SKRIPSI
MODEL PEMBINAAN PELAKSANAAN IBADAH SHALAT BAGI TUNA GRAHITA DI BALAI BESAR REHABILITASI SOSIAL BINA GRAHITA “KARTINI” TEMANGGUNG TAHUN 2012
Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata I Dalam Ilmu Tarbiyah
Oleh: Mamik Sri Latifah 111 08 098
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2012
KEMENTERIAN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) Jl. Stadion 03 telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail :
[email protected]
PERSETUJUAN PEMBIMBING Lamp : 3 Ekslempar Hal
: Pengajuan Skripsi Kepada Yth. Ketua STAIN Salatiga Di Salatiga Assalamu’alaikum. Wr. Wb Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini kami kirimkan naskah skripsi mahasiswi: Nama
: Mamik Siti Latifah
NIM
: 11108098
Jurusan/Progdi
: Tarbiyah/ PAI
Judul
:MODEL PEMBINAAN PELAKSANAAN IBADAH SHALAT BAGI TUNA GRAHITA DI BALAI BESAR REHABILITASI SOSIAL BINA GRAHITA “KARTINI” TEMANGGUNG TAHUN 2012
Telah kami setujui untuk dimunaqasyah. Wassalamu’alaikum.Wr. Wb.
Salatiga, 13 Agustus 2012 Pembimbing
Dra. Hj. Lilik Sriyanti, M.Si NIP: 199608141991032003
KEMENTERIAN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) Jl. Stadion 03 telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail :
[email protected]
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang betanda tangan dibawah ini: Nama
: Mamik Siti Latifah
NIM
: 11108098
Jurusan
: Tarbiyah
Progam studi
: Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan atau karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Salatiga, 13 Agustus 2012 Penulis
Mamik Siti Latifah
NIM. 11108098
KEMENTERIAN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) Jl. Stadion 03 telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail :
[email protected]
MOTTO
َاء َو ا ْل ُم ْىك َْر ِ صالَةَ ت َ ْى َهى ع َِه ا ْلفَ ْخش َّ ِإ َّن ال “Sesungguhnya Shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar” (QS. Al Ankabut : 45)
KEMENTERIAN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) Jl. Stadion 03 telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail :
[email protected]
PERSEMBAHAN Atas rahmat dan ridho Allah SWT, karya skripsi ini penulis persembahkan untuk: Ayahku tercinta Dan Ibuku tersayang yang selalu mendo‟akan dan memberikan banyak kasih sayang dan banyak berkorban untukku hingga aku seperti sekarang.
Semua saudaraku dan seluruh keluarga yang telah mendukungku. Robith Tercinta yang dengan sabar selalu menemani dan membimbing dalam penulisan ini, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Bapak/ ibu dosen STAIN Salatiga yang telah mengajarkan, mendidik, dan memberikan begitu banyak ilmu kepada penulis selama dalam perkuliahan.
Semua teman angkatan 2008.
ABSTRAK Latifah,Mamik,Siti. 2012. Model Pembinaan Pelaksanaan Ibadah Shalat Bagi Tuna Grahita di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung Tahun 2012. Skripsi, Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Hj. Lilik Sriyanti, M,Si
Kata Kunci: Model pembinaan ibadah Shalat dan Tuna Grahita Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:1) bagaimanakah metode yang digunakan pada pelaksanaan pembinaan ibadah Shalat bagi penyandang Tuna Grahita di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung?, dan 2) Apa faktor pendukung pada pelaksanaan pembinaan ibadah Shalat bagi penyandang Tuna Grahita di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung?, 3) Bagaimana kesulitan atau faktor penghambat pelaksanaan pembinaan ibadah shalat bagi penyandang Tuna Grahita di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif diskriptif analisis yang umumnya menggunakan strategi multi metode yaitu wawancara, pengamatan, serta penelaahan dokumen studi dokumenter yang antara satu dengan yang lain saling melengkapi, memperkuat dan menyempurnakan. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa model pembinaan pelaksanaan ibadah Shalat bagi Tuna Grahita berlandaskan pada Al-Qur‟an dan hadist dimana didalamnya mengandung suatu pemberian bimbingan, pengetahuan, dan petunjuk mengenai akan pentingnya Shalat, kita sebagai umat muslim dan salah satunya bertujuan untuk ketenangan jiwa. Berdasarkan dari adanya pembinaan pelaksanaan ibadah shalat bagi Tuna Grahita di balai besar rehabilitasi sosial bina grahita “Kartini” Temanggung ini ditemukan, anak – anak Tuna Grahita ini yang aktif dalam mengikuti bimbingan shalat kejiwaannya akan lebih tenang dan tidak mudah marah atau berontak, sehingga anak – anak Tuna Grahita masih merasa mempunyai tempat perlindungan yaitu Allah SWT.
KEMENTERIAN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) Jl. Stadion 03 telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail :
[email protected]
KATA PENGANTAR
ميحرلا نمحرلا هللا
بسم
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmad dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “ Model Pembinaan Pelaksanaan Ibadah Shalat Bagi Tuna Grahita Di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung Tahun 2012 “. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana Pendidikan Islam di Fakultas Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada: 1. Bapak Dr.Imam Sutomo,M.Ag, selaku ketua STAIN Salatiga.
2. Dra.Siti Asdiqoh, M.Si, selaku progdi Pendidikan Agama Islam STAIN Salatiga. 3. Ibu Dra. Hj. Lilik Sriyanti, M.Si selaku dosen pembimbing yang dengan sabar telah memberikan bimbingan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini. 4. Dra. Clara ES, MM, selaku kepala Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung yang telah memberikan ijin penelitian serta
para staffnya yang telah memberikan bantuan dalam pengumpulan data – data sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 5.
Bapak dan ibu dosen STAIN Salatiga yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.
6. Kedua orang tuaku, kakak-kakakku, serta seluruh keluarga yang telah memberikan dukunga moral dan materi dalam penyusunan skripsi ini. 7. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan ini, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Demikian ucapan terimakasih penulis sampaikan. Penulis hanya bisa berdo‟a semoga bantuan dan bimbingan dari semua pihak dapat diterima oleh Allah SWT sebagai amal ibadah. Akhirnaya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Dengan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan, skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.
Salatiga, 13 Agustus 2012 Penulis
Mamik Siti Latifah NIM : 11108098
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .....................................................................................
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................
ii
DEKLARASI ................................................................................................
iii
MOTTO .........................................................................................................
iv
PERSEMBAHAN...........................................................................................
v
ABSTRAK .....................................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ...................................................................................
vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................
ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................
5
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................
5
1.4 Kegunaan Penelitian .........................................................................
6
1.5 Penegasan Istilah ..............................................................................
7
1.6 Metode Penelitian .............................................................................
8
1.7 Sistematika Penulisan Skripsi ...........................................................
14
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Esensi Model Pembinaan Shalat …………………………….. .........
17
1. Model pembinaan shalat ..............................................................
17
a. Pengertian Model ......................................................................
17
b. Pengertian Bimbingan ..............................................................
19
2 Shalat ..............................................................................................
20
a. Tujuan Shalat ............................................................................
21
b. Hikmah Shalat ..........................................................................
22
c. Gerakan – gerakan Shalat .........................................................
24
3. Landasan Bimbingan Ibadah Shalat ..............................................
26
B. Tuna Grahita .......................................................................................
27
a. Pengertian Tuna Grahita ...............................................................
27
b. Klasifikasi Anak Tuna Grahita .....................................................
28
c. Karakteristik Anak Tuna Grahita ..................................................
31
d. Perkembangan Anak Tuna Grahita ………………… ...................
33
e. Pendidikan Untuk Anak Tuna Grahita ..........................................
39
f. Faktor - faktor Penyebab Tuna Grahita ..........................................
40
BAB III PAPARAN DATA PENELITIAN A. Gambaran Umum Balai Besar Rehabilitaasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung (BBRSBG) .....................................
43
1. Sejarah Berdirinya Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung (BBRSBG) ............................................
43
2. Visi Misi dan Fungsi Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung (BBRSBG) .......................
46
3. Program Pelayanan yang dikembangkan balai besar rehabilitasi sosial bina grahita “Kartini” Temanggung (BBRSBG) ...............
48
4. Sarana dan Prasarana balai besar rehabilitasi sosial bina grahita “Kartini” Temanggung (BBRSBG) ..................................
53
5. Keadaan Pembimbing Agama Islam dan Penyandang Tuna Grahita balai besar rehabilitasi sosial bina grahita “Kartini” Temanggung (BBRSBG) .............................................
56
6. Struktur Organisasi balai besar rehabilitasi sosial bina grahita “Kartini” Temanggung (BBRSBG) .............................................
59
B. Gambaran Kegiatan Bimbingan Shalat di balai besar rehabilitasi sosial bina grahita “Kartini” Temanggung (BBRSBG) ....................
61
C. Model Pelaksanaan Bimbingan Shalat di balai besar rehabilitasi sosial bina grahita “Kartini” Temanggung (BBRSBG) ...................
72
D. Faktor Pendukung pada Pelaksanaan Bimbingan Ibadah Shalat di balai besar rehabilitasi sosial bina grahita “Kartini” Temanggung
76
E. Faktor Penghambat pada Pelaksanaan Bimbingan Ibadah Shalat .....
78
BAB IV PEMBAHASAN A. Model Bimbingan Ibadah Shalat di balai besar rehabilitasi sosial bina grahita “Kartini” Temanggung (BBRSBG) .............................
81
B. Faktor Pendukung Bimbingan Ibadah Shalat ....................................
85
C. Faktor Penghambat Bimbingan Ibadah Shalat ...................................
88
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .......................................................................................
91
B. Saran ..................................................................................................
92
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Shalat adalah kewajiban setiap mukmin, dalam kondisi bagaimana, kapan dan dimanapun. Selama hayat masih dikandung badan, sejauh itu pula kewajiban Shalat tetap berlaku. Tentu saja berlakunya kewajiban ini sesuai dengan syariat. Artinya orang beriman yang dikenai kewajiban disini adalah yang baligh, berakal, dan tidak ada udzur qath‟i. Shalat adalah rukun Islam paling utama yang melatih menaklukkan akal, dan islam menetapkan batas-batas penaklukannya sehingga dapat memelihara akal, dan Islam mengamankan akal dengan batas-batas yang di tetapkanya (Bahnasi, 2004:97). Orang yang Shalat, utamanya, akan memperoleh ketenangan jiwa karena hubunganya dengan Allah yang langgeng dalam Shalatnya. Maka, pada saat – saat terakhir hidupnya, dia akan tenang karena jawaban atas soal pertama yang ditanyakan kepadanya pada saat diperjalanan kehidupan akhirat. Rasulullah Saw. Bersabda, “ Amal yang akan dihisab pertama kali kepada seorang hamba adalah Shalat. Jika Shalatnya rusak, rusaklah seluruh perbuatanya”. Rasulullah Saw juga bersabda, “ Kunci Surga adalah Shalat” (Bahnasi, 2004:71). Manusia merupakan makhluk Allah yang paling sempurna karena dianugerahi akal yang dapat digunakan untuk berfikir. Itulah yang menjadi pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya. Namun dalam menciptakan manusia, Allah memberikan kelebihan dan kekurangan pada masing-masing individu maupun kelompok. Manusia tidaklah sama satu dengan yang lainnya. Mulai dari adanya
perbedaan warna kulit,
tinggi badan, tingkat
emosional
maupun tingkat
intelektualnya. Sebagai contoh, Allah menciptakan orang yang mempunyai kemampuan menangkap dan menerima pengetahuan maupun respon dengan cepat dan baik, tapi ada juga yang ditakdirkan sebagai penyandang cacat seperti Tuna Grahita. Tuna Grahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual dibawah rata-rata. Dalam kepustakaan Bahasa Asing digunakan istilah-istilah Mental Reterdation, Mentally Reterdet, Mental Deficiency, Mental Detective, dan lain-lain. Anak Tuna Grahita atau dikenal juga dengan istilah terbelakang mental karena keterbatasan kecerdasannya mengakibatkan dirinya sukar untuk mengikuti program pendidikan di sekolah biasa secara klasikal, oleh karena itu anak terbelakang mental membutuhkan layanan pendidikan secara khusus yakni disesuaikan dengan kemampuan
anak
tersebut
(Somantri,2006:103).
Anak-anak Tuna Grahita ini akan mengalami permasalahan atau problem dalam hidup di dunia, karena intelegensi mereka dibawah rata-rata anak normal
UU No 4 Th 1997 menegaskan bahwa penyandang cacat merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama, mereka juga mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan
Pada pasal 6 ayat 1 dijelaskan bahwa setiap penyandang cacat berhak memperoleh pendidikan pada semua satuan jalur, jenis, dan jenjang pendidikan
Ketetapan dalam UU No 4 Th 1997 itu sangat berarti bagi anak Tuna Grahita karena memberi landasan yang kuat bahwa Tuna Grahita mempunyai hak yang sama dengan orang yang normal dalam hal perolehan pendidikan dan pengajaran ( Dep Sos)
Pendidikan ibadah Shalat sangat berperan dalam pendidikan Agama Islam selain itu juga terdapat pentingnya akhlak atau kepribadian setiap manusia karena didalam melaksanakan shalat manusia akan berfikir positif sehingga kepribadiannya pun akan lebih baik.
Diantara ajaran islam yang dapat digunakan sebagai terapi terhadap gangguan kejiwaan untuk mencapai kebahagiaan dan ketentraman jiwa adalah Shalat. Diterangkan dalam Firman Allah SWT:
Artinya: “Sesungguhnya Aku ini Allah tiada Tuhan selain Aku, Karena itu, sembahlah Aku dan kerjakanlah Shalat untuk mengingat dan memuja-Ku” (Q.S.Thaha :14). Ayat lain dijelaskan bahwa fungsi mengingat Allah (Dzikrullah) adalah untuk menentramkan batin atau jiwa manusia seperti tertulis dalam Al-Qur‟an:
Artinya: “Mereka ialah orang-orang yang beriman, yang hatinya menjadi tenteram dengan mengngat allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati orang mukmin menjadi tenteram” (Q.S ar-Ra’d ayat 28). Semakin dekat seseorang kepada Allah dan semakin banyak ibadahnya, maka akan semakin tentramlah jiwanya serta semakin mampu ia menghadapi kekecewaan dan kesukaran-kesukaran dalam hidup. Dan demikian pula sebaliknya, semakin jauh orang itu dari Agama akan semakin susahlah baginya untuk mencari ketentraman hati. Shalat tidak hanya sebagai ritual atau ibadah yang wajib dikerjakan. Namun lebih dari itu Shalat dilakukan dengan seluruh unsur kepribadian yaitu badan, lidah, telinga, otak dan perasaan secara bersamaan. Melihat permasalahan diatas, akhirnya penulis tertarik untuk membahasnya dengan judul skripsi: “ MODEL PEMBINAAN PELAKSANAAN IBADAH SHALAT BAGI TUNA GRAHITA DI BALAI BESAR REHABILITASI SOSIAL BINA GRAHITA “KARTINI” TEMANGGUNG TAHUN 2012 ”.
B. Rumusan Masalah Dalam melakukan penelitian ini penulis memberikan rumusan masalah sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah metode yang digunakan pada pelaksanaan pembinaan ibadah Shalat bagi penyandang Tuna Grahita di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung?
2.
Apa faktor pendukung pada pelaksanaan pembinaan ibadah Shalat bagi penyandang Tuna Grahita di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung?
3.
Bagaimana kesulitan atau faktor penghambat pelaksanaan pembinaan ibadah Shalat bagi penyandang Tuna Grahita di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung?
C.Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penulis dalam penelitian ini mengacu pada permasalahan tersebut di atas adalah sebagai berikut: 1.
Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam pelaksanan pembinaan ibadah Shalat bagi penyandang Tuna Grahita di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung”.
2.
Untuk mengetahui faktor pendukung pada pelaksanaan pembinaan ibadah Shalat bagi penyandang Tuna Grahita di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung”.
3.
Untuk mengetahui kesulitan atau faktor penghambat pada pelaksanaan pembinaan ibadah Shalat bagi penyandang Tuna Grahita di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung”
D. Kegunaan Penelitian Manfaat ataupun kegunaan daripada penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu sebagai berikut: 1. Secara Teoritis
Penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya wacana keilmuan khususnya kajian pendidikan dalam bidang PAI dan juga menambah bahan pustaka bagi perpustakaan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga 2. Secara Praktis a. Bagi penyandang Tuna Grahita, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan upaya untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan dalam melaksanakan ibadah shalat lima waktu b. Bagi pembimbing, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan untuk memperbaiki kualitas pembinaan agama dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran c. Bagi lembaga, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai wacana untuk lebih meningkatkan pembinaan agama terhadap para penyandang Tuna Grahita d. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat dijadikan untuk menambah pengalaman peneliti dalam penelitian yang terkait dengan para penyandang Tuna Grahita E. Penegasan Istilah Agar didalam penelitian ini tidak terjadi penafsiran yang berbeda dengan maksud penulis, maka penulis akan menjelaskan istilah-istilah di dalam judul ini. Istilah yang perlu penulis jelaskan sebagai berikut: 1.
