PESAN GURUTTA PADA NOVEL RINDU KARYA TERE LIYE MENURUT PERSPEKTIF PENDIDIKAN AKHLAK
SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
OLEH ANA ALLAILY MUSYARROFAH NIM: 11111092
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA (IAIN) SALATIGA 2015
i
ii
PESAN GURUTTA PADA NOVEL RINDU KARYA TERE LIYE MENURUT PERSPEKTIF PENDIDIKAN AKHLAK
SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
OLEH ANA ALLAILY MUSYARROFAH NIM: 11111092
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA (IAIN) SALATIGA 2015
iii
iv
v
vi
MOTTO
Mata air yang dangkal tetap saja bermanfaat jika jernih dan tulus, tetap segar airnya. (Gurutta Ahmad Karaeng)
vii
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah Swt atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis persembahkan skripsi ini kepada: 1. Bapak dan Ibundaku tercinta, Bapak Chabib Mushtofa dan Ibu Alfi Salamah yang telah banyak berkorban tanpa letih dan pamrih demi kesuksesan putrinya.Terimakasih atas cinta, kasih sayang, doa, bimbingan dan nasihat dalam kehidupan ini. Semoga selalu diberikan kesehatan, kebahagiaan, dan mendapat limpahan kasih sayang Allah Swt dunia akhirat. 2. Kakak-kakakku tersayang, Mas Mu‟allim, Mba Malihatun, Mba Nur Laelatul, Mba Fathin, Mas Barok, Mas Musa, Mba Umi, Mba Endah, Mas Imron, Mas Hasan, Mas Rasikin, Mba Nur Khoeriyah, Mas Awan, Mba Dewi yang selalu memberi arahan, motivasi, doa dan sumber inspirasi dalam hidupku. Semoga sehat selalu, dimudahkan rezekinya dan selalu dalam kebahagiaan dan lindungan Allah Swt. 3. Mas Muhammad Ainnurofik yang selalu memberikan semangat, doa, dan dukungan. Semoga sehat selalu, dimudahkan rezekinya dan selalu dalam lindungan Allah Swt.
viii
KATA PENGANTAR Assalamu‟alaikum Wr. Wb Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah Swt. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah Saw, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan Islam. Skripsi ini adalah “PESAN GURUTTA
PADA
NOVEL
RINDU
KARYA
TERE
LIYE
MENURUT
PERSPEKTIF PENDIDIKAN AKHLAK”. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil. Dengan penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2.
Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
3.
Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI).
4.
Ibu Maslikhah, S.Ag., M.Si. sebagai Dosen Pembimbing skripsi yang telah memberikan bantuan dan bimbingan dengan ikhlas dan sabar serta pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
5.
Ibu Dra. Siti Farikhah, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing akademik yang telah membantu peneliti selama menuntut ilmu di IAIN Salatiga.
6.
Bapak dan Ibu Dosen IAIN Salatiga yang telah membekali berbagai ilmu pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini.
ix
7.
Karyawan-karyawati IAIN Salatiga yang telah memberikan layanan serta bantuan.
8.
Sahabat-sahabatku Azizah, Icha, Titik, Ema, lastri, Nida, Mba Sukrilah, Mba Diyah, Silvi, Mba Fajar terima kasih atas dukungan, motivasi serta inspirasinya.
9.
Teman-teman seperjuanganku angkatan 2011, khususnya teman-teman PAI kelas C.
10. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian skripsi ini semoga amal kebaikannya diterima di sisi Allah Swt. Semoga amal mereka diterima sebagai amal ibadah oleh Allah Swt serta mendapatkan balasan yang berlipat ganda amiin. Peneliti sadar bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati peneliti mohon saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan penelitian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti pada khususnya maupun pembaca pada umumnya dan memberikan sumbangan bagi pengetahuan dunia pendidikan. Aamiin ya robbal „alamiin. Wassalamu‟alaikum Wr. Wb Salatiga, 29 Agustus 2015 Peneliti,
Ana Allaily Musyarrofah
x
ABSTRAK Musyarrofah, Ana Allaily. 2015. Pesan Gurutta pada Novel Rindu Karya Tere LiyeMenurut Perspektif Pendidikan Akhlak. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Maslikhah, S.Ag., M.Si.. Kata Kunci: Pesan Gurutta, Pendidikan Akhlak Pendidikan akhlak merupakan modal terpenting dalam pembentukan diri pribadi suatu insan yang berguna untuk menghadapi masa depan yang lebih cerah. Remaja adalah penerus pembangunan dalam semua Negara. Merosotnya moral generasi muda merupakan pertanda akan merosotnya moral anak bangsa. Penyebab merosotnya akhlak bangsa adalah kurangnya pemahaman agama di tengah-tengah masyarakat dan kurangnyapendidikan akhlak. Kemerosotan akhlak dalam kehidupan masyarakat merupakan suatu bukti gagalnya pendidikan selama ini terutama dalam bidang akhlak.Pendidikan akhlak pada era kemajuan teknologi seperti sekarang ini tidak hanya dapat diperoleh di rumah, di sekolah atau lembaga pendidikan formal lewat pembelajaran di kelas. Pendidikan akhlak dapat diperoleh dari mana saja. Salah satunya adalah melalui karya sastra yang bermutu dan berkualitas. Selain sebagai sarana hiburan, karya sastra novel juga bisa sebagai sarana belajar atau pendidikan. salah satunya adalah novel Rindu karya Tere Liye.Fokus penelitian yang akan dikaji adalah: 1. Bagaimana pesan Guruttayang berkaitan dengan akhlak terpuji pada novel Rindu karangan Tere Liye. 2. Bagaimana pesan Gurutta pada novel Rindu dalam perspektif pendidikan Akhlak. 3. Apaimpilkasi pesan Guruttadalam pendidikan Akhlak. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research), menggunakan pendekatan deskriptif analisis dengan menggambarkan dan menjelaskan teks-teks dalam novel yang mengandung tentang pendidikan akhlak dengan menguraikan dan menganalisis serta memberikan pemahaman atas teks-teks yang dideskripsikan.Sedangkan dalam pengumpulan datanya menggunakan metode dokumetasi (documentation research methode),analisis data yang digunakan dalam skripsi ini adalah analisis isi (content analysis). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: 1. Pesan Gurutta mengandung 23 macam akhlak terpuji yaitu menerima takdir, bersyukur, menaati perintah Allah Swt, tobat, khauf dan raja‟, tawakal, adil terhadap diri sendiri, pantang menyerah, tidak mementingkan diri sendiri, sabar, ikhlas, tegar, optimis, lapang dada, ta‟awun, berkumpul dengan orang baik, berbuat baik, menutup aib, solidaritas, menghargai orang lain, pemaaf, memaafkan kesalahan orang tua, dan kasih sayang terhadap orang tua. 2. Pesan Gurutta mengandung akhlak terhadap Allah Swt (menerima takdir, bersyukur, menaati perintah Allah Swt, tobat, khauf dan raja‟,dan tawakal); akhlak terhadap diri sendiri (adil terhadap diri sendiri, gigih, tidak mementingkan diri sendiri, sabar, ikhlas, tegar, optimis,dan lapang dada); akhlak terhadap sesama yang meliputi ta‟awun, berkumpul dengan orang baik, berbuat baik, menutup aib, solidaritas, menghargai orang lain, dan pemaaf); akhlak terhadap orang tua (memaafkan kesalahan orang tua dan kasih sayang terhadap orang tua). 3. Implikasi pesan Gurutta dalam pendidikan akhlak yaitu pesan Gurutta diterapkan dengan menceritakan kisahkisah yang terdapat dalam al-Qur‟an, memberikan contoh perilaku terpuji yang dilakukan orang lain, dan menasihati dengan menyertakan dalil al-Qur‟an dan hadits serta harus dimanifestasikan dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotor. xi
DAFTAR ISI
Halaman SAMPUL .................................................................................................................. i LEMBAR BERLOGO .......................................................................................... ii JUDUL .................................................................................................................. iii PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................ iv PENGESAHAN KELULUSAN ........................................................................... v PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .......................................................... .. vi MOTTO ................................................................................................................ vii PERSEMBAHAN ................................................................................................. viii KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix ABSTRAK ............................................................................................................ xi DAFTAR ISI.......................................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xiv BAB I
PENDAHULUAN ............................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1 B. Fokus Penelitian .............................................................................. 5 C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 6 D. Kegunaan Penelitian ........................................................................ 6 E. Metode Penelitian ............................................................................ 7 F. Penegasan Istilah ............................................................................. 11 G. Sistematika Penulisan Skripsi .......................................................... 12
xii
BAB II
KAJIAN PUSTAKA .......................................................................... 14 A. Gambaran Umum Novel .................................................................. 14 1. Pengertian Novel ......................................................................... 14 2. Unsur-unsur Novel ...................................................................... 15 3. Tujuan Novel .............................................................................. 27 4. Hubungan Novel dengan Karya Ilmiah ...................................... 28 5. Novel Rindu dan Pesan Akhlak Terpuji ..................................... 30 B. Pendidikan Akhlak .......................................................................... 32 1. Pendidikan .................................................................................. 32 2. Akhlak ......................................................................................... 35 3. Pendidikan Akhlak ...................................................................... 40 4. Ruang Lingkup Akhlak ............................................................... 46
BAB III BIOGRAFI ......................................................................................... 53 A. Biografi Pengarang .......................................................................... 53 B. Biografi Novel ................................................................................. 56 1. Tema ........................................................................................... 56 2. Penokohan ................................................................................... 56 3. Alur ............................................................................................. 63 4. Sudut Pandang ............................................................................ 65 5. Latar atau Setting ........................................................................ 66 6. Gaya Bahasa ............................................................................... 67 C. Pesan Gurutta dalam Novel Rindu .................................................. 68
xiii
BAB IV ANALISIS DATA ............................................................................... 85 A. Pesan Gurutta yang Berkaitan dengan Akhlak Terpuji ................... 85 B. Pesan Gurutta pada Novel Rindu dalam Perspektif Pendidikan Akhlak ......................................................................................................... 105 1. Akhlak terhadap Allah Swt ......................................................... 105 2. Akhlak terhadap Diri Sendiri ...................................................... 110 3. Akhlak terhadap Sesama ............................................................. 120 4. Akhlak terhadap Orang Tua ........................................................ 128 C. Implikasi pesan Gurutta dalam Pendidikan Akhlak ........................ 130 BAB IV PENUTUP ........................................................................................... 134 A. Kesimpulan ...................................................................................... 134 B. Saran ................................................................................................ 135 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 137 LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
1
Surat Tugas Pembimbing Skripsi
Lampiran
2
Daftar Nilai SKK
Lampiran
3
Lembar Bimbingan Skripsi
Lampiran
4
Riwayat Hidup Penulis
Lampiran
5
Sinopsis Novel Rindu Karya Tere Liye
xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan, baik kehidupan keluarga, diri sendiri maupun kehidupan dalam bermasyarakat dan negara. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1, menuliskan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses belajar pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Zakiah Daradjat dalam Majid (2005: 130)mendefinisikan bahwaPendidikan Agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh, menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup. Akhlak dalam ajaran Islam merupakan ukuran/barometer yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai kadar iman seseorang. Seseorang dapat dikatakan memiliki kesempurnaan iman apabila dia memiliki budi pekerti/akhlak yang mulia. Oleh karena itu, masalah akhlak/budi pekerti merupakan salah satu pokok ajaran Islam yang diutamakan dalam Pendidikan Agama Islam untuk ditanamkan/diajarkan kepada anak didik.
1
Pendidikan agama berkaitan dengan pendidikan akhlak, tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa pendidikan akhlak dalam pengertian Islam adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan agama. Sebab yang baik adalah yang dianggap baik oleh agama dan yang buruk adalah yang dianggap buruk oleh agama, sehingga nilai-nilai akhlak, keutamaan-keutamaan akhlak dalam masyarakat Islam adalah akhlak dan keutamaan yang diajarkan oleh agama, sehingga seorang muslim tidak sempurna agamanya kecuali akhlaknya menjadi baik (Ahid, 2010: 142). Kedudukan akhlak penting dalam kehidupan, sehingga pendidikan akhlak harus ditanamkan sedini mungkin. Pendidikan akhlak merupakan modal terpenting dalam pembentukan diri pribadi suatu insan yang berguna untuk menghadapi masa depan yang lebih cerah. Pendidikan akhlak yang baik diharapkan kehidupan suatu umat akan semakin baik dan maju sehingga dengan ini akan menimbulkan adanya saling peduli dan menyayangi satu sama lain. Pendidikan akhlak merupakan bagian dalam pemikiran Islam sehingga salah satu fokus penting dalam pendidikan Islam yaitu pendidikan akhlak. Akhlak menurut Al-Ghazali adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa, dari sifat itu timbul
perbuatan-perbuatan
dengan
mudah
dengan
tidak
memerlukan
pertimbangan pikiran lebih dulu (Mansur, 2007: 222). Pendidikan akhlak adalah usaha sungguh-sungguh untuk mengubah akhlak buruk menjadi akhlak yang baik. Dapat diartikan bahwa akhlak itu adalah dinamis tidak statis, terus mengarah kepada kemajuan, dari tidak baik menjadi baik, bukan sebaliknya (Mansur, 2007: 274).
2
Pendidikan akhlak dimulai dari lingkungan keluarga yaitu dengan diberi bimbingan, petunjuk-petunjuk, dan contoh yang benar agar anak terbiasa melakukan kebiasaan yang baik. Hidupnya mempunyai pedoman baik di rumah, di madrasah maupun di lingkungan masyarakat yang dihadapinya. Akhlak Nabi Muhammad Saw menjadi salah satu contoh akhlak yang baik. Sejak masih kanak-kanak hingga dewasa dan sampai diangkat menjadi Rasul terkenal mempunyai akhlak yang baik. Orang Islam wajib mencontoh akhlak Nabi Muhammad Saw sebagaimana firman Allah Swt:
ِ ِ ِ ِ ْ لََّق ْد َكا َن لَ ُك ْم ِِف َر ُسول هللا أ َُس َوةٌ َح َسنَةٌ لّ َمن َكا َن يَ ْر ُجوا هللاَ َوالْيَ ْوَم اْألَخَر َوذَ َكَر هللا َكثِ ًريا "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah." (Q.S. AlAhzab/33: 21). Remaja adalah penerus pembangunan dalam semua negara. Merosotnya moral generasi muda merupakan pertanda akan merosotnya moral anak bangsa. Penyebab merosotnya akhlak bangsa adalah kurangnya pemahaman agama di tengah-tengah masyarakat dan kurangnya pendidikan akhlak.
Kemerosotan
akhlak dalam kehidupan masyarakat merupakan suatu bukti gagalnya pendidikan selama ini terutama dalam bidang akhlak. Pendidikan akhlak pada era kemajuan teknologi seperti sekarang ini tidak hanya dapat diperoleh di rumah, di sekolah atau lembaga pendidikan formal lewat pembelajaran di kelas. Pendidikan akhlak dapat diperoleh dari mana saja. Salah satunya adalah melalui karya sastra yang bermutu dan berkualitas. Selain sebagai 3
sarana hiburan, karya sastra novel juga bisa sebagai sarana belajar atau pendidikan. Ada beberapa penulis yang memasukkan nilai-nilai pendidikan terutama pendidikan akhlak dalam setiap karya sastranya. Salah satu karya sastra yang sarat dengan pendidikan akhlak adalah novel Rindu karya Tere Liye yang diterbitkan oleh Republika, Jakarta. Novel ini menceritakan tentang perjalanan panjang ibadah haji yang berlatar waktu pada masa pemerintahan Hindia Belanda masih menduduki Indonesia. Pada masa itu, pemerintah Hindia Belanda memberikan pelayanan perjalanan haji untuk rakyat pribumi yang tergolong kaya dan memiliki uang. Perjalanan ini menggunakan kapal uap besar yakni kapal Blitar Holland. Diceritakan tokoh Gurutta Ahmad Karaeng, ulama tersohor asal Makassar yang mengikuti perjalanan haji. Beliau rutin melakukan shalat berjama‟ah bersama penumpang yang lain dan mengisi pengajian di kapal setiap sehabis shalat shubuh. Beliau adalah sosok yang selalu memberikan jawaban terbaik dan nasihat-nasihat indah untuk menyelesaikan permasalahan masa lalu yang kelam yang dibawa penumpang dalam kapal tersebut. Novel ini dibuka dengan cerita yang unik. Penulis novel ini (Tere Liye) menuliskan fakta sejarah nusantara pada tahun 1938. Salah satunya Indonesia (yang masih bernama Hindia Belanda) mengikuti piala dunia di Prancis untuk pertama kalinya. Novel ini tidak hanya menghibur tetapi juga menyajikan kisahkisah teladan dari para tokohnya dan juga nasihat-nasihat atau pesan-pesan dari Gurutta Ahmad Karaeng yang bisa diambil nilai-nilainya bagi kehidupan khususnya pendidikan akhlak. 4
Kisah-kisah tersebut diceritakan dengan bahasa yang menarik sehingga tidak membosankan ketika dibaca dan yang lebih penting secara tidak langsung kisah-kisah tersebut menginspirasi dan memotivasi karena sarat dengan nilai-nilai pendidikan terutama pendidikan akhlak. Dengan melihat isi dari novel Rindu yang penuh dengan pelajaran dan makna kehidupan. Maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai PESAN GURUTTA PADA NOVEL RINDU KARYA TERE LIYE MENURUT PERSPEKTIF PENDIDIKAN AKHLAK sebagai sebuah karya sastra yang sarat dengan nilai-nilai pendidikan akhlak. B. Fokus Penelitian Berdasarkan uraian di atas, peneliti memfokuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pesan Guruttayang berkaitan dengan akhlak terpuji pada novel Rindu karangan Tere Liye? 2. Bagaimana pesan Gurutta pada novel Rindu dalam perspektif pendidikan akhlak? 3. Apa implikasi pesan Gurutta dalampendidikan akhlak? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pesan Guruttayang berkaitan dengan akhlak terpuji pada novel Rindu karangan Tere Liye; 2. Untuk mengetahui pesan Gurutta dalam perspektif pendidikan akhlak; 3. Untuk mengetahui implikasi pesan Gurutta dalam pendidikan akhlak. D. Kegunaan Penelitian
5
Manfaat dari penelitian ini dapat dikemukakan menjadi dua sisi yaitu secara teoretis dan praktis: 1. Secara Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontibusi yang positif bagi dunia pendidikan pada umumnya dan khususnya bagipengembangan nila-nilai pendidikan baik umum maupun pendidikan Islam melalui pemanfaatan karya sastra serta untuk menambah wawasan tentang keberadaan karya sastra (novel) yang memuat tentang pendidikan. 2. Secara Praktis a. Bagi Peneliti Menambah wawasan peneliti mengenai pendidikan akhlak yang terdapat dalam novel Rindu untuk selanjutnya dijadikan sebagai pedoman dalam bersikap dan berperilaku. b. Bagi Dunia Pendidikan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap penggunaan media pembelajaran yang efektif dan efisien dalam rangka melaksanakan pendidikan melalui media cerita yang inspiratif dalam mendidik siswa. c. Bagi Civitas Akademica Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk penelitian-penelitian yang relevan di masa yang akan datang. d. Bagi Dunia Sastra Diharapkan penelitian ini dapat memberi masukan dan menjadi bahan pertimbangan dalam membuat sebuah karya, yaitu tidak hanya memuat 6
tentang keindahan dan hiburan semata sebagai daya jual namun juga memperhatikan isi dan memasukkan pesan-pesan yang dapat diambil dari karya sastra tersebut. E. Metode Penelitian Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah cara atau menuju suatu jalan. Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara kerja (sistematis) untuk memahami suatu subjek atau objek penelitian sebagai upaya untuk menemukan jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan keabsahannya (Ruslan, 2010: 24).
1. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan pendekatan deskriptif analisis (descriptive of analyze research). Penelitian ini menggunakan literatur dan teks sebagai objek utama analisis yaitu dalam penelitian ini adalah novel yang kemudian dideskripsikan dengan cara menggambarkan dan menjelaskan teks-teks dalam novel yang mengandung pendidikan akhlak dengan menguraikan dan menganalisis serta memberikan pemahaman atas teks-teks yang dideskripsikan. 2. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan berbagai sumber data dalam penelitian kali ini adalah metode dokumentasi (documentation research methode). Model metode dokumentasi yaitu model penelitian dengan mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, transkrip, buku,
7
surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2010: 274). Metode
dokumentasi
ini
dilakukan
penelusuran
dengan
cara
menghimpun data dari berbagai literatur, baik artikel, jurnal, majalah, maupun buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan penelitian. Dari pencarian data model dokumentasi tersebut diharapkan terkumpulnya dokumen atau berkas untuk melengkapi seluruh unit kajian data yang akan diteliti dan dianalisa lebih lanjut.
3. Sumber Data Dalam penelitian ini, sumber data yang digunakan adalah beberapa sumber yang relevan dengan pembahasan skripsi. Adapun sumber data terdiri dari dua macam, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. a. Sumber Data Primer Sumber data primer yaitu sumber data utama yang digunakan dalam penelitian ini berupa Novel Rindu karya Tere Liye yang diterbitkan oleh Republika, Jakarta pada tahun 2014. b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder yaitu berbagai literatur yang berhubungan dan relevan dengan objek penelitian. Peneliti mengambil dari kumpulan berbagai artikel, jurnal, buku, blog diinternet dan karya tulis lain yang berkaitan dengan penelitian ini demi memperkaya khazanah intelektual dalam kajian dan analisis.
8
4. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis isi (content analysis), dengan menguraikan dan menganalisis serta memberikan pemahaman atas teks-teks yang dideskripsikan. Isi dalam metode analisis isi terdiri atas dua macam, yaitu isi laten dan isi komunikasi. Isi laten adalah isi yang terkandung dalam dokumen dan naskah, sedangkan isi komunikasi adalah pesan yang terkandung sebagai akibat komunikasi yang terjadi. Isi laten adalah isi sebagaimana yang dimaksudkan oleh penulis, sedangkan isi komunikasi adalah isi sebagaimana terwujud dalam hubungan naskah dengan konsumen (Ratna, 2007: 48). Sebagaimana metode kualitatif, dasar pelaksanaan metode analisis isi adalah penafsiran. Apabila proses penafsiran dalam metode kualitatif memberikan perhatian pada situasi alamiah, maka dasar penafsiran dalam metode analisis isi memberikan perhatian pada isi pesan. Oleh karena itulah metode analisis isi dilakukan dalam dokumen-dokumen yang padat isi. Peneliti menekankan bagaimana memaknakan isi komunikasi, memaknakan isi interaksi simbolik yang terjadi dalam peristiwa komunikasi (Ratna, 2007: 49). Langkah-langkah yang peneliti gunakan dalam pengolahan data adalah sebagai berikut: a. Langkah deskripsi, yaitu menguraikan teks-teks dalam novel Rindu yang berhubungan dengan pendidikan akhlak. b. Langkah interpretasi, yaitu menjelaskan teks-teks dalam novel Rindu yang berhubungan dengan pendidikan akhlak.
9
c. Langkah analisis, yaitu menganalisis penjelasan dari novel Rindu yang berhubungan dengan pendidikan akhlak. d. Langkah pengambilan kesimpulan, yaitu mengambil kesimpulan dari analisis yang telah penulis lakukan dari novel Rindu yang berhubungan dengan pendidikan akhlak.
F. Penegasan Istilah Agar pembaca mudah untuk memperoleh pemahaman dan gambaran yang pasti terhadap istilah pokok yang tekandung dalam judul tersebut, maka peneliti akan menjabarkan terlebih dahulu yaitu: 1. Pesan Pesan adalah suruhan (perintah, nasihat, permintaan, amanat) yang harus dilakukan atau disampaikan kepada orang lain (poerwadarminta, 1982: 746). Pesan yang dimaksud adalah pesan atau nasihat Gurutta dalam novel rindu. Gurutta merupakan bahasa dari etnis Bugis dan Makassar di Sulawesi Selatan yang menyebut ulama dengan sebutanGurutta. Penambahan “ta” pada “gurutta” berarti kita. Jadi makna Gurutta adalah guru kita (Kadir, 2013: 1). 2. Pendidikan Akhlak Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1menyatakan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses belajar pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
10
akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Akhlak menurut Al-Ghazali berasal dari kata Al-Khuluq (jamaknya AlAkhlaq) ialah ibarat (sifat atau keadaan) dari perilaku yang konstan (tetap) dan meresap dalam jiwa, daripadanya tumbuh perbuatan-perbuatan dengan wajar dan mudah, tanpa memerlukan pikiran dan pertimbangan (Zainuddin, 1991: 102). Ibnu Maskawaih dalam Syafaat, Sohari Sahrani, dan Muslih (2008: 59) mendefinisikan akhlak adalah sikap seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan (terlebih dahulu). Peneliti mendefinisikan bahwa akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa dipikir lagi dan dalam kehendak yang mantap. Jadi, pendidikan akhlak adalah usaha yang dilakukan secara sadar dan sungguh-sungguh untuk merubah akhlak buruk menjadi akhlak baik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. G. Sistematika Penulisan Skripsi Skripsi ini ditulis dengan menggunakan sistematika yang terdiri dari lima bab yaitu pendahuluan, kajian pustaka, biografi, analisis data, dan penutup. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN Bab ini akan memuat tentang: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, penegasan istilah, dan sistematika penulisan.
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA Bab ini akan memuat tentang: gambaran umum tentang novel yang meliputi pengertian novel, unsur-unsur novel, dan pendidikan akhlak yang mencakup pengertian pendidikan akhlak, tujuan pendidikan akhlak, dan ruang lingkup akhlak.
BAB III
BIOGRAFI Bab ini akan memuat tentang biografi penulis, biografi novel yang mencakup tema, alur cerita, penokohan, gaya bahasa dan latar dalam novel Rindu.
BAB IV
ANALISIS DATA Bab ini memuat tentang pesan Gurutta pada novel Rindu; pesan Gurutta dalam perspektif pendidikan akhlak; dan pesan Gurutta implikasinya pada pendidikan akhlak.
BAB IV
PENUTUP Bab ini memuat tentang kesimpulan dan saran.
12
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Gambaran Umum Novel 1.
Pengertian Novel Secara etimologis, novel berasal dari bahasa latin “novus” berarti baru dan dalam bahasa Italia disebut “novella”. Suatu prosa naratif yang lebih panjang daripada cerita pendek yang biasanya memerankan tokoh-tokoh atau peristiwa imajiner. Novel merupakan karangan sastra prosa yang panjang dan mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekitarnya dengan cara menonjolkan sifat dan watak tokoh-tokoh itu (Komaruddin dan Yooke, 2006: 162). Badudu dan Zain dalam Aziezdan Abdul Hasim (2010: 2) mendefinisikan bahwa novel merupakan karangan dalam bentuk prosa tentang peristiwa yang menyangkut kehidupan manusia seperti yang dialami orang dalam kehidupan sehari-hari, tentang suka-duka, kasih dan benci, tentang watak dan jiwanya, dan sebagainya. Novel lebih panjang dan lebih kompleks dari cerpen. Umumnya setiap novel bercerita tentang tokoh-tokoh dan kelakuan mereka dalam kehidupan sehari-hari dengan menitikberatkan pada sisi-sisi yang aneh dari naratif tersebut. Novel dalam bahasa Indonesia dibedakan dari roman. Sebuah roman alur ceritanya lebih kompleks dan jumlah pemeran atau tokoh cerita juga lebih banyak (Haryanta, 2012: 181).
13
Nurgiyantoro (2012: 4) menyebutkan bahwa novel merupakan sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh (dan penokohan), latar, sudut pandang, dan lain-lain yang kesemuanya tentu saja juga bersifat imajinatif. Novel menampilkan suatu kejadian luar biasa pada kehidupan pelakunya, yang menyebabkan perubahan sikap hidup atau menentukan nasibnya. Novel merupakan roman yang lebih pendek (Wiyanto, 2012: 213). 2.
Unsur-unsur Novel a.
Unsur Intrinsik Unsur intrinsik adalah unsur dalam yang membangun prosa (Wiyanto, 2012: 213). Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Keterpaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud. Atau sebaliknya, jika dilihat dari sudut pembaca, unsur-unsur (cerita) inilah yang akan dijumpai jika kita membaca novel. Unsur yang dimaksud untuk menyebut sebagian saja misalnya, peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain (Nurgiyantoro, 2012: 23). 1) Tema Tema
adalah
sumber
gagasan
atau
ide
cerita
yang
dikembangkan menjadi sebuah karangan yang digunakan pengarang dalam menyusun cerita(Haryanta, 2012: 270). Stanton dan Kenny dalam Nurgiyantoro (2012: 67) mendefinisikan bahwa tema adalah 14
makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Sedangkan menurut Nurgiyantoro (2012: 74) tema dalam sebuah karya sastra, fiksi, hanyalah merupakan salah satu dari sejumlah unsur pembangun cerita yang lain, yang secara bersama membentuk sebuah kemenyeluruhan. Dapat disimpulkan bahwa tema merupakan ide pokok atau gagasan yang terkandung dalam sebuah cerita. Untuk menemukan tema sebuah karya fiksi haruslah disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita. Tema merupakan makna keseluruhan yang didukung cerita, dengan sendirinya, ia akan tersembunyi dibalik cerita yang mendukungnya (Nurgiyantoro, 2012: 68). Stanton dalam Nurgiyantoro (2012: 87) mengemukakan sejumlah kriteria yang dapat diikuti untuk menemukan dan menafsirkan tema sebuah novel yaitu sebagai berikut: a) Penafsiran tema sebuah novel hendaknya mempertimbangkan tiap detil cerita yang menonjol. b) Penafsiran tema
sebuah novel
hendaknya
tidak bersifat
bertentangan dengan tiap detil cerita. c) Penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak mendasarkan diri pada bukti-bukti yang tidak dinyatakan baik secara langsung maupun tak langsung dalam novel yang bersangkutan.
