EFEKTIVITAS INTERAKSI SOSIAL dan UNSUR DAKWAH DALAM KEGIATAN DAKWAH
A. Pendahuluan
Oleh : Hasyim Hasanah* Abstract Preaching/ Dakwah is a process of Islamization of Islam whose mission (Dakwah’s activity) is to achieve prosperity and happiness in life (in this world and the Hereafter). Dakwah as a process of Islamization of course is related to the pattern of human relationships in terms of dissemination of Islamic teachings. Perhaps this has become a reality, when the Dakwah’s activity involves every aspect of its elements, to form a symbiotic interaction patterns in bringing happiness to its adherents. Dakwah in a social perspective it will show itself as a process of socialization values and teachings of Islam through forged interaction between components. From that interaction will certainly bear the social dynamics and broader social structure. Social Interaction will be effective if all components are mutually shows harmony of life. And it is as a result of the interplay of the elements to one another, especially in Dakwah activities of Islam. The purpose of this study is to describe and analyze the effectiveness of social interaction and the element of propaganda in missionary activities Islamiyah. To achieve the goal used descriptive analysis method. The results obtained from this study of social interaction can be effectively used to achieve the mission objectives Islamiyah, this can be evidenced by the harmonization of social life based on the relationship between elements of Islam. Keyword: social interaction, elements of Dakwah
*
1
Penulis adalah Tenaga Pengajar di Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang.
Jurnal At‐Taqaddum, Volume 4, Nomor 2, Nopember 2012
Allah telah mewajibkan bagi segenap umuat muslim untuk melaksanakan dakwah islamiah dalam masyarakat di berbagai lapisan (QS. Ali Imran: 104) dengan memperhatikan beberapa faktor yang melingkupinya. Faktor-faktor tersebut tentunya meliputi seluruh unsur kegiatan dakwah yaitu subyek dakwah, obyek dakwah, materi dakwah, media dan metode dakwah yang digunakan. Namun dalam prosesnya faktor tersebut memerlukan adanya sistem interaksi dan komunikasi secara konsisten, sistematis dan terarah, sehingga tanpa adanya sistem ini justru akan menghambat efektifitas proses kegiatan dakwah. Dapat dijelaskan bahwa hubungan yang terjadi merupakan hubungan sebab akibat dimana kegiatan berdakwah bukan semata merupakan kegiatan menyampaikan pesan ajaran Islam melainkan juga berfungsi mengembangkan/mendayagunakan tugas kehalifahan manusia di bumi. Mengembangkan dan mendayagunakan tugas kehalifahan tentunya melibatkan interaksi sosial secara terus menerus dan kontinyu. Dikatakah oleh HM. Arifin bahwa proses kegiatan dakwah tidak hanya menyangkut hubungan interpersonal, melainkan hubungan antar personal dan hubungan sosial. Hal ini disebabakan dalam kehidupannya, manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa mengarahkan seluruh kehidupannya dengan menjalin hubungan baik terhadap lingkungan fisik, psikis dan lingkungan ruhaniahnya.1 Meskipun demikian, nampaknya proses kegiatan dakwah sering mengabaikan pentingnya interaksi yang harmonis antara unsur-unsurnya, sehingga mengakibatkan proses berdakwah hanya sebatas pada penyampaian ajaran Islam yang tidak mampu menyentuh aspek afektif sasaran dakwah. Hal ini dapat dilihat dari berbagai proses aktifitas kegiatan dakwah Islam yang dilakukan dilingkungan komunitas muslim. Dakwah terkesan berjalan sedanya, tanpa adanya HM. Arifin, Psikologi Dakwah : Suatu Pengantar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), hlm. 67