Pembinaan ibadah sholat
Menurut Moh. Surya bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan secara terus menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang terbimbing/dibimbing agar dapat tercapai kemandirian dalam pemahaman diri untuk mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan (Dahlan, 2009:17) Ibadah (beribadah) adalah: Setiap amal yang baik (mulia) yang dilakukan dalam rangka mentaati Allah SWT serta mengharapkan ridho-Nya (Khalil, 2006:1). Shalat menurut bahasa arab berarti Do‟a. Secara istilah: yaitu ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang di mulai dari Takbirotul Ikhrom dan disudahi dengan Salam, menurut syarat yang tertentu (Rasyid, 1976:64). Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembinaan ibadah Shalat adalah proses bimbingan ibadah Shalat yang dilakukan oleh pembimbing Agama Islam agar dapat mencapai tujuan yang di inginkan sesuai dengan ajaran Islam dan sesuai dengan Al-qur‟an dan Hadist. 2. Tuna Grahita Tuna Grahita merupakan kalimat yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata- rata. Dalam kepustakaan bahasa Asing digunakan istilah-istilah mental reterdation, mentally reterdet, mental deficiency, mental detective, dan lain-lain. Istilah tersebut sesungguhnya memiliki arti yang sama yang menjelaskan kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibawah rata-rata dan
ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial. Anak Tuna Grahita atau dikenal juga dengan istilah terbelakang mental karena keterbatasan kecerdasannya mengakibatkan dirinya sukar untuk mengikuti program pendidikan di sekolah biasa secara klasikal, oleh karena itu anak terbelakang mental membutuhkan layanan pendidikan secara khusus
yakni
disesuaikan
dengan
kemampuan
anak
tersebut
(Somantri,2006:103). Jadi yang dimaksud dengan Tuna Grahita adalah kondisi dimana perkembangan kecerdasannya mengalami hambatan sehingga tidak mencapai tahap perkembangan yang optimal. F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian lapangan (field research) dalam pelaksanaanya menggunakan metode pendekatan kualitatif diskriptif analisis yang umumnya menggunakan strategi multi metode yaitu wawancara, pengamatan, serta penelaahan dokumen studi dokumenter yang antara satu dengan yang lain saling melengkapi, memperkuat dan menyempurnakan (Sukmadinata, 2005:108). Dalam laporan penelitian ini data memungkinkan berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, dokumen pribadi , dan dokumen resmi lainya. 2. Kehadiran Penelitian Penelitian dan pengumpulan data-data di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung dimulai pada pembuatan Proposal
sampai dengan selesainya penelitian yang disertai dengan kegiatan akhir berupa penyusunan skripsi. 3. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung. Adapun alasan pemilihan tempat penelitian di
Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini”
Temanggung berkaitan dengan upaya pengembangan pembinaan pelaksanaan ibadah Shalat bagi Tuna Grahita, sangatlah penting. Oleh karena itu, sumbangan para pembimbing untuk pembinaan pelaksanaan ibadah Shalat bagi Tuna Grahita perlu terus di kembangkan. Salah satu diantara Lembaga Rehabilitasi yang menerapkan model pembinaan pelaksanaan ibadah Shalat adalah Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung. Lembaga ini merupakan aset yang perlu dilestarikan dan dijaga kualitasnya, sehingga akan meningkat pula dalam mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insani yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamili). 4. Sumber Data Data merupakan suatu fakta atau keterangan dari objek yang di teliti. Menurut Lofland (1984:47) (dalam Moleong, 2007:157) sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata , tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen lain (sumber data tertulis, foto, dan statistik). Sumber data dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu: a. Data Primer
Sumber dan jenis data primer penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan subjek serta gambaran ekspresi, sikap dan pemahaman dari subjek yang di teliti sebagai dasar utama melakukan interpretasi data. Data atau informasi tersebut diperoleh secara langsung dari orang-orang yang di pandang mengetahui masalah yang akan di kaji dan bersedia memberi data atau informasi yang di perlukan. Sumber data primer merupakan data yang dikumpulkan, diolah dan disajikan oleh peneliti dari sumber utama. Dalam penelitian ini yag menjadi sumber data utama yaitu para pembimbing agama Islam putra, para pembimbing agama islam putri dan para penyandang Tuna Grahita.
b. Data Sekunder Data sekunder adalah data atau informasi yang di peroleh dari sumbersumber lain selain data primer. Diantaranya buku-buku literatur, internet, majalah atau jurnal ilmiah, arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi lembaga-lembaga yang terkait dengan penelitian ini. Data tersebut diantaranya buku – buku referensi. Menurut Mestika Zet (2004:10). Dalam penelitian ini data sekunder yaitu dengan mewawancarai para pembimbing agama islam untuk mendapatkan data- data yang diperlukan seperti dokumen – dokumen tentang Tuna Grahita 5. Prosedur Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data yang di perlukan, digunakan metodemetode sebagai berikut:
a. Metode Wawancara Metode wawancara adalah pengumpulan data dengan proses tanya jawab dengan cara lisan dimana dua orang atau lebih saling berhadapan secara fisik (Surakhmad, 1985:132). Dengan Metode ini penulis mendapatkan informasi ataupun data tentang model pembinaan pelaksanaan ibadah Shalat bagi Tuna Grahita di balai besar rehabilitasi sosial bina grahita “Kartini” Temanggung. Yang menjadi informan dalam wawancara ini adalah para pembimbing agama Islam dan para penyandang Tuna Grahita di balai besar rehabilitasi sosial bina grahita “Kartini” Temanggung.
b. Metode Dokumentasi Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan cara membaca dan mengutip dokumen-dokumen yang ada dan dipandang relevan. Dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, peraturan rapat, catatan seharian dan sebagainya (Arikunto, 1989:131). Metode ini digunakan untuk memperoleh data Sejarah Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung, Struktur organisasi, keadaan para pembimbing dan Tuna Grahita, kegiatan pembinaan pelaksanaan ibadah Shalat serta macam-macam layanan yang di miliki Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung dan data-data dan informasi lain yang menunjang. c. Metode Observasi dan Pengamatan
Metode
observasi
adalah
teknik
pengumpulan
data
dengan
pengamatan langsung kepada objek penelitian (Surakhmad, 1994:164). Metode ini digunakan untuk mengetahui situasi dan kondisi lingkungan Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung baik keadaan
bagi
penyandang
Tuna
Grahita
maupun
pembimbingnya.
Pengamatan disini termasuk juga di dalamnya peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proposional maupun langsung di peroleh dari data (Moleong, 2007:174). Observasi ini dilakukan dengan melakukan serangkaian pengamatan dengan menggunakan alat indera penglihatan dan pendengaran secara langsung terhadap objek yang di teliti. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik observasi berperan
pasif dimana observasi bisa
dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. 6. Metode Analisis Data Metode analisis adalah suatu cara penanganan terhadap objek ilmiah tertentu dengan jalan memilah, memilih, antara pengertian yang satu dengan yang lain untuk mendapatkan pengertian yang baru. Data yag berhasil dihimpun akan di analisis secara Kualitatif, yaitu dengan menerapkan metode berfikir induktif, yaitu suatu metode berfikir yang bertolak dari fenomena yang khusus dan kemudian menarik kesimpulan yang bersifat umum (Cristine, Daymon 2008:369). 7. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam hal pengecekan keabsahan data penelitian terhadap beberapa kriteria keabsahan data yang nantinya akan dirumuskan secara tepat, teknik pemeriksaanya yaitu dalam penelitian ini harus terdapat adanya kredibilitas yang dibuktikan dengan perpanjangan keikutsertakan, ketekunan pengamatan, triangulas, pengecekan sejawat kecukupan referensia, adanya kriteria kepastian dengan teknik uraian rinci dan audit kepastian. Untuk mengetahui apakah data yang telah dikumpulkan dalam penelitian memiliki tingkat kebenaran atau tidak, maka dilakukan pengecekan data yang disebut dengan validitas data. Untuk menjamin validitas data akan dilakukan trianggulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2006: 330). Validitas data akan membuktikan apakah data yang diperoleh sesuai dengan apa yang ada dilapangan atau tidak. Dengan demikian data yang diperoleh dari suatu sumber akan dikontrol oleh data yang sama dari sumber yang berbeda. 8. Tahap – tahap Penelitian a. Penelitian pendahuluan Penulis mengkaji buku-buku yang berkaitan dengan pembinaan pelaksanaan ibadah Shalat dan buku lain yang berhubungan dengan Tuna Grahita b. Pengembangan desain Setelah penulis mengetahui banyak hal tentang pembinaan ibadah Shalat, kemudian penulis melakukan observasi ke objek penelitian untuk
melihat secara langsung model pembinaan pelaksanaan ibadah Shalat bagi Tuna Grahita di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung. c. Penelitian sebenarnya G. Sistematika Penulisan Dalam menyusun skripsi ini penulis membagi kedalam beberapa bab dan masing-masing bab mencakup beberapa sub bab yang berisi sebagai berikut: a. BAB I: merupakan pendahuluan yang menjelaskan :A. Latar belakang masalah, B. Rumusan Masalah, C. Tujuan Penelitian, D. Kegunaan Penelitian, E. Penegasan istilah, F. Metodologi penelitian yang terdiri dari: 1. Pendekatan dan jenis penelitian 2. Kehadiran penelitian 3. Tempat / lokasi penelitian 4. Sumber data 5. Prosedur pengumpulan data 6. Metode analisisi data 7. Pengecekan keabsahan data 8. Tahap-tahap penelitian dan G. Sistematika penulisan b. BAB II: Kajian Pustaka. Dalam bab ini dibahas tentang A. Esensi model pelaksanaan pembinaan ibadah shalat yang meliputi: 1. Model pelaksanaan ibadah shalat yang terdiri dari: a. Pengertian model b. Pengertian bimbingan 2. Shalat yang terdiri dari: a. Tujuan Shalat b. Hikmah Shalat c. Gerakangerakan Shalat 3. Landasan bimbingan pelaksanaan ibadah Shalat B. Tuna Grahita yang terdiri dari: a. Pengertian Tuna Grahita b. Klasifikasi Tuna Grahita c. Karakteristik Tuna Grahita d. Perkembangan Tuna Grahita e. Pendidikan untuk penyandang Tuna Grahita f. Faktor-faktor penyebab Tuna Grahita
c. BAB III: Hasil penelitian yang terdiri dari gambaran umum objek penelitian, terdiri dari : 1. Sejarah singkat Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung 2. Visi dan Misi serta fungsi Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung 3. Keadaan para penyandang Tuna Grahita Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung 4. Biodata pembimbing Agama Islam Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung 5. Jadwal pelaksanaan pembinaan ibadah shalat Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung 7. Deskripsi dan hasil penelitian d. BAB IV : pembahasan pokok permasalahan dari data hasil temuan- temuan mengenai 1) Model pembinaan pelaksanaan ibadah Shalat bagi Tuna Grahita di Balai besar rehabilitasi sosial bina grahita “Kartini” Temanggung 2) faktor pendukung pada pelaksanaan pembinaan ibadah Shalat bagi penyandang Tuna Grahita di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung 3) Kesulitan atau faktor penghambat pelaksanaan pembinaan ibadah Shalat bagi penyandang Tuna Grahita di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung. e. BAB V: Bab ini merupakan bab penutup atau bab akhir dari penyusunan skripsi yang penulis susun. Dalam bab ini penulis mengemukakan kesimpulan dari seluruh hasil penelitian, saran-saran ataupun rekomendasi dalam meningkatkan pelaksanaan pembinaan ibadah Shalat khususnya di lingkungan Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Esensi Model Pembinaan Pelaksanaan Ibadah Shalat 1. Model Pembinaan Pelaksanaan Ibadah Shalat a. Pengertian Model Pengertian Model menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:751) model adalah (contoh, acuan, ragam, dsb) dari sesuatu yang akan di buat atau dihasilkan Definisi lain dari model adalah abstraksi dari sistem sebenarnya, dalam gambaran yang lebih sederhana serta mempunyai tingkat prosentase yang bersifat menyeluruh, atau model adalah abstraksi dari realitas dengan hanya memusatkan perhatian pada beberapa sifat dari kehidupan sebenarnya (Simamarta, 1983: 9 - 12).
Oleh karenanya, dapat di pahami penulis bahwa model merupakan contoh, acuan atau gambaran realita yang memusatkan perhatian pada beberapa sifat dari kehidupan sebenarnya. b. Pengertian Bimbingan Bimbingan adalah terjemahan dari istilah inggris “guidence” . kata ini berasal dari kata kerja “to guide” yang mempunyai arti menunjukkan, membimbing, atau menuntun orang lain ke jalan yang benar (Arifin, 1997:18). Dulu istilah counseling di indonesiakan menjadi penyuluhan. Akan tetapi, karena istilah penyuluhan banyak digunakan di bidang lain, semisal dalam penyuluhan pertanian dan penyuluhan keluarga berencana yang sama sekali berbeda isinya dengan yang di maksud dengan counseling. Maka, agar tidak menimbulkan salah paham istilah counseling tersebut langsung diserap menjadi konseling. Mengenai kedudukan dan hubungan antara bimbingan dan konseling terdapat banyak pandangan, salah satunya memandang konseling sebagai teknik bimbingan. Dengan kata lain, konseling berada di dalam bimbingan. Menurut Bimo walgito bimbingan adalah suatu bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau kelompok individu dalam menghindari kesulitan-kesulitan hidup agar individu tersebut dapat mencapai kesejahteraan hidup (Walgito, 1993:4). Sedangkan menurut Moh. Surya bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan secara terus menerus dan sistematis dari pembimbing
kepada
yang
terbimbing/dibimbing
agar
dapat
tercapai
kemandirian dalam pemahaman diri untuk mencapai tingkat perkembangan
yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan (Dahlan, 2009:17). Maksud dari ungkapan pendapat diatas menerangkan bahwa pada dasarnya bimbingan merupakan pemberian pertolongan atau bantuan secara sistematis kepada seseorang yang sedang mengalami kesulitan agar individu tersebut mampu bangkit dari masalah yang sedang dihadapi. Pertolongan dan bantuan yang merupakan bimbingan mempunyai fungsi-fungsi khusus yang harus di penuhi, karena tidak semua bantuan atau pertolongan merupakan bimbingan. Oleh karenanya, dapat di pahami bahwa bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu atau sekelompok individu agar mereka dapat berkembang menjadi pribadi-pribadi yang mandiri dan mampu secara bijak dalam mengambil keputusan. Adapun fungsi bimbingan yang dipaparkan oleh Musnamar (1992:4) diantaranya: a. Fungsi preventif (pencegahan) yaitu mencegah timbulnya masalah pada seseorang. b. Fungsi kuratif atau korektif, yaitu memecahkan atau menanggulangi masalah yang sedang di hadapi seseorang. c. Fungsi preventif dan developmental, yaitu memelihara agar keadaan seseorang yang telah baik dan mengembangkan keadaan yang sudah baik menjadi lebih baik. Bimbingan islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.(Musnamar, 1992:5)
2. Shalat Shalat ditinjau dari bahasa arab berasal dari kata Shalat yang artinya Berdo‟a (memohon, meminta). (Yunus, 1989:220) sedangkan menurut syara‟ Shalat adalah bentuk ibadah yang terdiri atas perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan di akhiri dengan salam (Slamet abidin dkk, 1998: 61) Shalat dalam arti yang lain berarti suatu proses manusia untuk menghadap sang pencipta alam (Allah SWT) atau juga dikenal dengan penghambaan diri kepada Sang Khaliq atau dapat diartikan menyembah kepada Allah. Jika penulis analisa lebih mendalam, Shalat merupakan hubungan manusia dengan Allah yang disebut khablum‟ minallah. Mengandung arti sarana manusia untuk menghadapkan dirinya kepada yang menciptakan-NYA. (Mahmud m thoha, 2001: 82) Hakekat Shalat adalah penghambaan diri manusia terhadap pencipta alam yang dinamakan Sang Khaliq (Allah SWT). Sebagai hamba ciptaanya hendaklah manusia untuk berterima kasih kepadanNya dengan penghambaan diri kepada sang pencipta. Maka manusia dituntut dalam meyakini keimanan dihatinya untuk mengingat kepada sang pencipta alam atau jagat raya. a. Tujuan Shalat Manusia diciptakan oleh Allah Swt tidak lain adalah untuk menyembah dan untuk mengingatNya. Dan sebagai manusia yang di ciptakan-Nya wajib untuk mengingat, meminta, dan rasa hubungan batin dengan Allah. Dalam
kerangka inilah manusia dituntut untuk rasa terima kasih dan merasakan diri untuk mengingat dan menyembah kepadaNya. Allah menciptakan manusia tidak lain untuk beribadah dan mengerjakan amalan-amalan yang di ridhoinya untuk menuju kehidupan yang hakiki. Maka sebagai rasa bersyukur manusia dituntut untuk mengerjakan apa yang diperintahkanNYa. Shalat merupakan kewajiban manusia untuk menghadap kepada Allah SWT. Untuk kontak interaksi dalam dunia pengabdian dirinya, maka allah berfirman dalam Al-qur‟an Surat An-nisa ayat 103
ْ َصالةف َ َفَ ِئذَا ق علَى ُجىُىبِ ُك ْم فَ ِئذَا ا ْط َمأْوَ ْىت ُ ْم فَأَقِي ُمىا َ اَّللُ قِيَا ًما َوقُعُىدًا َو َّ اذك ُُرو ا َّ ض ْيتُم ال ع َلى ا ْل ُم ْؤ ِمىِيهَ ِكتَابًا َم ْىقُىت ًا َ ْصالةَ كَاوَت َّ صالة ِإنَّ ال َّ ال Artinya: Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat (mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, duduk dan berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan ibadah Shalat adalah proses bimbingan ibadah Shalat yang dilakukan oleh pembimbing Agama Islam agar dapat mencapai tujuan yang di inginkan sesuai dengan ajaran Islam dan sesuai dengan Al-qur‟an dan Hadist. Dengan demikian pembimbing Agama Islam untuk pembinaan pelaksanaan ibadah Shalat tersebut harus memiliki keahlian tertentu agar tidak terjadi kekeliruan atau kesalahan yang mengakibatkan keluar dari aturan ajaran-ajaran islam. Selain itu pembinaan yang disampaikan harus mencakup nilai-nilai keislaman untuk
menanamkan keimanan dan ketaqwaan terhadap para penyandang Tuna Grahita. b. Hikmah Shalat Allah mewajibkan Shalat kepada manusia, Namun selalu memberikan janji yang akan di berikan kepada manusia, janji-janji itu berupa hikmah kebaikan yang akan manusia dapatkan baik lahir atau batin di Dunia maupun Akhirat. Adapun hikmah yang di ambil dari Shalat: a) Mendekatkan diri kepada Allah Shalat merupakan sarana langsung manusia berdialog dengan Tuhanya, Shalat tersebut akan menambah dekatnya hubungan manusia dengan Tuhanya yang di wujudkan dalam bentuk perkataan dan perbuatan di dalam Shalat. b) Membentuk kepribadian muslim Sifat kepribadian yang dapat di bentuk apabila menjalankan ibadah Shalat dengan baik adalah: i. Mendidik sikap disiplin dan Tanggung Jawab Melaksanakan Shalat adalah manifestasi kepatuhan dan ketaatan manusia kepada Allah suatu ibadah yang harus di laksanakan sesuai dengan waktu yang telah di tentukan, mengingatkan manusia akan rasa tanggung jawab, Shalat yang tepat waktu merupakan bentuk latihan yang sempurna
dalam membangkitkan kesadaran, kedisiplinan dan rasa tanggung jawab yang tinggi. ii. Menimbulkan jiwa yang tenang Shalat merupakan sarana untuk selalau mengingat Allah, dengan selalu mengingat Allah maka hati akan menjadi tentram, tidak gelisah, tidak takut atau khawatir, selain itu jiwa yang tenang juga dapat menghilangkan gangguan kejiwaan yang dapat menyebabkan hilangnya keseimbangan manusia iii.Terhindar dari perbuatan keji dan munkar Shalat juga dapat memelihara seseorang darai perbuatan keji dan mungkar, hal tersebut di karenakan shalat itu akan memelihara seseorang selama seseorang tersebut memelihara shalatnya, seperti di tegaskan dalam Al-Qur‟an Surat Al- Ankabut ayat 45. iv.Memupuk rasa solidaritas, persatuan, dan kesatuan Dengan melakukan Shalat berjama‟ah yang di lakukan dua orang atau lebih akan menumbuhkan sikap solidaritas umat, menambah ukhuwah islamiah.dan mempererat tali hubungan persaudaraan dan kesatuan.
