SKRIPSI
MEMPELAJARI PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET DAN PERLAKUAN PANAS TERHADAP MUTU MINUMAN KOPI DALAM KEMASAN CUP DI PT GARUDAFOOD
Oleh : MAYA PUSPITA SARI F24103128
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
MEMPELAJARI PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET DAN PERLAKUAN PANAS TERHADAP MUTU MINUMAN KOPI DALAM KEMASAN CUP DI PT GARUDAFOOD
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh : MAYA PUSPITA SARI F24103128
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
MEMPELAJARI PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET DAN PERLAKUAN PANAS TERHADAP MUTU MINUMAN KOPI DALAM KEMASAN CUP DI PT GARUDAFOOD
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh : MAYA PUSPITA SARI F24103128 Dilahirkan pada tanggal 1 Agustus 1984 di Jakarta. Tanggal Lulus : September 2007 Menyetujui, Bogor, September 2007
Dr. Ir. M. Arpah, MSi. Dosen Pembimbing
Betty E. Silalahi, STP. Pembimbing Lapang I
Rahadi Kusuma, STP. Pembimbing Lapang II
Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Maya Puspita Sari. F24103128. Mempelajari Pengaruh Penambahan Bahan Pengawet dan Perlakuan Panas Terhadap Mutu Minuman Kopi Dalam Kemasan Cup di PT Garudafood. Dibawah bimbingan: M. Arpah, Betty E. Silalahi, dan Rahadi Kusuma. 2007.
RINGKASAN Kopi merupakan salah satu jenis produk lama yang selalu memperbarui dirinya. Kopi juga merupakan komoditas yang paling banyak diperdagangkan dunia setelah minyak. Produksi kopi global adalah sebesar 7 juta ton per tahun. Produksi ini meliputi pasokan 400 juta cangkir kopi yang diminum oleh para konsumen di dunia setiap tahunnya. Oleh karenanya pengembangan produk kopi baik dari aspek budidaya, pengolahan maupun cara penyajiannya memiliki potensi yang sangat bagus untuk dikembangkan oleh industri pangan. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh penambahan bahan pengawet dan perlakuan panas terhadap mutu minuman kopi dalam kemasan cup. Pengujian mutu meliputi uji mikrobiologi dan uji organoleptik. Sasaran yang ingin dicapai adalah diperolehnya gambaran mengenai mutu mikrobiologi dan organoleptik dari minuman kopi dalam kemasan cup. Penelitian yang dilakukan terdiri dari penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan meliputi verifikasi bahan pengawet, verifikasi kemasan cup terhadap perlakuan panas, dan verifikasi mikrobiologi bahan baku. Penelitian utama terdiri dari produksi minuman kopi dengan kombinasi perlakuan nilai Fo (20 menit, 30 menit, dan 40 menit) dan konsentrasi bahan pengawet, pengukuran pH, pengukuran oBrix, uji total mikroba, dan uji organoleptik. Hasil verifikasi pengawet adalah kalium sorbat dengan konsentrasi 300 ppm, 400 ppm, dan 500 ppm. Hasil verifikasi kemasan cup diperoleh bahwa kemasan cup yaitu polypropylene cukup kuat untuk digunakan sebagai bahan pengemas minuman kopi pada suhu 95oC selama 45 menit. Hasil verifikasi bahan baku adalah: pemanis <2.5 x 101 koloni/ml, creamer 6.5 x 102 koloni/ml, gula 8.1 x 102 koloni/ml, dan kopi <2.5 x 101 koloni/ml. Berdasarkan hasil uji total mikroba diperoleh bahwa kombinasi perlakuan nilai Fo 40 dengan konsentrasi 300 ppm, 400 ppm, dan 500 ppm mampu menghasilkan minuman kopi dalam kemasan cup yang sesuai dengan Standar Industri Indonesia (SII) tahun 1995 yaitu angka lempeng total <102 koloni/ml. Penyimpangan organoleptik aroma, rasa keseluruhan dan aftertaste adalah suatu kekhawatiran menyangkut minuman kopi yang ditambahkan bahan pengawet dan disimpan pada jangka waktu tertentu. Namun berdasarkan uji kesukaan diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang nyata (α = 0.05) pada skor aroma dan rasa keseluruhan di antara minuman kopi dalam kemasan cup yang ditambahkan kalium sorbat 300 ppm, 400 ppm, dan 500 ppm. Selanjutnya diketahui bahwa penyimpanan (0 hari dan 56 hari) tidak berpengaruh nyata (α = 0.05) terhadap skor kesukaan panelis pada atribut aroma dan rasa keseluruhan. Rata-rata skor kesukaan panelis terhadap minuman kopi dalam kemasan cup berkisar dari tidak suka sampai netral.
RIWAYAT PENULIS Penulis dilahirkan di Jakarta, 1 Agustus 1984 dan merupakan anak pertama dari pasangan Syofyan Melayu dan Siti Maryam. Pendidikan formal ditempuh penulis di SDN 010 Pagi Jakarta Timur, MTs Husnul Khotimah Kuningan, SMU Islam Terpadu Nurul Fikri Depok, dan berhasil masuk Institut
Pertanian
Bogor
(IPB)
melalui
jalur
Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama masa kuliah, penulis aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan. Penulis adalah staf divisi Sosial Politik Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama IPB (BEM TPB) (2003-2004), Sekretaris Departemen Administrasi dan Keuangan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian IPB (BEM FATETA IPB) (2004-2005), Ketua Departemen Keuangan BEM FATETA IPB (2005-2006), anggota IPB Debating Community (IDC) (2004-2005), dan anggota Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan IPB (HIMITEPA). Beberapa prestasi yang telah diraih penulis adalah juara ketiga dalam IPB Debating Competition yang diselenggarakan oleh International Association of Students in Agriculture and Related Sciences (IAAS) (2005), juara ketiga dalam National Debating Competition on Food Issues yang diselenggarakan oleh fgW Student Forum (2005) dan finalis dalam Innovative Entrepreneurship Challenge yang diselenggarakan oleh Institut Teknologi Bandung (2006). Penulis mengakhiri masa studi di IPB dengan menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Mempelajari Pengaruh Penambahan Bahan Pengawet dan Perlakuan Panas Terhadap Mutu Minuman Kopi Dalam Kemasan Cup di PT Garudafood” di bawah bimbingan Dr. Ir. M. Arpah, Msi. Betty Silalahi, STP. dan Rahadi Kusuma, STP.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahirobbil’alamin, puji syukur kepada Allah SWT karena sesungguhnya penyelesaian skripsi ini terjadi bukan atas kekuatan penulis sendiri, melainkan juga atas anugerah kekuatan yang diberikanNya. Terima kasih untuk setiap kegagalan dan keberhasilan yang pada akhirnya menempa keuletan dan kegigihan penulis. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, sang inspirator dan suri tauladan umat manusia. Selain itu, banyak pihak yang juga telah membantu penulis sampai pada akhirnya pelaksanaan tugas akhir ini rampung juga. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada: 1. Ayah, Ibu dan Adik-adik tercinta atas doa, perhatian, kasih sayang, dukungan, dan kepercayaannya sehingga dapat memotivasi penulis untuk jadi pribadi yang lebih baik. 2. Dr. Ir. M. Arpah Msi. sebagai dosen pembimbing akademik atas kritik, saran, dan kesabarannya dalam membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga penyusunan tugas akhir ini. 3. Ibu Betty E. Silalahi yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan kegiatan magang di PT Garudafood. 4. Mas Rahadi Kusuma sebagai pembimbing lapang atas ilmu dan masukanmasukannya yang berharga, dan atas dukungan serta kemudahan-kemudahan yang diberikan selama pelaksanaan penelitian. Mba Shirley V. Permana atas perhatian dan bantuan yang diberikan selama kegiatan magang berlangsung. 5. Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc. dan Dr. Ir. Sukarno, MSc. sebagai dosen penguji atas saran-saran yang sangat berharga bagi perbaikan skripsi ini. 6. Wati, Adie M. Rahman, dan Reza Febriansyah yang telah memberikan dukungan, perhatian, bantuan, serta semangat. Terima kasih atas hari-hari yang luar biasa selama magang ^_^ ; 7. Bapak Djunaidi atas saran-saran yang diberikan, Bapak Wiyono atas keramahan dan tumpangannya, Mba Leni atas sharing infonya, Mba Ratih, Mba Suzan, Mba Tri, Mas Willy, Indah, Nanik, Mba Tuti, Mba Ririn, Yuni, Mba Mirna, Mba Sese, Mba Khomi, Mba Septi, Mba Mike, Mas Iwan, Wina,
i
Mba Susan, Dhenay, Ranto, Kristin, Kiki, Mba Marlyna, Mba Reni, Mas No, Mba Sundari, Putri, Mba Sesil, Mba Teti, Mba Maya, Haris, Dani dan seluruh keluarga besar RnD PT Garudafood yang tidak bisa dituliskan satu-persatu, terima kasih atas bantuan yang diberikan serta penerimaan yang hangat. 8. Keluarga kecilku: Mba, Cupang, Conan, Kulniya_sally, V3, dan Bossy atas pengertian dan pengingatan yang tidak pernah lelah diberikan. Semoga ukhuwah kita tetap terjaga. 9. Keluarga besarku di Fateta mohon maaf atas amanah yang tersiakan. 10. Lasty, Istiana, Mae, dan Gading atas keberadaannya sehingga penulis dapat berbagi canda tawa dan keluh kesah. Kalian telah memperindah kehidupan penulis. 11. Teman-teman ROKET 40 dan KOLAK-ers, it is amazing to meet great people like you guys, may Allah bless you.. 12. Seluruh teman-teman ITP 40 atas bantuan, dukungan, dan kebersamaannya. Demikian pula kepada teman-teman di Wisma Windy: Vina, Nooy, Eneng, Tilo, Lilin, Jeng Ye, Ekus, Primus, Jeng Lina, semuanya.. plus Angel! Thank you for everything.. 13. Seluruh teman-teman seperjuangan di BEM FATETA (2004-2006) atas kerja sama, semangat, kritik, dan saran yang diberikan sehingga memperkaya kepribadian penulis. 14. Sahabat-sahabat penulis di ex SMUIT NF: Astrid, Qoqom, Ayu, Pima, Urfi, Lulu, Icha, Gita, Sommy, and all!! Memiliki sahabat seperti kalian adalah sebuah anugerah. 15. Setiap individu dan institusi yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas kesediaannya membantu penulis. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Namun penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bogor, September 2007
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................... iii DAFTAR TABEL .......................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vii I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 A. LATAR BELAKANG........................................................................... 1 B. TUJUAN ............................................................................................... 2 II. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN .................................................... 3 A. SEJARAH PT GARUDAFOOD........................................................... 3 B. VISI DAN MISI PERUSAHAAN ........................................................ 4 C. PRODUK YANG DIHASILKAN ........................................................ 5 D. SISTEM PEMASARAN ....................................................................... 6 III. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 7 A. KOPI ..................................................................................................... 7 B. HURDLE TECHNOLOGY ................................................................... 10 C. BAHAN PENGAWET .......................................................................... 11 D. KALIUM SORBAT .............................................................................. 13 1. Sifat Fisik Kimia ............................................................................... 13 2. Aktivitas Antimikroba ....................................................................... 15 3. Keamanan untuk Digunakan ............................................................. 17 E. PROSES PEMANASAN ....................................................................... 18 IV. METODOLOGI....................................................................................... 24 A. BAHAN DAN ALAT ........................................................................... 24 B. METODE PENELITIAN ...................................................................... 24 1. Penelitian Pendahuluan ..................................................................... 24 a. Verifikasi Bahan Pengawet ........................................................... 24 b. Verifikasi Kemasan Cup Terhadap Perlakuan Panas .................... 25 c. Verifikasi Mikrobiologi Bahan Baku ............................................ 25
iii
2. Penelitian Utama .............................................................................. 26 a. Pengukuran pH ............................................................................. 27 b. Pengukuran oBrix ......................................................................... 28 c. Uji Total Mikroba......................................................................... 29 d. Uji Organoleptik .......................................................................... 30 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 31 A. VERIFIKASI BAHAN PENGAWET ................................................... 31 B. VERIFIKASI KEMASAN CUP TERHADAP PERLAKUAN PANAS ......................................................................... 35 C. VERIFIKASI MIKROBIOLOGI BAHAN BAKU ............................... 37 D. UJI KECUKUPAN PANAS .................................................................. 37 E. PENGUKURAN pH DAN oBRIX ......................................................... 42 F. ANALISIS MIKROBIOLOGI MINUMAN KOPI DALAM KEMASAN CUP .................................................................................... 44 G. UJI ORGANOLEPTIK .......................................................................... 50 1. Aroma ................................................................................................. 52 2. Rasa Keseluruhan ............................................................................... 54 3. Aftertaste ............................................................................................ 55 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 58 A. KESIMPULAN ..................................................................................... 58 B. SARAN ................................................................................................. 59 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 60 LAMPIRAN .................................................................................................... 63
iv
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.
Komposisi kimia (% bk) biji kopi hijau dan biji kopi sangrai jenis Arabica dan Robusta, serta komposisi kimia kopi instan ............................................................................... 8
Tabel 2.
Syarat mutu minuman kopi dalam kemasan ........................... 9
Tabel 3.
Mikroorganisme yang dapat dihambat oleh kalium sorbat ..... 17
Tabel 4.
Hasil focus group discussion pengawet nisin ......................... 32
Tabel 5.
Hasil focus group discussion pengawet kalium sorbat ........... 32
Tabel 6.
Hasil focus group discussion pengawet metil paraben ........... 33
Tabel 7.
Hasil focus group discussion pengawet propil paraben .......... 34
Tabel 8.
Hasil verifikasi kemasan cup terhadap perlakuan panas ......... 36
Tabel 9.
Hasil analisis mikrobiologi bahan baku .................................. 37
Tabel 10.
Hasil pengukuran pH dan oBrix untuk penyimpanan H-0 dan H-56 .................................................................................... 43
Tabel 11.
Hasil analisis mikrobiologi untuk penyimpanan 0 hari .......... 45
Tabel 12.
Hasil analisis mikrobiologi untuk penyimpanan 14 hari ........ 45
Tabel 13.
Hasil analisis mikrobiologi untuk penyimpanan 28 hari ........ 45
Tabel 14.
Hasil analisis mikrobiologi untuk penyimpanan 42 hari ........ 45
Tabel 15.
Hasil analisis mikrobiologi untuk penyimpanan 56 hari ........ 45
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.
Alur verifikasi bahan pengawet ............................................... 25
Gambar 2.
Diagram alir proses pembuatan minutan kopi dalam kemasan cup ............................................................................................ 26
Gambar 3.
Diagram alir standardisasi pH meter ........................................ 27
Gambar 4.
Diagram alir pengukuran pH ................................................... 28
Gambar 5.
Diagram alir pengukuran oBrix ............................................... 28
Gambar 6.
Diagram alir uji total mikroba .................................................. 29
Gambar 7.
Posisi sensor pada penentuan distribusi panas ......................... 39
Gambar 8.
Grafik pengukuran distribusi panas ......................................... 39
Gambar 9.
Penempatan sensor dalam cup ................................................. 40
Gambar 10.
Kurva penentrasi panas minuman kopi dalam cup .................. 41
Gambar 11.
Grafik hubungan tingkat konsentrasi pengawet terhadap jumlah mikroba pada penyimpanan 28 hari ............................ 47
Gambar 12.
Grafik hubungan tingkat konsentrasi pengawet terhadap jumlah mikroba pada penyimpanan 42 hari ............................ 48
Gambar 13.
Grafik hubungan tingkat konsentrasi pengawet terhadap jumlah mikroba pada penyimpanan 56 hari ............................. 49
Gambar 14.
Hasil uji hedonik atribut aroma masa simpan 0 hari ................ 50
Gambar 15.
Hasil uji hedonik atribut rasa keseluruhan masa simpan 0 hari ........................................................................................ 50
Gambar 16.
Hasil uji hedonik atribut aftertaste masa simpan 0 hari ........... 51
Gambar 17.
Hasil uji hedonik atribut aroma masa simpan 56 hari .............. 51
Gambar 18.
Hasil uji hedonik atribut rasa keseluruhan masa simpan 56 hari ......................................................................... 52
Gambar 19.
Hasil uji hedonik atribut aftertaste masa simpan 56 hari ......... 52
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1.
Hasil pengukuran distribusi panas pasteurizer ........................ 63
Lampiran 2.
Hasil pengukuran penetrasi panas ........................................... 64
Lampiran 3.
Rekapitulasi data hasil uji hedonik pada minuman kopi dalam kemasan cup penyimpanan 0 hari ................................. 65
Lampiran 4.
Rekapitulasi data hasil uji hedonik pada minuman kopi dalam kemasan cup penyimpanan 56 hari .............................. 66
Lampiran 5.
