DAKWAH DAN KESALEHAN SOSIAL: KIPRAH DAKWAH ROOSTIEN ILYAS Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)
Oleh : EDY PRIYANTO NIM. 108051000035
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M
LEMBAR PERNYATAAN Assalamu’ alaikum Wr. Wb. Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah penulis skripsi yang berjudul “Dakwah dan Kesalehan Sosial : Kiprah Dakwah Roostein Ilyas”, dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan gelar sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan dalam bentuk referensi, baik footnote, maupun daftar pustaka, sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan merupakan karya asli atau duplikasi karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Demikian lembar pernyataan ini dibuat, sehingga dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 29 Juni 2015
Edy Priyanto
i
ABSTRAK Nama : Edy Priyanto NIM : 108051000035 Dakwah dan Kesalehan Sosial : Kiprah Dakwah Roostien Ilyas Rasullulah Saw telah berhasil mengembangkan agama Islam ke seluruh penjuru dunia. Beliau dalam mengembangkan agama Islam, mendapat tantangan yang amat keras. Kemudian dunia menyaksikan bahwa dalam waktu yang relatif singkat dunia telah melihat agama Islam merambah wilayah Arab, lalu menyusuri wilayah Asia, Afrika, bahkan Eropa. Tidak hanya laki-laki peran perempuanpun hadir pada setiap zaman dengan kecantikan, perjuangan, keperkasaan, dan kekuasaan. Abadi dalam ingatan khalayak. Khadijah istri Nabi contohnya, kontribusinya pada awal Islam sangatlah berpengaruh besar. Bukan hanya mengimani Islam, namun dia terjun langsung dalam membantu Rasul. Jiwa, raga, serta hartanya disumbangkan untuk Islam. Inilah bentuk kesalehan yang hakiki. Mengikuti jejak Nabi sosok Roostien Ilyas hadir. Perempuan yang bergerak di bidang sosial khususnya pendampingan anak-anak jalanan. Terfokus hanya pada acara Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan. Ia bertahun-tahun mengelola Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan. Dari pernyataan di atas maka muncul pertanyaan : Bagaimana kiprah dakwah Roostien Ilyas melalui Pesantren Ramadhan anak jalanan? Bagaimana hasil dakwah Roostien Ilyas melalui Pesantren Ramadhan anak jalanan? Serta apa saja faktor pendukung dan penghambat dakwah Roostien Ilyas melalui Pesantren Ramadhan anak jalanan? Di dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif. Penulis menggambarkan secara faktual apa yang dilihat dan ditemukan dari objek penelitian dan menuangkannya ke dalam tulisan. Metode ini juga didukung dari hasil wawancara dan studi dokumentasi yang dilakukan penulis kepada objek penelitian beserta tulisan-tulisan yang menyangkut dengan judul skripsi. Kiprah dakwah yang dilakukan Roostien Ilyas adalah sebuah peroses penyampaian nilai-nilai keIslaman dengan menampakkan bentuk kesalehan sosial. Menanamkan pemahaman bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin bagi seluruh umat. Menuangkan ajaran Islam kepada yang belum tahu menjadi tahu, dan yang sudah tahu agar lebih mendalaminya. Perubahan menuju kebaikan itu menjadi sinyal positif atas gerakannya ini. Dengan sosok yang demikian cukup kiranya dia berjuang. Pendanaan adalah penghambat terbesar saat kita berjuang di ranah sosial. Key word: kesalehan sosial, kiprah dakwah, Pesantren Ramadhan, Roostien Ilyas
ii
KATA PENGANTAR
Kalimat syukur serta pujian-pujian agung yang suci hanya ingin penulis persembahkan kepada Allah SWT. Karena atas segala anugerah dan kesempatan yang diberikan kepada penulis sehingga skripsi berjudul “Dakwah dan Kesalehan Sosial : Kiprah Dakwah Roostien Ilyas” dapat selesai sesuai harapan. Membuat sebuah karya tulis tentu melewati banyak fase kerumitan. Namun fase-fase tersebut dapat penulis lewati dengan perjuangan sepenuh hati. Karya ini tercipta berkat dukungan dari banyak pihak yang telah memberikan kontribusi
maksimal
kepada
penulis.
Dengan
segala
kelebihan
dan
kekurangannya, semoga karya tulis ini bermanfaat di kemudian hari. Beberapa pihak sudah seyogyanya penulis sebut sebagai bentuk terima kasih dan rasa takzim atas segala yang mereka berikan. Mereka yang sangat berjasa pada pengerjaan skripsi ini adalah: 1. Dr. H. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi beserta Suparto, M.Ed, Ph.D selaku Wakil Dekan I, Dr. Roudhonah, MA selaku Wakil Dekan II, dan Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan III. 2. Rahmat Baihaky, MA dan Fita Fathurokhmah, M.Si selaku Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. 3. Dr. H. Ilyas Ismail, MA, sebagai dosen pembimbing skripsi dan dosen pembimbing akademik saya yang sangat banyak membantu proses penyelesaian penulisan skripsi ini. Seorang dosen yang membuat penulis dapat bekerja semangat dan sepenuh hati.
iii
4. Bapak/ibu Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mengajarkan ilmu yang tidak ternilai kepada penulis. Semoga ilmu yang telah diberikan dapat bermanfaat, khususnya bagi saya pribadi. 5. Ibu Roostien Ilyas, sebagai objek sekaligus narasumber penelitian ini. Mba Evi, Bang Sambul, dan tim yang memudahkan saya berkomunikasi dengan Bu Roostien. Terima kasih atas segala budi baik serta tulus ikhlas yang telah Anda berikan, sehingga terlahir sebuah karya tulis akhir ini. 6. Ayahku Sukamdi dan Ibuku Suharti, orang tua penulis yang selalu memberikan doa dalam sujudnya, semangat dalam nasihatnya dan motivasi yang selalu diberikan. Terima kasih juga kepada Umi Habibah, seorang adik yang ikhlas menunggu lama kakaknya menjadi sarjana. 7. Sungguh saya ucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabatku Abraham Zakky Zulhazmi, Adi Sucipto, Didiet Hadi Ruswanto, A. Hafidh Adli, Hagian Sukarna, Muhammad Sabki, Lukman Nul Hakim, Zidney Ilmannafi Amson, Mursalin Achzari, Diah Megowati, Risalatul Muawanah, dan Alm. Gunawan Laksono. Sahabatku yang selalu sabar menemani, memberikan kontribusi, memotivasi, perhatian, dan selalu mendengarkan keluh kesah penulis selama proses penyelesaian skripsi ini. 8. Ucapan terima kasih yang mendalam kepada para penghuni Kelas Istimewa KPI B 2008. Kelas yang banyak melahirkan mahasiswa-
iv
mahasiswa cerdas, unik, dan kritis. Mereka ini yang selalu membantu dan menemani penulis selama masa perkuliahan berlangsung. Menjalani susah senang bersama, menanggung beban bersama, seperti keluarga sendiri yang saling mendukung satu sama lain untuk tetap teguh mencapai cita-cita yang kita harapkan. 9. Teman-teman di KMPLHK RANITA (Kelompok Mahasiswa Pecinta Lingkungan Hidup dan Kemanusiaan Kembara Insani Ibnu Battutah). Terutama kepada kelompok seangkatan saya di RANITA, yang biasa disebut BBB. 10. PMII KOMFAKDA. 11. Sahabat-sahabat KKN BADUY 2011. 12. Dan akhirnya, semua pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih. Semoga segala kebaikan yang tulus dari semua pihak dapat di terima oleh Allah, serta mendapat balasan yang berlimpah dari-Nya.
Jakarta, 29 Juni 2015
Edy Priyanto
v
A. Setting Sosial................................................................................43 B. Karya............................................................................................46 C. Profil Yayasan Nanda Dian Nusantara .......................................51 BAB IV ANALISA KIPRAH DAKWAH ROOSTIEN ILYAS DALAM MEWUJUDKAN KESALEHAN SOSIAL A. Konsep Dakwah Roostien Ilyas...................................................53 B. Kiprah Dakwah............................................................................60 a. Dakwah Bi Al-Qalam (Kitabah)……………...……….……60 b. Dakwah Bil Hal……………………………...……………..60 C. Muatan Dakwah (Materi Dakwah) ............................................69 D. Faktor Pendukung dan Penghambat...........................................70 BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan..................................................................................74 B. Saran............................................................................................75
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................77 LAMPIRAN
vii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Sebagaimana diketahui bersama bahwa Rasullullah telah berhasil mengembangkan agama Islam ke seluruh penjuru dunia. Beliau dalam mengembangkan agama Islam, mendapat tantangan yang amat keras. Pada kenyataannya melalui dakwah yang dikembangkan oleh Rasullullah, dunia Arab yang pada waktu itu dalam suasana jahiliah kemudian berubah menjadi masyarakat yang beriman dan bertauhid kepada Allah.1 Dakwah Rasul berhasil membuat perubahan yang besar. Maka dalam ajaran Islam tidak akan lepas dari kegiatan dakwah. Pada perkembangannya ilmu ini disebut ilmu dakwah. Dakwah adalah terma yang terambil dari Al-Qur‟an. Ada banyak ayat yang di antara kata-kata yang digunakannya adalah dakwah, atau bentuk lain yang akar katanya sama dengan akar kata dakwah, yaitu dal, ain, wawu. Menurut hasil penelitian, Al-Qur‟an menyebutkan kata da‟wah dan derivasinya sebanyak 198 kali, tersebar dalam 55 surat dan bertempat dalam 176 ayat. Ayat-ayat tersebut sebagian besar (sebanyak 141 ayat) turun di Makkah, 30 ayat turun di Madinah sebagai tempat turunnya, karena ada perbedaan pendapat tentang tempat turunnya Surat al-Hajj (QS 22).2 Dakwah adalah setiap usaha atau aktivitas dengan lisan atau tulisan dan lainnya, yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan mentaati Allah SWT, sesuai dengan garis-garis aqidah dan syari‟at 1
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: Amzah, 2009), cet 1, h. 17-18. Muhammad Sulthon, Desain Ilmu Dakwah (Semarang: Pustaka Pelajar, 2003), Cet 1, h.
2
4.
1
2
serta akhlak Islamiyah.3 Dakwah menyerukan kepada umat untuk kembali pada nilai-nilai agama Islam secara maksimal, sehingga bisa dilakukan oleh siapapun, di manapun, dan apapun profesinya. Baik dia seorang presiden, pengusaha, politik, pendidik, petani, buruh, dan tukang becak sekalipun. Dakwah yang merupakan titik berat di sini adalah menyangkut keseimbangan manusia dalam bertindak. Ada dua perkara yaitu hablun minallah (hubungan kepada Allah) dan hablun minannas (hubungan kepada manusia). Dalam menyampaikan dakwah para da‟i harus memiliki metode. Metode ini berguna untuk memudahkan penyampaian dakwah. Metode dakwah secara umum dibagi menjadi tiga, yaitu: dakwah bil lisan, dakwah bi al qolam, dan dakwah bil hal. 1.
Dakwah bil lisan: Secara bahasa dakwah bil lisan berarti dakwah dengan menggunakan ucapan. Adapaun secara istilah, dakwah bil lisan adalah memanggil, menyeru ke jalan Allah. Dakwah jenis ini adalah penyampaian informasi atau pesan dakwah melalui lisan. contohnya : ceramah, diskusi.
2.
Dakwah bi al qalam: Metode dakwah ini menggunakan keterampilan tulis menulis. Dakwah dengan metode ini mempunyai kelebihan tersendiri. Yaitu dapat dimanfaatkan dalam waktu yang lebih lama serta jangkauannya lebih luas. Karena sebuah karya akan terus bermanfaat dan tidak akan musnah sekalipun penulisnya telah wafat.
3.
Dakwah bil hal: Istilah dakwah bil hal dipergunakan untuk merujuk kegiatan dakwah melalui aksi atau tindakan atau perbuatan nyata. Metode ini merupakan sebuah kerangka kerja kongkret dalam melaksanakan setiap 3
Muhammad Sulthon, Desain Ilmu Dakwah (Semarang: Pustaka Pelajar, 2003), Cet 1, h.
8-9.
3
kerja dakwah dalam masyarakat, sehingga akan lebih efektif jika ditunjang dengan konsep yang matang. Dakwah ini lebih berorientasi pada pengembangan masyarakat. Pada beberapa titik, dakwah akan bersinggungan dengan kegiatan sosial kemasyarakatan. Sehingga nantinya muncul terma kesalehan sosial. Iman merupakan simbol dari hal-hal yang bersifat ritual, sedangkan amal saleh merupakan simbol dari amal sosial yang bersifat sosiologis. Ironisnya, kesalehan sosial sering dilupakan dan orang lebih mementingkan kesalehan ritual, atau kesalehan ritual dianggap lebih tinggi derajatnya dari kesalehan sosial. Orang yang beribadah biasa-biasa saja tetapi ia aktif dalam berbagai aktivitas sosial, dan memiliki kepedulian yang tinggi dengan situasi yang terjadi, sering kali masih dianggap orang yang tingkat religiusitasnya rendah. Hal yang lebih naif lagi, kedua dimensi ini (kesalehan sosial dan kesalehan ritual) sering dianggap tidak memiliki hubungan apa-apa. Karena itu, orang yang rajin ibadah, yang setiap tahun mengerjakan ibadah haji, namun mereka tidak mempunyai kepedulian terhadap persoalan yang terjadi di sekitarnya banyak kita temui. Dari perpektif ini, kita bisa memahami, sekalipun tempat ibadah berkembang di mana-mana, kuantitas orang yang mengerjakan haji semakin meningkat, majelis taklim tumbuh pesat di kantor-kantor, namun pada saat yang sama korupsi juga semakin meningkat, kebocoran anggaran terjadi di mana-mana. Ternyata hal demikian juga dilakukan oleh orang-orang yang secara ritual keagamaan di nilai cukup taat, seperti melaksanakan ibadah salat, haji, zakat, dan
4
lain-lain. Selain itu, kekerasan yang bersifat kultural dan struktural, eksploitasi yang kuat terhadap yang lemah juga berkembang di mana-mana.4 Di Indonesia, sosok pekerja sosial amat banyak jumlahnya. Bahkan nyaris tak terhitung. Akan tetapi yang tetap konsisten dan berada di wilayah keislaman bisa dihitung dengan jari. Roostien Ilyas, satu dari jutaan manusia Indonesia yang dedikasinya dalam bidang sosial sangat layak untuk diapresiasi. Pada pundak perempuan kelahiran Sumenep, 22 Januari 1950 itu tersemat sebuah label pekerja sosial. Sejak tahun 1989 ia telah terjun dalam kerja-kerja sosial yang diawali dengan „mengasuh‟ para pelacur di Kramat Tunggak. Pada saat itu, di Kramat Tunggak ada 1.800 pelacur, hampir semuanya Cuma pendidikan SD. Mereka umumnya berasal dari desa-desa miskin di kawasan Pantura (Pantai Utara Jawa). Pada saat itu belum ada penanganan pelacuran secara komprehensif, yang ada hanya sebatas penyediaan lokalisasi. Juga, belum ada penelitian seperti yang pernah dilakukan oleh seorang mahasiswa Unair tentang kompleks pelacuran Dolly di Surabaya. Untuk sementara, Roostien menggunakan asumsi, bahwa pelacuran itu akibat masalah perut, atau konsekuensi dari problem kemiskinan. Melarat itu masalah perut, kalau sudah melarat, sebagian dari mereka menjadi pelacur. Berdasarkan asumsi ini, ia mulai bekerja, dengan menemui dan mengenal para pelacur di Kramat Tunggak. Kemudian Roostien merasa menemukan suatu teknik pendekatan pemecahan
masalah
yaitu
memberikan
masukan
kepada
mereka
dan
mengembangkan wacana untuk mencari jawaban mengenai untung-ruginya menjadi pelacur. Dengan pendekatan ini wacana tentang dimensi-dimensi negatif
4
M. Imdadun Rahmat, Islam Pribumi (Jakarta: Erlangga, 2003), h. 79-81.
5
pelacuran sangat mereka pahami. Tetapi, bila masalah perut sudah berbicara, anak harus dihidupi, dan sebagainya, pada akhirnya melacur tetap menjadi satu-satunya pilihan. Sangat sulit melakukan perubahan, karena budaya mereka sudah berubah. Dari budaya kemiskinan, berubah menjadi budaya konsumeristik. Masalah pelacuran ternyata jauh lebih kompleks dan sulit dipecahkan dari pada yang dibayangkan semula. Penanganannya tidak bisa hanya dengan sekadar membangun wacana supaya para pelacur itu sadar, atau bahkan membubarkan sama sekali keberadaan lokalisasi.5 Masa kerja pelacur di Kramat Tunggak sangatlah singkat. Pada kategori 13 hingga 20 tahun adalah masa efektif bagi mereka. Sedangkan 25 tahun keatas sudah sangat turun nilainya. Dari kenyataan itulah seharusnya titik awal solusi dapat dilakukan bagi mereka. Seringkali Roostien mengingatkan mereka, “kamu itu ibarat mobil. Bukan mobil pribadi, tapi mobil yang dipakai beramai-ramai dan tidak pernah diperbaiki. Kalau sudah rusak, ya sudah, dilempar saja di situ, di Cililitan, jadi rongsokan besi tua. Kalau sudah tidak laku, terus kamu mau apa?” Dengan menanamkan kesadaran seperti itu, Roostien berharap supaya mereka mau belajar menjahit, atau belajar ini dan belajar itu, apa saja. Tetapi, kita tidak bisa menyetop mereka dari kegiatan menjadi pelacur. Mereka mendapat uang dari menjual diri. Kesadaran akan kehidupan hanya untuk hari ini. Esok hari mau jadi apa, tidak perlu dipikirkan. Jadi, yang dapat diberikan hanyalah sekadar keterampilan alternatif saja, sebagai persiapan kalau suatu saat mereka sudah tidak laku lagi jadi pelacur.
5
Roostien Ilyas, Anak-Anakku yang Terlantar (Jakarta: Pensil-324, 2006), Cet 1, h. 15-
16.
