SKRIPSI
HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERKEMBANGAN EMOSIONAL REMAJA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) NEGERI 14 MEDAN TAHUN 2015
Oleh RUTH SEFRIANA SILITONGA 11 02 087
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN & KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA TAHUN 2015
SKRIPSI
HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERKEMBANGAN EMOSIONAL REMAJA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) NEGERI 14 MEDAN TAHUN 2015
Skripsi ini diajukan sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) di Program Studi Ners Fakultas Keperawatan & Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan
Oleh RUTH SEFRIANA SILITONGA 11 02 087
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN & KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA TAHUN 2015 i
ii
PERNYATAAN
HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERKEMBANGAN EMOSIONAL REMAJA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) NEGERI 14 MEDAN TAHUN 2015
SKRIPSI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar keserjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya, tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis dan diterbitkan oleh orang lain dalam naskah ini, kecuali tertulis dan tercantum dalam daftar pustaka.
Medan, Juli 2015
Ruth Sefriana Silitonga
iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP A. Identitas Mahasiswi 1. Nama
: Ruth Sefriana Silitonga
2. NIM
: 11.02.087
3. Jenis Kelamin
: Perempuan
4. Tempat/Tanggal lahir
: Medan, 14 September 1993
5. Agama
: Kristen Protestan
6. Anak Ke
: 2 (Dua) dari 2 (Dua) bersaudara
7. Alamat Rumah
: Jln. Menteng VII Gg. Sekata No.4 Medan
8. Hp
: 0823-6662-8846
9. E-mail
:
[email protected]
B. Riwayat Orang Tua 1. Nama Ayah
: Drs. Agustin Silitonga
2. Pekerjaan
: Pegawai Negeri Sipil (PNS)
3. Nama Ibu
: Juliana Siahaan S.Pd
4. Pekerjaan
: Pegawai Negeri Sipil (Guru SD)
5. Alamat Rumah
: Jln. Menteng VII Gg. Sekata No.4 Medan
C. Riwayat Pendidikan : 1. Tahun 1999 – 2005 2.
Tahun 2005 – 2008
: SD Padamu Negeri Medan : SMP Santa Maria Medan
3. Tahun 2008-2011
: SMA Negeri 14 Medan
4. Tahun 2011 – Sekarang
: Sedang
memyelesaikan
pendidikan
sarjana di Universitas Sari Mutiara Indonesia.
iv
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA Skripsi, 28 Juli 2015 Ruth Sefriana Silitonga Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan Emosional Remaja Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 14 Medan Tahun 2015 xi + 40 hal + 5 tabel + 1 skema + 9 lampiran ABSTRAK Pola asuh orang tua merupakan interaksi anak dengan orang tua mendidik, membimbing, dan mendisplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa ini, remaja mengalami perkembangan mencapai kematangan fisik, mental, sosial, dan emosional. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi apakah ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan perkembangan emosional remaja di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 14. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif corelasi dengan menggunakan metode cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas (Hubungan pola asuh orang tua) dengan variabel terikat (perkembangan emosional). Populasi dari penelitian ini berjumlah 296 orang. Pengambilan sampel penelitian dengan menggunakan teknik random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 60 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pola asuh orang tua adalah otoriter (63,3%) dan mayoritas perkembangan emosional remaja adalah baik (61,7%), dan dari hasil uji chi-square didapatkan p. vallue = 0,02. Hal ini berarti pola asuh orang tua berhubungan dengan perkembangan emosional remaja. Penelitian ini menyarankan agar orang tua harus mampu menyesuaikan tindakan dan pola asuh yang baik agar perkembangan emosional remaja semakin baik. Kata kunci Daftar pustaka
: pola asuh, remaja, emosional : 21 (2002 – 2014)
v
SCHOOL OF NURSING FACULTY OF NURSING AND MIDWIFERY UNIVERSITY OF SARI MUTIARA INDONESIA
Scription, 28 Juli 2015 Ruth Sefriana Silitonga Relations Parenting Parents With Emotional Development Of Adolescents At Senior High School (SMA Negeri 14 Medan) 2015 xi + 40 pages + 5 Table + 1 scheme + 9 enclosures
ABSTRACT Parenting parents is interaction between children and parents, educate, guide, discipline and protecting the child to reach maturity in accordance with the norms in society. Adolescence is a period of transition between childhood into adulthood. At this time, adolescents experiencing growth , reaching physical maturity , mental , social and emotional . This research aims to identify whether there is a relationship between parenting parents with emotional development of adolescents in Senior High School. This research uses descriptive correlation research design using cross sectional method that aims to determine the relationship of independent variables ( Relationship parenting parents ) and dependent variable ( emotional development ). Population of this research are about 296 people . The sampling research using random sampling technique with a sample size of 60 people . The results showed that the majority of parenting parents are authoritarian (63,3 %) and the majority of adolescent emotional development is good (61,7 %) , and from the chi-square test results obtained p.vallue = 0.02. It means that parenting parents related to the emotional development of adolescents. This study suggested that parents should be able to adjust the action and good parenting so that the emotional development of adolescents getting better.
Keywords Bibliography
: parenting ; Adolescents ; emotional : 21 (2002 - 2014)
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan kasih dan rahmat-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perkembangan Emosional Remaja di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 14 Medan Tahun 2015”. Skripsi ini disusun sebagai awal penelitian dalam rangka memenuhi persyaratan pendidikan menyelesaikan program sarjana keperawatan di Program Studi Ners Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Medan Tahun 2015.
Penyusunan Skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini peneliti mengucapkan terimakasih kepada Bapak/Ibu : 1. Parlindungan Purba, SH, MM, selaku Ketua Yayasan Sari Mutiara Indonesia 2. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes selaku Rektor Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan. 3. Sofyan, S.Pd, selaku Kepala SMA Negeri 14 serta guru BP yang telah memberikan ijin pengambilan data dan memberikan ijin penelitian. 4. Ns. Janno Sinaga, M.Kep, Sp.KMB, selaku Dekan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia, sekaligus Dosen Penguji I yang telah memberikan masukan, kritik dan saran yang membangun demi terselesainya skripsi ini. 5. Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS, selaku Ketua Program Studi Ners Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia. 6. Ns. Jek Amidos Pardede, M.Kep, Sp.Kep.J, selaku Ketua Penguji yang telah membimbing peneliti dengan sabar, tekun, bijaksana dan sangat cermat memberikan masukan dan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini. 7. Ns. Bunga Purba, M.Kep, selaku Dosen Penguji II yang telah membantu dan meluangkan waktunya dalam memberikan masukan, kritik dan saran yang membangun demi terselesainya skripsi ini.
vii
8. Ns. Rumondang Gultom, S.Kep, selaku dosen Penguji III yang telah membantu dan meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan pada peneliti dengan sabar, tekun, bijaksana dan sangat cermat memberikan masukan dan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini. 9. Dosen dan seluruh staff pegawai di Program Studi Ners Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia. 10. Teristimewa Ayah tercinta (Drs. A. Silitonga) dan Ibu tercinta (J. Siahaan S.Pd) yang tidak henti memberikan dukungan Moril maupun Materil, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. 11. Teristimewa Abang tercinta (Brigadir Ricky Silitonga S.H) dan Kakak Ipar (Imelda Chronika Lumban Batu) dan Keponakan (Michele & Marcello Silitonga) yang telah memberikan dukungan dan motivasi sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. 12. Teman-teman mahasiswa/i PSIK khususnya Ganda Rizky Sipayung, Siska Merry Damanik, Gembira A. Situmorang yang telah memberikan dukungan, motivasi, dan upaya dalam membantu menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata peneliti berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi rekanrekan di Pendidikan Sarjana Keperawatan di Program Studi Ilmu Keperawaatan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia. Sebelum dan sesudahnya peneliti mengucapkan terimakasih.
Medan, Juli 2015 Peneliti
(Ruth Sefriana Silitonga)
viii
DAFTAR ISI Hal PERNYATAAN .............................................................................................. DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... ABSTRAK ...................................................................................................... ABSTRACT ..................................................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................... DAFTAR TABEL........................................................................................... DAFTTAR SKEMA ....................................................................................... DAFTTAR LAMPIRAN ............................................................................... BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ....................................................................... B. Rumusan Masalah .................................................................. C. Tujuan Penelitian ................................................................... 1. Tujuan Umum ................................................................. 2. Tujuan Khusus ................................................................ D. Manfaat Penelitian .................................................................
i ii iii iv v vii ix x xi
1 4 4 4 5 5
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Pola Asuh Orang Tua ................................................ 6 1. Definisi Pola Asuh Orang Tua ........................................ 6 2. Jenis-Jenis Pola Asuh Orang Tua.................................... 6 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh ............... 10 4. Karakteristik Anak Berdasarkan Jenis Pola Asuh Orang Tua11 B. Konsep Perkembangan Emosional Remaja ........................... 13 1. Pengertian Perkembangan Emosional Remaja ............... 13 . 2. Perkembangan Emosional Selama Pertumbuhan ........... 14 3. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Perkembangan Emosi Remaja. ........................................................................... 15 4. Timbulnya Emosi ............................................................ 19 C. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan Emosional............................................................................... 24 D. Kerangka Konsep ................................................................... 24 E. Hipotesis Penelitian................................................................ 24
ix
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian.................................................................... B. Populasi dan Sampel Penelitian ............................................. 1. Populasi Penelitian .......................................................... 2. Sampel Penelitian............................................................ C. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. 1. Tempat Penelitian ........................................................... 2. Waktu Penelitian ............................................................. D. Defenisi Operasional .............................................................. E. Aspek Pengukuran ................................................................. 1. Pola Asuh Orang tua ....................................................... 2. Perkembangan Emosional Remaja.................................. F. Etika Penelitian ...................................................................... G. Metode Pengolahan Data ....................................................... H. Metode Analisa Data .............................................................. 1. Analisis Univariat ........................................................... 2. Analisis Bivariat ..............................................................
25 25 25 25 26 26 26 26 26 26 27 28 29 30 30 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ...................................................................... 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................... 2. Karakteriristik Responden............................................... 3. Karakteristik Frekuensi Pola Asuh Orang tua ................. 4. Karakteriristik Frekuensi Perkembangan Emosi ............. 5. Tabulasi Silang Pola Asuh dengan Perkembangan Emosi B. Pembahasan ............................................................................ 1. Interprestasi dan Diskusi Hasil ....................................... 2. Kelemahan Penelitian .....................................................
31 31 32 32 32 33 34 34 39
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ............................................................................ B. Saran.......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
x
40 40
DAFTAR TABEL Hal Tabel 3.1
Defenisi Operasional...................................................................
26
Tabel 4.1
Karakteristik Responden ............ ................................................
32
Tabel 4.2
Karakteristik Frekuensi Berdasarkan Pola Asuh Orang Tua .....
32
Tabel 4.3
Karakteristik Frekuensi Perkembangan Emosi Remaja .............