85
Hasyim Hasanah : Efektivitas Interaksi Sosial Dan Unsur Dakwah ………
86
perencanaan dan pengorganisasian yang matang. Seringkali para pelaku dakwah menjadikan aktifitas dakwah sebagai orientasi komersial tanpa mempertimbangkan aktualisasi kebutuhan umat akan pemahaman dan penghayatan terhadap ajaran agamanya. Dakwah sebagai satu aktivitas penyampaian pesan ajaran islam tentu membutuhkan fasilitas serta cara yang mudah diterima oleh umat. Pada wilayah ini tentu komunikasi dan proses interaksi perlu mendapat perhatian yang serius. Secara umum interaksi merupakan kegiatan yang memungkinkan terjadinya hubungan timbal balik antara seorang komunikator (da’i) dan komunikan (mad’u) melalui aktualisasi praktek komunikasi dakwah (tabligh).2 Aspek ini tentu akan melibatkan keterkaitan dalam rangka pemetaan umat serta memahami secara mendalam apa yang menjadi kebutuhan sasaran dakwah. Adanya interaksi sosial secara simultan akan menciptakan hubungan yang harmonis antara pelaku dan sasaran dakwah, sehingga akan memepermudah penafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujut perubahan sikap dan perilaku) perasaan apa yang terlibat, kemudian respon dan reaksi apa yang terbentuk. Oleh sebab itu maka diperlukan pemahaman lebih dalam mengenai peran interaksi sosial dalam proses berdakwah. B. Interaksi Sosial Manusia sesuai dengan fitrohnya merupakan makhluk sosial (homo socius) cenderung mengarahkan seluruh kehidupannya secara berkelompok atau bermasyarakat, ia tidak mungkin dapat lepas dari pengaruh lingkungan.3 Para ahli memiliki persepsi yang berbeda mengenai interaksi sosial. Huber Bonner memberikan batasan interaksi sosial dengan “Social interaction is a type of relation between two or more
persons in which the behaviour of one is modified by the behaviour of other. Throught interpersonal stimulation and response the biological individual is slowly change a human being or personality....” Dalam batasan ini persepsi sosial merupakan suatu tipe hubungan antara dua atau lebih dimana tingkah laku seseorang dirubah oleh tingkah laku lain, baik melalui hubungan antar pribadi dan respon antar pribadi yang bersifat biologis secara timbal balik sehingga menyebabkan perubahan perilaku dan tindakan. Dengan kata lain interaksi sosial merupakan perilaku timbal balik yang saling mempengaruhi, mengubah dan memperbaikai kelakuan individu yang lain atau sebaliknya.4 Gerungan memberikan batasan bahwa interaksi sosial merupakan proses yang melibatkan penyesuaian diri dalam arti penyesuaian diri secara pasif maupun secara aktif.5 HM. Arifin menyebutkan bahwa interaksi sosial melibatan adanya pengaruh atau side effect dari komunikasi dengan feedback dalam proses kegiatan dakwah Arinya proses saling mempengaruhi ini akan menghasilkan penyesuian diri baik secara pribadi maupun secara soasil disadari maupun tidak.6 Didalam proses interaksi sosial ini terjadi proses belajar mengajar diantara manusia dalam kelompoknya/ lingkungannya. Selain sebagai proses belajar mengajar interaksi sosial juga dapat menimbulkan dyad, yaitu hubungan antara dua orang atau lebih yang tidak mengandung hal-hal istimewa seperti hubungan cinta kasih yang mendalam. Semua hubungan yang terbentuk dari dyad ini justru akan melahirkan kondisi yang harmonis, dan dapat diperlukan menjadi 4
Wahyu Ilahi, Komunikasi Dakwah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 131 3 Kondisi ini dalam kajian psikologi disebut sebagai instink gregarious, yaitu suatu insting untuk melakukan interaksi sosial dengan orang lain dan lingkungannya.