6
Pengalaman lain menyangkut urusan agama. Kalau menyangkut ritual agama, pelacur-pelacur itu sangat rajin. Salat, dan kegiatan doa mereka justru lebih aktif dibandingkan “orang biasa.” Itu karena di hati kecilnya, mereka sudah merasa bersalah. Jadi, aktivitas keagamaan mereka berangkat dari perasaan berdosa itu. Suatu kali, Roostien mengirim mereka untuk ikut MTQ (Musabaqoh Tilawah Qur‟an) tingkat DKI. Pada waktu itu yang menjabat sebagai Gubernur ialah Wiyogo. Salah seorang pelacur itu akhirnya menjadi juara harapan satu MTQ tahun 1989.6 Roostien termasuk salah seorang yang menentang keras penggusuran komplek Kramat Tunggak. Sebab ia beranggapan bahwa sampah saja butuh tempat agar tidak berhamburan. Dengan menutup Kramat Tunggak sama halnya dengan membiarkan pelacur-pelacur itu berhamburan menyebar kemana-mana dan tidak terlokalisir. Mereka cenderung „jemput bola‟ dan itu lebih berbahaya. Beranjak dari Kramat Tunggak, Roostien menuju Kramat Jati. Ia percaya bahwa mencegah lebih baik, dari pada mengobati. Sekian lama ia berpikir dan akhirnya menemukan kesimpulan bahwa para pelacur menjual dirinya karena faktor kemiskinan. Mereka tahu jika melacur merupakan sebuah dosa dan akan dikucilkan di masyarakat. Tapi mereka tak punya pilihan lain. Melihat kenyataan itu Roostien lalu memilih mengambil langkah preventif edukatif. Sebab ia merasa rehabilitasi dan tindakan kuratif seolah hanya menangani ekornya saja. Renungan tersebut membawanya pada pemikiran, barangkali penanganan masalah sosial harus dilakukan sedini mungkin, yakni pada anak-anak.
6
Roostien Ilyas, Anak-Anakku yang Terlantar (Jakarta: Pensil-324, 2006), Cet 1, h. 21.
7
Berangkat dari kesadaran menangani masalah harus dari hulu baru ke hilir, Roostien pun penuh mengabdikan diri untuk menangani anak-anak jalanan. Difokuskan kepada mereka yang bekerja di sektor informal dan masih pada usia sekolah. Seiring waktu, berdirilah Yayasan Nanda Dian Nusantara (YNDN). Sebuah satuan tim kerja sekaligus payung yang senantiasa menaungi kemanapun Roostien bergerak. Dibantu oleh orang-orang yang penuh dedikasi, Roostien melakukan kerja-kerja pendampingan anak jalanan. Perkembangan selanjutnya, Roostien menggelar acara Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan setiap bulan Ramadhan yang berlangsung rutin sejak 1998 hingga sekarang. Adapun Pesantren Ramadhan untuk anak jalanan ini sudah menjadi brand tersendiri dari YNDN.7 Selama mengurus anak-anak jalanan, Roostien mendapat kesadarankesadaran baru. Di antaranya menyangkut hubungan agama dengan orang-orang pinggiran. Kiranya siapapun sepakat jika nilai-nilai agama perlu ditanamkan kepada anak sejak dini. Namun bagi anak-anak jalanan pelajaran dan nilai-nilai agama justru mereka jauhi. Alasannya sederhana: Mereka merasa Tuhan yang menjauhi mereka. Tuhan hanya berpihak kepada orang-orang kaya, yang dalam kacamata anak-anak mempunyai kehidupan yang mapan dan nyaman. Mengapa pikiran seperti itu timbul di benak mereka? Mereka bukan hanya melihat, tapi mengalami sendiri. Sehari-hari mereka tinggal di rumah yang bisa digusur kapan saja. Sekolah mereka juga bukan sekolah–sekolah permanen di mana mereka bisa tenang belajar. Sekolah mereka adalah sekolah alternatif yang sewaktu-waktu dibubarkan oleh aparat yang merasa berwenang.
7
Roostien Ilyas, Anak-Anakku yang Terlantar (Jakarta: Pensil-324, 2006), Cet 1, h. 1-8.
8
Sementara itu, rumah-rumah ibadah berdiri mewah. Satu sama lain seakan berlomba untuk menjadi yang paling megah. Akan tetapi saat anak-anak itu datang ke rumah ibadah, mereka mendapat cibiran, bahkan dihalau, seakan-akan mereka akan mengotori tempat ibadah nan suci. Mereka melihat, orang-orang datang ke tempat ibadah dengan pakaian bersih dan rapi, bahkan mahal. Belum lagi aromanya yang wangi dan menyegarkan. Pemandangan seperti itu membuat mereka berkesimpulan bahwa Tuhan itu jauh, bahwa ibadah itu mahal. Kenyataan itulah yang membuat mereka mencari „tuhan-tuhan‟ yang lain. Hal itu pula yang selalu menjadi kegelisahan Roostien dan terus dilawannya.8 Apa yang dilakukan Roostien Ilyas selama ini adalah cermin kesalehan sosial. Berdakwah di „jalanan‟ seperti yang dikerjakan Roostien Ilyas memang tidak mudah. Lantaran segala persoalan ada di dalamnya. Dalam pengertian yang luas inilah, dakwah bukan hanya berkaitan dengan persoalan menambah jumlah pemeluk Islam, akan tetapi yang paling utama adalah bagaimana dakwah dapat berpihak pada nilai-nilai kebenaran dan
kemanusiaan.9 Roostien Ilyas
mempraktikkan hal tersebut. Berangkat dari latar belakang di atas, penulis bermaksud menulis skripsi berjudul “DAKWAH DAN KESALEHAN SOSIAL: KIPRAH DAKWAH ROOSTIEN ILYAS”.
8
A. Zakky Zulhazmi dan Nasihin Aziz Raharjo, Tuhan Kenapa Salat Itu Mahal Ya? (Jakarta: Pensil-324, 2014), cet 1, h. 155-157. 9 Muhammad Sulthon, Desain Ilmu Dakwah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), Cet-1, h. 5.
9
B.
Batasan Dan Rumusan Masalah 1.
Identifikasi Masalah Dakwah yang dilakukan di beberapa media begitu gencar. Namun semakin
maraknya korupsi di Indonesia. Justru dilakukan oleh orang yang secara nilai keagamaannya cukup taat. Ini berakibat pada tidak tersalurkannya dana yang ada ke banyak sektor. Salah satu sektor yang memperihatinkan adalah pendidikan. Di mana masih banyak anak-anak di luar sana yang tidak dapat belajar di sekolah hanya karena tidak memiliki biaya. Bahkan anak-anak itu bekerja apa saja demi sesuap nasi dan menyambung hidup mereka. Kaum bawah negeri ini terlihat sangat memperihatinkan. 2.
Pembatasan Masalah Banyak hal menarik yang dapat dikaji dari Roostien Ilyas. Dalam
perannanya bergerak di bidang sosial khususnya anak-anak. Agar penelitian ini terarah dan menghindari melebarnya pembahasan, maka penelitian ini hanya dibatasi pada kiprah dakwah Roostien Ilyas selama mengelola Pesantren Ramadhan anak jalanan. 3.
Rumusan Masalah Dari pembatasan masalah tersebut, maka penulis merumuskan beberapa
permasalahan dalam bentuk pernyataan sebagai berikut : a. Bagaimana kiprah dakwah Roostien Ilyas melalui Pesantren Ramadhan anak jalanan? b. Bagaimana hasil dakwah Roostien Ilyas melalui Pesantren Ramadhan anak jalanan?
10
c. Faktor pendukung dan penghambat dakwah Roostien Ilyas melalui Pesantren Ramadhan anak jalanan? C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian Dari penelitian ini penulis mempunyai tujuan yang ingin di capai, yaitu : 1.
Untuk mengetahui sejauh mana kiprah dakwah Roostien Ilyas melalui Pesantren Ramadhan anak jalanan.
2.
Untuk mengetahui bagaimana hasil dakwah Roostien Ilyas melalui Pesantren Ramadhan anak jalanan.
3.
Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dakwah Roostien Ilyas melalui Pesantren Ramadhan anak jalanan. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1.
Manfaat Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap
pengembangan ilmu komunikasi mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya dalam bidang dakwah. Melalui kiprah dakwah Rooostien Ilyas. 2.
Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi
mahasiswa komunikasi dan penyiaran Islam, kepada pembaca umumnya, dan juga dapat bermanfaat
bagi seluruh lapisan masyarakat. Serta bagi para praktisi
dakwah yang menjadikan dunia sosial sebagai sarana untuk menyebarkan arus informasi dakwah.
11
D.
Metodologi Penelitian 1.
Metode Penelitian Sesuai dengan permasalahan serta tujuan yang dikemukakan dalam
penelitian di atas mengenai kiprah dakwah Roostien Ilyas. Maka pendekatan yang digunakan penulis adalah pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analisis adalah upaya pengolahan data menjadi sesuatu yang dapat diutarakan secara jelas dan tepat10 Ini bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan objek tertentu.11 Pengumpulan data yang dilakukan dengan cara peneliti langsung terjun ke situasi yang sesungguhnya. Dalam hal ini peneliti akan menjelaskan dan menjabarkan data-data sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau yang terjadi di lapangan. 2.
Subjek dan objek penelitian Subjek penelitiannya adalah Roostien Ilyas. Sedangkan untuk objek
penelitiannya adalah kiprah dakwah Roostien Ilyas. 3.
Macam dan Sumber Data Untuk memperoleh data-data yang lengkap dan akurat, peneliti
menggunakan data primer dan data sekunder. a) Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari informan berupa hasil temuan penelitian observasi dan wawancara dengan Roostien Ilyas.
10
Jalaluddin Rahmat, Metodologi Penelitian Dakwah (Bandung: Remaja Rosdakarya,1996), h. 24. 11 Lexy J.Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 5.
12
b) Data sekunder akan diperoleh dari sumber-sumber tertulis yang terdapat dalam buku ataupun dokumentasi dan literatur lain yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. 4.
Teknik Pengumpulan Data Teknik yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data adalah : a. Observasi, adalah pengamatan dan pengumpulan data di mana penulis melakukan pengamatan terhadap gejala dan objek yang akan diteliti.12 Dalam hal ini penulis melakukan pengamatan di lapangan dengan cara berhadapan langsung dengan subjek yang akan diteliti yaitu Roostien Ilyas. Dengan melakukan observasi tersebut maka dapat diketahui aktivitas dakwah Roostien Ilyas. b. Wawancara, adalah sebuah teknik pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara kepada responden dan jawaban yang dihasilkan akan di catat atau direkam dengan alat perekam.13 Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan mewawancarai langsung Roostien Ilyas. Juga mengumpulkan berbagai informasi yang dapat menunjang data yang diperlukan. c. Studi Dokumentasi, adalah penelitian pengumpulan, membaca, dan mempelajari berbagai bentuk data tertulis (buku, majalah, atau jurnal) yang terdapat di perpustakaan, internet atau instansi lain yang dapat dijadikan analisis dalam penelitian ini.14 Penulis mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan Roostien Ilyas. Selain itu penulis juga membaca 12
Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah (Bandung: Tarsito, 1980), h.102. Irawan Suhartono, Metode Penelitian Sosial (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), cet 4, h. 67. 14 Rachmat kriyantono, Tekhnik Praktisi Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana Pradana Group, 2007), h. 116. 13
13
dan mempelajari berbagai bentuk data tertulis yang terdapat di buku, website, foto-foto, serta rekaman video, sehingga dapat dijadikan analisis dalam penelitian ini. 5.
Teknik Analisa Data Dari data yang sudah diperoleh, maka penulis mempelajari berkas yang
telah terkumpul kemudian peneliti melakukannya dengan cara editing, yaitu mempelajari kembali berkas-berkas data yang terkumpul sehingga keseluruhan berkas itu dapat di ketahui dan dapat dinyatakan baik agar dapat dipersiapkan proses selanjutnya. Penelitian deskriptif ditunjukan untuk: (1) mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada, (2) mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku, (3) membuat perbandingan dan evaluasi, (4) menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana atau keputusan pada waktu yang akan datang.15 6.
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Yayasan Nanda Dian Nusantara, yaitu Jalan
Masjid Raya No. 6 Cipayung, Jakarta Timur, DKI Jakarta. Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret 2014 sampai Maret 2015. E.
Kajian Teori Dakwah, secara etimologis (lughatan) berasal dari kata da’a, yad’u, da’watan. Kata da’a mengandung arti: menyeru, memanggil, dan mengajak. Dakwah, artinya seruan, panggilan, dan ajakan. Dakwah Islam dapat dipahami 15
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h. 248.
14
sebagai
seruan, panggilan,
dan
ajakan kepada
Islam.
Penulis
sendiri
mendefinisikan dakwah sebagai: kegiatan mengajak, mendorong dan memotivasi orang lain berdasarkan bashirah untuk meniti jalan Allah dan istiqomah di jalanNya, serta berjuang bersama meninggikan agama Allah.16 Untuk memahami beberapa diantaranya, berikut ini akan dikemukakan sejumlah definisi dakwah :
Dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat
Dakwah adalah mendorong (memotivasi) umat manusia agar melaksanakan kebaikan dan mengikuti petunjuk serta perintah berbuat makruf dan mencegah dari perbuatan mungkar supaya mereka memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dakwah adalah setiap usaha atau aktivitas dengan lisan atau tulisan dan lainnya, yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan mentaati Allah SWT, sesuai dengan garisgaris aqidah dan syari‟at serta akhlak Islamiyah.17
Akhir-akhir ini sering kita mendengar dari kalangan kaum Muslim, sementara orang yang mempersoalkan secara dikotomis tentang kesalehan. Seolah-olah dalam Islam memang ada dua macam kesalehan: “kesalehan ritual” dan “kesalehan sosial”. Dengan “kesalehan ritual” mereka menunjuk perilaku kelompok orang yang hanya mementingkan ibadat mahdlah, ibadat yang semata-
16
Ilaihi Wahyu dan Hefni Harjani, Pengantar Sejarah Dakwah (Jakarta: Kencana, 2007), Cet 1, h. 1-2. 17 Muhammad Sulthon, Desain Ilmu Dakwah (Semarang: Pustaka Pelajar , 2003), Cet 1, h. 8-9.
15
mata berhubungan dengan Tuhan untuk kepentingan sendiri. Kelompok yang sangat tekun melakukan salat, puasa, dan seterusnya; namun tidak peduli akan keadaan sekelilingnya. Dengan ungkapan lain, hanya mementingkan hablum minallah.Sedangkan yang mereka maksud dengan “kesalehan sosial” adalah perilaku orang-orang yang sangat peduli dengan nilai-nilai Islami, yang bersifat sosial. Suka memikirkan dan santun kepada orang lain, suka menolong, dan seterusnya; meskipun orang-orang ini tidak setekun kelompok pertama dalam melakukan ibadat seperti sembayang dan sebagainya itu. Lebih mementingkan hablun minan naas. Boleh jadi hal itu memang bermula dari fenomena kehidupan beragama kaum Muslim itu sendiri, dimana memang sering kita jumpai sekelompok orang yang tekun beribadat, bahkan berkali-kali haji misalnya, namun kelihatan sangat bebal terhadap kepentingan masyarakat umum, tak tergerak melihat saudarasaudaranya yang lemah tertindas, misalnya.18 F.
Tinjauan Pustaka Dalam menentukan judul ini penulis sudah mengadakan tinjauan pustaka. Penulis menggunakan rujukan tersebut untuk mendapatkan informasi tentang halhal yang terkait dengan penelitian.
Hal ini dimaksudkan agar tidak adanya
kesalahan dalam mengolah data dan menganalisisnya. Adapun judul-judul yang diteliti oleh mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi sebelumnya, antara lain : 1. Kiprah Dakwah Ustadz Wahfiudin oleh Daseva Dwianti (104051001857) tahun 2009. Penelitiannya mengenai dakwah Ustadz Wahfiudin yang 18
www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,pdf-ids,4-id,7396, diakses tanggal 2 Maret 2014 pukul 20.13.
16
menggunakan cara dzikir dan ruqyah. Format dalam penelitian ini juga berbeda dengan apa yang akan penulis teliti.19 2. Kiprah Dakwah DR. Suryani Thahir Dalam Mengembangkan Majelis Mudzakarah As;Suryaniyah At-Thahiriyah di DKI Jakarta oleh Laila Fachriyah (104051001906) tahun 2008. Ustad dalam kegiatan dakwahnya menggunakan metode dzikir. Perbedaannya terletak pada subjek dan objek penelitiannya. Subjek penelitian ini Roostien Ilyas, sedangkan objeknya penelitiannya mengulas bagaimana kiprah dakwah Roostien Ilyas dengan format yang ingin penulis teliti.20 3. Kiprah Dakwah Al-Ustadz Taufik Setyaudin, MA di Pondok Pesantren Sabiluna oleh Okto Widodo (108051000031) tahun 2012. Ustad dalam kegiatan dakwahnya lebih dominan dakwah bil lisan dan dakwah bil hal. Yaitu melalui Lembaga Pendidikan, Khutbah Jumat, ceramah-ceramah di Majlis Ta‟lim, dan melalui pengajian rutin. Objek dan Subjeknya pun berbeda dengan apa yang akan penulis teliti.21 G.
Sistematika Penulisan Untuk mengetahui bagaimana gambaran jelas tentang hal-hal yang akan diuraikan dalam penulisan skripsi ini, maka penulis mengatur sistematika penulisan dalam lima bab sebagai berikut :
19
Daseva Dwianti, Kiprah Dakwah Ustadz Wahfiudin (Jakarta: Fidkom UIN Jakarta,
2009). 20
Laila Fachriyah, Kiprah Dakwah DR. Suryani Thahir Dalam Mengembangkan Majelis Mudzakarah As-Suryaniyah At-Thahiriyah di DKI Jakarta (Jakarta: Fidkom UIN Jakarta, 2008). 21 Okto Widodo, Kiprah Dakwah Al-Ustadz Taufik Setyaudin, MA di Pondok Pesantren Sabiluna (Jakarta: Fidkom UIN Jakarta, 2012).
