SKRIPSI DAKWAH DALAM BIROKRASI : Analisis Kiprah Dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Penyiaran Islam (S. Kom. I)
Oleh: HAGIAN AGUSTINA SUKARNA NIM. 108051000044
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H/2013 M
LEMBAR PERNYATAAN Assalamu’ alaikum Wr. Wb. Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah penulis skripsi yang berjudul “Dakwah Dalam Birokrasi : Analisis Kiprah Dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM”, dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memnuhi salah satu persyaratan gelar sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan dalam bentuk referensi, baik footnote, maupun daftar pustaka, sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan merupakan karya asli atau duplikasi karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Demikian lembar pernyataan ini dibuat, sehingga dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 19 Mei 2013
Hagian Agustina Sukarna
i
ABSTRAK Dakwah merupakan gerakan suci yang diwajibkan Allah SWT kepada seluruh hamba-Nya. Gerakan ini tidak lain bertujuan untuk terciptanya masyarakat yang beriman, bertakwa dan sejahtera. Namun untuk mencapai semua itu butuh proses dan waktu yang cukup lama. Untuk mengantisipasi lambannya pesan dakwah yang disampaikan, maka dibutuhkan teknik atau seni khusus dalam proses penyampaiannya. Teknik ataupun seni dalam penyampaian dakwah dapat berupa metode pendekatan-pendekatan struktural maupun kultural. Kedua pendekatan tersebut diibaratkan sebagai dua pasang kaki dan tangan yang saling menyempurnakan. Pendekatan struktural merupakan pendekatan dakwah dengan memanfaatkan kekuatan struktur organisasi. Sedangkan dakwah kultural merupakan pendekatan dakwah pada ranah personal. Melalui kedua pendekatan tersebut, Mayjen TNI (Purn). Drs. H. Kurdi Mustofa, MM, mencoba mendakwahkan ajaran Islam dalam birokrasi. Dari konteks di atas, maka timbul pertanyaan : Bagaimana kiprah dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM selama menjadi birokrat pemerintahan ? Apa bentuk gagasan dan rekomendasi Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM yang berwujud kepentingan dakwah Islam selama berkiprah dalam birokrasi pemerintahan ? Di dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif. Penulis menggambarkan secara faktual apa yang dilihat dan ditemukan dari objek penelitian dan menuangkannya ke dalam tulisan. Metode ini juga didukung dari hasil wawancara dan studi dokumentasi yang dilakukan penulis kepada objek penelitian beserta tulisan-tulisan yang menyangkut dengan judul skripsi. Kiprah dakwah dalam birokrasi yang dilakukan oleh Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM merupakan sebuah proses pentransferan nilai-nilai ajaran Islam dengan cara memanfaatkan profesi pekerjaan. Menanamkan pemahaman bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin bagi kalangan birokrat adalah tujuan utamanya. Sehingga dapat tercipta birokrat-birokrat yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai ke Islaman pada setiap kebijakan yang lahir.
KATA PENGANTAR
Kalimat syukur serta pujian-pujian agung yang suci hanya ingin penulis persembahkan kepada Allah SWT. Karena atas segala anugerah dan kesempatan yang diberikan kepada penulis sehingga skripsi berjudul “Dakwah Dalam Birokrasi : Analisis Kiprah Dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM” dapat selesai sesuai harapan. Membuat sebuah karya tulis tentu melewati banyak fase kerumitan. Namun fase-fase tersebut dapat penulis lewati dengan perjuangan sepenuh hati. Karya ini tercipta berkat dukungan dari banyak pihak yang telah memberikan kontribusi
maksimal
kepada
penulis.
Dengan
segala
kelebihan
dan
kekurangannya, karya tulis ini bermetamorfosa dari sebuah potongan-potongan lembar tulisan menjadi layaknya sebuah file yang utuh dan bermanfaat di kemudian hari. Beberapa pihak sudah seyogyanya penulis sebut sebagai bentuk terima kasih dan rasa takzim atas segala yang mereka berikan. Mereka yang sangat berjasa pada pengerjaan skripsi ini adalah: 1. Bapak Dr. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Wadek 1 Drs. Wahidin Saputra, M.A, Wadek II Drs. H. Mahmud Jalal, M.A, Wadek III Drs. Study Rizal LK, M.A. 2. Bapak Drs. Jumroni, M.Si dan Ibu Umi Musyarofah, M.A selaku Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
iii
3. Bapak Dr. Sihabudin Noor, MA, dosen pembimbing yang
sangat
banyak membantu proses penyelesaian penulisan skripsi ini. Seorang dosen yang membuat penulis dapat bekerja semangat dan sepenuh hati. 4. Bapak Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM, sebagai objek sekaligus narasumber penelitian ini. Terima kasih atas segala budi baik serta tulus ikhlas yang telah bapak berikan, sehingga terlahir sebuah karya tulis akhir penulis sebagai mahasiswa. 5. Ayahanda H. Karna dan Ibunda Hj. Sopiah, orang tua penulis yang selalu memberikan doa dalam sujudnya, semangat dalam nasihatnya dan nikmat dalam setiap kirimannya. Terima kasih juga kepada Azhar Sukarna Putra, seorang adik yang ikhlas menunggu lama kakaknya menjadi sarjana. 6. Sungguh saya ucapkan terima kasih kepada Bung Abraham Zakky, Bung Sabqi, Bung Ubaidillah, Bung Adi Hidayat Salam, Bung Firman Aulia dan Bung Ikhwan. Merekalah para penghuni ruang bersejarah bernama Kos Djati. 7. Ucapan terima kasih dan salam rindu yang mendalam kepada para penghuni Kelas Istimewa KPI B 2008. Kelas yang banyak melahirkan mahasiswa-mahasiswa kritis dan cerdas. 8. Kepada sahabat Rajasa Ar Razy Sukaton dan Amalia Indah, terima kasih telah banyak memberikan kontribusi maksimal. Terima kasih untuk waktunya, pemikirannya serta rumahnya.
iv
DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN......................................................................................................i ABSTRAK................................................................................................................................ii KATA PENGANTAR.............................................................................................................iii DAFTAR ISI.............................................................................................................................v BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1 A. Latar Belakang Masalah.....................................................................................1 B. Batasan dan Rumusan Masalah..........................................................................8 C. Tujuan Penelitian................................................................................................9 D. Manfaat Penelitian..............................................................................................9 E.
Metodologi Penelitian......................................................................................10
F.
Tinjauan Pustaka…..........................................................................................13
G. Sistematika Penulisan.......................................................................................14 BAB II
LANDASAN TEORI.............................................................................................16 A. KiprahDakwah….............................................................................................16 1. Pengertian Kiprah…...…………….………………………………….16 2. Pengertian Dakwah…………………………………………………...17 B. Unsur-UnsurDakwah.......................................................................................20 1. Tujuan Dakwah…………....………………………………………….20 2. Materi Dakwah…………………………………………………….....21 3. Subjek dan Objek Dakwah…………………………………………...23 4. Metode Dakwah………………………………………………………28 5. Media Dakwah………………………………………………………..33 C. Birokrasi 1. Pengertian Birokrasi………………………………………………….35
v
BAB III PROFIL MAYJEN TNI (Purn) Drs. H. KURDI MUSTOFA, MM…………..37 A. Biografi Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM……………..........37 1. Riwayat Hidup………………………………………………………..37 2. Karir Dalam Lingkungan Birokrasi Kekuasaan……………………...38 BAB IV ANALISIS DAKWAH DALAM BIROKRASI : Mayjen TNI (Purn) Drs. H.KURDI MUSTOFA, ,MM……………….………………………………………………………………43 A. Dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM…………………..43 1. Dakwah Struktural Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM……………………………………………………………………….46 2. Dakwah Kultural Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM……………………………………………………………….............50 3. Dakwah Bi Lisan………………………………...……………..………...53 4. Dakwah Bil Qolam (Kitabah)……………………………………………54 5. Dakwah Bil Hal…………………………………………………………..55 B. Materi Dakwah Yang DisampaikanMayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM…………………………………………………………………………...59 C. Faktor Pendukung Dan Penghambat Dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM………………………………………………………….60 BAB V PENUTUP..................................................................................................................63 A. Kesimpulan.......................................................................................................63 B. Saran.................................................................................................................64 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................66 LAMPIRAN
vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama yang diturunkan secara menyeluruh. Ajaran dalam agama Islam diharapkan bisa dimaknai secara baik dan lengkap oleh manusia. Karena di dalamnya terdapat berbagai macam sistem serta ajaran-ajaran yang bertuju pada setiap aspek kebaikan individu maupun kemaslahatan manusia. Untuk itulah manusia memerlukan seperangkat ilmu pengetahuan yang dapat menggerakkan dan menuntun manusia sebagai khalifah di muka bumi. Salah satu perangkat-perangkat penting ilmu pengetahuan yang dikenal dalam Islam adalah ilmu dakwah. Definisi dakwah dalam Islam diartikan sebagai seruan dan ajakan untuk berbuat amar ma’ruf nahyi munkar. Dakwah juga dapat disebut sebagai kendaraan operasional seorang muslim untuk mempromosikan Islam secara baik dan luas. Sehingga Islam dapat dikenal sebagai agama rahmatan lil alamin. Dakwah mempunyai dua dimensi besar, pertama, dakwah yang mencakup pesanpesan kebenaran, yaitu dimensi ke-risalah-an (bil ahsan al aqwal). Kedua, dakwah yang mencakup pengaplikasian nilai-nilai kebenaran, yang merupakan dimensi ke-rahmat-an (bil ahsan al amal). Sehingga secara garis besar, dakwah mempunyai dua pendekatan, yaitu dakwah kultural dan struktural.1
1
Said Agil Husin Al Munawwar, Kata Sambutan Dalam Buku Metode Dakwah, Himpunan Rahmat Semesta, ( Jakarta : Prenada Media, 2003). Cet.Pertama. h. viii
1
2
Dakwah kultural adalah dakwah yang mempunyai prinsip lebih menekankan pendekatan Islam secara kultural. Artinya bahwa dakwah kultural sangat akomodatif terhadap nilai budaya tertentu secara inovatif dan kreatif tanpa menghilangkan sisi substansial keagamaan yang benar. Dakwah kultural terletak pada nilai-nilai universal kemanusiaan, menerima kearifan dan kecerdasan lokal, dan mencegah kemunkaran dengan memperhatikan sifat individu manusia maupun sosial. Sehingga menimbulkan kesadaran dan kesepahaman nilai-nilai yang baik dalam ajaran Islam.2 Sedangkan dakwah struktural adalah kegiatan dakwah yang menjadikan kekuasaan birokrasi ataupun kekuatan politik sebagai alat untuk memperjuangkan Islam. Karenanya dakwah struktural lebih bersifat top-down. Hingga dalam praktiknya, aktivis dakwah struktural bergerak mendakwahkan ajaran Islam dengan memanfaatkan struktur sosial, politik, maupun ekonomi yang ada, guna menjadikan ajaran Islam sebagai basis atau landasan kebijakan, sehingga nilainilai Islam mengejawantah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.3 Saat ini, semangat umat Islam untuk menanamkan nilai-nilai keIslaman pada berbagai aspek kehidupan makin berkembang. Islam tidak lagi diartikan sebagai sebuah ritual belaka, tetapi sudah tumbuh di kalangan umat Islam Indonesia yang menjadikan Islam sebagai sumber nilai. Islam makin dipahami
2
Muhammad Sulthon, Desain Ilmu Dakwah (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003), cetakan pertama,. h. xiv 3 ibid., h, xv
3
sebagai kesadaran spiritual. Gejala ini makin tumbuh khususnya di kalangan masyarakat kota. Begitu juga di kalangan pemuda dan berpendidikan.4 Dakwah menyeru manusia untuk kembali kepada nilai-nilai Islam secara maksimal, sehingga bisa dilakukan oleh siapapun, di manapun dan apapun profesinya. Apakah ia seorang ekonom, pengusaha, pendidik, teknokrat, birokrat, buruh, petani dan politikus sekalipun.5 Untuk itulah dakwah bukan sesuatu yang antagonis bagi semua aspek, akan tetapi merupakan lahan dakwah yang potensial. Sebagaimana Allah SWT berfirman :
Artinya: Katakanlah: "Hai manusia Sesungguhnya Aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitabNya) dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk". (QS. AL-A’raf: 158)
Dakwah yang merupakan titik berat di sini adalah yang menyangkut segi duniawi
atau segi
mu’amalah,
yaitu segi
hubungan manusia
dengan
lingkungannya termasuk yang berkaitan dengan kekuasaan. Dalam Kaidah Islam dinamakan al- baraatul ashliyah yang berarti bahwa “dalam urusan hidup
4
Kurdi Mustofa, Dakwah Di Balik Kekuasaan (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2012). Cet. Pertama, h.67 5 Sa’id Al-Qahthani, Menjadi Da’i Yang Sukses (Jakarta :Qitshi Press, 2005) cetakan pertama, h.81
4
keduniaan, semua perkara dibolehkan, kecuali yang terlarang. Termasuk untuk memasuki dunia yang lekat dengan kekuasaan.6 Diceritakan dalam sejarah, bahwa Nabi Yusuf pernah terlibat dalam pemerintahan dan menjadi Menteri Perbendaharaan Negara, beliau menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara pemerintahan negara dengan professional. Keterlibatan Nabi Yusuf dalam pemerintahan yang kufur didasarkan atas pertimbangan rasional dan profesional. Beliau masuk dalam pemerintahan adalah hal yang sulit terelakkan. Karena ketika itu penguasa melihat beliau sebagai orang yang dapat dipercaya dan memiliki keahlian. Momentum ini dimanfaatkan oleh Nabi Yusuf untuk menyebarkan nilai-nilai ketauhidan kepada Allah SWT. Belajar dari kisah Nabi Yusuf, barangkali memasuki wilayah kekuasaan, meski kufur, apabila dipergunakan untuk kepentingan pengembangan risalah Islam, hal itu diperbolehkan bahkan lebih baik.7 Membuka file perjalanan dakwah Islam dalam lingkup birokrasi atau kekuasaan di Indonesia senantiasa menarik untuk dibicarakan. Salah satu asumsinya adalah, bahwa mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, sehingga sebenarnya Islam mempunyai power yang cukup besar untuk masuk ke dalam segala sistem yang ada pada kekuasaan. Akan tetapi pada kenyataannya, justru terjadi pasang surut dalam perjalanannya, khususnya di era Orde Baru. Di
6
Yahya Muhaimin, Dakwah Islam dan Partisipasi Politik (Yogyakarta : Prima Duta, 1983), cetakan pertama, h. 86 7 Syarifudin Jurdi, Pemikiran Politik Islam Indonesia, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008), cetakan pertama, h. 125
5
era tersebut, Islam dalam posisi yang tidak menguntungkan, terpinggirkan dan dijauhkan dari peran-peran penting di kelembagaan negara8. Pada tahun 1980-an secara terang-terangan pemerintah Orde Baru melarang pemakaian jilbab di sekolah negeri. Kemudian kebijakan yang tak kalah menyakitkan bagi umat Islam pada masa itu adalah ketika penguasa membuat kebijakan pembatasan aktivitas masjid hanya pada ibadah ritual belaka. Masjid tidak
dibolehkan
menggelar
kegiatan
yang
bentuknya
mengumpulkan
masyarakat.9 Serangkaian kebijakan pemerintah tersebut dianggap sebagai upaya melumpuhkan potensi-potensi umat Islam. Kejadian-kejadian di atas tentu saja mejadi bagian kecil dari potret kelam perjalanan panjang dakwah Islam di masa Orde Baru. Tentang bagaimana terjadinya dikotomi yang sangat nampak antara penguasa dengan Islam. Sehingga rasanya sangat sulit bagi seseorang yang ingin berdakwah di kalangan penguasa Orde Baru. Dalam kondisi saat itu, pilihan aktivitas umat Islam tidak banyak. Ia bisa berdakwah sesuai dengan kriteria pemerintah atau justru melawannya dengan segala resiko yang dihadapinya. Tentunya di setiap perubahan akan selalu menimbulkan harapan dan kekhawatiran. Perpaduan keduanya itulah yang lazim disebut kewaspadaan. Kewaspadaan yang paling efektif adalah kewaspadaan dalam bentuk partisipasi
8
Usamah Hisyam, Sepanjang Jalan Dakwah Tifatul Sembiring (Jakarta : Dharmapena Citra Media, 2012), cetakan pertama, h. 245 9 Kurdi Mustofa, Dakwah Di Balik Kekuasaan (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2012), cetakan pertama, h. 7
6
aktif. Mengambil bagian secara aktif tidak berarti bersikap masa bodoh, akan tetapi justru harus bersikap kritis dalam bentuk amar ma’ruf nahi munkar.10 Akan tetapi kesulitan-kesulitan seperti itu tidak lekas membuat sosok pejuang dakwah mengurungkan niatnya untuk mencoba berdakwah di kalangan penguasa. Di sinilah muncul sosok Kurdi Mustofa, da’i yang memiliki kejelian strategi dakwah yang tanpa harus berhadapan konfrontatif dengan pemerintah. Strategi itu adalah masuk ke dalam struktur pemerintahan yang saat itu justru sedang menyempitkan ruang gerak dakwah. Ketika itu pilihan strategi ini tidak banyak dipikirkan dan dilakukan oleh para da’i. Sebab ketika itu memasuki panggung kekuasaan sudah diibaratkan memasuki dunia yang gelap dan kotor. Kurdi Mustofa ketika itu adalah alumni Fakultas Dakwah IAIN Walisongo yang kemudian memilih untuk masuk ke dalam dunia militer sebagai seorang Perwira Pembina Mental. Saat itu peran militer sungguh sangat dominan dan strategis dalam menentukan perjalanan roda pemerintahan dan menentukan dinamika sosial politik di Indonesia. Untuk itulah Kurdi Mustofa memilih dunia militer sebagai lahan dakwah yang menantang dan potensial, serta menjadi momentum untuk memberikan pemahaman tentang Islam yang rahmatan lil alamin di kalangan militer.11 Peran seorang da’i di lingkup kekuasaan memang tidak ringan, terlalu kompleks persoalan yang harus dihadapi. Tapi itulah yang menjadi pembeda
10
Kafrawi Ridwan, Metode Dakwah Dalam Menghadapi Masa Depan (Jakarta, PT. Golden Terayon Press, 1987), h.17 11 Kurdi Mustofa, Dakwah Di Balik Kekuasaan (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2012). Cet. Pertama, h.143
7
antara da’i yang berada dalam struktur kekuasaan dengan da’i yang berada dalam lingkup masyarakat kebanyakan atau kultural. Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM bukanlah nama yang asing dikalangan militer dan pemerintah. Jenjang karirnya sangat menarik dan cukup panjang. Memulai karir sebagai Perwira Pembina Mental di lingkungan Kodam III/17 Agustus Sumatra Barat kemudian menjadi Advisor Panglima Angkatan Bersenjata Brunnei Daarussalam dalam bidang pembinaan keagamaan, kemudian menjabat sebagai Staf Ahli Pusat Pembinaan Mental TNI, sempat menjabat sebagai Asisten Deputi Politik Dalam Negeri di Menko Polkam, Sekertaris Pribadi Presiden hingga pindah menjadi Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Sosial. Kini setelah pensiun dari militer dan aktivitas lainnya dalam lingkup kekuasaan, Kurdi Mustofa justru memilih panggilan hatinya untuk berdakwah bil hal, yaitu dengan menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Periode 2010-2015. Menurutnya, organisasi IPHI mempunyai potensi sebagai sumber kekuatan moral, sosial dan ekonomi.12 Berdakwah melalui kekuasaan memang sangat potensial dan efektif, karena seperti banyak kita ketahui bahwa birokrasi menggunakan sistem top-down yang masih sangat kental. Jadi, siapapun pemimpinnya maka akan ditiru dan dituruti. Karena dakwah dengan model seperti ini diharapkan tidak akan lahir kegiatan-kegiatan yang banyak bertentangan dengan ajaran agama Islam. Inilah mengapa alasan bahwan berdakwah dalam lingkup birokrasi atau kekuasaan 12
www.iphi.web.id, diakses pada Sabtu, 27 April 2013, pukul 19:21
8
sangat efektif. Karena dalam pengertian yang luas inilah, dakwah bukan cuma berkaitan dengan persoalan menambah jumlah pemeluk Islam, akan tetapi yang paling utama adalah bagaimana dakwah dapat berpihak pada nilai-nilai kebenaran dan kemanusiaan.13 Beranjak dari latar belakang tersebut, maka penulis bermaksud untuk menulis skripsi yang berjudul “Dakwah Dalam Birokrasi: Analisis Kiprah Dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM ”.
