SKRIPSI
APLIKASI EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) SEBAGAI PENGAWET MIE BASAH
Oleh ELVINA YOHANA F24102127
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Elvina Yohana. F24102127. APLIKASI EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) SEBAGAI PENGAWET MIE BASAH. Di bawah bimbingan Lilis Nuraida dan Nuri Andarwulan. 2007. RINGKASAN Mie basah, baik mentah atau matang, sudah sejak lama dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Mie basah di Indonesia umumnya terbuat dari tepung terigu (gandum) dan termasuk alkaline noodle karena menggunakan garam alkali dalam pembuatannya. Mie basah berumur relatif singkat, sehingga untuk memperpanjang umur simpannya digunakan berbagai zat dan bahan kimia untuk mengawetkannya. Seringkali, zat yang digunakan sebagai pengawet tersebut bukanlah bahan tambahan pangan yang diizinkan dan sifatnya membahayakan kesehatan, seperti formalin. Penggunaan formalin dalam makanan membahayakan karena formalin bukan pengawet makanan yang diijinkan dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Penggunaan formalin pada produk pangan, khususnya mie basah, perlu digantikan oleh zat atau bahan yang tidak berbahaya dan harganya yang terjangkau. Rempahrempah memiliki potensi untuk dipakai sebagai pengawet makanan karena umumnya memiliki sifat antimikroba. Sifat antimikroba rempah-rempah tersebut diharapkan dapat menghambat pertumbuhan mikroba pada mie basah sehingga dapat memperpanjang umur simpan mie basah. Bawang putih merupakan rempah-rempah yang menurut penelitian terdahulu memiliki sifat antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan ekstrak segar dan ekstrak rebus bawang putih dalam meningkatkan umur simpan mie basah. Tahapan penelitian dibagi menjadi tiga tahap, yaitu pembuatan ekstrak bawang putih, aplikasi ekstrak bawang putih ke dalam adonan mie, dan aplikasi ekstrak terpilih. Jenis ekstrak bawang putih yang dibuat adalah ekstrak rebus dan ekstrak segar dengan konsentrasi 10, 20, 30, 50, 100% yang dicampur dengan air dalam adonan mie. Konsentrasi tersebut dihitung dari jumlah air yang diperlukan dalam adonan mie. Pada tahapan aplikasi ekstrak ke dalam adonan mie, pengamatan dilakukan secara subjektif hingga mie menjadi rusak. Indikator kerusakan berupa bau asam, bau tengik (pada mie matang) dan lendir. Ekstrak yang mampu memberikan umur simpan maksimum adalah ekstrak segar 1:1 dan 2:1 konsentrasi 100%, dengan umur simpan 54 dan 57 jam untuk mie mentah, dan 42 jam untuk mie matang. Konsentrasi tersebut kemudian digunakan dalam tahap penelitian selanjutnya, yaitu aplikasi ekstrak terbaik. Dalam tahap ini dilakukan analisis mutu mie lebih lanjut, seperti total mikroba, total kapang khamir, total koliform, pH, aw, warna, dan uji sensori. Untuk uji total mikroba, total kapang khamir, pH, dan warna dilakukan setiap 12 jam sekali selama 60 jam. Uji koliform, aw dan sensori dilakukan pada jam ke-0. Berdasarkan total mikroba, umur simpan mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 adalah 24-36 jam. Meskipun demikian, pengamatan subjektif menunjukkan umur simpan hingga 54-57 jam. Perbedaan umur simpan tersebut disebabkan karena jumlah mikroba pada 24-36 jam belum menimbulkan bau
asam atau lendir. Bau asam atau lendir umumnya terdeteksi setelah jumlah mikroba melebihi 108 cfu/g. Total mikroba mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 melampaui batas SNI-01-2987-1992 setelah 12 jam, dan mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 setelah 24 jam. Pengamatan subjektif menunjukkan bahwa kedua jenis mie matang tersebut dikatakan rusak setelah 42 jam. Mie basah yang dikatakan rusak secara mikrobiologis belum dikatakan rusak jika diamati secara visual. Mie basah mentah, yang dibuat dengan ekstrak segar bawang dan kontrol, memiliki jumlah mikroba total 5.6 x 106 - 1.2 x 108 cfu/g pada saat dinyatakan rusak secara subjektif. Mie basah matang dengan ekstrak segar dan mie kontrol memiliki jumlah mikroba total 1.8 x 107 - 1.7 x 108 cfu/g pada saat dinyatakan rusak secara subjektif. Mie mentah kontrol memiliki aw sebesar 0.907, sementara mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 sebesar 0.891 dan 0.894. Mie matang kontrol memiliki aw sebesar 0.970, dan mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 sebesar 0.938 dan 0.955. Berdasarkan hasil tersebut, penambahan ekstrak segar bawang putih tidak berpengaruh terhadap nilai aw. Nilai pH mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 saat mie menjadi rusak secara mikrobiologis (setelah 36 jam) adalah sebesar 8.66, dan pada saat rusak secara subjektif (setelah 54 jam) sebesar 8.13. Mie mentah yang dibuat dengan ekstrak segar 2:1 saat rusak secara mikrobiologis (setelah 36 jam) memiliki pH sebesar 8.32, dan saat rusak secara subjektif (setelah 57 jam) sebesar 8.16. Perubahan pH yang terjadi pada mie mentah dengan ekstrak bawang putih tidak terlalu besar. Mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 selama penyimpanan (60 jam) kisaran pH-nya antara 8.72-8.13, serta mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 antara 8.26-8.16. Saat mie mentah dengan ekstrak segar menjadi rusak, baik secara subjektif maupun mikrobiologis, perubahan pH yang terjadi tidak drastis, cenderung stabil. Berbeda dengan mie mentah kontrol, dimana selama penyimpanan (60 jam), memiliki pH antara 8.91-7.56. Ekstrak segar bawang relatif dapat mempertahankan pH mie mentah selama penyimpanan. Mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 memiliki pH sebesar 6.88 pada saat mie menjadi rusak secara subjektif (setelah 42 jam), dan sebesar 8.47 saat mie menjadi rusak secara mikrobiologis (setelah 12 jam). Mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 saat rusak secara subjektif (setelah 42 jam) memiliki pH sebesar 7.19, dan secara mikrobiologis (setelah 24 jam) sebesar 8.12. Nilai pH mie matang dengan ekstrak segar pada saat rusak mengalami penurunan namun tidak sampai pH asam. Nilai pH mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar mengalami penurunan lebih besar dibandingkan mie mentah. Kisaran pH mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 selama penyimpanan antara 8.58-6.64, mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 antara 8.506.60, dan mie matang kontrol antara 9.02-5.55. Ekstrak segar bawang putih dapat menurunkan laju penurunan pH mie matang selama penyimpanan. Penambahan ekstrak bawang putih pada mie mentah dapat menekan pertumbuhan kapang khamir. Hal ini dapat dilihat pada jumlah kapang khamir mie