17
BAB I
: Bab ini berisi tentang pendahuluan, latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, kajian teoritis, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan. BAB II
: Pada bab ini memuat tentang pengertian kiprah dakwah, pengertian
dakwah, unsur-unsur dakwah dan pengertian kesalehan sosial. BAB III
: Bab ini berisi profil atau biografi Roostien Ilyas. Karya tulis
Roostien Ilyas. Hal-hal tersebut meliputi riwayat hidup dan karir dalam bidang sosial. BAB IV
: Bab ini meliputi kiprah dakwah Roostien Ilyas di dalam Pesantren
Ramadhan anak jalanan, hasil dakwah Roostien paska Pesantren Ramadhan, faktor pendukung dan penghambat kiprah dakwah Roostien Ilyas. BAB V
: Dalam bab ini menjelaskan kesimpulan dari kiprah dakwah Roostien
Ilyas dalam kesalehan sosial. Serta memberikan saran demi kemajuan dakwah Islam.
BAB II LANDASAN TEORI A.
Konsep Dakwah 1.
Pengertian Dakwah Konsep dakwah terdiri dari dua suku kata yaitu konsep dan dakwah.
Konsep menurut kamus besar bahasa Indonesia ialah gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.1 Sejalan dengan itu Muin Salim mendefinisikan konsep sebagai ide pokok yang mendasari satu gagasan atau ide umum. Dengan demikian konsep adalah suatu hal yang sangat mendasar yang dijadikan patokan dalam melaksanakan sesuatu. 2 Dakwah memiliki dua arti dalam kamus besar bahasa Indonesia, yaitu : 1. Penyiaran, propaganda; 2. Penyiaran agama dan pengembangannya di kalangan masyarakat; seruan untuk memeluk, mempelajari, dan mengamalkan ajaran agama.3 Dakwah ditinjau dari segi bahasa berasal dari bahasa Arab dakwah dan kata da’a, yad’u yang berarti panggilan, ajakan, seruan. Seruan dan panggilan ini dilakukan dengan suara, kata-kata, atau perbuatan. Adapun yang dimaksud dengan ajakan atau seruan disini ialah usaha seorang da‟i yang berusaha untuk lebih dekat dan mengenal mad‟unya untuk dituntun kepada jalan Allah SWT.4
1
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (Jakarta: PT.Gramedia, 2008), h. 725. 2 http://iics.nazuka.net/2013/04/konsep-dakwah-dalam-islam/, diakses tanggal 7 Mei 2014 pukul 19.40. 3 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: PT.Gramedia, 2008), h. 288. 4 Muhammad Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 3.
18
19
Sedangkan menurut istilah, para ulama memberikan definisi yang bermacammacam, antara lain : a. Menurut Prof. Toha Yahya Omar, M.A. dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan, untuk keselamatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat.5 b. Menurut M.Quraish Shihab dakwah adalah seruan atau ajakan kepada keinsyafan atau usaha mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat. Perwujudan dakwah bukan sekedar usaha peningkatan pemahaman dalam tingkah laku dan pandangan hidup saja, tetapi juga menuju sasaran yang lebih luas. Apalagi pada masa sekarang ini, ia harus lebih berperan menuju kepada pelaksanaan ajaran Islam secara lebih menyeluruh dalam berbagai aspek. 6 c. Syaikh Ali Mahfudh dalam kitabnya Hidayah al-Mursyidin menerapkan definisi dakwah sebagai berikut : Mendorong (memotivasi) untuk berbuat baik, mengikuti petunjuk (Allah), menyuruh orang mengerjakan kebaikan, melarang mengerjakan kejelekan, agar dia bahagia di dunia dan akhirat.7 d. Moesa A. Machfoed dalam bukunya Filsafat Dakwah (Ilmu Dakwah dan Penerapannya)
mendefinisikan
dakwah
yaitu
sebagai
panggilan.
Tujuannya membangkitkan kesadaran manusia untuk kembali ke jalan Allah SWT. Upaya memanggil atau mengajak kembali manusia ke jalan
5
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: AMZAH, 2009), h. 3. Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: AMZAH, 2009), h. 4-5. 7 Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqh Sosial (Yogyakarta: LKiS Group 2012), h. 105. 6
20
Allah tersebut bersifat ekspansif, yaitu memperbanyak jumlah manusia yang berada di jalan-Nya.8 Pada hakikatnya, dakwah Islam merupakan aktualisasi imani yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berfikir, bersikap dan tindakan manusia pada dataran kenyataan individual dan sosio-kultural dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan menggunakan cara tertentu.9 Dari penjelasan yang telah dipaparkan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa konsep dakwah merupakan ide atau gagasan yang bertujuan untuk mengajak manusia menuju kepada jalan kebenaran tanpa adanya paksaan dan sesuai dengan tuntunan Al- Qur‟an dan As- Sunnah. Setelah seseorang (da‟i) melakukan sebuah aktivitas dakwah. Maka secara tidak langsung dia memiliki peran dalam rangka memajukan umat. Minimal dari sisi agama dan bisa berkembang ke berbagai sektor. Maka seorang da‟i pasti memiliki pandangan yang dilihat oleh orang banyak. Terutama adalah kredibilitasnya sebagai seorang da‟i. Maka penulis harus menjabarkan juga apa itu kiprah dakwah, agar dapat dipahami secara jelas. Kiprah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan kegiatan. Sedangkan berkiprah adalah melakukan kegiatan dengan semangat tinggi ; atau bergerak, berusaha giat dalam bidang tertentu10. Sedangkan menurut Djumhur,
8
A. Machfoed, Filsafat Dakwah “Ilmu Dakwah dan Penerapannya” (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2004), h. 15. 9 Amrullah Achmad, Dakwah Islam dan Perubaahan Sosial (Yogyakarta: Prima Duta Yogyakarta, 1983), Cet-1, h. 32. 10 Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: PT.Gramedia, 2008), h. 701.
21
kiprah dapat diartikan sebagai suatu pola tingkah laku tertentu yang merupakan ciri khas petugas dari suatu pekerjaan atau jabatan tertentu.11 WJS. Purwodarminta mengartikan kata kiprah dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia sebagai tindakan, aktifitas, kemampuan kerja, reaksi, cara pandang seseorang terhadap ideologi atau institusinya.12 Menurut pemaparan beberapa tokoh diatas berkiprah tidak jauh berbeda dengan beraktifitas, namun bedanya di sini berkiprah adalah melakukan kegiatan atau berpartisipasi dalam kegiatan dengan semangat tinggi dan lebih tinggi dari hanya sekedar beraktifitas. Sedangkan kiprah dakwah menurut Mahmud Yunus adalah melakukan kegiatan dakwah (amar ma‟ruf nahi munkar) atau berpartispasi dalam kegiatan dakwah dengan semangat tinggi dalam bentuk sebuah perbuatan nyata untuk memecahkan persoalan-persoalan masyarakat. Persoalan-persoalan tersebut khususnya adalah dalam bidang pendidikan, sosial, ekonomi dan meningkatkan kesejahtraan ummat. Maka kiprah dakwah adalah melakukan aktifitas yang mengandung seruan atau ajakan yang mengarah pada situasi yang lebih baik dan semua itu dilakukan dengan semangat yang tinggi demi mengharap ridho Allah.
11
Djumhur. Moh. Surya, Bimbingaan dan Penyuluhan (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1975), h. 12. 12 WJS. Purwodarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), h. 15.
22
2.
Tujuan Dakwah Dakwah merupakan suatu rangkaian kegiatan atau proses, dalam rangka
mencapai suatu tujuan tertentu. Tujuan ini dimaksudkan untuk memberi arah atau pedoman bagi gerak langkah kegiatan dakwah. Apalagi ditinjau dari segi pendekatan sistem. Tujuan dakwah merupakan salah satu unsur dakwah. Di mana antara unsur dakwah yang satu dengan yang lain saling membantu, saling mempengaruhi, dan saling berhubungan.13 Dengan demikian tujuan dakwah sebagai bagian dari seluruh aktivitas dakwah sama pentingnya dengan unsur-unsur lain, seperti subjek dan objek dakwah, metode, dan sebagainya. Bahkan lebih dari itu tujuan dakwah sangat menentukan dan berpengaruh terhadap penggunaan metode dan media dakwah, sasaran dakwah sekaligus strategi dakwah juga berpengaruh olehnya (tujuan dakwah). Ini disebabkan karena tujuan merupakan arah gerak yang hendak dituju seluruh aktivitas dakwah. Rasullullah bersabda: Sesungguhnya segala pekerjaan dengan niat, dan bahwasanya setiap urusan (perkara) tergantung dengan apa yang diniatkannya. Maka barang siapa yang hijrah menuju keridhaan Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu karena Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrah karena dunia (harta atau kemegahan dunia) atau karena wanita yang dikawininya, maka hijrahnya itu kea arah yang ditujunya. (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Secara umum tujuan dakwah adalah terwujudnya kebahagian dan kesejahteraan hidup manusia di dunia dan di akhirat yang diridhai oleh Allah Swt.
13
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: AMZAH, 2009), h. 58-59.
23
Adapun tujuan dakwah, pada dasarnya dapat dibedakan dalam dua macam tujuan, yaitu :14
Tujuan Umum Dakwah (Mayor Objective) Tujuan umum dakwah merupakan sesuatu yang hendak dicapai dalam
seluruh aktivitas dakwah. Ini berarti tujuan dakwah yang masih bersifat umum dan utama, di mana seluruh gerak langkahnya proses dakwah harus ditujukan dan diarahkan kepadanya. Tujuan dakwah di atas masih bersifat global atau umum, oleh karenanya itu masih memerlukan perumusan-perumusan secara terperinci.
Tujuan Khusus Dakwah (Minor Objective) Tujuan khusus dakwah merupakan perumusan tujuan dan penjabaran dari
tujuan umum dakwah. Tujuan ini dimaksudkan agar dalam pelaksanaan seluruh aktivitas dakwah dapat jelas diketahui kemana arahnya, ataupun jenis kegiatan apa yang akan dikerjakan, kepada siapa berdakwah, dengan cara apa, bagaimana dan sebagainya. Secara terperinci. Sehingga tidak terjadi overlapping antara juru dakwah yang satu dengan lainnya hanya karena masih umumnya tujuan yang hendak dicapai. Menurut Abdul Kadir Munsyi, dalam Metode Diskusi dalam Dakwah bahwa tujuan dakwah dapat dikelompokan dalam tiga macam, yaitu :
Mengajak manusia seluruhnya agar menyembah Allah yang Maha Esa, tanpa mempersekutukan-Nya dengan sesuatu dan tidak pula bertuhan kepada selain Allah.
14
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: AMZAH, 2009), h. 60-62.
24
Mengajak kaum muslimin agar mereka ikhlas beragama karena Allah dan mengajak supaya amal perbuatannya jangan bertentangan dengan iman.
Mengajak manusia untuk menerapkan hukum Allah yang akan mewujudkan kesejahteraan dan keselamatan
bagi
umat manusia
seluruhnya.15 Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dakwah ialah mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup manusia yang diridhai Allah, baik itu di dunia maupun di akhirat. 3.
Metode Dakwah Secara etimologi, metode berasal dari bahasa Yunani metodos yang artinya
cara atau jalan. Jadi metode dakwah adalah jalan atau cara untuk mencapai tujuan dakwah yang dilaksanakan secara effektif dan efisien.16 Dalam bahasa Jerman metode berasal dari kata “methodica” artinya adalah ajaran tentang metode. Sedangkan dalam bahasa Arab, metode berasal dari kata “thariq” yang artinya jalan. Sehingga metode adalah cara yang telah diatur dan memulai proses untuk mencapai suatu maksud.17 Metode adalah suatau cara yang bisa ditempuh atau cara yang ditentukan secara jelas untuk mencapai dan menyelesaikan suatu tujuan. Sedangkan dakwah adalah cara yang digunakan subjek dakwah untuk menyampaikan materi dakwah. Metode dakwah dapat juga disebut sebagai alat yang dipergunakan oleh seorang da‟i untuk menyampaikan materi dakwahnya dengan serentetan kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu.
15
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: AMZAH, 2009), h. 66. Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: AMZAH, 2009), h. 95. 17 Hasannudin, Manajemen Dakwah (Jakarta: UIN Press, 2005), Cet. Ke-1, h. 60. 16
25
Setelah seorang da‟i mengetahui apa itu metode dakwah secara umum. Maka seorang da‟i akan memperhatikan pula faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan dan penggunaan suatu metode, agar metode yang dipilih dan digunakan benar-benar fungsional. Faktor- faktor yang mempengaruhi pemilihan metode, yaitu : 1) Tujuan, dengan berbagai jenis dan fungsinya. 2) Sasaran dakwah, baik masyarakat atau individual dengan segala kebijakan/politik
pemerintah,
tingkat
usia,
pendidikan,
peradaban
(kebudayaan), dan lain sebagainya. 3) Situasi dan kondisi yang beraneka ragam dengan keadaannya. 4) Media dan fasilitas (logistik) yang tersedia, dengan berbagai macam kuantitas dan kualitasnya. 5) Kepribadian dan kemampuan seorang da‟i atau muballigh.18 Landasan umum mengenai metode dakwah adalah Al-Qur‟an Surah AnNahl ayat 125. Pada ayat tersebut terdapat metode dakwah yang akurat. Kerangka dasar tentang metode dakwah yang terdapat pada ayat tersebut, berbunyi : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Surah AnNahl 125).
18
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: AMZAH, 2009), h. 97.
26
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa metode dakwah ada tiga hal, yaitu: hikmah, mau’izatul hasanah dan mujadallah. Semua metode yang ada dalam ilmu dakwah merupakan cabang dari ketiga metode di atas. a. Hikmah, yaitu berdakwah dengan memperhatikan situasi dan kondisi sasaran dakwah dengan menitikberatkan pada kemampuan mereka, sehingga dalam menjalankan ajaran-ajaran Islam selanjutnya, mereka tidak lagi merasa terpaksa atau keberatan. b. Mau’izatul hasanah, yaitu berdakwah dengan memberikan nasihatnasihat atau menyampaikan ajaran-ajaran Islam dengan rasa kasih sayang, sehingga nasihat dan ajaran Islam yang disampaikan itu menyentuh hati mereka. c. Mujadalah, yaitu berdakwah dengan cara bertukar pikiran dan membantah dengan cara yang sebaik-baiknya dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat dan tidak memberikan tekanan-tekanan kepada mad‟unya sehingga tidak melahirkan permusuhan nantinya.19 Namun dakwah secara umum dibagi menjadi tiga, yaitu : dakwah bil lisan, dakwah bil qolam, dan dakwah bil hal. a. Dakwah bil lisan: Secara bahasa dakwah bil lisan berarti dakwah dengan menggunakan ucapan. Adapaun secara istilah, dakwah bil lisan adalah memanggil, menyeru ke jalan Allah Swt. Dakwah jenis ini adalah penyampaian informasi atau pesan dakwah melalui lisan. contohnya :
19
Mohammad. Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta: Prenada Media, 2001), h. 122-123.
27
1) Metode Ceramah: Ceramah adalah suatu teknik atau metode dakwah yang banyak diwarnai oleh karakteristik bicara seorang da‟i pada suatu aktifitas dakwah. 2) Percakapan
antar pribadi:
Percakapan
pribadi
atau
individual
conference adalah percakapan bebas antara seorang da‟i dengan individuindividu sebagai sasaran dakwahnya. 3) Debat: Metode debat pada dasarnya adalah untuk mencari suatu kebenaran dari apa yang telah diajarkan Islam secara baik dan benar, dan bukan untuk mencari kemenangan 4) Diskusi: Metode diskusi ini dimaksudkan untuk merangkai objek dakwah agar berpikir dan mengeluarkan pendapatnya serta ikut menyumbangkan ide-ide dalam kemungkinan-kemungkinan jawaban dari pemecahan masalah. b. Dakwah bi al qalam: Metode dakwah ini menggunakan keterampilan tulis menulis. Dakwah dengan metode ini mempunyai kelebihan tersendiri. Yaitu dapat dimanfaatkan dalam waktu yang lebih lama serta jangkauannya lebih luas. Karena sebuah karya akan terus bermanfaat dan tidak akan musnah sekalipun penulisnya telah wafat. c. Dakwah bil hal: Istilah dakwah bil hal dipergunakan untuk merujuk kegiatan dakwah melalui aksi atau tindakan atau perbuatan nyata. Metode ini merupakan sebuah kerangka kerja kongkret dalam melaksanakan setiap kerja dakwah dalam masyarakat, sehingga akan lebih efektif jika ditunjang
28
dengan konsep yang matang. Dakwah ini lebih berorientasi pada pengembangan masyarakat.20 B.
Kesalehan Sosial 1.
