RELIGIA ISSN 1411-1632 (Paper) E-ISSN 2527-5992 (Online) Vol. 19, No.2, Oktober 2016 Website : http://e-journal.stain-pekalongan.ac.id/index.php/Religia
AKTUALISASI DAKWAH ISLAM (Kajian Analisis Formulasi Dakwah Rasulullah) Muhammad Barmawi IAIN Jember e-mail :
[email protected] Abstrak: Sebagai sebuah pembacaan (lectures) atas formulasi dakwah Rasulullah yang merupakan ujung tombak kelestarian agama (livier ideologique). Sudah semestinya membangun ulang (regeneration) paradigma pola fikir dakwah klasik dengan cara mengaktualisasikannya atas perkembangan peradaban di era modern, sehingga dakwah Islam tidak dianggap kolot dan bisa diterima di berbagai dimensi masyarakat. Artikel ini mencoba mengungkap pola berdakwah efektif (best missionary) dengan melihat ulang formulasi dakwah islami yang pernah dilakukan Rasulullah Saw, di tengah-tengah masyarakat multidimensi. Yakni dengan merujuk kepada dalil-dalil syar’i khususnya hadis Rasulullah, juga mengaktualkan pola dakwah tersebut dengan era modern saat ini. Untuk mengungkap data-data tersebut penulis menggunakan metode content analysis, yakni sebuah metode yang dijadikan alat analisis data, dengan pendekatan historys. Berdasarkan data yang diperoleh, kesimpulan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian: pertama, secara terminologi dakwah bertujuan menyampaikan pesan-pesan agama untuk memperbaiki pola hidup masing-masing individu ataupun kelompok. Kedua, mekanisme dakwah yang harus dilakukan ialah dengan; a). Moral yang baik, b). Oral, c). Qital. Ketiga, dalam mengaktualisasikan dakwah, diharuskan melihat kondisi dan situasi objek dakwah, baik dalam konteks mikro ataupun makro. Rasulullah SAW. is a success in conveying Islam to all people. Thus it shows about good methods of propaganda that has delivered the Prophet. Therefore, modeled on the Prophet preaching methods is critical to the continued sustainability of the Islamic religion. However, the method should be updated in accordance with current conditions, so that the propagation of Islam received perfectly. This paper aims to reveal the character of propaganda is effective, namely by looking at the formulation of Islamic propaganda ever Prophet. in the midst of a multidimensional society. with reference to the arguments syar'i particular hadith of the Prophet, then actualize with today's modern era. To uncover these data, the authors use the method of content analysis, with history’s approach. Based on the data obtained by the author, the conclusion can be classified into several sections: First, the terminology defendant aimed convey religious messages to improve the lifestyle of each individual or group. Second, the mechanism of propaganda that must be done is to; a). Moral good, b). Oral, c). Qital. Third, In actualize propaganda, is required to see the condition and situation of the object of propaganda, both in the context of micro and macro Key words: Islam, actualize propaganda, the propagation of Islam.
PENDAHULUAN Dalam agama, dakwah ibarat ruh kehidupan Islam, tanpa dakwah keberlangsungan agama Islam tidak akan subur hingga saat ini. Karenanya, dalam wacana Islam, realisasi dakwah menjadi 12 |
sebuah keharusan (Al-Bayanuni, 1995: 31). Demikian ini dapat dilihat dari berbagai dalil baik dalam al-Qur’an ataupun al-Sunnah yang mengharuskan praktek dakwah (Ali Imron: 104), bahkan telah digambarkan dalam histori kehidupan Aktualisasi Dakwah Islam (Muhammad Barmawi)
RELIGIA ISSN 1411-1632 (Paper) E-ISSN 2527-5992 (Online) Vol. 19, No.2, Oktober 2016
Rasulullah, para sahabat, tabi’in hingga para pakar agama kontemporer (AlBayanuni, 1995: 50). Pada dekade ini perkembangan dakwah semakin pesat, bahkan media sudah semakin canggih, mulai dari media visual, audio visual, media cetak dan mimbar-mimbar sudah banyak tersedia bagi para dai. Namun demikian, mekipun seruan dakwah telah banyak dinikmati oleh masyarakat, realitas kehidupan yang berkembang di masyarakat belum mencerminkan kehidupan agamis, bahkan semakin mengalami dekadensi moral. Oleh sebab itu, menjadi sebuah keharusan untuk kembali mengaktualisasikan metode dan materi dakwah, untuk semakin dapat menggenjot pengembangan moral humanisme, dengan melihat formulasi dakwah Rasulullah Saw, sebagai teladan tanpa tanding bagi seluruh umat manusia di muka bumi. PEMBAHASAN A. Definisi Dakwah Secara definitif, para pakar mendefinisikan dakwah atas seruan individu kepada individu atau sekelompok masyarakat supaya merealisasikan aktivitas yang sesuai dengan seruan agama, baik yang bersifat vertikal atau horizontal. Yang bersifat vertikal dapat digambarkan dengan ajaran yang bersifat ketuhanan (teology), sedangkan yang horizontal ialah ajaran yang bersifat sosial humanis (basyariyyah). Untuk menegaskan definisi tersebut, Muhammad Hadlar al-Husain menyatakan:
