KONFLIK TOKOH DALAM NOVEL RINDU KARYA TERE LIYE (TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA)
JUSRIANI Email:
[email protected] Abstrak Penelitian ini menelaah Konflik Tokoh dalam Novel Rindu Karya Tere Liye. Novel ini menggambarkan tentang kehidupan manusia yang melakukan perjalanan haji, namun banyak menyimpan konflik fisik, sosial maupun batin. Masalah dalam penelitian ini ialah Bagaimanakah gambaran konflik tokoh dalam novel Rindu Karya Tere Liye? Tujuan penelitian ini ialah untuk mengungkapkan gambaran konflik tokoh dalam novel Rinu Karya Tere Liye. Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teks yang memuat konflik tokoh dalam novel Rindu Karya Tere Liye. Sumber data dalam penelitian ini adalah Novel Rindu Karya Tere Liye yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama tahun 2014 dengan 544 halaman. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik baca dan catat. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan psikologi sastra. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konflik yang terdapat dalam novel Rindu Karya Tere Liye ini yaitu Konflik eksternal dan konflik internal. Adapun konflik eksternal terdiri dari konflik sosial dan konflik fisik, sedangkan konflik internal adalah konflik batin atau kejiwaan. Konflik eksternal yang di temukan yaitu konflik yang terjadi antartokoh, sedangkan konflik internal yaitu konflik batin atau kejiwaan yang terdapat dalam batin seseorang/tokoh. Kata Kunci: Konflik tokoh, Novel,Psikologi Sastra PENDAHULUAN Karya sastra mempersoalkan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan sesama makhluk hidup dan lingkungannya. Karya sastra merupakan hasil dialog, renungan, dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan. Walau berupa khayalan, tidak benar jika karya sastra dianggap sebagai hasil kerja lamunan belaka, melainkan penghayatan dan perenungan secara intens, perenungan terhadap hakikat hidup dan kehidupan, perenungan yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Karya sastra yang dihasilkan pengarang selalu menampilkan konflik yang memiliki karakter sehingga karya sastra juga menggambarkan kejiwaan manusia, walaupun pengarang hanya menampilkan konflik itu secara fiksi. Dengan kenyataan tersebut, karya sastra selalu terlibat dalam segala aspek hidup dan kehidupan. Salah satu bentuk karya sastra adalah novel. Novel merupakan salah satu dari karya sastra bersifat kreatif imajinatif yang menceritakan persoalan kehidupan manusia secara kompleks dengan berbagai konflik, sehingga pembaca memperoleh pengalaman-pengalaman baru tentang kehidupan. Novel adalah karya fiksi yang dibangun dari berbagai unsur intrinsiknya. Unsur-unsur tersebut sengaja dipadukan pengarang dan dibuat mirip dengan dunia yang nyata lengkap dengan peristiwa dan konflik di dalamnya, sehingga tampak seperti sungguh-sungguh ada dan sungguh-sungguh terjadi. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur yang membangun sebuah cerita. Novel merupakan gambaran hidup tokoh yang menceritakan hampir keseluruhan perjalanan hidup tokoh. Perjalanan tokoh dalam novel digambarkan dengan lengkap atau jelas oleh pengarang. Setiap tokoh juga diberi gambaran fisik, konflik, dan kejiwaan yang berbeda-beda sehingga cerita tersebut seperti nyata atau menjadi hidup. Endraswara (2008:60), menyatakan bahwa konflik muncul karena disebabkan oleh masalahmasalah hidup dan kehidupan yang dihadapi dan dialami manusia yang sangat luas dan amat kompleks. Permasalahan yang dialami manusia tidak sama, ada masalah-masalah kehidupan tertentu yang bersifat universal atau dialami oleh setiap orang yaitu berkaitan dengan masalah cinta, rindu, cemas, maut, religious, takut, nafsu, dan lain-lain.
Jurnal Humanika No. 15, Vol. 3, Desember 2015 / ISSN 1979-8296
Dari segi kejiwaan, sastra bisa dipelajari dan ditelaah dengan menggunakan teori psikologi. Sebab, teori psikologi juga menitikberatkan aspek kejiwaan sebagai objek kajiannya. Sastra dan psikologi biasanya tidak diajarkan bersama-sama. Namun demikian, kedua-duanya saling menerangi dan membantu, sehingga dianggap sebagai dua hal yang tak terpisahkan. Lebih dari tiga atau empat generasi, perkembangan spesialisasi akademis dan klinis yang pesat telah memisahkan kedua ‘disiplin’ tersebut. Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa dan karsa dalam berkarya. Begitulah pembaca, dalam menanggapi karya tak akan lepas dari aktivitas kejiwaan masing-masing. Psikologi sastra memiliki pemikiran untuk menghadirkan manusia sebagai bentuk dari naluri-naluri dan konflik batin. Psikologi pengarang merupakan wilayah penelitian dan penyelidikan psikolog. Psikolog dapat mengklasifikasikan pengarang berdasarkan tipe psikologi dan fisiologinya. Mereka bisa menguraikan kelainan jiwanya, bahkan meneliti alam bawah sadarnya. Bukti-bukti untuk itu di ambil dari dokumen di luar sastra atau dari karya sastra sendiri. Untuk menginterpretasikan karya sastra sebagai bukti psikologi, psikologi perlu mencocokkannya dengan dokumen-dokumen di luar sastra. Penelitian ini akan membahas tentang konflik tokoh dalam novel Rindu karya Tere Liye dikaji dari aspek psikologi sastra. Hal yang menjadi dasar penelitian tentang konflik tokoh dalam novel Rindu dilakukan karena novel ini memiliki tokoh yang cemas akan jawaban-jawaban yang telah diberika kepada orang lain, namun dia tidak bisa menjawab pertanyaan yang timbul dari dirinya sendiri bahkan dia menganggap dirinya sebagai orang munafik. Novel ini juga merangkum kisah lima orang anak manusia dengan latar belakang, usia, daerah asal, dan karakter yang berbeda-beda. Mereka disatukan dalam sebuah perjalanan untuk menggenapkan rukun Islam yang ke lima yaitu Naik Haji. Novel ini mengambil latar pada masa pendudukan dan penjajahan Belanda di Indonesia, tepatnya pada Tahun 1938 Masehi 7 tahun sebelum kemerdekaan Indonesia. Penelitian ini sama dengan penelitian yang telah ada yaitu menganggkat novel sebagai bahan kajian. Tokoh yang menjadi objek penelitian adalah tokoh-tokoh yang terlibat langsung didalam cerita tersebut. Novel ini dipilih karena banyak pelajaran yang dapat di ambil dari novel ini tentang kehidupan. Novel Rindu ini sangat menarik untuk di baca, karena kita akan menemukan berbagai kejutan didalam novel ini, menemukan cara bagaiman seharusnya kita bersikap pada semua orang, dan bagaimana cara menyikapi pertanyaan-pertanyaan yang ada di pikiran tentang kehidupan. Berdasarkan latar belakang, mengenai aspek kejiwaan konflik batin tokoh utama dalam Novel Rindu Karya Tere Liye maka masalah yang ada dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah deskripsi konflik tokoh dalam novel Rindu”? Karya Tere Liye. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan konflik tokoh dalam novel Rindu Karya Tere Liye. Penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat pada pambaca baik yang bersifat teoritis maupun praktis: a. Penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan mengenai studi analisis terhadap sastra Indonesia, terutama dalam bidang penelitian novel Indonesia yang memanfaatkan teori psikologi sastra. b. Penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan aplikasi teori sastra dan teori psikologi dalam mengungkap novel Rindu. c. Hasil penelitian dapat menambah referensi penelitian karya sastra Indonesia dan menambah wawasan kepada pembaca tentang aspek kejiwaan pada tokoh utama. d. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang aspek kejiwaan tokoh utama. PENBAHASAN A. Kajian Pustaka 1. Pengerian Sastra Menurut Nyoman (2012: 2) istilah sastra sebagai entitas yang memungkinkan untuk ditafsirkan dalam beragam makna dari sudut pandang yang beraneka ragam. Akan tetapi bertolak pada kasus yang sudah disampaikan sebelumnya, menentukan istilah sastra pada hakikatnya sangat bergabung pada kelompok, bangsa, atau komunitas tertentu; penerbit, komunitas, sastra, yang tidak Jurnal Humanika No. 15, Vol. 3, Desember 2015 / ISSN 1979-8296