H. Bonner Social Psychology an Interdisciplinary Approach, (American Book Company, 1953), hlm. 83; lihat juga Totok Jumantoro, Psikologi Dakwah: Dengan Aspek-Aspek Kejiwaan yang Qur’ani, (Wonosobo: Amzah, 2001), hlm. 84 5 Penyesuaian diri secara pasif merupakan penyesuaian diri secara autoplastis yaitu usaha seseorang untuk merubah dir sendiri sesuai dengan lingkungannya. Penyesuaian diri secara aktif merupakan penyesuaian diri secara alloplastis yaitu usaha seseorang untuk mengubah lingkungannya sesuai dengan keadaan yang diinginkanya. W.A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: PT. Eresco, 1988), hlm 54-55 6 H. M Arifin, Ibid, hlm. 30
Jurnal At‐Taqaddum, Volume 4, Nomor 2, Nopember 2012
Hasyim Hasanah : Efektivitas Interaksi Sosial Dan Unsur Dakwah ………
2
87
88
hubungan kebangsaan dan kenegaraan. Menurut G. Wotson interaksi sosial semacam ini menjadi perangsang dalam mengadakan respon dan daya tarik karena adanya rasa saling bergantung dan membutuhkan.
diterima orang lain di luarnya dengan harapan orang yang menerima sugesti dapat menerima pesan tanpa kritik terlebih dahulu arena lebih mendahulukan perasaan. Astris S. Sutanto medefinisikan sugesti sebagai psiko-ruhaniyah yang ada dalam diri individu menghasilkan suatu sikap atau keyakinan tertentu tanpa dirasakannya adanya keperluan untuk meminta pertanggung-jawaban serta keterangan dan pembuktian lebih lanjut dari pemberi sugesti.9 Sugesti dalam ilmu jiwa sering diartikan sebagai proses dimana individu menerima cara pandang tingkah laku sebagai sakibat suatu rangsangan yang dapat mengendurkan atau menguatkan sikap, perhatian atau keinginan. Ada beberapa kendala yang mengakibatkan orang mudah terkena sugesti diantaranya karena adanya hambatan berfikir, keadaan pikiran yang terpecah belah, mayoritas, otoritas dan wiil to believe.10 c. Identifikasi Proses identifikasi merupakan situasi di mana seseorang memiliki kecenderungan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain yang dianggapnya ideal atau cocok tertentu dalam lapisan tertentu.11 Identifikasi merupakan kecenderungan bersifat tidak sadar dan irasional berdasarkan perasaan dan kecenderungan dirinya yang tidak diperhitungkan secara rasional serta memiliki kegunaan untuk melengkapi sistem norma, cita-cita dan pedoman tingkah laku orang yang diidentifikasi. d. Simpati Simpati dirumuskan sebagai perasaan tertarik terhadap orang lain, seperti halnya proses identifikasi, simpati timbul tidak atas dasar logis rasionalis, melainkan penilaian perasaan. Perbedaannya dengan identifikasi terletak pada proses kesadaran bagi diri manusia yang
C. Faktor-faktor interaksi sosial Gerungan mengungkapkan ada empat aspek dasar yang dapat mempengaruhi interaksi sosial yaitu imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati. a. Imitasi Imitasi merupakan faktor dasar interaksi sosial yang menyebabkan keseragaman dalam pandangan dan tingkah laku. Proses imitasi sendir merupakan proses mencontoh, meniru dan ikut-ikutan. Proses imitasi diawali dengan timbulnya suatu gagasan (keyakinan baru) dalam masyarakat sebagai perangsang pikiran. Gagasan itu kemudian dirumuskan oleh individu menjadi ide baru, ide baru ini lalu diimitási dan disebarkan orang dan terjadi secara bergelombang.7 Imitasi memiliki nilai positif untuk mendorong individu atau kelompok melaksanakan perbuatan baik. Sedangkan segi negatifnya apabila hal-hal yang diimitasi handal hal-hal salah ataupun secara moral ditolak, maka dapat menimbulkan terhambatnya perkembangan pemikiran, rendahnya kemapuan kiritis, den gankata lain dapat memajukan gejala kebiasaan malas berfikir kiritis.8 b. Sugesti Sugesti dan imitasi memiliki pengertian yang hampir sama, namun sugesti lebih pada proses dimana individu dapat menerima suatu cara pandang, penglihatan atau pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu. Bedanya dengan imitasi terletak pada mengikuti sesuatu yang ada di luar dirinya, sedangkan sugesti memberikan pandangan atau sikap dari dirinya yang lalu
9
Astris S Susanto, Pendapat Umum, (Bandung: Bina Cipta, 1975), hlm.
