HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) KETUBAN PECAH DINI (KPD) DAN PERSALINAN PREMATUR DENGAN KEJADIAN SEPSIS NEONATUS DI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT BENYAMIN GULUH KABUPATEN KOLAKA TAHUN 2016 Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh: NURSASMITA NINGSIH J1A1 12 041
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Berat Badan Lahir Rendah, Ketuban Pecah Dini dan Persalinan Prematur dengan Kejadian Sepsis Neonatus di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka Tahun 2016”. Harapan untuk menyajikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya karena bantuan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil sehingga skripsi ini terwujud sebagaimana adanya. Skripsi ini masih terdapat adanya kekurangan, dalam hal sistematika, pola penyampaian, bahasa, maupun materi yang di luar kemampuan penulis. Hal itu tidak terlepas dari keterbatasan penulis sebagai manusia biasa. Sehingga saran yang bersifat konstruktif sangat penulis harapkan demi kesempurnaannya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada Bapak Drs. La Dupai, M.Kes selaku Pembimbing I dan Ibu Karma Ibrahim.,SKM.,M.Kes selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini. Selain itu, kepada kedua orang tuaku tercinta Ayahanda Sasi Kirono, Ibunda tercinta Hj. Nurma, S.Pd yang telah melahirkan, mengasuh, membesarkan dan membimbing v
serta adikku tersayang Dian Wulandari yang telah memberikan motivasi, materi dan kasih sayang serta mendoakan perjalanan studi penulis agar dapat selesai dan sukses. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada yang terhormat : 1. Rektor Universitas Halu Oleo Kendari. 2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo Kendari. 3. Ketua Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo Kendari. 4. Koordinator
Program
Studi
Kesehatan
Masyarakat
Fakultas
Kesehatan
Masayarakat Universitas Halu Oleo Kendari. 5. Ibu Hariati Lestari,S.KM., M.Kes., Bapak Lymbran Tina, S.KM., M.Kes., dan Jusniar Rusli Afa, S.KM., M.Kes., selaku penguji yang telah memberikan banyak pengetahuan serta memberikan motivasi kepada penulis. 6. Seluruh Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo. 7. Staf pengolola Fakultas Kesehatan Masyarakat yang telah banyak membantu administrasi penulis dalam menyelesaikan studi. 8. Kepala Badan Riset Daerah Provinsi Sulawesi tenggara yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis. 9. Kepala Kesbang Kabupaten Kolaka beserta seluruh stafnya telah banyak membantu dalam proses penelitian. 10. Direktur BLUD RS Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka beserta stafnya yang telah banyak membantu dalam penelitian ini. vi
11. Kepala Rekam Medis BLUD RS Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka beserta seluruh stafnya telah banyak membantu dalam proses penelitian. 12. Teman-teman terdekatku yang tulus menemani serta dukungan yang tak terhingga Khususnya I Ketut De Arya Saputra, Desi Arwanti, Asmaul Husnah, Nur Tri Fitriani Ahmad Putri, Tiara Hastuti, Kartini, Fiola Finandakasih, Dita Anugrah, Putri Puspita Dewi, Ismawati dan Ardillah Fauziah. 13. Teman-teman peminatan epidemiologi angkatan 2012 yang penulis tidak bisa sebutkan namanya satu per satu. Terima kasih banyak atas segala bentuk dukungan moril dan materil serta doa dan semngatnya. Tetap semangat meraih kesuksesan. 14. Teman-teman Kelas A Anggkatan 2012 terima kasih untuk semangat serta motivasi yang di berikan dan telah hadir untuk memberikan warna dalam harihariku selama menempuh bangku perkuliahan. 15. Teman-teman PBL Desa Lasuai Feyzar Rasmanto, Muhammad Syukriadin, Dita Anugrah, Nur Mukmin Hasanah, Tiara Hastuti, Ratih Dewi A, Nasrawati, Mariana Hamidu, Noviarti, Mely Nurhasan, dan Magfirah Jabir yang memberikan banyak cerita serta pengalaman yang luar biasa sekali, terimakasih sudah memberikan semangat dan motivasi selama ini. 16. Teman-teman Kuliah Kerja Nyata (KKN) Regular Desa Kondongia Kecamatan Lohia Kabupaten Muna : Sitti Alijah, Sutrianti, Dalmatia, dan Yuswo Safaat. Terima kasih atas dukungan semangat, kerja sama dan bantuannya selama ini.
vii
17. Kepada semua pihak yang telah memberikan doa, motivasi dan dorongan serta bantuan, hanya Allah SWT Yang Maha Melihat dan Maha Mengetahui. Insya Allah akan dibalas dengan sebaik-baiknya balasan. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan balasan yang lebih baik terutama menyerahkan berkat dan rahmatNya kepada semua pihak yang terlah turut memberikan bantuannya kepada penulis. Kendari, Juni 2016
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL HALAMAN PENGAJUAN HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KATA PENGANTAR ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
i ii iii iv v ix x xi xiii xiv xv xvi
I. PENDAHULUAN A. LatarBelakang B. RumusanMasalah C. TujuanPenelitian D. ManfaatPenelitian E. RuangLingkup F. Definisi Istilah dan Glosarium G. Organisasi/Sistematika
1 5 6 6 7 7 8
II. TINJAUAN PUSTAKA A. B. C. D. E. F. G. H.
Tinjauan Umum Tentang Sepsis Neonatus TinjauanUmumTentangBerat Badan Lahir Rendah Tinjauan Umum Tentang Ketuban Pecah Dini TinjauanUmum Tentang Persalinan Prematur TinjauanTentang HasilPenelitianSebelumnya KerangkaTeoriPenelitian KerangkaKonsepPenelitian HipotesisPenelitian
10 18 22 26 28 32 33 34
III. METODE PENELITIAN A. B. C. D. E. F. G.
RancanganPenelitian Lokasi dan WaktuPenelitian PopulasidanSampel Penelitian DefinisiOperasional dan KriteriaObjektif Pengumpulan Data Penelitian Instrumen Penelitian VariabelPenelitian
xi
35 35 35 37 38 38 39
H. Pengolahan Data dan Analisis Data I. Penyajian Data
39 41
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian B. Hasil Penelitian C. Pembahasan
42 43 53
V. PENUTUP A. Simpulan B. Saran
64 64
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran Surat dari Dekan Lampiran Surat dari Balitbang Lampiran Surat dari Tempat Penelitian
66 71 71 72 74 79 80 81 82 83 84
xii
DAFTAR TABEL
No.
Judul Tabel
Halaman
Tabel 1
Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
37
Tabel 2
Distribusi Responden Berdasarkan jenis kelamin anak pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka Tahun 2016
43
Tabel 3
Distribusi Responden Berdasarkan umur pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka Tahun 2016
44
Tabel 4
Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Sepsis Neonatus pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka Tahun 2016
45
Tabel 5
Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian BBLR pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka Tahun 2016
46
Tabel 6
Distribusi Responden Berdasarkan Ketuban Pecah Dini (KPD) pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka Tahun 2016
46
Tabel 7
Distribusi Responden Berdasarkan kejadian persalinan premature pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka Tahun 2016 Distribusi Hubungan BBLR dengan Kejadian Sepsis Neonatus pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka Tahun 2016
47
Distribusi Hubungan Ketuban Pecah Dini (KPD) dengan Kejadian Sepsis Neonatus pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka Tahun 2016 Distribusi Hubungan Persalinan Prematur dengan Kejadian Sepsis Neonatus pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka Tahun 2016
50
Tabel 8
Tabel 9
Tabel 10
xiii
49
52
DAFTAR GAMBAR
No.
Daftar Gambar
Halaman
1
Kerangka Teori Penelitian
32
2.
Kerangka Konsep Penelitian
33
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
Lampiran 1
Lembar Ceklis
71
Lampiran 2
Master Tabel
72
Lampiran 3
Tabel Crostab
74
Lampiran 4
Tabel Distribusi Responden
79
Lampiran 5
Tabel Distribusi Variabel
80
Lampiran 6
Dokumentasi
81
Lampiran 7
Surat izin penelitian dari Badan Penelitian Dan Pengembangan Sulawesi Tenggara
83
Lampiran 8
Surat keterangan telah melakukan penelitian
84
xv
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
LambangdanSingkatan
ArtidanKeterangan
≥
Lebih dari sama dengan
>
Lebih dari
<
Kurang dari
=
Sama dengan
&
Pengganti kata hubung (dan)
+
Positif
%
Persen
(
Buka kurung
)
Tutup kurung
$
Dolar Amerika
Depkes
Departemen Kesehatan
Dinkes
Dinas Kesehatan
PROM
Premature Repture Of The Membranes
SAD
Sepsis Awitan Dini
SPSS
Statistical Product And Service Solution
WHO
World Health Organization
xvi
HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH KETUBAN PECAH DINI DAN PERSALINAN PREMATUR DENGAN KEJADIAN SEPSIS NEONATUS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BENYAMIN GULUH KABUPATEN KOLAKA TAHUN 2016 OLEH NURSASMITA NINGSIH Abstrak Sepsis neonatus sampai saat ini masih merupakan masalah utama di bidang pelayanan dan perawatan neonatus. Neonatus, terutama bayi kurang bulan mempunyai pertahanan fisik yang lemah dan fungsi imunitas yang imatur, sehingga menyebabkan rentan terhadap invasi bakteri. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan BBLR, Ketuban Pecah Dini (KPD), dan Persalinan Prematur dengan kejadian Sepsis Neonatus di RSUD Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka tahun 2016. Metode penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk untuk mengetahui faktor-faktor risiko dan penyebab penyakit terkait fenomena yang di temukan berupa hubungan (BBLR, KPD dan persalinan Prematur) dengan kejadian Sepsis Neonatus di RSUD Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka tahun 2016. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret 2016 sampai selesai dengan lokasi penelitian adalah BLUD RS Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 251 bayi, dan adapun sampel dalam penelitian ini berjumlah 85 rekam medik bayi. Hasil penelitian menggunakan analisis Chi Square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara BBLR dengan kejadian sepsis neonatus (PValue (0,878) > α), terdapat hubungan antara KPD dengan kejadian sepsis neonatus (Pvalue (0.018) < α), tidak terdapat hubungan antara persalinan prematur dengan kejadian sepsis neonatus (PValue (0,878) > α). Kesimpulan yang didapatkan terdapat hubungan antara KPD dengan kejadian sepsis neonatus. Disarankan adanya penanganan yang cepat dan tepat untuk menurunkan masalah yang berhubungan dengan penyakit pada bayi baru lahir.
Kata kunci : Sepsis Neonatus, BBLR, KPD, Persalinan Prematur.
vii
RELATIONSHIP OF LOW BIRTH WEIGHT (LBW) , PREMATURERUPTURE OF MEMBRANE (PRM) AND PREMATURE CHILDBIRTH WITH THE INCIDENCE OF NEONATAL SEPSIS IN REGION PUBLIC SERVICE AGENCY (RPSA) OF BENJAMIN GULUH HOSPITAL OF KOLAKA REGENCY IN 2016 Nursasmita Ningsih1 La Dupai2 Karma Ibrahim3 Public Health University of Halu Oleo Faculty 123
[email protected]@
[email protected] ABSTRACT Neonatal sepsis until now stills a major problem in the field of neonatal services and care. Neonates, especially preterm infants have the weak physical defense and immature immune function, thus predispose to bacterial invasion. The purpose of this study was to determine the relationship of low birth weight, premature rupture of membranes (PRM), and premature childbirth with the incidence of neonatal sepsis in Region Public Service Agency (RPSA) of Benjamin Guluh hospital of Kolaka regency in 2016. This study method was analytic observational study with cross sectional approach aimed to determine the risks factors and determinant of diseases related phenomenon that found namely the relationship of (LBW, PRM and premature childbirth) with the incidence of s neonatal sepsis in Region Public Service Agency (RPSA) of Benjamin Guluh hospital of Kolaka regency in 2016. The study was conducted in March 2016 until finish with the study site in RPSA of Benjamin Guluh hospital of Kolaka regency. The population in this study was 251 infants, and the sample in this study amounted to 70 of infant medical records. The results used chi square analysis showed that there was no relationship between LBW with the incidence of neonatal sepsis (ρ value (0.124)> α), there was relationship between the PRM with the incidence of neonatal sepsis (ρ value (0.006) <α), there was no relationship between premature childbirth with the incidence of neonatal sepsis (ρ value (0.494)> α). The Conclusions that obtained is there is relationship between the PRM with the incidence of neonatal sepsis. The Hospital Management is suggested to fast and precise action to reduce the problems associated with the diseases in newborns. Keywords: Neonatal Sepsis, LBW, PRM, Premature Childbirth.
x
1
I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis neonatus sampai saat ini masih merupakan masalah utama di bidang pelayanan dan perawatan neonatus. Infeksi neonatal menunjukkan ciri khas yang tidak ditemukan pada usia kehidupan yang lain. Neonatus, terutama bayi kurang bulan mempunyai pertahanan fisik yang lemah dan fungsi imunitas yang imatur, sehingga menyebabkan rentan terhadap invasi bakteri (yang secara normal hanya merupakan bakteri komensal). Sepsis merupakan salah satu keadaan yang paling sering terjadi pada masa neonatal. Sindrom klinis ini ditandai dengan gejala responsin flamasi systemic pada saat tersebut sebagai akibat dari suatu kecurigaan atau pun sudah jelas terdapat infeksi. Walaupun teknik penatalaksanaan dan pelayanan intensif telah maju, sepsis masih merupakan penyebab kematian utama pada masa neonatal, tercermin dari insidens global sepsis neonatal yang tetap tinggi, dari 1−8/1.000 lahir hidup, dan dihubungkan dengan case fatality rate berkisar 10−50%. Infeksi bayi baru lahir yang disebut sepsis neonatal adalah penyakit yang sangat parah dan menyebabkan morbiditas dan mortalitas tinggi. Gejala klinis sepsis timbul sebagai akibat dari respons sistemik yang dapat berupa hipotermia,hipertermia, takikardi, hiperventilasi dan letargi (Sofwan,2010). Sepsis
adalah
respon
inflamasi
terhadap
infeksi.
