GAMBARAN PERILAKU ORANG TUA/PENGASUH DALAM MEMBERIKAN MAKANAN BERGIZI KEPADA ANAK TERINFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS DI YAYASAN TEGAK TEGAR WILAYAH JAKARTA TIMUR TAHUN 2013
Skripsi
FETY FATHIMAH 108101000020
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H / 2014 M
i
ii
iii
iv
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN GIZI Skripsi Januari 2014 Fety Fathimah, NIM: 108101000020
Gambaran Perilaku Orang Tua/Pengasuh Dalam Memberikan Makanan Bergizi Kepada Anak Terinfeksi Human Immunodeficiency Virus Di Yayasan Tegak Tegar Wilayah Jakarta Timur Tahun 2013 xv + 114 halaman, 6 tabel, 5 bagan, 6 lampiran kata kunci: gizi anak, HIV-AIDS, perilaku orang tua/pengasuh
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Menurut Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, hingga bulan Juli 2012 tercatat 5,2% kasus HIV-AIDS diderita oleh anak. Memburuknya status gizi merupakan resiko tertinggi dari penyakit HIV/AIDS. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada Februari 2013, 10 anak yang menjadi sampel memiliki asupan energi yang kurang dari asupan yang dianjurkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang melandasi perilaku orang tua dalam upaya memberikan makanan bergizi kepada anak terinfeksi HIV-AIDS di Yayasan Tegak Tegar Wilayah Jakarta Timur menggunakan theory of planned behavior dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan selama bulan April – Oktober 2013 kepada 5 orang tua/pengasuh anak HIV-AIDS. Wawancara mendalam dan observasi digunakan dalam pengumpulan data. Pengumpulan data dilakukan di rumah responden penelitian. Hasil penelitian menunjukan masih terdapat anak yang kebutuhan gizinya kurang terpenuhi. Perceive behavior control memiliki pengaruh yang besar terhadap perilaku orang tua/pengasuh. Terlihat rendahnya perceive behavior control dan niat orang tua/pengasuh mempengaruhi pemberian makanan bergizi anak meskipun sikap orang tua/pengasuh baik dan orang tua yakin bahwa orang disekitarnya akan mendukung perilaku mereka.
Daftar bacaan: (58) FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH MAJOR
v
NUTRITION DEPARTMENT Undergraduate Thesis, Januari 2013 Fety Fathimah, NIM: 108101000020
Gambaran Perilaku Orang Tua/Pengasuh Dalam Memberikan Makanan Bergizi Kepada Anak Terinfeksi Human Immunodeficiency Virus Di Yayasan Tegak Tegar Wilayah Jakarta Timur Tahun 2013 xv + 114 pages, 6 table, 5 diagram, 8 attachment keywords: child nutrition, HIV-AIDS, parent/caregiver behavior AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) is a collection of symptoms of diseases caused by the immune system by HIV (Human Immunodeficiency Virus). According to the Directorate General of Disease Control and Environmental Health, as of July 2012 reached 5.2% of HIV-AIDS cases suffered by children. The worsening of the nutritional status is the highest risk of HIV / AIDS. Based on a preliminary study conducted in February 2013, 10 children sampled had energy intake less than the recommended. This study aims to determine the factors underlying the behavior of parents effort to provide nutritious food to children infected with HIV-AIDS in Yayasan Tegak Tegar East Jakarta. This study using theory of planned behavior and a qualitative approach. This research was conducted during April - October 2013 to 5 parent / nannys of child with HIV-AIDS. In-depth interviews and observations used in data collection. Data collection was conducted in the study respondents. The results showed there is still a lack nutritional needs of children are met. Perceive behavior control has considerable influence on the behavior of the parents / nannys. Looks perceive control behavior and intentions of parents / nannys are low, that affect for child nutrition feeding despite the attitude of parents / nannys and both parents can be assured that the people around him will support their behavior.
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
PERSONAL DATA Nama
: Fety Fathimah Al Mubarokah
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir
: Jakarta, 13 Maret 1990
Umur
: 24 Tahun
Status Menikah
: Belum Menikah
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. H. Baping Rt. 004 RW. 09 No. 33 Ciracas, Jakarta Timur
Nomor Telepon/HP
: 021-8412156/ 089613090377
PENDIDIKAN FORMAL 1994 – 1995
: TK Islam Bustanul Haq, Jakarta Timur
1995 – 2001
: SDN 07 Ciracas, Jakarta Timur
2001 – 2004
: MTS Darul Marhamah, Bogor
2004 – 2007
: SMA Islam PB. Soedirman, Jakarta Timur
2008 – 2013
: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta
vii
KATA PENGANTAR
Haturan puji serta syukur tak habis tercurah kepada Rabb Semesta Alam, Allah SWT, dengan kasih dan sayang-Nya mencurahkan ilmu, kekuatan serta kesabaran sehinga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Allahumma Sholli „ala sayyidinaa Muhammad. Skripsi berjudul “Gambaran Perilaku Orang Tua/Pengasuh Dalam Memberikan Makanan Bergizi Kepada Anak Terinfeksi Human Immunodeficiency Virus Di Yayasan Tegak Tegar Wilayah Jakarta Timur Tahun 2013” dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Diatas ketidaksempurnaan penulis sebagai manusia, penulis menyadari banyak pihak yang mendoakan, mendukung, memotivasi dan membantu terselesaikannya skripsi ini. Untuk itu haturan terima kasih ingin penulis ucapkan kepada: 1. Mamah dan Apah tersayang, terkasih, tercinta yang selalu melantunkan doa untuk anak-anaknya dalam setiap simpuhnya. Terima kasih atas kesabarannya, dukungannya, nasihatnya, dan segalanya. 2. Teteh, Aa, Uvi, Ade, Abang atas dukungan, doa dan kontrolingnya. My little monster: Kaisah, Afiqah, Zabir untuk hiburan pelepas penat. 3. Bapak Prof. Dr. dr. M. K Tadjudin, Sp. And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. 4. Ibu Febrianti, M.Si, selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masayarakat UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta 5. Ibu Raihana Nadra Alkaff, M.MA, selaku pembimbing yang memberikan banyak masukan dan motivasi dalam mengerjakan skripsi ini. 6. Ibu Ratri Ciptaningtyas, MHS, yang juga banyak membimbing, mendukung, dan memotivasi saya untuk tidak kembali „menghilang‟. 7. Ibu Minsarnawati, terima kasih untuk pelukan hangat dan dukungannya. 8. Seluruh dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syaruf Hidayatullah Jakarta untuk perjuangan membagi ilmunya yang sangat berharga. 9. Mba yanti, mba udur, mba jimmy untuk komunikasi dan persaudaraan yang baru dan baik. 10. Sahabat setia: Oki Namiral, kaka eva terima kasih banyak untuk support, curhatan, dukungan semua-semuanya dan ngga pernah bosennyanya. 11. Uni Reni dan Uda Fajri untuk tumpangan kos-nya, mba mega, mas ansor untuk pecutannya, mas ryan untuk laptop dan kemudahan akses inetnya, Dina Isnanda untuk printer, support, dan jalan-jalannya.
viii
12. Mba Fit, Erni, ka takim untuk bimbingannya, Titi, Iin, Dita, Falih, Inggar, semua temen-temen Kesmas 2008 dan temen-temen PAMI yang turut mendoakan, kasih masukan dan mencoba membantu selama pengerjaan skripsi ini.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih kurang dari sempurna, sehingga sangat diharapkan saran dan masukannya untuk hasil yang lebih baik di masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak.
Jakarta, Januari 2014
Penulis
ix DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN
………………………………………………………….
i
LEMBAR PERSETUJUAN
………………………………………………………….
ii
ABSTRAK
………………………………………………………….
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
………………………………………………………….
vi
DAFTAR ISI
………………………………………………………….
ix
DAFTAR TABEL
………………………………………………………….
xiii
DAFTAR BAGAN
………………………………………………………….
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
………………………………………………………….
xv
BAB I PENDAHULUAN
………………………………………………………….
1
1.1 Latar Belakang
………………………………………………………….
1
1.2 Rumusan Masalah
………………………………………………………….
4
1.3 Pertanyaan Penelitian
………………………………………………………….
5
1.4 Tujuan
………………………………………………………….
5
1.4.1 Tujuan Umum
………………………………………………………….
5
1.4.2 Tujuan Khusus
………………………………………………………….
5
………………………………………………………….
6
…………………………………………………….
6
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Bagi Institusi
1.5.2 Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya
………………………………………
6
……………………………………………………
6
……………………………………………………...
8
2.1 Pengertian HIV-AIDS
………………………………………………………….
8
2.1.1 Pengertian HIV
………………………………………………………….
8
2.1.2 Pengertian AIDS
………………………………………………………….
9
2.2 HIV-AIDS pada Anak
………………………………………………………….
10
2.3 Gizi Anak
………………………………………………………….
11
2.3.1 Masalah Gizi Anak ………………………………………………………….
12
1.6 Ruang Lingkup Penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA
x
………………………………………………………….
2.4 Gizi Anak HIV-AIDS
2.4.1 Kebutuhan Gizi Anak HIV dan Fungsi Zat Gizi untuk Anak HIV
……….
13 13
2.4.2 Masalah Gizi Pada Anak HIV …………………………………………………
16
………………….
17
2.6 Perilaku Manusia
………………………………………………………….
18
2.7 Teori Perilaku
………………………………………………………….
19
………………
21
………………………………………………………….
26
2.7.1.1.1 Definisi Sikap
………………………………………………..
26
2.7.1.1.2 Anteseden Sikap
……………………………………………….
27
2.5 Pengaruh Orang Tua/Pengasuh Terhadap Asupan Gizi Anak
2.7.1 Teori Perilaku Terencana (Theoy of Planned Behavior) 2.7.1.1 Sikap
………………………………………………………….
28
2.7.1.2.1 Definisi Norma Subjektif
………………………………………..
28
2.7.1.2.2 Anteseden Norma Subjektif
………………………………………..
29
…………………………………………..
29
…………………………..
29
………………………..
30
………………………………………………………….
31
……………………………………………………
31
2.7.1.2 Norma Subjektif
2.7.1.3 Persepsi Kontrol Perilaku
2.7.1.3.1Definisi Persepsi Atas Kontrol Perilaku 2.7.1.3.2 Anteseden Persepsi Atas Kontrol Perilaku 2.7.1.4 Niat 2.7.1.4.1 Definisi Niat
…………………………………………………..
32
2.9 Penilaian Kebutuhan …………………………………………………………. Energi Pada Orang Sakit
34
………………………………………………………….
35
……………………………………………………...
37
3.1 Kerangka Konsep
………………………………………………………….
37
3.2 Definisi Istilah
………………………………………………………….
38
…………………………………………….
40
……………………………………………………………..
40
…………………………………………………..
40
2.8 Penilaian Konsumsi Makan
2.10 Kerangka Teori
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
BAB IV METODELOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian
4.2 Waktu danTempat Penelitian
xi
………………………………………………….
40
4.3.1 Wawancara Mendalam
………………………………………………….
41
4.3.2 Observasi
………………………………………………….
42
4.3.3 Telaah Dokuman
………………………………………………….
42
………………………………………………….
43
4.4.1 Informan Utama
………………………………………………….
43
4.4.2 Informan Pendukung
………………………………………………….
43
4.5 Instrumen Penelitian
…………………………………………………..
44
4.6 Pengolahan dan Analisis Data
………………………………………………….
44
4.7 Validasi Data
………………………………………………….
45
………………………………………………….
48
……………………………………….
48
5.1.1 Visi Yayasan Tegak Tegar
……………………………………………….
48
5.1.2 Misi Yayasan Tegak Tegar
……………………………………………….
48
5.1.3 Susunan Kepengurusan
………………………………………………….
49
5.1.4 Program dan Kegiatan
………………………………………………….
50
………………………………………………….
50
4.3 Metode Pengumpulan data
4.4 Informan Penelitian
BAB V HASIL
5.1 Gambaran Umum Yayasan Tegak Tegar
5.2 Karakteristik Informan 5.2.1 Informan Utama
50
5.2.2 Informan Pendukkung
52
5.3 Gambaran Faktor Latar Belakang Orang Tua/Pengasuh …………………….. Terhadap Pemberian Makanan Bergizi
53
5.4 Gambaran Sikap Orang tua/Pengasuh terhadap Pemberian ….…………………. Makanan Begizi
55
5.5 Gambaran Norma Subjektif Orang tua/Pengasuh terhadap …………………… Pemberian Makanan Begizi
56
5.6 Gambaran Persepsi Atas Kontrol Perilaku Orang …………………… tua/Pengasuh terhadap Pemberian Makanan Begizi
60
5.7 Gambaran Niat Orang tua/Pengasuh terhadap Pemberian …………………… Makanan Begizi
64
xii
5.8 Gambaran Perilaku Orang tua/Pengasuh terhadap …………………… Pemberian Makanan Begizi
65
.………………………………………………….
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Sikap Orang Tua/Pengasuh terhadap Pemberian Makanan ……………………. Begizi
70
terhadap ……………………
72
6.3 Persepsi Atas Kontrol Perilaku Orang Tua/Pengasuh …………………… terhadap Pemberian Makanan Begizi
77
6.4 Niat Orang Tua/Pengasuh terhadap Pemberian Makanan …………………….. Begizi
81
6.5 Perilaku Orang Tua/Pengasuh terhadap Pemberian ……………………. Makanan Begizi
83
6.6 Kontribusi Sikap, Norma Subjektif, Persepsi Atas Kontrol …………………….. Perilaku dan Niat Dalam Terbentuknya Perilaku Orang Tua/Pengasuh Terhadap Pemberian Makanan Bergizi
86
………………………………………………..
90
7.1 Simpulan
………………………………………………………….
90
7.2 Saran
………………………………………………………….
91
6.2
Norma Subjektif Orang Pemberian Makanan Begizi
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Tua/Pengasuh
xiii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
Halaman
2.1
Faktor Aktivitas dan Faktor Trauma atau Stres untuk Menetapkan Kebutuhan Energgi Orang Sakit
34
3.1
Definisi Istilah
36
4.1
Metode Triangulasi
46
5.1
Karakteristik Informan Utama
51
5.2
Keterpanuhan Asupan Zat Gizi Makro pada Anak HIV
63
5.3
Keterpenuhan Asupan Vitamin dan Mineral pada Anak
66
HIV
xiv
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan
Halaman
2.1
Theory of Planned Behavior
24
2.2
Kerangka Teori
35
3.1
Kerangka Konsep Penelitian
36
5.1
Struktur Kepengurusan Yayasan Tegak Tegar
49
6.1
Kontribusi sikap, norma subjektif, persepsi atas kontrol perilaku, dan niat orang tua/pengasuh terhadap perilaku orang tua
83
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Permohonan Menjadi Informan
Lampiran 2
Persetujuan Menjadi Informan
Lampiran 3
Pedoman Wawancara Orang tua/pengasuh
Lampiran 4
Pedoman Wawancara pengurus yayasan
Lampiran 5
Verbatim
Lampiran 6
Matriks Wawancara
Lampiran 7
Matriks Observasi
Lampiran 8
Perhitungan Gizi anak HIV
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). AIDS merupakan penyakit yang sangat berbahaya, karena mempunyai Case Fatality Rate 100% dalam waktu 5 – 20 tahun, artinya dalam waktu 5 – 20 tahun setelah terdiagnosa AIDS semua penderita akan meninggal (Depkes, 2000). Menurut Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), pada laporan triwulan hingga bulan Juli 2012 kasus AIDS sebesar 5,2% kasus terjadi pada anak usia 0 – 14 tahun. Kasus HIV/AIDS pada anak tidak bisa dianggap remeh karena menurut Saloojee dan Violari (2001), terdapat perbedaan perjalanan penyakit pada anak dan dewasa. Progresifitas penyakit HIV pada anak lebih cepat dibandingkan dengan orang dewasa. Menurut Tindyebwa, dkk (2011), lebih dari 280.000 anak dengan usia kurang dari 15 tahun meninggal karena AIDS pada tahun 2008. Memburuknya status gizi merupakan resiko tertinggi dari penyakit HIV/AIDS. Kehilangan berat badan dan keadaan kurang gizi mempengaruhi perkembangan penyakit, meningkatkan kesakitan dan mengurangi usaha tubuh untuk melawan penyakit karena melemahnya imunitas disebabkan oleh malnutrisi (Hsu, 2006). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada Februari 2013 oleh peneliti
kepada sepuluh anak yang terinfeksi HIV, kesepuluh anak tersebut 1
2
memiliki konsumsi energi yang kurang dari yang dianjurkan. Melihat hal tersebut, perlu kiranya melihat bagaimana perilaku orang tua/ pengasuh dalam memberikan makanan kepada anak yang terinfeksi HIV. Kurangnya asupan gizi yang terjadi pada anak dengan HIV/AIDS tidak lepas dari perilaku pemberian makan atau pola makan orang tua dan keluarga. Menurut Almatsier (2011), orang tua/ pengasuh/ saudara mempengaruhi ketersedian makan, pengetahuan gizi, harapan dan jumlah makanan yang hendak dimakan, serta kandungan zat gizi dari makanan yang ditawarkan. Salah satu perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku gizi, dimana terjadi suatu respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan makanan dan minuman (Skiner dalam Notoatmodjo, 2007). Menurut Gibney dkk (2009), salah satu teori yang telah digunakan secara luas dalam penelitian pemilihan makanan adalah theory reasoned action yang telah dikembangkan menjadi theory of planned behavior. Theory of planned behavior digunakan untuk meramalkan dan memahami pengaruh-pengaruh motivational terhadap perilaku yang bukan dibawah kendali atau keinginan inidividu sendiri (Achmat, 2010). Salah satu penelitian di bidang kesehatan yang didasarkan pada TPB telah digunakan pada penelitian untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku konsumsi
makanan berserat
pada
mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dilakukan oleh Farhatun (2012). Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa persepsi atas kontrol perilaku memiliki kontribusi paling besar diantara variabel Theory of planned behavior lainnya.
3
Menurut Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) (2003), LSM memiliki peran penting dalam penanggulangan HIV-AIDS di Indonesia karena dapat menjangkau orang-orang dan kelompok dengan kebutuhan khusus antara lain kelompok remaja, agama, wanita, profesi, ODHA yang biasanya sulit terjangkau oleh pemerintah. Salah satu LSM yang mendampingi anak terinfeksi HIV-AIDS adalah Yayasan Tegak Tegar. Wilayah Jakarta Timur merupakan salah satu wilayah yang menjadi cakupan pendampingan Yayasan Tegak Tegar. Tercatat 17 anak terinfeksi HIV yang berdomisili di wilayah Jakarta Timur yang menjadi anggota di Yayasan Tegak Tegar. Berdasarkan Laporan Perkembangan HIV-AIDS, Triwulan II, Tahun 2012, dapat dilihat bahwa Jakarta Timur memiliki jumlah kasus HIV terbesar kedua diantara 5 wilayah Jakarta lainnya dengan 417 kasus HIV. Jakarta Timur juga daerah yang memiliki layanan konseling dan tes HIV terbanyak diantara 5 wilayah Jakarta lainnya dengan jumlah 13 tempat pelayanannya yang terdiri dari rumah sakit, puskesmas, puskesmas cabang dan PKBI. Penelitian untuk mengetahui perilaku orang tua/ pengasuh dalam pemberian makan kepada anak HIV belum pernah dilakukan sebelumnya. Padahal berdasarkan studi pendahuluan yang pernah dilakukan, sepuluh anak yang menjadi sampel memiliki keterpenuhan asupan gizi yang kurang. Sedangkan kasus HIV-AIDS pada anak tidak bisa diremehkan karena keadaan kurang gizi mempengaruhi perkembangan penyakit. Untuk itu, anak dengan HIV-AIDS memerlukan asupan lebih dari anak yang tidak terinfeksi. Keterpenuhan asupan makan ini tidak lepas dari pengaruh orang tua/pengasuh. Berdasarkan hal
4
tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang melandasi perilaku orang tua/ pengasuh dalam pemberian makanan bergizi kepada anak terinfeksi HIV. Untuk mengetahui latar belakang perilaku orang tua/pengasuh tersebut, peneliti menggunakan theory of planned behavior. 1.2 Rumusan Masalah Pada anak terinfeksi HIV, kehilangan berat badan dan keadaan kurang gizi sangat mempengaruhi dalam perkembangan penyakit, peningkatan kesakitan dan penurunan usaha tubuh untuk melawan penyakit karena melemahnya imunitas. Salah satu faktor yang mempengaruhi keterpenuhan gizi anak adalah perilaku orang tua/pengasuh dalam memberikan makanan bergizi kepada anak terinfeksi HIV. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan, diketahui bahwa sepuluh anak terinfeksi HIVyang menjadi sampel memiliki asupan gizi yang kurang dari Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang melandasi perilaku orang tua/ pengasuh dalam memberikan makan kepada anak dengan HIV menggunakan theory of planned behavior yang merupakan teori perilaku tingkat intrapersonal atau individual. Penggunaan theory of planned behavior ini karena teori ini dikembangkan untuk memprediksi perilaku-perilaku yang tidak di bawah kendali individu atau memahami pengaruh-pengaruh motivational terhadap perilaku yang bukan dibawah kendali atau kemauan individu sendiri.
5
1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran perilaku pemberian makanan bergizi pada anak terinfeksi HIV? 2. Bagaimana gambaran sikap pemberian makanan bergizi pada anak terinfeksi HIV ? 3. Bagaimana gambaran norma subjektif pemberian makanan bergizi pada anak terinfeksi HIV ? 4. Bagaimana gambaran persepsi kontrol perilaku pemberian makanan bergizi pada anak terinfeksi HIV ? 5. Bagaimana gambaran niat pemberian makanan bergizi pada anak terinfeksi HIV ? 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Didapatkannya gambaran mengenai perilaku serta faktor yang melandasi perilaku pemberian makanan bergizi yang dilakukan oleh orang tua/ pengasuh kepada anak terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar wilayah Jakarta Timur dengan mengunakan theory of planned behavior. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Diketahuinya gambaran perilaku pemberian makanan bergizi pada anak terinfeksi HIV. 2. Diketahuinya gambaran sikap pemberian makanan bergizi pada anak terinfeksi HIV.
6
3. Diketahuinya gambaran norma subjektif pemberian makanan bergizi pada anak terinfeksi HIV. 4. Diketahuinya gambaran persepsi kontrol perilaku pemberian makanan bergizi pada anak terinfeksi HIV. 5. Diketahuinya gambaran niat pemberian makanan bergizi pada anak terinfeksi HIV. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Bagi Institusi (Yayasan Tegak Tegar) a. Memberikan
informasi
tentang
faktor-faktor
yang
melandasi
terbentuknya perilaku pemberian makanan bergizi pada anak terinfeksi HIV/AIDS berdasarkan theory of planned behavior. b. Hasil analisa penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan
dalam pengambilan keputusan oleh pihak terkait. 1.5.2 Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya a. Memperoleh wawasan dan pengetahuan baru dalam ilmu kesehatan masyarakat, khususnya masalah gizi pada anak yang terinfeksi HIV. b. Sebagai bahan untuk penelitian lanjutan dan dapat dijadikan data pembanding pada penelitian dengan topik yang sama. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai perilaku serta faktor yang melandasi terbentuknya perilaku orang tua/ pengasuh dalam memberikan makanan bergizi
7
pada anak terinfeksi HIV/AIDS menggunakan theory of planned behavior. Penelitian dilakukan pada bulan April – Oktober 2013. Pengambilan data primer dari beberapa sumber informan dengan teknik wawancara mendalam serta observasi pada orang tua/ pengasuh yang mempunyai anak terinfeksi HIV yang berdomisili di Jakarta Timur. Penelitian ini menggunakan instrument penelitian berupa pedoman wawancara semistruktur sesuai dengan theory of planned behavior serta food recall 24 jam dan pedoman observasi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian HIV-AIDS 2.1.1
Pengertian HIV Human Immunodeficiency Syndrome (HIV) adalah retrovirus yang
termasuk golongan virus RNA (Ribonucleic Acid) dimana virus menggunakan RNA sebagai molekul pembawa informasi genetik. Disebut retrovirus karena memiliki enzim reverse trancriptase, sehingga memungkinkan virus mengubah informasi genetiknya yang berada dalam RNA ke dalam bentuk DNA (Deoxyribonucleic Acid) yang kemudian diintegrasikan ke dalam informasi genetik sel limfosit yang diserang. Dengan demikian HIV dapat memanfaatkan mekanisme sel limfosit untuk mengkopi dirinya menjadi virus baru yang mempunyai ciri- ciri HIV (Depkes, 2006). Virus ini menyerang sistem imun manusia yaitu menyerang limfosit T helper yang memiliki reseptor CD4 di permukaannya. Limfosit T memiliki fungsi sebagai penghasil zat kimia yang berperan sebagai perangsang pertumbuhan dan pembentukan sel-sel lain dalam sistem imun dan pembentukan antibodi. Sehingga jika virus sudah menyerang limfosit T, yang terganggu bukan hanya fungsi limfosit T tetapi juga limfosit B, monosit, makrofag dan sebagainya.
8
9
2.1.2
Pengertian AIDS Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan
gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV. Penderita infeksi HIV dinyatakan sebagai penderita AIDS ketika menunjukan gejala atau penyakit tertentu yang merupakan akibat penurunan daya tahan tubuh yang disebabkan virus HIV atau tes darah yang menunjukan jumlah CD4 < 200/mm3 (Depkes, 2006). Berdasarkan pedoman terapi ARV tahun 2011, ODHA tanpa gejala klinis (stadium klinis 1) dan belum pernah mendapatkan ARV dianjurkan mulai menjalani terapy ARV bila jumlah CD4 ≤ 350 sel/mm3. Orang dengan HIV akan mengalami fase dimana tidak ada gejala penyakit dan penderita tampak sehat sehingga dapat melakukan aktivitas fisik secara normal namun dapat menularkan virus kepada orang lain. Fase ini disebut fase asimtomatik. Setelah melalui fase tanpa gejala, memasuki fase simtomatik, akan timbul gejala- gejala pendahuluan seperti demam, pembesaran kelenjar limfa, yang kemudian diikuti oleh infeksi oportunistik. Dengan adanya infeksi oportunistik maka perjalanan penyakit telah memasuki stadium AIDS. Fase simtomatik ini rata- rata berlangsung selama 1,3 tahun yang berakhir dengan kematian (Kemenkes, 2011). Sampai saat ini masih belum ditemukan obat untuk menyembuhkan penyakit HIV. Namun sudah ditemukan obat yang dapat menghambat perkembangbiakan
HIV.
