SKRIPSI NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK PADA NOVEL HAPALAN SHALAT DELISA KARYA TERE LIYE
Oleh:
Siti Zulaicha NIM : 11108047
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2012
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
)ِإ َّن ِإ ُك ِإ ِإ ْي ٍن ُكخلُكًقا َو ُكخلُك ُك ْي ِإ ْي َوِإ ْي َوَوااُك (ر ه ما ك Rasullullah bersabda: “Sesungguhnya semua agama itu mempunyai akhlaq dan ahklaq Islam itu adalah sifat malu.”(HR.Malik).
Skripsi ini penulis persembahkan untuk : 1. Ayahku ( Alm.Munir Zainudin) dan ibundaku (Ariyani) serta mertuaku tercinta (Rr. Sri Dewi) yang telah mencurahkan kasih sayang dan segala usaha untuk membantu melancarkan studyku serta membekaliku dengan pendidikan dunia dan pendidikan akhirat demi tercapainya cita-citaku. 2. Suamiku tercinta (R. Sigit Hermawan) yang selalu mendampingi dalam segala keaadaan baik suka maupun duka dan perhatian tidak lupa buah hati (R. Naufal Herza Arganta Hermawan) yang menjadikan kado terindah dalam mewarnai hari-hariku. 3. Bpk. Drs.Bahroni, M.Pd yang saya hormati yang telah meluangkan waktu dan kesabarannya dalam memberikan bimbingan dan pengarahan. 4. Kakakku tercinta Fatchus Solicha Nofitasari dan adikku tercinta Azzahra Salsabila serta sahabatku Yulianti Endang, Zie-zie, Indah yang selalu membantuku dan memotivasiku untuk selalu semangat menuntut ilmu.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat,
taufiq
dan
hidayahnya,
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sholawat serta salam kami haturkan kepada kekasih Allah, Nabi Agung Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman jahilliyah menuju zaman islamiah seperti apa yang kita rasakan hingga sampai saat ini. Skripsi ini pernulis susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar sarjana pendidikan. Adapun judul skripsi ini adalah NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK PADA Novel Hafalan Shalat Delisa KARYA TERE LIYE Penulisan skripsi ini tidak lepas dari berbagai pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil. Dengan penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Dr. Imam Sutomo, M. Ag selaku ketua STAIN Salatiga. 2. Dra. Siti Asdiqoh selaku Kaprogdi pendidikan Agama Islam STAIN Salatiga 3. Drs. Bahroni, M.Pd selaku pembimbing yang telah banyak membantu dan mengarahkan hingga terselesaikannya skripsi ini. 4. Segenap bapak dan ibu Dosen serta karyawan STAIN Salatiga yang telah memberikan bekal ilmu dan pelayanan hingga studi selesai.
5. Ayahku (Alm.Munir Zainudin) dan Ummiku tersayang (Ariyani) yang selalu memberikan dukungan baik moriil maupun spiritual, serta yang senantiasa berkorban dan berdoa demi tercapainya cita-cita. 6. Suamiku tercinta (R. Sigit Hermawan) dan buah hatiku (R.Naufal Herza Arganta Hermawan) yang mana sangat berarti dalam memompa semangat penulis. 7. Tere Liye ( Darwis) yang telah menciptakan novel yang syarat nilai-nilai pendidikan sehingga menjadi inspirasi penulis untuk melakukan tinjauan dan pendalaman. Semoga amal mereka diterima sebagai amal ibadah oleh Allah SWT serta mendapatkan balasan yang berlipat ganda. Amin Penulis menyadari dan mengakui bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, semua ini dikarenakan keterbatasan kemampuan serta pengetahuan penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan dalam kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini memberikan sumbangan bagi pengembangan dunia khususnya pendidikan agama islam. Amin-amin yarobbal „alamin Salatiga, 27 Juni 2013 Penulis
ABSTRAK
Zulaicha, Siti. 2012. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak pada Novel Hapalan Shalat Delisa Karya Tere Liye. Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing Drs. Bahroni M.Pd. Kata kunci: Pendidikan, Akhlak, Novel Pada dasarnya pendidikan merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia dan harus dipenuhi sepanjang hayat, karena pendidikan merupakan kebutuhan hidup manusia. Begitu juga dengan ahklaq yangmenempati posisi yang sangat penting dalam Islam, karena kesempurnaan Islam tergantung juga pada kemuliaan dan kebaikan ahklaqnya. Ahklaq yang baik tidak akan terwujud pada seseorang tanpa adanya pembinaan yang dilakukan. Dalam konsep pendidikan ahklaq segala sesuatu itu dinilai baik atau buruk, terpuji dan tercela, karena pendidikan ahklaq itu bersumber pada Al-Quran dan AlHadist. Ada banyak cara dalam menyampaikan pendidikan ahklaq, salah satunya adalah yang dilakukan Tere Liye. Ia menyampaikan pendidikan ahklaq melalui karya sastranya. Dengan melihat latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah nilai-nilai pendidikan ahklaq apa saja yang dapat dipetik dalam novel Hafalan Shalat Delisa, bagaimana karakteristik tokoh yang ditampilkan dalam novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan nilai-nilai pendidikan ahklaq dan mendeskripsikan karakteristik tokoh yang ditampilkan dalam novel Hafalan Shalat Delisa dan relevansinya dalam era globalisasi saat ini. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research), sedangkan dalam pengumpulan datanya menggunakan metode dokumenter (bibliographis), analisis data yang digunakan dalam skripsi ini adalah analisis isi (content analysis). Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah: (1) Nilai-nilai Pendidikan ahklaq yang terkandung dalam novel Hafalan Salat Delisa di antaranya: nilai pendidikan ahklaq tehadap Allah (shalat,dzikir, dan berdoa, kepada Allah, ihklas menerima takdir Allah, takut akan siksaan Allah, dan takut akan kehilangan rahmat Allah), nilai pendidikan ahklaq terhadap keluarga (saling menghormati , berbakti, mencintai dan menyayangi keluarganya), nilai pendidikan ahklaq pada diri sendiri atau ahklaq mahmudah yaitu: (sabar, ihklas, syukur, optimis, tolong menolong, kerja keras, dan disiplin) serta ahklaq madzmumah (jahil, bandel, berdusta dan pencemburu) ahklak terhadap keluarga ( hak kasih sayang suamiistri, hak-hak bersama suami-istri, birul walidain) serta nilai pendidikan ahklak pada lingkungan (memelihara serta merawat semua ciptaan Allah SWT dengan baik). (2) Karakteristik tokoh yang ada dalam novel Hafalan Salat Delisa di antaranya dalah: karakter tokoh Delisa berumur enam tahun yang bandel dia juga
memiliki sifat yang berbeda dengan anak seumurannya dan rasa keingintahuannya sangat besar, karakter tokoh Salamah yaitu tokoh Ummi merupakan tokoh istri sekaligus Ummi yang shalihah dan memiliki sifat disiplin tinggi dalam mendidik anak-anaknya, karakter tokoh. (3) Relevansi nilai-nilai pendidikan ahklaq diera globalisasi saat ini adalah pentingnya pendidikan ahklaq yang mana dapat diaplikasikan dalam dunia pendidikan saat ini yaitu melalui kurikulum pendidikan karakter serta penanaman ahklaq sedini mungkin baik dirumah, sekolah maupun lingkungan mastarakat untuk menggulangi adanya dekadesi moral.
DAFTAR ISI
HALAMAN BERLOGO
i
HALAMAN JUDUL
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
iii
PENGESAHAN
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
vi
KATA PENGANTAR
vii
ABSTRAK
viii
DAFTAR ISI BAB I
x
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1 B. Rumusan Masalah ............................................................... 7 C. Tujuan Penelitian ................................................................ 8 D. Kegunaan Penelitian ........................................................... 8 E. Metode Penelitian ................................................................ 9 F.
Penegasan Istilah ................................................................. 10
G. Sistematika Penulisan ........................................................... 13
BAB II LANDASAN TEORI : KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI
A.
Pengertian Novel ................................................................. 14
B. Unsur-unsur Pembangun Novel ........................................... 15 C. Macam-Macam Novel .......................................................... 17 D. Pengertian Nilai ................................................................... 17 E. Pengertian Pendidikan .......................................................... 19 F.
Pengertian Akhlak ................................................................ 22
G. Sumber Akhlak .................................................................... 25 H. Ruang Lingkup Akhlak ........................................................ 27 I.
Karakteristik Pendidikan Akhlak .......................................... 27
BAB III BIOGRAFI NASKAH A. Unsur Intrinsik ..................................................................... 31 B. Unsur Ekstrinsk.................................................................... 31 1. Riwayat Hidup Pengarang ............................................. 31 2. Riwayat Pendidikan Pengarang ..................................... 34 3. Sosial Budaya Pengarang .............................................. 34 C. Sinopsis Hafalan Shalat Delisa ............................................. 35 BAB IV PEMBAHASAN A. Nilai-Nilai Pendidikan Anak pada Novel Hafalan Shalat Delisa ................................................................................... 36 1.
Akhlak pada Allah SWT .............................................. 36
2.
Akhlak pada Diri Sendiri .............................................. 57
3.
Akhlak pada Keluarga .................................................. 73
4.
Akhlak pada Lingkungan ............................................. 78
B. Karakteristik Tokoh Hafalan Shalat Delisa .......................... 80 C. Relevansi Nilai-Nilai Pendidikan Akhak pada Novel Hafalan Shalat Delisa di Era Globalisasi saat ini .................. 89 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .......................................................................... 95 B. Saran .................................................................................... 97 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada dasarnya pendidikan akhlak menempati posisi sangat penting dalam Islam, karena kesempurnaan seseorang tergantung kepada kebaikan dan kemuliaan akhlaknya. Manusia yang dikehendaki Islam adalah manusia yang memiliki akhlak yang mulia, manusia yang seperti inilah yang akan mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat (Azmi, 2006:54 ). Akhlak yang baik tidak akan terwujud pada seseorang tanpa adanya
pembinaan
yang
dilakukan.
Oleh
karena
itu
perlu
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari ( Azmi, 2006:54 ). Dalam konsep pendidikan akhlak segala sesuatu itu dinilai baik dan buruk, terpuji atau tercela, semata-mata berdasarkan AlQur‟an dan Hadits. Ajaran akhlak dalam Islam bersumber dari wahyu Allah SWT yang termaktub dalam Al-Qur‟an dan Hadits (Azmi, 2006: 75 ). Imam al-Ghazali:
َة ْال َةه َة ْا ُةُةا ْا َة ْا َة ُةا ِةاُة ُةه ْا َة ٍة َة ُة ْاا ٍةا ِة ْا, َة ْا ُةل ُة ُة ِة َة َةا ٌة َة ْا َة ْا َة ٍة ِةى لَّن ْا ِة َةا ِةا َةل ٌة . َة ِةْاا َة َةا ٍة ِةإ َةى ِة ْا ٍةا َة ُةا ْا َة ٍة
Artinya: "Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan." (Al-Ghazali, 1989:58). Islam menginginkan suatu masyarakat yang berakhlak mulia. Akhlak mulia ini sangat ditekankan karena di samping akan membawa kebahagiaan bagi individu, juga sekaligus membawa kebahagiaan bagi masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain,akhlak utama yang ditampilkan seseorang , tujuannya adalah untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat ( Azmi, 2006:60 ). Dewasa ini ahklaq sering dikaitkan dengan pendidikan karakter yang merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Karakter dapat juga diartikan sama dengan akhlak dan budi pekerti, sehingga karakter bangsa identik dengan akhlak bangsa atau budi pekerti bangsa. Wynne (1991) mengemukakan bahwa karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” (menandai) dan
memfokuskan pada bagaimana menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam tindakan nyata atau perilaku sehari-hari. Oleh sebab itu,seseorang yang berperilaku suka menolong dikatakan,baik,jujur dan suka menolong dikatakan sebagai orang yang memiliki karakter baik/mulia begitu juga sebaliknya. Adanya krisis etika dan moral dewasa ini seperti meningkatnya kekerasan pada remaja, penggunaan kata-kata yang memburuk, meningkatnya penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas, kaburnya batasan moral baik-buruk, rendahnya rasa tanggung jawab dan rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru. Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, bahkan juga krisis etika dan moral dalam beragama lantas memunculkan pertanyaan tentang peranan dan sumbangan Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam membentuk etika dan moral. Walaupun variabel perkembangan permasalahan tersebut sesungguhnya sangat kompleks, namun seringkali secara langsung maupun tidak langsung dihubungkan dengan permasalahan pendidikan agama di sekolah. Pertanyaan seperti ini dianggap sahsah saja karena sumber dari berbagai permasalahan tersebut adalah akibat adanya krisis etika dan moral, sedangkan tugas pokok pendidikan agama adalah membentuk anak didik memiliki moralitas dan akhlak budi pekerti yang mulia.
Pendidikan adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia karena pendidikan merupakan kebutuhan penting bagi kehidupan manusia yang harus dipenuhi sepanjang hayat.
Pendidikan
juga
merupakan
proses
pembentukan
kepribadian. Dengan pendidikan diharapkan dapat menghasilkan manusia yang berkualitas dan bertanggung jawab. Sebagaimana dipaparkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 Tahun 2003 bab VI pasal 13 yaitu tentang jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya, pendidikan
sebagaimana
disebutkan
dalam
ayat
(1)
diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatapan muka atau melalui jarak jauh. Jadi pendidikan tidak hanya berlangsung di sekolah
formal tetapi juga dapat berlangsung di luar sekolah
nonformal. Ada banyak cara menyampaikan nilai-nilai pendidikan akhlak, salah satunya yang digunakan oleh Tere-Liye lewat karya sastranya berupa novel berjudul Hafalan Shalat Delisa (HSD). Dimana novel ini adalah sebuah novel yang di dalamnya banyak terdapat pesan pendidikan yang dapat dipetik. Dalam novel ini diceritakan tentang seorang anak perempuan berumur enam tahun. Awalnya Delisa menghafal bacaan shalat karena sekolahnya mengadakan ujian praktik dan
demi hadiah yang dijanjikan Umminya. Sebagaimana dipaparkan dalam kutipan berikut: Delisa yang sedang duduk diayunan yang berada di bawah pohon jambu sambil menghafal do‟a iftitah. Delisa sedang berjuang menghafalkan bacaan shalatnya, ia kelihatan sibuk menghafal walau masih banyak yang kebolak-balik, tapi Delisa tetap semangat untuk menghafal dengan harapan akan lulus ujian praktik di sekolah dan mendapatkan hadiah kalung dari Ummi. Waktu berjalan begitu cepat, dengan adanya jembatan keledai teknik cepat menghafal bacaan shalat lebih cepat dan lancar (Liye, 2011:64). Minggu 26 Desember saat dimana hari yang akan diingat seluruh dunia dimana Delisa akan menghadapi ujian praktik shalat, Delisa bangun dengan semangat, bacaan shalat subuhnya pun sudah nyaris sempurna kecuali sujud, tibatiba bacaan sujudnya lupa tapi Delisa mengabaikan fakta itu, karena di sekolah dia masih banyak waktu untuk mengingatnya. Hadiah kalung yang membuat Delisa semangat sekolah, Delisa berangkat sekolah di antar Ummi salamah, ketika bel masuk anak-anak berebutan masuk ke kelas (Liye,2011:65). Setelah lama menunggu tiba saatnya delisa untuk praktik shalat. Delisa mulai membaca taawudz, sedikit gemetar membaca basmallah, Delisa siap utuk shalat yang sempurna kepada Allah untuk pertama kalinya, Delisa akan khusuk. “Allahu-akbar” persis ketika ucapan itu hilang dari mulut Delisa, tiba-tiba tanah bergetar dahsyat, tepat ketika Delisa mengucap kata Wa-ma-maa-tii lantai sekolah bergetar hebat dan suara gemuruh air, tetapi Delisa khusuk melakukan shalatnya. Delisa tetap membaca bacaan shalatnya, air keruh mulai masuk kedalam mulutnya. Delisa di tengah sadar dan tidaknya ia ingin sujud dengan sempurna untuk pertama kalinya. Dua-pertiga malam, waktu yang mulai, waktu yang dijanjikan dalam ayat-ayat-Mu dan Delisa mendapatkan penjelasan itu lewat mimpi, mimpi yang sebenarnya akan ia ingat sepanjang hayatnya (Liye, 2011:66). Waktu satu minggu Delisa sudah nyaris hafal seluruhnya, shalatnya juga lebih khusuk. Sabtu sore, kelas TPA-nya belajar di luar disalah satu bukit yang ada di Lhok Nga. Setelah satu jam belajar mereka menghentikan
pelajarannya, mereka akan shalat berjama‟ah. Tanpa disadari, itulah shalat pertama Delisa yang akan sempurna, tak lupa satu bacaan pun, dan tak lalai satu gerakanpun. Beberapa saat kemudian Delisa selesai (Liye, 2011:250). Selepas shalat ashar yang penuh makna, Delisa mencuci kedua tangannya, ketika ujung jari Delisa menyentuh sejuknya air sungai, ketika itulah Delisa menatap kemilau kuning indah yang menakjubkan. Demi melihat cahaya itu Delisa menyebrangi sungai. Ya Allah, bukankah itu seuntai kalung? Seluruh persediaan tubuhnya bergetar ketika melihat kalung yang tersangkut ditangan yang sudah menjadi kerangka sempurna kerangka manusia. Delisa mendesis lemah “U-m-m-i” kemudia Delisa jatuh pingsan terjerambab kedalam sejuknya air sungai itu (Liye, 2011:264). Tere-Liye menggunakan media penyimpanan pesan-pesan yang ada di dalam Islam, salah satunya melalui karya sastranya berupa novel HSD. Novel HSD karya Tere-Liye adalah novel yang mengandung banyak sekali hikmah atau pesan pendidikan akhlak yang dapat dipetik. Dalam sampul dan cover novel hafalan shalat Delisa tersebut, ada beberapa komentar tokoh yang mengagumi novel tersebut. Habiburrahman El Shirazy, penulis novel best seller AyatAyat Cinta memberikan komentar sebagai berikut: “Buku yang indah ditulis dalam kesadaran ibadah, buku ini mengajak kita untuk mencintai anugrah juga musibah, dan mencintai indahnya hidayah.” Taufik Ismail, penyair yang memberi komentar sebagai berikut: “Novel bacaan shalat anak 6 tahun dengan latar bacaan tsunami ini sangat mengharukan, nilai keikhlasan dengan halus
dijalani pengarangnya kedalam plot cerita dunia kanak-kanak ini, saya membacanya dengan sentimental, karena setelah bacaan tsunami bolak-balik ke Lhok Nga itu.” Ahmadun Yosi Herfanda, sastrawan dan redaktur sastra Republika memberikan komentar sebagai berikut: “novel ini disajikan dengan gaya sederhana namun sangat menyentuh, penulis berhasil menghadirkan
tokoh-tokoh dan suasana yang begitu
hidup, islami, dan luar biasa, pantas dibaca oleh siapa saja yang ingin mendapatkan pencerahan rohani”. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti nilai akhlak yang terdapat dalam novel tersebut, dengan judul “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Pada Novel Hapalan Shalat Delisa Karya Tere Liye ”
B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apa sajakah nilai-nilai pendidikan ahklak
yang dapat dipetik
dalam novel HSD karya Tere Liye ? 2. Bagaimana karakteristik tokoh yang ditampilkan dalam novel HSD karya Tere Liye ?
3. Adakah relevansi antara nilai-nilai pendidikan ahklaq dalam novel HSD di era globalisasi saat ini ?
C. TUJUAN PENELITIAN Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca khususnya dalam mendalami jenis penelitian literatur serta dapat mengembangkan berbagai media sebagai sumber pengetahuan khususnya dalam bentuk naskah.
