SKRIPSI
PENGEMBANGAN PRODUK MINUMAN CINCAU HITAM (Mesona palustris) DALAM KEMASAN CUP POLIPROPILEN DI PT FITS MANDIRI BOGOR
Oleh : YOGA RAHMAWANSAH F24102080
2006 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PENGEMBANGAN PRODUK MINUMAN CINCAU HITAM (Mesona palustris) DALAM KEMASAN CUP POLIPROPILEN DI PT FITS MANDIRI BOGOR
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh YOGA RAHMAWANSAH F24102080
2006 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Yoga Rahmawansah, F24102080. Pengembangan Produk Minuman Cincau Hitam (Mesona palustris) Dalam Kemasan Cup Polipropilen di PT Fits Mandiri Bogor, Dibawah bimbingan Slamet Budijanto, 2006
RINGKASAN Cincau hitam merupakan suatu tanaman perdu yang berpotensi menghasilkan gum. Jika gum tersebut dicampurkan dengan pati maka dapat terbentuk gel cincau hitam yang kokoh. Cincau hitam saat ini mulai banyak dikembangkan di kawasan Asia khususnya Singapura, Taiwan dan Cina. Produk yang dikembangkan dinamakan Grass Jelly Drink. Minuman tersebut dikemas dalam kaleng dan prosesnya berupa sterilisasi. Produk tersebut terdiri oleh gel cincau hitam yang dipotong dalam ukuran ± 0,5 cm dan larutan sirup sebagai pengisi. Akan tetapi masih belum banyak teknologi pengolahan minuman cincau dalam kemasan yang lebih sederhana. Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan teknologi pengolahan minuman cincau hitam dalam kemasan cup polipropilen, dengan harapan dapat diterapkan dalam industri kecil. Penelitian yang telah dilakukan diawali dengan penentuan tahapan ekstraksi menggunakan NaHCO3, formulasi gel cincau hitam dan formulasi larutan pengisi minuman cincau hitam. Setelah dihasilkan produk minuman cincau hitam dilakukan analisa sifat fisik dan kimia serta mikrobiologi. Pengujian sifat fisik yang dilakukan meliputi pengujian tekstur gel cincau menggunakan alat Reoner RE-3305 dan total padatan terlarut (TPT) dengan Refraktometer. Pengujian sifat kimia berupa pengukuran tingkat keasaman dan total asam tertitrasi. Sedangkan Analisa mikrobiologi meliputi penghitungan Total Plate Count (TPC). Ekstraksi tanaman cincau hitam dilakukan dalam waktu minimum 30 menit atau hingga diperoleh ekstrak yang terasa lekat di tangan. Ekstraksi dilakukan dengan bobot tanaman 5 % dan 6 %. Secara subjektif diketahui bahwa aroma cincau hitam yang lebih baik pada bobot tanaman cincau 6 %, sehingga untuk tahap selanjutnya digunakan bobot ekstraksi tanaman cincau sebesar 6%. Formulasi gel cincau hitam dilakukan dengan kombinasi tepung tapioka 2,5 %, 5 %, dan 8 % b/v ekstrak. Dalam formulasi gel dilakukan pula penggunaan beberapa jenis pengasam yaitu asam fosfat, asam malat dan asam sitrat. Berdasarkan parameter rasa maka dari beberapa pengasam tersebut dipilih asam fosfat untuk digunakan dalam formulasi selanjutnya. Penambahan sejumlah pengasam pada gel tentunya akan berpengaruh terhadap kekuatan gel cincau hitam. Oleh karena itu dilakukan penambahan pengasam dalam jumlah yang berbeda-beda yaitu 0,115 %, 0,120 % dan 0,125 % v/v. Masing masing diukur dengan menggunakan alat Reoner RE-3305. Berdasarkan hasil analisis menggunakan Reoner RE-3305, diketahui bahwa penambahan 0,125 % menghasilkan gel dengan kekuatan paling rendah yaitu17,50 gf, akan tetapi gel ini masih dapat digunakan untuk pembuatan minuman cincau hitam. Berdasarkan beberapa rangkaian formulasi tersebut diperoleh formulasi dasar yaitu 2,5 % tepung tapioka, 0,125 % asam fosfat, 11 % gula dan air untuk melarutkan tepung tapioka.
Untuk menentukan formulasi yang terbaik maka telah dilakukan pengujian organoleptik yaitu uji Hedonik dengan rating dan rangking. Uji hedonik ini menggunakan tiga formula yaitu formula A dengan 10 % gula, formula B dengan 11 % gula dan formula C dengan 12 % gula. Hasil dari uji hedonik ini menunjukan bahwa formula terbaik yang disukai oleh panelis adalah formula A. Produk terbaik ini dianalisis total mikrobanya, ternyata jumlah total mikroba ini menunjukan 2,0 x 101 koloni/ml. Jumlah ini masih sesuai dengan standar minuman sejenis seperti SNI 01-4317-1996 tentang nata de coco kemasan. Berdasarkan pengukuran pH diketahui juga bahwa produk ini masuh memiliki pH kurang dari 4,5.
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN PENGEMBANGAN PRODUK MINUMAN CINCAU HITAM (Mesona palustris) DALAM KEMASAN CUP POLIPROPILEN DI PT FITS MANDIRI BOGOR
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh YOGA RAHMAWANSAH F24102080 Dilahirkan pada tanggal 12 Maret 1984 Di Sukabumi Tanggal Lulus: Agustus 2006 Menyetujui, Bogor,
Agustus 2006
Dr. Ir. Slamet Budijanto, MAgr Dosen Pembimbing Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen ITP
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Maret 1984 di Sukabumi, Jawa Barat. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Rahmawan Paidi dan Enung Aisah. Penulis mengawali pendidikannya di Tk Sanggar Tunas Harapan
Ciampea
pada
tahun
1989
dan
melanjutkan
pendidikan Sekolah Dasar di SDN Ciherang V Kabupaten Bogor pada tahun 1990-1993, kemudian pindah ke SDN Ciomas VIII Kabupaten bogor tahun 1993-1996. Pada tahun 1996-1999 penulis melanjutkan pendidikan ke SMPN 6 Bogor, sedangkan tahun 1999-2002 pendidikan penulis dilanjutkan di SMUN 2 Bogor di Jurusan IPA. Pada tahun 2002 penulis dapat diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis diterima di Fakultas Teknologi Pertanian, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan pada program studi Teknologi Pangan. Selama perkuliahan penulis pernah menjadi Asisten Penerapan Komputer pada tahun ajaran 2005-2006. Selain itu penulis juga pernah aktif menjadi pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM-TPB) pada tahun 20022003 dan pengurus Himitepa pada tahun 2004-2005. Penulis juga pernah aktif dalam beberapa kegiatan kepanitiaan yaitu panitia Lepas Landas Sarjana, LCTIP XII, Techno F dan kepanitiaan lainnya. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjananya penulis melakukan penelitian dengan judul ”Pengembangan Produk Minuman Cincau Hitam (Mesona palustris) Dalam Kemasan Cup Polipropilen di PT Fits Mandiri Bogor” dibawah bimbingan Dr. Ir. Slamet Budijanto, MAgr.
KATA PENGANTAR
Bismillahir Rohmaanir Rahiim, rasa syukur terlimpah pada Allah Swt yang telah memberikan rahmat dan karunianya hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Pengembangan Produk Minuman Cincau Hitam (Mesona palustris) Dalam Kemasan Cup Polipropilen di PT Fits Mandiri Bogor”. Skripsi ini merupakan hasil penelitian dari penulis sebagai suatu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian studi penulis telah banyak dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak, Khususnya kepada : 1. Mama, dan Bapak atas segala dukungan, doa dan harapannya serta bimbingan yang telah diberikan selama ini, karya ini kupersembahkan khusus untukmu. 2. Bapak Dr. Ir. Slamet Budijanto, MAgr selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan masukan dan membantu terselesaikannya skripsi ini. 3. Bapak Dr. Ir. Muhammad Arpah, Msi dan Bapak Dr. Ir. Yadi Haryadi, Msc atas kesediaan untuk menjadi penguji skripsi dan memberikan masukan yang berharga. 4. Mba Rinrin, Mba Febri dan Mba Emi serta seluruh karyawan PT Fits Mandiri yang banyak membantu penulis selama bekerja di PT Fits Mandiri. 5. Seluruh Dosen Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah memberikan banyak ilmu selama perkuliahan. 6. Vebri, Bayu, Mang Mesri, Teh Vita, Om Waluyo serta seluruh keluarga besar Hj Atikah dan Kromorejo yang banyak membantu penulis. 7. Musa, Jamal, Eneng, Dian, Asmi, Tina dan Achie atas persahabatannya selama ini.
8. Teman-teman satu bimbingan Mas Abud, Mas Malvin, Mba Ulva, Rahmat, Chamdani, Sigit, Indri, Fahrul, Crist, Didin, Irma, Rucit, Dini dan Andal. 9. Farah, Yudhan (konk), Putra, Qky dan Rauf. Temen-temen terbaik gw yang dah kasih banyak kenangan di masa-masa TPB. 10. Teman-teman golongan C khususnya C4 (Rikza, Fahrul dan Steisi), Ulik, Boyon, Qyas, Deddy, Molid, Rebek, Hana, Kenot, Eva dan semua anak C, atas kerjasamanya selama praktikum 11. Vivi dan Apong (sie konsumsi gw waktu sidang), Dadik (makasih dah ambilin LCD), Ansor (Makasih atas Laptopnya), Ajeng dan Inggrid (makasih dah ajarin persiapan plating), Echo (makasih atas motivasi dan bantuannya selama empat tahun), Ami, Muslimah, Bekti, izal dan seluruh rekan-rekan TPG 39 yang tidak dapat disebutkan namanya, Terima kasih atas kerjasama selama empat tahun. 12. Bapak Koko, Bapak Wahid, Bapak Sidik, Bapak Gatot, Bapak Rojak, Bapak Mul, Bapak Sobirin, Bapak Yahya, Ibu Rub, Teh Ida, Mas Edi, Mba Darsih, Mas Dodi dan seluruh laboran yang telah banyak membantu penulis. 13. Serta Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan namanya atas segala bantuan dan bimbingannya. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih belum sempurna. Namun semoga keterbatasan penulis ini tidak mengurangi hakikat kebenaran dari tulisan ini. Mudah-mudahan karya ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Bogor, Agustus 2006 Penulis
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR...................................................................................... iii DAFTAR ISI..................................................................................................... v DAFTAR TABEL............................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR........................................................................................ viii DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... ix I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG............................................................................... 1 B. TUJUAN DAN SASARAN....................................................................... 2 C. MANFAAT............................................................................................... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA. A. CINCAU................................................................................................... 3 B. CINCAU HITAM..................................................................................... 4 C. ABU QI DAN MINERAL PENGGANTINYA....................................... 7 D. PATI.......................................................................................................... 9 E. GEL CINCAU HITAM............................................................................. 11 F. PENGASAM (ACIDULANT)................................................................... 14 G. BAHAN PEMANIS.................................................................................. 15 H. BAHAN PENGAWET.............................................................................. 16 I. PENGEMASAN....................................................................................... 18 J. PROSES TERMAL DAN PASTEURISASI............................................. 19 III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT................................................................................ 22 B. METODE PENELITIAN........................................................................... 22 1. Rendemen Gel dan Produktivitas Cincau................................................ 25 2. Total Padatan Terlarut............................................................................. 25 3. Pengukuran pH........................................................................................ 26 4. Kekuatan Gel Cincau Hitam.................................................................... 26 5. Total Asam Tertitrasi............................................................................... 26 6. Total Mikroba.......................................................................................... 27 7. Uji Organoleptik...................................................................................... 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. OBSERVASI PENGOLAHAN CINCAU HITAM................................... 28 B. EKSTRAKSI DAN FORMULASI GEL CINCAU HITAM..................... 30 1. Ekstraksi................................................................................................... 30 2. Formulasi Gel Cincau Hitam................................................................... 31 3. Penggunaan Pengasam Dalam Formulasi Gel Cincau Hitam.................. 33 C. FORMULASI MINUMAN CINCAU HITAM......................................... 37 D. UJI ORGANOLEPTIK............................................................................. 38 1. Uji Rating (Overall)................................................................................ 39 2. Uji Peringkat (Rangking)........................................................................ 39 E. PENGAMATAN DAN ANALISIS........................................................... 40 1. Analisis Sifat Fisik................................................................................... 40 a. Rendemen Gel dan Produktivitas Gel Cincau Hitam............................ 40 b. Total Padatan Terlarut.......................................................................... 42 2. Analisis Sifat Kimia................................................................................. 43
a. Pengukuran pH...................................................................................... 43 b. Total Asam Tertitrasi............................................................................ 44 3. Analisis Mikrobiologi (Total Plate Count) …………………………… 45 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN......................................................................................... 48 B. SARAN...................................................................................................... 49 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 50 LAMPIRAN....................................................................................................... 53
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Perbedaan jenis tanaman Cincau .............................................
3
Tabel 2. Perbedaan karakteristik dari amilosa dan amilopektin ............
10
Tabel 3. Perbedaan kandungan amilosa dan suhu gelatinisasi pati pada bahan pangan ................................................................
10
Tabel 4. Pengaruh penambahan NaCl terhadap suhu pembentukan dan suhu titik leleh gel cincau ........................................................
13
Tabel 5. Formulasi minuman cincau hitam ...........................................
23
Tabel 6. Proses formulasi gel cincau hitam untuk 300 ml ekstrak.........
32
Tabel 7. Pengamatan penggunaan pengasam terhadap rasa gel cincau hitam ........................................................................................
33
Tabel 8. Pengaruh penambahan pengasam terhadap tektur gel cincau Hitam secara subjektif ……..………………….......................
34
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.
Empat jenis tanaman cincau ...................................................
4
Gambar 2.
Pendugaan mekanisme pembentukan gel cincau hitam..........
12
Gambar 3.
Pembuatan minuman cincau hitam ........................................
24
Gambar 4.
Pengukuran kekuatan gel cincau hitam dengan penambahan asam fosfat ............................................................................
36
Gambar 5.
Pengukuran Rendemen gel cincau hitam ..............................
40
Gambar 6.
Produktivitas 1 gram tanaman cincau ....................................
41
Gambar 7
Pengukuran TPT minuman cincau hitam ...............................
42
Gambar 8.
Pengukuran pH minuman cincau hitam .................................
44
Gambar 9.
Pengukuran total asam tertitrasi minuman cincau hitam .......
45
Gambar 10. Hasil pengamatan total mikroba minuman cincau hitam .......
47
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1.
Penggunaan Asam sitrat 1 gr/100 ml air dan 100 ml ekstrak 53 Cincau………………………………………………………...
Lampiran 2.
Penggunaan asam malat 1 gr/100 ml air dan 100 ml ekstrak Cincau………………………………………………………..
Lampiran 3.
Penggunaan asam fosfat 5 ml/100 ml air dan 100 ml ekstrak Cincau………………………………………………………..
Lampiran 4.
54
Formulasi
minuman
cincau
hitam,
55
rendemen dan
produktivitas cincau hitam………………………………….
56
Lampiran 5.
Gambar hasil pengukuran Reoner RE-3305...........................
57
Lampiran 6.
Hasil pengukuran kekuatan gel menggunakan reoner RE3305.........................................................................................
58
Lampiran 7.
Hasil pengukuran TPT dan pH ...............................................
59
Lampiran 8.
Rekapitulasi data hasil uji hedonik rating overall ....…….….
60
Lampiran 9.
Analisis ANOVA dan uji lanjutan Duncan dari uji hedonik rating .……………………………………..…………………
61
Lampiran 10. Rekapitulasi hasil uji peringkat (rangking).……………….....
62
Lampiran 11. Hasil analisis Friedman Test dari uji peringkat (rangking).....