v. Menjaga kesehatan jasmani Dengan Shalat seseorang akan sehat secara jasmani karena dalam shalat terdiri dari gerak tubuh seperti ruku‟, sujud yang dapat menguatkan otot-otot punggung dan otot-otot lainya,
Untuk memperoleh hikmah-hikmah tersebut maka seseorang harus menjalankan Shalat secara benar yang di lakukan secara terus menerus dan sempurna baik rukun syarat dan kekusyukan serta menghadirkan diri agar ketenangan dan ketentraman hati selalu menemani, dalam hidupnya maka hatinya selalu dapat ingat Allah maka kualitas kekusyukan shalatnya harus di jaga dengan kata lain, apabila seseorang tidak dapat menjaga Shalatnya maka gelisah tidak mungkin akan selalu pisah darinya. (Daradjat,72:1993) c. Gerakan – Gerakan Shalat Shalat dilakukan dengan gerakan secara berurutan disertai dengan bacaan Shalat. a)
Niat Niat dilakukan dengan berdiri siap untuk melakukan Shalat
b) Takbiratul ikhram Caranya mengangkat kedua telapak tangan sampai batas telinga c)
Membaca do‟a iftitah
Caranya berdiri tegak dengan tangan sedekap d) Membaca surat al-fatihah Caranya berdiri tegak dengan tangan bersedekap seperti pada saat membaca iftitah e) Membaca ayat atau surah al- Qur‟an Caranya berdiri tegak dengan tangan bersedekap seperti pada saat membaca iftitah sambil membaca surat pendek
f) Rukuk Angkat tangan kemudian membungkukkan badan, tangan di letakkan di atas lutut g) I‟tidal dan bacaanya
ٍسوع هللا لوي حود “Semoga Allah mendengar pujian (orang yang memujinya)”
Angkat tangan sesudah berdiri tegak lurus dilanjutkan dengan bacaan
ربٌا ولك الحود “Ya Tuhan kami. Bagi-Mu segala puji.
h) Sujud Membungkukkan badan ke lantai, kedua telapak tangan sejajar dan muka mencium lantai.
i) Duduk diantara dua sujud Angkat badan pada posisi duduk. Bacaanya pada saat sujud j) Membaca tasyahud awal Kembali posisi duduk dengan mengacungkan jari telunjuk di atas paha. Bacaan pada tasyahud awal:
َّ صلَ َىاة ُ َو َُُي َو َر ْح َوتُ هللاِ َوبَ َر َكات ِ الط ِيّبَا َّ ث ال َّ الت َّ ِحيَتُ ِلِلِ َوال ُّ س ََل ُم َعلَي َْك أَيُّ َها الٌَّ ِب أ َ ْش َهدُ أ َ ْى ََل ِإلَََ إِ ََّل هللاِ َوأ َ ْش َهدُ أ َ َّى مَحُمًََُّا. َصا ِل ِحيُي َّ ال َّ س ََلم َعلَ ْيٌَا َو َعلَى ِعبَا ِدهللاِ ال َُُس ْىل ُ َع ْبدٍُُ َو َر Segala penghormatan hanya milik Allah, juga segala pengagungan dan kebaikan.Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepadamu, wahai Nabi, begitu juga rahmat danberkah-Nya. Kesejahteraan semoga terlimpahkan kepada kita dan hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang hak disembah selain Allah dan akubersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.” k) Tasyahud akhir Posisi badan sama dengan tasyahud awal. l) Salam Posisi duduk dengan menengok ke kanan dan ke kiri 3. Landasan Bimbingan pelaksanaan ibadah shalat Landasan utama dalam bimbingan islami pelaksanaan ibadah Shalat adalah Al-qur‟an dan Sunnah Rasul, karena Al-qur‟an dan Hadits merupakan sumber dari segala sumber pedoman bagi umat Islam (Musnamar, 1992:5) AlQur‟an Hadits ini sebagai landasan ideal dan konseptual dalam bimbingan islami pelaksanaan ibadah Shalat. Al-qur‟an dan sunnah rasul merupakan landasan utama yang di lihat dari sudut asal-usulnya, merupakan landasan “naqliyah” , maka landasan lain yang dipergunakan oleh bimbingan islami pelaksanaan ibadah shalat yang sifatnya “aqliyah” adalah filsafat dan ilmu, Landasan filosofis bimbingan islami pelaksanaan ibadah shalat:
1. Falsafah tentang dunia manusia (citra manusia) 2. Falsafah tentang dunia dan kehidupan 3. Falsafah tentang pernikahan dan keluarga 4. Falsafah tentang pendidikan 5. Falsafah tentang masyarakat dan hidup kemasyarakatan 6. Falsafah tentang upaya mencari nafkah Ilmu yang dijadikan landasan gerak operasional bimbingan islami antara lain ilmu jiwa (Psikologi), ilmu hukum islam (Syari‟ah) dan ilmu kemasyarakatan (Sosiologi, Antropologi Sosial) B. Tuna Grahita a. Pengertian Tuna Grahita Tuna Grahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual dibawah rata-rata. Dalam kepustakaan Bahasa Asing digunakan istilah-istilah Mental Reterdation, Mentally Reterdet, Mental Deficiency, Mental Detective, dan lain-lain. Istilah tersebut sesungguhnya memiliki arti yang sama yang menjelaskan kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial. Anak Tuna Grahita atau dikenal juga dengan istilah terbelakang mental karena keterbatasan kecerdasannya mengakibatkan dirinya sukar
untuk
mengikuti program
pendidikan di sekolah biasa secara klasikal, oleh karena itu anak terbelakang mental membutuhkan layanan pendidikan secara khusus yakni disesuaikan dengan kemampuan anak tersebut.( T. Sutjihati Soemantri, 2006: 103)
Sedangkan menurut Frieda Mangunsong, (2009:129) dilihat dari asal katanya, Tuna berarti merugi sedangkan Grahita berarti pikiran. Tuna Grahita merupakan kata lain dari Reterdasi Mental yang berarti terbelakang secara mental. Suatu batasan yang dikemukakan oleh AAMR (American Association on Mental Reterdation) menjelaskan bahwa keterbelakangan mental menunjukkan adanya keterbatasan yang signifikan dalam berfungsi, baik secara intelektual maupun perilaku adaptif yang terwujud melalui kemampuan adaptif konseptual, sosial dan praktikal. Keadaan ini muncul sebelum usia 18 tahun. Sedangkan inteligensi berarti kekuatan atau kemampuan untuk melakukan sesuatu. Dari pernyataan para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Tuna Grahita adalah kondisi dimana perkembangan kecerdasannya mengalami hambatan sehingga tidak mencapai tahap perkembangan yang optimal. b. Klasifikasi Tuna Grahita Menurut T. Sutjihati Somantri dalam bukunya “Psikologi Anak Luar Biasa” mengemukakan, ada beberapa karakteristik umum Tuna Grahita yaitu:
a. Keterbatasan Inteligensi Kapasitas belajar anak Tuna Grahita terutama yang bersifat abstrak seperti belajar dan berhitung, menulis dan membaca juga terbatas. kemampuan belajarnya cenderung tanpa pengertian.
b. Keterbatasan Sosial Disamping memiliki keterbatasan inteligensi, anak tunagrahita juga memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dalam masyarakat, oleh karena itu mereka memerlukan bantuan. c. Keterbatasan Fungsi-Fungsi Mental Lainnya Anak Tuna Grahita memerlukan waktu lebih lama untuk menyelesaikan reaksi pada situasi yang baru dikenalnya. Mereka tidak dapat menghadapi sesuatu kegiatan atau tugas dalam jangka waktu yang lama. Mereka juga mempunyai keterbatasan
dalam
penguasaan
bahasa
dan
kurang
mampu
untuk
mempertimbangkan sesuatu, membedakan antara yang baik dan buruk, dan membedakan yang benar dan yang salah. Ini semua karena kemampuannya terbatas sehingga anak Tuna Grahita tidak dapat membayangkan terlebih dahulu konsekuensi dari suatu perbuatan. (Somantri, 2006:105-106) Pengelompokan anak Tuna Grahita pada umumnya didasarkan pada taraf inteligensinya, yang terdiri dari keterbelakangan mental ringan, sedang dan berat. Pengelompokan seperti ini sebenarnya bersifat Artifical karena ketiganya tidak dibatasi oleh garis demarkasi yang tajam. Gradasi dari satu level ke level berikutnya bersifat kontinum 1) Tuna Grahita Ringan Disebut juga dengan Moron atau Debil. Kelompok ini memiliki IQ antara 68-52 menurut Binet, sedangkan menurut Skala Weschler memiliki IQ 69-55. Mereka masih dapat belajar membaca, menulis dan berhitung sederhana.
2) Tuna Grahita Sedang Anak Tuna Grahita sedang disebut juga Imbesil. Kelompok ini memiliki IQ 51-36 pada Skala Binet dan 54-40 menurut Skala Wescher. Anak terbelakang mental sedang bisa mencapai perkembangan MA sampai kurang lebih 7 tahun. Mereka dapat dididik mengurus diri sendiri, melindungi diri sendiri dari bahaya. Anak Tuna Grahita sedang sangat sulit bahkan tidak dapat belajar secara akademik seperti belajar menulis, membaca dan berhitung walaupun mereka masih dapat menulis secara sosial. Dalam kehidupan sehari-hari, anak Tuna Grahita sedang membutuhkan pengawasan yang terus-menerus. Mereka juga masih bisa bekerja ditempat kerja terlindung. 3) Tuna Grahita Berat Kelompok anak Tuna Grahita Berat sering disebut Idiot. Kelompok ini dapat dibedakan lagi antara anak Tuna Grahita berat dan sangat berat. Tuna Grahita Berat (Severe) memiliki IQ antara 32-20 menurut Skala Binet dan antara 39-25 menurut Skala Weschler. Tuna Grahita Sangat Berat (profound) memiliki IQ dibawah 19 menurut skala binet dan IQ dibawah 24 menurut skala Weschler. Kemampuan mental maksimal yang dapat dicapai kurang dari tiga tahun. Anak Tuna Grahita berat memerlukan bantuan perawatan secara total dalam hal berpakaian, mandi, makan, dan lain-lain. Bahkan mereka memerlukan perlindungan dari bahaya sepanjang hidupnya. (Somantri, 2006:106-108) c. Karakteristik Anak Tuna Grahita Menurut Frieda Mangunsong diantaranya yaitu:
1) Karakteristik Anak Cacat Mental Mild (Ringan) Adalah mereka yang mampu didik, bila dilihat dari segi pendidikan. Mereka pun tidak memperlihatkan kelainan fisik yang mencolok, walaupun perkembangan fisiknya sedikit agak lambat dari pada anak rata-rata. Mereka kurang dalam hal kekuatan, kecepatan, dan koordinasi serta sering memiliki masalah kesehatan. Rentang perhatian mereka juga pendek sehingga sulit berkonsentrasi dalam jangka waktu lama. Mereka terkadang mengalami frustasi ketika diminta berfungsi secara sosial atau akademis sesuai usia mereka, sehingga tingkah laku mereka bisa menjadi tidak baik. Mereka kadang-kadang memperlihatkan rasa malu atau pendiam. Namun hal itu dapat berubah, bila mereka banyak diikutkan untuk berinteraksi dengan anak lainnya. Diluar pendidikan, beberapa keterampilan dapat mereka lakukan tanpa selalu mendapat pengawasan. 2) Karakteristik Anak Cacat Mental Moderate (Menengah) Adalah mereka digolongkan sebagai anak yang mampu latih, dimana mereka dapat dilatih untuk beberapa keterampilan tertentu. Meski sering berespon lama terhadap pendidikan dan pelatihan. Mereka dapat dilatih untuk mengurus dirinya serta dilatih beberapa kemampuan membaca dan menulis sederhana.mereka mempunyai kekurangan dalam kemampuan mengingat, menggeneralisasikan, bahasa, konseptual, perseptual, dan kreativitas, sehingga perlu diberikan tugas yang simpel, singkat, relevan, berurutan, dan dibuat untuk keberhasilan mereka. Mereka menampakkan kelainan fisik yang merupakan
gejala bawaan, namun kelainan fisik tersebut tidak seberat yang dialami anakanak pada kategori Severe dan Profound. Mereka juga menampakkan adanya gangguan fungsi bicaranya. 3) Karakteristik Anak Cacat Mental Severe Adalah mereka memperlihatkan banyak masalah dan kesulitan. Oleh karena itu mereka membutuhkan perlindungan hidup dan pengawasan yang teliti. Mereka tidak mampu mangurus dirinya tanpa bantuan orang lain meskipun pada tugas-tugas sederhana. Mereka mengalami gangguan berbicara, mereka hanya bisa berinteraksi secara vokal setelah pelatihan intensif. Tanda-tanda kelainan fisik lainnya adalah lidah seringkali menjulur keluar, bersamaan dengan keluarnya air liur. Kepala sedikit lebih besar dari biasanya, kondisi fisik lemah. 4) Karakteristik Anak Cacat Mental Provound Mereka mempunyai problem yang serius, baik menyangkut kondisi fisik, inteligensi serta program pendidikan yang tepat bagi mereka. Umumnya mereka memperlihatkan kerusakan pada otak serta kelainan fisik yang nyata. Mereka dapat berjalan dan makan sendiri. Namun kemampuan berbicara dan berbahasa mereka sangat rendah. Kelainan fisik lainnya dapat dilihat pada kepala yang lebih besar dan sering bergoyang-goyang. Penyesuaian dirinya sangat kurang bahkan seringkali tanpa bantuan orang lain mereka tak dapat berdiri sendiri. (Mangunsong,2009:133-134) d. Perkembangan Anak Tuna Grahita
Dalam buku “Psikologi Anak Luar Biasa” karya T. Sutjihati Somantri, fungsi-fungsi perkembangan anak Tuna Grahita itu ada yang tertinggal jauh oleh anak normal. Ada pula yang sama atau hampir sama menyamai anak normal. Dibawah ini akan dipaparkan mengenai perkembangan pada anak Tuna Grahita, yaitu: 1) Perkembangan Fisik Anak Tuna Grahita Diantara fungsi-fungsi yang menyamai atau hampir menyamai anak normal adalah fungsi perkembangan jasmani dan motorik. Menurut T. Sutjihati Somantri (2006:108), tingkat kesegaran jasmani anak terbelakang mental atau Tuna Grahita setingkat lebih rendah dibandingkan dengan anak normal pada umur yang sama. Keterampilan gerak fundamental sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup anak Tuna Grahita. Anak normal dapat belajar keterampilan gerak-gerak fundamental secara instingtif pada saat bermain, sementara anak Tuna Grahita perlu dilatih secara khusus. 2) Perkembangan Kognitif Anak Tuna Grahita Anak Tuna Grahita yang memiliki MA (Usia Mental) yang sama dengan anak normal tidak memiliki keterampilan kognitif yang sama. Anak normal tetap memiliki keterampilan kognitif yang lebih unggul dari pada anak Tuna Grahita. Anak normal memiliki kaidah dan strategi dalam memecahkan masalah, sedangkan anak Tuna Grahita bersifat Trial And Error. Dalam hal kecepatan belajar, anak Tuna Grahita jauh ketinggalan oleh anak normal. Untuk mencapai kriteria-kriteria yang dicapai oleh anak normal,
anak Tuna Grahita lebih banyak memerlukan ulangan tentang bahan tersebut. Dalam kaitannya dengan makna pelajaran, ternyata anak Tuna Grahita dapat mencapai prestasi lebih baik dalam tugas-tugas diskriminasi (misalnya mengumpulkan bentuk-bentuk yang berbeda, memisahkan pola-pola yang berbeda, dsb), jika mereka melakukannya dengan pengertian. Ketepatan
respon anak Tuna Grahita kurang dari pada respon anak
normal. Tetapi bila tugas yang diberikan bersifat diskriminasi visual, ternyata posisi anak Tuna Grahita hampir sama dengan yang diperoleh anak normal. Pada umumnya anak Tuna Grahita yang memiliki MA kurang lebih 6,5 tahun, memiliki Performance
yang hampir sama dengan anak normal berumur 6