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Banyak hal yang bisa dibahas dan digali mengenai kiprah dakwah pada sosok Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. Baik berdakwah di dalam struktur birokrasi kekuasaan ataupun dakwah di luar struktur kekuasaan. Akan tetapi penulis membatasi tulisan ini pada Kiprah Dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM selama berada dalam lingkup birokrasi pemerintahan. Pembatasan ini penting agar tidak melenceng ke persoalan lain. 2. Perumusan Masalah Dari pembatasan masalah tersebut, maka penulis merumuskan beberapa permasalahan dalam bentuk pernyataan sebagai berikut: 13
Muhammad Sulthon, Desain Ilmu Dakwah (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003), cetakan pertama, h.5
9
a. Bagaimana kiprah dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM selama menjadi birokrat pemerintahan? b. Apa bentuk gagasan dan rekomendasi Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM yang berwujud kepentingan dakwah Islam selama berkiprah dalam birokrasi pemerintahan? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui Kiprah dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM selama menjadi birokrat pemerintahan. b. Untuk mengetahui bentuk gagasan dan rekomendasi dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM selama berkiprah dalam birokrasi pemerintahan. 2. Manfaat Penelitian Sedangkan hasil dari penelitian ini diharapkan memiliki manfaat, yaitu: a. Secara Akademis Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi dan pengetahuan tentang dakwah dalam birokrasi bagi khazanah keilmuan Islam. Serta dapat memberikan referensi bagi peminat dakwah.
10
b. Secara Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi kalangan praktisi, dan aktivis dakwah yang konsen di bidang dakwah birokrasi khususnya. Serta umumnya bagi para praktisi dakwah yang menjadikan dunia birokrasi sebagai sarana untuk menyebarkan arus informasi dakwah. D. Metode Penelitian 1. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu metode yang menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif berupa datadata tertulis atau lisan dari objek penelitian yang dapat diamati. Adapun metode yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan yang merupakan metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif yaitu metode dengan menghimpun data actual denga melakukan wawancara dengan narasumber serta observasi secara langsung. Kemudian memaparkan data serta menarik kesimpulan dari analisis tersebut sesuai dengan data yang didapatkan di lapangan. 14 2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kantor Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI), Matraman-Jakarta Timur dan di Perumahan Pura Melati Indah, Jatirahayu-Pondok Gede, kediaman pribadi objek
14
Wahyu Ms. Petunjuk Praktis Membuat Skripsi (Surabaya : Usaha Nasional), h. 42
11
penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2013. 3. Subjek dan Objek Penelitian a.
Subjek dalam penelitian ini adalah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM.
b.
Objek penelitian ini adalah kiprah dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. khususnya ketika menjadi seorang birokrat pemerintahan.
4. Sumber dan Jenis Data Untuk memperoleh data-data yang lengkap dan akurat, penulis menggunakan data primer dan sekunder. a. Data primer adalah data yang akan diperoleh langsung berupa hasil wawancara serta data-data dari buku karya pribadi milik Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. b. Data sekunder adalah data yang akan diperoleh dari sumbersumber tertulis yang terdapat dalam buku ataupun dokumentasi dan literatur lain yang berkaitan dengan penelitian ini. 5. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara Metode wawancara adalah sebuah teknik pengumpulan data dengan
cara
mengajukan
pertanyaan
secara
langsung
oleh
12
pewawancara kepada responden dan jawaban yang dihasilakn akan dicatat atau direkan dengan alat perekam15. Penulis melakukan wawancara langsung dengan Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM terkait dengan kiprah dakwahnya sebagai birokrat. Dengan teknik ini diharapkan bisa mendapatkan informasi tentang apa yang dijadikan objek permasalahan dari penelitian ini. Data data yang sudah terkumpul kemudian dijelaskan secara sistematis yang mudah untuk dicerna dan dipahami.
b. Studi Dokumentasi Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang artinya barangbarang tertulis. Metode dokumentasi dalam hal ini berarti cara mengumpulkan data dengan mencatat data yang ada dalam dokumen atau arsip.16 Penulis mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan Kiprah Dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM selama berkiprah dalam lingkup birokrasi pemerintahan. Selain itu penulis juga membaca dan mempelajari berbagai bentuk data tertulis yang terdapat di buku, website serta foto-foto. Sehingga dapat dijadikan analisis dalam penelitian ini.
15
Irawan Suhartono, Metode Penelitian Sosial, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2000), cet. Ke-4, h.67 16 Ibid, h. 83
13
6. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Setelah data diperoleh, maka langkah selanjutnya adalah penulis mengolah dan menganalisa data-data dengan cara menghimpun, mempelajari, mengedit data-data, memberikan ulasan, uraian dan menuangkannya ke dalam penulisan skripsi. Adapun analisa data di sini adalah proses pengumpulan data dengan mengurutkan data ke pola, mengelompokan data tersebut dan kemudian dianalisa agar mendapat data yang kongkrit berdasarkan hasil penelitian. Adapun metode yang digunakan adalah analisis deskriptif.17 E. Tinjauan Pustaka Penulis menggunakan beberapa rujukan skripsi terdahulu dalam mendapatkan informasi tentang hal yang berkaitan dengan skripsi yang sedang ditulis. Hal tersebut bertujuan agar kemudian menjadi pembeda serta tidak adanya kesalahan dalam mengolah data dan menganalisisnya. Penulis menemukan beberapa judul yang berkaitan dengan materi yang diambil oleh penulis. Diantaranya: 1. Pada tahun 2008, Ahmad Zakky, NIM 103051028485, dengan judul “Kiprah Dakwah dan Pemikiran Politik A. Muhaimin Iskandar”. Dari judul skripsi tersebut, menerangkan dan menulis mengenai kiprah dakwah dan pemikiran politik A. Muhaimin Iskandar. Judul skripsi 17
Lexy Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 103
14
tersebut membatasi lingkup permasalahnnya pada tataran A. Muhaimin Iskandar ketika menjabat sebagai Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). 2. Pada Tahun 2009, Haetami, NIM 102051025456, Dengan judul ”Aktivitas Dakwah dan Politik : Adhyaksa Dault” Pada judul skripsi tersebut dijelaskan penitikberatan penilitian pada segala aktivitas dakwah dan politik Adhyaksa Dault semasa dirinya menjabat sebagai Menteri Negar Pemuda Dan Olahraga (Menegpora) RI. Dari beberapa rujukan penelitian tersebut, terdapat perbedaanperbedaan subjek dan objek penelitian yang sedang diteliti oleh penulis. Atas dasar rujukan dan perbedaan penelitian inilah penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian ini. penelitian yang mengemukakan kegiatan Dakwah Dalam Birokrasi: Analisis Kiprah Dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM . G. Sistematika Penulisan Untuk mengetahui gambaran yang lebih jelas lagi tentang hal-hal yang akan diuraikan dalam penulisan skripsi ini, maka penulis mengatur sistematikanya kedalam lima bab sebagai berikut : BAB I:
Bab ini berisi tentang pendahuluan, latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian,
metodologi penelitian, kajian teoritis, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
15
BAB I:
Pada bab ini memuat tentang pengertian kiprah dakwah, unsur-
unsur dakwah dan pengertian birokrasi. BAB III: Bab ini berisi biografi ataupun profil Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. hal-hal tersebut meliputi riwayat hidup dan karir dalam lingkup birokrasi. BAB IV: Bab ini meliputi kiprah dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM di dalam birokrasi, metode dakwah, faktor pendukung dan penghambat kiprah dakwah Mayjen TNI
(Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa,
MM. BAB V: Dalam bab ini menjelaskan kesimpulan dari kiprah dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM dalam birokrasi. Serta memberikan saran demi kemajuan dakwah Islam.
BAB II LANDASAN TEORI A. Kiprah Dakwah 1. Pengertian Kiprah Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologi kiprah adalah kegiatan. Sedangkan berkiprah adalah melakukan kegiatan atau berpartisipasi dengan semangat tinggi atau bergerak, berusaha di sebuah bidang tertentu 1. Sedangkan menurut S. Nasution kiprah adalah suatu konsekuensi atau akibat kedudukan atau status seseorang. Sehingga dari kedudukannya tersebut dapat terlihat bagaimana kiprahnya.2 Menurut Djumhur, kiprah dapat diartikan sebagai suatu pola tingkah laku tertentu yang merupakan ciri khas dari suatu pekerjaan atau jabatan tertentu.3 WJS. Purwodarminta mengartikan kata kiprah dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia sebagai tindakan, aktifitas, kemampuan kerja, reaksi, cara pandang seseorang terhadapa ideologi atau institusinya.4 Berkiprah tidak jauh berbeda dengan beraktifitas, namun bedanya di sini berkiprah adalah melakukan kegiatan atau berpartisipasi dalam kegiatan dengan semangat tinggi dan lebih tinggi dari hanya sekedar beraktifitas. Sedangkan kiprah dakwah menurut Mahmud Yunus adalah dengan melakukan kegiatan dakwah (amar ma’ruf nahi munkar) atau berpartispasi dalam 1
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka, 2005), h. 571. 2 S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: PT.Bumi Aksara), h. 73. 3 Djumhur.Moh. Surya, Bimbingaan dan Penyuluhan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1975), h.12. 4 WJS. Purwodarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), h.15.
16
17
kegiatan dakwah dengan semangat tinggi dalam bentuk sebuah perbuatan nyata untuk memecahkan persoalan-persoalan masyarakat. Persoalan-persoalan tersebut khususnya adalah dalam bidang pendidikan, sosial, ekonomi dan meningkatkan kesejahtraan ummat. Jadi, kiprah dakwah adalah aktifitas yang berkaitan dengan segala kegiatan keagamaan. Seseorang yang sedang berkiprah dalam dakwah tentunya memiliki peran yang sangat penting untuk kemaslahatan dan kemajuan umat. 2. Pengertian Dakwah Dakwah ditinjau dari segi bahasa berasal dari bahasa Arab dakwah dan kata da’a, yad’u yang berarti panggilan, ajakan, seruan. Seruan dan panggilan ini dilakukan dengan suara, kata-kata, atau perbuatan. Adapun yang dimaksud dengan ajakan atau seruan disini ialah usaha seorang da’i yang berusaha untuk lebih dekat dan mengenal mad’unya untuk dituntun kepada jalan Allah SWT.5 Sedangkan menurut istilah, para ulama memberikan definisi yang bermacam-macam, antara lain : a. Toha Yahya Umar mengatakan dalam bukunya “Islam dan Dakwah”, dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.6 b. Dalam bukunya “Ilmu Dakwah”, Dr. Moh. Ali Aziz menjelaskan bahwa dakwah adalah aktivitas dan upaya untuk mengubah manusia, baik
5
Muhammad Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2004), cetakan pertama.
h.3. 6
H.M. Toha Yahya Omar, Islam dan Dakwah, (Jakarta: PT. AL Mawardi Prima, 2004), cetakan pertama, h.67.
18
individu maupun kolektif dari situasi yang tidak baik kepada situasi yang lebih baik. Sementara itu, dalam bahasa Islam dakwah adalah tindakan mengomunikasikan pesan-pesan Islam. Dakwah adalah istilah teknis yang pada dasarnya dipahami sebagai upaya untuk menghimbau orang lain kearah Islam.7 c. Menurut KH. A. Hasyim Muzadi, dakwah diartikan sebagai proses mengumpulkan manusia dalam kebaikan dan menunjukan mereka kepada jalan yang benar dengan cara amar ma’ruf nahi munkar.8 d. Moesa A. Machfoed dalam bukunya Filsafat Dakwah (Ilmu Dakwah dan Penerapannya)
mendefinisikan
dakwah
yaitu
sebagai
panggilan.
Tujuannya membangkitkan kesadaran manusia untuk kembali ke jalan Allah SWT. Upaya memanggil atau mengajak kembali manusia ke jalan Allah tersebut bersifat ekspansif, yaitu memperbanyak jumlah manusia yang berda di jalan-Nya.9 Pada hakikatnya, dakwah Islam merupakan aktualisasi imani yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman dalam bidang kemsayarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berfikir, bersikap dan tindakan manusia pada dataran kenyataan
7
Muhammad Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2004), cetakan pertama, PP LDNU, Potret Gerakan Dakwah NU, (Jakarta: PP LDNU Publishing, 2007), cetakan pertama,h. 5. 9 A. Machfoed, Filsafat Dakwah “Ilmu Dakwah dan Penerapannya”, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2004), h. 15. 8
19
individual dan sosio-kultural dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan menggunakan cara tertentu.10 Dakwah merupakan kewajiban yang diperintahkan oleh Allah SWT kepada seluruh hamba-Nya. Untuk itulah bahwa ajaran atau perintah dakwah merupakan bagian integral dalam Islam. Di samping dituntut untuk hidup secara Islami, kita juga dituntut untuk menyebarkan ajaran Islam ke seluruh umat manusia. Karena berkat dakwah pula nantinya agama Islam dapat menyebar dan diterima di mana-mana. Dari penjelasan-penjelasan yang telah dipaparkan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa sangat sulit untuk memisahkan antara dakwah dengan Islam, karena Islam akan selalu maju dan berkembang lewat jalan dakwah. Oleh karena itu penulis memberikan kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan dakwah dalam Islam adalah usaha dan ajakan kepada manusia menuju kepada jalan kebenaran tanpa adanya paksaan dan sesuai dengan tuntunan al- Qur’an dan as- Sunnah. Karena dakwah adalah upaya untuk menumbuhkan kecendrungan dan ketertarikan. Oleh karena itu dalam dakwah tidak hanya terbatas pada aktivitas lisan semata, akan tetapi mencakup seluruh aktivitas lisan ataupun perbuatan yang ditunjukan dalam rangka menumbuhkan kecendrungan dan ketertarikan terhadap Islam.
10
Amrullah Achmad, Dakwah Islam dan Perubaahan Sosial (Yogyakarta: Prima Duta Yogyakarta, 1983), cetakan pertama, h. 32.
20
B. Unsur-Unsur Dakwah 1. Tujuan Dakwah Dakwah merupakan aktivitas yang sangat penting dalam Islam. Dengan dakwah, Islam dapat tersebar dan diterima oleh manusia. Sebaliknya, tanpa dakwah Islam akan semakin jauh dari masyarkat dan selanjutnya akan lenyap dari permukaan bumi. Dalam kehidupan masyarakat, dakwah berfungsi menata kehidupan yang agamis menuju terwujudnya masyarakat yang harmonis dan bahagia. Ajaran Islam yang disiarkan melalui dakwah dapat menyelamatkan manusia dan masyarakat pada umumnya dari hal-hal yang dapat membawa pada kehancuran.11 Untuk itu anjuran berdakwah bagi semua kaum muslim tidak lain agar menjadi hamba Allah yang selaras dengan perintah dan tuntunan-Nya. Tujuan merupakan pernyataan bermakna, keinginan yang dijadikan pedoman manajemen puncak organisasi untuk meraih hasil tertentu atas kegiatan yang dilakukan dalam dimensi waktu tertentu.dalam tujuan memiliki target-target tertentu dan dalam waktu yang bisa diperkirakan. Begitupun dengan dakwah, dakwah Islam tentunya mempunyai orientasi-orientasi tertentu yang akan dicapai. Dakwah Islam merupakan suatu bentuk dakwah yang harus mempunyai tujuan untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat luas. Kesadaran disini dapat dibagi dan dimaknai menjadi tiga bagian, yaitu : a.
Sebagai penyadarkan manusia untuk mengenal tuhan mereka yang sebenarnya, yaitu Allah SWT. Serta membimbing mereka agar menyembah hanya kepada-Nya.
11
Muhammad Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: pertama, h. 37.
Prenada Media, 2004), cetakan
21
b.
Menyadarkan manusia bahwa Islam mengajarkan sikap berserah diri serta tunduk dan patuh kepada Allah SWT dengan melepaskan diri dari segala bentuk penuhanan kepada selain Allah SWT.
c.
Menyadarkan bahwa apa yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah SWT semata-mata adalah untuk kebaikan dan kemaslahatan kehidupan di dunia dan akhirat.
Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan utama dan tujuan akhir dakwah yakni terwujudnya individu dan masyarakat yang menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dalam segala aspek kehidupannya. Serta mereka dapat menanamkan nilai-nilai yang dapat mendatangkan kebahagiaan dam kesejahtraan yang diridhoi oleh Allah SWT. 2. Materi Dakwah Berdakwah bukan mengajak dan menyeru secara asal tanpa dilandasi sumber-sumber yang benar dan dapat dipercaya. Berdakwah adalah proses yang terencana. Untuk itulah seorang dai sebaiknya dan seharusnya mempunyai materi dakwah yang sudah terpola dan tepat untuk sasaran dakwahnya. Materi dakwah adalah masalah isi pesan atau materi yang disampaikan dalam berdakwah. Dalam hal ini materi yang disampaikan tentu saja ajaran Islam itu sendiri.12 Materi dakwah yang sesungguhnya adalah al-Qur’an dan as-Sunnah. alQur’an merupakan sumber materi pokok, dan as-Sunnah merupakan penjelas daripada al-Qur’an. al-Qur’an merupakan wahyu Allah SWT yang mutlak
12
Najamuddin, Metode Dakwah Menurut Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008).h. 24.
22
kebenarannya dan dijaga sendiri oleh Allah akan keutuhannya, keasliannya dan keakuratannya. Sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya :
Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya”(Q.S.al_Hijr:9)
Quran,
dan
Ayat Ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian al-Quran selama-lamanya. Sebagai pedoman hidup manusia, al-Qur’an mengandung secara lengkap tentang petunjuk, pedoman, hukum, sejarah, keyakinan, peribadatan, politik,
ekonomi,
sosial,
hingga
hal
teknologi.
Maka
dengan
segala
kesempurnaannya tersebut, al-Qur’an mutlak menjadi dalil utama dalam materi yang disampaikan kepada objek dakwahnya.13 Sedangkan sumber materi dakwah yang juga mutlak untuk dijadikan pedoman dalam berdakwah adalah as-Sunnah. as-Sunnah adalah ucapan, tingkah laku atau sikapnya, maupun akhlak mulia Rasulullah SAW yang wajib dijadikan pedoman hidup. Kedua sumber inilah yang menjadi materi pokok dalam berdakwah. Sebab, sejatinya al-Qur’an dan as-Sunnah adalah obor bagi umat manusia di tengah-tengah kegelapan agar tidak terperosok dalam jurang kesesatan.14 Pada dewasa ini, materi-materi yang disajikan cenderung dikaitkan dengan kehidupan kemasyarakatan. Pada dasarnya materi-materi tersebut dapat tercemin dalam beberapa hal, yaitu:
13
Rahmat Semesta, Metode Dakwah,(Jakarta: Prenada Media, 2003), h,20. Najamuddin, Metode Dakwah Menurut Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008).h. 25. 14
23
a. Materi dakwah harus disesuaikan dengan adat dan tradisi penerima dakwah. b. Materi dakwah sesuai dengan masalah-masalah kontemporer. c. Materi dakwah harus mampu menjadi cerminan bahwa Islam adalah agama rahmatan lil alamin. d. Materi dakwah sebaiknya juga mencakup sejarah hidup para sahabat nabi, para ulama yang baik, para tokoh pemimpin yang bisa menginspirasi para mad’u, serta pengalaman-pengalaman baik yang dijumpai seorang da’i dalam perjalanan dakwahnya.