Analisis ragam hasil uji hedonik pada atribut aroma untuk perlakuan pengaruh penambahan kalium sorbat pada penyimpanan 0 hari ......................................................... ..67
Lampiran 6. Analisis ragam hasil uji hedonik pada atribut rasa keseluruhan untuk perlakuan pengaruh penambahan kalium sorbat pada penyimpanan 0 hari ................................. ..68 Lampiran 7. Analisis ragam hasil uji hedonik pada atribut aftertaste untuk perlakuan pengaruh penambahan kalium sorbat pada penyimpanan 0 hari ................................. ..69 Lampiran 8. Analisis ragam hasil uji hedonik pada atribut aroma untuk perlakuan pengaruh penambahan kalium sorbat pada penyimpanan 56 hari ...................................................... ..70 Lampiran 9. Analisis ragam hasil uji hedonik pada atribut rasa keseluruhan untuk perlakuan pengaruh penambahan kalium sorbat pada penyimpanan 56 hari ............................... ..71 Lampiran 10. Analisis ragam hasil uji hedonik pada atribut aftertaste untuk perlakuan pengaruh penambahan kalium sorbat pada penyimpanan 56 hari ................................ ..72 Lampiran 11. Hasil uji t hedonik pada atribut aroma untuk perlakuan pengaruh penyimpanan pada penambahan kalium sorbat 300 ppm.................................................................................... 73
vii
Lampiran 12. Hasil uji t hedonik pada atribut aroma untuk perlakuan pengaruh penyimpanan pada penambahan kalium sorbat 400 ppm.................................................................................... 74 Lampiran 13. Hasil uji t hedonik pada atribut aroma untuk perlakuan pengaruh penyimpanan pada penambahan kalium sorbat 500 ppm.................................................................................... 75 Lampiran 14. Hasil uji t hedonik pada atribut rasa keseluruhan untuk perlakuan pengaruh penyimpanan pada penambahan kalium sorbat 300 ppm ............................................................. 76 Lampiran 15. Hasil uji t hedonik pada atribut rasa keseluruhan untuk perlakuan pengaruh penyimpanan pada penambahan kalium sorbat 400 ppm ............................................................. 77 Lampiran 16. Hasil uji t hedonik pada atribut rasa keseluruhan untuk perlakuan pengaruh penyimpanan pada penambahan kalium sorbat 500 ppm ............................................................. 78 Lampiran 17. Hasil uji t hedonik pada atribut aftertaste untuk perlakuan pengaruh penyimpanan pada penambahan kalium sorbat 300 ppm.................................................................................... 79 Lampiran 18. Hasil uji t hedonik pada atribut aftertaste untuk perlakuan pengaruh penyimpanan pada penambahan kalium sorbat 400 ppm................................................................................... 80 Lampiran 19. Hasil uji t hedonik pada atribut aftertaste untuk perlakuan pengaruh penyimpanan pada penambahan kalium sorbat 500 ppm................................................................................... 81
viii
I.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Kopi diperoleh dari buah tanaman kopi (Coffea sp.) yang termasuk familia Rubiceae. Kata kopi berasal dari bahasa Arab qohwah yang berarti istilah puitis untuk minuman anggur. Kopi memiliki banyak varietas, namun yang umumnya dipasarkan adalah jenis kopi Arabica dan Robusta (Clifford dan Wilson, 1985). Pada akhir abad ke-16 minuman kopi mulai dikenal di daratan Eropa setelah disebarkan oleh para pedagang Timur Tengah. Biji-biji kopi pertama kali tiba di daratan Eropa adalah di Venice (Italia) dari Mekah pada awal-awal tahun 1600-an. Bermula dari sinilah, kemudian komoditi kopi mengalami perkembangan
yang
fantastis,
baik
dari
aspek
budidaya
maupun
pengolahannya. Perkembangan kuliner yang pesat inilah yang akhirnya menjadi faktor penarik bagi pemanfaatan kopi secara masif, khususnya bagi industri pangan (Clifford dan Wilson, 1985). Tantangan
bagi
industri
pangan
saat
ini
adalah
bagaimana
memproduksi dan melakukan inovasi-inovasi terhadap produk pangan yang ada sehingga mampu menghasilkan produk pangan yang murah dengan kualitas yang baik. Selain itu, industri pangan juga dituntut untuk memproduksi makanan atau minuman yang ready to eat atau memiliki tingkat kepraktisan yang tinggi. Minuman kopi dalam kemasan cup adalah salah satu upaya PT Garudafood untuk menjawab tantangan tersebut. Untuk menurunkan biaya produksi sehingga menghasilkan harga jual yang terjangkau oleh konsumen maka diperlukan kombinasi proses produksi yang tepat. Kombinasi pada proses pengolahan pangan lebih dikenal dengan istilah hurdle technology. Salah satu jenis hurdle technology pada penelitian ini adalah dengan penggunaan teknologi pemanasan yang sederhana dikombinasikan dengan bahan pengawet yang sesuai dengan karakteristik produk minuman kopi. Penerapan teknologi kombinasi dilakukan karena penggunaan satu jenis metode pengawetan pada pangan, contohnya penyimpanan suhu rendah,
1
penurunan pH makanan, penurunan aw, pengolahan dengan panas, iradiasi atau menggunakan satu jenis pengawet kimiawi tidak dapat diterapkan pada pangan pada umumnya karena adanya efek merugikan baik dari segi organoleptik ataupun karakteristik teksturalnya. Oleh karenanya, saat ini dikenal istilah hurdle technology yang merupakan kombinasi metode pengawetan dalam rangka pengurangan pada tingkat proses dan pengurangan dalam penggunaan bahan pengawet. Pendekatan dalam hurdle technology ini pada umumnya adalah menemukan interaksi antara penggunaan senyawa pengawet kimiawi dan proses fisik yang paling disukai, atau diantara beberapa bahan pengawet, yang dapat mengurangi resiko pada proses tanpa mengorbankan keamanan atau stabilitas dari pangan itu sendiri (Tilbury, 1982).
B. TUJUAN Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh penambahan bahan pengawet dan perlakuan panas terhadap mutu minuman kopi dalam kemasan cup. Pengujian mutu meliputi uji mikrobiologi dan uji organoleptik. Sasaran yang ingin dicapai adalah diperolehnya gambaran mengenai mutu mikrobiologi dan organoleptik dari minuman kopi dalam kemasan cup.
2
II. KONDISI UMUM PERUSAHAAN
A. SEJARAH PT GARUDAFOOD Grup Garudafood berawal dari sebuah perusahaan keluarga yang bergerak di bisnis kacang garing, yakni PT Tudung Putrajaya. Perusahaan ini didirikan di Pati, Jawa Tengah, oleh almarhum Darmo Putro yang memulai usahanya sebagai produsen tepung tapioka. Sejak tahun 1987, perusahaan mulai serius berkonsentrasi di bisnis kacang garing dengan meluncurkan merek Kacang Garing Garuda, yang belakangan sangat popular di masyarakat dengan sebutan ringkas: Kacang Garuda. Untuk menjamin Kacang Garuda dapat dinikmati oleh konsumen di seluruh pelosok negeri dan tersedia dalam jumlah yang cukup, jaringan distribusi Garudafood terus diperkokoh dengan mendirikan PT Sinar Niaga Sejahtera pada tahun 1994. Sejalan dengan berkembangnya waktu, perusahaan yang tadinya berfungsi sebagai perusahaan pendukung ini akhirnya dapat menjadi profit center tersendiri bagi kelompok usahanya. Seiring kemajuan demi kemajuan yang dicapai produk kacang garingnya, perusahaan terus melakukan inovasi dengan melakukan upaya diversifikasi produk dan penerapan mesin-mesin baru berteknologi modern. Pada tahun 1995, melalui PT Garuda Putra Putri Jaya (PT GPPJ), perusahaan mendirikan pabrik kacang lapis yang meliputi : kacang atom, kacang telur dan kacang madu. Ekspansi ke beragam produk kacang ini ternyata mendapat sambutan hangat dari pasar. Buktinya, meskipun masih baru, daya serap pasar atas produk kacang lapis ini ternyata mampu melampaui prestasi yang dicapai oleh produk kacang garing. Untuk menjamin pasokan bahan baku utama (kacang tanah) yang berkualitas tinggi dan tersedia sesuai kapasitas produksi pabrik, tahun 1996 didirikan PT Bumi Mekar Tani, yang bergerak di bidang perkebunan kacang. Selain memiliki kebun kacang sendiri, untuk menampung hasil panen kacang para petani dengan harga bersaing, perusahaan ini banyak menjalin kerja sama dengan para petani kacang, khususnya di kawasan Jawa Tengah dan Jawa Barat. Dengan demikian, secara aktif perusahaan mengembangkan sistem
3
kemitraan usaha yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Sejumlah industri makanan ringan kini mulai bernaung di bawah payung Garudafood. Sesuai visi dan misinya, kelompok usaha ini tentu saja tidak cepat berpuas diri dengan prestasi yang telah dicapai selama ini. Berbagai inovasi terus dilakukan untuk terus membuat produk-produk baru yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Semua itu dilakukan, tidak lain demi kepuasan yang sebesar-besarnya bagi para konsumen yang merupakan penentu hidup matinya sebuah perusahaan. Kini di atas areal lebih dari 35 hektar yang tersebar di berbagai lokasi, telah berdiri pabrik-pabrik industri Garudafood yang didukung oleh mesin dan peralatan berteknologi modern. Mesin oven yang mencakup drying machine dan roasting machine, misalnya, khusus didatangkan dari Belgia dan Jerman. Selain itu, kini Garudafood juga mulai memesan mesin-mesin yang didisain secara khusus sesuai dengan kebutuhan spesifik dari produk-produk yang dikembangkan. Hal ini tercapai berkat kerjasama yang simultan dan terencana antara Divisi Pemasaran, Divisi Riset, dan Pengembangan serta Divisi Produksi yang pada akhirnya, mampu menyuguhkan beraneka macam produk makanan dan minuman yang inovatif dan berstandar internasional, dengan tetap mengacu kepada selera dan kepuasan pelanggan Sampai saat ini PT Garudafood telah memiliki beberapa divisi, antara lain: -
Divisi Peanuts, Snack di PT GPPJ Pati dan Lampung
-
Divisi Biskuit di PT GPPJ Gresik
-
Divisi Jelly di PT Tri Teguh Manunggal Sejati Tangerang
B. VISI DAN MISI PERUSAHAAN Dalam menjalankan kegiatannya, PT. Garudafood Putra Putri Jaya senantiasa berusaha untuk mengacu pada semangat pendiri yaitu ”Sukses itu lahir dari kejujuran, keuletan, dan ketekunan yang diiringi doa” untuk mencapai visi dan misi perusahaan yang telah ditetapkan. Visi dari perusahaan ini ialah menjadi salah satu perusahaan terbaik di industri makanan dan minuman di Indonesia dalam aspek profitabilitas, penjualan dan kepuasan
4
konsumen melalui karya yang kreatif dan inovatif dari seluruh karyawan yang kompeten. Misi dari PT. Garudafood Putra Putri Jaya ialah: 1. Memuaskan konsumen dengan menyediakan: • Produk-produk makanan dan minuman berkualitas • Produk-produk konsumsi dan layanan berkualitas yang bukan berasal dari bahan-bahan yang merupakan hasil pengorbanan hewan atas kehendak langsung perusahaan 2. Membentuk
komunitas
karyawan
untuk
tumbuh
bersama
dan
mengembangkan kualitas kehidupan, lingkungan kerja dan pekerjaan para karyawan 3. Menciptakan kemanfaatan jangka panjang yang berkesinambungan dalam hubungan antara perusahaan dengan seluruh mitra usaha 4. Meningkatkan nilai tambah bagi pemegang saham dengan menjalankan etika bisnis dan pengelolaan perusahaan yang baik
C. PRODUK YANG DIHASILKAN Berbagai macam produk telah dihasilkan oleh PT. Garudafood antara lain: (1) Produk Peanuts meliputi Ting-Ting, Kacang Atom, Kacang Atom Telor, Kacang Keriting, Kacang Kulit, dan Kacang Kulit Rasa; (2) Produk Jelly meliputi Jelly Bollo Drink dan Okky Jelly Drink; (3) Produk Snack meliputi Keripik Kentang dan Keripik Pisang Leo dan Pilus; (4) Produk Biscuit meliputi Gery Bismart, Gery Bischoc, Gery Cracker Beras, Gery Refill-E, Gery Snack dan Sereal, Gery Soes, Gery Wafer Cream Caramel, Gery Wafer Cream Coklat Vanila, Gery Wafer Cream Saluut Coklat, Wafer Cream Coklat, Wafer Cream Coklat Keju, Gery Chocolatos, Gery Cokluut, Gery Wafer Stick Coklat, Gery Wafer Stick Coklat Keju, Gery Wafer Stick Coklat Susu; dan (5) Produk Beverage meliputi Mountea, Koko Drink, Keffy Tamarin.
5
D. SISTEM PEMASARAN Produk-produk Garudafood didistribusikan oleh PT Sinar Niaga Sejahtera (SNS) yang merupakan Divisi Distribusi dari holding company. Didirikan 1994, peran PT SNS sangat menentukan bagi perkembangan Garudafood. Karena perannya, berbagai macam produk Garudafood bisa diperoleh konsumen di wilayah-wilayah pelosok seluruh Indonesia. Hingga tahun 2006 ini, PT SNS telah memiliki 96 depo, yang melayani hampir 150.000 outlet pelanggan di seluruh Indonesia. Tidak hanya itu, untuk lebih memperluas jaringan, PT SNS juga bermitra dengan subdistributor besar yang tersebar dari Aceh sampai Papua. Dengan kekuatan jaringan serta armada distribusi yang sangat memadai, sejak 1994 PT SNS telah menjadi 5 besar perusahaan distributor FMCG (Food Manufacture Consumer Goods) terbaik untuk kategori makanan dan minuman. Dalam perkembangannya PT SNS kini tidak hanya mendistribusikan produk dari Garudafood, tetapi juga dari principal lain baik untuk produk pangan maupun non pangan.
6
III. TINJAUAN PUSTAKA
A. KOPI Kopi adalah sejenis minuman, biasanya dihidangkan panas, dan dipersiapkan dari biji tanaman kopi yang dipanggang. Saat ini kopi merupakan komoditas nomor dua yang paling banyak diperdagangkan setelah minyak bumi. Total 6,7 juta ton kopi diproduksi dalam kurun waktu 1998-2000 saja. Menurut FAO, diperkirakan pada tahun 2010, produksi kopi dunia akan mencapai 7 juta ton per tahun. Kopi merupakan sumber utama kafein (Anonim, 2007). Jenis kopi yang akan digunakan pada penelitian ini adalah kopi instan. Kopi instan adalah minuman yang merupakan hasil turunan dari biji kopi yang telah mengalami proses pemasakan. Kopi jenis ini diproses melalui proses roasting, grinding, extraction, dan drying sehingga dihasilkan bentuk kopi berupa bubuk atau granula. Kopi ini direhidrasi dengan menggunakan air panas untuk mendapatkan minuman kopi yang serupa dengan kopi masak (Anonim, 2007). Menurut Varnam dan Sutherland (1994), keuntungan kopi instan adalah proses penyajiannya yang mudah dan praktis, umur simpan yang panjang, dan pengurangan dari segi berat dan volume. Walaupun kopi instan memiliki umur simpan yang panjang, akan tetapi dapat dengan mudah rusak bila tidak disimpan dalam kondisi kering. Umumnya, kopi instan memiliki jumlah kafein yang lebih sedikit dan komponen flavor pahit yang tidak disukai lebih terasa dibandingkan dengan kopi jenis lain. Komposisi kimia biji kopi tergantung dari jenis dan varietasnya, serta faktor-faktor lain seperti pemeliharaan tanaman, derajat kematangan dan kondisi penyimpanan. Komposisi kimia dari biji kopi segar dan biji kopi sangrai jenis Arabica dan Robusta, dan kopi instan ditunjukkan dalam Tabel 1.
7
Tabel 1. Komposisi kimia (% bk) biji kopi hijau dan biji kopi sangrai jenis Arabica dan Robusta, serta komposisi kimia kopi instan Arabica
Robusta
Komponen
Kopi instan Kopi hijau
Kopi sangrai
Kopi hijau
Kopi sangrai
Mineral
3.0 - 4.2
3.5 - 4.5
4.0 - 4.5
4.6 - 5.0
9.0 - 10.0
Kafein
0.9 – 1.2
~ 1.0
1.6 – 2.4
~ 2.0
4.5 - 5.1
Trigonelline
1.0 – 1.2
0.5 – 1.0
0.6 – 0.75
0.3 – 0.6
---
12.0 – 18.0
14.5 – 20.0
9.0 – 13.0
11.0 – 16.0
1.5 – 1.6
5.5 – 8.0
1.2 – 2.3
7.0 – 10.0
3.9 – 4.6
5.2 – 7.4
Asam alifatik
1.5 – 2.0
1.0 – 1.5
1.5 – 2.0
1.0 – 1.5
---
Oligosakarida
6.0 – 8.0
0 – 3.5
5.0 – 7.0
0 – 3.5
0.7 – 5.2
50.0 – 55.0a
24.0 – 39.0
37.0 – 47.0a
---
~ 6.5
2.0
0
2.0
0
0
11.0 – 13.0
13.0 – 15.0
11.0 – 13.0
13.0 – 15.0
16.0 – 21.0
---
16.0 – 17.0
---
16.0 – 17.0
15.0
Lemak Asam klorogenat
Total polisakarida Asam amino Protein Humic acids
Keterangan: a) Polisakarida kasar Sumber: Clarke dan Macrae, 1989
8
Pada penelitian ini, minuman kopi dikemas dalam kemasan cup 65 ml berbahan Polypropylene (PP) dan penutupnya berbahan Polyethylene Tereptalat (PET). Menurut SII (1995), syarat mutu minuman kopi dalam kemasan adalah seperti yang tertera pada Tabel 2 Tabel 2. Syarat mutu minuman kopi dalam kemasan No Jenis uji Satuan 1
Persyaratan
Keadaan: a. Bau
-
khas normal
b. Rasa
-
khas normal
c. Warna
-
khas normal
mg/kg
minimum 200
- Sakarin
-
tidak boleh ada
- Siklamat
-
tidak boleh ada
-
sesuai SNI
2
Kafein
3
Bahan tambahan makanan a. Pemanis buatan:
b. Pewarna tambahan
01-0222-95 4
Cemaran logam: a. Timbal (Pb)
mg/kg
maksimum 0.2
b. Tembaga (Cu)
mg/kg
maksimum 2.0
c. Seng (Zn)
mg/kg
maksimum 5.0
d. Timah (Sn)
mg/kg
maks. 40/250 (dalam kemasan kaleng)
5
Cemaran Arsen (As)
mg/kg
maksimum 0.1
6
Cemaran mikroba: koloni/ml
maksimum 102
(ALT)
MPN/ml
<3
b. Koliform
per ml
0
c. Clostridium perfringens
per ml
0
a. Angka
Lempeng
Total
d. Staphylococcus aureus Sumber: SII, 1995
9
Ekstrak kopi diketahui memiliki aktivitas bakterisidal terhadap beberapa mikroorganisme patogen, seperti Staphylococcus aureus, Vibrio spp, dan Aeromonas spp (Varnam dan Sutherland, 1994). Beberapa komponen kimia pada kopi yang diduga dapat bersifat sebagai antimikroba antara lain: kafein yang bersifat fungistatik alamiah, asam klorogenat yang dapat menghambat bakteri gram positif dan gram negatif, komponen fenol yang juga dapat
menghambat
Staphylococcus
pertumbuhan
aureus,
bakteri
Sreptococcus
seperti
enteridis,
dan
Bacillus
subtilis,
Eschericia
coli
(Haryanto, 1986). Sensasi rasa pahit pada kopi disebabkan oleh adanya komponen nitrogen seperti kafein. Kandungan kafein pada biji kopi bervariasi tergantung spesiesnya. Kopi Robusta sangrai mengandung kafein 2.0% bk (basis kering) dan Arabica 1.0% bk. Kandungan gula alami pada biji kopi berkontribusi terhadap pembentukan flavor dan pigmentasi warna selama proses penyangraian. Sedangkan asam volatil seperti asam klorogenat dan asam fosfat berkontribusi terhadap sensasi asam. Selain itu asam klorogenat juga dapat menimbulkan rasa seperti logam yang melekat, sehingga kopi jenis Arabica yang memiliki kandungan asam klorogenat yang lebih rendah diklaim memiliki kualitas yang lebih bagus dibandingkan kopi Robusta (Varnam dan Sutherland, 1994).