63
Lampiran 12. Form uji organoleptik............................................................... 64 Lampiran 13. Hasil pengukuran total asam tertitrasi ..................................... 65 Lampiran 14. Hasil pengamatan total mikroba .............................................. 66 Lampiran 15. Gambar minuman cincau hitam ............................................... 67
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Cincau hitam merupakan suatu tanaman perdu yang berpotensi menghasilkan gum. Jika gum tersebut dicampurkan dengan pati maka dapat terbentuk gel cincau hitam yang kokoh. Cincau hitam saat ini mulai banyak dikembangkan di kawasan Asia khususnya Singapura, Taiwan dan Cina. Produk yang dikembangkan dinamakan Grass Jelly Drink. Minuman tersebut dikemas dalam kaleng dan prosesnya berupa sterilisasi. Produk tersebut terdiri dari gel cincau hitam yang dipotong dalam ukuran ± 0,5 cm dan larutan sirup sebagai pengisi. Minuman Gras Jelly Drink juga telah masuk ke Indonesia, akan tetapi hanya dijual di tempat-tempat tertentu saja seperti swalayanswalayan besar. Minuman tersebut dijual dengan harga yang relatif mahal, oleh karena itu perlu adanya pengembangan lebih lanjut mengenai teknologi pengolahan cincau hitam yang lebih sederhana. Pengembangan teknologi pengolahan minuman cincau hitam ini perlu dilakukan karena selama ini cincau hitam dikenal sebagai suatu minuman tradisional yang memang telah lama di hasilkan oleh para pengrajin atau industri kecil di Indonesia. Sejak dahulu hingga saat ini kebanyakan para pengrajin atau industri kecil cincau hitam tersebut hanya membuat cincau secara sederhana yaitu massa gel yang rasanya tawar dan tidak dikemas. Akan tetapi ada sejumlah kecil industri cincau hitam yang telah mencoba mengolah cincau hitam dalam kemasan plastik vakum dengan rasa manis. Hal ini membuat pentingnya suatu teknologi pengolahan minuman cincau hitam dalam kemasan cup plastik. Harapannya teknologi ini dapat diadopsi oleh industri kecil sebab dari segi infestasi tidak terlalu mahal dan penerapan teknologinya juga tidak terlalu sulit. Melalui dasar pemikiran ini diharapkan mampu meningkatkan nilai jual cincau hitam dipasar sehingga pada akhirnya akan mampu membangkitkan semangat industri kecil yang bergerak dalam pengolahan cincau hitam.
Cincau hitam apabila dilihat dari nilai gizinya tergolong kedalam produk rendah kandungan energi sebab sebagian besar adalah air. Oleh karena itu sering dijadikan makanan untuk diet. Sifat fungsional dari cincau hitam ini juga menjadi suatu kekuatan bahwa produk cincau ini akan dapat berkembang di pasaran. Menurut Wahab (1983) cincau hitam sejak dahulu sering dijadikan sebagai obat diare. Cincau hitam juga memiliki kemampuan untuk melindungi kerusakan DNA pada limfosit manusia yang terkena hidrogen peroksida dan iradiasi UV, hal ini dikarenakan kandungan senyawa aktif polifenol (Lai et al., 2001).
B. TUJUAN DAN SASARAN PENELITIAN
1. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan teknologi pengolahan cincau hitam dalam kemasan cup plastik polipropilen yang dapat diterapkan dalam skala industri kecil.
2. Sasaran Sasaran dari penelitian ini adalah tersedianya teknologi pengolahan cincau hitam dalam kemasan cup plastik polipropilen yang dapat diterapkan dalam skala industri kecil.
C. MANFAAT Penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan teknologi minuman cincau hitam dalam kemasan yang dapat digunakan dalam industri-industri kecil, sehingga akan mendorong berdirinya industri yang bergerak dalam minuman cincau hitam.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. CINCAU Menurut Pitojo dan Zumiati (2005), tanaman cincau secara umum terdiri dari empat jenis yaitu Cincau Hijau (Cyclea barbata), Cincau Perdu (Premna serratifolia L, atau Premna integritifolia L), Cincau Minyak (Stephania hermandifolia) dan Cincau Hitam (Mesona palustris). Pada Tabel 1 berikut ini dapat dilihat perbedaan-perbedaan antara keempat jenis cincau tersebut. Tabel 1. Perbedaan jenis tanaman Cincau No 1.
2.
3.
Karakterisatik Bahan baku
Proses
Hasil Produk
Cincau Hijau Daun segar
Perbedaan Cincau Cincau Minyak Cincau Perdu Daun segar Daun dilayukan
Daun asli lemas Warna hijau klorofil
Daun Asli kaku
Daun asli kaku
Warna klorofil
Warna klorofil
Relatif bersih dari kotoran
Relatif bersih dari kotoran
Relatif bersih dari kotoran
Aroma spesifik, lemah Tanpa pemanasan
Aroma spesifik, lemah
Aroma kuat
Tanpa pemanasan
Diremas dengan air matang dingin
Diremas dengan air matang dingin
Disaring dan dicetak Sedikit Kebutuhan keluarga
Disaring dicetak Sedikit Kebutuhan keluarga
Pelayuan alami, atau pelayuan dengan air hangat Diremas dengan air matang lalu ditambah pengental Disaring dan dicetak Sedikit-banyak Kebutuhan keluarga dan komersial
Pitojo dan Zumiati (2005),
hijau
dan
hijau
langu,
Cincau Hitam Brankas (batang dan daun kering) Daun asli lemas Warna coklat karena ikatan klorofil rusak Banyak kotoran, campuran benda lain saat pengeringan Aroma spesifik, lemah Perebusan brankas (janggelan) Direbus dan ditambahkan tepung pati Dicetak Sangat banyak Kebutuhan keluarga dan komersial
Secara umum tanaman cincau bermanfaat sebagai bahan pangan, sebagai pangan fungsional, tanaman konservasi karena memiliki kemampuan untuk dapat hidup pada kondisi yang kering dan tidak subur tanahnya serta sebagai komoditas agribisnis dan agroindustri (Pitojo dan Zumiati, 2005). Gambar dari masing masing jenis cincau tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.
Cyclea barbata
Mesona palustris
Premna serratifolia
Stephania hermandifolia
Gambar 1. Empat jenis tanaman cincau
B. CINCAU HITAM Tanaman cincau hitam (Mesona palustris) merupakan tanaman yang tergolong kedalam divisi pterydophyta, klas dicotiledonae dan famili Labiatae. Tanaman ini merupakan tanaman perdu dengan ketinggian 30-60 cm dan tumbuh pada ketinggian 150-1800 m diatas permukaan laut (Heyne, 1987). Batangnya beruas, berbulu halus dengan bentuk menyerupai segiempat, kebanyakan bercabang pada bagian dasarnya dan berwarna agak kemerahan. Daun cincau hitam berwarna hijau, lonjong, tipis lemas, ujungnya runcing,
pangkal tepi daun bergerigi dan memiliki bulu halus. Letak daun saling berhadapan dan berselang seling dengan daun berikutnya (Pitojo dan Zumiati, 2005). Tanaman cincau hitam dapat dibudidayakan dengan cara generatif maupun vegetatif. Cara generatifnya adalah dengan menggunakan biji sedangkan vegetatifnya menggunakan stek batang, tunas akar dan cara merunduk (Sunanto, 1995). Proses pembibitan secara generatif tingkat keberhasilannya kecambahnya hanya 1-2 % saja dengan waktu 12 bulan, hal ini menyebabkan pembibitan cara ini jarang dilakukan (Sunanto, 1995). Pembudidayaan yang sering dilakukan adalah dengan cara stek batang, tunas akar dan merunduk. Pembudidayaan dengan cara vegetatif ini tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama dan tingkat keberhasilannya juga tinggi, selain itu tanaman yang dihasilkan memiliki sifat yang sama dengan induknya. Tanaman cincau hitam mudah dibudidayakan, terutama didaerah dataran menengah hingga tinggi. Tanaman tersebut umumnya cocok ditanam ditegalan, pekarangan, dan ladang, secara monokultur atau tumpang sari dengan tanaman lain. Dalam rangka konservasi lahan, tanaman tersebut dapat ditanam di galengan teras atau ditempat yang berlereng. Hal ini didukung oleh sifat perakaran yang lebat dan kuat mengikat tanah (Pitojo dan Zumiati, 2005). Setelah berumur 3-4 bulan dari saat tanam, dilakukan pemanenan pertama dengan cara memotong sebagian tanaman menggunakan sabit sehingga bagian yang tertinggal dapat tumbuh kembali. Pada pemanenan yang kedua dilakukan pada bulan ke 7-8, semua tanaman dicabut sampai ke akar-akarnya (Anonim, 2002). Pohon janggelan yang telah dipanen selanjutnya dikeringkan dengan cara menghamparkannya di atas permukaan tanah, hingga warnanya berubah dari hijau menjadi coklat tua. Tanaman cincau yang telah kering inilah yang merupakan bahan baku utama pembuatan cincau hitam. Tanaman Cincau kering ini tahan jika disimpan dalam waktu satu tahun, akan tetapi selama penyimpanan harus dilakukan proses pengeringan sebab jika kondisinya lembab maka akan tumbuh jamur pada tanaman kering tersebut. Bagian tanaman yang memiliki komponen polisakarida yang paling banyak ada pada bagian batang
dan daunnya, sehingga dalam proses pengolahannya digunakan bagian daun dan batang tanaman cincau hitam (Pitojo dan Zumiati, 2006). Proses pemeliharan tanaman cincau hitam ini dilakukan dengan melakukan penyiraman pagi dan sore agar diperoleh kondisi tanah yang tetap lembab dan tidak kekeringan. Pupuk yang digunakan untuk tanaman ini pupuk yang mengandung N (nitrogen) seperti pupuk urea. Hal ini bertujuan agar dapat merangsang pertumbuhan daun yang lebih banyak (Sunanto, 1995). Hama yang mungkin tumbuh selama penanaman cincau ini adalah jenis Maenas maculifascia yang akan merusak daun cincau. Untuk mengatasinya dilakukan penyemprotan insektisida. Penyemprotan dilakukan apabila diketahui gejala penyebarannya yaitu dengan banyaknya daun cincau yang berlubang. Insektisida yang digunakan adalah insektisida jenis Azordin 15 WSC atau Dursban 20 EC dengan dosis ringan 1,5 ml perliter air (Sunanto, 1995) Penyebaran tanaman cincau hitam tergolong cukup luas sebab ditemukan dibeberapa daerah Indonesia. Penyebaran tanaman cincau hitam di Jawa Barat meliputi daerah sekitar Gunung Salak, Ciomas dan Ciampea (Bogor), serta di Batujajar (Bandung). Didaerah Jawa Tengah tanaman ini banyak ditemukan di daerah Gunung Unggaran dan Gunung Ijen. Daerah penyebaran lainnya adalah Bali, Lombok dan Sumbawa (Sunanto, 1995). Apabila kita melakukan penanaman secara penuh pada luas lahan sebanyak 1000 Ha maka hasil tanaman cincau hitam kering adalah 6000 ton/tahun (Anonim, 2004). Melalui nilai tersebut ternyata produktivitasnya cukup menjanjikan. Wilayah Pacitan saja mampu menyediakan bahan baku cincau hitam sebanyak 3 ton/hari (Anonim, 2006). Tanaman cincau ini merupakan tanaman yang memiliki komponen pembentuk gel, sehingga dapat tergolong kedalam tanaman penghasil hidrokoloid. Untuk memperoleh komponen pembentuk gel dari tanaman cincau dilakukan melalui ekstraksi dalam waktu tertentu. Ekstraksi dilakukan menggunakan bahan baku tanaman cincau hitam yang telah dikeringkan. Komponen pembentuk gel dari tanaman cincau hitam ini jika berdiri sendiri tidak mampu membentuk gel yang kokoh. Akan tetapi apabila komponen pembentuk gel cincau dicampurkan dengan pati dan abu Qi maka akan
dihasilkan gel yang kokoh. Perbandingan antara komponen pembentuk gel, pati dan abu Qi menentukan kekokohan dari gel cincau hitam. Selain kemampuannya dalam menghasilkan gel bersama pati dan abu Qi tanaman cincau hitam juga tergolong kedalam tanaman yang memiliki sifat sebagai antioksidan. Menurut Lai et al. (2001), adanya senyawa aktif polifenol mampu melindungi kerusakan DNA pada limfosit manusia yang terkena hidrogen peroksida dan iradiasi sinar UV. Menurut Lai et al. (2001) dan Hung dan Yen (2002), aktivitas yang dimiliki oleh cincau hitam dikarenakan adanya senyawa fenol seperti protocatheic acid, p-hydroxy benzoic acid, vanilic acid, caffeic acid dan syringic acid. Aktivitas terbanyak disebabkan oleh adanya caffeic acid. Aktivitas antioksidan dari cincau hitam pada konsentrasi 50 mg/ml (98,9 %) lebih kuat dibandingkan 50 mg/ml α-tocopherol (78 %). Aktivitas antioksidan dari cincau hitam ini akan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi gum.
C. ABU QI DAN MINERAL PENGGANTINYA Abu Qi berperan dalam membentuk gel sebab abu tersebut mengandung berbagai jenis mineral yang dibutuhkan untuk memperkokoh struktur gel cincau. Abu Qi yang sering dijual di toko kimia berupa kristal berwarna coklat muda sampai coklat tua, dengan sifat yang mudah menyerap air. Secara tradisional abu Qi dapat diperoleh dari bahan dasar merang (tangkai padi), atau diperoleh dari ekstrak abu tangkai padi yang sudah direndam sebelumnya dengan air atau air hujan (Wahab, 1983). Menurut Supriharso (1991), abu Qi yang digunakan dalam proses pembuatan cincau mengandung mineral yang meliputi K, Na, Ca, Mg, Mn, Zn, Fe dan Cu. Secara umum mineral yang paling banyak adalah natrium, kalium dan kalsium. Tingginya kandungan ketiga mineral tersebut menyebabkan larutan abu Qi bersifat alkalis dengan pH 8-9. Hal ini menyebabkan larutan abu Qi mampu menyempurnakan proses ekstraksi komponen pembentuk gel dari tanaman cincau hitam dan mengkatalis pelepasan gugus tertentu untuk membentuk residu gum aktif yang berperan dalam pembentukan gel cincau
hitam (Asyar, 1988). Peningkatan larutan abu Qi sebagai larutan pengekstrak akan meningkatkan kekuatan gel cincau yang dihasilkan akan tetapi jika sangat berlebihan maka kekuatan gel akan kembali menurun. Apabila tidak digunakan larutan abu Qi dalam mengekstrak tanaman cincau maka ekstraksi komponen pembentuk gel cincau tidak dapat berlangsung dengan baik dan gel tidak akan terbentuk secara kokoh. Saat ini para pengrajin cincau hitam telah meninggalkan abu Qi. Hal ini disebabkan semakin sulitnya diperolah abu Qi di toko-toko kimia. Penggunaan larutan untuk menggantikan abu Qi telah banyak dilakukan. Menurut Asyhar (1988), abu Qi berusaha digantikan dengan NaOH, hal ini didasarkan pada sifat alkalis yang dimiliki oleh abu Qi. Harapannya dengan penambahan NaOH hingga pH 10-11 akan diperolah ekstrak cincau yang dapat membentuk gel. Akan tetapi penggunaan NaOH ini gagal sebab ekstrak yang dihasilkan tidak mampu membentuk gel. Menurut Asyhar (1988), ekstraksi menggunakan KCl dan NaCl juga dilakukan akan tetapi hasilnya sama saja. Menurut Sendiko (1987), peranan abu Qi dalam pembentukan gel sebagai pengkelat logam, oleh karena itu dilakukan penambahan mineral Li, Na, K dalam bentuk garam klorida dalam campuran komponen pembentuk gel (KPG)-pati tapioka. Hasilnya sedikit membantu pembentukan gel cincau hitam. Menurut Supriharso (1991), kandungan mineral terbanyak dari abu Qi meliputi K+ sebesar 15,94-109,71 (x103 ppm), diikuti dengan Na+ sebesar 0,92-296,14 (x 103 ppm) dan Ca
2+
sebesar 112,92—1018,80 ppm dalam 100 g sampel.
Menurut Supriharso (1991), penggunaan Fe, Mn dan Cu dalam ekstraksi cincau tidak dapat membantu proses pembentukan gel cincau hitam, akan tetapi penggunaan Na dan K dalam bentuk karbonat dapat membantu proses pembentukan gel cincau hitam. Menurut Lai dan Cou (2000), bentuk Nabikarbonat berperan dalam ekstraksi cincau hitam. Hal ini didukung pula melalui observasi terhadap para pengrajin cincau hitam yang telah beralih dari abu Qi menggunakan Na-bikarbonat.