15
d) Penafsiran tema sebuah novel haruslah mendasarkan diri pada bukti-bukti yang secara langsung ada dan atau yang disarankan dalam cerita. 2) Penokohan (Perwatakan) Jones dalam Nurgiyantoro (2012: 165) mendefinisikan penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Tokoh cerita satu dan yang lainnya tentu tidak sama. Sebab, masing-masing tokoh itu mempunyai watak. Pemberian watak pada tokoh itu dinamakan perwatakan (Wiyanto, 2012: 216). Para tokoh dalam sebuah novel yang baik itu yang menarik, menimbulkan rasa ingin tahu, konsisten, menyakinkan, kompleks, dan realistis (Aziez dan Abdul Hasim, 2010: 61).Tokoh-tokoh cerita dalam sebuah fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan. Berikut ini adalah pembedaan tokoh menurut Nurgiyantoro (2012: 176) dilihat dari sudut pandang dan tinjauan tertentu. a) Berdasarkan segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita ada 2 yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan (1) Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan dan selalu hadir sebagai pelaku, atau yang dikenai kejadian dan konflik penting yang mempengaruhi plot.
16
(2) Tokoh tambahan adalah tokoh yang pemunculannya dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tak langsung. b) Berdasarkan fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan menjadi 2 yaitu tokoh protagonis dan tokoh antagonis (1) Tokoh protagonis merupakan tokoh yang menampilkan sesuatu sesuai dengan pandangan kita, harapan-harapan kita, pembaca. (2) Tokoh antagonis adalah tokoh penyebab terjadinya konflik. Tokoh
antagonis
berperan
sebagai
penghalang tokoh
protagonis dan menggagalkan segala rencana yang dibuat tokoh protagonis (Sambu, 2013: 64) c) Berdasarkan perwatakannya tokoh dapat dibedakan menjadi 2 yaitu tokoh sederhana dan tokoh bulat. (1) Tokoh sederhana, dalam bentuknya yang asli adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak yang tertentu saja. (2) Tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. d) Berdasarkan kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan tokoh-tokoh cerita dalam novel, tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh statis dan tokoh berkembang. 17
(1) Tokoh statis adalah tokoh yang memiliki sifat dan watak yang relatif tetap, tidak berkembang dari awal hingga akhir cerita. (2) Tokoh berkembang adalah tokoh yang mengalami perubahan dan perkembangan watak, sejalan dengan perkembangan peristiwa dan plot. e) Berdasarkan kemungkinan pencerminan tokoh cerita terhadap (sekelompok) manusia dari kehidupan nyata, dibedakan ke dalam tokoh tipikal dan tokoh netral. (1) Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya. (2) Tokoh netral adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. 3) Alur (Plot) Alur adalah jalinan peristiwa dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu (pautannya dapat diwujudkan oleh hubungan temporal atau waktu dan oleh hubungan kausal atau sebab akibat)(Haryanta, 2012: 12). Aziez dan Abdul Hasim (2010: 68) mendefinisikan alur adalah suatu urutan cerita atau peristiwa yang teratur dan terorganisasi. Istilah alur sama dengan istilah plot maupun struktur cerita. Tahapan peristiwa yang menjalin suatu cerita bisa terbentuk dalam rangkaian peristiwa yang berbagai macam (Aminuddin, 1991: 83).
18
Plot merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan tak sedikit orang yang menganggapnya sebagai yang terpenting di antara berbagai unsur fiksi yang lain. Kejelasan tentang kaitan antar peristiwa yang dikisahkan secara linear, akan mempermudah pemahaman kita terhadap cerita yang ditampilkan. Kejelasan plot dapat berarti kejelasan cerita, kesederhanaan plot berarti kemudahan cerita untuk dimengerti. Sebaliknya, plot sebuah karya fiksi yang kompleks,
ruwet,
dan
sulit
dikenali
hubungan
kausalitas
antarperistiwanya, menyebabkan cerita menjadi lebih sulit dipahami (Nurgiyantoro, 2012: 110). Wiyanto (2012: 215-216) membagi plot atau alur menjadi 3, yaitu alur maju, alur mundur, dan alur campuran: a) Alur maju yaitu apabila peristiwa-peristiwa dalam cerita berurutan, baik berurutan waktu maupun berurutan kejadiannya. b) Alur mundur yaitu apabila peristiwa terakhir didahulukan kemudian bergerak ke peristiwa-peristiwa sebelumnya. c) Alur campuran yaitu apabila susunan peristiwanya ada yang maju dan ada yang mundur. 4) Sudut pandang Sudut pandang adalah cara dan pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca (Haryanta, 2012: 256). Sudut pandang dibagi ke dalam beberapa bagian, yaitu: 19
a) Sudut pandang orang pertama (1) Sudut pandang orang pertama sentral Tokoh sentralnya adalah pengarang yang secara langsung terlibat di dalam cerita. Kata ganti yang digunakannya adalah kata ganti orang pertama (saya, aku, kita) (Wiyanto, 2012: 218). (2) Sudut pandang orang pertama sebagai pembantu Sudut pandang ini menampilkan “aku” hanya sebagai pembantu yang mengantarkan tokoh yang menjadi tumpuan cerita (Wiyanto, 2012: 218). b) Sudut pandang orang kedua Dalam sudut pandang ini, penulis menempatkan pembaca sebagai karakter utama. Penulis sebagai narator, menjelaskan apa saja yang dilakukan, dirasakan, dan dipikirkan karakter utama sekaligus pembaca. Sudut pandang ini menggunakan kata ganti orang kedua “kamu, kau, anda atau dikau.” (Sambu, 2013: 78). c) Sudut pandang orang ketiga (1) Sudut pandang orang ketiga serba tahu Pengarang berada di luar cerita dan menjadi pengamat yang tahu segalanya. Kata ganti yang digunakannya adalah kata ganti orang ketiga (dia, mereka, atau menyebutkan nama pelaku) (Wiyanto, 2012: 218). (2) Sudut pandang orang ketiga terbatas
20
Pengarang sebagai pengamat yang terbatas hak ceritanya. Ia hanya menceritakan apa yang dialami oleh tokoh yang menjadi tumpuan cerita (Wiyanto, 2012: 218). 5) Latar atau Setting Latar atau setting adalah keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra (Haryanta, 2012: 150). Latar menunjukkan tempat, waktu atau kondisi dari narasi atau dialog yang disampaikan oleh beberapa tokoh yang terdapat di dalam cerita tersebut (Nugroho, 2014: 200). Latar atau setting berkaitan dengan elemen-elemen yang memberikan kesan abstrak tentang lingkungan, baik tempat maupun waktu, di mana para tokoh menjalankan perannya. Latar ini biasanya diwujudkan dengan menciptakan kondisi-kondisi yang melengkapi cerita. Baik dalam dimensi waktu maupun tempatnya, suatu latar bisa diciptakan dari tempat dan waktu imajiner ataupun faktual (Aziez dan Abdul Hasim, 2010: 74).Setting bukan hanya berfungsi sebagai latar yang bersifat fisikal untuk membuat suatu cerita menjadi logis tetapi juga memiliki fungsi psikologis sehingga setting mampu menuansakan makna tertentu serta mampu menciptakan suasana-suasana tertentu yang menggerakkan emosi atau aspek kejiwaan pembacanya (Aminuddin, 1991: 67). Latar atau setting mencakup tiga hal, yaitu setting tempat, setting waktu, dan setting suasana.
21
a) Setting tempat, yaitu lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi(Nurgiyantoro, 2012: 227). b) Setting waktu, yaitu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Sebuah peristiwa bisa saja terjadi pada masa sepuluh tahun yang lalu, zaman majapahit, zaman revolusi fisik, atau zaman sekarang. Bisa juga pagi, siang, sore, atau malam hari (Wiyanto, 2012: 217). c) Setting sosial, yaitu mengarah pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi (Nurgiyantoro, 2012: 233). 6) Gaya Bahasa Gaya bahasa adalah cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan. Gaya bahasa dapat menimbulkan perasaan tertentu, dapat menimbulkan reaksi tertentu, dan dapat menimbulkan tanggapan pikiran pembaca (Wiyanto, 2012: 218). Cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca (Aminuddin, 1991: 72). Gaya bahasa dalam Wikipedia (2015: 1-3) ada beberapa macam, yaitu alegori, metafora, simile, sinestesia, litotes, hiperbola, personifikasi, enumerasio, dan satire.
22
a) Alegori, yaitu menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran. b) Metafora, yaitu gaya bahasa yang membandingkan suatu benda dengan benda lain karena mempunyai sifat yang sama atau hampir sama. c) Simile, yaitu pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan penghubung, seperti layaknya, bagaikan, " umpama", "ibarat","bak", bagai". d) Sinestesia, yaitu suatu ungkapan rasa dari suatu indra yang dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya. e) Litotes, yaituungkapan berupa penurunan kualitas suatu fakta dengan tujuan merendahkan diri. f) Hiperbola, yaitu pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal. g) Personifikasi, yaitupengungkapan dengan menggunakan perilaku manusia yang diberikan kepada sesuatu yang bukan manusia. h) Enumerasio, yaituungkapan penegasan berupa penguraian bagian demi bagian suatu keseluruhan. i) Satire, yaituungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau parodi, untuk mengecam atau menertawakan gagasan, kebiasaan. 7) Amanat Karya sastra selain berfugsi sebagai hiburan bagi pembacanya, juga berfungsi sebagai sarana pendidikan. Dengan kata lain, pengarang selain ingin menghibur pembaca (penikmat) juga ingin 23
mengajari pembaca. Ajaran yang ingin disampaikan itu dinamakan amanat, jadi, amanat adalah unsur pendidikan, terutama pendidikan moral, yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca lewat karya sastra yang ditulisnya. Unsur pendidikan ini tentu saja tidak disampaikan secara langsung. Pembaca karya sastra baru dapat mengetahui unsur pendidikannya setelah membaca seluruhnya (Wiyanto, 2012: 218-219). b.
Unsur Ekstrinsik Unsur ekstrinsik adalah usur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Meskipun demikian, unsur ekstrinsik cukup berpengaruh terhadap totalitas bangun cerita yang dihasilkan. Oleh karena itu, unsur ekstrinsik sebuah novel haruslah tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting (Nurgiyantoro, 2012: 24). Sementara itu, Wellek dan Warren dalam Nurgiyantoro (2012: 24) menjelaskan bahwa unsur yang dimaksud adalah keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang kesemuanya itu akan mempengaruhi karya yang ditulisnya. Pendek kata, unsur biografi
pengarang akan turut
menentukan corak karya
yang
dihasilkannya. Keadaan di lingkungan pengarang seperti ekonomi politik, dan sosial juga akan berpengaruh terhadap karya sastra, dan itu merupakan unsur ekstrinsik pula (Nurgiyantoro, 2012: 24). 3.
Tujuan Novel 24
a.
Menciptakan keindahan. Hal ini karena novel dibuat dari sususan kalimat yang dirangkai secara indah agar mampu menyenangkan hati para penikmat novel (Remedia, 2014: 2).
b.
Menghibur. Bagi mereka yang menikmati novel, akan merasa terhibur atas sajian keindahan yang ada tersebut. Novel dapat dijadikan sebagai media informasi, edukasi, dakwah, dan sebagainya, namun semua itu harus disajikan dengan cara yang menghibur (Sambu, 2013: 9).
c.
Menyebarkan pengetahuan. Dengan adanya novel, maka pemikiran yang dimiliki oleh orang lain bisa diketahui masyarakat. Sehingga masyarakat yang membaca novel bisa mendapatkan pengetahuan baru yang bermanfaat (Remedia, 2014: 2).
d.
Memberikan bekal pendidikan bagi para pecinta sastra. Sebab, dalam sebuah karya sastra terkandung nilai-nilai tradisi budaya bangsa yang turun temurun dari setiap generasi. Sehingga karya sastra dijadikan media untuk menjaga keluhuran budaya dari sebuah masyarakat dan memperkenalkan kepada generasi penerus dan masyarakat luar (Remedia, 2014: 2).
e.
Memberikan pengalaman emosional yang kuat kepada pembaca.Teknik menulis fiksi dengan baik, sekaligus bisa menyuguhkan pengalaman emosional yang kuat pada pembaca penting bagi seorang penulis novel. Pada dasarnya, novel adalah media hiburan. Ketika pembaca sudah terhibur, mereka akan dapat lebih mudah menerima pendidikan, dakwah, atau apa pun informasi yang ingin kita selipkan. Walt Disney pernah berkata, “Saya lebih suka menghibur orang dan berharap mereka 25
mendapat pelajaran dari situ, ketimbang mengajari mereka dan berharap mereka terhibur.” Maka dari itu, penting bagi penulis fiksi untuk tahu bagaimana cara memberikan pengalaman emosional yang kuat pada pembaca (Sambu, 2013: 12). 4.
Hubungan Novel dengan Karya Ilmiah Karya ilmiah merupakan karya tulis yang menyajikan gagasan, deskripsi atau pemecahan masalah secara sistematis, disajikan secara objektif dan jujur, dengan menggunakan bahasa baku, serta didukung oleh fakta, teori, dan/atau bukti-bukti empirik. Karya ilmiah merupakan karya tulis yang isinya berusaha memaparkan suatu pembahasan secara ilmiah yang dilakukan oleh seorang penulis atau peneliti. Tujuannya untuk memberitahukan sesuatu hal secara logis dan sistematis kepada para pembaca (Dalman, 2012: 5). Karya tulis atau karangan ilmiah menyajikan gagasan atau argumen keilmuan berdasarkan fakta. Gagasan keilmuan itu harus dapat dipercaya dan diterima kebenarannya, sehingga perlu kriteria penyajian secara benar (Kusmana, 2010: 3). Pada hakikatnya, karya tulis ilmiah merupakan laporan tentang sesuatu hasil penelitian, baik dari penelitian kepustakaan (library research), laboratorium, atau penelitian di masyarakat (field research ) (Agam, 2009: 16). Suatu karangan yang menyajikan fakta umum, tetapi tidak disajikan dengan metodologi penulisan karya tulis ilmiah yang benar, maka karangan tersebut tidak dapat dikelompokkan ke dalam karangan ilmiah. Dengan demikian, karya tulis ilmiah merupakan karangan tentang ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta bersifat umum dan ditulis dengan metodologi 26
penulisan karya tulis ilmiah. Fakta umum yang dimaksudkan adalah fakta yang dapat dibuktikan kebenarannya secara ilmiah (Kusmana, 2010: 3). Karya fiksi seperti halnya dalam kesastraan Inggris dan Amerika, menunjuk pada karya yang berwujud novel dan cerita pendek (Nurgiyantoro, 2012: 9). Karya fiksi merupakan suatu karya yang menyaran kepada cerita yang bersifat rekaan, yaitu cerita yang tidak benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata sehingga tidak perlu dicari kebenarannya, akan tetapi unsur penciptaannya merupakan pandangan si penulis dari kehidupan nyata disekitar lingkungan si penulis. Apakah ada hubungannya antara novel dan karya ilmiah?
Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa karya ilmiah merupakan karya tulis yang dapat dipercaya dan dapat dibuktikan kebenarannya sedangkan novel merupakan cerita yang tidak benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata. Finoza dalam Dalman (2012: 6) mengklasifikasikan karangan menurut bobot isinya atas tiga jenis, yaitu: karangan ilmiah, karangan semi ilmiah atau ilmiah populer, dan karangan nonilmiah. Yang tergolong ke dalam karangan ilmiah antara lain: makalah, laporan, skripsi, tesis, disertasi. Yang tergolong karangan semi ilmiah, antara lain: artikel, editorial, opini, feuture, reportase. Yang tergolong ke dalam nonilmiah antara lain: anekdot, dongeng, hikayat, cerpen, novel, roman, dan naskah drama (Dalman, 2012: 6). Novel termasuk karya non ilmiah bukan ilmiah karena novel tidak benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata. Tetapi, novel dapat dikaji secara
27
ilmiah apabila dalam novel tersebut terdapat nilai-nilai pendidikan yang diteliti dengan menggunakan kaidah-kaidah penulisan ilmiah. 5.
Novel Rindu dan Pesan Akhlak Terpuji Novel rindu adalah novel Tere Liye yang terbit pada tahun 2014. Novel ini berkisah tentang perjalanan panjang jamaah haji pada tahun 1938. Sebuah perjalanan panjang ini dimulai ketika sebuah kapal besar bernama BlitarHolland mendarat di Pelabuhan Makassar. Kapal tersebut nantinya akan berhenti dan menaikkan penumpang di Pelabuhan Surabaya, Semarang, Batavia, Lampung, Bengkulu, Padang, Banda Aceh hingga Jeddah.Novel Rindu tidak hanya bercerita tentang perjalanan panjang ke Tanah Suci. Beragam tragedi, konflik, dan serangkaian peristiwa menyertainya. Novel ini semakin berbobot dengan cuplikan sejarah di beberapa daerah yang dijadikan setting. Seperti sejarah yang ada di kota Semarang. Bergeser lagi ke selatan, terdapat bangunan paling indah di masa itu (sekarang dikenal dengan nama Lawang Sewu yang berarti seribu pintu). Bangunan itu merupakan kantor pusat perusahaan kereta api Nederlandsch Indishe Spoorweg Maatschappij (NISM). Sesuai namanya, bangunan itu memiliki lebih banyak pintu dan jendela dibandingkan lima puluh rumah dijadikan satu. Taman di halaman bangunan itu saja sudah cukup membuat betah mata memandang (hlm: 171). Novel Rindu istimewa karena adanya seorang tokoh ulama.Ulama tersebut adalah Gurutta Ahmad Karaeng yang digambarkan sebagai ulama yang sempurna, berilmu, dan beradab. Bahkan empat dari lima pertanyaan besar di novel Rindu terjawab sempurna dari lisannya yang bijak. "Tapi kembali lagi ke soal takdir tadi, mulailah menerimanya dengan lapang hati, Kang Mas. Karena kita mau menerima atau menolaknya, dia tetap terjadi. Takdir tidak pernah bertanya apa perasaan kita, apakah kita bahagia, apakah kita tidak suka. Takdir bahkan basa-basi menyapapun tidak. Tidak peduli. Nah, kabar baiknya, karena kita tidak 28
bisa mengendalikannya, bukan berarti kita jadi makhluk tidak berdaya. Kita tetap bisa mengendalikan diri sendiri bagaimana menyikapinya. Apakah bersedia menerimanya atau mendustakannya." (hlm: 471). “Maka jangan pernah merusak diri sendiri. Kita boleh jadi benci atas kehidupan ini. Boleh kecewa. Boleh marah. Tapi ingatlah nasihat lama, tidak pernah ada pelaut yang merusak kapalnya sendiri. Akan dia rawat kapalnya, hingga dia bisa tiba di pelabuhan terakhir. Maka, jangan rusak kapal kehidupan milik kau, Ambo, hingga dia tiba di dermaga terakhirnya.” (hlm: 284) B. Pendidikan Akhlak 1.
Pendidikan a.
Pengertian Pendidikan Pendidikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 326) secara bahasa berasal dari kata “didik” yang artinya pelihara dan latih. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik. Secara terminologis, ada beberapa pengertian pendidikan menurut pendapat para tokoh, yaitu sebagai berikut: 1) John S. Brubacher dalam Suwarno (2006: 20), pendidikan adalah proses pengembangan potensi, kemampuan, dan kapasitas manusia yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan, kemudian disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik, didukung dengan alat (media) yang disusun sedemikian rupa, sehingga pendidikan dapat digunakan untuk menolong orang lain atau dirinya sendiri dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. 2) George F. Kneller dalam Suwarno (2006: 20), pendidikan dalam arti luas diartikan sebagai tindakan atau pengalaman yang memengaruhi 29
perkembangan jiwa, watak, ataupun kemauan fisik individu. Pendidikan
dalam
arti
sempit
adalah
suatu
proses
mentransformasikan pengetahuan, nilai-nilai dan ketrampilan dari generasi ke generasi, yang dilakukan oleh masyarakat melalui lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah, pendidikan tinggi, atau lembaga-lembaga lain. 3) Nur Ahid dalam Ahid(2010: 12), pendidikan adalah transformasi ilmu pengetahuan dan nilai kepada peserta didik secara berangsurangsur, yang diharapkan bisa diaktualisasikan melalui perilakunya dalam kehidupan sehari-hari, yaitu kedudukan dan kondisinya dalam kehidupan, sehubungan dengan diri, keluarga, kelompok, komunitas dan masyarakatnya, serta kepada disiplin pribadinya. 4) Ibnu Faris dalamMahmud(2004: 2), pendidikan adalah perbaikan, perawatan, dan pengurusan terhadap pihak yang dididik dengan menggabungkan unsur-unsur pendidikan di dalam jiwanya, sehingga ia menjadi matang dan mencapai tingkat sempurna yang sesuai dengan kemampuannya. Dari pendapat para tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah proses transformasi ilmu pengetahuan, nilai-nilai dan pengembangan potensi yang dapat mempengaruhi perkembangan jiwa dan watak individu yang diharapkan bisa diaktualisasikan melalui perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. b.
Tujuan Pendidikan
30
Tujuan pendidikan dalam Islam secara garis besarnya adalah untuk membina manusia agar menjadi hamba Allah yang saleh dengan seluruh aspek kehidupannya, perbuatan, pikiran, dan perasaannya (Daradjat, 1995: 35). Al-Abrasy dalam Ahid (2010: 48) menyimpulkan lima tujuan umum pendidikan sebagai berikut: 1) Untuk mengadakan pembentukan akhlak yang mulia, mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan. 2) Persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat. 3) Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi manfaat, atau yang lebih terkenal sekarang dengan nama tujuan vokasional dan profesional. 4) Menumbuhkan semangat ilmiah pada pelajar dan memuaskan keingintahuan serta memungkinkan mereka mengkaji ilmu demi ilmu itu sendiri. 5) Mempersiapkan pelajar dari segi profesional, teknikal, dan pertukangan supaya dapat mengetahui profesi dan pekerjaan yang membutuhkan keterampilan tertentu, sehingga kelak bisa memenuhi kebutuhan materi, di samping kebutuhan rohani, dan agama. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk membina manusia agar memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dan membentuk manusia memiliki
31
akhlak yang mulia untuk persiapan kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat. 2.
Akhlak a.
Pengertian Akhlak Secara etimologis, akhlak adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata khaliq (pencipta), makhluq (yang diciptakan) dan khalq (penciptaan) (Ilyas, 2007: 1). Secara terminologis, ada beberapa definisi tentang akhlak menurut para tokoh, diantaranya yaitu: 1) Imam Al-Ghazali dalam Ilyas (2007: 2), akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. 2) Ibrahim Anis dalam Ilyas(2007: 2), akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan. 3) Ahmad Amin dalam Halim (2000: 9), akhlak adalah kehendak yang dibiasakan artinya apabila kehendak itu membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinamakan akhlak. 4) Ibnu Maskawih dalam Mansur (2007: 221), akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatanperbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran lebih dulu. 32
5) Muhammad bin Ali asy-Syariif al-Jurjani dalam Mahmud (2004: 32), akhlak adalah istilah bagi sesuatu sifat yang tertanam kuat dalam diri, yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan, tanpa perlu berpikir dan merenung. Dari pendapat para tokoh di atas, peneliti menyimpulkan akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa dipikir lagi dan dalam kehendak yang mantap. b.
Fungsi Akhlak Bagi Seorang Muslim 1) Akhlak bukti nyata keimanan seseorang Keyakinan dan suasana hati pada umumnya secara sangat mudah dilihat tanda-tanda atau indikator fisiknya. Demikian juga dengan keyakinan kepada Allah Swt dengan segenap bimbingan dan ajaran-Nya. Orang yang beriman dan bertaqwa dengan setulusnya pasti akan tampak pada sinar mukanya. Ketulusan iman akan terpancar secara jelas di rona wajah (Ahmadi, 2004: 22). 2) Akhlak Hiasan Orang Beriman Akhlak yang islami bagi seorang muslim bisa diibaratkan hiasan yang memperindah penampilannya. Ketaatan kepada Allah dan Rasulullah yang tulus, jika tidak dibarengi dengan perilaku yang baik kepada orang lain, bisa diibaratkan sebuah benda yang tidak bermotif (Ahmadi, 2004: 25).
33
3) Akhlak Amalan yang Paling Berat Timbangannya Salah satu amal manusia yang paling mulia di hadapan Allah dan paling berat timbangannya di sisi-Nya adalah akhlak dan merupakan salah satu perilaku yang paling dicintai oleh Rasulullah Saw (Ahmadi, 2004: 27). 4) Akhlak Mulia Simbol Segenap Kebaikan Apa yang baik menurut Allah sesungguhnya baik untuk manusia. Apa yang diperintahkan oleh Allah pasti bermanfaat bagi manusia. Dalam istilah amar ma‟ruf nahi munkar, ma‟ruf artinya sesuatu yang dikenal baik dan munkar berarti sesuatu yang diingkari. Dengan kata lain, sesuatu dianggap sebagai kebaikan jika dikenal oleh umumnya orang Muslim sebagai kebaikan dan sesuatu dianggap keburukan adalah jika disepakati oleh umumnya kaum Muslim sebagai keburukan (Ahmadi, 2004: 32). 5) Akhlak mewujudkan kesejahteraan masyarakat Ahmad Syauqi menyatakan bahwa bangsa itu hanya bisa bertahan selama mereka masih memiliki akhlak, bila akhlak telah lenyap dari mereka, maka mereka akan menjadi lenyap pula (Mansur, 2007: 234). Secara garis besar, dapat disimpulkan bahwa akhlak menunjukkan tingkat keimanan dan ketaatan seseorang kepada Allah Swt dan Rasulullah Saw dan merupakan simbol segenap kebaikan sehingga kesejahteraan masyarakat dan bangsa dapat terwujud.
34
c.
Kedudukan Akhlak Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam. Pentingnya kedudukan akhlak dapat dilihat dari berbagai sunnah qauliyah (sunnah dalam bentuk perkataan) Rasulullah Saw. Akhlak Nabi Muhammad yang diutus menyempurnakan akhlak manusia itu disebut akhlak Islam atau akhlak Islami, karena bersumber dalam al-Qur‟an yang menjadi sumber utama agama dan ajaran Islam (Ali, 2008: 349). Akhlak bukan hanya sekedar sopan santun, tata krama yang bersifat lahiriah dari seseorang terhadap orang lain melainkan lebih daripada itu (Djatnika, 1996: 11). Akhlak yang mulia dalam Islam adalah melaksanakan kewajibankewajiban, menjauhi segala larangan-larangan, memberikan hak kepada yang mempunyainya baik yang berhubungan dengan Allah maupun yang berhubungan dengan makhluk, dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungannya (Djatnika, 1996: 24). Akhlak tidak dapat dipisahkan dari iman. Iman merupakan pengakuan hati, dan akhlak adalah pantulan iman itu pada perilaku, ucapan, dan sikap. Iman adalah maknawi, sedangkan akhlak adalah bukti keimanan dalam perbuatan, yang dilakukaan dengan kesadaran dan karena Allah semata (Daradjat, 1995: 67). Untuk melihat kuat atau lemahnya iman dapat diketahui melalui tingkah laku (akhlak) seseorang, karena tingkah laku tersebut merupakan perwujudan dari imannya yang ada di dalam hati (Asmaran, 2002: 110). Muhammad Al-Ghazali dalam Asmaran (2002: 110), mengemukakan iman yang kuat mewujudkan 35
akhlak yang baik dan mulia, sedang iman yang lemah mewujudkan akhlak yang jahat dan buruk. Maslikhah (2009: 13-14) menjelaskan pentingnya kedudukan akhlak dalam agama Islam adalah sebagai berikut: 1) Akhlak dihubungkan dengan tujuan risalah Islam atau antara perutusan utama Rasulullah Saw. 2) Akhlak menentukan kedudukan seseorang di akhirat di mana akhlak yang baik dapat memberatkan timbangan amalan yang baik. Begitu juga sebaliknya. 3) Akhlak yang baik dapat menghapuskan dosa manakala akhlak yang buruk boleh merusakkan pahala. 4) Akhlak merupakan sifat Rasulullah Saw dimana Allah Swt telah memuji Rasulullah karena akhlaknya yang baik. 5) Akhlak tidak dapat dipisahkan dari Islam. 6) Akhlak yang baik dapat menghindarkan seseorang itu daripada neraka sebaliknya akhlak yang buruk menyebabkan seseorang jauh dari surga. Kedudukan akhlak sangat penting dalam Islam karena akhlak tidak dapat dipisahkan dari iman. Allah Swt mengutus Rasulullah ke dunia salah satu tujuannya adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Hal itu menunjukkan bahwa akhlak menempati posisi yang penting dalam Islam. Seseorang yang mempunyai akhlak yang baik akan mendapatkan kehidupan yang bahagia di dunia maupun di akhirat. Begitu juga sebaliknya, seseorang yang mempunyai akhlak yang buruk akan 36
merusakkan pahala dan jauh dari kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat. 3.
Pendidikan Akhlak a.
Pengertian Pendidikan Akhlak Pendidikan akhlak dapat diartikan sebagai proses internalisasi nilai-nilai akhlak mulia ke dalam diri peserta didik, sehingga nilai-nilai tersebut tertanam kuat dalam pola pikir (mindset), ucapan dan perbuatannya, serta dalam interaksinya dengan Tuhan, manusia (dengan berbagai strata sosial, fungsi, dan perannya) serta lingkungan alam jagat raya (Nata, 2013: 209). Mansur (2007: 274) mendefinisikan pendidikan akhlak adalah usaha sungguh-sungguh untuk mengubah akhlak buruk menjadi akhlak yang baik. Peneliti mendefinisikan bahwa pendidikan akhlak adalah usaha yang dilakukan secara sadar dan sungguh-sungguh untuk merubah akhlak buruk menjadi akhlak baik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
b.