Pendapat
lain
menyebutkan sepsis neonatus sebagai sindroma klinik penyakit sistemik
1
2
yang disertai bakteremia dan terjadi pada bulan pertama kehidupan (Salenda, 2012). Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) tahun 2011 menunjukkan angka kematian neonatal sebesar 24 per 1000 kelahiran hidup dan 80% kematian neonatal terjadi di negara berkembang. Kematian neonatal menyumbang lebih dari setengah angka kematian bayi 59,4%, sedangkan jika dibandingkan
dengan
angka
kematian
balita,
kematian
neonatal
menyumbangkan 47,5%. Tiga penyebab utama kematian neonatal tersebut, antara lain akibat infeksi 36%, prematuritas 28% dan asfiksia 23% (WHO, 2011). Berdasarkan data WHO terdapat 10 juta kematian neonatus dari 130 juta bayi yang lahir setiap tahunnya. Secara global 5 juta neonatus meninggal setiap tahunnya, 98% diantaranya terjadi di negara sedang berkembang. Angka kematian bayi 50% terjadi pada periode neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi dkk, 2012). Penyebab langsung mortalitas pada neonatus adalah sepsis, asfiksia neonatorum, trauma lahir, prematuritas dan malformasi kongenital. Lebih dari sepertiga dari 4 juta bayi meninggal di dunia setiap tahunnya yang disebabkan oleh infeksi berat dan 25% dari 1000 bayi yang meninggal disebabkan oleh sepsis neonatus (Maryunani dan Nurhayati, 2009). Insiden sepsis neonatus bervariasi dari 1-4 per 1000 kelahiran pada negara maju dan 10-50 per 1000 kelahiran di negara berkembang. Laporan WHO yang di kutip dari case fatality rate yang tinggi 40% pada kasus sepsis
3
neonatus (Putra, 2012). Angka kejadian sepsis pada neonatus di negara yang sedang berkembang masih cukup tinggi berkisar 18 kasus setiap 1000 kelahiran dibanding di negara maju berkisar 1-5 kasus setiap 1000 kelahiran (Sianturi dkk, 2012). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 mengestimasi angka kematian neonatus (AKN) di indonesia sebesar 19 per 1000 kelahiran hidup. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes) Departemen Kesehatan tahun 2007 sepsis menjadi salah satu penyebab utama kematian. Tingginya angka kematian neonatus yaitu sebesar 12%, disamping penyebab-penyebab lain seperti gangguan/kelainan pernapasan 37% dan prematuritas 34% (Wulandari,2014). Berdasarkan data profil kesehatan Propinsi Sulawesi Tenggara tahun 2012 jumlah kematian neonatal sebesar 221 kematian. Dimana penyebab Kematian pada neonatal disebabkan oleh BBLR sebanyak 120 (54,2) orang, asfiksia 89 (40,2%) orang, sepsis 9 (4,0%) orang dan tetanus 3 (1,3%) orang, dengan demikian total kematian neonatal tahun 2012 adalah 221 orang, hal ini menunjukkan masa neonatal merupakan resiko kematian bayi paling tinggi yaitu 221 kematian dari 693 (31,8 %)bayi. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara melaporkan bahwa Angka Kematian Neonatal (AKN) pada tahun 2013 sebanyak 13 per 1000 kelahiran hidup kemudian pada tahun 2014 menurun 1 poin menjadi 12 per 1000 kelahiran hidup. Penyebab kematian neonatal yaitu 28% BBLR, Asfiksia 23%, Sepsis 3,35%, masalah laktasi 0,23%, dan lain-lain 45% (Dinkes Sultra 2014).
4
Berdasarkan data dari Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RS Benyamin Guluh Kolaka jumlah kelahiran bayi hidup terdapat 402 bayi, dan terdapat 44 (10,95%) yang terdiagnosa sepsis neonatus pada tahun 2014. Dari laporan penelitian pada sepsis neonatus yang terjadi segera setelah lahir, menunjukkan adanya satu atau lebih faktor risiko pada riwayat kehamilan setelah persalinan. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah Berat Badan Lahir Rendah, Ketuban Pecah Dini dan persalinan prematur (laporan BLUD RS Benyamin Guluh, 2014). Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) juga merupakan faktor risiko kejadian sepsis neonatus dimana Berat lahir memegang peranan penting pada terjadinya sepsis neontus. Dilaporkan bahwa bayi dengan berat lahir rendah mempunyai resiko 3 kali lebih tinggi terjadi sepsis dari pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram. Menunjukkan bahwa BBLR dan prematuritas 4,85 kali risiko terjadinya sepsis neonatal. Berat badan lahir rendah (pertumbuhan janin terhambat) dan prematuritas merupakan faktor prediktor angka kejadian mortalitas pada neonatus dengan sepsis neonatorum (Wilar, 2010). Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan yang terjadi pada saat akhir kehamilan maupun jauh sebelumnya. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan aterm lebih dari 37 minggu sedangkan kurang dari 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2009).
5
KPD merupakan salah satu faktor risiko terjadinya sepsis neonatal. Sepsis neonatorum sering di hubungkan dengan ketuban pecah dini karena infeksi dengan ketuban pecah dini saling mempengaruhi. Infeksi genetalian pada ibu hamil dapat menyebabkan ketuban pecah dini, demikian pula ketuban pecah dini dapat memudahkan infeksi Ascendens pada bayi (Indrawarman, 2012). Persalinan prematur adalah persalinan yang berlangsung pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Persalinan prematur merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas neonatal, yaitu 60-80% di seluruh dunia (Oroh, 2015). Bayi yang lahir prematur memiliki risiko kematian yang lebih tinggi, risiko penyakit, disabilitas dalam hal motorik jangka panjang, kognitif, visual, pendengaran, sikap, emosi sosial, kesehatan, dan masalah pertumbuhan jika dibandingkan dengan bayi normal (Zhang et al., 2012). Berdasarkan uraian permasalahan diatas maka penelitian ini dianggap penting dengan judul Hubungan BBLR, KPD dan Persalinan Prematur Dengan Kejadian Sepsis Neonatus di BLUD RS Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka Tahun 2016. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu Bagaimana Hubungan BBLR, KPD dan Persalinan Prematur Dengan Kejadian Sepsis Neonatus di BLUD RS Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka Tahun 2016 ?.
6
C.Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan BBLR, Ketuban Pecah Dini (KPD), dan Persalinan Prematur dengan kejadian Sepsis Neonatus di BLUD RS Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka tahun 2016. 2. Tujuan Khusus a.
Untuk mengetahui hubungan BBLR dengan kejadian Sepsis Neonatus di BLUD RS Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka tahun 2016.
b.
Untuk mengetahui hubungan Ketuban Pecah Dini (KPD) dengan kejadian Sepsis Neonatus di BLUD RS Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka tahun 2016.
c.
Untuk mengetahui hubungan persalinan prematur dengan kejadian Sepsis Neonatus di BLUD RS Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka tahun 2016.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah landasan ilmiah dan kerangka konseptual mengenai hubungan BBLR, KPD dan Persalinan Prematur dengan kejadian Sepsis Neonatus di BLUD RS Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka atau sebagai bahan kajian pustaka bagi peneliti selanjutnya.
7
2. Manfaat Praktis Hasil penelitian diharapkan menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi Rumah Sakit dalam upaya menurrunkan angka kematian ibu dan balita sehingga turut berkontribusi terhadap indikator MDGs. 3. Manfaat Bagi Peneliti Diharapkan
dapat
menambah
pengalaman,
wawasan
dan
pengetahuan peneliti tentang hubungan BBLR, Ketuban Pecah Dini (KPD) dan persalinan prematur terhdap kejadian Sepsis Neonatus di BLUD RS Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka tahun 2016. E. Ruang lingkup / Batasan penelitian Penelitian ini dilakukan di BLUD RS Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka dalam penelitian ini, ruang lingkup variable penelitian hanya terbatas pada Bayi baru lahir termasuk data kejadian BBLR, KPD dan Persalinan Prematur F. Definisi dan Istilah, Glosarium Istilah
Arti
BBLR
Berat Badan Lahir Rendah
EOS
Early Onset Sepsis
KPD
Ketuban Pecah Dini
LOS
Late Onset Sepsis
Neonatus
Masa usia anak dari sejak lahir sampai 4 minggu (0-28 hari) Peradangan di seluruh tubuh yang disebabkan oleh infeksi
Sepsis
8
WHO
World Health Organisation
Escherichia coli
bakteri yang umum ditemukan di dalam usus besar manusia suatu bakteri yang dapat menyebabkan infeksi serius dan fatal pada bayi, anak-anak, orang sakit dan lanjut usia, serta orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah bakterigram-negatif penyebab penyakitmeningitis dan meningococcemia infeksi cairan ketuban
Listeria monocytogenes
Neisseria meningitidis
Amnionitis Endometritis
Hipotermia
Ikterus neonatorum
Hidramnion
Iritabilitas Necrotizing enterocolitis
suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan dalam rahim yang umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. suatu kondisi di mana inti suhu turun di bawah yang diperlukan untuk metabolisme dan fungsi tubuh yang didefinisikan perubahan warna menjadi kuning yang terjadi pada neonatus atau bayibayi yang baru lahir. suatu kondisi dimana terdapat keadaan dimana jumlah air ketuban melebihi dari batas normal kemampuan untuk menanggapi rangsang. infeksi dan pembengkakan pada perut. Sering ditemui pada bayi yang terlahir prematur.
G. Organisasi / sistematika Proposal penelitian ini berjudul Hubungan BBLR, Ketuban Pecah Dini (KPD), dan Persalinan Prematur dengan kejadian Sepsis Neonatus di BLUD RS
Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka
Tahun 2016, yang di
bimbing oleh Drs. H. La Dupai, M.Kes (Pembimbing I) dan Karma
9
Ibrahim.,SKM.,M.Kes (Pembimbing II). Serta Hariati Lestari, SKM.,M.Kes (Penguji I), Lymbran Tina, SKM.,M.Kes (Penguji II), dan Jusniar Rusli, SKM., M.Kes (Penguji III).
10
II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Sepsis Neonatal 1. Sepsis Neonatal Sepsis adalah sindrom/kumpulan gejala respon inflamasi sistemik (Systemic Inflamatary Respons Syndrome-SIRS) yang terjadi sebagai akibat infeksi bakteri, virus, jamur ataupun parasit (Aminullah, 2014). Departemen Kesehatan RI (2007) mendefinisikan sepsis neonatus adalah suatu sindrom klinis dari penyakit sistemik karena infeksi selama satu bulan pertama kehidupan bayi yang disebabkan antara lain oleh bakteri, virus, jamur dan protozoa (Mohtar, 2005). Sepsis adalah respon inflamasi terhadap infeksi. Pendapat lain menyebutkan sepsis neonatorum sebagai sindroma klinik penyakit sistemik yang disertai bakteremia dan terjadi pada bulan pertama kehidupan (Salenda, 2012). Infeksi bayi baru lahir yang disebut sepsis neonatal adalah penyakit yang sangat parah dan menyebabkan morbiditas dan mortalitas tinggi. Gejala klinis sepsis timbul sebagai akibat dari respons sistemik yang dapat berupa hipotermia,hipertermia, takikardi, hiperventilasidan letargi (Feigin RD dalam sofwan,2010). Sepsis adalah infeksi berat yang umumnya di sebabkan oleh bakteri, yang bisa berasal dari organ-organ dalam tubuh seperti paru-paru, usus, saluran kemih atau kulit yang menghasilkan toksin atau racun. Toksin ini menyebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh menyerang organ dan jaringan tubuh sendiri. Sepsis dapat mengakibatkan komplikasi yang serius mengenai 10
11
ginjal, paru-paru, otak dan pendengaran, bahkan juga menyebabkan kematian (Putra SR, 2012). Ada dua macam sepsis neonatal yaitu sepsis awitan dini (early onset sepsis/EOS) dan sepsis awitan lanjut (late onset sepsis/LOS) bahwa EOS adalah sepsis yang terjadi dalam 24 jam, atau terjadi dalam 24 jam sampai 6 hari, atau ada juga yang menyatakan terjadi dalam 72 jam, sedangkan LOS adalah sepsis yang terjadi >6 hari atau >72 jam. Selain itu, ada juga istilah very late onset sepsis, yaitu onset >30 hari (Klein Jo dalam Efendi, 2013). Infeksi pada neonatus dapat terjadi pada saat fase antenatal yaitu infeksi yang berasal dari ibu melewati plasenta dan umbilikus yang masuk ke janin, disebabkan oleh Streptococcus group B (SGB). Infeksi disebabkan oleh virus 10 menembus plasenta, antara lain virus rubella, herpes, sitomegalokoksaki, influensa, parotitis. Bakteri yang dapat melewati plasenta antara lain malaria, sipilis dan toxoplasma. Infeksi pada fase intranatal yaitu infeksi yang berasal dari vagina yang sering menyebabkan ketuban pecah dini lebih dari 18-24 jam. Hal ini dapat menyebabkan bayi terkontaminasi kuman melalui saluran pernapasan ataupun saluran cerna (Aminullah, 2014). Cara lain yaitu saat persalinan, dimana infeksi terjadi pada janin melalui kulit bayi atau port de entre yaitu saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman misalnya herpes genetalia, candida albicans dan gonorrhea. Infeksi yang didapat saat pascanatal yaitu infeksi yang terjadi sesudah kelahiran
12
yang disebabkan infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahim yaitu melalui alat-alat penghisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol minuman (dot). Perawat atau tenaga kesehatan yang bertugas memberikan asuhan kepada bayi, dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Infeksi ini juga dapat melalui luka umbilikus (Surasmi, 2003). 2. Faktor Risiko Faktor-faktor yang mempengaruhi sepsis pada bayi baru lahir adalah: a. Prematuritas dan BBLR b. Ketuban pecah sebelum waktunya c. Demam/infeksi pada ibu d. Resusitasi pada bayi e. Kembar f. Prosedur invasif g. Galaktosemia (predisposisi sepsis E. coli), defek imunitas, atau asplenia h. Faktor lain (jenis kelamin, pemberian ASI, sosioekonomi rendah, kekurangwaspadaan penjagaan infeksi/cuci tangan) (Haris MC dalam Efendi SH,2013). 3. Patofisiologi Menurut Fairchild KD dalam Raden NS (2008) infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara, yaitu :
13
a. Infeksi antenatal Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Disini kuman itu melalui batas plasenta dan menyebabkan intervilositis. Selanjutnya infeksi melalui sirkulasi umbilikus dan masuk ke janin. Kuman yang dapat menyerang janin melalui jalan ini adalah : 1) virus rubella, polimyelitis, coxsackie, variola, vaccinia, cytomegalic inclusion, 2) spirochaeta, yaitu treponema pallidum, 3) Bakteri jarang sekali dapat melalui plasenta kecuali E. coli dan Listeria monocytogenes. Tuberkulosis kongenital dapat terjadi melalui infeksi plasenta. Fokus pada plasenta pecah ke cairan amniondan akibatnya janin mendapat tuberkulosis melalui inhalasi cairan amnion tersebut. b. Infeksi intranatal Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi dari pada cara lain. mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah ketuban pecah. Ketuban pecah lama (jarak waktu antara pecahnya ketuban dan lahirnya bayi lebih dari 12 jam) mempunyai peranan penting terhadap timbulnya plasentitis dan amnionitis. Selain itu infeksi dapat juga melalui kontak langsung dengan kuman yang berasal dari vagina misalnya blenorea dan oral trush.