D. PATI Pati merupakan polimer karbohidrat yang secara alami disintesa dalam tanaman. Pati tersusun atas unit-unit glukopiranosa yang masing-masing dihubungkan satu sama lain melalui ikatan α-glikosidik. Pati memiliki kandungan 2 polimer yang berbeda baik dari segi berat molekul maupun dari struktur kimianya, polimer tersebut adalah amilosa dan amilopektin. Amilosa adalah polimer berantai lurus dengan ikatan α (1,4) glukosida. Masing-masing polimer mengandung 200-2000 unit glukosa (Wuzburg, 1968). Banyaknya gugus hidroksil yang bersifat hidrofilik dan mempunyai afinitas yang cukup besar terhadap air menyebabkan pati memiliki kemampuan membentuk dispersi dalam air. Amilosa bersifat larut air panas dan akan keluar dari granula pati saat mengalami gelatinisasi. Struktur dari amilosa linear dan banyak mengandung gugus hidoksil maka memiliki kecenderungan membentuk struktur paralel satu sama lain melalui ikatan hidrogen. Jika hal ini terjadi maka afinitas amilosa terhadap air akan berkurang karena adanya ikatan antar molekul ini. Kumpulan molekul amilosa akan meningkat sampai pada suatu titik dimana terjadi pengendapan jika konsentrasinya rendah, dan akan terbentuk gel jika konsentrasinya tinggi. Fenomena penggabungan molekul amilosa dari suatu larutan pati yang telah dipanaskan dan didinginkan kembali, membentuk suatu gel yang keruh dan dikenal dengan retrogradasi. Berbeda dengan amilosa, komponen amilopektin pati merupakan polimer berantai cabang yang terdiri dari 15-25 unit glukosa dengan ikatan α(1,4)-glukosida dan pada setiap percabangan terdapat ikatan α-(1,6)-glukosida (Wuzburg, 1968). Amilopektin merupakan polimer yang lebih besar dibandingkan dengan amilosa. Pada Tabel 2 dapat dilihat perbedaan antara amilosa dan amilopektin. Adanya percabangan pada amilopektin akan menghalangi gerakan dan kecenderungan untuk saling mendekati dalam membentuk ikatan hidrogen yang diperlukan untuk peristiwa retrogradasi. Hal ini menyebabkan amilopektin lebih stabil dan lebih tahan terhadap perubahan-perubahan dibandingkan amilosa (Wurzburg, 1968). Amilopektin dianggap juga dapat membentuk kristal akibat
retrogradasi dan juga membentuk kompleks dengan senyawa lain, tetapi kemampuan amilopektin untuk membentuk kompleks lebih kecil daripada amilosa (Madukarti, 1987). Tabel 2. Perbedaan karakteristik dari amilosa dan amilopektin Karakteristik Amilosa Amilopektin Reaksi dengan I2 Biru Intensif Merah ungu Berat molekul 250.000 1.000.000 Jumlah unit glukosa dalam 200 atau lebih 15-30 setiap rantai lurus Analisa difraksi sinar-x Derajat kristal Amorphous tinggi Kelarutan dalam air Larut Tidak larut Stabilitas dalam larutan air Retrogradasi stabil Madukarti (1987) Perlu diketahui bahwa kandungan pati pada berbagai bahan berbedabeda satu sama lain, baik dari segi jumlah pati maupun komponen amilosa dan amilopektinnya. Tabel 3 menunjukan perbedaan kandungan amilosa beberapa bahan pangan. Perbedaan amilosa ini cukup berpengaruh dalam proses pembuatan cincau sebab cincau akan terbentuk dengan baik jika digunakan pati dengan kadar amilosa yang cukup tinggi. Secara umum dalam pembuatan gel cincau hitam digunakan tapioka, maka dalam penelitian ini juga akan digunakan tapioka. Selain tapioka memiliki kandungan amilosa yang cukup tinggi, gel yang dihasilkan juga kokoh dan tidak mudah hancur. Tabel 3. Perbedaan kandungan amilosa dan suhu gelatinisasi pati pada bahan pangan Bahan Pangan Kandungan amilosa (%) Suhu Gelatinisasi (°C) Jagung 62-72 22-28 Tapioka 62-73 17-22 Gandum 58-64 17-27 Beras 68-78 16-17 Sagu 26 Wahab (1983)
E. GEL CINCAU HITAM Gel cincau hitam adalah massa gel yang berwarna hitam kecoklatan yang diperoleh dari pengolahan panas tiga komponen yaitu komponen pembentuk gel tanaman cincau, pati dan abu Qi. Massa ini mempunyai konsistensi mirip dengan massa gel yang diperoleh dari agar-agar. Gel cincau akan terbentuk semakin kaku dengan waktu yang semakin singkat apabila semakin tinggi kadar tepung pati dan daun janggelan yang digunakan (BPK, 1975), sedangkan kekuatan gel cincau tergantung pada perbandingan komponen pembentuk gel, pati dan abu Qi. Menurut wahab (1983), dalam pembentukan gel selain jumlah pati secara keseluruhan, kadar amilosa sangat berpengaruh terhadap gel cincau hitam. Contohnya pada saat penggunaan tepung beras ketan sebagai sumber pati dalam pembuatan cincau maka tidak terbentuk gel cincau layaknya penggunaan tepung beras, tepung terigu, tepung jagung. Hal ini disebabkan jumlah amilosa pada beras ketan sangat sedikit (1-2 %) sehingga tidak terjadi keseimbangan antara jumlah komponen amilosa dan amilopektin pati. Maka dari penelitian tersebut tepung yang dijadikan sebagai sumber pati harus yang memiliki kandungan amilosa cukup tinggi. Gel cincau terjadi akibat adanya interaksi yang sinergis antara komponen pati, mineral dan komponen pembentuk gel cincau. Interaksiinteraksi yang mungkin terjadi meliputi interaksi elektrostatik, ikatan hidrogen, ikatan kovalen. Apabila jenis ikatan tersebut semakin kuat maka air yang terperangkap didalamnya akan terikat kuat sehingga gel akan semakin kokoh. Bentuk interaksi dari gel cincau hitam kemungkinan mirip dengan interaksi gel antara Xantan Gum dan Locus Bean Gum atau antara Xantan Gum dan Karagenan. Interaksi yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan Gambar 2, struktur doubel heliks utama dibentuk oleh oleh pati yang kemudian bergabung dengan komponen gum cincau hitam melalui ikatan silang oleh adanya jembatan mineral. Pembentukan ikatan mineral misalnya oleh Na yang merupakan kation monovalen. Kation ini memiliki muatan satu positif yang memiliki kemampuan membentuk ikatan ionik dengan
satu sisi reaktif dari gum cincau hitam. Setelah melakukan ikatan ionik dengan satu sisi rekatif, maka dengan adanya penambahan energi (karena dilakukan pemanasan) diduga terjadi pula ikatan yang lain seperti ikatan hidrogen antara sisi reaktif yang belum berikatan dengan ion mineral (Gambar 2D). Apabila sebagian besar sisi reaktif telah melakukan ikatan ionik dengan ion mineral, maka ikatan kedua yang diharapkan membentuk ikatan silang antara komponenkomponen pembentuk gel hanya akan terjadi dalam jumlah sedikit, atau bahkan tidak terjadi sama sekali jika semua sisi reaktif yang ada sudah melakukan ikatan ionik (Gambar 2E)
D
E
Gambar 2. Pendugaan mekanisme pembentukan gel cincau hitam A. B. C. D. E.
Struktur double heliks dari pati tapioka Bentuk gum dari tanaman cincau hitam Bentuk fleksibel penghubung antar double heliks Ikatan ionik dari kation monovalen dan ikatan hidrogen Ikatan ionik dari kation monovalen
Menurut Wahab (1983), pembentukan gel cincau hitam juga dipengaruhi oleh tanaman cincau yang digunakan. Tanaman yang memiliki batang dan daun yang lebih kecil dan relatif berat akan menghasilkan ekstrak gum yang lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang memiliki batang besar tetapi beratnya relatif lebih ringan. Kandungan gum yang lebih banyak juga dipengaruhi oleh masa pemanenan. Menurut Pitojo dan Zumiati (2005), apabila tanaman cincau hitam dipanen menjelang masa berbunga maka kadar gumnya akan lebih banyak, akan tetapi diluar itu maka kandungan gumnya akan sedikit. Kualitas tanaman cincau hitam yang dipanen setelah masa berbunga kurang baik sebab sebagian energi tanaman telah digunakan untuk membentuk bunga dan buah. Pemanenan yang baik dilakukan pada umur tanaman 3-4 bulan (Sendiko, 1987). Tabel 4. Pengaruh penambahan NaCl terhadap suhu pembentukan dan suhu titik leleh gel cincau NaCl (mM)
Suhu Pembentukan gel (°C)
0 50,1 5 49,9 15 50,1 35 60,5 75 71,3 Lai dan Chou (2000)
Waktu Pembentukan gel (menit)
Titik Leleh (°C)
Waktu Pelelehan (menit)
Kehilangan Viskositas (%)
6,1 7,4 5,9 2,8 1,7
82,8 85,7 90,4 95,7 95,7
1,4 1,2 1,5 4,2 5,1
89,0 90,6 90,9 78,8 57,7
Gel cincau yang terbentuk merupakan gel yang bersifat termoreversibel. Menurut Sendiko (1987), termoreversibel maksudnya bahwa gel cincau yang telah terbentuk selama pendinginan, akan kembali mencair jika dipanaskan melewati suhu titik cairnya. Selanjutnya jika setelah dipanaskan, kembali didinginkan maka gel cincau akan terbentuk kembali. Secara alami gel cincau yang dihasilkan antara campuran ekstrak cincau dan pati memiliki suhu pencairan pada 82,8 °C, sedangkan suhu pembentukan gelnya adalah 50 °C (Lai and Chao, 2000). Suhu leleh dari gel cincau ini pada dasarnya dapat dimodifikasi menjadi lebih tinggi lagi dengan penambahan kation monovalen dan divalen. Biasanya kation monovalen atau divalen ditambahkan dalam bentuk garamnya. Pada Tabel 4 di atas dapat dilihat pengaruh penambahan
garam NaCl pada berbagai konsentrasi dan pengaruhnya dalam merubah titik leleh gel cincau. Menurut Sendiko (1987), penggunaan Li, Na dan K dalam proses pembentukan gel akan mampu meningkatkan kekuatan gel cincau hitam hingga jumlah tertentu. Setelah jumlah mineral terlalu banyak maka yang terjadi adalah penurunan kekuatan gel kembali.
F. PENGASAM (ACIDULANT) Produk produk minuman sering kali ditambahkan pengasam (Acidulant). Acidulant merupakan suatu senyawa kimia yang memiliki sifat asam dan sering digunakan dalam pengolahan makanan dengan tujuan tertentu. Peranan dari penambahan pengasam ini sebagai penegas rasa dan warna atau menyelubungi aftertaste yang tidak diinginkan. Sifat asam yang dimilikinya dapat menurunkan pH sehingga akan berpengaruh dalam mencegah pertumbuhan mikroba dan bertindak sebagai pengawet. Pengasam yang sering digunakan dalam bahan pangan meliputi asam organik dan asam anorganik. Asam organik yang dapat digunakan adalah asam sitrat, asam malat, asam tartarat, asam fumarat, asam asetat, asam suksinat dan asam laktat. Sedangkan asam anorganik yang dapat digunakan sebagai pengasam dalam makanan hanya satu yaitu asam fosfat. Selain asam fosfat asam anorganik lain tidak dapat digunakan seperti HCl dan H2SO4 karena kurang baik terhadap mutu produk akhir (Winarno, 1989) Jenis pengasam yang paling umum adalah asam sitrat. Tujuan digunakan pengasam ini selain untuk menurukan pH juga digunakan untuk mencegah kehilangan warna, dan untuk memberikan rasa menyerupai buah. Sehingga sering digunakan untuk minuman saribuah. Asam sitrat memiliki sifat korosif dan dapat menyebabkan iritasi, selain itu dapat menyebabkan kulit seperti terbakar. Asam malat merupakan asam yang memiliki rasa lembut, sedikit asam namun memiliki flavour yang tidak membakar lidah. Umum digunakan untuk produk pangan seperti minuman, es krim, permen, makanan kering, makanan kaleng, selai dan jelly. Dalam penggunaanya, untuk memperoleh tingkat keasaman tertentu hanya perlu digunakan dalam jumlah lebih sedikit
dibandingkan penggunaan asam sitrat. Hal ini disebabkan asam malat memiliki derajat ionisasi dalam air lebih tinggi daripada asam sitrat. Asam fosfat secara umum digunakan dalam minuman cola dan sangat mungkin digunakan untuk jenis minuman lainnya. Rasa asamnya lebih rendah dibandingkan dengan asam sitrat dan lebih baik jika digunakan untuk minuman bukan saribuah atau tidak memiliki rasa buah (nonfruit) (Woodroof, 1981). Asam fosfat memiliki bentuk cair dan memiliki kelarutan yang tinggi dalam air. Biasanya secara komersial dijual dalam konsentrasi yang tinggi 75%, 80%, 85%, dan 90%. Memiliki sifat yang korosif terhadap bahan logam. Asam fosfat jika terkena kulit akan memiliki efek samping berupa gatal dan terasa terbakar. Asam fosfat tidak bersifat volatile. Asam fosfat dapat berfungsi sebagai pengasam, buffer dan emulsifier. Selain itu dapat bersifat sebagai sumber nutrisi bagi tubuh yaitu sebagai penyumbang fosfor.
G. BAHAN PEMANIS Bahan pemanis merupakan suatu bahan yang umum digunakan dalam makanan. Bahan pemanis ini terbagi menjadi dua. Jenis pemanis pertama yaitu Nutritive sweetener yaitu pemanis yang dapat dimetabolisme oleh tubuh seperti sukrosa, fruktosa dan glukosa. Pemanis yang kedua adalah Non-nutritive sweetener, merupakan pemanis yang tidak dapat dimetabolisme oleh tubuh seperti sakarin, aspartam, alitam, siklamat, Acesulfam-K, manitol, maltitol, neotam, sukralosa, isomalt, laktitol, silitol dan sorbitol (Salminen dan Hallikainen, 1990). Pemanis yang paling banyak digunakan adalah sukrosa. Sukrosa ini tergolong kedalam oligosakarida yang banyak terdapat pada tanaman tebu, bit, siwalan dan kelapa kopyor. Sukrosa banyak digunakan di industri sebab selain harganya relatif murah dan banyak diproduksi, sukrosa juga tidak menimbulkan aftertaste yang tidak disukai oleh konsumen. Aftertaste ini seringkali muncul pada penggunaan pemanis buatan yang tidak dikontrol dengan baik. Winarno (1989) menjelaskan bahwa sukrosa merupakan disakarida yang terdiri dari monosakarida glukosa dan fruktosa. Kemanisan sukrosa sama
dengan 1,00. Untuk industri-industri makanan biasa digunakan sukrosa dalam bentuk kristal halus atau kasar dan dalam jumlah yang banyak dipergunakan dalam cairan sukrosa (sirup). Pada pembuatan sirup, sukrosa dilarutkan dalam air dan dipanaskan, sebagian sukrosa akan terurai menjadi glukosa dan fruktosa sehingga disebut gula invert. Menurut Salminen dan Hallikainen (1999), selain sebagai pemanis sukrosa juga berperan sebagai bahan pengembang, pengawet, dan pembentuk tekstur, selain itu sukrosa dijadikan sebagai sumber energi pada proses fermentasi. Sukrosa dapat pula digunakan untuk mencegah sineresis dan denaturasi protein, membantu proses emulsifikasi lemak serta seringkali dikombinasikan dengan garam dan asam sitrat untuk menghasilkan sensasi rasa yang lebih baik. Sukrosa sering digunakan sebagai salah satu komponen dalam proses pembuatan cake, biskuit, puding, bir, wine, wine yang difortifikasi dan softdrink. Hal ini menunjukan sukrosa memiliki peranan penting dalam pengolahan pangan.