Pengobatan
ARV
ini
terbukti
bermanfaat
memperbaiki kualitas hidup, menjadikan infeksi oportunistik menjadi lebih
10
jarang ditemukan dan lebih mudah diatasi sehingga menekan morbiditas dan mortalitas dini (Depkes, 2006). 2.2 HIV-AIDS pada Anak Kasus AIDS pada anak pertama kali dilaporkan ke Center for Disease Control and Prevention (CDC) pada tahun 1982. Dilaporkan hampir 9.000 anak dengan usia di bawah 13 tahun menderita AIDS dan 5.000 anak kurang dari 15 tahun meninggal karena AIDS. Sebesar 91% kasus AIDS pada anak disebabkan oleh perinatal transmission dan hampir menjadi penyebab terjadinya kasus baru HIV pada anak (King, dkk, 2004). Presentase penularan HIV dari ibu ke bayi cukup besar yaitu 25 – 45%. Selama masa kehamilan, persalinan dan pemberian ASI sampai 24 bulan memiliki resiko penularan HIV sebesar 30 – 45% (Hasnawaty, 2011). Terdapat perbedaan perjalanan penyakit HIV pada anak dan orang dewasa. Anak dengan HIV memiliki progresivitas penyakit HIV lebih cepat dibandingkan orang dewasa, anak juga memiliki jumlah virus lebih banyak dibandingkan dengan orang dewasa, infeksi oporunistik juga sering muncul sebagai penyakit primer dengan perjalanan penyakit yang lebih agresif karena berkurangnya sistem imunitas tubuh (Saloojee & Violari, 2001). Pada anak HIV, lazim ditemukan abnormalitas metabolisme dan pertumbuhan. Sejumlah penelitian yang dilakukan pada anak-anak di Amerika dan Afrika menunjukan bahwa, pertumbuhan yang buruk menjadi indikator perkembangan penyakit dan menjadi faktor resiko terjadinya kematian. Sehingga
11
penting bagi anak HIV untuk mempertahankan kondisi tubuh mereka dari keparahan penyakit dengan mengonsumsi zat gizi penting (Arpadi, 2005). 2.3 Gizi Anak Masa yang terentang antara usia satu tahun sampai remaja boleh dikatakan sebagai periode laten karena pertumbuhan fisik berlangsung tidak sedramatis ketika masih berstatus bayi. Di tahun pertama kehidupan, panjang bayi bertambah 50%, tetapi tidak berlipat setelah usia bertambah sampai 4 tahun (Arisman, 2009). Kondisi yang khas dan permasalahan pada anak usia 3-5 tahun adalah anak mulai ingin mandiri. Dalam hal makanan pun anak usia ini bersifat sebagai konsumen aktif. Artinya, mereka dapat memilih dan menentukan sendiri makanan yang ingin dikonsumsi. Pada usia ini kerap terjadi anak menolak makanan yangtidak disukai dan hanya mau mengonsumsi makanan favoritnya. Aktivitas bermain juga kadang membuat anak menunda waktu makan. Jika orang tua tidak memperhatikan, bisa saja anak baru minta makan menjelang waktu tidur saat ia telah lelah beraktivitas seharian dan baru merasa lapar. Padahal, usia balita cukup rawan karena pertumbuhan dan perkembangan diusia ini akan menentukan perkembangan fisik dan mental anak diusia remaja dan ketika dewasa (Kurniasih, 2010). Arisman (2009) menambahkan, perkembangan mental anak dapat dilihat dari kemampuannya mengatakan “tidak” terhadap makanan yang ditawarkan. Pada banyak penelitian dilaporkan bahwa pada usia ini anak hanya mau makan satu jenis makanan selama berminggu-minggu.
12
Menginjak kelompok usia selanjutnya, 6-9 tahun, anak mulai memiliki aktivitas di luar rumah lebih banyak. Seperti sekolah, bermain, olah raga, dan lain sebagainya sehingga anak memerlukan energi lebih banyak. Waktu yang lebih banyak digunakan bersama teman dapat mempengaruhi jadwal makan anak, bahkan terhadap pola makannya. Sehinga pada usia ini pola makan anak masih peru diperhatikan karena gizi yang baik pada usia sekolah menjadi landasan bagi ststus gizi, kesehatan dan stamina optimal pada usia selanjutnya. Usia 10-15 tahun dikenal dengan masa pertumbuhan cepat, tahap pertama dari serangkaian perubahan menuju kematangan fisik dan seksual. Selain itu, cirri-ciri sek sekunder semakin tampak, serta terjadi perubahan yang signifikan dalam kematanan psikologis dan kognitif. Dengan cirri spesifik itu, kebutuhan energi dan zat gizi di usia remaja ditujukan untuk deposisi jaringan tubuhnya. Seiring dengan meningkatnya aktivitas fisik, remaja umumnya mempunyai nafsu makan lebih besar sehingga sering mencari makanan tambahan, misal jajan diluar waktu makan. Remaja pun menyukai makanan yang padat energi, yaitu manis dan berlemak (Kurniasih, 2010). 2.3.1 Masalah Gizi Anak Masalah gizi anak secara garis besar merupakan dampak dari ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran zat gizi, yaitu asupan yang melebihi keluaran atau sebaliknya, disamping kesalahan dalam memilih bahan makanan untuk disantap. Buah dari ketergangguan ini utamanya berua penyakit kronis, berat badan lebih atau kurang, pica, karies dentis, serta alergi (Arisman, 2009).
13
Menurut Novita (2011), masalah kesehatan yang muncul pada fase anak-anak misalnya, kesulitan anak untuk makan karena terobsesi ingin main, asupan gizi yang tidak seimbang, rentannya fisik anak, dan ancaman keracunan akibat dari kebiasaan makan di luar. Pertumbuhan dan perkembangan fisik dan sosial anak dibaca sebagai bagian dari peran nyata orang tua dalam memberikan pelayanan kepada anak-anaknya. Seorang anak yang kurang gizi, sesungguhnya menjadi bukti lemahnya peran orang tua dalam memberikan asupan yang seimbang dan berkualitas. Kurniasih (2010) dalam hal ini menyarankan orang tua untuk kreatif “membujuk” anak agar mau makan makanan bervariasi dan bergizi sesuai kebutuhannya. Orang tua disarankan memperkenalkan beraneka ragam makanan sejak dini kepada anak. Orang tua juga dianjurkan untuk mencukupi kebutuhan akan camilan sehat di rumah. Selain sehat, makanan dari rumah juga terjamin lebih sehat dan aman. 2.4 Gizi Anak HIV-AIDS 2.4.1
Kebutuhan Gizi Anak HIV dan Fungsi Zat Gizi untuk Anak HIV Berdasarkan WHO (2003), asupan gizi yang cukup adalah cara yang
dapat dicapai dengan mengkonsumsi asupan makanan yang sehat dan seimbang. Hal ini penting untuk kesehatan dan kelangsungan hidup semua individu tanpa memperhatikan status HIV. Secara substansial, pangan yang dikonsumsi setiap hari terdiri atas protein, karbohidrat, lemak serta alkohol yang dioksidasi untuk menghasilkan
14
energi. Protein, karbohidrat dan lemak, tentu saja sangat heterogen, dan tampaknya campuran dari „bahan bakar‟ ini mempengaruhi fungsi jangka panjang manusia (Siagian, 2010). Energi dibutuhkan lebih banyak pada penderita HIV guna menjaga berat badan dan aktivitas fisik juga pertumbuhan. Kebutuhan energi untuk anak HIV lebih besar 10% dari anak yang tidak terinfeksi HIV. Bahkan untuk anak yang mengalami penurunan berat badan dibutuhkan tambahan asupan energi sebesar 50 – 100% dari asupan energi untuk anak tanpa HIV. Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi yang memiliki peranan utama sebagai penyedia glukosa bagi sel-sel tubuh yang kemudian diubah menjadi energi. Jaringan tertentu hanya memperoleh energi dari karbohidrat seperti sel darah merah serta sebagian besar otak dan sistem saraf. Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 Kkal energi. Kekuranga asupan karbohidrat selain menyebabkan kurangnya asupan energi, kekurangan karbohidrat juga menyebabkan pertumbuhan terganggu, ketidakseimbangan natrium, PH cairan tubuh menurun dan dehidrasi (Almatsier, 2009). Zat gizi penting lainnya dalah protein. Protein merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Semua enzim, berbagai hormon, pengangkut zat gizi dan darah, matriks intraseluler dan sebagainya adalah protein. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yiatu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh.fungsi protein lainnya yang sangat penting adalah pembentukan antibodi. Tinginya tingkat kematian pada anak-anak yang menderita gizi kurang kebanyakan disebakan
15
oleh
menurunnya
daya
tahan
tubuh
terhadap
infeksi
karena
ketidakmampuannya membentuk antibodi dalam jumlah yang cukup (Almatsier, 2009). Asupan protein untuk penderita HIV lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidak terinfeksi. Sebesar 12 – 15% protein dibutuhkan dari total asupan energi yang dibutuhkan. Sedangkan untuk asupan lemak, belum ada penelitian bahwa ada tambahan asupan lemak untuk penderita HIV. Zat gizi penting penghasil energi lainnya adalah lemak. 1 gram lemak menghasilkan 9 Kkal energi. Sebagai simpanan lemak, lemak merupakan cadangan energi tubuh paling besar. Simpanan lemak ini berasal dari konsumsi karbohidrat, protein dan lemak yang berlebihan. Selain sebagai sumber energi terbesar, lemak memiliki fungsi memelihara suhu tubuh, sebagai alat angkut vitamin larut lemak, dan pelindung organ tubuh (Almatsier, 2009). Meskipun menurut WHO (2003), belum ada penelitian yang menyatakan lemak dibutuhkan lebih oleh orang yang terinfeksi HIV namun, lemak dibutuhkan untuk mereka yang sedang menjalani terapi antiretroviral atau mengalami diare berkepanjangan. Menurut Almatsier (2004), lemak yang dibutuhakan untuk penderita HIV adalah dalam jumlah yang cukup yaitu 1025% dari kebutuhan energi total. Jenis lemak disesuaikan dengan toleransi pasien. Selain asupan zat gizi makro, zat gizi mikro juga perlu diperhatikan guna pengobatan dan menjaga kondisi penderita HIV. Sebuah penelitian
16
menyarankan penambahan asupan beberapa vitamin untuk meningkatkan imunitas, seperti vitamin B kompleks, vitamin C dan E. Menurut Almatsier (2004), syarat diet HIV-AIDS membutuhkan vitamin dan mineral tinggi yaitu 1 ½ kali (150%) Angka Kecukupan Gizi (AKG), terutama vitamin A, B12, C, E, folat, kalsium, magnesium, seng dan selenium. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa pemenuhan asupan gizi dapat membantu anak terinfeksi HIV dengan status gizi kurang dalam penyembuhan dari diare akut (Arpadi, 2005). Menurut Arpadi (2011) , asupan gizi yang baik merupakan kunci dari gaya hidup yang sehat untuk anak dengan HIV/AIDS. Asupan gizi yang optimal akan membantu mendorong fungsi imunitas, memaksimalkan terapi Antiretroviral mengurangi resiko terkena penyakit kronis, serta membantu untuk mewujudkan kualitas hidup yang lebih baik (Jama, 2010). 2.4.2
Masalah Gizi pada Anak HIV Menurut Arpadi (2005), abnormalitas pada pertumbuhan dan
metabolisme sangat lazim terjadi pada anak yang terinveksi HIV. Lambatnya pertumbuhan adalah manifestasi awal dari infeksi HIV pada anak yang akan mempengaruhi kelangsungan hidup anak dengan HIV tersebut. Terlambatnya pertumbuhan dan berkurangnya massa lemak bebas sangat signifikan mempengaruhhi kelangsungan hidup. Kegagalan atau terlambatnya pertumbuhan pada anak HIV seringkali disebabkan oleh penyakit dan keadaan sekuder yang menyertai infeksi HIV. Penyebab
17
sekunder dari infeksi HIV adalah asupan makan yang tidak mencukupi, diare, dan anemia. Penyebab sekunder dari gagalnya pertumbuhan ini sebenarnya dapat dicegah, dibalik atau dikembalikan, serta didiubah atau dibatasi namun memang rumit. Infeksi gastrointestinal adalah hal yang biasa terjadi pada anak yang menderita
kurang
gastrointestinal
ini
gizi
dan
juga
sangat
keterlambatan berperan
pertumbuhan. menyebabkan
Infeksi
lambatnya
pertumbuhan pada anak HIV. Anak yang terinfeksi HIV terlihat sangat mudah diserang atau rentan terhadap penyakit diare (Arpadi, 2005). 2.5 Pengaruh Orang Tua/ Pengasuh Terhadap Asupan Gizi Anak Menurut Almatsier (2011), salah satu faktor yang mempengaruhi pemilihan makan pada anak adalah pengaruh orang tua, pengasuh dan saudara. Ketiganya dapat mempengaruhi ketersediaan makan, pengetahuan gizi, kandungan zat gizi makanan yang ditawarkan, gaya dan kecepatan makan, harapan dan model/jumlah makanan yang hendak dimakan, dan penggunaan makanan yang tidak bergizi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fatimah (2008), disimpulkan bahwa faktor yang memiliki kontribusi terhadap gizi kurang pada anak adalah riwayat penyakit infeksi, tingkat pengetahuan ibu yang kurang dan tingkat sosial ekonomi yang rendah, dan asupan zat gizi yang kurang. Pengetahuan orang tua terutama terhadap gizi sangat berpengaruh terhadap tingkat kecukupan gizi yang diperoleh anak. Hal ini bekaitan dengan kandungan makanan, cara pengolahan
18
makanan, kebersihan makanan dan lain-lain. Orang tua perlu memahami pengetahuan tentang zat-zat yang dikandung dalam makanan, cara mengolah makanan, menjaga kebersihan makanan, waktu pemberian makan dan lain-lain sehingga pengetahuan yang baik akan membantu ibu atau orang tua dalam menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Novita (2011) bahwa status gizi anak merupakan peran nyata orang tua dalam memberikan asupan yang seimbang dan berkualitas. Dalam penelitian Fatimah (2008) diketahui bahwa anak yang menderita gizi kurang memiliki riwayat penyakit infeksi. Asupan nutrisi yang rendah dan terdapatnya penyakit infeksi pada anak pada peneitian Fatimah didominasi oleh rendahnya kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan yang memenuhi kebutuhan yang berkaitan dengan kesehatan. Padahal menurut Kurniasih (2011), untuk mengatasi masalah gizi pada anak, orang tua disarankan memperkenalkan beraneka ragam makanan sejak dini kepada anak. Orang tua juga dianjurkan untuk mencukupi kebutuhan akan camilan sehat di rumah. Selain sehat, makanan dari rumah juga terjamin lebih sehat dan aman. 2.6 Perilaku Manusia Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang amat luas antara lain; berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik
19
yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat dimati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007). Menurut Skiner (1983) dalam Notoatmodjo (2007), perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena itu perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons. Terdapat dua faktor yang yang mempengaruhi masing-masing orang dalam memberikan respon terhadap suatu stimulus yakin, faktor internal dimana karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat bawaan seperti jenis kelamin, tingkat kecerdasan, tingkat emosional, dan sebagainya. Faktor lainnya adalah faktor eksternal yakni lingkungan baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2007). 2.7 Teori Perilaku Di dalam proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri. Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena merupakan resultan dari berbagai faktor internal maupun eksternal (lingkungan). Perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007). Teori adalah seperangkat pernyataan atau prinsip yang dirancang untuk menjelaskan sekelompok fakta atau fenomena, terutama yang telah berulang kali
20
diuji atau diterima secara luas dan dapat digunakan untuk memprediksi fenomena alam (Hayden, 2009). Menurut Glanz, Rimer, Lewis (2002, dalam Hayden, 2009), teori adalah seperangkat konsep yang saling terkait, definisi, dan proporsi yang menyajikan pandangan sistematis terjadi situasi hubungan dengan menetapkan antar variabel untuk menjelaskan dan memprediksi peristiwa situasi. Singkatnya, teori menjelaskan perilaku dan dengan demikian dapat menyarankan cara untuk mencapai perubahan perilaku. Selain teori, terdapat model yang dapat membantu memahami suatu masalah tertentu dalam suatu lingkungan tertentu, yang mungkin satu teori saja tidak bisa melakukan. Model adalah gabungan, campuran ide atau konsep yang diambil dari sejumlah teori yang digunakan bersama-sama. Teori dan model dapat membantu menjelaskan, memprediksi dan memahami perilaku kesehatan. Keduanya menyajikan dasar atau kerangka kerja yang dapat digunakan untuk intervensi pendidikan guna meningkatkan status kesehatan. Teori dan model dapat dibedakan berdasarkan tingkat pengaruh: intrapersonal, interpersonal, dan komunitas.setiap jenis teori menjelaskan perilaku dengan melihat bagaimana faktor-faktor yang berbeda mempengaruhi apa yang kita lakukan. Teori intrapersonal adalah teori yang berfokus pada faktor yang ada dalam diri seseorang yang mempengaruhinya untuk berperilaku seperti, pengetahuan, sikap, kepercayaan, motivasi, konsep diri, keterampilan dan pengalaman masa lalu. Beberapa teori yang dikelompokan kedalam teori intrapersonal diantaranya
21
adalah health belief model, theory of reasoned action, self-efficacy theory, attribution theory and the transtheoritical model dan theory of planned behavior. Teori lainnya adalah teori interpersonal yang mengasumsikan bahwa orang lain dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Orang lain dapat mempengaruhi perilaku dengan cara berbagi pemikiran, saran dan perasaan dengan dukungan emosional dan bantuan yang mereka berikan. Teori dan model terakhir adalah teori level komunitas yang berfokus pada sistem sosial (komunitas, organisaasi, institusi, dan kebijakan publik), seperti aturan, peraturan, kebijakan, perundang-undangan, dan norma. McLeroy et al, 1988, mengubah sistem sosial dari satu yang mempertahankan dan mendukung perilaku sehat pada akhirnya mendukung perubahan perilaku individu (Hayden, 2009). 2.7.1
Teori Perilaku Terencana (Theory of planned behavior) Theory of planned behavior merupakan salah satu teori perilaku intrapersonal. Teori ini merupakan penyempurnaan dari teori sebelumnya yaitu theory of reasoned action yang memberikan beberapa bukti ilmiah bahwa intens untuk melakukan suatu tingkah laku dipengaruhi oleh attitudes dan subjective norm. Banyak penelitian di bidang sosial yang sudah membuktikan bahwa theory of reasoned action ini adalah teori yang cukup memadai dalam memprediksi tingkah laku. Namun setelah beberapa tahun, Ajzen melakukan meta analisis terhadap theory of reasoned action, ternyata didapatkan suatu penyimpulan bahwa theory of reasoned action hanya berlaku bagi tingkah laku yang berada di bawah kontrol penuh individu, namun tidak
22
sesuai untuk menjelaskan tingkah laku yang tidak sepenuhnya di bawah kontrol individu, karena ada faktor yang dapat menghambat atau memfasilitasi realisasi intens ke dalam tingkah
laku. Berdasarkan analisis ini, Ajzen
menambahkan satu faktor anteseden bagi niat yang berkaitan dengan kontrol individu, yaitu persepsi atas kontrol perilaku. Penambahan satu faktor ini kemudian mengubah theory of reasoned action menjadi theory of planned behavior. Theory of reasoned action paling berhasil ketika diaplikasikan pada perilaku yan di bawah kendali individu atau kemauan individu, meskipun individu tersebut sangat termotivasi oleh sikap dan norma subjektifnya, ia mungkin akan secara nyata menampilkan perilaku tersebut. Sebaliknya, theory of planned behavior dikembangkan untuk memprediksi perilaku-perilaku yang sepenuhnya tidak dibawah kendali individu (Achmat, 2010). Theory of planned behavior memperhitungkan bahwa semua perilaku tidaklah di bawah kendali dan bahwa perilaku-perilaku tersebut berada pada suatu titik dalam suatu kontinum dari sepenuhnya di bawah kendali sampai sepenuhnya di luar kendali. Individu mungkin memiliki kendali sepenuhnya ketika tidak terdapat hambatan apapun untuk menampilkan suatu perilaku. Dalam keadaan ekstrim yang sebaliknya, mungkin sama sekali tidak terdapat kemungkinan untuk mengendalikan suatu perilaku karena tidak adanya kesempatan, karena tidak adanya sumber daya atau keterampilan. Faktorfaktor pengendali tersebut terdiri atas faktor internal dan faktor eksternal. Faktor-fakor internal antara lain keterampilan, kemampuan, informasi, emosi,
23
sters, dan sebagainya. Faktor-faktor eksternal meliputi situasi dan faktorfaktor lingkungan (Achmat, 2010). Oleh sebab itu, untuk mengatasi keterbatasan tersebut, Ajzen memodifikasi theory of reasoned action dengan menambahkan anteseden intens yang ke tiga yang disebut persepsi atas kontrol perilaku. Dengan tambahan anteseden ke tiga tersebut, ia menamai ulang teorinya menjadi theory of planned behavior. Persepsi atas kontrol perilaku menunjukan suatu derajat dimana seorang individu merasa bahwa tampil atau tidaknya suatu perilaku yang dimaksud adalah di bawah pengendaliannya. Orang cenderung tidak akan membentuk suatu niat yang kuat untuk menampilkan suatu perilaku tertentu jika ia percaya bahwa ia tidak memiliki sumber atau kesempatan untuk melakukan meskipun ia memiliki sikap positif dan ia percaya bahwa orang-orang lain yang penting baginya akan menyetujuinya (Achmat, 2010). Ada beberapa tujuan dan manfaat dari theory of planned behavior ini, antara lain adalah untuk meramalkan dan memahami pengaruh-pengaruh motivasional terhadap perilaku yang bukan dibawah kendali atau kemauan individu sendiri. Selain itu, teori ini berguna untuk mengidentifikasi bagaimana dan kemana mengarahkan strategi-strategi untuk perubahan perilaku dan juga untuk menjelaskan tiap aspek penting beberapa perilaku manusia seperti mengapa seseorang membeli mobil baru, memilih seorang calon dalam pemilu, dan sebagainya (Achmat, 2010).