32
Tabel 4.4
Hubungan Pola Asuh Orang tua dengan Perkembangan Emosi Remaja ........................................................................................
xi
33
DAFTAR SKEMA Hal Skema 2.1
Kerangka Konsep ........................................................................
xii
24
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
:
Lembar Persetujuan
Lampiran 2
:
Kuisioner Penelitian
Lampiran 3
:
Surat Ijin Memperoleh Data Dasar dari Pendidikan Universitas Sari Mutiara Indonesia
Lampiran 4
:
Surat Balasan Izin Studi Pendahuluan dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 14 Medan
Lampiran 5
:
Surat
Izin
Melaksanakan
Penelitian
dari
Pendidikan
Universitas Sari Mutiara Indonesia Lampiran 6
:
Surat Selesai Penelitian dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 14 Medan
Lampiran 7
:
Master Data
Lampiran 8
:
Output SPSS
Lampiran 9
:
Lembar Konsultasi
xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa ini, remaja mengalami perkembangan mencapai kematangan fisik, mental, sosial, dan emosional. Umumnya, masa ini berlangsung sekitar umur tiga belas tahun sampai umur delapan belas tahun, yaitu masa anak duduk dibangku sekolah menengah. Masa ini biasanya dirasakan sebagai masa sulit, baik bagi remaja sendiri maupun bagi keluarga atau lingkungannya. Remaja memiliki energi yang besar, emosi berkobarkobar, sedangkan pengendalian diri belum sempurna. Remaja juga sering mengalami perasaan tidak aman, tidak tenang, dan khawatir (Asrori, 2011). Pola asuh orang tua merupakan interaksi anak dengan orang tua mendidik, membimbing, dan mendisplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Pada dasarnya pola asuh dapat diartikan seluruh cara perlakuan orang tua yang di terapkan pada anak. Banyak ahli mengatakan pengasuhan anak adalah bagian penting dan mendasar, menyiapkan anak untuk menjadi masyarakat yang baik. Terlihat bahwa pengasuhan anak menunjuk kepada pendidikan umum yang diterapkan (Edwards, 2006). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fadhilah (2010) tentang Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Kecerdasan Emosional Anak pada usia Prasekolah ditemukan jumlah pola asuh demokratis sebanyak 51%. Anak yang diasuh dengan gaya pengasuhan demokratis akan mengembangkan rasa percaya diri, kontrol emosi diri yang baik, selalu ingin tahu, menggali hal-hal yang dapat memperluas wawasan dan kematangan pribadinya. Anak mampu menemukan arah dan tujuan dari tugas tugas perkembangannya. Anak mengembangkan sikap bertanggung jawab dan percaya terhadap kemampuan diri sendiri (Mardatillah, 2014).
1
2
Berdasarkan hasil penelitian Fadhilah (2010) tentang Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Kecerdasan Emosional Anak pada usia Prasekolah ditemukan jumlah pola asuh otoriter sebanyak 29,4%. 25% responden menerapkan pola asuh otoriter. Anak yang dibesarkan dengan pola asuh otoriter akan mengembangkan sikap sebagai pengekor, selalu tergantung pada orang lain dalam mengambil keputusan dan tidak memiliki pendirian. Anak tidak memiliki rasa percaya diri yang tinggi, dipenuhi ketakutan berbuat salah, dan cenderung sulit mempercayai orang disekitarnya (Mardatillah, 2014).
Berdasarkan hasil penelitian Fadhilah (2010) tentang Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Kecerdasan Emosional Anak pada usia Prasekolah Sedangkan 20,8% orang tua didapatkan dengan penerapan pola asuh permisif. ditemukan jumlah pola asuh permisif sebanyak 19,6%. Pola asuh permisif ditandai dengan sikap penerimaan tinggi, namun kontrol terhadap anak rendah. Orang tua serba membolehkan anak berbuat apa saja, orang tua memiliki kehangatan dan menerima apa adanya. Kehangatan cenderung memanjakan (Mardatillah, 2014).
Orang tua harus dapat memberikan pola asuh yang tepat sesuai dengan perkembangan anaknya, agar anak dapat menerima pola asuh yang diberikan kepadanya dengan baik sehingga dapat memotivasi belajarnya. Pola asuh orang tua adalah sikap orang tua dalam membimbing anaknya. Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai mahluk sosial. Dalam keluarga umumnya anak ada dalam hubungan interaksi yang intim. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral dan pendidikan anak (Kartono, 2013).
2
3
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Oktafiany et al. Dengan judul Pola Asuh Orang tua dengan Kecerdasan Emosional Siswa Kelas VIII SMP Diponegoro 1 Jakarta, jumlah populasi kelas VIII SMP Diponegoro 1 Jakarta sebanyak 98 siswa. Adapun sampel/responden dalam penelitian ini yaitu sebanyak 60 responden yang diambil masing-masing 20% dari 3 kelas VIII yang ada di SMP Dipoengoro 1 Jakarta. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara Pola Asuh Orang tua dengan Kecerdasan Emosional Siswa Kelas VIII SMP Diponegoro 1 Jakarta. Apabila pola asuh orang tua baik, atau tinggi maka semakin baik pula dan meningkat pula kecerdasan emosional siswa. Untuk meningkatkan kecerdasan emosional siswa, maka pola asuh yang sebaiknya diterapkan oleh orangtua yaitu pola asuh demokratis karena pola asuh demokratis menyesuaikan dengan perkembangan anak sehingga hal tersebut mengacu pada kecerdasan emosional anak. Menurut Kaplan (2008, dalam Djaali, 2013), emosi adalah keadaan kompleks yang mengandung komponen, kejiwaan badan dan prilaku yang berkaitan dengan affect dan mood. Affect merupakan ekspresi sebagai tampak oleh orang lain. Affect dapat bervariasi sebagai respons terhadap perubahan emosi, sedangkan mood adalah suatu perasaan yang meluas, meresap dan terus– menerus yang secara subjektif dialami dan dikatakan oleh individu dan juga dilihat oleh orang lain. Menurut Widayati (2008, dalam Mardatillah, 2014), perkembangan emosional dapat dilatih pada anak-anak sejak usia dini. Salah satu aspeknya adalah kecerdasan sosial, dimana anak memiliki kemampuan untuk mengerti dan memahami orang lain serta bertindak bijaksana dalam hubungan antar manusia. Suasana damai dan penuh kasih sayang dalam keluarga, sikap saling menghargai, disiplin, dan penuh semangat tidak mudah putus asa, semua ini memungkinkan anak untuk mengembangkan kemampuan yang berhubungan dengan perkembangan emosionalnya.
3
4
Berdasarkan hasil survei awal yang di peroleh dari BP, siswa/siswi kelas XI yang berjumlah 296 IPA dan IPS di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 14 Medan, didapatkan beberapa siswa yang tercatat berkelakuan tidak baik seperti sering berkelahi, marah yang disebabkan oleh teman sebaya yang sering mengganggunya mengatakan bahwa orang tuanya selalu memaksakan kehendaknya dalam semua tindakan dan tidak pernah memberi kebebasan mengambil keputusan sendiri, ada juga siswa yang sering bolos atau pun tidak mengikuti disiplin sekolah mengatakan orang tuanya tidak pernah memberi dukungan atau bimbingan karena sibuk bekerja dan sering berkelahi mengenai masalah keluarga, ada juga beberapa siswa yang berprestasi mengatakan bahwa orang tuanya selalu mendukung, membimbing serta memberi semangat kepada anaknya dan selalu memberi kebebasan dalam berpendapat. Dari latar belakang diatas, maka penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu Hubungan Pola Asuh Orang tua dengan Perkembangan Emosional Remaja di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 14 Medan Tahun 2015.
B. Perumusan Masalah Dari latar belakang diatas, maka peneliti merumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu “Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan Emosional Remaja di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 14 Medan Tahun 2015” ?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui “Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan Emosional Remaja” di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 14 Medan Tahun 2015.
4
5
2. Tujuan Khusus a. Mengetahui pola asuh orang tua remaja di SMA Negeri 14 Medan Tahun 2015. b. Mengetahui perkembangan emosional remaja di SMA Negeri 14 Medan Tahun 2015.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Orang Tua Hasil penelitian yang diharapkan dapat memberikan informasi bagi orang tua terhadap perkembangan atau hubungan antara orang tua dan remaja, sehingga dapat meningkatkan pola asuh orang tua bagi remaja yang lebih baik. 2. Bagi Remaja SMA Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi tambahan bagi remaja SMA sehingga perkembangan emosional remaja SMA tidak mengalami penyimpangan dari perkembangan remaja yang seharusnya. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi remaja SMA dalam menghadapi berbagai masalah pada tahap perkembangan remaja SMA 3. Bagi Instansi Pendidikan Dapat menjadi sumber informasi dalam rangka menyusun rencana strategis dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan baik secara formal maupun informal. Serta dapat meningkatkan hubungan antara orang tua, siswa maupun pihak instansi pendidikan. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data tambahan bagi peneliti berikutnya yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai
“Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan Emosional
Remaja di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 14 Medan Tahun 2015”.
5
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Pola Asuh Orang Tua 1. Definisi Pola Asuh Orang Tua Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut kamus bahasa Indonesia, “pola” berarti model, sistem, cara kerja, dan bentuk yang tepat. Sedangkan kata “asuh” dapat berarti menjaga (merawat dan mendidik) atau membimbing. Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Orang tua mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga, mengajar, mendidik serta memberi contoh bimbingan kepada anak-anak untuk mengetahui, mengenal, mengerti dan akhirnya dapat menerapkan tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Pola asuh yang ditanamkan tiap keluarga berbeda dengan keluarga lainnya. Hal ini tergantung dari pandangan pada diri tiap orang tua (Gunarsa, 2002).
Masing-masing pola asuh orang tua yang ada, akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pembentukan kepribadian dan perilaku anak. Orang tua merupakan lingkungan terdekat yang selalu mengitari anak sekaligus menjadi figur dan idola mereka. Model perilaku orang tua secara langsung maupun tidak langsung akan dipelajari dan ditiru oleh anak. Anak meniru bagaimana orang tua bersikap, bertutur kata, mengekspresikan harapan, tuntutan dan kritikan satu sama lain, menanggapi, dan memecahkan masalah, serta mengungkapkan perasaan dan emosinya (Yusuf, 2013).
2. Jenis-jenis Pola Asuh Orang Tua Pola asuhan orang tua menurut Stewart dan Koch (2007, dalam Aisyah 2010) terdiri dari tiga kecenderungan pola asuh orang tua yaitu: (1) pola asuh otoriter, (2) pola asuh demokratis, dan (3) pola asuh permisif. a. Pola Asuh Otoriter 6
7
Dalam pola asuh ini orang tua menerapkan seperangkat peraturan kepada anaknya secara ketat dan sepihak, cenderung menggunakan pendekatan yang bersifat diktator, menonjolkan wibawa, menghendaki ketaatan mutlak. Pola asuh otoriter adalah bentuk pola asuh yang menekankan pada pengawasan orang tua atau kontrol yang ditujukan pada anak untuk mendapatkan ketaatan dan kepatuhan. Pola asuh otoriter adalah pengasuhan yang kaku, diktator, dan memaksa anak untuk selalu mengikuti orang tua tanpa banyak alasan anak harus tunduk dan patuh terhadap kemauan orang tua. Apapun yang dialakukan oleh anak ditentukan oleh orang tua.
Menurut Adek (2005, dalam Suharsono, 2009), pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas, dan menarik diri. Pola asuh ini akan menghasilkan anak dengan tingkah laku pasif dan cenderung menarik diri. Sikap orang tua yang keras akan menghambat inisiatif anak. Namun di sisi lain anak yang diasuh dengan pola asuh otoriter cenderung memiliki kompetensi dan tanggung jawab seperti orang dewasa.
Menurut Stewart dan Koch (2007, dalam Aisyah, 2010) orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter mempunyai ciri antara lain: kaku, tegas, suka menghukum, kurang ada kasih sayang serta simpatik. Orang tua memaksa anak-anak untuk patuh pada nilai-nilai mereka, serta mencoba membentuk tingkah laku sesuai dengan tingkah lakunya serta cenderung mengekang keinginan anak. Orang tua tidak mendorong serta memberi kesempatan kepada anak untuk mandiri dan jarang memberi pujian. Hak anak dibatasi tetapi dituntut tanggung jawab seperti anak dewasa. Orang tua yang otoriter cenderung memberi hukuman terutama hukuman fisik. Orang tua yang otoriter amat berkuasa
terhadap anak, memegang kekuasaan tertinggi
serta
8
mengharuskan anak patuh pada perintah-perintahnya. Dengan berbagai cara, segala tingkah laku anak dikontrol dengan ketat.
