [1] Kay, Russel, Quick Study: System Development Life Cycle, ComputerWorld, 2002.
[2] SUNY (Center for Technology in Government), A Survey of System Development Process Models, New York, University at Albany, 1998. [3] Budiarto Hary, Darmawan Rahmania A., “Sistem Informasi Peringatan Dini untuk Harmful Algal Blooms (HABs) di Teluk Jakarta dengan Menggunakan Fuzzy-Neural” dalam Sistem Informasi, Bandung, Penerbit Informatika, 2005, hal. 183-189.
[4] Nugroho, Kukuh Setyo, Sistem Informasi Pada Dinas Peternakan Dan Perikanan Kabupaten Boyolali Berbasis Web Menggunakan Php Dan Mysql, Skripsi, Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2009. [5] Handojo Andreas, Setiabudi Djoni H., Evalani Diana, “Aplikasi Sistem Informasi Produksi pada Perusahaan Keramik” dalam Sistem Informasi, Bandung, Penerbit Informatika, 2005, hal. 159164. [6] Ovum, Software Lifecycle Management 2011/2012, London: Ovum Research and Analysis, 2011.