D. KEGUNAAN PENELITIAN Adapun manfaat yang diharapkan adalah: 1. Teoritis a. Dapat memperluas khasanah ilmu dalam karya ilmiah terutama dalam buku cerita. b. Sebagai wahana pemikiran dan menetapkan teori-teori yang ada dengan realitas yang ada di masyarakat. 2. Praktis a. Dapat memberikan konstribusi bagi pembaca dalam pengajaran terutama memahami makna atau hikmah dalam suatu cerita. b. Dapat memberi masukan kepada peneliti untuk penelitian selanjutnya. c. Sebagai transformasi nilai pendidikan yang terimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
E. METODE PENELITIAN a. Jenis penelitian Penelitian ini digolongkan dalam penelitian kepustakaan (library research) karena data yang diteliti berupa naskah-naskah, atau majalah-majalah yang bersumber dari khasanah kepustakaan (Arikunto, 2002 : 54) Dalam hal ini yang dijadikan objek penelitian adalah Hafalan Shalat Delisa. b. Objek penelitian Objek yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah data primer atau data langsung dari tangan pertama tentang masalah nilai-nilai pendidikan akhlak yang akan ungkapkan dalam novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere-Liye. c. Metode pengumpulan data Metode menggunakan
pengumpulan dokumenter
data atau
dalam
penelitian
biblioggraphis.
ini
Metode
dokumenter biblioggraphis adalah cara mengumpulkan data yang dilakukan dengan dengan kategorisasi dan klarifikasi bahan-bahan tertulis yang berhubungan dengan masalah penelitian, baik dari sumber dokumen maupun buku-buku, Koran, majalah, dan lain sebagainya (Sukmadinata, 2008:95). Data dalam penelitian ini diperoleh dari data primer dan data sekunder.
d. Sumber data primer Sumber data primer adalah data aunthentik atau data langsung dari tangan pertama tentang masalah yang diungkapkan. Secara sederhana data ini disebut data asli (Sukmadinata, 2008 : 80). Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere-Liye. e. Sumber data sekunder Sumber data sekunder adalah data yang mengutip dari sumber lain sehingga tidak bersifat aunthentik karena sudah diperoleh dari tangan kedua, ketiga, dan selanjutnya. Dengan demikian data ini disebut juga data tidak asli (Nawawi, 1991: 80). Data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku yang mempunyai
relevansi
untuk
memperkuat
argumentasi dan
melengkapi hasil penelitian ini diantaranya adalah pengantar studi akhlak, anatomi sastra, metode penelitian, teori perkajian fisik, ilmu akhlak, dan lain sebagainya. f. Teknik analisis Yang dimaksud analisis dalam penelitian ini adalah seluruh rangkaian kegiatan sebagai upaya menarik kesimpulan dari hasil kajian konsep atau teori yang mendukung penelitian ini. Untuk menganalisis novel HSD karya Tere-Liye, penulis menggunakan
content analysis, yaitu setiap prosedur sistematis yang dirancang untuk mengkaji isi informasi tertekam (Ratna, 2009:48). Adapun langkah-langkah dalam content analysis di antaranya adalah: pertama penemu unit fisik, unit ini digambarkan secara fisik menurut ukuran atau volume novel yang akan dibahas. Kedua menemukan unit sintaksis, unit ini berkaitan dengan tata bahasa yang digunakan dalam novel. Ketiga menemukan unit referensi, unit ini didefinisikan dalam obyek, peristiwa, orang tindakan, ataupun ide tertentu yang dirujuk oleh sebuah ungkapan. Keempat menemukan unit proposisional, unit ini dilakukan untuk menggambarkan berbagai proposisi. Kelima menemukan unit tematik, unit ini diidentifikasi dengan kesesuaian dengan definisi structural tentang isi cerita, penjelasan dan intrepretasi, hal ini agar mempermudah para pembaca mengenai tema-tema terutama dalam novel (Ratna, 2009:82).
F. PENEGASAN ISTILAH Untuk
menghindari
terjadinya
kesalahpahaman
dalam
menafsirkan maksud yang terkandung dalam judul penelitian kependidikan ini, maka penulisa menegaskan istilah sebagai berikut: 1.
Nilai pendidikan akhlak Nilai adalah kualitas suatu hal itu dapat disukai, diinginkan berguna atau dapat menjadi objek kepentingan dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (1989: 534). Nilai adalah suatu yang berharga bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia
(http://www.uzey.blogspot.com),
pendidikan
akhlak
terdiri dari dua kata yaitu pendidikan dan akhlak. Pendidikan menurut adalah suatu proses pendewasaan diri melalui pengajaran dan latihan (Poerwadarminta, 1985:702). Sedangkan akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya
lahirlah
macam-macam
perbuatan
baik
atau
buruktanpa memerlukan pemikiran dan pertibangan (Ibrahim, 1972:202). Jadi nilai pendidikan aklak adalah pengarahan tentang apa dan bagaimana yang seharusnya dilakukan oleh seorang manusia dari perbuatan mereka. 2. Novel Hafalan Delisa Novel merupakan karya fiksi yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan halus (Semi, 1988:32). Jadi, Novel HSD adalah karya sebuah sastra karya Tere-Liye
yang isinya mengajarkan kepada pembaca
tentang kasih sayang, keikhlasan, dan ketabahan.
G. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini, penulisan membahas masalahmasalah yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Adapun sistematika penulisan skripsi meliputi : Bab I Pendahuluan, terdiri dari: Latar Belakang Masalah, Penegasan Istilah, Perumusan Masalah, Tujuan dan manfaat penelitian, Kajian pustaka, Metode penelitian, Sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Teoritik Tentang Novel dan Pendidikan Akhlak, terdiri dari: Pengertian novel, Unsur-unsur pembangun novel, Pengertian pendidikan akhlak, Sumber pendidikan akhlak, Kedudukan dan keistimewaan pendidikan akhlak dalam Islam, Ruang lingkup pendidikan akhlak, karakteristrik pendidikan akhlak. Bab III Gambaran Umum Novel HSD Berisi tentang: Riwayat hidup pengarang, Riwayat pendidikan. Bab IV Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Novel HSD Bab V Penutup berisi tentang: Kesimpulan dan Saran.
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Novel Sastra adalah jenis tulisan yang menurut kritikus Rusia, Roman Jakobson, menyajikan „tindak kekerasan teratur terhadap ujaran biasa‟. Sastra
mentransformasikan
dan
mengintensifkan
bahasa
biasa,
menyimpangkan bahasa secara sistematis dari ujaran sehari-hari (Harfiyah, 2006: 2-3). Sastra mempunyai hukum, struktur, alat spesifiknya sendiri yang lebih dipelajari dalam dirinya sendiri daripada direduksi menjadi hal yang lain. Karya sastra bukanlah kendaraan untuk ide, refleksi realitas sosial, maupun pengejawantahan dari kebenaran transendental: sastra adalah fakta material yang fungsinya dapat dianalisis lebih seperti orang memeriksa sebuah mesin. Sastra terbuat dari kata-kata, bukan objek maupun rasa, dan salah untuk melihatnya sebagai ekspresi diri pikiran penulisannya (Harfiyah, 2006 : 3). Karya satra merupakan wujud ungkapan perasaan pengarang. Seperti juga karangan lain, karya sastra dibuat pengarang dengan maksud untuk mengkomunikasikan sesuatu kepada pembacanya. Hanya karena sifat dasarnya yang berbeda dengan karngan lain, maka sesuatu yang dikomunikasikan tersebut juga berbeda. Salah satu bentuk karya sastra adalah novel. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, novel adalah karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan
seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap perilaku. Novel merupakan karya sastra yang mempunyai dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur pembangun yang terdapat dalam karya sastra novel tersebut. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah dunialuar karya sastra yang turut melatarbelakangi dan menunjang karya sastra novel tersebut. Selain itu terdapat unsur lagi yang akhir-akhir ini tampak banyak dibicarakan, yaitu unsur reseptif, suatu unsur yang lebih menitikberatkan kepada tanggapan pembaca atau penikmat sastra, bukan tanggapan perseorangan melainkan tanggapan kelompok masyarakat atau masyarakat (Suryani, 2012: 14). B. Unsur-unsur Pembangun Novel Beberapa struktur novel dibentuk oleh unsur-unsur (Kosasih, 2012: 6071) sebagai berikut: 1. Tema adalah gagasan yang menjalin struktur cerita. Tema suatu cerita menyangkut segala persoalan, baik itu berupa masalah kemanusiaan, kekuasaan, kasih sayang, kecemburuan, dan sebagainya. 2. Alur (plot) adalah sebagaian dari unsur intrinsik suatu karya sastra. Alur merupakan pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab akibat. 3. Latar atau setting yaitu meliputi tempat, waktu, dan budaya yang digunakan dalam suatu cerita. Latar berfungsi untuk memperkuat atau mempertegas keyakinan pembaca terhadap jalannya suatu cerita. Kita
dapat mengamati latar dengan adanya penamaan tokoh dan juga budayanya. 4. Penokohan merupakan salah satu unsur intrinsik karya sastra, di samping tema, alur, latar, sudut pandang, dan amanat. Penokohan adalah cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita. Dalam novel tersebut, kita dapat mengamati karakter setiap tokoh. Ada beberapa cara yang dapat dipergunakan oleh pengarang untuk melukiskan watak,rupa,atau pribadi para tokoh tersebut antara lain: a. Physical description (melukiskan bentuk lahir dari pelakon) b. Portrayal of thought stream or of conciuos thought melukiskan jalan pikifran pelakon atau apa yang melintas dalam pikirannya) c. Reaction to event (melukiskan bagaimana reaksi pelakon itu terhadap kejadian-kejadian) 5. Point of View atau Sudut Pandang adalah posisi pengarang dalam membawakan cerita. 6. Amanat merupakan ajaran moral atau pesan didaktis yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karyanya itu. 7. Gaya bahasa berfungsi untuk menciptakan suatu nada atau suasana persuasif serta merumuskan dialog yang mampu memperlihatkan hubungan dan interaksi antara sesama tokoh.
C. Macam-macam Novel Menurut Muchtar Lubis dalam Tarigan (1984:165) cerita novel ada bermacam-macam antara lain: 1. Novel avonuter adalah bentuk novel yang dipusatkan pada seorang lakon atau tokoh utama atau lakon. Ceritanya dimulai dari awal sampai akhir para tokoh mengalami rintangan-rintangan dalam mencapai maksudnya. 2. Novel psikologi adalah novel yang penuh dengan peristiwa-peristiwa kejiwaan para tokoh 3. Novel detektif adalah novel yang merupakan cerita pembongkaran rekayasa kejahatan untuk menangkap pelakunya dengan cara penyelidikan secara tepat dan cermat. 4. Novel politik atau Sosial adalah bentuk cerita tentang kehidupan golongan dalam masyarakat dengan segala permasalahannya. 5. Novel kolektif adalah novel yang menceritakan pelaku secara komplek (menyeluruh).
D. Pengertian Nilai Secara garis besar nilai dibagi menjadi dua kelompok yaitu nilainilai nurani (values of being) dan nilai-nilai memberi (values of giving) (Zaim, 2009: 7). Nilai-nilai nurani adalah nilai yang ada dalam diri manusia kemudian berkembang menjadi perilaku serta cara kita memperlakukan orang lain. Yang termasuk dalam nilai-nilai nurani adalah
kejujuran, keberanian, cinta damai, keandalan diri, potensi, disiplin, tahu batas, kemurnian, dan kesesuaian. Nilai-nilai memberi adalah nilai yang perlu dipraktikkan atau diberikan yang kemudian akan diterima sebanyak yang diberikan. Yang termasuk pada kelompok nilai-nilai memberi adalah setia, dapat dipercaya, hormat, cinta, kasing sayang, peka, tidak egois, baik hati, ramah, adil, dan murah hati (Zaim, 2009: 7). Nilai adalah suatu penetapan atau suatu kualitas yang menyangkut suatu jenis apresiasi atau minat. Sehingga nilai merupakan suatu otoritas ukuran subjek yang menilai, dalam artian di dalam koridor keumuman dan kelaziman dalam batas-batas tertentu yang pantas bagi pandangan individu dan sekelilingnya (Aziz, 2009: 120). Adapun
pengertian nilai menurut beberapa ahli (Muhaimin danl
Mujib, 1998: 110) adalah sebagai berikut: a. Menurut Young, nilai diartikan sebagai asumsi-asumsi yang abstrak dan sering didasari hal-hal penting. b. Green, memandang nilai sebagai lesadaran yang secara kolektif berlangsung dengan didasari emosi terhadap objek, ide dan perseorangan. c. Woods, mengatakan bahwa nilai merupakan petunjuk-petunjuk umum yang telah berlangsung lama yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.
d. Dalam pengertian lain, nilai adalah konsepsi-konsepsi abstrak dalam diri manusia atau masyarakat, mengenai hal-hal yang dianggap baik dan benar serta hal-hal yang dianggap buruk dan salah. Nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan, dimana seseorang harus bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau mengenai sesuatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan, dimiliki dan dipercaya (Mawardi, 2009: 16). Sedangkan Sidi Gazalba mengartikan nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak dan ideal. Nilai bukan konkrit, bukan fakta, tidak hanya sekedar soal penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki, yang disenangi dan yang tidak disenangi. Nilai itu terletak antara hubungan subjek dan objek. Seperti garam, emas Tuhan itu tidak bernilai bila tidak ada subjek yang menilai. Garam menjadi berarti setelah ada orang yang membutuhkan, emas menjadi berharga setelah ada orang yang mencari perhiasan, dan Tuhan akan menjadi berarti setelah ada makhluk yang membutuhkannya. Tetapi nilai juga terletak pada barang (objek), nilai ketuhanan karena dalam dzat Tuhan terdapat sesuatu yang sangat berharga bagi manusia, dan dalam logam emas terdapat zat yang tidak lapuk, antikarat dan jenis keindahan lainnya yang sangat berharga bagi manusia (Mawardi, 2009: 17-18). E. Pengertian Pendidikan Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada bab 1 pasal 1 disebutkan bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untukmewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Istilah pendidikan dalam bahasa Inggris “education” yang berakar dari bahasa laton “educare” yang dapat diartikan pembimbingan berkelanjutan (to lead forth), dan jika diperluas arti etimologis tersebut mencerminkan keberadaan pendidikan yang berlangsung dari generasi ke generasi sepanjang eksistensi kehidupan manusia (Suparlan, 2007: 77). Hasan Langgulung melihat arti pendidikan dari sisi fungsi, yaitu: pertama, dari pandangan masyarakat, yang menjadi tempat bagi berlangsungnya pendidikan sebagai satu upaya penting pewarisan kebudayaan yang dilakukan oleh generasi tua kepada generasimuda agar kehidupan masyarakat tetap berlanjut. Kedua, dari sisi kepnetingan individu, pendidikan diartikan sebagai upaya pengembangan potensipotensi tersembunyi yang dimiliki manusia (Mahmud, 20011: 20-21). Beberapa definisi pendidikan menurut para ahli, dalam buku yang berjudul Administrasi Pendidikan (Engkoswara, 2010: 5-6) adalah sebagai berikut: 1. M.J. Langveled, pendidikan adalah bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak
dengan bantuan orang lain, dengan kata lain membimbing anak mencapai kedewasaan. 2. J.J. Rousseau (filosof Swiss, 1712-1778), pendidikan adalah memberikan pembekalan yang tidak ada pada masa kanakkanak, tapi dibutuhkan pada masa dewasa. 3. John Dewey (filosof Chicago, 1859 M-1959 M), pendidikan adalah
proses
pembentukkan
kecakapan-kecakapan
fundamental secara intelektual, emosional ke arah alam dan sesama
manusia,
dengan
kata
lain
sebagai
usaha
pengembangan potensi individu setiap peserta didik. 4. Ivan Illc, pendidikan adalah pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Adapun definisi pendidikan yang menitikberatkan pada aspek serta ruang lingkupnya dikemukakan oleh Ahmad D. Marimba. Ia menyatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terheadap perkembangan jasmani dan ruhani terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang uatama (Mahmud, 2011: 21). Sementara Zamroni memberikan definisi pendidikan adalah suatu proses menanamkan dan mengembangkan pada diri peserta didik pengetahuan tentang hidup, sikap dalam hidup agar kelak ia dapat membedakan barang yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk, sehingga kehadirannya ditengah-tengah masyarakat akan bermakna dan berfungsi secara optimal (Zaim, 2009: 3). Dari definisi tersebut dapat
diketahui bahwa pendidikan adalah merupakan usaha atau proses yang dtujukan untuk membina kualitas sumber daya manusia seutuhnya agar ia dapat melakukan perannya dalam kehidupan secara fungsional dan optimal. Dengan demikian pendidikan pada intinya menolong ditengahtengah kehidupan mansuia. Pendidikan akan dapat dirasakan manfaatnya bagi manusia. F. Pengertian Akhlaq Secara etimologis (lughatan) akhlaq (bahasa Arab) adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata Khaliq (Pencipta), makhluq (yang diciptakan) dan khalq (penciptaan) (Munjid, 1989:164). Kesamaan akar kata di atas mengisyaratkan bahwa dalam akhlaq tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak Khaliq (Tuhan) dengan perilaku makhluq (manusia). Atau dengan kata lain, tata perilaku seseorang terhadap orang lain dan lingkungannya baru mengandung nilai akhlaq yang hakiki manakala tindakan atau perilaku tersebut didasarkan kepada kehendak Khaliq (Tuhan). Dari pengertian etimologis seperti ini, akhlaq bukan saja merupakan tata aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antara sesama manusia, tetapi juga norma yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam semesta sekalipun (Nasution, 1992 : 98).
Secara terminologis ada beberapa definisi tentang akhlaq di antaranya adalah menurut : 1. Imam al-Ghazali:
َة ْال َةه َة ْا ُةُةا ْا َة ْا َة ُةا, َة ْا ُةل ُة ُة ِة َة َةا ٌة َة ْا َة ْا َة ٍة ِةى لَّن ْا ِة َةا ِةا َةل ٌة ِةاُة ُةه ْا َة ٍة َة ُةا ٍةْاا ِة ْا َة ِةْاا َة َةا ٍة ِةإ َةى ِة ْا ٍةا َة ُةا ْا َة ٍة Artinya: "Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan "( al-Ghazali, 1989 : 58). 2. Ibrahim Anis:
َح ْا ُخ ُخ َح ْال َح ْا َح ْا َح ُخا ِل ْا َح ْا ٍر َح ْا َح ِل ِل ْا, ْا ُخل ُخ ُخ َح ٌلا ِل لَّن ْا ِل َح ِلا َحل ٌل َح ْا ِل َح َحا ٍر إِل َحى ِل ْا ٍر َح ُخ ْا َح ًة Artinya: "Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa
membutuhkan
pemikiran
dan
pertimbangan
"
(Anis,1972:202).
3. Abdul Karim Zaidan:
ِل َح ْا َح َحع نِلى َح ِل َح ِل ا ْا ُخ ْاستَح ِلق َّن ةِل ِلى َّنل ْا ِل َح ِلى َح ْا ِل س ِلا َح ْا َح ْاق ُخ ُخ َح ِل ْا َح َّن َح ْاق ُخ ُخ َح َح ْا ِل َح َح ْا ُخ س ُخ ْا ِل ْاع ُخ ِل نَح َح ِل ِلا ْان َح .َح ْال ُخ
ْا ُخ ْا َح ٌل َح ِل ْا َح نِل َح ْا ُخ ُخ
َح
َح
َح ْا
Artinya: (Akhlaq) adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam da jiwa, yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat
menilai perbuatánnya baik atau buruk, untuk kemudian memilih melakukan atau meninggalkannya " ( Zaidan, 1976 : 75). Ketiga definisi yang dikutip di atas sepakat menyatakan bahwa akhlaq atau khuluq itu adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga dia akan muncul secara spontan bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar. Dari keterangan di atas jelaslah bagi kita bahwa akhlaq itu haruslah bersifat konstan, spontan, tidak temporer dan tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan serta dorongan dari luar. Sekalipun dari beberapa definisi di atas kata akhlaq bersifat netral, belum menunjuk kepada baik dan buruk, tapi pada umumnya apabila disebut sendirian, tidak dirangkai dengan sifat tertentu, maka yang dimaksud adalah akhlaq yang mulia. Misalnya bila seseorang berlaku tidak sopan kita mengatakan padanya, "kamu tidak berakhlaq". Pada-hal tidak sopan itu adalah akhlaqnya. Tentu yang kita maksud adalah kamu tidak memiliki akhlaq yang mulia, dalam hal ini sopan. Di samping istilah akhlaq, juga dikenal istilah etika dan moral. Ketiga istilah itu sama-sarna menentukan nilai baik dan buruk sikap dan perbuatan manusia. Perbedaannya terletak pada standar masing-masing. Bagi akhlaq standarnya adalah Al-Qur'an dan Sunnah; bagi etika standarnya pertimbangan akal pikiran; dan bagi moral standarnya adat kebiasaan yang umum berlaku di masyarakat (Asmaran, 1992 : 9).
