ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI KEMUNGKINAN TERJADINYA DEFAULT (Studi Kasus Emiten Obligasi Dengan Status Gagal Bayar Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta Periode 2001-2007)
SKRIPSI
Disusun oleh: Siti Rakhmaniar Sumiati 104081002590
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2009
1
ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI KEMUNGKINAN TERJADINYA DEFAULT (Studi Kasus Emiten Obligasi Dengan Status Gagal Bayar Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta Periode 2001-2007)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-Syarat untuk Meraih gelar Sarjana Ekonomi
Oleh : Siti Rakhmaniar Sumiati NIM: 104081002590
Dibawah Bimbingan :
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM NIP. 150 317 955
Titi Dewi Warninda, SE., M,Si NIP. 150 368 746
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2009
2
ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI KEMUNGKINAN TERJADINYA DEFAULT (Studi Kasus Emiten Obligasi Dengan Status Gagal Bayar Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta Periode 2001-2007)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-Syarat untuk Meraih gelar Sarjana Ekonomi
Oleh : Siti Rakhmaniar Sumiati NIM: 104081002590
Dibawah Bimbingan : Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM NIP. 150 317 955
Titi Dewi Warninda, SE., M,Si NIP. 150 368 746
Penguji Ahli
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS NIP. 131 474 891
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2009
3
Hari ini Jum’at Tanggal 08 Bulan Agustus Tahun Dua Ribu Delapan talah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Siti Rakhmaniar Sumiati NIM : 104081002590 dengan judul skripsi ” ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI KEMUNGKINAN TERJADINYA DEFAULT (Studi Kasus Emiten Obligasi Dengan Status Gagal Bayar Yang Teradaftar Di Bursa Efek Jakarta Periode 2001-2007)”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Eknomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 30 Maret 2009
Tim Uji Komprehensif
Prof. Dr. Ahmad rodoni, MM Ketua
Indoyama nasarudin SE., MAB Sekretaris
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Penguji Ahli
4
DAFTAR RIWAYAT HIDUP SITI RAKHMANIAR SUMIATI Jl. Siliwangi warung-bandrek Rt. 02 Rw. 13 No.38 Bogor 16131 Phone : (0251) 8370716 Mobile Phone : 085718120422 Email :
[email protected]
DATA PRIBADI
Nama Lengkap
: Siti Rakhmaniar Sumiati
Tempat / Tanggal Lahir
: Bogor, 19 April 1986
Alamat
: Jl. Siliwangi Warung Bandrek Rt. 02 Rw. 13 No. 38 Bogor Selatan 16131
Phone
: (0251) 8370716
Mobile Phone
: 085718120422
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Kewarganegaraan
: Indonesia
PENDIDIKAN 1. Tahun 1992 – 1998
: MI PUI Bogor
2. Tahun 1998 – 2001
: MTs PUI Bogor
3. Tahun 2001 – 2004
: MAN 2 Bogor
4. Tahun 2004 – sekarang
: Universitas Islan Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
5
ABSTRACT This aim of this research is giving empirical fact about the factors that influence default condition at emiten. Financial ratio ( Income Statement, balance sheet, and cash flow) are used to predict default condition. Based on annual financial statement and bond rating, up found 13 sample of default company and 13 sample of non default company. Observation period 2001-2007 and prediction period 3 years before default and non default. In this research the statistict method used to predict the default condition is binary logistic regression. Independent Sample T-Test and Mann Whitney Test used to analyze, is there the significant difference between financial ratio default and non default. The result of this research show that the financial ration can predict default condition of company with 88.5% accuracy of classification and Current Asset/Current Liabilities, Cash/Current Liabilities, Cash/Total Asset, Current Liabilities/Totol Equity, Long Term Debt/Total Equity, Total Liabilities/Total Equity, Total Liabilities/Total Asset, Sales/Total Asset, Quick Asset/Total Asset, Cash Flow/Total Asset, Cash Flow/Total Liabilities are significant variables to predict default condition. This reasech also show thaht there is the different significant on financial ration Sales/Total Asset, Current Asset/Sales, Current Asset/Total Asset, Current Liabilities/Totol Equity, Quick Asset/Sales, Cash Flow/Total Asset, Cash Flow/Total Liabilities between default and non default condition.
Key Word : Default, Financial Ratio, Logistic Regression, Independent Sample TTest and Mann Whitney
6
ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi kondisi default pada perusahaan penerbit obligasi. Rasio keuangan yang berasal dari laporan laba rugi, neraca, dan laporan arus kas, digunakan untuk memprediksi kondisi default. Data yang digunakan adalah data laporan keuangan tahunan dan rating obligasi, sehingga ditemukan 13 sampel perusahaan penerbit obligasi yang mengalami default dan 13 sampel perusahaan penerbit obligasi yang tidak mengalami default (non default) dengan periode pengamatan 2001-2007 dan periode prediksi 3 tahun sebelum terjadinya default maupun non default. Dalam penelitian ini metode statistik yang digunakan untuk memprediksi kondisi default adalah regresi logistik binary. Independent sample T-test dan mann-whitney test digunakan untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara rasio keuangan perusahaan yang mengalami default dan non default. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa rasio keuangan dapat memprediksi kondisi default perusahaan penerbit obligasi dengan ketepatan klasifikasi keseluruhan sebesar 88.5% dan variabel Current Asset/Current Liabilities, Cash/Current Liabilities, Cash/Total Asset, Current Liabilities/Totol Equity, Long Term Debt/Total Equity, Total Liabilities/Total Equity, Total Liabilities/Total Asset, Sales/Total Asset, Quick Asset/Total Asset, Cash Flow/Total Asset, Cash Flow/Total Liabilities merupakan variabel yang signifikan untuk memprediksi kondisi default. Penelitian ini juga menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio keuangan Sales/Total Asset, Current Asset/Sales, Current Asset/Total Asset, Current Liabilities/Totol Equity, Quick Asset/Sales, Cash Flow/Total Asset, Cash Flow/Total Liabilities antara perusahaan dengan kondisi default dan non default secara statistik.
Kata kunci : Default, Rasio Keuangan, Regresi Logistik, Independent Sample TTest, Mann-Whitney Test.
7
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim Assalamu’alaikum Wr. Wb Segala puji hanya milik Allah, maha suci Allah, tiada daya dan upaya kecuali atas kuasa-Mu. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan perbuatanku dan keburukan amalku. Hanya karena kuasa-Nya dan Anugerah dari-Nyalah penulis mampu meneyesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tercurah kepada junjungan-Nya, Nabi pemberi syafa’at, Nabi di akhir zaman, Muhammad SAW. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi persyaratan gelar sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen Keuangan dan Pasar Modal Pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan kali ini penyusun menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada : 1. Seluruh keluarga, terutama orang tua yang telah membesarkan, serta memberikan pendidikan dan memberikan dukungan baik moril maupun materil hingga penulis mampu meraih gelar sarjana. buat saudara-saudara ku yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Buat abang izal, buat defri Makasih banyak y.... 2. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah berusaha mengembangkan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial hingga saat ini. 3. Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM., selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan serta petunjuk yang sangat bermanfaat bagi penyusun sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Ibu Titi Dewi Warninda SE., M.Si., selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan serta petunjuk yang sangat bermanfaat bagi penyusun sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini.
8
5. Rahman Muslim SE, atas kontribusinya dalam penyusunan skripsi ini, dan selalu memberikan semangat untuk secepatnya menyelesaikan skripsi. 6. Ferawati SE, atas semua buku-bukunya yang bermanfaat banget dalam menyusun skripsi ini. 7. Rahmat Savandy SE, yang udah bantuin ngebenerin nginput data. Thank’s banget y.... 8. Sahabat-sahabat ku tercinta Nanin, Reni SE, Itha SE, temen seperjuangan selama 4 tahun, yang senantiasa memberikan dukungan kepada penulis, makasih y sering dengerin curhatan gw,,, 9. Untuk seseorang yang ”terindah” yang hadirnya selalu memberikan inspirasi, melihatnya merupakan keindahan, memilikinya merupakan anugerah, bersamanya adalah kebahagiaan, kau caiptaan-Nya yang terindah yang menghanyutkan hatiku, senyum manismu yang selalu menghiasi hariku, yang selalu menyemangatiku saat ku jenuh menjalani semuanya. Kau yang ingin ku miliki tapi tak bisa ku miliki Makasih y..... 10. Semua pihak yang telah dianugerahkan Allah kepada penulis, yang selalu mendo’akan dan selalu memberikan semangat di saat penulis merasa jenuh dalam mengerjakan skripsi, buat a’ Ari yang senanatiasa memberikan support dan semangat selama mengerjakan skripsi, buat Iwan, BojEs, makasih buat komputernya, dan Sahabat – Sahabat terbaik Menejemen E dan Keuangan B angkatan ’04 Akhir kata penyusun berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penyusun dan pembaca umumnya.
Jakarta, Maret 2009
Penulis
9
DAFTAR ISI DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..........................................................................i ABSTRACT ................................................................................................... ii ABSTRAKSI................................................................................................. iii KATA PENGANTAR ....................................................................................iv DAFTAR ISI ..................................................................................................vi DAFTAR TABEL ..........................................................................................ix DAFTAR GAMBAR.......................................................................................x DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................1 1.1.
Latar Belakang .........................................................................1
1.2.
Perumusan Masalah ..................................................................9
1.3.
Tujuan dan Manfaat Penelitian..................................................9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................11 2.1.
Pendahuluan ...........................................................................11
2.2.
Obligasi ..................................................................................12 2.2.1.
Pengertian Obligasi ..................................................12
2.2.2.
Jenis-Jenis Obligasi ..................................................15
2.2.3.
Resiko Obligasi ........................................................17
2.2.4.
Tipe Penerbitan Obligasi ..........................................19
2.2.5.
Nilai Obligasi ...........................................................20
2.2.6.
Rating Obligasi ........................................................21
2.2.7.
Obligasi Default .......................................................23 2.2.7.1. Pengertian........................................................23 2.2.7.2. Sebab-Sebab Terjadinya Default......................23
2.3
Financial Distress...................................................................24 2.3.1
Pengertian Financial Distress...................................24
2.3.2
Penyebab Business Failure.......................................25
2.3.3
Deteksi Awal Financial Distress ..............................25
10
2.4.
Kepailitan ...............................................................................25
2.5.
Laporan Keuangan..................................................................29 2.5.1.
Pengertian Laporan Keuangan ..................................29
2.5.2.
Tujuan Laporan Keuangan .......................................30
2.5.3.
Bentuk Laporan Keuangan .......................................30 2.5.3.1. Neraca .............................................................31 2.5.3.2. Laporan L/R ....................................................32 2.5.3.3. Laporan Arus Kas............................................32
2.6.
Rasio Keuangan......................................................................33 2.6.1.
Rasio Profitabilitas ...................................................34
2.6.2.
Rasio Likuiditas .......................................................34
2.6.3.
Rasio Leverage.........................................................36
2.7.
Penelitian Sebelumnya............................................................37
2.8.
Hipotesis.................................................................................40
2.9.
Kerangka Pemikiran ...............................................................40
BAB III METODOLOGI PENELITIAN........................................................43 3.1
Ruang Lingkup Penelitian.......................................................43
3.2
Metode Penentuan Sampel ......................................................43
3.3
Metode Pengumpulan Data .....................................................45
3.4
Metode Analisis......................................................................46
3.5
3.5.1.
Uji Normalitas Data (1 Sample K- S) ........................46
3.5.2.
Uji Independent Sample T-test..................................47
3.5.3.
Uji Mann Whitney ....................................................49
3.5.4
Analisis Regresi Logistik Binary ..............................50
Deskripsi Operasional Variabel...............................................56 3.6.1.
Variabel Independen.................................................56
3.6.2.
Variabel Dependen...................................................59
11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................61 4.1.
4.2.
Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian.............................61 4.1.1.
Sejarah Singkat Bursa Efek Indonesia ......................61
4.1.2.
Lembaga Penunjang Pasar Modal.............................62
Obligasi ..................................................................................64 4.2.1
Sejarah Singkat Perusahaan Penerbit Obligasi ..........65
4.3.
Pengolahan Data dan Analisis Deskriptif ................................75
4.4.
Uji Normalitas Data ................................................................82
4.5.
Uji Independent Sample T-test ................................................86
4.6.
Uji Man Witney.......................................................................89
4.7.
Analisis Regresi Logistik Binary.............................................92
4.8.
Interpretasi .............................................................................93
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ..................................109 5.1.
Kesimpulan...........................................................................109
5.2.
Implikasi...............................................................................110
5.3.
Keterbatasan Penelitian dan Saran.........................................111
Daftar Pustaka .............................................................................................113 Lampiran ....... .............................................................................................117
12
DAFTAR TABEL
No.
Tabel
Halaman
1.1.
Perkembangan Emiten Obligasi dan obligasi Outstanding ...................2
1.2.
Daftar Emiten Obligasi Korporasi Yang Default...................................4
2.1.
Kategori Dan Definisi Peringkat (Perusahaan Penerbit Obligasi) ........22
3.1.
Emiten Yang Mengalami Default .......................................................44
3.2.
Emiten Yang Tidak Mengalami Default .............................................45
4.1.
Descriptive Statistics Default..............................................................76
4.2
Descriptive Statistics Non Default .....................................................77
4.3
Perbandingan Deskriptif Statistik .......................................................78
4.4.
Hasil Uji Normalitas (One Sample Kolmogorov-Smirnov) ..................83
4.5.
Hasil Statistik Deskriptif STA Dan QATA .........................................87
4.6.
Hasil Uji Beda Independent Sample T-Test.........................................87
4.7.
Hasil Uji Beda Mann Whitney U.........................................................89
4.8.
Tabel Identifikasi Data Pada Regresi Logistik ....................................93
4.9.
Tabel Data Yang Diproses Pada Regresi Logistik...............................93
4.10.
Ketepatan Model Dalam Memprediksi (Blok Number = 0).................94
4.11
Ketepatan Model Dalam Memprediksi (Blok Number =1)..................94
4.12.
Hasil Uji Chi Square Hosmer & Lemeshow........................................95
4.13.
Koefisien Cox & Snell R Square dan Negelkarke R Square.................96
4.14.
Ketepata Prediksi Klasifikasi..............................................................97
4.15.
Hasil Signifikasi Data.........................................................................98
13
DAFTAR GAMBAR
No.
Gambar
Halaman
2.1.
Kerangka Pemikiran ..........................................................................42
14
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Kondisi perekonomian Indonesia selama hampir sepuluh tahun terakhir ini selalu mengalami gejolak ekonomi yang membawa pada tumbuhnya masalahmasalah yang harus selalu diantisipasi, dimulai dengan munculnya masalah krisis ekonomi tahun 1997 hingga kenaikan harga minyak dunia yang mengakibatkan kenaikan harga BBM dan Inflasi hingga mencapai 17,11% (Kompas: 2007). Seiring dengan adanya anomali dalam kondisi perekonomian tentu saja hal tersebut berdampak pada kegiatan sektor industri, sebagai contoh yaitu dampak dari inflasi yang mengakibatkan meningkatnya harga bahan baku serta overhead sebagai bagian dari biaya operasional perusahaan yang selanjutnya dapat berdampak buruk bagi kelangsungan usaha perusahaan agar dapat terus survive di pasar. Untuk itu dalam menjalankan usahanya sebuah perusahaan tentu saja membutuhkan modal yang tidak sedikit. Kebutuhan akan modal tersebut dapat dipenuhi melalui berbagai sumber yaitu yang berasal dari modal sendiri, modal patungan, menerbitkan saham, atau dengan melakukan pinjaman pada lembaga keuangan serta dapat pula dengan menerbitkan surat utang (Obligasi) Perkembangan pasar obligasi di Indonesia hingga kini terus mengalami peningkatan. Hal tersebut tercermin pada meningkatnya volume transaksi Obligasi Korporasi. Berdasarkan data yang diperoleh dari majalah Investor terdapat perkembangan emisi obligasi dari tahun ke tahun sehingga meningkatkan
15
jumlah obligasi yang outstanding di Bursa Efek Surabaya (BES) yang kini diganti menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI). Tabel 1.1 Perkembangan emisi obligasi dan obligasi “outstanding” di Bursa Efek Surabaya (BES) Desember 1999-2005
Periode Des 1999 Des 2000 Des 2001 Des 2002 Des 2003 Des 2004 Des 2005
Jumlah emiten 6 23 6 11 57 35 20
Emisi obligasi baru Jumlah Nilai emisi obligasi (Rp milyar) 14 2.084 35 7.227 15 2.494 24 6.000 80 25.512 81 19.919 53 9.050
Obligasi outstanding Jumlah Jumlah Nilai emisi emiten obligasi (Rp milyar) 38 77 14.180 54 103 18.885 54 98 18.831 55 111 21.521 92 180 45.390 107 243 58.791 107 272 60.342
Sumber : BES Di lain pihak, sinyal stabilnya suku bunga dan prospek menurunnnya belum dapat meyakinkan emiten untuk melakukan emisi obligasi. Beberapa emiten yang mulai merencanakan emisi obligasi hanya Perbankan, relatif tingginya yield spread cenderung dimanfaatkan untuk memperoleh dana dari pasar modal Internasional melalui penerbitan obligasi subordinasi. Emiten yang juga terdorong untuk menerbitkan obligasi adalah perusahaan pembiayaan umum, hal ini mereka lakukan dalam rangka memperoleh dana untuk melunasi utang yang jatuh tempo. Kecenderungan meningkatnya minat investor pada obligasi korporasi didorong oleh adanya regulasi ketat untuk melindungi investor. Pengaturan tersebut terkait dengan persyaratan minimum peringkat BBB bagi obligasi korporasi yang dapat dicatatkan dan diperdagangkan di bursa. Dengan adanya persyaratan tersebut, perusahaan yang dapat melakukan emisi obligasi korporasi
16
menjadi semakin selektif sehingga memperkecil kemungkinan resiko gagal bayar ( Default). Dari sisi perusahaan, kebijakan untuk menerbitkan obligasi merupakan hal yang tidak mudah, karena harus melalui persetujuan shareholder khususnya pemegang saham, karena bagian yang akan diterima secara otomatis akan dikurangi dengan kewajiban yang harus dibayar oleh perusahaan. Oleh karena itu kinerja perusahaan tergantung pula pada kemampuan perusahaan dalam menyelesaikan kewajibannya yang dalam jangka panjang dapat menimbulkan resiko gagal bayar (default) sehingga memungkinkan terjadinya financial distress berupa kepilitan. Bagi bond holder atau pemegang obligasi tiada ketakutan yang lebih besar selain default. Artinya, pemegang obligasi tak mampu membayar bunga dan pokok obligasi saat jatuh tempo. Lebih menakutkan lagi, kondisi default alias gagal bayar sulit disembuhkan, karena emiten tak hanya mengalami cash flow mismatch, tapi kinerjanya terus menerus menuju kebangkrutan.(Investor:2001). Dibawah ini terdapat daftar emiten obligasi korporasi yang dinyatakan default selama kurun waktu 2001-2007.