Sutari Imam Barnadib (2006, dalam Aisyah, 2010) mengatakan bahwa orang tua yang otoriter tidak memberikan hak anaknya untuk mengemukakan pendapat serta mengutarakan perasaan-perasaannya, untuk memunculkan perilaku agresif. Berdasarkan teori
yang
disampaikan terlihat bahwa semakin dihadang kebutuhan seseorang untuk mencapai tujuan akan menjadikan prakondisi agresif semakin tertekan dan mengakumulasi sehingga muncul perilaku agresif.
b. Pola Asuh Demokratis Menurut Syamsul (2005) pola asuh demokratis adalah sikap orang tua dengan kontrolnya mengikat, bersikap responsif terhadap kebutuhan anak, mendorong anaknya untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan, memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik atau buruk. Hanna Wijaya (2007, dalam Aisyah, 2010) dari hasil penelitiannya menemukan bahwa teknik-teknik asuhan orang tua demokratis yang menumbuhkan keyakinan dan kepercayaan diri maupun mendorong tindakan-tindakan mandiri membuat keputusan sendiri akan berakibat munculnya tingkah laku mandiri yang bertanggung jawab.
Pola asuhan ini, anak akan mampu mengembangkan kontrol terhadap perilakunya sendiri dengan hal-hal yang dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini akan mendorong anak untuk mampu berdiri sendiri, bertanggung jawab dan yakin terhadap diri sendiri. Daya kreativitasnya berkembang dengan baik karena orang tua selalu merangsang anaknya untuk mampu berinisiatif. Pola asuh demokratif ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dengan anaknya. Mereka membuat aturan-aturan yang disetujui bersama. Anak diberi kebebasan untuk
9
mengemukakan pendapat, perasaan dan keinginannya serta belajar untuk dapat menanggapi pendapat orang lain. Orang tua bersikap sebagai pemberi pendapat dan pertimbangan terhadap aktivitas anak. Secara bertahap orang tua memberikan tanggung jawab bagi anakanaknya terhadap segala sesuatu yang diperbuatnya sampai mereka menjadi dewasa. Mereka selalu berdialog dengan anak-anaknya, saling memberi dan menerima, selalu mendengarkan keluhan-keluhan dan pendapat anak-anaknya.
Pada pola asuh ini orang tua terlihat tegas tetapi hangat dan penuh pengertian dan anak diakui keberadaannya oleh orang tua, anak dilibatkan dalam pengambilan keputusan mengungkapkan hal-hal yang tidak disukainya maupun mengekspresikan hal-hal yang disukainya dalam interaksi dengan masing-masing anggota keluarga. Hal ini tentu saja akan mempunyai pengaruh yang lebih baik dalam perkembangan jiwa anak. Dengan demikian, adalah logis bahwa pola asuh demokratis tidak memberi dampak terhadap munculnya perilaku agresi pada anak nantinya.
c. Pola Asuh Permisif Menurut Syamsul (2005) pola asuh orang tua dengan permisif merupakan sikap orang tua meningkat namun kontrolnya rendah, memberikan kebebasan terhadap anak untuk mengatakan dorongan keinginannya. Tipe orang tua yang mempunyai pola asuh permisif cenderung selalu memberikan kebebasan pada anak tanpa memberikan kontrol sama sekali dan kurang tegas dalam menerapkan peraturanperaturan yang ada. Anak sedikit sekali dituntut untuk suatu tanggung jawab, tetapi mempunyai hak yang sama seperti orang dewasa. Anak diberi kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri dan orang tua tidak banyak mengatur anaknya.
10
Menurut Septriati (2012) dalam pola asuh permisif orang tua serba membolehkan anak berbuat apa saja. Orang tua memiliki kehangatan, dan menerima apa adanya. Kehangatan cenderung memanjakan, ingin dituruti keinginannya. Sedangkan menerima apa adanya cenderung memberikan kebebasan kepada anak untuk berbaut apa saja. Pola asuh ini dapat menyebabkan anak agresif, tidak patuh pada orang tua dan kurang mampu mengontrol diri.
Sehingga dengan pola asuh permisif anak yang diberikan kesempatan sebebas-bebasnya untuk berbuat dan memenuhi keinginannya akan menjadikan anak tersebut tidak terkendali, tidak patuh, dan tingkah laku agresif diluar lingkungan keluarga. Anak-anak terlihat lebih agresif karena pada manusia semakin direndahkan martabatnya dengan tidak menggubris seluruh perbuatannya maka dia akan mencari perhatian dengan cara menampilkan perbuatan yang negatif yang langsung dapat mencemarkan nama baik keluarganya.
3.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Menurut Edwards (2006) adapun faktor yang mempengaruhi pola asuh anak adalah : a.
Pendidikan orang tua Pendidikan dan pengalaman orang tua dalam perawatan anak akan mempengaruhi persiapan mereka menjalankan pengasuhan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjadi lebih siap dalam menjalankan peran pengasuhan antara lain : terlibat aktif dalam setiap
pendidikan
anak,
mengamati
segala
sesuatu
dengan
berorientasi pada masalah anak, selalu berupaya menyediakan waktu untuk anak-anak dan menilai perkembangan fungsi keluarga dan kepercayaan anak.
11
Hasil riset dari Sir Godfrey Thomson menunjukkan bahwa pendidikan diartikan sebagai pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap atau permanen di dalam kebiasaan tingkah laku, pikiran dan sikap. Orang tua yang sudah mempunyai pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak akan lebih siap menjalankan peran asuh, selain itu orang tua akan lebih
mampu
mengamati
tanda-tanda
pertumbuhan
dan
perkembangan yang normal.
b.
Lingkungan Lingkungan banyak mempengaruhi perkembangan anak, maka tidak mustahil jika lingkungan juga ikut serta mewarnai pola-pola pengasuhan yang diberikan orang tua terhadap anaknya.
c.
Budaya Sering kali orang tua mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh masyarakat dalam mengasuh anak, kebiasaan-kebiasaan masyarakat disekitarnya dalam mengasuh anak. Karena pola-pola tersebut dianggap berhasil dalam mendidik anak kearah kematangan. Orang tua mengharapkan kelak anaknya dapat diterima dimasyarakat dengan baik, oleh karena itu kebudayaan atau kebiasaan masyarakat dalam mengasuh anak juga mempengaruhi setiap orang tua dalam memberikan pola asuh terhadap anaknya.
4.
Karakteristik Anak Berdasarkan Jenis Pola Asuh Orang Tua Karakteristik anak berdasarkan jenis pola asuh orang tua yang diterapkan oleh orang tua menurut Yusuf (2013) yaitu : a.
Pola Asuh Otoriter Pola Asuh Otoriter ini dapat mengakibatkan anak menjadi penakut, pencemas, menarik diri dari pergaulan, kurang adaptif, mudah curiga pada orang lain dan mudah stres. Selain itu, orang tua seperti ini juga
12
akan membuat anak tidak percaya diri, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, kepribadiian lemah dan seringkali menarik diri dari lingkungan sosialnya, bersikap menunggu dan tidak dapat merencanakan sesuatu dengan baik.
b.
Pola Asuh Demokratis Literatur yang ada telah mendokumentasikan bahwa pola asuh demokratif secara signifikan terkait dengan hasil perkembangan yang positif antara anak-anak. Dari hasil penelitian menemukan bahwa teknik-teknik asuhan orang tua yang demokratif akan menumbuhkan keyakinan dan kepercayaan diri maupun mendorong tindakan-tindakan mandiri
membuat keputusan sendiri
akan
berakibat munculnya tingkah laku mandiri yang bertanggung jawab.
c.
Pola Asuh Permisif Pola asuh permisif ini dapat mengakibatkan anak agresif, tidak patuh pada orang tua, merasa berkuasa dan kurang mengontrol diri. Karakter anak dengan pola asuh orang tua demikian menjadi anak impulsif, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri dan kurang matang sosial. Dalam referensi lain disebutkan bahwa anak yang diasuh orang tuanya dengan metode semacam ini nantinya bisa berkembang menjadi anak yang kurang perhatian, merasa tidak berarti, rendah diri, nakal, memiliki kemampuan sosialisasi yang buruk, kontrol diri buruk, salah bergaul, kurang menghargai orang lain dan agresif.
13
B. Konsep Perkembangan Emosional Remaja 1.
Pengertian Perkembangan Emosional Remaja Perkembangan adalah perubahan yang teratur, sistematis, dan terorganisir yang mempunyai tujuan tertentu. Perkembangan menunjuk pada suatu proses perubahan yang bersifat kualitatif mengenai fungsi-fungsi fisik maupun mental yang terjadi terus-menerus ke arah yang lebih sempurna sampai akhir hayat sebagai hasil interaksi dengan lingkungan (Sumanto, 2014).
Emosi adalah setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu serta setiap keadaan mental yang hebat dan meluap-luap. Emosi juga merujuk kepada suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak (Asrori, 2011).
Emosi merupakan suatu kompleksi suasana yang mempengaruhi perasaan/pikiran yang ditandai oleh perubahan biologis dan muncul sebelum atau sesudah terjadinya suatu perilaku. Mekanisme terjadinya emosi didahului dengan suatu kejadian (situasi) yang mengaktifkan sistem saraf yang dapat menimbulkan terjadinya perubahan fisiologis di luar kesadaran (misalnya terjadi perubahan ekspresi wajah, percepatan denyut jantung, keluarnya keringat, dan sebagainya) yang akhirnya membuat seseorang mengalami kenyamanan atau ketidaknyamanan sesuai impuls yang diterimanya. Perkembangan emosi meliputi kemampuan anak untuk mencintai, merasa nyaman, berani, gembira, takut, marah serta bentuk-bentuk emosi lainnya. Pada aspek ini, anak sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan orang tua dan orang-orang di sekitarnya. Emosi berkembang sesuai dengan impuls emosi yang diterimanya. Anak mendapatkan curahan kasih sayang juga akan belajar untuk menyayangi (Sumanto, 2014).
14
2.
Perkembangan Emosional Selama Pertumbuhan Perkembangan Emosional menurut Djaali (2013) yaitu : a.
Selama Masa Awal Diketahui bahwa sifat perasaan emosi telah timbul selama masa bayi, bahkan sebagian ahli berpendapat bahwa masa bayi di dalam kandungan pun sudah dipengaruhi oleh emosi. Akan tetapi, kita sendiri seringkali kurang mengerti apakah tanda-tanda seperti menangis, tertawa, dan lain-lain pada masa awal bayi disertai atau diikuti dengan intensitas perasaan atau tidak. Menurut Bridges, emosi anak akan berkembang melalui pengalaman, sekalipun masih dangkal dan berubah-ubah. Ketika emosi bayi diungkapkan dalam bentuk marah dan takut dengan menangis atau gemetar.
Ketika bayi sudah berusia 8 bulan, ia mulai dapat memperlihatkan dengan sangat berbeda antara rasa marah dan rasa takut. Selama pertumbuhan, perubahan pada ekspresi emosi itu semakin lama akan semakin lama akan semakin jelas dan berbeda. Sebagai contoh, bayi akan menyerang benda-benda di sekitarnya untuk mengekspresinya
kemarahannya,
lambat
laun
ia
mampu
memusatkan ekspresi emosinya langsung kepada objek yang memang menimbulkan kemarahannya.
b.
Fase Selanjutnya Perkembangan emosi pada pertumbuhan anak semakin lama semakin halus dalam mengepresikannya sampai pada masa remaja. Peralihan ekspresi emosi yang tadinya kasar, karena terpengaruh latihan dan kontrol, berangsur-angsur tingkah laku emosionalnya berubah. Selama anak bertambah kekuatan fisik dan pengertiannya, ia akan merespon dengan cara yang berbeda beda terhadap segala kekuatannya, karena sudah terlebih dahulu dipertimbangkannya.
15
c.