H. BAHAN PENGAWET Bahan pengawet terdiri dari bahan pengawet organik dan anorganik dalam bentuk asam atau garamnya. Pengawet berfungsi untuk memperpanjang umur simpan produk makanan dan menghambat pertumbuhan mikroba. Oleh karena itu sering pula disebut senyawa anti mikroba (Winarno, 1989). Bahan pengawet anorganik diantaranya adalah sulfit, nitrit dan nitrat. Bahan pengawet organik meliputi asam asetat, asam propionat, asam benzoat, asam sorbat dan senyawa epoksida. Bahan pengawet anorganik seperti sulfit, selain digunakan sebagai pengawet sering pula digunakan untuk mencegah reaksi browning pada bahan pangan. Nitrit dan nitrat biasanya digunakan untuk mengawetkan daging olahan untuk mencegah pertumbuhan mikroba dan menghasilkan warna produk yang menarik. Bahan pengawet organik seperti asam sorbat, merupakan asam lemak monokarboksilat yang berantai lurus dan mempunyai ikatan tidak jenuh (α-
diena). Bentuk yang biasa digunakan umumnya dalam bentuk garamnya seperti Na-sorbat dan K-sorbat. Pengawet ini digunakan untuk mencegah pertumbuhan kapang dan bakteri. Sorbat aktif pada pH diatas 6,5 dan keaktifannya menurun dengan meningkatnya pH. Asam propionat (CH3CH2COOH) merupakan asam yang memiliki tiga atom karbon yang tidak dapat dimetabolisme oleh mikroba. Hewan tingkat tinggi dan manusia dapat memetabolisme asam propionat ini seperti asam lemak biasa. Penggunaan propionat biasanya dalam bentuk garam Na-propionat dan Ca-propionat. Bentuk efektifnya dalam bentuk yang tidak terdisosiasi, pengawet ini efektif terhadap kapang dan khamir pada pH diatas 5. Asam asetat merupakan bahan pengawet yang dapat digunakan untuk mencegah pertumbuhan kapang, contohnya pertumbuhan kapang pada roti. Asam asetat tidak dapat mencegah pertumbuhan khamir. Asam asetat sebesar 4% kita kenal sebagai cuka dan aktivitasnya akan lebih besar pada pH rendah. Epoksida merupakan senyawa kimia yang bersifat membunuh semua mikroba termasuk spora dan virus. Contoh senyawa epoksida adalah etilen oksida dan propilen oksida. Bahan pengawet ini digunakan sebagai fumigan terhadap bahan-bahan kering seperti rempah-rempah, tepung dan lain-lain. Etilen oksida lebih efektif dari propilen oksida, tetapi etilen oksida lebih mudah menguap, terbakar dan meledak, karena itu biasanya diencerkan dengan senyawa lain membentuk campuran 10% etilen oksida dan 90% CO2. Bahan pengawet yang digunakan adalah Na-benzoat dengan rumus kimia C6H5COONa. Bahan pengawet ini sangat luas penggunaanya dan sering digunakan dalam bahan makanan berasam rendah untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan khamir pada konsentrasi yang rendah yaitu dibawah 0,1 %. Benzoat juga telah banyak digunakan dalam pembuatan jam, jelly, margarin, minuman berkarbonasi, salad buah, acar, sari buah dan lain lain. Menurut Winarno (1989), aktifitas antimikroba dari benzoat akan mencapai maksimum pada pH 2,5-4,5 dengan bentuk asam tidak berdisosiasi. Apabila dilihat dari tingkat kelarutannya maka benzoat dalam bentuk garamnya yaitu Na-benzoat memiliki tingkat kelarutan yang lebih tinggi pada air dan etanol sehingga pada penelitian ini digunakan bentuk Na-benzoat. Na-benzoat berbentuk kristal putih, tanpa bau.
Perlu di ketahui bahwa penambahan Na-benzoat dapat mempengaruhi rasa produk, sebab Na-benzoat memiliki rasa astringent. Seringkali dengan penambahan Na-benzoat dapat menimbulkan aroma fenol, yaitu seperti aroma obat cair. Apabila penambahan Na-benzoat melebihi 0,1 % maka sering kali menimbulkan rasa pedas dan terbakar. Winarno (1989) menyatakan bahwa efektivitas dari Na-benzoat akan meningkat apabila ada penambahan senyawa belerang (SO2) atau senyawa sulfit (SO3) dan gas karbon (CO2). Efektivitas dari Na-benzoat dalam menghambat pertumbuhan mikroba meliputi jenis bakteri seperti Lactobacillus, Listeria, Kapang seperti Candida, Saccharomyces dan Khamir jenis Aspergillus, Rhyzopus dan Cladosphorium. Legalitas dari penggunaan Na-benzoat digolongkan kedalam Generally Recognized As Safe (GRAS). Hal ini menunjukan bahwa penggunaanya memiliki toksisitas yang rendah terhadap hewan dan manusia. Hewan dan manusia memiliki mekanisme detoksifikasi benzoat yang efisien, sebab jika dikonsumsi 60-95 % dari senyawa ini akan dapat dikeluarkan oleh tubuh. Hingga saat ini benzoat dipandang tidak memiliki efek teratogenik (menyebabkan cacat bawaan) jika dikonsumsi dan tidak bersifat karsinogenik.
I. PENGEMASAN Pengemasan merupakan suatu cara dalam memberikan kondisi sekeliling yang tepat bagi bahan pangan. Fungsi dari pengemasan bahan pangan meliputi: (1) dapat mempertahankan produk agar bersih dan memberikan perlindungan terhadap kotoran dan pencemaran lainnya; (2) memberikan perlindungan terhadap bahan pangan dari kerusakan fisik, oksigen dan sinar; (3) harus berfungsi secara benar, efisien dan ekonomis dalam proses pengepakan yaitu selama pemasukan bahan pangan kedalam kemasan, ini artinya bahan pengemas harus sudah dirancang untuk siap pakai pada mesin-mesin yang ada; (4) harus mempunyai suatu tingkat kemudahan baik kemudahan bagi konsumen untuk membuka dan menutup maupun kemudahan untuk tahapan selanjutnya seperti pengelolaan di gudang dan distribusi produk; (5) pengemasan harus
mampu memberi pengenalan keterangan dan daya tarik penjualan, unit pengepakan yang dijual harus dapat menjual apa yang dilindunginya dan melindungi apa yang dijual (Buckle et al, 1987). Kemasan yang sering digunakan sebagai pengemas bahan makanan meliputi kemasan kertas, botol, plastik, kaleng, komposit (kombinasi plastik dan kertas). Kemasan yang umum digunakan dalam minuman dalam cup adalah kemasan plastik. Kemasan plastik polipropilen merupakan salah satu kemasan yang dapat digunakan untuk produk minuman. Sifat dari kemasan ini adalah ringan, mudah dibentuk dan transparan serta tidak mudah sobek. Kemasan polipropilen ini memiliki permeabilitas uap air rendah, dan permeabilitas gas sedang, tahan suhu tinggi hingga 150 °C, titik leleh tinggi, tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak.
J. PROSES TERMAL DAN PASTEURISASI Proses termal atau pengawetan dengan suhu tinggi pertama kali ditemukan oleh Nicholas Appert. Nicholas Appert berhasil mengawetkan makanan dengan tahapan wadah gelas diisi dengan makanan, kemudian ditutup dengan rapat, wadah yang berisi makanan tersebut dipanaskan dalam air mendidih dalam beberapa saat dan langsung didinginkan. Akan tetapi Nicholas Appert belum dapat menjelaskan bagaimana mekanisme pengawetan terjadi. Fenomena tersebut baru terjawab oleh penelitian yang dilakukan Louis Pasteur, bahwa ternyata proses pemanasan atau proses termal dapat mengawetkan makanan karena panas dapat membunuh atau memusnahkan mikroba pembusuk. Tujuan dari proses termal adalah untuk peningkatan mutu pangan (preservation), keamanan pangan (product safety), dan memperoleh keuntungan (profitability). Manfaat dari proses termal itu sendiri yaitu (1) terbunuhnya mikroorganisme sehingga meningkatkan keamanan dan keawetan pangan; (2) menyebabkan inaktifnya enzim-enzim perusak sehingga mutu produk lebih stabil selama penyimpanan; (3) menyebabkan perubahan tekstur, warna dan flavour sehingga menjadi lebih disukai; (4) peningkatan ketersediaan beberapa
zat gizi, misalnya peningkatan daya cerna protein dan karbohidrat; (5) rusaknya atau hilangnya beberapa komponen anti gizi (misalnya inhibitor tripsin pada produk leguminosa). Namun demikian, proses pemasakan dengan suhu tinggi juga dapat mengakibatkan kemungkinan rusaknya beberapa zat gizi dan mutu (umumnya yang berhubungan dengan mutu organoleptik seperti warna, tekstur dan lainlain), terutama jika proses pemanasan tidak terkontrol dengan baik. Karena itulah maka pada pelaksanaannya, proses pengolahan dengan suhu tinggi (pemanasan) ini perlu dikontrol dengan baik. Pada umumnya semakin tinggi suhu pemanasan dan semakin lama waktu pemanasan maka semakin besar pula tingkat inaktivasi mikroorganisme dan enzim-enzim. Karena itulah maka kontrol terpenting dalam proses pemanasan adalah kontrol terhadap suhu dan waktu. Berdasarkan pada kriteria suhu, waktu dan tujuan pemanasan ini maka proses termal dibagi menjadi beberapa operasi yaitu proses blansir (blanching), proses pasteurisasi dan proses sterilisasi. Blansir adalah perlakuan pemanasan pendahuluan yang bertujuan untuk memperbaiki mutu buah dan sayuran sebelum dikenai perlakuan proses lanjutan. Jadi, proses blansir bukan merupakan proses pengawetan,
tetapi merupakan proses pendahuluan yang
biasanya dilakukan dalam suatu proses pengolahan buah dan sayur. Adapun tujuan dari proses blansir ini adalah untuk (1) menginaktivasi enzim; (2) mengurangi jumlah mikroba awal (terutama mikroba pada bagian permukaan bahan pangan, buah dan sayur); (3) melunakan tekstur buah dan sayur sehingga mempermudah proses pengisian buah dan sayur dalam wadah dan (4) mengeluarkan udara yang terperangkap pada jaringan buah/sayur yang akan mengurangi kerusakan oksidasi dan membantu proses pengalengan dengan terbentuknya ruang kosong (headspace) yang baik. Pasteurisasi merupakan suatu proses pengawetan yang namanya diambil dari nama ahli mikrobiologi Prancis yaitu Louis Pasteur. Pada awalnya proses ini dikembangkan sebagai upaya untuk mencari metode pengawetan minuman anggur (wine). Pasteur menunjukan bahwa proses pembusukan pada minuman anggur dapat dicegah jika anggur tersebut dipanaskan pada suhu 60 ºC selama
beberapa waktu. Namun demikian, dalam perkembangannya proses pasteurisasi lebih banyak diaplikasikan untuk proses pengolahan susu. Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif cukup rendah (umumnya dilakukan pada suhu kurang dari 100 ºC) dengan tujuan untuk mengurangi populasi mikroorganisme pembusuk sehingga bahan pangan yang dipasteurisasi tersebut akan memiliki daya awet beberapa hari (seperti produk susu pasteurisasi) atau sampai beberapa bulan (seperti produk sari buah pasteurisasi) Walaupun proses ini hanya mampu membunuh sebagian populasi mikroorganisme, namun pasteurisasi ini sering diterapkan terutama jika (1) dikhawatirkan bahwa penggunaan panas yang lebih tinggi akan menyebabkan terjadinya kerusakan mutu (misalnya pada susu); (2) tujuan utama proses pemanasan hanyalah untuk membunuh mikroba patogen (penyebab penyakit, misalnya pada susu) atau inaktivasi enzim-enzim yang dapat merusak mutu (misalnya pada saribuah); (3) diketahui bahwa mikroorganisme penyebab kebusukan yang utama adalah mikroorganisme yang sensitif tehadap panas (khamir atau ragi pada sari buah); (4) Akan digunakan cara atau metode pengawetan lain yang dikombinasikan dengan proses pasteurisasi, sehingga sisa mikroorganisme yang masih ada setelah pasteurisasi dapat dikendalikan dengan metode pengawetan tersebut (misalnya pasteurisasi dikombinasikan dengan pendinginan, pemasakan yang rapat tertutup, penambahan gula dan/atau asam dan lain lain). Jadi,
secara
umum
tujuan
utama
pasteurisasi
adalah
untuk
memusnahkan sel-sel vegetatif dari mikroba patogen, pembentukan toksin maupun pembusuk. Beberapa mikroba yang dapat dimusnahkan dengan perlakuan pasteurisasi diantaranya adalah bakteri penyebab penyakit seperti Mycobacterium tuberculosis (penyebab penyakit TBC), Salmonella (penyebab kolera dan tifus) serta Shigella dysenteriae (penyebab disentri). Disamping itu pasteurisasi juga dapat memusnahkan bakteri pembusuk yang tidak berspora seperti Pseudomonas, Achromobacter, Lactobacillus, Leuconostoc, Proteus, Micrococcus dan Aerobacter serta kapang dan khamir.
III. METODOLOGI
A. BAHAN DAN ALAT Pada penelitian ini bahan-bahan yang digunakan meliputi tanaman cincau hitam, NaHCO3, tepung tapioka, gula, asam fosfat dan air. Bahan yang digunakan dalam analisis meliputi NaOH, Asam oksalat, indikator fenolftalein, aquades, NaCl dan Media PCA (Plate Count Agar) Peralatan dalam pembuatan minuman cincau hitam ini adalah timbangan, panci besar dan kecil, pengaduk kayu, termometer, saringan halus, kompor, mesin pengelim (sealing machine). Sedangkan peralatan untuk analisa digunakan digunakan refraktometer, pH meter, Reoner RE-3305, otoklaf, inkubator, cawan petri, tabung reaksi bertutup, erlenmeyer, dan gelas piala.
B. METODE Penelitian yang telah dilakukan meliputi observasi dan formulasi dari minuman cincau hitam yang diawali dengan proses ekstraksi komponen pembentuk gel dari cincau hitam. Ekstraksi dilakukan menggunakan bobot tanaman cincau sebesar 5 % dan 6 % selama 30 menit dan atau hingga diperoleh ekstrak cincau yang berwarna hitam pekat serta terasa licin ditangan. Dari dua kombinasi tersebut dipilih satu untuk dijadikan ekstrak pada formulasi selanjutnya. Ekstrak yang dipilih digunakan untuk formulasi gel cincau hitam. Dalam formulasi ini telah digunakan tiga kombinasi penambahan tepung tapioka yaitu 2,5 %, 5 %, dan 8 %. Berdasarkan ketiga kombinasi tepung tapioka tersebut diambil satu kombinasi yang memiliki kekuatan dan bentuk massa yang paling baik secara subjektif. Satu kombinasi penambahan tepung tapioka yang diperoleh sebelumnya diberikan tiga perlakuan penambahan asam. Penambahan asam yang dilakukan dengan jenis yang berbeda beda yaitu asam sitrat, asam malat dan
asam fosfat. Dari ketiga jenis pengasam tersebut dipilih satu yang memiliki rasa asam paling rendah yaitu asam fosfat. Setelah diperoleh jenis pengasam yang cocok selanjutnya diberikan perlakuan P1, P2 dan P3 yang merupakan penambahan
jumlah
asam
yang
berbeda-beda.