mentah dengan ekstrak segar yang tidak melebihi batas 104 cfu/g selama penyimpanan (60 jam), berbeda dengan mie mentah kontrol yang melebihi 104 cfu/g setelah 48 jam. Hal tersebut juga berbeda dengan mie matang, dimana kapang pada mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 melebihi batas 104 cfu/g setelah 60 jam. Mie matang kontrol tidak melebihi 104 cfu/g selama penyimpanan (60 jam). Uji total koliform pada mie mentah dan matang pada awal penyimpanan (0 jam) menunjukkan hasil negatif. Hal tersebut membuktikan bahwa kebersihan dan sanitasi selama pembuatan mie berlangsung baik. Perubahan warna lebih terlihat pada mie mentah dibandingkan pada mie matang. Hal itu terlihat pada perubahan ketajaman warna (nilai L) dan golongan warna (º Hue) mie. Kerusakan mie, baik secara visual maupun mikrobiologis, kurang berpengaruh terhadap warna mie mentah dan matang. Pada mie mentah, nilai L cenderung menurun, sedangkan pada mie matang relatif tetap. Nilai ºHue pada mie mentah dan matang selama penyimpanan mengalami penurunan, tetapi tidak sampai mengubah golongan warna mie. Golongan warna mie, mentah dan matang, selama penyimpanan tetap yellow red. Uji sensori diujikan terhadap atribut warna, aroma, teksur, rasa dan keseluruhan mie. Uji sensori secara keseluruhan menunjukkan bahwa mie mentah dan matang tanpa penambahan ekstrak bawang masih lebih disukai dibandingkan mie dengan ekstrak bawang. Mie dengan ekstrak bawang kurang disukai karena aroma bawang yang menyengat dan teksturnya kurang baik. Harga mie basah dengan penambahan ekstrak segar dihitung berdasarkan harga dasar mie basah di pasaran dan harga ekstrak segar bawang. Hasil perhitungan menunjukkan harga mie yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 adalah sebesar Rp 6,447.93/kg untuk mie mentah dan Rp 3,370.86/kg untuk mie matang. Mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 berharga Rp 7,766.48/kg dan mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak 2:1 sebesar Rp 4,298.79/kg. Pada penelitian ini penambahan ekstrak bawang putih tidak efektif dalam meningkatkan umur simpan mie basah. Secara subjektif dan mikrobiologis, umur simpan mie dengan penambahan ekstrak segar tidak berbeda dengan mie kontrol.
Elvina Yohana. F24102127. APLIKASI EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) SEBAGAI PENGAWET MIE BASAH. Di bawah bimbingan Lilis Nuraida dan Nuri Andarwulan. 2007. RINGKASAN Mie basah, baik mentah atau matang, sudah sejak lama dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Mie basah di Indonesia umumnya terbuat dari tepung terigu (gandum) dan termasuk alkaline noodle karena menggunakan garam alkali dalam pembuatannya. Mie basah berumur relatif singkat, sehingga untuk memperpanjang umur simpannya digunakan berbagai zat dan bahan kimia untuk mengawetkannya. Seringkali, zat yang digunakan sebagai pengawet tersebut bukanlah bahan tambahan pangan yang diizinkan dan sifatnya membahayakan kesehatan, seperti formalin. Penggunaan formalin dalam makanan membahayakan karena formalin bukan pengawet makanan yang diijinkan dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Penggunaan formalin pada produk pangan, khususnya mie basah, perlu digantikan oleh zat atau bahan yang tidak berbahaya dan harganya yang terjangkau. Rempah-rempah memiliki potensi untuk dipakai sebagai pengawet makanan karena umumnya memiliki sifat antimikroba. Sifat antimikroba rempahrempah tersebut diharapkan dapat menghambat pertumbuhan mikroba pada mie basah sehingga dapat memperpanjang umur simpan mie basah. Bawang putih merupakan rempah-rempah yang menurut penelitian terdahulu memiliki sifat antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan ekstrak segar dan ekstrak rebus bawang putih dalam meningkatkan umur simpan mie basah. Tahapan penelitian dibagi menjadi tiga tahap, yaitu pembuatan ekstrak bawang putih, aplikasi ekstrak bawang putih ke dalam adonan mie, dan aplikasi ekstrak terpilih. Jenis ekstrak bawang putih yang dibuat adalah ekstrak rebus dan ekstrak segar dengan konsentrasi 10, 20, 30, 50, 100% yang dicampur dengan air dalam adonan mie. Konsentrasi tersebut dihitung dari jumlah air yang diperlukan dalam adonan mie. Pada tahapan aplikasi ekstrak ke dalam adonan mie, pengamatan dilakukan secara subjektif hingga mie menjadi rusak. Indikator kerusakan berupa bau asam, bau tengik (pada mie matang) dan lendir. Ekstrak yang mampu memberikan umur simpan maksimum adalah ekstrak segar 1:1 dan 2:1 konsentrasi 100%, dengan umur simpan 54 dan 57 jam untuk mie mentah, dan 42 jam untuk mie matang. Konsentrasi tersebut kemudian digunakan dalam tahap penelitian selanjutnya, yaitu aplikasi ekstrak terbaik. Dalam tahap ini dilakukan analisis mutu mie lebih lanjut, seperti total mikroba, total kapang khamir, total koliform, pH, aw, warna, dan uji sensori. Untuk uji total mikroba, total kapang khamir, pH, dan warna dilakukan setiap 12 jam sekali selama 60 jam. Uji koliform, aw dan sensori dilakukan pada jam ke-0. Berdasarkan total mikroba, umur simpan mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 adalah 24-36 jam. Meskipun demikian, pengamatan subjektif menunjukkan umur simpan hingga 54-57 jam. Perbedaan umur simpan tersebut disebabkan karena jumlah mikroba pada 24-36 jam belum menimbulkan bau asam atau lendir. Bau asam atau lendir umumnya terdeteksi setelah jumlah mikroba melebihi 108 cfu/g.