Tujuan Pendidikan Akhlak Tujuan utama pendidikan akhlak dalam Islam adalah agar manusia berada dalam kebenaran dan senantiasa berada dijalan yang lurus, jalan yang telah digariskan oleh Allah Swt (Mahmud, 2004: 159). Umiarso (2010: 114) menyebutkan bahwa tujuan pendidikan akhlak dalam Islam adalah untuk membentuk manusia yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, 37
ikhlas, jujur, dan suci. Dengan kata lain, pendidikan akhlak bertujuan untuk melahirkan manusia yang memiliki keutamaan (al-fadhilah). Pendidikan akhlak juga mempunyai tujuan-tujuan lain (Mahmud, 2004: 160) di antaranya: 1) Mempersiapkan manusia-manusia yang beriman yang selalu beramal saleh. 2) Mempersiapkan
insan
beriman
dan
saleh
yang
menjalani
kehidupannya sesuai dengan ajaran Islam, melaksanakan apa yang diperintahkan agama dan meninggalkan apa yang diharamkan, menikmati hal-hal yang baik dan dibolehkan serta menjauhi segala sesuatu yang dilarang, keji, hina, buruk, tercela, dan mungkar. 3) Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang bisa berinteraksi secara baik dengan sesamanya, baik dengan orang muslim maupun nonmuslim. 4) Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang mampu dan mau mengajak orang lain ke jalan Allah, melaksanakan amar ma‟ruf nahi munkar dan berjuang fii sabilillah demi tegaknya agama Islam. 5) Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang mau merasa bangga dengan persaudaraannya sesama muslim dan selalu memberikan hak-hak persaudaraan tersebut, mencintai dan membenci hanya karena Allah, dan sedikit pun tidak kecut oleh celaan orang hasad selama dia berada di jalan yang benar. 6) Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang merasa bahwa dia adalah bagian dari seluruh umat Islam yang berasal dari berbagai 38
daerah, suku, dan bahasa. Atau insan yang siap melaksanakan kewajiban yang harus ia penuhi demi seluruh umat Islam selama dia mampu. 7) Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang merasa bangga dengan loyalitasnya kepada agama Islam dan berusaha sekuat tenaga demi tegaknya panji-panji Islam di muka bumi. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah menciptakan manusia yang beriman dan beramal shaleh untuk mencapai keharmonisan dan kebahagiaan dalam berhubungan dengan Allah Swt, berhubungan dengan sesama makhluk dan juga alam sekitar sehingga dapat menggapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. c.
Pendidikan Akhlak dalam Keluarga Pendidikan akhlak anak pada dasarnya adalah tanggungjawab orangtua. Hal ini disebabkan, karena kedua orang tuanyalah orang yang pertama dikenal dan diterimanya pendidikan (Ahid, 2010: 61). Pendidikan akhlak di dalam keluarga dilaksanakan dengan contoh dan teladan dari orangtua. Perilaku dan sopan santun orang dalam hubungan dan pergaulan antara ibu dan bapak, perlakuan orang tua terhadap anakanak mereka, dan perlakuan orang tua terhadap orang lain di dalam lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat akan menjadi teladan bagi anak-anak (Daradjat, 1995: 60). Proses peletakan dasar-dasar pendidikan (basic educational) di lingkungan keluarga, merupakan tonggak awal keberhasilan proses 39
pendidikan selanjutnya, baik secara formal maupun non formal (Ahid, 2010: 63). Pengalaman yang dilalui anak di lingkungan keluarga akan berpengaruh tehadap kepribadiannya. Oleh karena itu, situasi rumah tangga hendaknya dapat menunjang terbentuknya kepribadian yang baik (Ahid, 2010: 113). Pendidikan akhlak dalam keluarga merupakan tanggungjawab orang tua. Sifat dan perilaku orang tua akan menjadi teladan bagi anakanak. Orang tua harus dapat menjadi teladan yang baik dan menciptakan situasi di dalam keluarga yang dapat menunjang terbentuknya akhlak yang baik pada seluruh anggota keluarga khususnya anak. d.
Pendidikan Akhlak dalam Sekolah Sekolah merupakan lembaga pendidikan, tempat peserta didik melaksanakan interaksi proses belajar mengajar secara formal dan merupakan lembaga pelaksanan internalisasi nilai-nilai dari suatu kebudayaan, kepada peserta didik secara terarah dan memiliki tujuan (Ahid, 2010: 66). Pada
awalnya,
pendidikan
akhlak menjadi
tanggungjawab
keluarga. Tetapi ketika anak mulai memasuki usia sekolah, pendidikan akhlak juga menjadi tanggungjawab sekolah terutama pendidik. Pada umumnya, anak akan meniru seluruh sikap, perbuatan, dan perilaku orang tua dan gurunya. Jadi, panutan akhlak di rumah adalah ayah, ibu, dan anggota keluarga lainnya, sedangkan di sekolah adalah guru, teman belajar dan teman bermain. (Mansur, 2007: 286).
40
Tugas terpenting bagi seorang guru atau pendidik terhadap anak adalah senantiasa menasihati dan membina akhlak mereka, serta membimbing agar tujuan utama mereka dalam menuntut ilmu adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah (Mansur, 2007: 289). Guru atau pendidik bertanggungjawab atas pendidikan akhlak anak setelah orang tua. Setelah anak memasuki usia sekolah, kebersamaan dengan orangtua yang menjadi teladan utama bagi anak akan berkurang. Anak akan lebih sering melewati hari-hari bersama guru dan teman mereka. Oleh karena itu, sebagai seorang pendidik harus dapat menciptakan lingkungan belajar yang Islami serta menjadi teladan yang baik, senantiasa menasihati dan membina akhlak anak agar menjadi pribadi yang berakhlak mulia dan semakin mendekatkan diri kepada Allah Swt. e.
Urgensi Pendidikan Akhlak Pendidikan akhlak secara historis merupakan respons terhadap adanya kemerosotan akhlak pada masyarakat dengan karakter budaya kota, yaitu masyarakat yang cenderung ingin serba cepat, tergesa-gesa, pragmatis, hedonistik, materialistik, penuh persaingan yang tidak sehat, permissive, mengambil keputusan serba cepat, dan menghadapi berbagai masalah: sosial, ekonomi, politik, budaya, ilmu pengetahuan dan sebagainya (Nata, 2013: 211). Pendidikan akhlak menjadi bagian yang penting dalam substansi pendidikan Islam sehingga al Qur‟an menganggapnya sebagai rujukan terpenting bagi seorang muslim, rumah tangga islami, masyarakat islami, 41
dan umat manusia seluruhnya. Akhlak adalah buahnya Islam yang diperuntukkan bagi seorang individu dan umat manusia, dan akhlak menjadikan kehidupan ini menjadi manis dan elok. Tanpa akhlak, yang merupakan kaidah-kaidah kejiwaan dan sosial bagi individu dan masyarakatnya, maka kehidupan manusia tidak berbeda dengan kehidupan binatang (Hafidz dan Kastolani, 2009: 107). Akhlak masyarakat membawa dampak besar dalam kebahagiaan dan kesejahteraan suatu bangsa dan negara. Akhlak yang baik dapat tercapai dengan adanya pendidikan akhlak. Pendidikan akhlak adalah salah satu bagian penting yang harus dilaksanakan dalam pendidikan Islam dan merupakan salah satu tujuan diutusnya Rasulullah Saw. Dengan akhlak yang baik maka akan tercipta kehidupan yang sejahtera, mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. 4.
Ruang Lingkup Akhlak a.
Akhlak Mahmudah Akhlak mahmudah adalah perbuatan-perbuatan baik yang datang dari sifat-sifat batin yang ada dalam hati menurut syara‟ (Mansur, 2007: 239). Akhlak mahmudah atau akhlak yang mulia ada beberapa macam yaitu akhlak terhadap Allah Swt, akhlak terhadap Rasulullah Saw, akhlak terhadap diri sendiri, akhlak terhadap orang tua, akhlak terhadap sesama manusia, dan akhlak terhadap lingkungan. 1) Akhlak terhadap Allah Swt Akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji 42
demikian Agung sifat itu, yang jangankan manusia, malaikatpun tidak akan menjangkau hakekatnya (Umiarso dan Haris, 2010: 111). Nata (2002: 147) mengemukakan ada empat alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah Swt: a) Allah yang telah menciptakan manusia. b) Allah yang memberikan perlengkapan pancaindera, berupa pendengaran, penglihatan, akal pikiran, dan hati sanubari, disamping anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia. c) Allah yang menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia. d) Allah
yang
memuliakan
manusia
dengan
diberikannya
kemampuan menguasai daratan dan lautan. Di antara akhlak mahmudah kepada Allah Swt adalah beriman kepada Allah, taqwa, Cinta kepada Allah Swt, menerima takdir Allah Swt, tawakal, bertobat kepada Allah Swt, bersyukur, khauf dan Raja‟, percaya pada takdir Allah Swt. 2) Akhlak terhadap Rasulullah Saw Akhlak terhadap Rasulullah Saw yaitu beriman dengan penuh keyakinan bahwa Nabi Muhammad Saw adalah benar-benar Nabi dan Rasul Allah yang menyampaikan risalah kepada seluruh manusia dan mengamalkan sunnah yang baik yang berbentuk suruhan ataupun larangan (Maslikhah, 2009: 10).
43
Di antara akhlak mahmudah kepada Rasulullah adalah beriman kepada Rasulullah Saw, cinta kepada Rasulullah Saw, dan bershalawat kepada Rasulullah Saw. 3) Akhlak terhadap Diri Sendiri Akhlak yang baik terhadap diri sendiri dapat diartikan menghargai, menghormati, menyayangi, dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya, karena sadar bahwa dirinya itu sebagai ciptaan dan amanah Allah yang harus dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya (Umiarso dan Haris, 2010: 112). Akhlak terhadap diri sendiri antara lain shidiq, amanah, istiqamah, Iffah, syaja‟ah, sabar, ikhlas, lapang dada, tegar, adil terhadap diri sendiri, pantang menyerah (gigih), dan optimis. 4) Akhlak terhadap Orang tua Akhlak terhadap orang tua yaitu berbuat baik (berbakti) kepada ibu bapak (Maslikhah, 2009: 10). Risalah Islam yang senantiasa menjunjung tinggi akhlak kemanusiaan memberikan perhatian besar terhadap hubungan orang tua dan anak. Akhlak terhadap orang tua antara lain: birrul walidain, berkasih sayang terhadap orang tua, berbuat baik kepada orang tua yang telah meninggal, menghormati dan memuliakan orang tua, membantu orang tua secara fisik dan materiil. 5) Akhlak terhadap Sesama Manusia Manusia adalah makhluk sosial yang kelanjutan eksistensinya secara fungsional dan optimal banyak bergantung pada orang lain. 44
Untuk itu, ia perlu bekerjasama dan saling tolong menolong dengan orang lain. Islam menganjurkan berakhlak yang baik kepada saudara karena ia berjasa dalam ikut serta mendewasakan kita dan merupakan orang yang paling dekat dengan kita (Umiarso dan Haris, 2010: 12). Akhlak terhadap sesama manusia antara lain: mengucapkan salam, menjenguk orang sakit, mengantar jenazah, memenuhi undangan, rendah hati dan tidak sombong, memaafkan kesalahan sesama muslim dan menutup aibnya (Salamulloh, 2008: 106). Masih banyak akhlak terhadap sesama seperti solidaritas, tolong menolong, saling menghargai, berkumpul dengan orang baik, dan berbuat baik. 6) Akhlak Mahmudah terhadap Lingkungan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda
tak
bernyawa (Nata, 2002: 150). Manusia hidup memerlukan lingkungan karena manusia hidup di dalam lingkungan. Lingkungan perlu dijaga dan diperhatikan. Lingkungan hidup adalah keadaan sekeliling dari kehidupan manusia di muka bumi ini. Oleh sebab itu, orang-orang yang beriman dianjurkan mempunyai akhlak terhadap lingkungan. Di antara akhlak terhadap lingkungan adalah menyayangi binatang, tidak membuang sampah sembarangan.
45
b.
Akhlak al-Mazmumah Akhlak al-Mazmumah (akhlak yang tercela) adalah sebagai lawan atau kebalikan dari akhlak yang baik. 1) Akhlak Mazmumah Kepada Allah Swt Dalam rangka menghambakan diri kepada Allah Swt, kita wajib berakhlak mahmudah kepada-Nya dan jangan sampai membiasakan
berakhlak
mazmumah
kepada-Nya.
Akhlak
mazmumah kepada Allah Swt yaitu mengingkari apa yang diperintahkan Allah Swt sehingga melahirkan perbuatan-perbuatan yang buruk (Umiarso dan Haris, 2010: 114). Di antara akhlak mazmumah terhadap Allah Swt adalah kufur nikmat, mendustakan takdir Allah Swt, dan mengingkari perintah Allah Swt. 2) Akhlak Mazmumah terhadap Rasulullah Saw Akhlak mazmumah terhadap Rasulullah Saw adalah kebalikan dari akhlak mahmudah kepada Rasulullah Saw yakni tidak beriman dan tidak yakin bahwa Rasulullah Saw adalah utusan Allah Swt. 3) Akhlak Mazmumah terhadap Diri Sendiri Akhlak mazmumah terhadap diri sendiri yakni tidak menjaga amanah dari Allah untuk menjaga dirinya dengan sebaik mungkin. Melakukan perbuatan yang merugikan diri sendiri, baik di dunia maupun di akhirat (Ahmadi, 2004: 186). Di antara akhlak terhadap diri sendiri adalah egois, dengki, dusta, khianat, pesimis, zalim terhadap diri sendiri. 46
4) Akhlak Mazmumah terhadap Orang Tua Akhlak mazmumahterhadap Orang Tua pada dasarnya adalah tidak berbakti kepada orang tua. Dan merupakan dosa besar apabila durhaka kepada orang tua. Bahkan dosanya nyaris setingkat dengan dosa kemusyrikan (menyekutukan Allah Swt) (Halim, 2000: 191). Di antara akhlak mazmumah terhadap orang tua adalah „uququl walidain (durhaka kepada kedua orang tua). 5) Akhlak Mazmumah terhadap Sesama Manusia Akhlak mazmumah terhadap sesama manusia pada prinsipnya ialah pembiasaan perbuatan yang tidak tepat dalam menempatkan diri di tengah-tengah komunitas manusia, khususnya dilihat dari kacamata Islam. Sehingga harus ditinggalkan sejauh mungkin oleh setiap muslim (Halim, 2000: 182). 6) Akhlak Mazmumah terhadap Lingkungan Akhlak mazmumah terhadap makhluk lain selain manusia yang harus kita jauhi, pada prinsipnya ialah ketidaktepatan kita dalam menempatkan makhluk lain itu pada posisinya masing-masing (Halim, 2000: 211).
47
BAB III BIOGRAFI A. Biografi Pengarang Novel Rindu adalah novel karya seorang penulis berbakat di Indonesia. Tere Liye adalah nama penulis dari novel Rindu. Nama sebenarnya Tere Liye adalah Darwis. Tere Liye lahir dan tumbuh dewasa di pedalaman Sumatera. Ia lahir pada tanggal 21 mei 1979. Tere Liye menikah dengan Ny. Riski Amelia dan di karunia seorang putra bernama Abdullah Pasai. Tere Liye berasal dari keluarga sederhana yang orang tuanya berprofesi sebagai petani biasa. Anak ke enam dari tujuh bersaudara ini sampai saat ini telah menghasilkan banyak karya best seller. Bahkan beberapa di antaranya telah di angkat ke layar lebar (Wulansari,2014: 1). Tere Liye meyelesaikan masa pendidikan dasar sampai menengah pertama di SDN2 dan SMPN 2 Kikim Timur, Sumatera Selatan. Kemudian melanjutkan ke SMUN 9 bandar lampung. Setelah selesai di Bandar lampung, ia meneruskan ke Universitas Indonesia dengan mengambil fakultas Ekonomi. Aktivitasnya hingga saat ini masih berusaha untuk menghasilkan karya-karya luar biasa yang dapat memotivasi dan menginspirasi setiap pembacanya (Wulansari,2014: 1). Penulis yang satu ini memang berbeda dari kebanyakan penulis yang sudah ada. Biasanya setiap penulis akan memasang foto, nomor kontak yang bisa di hubungi atau riwayat hidup singkat di bagian belakang setiap karyanya. Meskipun setiap karya yang di hasilkan laku di pasaran dan menjadi best seller. Namun Tere Liye seperti menghindari dan menutupi kehidupannya. Tere Liye memang sepertinya tidak ingin di publikasikan kepada umum terkait kehidupan pribadinya.
48
Itulah cara yang Tere Liye pilih, hanya berusaha memberikan karya terbaik dengan tulus dan sederhana (Wulansari,2014: 2). Di antara novel-novel karya Tere Liye adalah sebagai berikut: 1.
Moga Bunda disayang Allah Swt (Penerbit Republika, 2006) Novel Moga Bunda disayang Allah Swt adalah karya Tere Liye yang sudah diangkat ke layar lebar (difilmkan). Novel ini menceritakan seorang gadis kecil berusia 6 tahun yang memiliki keterbatasan fisik, buta, tuli, sekaligus bisu yang berjuang keras untuk mendapatkan pendidikan. Kerja keras seorang guru dalam mendidik siswanya yang memiliki kebutuhan khusus menggunakan metode terbaik yang mudah diterima oleh siswanya. Novel Moga Bunda Disayang Allah Swt juga menceritakan perjuangan seorang ibu yang luar biasa sabar, ikhlas, tulus dan penuh kasih sayang mendukung anaknya yang memiliki keterbatasan fisik (Ziyad, 2008: 1).
2.
Hafalan Shalat Delisa (Penerbit Republika, 2008) Novel Hafalan Shalat Delisa juga merupakan novel karya Tere Liye yang sudah diangkat ke layar lebar (difilmkan). Novel ini mengisahkan tentang ketabahan dan ketegaran seorang anak menerima takdir pahit yang telah digariskan Allah Swt yakni kehilangan kakinya, kehilangan Ibu dan ketiga kakaknya dalam peristiwa tsunami Aceh. Keikhlasan seorang anak menerima keadaan dan ikhlas untuk menghafal bacaan shalat karena Allah Swt (Gobel, 2011: 1).
3.
Rembulan Tenggelam di Wajahmu (Penerbit Republika, 2009) Novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu menceritakan tentang adanya hubungan sebab akibat di dunia ini yang dikisahkan melalui kisah perjalanan 49
hidup seorang anak panti Asuhan yang berjuang membangun hidupnya sehingga menjadi pengusaha sukses. Selalu melihat rembulan yang memberikan ketenangan ketika sedang ada masalah dan merasa kesepian dan perasaan bersyukur sebagai salah satu ciptaan Sang Pencipta (Ari, 2013: 1-2). 4.
Bidadari-Bidadari Surga (Penerbit Republika, 2008) Novel Bidadari-bidadari Surga menceritakan tentang keikhlasan, dan ketulusan seorang kakak perempuan yang berjuang menghidupi keluarga dan mendidik adik-adiknya menjadi orang-orang yang sukses. Tokoh kakak dalam novel Bidadari-bidadari Surga mengorbankan seluruh hidupnya untuk merubah nasib Ibu dan adik-adiknya agar menjadi lebih baik dan menekankan bahwa pendidikan itu penting bagi masa depan (Wicaksono, 2013: 1).
5.
Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin (Gramedia Pustaka Umum, 2010) Novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin menceritakan tentang kehidupan sebuah keluarga yang sangat miskin. Seorang ibu dengan dua orang anak yang sudah meninggalkan harapan bersekolah. Novel ini ingin menyampaikan pesan bahwa bagaimanapun kehidupan ini kita tidak boleh menyalahkan kehidupan dan harus selalu bersyukur karena semua yang terjadi dalam kehidupan ini sudah diatur oleh Allah Swt. Seperti daun yang jatuh tak pernah membenci angin (Zulfikar, 2013: 1).
B. Biografi Novel Unsur intrinsik novel adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Adapun unsur-unsur intrinsik dalam novel Rindu adalah sebagai berikut: 50
1.
Tema Tema yang diambil dalam novel Rindu karya Tere Liye yaitu perjalanan masa lampau yang penuh kerinduan ke Tanah Suci. Dalam novel ini, penulis berhasil menggabungkan antara sejarah, romantisme, serta kisah heroik dalam sebuah perjalanan suci menunaikan ibadah haji.
2.
Penokohan Tokoh-tokoh dalam novel Rinduadalah Gurutta Ahmad Karaeng, Daeng Andipati, Anna, Elsa, Ambo Uleng, Bonda Upe, Mbah Kakung Slamet, Mbah Kakung Putri, Kapten Phillips, dan Sergeant Lucas. a.
Gurutta Ahmad Karaeng Gurutta Ahmad Karaeng merupakan tokoh utama dan tokoh protagonis dalam novel Rindu. Meskipun ada lima tokoh utama dalam novel Rindu, tetapi tokoh Gurutta adalah tokoh yang paling menonjol. Gurutta Ahmad Karaeng adalah tokoh yang paling dihormati dan bijak dalam pelayaran kapal Blitar Holland. Ahmad Karaeng adalah ulama masyhur dari Makassar yang sering disapa Gurutta. Gurutta pintar berbahasa Belanda dan telah melakukan perjalanan ke berbagai daerah untuk menuntu ilmu. Gurutta Ahmad Karaeng adalah ulama yang menjawab pertanyaan-pertanyaan besar dari penumpang kapal Blitar Holland. Di masa muda, Gurutta pernah belajar agama di Aceh. Lantas melanjutkan hingga ke Yaman dan Damaskus, mengkaji agama dari ahli tafsir dan pakar hadis terkemuka. Ia juga pernah menetap di Eropa dua tahun lamanya. Ia benar-benar memahami nasihat kejarlah ilmu hingga ke negeri China. Usia empat puluh lima barulah Gurutta kembali ke Makassar, menjadi imam Masjid Katangka (hlm: 19). 51
“Alleen de kleding en boeken.” Gurutta tersenyum, menjelaskan. Bahasa Belandanya fasih. Maksud Gurutta, isi tas besar itu hanya pakaian dan buku-buku. Tidak lebih tidak kurang (hlm: 36). “Lihatlah kemari wahai lautan luas. Lihatlah seorang yang selalu punya kata bijak untuk orang lain, tapi dia tidak pernah bisa bijak untuk dirinya sendiri (hlm: 316). b.
Daeng Andipati Daeng Andipati adalah tokoh utama dan protagonis dalam novel Rindu. Daeng Andipati merupakan pedagang sukses di Makassar yang menjadi penumpang kapal Blitar Holland dengan mengikutsertakan istri, kedua anaknya, serta seorang pembantu. Sosoknya berkarismatik, terpandang, digambarkan dekat dengan orang-orang Belanda. Sekilas, kehidupan Daeng Andipati nampak sempurna. Kebahagiaan seolah meliputinya sepanjang waktu. Istri yang cantik dan salehah, dua anak yang periang dan menggemaskan, juga karir bisnis yang menjanjikan. Namun ada satu hal yang tersembunyi di dada Daeng Andipati. Membuat seluruh kehidupan Daeng Andipati seolah tidak berarti. Adalah kebencian yang mendalam Daeng Andipati terhadap ayahnya. “…. Karena jika kau kumpulkan seluruh kebencian itu, kau gabungkan dengan orang-orang yang disakiti ayahku, maka ketahuilah, Gori. Kebencianku pada orang tua itu masih lebih besar. Kebencianku masih lebih besar dibandingkan itu semua!” (hlm: 362). “Ini Daeng Andipati, pedagang di Kota Makassar. Masih muda, kaya raya, pintar dan baik hati. Aku kenal dengannya saat dia dikirim orangtuanya sekolah di Rotterdam School of Commerce lima belas tahun lalu (hlm: 11). “Tidak akan hilang, Anna.” Ayah mereka menengahi, berkata lembut, “Mereka akan membawa barang-barang kita naik ke atas kapal (hlm: 9).
52
Dua orang yang baru hari itu bertemu saling bersalaman, juga beberapa kelasi senior yang ikut turun bersama Kapten Phillips. Pemimpin rombongan yang dipanggil Daeng Andipati itu menyapa dalam bahasa Belanda. Terlibat percakapan beberapa saat, saling melempar pujian. Terlihat sekali ia amat terdidik dan tahu cara bergaul dengan bangsa Eropa (hlm: 12). Tadi pagi ia melakukan apa saja demi menyelamatkan bungsunya. Di tengah kepungan kepanikan, ia berhasil membawa Elsa keluar dari pasar. Si sulung dengan wajah pias, menangis, tubuh kotor, dibawa ke salah satu rumah penduduk. Setelah memastikan Elsa aman, Daeng Andipati bergegas kembali ke pasar mencari Anna (hlm:131). c.
Anna Anna merupakan tokoh tambahan dan tokoh protagonis dalam novel Rindu. Anna adalah anak kedua dan merupakan anak bungsu dari Daeng Andipati sebelum dua adik kembarnya lahir pada akhir cerita. Anna naik haji bersama ayah, ibu dan kakak perempuannya. Dia gadis usia 9 tahun yang cantik, periang, polos, pintar dan mempunyai rasa keingintahuan yang tinggi. Anna selalu membuat suasana menjadi ramai dan hangat dengan tingkahnya yang selalu ceria dan bersemangat. “Anna dan Elsa.”Meneer Houten yang kali ini tertawa lebar, “Aku tahu siapa dua putri cantik jelita ini. Goedemorgen” (hlm: 11). “Memangnya kenapa kalau mabuk laut, Om?” Si Bungsu bertanya polos. Mata bulatnya membesar (hlm: 13). “Memangnya kenapa kalau muntah?” Si bungsu penasaran (hlm: 12). Dua gadis kecil Anna dan Elsa, berlarian riang di atas dek kapal, kerudung mereka berkibar ditiup angin kencang, diteriaki oleh ibu mereka agar hati-hati. Kuli-kuli angkut bergegas memikul peti kayu dan tas-tas besar ke atas kapal (hlm 13).
d.
Elsa Elsa merupakan tokoh tambahan dan tokoh protagonis dalam novel Rindu. Elsa adalah gadis berusia 15 tahun dan merupakan anak pertama 53
dari Daeng Andipati. Elsa selalu jahil dan sering menggoda adiknya. Meskipun begitu dia adalah sosok gadis yang cantik, pintar mengaji, dan mempunyai sopan santun yang baik. “Dasar!” Kakaknya menatap datar, “kalau sampai tas biru itu hilang, berarti hingga tiba di Mekah, kamu tidak berganti pakaian. Terus yang ini saja selama sembilan bulan” (hlm: 8). “Ibu kami sedang mual, muntah-muntah. Apa boleh kami meminta minuman jahe seperti dua hari lalu?” Elsa tersenyum, menyampaikan tujuan dengan lebih baik dibanding Anna (hlm: 104).
e.
Ambo Uleng Ambo Uleng adalah tokoh utama dan protagonis dalam novel Rindu. Ia mempunyai pertanyaan besar dalam hidupnya, pertanyaan tentang cinta sejati. Ambo adalah pemuda yang kalem dan senang menolong orang lain. Ambo memiliki jiwa seorang pelaut sejati karena sejak kecil Ambo telah menjadi seorang pelaut dan bisa berbahasa Belanda. Ditilik dari wajahnya, pemuda itu berusia dua puluh tahun lebih. Rahang dan pipinya tegas, khas seorang pelaut Bugis yang tangguh. Tatapan matanya tajam meski sejak tadi lebih banyak menunduk. Ada bekas luka dikeningnya, tidak terlalu kentara karena tertutup oleh rambut yang dibiarkan panjang di bagian itu. Tinggi pemuda itu seperti kebanyakan penduduk lokal rata-rata. Tapi, tubuhnyya kekar dan gagah, dibungkus dengan kulit hitam legam karena sering terbakar terik matahari (hlm: 26). “Lantas darimana kau belajar bahasa Belanda, Ambo? Meski kaku dan patah-patah, bahasa Belandamu cukup memadai. Setidaknya kau tidak memintaku mengulangi kalimat karena tidak mengerti, dan aku sebaliknya, tidak meminta kau menjelaskan ulang” (hlm: 28). Demi melihat Ambo Uleng, Anna menyeret ibunya. Bilang Om Kelasi inilah yang menyelamatkannya Di Pasar Turi. Beberapa 54
penumpang lain ikut menatap Ambo Uleng, membuat kelasi pendiam itu salah-tingkah jadi pusat perhatian sejenak (hlm: 145) f.
Bonda Upe Bonda Upe adalah tokoh utama dan tokoh protagonis dalam novel Rindu yang mempunyai pertanyaan besar dalam hidupnya yang selama ini dipendam selama bertahun-tahun. Bonda Upe adalah wanita keturunan china yang mengalami masa lalu yang pahit yakni menjadi seorang cabo (pelacur). “Bagaimana kalau anak-anak tahu? Bagaimana kalau Anna dan Elsa tahu guru mengajinya bekas cabo? Bagaimana kalau ada penumpang yang tahu? Aku seorang cabo, Gurutta!” Bonda Upe berseru serak. Ia sudah hampir tiba di bagian paling penting, pertanyaan besarnya (hlm: 309). “Lantas... Lantas...” Dengan suara tergagap karena gemetar, “Aku seorang cabo, Gurutta. Apakah Allah...Apakah Allah akan menerimaku di Tanah Suci? Apakah perempuan hina sepertiku berhak menginjak Tanah Suci? Atau, cambuk menghantam punggungku, lututku terhujam ke bumi...Apakah Allah akan menerimaku? Atau mengabaikan perempuan pendosa sepertiku...membiarkan semua kenangan itu terus menghujam kepalaku. Membuatku bermimpi buruk setiap malam. Membuatku malu bertemu dengan siapa pun” (hlm: 310)
g.