Perkembangan Akhir Pada akhirnya dia akan mencapai kemampuan untuk menyesuaikan tingkah lakunya sehubungan dengan apa yang terjadi pada dirinya. Semakin dewasa, ia akan semakin dapat mengungkapkan dengan jelas
emosinya,
karena
emosi
menjadi
semakin
mudah
diklasifikasikan seperti rasa takut, marah, muak, dan benci juga apresiasinya terhadap nilai, keinginan dan cita-cita. 3.
Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Perkembangan Emosi Remaja Faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan emosi remaja menurut Asrori (2011) yaitu : a. Perubahan Jasmani Perubahan jasmani yang ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan yang sangat cepat dari anggota tubuh. Pada taraf permulaan pertumbuhan ini hanya terbatas pada bagian-bagian tertentu saja yang mengakibatkan postur tubuh menjadi tidak seimbang. Ketidakseimbangan tubuh ini sering mempunyai akibat yang tak terduga pada perkembangan emosi remaja. Tidak setiap remaja dapat menerima perubahan kondisi tubuh seperti itu, lebih-lebih jika perubahan tersebut menyangkut perubahan kulit yang menjadi kasar dan penuh jerawat. Hormon-hormon tertentu mulai berfungsi sejalan dengan perkembangan alat kelaminnya sehingga dapat menyebabkan rangsangan didalam tubuh remaja dan sering kali menimbulkan masalah dalam perkembangan emosinya. b. Perubahan Pola Interaksi dengan Orang Tua Pola asuh orangtua terhadap remaja sangat bervariasi. Ada yang pola asuhnya menurut apa yang dianggap terbaik oleh dirinya sendiri saja sehingga ada yang bersifat otoriter, memanjakan remaja, acuh tak acuh, tetapi ada juga yang penuh cinta kasih. Perbedaan pola asuh orang tua seperti ini berpengaruh terhadap perbedaan perkembangan emosi remaja.
16
Pembrontakan terhadap orang tua menunjukkan bahwa mereka berada dalam konflik dan ingin melepaskan diri ]dari pengawasan orang tua. Mereka tidak Kerasa puas kalau tidak pernah sama sekali menunjukkan pelawanan terhadap orang tua karena ingin menunjukkan seberapa jauh dirinya telah berhasil menjadi orang yang lebih dewasa. Jika mereka berhasil dalam perlawanan terhadap orangtua sehingga menjadi marah, mereka pun belum merasa puas karena orangtua tidak menunjukkan pengertian yang mereka inginkan. Keadaan semacam ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan emosi remaja. Tanggung jawab orang tua : Kedua orang tua bertanggung jawab dalam memberikan contoh bagi anak-anak mereka yang sebenarnya merupakan dasar dari pendidikan. Dari Ayah, anak laki-laki beroleh pengetahuan awal tentang keberanian dan kebijaksanaan. Dari Ibu, anak perempuan belajar tentang sifat feminim. Kepribadian ibu atau ayah mempengaruhi kerangka pikiran dan gambaran sang anak tentang dunia secara umum. Orang tua berperan penting dalam mengasuh dan membimbing anak sebagai manusia baru. Mereka harus memberikan cinta yang murni dan perhatian yang jujur demi kebaikan sang anak. Mereka berkewajiban melakukan apa saja yang diperlukan bagi perkembangan anak-anak dan memastikan meeka mendapat pendidikan yang cukup sebagai bekal dalam menghadapi hidup, sesuai dengan kondisi kehidupan mereka Ada banyak pembicaraan tentang “jurang pemisah” antara orang tua dan anak-anak mereka, dan tentang situasi yang baru di mana anakanak menolak orang tua mereka. Perbedaan itu boleh jadi sudah ada sejak dulu. Namun saat ini perbedaan itu menjadi makin nyata dan meluas karena anak-anak tampaknya tumbuh dan dewasa lebih cepat lantaran mereka menunjukkan keterbukaan, kegelisahan, dan konflik batin mereka.
17
Siapa pun pasti pernah berpikir dan bersikap tidak dewasa berapa pun umurnya, tetapi hal ini lebih sering terjadi pada orang yang lebih muda. Perbedaan antara anak kecil dan orang dewasa adalah bahwa anak-anak lebih dikuasai emosi. Dia bisa dengan mudah dipengaruhi oleh perasaannya saat itu dan terganggu oleh emosi yang kuat. Orang tua juga memiliki tanggung jawab yang besar dalam mengendalikan emosi mereka guna mendidik anak-anak.
c. Perubahan Interaksi dengan Teman Sebaya Remaja sering kali membangun interaksi sesama teman sebayanya secara khas dengan cara berkumpul untuk melakukan aktifitas bersama teman sebayanya. Faktor yang sering menimbulkan masalah emosi pada masa ini adalah hubungan cinta dengan lawan jenis. Pada masa remaja tengah, biasanya remaja benar-benar mulai jatuh cinta pada lawan jenisnya. Gejala ini sebenarnya sehat bagi remaja, tapi tidak jarang juga menimbulkan konflik atau gangguan emosi pada remaja jika tidak diikuti dengan bimbingan dari orang tua atau orang yang lebih dewasa. Oleh sebab itu, tidak jarang orang tua justru mersa tidak gembira atau bahkan cemas ketika anak remaja jatuh cinta. Gangguan emosional yang mendalam dapat terjadi ketika cinta remaja tidak terjawab atau karena pemutusan hubungan cinta dari satu pihak sehingga dapat menimbulkan kecemasan bagi orang tua dan bagi remaja itu sendiri.
d. Perubahan Pandangan Luar Ada sejumlah perubahan pandangan dunia luar yang dapat menyebabkan konflik-konflik emosional dalam diri remaja yaitu sebagai berikut : 1) Sikap dunia luar terhadap remaja sering tidak konsisten. Kadangkadang mereka dianggap sudah dewasa, tetapi mereka tidak mendapat kebebasan penuh atau peran yang wajar sebagaimana
18
orang dewasa. Sering kali mereka masih dianggap kecil sehingga menimbulkan kejengkelan pada diri remaja. Kejengkelan yang mendalam dapat berubah menjadi tingkah laku emosional.
2) Dunia luar atau masyarakat masih menerapkan nilai-nilai yang berbeda untuk remaja laki-laki dan perempuan . Kalau remaja lakilaki memiliki banyak teman perempuan, mereka mendapat predikat populer dan mendatangkan kebanggaan. Sebaliknya, apabila remaja putri mempunyai banyak teman laki-laki sering dianggap tidak baik atau bahkan mendapat predikat yang kurang baik. Penerapan nilai yang berbeda semacam ini jika tidak disertai dengan pemberian pengertian secara bijaksana dapat menyebabkan remaja bertingkah laku emosional.
3) Seringkali kekosongan remaja dimanfaatkan oleh pihak luar yang tidak bertanggung jawab, yaitu dengan cara melibatkan remaja tersebut kedalam kegiatan-kegiatan yang merusak dirinya dan melanggar nilai-nilai moral. Misalnya, penyalahgunaan obat terlarang, minum-minuman keras, serta tindak kriminal dan kekerasan. Perlakuan dunia luar semacam ini akan sangat merugikan perkembangan emosional remaja. e. Perubahan Interaksi dengan Sekolah Para Guru merupakan tokoh yang sangat penting dalam kehidupan mereka karena guru juga merupakan tokoh otoritas bagi para peserta didiknya. Oleh karena itu, tidak jarang para remaja lebih percaya, patuh bahkan lebih takut kepada guru dari pada orang tuanya. Posisi guru semacam ini sangat strategis apabila digunakan untuk pengembangan emosi remaja melalui penyampaian materi-materi yang positif dan konstruktif.
19
Dalam pembaruan, para remaja sering terbentur pada nilai-nilai yang tidak dapat mereka terima atau yang sama sekali bertentangan dengan nilai-nilai yang menarik bagi mereka. Pada saat itu, timbullah idealisme untuk mengubah lingkungannya. Idealisme seperti tentunya tidak boleh diremehkan dengan anggapan bahwa semuanya akan muncul
jika
mereka
sudah
dewasa. Sebab
idealisme
yang
dikecewakan dapat berkembang menajdi tingkah laku emosional yang destruktif.
4. Timbulnya Emosi Timbulnya Emosi menurut Djaali (2013) yaitu : a.
Rangsangan yang Menimbulkan Emosi Emosi timbul dari rangsangan (stimulus), stimulus yang sama mungkin dapat menimbulkan emosi yang berbeda-beda dan kadangkadang malah berlawanan. Adapun rangsangan dapat muncul dari dorongan, keinginan atau minat yang terhalang, baik disebabkan oleh tidak atau kurangnya kemampuan individu untuk memenuhinya atau menyenangkan. Apabila semua keinginan dan minat tidak terhalang, dapat dikatakan bahwa secara emosional individu tersebut dalam keadaan stabil.
Intensitas dan lamanya respons emosional sangat ditentukan oleh kondisi fisik dan mental dari individu itu sendiri, juga faktor lain yang sangat menentukan adalah stimulus itu sendiri. Dapat dikatakan bahwa emosi akan berlangsung terus selama stimulusnya ada dan yang menyertainya masih aktif. Karena emosi mempengaruhi tingkah laku, tingkah lakunya akan terus terpengaruh selama stimulusnya aktif, namun demikian emosi bukan satu-satunya faktor yang menentukan tingkah laku.
20
b. Perubahan Fisik dan Fisiologis Perubahan fisik dan fisiologis dapat dipengaruhi oleh rangsangan yang menimbulkan emosi. Emosi ini akan menghasilkan berbagai perubahan
yang
mendalam
(visceral
changes)
dan
akan
mempengaruhi urat-urat kerangka di dalam tubuhnya. Jenis perubahan secara fisik dapat dengan mudah kita amati pada diri seseorang, selam tingkah lakunya dipengaruhi emosi, misalnya dalam keadaan marah, cemburu, bingung dan lain – lain. Hal inilah yang biasanya disebut kerangka individu. Adapun secara fisiologis perubahan yang terjadi tidak tampak dari luar, biasanya dapat diketahui melalui pemeriksaan atau tes diagnosis dari para ahli ilmu jiwa. Perubahan fisiologis pada saat emosi umumnya meliputi fungsi pencernaan, aliran darah, pengurangan air liur (mulut terasa kering), pengeluaran kelenjar endokrin, dan lain – lain.
Emosi ditandai oleh perilaku yang merefleksikan (mengekspresikan) kondisi senang atau tidak senang seseorang atau transaksi yang sedan dialami. Emosi juga bersifat lebih spesifik dan terwujud dalam bentuk gembira, takut, marah, dan seterusnya, tergantung pada bagaimana transaksi tersebut mempengaruhi orang tersebut (sebagai contoh, transaksi dalam bentuk ancaman, frustasi, kelegaan, penolakkan, sesuatu yang tidak terduga, dan sebagainya). Disamping itu, emosi dapat dibagi menjadi positif dan negatif, emosi-emosi negatif, seperti kesedihan, marah, rasa bersalah, kesal, sensitif dan sebagainya. Emosi-emosi positif seperti kegembiraan, rasa bersyukur dan sebagainya (Santrock, 2007).
Keadaan emosi selama masa remaja menurut Hurlock (1980) yaitu : Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode, “badai dan tekanan,” suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Pertumbuhan pada tahun-
21
tahun awal masa puber terus berlangsung tetapi berjalan agak lambat. Pertumbuhan yang terjadi terutama bersifat melengkapi pola yang sudah terbentuk pada masa puber. Oleh karena itu, perlu dicari keterangan lain yang menjelaskan ketegangan emosi yang sangat khas pada usia ini. Penjelasan diperoleh dari kondisi sosial yang mengelilingi remaja masa kini. Adapun meningginya emosi terutama karena anak laki-laki dan perempuan berada di bawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, sedangkan selama kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapai keadaan-keadaan itu.