Total mikroba mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 melampaui batas SNI-01-2987-1992 setelah 12 jam, dan mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 setelah 24 jam. Pengamatan subjektif menunjukkan bahwa kedua jenis mie matang tersebut dikatakan rusak setelah 42 jam. Mie basah yang dikatakan rusak secara mikrobiologis belum dikatakan rusak jika diamati secara visual. Mie basah mentah, yang dibuat dengan ekstrak segar bawang dan kontrol, memiliki jumlah mikroba total 5.6 x 106 - 1.2 x 108 cfu/g pada saat dinyatakan rusak secara subjektif. Mie basah matang dengan ekstrak segar dan mie kontrol memiliki jumlah mikroba total 1.8 x 107 - 1.7 x 108 cfu/g pada saat dinyatakan rusak secara subjektif. Mie mentah kontrol memiliki aw sebesar 0.907, sementara mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 sebesar 0.891 dan 0.894. Mie matang kontrol memiliki aw sebesar 0.970, dan mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 sebesar 0.938 dan 0.955. Berdasarkan hasil tersebut, penambahan ekstrak segar bawang putih tidak berpengaruh terhadap nilai aw. Nilai pH mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 saat mie menjadi rusak secara mikrobiologis (setelah 36 jam) adalah sebesar 8.66, dan pada saat rusak secara subjektif (setelah 54 jam) sebesar 8.13. Mie mentah yang dibuat dengan ekstrak segar 2:1 saat rusak secara mikrobiologis (setelah 36 jam) memiliki pH sebesar 8.32, dan saat rusak secara subjektif (setelah 57 jam) sebesar 8.16. Perubahan pH yang terjadi pada mie mentah dengan ekstrak bawang putih tidak terlalu besar. Mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 selama penyimpanan (60 jam) kisaran pH-nya antara 8.72-8.13, serta mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 antara 8.26-8.16. Saat mie mentah dengan ekstrak segar menjadi rusak, baik secara subjektif maupun mikrobiologis, perubahan pH yang terjadi tidak drastis, cenderung stabil. Berbeda dengan mie mentah kontrol, dimana selama penyimpanan (60 jam), memiliki pH antara 8.917.56. Ekstrak segar bawang relatif dapat mempertahankan pH mie mentah selama penyimpanan. Mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 memiliki pH sebesar 6.88 pada saat mie menjadi rusak secara subjektif (setelah 42 jam), dan sebesar 8.47 saat mie menjadi rusak secara mikrobiologis (setelah 12 jam). Mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 saat rusak secara subjektif (setelah 42 jam) memiliki pH sebesar 7.19, dan secara mikrobiologis (setelah 24 jam) sebesar 8.12. Nilai pH mie matang dengan ekstrak segar pada saat rusak mengalami penurunan namun tidak sampai pH asam. Nilai pH mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar mengalami penurunan lebih besar dibandingkan mie mentah. Kisaran pH mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 selama penyimpanan antara 8.58-6.64, mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 antara 8.50-6.60, dan mie matang kontrol antara 9.02-5.55. Ekstrak segar bawang putih dapat menurunkan laju penurunan pH mie matang selama penyimpanan. Penambahan ekstrak bawang putih pada mie mentah dapat menekan pertumbuhan kapang khamir. Hal ini dapat dilihat pada jumlah kapang khamir mie mentah dengan ekstrak segar yang tidak melebihi batas 104 cfu/g selama penyimpanan (60 jam), berbeda dengan mie mentah kontrol yang melebihi 104
cfu/g setelah 48 jam. Hal tersebut juga berbeda dengan mie matang, dimana kapang pada mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 melebihi batas 104 cfu/g setelah 60 jam. Mie matang kontrol tidak melebihi 104 cfu/g selama penyimpanan (60 jam). Uji total koliform pada mie mentah dan matang pada awal penyimpanan (0 jam) menunjukkan hasil negatif. Hal tersebut membuktikan bahwa kebersihan dan sanitasi selama pembuatan mie berlangsung baik. Perubahan warna lebih terlihat pada mie mentah dibandingkan pada mie matang. Hal itu terlihat pada perubahan ketajaman warna (nilai L) dan golongan warna (º Hue) mie. Kerusakan mie, baik secara visual maupun mikrobiologis, kurang berpengaruh terhadap warna mie mentah dan matang. Pada mie mentah, nilai L cenderung menurun, sedangkan pada mie matang relatif tetap. Nilai ºHue pada mie mentah dan matang selama penyimpanan mengalami penurunan, tetapi tidak sampai mengubah golongan warna mie. Golongan warna mie, mentah dan matang, selama penyimpanan tetap yellow red. Uji sensori diujikan terhadap atribut warna, aroma, teksur, rasa dan keseluruhan mie. Uji sensori secara keseluruhan menunjukkan bahwa mie mentah dan matang tanpa penambahan ekstrak bawang masih lebih disukai dibandingkan mie dengan ekstrak bawang. Mie dengan ekstrak bawang kurang disukai karena aroma bawang yang menyengat dan teksturnya kurang baik. Harga mie basah dengan penambahan ekstrak segar dihitung berdasarkan harga dasar mie basah di pasaran dan harga ekstrak segar bawang. Hasil perhitungan menunjukkan harga mie yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 adalah sebesar Rp 6,447.93/kg untuk mie mentah dan Rp 3,370.86/kg untuk mie matang. Mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 berharga Rp 7,766.48/kg dan mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak 2:1 sebesar Rp 4,298.79/kg. Pada penelitian ini penambahan ekstrak bawang putih tidak efektif dalam meningkatkan umur simpan mie basah. Secara subjektif dan mikrobiologis, umur simpan mie dengan penambahan ekstrak segar tidak berbeda dengan mie kontrol.