3. Subjek dan Objek Dakwah Berbicara mengenai dakwah, maka di dalamnya juga akan membahas subjek dan objek dakwah. Karena kedua komponen ini merupakan satu rangkaian dalam perjalanannya, kedua komponen tersebut terbagi menjadi dua, yaitu: a. Da’i (Subjek) Yang dimaksud da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan maupun tulisan ataupun perbuatan dan baik secara individu, kelompok atau berbentuk organisasi atau lembaga. Adapun pengertian da’i secara umum adalah orang yang mengajak, menyeru, memanggil, dan mengundang mad’u untuk mengikuti perintah Allah SWT. Sedangkan pengertian da’i menurut para pakar dalam bidang dakwah, yaitu:
24
1) Definisi da’i menurut Nasaruddin Lathif adalah seorang muslim dan muslimat yang menjadikan dakwah sebagai suatu amaliah pokok bagi tugas ulama. da’i juga sebagai juru penerang yang menyeru, mengajak dan member pengajaran dan pelajaran agama Islam.15 2) M. Natsir mengatakan bahwa da’i adalah pembawa dakwah yang memperingatkan atau memanggil supaya memilih, yaitu memilih jalan yang membawa pada keuntungan.16 Secara fungsional da’i adalah pemimpin, yakni yang memimpin masyarakat dalam mengembalikan pada potensi kepemimpinan masyarakat untuk menuju jalan yang sesuai dengan ajaran Islam.17 Da’i merupakan unsur yang fundamental dan menentukan berhasil atau tidaknya proses dakwah. Oleh karenanya, seorang da’i sudah seyogyanya memiliki sifat kepemimpinan (Leadership). Kepemimpinan bagi seorang da’i adalah sebagai seni untuk memengaruhi manusia, yang merupakan kepandaian mengatur orang lain. Dengan bakat dan keterampilan kepemimpinan tersebut sangat berguna dalam menjalankan tugasnya mengembangkan diri dan materi ketika berhadapan dengan mad’u. Seorang da’i harus mengenal objek dakwahnya, yang meliputi pemikiran, persepsi, problematika, lingkungan, dan kesulitan-kesulitan objek dakwahnya.
15
HMS. Nasaruddin Lathief, Teori dan Praktek Dakwah, (Jakarta, Bulan Bintang, 1974),
h.162. 16 17
M.Natsir, Fiqhud Dakwah, (Jakarta, Dewan Islamiyah Indonesia), h.25. Rahmat Semesta, Metode Dakwah,(Jakarta: Prenada Media, 2003). h.175.
25
Karena seorang da’i bagaikan dokter yang pandai dan bijaksana serta mengetahui penyakit dan mengetahui cara bagaimana mengatasinya.18 Permasalahan di atas sangat berkaitan sekali dengan teori psikologi komunikator atau kejiwaan seorang komunikator ketika berinteraksi dengan komunikan atau mad’u. ada beberapa teori yang berkaitan dengan hal ini, yakni: 1)
Teorinya Aristoteles yang menyebut karakter komunikator itu
sebagai ethos. Sedangkan ethos terdiri dari pikiran baik, akhlak yang baik dan juga maksud yang baik sorang komunikator ketika berinteraksi dengan komunikan atau mad’u bagi seorang da’i. 2)
Teori prior ethos yang menjelaskan tentang hal-hal apa saja yang
memengaruhi persepsi komunikan atau mad’u tentang
seorang
komunikator atau da’i dalam hal ini ia melakukan komunikasinya atau sebelum ia berinteraksi. 3)
Teori
intrinsic ethos
yakni teori yang menjelaskan tentang
ketertarikan seorang komunikan terhadap seorang komunikator setelah ia berkomunikasi dengan komunikator karena cara berbicaranya dan pemilihan kata-katanya, isi yang disampaikannya dan juga kedalam uraian materi yang disampaikannya.19 b. Mad’u (Objek) Salah satu unsur penting lainnya dalam komponen dakwah adalah mad’u atau masyarakat yang akan didakwahi. Mereka adalah orang-orang yang akan 18
Sa’ad Wahf al-Qathani, Menjadi Da’i Yang Sukses, (Jakarta: Qisthi Press, 2005), h
19
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya), h. 255-
.91. 259.
26
diseru, dipanggil atau diundang. Maksudnya adalah orang yang diajak kedalam Islam.20 Salah satu makna berdakwah adalah menempatkan manusia sesuai dengan kadar yang telah ditetapkan Allah. Keragaman karakteristik manusia merupakan warna-warni dalam berdakwah. Untuk itulah sebagai da’i harus mampu menempatkan sasaran dakwahnya dengan tepat. Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa sasaran atau objek dakwah ialah manusia, baik dirinya sendiri maupun orang lain. Sebab agama Islam diturunkan oleh Allah SWT bukan hanya untuk sekelompok manusia, akan tetapi untuk seluruh umat manusia termasuk da’i itu sendiri. Mad’u adalah mitra dakwah yang terdiri dari berbagai macam golongan manusia.oleh karena itu menggolongkan mad’u sama halnya menggolongkan manusia itu sendiri dari berbagai aspek. Penggolongan mad’u tersebut antara lain sebagai berikut : 1)
Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi
sosiologis berupa masyarakat terasing, pedesaan, kota besar dan kecil, serta masyarakat di daerah masyarakat marjinal dari kota besar. 2)
Sasaran yang berupa kelompok-kelompok masyarakat dilihat dari
segi struktur kelembagaan berupa masyarakat pemerintahan dan keluarga. 3)
Sasaran yang berupa kelompok masyarakat dilihat dari segi sosial
budaya berupa golngan priyai, abangan dan santri. Klasifikasi ini terutama terdapat dalam masyarakat jawa. 20
Najamuddin, Metode Dakwah Menurut Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008), h. 2.
27
4)
Sasaran yang berhubungan dengan golongan dilihat dari segi
tingkat kehidupan sosial ekonomi berupa golongan orang kaya, menengah dan miskin. 5)
Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi
pekerjaan berupa golongan petani, pedagang, seniman, buruh, pegawaipegawai negeri dan sebagainya. 6)
Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi
jenis kelamin, berupa golongan wanita dan pria. 7)
Sasaran yang berhubungan dengan golongan dilihat dari segi
khusus berupa golongan masyarakat tuna susila, tuna wisma, tuna karya, narapidana dan sebagainya.21 Mengenal dan memahami strata mad’u manusia dalam berdakwah sangatlah penting, karena dakwah tanpa mengenal mad’u ibarat sayur tanpa garam yang rasanya hambar dan tidak mengenakan. Rasulullah SAW bersabda yang artinya : “Berbicaralah kepada manusia menurut kadar kecerdasan mereka” (HR.Muslim) Jadi, subjek dan objek dakwah sangat berkaitan satu sama lain. Dimana mad’u sebagai salah satu unsur utama yang sangat penting dalam menentukan berhasil atau tidaknya proses dakwah.
21
H.M. Arifin, Psikologi Dakwah, (Jakarta:Bumi Aksara, 2000), cetakan kelima, h. 23.
28
4. Metode Dakwah Metode berasal dari dua bahasa yunani, yaitu: “meta” (melalui) dan “hodos” (jalan, cara). Maka metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Dalam bahasa Jerman metode berasal dari kata “methodica” artinya adalah ajaran tentang metode. Sedangkan dalam bahasa Arab, metode berasal dari kata “thariq” yang artinya jalan. Sehingga metode adalah cara yang telah diatur dan memulai proses untuk mencapai suatu maksud.22 Metode adalah suatu cara yang bisa ditempuh atau cara yang ditentukan secara jelas untuk mencapai dan menyelesaikan suatu tujuan. Sedangkan dakwah adalah cara yang digunakan subjek dakwah untuk menyampaikan materi dakwah. Metode dakwah dapat juga disebut sebagai alat yang dipergunakan oleh seorang da’i untuk menyampaikan materi dakwahnya dengan serentetan kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu. Maka dari itu, kejelian dan kebijakan juru dakwah dalam memilih dan memakai metode itu sangat memengaruhi kelancaran dan keberhasilan dakwah. Pada umumnya bahasan tentang metode dakwah itu merujuk pada surat An-Nahl ayat 125 yang berbunyi :
Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
22
Hasannudin, Manajemen Dakwah, (Jakarta:UIN Press, 2005), cetakan pertama, h. 60.
29
Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. QS. An-Nahl : 125) Dalam ayat ini dijelaskan bahwa metode dakwah ada tiga hal, yaitu: Hikmah, Mau’izatul hasanah dan Mujadallah. Semua metode yang ada dalam ilmu dakwah merupakan cabang dari ketiga metode di atas. a.
Hikmah, yaitu berdakwah dengan memperhatikan situasi dan
kondisi sasaran dakwah dengan menitikberatkan pada kemampuan mereka, sehingga dalam menjalankan ajaran-ajaran Islam selanjutnya, mereka tidak lagi merasa terpaksa atau keberatan. b.
Mau’izatul hasanah, yaitu berdakwah dengan memberikan nasihat-
nasihat atau menyampaikan ajaran-ajaran Islam dengan rasa kasih sayang, sehingga nasihat dan ajaran Islam yang disampaikan itu menyentuh hati mereka. c.
Mujadalah, yaitu berdakwah dengan cara bertukar pikiran dan
membantah dengan cara yang sebaik-baiknya dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat dan tidak memberikan tekanan-tekanan kepada mad’unya sehingga tidak melahirkan permusuhan nantinya.23 Namun dakwah secara umum dibagi menjadi tiga. Yaitu : dakwah bil lisan, dakwah bil qolam, dan dakwah bil hal. a. Dakwah bil lisan : secara bahasa dakwah bil lisan berarti dakwah dengan menggunakan ucapan. Adapun secara istilah, dakwah bil lisan adalah
23
Mohammad. Ali Aziz, Ilmu Dakwah ( Jakarta: Prenada Media, 2001), h.122-123.
30
memanggil, menyeru ke jalan Allah SWT. Dakwah jenis ini adalah penyampaian informasi atau pesan dakwah melalui lisan. contohnya : 1)
Metode Ceramah : Ceramah adalah suatu teknik atau metode dakwah yang banyak diwarnai oleh karakteristik bicara seorang da’i pada suatu aktifitas dakwah.
2)
Percakapan antar pribadi : Percakapan pribadi atau individual conference adalah percakapan bebas antara seorang da’i dengan individu-individu sebagai sasaran dakwahnya.
3)
Debat : Metode debat pada dasarnya adalah untuk mencari suatu kebenaran dari apa yang telah diajarkan Islam secara baik dan benar, dan bukan untuk mencari kemenangan
4)
Diskusi : Metode diskusi ini dimaksudkan untuk merangkai objek dakwah agar berpikir dan mengeluarkan pendapatnya serta ikut menyumbangkan
ide-ide
dalam
kemungkinan-kemungkinan
jawaban dari pemecahan masalah. b. Dakwah bil qolam : metode dakwah ini menggunakan keterampilan tulis menulis. Dakwah dengan metode ini mempunyai kelebihan tersendiri. Yaitu dapat dimanfaatkan dalam waktu yang lebih lama serta jangkauannya lebih luas. Karena sebuah karya akan terus bermanfaat dan tidak akan musnah sekalipun penulisnya telah wafat. c. Dakwah Bil hal : istilah dakwah bil hal dipergunakan untuk merujuk kegiatan dakwah melalui aksi atau tindakan atau perbuatan nyata. Metode ini merupakan sebuah kerangka kerja kongkret dalam melaksanakan setiap
31
kerja dakwah dalam masyarakat, sehingga akan lebih efektif jika ditunjang dengan konsep yang matang. Dakwah ini lebih berorientasi pada pengembangan masyarakat.24 Dari banyak model, cara ataupun metode dakwah yang dikemukakan oleh para ahli. Di dalamnya terdapat pula wacana tentang metode pendekatan dakwah struktural dan kultural. Menurut
Muhammad
Sulthon,
dakwah
dapat
dikategorisasikan
berdasarkan dua pendekatan, pendekatan struktural dan kultural. Sesuatu dapat dikategorisasikan sebagai dakwah struktural jika betul-betul berdakwah secara intensif mengupayakan ajaran Islam mengejawantah di struktur pemerintah. Untuk itu, kecenderungan dakwah ini sering kali mengambil bentuk dan masuk kedalam kekuasaan, terlibat dalam proses eksekutif, yudikatif, dan legislatif serta bentuk-bentuk struktur sosial kenegaraan lainnya. Dengan demikian aktifitas dakwah ini banyak memanfaatkan struktur sosial, politik, ekonomi maupun lainnya.25 Sedangkan menurut Masnun Thahir, Islam struktural adalah pendekatan dakwah di mana dalam pendekatan ini memandang proses islamisasi dilakukan secara legal formal melalui struktur kelembagaan. Karena proses islamisasi ini dilakukan secara legal formal maka untuk melakukannya membutuhkan bantuan
24 25
h.23.
M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 1997), cetakan kedua, h. 34. Muhammad Sulthon, Desain Ilmu Dakwah, (Yogyakarta: Pustaka Remaja, 2003),
32
dari berbagai perangkat sturktural. Jika kita berbicara dalam tataran negara, maka perangkat tersebut adalah parlemen.26 Sedangkan dakwah kultural diartikan sebagai dakwah yang melakukan pendekatan
terhadap
kultur
budaya
masyarakat
atau
dakwah
dengan
memperhatikan potensi dan kecenderungan masyarakat setempat. Dalam artian yang
luas
dakwah
kultural
dipahami
sebagai
kegiatan
dakwah
yang
memperhatikan kombinasi yang harmonis antara nilai-nilai Islam dengan kebiasaan masyarakat. Sehingga dakwah ini dipandang dapat mengurangi benturan-benturan saat penyebaran Islam.27 Dalam pengertian khusus, dakwah kultural adalah kegiatan dakwah dengan memperhatikan, memperhitungkan dan memanfaatkan adat istiadat, seni, dan budaya lokal yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Selanjutnya yang disebut dengan Islam Kultural menurut Masnun Thahir adalah adalah sebuah upaya pendekatan dakwah tidak melalui struktur legal formal. Melainkan proses islamisasi secara kultural yaitu proses dakwah dengan mengakulturasi budaya lokal. Diharapkan dengan melalui pendekataan budaya ini akan mampu menggerakkan perubahan masyarakat (the society aimed movement).28 Dari kedua metode pendekatan tersebut, penulis tidak mengartikan keduanya kepada pengertian struktural sebagai sebuah pembentukan negara Islam, 26
Masnun Thahir, Tulisan Dalam Jurnal Istiqra, Nomor 01, 2007. h. 174 Syamsul Hidayat, Dakwah Kultural dan Pemurnian Ajaran Islam, (Yogyakarta: LSB PP Muhammadiyah, 2002), h. 38 28 Masnun Thahir, Tulisan Dalam Jurnal Istiqra, Nomor 01, 2007. h. 174 27
33
dan kultural sebagai pemisah antara Islam dan politik. Ataupun mengartikan ini dengan problematika boleh atau tidaknya Islam berpolitik. Bahtiar Efendy mengatakan, tidak ada satu pun pengertian khusus mengenai politik Islam atau sebaliknya. Karena masing-masing pemikir dan pelaku tidak mempunyai satu rumusan tunggal mengenai hal tersebut yang dapat diterima secara universal.29 Untuk itulah fokus penelitian ini adalah bagaimana melihat kiprah dakwah seorang da’i selama berkarir di lingkup birokrasi kekuasaan. Senada dengan ini, penulis mengutip pendapat Ibnu Khaldun, bahwa dalam bermasyarakat manusia memerlukan seorang pemimpin yang berkuasa. Dengan kekuasaan itu ia dapat melaksanakan tugasnya dalam masyarakat secara efektif. Jika penguasa itu mengajak kebaikan kepada jalan Allah SWT, maka pemimpin dan rakyatnya akan sama-sama mendapatkan pahala”30. Itulah alasan mengapa berdakwah dalam lingkup kekuasaan juga menjadi penting. 5. Media Dakwah Perkembangan ajaran Islam ke seluruh penjuru dunia tidak terlepas dari berkembangnya media sebagai suatu sarana dakwah. Ayat-ayat suci Al-Quran pada mulanya diajarkan Rasulullah kepada para sahabat dengan metode melafalkan langsung dan menghafalkannya. Hingga pada akhirnya Khalifah Usman bin Affan yang kemudian memerintahkan untuk mencatat Al-Quran dalam
29
Tulisan Bachtiar Efendy Pada Buku, Problematika Politik Islam, (Jakarta : PT. Grasindo, 2002), h. 158. 30 Abu Ridha, Islam Dan Politik Mungkinkah Bersatu?, ( Bandung : Syaamil Cipta Media, 2004), h. 130.
34
sebuah mushaf yang kemudian sering kita kenal sebagai Al-Quran yang ada sekarang. Media adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alat atau perantara untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan demikian media dakwah adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan secara efektif. Di zaman modern sekarang ini, dakwah semestinya menyesuaikan situasi dan kondisi yang semakin berubah ke arah yang lebih maju. Juru dakwah dituntut untuk semakin kreatif dan efisien dalam pelaksanaan dakwah. Tidak hanya asal dalam melaksanakan dakwah, karena nantinya akan berdampak tidak baik terhadap hasil dakwahnya. Pada dasarnya, pesatnya perkembangan media massa dewasa ini merupakan
fenomena
yang
sehat,
selama
sejalan
dengan
semangat
mengembangkan sistem komunikasi yang relevan dengan globalisasi informasi dan komunikasi. Islam sendiri tidak melarang penggunaan teknologi informasi sepanjang dapat meningkatkan produktivitas kesalehan sosial dan nilai dalam upaya pengabdian seorang hamba kepada tuhannya. Untuk itulah, disamping keberhasilan suatu dakwah itu ditentukan oleh seorang dai, tetapi media atau sarana dakwah juga berperan penting dalam hal ini. Jika dilihat dari sifatnya, media dakwah itu dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu: a. Media tradisional, yaitu media dakwah yang berbentuk pertunjukan sebuah pentas tradisi budaya yang dipentaskan di depan umum. Seperti
35
misalnya pada abad ke-15 Sunan Kalijaga menambahkan cerita-cerita Islami dalam pertunjukan wayang kulitnya. b. Media modern, yaitu media dakwah yang berbentuk kekinian. Seperti media massa dan sosial media lainnya.31 Karena keduanya kini memiliki kontribusi dan partisipasi yang sangatlah besar bagi perkembangan dakwah
Islamiyah. Seperti
mendigitalisasi
literatur-literatur
Islam
sehingga bisa dinikmati oleh banyak pihak 6. Pengertian Birokrasi Menurut Max Weber, birokrasi adalah suatu mekanisme sosial yang memaksimumkan efisiensi dan juga sebagai suatu bentuk organisasi sosial yang memiliki ciri khas. Ciri khas tersebut adalah : a. Ada hirarki jabatan yang jelas. b. Fungsi-fungsi jabatan ditentukan secara tegas. c. Para pejabat diangkat berdasarkan suatu kontrak. d. Diangkat berdasarkan kualifikasi kualitas professional. e. Memiliki gaji dan biasanya memiliki hak-hak pensiun. f. Terdapat suatu srtruktur karir, dan promosi dimungkinkan berdasarkan senioritas maupun keahlian. g. Pos jabatan adalah lapangan kerjanya sendiri atau lapangan kerja pokoknya. h. Tunduk pada sistem dan kontrol yang seragam.32
31 32
Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah, ( Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h.163. Martin Albrow, Birokrasi, (Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya, 1989), h.83.