B. HURDLE TECHNOLOGY Hurdle technology atau teknologi kombinasi adalah metode yang mengkombinasikan dua atau lebih metode pengawetan pada level yang lebih rendah dibandingkan bila pengawetan tersebut dilakukan dengan metode pengawetan tunggal. Tidak ada faktor tunggal yang bertanggung jawab untuk membuat produk stabil, melainkan hasil stabilitas produk diperoleh dengan mengsinergikan beberapa metode pengawetan (Tilbury, 1982). Pada pengawetan pangan secara tradisional, seperti pada produk daging asap dan selai, digunakan beberapa faktor pengawetan yang dikombinasikan untuk memastikan keamanan mikrobiologi dan stabilitas dari produk pangan tersebut. Pada pembuatan selai, kombinasi faktor yang
10
digunakan adalah pemanasan, penurunan aw, dan pH rendah. Faktor-faktor pengawetan ini juga dapat mempengaruhi karakteristik sensori produk dan memberikan kontribusi terhadap flavor, tekstur atau warna pada produk (Fellows, 2000). Konsep mengkombinasikan beberapa faktor untuk mengawetkan produk pangan telah dikembangkan menjadi efek hurdle, yaitu bahwa masingmasing
faktor
adalah
rintangan
(hurdle)
yang
harus
diatasi
oleh
mikroorganisme. Berawal dari sinilah istilah hurdle technology menjadi populer dalam pengolahan pangan. Teknologi kombinasi juga dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas produk pangan dan juga dapat bertujuan memperoleh teknik pengawetan pangan yang ekonomis (Fellows, 2000). Efek hurdle menggambarkan keberhasilan dalam mengkombinasikan beberapa faktor seperti nilai F (proses pemanasan), t (chilling), aw, pH, bahan pengawet, dan flora pada produk pangan yang bersifat kompetitif (contohnya bakteri asam laktat). Saat ini industri pangan telah menyadari akan berhasilnya aplikasi teknologi kombinasi daam hal menghasilkan produk pangan yang stabil selama penyimpanan dan aman (Leistner dan Russel, 1991). Menurut Tilbury (1982), pendekatan dalam hurdle technology ini pada umumnya adalah menemukan interaksi antara penggunaan senyawa pengawet kimiawi dan proses fisik yang paling disukai, atau diantara beberapa bahan pengawet, yang dapat mengurangi resiko pada proses tanpa mengorbankan keamanan atau stabilitas dari pangan itu sendiri. Teknologi pengawetan untuk produk minuman kopi dalam kemasan dapat dilakukan dengan kombinasi penambahan bahan pengawet dan perlakuan panas dengan suhu di bawah 100oC.
C. BAHAN PENGAWET Pangan sangat mudah rusak secara alami, dimana perubahan dapat terjadi pada makanan selama pengolahan dan penyimpanan. Untuk memperpanjang umur simpan produk pangan dapat dilakukan pengawetan, misalnya pengolahan dengan panas seperti pasteurisasi dan sterilisasi,
11
penambahan bahan pengawet, dan pengawetan dengan pendinginan dengan tujuan
untuk
mencegah,
menghilangkan
atau
menghambat
aktivitas
mikroorganisme atau enzim yang tidak diinginkan. Bahan pengawet termasuk ke dalam bahan aditif, yaitu bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu. Selain pengawet, yang termasuk bahan aditif antara lain pewarna, pemanis, penyedap rasa dan aroma, pemantap, antioksidan, pengemulsi, antigumpal, pemucat, dan pengental (Winarno, 1994). Menurut Desrosier (1983), bahan aditif adalah substansi bukan gizi yang ditambahkan ke dalam bahan pangan dengan sengaja dan dalam jumlah yang kecil dengan maksud tertentu. Bahan pengawet atau disebut juga senyawa antimikroba didefinisikan sebagai bahan tambahan makanan untuk mencegah kebusukan dan keracunan oleh mikroorganisme pada bahan pangan. Antimikroba merupakan senyawa biologis atau kimia yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba (Wijaya, 2006). Berdasarkan batasan konsentrasi penggunaannya, terdapat dua jenis zat pengawet yaitu GRAS (Generally Recognize as Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik misalnya garam, gula, lada, dan asam cuka. Sedangkan jenis lainnya yaitu zat pengawet yang dibatasi oleh ADI (Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) demi menjaga/melindungi kesehatan konsumen (Wijaya, 2006). Bahan pengawet antimikroba yang ideal memiliki persyaratan sebagai berikut:
Memiliki
spektrum
yang
luas
(mampu
membunuh
bakteri/kapang/khamir)
Tidak beracun terhadap manusia dan hewan
Ekonomis
Tidak menyebabkan perubahan aroma dan rasa
Tidak mendorong pertumbuhan strain baru yang lebih resisten
Lebih bersifat membunuh
12
Pengawet berfungsi untuk memperpanjang umur simpan suatu produk pangan, dalam hal ini bekerja menghambat pertumbuhan mikroba. Oleh karena itu sering pula disebut sebagai senyawa antimikroba (Wijaya, 2006). Bahan pengawet yang digunakan dalam penelitian ini adalah kalium sorbat.
D. KALIUM SORBAT Menurut Branen dan Davidson (1993), sorbat efektif dalam melawan kapang, khamir dan banyak jenis bakteri. Penggunaan sorbat tidak berpengaruh terhadap flavor dan aroma produk. Selain itu sorbat juga tidak bereaksi dengan bahan pangan membentuk senyawa kompleks sehingga tidak mempengaruhi bioavalibility dari mineral. Tidak seperti pengawet organik lainnya, bentuk terdisosiasi dari sorbat juga memiliki aktivitas antimikroba meskipun jauh lebih kecil.
1. Sifat Fisik Kimia Asam sorbat berupa asam dan garamnya (natrium, kalsium, dan kalium), asam ini berbentuk bubuk, dapat larut dalam asam dan garam, memiliki sifat antimikroba yang kuat. Asam ini biasanya digunakan dalam bentuk garam natrium dan kaliumnya. Kalium sorbat memiliki kelarutan yang lebih besar daripada bentuk asamnya, sehingga bentuk garamnya lebih sering digunakan (Branen dan Davidson, 1993). Kalium sorbat merupakan garam kalium dari asam sorbat yang lebih larut dibandingkan asamnya namun juga dapat menyebabkan iritasi. Kalium
sorbat
(2,4-Hexadoic
acid
Potassium
salt),
CH3CH=CHCH=CHCOOK, merupakan bubuk putih, halus, sangat larut dalam air 139.2 g/100 ml pada suhu 20oC. Kalium sorbat umumnya digunakan dalam produk keju, wine, mentega, yoghurt, pikel, buah kering, dan kue. Kalium sorbat adalah jenis bahan pengawet organik yang efektivitasnya dipengaruhi oleh pK yang merupakan jarak pH tertentu yang diharapkan suatu antimikroba efektif menjalankan fungsinya. Hal lain yang juga mempengaruhi efektifitas bahan pengawet organik adalah tingkat kelarutannya dalam produk (Wijaya, 2006).
13
Kelarutan asam sorbat pada suhu ruang adalah 0.15 g/100 ml air. Kelarutan akan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu atau pH larutan, atau keduanya. Garam dari asam sorbat, seperti kalium sorbat, lebih banyak ditemukan aplikasinya pada produk pangan karena tingkat kelarutannya yang lebih tinggi dibandingkan bentuk asamnya. Berat molekul kalium sorbat adalah 150.22, dan merupakan bentuk yang paling bagus kelarutannya dibandingkan garam sorbat yang lain (Branen dan Davidson, 1993). Sorbat yang terdapat dalam larutan lebih bersifat tidak stabil dan dapat terdegradasi karena reaksi oksidasi dibandingkan dengan sorbat dalam bentuk bubuk keringnya. Reaksi oksidasi asam sorbat dapat menghasilkan komponen-komponen karbonil seperti crotonaldehyde, malonaldehyde, acetaldehyde, dan ß-carboxylactolein (Branen dan Davidson, 1993). Laju oksidasi sorbat dalam larutan meningkat dengan semakin rendahnya pH dan adanya cahaya dan asam atau dengan meningkatnya suhu. Oksidasi dan hilangnya asam sorbat dapat dihambat dengan penambahan antioksidan dan penggunaan bahan pengemas yang sesuai, serta kondisi yang kedap udara. Hilangnya sorbat yang telah ditambahkan ke dalam bahan pangan selama penyimpanan dipengaruhi oleh jumlah sorbat yang ditambahkan, pH dan karakteristik produk pangan, kondisi proses, keberadaan bahan pengawet lain, bahan pengemas, suhu dan waktu penyimpanan (Branen dan Davidson, 1993). Pada umumnya, hampir tidak mungkin untuk menurunkan pH suatu produk pangan sampai pada batas tidak ada mikroba yang bisa tumbuh didalamnya, khususnya apabila produk tersebut dituntut memiliki sifat organoleptik yang dapat diterima. Oleh karenanya, bahan pengawet organik ini biasanya dalam penggunaannya dikombinasikan dengan perlakuan subletal, seperti perlakuan dengan panas (heat treatment) (Branen dan Davidson, 1993).
14
2. Aktivitas Antimikroba Aktivitas antimikroba kalium sorbat hanya 74% dari asam sorbat, sehingga untuk memperoleh hasil yang sama dibutuhkan kalium sorbat dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Namun demikian, penggunaan kalium sorbat dalam produk pangan lebih luas dibandingkan asam sorbat karena kelarutannya yang lebih baik. Asam sorbat sangat efektif menekan pertumbuhan kapang dan tidak mempengaruhi citarasa makanan pada tingkat penambahan yang diperbolehkan. Diperkirakan asam sorbat menganggu aktivitas enzim dehidrogenase asam lemak mikroba pada awal aktivitasnya (Branen dan Davidson, 1993). Menurut Branen dan Davidson (1993), kalium sorbat aktif menghambat pertumbuhan kapang dan khamir tetapi efektif juga menghambat pertumbuhan bakteri. Beberapa mikroorganisme yang dapat dihambat oleh kalium sorbat dapat dilihat pada Tabel 3. Secara keseluruhan sorbat dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif, gram negatif, katalase positif, katalase negatif, aerob, anaerob, mesofil, psikrofil, mikroba pembusuk dan mikroba patogen. Efek yang ditimbulkan sorbat terhadap bakteri pembentuk spora adalah dapat menekan germinasi spora, pertumbuhan spora dan atau pembelahan sel-sel vegetatif. Kalium sorbat efektif digunakan hingga pH 6.5 dan semakin efektif dengan semakin rendahnya pH media. Asam sorbat dan garamnya meningkat aktifitasnya sebagai senyawa antimikroba dengan menurunnya pH, dalam keadaan tidak terdisosiasi memiliki keaktifan yang paling tinggi dalam menghambat pertumbuhan mikroba. Asam sorbat tergolong asam lemak monokarboksilat yang berantai lurus dan memiliki ikatan tak jenuh. Bentuk yang digunakan umumnya garam natrium dan kalium sorbat yang memiliki aktivitas tinggi untuk menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri. Batas optimal efektivitasnya sekitar pH 6.5 dan aktivitasnya menurun dengan meningkatnya pH (Winarno, 1994). Menurut Winarno dan Betty (1974), daya kerja bahan pengawet umumnya adalah dengan cara: (1) mengganggu cairan nutrien (zat gizi)
15
dalam sel mikroba atau merusak sel membran, (2) mengganggu aktivitas enzim-enzim yang ada, (3) mengganggu sistem genetika dari mikroba. Adapun mekanisme dari asam sorbat adalah jika asam sorbat disebut HA akan terionisasi menjadi H+ A- di luar sel, namun tidak semua HA terdisosiasi, bahkan sebagian besar HA tersebut memasuki isi sel melalui membran sel dalam keadaan tidak terionisasi sehingga di dalam sel akan terurai menjadi H+ A- dengan keseimbangan yang tidak sama. Terjadinya penumpukan
dan
peningkatan
H+
dan
A- sangat
mengganggu
keseimbangan elektrolit mikroba sehingga diusahakan agar H+ A- keluar dari isi sel. Pengeluaran H+ dan A- tersebut ”menguras” energi mikroba (ATP) dan merusak sistem metabolisme sehingga pertumbuhan terhenti, bahkan mikroba tersebut dapat mati. Interaksi sorbat dengan perlakuan panas dapat menyebabkan kecepatan dan jumlah mikroba yang dibunuh meningkat selama proses pemanasan, demikian halnya dengan mikroba yang memiliki kemampuan dorman dan mampu pulih akibat proses pemanasan (Sofos, 1993). Sorbat dapat meningkatkan aktivasi dan pembunuhan spora, dan juga dapat menghambat pulih dan tumbuhnya kembali mikroba tahan panas. Interaksi antara sorbat dengan proses panas merupakan interaksi yang sinergis dalam menghambat pertumbuhan mikroba (Branen dan Davidson, 1993).
16
Tabel 3. Mikroorganisme yang dapat dihambat oleh kalium sorbat (
Kapang Khamir Alternaria Brettanomyces Aschochyta Candida Aspergillus Cryptococcus Botrytis Debaryomyces Cephalosporium Endomycopsis Chaetomium Hansenula Cladosporium Kloeckera Colletotrichum Picia Cunninghamella Rhodotorula Curvularia Saccharomyces Fusarium Sporobolomyces Geotrichum Torulaspora Gliocladium Torulopsis Helminthosporium Zygosaccharomyces Heterosporium Humicola Monilia Mucor Penicillium Phoma Pepularia Pestalotiopsis Pullularia Rhizoctonia Rhizopus Resellinia Sporotrichum Trichoderma ( Truncatella Sumber: Sofos dan Busta, 1993
Bakteri Acetobacter Achromobacter Acinetobacter Enterobacter Aeromonas Alcaligenes Alteromonas Arthrobacter Bacillus Campylobacter Clostridium Eschericia Klebsiella Lactobacillus Listeria monocytogenes Micrococcus Moraxella Mycobacterium Pediococcus Proteus Pseudomonas Salmonella Serratia Staphylococcus Vibrio Yersinia
3. Keamanan untuk Digunakan Berbagai percobaan menunjukkan bahwa sorbat merupakan salah satu pengawet antimikroba yang paling aman bahkan pada level yang melebihi penggunaan normal pada bahan pangan. Bila dibandingkan dengan asam benzoat, asam sorbat memiliki toksisitas yang lebih rendah daripada asam benzoat. Kalium sorbat banyak digunakan untuk menjaga kesegaran didalam cairan suplemen dan dinyatakan sebagai GRAS (Generally
Recognize
as
Safe)
oleh
FDA
(Food
Drugs
and
Administration) dan The Center for Science in the Public Interest. Di
17
Amerika Serikat bahan pengawet ini telah digunakan pada lebih dari 70 jenis produk pangan (Branen dan Davidson, 1993). Di Indonesia, pemakaian sorbat diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/menkes/Per/IX/88 tahun 1992. Berdasarkan peraturan tersebut, batas maksimum penggunaan kalium sorbat pada minuman non karbonasi adalah 1000 ppm. Berbagai penelitian mengenai asam sorbat telah banyak dilakukan, dan salah satunya menunjukkan bahwa asam sorbat memiliki tingkat toksisitas yang sangat kecil. Percobaan lainnya menunjukkan bahwa konsumsi asam sorbat sampai 10% masih dapat ditoleransi dengan hanya sedikit efek yang ditimbulkan (Tilbury, 1982).
E. PROSES PEMANASAN Proses termal yang paling sederhana telah diterapkan sejak zaman purbakala, yaitu pada saat api mulai digunakan orang untuk membakar hasil buruan mereka. Tanpa dapat dijelaskan secara ilmiah pada saat itu, hewan yang telah dibakar menjadi lebih mudah dikunyah dan lebih lezat dimakan. Dengan bantuan panas dari api ini pula daging yang telah terbakar menjadi lebih awet dan dapat disimpan untuk beberapa saat. Sejarah aplikasi proses termal untuk pengawetan pangan sesungguhnya baru dimulai pada saat Nicholas Appert dari Perancis memasukan bahan pangan kedalam botol gelas, kemudian menutup dan memanaskannya didalam air mendidih. Ternyata bahan pangan yang diperlakukan seperti ini tidak busuk, dan Appert kemudian mengumumkan penemuannya ini pada tahun 1810. Meskipun dia percaya bahwa kombinasi panas dengan pembuangan udara telah mencegah bahan pangan menjadi rusak, Appert tetap tidak dapat menjelaskan mengapa metodenya ini berhasil. Baru 50 tahun kemudian, Louis Pasteur menunjukkan bahwa mikroba tertentu bertanggung jawab terhadap proses fermentasi dan kebusukan. Dengan penemuan Pasteur ini kemudian keberhasilan metode Appert dapat dijelaskan (Kusnandar et al., 2006). Pada tahap awal komersialisasi metode Appert dalam bentuk proses pengalengan pangan, masih banyak terjadi masalah kebusukan kaleng yang
18
tidak dapat dipecahkan. Penemuan yang dianggap sangat berharga untuk memecahkan masalah ini adalah hasil riset yang dilakukan di Massachusetts Institute of Technology tahun 1895 yang menyimpulkan bahwa ketidak cukupan panas untuk memusnahkan mikroba adalah penyebabnya (Fardiaz, 1996). Kecukupan panas selanjutnya diartikan sebagai kombinasi penggunaan suhu (T) dan waktu (t) yang sesuai untuk memusnahkan mikroba (Kusnandar et al., 2006). Kecukupan panas dapat diperoleh dengan memberikan perlakuan panas pada suhu yang lebih tinggi dalam waktu yang lebih singkat, atau sebaliknya. Sejak saat itu dan selanjutnya percobaan dan perhitungan kecukupan panas dijadikan dasar dalam penetapan proses pengalengan pangan (schedule process) (Kusnandar et al., 2006). Dua cara umum untuk melawan mikroba penyebab kebusukan atau mikroba patogen penyebab penyakit karena makanan (foodborne diseases) adalah
(1)
menghambat
atau
mencegah
pertumbuhannya,
dan
(2)
memusnahkannya (Fardiaz, 1996). Menghambat atau mencegah pertumbuhan mikroba dapat dilakukan dengan membuat suasana lingkungan sedemikian rupa sehingga mikroba dalam keadaan terganggu dan stres serta tidak mampu untuk memperbanyak dirinya. Cara-cara konvensional seperti pendinginan atau pembekuan, penurunan aktivitas air (aw) melalui pengeringan atau penggaraman, pengasaman, dan penggunaan bahan pengawet sampai saat ini masih merupakan cara-cara penting yang terus dipraktekkan. Meskipun demikian cara-cara yang lebih maju sudah diperkenalkan seperti penggunaan CO2 dalam kemasan dengan atmosfir termodifikasi (carbon dioxide enriched modified atmosphere packaging), penambahan produk-produk kultur mikroba seperti asam organik dan bakteriosin, dan hurdle technology yaitu pengunaan cara kombinasi yang memberikan derajat pengawetan yang dibutuhkan tanpa menggunakan satu cara yang ekstrim (Leistner, 1995). Cara-cara pengawetan ini sifatnya menghambat, maka terjadinya perubahan terhadap lingkungan yang sudah diatur ini memungkinkan mikroba yang tahan terhadap stres menjadi aktif kembali.