ِﻬﻲﻭﱠﺍﻟﻨ ﻭﻑ ﺮ ﻌ ﻤ ﻣﺮِ ﺑِﺎْﻟﻭْﺍ َﻷ ﻯﻭْﺍ ُﳍﺪ ِﻴﺮﻋﻠَﻰ ْﺍ َﳋ ِﺎﺱﺚ ﺍﻟﻨ ﺣ ِﻭْﺍ َﻷﺟِﻞ ِﺎﺟِﻞ ْﺍﻟﻌﺩﺓ ﺎﺴﻌ ِﺍ ﺑﻮ ُﺯﻭ ﻴ ُﻔﻨ َﻜﺮِﻟﻋﻦِ ْﺍ ُﳌ Yang dimaksud dengan dakwah ialah mendorong manusia untuk beraktivitas posistif sekaligus mengarahkan mereka Aktualisasi Dakwah Islam (Muhammad Barmawi)
terhadap jalan yang sesuai dengan ajaran agama, juga menghalangi mereka dari berbagai aktivitas yang bersifat negatif, sedangkan tujuan utamanya ialah mengantarkan mereka kepada kebahagiaan saat ini dan kelak. (Hadlar alHusain, t.t : 17) Sebagaimana juga yang telah dinyatakan oleh Muhammad al-Ghazali :
ﺎﻴﻬَﻟﻲ ﺍ ﺍﻟﺘﺎﺭِﻑﻊ ﺍ َﳌﻌ ﻴﺟﻤ ﻪﻮﺍﺋ ﻰ َﺍ ْﻃﻢ ﻓ ﻀ ُ ﻳ ٌﻞﺞ ﻛَﺎﻣ ﻤ �َﺮ ﺑ ﻢ ﻌﺎﻟ ﻣ ﺍ ُﻔﻮﺴَﺘ ْﻜﺸ ﻴﻭﻟ ,ﻢ ﻫ ﺎﺤﻴ ﻣ ﻦ ﻳ َﺔ ﻣﻭ ﺍﻟ َﻐﺎ ﺮ ﺒﺼﻴ ﻟ,ﺱ ﺎﺍﻟﻨ ﻦ ﻳﺪﺍﺷﻢ ﺭ ﻬﻌ ﻤ ﺠ ﻲ َﺗﻳﻖِ ﺍّﻟﺘِﺍﻟ ﱠﻄﺮ Dakwah materi-materi yang mencakup pengetahuan positif yang dibutuhkan oleh manusia, supaya mengerti atas tujuan sesungguhnya dalam kehidupan mereka, dan agar terbuka bagi mereka petunjukpetunjuk yang dapat mengantarkan mereka pada jalan yang benar. (Al-Ghazali, t.t., 17). Dari dua definisi tersebut dapat difahami bahwa yang dimaksud dakwah ialah aktivitas menyeru atau mengajak kepada individu atau masyarakat untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan yang tidak melanggar norma-norma agama, baik norma yang bersifat ilahiyyah (teology) ataupun norma yang bersifat sosial kemasyaratan. B. Diskursus Hukum Dakwah Sebagai tonggak kehidupan Islam (livier teologique), dakwah menjadi sebuah perbincangan yang cukup serius, hal ini dapat dilihat di berbagai literatur-literatur klasik. Perbincangan tentang dakwah berkutat pada masalah adanya keharusan berdakwah bagi masing-masing individu muslim. Perbedaan tersebut muncul karena | 13
RELIGIA ISSN 1411-1632 (Paper) E-ISSN 2527-5992 (Online) Vol. 19, No.2, Oktober 2016
adanya perbedaan persepsi dalam menyimpulkan makna firman Allah dalam surat Ali Imran : 104 :
ﻭﻑﻌﺮ ﻤ ﻥ ﺑِﺎْﻟ ﻭﻣﺮ ﻳ ْﺄﻴﺮِ ﻭﺨ َ ﻥ ﺇِﻟَﻰ ﺍْﻟ ﻮﺪﻋ ﻳ ﻣ ٌﺔﻢ ُﺃ ﻨ ُﻜﻦ ﻣ ﻭْﻟَﺘ ُﻜ ﻥ ﻮﺤﻤ ْﻔﻠ ﻢ ﺍْﻟ ﻫ ﻚ ﻭُﺃﻭَﻟﺌ ِﻨ َﻜﺮﻤ ﻋﻦِ ﺍْﻟ ﻥ ﻮ ﻬ ﻨﻳﻭ Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (Ali Imran : 104) Pada ayat tersebut terdapat kalimat yang berbunyi waltakun (hendaklah kamu), kata itu menunjukkan adanya perintah (amr) (Rahmat Syafi’i, 2007: 200). Dalam kaidah ushul dinyatakan alashlu fi al-amr li al-ijab (pada dasarnya dalam kata perintah mengandung makna wajib) (Ibn Hazm, 1404: J.6, h.80). Para pakar sepakat bahwa amr dalam ayat di atas mengandung makna wajib, alasannya ialah tidak adanya dalil lain yang menegaskan sebaliknya. Atas dasar konsensus tersebut selanjutnya berimplikasi pada pemunculan hukum wajibnya berdakwah. (Al-Bayanuni, 1995: 31) Namun terjadi silang pendapat tentang makna wajib dalam ayat tersebut, sebagian pakar menyatakan fardlu ain dan sebagian yang lain menyatakan fardlu kifayah. Tentunya perbedaan cara pandang tersebut berimplikasi terhadap perbedaan praktek dakwah (practice of missionary). Bagi yang menyatakan fardlu ain akan berdampak pada keharusan masing-masing individu untuk melaksanakan dakwah. Sedangkan untuk fardlu kifayah hanya diwajibkan bagi orang-orang tertentu, apabila terdapat seseorang yang
14 |
melaksanakannya maka secara otomatis menggugurkan kewajiban individu lainnya. Perbedaan hukum, antara hukum fardlu ain dan fardlu kifayah pada dasarnya mengarah pada kata minkum pada surat Ali Imran: 104. Pakar yang menyatakan wajib ain menegaskan bahwa min yang berada pada ayat tersebut bermakna li al-bayan/li al-tabyin/ li altaudlih, atau bermakna menegaskan. Penyimpulan ini disandarkan kepada beberapa ayat lain dan hadis yang bersifat am. Seperti firman Allah yang berbunyi :
ﻥ ﻮ ﻬ ﻨﻭَﺗ ﻭﻑﻌﺮ ﻤ ﻥ ﺑِﺎْﻟ ﻭﻣﺮ ﺎﺱِ َﺗ ْﺄﻠﻨﺖ ﻟ ﺟ ِﺧﺮ ُﺃﻣﺔﺮ ُﺃ ﻴﺧ ﻢ ﻨُﺘُﻛ ﻥ ﺑِﺎﻟﱠﻠﻪ ﻮﻨﺆﻣ ﻭُﺗ ِﻨ َﻜﺮﻤ ﻋﻦِ ﺍْﻟ Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (Ali Imran : 110) Dan sebuah hadis yang berbunyi :
ﻪ�ﺴﺎ ﻊ َﻓﺒِﻠ ﺴَﺘﻄ ﻳ ﻢ ﻥ َﻟ ِ َﻓﺈﻩﻴﺪِﻩ ﺑﺮ ﻴﻴ َﻐﺍ َﻓْﻠﻨ َﻜﺮﻣ ﻢ ﻨ ُﻜﺭﺃَﻯ ﻣ ﻥ َﻡ ِﺎﻥﻳﻤﺈﻒ ْﺍﻟ ﻌ ﺿ ْ ﻚ َﺃ ﻭﺫﻟ ﻊ َﻓﺒِ َﻘْﻠﺒِﻪ ﺴَﺘﻄ ﻳ ﻢ ﻥ َﻟ َِﻓﺈ Siapapun di antara kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaknya ia mengubahnya dengan tangannya, apabila tidak mampu maka dengan lisannya, dan apabila tidak mampu maka dengan hatinya, dan tentunya pelaksana’an dakwah dengan hati ialah bukti lemahnya keimanan (Imam Muslim .t.t : j. 1,h. 69) Dua dalil di atas adalah sebagai penegas atas adanya keharusan bagi tiaptiap individu untuk melaksanakan dakwah. Sedangkan argumentasi pakar yang menyatakan bahwa hukum dakwah ialah bersifat fardlu kifayah, menegaskan bahwa kata minkum pada surat Ali Imran: 104, bukan mengandung makna tabyin akan Aktualisasi Dakwah Islam (Muhammad Barmawi)