Sekalipun dalam pengertiannya antara ketiga istilah di atas (akhlaq, etika dan moral) dapat dibedakan. namun dalam pembicaraan sehari-hari, bahkan dalam beberapa literatur keislaman, penggunaannya sering tumpang tindih. Misalnya judul buku Ahmad Amin, al-Akhláq, diterjemahkan oleh Prof. Farid Ma'ruf dengan Etika (Ilmu Akhlaq). Dalam Kamus Inggris-Indonesia karya John M. Echols dan Hassan Shadily, moral juga diartikan akhlaq (1988 : 385).
G. Sumber Ahklaq Yang dimaksud dengan sumber akhlaq adalah yang menjadi ukuran baik dan buruk atau mulia dan tercela. Sebagaimana ke-seluruhan ajaran Islam, sumber akhlaq adalah Al-Qur'an dan Sunnah, bukan akal pikiran atau pandangan masyarakat sebagaimana pada konsep etika dan moral. Dan bukan pula karena baik atau buruk dengan sendirinya sebagaimana pandangan Mu'tazilah (Amin,1973 : 47). Dalam konsep akhlaq, segala sesuatu itu dinilai baik atau buruk, terpuji atau tercela, semata-mata karena Syara' (Al-Qur'an dan Sunnah) menilainya demikian. Kenapa sifat sabar, syukur, pemaaf, pemurah dan jujur misalnya dinilai baik? Tidak lain karena Syara' menilai semua sifatsifat itu baik. Begitu juga sebaliknya, kenapa pemarah, tidak bersyukur, dendam, kikir dan dusta misalnya dinilai buruk? Tidak lain karena Syara' menilainya demikian.
Hati nurani atau fitrah dalam bahasa Al-Qur'an memang dapat menjadi ukuran baik dan buruk karena manusia diciptakan oleh Allah SWT memiliki fitrah bertauhid, mengakui ke-Esaan-Nya (QS. Ar-Rûm 30: 30). Karena fitrah itulah manusia cinta kepada kesucian dan selalu cenderung kepada kebenaran. Hati nuraninya selalu men-dambakan dan merindukan kebenaran, ingin mengikuti ajaran-ajaran Tuhan, karena kebenaran itu tidak akan didapat kecuali dengan Allah sebagai sumber kebenaran mutlak ( Asmaran,1992 : 9). Namun fitrah manusia tidak selalu terjamin dapat berfungsi dengan baik karena pengaruh dari luar, misalnya pengaruh pendidikan dan lingkungan. Fitrah hanyalah merupakan potensi dasar yang perlu dipelihara dan dikembangkan. Betapa banyak manusia yang fitrahnya tertutup sehingga hati nuraninya tidak dapat lagi melihat kebenaran. Oleh sebab itu ukuran baik dan buruk tidak dapat diserahkan sepenuhnya hanya kepada hati nurani atau fitrah manusia semata. Harus dikembalikan kepada penilaian Syara'. Semua keputusan Syara' tidak akan bertentangan dengan hati nurani manusia, karena kedua duanya berasal dari sumber yang sama yaitu Allah SWT. Demikian juga halnya dengan akal pikiran. la hanyalah salah satu kekuatan yang dimiliki manusia untuk mencari kebaikan atau keburukaii. Dan keputusannya bermula dari pengalaman empiris kemudian diolah menurut kemampuan pengetahuannya. Oleh karena itu keputusan yang diberikan akal hanya bersifat spekulatif dan subjektif (Asmaran : 35).
H. Ruang Lingkup Ahklaq Dengan sedikit modifikasi Yunahar Ilyas (2011:6) membagi pembahasan akhlaq dalam buku “Kuliah Ahklaq” menjadi: a. Akhlaq terhadap Allah SWT b. Akhlaq terhadap Rasulullah saw c.
Akhlaq pribadi
d.
Akhlaq dalam keluarga
e.
Akhlaq bermasyarakat
f.
Akhlaq bernegara
I. Karakteristik Pendidikan Ahklaq Di samping kedudukan dan keistimewaan akhlaq yang sudah diuraikan sebelumnya maka akhlaq dalam Islam paling tidak juga memiliki lima ciri-ciri khas yaitu : (1) Rabbani, (2) manusiawi, (3) universal, (4) seimbang, dan (5) realistik (Basyir, 1993: 223-226). Berikut ini uraian ringkas kelima ciri-ciri tersebut : 1. Akhlaq Rabbani Ajaran akhlaq dalam Islam bersumber dari wahyu Illahi yang termaktub dalam Al-Qur‟an dan Sunnah. Di dalam Al-qur‟an terdapat kira-kira 1.500 ayat yang mengandung ajaran akhlaq, baik yang teoritis maupun yang praktis. Demikian pula hadist-hadist Nabi, amat banyak jumlahnya yang memberikan pedoman akhlaq. Sifat Rabbani dari
akhla
juga
menyangkut
tujuannya,
yaitu
untuk
memperoleh
kebahagiaan di dunia kini, dan di akhirat nanti. Ciri rabbani juga menegaskan bahwa akhlaq dalam Islam bukanlah moral yang kondisional dan situasional, tetapi akhlaq yang benar-benar memiliki nilai yang mutlak. Akhlaq rabbanilah yang mampu menghindari kekacauan nilai moralitas dalam hidup manusia. 2. Akhlaq Manusiawi Ajaran ahklaq dalam Islam sejalan dan memenuhi tuntutan fitrah manusia. Kerinduan jiwa manusia kepada kebaikan akan terpenuhi dengan mengikuti ajaran akhlaq dalam Islam. Ajaran akhlaq dalam Islam diperuntukkan bagi manusia yang merindukan kebahagiaan dalam arti kakiki, bukan kebahagiaan semu. Akhlaq Islam adalah akhlaq yang benar-benar memelihara ekstensi manusia sebagai makhluk terhormat, sesuai dengan fitrahnya. 3. Akhlaq Universal Ajaran akhlaq dalam Islam sesuai dengan kemanusiaan yang universal dan mencakup segala aspek hidup manusia, baik yang dimensinya vertikal maupun horisontal. Sebagai contoh Al – Qur‟an menyebutkan sepuluh macam keburukan yang wajib dijauhi oleh setiap orang, yaitu menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh anak karena takut miskin, berbuat keji baik secara terbuka maupun secara tersembunyi, membunuh orang tanpa alasan yang sah, makan harta anak yatim, mengurangi takaran dan timbangan,
membebani
orang
lain
kewajiban
melampaui
kekuatan-Nya,
persaksian tida adil, dan mengkhianati janji dengan Allah (QS. AlAn‟am 6 “ 151 – 152) 4. Akhlaq Keseimbangan Ajaran akhlaq dalam Islam berada di tengah antara yang mengkhayalkan manusia sebagai Malaikat yang menitik beratkan segi kebaikannya dan yang mengkhayalkan manusia seperti hewan yang menitik beratkan sifat kebutukannya saja. Manusia menurut pandangan Islam memiliki dua kekuatan dalam dirinya, kekuatan baik pada hati nurani dan akalnya dan kekuatan buruk pada hawa nafsunya. Manusia memiliki naluriah jewani dan juga ruhaniah Malaikat. Manusia memiliki unsur ruhani dan jasmani yang memerlukan pelayanan masing – masing secara seimbang. Manusia hidup tidak hanya di dunia kini, tetapiV dilanjutkan dengan kehidupan diakhirat nanti. Hidup di dunia merupakan ladang di akhirat. Akhlaq Islam memenuhi tuntutan kebutuhan manusia, jasmani dan ruhani, secara seimbang, memenuhi tuntutan hidup bahagia di dunia dan akhirat secara seimbang pula. Bahkan memenuhi kebutuhan pribadi harus seimbang dengan memenuhi
kewajiban
terhadap
masyarakat.
Rasulullah
SAW
membenarkan ucapan Salman kepada Abu Darda :
َح َح ْا ِل. َح ِل َح ْا ِل َح َح َح ْا َح َح قًّق. َح ِللَح ْا ِلس َح َح َح ْا َح َح قًّق, إِل َّنا ِل َح ِل َح َح َح ْا َح َح ًّق ( ه ل ى )َح قَّن ُخ ُخ ِل ذِلى َح ٍر
Artinya: “ Sesungguhnya Tuhanmu mempunyai hak yang wajib kau penuhi; dirimu mempunyai hak yang wajib kau penuhi; isterimu mempunyai hak yang wajib kau penuhi; berikanlah orang – orang yang mempunyai hak akan haknya.” (HR. Bukhari) 5. Akhlaq Realistik Ajaran akhlaq dalam Islam memperhatikan kenyataan hidup manusia. Meskipun manusia telah dinyatakan sebagai makhluk yang memiliki kelebihan dibanding makhluk-makhluk yang lain, tetapi manusia mempunyai kelemahan-kelemahan, memiliki kecenderungan manusiawi dan berbagai macam kebutuhan material dan spiritual. Dengan
kelemahan-kelemahannya
manusia
sangat
mungkin
melakukan kesalahan-kesalahan dan pelanggaran. Oleh sebab itu Islam memberikan kesempatan kepada manusia yang melakukan kesalahan untuk memperbaiki diri dengan bertaubat (Basyir:223-226). Bahkan dalam keadaan terpaksa, Islam membolehkan manusia melakukan sesuatu yang dalam keadaan biasa tidak dibenarkan. Seperti hadist dibawah ini: “Barang siapa terpaksa, bukan karena membangkang dan sengaja melanggar aturan, tiadalah ia berdosa. Sungguh Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang (QS. Al-Baqarah 2 :173).
BAB III GAMBARAN UMUM NOVEL HAPALAN SHOLAT DELISA
A. Unsur Intrinsik 1. Tema : seorang anak yang belajar keras menghapal bacaan shalat ditengah bencana tsunami. 2. Latar: a) Latar tempat : Desa kecil bernama Lhok-Nga pesisir pantai Aceh b) Latar waktu : Pada saat Delisa menjalankan test salatnya. c) Latar suasana : Suasana saat terjadi gempa sangat tragis, seluruh orang pergi berhamburan mencari tempat yang aman. 3. Alur: cerita ini menunjukkan alur maju,mundur,maju,karena pada novel ini digambarkan Delisa mengenang masa-masa saat sebelum keluarganya menghilang karena bencana tsunami 4. Sudut Pandang: sudut pandang orang ketiga 5. Amanat: a) Teruslah bersyukur dengan apa yang telah diberikan oleh SWT. b) Jangan pernah putus asa dan tetap semangatlah menjalani hidup ini. c) Sayangilah keluargamu seperti mereka menyayangimu
B. Unsur Ekstrinsik 1. Riwayat Hidup Pengarang “Tere Liye” merupakan nama pena dari seorang novelis yang diambil dari bahasa India dengan arti : untuk-Mu. Penulis ini
tampaknya tidak ingin dikenal pembacanya. Hal itu terlihat dari sedikit informasi yang dipaparkan dalam buku-buku karyanya. Semua novel Tere Liye memiliki cerita yang unik dengan mengutamakan pengetahuan, moral, dan agama. Penyampaian nya tentang keluarga, moral, Islam, dakwah pun sangat mengena tanpa membuat pembaca nya merasa digurui. Dikutip dari jawabannya dari "frequently asked question" pada novel Hafalan Sholat Delisa edisi revisi, Tere mengungkapkan bahwa ia tak berniat menulis novel yang mengharukan. Ia hanya berniat membuat novel yang sederhana, namun sederhana itu dekat sekali dengan kelutusan dan ketulusan itu kunci utama untuk membuka pintu hati. Terlihat tekad Tere yang ingin membuat novel yang sederhana dan menyentuh telah mendarat dengan sukses di setiap hati pembacanya.
sumber gambar : Facebook Darwis Tere Liye
Setiap penulis memiliki karakternya masing-masing, begitu pula Tere Liye. Dari buku-buku beliau, beberapa hal yang khas tentang Tere Liye dan karya-karyanya yaitu: Pertama. Hampir di setiap buku Tere Liye itu ada bagian cerita yang menceritakan tentang kesedihan dan keharuan. Saya hampir selalu berurai air mata setiap membaca buku-bukunya. Noted, tidak sekedar meneteskan, tapi memang berurai. Menangis dalam pengertian harfiah. Tere Liye sangat jago mengaduk-aduk emosi pembaca, sehingga tidak sadar sudah ikut larut dalam emosi di cerita tersebut. Tentu saja, ini tidak sampai menghilangkan esensi cerita tersebut. Kedua. Tere Liye sering menggunakan alur waktu maju mundur dalam ceritanya. Misalnya di awal diceritakan kisah saat ini. Di bagian selanjutnya tiba-tiba saja setting cerita tersebut flash back ke beberapa tahun silam. Hebatnya, pembaca sama sekali tidak terganggu dengan alur maju mundur ini. Setidaknya beliau menggunakan alur seperti pada novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu (RTW), dan Sunset bersama Rosie (SBR). Ketiga. Tere Liye sering menggunakan kata ”Urusan” di setiap kalimat ceritanya di buku HSD dan RTW. Ini salah satu hal yang menarik bagi, dan seperti menjadi ciri khas Tere Liye. Salah satu kalimat yang menggunakan kata itu pada novel Aku Kau dan Sepucuk Angpau Merah (AKSAM). Salah satu kalimatnya ”ternyata inilah yang membuat rumit urusan pekerjaan keduaku, bagai benang kusut” Keempat. Buku-buku Tere Liye tidak diterbitkan hanya dari satu penerbit. Seperti BBS diterbitkan oleh Penerbit Republika, Sang Penandai dan SBR diterbitkan oleh Mahaka Publishing, dan beberapa lainnya diterbitkan oleh Gramedia, salah satunya AKSAM ini. Kelima. Buku Bidadari-bidadari Surga yang merupakan novel pertama yang penulis baca yang menggunakan tokoh utama perempuan, jadi perkiraan sederhana saya yaitu, penulisnya juga
perempuan. Disini pula hebatnya seorang Tere Liye, bisa sangat jeli menyelami perasaan, isi hati, dan hal-hal yang tidak terungkap dari seorang perempuan, padahal beliau adalah seorang laki-laki. Baru di beberapa buku terakhirnya Tere Liye menggunakan tokoh utama seorang laki-laki. Seperti di buku RTW, Ayahku (bukan) Pembohong.
1. Riwayat Pendidikan Pengarang: 1) SDN 2 Kikim Timur Sumsel 2) SMPN 2 Kikim Timur Sumsel 3) SMUN 9 Bandar Lampung 4) Fakultas Ekonomi UI
2. Sosial budaya Pengarang: Lahir dan besar pada 21 Mei1979 di Tandaraja(Palembang) dan tumbuh besar di pedalaman Sumatera,anak keenam dari tujuh bersaudara dan dari keluarga petani. 1. Karya-karya Tere Liye a. Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci angin (Gramedia Pustaka Umum,2010) b. Pukat (Republika,2010) c. Burlian (Republika,2009) d. Hapalan Shalat Delisa ( Republika,2005) e. Moga Bunda Sayang Allah ( Republika,2007) f. Bidadari-Bidadari Surga ( Republika,2008) g. The Gogons Series: James dan Incridible Incident (Gramedia Pustaka umum,2006) h. Sang Panandai (Serambi ,2007) i.
Rembulan Tenggelam (Grafindo,2006;Republika 2009)
j.
Mimpi-mimpi Si Patah Hati ( AddPrint,2005)
k. CintakuAntara Jakarta dan Kuala Lumpur ( AdPrint,2006)
C. Sinopsis Hapalan Shalat Delisa Novel yang berlatar belakang tsunami 2004 di Aceh yang pada saat itu pengarang melihat adanya berita seorang anak aceh yang kakinya diamputasi karena bencana tersebut. Setelah itu, maka ia bersumpah untuk membut novel yang bertemakan kejadian tsunami tersebut,yang akhirnya terwujud dalam novel ini. Novel ini diawali kisah tentang kehidupan sebuah keluarga
yang
bahagia,
harmonis
serta religius.
Dalam
kesehariannya, keluarga ini diurus oleh umminya karena ayahnya bekerja diluar negeri dan baru pulang beberapa bulan sekali. Dikeluarga ini,terdapat tradisi anak yang telah hafal bacaan salat maka akan dibelikan hadiah kalung. Delisa si puteri bungsu sedang ujian bacaan salat,semua petualangan,ujian dan kisah-kisah yang mengharukan dimulai. Tsunami terjadi pada hari itu, merubah hidup Delisa 180 derajat saudara-saudaranya meninggal, ibunya hilang bersama kalung indah dengan liontin “D” untuk Delisa. Belum lengkap,kaki si kecil Delisapun terpaksa diamputasi. Akan tetapi, yang mengherankan adalah bagaimana Delisa yang baru berusia 6 tahun, tetap ingat dan memikirkan bacaan salatnya, berusaha menghapalnya.yang nantinya, segera setelah ia hapal dan melakukan salat pertamanya dengan bacaan salat yang lengkap menghantarkan ia pada hal yang sangat menakjubkan. Yang menarik dari novel ini adalah adanya bait-bait puisi yang disertakan pada setiap akhir bab cerita, kadang saat peristiwa-peristiwa penting yang seolah-olah menyemangati Delisa serta menggugah hati kita lebih dalam tentang makna yang terkandung dalam novel tersebut. Novel ini layak dibaca, karena dapat memperkaya nilai-nilai kehidupan dalam proses pencarian jati diri merekadan bisa membuka sudut pandang yang baru tentang kehidupan ini.
BAB IV PEMBAHASAN
A. Nilai-nilai Pendidikan Akhlaq dalam Novel HSD 1. Ahklaq Terhadap Allah SWT a. Taqwa Yaitu memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Lebih lanjut, Thabbarah mengatakan bahwa makna asal dari taqwa adalah pemeliharaan diri. Diri tidak perlu pemeliharaan kecuali terhadap apa yang dia takuti. Yang paling ditakuti adalah Allah SWT. Taqwa
didefinisikan yakni memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala laranganNya. Rasa takut itu memerlukan ilmu terhadap yang ditakuti. Oleh sebab itu yang berilmu akan takut kepadaNya . Pada hakikatnya taqwa adalah seseorang memelihara dirinya
dari segala sesuatu yang mengundang kemarahan Tuhannya dan dari segala sesuatu yang mendatangkan mudharat, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Sementara dalam Surat Ali Imran ayat 134-135 disebutkan ciri-ciri orang yang bertaqwa, yaitu: (1) Dermawan ( menafkahkan hartanya baik waktu lapang maupun sempit ), (2) mampu menahan hawa nafsu.
Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Yang dimaksud perbuatan keji (faahisyah) ialah dosa besar yang mana mudharatnya tidak hanya menimpa diri sendiri tetapi juga orang lain, seperti zina, riba. Menganiaya diri sendiri ialah melakukan dosa yang mana mudharatnya hanya menimpa diri sendiri baik yang besar atau kecil. Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa hakekat taqwa adalah memadukan secara integral aspek iman, islam, dan ihsan dari diri seorang manusia. Dengan demikian orang yang bertaqwa adalah orang yang dalam waktu bersamaan menjadi mukmin, mukmin dan muhsin. Salah satu tanda orang yang bertaqwa adalah melaksanakan shalat tepat pada waktunya dan pada novel HSD dapat kita lihat seperti kutipan berita berikut: Adzan shubuh dari meunasah terdengar syahdu. Bersahutsahutan satu sama lain. Menggetarkan langit-langit Lhok Nga yang masih gelap. Tapi jangan salah, gelap-gelap begini kehidupan sudah dimulai. Remaja tanggung sambil menguap menahan kantuk mengambil wudhu. Anak lakilaki bergegas berjamaah memakai sarung kopiah. Anak gadis menjumput lipatan mukena putih dari atas meja. Bapak-bapak membuka pintu rumah menuju meunasah.