Tahun, dalam mengenali gambar yang tidak lengkap. Perbedaannya terletak pada kecepatan menjawab soal, anak terbelakang membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan anak Normal. Disamping itu, anak Tuna Grahita tidak mampu memanfaatkan informasi (isyarat) yang ada untuk menjawab soal-soal dan tidak memiliki strategi dalam menyelesaikan tugas itu. Tentang Verbal Recall, perbedaan anak Tuna Grahita dengan anak normal yang masih duduk di Taman Kanak-Kanak, ternyata tidak terletak pada kecepatan, melainkan pada strategi memproses Recall. Anak taman kanak-kanak lebih efisien dari pada anak Tuna Grahita karena menemukan kaidah. Berkenaan dengan memori, anak Tuna Grahita berbeda dengan anak normal pada Short Term Memory. Anak Tuna Grahita tampaknya tidak berbeda dengan anak normal dalam Long Term Memory, daya ingatnya sama dengan
anak normal. Akan tetapi bukti-bukti menunjukkan anak Tuna Grahita berbeda dengan anak normal dalam hal mengingat yang segera (Immediate Memory). Fleksibilitas mental yang kurang pada anak Tuna Grahita mengakibatkan kesulitan dalam pengorganisasian bahan yang akan dipelajari. Oleh karena itu sukar bagi anak Tuna Grahita untuk menagkap informasi yang kompleks. 3) Perkembangan Bahasa Anak Tuna Grahita Bahasa didefinisikan sebagai perilaku simbolik mencakup kemampuan mengikhtisarkan, mengikatkan kata-kata dengan arti, dan menggunakannya sebagai simbol untuk berfikir dan mengekspresikan ide, maksud dan perasaan. Secara umum perkembangan bahasa meliputi lima tahap perkembangan, yaitu: a) Inner language Adalah aspek bahasa pertama yang berkembang. Muncul kira-kira pada usia 6 bulan. Karakteristik perilaku yang muncul pada tahap ini adalah pembentukan konsep-konsep sederhana. Tahap berikut dari perkembangan Inner Language adalah anak dapat memahami hubungan-hubungan yang lebih kompleks dan dapat bermain dengan mainan dalam situasi yang bermakna. Bentuk perkembangan yang lebih kompleks dari perkembangan ini adalah mentransformasikan pengalaman kedalam simbol bahasa. b) Receptive language
Setelah Inner Language berkembang, maka tahap berikutnya adalah Receptive Language. Anak pada usia kira-kira 8 bulan mulai mengerti sedikitsedikit tentang apa yang dikatakan orang lain kepadanya. Anak mulai merespon apabila namanya dipanggil dan mulai sedikit mengerti perintah. Menjelang kirakira umur 4 tahun, anak lebih menguasai kemahiran mendengar dan setelah itu proses penerimaan (Receptive Process) memberikan perluasan kepada sistem bahasa verbal. Terdapat hubungan timbal balik antara Inner Language dengan Receptive Language. Perkembangan Inner Language melewati fase pembentukan kosep-konsep sederhana menjadi tergantung kepada pemahaman dan Receptive Language. c) Evpressive Language Aspek terakhir dari perkembangan bahasa adalah bahasa ekspresif. Expressive language berkembang setelah pemantapan pemahaman. Bahasa ekspresi anak muncul pada usia kira-kira Satu Tahun. Perkembangan bahasa erat kaitannya dengan perkembangan kognisi, keduanya mempunyai hubungan timbal balik. Perkembangan kognisi anak Tuna Grahita mengalami hambatan, karenanya perkembangan bahasa juga akan terhambat. Anak Tuna Grahita pada umumnya tidak bisa menggunakan kalimat majemuk, dalam percakapan sehari-hari banyak menggunakan kalimat tunggal. Ketika anak Tuna Grahita dibandingkan dengan anak normal, pada CA (Usia Kronologis) yang sama, anak Tuna Grahita pada umumnya mangalami gangguan
Artikulasi, kualitas Suara dan Ritme. Selain itu anak Tuna Grahita mangalami kelambatan dalam perkembangan bicara. Perkembangan Vacabulary anak Tuna Grahita lebih lambat daripada anak normal (kata per menit), lebih banyak menggunakan kata-kata positif, lebih sering menggunakan kata-kata yang lebih umum, hampir tidak pernah menggunakan kata-kata yang bersifat khusus, tidak pernah menggunakan kata ganti, lebih sering menggunakan kata-kata yang berbentuk tunggal, dan anak Tuna Grahita dapat menggunakan kata-kata yang bervariasi. d) Emosi, Penyesuaian Sosial, dan Kepribadian Anak Tuna Grahita Perkembangan dorongan dan emosi berkaitan dengan derajat ketunagrahitaan seorang anak. Anak Tuna Grahita Berat tidak dapat menunjukkan dorongan pemeliharaan dirinya sendiri. Mereka tidak bisa menunjukkan rasa lapar atau haus dan tidak dapat menghindari bahaya. Pada anak Tuna Grahita sedang, dorongan berkembang lebih baik. Tetapi, kehidupan emosinya terbatas pada emosi-emosi yang sederhana. Pada anak Tuna Grahita ringan, kehidupan emosinya tidak jauh berbeda dengan anak normal, akan tetapi tidak sekaya anak normal. Anak Tuna Grahita dapat memperlihatkan kesedihan tetapi sukar untuk menggambarkan suasana terharu. Mereka bisa mengekspresikan kegembiraan tetapi sulit mengungkapkan kekaguman. Anak Tuna Grahita pria memiliki kekurangan berupa tidak matangnya emosi, depresi, bersikap dingin, menyendiri, tidak dapat dipercaya, implusif, lancang dan merusak. Anak Tuna Grahita wanita mudah dipengaruhi, kurang tabah,
ceroboh, kurang dapat menahan diri, dan cenderung melanggar ketentuan. Dalam hal ini, anak Tuna Grahita sama dengan anak normal. Kekurangan-kekurangan dalam kepribadian akan berakibat pada proses penyesuian diri. Penyesuaian diri merupakan proses psikologi yang terjadi ketika kita menghadapi berbagai situasi. Seperti anak normal, anak Tuna Grahita akan menghayati suatu emosi, jika kebutuhannya terhalangi. Emosi-emosi yang positif adalah cinta, girang dan simpatik. Emosi-emosi itu tampak pada anak Tuna Grahita yang masih muda terhadap peristiwa-peristiwa yang bersifat kongkrit. Jika lingkungan bersifat positif terhadapnya maka mereka akan lebih mampu menunjukkan emosi-emosi yang positif itu. Emosi-emosi yang negatif adalah perasaan takut, giris, marah dan benci. Anak terbelakang yang masih muda akan merasa takut terhadap hal-hal yang berkenaan dengan hubungan sosial. Seperti halnya anak normal, anak Tuna Grahita yang masih muda mula-mula memiliki tingkah laku keterikatan kepada orang tua dan orang dewasa lain. Dengan bertambahnya umur, keterikatan ini dialihkan kepada teman sebaya. Ketika anak merasa takut, giris, tegang dan kehilangan orang yang menjadi tempat bergantung, kecenderungan ketergantungannya bertambah. Berbeda dengan anak normal, anak Tuna Grahita lebih banyak bergantung pada orang lain dan kurang terpengaruh oleh bantuan sosial. Dalam hubungan kesebayaan, seperti halnya anak kecil, anak Tuna Grahita menolak anak yang lain. Tetapi setelah bertambah umur, mereka mengadakan kontak dan melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat kerja sama. Berbeda
dengan anak normal, anak Tuna Grahita jarang diterima, sering ditolak oleh kelompok, serta jarang menyadari posisi diri dalam kelompok. e. Pendidikan untuk penyandang Tuna Grahita Menurut Nur‟aeni dalam bukunya Intervensi Dini bagi Anak Bermasalah hal 108-109 Pendidikan yang di butuhkan para penyandang Tuna Grahita untuk memenuhi tuntunan perkembangan, sebagian bergantung pada derajat keparahan ketunagrahitaan. Kemampuan anak para penyandang Tuna Grahita harus di upayakan secara maksimal, sampai mencapai batas kemampuan para penyandang Tuna Grahita sendiri, baik itu kemampuan fisik, sosial dan mental diantaranya dengan: 1) Setiap hal yang baru harus di ulang-ulang 2) Tugas yang di berikan harus sederhana, singkat dan jelas 3) Kalimat yang di gunakan sederhana 4) Dalam pembelajaranya diperlukan peragaan 5) Pengalaman yang bersifat kerja seluruh alat indera harus diupayakan 6) Sistem pengajaranya haraus sedikit demi sedikit 7) Mendorong anak untuk selalu bertanya dan mengulang 8) Sebelum pembelajaran harus di usahakan memusatkan perhatian terlebih dahulu f.
Faktor-Faktor Penyebab Tuna Grahita 1. Sebab terjadinya kurun waktu
a. Dibawa sejak lahir (faktor endogen) Menurut Kirk (1970) dalam bukunya Efendi berpendapat bahwa
Ketunagrahitaan
karena
faktor
ketidaksempurnaan
psikobiologis dalam memindahkan gen (Hereditary Transmission Of Psycho-Biological Insufficiency). b. Faktor dari luar (faktor eksogen) Faktor eksogen yaitu faktor yang terjadi akibat perubahan Patologis dari perkembangan normal. 2. Dari sisi pertumbuhan dan perkembangan menurut Devenport a. Kelainan atau ketunaan yang timbul pada benih plasma b. Kelainan atau ketunaan yang dihasilkan selama penyeburan telur c. Kelainan atau ketunaan yang dikaitkan dengan implantasi d. Kelainan atau ketunaan yang timbul karena embrio e. Kelainan atau ketunaan dari luka saat kelahiran f. Kelainan atau ketunaan yang timbul dalam janin g. Kelainan atau ketunaan yang timbul pada masa bayi dan masa kanakkanak 3. Tuna Grahita terjadi karena a. Radang Otak Radang otak merupakan kerusakan pada area otak tertentu yang terjadi saat kelahiran, radang otak ini terjadi karena adanya pendarahan dalam otak (Intracranial Baemorbage). b. Gangguan fisiologis Gangguan
fisiologis
berasal
dari
virus
yang
dapat
menyebabkan ketunagrahitaan diantara rubella (campak jerman). Virus ini sangat berbahaya dan berpengaruh sangat besar pada tri semester pertama saat ibu mengandung oleh sebab itu, sebaiknya seorang ibu harus menjaga janin yang ada dalam kandunganya, baik melalui menjaga pola makan dan pola hidupnya.
c. Faktor Hereditas(Keturunan) Faktor Hereditas adalah faktor keturunan yang menjadi penyebabnya. Bila seorang Ibu Tuna Grahita dan menikah dengan Suami Tuna Grahita pula, ada kemungkinan anak yang di lahirkan mengalami Ketunagrahitaan. d. Pengaruh Kebudayaan Faktor Kebudayaan adalah yang berkaitan dengan segenap perikehidupan lingkungan psikososial. Misalnya apabila seorang anak yang di asuh sejak bayi oleh seorang Tuna Grahita mempunyai kemungkinan anak menjadi Tuna Grahita hal itu berpengaruh dari kebiasaan komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. 4. Penyebab Lainya a. Usia Ibu a. Lebih dari 40 th b. Kurang dari 16 b. Selama Kehamilan a. Ibu jatuh b. Ibu sakit c. Selama Persalinan a. Sukar atau lama b. Kembar c.
Kurang bulan
d. Sesudah lahir d. Jatuh atau cidera e. Mikrosefali f. Panas tinggi+ radang g. Sakit barat dan lam h. Panas tinggi + tidak sadar i. Epilepsi (M.Efendi, 2006:91)
BAB III PAPARAN DATA PENELITIAN
A. Gambaran Umum Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung
1. Sejarah Berdirinya Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung unit pelaksana teknis (UPT) di bidang rehabilitasi sosial R.I yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada direktur jenderal pelayanan dan Rehabilitasi Sosial. Awal perintisan usaha pelayanan sosial bagi penyandang Tuna Grahita di
mulai
pada
tanggal
15
September
1904
dengan
nama
“ZWAKZINNIGENZORG TEMANGGOENG” pada Tahun 1942 pengelolaan “ZWAKZINNIGENZORG TEMANGGOENG” di ambil alih pemerintah Belanda pada saat pemerintah Jepang di bawah Kedoe Shuu Naiseibu Roomuka, setelah mengalami beberapa perubahan sesuai dengan perkembangan waktu, sesudah kemerdekaan namanya kemudian menjadi “ROEMAH LEMBEK INGATAN“. Setelah Proklamasi kemerdekaan R.I pada tahun 1945 usahanya di ambil alih dan diteruskan oleh pemerintah R.I, dikelola Kantor Sosial Karisidenan Kedu dengan nama ” PERAWATAN ANAK LEMBEK INGATAN ”. pada tahun 1950 namanya diganti menjadi “PANTI ASUHAN LEMAH INGATAN” Pada tanggal 1 januari 1956 “ PANTI ASUHAN LEMAH INGATAN” di alihkan tanggung jawabnya / statusnya ke Balai Penelitian dan
Peninjauan Sosial (BPPS) Yogyakarta pengalihan tersebut berdasarkan SK (R.I No.56/HUK/2003) tanggal 19 November 1955 dan namanya diganti menjadi “PANTI GUNA WISMA DARMA” sebagai konsekuensinya dari perubahan nama tersebut maka, fungsinya juga semakin meningkat yaitu sebagai prototipe panti asuhan. Pada tanggal 2 Oktober 1965 status dan fungsinya di tingkatkan dan namanya diganti menjadi “PROYEK PERCONTOHAN REHABILITASI PENDERITA CACAT MENTAL”, mulai saat itu pelayanan dikembangkan dengan tujuan agar penyandang Tuna Grahita setelah selesai mengikuti program rehabilitasi dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Pada tahun 1975 perubahan kelembagaan terjadi lagi “PROYEK PERCONTOHAN REHABILITASI PENDERITA CACAT MENTAL” di ubah menjadi “PANTI REHABILITASI PENDERITA CACAT MENTAL” dan ini merupakan Unit Pelaksana Teknis dari badan penelitian dan pengembangan Sosial Departemen Sosial R.I. Adapun tugas pokoknya adalah penelitian dan pengembangan di bidang Tuna Grahita. Pada tanggal 7 Maret 1983 di alihkan menjadi Unit Kerja dari Badan penelitian dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial RI, dengan nama “PANTI PENELITIAN REHABILITASI PENDERITA CACAT MENTAL” (PPRPCM). Pada tanggal 1 april 1994 PPRPCM di ganti menjadi “PUSAT REHABILITASI SOSIAL BINA GRAHITA “KARTINI” TEMANGGUNG” Pada tahun 1999 dialihkan menjadi Unit Pelaksana Teknis dari Deputi II bidang pelayanan Rehabilitasi Sosial Badan Kesejahteraan Sosial Nasional
(BKSN). Pada Agustus 2000 dialihkan menjadi Unit Pelaksana Teknis dari Direktorat Jenderal Pelayanan Sosial Departemen Kesehatan dan kesejahteraan sosial dan pada Agustus 2001 dialihkan lagi menjadi unit pelaksana teknis direktorat jenderal pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI. Pada tanggal 23 Juli 2003 nama Pusat Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung di ubah menjadi Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “ Kartini “ Temanggung, sebagaimana diatur dalam keputusan Menteri Sosial RI No:56/HUK/2003 tentang organisasi dan tata kerja BALAI BESAR REHABILITASI SOSIAL BINA GRAHITA “KARTINI” TEMANGGUNG (BBRSBG)
2. Visi, Misi dan Fungsi Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung Visi dan Misi Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung bersesuaian dengan visi misi kota Temanggung dimana Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung tersebut berlokasi. Kesesuaian tersebut dapat ditilik dari beberapa penjelasan berikut.