19
Cara pemusnahan mikroba yang dapat dilakukan antara lain: proses termal, irradiasi, tekanan osmotik tinggi (Knorr, 1995), listrik bertegangan tinggi (Sitzmann, 1995), dan kombinasi ultra sonik, panas, dan tekanan (Sala et al., 1995) dari berbagai cara pemusnahan mikroba ini, proses termal merupakan cara yang paling umum digunakan. Karena sifatnya memusnahkan mikroba, maka dengan menggunakan proses ini ada jaminan bahwa mikroba yang telah mati tidak akan pernah aktif kembali. Walaupun ada mikroba yang ditemukan pada produk pangan yang diproses dengan cara ini, maka kemungkinan besar hal ini terjadi karena adanya kontaminasi. Keberhasilan penuh dari processing yang melibatkan panas pada produk pangan adalah terpenuhinya kecukupan panas untuk inaktivasi mikroba yang menyebabkan kebusukan dan keracunan. Untuk itu perlu diketahui sejauh mana ketahanan mikroba terhadap panas untuk dapat tercapai pada kombinasi suhu dan waktu yang tepat (Holdworth, 1997). Ketahanan panas mikroorganisme biasanya dinyatakan dengan istilah waktu reduksi termal (decimal reduction time) atau waktu yang dibutuhkan pada suhu tertentu untuk menurunkan jumlah sel atau spora sebesar satu siklus log, atau waktu yang diperlukan pada suhu tertentu untuk membinasakan organisme atau sporanya yang disebut dengan nilai D. Sedangkan nilai z suatu organisme atau spora adalah selang suhu terjadinya penambahan atau pengurangan sepuluh kali lipat dalam waktu yang dibutuhkan baik untuk menurunkan sampai 90% atau pembinasaan seluruhnya (Heldman dan Singh, 2001). Menurut Supardi dan Sukamto (1999), ketahanan panas mikroba dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain adalah : (a) umur dan keadaan organisme sebelum dipanaskan, (b) komposisi medium bagi suatu organisme atau spora itu tumbuh terutama adanya garam, zat pengawet, lemak dan minyak, dan bahan penghambat lainnya serta adanya spora yang masih terdapat setelah pemanasan, (c) pH dan aw medium waktu pemanasan, dan (d) suhu pemanasan. Sejumlah kapang dan khamir terdapat pada sari buah yang dibuat dari konsentrat (aw rendah). Kapang lebih dominan pada jenis konsentrat, tetapi
20
pada buah dan sayur dengan aw tinggi, bakteri umumnya mengambil peran pertama merusak dalam fermentasi, kemudian diikuti kapang dan khamir (Gilliland, 1986). Khamir bersama sporanya dapat dieliminasi dengan mudah pada proses pasteurisasi tetapi kapang yang berspora perlu pemanasan lebih lama jika produk berupa konsentrat (Frazier dan Westhoff, 1978). Pengolahan pangan dengan suhu tinggi atau proses termal adalah penggunaan panas untuk membunuh atau menginaktifkan mikroorganisme yang dapat menyebabkan kebusukan produk pangan yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Pengolahan dengan suhu tinggi melibatkan proses pemanasan pada berbagai variasi suhu dan waktu. Prosesnya sendiri dapat dilakukan dalam sistem batch (in-container sterilization) atau dengan sistem kontinyu (aseptic processing). Tujuan utama dari proses pengolahan dengan suhu tinggi ini adalah untuk memperpanjang daya awet produk pangan yang mudah rusak dan meningkatkan keamanannya selama disimpan dalam jangka waktu tertentu (Kusnandar et al., 2006). Pengolahan dengan suhu tinggi juga dapat mempengaruhi mutu produk, seperti memperbaiki mutu sensori, melunakkan produk sehingga mudah dikonsumsi, dan menghancurkan komponen-komponen yang tidak diperlukan (seperti komponen tripsin inhibitor dalam biji-bijian). Namun demikian, bila proses pemanasan dilakukan secara berlebihan, maka dapat menyebabkan kerusakan komponen gizi (seperti vitamin dan protein) dan penurunan mutu sensori (rasa, warna, dan tekstur) (Kusnandar et al., 2006). Berdasarkan pada kriteria suhu, waktu, dan tujuan pemanasan, proses pengolahan pangan dengan suhu tinggi dapat dibagi menjadi beberapa operasi, yaitu proses blansir (blanching), proses pasteurisasi, sterilisasi dan hot filling. Selain itu, proses pemanasan suhu tinggi juga diterapkan untuk keperluan umum lainnya, seperti pemasakan/cooking, penghangatan kembali/rewarming dan pelelehan/thawing makanan (Kusnandar et al., 2006). Pada penelitian ini akan digunakan metode pemanasan dengan suhu di bawah 100oC yaitu dengan metode pasteurisasi. Menurut Kusnandar et al., (2006), proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan dengan suhu relatif cukup rendah (umumnya dilakukan
21
pada suhu di bawah 100oC) dengan tujuan untuk mengurangi populasi mikroorganisme pembusuk sehingga bahan pangan yang dipasteurisasi tersebut akan mempunyai daya awet beberapa hari sampai beberapa bulan. Walaupun
proses
ini
hanya
mampu
membunuh
sebagian
populasi
mikroorganisme, namun pasteurisasi ini sering diaplikasikan terutama jika: 1. Dikhawatirkan bahwa penggunaan panas yang lebih tinggi akan menyebabkan terjadinya kerusakan mutu. 2. Tujuan utama proses pemanasan hanyalah untuk membunuh mikroorganisme patogen (penyebab penyakit), atau inaktivasi enzim-enzim yang dapat merusak mutu. 3. Diketahui bahwa mikroorganisme penyebab kebusukan yang utama adalah mikroorganisme yang sensitif terhadap panas. 4. Akan digunakan cara atau metode pengawetan lainnya yang dikombinasikan
dengan proses
pasteurisasi,
sehingga sisa
mikroorganisme yang masih ada setelah proses pasteurisasi dapat dikendalikan
dengan
metode
pengawetan
lain
seperti:
pendinginan, pengemasan yang tertutup rapat, penggunaan bahan pengawet antimikroba, dan lain-lain. Secara umum tujuan utama pasteurisasi adalah untuk memusnahkan sel-sel vegetatif dari mikroba patogen, pembentuk toksin dan pembusuk. Beberapa mikroba yang dapat dimusnahkan dengan perlakuan pasteurisasi adalah bakteri penyebab penyakit, seperti Mycobacterium tuberculosis (penyebab penyakit TBC), Salmonella (penyebab kolera dan tifus) serta Shigella dysenteriae (penyebab disentri). Di samping itu, pasteurisasi juga dapat memusnahkan bakteri pembusuk yang tidak berspora, seperti Pseudomonas,
Achromobater,
Lactobacillus,
Leuconostoc,
Proteus,
Micrococcus dan Aerobacter serta kapang dan khamir (Doyle et al., 1997). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa proses pasteurisasi secara umum dapat mengawetkan produk pangan dengan adanya inaktivasi enzim dan pembunuhan mikroorganisme yang sensitif terhadap panas (terutama
22
khamir, kapang dan beberapa bakteri yang tidak membentuk spora), tetapi hanya sedikit menyebabkan perubahan/penurunan mutu gizi dan organoleptik. Keampuhan proses pemanasan dan peningkatan daya awet yang dihasilkan dari proses pasteurisasi ini dipengaruhi oleh karakteristik bahan pangan, terutama nilai pH. Kondisi dan tujuan pasteurisasi dari beberapa produk pangan dapat berbeda-beda, tergantung dari pH produk. Pada prinsipnya, bahan pangan dapat dipasteurisasi pada saat sesudah dikemas maupun sebelum dikemas. Jika bahan pangan dikemas dalam kemasan cup atau gelas, maka air panas sering digunakan sebagai medium pemanas untuk mengurangi kemungkinan terjadinya pecah (thermal shock), yaitu pecah karena adanya perubahan suhu secara mendadak. Perbedaan suhu maksimum antara bahan kemasan gelas dan air biasanya berkisar 20oC pada proses pemanasan dan 10oC untuk proses pendinginan (Kusnandar et al., 2006). Pasteurisasi dengan menggunakan air panas dapat dilakukan secara operasi batch ataupun secara sinambung (continuous). Peralatan pasteurisasi paling sederhana hanya berupa bak air panas (waterbath) pada suhu yang telah ditentukan, dimana bahan pangan yang akan dipasteurisasi dicelupkan ke dalam air panas tersebut selama selang waktu yang telah ditentukan. Jika pemanasan telah tercapai, maka produk tersebut diangkat dan kemudian dicelupkan ke dalam bak lain yang berisi air dingin.
23
IV. METODOLOGI
A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah kopi bubuk, gula, lygomme KCT 56, creamer, pemanis buatan, pewarna karamel, flavor, kalium sorbat, nisin, metil paraben, propil paraben. Bahan baku untuk keperluan analisis mikrobiologi adalah media BPW Merck (Buffered Peptone Water), PCA Merck (Plate Count Agar), dan air akuades. Seluruh bahan baku disediakan oleh PT Garudafood. Alat-alat yang digunakan selama melakukan magang penelitian ini antara lain hot plate, gelas piala 2000 ml, stirrer, spatula, wadah untuk menimbang, timbangan analitik, kemasan cup, waterbath, thermocouple, keranjang, autoclave, laminar flow, erlenmeyer, tabung untuk larutan pengencer, cawan petri, pipet steril dan bunsen. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini disediakan oleh PT Garudafood.
B. METODE PENELITIAN 1. Penelitian pendahuluan a.
Verifikasi bahan pengawet Verifikasi ini dilakukan untuk memperoleh satu pengawet terpilih yang akan digunakan pada penelitian utama (Gambar 1). Verifikasi dilakukan melalui studi literatur untuk memilih beberapa bahan pengawet yang efektif pada produk pangan ber-pH tinggi, memiliki daya larut yang baik dan spektrum antimikroba yang luas. Setelah itu, pengawet terpilih diaplikasikan pada produk minuman kopi pada tiga level konsentrasi dan diuji atribut organoleptiknya dengan metode FGD (Focus Group Discussion) dengan 5 orang penelis terlatih. Uji organoleptik dengan metode FGD ini dilakukan untuk memperoleh persamaan deskripsi organoleptik dan memilih pengawet yang penerimaan organoleptiknya paling bagus. Proses verifikasi dilanjutkan dengan menerapkan barrier isu
24
keamanan pangan terhadap bahan pengawet yang lolos dalam seleksi FGD. Studi literatur Hasil Beberapa bahan pengawet
FGD (Focus Group Discussion) dengan 5 orang panelis
Barrier isu keamanan yang sedang berkembang Hasil Satu pengawet terpilih Gambar 1. Alur verifikasi bahan pengawet
b.
Verifikasi kemasan cup terhadap perlakuan panas Verifikasi dilakukan dengan mensimulasikan produksi minuman kopi dalam kemasan cup, kemudian dimasukkan seluruh produk yang dihasilkan yaitu sebanyak 33 cup (1 batch produksi) ke dalam waterbath suhu 95ºC. Selanjutnya setiap 5 menit diambil 3 cup minuman kopi untuk dilihat penampakan kemasannya sampai menit ke 45. Selain itu, dilakuan perlakuan shock cooling untuk mengetahui kekuatan bahan pengemas.
c.
Verifikasi mikrobiologi bahan baku Verifikasi ini dilakukan untuk mengetahui jumlah mikroba awal pada bahan baku pembuatan minuman kopi. Uji mikrobiologi yang dilakukan adalah uji Total Plate Count (TPC) (Fardiaz, 1993).
25
2. Penelitian Utama Penelitian utama bertujuan mengetahui efek perlakuan penambahan pengawet dan perlakuan panas terhadap mutu minuman kopi dalam kemasan cup dari aspek mikrobiologis dan aspek sensorinya. Proses pembuatan minuman kopi dalam kemasan cup dapat dilihat pada Gambar 2. Penerimaan Bahan Baku
Bahan baku
Air Dimasak hingga suhu 90-95oC
Ditimbang
Dicampur Dimasak (suhu 95oC)
Filling Sealing Penyusunan dalam keranjang
Pasteurisasi 95 oC (tergantung nilai Fo 20, 30, 40 menit) Pendinginan hingga suhu di bawah 45oC (5 menit) Penyusunan cup dalam kardus Penyimpanan
26
Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan minuman kopi dalam kemasan cup Perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini adalah: 1) Bahan pengawet : Konsentrasi a = a.1 Konsentrasi b = b.1 Konsentrasi c = c.1 2) Perlakuan panas Nilai Fo : a menit, b menit, c menit Pengamatan yang dilakukan meliputi pH, oBrix, Total Plate Count (TPC), dan uji organoleptik berupa uji hedonik. Deskripsi pengamatan yang akan dilakukan:
a.
Pengukuran pH (Apriyantono, 1989) Pengukuran
pH
minuman
kopi
dilakukan
dengan
menggunakan alat pH meter, dimana sebelum pengukuran dilakukan kalibrasi (Gambar 3) dengan menggunakan buffer pH 4 dan pH 7. Dinyalakan pH meter Dibilas elektroda dengan aquades, dikeringkan dengan kertas tissue Dicelupkan elektroda dalam larutan buffer, set pengukuran pH Dibiarkan elektroda beberapa saat sampai setimbang dengan larutan buffer sehingga diperoleh pembacaan yang stabil.
Gambar 3. Diagram alir standardisasi pH meter
27
Kemudian dilakukan pengukuran pH seperti dapat dilihat pada Gambar 4. Nilai pH larutan medium dilakukan dengan mengukur langsung sampel minuman kopi. Distandardisasi pH meter Dibilas elektroda dengan aquades, keringkan elektroda dengan tissue Dicelupkan elektroda pada sampel Dibiarkan elektroda beberapa saat sampai diperoleh pembacaan yang stabil Dicatat pH sampel Gambar 4. Diagram alir pengukuran pH
b.
Pengukuran oBrix Pengukuran
o
Brix
larutan
contoh
dilakukan
dengan
menggunakan alat refraktometer (Gambar 5). Pengukuran
o
Brix
sampel ini juga dilakukan untuk mengetahui kadar gula larutan contoh secara kasar. Dibilas refraktometer dengan aquades Dibersihkan dengan tissue Diteteskan sampel sebanyak 1-2 tetes pada refraktometer Diamati dan dicatat nilai oBrix yang diamati Gambar 5. Diagram alir pengukuran oBrix
28
c.
Uji Total Mikroba (Fardiaz, 1993) Contoh dengan beberapa pengenceran tertentu dimasukkan ke dalam cawan petri steril, kemudian ke dalam cawan tersebut dituang media PCA steril yang telah didinginkan hingga suhunya 47-50oC sebanyak 15-20 ml. Inkubasi dilakukan pada suhu 35oC selama 24-48 jam. Total mikroba ditetapkan dengan SPC (Standard Plate Count). Pengujian dilakukan pada sampel minuman kopi untuk semua perlakuan pada penyimpanan 0 hari, 14 hari, 28 hari, 42 hari, dan 56 hari. Diagram alir uji total mikroba disajikan pada Gambar 6. Diambil sampel Diencerkan sampai tingkat pengenceran tertentu atau yang dikehendaki Dari tingkat pengenceran yang diinginkan dilakukan pemupukan pada cawan steril, kemudian ke dalam cawan tersebut ditambahkan media PCA cair (suhu 45oC) yang sudah disterilkan sekitar 15 ml Dilakukan pencampuran dengan cara cawan diputar membuat angka delapan secara perlahan-lahan dan dibiarkan sampai agar membeku Diinkubasikan cawan (setelah agar membeku ) terbalik pada suhu 30-35oC selama 24-48 jam Dinyatakan koloni pada media PCA dengan total mikroba kapang, khamir, dan bakteri Gambar 6. Diagram alir uji total mikroba
29
Total mikroba kemudian ditentukan dengan menggunakan rumus: Jumlah mikroba (CFU / ml) =
jumlah koloni ----------------------------------((n1 x 0,1) + (n2 x 0,01)) x d
Keterangan : n1 : jumlah ulangan pada tingkat pengenceran pertama n2 : jumlah ualangan pada tingkat pengenceran kedua d : Tingkat pengenceran terendah dari mikroba yang dihitung
d.
Uji Organoleptik (Soekarto, 1985) Uji organoleptik yang digunakan adalah uji hedonik terhadap produk minuman kopi yang memiliki nilai SPC memenuhi standar SII tahun 1995 mengenai syarat mutu angka lempeng total untuk minuman kopi dalam kemasan, yaitu maksimum 102 koloni/ml. Tujuan uji ini untuk mengetahui kesukaan panelis terhadap atribut aroma, rasa keseluruhan, dan aftertaste dari minuman kopi dalam kemasan cup pada penyimpanan 0 hari dan 56 hari. Panelis diminta menyatakan kesukaannya dalam 5 skala penilaian: sangat tidak suka (1), tidak suka (2), netral (3), suka (4), dan sangat suka (5). Hasil yang diperoleh diolah secara statistik dengan Univariate Analysis of Variance dan Paired-Samples T Test.
Univariate
Analysis of Variance dilakukan untuk mengetahui perbedaan nyata terhadap atribut aroma, rasa keseluruhan, dan aftertaste pada masing-masing perlakuan penambahan kalium sorbat. PairedSamples T Test dilakukan untuk mengetahui pengaruh penyimpanan 0 hari dan 56 hari terhadap kesukaan panelis pada masing-masing atribut minuman kopi dalam kemasan cup.
30
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. VERIFIKASI BAHAN PENGAWET Bahan pengawet digunakan untuk mencegah atau memperlambat kerusakan kimia dan biologi dari suatu produk pangan. Saat ini ada sekitar 30 komponen antimikroba yang diizinkan untuk digunakan dalam produk pangan (Branen dan Davidson, 1993). Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih bahan pengawet diantaranya adalah: karakteristik fisik dan kimia bahan pengawet, spektrum antimikroba dan aktivitas penghambatannya, karakteristik produk pangan, jumlah dan tipe mikroorganisme yang ada dalam produk pangan, pengaruh penggunaan metode pengawetan lain, kondisi penyimpanan produk pangan, legalitas dan keamanan bahan pengawet, serta nilai ekonomis bahan pengawet yang akan digunakan (Branen dan Davidson, 1993). Berdasarkan hasil studi literatur dengan mempertimbangkan faktorfaktor tersebut maka dipilih beberapa bahan pengawet, yaitu: nisin, kalium sorbat, metil paraben, dan propil paraben. Selanjutnya pengawet-pengawet tersebut diaplikasikan dalam minuman kopi dalam kemasan cup dan diujikan secara organoleptik dengan metode focus group discussion (FGD). Hasil uji FGD untuk pengawet nisin disajikan pada Tabel 4, kalium sorbat disajikan pada Tabel 5, metal paraben disajikan pada Tabel 6, sedangkan propil paraben disajikan pada Tabel 7. Berdasarkan 722/Menkes/Per/IX/88
Peraturan tahun
1992,
Menteri ditetapkan
Kesehatan batasan
Nomor maksimum
penggunaan nisin sebesar 12.5 ppm, kalium sorbat 1000 ppm, metil paraben 450 ppm, dan propil paraben 450 ppm.