Pengertian Kesalehan Sosial Menurut kamus besar bahasa Indonesia. Kesalehan berasal dari kata saleh
yang berarti taat dan sungguh-sungguh menjalankan ibadah. Kesalehan adalah ketaatan (kepatuhan) dalam menjalankan ibadah, kesungguhan menunaikan ajaran agama, dan tercermin pada sikap hidupnya.21 Sedangkan sosial adalah suka memperhatikan kepentingan umum.22 Seorang sahabat pernah memuji kesalehan orang lain di depan Nabi. "Mengapa ia kau sebut sangat saleh?" tanya Nabi Muhammad. "Soalnya, tiap saya masuk masjid ini dia sudah salat dengan khusyuk dan tiap saya sudah pulang, dia masih saja khusyuk berdoa." "Lalu siapa yang memberinya makan dan minum?" tanya Kanjeng Nabi lagi. "Kakaknya," sahut sahabat tersebut. "Kakaknya itulah yang layak disebut saleh," sahut Kanjeng Nabi lebih lanjut. Sahabat itu diam. Sebuah pengertian baru terbentuk dalam benaknya. Ukuran kesalehan, dengan begitu, menjadi lebih jelas diletakkan pada tindakan nyata. Kesalehan, jadinya, lalu dilihat dampak kongkretnya dalam kehidupan sosial. Akhir-akhir ini sering kita mendengar dari kalangan kaum Muslim. Sementara orang mempersoalkan secara dikotomis tentang kesalehan. Seolah-olah
20
M. Munir, Metode Dakwah (Jakarta: Prenada Media, 1997), Cet.II h. 34. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (Jakarta: PT.Gramedia, 2008), h. 1209. 22 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (Jakarta: PT.Gramedia, 2008), h. 1331. 21
29
dalam Islam memang ada dua macam kesalehan: “kesalehan ritual” dan “kesalehan sosial”. Menurut KH A. Mustofa Bisri “kesalehan ritual” ialah perilaku orang yang hanya mementingkan ibadah mahdlah, ibadah yang semata-mata berhubungan dengan Tuhan untuk kepentingan sendiri. Kelompok yang sangat tekun melakukan sholat, puasa, dan seterusnya; namun tidak peduli akan keadaan sekelilingnya. Dengan ungkapan lain, hanya mementingkan hablum minallah. Sedangkan yang mereka maksud dengan “kesalehan sosial” adalah perilaku orang-orang yang sangat peduli dengan nilai-nilai Islami, yang bersifat sosial. Suka memikirkan dan santun kepada orang lain, suka menolong, dan seterusnya; meskipun orang-orang ini tidak setekun kelompok pertama dalam melakukan ibadah seperti sembayang dan sebagainya itu. Lebih mementingkan hablun minan naas. 2.
Indikator Kesalehan Sosial Kesalehan adalah buah penghayatan dan pengamalan ajaran agama secara
sempurna. Ketika seorang muslim mengamalkan ajaran Islam berarti ia berada dalam proses pencapaian kesalehan. Pengamalan yang terus-menerus terhadap ajaran Islam menjadi awal tertanamnya kesalehan dalam jiwa setiap muslim. Perintah menjalankan agama tujuan utamanya adalah mencetak hamba Allah yang saleh yang tidak hanya berakibat positif bagi dirinya, tetapi juga bagi lingkungannya. Kesalehan menjadi motivator pembentukan sikap terpuji dalam kehidupan nyata. Hal ini karena kesalehan menumbuhkan kesadaran dan keyakinan bahwa ajaran Islam hanya mengajarkan sesuatu yang baik dan terpuji. Kesadaran ini pada
30
gilirannya mendorong pemiliknya untuk mengajak orang lain menjadi saleh. Dengan demikian, orang yang saleh mempunyai kepekaan tinggi terhadap lingkungan sekitarnya.23 Ini berarti bahwa kesalehan bukan sekadar predikat yang kosong dari makna, tetapi kesalehan adalah predikat yang membutuhkan bukti nyata dalam kehidupan. Pertanyaannya, apa indikator seseorang layak dikatakan sebagai orang saleh? Dalam Al-Qur‟an, Allah menjelaskan dua kategori indikator kesalehan manusia. Pertama, kesalehan individual. Indikatornya adalah kemampuan bersyukur kepada Allah atas nikmat yang diberikan kepadanya atau orang-orang yang dicintainya dan keteguhannya dalam berbuat amal saleh. Allah berfirman:
“Maka dia (Sulaiman) tersenyum lalu tertawa Karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdo‟a, “Ya Tuhanku , anugerahkanlah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan 23
http://irfanhelmy.staff.stainsalatiga.ac.id/2014/04/03/indikator-kesalehan/, tanggal 7 Juni 2014 pukul 19.43.
diakses
31
kepada kedua orang tuaku dan agar aku mengerjakan kebajikan yang Engkau ridai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hambaMu yang saleh.” Surat An-Naml (QS 27 : 19). Dalam ayat lain, Al-Qur‟an menegaskan bahwa indikator kesalehan individual seseorang adalah kebiasaan bertobat atas maksiat dan dosa yang pernah dilakukannya. Dengan kata lain, tobat menjadi persyaratan utama terwujudnya kesalehan dalam diri seseorang. Allah berfirman:
”kecuali orang-orang yang bertobat dan memperbaiki iri dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan dengan tulus ikhlas menjalankan agama mereka karena Allah. Maka, mereka itu bersama-sama orang-orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan pahala yang besar kepada orang-orang yang beriman.” Surat An-Nisa (QS 4 : 146). Kesalehan individu itu lebih identik dengan hablum minallah. Hubungan antara manusia dan Tuhannya. Bisa kita ambil contoh: Ibadah shalat sunnah, shalat wajib dan lain-lain.
32
Kedua, kesalehan sosial. Indikatornya adalah mempunyai kepekaan sosial yang tinggi yang berawal dari keinginannya untuk memberdayakan orang-orang di sekelilingnya. Contohnya dengan memberi perhatian dan kasih sayang kepada anak-anak yatim dan mencukupi kebutuhan orang-orang miskin. Pada hakikatnya, kesalehan sosial ini, adalah buah dari kesalehan individual yang sempurna. Berkaitan dengan kesalehan sosial, Allah berfirman:
“Tahukan kamu (orang) yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.” Surat Al-Ma‟un (QS 107 : 1-3). Setiap muslim tidak cukup dan jangan berbangga diri hanya dengan kesalehan individual dan lalai terhadap kesalehan sosial. Keduanya adalah esensi dari keberagamaan. Beragama tanpa kesalehan adalah sia-sia yang berarti tidak memberikan pengaruh terhadap perubahan positif baik secara individual maupun sosial. 3.
Pandangan Islam Tentang Kesalehan Sosial KH MA Sahal Mahfudh merupakan seorang ulama dari NU.24 Sejak santri,
Sahal Mahfudh menguasai ilmu Ushul Fiqih, Bahasa Arab, dan Ilmu Kemasyarakatan yang memang digemarinya. Namun kepakaran Kiai Sahal diuji 24
KH. MA. Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial (Yogyakarta: LKiS, 1994), Cet 1, h. xvi.
33
oleh sebuah situasi sosial ekonomi local yang timpang. Kajen, Desa kecil di mana lebih dari 15 pesantren berada di situ, merupakan desa yang tak tersedia sejengkalpun sawah maupun lahan perkebunan, namun dijejali penduduk miskin yang hidup dari kerajinan „kerupuk tayamum‟. Sangat tidak menarik secara ekonomis, namun di situ pula agama diuji untuk berekperimentasi, berdialog dengan kenyataan yang timpang. Maka sebuah perjumpaan dialektik antara agama dan kenyataan harus terjadi. Penghindaran perjumpaan dengan semangat realitas sosial akan membuat agama stagnan dan segera kehilangan relevansi kemanusiaannya. Dalam jagat pesantren, ilmu fiqih yang dimiliki Kiai Sahal tak dapat dielakkan merupakan bagian ilmu yang paling besar tantangannya. Pergulatan Kiai Sahal untuk mengoperasionalkan fiqih, dilakukan antara lain melalui forum bahtsul masail di tingkat MWC NU Kecamatan Margoyoso. Forum itu sangat produktif dan efektif., hampir-hampir menjadi pengadilan rakyat karena masalah yang digelar tak hanya masalah keagamaan, tetapi masalah ekonomi, kebudayaan, bahkan politik.25 Berawal dari bahtsul masail tingkat Kecamatan itu, sebuah keputusan penting tentang nasib petani pernah dihasilkan, ketika Muktamar NU ke-28 di Krapyak memutuskan bahwa Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) merupakan transaksi ekonomi yang tidak sah (mu’amalah fasidah), dank arena itu haram diterapkan. Pencarian relevansi fiqih itu tidak berenti di dalam ruang bahtsul masail, melainkan bergulir menjadi program kemasyarakatan, seperti pada program pemanfaatan dana zakat untuk kegiatan produktif di Pati dan biro 25
KH. MA. Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial (Yogyakarta: LKiS, 1994), Cet 1, h.
xvii-xviii.
34
pengembangan masyarakat dari pesantren di Kajen sendiri dan desa-desa di sekitarnya. Di tingkat itu saja tampak, tugas seorang seperti Kiai Sahal lalu tidak sekedar mengawal keberlangsungan pengajaran funun yang telah dikuasainya, tetapi juga dituntu untuk melakukan penyegaran atasnya. Dari ulasan tentang Kiai Sahal terlihat bahwa kita semua dituntut untuk melakukan kesalehan sosial. Karena kesalehan sosial adalah buah kesalehan individual yang tertanam mantap dalam hati. Islam secara luas memandang kesalehan sosial itu dalam banyak aspek. Bahkan dari rukun islam saja dua diantaranya mengutamakan kesalehan sosial, yaitu puasa dan zakat. Di luar itu ada lagi yang mengandung makna kesalehan sosial yaitu sedekah, menyantuni anak yatim dan sebagainya.
Sedekah Sedekah asal kata bahasa Arab shadaqoh yang berarti suatu pemberian
yang diberikan oleh seorang muslim kepada orang lain secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu. Juga berarti suatu pemberian yang diberikan oleh seseorang sebagai kebajikan yang mengharap ridho Allah SWT dan pahala semata. Sedekah dalam pengertian di atas oleh para fuqaha (ahli fikih) disebuh sadaqah at-tatawwu' (sedekah secara spontan dan sukarela).26 Di dalam Al-Qur‟an banyak sekali ayat yang menganjurkan kaum Muslimin untuk senantiasa memberikan sedekah. Di antara ayat yang dimaksud adalah firman Allah SWT yang artinya :
26
http://sedekahindahberkah.blogspot.com/2010/04/pengertian-sedekah.html, tanggal 7 Juni 2014 pukul 19.45.
diakses
35
''Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami akan memberi kepadanya pahala yang besar.'' (QS An Nisa 4 : 114). “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah seperti dengan sebiji atau sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai (bulir), pada tiap-tiap tangkai pula ada seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS Al Baqarah 2 : 261). ''Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan si penerima.'' (QS Al Baqarah 2 : 264).
Zakat Zakat mempunyai beberapa arti, diantaranya: Pertama, An-Nama (tumbuh
dan berkembang), artinya bahwa harta yang dikeluarkan zakat darinya, tidaklah akan berkurang, justru akan tumbuh dan berkembang lebih banyak. Faktanya sudah sangat banyak. Kedua, Ath-Thaharah (suci), artinya bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya, akan menjadi bersih dan membersihkan jiwa yang memilikinya dari kotoran hasad, dengki dan bakhil. Ketiga, Ash-Sholahu (baik), artinya bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya, akan menjadi baik dan zakat sendiri akan memperbaiki kwalitas harta tersebut dan memperbaiki amal yang memilikinya.
36
Adapun zakat secara istilah adalah jenis harta tertentu yang pemiliknya diwajibkan untuk memberikannya kepada orang-orang tertentu dengan syaratsyarat tertentu juga.27 Zakat terdiri dari 2 macam : 1. Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan muslim menjelang Idul Fitri pada bulan Ramadan. Besar zakat ini setara dengan 3,5 liter (2,5 kilogram) makanan pokok yang ada di daerah bersangkutan. 2. Zakat
maal
(harta)
adalah
zakat hasil
perniagaan,
pertanian,
pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak. Masing-masing jenis memiliki perhitungannya sendiri-sendiri. Yang berhak menerima Zakat menurut kaidah Islam terdiri dari 8 macam : 1. Fakir: Orang yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidup. 2. Miskin: Orang yang memiliki harta namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup. 3. Amil: Orang yang mengumpulkan dan membagikan zakat. 4. Mu'allaf: Orang yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan barunya. 5. Hamba sahaya: Orang yang ingin memerdekakan dirinya 6. Gharimin: Orang yang berhutang untuk kebutuhan yang halal dan tidak sanggup untuk memenuhinya 7. Fisabilillah: Orang yang berjuang di jalan Allah. 8. Ibnus Sabil: Orang yang kehabisan biaya di perjalanan.28 27
http://www.ahmadzain.com/read/karya-tulis/384/pengertian-zakat-infak-dan-sedekah/, diakses tanggal 7 Juni 2014 pukul 19.50.
37
Penjelasan tentang zakat tertera pada firman Allah sebagai berikut : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS At Taubah 103).
Puasa Puasa secara bahasa adalah menahan diri dari sesuatu. Sedangkan secara
terminologi, adalah menahan diri pada siang hari dari berbuka dengan disertai niat berpuasa bagi orang yang telah diwajibkan sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Detailnya, puasa adalah menjaga dari pekerjaan-pekerjaan yang dapat membatalkan puasa seperti makan, minum, dan bersenggama pada sepanjang hari tersebut (sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Puasa diwajibkan atas seorang muslim yang baligh, berakal, bersih dari haidl dan nifas, disertai niat ikhlas semata-mata karena Allah ta'aala.29 Ada beberapa firman Allah Swt mengenai puasa, yaitu: “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang 28
http://www.bamz.us/2011/12/pengertian-zakat-dan-macam-zakat.html, diakses tanggal 7 Juni 2014 pukul 19.55. 29 http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&view=article&id=10 24:pengertian-puasa&catid=14:fikih-siyam, diakses tanggal 10 Juni 2014 pukul 21.05.
38
hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.” (QS AlBaqarah 2: 187). Ibn 'Abdul Bar dalam hadis Rasulullah saw "Sesungguhnya Bilal biasa azan pada malam hari, maka makan dan minumlah kamu sampai terdengarnya azan Ibn Ummi Maktum", menyatakan bahwa benang putih adalah waktu subuh dan sahur hanya dikerjakan sebelum waktu fajar". “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS Al-Baqarah 2 : 183). Meskipun puasa bersifat sangat pribadi, tetapi di dalamnya mengandung ajaran-ajaran sosial yang penting untuk kita transformasikan dalam kehidupan riil di masyarakat. Dalam puasa misalnya, terdapat ritual dan motivasi simbolik yang mengantarkan seseorang menjadi seimbang dalam kesalehan individu yang sifatnya ritualistik dan kesalehan sosial yang bernuansa sosiologis. Dalam puasa, kita dijanjikan Tuhan dengan berbagai macam pahala yang berlipat ganda apabila kita melakukan ritual-ritual tertentu. Hal ini salah satu bentuk untuk meningkatkan kesalehan yang bersifat pribadi. Namun di pihak lain, Allah juga menyuruh kita untuk sedekah, menolong orang yang kekurangan, memberi makan orang yang akan berbuka puasa, dan lain sebagainya. Hal demikian sesungguhnya merupakan perintah yang bersifat simbolik agar kita lebih memperhatikan hal-hal yang bersifat sosial. Oleh karena itu, kata
39
iman di dalam Al-Qur‟an selalu disandingkan dengan kata amalun shalihun (amal saleh). Larangan makan dan minum di siang hari adalah simbol untuk menjauhi ketamakan dan kerakusan. Puasa kemudian menjadi sarana untuk melatih diri untuk tidak rakus dan tamak terhadap apa yang bukan hak kita. Di samping itu, puasa juga mendidik kita untuk lebih peduli dengan apa yang terjadi di sekitar kita. Ibadah puasa ini merupakan implementasi dari kedua kesalehan. Kesalehan individu (ritual) dan kesalehan sosial masuk kedalam ibadah ini. 30
30
Moeslim Abdurrahman, Islam Pribumi (Jakarta: Erlangga, 2003), h. 79-81.
BAB III PROFIL ROOSTIEN ILYAS
A.
Riwayat Hidup Roostien Ilyas lahir di Sumenep, Madura, Jawa Timur 22 Januari 1950. Ia sosok perempuan tangguh, ibunda bagi anak-anak pekerja sektor informal di Jabodetabek. Bersama Yayasan Nanda Dian Nusantara Roostien kerap memberikan advokasi dan edukasi bagi anak-anak jalanan.1 Roostien lahir dari pasangan Abdullah Husain dan Titiek Husain. Ayahnya seorang pegawai Departemen Penerangan. Pernah menjabat Kepala Kantor Penerangan Daerah di Sumenep, Madura. Sedang ibunya seorang jurnalis, tercatat pernah bekerja di Suara Rakjat dan Majalah Tribakti Wanita. Selain seorang jurnalis, ia juga aktivis Partai Sosialis Indonesia (sebuah pilihan ideologi yang sebenarnya bertentangan dengan mayoritas orang Madura). Di PSI ia duduk sebagai ketua Gerakan Wanita Sosialis Indonesia. Ia sempat ditugaskan ke Amerika dan Jerman untuk bicara sosialisme kerakyatan di sana. Sebuah kesempatan yang tidak mudah didapat oleh seorang perempuan di tahun 1960-an.2 Roostien, anak pertama dari dua bersaudara, memiliki adik perempuan bernama Roosmaladewi. Dibanding adiknya, Roostien lebih bandel dan tomboy. Sebab teman sepermainan Roostien kebanyakan laki-laki. Roostien menghabiskan masa kecil di kawasan elit Surabaya, Jalan Majapahit nomor 31. Ia tamatan SD 1
Hasil Wawancara dengan Roostien Ilyas, Sabtu. 23 Mei 2015. Pukul 12.30. A. Zakky Zulhazmi dan Nasihin Aziz Raharjo, Tuhan Kenapa Shalat Itu Mahal Ya? (Jakarta: Yayasan Nanda Dian Nusantara, 2014), h. 20. 2
40
41
Trunojoyo di Surabaya. Selesai SD, Roostien melanjutkan sekolah di SMP Negeri 1 Surabaya, lalu ke SMA Negeri 6 Surabaya. Selepas SMA, Roostien kuliah di Jurusan Bahasa Inggris, Fakultas Sastra, IKIP Surabaya.3 Roostien mendaftar masuk SMA ketika ibunya sedang bertugas di Amerika. Paman-pamannya menyarankan untuk masuk SMA di belakang rumah, SMA yang paling dekat. SMA tersebut bukan SMA Islam atau umum, melainkan SMA Katolik Santa Maria. Jadilah Roostien mendaftar dan di terima di sekolah katolik itu. Di sana, semua muridnya adalah perempuan. Roostien selalu teringat kenalakannya di sekolah itu. Hanya setahun Roostien di SMA Katolik Santa Maria. Ia lantas pindah ke SMAN 6 Surabaya. Kisah masa muda Roostien seperti tak ada habisnya. Ketika baru lulus SMA dan hendak masuk kuliah, ia masuk penjara dua kali dikarenakan demonstrasi menentang PKI dan Bung Karno. Ia bergabung dengan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI). Untungnya, Roostien hanya semalam mendekam dalam penjara karena dibebaskan oleh temannya. Meskipun baru semalam dalam penjara, ia sudah dapat merasakan bagaimana kehidupan di sana. Semangat menegakkan kebenaran dan membela rakyat semakin menyatu dalam dirinya. Pada masa-masa itulah, ketika mandi bukan kebutuhan, badan bau jalanan, dan blue jeans yang lusuh serta dekil menjadi teman, si mahasiswi macho ini kepincut seorang pemuda gagah, Mohammad Ilyas, putra walikota Solo (1951-1958).