36
Menurut Kamus Besar Bahas Indonesia (KBBI), birokrasi dapat dijelaskan menjadi dua definisi : 1. Birokrasi didefinisikan sebagai sistem pemerintahan yang dijalankan oleh seorang pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hirarki dan jenjang jabatan. 2. Birokrasi adalah sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai bayaran yang tidak dipilih oleh rakyat, cara pemerintahannya dikuasai oleh pegawai negeri dan cara kerjanya menurut aturan dan berliku-liku.33 Sedangkan menurut Prajudi Atmosudirjo, birokrasi mempunyai tiga arti. Pertama, birokrasi adalah organisasi sekelompok pejabat-pejabat sejenis tertentu yang bekerja sama secara ketat. Kedua, birokrasi adalah sistem atau tata kerja kaku, impersonal, dan tidak boleh menyimpang dari peraturan yang berlaku. Ketiga, birokrasi adalah status jabatan yang terikat pada kesepakatan kerja, kerahasiaan dan kejujuran pada organisasi.34
33 34
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), h. 245 Asep Muslim, Reformasi Birokrasi, (Jakarta : PT. PERCA, 2008), h. 2.
BAB II LANDASAN TEORI A. Kiprah Dakwah 1. Pengertian Kiprah Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologi kiprah adalah kegiatan. Sedangkan berkiprah adalah melakukan kegiatan atau berpartisipasi dengan semangat tinggi atau bergerak, berusaha di sebuah bidang tertentu 1. Sedangkan menurut S. Nasution kiprah adalah suatu konsekuensi atau akibat kedudukan atau status seseorang. Sehingga dari kedudukannya tersebut dapat terlihat bagaimana kiprahnya.2 Menurut Djumhur, kiprah dapat diartikan sebagai suatu pola tingkah laku tertentu yang merupakan ciri khas dari suatu pekerjaan atau jabatan tertentu.3 WJS. Purwodarminta mengartikan kata kiprah dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia sebagai tindakan, aktifitas, kemampuan kerja, reaksi, cara pandang seseorang terhadapa ideologi atau institusinya.4 Berkiprah tidak jauh berbeda dengan beraktifitas, namun bedanya di sini berkiprah adalah melakukan kegiatan atau berpartisipasi dalam kegiatan dengan semangat tinggi dan lebih tinggi dari hanya sekedar beraktifitas. Sedangkan kiprah dakwah menurut Mahmud Yunus adalah dengan melakukan kegiatan dakwah (amar ma’ruf nahi munkar) atau berpartispasi dalam 1
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka, 2005), h. 571. 2 S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: PT.Bumi Aksara), h. 73. 3 Djumhur.Moh. Surya, Bimbingaan dan Penyuluhan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1975), h.12. 4 WJS. Purwodarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), h.15.
16
17
kegiatan dakwah dengan semangat tinggi dalam bentuk sebuah perbuatan nyata untuk memecahkan persoalan-persoalan masyarakat. Persoalan-persoalan tersebut khususnya adalah dalam bidang pendidikan, sosial, ekonomi dan meningkatkan kesejahtraan ummat. Jadi, kiprah dakwah adalah aktifitas yang berkaitan dengan segala kegiatan keagamaan. Seseorang yang sedang berkiprah dalam dakwah tentunya memiliki peran yang sangat penting untuk kemaslahatan dan kemajuan umat. 2. Pengertian Dakwah Dakwah ditinjau dari segi bahasa berasal dari bahasa Arab dakwah dan kata da’a, yad’u yang berarti panggilan, ajakan, seruan. Seruan dan panggilan ini dilakukan dengan suara, kata-kata, atau perbuatan. Adapun yang dimaksud dengan ajakan atau seruan disini ialah usaha seorang da’i yang berusaha untuk lebih dekat dan mengenal mad’unya untuk dituntun kepada jalan Allah SWT.5 Sedangkan menurut istilah, para ulama memberikan definisi yang bermacam-macam, antara lain : a. Toha Yahya Umar mengatakan dalam bukunya “Islam dan Dakwah”, dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.6 b. Dalam bukunya “Ilmu Dakwah”, Dr. Moh. Ali Aziz menjelaskan bahwa dakwah adalah aktivitas dan upaya untuk mengubah manusia, baik
5
Muhammad Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2004), cetakan pertama.
h.3. 6
H.M. Toha Yahya Omar, Islam dan Dakwah, (Jakarta: PT. AL Mawardi Prima, 2004), cetakan pertama, h.67.
18
individu maupun kolektif dari situasi yang tidak baik kepada situasi yang lebih baik. Sementara itu, dalam bahasa Islam dakwah adalah tindakan mengomunikasikan pesan-pesan Islam. Dakwah adalah istilah teknis yang pada dasarnya dipahami sebagai upaya untuk menghimbau orang lain kearah Islam.7 c. Menurut KH. A. Hasyim Muzadi, dakwah diartikan sebagai proses mengumpulkan manusia dalam kebaikan dan menunjukan mereka kepada jalan yang benar dengan cara amar ma’ruf nahi munkar.8 d. Moesa A. Machfoed dalam bukunya Filsafat Dakwah (Ilmu Dakwah dan Penerapannya)
mendefinisikan
dakwah
yaitu
sebagai
panggilan.
Tujuannya membangkitkan kesadaran manusia untuk kembali ke jalan Allah SWT. Upaya memanggil atau mengajak kembali manusia ke jalan Allah tersebut bersifat ekspansif, yaitu memperbanyak jumlah manusia yang berda di jalan-Nya.9 Pada hakikatnya, dakwah Islam merupakan aktualisasi imani yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman dalam bidang kemsayarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berfikir, bersikap dan tindakan manusia pada dataran kenyataan
7
Muhammad Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2004), cetakan pertama, PP LDNU, Potret Gerakan Dakwah NU, (Jakarta: PP LDNU Publishing, 2007), cetakan pertama,h. 5. 9 A. Machfoed, Filsafat Dakwah “Ilmu Dakwah dan Penerapannya”, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2004), h. 15. 8
19
individual dan sosio-kultural dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan menggunakan cara tertentu.10 Dakwah merupakan kewajiban yang diperintahkan oleh Allah SWT kepada seluruh hamba-Nya. Untuk itulah bahwa ajaran atau perintah dakwah merupakan bagian integral dalam Islam. Di samping dituntut untuk hidup secara Islami, kita juga dituntut untuk menyebarkan ajaran Islam ke seluruh umat manusia. Karena berkat dakwah pula nantinya agama Islam dapat menyebar dan diterima di mana-mana. Dari penjelasan-penjelasan yang telah dipaparkan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa sangat sulit untuk memisahkan antara dakwah dengan Islam, karena Islam akan selalu maju dan berkembang lewat jalan dakwah. Oleh karena itu penulis memberikan kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan dakwah dalam Islam adalah usaha dan ajakan kepada manusia menuju kepada jalan kebenaran tanpa adanya paksaan dan sesuai dengan tuntunan al- Qur’an dan as- Sunnah. Karena dakwah adalah upaya untuk menumbuhkan kecendrungan dan ketertarikan. Oleh karena itu dalam dakwah tidak hanya terbatas pada aktivitas lisan semata, akan tetapi mencakup seluruh aktivitas lisan ataupun perbuatan yang ditunjukan dalam rangka menumbuhkan kecendrungan dan ketertarikan terhadap Islam.
10
Amrullah Achmad, Dakwah Islam dan Perubaahan Sosial (Yogyakarta: Prima Duta Yogyakarta, 1983), cetakan pertama, h. 32.
20
B. Unsur-Unsur Dakwah 1. Tujuan Dakwah Dakwah merupakan aktivitas yang sangat penting dalam Islam. Dengan dakwah, Islam dapat tersebar dan diterima oleh manusia. Sebaliknya, tanpa dakwah Islam akan semakin jauh dari masyarkat dan selanjutnya akan lenyap dari permukaan bumi. Dalam kehidupan masyarakat, dakwah berfungsi menata kehidupan yang agamis menuju terwujudnya masyarakat yang harmonis dan bahagia. Ajaran Islam yang disiarkan melalui dakwah dapat menyelamatkan manusia dan masyarakat pada umumnya dari hal-hal yang dapat membawa pada kehancuran.11 Untuk itu anjuran berdakwah bagi semua kaum muslim tidak lain agar menjadi hamba Allah yang selaras dengan perintah dan tuntunan-Nya. Tujuan merupakan pernyataan bermakna, keinginan yang dijadikan pedoman manajemen puncak organisasi untuk meraih hasil tertentu atas kegiatan yang dilakukan dalam dimensi waktu tertentu.dalam tujuan memiliki target-target tertentu dan dalam waktu yang bisa diperkirakan. Begitupun dengan dakwah, dakwah Islam tentunya mempunyai orientasi-orientasi tertentu yang akan dicapai. Dakwah Islam merupakan suatu bentuk dakwah yang harus mempunyai tujuan untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat luas. Kesadaran disini dapat dibagi dan dimaknai menjadi tiga bagian, yaitu : a.
Sebagai penyadarkan manusia untuk mengenal tuhan mereka yang sebenarnya, yaitu Allah SWT. Serta membimbing mereka agar menyembah hanya kepada-Nya.
11
Muhammad Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: pertama, h. 37.
Prenada Media, 2004), cetakan
21
b.
Menyadarkan manusia bahwa Islam mengajarkan sikap berserah diri serta tunduk dan patuh kepada Allah SWT dengan melepaskan diri dari segala bentuk penuhanan kepada selain Allah SWT.
c.
Menyadarkan bahwa apa yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah SWT semata-mata adalah untuk kebaikan dan kemaslahatan kehidupan di dunia dan akhirat.
Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan utama dan tujuan akhir dakwah yakni terwujudnya individu dan masyarakat yang menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dalam segala aspek kehidupannya. Serta mereka dapat menanamkan nilai-nilai yang dapat mendatangkan kebahagiaan dam kesejahtraan yang diridhoi oleh Allah SWT. 2. Materi Dakwah Berdakwah bukan mengajak dan menyeru secara asal tanpa dilandasi sumber-sumber yang benar dan dapat dipercaya. Berdakwah adalah proses yang terencana. Untuk itulah seorang dai sebaiknya dan seharusnya mempunyai materi dakwah yang sudah terpola dan tepat untuk sasaran dakwahnya. Materi dakwah adalah masalah isi pesan atau materi yang disampaikan dalam berdakwah. Dalam hal ini materi yang disampaikan tentu saja ajaran Islam itu sendiri.12 Materi dakwah yang sesungguhnya adalah al-Qur’an dan as-Sunnah. alQur’an merupakan sumber materi pokok, dan as-Sunnah merupakan penjelas daripada al-Qur’an. al-Qur’an merupakan wahyu Allah SWT yang mutlak
12
Najamuddin, Metode Dakwah Menurut Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008).h. 24.
22
kebenarannya dan dijaga sendiri oleh Allah akan keutuhannya, keasliannya dan keakuratannya. Sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya :
Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya”(Q.S.al_Hijr:9)
Quran,
dan
Ayat Ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian al-Quran selama-lamanya. Sebagai pedoman hidup manusia, al-Qur’an mengandung secara lengkap tentang petunjuk, pedoman, hukum, sejarah, keyakinan, peribadatan, politik,
ekonomi,
sosial,
hingga
hal
teknologi.
Maka
dengan
segala
kesempurnaannya tersebut, al-Qur’an mutlak menjadi dalil utama dalam materi yang disampaikan kepada objek dakwahnya.13 Sedangkan sumber materi dakwah yang juga mutlak untuk dijadikan pedoman dalam berdakwah adalah as-Sunnah. as-Sunnah adalah ucapan, tingkah laku atau sikapnya, maupun akhlak mulia Rasulullah SAW yang wajib dijadikan pedoman hidup. Kedua sumber inilah yang menjadi materi pokok dalam berdakwah. Sebab, sejatinya al-Qur’an dan as-Sunnah adalah obor bagi umat manusia di tengah-tengah kegelapan agar tidak terperosok dalam jurang kesesatan.14 Pada dewasa ini, materi-materi yang disajikan cenderung dikaitkan dengan kehidupan kemasyarakatan. Pada dasarnya materi-materi tersebut dapat tercemin dalam beberapa hal, yaitu: 13
Rahmat Semesta, Metode Dakwah,(Jakarta: Prenada Media, 2003), h,20. Najamuddin, Metode Dakwah Menurut Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008).h. 25. 14
23
a. Materi dakwah harus disesuaikan dengan adat dan tradisi penerima dakwah. b. Materi dakwah sesuai dengan masalah-masalah kontemporer. c. Materi dakwah harus mampu menjadi cerminan bahwa Islam adalah agama rahmatan lil alamin. d. Materi dakwah sebaiknya juga mencakup sejarah hidup para sahabat nabi, para ulama yang baik, para tokoh pemimpin yang bisa menginspirasi para mad’u, serta pengalaman-pengalaman baik yang dijumpai seorang da’i dalam perjalanan dakwahnya.
3. Subjek dan Objek Dakwah Berbicara mengenai dakwah, maka di dalamnya juga akan membahas subjek dan objek dakwah. Karena kedua komponen ini merupakan satu rangkaian dalam perjalanannya, kedua komponen tersebut terbagi menjadi dua, yaitu: a. Da’i (Subjek) Yang dimaksud da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan maupun tulisan ataupun perbuatan dan baik secara individu, kelompok atau berbentuk organisasi atau lembaga. Adapun pengertian da’i secara umum adalah orang yang mengajak, menyeru, memanggil, dan mengundang mad’u untuk mengikuti perintah Allah SWT. Sedangkan pengertian da’i menurut para pakar dalam bidang dakwah, yaitu:
24
1) Definisi da’i menurut Nasaruddin Lathif adalah seorang muslim dan muslimat yang menjadikan dakwah sebagai suatu amaliah pokok bagi tugas ulama. da’i juga sebagai juru penerang yang menyeru, mengajak dan member pengajaran dan pelajaran agama Islam.15 2) M. Natsir mengatakan bahwa da’i adalah pembawa dakwah yang memperingatkan atau memanggil supaya memilih, yaitu memilih jalan yang membawa pada keuntungan.16 Secara fungsional da’i adalah pemimpin, yakni yang memimpin masyarakat dalam mengembalikan pada potensi kepemimpinan masyarakat untuk menuju jalan yang sesuai dengan ajaran Islam.17 Da’i merupakan unsur yang fundamental dan menentukan berhasil atau tidaknya proses dakwah. Oleh karenanya, seorang da’i sudah seyogyanya memiliki sifat kepemimpinan (Leadership). Kepemimpinan bagi seorang da’i adalah sebagai seni untuk memengaruhi manusia, yang merupakan kepandaian mengatur orang lain. Dengan bakat dan keterampilan kepemimpinan tersebut sangat berguna dalam menjalankan tugasnya mengembangkan diri dan materi ketika berhadapan dengan mad’u. Seorang da’i harus mengenal objek dakwahnya, yang meliputi pemikiran, persepsi, problematika, lingkungan, dan kesulitan-kesulitan objek dakwahnya.
15
HMS. Nasaruddin Lathief, Teori dan Praktek Dakwah, (Jakarta, Bulan Bintang, 1974),
h.162. 16 17
M.Natsir, Fiqhud Dakwah, (Jakarta, Dewan Islamiyah Indonesia), h.25. Rahmat Semesta, Metode Dakwah,(Jakarta: Prenada Media, 2003). h.175.
25
Karena seorang da’i bagaikan dokter yang pandai dan bijaksana serta mengetahui penyakit dan mengetahui cara bagaimana mengatasinya.18 Permasalahan di atas sangat berkaitan sekali dengan teori psikologi komunikator atau kejiwaan seorang komunikator ketika berinteraksi dengan komunikan atau mad’u. ada beberapa teori yang berkaitan dengan hal ini, yakni: 1)
Teorinya Aristoteles yang menyebut karakter komunikator itu
sebagai ethos. Sedangkan ethos terdiri dari pikiran baik, akhlak yang baik dan juga maksud yang baik sorang komunikator ketika berinteraksi dengan komunikan atau mad’u bagi seorang da’i. 2)
Teori prior ethos yang menjelaskan tentang hal-hal apa saja yang
memengaruhi persepsi komunikan atau mad’u tentang
seorang
komunikator atau da’i dalam hal ini ia melakukan komunikasinya atau sebelum ia berinteraksi. 3)
Teori
intrinsic ethos
yakni teori yang menjelaskan tentang
ketertarikan seorang komunikan terhadap seorang komunikator setelah ia berkomunikasi dengan komunikator karena cara berbicaranya dan pemilihan kata-katanya, isi yang disampaikannya dan juga kedalam uraian materi yang disampaikannya.19 b. Mad’u (Objek) Salah satu unsur penting lainnya dalam komponen dakwah adalah mad’u atau masyarakat yang akan didakwahi. Mereka adalah orang-orang yang akan 18
Sa’ad Wahf al-Qathani, Menjadi Da’i Yang Sukses, (Jakarta: Qisthi Press, 2005), h
19
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya), h. 255-
.91. 259.
26
diseru, dipanggil atau diundang. Maksudnya adalah orang yang diajak kedalam Islam.20 Salah satu makna berdakwah adalah menempatkan manusia sesuai dengan kadar yang telah ditetapkan Allah. Keragaman karakteristik manusia merupakan warna-warni dalam berdakwah. Untuk itulah sebagai da’i harus mampu menempatkan sasaran dakwahnya dengan tepat. Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa sasaran atau objek dakwah ialah manusia, baik dirinya sendiri maupun orang lain. Sebab agama Islam diturunkan oleh Allah SWT bukan hanya untuk sekelompok manusia, akan tetapi untuk seluruh umat manusia termasuk da’i itu sendiri. Mad’u adalah mitra dakwah yang terdiri dari berbagai macam golongan manusia.oleh karena itu menggolongkan mad’u sama halnya menggolongkan manusia itu sendiri dari berbagai aspek. Penggolongan mad’u tersebut antara lain sebagai berikut : 1)
Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi
sosiologis berupa masyarakat terasing, pedesaan, kota besar dan kecil, serta masyarakat di daerah masyarakat marjinal dari kota besar. 2)
Sasaran yang berupa kelompok-kelompok masyarakat dilihat dari
segi struktur kelembagaan berupa masyarakat pemerintahan dan keluarga. 3)
Sasaran yang berupa kelompok masyarakat dilihat dari segi sosial
budaya berupa golngan priyai, abangan dan santri. Klasifikasi ini terutama terdapat dalam masyarakat jawa. 20
Najamuddin, Metode Dakwah Menurut Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008), h. 2.
27
4)
Sasaran yang berhubungan dengan golongan dilihat dari segi
tingkat kehidupan sosial ekonomi berupa golongan orang kaya, menengah dan miskin. 5)
Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi
pekerjaan berupa golongan petani, pedagang, seniman, buruh, pegawaipegawai negeri dan sebagainya. 6)
Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi
jenis kelamin, berupa golongan wanita dan pria. 7)
Sasaran yang berhubungan dengan golongan dilihat dari segi
khusus berupa golongan masyarakat tuna susila, tuna wisma, tuna karya, narapidana dan sebagainya.21 Mengenal dan memahami strata mad’u manusia dalam berdakwah sangatlah penting, karena dakwah tanpa mengenal mad’u ibarat sayur tanpa garam yang rasanya hambar dan tidak mengenakan. Rasulullah SAW bersabda yang artinya : “Berbicaralah kepada manusia menurut kadar kecerdasan mereka” (HR.Muslim) Jadi, subjek dan objek dakwah sangat berkaitan satu sama lain. Dimana mad’u sebagai salah satu unsur utama yang sangat penting dalam menentukan berhasil atau tidaknya proses dakwah.