APLIKASI EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) SEBAGAI PENGAWET MIE BASAH
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh ELVINA YOHANA F24102127
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
APLIKASI EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) SEBAGAI PENGAWET MIE BASAH
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh ELVINA YOHANA F24102127
Tanggal lulus : 2 Februari 2007
Disetujui, Bogor,
Februari 2007
Dr. Ir. Lilis Nuraida, M.Sc
Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah Ketua Departemen ITP
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 Mei 1984 dan merupakan anak satu-satunya dari pasangan Ella Tatuil dan Albert Makiwawu. Penulis menyelesaikan pendidikan dasarnya pada tahun 1996 di SD Santo Paulus Jakarta, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Santo Paulus Jakarta hingga tahun 1999. Penulis menamatkan pendidikan menengah atas di SMU Kristen 3 BPK Penabur pada tahun 2002. Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Insitut Pertanian Bogor Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian melalui Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2002. Selama menjalani studi di IPB, penulis aktif di berbagai kegiatan dan organisasi kemahasiswaan, diantaranya menjadi anggota Food Chat Club, Ketua Panitia The 4th National Student’s Paper Competition on Food Issues, serta berbagai kepanitiaan lainnya, seperti Kepanitian Lepas Landas Sarjana tahun 2003 dan Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan tahun 2004. Penulis melaksanakan tugas khusus selama dua bulan pada bulan Juni hingga Juli 2005 di Curtin University of Technology, Perth, Australia dengan topik “Canola Meal Protein Isolation and Lupin Softening”. Sebagai tugas akhir, penulis mengambil penelitian dengan judul “Aplikasi Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum Linn) Sebagai Pengawet Alami Mie Basah” di bawah bimbingan Dr. Ir. Lilis Nuraida, M.Sc dan Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M,Si.
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat, anugerah dan pimpinan-Nya selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih sedalam-dalamnya kepada: 1. Papa, Mama dan seluruh keluarga yang saya kasihi atas doa, kasih sayang,
kepercayaan dan dukungannya selama ini. 2. Dr. Ir. Lilis Nuraida, M.Sc, selaku dosen pembimbing pertama atas segala
bimbingan dan nasihat yang telah diberikan kepada penulis selama menjadi mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan 3. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si selaku dosen pembimbing kedua atas
bimbingan dan saran selama penelitian dan penulisan skripsi 4. Dr. Ir. Ratih Dewanti Hariyadi, M.Sc selaku dosen penguji atas
kebersediaannya menguji pada ujian skripsi. 5. Teman-temanku satu kontrakan selama kurang lebih 3 tahun, Dora, Tissa,
Farah, Ina, Nuy, Ratry, Fany Nene atas persahabatan dan kebersamaan yang telah terjalin indah. 6. Teman-teman senasib, sependeritaan dan sepenanggungan di lab, Meilina,
Karen, Inggrid, Dhenok, Pretty atas semua bantuan, keceriaan dalam suka dan duka, toleransi, dan kebersamaannya selama ini. 7. Para laboran dan staf semuanya, Pak Koko, Teh Ida, Pak Gatot, Bu
Rubiyah, Pak Rojak, Pak Sobirin, Mas Edi, Pak Wahid, Bu Sri, Pak Sidik, Pak Mul dan Pak Solihin atas semua bantuan dan nasehat selama saya menjalani penelitian. 8. Staf dan karyawan AJMP atas bantuannya selama ini dalam mengurus
segala urusan administrasi. 9. Para pemain kartu, Adjeng, Didin, Dadik, Papang, Randy, Ribka, Kiki,
Irwan, Ulik, Aponk, Vivi, dan Prasna.
i
10. TPG’39 yang berdomisili di lab-lab lainnya. Untuk Herold, Mohung,
Risna, Yulizar Ijal, Eva, Rohana, AnSor, Boyon, Ribka, Woro, Nanda, Randy, Manginar, Manto, Steisi, Temin, Evrin, Julia, Hana, dan Hanna Hansib. 11. Teman-teman kos Palem Merah, Aline, Emma, Mbak Nana, Mbak Santi,
Mbak Shinta, Tin-tin, Mbak Yona, Mbak Stany atas kebersamaan singkat yang indah. 12. Teman-teman ITP’40, 41, 42 atas bantuan dan kerjasamanya. 13. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu
Penulis berharap bahwa skripsi ini dapat berguna bagi siapapun yang membutuhkan, khususnya bagi mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Penulis mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan dalam penulisan karya tulis ini.
Bogor, Januari 2007
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR .............................................................................
i
DAFTAR ISI .............................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
vi
DAFTAR TABEL ................................................................................. ..
viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ ..
ix
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ...................................................................
1
B. TUJUAN PENELITIAN ................................................................. 2 II. TINJAUAN PUSTAKA A. MIE BASAH .................................................................................
3
1. Jenis Mie Basah .......................................................................
4
2. Proses Pengolahan Mie Basah .................................................
6
3. Umur Simpan dan Kerusakan Mie Basah ................................
9
B. BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn) ....................................
11
1. Klasifikasi Bawang Putih .........................................................
11
2. Sifat Antimikroba Bawang Putih .............................................
12
a. Alisin ...................................................................................