3
A. Zakky Zulhazmi dan Nasihin Aziz Raharjo, Tuhan Kenapa Shalat Itu Mahal Ya? (Jakarta: Yayasan Nanda Dian Nusantara, 2014), h. 24-25.
42
Padahal, usia mereka terpaut cukup jauh, 15 tahun. Tetapi bagi mahasiswi seperti Roostien, pemuda yang dipanggil Mas Ilyas itu justru tampak matang. Pasangan ini, jika diperhatikan, sebetulnya sangat kontras. Roostien yang demonstran dan Mas Ilyas yang tentara. Di jalan mereka bisa gontok-gontokan, bahkan baku hantam jika demonstrasi memanas. Namun, Tuhan mempertemukan mereka. Perbedaan status lebur. Menyatu dalam cinta yang sama. Di sinilah kehidupan baru menanti Roostien. Menjadi istri seorang tentara berbeda dengan menjadi istri orang biasa. Roostien sudah tentu harus bisa menyesuaikan. Satu hal yang ia yakini: ia tak salah telah memilih Mas Ilyas. Bagaimana kuliah Roostien? Tidak selesai. Roostien memilih tidak menyelesaikan kuliahnya. Bukan karena ia tidak cerdas, melainkan karena ia terlalu sering berdebat dan adu argumen dengan dosen. Ujung-ujungnya mereka berantem dan sang dosen ngambek lantas Roostien tidak diperbolehkan ikut ujian. Belum lagi Roostien sering meninggalkan kelas untuk urusan organisasi dan demonstrasi. Lengkaplah sudah. Bangku kuliah memang seperti tidak bersahabat dengan Roostien. Tidak itu bangku kuliah di IKIP Surabaya, tidak juga di Universitas Indonesia (Roostien sempat menjadi mahasiswa UI).4 Waktu terus melaju. Roostien terus menapaki jalan sebagai pekerja sosial. Pengalaman yang banyak kian menempanya menjadi semakin matang. Dalam menangani masalah sosial, ia hanya memakai 10 persen logika, selebihnya hati. Kalau pakai logika, semua tak akan jalan, tegas Roostien. Sebab banyak hal-hal yang
4
A. Zakky Zulhazmi dan Nasihin Aziz Raharjo, Tuhan Kenapa Shalat Itu Mahal Ya? (Jakarta: Yayasan Nanda Dian Nusantara, 2014), h. 33-39.
43
tidak logis di dunia sosial. Termasuk soal finansial, represi dari orang-orang yang tidak suka dan sebagainya. Awal mula Roostien bersentuhan dengan dunia sosial adalah saat menangani lokalisasi Kramat Tunggak. Roostien sudah turun ke Kramat Tunggak sejak sebelum ada YNDN. Roostien melihat Kramat Tunggak dulu sudah punya konsep bagus. Sudah ada pusat rehabilitasi. Sayangnya, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang sembrono dengan membubarkan Kramat Tunggak. Membuat mereka mengerti untuk tidak melacur itu tidak semudah membalik telapak tangan. Dalam menangani pelacur, Roostien menggunakan pendekatan yang humanis. Berbenturan dengan penggusuran., Roostien mulai berpikir untuk mengubah strategi. Ia sadar, sebaiknya ia tidak lagi fokus pada pelacur, melainkan pada taraf yang lebih awal lagi, yakni anak-anak., utamanya „anak-anak jalanan.‟ia menyebut apa yang akan dilakukannya bersama YNDN itu sebagai tindakan preventif-edukatif.5 B.
Setting Sosial Roostien merupakan anak dari orang tua yang memiliki sifat sosialis dan sederhana. Keduanya memberikan sentuhan-sentuhan yang mempengaruhi Roostien kelak saat dewasa nanti. Saat itu ibunya pulang dari Amerika, ia langsung di bawa ke istana, menghadap Bung Karno. Saat itu Roostien berumur lima tahun ikut ibunya ke istana. Roostien menyaksikan sang ibu di marahi Bung Karno. Akan tetapi marahnya Bung
5
A. Zakky Zulhazmi dan Nasihin Aziz Raharjo, Tuhan Kenapa Shalat Itu Mahal Ya? (Jakarta: Yayasan Nanda Dian Nusantara, 2014), h.51-57.
44
Karno bukanlah marah yang membuat takut dan jera., melainkan marah yang memantik orang untuk bediskusi dan beradu argumen. Pengalaman masuk istana dan bertemu orang nomor satu di Indonesia membuat Roostien terkesan. Kejadian itu menempa mentalnya untuk tidak minder dan jadi pemberani. Dari sang ibu , Roostien mewarisi semangat kepedulian sosial serta melihat langsung gambaran seorang aktivis. Sejak kecil Roostien memperhatikan bagaimana ibunya malang melintang kesana kemari terlibat pelbagai kegiatan. Itu semua terekam dalam bawah sadar Roostien dan menemukan muaranya ketika dewasa : ternyata ia mempunyai panggilan jiwa yang sama dengan ibunya. Berbeda dengan sang ibu, ayah Roostien memiliki karakter khas dalam mendidik anak-anaknya. Teringat Roostien sebuah cerita : ketika kecil Roostien sering mangkir dari belajar mengaji karena guru mengajinya sangat galak. Sang guru mengajar sambil memegang rotan. Salah lafal, rotan itu dipukulkan ke lantai. Mendengar suaranya saja sudah hampir merontokan jantung. Bagaimana kalau sempat mampir ke ujung jari? Untunglah ayah Roostien bisa tampil sebagai pendidik yang baik. Setidaknya begitu menurut Roostien. Ayahnya yang pegawai negeri memang tak punya banyak waktu untuk terjun sendiri mengajari Roostien mengaji. Namun ayah Roostien bisa menanamkan nilai-nilai agama dengan cara yang begitu pas. Khusyuk ketika salat itu kok susah betul ya, Pak,” tanya Roostien suatu ketika. Guru agama di sekolahnya mengajarkan agar mengingat Allah sejak takbiratulihram hingga salam. Itu namanya khusyuk. Tapi bagaimana mengingat Allah tak bisa ia terangkan.
45
“Hmm, begini,” ujar ayah mulai menjelaskan. “Apa yang paling kamu sukai saat ini?” “Bunga mawar!” “Dalam salat, bayangkan saja bagaimana indahnya bunga mawar. Warnanya yang menyala, kelopaknya yang tersusun rapi, eh ada embun lagi di salah satu kelopaknya. Betul-betul indah, bukan? Nah, selanjutnya, kamu harus ingat, mawar itu ciptaan siapa. Ciptaan Allah. Betapa kuasanya Allah. Ingatlah itu. Itulah kekhusyukan.” Karena pendekatan seperti itu, akhirnya Roostien tumbuh dengan penghayatan keagamaan yang selalu menyertakan nalar. Roostien terbiasa melihat berbagai masalah dari kacamata nilai-nilai. Keislaman Roostien tentu saja masih jauh dari sempurna, tetapi ia bersyukur bisa menjadikan Islam sebagai inspirasi nilai dan pengetahuan dalam kehidupannya. Itulah yang selalu ia ingat dari ayahnya. Sederhana dan bersahaja. Ayah suka mengajak Roostien pergi ke kebun binatang dan pasar buku bekas. Roostien sangat senang mengunjungi pasar buku bekas karena ia bisa berburu bukubuku Belanda yang sudah usang tapi tergolong buku bagus dan langka. Sesampai di rumah, ayahnya akan membersihkan sampul buku-buku yang usang tersebut dan menyulapnya menjadi buku baru. Di kebun binatang, Roostien kecil lagi-lagi melihat kekuasaan Allah. Ia terpukau dengan „kreativitas‟ Allah mencipta aneka ragam binatang. Menghayati bahwa manusia di dunia tidak hidup sendirian. Melainkan bersama tumbuhan dan hewan yang juga ciptaan-Nya. Sedang di pasar buku bekas,
46
Roostien diajari untuk cinta ilmu pengetahuan dan menghargai buku yang meskipun fisiknya usang namun ilmu di dalamnya tak pernah lekang. Perpaduan dua karakter orang tua itulah yang membentuk Roostien. Ayahnya pegawai negeri, tertata dan „sangat priyayi‟. Sedang ibunya jurnalis sekaligus aktivis yang pencilakan kesana kemari mengurus ini itu. Jadi, jika orang-orang melihat Roostien hari ini begitu aktif mengurus „anak jalanan‟, anak korban bencana alam dan korban konflik/kekerasan, namun di saat yang lain ia hadir dalam suatu acara formal, maka sebetulnya hal itu adalah cerminan orang tuanya, juga keluarga yang membentuknya.6 C.
Karya 1) Lagu Mengupas Bawang Karya: Roostien Ilyas
Ibu jangan cari aku Jika aku tidak Mengupas bawang Ayah jangan marah dulu Kalau aku tidak mengangkat barang Beri ku kesempatan Sedikit waktu
6
A. Zakky Zulhazmi dan Nasihin Aziz Raharjo, Tuhan Kenapa Shalat Itu Mahal Ya? (Jakarta: Yayasan Nanda Dian Nusantara, 2014), h. 20-24.
47
Tuk belajar…7 Begitulah sebait lagu yang biasa dinyanyikan panitia-pendamping bersama para peserta sanlat yang kebanyakan adalah anak jalanan dan kurang mampu. Terdengar teramat menyayat memang. Namun seperti itulah gambaran realita hidup para peserta yang dikepung kemiskinan. Sehingga mereka perlu meminta kesempatan sedikit waktu kepada ayah dan ibu untuk belajar. Jika diperbandingkan, dari pada menghabiskan waktu seminggu untuk sanlat, sebenarnya jauh lebih menguntungkan dan menghasilkan uang jika mereka bekerja. Entah itu „mengupas bawang‟ atau „mengangkat barang.‟ Ya, para peserta kebanyakan adalah pekerja anak sektor informal. Mayoritas telah putus sekolah. Jadi, sanlat adalah „sedikit waktu‟ mereka untuk belajar. Bergembira, beristirahat, dari hiruk pikuk jalanan.8 2) Lagu Yasmin Karya: Roostien Ilyas Ya Allah lindungi Yasmin Ya Rasul cintai Yasmin Ya Allah peluklah Yasmin Ya Rasul sayangi kami semua Ashadu ala illaha illallah Ashadu anna Muhammadar rasulullah 7
Hasil Wawancara dengan Roostien Ilyas, Sabtu. 23 Mei 2015. Pukul 12.30. http://roostienilyas.blogspot.com/2013/11/dari-pojok-empati.html?m=1, diakses tanggal 13 Oktober 2014 pukul 19.45. 8
48
Liriknya sederhana dan sangat mudah dihapal. Lagu ini disenandungkan hamper tiap malam sebelum Yasmin terlelap. Roostien juga menyanyikan syahadat dengan nada yang indah. Syahadat pun tidak diajarkan dengan cara konvensional yang kerap kali kaku. Rostien ingin tidur cucunya diantar dengan kalimat-kalimat yang indah. Dan kalimat syahadat menjadi bagian dari tidur cucunya. Lagu ini punya sifat cenderung mudah diingat. Lebih-lebih jika biasa dinyanyikan saat kecil. Kiranya tak seorang pun tak hapal lagu Pelangi-pelangi dan Balonku. Itu lantaran sudah sejak kecil anak-anak telah dikenalkan dan diajarkan keindahan lewat lagu-lagu. Maka ketika dewasa yang diingat adalah keindahankeindahan itu. Bukan kebencian-kebencian.9 Saat Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan lagu ini juga sering dinyanyikan bersama-sama oleh Roostien. Secara tidak langsung lagu ini mengajarkan syahadati dengan bahasa yang mudah diingat. Untuk anak-anak lagu seperti inilah yang tepat, dengan syair yang sederhana dan sedikit kata-kata yang ada didalamnya. Membuatnya mudah di ingat serta dipahami maknanya. 3) Buku Roostien turut menyumbang tulisan di buku yang berjudul “LAPINDO HANCURKAN MARTABAT BANGSA.” Penerbit: GMLL (Gerakan Menutup Lumpur Lapindo) & KalamNusantara Jakarta Indonesia , 2009. Sebuah buku yang mengungkapkan kejahatan terbesar abad ini. Kejahatan di negeri Indonesia. Sebuah buku yang diperbolehkan untuk dikopi dan disebarluaskan
9
A. Zakky Zulhazmi dan Nasihin Aziz Raharjo, Tuhan Kenapa Shalat Itu Mahal Ya? (Jakarta: Yayasan Nanda Dian Nusantara, 2014), h. 105-106.
49
sepanjang untuk kehidupan kemanusiaan. Sebuah buku tentang kejujuran dan ketulusan para penulisnya. Merupakan hasil riset dari pejuang kemanusiaan-dalam dan luar negeri- buku ini menghasilkan temuan yang menguatkan temuan sebelumnya bahwa PT.Lapindo Brantas Inc. bersalah besar dalam tragedi lumpur Lapindo di Porong. Sumur Lapindo juga dapat dimatikan karena ia bukan bencana alam. Sebagaimana dilansir Koran Jakarta, (kamis/24/2008), Mark Tingay (peneliti dari Curtin University Australia) menulis bahwa “bencana Lumpur Kesalahan Lapindo.” Sebuah bencana yang luar biasa karena di luar peta semburan, si empunya lumpur justru semakin sejahtera bahkan dinobatkan sebagai orang terkaya se-Asia Tenggara. Padahal, seharusnya Lapindo dan pemiliknya bertanggung jawab atas semua kesalahan yang diperbuatnya. Karena itu pemilik PT.Lapindo harus di hukum. Ia layak diseret ke pengadilan kejahatan Internasional sebagai penjahat kemanusiaan karena melakukan “genosida” bencana pada ribuan warga Porong Jawa Timur. Demikian pula rezim yang melindunginya. Pada bulan Oktober 2007, Koran Kompas menyebut bahwa Tragedi Lapindo adalah kejahatan ekoterorisme. Tentu saja merupakan kejahatan lingkungan yang wajib di hokum seberat dan seadilnya. Buku ini juga di lengkapi riset Prof. Richard J. Davies tentang kesalahan Lapindo sehingga tidak diragukan nilai ilmiahnya. Dieditori oleh penulis muda Prastyo yang telah terlatih mengedit dan menganotasi beberapa buku lainnya. Buku ini ditulis dengan seksama dan dalam tempo yang panjang demi masa depan kemanusiaan. Para penulis itu adalah, Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif, Ir. H. Salahudin Wahid, Dr. H. Tjukasturi Sukiadi, Dr. Rudi Rubiandini, Letjend. Mar (Purn.) Suharto, M. Deddy Julianto, M. Yudhie Haryono,
50
Dr. Hendarmin Ranadireksa, Dr. Hotman M. Siahaan, Ir. Kersam Sumanta, Ir. Mustiko Saleh, Ir. Robin Lubron, Dina Savaluna, SH.,Roostien Ilyas, Arie Koen Soelistijo, M.Si, Ir. Ali Azhar Akbar, Prof. Dr. Anwar Nasution, Jusuf Suroso, dan Subagio HS.10 Di sini Roostien hadir dalam beberapa isu nasional dan turut peduli dengan anak-anak yang terlibat di dalam penderitaan lumpur Lapindo. Penderitaan anak-anak yang kehilangan rumah, tempat bermain mereka, dan keceriaan mereka memudar akibat lumpur Lapindo. Lumpur Lapindo melenyapkan semua yang ada disekitarnya. Bagai meluapnya bencana tsunami. Bahkan wargapun tidak bisa berbuat banyak akibat bencana lumpur Lapindo ini. Walau seberat apapun bencana ini, anak-anak harus tetap tersenyum dan ceria. 4) Buku Sebuah buku yang berjudul “ANAK-ANAKKU YANG TERLANTAR”. Penulis Roostien Ilyas, diterbitkan oleh Pensil-324, Jakarta, 2006. Buku yang unik. Tentang kontras kecantikan seorang perempuan dengan kedekilan anak-anak jalanan. Tentang kemakmuran dan kekumuhan. Tentang keberanian dan kekalahan. Tentang penderitaan dan optimism. Kisahnya memang khas, yaitu pencarian diri Roostien, seorang perempuan nan cantik dan berkecukupan, di kalangan anak-anak jalanan yang kumuh, dekil, dan seringkali bahkan dianggap berbahaya oleh mereka yang merasa dirinya kalangan masyarakat “berbudaya.”
10
https: // nusantara centre.wordpress.com/2009/05/28/buku baru/, diakses tanggal 15 Oktober 2014 pukul 21.15.
51
Kisah-kisah di dalam buku buku ini seharusnya menjadi cermin bagi bangsa kita. Sekaligus bahan pelajaran yang tak ternilai bagi setiap keluarga Indonesia. Khususnya mereka yang memiliki anak-anak yang sedang bertumbuh-kembang. Banyak cerita yang bisa membuat kita menjadi terinspirasi dari buku ini. Dalam buku ini tersirat kehidupan anak-anak jalanan secara luas. Kita bisa melihat kenyataan sebenarnya tentang anak-anak jalanan. Mereka tidak hanya dekil, kumuh, dan sebagainya. Namun di balik itu semua terdapat sifat, berani, cerdas, dan kreatif dalam diri mereka. D.