14
c. Infeksi pascanatal Terjadi sesudah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi yang berakibat fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat penggunaan alat atau akibat perawatan yang tidak steril atau sebagai akibat infeksi silang. Infeksi pascanatal ini sebenarnya sebagian besar dapat dicegah. Hal ini penting sekali karena mortalitas infeksi pascanatal ini sangat tinggi. Bayi mendapat infeksi dengan kuman yang sudah tahan terhadap semua antibiotika sehingga pengobatannya sulit. 4. Etiologi Sepsis pada bayi baru lahir hampir selalu disebabkan oleh bakteri seperti E.coli, Listeria monocytogenes, Neisseria meningitidis, Streptokokus pneumonia, Haemophilus influenza tipe b, Salmonella dan Streptokokus grup B. Semua jenis bakteri tersebut adalah penyebab sepsis pada bayi baru lahir. Sepsis terjadi apabila bakteri masuk ke tubuh bayi dari ibu selama kehamilan dan persalinan (Putra SR, 2012). Menurut Setiati & Ardikusumah dalam Raden NS (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya sepsis neonatorum menjadi: a. Inang Prematuritas, kehamilan kembar, kelainan kongenital, faktor imunitas (defek fungsi granulosit yaitu daya kemotaksis, kemampuan fagositas dan bakterisid terganggu) .
15
b. Faktor Ibu Ras, kesehatan ibu, flora vagina, perawatan antenatal, penyakit ibu seperti bakteri simptomatik, bakteriemia/viremia, panas, ketuban pecah lama (>24 jam), amnionitis, endometritis, pendarahan banyak, kala II lama disertai fetal distres. c. Faktor Lingkungan Infeksi Ascendens melalui kulit amnion yang utuh, aspirasi cairan amnion ke dalam parulsaluran cerna, transmisi melalui plasenta, asfiksia, prematur, anomali kongenital, amnipulasi tindakan atau pengobatan. 5. Tanda dan Gejala Gejala atau tanda klinis sepsis tersering pada penelitian Juniatiningsih A, ini
adalah
distress
pernapasan,
letargi
dan
suhu
tidak
stabil
(hipotermia/hipertermia). Ikterus, kejang, diare, perdarahan dan konjungtivitis jarang ditemukan karena umumnya pasien terdiagnosis tersangka sepsis pada tahap yang dini (Juniatiningsih A, 2008). Sepsis pada bayi baru lahir memiliki gejala yang bervariasi. Umumnya, bayi terlihat tidak seperti biasanya. Menurut Putra SR, 2012 gejala sepsis pada bayi baru lahir dapat berupa beberapa hal berikut: a. Tidak mau minum ASI atau muntah. b. Suhu tubuh > 38 oC diukur melalui anus atau lebih rendah dari normal, suhu tubuh tidak stabil. c. Rewel. d. Lemas dan tidak responsif.
16
e. Tidak aktif bergerak. f. Perubahan frekuensi jantung (cepat pada awal sepsis, kemudian pelan pada sepsis lanjutan). g. Bernafas sangat cepat atau kesulitan bernafas. h. Ada saat bayi henti nafas lebih dari 10 detik. i. Perubahan warna kulit (pucat atau biru). j. Kuning pada kulit dan mata. k. Ruam kemerahaan. l. Kurang produksi urine. 6. Pencegahan a. Pada masa antenatal Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala, imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang di derita ibu, asupan gizi yang memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin, rujukan segera ketempat pelayanan yang memadai bila diperlukan. b. Pada saat persalinan Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik, yang artinya dalam melakukan pertolongan persalinan harus dilakukan tindakan aseptik. Tindakan intervensi pada ibu dan bayi seminimal mungkin dilakukan (bila benar-benar diperlukan). Mengawasi keadaan ibu dan janin yang baik selama proses persalinan, melakukan rujukan secepatnya bila diperlukan dan menghindari luka pada kulit dan selaput lendir.
17
c. Sesudah persalinan Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila bayi normal, pemberian ASI secepatnya, mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap bersih, setiap bayi menggunakan peralatan tersendiri, perawatan luka umbilikus secara steril. Tindakan invasif harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip aseptik. Menghindari luka pada selaput lendir dan kulit, mencuci tangan dengan menggunakan larutan desinfektan sebelum dan sesudah memegang setiap bayi. Pemantauan bayi secara teliti disertai pendokumentasian data-data yang benar dan baik. Semua personel yang menangani atau bertugas di kamar bayi harus sehat. Bayi yang berpenyakit menular di isolasi, pemberian antibiotik secara rasional, sedapat mungkin melalui pemantauan mikrobiologi dan tes resistensi. (Prawirohardjo, 2004) 7. Pengobatan Prinsip pengobatan sepsis neonatorum adalah mempertahankan metabolisme tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan intravena termasuk kebutuhan nutrisi. Menurut Yu Victor Y.H dan Hans E. Monintja pemberian antibiotik hendaknya memenuhi kriteria efektif berdasarkan hasil pemantauan mikrobiologi, murah, dan mudah diperoleh, tidak toksik, dapat menembus sawar darah otak atau dinding kapiler dalam otak yang memisahkan darah dari jaringan otak dan dapat diberi secara parenteral. Pilihan obat yang diberikan ialah ampisilin dan gentamisin atau
18
ampisilin dan kloramfenikol, eritromisin atau sefalasporin atau obat lain sesuai hasil tes resistensi. B. Tinjauang Umum Tentang Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 1. Pengertian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Berat badan lahir rendah (BBLR) ialah bayi lahir yang berat lahirnya saat kelahiran kurang dari 2500 gram atau sampai dengan 2449 gram. (Prawirohardjo, 2006) Bayi berat lahir rendah adalah bayi yang lahir dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa kehamilan, baik prematur maupun cukup bulan. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir. Unuk keperluan bidan di desa berat lahir masih dapat diterima apabila dilakukan penimbangan dalam 24 jam pertama ( Depkes RI, 2009). Pada BBLR mempunyai kesulitan untuk beradaptasi dgn kehidupan ekstra uterine akibat ketidak matangan sistem organ tubuhnya seperti paru-paru, jantung, ginjal, hati, dan sistem pencernaannya Beberapa masalah gangguan alat pencernaan dan masalah nutrisi pada BBLR antara lain reflek menelan dan menghisap bayi yang lemah, daya untuk mencerna, mengabsorbsi lemak, laktosa, vitamin yang larut dalam lemak dan beberapa mineral tertentu berkurang (Maryuni, 2013). 2. Klasifikasi BBLR Menurut Proverawati dan Ismawati (2010) ada beberapa cara dalam mengelompokkan BBLR yaitu:
19
a. Menurut harapan hidup 1) Berat badan lahir rendah (BBLR) berat lahir 1500-2500 gram 2) Berat badan lahir sangat rendah (BBLSR) berat lahir 1000-1500 gram 3) Berat badan lahir ekstrim rendah (BBLER) berat lahir kurang dari 1000 gram. b. Menurut masa gestasinya 1) Prematuritas murni; masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi berat atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan. 2) Dismaturitas; bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi itu. Berat bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterine dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilan. 3. Faktor-faktor Penyebab BBLR Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya BBLR menurut Prawirohardjo (2005) adalah: a. Faktor Ibu 1) Umur bumil kurang dari 20 tahun atau di atas 35 tahun 2) Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat 3) Gizi saat hamil yang kurang 4) Faktor pekerja yang terlalu berat
20
5) Penyakit menahun ibu seperti hipertensi, jantung dan lain-lain b. Faktor Kehamilan 1) Hamil ganda (gemeli) 2) Hamil dengan hidramnion 3) Perdarahan antepartum 4) Komplikasi kehamilan (Preeklampsi/ eklampsi, ketuban pecah dini). 5) Plasenta previa c. Faktor janin 1) Cacat bawaan 2) Infeksi dalam rahim d. Faktor pendukung lainnya (nutrisi, perokok, peminum alkohol, budaya, sosial ekonomi, dan lain-lain). 4. BBLR dibagi Menjadi 2 Golongan a. Premature murni yaitu bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badan sesuai untuk usia kehamilan (Surasmi,2003). b. Dismatur adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi itu. Berat bayi mengalami retasdasi peribahan intrauterine dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya (Proverawati, 2010). Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) merupakan salah satu faktor resiko terjadinya sepsis neonatorum karena 37% sampai 80% kasus BBLR merupakan
kasus
prematuritas.
Bayi
lahir
dengan
prematuritas
21
menyebabkan immaturitas sistem imun berupa penekanan pembentukan gamma globulin oleh sistem limfoid (Guyton &Hall, 1997). Immaturitas sistem imun akan menyebabkan gangguan fungsi imunologi berupa penurunan aktivitas fagosit pada sel darah putih dan penurunan produk sitokin dan akan terjadi kegagalan dari sistem kekebalan humoral.(Karnen Garna,2006). Penelitian yang dilakukan oleh Simbolon D di RSUD Curup Kabupaten Rejang Lebong (2008), hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan berat badan lahir dengan kejadian sepsis neonatorurn. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa bayi dengan BBLR berisiko tinggi mengalami infeksi atau sepsis neonatorum. Bayi BBLR berisiko mengalami sepsis neonatom karena pada bayi dengan BBLR pematangan organ tubuhnya (hati, paru, pencernaan, otak, daya pertahanan tubuh terhadap infeksi, dll) belum sempurna, maka bayi BBLR sering mengalami komplikasi yang berakhir dengan kematian. Pada bayi berat badan normal, minggu pertama setelah lahir berat bayi akan turun, kemudian
akan
naik sesuai dengan pertumbuhan bayi. Pada BBLR
menurunnya berat badan bayi dapat terjadi setiap saat, karena biasanya ada masalah pemberian air susu ibu (ASI). Akibat bayi kurang atau tidak mampu menghisap ASI, bayi menderita infeksi atau mengalami kelainan bawaan. Demikian juga Manuaba menyatakan bahwa bayi BBLR pusat pengatur pernafasan belum sempurna, surfaktan paru-paru masih kurang, sehingga perkembangannya tidak sempurna, otot pernafasan dan tulang
22
iga masih lemah yang mengakibatkan oksigen masuk ke otak kurang, jika oksigen
O2 kurang
maka
kuman
anaerob
mudah
berkembang
menyebabkan mudah terjadi infeksi (Simbolon, 2008). C. Tinjauan Umum Tentang Ketuban Pecah Dini (KPD) 1. Ketuban Pecah Dini (KPD) KPD adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan yang terjadi pada saat akhir kehamilan maupun jauh sebelumnya (Nugroho, 2010). KPD atau premature rupture of the membranes (PROM) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum adanya tanda-tanda persalinan. Jika ketuban pecah sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini kehamilan preterm atau PROM. Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan amnion sebelum waktunya mulai persalinan, terjadi sekitar 7-12% kehamilan. Ketuban pecah dini sering dikaitkan dengan sepsis neonatorum karena berhubungan dengan infeksi genetalia bawah ibu hamil. Infeksi genetalia bawah ibu hamil dapat menyebabkan ketuban pecah dini, demikian pula ketuban pecah dini dapat memudahkan infeksi Ascendens pada bayi (Indrawarman, 2012).
Kantung ketuban adalah sebuah kantung berdinding tipis yang berisi cairan dan janin selama masa kehamilan. Dinding kantung ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama disebut amnion, terdapat di sebelah dalam. Sedangkan, bagian kedua, yang terdapat di sebelah luar disebut chorion.
Pada ibu hamil, air ketuban ini berguna untuk
mempertahankan atau memberikan perlindungan terhadap bayi dari benturan yang diakibatkan oleh lingkungan di luar rahim. Selain itu
23
air ketuban bisa membuat janin bergerak dengan bebas ke segala arah (Utomo AH, 2013). Menurut Sumiyoga (2007) mendapatkan insidensi sepsis neonatorum pada KPD kehamilan aterm adalah 4,4%, Remington (2012) mendapatkan KPD merupakan penyebab terjadinya prematuritas, sebagai faktor risiko sepsis neonatorum dan kematian perinal. Menurut Leal (2012), KPD >24 jam memiliki peluang 3,38 kali untuk mengalami sepsis dibandingkan yang tidak mengalami KPD (RR=3,38, 95%CI:1,80-6,32). Ibu yang mengalami KPD memiliki peluang 7,5 kali berisiko mengalami sepsis OR=7,595 95%CI:3,593-16,058 (Simbolon, 2008).
2. Faktor yang mempengaruhi KPD Menurut Morgan (2009), Kejadian Pecah Dini (KPD) dapat disebabkan oleh beberapa faktor meliputi : a. Usia Karakteristik pada ibu berdasarkan usia sangat berpengaruh terhadap kesiapan ibu selama kehamilan maupun menghadapi persalinan. Usia untuk reproduksi optimal bagi seorang ibu adalah antara umur 20-35 tahun. Di bawah atau di atas usia tersebut akan meningkatkan resiko kehamilan dan persalinan. Usia seseorang sedemikian besarnya akan mempengaruhi sistem reproduksi, karena organ-organ reproduksinya sudah mulai berkurang kemampuannya dan keelastisannya dalam menerima kehamilan.