bisa dilepaskan dari ideologi yang dianut oleh masing-masing pihak. Walaupun belum sepenuhnya jelas. Sastra merupakan sebuah sistem yang terangkat dari sebuah produk yang oleh masyarakat tertentu menamakannya sebagai sastra. Menurut Siswanto (2013: 59) Sastra lahir oleh dorongan manusia untuk mengungkapkan diri, tentang maslah manusia, kemanusiaan, dan semesta. Sastra adalah pengungkapan masalah hidup, filsafat dan ilmu jiwa, sastra adalah kekayaan rohani yang dapat memperkaya rohani. Sastrawan dapat dikatakan sebagai ahli ilmu jiwa dan filsafat yang mengungkapkan masalah hidup, kejiwaan, dan filsafat, bukan dengan cara teknis akademis melainkanmelalui tulisan sastra. Karya Sastra adalah fenomena kemanusian yang kompleks, ada peristiwa suka, duka dan berbagai peristiwa hidup lainnya. Semua Itu merupakan hasil ciptaan manusia yang ditujukkan untuk manusia, berisikan tentang kehidupan manusia, memberikan gambaran kehidupan dengan segala aspek kehidupannya. bahwa karya sastra merupakan hasil kreativitas pengarang yang menggunakan manusia dan segala macam segi kehidupannya sebagai objek kajiannya. 2. Pengertian Novel Nurgiyantoro (2010: 9), menjelaskan bahwa kata novel berasal dari bahasa Italia novell manusiaa yang secara harfiah berarti sebuah barang baru yang kecil, dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa. Dalam istilah Indonesianya, novella yang bearti sebuah karya prosa fiksi yang cakupannya tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek. Novel lebih berusaha memberikan efek realis dalam kefiksiannya, dengan mempresentasikan karakter yang komplek dengan motif yang bercampur dan berakar dalam kelas sosial, terjadi dalam struktur kelas sosial yang berkembang ke arah yang lebih tinggi, interaksi dengan beberapa karakter lain, dan berkisah seharihari. Nurgiyantoro (2010: 22) berpendapat bahwa sebuah novel merupakan sebuah totalitas, suatu kemenyeluruhan yang bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-bagian, unsur-unsur, yang saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling menggantungkan. Jika novel dikatakan sebagai sebuah totalitas, unsure kata, bahasa, misalnya, merupakan salah satu bagian dari totalitas itu, salah satu unsur pembangun cerita itu, salah satu subsistem organism itu. Kata inilah yang menyebabkan novel, juga sastra pada umumnya, menjadi terwujud. Nurgiyantoro (2010: 18-19) juga membagi dua macam novel yaitu: novel serius dan novel popular. Novel popular adalah novel yang popular pada masanya dan banyak penggemarnya. Khususnya pembaca dikalangan remaja. Ia menampilkan masalah-masalah yang aktual yang selalu menzaman, namun hanya sampai pada tingkat permukaan. Novel popular tidak menampilkan permasalahan kehidupan secara lebih intens, tidak berusaha meresapi hakikat kehidupan. Novel populer pada umumnya bersifat artifisial, hanya bersifat sementara, cepat ketinggalan zaman, dan tidak memaksa orang untuk membacanya sekali lagi. Novel serius dipihak lain, justru “harus” sanggup memberikan yang serba berkemungkinan, dan itulah sebenarnya makna sastra yang sastra. Membaca novel serius, jika ingin memahaminya dengan baik, diperlukan daya konsentrasi yang tinggi dan disertai kemauan untuk itu. Pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditampilkan dalam novel jenis ini disoroti dan diungkapkan sampai keinti hakikat kehidupan yang bersifat universal. Novel serius disamping memberikan hiburan, juga terimplisit tujuan memberikan pengalaman yang berharga kepada pembaca, atau paling tidak, mengajaknya untuk meresapi dan merenungkan secara lebih sungguh-sungguh tetang permasalahan yang dikemukakan. 3. Unsur Yang Membangun Karya Sastra Nurgiantoro (2013: 30) berpendapat bahwa unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan suatu teks hadir sebagai teks sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Kepaduan antara berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud. Atau sebaliknya, jika dilihat dari sudut kita pembaca, unsur-unsur (cerita) inilah yang akan dijumpai jika kita pembaca sebuah novel. Unsur-unsur yang dimaksud adalah peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang pencerita, bahasa atau gaya bahasa,dan lain-lain.
Jurnal Humanika No. 15, Vol. 3, Desember 2015 / ISSN 1979-8296
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Unsur itu dapat dibedakan antar satu dengan yang lainnya, tetapi sukar dipisahkan. Artinya, dalam sebuah novel kepaduan antara berbagai unsur intrinsik yang membuat novel terwujud. Unsur yang dimaksud adalah tema, tokoh dan penokohan,latar, dan waktu (Wahid, 2004:74). a. Alur Nurgiantoro (2010:175) berpendapat bahwa alur adalah apa yang dilakukan tokoh dan apa yang menimpanya. Adanya kejadian demi kejadian, ketegangan, konflik, dan sampai ke klimaks, yang notabene kesemuanya merupakan hal-hal yang esensi dalam plot, hanya mungkin terjadi jika ada pelakunya. Menurut Wahid (2004:86), plot atau alur merupakan salah satu aspek penting dalam sebuah cerita. Rangkaian peristiwa atau terhadap peristiwa yang terjadi dalam sebuah cerita yang dialami tokoh-tokohnya dinamakan plot atau alur. Peristiwa-peristiwa itu dirangkai dalam satu urutan yang logis. Rangkaian peristiwa tersebut haruslah mempunyai kausal sebab-akibat, dengan demikian, rangkaian peristiwa yang disusun secara logis dan kausalitas dinamakan plot memahami plot merupakan hal yang sangat penting, karena dalam setiap tahapan plot yang sebenarnya terkandung semua aspek yang berbentuk fiksi. Tahapan plot yang dibentuk oleh satuan-satuan peristiwa. Setiap peristiwa selalu memiliki latar tertentu dan selalu menampilkan suasana tertentu pula. b. Tokoh Tokoh adalah pelaku yang mengembang peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin sebuah cerita. Tokoh dalam karya rekaan selalu mempunyai sifat,sikap, tingkah lakuatau watak-watak tertentu. Pemberian watak pada tokoh suatu karya oleh sastrawan disebut perwatakan (siswanto, 2013: 129). Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra. Dalam karya sastra biasanya ada beberapa tokoh, namun biasanya hanya ada satu tokoh utama. Tokoh utama ialah tokoh yang sangat penting dalam mengambil peranan dalam karya sastra (Redaksi PM, 2012: 5). Sedangkan Aminuddin (2004: 79) mengungkapkan bahwa tokoh ialah pelaku yang memberikan peristiwa dari dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu menjadi suatu cerita. c. Latar Nurgiantoro (2005: 249) latar (setting) dapat dipahami sebagai landas tumpu berlangsungnya berbagai peristiwa dan kisah yang di ceritakan dalam cerita fiksi. Peristiwa dan kisah dalam cerita fiksi tidak dapat terjadi begitu saja tanpa kejelasan mengenai waktu, ruang dan situasi dalam suatu cerita. Latar harus bersatu dengan tema dan alur untuk menghasilkan novel yang berkualitas. Abrams (dalam Nurgiantoro, 2013: 314) mengungkapkan latar atau setting menyarankan pada pengertian tempat, hububngan waktu dan lingkungan social tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritaka. Unsure latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsure pokok, yaitu tempat, dan socialbudaya. Walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, ketiga unsure itu pada kenyataanya saling berkaitan dan saling mengaruhi satu dengan yang lainnya. Jadi pembicaraan secara terpisah hanya bersifat teknis dan untuk memudahkannya saja. Latar berfungsi untuk menghidupkan cerita dan merupakansalah satu sarana untuk membangun suasana yakni suasana yang menimbulkan bayangan kesan atau tanggapan sepintas kepada para pembaca yang menikmati karya sastra tersebut sehingga apa yang dialami dan dirasakan oleh para pelaku dapat dirasakan juga oleh pembaca. 