24
Bagan 2.1 Theory of Planned Behavior Background factor Sosial - Umur - Jenis Kelamin - Pendidikan - Pendapatan - Kepercayaan
Behavioral beliefs
Normativ e beliefs
Individu - Personality - Intelegence Control beliefs
Information - Pengalaman
Sikap
Norma Subjektif
Niat
Perilaku
Persepsi atas Kontrol Perilaku
Modifikasi dari Theory of Planned Behavior , Ajzen (2005)
Theory of reasoned action dan theory of planned behavior dimulai dengan melihat intens atau niat berperilaku sebagai anteseden terdekat dari suatu perilaku. Dipercaya bahwa semakin kuat niat seseorang untuk menampilkan suatu perilaku tertentu, diharapkan semakin berhasil ia melakukannya (Achmat, 2010). Informasi kedua yang dapat diperoleh adalah bahwa niat dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu sikap individu terhadap tingkah laku yang dimaksud (attitude toward behavior), norma subjektif (subjective norm), dan persepsi atas kontrol perilaku yang dimiliki (perceive behavioral control). Informasi lainnya yang didapatkan dari bagan diatas adalah bahwa masing-masing faktor yang mempengaruhi niat (sikap, norma subjektif, persepsi atas kontrol perilaku ) dipengaruhi oleh anteseden lainnya yaitu belief. Faktor belief atau keyakinan, merupakan dasar penggerak dalam
25
berperilaku. Faktor keyakinan masing-masing terhadap sikap adalah behavioral belief yaitu keyakinan bahwa akan berhasil atau tidak berhasil dalam suatu tindakan, terhadap norma subjektif adalah keyakinan normatif yaitu keyakinan bahwa tindakannya didukung atau tidak didukung oleh orang tertentu ataupun masyarakat, dan terhadap persepsi atas kontrol perilaku adalah control belief yaitu keyakinan bahwa individu mampu melakukan tindakan karena didukung sumberdaya internal dan eksternal. Baik sikap, norma subjektif, maupun persepsi atas kontrol perilaku merupakan fungsi perkalian dari masing-masing beliefs dengan faktor lain yang mendukung. Selain itu persepsi atas kontrol perilaku merupakan ciri khas theory of planned behavior ini terdapat dua cara atau jalan yang menghubungkan tingkah laku dengan persepsi atas kontrol perilaku . Cara yang pertama diwakili dengan garis penuh yang menghubungkan persepsi atas kontrol perilaku dengan tingkah laku secara tidak langsung melalui perantara niat. Hubungan yang tidak langsung ini setara dengan hubungan dua faktor lainnya dengan tingkah laku. Ajzen (2005) berasumsi bahwa persepsi atas kontrol perilaku mempunyai implikasi motivasional pada niat. Individu yang percaya bahwa dia tidak memiliki sumber daya atau kesempatan untuk menampilkan tingkah laku tertentu cenderung tidak membentuk niat yang kuat untuk melakukannya, walaupun ia memiliki sikap yang positif dan ia percaya bahwa orang lain akan mendukung tingkah lakunya itu. Cara yang kedua adalah hubungan secara langsung antara persepsi atas kontrol perilaku
dengan
perilaku yang digambarkan dengan garis putus-putus, tanpa melalui niat,
26
menandakan bahwa hubungan antara persepsi atas kontrol perilaku dengan tingkah laku diharapkan muncul hanya jika ada kesepakatan antara persepsi atas kontrol perilaku
dengan kontrol aktualnya dengan derajat akurasi yang
cukup tinggi. Informasi terakhir dari bagan diatas adalah variabel-variabel yang terdapat dalam faktor latar belakang di dalam theory of planned behavioral tidak diabaikan. Variabel-variabel tersebut diasumsikan sebagai hal yang mempengaruhi behavioral, normatif dan atau control belief. Ketiga komponen theory of planned behavior itu diasumsikan sebagai penengah efek dari faktor latar belakang tersebut dalam terbentuknya niat dan perilaku. Theory of planned behavior ini mengakui bahwa faktor latar belakang dapat memberikan informasi yang bernilai tentang kemungkinannya sebagai pendahulu dari behavioral, normative, dan control belief. Faktor latar belakang menunjukan bahwa tiap individu berbeda lingkungan sosialnnya seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan, agama, kepandaian dan pengalaman yang dapat menunjukan beragam isu atau informasi atau yang memengaruhi kepercayaan individu tersebut (Ajzen, 2005). 2.7.1.1 Sikap
2.7.1.1.1
Definisi Sikap Dalam theory of planned behavior, sikap dianggap sebagai
anteseden pertama dari intense perilaku. Sikap adalah kepercayaan positif atau negatif untuk menampilkan suatu perilaku tertentu. Dalam Mar‟at (1981), yang dikutip dari Berkowitz (1972), beberapa ahli
27
seperti Thurstone, Likert, dan Osgood merumuskan bahwa sikap adalah bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut. Mar‟at sendiri mendefinisikan sikap sebagai produk dari proses sosialisasi dimana seseorang bereaksi sesuai dengan rangsangan yang diterimanya. Manifestasi sikap tidak langsung dapat dilihat, akan tetapi harus ditafsirkan terlebih dahulu sebagai tingkah laku yang masih tertutup. Menurut Novita (2011), sikap merupakan perilaku tertutup. Setelah seseorang diberi stimulus/ objek, proses selanjutnya dia akan menilai atau bersikap terhadap stimulus/ objek kesehatan tersebut. Sehingga dapat dikatakan sikap kesehatan akan sejalan dengan pengetahuan kesehatannya. 2.7.1.1.2
Anteseden Sikap Sikap yang dimiliki seseorang terhadap suatu tingkah laku
dilandasi oleh belief seseorang terhadap konsekuensi (outcome) yang akan dihasilkan jika tingkah laku itu dilakukan dan kekuatan terhadap belief tersebut. Belief adalah pernyataan subjektif seseorang yang menyangkut aspek-aspek yang dapat dibedakan tentang dunianya, yang sesuai dengan pemahaman tentang diri dan lingkungannya. Rumusnya adalah sebagai berikut: AB = ∑ bi ei
28
Berdasarkan rumus diatas, sikap terhadap tingkah laku (AB) didapatkan dari penjumlahan hasil kali antara kekuatan belief terhadap outcome yang dihasilkan (bi) dengan evaluasi terhadap outcome (ei). Dengan kata lain, seseorang yang percaya bahwa sebuah tingkah laku dapat menghasilkan outcome yang positif, maka ia akan memiliki sikap yang positif. Begitu juga sebaliknya, jika individu tersebut percaya bahwa dengan melakukannya akan menghasilkan outcome yang negatif, maka ia akan memiliki sikap yang negatif terhadap tingkah laku tersebut. 2.7.1.2 Norma Subjektif
2.7.1.2.1
Definisi Norma Subjektif Menurut Baron & Byrne (2002), norma subjektif adalah persepsi
individu tentang apakah orang lain akan mendukung atau tidak terwujudnya tindakan tersebut (Fishbein & Ajzen, 2005). Norma subjektif adalah salah satu determinan dari niat dimana persespsi seseorang
dipengaruhi
oleh
tekanan
sosial
sehingga
mereka
mempertimbangkan untuk menunjukan atau tidak menunjukan perilaku mereka (Ajzen, 2005). Selain keyakinan normatif, menurut Ajzen norma subjektif juga terbentuk dari keyakinan seseorang mengenai apa yang harus dilakukannya
menurut
pikiran
orang
lain,
beserta
kekuatan
motivasinya untuk memenuhi harapan tersebut (motivational to comply). Motivation to comply merupakan salah satu hal yang
29
mempengaruhi nilai norma subjektif tentang suatu perilaku adalah dipengaruhi oleh kekuatan sosial. Kekuatan sosial yang dimaksud terdiri dari penghargaan atau hukuman yang diberikan sumber rujukan kepada individu, rasa suka individu terhadap sumber rujukan, seberapa besar individu menganggap sumber rujukan sebagai ahli, dan adanya permintaan dari sumber rujukan tersebut. 2.7.1.2.2
Anteseden Norma Subjektif Norma subjektif yang dipegang seseorang dilatarbelakangi oleh
belief yang disebut normative beliefs. Dalam rumusan yang dibuat Ajzen, dapat dilihat bahwa norma subjektif (SN) didapatkan dari hasil penjumlahan hasil kali dari normative beliefs tentang tingkah laku (ni) dengan motivasi untuk mengikutinya (mi). Sehingga dapat dikatakan individu yang percaya individu atau kelompok lain akan mendukung ia untuk melakukam suatu perilaku, maka ini akan menjadi tekanan sosial terhadap individu tersebut untuk melakukannya. SN = ∑ ni mi 2.7.1.3 Persepsi atas Kotrol Perilaku
2.7.1.3.1
Definisi Persepsi atas kontrol perilaku Machrus (2010) mengartikan persepsi atas kontrol perilaku
menjadi
persepsi
atas
kontrol
perilaku
yang
diasumsikan
mencerminkan pengalaman masa lalu dan juga hambatan atau rintangan yang diantisipasi. Menurut Hogg dan Vaughan (2005),
30
persepsi terhadap kontrol adalah ukuran sejauh mana individu percaya tentang mudah atau sulitnya menampilkan tingkah laku tertentu. Pengukuran persepsi atas kontrol perilaku ini membawa kontribusi yang berharga dalam memprediksi tingkah laku, namun tidak terlalu berperan besar pada tingkah laku yang kontrol volitionalnya rendah, misalnya menghadiri kelas regular. Persepsi atas kontrol perilaku akan lebih berperan meningkatkan kemampuan prediktif niat terhadap tingkah laku pada tingkah laku yang kontrol volitionalnya tinggi, seperti menurunkan berat badan. Pada tingkah laku yang sering kita kerjakan sehari-hari atau secara rutin, peran kontrol ini juga tidak terlalu besar. Inidividu menampilkan tingkah laku yang rutin melalui niat yang spontan pada situasi atau konteks yang sudah familiar (Ajzen, 2005). 2.7.1.3.2
Anteseden Persepsi atas kontrol perilaku Persepsi atas kontrol perilaku merupakan salah satu faktor dari
tiga yang mempengaruhi niat untuk bertingkah laku. Persepsi atas kontrol perilaku menunjuk suatu derajat
dimana seorang individu
merasa bahwa tampil atau tidaknya suatu perilaku yang dimaksud adalah dibawah pengendaliannya. persepsi atas kontrol perilaku mengindikasikan
bahwa
motivasi
seseorang
dipengaruhi
oleh
bagaimana ia memersepsikan tingkat kesulitan atau kemudahan untuk menampilkan
suatu
perilaku.
Persepsi
atas
kontrol
perilaku
dipengaruhi beliefs. Belief dalam hal ini adalah tentang hadir atau
31
tidaknya faktor yang menghambat atau mendukung performa tingkah laku (control beliefs). Beliefs ini bisa berasal dari pengalaman performa masa lalu, informasi dari luar atau dari pengalaman terhadap performa tingkah laku orang lain serta dari faktor- faktor lain yang dapat meningkatkan atau mengurangi kesulitan yang dirasakan dalam melakukan perilaku tersebut. Rumus ini menunjukan bahwa persepsi atas kontrol perilaku merupakan penjumlahan hasil kali dari control beliefs tentang hadir/tidaknya faktor (ci) dengan kekuatan faktor dalam memfasilitasi atau menghambat tingkah laku (pi). Dengan kata lain, semakin besar persepsi mengenai kesempatan dan sumber daya yang dimiliki, serta semakin kecil persepsi tentang hambatan yang dimiliki seseorang, maka semakin besar persepsi kontrol yang dimiliki orang tersebut. 2.7.1.4 Niat 2.7.1.4.1
Definisi Niat
Niat menurut ajzen (2005) merupakan disposisi dari tingkah laku, yang hingga terdapat waktu dan kesempatan yang tepat, akan diwujudkan dalam bentuk tindakan. Intensi atau niat individu untuk menampilkan suatu perilaku seseorang adalah kombinasi dari sikap dan norma subjektif untuk menampilkan perilaku tersebut. Niat
individu
terhadap
perilaku
meliputi
kepercayaan
mengenai suatu perilaku, evaluasi terhadap hasil perilaku, norma
32
subjektif, kepercayaan-kepercayaan normatif dan motivasi untuk patuh. Niat bisa berubah karena waktu. Semakin lama jarak antara niat dan perilaku, semakin besar kecenderungan terjadinya perubahan niat (Achmat, 2010). 2.8 Penilaian Konsumsi Makan Penilaian konsumsi makan atau survei konsumsi makan digunakan untuk melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi dengan melihat gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masarakat, keluarga dan individu. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menilai konsumsi makanan individu adalah recall 24 jam. Metode ini digunakan dengan cara mengingat kembali dan mencatat jumlah, serta jenis panganan dan minuman yang telah dikonsumsi selama 24 jam adalah salah satu metode yang digunakan untuk mengukur konsumsi makan individu. Kelebihan recall 24 jam -
Mudah melaksanakannya serta tidak terlalu membebani responden
-
Biaya relative murah, karena tidak memerluka peralatan khusus dan tempat yang luas untuk wawancara
-
Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden
-
Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf
-
Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari.
33
Kekurangan recall 24 jam -
Tidak dapat menggambarkan asupan makan sehari-hari jika hanya dilakukan recall satu hari
-
Ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat responden, oleh karena itu responden harus memiliki daya ingat yang baik, sehingga metode ini tidak cocok dilakukan pada anak usia di bawah 7 tahun, orang tua berusia diatas 70 tahhun dan orang yang hilang ingatan atau orang yang pelupa.
-
The flat slope syndrome, yaitu kecenderungan bagi responden yang kurus untuk melaporkan konsumsinya lebih banyak (over estimate) dan bagi responden yang gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit (under estimate)
-
Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih dan terlampir dalam menggunakan alat- alat bantu URT dan ketepatan alat bantu yang dipakai menurut kebiasaan masyarakat
-
Responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan dari penelitian
-
Untuk mendapatkan gambaran konsumsi makan sehari-hari recall jangan dilakukan pada saat panen, hari pasar, akhir pekan dan saat melakukan upacara-upacara keagamaan, selamatan dan lain- lain. Untuk membandingkan kesesuaian beberapa kebutuhan zat gizi,
digunakan pedoman Angka Kebutuhan Gizi tahun 2004.
34
2.9 Penilaian Kebutuhan Energi Pada Orang Sakit Kebutuhan gizi dalam keadaan sakit, selai tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhi dalam keadaan sehat juga dipengaruhi oleh jenis dan ringannya penyakit. Begitu juga dengan kebutuhan energi yang berubah dalam keadaan sakit, sesuai dengan jenis dan beratnya penyakit. Cara menentukan kebutuhan orang sakit dapat dilakukan dengan caramenurut persen kenaikan kebutuhan diatas Angka Metabolisme Basal (AMB) yaitu dengan mengalikan AMB dengan faktor aktivitas dan faktor trauma/stress sebagai berikut: Kebutuhan Energi = AMB x Faktor Aktivitas x Faktor Trauma/stres Kebutuhan energi untuk AMB diperhitungkan menurut berat badan normal atau ideal. AMB dipengaruhi oleh umur, gender, berat badan, dan tinggi badan. Salah satu rumus yang digunakan untuk menghitung AMB adalah rumus Harris Benedict (1919) yaitu: Laki-laki
= 66 + (13,7 x BB) + (5 x TB) – (6,8 x U)
Perempuan
= 655 + (9,6 x BB) + (1,8 x TB) – (4,7 x U)
Keterangan :
BB = Berat Badan TB = Tinggi Badan U = Umur
Sedangkan untuk menentukan nilai aktivitas dan faktor trauma, digunakan tabel yang bersumber pada A Practical Guide to Nutritional Suppport in Adults and Children, Universitas Malaya (2000):
35
Tabel 2.1 Faktor aktivitas dan faktor trauma atau stres untuk menetapkan kebutuhan energi orang sakit No 1. 2.
Aktivitas Faktor Istirahat di tempat tidur 1,2 Tidak terikat di tempat 1,3 tidur
No 1.
2.
3.
4.
5.
6.
2.10
Jenis trauma Tidak ada stress, pasien dalam keadaan baik Stress ringan: peradangan saluran cerna, kanker, bedah elektif, trauma keangka moderat Stress sedang: sepsis, bedah tulang, luka bakar, trauma keranga mayor Stress berat: trauma multiple, sepsis dan bedah multisistem Sters sangat berat: luka kepala berat, sindroma, penyakit pernafasan akut, luka bakar Luka bakar sangat berat
faktor 1,3
1,4
1,5
1,6
1,7
2,1
Kerangka Teori Menurut Fishbein dan Ajzen (1975), suatu penelitian yang bertujuan untuk
meramalkan suatu tingkah laku dapat memfokuskan analisinya pada niat untuk bertingkah laku. Namun, jika penelitian bertujuan untuk memahami tingkah laku, maka yang perlu dianalisis adalah niat untuk bertingkah laku dan juga sikap, norma subjektif dan persepsi terhadap tingkah laku tersebut. Teori inilah yang digunakan peneliti untuk menggambarkan dan mengetahui latar belakang perilaku orang tua/ pengasu dalam memberikan asupan makan guna memenuhi kebutuhan gizi anak terinfeksi HIV.
36
Bagan 2.2 Kerangka Teori Behavioral beliefs
Sikap
Normative beliefs
Norma Subjektif
Control beliefs
Persepsi atas Kontrol Perilaku
Niat
Perilaku
37
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH
3.1 Kerangka Konsep Penting bagi anak HIV untuk mempertahankan kondisi tubuh mereka dari keparahan penyakit dengan mengkonsumsi zat gizi penting. Karena sejumlah penelitian yang dilakukan pada anak HIV menunjukan bahwa pertumbuhan yang buruk menjadi indikator perkembangan penyakit dan menjadi faktor resiko terjadinya kematian. Perilaku mengkonsumsi zat gizi penting ini dipengaruhi oleh pemberian makan oleh orang tua/ pengasuh anak yang terinfeksi HIV. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perilaku orang tua dalam memberikan makanan guna memenuhi asupan gizi anak terinfeksi HIV. Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Sikap Perilaku pemberian makanan bergizi pada anak terinfeksi HIV
Norma subjektif Persepsi atas Kontrol Perilaku Niat
37
38
3.2 Definisi Istilah
Table 3.2 Definisi Istilah No Domain 1 Perilaku pemberian makanan
Definisi Istilah Praktik/ tindakan ibu dalam upaya pemberian makan pada anak dan banyaknya asupan gizi anak HIV yang berasal dari makanan dan minuman yang dikonsumsi
Metode Wawancara mendalam dan Observasi
Instrumen Pedoman wawancara mendalam dan Pedoman observasi
No 2
Domain Sikap terhadap perilaku memberikan makanan bergizi kepada anak terinfeksi HIV
Definisi istilah Kepercayaan positif ataupun negatif untuk menampilkan suatu perilaku tertentu. Sikap ditentukan oleh kepercayaan individu mengenai konsekuensi dari menampilkan suatu perilaku dan ditimbang berdasarkan hasil evaluasi terhadap konsekuensinya.
Metode Instrumen Wawancara Panduan mendalam wawancara
3
Norma subjektif terhadap
Persepsi individu tentang apakah orang
Wawancara Panduan mendalam wawancara
Triangulasi Triangulasi metode
Triangulasi -
Triangulasi sumber
Hasil wawancara - Makanan yang dikonsumsi anak (porsi, jenis) - Perilaku pemberian makan anak - Keterpenuhan asupan gizi anak HIV
Hasil wawancara - Sikap secara umum tentang konsumsi makanan bergizi untuk anak HIV - Belief tentang memberikan makanan bergizi adalah baik untuk anak terinfeksi HIV - Belief tentang kegunaan dan dampak jika anak tidak dberikan makanan bergizi - Belief tentang seberapa penting pemberian makanan bergizi pada anak terinfeksi HIV - Belief tentang norma sosial/ tekanan yang didapat dari luar ketika
39
perilaku memberikan makanan bergizi kepada anak terinfeksi HIV
lain akan mendukung atau tidak terwujudnya tindakan untuk memberikan makanan bergizi kepada anak terinfeksi HIV.
memiliki keinginan untuk memberikan makanan bergizi pada anak terinfeksi HIV. - Dukungan LSM dampingan dalam memantau gizi anak dan pemberian makan anak
4
Persepsi atas kontrol perilaku terhadap pemberian makanan bergizi kepada anak terinfeksi HIV
Dorongan atau hambatan yang dipersepsikan individu untuk menampilkan perilakunya memberikan makanan bergizi kepada anak terinfeksi HIV.
Wawancara Panduan mendalam wawancara
-
- Dorongan/motivasi dalam memberikan makanan bergizi - Hambatan dalam memberikan makanan bergizi - Belief individu dalam menghadapi hambatan tersebut.
5
Niat memberikan makanan yang bergizi kepada anak terinfeksi HIV
Deklarasi Wawancara Panduan internal mendalam wawancara seseorang untuk memberikan makanan bergizi kepda anak HIV.
-
- Keinginan untuk mewujudkan perilaku - Keinginan untuk berperilaku lebih baik - Keinginan untuk memertahankan perilaku yang sudah baik.
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dimana tujuan dari penelitian kualitatif adalah untuk menangkap arti yang terdalam atas suatu peristiwa, gejala, fakta, kejadian, realita atau masalah tertentu dan bukan untuk mempelajari atau membuktikan adanya hubungan sebab akibat atau kolerasi suatu masalah atau peristiwa. Penggunaan metode kualitatif pada penelitian ini adalah untuk mengetahui secara mendalam perilaku orang tua/pengasuh dalam memberikan makan guna memenuhi kebutuhan gizi anak terinfeksi HIV. 4.2 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dilaksanakan pada bulan April – Oktober 2013. Pada penelitian ini, peneliti melakukan kunjungan ke rumah informan yang diteliti. Sehingga penelitian dilakukan ditempat tinggal informan yang berdomisili di wilayah Jakarta Timur, seperti Cawang, Jatinegara, dan Kampung Rambutan. 4.3 Metode Pengumpulan data Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama, dari individu seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasa dilakukan peneliti. Data primer pada penelitian ini didapatkan dari
40
41
wawancara mendalam dan observasi. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh tidak langsung dari lapangan. Data sekunder dalam penelitian ini adalah data mengenai informan seperti alamat, berat badan dan tinggi badan anak, dan profil Yayasan Tegak Tegar. Dalam penelitian ini data penelitian yang disajikan berupa text hasil wawancara mengenai sikap, norma subjektif dan persepsi atas kontrol perilaku informan. Data berupa foto makanan digunakan sebagai hasil dari observasi makanan yang dimakan anak sehari. 4.3.1
Wawancara Mendalam Wawancara mendalam dilakukan untuk mendapatkan data mengenai perilaku pemberian makan orang tua/pengasuh kepada anak terinfeksi HIV serta faktor-faktor yang melandasi terbentuknya perilaku dalam pemberian makan tersebut. Selain kepada orang tua/ pengasuh anak HIV, wawancara mendalam juga dilakukan kepada pengurus Yayasan Tegak Tegar untuk mengetahui dukungan yang diberikan lembaga pendamping anak terinfeksi HIV. Sebelum
melakukan
wawancara, peneliti
telah menyusun
pedoman wawancara sebelumnya mengenai perilaku, sikap, norma subjektife dan persepsi atas kontrol perilaku. Untuk mengetahui
42
pemberian makan orang tua/pengasuh kepada anak HIV peneliti menggunakan form food recall 24 jam. 4.3.2
Observasi Observasi adalah bagian dalam pengumpulan data yang dilakukan langsung dilapangan. Observasi dalam sebuah penelitian memiliki tujuan untuk dapat mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitasaktivitas yang berlangsung dan makna kejadian dilihat dari perspektif mereka yang terlibat dari kejadian tersebut. observasi memungkinkan peneliti memperoleh data tentang hal-hal yang karena berbagai sebab tidak diungkapkan oleh subjek penelitian secara terbuka dalam wawancara sehingga peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik dalam hal yang diteliti ada atau terjadi. Obeservasi pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui perilaku pemberian makanan orang tua secara langsung kepada anak terinfeksi HIV. Pedoman observasi digunakan sebagai panduan dalam melakukan observasi.
4.3.3
Telaah Dokumen Telaah dokumen adalah cara pengumpulan informasi yang didapatkan dari dokumen, arsip-arsip, dan surat-surat pribadi yang memiliki keterkaitan dengan masalah yang diteliti.
43
Pada penelitian ini, telaah dokumen yang dilakukan yaitu melihat visi, misi, struktur organisasi, program kerja dan daftar anak dampingan Yayasan Tegak Tegar. 4.4 Informan Penelitian Informan penelitian dalam penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku. Dalam penelitian ini terdapat dua informan yaitu informan utama dan informan pendukung. Informan utama dalam penelitian ini adalah orang tua/ pengasuh dari anak yang terinfeksi HIV. Sedangkan informan pendukung adalah pengurus Yayasan Tegak Tegar. 4.4.1
Informan Utama Informan penelitian dalam penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku. Dalam penelitian ini terdapat dua informan yaitu informan utama dan informan pendukung. Informan utama dalam penelitian ini adalah orang tua/ pengasuh dari anak yang terinfeksi HIV. Sedangkan informan pendukung adalah pengurus Yayasan Tegak Tegar.
4.4.2
Informan Pendukung Selain orang tua/ pengasuh anak, pengurus Yayasan Tegak Tegar sebagai lembaga yang mendampingi ODHA juga dijadikan sebagai informan pendukung dalam penelitian. Satu orang pengurus yayasan yang menjadi informan pendukung dalam penelitian ini yaitu ketua
44
Yayasan Tegak Tegar yang mengetahui program pendampingan terhadap anak HIV. 4.5 Instrumen Penelitian Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Pedoman wawancara mendalam 2. Formulir Food recall 24 jam 3. Pedoman observasi 4.6 Pengolahan dan Analisis Data Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti
yang disarankan oleh data.
Mengorganisasikan data berarti mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberi kode, dan mengategorikannya. Pengorganisasian dan pengolahan data tersebut bertujuan menemukan tema dan hipotesis kerja yang akhirnya diangkat menjadi teori substansif. Adapun data yang diperoleh melalui wawancara dan observasi selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisis data dengan tahapan sebagai berikut: 1. Menelaah data, yakni seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara dan observasi yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi kemudian dibaca, dipelajari dan ditelaah.
45
2. Reduksi data yaitu membuat abstraksi atau inti, proses dan pernyataanpernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap perlu berada di dalamnya. 3. Menyusun dalam satuan atau menghaluskan pencatatan data. Menurut Lincoln dan Cuba (1985), menamakan satuan itu sebagai satuan informasi yang berfungsi untuk menentukan atau mengidentifikasikan kategori. 4. Penafsiran data, menurut Schalzman dan strauss (1973), tujuan dari penafisran data adalah deskripsi semata atau analisis menerima dan menggunakan teori dan rancangan organisasional yang telah ada dalam suatu disiplin. Deskripsi analitik yakni rancangan organisasional dikembangkan dari kategori-kategori yang ditemukan dan hubungan-hubungan yang disarankan atau yang muncul dari data. Fungsi terakhir adalah teori substantif yakni untuk memperoleh teori baru yaitu teori dari dasar, analisis harus menampakan metafora atau rancangan yang telah dikerjakannya dalam analisis. 5. Analisis data berupa catatan konsumsi makan dilakukan dengan memasukan data kedalam software Nutri Survey guna menganalisis kandungan gizi dalam makanan dan membandingkan dengan kebutuhan energi pada orang sakit. 4.7 Validasi Data Validitas menunjukan bahwa data yang diambil sungguh mengukur yang memang ingin diukur. Dalam penelitian kualitiatif, agar sebuah penelitian dikatakan valid, akurat, dan dipercaya maka digunakan triangulasi. Triangulasi
46
adalah melihat suatu realitas dari berbagai sudut pandang atau perspektif, dari berbagai segi sehingga lebih kredibel dan akurat. Dalam penelitian ini untuk mendapatkan data yang valid maka dilakukan triangulasi
metodologis
dimana
melakukan
pengumpulan
data
dengan
menggunakan dua atau lebih metode atau prosedur studi, termasuk di dalamnya perbedaan desain, instrumen dan prosedur pengumpulan data. Triangulasi metodologis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode wawancara mendalam dan observasi untuk mengetahui latar belakang dari terbentuknya perilaku orang tua dalam memberikan makanan kepada anak terinfeksi HIV. Selain penggunaan triangulasi metode, penelitian ini juga menggunakan triangulasi sumber dimana selain orang tua yang menjadi sumber informasi juga LSM yang mendampingi orang tua yang memiliki anak terinfeksi HIV menjadi informan karena dianggap sebagai orang yang berpengaruh dalam terciptanya perilaku pemberian makan yang dilakukan orang tua kepada anak terinfeksi HIV. Triangulasi sumber data adalah mencari data dari banyak sumber informan, yaitu orang yang terlibat langsung dengan objek kajian. Tabel 4.1 Metode Triangulasi
No
Domain
Metode Triangulasi Metode
1
Perilaku pemberian makanan
Wawancara mendalam
2
Sikap terhadap perilaku
Wawancara
Triangulasi Sumber Metode √ Observasi -
-
47
memberikan makanan bergizi mendalam untuk memenuhi kebutuhan gizi harian anak HIV Metode Triangulasi No Domain Metode 3
Norma subjektif terhadap perilaku memberikan makanan bergizi untuk memenuhi kebutuhan gizi harian anak HIV
Wawancara mendalam
4
Persepsi kontrol terhadap perilaku memberikan makanan bergizi untuk memenuhi kebutuhan gizi harian anak HIV Niat memberikan makanan yang bergizi sesuai kebutuhan harian anak dengan HIV
Wawancara mendalam
5
Wawancara mendalam
Triangulasi Sumber Metode √ Orang tua/pengasuh anak terinfeksi dan pengurus yayasan
-
-
-
-
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Yayasan Tegak Tegar Yayasan Tegak Tegar merupakan salah satu yayasan yang bergerak memberikan bantuan kepada orang-orang terinfeksi HIV-AIDS. Yayasan ini berupaya membantu masyarakat dan pemerintah dalam melakukan advokasi dalam bentuk kampanye publik berupa aktivitas informasi yang bermanfaat guna menghapuskan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA. 5.1.1
Visi Yayasan Tegak Tegar Yayasan ini memiliki visi : “ Terciptanya suatu masyarakat yang dapat menerima ODHA tanpa stigma dan diskriminasi serta kualitas hidup ODHA yang lebih baik”
5.1.2
Misi Yayasan Tegak Tegar Untuk mencapai visi tersebut diatas, misi dari yayasan ini adalah o Memberikan informasi HIV-AIDS yang akurat dan terkini kepada masyarakat o Menyuarakan kebutuhan ODHA dan menanggapi ketidakadilan dengan suara yang lebih kuat o Saling mendukung serta belajar dari orang yang punya pengalaman hidup yang serupa. o Mendidik ODHA agar memahami dan menjaga kesehatannya.