Visi dan misi kota Temanggung menjadi pedoman terwujudnya kota Temanggung sebagai kota jasa yang maju. Dengan memperhatikan kota Temanggung sebagai kota jasa yang maju, bermodal dari kondisi dan letak geografis kota Temanggung yang strategis serta terciptanya pelayanan jasa dalam semua bidang (pendidikan, pertanian, perdagangan, pariwisata, kesehatan dsb),maka dirumuskan visi dan misi kota Temanggung dalam jangka kedepan Temanggung lebih meningkatkan dan perbaikan penyediaan pelayanan jasa secara efektif, efisien, dan bersih supaya lebih sejahtera, mandiri dan berkeadilan dalam peningkatan pembangunan secara merata yang di prioritaskan pada bidang pendidikan, kesehatan, sosial budaya yang ditujukan kepada
masyarakat
berpenghasilan
rendah
serta
peningkatan
dan
pengembangan paham kebangsaan dan kualitas keimanan dan ketaqwaan.
(http://neomahproduct.wordpress.com/2010/08/19/profil/tuesday,october 14.2008
a. Visi Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung memiliki visi “Mewujudkan Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung Sebagai Lembaga terdepan dalam rehabilitasi sosial orang Kecacatan Mental Proaktif, Inovatif, dan Profesional”.
Motto
balai besar rehabilitasi
sosial
bina
grahita
“Kartini”
Temanggung adalah:” MENGANTAR MENUJU KEMANDIRIAN” b. Misi Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung 1.
Penyelenggaraan pelayanan dan rehabilitasi sosial secara terpadu dan tuntas
2.
Peningkatan profesionalitas sumber daya manusia penyelenggara pelayanan dan rehabilitasi sosial
3.
Pengembangan metode, model, dan standar pelayanan dan rehabilitasi sosial
4.
Penumbuhan dan penguatan peran aktif multisektor dalam upaya pelayanan dan rehabilitasi sosial
c. Fungsi Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung 1.
Pelaksanaan penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan penyusunan laporan
2.
Pelaksanaan registrasi, observasi, identifikasi, penyelenggaraan asrama dan pemeliharaan jasmani serta penetapan diagnosa sosial dan perawatan
3.
Pelaksanaan bimbingan sosial, mental, ketrampila dan fisik
4.
Pelaksanaan resosialisasi, penyaluran, dan bimbingan lanjut
5.
Pemberian informasi dan advokasi
6.
Pengkajian dan penyiapan standar pelayanan dan rehabilitasi sosial
7.
Pengelolaan urusan tata usaha
3. Program Pelayanan yang dikembangkan di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung Berkenaan dengan program pelayanan yang sekarang di kembangkan oleh Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung sekarang ini adalah sebagai berikut: a. Pelayanan akomodasi dan kesehatan Semua penerima manfaat memperoleh fasilitas akomodasi berupa makan, pakaian, asrama, pengisian waktu luang, pendampingan penyesuaian diri bagi penerima manfaat baru, serta pelayanan kesehatan umum, gigi, dan jiwa. b. Bimbingan rehabilitasi 1) Bimbingan PLM (Perception Learning Motion/ kesiapan dalam mengikuti bimbingan)
2) Bimbingan sosial, meliputi bimbingan ketrampilan kehidupan seharihari (ADL), bimbingan sosial kemasyarakatan dan bimbingan berorganisasi 3) Bimbingan mental, meliputi bimbingan kecerdasan, agama, budi pekerti, konsultasi 4) Bimbingan fisik meliputi bimbingan olah raga, kesehatan, kesenian 5) Bimbingan ketrampilan, meliputi pertukangan kayu, menjahit, paving block, kristik, filtrit, kerajinan bambu, kasur lilin, frame kaca rias,
keset, menyulam, boga, ketrampilan kerumahtanggaan, peternakan, tanaman hias,pembuatan alat peraga edukatif 6) Praktek belajar kerja dan magang kerja c. Terapi khusus 1) Terapi tingkah laku 2) Terapi wicara 3) Terapi okupasi 4) Fisioterapi d. Instalasi produksi 1) Pemantapan bimbingan ketrampilan 2) Bimbingan penyesuaian kerja 3) Penempatan kerja sementara 4) Bantuan pemasaran hasil 5) Bantuan pengadaan bahan baku 6) PKL orang dengan kecacatan mental 7) Fasilitas pembelajaran masyarakat 8) Fasilitas studi praktek lembaga pendidikan bidang kesejahteraan sosial e. Resosialisasi dan bimbingan lanjut 1) Bimbingan kesiapan dan peran serta keluarga dan masyarakat 2) Bimbingan sosial hidup bermasyarakat 3) Bimbingan pembinaan bantuan / stimulan usaha produktif 4) Bimbingan usaha ekonomis produktif 5) Penempatan kerja
6) Bimbingan peningkatan hidup bermasyarakat 7) Bimbingan pengembanga usaha / kerja 8) Bimbingan pemantapan peningkatan usaha kerja 9) Terminasi f. Advokasi dan perlindungan sosial Dalam rangka menjamin terpenuhinya hak-hak orang dengan kecacatan mental, penerima manfaat diberikan advokasi dan perlindungan sosial g. Pengembangan program 1) Pengkajian pelayanan dan rehabilitasi sosial 2) Rehabilitasi sosial berbasis keluarga (RSBK) 3) Day Care
h. Kemitraan 1) Pemberdayaan peran Persatuan Orang Tua (POT) 2) Kerjasama Institusional (Pemerintah / Swasta) a.
Kerja sama dalam hal rekruitmen calon penerima manfaat i.
Dinas/ instansi yang membidangi kesejahteraan sosial Provinsi /Kabupaten Kota
ii.
Dinas Pendidikan Provinsi / Kabupaten / Kota
iii.
Pengurus Persatuan Orang Tua / Wali Penerima manfaat “Bina Harapan “
b.
Kerjasama dalam hal penelitian, pengembangan metodologi rehabilitasi dan pengembangan sumber daya manusia
i.
STKS Bandung
ii.
Universitas Negeri Yogyakarta
iii.
Universitas Katholik Sugiyoprana Semarang
iv.
Universitas Diponegoro Semarang
v.
Dinas Pendidikan Provinsi DI Yogyakarta
vi.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa tengah
vii. c.
Japan International Centre Agency (JICA)
Kerjasama dalam hal tindak lanjut rujukan pelayanan kesehatan i.
Rumah Sakit Jiwa Pusat Prof. dr. Soerojo Magelang
ii.
Rumah
Sakit
Umum
Daerah
Djoyonegoro
Temanggung iii.
Rumah Sakit Kristen Ngesti Waluyo Parakan Temanggung
d.
Kerjasama dalam hal bantuan tenaga konsultan i.
Rumah Sakit Jiwa Pusat Prof. dr. Soerojo Magelang
ii.
Rumah
Sakit
Umum
Daerah
Djoyonegoro
Temanggung
e.
iii.
Dinas Kesehatan Kabupaten Temanggung
iv.
Kantor Kementerian Agama Temanggung
v.
Balai Latihan Kerja (BLK)
Kerjasama dalam hal penyuluhan sosial i.
Dinas Sosial Provinsi/ Kabupaten/ Kota
ii.
Organisasi Masyarakat dan Organisasi Sosial
iii.
Pengurus Persatuan Orang Tua / Wali “Bina Harapan”
iv.
PPCI
(Persatuan
Penyandang
Cacat
Mental
Indonesia) v.
Media massa
3. kerjasama dunia usaha dalam hal: 1) Praktek belajar kerja (PBK) 2) Magang kerja 3) Penempatan kerja 1. Terminasi Penetapan batas akhir sebagai penghentian Rehabilitasi Sosial oleh Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung dan kelanjutan pembinaanya oleh Dinas Sosial/ Institusi lain. 4. Sarana dan Prasarana Fasilitas yang tersedia dalam rangka penyelenggaraan pelayanan Balai Besar Rehabilitasi Sosial bagi penyandang Tuna Grahita di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “ Kartini” Temanggung 1. Kantor Keadaan Unit Kantor semula seluas 306 m2 yang dibangun pada Tahun 1979, kemudian keadaan kantor mengalami perkembangan setelah di bangun
kantor lantai 2 seluas 550 m2 pada saat ini unit kantor digunakan sebagai pusat kegiatan Administrasi dan ruang data 2. Asrama Unit Asrama merupakan bagian yang penting dalam pelaksanaan program Rehabilitasi, karena Asrama mempunyai fungsi ganda yaitu Eksternal dan Internal. Dimana fungsi internal sebuah Asrama adalah memberikan rasa aman, kasih sayang, perhatian dan kebutuhan psikososial, sedangkan fungsi Internal dapat memenuhi kebutuhan lahiriyah berupa pemenuhan kebutuhan makanan, sandang, perlengkapan tidur, kebersihan badan, dan perlengkapan bermain/ rekreasi. Secara Ideal Unit Asrama terdiri dari: 1) Ruang Tidur 2) Ruang Belajar 3) Ruang Rekreasi 4) Ruang Makan 5) Dapur 6) Kamar Mandi Keadaan Asrama di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung telah mengalami perkembangan, pada Tahun 1923 hanya memiliki satu Asrama kolektif dan partisi seluas 1.616 m2. Keadaan Asrama ini bertahan sampai 1977 karena pada tahun itu di bangun Asrama cottagge dua buah yang masing-masing 120 m2. Tahun 1978 di bangun lagi
Asrama cotagge seluas 70 m2. Pada tahun 1980 di bangun ruang makan seluas 100 m2. Untuk mengembangkan pelayanan Asrama terutama dengan sistem cotagge maka pada Tahun 1982 dan 1983 di bangun lagi dua unit Asrama masing-masing seluas 120 m2 yang sekarang digunakan untuk Asrama kelayan putri dan pada Tahun 1985 di bangun Asrama lagi seluas 120 m2. Pada Tahun 1992/1993 pusat Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung mendapat bantuan LOAN OECF dari Jepang. Realisasi bantuan tersebut diantaranya untuk membangun unit Asrama di komplek baru yaitu sekitar 200 m dari kantor sebanyak dua unit seluas 240 m2.
3. Gedung bimbingan/ latihan ketrampilan Pengembangan pada aspek fisik, mental, sosial dan ketrampilan sangat di perlukan bagi para penyandang Tuna Grahita maka, di butuhkan unit bimbingan dan latihan ketrampilan berupa gedung yang memadai, semula unit bimbingan dan latihan ketrampilan Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung hanya satu unit seluas 1.216 m2 kemudian dari tahun ke tahun di perluas hingga tahun 1998 / 1999 tercatat gedung unit bimbingan ketrampilan yang di bangun meliputi: ruang kelas 162 m2 , gedung latihan ketrampilan (workshop) 189 m2 gedung unit kantor lantai 2 : 315 m2 4.
Gedung pertemuan
5.
Masjid dan Mushola
6.
Lapangan Olahraga
7.
Instalasi terapi khusus
8.
Instalasi perpustakaan
9.
Instalasi produksi
5. Keadaan pembimbing Agama Islam, dan para penyandang Tuna Grahita di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung a. Keadaan Tenaga Kepegawaian dan Pembimbing Agama Islam Mengenai jumlah tenaga kepegawaian di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung kurang lebih terdiri dari 156 orang dengan klasifikasi pendidikan sebagai berikut: 1) S3
: - orang
2) S2
: 5 orang
3) S1
: 48 orang
4) Sarjana muda
: 22 orang
5) SLTA
: 69 orang
6) SLTP
: 5 orang
7) SD
: 7 orang
Tenaga profesional a) Pekerjaan sosial
: 53 orang
b) Psikolog
: 1 orang
c) Pranata komputer
: 2 orang
d) Perencana
: 1 orang
e) Arsiparis
: 2 orang
Tenaga konsultan a) Dokter umum : 1 orang b) Dokter gigi
: 1 orang
c) Dokter jiwa
: 1 orang
d) Fisio terapi
: 1 orang
Para pembimbing Agama Islam di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung jumlahnya sekitar 15an orang, tidak semua pembimbing di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung dapat memberikan bimbingan Agama Islam, karena yang ditekankan di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung adalah keterampilan dan
bantu diri.
Sebagian besar bidang
layanan yang di pegang tersebut sesuai dengan keahlian yang dimiliki
TABEL 1 Daftar pembimbing Agama Islam di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung
No
Nama pembimbing
Jenis kelamin
1
Bapak Suharno
Laki-laki
2
Ibu Samidah
3
Bapak joko trimartono
Laki-laki
4
Bapak Sholikin
Laki-laki
5
Bapak Arizon lipki
Laki-laki
6
Ibu Suwaryaton
Perempuan
7
Ibu Peni dwi suparmi
Perempuan
8
Ibu Saminah
Perempuan
9
Ibu Eko purwati
Perempuan
10
Ibu Walinah
Perempuan
11
Ibu Yuyun
Perempuan
12
Ibu bi‟ah
Perempuan
13
Ibu sholekhah subekti
Perempuan
14
Bapak Ragil
Laki-laki
15
Bapak Junaedi
Laki-laki
Perempuan
Bidang layanan Pembimbing Agama Islam Pembimbing Agama Islam Pembimbing Agama Islam Pembimbing Agama Islam Pembimbing Agama Islam Pembimbing Agama Islam Pembimbing Agama Islam Pembimbing Agama Islam Pembimbing Agama Islam Pembimbing Agama Islam Pembimbing Agama Islam Pembimbing Agama Islam Pembimbing Agama Islam Pembimbing Agama Islam Pembimbing Agama Islam
b. Keadaan penyandang Tuna Grahita Sampai saat ini jumlah penyandang Tuna Grahita adalah 225, dengan sistem di Asramakan, dan para penyandang Tuna Grahita yang tidak di Asrama 25 orang, Klasifikasi kelompok di sesuaikan dengan tingkat pemahaman penyandang Tuna Grahita. Di balai besar rehabilitasi sosial
bina grahita “Kartini” Temanggung, para penyandang Tuna Grahita di bagi menjadi tiga klasifikasi yaitu klasifikasi A (Ringan), B (sedang) dan C (Sedang). Selain bimbingan Agama Islam para penyandang Tuna Grahita juga diberikan ketrampilan – ketrampilan yang sesuai dengan bakat yang dimilikinya. Di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung terdapat berbagai ketrampilan antara lain pertukangan kayu, menjahit, paving blok, kristik, filtrik, kerajinan bambu, kasur lilin, frame kaca rias, keset, menyulam, boga, ketrampilan kerumah tanggaan, peternakan, tanaman hias, pembuatan alat peraga edukatif. Tetapi untuk kelompok C tidak ada ketrampilan hanya untuk bantu diri saja sudah cukup bagus. 6.Struktur Organisasi KEPALA Ka Sub Bag umum KABAG TU
Ka sub keuanga
bag
Ka sub bag kepegawaian
Kabid pas
Kabid resos
kabid lurbinjut
Kasi program
Kasi identifikasi
Kasi penyaluran
Kasi advokasi
Kasi bim sos
Kasi kerjasama
Kasi evalap
Kasi bim ketrampilan
Kasi binjut
Koordinator jabatan fungsional
Ka instalasi produksi
Keterangan: Kepala Kabag Tu
:Dra. Clara ES, MM `
:Drs. Parwoto, MM
Koordinator jabatan fungsional
:M.H . Nasir, S.sos
Ka subag umum
:Suryo Sutiyoso, AKS
Ka sub bag keu
: Retno Utami, S.sos
Ka sub bag kepeg
: Dra. Ambarina M
Kabid pas
: Drs. Basuki suharsono
Kabid resos
: Dra. Jiwaningsih
Kabid lurbinjut
: Cahya Setiadi, SE
Kasi program
: Supriyono, AKS,MP
Kasi advokasi
: Solekhah Subekti, S.pd,M.pd
Kasi Evalap
: Drs. M. Rondhi
Kasi identifikasi
: Dra. Probretno K R
Kasi bim sos
: Sis Pranyoto, S.pd
Kasi bim ketrampilan
: Dra. Zuhriyah
Kasi penyaluran
: Drs. Singgih W P, MM
Kasi kerjasama
: Drs. Agus bandoko
Kasi binjut
:A. Haris Boge, AKS
Ka instalansi produksi
: Parwanto, S.pd, Msi
Ka instalasi terapi khusus
: Dra. Wahyu Arwati, M.Pd
Ka instalasi perpustakaan
: Dra. Lilik Harijati
B. Gambaran Kegiatan Bimbingan Agama Islam di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung Sesuai dengan hasil observasi, pengamatan, wawancara serta dokumentasi di lokasi penelitian yaitu Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung, penulis mendapatkan beberapa hal di antaranya: 1. Proses Kegiatan Pelaksanaan Pembinaan Ibadah Shalat Kegiatan bimbingan Shalat yang di laksanakan di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita ”Kartini” Temanggung dilaksanakan setiap hari Selasa dan Kamis dari waktu Maghrib sampai Isya‟untuk laki-laki. Dan untuk Perempuan pelaksanaan bimbingan ibadah shalat sesuai dengan jadwal piket pembimbing. Anak laki-laki dan perempuan di bedakan supaya fokus dan tidak kacau dalam pelaksanaanya, untuk bimbingan Shalat dilaksanakan di Masjid.