Jumlah
asam
yang
ditambahkan berturut-turut adalah 0,115 % v/v, 0,120 % v/v dan 0,125 % v/v. Ketiga perlakuan penambahan asam tersebut diamati secara subjektif dan diukur kekuatannya menggunakan alat Reoner RE-3305 serta dibandingkan dengan kontrol. Berdasarkan hasil kedua pengamatan ini diambil satu perlakuan yang menghasilkan gel dengan pH yang rendah dan memiliki kekuatan yang masih cukup baik dan cocok digunakan dalam minuman cincau hitam. Berbagai kombinasi ekstrak, tepung tapioka dan pengasam telah diperoleh selama proses yang telah disebutkan sebelumnya. Selanjutnya adalah penambahan gula yang akan berpengaruh terhadap rasa dari minuman cincau hitam. Jumlah gula yang ditambahkan meliputi tiga macam dan dikatakan sebagai formula A, B dan C, ketiga formula ini dapat dilihat pada Tabel 5. Formula tersebut juga telah diujikan kepada para panelis dengan menggunakan uji organoleptik yaitu uji hedonik secara rating dan peringkat (rangking). Melalui uji hedonik tersebut dipilih satu formula yang paling baik dan paling disukai oleh panelis. Formula tersebut dikatakan sebagai formula terbaik. Ketiga formula ini dilakukan pengujian terhadap beberapa parameter fisik, kimia dan mikrobiologi. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat mutu dari produk minuman cincau hitam yang dihasilkan. Diagram alir pembuatan minuman ini dapat dilihat pada Gambar 3. Tabel 5. Formulasi minuman cincau hitam Formulasi
Bahan
Gel cincau hitam (% ekstrak)
Tapioka Gula Air Asam fosfat Gula Garam Asam fosfat Na-benzoat
Sirup Pengisi (% air)
A 2,5 10 16 0,125 10 0,06 0,01 0,06
Formula B 2,5 11 16 0,125 11 0,06 0,01 0,06
C 2,5 12 16 0,125 12 0,06 0,01 0,06
Tanaman Cincau Kering ↓ Disortasi dan dipotong-potong ± 5 cm serta dicuci bersih ↓ 0,125 %NaHCO3 Air standar Dipanaskan selama 30 menit pada suhu 100° C untuk pangan ↓ Disaring Ampas ↓ Filtrat cincau hitam Gula Pasir ↓ Dicampurkan ↓ Dipanaskan diatas 90°C sambil diaduk hingga larut ↓ Larutan Tepung Diturunkan suhunya hingga ± 85°C Tapioka ↓ Dicampurkan sedikit demi sedikit sambil diaduk cepat ↓ Ditambahkan Acidulant (Asam fosfat) ↓ Dituang dalam loyang hingga ketebalan ± 1 cm ↓ Didinginkan, dicetak atau dipotong kecil kecil ↓ Potongan cincau Air ↓ Dipanaskan diatas 90°C ↓ Gula Dicampurkan ↓ Ditambahkan garam dan Na Benzoat serta asam fosfat ↓ Sirup cincau Dimasukkan kedalam cup plastik ↓ dikelin (sealing) dan dipasteurisasi ↓ dilakukan shock cooling dalam waktu 10 menit ↓ Minuman cincau hitam Gambar 3. Pembuatan minuman cincau hitam
Analisis-analisis yang dilakukan selama proses pembuatan minuman ini meliputi analisis sifat fisik, kimia dan mikrobiologi serta uji organoleptik. Analisis fisik yang dilakukan adalah rendemen dan produktivitas cincau hitam, analisis kekuatan gel dan total padatan terlarut, sedangkan analisis kimia yang dilakukan adalah pengukuran pH dan total asam tertitrasi. Untuk analisis mikrobiologi dilakukan analisis total mikroba menggunakan media PCA (Plate Count Agar). Berikut analisis-analisis yang telah disebutkan sebelumnya :
1. Rendemen Gel dan Produktivitas Cincau Penentuan rendemen gel dilakukan dengan menimbang semua bahan yang digunakan dalam pembuatan gel cincau hitam seperti, tepung tapioka, ekstrak cincau, gula, air dan asam fosfat. Setelah itu gel yang dihasilkan juga ditimbang. Dengan menggunakan rumus berikut ini dan ditentukan persen rendemennya. % Rendemen = Bobot akhir x 100 % Bobot awal Dari proses perhitungan rendemen tersebut dapat dilakukan konversi untuk mengetahui tingkat produktivitas per gram tanaman cincau hitam dalam membentuk gel. Dengan asumsi 120 gram cincau dalam 2000 ml air dilakukan ekstrasksi 30 menit dengan hasil ekstrak 1500 ml.
2. Total Padatan Terlarut (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) Pengukuran total padatan terlarut menggunakan alat refraktometer Abbe Atago N-IE 0-32%. Larutan yang akan diukur di teteskan pada prisma refraktometer. Nilai pada skala yang terbaca pada batas gelap dan terang menunjukan besarnya total padatan terlarut tersebut dalam satuan derajat brik.
3. Pengukuran pH (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Alat pH meter yang digunakan harus melalui tahapan kalibrasi. Dalam kalibrasi diperlukan larutan buffer pH 4 dan buffer pH 7.
4. Pengukuran Kekuatan Gel (Reoner RE-3305) Uji kekuatan gel dilakukan dengan menggunakan Reoner RE-3305. Melalui pengujian kekuatan gel ini akan diketahui seberapa besar gaya yang diperlukan untuk menghancurkan gel cincau yang telah terbentuk. Dalam melakukan pengukuran kekuatan gel ini, alat reoner diatur dengan kecepatan meja bergerak 0,5 mm/s, kecepatan grafik 60 mm/s. Pengukuran kekuatan gel dilakukan dengan mengukur ketinggian dari peak yang terbentuk pada grafik. Setiap kotak mewakili 5 gram force (gf)
t
Gambar 3. Ilustrasi hasil pengamatan reoner RE-3305 Kekuatan gel = t x 5 gf (gram force)
5. Penentuan Total Asam Tertitrasi (Apriyantono et al., 1992) Sampel dihancurkan dan dihomogenkan dengan menggunakan wearing blender. Sampel yang telah homogen tersebut diambil sebanyak 10 gram dan encerkan dengan menggunakan labu takar 100 ml. Larutan yang telah diencerkan diambil sebanyak 10 ml kemudian diteteskan dengan indikator
pp sebanyak 3 tetes. Setelah itu lakukan titrasi dengan NaOH 0.1 N. Lakukan perhitungan total asam tertitrasi dalam satuan ml NaOH 0,1 N/100 gram bahan TAT = ml NaOH 0,1N x 100 x Fp gram sampel
6. Penentuan Total Mikroba (Fardiaz, 1992b) Sampel yang dimiliki dihancurkan dengan menggunakan stomacher kemudian diambil 10 ml sampel dan diencerkan dengan 90 ml larutan pengencer. Setelah itu dilakukan pengenceran kembali pada 10-2 dan 10-3, dari tiap pengenceran tersebut diambil 1 ml untuk pemupukan pada cawan petri, setiap pemupukan dilakukan duplo. Setiap cawan petri dituangkan media PCA (Plate Count Agar) dan diinkubasi pada suhu 37 º C selama 48 jam. Kemudian diamati jumlah mikrobanya dan dihitung berdasarkan standar plate count (SPC).
7. Uji Organoleptik (Mielgard et al., 1999) Uji organoleptik meliputi uji hedonik dan uji rangking terhadap atribut produk secara keseluruhan (overall). Panelis yang digunakan merupakan panelis tidak terlatih sebanyak 35 orang. Skala hedonik yang digunakan yaitu pada kisaran 1-7. 1= sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3= agak tidak suka, 4= netral, 5= agak suka, 6= suka dan 7= sangat suka. Sampel dalam beberapa formula langsung disajikan dan dinilai oleh panelis berdasarkan kesukaanya setelah itu dilakukan uji rangking atau pengurutan tingkat kesukaan panelis terhadap formula yang disediakan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. OBSERVASI PENGOLAHAN CINCAU HITAM Dalam pelaksanaan observasi ini telah dilakukan pengamatan dan wawancara langsung tentang proses pengolahan cincau hitam pada para pengrajin cincau hitam di daerah Bogor. Keberhasilan proses pengolahan cincau hitam diawali dengan bahan baku cincau hitam yang harus baik. Bahan baku tanaman cincau yang baik adalah tanaman yang memiliki kandungan gum yang tinggi. Menurut Pitojo dan Zumiati (2005), tanaman cincau hitam yang memiliki kandungan gum yang tinggi dapat diketahui dengan sederhana, yaitu dengan melakukan pelumatan pada bagian daun cincau hitam kering dan dengan penambahan sedikit air. Apabila pada pelumatan tersebut terasa lekat atau licin sekali maka kandungan gum tanaman cincau semakin baik. Selain itu menurut Sendiko, (1987) pemanenan tanaman cincau hitam juga berpengaruh terhadap kandungan gumnya. Pemanenan yang paling baik adalah pada umur 3-4 bulan atau menjelang tanaman cincau hitam berbunga. Pada saat umur tersebut kandungan gum pada bagian batang, daun dan akar tanaman cincau hitam berada pada jumlah yang maksimal. Pengrajin cincau hitam biasanya menggunakan tanaman dengan umur 3-4 bulan, akan tetapi saat pasokan tanaman cincau kering dengan umur tersebut sedikit maka pengrajin cincau hitam melakukan penambahan jumlah tanaman kering dalam tahapan ekstraksinya agar diperoleh ekstrak yang licin ditangan. Pengrajin cincau hitam memulai proses pengolahan melalui tahapan ekstraksi, yaitu pencampuran tanaman kering cincau hitam bersama air dengan perbandingan 1:20, kemudian dididihkan dalam waktu 2 jam atau lebih. Menurut Sendiko, (1987) indikator berakhirnya ekstraksi adalah tidak adanya bagian dari tanaman yang mengapung diatas air dan ekstrak tanaman terasa lekat. Setelah diperoleh ekstrak yang terasa lekat maka dilakukan penyaringan terlebih dahulu.
Perlu diketahui bahwa pada tahapan ekstraksi sering sekali digunakan abu Qi untuk mempermudah proses ekstraksi tanaman cincau, akan tetapi saat ini para pengrajin cincau tidak menggunakannya lagi sebab semakin sulit didapatkan. Upaya menggantikan abu Qi oleh NaOH, KCl dan NaCl tidak dapat membantu ekstraksi tanaman cincau hitam (Asyhar, 1988). Menurut Supriharso (1991), kandungan mineral terbanyak dari abu Qi adalah natrium, kalium dan kalsium. Jika Na dan K tersebut ditambahkan selama proses ekstraksi tanaman cincau hitam dalam bentuk karbonat, maka dapat dihasilkan ekstrak yang mampu membentuk gel bersama pati. Selama observasi ternyata beberapa pengrajin cincau hitam telah beralih menggunakan natrium bikarbonat sebagai pengganti abu Qi. Setelah tahapan ekstraksi ini selanjutnya adalah tahapan pembentukan gel cincau hitam. Gel cincau hitam dapat terbentuk apabila ekstrak tersebut dicampur dengan pati dalam hal ini adalah tepung tapioka. Ekstrak dipanaskan kemudian ditambahkan larutan tepung tapioka dalam jumlah tertentu. Penambahan dilakukan secara perlahan-lahan sambil terus diaduk-aduk. Selama proses pengadukan terjadi beberapa perubahan karakteristik dari larutan. Awalnya larutan terlihat encer, semakin lama proses pengadukan, maka larutan akan semakin mengental dan terus mengental hingga viskositas yang maksimum. Apabila telah tercapai viskositas maksimum, maka larutan kembali mengalami penurunan viskositas. Pada saat inilah larutan dikatakan siap untuk dicetak. Penambahan pati langsung pada campuran dapat menyebabkan terjadinya gumpalan pati didalam gel yang terbentuk, karena kemampuan pati bereaksi dengan air bukan karena melarut secara molekuler, tetapi air masuk pada
bagian-bagian
pati
(Sendiko,
1987).
Terbentuknya
gumpalan
dikarenakan pada sekumpulan pati yang telah kontak dengan air hangat atau air panas, granula pati yang terluar akan menyerap air dengan cepat, tetapi granula pati yang terperangkap dibagian dalam akan mengalami penurunan kesempatan menyerap air sebab telah tertutup oleh granula yang terdapat dibagian luar.
Peningkatan viskositas selama pemasakan terjadi akibat proses gelatinisasi pati. Pada saat itu air diserap oleh setiap granula pati dalam jumlah paling maksimum dan pemanasan lebih lanjut menyebabkan granula pati pecah diikuti dengan keluarnya molekul amilosa dan amilopektin. Kondisi ini menyebabkan viskositas larutan menjadi kembali menurun. Pada saat inilah kemungkinan terjadi ikatan silang untuk membentuk jala tiga dimensi, yang merupakan basis pembentuknya gel, akan tetapi ikatan silang tersebut tidak merata diseluruh bagian (Sendiko, 1987). Viskositas maksimum tercapai pada saat jumlah energi kinetik pada sistem tidak cukup tinggi untuk melawan kecenderungan molekul amilosa bersatu. Perlu diketahui bahwa keseimbangan jumlah pati dan gum yang terdapat pada ekstrak cincau hitam sangat berpengaruh terhadap kekokohan gel cincau hitam. Apabila jumlah pati lebih banyak maka gel yang dihasilkan akan memiliki kekuatan yang lemah, begitupula jika jumlah ekstrak yang terlalu banyak.
B. EKSTRAKSI DAN FORMULASI GEL CINCAU
1. Ekstraksi Mengacu pada proses observasi yang dilakukan, maka pengembangan produk ini juga di awali dengan proses ekstraksi. Pada percobaan ini telah dilakukan proses ekstraksi dengan bobot tanaman kering 5 % dan 6 % b/v air. Dalam proses ekstraksi ini juga dilakukan penambahan NaHCO3 atau natrium bikarbonat sebanyak 0,125 % b/v. Menurut Lai dan Chao (2000) untuk menyempurnakan ekstraksi komponen pembentuk gel cincau hitam digunakan Na-bikarbonat. Ekstraksi dilakukan selama minimum 30 menit setelah mendidih dan volumenya dipertahankan sehingga mencapai 0,75 volume awal. Kemudian disaring dan diambil filtrat cincaunya. Dalam pelaksanaan penelitian ini bahan baku cincau hitam yang digunakan memiliki keragaman dalam kandungan gum cincau hitamnya, oleh karena itu kadang-kadang waktu ekstraksi yang telah disebutkan sebelumnya belum
menghasilkan karakter ekstrak cincau hitam yang diinginkan. Berdasarkan kondisi tersebut maka proses ekstraksi, terutama dalam hal waktu ekstraksi sering berbeda-beda sampai dihasilkan ekstrak tanaman cincau hitam yang hitam pekat dan terasa licin di tangan. Apabila selama proses ekstraksi tidak dihasilkan karakter ekstrak yang diinginkan maka kandungan gum dalam ekstrak masih dalam jumlah sedikit, sehingga pada akhirnya gel yang dihasilkan tidak terlalu kokoh. Menurut Asyhar (1988) waktu ekstraksi yang diperlukan untuk mengekstrak tanaman cincau adalah 2-3 jam. Perlu diketahui bahwa ekstrak yang dihasilkan ini akan sangat mempengaruhi hasil gel cincau yang dihasilkan. Berdasarkan pengamatan secara subjektif diketahui bahwa ekstrak tanaman kering cincau hitam dengan bobot 6 % b/v memiliki aroma yang lebih kuat dari bobot 5 % b/v. Oleh karena itu maka pada tahapan ekstraksi ini dipilih ekstrak dengan bobot 6 % .
2. Formulasi Gel Cincau Hitam Setelah dilakukan proses ekstraksi tanaman cincau hitam, selanjutnya adalah proses formulasi gel cincau hitam. Dalam proses ini yang berperan penting adalah tepung tapioka yang dijadikan sebagai sumber pati. Digunakannya tepung tapioka sebagai sumber pati dikarenakan tepung tapioka memiliki kandungan amilosa yang cukup tinggi. Menurut Wahab (1983), penggunaan tepung ketan dalam proses pengolahan cincau hitam tidak mampu menghasilkan gel yang kokoh layaknya penggunaan tepung tapioka. Tidak terbentuknya gel yang kokoh saat digunakannya tepung ketan karena komponen amilosa yang terkandung dalam tepung tersebut sangat sedikit yaitu 1-2 %, sehingga tidak mencukupi untuk berinteraksi dengan gum cincau hitam. Untuk dapat menghasilkan gel cincau hitam yang kokoh diperlukan komponen amilosa yang cukup tinggi pada tepung yang ditambahkan. Hal ini disebabkan amilosa berperan dalam proses pembentukan gel cincau hitam. Amilosa yang berada dalam pati akan keluar
pada saat gelatinisasi sempurna. Pada saat itu maka rantai amilosa yang berbentuk linear dan helik akan berikatan silang dengan gum cincau hitam, sehingga akan mampu memerangkap air dan membentuk gel. Tabel 6. Proses formulasi gel cincau hitam untuk 300 ml ekstrak Tepung Tapioka (% b/v)
Air (ml)
Pengamatan Gel
2,5
50
Gel cincau hitam sangat kokoh, tidak lengket, tidak mudah dipotong
5
50
Gel cincau lembek, lengket dan kurang kokoh
8
50
Gel cincau hitam sangat lembek, lengket dan semakin kurang kokoh, lebih cenderung seperti dodol
Berdasarkan Tabel 6 di atas terlihat bahwa keseimbangan jumlah tepung tapioka dan ekstrak cincau hitam diperoleh pada kandungan tepung tapioka 2,5 %. Apabila jumlahnya lebih dari itu maka gel yang dihasilkan tidak kokoh akibat jumlah pati dan tepung tapioka tidak seimbang dengan gum yang terdapat pada ekstrak tanaman cincau hitam. Menurut Wahab (1983), bahwa secara umum daya tahan pecah gel cincau hitam ditentukan oleh kesetimbangan antara ekstrak tanaman cincau hitam, pati dan air yang digunakan dalam pembentukan gel tersebut. Terbentuknya gel yang kokoh pada jumlah tepung tapioka 2,5 % terjadi akibat efek sinergistik antara gum yang ada dalam ekstrak tanaman cincau hitam dengan pati dari tepung tapioka. Jika di panaskan dalam larutan, pati tapioka dapat membentuk gel yang menyebar, lunak dan lengket. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan tepung tapioka 5% dan 8% menghasilkan gel yang lengket akibat efek jumlah pati tapioka yang terlalu banyak, atau konsistensi gel cenderung mendekati karakteristik gel pati tapioka yang lengket dan tidak kokoh. Dari Tabel 6 tersebut terlihat bahwa secara subjektif terjadi penurunan kekokohan
gel cincau hitam dengan peningkatan jumlah tepung tapioka yang berlebihan akibat ketidakseimbangan jumlah amilosa, amilopektin dan gum tanaman cincau hitam. Dalam Tabel 6 formulasi gel cincau tertulis adanya penggunaan air dalam jumlah 50 ml untuk 300 ml ekstrak. Fungsi air ini tak lain untuk melarutkan tepung tapioka, agar dapat mudah terdispersi merata sehingga interaksi antara amilosa dan gum cincau hitam dapat terjadi dengan baik. Apabila penambahan tepung tapioka tidak menggunakan air maka yang terjadi adalah gumpalan-gumpalan molekul pati yang tidak terdispersi. Berdasarkan serangkaian formulasi gel tersebut maka dipilih pati sebanyak 2,5 % untuk dijadikan formulasi dasar gel cincau hitam.