Ibu-ibu membimbing anak kecilnya bangun shalat berjamaah. “Ashsholaatu khoirum minan naum!” (Liye, 2011:1) Dari kutipan diatas sangat terlihat bahwa shalat merupakan wujud ibadah yang mana diwajibkan untuk semua orang muslim baik tua ataupun muda bahkan dikala sehat ataupun sakit. Allah memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka beribadah bukan berati Allah membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang yang membutuhkannya. Karena ketergantungan mereka kepada Allah. Barang siapa yang menolak beribadah kepada-Nya, tetapi melenceng dari garis syariatnya ia adalah bidah sedangkan jika sebaliknya, maka ia akan dikatakan mukmin muwahhid (yang mengesakan Allah). Ibadah adalah perkara tauqifiyyah maka dari itu, ibadah merupakan sarana yang tepat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Begitu pula apa yang dilakukan oleh warga Lhok Nga yang merupakan salah satu nama desa kecil di tepi pantai Aceh. Aceh merupakan penduduk yang didominasi menganut agama islam paling banyak maka tidak salah jika Aceh dijuluki dengan “Serambi Mekah” maka tak heran jika subuh itu mereka nampak melaksanakan ibadah shalat.
b.
Cinta dan Ridho Cinta adalah kesadaran diri, perasaan jiwa dan dorongan hati yang menyebabkan seseorang terpaut hatinya kepada apa yang dicintainya dengan penuh semangat dan rasa kasih sayang. Cinta dengan pengertian demikian sudah merupakan fitrah yang dimiliki setiap orang. Islam tidak hanya mengakui keberadaan cinta itu pada diri manusia, tetapi juga mengaturnya sehingga terwujud dengan mulia. Bagi seorang mukmin, cinta pertama dan yang utama sekali diberikan kepada Allah SWT. Sebagaimana Allah SWT berfirman: “Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan
selain
Allah;
mereka
mencintainya
sebagaimana mereka mencintai Allah”. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah Amat berat siksaan-Nya. Konsekuensi cinta kepada Allah SWT adalah mengikuti semua yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Cinta kepada Allah SWT itu bersumber dari iman. Semakin tebal iman seseorang semakin tinggi cintanya kepada Allah. Bahkan bila disebut nama Allah, hatinya akan bergetar.
“U-m-mi…” “Ya,ada apa,Sayang ?” “Delisa…D-e-l-i-s-a cinta Ummi …Delisa c-i-n-t-a Ummi karena Allah!” Ia pelan sekali mengatakan itu. Kalah oleh desau angin pagi Lhok Nga yang menyelisik kisi-kisi kamat tengah. Tetapi suara itu bertenaga tapi menggetarkan hati, terdengar jelas di telinga kanan Ummi. Kalimat yang bisa meruntuhkan tembok hati. Ummi Salamah terpana. Ya Allah ,kalimat itu sungguh indah.Ya Allah …kalimat itu membuat hatinya leleh seketika . Delisa cinta Ummi karena Allah tasbih Ummi terlepas.Matanya berkaca-kaca.Ya Allah,apa yang barusan dikatakan bungsungnya ? Ya Allah dari mana Delisa dapat ide untuk mengatakan kalimat seindah itu. Tangan Ummi sudah gemetar menjulur merengkuh tubuh Delisa (Liye, 2011:6). Dari kutipan diatas terlihat bahwa Delisa gadis kecil berusia enam tahun akan tetapi mampu mengeluarkan kata-kata yang indah. Walaupun sebenarnya kata-kata itu merupakan ajaran ustadz Rahman guru ngajinya akan tetapi kita dapat mengambil contoh bahwa berahklaq kepada Allah SWT salah satunya adalah mencintai sesuatu hal hanya karena Allah semata. Manusia yang paling bahagia di akhirat adalah yang paling kuat kecintaannnya kepada Allah SWT semata. Menurutnya, arru‟yah (melihat Allah) merupakan puncak kebahagiaan dan kesenangan. Bahkan, kenikmatan surga tidak ada artinya. Mencintai Allah tidak sebatas melakukan ibadah mahdah saja, akan tetapi meliputi ibadah sosial, termasuk mu‟amalah. Jadi, cinta kepada Allah bisa diwujudkan dalam bentuk cinta kepada manusia seperti kepada ibu, bapak ataupun saudara kita yang lainnya. Jika dengan Umi ia hanya berkata demi hadiah coklat
berbeda ketika ia berkata pada Abi. Hal ini terlihat pada halaman lain: “A-b-i,,,” delisa berkata lemah. Tersendat. Ia ingin menangis lagi. Abi menoleh, menghentikan ayunannya, menatap wajah bungsunyayang begitu dekat dengan mukanya.“Abi...A-b-i.. D-e-l-i-s-a c-i-n-t-a abi karena Allah!” kalimat itu meluncur saja dari mulut Delisa. Meluncur dari hati Delisa tanpa tertahankan. Tercipta tanpa mengharapkan sebatang coklat dan cukup menghancurkan tembok hati (Liye, 2011:195). Sejalan dengan cinta, seorang Muslim haruslah dapat bersikap ridha dengan segala aturan dan keputusan Allah SWT. Artinya dia harus dapat menerima dengan sepenuh hati, tanpa penolakan sedikitpun, segala sesuatu yang datang dari Allah SWT dan Rasul-Nya. Dengan keyakinan seperti ini dia juga akan rela menerima segala qadha dan qadar Allah terhadap dirinya. Dia akan bersyukur atas segala kenikmatan, dan akan bersabar atas segala cobaan. Demikianlah sikap cinta dan ridha terhadap Allah SWT. Dengan cinta kita mengharapkan ridha-Nya. Berbahagialah orang yang dapat mencintai Allah dengan sebenar-benarnya cinta. Dalam hapalan shalat Delisa cinta pada Allah benar-benar ia tunjukkan. Seperti kutipan dibawah ini: Bagi Delisa kehidupan mudah kembali. Bagi Delisa semua ini sudah berlalu. Bagi Delisa semua ini sudah berlalu. Bagi Delisa hari lalu sudah tutup buku. Ia siap meneruskan kehidupan. Tak ada yang perlu dicemaskan. Tak ada yang perlu ditakutkan. Delisa siap menyambung kehidupan; meski sedikitpun ia belum mengerti apa itu hakikat hidup dan kehidupan (Liye, 2011:157).
Dari kutipan cerita diatas menjelaskan bahwa Delisa kecil sudah mulai menerima apa yang telah terjadi. Ia sudah menerima apa kehendak Allah dan menerima kenyataan bahwa ia harus kehilangan kedua orang tuanya yaitu Ummi dan Abi, Fatimah, Aisyah dan Zahra saudaranya. Awalnya ia sangat sedih karena bencana tersebut merebut semua yang ia miliki akan tetapi setelah lambatlaun ia sadar bahwa Allah masih sayang padanya karena ia masih punya Abi yang sangat baik hati. Sikap ridha merupakan hal sangat penting karena sifat ini menunjukkan bukti seseorang mengimani rukun iman yang ke-6, yaitu percaya pada takdir Allah SWT. Ibu-ibu di sebelah ranjang Delisa mengucap salam. Shalat malamnya usai. Tahajud-nya sudah selesai. Ia menangis tersedan. Tak ada yang bisa mengembalikan waktu!. Tidak ada yang bisa memutar ulang nasib,hidup dan kehidupan.Ibu-ibu itu setelah sekian lama, tangisnya mareda, menghela nafas dalam (Liye, 2011:127). Kutipan diatas menjelaskan bahwa ibu-ibu korban tsunami juga sudah mulai menerima dengan bencana yang telah terjadi. Pada awalnya korban yang masih hidup pasti sangat berat karena, mereka sudah tidak punya apa-apa lagi jangankan harta keluargapun mereka tidak punya karena sangat kecil kenungkinan keluarga mereka salamat. Akan tetapi seiring berjalannya waktu mereka di tenda pengungsian korban-korban yang masih selamat mulai menata kehidupan mereka lagi. Tak henti-hentinya mereka menangis atas apa yang terjadi. Akan tetapi jawaban atas semua
masalah yang mereka hadapi hanyalah Allah SWT yakni dzat yang maha berkehendak. c. Ikhlas Secara etimologis ikhlash (Bahasa Arab) berakar dari kata khalasha Ikhlas
dengan arti bersih, jernih, murni; tidak bercampur. yakni
dimaksud
dengan
beramal
semata-mata
mengharapkan ridha Allah SWT. Dalam bahasa populernya ikhlas adalah berbuat tanpa pamrih, hanya semata-mata mengharapkan ridha Allah SWT. Hal ini dapat dijelaskan atas tiga unsur yakni: 1) Niat Ikhlas Dalam Islam faktor niat sangat penting. Apa saja seorang Muslim haruslah berdasarkan niat mencari ridha Allah SWT, bukan berdasarkan motivasi lain. Sepanjang mengaji, Delisa juga tak sabar menunggu pengajian TPA-nya usai; bahkan tidak memperhatikan banyak saat Ustadz Rahman sibuk bercerita tentang ikhlas dan tulus . Iklas dan tulus? Ah, delisa tidak mendengarkan. Ia sibuk membayangkan hadiah yang akan ia dapat (Liye, 2011:57). Jika kita akan melakukan sesuatu hendaknya disertai dengan niat yang ikhlas yakni tidak mengharapkan sesuatu balasan apapun kecuali hanya ridha Allah SWT, Allah akan mengganjar kita dengan pahala akan tetapi, Delisa justru hanya mengharapkan kalung untuk hadiah bacaan shalatnya dan mengharapkan sebatang coklat dengan membohongi uminya, tentunya hal semacam ini sangat tidak benar karena ridha Allah
juga merupakan ridha orang tua sehinga bersikaplah dengan baik terhadap orang tua dan janganlah kita melakukan pekerjaan hanya demi mengharapkan sesuatu. 2) Beramal dengan Sebaik-baiknya Niat yang ikhlas harus diikuti dengan amal yang sebaik-baiknya. Seorang muslim yang mengaku ikhlas melakukan sesuatu harus membuktikannya dengan melakukan perbuatan itu sebaik baiknya. Seperti pada kutipan berikut ini: “Dan penjelasan itu ternyata betul-betul dimasukkan dalam hati oleh Delisa esok sorenya, saat ia main lagi dengan teman-temannya di lapangan pasir tersebut, Delisa dengan “ihklas” menjadi kiper” (Liye, 2011: 175).
Pada awalnya Delisa tidak mau bermain bola karena ia selalu hanya menjadi kiper. Walupun seorang perempuan nia memang sangat suka bermain bola. Baginya menjadi kiper membosankan karena ia tiak bisa menjadi penyerang. Akan tetapi dengan nasihat abinya Delisa akhirnya menerima menjadi pemain dengan posisi apapun. 3) Pemanfaatan Hasil dengan Tepat “Sungguh Delisa tidak mengerti apa maksud penjelasan kak Ubai. Bukankah Delisa sudah ihklas menghapal bacaan shalatnya. Tidak ada paksaan sama sekali. Delisa juga sudah tulus menghapal bacaan shalat itu” (Liye, 2011: 246). Dalam kutipan diatas menunjukkan bahwa Delisa sudah mulai belajar mengerti apa makna ihklas itu. Dan buah keihklasan itu pasti ada. Seperti
menyangkut pemanfaatan hasil yang
diperoleh, misalnya menuntut ilmu. Setelah seorang muslim berhasil melalui dua tahap keikhlasan, yaitu niat ikhlas karena Allah SWT dan belajar dengan rajin, tekun, dan disiplin, maka setelah berhasil mendapatkan ilmu tersebut, maka bagaimana dia memanfaatkan ilmunya dengan tepat. Hanya dengan keikhlasanlah semua amal ibadah akan diterima oleh Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: “Selamatlah para mukhlisin.Yaitu orang-orang yang bila hadir tidak dikenal, bila tidak hadir tidak dicari-cari. Mereka pelita hidayah, mereka selalu selamat dari fitnah kegelapan…” Seorang mukhlis tidak akan pernah sombong kalau berhasil, tidak putus asa kalau gagal. Tidak lupa diri menerima pujian dan tidak mundur dengan cacian. Sebab dia hanya berbuat semata-mata mencari keridhaan Allah SWT. Lawan dari ikhlas adalah riya. Yaitu melakukan sesuatu bukan karena Allah, tapi karena ingin dipuji atau karena pamrih lainnya. Seorang yang riya adalah orang yang ingin memperlihatkan kepada orang lain kebaikan yang dilakukannya. Sifat riya adalah sifat orang munafik. Rasulullah SAW menamai riya dengan syirik kecil. Riya atau syirik kecil akan menghapus amalan seseorang. Dalam sebuah hadist yang panjang Rasulullah saw menggambarkan bahwa di akhirat nanti ada beberapa orang yang dicap oleh Allah SWT sebagai pendusta, ada yang mengaku berperang pada jalan Allah hingga mati syahid, padahal dia berperang hanya karena ingin
dikenal
sebagai
seorang
pemberani;
ada
yang
mengaku
mendermakan hartanya untuk mencari ridha Allah SWT, padahal dia hanya ingin disebut dermawan; dan sebagainya. Amalan semua orang itu ditolak Allah SWT dan mereka dimasukkan neraka dan menyebabkan seseorang tidak tahan menghadapi tantangan dan hambatan dalam beramal. Dia akan cepat mundur dan patah semangat apabila ternyata tidak ada yang memujinya. Dia akan cepat kehabisan stamina; nafasnya tidak panjang dalam berjuang. Sebaliknya bila menerima pujian dan sanjungan dia akan cepat sombong dan lupa diri. Kedua hal tersebut jelas sangat merugikannya. Berbeda dengan orang ikhlas, tidak terbuai dengan pujian dan tidak patah semangat dengan kritikan. Staminanya beramal dan berjuang sangat kuat. Nafasnya panjang. Dan lebih dari itu, dia senantiasa diridhai oleh Allah. d. Khauf dan Raja‟ Khauf adalah kegalauan hati membayangkan sesuatu yang tidak disukai yang akan menimpanya, atau membayangkan hilangnya sesuatu yang disukainya. Dalam Islam rasa takut harus bersumber kepada Allah. Karena hanya Allah SWT yang berhak ditakuti. “ Aisyah hanya diam.Ummi kan pernah bilang, sayang... jangan pernah lihat hadiah dari bentuknya,tapi lihat niatnya ...Abi kan juga sering bilang- Kalau kamu lihat hadiah dari niatnya, insyaAllah hadiahnya terasa lebih indah...Ah iya, bukankah Ustadz Rahman juga pernah bilang: kita belajar
shalat itu hadiah nggak sebanding dengann kalung... Hadiahnya sebanding dengan surga...” (Liye ,2011:33). Pada bait diatas dijelaskan bahwa Aisyah yang takut kalau kalung Delisa lebih baik dibandingkan kalung miliknya. Selain itu ia juga memiliki kegaulauan hati jika tidak dipinjami sepeda adiknya Delisa seperti berikut: Aisyah mengangkat hidung dan bibirnya. Berpikir. Menyeringai. Tetapi bagaimana kalau Delisa tidak mau meminjami sepedanya?.”Kak aisyah, tenang saja. Nanti Delisa kasih kasih pinjam,deh!”Delisa sudah berseru duluan. Seperti sudah besar gayanya (Liye, 2011:34). Kedua sifat diatas tentunya merupakan sifat yang tidak baik. Orang yang sering galau dan takut kehilangan apa yang dimiliki akan menjadikan hati tidak tentram. Ia akan merasa takut jika apa yang sudah ia miliki hilang. Bahkan sifat ini dapat menjadikan seseorang menjadi kufur nikmat. Allah tidak akan senang jika melihat hambanya takut kehilangan apa yang telah ia miliki. Dan tidak seharusnya Aisyah sebagai kakak Delisa bersikap demikian. Karena dia mengenal Allah SWT (ma‟rifatullah). Takut seperti ini dinamai khauf al‟ Arifin. Semakin sempurna pengenalannya terhadap Allah semakin bertambah takutnya. Rasullullah saw adalah hamba Allah yang paling mengenal-Nya, oleh sebab itu beliaulah orang yang paling takut terhadap Allah dibandingkan siapapun. Beliau besabda:
ِإِإ َ َ ْع َ ُم ُم ْع ِإ اِإ َ َ َ ُّد ُم ْع َ وُم َ ْع َ ًة “Sesungguhnya aku orang yang paling mengenal Allah di antara kalian, diantara kalian dan aku pulalah yang paling takut di antara kaliankepada-Nya”(HR.Tirmidzi). Selain itu dosa-dosa yang dilakukannya, karena takut azab Allah SWT. Seharusnya Aisyah haruslah berani menyatakan kebenaran, dan memberantas kemungkaran secara tegas tanpa harus takut pada makhluk yang menghalanginya. Keberanian seperti itulah yang dimiliki oleh para Rasul dalam penyampaian ajaran Allah. Menyadarkan
manusia
untuk
tidak
meneruskan
kemaksiatan yang telah dilakukannya serta menjauhkannya dari segala macam bentuk kefasikan dan hal-hal yang diharamkan oleh Allah. Orang yang yang takut kepada Allah bukanlah orang yang bercucuran air matanya lalu ia mengusapnya, melainkan orang yang takut kepada Allah ialah orang yang meninggalkan segala sesuatu perbuatan yang ia takuti hukumnya. Raja‟ adalah memautkan hati kepada sesuatu yang disukai pada masa yang akan datang. Raja‟ harus didahului dengan usaha yang sungguh-sungguh. Harapan tanpa usaha namanya omong kosong dan seseorang haruslah memiliki cita-cita mendatang. Seorang mukmin haruslah bersikap raja‟, berbuat amal saleh semata-mata untuk mengharap ridha Allah. Bila menyadari akan kesalahan segeralah bertaubat dan meminta maaf pada-nya,
janganlah berputus asa untuk mencari rahmat serta ridha-Nya, karena sifat putus asa merupakan sikap-sikap orang kafir: “ Nah,kalau bukan untuk kalung,kamu nggak sepantasnya cemburu dengan hadiah adikmu, kan? Ah iya,besok-lusa kita kan bisa ketempat Koh Acan lagi, masing-masing nanti belu huruf untuk kalungnya...F untuk Fatimah.Z untuk Zahra dan A untuk Aisyah-“ (Liye, 2011:34). Pada kutipan diatas dijelaskan bahwa setelah Aisyah cemburu karena takut Delisa adiknya dibelikan kalung lebih bagus darinya ia kemudian marah pada adiknya . akan tetapi, dengan bujukkan Umminya akhirnya ia sudah tidak marah karena ia juga berharap mendapat kalung yang sama seperti milik adiknya setidaknya liontin berbentuk huruf A untuk Aisyah. Seseorang
hendaknya
boleh
bersikap
raja‟
atau
mengharapkan sesuatu akan tetapi, haruslah disertai dengan usaha yang sungguh-sungguh. Delisa pun juga demikian ia sangat sulit menghapal bacaan shalat dan masih sering kebolak-balik yang ada akhirnya gadis kecil ini berharap dapat segera memakai kalung hadiah hapalan shalatnya. Kauf dan raja‟ harus berlangsung sejalan dan seimbang dalam diri seorang Muslim. Kalau hanya membayangkan azab Allah seseorang akan berputus asa untuk dapat masuk surga, sebaliknya bila hanya membayangkan rahmat Allah semua merasa masuk surga. Rasullulah SAW bersabda “Kalau seorang mukin mengetahui siksaan yang ada di sisi Allah maka tidak seorang pun
dapat berharap masuk surga. Dan jika orang kafir mengetahui rahmat yang ada di sisi Allah tidak seorang pun berputus asa untuk msuk surga.” (HR. Muslimin). e. Tawakal Tawakkal merupakan kesungguhan hati dalam bersandar kepada Allah Ta‟ala untuk mendapatkan kemaslahatan serta mencegah bahaya, baik menyangkut urusan dunia maupun akhirat. Tawakkal juga bearti membebaskan hati dari segala ketergantungan kepada selain Allah dan menyerahkan keputusan segala sesuatu kepada-Nya.
Allah
Ta‟ala
berfirman
yang
artinya,
“Dan
barangsiapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan jadikan baginya jalan keluar dan memberi rizqi dari arah yang tiada ia sangka-sangka, dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, maka Dia itu cukup baginya.” (At-Tholaq :2-3). Banyak di antara para ulama yang telah menjelaskan makna Tawakkal, diantaranya adalah Al Allamah Al Munawi. Beliau mengatakan, “Tawakkal adalah menampakkan kelemahan serta penyandaran (diri) kepada yang di Tawakkali.” Ibnu „Abbas radhiyAllahu‟an mengatakan bahwa Tawakkal bermakna percaya sepenuhnya kepada Allah Ta‟ala. Bertawakkal kepada Allah merupakan bentuk ibadah yang sempurna asalkan disertai dengan berserah diri hanya pada Allah semata dan benar-dinjalannya.