21
H.M. Arifin, Psikologi Dakwah, (Jakarta:Bumi Aksara, 2000), cetakan kelima, h. 23.
28
4. Metode Dakwah Metode berasal dari dua bahasa yunani, yaitu: “meta” (melalui) dan “hodos” (jalan, cara). Maka metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Dalam bahasa Jerman metode berasal dari kata “methodica” artinya adalah ajaran tentang metode. Sedangkan dalam bahasa Arab, metode berasal dari kata “thariq” yang artinya jalan. Sehingga metode adalah cara yang telah diatur dan memulai proses untuk mencapai suatu maksud.22 Metode adalah suatu cara yang bisa ditempuh atau cara yang ditentukan secara jelas untuk mencapai dan menyelesaikan suatu tujuan. Sedangkan dakwah adalah cara yang digunakan subjek dakwah untuk menyampaikan materi dakwah. Metode dakwah dapat juga disebut sebagai alat yang dipergunakan oleh seorang da’i untuk menyampaikan materi dakwahnya dengan serentetan kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu. Maka dari itu, kejelian dan kebijakan juru dakwah dalam memilih dan memakai metode itu sangat memengaruhi kelancaran dan keberhasilan dakwah. Pada umumnya bahasan tentang metode dakwah itu merujuk pada surat An-Nahl ayat 125 yang berbunyi :
22
Hasannudin, Manajemen Dakwah, (Jakarta:UIN Press, 2005), cetakan pertama, h. 60.
29
Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. QS. An-Nahl : 125) Dalam ayat ini dijelaskan bahwa metode dakwah ada tiga hal, yaitu: Hikmah, Mau’izatul hasanah dan Mujadallah. Semua metode yang ada dalam ilmu dakwah merupakan cabang dari ketiga metode di atas. a.
Hikmah, yaitu berdakwah dengan memperhatikan situasi dan
kondisi sasaran dakwah dengan menitikberatkan pada kemampuan mereka, sehingga dalam menjalankan ajaran-ajaran Islam selanjutnya, mereka tidak lagi merasa terpaksa atau keberatan. b.
Mau’izatul hasanah, yaitu berdakwah dengan memberikan nasihat-
nasihat atau menyampaikan ajaran-ajaran Islam dengan rasa kasih sayang, sehingga nasihat dan ajaran Islam yang disampaikan itu menyentuh hati mereka. c.
Mujadalah, yaitu berdakwah dengan cara bertukar pikiran dan
membantah dengan cara yang sebaik-baiknya dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat dan tidak memberikan tekanan-tekanan kepada mad’unya sehingga tidak melahirkan permusuhan nantinya.23 Namun dakwah secara umum dibagi menjadi tiga. Yaitu : dakwah bil lisan, dakwah bil qolam, dan dakwah bil hal.
23
Mohammad. Ali Aziz, Ilmu Dakwah ( Jakarta: Prenada Media, 2001), h.122-123.
30
a. Dakwah bil lisan : secara bahasa dakwah bil lisan berarti dakwah dengan menggunakan ucapan. Adapun secara istilah, dakwah bil lisan adalah memanggil, menyeru ke jalan Allah SWT. Dakwah jenis ini adalah penyampaian informasi atau pesan dakwah melalui lisan. contohnya : 1)
Metode Ceramah : Ceramah adalah suatu teknik atau metode dakwah yang banyak diwarnai oleh karakteristik bicara seorang da’i pada suatu aktifitas dakwah.
2)
Percakapan antar pribadi : Percakapan pribadi atau individual conference adalah percakapan bebas antara seorang da’i dengan individu-individu sebagai sasaran dakwahnya.
3)
Debat : Metode debat pada dasarnya adalah untuk mencari suatu kebenaran dari apa yang telah diajarkan Islam secara baik dan benar, dan bukan untuk mencari kemenangan
4)
Diskusi : Metode diskusi ini dimaksudkan untuk merangkai objek dakwah agar berpikir dan mengeluarkan pendapatnya serta ikut menyumbangkan
ide-ide
dalam
kemungkinan-kemungkinan
jawaban dari pemecahan masalah. b. Dakwah bil qolam : metode dakwah ini menggunakan keterampilan tulis menulis. Dakwah dengan metode ini mempunyai kelebihan tersendiri. Yaitu dapat dimanfaatkan dalam waktu yang lebih lama serta jangkauannya lebih luas. Karena sebuah karya akan terus bermanfaat dan tidak akan musnah sekalipun penulisnya telah wafat.
31
c. Dakwah Bil hal : istilah dakwah bil hal dipergunakan untuk merujuk kegiatan dakwah melalui aksi atau tindakan atau perbuatan nyata. Metode ini merupakan sebuah kerangka kerja kongkret dalam melaksanakan setiap kerja dakwah dalam masyarakat, sehingga akan lebih efektif jika ditunjang dengan konsep yang matang. Dakwah ini lebih berorientasi pada pengembangan masyarakat.24 Dari banyak model, cara ataupun metode dakwah yang dikemukakan oleh para ahli. Di dalamnya terdapat pula wacana tentang metode pendekatan dakwah struktural dan kultural. Menurut
Muhammad
Sulthon,
dakwah
dapat
dikategorisasikan
berdasarkan dua pendekatan, pendekatan struktural dan kultural. Sesuatu dapat dikategorisasikan sebagai dakwah struktural jika betul-betul berdakwah secara intensif mengupayakan ajaran Islam mengejawantah di struktur pemerintah. Untuk itu, kecenderungan dakwah ini sering kali mengambil bentuk dan masuk kedalam kekuasaan, terlibat dalam proses eksekutif, yudikatif, dan legislatif serta bentuk-bentuk struktur sosial kenegaraan lainnya. Dengan demikian aktifitas dakwah ini banyak memanfaatkan struktur sosial, politik, ekonomi maupun lainnya.25 Sedangkan menurut Masnun Thahir, Islam struktural adalah pendekatan dakwah di mana dalam pendekatan ini memandang proses islamisasi dilakukan secara legal formal melalui struktur kelembagaan. Karena proses islamisasi ini dilakukan secara legal formal maka untuk melakukannya membutuhkan bantuan 24 25
h.23.
M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 1997), cetakan kedua, h. 34. Muhammad Sulthon, Desain Ilmu Dakwah, (Yogyakarta: Pustaka Remaja, 2003),
32
dari berbagai perangkat sturktural. Jika kita berbicara dalam tataran negara, maka perangkat tersebut adalah parlemen.26 Sedangkan dakwah kultural diartikan sebagai dakwah yang melakukan pendekatan
terhadap
kultur
budaya
masyarakat
atau
dakwah
dengan
memperhatikan potensi dan kecenderungan masyarakat setempat. Dalam artian yang
luas
dakwah
kultural
dipahami
sebagai
kegiatan
dakwah
yang
memperhatikan kombinasi yang harmonis antara nilai-nilai Islam dengan kebiasaan masyarakat. Sehingga dakwah ini dipandang dapat mengurangi benturan-benturan saat penyebaran Islam.27 Dalam pengertian khusus, dakwah kultural adalah kegiatan dakwah dengan memperhatikan, memperhitungkan dan memanfaatkan adat istiadat, seni, dan budaya lokal yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Selanjutnya yang disebut dengan Islam Kultural menurut Masnun Thahir adalah adalah sebuah upaya pendekatan dakwah tidak melalui struktur legal formal. Melainkan proses islamisasi secara kultural yaitu proses dakwah dengan mengakulturasi budaya lokal. Diharapkan dengan melalui pendekataan budaya ini akan mampu menggerakkan perubahan masyarakat (the society aimed movement).28 Dari kedua metode pendekatan tersebut, penulis tidak mengartikan keduanya kepada pengertian struktural sebagai sebuah pembentukan negara Islam, 26
Masnun Thahir, Tulisan Dalam Jurnal Istiqra, Nomor 01, 2007. h. 174 Syamsul Hidayat, Dakwah Kultural dan Pemurnian Ajaran Islam, (Yogyakarta: LSB PP Muhammadiyah, 2002), h. 38 28 Masnun Thahir, Tulisan Dalam Jurnal Istiqra, Nomor 01, 2007. h. 174 27
33
dan kultural sebagai pemisah antara Islam dan politik. Ataupun mengartikan ini dengan problematika boleh atau tidaknya Islam berpolitik. Bahtiar Efendy mengatakan, tidak ada satu pun pengertian khusus mengenai politik Islam atau sebaliknya. Karena masing-masing pemikir dan pelaku tidak mempunyai satu rumusan tunggal mengenai hal tersebut yang dapat diterima secara universal.29 Untuk itulah fokus penelitian ini adalah bagaimana melihat kiprah dakwah seorang da’i selama berkarir di lingkup birokrasi kekuasaan. Senada dengan ini, penulis mengutip pendapat Ibnu Khaldun, bahwa dalam bermasyarakat manusia memerlukan seorang pemimpin yang berkuasa. Dengan kekuasaan itu ia dapat melaksanakan tugasnya dalam masyarakat secara efektif. Jika penguasa itu mengajak kebaikan kepada jalan Allah SWT, maka pemimpin dan rakyatnya akan sama-sama mendapatkan pahala”30. Itulah alasan mengapa berdakwah dalam lingkup kekuasaan juga menjadi penting. 5. Media Dakwah Perkembangan ajaran Islam ke seluruh penjuru dunia tidak terlepas dari berkembangnya media sebagai suatu sarana dakwah. Ayat-ayat suci Al-Quran pada mulanya diajarkan Rasulullah kepada para sahabat dengan metode melafalkan langsung dan menghafalkannya. Hingga pada akhirnya Khalifah Usman bin Affan yang kemudian memerintahkan untuk mencatat Al-Quran dalam
29
Tulisan Bachtiar Efendy Pada Buku, Problematika Politik Islam, (Jakarta : PT. Grasindo, 2002), h. 158. 30 Abu Ridha, Islam Dan Politik Mungkinkah Bersatu?, ( Bandung : Syaamil Cipta Media, 2004), h. 130.
34
sebuah mushaf yang kemudian sering kita kenal sebagai Al-Quran yang ada sekarang. Media adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alat atau perantara untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan demikian media dakwah adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan secara efektif. Di zaman modern sekarang ini, dakwah semestinya menyesuaikan situasi dan kondisi yang semakin berubah ke arah yang lebih maju. Juru dakwah dituntut untuk semakin kreatif dan efisien dalam pelaksanaan dakwah. Tidak hanya asal dalam melaksanakan dakwah, karena nantinya akan berdampak tidak baik terhadap hasil dakwahnya. Pada dasarnya, pesatnya perkembangan media massa dewasa ini merupakan
fenomena
yang
sehat,
selama
sejalan
dengan
semangat
mengembangkan sistem komunikasi yang relevan dengan globalisasi informasi dan komunikasi. Islam sendiri tidak melarang penggunaan teknologi informasi sepanjang dapat meningkatkan produktivitas kesalehan sosial dan nilai dalam upaya pengabdian seorang hamba kepada tuhannya. Untuk itulah, disamping keberhasilan suatu dakwah itu ditentukan oleh seorang dai, tetapi media atau sarana dakwah juga berperan penting dalam hal ini. Jika dilihat dari sifatnya, media dakwah itu dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu: a. Media tradisional, yaitu media dakwah yang berbentuk pertunjukan sebuah pentas tradisi budaya yang dipentaskan di depan umum. Seperti
35
misalnya pada abad ke-15 Sunan Kalijaga menambahkan cerita-cerita Islami dalam pertunjukan wayang kulitnya. b. Media modern, yaitu media dakwah yang berbentuk kekinian. Seperti media massa dan sosial media lainnya.31 Karena keduanya kini memiliki kontribusi dan partisipasi yang sangatlah besar bagi perkembangan dakwah
Islamiyah. Seperti
mendigitalisasi
literatur-literatur
Islam
sehingga bisa dinikmati oleh banyak pihak 6. Pengertian Birokrasi Menurut Max Weber, birokrasi adalah suatu mekanisme sosial yang memaksimumkan efisiensi dan juga sebagai suatu bentuk organisasi sosial yang memiliki ciri khas. Ciri khas tersebut adalah : a. Ada hirarki jabatan yang jelas. b. Fungsi-fungsi jabatan ditentukan secara tegas. c. Para pejabat diangkat berdasarkan suatu kontrak. d. Diangkat berdasarkan kualifikasi kualitas professional. e. Memiliki gaji dan biasanya memiliki hak-hak pensiun. f. Terdapat suatu srtruktur karir, dan promosi dimungkinkan berdasarkan senioritas maupun keahlian. g. Pos jabatan adalah lapangan kerjanya sendiri atau lapangan kerja pokoknya. h. Tunduk pada sistem dan kontrol yang seragam.32
31 32
Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah, ( Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h.163. Martin Albrow, Birokrasi, (Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya, 1989), h.83.
36
Menurut Kamus Besar Bahas Indonesia (KBBI), birokrasi dapat dijelaskan menjadi dua definisi : 1. Birokrasi didefinisikan sebagai sistem pemerintahan yang dijalankan oleh seorang pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hirarki dan jenjang jabatan. 2. Birokrasi adalah sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai bayaran yang tidak dipilih oleh rakyat, cara pemerintahannya dikuasai oleh pegawai negeri dan cara kerjanya menurut aturan dan berliku-liku.33 Sedangkan menurut Prajudi Atmosudirjo, birokrasi mempunyai tiga arti. Pertama, birokrasi adalah organisasi sekelompok pejabat-pejabat sejenis tertentu yang bekerja sama secara ketat. Kedua, birokrasi adalah sistem atau tata kerja kaku, impersonal, dan tidak boleh menyimpang dari peraturan yang berlaku. Ketiga, birokrasi adalah status jabatan yang terikat pada kesepakatan kerja, kerahasiaan dan kejujuran pada organisasi.34
33 34
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), h. 245 Asep Muslim, Reformasi Birokrasi, (Jakarta : PT. PERCA, 2008), h. 2.
BAB III Profil Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM.
A. Biografi Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. 1. Riwayat Hidup
Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM, lahir pada 12 Mei 1953 di Dusun Saradan, Kelurahan Purworejo, Kecamatan Suruh, Salatiga Semarang. Ayahnya bernama H. Juri adalah seorang buruh tani kecil sekaligus guru mengaji, imam masjid hingga aktif berceramah di sekitar kampung. Sedangkan ibunya yang bernama Hj. Sofiah adalah seorang ibu rumah tangga biasa.1 Sejak terlahir dirinya memang sudah lekat dengan lingkungan dakwah. Bukan hanya karena ayahnya seorang kiyai kampung, tetapi juga karena aktivitasnya sejak kecil yang sudah lekat dengan dunia pendidikan agama. Terlebih dirinya pernah terinspirasi oleh gaya dakwah seseorang yang bernama Kapten Tituler Jailani. Dengan pengaruh lingkungan inilah dirinya memutuskan untuk tetap istiqomah dalam jalur dakwah hingga kini. Riwayat pendidikan seorang Kurdi Mustofa dimulai dari Sekolah Rakyat. Namun belum sempat lulus, dirinya sudah diterima untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang Sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA) hingga
1
Hasil Wawancara dengan Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. Rabu. 03 Mei 2013. Pukul 09.15
37
38
lulus pada tahun 1970. Semasa menjadi pelajar di sekolah PGA, Kurdi Mustofa menyempatkan selalu berguru mengaji di Pondok Pesantren milik KH. Badrudin dan Pondok Pesantren Luhur milik KH. Maimun Zubair2. Pada tahun 1971 dirinya memutuskan untuk kuliah di Fakultas Dakwah IAIN Walisongo, Semarang. Kurdi Mustofa adalah generasi ketiga dari sejak tebentuknya dan berdirinya Fakultas Dakwah di IAIN Walisongo. Kurdi Mustofa menamatkan pendidikannya sebagai salah satu lulusan terbaik sebagai Sarjana Muda pada tahun 1975. Dirinya sempat melamar untuk menjadi dosen di almamater kampusnya, dan sempat diterima. Tetapi pada tahun 1980, dirinya mendaftar dan mendapat panggilan untuk ikut wajib militer. Setahun kemudian, dirinya masuk pendidikan militer di Sekolah Perwira Militer Wajib (Sepamilwa) di Bandung, Jawa Barat. Setelah menyelesaikan sekolahnya selama tiga bulan, akhirnya Kurdi Mustofa lulus dengan pangkat sebagai Letnan Satu. Hingga akhirnya mendapat tugas pertamanya di KODAM III/17 Agustus Sumatra Barat3. 2. Karir Dalam Lingkungan Birokrasi Kekuasaan Langkahnya untuk berdakwah dalam lingkup kekuasaan tentu tidaklah mudah, apalagi mendapat kepercayaan di lingkungan itu. Sebagai alumni IAIN Walisongo, beliau berpikir bahwa menjadi bagian dari lingkungan penguasa adalah strategi jitu untuk berdakwah. Karena ketika itu pilihan 2
Hasil Wawancara dengan Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. Rabu. 03 Mei 2013. Pukul 09.15 3 Hasil Wawancara dengan Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. Rabu. 03 Mei 2013. Pukul 09.15
39
seperti ini tidak semua orang bisa dan mampu melakukannya. Selain karena pemerintah masih mencurigai umat Islam, apalagi sebagai lulusan IAIN, juga harus melalui proses seleksi yang ketat. Baginya, dunia ketentaraan menjadi wahana baru untuk terus berkhidmat pada nilai-nilai dakwah. Terlebih saat itu Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) memegang kendali hampir di seluruh posisi publik dan pemerintahan. Ia memulai karir dan profesinya sebagai seorang prajurit TNI AD Semenjak tahun 1981 dengan pangkat Letnan Satu CAJ . mengawali tugasnya sebagai Perwira Pembina Mental di lingkungan Kodam III/17 Agustus Sumatra Barat mulai dari Perwira Bintal di Satuan Batalyon, Bintaldam, hingga menjadi Kabintal Korem 032/WBR di Sumatra Barat. 4 Kemudian Kurdi Mustofa dimutasikan untuk bertugas di lingkungan Dinas Pembinaan Mental TNI AD di Jakarta. Dia pun pernah bertugas di Korem 011/Liliwangsa Aceh Utara untuk mengemban tugas sebagai Advisor pada jabatan Panglima Angkatan Bersenjata Brunnei Daarussalam untuk urusan-urusan pembinaan keagamaan. Pada tahun 1996, Kurdi Mustofa menjadi lulusan terbaik Sesko AD angkatan 33. Kemudian ia direkomendasikan untuk melanjutkan karir militernya di lingkungan Sospol ABRI. Di sinilah kemudian Kurdi Mustofa pertama kali kenal dan dekat dengan sosok SBY. Ketika itu SBY baru saja pindah dari Pangdam II/Sriwijaya menjadi Kasospol Mabes ABRI.
4
Kurdi Mustofa, Dakwah Di Balik Kekuasaan (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2012). Cet. Pertama, h 83
40
Di lingkungan Kasospol ABRI, Kurdi Mustofa menjabat sebagai Staf Doktrin Sistem dan Metode. Tugasnya ini meliputi bidang doktriner mindset hingga membuat pokok-pokok pikiran dalam tubuh ABRI. Sehubungan dengan tugasnya yang banyak bergelut dengan produk tulisan mengenai kebijakan, maka sudah tentu dirinya banyak bertemu dengan SBY selaku pimpinan Kasospol Mabes ABRI. Dengan munculnya embrio reformasi nasional dan jatuhnya Presiden Suharto pada tahun 1997-1998, maka terjadi pula reformasi dalam tubuh institusi ABRI.
Kurdi Mustofa adalah sedikit dari Perwira yang
mendapat kesempatan untuk terlibat langsung dalam proses dan dinamika reformasi internal ABRI (TNI).