48
49
o Memberikan gambaran nyata tentang ODHA yang berkualitas dan berdaya. o Memberikan masukan mengenai upaya penangulangan HIV-AIDS kepada pemerintah dan lembaga donor dalam pelayanan kesehatan. o Meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi anak dan keluarga terinfeksi HIV-AIDS. 5.1.3
Susunan Kepengerusan Yayasan Tegak Tegar Bagan 5.1 Struktur Kepengurusan Yayasan Tegak Tegar
Ketua yayasan
Sekretaris Keuangan dan Data
Pengembangan program
Koor. Anak dan Keluarga
Koor wil. Jakpus
Koor wil. Jakut
Koor wil. Jakbar
Koor wil. Jaksel
Koor wil. Jaktim
50
5.1.4
Program dan Kegiatan Program yang direncanakan guna tercapainya tujuan organisasi adalah, penyuluhhan dan penjangkauan ODHA dan kalangan orang dengan resiko (High Risk Man), advokasi, dukungan dan jejaring, pelayanan manajemen kasus dan pencegahan positif, pemerdayaan ekonomi, serta rumah singgah untuk anak dengan HIV/AIDS. Beberapa kegiatan yang dilakukan dari program yang telah direncanakan untuk menunjang kesehatan anak yang terinfeksi HIV/AIDS adalah pendampingan dan perawatan berbasis rumah, bantuan nutrisi untuk anak dengan HIV dan pendidikan anak. Untuk menjalani program pendampingan anak ini, Yayasan Tegak Tegar mendapatkan dana bantuan dari Dinas Sosial DKI Jakarta.
5.2 Karakteristik Informan 5.2.1
Informan Utama
Informan utama dalam penelitian ini adalah orang tua atau pengasuh anak HIV yang berdomisili di Jakarta Timur. Orang tua adalah ayah/ibu kandung yang memiliki anak terinfeksi HIV. Sedangkan pengasuh adalah wali atau orang yang mengasuh anak terinfeksi HIV. Dalam penelitian ini, pengasuh anak HIV adalah nenek mereka. Masih tingginya stigma dan diskriminasi terhadap ODHA membuat orang tua/pengasuh tidak mau membuka status mereka dilingkungan tempat tinggal mereka. Sehingga dari 17 anak yang tercatat di Yayasan Tegak Tegar untuk wilayah Jakarta Timur, hanya 5 orang tua/pengasuh saja yang bersedia
51
untuk diwawancarai dan dikunjungi. Berikut karakteristik dari informan utama: Tabel 5.1 Karakteristik Informan Utama No Informan Initial anak
1
A
F
Hubungan informan dengan anak Nenek
Umur informan (tahun)
Pendidikan informan
64
SMA
Pekerjaan
Kriteria kesejahteraan keluarga
IRT, KS 1 usaha warung 2 B G Nenek 60 SMA IRT, KS 1 penjual makanan 3 C C Ibu 35 PT Joki, KS 1 penjual minuman 4 D Z Ayah 31 SMP Tidak KS 1 bekerja 5 E A Nenek 51 SMP IRT, KS 1 pengasuh lansia SMA: Sekolah Menengah Atas, SMP: Sekolah Menengah Pertama, PT: Perguruan Tinggi, IRT: Ibu Rumah Tangga, KS: Keluarga Sejahtera
Dari tabel diatas, diketahui bahwa karakteristik informan bervariasi. Semua informan merupakan kerabat yang memiliki hubungan darah dengan anak terinfeksi HIV. Empat informan berjenis kelamin perempuan dan satu informan berjenis kelamin laki-laki. Pada penelitian ini, informan juga memiliki umur yang beragam. Sebagian besar sudah berusia diatas 50 tahun, mereka adalah nenek dari anak ternfeksi HIV. Sedangkan informan yang berusia dibawah 50 tahun adalah orang tua dari anak tersebut.
52
Kesamaan kelimanya masuk kedalam keluarga sejahtera I menurut kriteria Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (2004), yaitu keluarga sudah dapat memenuhi kebutuhan yang sangat mendasar, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. Indikator yang digunakan, yaitu anggota keluarga dapat melaksanakan ibadah menurut agama yang dianut, pada umumnya seluruh anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih, seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah dan bepergian, bagian terluas dari lantai rumah bukan dari tanah dan bila anak atau anggota keluarganya yang lain sakit dibawa ke sarana/ petugas kesehatan. Kelima informan mendapatkan bantuan dari Yayasan Tegak Tegar maupun dari LSM lainnya. Bantuan dapat berupa santunan, susu atau sembako. Selain dari yayasan atau LSM HIV-AIDS, kondisi anak yang tidak mempunyai ayah/ ibu atau keduanya membuat masyarakat sekitar memberikan santunan. 5.2.2
Informan Pendukung Informan pendukung adalah ketua Yayasan Tegak Tegar yang juga aktif melakukan pendampingan kepada ODHA baik anak maupun dewasa. Informan
pendukung
(F)
merupakan
Sarjana
Kesejahteraan
Sosial
Masyarakat. Informan F merupakan penderita HIV yang juga mengasuh 4 anak terinfeksi HIV.
53
5.3 Gambaran Faktor Latar Belakang Pemberian Makanan Bergizi
Orang
Tua/Pengasuh
terhadap
Berdasarkan teory of planned behavior, sebelum terbentuk sikap, norma subjektif, dan persepsi atas kontrol perilaku terdapat faktor latar belakang yang mempengaruhi ketiganya yaitu, umur, jenis kelamin, pendapatan, kepercayaan, personality, kecerdasan dan pengalaman. Pada penelitian ini, berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui faktor latar belakang yang paling mempengaruhi variabel pembentuk perilaku adalah pengetahuan dan pengalaman orang tua/pengasuh dalam memberikan makanan bergizi untuk anak. Pengetahuan yang tergali dari penelitian ini adalah pengetahuan orang tua/pengasuh tentang makanan bergizi, makanan bergizi untuk anak HIV, dan HIV-AIDS. Pengetahuan orang tua tentang makanan bergizi masih sangat kurang. Hal ini terlihat dari jawaban informan yang menyatakan bahwa makanan bergizi adalah empat sehat lima sempurna. Informan juga tidak mengetahui kandungan gizi yang ada dalam makanan yang diberikan dan menjadikan kenyang sebagai indikator kebutuhan makanan anak sudah terpenuhi. Hal ini terlihat dari kutipan wawancara berikut: “…Persisnya sih ngga tau. 4 sehat 5 sempurna kali ya?...” (Informan B)
“…Yang mengandung vitamin,yang ada gizinya gitu.Makanan yang kita makan sehari-hari.…” (Informan E) “..Semua makanan kan baik mba. Yang penting dia kenyang..” (Informan C)
54
Pengetahuan orang tua/pengasuh mengenai makanan bergizi untuk anak terinfeksi HIV juga sangat kurang. Orang tua/pengasuh masih belum mengetahui jika anak membutuhkan gizi lebih banyak untuk pertumbuhan ditambah kondisi tubuh
mereka
yang
terinfeksi
membutuhkan
gizi
tambahan
untuk
mempertahankan daya tahan tubuh mereka. Karena informasi yang kurang, informan beranggapan anak terinfeksi memiliki kebutuhan gizi yang sama dengan anak yang tidak terinfeksi dan tidak membutuhkan perhatian yang lebih agar gizi mereka terpenuhi. “..Ngga ada beda. Sama aja kaya anak yang lain…” (Informan C) “…Ngga khusus sih. Kalo orang tertentu yang ada kelainan mungkin makanannya beda ya. Tapi kalo buat Z ngga sih, sama aja.…” (Informan D) Untuk pengetahuan mengenai HIV-AIDS, informan sudah cukup baik. Informan mengetahui jika penyakit ini adalah penyakit yang disebabkan oleh virus, penyakit ini dapat menurunkan daya tahan tubuh penderitanya, dan membutuhkan asupan gizi lebih banyak dibandingkan anak yang tidak terinfeksi. “…Yang bisa ningkatin kekebalan tubuhnya dia kaya bayam, jambu gitu gitu mba..” (Informan D) “..Anak dengan penyakit ini kan beda ya. Pokoknya dalam sehari itu harus ada daging atau ayam atau ikannya gitu..” (Informan B) Selain pengetahuan, terlihat juga pengalaman yang mempengaruhi kesediaan orang tua/pengasuh untuk memberikan makanan bergizi pada anak.
55
Pada penelitian ini terlihat pengalaman merawat anak atau orang yang sakit mempengaruhi perlaku informan dalam memberikan makanan bergizi pada anak. “..Dari pengalaman aja saya ngurus anak, terus sekarang engkongkan sakit,
jadi udah tau kalo orang sakit harus makan apa. Udah biasa lah..” (Informan E). “..Dulu kan dia kurus banget mba. Saya suka kasian gitu ngeliatnya. Bapak
udah ngga ada kan. Makanya saya pengen saya sehat dia juga sehat..” (Informan C). “..Ngga bisa dia kalo cuma dikasih tempe aja. Langsung demam dia kalo
dikasih tempe aja..” (Informan A)
5.4 Gambaran Sikap Orang tua/Pengasuh terhadap Pemberian Makanan Bergizi Meski memiliki pengetahuan yang kurang mengenai makanan bergizi, informan tetap sadar jika ada dampak negatif jika anak tidak diberikan makanan bergizi. Selain itu, pengalaman penyakit anak juga memicu informan untuk memberikan makanan bergizi. Hal tersebutlah yang memicu sikap positif informan untuk memberikan makanan bergizi pada anak. ”.. Ngedrop itu badan dia. Jadi gampang sakit. Yah ngedrop lah..” (Informan C) Kebanyakan informan merasa tidak pernah mendapati anak mereka sakit dikarenakan kurangnya asupan gizi. Namun informan A pernah memiliki
56
pengalaman ketika anak hanya diberi lauk tempe/ tahu tanpa daging /telur, kesehatan anak mengalami penurunan. ”.. Langsung demam dia kalo dikasih tempe aja..” (Informan A) Dalam penelitian ini, behavioral believe yang dimiliki orang tua adalah keyakinan orang tua terhadap outcome dari memberikan makanan yang bergizi untuk anak. Orang tua meyakini anak membutuhkan makanan bergizi guna menjaga kesehatannya, dengan evaluasi jika anak tidak diberikan makanan bergizi anak akan mudah terserang penyakit, terhambat pertumbuhannya dan fisiknya menjadi lemah. Kepercayaan inilah yang membuat orang tua/pengasuh memiliki sikap yang positif untuk memberikan makanan bergizi kepada anak. ”... Lemaslah dia. Karenakan dia daya tahan tubuhnya udah kurang. Jadi gampang sakit..” (Informan C) Meski memilik pengetahuan tentang gizi anak HIV yang terbatas, orang tua/pengasuh memiliki sikap yang positif terhadap pemberian makanan bergizi kepada anak terinfeksi HIV. Hal ini karena orang/pengasuh meyakini dampak buruk yang terjadi jika asupan gizi anak tidak terpenuhi.
5.5 Gambaran Norma Subjektif Orang tua/ Pengasuh terhadap Pemberian Makanan bergizi
Masih tingginya stigma dan diskriminasi ODHA di masyarakat membuat orang tua/pengasuh merahasiakan status infeksi anak mereka dari lingkungan keluarga dan tempat tinggal. Sehingga sedikit orang yang mereka anggap dapat memengaruhi mereka dalam memberikan makanan begizi kepada anak. Orang-
57
orang tersebut adalah orang yang mengetahui status anak mereka ataupun orang yang juga memiliki anak terinfeksi HIV. Orang yang mereka anggap penting itu adalah dokter, pengurus yayasan dan teman sebaya. Teman sebaya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah orang tua/pengasuh yang juga memiliki anak terinfeksi HIV. “…Kaya dokter, orang-orang di yayasan.. temen-temen yang lain, saya suka cerita anak saya… Habis mau gimana. Yang tau kita begini kan Cuma mereka-mereka aja..” (Infroman C) Dokter memiliki pengaruh terhadap perilaku orang tua/pengasuh dalam pemberian makanan bergizi anak HIV. Dokter sering kali memberikan dorongan kepada orang tua agar dapat memberikan makanan yang bergizi kepada anak. Pada penelitian ini, dokter memberikan dorongan dan memberikan informasi mengenai makanan bergizi kepada orang tua/pengasuh pada saat anak melakukan pegobatan rutin setiap 2 atau 3 bulan sekali. Kelima informan mengaku tidak mendapatkan konsultasi gizi pada pengobatan sebelum penelitian ini dilakukan. Beberapa informan mengaku belum pernah mendapatkan konsultasi gizi, seperti informan B, informan D, dan informan E. Sedangkan informan A dan C pernah mendapatkan konsultasi gizi pada awal anak terdeteksi terinfeksi HIV. ”.. Dokter suka nyaranin buat pilih makanan yang bisa bantu kesehatan dia..” (Informan D) “…Kaya dokter di carolus tuh mba.. Ya semangat dari dokter itu mba..” (Informan A)
58
Meski tidak pernah mendapatkan konsultasi gizi, informan B dan informan D mengakui jika dokter sering kali mendorong mereka agar dapat memberikan makanan yang bergizi. Dorongan inilah yang menjadi motivasi orang tua/pengasuh agar dapat memberikan makanan bergizi kepada anak. ”.. Ya saya jalanin ya sebatas kemampuan saya aja..” (Informan B) Lain lagi yang dialami informan E, yang merasa dokter tidak pernah memberikan saran atau dorongan agar informan memberikan makanan bergizi pada anaknya. Namun pujian dokter terhadap status kesehatan anak yang baik membuat informan E bersemangat agar dapat terus memberikan makanan bergizi pada anak seperti yang telah ia lakukan untuk mempertahankan kesehatan anak selama ini. ”.. Kalo kata dokter nia mah A udah sehat. Jadi saya seneng aja, berartikan saya udah bener ngasih makan A kaya gini…” (Informan E) Orang yang dianggap penting lainnya adalah pengurus yayasan. Selain pengurus yayasan yang mengetahui status mereka, yayasan/LSM juga memiliki program kegiatan berupa penyuluhan mengenai HIV-AIDS. Sayangnya, berdasarkan hasil wawancara dengan orang tua/pengasuh dan pengurus Yayasan Tegak Tegar, belum pernah ada penyuluhan mengenai kebutuhan gizi anak terinfeksi HIV. Meskipun belum ada kegiatan mengenai asupan gizi, namun informan F mengetahui tentang gizi yang dianjurkan untuk penderita HIV, yakni membutuhkan asupan gizi lebih banyak (10%) dibandingkan anak normal seusianya. Padahal kegiatan ini diakui orang tua/pengasuh cukup efektif dalam memberikan informasi kepada mereka.
59
“…belom ada sih tentang gizi atau makanan gitu, paling kesehatan buat HIV biasa, ngga tentang makanan-makanannya” (informan F) Selain penyuluhan, yayasan juga memiliki program kerja berupa pendampingan orang tua yang memiliki anak terinfeksi HIV. Pendampingan ini memungkinkan penyampaian informasi dan dorongan yang lebih personal kepada orang tua/pengasuh. Namun penyampaian informasi dan dorongan ini sangat terbatas karena hanya terjadi saat orang tua melakukan kunjungan rutin di rumah sakit. Program kerja yang lainnya adalah pertemuan rutin bulanan. Pertemuan rutin ini membuat orang tua/pengasuh dapat bertukar pengalaman dan pengetahuan tentang HIV. Orang tua/pengasuh juga mengakui berkumpul dengan teman sebaya membuat mereka lebih termotivasi untuk memberikan makanan bergizi kepada anak. Selain memiliki orang yang mereka anggap penting yang mendukung informan untuk memberikan makanan bergizi pada anak, informan juga memiliki respon positif terhadap saran yang diberikan orang yang mereka anggap penting tersebut. ”... Ya saya jalanin aja. Kan nambah pengetahuan. Kalo baik kenapa kita ngga jalanin kan?..” (Informan E) ”.. Saya jadi semangat ngasih dia makan, minum susu. Biar dia sehat. Ngga apa-apa deh kerja ini itu, yang penting bisa beli makan..” (Informan C) Pada penelitian ini dapat dikatakan jika orang tua/pengasuh memiliki norma subjektif yang positif, karena orang tua/pengasuh yakin orang yang mereka
60
anggap penting akan mendukung perilaku mereka dan orang tua/pengasuh juga memiliki motivasi untuk memenuhi harapan dari orang yang mereka anggap penting.
5.6 Gambaran Persepsi atas Kontrol Perilaku Orang tua/ Pengasuh terhadap Pemberian Makanan bergizi
Berdasarkan hasil wawancara, hampir semua informan memiliki hambatan dalam upaya memberikan makanan yang bergizi kepada anak. Sebagian besar informan memiliki hambatan dalam memberikan makanan pada anak dikarenakan nafsu makan anak yang kurang. Seperti informan B, informan C, dan informan D. Ketiganya mengakui jika anak mereka sering kali susah makan. Hal ini sangat mempengarui orang tua dalam menyediakan makanan pada anak. Orang tua/pengasuh akan menuruti makanan yang anaknya ingin makan atau membeli makanan instan yang lebih disukai anaknya. ”.. Suka-suka dia sih makannya. Ngga bisa dipaksain jam segini harus
makan.. Dikit juga sih dia makannya..” (Informan D) “..Anaknya susah makan. Mood-mood-an makannya. Suka-suka dia aja makannya..” (Informan B) Hambatan lainnya adalah kelelahan dalam menyediakan makanan kepada anak, seperti yang dialami informan A dan C. Kelelahan yang dialami informan A disebabkan dalam upaya menyediakan makanan anak terinfeksi HIV, tidak seperti menyediakan makanan anak yang tidak terinfeksi. Anak F masih belum bisa menerima makanan yang kasar dan terlalu padat, sehingga orang tua harus
61
membuat makanan lunak dan halus. Setiap hari orang tua harus merebus dan menghaluskan makanan yang akan dimakan F, dan menghangatkan makanan agar dapat dikonsumsi kembali pada waktu makan selanjutnya. F juga memiliki frekuensi makan yang lebih banyak dibandingkan anak yang lain yaitu 5 kali sehari. ”.. Capek mba. Kan dia ngga kaya anak biasa atau sepupunya. Kalo sepupunya kan makan sama kaya yang kita makan. Kalo F kan ngga. Harus ngerebus ayam dulu…” (Informan A) Sedangkan informan C merasa kelelahan karena sebagai orang tua tunggal yang harus mencari nafkah dan mengurus anak. ”.. Tapi kalo makan sendiri, berantakannyaa..nasi tumpah dimana-mana, harus ngepel lagi, padahal baru diberesin. Terus sukanya makan sambil larilarian. Capek saya ngejarnya keluar…”(Informan C) Informan E merasa tidak memiliki hambatan dalam memberikan makanan yang bergizi untuk anak. Anak A memiliki nafsu makan yang baik dan sudah menyadari jika ia tidak makan maka tubuhnya akan lemas dan mudah sakit. Hal ini membuat informan E senang dan lebih telaten memberikan makanan kepada anak. Terbiasa merawat orang sakit juga memotivasi informan E dalam memberikan makanan bergizi. Beberapa
orang
tua
memiliki
persepsi
yang
besar
mengenai
kesempatannya untuk memberikan makanan bergizi kepada anak. Seperti informan A yang merasa memiliki hambatan dari dirinya sendiri karena merasa kelelahan dalam memberikan makanan bergizi pada anak, namun karena nafsu
62
makan anak yang baik dan motivasi informan yang kuat, sehingga informan sangat yakin dapat mengatasi hambatan dalam memberikan makanan bergizi pada anak. Informan A sangat termotivasi melihat anak asuhnya dapat mengikuti pelajaran di sekolah dengan baik dan dapat bermain seperti anak yang tidak terinfeksi. Informan E juga memiliki persepsi yang kuat terhadap kesempatan untuk memberikan makanan bergizi pada anak A. Hal ini karena informan E merasa tidak memiliki hambatan dalam memberikan makanan bergizi tersebut. Selain itu, informan A dan informan E sudah terbiasa dengan situasi ini terlihat lebih baik dalam memberikan makanan bergizi kepada anak. Informan lebih telaten dalam menyediakan dan memberikan makanan kepada anak, seperti informan A yang mengolah sendiri makanan khusus anak dan menyuapi makanan tersebut. Serta informan E yang selain menyediakan makanan pokok juga menyediakan cemilan, sehingga anak tidak mengonsumsi makanan instan dari luar. ”.. Ngga ada hambatan sih mba. Udah biasa, ngerawat engkong sama A juga. Jalanin aja… Lagian A mah doyan banget makan…” (Informan E) ”.. Saya seneng ngeliat anaknya doyan makan. Biar harus ngeblender dulu, nyuapin jadi ngga kerasa capeknya..”(Informan A) Informan lainnya yang juga memiliki persepsi yang kuat terhadap kesempatan memberikan makanan bergizi kepada anak adalah informan C. Meski memiliki hambatan dalam memberikan makan anak karena nafsu makan anak yang kurang, informan C akan mencari cara agar dapat mengatasi hambatan ini seperti, memasak makanan yang anak suka, membelikan makanan atau cemilan
63
yang anak sebagai pengganjal perut sementara bahkan informan C akan memaksa anaknya makan jika anak masih tidak mau makan. ”.. Tapi saya kan suka capek. Habis joki masi harus nyuci. Daripda dia ngotorin rumah lagi, saya masuk-masukin aja ke mulut dia itu biar dia makan. Kalo ngga mau makan juga saya paksa masukin..” (Informan C) Berbeda dengan informan B dan D yang juga memiliki hambatan dalam memberikan makan anak karena nafsu makan anak yang kurang, namun upaya menghadapi hambatan yang berbeda dari informan C. Informan B dan D hanya berusaha untuk menyediakan dan membelikan makanan yang anak suka tetapi tidak akan memaksa jika anaknya tidak mau makan. Informan B dan D akan mengganti makanan pokok dengan makanan selingan jika anak sulit makan. Orang tua juga merasa kurang memiliki sumber daya untuk memaksakan anaknya makan. Melihat hal ini dapat dikatakan jika persepsi informan B dan D lemah terhadap kesempatan agar dapat memberikan makanan bergizi kepada anak. ”..Suka-suka dia aja makannya. Gitu maunya dia, jajan mulu. Ya saya sih bolehin aja. Asal ngga ciki cikian, bisa bikin dia sakit…” (Informan B) Disimpulkan, persepsi atas kontrol perilaku beberapa informan terhadap pemberian makanan sudah kuat karena informan merasa yakin dapat mengatasi hambatan yang mereka alami untuk memenuhi kebutuhan gizi anak HIV, seperti informan A, informan C dan informan E. Sedangkan dua informan lainnya yaitu informan B dan informan D memiliki persepsi atas kontrol perilaku yang lemah untuk memberikan makanan yang bergizi pada anak mereka.
64
5.7 Gambaran Niat Orang tua/ Pengasuh terhadap Pemberian Makanan bergizi
Berdasarkan
hasil
wawancara,
kelima
informan
memiliki
niat
memberikan makanan bergizi kepada anak mereka. Besarnya niat ini dipengaruhi oleh sikap informan dan norma subjektif informan yang baik, serta persepsi atas kontrol perilaku
yang kuat. Dalam penelitian ini, jika orang tua meyakini
memberikan makanan bergizi kepada anak akan menunjang kesehatan anak, orang tua/pengasuh juga meyakini adanya dukungan kepada orang tua untuk memenuhi kebutuhan gizi anak serta keyakinan orang tua/pengasuh mengatasi hambatan membuat orang tua/pengasuh memiliki niat untuk memberikan anak makanan yang bergizi. Persepsi atas kontrol perilaku sangat mempengaruhi kekuatan niat pada penelitian ini. Pada orang tua yang memiliki persepsi atas kontrol perilaku yang kuat, maka akan memiliki niat yang kuat pula. Dalam penelitian ini, tiga informan memiliki niat yang kuat dalam memberikan makanan bergizi kepada anak. Dua infroman lainnya yaitu informan B dan informan D tidak memiliki niat yang kuat karena persepsi atas kontrol perilaku mereka yang lemah. Meski mereka berupaya untuk menyediakan makanan dan mempertahankannya, namun karena persepsi atas kontrol perilaku mereka lemah sehingga niat untuk mempertahankan perilaku tersebut menjadi lemah. Diakui informan B yang menyatakan bahwa niat untuk memberikan makanan bergizi berkurang karena adanya hambatan yang informan tidak dapat mengatasinya.