51 7
10
HM. Arifin, Psikologi dan beberapa aspek kehidupan Ruhaniyah Manusia, (Jakarta: Bulan Bintang , 1976), hlm. 69 8 Gerungan, Ibid, hlm. 9
Gerungan Ibid, hlm. 61 Totok Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1987), hlm. 61
Jurnal At‐Taqaddum, Volume 4, Nomor 2, Nopember 2012
Hasyim Hasanah : Efektivitas Interaksi Sosial Dan Unsur Dakwah ………
89
11
90
merasa simpati terhadap orang lain. Hubungan simpati merupakan hubungan kerjasama atara dua orang atau lebih yang setaraf. Dengan adanya simpati dapat diperoleh saling pengertian yang mendalam.12 D. Reaksi Interaksi Sosial Manusia dalam memberikan reaksi proses interaksi menunjukan tingkah laku yang berbeda. Perbedaan reaksi tersebut menurut RF Bales dan Strodtbeck (1951) dapat dikategorikan menjadi empat macam yaitu : a. Tindakan integratif-ekspresif yang bersifat positif yaitu tingkah laku bersifat terpadu dan menyatakan dorongan kejiwaan seseorang, termasuk didalamnya perbuatan tolong menolong, memberikan pujian, menunjukkan rasa setia kawan, dll. b. Tindakan yang menggerakkan kelompok kearah penyelesaian suatu problem yang dipilih seperti memberi jawaban terhadap pertanyaan, memberi sugesti, memberi pendapat dan penjelasan, dll. c. Tindakan mengajukan pertanyaan berupa permintaan untuk orientasi, sugesti dan pendapat. d. Tindakan integratif-ekspresif yang bersifat negatif yaitu tingkah laku terpadu yang menyatakan dorongan kejiwaan yang bersifat meghindar, seperti pernyataan tidak setuju, menimbulkan ketegangan, pertentangan dan pengunduran diri.13
E. Interaksi sosial dan unsur dakwah dalam kegiatan dakwah
masalah dakwah. Dakwah dalam proses interaksi dikenal dengan istilah personal approach atau dakwah face to face sehingga terjadi proses pengaruh mempengaruhi antara subyek dakwah (da’i) dengan sasaran dakwah (mad’u) atau sebaliknya. Begitu pula dengan dakwah secara komunal atau umum dikenal dengan istilah general approach seperti pengajian akbar, majelis taklim, maka disini juga terjadi proses saling mempengaruhi antara dai dan mad’u dalam kelompok sosial.14 Berkaitan dengan interaksi sosial dapat dijelaskan dalam unsur-unsur kegiatan dakwah itu sendiri sebagai berikut : a. Pelaku dakwah (Da’i) Dai merupakan faktor penting dalam menunjang kegiatan dakwah, keberadaan dai sangat menentukan berhasil tidaknya kegiatan dakwah yang dilakukan. Oleh karena itu da’i harus pandai dan cermat dalam mengetahui kondisi psikos dan kejiwaan obyek dakwah, agar da’i mampu menyusun strategi yang tepat untuk obyek dakwah (mad’u) dan proses perubahan perilaku dapat tercapai secara optimal. b. Obyek dakwah (Mad’u) Sama halnya dengan da’i, mad’u juga memerankan peran penting dalam kegiatan dakwah. Ia merupakan individu yang bersifat dinamis dengan segala kelebihan dan kekurangan, oleh karena itu dalam kerangka interaksi sosial (baik secara personal maupun komunal) perlu dibimbing dan diarahkan sesuai dengan tujuan dakwah. Dalam membimbing dan mengarahkan mad’u perlu mempehatikan aspek kebutuhan mad’u.15 14
Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, (Jakarta: Rieneka Cipta), hlm. 70 Faizah, Dkk, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Prenata Media, 2001), hlm. 136; lihat juga Hm. Arifin, Psikologi dan Beberapa Aspek…, Ibid, hlm. 82
Totok Jumantoro, Psikologi dakwah …, Ibid, hlm. 85 Kebutuhan mad’u secara umum meliputi affiliantive needs, status need dan safety needs. Affiliative needs atau the need to belong merupakan kebutuhan manusia (sasaran dakwah) untuk diterima sebagai suatu kelompok dan anggota masyarakat. Status needs merupakan kebutuhan akan kekuasaan atau kekuatan, popularitas, prestige dan sebagainya. Safety needs merupakan kebutuhan dasar manusia dalam mendapatkan rasa aman dari fitroh ketakutan, kealpaan dan lain-lain. Oemi Abdurrahman, Kebutuhan-Kebutuhan dalam Relasasi Kemanusiaan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), hlm. 62