24
b. Sosial ekonomi (Pendapatan) Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas kesehatan di suatu keluarga. Pendapatan biasanya berupa uang yang mempengaruhi seseorang
dalam memenuhi kehidupan
hidupnya. Pendapatan yang meningkat tidak merupakan kondisi yang menunjang bagi terlaksananya status kesehatan seseorang. Rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang menyebabkan seseorang tidak mampu memenuhi fasilitas kesehatan sesuai kebutuhan. c. Paritas Paritas adalah banyaknya anak yang dilahirkan oleh ibu dari anak pertama sampai dengan anak terakhir. Adapun pembagian paritas yaitu
primipara, multipara, dan grande multipara. Primipara adalah
seorang wanita yang baru pertama kali melahirkan dimana janin mancapai usia kehamilan 28 minggu atau lebih. 3. Komplikasi ketuban pecah Dini Menurut Manuaba, 2009) komplikasi yang biasa terjadi pada KPD meliputi ; a. mudah terjadinya infeksi intra uterin b. partus premature c. prolaps bagian janin terutama tali pusat. Menurut Prawirohardjo (2010) terdapat tiga komplikasi utama yang terjadi pada ketuban pecah dini yaitu: 1) peningkatan morbiditas neonatal oleh karena prematuritas
25
2) komplikasi selama persalinan dan kelahiran 3) resiko infeksi baik pada ibu maupun janin, dimana resiko infeksi karena ketuban yang utuh merupakan barrier atau penghalang terhadap masuknya penyebab infeksi. Faktor risiko terjadinya sepsis neonatal yang didapat dari ibu meliputi ketuban pecah dini/lebih 18 jam, demam lebih 380C, cairan ketuban hijau, keruh dan berbau, serta kehamilan multipel. Faktor risiko pada bayi meliputi prematuritas, berat lahir rendah, gawat janin, asfiksia neonatorum, serta faktor lain yaitu prosedur cuci tangan yang tidak benar (Kosim,2010). Bila periode laten terlalu panjang dan ketuban sudah pecah, maka terjadi infeksi yang dapat meningkatkan angka kematian ibu dan anak (Prawirohardjo, 2010). Komplikasi yang paling sering terjadi pada ibu sehubungan dengan KPD ialah terjadinya korioamnionitis dengan atau tanpa sepsis yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi pada ibu dan bayi. Terjadinya infeksi maternal sehubungan dengan KPD tergantung dari lamanya masa laten, dimana makin muda umur kehamilan makin memanjang periode laten sedangkan persalinan lebih pendek dari biasanya, yaitu pada primi 10 jam dan multi 6 jam. Risiko pada bayi dengan
KPD ialah kelahiran prematur dengan
segala akibatnya yaitu infeksi, gawat janin, dan persalinan traumatik. Bila masa laten >24 jam, maka angka kematian perinatal meningkat dan insiden amnionitis meningkat >50% (Lowing, 2015).
26
Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa air ketuban keruh (air ketuban bercampur mekonium) merupakan salah satu faktor risiko ibu yang menyebabkan terjadinya sepsis bayi baru lahir. D. Tinjauan Umum tentang Persalinan Prematur 1. Persalinan Prematur Persalinan prematur dapat didefinisikan sebagai persalinan yang terjadi antara usia kehamilan kurang dari 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir (Rompas dalam Oroh, 2015). Kelahiran prematur yaitu bayi lahir hidup kurang dari 37 minggu kehamilan, menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas perinatal. Bayi yang lahir prematur memiliki risiko kematian yang lebih tinggi, risiko penyakit, disabilitas dalam hal motorik jangka panjang, kognitif, visual, pendengaran, sikap, emosi sosial, kesehatan, dan masalah pertumbuhan jika dibandingkan dengan bayi normal (Zhang et al., 2012). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Zhang, 2012 yang menyatakan bahwa ibu dengan riwayat persalinan prematur berisiko 20,888 kali untuk melahirkan prematur lagi. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Utami tahun 2009 yang menyatakan bahwa riwayat persalinan prematur merupakan faktor risiko kejadian kelahiran prematur dengan OR sebesar 3,413. 2. Klasifikasi prematur atau preterm menurut Wiknjosastro (2005) kalasifikasi prematur atau preterm yaitu:
27
a. Bayi yang sangat prematur (extremely premature) 24-30 minggu. Bayi dengan gestasi 24-27 minggu masih sangat sukar hidup terutama dinegara yang belum atau sedang berkembang. Bayi dengan masa gestasi 28-30 minggu masih mungkin dapat hidup dengan perawatan yang intensif. b. Bayi pada derajat prematur sedang (moderately premature) 31-36 minggu. Pada golongan ini kesanggupan untuk hidup jauh lebih baik dari golongan pertama dan gejala sisa yang dihadapinya dikemudian hari juga lebih ringan, asal pengelolaan terhadap bayi ini betul-betul intensif. c. Borderline premature; masa gestasi 37-38 minggu. Bayi ini mempunyai sifat-sifat prematur dan matur. Biasanya beratnya seperti bayi matur dan dikelola seperti bayi matur. Sehingga bayi ini harus diamati dengan seksama. 3. Faktor Risiko Persalinan Preterm Menurut Bobak (2004) faktor risiko persalinan pretem yaitu: a. Risiko demografik; ras, usia (kurang dari 17 tahun dan lebih dari 40 tahun), status sosial ekonomi rendah, belum menikah, tingkat pendidikan rendah. b. Risiko medis; riwayat preterm atau abortus, anomali uterus, penyakit medis, risiko kehamilan saat ini (gemeli, hidramnion, kenaikan BB kecil,
kelainan
placenta,
pembedahan
inkompetensi serviks, KPD, anomali janin).
abdomen,
infeksi,
28
c. Risiko perilaku dan lingkungan; nutrisi buruk, merokok (lebih dari 10 batang sehari), penyalahgunaan alkohol, jarang atau tidak mendapat ANC. d. Faktor risiko potensial; stress, iritabilitas uterus, peristiwa yang memicu kontraksi uterus, perubahan serviks sebelum awitan persalinan, ekspansi volume plasma yang tidak adekuat, defisiensi progesterone, infeksi. Infeksi endometrium lebih sering terjadi pada ibu setelah persalinan preterm yang dapat mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka episiotomi. Bayi-bayi preterm memiliki risiko infeksi neonatal lebih tinggi (kartikasari, 2010). Bayi yang lahir dari ibu yang menderita anmionitis memiliki risiko mortalitas 4 kali lebih besar, dan risiko distres pernafasan, sepsis neonatal necrotizing enterocolitis serta perdarahan intraventrikuler berisiko 3 kali (Rompas, 2004). E. Tinjauan Umum Tentang Hasil Penelitian Sebelumnya 1. Hermawan, Tetty Yuniti, Aris Primadi Tahun 2015, yang meneliti tentang Hubungan antara Hipokalsemia dengan Prognosis Buruk pada Sepsis Neonatal dengan jenis penelitian Cross sectional Study, Berdasarkan analisis uji chi kuadrat dan eksak Fisher terdapat tiga variabel bebas yang mempunyai faktor risiko yang berhubungan secara statistik dengan prognosis buruk yang kemudian dilakukan analisis regresi logistik ganda.
29
2. Eko Sulistijono, Brigitta Ida RVC, Siti Lintang K, Astrid Kristina K (tahun 2013), yang meneliti tentang Faktor Risiko Sepsis Awitan Dini pada Neonatus, Penelitian ini bersifat retrospektif dengan mengambil data dari rekam medis, Faktor maternal (ibu) yang menunjukkan peran signifikan adalah menunjukkan bahwa riwayat adanya KPD berisiko 3,5 kali terjadi sepsis pada bayi yang dilahirkan dibandingkan ibu tanpa KPD, sedangkan faktor-faktor maternal lain tidak menunjukkan hasil signifikan. 3. Anita Juniatiningsih, Asril Aminullah, Agus FirmansyahTahun 2008, yang
meneliti
tentang
Profl
Mikroorganisme
Penyebab
Sepsis
Neonatorum di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, Dari 334 kasus tersebut 7 kasus memenuhi kriteria inklusi, 5 kasus dikeluarkan dari penelitian karena ketidak lengkapan data, sehingga terdapat 02 kasus yang dapat dianalisis dengan hasil kultur darah positif sebanyak 42 kasus (4,2%). 4. Dewie Sulistyorini, Shinta Siswoyo Putri. Tahun 2015, yang meneliti tentang Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian BBLR di Puskesmas pedesaan kabupaten Banjarnegara tahun 2014, Penelitian ini merupakan penelitian survey analitik yaitu suatu penelitian yang menyangkut bagaimana faktor risiko dipelajari dengan pendekatan retrospective. Dari 8 variabel (paritas, usia ibu, jarak kehamilan, umur kehamilan, anemia, status gizi, preeklamsi dan gemelli), terdapat 3 variabel yang berpengaruh terhadap kejadian BBLR karena nilai (p) lebih
30
dari a (0,05) yaitu status gizi (p=0,036), gemelli (p=0,148) dan anemia (p= 0,203). 5. Intan Fitri Ramdani, Dicky Santosa, Risky Suganda Tahun 2014, yang meneliti tentang Faktor Penyulit pada Bayi Lahir Rendah (BBLR) yang Dirawat di RSUD Al – Ihsan Bandung Tahun 2014, Penelitian ini bersifat deskriptif retrospektif dengan metode cross sectional atau potong lintang. Serta menggunakan data rekam medis. RSUD Dr. Harjono Ponorogo tahun 2012 menyatakan bahwa 81,8% kelahiran BBLR memiliki kadar bilirubin yang tidak normal. Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh imunitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar. 6. Joshua G. A. Lowing Rudy Lengkong Maya Mewengkang Tahun 2015 yang meneliti tantang Gambaran ketuban pecah dini Di rsup prof dr. R. D. Kandou Manado Metode penelitian ini ialah retrospektif deskriptif dengan menggunakan rekam medik Persalinan prematur merupakan kelainan proses yang multi faktoral. Kombinasi keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan faktor medik mempunyai pengaruh terhadap terjadinya persalinan prematur. Risiko tunggal dijumpai seperti distensi berlebih uterus, ketuban pecah dini, atau trauma. 7. Arie Haryo Utomo Tahun 2013, yang meneliti tentang Analisa masalah ketuban pecah dini terhadap paritas di RS PKU Muhammadiyah Surakarta Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional dengan pendekatan studi
analitik. Jenis penelitian ini
dengan
31
menggunakan jenis penelitian studi potong lintang (cross sectional), jumlah paritas merupakan faktor risiko terhadap KPD. Meskipun tidak bermakna secara statistik, namun terlihat kecenderungan risiko KPD yaitu 1,5 kali lebih besar pada ibu yang memiliki jumlah paritas risiko tinggi dibandingkan ibu yang memiliki jumlah paritas risiko rendah. 8. Siva Oroh Eddy Suparman Hermie M. M. Tendean Tahun 2015, yang meneliti tentang Karakteristik persalinan prematur di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Penelitian ini
bersifat
deskriptif retrospektif
dengan memanfaatkan data sekunder berupa catatan medik, Pada penelitian ini didapatkan tertinggi pada jenis persalinan spontan letak belakang kepala. Seksio sesarea tidak memberi prognosis yang lebih baik bagi bayi, bahkan merugikan ibu. 9. Novhita Paembonan, Jumriani Novhita Paembonan, Jumriani Ansar , Dian Sidik Arsyad Tahun 2012, yang meneliti tentang Faktor risiko kejadian kelahiran prematur di rumah sakit ibu dan anak Siti Fatimah kota Makassar Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan rancangan case control study. Hasil penelitian menunjukkan bahwa paritas bukan faktor risiko kejadian kelahiran prematur. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Eiriksdottir et al (2013) di Islandia yang menyatakan bahwa paritas bukan faktor risiko persalinan prematur (1,15; 95% CI: 0,91-1,45).
32
F. Kerangka Teori Penelitian Kerangka teori dalam penelitian ini yaitu gabungan dari beberapa teori penyebab sepsis Neonatus, adapun faktor penyebab sepsis neonatus yaitu faktor ibu diantaranya Ruptur selaput ketuban yang lama, Persalinan prematur, Amnionitis klinis, Demam maternal, Persalinan yang lama, Ketuban Pecah Dini >18 jam, Korioamnionitis maternal (ibu demam 38C) dan faktor Bayi diantaranya prematuritas, berat lahir, adanya asfiksia, adanya cacat bawaan, tindakan invasive, status imun dan nutrisi parental.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Faktor Ibu Ruptur selaput ketuban yang lama Persalinan prematur Amnionitis klinis Demam maternal Persalinan yang lama Ketuban Pecah Dini >18 jam Korioamnionitis maternal(ibu demam 38C) 7
Faktor Bayi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Sepsis Neonatus
Sumber: Efendi SH,2013 Gambar 1. Kerangka Teori
Prematuritas Berat lahir Adanya asfiksia Adanya cacat bawaan Tindakan invasive Status imun Nutrisi parental
33
G. Kerangka Konsep Penelitian Dari kerangka teori diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini yaitu Variabel Terikat Sepsis Neonatus dan variabel bebas BBLR, KPD, Persalinan Prematur.
BBLR
SEPSIS NEONATUS
KPD
Persalinan prematur
Keterangan : Variabel Independen/ Variabel Bebas
Variabel Dependen/Variabel Terikat
Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian
34
H. Hipotesis Penelitian H0 :
Tidak ada hubungan BBLR dengan kejadian Sepsis Neonatus di BLUD RS Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka tahun 2016.
Ha :
Ada hubungan BBLR dengan kejadian Sepsis Neonatus di BLUD RS Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka tahun 2016.
H0 :
Tidak ada hubungan KPD dengan kejadian Sepsis Neonatus di BLUD RS Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka tahun 2016.
Ha :
Ada hubungan KPD dengan kejadian Sepsis Neonatus di BLUD RS Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka tahun 2016.
H0 :
Tidak ada hubungan Persalian Prematur dengan kejadian Sepsis Neonatus di BLUD RS Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka tahun 2016.
Ha :
Ada hubungan Persalian Prematur dengan kejadian Sepsis Neonatus di BLUD RS Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka tahun 2016.
35
III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional study. Metode penelitian analitik adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama memperoleh penjelasan tentang faktor-faktor risiko dan penyebab penyakit terkait fenomena yang di temukan berupa hubungan (BBLR, KPD dan persalinan Prematur) dengan kejadian Sepsis Neonatus di BLUD RS Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka tahun 2016. B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Maret 2016 sampai selesai. Adapun lokasi penelitian ini adalah BLUD RS Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka Tahun 2016. C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi yang lahir hidup di BLUD RS Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka sebanyak 251 Bayi pada tahun 2016. 2. Sampel Sampel adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya hendak diselidiki dan dianggap dapat mewakili seluruh populasi (Arikunto, 2010). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah
35
36
dengan menggunakan metode Simple Random Sampling dengan menggunakan tabel acak. Menurut Nursalam (2003) penentuan kriteria sampel sangat membantu peneliti untuk mengurangi bias hasil penelitian, khususnya jika terdapat variabel-variabel perancu yang ternyata mempunyai pengaruh terhadap variabel yang diteliti. Kriteria sampel tersebut meliputi: a. Kriteria Inklusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah semua rekam medik persalinan di BLUD RS Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka pada tahun 2016, yang tersedia data mengenai Kejadian Sepsis, BBLR, KPD, dan persalinan prematur. b. Kriteria Eksklusi. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah Persalinan ibu yang tidak di lakukan di BLUD RS Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka tahun 2016.