Contohnya adalah, ketika dia terlibat
langsung dalam merumuskan dan menyusun pokok-pokok pikiran ABRI tentang reformasi, paradigma baru, netralitas dan konsep-konsep lainnya tentang reformasi ABRI. Di tahun itulah dirinya bersama Mayjen Sudi Silalahi dan Brigjen Djoko Santoso intens bertemu dengan SBY. Kedekatan personal dan struktural Kurdi Mustofa dengan SBY berlanjut hingga dirinya menjadi staf di beberapa institusi yang dipimpin oleh SBY. Seperti ketika SBY menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Menko Polkam. Di lingkungaan Kantor Menko Polkam, Kurdi Mustofa menjabat sebagai Asisten Deputi Politik Dalam Negeri. Dalam Surat Keputusan Panglima TNI Nomor: Skep/200/V/2005 tanggal 25 Mei 2005, secara resmi Kurdi Mustofa diangkat menjadi Sekretaris
41
Pribadi Presiden.5 Ketika itu beliau masih berpangkat Kolonel TNI-AD, namun setelah menjadi Sekretaris Pribadi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pangkatnya langsung dinaikan menjadi Brigadir Jendral. Selain tugasnya pokoknya sebagai Sekretaris Pribadi Presiden. Kurdi Mustofa juga sedikit banyak memberikan kontribusi pentingnya kegiatan keagamaan bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Seperti misalnya, mengatur jadwal kegiatan Presiden SBY agar tidak berbenturan dengan waktu shalat, memfasilitasi komunikasi dan silaturahmi personal antara Presiden SBY dengan para kiyai nasional, serta rutin mengadakan acara buka puasa bersama dengan para Menteri.6 Kegiatan-kegiatan tersebut terus rutin diagendakan selama dirinya menjabat sebagai Sekretaris Pribadi Presiden. Bahkan peran dakwahnya tidak sampai hanya pada ranah personal dengan Presiden SBY. Tetapi dirinya juga turut membesarkan network dan jaringan Majlis Zikir Nurussalam, pengajian setiap malam Jum’at di Masjid Istana, Safari Ramadhan Presiden, dan mengadakan dialog antara Ulama dengan Presiden. Menjelang Pemilu 2009, Kurdi Mustofa meminta kepada Presiden untuk dipindahkan menjadi Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Sosial. Keputusannya ini murni untuk membantu SBY agar memenangi Pemilu 2009.
5
http://www.tempointeractive.com/hg/nasional/id.html. Diakses pada 28 April 2013. Pukul : 19.25 6 Hasil Wawancara dengan Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. Rabu. 03 Mei 2013. Pukul 09.15
42
Selesai Pemilu, Kurdi Mustofa kembali ke induk Organisasi Mabes TNI sebagai Staf Ahli Panglima TNI. Kemudian dirinya pensiun dan mengakhiri karirnya dengan pangkat Mayor Jendral (Mayjen) pada tahun 2010. Pensiun dari militer, justru Kurdi Mustofa semakin sibuk. Panggilan dakwahnya kembali ditemukan kembali melalui organisasi Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI). Pada Muktamar Ke V IPHI di kota Palembang, Kurdi Mustofa secara aklamasi dipercaya menjadi ketua umum IPHI periode 2010-2015. Kurdi Mustofa beranggapan bahwa dengan terpilihnya dirinya menjadi ketua umum organisasi persaudaraan haji ini, justru telah mengembalikan ghiroh dakwahnya sebagai seorang mubaligh. Menurutnya para haji adalah sumber kekuatan moral, sosial, dan ekonomi. Para haji juga dapat menjadi pilar dan kontributor bagi pembangunan karakter bangsa.7 Kini dirinya bersama pengurus pusat IPHI lainnya mencoba membangun dan memanfaatkan potensi yang ada pada organisasi ini. Contohnya dengan membangun sekolah-sekolah, Rumah Sakit hingga Perguruan Tinggi di daerah-daerah yang kesemuanya adalah hasil dari potensi jamaah haji di Indonesia. Visinya adalah untuk memelihara kemabruran dan misinya untuk memberdayakan umat. Visi dan Misi ini adalah modal dirinya mengembangkan organasisasi IPHI. 7
Kurdi Mustofa, Dakwah Di Balik Kekuasaan (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2012). Cet. Pertama. Hal-143
BAB IV ANALISIS DAKWAH DALAM BIROKRASI: Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM.
A. Temuan Penelitian 1. Dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. Terlahir di lingkungan pendakwah, Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM menjadikan dakwah sebagai jalan hidupnya. Meskipun jalan dan metode dakwah yang dipilihnya adalah dakwah dalam dunia birokrasi (kekuasaan). Menurutnya, dakwah pada jalan ini lebih sesuai dengan passion yang terdapat dalam dirinya. Salah satu alasan kecilnya adalah ia pernah terinspirasi oleh sosok perwira militer bernama Kapten Tituler Jailani. Selain sebagai perwira militer, Kapten Tituler Jailani juga tetap istiqomah pada jalan dakwah. Keefektifan dakwah dalam kekuasaan adalah alasan kuat Kurdi Mustofa memilih jalur dakwah ini. Terlebih jika dakwah yang disampaikan berhasil memengaruhi kekuasaan. Sehingga dapat terlahir produk-produk kebijakan yang mengarah pada kebaikan umat. Bahkan bukan hanya sebatas itu, tetapi juga dapat mengubah image sebuah institusi menjadi lebih baik. Kurdi Mustofa menganalogikan dakwah dalam kekuasaan seperti “perbedaan seratus harimau yang dipimpin oleh seekor domba dengan seratus domba yang dipimpin oleh
43
44
seekor harimau”. Perumpamaan ini tentu saja menunjukan bahwa besarnya pengaruh seorang pemimpin.1 Dakwah dalam birokrasi kekuasaan adalah salah satu cara mendorong lahirnya birokrat yang memiliki komitmen dan dasar-dasar keIslaman yang kuat. Dengan demikian, dakwah kekuasaan yang dimaksudkan di sini tentu lebih bersifat formalistik, untuk penanaman nilai-nilai Islam yang bersifat subtantif. Penananaman nilai-nilai keIslaman yang dibawa oleh Kurdi Mustofa ke dalam setiap dakwahnya berupa pengaplikasian kongkrit. Artinya bahwa ia jauh lebih mementingkan dakwah yang langsung dapat dirasakan banyak orang. Di sinilah kemudian penulis menemukan bentuk dari kiprah dakwah Kurdi Mustofa. Temuan-temuan tersebut penulis dapatkan melalui wawancara langsung dengan Kurdi Mustofa serta observasi melalui buku-buku yang berkaitan dengannya. Kiprah dakwah di dalam birokrasi yang dilakukan oleh Kurdi Mustofa meliputi dakwahnya selama berkarir di institusi militer dan sebagai Sekretaris Pribadi Presiden SBY periode 2004-2009. Ketika menjabat sebagai Pabintal (Perwira Pembina Mental) di Sumatera Barat, jabatan ini berkenaan dengan pembinaan mental serta kerohanian para prajurit. Jabatan ini juga kemudian membawanya kepada kegiatan keagamaan yang diadakan oleh internal institusi militer maupun di luar institusi militer Sumatera Barat. Posisi yang dijabatnya ketika itu secara langsung atau tidak membawanya lebih dekat dengan para komandannya. Ini dikarenakan Kurdi Mustofa juga berperan aktif menjembatani komunikasi antara institusi militer di Sumatera Barat 1
Hasil wawancara dengan Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. Rabu. 03 Mei 2013. Pukul 09.15.
45
dengan warga sekitar, terutama dalam hal yang berkaitan dengan kegiatan keagamaan. Kegiatan ini diperkuat dan didukung oleh masyarakat Sumatera Barat yang masih religius. Salah satu fungsi dari seorang Pabintal adalah menyeleksi para caloncalon perwira militer. Di sinilah kemudian Kurdi Mustofa memanfaatkan posisinya. Contohnya, para calon perwira militer harus bisa membaca al-Qur’an dan shalat. Kegiatan seperti ini terus dijalankan secara konsisten oleh Kurdi Mustofa di institusi militer ketika itu. Kegiatan dakwahnya ketika itu sempat membawanya menjadi advisor (penasihat) pada jabatan Panglima Angkatan Bersenjata Brunei Darussalam. Bahkan sikap kontributif Kurdi Mustofa sangat diapresiasi oleh para komandannya. Meskipun bentuk apresiasi itu baru sekadar menjadikan Kurdi Mustofa sebagai penulis naskah-naskah pidato para komandan. Menulis naskah pidato terus dilakukannya hingga ia berpindah tugas di lingkungan Mabes ABRI. Di lingkungan Mabes ABRI, Kurdi Mustofa banyak bergelut dengan produkproduk gagasan dan doktrinal. Temuan penelitian yang didapatkan oleh penulis kemudian merambah ketika Kurdi Mustofa menjabat sebagai Sekretaris Pribadi Presiden SBY. Sebagai Sekretaris Presiden, sudah tentu dirinya banyak mendampingi dan berdiskusi dengan SBY. Tugas umum sebagai Sekretaris Pribadi Presiden adalah mengatur jadwal keseharian presiden. Melalui tugas inilah dirinya mencoba memberikan ataupun memasukan unsur-unsur ajaran Islam di lingkungan kepresidenan. Kesempatan ini sangat dimaksimalkan Kurdi Mustofa, karena bagi Kurdi
46
Mustofa, seburuk-buruknya pemimpin, tetap saja ada jalan untuk melakukan perubahan. Kegiatan dakwah yang dilakukan oleh Kurdi Mustofa selama menjadi birokrat tidak terbatas pada sisi-sisi dakwah tindakan langsung. Tetapi Kurdi Mustofa juga mencoba berdakwah melalui tulisan. Ia menuangkan pokok-pokok pikiran tentang dakwah ke dalam buku-buku yang ditulisnya. Segala kesibukan tidak menghalangi Kurdi Mustofa untuk terus produktif menulis. Buku-buku yang ditulis Kurdi Mustofa antara lain: “Kembali ke Almamater”, “Mengatasi Krisis, Menyelamatkan Reformasi (1998) ”, “SBY dalam 5 Hari Mandat Maklumat” (2002), Visi, Aksi, dan Solusi” (2007), “Senandung Ribkah”, “Manasik dan Manafik Haji” (2010). Serta “Dakwah di Balik Kekuasaan” (2012), Sapu Lidi Tidak Sebatang (2013). Bahkan beberapa kali Kurdi Mustofa juga pernah menjadi editor buku-buku yang dikarang SBY. Seperti buku “Susilo Bambang Yudhoyono dan 20 Isu Besar” serta “Dua Tahun Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono”. 2 B. Analisis Temuan 1. Dakwah Struktural Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. Sesuatu dapat dikategorisasikan sebagai dakwah struktural jika betul-betul berdakwah secara intensif mengupayakan ajaran Islam mengejawantah di struktur pemerintah. Penulis menangkap apa yang dimaksudkan di atas bahwa dakwah struktural adalah dakwah dengan memanfaatkan kekuatan struktur organisasi, sehingga menjadi peluang dakwah yang potensial. 2
Hasil wawancara dengan Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. Jum’at. 03 Mei 2013. Pukul 09.15.
47
Senada dengan hal di atas, penulis mendapatkan keselarasan dengan metode pendekatan dakwah yang dilakukan oleh Kurdi Mustofa. Terutama dengan pemahaman dan pengaplikasian Kurdi Mustofa mengenai dakwah struktural. Menurut Kurdi Mustofa, dalam sebuah kekuasaan negara sudah tentu terdapat struktur institusinya. Untuk itulah diperlukan seorang da’i masuk ke dalam struktur institusi itu, Melalui struktur inilah diharapkan seorang da’i bisa lebih dekat dengan pemimpin. Sedangkan untuk masuk dan dekat dengan posisi pimpinan kekuasaan, dibutuhkan keunggulan kapasitas dan integritas diri. Sehingga akhirnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan penyebaran dakwah Islam.3 Keyakinannya berdakwah di lingkungan birokrasi kekuasaan ketika itu ternyata menguntungkan secara politis. Politis di sini tidak diartikan sebagai politik partai. Akan tetapi keuntungan politis di sini adalah keuntungan berkaitan dengan seni memengaruhi kebijakan, sehingga dapat memasukan unsur atau nilainilai ke Islaman. Seperti halnya ketika Kurdi Mustofa berkarir di lingkungan militer. Mengawali karir militer sebagai Perwira Pembina Mental (Pabintal) di daerah Sumatra Barat adalah keuntungan baginya. Kurdi Mustofa menilai masyarakat Sumatra Barat adalah masyarakat yang religius. Sehingga dirinya bisa
3
Hasil wawancara dengan Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. Jum’at. 03 Mei 2013. Pukul 09.15.
48
dengan mudah mengemban tugas-tugas sebagai perwira sekaligus sebagai juru dakwah. Hingga para komandan menyebut dirinya dengan istilah Perwira Santri.4 Selama menjabat sebagai Pabintal di lingkungan militer Sumatra Barat. Tentu dirinya banyak bergelut dalam usaha-usaha pembinaan mental para prajurit tentara. Terutama dalam hal-hal yang berkaitan dengan kerohanian. Dengan kekuatan struktur institusi inilah dirinya bisa leluasa berdakwah di dalam maupun luar institusi militer. Kekuatan struktur juga membawanya ke dalam banyak tugas yang berurusan dengan kerja-kerja menjembatani komunikasi antara para komandan dengan tokoh masyarakat di Sumatra Barat. Hingga pernah lahir istilah ABRI Manunggal Sakato atau ABRI Manunggal Rakyat. Istilah ini adalah penyebutan bahwa institusi ABRI di wilayah Sumatra Barat berbaur dengan rakyat atau istilah lain menyebutnya dengan ABRI masuk desa.5 Contohnya, ABRI di Sumatra Barat ketika itu selalu mengundang tokoh masyarakat untuk hadir pada beberapa acara yang diadakan oleh institusi ABRI. Kegiatan silaturahmi ini terus dikonsistensikan hingga akhirnya masyarakat juga bersikap seperti itu. Momen-momen seperti inilah yang dimanfaatkan oleh Kurdi Mustofa untuk sekaligus tampil sebagai penceramah agama, ataupun sedikitnya dirinya berkontribusi menulis naskah sambutan keagamaan seorang Komandan.
4
Hasil wawancara dengan Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. Jum’at. 03 Mei 2013. Pukul 09.15. 5 Hasil wawancara dengan Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. Jum’at. 03 Mei 2013. Pukul 09.15.
49
Hal seperti ini membuat suasana dakwah dengan Komandan menjadi cair dan mudah dijalankan.6 Kontribusi dan kedekatan personal dengan Komandan ABRI di wilayah Sumatra Barat membawanya selalu terpilih dalam penugasan operasi-operasi bersama pasukan lainnya. Terutama penugasan yang berhubungan dengan hal keagamaan. Bahkan ketika ditugaskan sebagai advisor pada jabatan Panglima Angkatan Bersenjata Brunei Darussalam, khususnya pada urusan-urusan keagamaan. Berdakwah dalam dunia militer ketika itu memiliki kesan yang berbeda. Di samping memperbaiki citra institusi ABRI di mata masyarakat, juga berfungsi untuk menanamkan nilai-nilai Islam rahmatan lil alamin bagi para komandan dan perwiranya. Pada akhirnya ajaran Islam bukanlah hal yang berat bagi lingkungan militer. Pendekatan dakwah struktural tidak hanya dilakukan oleh Kurdi Mustofa di lingkup militer. Tetapi dirinya juga memanfatkan pendekatan dakwah tersebut kepada institusi-institusi lain yang digelutinya. Meski
diakuinya kontribusi
dakwah birokrasi pada institusi lain sangatlah minim. Hal ini dikarenakan karirnya yang pendek dibandingkan dengan karir panjangnya di militer dan sebagai Sekretaris Pribadi Presiden SBY. Posisinya sebagai Sekretaris Pribadi Presiden mempunyai nilai tambah dan memungkinkan Kurdi Mustofa untuk memasukan unsur-unsur dakwah dalam setiap kegiatan presiden. Sehingga dirnya betul-betul memanfaatkan kedekatan 6
Hasil wawancara dengan Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. Jum’at. 03 Mei 2013. Pukul 09.15.
50
struktural ini. Hal ini tercermin pada tugas pokok dirinya sebagai Sekretaris Pribadi Presiden. Contohnya selalu mengatur jadwal kegiatan kepresidenan yang tidak mengganggu jadwal sholat lima waktu, membuat konsep dan naskah pidato keagamaan, membuat jadwal pertemuan dan silaturahmi dengan para ulama, membuat dan merencanakan acara keagamaan di lingkungan Istana Negara, membiasakan menyambut kedatangan kunjungan presiden dengan iringan hadroh, dan menjadwalkan berbuka puasa bersama para Menteri Kabinet secara rutin. Contoh di atas adalah cerminan dari Pemanfaatan Struktur Institusi sebagai media menyampaikan dakwah yang efektif. 7 Dengan memanfaatkan kekuatan struktur institusi kekuasaan. Maka sebenarnya seorang pejuang dakwah akan lebih mudah untuk berdakwah ke dalam institusi lainnya. Terlebih mendakwahi kekuatan struktur institusi bawahannya. Jika metode ini berhasil, bukan mustahil akan terjadi model dakwah antar institusi. 2. Dakwah Kultural Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. Dakwah melalui pendekatan kultural adalah dakwah yang mempunyai prinsip lebih menekankan pendekatan Islam secara kultural. Artinya bahwa dakwah kultural sangat akomodatif terhadap nilai budaya tertentu secara inovatif dan kreatif tanpa menghilangkan sisi substansial keagamaan yang benar. Hal ini selaras dengan pendapat yang dikemukakan oleh Kurdi Mustofa. Menurutnya, dakwah kultural adalah pendekatan dakwah pada ranah personal, mindset dan
7
Hasil wawancara dengan Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. Jum’at. 03 Mei 2013. Pukul 09.15.
51
kebiasaan.8 Pendekatan ini bertujuan untuk mengubah opini seseorang tentang ajaran agama Islam ke arah yang lebih baik dan benar. Hingga akhirnya opini tersebut menjadi lebih terpola dan menjadi kebiasaan seseorang. Pada pendekatan kultural seperti ini, dibutuhkan kekuatan komunikasi persuasi. Agar pesan yang disampaikan memiliki daya tarik, baik yang rasional maupun emosional.
Menurut Kurdi Mustofa ini penting, karena dapat
memengaruhi orang lain untuk mempertimbangkan perubahan perilaku atau sikap. Ketika Kurdi Mustofa menjadi bagian dari lingkungan birokrasi militer. Dirinya lebih banyak berkecimpung dengan hal yang bersifat produk-produk gagasan, pemikiran hingga administrasi. Untuk itulah ia mempunyai banyak hubungan kultural personal dengan para petinggi ABRI ketika itu. Saat pindah tugas ke lingkungan Markas Besar TNI-AD, Dirinya ditunjuk sebagai salah satu penulis naskah pidato pimpinan TNI. Peluang tersebut dimanfaatkannya untuk memuat bahasa-bahasa agama dalam naskah ataupun sebagai bahasa harian pimpinan TNI. Meskipun awalnya memang terjadi penolakan, tetapi seiring dengan semakin kuatnya hubungan personal dirinya dengan pimpinan, maka akhirnya bahasa-bahasa agama yang disodorkan Kurdi Mustofa dapat diterima.9 Sikap dakwah akomodatif dan adaptif yang dilakukan oleh Kurdi Mustofa terbukti berjalan baik. Misalkan, Kurdi Mustofa suatu saat pernah memberikan nasihat pelarangan kepada salah satu komandannya yang ketika itu sering dan
8
Hasil wawancara dengan Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. Jum’at. 03 Mei 2013. Pukul 09.15. 9 Hasil wawancara dengan Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. Jum’at. 03 Mei 2013. Pukul 09.15.