17
Tabel 1.2 Daftar emiten obligasi korporasi yang default 2001-2007 Tanggal Tanggal jatuh Nama Emiten Rating listing tempo PT. Barito Pasific Timber Tbk idD 25-06 97 10-07-02 PT. BBL Danatama Finance Tbk idD 20-12-96 13-12-01 PT. Bakrie finance Corporation Tbk idD 27-06-97 23-07-02 PT. Ciputra Development idD 06-27-96 07-18-01 PT. Ciputra Surya idD 09-06-97 25-06-03 PT. Global Financindo d/h Bakrie idD 04-08-97 23-07-02 Finance. Tbk PT. Mulya Keramik Indah Raya idD 21-12-00 31-10-07 Tbk PT. Muliaglass Tbk idD 21-12-00 31-10-97 PT. Muliasentra Gunaswakarya Tbk idD 21-04-97 11-04-02 PT. Sinarmas Multi Finance Tbk idD 21-04-97 27-09-02 PT. Jakarta Int’l Hotel & Dev. Tbk idD 30-06-97 16-07-02 PT. Panasia Filament Inti Tbk idD 20-08-97 06-11-02 PT. Suryamas Duta Makmur idD 21-05-97 06-06-02 PT. Eka Gunatama Mandiri idD 07-08-97 20-09-07 PT. Indah Kiat Pulp&Paper Tbk idD 27-09-99 04-10-06 PT. Pindo Deli Pulp&Paper Mills idD 23-01-97 01-10-14 PT. Lontar Papyrus Pulp&Paper. idD 31-03-00 26-04-05 Tbk PT. Tjiwi Kimia idD 24-10-96 08-11-01 PT. Great River Int’l. Tbk idD 14-10-03 13-10-08 PT. Bank Global Int’l idD 11-06-03 06-06-13 PT. Bahtera Admina Sejahtera idD 12-06-00 05-06-05 PT. Inti fasindo idD 09-01-03 06-01-08 Sumber : BEI, Bapepam, Pefindo, data diolah
Nilai obligasi (Rp Juta) 400.000 100.000 200.000 160.000 300.000 200.000 126.610 126.640 242.913 500.000 600.000 100.000 300.000 171.864 1.000.000 200.000 1.000.000 200.000 300.000 300.000 100.000 5.000
Kegagalan perusahaan dalam mengembalikan pinjaman dapat dikategorikan bahwa perusahaan mengalami corporate failure (kegagalan perusahaan) (Hadad dkk, 2003:2-3). Salah satu penelitian yang sering dijadikan acuan utama dalam penelitian tentang corporate failure adalah penelitian yang dilakukan oleh Beaver (1966) dalam ferawati (2008 : 6). Beliau menggunakan 29 rasio keuangan pada 5 tahun selama teerjadinya kebangkrutan. Dalam studinya, Beaver membuat 6 kelompok rasio keuangan dan membuat univariate analysis yaitu menghubungkan
18
tiap-tiap rasio untuk menentukan rasio mana yang paling baik digunakan sebagai prediktor. Rasio keuangan tersebut terdiri dari cash flow ratio, net income ratio, debt to total asset ratio, liquid asset to current debt ratio, turn over ratio, liquid asset total asset ratio. Dari 6 kelompok rasio tersebut, Beaver menemukan bahwa rasio dari aliran kas terhadap kewajiban total merupakan prediktor yang paling baik untuk menentukan tingkat kebangkrutan perusahaan. Dengan studi ini, Beaver menemukan bahwa rasio keuangan terbukti sangat berguna untuk prediksi kebangkrutan dan dapat digunakan untuk membedakansecara akurat perusahaan yang akan bangkrut dan yang baik. Sayangnya, penelitian Beaver ini gagal dirumuskan dalam sebuah formula yang sederhana dan mudah diterapkan. Kemudian Altman (1968) melakukan penelitian pada topik yang sama seperti pada topik penelitian yang dilakukan oleh Beaver tetapi Altman menggunakan teknik multivariate discriminant analysis dan menemukan ada 5 rasio keuangan yang dapat digunakan untuk mendeteksi kebangkrutan perusahaan beberapa saat sebelum perusahaan tersebut bangkrut. Terutama likuiditas dan leverage memberikan sumbangan terbesar dalam rangka mendeteksi dan memprediksi kebangkrutan perusahaan. Model Altman dikenal dengan Z-Score model. Formulany sebagai berikut : Z-Score = 1,2 Working Capital/Total Asset + 1,4 Retained Earning/Total Asset + 3,3 EBIT/Total Asset + 0,6 Market Value Equity/Book Value of Debt + 1,0 Sales/ Total Asset. Dalam model tersebut skor 2,99 merupakan ambang batas untuk perusahaan sehat,perusahaan yang mempunyai skor 1,81 akan diklasifikasikan sebagai perusahaan yang potensi bangkrut. Almilia dan kristijadi (2003:4),
19
Altman melakukan penelitian kembali di berbagai Negara, penelitian ini memasukan dimensi interenasional sehingga Z-Score diubah menjadi foemula = 0,717 WC/TA+0,847RE/TA+3,107EBIT/TA+0,420MVE/BVD+0,998S/TA. Peneliti dari Bank Indonesia (BI) yang melakukan penelitian terhadap 32 perusahaan yang terdiri dari 2 kelompok yaitu pailit dan non pailit serta melakukan uji coba terhadap 2 teknik dalam memprediksi kepailitan dimana variable independent yang digunakan adalah rasio keuangan, yang menemukan bahwa rasio likuiditas merupakan discriminator terbaik dalam membedakan perusahaan yang pailit dan perusahaan yang tidak pailit. Selanjutnya, penelitian mereka juga menunjukan bahwa logistic regression merupakan pendekatan yang relative lebih baik jika dibandingkan dengan discriminant analysis. Hal ini dicerminkan oleh nilai correct estimates logistic regression yang rata-rata lebih tinggi dari nilai correct estimates discriminant analysis yaitu masing-masing sebesar 86,72% dan 78,1% untuk satu tahun sebelum perusahaan pailit. Dalam penelitian ini menggunakan rasio keuangan sebagai alat untuk memprediksi kemungkinan terjadinya suatu peristiwa atau dalam hal ini untuk memprediksi kemungkinan terjadinya default / gagal bayar. Rasio keuangan yang digunakan adalah rasio likuiditas, profitabilitas dan solvabilitas karena rasio keuangan tersebut merupakan discriminator terbaik dalam membedakan perusahaan yang pailit dan perusahaan yang tidak pailit. Rasio likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya pada saat jatuh tempo. Rasio ini
20
membandingkan kewajiban jangka pendek dengan sumber daya jangka pendek (lancar) yang tersedia untuk memenuhi kewajiban tersebut. Rasio profitabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dengan menggunakan modal tertentu. Profitabilitas dianggap sebagai alat yang paling valid dalam mengukur hasil. Pelaksanaan hasil operasi perusahaan, karena profitabilitas merupakan alat pembanding pada berbagai alternatif investasi yang sesuai dengan tingkat resiko. Semakin besar resiko investasi, diharapkan profitabilitas yang diperoleh semakin tinggi pula. Sedangkan rasio leverage digunakan untuk mengetahui seberapa besar perusahaan di biayai oleh hutang dalam mengoperasikan perusahaannya. Mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Muliaman D. Hadad dkk, tahun 2003, yang meneliti mengenai masalah kepailitan perusahaan di Indonesia, dengan menggunakan metode regresi logistik dan Diskriminan untuk mengetahui perbandingan antara kedua metode tersebut, maka dalam konteks yang sama tetapi dalam tema yang berbeda, penelitian ini mencoba untuk menganalisa kepailitan perusahaan dilihat dari sisi penerbitan obligasi yang mengalami masalah gagal bayar (default) dengan menggunakan metode regresi logistik. Selain itu penelitian ini juga mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Lya Sapitri Indi, tahun 2005 dalam tesisnya yang berjudul Analisis pengaruh factor- factor keuangan terutama rasio keuangan untuk memprediksi probabilita terjadinya default. Penelitian tersebut menggunakan 26 rasio keuangan dan dari 26 rasio tersebut terdapat 16 rasio yang signifikan dengan menggunakan Software
21
Eviews. Penelitian ini mencoba mengembangkan penelitian sebelumnya dengan menambahkan uji beda untuk mengetahui perbedaan antara rasio keuangan yang Default dan Non Default, dengan Software yang berbeda yaitu SPSS. Oleh sebab itu, berdasarkan latar belakang diatas dan hasil penelitian sebelumnya, penulis sangat tertarik untuk mengkaji kembali mengenai masalah corporate failure tetapi dalam tema yang berbeda, dalam hal ini penulis mencoba menerapkannya pada penelitian mengenai obligasi yang gagal bayar (Default). Karena itu tema yang diambil pada skripsi ini adalah : “Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Terjadinya Default ( Studi kasus Emiten Obligasi dengan status gagal bayar yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2001 – 2007 )” Agar penelitian tidak keluar dari tema yang telah ditentukan dan peneliti bisa lebih fokus, sehingga penelitian ini perlu dibatasi agar tidak terlalu luas pembahasannya, maka penulis membatasinya hanya pada hal-hal berikut : 1. Rasio keuangan yang digunakan untuk menganalisa laporan keuangan tahunan perusahaan yang laporan keuangannya dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah rasio keuangan yang berhubungan dengan Profitabilitas, likuiditas dan rasio leverage. 2. Emiten obligasi yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu obligasi non finansial yang mengalami masalah gagal bayar (default), baik bunga maupun kupon obligasi. 3. Rating Obligasi yang digunakan sebagai pedoman penentu apakah obligasi mengalami default atau tidak adalah rating obligasi tahun 2001– 2007.
22
4. Data yang akan di olah adalah laporan keuangan 3 tahun kebelakang, baik yang default maupun non default.
I.2. PERUMUSAN MASALAH Masalah yang akan diteliti pada skripsi ini adalah perlunya pengidentifikasian faktor-faktor yang menyebabkan corporate failure, yaitu : 1. Apakah rasio likuiditas, profitabilitas, dan leverage secara signifikan mampu membedakan perilaku perusahaan yang masuk kelompok default dan non default. 2. Mengidentifikasi dan menjelaskan apakah rasio keuangan secara signifikan dapat digunakan untuk memprediksi kemungkinan terjadinya default.
I.3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN A. Tujuan penelitian : Untuk menjawab masalah tersebut diatas, maka dilakukan hal-hal sebagai berikut sebagai tujuan dari penelitian ini, yaitu : 1. Menganalisis rasio keuangan terutama rasio likuiditas, profitabilitas, dan Leverage untuk membedakan perilaku perusahaan yang masuk kelompok default dan non default. 2. Mengidentifikasi rasio keuangan yang secara signifikan dapat digunakan untuk memprediksi kemungkinan terjadi default.
23
B. Manfaat Penelitian : Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi pihak-pihak berikut ini : 1. Pemegang Obligasi (Bondholder) Melalui penelitian ini, investor dapat menganalisa perusahaan yang menerbitkan obligasi. Apakah perusahaan yang menerima dana mereka merupakan perusahaan yang sehat dan dapat memberikan return yang optimal yang dapat diketahui melalui rating obligasi yang berhubungan dengan likuiditas dan kecukupan modal. 2. Investor Bagi kalangan investor, khususnya pemegang saham biasa dan pemegang saham preferen. Penelitian ini berguna untuk mengetahui kondisi kesehatan keuangan perusahaan dan menilai kinerja keuangan serta dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya kepailitan perusahaan, karena pemegang saham merupakan pihak yang sangat dirugikan bila terjadi kepailitan yang disebabkan oleh tidak meratanya distribusi kashasil likuidasi. 3. Akademisi Diharapkan
penelitian
perbendaharaan
ini
khazanah
dapat ilmu
memberikan
pengetahuan
kontribusi
khususnya
bagi
dibidang
menejemen keuangan dan sebagai perbandingan untuk penelitian sejenis selanjutnya.
24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan Sumber pendanaan kegiatan bisnis perusahaan dapat diperoleh melalui kewajiban (hutang), modal (ekuitas), maupun keduanya. Hutang merupakan kewajiban financial dalam bentuk uang, jasa, maupun aset lain. Hutang juga merupakan klaim dari pihak lain atas asset dan sumber daya yang dimiliki perusahaan. Financing liabilities merupakan semua bentuk pembiayaan kredit seperti: wesel jangka panjang, obligasi, pinjamana jangka pendek, dan sewa guna usaha (leasing). Operating liabilities merupakan kewajiban yang timbul dari kegiatan operasi seperti hutang usaha, kredit tangguhan. Operating liabilities merupakan bentuk dari pendanaan implisit. Hutang umumnya dilaporkan dalam current (hutang lancar) atau non current (hutang jangka panjang) biasanya berdasarkan jangka waktu pinjaman, apakah jatuh tempo dalam waktu 1 tahun atau lebih. Hutang lancar adalah kewajiban yang jatuh tempo dalam waktu 1 tahun, sedangkan hutang jangka panjang adalah kewajiban yang jatuh tempo dalam waktu lebih dari 1 tahun seperti pinjaman jangka panjang, obligasi, dan wesel. Bentuknya beragam dan dalam penetapan serta perhitungannya membutuhkan
pengungkapan
dari
semua
pembatasan
dan
convenants.
Pengungkapan tersebut mencakup tingkat suku bunga, tanggal jatuh tempo, conversion, privilages, call features, subordination provision (peraturan perundang-undangan), adanya jaminan, dana pelunasan obligasi (dana cadangan premi) sinking fund, dan mengumumkan persyaratan kredit. Perusahaan juga
25
harus mengumumkan apabila terjadi default termasuk dalam hal pembayaran suku bunga dan pokok pinjaman. (Bernstein, dkk :2000) dalam (Lya Sapitri Indi, 2005:12)
2.2. OBLIGASI 2.2.1. Pengertian Obligasi Obligasi adalah suatu istilah yang dipergunakan dalam dunia keuangan yang merupakan suatu pernyataan hutang dari penerbit obligasi kepada pemegang obligasi beserta janji untuk membayar kembali pokok utang beserta kupon bunganya kelak pada saat tanggal jatuh tempo pembayaran. Ketentuan lain dapat juga dicantumkan dalam obligasi tersebut seperti misalnya identitas pemegang obligasi, pembatasan-pembatasan atas tindakan hukum yang dilakukan oleh penerbit. Obligasi pada umumnya diterbitkan untuk suatu jangka waktu tetap diatas 10 tahun. Misalnya saja pada obligasi pemerintah Amerika yang disebut "U.S. Treasury securities" diterbitkan untuk masa jatuh tempo 10 tahun atau lebih. Surat utang berjangka waktu 1 hingga 10 tahun disebut "surat utang" dan utang dibawah 1 tahun disebut "Surat Perbendaharaan. Di Indonesia, Surat utang berjangka waktu 1 hingga 10 tahun yang diterbitkan oleh pemerintah disebut Surat Utang Negara (SUN) dan utang dibawah 1 tahun yang diterbitkan pemerintah disebut Surat Perbendaharaan Negara (SPN). Obligasi secara ringkasnya adalah merupakan utang tetapi dalam bentuk sekuriti "Penerbit" obligasi adalah merupakan si peminjam atau debitur, sedangkan "pemegang" obligasi adalah merupakan pemberi pinjaman atau
26
kreditur dan "kupon" obligasi adalah bunga pinjaman yang harus dibayar oleh debitur kepada kreditur. Dengan penerbitan obligasi ini maka dimungkinkan bagi penerbit obligasi guna memperoleh pembiayaan investasi jangka panjangnya dengan sumber dana dari luar perusahaan. Pada beberapa negara, istilah "obligasi" dan "surat utang" dipergunakan tergantung pada jangka waktu jatuh tempo nya. Pelaku pasar biasanya menggunakan istilah obligasi untuk penerbitan surat utang dalam jumlah besar yang ditawarkan secara luas kepada publik dan istilah "surat utang" digunakan bagi penerbitan surat utang dalam skala kecil yang biasanya ditawarkan kepada sejumlah kecil investor. Tidak ada pembatasan yang jelas atas penggunaan istilah ini. Ada juga dikenal istilah "surat perbendaharaan" yang digunakan bagi sekuriti berpenghasilan tetap dengan masa jatuh tempo 3 tahun atau kurang . Obligasi memiliki resiko yang tertinggi dibandingkan dengan "surat utang" yang memiliki resiko menengah dan "surat perbendaharaan" yang memiliki resiko terendah yang mana dilihat dari sisi "durasi" surat utang dimana makin pendek durasinya memiliki resiko makin rendah. Obligasi dan saham keduanya adalah merupakan instrumen keuangan yang disebut sekuriti namun bedanya adalah bahwa pemilik saham adalah merupakan bagian dari pemilik perusahaan penerbit saham, sedangkan pemegang obligasi adalah semata merupakan pemberi pinjaman atau kreditur kepada penerbit obligasi. Obligasi juga biasanya memiliki suatu jangka waktu yang ditetapkan dimana setelah jangka waktu tersebut tiba maka obligasi dapat diuangkan sedangkan saham dapat dimiliki selamanya (www.wikipedi.co.id).
27
Secara umum obligasi merupakan surat hutang jangka panjang yang diterbitkan perusahaan sebagai bagian dari struktur modal untuk mendanai kebutuhan keuangannya. Untuk melengkapi pengertian tersebut ada beberapa sumber yang dapat dijadikan referensi dalam mendefinisikan obligasi, antara lain sebagai berikut : •
BAPEKKI DEPKEU : Obligasi (bond): surat hutang yang menjanjikan kepada pemiliknya sejumlah uang pada suatu tanggal jatuh tempo tertentu dan biasanya pembayaran bunganya dilakukan secara reguler. Obligasi juga merupakan surat hutang dimana perusahaan berjanji untuk
membayar bunga pinjaman serta uang yang dipinjamkan pada jangka waktu yang telah ditentukan. Dalam kontrak yang biasa disebut sebagai bond indenture yaitu kontrak hukum antara perusahaan yang menerbitkan obligasi dengan pemegang obligasi (bondholder) Fitur yang terdapat dalam Bond Indenture, yaitu : 1. Nilai Par yang juga bisa disebut face value, yaitu spesifikasi jumlah uang yang harus dibayar pada akhir masa obligasi (jatuh tempo). 2. Janji untuk membayar kupon secara periode dalam masa obligasi. 3. Janji untuk membayar principal dari obligasi yang diterbitkan, principal merupakan jumlah total uang yang dipinjam. 4. maturity (waktu jatuh tempo) 5. call provision yaitu hak bagi perusahaan yang menerbitkan obligasi untuk membayar semua obligasi sebelum tanggal jatuh tempo. Hal tersebut
28
dilakukan karena perusahaan tidak lagi membutuhkan dana pinjaman sehingga perusahaan langsung mengembalikannya kepada pemegang obligasi.
2.2.2. Jenis-Jenis Obligasi Jenis-jenis obligasi menurut Dahlan Siamat (2001:271) adalah : 1. Obligasi Bunga Tetap (Fixed Rate Bond). Obligasi ini disebut juga straight rate bond yaitu obligsi yang memberikan bunga berdasarkan bunga tetap sampai jatuh tempo pelunasannya. Pembayaran bunga obligasi tersebut biasanya dilakukan setiap 6 bulan sekali berdasarkan perjanjian penerbit. Jangka waktu temponya bervariasi antara 3-25 tahun tetapi umumnya 5-15 tahun. 2. Obligasi Bunga Mengambang (Floating Rate Bond). Yaitu obligasi yang pembayaran bunganya tidak tetap dan disesuaikan dengan tingkat bunga pasar secara berkala. Tingkat bunga ditentukan berdasarakan pada tingkat bunga rata-rata deposito berjangka. Bagi obligasi dalam denominasi dollar atau mata uang lainnya, penentuan bunganya berdasarkan pada LIBOR atau SIBOR ditambah beberapa point diatas LIBOR (London InterBank Offered Rate) atau SIBOR (Singapore InterBank Offered Rate) setiap jangka waktu tertentu misalnya setiap 6 bulan sekali.
29
3. Obligasi Tanpa Bunga (Zero Coupon Bond). Yaitu obligasi yang tidak memberikan bunga secara berkala kepada pemilik. Obligasi biasanya dijual dengan harga yang lebih rendah daripada nilai nominal obligasi (discounted basis). Kemudian pada saat jatuh tempo, obligasi tersebut ditebus sesuai dengan nilai nominalnya. 4. Perpetual Bond Yaitu obligasi yang tidak memiliki jatuh tempo, pembayaran bunga dilakukan secara periodik selama perusahaan (issuer) tetap beroperasi. Oleh karena itu, perusahaan tidak berkewajiban melunasi obligasi tersebut kecuali perusahaan dilikuidasi. 5. Obligasi Konversi (Convertible Bond) Yaitu obligasi yang disertai hak untuk ditukarkan dengan saham perusahaan penerbit (umumnya saham biasa) dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan syarat-syarat pinjaman. 6. Bond With Warrant Yaitu obligasi yang diterbitkan disertai dengan warrannt atau waran yang memberikan hak kepada pemiliknya untuk membeli sejumlah tertentu saham penerbit obligasi dengan harga yang telah ditentukan. 7. Eurobond dan Foreign Bond Yaitu obligasi yang diterbitkan dalam mata uang suatu negara dan diperjualbelikan diluar negara sipeminjam atau penerbit. Tingkat bunga yang diberikan biasanya dengan tingkat bunga tetap (fixed rate bond).
30
2.2.3. Resiko obligasi Pemegang dari suatu surat utang adalah bergantung pada resiko suku bunga (interest rate risk) dan resiko suku bunga. Resiko suku bunga adalah suatu resiko dari perubahan nilai pasar suatu obligasi sehubungan dengan terjadinya perubahan struktur atau tingkat suku bunga ataupun penyebaran kredit. Resiko kredit pada obligasi ini adalah merupakan kemungkinan terjadinya kerugian pada saat terjadinya peristiwa sehubungan dengan kredit tersebut misalnya penerbit obligasi mengalami gagal bayar pada saat jatuh tempo pembayaran, pailit, ataupun terjadinya restrukturisasi obligasi (www.wikipedi.co.id). Sebagaimana instrumen investasi lain pada umumnya, obligasi jua memiliki beberapa resiko yang dapat mempengaruhi nilai dari obligasi yang bersangkutan, jenis resiko tersebut mencakup : 1. Resiko tingkat suku bunga Yaitu resiko yang timbul akibat berfluktuasinya tingtkat suku bunga dari pasar. Fluktuasi tersebut menyebabkan berubahnya respon investor terhadap ekspektasi inflasi dimasa yang akan datang. Kenaikan dalam interest rate mengakibatkan pembayaran kupon obligasi yang bersifat fixed menjadi kurang menarik karena harga obligasi menjadi lebih murah dan pemegang obligasi mendapat capital loss akibat perubahan tingkat suku bunga tersebut. Semakin panjang jangka waktu jatuh tempo obligasi semakin besar capital loss yang diderita pemegang obligasi. Oleh karena itu, investor akan meminta timbal hasil premium yang lebih besar sehingga IRR yang diharapkan dalam jangka panjang pun akan lebih besar
31
dibandingkan obligasi jangka pendek (Lee, Cheng dkk dalam Lya Sapitri Indi, 2003:16). 2. Resiko Inflasi Yaitu jika tingkat inflasi lebih rendah dari ekspektasi maka arus kas dimasa yang akan datang memiliki purchasing power yang lebih tinggi dan membuat pemegang obligasi mendapatkan capital gain, namun sebaliknya, jika ternyata tingkat inflasi lebih tinggi dari yang diharapkan mak arus kas dimasa yang akan datang memiliki purchasing power yang lebih rendah dan menyebabkan capital loss (Sulistyastuti, 2006:68) 3. Resiko Mata Uang (nilai tukar ) Yaitu resiko akibat perbedaan nilai mata uang suatu negara dengan negara lain. Hal ini terjadi pada sekuritas asing dimana pembayarannya pun dilakukan dengan mengggunakan mata uang asing dimana keuntungan dan kerugian ditentukan oleh apresiasi atau depresiasi dari mata uang. Contoh: jika seorang investor membeli obligasi berdominasi dollar, maka jika rupiah terdepresiasi, jumlah rupiah yang akan diterima menjadi lebih besar dan menguntungkan sang investor, begitupun sebaliknya (Sulistyastuti, 2006:68). 4. Marketability Risk Yaitu resiko karena adanya kemungkinan perubahan yang signifikan dalam likuiditas obligasi. Sehingga dapat mempengaruhi nilainya. Perdagangan obligasi tidak seperti perdagangan saham biasa yang lebih likuid. Volume perdagangan obligasi korporasi lebih rendah saham biasa,
32
selain itu obligasi juga memiliki trading cost yang lebih besar. Hal itu mengurangi timbal hasil dari obligasi. Jika likuiditas obligasi berubah secara signifikan, maka required return obligasi akan berubah pula untuk merefleksikan perubahan dalam trading cost (Budi Frensidy, 2007:1) 5. Risiko Default Yaitu resiko akibat penerbit tidak bisa memenuhi kewajiban membayar bunga maupun pokok pinjaman. Resiko default sangat berkaitan dengan resiko bisnis yaitu ketidakpastian pendapatan perusahaan (Sulistyastuti, 2006:68). 6. Risiko Likuiditas. Kemudahan obligasi diperdagangkan dipasar sekunder. Mudah tidaknya obligasi diperdagangkan dipasar sekunder berkaitan dengan peringkat. Obligasi idAA++ tentu lebih likuid dibanding obligasi dengan peringkat idBBB+ (Sulistyastuti, 2006:68). 2.2.4. Tipe Penerbitan Obligasi Proses yang umum dikenal dalam penerbitan suatu obligasi adalah melalui penjamin emisi atau juga dikenal dengan istilah "underwriting". Dalam penjaminan emisi, satu atau lebih perusahaan sekuritas akan membentuk suatu sindikasi guna membeli seluruh obligasi yang diterbitkan oleh penerbit dan menjualnya kembali kepada para investor. Pada penjualan obligasi pemerintah biasanya melalui proses lelang. (www.wikipedi.co.id) Berbeda dengan saham biasa, perusahaan dapat mengeluarkan tipe penerbitan obligasi yang berbeda pada waktu yang bersamaan, secured (senior)
33
bond merupakan obligasi yang dijamin oleh klaim hukum berupa properti tertentu milik issuer jika mengalami default. Unsecured bond (debentures) yaitu obligasi yang hanya dijamin dengan janji issuer untuk membayar bunga dan pokok pada waktunya. Subordinat (junior) debentures yaitu obligasi yang memiliki klaim terhadap pendapatan dan asset yang di subordinasikan dengan obligasi lain. Perubahan pendapatan merupakan junior tipe karena suku bunga hanya dibayar jika obligasi tersebut menghasilkan. Tipe penerbitan obligasi tersebut hanya merupakan efek tambahan atas yield karena yang menentukan kualitas obligasi adalah kredibilitas issuer. Sebuah penelitian mengenai corporate bond price behavior menunjukan bahwa walaupun issuer sanggup membayar jaminan, hal tersebut tidak menjadi penting jika penerbitan obligasi mencapai kegagalan, karakteristik jaminan dan keamanan obligasi dapat mempengaruhi perbedaan timbal hasil (yield) yang diberikan hanya jika faktor tersebut mempengaruhi peringkat kualitas obligasi. 2.2.5. Nilai Obligasi Nilai obligasi adalah present value dari pembayaran kupon dan pokok obligasi pada waktu yang dijanjikan. Present value ditentukan oleh required return obligasi. Ketika obligasi diterbitkan, nilai obligasi akan merefleksikan kondisi pasar terhadap kontrak tersebut. Nilai obligasi dapat berubah dikarenakan jadwal pembayaran yang fixed namun required return selalu merefleksikan kondisi pasar sehingga interest rate (required return) dapat berubah dan harganya (present value of future payment) pun ikut berubah.