Tidak semua remaja mengalami rasa badai dan tekanan. Namun benar juga bila sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilaku baru dan harapan sosial yang baru. Misalnya, masalah yang berhubungan dengan percintaan merupakan masalah yang pelik pada periode ini. Bila kisah cinta berjalan lancar, remaja merasa bahagia, tetapi mereka menjadi sedih bilamana percintaan kurang lancar. Demikian pula, menjelang berakhirnya masa sekolah para remaja mulai mengkhawatirkan masa depan mereka.
Meskipun emosi remaja seringkali sangat kuat, tidak terkendali dan tampaknya irasional, tetapi pada umumnya dari tahun ke tahun terjadi perbaikan perilaku emosional. Menurut Gesell dan kawan-kawan, remaja empat belas tahun sering kali mudah marah, mudah dirangsang, dan emosinya cenderung “meledak,” tidak berusaha mengendalikan perasaannya. Sebaliknya, remaja enam belas tahun mengatakan bahwa mereka “tidak punya keprihatinan.” Jadi adanya badai dan tekanan dalam periode ini berkurang menjelang berakhirnya awal masa remaja.
22
Pola emosi pada masa remaja menurut Hurlock (1980) yaitu : Pola emosi masa remaja adalah sama dengan pola emosi masa kanakkanak. Perbedaannya terletak pada rangsangan yang membangkitkan emosi dan derajat, dan khususnya pada pengendalian latihan individu terhadap ungkapan emosi mereka. Misalnya, perlakuan sebagai “anak kecil” atau secara “tidak adil” membuat remaja sangat marah dibandingkan dengan hal-hal lain.
Remaja tidak lagi mengungkapkan amarahnya dan dengan cara gerakan amarah yang meledak-ledak, melainkan dengan menggerutu, tidak mau berbicara, atau dengan suara keras mengkritik orang-orang yang menyebabkan amarah. Remaja juga iri hati terhadap orang yang memiliki benda lebih banyak. Ia tidak megeluh dan menyesali diri sendiri, seperti yang dilakukan anak-anak. Remaja suka bekerja sambilan agar dapat memperoleh uang untuk membeli barang yang diinginkan atau bila perlu berhenti sekolah untuk mendapatkannya.
Kematangan emosi menurut Hurlock (1980) yaitu : Anak
laki-laki
dan
perempuan
diakatakan
sudah
mencapai
kematangan emosi bila pada akhir masa remaja tidak “meledakkan” emosinya di hadapan orang lain melainkan menunggu saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih dapat diterima. Petunjuk kematangan emosi yang lain adalah bahwa individu menilai secara emosional, tidak lagi bereaksi tanpa berpikir sebelumnya seperti anak-anak atau orang yang tidak matang. Dengan demikian, remaja mengabaikan banyak rangsangan yang tadinya dapat menimbulkan ledakan emosi. Akhirnya, remaja yang emosinya matang memberikan reaksi emosional yang stabil, tidak berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hari ke suasana hati yang lain, seperti dalam periode sebelumnya.
23
Untuk
mencapai
memperoleh
kematangan
gambaran
tentang
emosi, situasi-
remaja situasi
harus yang
belajar dapat
menimbulakan reaksi emosional. Adapun caranya adalah dengan membicarakan berbagai masalah pribadinya dengan orang lain. Keterbukaan, perasaam dan masalah pribadi dipengaruhi sebagian oleh rasa aman dalam hubungan sosial dan sebagian oleh tingkat kesukaannya pada “orang sasaran”.
Bila remaja ingin mencapai kematangan emosi, ia juga harus belajar menggunakan kataris emosi untuk menyalurkan emosinya. Adapun cara yang dapat dilakukan adalah latihan fisik yang berat, bermain atau bekerja, tertawa atau menangis. Meskipun cara-cara ini dapat menyalurkan gejolak emosi yang timbul karena usaha pengendalian ungkapan emosi, namun sikap sosial terhadap perilaku menangis adalah kurang baik dibandingkan dengan sikap sosial terhadap perilaku tertawa, kecuali bila tertawa hanya dilakukan bilamana memperoleh dukungan sosial.
Kematangan emosi adalah hal penting dalam pengembangan kapasitas positif dalam berhubungan dengan individu lain. Individu yang telah mencapai kematangan emosi dapat diidentifikasikan sebagai individu yang dapat menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bertindak, tidak lagi bereaksi tanpa berpikir sebelumnya seperti anak-anak atau orang yang tidak matang emosinya, memiliki kontrol diri yang baik, mampu mengekspresikan emosinya dengan tepat atau sesuai dengan keadaan yang dihadapinya sehingga lebih mampu beradaptasi karena dapat menerima beragam orang dan situasi dan memberikan reaksi yang tepat sesuai dengan tuntutan yang dihadapi (Hurlock, 1980).
24
Menurut Chris mengemukakan bahwa alat ukur perkembangan emosional adalah penilaian diri, percaya diri, emosional pengendalian diri, optimis dan empati.
Menurut Flora Naibaho (2012) mengemukakan bahwa pola orang tua dapat di nilai dengan empat alternative jawaban Selalu, Sering, Kadang kadang, dan Tidak Pernah.
C. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan Emosional Pola asuh orang tua berhubungan erat dengan perkembangan emosional remaja sehingga orang tua dan anak menciptakan keakraban dan kehangatan, orang tua sebagai tempat pemupukan kepercayaan diri yang menimbulkan adanya perasaan aman, sebagai tempat melatih kemandirian remaja dalam membuat keputusan dan melakukan tindakan. Ia juga menambahkan bahwa hubungan orang tua dengan anak turut menentukan persiapan remaja dalam menjalankan perubahan peran sosial. Keberhasilan remaja dalam memenuhi tugas perkembangan mereka tidak terlepas dari bagaimana orang tua menampilkan, mengarahkan tugas-tugas perkembangan remaja kepada anakanaknya. Remaja sebagai anggota keluarga dengan perannya sebagai anak memiliki hubungan yang dekat dengan orang tua.
D. Kerangka Konsep Skema 2.1 Kerangka Konsep Variabel Bebas Pola Asuh Orang Tua Demokratis, Otoriter , Permisif
Variabel Terikat Perkembangan Emosional Remaja
E. Hipotesis Penelitian Ha : Ada Hubungan Pola Asuh Orang tua dengan Perkembangan Emosional Remaja di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 14 Medan Tahun 2015.
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah rancangan Deskriptif Corelasi dengan menggunakan Cross Sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas (Hubungan pola asuh orang tua) dengan variabel terikat (perkembangan emosional).
B. Populasi dan Sampel Penelitian 1.
Populasi Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah Siswa/i kelas XI Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 14 Medan yang berjumlah 296 orang.
2.
Sampel Penelitian Teknik pengambilan sampel dilakukan secara Random Sampling, yaitu bahwa setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk di seleksi sebagai sampel (Notoatmodjo, 2010). Jumlah sampel yang akan dijadikan sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi dimana jumlah sampel didapatkan dengan menggunakan rumus Arikunto (2006) yaitu jika populasi kurang dari 100 maka lebih baik semua dijadikan sampel tetapi jika populasi lebih dari 100 maka dapat diambil 10%, 15% atau 20-25% atau lebih : n
= 20% x N
n
= 20% x 296
n
= 60 orang
Keterangan : n
= jumlah sampel
N
= jumlah populasi
25
26
C. Lokasi dan Waktu Penelitian 1.
Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 14 Medan.
2.
Waktu Penelitian Waktu penelitian ini telah dilaksanakan mulai dari tanggal 25 Februari – 25 Juli 2015.
D. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian
Variabel
Defenisi Operasional Independe Suatu bentuk pola yang digunakan n Pola Asuh orang tua agar Orang Tua patuh dan tunduk terhadap perintah dan aturan yang di buat oleh orang tua terhadap remaja baik secara demokratis, otoriter, permisif. Dependen Perkembangan Perkembang emosional remaja an yang bersifat Emosional positif dan negatif, Remaja yang diakibatkan oleh faktor internal dan eksternal khususnya faktor pola asuh orang tua dari remaja.
Alat Hasil Ukur Ukur Kuisione 1. Demokratis : r (56-72) 2. Otoriter : (37-55) 3. Permisif : (18-36)
Kuisione r
Skala Ukur Ordin al
1. Sangat Baik : Ordin (39-48) al 2. Baik : (30-38) 3. Kurang Baik : (21-29) 4. Sangat Kurang : (12-20)
27
E. Aspek Pengukuran 1. Pola Asuh Orang tua Pola asuh orang tua diukur dengan menggunakan kuisioner sebanyak 18 pernyataan, dengan menggunakan skala likert kategori pilihan jawaban Selalu (S), Sering (SR), Kadang-kadang (KK) dan Tidak Pernah (TP). Untuk jawaban pertanyaan tersebut, maka dibentuk skor pilihan jawaban Selalu (4), Sering (3), Kadang-kadang (2) dan Tidak Pernah (1). Jumlah skor tertinggi adalah 72 dan jumlah skor terendah adalah 18. Selanjutnya akan dikategorikan dengan menggunakan rumus statistik Sudjana (2005) : P=
R BK
P= 72-18 3 P= 54 3 P= 18 Keterangan : P
= Panjang kelas
R
= Rentang (skor tertinggi – skor terendah)
BK
= Banyak kelas yang dikategorikan
Maka Kategorinya : 1. Demokratis 2. Otoriter 3. Permisif
: (56-72) : (37-55) : (18-36)
2. Perkembangan Emosional Remaja Perkembangan emosional remaja diukur dengan menggunakan kuisioner sebanyak 12 pernyataan, dengan menggunakan skala likert kategori pilihan jawaban Selalu (S), Sering (SR), Kadang-kadang (KK), Tidak Pernah (TP). Untuk jawaban pertanyaan tersebut, maka dibentuk skor pilihan jawaban Selalu (4), Sering (3), Kadang-kadang (2), dan Tidak
28
Pernah (1). Jumlah skor tertinggi adalah 48 dan jumlah skor terendah adalah 12. Adapun bentuk pertanyaan dalam kuisioner ini adalah pertanyaan yang positif (+), untuk mengkatagorikan digunakan rumus Sudjana (2005) yaitu :
P=R BK P = Skor Tertinggi-Skor Terendah Kelas Atau Kode P = 48-12 4 P = 36 4 =9
Keterangan : P
= Panjang Kelas
R
= Skor Tertinggi – Skor Terendah
BK
= Banyak kelas yang dikategorikan
Maka Kategorinya : Sangat Baik
: 39-48
Baik
: 30-38
Kurang Baik
: 21-29
Sangat Kurang Baik
: 12-20
F. Etika Penelitian Pengambilan data dan pengolahan data dilakukan setelah memperolah surat ijin ketua program jurusan dan pihak rektorat. Pengambilan data dilakukan dengan
membagikan
lembar
kuisioner
kepada
responden
dengan
29
memperhatikan etika-etika penelitian yang secara umum dibagi menjadi tiga bagian (Milton, 1999; Loiselle, Profeto-McGgrath, Polit & Beck, 2004): 1.
Informent Consent Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden, sebelumnya diberikan penjelasan secukupnya tentang tujuan penelitian untuk menandatangani informent consent tersebut.
2.
Anonimity (kerahasiaan informasi) Kerahasiaan identitas responden dijaga oleh penulis dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian, dengan cara memberikan kode atau tanda pada lembar kuisioner dan kode tersebut hanya diketahui oleh peneliti.
3.
Confidentiality (kerahasiaan informasi) Kerahasiaan informasi responden dijamin penulis, hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan sebagai hasil penelitian.