Kapten Phillips Kapten Phillips adalah tokoh tambahan, dan tokoh sederhana. Sifat dan pemunculannya hanya dituliskan sedikit. Kapten Phillpis merupakan nahkoda dari kapal Blitar Holland yang tangguh dan memiliki jiwa kepemimpinan. Meneer Houten berkata riang, “Dan ini kawan kita Kapitein Phillips, Daeng Andipati. Salah satu kapitein hebat yang dimiliki Koninklijke Rotterdamsche Lloyd, dia seorang pelaut asal Wales yang tangguh, meski sejak kecil telah tinggal di Amsterdam” (hlm: 12).
55
h.
Mbah Kakung Slamet Mbah kakung Slamet adalah tokoh utama dalam novel Rindu. Mbah kakung Slamet menyimpan pertanyaan besar dalam hidupnya setelah kematian istrinya Mbah Putri Slamet di kapal dalam perjalanan ibadah haji. Usia mbah kakung hampir delapan puluh tahun dan merupakan penumpang tertua di Kapal Blitar Holland. Pasangan mbah kakung dan mbah putri Slamet merupakan pasangan yang romantis dan banyak menginspirasi penumpang lain di kapal Blitar Holland. Lihatlah, betapa mesra pasangan tua ini. Saat naik tangga, Mbah Kakung membantu istrinya dnegan lembut. Saat berjalan di lorong, mereka berdua berpegangan tangan. Sesekali berhenti. Mbah Kakung dengan sabar menunggu. Aduh, mesra sekali, seolah ini perjalanan bulan madu (hlm:189). “Pendengaranku memang sudah berkurang, Nak. Mataku sudah tidak awas lagi. Tapi kami akan naik haji bersama. Menatap Ka‟bah bersama. Itu akan kami lakukan sebelum maut menjemput. bukti cinta kami yang besar.” Mbah Kakung menggenggam jemari Mbah Putri, mengakhiri ceritanya (hlm: 208). “Pendengaranku memang sudah tidak bagus lagi, Nak. Juga mataku, sudah rabun. Tubuh tua ini juga sudah bungkuk. Harus kuakui itu.” Mbah Kakung membela diri, “Tapi aku masih ingat kapan akau bertemu dengan istriku. Kapan aku melamarnya. Kapan kami menikah. Tanggal lahir semua anak-anak kami. Waktu-waktu indah milik kami. Aku ingat itu semua” (hlm: 205). “Sejak kami menikah, hidupku tak memiliki pertanyaa lagi, Gurutta. Aku sudah memiliki semua jawaban. Buat apa bertanya? Aku menghabiskan hari dengan pasti. Aku bahagia, bersyukur atas setiap takdir yang kuterima. Tapi hari-hari ini, aku tidak bisa mencegahnya. Pertanyaan itu muncul di kepalaku. Kenapa harus terjadi sekarang, Gurutta? Kenapa harus ketika kami sudah sedikit lagi dari Tanah Suci. Kenapa harus ada di lautan ini. Tidak bisakah ditunda barang satu-dua bulan? Atau, jika tidak bisa selama itu, bisakah ditunda hingga kami tiba di Tannah Suci, sempat bergandengan tangan melihat Masjidil Haram. Kenapa harus sekarang?” (hlm: 469).
56
i.
Sergeant Lucas Sergeant Lucas adalah seorang pimpinan tentara Belanda yang ditugaskan menjaga keamanan di kapal Blitar Holland selama perjalanan ibadah haji. Sergeant Lucas merupakan tokoh tambahan karena pemunculannya dalam novel hanya sedikit. Sergeant Lucas juga merupakan tokoh antagonis. Dia selalu menghalangi rencana Gurutta dan sangat membenci Gurutta karena menganggap Gurutta adalah seorang inlander pemberontak dan dapat menghasut penumpang lain untuk menuntut kemerdekaan pada pemerintah Belanda. “Omong-kosong. Akui saja kau membawa buku-buku penuh hasutan agar melawan pemerintah sah Hindia Belanda.” Pimpinan serdadu mendelik, mengangkat buku itu hanya lima senti dari wajah Gurutta (hlm: 37). “Jangan tertipu oleh tampilannya, seolah sederhana. Orang ini amat berbahaya. Dia bisa menghasut seluruh penumpang untuk mengambil-alih kapal, melawan serdadu Belanda yang bertugas di atas kapal. Mereka tidak segan membunuh kelasi rendahan seperti kalian” (hlm: 39). Sergeant Belanda itu tidak suka Gurutta Ahmad Karaeng membuat pengajian setelah shalat shubuh di masjid kapal, itulah pasal yang hendak dibicarakan (hlm: 79).
3.
Alur Alur yang digunakan dalam novel Rindu karya Tere Liye adalah alur maju campuran karena susunan peristiwa yang diceritakan dalam novel Rindu ada yang maju dan ada yang mundur. a.
Alur maju Berikut ini adalah kutipan dalam novel Rindu yang menunjukkan alur maju:
57
Kapal Blitar Holland terus melaju menuju Lampung. Sebentar lagi tiba di Selat Sunda. Kapal itu bagai titik bercahaya di tengah hamparan laut gelap (hlm: 231). Anna dan Elsa baru bangun satu jam kemudian. Dengan mata terpicing separuh juga, mereka ikut Daeng Andipati dan rombongan shalat shubuh di Masjid. Anna terkantuk-kantuk saat shalat, juga menguap berkali-kali saat Gurutta menggelar majelis ilmu, membahas tentang fikih haji (hlm: 188). Makan malam berakhir pukul setengah sembilan. Pasangan sepuh Mbah Kakung dan Mbah Putri kembali ke kabin mereka. Penumpang yang makan di kantin juga berangsur kembali ke kabin masing-masing. Memenuhi lorong kapal. Satu-dua mencoba menatap dermaga yang masih dibungkus hujan. Sempat mengobrol tentang Kota Bengkulu, tempat kapal berlabuh sekarang. Tidak lama, segera melanjutkan langkah kaki (hlm: 296). b.
Alur mundur Berikut ini adalah kutipan dalam novel Rindu yang menunjukkan alur mundur: “Aku bertemu dengannya dalam acara pernikahan saudaraku, tanggal 12 April 1878. Malam itu, ia menjadi pendamping mempelai perempuan. Dan sungguh, menurutku ia jauh lebih cantik dibanding pengantinnya. Pun dibanding nona-nona Belanda di kota Semarang. Itu tidak ada apa-apanya. Wajah gadis mbah putri merona merah, tersenyum manis sekali. Jantungku langsung terpanah cinta. Terus terang aku hampir terkencing-kencing saat memberanikan diri menyapanya.” Mbah Kakung Slamet mulai bercerita dipaksa penumpang lain. Ia memejamkan mata sejenak. Meresapi setiap kalimat yang ia sampaikan (hlm: 205). Dua bulan kemudian, 12 Agustus 1878 kami menikah. Seluruh kampung diundang, buruh perkebunan tebu, juga Tuan Tanah Belanda. Pernikahannya ramai. Aku masih ingat janur kuning dimana-mana. Kursi pelaminan yang kami duduki. Pakaian yang kukenakan. Mbah Putri memakai kebaya berwarna emas, tusuk konde, untaian bunga melati. Hari itu, akulah orang paling bahagia sedunia. Mendapatkan cinta sejatiku” (hlm:208). Dua hari lalu, petang saat kapal berlabuh di Batavia, ketika hujan kembali turun, Ambo Uleng yang sepanjang hari hanya duduk di atap kapal (bukan dek penumpang) menghabiskan waktu menatap lautan, segera berlari-lari kecil mencari tempat berteduh. Itu hamparan atap. Nyaris semuanya area terbuka. Tidak banyak 58
pilihan, kecuali sebuah ruangan kecil di dekat cerobong asap, tempat kelasi meletakkan peralatan. Ambo Uleng masuk ke ruangan itu. Berharap hujan reda segera (hlm: 245). “Ling Ling itulah nama yang diberikan saat Upe dilahirkan. Dalam bahasa China,Ling berarti „jiwa‟, „roh‟, atau juga „lonceng‟. Artinya indah sekali. Lonceng jiwa orang-orang yang baik. Orang tuanya adalah pedagang kelontong, punya toko kecil di daerah Pecinan Manado. Keluarga mereka kecil, Ling Ling adalah anak semata wayang. Aku mengenalnya sejak usia kami lima-enam tahun, sepantaran. Karena ayahku juga pemilik salah satu toko beras di tempat yang sama. Kami tidak kenal dekat satu sama lain, hany saling tahu” (hlm: 300). 4.
Sudut Pandang Novel Rindu karya Tere Liye menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu. Penulis menempatkan dirinya sebagai narator yang berada di luar cerita, atau tidak terlibat dalam cerita dan menjadi pengamat yang tahu segalanya. Dalam sudut pandang ini, narator menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut namanya. Berikut adalah kutipan dalam novel Rindu yang menunjukkan sudut pandang orang ketiga serba tahu: Lepas shalat Shubuh, seperti yang dibicarakan sebelumnya, Gurutta mendirikan majelis ilmu. Hampir semua jamaah tetap di Masjid, termasuk Anna dan Elsa, duduk di samping Ibu mereka, memerhatikan serius. Gurutta tersenyum menatap wajah-wajah jamaah shalat, mulai membahas tentang tauhid. Salah satu pokok paling mendasar dalam agama. Kalimat-kalimatnya sederhana, perumpamaan yang digunakan dekat dan bisa dipahami, dengan mudah. Tidak lama, hanya lima belas menit, tapi kajian Gurutta adalah kristal dari pengetahuan yang luas. Jadi, meski singkat itu tetap tidak ternilai. Gurutta memberikan kesempatan bertanya dua kali, kemudian menutup majelis tersebut (hlm: 71). Gurutta melangkah menuju kantin. Ia belum sempat sarapan. Ruben si Boatswain dan dua serdadu menjemputnya dari kabin saat asyik menulis (hlm: 83). Gurutta mencengkeram pegangan tangga lebih kokoh. Beberapa lorong lengang dan juda gelap. Napasnya tercekat, terpeleset, hampir 59
terjerembap. Meski semangatnya masih membara laiknya masa muda dulu saat ia masih melanglang buana hingga ke Yaman untuk menuntut ilmu, namun fisiknya sekarang sudah tidak bersahabat lagi (hlm: 96). Pelayan itu menunggu sambil memegang kertas kecil dan pena, ia bersiap mencatat pesanan. Daeng Andipati sempat bertanya ke Gurutta apa yang lezat di sini. Bapak Soerjaningrat ternyata juga pernah makan di sini. Ia lebih dulu mengusulkan beberapa menu. Daeng Andipati memesankan itu untuk Anna, Elsa, dan istrinya. Gurutta juga memesan menu yang sama (hlm: 217). 5.
Latar atau Setting Latar tempat pada novel Rindu karya Tere Liye adalah di dalam kapal Blitar Holland. Kapal terus bergerak meninggalkan pelabuhan menuju perairan lepas. Sukacita melepas kepergian kapal besar itu seolah membuat hangat langit-langit Kota Makassar. Penumpang kapal itu adalah sedikit dari orang-orang yang berkesempatan menunaikan ibadah haji. Di zaman itu, perjalanan haji tidak hanya membutuhkan uang, tapi juga waktu yang sangat lama. Hampir semua penumpang berada di dek kapal menatap untuk terakhir kali Kota Makassar, yang baru akan mereka temui kembali sembilan bulan lagi (hlm: 44). Pagi itu cerah. Langit biru sejauh mata memandang. Cerobong tinggi kapal mengepul. Bendera di tiang-tiang layar berkelepakan. Satu-dua burung camar terbang rendah. Suara mereka melengking nyaring. Elsa bergumam, mereka sepertinya tidak jauh dari sebuah pulau. Dugaan Elsa benar. Meski ia tidak tahu detailnya, kapal sudah dekat sekali dengan Pulau Madura (hlm: 104). Hari kelima perjalanan, Kapal Blitar Holland masih tertambat di Pelabuhan Surabaya. Pagi-pagi, Anna an Elsa semangat mendorong pintu ruang perawatan kapal, hendak membesuk Om Kelasi (hlm: 140). Ruben tertawa, “Tentu saja hanya di kapal. Kita di tengah laut kawan. Kota terdekat, Semarang, masih dua jam lagi. Mana mungkin kau kelayapan ke tempat minum atau jalan-jalan berwisata” (hlm: 165). Latar waktu pada novel Rindu karya Tere Liye adalah sebelum Indonesia merdeka pada masa penjajahan Belanda dimulai tanggal 1 Desember 1938.
60
Cerita ini bermula di suatu pagi di penghujung tahun 1938, bertepatan dengan 9 Syawal 1357 H. Matahari baru sepenggalah naik ketika pagi itu, sebuah kapal besar merapat di Pelabuhan Makassar (hlm: 1). 6.
Gaya Bahasa Gaya bahasa dalam novel rindu ada 2 macam yaitu personifikasi dan enumerasio. a.
Personifikasi Kutipan novel: Matahari semakin tinggi. Cahaya teriknya menyapu lautan. Kesibukan semakin pekat di dermaga .... (hlm: 5). Mungkin ia tidak akan pernah kembali lagi. Sekeras apa pun hidup di lautan, ia tidak pernah disakiti. Mungkin laut adalah sahabat sekaligus tempat tinggal terbaiknya, hingga maut berbaik hati menjemput, untuk kemudian menghapus seluruh perasaan yang terlanjur tumbuh itu (hlm: 46). Di luar hujan terus menyelimuti kapal. Petir dan geledek susulmenyusul (hlm: 365). Cahaya matahari menyiram lembut dua layar besar (hlm:445).
b.
Enumerasio Kutipan Novel: Peluit anginnya melengking panjang tanda kapal siap berangkat. Kapten Phillips sendiri yang memimpin keberangkatan, berdiri gagah di ruang kemudi. Puluhan kelasi segera sibuk. Tali-temali dilepas. Anak tangga dinaikkan. Asap dari cerobong kapal semakin tebal, mesin uap mulai bekerja. Duara mesin terdengar menderu, memutar baling-baling. Membuat riak gelembung air di buritan (hlm: 43). Bulan separuh di angkasa beranjak naik. Bintang gemintang semakin banyak. Kapal Blitar Holland terus melaju dengan kecepatan penuh di hamparan luas lautan. Masih malam pertama di perjalanan (hlm: 65).
61
C. Pesan Gurutta dalam Novel Rindu Pesan Gurutta dalam novel Rindu adalah sebagai berikut: 1.
Akhlak Terhadap Allah Swt a.
Menerima Takdir Gurutta berpesan kepada Bonda Upe yang mempunyai masa lalu yang kelam yakni menjadi seorang cabo (pelacur) agar tidak lari dari kenyataan, menerima takdir masa lalunya dengan ikhlas karena masa lalu tidak akan bisa berubah. Dengan menerima masa lalu, maka kehidupan yang baru akan lebih bahagia. “Bagian yang pertama, kita keliru sekali jika lari dari kenyataan hidup, Nak. Aku tahu, lima belas tahun menjadi pelacur adalah nista yang tak terbayangkan. Tapi sungguh, kalau kau berusaha lari dari kenyataan itu, kau hanya menyulitkan diri sendiri. Ketahuilah, semakin keras kau berusaha lari, maka semakin kuat cengkeramannya. Semakin kencang kau berteriak melawan, maka semakin kencang pula gemanya memantul, memantul, dan memantul lagi memenuhi kepala (hlm: 312). “Kita tidak bisa melakukan itu, Upe. Tidak bisa. Cara terbaik menghadapi masa lalu adalah dengan dihadapi. Berdiri gagah. Mulailah dengan damai menerima masa lalumu. Buat apa dilawan? Dilupakan? Itu sudah menjadi bagian hidup kita. Peluk semua kisah itu. Berikan dia tempat terbaik dalam hidupmu. Itulah cara terbaik mengatasinya. Dengan kau menerimanya, perlahan-lahan, dia akan memudar sendiri. Disiram oleh waktu, dipoles oleh kenangan baru yang lebih bahagia” (hlm: 312). “Pahami tiga hal itu, Nak, semoga hati kau menjadi lebih tenang. Berhenti lari dari kenyataan hidupmu. Berhenti cemas atas penilaian orang lain, dan mulailah berbuat baik sebanyak mungkin” (hlm: 315). Pesan Gurutta untuk menerima takdir masa lalu juga diberikan kepada Daeng Andipati yang sangat membenci ayahnya yang sudah meninggal karena perilaku buruk ayahnya kepada ibu dan keluarga Daeng Andipati. Menerima takdir sebagaimana ibu Daeng Andipati yang 62
menerima takdir dengan tidak menyesali menikah dengan ayah Daeng Andipati. “Kau benci ayahmu, Nak, karena kau membenci dirimu sendiri yang tidak kuasa mencegahnya berbuat kasar pada ibumu. Kau membenci ayahmu karena kau membenci diri sendiri yang tidak mampu menghentikan, bahkan mengubah perilaku jahat ayahmu. Mau bagaimana pun, dia tetap ayahmu. Dan yang menariknya apakah ibumu membenci ayahmu? Dia ternyata memilih tidak. Dia memilih tetap setia berada di sisi suaminya. Meski dipukul, ditendang, dijambak, ibumu memilih tetap menyayanginya. Kau tidak bisa memahami jalan pikiran ibumu karena bertolak belakang sekali. Tapi bagi ibumu, dia mudah sekali memahami keputusannya. Dia tidak membenci dirinya yang telah keliru menikah. Tidak membenci dirinya yang tetap bertahan, kenapa tidak sejak dulu pergi. Dia tidak benci itu semua. Dia terima sepenuh hati, maka dia bisa bahagia atas pilihannya. Boleh jadi, tidak sedetik pun dia benci dengan suaminya. Kenapa kau memilih benci? Sedangkan Ibumu tidak? Kenapa kau memilih benci, sedangkan orang lain memilih berdamai dengan situasi di sekitarnya? Pikirkanlah!” (hlm: 374). Gurutta juga berpesan kepada Mbah Kakung Slamet untuk menerima takdir atas kematian istrinya (Mbah Putri Slamet). “Tapi, kembali lagi ke soal takdir tadi, mulailah menerimanya dengan lapang hati, Kang Mas. Karena kita mau menerima atau menolaknya, dia tetap terjadi. Takdir tidak pernah bertanya apa perasaan kita, apakah kita bahagia, apakah kita tidak suka. Takdir bahkan basa-basi menyapa pun tidak. Tidak peduli. Nah, kabar baiknya, karena kita tidak bisa mengendalikannya, bukan berarti kita jadi makhluk tidak berdaya. Kita tetap bisa mengendalikan diri sendiri bagaimana menyikapinya. Apakah bersedia menerimanya, atau mendustakannya” (hlm: 471). “Lihatlah dari kacamata itu, Kang Mas. Dari genapnya amal Mbah Putri. Jangan memaksakan melihatnya dari kacamata kita. Terus bersikeras, bertanya, tidak terima. Jika itu yang kita lakukan, maka kita akan terus kembali, kembali, dan kembali lagi ke posisi awal. Tidak pernah beranjak jauh. Lihatlah dari kacamata Mbah Putri yang genap menemani Kang Mas hingga Samudera Hindia. Dia telah menunaikan kewajibannya sebagai istri tercinta. Mbah Putri memang tidak menemani Kang Mas bergandengan tangan di depan Masjidil Haram, tapi amal perbuatan kita sudah dihitung sejak dari niat” (hlm: 473). 63
b.
Bersyukur Dialog Gurutta dengan Ambo Uleng berisi tentang bersyukur kepada Allah Swt sekecil apapun nikmat yang dirasakan. Gurutta tersenyum demi mendengar pertanyaan itu, “Tentu saja, Ambo. Setiap hari aku jatuh cinta. Setidaknya setiap melihat matahari terbit, aku jatuh cinta, mensyukuri hidupku. Setiap menatap matahari tenggelam, aku jatuh cinta, berterima kasih atas sepanjang hari, baik itu menyebalkan ataupun menyenangkan. Bahkan melihat makanan dingin ini pun aku jatuh cinta” (hlm: 401). Gurutta memberikan pesan kepada Ruben agar bersyukur atas nikmat yang dirasakan sekarang dan tidak membayangkan sesuatu yang tidak terjadi. Gurutta menatap kelasi dihadapannya, “Kau tidak perlu membayangkan sesuatu yang tidak terjadi, Ruben. Buat apa? Bahkan Ambo uleng baik-baik saja sekarang. Hidup ini akan rumit sekali jika kita sibuk membahas hal yang seandainya begini, seandainya begitu” (hlm: 331).
c.
Menaati Perintah Allah Swt Gurutta berpesan kepada Mbah Kakung Slamet untuk menaati perintah Allah Swt seperti shalat. Karena shalat merupakan penolong terbaik ketika membutuhkan pertolongan. Dialog yang dilakukan Gurutta kepada Mbah Kakung Slamet tentang kematian Mbah Putri ketika sedang Shalat menunujukkan perilaku menaati perintah Allah Swt. “Dalam Alquran, ditulis dengan indah, minta tolonglah kepada sabar dan shalat. Kita disuruh melakukan itu, Kang Mas. Bagaimana mungkin sabar bisa menolong kita? Tentu saja bisa. Dalam situasi tertentu, sabar bahkan adalah penolong paling dahsyat. Tiada terkira. Dan shalat, itu juga penolong terbaik tiada tara. Aku senang mendengar kabar, meski Kang Mas menolak makan, tapi masih mau shalat tepat waktu. Itu berarti Kang Mas 64
masih memiliki harapan, doa-doa. Sungguh beruntung orang-orang yang sabar dan senantiasa menegakkan shalat.” (hlm: 472). “Yang ketiga, terakhir, mulailah memahami kejadian ini dari kacamata yang berbeda, agar lengkap. Apa itu? Sederhana penjelasannya. Mbah Putri meninggal di atas kapal. Mungkin kita melihatnya buruk. Tapi tidakkah kita mau melihat dari kacamata yang berbeda, Kang Mas, bahwa Mbah Putri meninggal di atas kapal yang menuju Tanah Suci, dan dia menghembuskan napas terakhirnya saat sedang shalat shubuh” (hlm: 472). Dialog yang dilakukan Gurutta dengan ambo Uleng memberikan pesan untuk menaati perintah Allah Swt yakni tidak melakukan maksiat dan tidak melakukan hal-hal yang melanggar peraturan agama. “Dengan meyakini itu, maka tidak mengapa kalau kau patah hati, tidak mengapa kalau kau kecewa, atau menangis tergugu karena harapan, keinginan memiliki tapi jangan berlebihan. Jangan merusak diri sendiri. Selalu pahami, cinta yang baik selalu mengajari kau agar menjaga diri. Tidak melanggar batas, tidak melewati kaidah agama. Karena esok lusa, ada orang yang mengaku cinta, tapi dia melakukan begitu banyak maksiat, menginjak-injak semua peraturan dalam agama, menodai cinta itu sendiri .... (hlm: 493). d.
Tobat Dialog Gurutta kepada Ambo Uleng adalah mengenai tobatnya Ambo Uleng yang mulai belajar agama. “Jika harapan dan keinginan memiliki itu belum tergapai, belum terwujud, maka teruslah memperbaiki diri sendiri, sibukkan dengan belajar. Kau sudah melakukannya sejak terjebak di ruangan kecil antara hidup dan mati. Kau mulai belajar ilmu agama. Kau juga belajar tentang kapal uap ini. Dan kelebihan kau yang paling utama adalah kau senantiasa berbuat baik kepada siapa pun. Maka teruslah menjadi orang baik seperti itu. Insya Allah, besok lusa, Allah sendiri yang akan menyingkapkan misteri takdirnya” (hlm: 493).
65
e.
Khauf dan Raja‟ Pesan Gurutta mengenai khauf dan Raja‟ disampaikan kepada Bonda Upe yang sekarang menjadi guru ngaji bagi anak-anak di kapal dengan masa lalunya menjadi seorang cabo (pelacur). “Apakah Allah Swt akan menerima haji seorang pelacur? Hanya Allah Swt yang tau. Kita hanya bisa berharap dan takut. Senantiasa berharap atas ampunannya. Selalu takut atas azabnya. Belajarlah dari riwayat itu. Selalulah berbuat baik, Upe. Selalu. Maka, semoga besok lusa, ada satu perbuatan baikmu yang menjadi sebab kau diampuni. Mengajar anak-anak mengaji misalnya, boleh jadi itu adalah sebabnya” (hlm: 315). Khauf yang berarti takut kepada Allah Swt juga disampaikan oleh Gurutta kepada Daeng Andipati. Tidak ada yang membuat gentar apabila hanya kepada Allah Swt. “Kalau kau hanya takut pada Allah, maka tidak ada yang membuat kau gentar, Andi. Tapi kalau kau takut dengan urusan dunia, takut dengan manusia misalnya, maka kau benar, lorong-lorong ini memang menakutkan (hlm: 269).
f.
Tawakal Gurutta memberikan pesan kepada Mbah Kakung Slamet agar menyerahkan segala urusan kepada Allah Swt. “Yang kedua, biarkan waktu mengobati seluruh kesedihan, Kang Mas. Ketika kita tidak tahu mau melakukan apalagi, ketika kita merasa semua sudah hilang, musnah, habis sudah, maka itulah saatnya untuk membiarkan waktu menjadi obat terbaik. Hari demi hari akan menghapus selembar demi lembar kesedihan. Minggu demi minggu akan melepas sepapan demi sepapan kegelisahan. Bulan, tahun, maka rontok sudahlah bangunan kesedihan di dalam hati. Biarkan waktu mengobatinya, maka semoga kita lapang hati menerimanya. Sambil terus mengisi hari-hari dengan baik dan positif” (hlm: 472).
66
2.
Akhlak terhadap Diri Sendiri a.
Adil terhadap Diri Sendiri Pesan Gurutta kepada Ambo Uleng untuk menjaga dan merawat dirinya agar menjauhi hal-hal yang dilarang agama yang dapat merusak diri sendiri. “Maka jangan pernah merusak diri sendiri. Kita boleh jadi benci atas kehidupan ini. Boleh kecewa. Boleh marah. Tapi ingatlah nasihat lama, tidak pernah ada pelaut yang merusak kapalnya sendiri. Akan dia rawat kapalnya, hingga dia bisa tiba di pelabuhan terakhir. Maka, jangan rusak kapal kehidupan milik kau, Ambo, hingga dia tiba di dermaga terakhirnya” (hlm: 284). “Dengan meyakini itu, maka tidak mengapa kalau kau patah hati, tidak mengapa kalau kau kecewa, atau menangis tergugu karena harapan, keinginan memiliki tapi jangan berlebihan. Jangan merusak diri sendiri. Selalu pahami, cinta yang baik selalu mengajari kau agar menjaga diri. Tidak melanggar batas, tidak melewati kaidah agama. Karena esok lusa, ada orang yang mengaku cinta, tapi dia melakukan begitu banyak maksiat, menginjak-injak semua peraturan dalam agama, menodai cinta itu sendiri .... (hlm: 493).
b.
Gigih Gigih ditunjukkan dalam dialog Gurutta kepada Bonda Upe dimana suami Bonda Upe pantang menyerah menghadapi kenyataan masa lalu istrinya yang pahit dan selalu menyemangati istrinya. “Apakah mudah melakukannya? Itu sulit. Tapi bukan berarti mustahil. Di sebelahmu saat ini, ada seseorang yang dengan brilian berhasil melakukannya. Enlai. dia berhasil menerimamu apa adanya, Nak. Dia tulus menyemangatimu, tulus mencintaimu. Padahal, dia tahu persis kau seorang cabo. Sedikit sekali laki-laki yang bisa menyayangi bekas seorang cabo. Tapi Enlai bisa, karena dia menerima kenyataan itu. Dia peluk erat sekali. Dia bahkan tidak menyerah meski kau telah menyerah. Dia bahkan tidak berhenti meski kau telah berhenti” (hlm: 313).
67
c.
Tidak Mementingkan Diri Sendiri Gurutta memberikan pesan kepada Daeng Andipati agar tidak memaksakan kehendaknya kepada Ambo Uleng. Gurutta menatap Daeng Andipati, “Kau bilang iya, mengaku „aku keliru‟ hanya untuk kemudian dalam satu tarikan napas tetap mengotot lagi? Itu tidak baik, Nak” (hlm: 341).
d.
Sabar Gurutta memberikan pesan kepada jama‟ah majelis ilmu agar senantiasa bersabar dalam segala urusan. Gurutta menjadi imam shalat shubuh, kemudian mendirikan majelis ilmu selama lima belas menit. Membahas soal pentingnya bersabar dalam setiap urusan. Jamaah shalat mendengarkan dengan seksama. Termasuk Anna, karena Gurutta menyampaikan persoalan itu lewat kisah-kisah yang ada di dalam Alquran. Kalau sudah cerita, Anna pasti suka (hlm: 456). Pesan agar bersabar juga disampaikan Gurutta kepada Mbah Kakung Slamet. Sabar dalam menghadapi cobaan yang diberikan Allah Swt atas kematian Mbah Putri Slamet. “Dalam Alquran, ditulis dengan indah, minta tolonglah kepada sabar dan shalat. Kita disuruh melakukan itu, Kang Mas. Bagaimana mungkin sabar bisa menolong kita? Tentu saja bisa. Dalam situasi tertentu, sabar bahkan adalah penolong paling dahsyat. Tiada terkira. Dan shalat, itu juga penolong terbaik tiada tara. Aku senang mendengar kabar, meski Kang Mas menolak makan, tapi masih mau shalat tepat waktu. Itu berarti Kang Mas masih memiliki harapan, doa-doa. Sungguh beruntung orang-orang yang sabar dan senantiasa menegakkan shalat” (hlm: 472).
e.