RELIGIA ISSN 1411-1632 (Paper) E-ISSN 2527-5992 (Online) Vol. 19, No.2, Oktober 2016
tetapi lebih cenderung pada makna li alTab’idl atau bermakna sebagian. Karenanya hukum wajib yang terkandung dalam ayat tersebut ialah fardlu kifayah. Selain bersandar pada pemaknaan ayat tersebut, secara rasional kubu yang menentang terhadap “hukum fardu ‘ain” menegaskan, bahwa dakwah merupakan aktivitas suci yang akan diemban individuindividu yang memiliki keilmuan yang sempurna, karenanya tidak mungkin dibebankan kepada semua individu. Sebab dalam berdakwah seorang dai harus memiliki kapasitas keilmuan dan kepribadian yang memang benar-benar mendukung. Sebagai pengokoh bahwa hukum berdakwah ialah fardlu kifayah. Kubu ini berargumen dengan firman Allah yang berbunyi,
ﻢ ﻬﻨ ﻣﺮَﻗﺔ ﻦ ُﻛ ﱢﻞ ﻓ ﺮ ﻣ ﻮﻟَﺎ َ� َﻔ ﻭﺍ ﻛَﺎﱠﻓ ًﺔ َﻓَﻠﺮﻨﻔﻴﻥ ﻟ ﻮﻨﺆﻣ ﻤ ﻥ ﺍْﻟ ﺎ ﻛَﺎﻭﻣ ﻢ ِﻴﻬﻮﺍ ﺇَِﻟﺟﻌ ﺭ ﻢ ِﺇﺫَﺍ ﻬﻣ ﻮ ﻭﺍ َﻗﺭﻨﺬﻴﻭﻟ ِﺪﻳﻦ ﻲ ﺍﻟﻮﺍ ﻓﻴَﺘ َﻔ ﱠﻘﻬ َﻔ ٌﺔ ﻟَﻃﺎﺋ ﻥ ﻭﺤ َﺬﺭ ﻳ ﻢ ﻬﻌﱠﻠ َﻟ Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (alTaubah (9): 122) Dari dua arah argumentasi di atas dapat difahami, bahwa perbedaan perbincangan hukum berdakwah ialah mengarah kepada kata minkum pada surat Ali Imran: 104. Namun demikian, perbedaan tersebut bukanlah perbedaan yang bersifat fundamental, melainkan perbedaan yang bersifat pengayaan. Aktualisasi Dakwah Islam (Muhammad Barmawi)
Hal ini berarti penilaian dan penyimpulan tentang keharusan atas semua individu dalam berdakwah yang disandarkan kepada surat Ali Imran : 104, dan beberapa dalil penegas lainnya, menunjukkan bahwa keharusan berdakwah ialah teruntuk bagi seluruh individu, sesuai dengan kapasitas ilmu dan kepribadian yang dimilikinya. Sedangkan penilaian dan penyimpulan yang menyatakan bahwa hukum berdakwah ialah tidak bersifat menyeluruh, berarti bahwa kewajiban berdakwah hanya teruntuk bagi orangorang tertentu yang memiliki kapasitas keilmuan dan kepribadian yang mumpuni. Kedua argumen tersebut apabila sama-sama terlaksana, maka akan berdampak pada kayanya nuansa dakwah. Artinya, tiap-tiap individu yang memiliki kapasitas keilmuan, berdakwah sesuai dengan keilmuan yang dimilikinya, sehingga akan membawa masyarakat semakin maju dan mengenal agama. Sedangkan individu-individu yang hanya me-miliki ilmu ala kadarnya maka ia juga wajib menyalurkan kemampuannya kepada orang lain. C. Mekanisme Tahapan Dakwah Dalam aktivitas berdakwah terdapat beberapa tahapan yang harus dilaksanakan, dengan melalui tahapan-tahapan tersebut diharapkan dapat menjadikan dakwah yang disajikan berjalan efektif. Dalam hal ini tahapan-tahapan dalam berdakwah dapat diklasifikasikan dalam dua arah : 1.
Tahapan Pelaksanaan Dakwah Pelaksanaan dakwah merupakan aktivitas yang memiliki kerumitan tersendiri. Demikian ini dikarenakan yang akan diperbaiki bukanlah benda atau makhluk yang mudah dibujuk atau diubah, | 15
RELIGIA ISSN 1411-1632 (Paper) E-ISSN 2527-5992 (Online) Vol. 19, No.2, Oktober 2016
melainkan manusia yang juga memiliki rasio yang antara satu individu dengan individu lainnya memiliki perbedaan yang cukup rumit. Ada manusia dengan karakter penurut yang cukup dengan diberi wejangan langsung berubah, namun juga ada individu yang harus diberi pelajaran agar ia dapat beruabah (Al-Ridla ,1990 : j. 4, h. 90). Oleh sebab itu, dalam agama Islam, sebagaimana yang telah digambarkan oleh Rasulullah Saw., ada beberapa tahapan yang harus dilaksanakan dalam pelaksanaan berdakwah, di antara tahapan-tahapan tersebut ialah: a) Tahapan Moral Keperibadian Lisan al-Hal afshahu min lisan al-Maqal merupakan kata bijak yang cukup dikenal dalam dunia dakwah. Maknanya ialah berdakwah menggunakan pribadi baik, lebih efektif dibanding berdakwah dengan menggunakan lisan (oral) semata (Salim, t.t : h. 11). Tidak dapat dipungkiri bahwa aktivitas dakwah merupakan atktifitas yang sifatnya mendorong, mengajak atau juga memerintah orang lain terhadap sesuatu yang baik, sehingga yang memiliki kepribadian dan mental baik, tentunya lebih efektif dibanding dengan individu-individu yang hanya mengandalkan rasio. Demikian ini sebagai-mana yang telah dilakukan oleh Rasulullah Saw., semasa berdakwah kepada para umatnya. Sebagai sosok sempurna dari kebangsaan Quraish, yang merupakan kabilah terkemuka di bangsa Arab, yang masyarakatnya pada saat itu sangat keras dan multidimensi. Tidak mungkin Rasulullah mampu mendakwahkan Islam secara sempurna hanya 16 |