34
2.2.6. Rating Obligasi Ada beberapa indikator atau sumber informasi tentang kemungkinan adanya kesulitan keuangan, yaitu analisis arus kas, analisis strategi perusahaan, analisis laporan keuangan dari suatu perusahaan dan perbandingan dengan perusahaan lain, variabel-variabel eksternal seperti return sekuritas, right issue, dan peringkat hutang atau bond rating (foster, 1986) dalam Sri Astuti 2003:106). Sistem pemeringkatan hutang telah dikembangkan oleh beberapa Bank dan perusahaan konsultan keuangan di Amerika dan Australia (Hawkins, Brown, dan Campbell:1983) terdapat perbedaan dalam mengartikan bond rating, Australian rating (1984) menyatakan bahwa pemeringkatan utang perusahaan memberikan sistem gradasi yang sederhana kepada peminjam tentang kemampuan membayar bunga dan hutangnya dengan tepat waktu. PT. PEFINDO (1997) menyatakan bahwa pada umumnya pemeringkatan hutang merupakan indikator kemungkinan pembayaran bungadan hutang tepat waktusesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Fungsi pemeringkatan hutang adalah sebagai sumber informasi superior terhadap kemampuan perusahaan, municipal, atau pemerintah untuk membayar hutang dan bunga pinjaman, sumber informasi kredit berbiaya rendah antar perusahaan, municipal dan pemerintah, sumber sertifikasi keuangan tambahandan representasi menejemen lainnya, untuk memonitor tindakan menejemen yaitu muncul karena adanya konflik antara pihak menejemen dengan pihak lain, untuk memfasilitasi kebijakan publik yang membatasi investasi spekulatif oleh institusi seperti bank, perusahaan asuransi, dan dana pensiun.
35
Tabel 2. 1 Kategori Dan Definisi Peringkat (perusahaan penerbit obligasi) kategori
Definisi
AAA
Perusahaan dengan resiko investasi paling rendah, berkemampuan paling baik untuk membayar bunga dan pokok hutang dari seluruh kewajiban finansialnya sesuai dengan yang diperjanjikan.
AA
Perusahaan dengan resiko investasi sangat rendah, berkemampuan sangat baik untuk membayar bunga dan pokok hutang dari seluruh kewajiban finansialnya sesuai dengan yang diperjanjikan dan tidak mudah dipengaruhi oleh perubahan keadaan
A
Perusahaan dengan resiko investasi rendah, berkemampuan cukup baik untuk membayar bunga dan pokok hutang dari seluruh kewajiban finansialnya sesuai dengan yang diperjanjikan dan hanya sedikit dipengaruhi oleh keadaan yang merugikan.
BBB
Perusahaan dengan resiko investasi cukup rendah, berkemampuan cukup baik untuk membayar bunga dan pokok hutang dari seluruh kewajiban finansialnya sesuai dengan yang diperjanjikan meskipun kemampuannya tersebut cukup peka terhadap perubahan keadaan yang merugikan.
BB
Perusahaan yang masih berkemampuan untuk membayar bunga dan pokok hutang dari seluruh kewajiban finansialnya sesuai dengan yang diperjanjikan namun resiko investasi cukup tinngi dan sangat peka terhadap perubahan keadaan yang merugikan.
B
Perusahaan dengan resiko investasi sangat tinggi dan berkemampuan sangat terbatas untuk membayar bunga dan pokok utang dari seluruh kewajiban finansial sesuai dengan yang diperjanjikan
CCC
Perusahaan yang tidak berkemampuan lagi untuk memenuhi segala kewajiban finansialnya.
D
Utang efek yang macet atau perusahaan yang sudah berhenti berusaha.
Sumber : PEFINDO
36
2.3. Obligasi Default 2.3.1 Pengertian obligasi default Sebagai instrumen financial yanag memiliki berbagai macam resiko, obligasi tidak terlepas dari kemungkinan terjadinya resiko default yang dapat menurunkan kepercayaan investor untuk berinvestasi pada obligasi yang bersangkutan. Oleh karena itu dibutuhkan pemahaman yang lebih dalam mengenai definisi default sehingga dapat dijadikan acuan dalam memilih investasi yang aman (Lya Sapitri Indi, 2005:20). Mengacu pada pengertian Emery mengenai Financil Distress yang salah satu istilahnya disebut sebagai default, pengertian default dapat dianalogikan sebagai suatu keadaan dimana perusahaan tidak dapat membayar obligasinya pada tanggal jatuh tempo.
2.3.2 Sebab-sebab Obligasi Default Defaultnya suatu obligasi dapat disebabkan oleh kurangnya likuiditas perusahaan untuk membayar pokok dan bunga obligasi pada saat jatuh tempo. Hal ini disebabkan lemahnya menejemen modal kerja perusahaan dan tidak tercapainya target penjualan yang diharapkan sehingga kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi kondisi financial perusahaan dimana sebagian dari kas akan dianggarkan sebagai dana pelunasan obligasi (www.Kompas.Com).
37
2.4. FINANCIAL DISTRESS 2.4.1. Pengertian financial Distress Menurut Ross dan Westerfield (1996;808) dalam Andree Boy (2008;30) Financial Distress adalah suatu kondisi dimana cash flow operasi perusahaan tidak mampu menutupi atau mencukupi kewajiban saat ini. Financial Distress dapat membawa suatu perusahaan mengalami kegagalan (Corporate Failuare) pada kontraknya yang akhirnya dapat dilakukan restrukturisasi finansial antara perusahaan, kreditur-kreditur dan invesrtor. Lebih lanjut pengertian Financial Distress atau default menurut Francisco dan Luis Rivera Balitz (1994) : A loan is in default when the borrower does not make the payment specified in the loan contract, defaulting borrower frequently repay their loans in full but with a delay. Pinjaman dikatakan default ketika sipeminjam tidak membayar pinjamannya pada saat jatuh tempo karena tidak selalu membayar penuh dan selalu menunda pembayarannya. Martin, dkk. (1995;376) dalam Sandy Teguh Ariansyah (2006;22) mendefinisikan Finanacial Distress atau Bankruptcy sebagai
kegagalan
perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba dan juga sebagai likuidasi perusahaan. Maka dapat disimpulkan Financial Distress adalah keadaaan perusahaan dimana memiliki potensi untuk mengalami kebangkrutan karena perusahaan tidak mampu membayar kewajibannya dan menghasilkan laba yang kecil yang memberikan dampak pada perubahan modal sehingga perlu restruturisasi pada perusahaan yang bersangkutan,
38
2.4.2. Penyebab Business Failure Financial distress merupakan suatu keadaan dimana memburuknya usaha bisnis perusahaan yang dapat disebabkan oleh banyak hal diantaranya, yaitu pengelolaan menejemen yang kurang baik (poor management), ekspansi yang berlebihan (unwise expansion), terlalu banyak hutang. Menurut Emery dalam lya Sapitri Indi (2003) , perusahaan yang lebih muda lebih mudah fail daripada perusahaan yang sudah lama beroperasi karena kurangnya pengalaman yang dimiliki dan kapitalisasi yang kurang baik. 2.4.3. Deteksi Awal Financial Distress Ketika kondisi financial perusahaan memburuk, mulai menunjukan tandatanda akan munculnya financial distress. Kerugian mulai muncul, kemampuan untuk menutupi bunga juga berkurang (interest coverage) dan operasi perusahaan lebih banyak menghabiskan kas dibandingkan menghasilkan kas, networking capital menurun, tingkat pinjaman relatif meningkat dibandingkan arus kas. Rasio hutang terhadap modal pun meningkat, keadaan keuangan perusahaan yang tidak baik tersebut akan memperburuk rasio keuangan yang penting bagi perusahaan.
2.5. KEPAILITAN Pengertian kepailitan di Indonesia mengacu pada peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang No.1 tahun 1998 tentang perubahan atas UndangUndang kepailitan (Muliaman D. Hadad, dkk. 2003;9-11) yang menyebutkan : a) Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak sedikitnya satu hutang yang telah jatuh waktu dan tidak dapat ditagih, dinyatakan pailit
39
dengan putusan pengadilan yang berwenang baik atas permohonannya sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya. b) Permohonan sebagaimana disebut dalam butir diatas dapat juga diajukan oleh kajaksaan untuk kepentingan umum. Perusahaan dinyatakan pailit / bangkrut apabila dalam jangka waktu tertentu tidak bisa melakukan pembayaran pokok dan atau bunganya. Kepailitan juga bisa diminta pemilik perusahaan atau juga oleh para penagih hutang. Selain istilah kepailitan seperti yang diuraikan diatas, dalam dunia bisnis dikenal pula istilah delisted. Peraturan pencatatan Bursa Efek Jakarta No.1B tahun 2000-2001 menyebutkan pengaturan delisted sebagai berikut : 1. Delisting dapat dilakukan baik atas permohonan emiten maupun diputuskan oleh Bursa. Dalam hal delisting diputuskan oleh Bursa terlebih dahulu wajib mendengar pendapat dari komite pencatatan Efek. 2. Delisting atas permohonan emiten hanya dapat dilaksanakan apabila hal tersebut telah diputuskan oleh RUPS dan emiten yang bersangkutan telah menyelesaikan seluruh kewajibannya kepada bursa. 3. Delisting atas permohonan emiten diajukan 2 bulan sebelum tanggal delisting
diberlakukan
dengan
mengemukakan
alasannya
serta
melampirkan berkas acara RUPS sebagaimana dimaksud pada poin 2 diatas. 4. Dalam hal permohonan delisting dipenuhi, bursa wajib mengumumkan rencana delisting tersebut sekurang-kurangnya 30 hari sebelum tanggal drelisting diberlakukan.
40
5. Emiten yang Efeknya tercatat di Bursa yang mengalami salah satu kondisi tersebut dibawah ini, dipertimbangkan untuk mengalami delisting. a. Selama 3 tahun berturut-turut menderita rugi, atau terdapat saldo rugi sebesar 50% atau lebih dari modal disetor; b. Selama 3 tahun berturut-turut tidak membayar deviden tunai; c. Jumlah modal sendiri kurang dari Rp.3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah); d. Jumlah pemegang saham kurang dari 100 pemodal (orang / badan) selama 3 bulan berturut-turut berdasarkan laporan bulanan emiten / Biro Administrasi Efek; e. Selama 6 bulan berturut-turut tidak mengalami transaksi; f. Laporan keuangan disusun tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan ketentuan yang ditetapkan oleh BAPEPAM; g. Melanggar ketentuan Bursa pada khususnya dan ketentuan pasar modal pada umumnya; h. Melakukan tindakan-tindakan yang melanggar kepentingan umum berdasarkan keputusan instansi yang berwenang; i.
Emiten dilikuidasi baik karena merger, penggabungan, bangkrut, dibubarkan (reksadana) atau alasan lainya;
j.
Emiten dinyatakan pailit oleh pengadilan;
41
k. Emiten material
menghadapi
gugatan/perkara/peristiwa
mempengaruhi
kondisi
dan
yang
secara
kelangsungan
hidup
perusahaan; l.
Khusus untuk emiten reksadana, nilai kekayan bersih (nilai asset value) turun menjadi kurang dari 50% dari nilai perdana yang disebabkan oleh kerugian operasi.
pada umumnya dikenal dua macam biaya yang akan terjadi pada perusahaan yang pailit, yaitu direct cost dan indirect cost. Direct cost merupakan biaya yang langsung dikeluarkan oleh perusahaan tersebut untuk mrmbayar pengacara,
akuntan,
tenaga
profesional
lain
untuk merestrukturisasikan
keuangannya yang kemudian akan dilaporkan kepada kreditur. Selain itu bunga yang dibayar perusahaan untuk pinjaman selanjutnya yang biasanya jauh lebih mahal juga merupakan direct cost dari kepailitan sedangkan indirect cost merupakan potensial loss yang dihadapi perusahaan yang sedang menghadapi kesulitan keuangan tersebut seperti kehilangan pelanggan dan supplier, kehilangan proyek baru karena menejemen berkonsentrasi kepada penyelesaian kesulitan keuangan dalam jangka pendek. Hilangnya nilai perusahaan saat menejer atau hakim melikuidasi perusahaan yang masih memiliki NPV positif juga merupakan indirect cost dari kepailitan. Melihat direct dan indirect cost perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan cukup tinggi, pengadilan kepailitan modeern berusaha untuk mempertahankan perusahaan sebagai going concern dan menangani tagihan kreditur secepatnya. Hukum kepailitan yang sudah mapan memberikan proteksi bagi kreditur dan juga memerikan mekanisme yang baik
42
untuk menyelesaikan perselisihan antar pihak dengan lebih cepat. Dengan menghilangkan ketidakpastian sistem kepailitan yang sudah mapan tersebut akan mendorong pengusaha dan perusahaan besar mengambil resiko yang lebih besar lagi. Hal itu juga dapat menurunkan biaya modal dengan cara meminta ahli keuangan untuk menghitung dan memperkirakan bagaimana kreditur dibayar saat terjadi default.
2.6. LAPORAN KEUANGAN 2.6.1. Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan yang dihasilkan oleh pihak menejemen suatu perusahaan merupakan hasil akhir dari proises atau kegiatan-kegiatan akuntansi yang
dilakukan
perusahaan.
Laporan
keuangan
dibuat
untuk
mempertanggungjawabkan kegiatan perusahaan terhadap pemilik dan memberi informasi mengenai posisi keuangan yang telah dicapai perusahaan. Laporan keuangan adalah suatu laporan tertulis yang merupakan bentuk pandangan secara wajar mengenai posisi keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukan pertanggungjawaban menejemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka (IAI, 2002). Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dalam Standar
Akutansi Keuangan
(SAK) tentang kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan paragraf 7 mengemukakan pengertian sebagai berikut :
43
1) Laporan keuangan merupakan bagian dari proses laporan keuangan 2) Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, dan laporan perubahan posisi keuangan ( yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya, sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud laporan keuangan adalah suatu media untuk menyampaikan informasi yang telah dikumpulkan dan diolah dengan akuntansi keuangan yang kemudian disusun dalam bentuk neraca, laporan laba rugi, dan laporan perubahan posisi keuangan serta laporan laba yang tidak dibagikan (laba ditahan) dimana nantinya akan dikomunikasikan secara periodik kepada pemakainya. 2.6.2. Tujuan Laporan Keuangan Ikatan Akuntansi Indonesia dalam PSAK (Prosedur Standar Akuntansi Keuangan) paragraf 12 mengemukakan tujuan dari laporan keuangan adalah sebagai berikut : menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengmbilan keputusan ekonomi (IAI, 2002). 2.6.3. Bentuk Laporan Keuangan Ada
tiga
laporan
keuangan
dasar
yang
bisa
digunakan
untuk
menggambarkan kondisi keuangan dan kinerja perusahaan : Neraca, Laporan laba rugi dan Laporan Arus kas (Keown dkk, 2001:107) dalam Andree Boy (2008:21).
44
Neraca menggambarkan aktiva, hutang dan ekuitas pemilik perusahaan untuk tanggal tertentu, sedangkan laporan laba rugi menggambarkan pendapatan bersih dari kegiatan operasi perusahaan selama periode tertentu. Laporan arus kas menggabungkan informasi dari neraca dan laporan laba rugi untuk mengambarkan sumber dan penggnaan kas selama periode tertentu selama sejarah hidup perusahaan. 2.6.3.1. Neraca Menurut Graham Mott (1996:32) dalam Andree Boy (2008:22) neraca merupakan suatu gambaran keuangan perusahaan pada satu saat, biasanya pada hari terakhir bulan atau tahun. Satu sisi neraca menunjukan nilai semua aktiva yang dimiliki perusahaan dan sisi yang lain menunjukan sumber-sumber dana untuk memperoleh aktiva tersebut. Menurut definisi akuntansi neraca dalam keadaan ”seimbang” karena adanya sifat: AKTIVA = KEWAJIBAN + EKUITAS
Posisi keuangan disusun berdasarkan saldo perkiraan buku besar sebagai hasil atas berlangsungnya transaksi-transaksi yang berkaitan dengan kegiatan usaha sepanjang masa tertentu yang dioalah sedemikian rupa sehingga pengolahan data transaksi kegiatan usaha tersebut tidak saja dicatat secara historis, tetap juga harus memenuhi prinsip-prinsip akuntansi. Secara umum neraca terdiri atas aktiva atau kekayaan (asset), kewajibankewajiban (liabilities) dan modal (capital) yang menerangkan posisi keuangan
45
suatu usaha sesuai dengan prinsip-primsip akuntansi. Adapun pembagian pos-pos dalam neraca adalah sebagai berikut : 1) Aktiva Aktiva adalah saldo debet yang berisi segala sesuatu yang dimiliki perusahaan ( gill dan chatton, 2003 : 4) aktiva terbagi menjadi dua, yaitu : •
Aktiva lancar, yaitu segala asset atau aktiva yang dapat diubah menjadi uang tunai (kas) selama setahun.
•
Aktiva tetap, yaitu sering disebut aktiva jangka panjang, berupa barang-barang permanen, seperti banguna dan peralatan utama.
2) Kewajiban Kewajiban (liabilities) adalah segala sesuatu yang harus dibayarkan kepada kreditur, kewajiban merupakan hutang perusahaan kepada pihak lain. Kewajiban terbagi menjadi dua, yaitu ( gill dan chatton, 2003 : 10) : •
Kewajiban lancar atau kewajiban jangka pendek, yaitu jumlah seluruh uang yang dipinjam oleh perusahaan yang harus dikembalikan (jatuh tempo) dalam waktu setahun.
•
Kewajiban jangka panjang yaitu segala kewajiban seperti hipotek, surat obligasi, pinjaman bersyarat, dan sebagainya dan dilunasi dalam waktu lebih dari setahun sejak tanggal pinjaman.
3) Modal Modal adalah hak pemilik atas kekayaan perusahaan dan merupakan sisa dari jumlah kekayaan setelah dikurangi kewajiban-kewajiban. MODAL = AKTIVA - KEWAJIBAN
46
2.6.3.2. Laporan Laba (Rugi) Laba adalah sejumlah nominal yang menunjukan perkembangan kegiatan usaha suatu perusahaan. Laporan laba (rugi) memiliki peranan penting disini, yaitu sebagai alat ukur efisiensi menejemen perusahaan dan kelangsungan hidup perusahaan dimasa yang akan datang. Persamaan perhitungan laba (rugi) dasar adalah (Weston dan copeland, 1995:29): LABA = PEN DAPATAN - BEBAN
Laporan laba (rugi) adalah laporan yang memuat ikhtisar dari pendapatan dan biaya-biaya dari suatu kesatuan usaha untuk suatu periode tertentu. 2.6.3.3 Laporan Arus kas Arus kas adalah kas yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dan digunakan untuk membayar kepada kreditur dan pemegang saham. Laporan arus kas adalah alat perencanaan yang akan membantu kita pada masa yang akan datang, menentukan kapan uang tunai diperlukan untuk membayar tagihan-tagihan, membantu menejer membuat keputusan usaha dan membantu kita dalam mengatur segala sesuatu aktivitas kas sebelum kas benar diperlukan (Gill dan Chatton, 2003:22).
2.7. RASIO KEUANGAN Rasio keuangan adalah alat utama untuk menganalisis keuangan, rasio dapat menstandarisasi informasi keuangan yang dapat dipakai sebagai alat pembanding antarperusahaan dengan ukuran yang berbeda (Keown dkk, 2001:108). Rasio
47
merupakan alat yang penting untuk mengukur perkembangan suatu usaha dan untuk membandingkan suatu usaha dengan para pembandingnya (Gill dan Chatton, 2003:28). 2.7.1. Rasio profitabilitas Rasio profitabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dengan menggunakan modal tertentu. a. Laba bersih terhadap total aktiva (Net Income / Total Assets) Laba Bersih NITA = Total Aktiva
b. Penjualan bersih terhadap total aktiva (Sales / total Asset) Penjualan STA = Total Aktiva
c. Laba bersih terhadap penjualan (Net Income / Sales) NIS =
Laba Bersih Penjualan
d. Laba operasi terhadap Total Aktiva (Operating Income / Total asset) Laba Operasi OITA = Total Aktiva
2.7.2. Rasio Likuiditas Rasio likuiditas digunakan untuk mengukur kemamapuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya pada saat jatuh tempo. Rasio ini
48
membandingkan kewajiban jangka pendek dengan sumber daya jangka pendek (lancar) yang tersedia untuk memenuhi kewajiban tersebut. a. Kas terhadap kewaiban lancar (Cash / Current Liabilities) CCL =
Kas Kewajiban Lancar
b. Kas terhadap total aktiva (Cash / Total Asset) CTA =
Kas Total Aktiva
c. Aktiva lancar terhadap kewajiban lancar (Current asset / Current Liabilities) CACL =
Aktiva lancar Kewajiban lancar
d. Aktiva lancar terhadap total aktiva (Current Asset / Total Asset) CATA =
Aktiva lancar Total Aktiva
e. Arus Kas terhadap Total Aktiva (Cash Flow / Total Asset) CFTA =
Arus Kas Total Aktiva
f. Arus Kas terhadap Total Hutang (Cash Flow / Total Liabilities) CFTL =
Arus Kas Total Hutang
g. Kas terhadap Penjualan (Cash / Sales) Kas CS = Penjualan
49
h. Aktiva lancar terhadap Penjualan (Current Asset / Sales) CAS =
i.
Quick Asset terhadap penjualan (Quick Asset / Sales) QAS =
j.