65
5.8 Gambaran Perilaku Orang tua/ Pengasuh terhadap Pemberian Makanan bergizi
Perilaku pemenuhan asupan gizi anak tergambar dari makanan yang anak makan sehari-hari. Melalui catatan makan harian anak dapat diketahui apakah energi harian yang dibutuhkan anak sudah terpenuhi atau belum. Pengambilan data asupan makan anak dilakukan sebanyak tiga kali dengan hari pengambilan data tergantung pada kesediaan informan untuk diwawancara. Penilaian perilaku makan ini diperkuat dengan observasi terhadap makanan yang disediakan orang tua. Peneliti menanyakan bagaimana perilaku orang tua/pengasuh pemberian makan yang baik untuk anak HIV. Sebagian orang tua menjawab anak terinfeksi HIV memerlukan perhatian khusus dalam pemberian makan mereka, seperti lebih teliti dan sabar dalam pemberian makan anak. Namun masih ada orang tua yang menjawab bahwa anak terinfeksi HIV tidak memerlukan perhatian khusus, seperti informan D, sehingga orang tua memerlakukan anak terinfeksi HIV sama dengan anak yang tidak terinfeksi. Kebutuhan gizi anak yang terinfeksi HIV tidak sama dengan anak yang tidak terinfeksi. Penghitungan kebutuhan energi pada anak terinfeki HIV digunakan rumus untuk menghitung kebutuhn energi dalam keadaan sakit dengan mempertimbangkan aktivitas fisik serta trauma. Faktor aktivitas yang diambil adalah aktivitas tidak terikat di tempat tidur (1,2), karena anak dapat melakukan aktivitas tidak hanya ditempat tidur. Faktor trauma yang digunakan adalah stress ringan (1,4) dengan pertimbangan meskipun tidak ada cedera namun anak
66
terinfeksi HIV rentan terhadap stress. Jika menentukan kebutuhan gizi dengan mempertimbangkan aktivitas dan jenis trauma rata-rata, kebutuhan mereka diatas dari AKG untuk anak seusianya. Berikut gambaran keterpenuhan asupan gizi pada anak : Tabel 5.2 Keterpenuhan Asupan Zat gizi Makro pada Anak HIV Informan / anak
Kebutuha n energi (Kkal)
Kebutuha n protein (gr)
Rata-rata Asupan protein anak (gr)
Kebutuhan lemak (gr)
Rata-rata Asupan lemak anak (gr)
1830,92
Rata-rata Asupan energi anak (Kkal) 4027
A/F
54,9
251,7
20,3
164,2
B/G
1567,02
1057,3
47,01
35,4
17,4
36,7
C/C
1682,04
1884,7
50,45
58,4
18,6
125,8
D/Z
1734,8
865,1
52
36,5
19,26
28,7
E/A
1091,5
1447,7
32,5
50,8
12,1
34,5
Dari tabel diatas dapat dilihat keterpenuhan asupan gizi pada anak informan sangat beragam. Pada informan A asupan makan anaknya sangat baik karena jumlah energi, protein dan lemak yang dibutuhkan sudah melebihi angka kebutuhan gizi yang dianjurkan. Hal ini karena informan A sangat telaten memberikan makan kepada anak. Informan A mengolah sendiri makanan untuk anak asuhnya serta menyuapi anak A. Anak A memiliki frekuensi makan sebanyak lima kali dalam sehari dengan menu makanan yang sama. Orang tua anak A juga melengkapi kebutuhan gizi anak dengan memberikan beberapa jenis vitamin, susu, dan madu.
67
Sedangkan pada informan B kebutuhan energi dan protein anak rata-rata belum mencukupi angka kecukupan gizi yang dibutuhkan. Hal ini dikarenakan nafsu makan anak G yang buruk. Berbeda dengan asupan lemak yang melebihi dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan.
Hal ini karena anak G senang
mengonsumsi makanan yang tinggi kandungan lemak seperti bakso, telur bebek yang kandungan lemaknya lebih tinggi dari telur ayam. Pada informan C anak memiliki nafsu makan yang baik. Terlihat dari terpenuhinya kebutuhan energi, protein dan lemak C. Konsumsi susu anak C terkadang melebihi dari anak biasanya. Anak C akan meminta susu jika merasa lapar. Selain nafsu makan anak yang baik, keterpenuhan gizi anak C didukung oleh informan C yang telaten dalam memberikan makan anak. Informan C akan menyediakan makan sebelum anak merengek karena lapar, informan C juga akan memaksakan anaknya makan jika anak sedang memiliki nafsu makan yang buruk. Informan D memiliki rata-rata asupan makanan yang masih jauh dari keterpenuhan energi dan protein yang disarankan. Hal ini dikarenakan nafsu makan anak yang kurang baik dan perilaku orang tua yag kurang memperhatikan kebutuhan anaknya. Informan D merasa sudah cukup meskipun anak hanya memakan lauk saja atau membeli makanan instan dari luar. Anak asuh dari informan terakhir memiliki asupan makan yang bagus. Tidak ada yang kurang dan tidak sangat berlebihan. Anak A memiliki nafsu makan yang baik dan orang tua yang telaten menyediakan makanan pokok serta makanan cemilan untuk anak. Sehingga asupan gizi yang diberikan sangat baik.
68
Selain melakukan food recall 24 jam, untuk mengetahui perilaku pemenuhan asupan gizi pada anak juga dilakukan observasi terhadap makanan yang disediakan pada 1 hari peneliti berkunjung ke rumah informan. Saat dilakukan observasi, kelima informan menyediakan tiga kelompok utama zat gizi. Kelompok penghasil energi informan menyediakan nasi, kentang, roti, biscuit, mie sebagai bahan makanan. Sebagai sumber protein, informan menyediakan telur, ikan atau ayam, keju, bubur kacang hijau, tahu dan tempe. Wortel, brokoli, sawi, kangkung dan buah-buahan seperti pisang, semangka, pepaya, dan jeruk informan sediakan sebagai pemenuhan zat pengatur tubuh. Berdasarkan hasil observasi ini terlihat bahwa semua informan berusaha agar dapat menyediakan jenis makanan yang beragam guna memenuhi kebutuhan gizi anak. Selain melihat keterpenuhan zat gizi makro, peneliti juga melihat keterpenuhan beberapa zat gizi mikro yang dibutuhkan guna membantu memperbaiki kekebalan tubuh serta berguna untuk pertumbuhan anak seperti vitamin C, kalsium dan magnesium. Perhitungan yang digunakan dalam membandingkan dengan rata-rata asupan gizi anak adalah anjuran untuk vitamin dan mineral berdasarkan Almatsier (2004), yaitu 1 ½ kali dari AKG.
69
Tabel 5.3 Keterpenuhan Asupan Vitamin dan Mineral pada Anak HIV Informan / anak
Kebutuhan Vit. C (mg)
67,5
Rata-rata Kebutuha Asupan n Ca (mg) Vit. C anak (mg) 38,2 900
A/F B/G
67,5
17
C/C
67,5
D/Z E/A
Rata-rata Asupan Ca anak (mg)
Kebutuhan Mg (mg)
Rata-rata Asupan Mg anak (mg)
73,1
80
425,3
750
31,1
35
38,8
91,7
750
66,7
35
80,9
67,5
14,4
750
84,6
35
9,9
97,5
39,8
1500
22,4
45
83,8
Berdasarkan tabel keterpenuhan asupan vitamin dan mineral anak HIV, 90% anak terinfeksi kebutuhan vitamin dan mineral mereka tidak terpenuhi. Hanya anak C yang semua kebutuhan vitamin dan mineralnya terpenuhi. Konsumsi susu anak C yang melebihi anak biasanya berperan dalam keterpenuhan asupan vitamin dan mineral anak. Hampir semua informan memasak satu kali sebagai menu makan unuk satu hari. Namun beberapa anak menghilangkan beberapa bahan makanan yang tidak ingin dimakan atau menggantinya dengan bahan makanan lainnya.
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Sikap Orang tua/ Pengasuh terhadap Pemberian Makanan Begizi Dalam penelitian ini, orang tua meyakini jika anak tidak diberikan makanan yang bergizi, anak akan mudah terserang penyakit, terhambat pertumbuhannya dan fisiknya menjadi lemah. Melihat outcome yang buruk jika anak tidak diberikan makanan yang bergizi membuat orang tua meyakini jika memberikan makanan bergizi lebih baik untuk kesehatan anak. Sehingga dapat dikatakan semua orang tua/pengasuh anak terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar wilayah Jakarta Timur memiliki sikap yang positif terhadap perilaku pemenuhan asupan gizi sehari-hari. Hal ini sesuai dengan theory of planned behavior,bahwa sikap terhadap suatu perilaku muncul karena adanya kekuatan belief terhadap outcome dari perilkau dan evaluasi terhadap outcome tersebut. Dengan kata lain, seseorang yang percaya bahwa sebuah tingkah laku dapat menghasilkan outcome yang positif, maka ia akan memiliki sikap yang positif (Achmat, 2010). Dalam penelitian ini terlihat meskipun semua informan memiliki sikap yang positif agar dapat memenuhi kebutuhan gizi anak terinfeksi HIV, namun tidak semua anak mendapatkan asupan gizi yang cukup. Seperti informan B dan informan C yang memiliki sikap positif namun tidak terwujud dalam perilaku nyata yang terlihat dari keterpenuhan asupan gizi anak mereka. Menurut Azwar (2011), sikap positif ini tidak selalu atau otomatis terwujud dalam suatu praktek. Hingga saat ini sebagian hasil penelitian memperlihatkan adanya indikasi 70
71
hubungan yang kuat antara antara sikap dan perilaku dan sebagian lainnya menunjukan bukti betapa lemahnya hubungan antara sikap dan perilaku. Berdasarkan postulat konsistensi tergantung, hubungan sikap dengan perilaku sangat ditentukan oleh faktorfaktor situasional tertentu. norma-norma, peranan, keanggotaan kelompok, kebudayaan dan sebagainya merupakan kondisi keterantungan yang dapat mengubah hubungan sikap dan perilaku. Sejauh mana prediksi perilaku dapat disandarkan pada sikap akan berbeda dari waktu ke waktu dari situasi ke situasi lainnya. Oleh karena itu, sikap orang tua/pengasuh yang positif tidak menjamin orang tua/ pengasuh tersebut memberikan asupan gizi yang memenuhi kebutuah gizi harian anak dengan infeksi HIV, sebab ada atribut lainnya dalam theory of planned behavior yang juga berperan dalam membentuk perilaku pemenuhan asupan gizi anak terinfeksi HIV. Salah satu faktor yang mempengaruhi sikap dalam theory of planned behavior adalah pengetahuan informan. Dalam penelitian ini, pengetahuan informan mengenai kebutuhan gizi anak terinfeksi HIV masih kurang. Seperti informan B yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan kebutuhan makan antara anak terinfeks HIV dengan anak yang tidak terinfeksi. Selain informan B, informan C dan informan D juga memiliki pendapat yang sama. Padahal menurut Arpadi (2005), asupan gizi yang baik merupakan kunci dari gaya hidup yang sehat untuk anak dengan HIV/AIDS. Asupan gizi yang optimal akan membantu
mendorong
fungsi
imunitas,
memaksimalkan
terapi
antiretroviral,
mengurangi resiko terkena penyakit kronis, serta membantu untuk mewujudkan kualitas hidup yang lebih baik (Jama, 2010). Berdasarkan WHO (2003), kebutuhan energi anak HIV berbeda dengan kebutuhan anak yang tidak terinfeksi, seperti kebutuhan energi
72
10% lebih banyak dari anak tidak terinfeksi, begitu juga protein menurut Almatsier (2004) yang membutuhkan 12-15% dari total kebutuhan energi, serta vitamin dan mineral yang membutuhkan 150% dari Angka Kecukupan Gizi (AKG). Sediaoetama (2008) menambahkan, semakin banyak pengetahuan gizi, akan semakin diperhitungkan jenis dan kuantum makanan yang dipilih untuk dikonsumsinya. Melihat hal tersebut, maka orang tua/pengasuh perlu diberikan pengetahuan lebih mengenai kebutuhan zat gizi untuk anak terinfeksi HIV, sehingga orang tua lebih memerhatikan dan lebih teliti dalam memberikan makanan kepada anak mereka. Orang tua/pengasuh juga perlu diberikan pengetahuan mengenai keberanekaragamanan makanan serta zat gizi yang terkandung dalam makanan tersebut agar orang tua/pengasuh lebih mengetahui jenis makanan yang dapate memenuhi kebutuhan gizi anak serta mengetahui variasi makanan. Berdasarkan penelitian Razak (2009), konseling gizi pada ODHA menghasilkan perubahan perilaku yang positif yakni terjadinya peningkatan/perbaikan terhadap pengetahun, sikap dan praktek ODHA dalam pemilihan makanan guna pemenuhan asupan zat gizi. 6.2 Norma Subjektif Orang tua/ Pengasuh terhadap Pemberian Makanan bergizi Dalam penelitian ini orang tua/pengasuh memiliki keyakinan bahwa orang lain yang mereka anggap penting akan mendukung agar mereka memberikan makanan bergizi pada anak. Tekanan sosial agar orang tua/ pengasuh dapat memberikan makan bergizi kepada anak terinfeksi HIV didapatkan dari dokter, pengurus LSM/ yayasan dan teman sebaya. Menurut Achmat (2010), seorang individu akan berniat menampilkan suatu perilaku tertentu jika ia mempersepsikan bahwa orang lain berfikir bahwa seharusnya ia
73
melakukan hal itu. Orang penting yang memiliki pengaruh tersebut bisa pasangan, sahabat, dokter, dan sebagainya. Berdasarkan hasil wawancara, orang tua/pengasuh merasa dokter memiliki pengaruh yang besar terhadap perlaku pemberian makanan bergizi pada anak. Dalam penelitian ini, dokter berperan memberikan informasi mengenai makanan bergizi dan memberikan sukungan agar orang tua memberikan anaknya makanan bergizi. Dokter memiliki pengaruh dalam memberikan pemahaman akan baik dan buruk, atau sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan. Merujuk pada etik kedokteran (UU No.29 tahun 2004), beberapa peran dokter adalah sebagai pendidik yakini memberikan promosi pendidikan kepada masyarakat baik individu, keluarga, maupun masyarakat. Sebagai pengembang teknologi, dokter dituntut untuk memiliki kreatifitas dan inisiatif untuk menemukan dan memecahkan masalah yang sedang dihadapi pasien sesuai dengan pengetahuan dan kemampuannya. Serta sebagai pengabdi masyarakat, dokter dituntut memiliki kesediaan untuk memberikan pertolongan (Sudarma, 2009). Oleh karena itu dalam penelitian ini, dokter bisa dikatakan sebagai kekuatan sosial yang mempengaruhi orang tua/ pengasuh agar memberikan anak mereka makanan bergizi, dimana orang tua/pengasuh akan menuruti permintaan dari dokter karena informan menganggap dokter sebagai orang ahli. Selain dokter, pengurus LSM /yayasan memiliki pengaruh dalam memberikan pengetahuan kepada orang tua/pengasuh anak terinfeksi HIV melalui kegiatan penyuluhan dan pendampingan yang dilakukan LSM/yayasan. Sedikit berbeda dengan dokter, pengetahuan yang diberikan LSM/yayasan lebih kepada pengetahuan mengenai penyakit HIV, belum ada pengetahuan yang mendalam mengenai kebutuhan gizi anak
74
HIV. Pendampingan yang dilakukan pengurus yayasan juga masih sebatas membantu orang tua/pengasuh mengurus administrasi pengobatan di rumah sakit. Diakui oleh informan F sebagai pengurus dari Yayasan Tegak Tegar, bahwa yayasan belum pernah melakukan penyuluhan mengenai kebutuhan gizi anak HIV yang berbeda dari anak yang tidak terinfeksi. LSM dan orgnaisasi/lembaga non pemerintah memainkan peran paling penting dalam penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia. Karena dapat menjangkau orang-orang dan kelompok dengan kebutuhan khusus seperti, kelompok remaja, agama, wanita, profesi, ODHA yang biasa sulit terjangkau oleh pemerintah. Kegiatan yang dilakukan LSM meliputi penyuluhan, pelatihan, pendampingan ODHA, pemerian dukungan dan konseling (KPAN, 2003). Keberadaan teman sebaya ini mempengaruhi terbentuknya keyakinan orang tua/pengasuh dalam memenuhi kebutuhan gizi anak HIV. Teman sebaya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sesama orang tua/pengasuh yang memiliki anak terinfeksi HIV. Salah satu program kerja Yayasan Tegak Tegar adalah pertemuan rutin bulanan. Pertemuan ini dijadikan sebagai wadah ODHA untuk bertukar cerita, pengalaman, saran dan motivasi. Tidak hanya itu, teman sebaya secara tidak langsung mempengaruhi perilaku orang tua/pengasuh dalam memberikan makanan yang bergizi pada anak. Kondisi kesehatan anak terinfeksi HIV yang lebih baik atau lebih buruk dari anak yang informan asuh memotivasi informan agar dapat memberikan makanan yang bergizi pada anak mereka. Selain itu, dengan adanya teman sebaya membuat orang tua/pengasuh merasa tidak sendirian atau bukan hanya mereka yang harus merawat anak terinfeksi HIV. Menurut KPAN (2003), peran sesama ODHA antara lain melaksanakan
75
penyuluhan melalui kelompok sebaya dan kegiatan pendampingan. Hal ini guna mengurangi stigma dan diskriminasi dan bentuk peran aktif ODHA menanggulangi HIV-AIDS. Selain normative belief, motivasi orang tua untuk mengikuti pemikiran orang lain yang mereka anggap penting juga mempengaruhi norma subjektif orang tua/pengasuh agar dapat memberikan makanan yang bergizi pada anak. Semua informan memiliki tanggapan positif terhadap saran yang diberikan orang lain mengenai pemberian makanan bergizi. Dengan adanya saran dari orang lain, selain memberikan pengetahuan atau informasi baru juga memotivasi mereka agar dapat memberikan makanan yang bergizi pada anak. Seperti informan A yang sangat termotivasi saran dokter sehingga bersemangat dalam memberikan makanan yang bergizi pada anak. Begitu juga informan E, meskipun merasa tidak pernah mendapatkan saran dan dukungan dokter agar dapat memberikan makanan bergizi pada anak, namun pujian dokter terhadap status kesehatan anak memberikan semangat kepada orang tua agar dapat memberikan makanan bergizi pada anaknya. Sedangkan informan lainnya merasa akan lebih baik jika mengikuti saran yang diberikan dokter mengenai makanan yang dianjurkan untuk diberikan kepada anak. Berdasarkan normatif belief dan motivational to comply yang dimiliki orang tua yang telah dipaparkan sebelumnya. Dapat dikatakan bahwa orang tua/pengasuh anak terinfeksi HIV di Yayasan Tegak Tegar Wilayah Jakarta Timur memiliki norma subjektif yang positif untuk memenuhi kebutuhan gizi anak mereka. Anak informan B dan informan D memiliki asupan makanan yang kurang. Pada wawancara mendalam mengenai norma subjektif ini, informan B dan informan D hanya
76
meyakini dokter yang sangat berperan memengaruhi mereka dalam memberikan makanan bergizi pada anak. Meski demikian, informan B dan informan D memiliki norma subjektif yang positif. Secara umum, semakin individu memersepsikan bahwa rujukan sosial merekomendasikan untuk melakukan suatu perilaku maka individu akan cenderung merasakan tekanan sosial untuk melakukan perilaku tersebut; sebaliknya, semakin individu mempersepsikan bahwa rujukan sosialnya merekomendasikan untuk tidak melakukan suatu perilaku maka individu akan cenderung merasakan tekanan sosial untuk tidak melakukan perilaku tersebut (Ajzen, 2005). Oleh karena itu, perlunya yayasan/LSM lebih aktif memberikan penyuluhan dan pendampingan kepada orang tua/ pengasuh. Lebih aktif dan rutinnya yayasan memberikan pengetahuan mengenai makanan bergizi kepada orang tua akan mendorong orang tua/pengasuh mempersepsikan bahwa yayasan mendukung mereka untuk memberikan makanan bergizi pada anak. Berdasarkan penelitian Sumarlin (2013), faktor dukungan orang lain paling berpengaruh terhadap perubahan perilaku seseorang. Dan menurut KPAN (2003), LSM dan orgnaisasi/lembaga non pemerintah memiliki peran paling penting dalam penanggulangan HIV/AIDS. Karena dapat menjangkau orang tua yang memiliki anak terinveksi
HIV
dan
memengaruhi
mereka
pendampingan, pemberian dukungan dan konseling.
melalui
penyuluhan,
pelatihan,
77
6.3 Persepsi atas Kontrol Perilaku Orang tua/ Pengasuh terhadap Pemberian Makanan bergizi Berdasarkan hasil wawancara, sebagian besar orang tua/pengasuh mengakui bahwa mereka memiliki hambatan dalam memberikan makanan bergizi kepada anak terinfeksi HIV. Setiap responden memiliki hambatan yang berbeda dalam upaya memberikan makanan bergizi pada anak HIV. Menurut Achmat (2010), persepsi atas kontrol perilaku menunjuk suatu derajat dimana seorang individu merasa bahwa tampil tidaknya suatu perilaku yang dimaksud adalah dibawah pengendaliannya. Orang cenderung tidak akan membentuk suatu intensi yang kuat untuk menampilkan suatu perilaku tertentu jika ia percaya bahwa ia tidak memiliki sumber daya atau kesempatan untuk melakukannya meskipun ia memiliki sikap yang positif dan ia percaya bahwa orang lain yang penting baginya akan menyetujuinya. Informan A mengakui memiliki hambatan kelelahan dalam memberikan makanan yang bergizi pada anak. Hal ini karena informan A sudah tua dan informan A sendiri yang harus membuat makanan untuk anak terinfeksi HIV. Makanan yang diberikan kepada anak yang informan A asuh memang berbeda dari anak tidak terinfeksi. Informan A akan merebus kemudian menghaluskan bahan makanan hingga menjadi bubur lunak dan kental. Kemudian bubur tadi dimasak kembali hingga lebih mengental dan ditambah sedikit nasi setiap anak akan makan. Informan A membuat 5 sampai 7 porsi bubur dalam satu kali masak. Sehingga untuk beberapa waktu makan, informan A hanya akan menghangatkan bubur yang sudah dibuat dan ditambahkan nasi. Menurut Sediaoeatama (2008), pada umumnya anak-anak yang masih kecil mendapatkan makanannya secara dijatah oleh ibu atau pengasuhnya dan tidak memilih
78
serta mengambil sendiri mana yang disukainya. Ditambah lagi, usia anak-anak ini, anak memiliki masalah kesulitan makan karena terobsesi ingin main, asupan gizi yang tidak seimbang, rentannya fisik anak, dan ancaman keracunan dari kebiasaan makan makanan di luar (Novita, 2011). Untuk itu sangat diperlukan ketelatenan dalam memberikan makanan untuk memenuhi kebutuhan gizi anak. Informan lainnya seperti informan B, informan C, dan informan D memiliki hambatan pada anak, yakni nafsu makan anak yang kurang baik. Ketiganya mengakui jika anak mereka sering kali memiliki nafsu makan yang kurang. Hal ini sangat memengarui orang tua dalam menyediakan makanan anak. Orang tua/pengasuh akan menuruti makanan yang anaknya ingin makan atau membeli makanan instan yang lebih disukai anaknya supaya anak kenyang. Usia 3 -5 tahun, anak sudah mulai memilih makanan yang ingin dikonsumsi, usia 6-9 tahun lebih suka jajan, makan makanan manis, kurang serat. Sedangkan usia 10-19 tahun anak mulai tumbuh menuju kematangan seksual dan fisik. Diketiga periode ini anak memerlukan asupan gizi yang cukup untuk menunjang kebutuhan pertumbuhan dan perkembangannya, ditambah lagi anak sudah mulai banyak memiliki aktifitas. Ketersediaan makanan yang ingin mereka makan akan memengaruhi nafsu makan anak tersebut (Kurniasih, 2010). Ada pula informan yang merasa tidak memiliki hambatan yaitu informan E. Hal ini karena anak yang diasuhnya sudah cukup besar dan sudah memiliki kesadaran untuk mandiri. Anak A memang memiliki nafsu makan yang bagus, sudah bisa menentukan jam harus makan dan memilih makan makanan rumah jika merasa lapar.