4. Pengertian Konflik Konflik pada hakikatnya merupakan sesuatu yang tidak menyenangkan yang dialami dan atau dirasakan tokoh. Konflik dapat muncul karena adanya pertentangan diantara beberapa kepentingan yang berbeda, namun juga karena konflik pula kemudian memunculkan pertentangan-pertentangan. Jadi konflik pun mengalami perkembangan konflik berarti perkembangan alur cerita. Dengan demikian, konflik mengandung unsur dramatik, dan dalam cerita fiksi aspek itu memegang peran penting. Nurgiantoro (2005:239). Endraswara (2008:60), menyatakan bahwa konflik muncul karena disebabkan oleh masalahmasalah hidup dan kehidupan yang dihadapi dan dialami manusia yang sangat luas dan amat Jurnal Humanika No. 15, Vol. 3, Desember 2015 / ISSN 1979-8296
kompleks. Permasalahan yang dialami manusia tidak sama, ada masalah-masalah kehidupan tertentu yang bersifat universal atau dialami oleh setiap orang yaitu berkaitan dengan masalah cinta, rindu, cemas, maut, religious, takut, nafsu, dan lain-lain. Menurut Nurgiantoro (2010: 122), konflik (confilict) yang notabene adalah kejadian yang tergolong penting (jadi, ia akan berupa peristiwa fungsional, utama, atau kernel), merupakan unsur yang esensial dalam pengembangan plot. Pengembangan plot sebuah karya naratif akan dipengaruhi untuk tidak dikatakan , ditentukan oleh wujud dan isi konflik, bangunan konflik yang ditampilkan. Kemampuan pengarang untuk memilih dan membangun konflik melalui berbagai peristiwa (baik aksi maupun kejadian) akan sangat menentukan kadar kemenarikan dan kadar suspense. Cerita yang dihasilkan misalnya , peristiwa-peristiwa manusiawi yang seru, yang sensional, yang saling berkaitan satu dengan yang lain dan menyebabkan munculnya konflik-konflik yang kompleks, biasanya cenderung disenangi pembaca. a. Jenis-jenis Konflik Untuk membedakan jenis konflik yang akan menjadi ruang lingkup dari penelitian ini, maka perlu diuraikan beberapa penjelasan jenis-jenis konflik. Nurgiantoro (2013: 181), mengatakan bahwa konflik dibedakan menjadi dua bagian yaitu konflik fisik/eksternal dan konflik batin/internal. 1) Konflik eksternal Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu yang berbeda di luar dirinya, seperti lingkungan alam, lingkungan manusia,dan tokoh lain. Dengan demikian, konflik eksternal dapat dibedakan kedalam dua kategori, yaitu konflik fisik (physical conflict) dan konflik social (social conflict), Jones (dalam Nurgiantoro). Menurut Nurgiantoro (2013:181), konflik fisik adalah konflik yang disebabkan oleh perbenturan antara tokoh dengan lingkungan alam. Sedangkan konflik sosial adalah yang disebabkan oleh adanya kontak social antaramanusia yang berwujud masalah perburuhan, penindasan, percekcokan, peperangan, dan lain-lain. Misalnya, menyangkut penipu, perseteruan, perselisihan atau kasus-kasus social lainya. Konflik ini bisa terjadi dalam satu tokoh/kelompok masyarakat atau sebaliknya, maupun konflik social yang melibatkan dua kelompok masyarakat dengan kepentingan yang berbeda. 2) Konflik Batin/Internal Menurut Nurgiantoro (2010: 124), konflik batin adalah konflik yang dialami oleh seseorang dalam hati, jiwa seorang tokoh cerita yang merupakan permasalahan yang terjadi akibat adanya pertentangan antara dua keinginan, keyakinan, pilihan yang berbeda, harapan dan masalah. Jadi, konflik batin adalah pergolakan yang terjadi dalam batin manusia, membuat pertentangan antara dua pilihan sehingga dapat mempengaruhi perilaku manusia itu sendiri. Menurut Nurgiantoro (2005: 239) konflik yang dapat terjadi didalam batin seseorang dengan diri sendiri disebut konflik internal. Didalam batin seseorang biasa terjadi tarik menarik antara beberapa kepentingan yang bersebrangan yang sama-sama menuntut untuk dipilih. Pilihan-pilihan yang ada itu sama-sama memiliki konsekuensi menyenangkan dan tidak menyenangkan dan karenanya tokoh menjadi kebingungan untuk menentukan pilihan, maka terjadilah konflik. Dalam hal ini, boleh dikatakan seorang tokoh memiliki ”dua hati”, hati melawan hati, gagasan melawan gagasan. Nurgiantoro (2013: 181) juga berpendapat bahwa konflik internal adalah konflik yang terjadi dalam hati dan fikiran dalam jiwa seorang tokoh (atau: tokoh-tokoh) cerita. Jadi, ia merupakan konflik yang dialami manusia denagn dirinya sendiri. Konflik itu lebih merupakan permasalahan intern seorang manusia. Konflik batin banyak disoroti dalam novel yang lebih banyak mengeksplorasi berbagai masalah kejiwaan dengan menggunakan sudut pandang orang pertama. ( gaya aku) b. Faktor-Faktor Terjadinya Konflik Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya konflik. Di antaranya: 1. Perbedaan individu Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan individu meliputi perbedaan pendirian dan perasaan. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini Jurnal Humanika No. 15, Vol. 3, Desember 2015 / ISSN 1979-8296
dapat menjadi faktor penyebab konflik social, sebab dalam menjalani hubungan sosial sesorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik dilingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
2. Perbedaan latar belakang kebudayaan Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik 3. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Misalnya, perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menganggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menebang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau lading. Pagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pencinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Disini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendapatkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antara kelompok atau antar kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan diantara keduannya. Para buruh mengiginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha mengiginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka. 4. Perubahan-perubahan nilai sosial yang cepat dan mendadak dalam masyarakat. Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak dan memunculkan konflik sosial sebab nailai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak petanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industry. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja secara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncagan proses-prose sosial dimasyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang telah ada. c.
Akibat Terjadinya Konflik 1) Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain. 2) Keretakan hubungan antara kelompok yang bertikai. 3) Perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dan lain-lain. 4) Kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia. Dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Jurnal Humanika No. 15, Vol. 3, Desember 2015 / ISSN 1979-8296
d.