Aktiva lancar Penjualan
Quick Asset Penjualan
Quick Asset terhadap Total Aktiva (Quick Asset / Total Asset) QATA =
Quick Asset Total Asset
2.7.3. Rasio leverage Rasio Leverage mengukur tingkat sejauh mana aktiva perusahaan telah dibiayai oleh penggunaan hutang (weston dan Copeland, 1995:238). Disebut juga rasio hutang atau debt ratio. a. Hutang jangka panjang terhadap ekuitas (Long Term debt / equity) LTDE =
Hutang jangka panjang Ekuitas
b. Total hutang terhadap ekuitas (Total Debt / equity) TLTE =
Total Hutang Ekuitas
c. Total hutang terhadap total aktiva (Total debt / Total Asset) TLTA =
Total Hutang Total Aktiva
50
d. Hutang Lancar terhadap Ekuitas (Current Liabilities / Equity) Hutang Lancar CLTE = Ekuitas
2.8. PENELITIAN SEBELUMNYA Penelitian mengenai corporate failure diawali dari analisa rasio keuangan. Alasan utama digunakan rasio keuangan karena laporan keuangan, lazimnya berisi informasi penting mengenai kondisi dan prospek perusahaan tersebut dimasa datang. Laporan keuangan merupakan kinerja masa lalu perusahaan yang sering digunakan sebagai prediksi kinerja perusahaan dimasa yang akan datang. Keputusan-keputusan yang diambil menejemen perusahaan biasanya terkait dengan dua informasi utama, pertama, informasi yang tercantum pada kelompok pendapatan dan biaya, dan kedua, waktu terjadinya transaksi-transaksi pendapatan dan biaya tersebut. Penggunaan rasio keuangan untuk membuat pernyataan mengenai kemamapuan going concern suatu usaha merupakan teknik yang banyak dipakai namun pengguanaan generalisasi rasio keuangan yang dibuat bagi seluruh perusahaan merupakan tindakan yang kurang berhati-hati. Studi kasus yang menggunakan rasio keuangan mulai dilakukan pada tahun 1930-an dan kemudian beberapa studi lanjutan lebih menekan pada kepailitan usaha. Kebanyakan hasil penelitian tersebut meyakini bahwa perusahaan yang pailit memiliki rasio yang berbeda dari perusahaan yang tidak pailit. Secara umum rasio yang menggunakan profitabilitas, likuiditas, dan
51
solvabilitas telah berhasil menjadikan keberhasilan sebagai indikator kepailitan usaha. Dalam melakukan penelitian mengenai kepailitan, Beaver (1966) menngunakan rasio-rasio keuangan sebagai berikut : Cash Flow/Total Debt, current Asset/Current Liabilities, Net Income/Total Asset, Total Debt/total Aseet, Working Capital/Total Asset. Altman (1968) yang mengadakan penelitian kebangkrutan setelah Beaver, kembali menggunakan rasio keuangan sebagai faktor-faktor yang dapat dilihat untuk mengindikasikan kebangkrutan suatu perusahaan. Adapun rasio-rasio keuangan yang digunakan Altman (1968) adalah : Current Asset/Current Liabilities, Market Value of Equity/Book Value of Debt, Net Sales/Total Asset, Operating
Income/Total
Asset,
EBIT/Total
Interest
Payment,
Retained
Earning/Total Asset, Working Capital/Total Asset, EBIT/Total asset, Market Value equity/Book Value of total debt, Sales/Total sales. Dengan pengujian statistik logistic regression Ohlson (1980) kembali melakukan penelitian mengenai rasio-rasio keuangan yang dapat dijadikan indikator untuk melihat kepailitan suatu perusahaan. Rasio-rasio keuangan yang digunakan oleh Ohlson dalam melakukan penelitiannya dapat diuraikan sebagai berikut : Total Liabilities/total Assat, Working Capital/Total Asset, Current Liabilities/Curent Asset. Disisi lain terdapat metode lain yang digunakan dalam memprediksi financial distress yang dengan mengunakan arus kas operasi. Beberapa studi (Gombola and kertz;(1983) dan Gombola et al (1983)) dalam Indi Lya Sapitri
52
(2005:28) mengatakan bahwa rasio berdasarkan arus kas operasi mengandung faktor-faktor statistik dimana variabel arus kas operasi dapat digunakan dalam studi deskriptif dan prediktif yang terkandung dalam rasio keuangan namun asumsi bahwa arus kas dimasa yang akan datang secara lebih baik hanya berdasarkan intuisi semata dan bukan berdasarkan penelitian secara empiris (Griffin;1982). Sedangkan studi lain mengatakan bahwa accrual based Multivariate Discriminant Model (MDA) merupakan metode prediksi kebangkrutan yang lebih akurat dibandingkan rasio arus kas operasi,(Casey and Bertezak;1984), karena studi yang dilakukan selanjutnya membuktikan bahwa arus kas operasi tidak memberikan hasil prediksi yang lebih baik dibandingkan dengan accrual based ratio. Penggunaan arus kas operasi dan non operasi lebih tepat digunakan untuk memprediksi kejadian-kejadian penting seperti akuisisi perusahaan. Penelitian lain yang menjadi acuan penulis yaitu penelitian yang telah dilakukan oleh Muliaman D. Hadad dkk, tahun 2003, yang meneliti mengenai masalah kepailitan perusahaan di Indonesia, dengan menggunakan metode regresi logistik dan Diskriminan untuk mengetahui perbandingan antara kedua metode tersebut,
maka dalam konteks yang sama tetapi dalam tema yang berbeda,
penelitian ini mencoba untuk menganalisa kepailitan perusahaan dilihat dari sisi penerbitan obligasi yang mengalami masalah gagal bayar (default) dengan menggunakan metode regresi logistik. Selain itu penelitian ini juga mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Lya Sapitri Indi, tahun 2005 dalam tesisnya yang berjudul Analisis pengaruh
53
factor- factor keuangan terutama rasio keuangan untuk memprediksi probabilita terjadinya default. Penelitian tersebut menggunakan 26 rasio keuangan dan dari 26 rasio tersebut terdapat 16 rasio yang signifikan dengan menggunakan Software Eviews. Penelitian ini mencoba mengembangkan penelitian sebelumnya dengan menambahkan uji beda untuk mengetahui perbedaan antara rasio keuangan yang Default dan Non Default, dengan Software yang berbeda yaitu SPSS.
2.9. HIPOTESIS Dalam skripsi terdapat dua macam hipotesis, yaitu : Hipotesis 1: Rasio keuangan secara signifikan mampu membedakan perilaku perusahaan yang masuk kelompok default dan non default. Hipotesis 2: Rasio keuangan dapat memprediksi kondisi default suatu perusahaan penerbit obligasi.
2.10. KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan pembahasan tersebut, penelitian ini akan menggambarkan kerangka pemikiran. Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan riset di Bursa Efek Indonesia (BEI). Di Bursa Efek Indonesia peneliti melakukan pemilihan perusahaan yang akan digunakan sebagai sample dan memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Setelah sample ditentukan, dan sesuai dengan judul penelitian, maka peneliti menentukan variabel dependen dan variabel independen.
54
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah emiten obligasi dengan status gagal bayar / terlambat bayar dan dinyatakan default oleh Bursa Efek Indonesia. Variabel independennya adalah rasio keuangan yang berkaitan dengan rasio likuiditas, profitabilitas, dan leverage, Sedangkan metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah metodologi regresi logistik. Dalam menggunakan metode ini, akan dilakukan pengujian normalitas data, dan regresi logistik. Setelah semua data telah memenuhi syarat dan setelah semua hasil ditemukan, maka penulis membuat interpretasi dalam penelitian ini.
55
Bursa Efek Indonesia (BEI)
Emiten Obligasi
Peringkat Efek Indonesia (PEFINDO)
Laporan Keuangan Perusahaan obligasi yang mengalami default dan non default
Rasio Profitabilitas
Rasio Likuiditas
Uji Normalitas Data (kolmogorov-smirnov)
Data Normal (Independe nt Sample Test)
Data Tidak Normal (MannWhitney)
Rasio Leverage
Analisis Regresi Logistik
Uji chi square (Hosmer dan lemosow)
Koefisien Cox & Snell R Square &Negelk arke
Uji Wald statistic
Ketepatan Prediksi klasifikasi
Interpretasi Gambar 2.1
56
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio keuangan yang diperoleh melalui laporan keuangan tahunan perusahaan. Sample yang digunakan adalah rasio keuangan perusahaan penerbit obligasi non financial yang pernah mengalami status gagal bayar / terlambat bayar (dinyatakan default) oleh Bursa Efek Indonesia selama periode 2001-2007 dengan rating “idD” dan “D”. Sedangkan variabel pembanding akan digunakan rasio keuanganan dari perusahaan penerbit obligasi non default. Kriteria dalam memilih perusahaan pembanding yaitu perusahaan dalam industri yang sejenis dengan perusahaan penerbit obligasi yang mengalami default dengan rating yang paling baik yaitu idBBB-idAAA. 3.2. Metode Penetuan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua laporan keuangan perusahaan penerbit obligasi yang mengalami default dan non default yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2001-2007. Metode penentuan penelitian ini adalah purposive sampling. purposive sampling adalah pengambilan data disesuaikan dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. (Asnawi dan Wijaya, 2006:18). Adapun sample yang digunakan dalam penelitin berdasarkan kriteria dibawah ini : 1. Rating Obligasi tahun 2001-2007 digunakan sebagai pedoman penentuan apakah perusahaan mengalami default atau tidak yang akan dianalisis.
57
2. Obligasi default yang akan dijadikan sebagai bahan penelitian adalah obligasi yang pertama kali mengalami default dan apabila tahun berikutnya mengalami default kembali tidak akan dijadikan sampel berikutnya. 3. Laporan keuangan tahunan perusahaan penerbit obligasi yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia (BEI) 3 tahun ke belakang sebelum periode default maupun non default merupakan data yang akan diolah.. Berdasarkan metode penentuan sample yang digunakan maka peneliti menemukan 13 perusahaan yang dikategorikan sebagai perusahaan yang mengalami default dan diproksikan dengan nilai 1 dan 13 perusahaan yang tidak dinyatakan default (non default) dan diproksikan dengan nilai 0. Tabel 3. 1 Emiten Yang Mengalami Default No
Kode
Nama Perusahaan PT. Barito Pacifik Timber, Tbk.
Tahun Default 2001
Rating Obligasi idD
1
BRPT
2
PAFI
PT. Fanasia Filament Inti, Tbk.
2002
idD
3
MLSS
PT. Muliaglas, Tbk.
2002
idD
4
MLGS
PT. Muliasntra Gunaswakarya, Tbk.
2002
idD
5
SMDM
PT. Suryamas Dutamakmur, Tbk.
2002
idD
6
DUTI
PT. Duta Pertiwi, Tbk.
2002
idD
7
JIHD
PT. Jakarta Int’l Hotels&Dev, Tbk
2002
idD
8
TIKM
PT. Tjiwi Kimia, Tbk.
2002
idD
9
INKP
PT. Indah Kiat Pulp&Paper, Tbk.
2003
idD
10
LPPI
PT. Lontar Papyrus Pulp&Paper
2003
idD
11
PIDL
PT. Pindo Deli Pulp&Paper Mills, Tbk.
2003
idD
12
GRIV
PT. Great River Internasional,Tbk.
2003
idD
13
BASS
PT. Bahtera Admina Samudra,Tbk
2004
idD
Sumber data : pusat referensi pasar modal dan PEFINDO.
58
Tabel 3. 2 Emiten Yang Tidak Mengalami Default No
Kode
Nama Perusahaan
Tahun
Rating Obligasi
1
DSUC
PT. Daya Sakti Unggul Corp. Tbk.
2001
idAA
2
AALI
PT. Astra Argo Lestari Tbk.
2002
idAA
3
ESTI
PT. Ever Shine Textile Industry Tbk.
2002
idA
4
RICY
PT. Ricky Putra Globalindo Tbk.
2002
idBBB
5
CTRS
PT. Ciputra Surya Tbk.
2002
idBBB
6
PWON
PT. Pakuwon Jati Tbk.
2002
idBBB
7
SMRA
PT. Sumarecon Agung Tbk.
2002
idAA
8
SULI
PT. Sumalindo Lestari Jaya Tbk.
2003
idA
9
TIRT
PT. Tirta Mahakam Plywood Industry
2003
idA
10
SPMA
PT. Suparma Tbk.
2003
idA
11
SAIP
PT. Surabaya Agung Industry, Tbk.
2003
idA
12
TEJA
PT. Texmaco Jaya Tbk
2003
idBBB
13
FASW
PT. Fajar Surya Wisesa Tbk
2004
idA
Sumber data : pusat referensi pasar modal dan PEFINDO.
3.3 Jenis Data Data yang digunakan dalam penelitian ini akan terdiri dari data kuantiatif berupa data laporan keuangan tahunan yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, serta laporan arus kas dan data kualitatif berupa rating obligasi.
3.4 Metode Pengumpulan Data Data diperoleh langsung dari Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO). Untuk informasi pendukung lainnya diperoleh dari
59
jurnal-jurnal ekonomi, website BI, website BEI, www.wikipedi.co.id dan situs berita seperti : www.kompas.com, www.tempo.com dan majalah investor. Proses pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik sebagai berikut : 1. Study Kepustakaan (Library Research) Pengumpulan bahan-bahan berupa teori atau konsep yang diambil dari internet, perpustakaan berupa literatur, koran, dan artikel / jurnal ilmiah yang dapat mendukung sebagai bahan kajian penelitian dan juga sebagai landasan untuk menganalisa permasalahan. 2. Study Lapangan (Field Research) Data primer berupa pengamatan dan pengambilan data langsung di Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM) atau melakukan direct Observatin di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan dari lembaga atau instansi terkait. Data yang diambil berupa laporan keuangan tahunan dan rating obligasi tahun 2001-2007 yang diperoleh dari PEFINDO.
3.5 Metode Analisis 3.5.1 Uji Normalitas Data (One Sample Kolmogorov – Smirnov) Analisis awal pada penelitian ini sebelum melakukan pengujian hipotesis 1 adalah analisis normalitas data, dalam analisis ini digunakan uji One Sample Kolmogorov – Smirnov dengan tingkat signifikasi yang digunakan α = 0,05, jika P-value > 0,05 maka data terdistribusi normal atau H0 diterima. Dan jika P-value
60
< 0,05 maka H0 ditolak atau data tidak terdistribusi normal. ( Singgih Santoso 2005 : 408). Hipotesis dalam uji One Sample Kolmogorov – Smirnov adalah ( Imam Ghazali, 2005 : 30) : H0 : Data terdistribusi normal H1 : Data tidak terdistribusi dengan normal Uji ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui jenis alat analisis apa yang digunakan untuk melakukan uji beda statistik parametrik atau non parametrik. Jika data tidak terdistribusi normal maka dilakukan uji beda non parametrik dengan menggunakan Mann – Whitney U sebaliknya, jika data terdistribusi normal digunakan Independent T –Test (Ghazali dan Castellan , 2002) Rumus uji statistik One Sample Kolmogorov – Smirnov adalah ( Ahmad Rodoni, 2005 : 43) : D = Maximum [F0 (X) – Sn(X)] Dimana : F0 (x) : Frekuensi kumulatif dari distribusi teoritis (frekuansi kumulatif yang diharapkan). Sn (x) : Frekuensi kumulatifdari distribusi observasi
3.5.2 Uji beda parametrik Independent Sample T –Test uji beda Independent Sample T –Test digunakan untuk menentukan apakah dua sample yang tidak berhubungan memiliki nilai rata-rata yang berbeda dengan
61
asumsi data yang berdistribusi normal pada statistik parametrik. Uji beda ini dilakukan dengan cara membandingkan perbedaan antara dua nilai rata-rata dengan standar error dari perbedaan rata-rata dua sample ( Imam Ghazali, 2005:56). t=
µ1 − µ 2 S .E .
Dimana :
µ1
: Rata – rata sample pertama
µ2
: Rata – rata sample kedua
SE
: Standar error perbedaan rata-rata kedua sample. Ada dua tahapan analisis dalam uji beda Independent Sample T –Test,
yaitu : a. Dengan Levene Test diuji apakah kedua populasi sample sama atau berbeda. b. Dengan T-test, denganberdasarkan hasil Levene Test diambil suatu keputusan, Jika hasil Levene Test menunjukan bahwa varian kedua populasi sama maka analisis harus menggunakan asumsi equal variance dengan melihat t-hitung dibandingkan dengan t-tabel. Jika t-hitung > t-tabel maka H0 ditolak dan menerima H1, jika t-hitung < t-tabel maka H0 tidak dapat ditolak (terima H0 ) (Imam Ghazali, 2002 : 26).
62
Hipotesis dalam uji Independent Sample T –Test ini adalah : H0
: Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio keuangan STA dan QATA.
H1
: Rasio keuangan secara signifikan mampu membedakan perilaku perusahaan yang masuk kelompok default dan non default.
Dasar pengambilan keputusan : Jika Probabilitas > 0,05 maka H0 tidak dapat ditolak. Jika Probabilitas < 0,005 maka H0 ditolak dan menerima H1.
3.5.3 Uji Mann – Whitney U Pada metode statistik parametrik uji perbedaan dua sample tidak berhubungan dilakukan dengan uji Independent Sample T-test. Hanya saja uji ini mensyaratkan data bertipe interval atau rasio serta data mengikuti distribusi normal (Singgih Santoso, 2006 : 43). Jika salah satu ayarat tidak terpenuhi, yaitu : 1. Data bertipe nominal atau Ordinal. 2. data bertipe interval atau rasio namun tidak berdistribusi normal. maka digunakan uji statistic non parametric yang khusus untuk dua sample bebas yaitu uji Mann-Whitney. Nilai Z pada uji Mann-Whitney dapat dicari dengan rumus (Ghazali & Castellan, 2002 : 115) : Z=
Wx ± 0.5 m( N +1) / 2 mn( N + 1 ) / 2
dimana : Wx
: Wilcoxon
m
: Kelompok Emiten obligasi yang mengalami default
63
n
: Kelompok Emiten obligasi non default
N
: jumlah populasi dua kelompok Emiten obligasi
Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini adalah : H0
: Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio keuangan CACL, CAS, CATA, CCL, CTA, CS, CLTE, LTDTE, TLTE, TLTA, OITA, NIS, NITA, QAS, CFTA, dan CFTL antara rasio keuangan emiten obligasi yang mengalami default dan non default.
H1
: Terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio keuangan CACL, CAS, CATA, CCL, CTA, CS, CLTE, LTDTE, TLTE, TLTA, OITA, NIS, NITA, QAS, CFTA, dan CFTL antara rasio keuangan emiten obligasi yang mengalami default dan non default.
Dasar pengambilan keputusan : Jika Asymp.sig (2-Tailed) > 0,05 maka H0 tidak dapat ditolak Jika Asymp.sig (2-Tailed) < 0,05 maka H0 ditolak dan menerima H1.
3.5.4 Analisis Regresi logistik binary 3.5.4.1 Definisi regresi logistik Regresi logstik adalah bentuk khusus dimana variable dependennya terbagi menjadi dua bagian / kelompok (biner). Walaupun formulanya dapat saja melebihi dua kelompok. Secara umum penginterpretasian regresi logistic sangant mirip dengan regresi linear (Hair dkk,1998) dalam Liza Angelina (2004 :464). Regresi logistik adalah regresi yang digunakan untuk mencari persamaan regresi jka variable dependennya merupakan variable yang berbentuk skala
64
ordinal (Santosa & Ashasri, 2005 :184). Regresi binary logistic digunakan untuk melakukan pemodelan suatu kemjungkinan kejadian dengan variable dependen (respon) bertipe kategorial dua pilihan (Cornelius Trihendradi, 2007 : 63). Nilai kemungkinan kejadian berada pada rentang 0 – 1. hal ini sangat berbeda dengan regresi linear biasa dimana nilai variable (Variabel respon) bias bbernilai < 0 atau >1. Regresi logistic adalah regresi yang digunakan untuk menemukan persamaan regresi dimana variable dependennya (variable respon) bertipe kategorial dua pilihan seperti : ya atau tidak, atau lebih dari dua pilihan seperti : tidak setuju, setuju, sangat setuju. Regresi
logistic
binary adalah regresi logistic
dimana
variable
dependennya berupa variable dikotomi (dua kelompok) atau variable biner. Variable biner adalah data jenis nominal (data yang memiliki kategori / grup) bersifat mutually exclusive artinya bersifat eksklusif yang satu dan yang lain (Asnawi & wijaya, 2006 :10) terdiri dari dua criteria seperti ya atau tidak, sedangkan regresi linear variable dependennya bisa bernilai < 0 atau >1. 3.5.4.2. Nilai odds ratio Hubungan antara probabilitas variabel terikat (Y) dan variabel bebas (X) dalam analisis regresi logistic adalah non linear, sedangkan hubungan antara log dari odss (probabilita kadang-kadang dinyatakan dalam bentuk odss) atau log of odss dan variabel bebas X adalah linear. (Imam Ghazali, 2005 :214). Bentuk dari odss ratio mempunyai interpretasi untuk β1 yaitu odss ratio bertambah besar dengan kelipatan exp (β1) untuk setiap pertambahan satu unit X1
65
(Stanislaus, 2006:227) kita dapat merubah Odss menjadi probabilita atau sebaliknya, perhitungan nilai odss dengan log natural. Secara umum hubungan probabilita dan odss diganbarkan sebagai berikut (Cornelius Trihendardi, 2007:64):
πi =
eoddsi 1 = oddsi 1+ e 1 + e−oddsi
atau
π oddsi =1n i 1−π i
Dimana : πi
= kemungkinan (probabilita) kejadian pada case i
odssi = Nilai kecenderungan suatu kejadian pada case i nilai odss diasumsikan berhubungan linear dengan variabel prediktor ( variabel independen ) : odssi = b0 + b1Xi1 + b2Xi2 + ... + bpXip
Xij
= Variabel prediktor j dengan case i
bj
= Koefisien variabel prediktor j
p
= Jumlah variabel prediktor
jadi probabilita adalah :
πi =
1 1+ e
− ( b0 + b1 xi1 + b2 xi 2 + ... + b p xip )
Analisis regresi logistik digunakan untuk melihat pengaruh sejumlah variabel independen X1, X2,.......Xk terhadap variabel dependen Y yang berupa variabel kategorik atau juga untuk memprediksi nilai suatu variabel dependen Y yang berupa variabel kategorik berdasarkan nilai variabel independen X1, X2,.......Xk (Stanislaus, 2006:225).
66
Bentuk regresi logistik binary pada penelitian ini adalah :
log it (π ) = 1n
D = β 0 + β1 + β 2 + .....β k 1- D
Dimana : β0
= Konstanta
β1-k
= Koefisien
D (Default) = Probabilita bahwa factor / covariat ke-D punya respon = 1 (Default) dari response regresi logistik biner yang mempunyai nilai 1 (Default) dan 0 (1-D = Non Default) X1-k
= Variabel prediktor
3.5.4.3 Nilai -2loglikehood ratio
Persamaan yang baik dalam regresi logistik adalah persamaan yang tingkat kemiripan antara hasil dugaan dengan nilai pengamatan sangat tinggi, dan ini akan menghasilkan nilai -2loglikelihood yang rendah. Kalau persamaan yang diperoleh cocok, maka nilai kemiripannya 1 dan nilai -2loglikelihood adalah 0. penilaian keseluruhan model regresi logistik menggunakan nilai -2loglikelihood dimana jika terjadi penurunan dalam -2loglikelihood pada blok kedua jka dibandingkan dengan blok pertama maka dapat disimpulkan bahwa model kedua regresi menjadi lebih baik. (Santosa dan Ashari, 2005:191). 3.5.4.4 Uji Chi Square Hosmer dan Lemeshow
Untuk menilai kelayakan model regresi dalam memprediksi digunakan Uji Chi Square Hosmer dan Lemeshow. Uji ini mengukur perbedaan antara nilai hasil observasi dan nilai prediksi variabel dependen. Semakin kecil perbedaan diantara
67
keduanya maka model yang dipilih semakin baik. Pengujian ini digunakan untuk menguji hipotesis : H0
: Tidak terdapat perbedaan antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati
H1
: Terdapat perbedaan antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati. Dilihat dari atas jika nilai sig > α (0,05) berarti keputusan yang diambil
adalah menerima H0 yang berarti tidak ada perbedaan antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati. Artinya model regresi logistik bisa digunakan untuk analisis selanjutnya. (Santosa dan Ashari, 2005:190). 3.5.4.5. Koefisien Cox and Snell R Square dan Negelkarke R Square Koefeisien Cox and Snell R Square merupakan ukuran yang mencoba meniru ukuran R2 pada regresi linear berganda yang didasarkan pada teknik estimasi likelihood dengan nilai maksimum kurang dari 1 sehingga sulit diinterpretasikan. Negelkerke R Square merupakan modifikasi dari koefisien Cox and Snell R2 untuk memastikan bahwa nilainya bervariasi dari 0-1. hal ini dilakukan dengan cara membagi nilai koefisien Cox dan Snell R2 dengan nilai maksimumnya. Nilai koefisien Cox dan Snell R2 diinterpretasilan seperti nilai koefisien R² pada regresi linear berganda (Imam Ghozali, 2005 ; 219). Nilai koefisien Nagelkerke R Square umumnya lebih besar dari nilai koefisien Cox & Snell R Square tapi cenderung lebih kecil dibandingkan dengan nilai koefisien determinasi R² pada regresi linear berganda . (Stanislaus, 2006 : 236).