31
Tabel 4. Hasil focus group discussion pengawet nisin Konsentrasi Rasa
Aroma
Aftertaste
1.25 ppm
Lebih rendah
Pahit
Dominan asam
Lainnya
dari standar 6.25 ppm
Lebih enak dari Baik
Chemical/bau
Standar jadi
standar
obat
terasa lebih asam
12.5 ppm
Lebih enak dari Baik
Chemical/bau
Standar jadi
standar
obat lebih kuat
terasa lebih asam
Pada penggunaan nisin 6.25 ppm dan 12.5 ppm diperoleh bahwa penerimaan rasa lebih baik dibandingkan standar (minuman kopi tanpa penambahan pengawet). Akan tetapi, pada konsentrasi nisin 12.5 ppm tingkat aftertaste chemical dan bau obat yang ditimbulkan lebih kuat dibandingkan konsentrasi nisin 6.25 ppm. Sehingga, secara keseluruhan hasil uji organoleptik pada ketiga level konsentrasi, didapatkan konsentrasi optimal yang diterima oleh panelis adalah pada konsentrasi nisin 6.25 ppm. Tabel 5. Hasil focus group discussion pengawet kalium sorbat Konsentrasi Rasa
Aroma
100 ppm
Asam (tidak ada Sedikit pahit
Dominan asam
Aftertaste
Lainnya
aroma kopinya) 500 ppm
Rasa lebih enak Baik
Sedikit pahit
dibandingkan standar 1000 ppm
Rasa lebih enak Aroma tidak
Pahit (bertahan
Ada sensasi
dibandingkan
lama)
coating di
standar
enak
lidah
32
Penggunaan kalium sorbat pada konsentrasi 500 ppm dan 1000 ppm diperoleh bahwa penerimaan rasa lebih baik dibandingkan standar. Akan tetapi, pada konsentrasi kalium sorbat 1000 ppm aftertaste pahit dirasakan bertahan lama dan dirasakan pula adanya sensasi coating di lidah yang tidak disukai. Sehingga disimpulkan bahwa secara keseluruhan orgenoleptik, konsentrasi kalium sorbat optimal yang diterima oleh panelis adalah pada konsentrasi 500 ppm. Tabel 6. Hasil focus group discussion pengawet metil paraben Konsentrasi Rasa
Aroma
Aftertaste
45 ppm
Rasa lebih
Aroma
Asam
asam dari
berkurang/menurun
standar
dibandingkan
Lainnya
standar 225 ppm
450 ppm
Rasa di awal
Aroma
seperti
berkurang/menurun
rasa manis,
standar
dibandingkan
di akhir
standar
pahit
Rasa pahit
Aroma
yang kentara
berkurang/menurun
di akhir
dibandingkan
Sedikit pahit
Di awal ada
Pahit dominan
standar Berdasarkan hasil FGD diketahui bahwa untuk pengawet metil paraben memiliki tingkat penerimaan yang rendah. Dapat dilihat dari deskripsi rasa, aroma dan aftertaste yang disampaikan panelis yang keseluruhannya bersifat negatif. Begitu pula halnya dengan propil paraben yang juga memiliki tingkat penerimaan yang rendah.
33
Tabel 7. Hasil focus group discussion pengawet propil paraben 45 ppm
Rasa
Aroma
Aftertaste
Rasa kopi kurang &
Tidak muncul
Berat di
ada sensasi rasa lebih
Lainnya
tenggorokan
berat dbanding standar (standar lebih mild) 225 ppm Rasa pahit dominan
Tidak muncul
Pahit
Sensasi
di awal dan akhir,
coating pada
rasa pahit seperti obat
lidah
450 ppm Rasa pahit paling
Tidak muncul
dominan
Pahit
Sensasi coating pada lidah sulit hilang
Berdasarkan hasil FGD dapat disimpulkan bahwa pengawet nisin dengan konsentrasi 6.25 ppm dan kalium sorbat dengan konsentrasi 500 ppm dapat diterima oleh panelis. Sedangkan metil paraben dan propil paraben tidak diterima oleh panelis pada ketiga level konsentrasi. Setelah itu dilakukan penerapan barrier isu keamanan pangan yang merupakan salah satu pertimbangan dalam pemilihan bahan pengawet, yaitu aspek legalitas dan keamanannya (Branen dan Davidson, 1993). Penerapan barrier ini dilakukan pada pengawet nisin dan kalium sorbat. Nisin diketahui memiliki aktivitas antibiotik, sehingga dikhawatirkan dapat menyebabkan resistensi silang antara nisin dan antibiotik yang digunakan di dunia kedokteran (Branen dan Davidson, 1993). Sehingga disimpukan bahwa bahan pengawet yang akan digunakan pada penelitian ini adalah kalium sorbat. Penentuan konsentrasi bahan pengawet yang akan digunakan yaitu berdasarkan hasil studi literatur mengenai batas maksimum penggunaan bahan pengawet pada minuman kopi. Setelah itu dilakukan metode trial and error
34
disinergikan dengan uji organoleptik untuk menetapkan tiga konsentrasi yang akan digunakan pada penelitian ini. Berdasarkan hasil pengujian FGD pada kalium sorbat diketahui bahwa pada konsentrasi 1000 ppm panelis merasakan aftertaste pahit yang bertahan lama dan sensasi coating di lidah yang tidak disukai. Pada konsentrasi 500 ppm panelis juga mulai merasakan aftertaste yang sedikit pahit sehingga dapat disimpulkan bahwa konsentrasi maksimum kalium sorbat yang masih diterima oleh panelis adalah 500 ppm. Dua level konsentrasi lainnya ditentukan yaitu konsentrasi yang berada di bawah 500 ppm, yaitu 300 dan 400 ppm. Penetapan konsentrasi 300 dan 400 ppm dilakukan karena apabila konsentrasi kalium sorbat yang digunakan terlalu rendah dikhawatirkan akan menyebabkan efektikitasnya sebagai antimikroba akan menurun.
B.
VERIFIKASI KEMASAN CUP TERHADAP PERLAKUAN PANAS Verifikasi dilakukan dengan memasukkan kemasan cup berbahan polypropylene yang telah berisi minuman kopi ke dalam waterbath bersuhu 95˚C selama 45 menit. Setiap 5 menit diambil 3 cup minuman kopi dan dikeluarkan dari waterbath serta diamati penampakannya. Hasil verifikasi kemasan dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan hasil pengamatan, didapati 3 cup yang mengalami kerusakan yaitu berupa kemasan penutup yang mudah dibuka dan kebocoran pada bagian yang di-seal. Sedangkan cup lainnya tidak mengalami kerusakan. Sehingga secara keseluruhan kemasan cup yang akan digunakan pada penelitian ini cukup kuat untuk digunakan pada suhu air 95˚C sampai 45 menit. Sedangkan temuan seal kemasan yang bocor pada menit ke-30 bersifat probabilitas, yang mungkin disebabkan pada saat sealing, sealer yang digunakan kurang panas/kurang kencang men-seal kemasan cup tersebut. Akan tetapi berdasarkan pengamatan, secara keseluruhan kemasan cup yang digunakan masih kuat digunakan pada suhu 95˚C. Menurut Jenkins and Harrington (1991), polypropylene memiliki densitas 0.90 g/cc, memiliki lapisan yang lebih jernih dibandingkan LDPE (Low Density Polyethylene) atau HDPE (High Density Polyethylene), lebih
35
kaku dan lebih kuat dibandingkan LDPE, memiliki permeabilitas yang lebih rendah terhadap kelembaban dan gas dibandingkan LDPE dan HDPE, serta memiliki titik leleh yang lebih tinggi sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengemas pada produk pangan yang menerapkan perlakuan panas. Akan tetapi, PP tidak dapat digunakan sebagai bahan pengemas untuk produk yang mengalami sterilisasi komersial dengan proses retort. Tabel 8. Hasil verifikasi kemasan cup terhadap perlakuan panas Waktu
Cup 1
(menit) 5 10 15 20
Cup 3
Tidak penyok, tidak
Tidak penyok, tidak
Tidak penyok, tidak
bocor
bocor
bocor
Tidak penyok, tidak
Tidak penyok, tidak
Tidak penyok, tidak
bocor
bocor
bocor
Tidak penyok, tidak
Tidak penyok, tidak
Tidak penyok, tidak
bocor
bocor
bocor
Tidak penyok, tidak
Tidak penyok, tidak
Tidak penyok, tidak
bocor
bocor
bocor
Tidak penyok, tidak
Tidak penyok, tidak
bocor
bocor
bagian atas, tidak
Tidak penyok, tidak
Tidak penyok, tidak
penyok, seal mudah
bocor
bocor
Tidak penyok, tidak
Tidak penyok, tidak
bocor
bocor
Tidak penyok, tidak
Tidak penyok, tidak
Tidak penyok, tidak
bocor
bocor
bocor
Tidak penyok, tidak
Tidak penyok, tidak
Tidak penyok, tidak
bocor
bocor
bocor
Tidak penyok, tidak 25
Cup 2
bocor, kemasan penutup mudah dibuka Agak menggembung di
30
dibuka Tidak penyok, tidak 35
bocor, kemasan penutup mudah dibuka
40 45
36
C.
VERIFIKASI MIKROBIOLOGI BAHAN BAKU Verifikasi mikrobiologi bahan baku dilakukan dengan tujuan memberikan gambaran mengenai potensi mikroba awal pada bahan baku. Verifikasi mikrobiologi yang dilakukan adalah uji total mikroba (Fardiaz, 1993). Total mikroba ditetapkan dengan SPC (Standard Plate Count). Hasil analisis mikrobiologi bahan baku disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil analisis mikrobiologi bahan baku Jenis Bahan Baku
SPC (cfu/g)
Pemanis
0 (<2.5 x 10¹)
Creamer
6.5 x 10²
Gula
8.1 x 10²
Kopi
0 (<2.5 x 10¹) Berdasarkan hasil analisis tersebut diperoleh bahwa bahan baku
yang potensial berkontribusi terhadap mikroba awal pada produk minuman kopi dalam kemasan cup adalah creamer dan gula. Menurut Frazier dan Westhoff (1978), gula dapat mendorong pertumbuhan khamir seperti Saccharomyces, Candida, dan Rhodotorula, serta beberapa spesies kapang. Sedangkan creamer dapat mendorong pertumbuhan bakteri seperti Bacillus.
D.
UJI KECUKUPAN PANAS Minuman kopi dalam kemasan yang dibuat memiliki pH di atas 5.0. Menurut Kusnandar et al., (2006), dapat dikelompokkan sebagai bahan pangan berasam rendah. Produk pangan berasam rendah adalah produk pangan dengan pH ≥ 4.5 dan aw ≥ 0.85. Produk pangan ini memiliki risiko keamanan pangan yang cukup tinggi. Sehingga, apabila dilakukan teknologi pengolahan panas yang tunggal maka harus dilakukan proses sterilisasi komersial. Pada penelitian ini dilakukan teknologi pengolahan kombinasi yaitu perlakuan panas dengan suhu 95oC dan penambahan bahan pengawet
37
yaitu kalium sorbat. Dengan ditambahkannya bahan pengawet ini maka diharapkan probabilitas
proses
termal
potensi
yang
kerusakan
diterapkan produk
bertujuan
yang
menurunkan
disebabkan
oleh
mikroorganisme. Oleh karena itu, tidak diterapkan sterilisasi komersial melainkan dengan pasteurisasi. Pada penelitian ini, dilakukan hanya sebatas pada hal mengevaluasi kecukupan panas yang telah diberikan pada minuman kopi dalam kemasan cup, tidak untuk merancang berapa waktu dan suhu yang tepat untuk pasteurisasi minuman kopi dalam kemasan cup. Sebelum melakukan pengukuran dan perhitungan kecukupan panas, terlebih dahulu dilakukan kalibrasi alat pengukur panas yang digunakan yakni termokopel dan mengukur distribusi panas pada bak pasteurizer (waterbath). Pengujian kecukupan panas dilakukan dengan dua tahap, yaitu penentuan distribusi panas dan penetrasi panas. Distribusi panas adalah suatu pengukuran panas pada setiap bagian dari pasteurizer (waterbath) sehingga diketahui kinerja dari suatu pasteurizer. Penetrasi panas menunjukkan besarnya panas yang diterima oleh produk dan mampu membunuh mikroba pembusuk dan patogen yang terdapat pada produk. Alat yang digunakan untuk mengukur suhu kecukupan panas adalah termokopel (Winarno, 1994). Termokopel terdiri dari rekorder pencatat suhu dan sensor (probe). Termokopel dapat digunakan untuk menguji kecukupan panas pada pasteurizer yang digunakan pada proses pembuatan minuman kopi dalam kemasan cup. Kegiatan
pengukuran
distribusi
panas
dilakukan
dengan
menempatkan lima probe (sensor-sensor) termokopel pada titik-titik berbeda yang diduga memiliki suhu paling dingin di dalam waterbath. Penentuan titik terdingin penting dilakukan agar dapat diketahui kecukupan panas yang diberikan oleh waterbath, sehingga dapat dipastikan suhu pasteurisasi telah tercapai melalui titik tersebut. Apabila titik terdingin ini sudah mendapat panas yang cukup maka titik lain dapat diasumsikan sudah mendapat panas yang cukup pula. Selain itu, pengukuran distribusi panas juga bermanfaat untuk
mengevaluasi apakah distribusi panas yang ada
38
didalam waterbath berlangsung secara homogen atau merata. Penempatan termokopel saat pengukuran distribusi panas dapat dilihat pada Gambar 7. Target dari pengujian ini adalah untuk menentukan daerah terdingin dari distribusi panas di dalam waterbath yang bermanfaat dalam menghitung panas minimal yang didapat oleh produk bila dipasteurisasi di daerah ini.
T2
T1
T4
T3
T5
Gambar 7. Posisi sensor pada penentuan distribusi panas Berdasarkan hasil uji distribusi panas selama 30 menit, didapat hasil bahwa panas yang terbaca oleh termokopel di lima titik yang telah ditetapkan, besarnya hampir sama atau homogen. Akan tetapi tetap didapati titik yang paling lama mencapai suhu 95oC yaitu pada titik T5 (Gambar 8).
95
90
Suhu (C)
T1 85
T2 T3 T4
80
T5 75
70 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1213 14 15 1617 18 1920 21 22 2324 25 2627 28 29 3031 32 Waktu Proses (menit)
Gambar 8. Grafik pengukuran distribusi panas
39
Setelah diketahui titik terdingin pada pasteurizer maka dapat dilakukan pengukuran penetrasi panas pada pasteurizer. Pada penentuan penetrasi panas sensor dipasang di dalam produk dan ditempatkan pada T5. Penentuan tersebut dilakukan dengan kondisi suhu awal produk sebesar 31˚C, ukuran pasteurizer sebesar ± 14 liter, dan volume tiap cup minuman kopi sebesar 65 ml. Penentuan volume minuman kopi dalam cup dilakukan dengan cara mengisi cup sampai penuh. Penempatan sensor dalam produk (cup) dilakukan secara berbedabeda, tergantung bagian terdingin (coldest spot) pada jenis produk yang akan dipasteurisasi.
Menurut Winarno (1994), letak coldest spot tersebut
tergantung pada jenis perambatan panasnya, yaitu apakah secara konduksi atau konveksi. Produk yang perambatan panasnya dengan konduksi, coldest spot-nya berada pada titik tengah geometri kaleng (cup). Produk yang mengalami perambatan panas secara konduksi biasanya tidak mengandung atau sedikit saja mengandung cairan bebas (produk padat). Keterangan: = Sensor Gambar 9. Penempatan sensor dalam cup Sedangkan pada produk yang banyak mengandung cairan (produk cair), perambatan panas terjadi secara konveksi. Segera setelah cairan mendapat panas, aliran panas akan bergerak berputar keseluruh bagian kaleng (cup). Perambatan panas dalam cairan bergerak lebih cepat dan seragam. Coldest spot dengan perambatan panas secara konveksi terletak di bagian dekat dasar pada pusat kaleng (cup). Perambatan panas pada minuman kopi dalam kemasan cup adalah secara konveksi, sehingga sensor termokopel dipasang di bagian bawah cup (Gambar 9). Sebelum melakukan pengukuran penetrasi panas, hal yang harus dipersiapkan adalah penyiapan cup dengan cara melubangi bagian bawahnya pada ukuran yang sesuai dengan sekrup termokopel. Lubang yang dibuat
40
tidak boleh terlalu besar ataupun terlalu kecil, hal ini berguna untuk menghindari kebocoran
setelah
pengisian cup dengan minuman kopi.
Selain itu ukuran lubang yang sesuai juga berguna agar sekrup dapat menutupi dengan baik lubang yang telah dibuat sehingga pengukuran suhu produk saat pasteurisasi dan cooling dapat berjalan dengan baik. Hal penting yang harus diperhatikan selama cooling adalah waktu cooling harus dibuat secepat mungkin dan suhu produk harus sama atau dibawah 45oC. Kondisi ini penting diciptakan, agar bakteri termofilik yang mungkin ada pada produk, peluang tumbuh dan berkembangnya menjadi sangat kecil atau bahkan tidak ada. Cara mengetahui suhu produk sudah mencapai 45oC atau dibawahnya, adalah dengan membaca data rekaman termokopel yang terbaca oleh display. Pada penelitian ini rata-rata diperlukan waktu 4-5 menit setelah pasteurisasi guna mencapai suhu 45oC atau dibawahnya. Grafik hasil pengukuran penetrasi panas disajikan pada Gambar 10.
Penetrasi Panas 100 Suhu (C)
80 60 40 20 0 0
10
20
30
40
50
Waktu (menit)
Gambar 10. Kurva penentrasi panas minuman kopi dalam cup Berdasarkan data suhu yang ditunjukkan oleh display dapat ditentukan nilai Lethal Rate (LR) dengan rumus: LR = 10 (T – To) / z
Fo = LR x t
41
Dari nilai LR maka dapat ditentukan nilai Fo. Nilai Fo merupakan waktu proses (menit) pada suhu tetap yaitu pada penelitian ini adalah 185oF (85oC) yang dibutuhkan untuk membunuh sejumlah mikroba yang memiliki nilai z tertentu. Dengan menentukan nilai Fo maka dapat ditentukan apakah suatu proses termal yang diberikan itu cukup untuk memusnahkan bakteri atau spora yang tidak diinginkan. Nilai z yang digunakan dalam pengukuran ini adalah 16oF (8.9oC). Nilai z adalah perbedaan suhu yang dapat memperkecil nilai D sebesar 90%. Nilai D adalah waktu yang diperlukan untuk menurunkan jumlah bakteri dari populasi awal sebesar 90% (Kusnandar et al., 2006) Menurut Doyle et al. (1997), semakin tinggi nilai F maka peluang jumlah mikroba pada suatu produk pangan akan semakin rendah. Akan tetapi, nilai F yang dibutuhkan bervariasi tergantung karakteristik produk pangan yang bersangkutan. Pada penelitian ini, akan dilakukan evaluasi kecukupan panas pada nilai Fo = 20 menit, 30 menit, dan 40 menit. Evaluasi akan dilakukan dengan analisis mikrobiologi dengan metode Total Plate Count (TPC).