Profil Yayasan Nanda Dian Nusantara Kegelisahan Roostien Ilyas melihat fenomena yang terjadi di lapangan, membuatnya berpikir keras dan mendorongnya untuk melkukan sesuatu. Dengan tekad kuatnya untuk terjun dalam bidang sosial kemudian mengkhususkan pada anakanak maka Roostien secara sadar harus membuat wadah untuk pergerakan yang akan dilakukannya. Maka lahir Yayasan Nanda Dian Nusantara yang fokus di bidang sosial khususnya anak-anak. Yayasan inilah yang menjadi tonggak Roostien dalam bergerak nantinya. Berikut ini susunan pengurus Yayasan Nanda Dian Nusantara:
Susunan Pengurus Yayasan Nanda Dian Nusantara Ketua Pembina
: Drs Muhammad Ilyas Werdisastro
Wakil ketua
: Muhammad Firman Hidayat
Anggota
: Nobida Rahmaniah
52
Ketua
: Roostien Ilyas
Wakil Ketua
: Drs. Andi Aspar
Sekretaris
: Ellvrina Diyanti
Bendahara
: Yulinanda Fauziah
Anggota
: Desy Handayani dan Indra Hastono
Adapun visi Yayasan Nanda Dian Nusantara adalah: menjadi lembaga yang mampu membagi kebahagiaan keadilan dan kesejahteraan dengan anak. Misi Yayasan Nanda Dian Nusantara ialah menggenggam tangan-tangan mungil anak dengan penuh kasih sayang dan persahabatan. Sedangkan tujuan didirikannya Yayasan Nanda Dian Nusantara adalah menjadikan Yayasan Nanda Dian Nusantara sebagai lembaga yang memberikan hak anak-anak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran yang layak. Sumber dana Yayasan Nanda Dian Nusantara berasal dari dana pribadi ketua yayasan, ada juga dari donatur, serta dana dari berbagai lembaga yang bekerja sama dengan Yayasan Nanda Dian Nusantara, dan berbagai berbagai Non Government Organisation (NGO) lainnya. Pendanaan dalam pelaksanaan program-program Yayasan Nanda Dian Nusantara dilakukan dengan cara mengajukan ke instansi pemerintah atau individu untuk membantu terselengaranya pelaksanaan program11
11
Wawan Kurnia, Efektivitas Program Pendidikan dan Keterampilan dalam Pemberdayaan Anak Pemulung di Bengkel Kreativitas Yayasan Nanda Dian Nusantara Ciputat Tangerang, 2009 Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (103054028814), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
BAB IV ANALISA KIPRAH DAKWAH ROOSTIEN ILYAS DALAM MEWUJUDKAN KESALEHAN SOSIAL
A.
Konsep Dakwah Roostien Ilyas Terlahir dari keluarga yang berkecukupan tidak membuat Roostien Ilyas enggan turun ke bawah. Dengan berbagai peristiwa dan pengalaman Roostien yang sudah matang membuatnya sadar, bahwa pilihannya untuk terjun di dunia sosial sangat tepat. Dia merasa panggilan inilah yang cocok untuk dirinya. Dakwah yang dipilih beliau adalah dakwah yang condong pada dunia anak-anak. Terdapat beberapa sosok yang menginspirasi Roostien. Selain kedua orang tuanya, ada sosok Bu Nas (Yohana Sunarti Nasution, istri Jenderal AH Nasution), dan sosok Cak Roes (Roeslan Abdulgani). Oleh karena banyaknya orang yang mewarnai Roostien, maka dalam melihat suatu permasalahan Roostien tidak cepat menghakimi.
Berikut ini pendapat Roostien mengenai dakwah. Dakwah bagi saya merupakan kewajiban dari setiap insan. Apakah itu dakwah sosial, apakah itu dakwah agama, apakah itu dakwah tentang perekonomian karena judulnya dakwah adalah memberitahukan kepada siapapun secara jelas untuk memengertikan orang lain untuk memintarkan orang lain, mensetarakan orang lain dengan apa yang sudah kita dapatkan itu dakwah. Jadi dakwah itu adalah mata rantai dari sebuah komunikasi yang disebarluaskan untuk kepentingan masyarakat banyak.1
1
Hasil Wawancara dengan Roostien Ilyas. Sabtu. 23 Mei 2015. Pukul 12.30.
53
54
Keefektifan dakwah dalam lingkup sosial khususnya anak-anak adalah alasan kuat Roostien Ilyas memilih fokus berjuang pada jalur ini. Terlebih jika anak-anak yang mengikuti Pesantren Ramadhan mengalami perubahan sikap yang lebih baik. Bahkan tidak hanya sebatas itu. Tetapi juga dapat mengubah image bahwa anak-anak jalanan yang dekil, jorok, suka mencuri, dll. Mereka itu bisa berubah, menjadi anakanak yang baik, cerdas, suka shalat di masjid, dll. Semakin seringlah Roostien turun kejalanan. Membuat dia dan teman-temannya menginginkan suatu wadah yang tepat untuk mereka berjuang. Maka lahirlah Yayasan Nanda Dian Nusantara yang didirikan langsung oleh Roostien Ilyas. Dengan YNDN, Roostien berjuang tanpa pilih-pilih, dia merawat, dia santuni, citra Allah yang lahir di bumi Indonesia. Tanpa bapak, tanpa ibu, tanpa kasih sayang saudara,apalagi negara.
Dakwah Roostien mengalami tantangan. Tantangannya sebetulnya sama saja karena tidak ada dikotomi anak. Mau dia anak menteng, mau dia anak kebun sayur, mau dia anak jalanan, mau dia anak jembatan semua kebutuhan anak itu sama anak itu butuh di lindungi, dia bisa tumbuh kembang, butuh untuk tidak di diskriminasi, anak itu harus mendapatkan hak ini semua, dan anak itu punya hak untuk berpartisipasi. Anak punya hak untuk bilang tidak mau, anak punya hak untuk bilang saya tidak suka. Dan itu yang harus kita hargai. Kita dakwah di manapun sama. Tidak ada bedanya.2
Ibnu Abad, seorang sufi yang luar biasa tataran ketuhanannya mengatakan: Allah itu meliputi segala yang hidup dan yang mati, maka sesungguhnya melihat apapun di dunia ini engkau melihat Allahmu. Lalu bagaimana mungkin engkau 2
Hasil Wawancara dengan Roostien Ilyas. Sabtu. 23 Mei 2015. Pukul 12.30.
55
membedakan kelas dan agama mereka? Bukankah puncak agama itu adalah khoirunnas anfa ‘uhum linnas, sebaik-baik manusia itu yang manfaat bagi manusia lain. Maka jika hanya pintar hadis dan hapal ayat tanpa mengaplikasikan dalam bentuk kesalehan sosial, dia sesungguhnya hanya akan menjejaki lorong kefasikan. Oleh sebab itu, musti diperhatikan fawailul lil musholin, celakalah orang yang shalat. Kenapa? Karena dia pendusta agama. Kenapa? Karena dia tidak peduli dengan anak yatim. Kenapa? karena dia tidak mau merawat orang miskin. Roostien beramal dalam kesalehan agama dengan senyap. Tanpa kata-kata, tanpa banyak pilih-pilih, karena yang disentuhnya adalah anak-anak tanpa diketahui apa agamanya, apalagi partainya. Mbak Roostien adalah perempuan yang menjiwai Mataram atau metarum yang bermakna ibu pertiwi. Dia rengkuh anak-anak negeri.3 Segelintir pernyataan dari Gus Nuril Arifin untuk Roostien Ilyas. Kesalehan adalah buah penghayatan dan pengamalan ajaran agama secara sempurna. Ketika seorang muslim mengamalkan ajaran Islam berarti ia berada dalam proses pencapaian kesalehan. Pengamalan yang kontinyu terhadap ajaran Islam menjadi awal tertanamnya kesalehan dalam jiwa setiap muslim. Tegasnya, perintah menjalankan agama tujuan utamanya adalah mencetak hamba Allah yang saleh yang tidak hanya berakibat positif bagi dirinya, tetapi juga bagi lingkungannya. Kesalehan menjadi motivator pembentukan sikap terpuji dalam kehidupan nyata. Hal ini karena kesalehan menumbuhkan kesadaran dan keyakinan bahwa ajaran Islam hanya mengajarkan sesuatu yang baik dan terpuji. Kesadaran ini pada
3
A. Zakky Zulhazmi dan Nasihin Aziz Raharjo, Tuhan Kenapa Shalat Itu Mahal Ya? (Jakarta: Yayasan Nanda Dian Nusantara, 2014), h. 7-8.
56
gilirannya mendorong pemiliknya untuk mengajak orang lain menjadi saleh. Dengan demikian, orang yang saleh mempunyai kepekaan tinggi terhadap lingkungan sekitarnya. Itu tercermin dari sosok Roostien Ilyas. Ini berarti bahwa kesalehan bukan sekadar predikat yang kosong dari makna, tetapi kesalehan adalah predikat yang membutuhkan bukti nyata dalam kehidupan. Dalam Al-Qur’an, Allah menjelaskan dua kategori indikator kesalehan manusia. Pertama, kesalehan individual. Indikatornya adalah kemampuan bersyukur kepada Allah atas nikmat yang diberikan kepadanya atau orang-orang yang dicintainya dan keteguhannya dalam berbuat amal saleh. Allah berfirman: “Dan dia (Nabi Sulaiman AS) berseru,”Wahai Tuhanku, berilah kepadaku kekuatan untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku serta kekuatan untuk selalu berbuat amal saleh yang Engkau ridhai. Dan masukkanlah aku ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.” (QS. 27: 19). Kedua, kesalehan sosial. Indikatornya adalah mempunyai kepekaan sosial yang tinggi yang berawal dari keinginannya untuk memberdayakan orang-orang di sekelilingnya.4 Dakwah dan kesalehan sosial adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Kaitannya begitu erat bagai bumi dan langit. Bagaimana Roostien Ilyas menanamkan kebaikan lewat sikap yang dia tampakkan.dengan tekad yang kuat namun tidak keluar dari segi ajaran Islam. Dia lebih condong berdakwah dengan preventif dan edukatif. Karena menurutnya mencegah itu lebih baik dari pada mengobati. Kebalikan dengan
4
http://irfanhelmy.staff.stainsalatiga.ac.id/2014/04/03/indikator-kesalehan/, diakses tanggal 7 Juni 2014 pukul 19.43.
57
yang pemerintah lakukan. Mereka menunggu sampai terjadi tragedi terlebih dahulu baru nanti direhabilitasi dan sebagainya.
Menjelaskan anak jalanan sebenarnya bukan berdakwah pada anak jalanan. Namun berdakwah pada anak terlantar. Karena tidak semuanya anak itu berada di jalanan. Sebab anak itu ada yang bekerja di pasar sebagai kuli panggul, ada juga yang di jermal mengambil ikan. Jadi tidak semua itu anak jalanan. Yang menjadi motivasi saya itu adalah penanganan masalah sosial yang selalu reaktif, penanganan rehabilitatif, kuratif. Jarang sekali penanganan secara prefentif, edukatif, komutif, nah itu yang aku lakukan. Itu yang memotivasi aku.5
Penanaman nilai-nilai Islam yang disampaikan oleh Roostien Ilyas dalam setiap dakwahnya adalah bentuk aplikasi nyata. Artinya Roostien lebih sering memberikan contoh melalui sikap yang ditampakkannya dan yang memberikan banyak manfaat kepada banyak orang. Dari sikap itulah penulis menemukan bentuk kiprah dakwah Roostien ilyas. Temuan itu penulis dapatkan dari wawancara langsung, temuan di lapangan, saat observasi, serta melalui karya dan tulisan-tulisan yang ada di berbagai media.
Sambutan responnya senang. Karena mereka mendapatkan sesuatu yang baru. Anak-anak senang karena cara mengajak saya. Anak-anak itu tidak yang serius. Jadi kita beribadah dengan senang, dengan gembira, membuat anak-anak tidak takut.6
5
Hasil Wawancara dengan Roostien Ilyas. Sabtu. 23 Mei 2015. Pukul 12.30. Hasil Wawancara dengan Roostien Ilyas. Sabtu. 23 Mei 2015. Pukul 12.30.
6
58
Kiprah dakwah Roostien Ilyas berawal saat dirinya terjun ke dunia sosial. Kemudian mengkhususkan dalam dunia anak-anak jalanan (anak pekerja sektor informal). Saat itu pula Roostien mendirikan Yayasan Nanda Dian Nusantara yang menjadi wadah dia dalam berjuang. Dengan adanya YNDN Roostien lebih leluasa mendekati anak-anak jalanan dengan berbagai program yang dibuatnya bersama tim. Dibantu oleh orang-orang yang penuh dedikasi, Roostien melakukan kerja-kerja pendampingan anak jalanan. Perkembangan selanjutnya, Roostien menggelar acara Pesantren Ramadhan Anak-Anak Jalanan setiap bulan Ramadhan yang berlangsung rutin sejak 1998 hingga sekarang. Adapun Pesantren Ramadhan untuk anak jalanan ini sudah menjadi brand tersendiri dari YNDN.
Namun Roostien sendiri lebih
senang menyebutnya dengan nama Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan.7 Dalam acara tersebut Roostien selain mendampingi anak-anak jalanan. Roostien juga memberikan tips dan trik bagi para pendamping yang akan terjun langsung dalam acara ini. Dalam mendampingi anak-anak jalanan yang tak kalah penting adalah adanya belaian dan sentuhan kecil bagi mereka. Mengusap-usap punggung atau kepala sudah barang pasti akan menghadirkan kedamaian tersendiri bagi peserta.
Jika dalam acara Pesantren Ramadhan saya masuk di semua bagian. Karena aku juga di panitia, aku juga bersama anak-anak dan aku juga bicara dengan mahasiswanya. Memberikan tips-tips untuk pendamping dalam menghadapi anak-anak itu.
7
Hasil Wawancara dengan Roostien Ilyas. Sabtu. 23 Mei 2015. Pukul 12.30.
59
Pasalnya dalam keseharian mereka di rumah, hal-hal semacam itu amat jarang mereka temui atau bahkan tak pernah. Selama ini mungkin yang akrab dengan mereka adalah hardikan, bentakan, tampar, suruhan, umpatan, dan sejenisnya. Sentuhan hangat adalah bentuk nyata kasih sayang dan mereka rindukan. Selain itu, memberikan ruang curhat bagi anak-anak juga akan membuat mereka merasa dimanusiakan. Kesempatan ini sangat dimaksimalkan oleh Roostien untuk bisa memberikan kesan yang lebih bagi anak-anak ini. Di mana nantinya ketika mereka pulang mungkin mereka akan kembali pada rutinitas lama, yaitu bekerja, berdagang, dll. Bahkan membuat mereka bisa menyebut kata bismillah dalam setiap rutinitasnya saja sudah membuat kami senang. Bukan perkara yang mudah membuat mereka mengerti tentang ibadah. Namun lambat laun bukannya tidak mungkin mereka bisa melakukan semua yang di ajarkan Rasullulah Saw. Dengan pedoman Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Salah satu metode Roostien untuk mendekati anak-anak jalanan adalah dengan menciptakan sebuah lagu. Misalkan lagu itu bukan hanya untuk dia (cucu Roostien) tapi juga untuk anak-anak yang di pasar. Sepenggal lagunya Ibu jangan cari aku. Itu kan di mana aku menerobos ke komunitas ibu-ibu itu yang mereka sangat tidak memberikan izin kepada anaknya untuk belajar. Jadi intinya itu menjadi satu dakwah juga. Kemudian membangun sebuah komunitas. Sebuah komunitas cinta berkain. Karena aku dari dulu selalu suka pakaian berkain contoh kain tenun,lurik dan kain songket yang semua asalnya dari Indonesia.8
8
Hasil Wawancara dengan Roostien Ilyas. Sabtu. 23 Mei 2015. Pukul 12.30.
60
B.