68
3.5.4.6 Ketepatan Prediksi Klasifikasi Tabel klasifikasi 2 X 2 (Classification Table) yang terdapat pada hasil SPSS pada model regresi logistic digunakan untuk menghitung nilai estimasi yang benar (correct) dan yang salah (incorrect). Pada kolom merupakan 2 nilai prediksi dari variabel dependen yaitu, Default (1) dan Non Default (0), sedangkan pada baris menunjukkan nilai observasi sesungguhnya yang sesuai dengan data aktual. Pada model yang sempurna, maka semua kasus akan berada pada diagonal denagn tingkat ketetapan peramalan 100% (Imam Ghozali, 2005 : 220). Jika model logistik mempunyai asumsi homoskedastisitas maka semua kasus akan berada di daerah diagonal dengan ketetapan nilai 100% tetapi model logistic tidak mempunyai asumsi homoskedstisitas (Stanislaus, 2006 : 234). 3.4.5.7.Uji Wald Statistics Uji wald pada tabel variables in the equation digunakan untuk menguji apakah masins-masing koefisien regresi logistik signifikan. Uji wald sama dengan kuadrat dari rasio koefisien regresi logistic B dan standard error S.E dengan tingkat signifikasi α < 0.005 (Stanislius, 2006 : 236) : B Wald = S .E
2
69
3.6 Deskripsi Operasional Variabel 3.6.1. Variabel Independen Yaitu berupa rasio keuangan yang berhubungan dengan : 1) Rasio profitabilitas Rasio profitabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dengan menggunakan modal tertentu. d. Laba bersih terhadap total aktiva (Net Income / Total Assets) Laba Bersih NITA = Total Aktiva
e. Penjualan bersih terhadap total aktiva (Sales / total Asset) Penjualan STA = Total Aktiva
f. Laba bersih terhadap penjualan (Net Income / Sales) NIS =
Laba Bersih Penjualan
d. Laba operasi terhadap Total Aktiva (Operating Income / Total asset) Laba Operasi OITA = Total Aktiva
2) Rasio Likuiditas Rasio likuiditas digunakan untuk mengukur kemamapuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya pada saat jatuh tempo. Rasio ini
70
membandingkan kewajiban jangka pendek dengan sumber daya jangka pendek (lancar) yang tersedia untuk memenuhi kewajiban tersebut. e. Kas terhadap kewaiban lancar (Cash / Current Liabilities) CCL =
Kas Kewajiban Lancar
f. Kas terhadap total aktiva (Cash / Total Asset) CTA =
Kas Total Aktiva
g. Aktiva lancar terhadap kewajiban lancar (Current asset / Current Liabilities) CACL =
Aktiva lancar Kewajiban lancar
h. Aktiva lancar terhadap total aktiva (Current Asset / Total Asset) CATA =
Aktiva lancar Total Aktiva
e. Arus Kas terhadap Total Aktiva (Cash Flow / Total Asset) CFTA =
Arus Kas Total Aktiva
f. Arus Kas terhadap Total Hutang (Cash Flow / Total Liabilities) CFTL =
Arus Kas Total Hutang
71
g. Kas terhadap Penjualan (Cash / Sales) Kas CS = Penjualan
h. Aktiva lancar terhadap Penjualan (Current Asset / Sales) CAS =
Aktiva lancar Penjualan
i. Quick Asset terhadap penjualan (Quick Asset / Sales) QAS =
Quick Asset Penjualan
j. Quick Asset terhadap Total Aktiva (Quick Asset / Total Asset) QATA =
Quick Asset Total Asset
3) Rasio leverage Rasio Leverage mengukur tingkat sejauh mana aktiva perusahaan telah dibiayai oleh penggunaan hutang (weston dan Copeland, 1995:238). Disebut juga rasio hutang atau debt ratio. d. Hutang jangka panjang terhadap ekuitas (Long Term debt / equity) LTDE =
Hutang jangka panjang Ekuitas
e. Total hutang terhadap ekuitas (Total Debt / equity) TLTE =
Total Hutang Ekuitas
72
f. Total hutang terhadap total aktiva (Total debt / Total Asset) TLTA =
Total Hutang Total Aktiva
d. Hutang Lancar terhadap Ekuitas (Current Liabilities / Equity) Hutang Lancar CLTE = Ekuitas
3.6.2 Varibel Dependen Variable dependen berupa varibel yang mewakili status atau rating obligasi. Dimana variable tersebut memiliki dua nilai estimasi, yaitu : •
Y1 = 0, bagi perusahaan pembanding (Non Default)
•
Y1 = 1, bagi perusahaan default.
Penetuan nilai variable Y tersebut didasarkan pada teori model logistic regression yang didasasrkan pula pada data kualitatif emiten yang mengalami gagal bayar / terlambat bayara pada kurun waktu yang telah ditentukan. Dalam penelitian ini seluruh perusahaan yang pernah mengalami status gagal bayar / terlambat bayar memiliki nilai estimasi Y=1 atau dengan kata lain probabilitas default diprediksi sama dengan 1. hal tersebut dikarenakan semua perusahaan pernah mengalami situasi dimana perusahaan kekurangan likuiditas untuk memenuhi kewajiban obligasinya yang jatuh tempo, tidak terkecuali bagi perusahaan dalam status aman, karena walaupun perusahaan sudah dalam keadaan aman (terhindar dari resiko default untuk jangka pendek) namun resiko timbulnya kemungkinan terjadinya default masih tetap ada, mengingat obligasi merupakan kewajiban yang mengandung resiko jangka panjang dan juga karena biasanya
73
sumber pembiayaan perusahaan untuk membayar obligasi default berasal dari penerbitan obligasi baru (refinancing) sehingga waktu jatuh tempo bisa diperpanjang. Variabel pembanding digunakan sebagai variabel dalam mencari fungsi prediksi default, yaitu dalam skripsi ini merupakan rasio keuangan perusahaan non default dengan rating yang paling baik yaitu idBBB-idAAA dalam kaitannya sebagai perusahaan dalam industri yang sama dengan jumlah default.
74
75
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian 4.1.1. Sejarah Singkat Bursa Efek Indonesia Pada abad ke-19 dalam upaya meningkatkan perekonomian Indonesia, pemerintah Hindia Belanda membangun perkebunan secara besar-besaran di Indonesia. Pengembangan perkebunan dan perdagangan pada umumnya memerlukan pembiayaan yang cukup besar. Salah satu sumber pendanaan diperoleh dari para penabung yang sebagian besar adalah orang-orang Belanda dan orang Eropa lainnya. Untuk menghimpun dana tersebut, pengusahapengusaha Hindia Belanda mendirikan Vereniging Voor de Effecten di Batavia dan sekaligus memulai perdagangan Efek pada tanggal 14 Desember 1912. Efek yang diperdagangkan pada masa itu adalah saham/obligasi perusahaan perkebunan Hindia Belanda yang beroperasi di Indonesia. Dengan semakin berkembangnya pasar modal Batavia tersebut, kemudian Bursa Efek dibuka juga di Surabaya pada tanggal 11 januari 1925 dan di Semarang pada tanggal 1 Agustus 1925. Pada tanggal 13 Juli 1992 Bursa Efek Jakarta diswastakan kemudian pada tahun 1995 Bursa Efek Jakarta meluncurkan sistem perdagangan yang disebut JATS (Jakarta Automated Trading System) sistem ini memberikan fasilitas pada perdagangan saham secara fair dan transparan sehingga informasi dapat diserap oleh investor dengan cepat, dan pada tahun 2002 Bursa Efek Jakarta juga mulai
76
menerapkan sistem perdagangan jarak jauh yang disebut (remote trading system), sebagai upaya meningkatkan akses pasar, kecepatan, dan frekuensi perdagangan. Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang dilaksanakan pada tanggal 30 Oktober 2007, para pemegang saham kedua bursa efek telah menyetujui rancangan penggabungan Bursa Efek Surabaya kedalam Bursa Efek Jakarta yang kemudian menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI). Terhitung mulai tanggal 1 Desember 2007 secara resmi Bursa Efek Indonesia telah efektif. Bursa Efek Ini akan memfasilitasi perdagangan saham (equity), surat utang (fixed income) maupun perdagangan derivative (derivative instruments). Hadirnya bursa efek tunggal ini diharapkan akan meningkatkan efisiensi industri pasar modal di Indonesia dan menambah daya tarik untuk berinvestasi. 4.1.2. Lembaga-lembaga Penunjang Pasar Modal Bursa Efek Indonesia Melibatkan banyak lembaga, masing-masing pihak mempunyai peranan dan fungsi yang berbeda-beda dan saling menunjang kepentingan pihak lain. Pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan Bursa Efek Indonesia adalah : a. Perusahaan yang Go Public (Emiten) Adalah perusahaan yang melakukan emisi atau yang telah melakukan penawaran dalam surat berharga. Pihak ini membutuhkan dana guna membelanjai operasi rencana investasi.
77
b. Perusahaan Efek Perusahaan Efek adalah adalah perusahaan yang telah memperoleh izin usaha untuk beberapa kegiatan seperti penjamin emisi efek, perantara perdagangan efek, manajer investasi, atau penasehat investasi. c. Lembaga Kliring Adalah suatu lembaga yang menyelengarakan kliring dan penyelesaian transaksi yang terjadi di Bursa Efek, penyimpanan efek serta penitipan harta untuk pihak lain. d. Perusahaan Reksa Dana Adalah pihak yang kegiatan utamanya melakukan investasi, investasi kembali (reinvestasi). e. Pemodal Adalah pihak perorangan maupun lembaga yang menanamkan modalnya dalam efek-efek yang diperdagangkan. f. Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) merupakan lembaga pemerintah yang mempunyai tugas sebagai berikut : 1) Memonitor dan mengatur sarat pasar dimana sekuritas-sekuritas dapat diterbitkan dan diperdagangkan secara teratur, wajar, dan efisien dengan maksud untuk melindungi kepentingan para pemodal dan masyarakat.
78
2) Mengawasi dan memonitor pertukaran sekuritas, kliring, dan lembaga-lembaga penyimpanan reksadana, perusahaan sekuritas dan para pialang, berbagai lembaga pendukung pasar modal dan para professional. 3) Untuk memberikan rekomendasi tentang pasar modal kepada menteri keuangan . Dengan fungsi tersebut diharapkan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) lebih bisa melaksanakan fungsi pengawasan karena kegiatan pendanaan
efek
dan
berbagai
kegiatan
yang
berkaitan
dengan
yang
diselenggarakan oleh bursa efek sendiri, selain itu peraturan mulai dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) secara konsisten. 4.2. Obligasi Obligasi adalah suatu istilah yang dipergunakan dalam dunia keuangan yang merupakan suatu pernyataan hutang dari penerbit obligasi kepada pemegang obligasi beserta janji untuk membayar kembali pokok utang beserta kupon bunganya kelak pada saat tanggal jatuh tempo pembayaran. Obligasi secara ringkasnya adalah merupakan utang tetapi dalam bentuk sekuriti "Penerbit" obligasi adalah merupakan si peminjam atau debitur, sedangkan "pemegang" obligasi adalah merupakan pemberi pinjaman atau kreditur dan "kupon" obligasi adalah bunga pinjaman yang harus dibayar oleh debitur kepada kreditur. Dengan penerbitan obligasi ini maka dimungkinkan bagi penerbit obligasi guna memperoleh pembiayaan investasi jangka panjangnya dengan sumber dana dari luar perusahaan.
79
4.2.1 Sejarah Singkat Perusahaan Penerbit Obligasi PT. Barito Pacifik Timber, Tbk.
Didirikan pada tanggal 4 April 1979 di banjarmasin, Kalimantan Selatan, kini PT. Barito Pacifik Timber Tbk telah berkembang menjadi sebuah perusahaan industri kayu terpadu, yang secara konsisten menghasilkan produk-produk kayu yang berkualitas tinggi untuk pasar internasional. Perseroan memperkerjakan lebih dari 6.000 pegawai diseluruh wilayah indonesia. Dengan tujuan untuk mengembangkan industri pengolahan kayu didalam negeri didukung oleh keberhasilan penawaran perdana (IPO) pada tahun 1993 perseroan terus melaksanakan pengembangan usaha ke bidang hutan tanaman industri antara lain di kalimantan barat, dan wilayah lainnya. PT. Fanasia Filament Inti, Tbk
Didirikan pada tanggal 31 Desember 1987, dengan lingkup usaha di bidang industri tekstil (kain) dan mulai berproduksi komersil tahun 1988. Sejak tanggal 1 juli 1998 panafil memiliki mayoritas kepemilikan saham PT. Tritama Texindoraya (Tritama), perusahaan yang berdomisili di kabupaten Bogor dan bergerak di bidang industri textil. PT. Muliaglas, Tbk.
Didirikan pada tahun 1989 dan mempunyai bidang usaha yakni industri kaca lembaran, botol kemasan, glassblock dan kaca pengaman otomotif. Kesemua produk-produk Perseroan kemudian dijual kepada PT Mulia Idustrindo Tbk, sebagai distributortunggaluntukpasar domestikdan
80
langsung kepada pelanggandi luar negeri. Lokasi pabrik Perseroan berada di atas tanah seluas kurang lebih 94,8 Hektar di kompleks Mulia Industry seluas kurang lebih 160 Hektar di Cikarang, Jawa Barat. PT. Muliasntra Gunaswakarya, Tbk.
Didirikan di Jakrta dengan nama PT. Muliasentra Gunaswakarya berdasarkan akta No. 163 tanggal 23 Desember 1989 di buat dihadapan Arianny Lamoen Redjo, SH, Notaris di Jakarta yang telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan surat keputusan No. C2-4989-HT.01.01 Th. 90 Tgl 18 Agustus 1990, didaftarkan dikantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 25 September 1990. PT. Suryamas Dutamakmur, Tbk.
Perseroan berkedudukan di Jakarta didirikan dengan nama PT. Suryamas Dutamakmur pada tahun 1989 berdasarkan akta No. 162 tanggal 13 September 1990,
perseroan bergerak dalam bidang usaha
pengembangan dan real estate yang difokuskan pada rumah hunian, dalam melakukan investasi baik melalui perseroan sendiri maupun anak perusahaan-anak
perusahaan,
dengan
jenis-jenis
produk
meliputi
perumahan, rumah toko, perkantoran, apartemen, hotel, lapangan golf, serta pusat perbelanjaan. PT. Duta Pertiwi, Tbk.
PT. Duta Pertiwi Tbk. Memulai usaha sebagai developer sejak pertengahan tahun 1980. kegiatan utama perseroan sampai saat ini
81
terutama pengebangan proyek untuk dijual dan sedikit proyek untuk disewakan. Fokus ini sejalan dengan keinginan pasar dimana status kepemilikan lebih disukai. Segmen psar yang dituju dalah tempat usaha untuk bisnis skala kecil dan menengah serta perumahan untuk golongan menengah. PT. Jakarta Int’l Hotels&Dev, Tbk
Perseroan didirikan di Jakarta pada tanggal 7 Nopember 1969, dan memperoleh status Penanaman Modal Asing (PMA) hingga saat ini. Perseroan menyelenggarakan usaha dalam bidang jasa perhotelan dan melakukan penyertaan modal pada berbagai jenis perusahaan, termasuk pengembangan jasa properti di Kawasan Niaga Terpadu Sudirman. PT. Tjiwi Kimia, Tbk.
PT. Pabrik kertas Tjiwi Kimia Tbk didirikan pada tanggal 2 Oktober 1972 dengan nama PT. Tjiwi Kimia, berkedudukan di desa Kramat Tumenggung, Kecamatan tarik, Sidoarjo, Jawa Timur. Nama perseroan diubah menjadi PT. Pabrik Kertas Tjiwi Kimia. Kegiatan utama persroan adalah memproduksi berbagai jenis kertas tulis dan cetak baik coated maupun uncoated. Selain itu perusahaan juga mamproduksi beragam jenis hasil-hasil produksi kertasdan produk perlengkapan kantor seperti buku tulis, memo, loose leaf, spiral, amplop, kertas kado, shopping bag, dan produk fancy yang diminati pasar internasional.
82
PT. Indah Kiat Pulp&Paper, Tbk.
PT. Indah Kiat Pulp&Paper Tbk, merupakan salah satu perusahaan kertas yang bernaung dibawah kelompok bendera Sinar Mas. Indah Kiat didirikan di Jakarta pada tanggal 7 Desember 1976 dan pada tahun 1978 memulai produksi komersial untuk pabriknya yang berlokasi di Tanggerang. Saat ini, Indah Kiat memiliki pabrik di tiga lokasi, yaitu di Perawang, Propinsi Riau, memproduksi kertas budaya dan bubur kertas, sementara pabrik kertas yang berlokasi di Serang Banten mengkhususkan diri pada produksi kertas industri dan karton untuk keperluan kemasan. Pabrik yang berlokasi di Tanggerang Banten memproduksi kertas budaya untuk keperl8uan cetak dan tulis. PT. Lontar Papyrus Pulp&Paper Industry
Didirikan di Langsa, Nanggroe Aceh Darussalam pada tahun 1974. perusahaan saat ini berdomosili di Jakarta dan memiliki pabrik yang terletak di Tebing Tinggi, Jambi. Kegiatan utamanya adalah memproduksi bubur kartas (Pulp), Tissue dan kertas. Perseroan mulai memproduksi kertas pada tahun 1976, bubur kertas pada tahun 1994, dan tissue pada tahun 1998 dengan keseluruhan kapasitas produksi kertas terpasang saat ini adalah sebesar 7.500 ton per tahun, bubur kertas sebesar 680.00 ton per tahun, dan tisue sebesar 30.000 ton per tahun. PT. Pindo Deli Pulp&Paper Mills, Tbk.
Didirikan pada tahun 1975 dan saat ini memiliki dua pabrik yang berlokasi di Kelurahan Adiarsa, Karawang (Pindo 1) dan desa Kuta
83
Mekar, Karawang (Pindo 2). Perseroan memiliki 80% saham PT. Lontar Papyrus Pulp&Paper. Integrasi kedua perusahaan tersebut membuat perseroan menjadi salah satu produsen bubur kertas dan kertas terintegrasi vertikal terbesar di Dunia. Perseroan memiliki pengalaman di industri kertas lebih dari 25 tahun dan menghasilkan prtoduk kertas berkualitas tinggi. PT. Great River Internasional,Tbk.
Perseroan ini merupakan produsen, eksportir, distributor dan retailer busana merek internasionalterkemuka seperti kemeja Arrow, dan pakaian dalam wanita Triumphdi Indonesia. Perseroan berdiri pada tahun 1976 dan sudah tercatat di BEJ dan BES sejak tahun 1989. Keberhasilan Great River didasarkan pada strategi yang diterapkan perseroan untuk memproduksi
dan
memasarkan
beragam
produk
pakaian
berkualitasberlisensi dan merek-merek terkemuka internasional. PT. Bahtera Admina Samudra,Tbk
Didirikan pada bulan Agustus 1989, sebagai perusahaan swasta nasiona
yang bergerak dalam bidang usaha penangkapan ikan,
pengemasan, pendistribusian, dasn pemasaran ikan beku. Perseroan melihat bahwa pemanfaatan terhadap hasil sumber daya alam laut memberikan potensi hasil yang cukup menjanjikan. Selain itu, semakin tingginya tingkat konsumsi masyarakat terhdap hasil laut memberikan dampak terhadap peningkatan potensi pasar baik domestik maupun internasional.
84
PT. Daya Sakti Unggul Corp. Tbk.
Perseroan berkedudukan di Jakarta, perseroan mempunyai usaha dalam bidang pengembangan dan pengusahaan hutan, industri, pemasaran, dan pengelolaan hutan. Pada awal pendirian pabrik pada tahun 1981 perseroan mempunyai 3 lini mesin produksi Plywood. Kemudian pada tahun 1988 mesin produksi ditambah 2 lini sehingga menjadi 5 lini dengan jumlah kapasitas produksi sebesar 14.500m3 per bulan. PT. Astra Argo Lestari Tbk.
PT. Astra Agro Lestari Tbk, memfokuskan bisnisnya dalam bidang pengelolaan perkebunan kelapa sawit dan produksi CPO di Indonesia. Kegiatan bisnisnya dimulai 1981 sejak didirikannya PT.Pandu Dian Pertiwi, sebuah perusahaan yang dimiliki oleh keluarga Soeryadjaya. Pada tahun 1983 PT.Astra Internasional (AI) mendirikan divisi agribisnis, dimulai dengan 200 hektar perkebunan ubi kayu yang kemudian di konversi menjadi perkebunan karet. Pada tahun 1990, PT. Astra Internasional mengakuisisi 20% saham PT.Astra Agro Niaga dan 50% asham PT. Suryaraya Bahtera. Kemudian pada tanggal 30 Juni 1997 PT.Astra Agro Niaga dan PT. Suryaraya Bahtera meleburkan diri menjadi perusahaan holding PT. Astra Agro Niaga. Pada tanggal 21 Agustus 1997, PT. Astra Agro Niaga mengubah namanya menjadi PT. Astra Agro Lestari Tbk.
85
PT. Ever Shine Textile Industry Tbk.
Didirikan pada tahun 1974, PT. Ever Shine Tex Tbk, bersama dengan dua anak preusahaannya , PT. Indo Yongtex jaya dan PT. Primarajuli Sukses, yang kini dikenl dengan Evcershinetex adalah produsen textil terpadu di indonesia yang memproduksi benang, kain dan garmen. PT. Ever Shine Tex Tbk tercatat pada BEJ ejak tahun 1992. selain itu perusahaan juga memproduksi bermacam produk yang bermutu yang dapat dipakai utuk berbagai macam industri seperti industri payung, tenda, sleeping bed, taplak meja, sepatu olahraga, pakaian olahraga, pakaian renang, kain gorden, pakaian dalam, dan mainan anak-anak. PT. Ricky Putra Globalindo Tbk.
Didirikan pada tanggal 22 Desember 1987 di Jakarta dan bergerak di bidang industri pemintalan benang, perajutan, pakaian dalam pria, pakaian luar, unit usaha jasa, perdagangan umum, dan distributor terpadu dari hulu hingga hilir. Kekuatan utama perseroan terletak pada kekuatan mereknya terutama merek GTman yang telah diterima oleh seluruh konsumen dalam negeri. PT. Ciputra Surya Tbk.
Merupakan anak perusahaan PT. Ciputra Development Tbk. Dan bagian dari Grup Ciputra, sebuah grup usaha yang didirikan oleh Ir. Ciputra yang telah terlibat dalam bisnis Real Estat sejak 1961. perseroan didirikan dengan nama PT. Bumi Citrasurya di tahun 1989 dan memprakarsai pembangunan kota mandiri di Surabaya Barat. Pada tahun
86
1999, perseroan menjadi perusahaan publik dan terdaftar di BEJ tanpa penawaran kepada publik. PT. Pakuwon Jati Tbk.
Perseroan didirikan oleh Alexander Tedja, Suhardi Poniman, dan Binarto Tinor. Pada tahun 1989 terjadi perubahan pemilikan dengan menmbahkan PT. Pakuwon Darma. Semula perseroan hanya mengelola sebuah pusat perbelanjaan modern di Surabayayang dikenal dengan nama Tunjungan Plaza, dengan luas tanah sebesar 8.870 meter persegi dan luas lantai bangunan swebesar 480.356 meter persegi. PT. Sumarecon Agung Tbk.
Perseroan didirikan pada bulan november 1975. tonggak sejarah perjalanan di mulai pada bulan september 1976 dengan pembangunan kawasan Kelapa Gading seluas 10.8 Hektar menjadi sebuah pemukiman yang bernama Kelapa Gading Permai. Pada saat itu kawasan Kelapa Gading yang erada di Jakarta Utara masih berupa rawa liar yang menyeramkan, tidak ada akses untuk mencapai lokasi itu, kecuali berupa pematang yang hanya bisa di lalui pejkalan kaki. PT. Sumalindo Lestari Jaya Tbk.