Pendekatan Psikoligi Sastra Istilah “Psikologi sastra” mempunyai empat kemungkinan pengertian, yang pertama studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi, yang kedua adalah studi proses kreatif, yang ketiga studi tipe dan hokum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Dan yang keempat mempelajari dampak sastra pada pembaca (psikologi pembaca). Siswantoro (2005: 27) mengatakan bahwa Psikologi berasal dari kata psyche yang berarti jiwa dan logos , yaitu science atau ilmu mengarahkan perhatianya pada manusia sebagai objek studi, terutama pada sisi prilaku (behavior atau action) dan jiwa (psyche). Minderop menyatakan bahwa psikologi sastra adalah telaah karya sastra yang diyakini mencerminkan proses dan aktivitas kejiwaan. Dalam menelaah suatu karya psikologis hal yang terpenting yang perlu dipahami adalah sejauh mana keterlibatan psikologi pengarang dan kemampuan pengarang menampilkan para tokoh rekaan yang terlibat dengan masalah kejiwaan. Abdul (2009 :2-3), secara etimologi kata Psikologi berasal dari Bahasa Yunani Kuno psyche dan logos. Kata psyche berarti “Jiwa, Roh atau Sukma”, sedangkan kata logos berarti “Ilmu”. Jadi, psikologi, secara harfiah berarti “Ilmu Jiwa”, atau ilmu yang objek kajiannya dalah jiwa. Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitasnya kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karya dalam berkarya. Begitu pula pembaca, dalam menanggapi karya juga tak akan lepas dari kejiwaan masing-masing. Bahkan, sebagaiman sosiologi refleksi, psikologi sastra pun mengenal karya sastra sebagai pantulan kejiwaan pengarang akan menangkap gejala jiwa kemudian di olah kedalam teks dan dilengkapi dengan kejiwaannya. Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karya dalam berkarya. Begitu pula pembaca, dalam menanggapi karya juga yang tak akan lepas dari kejiwaan masing-masing. Bahkan, sebagaimana sosiologi refleksi, psikologi sastra pun mengenal sastra pun mengenal karya sastra sebagai pantulan kejiwaan (Endaswara, 2013: 96). Albertine, (2011 :54), berpendapat bahwa psikologi sastra adalah telaah karya sastra yang diyakini mencerminkan proses dan aktivitas kejiwaan. Dalam menelaah suatu karya psikologis hal penting yang perlu di pahami adalah sejauh manaketerlibatan psikologi pengarang dan kemampuan pengarang menyang ampilkan para tokoh rekaan terlibat dengan masalah kejiwaan. Susanto (2012: 47) mengatakan bahwa psikologi sastra telah berkembang cukup pesat dengan berbagai variasi atau perkembangan teori yang mengikuti psikologi klasik sejak diperkenalkan oleh sang empuhnya, psikologi pada dasarnya memiliki beberapa pengertian, yakni sebagai praktik psikologis, sebagai bentuk praktik akademik, dan sebagai satu teori. Psikologi sebagai satu bentuk praktik psikologis dapat diartikan sebagai bentuk terapi atau praktek klinis yang digunakan oleh para psikolog dalam mengobati pasienya. Sebagai bentuk akademik, psikologi dapat dipandang sebagai satu, “bentuk teori” yang mencoba untuk menciptakan satu pengetahuan tentang berbagai bentuk kondtruksi identita B.
Metode Dan Teknik Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diteliti dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek penelitian (dalam hal ini konflik tokoh dalam novel Rindu karya Tere Liye). Berdasarkan unsurunsur yang ditemukan atau sebagaimana adanya. Kualitatif digunakan untuk menguraikan konsepkonsep yang berkaitan antara satu dengan yang lain. Dikatakan kualitatif karena di dalam penelitian ini tidak menggunakan prinsip-prinsip statistik tetapi berpedoman pada teori-teori sastra yang ada kaitannya dengan pendekatan (psikologi sastra). Jenis penelitian ini adalah kepustakaan, mengisyaratkan bahwa penelitian yang dilakukan hanya semata-mata berdasarkan pustaka atau buku-buku yang relevan dengan penelitian ini sehingga penelitian ini termasuk jenis penelitian kepustakaan. Data dalam penelitian ini adalah data tertulis berupa teks yang memuat konflik tokoh dalam novel Rindu Karya Tere Liye. Sumber data dalam penelitian ini adalah novel Rindu Karya Tere Liye yang di terbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama tahun 2014 yang terdiri atas 544 halaman. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik membaca dan mencatat. Teknik membaca berkaitan dengan membaca dan memahami teks novel sedangkan teknik Jurnal Humanika No. 15, Vol. 3, Desember 2015 / ISSN 1979-8296
mencatat digunakan untuk mencatat data atau informasi tentang konflik yang terkandung dalam novel Rindu Karya Tere Liye. Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan tinjauan psikologi sastra. Analisis data dilakukan dengan cara mendeskripsikan konflik pada novel Rindu. Analisis data dari sudut pandang psikologi dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Membaca novel Rindu karya Tere Liye secara seksama agar dapat memahami secara mendalam konflik yang terjadi dalam novel Rindu karya Tere Liye. 2. Menentukan konflik yang terjadi dalam novel Rindu karya Tere Liye. 3. Menganalisis konflik dengan menggunakan tinjauan Psikologi Sastra. 4. Menyimpulkan hasil analisis yang didasarkan pada analisis data dengan keseluruhan. C. Hasil Penelitian Untuk membedakan jenis konflik yang akan menjadi ruang lingkup dari penelitian ini, maka perlu diuraikan beberapa penjelasan jenis-jenis konflik. Nurgiantoro (2013: 181), mengatakan bahwa konflik dibedakan menjadi dua bagian yaitu konflik fisik/eksternal dan konflik batin/internal. Berikut deskripsi konflik tokoh dalam novel Rindu karya Tere Liye 1. Konflik Eksternal Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu yang berbeda di luar dirinya, seperti lingkungan alam, lingkungan manusia, dan tokoh lain. Dengan demikian, konflik eksternal dapat dibedakan kedalam dua kategori, yaitu konflik sosial dan. konflik fisik. a. Konflik Sosial Konflik sosial adalah konflik yang disebabkan oleh adanya kontak sosial antarmanusia yang berwujud masalah perburuhan, penindasan, percekcokan, peperangan dan lain-lain. Misalnya, menyangkut penipuan, perseteruan perselisihan atau kasus-kasus lainnya. Konflik ini bisa terjadi dalam satu tokoh/kelompok masyarakat atau sebaliknya, maupun konflik yang melibatkan dua kelompok masyarakat dengan kepentingan yang berbeda. 