Fakta itu ternyata membuat ibu-ibu tersebut pelan-pelan bisa mengingat sesuatu. Apalagi kalau bukan kembali mengingat-Mu, ya Allah. Ibu itu mulai menyadari banyak hal. Ibu itu mulai ber-istigfhar. Dan itu ternyata berguna untuk kesadaran Delisa nanti-nantinya (Liye, 2011:121122). f. Syukur Suatu sikap atau perilaku memuji, berterima kasih dan merasa berhutang budi kepada Allah atas karunia-Nya, bahagia atas karunia tersebut dan mencintai-Nya dengan melaksanakan ketaatan kepada-Nya. Syukur adalah salah satu sifat yang merupakan hasil refleksi dari sikap tawakal. Sedangkan
secara
syar‟i,
pengertian
syukur
adalah
“memberikan pujian kepada yang memberikan segala bentuk kenikmatan (Allah swt) dengan cara melakukan amar ma‟ruf dan nahi munkar, dalam pengertian tunduk dan berserah diri hanya kepada-Nya” Abi jatuh terduduk. memujiMu. Sujud syukur. Matanya basah. Abi tadi takut sekali. Semua kenangan itu kembali saat dia duduk berdiam dilorong sepi ini. Abi gentar sekali . Sedikitpun tidak bisa membayangkan apa yang akan ia lakukan jika delisa pergi setelah semua sudah amat menyakitkan. Sungguh akan semakin menyakitkan jika bungsunya juga ikut pergi. Abi lirih mengucap syukur. Ubai tersenyum tipis meraih bahu abi. Membantu berdiri (Liye, 2011:230). Firman Allah SWT yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rizki yang baik-baik yang Kami
berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benarbenar hanya kepadaNya kamu menyembah.”(QS.AlBaqarah:172). Dari kutipan diatas dijelaskan bahwa Abi tetap bersyukur karena delisa masih hidup. Abi merasa kesepian akibat istri dan anak-anaknya meninggal. Kadang memang rasa syukur itu akan muncul ketika manusia sedang diberikan cobaan. Rasa syukur juga dapat membuat manusia lebih dekat pada Allah. g. Taubat Taubat berakar dari kata tâba yang berarti kembali. Orang yang bertaubat kepada Allah SWT adalah orang yang kembali dari sesuatu menuju sesuatu; kembali dari sifat-sifat yang tercela menuju sifat-sifat yang terpuji, kembali dari larangan Allah menuju perintah-Nya, kembali dari maksiat menuju taat, kembali dari segala yang dibenci Allah menuju yang diridhai-Nya, kembali dari saling yang bertentangan menuju ke yang saling menyenangkan, kembali kepada Allah setelah meninggalka-Nya dan kembali taat setelah menentang-Nya. Sebagaimana kutipan pada HSD berikut ini: Ya Allah, tubuh itu bercahaya. Berkilau-menakjubkan. Lihatlah! Lebih indah dari tujuh pelangi dijadikan satu (Liye, 2011:108). Esok shubuh. Prajurit Smith akan mendatangi ruangan mushala yang terdapat di kapal induk itu. Patah-patah dibimbing Sersan Ahmed mengambil air wudhu. Lantas bergetar menahan tangis mengucap shahadat. Esok pagi prajurit Smith memutuskan untuk menjalani hidup baru. Bukan soal pilihan agamanya-karena itu datang memanggilnya begitu saja, tetapi lebih karena
soal bagaimana ia menyikapi kehilangan selama ini. Penerimaan yang tulus.(Liye, 2011:114). Diceritakan bahwa Smith adalah seorang relawan Amerika yang membantun paska bencana tsunami. Ialah yang menemukan Delisa disaat hampir TIMSAR menyisir sepanjang pantai Lhok Nga.Ia sangat heran melihat tubuh Delisa yang bercahaya diantara semak belukar dan yang tidak bisa
ditermaa nalar adalah
keaadaannya yang masih hidup. Ia menangis melihat sosok Delisa yang seumuran dengan anaknya yang meninggal akibat kecelakaan bersama ibunya. Perlahan hidayah itu datang pelan tapi pasti ia mulai mengenal apa itu Islam. Malam itu selepas isya‟ di ruang perawatan Delisa. Sersan Ahmed dan prajurit Salam (nama baru prajurit Smith) datang membesuk Delisa di rumah sakit. Shopi mengenal baik Sersan Ahmed. Tidak banyak muslim dikapal induk itu. Mereka mnengenal satu sama lain. Kemudian mereka tersenyum, mengangguk pada Prajurit Salam mualaf lainya, seru Shopi riang dalam hati (Liye, 2011:121).
Jelaslah sudah bahwa sejak kejadian itu prajurit Saleh menjadi seorang muallaf
dan bentuk taubat yang lain adalah
berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi. Taubat semacam ini sering disebut dengan taubat Nasuha atau taubat yang sebenar-benarnya. Seperti kutipan dibawah ini yang menunjukkan Delisa benar-benar rasa bersalahnya karena telah membohongi Umminya
ketika
masih
hidup.
Dan
ia
mengungkapkan
penyesalannya ketika ia bermimpi bertemu Umminya.
Lantas sekali lagi merengkuh delisa erat-erat dalam pelukannya. Sungguh ya Allah, kalimat itu teramat indah. Kalimat yang ihklas tanpa pengharapan. Maka, ya Allah, duhai yang Maha Pengampun, terimalah...Gugurkanlah semuanya...Gugurkan dosa sebatang coklat itu! (Liye, 2011:233). Orang yang taubat karena takut azab Allah disebut tâib, bila karena malu disebut munib, dan bila karena mengagungkan Allah disebut awwâb. Apabila seorang muslim melakukan kesalahan atau kemaksiatan dia wajib segera taubat kepada Allah SWT. Kesalahan atau kemaksiatan disini adalah semua perbuatan yang melanggar ketentuan syari'at islam, baik dalam bentuk meninggalkan kewajiban atau melanggar larangan, baik yang termasuk shaghâir (dosa kecil) atau kabâir (dosa besar). Taubat tersebut adalah suatu keniscayaan bagi manusia, sebab tidak satu pun anak keturunan Adam AS di dunia ini yang tidak luput dari berbuat dosa. Semua manusia, pasti pernah melakukan berdosa. Hanya para nabi dan malaikat saja yang luput dari dosa dan maksiat (lihat Qs. At-Tahrim 66: 6). Manusia yang baik bukan orang yang tidak berdosa, melainkan manusia yang jika berdosa dia melakukan taubat. Rasullulah Bersabda: “Setiap anak Adam (manusia) mempunyai salah (dosa), dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah mereka yang bertaubat.” [HR. at-Tirmidzi] Bertaubat hendaknya jangan ditunda-tunda, jika seorang Muslim sadar bahwa dia telah berbuat kesalahan atau kemaksiatan dia harus segera
bertaubat kepada Allah SWT. Kenapa harus segera bertaubat? Karena kematian itu misteri, tidak ada seorang pun yang tau kapan datangnya hari kematian. Tidak ada kata terlambat untuk kita bertobat kecuali sebelum maut menjemput dan matahari terbit dari barat. Sebab murni dalam hati dengan ridha-Nya pasti dosa tersebut akan diampuni. Dalam suatu hadis qudsi Allah berfirman: Bagaimana ia dapat menjalin dua bentuk hubungan itu dengan baik, sehingga terjadi keharmonisan dalam dirinya. Pada prinsipnya ada tiga bahasan pokok terkait dengan pembinaan akhlak mulia dalam berhubungan antar sesama manusia ini. Bahasan pertama terkait dengan akhlak manusia terhadap diri sendiri. Akhlak ini bertujuan untuk membekali manusia dalam bereksistensi diri di hadapan orang lain dan terutama di hadapan Allah Swt. Bahasan kedua terkait dengan akhlak manusia dalam kehidupan keluarganya. Akhlak ini bertujuan membekali manusia dalam hidup di tengah-tengah keluarga dalam posisinya. Pada dasarnya akhlak terhadap sesama manusia harus dimulai dari: a. Akhlak terhadap Rasulullah Saw sebab, Rasullah yang paling berhak dicintai, baru dirinya sendiri. Di antara bentuk akhlak kepada Rasulullah adalah cinta kepada Rasul dan memuliakannya, serta mengucapkan shalawat dan salam kepadanya.
b. Ahklaq Pada Diri Sendiri Disinilah seseorang dituntut untuk berakhlak mulia di hadapan Allah dan Rasulullah, di hadapan orang tuanya, ditengah-tengah masyarakatnya, bahkan untuk dirinya sendiri. Selanjutnya yang terpenting adalah untuk membekali kaum Muslim dengan akhlak mulia terutama terhadap dirinya, di bawah akan diuraikan beberapa bentuk akhlak mulia terhadap diri sendiri dalam berbagai aspeknya. Di antara bentuk akhlak mulia ini adalah memelihara kesucian diri baik lahir maupun batin. Orang yang dapat memelihara dirinya dengan baik akan selalu berupaya untuk berpenampilan sebaik-baiknya di hadapan Allah, khususnya, dan di hadapan
manusia
pada
umumnya
dengan
memperhatikan
bagaimana tingkah lakunya, bagaimana penampilan fisiknya, dan bagaimana pakaian yang dipakainya. Pemeliharaan kesucian diri seseorang tidak hanya terbatas
pada hal yang bersifat fisik (lahir) tetapi juga pemeliharaan yang bersifat nonfisik (batin). Yang pertama harus diperhatikan dalam hal pemeliharaan nonfisik adalah membekali akal dengan berbagai ilmu yang mendukungnya untuk dapat melakukan berbagai aktivitas dalam hidup dan kehidupan sehari- hari. Berbagai upaya yang mendukung ke arah pembekalan akal harus ditempuh, misalnya melalui pendidikan yang dimulai dari lingkungan
rumahtangganya kemudian melalui pendidikan formal hingga mendapatkan pengetahuan yang memadai untuk bekal hidupnya. Setelah penampilan fisiknya baik dan akalnya sudah dibekali dengan berbagai ilmu pengetahuan, maka yang berikutnya harus diperhatikan adalah bagaimana menghiasi jiwanya dengan berbagai tingkah laku yang mencerminkan akhlak mulia. Di sinilah seseorang dituntut untuk berakhlak mulia di hadapan Allah dan Rasulullah,
di
hadapan
orang
tuanya,
ditengah-tengah
masyarakatnya, bahkan untuk dirinya sendiri.
2. Ahklaq Terhadap Diri Sendiri (a) Shidiq Shidiq (ash sidqu) artinya benar atau jujur, lawan dari dusra atau bohong (al-kazib); seorang muslim dituntut selalu berada dalam keaadaan benar lahir dan batin; benar hati (shidq al-qalb),benar perkataan (shidq al-amal). Antara hati dan perkataan harus sama, tidak boleh berbeda, apalagi antara perkataan dengan perbuatan. Benar hati, apabila hati dihiasi dengan iman kepada Allah SWT dan bersih dari segala macam penyakit. Benar perkataan, apabila semua yang diucapkan adalah kebenaran bukan kebatilan. Dan benar perbuatan ,apabila semua yang dilakukan sesuai dengan syari‟at Islam.
Rasullulah SAW memerintahkan semua muslim untuk selalu shidiq, karena sifat shidiq membawa kepada kebaikan dan kebaikan akan mengantar ke surga. Sebaliknya beliau melarang umatnya berbohong, karena kebohongan akan membawa kepada kejahatan dan kejahatan akan berakhir di neraka. Kita sebagai orang yang beriman harus bersifat jujur dan orang yang tidak mau berkata jujur maka ia termasuk sebagai orang pembohong. Seperti apa yang dilakukan delisa
yang
mana telah berbohong pada Ummi dan kakak-kakaknya bahwa coklat yang ia dapat karena hadiah ia pintar padahal ia mendapat coklat itu dari perintah ustadznya bahwa bagi siapa yang mampu bilang “cinta Ummi “ karena Allah hingga nenangis maka ia akan mendapat coklat sebagai berikut: Urusan cokelat sebenarnya tidak terlalu membebani Delisa lagi. Ia sudah mengaku kepada Kak Aisyah,Kak Zahra,dan Kak Fatimah. Ia memberikan pengakuan sendirian. Datang kepemakaman massal. Menggurat nama-nama kakaknya. Meletakkan tiga tangkai bunga mawar biru. Lantas terbata mengaku soal tersebut. Itu kebiasaan Delisa Delisa belakangan ini. Setiap minggu pagi pergi ke pemakaman massal. Minta maaf dengan sungguh-sungguh. Berjanji tidak akan berbohong lagi (Liye, 2011:184-185). Dengan melihat kutipan diatas menggambarkan bahwa berkata benar atau sesungguhnya sangatlah sulit. Delisa harusnya mengatakan sebenarnya pada Umminya kalau ia berkata cinta ummi karena Allh adalah berdasarkan suruhan ustadznya. Ia sebenarnya akan berkata jujur ketika ummi dan
kakaknya masih hidup. Akan tetrapi semua itu sudah terlambat. Ia
menyesali
kesalahannya
setelah
semuanya
pergi
meninggalkannya akibat turut menjadi korban pada saat bencana tsunami. Seseorang yang biasanya mudah berkata bohong biasanya akan berlanjut dengan kebohongan lagi ahklaq seperti ini haruslah dapat dicegah dari kecil. Orang tua hendakknya mampu menanamkan pada diri anak-anak mereka sejak dini agar mau berkata jujur dan sesungguhnya Allah SWT akan selalu melihat kita walaupun orang lain tidak tahu kebohongan kita. (b) Amanah Amanah artinya dapat dipercaya, seakar dengan kata iman. Semakin menipis keimanan seseorang semakin pudar pula sifat amanah pada dirinya. Antara keduanya terdapat kaitan yang sangat erat sekali. Rasullulah bersabda:
) َ َ ِإديْع َ ِإ َ ْع َ َ ْعه َ َ وُم (ر اه مح,َ ِإْعَ َ ا ِإ َ ْع َ َ َ اَ َ َ وُم
Artinya: “Tidak sempurna iman seseorang yasng tidak amanah,dan tidak (sempurna) agama orang yang tidak menunaikan janji.”(HR.Ahmad)
Amanah dalam arti sempit adalah memelihara titipan dan mengembalikannya kepada pemiliknya dalam bentuk semula. sedangkan dalam bentulk luas amanah mencakup banyak hal dan amanah taklif merupakan amanah yang paling besar.
Ya Allah, amanah itu berat sekali. Dia harus menjadi Abi, Ummi, kakak, sekaligus teman untuk Delisa. Jangankan untuk urusan yang lebih rumut, soal memasakkan makanan yang halal dan Thayib-pun dia tidak bisa. Makanan yang thayib ya Allah! Dan dia tak kunjung bisa berdamai dengan semua perasaan kehilangan ini. Tak kunjung bisa melupakan semuanya. Lemah. Hatinya Lemah sekali. Seiring tertelungkup mengadu kepadaMu. Mengadu semua penderitaan yang tak kunjung berubah menjadi angin sejuk (Liye, 2011:192).
Dari kutipan diatas dijelaskan bahwa Abi Usman adalah ayah Delisa setelah terjadi bencana tsunami ia harus menjadi orang tua tunggal bagi Delisa. Abi harus merawat Delisa baik dari mulai memasak,mencuci,bahkan harus menggendong Delisa karena kaki yang satu Delisa diamputasi akibat terhantam batu saat terjadi bencana tsunami. Bagi Abi amanah dari Allah untuk membesarkan Delisa sendirian tanpa Ummi adalah hal yang sangat sulit. Terlebih lagi Abi harus kecewa dikala Delisa tidak mau makan masakannya. Tak henti-hentinya setiap malam bermunajat
Abi Usman
pada Allah akan tetapi semua ini terasa sulit
baginya. Allah memberikan amanah pada manusia baik itu berupaharta ataupun anak. Dan manusia kadang diberikan ujian dan hal ini justru menjadikan seseorang itu bertaqwa.
(c) Istiqomah Secara etimologis, istiqomah berasal dari kata istaqamayastaqimu ,yang bearti tegak lurus (al- Munjid,1986:663). Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 34:1990) diartikan sebagai sikap teguh pendirian. Dalam termilogi akhlaq, istiqamah
dapat
dikatakan
sebagai
sikap
teguh
dalam
memperhankan keimanan dan keislaman sekalipun menghadapi berbagai macam tantangan dan godaan. Seperti ayat dibawah ini:
ِإ ) استَ ِإق ْع (ر اه س قُم ْعل ا َ ْعن ُم ت ِإ ا ُمُثَّ ْع Artinya: ”katakanlah: Saya beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah!”(HR. Muslim). “Ummi, Delisa ingin ikut!” Ummi Tiur beranjak duduk, lembut mengelap air mata Delisa. Mencium kening Delisa penuh makna. Berbisik lemah “ Delisa harus tinggal, sayang...” Delisa mau ikut! Delisa harus menyelesaikan salat itu sayang...Delisa ingin ikut Delisa tidak mau sendirian (Liye,2011:88).
Dalam kutipan itu juga dijelaskan bahwa Delisa sering bermimpi bertemu dengan kakak-kakaknya, Tiur temannya dan ummi Tiur seta Bu guru Nur. Akan tetapi hampir semuanya mengatakan agar Delisa mau meneruskan hapalan shalatnya, Delisa seperti harus menuntaskan apa yang selama ini diamanahkan padanya yaitu menyelesaikan bacaan shalatnya karena sempat tertunda akibat bencana tsunami. Semunya
seperti meninggalkan Delisa apalagi sejak bencana tersebut bacaan shalat yang selama ini bisa ia hapal lama kelamaan terasa asing baginya. Diceritakan bahwa pada saat pingsan ia bermimpi bertemu Ummi Tiur, ia ingin ikut saat ummi Tiur perlahan meninggalkan ia sendirian akan tetapi Ummi Tiur berbisik bahwa Delisa harus tinggal karena ia harus tetap meneruskan hapalan shalatnya. Hapalan tersebut merupakan amanah yang diberikan oleh Ummi dan ibu guru Nur yang bsaat terjadi tsunami rela melepas kerudungnya untuk mengikat delisa dipapan dan Ibu guru Nur rela tenggelam karena papan itu tidak cukup jika harus menampung mereka berdua. Dan memang dengan melihat hadist diatas menyatakan bahwa Allah akan menguji umatnya dan bagi yang tetap beristiqamah maka ia akan semakin kuat. Dan sejak itu delisa mulai bangkit lagi menghapal bacaan shalat setelah sebelumnya hapalan itu memudar dari memorinya.
(d) Iffah Secara etimologi, iffah adalah bentuk masdar dari affaya‟iffu;iffah yang bearti menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik. Dan juga bearti kesucian tubuh (Munawwir, 1984:186). Secara terminologi, iffah adalah memelihara kehormatan diri
dari segala hal yang akan merendahkan, merusak, dan menjatuhkannya. Nilai dan wibawa seseorang tidaklah ditentukan oleh kekayaan dan jabatannya, dan tidak pula oleh bentuk rupanya, tatapi ditentukan oleh kehormatan dirinya. Oleh sebab itu, untuk menjaga kehormatan diri tersebut, setiap orang haruslah menjauhkan diri dari segala perbuatan dan perkataan yang dilarang oleh Allah SWT. Ummi keluar rumah mengenakan kerudung ungu . bersiap hendak pergi kepasar. Pagi ahad,jadwal belanja mingguan Ummi seperti biasa.” Ih, Ummi kenapa pakai warna itu?‟ fatimah yang mau dikata meskipun bacaannya kelas berattetaplah remaja serba tanggung, segera berkomentar saat melihat warna kerudung yang dipakaiUmmi. Keberatan. Yang lain ikut menoleh ke arah Ummi. “ Ummi bisa pinjam punya Fatimah! Warna apa saja asal jangan warna ini. Sebentar yang ini. Sebentar ya, Famimah ambilin...”Fatimah buru-buru berdiri. Meletakkan bukunya di atas di atas balai bambu (Liye, 2011:14).