Perseroan berkedudukan di Jakarta dan didirikan tanggal 14 April 1980. perseroan bergerak dalam bidang industri pengolahan kayu terpadu merupakan hasil restrukturisasi lewat beberapa kali penggabungan usaha yaitu di tahun 1984 dengan 4 persahaan, tahun 1989dengan satu perusahaan dan 1990 dengan dua perusahaan yang bergerak dibidang
87
perkayuan yang menghasilkan kayu lapis, block board, dan fancywood. Pada tahun 1990 perseroamn melakukan pengembangan usaha dengan mengambil alih 100% kepemilikan saham PT. Arjuna Mahkota Plywood dan tahun 1991 mengambil alih seluruh saham PT. Inti Prona, keduanya berlokasi di Riau. Pada tahun 1992, perseroan melakukan diversifikasi usaha dibidang Hutan Tnaman Industru (HTI) yang berlokasi di Kalimantan Timur yang dikelola sendiri mupun yang bekerja sama dengan PT. Inhutani I (persero) dengan mendirikan PT. Sumalindo Hutani Jaya. PT. Tirta Mahakam Plywood Industry Tbk
Perseroan didirikan dengan nama PT> Mahakam Wood Industry, berkedudukan di Jakarta tanggal 22 April 1981, kemudian tanggal 11 Januari 1982 perseroan berubah nama menjadi PT. Tirta Mahakam Plywood Industry Tbk. Perseroan ini bergerak dalam bidang industri pengolahan kayu sejak tahun 1981 dan mulai beroperasi sejak tahun 1983 dengan selesainya pabrik perseroan yang berlokasi di tepi sungai mahakam yang terletak di desa Bukuan, Kecamatan Palaran, Samarinda, Kalimantan Timur. PT. Suparma Tbk.
Perseroan adalah perusahaan kertas yang didirikan pada tanggal 25 Agustus 1976 dengan nama PT. Super Inpama, kemudian di ubah menjadi PT. Suparma tanggal 7 Desember 1978. perseroan bergerak dalam bidang industri kertas dan kertas kemasan dan memproduksi berbagai jenis kertas.
88
PT. Surabaya Agung Industry, Tbk.
Didirikan di Indonesia pada tanggal 31 Agustus 1973 oleh Tirtomulyadi Sulistyo, Winarko Slistyo, Praban Daru Setyono, dan Herman Sulistyo dengan nama PT. Surabaya Industri Pulp & kertas. Pabrik perseroan berlokasi di kecamatan Driyorejo, Kabupaten Gresik Jawa Timur, pabrik perseroan menempati tanah seluas kurang lebih 3,31 hektar untuk semua mesin kertas, gudang-gudang termasuk mess karyawan. Sejak tanggal 6 Januari 1975, perseroan merubah namanya menjadi PT. Surabaya Agung Industri Pulp & Kertas. PT. Texmaco Jaya Tbk
Adalah salah satu perusahaan kain polyester terkemuka di Indonesia berdirisejak tahun 1970. perseroan memproiduksi dan memasarkan serangkaian produk polyester yang inovatif, kain yang berkarakteristik seperti serat alami dengan kekuatan dan kehandalan polyester. Produk tersebut di pasarkan baik di pasar domestik maupun internasional dengan ekspor ke beberapa negara yang didukung dengan jaringan distribusi dan pemasaran yang luas. PT. Fajar Surya Wisesa Tbk
Fajar Surya Wisesa merupakan salah satu produsen kertas kemasan terbesar di Indonesia. Dengan jumlah karyawan lebih dari 2.000 orang dan kapasitas
terpasang
sebesar
500.000
ton
per
tahun,
perseroan
menghasilkan produk yang meliputi “Kraft Liner” dan “corrugated medium” untuk kemasan kardus serta “coated duplex” dan “ivory board”
89
untuk kemasan display. Pasar utama perseroan adalah Indonesia, negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia. Produk perseroan dipasarkan dengan merek “kertas fajar”, yang telah dikenal secara luas karena mutunya yang tinggi. 4.3. Pengolahan Data dan Analisis Deskriptif Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan fasilitas elektronik dengan mengunakan microsoft excel
dan SPSS versi 15.0 untuk windows untuk
memudahkan perolehan data sehingga dapat menjelaskan variabel-variabel yang diteliti. Langkah pertama dalam penelitian ini adalah melakukan penentun sampel dengan metode purposive sampling atau penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu pada perusahaan-perusahaan penerbit obligasi periode 2001-2007 berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dalam penelitian ini sebagai pedoman penentuan default. Tabel deskriptif menjelaskan variabel-variabel independen X yaitu: X1(current Asset/Curren liabilities), X2(Current Asset/Sales), X3(Current Asset/Total Asset), X4(Cash/Current Liabilities), X5(cash/Total Asset), X6(Cash/Sales), X7(Current Liabilities/Total
Equity),
X8(LongTermDebt/Total
Equity),
X9(Total
Liabilities/Total Equity), X10(Total Liabilities/Total Asset), X11(Operating Income/Total Asset), X12(Net Income/Sales), X13(Net Income/Total Aset), X14(Sales/Total Asset), X15(Quick Asset/Sales), X16(Quick Asset/Total Aset), X17(Cash Flow/Total Aset), X18(Cash Flow/Total Liabilities) untuk perusahaanperusahaan penerbit obligasi yang dinyatakan default dan perusahaan penerbit obligasi yang tidak dinyatakan default (non default). Variabel dependen Y :
90
default dimana kondisi 0 untuk perusahaan penerbit obligasi yang dinyatakan non default dengan indikasi memiliki rating yang baik antara idAAA-idBBB dan tidak dinyatakan default baik oleh BEI maupun oleh PEFINDO, sedangkan perusahaan yang dinyatakan default dengan kondisi 1 dengan indikasi memiliki rating idD dan dinyatakan default oleh BEI maupun PEFINDO. Tabel 4.1 Descriptive Statistics DEFAULT N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
KONDISI
39
1
1
1.00
.000
CACL
39
.11
4.34
.9443
1.08130
CAS
39
.39
26.33
2.4482
5.42359
CATA
39
.06
.67
.2472
.15586
CCL
39
.00
1.12
.1724
.28358
CTA
39
.00
.29
.0333
.05532
CS
39
.00
3.29
.3388
.75711
CLTE
39
-44.96
53.96
1.8682
12.11815
LTDTE
39
-8.62
6.97
-.0515
3.38642
TLTE
39
-52.65
58.88
1.9569
13.97613
TLTA
39
.06
1.18
.7786
.24031
OITA
39
-.05
.14
.0272
.04308
NIS
39
-11.38
2.18
-.3760
1.99320
NITA
39
-.25
.94
-.0008
.17579
STA
39
.01
.72
.2922
.17668
QAS
39
.10
7.76
1.0956
1.73530
QATA
39
.04
.25
.1300
.06120
CFTA
39
-.11
.17
.0248
.05173
CFTL
39
-.19
.57
.0512
.12278
Valid N (listwise)
39
91
Tabel 4.2 Descriptive Statistics NON DEFAULT
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
KONDISI
39
0
0
.00
.000
CACL
39
.04
12.31
1.3591
2.03883
CAS
39
.18
4.68
.9852
1.10820
CATA
39
.05
.73
.3411
.19543
CCL
39
.00
1.02
.1856
.23842
CTA
39
.00
.19
.0454
.04772
CS
39
.00
.54
.1222
.14012
CLTE
39
-12.91
19.89
.3584
4.51198
LTDTE
39
-.89
11.75
.8834
2.16583
TLTE
39
-13.00
25.35
1.2057
5.99696
TLTA
39
.33
3.37
.9541
.60097
OITA
39
-.47
.23
.0220
.12986
NIS
39
-3.75
1.06
-.1659
.80774
NITA
39
-.58
.30
-.0334
.14883
STA
39
.07
1.55
.5524
.36549
QAS
39
.08
2.29
.4527
.52316
QATA
39
.02
.39
.1509
.09205
CFTA
39
-.42
.25
.0463
.11945
CFTL
39
-.17
.52
.0987
.13375
Valid N (listwise)
39
92
Tabel 4.3 Perbandingan antara deskriptif yang Default dan Non Default Descriptive Statistics
CACL 1 CACL 0
N 39
Minimum .11
Maximum 4.34
Mean .9443
Std. Deviation 1.08130
39
.04
12.31
1.3591
2.03883
CAS 1
39 39
.39 .18
26.33 4.68
2.4482 .9852
5.42359 1.10820
39 39 39
.06 .05 .00
.67 .73 1.12
.2472 .3411 .1724
.15586 .19543 .28358
39 39
.00 .00
1.02 .29
.1856 .0333
.23842 .05532
39 39
.00 .00
.19 3.29
.0454 .3388
.04772 .75711
39 39
.00 -44.96
.54 53.96
.1222 1.8682
.14012 12.11815
39 39 39
-12.91 -8.62 -.89
19.89 6.97 11.75
.3584 -.0515 .8834
4.51198 3.38642 2.16583
39 39
-52.65 -13.00
58.88 25.35
1.9569 1.2057
13.97613 5.99696
39
.06
1.18
.7786
.24031
39 39
.33 -.05
3.37 .14
.9541 .0272
.60097 .04308
39 39
-.47 -11.38
.23 2.18
.0220 -.3760
.12986 1.99320
39
-3.75
1.06
-.1659
.80774
39 39
-.25 -.58
.94 .30
-.0008 -.0334
.17579 .14883
39 39
.01 .07
.72 1.55
.2922 .5524
.17668 .36549
39 39 39
.10 .08 .04
7.76 2.29 .25
1.0956 .4527 .1300
1.73530 .52316 .06120
39 39
.02 -.11
.39 .17
.1509 .0248
.09205 .05173
39 39
-.42 -.19
.25 .57
.0463 .0512
.11945 .12278
39
-.17
.52
.0987
.13375
CAS 0 CATA 1 CATA 0 CCL 1 CCL 0 CTA 1 CTA 0 CS 1 CS 0 CLTE 1 CLTE 0 LTDTE 1 LTDTE 0 TLTE 1 TLTE 0 TLTA 1 TLTA 0 OITA 1 OITA 0 NIS 1 NIS NITA 1 NITA 0 STA 1 STA 0 QAS 1 QAS 0 QATA 1 QATA 0 CFTA 1 CFTA 0 CFTL 1 CFTL 0 Valid N (listwise)
39 Sumber : Financial Report, data diolah
93
CACL Emiten obligasi yang dinyatakan default dengan kondisi 1 menunjukan nilai rata-rata 0,9443 dengan nilai minimum 0,11 dan nilai maksimumnya adalah 4,34. Sedangkan CACL Emiten obligasi yang tidak dinyatakan default dengan kondisi 0 menunjukan nilai rata-rata 1,3591 dengan nilai minimum 0,04 dan nilai maksimumnya adalah 12,31. CAS Emiten obligasi yang dinyatakan default dengan kondisi 1 menunjukan nilai rata-rata 2,4482 dengan nilai minimum 0,39 dan nilai maksimumnya adalah 26,33. Sedangkan CAS Emiten obligasi yang tidak dinyatakan default dengan kondisi 0 menunjukan nilai rata-rata 0,9852 dengan nilai minimum 0,18 dan nilai maksimumnya adalah 4,68. CATA Emiten obligasi yang dinyatakan default dengan kondisi 1 menunjukan nilai rata-rata 0,2472 dengan nilai minimum 0,06 dan nilai maksimumnya adalah 0,67. Sedangkan CATA Emiten obligasi yang tidak dinyatakan default dengan kondisi 0 menunjukan nilai rata-rata 0,3411 dengan nilai minimum 0,05 dan nilai maksimumnya adalah 0,73.
CCL Emiten obligasi
yang dinyatakan default dengan kondisi 1 menunjukan nilai rata-rata 0,1724 dengan nilai minimum 0,00 dan nilai maksimumnya adalah 1,12. Sedangkan CCL Emiten obligasi yang tidak dinyatakan default dengan kondisi 0 menunjukan nilai rata-rata 0,1856 dengan nilai minimum 0,00 dan nilai maksimumnya adalah 1,02. CTA Emiten obligasi yang dinyatakan default dengan kondisi 1 menunjukan nilai rata-rata 0,0333 dengan nilai minimum 0,00 dan nilai maksimumnya adalah 0,29. Sedangkan CTA Emiten obligasi yang tidak dinyatakan default dengan kondisi 0 menunjukan nilai rata-rata 0,0454 dengan
94
nilai minimum 0,00 dan nilai maksimumnya adalah 0,19. CS Emiten obligasi yang dinyatakan default dengan kondisi 1 menunjukan nilai rata-rata 0,3388 dengan nilai minimum 0,00 dan nilai maksimumnya adalah 3,29. Sedangkan CS Emiten obligasi yang tidak dinyatakan default dengan kondisi 0 menunjukan nilai rata-rata 0,1222 dengan nilai minimum 0,00 dan nilai maksimumnya adalah 0,54. CLTE Emiten obligasi yang dinyatakan default dengan kondisi 1 menunjukan nilai rata-rata 1,8682 dengan nilai minimum -44,96 dan nilai maksimumnya adalah 53,96. Sedangkan CLTE Emiten obligasi yang tidak dinyatakan default dengan kondisi 0 menunjukan nilai rata-rata 0,3584 dengan nilai minimum 12,91 dan nilai maksimumnya adalah 19,89. LTDTE Emiten obligasi yang dinyatakan default dengan kondisi 1 menunjukan nilai rata-rata 0,0515 dengan nilai minimum -8,62 dan nilai maksimumnya adalah 6,97. Sedangkan LTDTE Emiten obligasi yang tidak dinyatakan default dengan kondisi 0 menunjukan nilai rata-rata 0,8834 dengan nilai minimum -0,89 dan nilai maksimumnya adalah 11,75. TLTE Emiten obligasi yang dinyatakan default dengan kondisi 1 menunjukan nilai rata-rata 1,9569 dengan nilai minimum -52,65 dan nilai maksimumnya adalah 58,88. Sedangkan TLTE Emiten obligasi yang tidak dinyatakan default dengan kondisi 0 menunjukan nilai rata-rata 1,2057 dengan nilai minimum -13,00 dan nilai maksimumnya adalah 25,35. TLTA Emiten obligasi yang dinyatakan default dengan kondisi 1 menunjukan nilai rata-rata 0,7786 dengan nilai minimum 0,06 dan nilai maksimumnya adalah 1,18. Sedangkan TLTA Emiten obligasi yang tidak dinyatakan default dengan kondisi 0
95
menunjukan nilai rata-rata 0,9541 dengan nilai minimum 0,33 dan nilai maksimumnya adalah 3,37. OITA Emiten obligasi yang dinyatakan default dengan kondisi 1 menunjukan nilai rata-rata 0,0272 dengan nilai minimum -0,05 dan nilai maksimumnya adalah 0,14. Sedangkan OITA Emiten obligasi yang tidak dinyatakan default dengan kondisi 0 menunjukan nilai rata-rata 0,0220 dengan nilai minimum 0,47 dan nilai maksimumnya adalah 0,23. NIS Emiten obligasi yang dinyatakan default dengan kondisi 1 menunjukan nilai rata-rata -0,3760 dengan nilai minimum -11,38 dan nilai maksimumnya adalah 2,18. Sedangkan NIS Emiten obligasi yang tidak dinyatakan default dengan kondisi 0 menunjukan nilai rata-rata -0,1659 dengan nilai minimum -3,75 dan nilai maksimumnya adalah 1,06. NITA Emiten obligasi yang dinyatakan default dengan kondisi 1 menunjukan nilai rata-rata -0,0008 dengan nilai minimum -0,25 dan nilai maksimumnya adalah 0,94. Sedangkan NITA Emiten obligasi yang tidak dinyatakan default dengan kondisi 0 menunjukan nilai rata-rata -0,0334 dengan nilai minimum -0,58 dan nilai maksimumnya adalah 0,30. STA Emiten obligasi yang dinyatakan default dengan kondisi 1 menunjukan nilai rata-rata 0,2922 dengan nilai minimum 0,01 dan nilai maksimumnya adalah 0,72. Sedangkan STA Emiten obligasi yang tidak dinyatakan default dengan kondisi 0 menunjukan nilai rata-rata 0,5524 dengan nilai minimum 0,07 dan nilai maksimumnya adalah 1,55. QAS Emiten obligasi yang dinyatakan default dengan kondisi 1 menunjukan nilai rata-rata 1,0956 dengan nilai minimum 0,10 dan nilai
96
maksimumnya adalah 7,76. Sedangkan QAS Emiten obligasi yang tidak dinyatakan default dengan kondisi 0 menunjukan nilai rata-rata 0,4527 dengan nilai minimum 0,08 dan nilai maksimumnya adalah 2,29. QATA Emiten obligasi yang dinyatakan default dengan kondisi 1 menunjukan nilai rata-rata 0,1300 dengan nilai minimum 0,04 dan nilai maksimumnya adalah 0,25. Sedangkan QATA Emiten obligasi yang tidak dinyatakan default dengan kondisi 0 menunjukan nilai rata-rata 0,1509 dengan nilai minimum 0,02 dan nilai maksimumnya adalah 0,39. CFTA Emiten obligasi yang dinyatakan default dengan kondisi 1 menunjukan nilai rata-rata 0,0248 dengan nilai minimum -0,11 dan nilai maksimumnya adalah 0,17. Sedangkan CFTA Emiten obligasi yang tidak dinyatakan default dengan kondisi 0 menunjukan nilai rata-rata 0,0463 dengan nilai minimum -0,42 dan nilai maksimumnya adalah 0,25. CFTL Emiten obligasi yang dinyatakan default dengan kondisi 1 menunjukan nilai rata-rata 0,0512 dengan nilai minimum 0,19 dan nilai maksimumnya adalah 0,57. Sedangkan CFTL Emiten obligasi yang tidak dinyatakan default dengan kondisi 0 menunjukan nilai rata-rata 0,0987 dengan nilai minimum 0,17 dan nilai maksimumnya adalah 0,52. 4.4. Uji Normalitas Data (One Samle Kolmogoro –Smirnov) Uji normalitas data One Sample Kolmogorov-Smirinov dilakukan untuk mengetahui jenis alat statistik yang akan digunakan untuk melakukan uji beda statistik parametrik / non parametrik pada penelitian ini. Jika data terdistribusi dengan normal maka alat uji beda yang digunakan adalah Independent Sample
97
Test dan jika data tidak terdistribusi dwngan normal maka alat uji beda yang digunakan adalah Mann Whitney. Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas One Sample Kolmogorov-Smirnov NO.
Variabel
Asymp. Sig
Probabilitas
Distribusi
1.
CACL
0,000
P < 0,05
Tidak Normal
2.
CAS
0,000
P < 0,05
Tidak Normal
3.
CATA
0,020
P < 0,05
Tidak Normal
4.
CCL
0,000
P < 0,05
Tidak Normal
5.
CTA
0,001
P < 0,05
Tidak Normal
6.
CS
0,000
P < 0,05
Tidak Normal
7.
CLTE
0,000
P < 0,05
Tidak Normal
8.
LTDTE
0,000
P < 0,05
Tidak Normal
9.
TLTE
0,000
P < 0,05
Tidak Normal
10.
TLTA
0,015
P < 0,05
Tidak Normal
11.
OITA
0,019
P < 0,05
Tidak Normal
12.
NIS
0,000
P < 0,05
Tidak Normal
13.
NITA
0,009
P < 0,05
Tidak Normal
14.
STA
0,132
P > 0,05
Normal
15.
QAS
0,000
P < 0,05
Tidak Normal
16.
QATA
0,880
P > 0,05
Normal
17.
CFTA
0,002
P < 0,05
Tidak Normal
18.
CFTL
0,010
P < 0,05
Tidak Normal
Dari hasil pengujian normalitas data pada tabel 4.4 diatas dijelaskan bahwa:
98
1. Variabel CACL tidak signifikan dengan Asymp. Sig (2-tailed ) < α = 0,05 maka H0 = ditolak, Variabel CACL tidak terdistribusi dengan normal dengan P- Value = 0,000 2. Variabel CAS tidak signifikan dengan Asymp. Sig (2-tailed ) < α = 0,05 maka H0 = ditolak, Variabel CAS tidak terdistribusi dengan normal dengan P- Value = 0,000 3. Variabel CATA tidak signifikan dengan Asymp. Sig (2-tailed ) < α = 0,05 maka H0 = ditolak, Variabel CATA tidak terdistribusi dengan normal dengan P- Value = 0,020 4. Variabel CCL tidak signifikan dengan Asymp. Sig (2-tailed ) < α = 0,05 maka H0 = ditolak, Variabel CCL tidak terdistribusi dengan normal dengan P- Value = 0,000 5. Variabel CTA tidak signifikan dengan Asymp. Sig (2-tailed ) < α = 0,05 maka H0 = ditolak, Variabel CTA tidak terdistribusi dengan normal dengan P- Value = 0,001 6. Variabel CS tidak signifikan dengan Asymp. Sig (2-tailed ) < α = 0,05 maka H0 = ditolak, Variabel CS tidak terdistribusi dengan normal dengan P- Value = 0,000 7. Variabel CLTE tidak signifikan dengan Asymp. Sig (2-tailed ) < α = 0,05 maka H0 = ditolak, Variabel CLTE tidak terdistribusi dengan normal dengan PValue = 0,000
99
8. Variabel LTDTE tidak signifikan dengan Asymp. Sig (2-tailed ) < α = 0,05 maka H0 = ditolak, Variabel LTDTE tidak terdistribusi dengan normal dengan P- Value = 0,000 9. Variabel TLTE tidak signifikan dengan Asymp. Sig (2-tailed ) < α = 0,05 maka H0 = ditolak, Variabel TLTE tidak terdistribusi dengan normal dengan PValue = 0,000 10. Variabel TLTA tidak signifikan dengan Asymp. Sig (2-tailed ) < α = 0,05 maka H0 = ditolak, Variabel TLTA tidak terdistribusi dengan normal dengan P- Value = 0,015 11. Variabel OITA tidak signifikan dengan Asymp. Sig (2-tailed ) < α = 0,05 maka H0 = ditolak, Variabel OITA tidak terdistribusi dengan normal dengan PValue = 0,019 12. Variabel NIS tidak signifikan dengan Asymp. Sig (2-tailed ) < α = 0,05 maka H0 = ditolak, Variabel NIS tidak terdistribusi dengan normal dengan P- Value = 0,000 13. Variabel NITA tidak signifikan dengan Asymp. Sig (2-tailed ) < α = 0,05 maka H0 = ditolak, Variabel NITA tidak terdistribusi dengan normal dengan PValue = 0,009 14. Variabel STA signifikan dengan Asymp. Sig (2-tailed ) > α = 0,05 maka H0 = diterima, Variabel STA terdistribusi dengan normal dengan P- Value = 0,132 15. Variabel QAS tidak signifikan dengan Asymp. Sig (2-tailed ) < α = 0,05 maka H0 = ditolak, Variabel QAS tidak terdistribusi dengan normal dengan P- Value = 0,000
100
16. Variabel QATA signifikan dengan Asymp. Sig (2-tailed ) > α = 0,05 maka H0 = diterima, Variabel QATA terdistribusi dengan normal dengan P- Value = 0,880 17. Variabel CFTA tidak signifikan dengan Asymp. Sig (2-tailed ) < α = 0,05 maka H0 = ditolak, Variabel CFTA tidak terdistribusi dengan normal dengan P- Value = 0,002 18. Variabel CFTL tidak signifikan dengan Asymp. Sig (2-tailed ) < α = 0,05 maka H0 = ditolak, Variabel CFTL tidak terdistribusi dengan normal dengan PValue = 0,010 Dari hasil pengujian normalitas data diketahui bahwa variabel CACL, CAS, CATA, CCL, CTA, CS, CLTE, LTDTE, TLTE, TLTA, OITA, NIS, NITA, QAS, CFTA, CFTL tidak terdistribusi dengan normal sehingga uji beda yang digunakan adalah Mann Whitney. Sedangkan variabel STA dan QATA terdistribusi dengan normal sehingga uji beda yang digunakan adalah independent Sample test. 4.5. Uji Independent Sample Test Uji ini dilakukan pada variabel rasio keuangan yang berdistribusi normal, dari hasil pengujian normalitas data diketahui bahwa rasio keuangan yang berdistribusi normal hanya STA dan QATA.