Jurnal At‐Taqaddum, Volume 4, Nomor 2, Nopember 2012
Hasyim Hasanah : Efektivitas Interaksi Sosial Dan Unsur Dakwah ………
Islam tanpa kegiatan dakwah berarti tidak akan terealisir nilai-nilai ajaran Islam itu sendiri, sebagai realitas rahmatan lil alamin, oleh karenanya al qur’an sangat konsen terhadap 12 13
91
15
92
c. Lingkungan dakwah Lingkungan memainkan peran strategis dalam menunjang keberhasilan dakwah terutama berkaitan dengan perkembangan sasaran dakwah dalam susunan sosial kemasyarakatan maupun kelompok sosial budaya. Lingkungan turut membentuk karakter dan kepribadian mad’u, lingkungan yang kondusif diyakini mampu membentuk karakter kepribadian yang positif, sebaliknya lingkungan yang kurang bersahabat dan tidak kondusif akan membentuk kepribadian dan pola perilaku yang menyimpang. d. Metode dan media dakwah (washilah dan Ushlub) Metode atau teknik dalam berdakwah juga mempengaruhi pola interaksi yang terbentuk. Sedangkan media merupakan faktor yang mempengaruhi kelancaran kegiatan dakwah. Faktor ini merupakan defend variabel artinya dalam penggunaan media tertentu tingkat efektivitasnya tergantung pada faktor lain terutama orang yang mengunakannya. e. Tujuan dakwah Tujuan Dakwah adalah suatu faktor yang menjadi pedoman arah proses yang dikendalikan secara sistematis dan konsisten. Proses kegiatan dakwah selalu terjadi proses interaksi yaitu hubungan sosial antara unsur dakwah, yaitu Da’i, Mad’u, Maddah, Washilah, Uslub dan Pola interaksi tersebut bertujuan untuk menjalin harmonisasi antar unsur dakwah. Menurut pakar ilmu dakwah, interaksi sosial unsur-unsur dakwah sendiri meliputi: a. Interaksi antara maddah dan da’i akan menghasilkan hakikat dan makna pesan dakwah b. Interaksi antara da’i dan mad’u akan menghasilkan kegiatan tabligh dan silaturrahmi c. Interaksi antara mad’u dan Tujuan dakwah menghasilkan model perilaku yang islami d. Interaksi antara tujuan dan da’i menghasilkan tema-tema efektifitas dan efisiensi kegiatan dakwah
e. Interaksi antara da’i, mad’u, maddah, tujuan dan washilah secara bersama-sama akan menghasilkan kegiatan pemberdayaan dan pengembangan potensi kemanusiaan secara integral dan komprehensif. Interaksi yang terbentuk dari masing-masing unsur dakwah pada hakikatnya bertujuan untuk mempengaruhi objek atau mad’u, sehingga membawa perubahan sikap dan perilaku sesuai dengan tujuan dakwah yaitu mencapai kebahagian dunia dan akhirat.16 Aspek yang memiliki kontribusi positif dengan pencapaian tujuan dakwah, dapat dilihat secara jelas dari interaksi anatara da’i dan mad’u. Adapun faktor yang terlibat dalam dinamika interaksi sosial adalah faktor sugesti, imitasi, identifikasi dan simpati. Dasar-dasar interaksi sosial (imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati) dapat diterapkan dalam proses berdakwah dengan benar-benar memahami dan mengerti kondisi sasaran dakwah dari segi umur, geografis, pendidikan dll. Faktor imitasi dapat dijelaskan bahwa da’i dituntut untuk dapat menyebarkan (mensosialisasikan) serta menarik perhatian sasaran dakwah agar mereka mencontoh ide serta tindakan da’i yang sesuai dengan ajaran Islam. Faktor imitasi harus mendapatkan porsi perhatian yang serius dengang mencontoh teladan atau sikap dari orang maka akan lebih memiliki nilai positif (positive value) sebagaimana firman Allah dalam QS. Al Ahzab: 21 yang berbunyi :