Kutipan diatas menjelaskan bahwa Abi Usman bisa menjaga dan mendidik anak dan istrinya. Hal ini terlihat bahwa baik Ummi dan empat anaknya memakai jilbab. Hal ini sangatlah baik karena mendidik isti dan anak memakai jilbab merupakan hal sangat dianjurkan oleh syariat islam. Bahkan sejak kejadian ini jutru pernah menjadi tren jilbab tsunami yang mana sejak itu di Aceh diwajibkan mengenakan jilbab. Selain berfungsi menutupi aurat, seseorang yang memakai jilbab
biasanya juga akan berpikir jila akan melakukan perilaku atau tindakan yang kurang terpuji.
(e) Mujahadah Menurut Raid abdul Hadi dalam bukunya yang berjudul “mamarat
al-haq”,
berasal
dari
kata
jahada-yujahidu-
mujahadajihad yang berarti mencurahkan segala kemampuan (badzlu al-wus‟i) (al-Munjid:106). Dalam segala kemampuan untuk melepaskan dalam konteks ahklaq,
mujahadah adalah mencurahkan segala
kemampuan untuk melepaskan diri dari segala hal yang menghambat
pendekatan diri terhadap Allah SWT, baik
hambatan yang bersifat internal maupun eksternal. Untuk itu diperlukan perjuangan
yang sungguh-sungguh yang mana
disebut mujahadah SWT. Dan dari sebagian hambaMu ada yang tetap terjaga mengingatmu... bersimpuh mengadu kepadaMu. Wahai yang paling berhak menerima tumpahan air mata. Meminta petunjuk padaMu ,wahai yang memiliki pertanda. Meminta penjelasan padaMu,wahai yang memiliki rahasia langit,bumi dan diantara kedua-duanya (Liye, 2011:191) Abi menangis semakin dalam. Tetapi suara tangisan abi tidak sendirian sekarang. Berdua! Delisa sudah terbangun. Dia mendengar ada yang menangis diruang depan. Menyingkap kain selimutnya,lantas dengan mata setengah tetutup. Pipi mengukir kepulauan, mulut menguap,melangkah malas –terhuyung menuju ruang depan. Delisa melihat abinya menangis. Abinya
tertunduk di atas sajadah. Delisa tidak mengerti apa yang terjadi pada Abinya (Liye, 2011:192). Tahajud Abi malam itu membuat Delisa mengerti satu hal. Delisa memutuskan untuk memakan habis apa saja yang Abi masak. Meski dengan muka menyeringai (Liye,2011:197). Dari kutipan diatas menggambarkan bahwa Abi sering melakukan tahajud. Abi tiap malam selalu mengingat Ummi dan anak-anaknya yang tidak selamat. Abi selalu memanjatkan doa kepada sang khaliq agar diberi kekuatan dan ketabahan. Abi merasa berat karena harus membesarkan Delisa. Hanya dengan bermunajat pada Allahlah Abi bisa mendekatkan diri dan merasa semua masalah yang sedang dihadapi akan tersa ringan. Semua orang yang bertaqwa pada Allah SWT hendaknya dapat melaksanakan mujahadah. Ketika kita berda sendirian di tengah keheningan malam maka seluruh pikiran dan hati kita dapat kita curahkan hanya pada sang khaliq. Banyak manusia yang hanya berkeluh kesah tanpa ingat adanya allah yang tidak pernah tidur dan tidak pernah bosan mendengarkan munajat kita. Akan tetapi justru manusialah yang sering alpa dan menyepelekan manfaat adanya shalat-shalat sunah seperti shalat dhuha misalnya kita dapat meminta ditambahkan rizki bukan justru menyalahkan Allah atas apa yang terjadi.
(f) Syaja’ah Syaja‟ah artinya berani, bukan berani dalam arti siap menantang siapa saja tanpa mempedulikan apakah dia berada di pihak yang benar atau yang salah, akan tetapi berlandaskan
kebenaran
yang
dilakukan
berani yang
dengan
penuh
pertimbangan. Keberanian tidaklah ditentukan oleh kekuatan fisik akan tetapi kekuatan hati dan pikiran. Delisa sudah lelah menangis. Air matanya sudah habis sepanjang hari. Tujuh hari tujuh malam ia terkapar. Ia tidak takut lagi menatap sepinya kota. Tidak takut lagi menatap gelapnya malam. Bahkan Delisa tidak peduli dengan hujan deras yang turun tiap malam. Mengeriputkan badan kecilnya (Liye, 2011:101). Dari kutipan diatas dijelaskan bahwa Delisa yang pingsan selama tujuh hari tujuh malam sendirian dan melihat temanya Tiur sudah menjadi mayat. Dan Delisa yang seharusnya belum mengerti dan belum pernah barada dalam kondisi yang benar-benar menakutkan. Betapa tidak selain harus melihat mayat temannya disisinya Delisa juga harus menahan luka akibat hantaman batu yang mengenai kakinya. Ia juga berpikir apakah akan ada yang menolongnya padahal kegelapan malam dan dinginnya angin sudah hampir tujuh hari ia rasakan. Dibutuhkan keberanian yang kuat agar ia mampu bertahan hidup dan sifat ini sudah mulai muncul dalam dirinya. (g) Tawadhu’ Tawadhu‟ artinya rendah hati yakni tidak memandang dirinya lebih dari orang lain, sementara orang yang sombong
menghargai sirinya secara berlebihan. Sikap tawadhu‟ terhadap sesama manusia adalah sifat mulia yang lahir dari kesadaran akan kekuasaan Allah SWT atas segala hambaNya. Orang yang tawadhu; menyadari bahwa apa saja yang ia miliki semunya adalah karunia Allah.
Mereka berdua mengigit potongan coklat tersebut hampir bersamaan. Delisa nyengir. Cokelat hadiah Kak Shopi selalu lebih enak dibandingkan cokelat hadiah Ustadz Rahman. Apalagi dibandingkan cokelat hadiah kakak-kakak di pos barak penampungan, jauuh. Tetapi di kapal perang itu, semuanya memang jauh lebih enak. Delisa tanpa meras bersalah tega membandingkan hadiah-hadiah itu. Lupa kalu dulu Umminya berkata: jangan pernah lihat hadiah dari bentuknya . Lihat dari niatny. Insya Allah hadiahnya terasa lebih indah...(Liye, 2011:216). Dari kutipan diatas dijelaskan bahwa Delisa mendapat banyak cokelat pemberian dari suster Shopi. Akan retapi justru ia membanding-bandingkan apa yang telah ia miliki dengan hadiah yang sudah diberikan ustadz, kakak-kakak di pos barak. Ia lupa bahwa nikmat yang dimilikinya harusnya menjadikan hikmah bahwa kita harus selalu tawadhu‟ dan berusaha menerima rejeki baik itu cokelat enak atau tidak ia harus tetap bersyukur. Bahkan ia berada
di tengah-tengah orang
yang
memperhatikan dan
menyayanginya.
(h) Malu Malu
(al-haya‟)
adalah sifat atau perasaan yang
menimbulkan keengganan melakukan sesuatu yang rendah atau
tidak baik. Orang yang memiliki rasa malu,apabila melakukan hal yang tidak patut rendah atau tidak baik dia akan terlihat gugup atau mukanya merah. Sebaliknya orang yang tidak punya rasa malu, akan melakukannya dengan tenang tanpa ada rasa gugup sedikitpun
)ِإ َّا ِإ ُم ِإل ِإديْع ٍ ُم ُم ًةق َ ُم ُم ُمق اْع ِإإل ْعسالَ ِإم اْعحلَ َ ءُم (ر اه ك Rasullullah bersabda: “Sesungguhnya semua agama itu mempunyai akhlaq dan ahklaq Islam itu adalah sifat malu.”(HR.Malik).
Aisyah ingat cemburunya. Ia amat malu sepanjang Pak Guru Jamal menjelaskan. Ya allah, Aisyah malu sekali. Lihatlah, ia justru mengganggu adiknya saat Delisa sedang berjuang menghapal bacaan shalat.aisyah hampir menangis mendengar penjelaqsan Pak Guru jamal. Tertunduk di atas meja. Menutup wajahnya dengan tas. Ia memang sering jahil pada Delisa,tetapi hatinya bagai mutiara. Siang itu sambil menunggu latihan tari Saman, Ia membuat kertas petunjuk “jembatan Keledai” itu (Liye, 2011:50). Dari kutipan diatas dijelaskan bahwa salah satu tanda orang berahklaq adalah memiliki sifat malu. Sifat ini muncul akibat dari perasaan yang muncul akibat sebagai kakak justru ia sering menggangu adiknya. Padahal sebagai kakak, harusnya ia mampu tauladan yang baik.
Dan hai ini juga terdapat dalam petikan
dibawah ini: Ummi entah membicarakan apa. Seperti banyak. Mereka menyimak suara Ummidengan baik, mesti kdang tak ingat dan mengerti. Kadang wajah Ummi terlihat, memerah , bersemu. Delisa memandang kakaknya Fatimah. Selalu begini. Memangnya Abi bilang apa sih sama Ummi terlihat
mal-malu begitu. Kak Fatimah mengangkat bahu, nyengir, Dengarkan saja (Liye,2011:29). Selain sifat malu muncul karena perasaan bersalah hal ini juga dapat muncul karena gugup dan perasaan ini biasanya muncul jika orang yang salah tingkah bertemu dengan lawan jenis akan tetapi perasaan Ummi terhadap Abi adalah wajar karena kangendan jarangb bertemu dan hanya bisa berkomunikasi melalui telepon dan hal ini halal karena mereka adalah sepasang suami istri yang sah.
(i) Sabar Secara etimologis, sabar (ash-shabr) bearti menahan dan mengekang. Sabar juga wujud dari akhlak mulia terhadap diri sendiri. Sabar berarti menahan diri dari segala sesuatu yang tidak disukai karena mengharap ridho dari Allah Swt (al-Qardlawi, 1989: 8). Sabar adalah suatu kondisi mental dalam mengendalikan nafsu yang tumbuhnya atas dorongan ajaran agama. Dengan kata lain, sabar ialah tetap tegaknya dorongan agama berhadapan dengan dorongan hawa nafsu. Macam atau tingkatan sabar sabar dibagi menjadi enam macam tingkatan, yaitu: sabar dalam menerima cobaan hidup, sabar dari keinginan hawa nafsu, sabar dalam taat kepada Allah SWT, sabar dalam berdakwah, sabar dalam perang, sabar dalam pergaulan. Sabar dalam menerima cobaan merupakan tingkatan
sabar yang tertinggi. Bentuk lain dari akhlak mulia terhadap diri sendiri dapat kita lihat seperti berikut ini: Delisa mengenali satu-dua- ibu-ibu yang sedagng memasak di dapur umum. Tetangga mereka dulu. Dan ibu-ibu yang juga mengenalinya itu satu persatu memeluknya saat Delisa mendekat. Beberapa malah menangis. “Sabar...anakku! Allah akan membalas semua kesabaran dengan pahala yang besar!”(Liye, 2011:156). Dari kutipan diatas menjelaskan bahwa Delisa yang saat itu dibawa ke barak penampungan korban bencana tsunami dan bertemu ibu-ibu tetangganya dulu dan memeluknya secara bergantian serta memberi nasihat agar Delisa bersabar atas semua yang terjadi apalagi mereka melihat salh satu kakinya di amputasi. Dan dalam kutipan menunjukkan salah satu bentuk kesabaran ketika mendapat musibah. Ya Delisa memang tidak merasa bersedih dengan hilang kakinya karena ia masih bisa menggunakan tongkat. Padahal kaki baginya adalah salah satu kenangan ia saat ikut bersepak bola tiap sore bersama Umam dan teman-teman lainnya. Dan manusia memang tidak luput dari musibah dan orang yang sabar tentunya harus dimiliki karena kesabaran jenis ini juga merupakan tingkatan sabar yang palingn rendah. Kesabaran menunjukkan bahwa manusia mampu menahan hawa napsu dan yang terpenting adalah tidak menyalahkan Allah Swt atas apa yang sedang menimpa. Namun kadang kala manusia tidak kuat menghadapi masalah tersebut seperti apa yang dialami Delisa bukan masalah
kakinya yang diamputasi akan tetapi ia merasa sangat sedih kehilangan kakak-kakaknya serta Ummi yang sangat ia sayangi dan hal ini terlihat dalam kutipan dibawah ini: Bukankah Delisa sudah sabar, ya Allah. Sabar untuk tidak bertanya kepada Abi. Bukankah Delisa sudah sabar, ya Allah. Sabar untuk melewati semua ini seperti hari-hari sebelumnya. Delisa sudah mencoba melakukan semua seperti yang dulu sering dikatakan Ustadz Rahman.: Anak yang baik, adalah anak yang bisa membantu Abi dan Umminya dikala susah. Ingatlah, anak yang baik doanya selalu terkabul (Liye, 2011:222).
(j) Pemaaf Pemaaf
adalah sikap suka memberi maaf terhadap
kesalahan orang lain tanpa ada sedikitpun rasa benci dan keinginan untuk membalas. Alam bahasa Arab sifat pemarah tersebut disebut dengan al-afwu yang secara etimologis bearti kelebihan atau yang berlebih. Yang berlebih seharusnya diberikan agar keluar. Dari pengertian mengeluarkan yang berlebih itu , kata al-af”wu kemudian berkembang maknanya menjadi dihapus. Dalam konteks bahasa ini memaafkan bearti menghapus luka atau bekas-bekas luka yang ada di dalam hati. Mengaku ke kakak-kakaknya soal kenakalan Umam selama itu, yang membuat mereka berenam akhirnya dimarahi semalama. Mengaku ke kakak-kakaknya soal kenakalan Umam selama ini. Dia merobek buku Kak Tiro. Sengaja memecahkan tugas keramik Kak Umar. Mengembosi ban motor Kak Pasat. Ya, dia bisa mengaku banyak hal disini. Dan kakak-kakaknya pasti akan mendengar. Memaafkannya (Liye, 2011:218).
Dari kutipan tersebut dijelaskan bahwa Umam teman Delisa akhirnya mau menuruti anjuran Delisa agar Umam bisa meminta maaf pada keenam kakaknya. Ia selama ini murung dan pendiam karena merasa bersalah selalu nakal pada mereka semasa hidup. Umam disuruh meminta maaf pada kakak-kakaknya walaupun mereka sudah tiada. Umam menceritakan apa saja kesalahannya didekat gundukan tanah milik kakak-kakaknya dikubur. Dan akhirnya ia bisa lega setelah menceritakan semua. Salah satu ahklaq yang baik adalah mau mengakui kesalahan yang telah diperbuat. Dan saat ini banyak sekali orang yang jelas bersalah akan tetapi tidak mau mengakui kesalahannya bahkan ia justru kadang menimpakan kesalahan dirinya kepada orang lain. Hal ini tentunya perlu sangat tidak baik karena seorang yang berjiwa besar haruslah mau mengakui kesalahan. Dan menjadi seorang yang pemaaf tentunya menjadi lebih sulit manakala kita disakiti dan didholimi. Akan tetapi Allah Swt akan meninggikan derajat seseorang yang berjiwa besar dan mau mengakui segala kesalahannya. Sikap dan perilaku mulia seperti ini harus diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan, sehingga terwujud pribadi yang berkarakter yang dapat menampilkan dirinya dengan kepribadian yang utuh dan mulia di tengah-tengah masyarakat.
3. Ahklaq Terhadap Keluarga 1. Hak, Kewajiban dan Kasih Sayang Suami Isteri Salah satu tujuan perkawinan dalam Islam adalah untuk mencari ketentraman atau sakinah. Selain itu yang berperan membuat keluarga menjadi sakinah ada dua factor, pertama mawaddah, kedua rahmah. Dalam bahasa Indonesia padanan kedua kata itu adalah kasih factor sebagaimana terlihat dalam terjemahan ayat di atas. Tapi kalau ada yang bertanya apa beda antara kasih mungkin tidak semua kita bisa dengan tepat dan cepat bisa menjelaskannya. Menurut hemat penulis-merujuk beberapa sumber-mawaddah, lahir dari sesuatu yang bersifat jasmani (kecantikan, kegagahan), sedangkan rahmah lahir dari sesuatu yang bersifat rohani (berhubungan batin). Dalam interaksi yang terjadi antara suami isteri, kedua factor itu berperan. Pada pasangan muda, yang laki-laki masih gagah dan yang wanita masih cantik, factor mawaddahlah yang dominan, sedangkan pada pasangan tua, tatkala yang laki-laki sudah tidak lagi gagah dan wanita tidak lagi cantik, yang lebih dominan adalah faktor rahmah. Kita tidak boleh mengabaikan salah satu dari dua faktor tersebut. Idealnya memang kedua faktor tersebut harus berjalan bersama-sama, tetapi kondisi itu tidak bisa dipertahankan terus, karena kondisi fisik tidak bisa dipertahankan terus menerus seperti waktu muda, dia akan
tunduk kepada sunnatullah, yang muda akan tua, yang kencang akan keriput, yang hitam jadi putih dan seterusnya. Berbeda dengan hubungan batin, sikap saling menghormati dan saling menghargai
tentu
bisa
dipertahankan
terus
sepanjang
kehidupan. Dalam konteks ini, penulis punya dugaan kuat bahwa yang dianggap oleh kawula muda sekarang ini dengan cinta tidak lebih dari mawaddah, sebab rasa cinta yang muncul lebih banyak disebabkan oleh faktor fisik, bukan faktor rohani. “Seorang wanita dinikahi berdasarkan empat pertimbangan karena harta, keturunan, kecantikan dan agamanya. Peganglah yang memiliki agama niscaya kedua tanganmu tidak akan terlepas” (HR. Bukhari, Muslim dan Abu Daud). Dan hak dan kewajiban suami kepada istri begitu juga sebaliknya dapat kita lihat pada kutipan berikut ini: Abi rindu Ummi. Abi rindu mendengar suara menenangkan Ummi kalau dia sedang menghadapi masalah. Rindu menatap wajah bening Ummi. Abi benar-benar rindu. Tangisan itu tak kuasa ditahan,mulai mengeras.Semuanya kenangan indah bersama Ummi kembali bagai desing peluru. Hari-hari pertama pertemuan mereka dulu. Janji-janji pernikahan. Rencana merajut masa depan. Bahkan Abi teringat kalimat-demi-kalimat nasihat pengantin barunya dulu. Ingat wajah Ummi yang tersenyum bahagia saat ia akan membaca akad. Wajah teduh istrinya pelan menggurat diatas sajadahnya. Tersenyum. Abi tergugu (Liye,2011:193). Hening lagi. Keheningan ini mengembalikan semua kenangan itu. Teringat, bukankah dulu saat-saat seperti ini ia sering tahajud bersama Ummi. Berdoa berdua bersama Ummi. Dulu ia punya teman seiring sejalan-
seperjalanan membesarkan anak-anak. Mempunyai teman untuk berbagi keluh kesah. Sungguh! Dialah yang lebih banyak bersandar di bahu istrinya, dibandingkan sebaliknya (Liye.2011:192). Dari kutipan diatas dijelaskan bahwa pernikahan antara Abi dan Ummi yang mampu menunjukkan pernikahan yang benar-benar sesuai syariat agama islam. Selain itu betapa Ummi menunjukkan sebagai seorang istri yang sholeha. Diceritakan
juga
bahwa
Ummi
selalu
menjalankan
kewajibannya sebagai isteri dengan baik seperti mengurus rumah tangga juga ikut memenuhi kebutuhan keluarga yaitu dengan menjahit. Sedangkan Abi bekerja di kapal tangker milik negara asing. Walaupun demikian Abi sebulan sekali pulang menjenguk Ummi dan anak-anak. Dan betapa terpukullah Abi setelah ditinggalkan istri yang ia sayangi untuk selamanya. Dia kehilangan istri yang salehah dan anak-anak tercinta. Dia kehilangan lebih dari separuh kehidupannya. Kehidupan yang ia pupuk begitu lama. Kehidupan yang menjanjikan banyak kebahagiaan. Tetapi musnah sekejab begitu saja (Liye, 2011:194). Kutipan diatas menunjukkan bahwa Ummi memang istri yang soleha. Maka tidak heran jika Abi Usman sangat menyayangi istrinya. Rasullulah juga memberikan tauladan bahwa jika memilih seorang pendamping hidup yang paling penting adalah agamanya.Rasulullah saw menyebutkan tiga kriteria yang mengikuti kecenderungan atau naluri setiap orang yaitu tentang kekayaan, kecantikan dan keturunan, kemudian
diakhiri dengan satu kriteria pokok yang tidak boleh ditawartawar yaitu agama. Buya Hamka mengumpamakan kekayaan, keturunan dan kecantikan masing-masing dengan angka nol, sedangkan agama dengan angka satu. Angka nol berapapun banyaknya tidak akan bernilai tanpa ada angka satu. Sebaliknya, sekalipun tidak ada angka nol, angka satu sudah memberikan nilai. Misalnya dapat wanita shalihah dan kaya nilainya 10. Shalihah, kaya dan keturunan baik-baik nlainya 100. Shalihah, kaya, keturunan baik-baik dan cantik nilainya 1000. Bila ada angka satu, angka-angka nol dibelakangnya jadi berharga. Tapi tanpa angka satu, semua angka nol- berapa buah pun berderet-deret tidak ada nilainya. Buya Hamka menanamkan teorinya ini dengan teori seribu. 2. Hak-hak Bersama Suami Isteri Dalam hubungan suami isteri di samping hak masingmasing ada juga hak bersama yaitu (1) hak tamattu‟ badani (menikmati hubungan sebadan dan segala kesenangan badani lainnya), (2) hak saling mewarisi (3) hak nasab anak dan (4) hak muasyarah bi al ma‟ruf (saling menyenang dan membahagiakan). Seperti contoh kutipan dibawah ini: “Assalammu‟alaikum...” Meski barusan habis menatap tajam Aisyah, suara Ummi terdengar sumringah sekali ketika mengangkat telepon itu. Seperti biasa kalau berbicara lewat telepon
dengan Abi, Ummi hanya tersipu, lantas menjawab lembut”tapi Abikan di sana bisa merasakan kalau Ummi sedang tersenyum, sayang...Ah Delisa nanti kalau kamu sudah besar kamu bakal tahu. Istri yang baik selalu bersikap sungguh-sungguh melayani suaminya... Liye,2011:29).