3. Penggunaan Pengasam Dalam Formulasi Gel Cincau Hitam Tahapan selanjutnya adalah melakukan modifikasi terhadap formula dasar gel cincau hitam. Salah satu bentuk modifikasi yang dilakukan adalah penggunaan pengasam. Penggunaan pengasam terkait dengan kemasan yang dimiliki adalah kemasan cup sehingga sulit untuk dilakukan sterilisasi oleh karena itu hanya dapat dilakukan pasteurisasi. Untuk mendukung proses tersebut maka dilakukanlah penambahan pengasam. Dengan penambahan pengasam maka produk yang kita miliki akan memiliki tingkat keamanan yang cukup baik. Penggunaan pengasam juga akan berpengaruh terhadap rasa oleh karena itu pemilihan pengasam haruslah tepat. Tabel 7. Pengamatan penggunaan pengasam terhadap rasa gel cincau hitam No
Jenis
Jumlah
Pengasam
(% ekstrak)
Setara pH
Rasa asam
1
Asam sitrat
0,230
4,31
Sangat terasa asam
2
Asam malat
0,235
4,30
Tidak terlalu asam
3
Asam fosfat
0,115
4,36
Cenderung sangat rendah
Berdasarkan Tabel 7, diketahui bahwa penambahan pengasam tersebut mampu menurunkan pH ekstrak cincau hingga di bawah pH 4,5. Jumlah pengasam tersebut diperoleh dari lampiran 1, 2 dan 3. Dalam lampiran tersebut diketahui bahwa sejumlah pengasam dalam konsentrasi tertentu ditambahkan sedikit demi sedikit kedalam ekstrak cincau hitam, setiap penambahan dilakukan menggunakan pipet secara tepat dan dicatat jumlah serta perubahan pHnya hingga diperoleh pH kurang 4,5. dari ketiga jenis asam yang digunakan ternyata yang paling tidak terasa asamnya adalah asam fosfat. Perlu diketahui bahwa cincau hitam yang ada dipasaran memiliki rasa netral, apabila kita menjual produk cincau hitam dengan rasa yang sangat asam dengan penggunaan asam sitrat atau asam malat maka konsumen akan merasa aneh, oleh karena itu pada penelitian ini dipilih asam fosfat. Pada penelitian selanjutnya dilakukan penambahan pengasam lebih banyak lagi dibandingkan dengan Tabel 7 diatas. Jumlah yang ditambahkan dalam tiga konsentrasi yaitu 0,115 %, 0,120 % dan 125 %. Penambahan yang lebih banyak ini untuk mengetahui sampai tingkat penambahan berapa gel yang dihasilkan masih cukup baik digunakan untuk minuman cincau hitam. Pada Tabel 8 di bawah ini dapat di amati pengaruh penambahan pengasam terhadap tekstur gel cincau hitam secara subjektif. Tabel 8. Pengaruh penambahan pengasam terhadap tekstur gel cincau hitam secara subjektif Ekstrak ( %) 6
Pengasam Jenis Asam Fosfat
Konsentrasi (%) 0,115 0,120 0,125
Setara pH 4,36 4,24 4,07
Tekstur +++ ++ +
Perlu diketahui bahwa penambahan asam fosfat yang dilakukan selama proses ini harus benar-benar diperhatikan sebab akan menentukan keberhasilan gel cincau hitam yang terbentuk. Apabila penambahan asam fosfat dilakukan diawal maka gel cincau hitam yang akan terbentuk sangat
lemah sekali. Penambahan asam fosfat pada tahap awal menyebabkan terjadi suatu pemanasan pada ekstrak dan pati, sedangkan proses pemanasan pati dalam suasana asam akan menyebabkan terjadinya suatu reaksi hidrolisis. Keadaan suhu tinggi merupakan katalis dari terjadinya hidrolisis pati oleh asam. Penambahan asam fosfat yang dilakukan adalah setara dengan pH kurang dari 4,5. Menurut Wahab (1983) penambahan pengasam hingga pH 4,5 menyebabkan penurunan kekerasan gel menjadi 1/10 dari kekerasan gel pada pH lebih dari 5. Dengan penambahan pengasam pada awal proses maka adanya panas dan kondisi asam akan menyebabkan terjadinya proses hidrolisis terhadap komponen pati dan komponen gum cincau hitam. Adanya hidrolisis karena asam tersebut menyebabkan rantai polisakarida semakin pendek sehingga kemampuan untuk memerangkap air dan membentuk jala tiga dimensi akan semakin lemah sehingga gel yang dihasilkan juga lemah. Penambahan pengasam yang paling baik adalah pada saat proses gelatinisasi telah berjalan sempurna dan telah tercapai keseimbangan antara jumlah air, pati dan gum cincau hitam. Penambahan dilakukan pada tahapan paling akhir sebelum gel akan dicetak, sehingga hidrolisis karena asam akan dapat dikurangi dan gel yang dihasilkan tidak terlalu lemah. Pada tahap akhir suhu pemanasan sudah mulai dikurangi (suhu tidak terlalu tinggi), sehingga reaksi hidrolisis oleh asam tidak akan berjalan secara cepat. Kondisi tersebut masih memungkinkan gel cincau terbentuk. Penambahan pengasam pada beberapa hidrokoloid akan berpengaruh terhadap kekuatan gel yang dihasilkan begitu pula dengan gel cincau hitam. Pada karagenan misalnya, hidrolisis terjadi pada pH dibawah 7 terutama dengan adanya peningkatan suhu (Glicksman, 1969). karagenan
terjadi
pada
ikatan
Hidrolisis pada
3,6-anhidro-D-galaktosidik
sehingga
karagenan mengalami depolimerisasi. Pada pH terlalu rendah tidak terdapat ion-ion karboksilat pada gum sehingga tidak terjadi gaya tolak-menolak, sebaliknya akan terjadi pengendapan yang menggagalkan pembentukan gel.
Pati secara umum juga akan mengalami hidrolisis pada media asam, yang ditunjukkan dengan terjadinya penurunan viskositas yang pada akhirnya akan mengganggu pembentukan gel (Asyhar, 1988). Menurut Glicksman (1969), pada selang pH 5-7 suhu gelatinisasi pati tidak dipengaruhi oleh pH sehingga berdasarkan penelitian Asyhar (1988) gel cincau hitam masih terbentuk dengan kokoh pada pH 5-7. akan tetapi pada pH kurang dari 5 gel cincau hitam akan semakin menurun kekuatannya. Menurut Sendiko (1987), penurunan pH hingga 4,5 tidak dapat menghasilkan gel cincau hitam sama sekali. Hal ini kemungkinan disebabkan terjadinya perubahan sifat dari salah satu komponen utama pembentuk gel cincau hitam yaitu pati. Apabila pati dalam larutan campuran mengalami perubahan sifat fisik maupun kimia, maka campuran ekstrak tanaman cincau, air, mineral dan pati yang telah mengalami perubahan, tidak
Gram Force
akan mampu menghasilkan gel. 40 35 30 25 20 15 10 5 0 Kontrol
P1
P2
P3
Perlakuan penambahan asam
Gambar 4. Pengukuran kekuatan gel cincau hitam dengan penambahan asam fosfat Keterangan : Kontrol : Tanpa penambahan asam fosfat P1 : Penambahan asam fosfat 0,115 % (setara pH 4,36) P2 : Penambahan asam fosfat 0,120 % (setara pH 4,24) P3 : Penambahan asam fosfat 0,125 % (setara pH 4,07) Pengukuran kekuatan gel yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan alat Reoner RE-3305. Berdasarkan Gambar 4 terlihat jelas bahwa dengan semakin banyak dilakukan penambahan pengasam maka kekuatan gel yang dihasilkan akan semakin menurun. Ini menunjukan bahwa selama proses tersebut terjadi depolimerisasi komponen pembentuk
gel akibat adanya pengasam dan suhu tinggi. Penurunan kekuatan yang terjadi tidak terlalu drastis ini menunjukan bahwa dengan penambahan pengasam pada tahap akhir proses dapat mengurangi penurunan kekuatan gel cincau hitam. Berdasarkan Gambar 4, pada penelitian ini mutlak terjadi depolimerisasi atau hidrolisis asam pada gel cincau hitam sehingga merusak rantai polisakarida yang berinteraksi membentuk jala tiga dimensi. Hal ini juga yang menurunkan kemampuan untuk memerangkap air. Untuk melihat bentuk grafik yang dihasilkan dan perhitungan kekuatan gel dapat dilihat pada lampiran 5 dan 6. Berdasarkan hasil pengukuran ini, maka yang baik untuk proses pembuatan minuman cincau hitam adalah P3, yaitu penambahan asam fosfat yang setara dengan pH 4,07. Hal ini disebabkan gel yang dihasilkan masih cukup kokoh dan dapat dipotong kecil. Apabila penambahan asam dilakukan lebih rendah dari pH 4, maka dikhawatirkan tidak akan terbentuk gel akibat hidrolisis yang terjadi.
C. FORMULASI MINUMAN CINCAU HITAM Setelah pada tahapan sebelumnya diperoleh gel cincau hitam yang memiliki kekokohan yang baik maka pada penelitian selanjutnya adalah melakukan formulasi minuman cincau hitam. Dalam formulasi minuman cincau hitam ini berdasarkan pada pencampuran antara gel cincau hitam dan sirup pengisinya. Dalam sirup pengisi cincau hitam yang digunakan meliputi gula sebagai pemanis, asam fosfat, natrium benzoat sebagai pengawet, garam dan air. Perlu diketahui bahwa minuman ini terdiri dari gel cincau hitam yang telah dipotong dalam ukuran kecil menyerupai kubus, dan dilakukan penambahan sirup sebagai pengisi. Jumlah gel yang ditambahkan ± 2/5 dari bobot totalnya. Atau sekitar 80 gram untuk cup ukuran 200 ml. Setelah dilakukan pengisian gel dan sirup maka dilakukan proses sealing dan proses pasteurisasi. Suhu dan waktu yang digunakan dalam proses pasteurisasi adalah
80 °C dalam waktu 15 menit. Setelah itu dilakukan shock cooling, sehingga diperoleh produk minuman cincau hitam ini. Minuman cincau hitam yang dihasilkan memiliki warna yang hitam, padahal sebelum pasteurisasi khususnya untuk sirup tidak berwarna sama sekali. Selama proses pasteurisasi terjadi pengeluaran pigmen hitam dari gel sehingga mewarnai sirup minuman cincau hitam ini. Gel cincau hitam yang diisi dengan sirup dan dipanaskan akan mengalami sineresis. Sineresis yaitu peristiwa keluarnya air dari gel cincau, penyebabnya adalah kontraksi pada gel akibat terbentuknya ikatan-ikatan baru antara polimer dari struktur gel (Sunanto, 1995). Menurut Aurand et al. (1987), sineresis dipengaruhi oleh nilai pH, temperatur, tekanan mekanis dan konsentrasi fase terdispersi. Pada penelitian ini kondisi temperatur proses pasteurisasi yang cukup tinggi mempengaruhi terjadinya sineresis pada gel cincau hitam sehingga air keluar dan mewarnai sirup minuman cincau hitam menjadi hitam. Produk minuman cincau hitam yang telah dihasilkan ternyata menyerupai produk grass jelly drink yang dikemas dalam kaleng. Gambar dapat dilihat pada lampiran 15.
D. UJI ORGANOLEPTIK Minuman cincau hitam yang dihasilkan melalui rangkaian formulasi di atas selanjutnya akan dilakukan uji organoleptik yaitu uji hedonik. Oleh karena itu maka dibuat tiga formula dengan kadar gula yang berbeda-beda. Formula A memiliki kadar gula 10 %, formula B kadar gulanya 11 % dan formula C 12 %. Uji hedonik yang dilakukan meliputi rating dan peringkat (rangking). Dari ketiga formula tersebut akan di uji penerimaanya dengan menggunakan 35 panelis tidak terlatih. Uji penerimaan ini didasarkan pada atribut keseluruhan produk minuman cincau hitam ini. Form untuk uji organoleptik ini dapat dilihat pada lampiran 12. Penilaian uji hedonik didasarkan pada 7 skala numerik yaitu sangat suka (7), suka (6), agak suka (5), netral (4), agak tidak suka (3), tidak suka (2) dan sangat tidak suka (1). Sedangkan untuk uji peringkat (rangking) adalah mengurutkan tingkat kesukaan dari ketiga formula.
Setelah diperoleh tanggapan dari 35 panelis tidak terlatih tersebut data yang diperoleh diolah lebih lanjut dengan menggunakan software SPSS 11.0 production facility. Untuk uji hedonik rating terhadap atribut keseluruhan diolah dengan analisis sidik ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan, sedangkan untuk uji peringkat (rangking) dianalisis dengan Friedman Test. 1. Uji Rating (overall) Dalam uji hedonik ini panelis diminta untuk memberikan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan terhadap suatu sampel dengan tanpa membandingkan antara satu sampel dengan sampel lainnya. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,030 (p<0,05). Nilai tersebut menunjukan bahwa perbedaan kadar gula untuk ketiga formula memberikan pengaruh yang nyata terhadap kesukaan panelis. Oleh karena itu maka analisis dilanjutkan dengan uji duncan yang menghasilkan dua subset seperti pada lampiran 9 . Berdasarkan uji duncan tersebut dapat ditunjukkan bahwa ternyata dari ketiga formula hanya formula A yang berbeda, sedangkan formula B dan C secara statistika adalah sama. Formula A berdasarkan hasil uji duncan tersebut dapat menunjukan formula terbaik sebab formula ini berbeda dengan yang lainnya dan memiliki nilai rata-rata sebesar 5,46 (agak suka). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada lampiran 8 dan lampiran 9. 2. Uji Peringkat (Rangking) Berdasarkan hasil uji peringkat yang diolah melalui Friedman Test pada lampiran 11, menunjukan bahwa signifikansi yang diperoleh adalah 0,000 (p< 0,05). Maka ketiga formula memiliki perbedaan yang nyata. Masing masing skor yang diperoleh untuk formula A, B dan C adalah 1,37; 2,46 dan 2,17. Skor terendah menunjukan tingkat kesukaan yang paling baik. Dan berdasarkan skor tesebut formula yang paling disukai adalah formula A. Hasil ini berkorelasi positif dengan hasil uji hedonik (rating) dengan
parameter keseluruhan yang telah dibahas pada subbab sebelumnya. (Lampiran 10 dan 11) Oleh karena itu berdasarkan uji organoleptik yang dilakukan baik uji hedonik maupun uji rangking menunjukan bahwa dari ketiga formula yang dibuat telah diperoleh formula A sebagai formula terbaik.
E. PENGAMATAN DAN ANALISIS Dalam sub-bab sebelumnya telah diketahui bahwa proses formulasi yang dilakukan menghasilkan produk yaitu minuman cincau hitam. Produk tersebut selama prosesnya dilakukan analisis terhadap beberapa sifat fisik, kimia dan mikrobiologi. Dengan melakukan pengamatan dan analisis ini maka dapat diketahui mutu dari produk yang dihasilkan.