dengan hitungan tahun, namun karena Rasulullah Saw., merupakan seorang yang sama sekali tidak pernah melakukan tindakan rusak bahkan terkenal santun dan jujur, maka ia berhasil mendakwahkan Islam. Untuk menjadikan dakwah yang efektif Allah Swt. menganjurkan untuk tidak berucap atas sesuatu yang tidak pernah dilakukan, sebagaimana dalam firman Allah berikut :
ﻣ ْﻘﺘًﺎ ﺮ ﺒﻥ َﻛ ﻌﻠُﻮ ﺎ ﻻ َﺗ ْﻔﻥ ﻣ ﻢ َﺗ ُﻘﻮﻟُﻮ ﻮﺍ ﻟﻣﻨ ﻦ ﺁ ﻳﺎ ﺍﱠﻟﺬﻳﻬﺎ َﺃﻳ ﻥ ﻌﻠُﻮ ﺎ ﻻ َﺗ ْﻔﻥ َﺗ ُﻘﻮﻟُﻮﺍ ﻣ َﺃﺪ ﺍﻟﱠﻠﻪ ﻨﻋ Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (al-Shaf: 2-3) b) Tahapan Oral Setelah tahapan moral, kemudian dilanjutkan dengan tahapan oral. Yakni, tahapan dimana seorang dai meng-utarakan materi-materi dakwah yang hendak disampaikan kepada masyarakat, dengan menggunakan tatabahasa yang baik dan santun, bahkan di saat berdialog (Khalil, 2005 : x). Mengenai metode mengutarakan materi dakwah dalam al-Qur’an disebutkan:
ﻨﺔﺴ ﺤ ﺍْﻟ َﻈﺔﻮﻋ ﻤ ﻭﺍْﻟ ﻤﺔ ْﻜﻚ ﺑِﺎْﻟﺤ ﺑﺭ ِﺳﺒِﻴﻞ ﻉ ﺇِﻟَﻰ ﺩ ﺍ ﺿ ﱠﻞ َ ﻦ ﻤ ِﻢ ﺑ ﻋَﻠ ﻮ َﺃ ﻫ ﻚ ﺑﺭ ﻦ ِﺇﻥ ﺴ ﺣ ﻲ َﺃ ﻲ ﻫﻢ ﺑِﺎﱠﻟﺘ ﻬْﻟﺎﺩﻭﺟ ﻦ ﻳﻬَﺘﺪﻤ ﻢ ﺑِﺎْﻟ ﻋَﻠ ﻮ َﺃ ﻫ ﻭ ﻪﺳﺒِﻴﻠ ﻦ ﻋ Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah Aktualisasi Dakwah Islam (Muhammad Barmawi)
RELIGIA ISSN 1411-1632 (Paper) E-ISSN 2527-5992 (Online) Vol. 19, No.2, Oktober 2016
mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Al-Nahl (16) : 125)
berdialog apabila mereka mengingkari dan menentang kebenaran ajakan Rasul dengan dialog yang sangat santun. Perintah dialog dengan santun dapat dilihat dalam firman Allah yang berbunyi :
Ayat tersebut khitab nya kepada nabi Muhammad. Yakni bentuk penegasan dari Allah saw., kepada Muhammad saw., untuk mengajak masyarakat Arab pada saat itu dengan cara yang hikmah, yaitu sebuah perkataan tegas tentang perkara benar dan salah. Selanjutnya Allah juga memerintahnya untuk berdakwah dengan perkataan-perkataan yang baik. Apabila ternyata mereka belum juga berhenti berkelit, maka kemudian dialog dengan menggunakan bahasa-bahasa yang santun, bukan dengan bahasa kasar. Ibn Katsir dalam tafsirnya menegaskan, bahwa term dialog yang terdapat pada ayat tersebut merupakan term yang dipergunakan oleh Nabi dalam menghadapi orang-orang yang mengingkari pesan yang dibawanya. Sedangkan dalam penyampaian ajakan beliau atas para pengingkar (Ibn Katsir, 1999 : j. 4, h. 613), beliau menggunakan metode dakwah yang hikmah (yang dimaksud dengan hikmah adalah ketegasan beliau atas dasar pesan-pesan yang telah dimandatkan Allah secara langsung seperti mengenai tauhid dan yang lainnya). (Ibn Katsir, 1999 : j.4, h. 613) Selanjutnya dengan metode mauidlah hasanah (wejangan), sekaligus mengajak mereka untuk
ﻢ ﻬﻨﻮﺍ ﻣﻦ َﻇَﻠﻤ ﻳﺍﱠﻟﺬ
Aktualisasi Dakwah Islam (Muhammad Barmawi)
ﻦ ﺇِﻻ ﺴ ﺣ ﻲ َﺃ ﻲ ﻫﺘَﺎﺏِ ﺇِﻻ ﺑِﺎﱠﻟﺘﻫ َﻞ ﺍْﻟﻜ ﻟُﻮﺍ َﺃﺎﺩﻻ ُﺗﺠﻭ
Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka (al-‘Ankabut : 46) Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan, bahwa tahapan pertama dalam dakwah billisan ialah berdakwah dengan bahasa yang santun, hal ini dapat digambarkan seperti pengutaraan materi-materi dakwah dengan bahasabahasa yang santun dan dapat difahami oleh hal layak masyarakat (thaha: 4). Selanjutnya, ialah menggunakan metode dialog (jidal) bagi siapapun yang menentang dakwah Rasulullah Saw.. Adanya dialog merupakan bentuk penegasan kebenaran yang dibawa oleh seorang dai. Sedangkan aturan dalam berdialog yang telah ditegaskan dalam agama Islam ialah dialog dengan menggunakan kata-kata yang santun, bukan dengan bahasa kasar dan melecehkan. c) Qital (Perang) Qital atau disebut dengan istilah holly war di dalam Agama Islam juga termasuk dalam tahapan berdakwah. Namun tahapan ini merupakan tahapan paling akhir | 17
RELIGIA ISSN 1411-1632 (Paper) E-ISSN 2527-5992 (Online) Vol. 19, No.2, Oktober 2016
dalam kondisi terpaksa. Peperangan hanya dianjurkan apabila para musuh Islam terlebih dahulu memerang umat Islam. Artinya agama Islam tidak mentolerir adanya peperangan selama tidak didahului oleh para musuh Islam, dalam Al-Qur’an disebutkan :
Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim. (al-Baqarah (2) : 190-193)
ﻭﺍ ِﺇﻥﻌَﺘﺪ ﻭﻟَﺎ َﺗ ﻢ ُﻠﻮَ� ُﻜﻳﻘَﺎﺗ ﻦ ﻳ ﺍﱠﻟﺬﺳﺒِﻴﻞِ ﺍﻟﱠﻠﻪ ﻲﻠُﻮﺍ ﻓﻭﻗَﺎﺗ
Qital atau perang merupakan salah satu metode dakwah dengan bentuk fisik. Namun dakwah dalam bagian ini merupakan dakwah yang bisa direalisasikan apabila dalam keadaan terpaksa. realisasi dakwah dengan qital diberlakukan apabila para non muslim telah mendahului peperangan, atau memaksa orangorang mukmin keluar dari daerah tempat tinggal mereka.