Ikhlas Ikhlas merupakan salah satu pesan yang diberikan Gurutta kepada Mbah Kakung Slamet. Ikhlas menerima takdir bahwa kematian Mbah Putri Slamet di dalam kapal dan cara pemakamannya dengan ditenggelamkan ke dasar laut. 68
“Kang Mas,” Gurutta memegang lembut lengan Mbah Kakung, orang yang lebih tua lima tahun darinya, “Seandainya aku bisa membuat kapal ini membawa jasad istrimu ke Semarang, aku sendiri yang akan melakukannya. Aku sendiri yang akan membawanya. Tapi kita tidak bisa melakukannya, Kang Mas. Kapten telah mengambil keputusan. Ikhlaskanlah” (hlm: 430). “Tapi, kembali lagi ke soal takdir tadi, mulailah menerimanya dengan lapang hati, Kang Mas. Karena kita mau menerima atau menolaknya, dia tetap terjadi. Takdir tidak pernah bertanya apa perasaan kita, apakah kita bahagia, apakah kita tidak suka. Takdir bahkan basa-basi menyapa pun tidak. Tidak peduli. Nah, kabar baiknya, karena kita tidak bisa mengendalikannya, bukan berarti kita jadi makhluk tidak berdaya. Kita tetap bisa mengendalikan diri sendiri bagaimana menyikapinya. Apakah bersedia menerimanya, atau mendustakannya” (hlm: 471). “Lihatlah dari kacamata itu, Kang Mas. Dari genapnya amal Mbah Putri. Jangan memaksakan melihatnya dari kacamata kita. Terus bersikeras, bertanya, tidak terima. Jika itu yang kita lakukan, maka kita akan terus kembali, kembali, dan kembali lagi ke posisi awal. Tidak pernah beranjak jauh. Lihatlah dari kacamata Mbah Putri yang genap menemani Kang Mas hingga Samudera Hindia. Dia telah menunaikan kewajibannya sebagai istri tercinta. Mbah Putri memang tidak menemani Kang Mas bergandengan tangan di depan Masjidil Haram, tapi amal perbuatan kita sudah dihitung sejak dari niat” (hlm: 473). f.
Tegar Gurutta memberikan pesan kepada Bonda Upe agar tegar menghadapi masalah, tidak menanggapi penilaian orang lain yang akan menjatuhkan diri sendiri tentang siapa sebenarnya diri kita apakah baik atau buruk. “Kita tidak perlu membuktikan apapun kepada siapa pun bahwa kita itu baik. Buat apa? Sama sekali tidak perlu. Jangan merepotkan diri sendiri dengan penilaian orang lain. Karena toh, kalaupun orang lain menganggap kita demikian, pada akhirnya tetap kita sendiri yang tahu persis apakah kita memang sebaik itu” (hlm: 314). “Bagian yang kedua, tentang penilaian orang lain, tentang cemas diketahui orang lain siapa kau sebenarnya. Maka ketahuilah, Nak, saat kita tertawa, hanya kitalah yang tahu persis apakah tawa itu 69
bahagia atau tidak. Boleh jadi, kita sedang tertawa dalam seluruh kesedihan. Orang lain hanya melihat wajah. Saat kita menangis pun sama, hanya kita yang tahu persis apakah tangisan itu sedih atau tidak. Boleh jadi kita sedang menangis dalam seluruh kebahagiaan. Orang lain hanya melihat luar. Maka, tidak relevan penilaian orang lain (hlm: 313). “Kita tidak perlu menjelaskan panjang lebar. Itu kehidupan kita. Tidak perlu siapa pun mengakuinya untuk dibilang hebat. Kitalah yang tahu persis setiap perjalanan hidup yang kita lakukan. Karena sebenarnya yang tahu persis apakah kita bahagia atau tidak, tulus atau tidak, hanya diri kita sendiri. Kita tidak perlu menggapai seluruh catatan hebat menurut versi manusia sedunia. Kita hanya perlu merengkuh rasa damai dalam hati kita sendiri” (hlm: 313). g.
Optimis Optimis adalah salah satu pesan Gurutta kepada Ambo Uleng yang berputus asa menjalani hidupnya. Ambo Uleng tidak mempunyai semangat untuk hidup. “Tentu saja bukan perjalanan kapal ini yang kumaksud. Meski memang jarak Pelabuhan Jeddah masih berminggu-minggu. Melainkan perjalanan hidup kita. Kau masih muda. Perjalanan hidupmu boleh jadi jauh sekali, Nak. Hari demi hari, hanyalah pemberhentian kecil. Bulan demi bulan, itupun sekadar pelabuhan sedang. Pun tahun demi tahun, mungkin itu bisa kita sebut dermaga transit besar. Tapi itu semua sifatnya adalah pemberhentian. Dengan segera, kapal kita berangkat kembali, menuju tujuan yang paling hakiki.” Gurutta tersenyum (hlm: 284).
h.
Lapang Dada Gurutta berpesan kepada Daeng Andipati untuk berlapang dada dalam memaafkan kesalahan ayahnya yang sudah meninggal di masa lampau. “Bagian yang ketiga, terakhir, bagian yang sangat penting karena kau punya perangai keras kepala, tidak mudah menyerah, dan selalu menyimpan sendirian semuanya. Maka ketahuilah, Andi, kesalahan itu ibarat halaman kosong. Tiba-tiba ada yang mencoretnya dengan keliru. Kita bisa memaafkannya dengan menghapus tulisan tersebut, baik dengan penghapus biasa, penghapus canggih, dengan apa pun. Tapi tetap tersisa bekasnya. 70
Tidak akan hilang. Agar semuanya benar-benar bersih, hanya satu jalan keluarnya, bukalah lembaran baru yang benar-benar kosong” (hlm: 376). “Buka lembaran baru, tutup lembaran yang pernah tercoret. Jangan diungkit-ungkit lagi. Jangan ada tapi, tapi, dan tapi. Tutup lembaran tidak menyenangkan itu. Apakah mudah melakukannya? Tidak mudah. Tapi jika kau bersungguh-sungguh, jika kau berniat teguh, kau pasti bisa melakukannya. Mulailah hari ini. Mulailah detik ini, berpuluh tahun kau terlambat melakukannya, Andi. Berpuluh tahun kau justru berkutat membolak-balik halaman itu, tidak pernah maju. Maka di atas kapal ini, berjanjilah kau akan menutup lembaran lama itu. Mulai membuka lembaran baru yang benar-benar kosong. Butuh waktu melakukannya. Tapi aku percaya, saat kapal ini tiba di Jeddah, saat akhirnya kau menatap Masjidil Haram, hati kau sudah lapang seperti halaman baru. Kau tidak lagi membawa kebencian itu di Tanah Suci. Karena tidak pantas, seorang anak membawa kebencian pada ayahnya di Tanah Suci” (hlm: 376). “Pikirkanlah tiga hal tadi, Nak. Berhenti membenci ayahmu, karena kau sedang membenci diri sendiri. Berikanlah maaf karena kau berhak atas kedamaian dalam hati. Tutup lembaran lama yang penuh coretan keliru, bukalah lembaran baru. Semoga kau memiliki lampu kecil di hatimu” (hlm: 376). 3.
Akhlak terhadap Sesama a.
Ta‟awun Pesan Gurutta kepada Ambo Uleng adalah untuk selalu menolong orang lain (ta‟awun) karena Allah Swt akan menolong seseorang yang mau menolong saudaranya. “Kau memang seorang pemuda yang bercahaya bagai rembulan, Ambo.” Gurutta menepuk lembut bahu kelasi itu sebelum beranjak pergi, “Kabar baik bagi kau, karena ketahuilah, barang siapa yang tulus menolong saudaranya, maka Allah Swt akan menolong dirinya. Itu janji Tuhan yang pasti. Semoga kau termasuk di dalam golongan itu” (hlm: 139).
71
b.
Berkumpul dengan Orang Baik Gurutta berpesan kepada Bonda Upe yang selalu menyendiri karena takut masa lalunya diketahui agar mau berkumpul dengan orang lain. Lebih tepatnya orang-orang yang baik untuk saling belajar dan berbagi ilmu. “Menurut hemat orang tua ini, sesekali kau perlu bergaul dengan jamaah lain, Nak. Mereka bisa jadi teman perjalanan yang menyenangkan. Kau bisa belajar dari mereka, dan sebaliknya, mereka bisa belajar dari kau, Upe” (hlm: 177). “Tidak masalah, Nak. Mata air yang dangkal, tetap saja bermanfaat jika jernih dan tulus. Tetap segar airnya.” Gurutta mengangguk, “Kita bisa saling belajar satu sama lain, saling memperbaiki bacaan. Mungkin saat kapal tiba di Surabaya, ada Qari atau Qariah dari Tanah Jawa yang ikut kapal ini. Pun saat tiba di Sumatera, Qari dari Palembang terkenal sekali baik bacaannya. Mereka Insya Allah Swt bersedia menjadi guru mengaji penumpang dewasa” (hlm: 57).
c.
Berbuat Baik Gurutta memberikan pesan kepada Bonda Upe untuk selalu berbuat baik kepada orang lain meskipun mempunyai masa lalu yang kelam. “Apakah Allah akan menerima haji seorang pelacur? Hanya Allah yang tau. Kita hanya bisa berharap dan takut. Senantiasa berharap atas ampunannya. Selalu takut atas azabnya. Belajarlah dari riwayat itu. Selalulah berbuat baik, Upe. Selalu. Maka, semoga besok lusa, ada satu perbuatan baikmu yang menjadi sebab kau diampuni. Mengajar anak-anak mengaji misalnya, boleh jadi itu adalah sebabnya” (hlm: 315). “Pahami tiga hal itu, Nak, semoga hati kau menjadi lebih tenang. Berhenti lari dari kenyataan hidupmu. Berhenti cemas atas penilaian orang lain, dan mulailah berbuat baik sebanyak mungkin” (hlm: 315). “Jika harapan dan keinginan memiliki itu belum tergapai, belum terwujud, maka teruslah memperbaiki diri sendiri, sibukkan dengan belajar. Kau sudah melakukannya sejak terjebak di ruangan kecil 72
antara hidup dan mati. Kau mulai belajar ilmu agama. Kau juga belajar tentang kapal uap ini. Dan kelebihan kau yang paling utama adalah kau senantiasa berbuat baik kepada siapa pun. Maka teruslah menjadi orang baik seperti itu. Insya Allah, besok lusa, Allah sendiri yang akan menyingkapkan misteri takdirnya” (hlm: 493). d.
Menutup Aib Dialog yang dilakukan Gurutta dan Bonda Upe berisi tentang akhlak menutupi aib saudaranya. Gurutta menasehati Bonda Upe agar tidak cemas masa lalunya yang pahit diketahui oleh orang lain karena muslim yang baik pasti akan menutupi aib saudaranya sesama muslim. “Besok lusa, mungkin ada saja penumpang kapal yang tahu kau bekas seorang cabo. Tapi buat apa dicemaskan? Saudaramu sesama muslim, jika dia tahu, maka dia akan menutup aibmu. Karena Allah manjanjikan barang siapa menutup aib saudaranya, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Itu janji yang hebat sekali. Kalaupun ada saudara kita yang tetap membahasnya, mengungkitnya, kita tidak perlu berkecil hati. Abaikan saja. Dia melakukan itu karena ilmunya dangkal. Doakan saja semoga besok lusa dia paham” (hlm: 314).
e.
Solidaritas Pesan Gurutta kepada jamaah haji di Kapal adalah menjunjung tinggi solidaritas atau persaudaraan sesama muslim. “Kita terhubungkan bukan saja karena satu perjalanan menuju Tanah Suci. Bukan juga karena kita semua berada senasib satu kapal di sini. Tapi yang paling penting, kita satu saudara, sesama muslim. Tidak peduli seberapa kaya kita, seberapa rupawan paras kita, seberapa tinggi kedudukan dan derajat kita. Tidak peduli di kabin kelas berapa kita sekarang tinggal di kapal ini dan seberapa banyak bekal yang dibawa. Kita semua satu, saudara muslim” (hlm: 55).
f.
Menghargai Orang Lain Gurutta mengingatkan Daeng Andipati agar tidak menghina Ambo Uleng yang meminta belajar shalat kepada Gurutta. Pesan yang 73
disampaikan Gurutta kepada Daeng Andipati adalah untuk menghargai orang lain. “Aku tahu kau kau tidak bermaksud jelek, tapi itu bukan respon yang baik, Nak. Anak muda ini minta diajarkan shalat, dan kau justru menatapnya seolah hendak bilang „Hei, bagaimana mungkin seusiamu tidak bisa shalat‟. Itu tidak baik dilakukan sesama saudara muslim..” Gurutta berkata datar ke arah Daeng Andipati (hlm: 419). g.
Pemaaf Dialog yang dilakukan Gurutta kepada Daeng Andipati adalah tentang menjadi orang yang pemaaf. Orang yang memaafkan adalah orang yang mempunyai jiwa yang besar. “Bagian yang kedua adalah terkait dengan berdamai tadi. Ketahuilah, Nak, saat kita memutuskan memaafkan seseorang, itu bukan persoalan apakah orang itu salah, dan kita benar. Apakah orang itu memang jahat atau aniaya. Bukan! Kita memutuskan memaafkan seseorang karena kita berhak atas kedamaian di dalam hati” (hlm: 374).
4.
Akhlak terhadap Orang Tua a.
Memaafkan Orang Tua Pesan yang disampaikan Gurutta kepada Daeng Andipati adalah agar berbuat baik kepada orang tua. Memaafkan kesalahan ayahnya yang sudah meninggal. Seberapapun buruknya perilaku ayah kepada anaknya, seorang ayah tetap wajib dihormati oleh anak. “Kau benci ayahmu, Nak, karena kau membenci dirimu sendiri yang tidak kuasa mencegahnya berbuat kasar pada ibumu. Kau membenci ayahmu karena kau membenci diri sendiri yang tidak mampu menghentikan, bahkan mengubah perilaku jahat ayahmu. Mau bagaimana pun, dia tetap ayahmu. Dan yang menariknya apakah ibumu membenci ayahmu? Dia ternyata memilih tidak. Dia memilih tetap setia berada di sisi suaminya. Meski dipukul, ditendang, dijambak, ibumu memilih tetap menyayanginya. Kau tidak bisa memahami jalan pikiran ibumu karena bertolak belakang sekali. Tapi bagi ibumu, dia mudah sekali memahami 74
keputusannya. Dia tidak membenci dirinya yang telah keliru menikah. Tidak membenci dirinya yang tetap bertahan, kenapa tidak sejak dulu pergi. Dia tidak benci itu semua. Dia terima sepenuh hati, maka dia bisa bahagia atas pilihannya. Boleh jadi, tidak sedetik pun dia benci dengan suaminya. Kenapa kau memilih benci? Sedangkan Ibumu tidak? Kenapa kau memilih benci, sedangkan orang lain memilih berdamai dengan situasi di sekitarnya? Pikirkanlah!” (hlm: 374). “Bagian yang kedua adalah terkait dengan berdamai tadi. Ketahuilah, Nak, saat kita memutuskan memaafkan seseorang, itu bukan persoalan apakah orang itu salah, dan kita benar. Apakah orang itu memang jahat atau aniaya. Bukan! Kita memutuskan memaafkan seseorang karena kita berhak atas kedamaian di dalam hati” (hlm: 374). “Maafkanlah ayahmu, Nak. Hanya dengan itu kita bisa merengkuh kedamaian. Dalam agama kita banyak sekali perintah agar kita senantiasa memaafkan. Ditulis indah dalam kitab suci, diwasiatkan langsung oleh Nabi. Keburukan bisa dibalas dengan keburukan, tapi sungguh besar balasan Allah Swt, jika kita memilih memaafkan. Lihatlah, bahkan Allah Swt tidak mengirim petir bagi Daeng Patoto, karena boleh jadi, Allah Swt masih memberikan maaf di dunia ini, menangguhkan hukuman. Kau berhak atas kedamaian dihatimu. Maafkanlah seperti ibumu yang memilih memaafkan suaminya. Maafkanlah seperti ibumu yang hingga akhir hayatnya tetap berdiri di samping suaminya. Tidak pergi walau selangkah. Tidak mundur walau sejengkal” (hlm: 375). “Buka lembaran baru, tutup lembaran yang pernah tercoret. Jangan diungkit-ungkit lagi. Jangan ada tapi, tapi, dan tapi. Tutup lembaran tidak menyenangkan itu. Apakah mudah melakukannya? Tidak mudah. Tapi jika kau bersungguh-sungguh, jika kau berniat teguh, kau pasti bisa melakukannya. Mulailah hari ini. Mulailah detik ini, berpuluh tahun kau terlambat melakukannya, Andi. Berpuluh tahun kau justru berkutat membolak-balik halaman itu, tidak pernah maju. Maka di atas kapal ini, berjanjilah kau akan menutup lembaran lama itu. Mulai membuka lembaran baru yang benar-benar kosong. Butuh waktu melakukannya. Tapi aku percaya, saat kapal ini tiba di Jeddah, saat akhirnya kau menatap Masjidil Haram, hati kau sudah lapang seperti halaman baru. Kau tidak lagi membawa kebencian itu di Tanah Suci. Karena tidak pantas, seorang anak membawa kebencian pada ayahnya di Tanah Suci” (hlm: 376). “Pikirkanlah tiga hal tadi, Nak. Berhenti membenci ayahmu, karena kau sedang membenci diri sendiri. Berikanlah maaf karena kau berhak atas kedamaian dalam hati. Tutup lembaran lama yang 75
penuh coretan keliru, bukalah lembaran baru. Semoga kau memiliki lampu kecil di hatimu” (hlm: 376). “Bagian yang ketiga, terakhir, bagian yang sangat penting karena kau punya perangai keras kepala, tidak mudah menyerah, dan selalu menyimpan sendirian semuanya. Maka ketahuilah, Andi, kesalahan itu ibarat halaman kosong. Tiba-tiba ada yang mencoretnya dengan keliru. Kita bisa memaafkannya dengan menghapus tulisan tersebut, baik dengan penghapus biasa, penghapus canggih, dengan apa pun. Tapi tetap tersisa bekasnya. Tidak akan hilang. Agar semuanya benar-benar bersih, hanya satu jalan keluarnya, bukalah lembaran baru yang benar-benar kosong” (hlm: 376). b.
Kasih Sayang Pesan lain yang disampaikan Gurutta tentang birrul walidain adalah berkasih sayang terhadap orang tua karena orang tua mempunyai jasa yang sangat besar dalam kehidupan anak. Pesan untuk berkasih sayang kepada kedua orang tua disampaikan Gurutta kepada Daeng Andipati yang membenci ayahnya. “Selalu menyakitkan saat kita membenci sesuatu. Apalagi jika itu ternyata membenci orang yang seharusnya kita sayangi. Suami istri saling membenci. Anak membenci orang tuanya, atau sebaliknya, orang tua membenci anaknya. Kakak membenci adiknya, adik membenci kakaknya. Satu-dua itu hanya kebencian biasa. Tapi tidak sedikit yang seperti kau alami, kebencian luar biasa. Satu-dua hanya karena alasan sepele. Tapi tidak sedikit seperti keluarga kalian, karena rasa sakit yang terlalu lama, karena perbuatan yang memang tidak dibenarkan” (hlm: 372). “Kau benci ayahmu, Nak, karena kau membenci dirimu sendiri yang tidak kuasa mencegahnya berbuat kasar pada ibumu. Kau membenci ayahmu karena kau membenci diri sendiri yang tidak mampu menghentikan, bahkan mengubah perilaku jahat ayahmu. Mau bagaimana pun, dia tetap ayahmu. Dan yang menariknya apakah ibumu membenci ayahmu? Dia ternyata memilih tidak. Dia memilih tetap setia berada di sisi suaminya. Meski dipukul, ditendang, dijambak, ibumu memilih tetap menyayanginya. Kau tidak bisa memahami jalan pikiran ibumu karena bertolak belakang sekali. Tapi bagi ibumu, dia mudah sekali memahami keputusannya. Dia tidak membenci dirinya yang telah keliru menikah. Tidak membenci dirinya yang tetap bertahan, kenapa 76
tidak sejak dulu pergi. Dia tidak benci itu semua. Dia terima sepenuh hati, maka dia bisa bahagia atas pilihannya. Boleh jadi, tidak sedetik pun dia benci dengan suaminya. Kenapa kau memilih benci? Sedangkan Ibumu tidak? Kenapa kau memilih benci, sedangkan orang lain memilih berdamai dengan situasi di sekitarnya? Pikirkanlah!” (hlm: 374). “Ada orang-orang yang kita benci. Ada pula orang-orang yang kita sukai. Hilir-mudik datang dalam kehidupan kita. Tapi apakah kita berhak membenci orang lain? Sedangkan Allah sendiri tidak mengirimkan petir segera? Misalnya pada ayah kau, seolah tiada nampak hukuman di muka bumi baginya. Aku tidak tahu jawabanya. Tapi coba pikirkan hal ini. Pikirkan dalam-dalam, kenapa kita harus benci? Kenapa? Padahal kita bisa saja mengatur hati kita, bilang saya tidak akan membencinya. Toh itu hati kita sendiri. Kita berkuasa penuh mengatur-aturnya. Kenapa kita tetap memutuskan membenci? Karena boleh jadi, saat kita membenci orang lain, kita sebenarnya sedang membenci diri sendiri” (hlm: 373). “Pikirkanlah tiga hal tadi, Nak. Berhenti membenci ayahmu, karena kau sedang membenci diri sendiri. Berikanlah maaf karena kau berhak atas kedamaian dalam hati. Tutup lembaran lama yang penuh coretan keliru, bukalah lembaran baru. Semoga kau memiliki lampu kecil di hatimu” (hlm: 376).
77
BAB IV ANALISIS DATA
A. Pesan Guruttayang Berkaitan dengan Akhlak Terpuji 1.
Menerima Takdir Pesan Gurutta adalah sebagai berikut: “Bagian yang pertama, kita keliru sekali jika lari dari kenyataan hidup, Nak. Aku tahu, lima belas tahun menjadi pelacur adalah nista yang tak terbayangkan. Tapi sungguh, kalau kau berusaha lari dari kenyataan itu, kau hanya menyulitkan diri sendiri. Ketahuilah, semakin keras kau berusaha lari, maka semakin kuat cengkeramannya. Semakin kencang kau berteriak melawan, maka semakin kencang pula gemanya memantul, memantul, dan memantul lagi memenuhi kepala (hlm: 312). “Kita tidak bisa melakukan itu, Upe. Tidak bisa. Cara terbaik menghadapi masa lalu adalah dengan dihadapi. Berdiri gagah. Mulailah dengan damai menerima masa lalumu. Buat apa dilawan? Dilupakan? Itu sudah menjadi bagian hidup kita. Peluk semua kisah itu. Berikan dia tempat terbaik dalam hidupmu. Itulah cara terbaik mengatasinya. Dengan kau menerimanya, perlahan-lahan, dia akan memudar sendiri. Disiram oleh waktu, dipoles oleh kenangan baru yang lebih bahagia” (hlm: 312). “Pahami tiga hal itu, Nak, semoga hati kau menjadi lebih tenang. Berhenti lari dari kenyataan hidupmu. Berhenti cemas atas penilaian orang lain, dan mulailah berbuat baik sebanyak mungkin” (hlm: 315). Gurutta menyampaikan pesan kepada Bonda Upe dengan sangat bijak yakni bahwa kenyataan hidup terkadang menyedihkan. Tetapi jika lari dari kenyataan hanya akan menyulitkan diri. Masa lalu tidak dapat terlepas dari hidup seseorang karena merupakan bagian dari hidup. Masa lalu jangan dilawan tetapi harus dihadapi, berdiri gagah, diterima dan dijadikan tempat terbaik dalam hidup. Dengan menerima masa lalu maka perlahan-lahan akan memudar sendiri. 78
“Kau benci ayahmu, Nak, karena kau membenci dirimu sendiri yang tidak kuasa mencegahnya berbuat kasar pada ibumu. Kau membenci ayahmu karena kau membenci diri sendiri yang tidak mampu menghentikan, bahkan mengubah perilaku jahat ayahmu. Mau bagaimana pun, dia tetap ayahmu. Dan yang menariknya apakah ibumu membenci ayahmu? Dia ternyata memilih tidak. Dia memilih tetap setia berada di sisi suaminya. Meski dipukul, ditendang, dijambak, ibumu memilih tetap menyayanginya. Kau tidak bisa memahami jalan pikiran ibumu karena bertolak belakang sekali. Tapi bagi ibumu, dia mudah sekali memahami keputusannya. Dia tidak membenci dirinya yang telah keliru menikah. Tidak membenci dirinya yang tetap bertahan, kenapa tidak sejak dulu pergi. Dia tidak benci itu semua. Dia terima sepenuh hati, maka dia bisa bahagia atas pilihannya. Boleh jadi, tidak sedetik pun dia benci dengan suaminya. Kenapa kau memilih benci? Sedangkan Ibumu tidak? Kenapa kau memilih benci, sedangkan orang lain memilih berdamai dengan situasi di sekitarnya? Pikirkanlah!” (hlm: 374). Gurutta menyampaikan pesan kepada Daeng Andipati yang membenci ayahnya dengan memberi contoh seperti apa yang ibu Daeng Andipati lakukan yakni tetap setia menemani dan mendampingi ayah Daeng Andipati meskipun selalu diperlakukan kasar hingga ajal menjemput ibu Daeng Andipati. Ibu Daeng Andipati tetap bertahan, menerima sepernuh hati dan bahagia atas pilihannya. “Tapi, kembali lagi ke soal takdir tadi, mulailah menerimanya dengan lapang hati, Kang Mas. Karena kita mau menerima atau menolaknya, dia tetap terjadi. Takdir tidak pernah bertanya apa perasaan kita, apakah kita bahagia, apakah kita tidak suka. Takdir bahkan basa-basi menyapa pun tidak. Tidak peduli. Nah, kabar baiknya, karena kita tidak bisa mengendalikannya, bukan berarti kita jadi makhluk tidak berdaya. Kita tetap bisa mengendalikan diri sendiri bagaimana menyikapinya. Apakah bersedia menerimanya, atau mendustakannya” (hlm: 471). “Lihatlah dari kacamata itu, Kang Mas. Dari genapnya amal Mbah Putri. Jangan memaksakan melihatnya dari kacamata kita. Terus bersikeras, bertanya, tidak terima. Jika itu yang kita lakukan, maka kita akan terus kembali, kembali, dan kembali lagi ke posisi awal. Tidak pernah beranjak jauh. Lihatlah dari kacamata Mbah Putri yang genap menemani Kang Mas hingga Samudera Hindia. Dia telah menunaikan kewajibannya sebagai istri tercinta. Mbah Putri memang tidak menemani Kang Mas bergandengan tangan di depan Masjidil Haram, tapi amal perbuatan kita sudah dihitung sejak dari niat” (hlm: 473). 79
Gurutta juga menyampaikan pesan kepada Mbah Kakung Slamet dengan sangat bijak. Takdir diterima ataupun tidak pasti akan tetap terjadi. Manusia tidak dapat mengendalikan takdir dari Allah Swt tetapi dapat mengendalikan diri bagaimana menyikapi takdir yang Allah Swt berikan. Pesan Gurutta tersebut adalah menerima takdir Allah Swt. 2.
Bersyukur Pesan Gurutta adalah sebagai berikut: Gurutta tersenyum demi mendengar pertanyaan itu, “Tentu saja, Ambo. Setiap hari aku jatuh cinta. Setidaknya setiap melihat matahari terbit, aku jatuh cinta, mensyukuri hidupku. Setiap menatap matahari tenggelam, aku jatuh cinta, berterima kasih atas sepanjang hari, baik itu menyebalkan ataupun menyenangkan. Bahkan melihat makanan dingin ini pun aku jatuh cinta” (hlm: 401). Gurutta menatap kelasi dihadapannya, “Kau tidak perlu membayangkan sesuatu yang tidak terjadi, Ruben. Buat apa? Bahkan Ambo uleng baik-baik saja sekarang. Hidup ini akan rumit sekali jika kita sibuk membahas hal yang seandainya begini, seandainya begitu” (hlm: 331). Pesan Gurutta disampaikan dengan sangat sederhana yaitu jatuh cinta setiap melihat matahari terbit, matahari tenggelam, berterima kasih setiap hari baik itu menyenangkan ataupun menyebalkan, tidak membayangkan sesuatu yang tidak terjadi. Pesan Gurutta tersebut adalah bersyukur.
3.
Menaati Perintah Allah Swt Pesan Gurutta adalah sebagai berikut: “Dalam Alquran, ditulis dengan indah, minta tolonglah kepada sabar dan shalat. Kita disuruh melakukan itu, Kang Mas. Bagaimana mungkin sabar bisa menolong kita? Tentu saja bisa. Dalam situasi tertentu, sabar bahkan adalah penolong paling dahsyat. Tiada terkira. Dan shalat, itu juga penolong terbaik tiada tara. Aku senang mendengar kabar, meski Kang Mas menolak makan, tapi masih mau shalat tepat waktu. Itu berarti Kang Mas masih memiliki harapan, doa-doa. 80
Sungguh beruntung orang-orang menegakkan shalat” (hlm: 472).
yang
sabar
dan
senantiasa
Gurutta berpesan kepada Mbah Kakung Slamet ketika mendapat masalah maka lakukan shalat, berdoa kepada Allah Swt. Shalat adalah penolong yang paling dahsyat. Meskipun Mbah Kakung Slamet belum terima dengan takdir kematian istrinya, Mbah Kakung tetap melaksanakan shalat. “Yang ketiga, terakhir, mulailah memahami kejadian ini dari kacamata yang berbeda, agar lengkap. Apa itu? Sederhana penjelasannya. Mbah Putri meninggal di atas kapal. Mungkin kita melihatnya buruk. Tapi tidakkah kita mau melihat dari kacamata yang berbeda, Kang Mas, bahwa Mbah Putri meninggal di atas kapal yang menuju Tanah Suci, dan dia menghembuskan napas terakhirnya saat sedang shalat shubuh” (hlm: 472). Shalat adalah kewajiban setiap Muslim. Pesan Gurutta kepada Mbah Kakung Slamet disampaikan dengan memberi contoh ketika Mbah Putri meninggal adalah pada saat melaksanakan shalat shubuh. Mbah Putri sedang melaksanakan kewajibannya kepada AllahSwt pada sisa-sisa usianya. “Dengan meyakini itu, maka tidak mengapa kalau kau patah hati, tidak mengapa kalau kau kecewa, atau menangis tergugu karena harapan, keinginan memiliki tapi jangan berlebihan. Jangan merusak diri sendiri. Selalu pahami, cinta yang baik selalu mengajari kau agar menjaga diri. Tidak melanggar batas, tidak melewati kaidah agama. Karena esok lusa, ada orang yang mengaku cinta, tapi dia melakukan begitu banyak maksiat, menginjak-injak semua peraturan dalam agama, menodai cinta itu sendiri .... (hlm: 493). Gurutta berpesan kepada Ambo Uleng ketika tidak mendapatkan apa yang kita inginkan, kita boleh kecewa, boleh marah tetapi jangan berlebihan melebihi kaidah-kaidah agama, jangan lakukan maksiat dan tetap payuh pada peraturan agama. Pesan Gurutta tersebut adalah menaati perintah Allah Swt. 4.