E.
PENGUKURAN pH DAN oBRIX Pengukuran pH dan kadar brix yang dilakukan pada hari ke-0 dan hari ke-56 bertujuan mengetahui perubahan yang terjadi pada parameter tersebut
selama
penyimpanan.
Hal
tersebut
dimaksudkan
untuk
mengantisipasi kondisi ketika produk tersebut dipasarkan. Data pengukuran pH dan kadar brix tersebut dapat dilihat pada Tabel 10. Berdasarkan hasil pengukuran pH diperoleh bahwa telah terjadi penurunan pH pada minuman kopi dalam kemasan cup selama penyimpanan 56 hari. Minuman kopi dalam kemasan cup pada masa penyimpanan 0 hari memiliki pH berkisar antara 5.60-5.73 pada keseluruhan perlakuan, sedangkan minuman kopi dalam kemasan cup pada masa penyimpanan 56 hari memiliki pH berkisar antara 5.30-5.44 pada keseluruhan perlakuan. Penurunan pH yang terjadi pada produk yang telah mengalami penyimpanan 56 hari menunjukkan terjadinya perubahan gula dan karbohidrat lainnya
42
menjadi asam selama penyimpanan. Perubahan ini dapat disebabkan oleh aktivitas mikroba yang terdapat pada produk yang memetabolisme karbohidrat menjadi asam dan alkohol (Desrosier, 1983). Tabel 10. Hasil pengukuran pH dan oBrix untuk penyimpanan H-0 dan H-56 0 hari 56 hari Perlakuan pH pH ºBrix ºBrix 300 ppm, Fo = 20
5.60
5.3
5.30
5.5
400 ppm, Fo = 20
5.65
5.1
5.38
5.3
500 ppm, Fo = 20
5.69
5.6
5.44
5.2
300 ppm, Fo = 30
5.73
5.1
5.35
5.1
400 ppm, Fo = 30
5.68
5.3
5.41
5.0
500 ppm, Fo = 30
5.70
5.0
5.44
5.2
300 ppm, Fo = 40
5.66
5.0
5.31
5.2
400 ppm, Fo = 40
5.65
5.2
5.39
5.0
500 ppm, Fo = 40
5.68
5.0
5.41
5.1
Menurut Clarke et al. (1989), peningkatan keasaman selama masa penyimpanan dapat dideteksi dengan mengamati penurunan pH pada produk minuman kopi. Lebih lanjut, diketahui bahwa faktor kunci yang mempengaruhi perubahan keasaman ini adalah faktor pengemasan, yaitu tingkat kedap udaranya. Fenomena tersebut dapat berhubungan dengan hilangnya komponen-komponen volatil pada minuman kopi, termasuk banyak komponen aldehid yang dapat berubah menjadi asam karena adanya proses oksidasi oleh oksigen yang ada di udara. Sehingga, untuk menjaga kualitas sensori minuman kopi dalam kemasan maka pengemasan secara hermetis (kedap udara) menjadi faktor yang sangat penting. Walau demikian, minuman kopi dalam kemasan cup yang telah disimpan selama 56 hari belum mengalami penurunan pH yang terlalu drastis, yaitu masih berada pada kisaran pH 5.
43
Berdasarkan hasil pengukuran ºBrix diperoleh bahwa total padatan terlarut minuman kopi dalam kemasan cup pada masa penyimpanan 0 hari dan 56 hari berkisar antara 5.0ºBrix-5.6ºBrix.
F.
ANALISIS MIKROBIOLOGI PRODUK MINUMAN KOPI DALAM KEMASAN CUP Keamanan pangan merupakan unsur mutlak yang harus dipenuhi oleh setiap produk pangan. Analisis mutu mikrobiologi merupakan analisis yang harus dilakukan untuk mengetahui apakah produk minuman kopi dalam cup terjamin keamanannya. Jika dalam produk tersebut masih memiliki mikroba-mikroba yang dapat membahayakan konsumen, maka produk tersebut tidak dapat dijual. Dalam produk minuman kopi, analisis mikrobiologi yang dilakukan adalah uji pada produk. Produk minuman kopi dalam kemasan cup merupakan salah satu produk yang memiliki pH tinggi (di atas 5.0) sehingga pada proses produksinya diperlukan penambahan pengawet dan perlakuan suhu tinggi. Kombinasi dari kedua perlakuan tersebut merupakan tindakan yang dilakukan untuk menurunkan probabilitas jumlah mikroba pada produk minuman kopi dalam kemasan cup. . Untuk mengetahui kandungan mikroba (kapang, khamir, dan bakteri) pada bahan pangan ataupun produk jadi dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satu diantaranya adalah dengan metode standar total aerobic plate count atau TPC. Pada metode ini digunakan media Plate Count Agar (PCA) dan seluruh koloni yang tumbuh dinyatakan dengan total mikroba (kapang, khamir, dan bakteri). Dari hasil pengujian diperoleh bahwa pada penyimpanan 0 hari, nilai SPC untuk semua perlakuan adalah <2.5 x 102 koloni/ml (Tabel 11). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan panas dengan Fo 20, 30, dan 40 cukup efektif membunuh mikroba. Demikian pula halnya pada penyimpanan 14 hari, nilai SPC yang dihasilkan adalah <2.5 x 102 koloni/ml (Tabel 12). Walaupun sudah mulai didapati pertumbuhan mikroba, akan tetapi jumlah koloni yang tumbuh masih dibawah kisaran 25-250 koloni/ml (BAM FDA,
44
2001). Berikut adalah hasil pengamatan mikrobiologi produk minuman kopi dalam kemasan cup selama penyimpanan: Tabel 11. Hasil analisis mikrobiologi untuk penyimpanan 0 hari SPC (koloni/ml)
Konsentrasi (ppm) Fo 20
Fo 30 2
Fo 40 2
300
<2,5 x10
<2,5 x10
<2,5 x102
400
<2,5 x102
<2,5 x102
<2,5 x102
500
<2,5 x102
<2,5 x102
<2,5 x102
Tabel 12. Hasil analisis mikrobiologi untuk penyimpanan 14 hari SPC (koloni/ml)
Konsentrasi (ppm) Fo 20
Fo 30
Fo 40
300
<2,5 x102
<2,5 x102
<2,5 x102
400
<2,5 x102
<2,5 x102
<2,5 x102
500
<2,5 x102
<2,5 x102
<2,5 x102
Tabel 13. Hasil analisis mikrobiologi untuk penyimpanan 28 hari SPC (koloni/ml)
Konsentrasi (ppm) Fo 20
Fo 30
Fo 40
300
5.0 x 104
1.0 x 104
<2.5 x 102
400
6.1 x 103
1.8 x 103
<2.5 x 102
500
1.6 x 103
<2.5 x 102
<2.5 x 102
Tabel 14. Hasil analisis mikrobiologi untuk penyimpanan 42 hari SPC (koloni/ml)
Konsentrasi (ppm) Fo 20
Fo 30
Fo 40
300
2.6 x 103
7.2 x 102
<2.5 x 102
400
1.8 x 103
5.0 x 102
<2.5 x 102
500
2.8 x 10
2
2
<2.5 x 10
2
<2.5 x 10
Tabel 15. Hasil analisis mikrobiologi untuk penyimpanan 56 hari SPC (koloni/ml)
Konsentrasi (ppm) Fo 20
Fo 30
Fo 40
300
2.6 x 104
2.3 x 104
2.8 x 102
400
6.7 x 103
5.8 x 103
<2.5 x 102
45
500
2.3 x 103
1.6 x 103
<2.5 x 102
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh bahwa pada penyimpanan 28 hari, untuk Fo 20 diperoleh adanya pertumbuhan mikroba pada ketiga level konsentrasi (300, 400, dan 500 ppm) yaitu berturut-turut: 5.0 x 104 koloni/ml, 6.1 x 103 koloni/ml, dan 1.6 x 103 koloni/ml (Tabel 13). Jumlah mikroba yang tumbuh pada perlakuan nilai Fo 20 ini sudah menunjukkan jumlah yang cukup tinggi. Faktor-faktor yang mendukung pertumbuhan mikroba pada produk pangan selama penyimpanan adalah: faktor karakteristik fisik dan kimia dari produk pangan, ketersediaan nutrisi bagi pertumbuhan mikroba, adanya oksigen, suhu, dan kemungkinan kontaminasi (Frazier dan Westhoff, 1978).
Selain itu diduga bahwa mikroba yang
tumbuh selama penyimpanan adalah mikroba yang mampu membentuk spora dan perlakuan panas yang diberikan, yaitu Fo 20 tidak mampu membunuh spora mikroba tersebut. Pada nilai Fo 30 didapati pertumbuhan mikroba pada konsentrasi kalium sorbat 300 ppm dan 400 ppm, yaitu berturut-turut: 1.0 x 104 koloni/ml dan 1.8 x 103 koloni/ml. Sedangkan pada konsentrasi kalium sorbat 500 ppm diperoleh jumlah koloni mikroba <2.5 x 102 koloni/ml. Sedangkan untuk Fo 40 tidak didapati adanya mikroba yang tumbuh pada ketiga level konsentrasi. Berdasarkan hasil analisis tersebut
diperoleh
bahwa semakin tinggi konsentrasi pengawet maka semakin rendah jumlah mikroba yang tumbuh. Pada Gambar 6 diketahui bahwa Fo juga berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba pada minuman kopi, yaitu semakin tinggi nilai Fo maka probabilitas pertumbuhan mikrobanya semakin rendah. Pada Fo 20 dan Fo 30 didapati adanya pertumbuhan mikroba, sedangkan pada Fo 40 diperoleh jumlah koloni mikroba <2.5 x 102 koloni/ml.
46
Log mikroba 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0
Fo 20 Fo 30 Fo 40
300
400 [Kalium sorbat] (ppm)
500
Gambar 11. Grafik hubungan tingkat konsentrasi pengawet terhadap jumlah mikroba pada penyimpanan 28 hari Begitu pula pada penyimpanan 42 hari, untuk Fo 20 diperoleh pertumbuhan koloni mikroba pada ketiga level konsentrasi (300, 400, dan 500 ppm) berturut-turut adalah: 2.6 x 103 koloni/ml, 1.8 x 103 koloni/ml, dan 2.8 x 102 koloni/ml (Tabel 14). Pada Fo 30 diperoleh pula pertumbuhan koloni mikroba pada konsentrasi kalium sorbat 300 ppm dan 400 ppm berturut-turut adalah: 7.2 x 102 koloni/ml dan 5.0 x 102 koloni/ml. Sedangkan pada konsentrasi kalium sorbat 500 ppm diperoleh jumlah koloni mikroba <2.5 x 102 koloni/ml. Pada Fo 40 diperoleh jumlah koloni mikroba <2.5 x 102 koloni/ml. Pada penyimpanan 42 hari ini juga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi pengawet maka semakin rendah jumlah mikroba yang tumbuh. Pada Gambar 7 juga diketahui bahwa Fo berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba pada minuman kopi, yaitu semakin tinggi nilai Fo maka probabilitas pertumbuhan mikrobanya semakin rendah. Pada Fo 20 dan Fo 30 didapati adanya pertumbuhan mikroba, sedangkan pada Fo 40 diperoleh nilai SPC <2.5 x 102 koloni/ml.
47
Log mikroba 4.0 3.5 3.0 2.5
Fo 20
2.0
Fo 30
1.5
Fo 40
1.0 0.5 0.0
300
400 [Kalium sorbat] (ppm)
500
Gambar 12. Grafik hubungan tingkat konsentrasi pengawet terhadap jumlah mikroba pada penyimpanan 42 hari Aktivitas antimikroba sorbat dipengaruhi oleh faktor komposisi produk, proses yang diterapkan, dan faktor lingkungan, seperti bahan-bahan penyusun, pH, konsentrasi sorbat, aw, suhu, atmosfer, pengemasan, mikroba/flora alami dari produk, dan adanya bahan tambahan lainnya. Faktorfaktor ini dapat bersifat sinergis ataupun antagonis, dan juga dapat meningkatkan ataupun meniadakan aktivitas antimikroba dari sorbat. Interaksi antara sorbat dengan perlakuan panas dapat menyebabkan laju kecepatan dan banyaknya jumlah mikroba yang dibunuh menjadi meningkat selama proses pemanasan. Efek sorbat dalam inaktivasi dan menghambat pertumbuhan mikroba yang tumbuh kembali setelah proses pemanasan sangat bergantung pada jenis mikroba pada produk pangan tersebut dan konsentrasi sorbat yang digunakan. Semakin rendah konsentrasi sorbat yang ditambahkan pada produk yang akan dipanaskan, maka semakin kecil efeknya sebagai antimikroba, khususnya dalam menghambat mikroba-mikroba yang tahan panas (Branen et al., 1993). Hasil yang diperoleh berdasarkan analisis mikrobiologi untuk penyimpanan 56 hari adalah pada Fo 20 didapati pertumbuhan mikroba untuk semua konsentrasi kalium sorbat 300 ppm, 400 ppm, dan 500 ppm yaitu berturut-turut: 2.6 x 104 koloni/ml, 6.7 x 103 koloni/ml, dan 2.3 x 103 koloni/ml (Tabel 15). Pada nilai Fo 30, didapati pula pertumbuhan mikroba
48
pada ketiga level konsentrasi kalium sorbat 300 ppm, 400 ppm, dan 500 ppm yaitu berturut-turut: 2.3 x 104 koloni/ml, 5.8 x 103 koloni/ml, 1.6 x 103 koloni/ml. Sedangkan pada perlakuan nilai Fo 40 dan penambahan kalium sorbat 300 ppm diperoleh jumlah koloni mikroba sebesar 2.8 x 102. Pada perlakuan nilai Fo 40 dan penambahan kalium sorbat 400 dan 500 ppm diperoleh jumlah koloni sebesar <2.5 x 102 koloni/ml.
Log jumlah mikroba 5.0 4.0
Fo 20
3.0
Fo 30
2.0
Fo 40
1.0 0.0
300
400
500
[Kalium sorbat] (ppm)
Gambar 13. Grafik hubungan tingkat konsentrasi pengawet terhadap jumlah mikroba pada penyimpanan 56 hari
Berdasarkan hasil tersebut maka diperoleh kesimpulan bahwa Fo 40 merupakan nilai Fo yang mampu menghasilkan jumlah mikroba yang paling rendah dibandingkan Fo 20 dan Fo 30, yaitu <2.5 x 102 koloni/ml. Menurut SII (1995), ditetapkan bahwa syarat mutu cemaran mikroba TPC (Total Plate Count) pada minuman kopi dalam kemasan adalah maksimal sebesar 10² koloni/ml. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah mikroba produk minuman kopi yang dihasilkan sampai pada masa penyimpanan 56 hari yang memenuhi syarat SII tahun 1995 adalah minuman kopi dalam kemasan cup dengan perlakuan nilai Fo 40 pada konsentrasi 300 ppm, 400 ppm, dan 500 dengan nilai SPC <2.5 x 102 koloni/ml.
49
G. UJI ORGANOLEPTIK Hasil uji hedonik per atribut untuk minuman kopi dalam kemasan cup konsentrasi 300, 400, dan 500 ppm pada masa simpan 0 hari dapat dilihat pada Gambar 14, Gambar 15, dan Gambar 16. Rekapitulasi data hasil penilaian hedonik per atribut minuman kopi dalam kemasan cup untuk masa simpan 0 hari disajikan pada Lampiran 3. Penggunaan skala membuat uji hedonik secara tidak langsung dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan
Rata-rata Skor Organoleptik
(Soekarto, 1985).
5 4 3
2.78
2.76
2.87
2 1 Aroma 300 ppm
400 ppm
500 ppm
Rata-rata Skor Organoleptik
Gambar 14. Hasil Uji Hedonik Atribut Aroma Masa Simpan 0 Hari
5 4 3
2.85
2.91
2.89
2 1 Rasa Keseluruhan 300 ppm
400 ppm
500 ppm
Gambar 15. Hasil Uji Hedonik Atribut Rasa Keseluruhan Masa Simpan 0 Hari
50
Rata-rata Skor Organoleptik
5 4 3.02 2.65
3
3.00
2 1 Aftertaste
300 ppm
400 ppm
500 ppm
Gambar 16. Hasil Uji Hedonik Atribut Aftertaste Masa Simpan 0 Hari Hasil uji hedonik per atribut untuk minuman kopi dalam kemasan cup konsentrasi 300, 400, dan 500 ppm pada masa simpan 56 hari dapat dilihat pada Gambar 17, Gambar 18, dan Gambar 19. Rekapitulasi data hasil penilaian hedonik per atribut minuman kopi dalam kemasan cup untuk masa
Rata-rata Skor Organoleptik
simpan 56 hari disajikan pada Lampiran 4.