1) Konflik sosial Ahmad Karaeng dan Sergeant Ahmad Karaeng merupakan salah seorang ulama masyur di zaman itu. Gurutta masih terbilang keturunan raja Gowa pertama yang memeluk Islam, Sultan Alauddin. Dalam darahnya mengalir darah raja paling terkenal di sulawesi, Sultan Hasanuddin yang cucu Sultan Alauddin. Gurutta juga masih kerabat dari Syekh Yusuf, ulama besar yang dibuang Belanda ke Sri Lanka, kemudian dibuang lagi ke Cape Town, Afrika Selatan, tiga ratus tahun lalu. Konflik sosial Ahmad Karaeng dimulai ketika Sergeant mencurigai Ahmad Karaeng yang akan mempengaruhi atau menyebar paham pada penumpang lain untuk melawan serdadu belanda. Sergeant mencurigai Ahmad Karaeng karena Ahmad Karaeng merupakan kerabat dari Syekh Yusuf ia sangat menentang Ahmad Karaeng untuk naik kapal Blitar Holland. Berikut kutipannya. (01.) “Stopen! Kami harus memeriksa tas itu.” Memeriksa?Empat kelasi saling tatap. Bukankah sudah lebih seratus penumpang yang naik, tidak ada satu pun barang bawaan yang diperiksa. Kenapa penumpang kakek tua yang satu ini harus diperiksa? Dua opsir Belanda sudah mengangkat kasar tas besar ke atas meja. “openmaken!,” pimpinan sserdadu itu berseru. “Alleen de kledng en boeken.” Gurutta tersenyum, menjelaskan-bahasa Belandanya fasih. Maksud Gurutta, isi tas itu hanya pakaian dan buku-buku. Tidak lebih tidak kurang. (Tere Liye, 2014:36) Dari kutipan tersebut terlihat salah satu kelasi hendak meraih tas besar itu, bersiap mengantar Gurutta ke kabin. Tapi gerakan tanganya terhenti. Salah satu opsir Belanda lebih dulu berseru tegas nampaknya iya pimpinan empat serdadu itu. Konflik yang terdapat dalam kutipan tersebut terjadi
Jurnal Humanika No. 15, Vol. 3, Desember 2015 / ISSN 1979-8296
karena pemimpin serdadu belanda itu tidak percaya, mereka kasar membuka tas, lantas mengeduk seluruh isinya. Memindahkan dua tumpuk pakaian dan belasan buku ke atas meja. Serdadu belanda tidak henti-hentinya memaki Gurutta, pimpinan serdadu itu semakin kesal terhadap Gurutta yang setiap pertanyaannya di jawab dengan tenang, berikut kutipannya. (02.) “ini buku apa, hah!?” pimpinan serdadu mengangkat sebuah buku, bertanya galak, membuka sembaranghalamn,menemukan buku itu penuh tulisan arab gundul.” “kitab kuning.” Gurutta menjawab pendek. “omong kosong, akui saja kau membawa buku-buku penuh hasutan agar melawan pemerintah sah Hindia Belanda,”pimpinan serdadu mendelik, mengangkat buku itu hanya lima senti dari wajah Gurutta. “karena kau tidak bisa membaca isinya,mijn vriend, bukan berarti sebuah buku otomatis jadi buruk.”Gurutta masih tersenyum, menyindir dengan sangat lembut. Wajah pemimpin serdadu itu merah padam,“aku tahu siapa kau, Ahmad Karaeng. Kau berbahaya bagi pemerintahan Hindia Belanda. Jangan kira kami tidak tahu kau setiap bulan membuat pertemuan besar di katangka,menyebarkan paham terlarang. Kolonel Vooren hanya menunggu waktu tepat untuk menangkap kau dan pengikut-pengikutmu. Kami selalu mengawasi kau setiap detik. “itu hanya pengajian, membahas tentangnasihet agam. Tidak ada paham terlarang di sana. Kecuali jika kompeni punya definisi baru soal baik-buruk sebuah paham.” Wajah tua Gurutta tetap tenang dan sabar, meski komandan itu berseru-seru hingga ludahnya terciprat ke manamana. .(Tere Liye, 2014:37) Dari kutipan tersebut, Sergent tidak mempercayai Guruta yang tidak punya niat lain selain melakukan perjalanan haji. Ia berpkir Guruta akan membawa dampak buruk terhadap perjalanan ini. Ia berpikir bahwa Guruta akan menyebarkan paham untuk menguasai kapal ini, karena guruta adalah kerabat jauh dari Syeik Yusuf yang pernah dibuanng berkali-kali Gurutta begitu antusias melakukan perjalanan suci, sudah lama iya tunggu kesempatan ini sejak terakhir melakukan perjalanan suci ini adalah empat puluh tahun lalu saat masih di Yaman. Gurutta sudah tau bahwa iya tidak akan mudah melakukan perjalanan suci ini. Berikut kutipannya. (03.) “cukup, mijn vriend,” Gurutta berkata lembut, sambil memperbaiki serban di kepalanya, ”kalian tidak akan bertengkar karena seorang kakek tua sepertiku, bukan? Aku punya penjelasan yang bisa diterima semua pihak. Sebentar.” Komandan serdadu masih mengangkat senjatanya. Gurutta mengeluarkan selembar kertas lain dari saku bajunya. “ini surat izin resmi dari Gubernur Jenderal De Jonge dari Batavia. Dia mengizinkanku untuk melakukan perjalanan ini. Silahkan kau baca Sergeant.(Tere Liye, 2014:39-40). Dari kutipan berikut, Gurutta bisa melakukan perjalanan suci itu, dengan catatan iya akan terus di awasi oleh Pimpinan serdadu belanda tersebut. Sergent sangat marah dan memendam curiga terhadap Gurutta, kenapa tidak ada yang memberi tahu dengan surat izin tersebut, Berikut kutipannya. (04.) ”kau menang kali ini. Kau bisa naik kapal, kakek tua.” Serdadu menyerahkan kembali surat dengan kasar ke tangan Gurutta. “terima kasih mijn vriend.” Gurutta tersenyum. “catat baik-baik, kakek tua. Aku akan mengawasi kau sepanjang perjalanan. Dua puluh empat jam dalam sehari, tujuh hari dalam seminggu. Aku jamin itu. Dan overdomme, berhenti memanggilku mijn vriend! Aku tidak berteman dengan seorang kakek tua inlander penuh hasutan seperti kau. Tidak pernah.”(Tere Liye, 2014:41). 2) Konflik sosial Chef Lars dan Ambo Uleng Ambo Uleng merupakan seorang pelaut. Hampir seluruh hidupnya dihabiskan di atas lautan. Ambo Uleng rupanya menuruni sifat ayahnya yang seorang pelaut juga. Ia menaiki kapal Blitar Holland sebagai pelayan di kantin kapal.. Konflik sosial yang terjadi antara Ambo Uleng dengan Chef Jurnal Humanika No. 15, Vol. 3, Desember 2015 / ISSN 1979-8296
Lars dimulai ketika Ambo Uleng terlambat tiba di kantin. Lima belas menit sebelum peluit tanda sarapan pagi. Kepala koki, demi melihat wajahnya, langsung menggulung lengan seragamnya, melepas celemek, membawa spatula besar. Berikut kutipannya. (01.) “JIJ KOM HIER!” Bentaknya kencang. “kau pikir kau petugas yang menekan horn, hah? Atau kau pikir kau adalah penumpang kelas VIV? Baru masuk kantin setelah peluit terdengar, dan kami semua menunduk menyambutmu? Jij, lihat itu jam, pukul berapa sekarang?”kepala koki meledak marahnya. Spatula itu di tekankan berkali-kali ke perut Ambo Uleng yang menunduk. (Tere Liye, 2014:166). Dari kutipan tersebut, Chef Lars membentak Ambo Uleng yang telat datang kerja di kantin kapal. Chef Lars adalah seorang kepala koki yang sangat disiplin tentang waktu. Terlambat sedikit dari jadwal maka keluarlah kalimat-kalimat yang kurang enak didengar. Satu orang yang bermasalah semua akan masuk dalam masalah tersebut. b. Konflik fisik Konflik fisik adalah konflik yang disebabkan oleh pembenturan antara tokoh dengan lingkungan alam. Berikut adalah konflik fisik yang terdapat dalam novel Rindu Karya Tere Liye.