79
Sejalan dengan yang diutarakan Kurniasih (2010), menginjak usia remaja, umumnya anak mempunyai nafsu makan yang lebih besar, sehingga tak jarang anak mencari makanan tambahan diluar waktu makan. Selain control beliefe, persepsi atas kontrol perilaku juga dipengaruhi oleh kekuatan faktor dalam memfasilitasi atau menghambat tingkah laku. Adanya kekuatan yang memfasilitasi atau menghambat tingkah laku mempengaruhi seseorang untuk menampilkan perilaku. persepsi atas kontrol perilaku mengindikasikan bahwa motivasi seseorang dipengaruhi oleh bagaimana ia memersepsikan tingkat kesulitan atau kemudahan untuk menampilkan suatu perilaku. Informan A yang merasa memiliki hambatan dalam memberikan makanan bergizi pada anak dari dirinya sendiri karena merasa kelelahan, memiliki keyakinan yang kuat dapat mengatasi hambatannya tersebut. Informan A memiliki sumber daya dan motivasi yang kuat agar dapat menyediakan makanan bergizi pada anak. Melihat anak asuhnya dapat mengikuti pelajaran disekolah dan dapat bermain seperti anak yang tidak terinfeksi membuat informan A bersemangat agar dapat memberikan makanan bergizi pada anak. Selain informan A, informan E juga memiliki persepsi yang kuat terhadap kesempatan memberikan makanan bergizi pada anak A. Hal ini karena informan E merasa tidak memiliki hambatan dalam memberikan makanan bergizi tersebut. Selain itu, nafsu makan anak yang baik membuat informan E bersemangat menyediakan makanan bergizi. Informan C juga memiliki persepsi yang kuat terhadap kesempatannya memberikan makanan bergizi kepada anak. Meski memiliki hambatan dalam
80
memberikan makan anak karena nafsu makan anak yang kurang, informan C akan mencari cara agar dapat mengatasi hambatan ini seperti, memasak makanan yang anak suka, membelikan makanan atau cemilan yang anak sebagai pengganjal perut sementara bahkan informan C akan memaksa anaknya makan jika anak masih tidak mau makan. Dalam theory of planned behavior, persepsi atas kontrol perilaku dapat langsung mempengaruhi perilaku seseorang. Pada penelitian ini dapat terlihat, orang tua/pengasuh yang memiliki persepsi atas kontrol perilaku yang kuat juga memiliki pemenuhan kecukupan gizi harian yang baik. Berbeda dengan informan B dan D yang juga memiliki hambatan dalam memberikan makan anak karena nafsu makan anak yang kurang, namun upaya menghadapi hambatan yang berbeda dari informan C. Informan B dan D hanya berusaha untuk menyediakan dan membelikan makanan yang anak suka tetapi tidak akan memaksa jika anaknya tidak mau makan. Informan B dan D akan mengganti makanan pokok dengan makanan selingan jika anak sulit makan. Orang tua juga merasa kurang memiliki sumber daya untuk memaksakan anaknya makan. Melihat hal ini dapat dikatakan jika persepsi informan B dan D lemah terhadap kesempatan agar dapat memberikan makanan bergizi kepada anak. Lemahnya persepsi atas kontrol perilaku yang dimiliki orang tua/pengasuh ini berdampak pada kecukupan gizi harian anak yang kurang. Persepsi atas kontrol perilaku mengindikasikan bahwa motivasi seseorang dipengaruhi bagaimana ia mempersepsikan tingkat kesulitan atau kemudahan untuk menampilkan suatu perilaku tertentu (Achmat, 2010). Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi motivasi adalah pengetahuan. Berdasarkan penelitian Nuri, dkk (2012),
81
pengetahuan memiliki hubungan yang sangat signifikan dalam memotovasi seseorang untuk berperilaku. Pemberian pengetahuan mempengaruhi antisipasi terhadap situasi yang akan dating. Oleh karena itu, pemberian pengetahuan mengenani makanan bergizi yang dibutuhkan anak HIV diharapkan dapat memotivasi orang tua/pengasuh untuk mewujudkan perilaku tersebut. 6.4 Niat Orang tua/ Pengasuh terhadap Pemberian Makanan bergizi Pada penelitian ini, orang tua/pengasuh memiliki sikap yang positif atau favorable terhadap pemberian makanan bergizi pada anak. Orang tua/ pengasuh mendukung untuk memberikan makanan yang bergizi kepada anak HIV. Sikap positif ini muncul karena orang tua/pengasuh memiliki belief positif mengenai konsekuensi jika asupan gizi harian anak terpenuhi. Behavioral belief ini terlihat dari hasil wawancara dimana orang tua mengetahui jika asupan gizi anak tidak terpenuhi maka akan mempengaruhi kesehatan anak. Tidak hanya memiliki sikap yang positif, orang tua/ pengasuh juga memiliki norma subjektif postif. Hal ini terlihat dari hasil wawancara mendalam yakni orang tua/pengasuh yakin jika orang yang mereka anggap berpengaruh akan mendukung mereka agar dapat memberikan makanan bergizi kepada anak. Adapun orang-orang yang memiliki pengaruh kepada orang tua untuk memberikan makanan yang bergizi untuk anak adalah dokter, pengurus LSM/yayasan, dan teman sebaya. Selain meyakini bahwa orang yang orang tua/ pengasuh akan mendukung perilaku mereka untuk memberikan makanan yang bergizi, orang tua/pengasuh juga memiliki motivasi untuk menjalankan apa yang disarankan orang tersebut.
82
Berdasarkan hasil wawancara mengenai niat, semua informan memiliki niat memberikan makanan yang bergizi. Namun usaha mempertahankan niat untuk memberikan makanan bergizi informan berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh keyakinan mereka dalam mengatasi hambatan. Intensi atau niat individu menampilkan suatu perilaku adalah kombinasi dari sikap,
norma
subjektif
dan
kontrol
perilaku
untuk
menampilkan
perilaku
tersebut(Achmat, 2010). Selain sikap dan norma subjektif yang positif, untuk menghasilkan niat yang positif juga harus didukung persepsi atas kontrol perilaku yang kuat untuk dapat menampilkan perilaku yang diinginkan. Berdasarkan hasil wawancara mendalam, beberapa orang tua/pengasuh di Yayasan Tegak Tegar Jakarta Timur memiliki persepsi kesempatan yang kuat terhadap hambatan yang dihadapi dalam memberikan makanan yang bergizi untuk anak. Dan masih ada orang tua yang memiliki persepsi atas kontrol perilaku yang lemah karena memiliki persepsi kesempatan yang lemah. Seperti informan B dan D yang memiliki masalah dalam memberikan makanan bergizi pada anak yaitu karena nafsu makan anak yang buruk. Informan B merasa tidak dapat mempertaankan niatnya jika nafsu makan anak buruk. Begitu juga informan D, saat nafsu makan anak buruk, informan D pasrah mengitkuti keinginan apa yang ingin anak makan saat itu. Ajzen (2002) mengatakan bahwa persepsi atas kontrol perilaku
mempengaruhi
niat didasarkan atas asumsi bahwa kontrol keprilakuan yang dipersepsikan oleh individu akan memberikan implikasi motivasi pada orang tersebut (Hidayat, 2010).
83
Berdasarkan ketiga hal yang mempengaruhi niat orang tersebut, beberapa orang tua/pengasuh memiliki niat yang kuat karena memiliki sikap dan norma subjektif yang positif serta persepsi atas kontrol perilaku
yang kuat. Sedangkan orang tua/pengasuh
yang memiliki niat yang kurang kuat dipengaruhi oleh persepsi atas kontrol perilaku mereka yang lemah meski sikap dan norma subjektif mereka positif. Penambahan pengetahuan mengenai kebutuhan gizi anak terinfeksi HIV diharapkan dapat merubah sikap dan persepsi atas control perilaku orang tua/pengasuh terhadap pemberian makanan bergizi pada anak. Ditambah pemberian pengetahuan dilakukan oleh orang yang mereka anggap penting dapat menambah keyakinan mereka bahwa orang lain mendukung perilaku pemberian makanan bergizi kepada anak terinfeksi HIV. Oleh karena itu, dengan dilakukannya penambahan pengetahuan yang dilakukan yayasan diharapkan dapat menguatkan niat orang tua untuk dapat memberikan makanan bergizi pada anak terinfeksi HIV. 6.5 Perilaku Orang tua/ Pengasuh terhadap Pemberian Makanan bergizi Berdasarkan hasil perhitungan kecukupan gizi pada anak terinfeksi HIV di Jakarta Timur, mereka memiliki kebutuhan gizi dan kecukupan gizi yang beragam. Membandingkan dengan hasil perhitungan recall 24 jam, didapatkan dua anak memiliki konsumsi energi yang belum mencukupi kebutuhan yang dianjurkan. Sedangkan tiga anak lainnya sudah memenuhi kebutuhan energi yang dibutuhkan. Anak yang kebutuhan gizi makronya terpenuhi adalah mereka yang memiliki nafsu makan yang baik didukung perilaku orang tua/pengasuh yang telaten memberikan makan anak mereka. Seperti anak informan A, anak informan C, dan anak informan D. Sehingga dapat dikatakan bahwa tidak semua perilaku orang tua/pengasuh di Yayasan Tegak
84
Tegar Jakarta Timur memiliki perilaku yang baik dalam memberikan makanan untuk memenuhi asupan gizi anak terinfeksi HIV. Perilaku pemenuhan kebutuhan gizi adalah suatu kegiatan atau aktifitas seseorang yang dilakukan dalam kaitannya pemenuhan kebutuhan makanan agar memenuhi kebutuhan gizi bagi tubuh baik yang dapat diamati langsung maupun tidak langsung. Orang tua sangat menentukan tumbuh kembang anak (Soetjiningsih, 2005). Menurut Kurniasih (2010), masalah kesehatan yang biasa muncul pada fase anak-anak misalnya, kesulitan anak untuk makan karena terobsesi dengan main, asupan gizi yang tidak seimbang, rentannya fisik anak, dan ancaman keracunan akibat dari kebiasaan makan makanan di luar. Hal inilah yang terlihat sebagai hambatan paling dominan yang dialami orang tua/pengasuh. Kesulitan anak untuk makan karena terobsesi main menjadi hambatan berarti dalam upaya memberikan makanan bergizi pada anak. Meski demikian berdasarkan hasil observasi, semua orang tua/ pengasuh berusaha menyediakan makanan bergizi dengan menyediakan makanan yang beragam seperti agar memenuhi kebutuhan karbohidrat orang tua menyediakan nasi, mie, atau roti untuk dikonsumsi anak. Keterpenuhan protein anak disediakan melalui daging, ayam atau ikan. Kebutuhan vitamin dan mineral orang tua/pengasuh penuhi dengan menyediakan sayur-sayuran dan buah untuk dikonsumsi anak. Namun hal ini belum mencukupi keterpenuhan vitamin dan mineral yang dilihat seperti vitamin C, kalsium, dan magnesium berdasarkan 1½ kali Angka Kecukupan Gizi. Hanya dua anak yang terpenuhi dengan baik vitamin dan mineralnya (anak F dan anak C), ketiga anak lainnya masih kurang pada pemenuhan vitamin atau beberapa mineral.
85
Masalah gizi bisa dikatakan sangat penting bagi penderita HIV. Bahkan penurunan berat badan pada pendertia HIV sudah dianggap wajar. Padahal, kekurangan kalori dan protein secara bermakna akan mempengaruhi fungsi kekebalan orang yang terinfeksi HIV. Malnutrisi pada penderita HIV akan mengurangi kemampuan individu untuk mencegah penyakit oportunistik atau malignasi dan dalam kenyataanya akan mempercepat timbulnya penyakit infeksi. Pada umumnya penyebab penurunan berat badan adalah asupan makanan yang kurang memadai, malabsorbsi, penggunaan nutrient yang abnormal, peningkatan kebutuhan gizi, dan peningkatan ekskresi nutrient. Semua penyebab ini ikut terlibat dalam penurunan berat badan pada penderita HIV(Hsu, 2006). Orang tua/pengasuh anak terinfeksi HIV kurang memiliki informasi mengenai hal tersebut, sehingga jika anak mengalami sakit seperti demam dan flu orang tua/pengasuh menganggap hal tersebut disebabkan anak terlalu letih karena aktivitas mereka. Pengetahuan orang tua/pengasuh yang kurang tentang kebutuhan gizi anak HIV yang lebih dari anak biasa membuat beberapa orang tua/pengasuh memperlakukan anak terinfeksi HIV sama dengan anak yang tidak terinfeksi. Hal ini terlihat dari hasil wawancara mendalam beberapa orang tua menjawab bahwa kebutuhan gizi anak terinfeksi HIV sama saja dengan anak biasa. Padahal berdasarkan WHO (2003), energi dibutuhkan lebih banyak pada penderita HIV guna menjaga berat badan dan aktivitas fisik juga pertumbuhan. Kebutuhan energi untuk anak HIV lebih besar 10% dari anak yang tidak terinfeksi HIV. Bahkan untuk anak yang mengalami penurunan berat badan dibutuhkan tambahan asupan energi sebesar 50 – 100% dari asupan energi untuk anak tanpa HIV.
86
6.6 Kontribusi Sikap, Norma Subjektif, Persepsi atas Kontrol Perilaku dan Niat Dalam Terbentuknya Perilaku Orang tua/ Pengasuh terhadap Pemberian Makanan bergizi Kontribusi sikap, norma subjektif, persepsi atas kontrol perilaku dan niat terhadap perilaku terlihat pada anak informan yang memiliki asupan gizi yang kurang tercukupi, seperti informan B dan informan D, keduanya memiliki sikap dan norma subjektif yang positif namun persepsi atas kontrol perilaku mereka lemah sehingga niat untuk menunjukkan perilaku pun lemah dan kebutuhan gizi anakpun tidak terpenuhi. Adanya keyakinan mengenai kesempatan untuk mengatasi hambatan, membuat beberapa informan memiliki persepsi atas kontrol perilaku yang lemah dan persepsi atas kontrol perilaku yang kuat. Informan yang memiliki persepsi atas kontrol perilaku yang lemah juga memiliki niat yang kurang dan perilaku pemenuhan asupan gizi yang kurang dibandingkan informan yang memiliki persepsi atas kontrol perilaku yang kuat. Menurut Ajzen (2005), ketersediaan kesempatan dan sumber-sumber yang dimiliki merupakan faktor yang memfasilitasi sehingga dapat memperkuat munculnya perilaku. Dengan adanya ketersediaan kesempatan tersebut, maka niat akan memunculkan perilaku. Berdasarkan hasil penelitian diketahui, untuk memberikan makanan bergizi, orang tua harus memiliki sikap dan norma subjektif yang positif serta persepsi atas kontrol perilaku dan niat yang kuat. Sikap positif adalah persepsi seseorang bahwa ada dampak positif jika suatu perilaku dilakukan (Achmat, 2010). Dalam penelitin ini tentunya sikap yang positif terjadi saat orang tua/pengasuh memiliki persepsi bahwa memberikan makanan bergizi pada anak terinfeksi HIV memiliki dampak yang positif. Sikap positif ini dibentuk dari keyakinan serta evaluasi orang tua terhadap outcome jika memberikan makanan bergizi
87
pada anak. Pengetahuan terhadap dampak serta pengalaman dari memberikan makanan bergizi menjadi beberapa faktor yang membentuk keyakinan orang tua untuk memiliki sikap positf. Selain sikap, dibutuhkan juga norma subjektif yang positif agar orang tua memberikan makanan bergizi untuk anak. Norma subjektif terbentuk dari keyakinan orang tua/pengasuh bahwa orang yang mereka anggap penting mendukung mereka untuk memberikan makanan bergizi pada anak. Selain meyakini orang lain memandang bahwa memberikan makanan bergizi anak adalah hal positif, orang tua/pengasuh juga termotivasi untuk memenuhi harapan dari orang lain tersebut, itulah yang disebut norma subjektif positif. Beberapa orang yang berpengaruh terhadap perilaku orang tua adalah dokter, pengurus yayasan, dan teman sebaya. Dalam penelitian ini diketahui bahwa program kerja dan pendampingan dari yayasan memiliki pengaruh terhadap orang tua/pengasuh. Persepsi atas kontrol perilaku terbentuk karena adanya hambatan dalam mewujudkan perilaku. Hambatan yang muncul pada penelitian ini adalah kelelahan yang dirasakan orang tua dan nafsu makan anak yang buruk. Persepsi atas kontrol perilaku yang kuat terjadi ketika orang tua/pengasuh meyakini bahwa mereka memiliki kendali dan kemampuan untuk mengatasi hambatan dalam memberikan makanan bergizi pada anak. Pengalaman merawat orang sakit dan mengasuh anak menjadi faktor latar belakang yang mendukung terbentuknya persepsi atas kontrol perilaku yang kuat. Jika sikap dan normas subjektif sudah postif, persepsi atas kontrol perilaku orang tua juga kuat, maka akan terbentuk niat orang tua untuk memberikan makanan bergizi
88
pada anak juga kuat. Semakin kuat niat seseorang berperilaku, diharapkan semakin berhasil ia melakukan perilaku tersebut. Theory of planned behavior memiliki tujuan antara lain untuk meramalkan dan memahami pengaruh-pengaruh motivational terhadap perilaku yang bukan di bawah kendali atau kemauan individu sendiri. Berdasarkan teori ini, penentu terpenting perilaku seseorang adalah intensi untuk berperilaku. Intensi individu menampilkan suatu perilaku adalah kombinasi dari sikap, norma subjektif persepsi atas kontrol perilaku untuk menampilkan perilaku tersebut. Jika seseorang mempersepsi bahwa hasil dari menampilkan suatu perilaku tersebut positif, ia akan memiliki sikap positif terhadap perilaku tersebut. Jika orang-orang lain yang relevan memandang bahwa menampilkan perilaku tersebut sebagai suatu yang positif dan orang tersebut termotivasi memenuhi harapan orang lain yang relevan, maka itulah yang disebut dengan norma subjektif yang positif. Jika seseorang memiliki control beliefs yang kuat mengenai faktor-faktor yang ada yang akan memfasilitasi suatu perilaku, maka seseorang tersebut memiliki persepsi yang tinggi
untuk
mampu
mengendalikan
suatu
perilaku
(Achmat,
2010).
89
Bagan 6.1 Kontribusi sikap, norma subjektif, persepsi atas kontrol perilaku, dan niat orang tua/pengasuh terhadap perilaku orang tua
Pengetahuan& Pengalaman
Dokter, Teman sebaya & Pengurus Yayasan
Pengalaman& Hambatan
Meyakini bahwa anak akan lebih sehat jika diberikan makanan bergizi
Sikap Adanya persepsi orang tua bahwa memberiakan makan bergizi memiliki dampak positf
Meyakini bahwa orang lain mendukung untuk memberikan makan bergizi pada anak
Norma Subjektif Keyakinan adanya dukungan orang lain dan termotivasi untuk memenuhi harapan orang tersebut.
Adanya hambatan dalam memberikanan makanan bergizi dan keyakinan untuk dapat mengatasi hambatan tersebut
Persepsi atas kontrol perilaku Motivasi untuk memberikan makanan bergizi pada anak
Niat Niat yang kuat untuk memberikan makanan bergizi pada anak
Perilaku Orang tua dapat menyediakan makanan bergizi dan lebih telaten memberikan makanan pada anak
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan 1. Sikap orang tua/pengasuh Yayasan Tegak Tegar Jakarta Timur terhadap perilaku pemberian asupan makan kepada anak terinfeksi HIV adalah positif. Hal ini terlihat dari keyakinan orang tua/pengasuh jika kebutuhan asupan gizi anak terinfeksi HIV terpenuhi akan menguntungkan bagi kesehatan anak. 2. Norma subjektif orang tua/pengasuh Yayasan Tegak Tegar Jakarta Timur untuk memenuhi kebutuhan gizi anak HIV terbentuk dari normative belief yang berasal dari orang yang dekat dan mengetahui status infeksi anak seperti dokter, pengurus yayasan/lsm dan teman sebaya atau orang tua yang juga memiliki anak terinfeksi HIV. 3. Persepsi atas kontrol orang tua dipengaruhi oleh keyakinan orang tua untuk mengatasi hambatan dalam memberikan makanan bergizi pada anak terinfeksi HIV. Sebagian orang tua memiliki keyakinan dapat mengatasi hambatan, yaitu kelelahan dan nafsu makan anak yang buruk, sehingga dapat dikatakan orang tua tersebut memiliki persepsi atas kontrol yang baik. Namun Sebagian lainnya kurang termotivasi untuk memberikan makanan bergizi pada anak. 4. Persepsi atas kontrol perilaku yang rendah menyebabkan rendahnya niat orang tua/pengasuh menyediakan makanan bergizi untuk anak. Meskipun berniat untuk memberikan makanan yang bergizi kepada anak terinfeksi HIV, orangtua/pengasuh kurang yakin untuk dapat mempertahankan niat tersebut. Kontribusi niat yang rendah ini
90
91
berakibat pada tidak terpenuhinya asupan gizi yang penting untuk tubuh anak terinfeksi HIV. 5. Sebagin orang tua/pengasuh sudah dapat ,memenuhi kebutuhan gizi anak. Namun masih ada sebagian orang tua/pengasuh yang masih kurang memperhatikan pemenuhan gizi anak. Pada penelitian ini, persepsi atas kontrol perilaku sangat mempengaruhi niat dan perilaku orang tua dalam memberikan makanan bergizi untuk memenuhi kebutuhan gizi anak. 7.2 Saran 1. Saran bagi institusi (Yayasan Tegak Tegar) Bagi Yayasan Tegak Tegar dapat bekerjasama dengan mahasiswa kesehatan ataupun dokter/ ahli gizi rumah sakit untuk melakukan edukasi mengenai kesehatan dan gizi anak terinfeksi HIV. Hal yang dapat dilakukan, misalnya penyuluhan tentang kebutuhan gizi yang harus diberikan orang tua/pengasuh kepada anak HIV dan ragam makanan serta kandungan gizi dalam makanan, sehingga orang tua dapat menyediakan makanan yang variatif dan bergizi untuk anak. Pemberian informasi yang dilakukan oleh yayasan akan memberikan persepsi kepada orang tua bahwa pengurus yayasan mendukung mereka untuk memberikan makanan yang bergizi pada anak. 2. Saran bagi peneliti selanjutnya
Untuk mahasiswa selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian kualitatif yang lebih mendalam dengan tema yang sama namun dengan metode yang berbeda dan sampel yang lebih variatif lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Achmat, Z. 2010 Theory of Planned Behavior, Masihkah Relevan?. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang (1 diakses pada 4 April 2013, pukul 13.25 WIB) Ajzen, I. 2005. Attitudes, Personalit and Behavior (Second Edition). New York: McGraw Hill. Almatsier, S. (2009). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Almatsier, S. (2006). Penuntun Diet edisi baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Almatsier, S. (2011). Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Gramedia Pusaka Utama. Arisman. (2009). Gizi dalamDaur Kehidupan. Jakarta. EGC Arpadi, S. M. (2005). Growth Failur in HIV- Infected Children. Durban: WHO. Azwar. (2011). Sikap Manusia dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka pelajar Depkes. (2000). Kajian dan Masalah HIV/AIDS di Indonesia Tahun 1987 - 2000 (Juli). Jakarta: Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI. Depkes. (2006). Situasi HIV/AIDS di Indonesia tahun 1987 - 2006. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan R.I. Ditjen PP & PL Kemenkes RI. (2012). Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia dilaporkan s/d Juni 2012. Jakarta: Kemenkes RI. Ditjen PP & PL Kemenkes RI. (2012). Laporan Situasi Perkembangan HIV&AIDS di Indonesia s.d. 30 Juni 2012 . Jakarta: Kemenkes RI. Farhatun, Siti. (2012). Perilaku Konsumsi Serat pada MAhasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Tahun 2012. Skripsi S1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Fatimah, S. dkk. (2008). Faktor-faktor yang Berkontribusi terhadap Status Gizi pada Balitadi Kecamatan Ciawi Kabupaten TasikMalaya. Bandung. Universitas Padjajaran Gibney, M.J. et al. (2009). Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC.
92
93
Hasnawaty, R. (2011, Desember). PMTCT Cegah Bayi terinfeksi HIV. Retrieved Agustus Rabu, 2012, from cangkirparagraf.blogspot.com/2011/12/perempuanpositif-hiv-dapat-lahirkan.html. Hayden, J. (2009). Introduction to Health Behavior Theory. USA: Jones and Bartlett 86 Publisher. Hsu, J. W.-C., Pencharz, P. B., Macallan, D., & Tomkins, A. (2005). Macronutrients and HIV/AIDS: a Review of Current Evidence. Africa: WHO. Jama, Ali Duale.(2010). Assessment of Dietary Intake and Nutritional Status of Children (Under Five Years) Who are HIV Positive Attending the AIDS Support Organization (TASO) Entebbe. Dissertation Master of Science in Applied Human Nutrition of Makerere University. Kemenkes. (2011). Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada Orang Dewasa. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kemenkes. (2010). Pedoman Pelayanan Gizi Bagi ODHA. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. King, S. M., Lindegren, M. L., & Rogers, M. F. (2004). Epidemiology Of Pediatric HIV Infection. Elsevier , 31-41. KPAN. (2010). Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS Tahun 2010 - 2014. Jakarta: Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. KPAN. (2003). Strategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS 2003 - 2007. Jakarta: Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. Kurniasih, Dedeh., Hilman Hilmansyah. (2010). Sehat dan Bugar Berkat Gizi Seimbang. Jakarta. Gramedia. Mar'at.(1981). Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukurannya. Jakarta. Ghalia Indonesia Machrus, H. (2010). Pengukuran Perilaku berdasarkan Theory of Planned Behavior.Surabaya. Insan Media Psikologi. Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya. Notoatmodjo, S. (2007). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Novita, Nesi, Yuneta Franciska.(2011). Promosi Kesehatan dalam Pelayanan Kebidanan. Jakarta. Salemba Medika.
94
Razak, R. (2009). Pengaruh Konseling Gizi pada Penderita HIV/AIDS untuk Perubahan Perilaku Makan dan Status Gizi di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Media Gizi Pangan , 41-48. Rothausen, Berit W. et al. (2008). Differences in Children's Dietary Intake on Weekdays Vs. Weekend days. Denmark: University of Denmark. Saloojee, H., & Violari, A. (2001). HIV Infection in Children. BMJ , 670 674. Sediaoetama, Achmad Djaeni.(2008). Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I. Jakarta. Dian Rakyat. Siagian, Albiner.(2006). Gizi, Imunitas, dan Penyakit Infeksi. Medan. Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM USU. Sudarma, Momon. (2009). Sosiologi untuk Kesehatan. Jakarta. Salemba Medika. Soetjiningsih, (2003). Tumbuh Kembang Anak dengan Kondisi Kesehatan Kronik. Jakarta. CV Sagung Seto Supariasa, I. D. (2002). Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Tindyebwa, D. dkk. (2011). Handbook on Paediatric AIDS in Africa. Uganda. ANECCA. WHO. (2003). Nutrient Requirements for People Living with HIV/AIDS. Geneva: World Health Organization.