16
Jurnal At‐Taqaddum, Volume 4, Nomor 2, Nopember 2012
93
Faizah, dll., Psikologi Dakwah …, Ibid, hlm. 138
Hasyim Hasanah : Efektivitas Interaksi Sosial Dan Unsur Dakwah ………
94
tx.sŒuρ tÅzFψ$# tΠöθu‹ø9$#uρ ©!$# (#θã_ötƒ tβ%x. ⎯yϑÏj9 ×πuΖ|¡ym îοuθó™é& «!$# ÉΑθß™u‘ ’Îû öΝä3s9 tβ%x. ô‰s)©9 ∩⊄⊇∪ #ZÏVx. ©!$#
Artinya : ” Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Firman tersebut lekat dengan faktor imitasi, Allah memerintahkan umat muslim untuk meniru perilaku Rasulallah, melalui suri tauladan maka manusia belajar memahami kebiasaan baik dan berakhlak mulia, apabila mad’u terbiasa melihat perilaku, sikap dan kebiasaan yang baik dan berahlakul karimah maka mereka akan terbiasa melakukan perilaku yang baik dan berakhlakul karimah begitu pula sebaliknya. Jalaluddin Rahmat menyebutkan bahwa dia tidak akan menyampaikan apa yang ia katakan, melainkan apa yang ia perbuat atau dilakukan.17 Dari hal ini terlihat sangat pentingnya faktor imitasi dalam keberhasilan dakwah. Faktor sugesti dalam berdakwah merupakan faktor yang mempengaruhi psiko ruhaniyah yang mampu menghasilkan konsep keyakinan atau sikap keberagamaan tertentu. Sugesti akan jauh lebih mudah terjadi pada orang yang telah memiliki bekal atau kerangka pikiran maupun pengalaman. Aspek yang sangat terkena dampak sugesti adalah tingkah laku, sikap dan pendapat dengan tujuan agar mengikuti ajaran Islam secara baik dan tidak tergesa-gesa. H.M Arifin memberikan batasan bahwa sugesti dalam kerangka dakwah adalah sugesti yang membuat atau menumbuhkan perasaan sadar akan adanya sikap dan
17
Jalaluddin Rahmad, Psikologi Komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1988, hlm. 289
Jurnal At‐Taqaddum, Volume 4, Nomor 2, Nopember 2012
pandangan tertentu pada orang lain (sugesti karena will to believe) sehingga yang terjadi disini adalah diterimanya suatu sikap atau pandangan yang sebenarnya. Dengan kata lain dijelaskan bahwa sugesti mucul sebagai pertimbangan adanya kesediaan lebih sadar dan yakin terhadap sugesti (pesan dan materi ajaran Islam) tersebut.18 Faktor Identifikasi dan simpati menuntut seorang da’i menjadi public figure, seseorang yang memiliki keahlian di bidangnya memiliki prestasi dan prestige agar sasaran dakwah tertarik untuk mengidentifikasi dirinya atau menarik simpati pada diri da’i sehingga perubahan sikap dan perilaku dapat terjadi. Ketertarikan dan sikap positif masyarakat terhadap da’i dapat disebabkan karena daya pesona da’i, kehadiran da’i disaat masyarakat membutuhkan, dan karena adanya hubungan batin masyarakat yang merindukan pimpinan spiritual.19 Simpati erat kaitannya dengan kepribadian da’i, dengan faktor ini maka situasi kerjasaman lebih mudah terjadi. Salah satu faktor yang tidak dapat diabaikan dalam proses berdakwah adalah terlebih dahulu membangkitkan rangsangan (stimulus) yang akan memberikan jalan kepada mad’u (overlaping interest). Untuk mendapatkan kondisi seperti itu da’i harus terlebih dahulu mengadakan empati sehingga mad’u mampu memunculkan perasaan simpati kepada da’i. Faktor dasar pembentukan interaksi sosial mengharuskan seorang da’i mampu menjalin hubungan yang kondusif, harmonis dan baik dengan mad’u sehingga mad’u tidak merasa ragu untuk mengikuti, mencontoh dan meneladani sikap dan pribadi seorang da’i. Sekiranya mad’u sudah tidak tertarik dan tidak simpati terhadap da’i jangan diharapkan akan terjadi feedback dalam dakwah apalagi tujuan dakwah akan terealisasi, mungkin hanya terjadi ”counter effect”, yang diterimanya atau bahkan kita ditolak secara mentah mentah, sehingga mempelajari interaksi sosial dalam dakwah menjadi suatu keharusan.