1. Analisis Sifat Fisik Pengukuran sifat fisik yang dilakukan pada produk ini meliputi pengukuran rendemen gel cincau hitam yang dihasilkan, produktivitas gel cincau hitam dan total padatan terlarut (TPT). Khusus untuk penentuan produktivitas gel cincau hitam diperoleh melalui konversi dari rendemen gel cincau hitam. a. Rendemen dan Produktivitas Gel Cincau Hitam
% Rendemen
100 80 60 40 20 0 A
B
C
Formula
Gambar 5. Pengukuran rendemen gel cincau hitam
Penentuan rendemen gel cincau hitam bertujuan untuk mengetahui persentase hasil yang akan diperoleh saat kita memproduksi minuman cincau hitam. Melalui data ini, dapat dilakukan perkiraan jumlah bahan baku yang dibutuhkan untuk proses produksi. Penentuan rendemen gel cincau hitam dilakukan untuk ketiga formula yang telah disebutkan pada pembahasan sebelumnya. Untuk dapat mengamati jumlah rendemen yang dihasilkan dapat dilihat lampiran 4, yang merupakan tabel penentuan rendemen dan Gambar 5 pengukuran rendemen. Berdasarkan Lampiran 4, formula A memiliki rendemen sebesar 68,68 %. Formula B memiliki rendemen 73,88 %. Formula C memiliki rendemen 74,93 %. Maka berdasarkan hasil pengamatan tersebut rendemen gel cincau hitam yang dihasilkan lebih dari 65 % dari bobot total awal. Hilangnya bobot terjadi akibat pemanasan yang terjadi selama pengolahan, menyebabkan penguapan komponen air untuk memperoleh keseimbangan antara jumlah pati, gum cincau hitam dan air yang diikat didalamnya. Pada saat bobot ± 65 % dari bobot awal maka pada saat itulah terjadi keseimbangan yang paling sesuai untuk menghasilkan gel cincau hitam. 14
gram
12 10 8 6 A
B
C Formula
Gambar 6. Produktivitas 1 gram tanaman cincau Apabila masing-masing hasil rendemen dari formula yang dibuat dikonversi menjadi sebuah nilai produktivitas tanaman cincau hitam seperti yang dapat dilihat pada Lampiran 4. Dapat diamati pula hasil konversi tersebut dalam Gambar 6, yang menunjukan bahwa ternyata untuk 1 gram
tanaman cincau hitam kering dihasilkan gel lebih dari 10 gram, atau dapat dikatakan bahwa produktivitas tanaman cincau tersebut sepuluh kali dari bobot tanaman cincau kering. Jumlah gel tersebut tentunya setelah dilakukan penambahan komponen lain seperti tepung tapioka, gula dan pengasam. b. Total Padatan Terlarut Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1992), Total padatan terlarut merupakan bahan bukan air dan terdiri dari gula, lemak, protein atau abu serta komponen lain yang terlarut didalamnya. Pengukuran total padatan terlarut ini menggunakan alat Refraktometer Abbe. Menurut Sudarmadji et al (2003), Refraktometer Abbe dapat digunakan untuk mengukur kadar gula
Brik
secara fisis.
14 12 10 8 6 4 2 0 A
B
C
Formula
Gambar 7 Pengukuran TPT minuman cincau hitam Sesuai dengan formula yang telah disebutkan sebelumnya bahwa antara satu formula dengan formula lainnya hanya berbeda pada penambahan gula (sukrosa). Melalui Gambar 7 yang merupakan hasil pengukuran TPT, dapat terlihat bahwa total padatan terlarut yang terukur setelah pasteurisasi untuk formula A adalah 10,25 °Brik, Formula B 10,87 °Brik dan C 12,25 °Brik. Untuk melihat hasil pengukuran secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 7.
2. Analisis Sifat Kimia Analisis sifat kimia yang dilakukan pada produk minuman cincau hitam ini meliputi pengukuran pH dan total asam tertitrasi. a. Pengukuran pH Dalam pengolahan pangan, makanan dapat dikategorikan berdasarkan nilai pHnya, yaitu makanan berasam rendah, makanan berasam sedang, makanan asam dan makanan berasam tinggi. Makanan berasam rendah merupakan makanan yang memiliki nilai pH diatas 5,3 contohnya adalah jagung, daging, ikan dan susu. Makanan berasam sedang yaitu makanan yang memiliki pH 5,3-4,5 contohnya adalah bayam, asparagus, bit dan waluh kuning. Makanan asam adalah makanan yang memiliki pH 4,5-3,7 seperti tomat, pear dan nenas. Makanan berasam tinggi merupakan makanan yang memiliki pH kurang dari 3,7 seperti beries dan acar-acaran (Fardiaz, 1992 a). Untuk makanan yang awalnya tidak tergolong makanan asam dapat dilakukan penambahan pengasam sehingga diperoleh makanan yang memiliki pH kesetimbangan akhir < 4,6. Makanan seperti ini disebut sebagai makanan yang diasamkan (Acidified food) (Budijanto et al, 2005). Minuman cincau hitam yang di hasilkan ini merupakan minuman yang tergolong makanan yang diasamkan (Acidified food). Penggunaan pH rendah (pH< 4,5) tak lain bertujuan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga dapat meningkatkan umur simpan dari produk yang dihasilkan. Dengan adanya pH yang rendah maka mikroorganisme akan menjadi tidak stabil. Selain itu pH kurang dari 4,5 dapat mencegah pertumbuhan bakteri anaerobik penghasil spora yang berbahaya yaitu C. botulinum. Menurut Supardi dan Sukamto (1999) dengan pH kurang dari 4,5 dapat dilakukan sterilisasi komersial dengan pemanasan yang lebih rendah seperti pasteurisasi. Dalam penelitian ini proses penambahan pengasam menjadi faktor penting untuk menjamin tingkat keamanan produk. Penambahan asam yang
dilakukan berupa penambahan asam fosfat kedalam sirup dan gel yang diproduksi. Melalui Gambar 8, pengukuran pH muman cincau hitam, menunjukan bahwa produk memiliki pH kurang dari 4,5. Nilai pH tersebut menunjukan bahwa produk memiliki tingkat keamanan yang cukup baik, sebab pada kondisi tersebut mikroba penghasil toksin yang berbahaya yaitu C. botulinum tidak dapat tumbuh. Berdasarkan nilai pH tersebut maka produk ini tergolong kedalam produk asam. (Lampiran 7)
4,4 4,3 pH 4,2 4,1 4 A
B
C
Formula
Gambar 8. Pengukuran pH minuman cincau hitam b. Total Asam Tertitrasi Pengukuran total asam tertitrasi merupakan suatu pengukuran jumlah asam yang terdisosiasi maupun yang tidak terdisosiasi (Santoso, 1994). Pada pengukuran tingkat keasaman penggunakan pH meter yang akan terdeteksi adalah asam yang mengalami disosiasi atau yang memiliki bentuk H+. Melalui pengukuran dengan total asam tertitrasi asam-asam yang tidak terdisosiasi juga dapat terukur. Asam-asam yang tidak terdisosiasi merupakan asam yang apabila ditambahkan kedalam bahan pangan tidak terlalu berpengaruh terhadap perubahan pH, contohnya adalah asam askorbat dan asam benzoat. Selain itu penentuan total asam tertitrasi seringkali digunakan untuk melihat korelasi dengan pertumbuhan mikroba. Artinya apabila terjadi peningkatan jumlah total asam tertitrasi yang sangat tinggi kemungkinan dalam suatu produk telah terjadi fermentasi oleh mikroorganisme.
ml NaOH 0,1 N/ 100 g Bahan
27,5 27 26,5 26 25,5 25 A
B
C
Formula
Gambar 9. Pengukuran total asam tertitrasi minuman cincau hitam Berdasarkan Gambar 9, terlihat bahwa jumlah asam tertitrasi tersebut ditunjukan dengan ml NaOH 0,1 N/ 100 g bahan. Reaksi yang terjadi adalah netralisasi asam yang ada dalam minuman cincau hitam oleh NaOH dengan indikator phenolftalein (pp). Netralisasi ini hingga pH 8-9 sesuai dengan indikator pp tersebut. Dari ketiga data pengukuran total asam pada Gambar 9 terlihat jelas bahwa tiap sampel produk memiliki jumlah asam yang berbanding terbalik dengan nilai pH yang terukur oleh pH meter. Untuk hasil analisis secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 13.
4. Analisis Mikrobiologi (Total Plate Count) Pada analisis mikrobiologi ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui tingkat keamanan produk minuman cincau hitam yang dihasilkan. Analisis mikrobiologi yang dilakukan adalah pengukuran Total Plate Count (Angka lempeng total), yaitu pengukuran jumlah mikroba secara keseluruhan (total mikroba)
baik
bakteri,
kapang
maupun
khamir.
Sebagai
media
petumbuhannya adalah PCA (Plate Count Agar). Setiap produk yang dihasilkan haruslah dapat menjamin tingkat keamanan bagi para konsumennya. Oleh karena itu salah satu faktor yang dapat menjamin keamanan konsumen adalah kontrol terhadap jasad renik atau mikroba penyebab kebusukkan dan keracunan. Perlu diketahui bahwa tahapan proses untuk memproduksi minuman cincau hitam ini meliputi tahapan
pengawetan yang berupa pasteurisasi dengan kombinasi pH rendah dan penggunaan natrium benzoat. Menurut Fardiaz (1992b) tahapan pasteurisasi berperan untuk membunuh mikroorganisme, sedangkan pH rendah dan penambahan natrium benzoat mampu menghambat atau memperlambat pertumbuhan mikroorganisme. Oleh karena itu seharusnya dengan adanya tahapan proses pengawetan tersebut produk yang dihasilkan memiliki jumlah mikroba yang sangat minimum. Menurut Fardiaz (1992c) mikroorganisme memiliki ketahanan panas tertinggi pada pH optimum untuk pertumbuhannya yaitu sekitar pH 7,0. Jika pH diturunkan atau dinaikkan menjauhi pH optimum tersebut, maka ketahanan panas mikroorganisme akan menurun. Oleh karena itu makanan yang berasam tinggi, yaitu yang memiliki pH rendah membutuhkan panas yang lebih sedikit untuk sterilisasi dibandingkan makanan yang memiliki pH netral. Panas yang dalam jumlah sedikit tersebut diperoleh dari tahapan pasteurisasi. Mekanisme pH dapat membunuh mikroorganisme dikarenakan saat pH diturunkan maka dalam medium terdapat banyak proton-proton. Proton dalam jumlah tinggi dalam medium akan masuk kedalam sitoplasma sel mikroorganisme. Agar mikroorganisme dapat tetap hidup maka proton tersebut harus dihilangkan, sebab jika tidak akan terjadi pengasaman dan denaturasi komponen-komponen sel. Untuk dapat menghilangkan proton tersebut terjadi gradien konsentrasi dari konsentrasi rendah menuju ke konsentrasi tinggi, untuk itu diperlukan energi yang beberapa ratus atau ribu kali lebih tinggi. Jadi semakin rendah pH semakin banyak energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan pH konstan didalam sel, akibatnya energi yang tersedia untuk sintesis komponen-komponen sel berkurang. Oleh karena itu pertumbuhan sel menjadi sangat lambat, bahkan berhenti sama sekali. Dengan kondisi seperti disebutkan diatas maka sangat wajarlah apabila jumlah total mikroba yang ada didalam minuman cincau hitam yang telah dipasteurisasi rendah.
jumlah koloni/ml
25 20 15 10 5 0 A
B
C
Formula
Gambar 10. Hasil pengamatan total mikroba minuman cincau hitam Berdasarkan hasil pengamatan terhadap ketiga formula yang dihasilkan maka dapat dilihat pada Gambar 10 hasil pengamatan pertumbuhan mikroorganisme. Melalui hasil tersebut menunjukan bahwa ketiga formula yang dibuat memiliki jumlah mikroba < 3,0 x102 koloni/ml. Formula A memiliki jumlah 2,0x101 koloni/ml, Formula B 1,5x101 koloni/ml dan Formula C memiliki jumlah 1,3x 101 koloni/ml. Berdasarkan SNI 01-43171996 tentang nata de coco dalam kemasan, batas maksimum total mikroba 2,0x102 koloni/ml. Menurut SNI 01-3719-1995 tentang minuman saribuah batas maksimumnya adalah 2,0x102 koloni/ml sedangkan menurut SNI 013552-1994 tentang jelly agar batas maksimumnya adalah 1,0x104 koloni/ml. Berdasarkan data dari ketiga formula yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa produk minuman cincau hitam yang dihasilkan masih berada dalam standar beberapa minuman sejenisnya. Oleh karena itu proses pengawetan yang dilakukan selama pengolahan dikatakan sudah cukup baik. Untuk dapat melihat hasil uji total mikroba dapat dilihat pada lampiran 14.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Pengolahan tanaman cincau hitam menjadi suatu minuman cincau hitam dalam kemasan cup polipropilan ternyata dapat diwujudkan. Pendekatan teknologi yang digunakan dalam proses pengolahan ini tergolong sederhana dan dapat diterapkan dalam skala industri kecil. Untuk dapat menghasilkan minuman cincau hitam ini dilakukan ekstraksi tanaman cincau hitam hingga diperoleh ekstrak yang hitam pekat dan licin. Setelah proses ekstraksi adalah pembuatan gel cincau hitam dengan memasak hasil ekstrak cincau hitam bersama dengan tepung tapioka. Apabila proses gelatinisasi telah berjalan sempurna atau pada tahap sebelum pencetakan dilakukan penambahan pengasam yaitu asam fosfat. Gel yang telah terbentuk dipotong kecil lalu dimasukan dalam cup beserta larutan pengisinya dan dipasteurisasi. Kekuatan gel cincau hitam dengan penambahan asam tentunya akan mengalami penurunan akibat terjadinya hidrolisis. Akan tetapi berdasarkan hasil pengukuran menggunakan Reoner RE-3305 menunjukan bahwa penambahan asam fosfat hingga pH setara dengan pH 4,07 masih mampu menghasilkan gel dengan kekuatan 17,50 gf. Gel yang terbentuk ini masih memiliki tektur yang cukup kokoh dan dapat dipotong-potong, serta masih sesuai untuk dapat digunakan dalam minuman cincau hitam. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dari ketiga formula minuman yang dibuat diperoleh formula terbaik melalui uji organoleptik. Formula terbaik itu adalah formula A yang memiliki komposisi gelnya berupa tepung tapioka 2,5 %, gula 10 %, asam fosfat 0,125 %. Sedangkan formula sirupnya adalah gula 10 %, garam 0,06 %, Na-benzoat 0,06 %, asam fosfat 0,01 %. Hasil Analisis terhadap pH menunjukan pH produk < 4,5 sehingga tergolong aman dari bakteri patogen. Hal ini juga didukung oleh analisis jumlah total mikroba dari sampel formula A. Hasilnya adalah < 3,0 x 102 koloni/ml yaitu
tepatnya 2,0 x101 koloni/ml. Nilai ini masih ada dalam standar total mikroba seperti SNI jelly agar SNI 01-3552-1994, minuman saribuah SNI 01-3719-1995 dan nata dalam kemasan SNI 01-4317-1996.
B. SARAN Saran yang dapat diberikan adalah perlu dilakukan suatu pengembangan untuk melakukan scale up proses pengolahan minuman cincau hitam dalam cup ini khususnya untuk pengolahan gel cincaunya.
