MENGGAGAS MODEL IDEAL PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN MUHAMMADIYAH Oleh: A.M.Efendi, S. PdI, M. Si
PENDAHULUAN Muhammadiyah yang berdiri sejak 8 Dzulhijjah 1330 H bertepatan dengan 18 November 1912 M di Yogyakarta mempunyai maksud dan tujuan yaitu menegakan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga dapat mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Tujuan ini dapat dicapai dengan mengadakan dakwah Islam, memajukan pendidikan dan pengajaran, menghidup-suburkan masyarakat tolong menolong, mendirikan dan memelihara tempat ibadah dan wakaf, mendidik dan mengasuh anak-anak dan pemuda-pemuda sepaya kelak menjadi orang Islam yang berarti, berusaha ke arah perbaikan penghidupan dan kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam 1 serta berusaha dengan segala kebijaksanaan supaya kehendak dan peraturan Islam berlaku dalam masyarakat 2 . Dalam usaha memajukan pendidikan dan pengajaran serta pengasuhan terhadap anak-anak dan para pemuda agar menjadi muslim yang berarti, Muhammadiyah sejak berdirinya telah membangun sekolah-sekolah, madrasahmadrasah, mengadakan tabligh-tabligh 3 , bahkan menerbitkan buku-buku dan majalahmajalah yang berdasarkan Islam. Dalam perkembangan selanjutnya Muhammadiyah mempunyai amal usaha berupa Taman Kanak-Kanak/Bustanul athfal, Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah, Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Aliyah, Sekolah Tinggi, Akademi, dan Universitas Muhammadiyah dalam bidang pendidikan. Bahkan muhammadiyah juga mempunyai salah satu sistem pendidikan yang dianggap tertua sebagai produk dari budaya Indonesia yang indegenous 4 yaitu pondok pesantren. Sekalipun model dan tipologi yang ideal bagi pesantren Muhammadiyah perlu mendapatkan perhatian yang pada akhirnya akan disusunya model idealnya. 1
Mahmud Yunus, 1979, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta: Mutiara, h. 269 Zuhairini dkk, 1997, Sejarah Pendidikan Islam,Jakarta: Bumi Aksara, h. 172 3 Sekolahan Muhammadiyah: Kweekschool Muhammadiyah Jogja, Muallimin Muhammadiyah Solo, Jakarta, Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta, Zu'ama/Za'imat Yogyakarta, Kulliyah Muballighin/muballighat Padang panjang Sumatra Tengah, Tabligh School Yogjakarata dan H.I.K Muhammadiyah Yogyakarta. 4 Sulthon Masyhud dan Moh. Khusnurdilo, 2003, Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka, h. 1 2
Peran sekolah-sekolah formal yang dirasa kurang mampu memberikan pengetahuan khususnya agama yang menyeluruh merupakan salah satu faktor urgensinya pendidikan pesantren atau boarding school. Hal ini terlihat dengan munculnya pesantren kilat yang menjadi program pemerintah pada bulan Ramadhan untuk memberikan pembekalan pengetahuan agama yang luas kepada para sisiwa. Juga training-training spiritual yang diadakan bagi para siswa disekolah yang berbasis agama maupun umum. Pesantren yang sudah berdiri sejak ratusan tahun yang lalu, masih tetap eksis mengajarkan ilmu dan nilai-nilai agama kepada santri dalam bentuk wetonan, sorogan, hafalan ataupun mudzakarah 5 , meskipun dikatakan bahwa pesantren merupakan lembaga yang kuat dalam mempertahankan keterbelakangan dan ketertutupan 6 . Hal ini dikarenakan pesantren memiliki format pendidikan yang berbeda dengan pendidikan formal. Sejalan dengan arah modernisasi dan globalisasi pesantren telah melakukan perubahan wajahnya yang tradisional menjadi modern dalam berbagai aspeknya dan mulai mampu mempertautkan dua sumbu esensial kehidupan manusia yang bersifat teologis (habl min Allah) sekaligus berwajah kemanusiaan yang hanif (habl min an Nass) 7 . Muhammadiyah yang dikenal sebagai gerakan modernis di Indonesia telah memperlihatkan perkembangannya yang cukup luas dan keberhasilanya dalam memberikan jawaban atas problem umat. Hal ini terlihat dari tersebarnya amal usaha di seluruh Indonesia dalam berbagai aspek dan juga berdirinya cabang-cabang istimewa yang berada di luar negeri. Dalam konteks pesantren, Muhammadiyah perlu menggagas format ideal bagi model pendidikan pesantren agar mampu berperan dalam membentuk generasi Islam yang sebenar-benarnya dan kader organisasi yang militan.