Pelaksanaan bimbingan ibadah Shalat itu sangatlah penting karena sebagai orang muslim harus berkewajiban melaksanakan Shalat, bimbingan ibadah Shalat dilaksanakan dengan tujuan agar para penyandang Tuna Grahita dapat mengenal Shalat, mengenal tata cara Shalat, dan dapat menghafal bacaan-bacaan Shalat serta
melakukan Shalat,
selain itu dalam bimbingan ibadah Shalat
para
penyandang Tuna Grahita menghafal bacaan surat- surat pendek dan do‟a- do‟a yang berkaitan dengan Shalat. Pernyataan tersebut disampaikan oleh salah seorang pembimbing Agama Islam di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung: “ Kegiatan bimbingan ibadah Shalat atau bimbingan agama Islam itu sangatlah penting karena ibadah shalat itu wajib dilaksanakan oleh semua muslim, dan jika tidak melaksanakan shalat maka akan berdosa”
Dengan demikian dari pernyataan pembimbing Agama Islam Bapak SH di atas dapat di simpulkan bahwa pelaksanaan ibadah Shalat itu harus di terapkan di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung karena ibadah Shalat itu wajib maka Shalat adalah kewajiban sebagai orang muslim dan apabila meninggalkan ibadah Shalat akan berdosa. 2. Penggolongan para penyandang Tuna Grahita Setiap ada anak yang masuk ke Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung cara penggolonganya atau pengelompokanya yaitu dengan cara Tes Psikolog atau mengetahuinya dengan mengevaluasi. Kemudian di observasi selama Tiga bulan untuk mengetahui bakat dan ketrampilan anak tersebut, selain itu juga untuk mengetahui tingkat intelegensi
anak karena di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung di bagi menjadi Tiga klasifikasi. Dengan demikian para penyandang Tuna Grahita kemudian di kelompokkan sesuai dengan potensi yang sesuai dengan klasifikasinya. Di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung para penyandang Tuna Grahita di klasifikasikan menjadi 3 klasifikasi : untuk klasifikasi A (Ringan) yaitu penyandang Tuna Grahita yang memiliki potensi berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain, dan klasifikasi B (sedang) yaitu penyandang Tuna Grahita yang memiliki potensi mandiri dengan sedikit bantuan dan klasifikasi C (kurang) yaitu penyandang Tuna Grahita yang tidak dapat mandiri tetapi membutuhkan bantuan orang lain. 3. Cara menangani para penyandang Tuna Grahita Melihat keadaan para penyandang Tuna Grahita, tidak semua penyandang Tuna Grahita dapat mengikuti pelaksanaan bimbingan ibadah Shalat dengan baik oleh karena itu cara membimbingnya dengan menyesuaikan kemampuan para penyandang Tuna Grahita masing-masing, karena tidak semua para penyandang Tuna Grahita sama dalam menerima materi. Banyak para penyandang Tuna Grahita yang tidak mau mengikuti bimbingan ibadah Shalat, oleh karena itu pembimbing harus menggunakan cara yaitu dengan memberi motivasi, pujian dan memberi hadiah agar para penyandang Tuna Grahita bersemangat untuk melaksanakan bimbingan ibadah Shalat selain itu juga bertujuan agar para penyandang Tuna Grahita tidak bosan. Pernyataan tersebut di sampaikan oleh pembimbing di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung:
“Cara menangani anak yang sulit untuk melaksanakan shalat itu mbak...yang utama anak-anak itu diberi tahu tentang pentingnya Shalat, tetapi apabila anak-anak itu tetap tidak mau melaksanakan shalat maka pembimbing biasanya mendorong anak-anak dengan memberi hadiah, misalnya makanan atau permen”
4. Kehidupan sosial dan sikap keberagamaan para penyandang Tuna Grahita di balai besar rehabilitasi sosial bina grahita “Kartini” Temanggung Para penyandang Tuna Grahita di balai besar rehabilitasi sosial bina grahita “Kartini” Temanggung memang secara keseluruhannya tidak memeluk agama Islam dan para penyandang Tuna Grahita berasal dari berbagai daerah serta berbagai luar Jawa. Akan tetapi dalam penggolongan dalam merehabilitasi para penyandang Tuna Grahita antara yang beragama Islam dan para penyandang Tuna Grahita yang non Islam tidak di pisahkan. Tetapi dalam kegiatan bimbingan keagamaan tidak disatukan. Kehidupan sosial para penyandang Tuna Grahita dengan para pembimbing dan para penyandang Tuna Grahita sesama para penyandang Tuna Grahita sangat baik. Hal ini dibuktikan para penyandang Tuna Grahita dengan pembimbing sering diskusi bersama, bergurau bersama, kalau untuk sesama penyandang Tuna Grahita dalam kehidupan sehari – hari mereka selalu bekerja sama, serta bergotong royong. Memang pada dasarnya sikap keberagamaan para penyandang Tuna Grahita di balai besar rehabilitasi sosial bina grahita “Kartini” Temanggung tentunya tidak sama dengan keberagamaan orang – orang yang normal. Adapun
tentang sikap keberagamaan para penyandang Tuna Grahita di balai besar rehabilitasi sosial bina grahita “Kartini” Temanggung, penulis mendapati beberapa hal diantaranya sesuai dengan klasifikasi tingkat potensinya. Para penyandang Tuna Grahita “Kartini” Temanggung yang sudah direhabilitasi atau tinggalnya serumah dengan
pembimbing tentunya para penyandang Tuna
Grahita tingkat potensinya sudah baik, hal itu dikarenakan para penyandang Tuna Grahita yang serumah dengan pembimbing merupakan para penyandang Tuna Grahita yang keadaanya lumayan sudah membaik. Penyandang Tuna Grahita yang sudah tinggal dirumah pembimbing adalah anak Tuna Grahita yang sudah hampir menguasai potensi yang diajarkan oleh pembimbing dan selama berada dirumah pembimbing para penyandang Tuna Grahita diberi pelajaran serta arahan dalam kehidupan sehari- hari sehingga kalau sudah terjun dengan masyarakat para penyandang Tuna Grahita dapat menyesuaikan diri seperti halnya anak normal. Dengan demikian para penyandang Tuna Grahita yang tinggal bersama dengan pembimbing dalam melaksanakan ibadah Shalat sudah lumayan baik, ketika sudah tiba waktunya Shalat mereka para penyandang Tuna Grahita langsung melaksanakan Shalat dengan aktif tanpa harus disuruh.
5. Absensi para penyandang Tuna Grahita di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung dalam mengikuti pelaksanaan pembinaan ibadah shalat
Dalam pelaksanaan pembinaan ibadah Shalat di balai besar rehabilitasi sosial bina grahita “Kartini” Temanggung yang beragama Islam di haruskan untuk mengikuti kegiatan pembinaan agama Islam khususnya dalam pembinaan Shalat karena mengingat ibadah Shalat itu sangat penting dan di wajibkan untuk semua muslim, namun tidak semua para penyandang Tuna Grahita dapat mengikuti pembinaan ibadah shalat karena di balai besar rehabilitasi sosial bina grahita „Kartini” Temanggung para penyandang Tuna Grahita di klasifikasikan menjadi 3 kategori ringan, sedang dan berat. para penyandang Tuna Grahita kalau yang tidak mau mengikuti pembinaan ibadah Shalat dan di paksa harus mengikuti pembinaan Shalat maka para penyandang Tuna Grahita pasti akan cenderung berontak. Maka dari itu perlu ide – ide baru agar anak – anak bisa tertarik. Dari hasil wawancara dengan pembimbing agama Islam, beliau memaparkan: “pelaksanaan pembinaan ibadah shalat itu tidak wajib, karena anakanak kalau dipaksa cenderung emosi dan yang ikut melaksanakan bimbingan shalat hanyalah anak-anak yang sudah terketuk hati nuraninya, selain itu untuk menjadi kebiasaan para penyandang tuna grahita pembimbing harus mempunyai inovasi – inovasi tersendiri yang dapat membangkitkan anak – anak untuk melaksanakan ibadah shalat. Dengan demikian dari keterangan pembimbing ibu DN tersebut dapat disimpulkan bahwa para penyandang Tuna Grahita kondisinya tidak seperti anak – anak normal pada umumnya yang dapat dengan sadar melakukan ibadah shalat dengan sendirinya tanpa harus disuruh atau diberi arahan terlebih dahulu
Menambahi dari hal diatas, ibu SR memaparkan tentang kondisi para penyandang Tuna Grahita sebagai berikut : Kondisi anak Tuna Grahita untuk melakukan ibadah shalat sangat sulit kalau belum menjadi kebiasaan dan belum terlatih mbak......sebagai contoh jika saat anak – anak sedang menonton televisi, terus waktunya shalat anak – anak malah asik menonton televisi disuruh untuk shalat pun berontak. Dari paparan ibu SR tersebut bahwa para penyandang Tuna Grahita akan lebih mudah mengontrolnya jika sudah menjadi kebiasaan. Karena biasanya para penyandang Tuna Grahita akan melakukan kegiatanya yang sudah menjadi kebiasaannya dengan sendiri tanpa harus disuruh. 6. Cara pemahaman pembimbing agama Islam terhadap para penyandang Tuna Grahita Para pembimbing di balai besar rehabilitasi sosial bina grahita “Kartini” Temanggung pada umumnya memahami tingkat potensi para penyandang Tuna Grahita secara teliti yang berpusat pada tingkat intelegensi yang muncul dari hasil observasi selama 3 bulan yaitu dengan memberikan ketrampilan – ketrampilan yang sudah disediakan oleh pembimbing, sehingga pembimbing dapat mengetahui bakat dan ketrampilan apa yang cocok untuk para penyandang Tuna Grahita tersebut selain itu juga untuk mengklasifikasikan sesuai dengan tingkat potensi yang dimiliki apabila potensinya kurang diklasifikasikan Tuna Grahita sedang atau embisil dan tingkat potensinya lebih dari kategori embisil diklasifikasikan kedalam Tuna Grahita ringan atau ( debil ). Hal ini dipaparkan oleh pembimbing HR sebagai berikut :
“Tuna grahita adalah kondisi anak dimana kemampuan intelektualnya dibawah rata-rata dan terjadi dikarenakan berbagai faktor.....hemmmmm, pemahaman pembimbing terhadap anak tuna grahita di balai besar rehabilitasi sosial bina grahita “Kartini” Temanggung yaitu dengan melihat tingkat intelegensi dan ketrampilan kemudian dikelompokkan dan diklasifikasi. Sehingga pengelompokannya sesuai dengan tingkat IQ pada anak tuna grahita. Jangka waktu dalam merehabilitasi para penyandang tuna grahita kurang lebih yaitu selama 5 tahun.
Dari keterangan pembimbing HR diatas dapat disimpulkan bahwa para pembimbing dalam memahami keadaan para penyandang Tuna Grahita tidak secara asal-asalan. Akan tetapi para pembimbing memiliki pedoman dalam mengklasifikasi para penyandang Tuna Grahita dengan melakukan evaluasi tingkat intelektual dan kondisi para penyandang Tuna Grahita tersebut. Dengan demikian dalam proses perawatan merehabilitasi para penyandang Tuna Grahita dapat dengan tepat menanganinya dan mengasah potensi – potensi yang dimiliki para penyandang Tuna Grahita tersebut. Adapun dalam pemahaman keagamaan terhadap para penyandang Tuna Grahita tidak sama seperti anak-anak normal seperti biasanya sehingga para pembimbing harus mempunyai strategi – strategi yang cocok untuk di terapkan. Dari hasil wawancara pembimbing agama Islam sebagai berikut: “kami (pembimbing agama islam) memahami keadaan para penyandang tuna grahita itu untuk dapat mengikuti kegiatan bimbingan pelaksanaan ibadah shalat dengan memotivasi dan memberi reward. Kami mulai dengan memberikan materi tentang agama islam atau shalat dengan melontarkan sebuah pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan untuk memberikan strimulus dan di harapkan ada respon atau rasa ingin tahu dari para penyandang Tuna Grahita”
Dari keterangan pembimbing agama Islam (ibu YM) di atas dapat di simpulkan bahwa para pembimbing harus memiliki inovasi – inovasi yang bagus agar dapat memikat para penyandang Tuna Grahita untuk mengikuti pelaksanaan kegiatan bimbingan agama Islam sehingga para penyandang Tuna Grahita dapat meningkatkan keimanan mereka. Melihat dari pentingnya kegiatan bimbingan agama Islam terutama Shalat memanglah sangat penting untuk meningkatkan keimanan para penyandang Tuna Grahita. Informasi dari ibu YM sebagai berikut : “ Kalau ditanya soal pentingnya mbak, ya....sangat-sangat penting sekali diterapkan kepada anak – anak tuna grahita, karena dapat mengingatkan kembali akan modal dasar dan lingkungan untuk menjadikan kepribadian yang baik dan ketenangan jiwa. Selain itu kita sebagai seorang muslim tentunya berkewajiban untuk melaksanakan shalat dan tidak terkecuali.
Dari keterangan paparan ibu YM dapat disimpulkan bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya dari segi jasmani saja, akan tetapi kebutuhan rohani juga harus diperhatikan karena sebenarnya kebutuhan yang benar-benar diperlukan manusia adalah kebutuhan rohani diantaranya untuk ketenangan jiwa selain itu juga untuk mengantisipasi akan adanya suatu masalah. Dengan keimanan yang kuat manusia masih merasa ada yang melindungi dan masih bisa bergantung pada Allah SWT.
7. Nilai – nilai yang ditanamkan dalam pelaksanaan pembinaan ibadah Shalat terhadap para penyandang Tuna Grahita di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung
Melalui pembinaan pelaksanaan ibadah Shalat, nilai – nilai yang ditanamkan kepada para penyandang Tuna Grahita agar mampu menjaga kesehatan jasmani dan rohani paparan bapak SH yaitu : “Sebenarnya nilai – nilai keislaman yang akan ditanamkan kepada para penyandang Tuna Grahita itu menyeluruh. tapi itu mbak......banyak hambatan. Melihat dari waktu, keterbatasan intelegensi anak, pembimbing. Jadi kami hanya menerapkan hal-hal yang pokok – pokok saja, yaitu yang pertama, mengingatkan kembali akan keimanan anakanak tuna grahita. Kedua, membantu agar anak – anak tuna grahita merasa nyaman, tidak dipojokkan oleh linngkungan sekitarnya (batiniah) karena ada yang melindungi yaitu Allah SWT. Ketiga, Doa dan Dzikir kepada Allah SWT.
Dari paparan hasil wawancara dengan bapak SH diatas dapat disimpulkan nilai- nilai agama Islam terutama dalam ibadah Shalat yang ditanamkan kepada para penyandang Tuna Grahita dalam menjaga kesehatan jasmani dan rohani yaitu menjaga dan meningkatkan keimanan para penyandang Tuna Grahita, supaya batiniyah para penyandang Tuna Grahita merasa nyaman atas lindungan Allah SWT. Namun dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan agama Islam terutama Shalat tidak selalu berjalan lancar, yang disebabkan oleh beberapa faktor. Sesuai dengan hasil wawancara dengan bapak SH yaitu : “Dalam proses kegiatan bimbingan agama islam (shalat) sudah jelas ada kendala – kendala atau hambatan-hambatanya mbak. Melihat dari segi anak – anak tuna grahita tingkat intelegensi dan konsentrasi anak berbeda – beda. Wah itu sangat sulit banget mbak pelaksanaannya sehingga banyak anak-anak yang dalam waktu bimbangan bicara sendiri, bicara dengan teman-temanya, ada yang ingin cepat selesai atau keluar mushola dan sebagainya”.
Menambahi dari hal itu, dalam menangani para penyandang Tuna Grahita yang kesulitan menerima materi yang disampaikan atau diajarkan pembimbing agama Islam, bapak SH senada dengan ibu YM memaparkan : “Memang ya mbak....anak tuna grahita itu kan fungsi-fungsi pikiran kurang. Jadi bila dalam penyampaian materi atau nasehat harus tlaten. Dalam mengatasi anak – anak tuna grahita yang sulit menerima materi atau nasehat, kami (pembimbing) hanya mengingatkan dan mengarahkan dengan sabar ada juga yang memakai pancingan atau riwerd. Anak – anak tuna grahita dibuka kembali memori yang sudah ada, misal dengan memberi pertanyaan‟ kamu tahu shalat? Misal anak – anak menjawab lupa maka pembimbing menjelaskan kembali maksud atau makna dari shalat tersebut yang kemudian menyuruh anak langsung mempraktekkanya”.
Dari paparan informasi bapak SH dan ibu YM diatas disimpulkan bahwa pelaksanaan kegiatan bimbingan agama Islam terutama Shalat harus dilaksanakan dengan penuh kesabaran dan juga membutuhkan ketekunan yang sangat menguras, karena disadari bahwa anak – anak Tuna Grahita berbeda dengan anak –anak yang normal. 8. Cara pelaksanaan Shalat dan bacaan Shalat untuk penyandang Tuna Grahita a. Kelompok A Anak Tuna Grahita (Ringan) untuk klasifikasi A yang memiliki potensi berdiri- sendiri cara melaksanakan Shalat yaitu: 1. Niat 2. Takbiratul Ikhram 3. Membaca surat Al-Fatikhah 4. Membaca surat pendek
5. Ruku‟ 6. I‟tidal 7. Sujud 8. Duduk diantara dua sujud 9. Membaca tasyahud awal 10. Tasyahud akhir b. Kelompok B sama dengan kelompok A, apabila para penyandang tuna grahita tidak hafal maka hanya membaca “Subhanallah” c. Kelompok C ( kurang ) hanya gerakanya saja karena penyandang Tuna Grahita (kurang) yang memiliki kecerdasan sangat rendah yang tujuanya hanya untuk bantu diri saja.