101
Tabel 4.5 Hasil Statistik Deskriptif STA dan QATA Group Statistics
STA QATA
KONDISI Default
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
39
.2922
.17668
.02829
Non default
39
.5524
.36549
.05853
Default
39
.1300
.06120
.00980
Non default
39
.1509
.09205
.01474
Pada Output tabel grup statistik terlihat bahwa rata-rata rasio STA pada kondisi default (1) adalah 0,2922 sedangkan pada kondisi non default (0) adalah 0,5524. Rata-rata rasio QATA pada kondisi default (1) adalah 0,1300 sedangkan pada kondisi non default (0) adalah 0,1509. Secara absolut jelas bahwa rata-rata STA dan QATA antara kondisi emiten obligasi yang default dan non default berbeda. Untuk melihat apakah perbedaan ini nyata secara statistik akan dijelaskan pada tabel 4.6. Tabel 4.6 Hasil Uji Beda Independent T-Test Variabel STA dan QATA Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F
Equal variances 12.325 assumed Equal variances not assumed QATA Equal variances 3.053 assumed Equal variances not assumed
STA
Sig. .001
.085
t-test for Equality of Means
t
Mean Std. Error Sig. (2-tailed) Difference Difference
df
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
-4.003
76
.000
-.26021
.06501
-.38967
-.13074
-4.003
54.840
.000
-.26021
.06501
-.39049
-.12992
-1.180
76
.242
-.02088
.01770
-.05614
.01437
-1.180
66.105
.242
-.02088
.01770
-.05622
.01446
102
Pada tabel 4.6 terlihat bahwa F hitung dengan Levene’s Test pada variabel STA dengan asumsi varians sama adalah 12.325 dengan probabilitas 0.01. Karena probabilitas P-Value = 0.01 < α = 0.05 maka H0 = ditolak yang berarti kedua varians benar-benar berbeda. Perbedaan yang nyata dari kedua varians membuat penggunaan varians untuk membandingkan rata-rata populasi dengan t-test sebaiknya menggunakan dasar equal variance not assumed (asumsi kedua varians tidak sama). Sedangkan variabel QATA dengan asumsi varians sama adalah 3.053 dengan probabilitas 0.085. Karena probabilitas P-Value = 0.85 > α = 0.05 maka H0 = diterima yang berarti kedua varians sama (equal variance assumed) sehingga digunakan hasil uji
t dengan asumsi kedua varians sama (Equal variance
assumed). Dari hasil T-Test dapat dijelaskan bahwa nilai t hitung untuk rasio STA dengan Equal variance not assumed adalah 4.003 > t tabel = 2.004 dengan probabilitas (Sig 2-tailed) adalah 0.000 < α = 0.05 maka H0 ditolak yang berarti bahwa rata-rata rasio keuangan STA antara yang default dan non default berbeda signifikan ( tidak identik). Sedangkan hasil T-test rasio QATA dengan nilai t hitung dengan asumsi varians sama adalah 1.180 < t tabel = 1.992 dengan probabilitas (Sig 2-tailed) adalah 0.242 > α = 0.05 maka H0 diterima yang berarti bahwa rata-rata rasio keuangan STA antara yang default dan non default adalah sama (tidak terdapat perbedaan) Dari hasil Levene’s test dan T-test menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio keuangan STA perusahaan yang default dengan perusahaan non default. Sedangkan pada rasio keuangan QATA tidak terdapat
103
perbedaan yang signifikan antara perusahaan yang default dengan perusahaan non default. 4.6. Uji Mann Whitney Uji ini ini dilakukan pada variabel-variabel rasio keuangan yang tidak berdistribusi normal berdasarkan hasil uji One Sample Kolmogorov-Smirnov. Tabel 4.7 Hasil Uji Beda Mann Whitney U Variabel
Z-Hitung
Asymp. Sig
Probabilitas
Keterangan
CACL
-0.695
0.487
P > 0.05
Tidak Signifikan
CAS
-2.124
0.034
P < 0.05
Signifikan
CATA
-2.383
0.017
P < 0.05
Signifikan
CCL
-1.034
0.301
P > 0.05
Tidak Signifikan
CTA
-1.934
0.053
P > 0.05
Tidak Signifikan
CS
-0.015
0.988
P > 0.05
Tidak Signifikan
CLTE
-2.533
0.011
P < 0.05
Signifikan
LTDTE
-0.535
0.593
P > 0.05
Tidak Signifikan
TLTE
-1.834
0.067
P > 0.05
Tidak Signifikan
TLTA
-0.155
0.877
P > 0.05
Tidak Signifikan
OITA
-0.904
0.366
P > 0.05
Tidak Signifikan
NIS
-0.834
0.404
P > 0.05
Tidak Signifikan
NITA
-0.425
0.671
P > 0.05
Tidak Signifikan
QAS
-2.773
0.006
P < 0.05
Signifikan
CFTA
-2.363
0.018
P < 0.05
Signifikan
CFTL
-2.054
0.040
P < 0.05
Signifikan
104
Dari tabel 4.7 diatas dapat di jelaskan bahwa : 1. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio keuangan CACL antara perusahaan yang default dengan perusahaan non default dengan nilai Z hitung = -0.695 dan ditunjukan dengan Asymp. Sig (2-Tailed) = 0.487 > α = 0.05 2. Terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio keuangan CAS antara perusahaan yang default dengan perusahaan non default dengan nilai Z hitung = -2.124 dan ditunjukan dengan Asymp. Sig (2-Tailed) = 0.034 < α = 0.05 3. Terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio keuangan CATA antara perusahaan yang default dengan perusahaan non default dengan nilai Z hitung = -2.383 dan ditunjukan dengan Asymp. Sig (2-Tailed) = 0.017 < α = 0.05 4. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio keuangan CCL antara perusahaan yang default dengan perusahaan non default dengan nilai Z hitung = -1.034 dan ditunjukan dengan Asymp. Sig (2-Tailed) = 0.301 > α = 0.05 5. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio keuangan CTA antara perusahaan yang default dengan perusahaan non default dengan nilai Z hitung = -1.934 dan ditunjukan dengan Asymp. Sig (2-Tailed) = 0.053 > α = 0.05 6. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio keuangan CS antara perusahaan yang default dengan perusahaan non default dengan nilai Z hitung = -0.015 dan ditunjukan dengan Asymp. Sig (2-Tailed) = 0.988 > α = 0.05 7. Terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio keuangan CLTE antara perusahaan yang default dengan perusahaan non default dengan nilai Z hitung = -2.553 dan ditunjukan dengan Asymp. Sig (2-Tailed) = 0.011 < α = 0.05
105
8. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio keuangan LTDTE antara perusahaan yang default dengan perusahaan non default dengan nilai Z hitung = -0.535 dan ditunjukan dengan Asymp. Sig (2-Tailed) = 0.593 > α = 0.05 9. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio keuangan TLTE antara perusahaan yang default dengan perusahaan non default dengan nilai Z hitung = -1.834 dan ditunjukan dengan Asymp. Sig (2-Tailed) = 0.067 > α = 0.05 10. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio keuangan TLTA antara perusahaan yang default dengan perusahaan non default dengan nilai Z hitung = -0.155 dan ditunjukan dengan Asymp. Sig (2-Tailed) = 0.877 > α = 0.05 11. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio keuangan OITA antara perusahaan yang default dengan perusahaan non default dengan nilai Z hitung = -0.904 dan ditunjukan dengan Asymp. Sig (2-Tailed) = 0.366 > α = 0.05 12. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio keuangan NIS antara perusahaan yang default dengan perusahaan non default dengan nilai Z hitung = -0.834 dan ditunjukan dengan Asymp. Sig (2-Tailed) = 0.404 > α = 0.05 13. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio keuangan NITA antara perusahaan yang default dengan perusahaan non default dengan nilai Z hitung = -0.425 dan ditunjukan dengan Asymp. Sig (2-Tailed) = 0.671 > α = 0.05 14. Terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio keuangan QAS antara perusahaan yang default dengan perusahaan non default dengan nilai Z hitung = -2.773 dan ditunjukan dengan Asymp. Sig (2-Tailed) = 0.006 < α = 0.05
106
15. Terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio keuangan CFTA antara perusahaan yang default dengan perusahaan non default dengan nilai Z hitung = -2.363 dan ditunjukan dengan Asymp. Sig (2-Tailed) = 0.018 < α = 0.05 16. Terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio keuangan CFTL antara perusahaan yang default dengan perusahaan non default dengan nilai Z hitung = -2.054 dan ditunjukan dengan Asymp. Sig (2-Tailed) = 0.040 < α = 0.05 Hasil uji Mann Whitney menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada rata-rata rasio keuangan CAS, CATA, CLTE, QAS, CFTA, CFTL antara perusahaan yang default dengan perusahaan non default. Sedangkan rasio CACl, CCL, CTA, CS, LTDTE, TLTE, TLTA, OITA, NIS, NITA, tidak terdapat perbedaan antara perusahaan yang default dan non default. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kecil probabilitas signifikansi maka semakin besar perbedaan ratarata rasio keuangan perusahaan yang default dan non default. 4.7. Analisis Regresi Logistik Binary Regresi Logistik Binary adalah regresi yang digunakan untuk melakukan pemodelan suatu kemungkinan kejadian dengan variabel Y (respons) bertipe kategorial dua pilihan (Cornelius trihendardi, 2007 : 63). Dalam penelitian ini variabel dependen (respons) bertipe kategorik / dua pilihan, yaitu : perusahaan-perusahaan penerbit obligasi yang dinyatakan default diberi nilai = 1 dan perusahaa-perusahaan penerbit obligasi yang tidak dinyatakan default (non default) diberi nilai = 0. keterangan ini dapat dilihat dalam tabel identifikasi data :
107
Tabel 4.8 Identifikasi data Dependent Variable Encoding Original Value Non Default
Internal Value
Default
0 1
Dalam penelitian ini jumlah data yang diproses sebanyak 78 atau N = 78. untuk melihat kelengkapan data yang diproses dalam penelitian ini dan tidak adanya missing case ditunjukan oleh tabel Case Processing Summary.
Tabel 4.9 Data yang diproses Case Processing Summary Unweighted Cases(a) Selected Cases
N Included in Analysis Missing Cases Total
Unselected Cases Total
Percent 78
100.0
0
.0
78
100.0
0
.0
78
100.0
a If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
4.7.1
Ketepatan Model Prediksi Untuk melihat model yang lebih baik untuk memprediksi kemungkinan
terjadinya default pada perusahaan, menggunakan nilai -2Loglikelihood. Dari hasil perhitungan -2Loglikelihood pada blok pertama ( blok number = 0) terlihat nilai -2Loglikelihood sebesar 108.131 seperti yang terlihatpada tabel 4.10 sebagai berikut :
108
Tabel 4.10 Ketepatan model dalam memprediksi (bliok number = 0) Iteration History
Iteration Step 0
a,b,c
-2 Log likelihood 108.131
1
Coefficients Constant .000
a. Constant is included in the model. b. Initial -2 Log Likelihood: 108.131 c. Estimation terminated at iteration number 1 because parameter estimates changed by less than .001.
Kemudian hasil perhitungan nilai -2Loglikelihood pada blok kedua (blok number = 1) terlihat nilai -2Loglikelihood sebesar 40.093, terjadi penurunan pada blok kedua (blok number = 1) yang ditunjukan pada tabel berikut :
Tabel 4.11 Ketepatan model dalam memprediksi (bliok number = 1) a,b,c,d Iteration History
Iteration Step 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
-2 Log likelihood Constant CACL 59.697 3.533 -.515 48.364 5.895 -.958 45.172 7.827 -1.299 43.961 8.907 -1.474 41.443 10.631 -1.543 40.174 11.634 -1.949 40.096 11.824 -2.067 40.093 11.848 -2.093 40.093 11.849 -2.094 40.093 11.849 -2.094
CAS CATA .369 -6.101 .614 -7.482 .822 -9.029 .961 -9.952 1.294 -9.477 1.577 -10.293 1.825 -11.093 1.899 -11.320 1.901 -11.328 1.901 -11.328
CCL CTA 3.308 -20.429 5.814 -39.339 7.698 -55.641 8.667 -63.970 9.479 -70.065 11.176 -80.014 11.660 -84.775 11.772 -86.047 11.776 -86.102 11.776 -86.102
Coefficients CS CLTE LTDTE TLTE TLTA OITA .744 -.740 -.906 .769 -2.593 -3.633 1.692 -1.893 -2.087 1.924 -4.466 -6.163 2.375 -3.069 -3.273 3.102 -5.919 -8.966 2.720 -5.568 -5.777 5.602 -6.646 -11.013 3.874 -25.135 -25.350 25.165 -7.685 -15.202 4.578 -28.391 -28.637 28.422 -8.441 -17.479 5.301 -29.359 -29.608 29.388 -8.612 -18.213 5.564 -29.632 -29.881 29.660 -8.643 -18.351 5.579 -29.648 -29.898 29.677 -8.644 -18.353 5.579 -29.648 -29.898 29.677 -8.644 -18.353
NIS -.100 -.087 -.116 -.166 -.211 -.406 -.712 -.792 -.794 -.794
NITA 1.920 3.157 4.535 5.342 4.875 6.085 7.340 7.646 7.652 7.652
STA -1.087 -2.704 -4.151 -5.109 -7.308 -7.896 -7.940 -7.925 -7.922 -7.922
QAS -1.021 -1.966 -2.786 -3.323 -4.628 -5.515 -6.252 -6.473 -6.479 -6.479
QATA 17.385 28.746 39.424 45.299 49.337 55.625 59.022 59.905 59.933 59.933
a.Method: Enter b.Constant is included in the model. c.Initial -2 Log Likelihood: 108.131 d.Estimation terminated at iteration number 10 because parameter estimates changed by less than .001.
Penelitian keseluruhan model regresi (Overall Fit Model ) menggunakan nilai -2Loglikelihood, dimana jika terjadi penurunan pada blok kedua dibanding blok pertama maka dapat disimpulkan bahwa model regresi kedua menjadi lebih
109
CFTA CFTL 3.454 -9.707 16.378 -21.762 25.907 -31.314 29.910 -35.325 31.626 -36.894 33.789 -38.820 34.824 -39.423 35.045 -39.546 35.052 -39.553 35.052 -39.553
baik. Seperti yang ditunjukan pada tabel 4.10 dan 4.11. pada blok pertama (blok number = 0) nilai -2Loglikelihood sebesar 108.131 dan pada blok kedua (blok number = 1) nilai -2Loglikelihood sebesar 40.093. dari hasil ini kita dapat menyimpulkan bahwa model regresi kedua lebih baik untuk memprediksi kemungkinan terjadinya default sebuah perusahaan penerbit obligasi. 4.7.2
Uji Chi Square Hosmer and Lemeshow Untuk menilai kelayakan model regresi dalam memprediksi digunakan Uji
Chi Square Hosmer and Lemeshow. Pengujian ini digunakan untuk menguji hipotesis : H0
: Tidak terdapat perbedaan antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati.
H1
: Terdapat perbedaan antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati.
Tabel 4.12 Hasil identifikasi prediksi klasifikasi Hosmer and Lemeshow Test Step 1
Chi-square 1.065
df 8
Sig. .998
Hasil pengujian pada tabel 4.12 menunjukan nilai Chi Square sebesar 1.065 dengan nilai sig. Sebesar 0.998. Dari hasil tersebut terlihat bahwa nilai sig. > α = 0.05 (Sig. diatas 0.05) yang berarti keputusan yang diambil adalah menerima H0 yang berarti data empiris sama dengan model atau model dikatakan fit, maka model regresi ini bisa digunakan untuk analisis selanjutnya.
110
4.7.3
Koefisien Cox & Snell R Square dan Nagelkarke R Square Koefisien Cox & Snell R Square pada tabel model summary dapat
diinterpretasikan sama seperti koefisien determinasi R Square pada regresi linear berganda, tetapi karena nilai maksimum Cox & Snell R Square biasanya lebih kecil dari satu (1) sehingga sulit diinterpretasikan seperti R Square dan jarang digunakan (Stainlaus, 2006 : 236)
Tabel 4.13 Koefisien Cox & Snell R Square dan Nagelkerke R Square Model Summary Step 1
-2 Log Cox & Snell likelihood R Square 40.093a .582
Nagelkerke R Square .776
a. Estimation terminated at iteration number 10 because parameter estimates changed by less than .001.
Koefisien Nagelkerke R Square pada tabel model summary merupakan modifikasi dari koefisien Cox & Snell R Square untuk memastikan bahwa nilainya bervariasi dari 0 sampai 1. Dilihat dari tabel 4.13 nilai koefisien Nagelkerke R Square sebesar 0.776 yang berarti bahwa kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen sebesar 77.6%. 4.7.4
Ketepatan prediksi klasifikasi Untuk melihat ketepatan prediksi klasifikasi yang diamati ditunjukan
dengan bantuan tabel berupa predicted values dari variabel dependen dan baris merupakan data aktual yang amati seperti yang ditunjukan pada tabel 4.14 berikut:
111
Tabel 4.14 ketepatan prediksi klasifikasi a Classification Table
Predicted
KONDISI Step 1
Observed KONDISI
0 Non default default
1 35 5
Overall Percentage
4 34
Percentage Correct 89.7 87.2 88.5
a. The cut value is .500
Menurut prediksi, perusahaan yang mengalami default adalah 39 perusahaan sedangkan hasil observasi menunjukan hanya 34 perusahaan, jadi ketepatan klasifikasi yang diamati untuk perusahaan yang mengalami default sebesar 87.2% (34/39). Sedangkan prediksi untuk perusahaan non default adalah 39 perusahaan dan hasil observasinya adalah 35 perusahaan, jadi ketepatan klasifikasi yang diamati untuk perusahaan non default adalah sebesar 89.7% (35/ 39). Secara keseluruhan ketepatan klasifikasi sebesar 88.5%. 4.7.5
Uji Wald Untuk melihat hasil signifikasi setiap koefisien dalam regresi logistik ini,
digunakan model persamaan yang memasukkan semua variabel independen yang tampak tabel variables in the equation. Pada tabel 4.15 terlihat bahwa dari 18 rasio keuangan hanya koefisien variabel CACL, CCL, CTA, CLTE, LTDTE, TLTE, TLTA, STA, QATA, CFTA, CFTL yang signifikan dan lainnya tidak.
112
Tabel 4.15 Hasil signifikansi data
Variables in the Equation
Step a 1
CACL CAS CATA CCL CTA CS CLTE LTDTE TLTE TLTA OITA NIS NITA STA
QAS QATA CFTA CFTL Constant
B - 2.094 1.901
S.E. .756 1.896
Wald 7.683 1.006
- 11.328 -11.776
8.845 4.698
- 86.102 5.579
df
Exp(B) .123 6.694
1 1
Sig. .006 .316
1.640 6.284
1 1
.200 .012
.000 130105.5
35.283 5.767
5.955 .936
1
.000 264.782
29.648 29.898
14.990 15.027
3.912 3.959
1 1 1
.015 .333
29.677 8.644 -18.353
14.987 2.708 10.831
3.921 10.188 2.871
1 1 1
.048 .001 .090
.048 .047
.000 .000
8E+012 .000 .000
- .794
1.918
.171
1
.679
7.652
8.295
.851
1
.356
- 7.922 - 6.479
3.891 5.600
4.145 1.339
1 1
.042 .247
-59.933 -35.052 -39.553
26.111 15.871 13.348
5.268 4.878 8.781
1 1
.022 .027 .003
1E+026 2E+015 .000
11.849
3.537
11.220
.001
139905.2
1 1
.452 2105.391 .000 .002
a. Variable(s) entered on step 1: CACL, CAS, CATA, CCL, CTA, CS, CLTE, LTDTE, TLTE, TLTA, OITA, NIS, NITA, STA, QAS, QATA, CFTA, CFTL.
Untuk menguji signifikansi prediksi variabel masing-masing koefisien regresi logistik digunakan uji Wald. Yaitu : 1. Untuk koefisien variabel CACL : uji Wald = 7.683, P-value = 0.006 lebih kecil dari α = 0.05 maka koefisien variabel CACL signifikan. 2. Untuk koefisien variabel CAS : uji Wald = 1.006, P-value = 0.316 lebih besar dari α = 0.05 maka koefisien variabel CAS tidak signifikan. 3. Untuk koefisien variabel CATA : uji Wald = 1.640, P-value = 0.200 lebih besar dari α = 0.05 maka koefisien variabel CATA tidak signifikan.
113
4. Untuk koefisien variabel CCL : uji Wald = 6.284, P-value = 0.012 lebih kecil dari α = 0.05 maka koefisien variabel CCL signifikan. 5. Untuk koefisien variabel CTA : uji Wald = 6.955, P-value = 0.015 lebih kecil dari α = 0.05 maka koefisien variabel CTA signifikan. 6. Untuk koefisien variabel CS : uji Wald = 0.936, P-value = 0.333 lebih besar dari α = 0.05 maka koefisien variabel CS tidak signifikan. 7. Untuk koefisien variabel CLTE : uji Wald = 3.912, P-value = 0.048 lebih kecil dari α = 0.05 maka koefisien variabel CLTE signifikan. 8. Untuk koefisien variabel LTDTE : uji Wald = 3.959, P-value = 0.047 lebih kecil dari α = 0.05 maka koefisien variabel LTDTE signifikan. 9. Untuk koefisien variabel TLTE : uji Wald = 3.921, P-value = 0.048 lebih kecil dari α = 0.05 maka koefisien variabel TLTE signifikan. 10. Untuk koefisien variabel TLTA : uji Wald = 10.188, P-value = 0.001 lebih kecil dari α = 0.05 maka koefisien variabel TLTA signifikan. 11. Untuk koefisien variabel OITA : uji Wald = 2.871, P-value = 0.090 lebih besar dari α = 0.05 maka koefisien variabel OITA tidak signifikan. 12. Untuk koefisien variabel NIS : uji Wald = 0.171, P-value = 0.679 lebih besar dari α = 0.05 maka koefisien variabel NIS tidak signifikan. 13. Untuk koefisien variabel NITA : uji Wald = 0.851, P-value = 0.356 lebih besar dari α = 0.05 maka koefisien variabel NITA tidak signifikan. 14. Untuk koefisien variabel STA : uji Wald = 4.145, P-value = 0.042 lebih kecil dari α = 0.05 maka koefisien variabel STA signifikan.
114
15. Untuk koefisien variabel QAS : uji Wald = 1.339, P-value = 0.247 lebih besar dari α = 0.05 maka koefisien variabel QAS tidak signifikan. 16. Untuk koefisien variabel QATA : uji Wald = 5.268, P-value = 0.022 lebih kecil dari α = 0.05 maka koefisien variabel QATA signifikan. 17. Untuk koefisien variabel CFTA : uji Wald = 4.878, P-value = 0.027 lebih kecil dari α = 0.05 maka koefisien variabel CFTA signifikan. 18. Untuk koefisien variabel CFTL : uji Wald = 8.781, P-value = 0.003 lebih kecil dari α = 0.05 maka koefisien variabel CFTL signifikan. 4.8. Interpretasi Hasil perhitungan uji beda yang dilakukan dengan Independent Sample TTest dan Mann Whitney dapat disimpulkan bahwa dari 18 rasio keuangan yang dijadikan penelitian hanya 7 rasio keuangan yang dapat membedakan prilaku kelompok perusahaan yang dinyatakan default dan non default. Rasio keuangan tersebut yaitu : STA, CAS, CATA, CLTE, QAS, CFTA, CFTL yang secara statistik berbeda signifikan dan mendukung hipotesis I dalam penelitian ini. Hasil persamaan regresi logistik dalam penelitian ini menunjukan daya klasifikasi ketepatan prediksi keseluruhan sebesar 88.5% dengan klasifikasi untuk kelompok perusahaan yang dinyatakan default sebesar 87.2% dan untuk kelompok perusahaan yang tidak dinyatakan default (non default) sebesar 89.7% ini ditunjukan dengan calssification table pada output SPSS dengan Cut-off value 0.50. Hasil tersebut mendukung hipotesis II dalam penelitian ini yang berarti rasio keuangan dapat digunakan untuk memeprediksi kondisi default pada perusahaan penerbit obligasi.