Kiprah Dakwah Adapun kiprah dakwah Roostien Ilyas di dalam dunia sosial dan acara Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Dakwah Bi Al-Qalam Metode dakwah ini menggunakan keterampilan tulis menulis. Dakwah dengan metode ini mempunyai kelebihan tersendiri. Yaitu dapat dimanfaatkan dalam waktu yang lebih lama serta jangkauannya lebih luas. Karena sebuah karya akan terus bermanfaat dan tidak akan musnah sekalipun penulisnya telah wafat. Sekarang sudah muncul ketertarikan masyarakt umum dengan media tulisan. Masyarakat sudah mulai suka membaca buku. Sebagai sumber ilmu dan pengetahuan umum. Maka dari itu di tengah kesibukannya sebagai aktivis sosial, Roostien Ilyas tetap produktif menghasilkn karya-karya. Di antaranya buku yang berjudul Lapindo Hancurkan Martabat Bangsa dan Anak-Anakku yang Terlantar. Roostien juga menulis lagu yang berjudul Yasmin serta berjudul mengupas bawang. Sebuah lagu yang menggambarkan kehidupan singkat anak-anak jalanan yang sulit mendapatkan waktu untuk belajar. Yang mereka harus lakukan adalah bekerja untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari. Lagu inipun sering dinyanyikan saat acara Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan. Karena melalui media ini dakwah akan sangat berharga. Bahkan dengan adanya media tulis, dakwah bisa menembus waktu dan zaman sekalipun. b. Dakwah Bil Hal Istilah dakwah bil hal dipergunakan untuk merujuk kegiatan dakwah melalui aksi atau tindakan atau perbuatan nyata. Metode ini merupakan sebuah kerangka
61
kerja kongkret dalam melaksanakan setiap kerja dakwah dalam masyarakat, sehingga akan lebih efektif jika ditunjang dengan konsep yang matang. Dakwah ini lebih berorientasi pada pengembangan masyarakat.9 Dengan demikian metode dakwah ini adalah metode yang memfokuskan perhatiannya terhadap masalah yang ada di masyarakat. Metode ini bisa berjalan lebih effektif jika seorang da’i bisa masuk ke dalam struktur sosial yang ada dan berpengaruh. Sehingga dengan itulah dakwah Islam diharapkan bisa berjalan dengan sangat baik. Menurut Roostien Ilyas dakwah dengan metode ini merupakan yang paling efektif. Karena menurutnya dakwah dengan tindakan nyata dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari merupakan kewajiban pada setiap ajaran Islam. Dari acara Pesantren Ramadhan ini terdapat beberapa lapisan yang ada. Baik dari anakanak, orang tua, mahasiswa, dll. Mereka semua bisa menjadi lahan dakwah bagi Roostien Ilyas. Dengan contoh yang nyata. Para orang tua nantinya bisa memberikan kasih sayang yang tulus, memberikan sedikit waktu untuk belajar, dan bisa memberikan waktu bagi anak-anak ini menikmati masa kecilnya. Dalam acara Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan dapat kita tarik beberapa nilai-nilai islam yang terkandung di sana. Pesantren Ramadhan diadakan saat bulan suci Ramadhan. Puasa itu sendiri merupakan perwujudan dari kesalehan sosial. Secara kasat mata puasa adalah ibadah kita dengan Tuhan. Namun dalam perjalanannya justru kita di tuntut agar berbagi, menyenangkan orang lain, dan sebisa
9
M. Munir, Metode Dakwah (Jakarta: Prenada Media, 1997), Cet II, h. 34.
62
mungkin melakukan kebaikan. Karena pada bulan Ramadhan Allah Swt menjanjikan pahala yang berlipat-lipat dibandingkan bulan yang lain. Hal demikian sesungguhnya merupakan perintah yang bersifat simbolik agar kita lebih memperhatikan hal-hal yang bersifat sosial. Oleh karena itu, kata iman di dalam Al-Qur’an selalu disandingkan dengan kata amalun shalihun (amal saleh). Larangan makan dan minum di siang hari adalah simbol untuk menjauhi ketamakan dan kerakusan. Puasa kemudian menjadi sarana untuk melatih diri untuk tidak rakus dan tamak terhadap apa yang bukan hak kita. Di samping itu, puasa juga mendidik kita untuk lebih peduli dengan apa yang terjadi di sekitar kita.10 Ini merupakan isi dari puasa itu sendiri bagaimana kita dianjurkan berbuat kebaikan kepada siapapun. Bulan suci Ramadhan adalah saat di mana kita belajar dengan sungguh-sungguh sebelum nantinya kembali ke bulan-bulan biasa sebagai ujiannya. Maha Besar Allah yang membuat satu bulan khusus di mana seluruh umat manusia belajar akan kesalah-kesalahannya. Agar di bulan-bulan berikutnya bisa lebih baik lagi. Itulah yang ingin ditanamkan Roostien pada anak-anak ini. Di Pesantren Ramadhan sebagai ajang mereka bersenang, bergembira, belajar, dan melepaskan semua beban yang ada selama mereka hidup dalam tekanan di jalanan. Roostien ingin menguatkan bahwa mereka tidak sendiri, tetapi masih ada yang peduli dengan mereka. Roostien membesarkan jiwa-jiwa anak-anak ini, yang nantinya di tangan merekalah Indonesia berada. Islam dikebumikan dengan bahasa-bahasa yang lembut,
10
Moeslim Abdurrahman, Islam Pribumi (Jakarta: Erlangga, 2003), h. 79-81.
63
dan membuat anak-anak di seluruh pelosok negeri menikmati masa-masa yang bahagia. Di sisi lain sedekah, merupakan simbol dari kesalehan sosial. Bentuk nilai Islam yang dilakukan secara spontan. Ketika anda melihat orang yang membutuhkan, secara spontan kita menolongnya. Baik dengan berupa perbuatan, pemberian, atau apapun yang bisa meringankan beban mereka. Unsur sedekah ini juga ditanamkan Roostien dalam Pesantren Ramadhan. Bantuan-bantuan yang didapat Roostien tidak semuanya berasal dari orang muslim. Roostien membebaskan dari mana saja bantuan itu, tetapi intinya ikhlas membantu tanpa ada sesuatu di dalamnya. Bahkan tidak heran jika dalam pesantren Ramadhan ada sambutan donatur yang berasal dari agam Kristen, Budha, Hindu, dan lain-lainnya. Ini yang ingin ditunjukan Roostien bahwa dalam hidup kita tidak boleh memilih golongan tertentu saat ingin membantu. Semua ini harus didasarkan dari hati. Roostien mengamalkan
firman Allah.
“Perumpamaan (nafkah
yang
dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah seperti dengan sebiji / sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai (bulir), pada tiap-tiap tangkai pula ada seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS Al Baqarah [2]: 261). Serta firman Allah yang lain: ''Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan si penerima.'' (QS Al Baqarah [2]: 264).
64
Acara Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan seperti ruh bagi Roostien. Sebab dia terlibat dari awal pembuatan, sampai tahap akhir acara ini selesai. Baik sebagai panitia, pendamping, serta pengisi acara. Roostien pun selalu menjadi pengisi dalam acara tersebut. Saat Roostien datang pasti anak-anak bersorak gembira. Anakanak jalanan ini sudah
menganggap Roostien sebagai sosok ibunya anak-anak
jalanan. Para pendamping pun juga mengakui itu. Kedatangan Roostien selalu menjadi warna sediri dalam acara tersebut. Pada setiap kesempatan acara Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan Roostien selaku penggagas selalu melakukan evaluasi pada akhir acara. Di mana bisa ditarik garis lurus apakah acara tersebut berjalan dengan lancar dan materi yang ada bisa diterima kemudian diaplikasikan oleh anak-anak jalanan. Aplikasinya akan terlihat setelah mereka kembali pulang ke daerah asal masing-masing. Karena esensi dakwah adalah sebuah perubahan. Mengubah sesuatu yang kurang baik menjadi lebih baik, meberikan informasi nilai-nilai Islam kepada yang belum mengetahuinya, serta menanamkan dengan hati nilai-nilai Islam itu sendiri. Kontribusi ini adalah dakwah bil hal bagi Roostien. Terlepas dari diterima dan tidaknya dakwah yang dilakukan Roostien, setidaknya Roostien sudah memberikan manfaat penanaman nilai-nilai Islam kepada anak-anak jalanan khususnya dan umumnya bagi semua yang bersentuhan langsung dengan acara Pesantren Ramadhan ini. Roostien juga berharap pada anak-anak
65
jalanan yang mengikuti acara Pesantren Ramadhan setelah kembali pulang bisa mengaplikasikan semua yang sudah diajarkan.11 Penulis sendiri pernah mengkuti acara Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan ini sebagai pendamping. Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan ini berlangsung kurang lebih selama seminggu penuh. Rutinitas yang berlangsung saat Pesantren Ramadhan ini berawal dari jam 3 pagi. Membangunkan anak-anak jalanan ini saat tidur untuk persiapan mereka sahur adalah hal awal yang sangat sulit. Kebiasaan mereka yang berbeda-beda membuat beberapa anak-anak sulit untuk bangun pagi. Jika anak-anak jalanan yang aktif di pasar mereka bahkan bangun lebih awal. Jika yang biasa beraktivitas di terminal atau tempat-tempat lain mereka lebih suka bangun siang. Berikutnya persiapan membagikan hidangan untuk sahur. Walau sudah di buat perkelompok dan makanan yang dibagikan sudah disiapkan mereka lebih sering mengambilnya dengan cara keroyokan. Ini akibat kebiasaan mereka hidup di jalan. Siapa cepat dia dapat. Pola kebiasaan inilah yang akan diubah menjadi lebih baik. Berikan contoh bangun pagi lebih awal karena aktivitas yang dapat dilakukan bisa lebih banyak dan bermanfaat. Kemudian budayakan mengantri agar tidak terjadi keributan dan bisa berjalan lebih tertib. Setelah semua anak-anak ini mendapat makanan untuk sahur. Para pendamping, serta panitia ikut berkumpul dan makan bersama. Ini bertujuan agar tidak ada jarak diantara mereka. Setelah makan sahur selesai, maka dilanjutkan
11
Hasil Wawancara dengan Roostien Ilyas. Sabtu. 23 Mei 2015. Pukul 12.30.
66
persiapan shalat Shubuh berjamaah. Agar tertib dalam mengambil air wudu maka diharuskan mengambil wudu perkelompok. Shalat berjamaah pun dilakukan. Kebiasaan bercanda saat shalat pun tak luput dari perhatian pendamping dan panitia. Pendamping dan panitia membagi tugas mereka. Harus ada yang menjadi sosok teladan untuk mencontohkan dan ada yang mengawasi. Karena para pendamping mempunyai waktu yang lebih banyak bersama anak-anak, maka dialah sosok yang tepat menjadi contoh teladan. Shalat shubuh dan doa pun selesai. Dilanjutkan dengan memberi materi agama dari para pendamping. Materi ini berupa hafalan doa. Bermula dari doa-doa pendek kemudian doadoa yang bersifat kegiatan, contoh : doa belajar, doa berwudu, doa makan, dll. Kegiatan ini sampai pukul 7 pagi. Selanjutnya anak-anak diberi kebebasan untuk mandi, istirahat, bermain, sampai pukul 10 pagi. Nanti ketika pukul 10 tiba anak-anak akan dikumpulkan sesuai kelompoknya masing-masing. Mereka akan bertemu para pendampingnya masing-masing. Di waktu siang ini biasanya materi yang diajarkan berupa pengenalan anak-anak terhadap para wali dan Nabi. Masuk Shalat Dzuhur mereka melakukan shalat berjamaah kembali. Model pembelajaran anak-anak yang menggunakan contoh langsung lebih dimengerti. Tidak lupa pendamping harus bisa memetakan psikologis anak-anak ini. Karena setiap anak ada yang membutuhkan sosok kakak, ada yang membutuhkan sosok orang tua, dan sebagainya. Di point itu para pendamping hadir dan mengisi sosok-sosok tersebut dengan baik. Setelah shalat Dzuhur, akan ada kegiatan lagi. Biasanya kegiatan perlombaan bersaing antar kelompok. Contoh cerdas cermat, hafalan, pengetahuan seputar materi, dll. Setiap kelompok biasanya mengirim perwakilannya untuk ikut
67
bertanding. Setiap pemenang akan diberikan hadiah sebagai bentuk apresiasi bagi anak-anak jalanan ini. Sesuatu yang tidak mereka dapatkan di luar. Shalat Ashar pun tiba. Anak-anak melakukan shalat berjama’ah kembali. Shalat berjama’ah dilakukan di masjid dan di lapangan tergantung situasi dan kondisi. Jika terik atau saat siang hari dan sore biasanya anak-anak ini akan shalat di masjid. Namun untuk shalat Shubuh dan menjelang buka biasa dilakukan di
lapangan.
Karena untuk memusatkan konsentrasi anak-anak agar tidak terpecah. Ini juga memudahkan sampah makanan dibersihkan. Setiap kegiatan para panitia dan pendamping selalu mencontohkan hal-hal baik kepada anak-anak ini. Serta selalu memberikan kasih sayang yang tulus kepada anak-anak. Di awal perjumpaan dengan anak-anak jalanan ini memang mereka sangat kasar, suka bertengkar, bandel, dll. Sifat-sifat tidak baik ini jika di lihat dari sudut pandang yang lain maka akan berubah. Sifat keras itu semua lahir Karena mereka hidup dengan sangat keras di jalanan atau lingkungan jalanan. Namun di balik itu semua, mereka itu sebetulnya cerdas, anak yang aktif, dan memiliki kemauan yang keras dalam belajar. Untuk itulah pendamping mengajarkan serta memberikan ilmu yang didapat di kampus kepada anak-anak semata-mata agar mereka bisa merasakan ada yang memperhatikan, memberikan kasih sayang, menjadi pelindung bagi mereka semua. Walau yang pendamping berikan mungkin hanya sesaat. Selama seminggu pendamping hidup bersama anak-anak ini. Harapan besar pendamping mereka ke depan bisa hidup lebih layak dan hidup dengan nilai-nilai Islam yang tertanam di dalam lubuk hati mereka.
68
Kegiatan pun berlanjut saat menjelang maghrib dan buka puasa. Inilah yang ditunggu oleh semua. Suasana yang ramai, penuh kegembiraan, makanan yang cukup untuk mereka membuat anak-anak jalanan ini merasa sangat senang. Bahkan terkadang selalu saja ada yang menangis di momen-momen Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan ini. Baik mereka yang mengingat orang tua karena kasih sayang semua yang tulus. Menangis karena begitu bahagianya bisa makan dengan layak dan didampingi orang yang menyayanginya. Bahkan menangis karena begitu senang hati mereka, di mana saat di jalanan atau di rumah mereka biasa di hardik, dipukul dan sebagainya. Tetapi di Pesantren mereka dilindungi, diperhatikan, disayangi. Itulah yang membuat hati anak-anak jalanan ini mencair. Setelah buka puasa bersama. Semua mempersiapkan shalat Isya dan shalat Tarawih. Shalat berjama’ah pun selesai masuk ke dalam materi ringan. Berupa hafalan, atau pembuatan yel-yel semangat setiap kelompok dll. Anak-anak ini diberikan waktu tidur yang normal yaitu antara pukul 910 malam. Bertujuan agar mereka bisa bangun di saat sahur. Begitulah kegiatan Pesantren Ramadhan berlangsung. Sebuah hadiah, bingkisan, kasih sayang, perhatian, yang ditawarkan semua kepada mereka. Membuat mereka seakan lupa dengan kehidupannya yang keras di jalanan. Puncak dari Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan ini adalah api unggun, serta malam perpisahan. Di malam terakhir ini semua meluapkan perasaannya. Baik panitia, pendamping, anak-anak jalanan serta semua unsur yang teribat dalam acara ini. Semua tumpah dalam keharuan, kesedihan yang begitu bahagia, perasaan itu
69
semua bercampur di malam itu. Dengan diterangi api unggun suasana bertambah sunyi dan syahdu. Bagian inilah yang tidak terlupakan dalam ingatan semua pihak. Yang akan membekas abadi dalam hati. Rangkaian Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan di tutup dengan pemberian bingkisan serta foto bersama. Foto-foto itu merupakan saksi bisu semua hal yang berlangsung di sana. Penulis terlibat langsung beberapa kali dalam Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan. Sedikit pernyataan dari para pendamping yang melihat ada anak-anak jalanan yang bertemu di beberapa tempat sudah mengalami perubahan. Mereka sekarang lebih dekat dengan masjid. Secara perlahan mereka sudah mau melaksanakan ibadah shalat. Ini terlihat sewaktu saya sebagai penulis melihat anak-anak jalanan di stasiun Bogor. Ini menggambarkan ada keberhasilan nilai-nilai islam yang tertanam pada diri anak-anak itu. C.
Muatan Dakwah (Materi Dakwah) Materi yang disampaikan Roostien Ilyas berpedoman dari Al-Quran dan AlHadits sebagai sumber utama rujukan yang kemudian dikorelasikan ke dalam masalah-masalah yang ada pada anak-anak jalanan. Berdakwah di kalangan anakanak jalanan tentu saja berbeda dengan berdakwah pada khalayak umum masyarakat luas. Materi- materi tersebut antara lain : 1.Materi dakwah disesuaikan dengan sikap dan kebiasaan anak-anak jalanan. 2.Materi dakwah dilakukan Roostien selalu disangkut-pautkan dengan nilainilai keIslaman yang aktual.
70
3.Materi dakwah yang dibawakan Roostien selalu menonjolkan kasih sayang yang tulus dan menjelaskan bahwa cerminan Islam itu adalah agama yang rahmatan lil alamin. 4.Materi dakwah Roostien juga menggambarkan tentang sejarah hidup para Nabi, para Sahabat, para Wali, dan orang-orang yang menginspirasi. Dalam penyampaian materi dakwah Roostien Ilyas lebih sering menggunakan metode bil hal ketimbang metode yang lainnya. Artinya adalah Roostien memberikan sikap nyata atau contoh langsung kepada anak-anak tersebut. Karena anak-anak itu paling cepat dalam meniru apa yang dia lihat. Dengan memberikan contoh yang tepat anak-anak ini nantinya akan meniru kebaikan yang diajarkan. Namun tidak hanya dengan contoh nyata. Melainkan diselingi dengan penjelasan dakwah didalamnya. Dengan begitu anak-anak bisa belajar Islam dengan senang tanpa bentuk paksaan. Banyak hal yang bisa dilakukan seorang muslim untuk menyebarkan ajaran agama Islam. Agar ajaran-ajaran tersebut bisa sampai ke seluruh relung kehidupan manusia. Baik dari anak-anak, remaja, orang dewasa, orang tua sekalipun bisa menjadi lahan untuk berdakwah. Karena hakikatnya semua manusia pasti membenarkan suatu kebenaran dan kebaikan. Tinggal bagaimana seorang muslim dapat cerdas memanfaatkan berbagai momentum yang baik itu. D.
Faktor Pendukung dan Penghambat Bentuk keberhasilan dan kegagalan pada setiap manusia, pada lembaga, dan pada organisasi dalam menyiarkan agama Islam itu berbeda-beda. Bentuk-bentuk keberhasilan dan kegagalan itu tidak terlepas dari faktor-faktor yang mendukung dan
71
menghambatnya. Begitu juga dakwah yang dihadapi Roostien Ilyas dalam menyiarkan nilai-nilai Islam pada anak-anak jalanan. Adapun faktor pendukung keberhasilan dakwah Roostien Ilyas sebagai berikut : a) Roostien selalu ingin bermanfaat untuk orang lain. b) Kepribadian yang baik, serta sifat istiqomah dalam bekerja dan berdakwah. c) Roostien memiliki integritas, kualitas, kapasitas, serta pengalaman yang matang sebagai aktivis sosial di bidang anak. d) Adanya respon yang baik dari setiap gagasan atau ide yang Roostien utarakan baik untuk panitia, pendamping, dan untuk anak-anak. Terobosan-terobosan yang sangat brilian yang Roostien buat dengan melihat beberapa hal yang biasa dianggap orang lain sepele.12 Semua kesuksesan dan keberhasilan Roostien Ilyas dalam menyiarkan nilainilai Islam dalam Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan karena usahanya yang besar dan kemauannya yang kuat. Keberhasilan ini juga karena adanya izin dari Allah yang selalu ia tanamkan dalam hati. Karena pekerja sosial seperti Roostien harus lebih banyak memakai hati bukan logika. Di saat manusia mengalami kesuksesan, pasti ada lika-liku tantangan dan cobaan yang dihadapinya. Namun pribadi yang suskses adalah pribadi yang pandai dalam memanfaatkan tantangan dan cobaan itu menjadi sebuah peluang besar. Sebuah peluang yang bukan menjatuhkan dirinya tetapi membuat semangatnya
12
Hasil Wawancara dengan Roostien Ilyas. Sabtu. 23 Mei 2015. Pukul 12.30.