14
b. Ajoene .................................................................................
17
III. BAHAN DAN METODE A. BAHAN DAN ALAT ..................................................................
20
1. Bahan .......................................................................................
20
2. Alat ............................................................................................
20
B. METODE .....................................................................................
20
1. Pembuatan Ekstrak Bawang Putih ...........................................
21
2. Aplikasi Ekstrak ke Dalam Adonan Mie .................................
22
3. Aplikasi Konsentrasi Jenis dan Ekstrak Terpilih ke Dalam Adonan Mie ..............................................................................
24
C. PENGAMATAN ..........................................................................
24
1. Kadar Air Bawang Putih ..........................................................
24
iii
2. Pengukuran Rendemen Ekstrak ...............................................
24
3. Total Mikroba Ekstrak Bawang Putih dan Mie Basah .............
25
4. Total Kapang Khamir ...............................................................
26
5. Total Koliform .........................................................................
26
6. pH Ekstrak dan Mie .................................................................
27
7. Nilai aw .....................................................................................
27
8.Warna .........................................................................................
28
9. Uji Sensori ................................................................................
29
10. Analisis Harga Mie ................................................................
29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMBUATAN EKSTRAK BAWANG PUTIH .........................
31
1. Kadar Air Bawang Putih ..........................................................
31
2. Rendemen Ekstrak Bawang .....................................................
31
3. Total Mikroba Ekstrak Bawang ...............................................
32
4. Nilai pH Ekstrak Bawang .........................................................
33
B. APLIKASI PENDAHULUAN EKSTRAK BAWANG PUTIH KE DALAM ADONAN MIE .......................................................
33
C. APLIKASI JENIS DAN KONSENTRASI EKSTRAK TERBAIK KE DALAM ADONAN MIE .......................................................
37
1. Total Mikroba Mie Basah Selama Penyimpanan .....................
37
2. Total Kapang Khamir Mie Basah Selama Penyimpanan .........
44
3. Total Koliform .........................................................................
48
4. Nilai aw .....................................................................................
49
5. Nilai pH ....................................................................................
51
6. Warna .......................................................................................
55
a. Nilai L (ketajaman warna) ............................................
56
b. Derajat Hue ..................................................................
60
7. Uji Sensori ................................................................................
63
a. Warna ...........................................................................
63
b. Aroma ...........................................................................
66
c. Tekstur ..........................................................................
69
d. Rasa ...............................................................................
72
iv
e. Keseluruhan (overall) ...................................................
74
8. Analisis Harga Mie ..................................................................
76
V. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................
79
A. KESIMPULAN .......................................................................
79
B. SARAN ...................................................................................
80
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
81
LAMPIRAN .............................................................................................
84
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.
Tahap-tahap pembuatan mie basah............................................. 7
Gambar 2.
Struktur kimia alisin...................................................................
14
Gambar 3.
Reaksi pembentukan alisin.........................................................
15
Gambar 4.
Bawang putih yang digunakan dalam penelitian........................
19
Gambar 5.
Diagram alir penelitian...............................................................
20
Gambar 6.
Proses pembuatan mie basah mentah dan matang...................... 22
Gambar 7.
Total mikroba mie basah mentah selama penyimpanan............. 37
Gambar 8.
Total mikroba mie basah matang selama penyimpanan............. 40
Gambar 9.
Total kapang khamir mie basah mentah selama penyimpanan..
43
Gambar 10.
Total kapang khamir mie basah matang selama penyimpanan..
45
Gambar 11.
Perubahan nilai pH mie basah mentah selama penyimpanan....
49
Gambar 12.
Perubahan nilai pH mie basah matang selama penyimpanan..... 52
Gambar 13.
Perubahan nilai L pada pengukuran warna mie basah mentah selama penyimpanan................................................................... 54
Gambar 14.
Perubahan nilai L pada pengukuran warna mie basah matang selama penyimpanan..................................................................
56
Gambar 15.
Perubahan nilai °Hue pada perubahan warna mie basah mentah selama penyimpanan...................................................... 61
Gambar 16.
Perubahan nilai °Hue pada perubahan warna mie basah matang selama penyimpanan...................................................... 62
Gambar 17.
Hasil uji hedonik terhadap warna mie mentah dan mie mentah yang dimatangkan....................................................................... 64
Gambar 18.
Hasil uji hedonik terhadap warna mie matang...........................
65
Gambar 19.
Hasil uji hedonik terhadap aroma mie mentah dan mie mentah yang dimatangkan .....................................................................
67
vi
Gambar 20.
Hasil uji hedonik terhadap aroma mie matang...........................
Gambar 21.
Hasil uji hedonik terhadap tekstur mie mentah dan mie mentah yang dimatangkan....................................................................... 70
Gambar 22.
Hasil uji hedonik terhadap tekstur mie matang..........................
Gambar 23.
Hasil uji hedonik terhadap rasa mie matang dan mie mentah yang dimatangkan...................................................................... 73
Gambar 24.
Hasil uji hedonik terhadap keseluruhan mie mentah dan mie mentah yang dimatangkan..........................................................
Gambar 25.
68
71
74
Hasil uji hedonik terhadap keseluruhan mie matang.................. 76
vii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.
Syarat mutu mie basah (SNI-01-2987-1992) ...............................
3
Tabel 2.
Komposisi nilai gizi mie basah......................................................
5
Tabel 3.
Komposisi bawang putih per 100 gram umbi................................
12
Tabel 4.
Jenis dan konsentrasi ekstrak yang ditambahkan ke adonan.......... 22
Tabel 5.
Formula dasar pembuatan mie basah.skala laboratorium..............
23
Tabel 6.
Rendemen jenis ekstrak bawang putih...........................................
31
Tabel 7.