KONSEP PONDOK PESANTREN 1. Definisi Pondok Pesantren Pondok pesantren adalah gabungan dari pondok dan pesantren. Istilah pondok, mungkin berasal dari kata funduq dari bahasa Arab yang berarti rumah penginapan 5
Haidar Putra Daulay, 2007, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional Di Indonesia, Jakarta: Kencana, h. 25 6 Armai Arief, 2007, Reformulasi Pendidikan Islam, Ciputat: CRDS Press, h. 39 7 Amin Rais, dkk, 1999, Muhammadiyah Menuju Millenium III, Yogyakarta: Pustaka SM, h. 98
atau hotel. Akan tetapi di dalam pesantren Indonesia, khususnya pulau Jawa, lebih mirip dengan pemondokan dalam lingkungan padepokan, yaitu perumahan sederhana yang dipetak-petak dalam bentuk kamar-kamar yang merupakan asrama bagi santri. Sedangkan istilah pesantren secara etimologis asalnya pe-santri-an yang berarti tempat santri. Santri atau murid mempelajari agama dari seorang kyai atau syeikh di pondok pesantren. Pesantren pada umumnya merupakan suatu kompleks banguanan yang terdiri dari rumah kyai, masjid, pondok tempat tinggal para santri dan ruang belajar. Menurut Zamakhsyari Dhofier, pesantren berasal dari kata santri yang dengan awalan pe di depan dan akhiran an berarti tempat tinggal para santri. Lebih lanjut beliau mengutip pendapat dari Prof. Johns dalam Islam In South Asia bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil, yang berarti guru ngaji. Sedangkan menurut C.C Berg bahwa istilah santri berasal dari istilah shastri yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu. Kata shastri berasal dari kata shastra yang berarti buku-buku suci, buku-buku agama atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan. Dan menurut Prof. DR. HA. Mukti Ali bahwa pondok pesantren adalah tempat untuk menyeleksi calon-calon ulama dan kyai. Sementara dalam sejarahnya, pondok pesantren dikenal sebagai suatu lembaga pendidikan Islam yang tertua di Indonesia. Keberadaanya pun memiliki nilai strategis dalam membina insan yang berkualitas iman, ilmu dan amal. Hal ini dapat dibuktikan dalam sejarah bangsa Indonesia dimana dirinya bermunculan para ilmuan, politikus, dan cendekiawan yang memasuki berbagai kancah percaturan di segala bidang sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka miliki, baik dalam tarap lokal, regional maupun nasional bahkan sampai ke taraf internasional. Jadi pondok pesantren adalah lembaga keagamaan yang memberikan pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama Islam 8 , yang pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan cara non klasikal, dimana seorang kyai mengajar santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang tertulis dalam bahasa Arab oleh ulama-ulama besar sejak abad pertengahan, sedang para santri biasanya tinggal dalam pondok atau asrama dalam pesantren tersebut. 8
Ridlwan Nashir, 2005, Mencari TipologiFormat Pendidikan Ideal Pondok Pesantren Di Tengah Arus Perubahan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, h. 80
2. Ciri-Ciri dan Unsur Pondok Pesantren Pesantren sebagai lembaga pendidikan mempunyai ciri-ciri umum dan khusus serta kultur yang khas yang berbeda dengan sekitarnya. Beberapa peneliti menyebutnya sebagai sub-kultur yang bersifat idiosyncratic 9 . Ciri-ciri ini yang membedakan antara pendidikan pondok pesantren dengan pendidikan lainya. Ciri-ciri umum pondok pesantren antara lain (1) kyai (abuya, encik, ajengan, tuan guru) sebagai sentral figur yang biasanya juga disebut pemilik, (2) asrama (kampus dan pondok) sebagai tempat tinggal para santri di mana masjid sebagi pusatnya, (3) adanya pendidikan dan pengajaran agama melalui sistem pengajian (weton, sorogan dan bandongan) yang sekarang sebagian sudah berkembang dengan