PERMOHONAN MENJADI INFORMAN
Kepada YTH Calon Informan Penelitian Di Tempat
Dengan Hormat, Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Fety Fathimah NIM
: 108101000020
Alamat : Jln. H. Baping Rt. 004/09 No. 33 Ciracas Jakarta Timur
Adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta sedang melakukan penelitian dengan judul “Gambaran Perilaku Orang Tua/Pengasuh Dalam Memberikan Makanan Bergizi Kepada Anak Terinfeksi Human Immunodeficiency Virus Di Yayasan Tegak Tegar Wilayah Jakarta Timur Tahun 2013” Pada penelitian ini saya mengharapkan Bapak/Ibu untuk dapat menjadi informan saya dan bersedia untu diwawancarai, baik dengan melakukan tatap muka secara langsun atau melalui telepon. Penelitian ini tidak menimbulkan akibat yang merugikan bagi Bapak/Ibu dan anak yang telah menjadi informan penelitian. Kerahasiaan informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya untuk kepentingan penelitian. Jika Bapak/Ibu tidak bersedia menjadi informan, maka tidak ada ancaman bagi Anda. Dan apabila Bapak/Ibu menyetujui , maka saya mohon Bapak/Ibu bersedia untuk menandatangani lembar persetujuan. Atas perhatian dan kesediaan Bapak/Ibu menjadi informan, saya ucapkan terima kasih.
Jakarta, Juli 2013 Peneliti
Fety Fathimah
LEMBAR PERSETUJUAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia menjadi informan penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Program Studi Kesehatan Masyarakat, yang bernama Fety Fathimah dengan judul “Gambaran Perilaku Orang Tua/Pengasuh Dalam Memberikan Makanan Bergizi Kepada Anak Terinfeksi Human Immunodeficiency Virus Di Yayasan Tegak Tegar Wilayah Jakarta Timur Tahun 2013”. Saya memahami bahwa yang dihasilkan merupakan rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan pengembangan Ilmu Kesehatan dan tidak merugikan bagi saya. Oleh karena itu saya bersedia untuk menjadi informan dalam penelitian ini dan saya akan memberikan informasi yang sebenar-benarnya.
Jakarta, Juli 20113 Informan
(………………………….)
Pedoman Wawancara Mendalam pada orang tua/pengasuh anak terinfeksi HIV
Pewawancara: Tanggal wawancara: Waktu wawancara: ........... s/d .........
a. identitas informan Initial nama orang tua / pengasuh
:
Hubungan orang tua/ pengasuh dengan anak : Elemen TPB - Sosial - Individu - Informasi
Sikap - Sikap secara umum tentang pemberian makanan bergizi - Belief tentang pemberian makanan bergizi adalah baik untuk anak terinfeksi HIV - Belief tentang manfaat zat gizi dan dampak jika asupan gizi tidak terpenuhi dan jika asupan gizi terpenuhi - Belief tentang seberapa penting pemenuhan asupan gizi untuk anka HIV
Pertanyaan 1. selama ini apa saja yang anda ketahui tentang asupan gizi yang baik untuk anak HIV 2. menurut anda seperti apa perilaku pemberian makan anak HIV yang baik? 3. apa saja pengalaman anda ketika anda tidak memberikan makanan yang bergizi untuk anak HIV? 4.Apa yang anda ketahui tentang gizi yang baik? 5.Apa yang anda ketahui tentang makanan yang baik untuk anak HIV? 6.Keuntungan apa yang anda ketahui jika anak diberikan makanan bergizi? 7.Apa yang anda ketahui mengenai dampak jika asupan gizi anak tidak terpenuhi? 8. Apa yang ibu ketahui tentang makanan bergizi? 9. bagaimana sikap anda terhadap pemenuhan asupan gizi untuk anak HIV sesuai dengan kebutuhan mereka? 10.Menurut anda, apa saja akibat jika kebutuhan gizi anak tidak terpenuhi? 11.Seberapa besar efek ketidakterpenuhan gizi tersebut terhadap tubuh anak?
Norma subjektif - Belief tentang norma sosial/tekanan yang didapat dari luar ketika memiliki keinginan untuk memberikan makanan bergizi untuk anak? - Motivasi untuk memenuhi asupan gizi anak setiap hari Persepsi terhadap kontrol yang dimiliki - Dorongan/motivasi dalam memberikan makanan yang bergizi untuk anak - Hambatan dalam memberikan makanan bergizi untuk anak - Belief individu dalam menghadapi hambatan tersebut
Niat -
Keinginan untuk mewujudkan perilaku Keinginan untuk berperilaku lebih baik Keinginan untuk mempertahankan perilaku yang sudah baik
12.Bagaimana pengaruh orang lain menyarankan anda untuk memberikan asupan bergizi pada anak setiap hari/ 13.Apa dan siapa saja orang yang mempengaruhi anda untuk tidak memberikan asupan bergizi pada anak? 14. Apa saja yang mendorong ibu memberikan makanan bergizi/ sehat untuk anak? 15. Apa hambatan ibu dalam memberikan makanan bergizi/sehat untuk anak? 16. Bagaimana cara anda menghadapi hambatan tersebut? 17. Seberapa yakin anda dapat mengatasi masalah/hambatan tersebut? 18. Apakah selama ini anda memiliki keinginan untuk memberikan makanan yang bergizi/ sehat untuk anak? 19. Apa saja usaha yang anda lakukan untuk memberikan makanan bergizi/ sehat untuk anak? 20. Bagaimana anda mempertahankan usaha anda tersebut?
Pedoman Wawancara Mendalam pada LSM Pendamping anak terinfeksi HIV
Pewawancara: Tanggal wawancara: Waktu wawancara: ........... s/d ......... a. identitas informan Nama
:
Usia
:
Latar belakang pendidikan Pekerjaan
:
:
Elemen TPB Norma subjektif - Belief tentang norma sosial/tekanan yang didapat dari luar ketika memiliki keinginan untuk memberikan makanan bergizi untuk anak? - Motivasi untuk memenuhi asupan gizi anak setiap hari
Pertanyaan 1. Apa yang anda ketahui tentang makanan bergizi? 2.Adakah kegiatan mengenai gizi untuk anak HIV? 3.Apakah anda mengetahui tentang gizi yang baik untuk anak HIV? 4.Apa yang anda ketahui tentang kebutuhan gizi yang dibutuhkan anak HIV?
FORM FOOD RECALL 24 JAM Nama : Hari/ Tanggal : Waktu
Hidangan
Bahan Makanan
URT
Berat (g)
Energi (KKal)
Protein (g)
Pedoman Observasi Perilaku Pemberian Makanan Bergizi pada Anak HIV
No 1
Domain Perilaku pemberian makan
Dimensi Adanya konsumsi makan yang terdiri dari makanan pokok, laukpauk, sayur, buah, susu Frekuensi makan
Adanya makanan tambahan atau vitamin yang diberikan
Keterangan Hari 1
Matriks Wawancara Mendalam pada orang tua/pengasuh anak terinfeksi HIV
Pertanyaan Informan A
Informan B
Jawaban Informan C
Informan D
Informan E
Faktor latar belakang 1. selama ini apa saja yang anda ketahui tentang asupan gizi yang baik untuk anak HIV
Memberikan makanan yang baik seperti daging, susu, buah, ayam dan vitamin yang cukup.
4 sehat 5 sempurna. Makanan yang Seperti ikan, sayur, membuat anak telur, buah. kenyang.
Makanan yang tidak menimbulkan penyakit untuk anak. Contoh: kacang hijau, telur, ayam, susu.
Makan makanan yang baik setiap hari seperti laukpauk, buah, telur, daging, sayur yang tercukupi serta makan teratur.
2. menurut anda seperti apa perilaku pemberian makan anak HIV yang baik?
Harus ditelateni/ diperhatikan dangan sabar dan teliti untuk kebutuhan makannya dibandingkan anak biasa. Diberikannya makanan yang bergizi seperti daging/ikan/telur.
Menyediakan makanan yang bergizi seperti ikan, telur, daging.
Semua makanan itu sehat selama dia merasakan kenyang dan perut tidak kosong. Serta minum susu.
Tidak ada kekhususan antara anak terinfeksi HIV dengan yang tidak.
Seharusnya orang tua lebih sabar dan lebih teliti dalam memberikan amakanan kepada anak.
Tidak pernah karena selalu diberi makan dan tidak membiarkan perut anak kosong
Tidak pernah.
Tidak pernah.
Demam ketika hanya Tidak pernah 3. apa saja diberi makan pengalaman anda tempe/tahu saja. ketika anda tidak memberikan makanan yang bergizi untuk anak HIV? Pertanyaan
Jawaban
Informan A
Informan B
Informan C
Informan D
Informan E
4.Apa yang anda ketahui tentang gizi yang baik?
Gizi yang dapat memenuhi kebutuhan anak seperti daging,
4 sehat 5 sempurna
4 sehat 5 sempurna
Gizi seimbang, seperti sayur, buah, lauk, pauk.
Semua yang dimakan seharihari baik
5.Apa yang anda ketahui tentang makanan yang baik untuk anak HIV?
Lebih banyak membutuhkan asupan gizi
Sama saja seperti anak yang tidak terinfeksi
Sama seperti anak lain yang tidak terinfeksi
Makanan yang bisa meningkatkan kekebalan tubuh.
Jenis makanan sama saja seperti anak lain yang tidak terinfeksi. Hanya saja jumlahnya lebih banyak dibandingkan anak yang tidak terinfeksi
6.Keuntungan apa yang anda ketahui jika anak diberikan makanan bergizi?
Bisa beraktivitas seperti anak-anak yang tidak sakit.
Fisiknya lebih kuat dan lebih sehat.
Lebih sehat
Tidak mudah terserang penyakit.
Lebih sehat dan tidak mudah sakit.
7.Apa yang anda ketahui mengenai dampak jika asupan gizi anak tidak terpenuhi?
Bisa langsung sakit karena virusnya menyerang tubuh lagi
Berat badan tidak bertambah
Lebih mudah sakit
Lebih mudah sakit
Lebih mudah sakit
8. Apa yang anda ketahui tentang makanan bergizi?
Terdapat daging, ayam, sayur, buah dalam makanan sehari-hari anak
4 sehat 5 sempurna
Lauk, pauk, telur susu, buah.
Makanan yang memenuhi kebutuhan tubuh anak
Makanan yang dimakan setiap hari seperti telur, daging, sayur,
buah. Pertanyaan Informan A
Informan B
9. Bagaimana sikap/pendapat anda terhadap pemenuhan asupan gizi untuk anak HIV sesuai dengan kebutuhan mereka?
Anak HIV tidak bisa diberikan makanan sembarangan dan tidak bergizi untuk dapat melakukan aktivitas seperti anak yang tidak terinfeksi.
Anak dengan HIV berbeda dengan anak tidak terinfeksi, sehingga makananya juga harus bergizi
10.Menurut anda, apa saja akibat jika kebutuhan gizi anak tidak terpenuhi?
Virusnya aktif sehingga anak akan mudah sakit
11.Seberapa besar efek ketidakterpenuhan gizi tersebut terhadap tubuh anak?
Jawaban Informan C
Informan D
Informan E
Yang penting anak kenyang
Makanan harus yang bergizi dan ada beberapa makanan yang harus dikonsumsi anak seperti vitamin dan susu.
Makanan yang diberikan harus memiliki gizi yang baik
Fisiknya menurun
Mudah sakit
Mudah sakit
Mudah sakit
Besar. Jika tidak diberikan makanan yang bergizi anak lebih mudah sakit seperti radang
Besar. Fisik lebih lemah dan tidak segar. Dan bisa terserang penyakit
Besar. Karena daya tahun tubuh berkurang sehingga anak terlihat tidak bersemangat
Besar. Karena mempengaruhi kekebalan tubuh anak
Besar. Sehingga harus terpenuhi kebutuhan gizinya setiap hari
Lebih bersemangat dan lebih mengetahui makanan apa yang harus diberikan untuk anak
Berusaha menjalankan apa yang disarankan sesuai dengan kemampuan
Lebih bersemangat memberikan anak makan
Lebih mendapatkan pengetahuan sehingga mengetahui makanan yang harus diberikan untuk anak
Menambah pengetahuan untuk memberikan makanan yang baik untuk anak
Sikap
Norma subjektif 12. Bagaimana pengaruh orang lain menyarankan anda untuk memberikan asupan bergizi pada
anak setiap hari? Pertanyaan Informan A 13.Apa dan siapa saja orang yang mempengaruhi anda untuk tidak memberikan asupan bergizi pada anak?
Dokter dan pengalaman teman sebaya
Informan B
Jawaban Informan C
Informan D
Informan E
Dokter
Dokter, LSM, teman sebaya
Dokter
Pengalaman
Ingin anak lebih sehat
Ingin anak lebih sehat
Kasihan jika kebutuhannya tidak terpenuhi
Ingin anak lebih sehat
Nafsu makan anak
Nafsu makan anak
Nafsu makan anak
Tidak ada
Berusaha menyediakan makanan yang anak mau makan atau membiarkan anak
Berusaha menyediakan makanan yang anak mau makan atau memaksakan anak
Berusaha menyediakan makanan yang anak mau makan atau membiarkan anak
Perceived behavioral control 14.Apa saja yang mendorong ibu memberikan makanan bergizi/ sehat untuk anak?
Semangat yang diberikan oleh dokter, nafsu makan anak yang baik, dan pengalaman teman sebaya yang mengalami hal lebih buruk
Kelelahan untuk 15. Apa hambatan menyediakan makan anda dalam memberikan makanan anak bergizi/sehat untuk anak? 16.Bagaimana cara anda menghadapi hambatan tersebut?
Senang melihat anak sehat, sehingga lebih termotivasi lagi untuk memberikan makanan yang sehat
untuk anak
memilih makanan untuk makan yang ingin dimakan
Pertanyaan Informan A
Jawaban Informan C
Informan D
Informan E
Yakin, karena makanan alternative yang diberikan juga bukan makanan yang dilarang untuk dikonsumsi
Yakin, walaupun tidak maksimal usaha yang dilakukan untuk bisa menyediakan anak setiap hari.
Yakin, selama ada yang anak makan
Yakin, karena anak sudah mengetahui penyakitnya dan apa yang harus dia lakukan untuk dirinya
18. Apakah selama ini Sangat ingin anda memiliki keinginan untuk memberikan makanan yang bergizi/sehat untuk anak?
Iya
Sangat ingin
Iya
Sangat ingin
Lebih sabar dan teliti 19. Apa saja usaha memberikan makan yang anda lakukan anak untuk memberikan makanan bergizi/sehat untuk anak?
Diberikan makanan alternative jika nafsu makan anak kurang, menyediakan makanan yang dia suka
Menyediakan makanan yang anak suka, atau memberiakan makanan makanan alternative sehingga perut anak terisi.
Menyediakan makanan sesuai kemampuan, memberikan anak makanan yang tersedia
Menyediakan makanan yang anak suka, menyediakan cemilan sendiri
Menyediakan
Sediakan makanan
Paling tidak anaknya
Lebih santai,
17. Seberapa yakin anda dapat mengatasi masalah/ hambatan ini?
Sangat yakin dengan melihat perkembangan anak sehingga lebih bersemangat lagi memberikan makanan bergizi untuk anak
Informan B
memilih makanan yang ingin dimakan
Niat
20. Bagaimana anda
Kesadaran untuk
mempertahankan usaha anda tersebut?
tetap memberikan anak makanan yang bergizi
makanan yang berbeda supaya tidak bosan atau menanyakan apa yang anak ingin makan
yang anak suka
mau makan, entah jajan atau makan lauknya saja.
sehingga tidak dibawa menjadi beban
Matriks Wawancara Mendalam pada LSM Pendamping anak terinfeksi HIV
Pertanyaan
Jawaban
1. Apa yang anda ketahui tentang makanan bergizi?
4 sehat 5 sempurna, dan kebutuhan yang masuk sama dengan kebutuhan yang dikeluarkan, namun detail dan selebihnya kurang mengetahui.
2.Adakah kegiatan mengenai gizi untuk anak HIV?
Selama ini hanya ada kegiatan penyuluhan mengenai informasi HIV. Belum ada penyuluhan atau penyampaian informasi mengenai gizi anak HIV atau tentang makanan dan gizinya.
3.Apakah anda mengetahui tentang gizi yang baik untuk anak HIV?
Iya. Orang dengan HIV/AIDS membutuhkan gizi 10% lebih banyak dibandingkan orang yang tidak terinfeksi. Odha juga harus lebih memperhatikan kecukupan makanannya, khusunya anak harus diperhatikan secara teliti keterpenuhan gizi makanannya.
4.Apa yang anda ketahui tentang kebutuhan gizi yang dibutuhkan anak HIV?
Anak terinfeksi HIV harus mendapatkan asupan gizi yang lebih dibandingkan anak yang tidak terinfeksi. Seperti cukup terpenuhi buah, sayur, lauk dan nasi dalam makanan hariannya.
Matriks Observasi Perilaku Pemberian Makanan Bergizi pada Anak HIV
Domain
Dimensi Informan A
Perilaku pemberian makan
Adanya konsumsi makan yang terdiri dari makanan pokok, lauk-pauk, sayur, buah, susu Frekuensi makan
Adanya makanan tambahan atau vitamin yang diberikan
√ Nasi, ayam, kembang kol, buncis, kentang, tepung jagung, keju,susu 5 kali 7.00 17.00 11.00 14.30 20.00 √ Minyak ikan Scot emoltion Madu
Informan B
Informan C
Informan D
Informan E
√ Nasi, ikan lele, sayur sop, pisang, bakso,susu
√ Nasi, roti, soto ayam (daging ayam, bihun, kol), mi goreng, susu
√ Nasi, telor, sayur kangkung, papaya,susu
√ Roti, nasi, Sayur asem, ikan asin, semangka,susu
2 kali 10.00 17.00
4 kali 05.30 11.00 14.00 18.00
3 kali 07.00 12.00 18.00
4 kali 06.30 10.00 16.00 19.30
√ batagor
√ kue.
√ Biskuit
√ Bubur kacang ijo
Hasil Perhitungan Gizi Anak HIV Domain
Dimensi
Energy (Kkal) Hari 1 Hari 2 Hari 3 Rata-rata Anjuran Hari 1 Protein (gr) Hari 2 Hari 3 Rata-rata Anjuran Hari 1 Lemak (gr) Hari 2 Hari 3 Rata-rata Anjuran Hari 1 Vitamin C Hari 2 (mg) Hari 3 Rata-rata Anjuran Kalsium (mg) Hari 1 Hari 2 Hari 3 Rata-rata Anjuran Hari 1 Magnesium Hari 2 (mg) Hari 3 Rata-rata Anjuran
Informan A 3986.4 2951.8 5143 4027 1830.9 296.7 84.7 373.8 251.7 59.4 199.5 43.9 249.4 164.2 20.3 22.5 64 28.1 38.2 67.5 303.1 737.9 378.3 473.1 900 362.5 444.6 469 425.3 180
Informan B 666.6 1095.3 1410 1057.3 1567 25.3 38.2 42.8 35.4 47 27.5 26.1 56.7 36.7 17.4 25.2 3.5 22.5 17 67.5 175.3 273.5 244.7 231.1 750 98.8 137.6 180 138.8 135
Informan C 2577.4 1710.7 1366.1 1884.7 1682 60.3 55.4 59.5 58.4 50.4 107.9 48.7 220.8 125.8 18.6 202.1 59.6 13.6 91.7 67.5 1583.8 533.3 183.1 766.7 750 209.2 161.7 171.9 180.9 135
Informan D 503.3 1090.5 1001.6 865.1 1734.8 20.3 39.3 50 30.5 52 19.1 24.8 42.2 28.7 19.26 14.2 7.6 21.5 14.4 67.5 93.7 226.6 233.7 184.6 750 47.8 122.1 99.8 89.9 135
Informan E 1305 1334.5 1703.6 1447.7 1091.5 46.3 57.6 48.5 50.8 32.5 29.5 43.7 30.2 34.5 12.1 21.1 31.2 67.3 39.8 97.5 356.4 620.2 891 622.5 1500 157.3 178.5 215.6 183.8 345
VERBATIM I Pewawancara (P): Fety (peneliti) Informan (J): A Anak: F Berikut ini adalah verbatim berdasarkan pedoman wawancara yang sudah dibuat sebelumnya. 1.
2.
3
P
Bu, ibu tau ngga tentang makanan bergizi?
J
4 sehat 5 sempurna kan? Ada daging, ayam, sayur, buah susu?
P
Kalo menurut ibu gizi yang baik kaya gimana?
J
Yang penting kenyang sih mba. Kalo kenyangkan dia semangat.
P
Kalo gizi yang baik buat anak HIV gimana bu?
J
Sebenernya anak HIV itukan sama aja kaya anak dengan penyakit lain ya. Mau anak itu sakit jantung, atau sakit apa aja. Harus dapet makanan yang baik, kaya vitamin, daging, susu, buah, sayuran, kue-kue, yang bikin dia kenyang.
4
P
Yang ibu tau tentang makanan yang baik anak seperti F gimana bu?
J
Ngga ada bedanya sih sebenernya sama aja kaya anak yang lain ya. Anak yang sakit jantung, paru-paru sama dia, ya tetep harus makan obat, dikasih makan bergizi, istrahat. Tapi anak kaya dia gizinya harus banyak. Soalnya kan virus di tubuhnya dia kan ikut makan. Ibaratnya kan sekarang virusnya dia lagi tidur mba, jadi kalo dia makannya banyak, virusnya juga ikut makan. Kalo makan gizinya kurang, virusnya bangun, sakit deh dia.
5
P
Jadi kalo cara memberi makanan buat anak HIV gimana bu yang baik?
J
Harus ditelatenin ya mba. Ngga bisa dia makan sembarangan. Kaya inikan saya bikinin dia bubur. Sebentar lagi nih waktunya dia makan. tapi anaknya lagi main. Tuh mba, saya bersyukur banget. Dulu waktu ketauan dia sakitkan dia kuruus banget mba. Udah meringkuk aja. Ngga ada dagingnya. Sedih deh dulu mah. Teruskan saya telatenin kasih makan dia mba. Anak mahal dia mba. buburnya aja mahal banget dulu. Satu kotak
bisa 170.000. tapi sekarang udah ngga beli lagi. Bisa ternyata saya bikin sendiri. Ayam, nasi, keju, sayur aja dicampurin gitu. Lebih enak bikinan saya malah mba. susunya dia juga beda mba. ini susu sapi murni. Dokter yang jual. Mahal juga itu susunya dia. Satu bungkus 20.000. (pergi ambil susu). Nih mba susunya dia. 6
P
Pernah ngga bu punya pengalaman, ngga ngasih F makanan bergizi terus F sakit atau kenapa-kenapa gitu bu?
J
Ya itu. Dia kan harus dikasih makannya bergizi ya. Daging, sayur. Ngga bisa dia kalo cuma dikasih tempe aja. Langsung demam dia kalo dikasih tempe aja. Saya pernahkan, udah males gitu masak ayamnya. Waktu itu ngga sempet ke pasar, anaknya udah minta makan, yaudah saya bikinin bubur aja Cuma pake tempe, sayur sama keju doang, dia langsung demam. Anak mahal ini dia emang.
7
P
Jadi yang ibu tau kalo F ngga dikasih makanan bergizi dampaknya apa bu?
J
Langsung demam dia. Virusnya bangun, terus langsung nyerang dia. Kalo dia makannya bergizi kan virusnya ikut makan, jadi ngga nyerang badannya dia, soalnyakan virusnya udah dikasih makan.
8
P
Keuntungannya apa bu, kalo ibu kasih F makanan bergizi?
J
Tidurnya enak, bisa ngapa-ngapain. Dulukan dia ngga bisa ngapa-ngapain mba. lemes soalnya. Tidur mulu. Sekarang mah udah ngga. Mba liat aja nanti anaknya. Lari-larian, kaya anak ngga sakit aja. Sekolahnya juga bisa ngikutin pelajarannya dia. Saya kira dia ngga bisa naik kelas gitu ya, ternyata bisa tuh. Nilainya juga lumayan. Sekarang ikut les juga. Les bahasa inggris sama matematika. Bisa dia ngikutinnya. Biasanya kan anak yang kena begini juga suka lebih lambat mikirnya. Tapi F ngga tuh. Dia bisa ngikutin pelajarannya. Emang ngga dapet ranking, tapi nilainya bagus, berarti dia bisa ngikutin kan?
9
P
Bu, kalo menurut ibu, anak seperti F ini harus diberi makanan bergizi seperti apa biar kebutuhan gizinya terpenuhi?
J
Anak kaya F ini makanannya harus yang bergizi. Nasinya banyak, pake
daging. Ngga bisa dia makan sembarangan atau ngga bergizi. Kalo ngga, ngga bisa dia kaya anak lain. Coba aja mba liat, anak yang kena juga, kulitnya tuh kalo diliat pada korengan, terus lemes, lesu, ngga semangat. Kalo F kan ngga. Kulitnya dia cakep, ngga ada koreng, bisa main. Ih ngga bisa diem banget mba dia. Ini aja lagi main diluar sama sepupunya. 10
11
P
Kalo menurut ibu, kalo F ngga dikasi makanan bergizi akibatnya apa bu?
J
Virusnya bangun mba. Sakit lagi nanti dia.
P
Dampaknya besar ngga sih bu menurut ibu kalo F ngga dikasih makanan bergizi?
J
Besarlah mba. Dia aja sekarangkan gizinya buruk. Kalo makanannya ga bergizi, bisa demam, radang dia. Kalo makannya Cuma sama tempe doang sakit dia mba.
12
P
Bu, ada ngga orang yang mempengaruhi ibu buat ngasih F makanan bergizi?
J
Ada. Kaya dokter di carolus tuh mba. Saya kan orangnya ceplas-ceplos mba. Saya penasaran. Saya tanya dokter. Dok, anak kaya F gini bisa jadi dokter ngga dok? Bisa bu. Yang penting ibu sekarang car uang yang banyak. Bisa dia jadi dokter. Terus mba, atau mba yanti, kan juga jadi ngasih tau saya apa F makannya udah bener apa belum. Saya juga ngga mau mba, F ini kaya anak yang kena lainnya. Kan suka keliatannya ngga sehat. Gampang sakit, lemes. Kalo saya mah ngga mau. Makanya saya kasih makannya yang bener.
13
P
Pengaruhnya dari orang-orang tadi buat ibu apa bu?
J
Ya saya jadi tau anaknya harus dikasih makan seperti apa. Kaya mba atau mba yanti kan kan jadi saya dikasih tau saya harus gimana. Bikin saya semangat juga. Kaya yang tdai dokter carolus itu mba. Saya jadi semangat habis dia ngomong gitu.