Tobat Pesan Gurutta adalah sebagai berikut: 81
“Jika harapan dan keinginan memiliki itu belum tergapai, belum terwujud, maka teruslah memperbaiki diri sendiri, sibukkan dengan belajar. Kau sudah melakukannya sejak terjebak di ruangan kecil antara hidup dan mati. Kau mulai belajar ilmu agama. Kau juga belajar tentang kapal uap ini. Dan kelebihan kau yang paling utama adalah kau senantiasa berbuat baik kepada siapa pun. Maka teruslah menjadi orang baik seperti itu. Insya Allah, besok lusa, Allah sendiri yang akan menyingkapkan misteri takdirnya” (hlm: 493). Ambo Uleng adalah seorang pelaut yang tadinya lupa dengan Allah Swt, tidak pernah melaksanakan perintah Allah Swt. Tetapi ketika dia memiliki keinginan yang belum terwujud dan mengalami peristiwa yang hampir merenggut nyawanya, Ambo Uleng mulai memperbaiki diri, kembali kepada Allah Swt dengan belajar ilmu agama. Pesan Gurutta tersebut adalah tobat. 5.
Khauf dan Raja‟ Pesan Gurutta adalah sebagai berikut “Apakah Allah akan menerima haji seorang pelacur? Hanya Allah yang tau. Kita hanya bisa berharap dan takut. Senantiasa berharap atas ampunannya. Selalu takut atas azabnya. Belajarlah dari riwayat itu. Selalulah berbuat baik, Upe. Selalu. Maka, semoga besok lusa, ada satu perbuatan baikmu yang menjadi sebab kau diampuni. Mengajar anakanak mengaji misalnya, boleh jadi itu adalah sebabnya” (hlm: 315). Gurutta memberikan pesan kepada Bonda Upe yang cemas dosanya di masa lalu sebagai seorang cabo (pelacur) tidak diampuni oleh Allah Swt untuk senantiasa berharap Allah Swt pasti akan mengampuni dosanya dan selalu takut dengan azab Allah Swt atas dosa yang pernah dilakukan. “Kalau kau hanya takut pada Allah, maka tidak ada yang membuat kau gentar, Andi. Tapi kalau kau takut dengan urusan dunia, takut dengan manusia misalnya, maka kau benar, lorong-lorong ini memang menakutkan (hlm: 269). Gurutta memberikan pesan kepada Daeng Andipati bahwa tidak ada yang membuat gentar apabila hanya takut kepada Allah Swt. Tidak ada yang 82
perlu ditakuti kecuali Allah Swt. Pesan Gurutta tersebut adalah khauf dan Raja‟. 6.
Tawakal Pesan Gurutta adalah sebagai berikut: “Yang kedua, biarkan waktu mengobati seluruh kesedihan, Kang Mas. Ketika kita tidak tahu mau melakukan apalagi, ketika kita merasa semua sudah hilang, musnah, habis sudah, maka itulah saatnya untuk membiarkan waktu menjadi obat terbaik. Hari demi hari akan menghapus selembar demi lembar kesedihan. Minggu demi minggu akan melepas sepapan demi sepapan kegelisahan. Bulan, tahun, maka rontok sudahlah bangunan kesedihan di dalam hati. Biarkan waktu mengobatinya, maka semoga kita lapang hati menerimanya. Sambil terus mengisi hari-hari dengan baik dan positif” (hlm: 472). Gurutta menyampaikan pesan kepada Mbah Kakung Slamet yang sedih dan tidak terima ditinggal istrinya dengan kalimat yang baik dan bijak. Ketika bersedih dan putus asa ditinggal mati oleh orang yang sangat dicintai maka serahkan segala urusan kepada Allah Swt dengan membiarkan waktu yang akan mengobati seluruh kesedihan sambil terus mengisi hari-hari dengan baik. Pesan Gurutta tersebut adalah tawakal.
7.
Adil terhadap Diri Sendiri Pesan Gurutta adalah sebagai berikut: “Maka jangan pernah merusak diri sendiri. Kita boleh jadi benci atas kehidupan ini. Boleh kecewa. Boleh marah. Tapi ingatlah nasihat lama, tidak pernah ada pelaut yang merusak kapalnya sendiri. Akan dia rawat kapalnya, hingga dia bisa tiba di pelabuhan terakhir. Maka, jangan rusak kapal kehidupan milik kau, Ambo, hingga dia tiba di dermaga terakhirnya” (hlm: 284). “Dengan meyakini itu, maka tidak mengapa kalau kau patah hati, tidak mengapa kalau kau kecewa, atau menangis tergugu karena harapan, keinginan memiliki tapi jangan berlebihan. Jangan merusak diri sendiri. Selalu pahami, cinta yang baik selalu mengajari kau agar menjaga diri. Tidak melanggar batas, tidak melewati kaidah agama. Karena esok lusa, ada orang yang mengaku cinta, tapi dia melakukan begitu banyak 83
maksiat, menginjak-injak semua peraturan dalam agama, menodai cinta itu sendiri .... (hlm: 493). Gurutta memberikan pesan kepada Ambo Uleng dengan mengutip nasihat yaitu “tidak pernah ada pelaut yang merusak kapalnya sendiri”. Maksud dari kapal adalah kehidupan. Boleh kecewa dan marah terhadap kehidupan tetapi jangan berlebihan. Jagalah diri dan jangan merusak diri sendiri. Pesan Gurutta tersebut adalah adil terhadap diri sendiri. 8.
Gigih Pesan Gurutta adalah sebagai berikut: “Apakah mudah melakukannya? Itu sulit. Tapi bukan berarti mustahil. Di sebelahmu saat ini, ada seseorang yang dengan brilian berhasil melakukannya. Enlai. dia berhasil menerimamu apa adanya, Nak. Dia tulus menyemangatimu, tulus mencintaimu. Padahal, dia tahu persis kau seorang cabo. Sedikit sekali laki-laki yang bisa menyayangi bekas seorang cabo. Tapi Enlai bisa, karena dia menerima kenyataan itu. Dia peluk erat sekali. Dia bahkan tidak menyerah meski kau telah menyerah. Dia bahkan tidak berhenti meski kau telah berhenti” (hlm: 313). Gurutta memberikan pesan kepada Bonda Upe yang putus asa menghadapi masa lalunya sebagai seorang cabo dengan membicarakan Enlai (suami Bonda Upe) sebagai contoh. Enlai menerima kenyataan masa lalu Bonda Upe adalah seorang cabo. Dia tidak menyerah menghadapi kenyataan masa lalu Bonda Upe danterus menyemangati Bonda Upe agar bisa menerima kenyataan. Pesan Gurutta tersebut adalah gigih.
9.
Tidak Mementingkan Diri Sendiri Pesan Gurutta adalah sebagai berikut: Gurutta menatap Daeng Andipati, “Kau bilang iya, mengaku „aku keliru‟ hanya untuk kemudian dalam satu tarikan napas tetap mengotot lagi? Itu tidak baik, Nak” (hlm: 341). Gurutta memberikan pesan kepada Daeng Andipati agar tidak 84
memaksakan kehendaknya
kepada
Ambo
Uleng.
Ketika
seseorang
menginginkan sesuatu atas orang lain, maka sebaiknya memikirkan orang lain juga. Apakah setuju atau tidak dengan kehendak kita. Pesan Gurutta tersebut adalah tidak mementingkan diri sendiri. 10. Sabar Pesan Gurutta adalah sebagai berikut: Gurutta menjadi imam shalat shubuh, kemudian mendirikan majelis ilmu selama lima belas menit. Membahas soal pentingnya bersabar dalam setiap urusan. Jamaah shalat mendengarkan dengan seksama. Termasuk Anna, karena Gurutta menyampaikan persoalan itu lewat kisah-kisah yang ada di dalam Alquran. Kalau sudah cerita, Anna pasti suka (hlm: 456). “Dalam Alquran, ditulis dengan indah, minta tolonglah kepada sabar dan shalat. Kita disuruh melakukan itu, Kang Mas. Bagaimana mungkin sabar bisa menolong kita? Tentu saja bisa. Dalam situasi tertentu, sabar bahkan adalah penolong paling dahsyat. Tiada terkira. Dan shalat, itu juga penolong terbaik tiada tara. Aku senang mendengar kabar, meski Kang Mas menolak makan, tapi masih mau shalat tepat waktu. Itu berarti Kang Mas masih memiliki harapan, doa-doa. Sungguh beruntung orang-orang yang sabar dan senantiasa menegakkan shalat” (hlm: 472). Gurutta berpesan kepada jamaah majelis ilmu dan Mbah Kakung Slamet bahwa bersabar dalam setiap urusan adalah penting. Sabar adalah penolong dahsyat ketika seseorang
mendapat masalah. Pesan Gurutta
tersebut adalah sabar. 11. Ikhlas Pesan Gurutta adalah sebagai berikut: “Kang Mas,” Gurutta memegang lembut lengan Mbah Kakung, orang yang lebih tua lima tahun darinya, “Seandainya aku bisa membuat kapal ini membawa jasad istrimu ke Semarang, aku sendiri yang akan melakukannya. Aku sendiri yang akan membawanya. Tapi kita tidak bisa melakukannya, Kang Mas. Kapten telah mengambil keputusan. Ikhlaskanlah” (hlm: 430). 85
“Tapi, kembali lagi ke soal takdir tadi, mulailah menerimanya dengan lapang hati, Kang Mas. Karena kita mau menerima atau menolaknya, dia tetap terjadi. Takdir tidak pernah bertanya apa perasaan kita, apakah kita bahagia, apakah kita tidak suka. Takdir bahkan basa-basi menyapa pun tidak. Tidak peduli. Nah, kabar baiknya, karena kita tidak bisa mengendalikannya, bukan berarti kita jadi makhluk tidak berdaya. Kita tetap bisa mengendalikan diri sendiri bagaimana menyikapinya. Apakah bersedia menerimanya, atau mendustakannya” (hlm: 471). “Lihatlah dari kacamata itu, Kang Mas. Dari genapnya amal Mbah Putri. Jangan memaksakan melihatnya dari kacamata kita. Terus bersikeras, bertanya, tidak terima. Jika itu yang kita lakukan, maka kita akan terus kembali, kembali, dan kembali lagi ke posisi awal. Tidak pernah beranjak jauh. Lihatlah dari kacamata Mbah Putri yang genap menemani Kang Mas hingga Samudera Hindia. Dia telah menunaikan kewajibannya sebagai istri tercinta. Mbah Putri memang tidak menemani Kang Mas bergandengan tangan di depan Masjidil Haram, tapi amal perbuatan kita sudah dihitung sejak dari niat” (hlm: 473). Gurutta memberikan pesan kepada Mbah Kakung Slamet untuk merelakan kematian istrinya di kapal. Dimana ketika seseorang meninggal di kapal maka cara pemakamannya adalah dengan ditenggelamkan ke dasar laut. Mbah Kakung tidak terima dengan kematian istrinya. Gurutta memberikan pesan agar Mbah Kakung brsedia menerima takdir yang Allah Swt dengan tidak lagi bertanya-tanya kenapa Mbah Putri harus meninggal ketika dalam perjalanan ibadah haji yang telah Mbah Kakung dan Mbah Putri harapkan dari dulu. Pesan Gurutta tersebut adalah ikhlas. 12. Tegar Kutipan pesan Gurutta adalah sebagai berikut: “Kita tidak perlu membuktikan apapun kepada siapa pun bahwa kita itu baik. Buat apa? Sama sekali tidak perlu. Jangan merepotkan diri sendiri dengan penilaian orang lain. Karena toh, kalaupun orang lain menganggap kita demikian, pada akhirnya tetap kita sendiri yang tahu persis apakah kita memang sebaik itu” (hlm: 314). “Bagian yang kedua, tentang penilaian orang lain, tentang cemas diketahui orang lain siapa kau sebenarnya. Maka ketahuilah, Nak, saat kita tertawa, hanya kitalah yang tahu persis apakah tawa itu bahagia 86
atau tidak. Boleh jadi, kita sedang tertawa dalam seluruh kesedihan. Orang lain hanya melihat wajah. Saat kita menangis pun sama, hanya kita yang tahu persis apakah tangisan itu sedih atau tidak. Boleh jadi kita sedang menangis dalam seluruh kebahagiaan. Orang lain hanya melihat luar. Maka, tidak relevan penilaian orang lain (hlm: 313). “Kita tidak perlu menjelaskan panjang lebar. Itu kehidupan kita. Tidak perlu siapa pun mengakuinya untuk dibilang hebat. Kitalah yang tahu persis setiap perjalanan hidup yang kita lakukan. Karena sebenarnya yang tahu persis apakah kita bahagia atau tidak, tulus atau tidak, hanya diri kita sendiri. Kita tidak perlu menggapai seluruh catatan hebat menurut versi manusia sedunia. Kita hanya perlu merengkuh rasa damai dalam hati kita sendiri” (hlm: 313). Penilaian orang lain yang menjatuhkan terkadang membuat seseorang menjadi lemah dan putus asa. Gurutta memberikan pesan kepada Bonda Upe yang cemas masa lalunya sebagai cabo (pelacur) diketahui orang lain. Gurutta berpesan bahwa yang mengetahui diri sendiri adalah diri kita sediri. Orang lain hanya melihat luar saja. Jadi, penilaian orang lain terkadang tidak benar dan tidak sesuai. Ketika menghadapi masalah angan memikirkan penilaian orang lain yang akan membuat diri sendiri menjadi lemah. Pesan Gurutta tersebut adalah tegar. 13. Optimis Pesan Gurutta adalah sebagai berikut: “Tentu saja bukan perjalanan kapal ini yang kumaksud. Meski memang jarak Pelabuhan Jeddah masih berminggu-minggu. Melainkan perjalanan hidup kita. Kau masih muda. Perjalanan hidupmu boleh jadi jauh sekali, Nak. Hari demi hari, hanyalah pemberhentian kecil. Bulan demi bulan, itupun sekadar pelabuhan sedang. Pun tahun demi tahun, mungkin itu bisa kita sebut dermaga transit besar. Tapi itu semua sifatnya adalah pemberhentian. Dengan segera, kapal kita berangkat kembali, menuju tujuan yang paling hakiki.” Gurutta tersenyum (hlm. 284). Pesan Gurutta kepada Ambo Uleng yang tidak mempunyai semangat hidup dengan mengibaratkan perjalanan hidup adalah sebuah perjalanan 87
kapal. Perjalanan hidup ini masih sangat panjang. Tujuan yang paling terakhir adalah tujuan yang hakiki yakni menuju Allah Swt. Tidak ada gunanya ketika berputus asa dan tidak smangat menjalani hidup ini karena perjalanan hidup masih sangat panjang hingga menuju tujuan terakhir yakni menuju Sang Pencipta. Pesan Gurutta tersebut adalah optimis. 14. Lapang dada Pesan Gurutta adalah sebagai berikut: “Bagian yang ketiga, terakhir, bagian yang sangat penting karena kau punya perangai keras kepala, tidak mudah menyerah, dan selalu menyimpan sendirian semuanya. Maka ketahuilah, Andi, kesalahan itu ibarat halaman kosong. Tiba-tiba ada yang mencoretnya dengan keliru. Kita bisa memaafkannya dengan menghapus tulisan tersebut, baik dengan penghapus biasa, penghapus canggih, dengan apa pun. Tapi tetap tersisa bekasnya. Tidak akan hilang. Agar semuanya benar-benar bersih, hanya satu jalan keluarnya, bukalah lembaran baru yang benarbenar kosong” (hlm: 376). “Buka lembaran baru, tutup lembaran yang pernah tercoret. Jangan diungkit-ungkit lagi. Jangan ada tapi, tapi, dan tapi. Tutup lembaran tidak menyenangkan itu. Apakah mudah melakukannya? Tidak mudah. Tapi jika kau bersungguh-sungguh, jika kau berniat teguh, kau pasti bisa melakukannya. Mulailah hari ini. Mulailah detik ini, berpuluh tahun kau terlambat melakukannya, Andi. Berpuluh tahun kau justru berkutat membolak-balik halaman itu, tidak pernah maju. Maka di atas kapal ini, berjanjilah kau akan menutup lembaran lama itu. Mulai membuka lembaran baru yang benar-benar kosong. Butuh waktu melakukannya. Tapi aku percaya, saat kapal ini tiba di Jeddah, saat akhirnya kau menatap Masjidil Haram, hati kau sudah lapang seperti halaman baru. Kau tidak lagi membawa kebencian itu di Tanah Suci. Karena tidak pantas, seorang anak membawa kebencian pada ayahnya di Tanah Suci” (hlm: 376). “Pikirkanlah tiga hal tadi, Nak. Berhenti membenci ayahmu, karena kau sedang membenci diri sendiri. Berikanlah maaf karena kau berhak atas kedamaian dalam hati. Tutup lembaran lama yang penuh coretan keliru, bukalah lembaran baru. Semoga kau memiliki lampu kecil di hatimu” (hlm: 376). Gurutta berpesan kepada Daeng Andipati dengan yang membenci ayahnya yang telah meninggal dengan mengibaratkan sebuah buku. 88
Memaafkan seseorang ibarat menghapus sebuah halaman buku yang telah dicoret-coret. Halaman itu tidak akan bersih kecuali dengan membuka halaman yang baru dan menutup halaman lama. Menutup halaman lama berarti memaafkan dan membuka halaman baru berarti lapang dada. Pesan Gurutta tersebut adalah lapang dada. 15. Ta‟awun Pesan Gurutta adalah sebagai berikut: “Kau memang seorang pemuda yang bercahaya bagai rembulan, Ambo.” Gurutta menepuk lembut bahu kelasi itu sebelum beranjak pergi, “Kabar baik bagi kau, karena ketahuilah, barang siapa yang tulus menolong saudaranya, maka Allah akan menolong dirinya. Itu janji Tuhan yang pasti. Semoga kau termasuk di dalam golongan itu” (hlm. 139). Gurutta memberikan nasihat kepada Ambo Uleng yang selalu menolong orang lain dengan memberikan kabar gembira mengutip ayat alQur‟an bahwa barang siapa yang tulus menolong saudaranya, maka Allah Swt akan menolong dirinya. Pesan Gurutta tersebut adalah ta‟awun.
16. Berkumpul dengan Orang Baik Pesan Gurutta adalah sebagai berikut: “Menurut hemat orang tua ini, sesekali kau perlu bergaul dengan jamaah lain, Nak. Mereka bisa jadi teman perjalanan yang menyenangkan. Kau bisa belajar dari mereka, dan sebaliknya, mereka bisa belajar dari kau, Upe” (hlm: 177). “Tidak masalah, Nak. Mata air yang dangkal, tetap saja bermanfaat jika jernih dan tulus. Tetap segar airnya.” Gurutta mengangguk, “Kita bisa saling belajar satu sama lain, saling memperbaiki bacaan. Mungkin saat kapal tiba di Surabaya, ada Qari atau Qariah dari Tanah Jawa yang ikut kapal ini. Pun saat tiba di Sumatera, Qari dari Palembang terkenal 89
sekali baik bacaannya. Mereka Insya Allah bersedia menjadi guru mengaji penumpang dewasa” (hlm: 57). Gurutta memberikan pesan kepada Bonda Upe yang selalu menyendiri dan tidak mau bergaul untuk bergaul dengan jama‟ah lain. Apaboila bergaul dengan jama‟ah lain, maka dapat saling belajar satu sama lain, saling memperbaiki bacaan al-Qur‟an. Berkumpul dengan orang-orang yang memberikan manfaat yang baik akan membuat seseorang menjadi baik pula. Pesan Gurutta tersebut adalah berkumpul dengan orang baik. 17. Berbuat Baik Pesan Gurutta adalah sebagai berikut: “Apakah Allah akan menerima haji seorang pelacur? Hanya Allah yang tau. Kita hanya bisa berharap dan takut. Senantiasa berharap atas ampunannya. Selalu takut atas azabnya. Belajarlah dari riwayat itu. Selalulah berbuat baik, Upe. Selalu. Maka, semoga besok lusa, ada satu perbuatan baikmu yang menjadi sebab kau diampuni. Mengajar anakanak mengaji misalnya, boleh jadi itu adalah sebabnya” (hlm: 315). “Pahami tiga hal itu, Nak, semoga hati kau menjadi lebih tenang. Berhenti lari dari kenyataan hidupmu. Berhenti cemas atas penilaian orang lain, dan mulailah berbuat baik sebanyak mungkin” (hlm: 315). Bonda Upe adalah guru mengaji anak-anak di kapal. Gurutta memberikan pesan kepada Bonda Upe untuk selalu berbuat baik sebanyak mungkiin dan dengan perbuatannya mengajari anak-anak mengaji mungkin bisa menjadi sebab Bonda Upe diampuni dosanya oleh Allah Swt. “Jika harapan dan keinginan memiliki itu belum tergapai, belum terwujud, maka teruslah memperbaiki diri sendiri, sibukkan dengan belajar. Kau sudah melakukannya sejak terjebak di ruangan kecil antara hidup dan mati. Kau mulai belajar ilmu agama. Kau juga belajar tentang kapal uap ini. Dan kelebihan kau yang paling utama adalah kau senantiasa berbuat baik kepada siapa pun. Maka teruslah menjadi orang baik seperti itu. Insya Allah, besok lusa, Allah sendiri yang akan menyingkapkan misteri takdirnya” (hlm: 493). Gurutta memberikan pesan kepada Ambo Uleng untuk selalu menjadi 90
orang baik dengan memperbaiki diri dan berbuat baik kepada siapapun maka Allah Swt pasti akan memberikan takdir yang lebih baik kepadanya. Pesan Gurutta tersebut adalah berbuat baik. 18. Menutup Aib Pesan Gurutta adalah sebagai berikut: “Besok lusa, mungkin ada saja penumpang kapal yang tahu kau bekas seorang cabo. Tapi buat apa dicemaskan? Saudaramu sesama muslim, jika dia tahu, maka dia akan menutup aibmu. Karena Allah manjanjikan barang siapa menutup aib saudaranya, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Itu janji yang hebat sekali. Kalaupun ada saudara kita yang tetap membahasnya, mengungkitnya, kita tidak perlu berkecil hati. Abaikan saja. Dia melakukan itu karena ilmunya dangkal. Doakan saja semoga besok lusa dia paham” (hlm: 314). Bonda Upe cemas apabila ada orang lain yang tahu tentang masa lalunya sebagai seorang cabo. Gurutta memberikan pesan dengan mengatakan seorang muslim pasti akan menutup aib saudaranya dan mengutip sebuah hadis Allah Swt berjanji akan menutup aib seorang muslim yang mau menutup aib saudaranya. Pesan Gurutta tersebut adalah menutup aib. 19. Solidaritas Pesan Gurutta adalah sebagai berikut: “Kita terhubungkan bukan saja karena satu perjalanan menuju Tanah Suci. Bukan juga karena kita semua berada senasib satu kapal di sini. Tapi yang paling penting, kita satu saudara, sesama muslim. Tidak peduli seberapa kaya kita, seberapa rupawan paras kita, seberapa tinggi kedudukan dan derajat kita. Tidak peduli di kabin kelas berapa kita sekarang tinggal di kapal ini dan seberapa banyak bekal yang dibawa. Kita semua satu, saudara muslim” (hlm: 55). Pesan Gurutta yang disampaikan kepada jama‟ah haji adalah sebagai saudara sesama muslim harus bersatu, tidak ada bedanya antara yang kaya dan miskin, yang derajatnya tinggi atau rendah, yang parasnya cantik atau 91
jelek semua adalah sama. Pesan Gurutta tersebut adalah solidaritas. 20. Menghargai Orang Lain Pesan Gurutta adalah sebagai berikut: “Aku tahu kau kau tidak bermaksud jelek, tapi itu bukan respon yang baik, Nak. Anak muda ini minta diajarkan shalat, dan kau justru menatapnya seolah hendak bilang „Hei, bagaimana mungkin seusiamu tidak bisa shalat‟. Itu tidak baik dilakukan sesama saudara muslim..” Gurutta berkata datar ke arah Daeng Andipati (hlm: 419). Gurutta berpesan kepada Daeng Andipati untuk memberikan respon yang baik kepada Ambo Uleng ketika meminta Gurutta untuk mengajari shalat. Pesan Gurutta tersebut adalah menghargai orang lain. 21. Pemaaf Pesan Gurutta adalah sebagai berikut: “Bagian yang kedua adalah terkait dengan berdamai tadi. Ketahuilah, Nak, saat kita memutuskan memaafkan seseorang, itu bukan persoalan apakah orang itu salah, dan kita benar. Apakah orang itu memang jahat atau aniaya. Bukan! Kita memutuskan memaafkan seseorang karena kita berhak atas kedamaian di dalam hati” (hlm: 374). Gurutta berpesan kepada Daeng Andipati dengan sangat bijak bahwa ketika seseorang memaafkan orang lain, bukan persoalan apakah orang itu salah, dan kita yang benar sehingga kita yang memaafkan tetapi memaafkan seseorang adalah karena kita berhak atas kedamaian dalam hati. Memaafkan seseorang membuat hati menjadi lebih bahagia karena tidak ada perasaan dendam dan dengki di dalam hati. Pesan Gurutta tersebut adalah pemaaf. 22. Memaafkan Kesalahan Orang Tua Pesan Gurutta adalah sebagai berikut: “Kau benci ayahmu, Nak, karena kau membenci dirimu sendiri yang tidak kuasa mencegahnya berbuat kasar pada ibumu. Kau membenci ayahmu karena kau membenci diri sendiri yang tidak mampu menghentikan, bahkan mengubah perilaku jahat ayahmu. Mau 92
bagaimana pun, dia tetap ayahmu. Dan yang menariknya apakah ibumu membenci ayahmu? Dia ternyata memilih tidak. Dia memilih tetap setia berada di sisi suaminya. Meski dipukul, ditendang, dijambak, ibumu memilih tetap menyayanginya. Kau tidak bisa memahami jalan pikiran ibumu karena bertolak belakang sekali. Tapi bagi ibumu, dia mudah sekali memahami keputusannya. Dia tidak membenci dirinya yang telah keliru menikah. Tidak membenci dirinya yang tetap bertahan, kenapa tidak sejak dulu pergi. Dia tidak benci itu semua. Dia terima sepenuh hati, maka dia bisa bahagia atas pilihannya. Boleh jadi, tidak sedetik pun dia benci dengan suaminya. Kenapa kau memilih benci? Sedangkan Ibumu tidak? Kenapa kau memilih benci, sedangkan orang lain memilih berdamai dengan situasi di sekitarnya? Pikirkanlah!” (hlm: 374). Gurutta memberikan pesan kepada Daeng Andipati yang membenci ayahnya agar malakukan hal seperti yang dilakukan ibunya. Meskipun ibunya disakiti oleh ayahnya, tetapi ibu Daeng Andipati tetap setia berada di sisi suaminya hingga akhir hidupnya, menerima dengan sepenuh hati, tidak membenci suaminya dan tetap bertahan. “Bagian yang kedua adalah terkait dengan berdamai tadi. Ketahuilah, Nak, saat kita memutuskan memaafkan seseorang, itu bukan persoalan apakah orang itu salah, dan kita benar. Apakah orang itu memang jahat atau aniaya. Bukan! Kita memutuskan memaafkan seseorang karena kita berhak atas kedamaian di dalam hati” (hlm: 374). “Maafkanlah ayahmu, Nak. Hanya dengan itu kita bisa merengkuh kedamaian. Dalam agama kita banyak sekali perintah agar kita senantiasa memaafkan. Ditulis indah dalam kitab suci, diwasiatkan langsung oleh Nabi. Keburukan bisa dibalas dengan keburukan, tapi sungguh besar balasan Allah Swt, jika kita memilih memaafkan. Lihatlah, bahkan Allah Swt tidak mengirim petir bagi Daeng Patoto, karena boleh jadi, Allah Swt masih memberikan maaf di dunia ini, menangguhkan hukuman. Kau berhak atas kedamaian dihatimu. Maafkanlah seperti ibumu yang memilih memaafkan suaminya. Maafkanlah seperti ibumu yang hingga akhir hayatnya tetap berdiri di samping suaminya. Tidak pergi walau selangkah. Tidak mundur walau sejengkal” (hlm: 375). Gurutta meminta Daeng Andipati agar memaafkan kesalahan ayahnya. Seburuk apapun tingkah laku ayah, dia tetaplah ayah kita. Agama Islam juga memerintahkan kepada umat manusia untuk senantiasa memaafkan. Gurutta 93
menyampaikan pesan dengan memberikan contoh ibu Daeng Andipati yang mempunyai kedamaian hati karena memaafkan perilaku suaminya yang buruk. “Buka lembaran baru, tutup lembaran yang pernah tercoret. Jangan diungkit-ungkit lagi. Jangan ada tapi, tapi, dan tapi. Tutup lembaran tidak menyenangkan itu. Apakah mudah melakukannya? Tidak mudah. Tapi jika kau bersungguh-sungguh, jika kau berniat teguh, kau pasti bisa melakukannya. Mulailah hari ini. Mulailah detik ini, berpuluh tahun kau terlambat melakukannya, Andi. Berpuluh tahun kau justru berkutat membolak-balik halaman itu, tidak pernah maju. Maka di atas kapal ini, berjanjilah kau akan menutup lembaran lama itu. Mulai membuka lembaran baru yang benar-benar kosong. Butuh waktu melakukannya. Tapi aku percaya, saat kapal ini tiba di Jeddah, saat akhirnya kau menatap Masjidil Haram, hati kau sudah lapang seperti halaman baru. Kau tidak lagi membawa kebencian itu di Tanah Suci. Karena tidak pantas, seorang anak membawa kebencian pada ayahnya di Tanah Suci” (hlm: 376). “Pikirkanlah tiga hal tadi, Nak. Berhenti membenci ayahmu, karena kau sedang membenci diri sendiri. Berikanlah maaf karena kau berhak atas kedamaian dalam hati. Tutup lembaran lama yang penuh coretan keliru, bukalah lembaran baru. Semoga kau memiliki lampu kecil di hatimu” (hlm: 376). “Bagian yang ketiga, terakhir, bagian yang sangat penting karena kau punya perangai keras kepala, tidak mudah menyerah, dan selalu menyimpan sendirian semuanya. Maka ketahuilah, Andi, kesalahan itu ibarat halaman kosong. Tiba-tiba ada yang mencoretnya dengan keliru. Kita bisa memaafkannya dengan menghapus tulisan tersebut, baik dengan penghapus biasa, penghapus canggih, dengan apa pun. Tapi tetap tersisa bekasnya. Tidak akan hilang. Agar semuanya benar-benar bersih, hanya satu jalan keluarnya, bukalah lembaran baru yang benarbenar kosong” (hlm: 376) . Gurutta juga menyampaikan pesan kepada Daeng Andipati dengan mengibaratkan sebuah buku. Ibarat sebuah buku kosong, kemudian dicoretcoret oleh orang lain, maka memaafkan adalah dengan menghapus coretan tersebut dan menutup lembaran lama. Pesan Gurutta tersebut adalah memaafkan kesalahan orang tua. 23. Kasih Sayang terhadap Orang Tua 94
Pesan Gurutta adalah sebagai berikut: “Selalu menyakitkan saat kita membenci sesuatu. Apalagi jika itu ternyata membenci orang yang seharusnya kita sayangi. Suami istri saling membenci. Anak membenci orang tuanya, atau sebaliknya, orang tua membenci anaknya. Kakak membenci adiknya, adik membenci kakaknya. Satu-dua itu hanya kebencian biasa. Tapi tidak sedikit yang seperti kau alami, kebencian luar biasa. Satu-dua hanya karena alasan sepele. Tapi tidak sedikit seperti keluarga kalian, karena rasa sakit yang terlalu lama, karena perbuatan yang memang tidak dibenarkan” (hlm: 372). “Kau benci ayahmu, Nak, karena kau membenci dirimu sendiri yang tidak kuasa mencegahnya berbuat kasar pada ibumu. Kau membenci ayahmu karena kau membenci diri sendiri yang tidak mampu menghentikan, bahkan mengubah perilaku jahat ayahmu. Mau bagaimana pun, dia tetap ayahmu. Dan yang menariknya apakah ibumu membenci ayahmu? Dia ternyata memilih tidak. Dia memilih tetap setia berada di sisi suaminya. Meski dipukul, ditendang, dijambak, ibumu memilih tetap menyayanginya. Kau tidak bisa memahami jalan pikiran ibumu karena bertolak belakang sekali. Tapi bagi ibumu, dia mudah sekali memahami keputusannya. Dia tidak membenci dirinya yang telah keliru menikah. Tidak membenci dirinya yang tetap bertahan, kenapa tidak sejak dulu pergi. Dia tidak benci itu semua. Dia terima sepenuh hati, maka dia bisa bahagia atas pilihannya. Boleh jadi, tidak sedetik pun dia benci dengan suaminya. Kenapa kau memilih benci? Sedangkan Ibumu tidak? Kenapa kau memilih benci, sedangkan orang lain memilih berdamai dengan situasi di sekitarnya? Pikirkanlah!” (hlm: 374). “Ada orang-orang yang kita benci. Ada pula orang-orang yang kita sukai. Hilir-mudik datang dalam kehidupan kita. Tapi apakah kita berhak membenci orang lain? Sedangkan Allah sendiri tidak mengirimkan petir segera? Misalnya pada ayah kau, seolah tiada nampak hukuman di muka bumi baginya. Aku tidak tahu jawabanya. Tapi coba pikirkan hal ini. Pikirkan dalam-dalam, kenapa kita harus benci? Kenapa? Padahal kita bisa saja mengatur hati kita, bilang saya tidak akan membencinya. Toh itu hati kita sendiri. Kita berkuasa penuh mengatur-aturnya. Kenapa kita tetap memutuskan membenci? Karena boleh jadi, saat kita membenci orang lain, kita sebenarnya sedang membenci diri sendiri” (hlm: 373). “Pikirkanlah tiga hal tadi, Nak. Berhenti membenci ayahmu, karena kau sedang membenci diri sendiri. Berikanlah maaf karena kau berhak atas kedamaian dalam hati. Tutup lembaran lama yang penuh coretan keliru, bukalah lembaran baru. Semoga kau memiliki lampu kecil di hatimu” (hlm: 376). 95
Membenci adalah hal yang menyakitkan terlebih jika membenci orangorang yang seharusnya diberikan kasih dan sayang. Gurutta memberikan pesan kepada Daeng Andipati dengan dengan menjadikan ibu Daeng Andipati sebagai contoh. Meskipun ibu Daeng Andipati disakiti oleh suaminya, ia tetap menerima dengan sepenuh hati, tetap mendampingi suaminya. Dengan penuh kasih sayang. Sejahat apapun perilaku ayah kepada anak, ia tetaplah seorang ayah yang tidak pantas mendapat kebencian dari seorang anak tidak ada alasan untuk membenci ayah. Pesan Gurutta tersebut adalah kasih sayang terhadap orang tua.