sistem
klasikal
atau
madrasah
(4)
masjid
sebagai
tempat
menyelenggarakan ibadah. Sedangkan ciri khususnya ditandai dengan sifat kharismatik dan suasana kehidupan keagamaan yang mendalam 10 . Secara fisik, pesantren biasanya terdiri dari unsur-unsur berikut yaitu dipusatnya ada masjid atau langgar, surau yang dikelilingi bangunan tempat tinggal kyai, asrama untuk santri serta ruang belajar 11 . Ciri fisik ini menunjukkan beberapa unsur yang ada dalam pesantren, sebagaimana yang diungkapkan oleh Zamakhsyari Dofier, ada lima yaitu pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab klasik dan kiai. Namun berdasarkan kenyataan di lapangan unsur-unsur pokok itu dapat dikemukakan; pondok, masjid, santri, pengajaran ilmu-ilmu agama dan kiai 12 .
3. Tipologi Pesantren Pesantren bertujuan untuk menyiapkan santri bertafaquh fiddin yang diharapkan dapat mencetak kader-kader ulama dan turut mencerdaskan kehidupan masyarakat, dan diikuti tugas berdakwah menyebarkan agama Islam sekaligus menjadi benteng terakhir umat dalam bidang akhlak serta peningkatan pengembangan masyarakat dalam berbagai sektor kehidupan, terjadi kristalisasi jenis-jenis yang nyata dari organisasi pesantren 13 berdasarkan spektrum komponen suatu pesantren yaitu; 9
Sulthon Masyhud dan Muh. Khusnurdilo, Op. Cit., h. 3 Ridlwan Nashir, Op. Cit., h. 82 11 Ibid, h. 85 12 Haidar Putra Daulay, Op. Cit., h. 27 13 Ridwan Nashir, Op. Cit., h. 86 10
a. Jenis A yaitu pesantren yang paling sederhana b. Jenis B yaitu memiliki semua komponen pondok pesantren yang klasik c. Jenis C yaitu bentuk klasik yang diperluas dengan suatu madrasah d. Jenis D yaitu bentuk klasik yang diperluas dengan suatu madrasah ditambah dengan program tambahan seperti ketrampilan e. Jenis E yaitu pesantren modern yakni di samping sektor pendidikan keislaman klasik juga mencakup semua tingkat sekolah formal dari Sekolah Dasar sampai tingkat Perguruan Tinggi. Pararel denganya diselenggarakan juga program pendidikan ketrampilan usaha-usaha pertanian dan kerajinan lainya termasuk didalamnya program-program pendidikan yang berorientasi lingkungan mendapatka prioritas utama, pesantren mengambil prakarsa dan mengarahkan kelompok-kelompok swadaya di lingkungan. Dari kelima jenis tersebut, pesantren mampu melahirkan jiwa pondok pesantren yang merupakan karakteristik yang belum pernah dibangun oleh sistem pendidikan manapun. Jiwa pondok pesantren itu terimplikasi dalam panca jiwa pondok pesantren yaitu keikhlasan, kesederhanaan, ukhuwah islamiyah, kemandirian dan kebebasan. Menurut Prof. DR. HM. Ridwan Nashir, MA, beliau mengatakah bahwa ada lima klasifikasi pondok pesantren yaitu; a. Pondok pesantren salaf/klasik yaitu pondok pesantren yang didalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (weton dan sorogan) dan sistem klasikal (madrasah) salaf. b. Pondok pesantren semi berkembang yaitu pondok pesantren yang didalamnya terdapat sisitem pendidikan salaf (weton dan sorogan) dan sistem klasikal (madrasah) swasta dengan kurikulum 90% agama dan 10% umum. c. Pondok pesantren berkembang yaitu pondok pesantren seperti semi berkembang, hanya saja sudah lebih bervariasi dalam bidang kurikulumnya, yakni 70% agama dan 30% umum. Di samping itu juga diselenggarakan madrasah SKB Tiga Mentri dengan penambahan diniyah. d. Pondok pesantren khalaf/modern yaitu seperti bentuk pondok pesantren berkembang, hanya saja sudah lebih lengkap lembaga pendidikan yang ada di dalamnya, antara lain diselenggarakan sistem sekolah umum dengan penambahan diniyah (praktek membaca kitab salaf), perguruan tinggi (baik