3. Birul Walidain Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa Allah SWT menempatkan perintah untuk birrul walidain langsung sesudah perintah untuk beribadah kepada-nya, maka sebaliknya Allah SWT pun menempatkan uququl walidain sebagai dosa besar yang menempati ranking mendurhakai kedua orang tua. Istilah inipun berasal langsung dari Rasulullah saw sebagaimana disebutkan dalam salah satu hadits. Dosa-dosa besar adalah: mempersekutukan Allah, durhaka kepad kedua orang tua, membunuh orang dan sumpah palsu” (HR. Bukhari). Durhaka kepada kedua orang tua adalah dosa besar yang sangat dibenci oleh Allah swt, sehingga azabnya disegerakan Allah di dunia ini. Semua dosa-dosa diundurkan oleh Allah (azabnya) sampai waktu yang dikehendaki-Nya kecuali durhaka kepada kedua orang tua, maka sesungguhnya Allah menyegerakan (azabnya) untuk pelakunya di waktu hidup di dunia ini sebelum dia meninggal. Ummi sedang mengaji; mengajari Cut Aisyah dan Cut Zahra. Sedangkan Fatimah membaca Al-Quran sendiri. Tidak lagi diajari Ummi. Ah, kak Fatimah bahkan setahun terakhir sudah khatam dua kali. Ini jadwal rutin
mereka setiap habis shubuh. Belajar ngaji dengan Ummi, meskipun juga belajar ngaji TPA dengan Ustadz Rahman di Meunasah (Liye, 2011:5). Dari kutipan diatas menunjukkan sikap menghormati anak pada orang tua. Dimana ke empat anaknya mau mengaji dengan baik. Selain Aisyah, Fatimah, Zahra dan Delisa senantiasa mengikuti nasihat dari Umminya
agar selalu
melaksanakan salat dan mengaji. Mereka merupakan anak-anak yang benar-benar menghormati orang tua, menyayangi orang tua serta sopan santun. Tidak seperti anak-anak zaman sekarang yang sering berani membantah orang tua. Rasullulah bahkan bersabda bahwa surga berada dibawah telapak kaki ibu. Untuk itu hormati dan sayangilah mereka.
Dalam hadis lain Rasulullah SAW menjelaskan bahwa Allah SWT tidak akan meridhai seseorang sebelum dia mendapatkan keridhaan dari kedua orang tuanya: Keridhaan rabb (Allah) , dan kemarahan rabb (Allah) ada pada kemarahan orang tua (HR. Tirmidzi).
4. Akhlak kepada Lingkungan Lingkungan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, yakni binatang, tumbuhan, dan benda mati. Akhlaq yang dikembangkan adalah cerminan dari tugas kekhalifahan di bumi, yakni untuk menjaga agar setiap proses pertumbuhan alam
terus berjalan sesuai dengan fungsi ciptaan-Nya. Dalam al-Quran Surat al-An‟am (6): 38 dijelaskan bahwa binatang melata dan burungburung adalah seperti manusia yang menurut Qurtubi tidak boleh dianiaya (Shihab, 1998: 270). Baik di masa perang apalagi ketika damai akhlak Islam menganjurkan tidak ada pengrusakan binatang dan tumbuhan kecuali terpaksa, tetapi sesuai dengan sunnatullah dari tujuan dan fungsi penciptaan. Gempa berkekuatan 8,9 skala richter menghantam bagian `utara pulau Sumatera, Indonesia, Banda Aceh, Sumatera Utara dan sekitarnya. Konfirmasi terakhir mengatakan sekitar 3.000 orang meninggal. Tidak ada yang tahu apakah catatan korban akan meninggal. Tidak ada yang tahu apakah catatan korban akan bertambah atau tidak. Yang pasti, gempa tersebut merupakan salah satu gempa terbesar yang terjadi di daerah tersebut (Liye, 2011:75). Makan siang sungguh semuanya hancur. Sungguh semuanya musnah. Ya Allah, kali belum pernah melihat kehancuran seperti ini. Kota itu tak bersisa, kota ini luluh lantak hanya meninggalkan berbilang kubah masjid, kota ini menjadi cokelat, kota ini tak berpenghuni lagi. Kota ini! Kota itu! Kota-kota kami. Seolah terhapus dari peta-peta (Liye, 2011:81). Itu janjiMu yang tertoreh diatas kitab suci. Sungguh tak ada keraguan di sana! Bagaimanakah orang-orang tak mempercayainya? Itu kata-kataMu. Janji dari mahapemegang janji! (Liye, 2011: 124).
Dari kutipan diatas dijelaskan betapa dahsyatnya bencana tsunami di Aceh. Aceh yang awalnya dikenal sebagai provinsi yang islamnya kental tentu sangat disayangi oleh Allah Swt. Akan tetapi hal ini sebaliknya. Manusia tidak akan tahu kapan adanya bencana dan
musibah apalagi kejadian itu dikala masyarakat sedang melakukan aktifitas seperti biasanya. Dapat kita ketahui jumlah korban yang meninggal dan aceh benarbenar liluh lantah. Bahkan gajah-gajah dikerahkan untuk membantu evakuasi serta membersihkan tumbangan pohon dan gundukan sampah. Kadang kita alpa dan menyalahkan atas bencana yang menimpa. Padahal manusialah yang tidak bertanggung jawab terhadap alam yang sudah diciptakan Allah. Membuang
sampah
serta
menebangi
pohon
yang
mengakibatkan banjir, longsor dan berbagai macam penyakit. Seperti penggunaan
plastik.
Bisa
dibayangkan
berapa
juta
manusia
menggunakannya dan berapa puluh tahun berikutnya pastinya sampah akan menggunung. Padahal Allah menyuruh agar kita merawat dan menjaga alam lingkungan kita. Maka dari itu sudah sepantasnya kita mengambil hikmah dari kejadian yang sudah terjadi.
B. Karakteristik Tokoh dalam Novel HSD Karakteristik manusia dan kehidupan telah banyak menjadi objek pembahasan. Al- Quran menerangkan bahwa manusia adalah mahkluk paradoksal. Telah mengilhamkan kepada manusia itu sifat fuzur dan taqwa. Sifat yang melekat pada manusia ada dua macam yaitu sifat baik dan sifat buruk. 1. AISYAH a. Nakal Delisa mengeliat. Geli. Cut Aisyah nakal menusuk hidungnya dengan bulu ayam penunjuk batas tadarus. „Bangun! Bangun
pemalas ! “Aisyah bertambah jahil demi melihat wajah polos Delisa. Menarik –narik baju tidur Delisa yang kebesaran. Yang ditarik malah memukul lemah tangan Aisyah. Kembali bergelung melanjutkan tidur; tidak peduli ( Liye, 2011: 1). Nakal merupakan perilaku yang tidak baik. Apalagi jika ketika seorang anak dibiarkan memiliki sifat demikian maka, ia akan menjadi anak yang tidak patuh ketika dinasehati. Kenakalan pada anak memang terjadi wajar akan tetapi orang tua haruslah mampu menegur. Tokoh Aisyah diatas misalnya ia tidak sepantasnya berbuat nakal apalagi kepada saudaranya. b. Menyebalkan “ Suara kamu tuh juga nyebelin sepuluh speaker meunasah, tahu!” Fatimah melotot membesar sambil melangkah mendekat, duduk di atas ranjang Delisa- mengambil alih urusan ( Liye, 2011: 4). Selain nakal Aisyah juga menyebalkan hingga kakaknya Fatimah tak jarang memarahi. Seseorang yang memiliki sifat demikian tentu sangat mengganggu apalagi seorang anak hendaknya berbicara sopan dan halus bukan berteriak-teriak jika ingin mengatakan sesuatu. c. Usil Aisyah hanya tertawa, memasang tampang tak berdosa. Mengangkat bahu. Aisyah memang lagi senang – senangnya menggangu orang lain. Umurnya dua belas tahun – hanya terpisah 23 menit dari kembarannya Zahra ; kelas satu Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Lhok Nga. Adiknya Delisa memang terlalu jauh umurnya, berbeda enam tahun, jadi kenakalan Aisyah terlalu dominan, tanpa perlawanan ; Delisa selama ini hanya bisa mengadu seperti itu ( Liye, 2011: 4). Keusilan juga melekat pada sifat Aisyah yang mana diantara ketiga saudaranya ia lebih suka mengerjai bahkan tidak merasa bersalah. Sifat demikian sering kita lihat pada anak-anak yang tidak hanya di SD bahkan di perguruan tinggipun masih sering kita jumpai. Sifat usil yang
tidak dapat hilang maka akan terbawa hingga ia dewasa. Pada dasarnya keusilan seseorang dapat dilihat sejak ia kecil. Anak yang hiperaktif maka akan cenderung berperilaku demikian. Pengawasan haruslah dapat dilakukan sedini mungkin agar baik dirumah ataupun lingkungan sekolah anak dapat mengkontrol perilakunya. d. Galak Aisyah menatap galak. Mengambilnya tetapi tidak sedikit pun bilang terima kasih. “ kamu tuh aneh, Aisyah …… Zahra saja nggak cemburu kok Delisa dapat kalung lebih bagus ……. Kak Fatimah juga nggak ! Lagian cuma beda huruf doang “ Fatimah mendekati adiknnya. Mencoba membantu Ummi membujuk Aisyah ( Liye, 2011: 33). Sifat galak juga dimiliki Aisyah. Orang yang galak biasanya akan mudah marah dan tersinggung. Allah SWT tentu sangat tidak menyukai orang yang mudah marah karena tabiat seperti ini akan membuat orang mudah emosi. Orang tua kadang tidak sadar bahwa sifat galak yang ia miliki mampu menurun pada anak. Maka dari itu sebagai tauladan orang tua harus mampu memberikan cerminan yang baik pada putra maupun putrinya. e. Iri “ Kenapa Delisa dapat kalung yang lebih bagus ! Kenapa kalung Delisa lebih bagus dibandingkan dengan kalung Aisyah …… lebih bagus dari kalung Zahra …. Kalung kak Fatimah ! “. Iri adalah merasa tidak suka dengan apa yang dimiliki orang lain. Iri juga membuat orang tidak bersyukur dengan apa yang telah dianugrahkan oleh Allah SWT. Dari kutipan diatas dijelaskan bahwa sifat iri yang dimiliki oleh Aisyah kepada Delisa juga sering dimiliki orang lain. Aisyah yang sudah memiliki kalung akan tetapi masih ingin
memiliki kalung yang sama dengan adiknya. Iri hati akan membuat orang lupa bersyukur dengan apa yang telah Allah berikan.
2. FATIMAH a. Penyayang “ Delisa bangun, sayang….. Shubuh !” Fatimah, sulung berumur lima belas tahun membelai lembut Delisa. Tersenyum berbisik. menggeliat menarik selimutnya. ( Liye, 2011: 2 ). Penyayang adalah sifat yang dimiliki Fatimah sebagai kakak. Ia begitu menyayangi adik-adknya. Walaupun terkadang lebih membela Delisa hal ini dikarenakan Delisa lebih kecil dibandingkan adik-adiknya yang lain. Fatimah menyayangi Delisa yang memang masih butuh bimbingan dan arfahan karena itulah tak heran kalau Fatimah tidak segan membangunkan adiknya demi melaksanakan shalat. Orang yang dalam hatinya dipenuhi rasa sayang tentunya juga menandakan ia sayang dengan ciptaan Allah. Maka dari itu hendaknya kita menyayangi orang yang lebih kecil dan menghormati orang yang lebih tua. b. Baik Saat Ummi dan Delisa berangkat tadi pagi. Cut Aisyah dan Cut Zahra buru-buru memasang karton-karton itu di depan rumah. Berwarna biru-biru. Diberi hiasan pita biru-biru. Fatimah tersenyum membacanya. Ah, mereka berdua kakak-kakak yang baik! ( Liye, 2011: 64). Selain penyayang, sifat baik juga melekat pada diri Fatimah Sifat ini terlihat jelas ketika ia mengajak adik-adiknya membuat perayaan kecil untuk Delisa jika pulang dari madrasah tempt adiknya hari itu melaksanakan setoran hapalan shalat.
3. ZAHRA a. Pendiam Mereka makan malam bersama. “ Tadi siapa yang ngacak-ngacak lemari pakaian?” Zahra yang pendiam (tetapi pencinta ketertiban ) bertanya pelan. Semua mata memandang ke Delisa (Liye, 2011: 60). “ Nggak, kok …. Delisa cuma nyari pakaian ngaji doang! Sama sekali nggak ngacak-ngacak.” Delisa yang terpojokkan menjawab datar, merasa tak berdosa, menyendok sayur bayam. Pendiam adalah sifat yang bebeda yang dimiliki Zahra kembaran Aisyah. Walaupun mereka kembar mereka memiliki karakter yang berbeda. Zahra yang pendiam juga memiliki sifat cinta kebersihan. Dan kerapian. Sifat ini sudah tentu jarang kita temui. Banyak anak-anak bahkan orang tua selalu membuang sampah dan tidak bias merawat rumah dengan baik padahal Allah SWT menyukai orang yang selalu menjaga lingkungan. b. Tegas “ Iya! Tapi kamu nyarinya kan bisa lebih pelan dikit? Nggak mesti merusak lipatan pakaian yang lain, kan? Zahra menyeringai kepada Delisa. Delisa menatap wajah tegas Kak Zahra, lantas mengangguk. Meski tidak berjanji dalam hati. (Delisa memang lebih respek dengan Zahra dibandingkan Aisyah; mungkin karena Zahra pendiam; jadi seram saja berdebat dengannya) (Liye,2011:35). Sifat tegas yang dimiliki Zahra patut dijadikan tauladan khususnya bagi para pemimpin saat ini. Tegas adalah sifat tidak plin-plan dan teguh akan pendirian. Tak heran Delisa lebih takut dan patuh terhadap Zahra yang usianya sama degan usia Aisyah. Ketegasan sangat diperlukan juga dalam mengambil keputusanan tindakan karena dengan sifat ini orang akn lebih mematuhi aturan yang ada serta berpikir ulang jika akan bertindak.
4. UMMI a. Menjadi tauladan / pemimpin Setiap shalat, Ummi yang menjadi imam. Abi mereka bekerja jadi pelaut. Di salah satu kapal tanker perusahaan minyak asing-Perusahaan di Arun. Pulang tiga bulan sekali. Delisa lagi belajar menghafal bacaan shalat, nah sejauh ini Aisyah-lah yang bertugas setiap shalat untuk membaca lebih keras di belakang, agar Delisa bisa meniru. Agar Delisa belajar lebih cepat. Tetapi selama dua minggu terakhir, Delisa lebih banyak mengadu – Kak Aisyah bacanya kepelanan.“ Delisa mau sekarang yang berdiri dekat Delisa, Kak Zahra saja! Kak Fatimah!” Delisa membujuk Ummi-nya (Liye, 2011: 8). Ummi Salamah merupakan salah satu orang tua yang pantas diconto. Betapa tidak, dikala suami harus bekerja diluar negri ia mampu menjadi tauladan serta memimpin anaknya dalam kegiatan beribadah. Bahkan Ummi selalu menekankan agar mereka selalu mengaji hingga katam Al- quran. Dengan selalu memerikan iming-iming hadiah Ummi memberikan semangat anaknya agar bias hafal bacaan shalat dengan baik dan benar. Hal ini patut diconto karena dewasa ini orang tua justru cenderung melimpahkan pendidikan agama pada guru aama tanpa bimbingan orang tua serta masih banyak orang tua yang belum bias menjadi tauladan yang baik bagi putra-putrinya.
b. Suka berzikir Ummi memimpin mereka berzikir. Delisa tiba-tiba maju ke depan. Merangkak dengan mukena masih membungkus tubuhnya. Fatimah melotot menyuruhnya duduk kembali. Tetapi Delisa tidak peduli, tetep mendekati sajadah Ummi. Aisyah nyenggir. Zahra tak memperhatikan melanjutkan zikir meniru suara Ummi. Delisa duduk bertelekan lutut di belakang Ummi. Kemudian pelan memeluk leher Ummi yang duduk berdzikir di depannya ( Liye, 2011: 54 ). Berzikir kepada Allah SWT juga selalu Ummi ajarkan setiap sehabis shalat. Kadang orang tua menganggap bahwa yang terpenting adalah shalat saja dan membiarkan anak menonton tv tanpa berzikir terlebih dahulu. Padahal dzikir merupakan salah satu doa yang mana
sangat tepat diajarkan pada anak sejak dini dimana daya ingat mereka masih baik.
c. Rajin Kak Fatimah malah asyik membaca. Sama sekali tidak tertarik dengan acara televisi. Kak Aisyah dan Kak Zahra juga asyik membuat entahlah dari karton-karton. Ummi di atas kursinya juga membaca sesuatu, mungkin tagihan-tagihan bordiran ( Liye, 2011: 58 ). Sebagai ibu rumah tangga Ummi juga tidak hanya berpangku tangan melihat suaminya bekerja. Ummi menjahit untuk membantu mencukupi kebutuhan keluarga. Maka tak heran jika walau waktu luang Ummi tetap memeriksa tagihan bordiran. Keuletan seperti ini patut kita contoh sehingga kita kelak juga memilki semangat kerja tinngi walaupun sudah bekelurga. 5. DELISA a. Manja Ia memandang Kakak – kakaknya sirik. “ Kak Fatimah dan Kak Aisyah jahat ……. Bangunin Delisa maksa !” gadis berumur enam tahun itu mengalah, beringsut turun dari ranjangnya. Fatimah ikut beranjak turun mengambil bantal– bantal yang jatuh di lantai. Aisyah yang tetap tertawa senang ( Liye, 2011: 3 ). b. Pamer Sebentar ! suer deh, Mi!” Ummi hanya mengeleng ( karena jelas sekali maksud Delisa; mau memamerkan kalung itu ke Aisyah yang baru saja menjahilinya ; balas dendam, biar kak Aisyah cemburu lagi).Di luar itu, waktu melesat dengan cepat ( Liye, 2011: 54 ).
c. Pemalas Bahkan Fatimah yang sedang khusyuk mengaji ikut tertawa mendengarnnya. “ Tuh kan, Ummi…… Delisa tuh paling malas disuruh menghafal doa- doa …” Aisyah merayakan kemenangannya. “ Tapi…… tapi kata Ustadaz Rahman doanya boleh pakai Bahasa Indonesia, kok….” Delisa ngotot, melotot kepada kakaknya. Aisyah hanya nyengir. ( Liye, 2011: 7 ).
d. Pelupa “ Lagian kalau Aisyah keras –keras, memang kamu dengar ? kamu kan ngantuk sepanjang Shalat tadi ……. Qunut aja dia lupa, Mi ! kita – kita qunut, Delisa malah turun mau sujud. “ sekarang malah Aisyah yang melapor. Tertawa. Ummi tersenyum tipis. Menatap wajah putri – putrinya bergantian. ( Liye, 2011: 7 ). e. Bandel “ TAPI DELISA INGIN ! DELISA I-N-G-I-N !!” Delisa bandel mencengkram baju Ummi. “ Delisa harus kembali, sayang. Delisa harus menyelesaikannya !” Ummi tersenyum tipis menyentuh baunya. Sentuhan itu sugestif sekali. Membunuh semua kengototan di hati Delisa. Seketika ( Liye, 2011: 236 ). Dari paparan karakteristik diatas Delisa cenderung memiliki sifat madzmumah atau sifat yang tidak baik seperti manja, pamer, pemalas, pelupa. Memang hal ini wajar kita temui pada anak-anak. Akan tetapi tentunya kita harus mampu merubah sedikit demi sedikit. Delisa yang memang awalnya bersikap demikian pada akhirnya bahkan bisa berubah sejak bencana tsunami. Keadaan dan lingkungan mampu merubahnya menjadi anak yang dewasa, rendah hati, rajin, mampu menyelesaikan hafalan shalatnya serta menurut pada Abi. Perubahan yang dilakukan Delisa ini tentunya memerlukan waktu dan arahan dari orang tua. Walaupun awalnya sulit. Bencana yang sudah merenggut Ummi dan kakak-kakaknya menjadikan ia mulai bersyukur dan bangkit. Mulanya Delisa menyalahkan Allah akan tetapi Abi memberikan pengarahan dan ia harus terus berjuang hidup demi menyelesaqilkan hapalan shalat yang sudah ia janjikan pada Umminya. Kadang kala manusia perlu diuji demi kemajuan dan perubahan maka dari itu ubahlah sifat jelek kita sebelum terlambat dan menyesal dikemudian hari.