B. Pesan Gurutta pada Novel Rindu dalam Perspektif Pendidikan Akhlak. 1.
Akhlak terhadap Allah Swt a.
Menerima Takdir Segala sesuatu yang telah terjadi memang tidak dapat diubah. Semua hal yang terjadi di dunia ini merupakan takdir Allah Swt. Seorang manusia bisa memilih pasrah dan menerima nasib (takdir) atau bangkit dan berusaha maju.
ب قَ ْوًما اِبْتَ ََل ُى ْم فَ َم ْن ْ اِ َّن ِعظَ َم َّ اْلََز ِاء َم َع ِعظَ ِم الْبَ ََل ِء َواِ َّن هللا تعاىل اِ َذااَ َح ِ َُر ِضى فَلَو ط ُ الس ْخ َ ضا َوَم ْن َس ِخ ُّ ُط فَلَو َ الر ّ َ “Sesungguhnya besarnya pahala itu mengikuti besarnya cobaan. Dan sesungguhnya Allah apabila senang pada suatu golongan, dicobanya golongan itu (dengan suatu cobaan). Siapa yang ridla terhadapnya, ia akan mendapat ridla Allah, dan siapa yang marah, ia juga akan memperoleh murka Allah” (Riwayat Tirmidzi). 96
Pesan Gurutta
kepada Bonda Upe dalam
novel Rindu
menjelaskan bahwa seorang manusia tidak boleh hanya pasrah kepada takdir, tidak boleh menyesali apa yang telah terjadi. Menerima takdir Allah Swt dengan ikhlas maka akan dapat menghadapi masa depan dengan kebahagiaan. Nasib kaum mukmin adalah baik. Jika ia menjalani kemudahan, ia akan banyak bersyukur kepada Tuhan atas karunia-Nya, dan jika ia berjalan di atas hal-hal yang sulit, ia akan tetap memikulnya dengan sabar dan tabah, mengikuti perintah-perintah Tuhan dan menerima kehendak dan ketentuan-Nya. Apapun akibatnya adalah yang terbaik bagi dirinya (Al-Hasyimi, 2004: 14). b.
Bersyukur Bersyukur adalah satu hal yang diperintahkan oleh Allah Swt. Semua kenikmatan yang dirasakan manusia adalah pemberian dari Allah Swt. Sekecil apa pun nikmat yang diberikan oleh Allah Swt wajib disyukuri. Melihat langit, bumi dan segala isinya adalah kenikmatan dari Allah Swt. Bahkan udara yang kita hirup sehari-hari adalah kenikmatan dari Allah Swt. Wajib bagi seorang muslim bersyukur atas semua kenikmatan yang berlimpah yang dikaruniakan Allah Swt. Allah Swt akan menambah nikmat kepada orang-orang yang bersyukur.
يد ُ يدنَّ ُك ْم َولَئِن َك َف ْرُُْت إِ َّن َع َذ ِاِب لَ َش ِد َ َوإِ ْذ تَأَذَّ َن َربُّ ُك ْم لَئِن َش َك ْرُُْت ألَ ِز “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah 97
(ni'mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni'mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih."(Q.S. Ibrahim: 7). c.
Menaati Perintah Allah Swt Seorang muslim harus patuh terhadap perintah Allah Swt dalam keadaan bagaimanapun dan melaksanakan rukun Islam secara sempurna, tidak menunda-nundanya, melaksanakan kewajiban kepada Allah Swt tanpa ragu dan meninggalkan semua larangan Allah Swt. Allah Swt berfirman:
ِ اصِِبُوا إِ َّن هللاَ َم َع ْ ب ِرحيُ ُك ْم َو َ َوأَط ُيعوا هللاَ َوَر ُسولَوُ َوالَتَنَ َاز ُعوا فَتَ ْف َشلُوا َوتَ ْذ َى ِ َّ ين َ الصاب ِر “Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (Q.S. Al-Anfal: 46). Siapapun yang menegakkan shalat, berarti menegakkan iman, dan siapa yang mengabaikannya berarti merobohkan iman. Shalat sangat penting karena ia merupakan hubungan langsung antara hamba dengan Tuhannya, dimana ia menjauhkan diri dari kehidupan sehari-hari dan memfokuskan diri hanya kepada Tuhannya, mengharapkan-Nya sebagai pemberi pertolongan, bimbingan dan ketekunan untuk memperoleh jalan lurus (Al-Hasyimi, 2004: 17). Ketika sedang mengalami cobaan, maka solusinya adalah menjalankan perintah Allah Swt dan menjauhi segala larangannya dengan cara berdo‟a dan berserah diri kepada Allah Swt.
98
d.
Tobat Tobat adalah melepaskan diri dari segala dosa dan maksiat, menyesali dosa-dosa yang telah diperbuat, dan bertekad untuk tidak mengulangi lagi di sisa-sisa umurnya (Salamulloh, 2008: 264). Hati yang dipenuhi dengan cinta dan ketakwaan kepada Allah Swt tidak akan dirasuki kelalaian, hanya orang-orang yang mengabaikan perintah dan bimbingan Allah Swt yang akan berada dalam kesesatan. Hati seorang muslim yang tulus selalu berhasrat untuk menyesal dan mohon ampunan, dan berusaha dalam kepatuhan, bimbingan dan ridha Allah Swt (Al-Hasyimi, 2004: 15). Setiap orang pasti mempunyai dosa. Dosa adalah segala sesuatu yang menyalahi perintah Allah Swt, baik perintah untuk meninggalkan maupun perintah untuk mengerjakan (Tatapangarsa, 1980: 45). Sebagai seorang muslim diwajibkan untuk tunduk dan patuh kepada Allah Swt tetapi kenyataan menunjukkan bahwa manusia sering membangkang perintah Allah Swt atau menjalankan larangan-Nya. Apabila melakukan kesalahan maka cepatlah untuk bertobat dan jangan ditunda.
ِ ِ َّ والَّ ِذين ع ِملُوا ك ِمن بَ ْع ِد َىا َ َّالسيِّئَات ُّتَّ تَابُوا ِمن بَ ْعد َىا َوءَ َامنُوا إِ َّن َرب َ َ َ ِ لَغَ ُف يم ٌ ٌ ور َّرح “Orang-orang yang mengerjakan kejahatan, kemudian bertaubat sesudah itu dan beriman; sesungguhnya Tuhan kamu sesudah taubat yang disertai dengan iman itu adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Q.S. Al-A‟raf: 153).
99
Nasihat tentang tobat yang disampaikan Gurutta kepada Ambo Uleng menunjukkan bahwa tobat yang benar adalah senantiasa memperbaiki diri, belajar ilmu agama dan berbuat baik kepada siapapun. Tobat tidak hanya diucapkan lewat lisan, tetapi diwujudkan juga dengan perbuatan,
berjanji
tidak
akan
mengulanginya
lagi
dan
terus
memperbaiki diri mendekatkan diri kepada Allah Swt. Seorang muslim dianjurkan untuk selalu bertobat kepada Allah Swt sekalipun dia tidak mengetahui kesalahannya. Allah Swt senantiasa membuka pintu ampunannya bagi siapa pun yang hendak bertobat kepada-Nya dengan penuh penyesalan. Ilyas (2007: 61) mengemukakan ada lima dimensi tobat yaitu menyadari kesalahan, menyesali kesalahan, memohon ampun kepada Allah Swt, berjanji tidak akan mengulanginya, dan menutupi kesalahan masa lalu dengan amal shaleh.
e.
Khauf dan Raja‟ Khauf adalah kegalauan hati membayangkan sesuatu yang tidak disukai yang akan menimpanya, atau membayangkan hilangnya sesuatu yang disukainya (Ilyas, 2001: 38). Tokoh Bonda Upe dalam novel Rindu mengalami kegalauan hati dengan masa lalunya sebagai seorang cabo. Bonda Upe takut Allah Swt tidak akan mengampuni dosanya. Namun, nasehat yang diberikan Gurutta sangatlah bijak bahwa harus senantiasa berharap (Raja‟) dan takut (khauf) kepada Allah Swt. Penuh harap ibadah dan amalannya 100
diterima Allah Swt dan takut menerima azab dari Allah Swt atas dosa yang pernah dibuat. Nasihat Gurutta kepada Daeng Andipati menunjukkan bahwa hanya Allah Swt yang patut ditakuti. Jika takut pada Allah Swt, maka tidak ada satu pun sesuatu yang perlu ditakuti di dunia ini kecuali Allah Swt. Islam mengajarkan bahwa semua rasa takut harus bersumber dari rasa takut kepada Allah Swt. Hanya Allah Swt yang berhak ditakuti. Semakin sempurna pengenalan seseorang terhadap Allah Swt semakin bertambah takutnya kepada Allah Swt. Raja‟ atau harap adalah memautkan hati kepada sesuatu yang disukai pada masa yang akan datang (Ilyas, 2001: 38).
ِض ب ع َد إِصَلَ ِحها وادعوه خوفًا وطَمعا إِ َّن ر ْْحت هللا ِ َ َ َ ً َ َ ْ َ ُ ُ ْ َ َ ْ ْ َ ِ َوالَتُ ْفس ُدوا ِِف اْأل َْر ِِ ِ قَ ِر ي َ يب ّم َن الْ ُم ْحسن ٌ “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik” (Q.S. Al-A‟raf: 56). Seorang mukmin harus memiliki sikap Raja‟, mengharapkan setiap amal dan ibadahnya akan diterima dan dibalas oleh Allah Swt. Memohon ampun kepada Allah Swt atas semua dosanya dan berharap semua dosanya akan diampuni oleh Allah Swt.
101
f.
Tawakal Tawakkal adalah membebaskan hati dari segala ketergantungan kepada selain Allah Swt dan menyerahkan keputusan segala sesuatunya kepada-Nya (Ilyas, 2007: 44). Orang-orang yang bertawakkal adalah orang-orang yang memasrahkan diri hanya kepada Allah Swt dengan terlebih dahulu berusaha dan berikhtiar dengan sungguh-sungguh (Mahmud, 2004: 195).
هللا آلإلو إالىو وعلى هللا فليتوكل املؤمنون “(Dia-lah) Allah tidak ada Tuhan selain Dia. Dan hendaklah orang-orang mukmin bertawakkal kepada Allah saja” (Q.S. At – Taghaabun: 64). Pesan Gurutta kepada Mbah Kakung untuk menyerahkan semua urusan kepada Allah Swt, lapang hati menerima takdir dan senantiasa berikhtiar dengan melakukan kegiatan yang positif. Orang yang menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah Swt maka orang tersebut tidak akan takut menghadapi masa depan, hatinya merasa tenang dan tentram karena yakin Allah Swt pasti akan memberikan keadilan, rahmat-Nya kepada orang yang memiliki sikap tawakal. 2.
Akhlak terhadap Diri Sendiri a.
Adil terhadap diri sendiri Ahmadi (2004: 69) menjelaskan keadilan pertama kali harus ditunjukkan terhadap diri sendiri. Orang yang atas dirinya saja tidak adil maka ia sulit akan diharapkan berbuat adil terhadap orang lain.
102
Semua yang ada dalam dunia ini adalah milik Allah Swt. Termasuk juga yang ada dalam diri manusia. Wajib bagi seorang muslim untuk menjaga dan merawat apa yang telah Allah Swt berikan. Setiap manusia mempunyai akal dan pikiran.maka keadilan yang dilakukan adalah dalam bentuk menuntut ilmu, zikir dan segala sesuatu yang bermanfaat. Orang yang memiliki fisik yang sempurna maka wajib untuk menjaga tubuhnya agar senantiasa sehat, tidak merusak diri sendiri dengan berputus asa dengan takdir yang diberikan Allah Swt. Ghalayini (1976: 16) menjelaskan putus asa sebenarnya adalah suatu penyakit atau suatu racun yang benar-benar membahayakan bangsa dan negara, juga membahayakan setiap pribadi manusia.
ِِ ِ ي ْ ِاك ب َ َقَالُوا بَش َّْرن َ اْلَ ِّق فََلَ تَ ُكن ّم َن الْ َقانط Mereka menjawab: "Kami menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan benar, maka janganlah kamu termasuk orangorang yang berputus asa." (Q.S. Al-Hijr: 55). Pesan yang diberikan Gurutta kepada Ambo Uleng sesuai dengan penjelasan tentang keadilan terhadap diri sendiri yakni jangan sampai merusak diri sendiri atas takdir yang tidak sesuai dengan harapan. b.
Gigih Setiap muslim dituntut untuk menghadapi segala permasalahan dan urusannya dengan penuh keseriusan. Artinya, mereka diharuskan untuk menggunakan
dan
mengeluarkan
segala
kemampuan
untuk
merealisasikan tujuan dan untuk mendapat ridha Allah Swt (Mahmud, 2004: 75). Seringkali cobaan dan ujian menyebabkan seorang manusia 103
putus asa dan menyerah dengan keadaan. Sesungguhnya Allah Swt tidak akan memberikan cobaan kepada manusia melebihi batas kemampuan manusia itu sendiri. Oleh karena itu sebagai seorang muslim hendaknya jangan pernah menyerah dengan keadaan.
ط ِمن َّر ْْحَِة َربِِّو إِالَّ الضَّالُّو َن َ َق ُ َال َوَمن يَ ْقن Ibrahim berkata: "Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat” (Q.S. Al-Hijr: 56). Gurutta menyampaikan pesan bahwa kita harus gigih dalam berusaha.
Karena
Islam
pun
mengajarkan
sikap
gigih(pantang
menyerah). Pantang menyerah adalah modal dasar keberhasilan hidup. c.
Tidak Mementingkan Diri Sendiri Egois atau mementingkan diri sendiri sebenarnya dimiliki oleh setiap orang maka egois itu manusiawi. Ahmadi (2004: 121) menjelaskan bahwa apabila watak egois manusia dituruti tanpa kendali maka umat manusia tidak mungkin saling toleran dan saling menegang karena egois menciptakan konflik kepentingan antar individu. Rsulullah Saw bersabda:
ُِ ب ِالَ ِخي ِو م ِ ِ ب لِنَ ْف ِس ِو ُّ احي َ ْ ُّ َال يُ ْؤم ُن اَ َح ُد ُك ْم َح ََّّت ُحي “Tidaklah seseorang di antara kalian beriman sehingga ia mencintai bagi saudaranya sesuatu yang ia cintai bagi dirinya sendiri” (Muttafaq „Alaih). Gurutta memberikan pesan kepada Daeng Andipati untuk tidak bersikap egois kepada Ambo Uleng dengan memaksakan kehendaknya. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya maka sebagai 104
seorang muslim yang baik hendaknya tidak mementingkan diri sendiri dengan memaksakan kehendak kepada orang lain. Islam menegaskan bahwa kehidupan dunia ini adalah saat-saat seorang hamba mengabdi kepada Allah Swt. Hendaklah sesama manusia saling bantu untuk mewujudkan tujuan ini. Maka sikap egois atau mementingkan diri sendiri harus ditepiskan jauh-jauh, diganti dengan sikap kebersamaan dan persaudaraan (Ahmadi, 2004: 122). Sehingga dengan menghindari sifat egois, maka seseorang akan mampu menyingkirkan keinginan memuaskan diri serta merangsang kesadaran mementingkan kepentingan orang lain. d.
Sabar Secara etimologis, sabar berarti menahan dan mengekang. Secara terminologis sabar berarti menahan diri dari segala sesuatu yang tidak disukai karena mengharap ridha Allah Swt (Ilyas, 2007: 134). Orang kuat menurut Islam bukanlah orang yang berotot dan bisa menjatuhkan orang lain ke tanah. Tetapi orang kuat dalam Islam adalah orang yang memiliki keseimbangan, kesabaran, dan kontrol diri (Al-Hasyimi, 2004: 285). Kesabaran memiliki tiga macam bentuk. Pertama, kesabaran dalam taat dan ibadah. Kedua, kesabaran menjauhi maksiat. Ketiga, kesabaran menghadapi ujian (Ahmadi, 2004: 86).
ِ َّ َح َس ِن َما َكانُوا يَ ْع َملُو َن ْ َجَرُى ْم بِأ ْ صبَ ُروا أ َ ين َ َولَنَ ْج ِزيَ َّن الذ “ .... Dan sesungguhnya Kami akan memberikan balasan kepada orang-orang yang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (An-Nahl: 96). 105
Setiap manusia yang hidup di dunia pasti mempunyai ujian hidup, baik berupa sakit, kehilangan orang yang dicintai, kelaparan, rasa takut dan sebagainya sehingga sabar sangat dibutuhkan oleh setiap orang agar bisa bertahan menerima ujian hidup. Hal ini sesuai dengan pesan Gurutta kepada Mbah Kakung Slamet agar memiliki kesabaran menghadapi kematian istrinya. e.
Ikhlas Ikhlas yaitu melaksanakan suatu amal hanya karena Allah Swt.Keikhlasan adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melakukan suatu perbuatan dengan ketulusan hatinya (Zuchdi dan Darmiyati, 2013: 28). Ikhlas dalam hal ini adalah menerima sepenuh hati segala sesuatu yang ditakdirkan Allah Swt dengan mengharap ridha dari Allah Swt.
ِ ِ ِ ِ َ قُل إِ َّن ي َ ب الْ َعالَم ِّ اي َوَمََ ِاِت هلل َر َ َصَلَِت َونُ ُسكي َوََْمي ْ “Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam” (Q.S. AlAn‟am: 162). Kelahiran dan kematian adalah ketentuan Allah Swt yang tidak ada seorang manusia pun yang dapat memilih kapan dan dimana ia dilahirkan dan meninggal dunia semuanya sudah diatur oleh Allah Swt. Meskipun yang ditakdirkan kadang merugikan atau menyedihkan tetapi harus diterima dengan baik karena itulah yang akan terjadi. Sejalan dengan penjelasan ikhlas, Gurutta berpesan kepada Mbah Kakung untuk ikhlas menerima kematian Mbah Putri di atas Kapal menuju perjalanan ibadah haji dan pesan kepada Ambo Uleng untuk 106
melepaskan seseorang yang sangat dicintai. Apabila ikhlas maka Allah Swt akan memberi takdir yang lebih baik. Ikhlas perlu dikuatkan pada anak agar anak dapat berkontribusi untuk kemaslahatan kehidupan di dunia dan akhirat. Ketika seseorang melakukan
sesuatu
dengan
ikhlas
bukan
untuk
mendapatkan
penghargaan dari teman-teman atau lingkungannya, tetapi untuk mendapatkan keridhaan dari Tuhannya (Kesuma, Cepi Triatna, dan Johar Permana, 2012: 21). f.
Tegar Sebuah kehidupan memang tidak pernah lepas dari penilaian orang lain.
Manusia memiliki watak yang berbeda-beda, sehingga dalam
menilai orang lain pun mempunyai maksud yang berbeda pula. Ada yang menilai dengan tujuan untuk membangkitkan semangat, ada yang menilai orang lain dengan tujuan menjatuhkan orang lain. Penilaian orang yang berusaha untuk menjatuhkan semangat diri perlu disikapi dengan tegar karena tegar merupakan sikap yang akan membawa seseorang lebih menerima hidup tanpa mempedulikan penilaian dari orang lain yang akan membawa kepada keterpurukan. Pesan Gurutta kepada Bonda Upe adalah agar tidak perlu cemas dan lemah dengan penilaian orang lain tentang diri kita karena yang lebih mengetahui apa yang ada dalam diri adalah diri sendiri bukan orang lain.
ِ ِِ ي َ َوالَ ََتنُوا َوالَ ََْتَزنُوا َوأَنتُ ُم اْأل َْعلَ ْو َن إْن ُكنتُم ُّم ْؤمن 107
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (Ali Imran: 139). g.
Optimis Manusia hidup di dunia ini pasti mempunyai harapan, tanpa adanya harapan manusia tidak mempunyai arti sebagi manusia. Optimis adalah selalu mempunyai pengharapan yang baik dalam menghadapi setiap persoalan dengan keyakinan tinggi di massa depan akan memperoleh kesuksesan. Dengan bersikap optimis dalam menghadapi persoalan kehidupan akan menjadikan seorang muslim lebih bersikap bahagia, sebab dapat mencapai apa yang dicita-citakan baik di dunia maupun diakherat.
ِ ِ ِِ ِ َّ َِيَاب َ وس ُف َوأَخيو َوالَتَيْئَ ُسوا من َّرْو ِح هللا إِنَّو ُ ُِن ا ْذ َىبُوا فَتَ َح َّس ُسوا من ي س ِمن َّرْو ِح هللاِ إِالَّ ْالقُ ْو ُُم الْ َكافُِرو َن ُ َالَيَيْئ “Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir".(Q.S. Yusuf: 87). Islam menganjurkan kepada umatnya untuk memilki sikap optimis dan jangan berputus asa dari rahmat Allah Swt seperti yang disampaikan oleh Gurutta kepada Ambo Uleng ketika sudah tidak mempunyai harapan. Optimis adalah modal untuk meraih kesuksesan dalam hidup. h.
Lapang Dada Orang yang mempunyai hati bersih dan lapang dada adalah orang yang mampu menekan secara maksimal kecenderungan-kecenderungan buruk yang ada di dalam dirinya seperti, seperti rasa benci, dengki, iri 108
hati, dan dendam. Hanya orang yang berhati lapang yang mampu memaafkan kesalahan orang lain. Ketika seseorang memutuskan untuk memaafkan orang lain hendaknya diikuti dengan lapang dada karena dengan lapang dada tindakan memaafkan menjadi lebih sempurna. Seseorang yang memaafkan tersebut bisa memulai hidup barunya dengan hati yang bersih tanpa ada dendam.
ِِ ي ُّ اص َف ْح إِ َّن هللاَ ُِحي ْ َف ُ اع َ ب الْ ُم ْحسن ْ ف َعْن ُه ْم َو “.... maafkanlah mereka dan berlapang dadalah, sesungguhnya Allah senang kepada orang-orang yang berbuat kebajikan (terhadap yang melakukan kesalahan kepadanya)” (Q.S. AlMaidah: 13). Ibarat menulis di selembar kertas, jika terjadi kesalahan tulis, kesalahan itu akan dihapus dengan alat penghapus. Tapi serapi-rapi menghapus tentu akan meninggalkan bekas, bahkan barangkali kertas tersebut menjadi kusut. Supaya lebih baik dan lebih rapi, sebaiknya diganti saja kertasnya dengan lembaran baru. Menghapus kesalahan itulah yang disebut dengan memaafkan, sedang berlapang dada adalah menukar lembaran yang salah dengan lembaran yang baru sama sekali (Ilyas, 2007: 142). Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Gurutta dengan mengibaratkan sikap lapang dada adalah dengan membuka sebuah kertas kosong yang masih bersih.Ketika seseorang berlapang dada, sesungguhnya orang tersebut memberi ruang yang lapang kepada jiwanya sehingga akan bahagia dimanapun berada.
109
3.
Akhlak terhadap Sesama a.
Ta‟awun Ta‟awun atau tolong menolong adalah salah satu akhlak yang penting yang harus dilakukan oleh manusia. Sebab manusia tidak dapat hidup sendiri melainkan dengan bantuan orang lain. Serendah-rendah martabat atau tingkat ta‟awun yakni tolongmenolong ialah apabila memberikan pertolongan kepada orang lain dengan harapan atau ada maksud dalam hati agar nantinya akan ditolong juga oleh orang lain disaat membutuhkan pertolongan. Sedangkan tingkat yang tertinggi adalah memerikan pertolongan dengan tidak ada maksud apapun, tanpa pamrih dan tanpa mengharapkan keuntungan berupa apapun (Ghalayini, 1976: 224).