umum maupun agama), bentuk koperasi dan dilengkapi dengan takhasus (bahasa Arab dan Inggris). e. Pondok pesantren ideal yaitu sebagaimana bentuk pondok pesantren modern hanya saja lembaga pendidikan yang ada lebih lengkap, terutama bidang ketrampilan yang meliputi pertanian, teknik, perikanan, perbankan, dan benarbenar memperhatikan kualitasnya dengan tidak menggeser ciri khusus kepesantrenannya yang masih relevan dengan kebutuhan masyarakat atau perkembangan zaman. Sejalan dengan kaidah al Muhafadzah 'ala al qadim al shalih wa al akhdu bi al jadid al ashlah 14 . Dengan adanya bentuk tersebut diharapkan alumni pondok pesantren benar-benar berpredikat khalifah fil ardh.
MUHAMMADIYAH DAN PONDOK PESANTREN Muhammadiyah sebagai sebuah gerakan Islam, dakwah amar ma'ruf nahi munkar, berakidah Islam dan bersumber dari al Qur'an dan al Sunnah merupakan gerakan tajdid atau pembaharuan dalam segala bidang, termasuk pendidikan berformat pesantren Muhammadiyah. Dalam perspektif pendidikan, pesantren merupakan satu-satunya lembaga kependidikan yang tahan terhadap gelombang modernisasi. Padahal di berbagai kawasan dunia muslim lembaga-lembaga pendidikan tradisional Islam seringkali lenyap tergusur oleh ekspansi sistem pendidikan umum atau setidaknya menyesuaikan diri dan mengadopsi sedikit banyak isi dan metodologi pendidikan modern tersebut Kenyataan ini dapat dilihat pada kelembagaan pendidikan tradisional di kawasan Timur Tengah yang terimplikasi atas tiga jenis yaitu madrasah, kuttab dan masjid. Hingga pertengahan akhir abad ke-19, ketiga lembaga pendidikan tradisional Islam ini relatif mampu bertahan. Akan tetapi, sejak perempatan terakhir abd ke-19, gelombang pembaharuan dan modernisasi yang semakin kencang telah menimbulkan perubahan-perubahan yang tidak bisa dimundurkan lagi dalam eksistensi lembagalembaga pendidikan Islam tradisional 15 . Pondok pesantren Muhammadiyah diharapkan lebih mampu mempertahankan nilai-nilai keislaman yang tsabat dan tetap mengadakan tajdid dalam bidang pendidikan sehingga pondok pesantren Muhammadiyah tidak akan pernah tergerus 14
Qadri A Azizy dkk, 2003, Pola Pengembangan Pondok Pesantren, Jakarta: Departemen Agama RI, h. 5 15 Armai Arief, Op. Cit., h. 40
gelombang modernisasi yang ada. Sehingga perlu penerapan model pesantren Muhammadiyah yang mencerminkan karakteristik Islam yang ideal. Adapun karakteristik pondok pesantren Muhammadiyah sebagai manifestasi dari karakteristik ajaran Islam 16 adalah; 1. Rabbaniyah Rabbaniyah artinya Islam merupakan agama yang bersumber dari Allah SWT bukan dari manusia, sedangkan Nabi Muhammad SAW tidak membuat agama ini tetapi beliau hanya sebagai penyampai. Karenanya dalam kapasitasnya sebagai Nabi, beliau berkata berdasarkan wahyu yang diturunkan kepadanya. Perwujudan rabbaniyah dalam pendidikan pesantren Muhammadiyah adalah perwujudan nilai-nilai Tauhid dalam kehidupan para santri dan memberikan bantuan kepadanya untuk tumbuh dan berkembang sebagai individu hamba Allah SWT. Mata pelajaran yang diberikan adalah kajian tentang ajaran-ajaran ushuliyah (dasar) seperti Tauhid, ushul fiqh, ilmu qur'an, ilmu tafsir, ilmu ushul hadits dll.