ﻢ ﻫ ﻮ ْﻔُﺘﻤﺚ َﺛﻘ ﻴﺣ ﻢ ﻫ ﺍْﻗُﺘﻠُﻮﻭ, ﻦ ﻳﻌَﺘﺪ ﻤ ﺐ ﺍْﻟ ﻳﺤ ﻪ ﻟَﺎ ﺍﻟﱠﻠ ﻦ ﺪ ﻣ ﺷ ﻨ ُﺔ َﺃْﺘﻭﺍْﻟﻔ ﻢ ﻮ ُﻛﺮﺟ ﺧ ﺚ َﺃ ﻴﺣ ﻦ ﻢ ﻣ ﻫ ﻮﺧﺮِﺟ ﻭَﺃ ﻢ ﻠُﻮ ُﻛﻳﻘَﺎﺗ ﺣﺘﱠﻰ ِﺍﻡﺤﺮ ﺍْﻟﺴﺠِﺪ ﻤ ﺪ ﺍْﻟ ﻨﻢ ﻋ ﻫ ﻠُﻮﻭﻟَﺎ ُﺗﻘَﺎﺗ ِﺍْﻟ َﻘْﺘﻞ ِ َﻓﺈِﻥ, ﻦ ﺮِﻳﺀ ﺍْﻟﻜَﺎﻓ ﺍﺟﺰ ﻚ ﻢ َﻛ َﺬﻟ ﻫ ﻢ ﻓَﺎْﻗُﺘﻠُﻮ ﻥ ﻗَﺎَﺗﻠُﻮ ُﻛ ِ َﻓﺈﻴﻪﻓ ﻥ ﺣﺘﱠﻰ ﻟَﺎ َﺗﻜُﻮ ﻢ ﻫ ﻠُﻮﻭﻗَﺎﺗ , ﻢ ﻴﺭﺣ ﺭ ﻪ َﻏﻔُﻮ ﺍﻟﱠﻠﺍ َﻓِﺈﻥﻬﻮ ﺍْ�َﺘ ﻋﻠَﻰ ﻥ ﺇِﻟﱠﺎ ﺍﺪﻭ ﻋ ﺍ َﻓﻠَﺎﻬﻮ َﻓﺈِﻥِ ﺍْ�َﺘﱠﻠﻪﻦ ﻟ ﺪﻳ ﻥ ﺍﻟ ﻳﻜُﻮﻨ ٌﺔ ﻭْﺘﻓ ﲔ ﻤﺍﻟ ﱠﻈﺎﻟ Dan perangilah di jalan Allah orangorang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), Maka bunuhlah mereka. Demikanlah Balasan bagi orangorang kafir. Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 18 |
2.
Tahapan Materi Dakwah Selain pelaksanaan dakwah, materi dakwah juga merupakan perihal penting yang harus diperhatikan oleh para dai. Sebab, materi merupakan hal pokok yang akan disampaikan kepada obyek dakwah, dalam dakwah Islam, penyampaian materi dakwah juga bertahap, di antara tahaptahap tersebut ialah : a) Tauhid Dalam realitas kehidupan manusia, pada umumnya mereka memiliki karakter kebutuhan kepada yang lainnya. Demikian ini dikarenakan mereka diciptakan dengan karakter sosial, bahkan kebutuhan paling menonjol dalam kehidupan mereka ialah kebutuhan untuk bersandar kepada sang maha kuasa. Karenanya, apabila mereka tidak dikenalkan kepada sang pencipta Aktualisasi Dakwah Islam (Muhammad Barmawi)
RELIGIA ISSN 1411-1632 (Paper) E-ISSN 2527-5992 (Online) Vol. 19, No.2, Oktober 2016
niscaya kehidupan yang akan dihadapi akan dirasa sempit , dalam masalah ini Allah berfirman :
ﻩﺮ ﺸ ﺤ �َﻭ ﺸ ًﺔ ﺿَﻨﻜ ًﺎ ﻴﻣﻌ ﻪ ْﻛﺮِﻯ َﻓِﺈﻥﹼ َﻟﻦ ﺫﺽ ﻋ ﺮ ﻋ ﻦ َﺃ ﻣ ﻭ ..ﻰ ﻤ ﻋ َﺃﻣﺔ ﻴﺎﻡ ﺍْﻟﻘﻮ ﻳ Dan Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesung-guhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam Keadaan buta" (Thaha : 124) Ayat tersebut menunjukkan bahwa, dzikrullah meru-pakan perihal penting yang harus direalisasikan oleh tiap individu, dengan mengingat-Nya niscaya ia akan menjadi seorang yang memiliki jiwa yang tenang dan tentram. Demikian sebaliknya, seseorang yang dalam kehidupannya tidak pernah mengingat Tuhan niscaya ia akan menjadi seorang yang akan dibutakan kelak di hari kiamat. Selain bertujuan untuk menjadikan ketenangan dalam jiwa seseorang, wawasan tentang ketuhanan juga untuk pembelajaran tauhid dan meningkatkan keimanan pada diri seseorang, sehingga dengan keyakinan yang sempurna tentang esa dan wujudnya Tuhan, maka seseorang menjadi sosok sempurna di sisi sang Allah. Dalam hal ini Allah berfirman :
ﻱﺘَﺎﺏِ ﺍّﻟﺬﻭﺍْﻟﻜ ﻪﺳﻮﻟ ﺭ ﻭ ﻮْﺍ ﺑِﺎﻟّﻠﻪﻨﻮْﺍ ﺁﻣﻣﻨ ﻦ ﺁ ﻳﺎ ﺍّﻟﺬﺎ َﺃﹼﻳﻬﻳ ﺮ ﻳ ْﻜ ُﻔ ﻦﻭﻣ ﺒ ُﻞﻦ َﻗﻱ َﺃ�َﺰ َﻝ ﻣ ﺘَﺎﺏِ ﺍّﻟﺬﻭﺍْﻟﻜ ﻪﺳﻮﻟ ﺭ ﻰ ﻋَﻠ َ� ﹼﺰ َﻝ ﺿ ّﻞ َ ﺪ ﺮِ َﻓ َﻘﻮﻡِ ﺍ َﻻﺧ ﻴﻭﺍْﻟ ﻪﺳﻠ ﺭ ﻭ ﻭ ُﻛُﺘﺒِﻪ ﻪ َﻜﺘﻼﺋ ﻣ ﻭ ﺑِﺎﻟّﻠﻪ ﻴﺪًﺍﺑﻌ ﻼ ًﻻ ﺿ َ
Aktualisasi Dakwah Islam (Muhammad Barmawi)
Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. (al-Nisa’ : 136)
ﻦ ﻴﺑ ﻳ َﻔ ﹼﺮﻗُﻮْﺍ ﻥ ﺃَﻥ ﻭﻳﺮِﻳﺪﻭ ﻪﺳﻠ ﺭ ﻭ ﻥ ﺑِﺎﻟّﻠﻪ ﻭﻳ ْﻜ ُﻔﺮ ﻦ ﻳِﺇﻥﹼ ﺍّﻟﺬ ﻥ ﻭﻳﺮِﻳﺪﻭ ٍﻌﺾ ﺒِﺮ ﺑ ﻭَ� ْﻜ ُﻔ ٍﻌﺾ ﺒِﻦ ﺑ ﺆﻣ �ُ ﻥ ﻭﻳ ُﻘﻮﻟُﻮ ﻪﺳﻠ ﺭ ﻭ ﺍﻟّﻠﻪ ﻥ ﻭﺮﻢ ﺍْﻟﻜَﺎﻓ ﻫ ﻚ ﻭَﻟﺌ ﻼ * ُﺃ ﺳﺒِﻴ ﻚ ﻦ َﺫﻟ ﻴﺑ ﺬُﻭْﺍﻳّﺘﺨ ﺃَﻥ ﻋﺬَﺍﺑ ًﺎ ﹼﻣﻬِﻴﻨ ًﺎ ﻦ ﺮِﻳْﻠ َﻜﺎﻓﺪ�َﺎﻟ ﻋَﺘ ﻭَﺃ ً ّﻘﺎﺣ Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagian dan Kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan Perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. (al-Nisa’ : 150-151) b) Af’al Baina al-Ibad (Aktivitas Humanis) Sebagai sebuah agama yang ujung ajarannya tentang kemaslahatan dan ketentraman di muka bumi, maka menjadi sebuah kenicayaan adanya aturan yang mampu mengayomi seluruh kehidupan manusia (Izzudin | 19
RELIGIA ISSN 1411-1632 (Paper) E-ISSN 2527-5992 (Online) Vol. 19, No.2, Oktober 2016
‘Abd al-Aziz, 1999 : j. 1, h. 11),. Aturan yang menjelaskan tentang hubungan manusia dengan Tuhannya telah disebutkan sebelumnya, yakni dalam tataran tauhid sebagaimana di atas. Sedangkan aturan yang bersifat humanis ada pada fiqih dan akhlak. Fiqih secara etimologi merupakan bentuk penyimpulan hukum dari berbagai dalil secara terperinci (Rahmat Syafii, 2007 : 19), sedangkan makna hakiki dari fiqih pada dasarnya ialah berujung pada pengkondisian umat manusia dalam kemaslahatan bersama. Artinya ; munculnya fiqh, diharapkan dapat memgatur kehidupan manusia agar, antara satu individu dengan individu lain-nya dapat hidup berdampingan dan tidak saling merugikan. Karenanya tidak ayal, dalam wacana fiqhi terdapat banyak klasifikasi hukum (Rahmat Syafii, 2007 : 19). Sedangkan akhlak merupakan bentuk materi yang di dalamnya mencakup aturan-aturan moral, baik moral yang bersifat ilahiyyah (teologi), ataupun moral yang bersifat basyariyyah (humanis). Akhlak yang bersifat ilahiyyah meru-pakan norma yang mengatur perilaku santun antara manusia dengan sang khaliq. Sedangkan akhlak yang bersifat basyariyyah, merupakan materi yang di dalamnya mengatur moral antar sesama (Amr Khalid, 2002: 3). Kaitannya dengan normanorma dalam masalah fiqh ataupun akhlak terdapat beberapa dalil sebagaimana berikut :