G. Metode Pengolahan Data Menurut Notoatmojo (2010) pada penelitian ini setelah data dikumpulkan, langkah selanjutnya adalah mengolah data sedemikian rupa dengan menggunakan program komputer tertentu, sehingga jelas sifat-sifat yang dimiliki. Langkah-langkah pengolahan data meliputi : 1. Editing Peneliti memeriksa kuisioser yang telah dijawab oleh responden untuk memastikan bahwa semua lembar kuisioner sudah diisi dengan lengkap agar data yang diperoleh lebih akurat dengan tidak adanya jawaban yang kosong pada kuisioner. 2. Coding Pemberian kode identitas responden untuk menjaga kerahasiaan dan mempermudah proses pengolahan data. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pada saat analisa dan juga mempercepat pada saat entry data. Untuk jenis kelamin perempuan diberi kode “1”, dan laki-laki “2”. Untuk kategori pola asuh demokratis diberi kode “1” dengan skor 56-72,
30
pola asuh otoriter diberi kode “2” dengan skor 37-55, dan untuk pola asuh permisif
diberi
kode
“3”
dengan skor
18-36.
Untuk
kategori
perkembangan emosional sangat baik diberi kode “1” dengan skor 39-48, untuk kategori baik diberi kode “2” dengan skor 30-38, untuk kategori kurang baik “3” dengan skor 21-29, dan untuk kategori sangat kurang baik diberi kode “4” dengan skor 12-20. 3. Entry Tahap ini memasukkan data kedalam komputer dengan menggunakan program Excel ke dalam spread sheet dan diolah dengan menggunakan uji statistic Chi-square dengan program SPSS (Statistical Product and Service Solution).
4. Tabulating Setelah selesai memberikan penilaian kemudian dilakukan tabulasi dengan memasukkan semua jawaban ke dalam tabel distribusi frekuensi untuk mempermudah analisa data lalu di interpretasikan.
H. Metode Analisa Data 1. Analisis Univariat Analisa ini dapat digunakan untuk mengetahui distribusi frekuensi data demografi, pola asuh orangtua dan perkembangan emosional remaja.
2. Analisis Bivariat Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan pola asuh orang tua dengan perkembangan emosional remaja SMA Negeri 14 Medan, Analisa data dilakukan dengan uji chi square dengan derajat kepercayaan 95%.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Setelah melakukan penelitian ke lokasi penelitian, adapun gambaran lokasi dan hasil penelitian yang dapat disampaikan oleh peneliti adalah sebagai berikut: 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 14 Medan yang berada di jalan Pelajar Timur Ujung Medan. Peneliti melakukan penelitian terhadap siswa/i kelas XI SMA Negeri 14 yang berjumlah 8 kelas, 5 kelas IPA dan 3 kelas IPS. SMA Negeri 14 Medan memiliki berbagai fasilitas untuk menunjang kegiatan belajar mengajar, antara lain: kelas, perpustakaan laboratorium biologi, laboratorium fisika, laboratorium kimia, dan laboratorium komputer. SMA Negeri 14 Medan memiliki banyak kegiatan ekstrakurikuler, diantaranya: pramuka, basket, volly, futsal, remaja musholla, paduan suara, dan paskibra. SMA Negeri 14 Medan memiliki taman sekolah yang luas dan terawat, serta di sekitar lingkungan sekolah terdapat banyak pohon sehingga menciptakan suasana sekolah yang asri. SMA Negeri 14 Medan juga memiliki kantor untuk BP (Bimbingan dan Penyuluhan). Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada seseorang agar memperkembangkan potensi-potensi yang dimiliki, mengenal dirinya sendiri, mengatasi persoalan-persoalannya sehingga dapat menentukan sendiri jalan hidupnya secara bertanggung jawab tanpa tergantung orang lain. Sedangkan penyuluhan adalah bantuan yang diberikan individu dalam memecahkan masalah kehidupannya dengan langsung berhadapan muka, dengan cara-cara yang sesuai dengan keadaan individu yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidupnya. Jadi jika ada siswa/i yang bermasalah maka akan dibawa ke kantor BP (Bimbingan dan Penyuluhan ) untuk dibimbing dan akan diberikan sanksi jika peringatan yang diberikan BP tidak dipatuhi oleh siswa/i yang bermasalah.
32
2. Karakteristik Responden Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Kelas XI SMA Negeri 14 Medan Tahun 2015 (n=60) Karakteristik Responden Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan
f 21 39
% 35 % 65 %
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa mayoritas sampel adalah perempuan yaitu sebanyak 39 orang (65%).
3. Karakteristik Frekuensi Berdasarkan Pola Asuh Orang Tua Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pola Asuh Orang Tua di Kelas XI SMA Negeri 14 Medan Tahun 2015 (n=60) Kategori Pola Asuh Demokratis Otoriter Permisif
f 21 38 1
% 35 % 63,3 % 1,7 %
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa mayoritas pola asuh sampel adalah Otoriter yaitu 38 orang (63,3%).
4. Karakteristik Frekuensi Berdasarkan Perkembangan Emosi Remaja Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Perkembangan Emosi Remaja di Kelas XI SMA Negeri 14 Medan Tahun 2015 (n=60) Kategori Emosi Sangat Baik Baik Kurang Baik
f 16 37 7
% 26,7 % 61,7 % 11,7 %
33
Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa mayoritas perkembangan emosi remaja adalah kategori Baik yaitu 37 orang (61,7 %). 5. Tabulasi Silang Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan Emosi Remaja Tabel 4.4 Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan Emosional Remaja di SMA N 14 Medan Tahun 2015 (n=60) Pola Asuh Orang Tua Demokrati s Otoriter Permisif
Perkembangan Emosional Remaja Sangat Baik Kurang Baik Baik f % f % f % 11 18,3 9 15 1 1,7 5 0
8,3 0
27 1
45 1,7
6 0
p.value
0,02
10 0
Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa pola asuh demokratis mayoritas memiliki perkembangan emosional sangat baik dengan jumlah 11 orang (18,3%), kemudian pola asuh otoriter mayoritas memiliki perkembangan emosional yang baik dengan jumlah 27 orang (45%), dan pola asuh permisif mayoritas memiliki perkembangan emosional yang baik yaitu 1 orang (1,7%).
Hasil uji Chi-square menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan perkembangan emosional remaja (p = 0,02).
34
B. Pembahasan 1. Interpretasi dan Diskusi Hasil a.
Pola Asuh Orang Tua di SMA Negeri 14 Medan Tahun 2015 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 38 orang (63,3%) sampel memiliki pola asuh orang tua yang otoriter, kemudian sebanyak 21 orang (35%) sampel memiliki pola asuh orang tua yang demokratis, dan 1 orang (1,7%) sampel mempunyai pola asuh orang tua yang permisif. Hal ini dapat diketahui dari jawaban kuisioner yang dibuat sebanyak 18 pernyataan, ternyata dari 60 responden 38 orang diantaranya memiliki pola asuh orang tua yang otoriter. Hal ini dapat dilihat dari jawaban responden tentang bagaimana pola asuh orang tua mereka dalam kehidupan sehari-hari yaitu orang tua yang mengontrol semua tindakan yang sampel lakukan, dan ada juga jawaban dari responden yang menyatakan bahwa orang tua juga memaksa responden untuk menjadi patuh dengan aturan yang berlaku dan memberi hukuman jika melakukan kesalahan. Menurut Stewart dan Koch (1983), orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter mempunyai ciri antara lain: kaku, tegas, suka menghukum, kurang ada kasih sayang serta simpatik. Orang tua memaksa anak-anak untuk patuh pada nilai-nilai mereka, serta mencoba membentuk lingkah laku sesuai dengan tingkah lakunya serta cenderung mengekang keinginan anak. Orang tua tidak mendorong serta memberi kesempatan kepada anak untuk mandiri dan jarang memberi pujian. Hak anak dibatasi tetapi dituntut tanggung jawab seperti anak dewasa. Orang tua yang otoriter cenderung memberi hukuman terutama hukuman fisik. Orang tua yang otoriter amat berkuasa terhadap anak, memegang kekuasaaan tertinggi serta mengharuskan anak patuh pada perintah-perintahnya. Dengan berbagai cara, segala tingkah laku anak dikontrol dengan ketat.
35
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Aisyah, St. (2010) dimana setiap pola asuh memberi kontribusi terhadap perilaku. Kontribusi yang diberikan dapat negatif maupun positif. Oleh karena itu, pada masing-masing tipe pola asuh terdapat sisi kekuatannya dan sisi kelemahannya. Berkataitan dengan hal ini maka orang tua harus semakin menyadari posisinya dan menerapkan pola asuh yang paling tidak merangsang potensi agresif pada anakanak asuhnya. Disadari bahwa hampir tidak ada orang tua yang mempraktikkan pola asuh secara murni pada salah satu tipe. Kecenderungan-kecendrungan pada tipe pola asuh tertentu nampaknya lebih banyak digunakan oleh orang tua. Atau bahkan orang tua mempraktikkan pola asuh secara elektrik, artinya melakukan pengasuhan kepada anaknya secara situasional.
Kesimpulannya, sesuai dengan hasil penelitian dimana didapatkan mayoritas responden memilih pola asuh orang tua yang otoriter. Hal ini disebabkan karena sebagian besar responden merasa orang tua mereka mendidik dengan cara mengontrol semua tindakan yang dilakukan, mengikuti aturan yang berlaku di rumah, dan menghukum responden jika melakukan kesalahan.
b. Perkembangan Emosional Remaja di SMA Negeri 14 Medan Tahun 2015 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 37 orang (61,7%), responden memiliki perkembangan emosional yang baik, kemudian sebanyak 16 orang (26,7%) responden memilki perkembangan emosional yang sangat baik, sebanyak 7 orang (11,7%) responden memiliki perkembangan emosional yang kurang baik.
36
Mayoritas perkembangan emosional remaja di SMA Negeri 14 Medan adalah baik. Hal ini dapat disimpulkan dari kuisioner yang diisi oleh responden. Sebanyak 37 orang dari 60 responden memiliki perkembangan emosional yang baik. Namun ada yang responden yang memiliki perkembangan emosional yang sangat baik atau bahkan kurang baik.
Perkembangan adalah perubahan yang teratur, sistematis, dan terorganisir
yang
mempunyai
tujuan
tertentu.
Perkembangan
menunjuk pada suatu proses perubahan yang bersifat kualitatif mengenai fungsi-fungsi fisik maupun mental yang terjadi terusmenerus ke arah yang lebih sempurna sampai akhir hayat sebagai hasil interaksi dengan lingkungan (Sumanto, 2014).
Generasi sekarang cenderung banyak mengalami kesulitan emosional, seperti mudah merasa kesepian dan pemurung, cemas, agresif dan kurang menghargai sopan santun. Dalam hal ini kecerdasan atau skor IQ yang tinggi bukanlah satu-satunya jaminan kesuksesan anak dimasa depan. Ada faktor lain yang cukup populer yaitu kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional dapat dilatih pada anak-anak sejak usia dini. Salah satu aspeknya adalah kecerdasan sosial, dimana anak memiliki kemampuan untuk mengerti dan memahami orang lain serta bertindak bijaksana dalam hubungan antar manusia. Suasana damai dan penuh kasih sayang dalam keluarga, sikap saling menghargai, disiplin, dan penuh semangat tidak mudah putus asa, semua ini memungkinkan anak untuk mengembangkan kemampuan yang berhubungan dengan kecerdasan emosionalnya (Sri Widayati, 2008).
Kesimpulannya, sesuai dengan hasil penelitian dimana didapatkan mayoritas responden memiliki perkembangan emosional yang baik. Hal ini dikarenakan pola asuh orang tua yang otoriter, dimana orang
37
tua mendidik anak dengan mengontrol setiap tindakan anak dan memberikan sanksi jika anak melakukan kesalahan. Dengan pola asuh yang
demikian
maka
perkembangan
emosional
anak
dapat
berkembang dengan baik, anak tidak manja, dan juga tidak minder, bahkan cenderung lebih mandiri dan percaya diri.
c.
Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perkembangan Emosional Remaja di SMA Negeri 14 Medan Tahun 2014 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 60 sampel sebanyak 38 orang (63%) memilki pola asuh otoriter, 5 orang (8,3%) diantaranya memiliki perkembangan emosional yang sangat baik, 27 orang (45%) memiliki perkembangan emosional yang baik dan 6 orang (10%) memiliki perkembangan emosional yang kurang baik.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa dari 60 sampel, sebanyak 21 orang (35%) responden memiliki pola asuh orang tua yang demokratis, 11 orang (18,3%) memiliki perkembangan emosional yang sangat baik, 9 orang (15%) memiliki perkembangan emosional yang baik dan sebanyak 1 orang (1,7%) memilki perkembangan emosional yang kurang baik. Kemudian dari 60 responden hanya 1 orang yang memiliki pola asuh orang tua yang permisif dan memiliki perkembangan emosional yang baik.
Hasil uji Chi-square menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan antara pola asuh orang tua dengan perkembangan emosional remaja dengan (p = 0,02 ; p < 0,05). Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin bagus pola asuh orang tua maka semakin baik juga perkembangan emosional remaja.
38
Hasil penelitian yang dilakukan Fadhilah Ika (2010) tentang Hubungan pola asuh orang tua dengan kecerdasan emosional pada usia prasekolah ditemukan bahwa anak yang mempunyai kecerdasan tinggi sebanyak 52,9%. Menurut Grahacendikia (2009), Tingkat EQ yang dimiliki anak dipengaruhi oleh faktor lingkungan, terutama oleh keluarga, yaitu peran dan keterlibatan orang tua yang tercermin di dalam pelaksanaan pola asuh. Keluarga sebagai satuan unit sosial terkecil merupakan lingkungan pendidikan yang paling utama dan pertama, dalam arti keluarga merupakan lingkungan yang paling bertanggung jawab dalam mengembangkankematangan emosi anakanaknya.
Kecerdasan
emosi
adalah
bekal
terpenting
dalam
mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena dengan kecerdasan emosi, seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.
Melihat adanya hubungan antara pola asuh orang tua dengan kecerdasan emosional anak. Hal ini sesuai dengan Sunarti (2004) bahwa gaya pengasuhan merupakan pola perilaku orang tua yang paling menonjol atau yang paling dominan dalam menagani anaknya sehari-hari. Pola orang tua dalam mendisiplinkan anak, dalam menanamkan nilai-nilai hidup dan dalam mengelola emosi. Selain itu faktor resiko yang mempengaruhi kegagalan anak disekolah ternyata bukan terletak pada kemampuan kognitif anak, tetapi terletak pada masalah psikososial anak, aspek emosi-sosial yang menentukan keberhasilan anak.
Kesimpulannya, setiap anak memiliki orang tua dengan pola asuh yang berbeda-beda, karena orang tua terlalu sibuk bekerja serta lingkungan tempat tinggal juga tidak mendukung penerapan pola asuh terhadap perkembangan sosial-emosi anak.
39
2.
Kelemahan Penelitian Adapun kelemahan dalam penelitian ini antara lain : a.
Penelitian ini hanya pada siswa/i kelas XI, tidak secara menyeluruh dan teknik sampling yang digunakan peneliti adalah secara acak, setiap kelasnya di ambil 7 atau 8 orang siswa/i.
b.
Waktu yang dilakukan dalam penelitian ini sangat singkat.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian mengenai “Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan Emosional Remaja di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 14 Medan Tahun 2015” maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.
Mayoritas responden (38 orang : 63,3%) mempunyai pola asuh orang tua yang otoriter.
2.
Mayoritas responden (37 orang : 61,7%) mempunyai perkembangan emosional yang baik.
3.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan perkembangan emosional siswa SMA Negeri 14 Medan (p = 0,02 ; p < 0,05).
B. Saran 1.
Bagi Remaja SMA Negeri 14 Peneliti mengharapkan siswa/i SMA Negeri 14 mampu membuka diri kepada orang tua dan mau mendengarkan nasehat orang tua
2.
Kepada Orang Tua Diharapkan kepada orang tua untuk memberikan pola asuhan yang lebih baik lagi dan mau terbuka kepada anak
3.
Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosional remaja dan juga untuk melakukan observasi lanjut setelah diberikan kuisioner.
40
DAFTAR PUSTAKA Aisyah, St. (2010). Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Tingkat Agresivitass Anak. Universitas Negeri Makasar: Jurnal. Ali & Asrori. (2011). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Edisi 7. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Amidos, J. (2014). Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta: Kelana Kusuma Dharma Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi 15. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Djaali, H. (2013). Psikologi Pendidikan. Edisi 7. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Edward, D. (2006). Ketika Anak Sulit Diatur: Panduan Orang Tua Untuk Mengubah Masalah Perilaku Anak. Bandung: PT. Mirzan Utama. Gunarsa & Singgih. (2002). Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia. Grahacendikia. (2009). Mengarahkan Emosi Anak. Jakarta : Erlangga Hurlock, E. (1980). Psikologi Perkembangan. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga Kartono, K. (2013). Patologi Sosial II: Kenakalan Remaja. Edisi 11. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Mardatillah, A. (2014). Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kecerdasan Emosional Anak Prasekolah (3-6 Tahun) Di Tk Budi Utama Jorong Seberang Parit Koto Tangah Batu Hampa Kecamatan Akabiluru Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2014. Jurnal. FK-UMSB. Naibaho, F. (2012). Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Perilaku Kesehatan Remaja pada Keluarga Batak Toba di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir. Jurnal. Repository USU. Notoatmdjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi 1. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Oktafiany, et al. (2013). Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kecerdasan Emosional Siswa di SMP Diponegoro 1 Jakarta. Universitas Negeri Jakarta Online: Jurnal PPKN. Santrock. (2007). Remaja. Edisi Kesebelas. Jakarta : Erlangga
Septriati. (2012). Pola Asuh Orang Tua . Edisi Pertama. Jakarta: PT. Angkasa . Stewart & Koch. (1983). Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Perilaku Kesehatan Remaja pada Keluarga Batak Toba di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir. Jurnal. Repository USU Sudjana. (2005). Metode Statistika. Bandung: Tarsito. Suharsono, J.T. (2009). Hubungan Pola Asuh Orang Tua terhadap Kemampuan Sosialisai pada anak pra sekolah di TK Pertiwi Purwokerto Utara. Jurnal Keperawatan. Sodirman. Vol.4 No. 3. Sumanto. (2014). Psikologi Perkembangan Fungsi dan Teori. Yogyakarta: Center of Academic Publishing Service. Syamsul. (2005). Psikologi Remaja dan Kebutuhan Emosional Remaja. Edisi Revisi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Widayati. (2008). Hubungan Pola Asuh Orang Tua terhadap Kemampuan Sosialisai pada anak pra sekolah di TK Pertiwi Purwokerto Utara. Jurnal Keperawatan. Sodirman. Vol.5 No. 8 Yusuf, A. H. (2013). Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Tingkat Kooperatif Anak Usia 3-5 Tahun dalam Perawatan Gigi dan Mulut. Skripsi. Universitas Hasanuddin Makassar.
Lampiran 1
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama/NIM
: Ruth Sefriana Silitonga/11.02.087
Alamat
: Jl. Menteng 7 Gg. Sekata No. 4 Medan
Tempat Institusi Pendidikan : Universitas Sari Mutiara Medan Judul Penelitian
: Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perkembangan Emosional Remaja di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 14 Medan
Sehubungan dengan penyusunan laporan penelitian yang akan saya lakukan dengan judul tersebut diatas yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keoerawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Medan Tahun 2015. Untuk itu saya memohon kesediaan Saudara/i untuk mengisi kuisioner yang saya sediakan dengan kejujuran dan apa adanya. Jawaban Saudara/i dijamin kerahasiaannya. Demikian permohonan saya ini, atas kerjasamanya saya ucapkan terimakasih. Medan, Juni 2015 Hormat Saya
(Ruth Sefriana Silitonga) Sehubungan dengan penjelasan diatas, dengan ini saya menyatakan bahwa saya bersedia untuk berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian ini dengan sukarela. Hormat Saya Responden
(...................................)
Lampiran 2
KUISIONER PENELITIAN
HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERKEMBANGAN EMOSIONAL REMAJA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) NEGERI 14 MEDAN TAHUN 2015
A.
Data Demografi a. No Responden
:................ (di isi peneliti)
b. Kelas
:
c. Usia
:.................Tahun
d. Jenis Kelamin
:
Perempuan Laki-laki
I.
Petunjuk pengisian Berilah penilaian atas masing-masing pernyataan dibawah ini dengan memberi tanda -cek list (√) pada kolom pilihan yang sesuai menurut saudara. Dengan penjelasan : S
: Selalu
SR
: Sering
KK
: Kadang-kadang
TP
: Tidak pernah
Pola Asuh Demokratis No
1.
Pernyataan
Orang
tua
memberi
Selalu (S)
nasihat
tentang
berkelakuan baik 2.
Orang tua bertanggung jawab tentang apa yang anda lakukan
3.
Orang tua memberikan kebebasan anda bergaul kepada teman sebaya
4.
Orang tua mengajarkan kepada anda agar lebih mampu mendapat prestasi yang baik
5.
Orang
tua
menerapkan
aturan
yang
berlaku di rumah kepada anda 6.
Orang tua anda mengetahui setiap tingkah laku anda
Sering (SR)
Kadang -kadang (KK)
Tidak Pernah (TP)
Pola Asuh Otoriter No
Pernyataan
7.
Orang tua mengontrol semua tindakan yang anda lakukan Orang tua memaksa anda untuk mengikuti aturan yang berlaku di rumah Orang tua anda tegas dalam menerapkan peraturan kepada anda Dengan paksaan orang tua, anda menjadi patuh dengan aturan yang berlaku Orang tua menghukum anda jika melakukan kesalahan Orang tua memberikan kesempatan kepada anda untuk bertanya tentang apa yang tidak diketahui
8. 9. 10. 11. 12.
Pernyataan
13.
Orang tua memanjakan anda dan cenderung menuruti semua keinginan anda Orang tua anda memenuhi kebutuhan keluaraga yang ekonominya kurang memadai Orangtua terlalu mengatur-ngatur setiap apa yang anda lakukan Orang tua bertanya kepada anda tentang kegiatan sehabis pulang sekolah Orang tua memberikan anda kebebasan dengan apa yang ingin anda lakukan Orang tua membebaskan anda untuk bermain dengan teman tanpa batas waktu
15. 16. 17. 18.
Sering (SR)
Kadang -kadang (KK)
Tidak Pernah (TP)
Pola Asuh Permisif
No
14.
Selalu (S)
Selalu (S)
Sering (SR)
Kadang -kadang (KK)
Tidak Pernah (TP)
Perkembangan Emosional
No
1.
Pernyataan
Mengakui kekuatan dan kelemahan sendiri
2.
Memiliki rasa humor tentang diri sendiri
3.
Mengakui situasi yang memicu emosi sendiri
4.
Merasa percaya diri dalam hal apapun
5.
Memiliki kehadiran pribadi ( yaitu menonjol dalam kelompok )
6.
Berbicara untuk tindakan yang percaya bahkan ketika orang lain tidak setuju
7.
Berperilaku tenang dalam situasi stress
8.
Menenangkan orang lain dalam situasi stress
9.
Melihat kendala sebagai kesempatan untuk belajar dan mengembangkan
10.
Memperhatikan
dan
mendengarkan
orang lain 11.
Menghargai keunikan orang lain
12.