C. Model Pembinaan Pelaksanaan Ibadah Shalat di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “ Kartini ” Temanggung Kegiatan bimbingan agama Islam (khususnya bimbingan Shalat) di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung menggunakan beberapa model sebagaimana yang dipaparkan oleh bapak SH : “Kami (pembimbing agama islam) baru mengembangkan model atau metode bimbingan agama islam yang dilaksanakan di balai besar rehabilitasi sosial bina grahita “Kartini” Temanggung sekarang ini dengan model ceramah, wawancara, tanya jawab dan praktek. Keterangan diatas juga dipaparkan oleh ini ibu SR: “Para pembimbing disini mbak.....model atau metode yang diterapkan hanyalah 4 hal yaitu ceramah, wawancara, tanya jawab dan yang paling sering kami lakukan adalah praktek supaya shalat ini tertanam dengan sendirinya dibenak para anak – anak Tuna Grahita.
Melihat katerangan informasi dari salah seorang pembimbing Agama Islam Bapak SH dan ibu SR, penulis mengikuti kegiatan bimbingan ibadah Shalat di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung. Adapun gambaran pelaksanaan kegiatan pembinaan ibadah Shalat tersebut sebagai berikut: 1. Ceramah dan Wawancara Penerapan metode ceramah dalam kegiatan pembinaan ibadah Shalat dilaksanakan secara klasikal atau secara keseluruhan. Para penyandang Tuna Grahita dikelompokkan dalam satu ruangan untuk mengikuti bimbingan Agama Islam. Kegiatan mengenai penggunaan model ceramah dapat digambarkan dari hasil pengamatan penelitian catatan sebagai berikut : Anak – anak secara sendirian (sudah terbiasa) memasuki ruangan yang biasa untuk kegiatan pembinaan ibadah shalat. Setelah berkumpul para penyandang Tuna Grahita, pembimbing agama islam menempatkan diri ditempat yang sudah tersedia dengan memulai memberikan materi tentang shalat. Didalam ruangan tersebut terdapat pembimbing – pembimbing lain yang akan membantu dan mengawasinya. Kebanyakan para penyandang Tuna Grahita mendengarkan apa yang disampaikan oleh pembimbing, ada juga yang berbicara sendiri dan berjalan – jalan. Didalam kegiatan pembinaan ibadah shalat ada beberapa para penyandang Tuna Grahita yang setelah dijelaskan materinya langsung menggangkat tangan untuk menjawab pertanyaan dari pembimbing walaupun jawabanya ada yang ngawur dan ada yang tepat. Dari hasil catatan diatas diperjelas dari wawancara dengan Bapak SH selaku pembimbing Agama Islam di Balai Besar Sosial Tuna Grahita “Kartini” Temanggung mengenai metode ceramah dalam pembinaan ibadah Shalat terhadap para penyandang Tuna Grahita yaitu :
“ Ceramah itu merupakan metode yang sangat penting digunakan dalam bimbingan terhadap siapa saja dimana saja, misalnya saja disekolah ya kan mbak ? karena ceramah itu sebagai pengantar bagi manusia dalam mendengarkan, berfikir dan melaksanakan. Nah untuk itu ya mbak ..... pembimbing agama islam yang membimbing anak – anak tuna grahita harus memberikan ceramah dan penyampaian materi itu yang dapat menggali sesuatu hal menarik keingin tahuan anak – anak ( stimulus- respon ). Karena dengan itu anak – anak akan mulai menggunakan indranya baik itu penglihatan, pendengaran maupun yang lain untuk berfikir dan mulai aktif dalam melakukan sesuatu. Menambah dari hal diatas, mbak Dn dan ibu Ym memaparkan tentang metode wawancara sebagai berikut : Lha kalau mengenai wawancara itu kami gunakan untuk menanyai anak – anak, guna mengetahui bagaimana keadaan anak tersebut. Maksudnya gini....keadaan anak itu apa sudah siap atau belum menerima materi bimbingan agama islam dalam arti kondisi anak pada saat itu. Dari keterangan catatan dan hasil wawancara dengan Pak SH , Mbak Dn dan ibu Ym dapat disimpulkan bahwa metode ceramah dan terapi wawancara (komunikasi) dengan anak harus dilaksanakan pertama kalinya sebelum melaksanakan metode – metode yang lainya. Karena dengan ceramah para penyandang Tuna Grahita akan membayangkan atau rasa ingin tau dengan apa yang disampaikan oleh pembimbing Agama Islam, pembimbing Agama Islam harus pintar – pintar dalam memberikan ceramah agar para penyandang Tuna Grahita semakin tertarik dan merespon dengan apa yang diutarakan oleh pembimbing tersebut.
2. Tanya jawab Penggunaan metode Tanya jawab dalam kegiatan pembinaan pelaksanaan ibadah shalat di balai besar rehabilitasi sosial bina grahita “Kartini”
Temanggung adalah penyampaian pesan pengajaran dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan siswa memberikan jawaban atau sebaliknya siswa diberi kesempatan bertanya dan guru menjawab pertanyaan-pertanyaan. Metode Tanya jawab adalah suatu metode dalam pendidikan dan pengajaran dimana guru bertanya dan murid-murid menjawab bahan materi yang diperolehnya. Metode ini memungkinkan terjadinya komunikasi langsung antara Guru dan Pelajar, bisa dalam bentuk guru bertanya dan pelajar menjawab atau dengan sebaliknya. Penerapan Metode Tanya jawab dalam kegiatan bimbingan Agama Islam dilaksanakan untuk memberikan stimulus terhadap anak – anak dan diharapkan memberikan respon yang positif terhadap apa yang akan diajarkan oleh pembimbing. Menurut Bapak SH selaku pembimbing Agama Islam metode tanya jawab yaitu : Tanya jawab merupakan metode yang sangat penting untuk mengetahui sejauh mana anak – anak tersebut menerima materi yang sudah diajarkan oleh pembimbing. Menambah dari hal tersebut ibu YM memaparkan tentang metode tanya jawab Metode tanya jawab merupakan metode untuk Mengecek dan mengetahui sampai sejauh mana kemampuan anak terhadap pelajaran yang dikuasai. Memberi kesempatan kepada anak didik untuk mengajukan pertanyaan kepada guru tentang suatu masalah yang belum difahami. Dan menimbulkan kompetensi belajar. Melatih anak didik untuk berfikir dan berbicara secara sitematis berdasarkan pemikiran yang orisinil.
Dari keterangan diatas dengan Bapak SH dan ibu YM dengan metode tanya jawab langsung terhadap para penyandang Tuna Grahita tersebut, pembimbing Agama Islam dapat langsung mengetahui sejauhmana para penyandang Tuna Grahita tersebut menerima materi yang baru saja atau sudah diajarkan oleh pembimbing. 3. Praktek Penggunaan Metode praktek dalam pelaksanaan pembinaan ibadah shalat merupakan metode yang paling mudah untuk menanamkan materi terhadap para penyandang Tuna Grahita dan akan mudah diingat oleh para para penyandang Tuna Grahita. Menurut Bapak SH dan Ibu DN dalam memaparkan Metode Praktek intinya sama, yaitu ; “Metode praktek merupakan metode yang sangat penting untuk digunakan dalam bimbingan terhadap siapa saja, baik anak normal, Tuna Grahita dan dimana saja soalnya metode ini akan mudah diingat oleh para anak didik apalagi anak – anak tuna grahita yang akan memahami dengan kebiasaan yang dilakukan terus menerus karena anak tuna grahita akan lebih mudah mengingatnya”. Dari keterangan diatas dapat disimpulkan oleh penulis metode yang paling baik dan akan mudah diingat oleh para penyandang Tuna Grahita adalah praktek. Karena dengan metode praktek para penyandang Tuna Grahita akan lebih mudah menirunya secara langsung sehingga menjadi pengalaman. D. Faktor Pendukung pada Pelaksanaan Ibadah Shalat di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung
Dalam suatu proses pembelajaran pasti ada hal yang dapat mendukung proses pembelajaran tersebut, dalam hal pembinaan pelaksanaan ibadah Shalat di balai besar rehabilitasi sosial bina grahita “Kartini” Temanggung ini juga terdapat beberapa hal yang mendukung, adapun faktor hal yang mendukung dalam pelaksanaan pembinaan ibadah shalat adalah: 1. Sebagai seorang Muslim disini kita wajib mengamalkan ibadah Shalat. Diperintahkan oleh Allah SWT bahwa kita diwajibkan untuk memberikan ilmu apa yang kita miliki terhadap orang lain. Pada saat wawancara dengan Pak hn dan ibu ym penulis terketuk hatinya dengan apa yang dikatakan olehnya : “Menurut bapak apa faktor pendorong atau pendukung pada pelaksanaan ibadah shalat bagi penyandang tuna grahita”......pak hn: “emm kalau bicara tentang itu, kita kan sebagai seorang muslim maka kita mempunyai kewajiban dan tidak memandang siapapun dan dimanapun kita harus memberikan ilmu yang kita punya ( lillahi ta‟ala ). Bu.ym ....“ ya seperti apa yang dikatakan oleh pak hn memang benar kita sebagai orang muslim hukumnya wajib bagi kita untuk menularkan ilmu apa yang kita miliki terhadap orang lain tak terkecuali orang – orang cacat ( jika dia masih bisa menjalankan ibadah shalat )” Dari hasil wawancara diatas disimpulkan bahwa kita sebagai seorang manusia apalagi seorang yang beragama Islam Wajib hukumnya untuk memberikan ilmu apa yang kita punya apalagi yang menyangkut tentang Agama kepada orang – orang lain disekitar kita tak terkecuali orang cacat mental dan Shalat adalah wajib hukumnya untuk semua orang yang beragama Islam terkecuali orang – orang yang hilang akalnya. 2. Perhatian para pembimbing yang lebih fokus terhadap perkembangan para penyandang Tuna Grahita karena delapan orang penyandang Tuna Grahita
memiliki satu pembimbing. Sebagaimana yang dipaparkan oleh ibu Ym selaku pembimbing agama Islam: “Karena para penyandang Tuna Grahita digolongkan menjadi tiga klasifikasi dalam merehabilitasi maka setiap pembimbing itu mengampu 8 anak yang menjadi tanggung jawabnya, jadi selama di rehabilitasi pembimbing fokus pada yang 8 anak itu. Tetapi selain pembimbing fokus terhadap 8 anak tersebut, pembimbing juga memperhatikan yang lain. Dari hasil wawancara diatas disimpulkan bahwa dalam merehabilitasi para penyandang Tuna Grahita para pembimbing bertanggung jawab atas 8 anak tersebut sehingga para pembimbing lebih mudah untuk memberikan bimbingan dan arahan. E. Faktor penghambat pelaksanaan ibadah Shalat bagi penyandang Tuna Grahita di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung. a. Tingkat kecerdasan yang berbeda – beda antara peserta didik yang satu dengan yang lainya. Meskipun pada dasarnya peserta didik Tuna Grahita mempunyai IQ yang rata – rata sama yaitu sekitar 50 – 70, akan tetapi mereka memiliki kecerdasan yang berbeda – beda. Terlihat ketika terdapat peserta didik yang dengan cukup cepat menerima materi dengan peserta didik yang sulit menangkap materi, bahkan terdapat peserta didik yang mogok belajar sehingga pembimbing harus membujuk terlebih dahulu. b. Konsentrasi yang mudah terganggu
Kondisi seperti ini dapat terlihat ketika proses pembelajaran praktek Shalat berlangsung dalam Masjid, dibawah ini penulis paparkan hasil pengamatan praktek shalat : “Dari hasil pengamatan, penulis melihat banyak anak – anak Tuna Grahita pada saat sedang praktek shalat tidak konsentrasi. Hal itu dapat dilihat pada saat sedang praktek shalat anak – anak mendengar suara motor beriringan, ada sebagian yang berlari dan ada juga sebagian anak yang berteriak – teriak”. Dari kutipan diatas bahwa para penyandang Tuna Grahita pikiran untuk berkonsentrasi kurang. Hal itu diperjelas oleh hasil pengamatan penulis diatas. c. Pembimbing Sebagai seorang yang bertanggung jawab langsung didalam keseluruhan pelaksanaan bimbingan Shalat. Guru pembimbing yang profesional sangat dibutuhkan mengingat sulitnya membimbing para penyandang Tuna Grahita yang berbeda kondisinya dengan anak – anak normal baik fisiknya maupun psikisnya. Hal ini pembimbing dituntut untuk memahami kebutuhan para penyandang Tuna Grahita berdasarkan karakteristik dan kelainan yang disandang. Kenyataan tersebut akan membawa konsekwensi – konsekwensi terhadap kemampuan seorang pembimbing, yang diantaranya harus memiliki pengetahuan dan ketrampilan terhadap pemahaman yang luas tentang karakteristik kepribadian para penyandang Tuna Grahita, memiliki instrumen – intrumen yang digunakan sekaligus mampu melaksanakan. Menguasai teknik – teknik membimbing terhadap para penyandang Tuna Grahita.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah pembimbing yang untuk membimbing Shalat sangat kurang, karena banyak pembimbing yang sudah melampaui jam kerja. sehingga dalam jam – jam khusus mendatangkan pembimbing dari Depag.
BAB IV PEMBAHASAN A. Model Pembinaan Pelaksanaan Ibadah Shalat bagi Tuna Grahita di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung Di balai besar rehabilitasi sosial bina grahita “Kartini” Temanggung, proses merehabilitasi para penyandang Tuna Grahita sudah menggunakan berbagai layanan secara komplit dan menyeluruh. Dijelaskan dalam visi balai besar rehabilitasi sosial bina grahita “Kartini” Temanggung yaitu mewujudkan balai besar rehabilitasi sosial bina grahita “Kartini” Temanggung sebagai lembaga terdepan dalam rehabilitasi sosial orang kecacatan mental proaktif, inovativ dan profesional serta di jelaskan pula misi balai besar rehabilitasi sosial bina grahita “Kartini” Temanggung yaitu: penyelenggaraan pelayanan dan rehabilitasi sosial secara terpadu dan tuntas, peningkatan profesionalitas sumber daya manusia penyelenggara pelayanan dan rehabilitasi sosial, pengembangan metode, model dan standar pelayanan dan rehabilitasi sosial serta penumbuhan dan penguatan peran aktif multisektor dalam upaya pelayanan dan rehabilitasi sosial. Dalam proses merehabilitasi para penyandang Tuna Grahita di balai besar rehabilitasi sosial bina grahita “Kartini” Temanggung selain memberikan pelayanan berupa bimbingan rehabilitasi agama, kecerdasan, budi pekerti juga memberikan pelayanan bimbingan sosial meliputi bimbingan ketrampilan kehidupan sehari-hari, bimbingan sosial kemasyarakatan serta
bimbingan ketrampilan meliputi pertukangan kayu, menjahit, paving block, kristik, filtrit, kerajinan bambu, kasur lilin, frame kaca rias, keset, menyulam, boga, ketrampilan kerumahtanggaan, peternakan, tanaman hias, pembuatan alat peraga edukatif. Dalam proses merehabilitasi para penyandang Tuna Grahita melalui bimbingan agama Islam (bagi yang beragama Islam) yang dikembangkan di balai besar rehabilitasi sosial bina grahita “Kartini” Temanggung menekankan pada proses bimbingan budi pekerti dan bimbingan Shalat agar para penyandang Tuna Grahita mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Berkaitan dengan hal tersebut maka bimbingan agama Islam khususnya dalam bimbingan Shalat adalah pembinaan agama yang dapat memberikan ketentraman jiwa para penyandang Tuna Grahita, karena agama merupakan kebutuhan psikis manusia. Dengan demikian bimbingan ibadah Shalat yang dikembangkan di Balai Besar Sosial Bina Grahita “ Kartini” Temanggung ini sesuai dengan pendapat dari Zakiah Daradjat dalam Bukunya Pembinaan Agama dan Pembinaan Mental (1970) yang menyatakan bahwa Sembahyang, do‟a-do‟a dan permohonan ampun kepada Allah, semuanya merupakan cara-cara pelegaan batin yang akan mengembalikan ketenangan dan ketentraman jiwa kepada orang-orang yang melakukanya. Dengan mengikuti kegiatan pelaksanaan pembinaan ibadah Shalat, para penyandang Tuna Grahita akan dapat mengenal shalat, mengenal tata cara shalat, dapat menghafal bacaan shalat serta dapat melakukan Shalat dengan baik.