2. Insaniyah Islam merupakan agama yang diturunkan untuk manusia sehingga Islam adalah satu-satunya agama yang cocok dengan fitrah manusia. Dalam pelaksanaan pendidikan pesantren Muhammadiyah, difokuskan pada peningkatan pengetahuan dan ketrampilan serta pada keluaran afektif yaitu belajar tentang bagaimana belajar dan meningkatkan kreativitas serta aktualisasi potensi. Hal ini bisa tercapai jika keberadaan santri diakui, dihargai dan diterima apa adanya serta mendapatkan fasilitas dalam pengembangan diri. Peran ustadz sebagai orang yang perhatian dan pemberi motivasi mutlak dilakukan. Mata pelajaran yang diajarkan adalah ilmu sosial, ekonomi, akuntansi, antropologi, ketatanegaraan, bahasa asing dll.
3. Syumuliyah Islam merupakan agama yang lengkap tidak hanya mengutamakan satu aspek lalu mengabaikan aspek yang lain. Kelengkapan ajaran Islam itu tampak dari konsep Islam dalam berbagai bidang kehidupan, mulai dari urusan pribadi, 16
Yadi Purwanto, 2007, Etika Profesi Psikologi Profetik Perspektif Psikologi Islami, Bandung: Refika Aditama, h. 28
keluarga, masyarakat sampai dengan persoalan-persoalan berbangsa dan bernegara. Pesantren Muhammadiyah hendaknya menerapkan konsep pembelajaran terpadu (Integrated Currikulum). Kurikulum terpadu mengintegrasikan bahan pelajaran dari berbagai mata pelajaran. Integrasi ini dapat tercapai bila memusatkan pelajaran pada masalah tertentu yang memerlukan pemecahan dari berbagai didiplin ilmu. Sehingga bahan mata pelajaran dapat difungsikan menjadi alat untuk memecahkan masalah. Dan batas-batas antara mata pelajaran dapat ditiadakan. Mata pelajaran yang diterapkan adalah Tafsir (Qurthuby, Ibn Katsir, Thabary dll)
4. Al Waqi'iyah Karakteristik ini menunjukan bahwa Islam merupakan agama yang dapat diamalkan oleh setiap manusia atau dengan kata lain dapat direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari, Islam dapat diamalkan oleh manusia dengan latar belakang yang berbeda. Disamping itu, Islam tidak bertentangan dengan realitas perkembangan zaman, bahkan Islam menjadi satu-satunya agama yang mampu menghadapi dan mengatasi dampak negatif dari kemajuan zaman ini. Dalam proses pembelajaranya, para santri diajak untuk memberikan solusisolusi praktis aplikatif bagi problem-problem realitas yang terjadi. Memberikan kontribusi yang konstruktif bagi perbaikan dan perkembangan umat dengan melakukan praktek kerja lapangan. Materi pelajaran yang diberikan adalah Biologi, Fisika, Kimia, Geografi, Geologi, dll.