Memahami
perasaan, perilaku atau
masalah orang lain
Selalu (S)
Sering (SR)
Kadangkadang (KK)
Tidak Pernah (TP)
Lampiran 7
MASTER DATA HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERKEMBANGAN EMOSIONAL REMAJA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) NEGERI 14 MEDAN TAHUN 2015
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Pola Asuh Orang Tua JK P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 2 3 2 4 2 4 3 2 2 4 2 3 2 2 3 2 4 2 4 2 2 2 4 3 4 4 1 4 4 2 4 4 4 4 4 4 2 4 4 1 4 4 3 2 4 2 2 2 2 1 2 2 1 4 4 2 4 4 4 2 2 2 1 2 3 1 4 4 2 4 4 4 4 1 4 1 4 4 1 4 4 3 4 4 4 4 4 4 2 4 4 1 4 2 1 4 4 4 2 2 4 1 2 4 1 2 3 2 3 4 4 4 2 4 2 2 4 2 4 4 2 4 4 2 4 2 3 2 4 4 2 3 3 2 3 3 2 3 2 3 2 3 2 1 4 3 2 4 4 2 2 2 3 2 3 1 1 4 4 2 2 4 4 4 2 4 3 4 4 1 4 2 2 4 4 2 2 3 4 2 3 4 2 2 3 4 3 4 2 2 2 4 4 3 2 1 3 4 2 4 4 3 3 4 4 3 4 4 2 2 2 3 2 2 3 2 3 2 1 2 4 2 4 3 2 3 4 2 2 3 3 3 3 2 1 4 4 4 4 4 4 4 3 4 2 4 4 1 4 4 2 4 4 3 3 4 4 3 2 2 1 4 4 4 4 3 2 2 2 3 2 2 3 1 3 4 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 1 4 4 2 4 4 4 4 3 4 1 4 4 1 4 4 2 4 4 4 2 4 4 4 4 4 1 4 4 3 4 3 4 3 4 4 2 1 4 2 4 3 2 3 4 4 4 1 4 2 2 4 2 3 4 4 4 3 4 4 3 3 3 3 4 2 3 4 3 4 4 4 4 4 4 3 3 3 1 4 4 2 3 4 2 4 4 4 2 2 3 1 4 4 3 3 4 3 4 2 4 2 3 3 1 4 4 2 4 4 4 3 4 4 3 3 4
P13 1 1 2 2 2 1 2 2 2 2 4 2 2 2 2 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2
P14 2 2 1 2 2 2 2 2 4 3 3 4 4 4 4 4 3 2 4 3 3 4 2 1 3 2 4 4 3 2 4
P15 1 2 2 2 2 1 2 2 2 4 4 2 3 1 1 3 2 2 2 1 3 2 1 2 2 2 3 3 3 2 4
P16 4 4 4 2 2 4 4 4 2 4 3 2 4 2 1 4 1 3 4 4 2 3 2 2 4 2 2 3 2 3 4
P17 3 2 1 2 2 4 2 1 2 2 2 2 2 2 3 3 3 2 4 4 2 2 2 2 3 2 2 4 2 2 3
P18 2 1 2 1 1 1 2 1 2 2 2 1 1 1 2 3 3 1 2 1 1 2 1 1 2 1 2 4 2 1 3
Perkembangan Emosional Remaja Jlh Ket E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 E8 E9 E10 46 2 2 4 4 3 2 3 4 3 3 3 48 2 2 4 2 2 2 2 4 4 2 3 56 1 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 41 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 45 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 53 2 4 4 4 2 4 3 4 4 4 4 59 1 4 3 4 2 2 2 2 4 4 4 46 2 2 2 2 4 2 4 4 4 4 4 50 2 4 2 2 4 4 2 4 2 2 4 56 1 2 4 4 4 2 2 4 4 2 4 49 2 3 3 3 4 4 3 3 4 3 3 45 2 3 2 3 2 3 2 3 2 2 3 57 1 3 3 2 2 2 2 3 3 2 2 48 2 2 3 2 2 3 2 3 3 2 3 48 2 4 3 3 4 4 4 3 2 1 2 63 1 4 3 4 3 4 3 4 3 4 4 42 2 3 3 3 2 2 2 3 2 1 3 46 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 63 1 2 4 4 2 2 1 2 2 2 4 54 2 3 3 4 3 4 2 2 4 3 4 48 2 3 2 3 3 4 3 2 3 2 4 54 2 4 3 4 3 3 2 3 3 3 3 52 2 4 4 4 4 3 3 4 3 3 2 54 2 1 4 2 1 2 1 4 2 2 4 56 1 4 4 3 2 3 3 3 3 3 3 48 2 2 2 4 2 1 1 2 2 2 3 57 1 3 3 3 4 2 2 2 2 3 2 64 1 4 3 4 3 2 2 2 2 3 2 52 2 3 4 4 2 3 2 2 3 2 3 51 2 4 3 3 2 3 2 4 3 3 3 63 1 4 3 4 4 2 4 2 3 4 3
E11 3 3 4 2 3 4 4 4 4 4 4 3 2 4 2 4 3 3 4 2 4 3 3 4 4 3 3 3 4 4 3
E12 2 3 4 2 2 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 4 2 3 4 3 4 3 2 4 4 2 3 4 2 3 4
Jlh Ket 36 2 33 2 44 1 25 3 26 3 45 1 39 1 40 1 38 2 40 1 41 1 31 2 29 3 32 2 35 2 44 1 29 3 35 2 33 2 37 2 37 2 37 2 39 1 31 2 39 1 26 3 32 2 34 2 34 2 37 2 40 1
32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
2 1 2 2 1 2 1 2 1 1 1 2 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 2 1 2
3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4
Keterangan Jenis Kelamin : 1. Perempuan 2. Laki-laki
4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 1
2 4 4 4 2 4 2 2 2 2 2 3 2 4 2 4 4 4 4 1 2 4 3 3 4 3 2 4 1
4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3
3 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 3 4 4 3 4 3 4 4 4 4 2 3 4 4 3 4 2 3
2 4 2 4 4 4 4 2 4 4 3 2 4 3 3 4 3 3 4 2 4 4 3 4 3 4 4 1 2
2 4 2 2 2 2 4 2 4 4 3 2 4 3 4 3 4 2 4 4 4 4 3 2 3 3 4 2 1
3 2 3 1 1 1 3 4 2 1 3 3 4 3 4 4 1 4 1 1 4 1 3 2 3 4 2 2 1
3 4 3 2 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 3 4 4 4 3 3 3 4 4 1
3 4 2 4 1 4 3 2 4 3 4 1 3 3 2 4 1 2 4 1 3 2 3 2 3 3 1 4 2
2 4 3 1 4 1 4 3 4 2 4 3 4 4 2 2 1 2 4 2 4 1 3 2 2 3 2 4 1
Pola Asuh Orang Tua : 1. Demokratis 2. Otoriter 3. Permisif
4 2 2 4 4 4 3 2 4 3 2 2 4 4 3 4 2 2 4 3 2 4 3 4 4 4 3 1 1
2 4 1 2 2 4 2 2 2 2 2 2 2 3 3 1 2 2 1 2 2 2 2 3 2 2 2 4 1
3 2 3 3 2 4 2 2 4 4 3 2 4 3 2 4 2 3 2 3 2 1 3 3 3 4 1 1 1
3 1 3 2 2 1 2 3 2 1 3 1 2 2 3 1 2 1 1 1 2 1 4 2 1 2 1 1 1
4 2 2 4 4 4 4 4 2 4 4 3 2 4 4 4 3 3 4 2 4 4 4 3 2 4 4 2 2
2 2 2 2 4 4 2 2 1 2 2 2 1 3 2 4 2 4 4 2 2 4 2 3 3 3 1 3 3
2 2 2 1 2 4 1 1 4 1 1 1 3 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 2
51 57 48 51 54 59 55 48 59 53 56 45 59 60 54 59 44 50 58 43 56 51 56 52 52 57 48 49 31
2 1 2 2 2 1 2 2 1 2 1 2 1 1 2 1 2 2 1 2 1 2 1 2 2 1 2 2 3
3 3 3 2 4 4 3 3 4 4 4 3 4 4 3 4 2 3 4 2 4 4 3 3 3 3 3 4 4
3 2 3 2 4 4 4 4 2 3 4 4 4 4 4 4 2 4 4 2 4 4 3 2 2 2 3 3 2
3 2 3 2 4 4 4 4 4 3 4 3 4 2 3 3 3 3 4 2 4 3 3 2 3 2 3 3 2
2 4 2 2 2 4 3 2 4 4 4 3 2 2 2 3 2 2 4 2 2 2 4 2 2 4 4 3 1
Perkembangan Emosional Remaja : 1. Sangat Baik 2. Baik 3. Kurang Baik 4. Sangat Kurang Baik
2 4 3 2 2 4 3 2 4 3 3 2 2 2 2 4 2 3 4 3 3 2 3 2 2 3 1 4 2
3 2 2 2 2 2 3 3 2 4 3 3 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 2 2 3 2 2 2
3 2 4 2 1 1 3 4 2 4 3 2 4 2 2 3 2 3 2 3 3 2 4 3 2 4 4 4 4
3 2 2 2 4 2 1 4 4 2 2 4 3 3 3 2 2 3 4 2 2 3 2 3 2 3 4 3 2
3 4 3 2 3 4 3 2 2 4 2 3 2 2 3 2 3 4 4 2 3 4 2 3 3 3 2 2 4
2 3 3 2 2 4 3 2 4 4 2 3 4 2 3 4 3 3 4 3 4 3 4 3 3 3 3 3 3
3 3 4 2 3 4 3 4 4 4 4 4 2 2 4 4 3 3 4 3 4 4 4 2 3 3 4 3 3
3 3 4 2 4 4 4 3 4 4 2 4 4 3 3 3 4 3 4 3 4 4 4 3 2 3 2 3 3
33 34 36 24 35 41 37 37 40 43 37 38 37 30 34 38 30 36 44 30 40 38 39 30 29 36 35 37 32
2 2 2 3 2 1 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 2 1 2 3 2 2 2 2
Lampiran 8
Frekuensi Karakteristik Responden
Statistics
N
Jenis Kelamin
Pola Asuh Orang
Perkembangan Emosional
Responden
tua
Remaja
Valid
60
60
60
Missing
0
0
0
Jenis Kelamin Responden Cumulative
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Percent
Perempuan
39
65.0
65.0
65.0
Laki-Laki
21
35.0
35.0
100.0
Total
60
100.0
100.0
Pola Asuh Orang Tua Cumulative
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Percent
Demokratis
21
35.0
35.0
35.0
Otoriter
38
63.3
63.3
98.3
Permisif
1
1.7
1.7
100.0
Total
60
100.0
100.0
Perkembangan Emosional Remaja Cumulative
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Percent
Sangat Baik
16
26.7
26.7
26.7
Baik
37
61.7
61.7
88.3
Kurang Baik
7
11.7
11.7
100.0
Total
60
100.0
100.0
Uji Chi – Square Test
Case Processing Summary Cases Valid
Pola Asuh * Kategori Emosi
Missing
Total
N
Percent
N
Percent
N
Percent
60
100.0%
0
.0%
60
100.0%
Pola Asuh Orang Tua * Perkembangan Emosional Remaja Crosstabulation Perkembangan Emosional Remaja Kurang
Pola Asuh Orang Demokratis Tua
Sangat Baik
Baik
Baik
Total
Count
11
9
1
21
Expected Count
5.6
13.0
2.5
21.0
18.3%
15.0%
1.7%
35.0%
5
27
6
38
Expected Count
10.1
23.4
4.4
38.0
% of Total
8.3%
45.0%
10.0%
63.3%
Count
0
1
0
1
Expected Count
.3
.6
.1
1.0
% of Total
.0%
1.7%
.0%
1.7%
Count
16
37
7
60
16.0
37.0
7.0
60.0
26.7%
61.7%
11.7%
100.0%
% of Total Otoriter
Permisif
Total
Count
Expected Count % of Total
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
Pearson Chi-Square
11.589a
4
.021
Likelihood Ratio
11.696
4
.020
Linear-by-Linear Association
8.709
1
.003
N of Valid Cases
60
a. 5 cells (55,6%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,12.