Adapun teknik pengambilan sampel pada penelitian ini digunakan rumus : n=
Z2 1-a/2 P (1- P) N d2 (N-1) + Z2 P(1-P)
(Lemeshow, 1997). Keterangan : n = Besar sampel N = Besar populasi Z2 1-a/2 = tingkat kemaknaan (ditetapkan peneliti) P = Proporsi estimasi (0,5)
37
d = Presisi (0,1) sehingga perhitungan sampel adalah sebagai berikut : Z2 1-a/2 P (1- P) N
n=
d2 (N-1) + Z2 P(1-P)
(1,96)2 0,5 (1-0,5) 251
n=
(0,1)2 (251-1) + (1,96)2 0,5 (1-0,5) n = 241,0604 2,5 + 0,9604 n = 69,66 n = 70 Jadi jumlah sampel keseluruhan pada penelitian ini adalah 70 responden D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif Tabel 1. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif No 1
Variabel 2
Definisi Operasional
KriteriaObjektif
3
4
Alat 5
Skala 6
1
Sepsis Neonatus
sepsis neonatus adalah suatu sindrom klinis dari penyakit sistemik karena infeksi selama satu bulan pertama kehidupan bayi yang disebabkan antara lain oleh bakteri, virus, jamur dan protozoa (Mohtar, 2005)
1. Ya : “Bila hasil diagnos dokter pada catatan medis menunjukkan neonatus mengalami Sepsis” 2. Tidak : “Bila hasil diagnos dokter pada catatan medis menunjukkan neonatus tidak mengalami sepsis”
Rekam medis dan Lembar Ceklis
Nominal
2
Berat Baadan Lahir Rendah (BBLR)
Berat badan lahir rendah (BBLR) ialah bayi lahir yang berat lahirnya saat kelahiran kurang dari 2500 gram atau sampai dengan 2449 gram. (Prawirohardjo, 2006)
1. Tidak = “Tidak BBLR, jika bayi berat badan lahir 2500 – 4000 gram”
Rekam medis dan Lembar Ceklis
Nominal
2. Ya = “BBLR, jika berat badan lahir < 2500 gr” (Proverawati
38
dan Ismawati, 2010)
3
Ketuban Pecah Dini (KPD)
4
Persalinan Prematur
KPD adalah Ya ya : “jika selaput ketuban Rekam pecahnya ketuban pecah sebelum permulaan medis sebelum waktu persalinan tanpa dan melahirkan yang memandang kehamilan Lembar terjadi pada saat akhir preterm atau aterm” Ceklis kehamilan maupun jauh sebelumnya 2) Tidak: jitidak : “jika selaput ketuban (Nugroho, 2010). pecah setelah Permulaan persalinan” (ade kurniawati 2012). Persalinan prematur 1. Prematur : “bila Rekam dapat didefinisikan persalinan yang medis sebagai persalinan terjadi usia dan yang terjadiantara kehamilan <37 Lembar usia kehamilan 20 minggu” Ceklis <37 minggu dihitung 2. Normal : “bila dari hari pertama haid persalinan yang terakhir (Rompas terjadi usia dalam Oroh, 2015). kehamilan >37 minggu”
Nominal
Nominal
E. Pengumpulan Data Penelitian Dalam pengumpulan data penelitian ini menggunakan data sekunder yang dikumpulkan berupa data rekam medis neonatus BLUD RS Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka Tahun 2016. F. Instrumen Penelitian Instrumen
penelitian
adalah
alat-alat
yang
digunakan
untuk
pengumpulan data (Notoatmodjo, 2002). Dalam penelitian ini instrument yang digunakan berupa : 1.
Data Rekam Medis Neonatus
2.
Lembar Ceklis
39
3.
Dokumentasi, yaitu mengambil data yang akan didokumentasikan oleh peneliti sesuai dengan kebutuhan penelitian
4.
Perangkat Keras computer dan perangkat lunak yang menunjang pengolahan data
G. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah: a.
Variabel terikat (Variable dependent) adalah sepsis neonatus
b.
Variabel bebas (Variable independent) adalah Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Ketuban Pecah Dini (KPD) dan Persalinan Prematur.
H. Pengolahan dan Analisis Data 1.
TeknikPengolahan Data Pengolahan
data
dilakukan
secara
komputerisasi
dengan
menggunakan analisis SPSS, dan disajikan dalam bentuk table dan disertai dengan penjelasan 2.
Analisis Data a. AnalisisUnivariat Analisis statistik univariat digunakan untuk mendapatkan gambaran karakteristik
umur ibu, usia kandungan pada saat
melahirkan, pekerjaan, dan pendidikan Ibu serta distribusi variable dependen berupa sepsis neonatus dan variable independen yaitu Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR), Ketuban Pecah Dini (KPD) dan Persalinan Prematur.
40
b. Analisis Bivariat Analisis ini dilakukan untuk melihat hubungan antara variable independen dengan variable dependen, yaitu bagaimana hubungan antara Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), Ketuban Pecah Dini (KPD) dan Persalinan Prematur terhadap sepsis neonatus di BLUD RS Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka tahun 2016 dengan menggunakan uji statistic Chi Square dengan table kontingensi 2x2, pada tingkat kepercayaan 95% (α=0,05) RΦ =
| ad | – | bc | (a + b) (c + d) (a + c) (b + d)
Aturan yang berlaku untuk uji Chi-Square untuk program komputerisasi seperti SPSS adalah sabagai berikut: 1) Bila pada table kontigency 2x2 dijumpai nilai e (harapan) kurang dari 5, maka hasil yang digunakan adalah Fisher Exact Test. 2) Bila pada table kontigency 2x2 tidak dijumpai nilai e (harapan) kurang dari 5, maka hasil yang digunakan adalah Continuity Correction 3) Bila pada tabel kontigency yang lebih dari 2x2 misalnya 3x2, 3x3 dan lain-lain, maka hasil yang digunakan adalah Person ChiSquare.
41
4) Bila pada table kontigency 3x2 ada sel dengan nilai frekuensi harapan (e) kurang dari 5, maka akan dilakukan merger sehingga menjadi table kontigency 2x2 (Budiarto, 2002). I.
Penyajian Data Data yang diperoleh dan telah diolah kemudian ditampilkan dalam bentuk table dan diinterpretasikan dalam bentuk penjelas
42
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Profil Instansi Status Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka sebagai Badan layanan Umum milik Pemerintah Daerah Kab. Kolaka. Rumah Sakit ini adalah Rumah Sakit Type C yang merupakan pusat rujukan pasien yang berasal dari unit-unit pelayanan kesehatan dari seluruh kecamatan di Kabupaten Kolaka dan sekitarnya.. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. YM.01.10/III/5061/2009 tanggal 29 Desember 2009 menetapkan status Akreditasi Bersyarat Tingkat Dasar kepada RSBG Kab. Kolaka. 2. Sejarah Pada awalnya rumah sakit ini memiliki nama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) namun tepatnya pada tanggal 17 November 2012 RSUD ditetapkan sebagai badan layanan Umum Daerah (BLUD) dan berganti nama menjadi Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Benyamin Guluh. BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka di bangun pada tahun 1979 di atas tanah seluas 1 (satu) Ha dengan luas bangunan 2.737 m2. RSBG Kab. Kolaka mulai dimanfaatkan pada bulan Juni 1980. Pada tahun 2012 telah memiliki 27 (dua puluh tujuh) gedung dengan luas seluruh bangunan 6320,82 m2.
42
43
3. Letak Geografis RSBG Kab. Kolaka terletak di Kel. Lamokato, Kec. Kolaka, Kab. Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara, tepatnya di jalan Dr. Sutomo No. 1, dengan koordinat geografis
3°13´ - 4°35´ LS, 121°05´ – 121°99´ BT.
Lokasi ini sangat strategis karena terletak di pusat kota Kolaka sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat. 4. Lingkungan Fisik Kabupaten Kolaka memiliki wilayah daratan seluas 6.918,38 Km2 dan wilayah perairan 15.000 Km2 yang terdiri dari 20 (dua puluh) Kecamatan, dengan jumlah penduduk 321.506 jiwa (BPS Kab. Kolaka, 2012). RSBG Kab. Kolaka dibangun di atas tanah seluas 1 (satu) Ha B. Hasil Penelitian 1. Karakteristik Responden a. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin anak Jenis kelamin dalam penelitian ini dikategorikan menjadi 2 ketegori, yaitu Laki-laki dan Perempuan, adapun distribusi responden berdasarkan jenis kelamin disajikan pada tabel 2. Tabel 2.
No. 1 2 Sumber
Distribusi Responden Berdasarkan jenis kelamin anak pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka Tahun 2016. Jumlah Persentase Jenis Kelamin (n) (%) Laki-laki 34 48,6 Perempuan 36 51,4 Total 70 100 : Data Sekunder,Diolah 20 Maret 2016
44
Tabel 2 menunjukkan distribusi responden berdasarkan jenis kelamin anak pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka tahun 2016 dari 70 responden terdapat Laki-laki sebesar 48,6% dan Perempuan sebesar 51,4%. b. Distribusi responden berdasarkan umur Umur responden dalam penelitian ini dikategorikan menjadi 3 kategori, yaitu < 20 Tahun, 20-30 tahun, dan 30-40 tahun, adapun distribusi responden berdasarkan kelompok umur disajikan pada tabel 3. Tabel 3.
No. 1 2 3 Sumber
Distribusi Responden Berdasarkan kelompok umur pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka Tahun 2016. Kelompok Umur Jumlah Persentase (Tahun) (n) (%) <20 13 18,6 20-30 45 64,3 31-40 12 17,1 Total 70 100 : Data Sekunder,Diolah 20 Maret 2016 Tabel 3 menunjukkan distribusi responden berdasarkan
kelompok umur pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka Tahun 2016 dari 70 responden terdapat beberapa proporsi kelompok umur, yaitu kelompok umur < 20 tahun sebesar 18,6%, kelompok umur 20-30 tahun sebesar 64,3%, kelompok umur 31-40 tahun sebesar 17,1%.
45
2. Analisis Univariat a. Sepsis Neonatus Sepsis Neonatus adalah suatu sindrom klinis dari penyakit sistemik karena infeksi selama satu bulan pertama kehidupan bayi yang disebabkan antara lain oleh bakteri, virus, jamur dan protozoa (Mohtar, 2005) Distribusi responden berdasarkan kejadian sepsis neonatus pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Sepsis Neonatus pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka Tahun 2016. No. Sepsis Neonatus Jumlah (n) Persentase (%) 1 Ya 18 25,7 2 Tidak 52 74,3 Total 70 100 Sumber : Data Sekunder, Diolah 20Maret 2016 Tabel 4 menunjukkan bahwa dari 70 responden, sebagian kecil responden yang mengalami kejadian Sepsis Neonatus yaitu sebanyak 18 orang (25,7%) sedangkan besar responden tidak mengalami kejadian sepsis neonatus yaitu sebanyak 52 orang (74,3%) b. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Berat badan lahir rendah (BBLR) ialah bayi lahir yang berat lahirnya saat kelahiran kurang dari 2500 gram atau sampai dengan 2449 gram. (Prawirohardjo, 2006) Distribusi responden berdasarkan kejadian BBLR pada Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka dapat dilihat pada tabel 5.
46
Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian BBLR pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka Tahun 2016. No. BBLR Jumlah (n) Persentase (%) 1 Ya 24 34,3 2 Tidak 46 65,7 Total 70 100 Sumber : Data Sekunder,Diolah 20 Maret 2016 Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 70 responden, sebagian kecil responden dengan kejadian BBLR yaitu sebanyak 24 orang (34,3%) sedangkan sebagian besar responden tidak mengalami BBLR yaitu sebanyak 46 orang (65,7%) c. Ketuban Pecah Dini (KPD) KPD adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan yang terjadi pada saat akhir kehamilan maupun jauh sebelumnya (Nugroho, 2010). Distribusi responden berdasarkan kondisi Ketuban Pecah Dini pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Ketuban Pecah Dini (KPD) pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka Tahun 2016. No. KPD Jumlah (n) Persentase (%) 1 Ya 26 37,1 2 Tidak 44 62,9 Total 70 100 Sumber : Data Sekunder, Diolah 20 Maret 2016 Tabel 6 menunjukkan bahwa dari 70 responden, sebagian kecil responden dengan keadaan ketuban pecah dini yaitu sebanyak 26
47
orang (37,1%) sedangkan sebagian besar responden tidak mengalami ketuban pecah dini yaitu sebanyak 44 orang (62,9%). d. Persalinan Prematur Persalinan prematur dapat didefinisikan sebagai persalinan yang terjadi antara usia kehamilan <37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir (Rompas dalam Oroh, 2015). Distribusi responden berdasarkan waktu kelahiran pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan kejadian persalinan prematur pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka Tahun 2016. No. Persalinan Prematur Jumlah (n) Persentase (%) 1 Ya 14 20,0 2 Tidak 56 80.0 Total 70 100 Sumber : Data Sekunder,Diolah 20 Maret 2016 Tabel 7 menunjukkan menunjukkan bahwa dari 86 responden, sebagian kecil responden dengan kelahiran prematur yaitu sebanyak 14 orang (20,0%) sedangkan besar responden tidak mengalami kelahiran prematur yaitu sebanyak 56 orang (80,0%). 3. Analisis Bivariat Hubungan
antara
variabel
penelitian
di
analisis
dengan
menggunakan tabulasi silang (crosstab) antara variabel independen yakni Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), Ketuban Pecah Dini (KPD) dan Persalinan Prematur dengan variabel dependen yaitu Sepsis Neonatus pada
48
bayi sesuai dengan tujuan penelitian. Hasil tabulasi silang antara variabel independen dan variabel dependen akan disajikan pada tabel. a. Hubungan BBLR dengan Kejadian Sepsis Neonatus pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka Tahun 2016. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah ) ialah bayi lahir yang berat lahirnya saat kelahiran kurang dari 2500 gram atau sampai dengan 2449 gram. Bayi berat lahir rendah adalah bayi yang lahir dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa kehamilan, baik prematur maupun cukup bulan. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir. Pada BBLR mempunyai kesulitan untuk beradaptasi dengan kehidupan ekstra uterine akibat ketidakmatangan sistem organ
tubuhnya seperti
paru-paru, jantung, ginjal, hati, dan sistem pencernaan-nya. Dari hasil pengolahan data rekam medik yang didapatkan kemudian dihitung kembali dan dianalisis hasil yang telah didapatkan. Hasil analisis statistik hubungan hubungan BBLR dengan kejadian sepsis neonatus pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka dapat dilihat pada tabel 8.