5. Al Wasathiyah Allah SWT menyebut umat Islam sebagai ummatan wasathan (umat pertengahan) yaitu umat yang seimbang dalam beramal, baik menyangkut pemenuhan kebutuhan jasmani, akal pikiran dan rohani karena manusia membutuhkan konsep tawazun atau keseimbangan dalam kehidupan.
Tujuan proses pendidikan Muhammadiyah diharapkan mampu menerapkan konsep tawazun dalam pencapaianya yaitu perkembangan kognitif, afektif, psikomotor, nilai, spiritual, filosofi dan kemanusiaan. Pelajaran yang diterapkan adalah perbandingan madzhab, metodologi tarjih dll.
6. Al Wudhuh Karakteristik ajaran Islam lainya adalah al wudhuh yaitu kejelasan konsep Islam membuat umatnya tidak bingung dalam memahami dan mengamalkan ajaranya, bahkan pertanyaan umat manusia tentang Islam dapat dijawab dengan jelas. Hal ini menuntut adanya profesionalitas ustadz dalam mengelola pesantren yang terdiri dari (1) kemampuan Spesialis (2) kemampuan metodik (3) kemampuan individu dan (4) kemampuan sosial. Menurut J Drost, yang terpenting dalam menentukan kualitas pendidikan adalah cara guru mengajar dan bukan kurikulumnya 17 . Mata pelajaran yang diterapkan adalah syariah.
7. al Jam'u Baina al Tsabat wa al Murunah Di dalam Islam tergabung juga ajaran yang permanen dan fleksibel. Hal yang bersifat permanen adalah hal-hal yang tidak bisa diganggu gugat. Secara prinsip, Islam tidak akan pernah berubah, namun dalam pelaksanaanya bisa saja disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Pesantren Muhammadiyah (sesuai dengan ruh tajdidnya) menerapkan sistem CTL (Contextual Teaching Learning) dalam proses pembelajaranya yaitu sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. CTL merupakan sistem pengajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademik dengan konteks dari kehidupan seharihari siswa 18 . Materi pelajaran adalah metodologi Ijtihad
17
Armai Arief, Op. Cit., h. 32 Elaine B. Johnson, 2009, Contextual Teaching And Learning Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikan Dan Bermakna, alih bahasa Ibnu Setiawan, Bandung: Mizan Media Utama, h. 58 18
KESIMPULAN Untuk dapat memainkan fungsi edukatifnya yaitu memajukan pendidikan dan pengajaran berupa penyediaan sumber daya manusia yang berkualitas mensyaratkan pesantren Muhammadiyah harus menemukan format ideal dan terus meningkatkan mutu pendidikanya sehingga ketiga elemen fundamental yaitu pengetahuan agama, pengetahuan umum dan teknologi dapat terintegratif dengan baik
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Armai, 2007, Reformulasi Pendidikan Islam, Ciputat: CRDS Press Azizy, Qadry A., dkk, 2003, Pola Pengembangan Pondok Pesantren, Jakarta: Departemen Agama RI Daulay, Haidar Putra, 2007, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional Di Indonesia, Jakarta: Kencana Johnson, Elaine B., 2009, Contextual Teaching And Learning Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikan Dan Bermakna, alih bahasa Ibnu Setiawan, Bandung: Mizan Media Utama Masyhud, Sulthon, dan Moh. Khusnurdilo, 2003, Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka Nashir, Ridwan, 2005, Mencari TipologiFormat Pendidikan Ideal Pondok Pesantren Di Tengah Arus Perubahan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Purwanto, Yadi, 2007, Etika Profesi Psikologi Profetik Perspektif Psikologi Islami, Bandung: Refika Aditama Rais, Amin, dkk, 1999, Muhammadiyah Menuju Millenium III, Yogyakarta: Pustaka SM Yunus, Mahmud, 1979, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta: Mutiara Zuhairini dkk, 1997, Sejarah Pendidikan Islam,Jakarta: Bumi Aksara