ٍﻴﻢﻋﻈ ٍﺧُﻠﻖ ﻌﻠَﻰ ﻚ َﻟ �ﻭﺇِﱠ
20 |
Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung (al-Qalam : 4).
ﲔ ﻌﺎَﻟﻤ ْﻠﻤ ًﺔﻟ ﺣ ﺭ ﺎ َﻙ ﺇِﻟﱠﺎﺳْﻠﻨ ﺭ ﺎ َﺃﻭﻣ Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (al-Anbiya’ : 107)
ﺍﻳﺮﻭَ�ﺬ ﺍﲑﺑﺸ ِﺎﺱﻠﻨﺎ َﻙ ﺇِﻟﱠﺎ ﻛَﺎﱠﻓ ًﺔﻟﺳْﻠﻨ ﺭ ﺎ َﺃﻭﻣ Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui. (Saba’ : 28)
ﻡﻮ ﻲ َﺃْﻗ ﻲ ﻫﱠﻠﺘﻱﻟﻬﺪﻳ ﻥ ﺁﻫﺬَﺍ ﺍْﻟ ُﻘﺮ ِﺇﻥ Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus (al-Isra’ : 9)
ﺑ ُﻜﻢﺭ ﻦ ﻢ ﻣ ﻴ ُﻜﺎ ُﺃْ�ﺰِ َﻝ ﺇَِﻟﻦ ﻣ ﺴ ﺣ ﻮﺍ َﺃﺍﱠﺗﺒِﻌﻭ Dan ikutilah Sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu (al-Zumar : 39)
ﻤ ًﺔ ﺣ ﺭ ﻭ ﻯﻫﺪ ﻭ ﻲﺀ ﺷ ُﻜ ﱢﻞﻴﺎ�ًﺎﻟﺒﺏ ﺗ ﺘَﺎﻚ ﺍْﻟﻜ ﻴﻋَﻠ ﺎﺰْﻟﻨ �َﻭ ﲔ ﻤﺴﻠ ﻤ ْﻠﻯﻟﺸﺮ ﺑﻭ Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (al-Nahl : 89) Beberapa dalil di atas menunjukkan tentang pentingnya aturan bagi manusia. Inti dari tujuannya ialah menuntut adanya kelestarian dan kehidupan yang sempurna yang sesuai dengan syari’at. Selain itu juga bertujuan mewujudkan kemaslahatan dalam kehidupan manusia. Bahkan dengan Aktualisasi Dakwah Islam (Muhammad Barmawi)
RELIGIA ISSN 1411-1632 (Paper) E-ISSN 2527-5992 (Online) Vol. 19, No.2, Oktober 2016
diterapkannya norma-norma baik bersifat teologi ataupun humanis, niscaya akan dijanjikan kehidupan yang laik, baik kehidupan di dunia ataupun di akhirat. D. Implikasi Dakwah Implikasi dakwah merupakan poin penting dalam aktivitas dakwah, karena dari pengaruh setelah adanya dakwah itulah yang menunujukkan berhasil atau tidaknya sebuah dakwah (Muhammad, 2005 : 12). Oleh sebab itu, menjadi sebuah keharusan bagi kalangan da’i, untuk selalu mengkroscek proses dakwah, baik kroscek terhadap materi dan metode dakwah. Selain itu juga dituntut melihat kondisi masyarakat pasca mendengarkan dakwah, sehingga akhirnya dakwah memangmemang benar-benar efektif. Tentunya dakwah yang efektif akan berimplikasi terhadap perilaku masyarakat, dan hal ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a) Memberikan pemahaman terhadap manusia tentang sang Khaliq, b) mewujudkan keadilan dan menghilangkan kelaliman c) mewujudkan kemaslahatan d) menyelamatkan manusia dari dunia hingga akhirat. E. Karakteristik Dai Islam Islam, sebagai agama yang dibawa oleh Rasulullah saw., yang merupakan penutup risalah ilahiyyah juga pemimpin tertinggi (top leader), adalah sebuah agama yang memiliki karakteristik tersendiri dibanding dengan agama-agama lainnya. Di antara karakteristik yang paling dominan ialah rahmatan lil alamin (memberikan rahmat pada seluruh alam), Ibn Katsir di dalam kitabnya, memaknai kata rahmatan lil alamin sebagai sebuah Aktualisasi Dakwah Islam (Muhammad Barmawi)
ungkapan dan bentuk penegasan Allah kepada seluruh makhluk pribumi tentang terutusnya Nabi Muhammad sebagai utusan yang memiliki mandat menjadikan umat pribumi dan alam semesta dalam kasih sayang Allah, dan Ibn Katsir juga menegaskan bahwa, siapapun yang menerima ajaran serta anjuran yang datangnya dari Rasulullah niscaya ia akan menjadi seorang yang berbahagia, baik di dunia maupun di akhirat (Ibn Katsir.1999: j.5, h. 385) Selain sebagai utusan pamungkas, Rasulullah juga merupakan seorang tauladan utama, bagi umatnya dalam segala tindak-tanduknya, baik dalam berbincang maupun dalam perilaku sehariharinya. Untuk menegaskannya Allah swt., berfirman dalam surat al-Ahzab ayat 21, yang artinya, “sungguh aku telah mengutus seseorang untuk kalian semua sebagai suri tauladan yang baik”. Sebagaimana juga dalam surat al-Qalam ayat 4, yang artinya; “dan bagimu terdapat akhlak yang sangat mulia.” Dari ulasan di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa dalam segala aktivitas yang akan di laksanakan haruslah secara praktis melihat dan meneladani Rasulullah yang di dalam agama Islam dikenal sebagai uswah hasanah. Lebihlebih dalam dakwah, yang berarti menggantikan dan penerus mandat Rasulullah saw.. Imam al-Razi dalam kitabnya dengan mengutip atsar dari Ali bin Abi Thalib, menyatakan seorang yang berilmu dan menyampaikan pesan agama kepada orang lain merupakan pewaris para Nabi (Al-Razi, t.t : j 1. h. 461). Mengenai karakteristik dai Islami maka dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian :
| 21
RELIGIA ISSN 1411-1632 (Paper) E-ISSN 2527-5992 (Online) Vol. 19, No.2, Oktober 2016
1.