14
P
Yang bikin ibu mau memberikan makanan bergizi buat F apa bu?
J
Ya semangat dari dokter itu mba. Terus anaknya juga doyan makan. Sehari dia bisa makan lima kali mba. Lahap anaknya makan. Jadi saya
seneng ngasih makannya. Orang anaknya mau makan. Orang tua mana sih mba yang ngga seneng lat anaknnya doyan makan? 15
P
Kalo hambatannya buat ngasih makan makanan bergizi buat F ada bu?
J
Capek mba. Kan dia ngga kaya anak biasa atau sepupunya. Kalo sepupunya kan makan sama kaya yang kita makan. Kalo F kan ngga. Harus ngerebus ayam dulu. Lima ekor loh mba saya sekali masak buat F. belum diblendernya. Harus ngangetin dulu setiap dia mau makan. Ibunya mana ada ngurusin begini?kan saya juga yang nyuapin dia. Kalo sekolah, kan harus anget makanannya, jadi kalo jam istirahat saya kesekolah dia, nganterin makanan. Ntar dia makan, kalo udah habis baru saya pulang. Dia kan ngga bisa jajan. Makan selain bubur ini dia ngga mba. Yang dia tau makanan ya bubur aja. Ngga tau tahu, tempe tuh dia ngga tau.
16
P
Terus gimana ibu ngatasi hambatan ngasih makan F?
J
Saya seneng ngeliat anaknya doyan makan. Biar harus ngeblender dulu, nyuapin jadi ngga kerasa capeknya. Orang anaknya doyan makan. Ya saya seneng. Seneng juga saya ngeliat dia sehat. Bisa belajar, ikut les, main sama temen-temennya. Saya jadi termottivasi karna liat anaknya sehat mba.
17
P
Jadi ibu yakin bisa ngatasi hambatan tadi?
J
Yakin mba. Karnakan kita liat perkembangan dia. Dari yang kecilnya, ih sedih banget dulu mah mba, sampe bisa kaya sekarang ini, bisa main, ceria, saya jadi semangat ngasih makan dia.
18
P
Selama ini ibu punya keinginan atau niat buat ngasih makan bergizi buat F?
19
J
Iya lah mba
P
Apa bu usaha ibu buat ngasih F makanan bergizi?
J
Ya saya telatenin kasih makan dia sama masak. Yang penting ibunya dia cari uang yang banyak. Biar deh saya yang urus dia.
20
P
Gimana cara ibu buat mempertahankan tetep bisa ngasih F makanan bergizi?
J
Ya gimana mba. Mau ngga mau saya harus nyediain makanan buat dia. Jadi udah biasa sih. Udah tau, anak kaya dia ini harus ditelateni, ngga bisa makannya sembarangan ngga diperhatiin.
VERBATIM II Pewawancara (P): Fety (peneliti) Informan (J): B Anak: G Berikut ini adalah verbatim berdasarkan pedoman wawancara yang sudah dibuat sebelumnya. 1.
2.
P
Bu, yang ibu tau tentang makanan bergizi apa?
J
Persisnya sih ngga tau. 4 sehat 5 sempurna kali ya?
P
Kalo menurut ibu gizi yang baik kaya gimana?
J
4 sehat 5 sempurna. Ada ikan pasti, telur, sayur, buah kadang-kadang harusnya sih sering.
3
P
Kalo gizi yang baik buat anak HIV gimana bu?
J
Yang kita sediainnya makanannya harus yang bergizi, harusnya. Kaya daging, telor, ikan.
4
5
6
P
Yang ibu tau tentang makanan yang baik buat G gimana bu?
J
Sama aja sih makanan buat anak yang kena ‘itu’ sama yang ngga kena
P
Jadi kalo cara memberi makanan buat anak HIV gimana bu yang baik?
J
Iya sama aja kaya kita. Sehari makan ikan, sayur, buah.
P
Pernah ngga bu punya pengalaman, G sakit kalo ngga dikasih makanan bergizi?
J
Ngga pernah sih. Dia kalo sakit juga sama kaya kita biasa. Flu, demam, diare.
7
P
Menurut ibu, ada dampaknya ngga sih kalo G ngga dikasih makanan bergizi?
J
Berat badannya ngga nambah, terus keliatannya layu. Emm gimana sih layu tuh ya, pucet, lemes gitu paling.
8
P
Kalo menurut ibu ada ngga keuntungan kalo G dikasih makan makanan bergizi?
J
Kesehatannya dia bagus. Fisiknya kuat, menunjang semua, kesehatannya baiklah.
9
P
Bu, kalo menurut ibu, anak seperti G ini harus diberi makanan bergizi seperti apa biar kebutuhan gizinya terpenuhi?
J
Anak dengan penyakit ini kan beda ya. Jadi sayur, buahnya, ikan atau telur, dagin itu harus ada buat dia. Pokoknya dalam sehari itu harus ada daging atau ayam atau ikannya gitu.
10
11
P
Kalo menurut ibu, kalo G ngga dikasi makanan bergizi akibatnya apa bu?
J
Fisiknya menurun. Ya layu itu.
P
Pengaruhnya besar ngga sih bu menurut ibu kalo G ngga dikasih makanan bergizi?
J
Besar. badannya jadi keliatan ngga bagus. Ngga seger gitu fet. Ntar bisa nambah penyakit.
12
P
Bu, ada ngga orang yang mempengaruhi ibu buat ngasih makanan bergizi buat G?
13
J
Dokter sih.
P
Dokter nyuruh apa bu?terus ibu jalanin ngga yang disuruuh dokter?
J
Dokter suruh kasih makan yang banyak biar gemuk. Ya saya jalanin ya sebatas kemampuan saya aja. Saya kasinya yang penting nasi, lauk, pauk, sayur, harus lengkap.
14
15
P
Yang bikin ibu mau memberikan makanan bergizi buat G apa bu?
J
Ya pengen cucu sehat dan besar sih fet.
P
Kalo hambatannya buat ngasih makan makanan bergizi buat G ada bu?
J
Anaknya susah makan. Mood-mood-an makannya. Suka-suka dia aja makannya. Gitu maunya dia, jajan mulu. Ya saya sih bolehin aja. Asal ngga ciki cikian, bisa bikin dia sakit. Dia kan giginya gitu fet. Tadi liat kan? (gigi bagian depan ompong). Jadi makannya lama banget. Kan masih suka saya suapin, suka gregetan sendiri, soalnya makannya lama karna susah ngunyah kali ya giginya ngga ada gitu. Kalo ngga saya suapin itu lebih lama lagi. Dia kalo makan sambil
main. Kalo anak lain, kalo udah kosong, balik, makan lagi, kalo dia ngga, harus neneknya teriak-teriak dulu baru balik makan lagi. Capek ngasih makan dia mah. Kadang sih kalo sempet saya bikin tim. Kalo bikin tim dia makannya cepet. Tapi kan saya ya gini, ngga ngurusin dia doang. Harus nyiapin masak buat besok jualan lagi. Jadi saya jarang ngetim. Yang penting masak ada kuahkuah gitu, jadi dia gampang ngunyahnya. Kalo kering dia ngga bisa makan fet. 16
P
Terus gimana ibu ngatasi hambatan ngasih makan F?
J
Sebenernya anaknya ngga milih-milih makanan. Kalo kita sediain apa, yang ada aja dia makan. Kadang kalo lagi keliatan susah makan, kita ngikutin anaknya mau dimasikin apa. Atau kalo dia ngga mau makan nasi atau makanan yang udah kita siapin nih, yaudah biarin aja kasih makanan yang lain yang dia mau. Biasanya sih roti, bakso, batagor.
17
P
Yakin bu kalo kaya tadi gizi G terpenuhi?
J
Yakin. ‘kan dia jajannya juga ngga sembarangan. Yang ciki-ciki gitu ngga saya bolehin.
18
P
Selama ini ibu punya keinginan atau niat buat ngasih makan bergizi buat G?
J
Iya. Pengennya sih gizinya bagus. Pengen kasih menu makanannya lengkap. Susu cukup, makan buah sama lauk cukup.Cuma ya gentian, ngga harus ada daging sama ayam. Daging aja, atau ayam aja gitu.
19
P
bu apa usaha ibu buat ngasih G makanan bergizi?
J
Kadang makanannya saya tim. Biasanya kan dia makan dua kali sehari. Kalo di tim bisa makan tiga kali sehari. Atau kalo makan biasa ya saya suapin biar lama juga, atau kalo mau jajan saya kasi. Asal ngga yang cikiciki.
20
P
Gimana cara ibu buat mempertahankan tetep bisa ngasih F makanan bergizi?
J
Kalo lagi susah makan suka saya tanya, mau makannya apa, sediain yang
dia mau makan. Masaknya juga beda-beda biar dia ngga bosen. Cuma mau gimana ya. Kadang mau udah dibikinin yang dia mau juga kalo anaknya lagi ngga mau makan ya ngga dimakan.
VERBATIM III Pewawancara (P): Fety (peneliti) Informan (J): C Anak: C Berikut ini adalah verbatim berdasarkan pedoman wawancara yang sudah dibuat sebelumnya. 1.
2.
3
4
P
Menurut mama, makanan bergizi apa ma?
J
Lauk, pauk, telur, susu, buah.
P
Kalo gizi yang baik menurut mama gimana ma?
J
Ya apa itu, 4 sehat 5 sempurna. Yang lauk, pauk, telur, susu, buah tadi
P
Kalo gizi yang baik buat anak HIV kaya gimana menurut mama?
J
Sayur-sayuran, buah, kue-kue yang bikin dia kenyang itu baik buat dia
P
Kalo makanan yang baik buat anak seperti C gimana ma?
J
Semua makanan kan baik mba. Yang penting dia kenyang. Terus sama minum susu. Yang penting perut dia ngga kosong.
5
P
kalo cara mama memberi makanan buat anak ternfeksi gimana ma? Ada beda ngga sama yang ngga terinfeksi?
6
J
Ngga ada beda. Sama aja kaya anak yang lain.
P
Pernah punya pengalaman ngga ma, C sakit karna mama ngga kasih makanan bergizi?
J
Ngga pernah. Karna pasti saya kasi makan setiap hari, ngga saya biarin perut dia kosong. Kan kalo saya belum masak, saya beliin dulu dia kuekue gitu mba. Yang penting perutnya ngga kosong.
7
8
9
P
Menurut mama, apa dampak kalo C ngga dikasi makan makanan bergizi?
J
Ngedrop itu badan dia. Jadi gampang sakit. Yah ngedrop lah.
P
Ada ngga ma keuntungan kalo mama kasih C makanan bergizi
J
Ada.
P
Kalo menurut mama, C harus diberi makanan bergizi seperti apa biar
kebutuhan gizinya terpenuhi? J
Yang penting kenyang itu dia. Lagian anak ini udah tau sendiri mba. Kalo lapar, di tarik ini rambut mamanya minta bikinin susu. Tengah malam mba, dia jambak rambut saya uh-uh (memperagakan anaknya menjambak) minta bikinin susu. Ngga liat waktu. Itu jam 12 mba. Kita lagi tidur enakenak gitu kan, tiba-tiba dia jambak rambut saya. Kadang juga dipukulnya saya kalo dia lapar.
10
11
P
Menurut mama, apa akibat kalo C ngga dikasi makanan bergizi
J
Nge-drop mba.
P
Seberapa besar menurut mama efeknya kalo C ngga dikasi makanan bergizi?
J
Besar mba. Lemaslah dia. Karenakan dia daya tahan tubuhnya udah kurang. Jadi gampang sakit.
12
P
Ma, ada ngga orang yang dukung mama buat ngasih makanan bergizi buat C?
J
Ada. Kaya dokter, orang-orang di yayasan. Kadangkan mereka suka tanya, C gimana kabarnya? Dulukan waktu dia pertama kali ketauan sakit itu mba dia kurus banget. Kasian saya liat dia. Sama kalo kita lagi ada acara kaya ngumpul-ngumpul di YPI atau Tegak Tegarkan ketemu tementemen yang lain, saya suka cerita anak saya begini nanti mereka bantu saya. Curhat-curhatan gitu mba. Habis mau gimana. Yang tau kita begini kan Cuma mereka-mereka aja. Orang disini ngga ada yang tau mba.
13
P
Pengaruhnya gimana sih ma, dokter, pengurus yayasan sama ngumpul sama temen tadi yang bikin mama mau ngasih makanan bergizi buat C?
J
Saya jadi semangat ngasih dia makan, minum susu. Biar dia sehat. Ngga apa-apa deh kerja ini itu, yang penting bisa beli makan buat sehari.kadang saya suka cape gitu mba, kan cape mba. Kalo sekarang mau ngambil obat harus antri. Emang obatnya gratis. Tapi buat ngurusnyya kalo dateng pagi nanti pulangnya sore. C harus dibawa kemana-mana. Kadang seneng saya kalo ada acara di YPI. Kan suka di telpon, mama C, dateng yak e YPI. Saya bilang, saya ngga punya uang, kalo ngga ada
uangnya saya ngga mau datang. Tapi kan kalo kita datang suka dikasi uang ongkos, kadang sembako, susu, ya lumayan. 14
P
Yang bikin mama memberikan makanan bergizi buat C apa ma?
J
Dulu kan dia kurus banget mba. Saya suka kasian gitu ngeliatnya. Bapak udah ngga ada kan. Makanya saya pengen saya sehat dia juga sehat.
15
P
Ada hambatan ngga ma buat ngasih makanan bergizi buat C?
J
Suka angot-angotan dia kalo makan.dia sukanya makan sendiri. Tapi kalo makan sendiri, berantakannyaa..nasi tumpah dimana-mana, harus ngepel lagi, padahal baru diberesin. Terus sukanya makan sambil lari-larian. Capek saya ngejarnya keluar. Ya lagi saya harus cari uang sendiri buat makan sehari-hari. Berapa sih mba dapet dari joki?paling cukup buat makan hari ini. Kadang saya suka kasihan, kakanya C juga suka bantu saya joki. Kalo dia masuk siang, paginya dia joki dulu. Mau gimana lagi. Tap Tuhan masih sayang, sekarang C udah gemuk, sehat, malah ngga bisa diem. Saya juga sehat jadi masi bisa kerja apa aja yang penting baik.
16
P
Gimana cara mama ngatasi hambatan biar mama tetep bisa kasi C makanan bergizi?
J
Kerja mba.Sekarang kan saya terima cucian mba, jadi kalo pulang joki saya ambil cucian. C ini sukanya makan sendiri. Tapi saya kan suka capek. Habis joki masi harus nyuci. Daripda dia ngotorin rumah lagi, saya masuk-masukin aja ke mulut dia itu biar dia makan. Kalo ngga mau makan juga saya paksa masukin. Kadang apa yang dia mau kita kasih aja biar ganjel perut. Paling ngga, ngga kosong perut dia. Beliin aja kaya donat, kue, biscuit yang bikin kenyang.
17
P
Mama yakin dengan gitu kebutuhan gizi C udah terpenuhi?
J
Yakin. Walau ngga seberapa usaha yang kita lakuin yang penting dia bisa makan.
18
P
Selama ini mama punya keinginan atau niat buat ngasih makan bergizi
buat C?
19
J
Iya pengen banget mba.
P
Usaha apa yang mama lakuin biar bisa kasi C makanan bergizi?
J
Kerja lah kita mba. Karena keadaan begini kan, paling ngga ada kerja dapet uang buat makan hari ini. Kalo C lagi ngga mau makan, saya bikinin yang dia suka. Dia suka banget sayur daun singkong mba. Kadang saya beliin makanan yang kaya kuekue gitu buat dia yang penting perut ngga kosong.
20
P
Gimana cara mama buat tetep bisa ngasih F makanan bergizi?
J
Kerja terus saya. Apa aja saya lakuin, biar hidup pas-pasan yang penting sampe dia ngga makan. Sediain makanan kesukaan dia kalo dia udah susah makan. Kalo udah cape, saya ambilin aja nasi sama mi, saya piringin, saya taruh aja di depan tivi, nanti dia makan sendiri.
VERBATIM IV Pewawancara (P): Fety (peneliti) Informan (J): D Anak: Z Berikut ini adalah verbatim berdasarkan pedoman wawancara yang sudah dibuat sebelumnya. 1.
2.
3
P
Mas, yang mas ketahui tentang makanan bergizi apa?
J
Yang memenuhi kebutuhan badan anak
P
Kalo menurut mas, gizi yang baik kaya gimana?
J
Gizi seimbang. Kaya sayur mayur, lauk, pauk, buah ada.
P
Kalo gizi yang baik buat anak HIV gimana mas?
J
Yang bisa ningkatin kekebalan tubuhnya dia kaya bayam, jambu gitu gitu mba
4
5
P
Yang mas tau tentang makanan yang baik anak seperti Z gimana mas?
J
yang ngga nimbulin dia sakit, kaya kacang ijo, telor, ikan, ayam, susu.
P
Jadi kalo cara memberi makanan buat anak HIV gimana bu yang baik?
J
Ngga khusus sih. Kalo orang tertentu yang ada kelainan mungkin makanannya beda ya. Tapi kalo buat Z ngga sih, sama aja.
6
P
Pernah punya pengalaman ngga mas Z sakt karna nga dikasih makanan bergizi?
J
Ngga sih. Dia kalo kecapean sakit. Kaya kemaren kan ke ciputat itu hujan pulangnya, demam dia. Tapi kalo karna makanan ngga pernah.
7
8
P
Mas tau ngga dampak kalo Z ngga dikasi makanan bergizi?
J
Sering sakit kalo asupan gizinya kurang gitu. Mudah sakit.
P
Kalo keuntungannya kalo Z dikasi makanan bergizi?
J
Ngga cepet ngedrop ke anaknya. Kalopun ngedrop Cuma sesekali aja tapi ngga sampe sakit lama gitu. Kaya demam biasa aja.
9
P
Menurut mas, Z harus diberi makanan bergizi seperti apa biar kebutuhan gizinya terpenuhi?
J
Vitamin sama susu ngga boleh ngga dikasih mba. Kalo makanan sih ngga harus yang mewah, yang penting bergizi tinggi. Kaya tempe, sayur gitukan.
10
P
Kalo menurut mas, kalo Z ngga dikasi makanan bergizi akibatnya apa?
J
Ngedrop badannya. Bisa sakitnya panjang. Soalnya kena penyakitpenyakit lain. Kan jadi gampang sakit.
11
12
P
Pengaruhnya besar ngga mas kalo Z ngga dikas makkanan bergizi?
J
Besar. kan jadinya bisa mempengaruhi kekebalan tubuh Z.
P
Mas, siapa yang mempengaruhi mas untuk ngasi makanan bergizi buat Z?
J
Dokter. Dokter suka nyaranin buat pilih makanan yang bisa bantu kesehatan dia.
13
P
Pengaruhnya gimana mas dukunan dari oran lain supaya mas memberikan makanan bergizi?
J
Jadi makin dapet pengetahuan sih ya. jadi tau anaknya harus dikasiih makan apa, jadi lebih diperhatiin buat makan anak.
14
15
P
Yang bikin mas mau memberikan makanan bergizi buat Z apa mas?
J
Karena itukan kebutuhan dia. Kalo ngga terpenuhi ya kasian juga.
P
Ada ngga mas hambatan selama memberikan makanan bergizi buat Z?
J
Suka-suka dia sih makannya. Ngga bisa dipaksain jam segini harus makan.tapi kalo udah minta makan, harus disediaain. Baru gtu. Dikit juga sih dia makannya. Makannya badannya kurus.
16
P
Gimana cara mas ngatasi hambatan tersebut?
J
Diganjel dulu. Kalo ngga mau dikasih makanan lain dulu yang dia suka. Kadang suka nanya juga, lagi mau makan apa?kalo dia yang mintakan jadiny nanti dimakan.kadang lauknya aja dimakan.
17
18
P
Mas yakin ngga bisa mengatasi hambatan ini?
J
Yakin sih. Yang penting ada yang dia makan.
P
Selama ini mas punya keinginan atau niat buat ngasih makan bergizi buat
Z?
19
J
Ya tentu lah
P
Apa usaha mas buat ngasih Z makanan bergizi?
J
Sekemampuan kita aja. Apa yang ada kita kasih, yang penting memenuhi kebutuhan dia
20
P
Gimana cara mas buat mempertahankan tetep bisa ngasih Z makanan bergizi?
J
Paling ngga anaknya mau makan, mau jajan atau mau makan lauknya aja, jadi ngga masuk angin.
VERBATIM V Pewawancara (P): Fety (peneliti) Informan (J): E Anak: A Berikut ini adalah verbatim berdasarkan pedoman wawancara yang sudah dibuat sebelumnya. 1.
2.
P
Menurut ibu makanan bergizi itu apa?
J
Vitamin. Makanan yang kita makan sehari-hari.
P
Kalo gizi yang baik menurut ibu gimana?
J
Ya makanan yang kita makan sehari-hari, semua makanan baik. Telor, susu, daging, sayur, buah.
3
P
Kalo gizi yang baik buat anak HIV gimana bu?
J
Sehari-hari makan yang baik. Kaya lauk, pauk, susu, buah, telor, daging, sayur. Terus makannya teratur.
4
P
Yang ibu tau tentang makanan yang baik buat A gimana bu?
J
Sama aja kaya anak yang lain sih kaya sama makan ikan, makan daging, sayur, ngga beda sama kita yang sehat. Cuman harus lebih banyak aja buat dia mah dibandingin orang lain. Kaya daging, anak yang sehat mah satu cukup, kalo dia harus dua.
5
P
Kalo menurut ibu, cara memberi makanan buat anak HIV gimana bu yang baik?
J
Harus ditelatenin. Kalo bisa kita bikin sendiri makanan di rumah. Jadi dia kenyang makan di rumah jadi ngga jajan diluar. Sayakan gitu mba. Suka bikin bubur kacang ijo, ager, donat jadi A ngga jajan makanan diluar. Kan kita ngga tau ya jajanan diluar mah udah macem-macem banget. Ngga pernah dia jajan diluar.kan udah kenyang dari rumah. Kalo lagi main, laper juga pulang ke rumah.
6
P
Pernah ngga bu punya pengalaman, ngga ngasih A makanan bergizi terus A sakit bu?
7
J
Ngga sihh
P
Tapi menurut ibu, kalo A ngga dikasih makanan bergizi ada dampaknya apa bu buat A?
8
9
J
Sakit-sakitan. Gampang sakit mba.
P
Keuntungannya apa bu, kalo ibu kasih A makanan bergizi?
J
Sehat. Ngga cepet sakit. Makanya diutamain dikasih makanan yang sehat.
P
Bu, kalo menurut ibu, anak seperti A ini harus diberi makanan bergizi seperti apa biar kebutuhan gizinya terpenuhi?
J
Makanan yang dikasih harus bervitamin, biar ngga cepet sakit. Cuman A sih dari dulu ngga suka saya kasih vitamin. Baru sekarang aja nih dia minta neneknya beliin vitamin.
10
11
P
Kalo menurut ibu, kalo A ngga dikasi makanan bergizi akibatnya apa bu?
J
Ya sakit-sakitan. Tapi A mah ngga pernah sakit sih. Makannya dia mau.
P
Besar ngga sih bu menurut ibu pengaruh kalo A ngga dikasih makanan bergizi?
12
J
Besar, makanya makanan diapun harus lebih besar dari orang lain.
P
Bu, ada ngga orang yang mempengaruhi atau nyaranin ibu buat ngasih A makanan bergizi?
J
Ngga ada sih yang nyaranin. Dari pengalaman aja saya ngurus anak, terus sekarang engkongkan sakit, jadi udah tau kalo orang sakit harus makan apa. Udah biasa lah.kalo dokterkan suka nanya aja, gimana bu keadaan A, sehat? Sehat dok. Tuh liat aja ngga bisa diem. Dokter mah udah pada kenal dia semua, dokter nia, dokter nita. Habiskan kalo dateng langsung salim. Kalo kata dokter nia mah A udah sehat. Jadi saya seneng aja, berartikan saya udah bener ngasih makan A kaya gini.
13
P
Pengaruhnya dari orang-orang tadi buat ibu apa bu?
J
Ya saya jalanin aja. Kan nambah pengetahuan. Kalo baik kenapa kita ngga jalanin kan?
14
P
Yang bikin ibu mau memberikan makanan bergizi buat A apa bu?
J
Pengen anaknya sehat mba. Lagian A mah doyan banget makan. Tau dia,
kalo udah jam 12 itu udah waktunya makan. 15
P
Kalo hambatannya buat ngasih makan makanan bergizi buat A ada bu?
J
Ngga ada hambatan sih mba. Udah biasa, ngerawat engkong sama A juga. Jalanin aja.
16
P
Jadi ibu ngerasa ngga ada hambatan buat kasih makanan bergizi buat A
J
Ya, apa ya. Biar pas-pasan gini mah mba, kalo rejeki mah ada aja. Ibu tinggal disini kan bukan rumah ibu. Numpang ibu. Ngga bayar. Ibu juga masih suka dipanggil buat ngerawat nenek-nenek disekitar sini, A juga kan suka ada aja dapet uang, susu, sembako, buku, yang dari yayasan, dari tetangga, dari pa haji yang punya rumah ini.
17
P
Jadi ibu yakin bisa ngatasi hambatan tadi?
J
Yakin aja. Selama ibu maasih bisa kerja mah mba fety. Toh selama ini juga begini. Enjoy aja ibu mah (tersenyum sumringah)
18
P
Selama ini ibu punya keinginan atau niat buat ngasih makan bergizi buat F?
19
J
Iya mba, pingin banget
P
Apa bu usaha ibu buat ngasih F makanan bergizi?
J
Kalo buat makanan kita ngikutin si A. biasanya dia yang minta mau makan apa gitu. Saya selalu bikin cemilan sendiri mba kaya donat, kacang ijo, ager, kolak, jadi dia ngga jajan diluar.
20
P
Gimana cara ibu buat mempertahankan tetep bisa ngasih F makanan bergizi?
J
Kalo cape ngurusi A sama engkongnya mah saya bawa enjoy aja.