1) Konflik fisik yg di alami Anna. Anna adalah anak dari Daeng Andipati, Anna mengalami Konflik fisik dimulai ketika ia sedang berada dipasar Turi. Ia mengalami kepanikan. Saat terjadi tembakan di pasar Turi. Berikut kutipanya. (01.) “Si kecil Anna meringkuk di jalan, tidak ada lagi yang bisa ia lakukan. Ia tidak bisa berdiri, orang-orang terus mendororngnya. Matanya terpejam, pasrah. Hanya soal waktu saja, lakilaki yang sedang berlari panik tidak sengaja menginjaknya.”(Tere Liye, 2014:130-131). Dari kutipan tersebut, Anna mengalami trauma karena kejadian itu. Ia mendapatkan luka. Seorang anak kecil yang menjadi korban penembakan dipasar Turi tidak bisa berbuat apa-apa. Kejadian itu membuat Ayahnya sangat khawatir melihat anak Bungsuya terlepas dari genggaman tangannya. 2) Konflik fisik yang di alami Ambo Uleng Konflik fisik yang dialami Ambo Uleng si kelasi pendiam itu pada saat menolong Anna si gadis kecil yang selalu menyapanya di ruang kantin kapal. Berikut kutipannya. (01.) “tanpa berpikir dua kali, ketika Anna terguling di jalan,Ambo bagai seekor induk singa, langsung lompat, memeluknya erat-erat. Membiarkan tubuhnya menjadi tameng. Kaki-kaki orang ramai menghantam tubuhnya. Tidak hanya sekali, berkali-kali punggungnya terinjak, betisnya di tendang, bahkan tengkuknya terkena sepatu. Ambo Uleng menggigit bibir, menahan sakit. Tapi demi mendengar Anna yang ada dalam pelukannya menangis terisak,ketakutan, Ambo Uleng bersumpah ia tidak akan menyerah. Ia tidak akan menghindar. Ia tetap memeluk Anna.(Tere Liye, 2014:134) Berdasarkan kutipan tersebut Ambo Uleng melihat Anna yang tidak berdaya akibat penembakan di pasar Turi. Ambo Uleng menjatuhkan diri, menelungkup diatasbadan Anna, memberikan perlindungan dan membiarkan tubuhnya menjadi tameng. Ia mengalami konflik fisik akibat kejadian itu. 3) Konflik fisik yg di alami Daeng Andipati. Ketika ia tiba di lorong panjang itu, ketika petir menyambar terang, saat itulah Daeng Andipati menyaksikan pemandangan mengerikan. Seseorang sedang mengendap-endap, mengangkat sebilah pisau. Ambo Uleng tidak semopat berfikir dua kali. Ia segera berteriak kencang. Berikut kutipannya.
Jurnal Humanika No. 15, Vol. 3, Desember 2015 / ISSN 1979-8296
(01.) “AWAS!! DAENG!!” Daeng Andipati menoleh. Sosok pembawa pisau itu telah menyerangnya. Pisau meleset menghujam ke arahnya. Daeng Andipati refleks menangkis. Pisau itu merobek lengannya, darah berceceran. Sosok itu ganas dan buas. Melihat serangan pertamanya gagal,ia memburu Daeng Andipati dengan berikas. Pisaunya menyambar-nyambar. Melukai paha dan kaki Daeng Andipati yang terus mati-matian menghindar. Sial bagi Daeng Andipati. Ia terjatuh, kakinya tersangkut ember kaleng. Demi melihat mangsanya jatuh, sosok berkedok tanpa ampun lompat menusukkan pisau ke leher. Itu serangan mematikan. Daeng Andipatimenatap jerih. Ia tidak bisa menghindar. Juga terlambat untuk menangkis. Ujung pisau berkilat siap menembus lehernya (Tere Liye, ,2014:355-356). Dari kutipan tersebut ia mengalami konflik fisik yakni lengan, paha, dan betisnya terluka. Seseorang telah merencanakan pembunuhan terhadap Daeng Andipati. Ia merencanakan ketika Andipati sendiri, Andipati tidak menyadari bahwa ia sedang di ikuti oleh seseorang dengan niat untuk membunuhnya. 2. Konflik Internal/Batin Konflik batin adalah konflik yang dialami oleh seseorang dalam hati, jiwa seorang tokoh cerita yang merupakan permasalahan yang terjadi akibat adanya pertentangan antara dua keinginan, keyakinan, pilihan yang berbeda, harapan dan masalah. Jadi, konflik batin adalah pergolakan yang terjadi dalam batin manusia, membuat pertentangan antara dua pilihan sehingga dapat mempengaruhi perilaku manusia itu sendiri. a. Konflik batin yang di alami oleh Ambo Uleng Ambo Uleng adalah pelaut yang tangguh, dia pernah menjadi juru kemudi phinisi, bertanya banyak hal. Jangan-jangan pertemuan-pertemuan berikutnya lebih banyak soal Phinisi yang di bahas dibandingkan dengan kapal uap. Ia di berikan buku tentang kapal uap yang penuh gambar dan istilah memusingkan, sesekali ia membacanya. Terdengar helaan perlahan. Ambo uleng menghela napas panjang, sambil berkata dalam hati. Berikut kutipannya. (01.) “perjalanan ini sepertinya menjanjikan banyak hal. Semua kesibukan. Semua hal baru. Mungkin ia bisa melupakan permasalahan hidupnya. Tapi entahlah, malam ini ia tetap merasa separuh hatinya kosong melompng. Disebut apa situasi yang ia alami ini? Jenis perasaan apa? Usianya dua puluh empat tahun, belum pernah mengalami perasaan seganjil ini. Seolah separuh hati itu tertinggal dipare-pare sana, kota kelahirannya. Seolah separuh hatinya telah hilang, dan ia sesak terus memahaminya. (Tere Liye, 2014:68). Dari kutipan tersebut Ambo uleng merasa bahwa kesibukan yang dialaminya seperti belajar tentang kapal uap, namun tidak melupakan rasa kesedihan yang telah dialaminya. Kesedihan yang sangat mendalam ketika ia kehilangan orang yang dicintainya. Kesedihan yang dialami oleh Ambo Uleng tidak menutupi meskipun ia telah menyibukkan diri ketika ia berada di dalam kapal itu. Ambo Uleng mengetahui tentang perjodohan gadis yang dicintainya. Melalui surat yang dikirimkan untuknya ia tidak bisa berbuat apa-apa. Kesedihannya pun muncul karena tidak dapat melakukan sesuatu untuk menghentikan perjodohan itu. Ambo Uleng hanya bisa berpikir terus menerus tanpa tindakan. Ia memikirkan rasa sedih yang dirasakannya. (02.) Ambo Uleng, tidak tau harus melakukan apa, untuk masalah yang lagi di hadapinya sebab orang yang ia cintai telah di jodohkan oleh pilihan orang tuanya, ia berkata dalam hati, berikut kutipannya. “Apa yang harus kulakukan? Hari itu, seluruh kesedihanku menghampiri hatiku. Siapalah aku? Siapa gadis itu? Aku harus tau diri. Maka siang itu, aku memutuskan pergi dari Kota Pare-Pare, menumpang dikapal menuju Makassar. Sebelum aku pergi, salah satu pembantu
Jurnal Humanika No. 15, Vol. 3, Desember 2015 / ISSN 1979-8296