Berakhlak dan Berilmu Berakhlak mulia dan memiliki ilmu yang sempurna merupakan bekal utama dalam berdakwah. Dengan dua bekal tersebut, seorang dai dapat membawakan dakwahnya secara baik, benar, dan efektif. Akhlak dan ilmu merupakan dua materi yang saling melengkapi, yakni; ibarat ruh dan jasad, karena seorang yang berilmu tanpa dibarengi dengan akhlak mulia, dakwah yang dibawakannya, akan terasa mentah. Sebaliknya, dakwah hanya dengan perilaku baik sehari-hari tidak mengantarkan individu lain tercerahkan dalam pengetahuan keagamaan. Oleh sebab itu, merupakan keniscayaan bagi tiap dai untuk menyempurnakan dua hal tersebut sebelum berdakwah. Sehingga dakwah yang dibawakan akan berjalan dengan efektif dan benar. 2.
Tulus dalam Menyampaikan Dakwah Menyampaikan dakwah, berarti menyampaikan amanah Allah kepada individu lain. Perlu dimengerti bahwa pada dasarnya berdakwah merupakan aktivitas suci yang bertujuan menjadikan individu lain, dekat kepada sang Khaliq, sekaligus mengantarkan mereka dalam kehidupan terhormat dan mulia. Karenanya, sudah menjadi keharusan bagi mereka bertulus hati dalam menyampaikannya. 3.
Bertujuan Mengubah Tatanan Masyarakat Menjadi Masyarakat yang Islami Dengan tujuan mengubah masyarakat menjadi tatanan masyarakat yang lebih baik dan tercerahkan, merupakan prioritas utama dalam berdakwah, karena dengan tujuan tersebut 22 |
maka dakwah yang disampaikan akan berjalan dengan efektif (‘Izzuddin : 11). 4.
Mendoakan Dalam wacana Islam terdapat hadis yang cukup populer tentang senjata yang diandalkan umat Islam, yakni ; al-du’au silah al-mukmin, yang artinya doa adalah senjata umat Islam. Hadis tersebut merupakan motivasi atas segenap umat Islam agar jangan selalu mengandalkan rasio dan otot dalam mengubah tatanan kehidupan. Hal ini karena di dalam agama Islam terdapat doktrin yang menegaskan bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta tidak akan terlaksana kecuali atas kehendak dan kuasa sang Khaliq. Dalam firman-Nya, Allah menegaskan bahwa yang memberi petunjuk dan yang dapat mengeluarkan mereka dari perilaku tidak benar ialah Allah Swt.
ﺀ ﺎﻳﺸ ﻦ ﻣ ﻱﻬﺪﻳ ﻪ ﻦ ﺍﻟﱠﻠ ﻭَﻟﻜ ﺖ ﺒﺒﺣ ﻦ َﺃ ﻣ ﻱﻬﺪﻚ ﻻ َﺗ �ﺇِﱠ Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendakiNya (al-Qashas : 56)
ﺏ ﺎﺴﺎ ﺍْﻟﺤﻴﻨﻋَﻠ ﻭ ﻼ ُﻍﻚ ﺍْﻟﺒ ﻴﻋَﻠ ﺎَﻓﺈِﱠ�ﻤ Karena Sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan saja, sedang Kami-lah yang menghisab amalan mereka. (alRa’du: 40)
ﺀ ﺎﻳﺸ ﻦ ﻣ ﻱﻬﺪﻳ ﻪ ﻦ ﺍﻟﱠﻠ ﻭَﻟﻜ ﻢ ﻫ ﺍﻫﺪ ﻚ ﻴﻋَﻠ ﺲ ﻴَﻟ Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendakiNya. (al-Baqarah : 272)
Aktualisasi Dakwah Islam (Muhammad Barmawi)
RELIGIA ISSN 1411-1632 (Paper) E-ISSN 2527-5992 (Online) Vol. 19, No.2, Oktober 2016
Beberapa ayat di atas merupakan beberapa firman Allah yang cukup tegas dalam menjelaskan masalah kehendak dan kuasa Allah, khususnya dalam masalah dakwah. Karenanya, dalam berdakwah doa merupakan hal penting yang tidak boleh dilupakan, sebab dengan doa dakwah yang akan terlaksana dengan sempurna. 5.
Sesuai dengan Tuntutan Zaman Norma-norma yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah untuk kehidupan manusia, merupakan aturan yang selalu shalihun likulli zaman wa makan. Artinya, aturan yang muncul dari norma-norma Islam, merupakan norma yang selalu sesuai dengan perkembangan masa. Sedangkan wadah utama dalam penyampaian aturan agama tersebut ialah dakwah, maka sudah seharusnya penyajian dakwah mengikuti perkembangan zaman. Sebab dengan demikian, dakwah yang akan disajikan tidak terkesan kolot dan tidak membosankan, seperti mengikuti perkembangan teknologi baik visual, audiovisual atau juga dunia maya dan media tulis. 6.