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2002. Cincau Hitam Pelepas Dahaga. [terhubung berkala]. http:// www.sedap-sekejap.com. [7 Agustus 2006]. Anonim, 2004. Potensi Perkebunan Rakyat di Kabupaten Wonogiri. [terhubung berkala]. http://www.wonogiri.co.id. [7 Agustus 2006] Anonim, 2006. Sehari Kirim Tiga Ton Daun Janggelan. [terhubung berkala]. http://www.pacitan.co.id. [7 Agustus 2006] Apriyantono, A., Fardiaz, D., Puspitasari, N.L., Sedarnawati, Budijanto, S., 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. PT Penerbit IPB Press, Bogor. Asyhar, C., 1988. Isolasi dan Karakterisasi Komponen Pembentuk Gel dari Tanaman Cincau Hitam (Mesona palustris BL.). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Aurand, L. W., Woods, A. E., Wells, M. R., 1987. Food Composition and Analysis. Van Nostrand Reinhold, New York. BSN, 1994. SNI01-3552-1994 Tentang Jelly Agar. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. BSN, 1995. SNI 01-3719-1995 Tentang Minuman Saribuah. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. BSN, 1996. SNI 01-4317-1996 Tentang Nata De Coco Dalam Kemasan. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. BPK, 1975. Daun Janggelan (Mesona palustris). Balai Penelitian Kimia, Bandung. Buckle, K.A., Edward, R.A., Fleet, G. H., Luotoon, M., 1987. Ilmu Pangan. Purnomo, H., Adiono, Penerjemah, UI Press, Jakarta. Terjemahan dari : Food Sciene. Budijanto, S., Suliantari, Haryadi, P., Nuraida, L., Hartoyo, A., Kusnandar, F., Koswara, S., Herawati, D., 2005. Modul Praktikum Terpadu Pengawetan Dengan Suhu Tinggi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fardiaz, S., 1992a. Mikrobiologi Pangan I. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Fardiaz, S., 1992b. Mikrobiologi Pengolahan Pangan. Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fardiaz, S., 1992c. Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjut. Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Glicksman, M., 1969. Gum Technology in the Food Industry. Academic Press, New York. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid ke-3. Yayasan Sarana Wana, Jakarta. Hung, C.Y., Yen, G.C., 2002. Antioxidant Activity of Phenolic Compounds Isolated from Mesona procumbens Hemsl. Journal Agriculture Food Chemistry. Vol 50 (10): 1993-2997. Lai, L.S., Chao, S.J., 2000. Effect of Salt on the Thermal Reversibility of Starch anf Hsian-tsao (Mesona procumbens Hemsl) Leaf Gum Mixed System. Journal Food Chemistry and Toxicology. Vol 65 (6) : 954-959. Lai, L.S., Chou, S.T., Chao, W.W., 2001. Studies on the Antioxidative Activities of Hsian-tsao (Mesona procumbens Hemsl) Leaf Gum. Journal Agriculture Food Chemistry. Vol 49 (2): 963-968. Madukarti, R.S. 1987. Sifat fisikokimia pati beberapa varietas unggul jagung (Zea mays L). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mielgard, M., Civille, G. V., Carr, B. T., 1999. Sensory Evaluation Techniques (3rd ed). CRC Press, Florida. Muchtadi, T. R., Sugiyono, 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pitojo, S., Zumiati, 2005. Cincau Cara Pembuatan dan Variasi Olahannya. Agromedia Pustaka, Jakarta. Salminen, S., Hallikainen, A., 1990. Sweeteners. Didalam: Branen, A.L., Davidson, P.M., Salminen, S., editors. Food Additives. Marcell Decker, Inc., New York. Santoso, B., 1994. Mempelajari Proses Pembuatan Minuman Sari Jagung Manis dari Bahan Jagung Manis (Zea mays sacc.) Cacat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertabian Bogor, Bogor.
Sendiko, H., 1987. Mempelajari Beberapa Aspek Fisiko Kimia Pada Pembentukan Gel Cincau Hitam dari Ekstrak Tanaman Janggelan (Mesona palustris BL). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertabian Bogor. Bogor. Sudarmadji, S., Haryono, B., Suhardi, 2003. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty Bekerjasama Dengan Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sunanto, H., 1995. Budidaya Cincau. Kanisius, Jakarta. Supardi, I., Sukamto, 1999. Mikrobiologi Dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Supriharso, H., 1991. Identifikasi Mineral Abu Qi yang berperan dalam Pembentukan Gel Cincau Hitam dari Tanaman Cincau Hitam (Mesona palustris BL). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sylviana. 2005. Pembuatan Produk Minuman Jelly Cincau Hitam (Mesona palustris BL.). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wahab, E., 1983. Pengaruh Jenis Serta Rasio Tepung dan Ekstrak Kering Tanaman Janggelan (Mesona Palustris BL) terhadap kekuatan gel yang dibentuknya. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Winarno, F.G., 1989. Kimia Pangan. PT Gramedia, Jakarta. Woodroof, J.G., Phillips, G.F., 1981. Beverages Carbonated and Noncarbonated. Westport, Conecticut, AVI Publishing Company. Wuzburg. 1968. Starch in Food Industry. Didalam T.E.Furia (ed). Handbook of Food Additives. Chapter 9. Chemical Rubber Co., Cleveland.
Lampiran 1. Penggunaan Asam sitrat 1 gr/100ml air dan 100 ml ekstrak cincau Penambahan asam sitrat (ml) 0 5 7 9 10 11 11,5 12,5 16,5 17 18 18,5 19,5 20 20,5 21 22 22,5 23 23,5
pH 7,68 5,75 5,42 5,19 5,11 5,06 5,01 4,96 4,77 4,71 4,65 4,59 4,55 4,47 4,43 4,40 4,37 4,33 4,33 4,31
Jml (ppm)
2350
Lampiran 2. Penggunaan asam malat 1 gr/100ml air dan 100 ml ekstrak cincau Penambahan asam malat (ml) 0 5 6 7 8 8,5 9,5 10,5 12 12,5 13 14 15 16 16,5 17,5 18 18,5 19,5 20 20,5 21,5 22,5 23
pH 7,68 5,64 5,45 5,23 5,16 5,12 5,09 5,04 4,97 4,92 4,87 4,79 4,71 4,65 4,60 4,55 4,52 4,51 4,47 4,44 4,40 4,37 4,33 4,30
Jml (ppm)
2300
Lampiran 3. Penggunaan asam fosfat 5 ml/100ml air dan 100 ml ekstrak cincau Penambahan asam fosfat (ml) 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 1,1 1,2 1,3 1,4 1,5 1,6 1,7 1,8 1,9 2,0 2,1 2,2 2,3 2,4 2,5
pH 9,18 8,09 7,36 7,02 6,79 6,58 6,42 6,26 6,11 5,88 5,79 5,63 5,44 5,26 5,20 5,19 5,17 5,11 5,00 4,91 4,77 4,65 4,46 4,36 4,24 4,07
Jml (ppm)
1150 1200 1250
Lampiran 4. Formulasi minuman cincau hitam, rendemen dan produktivitas cincau hitam
A (gram) Ulangan 1
Pati Air Gula As fosfat (ml) Ekstrak Bobot tot Bobot gel % Rendemen Rata-rata %
% Rendemen 1500 ml Bobot gel Produktivitas Rata-rata Produktivitas
Ulangan 2
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 1
Ulangan 2
25,01 25,05 25,03 25,08 25,04 25,02 147,83 156,21 157,31 157,10 154,16 155,67 100,11 100,78 110,05 110,11 120,09 120,21 1,25 1,25 1,25 1,25 1,25 1,25 974,45 985,23 970,30 987,03 974,88 989,08 1247,40 1267,27 1262,69 1279,32 1274,17 1289,98 814,90 912,80 944,27 933,68 918,89 1002,88 65,33 72,03 74,78 72,98 72,12 77,74 68,68 73,88 74,93 Konfersi untuk 1500 ml ekstrak Ulangan 1
Ekstrak 1500ml
Formulasi Gel untuk 1000 ml ekstrak B (gram) C (gram)
1470 98,55
Ulangan 2
1470 107,47
1229,31 1361,93 10,24 11,35 10,79
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 1
Ulangan 2
1470 113,29
1470 108,69
1470 108,75
1470 115,54
1430,50 1390,49 11,92 11,59 11,75
1385,66 1490,44 11,55 12,42 11,98
Formulasi Sirup untuk 1000 liter air Ulangan 1
Air (ml) Gula (g) Garam (g) As fosfat(ml) Na-benz
1000 100 0,6 0,1 0,606
Ulangan 2
1000 100 0,6 0,1 0,606
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 1
Ulangan 2
1000 110 0,6 0,1 0,606
1000 110 0,6 0,1 0,606
1000 120 0,6 0,1 0,606
1000 120 0,6 0,1 0,606
Densitas = Rata-rata bobot esktrak 1000 ml = 0,980 g/ml 1000 ml Ekstrak 1500 ml = 1500 ml ekstrak x densitas % Rendemen 1500 ml = Bobot ekstrak 1500 ml x % rendemen Bobot esktrak 1000 ml Bobot Gel 1500 ml = % Rendemen 1500 ml x Bobot total Produktivitas = Bobot Gel 1500 ml 120 gram tan cincau
Lampiran 5. Gambar hasil pengukuran menggunakan Reoner RE-3305
Lampiran 6. Hasil pengukuran kekuatan gel menggunakan reoner RE-3350 Sampel
Sampel
Pengukuran
Tinggi grafik
Kekuatan (gf)
Rata rata (gf)
Kontrol
Ulangan 1
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
8,5 7,0 6,5 6,6 5,4 5,3 3,9 4,8 4,5 4,5 3,8 4,7 4,9 3,7 2,5 2,9
42,5 35,0 32,5 33,0 27,0 26,5 19,5 24,0 22,5 22.5 19,5 24,0 24,5 18,5 12,5 14,5
35,75
Ulangan 2 As fosfat 345 μl
Ulangan 1 Ulangan 2
As fosfat 360 μl
Ulangan 1 Ulangan 2
As fosfat 375 μl
Ulangan 1 Ulangan 2
24,25
21,87
17,50
Lampiran 7. Hasil pengukuran TPT dan pH Hasil pengukuran TPT dengan Refraktometer Abbe Produk Ulangan Formula A Formula B Sebelum Ulangan 1 10 10,5 pasteurisasi Ulangan 2 10 10,5 Rata-rata 10 10,5 Sesudah Ulangan 1 10,5 11 pasteurisasi Ulangan 2 10 10,75 Rata-rata 10,25 10,87
Formula C 11,5 12 11,75 12,5 12 12,25
Hasil pengukuran pH menggunakan pH meter Produk Ulangan Formula A Sebelum Ulangan 1 4,12 pasteurisasi Ulangan 2 4,15 Rata-rata 4,13 Sesudah Ulangan 1 4,29 pasteurisasi Ulangan 2 4,20 Rata-rata 4,24
Formula C 4,05 4,12 4,08 4,25 4,25 4,25
Formula B 4,00 4,16 4,08 4,22 4,32 4,27
Lampiran 8. Rekapitulasi data hasil uji hedonik rating overall Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Formula A 6 6 5 6 6 6 5 5 5 6 6 5 5 5 5 6 6 5 6 5 5 3 5 6 5 6 6 6 5 7 4 7 5 6 5
Formula B 3 5 2 5 5 3 3 4 3 5 5 3 4 3 3 2 5 2 5 3 5 5 5 5 5 2 1 6 3 6 3 2 5 5 6
Formula C 5 5 6 6 5 2 2 2 2 3 4 2 4 4 6 5 6 4 6 6 6 5 2 6 4 2 2 7 3 5 5 5 6 5 3
Lampiran 9. Analisis ANOVA dan uji lanjutan Duncan dari uji hedonik rating Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Source Corrected Model
Type III Sum of Squares
Intercept
df
Mean Square
F
Sig.
122,190(a)
36
3,394
2,526
,000
2203,438
1
2203,438
1639,832
,000
sampel
43,962
2
21,981
16,359
,000
panelis
78,229
34
2,301
1,712
,030
Error
91,371
68
1,344
Total
2417,000
105
213,562
104
Corrected Total
a R Squared = ,572 (Adjusted R Squared = ,346)
skor Duncan Subset sampel 2
N
1
2
35
3,91
3
35
4,37
1
35
Sig.
5,46 ,104
1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1,344. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 35,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 10. Rekapitulasi hasil uji peringkat (rangking) Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Formula A 1 1 2 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 1 1 2 3 2 1 1 1 1 2 1 1 2 1 2 1 2
Formula B 3 3 3 3 2 3 2 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 1 1 3 2 3 3 3 2 2 3 3 3 2 1
Formula C 2 2 1 1 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 1 2 1 2 2 2 1 2 3 2 3 2 2 1 3 3 1 2 1 3 3
Lampiran 11. Hasil analisis Friedman Test dari uji peringkat (rangking) Friedman Test Ranks
Skor_A
Mean Rank 1,37
Skor_B
2,46
Skor_C
2,17
Test Statistics(a) N Chi-Square df Asymp. Sig. a Friedman Test
35 22,171 2 ,000
Lampiran 12. Form uji organoleptik FORM UJI HEDONIK Produk Nama panelis
: Minuman cincau hitam :
Tanggal No
: :
Mei 2006
UJI HEDONIK Instruksi : 1. Cicipilah sampel satu persatu dari kiri ke kanan dengan menggunakan sendok yang disediakan 2. Setiap anda selesai mencicipi berikan penilaian Anda berdasarkan tingkat kesukaan pada tempat yang disediakan dengan memberikan check list (√) 3. Netralkan indera pengecap anda dengan air putih setiap selesai mencicipi satu sampel 4. Jangan membandingkan tingkat kesukaan antar sampel 5. Setelah selesai berikan komentar Anda dalam ruang yang disediakan Overall (Keseluruhan) Respon
Kode sampel
Sangat suka Suka Agak suka Netral Agak tidak suka Tidak suka Sangat tidak suka Komentar : ______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ______________________________________________________________
FORM UJI RANGKING Produk Nama panelis
: Minuman Cincau Hitam :
Tanggal : No :
Mei 2006
UJI RANGKING Instruksi : 1. Jangan lupa netralkan lidah anda sebelum mencicipi sampel 2. Cicipilah sampel dari kiri ke kanan dengan menggunakan sendok yang disediakan 3. Netralkan indera pengecap anda dengan air putih setiap selesai mencicipi satu sampel 4. Bandingkanlah tingkat kesukaan Anda terhadap setiap sampel 5. Urutkan rangking sampel berdasarkan tingkat kesukaan Anda, jangan ada angka rangking yang sama Overall (Keseluruhan) Kode Sample
Note
Urutan rangking
: Urutan Rangking (1-3) Rangking 1 (untuk sample yang paling Anda sukai), Rangking 3 (untuk sample yang paling tidak Anda sukai)
Lampiran 13. Hasil pengukuran total asam tertitrasi Standarisasi NaOH Pengukuran Ulangan Bobot asam oksalat (g) 1 0,1100 1 2 2 0,1012 1 2
4,14 6,05 7,85 9,63
Standarisasi NaOH khusus untuk sampel B1 Ulangan Bobot asam Miniskus oksalat (g) Awal Akhir 1 0,1387 0,70 13,76
Total Volume (ml) 6,05 1,91 7,86 1,81 9,63 1,77 11,42 1,79
N NaOH
Miniskus Awal Akhir
0,0914 0,0965 0,0907 0,0897 X= 0,09021
Total Volume N NaOH (ml) 13,06 0,0843
Tabel Total Asam Tertitrasi Sampel
Ulangan
A1
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
A2 B1 B2 C1 C2
Bobot
10,0654 10,0324 10,1885 10,1043 10,0895 10,0328
Miniskus Awal Akhir
Volume NaOH (ml)
10,68 10,95 1,10 1,35 15,65 17,76 2,35 2,65 2,95 3,26 3,56 3,85
0,29 0,30 0,25 0,35 0,32 0,32 0,30 0,30 0,31 0,30 0,29 0,29
10,95 11,25 1,35 1,70 15,97 18,08 2,65 2,95 3,26 3,56 3,85 4,14
Volume NaOH 0,1 N (ml) 0,27 0,28 0,23 0,32 0,27 0,27 0,28 0,28 0,28 0,28 0,27 0,27
TAT
Ratarata TAT
26,8246 27,8181 22,9257 31,8966 26,5004 26,5004 27,7110 27,7110 27,7516 27,7516 26,9117 26,9117
27,4215
27,1058
27,3317
Lampiran 14. Hasil pengamatan total mikroba
Sampel
Ulangan
A1
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
A2 B1 B2 C1 C2
10-1
10-2
10-3
1 1 7 0 2 0 1 3 1 1 1 2
0 2 1 0 5 0 0 0 0 0 0 0
0 2 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Koloni/ml < 3,0 x 102 (1,0 x 101) < 3,0 x 102 (1,0 x 101) < 3,0 x 102 (7,0 x 101) < 3,0 x 102 (0) < 3,0 x 102 (6, 0 x 101) < 3,0 x 102 (9,0 x 101) < 3,0 x 102 (1,0 x 101) < 3,0 x 102 (3,0 x 101) < 3,0 x 102 (1,0 x 101) < 3,0 x 102 (1,0 x 101) < 3,0 x 102 (1,0 x 101) < 3,0 x 102 (2,0 x 101)
Rata rata kol/ml 2,3x101
1,5x101
1,3x101
Lampiran 15. Gambar Minuman Cincau Hitam