49
Tabel 8. Distribusi Hubungan BBLR dengan Kejadian Sepsis Neonatus pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka Tahun 2016. Sepsis Neonatus No
BBLR
Ya
Tidak
Jumlah
n
%
n
%
n
%
1
Ya
3
12,5
21
87,5
24
100
2
Tidak
15
32,6
31
67,4
46
100
18
25,7
52
74,3
70
100
Total
Sumber
ρValue
phi (θ)
0,124
0,218
: Data Sekunder, Diolah 20 Maret 2016
Tabel 8 menunjukkan bahwa dari 70 responden proporsi responden dengan kejadian BBLR terdapat 24 responden dengan yang mengalami sepsis neonatus sebanyak 3 responden (12,5%) dan yang tidak mengalami sepsis neonatus sebanyak 21 responden (87,5%). Sedangkan proporsi responden kejadian tidak BBLR terdapat 46 responden dengan yang mengalami sepsis neonatus sebanyak 15 responden (32,6%) dan yang tidak mengalami sepsis neonatus sebanyak 31 responden (67,4%). Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi square diperoleh nilai ρValue= 0,124. Dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05). Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis bahwa jika ρValue (0,124) > 0,05 maka H0 diterima atau Ha ditolak sehingga dapat dimaknai bahwa tidak ada hubungan antara BBLR dengan Kejadian Sepsis Neonatus pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka.
50
b. Hubungan Ketuban Pecah Dini (KPD) dengan Kejadian Sepsis Neonatus pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka Tahun 2016. Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan amnion sebelum waktunya mulai persalinan, terjadi sekitar 7-12% kehamilan. Ketuban pecah dini sering dikaitkan dengan sepsis neonatorum karena berhubungan dengan infeksi genetalia bawah ibu hamil. Infeksi genetalia bawah ibu hamil dapat menyebabkan ketuban pecah dini, demikian pula ketuban pecah dini dapat memudahkan infeksi ascendens pada bayi. Hasil analisis statistik hubungan hubungan KPD dengan kejadian sepsis neonatus pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka dapat dilihat pada tabel 9. Tabel 9. Distribusi Hubungan Ketuban Pecah Dini (KPD) dengan Kejadian Sepsis Neonatus pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka Tahun 2016 Sepsis Neonatus No 1 2
KPD Ya Tidak Total
Ya
Tidak
Jumlah
n
%
N
%
N
%
12
46,2
14
53,8
26
100
6 18
13,6 25,7
38 52
86,4 74,3
44 70
100 100
ρValue
phi (θ)
0,006
0,359
Sumber : Data Sekunder, Diolah 20 Maret 2016 Tabel 9 menunjukkan bahwa dari 70 responden proporsi responden dengan kejadian KPD terdapat 26 responden dengan yang mengalami sepsis neonatus sebanyak 12 responden (46,2%) dan yang tidak mengalami sepsis neonatus sebanyak 14 responden (53,8%). Sedangkan proporsi responden kejadian tidak KPD terdapat 44
51
responden dengan yang mengalami sepsis neonatus sebanyak 6 responden (13,6%) dan yang tidak mengalami sepsis neonatus sebanyak 38 responden (86,4%). Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi square diperoleh nilai ρValue= 0,006. Dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05). Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis bahwa jika ρValue (0,006) < 0,05 maka H0 ditolak atau H1 diterima sehingga dapat dimaknai bahwa ada hubungan antara KPD dengan Kejadian Sepsis Neonatus pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka. Dengan uji keeratan didapatkan nilai phi Ø sebesar 0,359 (hubungan sedang). c. Hubungan
Persalinan
Prematur
dengan
Kejadian
Sepsis
Neonatus pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka Tahun 2016. Kelahiran prematur yaitu bayi lahir hidup kurang dari 37 minggu kehamilan, menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas perinatal. Bayi yang lahir prematur memiliki risiko kematian yang lebih tinggi, risiko penyakit, disabilitas dalam hal motorik jangka panjang, kognitif, visual, pendengaran, sikap, emosi sosial, kesehatan, dan masalah pertumbuhan jika dibandingkan dengan bayi normal. Hasil analisis statistik hubungan hubungan Persalinan Prematur dengan kejadian sepsis neonatus pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka dapat dilihat pada tabel 10.
52
Tabel 10. Distribusi Hubungan Persalinan Prematur dengan Kejadian Sepsis Neonatus pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka Tahun 2016 No 1 2
Persalinan Prematur Ya Tidak Total
Sepsis Neonatus Ya Tidak n % n % 2 14,3 12 85,7 16 28,6 40 71,4 18 25,7 52 74,3
phi (θ)
Jumlah
ρValue
N 14 56 70
0,494 0,131
% 100 100 100
Sumber : Data Sekunder, Diolah 20 Maret 2016 Tabel 10 menunjukkan bahwa dari 70 responden proporsi responden dengan kejadian persalinan prematur terdapat 14 responden dengan yang mengalami sepsis neonatus sebanyak 2 responden (14,3%) dan yang tidak mengalami sepsis neonatus sebanyak 12 responden (85,7%). Sedangkan proporsi responden kejadian tidak mengalami kelahiran prematur terdapat 56 responden dengan yang mengalami sepsis neonatus sebanyak 16 responden (28,6%) dan yang tidak mengalami sepsis neonatus sebanyak 40 responden (71,4%). Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi square diperoleh nilai ρValue= 0,494. Dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05). Sesuai dengan dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis bahwa jika ρValue (0,494) > 0,05 maka H0 diterima atau H1 ditolak sehingga dapat dimaknai bahwa tidak ada hubungan antara persalinan prematur dengan Kejadian Sepsis Neonatus pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka.
53
C. Pembahasan Dari penelitian yang dilakukan tentang hubungan BBLR, KPD dan Persalinan Prematur Dengan Kejadian Sepsis Neonatus di BLUD RS Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka Tahun 2016 meliputi variabel yang diteliti yang akan dibahas berikut ini : 1. Hubungan BBLR dengan Kejadian Sepsis Neonatus pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka Tahun 2016 Bayi berat lahir rendah adalah adalah bayi dengan berat lahir kurang atau sama dengan 2500 gram saat lahir. Angka kematian tertinggi dan membutuhkan perawatan dan tindakan khusus terjadi pada bayi dengan berat badan lahir kurang dari 1500 gram. Pada bayi sepsis dengan berat lahir kurang dari 1500 gram lebih banyak meninggal 27,3% dari pada berat lahir lebih 2.500 gram 18,2% (Sianturi,2012). Menurut Leal (2012), BBLR tidak signifikan berpengaruh terhadap terjadinya sepsis neonaturum baik pada onset lama maupun cepat dan prevalensi bayi sepsis pada penelitian Junara (2010) sebesar 56% dengan RR =2,66 IK=1,03-6,90 artinya bahwa berat bayi lahir rendah 2,66 kali berisiko sepsis. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat secara statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh hasil p = 0, 124 (p>0,05) dengan demikian H0 diterima Ha ditolak yang berarti tidak ada hubungan antara BBLR dengan kejadian sepsis neonatus pada rumah sakit benyamin guluh Kab. Kolaka. Hal ini sesuai dengan penelitian Ningrum, N.D. 2015. yang menunjukkan bahwa BBLR tidak memiliki hubungan yang signifikan
54
dengan Kejadian Sepsis Neonatus. Sejalan dengan Ningrum, N.D. 2015 hasil penelitian dari Carolus, Winny., Rompis, Johnny., Wilar, Rocky. tentang hubungan apgar skor dan berat badan lahir dengan sepsis neonatorum yang menyatakan bahwa BBLR tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan Kejadian Sepsis Neonatus. Hasil penelitian menunjukan tidak ada hubungan antara BBLR dengan kejadian sepsis neonatus. Hal ini dipengaruhi oleh proporsi kejadian BBLR yang mengalami sepsis neonatus sebanyak 3 responden (12,5%) dan yang tidak mengalami sepsis neonatus sebanyak 21 responden (87,5%). Sedangkan proporsi responden kejadian tidak BBLR yang mengalami sepsis neonatus sebanyak 15 responden (32,6%) dan yang tidak mengalami sepsis neonatus sebanyak 31 responden (67,4%). Dari hal ini dapat dilihat perbandingan antara kejadian BBLR terhadap kejadian sepsis noenatus lebih rendah dari pada jumlah kelahiran yang tidak mengalami BBLR dan tidak mengalami sepsis, sehingga mempengaruhi hubungan antara BBLR dengan sepsis neonatus. Sebanyak 3 (12,5%) responden lahir dengan kondisi berat badan lahir rendah dengan mengalami sepsis dan 21 (87,5%) responden lahir dengan kondisi berat badan lahir rendah tidak mengalami sepsis hal ini dikarenakan sebagian besar pada saat persalinan lahir secara prematur dan normal. Selain persalinan prematur faktor lain yang berperan terhadap tidak terjadinya sepsis pada 21 (87,5%) neonatus yang BBLR yaitu hanya sebagian kecil yang mengalami ketuban pecah dini. Adapun bayi yang
55
lahir tidak mengalami BBLR namun mengalami sepsis sebanyak 15 (32,6%) sebagian besar mengalami ketuban pecah dini pada saat persalinan, sedangkan 31 (67,4%) responden lainnya lahir dengan kondisi berat badan normal dan tidak mengalami sepsis dimana sebagian besar lahir dalam kondisi tidak mengalami persalinan prematur dan tidak mengalami ketuban pecah dini pada saat persalinan. Hal ini didukung berdasarkan hasil wawancara pada petugas KIA pada saat penelitian didapatkan informasi terkait kejadian BBLR tidak selalu terjadi kejadian sepsis neonatus hal ini membuat tingkat hubungan antara BBLR pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh tidak begitu mempengaruhi sehingga tidak berhubungan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Simbolon D di RSUD Curup Kabupaten Rejang Lebong (2008), hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan berat badan lahir dengan kejadian sepsis neonatorurn. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa bayi dengan BBLR berisiko tinggi mengalami infeksi atau sepsis seonatorum. Bayi BBLR berisiko mengalami sepsis neonatom karena pada bayi dengan BBLR pematangan organ tubuhnya (hati, paru, pencernaan, otak, daya pertahanan tubuh terhadap infeksi, dll) belum sempurna, maka bayi BBLR sering mengalami komplikasi yang berakhir dengan kematian. Pada bayi berat badan normal, minggu pertama setelah lahir berat bayi akan turun, kemudian akannaik sesuai dengan pertumbuhan bayi.
56
Pada BBLR menurunnya berat badan bayi dapat terjadi setiap saat, karena biasanya ada masalah pemberian air susu ibu (ASI). Akibat bayi kurang atau tidak mampu menghisap ASI, bayi menderita infeksi atau mengalami kelainan bawaan. Demikian iuga Manuaba menyatakan bahwa bayi BBLR pusat pengatur pernafasan belum sempurna, surfaktan paru-paru masih kurang, sehingga perkembangannya tidak sempurna, otot pernafasan dan tulang iga masih lemah yang mengakibatkan oksigen masuk ke otak kurang, jika oksigen (02) kurang maka kuman anaerob mudah berkembang menyebabkan mudah terjadi infeksi (Simbolon, 2008 ) Salah satu penyebab kejadian BBLR ini adalah faktor dari ibu yang mengalami persalinan di usia prematur. Angka kejadian tertinggi pada persalinan dengan usia ibu dibawah 20 tahun dan multi gravida yang jarak kelahirannya terlalu dekat (Mitayani, 2011). Penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rizky Wirawan (2012), terdapat hubungan antara BBLR dengan terjadinya sepsis neonatorum. BBLR memiliki risiko sebesar 3 kali untuk mengalami sepsis daripada yang tidak BBLR. 2. Hubungan KPD dengan Kejadian Sepsis Neonatus pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka Tahun 2016 Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan amnion sebelum waktunya mulai persalinan, terjadi sekitar 7-12% kehamilan. Ketuban pecah dini sering dikaitkan dengan sepsis neonatorum karena berhubungan dengan infeksi genetalia bawah ibu hamil. Infeksi genetalia bawah ibu
57
hamil dapat menyebabkan ketuban pecah dini, demikian pula ketuban pecah dini dapat memudahkan infeksi ascendens pada bayi (Indrawarman, 2012). Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat secara statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh diperoleh hasil p = 0, 006 (p>0,05) dengan demikian H0 ditolak dan Ha diterima yang artinya ada hubungan antara KPD dengan kejadian Sepsis Neonatus. Hasil analisis statistik menunjukan ada hubungan antara KPD dengan kejadian sepsis neonatus. Berdasarkan proporsi kejadian KPD yang mengalami sepsis neonatus sebanyak 12 responden (46,2%) dan yang tidak mengalami sepsis neonatus sebanyak 14 responden (53,8%). Sedangkan proporsi responden kejadian tidak KPD mengalami sepsis neonatus sebanyak 6 responden (13,6%) dan yang tidak mengalami sepsis neonatus sebanyak 38 responden (86,4%). Hasil dari penelitian menunjukkan terdapat 14 (53,8%) responden lahir dengan kondisi ketuban pecah dini namun tidak mengalami sepsis. Tidak terjadinya sepsis dapat disebabkan oleh faktor berat badan normal pada saat lahir dan tidak terjadinya persalinan prematur pada saat persalinan sehingga mengurangi dari risiko terjadinya sepsis meskipun mengalami sepsis. Kemudian 6 (30,4%) responden lahir dengan kondisi tidak terjadinya ketuban pecah dini pada saat persalinan namun mengalami sepsis hal ini disebabkan oleh neonatus yang lahir dengan kondisi ketuban
58
pecah dini tidak mengalami persalinan prematur dan 5 dari 6 neonatus yang mengalami sepsis memiliki berat badan normal pada saat persalinan. Dari hal ini dapat dilihat perbandingan antara kejadian KPD terhadap kejadian sepsis noenatus lebih rendah dari pada jumlah kelahiran yang tidak mengalami KPD dan tidak mengalami sepsis, sehingga hal ini mempengaruhi tingkat hubungan antara KPD dengan kejadian sepsis neonatus. Sedangkan berdasarkan hasil analisis rekam medik diperoleh bahwa tingkat kejadian sepsis neonatus selalu terjadi pada ibu yang melahirkan dengan kondisi KPD, hal ini mengindikasikan adanya hubungan antara kejadian KPD dengan kejadian sepsis neonatus. Hal ini didukung berdasarkan hasil wawancara pada petugas KIA pada saat penelitian didapatkan informasi terkait kejadian KPD selalu terjadi kejadian sepsis neonatus hal ini membuat tingkat hubungan antara KPD pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh begitu mempengaruhi sehingga berhubungan. Serta pada saat wawancara pada petugas diperoleh informasi kejadian ketuban pecah dini dapat dipengaruhi oleh status ekonomi pasien dan sosial budaya. Menurut Betsy (2013) bahwa status sosial dan ekonomi yang rendah merupakan salah satu factor yang mempengiaruhi terjadinya ketuban pecah dini. Dalam teori Betsy (2013) status sosial dan ekonomi yang rendah merupakan salah satu faktor resiko dari ibu yang mengalami ketuban pecah dini. Status sosial dan ekonomi akan mendasari seseorang dalam bersikap dan berperilaku kesehatan selama kehamilan. Ibu yang
59
memiliki
status
sosial
dan
ekonomi
rendah
cenderung
tidak
memperhatikan kesehatan baik dirinya maupun janin yang dikandungnya sehingga faktor resiko ketuban pecah dini meningkat. Selain itu, Sepsis neonatorum sering dihubungkan dengan ketuban pecah
dini
karena
mempengaruhi.