52
banyak menerima uang hasil Sumbangan Dana Sosial Berhadiah (SDSB). Dia menuturkan kepada komandannya bahwa uang tersebut adalah haram hukumnya, dan jangan sampai dimakan. Ketika itu pula uang tersebut diserahkan kepada Kurdi Mustofa, lalu dengan inisitifnya, uang tersebut digunakan untuk membangun sebuah masjid.10 Kekuatan pendekatan kultural juga dimanfaatkannya semenjak menjadi Sekretaris Pribadi Presiden SBY. Kurdi Mustofa banyak menghabiskan waktunya mendampingi kegiatan Presiden. Di sela padatnya kegiatan tersebut, Kurdi Mustofabersama Presiden SBY banyak melakukan diskusi-diskusi personal mengenai ajaran-ajaran agama Islam. Secara tidak langsung ia menjadi teman diskusi dan penasihat keagamaan Presiden SBY. Kurdi Mustofa menyebut pendektan ini sebagai metode dakwah kultural personal. Karena dakwah yang dibangunnya tidak sebatas hubungan struktural saja, tapi juga personal-emosional. Hingga akhirnya mad’u sedikit banyak mempunyai ketergantungan personal dengan dirinya, terutama persoalan agama. Contohnya adalah, dirinya selalu meyakinkan kepada Presiden SBY agar selalu care dengan para ulama, meyakinkan presiden agar selalu menjadi imam sholat berjamaa’ah bersama para pembantu presiden, dan meyakinkan presiden akan pentingnya mengadakan dan mengikuti kegiatan yang berdimensi spiritual keIslaman.11
10
Hasil wawancara dengan Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. Jum’at. 03 Mei 2013. Pukul 09.15. 11 Hasil wawancara dengan Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. Jum’at. 03 Mei 2013. Pukul 09.15.
53
Adapun kiprah dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM di lingkungan birokrasi kekuasaan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
3. Dakwah Bil Lisan Dalam tataran praktisnya, dakwah bil lisan adalah dakwah melalui perantara perkataan. Seperti ceramah, tausiyah, mengajar, dan diskusi. Dakwah bil lisan juga tidak luput dari salah satu cara penyampaian dakwah yang dilakukan oleh Kurdi Mustofa di dalam birokrasi. Sekalipun model dakwah ini sedikit dikuranginya semenjak menjadi Sekretaris Pribadi Presiden. Di antara dakwah bil lisan yang dilakukannya adalah : a. Ceramah dan Ta’lim: Ketika berkarir di dunia militer, Kurdi Mustofa selalu aktif berceramah maupun mengisi pengajian-pengajian di dalam maupun di luar institusi ABRI. Bahkan dirinya sempat menjadi salah satu khotib Jum’at tetap di institusi ABRI. 12
Di sela kesibukannya sebagai Sekretaris Pribadi Presiden SBY, Kurdi Mustofa masih menyempatkan dirinya untuk memberikan ceramah di beberapa tempat. Seperti pada tahun 2006-2008, ia aktif berceramah di stasiun televisi swasta. Mengisi acara Senandung Ribkah (Magrib Berkah) pada bulan ramadhan di stasiun Televisi TPI, mengisi acara Mimbar Agama Islam di TPI, dan mengisi acara Sentuhan Sanubari dan Mimbar Nurussalam di TVRI. 13 Kini
12
Hasil wawancara dengan Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. Jum’at. 03 Mei 2013. Pukul 09.15. 13 Hasil wawancara dengan Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. Jum’at. 03 Mei 2013. Pukul 09.15.
54
setelah tidak lagi berkarir di dunia birokrasi. Dirinya tetap aktif mengisi dan mengasuh acara di televisi. Seperti, menjadi salah satu narasumber di Radio Republik Indonesia (RRI). Kurdi Mustofa juga mengasuh ta’lim bulanan di beberapa masjid. Termasuk ta’lim bagi warga sekitar yang diadakan di musolah yang berada di halaman rumahnya.14 b. Khutbah Jum’at : Hingga saat ini Kurdi Mustofa menjadi salah satu Khotib Jum’at di Masjid Istiqlal dan di beberapa masjid lainnya.
4. Dakwah Bil Qolam (Kitabah) Dakwah melalui media tulisan atau sering kita sebut dengan dakwah bil qolam merupakan salah satu metode dalam penyampaian pesan-pesan dakwah yang efektif kepada mad’u. Pernyataan tadi tentu diperkuat dengan melihat animo masyarakat yang mulai menyukai buku sebagai sumber ilmu dan pengetahuan. Untuk itulah di tengah kesibukannya sebagai da’i dan birokrat, Kurdi Mustofa tetap produktif menghasilkan karya-karya ilmiah yang dibukukan. Di antara karyanya terdapat buku umum maupun buku-buku yang berkenaan tentang dakwah Islam. Buku umum yang ditulis oleh Kurdi Mustofa di antaranya adalah: “Kembali ke Almamater”, “Mengatasi Krisis, Menyelamatkan Reformasi (1998) ”, “SBY dalam 5 Hari Mandat Maklumat” (2002), Visi, Aksi, dan Solusi” (2007). Sedangkan buku-buku mengenai dakwah Islam di antaranya
14
Hasil wawancara dengan Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. Jum’at. 03 Mei 2013. Pukul 09.15.
55
adalah: “Senandung Ribkah”, “Manasik dan Manafik Haji” (2010), “Dakwah di Balik Kekuasaan” (2012), serta ”Sapu Lidi Tidak Sebatang” (2013). Bahkan beberapa kali Kurdi Mustofa juga pernah menjadi editor buku-buku yang ditulis SBY. Seperti buku “Susilo Bambang Yudhoyono dan 20 Isu Besar” serta “Dua Tahun Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono”. 15 Dirinya berujar akan mengarang dan menerbitkan buku setiap tahunnya. Karena baginya dakwah melalui tulisan pun pasti akan sangat berharga nilainya. Karena melalui tulisanlah materi atau ilmu dapat menembus waktu dan bersifat abadi. 5. Dakwah Bil Hal Dakwah bil hal pada hakikatnya adalah metode dakwah yang mengacu pada dakwah dalam bentuk tindakan nyata, keteladanan, bersifat pemecahan masalah tertentu dalam dimensi ruang dan waktu tertentu. Karena itu metode dakwah bil hal ini lebih diorientasikan kepada kebutuhan nyata masyarakat dan personal terutama yang bersifat fisik atau nampak. Dengan demikian
metode dakwah ini berarti metode yang menaruh
perhatian yang lebih besar terhadap masalah kemasyarakatan. Metode ini bisa berjalan lebih efektif apabila seorang da’i bisa masuk ke dalam struktur sosial yang ada dan berpengaruh. Sehingga dengan itulah, dakwah Islam di harapkan berjalan dengan sangat baik. Bagi Kurdi Mustofa, dakwah bil hal ini dinilai sebagai metode dakwah yang paling efektif. Karena menurutnya dakwah dengan tindakan nyata adalah 15
Hasil wawancara dengan Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. Jum’at. 03 Mei 2013. Pukul 09.15.
56
sebuah tanggung jawab moral yang diwajibkan kepada setiap orang Islam. Terlebih ketika sebuah profesi pekerjaan juga dijadikan sebagai sumber berkembangnya dakwah Islam.16 Alasannya tentu mudah sekali, dalam lingkup sebuah pekerjaan tentu diisi oleh banyak orang dengan berbagai latar belakang kehidupan yang berbeda. Ada pimpinan, karyawan laki-laki maupun perempuan, dan bidang-bidang yang beda. Perbedaan seperti itulah yang harus dimanfaatkan dengan baik sebagai lahan dakwah. Terlebih bisa memengaruhi atau mendakwahkan Islam dengan baik terhadap pemimpin. Dakwah model seperti ini dinilai sebagai dakwah yang adaptif dan kontekstual. Pentingnya dakwah Islam kepada pemimpin atau penguasa dapat digambarkan pada kisah Nabi Muhammad SAW yang menyerukan dan mengajak seorang Heraklius Raja Agung Romawi untuk masuk Islam. Ketika itu, Nabi Muhammad menulis surat yang isinya : “Bismillahirrahmanirrahim. Dari Muhammad Rasulullah untuk Heraklius Raja Agung Romawi. Keselamatan atas orang yang mengikuti petunjuk. Amma ba’du. Sesungguhnya aku mengajakmu dengan dakwah Islam. Masuk Islamlah, engkau akan selamat. Allah akan memberimu pahala dua kali. Tetapi jika engkau berpaling, maka engkau berdosa seperti dosanya orang-orang Aris (Al-arisiyyin)”.17 Menentukan dan memutuskan sebuah kebijakan yang pro umat adalah wujud dari definisi dakwah bil hal. Untuk itulah mengapa Kurdi Mustofa menganggap bahwa dakwah bil hal adalah metode dakwah yang relevan dengan 16
Hasil wawancara dengan Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. Jum’at. 03 Mei 2013. Pukul 09.15. 17 Syarifudin Jurdi, Pemikiran Politik Islam Indonesia, ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008), cet. I, hal.127.
57
kebutuhan masyarakat Indonesia saat ini. Terlepas dari pentingnya metode dakwah lain. Beberapa contoh dakwah bil hal yang dilakukan Kurdi Mustofa selama menjabat sebagai Perwira Pembina Mental bidang Kerohanian. Pertama, mewajibkan pelaksanaan tes pengetahuan agama kepada prajurit yang ingin menikah. Pengetahuan agama di sini meliputi tes membaca al-Qur’an dan shalat. Kedua, memberalakukan tes membaca al-Qur’an dan shalat kepada calon taruna Akabri (Akmil) yang beragama Islam.
Ketiga,
melaksanakan latihan shalat
sehabis upacara pagi bagi perwira yang beragama Islam. Wujud dakwah bil hal juga dilakukannya ketika dirinya dipercaya menjadi Sekretaris Pribadi Presiden SBY. Hal ini dijadikan momentum penting dalam perjalanan karir dakwahnya. Karena tentu dengan akses kedekatan langsung dengan seorang pemimpin, terlebih seorang presiden. Kurdi Mustofa bisa dengan mudah memberikan ide atau gagasan-gagasan penting untuk presiden.18 Dengan kesempatan sangat baik ini, dirinya terus mengupayakan memasukan unsur-unsur dakwah atau bahasa agama yang dituangkan dalam gagasannya. Menurutnya, akan banyak sekali kebaikan jika pemimpin atau birokrat yang saleh memimpin pemerintahan. Selama Kurdi Mustofa menjabat sebagai Sekretaris Pribadi Presiden., ia sedikit banyak memberikan gagasan, membina hingga ditunjuk oleh Presiden untuk membangun komunikasi yang baik terhadap masyarakat Indonesia yang mayoritas adalah muslim. 18
Hasil wawancara dengan Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. Rabu. 03 Mei 2013. Pukul 09.15.
58
Kurdi Mustofa pernah memberikan gagasan kepada Presiden SBY untuk memberikan himbauan kepada Kementrian Agama agar mengaudit dan mendata total uang sedekah jum’at seluruh masjid di Indonesia dan perintah untuk menguatkan kewajiban zakat. Inti dari gagasan ini adalah semata-mata untuk mengetahui tolak ukur tingkat kesejahtraan rakyat Indonesia, khususnya yang beragama Islam. Agar kemudian pemerintah dapat lebih sensitif dengan kesejahteraan rakyat. Kontribusinya ini dianggap sebagai bagian dari dakwah bil hal. Karena menurutnya, esensi dari dakwah adalah sebuah perubahan. Yaitu mengubah pola pikir dan kebiasaan pemimpin sehingga lahirlah kebijakan-kebijakan yang membawa kemaslahatan umat. Terlepas dari diterima dan tidaknya gagasan-gagasan tersebut, setidaknya Kurdi Mustofa telah memberikan manfaat penanaman nilai-nilai keagamaan kepada Presiden SBY. Kurdi Mustofa juga berharap SBY dapat menentukan kebijakan yang sesuai dengan harapan rakyatnya. Tapi menurutnya, selama ini Presiden SBY selalu merespon baik gagasan-gagasan yang dikemukakan oleh Kurdi Mustofa. Salah satu parameternya adalah, banyak kegiatan keagamaan yang diselenggarakan oleh pemerintah. jika dulunya hanya memperingati kegiatan Maulid Nabi Muhammad SAW, namun kini Istana mulai menyelenggarakan malam Nuzulul Qur’an, Isra Mi’raj dan pengajian malam Jum’at. Jika dilihat dari sisi politik, masyarakat masih menyukai dan menilai SBY sebagai tokoh yang agamis. Sehingga SBY dapat terpilih kembali menjadi Presiden Indonesia pada
59
pemilu 2009. Tapi baginya mensyiarkan nilai-nilai luhur keIslaman jauh lebih penting dari sekedar membuat citra baik pemerintah.19
B. Materi Dakwah Yang Disampaikan Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. Materi yang disampaikan tidak lain adalah al-Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai sumber utama rujukan yang kemudian dikorelasikan ke dalam masalah-masalah kontemporer. Mendakwahkan Islam dikalangan penguasa tentu saja berbeda dengan berdakwah di masyarakat biasa. Materi-materi tersebut adalah : a. Materi dakwah disesuaikan dengan kebiasaan dan sikap penerima dakwah. b. Materi dakwah yang dibawakan oleh Kurdi Mustofa menyangkut kearifan nilai-nilai Islam. c. Materi dakwah yang disampaikan oleh Kurdi Mustofa menjelaskan cerminan bahwa Islam adalah agama rahmatan lil alamin. d. Materi dakwah Kurdi Mustofa juga mencakup sejarah hidup para nabi, sahabat nabi, para ulama yang baik dan para tokoh pemimpin yang bisa menginspirasi para pemimpin yang didakwahi. Dalam penyampaian materi yang akan disampaikan kepada pemimpin, Kurdi Mustofa menggunakan cara berdakwah dengan hikmah. Artinya adalah
19
Hasil wawancara dengan Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. Jum’at. 03 Mei 2013. Pukul 09.15.
60
dirinya mempersiapkan dalil-dalil yang ada relevansinya dengan kebutuhan seorang pemimpin. Sehingga pemimpin sebagai mad’u
tidak sampai merasa
digurui, terpaksa bahkan berkeberatan. Banyak hal yang bisa dilakukan seorang muslim untuk menyebarkan ajaran agama Islam. Agar ajaran-ajaran tersebut bisa sampai ke seluruh relung kehidupan manusia. Karena hakikatnya semua manusia pasti membenarkan suatu kebenaran dan kebaikan. Tinggal bagaimana seorang muslim dapat cerdas memanfaatkan berbagai momentum yang baik. termasuk berdakwah dengan memanfaatkan profesi. Berdakwah dengan memanfaatkan profesi pekerjaan akan memberikan nilai-nilai positif bagi seorang juru dakwah. Nilai-nilai positif tersebut meliputi perwujudan pelaksanaan kewajiban berdakwah bagi seorang muslim dan sebagai penyadaran kepada muslim yang lainnya untuk melaksanakan dakwah dalam bidang yang digelutinya.
C. Faktor Pendukung Dan Penghambat Dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. Bentuk keberhasilan dan kegagalan pada setiap manusia ataupun suatu organisasi dalam mensyiarkan agama Islam sangatlah beragam. Bentuk-bentuk tersebut tentunya tidak terlepas dari adanya faktor pendukung dan penghambat. Begitu juga dengan yang dihadapi oleh
Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi
Mustofa, MM dalam melaksanakan syiar Islam di kalangan birokrat. Adapun faktor pendukung keberhasilan dakwah dirinya antara lain ;
61
1. Moto hidupnya adalah berdakwah. 2. Kepribadian yang baik dan sikap istiqomahnya dalam bekerja dan berdakwah. 3. Memiliki kapasitas, kualitas dan integritas diri yang baik sebagai birokrat yang soleh. 4. Memiliki komunikasi yang baik terhadap pimpinan maupun bawahan. 5. Adanya respon yang baik dari setiap gagasan atau sikap kontributif yang disampaikan kepada pimpinan.20 Keberhasilan dan kesuksesan Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM dalam menyebarkan nilai-nilai ke Islaman ini karena ada tekad dan usaha besar yang dilakukannya. Kemudian keberhasilan tersebut juga ditunjang dengan sebuah jalan dakwah yang ditunjukan Allah SWT kepadanya. Jalan dakwah tersebut berupa gerakan dakwahnya di lingkungan kekuasaan. Untuk itulah jalan ini dimanfaatkan sebagai sarana dan prasarana penunjang perjuangan dakwahnya. Setiap fase perjalanan kesuksesan manusia tidak terlepas dari lika-liku cobaan dan tantangan yang dihadapi. Namun pribadi yang sukses adalah pribadi yang pandai memanfaatkan cobaan dan tantangan tersebut menjadi sebuah peluang besar. Demikian pula dengan kiprah dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. Menurutnya, berdakwah dalam lingkup kekuasaan itu bagaikan dua mata pisau. Jika penyampaian dakwahnya sukses, maka sedikit banyak pesan yang disampaikan akan dijadikan pertimbangan sebagai sebuah produk kebijakan yang 20
Hasil wawancara dengan Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. Jum’at. 03 Mei 2013. Pukul 09.15.
62
pro umat. Tapi jika gagal, maka menurutnya seorang da’i tidak ubahnya dianggap seperti “tukang doa” saja, dan dipandang sebelah mata oleh elit kekuasaan. Utnuk itulah diperlukan kapasitas, kualitas dan integritas diri yang baik.21 Adapun hambatan yang ditemui oleh dirinya selama berdakwah dalam kekuasaan adalah kekuatan struktural. Dalam dunia birokrasi tentu terdapat struktur dari atasan hingga bawahan, struktur-struktur itulah yang sedikit banyak mengganggu proses penyampaian dakwahnya. Hambatan ini sempat ditemuinya di awal karirnya.
Hambatan lainnya adalah masih banyaknya birokrat yang
memandang sebelah mata seorang da’i. Untuk itulah, menurutnya seorang da’i juga harus mempunyai kapasitas dan kualitas keilmuan yang luas, serta mempunyai integritas ataupun dedikasi yang tinggi dalam semua aspek kehidupan.
21
Hasil wawancara dengan Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. Jum’at. 03 Mei 2013. Pukul 09.15.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Pada bab ini penulis akan menuliskan kesimpulan dari uraian mengenai kiprah dakwah dalam birokrasi Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. kemudian setelah itu penulis juga akan memberikan beberapa saran yang kiranya bisa bermanfaat dalam rangka kemajuan dakwah Islam. Sehingga nilai-nilai luhur ajaran Islam dapat mengejawantah bagi seluruh umat manusia. Dari uraian dan penjelasan yang terdapat pada bab empat, maka kesimpulan dapat diklasifikasikann secara garis besar menjadi berikut : 1. Kiprah dakwah dalam birokrasi Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM menggunakan dua metode pendekatan dakwah. Pertama, pendekatan struktural. Yakni pendekatan dakwah yang memanfaatkan kekuatan struktur pada sebuah birokrasi atau institusi yang digelutinya. Kedua, pendekatan kultural. Yakni pendekatan dakwah pada ranah kekuatan emosional personal, mindset dan kebiasaan. Pendekatan kultural ini lebih ditekankan untuk mendakwahi para elit birokrat. Pendekatanpendekatan inilah yang kemudian dilakukan oleh Kurdi Mustofa ketika berdakwah disekeliling para elit penguasa atau pimpinan birokrasi. 2. Sedangkan jika diklasifikasikan, maka kiprah dakwah Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM dalam birokrasi dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, dakwah bil lisan. Dakwah bil lisan yang dilakukannya meliputi
63
64
ceramah agama, membangun dan membina majlis pengajian, serta menjadi pengisi acara dibeberapa program televisi swasta maupun negara. Kedua, dakwah bil kitabah. Selama berkarir di dalam birokrasi pemerintahan, beliau masih tetap aktif menulis buku-buku agama maupun umum. Ketiga, dakwah bil hal. Dalam hal ini, beliau menekankan pada hal pemberian ide, gagasan
maupun
tindakan
kongkrit.