95
18 19
H.M Arifin, Psikologi Dakwah …, Ibid, hlm. 112 Faizah, dkk, Psikologi dakwah, Ibid..., hlm. 139
Hasyim Hasanah : Efektivitas Interaksi Sosial Dan Unsur Dakwah ………
96
F. Kesimpulan Sesuai dengan fitrohnya manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa menjalin hubungan dengan orang, dan lingkungan disekeleilingnya, dengan tujuan agar mereka dapat eksis dan bertahan dalam kehidupan ini. Dalam sistem hubungan kegiatan dakwah, interaksi sosial berfungsi sebagai proses belajar mengajar dalam rangka penyesuaian diri, sikap dan tingkah laku yang berorientasi pada tujuan dakwah serta mengembangkan sikap solidaritas, kerjasama, senasib dan rasa keterikatan (sense of beloning dan sense of togetherness) sesuai dengan ajaran agama. Implementasi interaksi sosial dalam proses berdakwah dapat terlihat dari prinsip dasar interaksi sosial melalui proses imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati melalui interaksi antar unsur dakwah islamiyah.
Jumantoro, Totok, Psikologi Dakwah: Dengan Aspek-Aspek Kejiwaan yang Qur’ani, Wonosobo: Amzah, 2001 Gerungan, W.A., Psikologi Sosial, Bandung: Pt. Eresco, 1988 Illahi, Wahyu, Komunikasi Dakwah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010) Rahmad, Jalaluddin, Psikologi Komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1988 Susanto, Astris S, Pendapat Umum, Bandung: Bina Cipta, 1975 Sobur, Alex, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2009) Tasmara, Totok, Komunikasi Dakwah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1987
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Oemi, Kebutuhan-kebutuhan dalam relasasi kemanusiaan, Jakarta: Bulan Bintang, 1986 Ahmadi, Abu, Psikologi Sosial, Jakarta: Rieneka Cipta, 1990 Arifin, HM., Psikologi dan beberapa aspek kehidupan Ruhaniyah Manusia, Jakarta: Bulan Bintang, 1976 Arifin, HM., Psikologi Dakwah : Suatu Pengantar, Jakarta: Bumi Aksara, 1997 Bonner, H., Social Psychology an Interdisciplinary Approach, American Book Company, 1953 Darmawan, Andi, (ed.), Metodologi Ilmu Dakwah, (Yogyakarta: LESFI, 2002) Enjang, A.S, Dkk, Dimensi-dimensi Dakwah Islam, (Bandung: Widya Padjajaran, 2009) Faizah, Dkk, Psikologi Dakwah, Jakarta: Prenata Media, 2001
Jurnal At‐Taqaddum, Volume 4, Nomor 2, Nopember 2012
97
Hasyim Hasanah : Efektivitas Interaksi Sosial Dan Unsur Dakwah ………
98