rumah mereka mengirimkan sepucuk surat terakhir darinya.” Ambo Uleng terdiam lagi, tersenyum getir. “isi surat itu bilang kalau perjodohan mereka akan dilakukan setelah musim haji selesai. Pernikahan akan segera dilangsungkan. ‘Adik berdoa, di mana pun Abangda Ambo berada, semoga kebahagiaan selalu menyertai.’dia menutup suratya dengan kalimat itu. Aku tahu dia pasti berlinang air mata saat menuliskan suratnya. Kertasnya basah oleh bercak air. Aku kalah, Gurutta. Aku yang menyelamatkannya dari badai lautan, dari enam hari terjebak di pulau kecil, ternyata tidak berhasil menyelamatkannya dari perjodohan. (Tere Liye, 2014:489). Berdasarkan kutipan tersebut Ambo Uleng terus berpikir, hingga ia hanya mampu menyalahkan diri sendiri. Berusaha menerima kenyataan karna status sosial diantara ia dan gadis itu. Ia mengaku kalah dan tidak bisa berbuat banyak untuk menghentikan perjodohan itu. b. Konflik batin yang di alami Ahmad Karaeng Ahmad Karaeng merupakan salah seorang ulama masyur di zaman itu. Gurutta masih terbilang keturunan raja Gowa pertama yang memeluk Islam, Sultan Alauddin. Dalam darahnya mengalir darah raja paling terkenal di sulawesi, Sultan Hasanuddin yang cucu Sultan Alauddin. Gurutta juga masih kerabat dari Syekh Yusuf, ulama besar yang dibuang Belanda ke Sri Lanka, kemudian dibuang lagi ke Cape Town, Afrika Selatan, tiga ratus tahun lalu. Gurutta tiba-tiba kehilangan keyakinan atas apa yang akan ia tumpahkan-begitu saja. Dijeda shalat Maghrib, disela shalat Isya, tetap saja hasilnya sama.lembaran-lembaran kertas itu tetap kosong. Lantas pertanyaan-pertanyaan itu mengungkung kepalanya. Berikut kutipannya. (01.) “apakah mungkin karena ia sendiri memang tidak pernah seyakin itu atas pengetahuan yang ia miliki? Apakah mungkin karena ia sendiri memang tidak sebijak , setangguh bahkan sebaik itu? Mungkin ialah bagian paling munafik dalam seluruh cerita. Bagaimana ia menulis sebuah buku yang membuat jutaan pembaca tergerak hatinya, jika ia sendiri tidak tergerak? Bagaimana ia bicara tentang perlawanan, tapi ia sendiri adalah pelaku paling pengecut. (Tere Liye, 2014:232). Berdasarkan kutipan tersebut Ahmad Karaeng merasa bahwa dirinya adalah seorang yang munafik, ia dapat bersikap bijak di depan siapa pun namun hati dan pikirannya selalu menanyakan apakah ia setangguh kata-kata yang diucapkannya. Ia menyimpan persaan bersalah dan mengaggap dirinya sebagai pengecut. Konflik lain yang di alami oleh Ahmad Karaeng sebagai berikut, (02.) “Dalam semalam, aku kehilangan dua orang paling kusayangi. Guruku, Syekh Raniri, dan calon istriku Cut Keumala. Hidupku yang sebenarnya begitu indah, dalam semalam, langsung menghujam ke dasar bumi. Seluruh kesdihan menyerapku.” (Tere Liye, 2014:405). Berdasarkan kutipan tersebut, Gurutta sangat terpukul dengan masa lalu yang telah ia lewati. Ia sangat sedih telah kehilangan orang-orang yang sangat dicintai dan dihormatinya dalam semalam. Pada saat kejadian Belanda menyerang komplek pesaqntren Syekh Raniri, ia terluka parah dan dilarikan dan disembunyikan dirumah-rumah warga terdekat. Penyesalan terbesar Ahmad Karaeng pada kejadian itu adalah tidak dapat menyelamatkan orang-orang yang dekat padanya. Penyesalan itu sampai sekarang ia alami. c. Konflik batin yang di alami Bunda Upe Bunda Upe adalah guru mengaji anak-anak dikapal Blitar. Dulunua ia adalah seorang cabo. masalalunya itu selalu menghantuinya sampai sekarang. Ia tidak pernah mau makan bersama-sama dengan penumpang lainnya dikantin kapal. Ia merasa orang-orang memperhatikannya dan akan mengenalinya. Bunda Upe sangat tidak nyaman diperhatikan apalagi bila dia mengetahui orang lainberbisik-bisik tentangnya. Berikut kutipannya. (01.) “aku tidak nayam berada di tengah keramaian, Gurutta.” Bunda Upe akhirnya berkata pelan, masih menunduk. Tentu saja bukan itu alasannya. Bunda Upe menyembunyikannya. Alasan
Jurnal Humanika No. 15, Vol. 3, Desember 2015 / ISSN 1979-8296
itu keluar begitu saja karena mulutnya tercekat. Ia hampir saja melepas pertanyaan itu. Sesuatu yang sejak lama menjadi beban hidupnya. (Tere Liye, 2014:308). Dari kutipan tersebut, Bunda Upe berbohong mengatakan alasan kenaapa ia tidak makan bersama dikantin kapal. Kenyataanya ia sangat tidak bisa berada di keramaian. Takut dikenal oleh seseorang yang mengetahui masa lalunya. Perasaan itulah yang membuat ia merasatidak nyaman dan khawatir. Selain itu, Konflik lain yang dialami Bunda Upe sebagai berikut. (02.) “ aku bekas seorang cabo, Gurutta.” Bonda Upe berkata lirih, terisak, “lima belas tahun aku menjadi pelacur. Sekuat apapun aku melawan ingatan itu, aku tidak bisa. Di kepalaku masih melintas wajah-wajah pengunjung Macao Po. Aku bahkan masih mengingat detail tangga besar di ruang tengah yang berwarna emas. Lampu kristal, kursi-kursi panjang. Telingaku masih mendengar gelak tawa di ruangan, deting gelas minuman keras. Aku tidak bisa mengenyahkan kenangan itu, Gurutta.” “bagaimana kalau anak-anak tahu? Baimana kalau Anna dan Elsa tahu guru mengajinyabekas cabo? bagaimana kalau ada penumpang yang tahu? Aku seorang cabo, Gurutta” Bonda Upe berseru serak. Ia sudah hampir tiba dibagian paling penting pertanyaan besarnya.(Tere Liye, 2014: 309). Berdasarkan kutipan tersebut, masa lalu Bunda Upe yang telah menyiksanya semakin membuat dia merasa tidak nyaman. Ia tidak ingin masa lalunya diketahui orang lain. Tidak mungkin seorang manta cabo bisa menjadi guru mengaji. Dan bayangan masa lalu itu terus menghantuinya. d. Konflik batin yang di alami Andipati. Daeng Andipati merupakan seorang suami dari dua orang anak, dan seorang pengusaha besar, dia sangat di hormati, konflik batin yang dialami oleh Andipati muncul ketika Ruben menanyakan arti kebahagian bagi Andipati. Alasan Ruben menanyakan arti kebahagian karena Andipati terlihat beruntung memiliki istri yang sedang hamil dan memiliki 2 anak yang sangat lucu. Menurut mata orang lain, Andipati terlihat bahagia. Namun, tidak bagi Andipati. Andipati menyimpan kebencian yang amat besar dihatinya. Kebencian yang telah berlangsung lama. Berikut kutipannya. (01.) Daeng Andipati menghela napas. Mengusap wajahnya yang terkena tampias butiran air. Si Boatswain itu bertanya hal yang selama ini juga ingin di tanyakan kepada gurutta. Berikut kutipannya. “apakah ia bahagia seperti yang di katakan Ruben bayangkan? Daeng Andipati menghembuskan napas. Bagaimana ia bisa masuk kategori bahagia jika sejak usia lima belas tahun ia harus menyimpan kebencian besar di hatinya.(Tere LIye, 2014:353). Dari kutipan tersebut, Andipati menyimpan rasa benci yang sangat lama. Kebencian akibat rasa marah yang dia sembunyikan selama ini. Dimata orang lain, Andiapati terlihat bahagia, namun didalam hatinya tersimpan kebencian mengingat masa lalunya. Ia tidak ingin orang lain mengetahui itu dan tidak ingin mengalaminya kembali. Berikut kutipannya. (02.) “Usiaku lima belas tahun saat aku menyaksikan kejadian pilu itu. Ayahku memukuli ibuku karena alasan sepele. Ibu lupa membuat kopi untuknya. Ibu dipukuli, ditendang hingga terduduk di sudut ruangan. Ayah pergi sambil berseru-seru marah. Aku memeluk ibuku. Kakak-kakak dan adikku terlalu takut. Mereka bersembunyi di kamar. Aku masih bisa menatap wajah ibu yang lebam, rambutnya yang kusut. Aku memeluknya, menangis.(Tere Liye,2014: 360). Dari kutipan tersebut, Andipati menyaksikan kekejaman Ayahnya. Ia merasa dendam kepada Ayahnya yang tidak berpikir untuk berhenti menyiksa keluarganya sendiri. Andipati bahkan berjanji utuk tidak membesarkan anak-anaknya dengan kekejaman seperti yang dilakukan ayahnya, ia tidak mau mengingat kejadian itu. e. Konflik batin yang di alami oleh Mbah Kakung Jurnal Humanika No. 15, Vol. 3, Desember 2015 / ISSN 1979-8296