Jumlah mikroba awal ekstrak segar bawang putih......................... 32
Tabel 8.
Nilai pH ekstrak bawang................................................................
Tabel 9.
Umur simpan mie basah dengan penambahan ekstrak bawang putih segar..................................................................................... 34
Tabel 10.
Umur simpan mie basah dengan penambahan ekstrak rebus bawang putih..................................................................................
33
36
Tabel 11.
Perbandingan umur simpan mie basah secara pengamatan subjektif dan mikrobiologis........................................................... 43
Tabel 12.
Nilai aw sampel mie basah ............................................................. 43
Tabel 13.
Persen rendemen mie mentah dan matang dengan penambahan ekstrak segar................................................................................... 77
Tabel 14.
Perhitungan harga mie basah dengan penambahan ekstrak segar bawang putih..................................................................................
78
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1a.
Hasil perhitungan kadar air bawang putih .......................... 85
Lampiran 1b.
Rendemen ekstrak bawang putih ........................................ 85
Lampiran 1c
Nilai pH ekstrak rebus bawang putih .................................
85
Lampiran 1d.
Nilai pH ekstrak segar bawang putih .................................
85
Lampiran 2a.
Total mikroba ekstrak bawang putih rebus ........................
86
Lampiran 2b.
Total mikroba ekstrak bawang putih segar ........................
86
Lampiran 3a.
Umur simpan mie basah mentah yang dibuat dengan ekstrak rebus bawang putih ................................................ 87
Lampiran 3b.
Umur simpan mie basah yang dibuat dengan ekstrak segar bawang putih ...................................................................... 87
Lampiran 4a.
Hasil analisis ragam umur simpan mie basah mentah yang dibuat dengan ekstrak segar 1:1 ......................................... 88
Lampiran 4b.
Hasil analisis ragam umur simpan mie basah matang yang dibuat dengan ekstrak segar 1:1 ......................................... 88
Lampiran 5a.
Hasil analisis ragam umur simpan mie basah mentah yang dibuat dengan ekstrak segar 2:1......................................... 89
Lampiran 5b.
Hasil analisis ragam umur simpan mie basah matang yang dibuat dengan ekstrak segar 2:1 ......................................... 89
Lampiran 6a.
Hasil analisis ragam umur simpan mie basah matang yang dibuat dengan ekstrak rebus 1:3, waktu perebusan 1 menit 90
Lampiran 6b.
Hasil analisis ragam umur simpan mie basah matang yang dibuat dengan ekstrak rebus 1:3, waktu perebusan 5 menit 90
Lampiran 7.
Hasil analisis total mikroba mie basah mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 selama penyimpanan ............................................................ ......... 91
Lampiran 8.
Hasil analisis total mikroba mie basah matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 selama penyimpanan....................................................................... 92
ix
Lampiran 9.
Hasil analisis total mikroba mie basah mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 selama penyimpanan....................................................................... 93
Lampiran 10.
Hasil analisis total mikroba mie basah matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 selama penyimpanan....................................................................... 94
Lampiran 11.
Persamaan regresi linear dari kurva pertumbuhan mie basah mentah....................................................................... 95
Lampiran 12.
Persamaan regresi linear dari kurva pertumbuhan mie basah matang....................................................................... 96
Lampiran 13.
Hasil analisis total kapang khamir mie basah mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 selama penyimpanan ...................................................................... 97
Lampiran 14.
Hasil analisis total kapang khamir mie basah matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 selama penyimpanan ...................................................................... 98
Lampiran 15.
Hasil analisis total kapang khamir mie basah mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 selama penyimpanan ...................................................................... 99
Lampiran 16.
Hasil analisis total kapang khamir mie basah matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 selama penyimpanan ...................................................................... 100
Lampiran 17.
Hasil analisis warna terhadap mie basah mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 selama penyimpanan....................................................................... 101
Lampiran 18.
Hasil analisis warna terhadap mie basah matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 selama penyimpanan....................................................................... 102
Lampiran 19.
Hasil analisis warna terhadap mie basah mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 selama penyimpanan....................................................................... 103
Lampiran 20.
Hasil analisis warna terhadap mie basah matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 selama penyimpanan....................................................................... 104
Lampiran 21a.
Hasil analisis ragam nilai L jam ke-0 untuk mie basah mentah ................................................................................ 105
x
Lampiran 21b.
Hasil analisis ragam nilai L jam ke-0 untuk mie basah matang ................................................................................ 105
Lampiran 22.
Nilai aw sampel mie basah mentah,mie basah matang dan kontrol ................................................................................ 106
Lampiran 23a.
Nilai pH mie basah mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 selama penyimpanan .............................. 107
Lampiran 23b.
Nilai pH mie basah matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 selama penyimpanan .............................. 107
Lampiran 24a.
Nilai pH mie basah mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1selama penyimpanan ............................... 108
Lampiran 24b.
Nilai pH mie basah matang yang dibuat dengan 10% ekstrak segar 2:1 selama penyimpanan .............................. 108
Lampiran 25.
Form kuisioner uji hedonik mie basah mentah ..................
109
Lampiran 26.
Form kuisioner uji hedonik mie basah matang ..................
110
Lampiran 27.
Hasil uji hedonik terhadap mie basah mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1........................................... 111
Lampiran 28.
Hasil uji hedonik terhadap mie basah mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1........................................... 112
Lampiran 29.
Hasil uji hedonik terhadap mie basah mentah kontrol (tanpa penambahan ekstrak)................................................ 113
Lampiran 30.
Hasil uji hedonik terhadap mie basah mentah pasar ..........
Lampiran 31.
Hasil analisis ragam untuk parameter warna mie basah mentah ................................................................................ 115
Lampiran 32.
Hasil analisis ragam untuk parameter aroma mie basah mentah ................................................................................ 116
Lampiran 33.
Hasil analisis ragam untuk parameter tekstur mie basah mentah ................................................................................. 117
Lampiran 34.