5 4 3
2.65
2.61
2.83
2 1 Aroma
300 ppm
400 ppm
500 ppm
Gambar 17. Hasil Uji Hedonik Atribut Aroma Masa Simpan 56 Hari
51
Rata-rata Skor Organoleptik
5 4 3
2.63
2.76
2.67
2 1 Rasa Keseluruhan
300 ppm
400 ppm
500 ppm
Rata-rata Skor Organoleptik
Gambar 18. Hasil Uji Hedonik Atribut Rasa Keseluruhan Masa Simpan 56 Hari
5 4 3
2.67
2.65
2.54
2 1 Aftertaste
300 ppm
400 ppm
500 ppm
Gambar 19. Hasil Uji Hedonik Atribut Aftertaste Masa Simpan 56 Hari
1. Aroma Aroma merupakan salah satu atribut yang khas dan dapat mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap minuman kopi. Komponen-komponen volatil yang menyebabkan timbulnya aroma khas pada produk pangan dapat disebabkan oleh perlakuan panas, oksidasi atau aktivitas enzimatis protein, lemak, dan karbohidrat. Komponen-komponen volatil seperti grup alkohol, karbonil, ester, furan, fenol, dan tiol merupakan prekursor pembentukan aroma pada kopi. Komponenkomponen tersebut mengalami peningkatan konsentrasi selama proses penyangraian (Varnam dan Sutherland, 1994). Selain itu, pada kopi juga
52
terjadi reaksi Maillard antara asam amino dan gula pereduksi, sehingga menghasilkan aroma kopi yang khas. Pengujian yang pertama kali dilakukan adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan kalium sorbat 300 ppm, 400 ppm, dan 500 ppm terhadap aroma minuman kopi dalam kemasan cup pada penyimpanan 0 dan 56 hari. Pada penyimpanan 0 hari, nilai rata-rata aroma pada konsentrasi 300 ppm adalah 2.78 berada dalam kisaran tidak suka sampai netral, nilai rata-rata aroma pada konsentrasi 400 ppm adalah 2.76 juga berada dalam kisaran tidak suka sampai netral, dan nilai rata-rata aroma pada konsentrasi 500 ppm adalah 2.87 yaitu cenderung netral. Pada penyimpanan 56 hari, nilai rata-rata aroma pada konsentrasi 300 ppm adalah 2.65 berada dalam kisaran tidak suka sampai netral, nilai rata-rata aroma pada konsentrasi 400 ppm adalah 2.61 berada pada kisaran tidak suka sampai netral, dan nilai rata-rata aroma pada konsentrasi 500 ppm adalah 2.83 yaitu cenderung netral. Berdasarkan analisis ragam diperoleh nilai signifikansi untuk penyimpanan 0 hari sebesar 0.637 (Lampiran 5) dan untuk penyimpanan 56 hari sebesar 0.195 (Lampiran 8) pada taraf α = 0.05. Dari kedua nilai tersebut dapat dilihat bahwa aroma pada ketiga sampel baik pada penyimpanan 0 hari maupun 56 hari tidak berbeda nyata, yang menunjukkan bahwa penambahan kalium sorbat pada konsentrasi 300, 400, dan 500 ppm tidak berpengaruh nyata terhadap aroma pada minuman kopi dalam kemasan cup. Selanjutnya dilakukan analisis statistik untuk mengetahui pengaruh penyimpanan terhadap aroma pada masing-masing konsentrasi kalium sorbat dengan menggunakan uji Paired-Samples T Test. Dari uji tersebut diketahui bahwa perlakuan penyimpanan tidak menyebabkan perbedaan nyata pada skor kesukaan atribut aroma pada konsentrasi 300 ppm (Lampiran 11), 400 ppm (Lampiran 12) dan 500 ppm (Lampiran 13) dengan nilai signifikansi masing-masing adalah: 0.503, 0.397, dan 0.796 (α = 0.05).
53
2. Rasa Keseluruhan Rasa merupakan faktor paling penting yang menentukan tingkat kesukaan konsumen terhadap produk pangan. Atribut rasa meliputi asin, manis, asam dan pahit. Rasa pada makanan ataupun minuman sangat ditentukan oleh formulasi produk tersebut (Fellows, 2000). Pada Gambar 15 terlihat skor rata-rata kesukaan panelis terhadap rasa keseluruhan minuman kopi dalam kemasan cup pada masa penyimpanan 0 hari. Nilai rata-rata rasa keseluruhan pada konsentrasi 300 ppm adalah 2.85 (cenderung netral), nilai rata-rata rasa keseluruhan pada konsentrasi 400 ppm adalah 2.91 (cenderung netral), dan nilai rata-rata rasa keseluruhan pada konsentrasi 500 ppm adalah 2.89 (cenderung netral). Pada Gambar 18 terlihat skor rata-rata kesukaan panelis terhadap rasa keseluruhan minuman kopi dalam kemasan cup pada masa penyimpanan 56 hari. Nilai rata-rata rasa keseluruhan pada konsentrasi 300 ppm adalah 2.63 berada pada kisaran tidak suka sampai netral, nilai rata-rata rasa keseluruhan pada konsentrasi 400 ppm adalah 2.76 berada pada kisaran tidak suka sampai netral, dan nilai rata-rata rasa keseluruhan pada konsentrasi 500 ppm adalah 2.67 berada dalam kisaran tidak suka sampai netral. Berdasarkan analisis ragam diperoleh nilai signifikansi untuk penyimpanan 0 hari sebesar 0.899 (Lampiran 6) dan untuk penyimpanan 56 hari sebesar 0.649 ( Lampiran 9) pada taraf α = 0.05. Dari kedua nilai tersebut dapat dilihat bahwa rasa keseluruhan pada ketiga sampel baik pada penyimpanan 0 hari maupun 56 hari tidak berbeda nyata, yang menunjukkan bahwa penambahan kalium sorbat pada konsentrasi 300, 400, dan 500 ppm tidak berpengaruh nyata terhadap rasa keseluruhan pada minuman kopi dalam kemasan cup. Selanjutnya dilakukan analisis statistik untuk mengetahui pengaruh penyimpanan terhadap rasa keseluruhan pada masing-masing konsentrasi kalium sorbat dengan menggunakan uji Paired-Samples T Test. Dari uji tersebut diketahui bahwa perlakuan penyimpanan tidak menyebabkan
54
perbedaan nyata pada skor kesukaan atribut rasa keseluruhan pada konsentrasi 300 ppm (Lampiran 14), 400 ppm (Lampiran 15) dan 500 ppm (Lampiran 16) dengan nilai signifikansi masing-masing adalah: 0.179, 0.475, dan 0.116 (α = 0.05).
3. Aftertaste Atribut lain yang diujikan adalah aftertaste minuman kopi dalam kemasan cup. Pada penyimpanan 0 hari (Gambar 16), nilai rata-rata aftertaste pada konsentrasi 300 ppm adalah 3.02 yaitu netral, nilai rata-rata aftertaste pada konsentrasi 400 ppm adalah 2.65 berada dalam kisaran tidak suka sampai netral, dan nilai rata-rata aftertaste pada konsentrasi 500 ppm adalah 3.00 yaitu netral. Pada penyimpanan 56 hari (Gambar 19), nilai rata-rata aftertaste pada konsentrasi 300 ppm adalah 2.67 berada dalam kisaran tidak suka sampai netral, nilai rata-rata aftertaste pada konsentrasi 400 ppm adalah 2.65 berada pada kisaran tidak suka sampai netral, dan nilai rata-rata aftertaste pada konsentrasi 500 ppm adalah 2.54 berada dalam kisaran tidak suka sampai netral. Berdasarkan analisis ragam diperoleh nilai signifikansi untuk penyimpanan 0 hari sebesar 0.029 (Lampiran 7) dan untuk penyimpanan 56 hari sebesar 0.351 (Lampiran 10) pada taraf α = 0.05. Dari nilai tersebut dapat dilihat bahwa aftertaste ketiga sampel pada penyimpanan 0 hari berbeda nyata (α = 0.05), yang menunjukkan bahwa penambahan kalium sorbat pada konsentrasi 300 ppm, 400 ppm, dan 500 ppm berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan panelis pada atribut aftertaste pada minuman kopi dalam kemasan cup penyimpanan 0 hari. Sedangkan pada penyimpanan 56 hari, diperoleh bahwa penambahan kalium sorbat pada konsentrasi 300 ppm, 400 ppm, dan 500 ppm berpengaruh nyata (α = 0.05) terhadap skor kesukaan panelis pada atribut aftertaste minuman kopi dalam kemasan cup. Selanjutnya dilakukan analisis statistik untuk mengetahui pengaruh penyimpanan terhadap aftertaste pada masing-masing konsentrasi kalium
55
sorbat dengan menggunakan uji Paired-Samples T Test. Dari uji tersebut diketahui bahwa perlakuan penyimpanan berpengaruh nyata terhadap aftertaste minuman kopi dalam kemasan cup pada konsentrasi 300 ppm (Lampiran 17) dan 500 ppm (Lampiran 19), dengan nilai signifikansi masing-masing adalah 0.15 dan 0.001 (α = 0.05). Sedangkan pada minuman kopi dengan konsentrasi kalium sorbat 400 ppm (Lampiran 18) diketahui bahwa perlakuan penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap aftertaste minuman kopi dalam kemasan cup, dengan nilai signifikansi 1.00 (α = 0.05). Berdasarkan
hasil
tersebut
diketahui
bahwa
perlakuan
penyimpanan berpengaruh terhadap aftertaste produk minuman kopi dalam kemasan cup. Aftertaste pada penyimpanan 0 hari cenderung dapat diterima oleh panelis, dengan skor hedonik netral. Sedangkan aftertaste pada penyimpanan 56 hari cenderung tidak disukai oleh panelis. Umumnya aftertaste yang ditimbulkan akibat pengaruh penyimpanan pada minuman kopi adalah aftertaste asam dan pahit yang bertahan lama. Pada umumnya rasa asam pada kopi disebabkan oleh penguraian karbohidrat menjadi asam karboksilat dan CO2. Asam organik yang dominan pada kopi adalah asam klorogenat, asam ini mengalami degradasi pada saat proses penyangraian maupun pada saat penyimpanan. Perubahan keasaman pada kopi dipengaruhi oleh kerusakan asam-asam organik yang terdapat pada kopi (Haryanto, 1986). Sedangkan sensasi rasa pahit yang bertahan lama dapat ditimbulkan oleh komponen nitrogen pada kopi seperti betaine, choline, amonia, serotonin amida, dan trigonelline (Varnam dan Sutherland, 1994). Uji organoleptik menggunakan uji hedonik memiliki beberapa faktor yang sangat mempengaruhi, antara lain kepekaan panelis terhadap atribut yang diujikan, dan harus dipastikan bahwa tidak ada faktor lain yang menganggu sensori sehingga panelis dapat dengan jelas mendeteksi atribut yang diujikan (Heath, 1981; Poste et al., 1991). Atribut aftertaste adalah atribut yang sangat sulit untuk diidentifikasi secara jelas oleh panelis. Kepekaan seseorang terhadap atribut aftertaste sangat berbeda-
56
beda, dan kemampuan panelis dalam mendeteksi aftertaste minuman kopi dalam kemasan cup ini pada akhirnya sangat mempengaruhi skor yang diberikan. Penelitian ini tidak bertujuan mencari formula kopi yang memiliki tingkat penerimaan organoleptik yang paling bagus. Formula kopi yang digunakan dianggap sebagai konstanta. Formulasi minuman kopi yang digunakan pada penelitian ini masih harus dikembangkan lebih lanjut untuk mencapai tingkat kesukaan yang maksimal dari panelis.
57
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Uji total mikroba dilakukan terhadap sampel minuman kopi (9 kombinasi perlakuan antara nilai Fo dan konsentrasi pengawet) pada penyimpanan H-0, H-14, H-28, H-42, dan H-56. Berdasarkan hasil uji mikrobiologi disimpulkan bahwa perlakuan panas dengan Fo 20 menit, 30 menit, dan 40 menit pada semua konsentrasi kalium sorbat efektif dalam menurunkan probabilitas pertumbuhan mikroba sampai pada penyimpanan 14 hari. Sedangkan mulai penyimpanan 28 hari didapati adanya pertumbuhan mikroba pada nilai Fo 20 menit dan 30 menit pada semua konsentrasi kalium sorbat. Sedangkan untuk Fo 40 menit, mulai didapati adanya pertumbuhan mikroba yaitu 2.8 x 102 koloni/ml pada penyimpanan 56 hari pada penambahan kalium sorbat 300 ppm. Secara keseluruhan maka dapat pula disimpulkan bahwa penambahan kalium sorbat berpengaruh terhadap rendahnya pertumbuhan mikroba pada produk minuman kopi dalam kemasan cup, yaitu semakin tinggi konsentrasi kalium sorbat maka semakin rendah jumlah mikroba yang tumbuh. Begitu pula halnya dengan nilai Fo, diketahui bahwa semakin tinggi nilai Fo yang diaplikasikan pada produk, maka probabilitas pertumbuhan mikroba akan semakin rendah. Minuman kopi dalam kemasan cup pada perlakuan nilai Fo 20 menit dan 30 menit dengan berbagai konsentrasi kalium sorbat sampai penyimpanan 56 hari belum memenuhi persyaratan mutu mikrobiologi (Angka Lempeng Total) minuman kopi dalam kemasan yang dikeluarkan oleh Standar Industri Indonesia (SII) tahun 1995. Sedangkan untuk nilai Fo 40 menit pada ketiga level konsentrasi kalium sorbat, yaitu 300 ppm, 400 ppm, dan 500 ppm mampu menghasilkan minuman kopi dalam kemasan yang sesuai persyaratan mutu mikrobiologi (Angka Lempeng Total) yang telah ditetapkan, yaitu maksimal 102 koloni/ml. Penambahan kalium sorbat dengan konsentrasi 300 ppm, 400 ppm, 500 ppm tidak memberikan perbedaan nyata (α = 0.05) terhadap skor kesukaan panelis pada atribut aroma dan rasa keseluruhan. Penyimpanan 56
58
hari belum memberikan perbedaan nyata (α = 0.05) terhadap skor kesukaan panelis pada atribut aroma dan rasa keseluruhan. Rata-rata skor kesukaan panelis terhadap minuman kopi dalam kemasan cup yang dihasilkan berkisar dari tidak suka sampai netral.
B. SARAN Berdasarkan hasil analisis mikrobiologi, masih diperlukan penentuan kombinasi proses pemanasan yang sesuai dengan karakteristik produk minuman kopi yaitu memiliki pH dan aw tinggi (termasuk kategori low acid food). Perlakuan HTST (High Temperature Short Time) mampu meningkatkan mutu mikrobiologi dan keamanan minuman kopi dalam kemasan, akan tetapi hal tersebut akan meningkatkan biaya produksi. Pengujian organoleptik hendaknya dilakukan pada waktu yang bersamaan, baik untuk minuman kopi dengan masa simpan 0 hari maupun minuman kopi dengan masa simpan 56 hari, dengan menggunakan metode Multiple Comparison. Berdasarkan hasil uji organoleptik, masih perlu dikembangkan formulasi produk minuman kopi yang lebih tepat dalam rangka mencapai tingkat kesukaan yang maksimal dari panelis. Diperlukan adanya kajian lebih lanjut mengenai kesesuaian kemasan cup yang digunakan dengan karakteristik produk minuman kopi. Mengingat faktor pengemasan adalah salah satu faktor kritis yang dapat mempengaruhi umur simpan suatu produk pangan.
59
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2007. Instant Coffee. http://www.wikipedia.com. [10 Agustus 2007]. Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedarnawati dan S. Budiyanto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor. _________________. 1992. Bahan Pengawet Makanan (Permenkes RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88). Direktorat Badan Pengawas Obat dan Makanan, Jakarta. Branen, A.L. dan P.M. Davidson. 1993. Antimicrobials in Foods. Marcel Dekker, Inc., New York. Clarke, R.J. dan R. Macrae. 1989. Coffee, Volume 1: Chemistry. Elsevier Science Publishers Ltd., England. Clifford, M.N. dan K.C. Wilson. 1985. Coffee, Botany, Biochemistry and Production of Beans and Beverage. The AVI Publishing Company, Inc., Westport, Connecticut. Desrosier, N. W. 1983. Food Preservation. The New Encyclopedia British Macropedia Vol 7 : 492-496. Doyle, M. P., L. R. Beuchat, T. J. Montville. 1997. Food Microbiology: Fundamentals and Frontiers. ASM Press, Washington D.C. Fardiaz, D. 1996. Proses Termal dalam Pengendalian Tahap Pengolahan Kritis untuk Menjamin Keamanan Pangan. FATETA-IPB, Bogor. Fardiaz, Srikandi. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. PAU-Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fellows, P.J. 2000. Food Processing Technology: Principles and Practice. Woodhead Publishing, London. _________________. 2001. Bacteriological and Analitical Manual Food Drug and Administration: Aerobic Plate Count. http://www.usfda-cfsan-bamAerobic Plate Count.htm [6 Agustus 2007]. Frazier, W.C. dan D.C. Westhoff. 1978. Food Microbiology. McGraw-Hill, Inc., USA. Gilliland, S.E. 1986. Bacterial Starter Cultures for Foods. CRC Press, Florida.
60
Haryanto, F. 1986. Sifat dan Aktifitas Antibakteri Ekstrak Bubuk Kopi (Coffee Robusta). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Heath, H.B. 1981. Source Book of Flavors. The AVI Publishing Inc., Connecticut. Heldman, D. R. dan R.P. Singh. 2001. Introduction to Food Engineering. Academic Press, London. Holdworth, S.D. 1997. Thermal Processing of Packaging Food. Chapman and Hall, London. Jenkins, W.A. dan J.P. Harrington. 1991. Packaging Foods with Plastic. Technomic Publishing Company, Inc., USA. Knorr, D. 1995. Hidrostatic Pressure Treatment of Food: Microbiology. Didalam: New Method of Preservation. Gould, G.W. (ed). Blackie Academic and Professional, London. Kusnandar, F., S. Budijanto, P. Hariyadi, Suliantari, L. Nuraida, S. Koswara, D. Herawati, 2006. Modul Praktikum Terpadu Teknologi Pengalengan: Pateurized Juice. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA, IPB, Bogor. Leistner, L. 1995. Priciple and Aplications of Hurdle Technology. Didalam: New Methods of Food Preservation. Gould, G.W. (ed). Blackie Academic and Professional, London. Leistner, L. dan N.J. Russel. 1991. Solutes and Low Water Activity. Didalam: Food Preservatives. Russel N.J. dan G.W.Gould (ed). Blackie and Son, Ltd., London. Poste, L.M., Mackie, D.A., Butler, G. Dan E. Larmond. 1991. Laboratory Methods for Sensory Analysis of Food. Canada Agriculture Research Center, Ottawa. Sala, F.J, Burgos, J., Condon, S., Lopez, P., dan Raso, J. 1995. Effect of Heat and Ultrasound on Microorganisms and Enzyms. Didalam: New Method of Preservation. Gould, G.W. (ed). Blackie Academic and Professinal, London. Sitzmann, W. 1995. High-Voltage Pulse Technic for Food Preservation. Di dalam: New Method of Preservation. Gould, G.W. (ed). Blackie and Professional, London. Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bharata Karya Aksara, Jakarta
61
Sofos, J.N. dan F.F. Busta. 1993. Sorbic Acid and Sorbates. Di dalam: Antimicrobials in Foods. Branen, A.L. dan P.M. Davidson. (ed). Marcel Dekker, Inc., New York. Hal 49-77. Standar Industri Indonesia (SII). 1995. Syarat Mutu Minuman Kopi dalam Kemasan. Departemen Perindustrian, Jakarta. Supardi dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi Dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Alumni, Bandung. Tilbury, R.H. 1982. Developments in Food Preservatives. Applied Science Publishers Ltd., London. Varnam, A.H. dan J.P. Sutherland. 1994. Beverages: Technology, Chemistry and Microbiology. Chapman and Hall, London. Wijaya, C.H. 2006. Teknologi Aditif Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Winarno, F.G. 1994. Sterilisasi Komersial Produk Pangan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarno, F.G dan B.S. Laksmi. 1974. Dasar Pengawetan, Sanitasi dan Keracunan. Departemen Teknologi Hasil Pertanian. FATEMETA IPB, Bogor.