Mengenai pedoman yang digunakan oleh pembimbing agama Islam di balai besar rehabilitasi sosial bina grahita “Kartini” Temanggung dalam proses kegiatan pembinaan ibadah Shalat berpedoman pada Al-Qur‟an dan hadist, karena Al- Qur‟an dan Hadist, para pembimbing agama Islam akan lebih mudah dalam menyampaikan nasihat – nasihat dan menerapkan nilai – nilai keislaman bagi para penyandang Tuna Grahita secara lurus sesuai dengan petunjuk Allah SWT yang terdapat dalam Al– Qur‟an atau Hadist. Para penyandang Tuna Grahita akan lebih mudah untuk melaksanakan Shalat ketika pembimbing dalam malaksanakan pembinaan ibadah Shalat menggunakan metode praktik karena dengan metode praktik para penyandang Tuna Grahita akan langsung melaksanakan Shalat dan mudah menirunya sehingga dapat mudah untuk mengingatnya. Berkenaan dengan proses pelaksanaan pembinaan ibadah Shalat di balai besar rehabilitasi sosial bina grahita “Kartini” Temanggung menyangkut tiga unsur pokok yang harus diperhatikan yaitu pembimbing agama Islam, para penyandang Tuna Grahita dan nasehat – nasehat yang berhubungan dengan agama Islam (khususnya yang berhubungan dengan Shalat). Para pembimbing agama islam di balai besar rehabilitasi sosial bina grahita “Kartini” Temanggung sudah ditempatkan sesuai dengan keahliannya dimana para pembimbing agama Islam memiliki keahlian secara profesional dalam bidang keagamaan sehingga saat pembinaan ibadah Shalat kepada para penyandang Tuna Grahita tidak merasa terbebani dengan tugasnya. Selain kemampuan dari segi keagamaan, para pembimbing agama Islam juga harus memiliki keahlian dalam berkomunikasi dan bergaul terhadap para penyandang Tuna Grahita dengan baik. Dalam hal ini pembimbing agama Islam harus memahami karakter dari
masing – masing para penyandang Tuna Grahita sehingga dalam bimbingan dan penyampaian materi keagamaan sesuai dengan keadaan dan kondisi para penyandang Tuna Grahita. Pembahasan tentang model pelaksanaan pembinaan ibadah Shalat di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung tidak terlepas dari model atau metode yang digunakan dalam pelaksanaan pembinaan ibadah shalat tersebut. Model pelaksanaan pembinaan ibadah Shalat yang dikembangkan di balai besar rehabilitasi sosial bina grahita “Kartini” Temanggung menerapkan berbagai bentuk metode. Metode yang diterapkan dalam pelaksanaan pembinaan ibadah Shalat di Balai Besar Rehabilitasi Sosial “Kartini” Temanggung dalam proses pembinaan agama Islam bagi para penyandang Tuna Grahita melalui Ibadah Shalat yang menggunakan metode
Ceramah, Tanya Jawab, doa (Dzikir), dan Praktek. Dari
sinilah dapat dipahami bahwa metode yang dipakai sesuai dengan Teori dari Zainal Arifin dalam bukunya Pokok – Pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama (1977). Penggunaan metode ini merupakan cara untuk menyampaikan ajaran agama dan kewajiban seorang muslim serta nasihat – nasihat atau materi kepada penyandang Tuna Grahita dengan menuntun dan melatihnya. Berdoa dan berdzikir untuk menanamkan dan mengingat atau menghafal bacaan – bacaan ibadah Shalat. Berkaitan dengan hal diatas di balai besar rehabilitasi sosial bina grahita “Kartini” Temanggung menerapakan model pembinaan pelaksanaan ibadah Shalat terhadap para penyandang Tuna Grahita secara holistik-komprehensif. Maksudnya bahwa dengan pelaksanaan pembinaan ibadah Shalat dilakukan secara holistikkomprehensif tersebut proses pembinaan pada penyandang Tuna Grahita dilakukan
secara menyeluruh, yang tidak berpusat pada satu metode saja tetapi semuanya dibutuhkan agar para penyandang Tuna Grahita dapat menjalankan ibadah Shalat dengan baik. Melihat akan pentingnya ibadah Shalat para penyandang Tuna Grahita menerapkan proses pembinaan dari segi keagamaan yaitu dengan bimbingan Agama Islam salah satunya yang paling penting adalah Shalat. Karena Shalat adalah Tiang Agama dan kita sebagai seorang muslim wajib hukumnya untuk menjalankan ibadah Shalat dan selain itu didalam Shalat juga sebagai obat dalam segala hal, baik itu rohani dan jasmani. Dari pokok bahasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa kegiatan pelaksanaan pembinaan ibadah Shalat sangatlah penting bagi kita sebagai seorang muslim. Seorang muslim yang diwajibkan, Oleh Allah untuk melaksanakan shalat bukan untuk kepentinganNya akan tetapi justru untuk kebaikan manusia itu sendiri agar mencapai derajat Taqwa yang dapat mensucikan diri dari kesalahan dan kemaksiatan. Selain beberapa hal diatas Shalat juga sebagai obat yang baik bagi orang yang sedang mengalami kesakitan baik itu rohani maupun jasmani.
B. Faktor pendukung pada pelaksanaan pembinaan ibadah Shalat bagi penyandang Tuna Grahita di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung. Pembahasan pokok mengenai faktor pendukung atau faktor pendorong dalam pelaksanaan pembinaan ibadah shalat terhadap para penyandang Tuna Grahita yaitu: Shalat mendorong seseorang untuk berfikir positif dalam hidup. Sementara prinsipnya adalah pujian (kepada Allah), rasa Syukur dan Do‟a. Banyak orang yang
tidak melihat apapun kecuali kekurangan diri. Berbagai kenikmatan yang diberikan Allah SWT kepada mereka hampir tidak mereka rasakan. Sedangkan tingkat keyakinan tinggi, Sementara keyakinan tidak datang dengan sendirinya. Ia harus dicapai dengan melaksanakan ibadah dan penompangnya, yakni Shalat yang akan memberikan ketenangan tersebut. Seseorang mukmin tidak akan mencapai ketenangan jiwa kecuali jika dia termasuk orang-orang yang Shalat. Allah SWT, akan menganugerahi ketenangan jiwa yang tidak ia berikan kecuali orang-orang yang Ikhlas. Maka dari itu, kita sebagai seorang muslim Wajib hukumnya untuk bersyukur dengan berbagai cara. Sebagai faktor pendukung atau faktor pendorong pada pelaksanaan pembinaan ibadah shalat di Balai Besar Rehabilitasi Bina Grahita “Kartini” Temanggung dari hasil observasi penulis bahwa para pembimbing agama Islam itu lakukan dengan ikhlas karena kita sebagai orang muslim. Cara bersyukurnya dengan Mengamalkan ilmu kepada semua orang terutama para penyandang Tuna Grahita yang dibimbingnya dan tidak memandang siapapun dan di manapun itu dengan ikhlas dan selalu ingat kepada Allah, apalagi masalah Agama seperti yang ditegaskan dalam firman Allah surat An-nisa Ayat 66 :
ُ ع شدَّ تَثْبِيتًا َ َ ظىىَ ِب َِ لَ َكاىَ َخي ًْرا لَّ ُه ْن َوأ َ َولَ ْى أًََّ ُه ْن فَ َعلُىا َها يُى Artinya: Dan sesungguhnya kalau mereka MENGAMALKAN pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka) (An-Nisaa: 66)
Dari pokok pembahasan diatas penulis menyimpulkan bahwa Shalat adalah salah satu Tiang Agama yang wajib hukumya untuk dilaksanakan sebagai umat muslim, dengan bertujuan sebagai obat ketenangan jiwa dan mendorong seseorang untuk berfikir positif. Selain itu Shalat adalah salah satu cara kita untuk bersyukur terhadap Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat yang luar biasa selain Shalat cara bersyukur bisa juga dilakukan dengan mengamalkan ilmu – ilmu yang kita punyai seperti dijelaskan diatas dan juga ditegaskan Firman Allah SWT dalam AlQur‟an surat An-Nisa Ayat 66.
Manusia diciptakan oleh Allah SWT tidak lain adalah untuk menyembah dan untuk mengingatNya. Dan sebagai manusia yang di ciptakan-Nya wajib untuk mengingat, meminta, dan rasa hubungan batin dengan Allah. Dalam kerangka inilah manusia dituntut untuk rasa terima kasih dan merasakan diri untuk mengingat dan menyembah kepadaNya.
Allah menciptakan manusia tidak lain untuk beribadah dan mengerjakan amalan-amalan yang di ridhoinya untuk menuju kehidupan yang hakiki. Maka sebagai
rasa
bersyukur
diperintahkanNYa.
manusia
dituntut
untuk
mengerjakan
apa
yang
C. Faktor Penghambat Pada Pelaksanaan Pembinaan Ibadah Shalat bagi Penyandang Tuna Grahita di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung.
Pembahasan pokok mengenai faktor penghambat atau faktor kesulitan dalam pelaksanaan pembinaan ibadah shalat terhadap para penyandang Tuna Grahita yaitu: Anak Tuna Grahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual dibawah rata-rata. Dalam kepustakaan Bahasa Asing digunakan istilah-istilah Mental Reterdation, Mentally Reterdet, Mental Deficiency, Mental Detective, dan lain-lain. Istilah tersebut sesungguhnya memiliki arti yang sama yang menjelaskan kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial. Anak Tuna Grahita atau dikenal juga dengan istilah terbelakang mental karena keterbatasan kecerdasannya mengakibatkan dirinya sukar untuk mengikuti program pendidikan di sekolah biasa secara klasikal, oleh karena itu anak terbelakang mental membutuhkan layanan pendidikan secara khusus yakni disesuaikan dengan kemampuan anak tersebut ( Soemantri, 2006: 103). Sedangkan menurut Frieda Mangunsong, (2009:129) dilihat dari asal katanya, Tuna berarti merugi sedangkan Grahita berarti pikiran. Tuna Grahita merupakan kata lain dari Reterdasi Mental yang berarti terbelakang secara mental. Suatu batasan yang dikemukakan oleh AAMR (American Association on Mental Reterdation) menjelaskan bahwa keterbelakangan mental menunjukkan adanya keterbatasan yang
signifikan dalam berfungsi, baik secara intelektual maupun perilaku adaptif yang terwujud melalui kemampuan adaptif konseptual, sosial dan praktikal. Keadaan ini muncul sebelum usia 18 tahun. Sedangkan inteligensi berarti kekuatan atau kemampuan untuk melakukan sesuatu. Karakteristik Tuna Grahita adalah ciri khusus yang meliputi kejiwaan akhlak atau budi pekerti yang dimiliki Tuna Grahita. Setiap manusia memiliki sifat – sifat kejiwaan, akhlak dan budi pekerti yang berbeda, demikian dengan anak Tuna Grahita. Tidak ada dua orang yang memiliki karakteristik yang sama walaupun sama- sama pada tingkat IQ yang sama Tuna Grahita atau keterbelakangan mental merupakan kondisi dimana perkembangan kecerdasanya mengalami hambatan sehingga tidak mencapai tahap yag optimal. Ada beberapa karakteristik penghambat Tuna Grahita dalam bimbingan pelaksanaan ibadah Shalat di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita antara lain Keterbatasan emosional, Keterbatasan Kecerdasan, Keterbatasan konsentrasi, Keterbatasan Pembimbing. Anak Tuna Grahita memiliki keterbatasan dalam penugasan Bahasa. Mereka bukan mengalami kesusahan artikulasi. Tetapi pusat pengolahan ( perbendaharaan kata) yang kurang berfungsi sebagaimana mestinya. Karena alasan itu mereka membutuhkan alasan yang konkret yang sering didengar. Selain itu perbedaan dan persamaan harus ditujukan secara berulang – ulang dengan menggunakan pendekatan yang konkret Dalam proses bimbingan pelaksanaan ibadah Shalat, banyak para penyandang Tuna Grahita yang belum mampu untuk menjalankan ibadah Shalat, dalam hal ini
dapat dilihat pada saat para penyandang Tuna Grahita sedang asyik melihat televisi banyak para penyandang Tuna Grahita yang tidak menghiraukan ajakan pembimbing untuk melaksanakan ibadah Shalat. Selain itu, pada saat menjalankan ibadah Shalat konsentrasi para penyandang Tuna Grahita juga mudah terganggu sehingga perlu ekstra keras pembimbing untuk membimbing agar para penyandang Tuna Grahita terbiasa dengan ibadah Shalat. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan oleh penulis, bahwa para penyandang Tuna Grahita berbeda dengan anak – anak pada umumnya yaitu keterbatasan intelektual, emosional, sosial. Dalam penanaman pelaksanaan ibadah Shalat untuk para penyandang Tuna Grahita perlu pembiasaan yang dilakukan oleh para penyandang Tuna Grahita secara terus menerus.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Model pembinaan pelaksanaan ibadah Shalat yang dikembangkan di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini“ Temanggung diwujudkan dalam bentuk bimbingan dan pengarahan - pengarahan dari para pembimbing agama Islam terhadap para penyandang Tuna Grahita. Model pembinaan tersebut dalam pelaksanaan ibadah shalat
menerapkan berbagai metode antara lain a)
menggunakan metode ceramah yang digunakan untuk memberikan materi – materi secara lisan oleh para pembimbing terhadap para penyandang Tuna Grahita untuk meningkatkan rasa keingin tahuan para penyandang Tuna Grahita terhadap materi yang akan diajarkannya. b) metode tanya jawab, metode yang dilakukan oleh pembimbing dengan cara mengajukan pertanyaan – pertanyaan terhadap para penyandang Tuna Grahita agar para penyandang Tuna Grahita memberikan respon terhadap pertanyaan tersebut dan atau apa yang akan diajarkan oleh pembimbing c) metode praktek, metode ini digunakan untuk mempermudah menanamkan materi terhadap para penyandang Tuna Grahita karena dengan metode praktek para penyandang Tuna Grahita mengalami secara langsung dan akan menjadi terbiasa sehingga para penyandang Tuna Grahita akan mudah mengingatnya. 2. Faktor pendukung atau faktor pendorong pada pelaksanaan pembinaan ibadah Shalat bagi penyandang Tuna Grahita di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina
Grahita “Kartini” Temanggung sebagai seorang muslim wajib hukumya untuk menjalankan ibadah Shalat, sehingga para pembimbing terdorong untuk mengamalkan ibadah Shalat supaya para penyandang Tuna Grahita yang beragama muslim bisa menjalankan ibadah Shalat sebagaimana mestinya dan para pembimbing melakukannya dengan rasa ikhlas. 3. Faktor kesulitan atau faktor penghambat pelaksanaan pembinaan ibadah Shalat bagi para penyandang Tuna Grahita di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung faktor penghambat yang dihadapi oleh para pembimbing yaitu tingkat intelegensi para penyandang Tuna Grahita berbeda beda sehingga untuk mengingat dan menjalankan Shalat sulit, tingkat konsentrasi para penyandang Tuna Grahita yang mudah terganggu, dan pembimbing yang jumlahnya untuk membimbing Shalat sangat terbatas karena banyak pembimbing yang melampaui jam kerja.
B. Saran 1. Lembaga Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita “Kartini” Temanggung a.
Lembaga
Jadwal pembelajaran khususnya untuk studi pembelajaran agama Islam diperbanyak lagi, karena pendidikan agama sangat diperlukan dalam kehidupan sehari – hari apalagi untuk penyandang Tuna Grahita khususnya pembinaan Shalat karena Shalat itu wajib hukumnya untuk semua muslim serta Pemantauan
yang ketat dari lembaga dan pembimbing terhadap kehidupan keberagamaan penyandang Tuna Grahita sehari – hari b. Pembimbing Kerja sama yang solid dalam proses peningkatan nilai-nilai islam pada penyandang Tuna Grahita perlu ditingkatkan lagi untuk memperoleh hasil yang lebih baik
DAFTAR PUSTAKA Arifin, Zaenal. 2009. Bimbingan Penyuluhan Islam. Jakarta: Rajawali Press Arikunto, Suharsimi. 1992. Prosedur Penelitian: Suatu pendekatan Praktik. Jakarta: Bina Aksara Bahnasi, Muhammad. 2004. Shalat sebagai terapi psikologi. Bandung: Mizania Dahlan, Abdul Choliq, 2009. Bimbingan dan konseling islami. Yogyakarta: Putra Pustaka Darajat, Zakiah. 1970. Peranan Agama dalam Kesehatan Mental , jakarta: Bulan Bintang Daymon, christine. 2008 metode-metode riset kualitatif dalam publik relation dan marketing communication. Yogyakarta: PT Bentang Pustaka Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Efendi, Muhammad. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara Frieda, Mangunsong. 2009. Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Depok: lpsp3 Khalil. 2006. Tata cara Shalat Nabi. Jakarta: Izzan Pustaka Moloeng, J. Lexy. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Musnamar, Thohari. 1992. Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan Dan Konseling Islam.Yogyakarta:Uii Press Muqodimah 2011, Pola pembinan rohani keislaman dalam proses penyembuhan pasien rumah sakit jiwa. Skripsi tidak diterbitkan. Salatiga: Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga Somantri H. T . Sutjihati, 1996. Psikologi Anak Luar Biasa :Departemen pendidikan dan kebudayaan Surakhmad, winarno. 1994. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito Sukmadinata, saudih. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Walgito, Bimo. 1993. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Yogyakarta: Andi Offset .(http://neomahproduct.wordpress.com/2010/08/19/profil/tuesday,october 14.2008 http://annesdecha. Blogspot/2010/03/penyebab-tunagrahita.html. http://pandidikan.blogspot.com/2011/06/metode-tanya-jawab.html
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Mamik Siti Latifah
Tempat Tanggal Lahir NIM
: Temanggung, 09 Agustus 1990 : 11108098
Agama
: Islam
Warga Negara
: Indonesia
Alamat
: Mandisari, Parakan, Temanggung
Riwayat Pendidikan
:
1. MI Mandisari Lulus Tahun 2002 2. MTs N Model Parakan Lulus Tahun 2005 3. MAN Temanggung Lulus Tahun 2008
Demikian daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sebenar-benarnya
Salatiga, 13 Agustus 2012 Hormat Saya
Mamik Siti Latifah NIM 11108098