ِ ََوتَ َع َاونُوا َعلَى الِْ ِِّب َوالتَّ ْق َوى َوالَتَ َع َاونُوا َعلَى اْ ِإل ِّْت َوالْ ُع ْد َوان َواتَّ ُقوا هللاَ إِ َّن هللا ِ يد الْعِ َق اب ُ َش ِد “ .... Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” (Q.S. Al-Maidah: 2). Tolong menolong harus dilakukan dengan tulus dan tanpa pamrih. Seperti yang dilakukan oleh tokoh Ambo Uleng. Apabila seorang muslim menolong saudaranya, maka Allah Swt juga akan menolong dirinya. Tolong-menolong sangat dianjurkan dalam Islam terutama tolong-menolong dalam hal kebenaran.
110
b.
Berkumpul dengan Orang Baik Bergaul dengan orang-orang yang baik memiliki pengaruh yang baik pada seseorang. Yaitu dapat meningkatkan ketakwaan pada Allah Swt, menambah ilmu pengetahuan, mempererat tali silaturahmi, saling belajar agama dan bertukar pikiran sehingga menjadikan seseorang memiliki pengetahuan yang lebih luas.
ِ ِ ِ ِ ِ َّخ ُذوا الْ َكافِ ِر ِ ياأَيُّها الَّ ِذين ءامنُوا الَتَت يدو َن ُ ي أَتُِر َ ين أ َْوليَآءَ من ُدون الْ ُم ْؤمن َ َ ََ َ َ ِ يا ً ِأَن ََْت َعلُوا هلل َعلَْي ُك ْم ُسلْطَانًا ُّمب “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orangorang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?” (Q.S. An-Nisa: 144). Sesuai dengan nasehat yang diberikan oleh Gurutta kepada Bonda Upe untuk beragul dengan jama‟ah haji lain agar dapat bertukar pikiran dan saling berbagi ilmu. Sunan Kalijaga dalam sya‟irnya “Tombo Ati” yang berbunyi “Wong kang sholeh kumpulono” menganjurkan kepada kita semua untuk berkumpul dengan orang-orang sholeh karena apabila bergaul bersama orang-orang yang mempunyai akhlak baik, maka akhlak kita akan ketularan baik dan
apabila berkumpul dengan orang-orang yang
mempunyai akhlak buruk, maka akhlak pun akan ketularan buruk. c.
Berbuat Baik Ajaran Islam menjadikan sikap baik sebagai karakteristik dasar seorang muslim, yang akan mengangkat statusnya di dunia ini dan 111
kemuliaannya di akhirat nanti. Islam juga mengemukakan bahwa orang yang memiliki sikap terbaik kepada orang lain sebagai hamba yang paling dicintai Allah Swt (Al-Hasyimi, 2004: 256).
ِ وأ ِ َنف ُقوا ِِف سبِ ِيل هللاِ والَ تُ ْل ُقوا بِأَي ِدي ُكم إِ َىل الت ب ُّ َح ِسنُوا إِ َّن هللاَ ُِحي ْ ْ َّهلُ َكة َوأ َ ْ ْ َ َ ِِ ي َ الْ ُم ْحسن “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orangorang yang berbuat baik” (Q.S. Al-Baqarah: 195). Nabi mengajarkan kepada manusia untuk menanamkan sifat baik hati pada dirinya. Baik hati akan menjadikan kepada orang lain akan mendamaikan hati dan menciptakan ketentraman dan kedamaian dalam masyarakat. Manusia tidak akan dapat hidup bermasyarakat dengan normal dan tidak akan dapat merealisasikan tujuan-tujuan yang mereka inginkan kecuali jika mereka berinteraksi antar sesamanya dengan baik dan benar. Orang-orang yang berbuat baik adalah orang-orang yang melaksanakan perintah Allah Swt untuk berbuat baik terhadap orangorang yang ada di sekitar tanpa membedakan antara satu dan yang lain. Baik hati dengan berbuat baik sebanyak-banyaknya kepada orang lain sesuai dengan pesan yang disampaikan Gurutta kepada Bonda Upe dan Ambo Uleng untuk terus berbuat baik setiap harinya agar lebih dicintai oleh Allah Swt sehingga lebih tenang dan bahagia dalam menjalani hidup meskipun banyak cobaan yang menimpa. 112
Kebaikan hati membantu anak menunjukkan kepeduliannya terhadap
kesejahteraan
dan
perasaan
orang
lain.
Dengan
mengembangkan kebajikan ini, ia lebih berbelas kasih terhadap orang lain dan tidak memikirkan diri sendiri, serta menyadari perbuatan baik sebagai tindakan yang benar (Zuchdi dan Darmiyati, 2013: 23). d.
Menutup Aib Muslim yang baik adalah yang mampu menjaga lidahnya dari membuka aib muslim yang lain. Ajaran Islam melarang keras menceritakan aib seseorang dan melarang menyebarkan kondisi yang tidak baik tentang seseorang. Tokoh Gurutta dalam novel Rindu menjelaskan sebagai sesama muslim harus menutupi aib orang lain. Allah Swt menjanjikan kepada manusia yang mampu menutup aib saudaranya (sesama muslim) maka Allah Swt juga akan menutupnya aibnya di dunia dan akhirat. Sesungguhnya janji Allah Swt adalah benar dan pasti. Oleh karena itu, hindari menggunjingkan aib orang lain. Setiap manusia pasti memiliki kekurangan dan tidak ada yang sempurna. Maka setiap aib yang ada pada orang lain hendaknya menjadi pelajaran untuk senantiasa memperbaiki diri dan introspeksi diri sendiri agar menjadi lebih baik. Dosa orang yang mengumbar lidahnya menyebarkan keburukankeburukan orang lain dalam masyarakat adalah sama besarnya dengan dosa orang yang melakukan perbuatan tersebut (Al-Hasyimi, 2004: 293).
113
e.
Solidaritas Solidaritas adalah hubungan yang timbul antara unit-unit masyarakat dalam waktu, kesempatan dan bentuk tertentu. Solidaritas sosial artinya saling ketergantungan antara satu unit sosial dengan unit yang lain jika masing-masing unit dari keduanya memiliki sistem sosial dan ekonomi yang sama atau mereka mempunyai nasib serupa dan mempunyai musuh yang sama. Solidaritas sosial merupakan cerminan dari kematangan humanisme yang ada dalam nilai-nilai luhur akhlak islam (Mahmud, 2004: 97). Solidaritas tercermin dalam pesan Gurutta kepada penumpang kapal Blitar Holland sesama muslim adalah saudara tidak memandang derajat atau kedudukan sebagai muslim harus bersatu. Persaudaraan sesama muslim di kapal dalam novel Rindu bisa disebut dengan ukhuwah islamiyah. Ilyas (2007: 221) mendefinisikan ukhuwah islamiyah adalah sebuah istilah yang menunjukkan persaudaraan antara sesama muslim di seluruh dunia tanpa melihat perbedaan warna kulit, bahasa, suku, bangsa dan kewarganegaraan. Firdaus dalam Supriono (2006: 163) mengemukakan bahwa persaudaraan sesama mukmin merupakan konsekuensi dari iman mereka. Mukmin yang tidak dapat hidup bersaudara dengan mukmin lain dalam kehidupan masyarakat, berarti imannya bermasalah.
114
ِ ِ ِ ِ ِ ت هللاِ َعلَْي ُك ْم إِ ْذ ُكنتُ ْم َ َو ْاعتَص ُموا ِبَْب ِل هللا ََج ًيعا َوالَ تَ َفَّرقُوا َواذْ ُك ُروا ن ْع َم ٍَصبَ ْحتُم بِنِ ْعمتِ ِو إِ ْخوانًا وُكنتُم َعلَى َش َفا ُح ْفرة َ َّأ َْع َدآءً فَأَل َ ْ َف ب ْ ي قُلُوبِ ُك ْم فَأ ْ َ َ َ َ ِ ي هللاُ لَ ُك ْم ءَايَاتِِو لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْهتَ ُدو َن َ ِّم َن النَّا ِر فَأَن َق َذ ُكم ِّمْن َها َك َذل ُ ِّ َك يُب “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuhmusuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk” (Q.S. Ali Imran: 103). Persaudaraan muslim sangat penting bagi kemaslahatan umat. Salah satu pelajaran penting yang dapat diteladani adalah adalah kuatnya persaudaraan antara kaum muslimin Muhajirin dan Anshar. f.
Menghargai Orang Lain Manusia menurut Allah Swt mempunyai nilai dan kedudukan yang sama. Tidak ada perbedaan antara bangsa kulit putih dengan kulit berwarna. Tidak ada kelebihan orang Arab dari orang „Ajam. Allah Swt tidak menilai seseorang dari tampan rupa atau gagahnya penampilan fisik, tetapi Allah Swt hanya menilai hati dan amalan. Oleh sebab itu, tidak ada alasan bagi seseorang untuk berbuat sombong kepada orang lain. Seseorang harus menghormati orang lain. Yang tua dihormati, yang kecil disayangi. Sesama besar saling menghargai (Ilyas, 2007: 182).
115
Pesan Gurutta kepada Daeng Andipati ingin menyampaikan pesan bahwa sesama muslim harus saling menghargai, tidak boleh mengejek terlebih kepada orang yang melakukan kebaikan dengan merubah diri menjadi lebih baik dan lebih mendekatkan diri kepada Allah Swt. Semua orang adalah sama menurut pandangan Allah Swt yang membedakan adalah amal ibadahnya. Oleh karena itu, sesama muslim tidak boleh saling menghina, harus saling menghormati dan menghargai satu sama lain maka akan tercipta kehidupan yang rukun dan bahagia. Orang yang mau menghargai orang lain, maka dia juga akan dihargai oleh orang lain. g.
Pemaaf Pemaaf merupakan sifat mulia yang dimiliki oleh orang-orang yang hatinya bersih karena orang-orang yang memberi maaf tidak mengikuti hawa nafsu dan lebih memilih pahala dari Allah Swt.
ِ ِ ْ ف وأَع ِرض ع ِن ِ ِ ي َ ْ ْ َ ُخذ الْ َع ْف َو َوأْ ُم ْر بِالْ ُع ْر َ اْلَاىل “Jadilah engkau pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh” (Q.S. Al-A‟raf: 199). Orang-orang yang menjaga diri dari dari marah dan menjauhkan diri dari kedengkian maka mereka membebaskan diri dari beban kebencian dan memasuki dunia baru yang penuh toleransi dan maaf, memperoleh kesucian hati dan kedamaian pikiran serta memperoleh cinta dan ridha dari Allah Swt(Al-Hasyimi, 2004: 271). Kutipan dialog Gurutta menjelaskan bahwa ketika memaafkan 116
seseorang janganlah memandang apakah orang itu benar atau salah tetapi memaafkan seseorang karena agar memperoleh cinta dari Allah Swt sehingga akan mendapatkan kedamaian hati dan pikiran karena hilangnya perasaan dendam dan dengki yang ada di dalam hati. 4. Akhlak terhadap Orang Tua a. Memaafkan Kesalahan Orang Tua Berbakti kepada kedua orang tua menduduki tempat kedua sesudah Allah Swt dan Rasul-Nya. Karena itu dari kalangan manusia di muka bumi ini, tidak ada seorang pun yang dapat menyamai kedudukan ibu dan bapak yang sangat terhormat (Tatapangarsa, 1980: 95). Orang tua (ibu dan bapak) adalah orang yang paling besar jasanya terhadap kita. Tanpa orang tua tentu kita tidak akan terlahir ke dunia sehingga orang tua mendapat tempat istimewa dalam agama Islam. Oleh sebab itu, wajib bagi kita untuk berbakti kepada orang tua baik sewaktu orang tua masih hidup atau sudah meninggal. Kewajiban berbuat baik kepada kedua orang tua sangat ditekankan dalam agama Islam, maka pelanggaran atas kewajiban berbakti kepada orang tua sangat berat dosa dan balasannya dari Allah Swt. Apabila orang tua kita melakukan kesalahan, wajib bagi seorang anak untuk membimbing ke jalan yang benar dan mendoakan mereka apabila sudah meninggal. Seorang anak yang sholeh akan senantiasa memaafkan segala kesalahan orang tua yang tidak dibenarkan dalam agama dan menyakiti hati anak dengan mendoakan kedua orang tuanya agar diampuni oleh Allah Swt. Seberapa pun buruknya perilaku orang 117
tua, wajib bagi anak untuk memaafkannya dan mendoakannya. Hubungan psikologi anak dan orang tua sangat dekat sehingga kemungkinan doa yang dilakukan anak untuk orang tua dipanjatkan dengan khusyu‟ dan do‟a yang khusyu‟ akan dikabulkan oleh Allah Swt. Seperti dalam pesan Gurutta kepada Daeng Andipati untuk memaafkan kesalahan bapaknya. b.
Kasih Sayang terhadap Orang Tua Pada dasarnya, sifat kasih sayang adalah fitrah yang dianugerahkan oleh Allah Swt kepada semua makhluk yang bernyawa. Allah Swt memerintahkan kepada umat manusia untuk saling berkasih sayang kepada semua makhluk, terlebih kepada kedua orang tua. Mulyana dalam Supriono (2006: 58) mengemukakan berkasih sayang merupakan salah satu syarat agar kita disayangi oleh makhluk yang ada di langit. Kasih sayang terhadap orang tua termasuk berbuat baik atau berbakti kepada orang tua yang sering disebut dengan birrul walidain. Birrul walidain terdiri dari kata birru dan al-walidain. Birru atau al-birru artinya kebajikan. Al-walidain artinya dua orang tua atau ibu bapak. Jadi birrul walidain adalah berbuat kebajikan kepada kedua orang tua (Ilyas, 2007: 148). Pesan Gurutta kepada Daeng Andipati agar tidak membenci ayahnya, karena seseorang tidak berhak untuk membenci orang lain terutama kepada ayahnya sendiri. Islam mengajarkan untuk saling berkasih sayang antara anak dan orang tua. Jasa orang tua sangat besar
118
kepada anak-anaknya sehingga tidak sepantasnya seoranga anak membenci orang tuanya.
ِ و ِ َّ الذ ِّل ِمن ُّ اح صغِ ًريا ْ َ ْ اخف ِّ الر ْْحَة َوقُل َّر َ ب ْار َْحْ ُه َما َك َما َربَّيَ ِاِن َ َض ََلَُما َجن َ “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".(Al-Isra: 24). Berbakti kepada orang tua dengan melimpahkan segenap kasih dan sayang kepada orang tua sangatlah penting dan dianjurkan oleh Islam. Hanya dengan ridha orang tua, seorang anak dapat menjalani kehidupannya dengan damai, sentosa, dan selamat di dunia dan akhirat. Sebab, dengan ridha orang tualah Allah Swt berkehendak menurunkan ridha-Nya (Salamulloh, 2008: 64). Karena itulah Islam sangat menjunjung tinggi dan memberikan perhatian besar terhadap hubungan orang tua dan anak. C. Implikasi pesan Gurutta dalam Pendidikan Akhlak Islam telah mengajak dan menganjurkan kepada kaum muslimin untuk menjalankan dan memegang pada akhlak-akhlak mulia. Yaitu akhlak yang berasaskan pada prinsip-prinsip kebaikan dan kebenaran, akhlak yang dapat membawa kebahagiaan bagi individu dan masyarakat, di dunia dan akhirat (Mahmud, 2004: 70). Islam tidak hanya mengajarkan teori tentang akhlak tetapi juga menuntut umatnya untuk mempraktikan akhlak yang mulia. Ciri-ciri pendidikan akhlak dalam Islam adalah memilih kebenaran dan kebaikan serta saling memberi
119
nasihat, bersabar, beramal dengan kandungannya, bersama diri sendiri, orang di sekitar, dan seluruh manusia (Mahmud, 2004: 53). Akhlak awalnya tumbuh melalui pengetahuan, jika dapat memahaminya, selanjutnya dengan pembiasaan, sebab ilmu dapat diperoleh melalui belajar, dan akhlak dapat diperoleh melalui pembiasaan. Seruan untuk berakhlak yang mulia dalam kehidupan itu merupakan keharusan atau dengan kata lain, belajar melalui kehidupan nyata. Keistimewaan pendidikan akhlak dalam Islam bahwasanya akhlak itu merupakan pendidikan praktis, siap untuk diaplikasikan dalam kehidupan bagi individu dan manusia seluruhnya walaupun berbeda bahasa, warna, tempat, dan waktu (Hafidz dan Kastolani, 2009: 120). Pesan yang disampaikan Gurutta dalam novel Rindu yang memuat akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap diri sendiri, akhlak terhadap sesama, dan akhlak terhadap orang lain sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Peran akhlak mulia sangat besar bagi manusia karena sesuai dengan realitas kehidupan manusia dan sangat penting dalam mengantarkan manusia menjadi umat yang paling mulia di sisi Allah Swt. Akhlak mulia merupakan tujuan pokok dalam pendidikan akhlak. Akhlak seseorang akan dianggap mulia apabila perbuatannya mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur‟an. Sehingga pesan Gurutta tidak akan berarti apabila hanya sekedar pengetahuan saja (kognitif) tetapi juga harus dimiliki dan dilaksanakan dalam ranah afektif dan psikomotor. Apabila akhlakakhlak yang disampaikan oleh Gurutta dalam novel Rindu dapat dipahami, dimiliki, dan dilaksanakan oleh peserta didik, maka tujuan dari pendidikan akhlak akan dapat tercapai.
120
Akhlak terpuji yang terdapat dalam pesan Gurutta dapat disampaikan dan diterapkan dalam pendidikan akhlak sebagaimana yang dilakukan oleh Gurutta yakni dengan menceritakan kisah-kisah yang terdapat dalam al-Qur‟an, memberikan contoh perilaku terpuji yang dilakukan orang lain, dan menasihati dengan menyertakan dalil al-Qur‟an dan hadits. Pendidikan akhlak dalam Islam lebih menitikberatkan pada hari esok, yaitu hari kiamat beserta hal-hal yang berkaitan dengannya, seperti perhitungan amal, pahala, dan dosa. Pendidikan akhlak mempunyai pengaruh efektif dalam setiap amal perbuatan yang dilakukan oleh orang muslim yakni dapat berpengaruh pada keimanan, keislaman, dan kebaikan yang dilakukan setiap muslim serta menjadikannya mempunyai akhlak terpuji dan menjauhkan dari perilaku yang buruk. Orang yang mempunyai akhlak mulia akan memperoleh kehidupan yang baik, mendapat rezeki yang berlimpah ruah, mendapatkan pahala yang berlipat ganda di akhirat dengan masuknya ke dalam surga. Hal ini menggambarkan bahwa manfaat dari akhlak yang mulia adalah keberuntungan hidup di dunia dan akhirat (Nata, 2002: 171). Seorang muslim yang mengisi jiwanya dengan ajaran Islam maka akan berakhlaqul karimah kepada Allah Swt. Dan dengan ketulusannya dalam berakhlaqul karimah kepada Allah Swt, seorang Muslim akan dengan rela hati berakhlaqul karimah pula kepada sesama manusia serta sesama makhluk pada umumnya (Halim, 2000: 26).
121
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1.
Pesan Gurutta pada Novel Rindu Pesan Gurutta mengandung 23macam akhlak terpuji yaitu menerima takdir, bersyukur, menaati perintah Allah Swt, tobat, khauf dan raja‟, tawakal, adil terhadap diri sendiri, gigih, tidak mementingkan diri sendiri, sabar, ikhlas, tegar, optimis, lapang dada, ta‟awun, berkumpul dengan orang baik, berbuat baik, menutup aib, solidaritas, menghargai orang lain, pemaaf, memaafkan kesalahan orang tua, dan kasih sayang terhadap orang tua.
2.
Pesan Gurutta pada Novel Rindu dalam Perspektif Pendidikan Akhlak Pesan Gurutta mengandung akhlak terhadap Allah Swt, akhlak terhadap diri sendiri, akhlak terhadap sesama, dan akhlak terhadap orang tua. a.
Akhlak terhadap Allah Swt meliputi menerima takdir, bersyukur, menaati perintah Allah Swt, tobat, khauf dan raja‟,dan tawakal.
b.
Akhlak terhadap diri sendirimeliputi adil terhadap diri sendiri, gigih, tidak mementingkan diri sendiri, sabar, ikhlas, tegar, optimis,dan lapang dada.
c.
Akhlak terhadap sesama yang meliputi ta‟awun, berkumpul dengan orang baik, berbuat baik, menutup aib, solidaritas, menghargai orang lain, dan pemaaf.
d.
Akhlak terhadap orang tua yang meliputi memaafkan kesalahan orang tua dan kasih sayang terhadap orang tua. 122
3.
Implikasi pesan Gurutta dalam Pendidikan Akhlak Pesan Gurutta tidak akan berarti apabila hanya sekedar pengetahuan saja (kognitif) tetapi juga harus dimiliki dan dilaksanakan dalam ranah afektif dan psikomotor. Apabila akhlak-akhlak yang disampaikan oleh Gurutta dalam novel Rindu dapat dipahami, dimiliki, dan dilaksanakan oleh peserta didik, maka tujuan dari pendidikan akhlak akan dapat tercapai.Akhlak terpuji yang terdapat dalam pesan Gurutta dapat disampaikan dan diterapkan dalam pendidikan akhlak sebagaimana yang dilakukan oleh Gurutta yakni dengan menceritakan kisah-kisah yang terdapat dalam al-Qur‟an, memberikan contoh perilaku terpuji yang dilakukan orang lain, dan menasihati dengan menyertakan dalil al-Qur‟an dan hadits.
B. Saran Saran peneliti ditujukan bagi orang tua, dunia sastra, dunia pendidikan, dan karya penelitian. 1.
Bagi Orang Tua Pendidikan akhlak adalah hal yang paling mendasar yang harus orang tua ajarkan kepada anak-anak jika ingin memilki anak-anak yang sholeh dan sholehah karena pendidikan akhlak adalah fondasi yang nantinya akan membentuk kepribadian anak. Banyak orang yang pandai dan mempunyai pengetahuan yang luas tetapi banyak juga yeng terjerumus kepada keburukan disebabkan kurangnya pendidikan akhlak. oleh karena itu, pendidikan akhlak harus ditanamkan sejak dini.
2.
Bagi Dunia Sastra
123
Dalam membuat sebuah karya sebaiknya tidak hanya memuat tentang keindahan dan
hiburan
semata
sebagai
daya
jual,
namun
juga
memperhatikan isi dan memasukan pesan-pesan yang dapat diambil dari karya sastra tersebut. Sehingga karya sastra tersebut menjadi lebih bermakna yang dapat menawarkan strategi pembelajaran akhlak. 3.
Bagi Dunia Pendidikan Keberhasilan suatu pendidikan adalah tidak hanya menciptakan kecerdasan kognitif saja tetapi dapat menghadirkan domain afektif dan psikomotor secara komprehensif. Hal ini dalam rangka menciptakan akhlak yang mulia pada peserta didik. Oleh karena itu, penting bagi dunia pendidikan Islam untuk mengimplementasikan pendidikan akhlak bagi peserta didik yang memiliki implikasi yang jelas.
4.
Bagi Karya Penelitian Banyak karya sastra yang menginspirasi dan mengandung nilai-nilai yang dapat bermanfaat dalam kehidupan sehingga tidak hanya kontekstual pada lingkungan sekitar dan dunia pendidikan yang dapat dikaji tetapi juga dapat melirik pada obyek karya sastra.
124
DAFTAR PUSTAKA
Agam, Rameli. 2009. Menulis Karya Ilmiah. Yogyakarta: Familia. Ahid, Nur. 2010. Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ahmadi, Wahid. 2004. Risalah Akhlak, Panduan Perilaku Muslim Modern. Solo: Era Intermedia. Al-Hasyimi, Muhammad Ali. 2004. Muslim Ideal. Yogyakarta: Mitra Pustaka. Ali, Mohammad Daud. 2008. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Aminuddin. 1991. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: CV. Sinar Baru. Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Asmaran. 2002. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Aziez, Furqonul dan Abdul Hasim. 2010. Menganalisis Fiksi Sebuah Pengantar. Bogor: Ghalia Indonesia. Dalman. 2012. Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Daradjat, Zakiah. 1995. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Al-Qur‟an Al-Karim dan Terjemah Bahasa Indonesia. 2006. Kudus: Menara Kudus. Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Djatnika, Rachmat. 1996. Sistem Ethika Islami (Akhlak Mulia). Jakarta: Pustaka Panjimas. Ghalayini, Syekh Mushthafa. 1976. Bimbingan Menuju ke Akhlak yang Luhur. Semarang: Toha Putra. Hafidz, Muhammad & Kastolani. 2009. Pendidikan Islam antara Tradisi dan Modernitas. Salatiga: STAIN Salatiga Press. 125
Halim, Nipan Abdul. 2000. Menghias Diri dengan Akhlak Terpuji. Yogyakarta: Mitra Pustaka. Haryanta, Agung Tri. 2012. Kamus Kebahasaan dan Kesusastraan. Surakarta: Aksarra Sinergi Media. Ilyas, Yunahar. 2007. Kuliah Akhlak. Yogyakarta: LPPI Kesuma, Dharma, Cepi Triatna, dan Johar Permana. 2012. Pendidikan Karakter: kajian Teori dan Praktik di Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Komaruddin, Yooke Tjuparmah S. Komaruddin. 2006. Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: PT Bumi Aksara. Kusmana, Suherli. 2010. Merancang Karya Tulis Ilmiah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Liye, Tere. 2014. Rindu. Jakarta: Republika. Mahmud, Ali Abdul Halim. 2004. Akhlak Mulia. Jakarta: Gema Insani. Majid, Abdul. 2005. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (konsep & Implementasi Kurikulum 2004). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Mansur. 2007. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Maslikhah. 2009. Ensiklopedia Pendidikan. Salatiga: STAIN Salatiga Press. Nata, Abuddin. 2002. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. ........................2013. Kapita Selekta Pendidikan Islam: Isu-isu Kontemporer tentang Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Nugroho, Ipnu Rinto. 2014. Menjadi Penulis Kreatif. Yogyakarta: Notebook. Nurgiyantoro, Burhan. 2012. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Poerwadarminta, W.J.S. 1991. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka. Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ruslan, Rosady. 2010. Metode Penelitian: Public Relations & Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers. Sambu, Gari Rakai. 2013. Langkah Awal menjadi Penulis Fiksi. Yogyakarta: Media 126
Pressindo Salamulloh, Alaika. 2008. Akhlak Hubungan Vertikal. Yogyakarta: pustaka Insan Madani. ................................2008. Akhlak Hubungan Horizontal. Yogyakarta: pustaka Insan Madani. Supriono (Ed.). 2004. Seratus Cerita tentang Akhlak. Jakarta: Republika. Suwarno, Wiji. 2006. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz. Syafaat, Sohari Sahrani, dan Muslih. 2008. Peranan Pendidikan Agama Islam dalam Mencegah Kenakalan Remaja (Juvenile De Linquency). Jakarta: Rajawali Pers. Tatapangarsa, Humaidi. 1980. Akhlak yang Mulia. Surabaya: Bina Ilmu. Umiarso dan Haris Fathoni Makmur. 2010. Pendidikan Islam dan Krisis Moralisme Masyarakat Modern. Jogjakarta: Ircisod. Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2004. Jakarta: PT Armas Duta Jaya. Wiyanto, Asul. 2012. Kitab Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Galangpress. Zainuddin. 1991. Seluk Beluk Pendidikaan dari Al-Ghazali. Jakarta: Bumi Aksara. Zuchdi dan Darmiyati. 2014. Pendidikan Karakter: Konsep Dasar dan Implementasi di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: UNY Press. Ari,
Alfina. 2013. Sinopsis Novel Rembulan Tenggelam diwajahmuhttp://impianphiena.blogspot.com/2013/03/sinopsis-novel-rembulantenggelam-di.htmldiakses pada tanggal 22 Agustus 2015 pukul 13.30 WIB.
Gobel, Jullia Van. 2011. Sinopsis Novel Hafalan Delisa.http://zhuyavabel.blogspot.com/2011/12/sinopsis-novel-hafalan-shalat-
Shalat
delisa.htmldiakses pada tanggal 22 Agustus 2015 pukul 13.23 WIB.
Kadir, Ilham. 2013. Gurutta, Anreguru, Panrita. ilhamkadirmenulis.blogspot.in/2013/02/gurutta-anreguru-panrita.html?m=1 diakses pada tanggal 08 Juni 2015 pukul 22.09 WIB. Remedia. 2014. Tujuan Sastra. http://www.bimbingan.org/tujuan-sastra.htm diakses pada tanggal 18 Agustus 2015 pukul 12.40 WIB.
Wicaksono,
Prastea.
2013.
Sinopsis
Novel
Bidadari-bidadari
Surga.
http://prastea13.blogspot.com/2013/03/sinopsis-novel-bidadari-bidadari-surga_8916.htmldiakses pada tanggal 22 Agustus 2015 pukul 13.27 WIB.
127
Wikipedia. 2015. Majas.https://id.wikipedia.org/wiki/Majasdiakses pada tanggal 30 Agustus 2015 pukul 14.55 WIB. Wulansari, Aisyah. 2014. Biografi Darwis Tere http://aisyahwulansari.blogspot.com/2014/01/biografi-darwis-tereliye.htmldiakses pada tanggal 03 Agustus 2015 pukul 13.13 WIB.
Liye.
Ziyad, M.Thariq. 2008. Sinopsis: Moga Bunda disayang Allah.http://m-thariqziyad.blogspot.com/2008/12/sinopsis-moga-bunda-disayang-allah.htmldiakses pada tanggal 22 Agustus 2015 pukul 13.20 WIB.
Zulfikar. 2013. Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin.http://collections-ofbooks.blogspot.com/2013/05/terbit-juni-2010-oleh-tere-liye-bahasa.htmldiakses pada tanggal 22 Agustus 2015 pukul 13.32 WIB.
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138