Menjauhi tindak Kekerasan Akhir-akhir ini terdapat peristiwaperistiwa kekerasan berkedok agama. Kelompok-kelompok yang berdalih memperjuangkan agama Islam dan jihad fisabilillah dengan cara kekerasan seperti bom bunuh diri, peperangan dan lain-lain telah merusak kesucian Agama Islam. Aktivitas dakwah tersebut justru kontra produktif, yang seharusnya mendapat antusias dari warga nonmuslim dalam materi dakwah, namun justru berpengaruh atas kebencian non muslim dan keengganan mereka memeluk agama Islam. Sebuah contoh kasus bom Bali, Aktualisasi Dakwah Islam (Muhammad Barmawi)
kekerasan antara keyakinan di Madura, dan lain-lain. Di dalam agama Islam, praktek dakwah yang dikembangkan bukanlah dengan kekerasan melain-kan dengan rahmat. Seperti dakwah yang dicontohkan Rasulullah saw., yang dalam berdakwahnya sangat santun dan ramah. Sedangkan apabila terdapat sebuah kelompok yang tidak menerima atas dakwah atau bahkan menyalahkannya, maka dilanjutkan dengan dialog yang santun. Kalaupun terdapat sejarah yang berbicara tentang berbagai peristiwa peperangan Rasulullah saw., dengan para kafir maka sebenarnya peperangan yang pernah dilakukan Rasulullah Saw. tiada lain untuk membela diri yang selalu dianiaya oleh kaum kuffar, bukan murni peperangan yang diprakarsai Rasulullah. F. Kontekstualisasi Dakwah Kecenderungan dakwah yang tidak sesuai dengan kondisi yang melingkupi masyarakat tidak akan efektif, karena terkadang materi yang dibawakan oleh seorang da’i tidak sesuai dengan kebutuhan dan tidak dapat diterima oleh mereka (Adnan Muhammad Alu Ar’ur. 27). Misalnya dakwah di pedesaan yang sifat dan karakter masyarakatnya seperti air mengalir, pola kehidupannya ialah gotong royong, akan kurang efektif apabila materi dakwahnya dengan menggunakan pendekatan dakwah di wilayah perkotaan yang pola hidup mayoritas penduduknya bersifat individualis, dan materialistis. Demikian pula berdakwah kepada orang awam, maka jangan disamakan dengan para cendekiawan, berdakwah kepada anak juga tidak sama dengan berdakwah kepada orang tua.
| 23
RELIGIA ISSN 1411-1632 (Paper) E-ISSN 2527-5992 (Online) Vol. 19, No.2, Oktober 2016
Oleh sebab itu, kontekstualisasi merupakan hal yang sangat menentukan terhadap efektivitas dakwah. Kontekstualisasi dakwah dapat dispesifikasikan menjadi dua bagian, yakni konteks mikro dan konteks makro. 1.
Konteks Mikro Konteks mikro ialah sebuah kondisi dan situasi obyek pendengar materi dakwah secara langsung. Dalam hal ini, pemateri dakwah harus mengerti dan memahami obyek dakwah yang ada dihadapannya, sehingga dengan mengerti karakter obyek dakwah yang berada dihadapannya materi dakwah yang disampaikan akan berjalan dengan optimal. 2.
Konteks Makro Yang dimaksud dengan konteks makro, ialah kondisi masyarakat secara umum yang berdomisili di daerah tempat berlangsungnya dakwah, sehingga dengan mengerti situasi lingkungan daerah secara menyeluruh maka dakwah yang akan dibawakan akan berjalan dengan efektif dan tidak ada yang dirugikan. Dua kategori kontekstualisasi tersebut pada dasarnya bertujuan untuk keefektifan keberlangsungan dakwah. Dua konteks (mikro dan makro) adalah perihal yang harus disadari oleh para dai, sebab manakala salah satunya tidak dilaksanakan, maka kegiatan dakwah mendapatkan hambatan. Misalnya, seorang dai hanya memperhatikan konteks mikro dan tidak memperhatikan konteks makro, maka bisa saja materi dakwah yang disampaikan menyinggung terhadap kelompok lain yang tidak sejalan dengan penerima materi dakwah, sehingga berakibat timbulnya
24 |
konflik yang dapat merugikan seluruh pihak. G. Kesimpulan Dari uraian di atas dapat difahami bahwa, 1. Secara terminologi dakwah bertujuan melestarikan dan menyampaikan pesan agama kepada semua individu ataupun kelompok agar melaksanakan ajaran-ajaran Islam dengan benar, baik ajaran yang bersifat uluhiyyah (teologi) atau yang bersifat basyariyyah (humanis). 2. Sedangkan mekanisme dakwah yang harus dilakukan dalam masyarakat multi dimensi, adalah pertama, tahapan pelaksanaan dakwah, terklasifikasi menjadi tiga, a). Moral, b). Oral, c). Qital. Kedua, tahapan materi dakwah, terklasifikasi menjadi tiga, a). Teologi, b). Syari’ah, c). Akhlak. 3. Adapun pengaktualisasian dakwah Islami ialah dengan melihat situasi dan kondisi sebuah tempat yang menjadi objek dakwah, baik kondisi yang bersifat mikro ataupun makro. Selain juga harus cara yang santun dan bersifat rahmatan lil’alamin. DAFTAR PUSTAKA Al-Dimasqi, Abu Al-Fida’ Isma’il Bin Umar Bin Kathir Al-Qurasyiyyi. (1999). Tafsir Al-Qur’an Al‘Adzim. Dar Al-Thaybah. Alu ‘Ar’ur, Adnan Muhammad .(2005). Manhaj al-Dakwah fi Dlaui alWaqi’i al-Muashir. Al-Bayanuni, Abu al-Fatahi. (1995). AlMadkhal ila Ilm al-Dakwah. Bairut : Muassasah al-Risalah
Aktualisasi Dakwah Islam (Muhammad Barmawi)
RELIGIA ISSN 1411-1632 (Paper) E-ISSN 2527-5992 (Online) Vol. 19, No.2, Oktober 2016
Al-Ghazali, Muhammad.(t.t)., Ma’allah. Maktabah Syamilah Ishdar Tsani. Al-Husain, Muhammad Hadlar.(t.t), AlDakwah ila al-Ishlah. Maktabah Syamilah Ishdar Tsani. Al-Qur’an Al-Ridla, Muhammad Rasyid.(1990). Tafsir al-Mannar. Mesir : AlHai’ah al-Misriyyah. Fakruddin al-Razi. (t.t). Mafatih al-Ghaib. t.p. Ibn Hazm Al-Andalusy. (1404). Al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam. Kaero : Dar alHadis.
Aktualisasi Dakwah Islam (Muhammad Barmawi)
Imam Muslim .(t.t). Shahih Muslim. Bayrut : Dar al-Ihya’ al-Turats. Izzudin, Muhammad ‘Abd al-Aziz. (1999). Qawaid al-Ahkam fi Mashalih alAnam. Bairut : Dar al-Kutub alIlmiyyaah. Karim, Khalil Abdul.(2005). Negara Madinah. Yogyakarta : LKIS. Khalid, Amr.(2002). Akhlaq al-Mukmin. Bairut : Dar al-Ma’rifah. Salim, Athiyyah bin Muhammad.(t.t). Syarah Bulugh al-Maram. Maktabah Syamilah. Syafi’i, Rahmat (2007). Ilmu Ushul Fiqh. Bandung : Pustaka Setia.
| 25