Konflik batin yang dialami Mbah Kakung dimulai ketika Mbah Putri meninggal dunia. Berikut kutipannya. (01.) “Mbah Kakung menggeleng. Kabin senyap sejenak. “ “Aku tidak sedih, Gurutta.” Mbah Kakung akhirnya bicara, “ Aku tahu, besok lusa hal ini pasti terjadi. Mungkin aku yang lebih dulu pergi, mungkin pula Mbah Putri. Kami tahu itu. Seberapa besar pun cinta kami, maut akan memisahkannya. Dalam beberapa kesempatan, kami bahkan menyiapkan rencana. Termasuk hendak dimakamkan berseblahan. (Tere Liye, 2014:469). Dari kutipan tersebut Mbah Kakung telah kehilangan Mbah Putri. Ia tidak menyalahkan takdir, tapi ia hanya tidak percaya yang telah terjadi. Ia dan Mbah Putri telah mengantisipasi akan kejadian ini, tapi ini sudah diluar dugaan. Ia berpikir kenapa tidak lebih lama, kenapa tidak 1 atau 2 bulan dulu sampai mereka berada ditanah Suci mekah. Ia berharap bisa meninggal di mekah bersama istrinya. Tapi tuhan berkata lain, Mbah Putri meninggal dunia duluan dan telah dipersiapkan pemakaman dilautan, Mbah Kakung tidak menyangka akan mengalami kejadian ini. c. Relevansi Hasil Penelitian terhadap Pembelajaran di Sekolah KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) adalah kurikulum yang muncul sebagai bukti adanya upaya pemerintah untuk memperbaiki mutu pendidikan. Kurikulum ini muncul bukanlah sebagai kritik dan perubahan bagi kurikulum sebelumnya, namun sebagai terusan dari kurikulum tersebut. Di mana KTSP dalam penerapannya menuntut adanya kreativitas guru dan sekolah dalam mengelola pembelajaran. Bukti dari adanya kreatifitas itu, bahwa KTSP dan BSNP (Badan Satuan Nasional Pendidikan) hanya menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam kurikulum, selebihnya dirancang oleh guru dan sekolah yang bersangkutan. Pembelajaran sastra pada dasarnya adalah suatu proses panjang dalam rangka melatih dan meningkatkan keterampilan pembelajaran sastra lebih banyak dikaitkan dengan pengalaman lingkungan siswa sesuai dengan tingkatan jenjang usia dan pengalaman sehari-hari. Pembelajaran sastra adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kurikulum di sekolah, baik di jenjang pendidikan dasar dan menengah, maupun di perguruan tinggi. Salah satu materi pokok dalam pembelajaran sastra adalah prosa fiksi di mana di dalamnya mempelajari unsur intrinsik maupun ekstrinsik termasuk konflik sebagai sub-unsur intrinsiknya (bagian alur). Pembelajaran novel di SMA kelas XI semester satu berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memuat kompetensi dasar menganalisis unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik novel dengan indikator menemukan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik, menganalisis unsur-unsur intrinsic dan ekstrinsik dan membandingkan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik. Indikator tersebut dirancang dalam pembelajaran sastra dimaksudkan agar peserta didik dapat menikmati dan memanfaatkan karya sastra dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan kemampuan bersastra, memperoleh pengalaman dan wawasan hidup yang maksimal. Di samping itu, pembelajaran sastra di sekolah juga dimaksudkan agar siswa dapat menghargai dan mengembangkan sastra Indonesia sebagai warisan budaya dan Intelektualitas manusia Indonesia. Bagi guru, kontribusi yang diperoleh adalah sebagai sumbangan pemikiran mengenai analisis konflik dalam pembelajaran sastra di sekolah. Dengan demikian, diharapkan guru dapat membimbing siswa dalam kegiatan menganalisis konflik tersebut, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai sebagaimana yang diharapkan. Bagi siswa, karena indikator yang dipelajari adalah mengenai analisis konflik, maka siswa harus mampu melakukan analisis ini, dan siswa diharap bisa mengaplikasikannya. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka penelitian ini relevan dengan pembelajaran sastra di sekolah. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dalam novel Rindu Karya Tere Liye dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra di peroleh kesimpulan: Bahwa konflik yang terjadi dalam novel Rindu Karya tere Liye terdiri atas konflik eksternal dan konflik internal. Konflik ekternal yang ditemukan yaitu konflik para tokoh yang ada dalam cerita
Jurnal Humanika No. 15, Vol. 3, Desember 2015 / ISSN 1979-8296
novel Rindu Karya Tere Liye. Sedangkan konflik internal yaitu konflik batin atau kejiwaan yaitu konflik para tokoh yang ada dalam cerita Novel Rindu karya Tere Liye. Konflik Gurutta, Andipati, Bunda Upe, Ambo Uleng dan Mbah Kakun. Secara umum, konflik yang terdapat dalam cerita “Rindu” karya Tere Liye adalah konflik eksternal dan konflik internal karena konflik tersebut di alami oleh semua tokoh dalam cerita Rindu karya Tere Liye. Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu yang berbeda di luar dirinya, seperti lingkungan alam, lingkungan manusia, dan tokoh lain. Sedangkan konflik internal adalah konflik yang di alami oleh seseorang dalam hati, jiwa seorang tokoh cerita yang merupakan permasalahan yang terjadi adanya pertentangan antara dua keinginan, keyakinan, pilihan yang berbeda, harapan dan masalah. B.
Saran Dari hasil penelitian ini, peneliti memberikan saran kepada para penulis dan para peneliti sastra selanjutnya yang relefan, yaitu: 1. Bagi para penulis sastra khususnya penulis prosa rekaan berbentuk novel melalui kreasi imajinasinya agar senantiasa menyadari betapa pentingnya kehadiran konflik dalam membangun sebuah cerita (tanpa mengabaikan unsur-unsur intrinsik lainnya), sehingga karya yang diciptakan lebih hidup dan menarik perhatian dan waktu pembaca untuk menyelesaikan bacaanya dan menemukan pesan yang terkandum di dalamnya. 2. Bagi para peneliti selanjutnya yang akan mengambil judul yang relevan, agar mereka melanjutkan penelitian ini dengan tidak memisahkan konflik dengan unsur intrinsik lainnya dalam sebuah karya sastra, khususnya novel. Hal ini di lakukan agar penelitian dapat dilakukan secara menyeluruh dan berkeseimbangantanpa mementingkan unsur intrinsik tertentu. DAFTAR PUSTAKA Endraswara, Suwardi, 2008. Metode Penelitian Psikologi Sastra. Yogyakarta: Media Pressindo. Endraswara, Suwardi. 2013. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta : CAPS. Chaer, Abdul, 2009. Psikolinguistik : kajian teoritik. Jakarta: Rineka Cipta Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Jabrohim. 2012. Teori Penelitian Sastra. Pustaka Pelajar. Jatman, Darmanto. 1985. Sastra, Psikologi dan Masyarakat. Bandung: Alumni. Minderop, Albertine. 2010. Psikologi Sastra. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Sastra Anak. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Yasa, I Nyoman 2012 Teori Sastra dan Penerrapanya Karya Putra Darwati Bandung Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press. Ratna, Nyoman Kutha. 2008. Teori Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Siswantoro. 2005. Metode Penelitian Sastra: Analisis Psikologis. Surakarta: Muhammadiyah University Press. Siswanto Wahyudin. 2013. Pengantar Teori Sastra. Aditya Media Publishing. Susanto, Dwi. 2012. Pengantar Teori Sastra. Yogyakarta : CAPS. Wahid, Sugira. 2004. Kapita Selekta Kritik Sastra. Makassar: UNM
Jurnal Humanika No. 15, Vol. 3, Desember 2015 / ISSN 1979-8296