infeksi
Infeksi
dengan
genetalia
ketuban
bawah
pada
pecah
dini
saling
ibu
hamil
dapat
menyebabkan ketuban pecah dini, demikian pula ketuban pecah dini dapat memudahkan infeksi Ascendens pada bayi. Sepsis neonatorum sering dihubungkan dengan infeksi intra natal dan infeksi postnatal terutama nosokomial. Menurut Ketut Sumiyoga dan AA Raka Budayasa (2007) insidensi sepsis neonatorum pada ketuban pecah dini kehamilan aterm adalah 4,4%. Menurut Jerome O. Remington (2002) ketuban pecah dini dapat merupakan akibat dari infeksi maupun sebagai penyebab infeksi Asendens pada bayi. Selain itu, ketuban pecah dini merupakan faktor risiko utama prematuritas yang merupakan penyumbang utama kejadian sepsis neonatorum dan kematian perinatal. Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum tanda-tanda persalinan. Insidens KPD masih cukup tinggi, ± 10% persalinan didahului oleh KPD. Hal ini dapat meningkatkan komplikasi kehamilan pada ibu maupun bayi, terutama infeksi (Gjoni M, 2001). Infeksi neonatus setelah pecah ketuban dipengaruhi oleh kolonisasi kuman Streptokokus Grup Beta, lama ketuban pecah, khorioamnionitis, jumlah
60
pemeriksaan vagina, pemberian antibiotika, dan lain lain ( Seaward P, Hannah M, dkk, 1998). Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Demsa Simbolon. yang berjudul Risk Factors Of Sepsis Neonatorum At District Hospital in curup rejang lebong pada tahun 2008 yang menemukan bahwa salah satu faktor risiko terjadinya sepsis neonatorum adalah KPD (p=0.001, OR=7.595, 95% CI 3.593;16.058). Hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa ketuban pecah dini (KPD). berisiko tinggi mengalami infeksi atau sepsis neonatorum. KPD merupakan faktor risiko terjadinya sepsis neonatorum, hal ini dapat terjadi karena KPD dapat meningkatkan komplikasi kehamilan pada ibu dan bayi terutama infeksi (Budayasa R, 2006). Bagi janin kurang bulan dengan KPD, risiko yang disebabkan kelahiran kurang bulan harus dibandingkan dengan risiko infeksi dan sepsis, yang keberadaannya di dalam rahim, bahkan dapat menjadikannya lebih problematik. Ditemukannya bakteri dengan pewarnaan gram atau biakan cairan amnion yang diperoleh pada amniosentesis berkorelasi dengan infeksi ibu berikutnya pada sekitar 50 persen kasus dan sepsis neonatal pada sekitar 25 persen (Hacker & Neville F, 2001).Dalam penelitian Suwiyoga, dkk tahun 2007 dengan menggunakan rancangan penelitian studi kohort di Indonesia menemukan bahwa KPD merupakan faktor risiko utama prematuritas yang merupakan penyumbang utama SAD dan kematian perinatal.
61
3. Hubungan persalinan Prematur dengan Kejadian Sepsis Neonatus pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka Tahun 2016 Kelahiran prematur yaitu bayi lahir hidup kurang dari 37 minggu kehamilan, menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas perinatal. Bayi yang lahir prematur memiliki risiko kematian yang lebih tinggi, risiko penyakit, disabilitas dalam hal motorik jangka panjang, kognitif, visual, pendengaran, sikap, emosi sosial, kesehatan, dan masalah pertumbuhan jika dibandingkan dengan bayi normal (Zhang et al., 2012). Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat secara statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh hasil p = 0, 494 (p>0,05) dengan demikian H0 diterima Ha ditolak yang berarti tidak ada hubungan antara persalinan prematur dengan kejadian sepsis neonatus pada rumah sakit benyamin guluh Kab. Kolaka. Hasil penelitian menunjukan tidak ada hubungan antara persalinan prematur dengan kejadian sepsis neonatus. Hal ini dipengaruhi oleh proporsi kejadian persalinan prematur yang mengalami sepsis neonatus sebanyak 2 responden (14,3%) dan yang tidak mengalami sepsis neonatus sebanyak 12 responden (85,7%). Sedangkan proporsi responden kejadian tidak mengalami kelahiran prematur yang mengalami sepsis neonatus sebanyak 16 responden (28,6%) dan yang tidak mengalami sepsis neonatus sebanyak 40 responden (71,4%). Hasil penelitian ini juga menunjukkan 12 (85,7%) responden lahir prematur dengan tidak mengalami sepsis hal ini dikarenakan sebagian
62
besar responden lahir dengan mengalami ketuban pecah dini yaitu sebanyak 11 neonatus dari total 12 responden yang mengalami persalinan prematur. Sedangkan 16 (28,6%) responden lahir normal dengan mengalami sepsis hal ini dikarenakan sebagian besar responden lahir dengan kondisi ketuban pecah dini yaitu sebanyak 10 dari total 16 responden. Dimana ketuban pecah dini merupakan faktor risiko tinggi terjadinya sepsis dalam penelitian ini. Berdasarkan data rekam medik yang diperoleh menunjukkan bahwa jumlah bayi lahir dengan kejadian persalinan prematur yaitu 2 bayi dengan kejadian sepsis neonatus, sedangkan bayi lahir tanpa kejadian persalinan prematur yaitu 16 bayi dengan kejadian sepsis neonatus. Hal ini mempengaruhi tingkat pengaruh dan hubungna persalinan prematur terhadap sepsis neonatus. Serta berdasarkan hasil wawancara pada petugas KIA pada saat penelitian didapatkan informasi terkait kejadian persalinan prematur tidak selalu terjadi kejadian sepsis neonatus hal ini membuat tingkat hubungan antara persalinan prematur pada BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh tidak begitu mempengaruhi sehingga tidak berhubungan. Hasil dari penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa Semakin kecil usia kehamilan maka kematian akan semakin tinggi, terutama pada kelompok usia kehamilan <37 minggu. Dinyatakan bahwa prematuritas merupakan faktor yang berhubungan dengan infeksi dan insidensi dapat meningkat 3-10 kali dibandingkan dengan neonatus usia kehamilan normal. Beberapa hal yang mungkin menjadi penyebabnya
63
yaitu: (1) infeksi saluran genital ibu sebagai penyebab utama persalinan prematur, (2) frekuensi infeksi intraamnion berbanding terbalik dengan usia kehamilan, (3) neonatus prematur mempunyai respons imun yang belum matang, dan juga (4) neonatus prematur sering memerlukan pemasangan akses vena yang lebih lama, intubasi endotrakea, atau prosedur invasif lainnya yang menjadi tempat masuknya kuman atau gangguan mekanisme pertahanan tubuhnya, baik mekanis maupun imunologis (Leifinam, dkk, 2012). Persalinan premature bukan satu-satunya faktor yang dapat menyebabkan sepsis pada neonatus, namun bersifat multifaktor dimana terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan sepsis. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lihawa, dkk, 2013 dimana dari hasil penelitian menunjukkan persalinan prematur berisiko 4 kali lebih tinggi dibandingkan bayi-bayi yang lahir cukup bulan. Hasil penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Suwiyoga, dkk tahun 2007 dengan menggunakan rancangan penelitian studi kohort di Indonesia menemukan bahwa prematuritas merupakan penyumbang utama SAD dan kematian perinatal.
64
V. PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada kejadian di Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka mengenai hubungan BBLR, Ketuban Pecah Dini (KPD), dan Persalinan Prematur dengan kejadian Sepsis Neonatus di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka tahun 2016. Maka dapat disimpulkan beberapa hal yaitu : 1. Tidak ada hubungan antara BBLR dengan kejadian Sepsis Neonatus di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit
Benyamin Guluh
Kabupaten Kolaka tahun 2016. 2. Ada hubungan antara KPD dengan kejadian Sepsis Neonatus di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit
Benyamin Guluh Kabupaten
Kolaka tahun 2016. 3. Tidak ada hubungan antara Persalinan Prematur dengan kejadian Sepsis Neonatus di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka tahun 2016. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Benyamin Guluh Kab. Kolaka, maka saran yang dapat diberikan yaitu : 1. Adanya program dari pihak rumah sakit terutama bidang Kesehatan Ibu dan Anak untuk menindak lanjuti kejadian BBLR pada bayi. Hal ini 64
65
dilakukan untuk menurunkan anggka kejadian BBLR pada bayi wilayah kolaka. 2. Adanya penanganan yang tepat dan cepat pada bayi yang lahir prematur untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan bada bayi. 3. Adanya penanganan yang cepat dan tepat pada pasien yang mengalami KPD untuk menghindarkan terjadianya penyakit yang tidak diinginkan terjadi pada bayi.
66
DAFTAR PUSTAKA Aminullah, A. 2014. Sepsis Pada Bayi Baru Lahir. Dalam: Kosim,M.S., Yunanto,A., Dewi,R., Sarosa,G.I., Usman,A. Edisi keempat: Ikatan Dokter Anak Indonesia. h.170-187. Jakarta Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu pendekatan Praktik.(Edisi Revisi) : Rineka Cipta. Jakarta Asindi A, Bilal N, AL-shehri M. Neonatal sepsis. Saudi Med J 1999;20:942-6 Betsy, Kennedy. (2013) Modul manajemen intrapartum. Alih Bahasa Esty Wahyuningsih: EGC. Jakarta Bobak. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Edisi 4 : EGC. Jakarta Budayasa R. 2006. Peranan Faktor Risiko KPD Terhadap Insidens Sepsis Neonatorum dini pada Kehamilan Aterm. Jakarta DINKES SULTRA. 2014. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2014. Kolaka Efendi, SH. 2013. Sepsis Neonatal ; Penatalaksanaan Terkini serta Berbagai Masalah Dirematis. Gjoni M. preterm preature rupture of the membrane. Matweb Network . 2001 Guyton A. C., Hall J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.EGC. P. 208 – 212, 219 – 223, 277 – 282, 285 – 287. Jakarta Hacker, Neville F. 2007. Essensial Obstetri dan Ginekologi. Alih Bahasa: Edi Nugroho. Ed ke-2.Hipokrates. Jakarta Hermawan., Tetty Yuniati., Aris Primadi. 2015. Hubungan antara Hipokalsemia dan Prognosis Buruk pada Sepsis Neonatal. Sari Pediatri, Vol. 16, No. 6, April 2015 Indrawarman, Danny. 2012. Hubungan Antara Ketuban Pecah Dini dengan Terjadinya Sepsis Neonatorum di Rsud Dr Moewardi. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta 2012. Jarome O, Ramington JG. 2002. Current concept of infection of the fetus and newborn infant In: Infectious disease fetus and newborn . 4th ad.WB Saunders Co, NewYork . Jumah DS, dkk. 2007. Predictors of Mortality Outcome in Neonatal Sepsis. The Medical Journal of Basrah University Vol. 25, No. 1, 2007. Junara, P. 2015. Insiden dan Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Sepsis Neonatus di RSUP Sanglah Denpasar. http://saripediatri.idai.or.id 66 66
67
Juniatiningsih, Anita., Asril Aminullah,. Agus Firmansyah. 2008. Profil Mikroorganisme Penyebab Sepsis Neonatorum di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Sari Pediatri, Vol. 10, No. 1, Juni 2008. Jakarta Karnen Garna Baratawidjaya., Iris Rengganis. 2006. Imunologi Dasar. Dalam: Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K., Siti Setiati, editor: Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 4. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta Kartikasari, Ratih Indah. 2010. Hubungan Faktor Risiko Multiparitas Dengan Persalinan Preterm Di Rsud Dr. Soegiri Lamongan. Skripsi Program Studi Div Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta 2010. Surakarta Klein, J. O. “Bacteriology of neonatal sepsis,” Pediatric Infectious Disease Journal, vol. 9, no. 10, pp. 777s–778, 1990. Kosim, M. S., Rini, A.E., Suromo, L.B., 2010. Faktor Risiko Air Ketuban Keruh Terhadap Kejadian Sepsis Awitan Dini pada Bayi Baru Lahir. , 12(3), pp.135–141. Leal, A.Y., dkk. 2012. Risk Factor and prognosis for neonatal sepsis in shoutheastern Mexico:analysis of a four-year historic cohort follow-up. (serial online), (diunduh 28 Maret 2016). Tersedia :http://www.biomedcentral.com Leifinam dkk,2012. Kadar Laktat Darah sebagai Faktor Risiko Mortalitas Pada Sepsis Neonatorum. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung. Lemeshow, S. & David W.H.Jr, 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan (terjemahan), Gadjahmada University Press, Yogyakarta Lihawa Maria Y. 2014. Hubungan Jenis Persalinan Dengan Kejadian Sepsis Neonatorum Di Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. Lowing, Joshua G. A. Rudy Lengkong., Maya Mewengkang. 2015. Gambaran Ketuban Pecah Dini Di Rsup Prof Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal EClinic (Ecl), Volume 3, Nomor 3, September-Desember 2015 Manuaba, Ida Bagus Gede. 2008. Gawat Darurat Obstetri Ginekologi. EGC. Jakarta Manuaba, I. A. C., Ida B. G. M. 2009. Gadar Obstetri & Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan.EGC. Jakarta
67
68
.(2010) Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, Dan Kb Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran Egcwinkjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Pt Bina Pustaka. Jakarta Maryunani, A. dan Nurhayati ., 2009. Asuhan Kegawatdaruratan Dan Penyulit Pada Neonatus. CV. Trans Info Media, Jakarta Maryuni, A. 2013. Asupan Bayi dengan Berat Badan lahir Rendah. Konsep Dasar Asuhan Bayi BBLR. CV. Trans Info Media : Jakarta. Mitayani.2011.Asuhan Keperawatan Maternitas.Salemba Medika : Jakarta Mochtar, R., Lutan, D. 1998. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi & Obstetri Patologi. EGC Jakarta Mochtar, R. 2005. Sinopsis Obstetri. EGC. Jakarta. Morgan,Gery. (2009). Obstetri Dan Ginekologi. Egc. Jakarta Ningrum, Novrika Dwi and Radityo S, Adhie Nur (2015) Faktor Ibu Dan Bayi Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Sepsis Neonatorum Awitan Dini Pada Bayi Prematur. Undergraduate thesis, Faculty of Medicine. Nugroho,Taufan.(2010).Buku Ajar Obstetri. Nuha Medika , Yogyakarta Notoatmodjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. . 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT Rineka Cipta. Jakarta. Novhita Paembonan,, Jumriani Ansar , Dian Sidik Arsyad. 2012. Faktor Risiko Kejadian Kelahiran Prematur Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Siti Fatimah Kota Makassar. Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Makassar. Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Keperawatan.Salemba Medika, Jakarta.