Ide
dan
gagasan
tersebut
diejawantahkan ke dalam kegiatan presiden.
B. Saran Saran-saran yang bisa penulis sampaikan dalam rangka pertukaran ilmu pengetahuan khususnya hal yang berkenaan dengan dakwah, dan semata-mata untuk kemajuan dakwah Islam saat ini serta yang akan datang adalah sebagai berikut : 1. Dalam rangka peningkatan mutu dakwah Islam di Indonesia khususnya. Sebaiknya para da’i terlebih dahulu meneguhkan hati untuk ikhlas berdakwah. Kemudian setelah itu barulah para da’i meningkatkan kapasitas, kualitas dan integritas diri yang baik. 2. Sehubungan dengan luasnya objek dakwah. Maka menjadikan profesi sebagai lahan dakwah adalah hal yang tepat. Sebagaimana yang dilakukan oleh Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM. 3. Pemahaman mengenai pendekatan dakwah struktural dan kultural agar tidak dipahami secara ajeg bahkan terpisah. Artinya bahwa tidak ada
65
istilah mana yang lebih efektif dari keduanya. Karena kedua pendekatan tersebut dapat berjalan harmonis berdampingan. 4. Sebagai seorang muslim, selayaknya kita senantiasa memberikan sumbangsih atau manfaat bagi keberlangsungan syiar Islam. Sumbangsih tersebut bisa meliputi amal perbuatan yang baik, pemikiran hingga pandangan yang visioner demi kemajuan umat Islam. 5. Sebagai mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi, selayaknya pula kita lebih mendalami dan mempelajari kedua disiplin ilmu tersebut. Karena bagaimana pun juga kita akan bertanggung jawab dengan pengetahuan dua disiplin ilmu tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Amrullah. Dakwah Islam dan Perubaahan Sosial. Yogyakarta: Prima Duta Yogyakarta, 1983. Albrow, Martin. Birokrasi. Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya, 1989. Al-Qahthani, Sa’id. Menjadi Da’i Yang Sukses. Jakarta : Qitshi Press, 2005. Arifin, H.M. Psikologi Dakwah. Jakarta : Bumi Aksara, 2000. Aziz, Muhammad Ali. Ilmu Dakwah. Jakarta: Prenada Media, 2004. Efendy, Bachtiar. Tulisan Pada Buku, Problematika Politik Islam. Jakarta : PT. Grasindo, 2002. Hidayat, Syamsul. Dakwah Kultural dan Pemurnian Ajaran Islam. Yogyakarta: LSB PP Muhammadiyah, 2002. Hisyam, Usamah. Sepanjang Jalan Dakwah Tifatul Sembiring. Jakarta : Dharmapena Citra Media, 2012. Husin Al Munawwar, Said Agil. Kata Sambutan Dalam Buku Metode Dakwah Karangan Himpunan Rahmat Semesta. Jakarta : Prenada Media, 2003. Jurdi, Syarifudin. Pemikiran Politik Islam Indonesia. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008. LDNU, PP. Potret Gerakan Dakwah NU . Jakarta: PP LDNU Publishing, 2007. Machfoed, A. Filsafat Dakwah “Ilmu Dakwah dan Penerapannya”. Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2004.
66
67
Muhaimin, Yahya. Dakwah Islam dan Partisipasi Politik . Yogyakarta : Prima Duta, 1983. Munir, M. Metode Dakwah. Jakarta : Prenada Media, 1997. Muslim, Asep. Reformasi Birokrasi. Jakarta : PT. PERCA, 2008. Mustofa, Kurdi. Dakwah Di Balik Kekuasaan . Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2012. Moeloeng, Lexj. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya, 2005. Ms, Wahyu. Petunjuk Praktis Membuat Skripsi . Surabaya : Usaha Nasional, h. 42 Najamuddin, Metode Dakwah Menurut Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008. Natsir, M. Fiqhud Dakwah. Jakarta, Dewan Islamiyah Indonesia. 1990. Nasution, S. Sosiologi Pendidikan. Jakarta : PT.Bumi Aksara, 2002. Omar, H.M. Toha Yahya. Islam dan Dakwah. Jakarta: PT. AL Mawardi Prima, 2004. Purwodarminta, WJS. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1976. Rahmat, Jalaludin. Metode
Penelitian Komunikasi.
Bandung :PT Remaja
Rosdakarya , 2005. Ridha, Abu. Islam Dan Politik Mungkinkah Bersatu ?. Bandung : Syaamil Cipta Media, 2004. Ridwan, Kafrawi. Metode Dakwah Dalam Menghadapi Masa Depan. Jakarta, PT. Golden Terayon Press, 1987. Semesta, Himpunan Rahmat. Metode Dakwah. Jakarta : Prenada Media, 2003.
68
Suhartono, Irwan. Metode Penelitian Sosial. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2000. Sulthon, Muhammad. Desain Ilmu Dakwah. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003. Surya, Djumhur Moh. Bimbingaan dan Penyuluhan.
Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1975. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka, 2005. Thahir, Masnun, Tulisan Dalam Jurnal Istiqra, Nomor 01, 2007. h. 174 Yunus, Mahmud. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: Yayasan Penyelenggaraan Penafsiran Al-Qur’an, 1996. Zaidillah, Al-Wisral Imam. Stategi Dakwah. Jakarta: Kalam Mulia, 2002.
INTERNET www.iphi.web.id, Sabtu 27 April 2013, 19:21 http://www.tempointeractive.com/hg/nasional/id.html 28 April 2013. Pukul : 19.25 http://Wikipedia.co.id. 21 Maret 2013. Pukul 08.14
Penulis bersama Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM
Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM bersama Presiden SBY beserta kolega di Istana Negara
Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM bersama Presiden SBY di Cikeas
Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM
Mayjen TNI (Purn) Drs. H. Kurdi Mustofa, MM
1. Bisakah bapak menceritakan riwayat perjalan hudup bapak ? Saya lahir di Dusun Saradan, Kelurahan Purworejo, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang. Nama orang tua saya adalah bapak H. Juri dan Ibu Hj. Sofiah. Ketika itu orang tua saya berprofesi sebagai buruh tani sekaligus guru mengaji, imam masjid dan aktif berceramah di kampung. Pendidikan saya di mulai dari sekolah rakyat pada pagi hari, lalu sore hingga malam harinya saya memilih sekolah Madrasah Ibtidaiyah dan mondok di pesantren milik Kiyai Badrudin. Tahun 1965 saya masuk sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA), hingga lulus pada tahun 1970. Saya pun sempat mengaji di pesantren milik Kiyai Maimun Zubair pada tahun yang sama. Tahun 1971 saya memilih untuk masuk Fakultas Dakwah di IAIN Walisongo Semarang, dan lulus pada tahun tahun 1975. Saya sempat melamar menjadi dosen dan diterima. Akan tetapi ketika itu saya juga mendapat panggilan untuk wajib militer pada tahun 1980. Setahun kemudian saya masuk pendidikan militer di Sepamilwa ABRI (Sekolah Perwira Militer Wajib) di Bandung. Penugasan pertama saya sebagai tentara Letnan Satu adalah di tempatkannya saya di KODAM III /17 Agustus Sumatra Barat. 2. Apakah bapak terlahir dari lingkungan yang agamis atau pendakwah ? Saya memang terlahir dari lingkungan pendakwah. Karena ketika itu bapak saya juga sebagai guru mengaji, penceramah dan imam masjid di lingkungan saya. Terlebih ketika saya masuki pesantren hingga kuliah di Fakultas Dakwah IAIN. Jadi kemudian, dapat dikatakan bahwa saya memang terlahir dan besar di lingkungan dakwah. 3. Tepatnya sejak kapan bapak terjun ke dunia dakwah Islam ? Saya memulai berdakwah sejak duduk di sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA) dengan berdakwah kecil-kecilan. Kemudian dakwah saya berlanjut ketika saya menjadi guru agama honorer sekaligus masih berstatus mahasiswa. Bahkan ketika itu saya sempat di ajak untuk membangun dan mengurus sekolah agama serta mengisi ta’lim pengajian di
beberapa tempat. Sekitar tahun 1974-1979 saya sudah menjadi aktivis Partai PPP, karena ketika itu PPP adalah partai Islam satu-satunya. 4. Apa yang memotivasi bapak untuk berdakwah ? Yang memotivasi dan menginspirasi saya untuk berdakwah pertama kali adalah bapak saya. Karena saya tau ketika itu bapak saya hanya sebagai buruh tani kecil yang juga sibuk untuk berdakwah. Jadi saya termotivasi untuk ikut berdakwah. Selain bapak, kemudian saya juga terinspirasi oleh seseorang yang bernama Kapten Tituler Jailani. Ketika itu beliau adalah seorang militer yang juga mahir dalam berceramah. 5. Apa alasan bapak memilih dunia birokrasi atau kekuasaan sebagai lahan dakwah ? lalu apa kendala dan hasilnya ? Alasan saya adalah karena selain saya lulus tes pendidikan militer ketika itu, juga saya melihat betapa efektifnya berdakwah di lingkungan kekuasaan yang hakikatnya sebagai penentu kebijakan publik. Jadi, jika kita dapat memengaruhi pimpinan hingga mempunyai tingkat relegiusitas yang baik, maka dampak ke bawahnya juga semakin dahsyat. Saya menganalogikan dengan “saya tidak takut dengan seratus harimau yang dipimpin oleh seekor domba, tetapi saya takut jika ada seratus domba yang dipimpin oleh seekor harimau”. Kendala dakwah dalam birokrasi atau kekuasaan adalah kapasitas
dan integritas
personal kita. Terkadang tidak semua pimpinan dapat melihat potensi dalam diri kita. Bahkan banyak pimpinan yang menganngap sebelah mata terhadap orang yang hanya memiliki kapasitas sebagai pendakwah. Untuk itulah saya belajar untuk mencari celah bagaimana pimpinan bisa respek dan care kepada kita. Jika kita berhasil berdakwah kepada para pimpinan maka dampaknya sangat luar biasa sekali. Seperti misalnya, pimpinan ikut terlibat secara intens dalam kegiatan keagamaan, berpengaruh kepada gaya kepemimpinan menjadi lebih relegius, dan pimpinan akan lebih ada perhatian kepada kita atau bawahannya.
6. Bagaimana cara pendekatan atau metode bapak dalam memasukan unsur dakwah dalam lingkup kekuasaan ? Pendekatan saya dalam berdakwah di kekuasaan saya bagi menjadi tiga bagian : Dakwah struktural : Dalam sebuah kekuasaan tentu ada institusinya. Maka saya melakukan dakwah secara institusional kelembagaan. Jadi intinya adalaha saya mendakwahi semua yang ada di institusi atau antar institusi tersebut. Dakwah personal ; adalah model dakwah dengan melakukan pendekatan kepada personal, terutama para pemegang otoritas. Di sinilah dibutuhkan kepiawaian kapasitas diri. Caranya adalah membuat para pemimpin tadi punya ketergantungan terhadap saya. Ketergantungan di sini adalah ketergantungan dalam penugasan. Misalnya, saya selalu ditugaskan membuat naskah pidato para pimpinan. Di situlah saya memasukan unsurunsur dakwah dalam naskah pidato. Dakwah sinkronisasi/adaptasi : model ini adalah dakwah yang menjembatani komunikasi yang baik antara pemimpin dengan rakyat. 7. Mengapa Presiden SBY ketika itu memilih bapak sebagai sekretaris pribadinya ? Bermula pada tahun1996 ketika saya lulus Sesko angkatan 33 dan menjadi salah satu lulusan terbaik. kemudian saya ditugaskan untuk menjadi staf di Sospol Mabes ABRI. Ketika itu kebetulaan pak SBY baru saja pindah dari Pangdam II/ Sriwijaya menjadi Kasospol Mabes ABRI. Disilah saya pertama kali bertemu dengan pak SBY. Sehubungan jabatan saya sebagai staf yang banyak bergelut dengan produk tulisan mengenai kebijakan, maka saya sering bertemu pak SBY. Dengan munculnya embrio reformasi nasional, lalu diikuti dengan jatuhnya Presiden Suharto pada tahun 1997-1998, termasuk pula reformasi dalam tubuh ABRI. Artinya bahwa reformasi yang terjadi pada tubuh ABRI adalah reformasi kultural dan struktural. Untuk itulah saya sebagai staf yang menjabat dalam bidang doktriner atau doktrin sistem dan metode, mempunyai tugas untuk merubah mindset atau pokok pikiran dalam tubuh ABRI. Pokok pikiran yang meliputi paradigma TNI, netralitas TNI dan TNI abad 21. Di tahun itulah saya bersama Mayjen Sudi Silalahi dan Brigjen Djoko Santoso
intens bertemu dengan pak SBY. Kemudian di tahun 1999 ketika pak SBY diangkat menjadi Menteri Pertambangan oleh Gus Dur, saya di tawari menjadi stafnya di Kementrian Pertambangan. Hubungan saya dengan Pak SBY pun berlanjut samapai ketika pak SBY diangkat menjadi Menkopolkam di era Megawati. Ketika itu niat saya hanya untuk dakwah di kalangan kekuasaan SBY. Saya juga sebagai salah satu pendiri dan pernah terlibat membuat pokok-pokok pikiran dan AD/ART Partai Demokrat. Dengan segala kedekatan itulah, mungkin ketika itu pak SBY mempercayai saya sebagai Sekretaris Pribadinya. Momen inilah yang saya pergunakan untuk dakwah dalam kekuasaan 8. Apa sajakah gagasan atau konsep dakwah yang bapak masukan ke dalam kegiatan Presiden SBY ? Gagasan atau konsep yang saya berikan adalah semata-mata berdakwah dalam kekuasaan adalah ; Mengatur jadwal kegiatan Presiden SBY yang tidak mengganggu jadwal sholat. Mendorong agar kegiatan yang berdimensi spiritual agar banyak dilakukan di Istana. Mengadakan Hari Besar Islam di Istana. Mengadakan acara berbuka bersama dengan para menteri. Meyakinkan presiden agar banyak menghadiri undangan acara-acara keagamaan. Menghadiri acara-acara pembukaan organisasi keagamaan. Memfasilitasi komunikasi dan silaturahmi personal antara Presiden dengan para kiyai nasional. Membuat konsep atau naskah pidato keagamaan Presiden. Selalu mempersilahkan kepada Presiden untuk menjadi Imam 9. Apakah Presiden SBY selalu menyetujui gagasan serta konsep-konsep yang bapak berikan ? Saya tidak tahu motifnya, akan tetapi jika seorang amirul mu’minin terlihat baik secara spiritual, maka dampaknya baik bagi masyarakat. Akan tetapi setahu saya, selama ini pak SBY memberikan respon yang baik terhadap gagasan saya tentang kegiatan keagamaan.
10. Apa sajakah tugas pokok bapak sebagai sekretris pribadi Presiden ? tugas pokok sekretaris pribadi Presiden itu adalah : Membantu Presiden dalam hal-hal yang bersifat personal. Tetapi dalam realitasnya, saya juga bertugas untuk membantu kegiatan lalu lintas administrasi dari Sekretariat Kabinet maupun dari Sekretariat Negara. Mengatur jadwal harian Presiden. Membantu dalam menyelesaikan kehadiran Presiden dalam memenuhi undangan Membantu menyelesaikan kegiatan keprotokolan Presiden. Membantu Presiden dalam memelihara komunikasi personal dengan para tokoh Membantu kegiatan komunikasi antara Presiden dengan para pembantunya dalam menyampaikan pesan-pesan tertentu. Membantu Presiden dalam memberikan Executive Summary tentang dinamika perkembangan nasional yang diberitakan lewat media. Melaksanakan tugas-tugas khusus yang diperintahkan oleh Presiden. 11. Bagaimana respon publik terhadap tingkat perubahan relegiusitas Presiden SBY ? Tidak ada respon publik ataupun survey. Karena mengukur tingkat relegiusitas seseorang secara matematis itu dilarang. 12. Apa makna dakwah Islam dalam perspektif bapak ? Bagi saya, prinsip dalam berdakwah adalah perubahan. Sebagaimana Sabda Rasulullah bahwa “Sesungguhnya saya diutus semata-mata hanya untuk menyempurnakan akhlak”. Makan dari dalil qoth’I
ini adalah perubahan. Sehingga misi seorang pendakwah
seharusnya adalah membawa dampak perubahan umat pada arah yang baik dan berkualitas. Untuk itulah, ketika saya menjadi ketua umum Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI). Saya menerapkan visi memelihara kemambruran dan misinya adalah memberikan kontribusi bagi umat.
13. Materi apa saja yang biasa bapak sampaikan ketika berdakwah ? Saya lebih senang dengan materi-materi yang kontekstual dan selaras dengan kebutuhan umat. 14. Apa makna dakwah kultural dan struktural dalam perspektif bapak ? manakah yang lebih efektif ? dan apa saja kendalanya ? Menurut perspektif saya mengenai dakwah struktural dan kultural adalah : Dakwah struktural adalah dakwah secara institusional organisatoris atau hirarkis. Dakwah kultural adalah dakwah yang melakukan pendekatan pada ranah mindset dan kebiasaan. Kedua metode ini harus berjalan efektif. Saya mengilustrasikan keduanya bagaikan dua pasang kaki yang ahrus saling membantu daan mendukung. Intinya adalah, seorang da’I harus pandai mensinergikan dan mensinkronisasikan kedua model dakwah tersebut. 15. Apa respon mad’u mengenai dakwah bapak ? termasuk Presiden SBY ? Pada dasarnya, semenjak saya menjadi sespri presiden. Porsi dakwah ke luar saya kurangi. Tetapi saya tetap memfasilitasi ataupun membantu masyarakat dalam hal pembangunan dan pengembangan masjid ataupun kegiatan-kegiatan yang diadakan masyarakat. 16. Apa bentuk kontribusi dakwah personal bapak semenjak menjadi sespri presiden ? Saya lebih banyak mempromosikan orang-orang yang saya anggap mempunyai kapasitas keagamaan yang baik untuk menempati posisi-posisi yang strategis dalam pemerintahan. Artinya saya membantu para pejuang-pejuang dakwah yang ada dalam birokrasi. Ini saya niatkan agar mereka juga mendakwahi kalangan birokrat. 17. Apa factor keberhasilan dakwah bapak pada pemimpin ? Indikasi-indikasi subjektif saya adalah, secara langung atau tidak langsung SBY banyak membantu dalam hal berkembangnya dakwah di Indonesia. Contohnya adalah, selama 2004-2009 kegiatan-kegiatan keagamaan bebas beraktifitas. Contoh lainnya adalah, instansi-instansi di bawah presiden juga turut banyak
mengadakan kegiatan keagamaan. Kemudian indikasi lainnya juga dengan selalu hadirnya SBY pada setiap kegiatan keagamaan. Saya sering memprioritaskan audensi antara tokoh-tokoh islam denga SBY. Hal ini tidak mungkin saya lakukan jika tujuan saya bukanlah dakwah. Saya membuat sistem dakwah dengan cara menciptakan kondisi, artinya bahwa sebagai kekuatan struktur secara langsung akan mengikuti arah angin kita. Karena kita bisa menciptakan kondisi. 18. Bagaimana seharusnya dakwah dewasa ini ? Dakwah adalah sebuah transformasi. Transformasi kearah penyempurnaan dan kemuliaan manusia. Seharusnya para da’I buka saja memiliki kualitas keilmuan yang baik, tapi akhlak jauh lebih baik. setelah itu baru keilmuan dan metode dakwah. ketiga bentuk ini harus dibingkai dalam lingkaran keridhoan Allah SWT. Saya tidak setuju jika dakwah dijadikan alat entertainment. Ini akan menyebabkan degradasi pemahaman keagamaan.