62
Lampiran 1. Hasil Pengukuran Distribusi Panas Pasteurizer Suhu (˚C)
Waktu Proses (menit) T1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
T2 82 82 84 86 87 88 89 90 90 91 91 92 92 92 92 92 92 93 93 93 93 93 93 93 93 92 93 93 93 93
T3 82 84 85 86 88 89 90 90 90 91 91 92 92 92 93 93 93 93 93 93 93 93 93 93 93 93 93 93 93 93
T4 80 80 82 85 86 88 89 90 90 91 91 92 92 92 92 92 92 92 92 92 93 93 93 93 93 93 93 93 93 93
T5 83 83 84 85 86 88 88 89 90 90 91 91 92 92 92 92 92 93 93 93 93 93 93 93 93 93 93 93 93 93
78 80 83 84 86 88 89 90 90 91 91 91 92 92 92 92 92 92 92 92 92 93 93 93 93 93 93 93 93 93
63
Lampiran 2. Hasil Pengukuran Penetrasi Panas Waktu (menit)
Suhu (Celcius) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 34 36 38 40
32 50 69 74 79 82 84 86 87 88 89 89 90 91 91 91 91 92 92 92 92 92 92 92 92 92 92 93 93 93 93 50 41 39 38
64
Lampiran 3. Rekapitulasi Data Hasil Uji Hedonik Pada Minuman Kopi Dalam Kemasan Cup Penyimpanan 0 hari No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Rata-rata
Keterangan:
300 3 2 3 3 3,5 3 2 3 2 4 3,5 2,5 3 3 3 3 2 2 3 2,5 3,5 2,5 2 2,78
Aroma 400 3 3 3 3 4 4 3 3 2 3 3,5 2 3 2 2 3 2 2 3 2,5 3 2,5 2 2,76
500 3 2 3 3 3,5 4 3 3 2 3 3,5 2 3 2 3 3 2 4 3 3 3 3 2 2,87
Rasa Keseluruhan 300 400 500 3 3 2,5 3 4 3 2,5 3 2,5 2,5 3 2,5 3 3,5 3 3 4 3,5 4 4 3 3 3 3 2 3,5 2 4 2 4 3 2 2,5 2,5 2 2 3 2,5 3 3 3 3 1 1 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3,5 3 3 4 3 2,5 3 3,5 3 3,5 3 3 3 2,5 3 2 2,85 2,91 2,89
Aftertaste 300 400 500 3 3,5 2,5 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 4 4 3 3 3 3 4 4 4 4 2 3 2,5 2 2,5 2,5 2 2 3 2,5 3 3 3 3 2 1 4 3 2 3 2 3 3 3 3 3,5 4 2 3 3 2 3 3,5 3 3,5 3 3 3 2 2 2 3,02 2,65 3,00
1 = sangat tidak suka 2 = tidak suka 3 = netral 4 = suka 5 = sangat suka
65
Lampiran 4. Rekapitulasi Data Hasil Uji Hedonik Pada Minuman Kopi Dalam Kemasan Cup Penyimpanan 56 hari NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Rata-rata
Keterangan:
Aroma 300 2 4 3 3 2 3 2 2,5 3 3 2 3 3 2 3 2 2 3 2,5 3 2 3 3 2,65
400 2 3 2 3 3 3 2 2 4 3 3 2 3 2 3,5 2 2 2 2,5 3 2 3 3 2,61
Rasa Keseluruhan 500 3 4 2 3,5 2 4 2 3 3 3 2 2 3,5 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2,83
300 3 3 2,5 3 3 3 2 3 2 4 2 2 2,5 2 3 2 2 3 2,5 3,5 2,5 3 2 2,63
400 2 3,5 2 2,5 3 3 2 2,5 3,5 4 3 3 3 2 3 2 2 3 2,5 3,5 2,5 3 3 2,76
500 3 3 2 3 3 3 2 2,5 3 4 2 2 3 2 3 3 2 3 3 3 2 3 2 2,67
Aftertaste 300 3 3 2,5 3 3 3 2 3 3 4 2 2 2,5 2 3 2 2 3 2,5 3 3 3 2 2,67
400 2 3 2 2,5 3 3 2 2 3,5 4 3 2 3 2 3 2 2 3 2 3 3 3 3 2,65
1 = sangat tidak suka 2 = tidak suka 3 = netral 4 = suka 5 = sangat suka
66
500 3 3 2 3 3 3 2 2 3,5 3 2 2 3 2 3 2 2 3 2 3 2 3 2 2,54
Lampiran 5. Analisis ragam hasil uji hedonik pada atribut aroma untuk perlakuan pengaruh penambahan kalium sorbat pada penyimpanan 0 hari
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: AROMA Type III Sum of Source Squares Model 559.402(a) PANELIS 16.609 SAMPEL
.152
df 25
Mean Square 22.376
F 133.992
Sig. .000
22
.755
4.521
.000
2
.076
.456
.637
Error 7.348 44 Total 566.750 69 a R Squared = .987 (Adjusted R Squared = .980)
.167
Post Hoc Tests SAMPEL Homogeneous Subsets AROMA Duncan Subset SAMPEL N 1 400 ppm 23 2.761 300 ppm 23 2.783 500 ppm 23 2.870 Sig. .402 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .167. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 23.000. b Alpha = .05.
Nilai signifikansi sampel adalah 0.637. Nilai ini lebih besar daripada 0.05 sehingga kesimpulan yang diambil: ketiga konsentrasi kalium sorbat tidak berbeda nyata terhadap kesukaan panelis pada atribut aroma penyimpanan 0 hari.
67
Lampiran 6. Analisis ragam hasil uji hedonik pada atribut rasa keseluruhan untuk perlakuan pengaruh penambahan kalium sorbat pada penyimpanan 0 hari Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: RASA KESELURUHAN Type III Sum of Source Squares df Model 590.551(a) 25 PANELIS 16.572 22 SAMPEL
5.072E-02
Mean Square 23.622
F 99.468
Sig. .000
.753
3.172
.001
2.536E-02
.107
.899
2
Error 10.449 44 Total 601.000 69 a R Squared = .983 (Adjusted R Squared = .973)
.237
Post Hoc Tests SAMPEL Homogeneous Subsets RASA KESELURUHAN Duncan Subset SAMPEL 300 ppm 500 ppm 400 ppm Sig.
N
1 23 23 23
2.848 2.891 2.913 .673 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .237. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 23.000. b Alpha = .05.
Nilai signifikansi sampel adalah 0.899. Nilai ini lebih besar daripada 0.05 sehingga kesimpulan yang diambil: ketiga konsentrasi kalium sorbat tidak berbeda nyata terhadap kesukaan panelis pada atribut rasa keseluruhan penyimpanan 0 hari.
68
Lampiran 7. Analisis ragam hasil uji hedonik pada atribut aftertaste untuk perlakuan pengaruh penambahan kalium sorbat pada penyimpanan 0 hari Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: AFTERTASTE Type III Sum of Source Squares df Model 591.895(a) PANELIS 13.101 SAMPEL
1.978
25
Mean Square 23.676
F 91.742
Sig. .000
22
.596
2.308
.009
2
.989
3.833
.029
Error 11.355 44 Total 603.250 69 a R Squared = .981 (Adjusted R Squared = .970)
.258
Post Hoc Tests SAMPEL Homogeneous Subsets AFTERTASTE Duncan SAMPEL
N
Subset
1 2 400 ppm 23 2.652 500 ppm 23 3.000 300 ppm 23 3.022 Sig. 1.000 .885 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .258. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 23.000. b Alpha = .05.
Nilai signifikansi sampel adalah 0.029. Nilai ini lebih kecil daripada 0.05 sehingga kesimpulan yang diambil: ketiga konsentrasi kalium sorbat berbeda nyata terhadap kesukaan panelis pada atribut aftertaste penyimpanan 0 hari.
69
Lampiran 8. Analisis ragam hasil uji hedonik pada atribut aroma untuk perlakuan pengaruh penambahan kalium sorbat pada penyimpanan 56 hari
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: AROMA Type III Sum of Source Squares Model 517.609(a) PANELIS 15.609 SAMPEL
.609
df 25
Mean Square 20.704
F 115.442
Sig. .000
22
.709
3.956
.000
2
.304
1.697
.195
Error 7.891 44 Total 525.500 69 a R Squared = .985 (Adjusted R Squared = .976)
.179
Post Hoc Tests SAMPEL Homogeneous Subsets AROMA Duncan Subset SAMPEL N 1 400 ppm 23 2.609 300 ppm 23 2.652 500 ppm 23 2.826 Sig. .107 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .179. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 23.000. b Alpha = .05.
Nilai signifikansi sampel adalah 0.195. Nilai ini lebih besar daripada 0.05 sehingga kesimpulan yang diambil: ketiga konsentrasi kalium sorbat tidak berbeda nyata terhadap kesukaan panelis pada atribut aroma penyimpanan 56 hari.
70
Lampiran 9. Analisis ragam hasil uji hedonik pada atribut rasa keseluruhan untuk perlakuan pengaruh penambahan kalium sorbat pada penyimpanan 56 hari Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: RASA KESELURUHAN Type III Sum of Source Squares df Model 506.761(a) 25 PANELIS 16.000 22 SAMPEL
.094
2
Error 4.739 44 Total 511.500 69 a R Squared = .991 (Adjusted R Squared = .985)
Mean Square 20.270
F 188.199
Sig.
.727
6.752
.000
.047
.437
.649
.000
.108
Post Hoc Tests SAMPEL Homogeneous Subsets RASA KESELURUHAN Duncan Subset SAMPEL N 1 500 ppm 23 2.630 300 ppm 23 2.652 400 ppm 23 2.717 Sig. .403 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .108. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 23.000. b Alpha = .05.
Nilai signifikansi sampel adalah 0.649. Nilai ini lebih besar daripada 0.05 sehingga kesimpulan yang diambil: ketiga konsentrasi kalium sorbat tidak berbeda nyata terhadap kesukaan panelis pada atribut rasa keseluruhan penyimpanan 56 hari.
71
Lampiran 10. Analisis ragam hasil uji hedonik pada atribut aftertaste untuk perlakuan pengaruh penambahan kalium sorbat pada penyimpanan 56 hari Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: AFTERTASTE Type III Sum of Source Squares df Model 490.891(a) PANELIS 15.870 SAMPEL
.225
25
Mean Square 19.636
F 187.465
Sig. .000
22
.721
6.887
.000
2
.112
1.072
.351
Error 4.609 44 Total 495.500 69 a R Squared = .991 (Adjusted R Squared = .985)
.105
Post Hoc Tests SAMPEL Homogeneous Subsets AFTERTASTE Duncan Subset SAMPEL N 1 500 ppm 23 2.543 400 ppm 23 2.652 300 ppm 23 2.674 Sig. .204 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .105. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 23.000. b Alpha = .05.
Nilai signifikansi sampel adalah 0.351. Nilai ini lebih besar daripada 0.05 sehingga kesimpulan yang diambil: ketiga konsentrasi kalium sorbat tidak berbeda nyata terhadap kesukaan panelis pada atribut aftertaste penyimpanan 56 hari.
72
Lampiran 11. Hasil uji t hedonik pada atribut aroma untuk perlakuan pengaruh penyimpanan pada penambahan kalium sorbat 300 ppm T-Test Paired Samples Statistics
Pair 1
Mean 2.783 2.652
H0 H56
N 23 23
Std. Deviation .5805 .5526
Std. Error Mean .1210 .1152
Paired Samples Correlations N Pair 1
H0 & H56
23
Correlation -.317
Sig. .140
Paired Samples Test
Mean Pair 1
H0 - H56
.130
Paired Differences Std. Error 95% Confidence Interval Std. Deviation Mean of the Difference .9197
.1918
Lower -.267
Upper .528
T
df
.680
Sig. (2-tailed)
22
.503
Rata-rata skor kesukaan atribut aroma penyimpanan 0 hari dan 56 hari (konsentrasi kalium sorbat 300 ppm) tidak berbeda nyata (α = 0.05)
73
Lampiran 12. Hasil uji t hedonik pada atribut aroma untuk perlakuan pengaruh penyimpanan pada penambahan kalium sorbat 400 ppm T-Test Paired Samples Statistics
Pair 1
H0 H56
Mean 2.761 2.609
N 23 23
Std. Error Mean .1291 .1256
Std. Deviation .6192 .6022
Paired Samples Correlations N Pair 1
H0 & H56
Correlation 23
Sig.
.042
.848
Paired Samples Test
Mean
Paired Differences Std. Error 95% Confidence Interval Std. Deviation Mean of the Difference Lower
Pair 1
H0 - H56
.152
.8452
.1762
-.213
T
df
Sig. (2-tailed)
Upper .518
.863
22
.397
Rata-rata skor kesukaan atribut aroma penyimpanan 0 hari dan 56 hari (konsentrasi kalium sorbat 400 ppm) tidak berbeda nyata (α = 0.05)
74
Lampiran 13. Hasil uji t hedonik pada atribut aroma untuk perlakuan pengaruh penyimpanan pada penambahan kalium sorbat 500 ppm
T-Test Paired Samples Statistics
Pair 1
H0 H56
Mean 2.870 2.826
N 23 23
Std. Error Mean .1266 .1319
Std. Deviation .6071 .6326
Paired Samples Correlations N Pair 1
H0 & H56
Correlation 23
Sig.
.175
.425
Paired Samples Test
Mean
Paired Differences Std. Error 95% Confidence Interval Std. Deviation Mean of the Difference Lower
Pair 1
H0 - H56
.043
.7965
.1661
-.301
T
df
Sig. (2-tailed)
Upper .388
.262
22
.796
Rata-rata skor kesukaan atribut aroma penyimpanan 0 hari dan 56 hari (konsentrasi kalium sorbat 500 ppm) tidak berbeda nyata (α = 0.05)
75
Lampiran 14. Hasil uji t hedonik pada atribut rasa keseluruhan untuk perlakuan pengaruh penyimpanan pada penambahan kalium sorbat 300 ppm T-Test Paired Samples Statistics
Pair 1
H0 H56
Mean 2.848 2.630
N 23 23
Std. Deviation .6295 .5684
Std. Error Mean .1313 .1185
Paired Samples Correlations N Pair 1
H0 & H56
Correlation 23
Sig.
.217
.320
Paired Samples Test
Mean
Paired Differences Std. Error 95% Confidence Interval Std. Deviation Mean of the Difference Lower
Pair 1
H0 - H56
.217
.7512
.1566
-.107
T
df
Sig. (2-tailed)
Upper .542
1.388
22
.179
Rata-rata skor kesukaan atribut rasa keseluruhan penyimpanan 0 hari dan 56 hari (konsentrasi kalium sorbat 300 ppm) tidak berbeda nyata (α = 0.05)
76
Lampiran 15. Hasil uji t hedonik pada atribut rasa keseluruhan untuk perlakuan pengaruh penyimpanan pada penambahan kalium sorbat 400 ppm T-Test Paired Samples Statistics
Pair 1
H0 H56
Mean 2.913 2.761
N 23 23
Std. Deviation .7015 .5813
Std. Error Mean .1463 .1212
Paired Samples Correlations N Pair 1
H0 & H56
Correlation 23
Sig.
-.221
.312
Paired Samples Test
Mean
Paired Differences Std. Error 95% Confidence Interval Std. Deviation Mean of the Difference Lower
Pair 1
H0 - H56
.152
1.0049
.2095
-.282
t
df
Sig. (2-tailed)
Upper .587
.726
22
.475
Rata-rata skor kesukaan atribut rasa keseluruhan penyimpanan 0 hari dan 56 hari (konsentrasi kalium sorbat 400 ppm) tidak berbeda nyata (α = 0.05)
77
Lampiran 16. Hasil uji t hedonik pada atribut rasa keseluruhan untuk perlakuan pengaruh penyimpanan pada penambahan kalium sorbat 500 ppm T-Test Paired Samples Statistics
Pair 1
Mean 2.891
H0 H56
23
Std. Deviation .5830
Std. Error Mean .1216
23
.5561
.1160
N
2.674
Paired Samples Correlations N Pair 1
H0 & H56
Correlation 23
Sig.
.376
.077
Paired Samples Test
Mean
Paired Differences Std. Error 95% Confidence Interval Std. Deviation Mean of the Difference Lower
Pair 1
H0 - H56
.217
.6365
.1327
-.058
T
df
Sig. (2-tailed)
Upper .493
1.638
22
.116
Rata-rata skor kesukaan atribut rasa keseluruhan penyimpanan 0 hari dan 56 hari (konsentrasi kalium sorbat 500 ppm) tidak berbeda nyata (α = 0.05)
78
Lampiran 17. Hasil uji t hedonik pada atribut aftertaste untuk perlakuan pengaruh penyimpanan pada penambahan kalium sorbat 300 ppm T-Test Paired Samples Statistics
Pair 1
Mean 3.022 2.674
H0 H56
N
Std. Deviation .5931 .5353
23 23
Std. Error Mean .1237 .1116
Paired Samples Correlations N Pair 1
H0 & H56
Correlation 23
.381
Sig. .073
Paired Samples Test
Mean
Paired Differences Std. Error 95% Confidence Interval Std. Deviation Mean of the Difference Lower
Pair 1
H0 - H56
.348
.6295
.1313
.076
t
df
Sig. (2-tailed)
Upper .620
2.650
22
.015
Rata-rata skor kesukaan atribut aftertaste penyimpanan 0 hari dan 56 hari (konsentrasi kalium sorbat 300 ppm) berbeda nyata (α = 0.05)
79
Lampiran 18. Hasil uji t hedonik pada atribut aftertaste untuk perlakuan pengaruh penyimpanan pada penambahan kalium sorbat 400 ppm T-Test Paired Samples Statistics
Pair 1
H0 H56
Mean 2.652 2.652
N 23 23
Std. Deviation .7298 .5923
Std. Error Mean .1522 .1235
Paired Samples Correlations N Pair 1
H0 & H56
Correlation 23
-.187
Sig. .392
Paired Samples Test
Mean
Paired Differences Std. Error 95% Confidence Interval Std. Deviation Mean of the Difference Lower
Pair 1
H0 - H56
.000
1.0225
.2132
-.442
t
df
Sig. (2-tailed)
Upper .442
.000
22
1.000
Rata-rata skor kesukaan atribut aftertaste penyimpanan 0 hari dan 56 hari (konsentrasi kalium sorbat 400 ppm) tidak berbeda nyata (α = 0.05)
80
Lampiran 19. Hasil uji t hedonik pada atribut aftertaste untuk perlakuan pengaruh penyimpanan pada penambahan kalium sorbat 500 ppm T-Test Paired Samples Statistics
Pair 1
H0 H56
Mean 3.000 2.543
N 23 23
Std. Deviation .4767 .5417
Std. Error Mean .0994 .1130
Paired Samples Correlations N Pair 1
H0 & H56
Correlation 23
.440
Sig. .036
Paired Samples Test
Mean
Paired Differences Std. Error 95% Confidence Interval Std. Deviation Mean of the Difference Lower
Pair 1
H0 - H56
.457
.5417
.1130
.222
t
df
Sig. (2-tailed)
Upper .691
4.041
22
.001
Rata-rata skor kesukaan atribut aftertaste penyimpanan 0 hari dan 56 hari (konsentrasi kalium sorbat 500 ppm) berbeda nyata (α = 0.05)
81
82
83
84
ix