Metodologi
Penelitian
Ilmu
Oroh Siva, Suparman Eddy Hermie M. M. Tendean. 2015. Karakteristik Persalinan Prematur Di Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal EClinic (Ecl), Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus 2015. Manado. Prawirohardjo, Sarwono. 2004. Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. . 2005. Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga, Cetakan Ketujuh, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. . 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. . 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka 68
69
Proverawati Atikah, & Ismawati Cahyo, S. (2010). BBLR : Berat Badan Lahir Rendah. Nuha Medika. Yogyakarta Putra, SR. 2012. Asuhan Neonatus, Bayi, dan Balita untuk Keperawatan dan Kebidanan. D-Medika: Yogyakarta. Raden, Narasky Syarif. Pengaruh Antara Bayi Berat Badan Lahir Rendah Dengan Terjadinya Sepsis Neonatorum Di Rsud Dr. Moewardi Surakarta. Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta 2008. Surakarta. Radhy H. Neonatal sepsis causative agents and outcome. Thesis submitted to the Iraqi commission for medical specialization 2001: 1-36. Ramdani, Intan Fitri. Dicky Santosa, Risky Suganda. 2014. Faktor Penyulit pada Bayi Lahir Rendah (BBLR) yang Dirawat di RSUD Al – Ihsan Bandung Tahun 2014. Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung. Rizky Wirawan. 2012. Hubungan Antara Bayi Berat Lahir Rendah ( Bblr ) Dengan Terjadinya Sepsis Neonatorum. Universitas Muhammadiyah Surakarta Rompas J. 2004. Pengelolahan Persalinan Prematur. Bagian/Smf Obstetri Dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi/Rumah Sakit Umum Pusat Manado, Manado. RSUD Benyamin Guluh, 2014. Laporan Jumlah kejadian Sepsis Neonatus tahun 2015. Kolaka. Salenda, Praevilia M. 2012. Sepsis Neonatorum Dan Pneumonia Pada Bayi Aterm. Jurnal Biomedik (JBM), Volume 4, Nomor 3, Suplemen, November 2012, hlm. S175-179 Seaward P,Hannah M,Myhr T,Farine D, Ohlsson A, Wang E. International multicenter term PROM study. Evaluation of predictors of neonatal infection in infant born to patients with premature rupture of membrane. Am J Obstet gynecol. 1998 Sianturi, dkk. 2012. Gambaran Pola Resistensi Bakteri di Unit Perawatan Neonatus. Jurnal Teknologi Kesehatan 2012. Vol.13, No.6, April 2012. Sianturi I.D.M., 2009. Karakteristik Ibu Yang Melahirkan Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Rumah Sakit Santa Elisabeth Pada Tahun 2003- 2006. Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Setiati dan Ardikusumah. 1991. Pengelolaan Sepsis Neonatorum.
69
70
Simbolon D. 2008. Faktor Resiko Sepsis Pada Bayi Baru Lahir di RSUD Curup Kabupaten Rejang Lebong. Buletin Panel Kesehatan vol 36. Politeknik Kesehatan Bengkulu, 2008. Bengkulu Sofwan, Rudianto., Sansen Suhelda., Stefanus Lembar. 2010. Prokalsitonin sebagai kandidat Petanda Inflamasi pada Sepsis Neonatus. Vol. 9. No. 1 Februari 2010 : hlm. 38-44. Sulistyorini, Dewie dan Shinta Siswoyo Putri. 2014. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Bblr di Puskesmas Pedesaan Kabupaten Banjarnegara Tahun 2014. Politeknik Banjarnegara Sumiyoga K dan AA Raka Budayasa. 2007. Peran Korioamniotis Klinik, Lama Ketuban Pecah, dan Jumlah Pemeriksaan Dalam pada Ketuban Pecah Dini Kehamilan Aterm Terhadap Kejadian Sepsis Neonatorum Dini. Denpasar: Sub Divisi Obstertri Sosial Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Bali. Bali Surasmi, A. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. EGC, Jakarta Utomo, Arie Haryo. 2013. Analisa Masalah Ketuban Pecah Dini Terhadap Paritas Di Rs Pku Muhammadiyah Surakarta. Skripsi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta WHO. WHO statistics 2011. http://www.doh.gov.za/docs/stats/2011/who.pdf. Diakses pada 23 Desember 2015. WHO 2012. ‘Born Too Soon; The Global Action Report on Preterm Birth’. Wiknjosastro. 2005. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta: YBP-SP Wilar R, Kumalasari E, Suryanto DY, Gunawan S. 2010. Faktor risiko sepsis awitan dini. Sari Pediatri. 2010;12:265-8. Wulandari, Fitria. 2014. Asuhan Kebidanan pada By. A Umur 6 Hari dengan Sepsis Neonatorum di RSUD Dr. Moewardi di Surakarta Tahun 2014. Sejolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada Surakarta. Surakarta. Zhang, Y.-P., Liu, X.-H., Gao, S.-H., Wang, J.-M., Gu, Y.-S., Zhang, J.-Y., Zhou, X. & Li, Q.-X. 2012. ‘Risk Factors for Preterm Birth in Five Maternal and Child Health Hospitals in Beijing’. 7.
70
LAMPIRAN
Lampiran 1
LEMBAR CEKLIS HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR), KETUBAN PECAH DINI (KPD), DAN PERSALINAN PREMATUR DENGAN KEJADIAN SEPSIS NEONATUS DI BLUD RUMAH SAKIT BENYAMIN GULUH KABUPATEN KOLAKA TAHUN 2016 A. Karakteristik Responden Nama Ibu
:
Umur
:
Jenis Kelamin Bayi 2. Perempuan B. Variabel Penelitian
: 1. Laki-laki
LEMBAR CEKLIS Item
Hasil
Postur, Tonus danaktivitas
Normal
Tidak Normal
Kulitbayi
Normal
Tidak Normal
Pernapasanketikabayisedangtidakmenangis (Asfiksia) Detakjantung
Normal
Tidak Normal
Normal
Tidak Normal
Mata
Normal
Tidak Normal
Mulut ( lidah, selaput lender)
Normal
Tidak Normal
Alatkelamin
Normal
Tidak Normal
Beratbadan
Normal
BBLR
Panjangbadan
Normal
Tidak Normal
Lingkarkepala
Normal
Tidak Normal
Waktukelahiran (Bulan)
Normal
Prematur
Prosedurmelahirkan
Normal
OperasiSesar
Air Ketuban
Normal
KPD
Lampiran 2
Master Tabel Hubungan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), Ketuban Pecah Dini (KPD) Dan Persalinan Premature Dengan Kejadian Sepsis Neonates Di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Benyamin Guluh Kabupaten Kolakaka Tahun 2016
No. R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 R21 R22 R23 R24 R25 R26 R27 R28 R29 R30 R31
Umur 19 24 26 31 26 19 24 24 27 18 26 20 24 24 19 23 19 25 25 26 26 21 31 24 30 22 34 28 25 25 25
JK Anak L L L L P P P L P L L L P P L P L L L L L L L P P P L P P P L
BBLR tidak tidak tidak tidak ya tidak tidak tidak tidak ya tidak tidak tidak tidak ya ya ya tidak tidak ya tidak ya tidak tidak ya tidak tidak tidak tidak tidak tidak
PREMATUR ya tidak tidak tidak tidak ya tidak tidak tidak ya tidak ya tidak tidak ya tidak ya tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak
KPD Ya tidak Ya Ya Ya Ya Ya tidak Ya tidak Ya tidak Ya tidak Ya tidak tidak Ya tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak Ya tidak Ya tidak tidak
SEPSIS ya tidak ya ya ya ya ya tidak tidak tidak ya tidak ya tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak ya tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak
R32 R33 R34 R35 R36 R37 R38 R39 R40 R41 R42 R43 R44 R45 R46 R47 R48 R49 R50 R51 R52 R53 R54 R55 R56 R57 R58 R59 R60 R61 R62 R63 R64 R65 R66 R67 R68 R69 R70
19 25 22 22 27 23 20 29 27 22 33 22 31 23 34 25 20 28 25 21 23 19 26 26 20 23 20 31 27 27 34 19 30 24 31 26 26 33 22
L L L P L P L L L L P L L P L P P L P L L P P P L L P L L P P L P L P L p P P
ya tidak tidak tidak tidak ya ya tidak tidak tidak ya tidak tidak tidak tidak tidak ya tidak ya tidak tidak ya ya tidak ya tidak ya ya tidak tidak ya ya tidak tidak tidak ya tidak ya ya
ya tidak tidak tidak tidak tidak ya tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak ya tidak tidak tidak tidak ya tidak tidak ya tidak ya tidak tidak tidak tidak ya tidak tidak tidak tidak tidak ya tidak
tidak tidak tidak tidak Ya Ya tidak Ya tidak tidak tidak Ya tidak tidak tidak tidak tidak tidak Ya tidak Ya tidak tidak Ya tidak Ya tidak tidak tidak Ya Ya tidak Ya tidak tidak Ya Ya tidak tidak
tidak tidak tidak ya tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak ya tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak ya ya tidak tidak ya ya ya ya ya tidak tidak
Lampiran 3 Tabel Crosstab
Case Processing Summary Cases Valid n
Missing
Percent
n
Total
Percent
n
Percent
berat badan lahir rendah * 70
sepsis
100.0%
0
.0%
70
100.0%
berat badan lahir rendah * sepsis Crosstabulation Sepsis tidak Berat badanlahir
tidak
rendah
Count % within berat badan lahir rendah
ya
Count % within berat badan lahir rendah
Total
Count % within berat badan lahir rendah
Ya
Total
31
15
46
67.4%
32.6%
100.0%
21
3
24
87.5%
12.5%
100.0%
52
18
70
74.3%
25.7%
100.0%
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
df
Likelihood Ratio
sided)
a
1
.068
2.369
1
.124
3.635
1
.057
3.339 b
sided)
Fisher's Exact Test
sided)
.087
Linear-by-Linear
3.291
Association N of Valid Cases
Exact Sig. (1-
b
1
.058
.070
70
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,17. b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures Value Nominal by Nominal
Phi
Approx. Sig.
-.218
.068
Cramer's V
.218
.068
Contingency Coefficient
.213
.068
N of Valid Cases
70
Case Processing Summary Cases Valid n
Missing Percent
n
Total
Percent
n
Percent
Ketuban pecah dini * sepsis
70
100.0%
0
.0%
70
100.0%
Ketuban pecah dini * sepsis Crosstabulation sepsis tidak Ketuban pecah tidak dini
Count % within ketuban pecah dini
ya
dini Total
6
44
86.4%
13.6%
100.0%
14
12
26
53.8%
46.2%
100.0%
52
18
70
74.3%
25.7%
100.0%
Count % within ketuban pecah dini
Total
38
Count % within ketuban pecah
ya
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.003
7.424
1
.006
8.866
1
.003
9.047 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear
8.917
Association N of Valid Cases
.004
b
1
.003
70
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,69. b. Computed only for a 2x2 table
.003
Symmetric Measures Value Nominal by Nominal
Approx. Sig.
Phi
.359
.003
Cramer's V
.359
.003
Contingency Coefficient
.338
.003
N of Valid Cases
70
Case Processing Summary Cases Valid n Persalinan prematur * sepsis
Missing
Percent 70
n
100.0%
Total
Percent 0
n
.0%
Percent 70
100.0%
Persalinan prematur * sepsis Crosstabulation Sepsis tidak Persalinan
tidak
prematur
Count % within Persalinan prematur
ya
Count % within Persalinan prematur
Total
Count % within Persalinan prematur
Ya
Total
40
16
56
71.4%
28.6%
100.0%
12
2
14
85.7%
14.3%
100.0%
52
18
70
74.3%
25.7%
100.0%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
df a
1
.274
.566
1
.452
1.317
1
.251
1.197 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.494
Linear-by-Linear
1.179
Association N of Valid Cases
b
1
.232
.277
70
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,60. b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures Value Nominal by Nominal
N of Valid Cases
Phi
Approx. Sig.
-.131
.274
Cramer's V
.131
.274
Contingency Coefficient
.130
.274
70
Lampiran 4 Tabel Distribusi Responden
Statistics
umur n
Valid Missing
Jenis kelamin
Berat badan
Ketuban
Persalinan
lahir rendah
pecah dini
prematur
sepsis
70
70
70
70
70
70
0
0
0
0
0
0
umur
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
<20
13
18.6
18.6
18.6
20-30
45
64.3
64.3
82.9
30-40
12
17.1
17.1
100.0
Total
70
100.0
100.0
Jenis kelamin
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
laki-laki
34
48.6
48.6
48.6
perempuan
36
51.4
51.4
100.0
Total
70
100.0
100.0
Lampiran 5 Tabel Distribusi Variabel
Berat badan lahir rendah
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
tidak
46
65.7
65.7
65.7
ya
24
34.3
34.3
100.0
Total
70
100.0
100.0
Ketuban pecah dini
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
tidak
44
62.9
62.9
62.9
ya
26
37.1
37.1
100.0
Total
70
100.0
100.0
Persalinan prematur
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
tidak
56
80.0
80.0
80.0
ya
14
20.0
20.0
100.0
Total
70
100.0
100.0
sepsis
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
tidak
52
74.3
74.3
74.3
ya
18
25.7
25.7
100.0
Total
70
100.0
100.0
Lampiran 6
DOKUMENTASI
BLUD RS Benyamin Guluh
Proses Pencatatan Rekam Medik
Rekam Medik Kelahiran
Profil Rumah Sakit Tahun 2014
Proses Pengambilan Rekam Medik
Proses Pengambilan Rekam Medik