115
Nilai koefisien Nagelkarke R Square menjelaskan bahwa dalam model regresi ini kemampuan rasio keuangan dalam menjelaskan kondisi default atau kondisi perusahaan non default sebesar 77.6% dan sisanya 22.4% dijelaskan oleh variabel lain. Hasil perhitungan yang terdapat pada Wald Statistic menunjukan bahwa dari 18 variabel rasio keuangan hanya 11 variabel saja yang berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen : default dan non default yaitu : current Asset/Curren liabilities (CACL), Cash/Current Liabilities (CCL), Cash/Total Asset CTA), Current Liabilities/Total Equity (CLTE), LongTermDebt/Total Equity (LTDTE), Total Liabilities/Total Equity(TLTE), Total Liabilities/Total Asset (TLTA), Sales/Total Asset (STA), Quick Asset/Total Aset (QATA), Cash Flow/Total Aset (CFTA), Cash Flow/Total Liabilities (CFTL)sedangkan variabel lainnya tidak signifikan. Dari hasil diatas, maka dapat dibentuk persamaan regresi sebagai berikut : DEFAULT = 11.849 – 2.094CACL - 11.776CCL – 86.102CTA + 29.648CLTE + 29.898LTDTE + 29.677TLTE + 8.644TLTA - 7.922STA 59.933QATA - 35.052CFTA – 39.553CFTL
Nilai konstanta sebesar 11.849 dianggap probabilitas 1 yang berarti setiap kenaikan nilai konstanta akan meningkatkan kemungkinan terjadinya default dan mempunyai pengaruh positif terhadap kondisi default sebuah perusahaan penerbit obligasi.
116
Koefisien regresi CACL sebesar – 2.094 dan mempunyai pengaruh persamaan negatif. Menjelaskan bahwa setiap kenaikan 1 unit pada CACL akan menurunkan kemungkinan terjadinya default sebesar – 2.094 kali dengan catatan variabel lain di anggap Cateris Paribus. Hasil penelitian ini didukung oleh Hadad Muliaman D (2003) yang menunjukan bahwa Current Asset Ratio merupakan variabel yang paling menentukan dalam memprediksi kepailitan (istilah lain default). Darsono dan Ashari (2005:53) pun menyatakan bahwa semakin tinggi rasio CACL berari semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendek menunjukan bahwa probabilitas perusahaan mengalami default semakin kecil. Francisco dan Luis Rivera Batiz (1994) dalam Ahmad Hanin Fatah (2002:17) kondisi default adalah kondisi dimana pihak peminjam yaitu perusahaan tidak mampu melakukan pembayaran atas kawajiban-kewajiban jangka pendek yang telah ditentukan pada saat jatuh tempo, Koefisien variabel CCL sebesar -11.776 dan mempunyai pengaruh persamaan negaitif. Menjelaskan bahwa setiap kenaikan 1 unit pada CCL akan menurunkan kemungkinan terjadinya default sebesar -11.776 kali dimana variabel lain dianggap konstan Hasil penelitian ini didukung oleh Lya Sapitri Indi (2005) menyatakan bahwa semakin tinggi rasio CCL (rasio likuiditas) menunjukan bahwa probabilitas perusahaan mengalami default semakin kecil. Variabel CCL menunjukan nilai negative yang berarti terdapat hubungan yang berbanding terbalik dengan probabilitas default dimana jika rasio tersebut meningkat maka nilai probabilita terjadinya default akan menurun.
117
Koefisien variabel CTA sebesar – 86.102 dan mempunyai pengaruh persamaan negatif. Menjelaskan bahwa setiap kenaikan 1 unit pada CTA akan menurunkan kemungkinan terjadinya default sebesar – 86.102 kali dimana variabel lain dianggap konstan Hasil penelitian ini didukung oleh Lya Sapitri Indi (2005) menyatakan bahwa semakin tinggi rasio CTA (rasio likuiditas) menunjukan bahwa probabilitas perusahaan mengalami default semakin kecil. Variabel CTA menunjukan nilai negatif yang berarti terdapat hubungan yang berbanding terbalik dengan probabilitas default dimana jika rasio tersebut meningkat maka nilai probabilita terjadinya default akan menurun. Koefisien variabel CLTE sebesar 29.684 dan mempunyai pengaruh persamaan positif. Menjelaskan bahwa setiap kenaikan 1 unit pada CLTE akan meningkatkan kemungkinan terjadinya default sebesar 29.684 kali dimana variabel lain dianggap konstan. Hasil penelitian ini didukung oleh Lya Sapitri Indi (2005) menyatakan bahwa semakin tinggi rasio CLTE (rasio leverage) menunjukan bahwa probabilitas perusahaan mengalami default semakin besar. Variabel CLTE menunjukan nilai positif yang berarti terdapat hubungan yang berbanding searah dengan probabilitas default dimana jika rasio tersebut meningkat maka nilai probabilita terjadinya default akan meningkat. Koefisien variabel TLTE sebesar 29.667 dan mempunyai pengaruh persamaan positif. Menjelaskan bahwa setiap kenaikan 1 unit pada TLTE akan meningkatkan kemungkinan terjadinya default sebesar 29.667 kali dimana variabel lain dianggap konstan. Hasil penelitian ini didukung oleh Lya Sapitri Indi (2005) menyatakan bahwa semakin tinggi rasio TLTE (rasio leverage)
118
menunjukan bahwa probabilitas perusahaan mengalami default semakin besar. Variabel TLTE menunjukan nilai positif yang berarti terdapat hubungan yang berbanding searah dengan probabilitas default dimana jika rasio tersebut meningkat maka nilai probabilita terjadinya default akan meningkat. Koefisien variabel TLTA sebesar 8.644 dan mempunyai pengaruh persamaan positif. menjelaskan bahwa setiap kenaikan 1 unit pada TLTA akan meningkatkan kemungkinan terjadinya default sebesar 8.644 kali dimana variabel lain dianggap konstan. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Almmilia dan Silvy (2003) dan Luciana (2006) serta Ferawati (2008) menyatakan bahwa rasio TLTA secara statitis berpengaruh signifikan untuk memprediksi kondisi Financil Distress (istilah lain dari default) suatu perusahaan. Koefisien variabel STA sebesar -7.922 dan mempunyai pengaruh persamaan negaitif. Menjelaskan bahwa setiap kenaikan 1 unit pada STA akan menurunkan kemungkinan terjadinya default sebesar -7.922 kali dimana variabel lain dianggap konstan. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hadad Muliaman D (2003) yang menyatakan bahwa semakin tinggi rasio profitabilitas maka semakin kecil kemungkinan perusahaan akan mengalami kepailitan. Hasil ini juga di dukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Lya Sapitri Indi (2005) yang menyatakan bahwa semakin tinggi variabel STA maka kemungkinan perusahaan akan mengalami default akan semakin kecil. Koefisien variabel QATA sebesar -59.933 dan mempunyai pengaruh persamaan negatif. Menjelaskan bahwa setiap kenaikan 1 unit pada QATA akan
119
menurunkan kemungkinan terjadinya default sebesar -59.933 kali dimana variabel lain dianggap konstan. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lya Sapitri Indi (2005) yang menyatakan bahwa variabel QATA merupakan variabel yang mempunyai pengaruh yang signifikan dalam memprediksi kemungkinan terjadinya default, semakin tinggi QATA likuiditas maka semakin kecil probabilitas terjadinya default. Hasil ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Hadad Muliaman D (2003) yang menunjukan bahwa Quick Asset Ratio merupakan variabel yang paling menentukan dalam memprediksi kepailitan (istilah lain default) Koefisien variabel CFTA sebesar -35.052 dan mempunyai pengaruh persamaan negatif. Menjelaskan bahwa setiap kenaikan 1 unit pada CFTA akan menurunkan kemungkinan terjadinya default sebesar -35.052 kali dimana variabel lain dianggap konstan Koefisien variabel CFTL sebesar – 39.553 dan mempunyai pengaruh persamaan negatif. Menjelaskan bahwa setiap kenaikan 1 unit pada CFTL akan menurunkan kemungkinan terjadinya default sebesar –39.553 CFTL kali dimana variabel lain dianggap konstan. Dari hasil diatas dapat diketahui bahwa secara persamaan regreasi logistic binary, hubungan antara rasio keuangan dengan kemungkinan terjadinya default yang memiliki pengaruh positif adalah CLTE, LTDTE, TLTE, dan TLTA sedangkan variabel CACL, CCL, CTA, STA, QATA, CFTA, dan CFTL mempunyai pengaruh negative terhadap kemungkinan terjadinya default.
120
Nasser dan Aryati (2000) dalam (rayenda Kreshna Brahmana 2005 : 3) menyatakan bahwa analisa laporan keuangan dapat dijadikan dasar untuk menilai kesehatan suatu perusahaan melalui rasio-rasio keuangan yang mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menjalankan usaha, efektivitas dan efisiensi penggunaan pada aktiva perusahaan, kemampuan perusahaan menghasilkan pendapatan usahayang telah dicapai,kemampuan perusahaan dalam membayar hutang serta potensi kebangkrutan yang akan dialami oleh perusahaan. Menurut Francisco dan Luis Rivera Batiz (1994) dalam Ahmad Hanin Fatah (2002 :17) kondisi default adalah kondisi dimana pihak peminjam yaitu perusahaan tidak mampu melakukan pembayaran atas kewajiban-kewajiban jangka pendeknya yang telah ditentukan pada saat jatuh tempo. Ross dan Westerfield (1996 : 808) default adalah suatu keadaan dimana Cash Flow operasi perusahaan tidak mampu menutupi atau mencukupi kewajibansaat ini sehingga dapat membawa suatu perusahaan mengalami kegagalan (corporate failure) pada kontraknya. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Edward I Altman (1968) yang meneliti rasio keuangan untuk memprediksi kebangkrutan dengan menggunakan model diskriminan atau Multivariate Analysis Discriminant (MDA). Hasil penelitian Altman menghasilkan formula rasio keuangan yang dapat memprediksi kebangkrutan perusahaan dengan fungsi diskriminan terakhir sebagai berikut : Indeks kebangkrutan = 0.717 working Capital/Total Asset + 0.847 Retained Earning/Total Asset + 3.107 EBIT/Total Asset + 0.420Market Value Equity/Book value Debt + 0.998 Sales/Total Asset.
121
Penelitian yang dilakukan Altman berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, adapun peneliti menggunakan pendekatan model regresi logistik untuk memprediksi kondisi default perusahaan yang menerbitkan obligasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Muliaman D Hadad, Wimboh Santoso, Ita Ruliana yang berjudul indikator kepailitan di Indonesia : An Additional Early Warning Tools pada stabilitas system keuangan. Yang meneliti kepailitan dengaan menggunakan model diskriminan dan regresi logistik. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa model regresi logistic merupakan pendekatan yang relative lebih baik dibandingkan dengan model diskriminan. Karena nilai Correct Estimates logistic regression mempunyai ratarata lebih tinggi dibandingkan dengan nilai Correct Estimates Discriminant Analysis. Penelitian tersebut menggunakan 26 rasio keuangan dan dari 26 rasio tersebut hanya 12 rasio yang signifikan yang dikelompokan kedalam 3 bagian, yaitu simulasi 3 tahun sebelum pailit, 2 tahun sebelum pailit, dan 1 tahun sebelum pailit. Hasil penelitian
Muliaman D Hadad, Wimboh Santoso, Ita Ruliana
berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Peneliti hanya menggunakan model regresi logistic yang digunakan untuk memprediksi, dan menggunakan uji beda Independent Sample T-test dan MannWhitney untuk membedakan rasio keuangan perusahaan yang default dan non default. Peneliti juga menggunakan 18 rasio keuangan dan dari 18 rasi tersebut hanya 11 rasio yang dapat digunakan untuk memprediksi kemungkinan terjadinya default.
122
Penelitian selanjutnya juga dilakukan oleh Indi Lya Sapitri dalam tesisnya yang berjudul Analisis pengaruh factor- factor keuangan terutama rasio keuangan untuk memprediksi probabilita terjadinya default. Penelitian tersebut menggunakan 26 rasio keuangan dan dari 26 rasio tersebut terdapat 16 rasio yang signifikan dengan menggunakan Software Eviews. Hasil penelitian Indi lya Sapitri berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Peneliti menggunakan 18 rasio keuangan dan dari 18 rasio tersebut terdapat 11 rasio yang signifikan mampu memprediksi kemungkinan terjadinya default. Peneliti juga menggunakan uji beda yang tidak digunakan oleh penelitian sebelumnya, untuk mengetahui perbedaan antara rasio keuangan perusahaan yang default dan non default. Dari hasil uji beda terdapat 7 rasio keuangan yang dapat membedakan antara rasio keuangan perusahaan yang default dengan perusahaan non default.
123
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan pada penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada perusahaan –perusahaan penerbit obligasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia ditemukan 13 perusahaan yang dinyatakan default berdasarkan rating idD dan 13 perusahaan pembanding dalam industri yang sama dengan rating idBBBidAAA selama periode pengamatan 2001-2007 dan 3 tahun sebelumnya untuk periode prediksi. 2. Berdasarkan hasil uji beda rata-rata Independent Sample T-test dan MannWhitney U dari 18 rasio keuangan hanya 7 variabel rasio keuangan yang dapat membedakan secara signifikan rata-rata rasio keuangan perusahaan penerbit obligasi yang dinyatakan default dan non default. Variabel yang signifikan tersebut yaitu : Sales/Total Asset, current Asset/Sales, Current Asset/Total Asset, current Liabilities/Total Equity, Quick Asset/Sales, CashFlow/Total Asset, CashFlow/Total Liabilities. 3. Daya klasifikasi ketepatan prediksi secara keseluruhan sebesar 88.5% dengan klasifikasi untuk kelompok perusahaan yang dinyatakan default sebesar 87.2% dan untuk kelompok perusahaan yang tidak dinyatakan default (non default) sebesar 89.7%. Hal ini ditunjukan dengan calssification table pada output SPSS dengan Cut-off value 0.50. hal ini
124
menunjukan bahwa dengan menggunakan regresi logistik, rasio keuangan dapat digunakan untuk memprediksi kondisi default perusahaanperusahaan penerbit obligasi. 4. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dari 18 variabel rasio keuangan hanya 11 variabel saja yang signifikan untuk memprediksi kondisi default dan non default yaitu : current Asset/Curren liabilities, Cash/Current Liabilities,
Cash/Total
LongTermDebt/Total
Asset,
Equity,
Current
Total
Liabilities/Total
Liabilities/Total
Equity,
Equity, Total
Liabilities/Total Asset, Sales/Total Asset, Quick Asset/Total Aset, Cash Flow/Total Aset, Cash Flow/Total Liabilities sedangkan variabel lainnya tidak signifikan. 2. Implikasi 1. Emiten Obligasi Rasio keuangan yang memiliki pengaruh yang signifikan dalam menentukan kondisi default perusahaan berasal dari rasio profitabilitas, yaitu : STA, rasio likuiditas yaitu : CACL, CCL, CTA, QATA, CFTA, CFTL, dan rasio leverage yaitu : CLTE, LTDTE, TLTE, TLTA, yang menjelaskan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba, memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya, dan mengukur tingkat sejauh mana aktiva perusahaan telah dibiayai oleh penggunaan hutang. Sehingga dapat dijadikan dasar pertimbangan bagi perusahaan-perusahaan penerbit obligasi untuk melihat kelangsungan hidup perusahaan.
125
2. Investor Investor sebagai pemilik modal dapat mengetahui sinyal default perusahaan yang menerbitkan obligasi sehingga dapat dijadikan acuan dalam mengambil keputusan yang tepat atas resiko investasinya serta menentukan pilihan atas investasi pada perusahaan yang menerbitkan obligasi. Investor juga dapat mengetahui perbedaan rasio-rasio keuangan perusahaan yang mengalami default dan yang tidak sehingga dapat membantu dalam menentukan pilihan investasi pada perusahaanperusahaan penerbit obligasi di Indonesia. 3. Keterbatasan Penelitian Dan Saran Keterbatasan penelitian ini adalah : 1. Jumlah emiten obligasi yang masih sangat terbatas dibandingkan dengan emiten saham sehingga laporan keuangan bagi perusahaan yang hanya terdaftar sebagai emiten obligasi sulit diperoleh selain itu tidak teresedianya laporan keuangan secara lengkap sehingga hal tersebut memperkecil jumlah sample penelitian. 2. Proksi kondisi default hanya menggunakan rating obligasi sehingga hanya sedikit sample perusahaan yang dijadikan penelitian. 3. Rating yang digunakan untuk mencari perusahaan pembanding tidak memenuhi taget karena sedikitnya perusahaan dengan industri yang sama dengan perusahaan default yang memiliki rating idAAA sehingga rating diturunkan dari idBBB-idAAA.
126
Saran bagi peneliti selanjutnya : 1. Disarankan agar menggunakan data yang lebih banyak lagi sehingga kemungkinan terjadinya kepailitan dapat diprediksi dengan lebih akurat misalnya dengan menggunakan data default kredit bank. 2. Bagi penelitian selanjutnya untuk memprediksi kondisi default pada perusahaan dapat dilakukan pada kelompok perusahaan selain emiten obligasi dan menambah variabel prediksi selain rasio keuangan seperti variabel makro ekonomi. 3. Penelitian selanjutnya diharapkan memproksikan kondisi default tidak hanya dengan rating obligasi tapi dengan menambahkan kerugian perusahaan selama 3 tahun berturut-turut atau terdapat saldo rugi sebesar 50%. 4. Rating obligasi bagi perusahaan pembanding ditambahkan dari perusahaan yang tidak sejenis dengan perusahaan default sehingga dapat diperoleh rating sesuai dengan penelitian yaitu idAAA.
127
DAFTAR PUSTAKA
Almilia, Luciana Spica & Emanuel Kristiadji., 2003. “Analisis rasio keuangan untuk memprediksi kondisi Financial Distress perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakareta, Jurnal akuntansi dan auditing Indonesia, STIE Perbanas Surabaya.
Altmant, E., 1968. Financial Ratios, Discriminant Analysis and Prediction of Corporate Bankruptcy, journal of finance, Vol. 23, No. 4 , pp. 589-609.
__________, 1968. Predicting Financial Distress of Companies : Revisiting the Z score and Zeta@ model, , journal of finance, july,2000.
__________., 1968. The Prediction of Corporate Bankruptcy: A Discriminant Analysis. Journal of Finance, Vol. 23, No. 1 pp. 193-194.
Angelina, Liza. 2004. Perbandingan Early Warning System (EWS) Untuk Memprediksi Kebangkrutan Bank Umum Di Indonesia. Buletin Ekonomi dan Perbankan, Desember. Ariansyah, Sandi Teguh. 2006, Analisis Altmant Z-Score Untuk Memprediksi Kebangkrutan Kepada Perusahaan Perbankan Go Public. Skripsi Ekonomi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi dan Perbankan Indonesia, Jakarta.
Asnawi, Said Kelana dan Chandra Wijaya. 2006. Metodologi Penelitian Keuangan: Prosedur, ide, dan kontrol. Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.
128
Boy, Andree. 2008, Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang terdaftar Di Bursa Efek Jakarta (Periode 2002-2006). Skripsi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN syarif Hidayatullah, Jakata.
Djakman, Khaerul D (Penterjemah). 2001. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.
Emery, Douglas R., Jhon D. Finnety, and Jhon D. Stowe. Corporate Financial Management. 2nd ed. Upper Saddle River, NJ: Pearson Education, Inc. Prentice Hall.
Frensidy, Budi. 2007. Memahami Resiko Obligasi Korporasi. Jakarta: Majalah Bisnis Indonesia thn.07 (29 Januari-11 Februari 2007). Foster, George. 1986. Financial Statement Analysis. Prentice Hall International Inc.
Ghozali, Imam. 2002. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi Ke 3, Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponogoro.
Ghozali, Imran dan N. jhon Castellan, Jr. 2002. Statistik Non Parametrik. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hadad, Muliaman D., Wimboh Santoso & Ita Ruliana., 2003. “Indikator kepailitan di Indonesia; An Additional Early Warning Tools pada stabilitas sistem keuangan”.www.bi.go.id. Research Paper, Desember. Jakarta.
__________________________________,
Sarwedi,
Hari
Sukarno,
Moch;
Adenan. 2004. Model Kepailitan Bank Umum Di Indonesia. www.bi.go.id. Research Paper, Juni. Jakarta.
129
Hawkins, Brown and Campbell. 1983. Rating Industrial Bonds. Morristown, N.J: Financial Executives Research Foundation. Husnan, Suad. 2001. “Dasar-dasar teori Portofolio dan Analisis sekuritas”, Edisi ke-3, Yogyakarta : Unit penerbit dan percetakan AMP YPKN.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2002. Standar Keuangan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Indi, Lya Sapitri. 2005. Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Keuangan Terutama Rasio Keuangan Untuk memprediksi Probabilita Terjadinya Default. Tesis Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Marzuki, Usman. 1990. “ABC Pasar Modal Indonesia”. Ikatan Sarjana Indonesia, Jakarta.
Murtanto., Zeny Arfiana., 2002. Analisis laporan keuangan dengan menggunakan rasio CAMEL dan metode ALTMAN sebagai alat untuk memprediksi tingkat kegagalan usaha bank. Jurnal fakultas ekonomi Universitas Trisakti, Agustus. Nachrowi, D.N. 2002. Penggunaan Tekhnik Ekonometri : Pendekatan Populer dan Praktis Dilengkapi Teknik Analisis & Pengolahan Data dengan Menggunakan Paket Program SPSS. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Ohlson, J.A., Financial Ratio and the Probabilistic Prediction of Bankruptcy. Journal of Accounting Research, Vol. 18, No. 1, pp. 109-131 Rodoni, Ahmad. 2005. Analisis tekhnikal & fundamental pada pasar modal (disertai hasil penelitian). Jakarta: Center for Social Economic Studies (CSES) Press.
130
Rusdin. 2004. Statistika penelitian sebab akibat, Pustaka Bani Quraisy, Bandung.
Santoso, Singgih. 2006. Menguasai Statistik Diera Informasi Dengan SPSS 15. Jakarta: Elex Media Komputindo.
_____________. 2006. Menggunakan SPSS Untuk Statistik Non-Parametrik. Jakarta : Elex Media Komputindo
Siamat, Dahlan., 2001. Bank dan Lembaga Keuangan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
Sulistyastuti, Diyah Ratih, 2006. “Saham dan obligasi ringkasan teori dan soal jawab”, Universitas Atmajaya, Yogyakarta.
Trihendradi, Kornelius. 2007. Kupas Tuntas Analisis Regresi. Yogyakarta: ANDI.
Uyanto, Stanis Laus. 2006. Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Edisi Ke 2, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Van Horne, James C., Jhon M. Wachowicz, JR. M., 2005. “Prinsip-prinsip Menejemen Keuangan”, Jakarta: Salemba Empat..
Weston, J.F. & Thomas E. Chopeland. 1995. Manajemen Keuangan Edisi Ke 9, Jakarta: Bina Rupa Aksara.
Majalah Investor edisi 41, 10-23 Oktober 2001. Majalah Investor No. 131 Tahun VII, 6-26 September 2005.
Majalah Investor Edisi 154-5, 18 September 2006.
131
www.Pefindo.co.id www.Google.com www.bapepam.go.id www.idx.co.id
132