6. ABI a. Religius Bukankah hari – hari seperti ini, saat Abi pulang selama dua minggu dulu Abi sering Shalat bersama Fatimah, Zahra, dan Aisyah. Berkali – kali melotot ke arah Aisyah yang jahil mengganggu Delisa. Abi rindu Aisyah, senakal apapun ia. Dan Aisyah semenjak kecil memang sudah senakal itu. Abi ingat, Aisyah paling suka menaiki punggungnya. Pernah Aisyah naik ke punggung Abi, pas dia sedang sujud. Maka lama sekali Abi tidak bangkit – bangkit, menunggu Aisyah yang baru berumur tiga tahun turun dari punggungnya ( Liye, 2011: 193). Sifat religius sangat terlihat manakala abi yang memang hanya bisa pasrah dengan bencana yang telah menimpa. Terlebih lagi Abi sadar bahwa Allah pasti merencanakan sesuatu yang lebih baik. Setiap malam ia hanya bisa bertahajud memohon dan menyandarkan diri pada
Allah.
Ditengah
kondisi
yang
memprihatinkan akibat bencana tsunami tentu hanya Allah satusatunya tempat mengadu, baik itu kesedihan ditinggal orangorang yang ia cintai ataupun meratapi bagaimanakah ia harus melanjutkan hidup. Manusia haruslah merasa kecil dimata Allah karena ketika ujian datang kita hanya akan mampu berpasrah diri padaNya. b. Tanggung Jawab Dan lihat lah, dia harus membesarkan Delisa sendirian sekarang. Gadis kecil yang cerdas, banyak bertanya, amat menggemaskan, namaun harus tumbuh menatap masa depan dengan melewati semua hal yang menyakitkan ini. Gadis kecil yang jauh dari pantas menjalani kehidupan seperti ini ( Liye, 2011: 194 ). Tanggung jawab Abi juga kian besar selain tidak lagi punya keluarga ia juga kehilangan harta benda. Abi yang selama ini bekerja dilur negeri juga bingung bagaimanakah cara mendidik dan membesarkan Delisa. Terlebih Abi juga tidak tega
melihat gadis kecilnya hanya memiliki satu kaki. Seberat beratnya cobaan Allah akan selalu dekat dengan orang shaleh setidaknya hal ini terbukti dengan lulusnya Delisa menghafal bacaan shalat berkat dukungan Abi. c. Sayang / Perhatian Abi panik “ bagaimana, sayang, apakah Delisa sudah merasa baikkan?” Abi bertanya cemas. Kain kompres di atas kepala Delisa. Panas. Kain itu panas sekali Meraih. Gemetar telapak tangan Abi menyentuh dahi bungsunya ( Liye, 2011: 226). Rasa sayang dan perhatian sangat nampak ketika Delisa sakit akibat hujan-hujan. Orang tua yang baik akan merasa cemas dikala anaknya sedang sakit, ataupun bersedih. Begitu besar kasih sayang orang tua yang kadang kita lupaka dan kadang justru kita balas dengan sakit hati. Penulis melihat banyak hikmah dan tauladan yang dapat kita ambil maka dari itu kita harus pandai memilah mana sifat yang sudah benar ataupun mana sifat yang perlu kita rubah.
C. Relevansi Nilai-nilai Pendidikan Ahklaq dalam Novel HSD di Era Globalisasi Saat Ini Pada dasarnya pendidikan ahklaq sangatlah penting dalam kehidupan. Era globalisasi yang ada dihadapan saat ini tidak dapat dihindari. Dalam bidang sosial, pengaruh globalisasi semakin merusak nilai-nilai kemanusiaan. Dengan situasi ini,muncul segala sesuatu yang bersifat global harus disesuaikan dengan keinginan negara.
Globalisasi memberi peluang dan fasilitas yang luar biasa bagi siapa saja. Pendidikan ahklaq juga penting sebagai pondasi awal penanaman nilai kepada penerus bangsa. Bahkan pendidikan karakter yang sudah dicanangkan menunjukkan bahwa pendidikan ahklaq penting bagi dunia pendidikan sebagai langkah dalam menanggulangi adanya dekadesi moral. Nilai-nilai karakter juga hampir mirip dengan ruang lingkup pendidikan ahklaq. Seperi nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan Salah satu contoh nilai karakter dalam hubungan dengan tuhan adalah nilai religius dengan kata lain, pikiran,perkataan dan tindakan seseorang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan atau ajaran agama. Sedang nilai karakter yang berhubungan dengan diri sendiri adalah jujur,bertanggung jawab, disiplin, kerja keras dan cinta ilmu. Melalui revitalisasi dan penekanan karakter di berbagai lembaga pendidikan, baik formal maupun non formal diharapkan bangsa Indonesia mampu menjawab berbagai tantangan dan permasalahan yang rumit dan komplek. Istilah karakter berkaitan erat dengan personality (kepribadian) seseorang, sehingga ia bisa disebut orang yang berkarakter.
Tujuan pendidikan karakter yang mana saat ini sudah dimasukkan dalam kurikulum sangat berperan dalam penanaman ahklaq mulia. Melalui pendidikan karakter, diharapkan peserta didik
mampu
pengetahuannya,
mandiri
meningkatkan
mengkaji
dan
dan
menggunakan
menginternalisasi
serta
mempersonalisasi ahklaq-ahklaq mulia sehingga dapat terwujud dalam kehidupan sehari-hari. Nilai pendidikan ahklaq yang termaktup dalam novel HSD tentunya merupakan salah satu contoh penyampaian penanaman nilai ahklaq yang saat ini sudah jarang kita jumpai. Tidak hanya menyuguhkan bagaimanakah mendidik seorang anak sejak kecil dengan baik akan tetapi juga menghadirkan beberapa karakter kepribadian yang luhur. Kita sering melihat bahwa saat ini anakanak sudah mulai tidak memperhatikan pendidikan agama. Televisi dan game merupakan makanan sehari-hari dan mengesampingkan kebutuhan agama pada anak. Surau dan masjid sepi, para kaula muda mengumbar aurat serta orang tua tidak memperhatikan perilaku mereka dilingkungan luar. Nilai pendidikan ahklaq kepada Allah merupakan hal pertama yang perlu ditanamkan seperti shalat dan mengaji. Dalam novel HSD dijelaskan betapa Delisa sangat susah dalam menghapal bacaan shalatnya. Padahal usia anak-anak adalah usia yang tepat dalam mengasah otak serta mudahnya ilmu masuk. Akan tetapi
justru saat ini anak-anak dicekoki oleh lagu-lagu dewasa dan bukan mengaji tetapi mengutamakan les musik, drum band dan lainnya. Selain hal diatas ahklaq pada diri sendiri seperti kejujuran. Tawakkal, amanah dan iffah saat ini sudah mulai pudar. Hal ini sangat terlihat dengan banyaknya pemimpin bangsa yang tidak jujur dan tidak amanah. Padahal kepercayaan sudah diberikan rakyat pada mereka. Ahklaq pada lingkungan yakni kita sebagai manusia haruslah menjaga dan merawat alam justru malah membuat alam rusak. Serta ahklaq pada keluarga yakni menghargai hak dan kewajiban suami isti, menghormati orang tua jurtru saat ini banyak pasangan yang merusak mahligai perkawinan dengan perselingkuhan dan banyak anak yang tidak menghormati orang tua justru tega membunuhnya. Disinilah pendidikan ahklaq penting bagi kehidupan manusia. Selain sebagai perisai tentu semakin meningkatnya baik ahklaq dalam berbagai aspek tetunya hal ini dapat meningkatkan moral bangsa yang berbudi luhur. Dan yakinlah Allah tidak akan memberi azab misalnya bencana, sakit serta musibah asal kita mampu menjadi orang yang bersyukur atas nikmatNya. Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barang siapa yang kufur (tidak bersyukur), (sesuatu) lagi Mahamulia”(QSAnNaml[27]:40 Terkadang ada seseorang yang dapat menjalin hubungan baik dengan Tuhannya, tetapi ia bermasalah dalam menjalin hubungan
dengan sesamanya. Atau sebaliknya, ada orang yang dapat menjalin hubungan secara baik dengan sesamanya, tetapi ia mengabaikan hubungannya dengan Tuhannya. Tentu saja kedua contoh ini tidak benar. Yang seharusnya dilakukan adalah sebesar apapun dosa yang telah diperbuat anak adam, jika dilakukan secara bersamaaan namun karena kemurahan-Nya, Dia menyatakan diri-Nya sebagai Syakirun 'Alim (QS Al-Baqarah [2]: 158), dan Syakiran Alima (QS An-Nisa' [4]: 147), yang keduanya berarti, Maha Bersyukur lagi Maha Mengetahui, dalam arti Allah akan menganugerahkan tambahan nikmat berlipat ganda kepada makhluk yang bersyukur. Ahklaq memiliki dua sasaran : pertama, ahklaq dengan Allah. Kedua, ahklaq dengan sesama mahkluq. Oleh karena itu, tidak benar kalau masalah ahklaq hanya dikaitkan dengan masalah hubungan anatara manusia saja. Atas dasar itu, maka benar akhklaq adalah aqidah dan pohonnya adalah syariah. Ahklaq itu sudah menjadi buahnya. Buah itu akan rusak jika pohonnya rusak, dan pohonnya akan rusak jika akarnya rusak. Oleh karena itu akar, pohon,dan buah harus dipelihara dengan baik. Penulis melihat adanya implementasi ahklaq islam terhadap pilar karakter mulia yang saat ini juga menjadi acuan di sekolahsekolah. Seperti cinta Allah, amanah, santun, kasih sayang, adil, rendah hati , percaya diri dan toleransi. Dan seluruh karakter ini juga tercermin dalam novel HSD. Dengan era globalisasi yang semakin
maju hendaknya pesan moral yang disampaikan baik melalui media cetak maupun elektronik diharapkan mampu menjadi tauladan yang dapat mengatasi masalah dekadesi moral yang semakin berkembang.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Setelah
melakukan
pembahasan
dan
menganalisis
pada
bab
sebelumnya maka dapat penulis simpulkan; 1. Nilai-nilai Pendidikan ahklak yang
dapat dipetik dari novel Hapalan
Shalat Delisa Karya Tere Liye di antaranya adalah: nilai pendidikan ahklak tehadap Allah ( shalat,dzikir, dan berdoa, kepada Allah, ihklas menerima takdir Allah, takut akan siksaan Allah, dan takut akan kehilangan rahmat Allah), nilai pendidikan ahklak pada diri sendiri atau ahklak mahmudah yaitu: (sabar, ihklas, syukur, optimis, tolong menolong, kerja keras, dan disiplin)
serta ahklak
madzmumah (jahil,
bandel,
berdusta dan
pencemburu) ahklak terhadap keluarga ( hak kasih sayang suami istri, hakhak bersama suami istri, birul walidain) serta nilai pendidikan ahklak pada lingkungan (memelihara serta merawat semua ciptaan Allah SWT dengan baik dan bencana alam yang sering terjadi sebenarnya adalah disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri) . 2. Karakteristik tokoh yang ada dalam novel Hafalan Shalat Delisa diantaranya adalah: 1. Aisyah
: Nakal , menyebalkan, usil , galak dan iri
2.
Fatimah
: Penyayang, baik, membela adik, suka membaca
3.
Zahra
: Pendiam, tegas
4. Ummi
: Menjadi tauladan/pemimpin, suka berzikir, rajin
5. Delisa
: Manja, pamer, pemalas, pelupa, bandel
6. Abi
: Religius, tanggung jawab, sayang dan perhatian
3. Ada relevansi nilai-nilai pendidikan ahklaq dalam novel HSD di era globalisasi saat ini yaitu
bahwa pendidikan ahklaq
ternyata
sangat
penting sebagai pondasi awal penanaman nilai kepada penerus bangsa. Hal ini dapat kita lihat dengan adanya
pendidikan karakter yang sudah
dicanangkan dan diterapkan di sekolah-sekolah menunjukkan bahwa pendidikan ahklaq penting bagi dunia pendidikan sebagai langkah dalam menanggulangi adanya dekadesi moral. Nilai-nilai karakter juga hampir mirip dengan ruang lingkup pendidikan ahklaq. Seperi nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang hampir semua nilainilai tersebut diaplikasikan kedalam materi pelajaran sekolah. Nilai pendidikan ahklaq yang termaktup dalam novel HSD tentunya merupakan salah satu contoh penyampaian penanaman nilai ahklaq yang saat ini sudah jarang kita jumpai. Tidak hanya menyuguhkan bagaimanakah mendidik seorang anak sejak kecil dengan baik akan tetapi juga menghadirkan beberapa karakter kepribadian yang luhur. Selain sebagai perisai tentu semakin meningkatnya baik ahklaq dalam berbagai aspek tetunya hal ini dapat meningkatkan moral bangsa yang berbudi luhur. Dan yakinlah Allah tidak akan memberi azab misalnya bencana
tsunami, sedih, sakit serta musibah asal kita mampu menjadi orang yang bersyukur atas nikmatnya.
B. Saran 1. Bagi Orang Tua: Hendaknya lebih bisa mengawasi putra-putri mereka. Ajarilah anak melaksanakan ibadah sejak dini. Berilah perhatian dan kasih sayang. Jadikanlah keluarga sebagai tempat berkembangnya ahklaqul karimah. Serta mendorong anak untuk mencari ilmu dunia dan ilmu agam agar mampu merealisasikan dirinya (self realization) serta mengamalkan ajaran islam. 2. Bagi Perguruan Tinggi: Dengan adanya pendidikan karakter dewasa ini di sekolah-sekolah, hendaknya penerapan pendidikan karakter juga dapat berkembang kedalam perguruan tinggi, terlebih lagi STAIN sebagai induk dalam mengajari calon pendidik bangsa khususnya dibidang agama. Dengan adanya para pendidik yang memiliki aqidah dan ahklaq yang semakin matang maka diharapkan mampu menjadi benteng bagi arus globalisasi yang semakin merusak moral para generasi muda.
3. Bagi Dunia Penelitian: Banyak hal yang masih perlu dikaji tidak hanya melalui lingkungan sekitar akan tetapi kita juga dapat mengkaji karya-karya yang
hebat yang diciptakan seseorang seperti novel misalnya. Semoga karya literatur ini dapat berguna bagi penulis akan tetapi juga para siswa,mahasiswa maupun para pendidik.
DAFTAR PUSTAKA Al-Ghazali & Muhammad, Abi Hamid. 1989. Ihya „Ulum Addin. Beirut: Dar al Fikr Ahmad, D Marimba. 1998. Pengantar Filsafat Pendidikan Agama Islam. Bandung: Al-Ma‟rif Amin, Ahmad. 1973. Dhuha Al-Islam. Kairo: Maktabah an Nahdah Anis, Ibrahim. 1979. Al-Muajim al Wasith. Kairo: Dar al Ma‟arif Arikunto & Suharsini. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Asmaran As. 1992. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: Rajawali Pers Basyir, Amad Azhar. 1993. Refleksi Atas Persoalan Keislaman Seputar Filsafat, Hukum, Politik dan Ekonomi. Bandung: Mizan El-Mubaroh, Zaim. 2009. Membumikan Pendidikan Nilai Mengumpulkan yang Terputus dan Menyatukan yang Tercerai. Bandung: Alfabeta Faqih, Mansour. 2001. Sesat Pikir: Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar & Insist Harfiyah, 2006. Telaah Sastra. Jakarta: Karya Manunggal Jaya Ilyas, Yunahar. 2011. Kuliah Akhlaq. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Koesoema, Doni. 2010. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo Kosasih.E. 2012. Dasar-dasar Keterampilan Bersastra. Bandung: Yrama Widya Kutha Ratna, Nyoman. 2009. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Lubis, Mawardi. 2009. Evaluasi Pendidikan Nilai(Perkembangan Moral Keagamaan Mahasiswa PTAIN). Yogyakarta: Al-Ruzz Media M. Echols, John dan Hasan Shadily. 1988 Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia Makbullah, Deden. 2011. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Muhammad Al Thumy Al Syaibani. Umar. 1979. Falsafat al Tarbiyah al Islamiyah. Terj. Hasan Langgulung, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang Muhaimin & Mujib, Abdul. 1998. Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: Trigenda Karya Muhammad, Azmi. 2006. Pembinaan Akhlak Anak Usia Dini Pra Sekolah. Yogyakarta: Belukar Mulyasa.E. 2011. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: PT. Bumi Aksara Nasution, Harun. 1992. Ensiklopedia Islam di Indonesia. Jakrta: Djambatan Nawawi, Hadari. 1995. Pendidikan dalam Islam. Surabaya: Al-Iklas Poerwadarminto. 1985. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Raqib. 2009. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: PT. LKIS Printing Cemerlang Suhartono, Suparlan. 2007. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Al-Ruzz Sukmadinata & Syaodah. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya Suryani. 2012. Filologi. Bogor Indonesia Tarigan, Guntur. 2008. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Bandung: Citra Umbara Zaidan, Abdul. 1976. Ushul al-Da‟wah Bagdad: Jami‟iyyah Http: //alphin 23. Word press.com/2009/12/15.(Resensi – hapalan shalat Delisa diakses 12 juni 2012). Http: // www.Usey.blogspot.com: Nilai Pendidikan Darwis,(multiply.com). 7 juli 2009. Hapalan shalat Delisa, diakses 9 juli 2012.
RIWAYAT HIDUP
1. Nama
: SITI ZULAICHA
2. Tempat dan Tanggal lahir
: Salatiga, 5 Nopember 1991
3. Jenis Kelamin
: Perempuan
4. Warga Negara
: Indonesia
5. Agama
: Islam
6. Alamat
: Jln. Nusantara 2 Rt.06/07 Kutowinangun Salatiga
7. Riwayat pendidikan
: a. SDN Kutowinangun 9, lulus tahun 2002 b. SLTP N 9 Salatiga, lulus tahun 2005 c. SMA 3 Salatiga, lulus tahun 2008 d. S1 STAIN Salatiga, lulus tahun 2013
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Salatiga, 27 Juni 2013 Penulis
Siti Zulaicha NIM : 11108047