72
semakin berkobar dan belajar dari semua itu. Demikian pula dengan kiprah dakwah Roostien Ilyas. Adapun hambatan yang ditemui Roostien dalam bekerja sosial pada anakanak jalanan, khususnya dalam Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan. Dalam dunia nyata tidak dimungkiri adalah pendanaan di mana Roostien dan tim harus pintarpintar dalam mencari dana yang nantinya untuk menopang semua kebutuhannya kerja sosialnnya. Terkadang panitia sudah membuat konsep acara yang matang namun pendaannya kurang. Dengan segala keterbatasan itulah Roostien berjuang. Kemudian tempat untuk menyelenggarakan Pesantren Ramadhan. Sulitnya mencari tempat yang bisa digunakan anak-anak jalanan ini. Kebanyakan tempat tidak mau menerima mereka karena mereka anak-anak jalanan, kotor, dekil, suka mencuri, dan lain sebagainya. Yang ironis saat sebuah masjid tidak membolehkan mereka masuk karena mereka kotor, dekil, dan dianggap suka mencuri sandal jamaah kalau shalat di sana. Dari pengalaman-pengalaman di lapangan itu Roostien belajar. Mencari tempat yang baik dan layak untuk melaksanakan Pesantren Ramadhan anakanak jalanan. Faktor berikutnya adalah kedatangan para orang tua anak-anak yang seenaknya. Kedatangan orang tua anak-anak ini membuat suasana menjadi gaduh bahkan kacau. Yang membuat anak-anak lainnya merasa iri saat teman mereka dijenguk oleh orang tuanya. Adapula yang secara sepihak membawa anaknya untuk pulang. Anaknya disuruh pulang lantaran dia melihat anaknya dapat bersenangsenang dan belajar. Lebih baik mereka pulang, bisa bekerja dan menghasilkan uang.
73
Lagi-lagi Roostien dan tim harus turun tangan memberikan penjelasan kepada orang tua anak-anak ini. Untuk itulah, seorang Da’i harus mempunyai gagasan dan ide-ide yang brilian, dengan ditunjang kualitas keilmuan yang luas, serta mempunyai integritas dan dedikasi yang tinggi dalam semua aspek kehidupan. Pesan yang diucapkan Roostien Ilyas berkali-kali adalah gunakanlah 90% hati dan 10% logika dalam terjun di bidang sosial dan anak-anak.13
13
Hasil Wawancara dengan Roostien Ilyas. Sabtu. 23 Mei 2015. Pukul 12.30.
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan, peneliti mendapat sejumlah kesimpulan sebagai berikut. 1. Jika diklasifikasikan kiprah dakwah Roostien Ilyas dapat dibagi kedalam dua bagian. Pertama, dakwah bi al- qalam. Roostien juga aktif menulis buku, dan beberapa lagu, serta menjadi kontributor dalam beberapa buku sampai yang ditulis bersama-sama. Kedua, dakwah bil hal. Dalam dakwah ini Roostien selalu memberikan gagasan atau ide-ide brilian, serta mengaplikasikannya dengan bentuk tindakan langsung yang nyata. Lalu dikaitkan dengan nilainilai Islam didalamnya. 2. Dakwah yang dilakukan Roostien Ilyas berdampak pada perubahan sikap mendasar anak-anak jalanan. Perubahan yang mengarah ke hal-hal positif. Dakwah yang dilakukan Roostien Ilyas ini berhasil. Karena lebih menggunakan hati dalam melakukannya dengan sedikit logika. Membuat anak-anak jalanan yang dipandang orang banyak keras, nakal, serta kotor jadi berubah. Disulapnya mereka dengan kasih sayang yang tulus menjadi anakanak yang cerdas dan lebih mengerti agama. Tidak kalah dengan anak-anak yang berkecukupan. 3. Kemudian ada dua faktor yang mengikuti Roostien dalam menangani anakanak jalanan ini. Pertama, faktor pendukung. Tekad kuat ditampilkan sosok
74
75
Roostien Ilyas saat mengayomi anak-anak jalanan. Dirinya sudah menjadi sosok ibunda bagi anak-anak jalanan. Didukung dengan integritas, kapasitas, kualitas, pengalaman yang matang, kepribadian baik, serta istiqomah dalam bekerja dan berdakwah. Kedua, faktor penghambat. Sulitnya mencari tempat atau masjid yang cocok untuk anak-anak jalanan. Tidak banyak masjid yang berkenan dijadikan tempat pelaksanaan pesantren anak jalanan. Stigma negatif terhadap anak jalanan adalah penyebabnya. Selain itu terdapat hambatan dari orang tua yang kurang bisa diajak bekerja sama. Serta tidak dimungkiri, keterbatasan dana untuk mengadakan Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan ini. B.
Saran Adapun saran-saran yang bisa penulis sampaikan dalam rangka pertukaran ilmu pengetahuan khususya hal-hal yang berkaitan dengan dakwah, serta untuk kemajuan dakwah Islam saat ini atau saat yang akan dating adalah sebagai berikut : 1. Hendaknya para da’i meneguhkan hati dan ikhlas dalam berdakwah. Kemudian meningkatkan keilmuan, integritas, kapasitas, serta kualitas diri yang baik. Dengan begitu, besar harapan meningkatnya mutu dakwah Islam di Indonesia. 2. Berhubung luasnya objek dakwah. Maka siapapun bisa menjadi da’i dalam setiap kesempatan yang ada. Dengan begitu kita bisa menanamkan nilai-nilai Islam yang ada serta mencontohkannya dalam kehidupan nyata. 3. Sebagai seorang muslim sebaiknya kita turut memberikan sumbangsih atau manfaat terhadap keberlangsungan syariat Islam. Tindakan itu bisa berupa
76
amal perbuatan yang baik, pola pikir yang baik, dan pendapat atau pandangan nya demi kemajuan umat muslim. 4. Tingkatkan kesalehan individual dan kesalehan sosial. Sebagai pribadi muslim yang baik, kita tidak hanya melaksanakan ibadah shalat, mengaji, puasa, zakat, dan lain-lainya. Namun juga mengamalkan apa yang terkandung di dalamnya. Itulah bentuk nyata tentang kesalehan. 5. Sebagai mahasiswa jurusan Komunikasi Penyiaran Islam dan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, selayaknya pula kita lebih mendalami tentang ilmu dakwah dan ilmu komunikasi. Karena nantinya kita akan bertanggung jawab dengan apa yang sudah kita pelajari.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Moeslim. Islam Pribumi. Jakarta: Erlangga, 2003. Achmad, Amrullah. Dakwah Islam dan Perubaahan Sosial. Yogyakarta: Prima Duta Yogyakarta, 1983. Amin, Samsul Munir. Ilmu Dakwah. Jakarta: Amzah, 2009. Aziz, Mohammad Ali. Ilmu Dakwah. Jakarta: Prenada Media, 2001. Aziz, Muhammad Ali. Ilmu Dakwah. Jakarta: Prenada Media, 2004. Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: PT.Gramedia, 2008. Hasannudin. Manajemen Dakwah. Jakarta:UIN Press, 2005. Ilyas, Roostien. Anak-anakku yang Terlantar. Jakarta: Pensil-324, 2006. Kriyantono, Rachmat. Tekhnik Praktisi Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Pradana Group, 2007. Machfoed, A. Filsafat Dakwah “Ilmu Dakwah dan Penerapannya”. Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2004. Mahfudh, Sahal. Nuansa Fiqh Sosial. Yogyakarta: LKiS Group, 2012. Mahfudh, Sahal. Nuansa Fiqih Sosial. Yogyakarta: LKiS, 1994. Moeleong. Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009. Munir, M. Metode Dakwah. Jakarta: Prenada Media, 1997. Purwodarminta, WJS. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1976. Rahmat, Jalaluddin. Metodologi Rosdakarya,1996.
Penelitian
Dakwah.
Bandung:
Remaja
Rahmat, M. Imdadun. Islam Pribumi. Jakarta: Erlangga, 2003. Suhartono, Irawan. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000. Sulthon, Muhammad. Desain Ilmu Dakwah. Semarang: Pustaka Pelajar, 2003. Surakhmad, Winarno. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito, 1980. Surya, Djumhur Moh. Bimbingaan dan Penyuluhan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1975.
77
78
Wahyu, Ilaihi dan Hefni Harjani. Pengantar Sejarah Dakwah. Jakarta: Kencana, 2007. Zulhazmi, A. Zakky dan Raharjo, Nasihin Aziz. Tuhan Kenapa Salat Itu Mahal Ya?. Jakarta: Pensil-324, 2014.
INTERNET http://iics.nazuka.net/2013/04/konsep-dakwah-dalam-islam/, diakses tanggal 7Mei 2014 pukul 19.40. http://irfanhelmy.staff.stainsalatiga.ac.id/2014/04/03/indikator-kesalehan/, diakses tanggal 7 Juni 2014 pukul 19.43. https: //nusantara centre.wordpress.com/2009/05/28/buku baru/, diakses tanggal 15 Oktober 2014 pukul 21.15. http://roostienilyas.blogspot.com/2013/11/dari-pojok-empati.html?m=1,
diakses
tanggal 13 Oktober 2014 pukul 19.45.
http://sedekahindahberkah.blogspot.com/2010/04/pengertian-sedekah.html, diakses tanggal 7 Juni 2014 pukul 19.45. http://www.ahmadzain.com/read/karya-tulis/384/pengertian-zakat-infak-dan sedekah/, diakses tanggal 7 Juni 2014 pukul 19.50. http://www.bamz.us/2011/12/pengertian-zakat-dan-macam-zakat.html, tanggal 7 Juni 2014 pukul 19.55.
diakses
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&view=article&i d=1024:pengertian-puasa&catid=14:fikih-siyam, diakses tanggal 10 Juni 2014 pukul 21.05. www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,pdf-ids,4-id,7396, diakses tanggal 2 Maret 2014 pukul 20.13.
LAMPIRAN
WAWANCARA ROOSTIEN ILYAS Sabtu, 23 Mei 2015 Tangerang Selatan
Apa makna dakwah menurut Anda ? Dakwah bagi saya merupakan kewajiban dari setiap insan. Apakah itu dakwah sosial, apakah itu dakwah agama, apakah itu dakwah tentang perekonomian karena judulnya dakwah adalah memberitahukan kepada siapapun secara jelas untuk memengertikan orang lain untuk memintarkan orang lain, mensetarakan orang lain dengan apa yang sudah kita dapatkan itu dakwah. Jadi dakwah itu adalah mata rantai dari sebuah komunikasi yang disebarluaskan untuk kepentingan masyarakat banyak. Apa pendapat Anda tentang dakwah Ustad-ustad di televisi? Bagus ada yang lucu ada yang norak juga sih. Di satu sisi memang dibutuhkan tapi itukan hanya sekilas. Itu merupak satu dakwah singkat saja tanpa ada Tanya jawab yang lebih dalam dan pendalamannya. Padahal yang diperlukan dari sebuah dakwh itu adalah komunikasi dua arah. Dan itu tidak bisa hanya dengan 30 menit, 1 jam sekalipun. Dakwah itu harus terus menerus. Karena kehidupan ini juga berjalan. Kalau Ustad itu hanya seminggu sekali ya bagus lah tontonan yang menjadi tuntunan. Apa kritik Anda untuk Ustad-ustad di televisi? Itu hanya show tentang dakwah, film tentang dakwah, pertunjukan tentang dakwah, jadi itu pertunjukan dakwah. Tapi kalau dakwah itu sendiri itu harus serius. Jadi kita harus duduk bersama, kita bicara, kita ajarkan dan itu tidak bisa sekali atau dua kali, harus terus menerus. Karena apapun didalam keilmuan itu harus ada wujud nya.
Dakwah di dunia anak sektor informal bagaimana tantangannya? Tantangannya sebetulnya sama saja karena tidak ada dikotomi anak. Mau dia anak menteng, mau dia anak kebun sayur, mau dia anak jalanan, mau dia anak jembatan semua kebutuhan anak itu sama anak itu butuh di lindungi, dia bisa tumbuh kembang, butuh untuk tidak di diskriminasi, anak itu harus mendapatkan hak ini semua, dan anak itu punya hak untuk berpartisipasi. Anak punya hak untuk bilang tidak mau, anak punya hak untuk bilang saya tidak suka. Dan itu yang harus kita hargai. Kita dakwah di manapun sama. Tidak ada bedanya. Apa faktor keberhasilan dakwah Anda pada acara Pesantren Ramadhan? Sebenarnya ini sudah yang ke 18 kali. Yang pertama kali dahulu waktu saya mengajak kramat jati untuk sholat itu jawabannya sangat menyedihkan. Ngapain sih bu shalat? Kaya yang banyak duit aja. Karena mereka bilang untuk mengambil wudu itu kita kena 500 rupiah. Untuk lima kali shalat shalat sudah 2500 rupiah mendingan buat makan bu. Nah dari situ aku berfikir apa yang harus aku tunjukan pada anakanak ini bahwa ibadah nyaman, beribadah itu indah, beribadah itu sangat mereka butuhkan. Jadi aku buatlah di setiap bulan Ramadhan itu pesantren di mana mengajarkan mereka itu langsung. Contoh kita shalat. Karena tidak gampang membawa anak-anak itu ke masjid. Karena banyak penolakan. Mereka dianggap mau nyolong sandal dan sebagainya. Itu lah yang mendorong saya membuat pesantren Ramadhan. Faktor keberhasil itu bukan saya yang mengukur. Tentunya akan bisa terlihat dari perangai anak-anak itu. Jadi perangi itu juga menentukan apa yang dia dapat di dalam pesantren Ramadhan itu. Yang memberikan dakwah itu tidak selalu
saya. Ada kakak-kakak dari UIN Jakarta. Dari situlah kalian bisa ukur keberhasilannya. Apa yang memotivasi Anda untuk berdakwah pada anak sektor informal? Sebenarnya bukan berdakwah pada anak jalanan. Namun berdakwah pada anak terlantar. Karena tidak semuanya anak itu berada di jalanan. Sebab anak itu ada yang bekerja di pasar sebagai kuli panggul, ada juga yang di jermal mengambil ikan. Jadi tidak semua itu anak jalanan. Yang menjadi motivasi saya itu adalah penanganan masalah sosial yang selalu reaktif, penanganan rehabilitatif, kuratif. Jarang sekali penanganan secara prefentif, edukatif, komutif, nah itu yang aku lakukan. Itu yang memotivasi aku. Apa bentuk kontribusi dakwah personal Anda semenjak membuat acara Pesantren Ramadhan? Jika dalam acara Pesantren Ramadhan saya masuk di semua bagian. Karena aku juga di panitia, aku juga di anak-anaknya dan aku juga bicara dengan mahasiswa nya. Memberikan tips-tips untuk pendamping dalam menghadapi anak-anak itu. Apa respon anak sektor informal saat pertama Anda ajak acara Pesantren Ramadhan? Responnya senang. Karena mereka mendapatkan sesuatu yang baru. Anak-anak senang karena cara mengajak saya. Anak-anak itu tidak yang serius. Jadi kita beribadah dengan senang, dengan gembira, membuat anak-anak tidak takut. Apa saja karya yang Anda ciptakan sampai saat ini? Menciptakan sebuah lagu. Klo misalkan lagu itu bukan hanya untuk dia (cucu Roostien) tapi juga untuk anak-anak yang di pasar. Sepenggal lagu nya Ibu jangan
cari aku. Itu kan di mana aku menerobos ke komunitas ibu-ibu itu yang mereka sangat tidak memberikan izin kepada anaknya untuk belajar. Jadi intinya itu menjadi satu dakwah juga. Kemudian membangun sebuah komunitas. Sebuah komunitas cinta berkain.
Karena aku dari dulu selalu suka pakaian berkain contoh kain
tenun,lurik dan kain songket yang semua asalnya dari Indonesia. Bagaimana seharusnya dakwah dilakukan? Ya itu tadi. Jangan nakut-nakutin. Harusnya orang memberikan dakwah itu untuk mengajak. Kalau kita dalam dakwah itu tidak berhasil untuk mengajak berarti kita itu mubazir. Kita kan mengajak yang tidak tahu menjadi tahu dan itu tujuan dari dakwah. Kita memberikan dakwah itu harus secara aplikatif supaya yang dibicarakan tidak di awang-awang. Tapi bisa diimplementasikan di dalam sebuah kenyataan hidup.
Jakarta, 8 Juli 2015
Roostien Ilyas
Dokumentasi
Penulis bersama Roostien Ilyas
Penulis bersama Roostien Ilyas dan tim.
Roostien Ilyas saat malam perpisahan Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan
Api unggun saat malam perpisahan Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan
Penulis sebagai pendamping saat membagikan bingkisan
Suasana Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan
Suasana saat berbuka di Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan
Roostien Ilyas bersama anak-anak jalanan
Roostien Ilyas bersama kak seto sebagai aktivis anak
Roostien Ilyas sebagai nara sumber dalam acara bedah buku yang berjudul Tuhan Kenapa Shalat Itu Mahal Ya di UIN Jakarta.
Foto Roostien bersama anak-anak jalanan dalam acara Tupperware She Can
Roostien Ilyas saat di liput oleh Trans7 dalam acara Tupperware She Can, beserta media Koran Sindo dan Media Indonesia