Hasil analisis ragam untuk parameter keseluruhan mie basah mentah ...................................................................... 118
Lampiran 35.
Hasil uji hedonik terhadap mie basah matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1........................................... 119
114
xi
Lampiran 36.
Hasil uji hedonik terhadap mie basah matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1........................................... 120
Lampiran 37.
Hasil uji hedonik terhadap mie basah matang kontrol (tanpa penambahan ekstrak) ............................................... 121
Lampiran 38.
Hasil uji hedonik terhadap mie basah matang pasar...........
Lampiran 39.
Hasil analisis ragam untuk parameter warna mie basah matang ................................................................................ 123
Lampiran 40.
Hasil analisis ragam untuk parameter aroma mie basah matang ................................................................................. 124
Lampiran 41.
Hasil analisis ragam untuk parameter tekstur mie basah matang ................................................................................. 125
Lampiran 42.
Hasil analisis ragam untuk parameter rasa mie basah matang ................................................................................ 126
Lampiran 43.
Hasil analisis ragam untuk parameter keseluruhan mie basah matang ...................................................................... 127
Lampiran 44.
Hasil uji hedonik terhadap mie basah mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 yang dimatangkan........................................................................ 128
Lampiran 45.
Hasil uji hedonik terhadap mie basah mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 yang dimatangkan........................................................................ 129
Lampiran 46.
Hasil uji hedonik terhadap mie basah mentah kontrol yang dimatangkan .............................................................. 130
Lampiran 47.
Hasil uji hedonik terhadap mie basah mentah pasar yang dimatangkan........................................................................ 131
Lampiran 48.
Hasil analisis ragam untuk parameter warna mie basah mentah yang dimatangkan .................................................. 132
Lampiran 49.
Hasil analisis ragam untuk parameter aroma mie basah mentah yang dimatangkan .................................................. 133
Lampiran 50.
Hasil analisis ragam untuk parameter tekstur mie basah mentah yang dimatangkan .................................................. 134
122
xii
Lampiran 51.
Hasil analisis ragam untuk parameter rasa mie basah mentah yang dimatangkan .................................................. 135
Lamipran 52.
Hasil analisis ragam untuk parameter keseluruhan mie basah mentah yang dimatangkan ........................................ 136
Lampiran 53.
Contoh perhitungan harga mie basah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar............................................................. 137
xiii
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Oleh karena itu, perkembangan ilmu pangan dan penemuan dalam bidang pangan dan teknologinya terus berkembang. Pada saat ini masyarakat tidak hanya menghendaki pangan yang lezat dan enak, namun juga pangan yang bergizi dan aman bagi kesehatan. Keamanan pangan menjadi sangat penting dewasa ini dikarenakan semakin banyaknya makanan yang menggunakan pengawet atau zat berbahaya lainnya. Salah satu produk pangan yang banyak disorot karena penggunaan zat berbahaya formalin sebagai pengawet adalah mie basah. Mie basah, baik mentah atau matang, sudah sejak lama dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Jenis mie basah di Indonesia umumnya terbuat dari tepung terigu (gandum) dan termasuk alkaline noodle karena menggunakan garam alkali dalam pembuatannya. Tingkat konsumsi masyarakat terhadap mie basah cukup tinggi karena harganya yang cukup murah dan mudah diolah menjadi berbagai macam masakan. Mie basah berumur relatif singkat, yaitu selama 50- 60 jam (Hoseney, 1998). Menurut Chamdani (2005), mie basah mentah memiliki umur simpan antara 24-36 jam dan menurut Pahrudin (2006), umur simpan mie basah matang antara 24-30 jam. Penggunaan formalin dalam makanan bersifat membahayakan karena formalin bukan pengawet makanan yang diijinkan dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan, baik bagi konsumen dan produsen mie basah. Salah satu alasan mengapa penggunaan formalin masih marak digunakan adalah harganya yang murah dan daya awetnya yang lama, dan mutu mie yang dihasilkan lebih bagus (Astawan, 2006). Penggunaan formalin pada produk pangan, khususnya mie basah, perlu digantikan oleh zat atau bahan yang tidak berbahaya dan harganya yang terjangkau.
1
Rempah-rempah memiliki potensi untuk dipakai sebagai pengawet makanan karena umumnya memiliki sifat antimikroba. Sifat antimikroba rempah-rempah tersebut diharapkan dapat menghambat pertumbuhan mikroba pada mie basah sehingga dapat memperpanjang umur simpan mie basah. Ketersediaan rempah di Indonesia boleh dibilang cukup karena Indonesia merupakan salah satu negara penghasil rempah-rempah terbesar di dunia. Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa rempah seperti cengkeh, bawang putih, jahe, kunyit, lengkuas, daun salam, kecombrang memiliki sifat antibakteri dan antifungi. Sifat antimikroba tersebut disebabkan kandungan senyawa aktif pada rempah, seperti eugenol pada cengkeh dan alisin pada bawang putih. Aplikasi rempah sebagai pengawet atau bahan tambahan pada makanan perlu mempertimbangkan berbagai segi, seperti warna, aroma atau tekstur. Pemilihan bawang putih untuk diteliti lebih lanjut mengenai pengaruhnya pada umur simpan mie basah disebabkan ketersediaan bawang putih yang cukup, harganya terjangkau dan terutama karena sifatnya dalam menghambat mikroba sudah diketahui. Meski telah banyak penelitian menerangkan sifat antimikroba bawang putih, namun belum ada yang khusus meneliti aplikasi sifat antimikroba bawang putih pada produk pangan, khususnya mie basah.
B. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan ekstrak rebus dan ekstrak segar bawang putih (Allium sativum Linn.) dalam meningkatkan umur simpan mie basah, baik mie basah mentah maupun mie basah matang. Mie basah yang dibuat dengan ekstrak rebus dan ekstrak segar bawang putih dibandingkan umur simpannya dengan mie basah tanpa ekstrak bawang putih.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. MIE BASAH Mie adalah salah satu produk utama olahan terigu. Di Indonesia, jenis tepung yang paling banyak digunakan untuk pembuatan mie adalah tepung terigu (gandum). Berdasarkan SNI 01-2987-1992 tentang mie basah, mie adalah produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie. Syarat mutu mie basah berdasarkan SNI dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Syarat mutu mie basah (SNI-01-2987-1992) No. Kriteria Uji Keadaan: 1.1 Bau 1 1.2 Rasa 1.3 Warna 2 Kadar air Kadar abu (dihitung atas 3 dasar bahan kering) Kadar protein (dihitung 4 atas dasar bahan kering) Bahan tambahan pangan 5.1 Boraks dan asam borat 5
6
7 8
Satuan
Persyaratan
% b/b
Normal Normal Normal 20-35
% b/b
Maks. 3
% b/b
Min. 3 Tidak boleh ada Sesuai SNI-0222-M dan Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/88 Tidak boleh ada
5.2 Pewarna 5.3 Formalin Cemaran logam: 6.1 Timbal (Pb) 6.2 Tembaga (Cu) 6.3 Seng (Zn) 6.4 Raksa (Hg) Arsen (As) Cemaran mikroba: 8.1 Angka lempeng total 8.2 E. coli 8.3 Kapang
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
Maks. 1.0 Maks. 10.0 Maks. 40.0 Maks. 0.05 Maks. 0.05
Koloni/g APM/g Koloni/g
Maks. 1.0 x 106 Maks. 10 Maks. 1.0 x 104
3
Mie diperkirakan berasal dari Cina dan dibawa masuk ke Indonesia oleh pendatang dan imigran Cina. Menurut Pagani (1985), mie merupakan produk pasta yang berbahan baku beras dan tepung kacang-kacangan yang pertama kali ditemukan oleh bangsa Cina, sedangkan menurut Hoseney (1998), mie adalah jenis pasta yang secara umum terbuat dari tepung, bukan semolina atau farina, dan mengandung garam sebagai tambahan pada tepung dan air.
1. Jenis Mie Basah Menurut Winarno dan Rahayu (1994), berdasarkan kadar air dan tahap pengolahannya, mie gandum dapat dibagi menjadi lima golongan, yaitu: (1) mie mentah/segar dengan kadar air 35% yang dibuat langsung dari proses pemotongan lembaran adonan, (2) mie basah dengan kadar air 52%, adalah mie mentah yang sebelum dipasarkan mengalami perebusan dalam air mendidih lebih dahulu, (3) mie kering dengan kadar air 10%, adalah mie mentah yang langsung dikeringkan, (4) mie goreng, adalah mie mentah yang sebelum dipasarkan lebih dahulu digoreng, dan (5) mie instan (mie siap hidang), yang di Jepang disebut sokusekimen, adalah mie mentah yang telah mengalami pengukusan dan dikeringkan sehingga menjadi mie instan kering atau digoreng sehingga menjadi mie instan goreng. Mie basah dengan bahan baku tepung terigu dapat digolongkan dalam dua kategori berdasarkan cara pembuatannya, yaitu mie basah mentah dan mie basah matang. Perbedaan kedua jenis mie basah tersebut adalah adanya tahapan perebusan dan penambahan minyak pada proses pembuatan mie basah matang sehingga kadar airnya meningkat menjadi 52%, sedangkan pada mie basah mentah tidak melewati tahapan tersebut sehingga kadar airnya berkisar 35% (Astawan, 2005). Mie basah yang terdapat di Indonesia, menurut Hou dan Kruk (1998), termasuk jenis Chinese wet noodle. Mie jenis ini termasuk mie segar (fresh noodle) yang umum dikonsumsi dalam jangka waktu 24 jam setelah produksi dikarenakan diskolorasi yang cepat terjadi. Umur simpan dapat diperpanjang menjadi 3-5 hari jika disimpan pada suhu refrigerator. Chinese wet noodle mengandung protein sebesar 11.0-12.5% dan kadar abu
4
sebesar 0.40-0.45%. Mie basah jenis Chinese noodles umumnya terbuat dari tepung gandum keras, dicirikan oleh warna kuning terang atau putih krem dan tekstur yang kuat. Karakteristik khusus dari Chinese wet noodles adalah penambahan kan-sui (garam alkali) yang menyebabkan warna kuning khas, flavor basa, pH tinggi dan tekstur yang baik (Hou dan Kruk, 1998). Mie basah merupakan bahan pangan yang tinggi kadar karbohidratnya, karena terbuat dari hampir 95% tepung terigu. Mie basah juga mengandung senyawa lainnya, seperti protein, lemak dan vitamin. Komposisi nilai gizi mie basah dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi nilai gizi mie basah* zat gizi mie basah Energi (kkal) 86 Protein (g) 1 Lemak (g) 3 Karbohidrat (g) 14 Kalsium (mg) 14 Fosfor (mg) 13 Besi (mg) 1 Vitamin A (SI) 0 Vitamin B1 (mg) 0 Vitamin C (mg) 0 Air 80.0 *Direktorat Gizi Depkes, 1979
Warna alami pada mie basah disebabkan oleh senyawa flavon yang terkandung dalam tepung dan pengaruh penambahan garam alkali. Miskelly (1996) menyebutkan bahwa senyawa flavon yang terlepas dari pati yang disebut apigenin glikosida berubah menjadi kuning pada suasana basa. Miskelly juga menyebutkan bahwa kekuningan (yellowness) dan kecerahan (brightness) mie tidak hanya dipengaruhi alkali tapi juga oleh kadar bran tepung, protein spesifik tepung, enzim protease dan polifenol oksidase, tingkat kerusakan pati, ukuran partikel tepung, dan penambahan senyawa pemutih tepung, telur atau pewarna makanan.
5
Senyawa flavon yang terkandung dalam tepung adalah pigmen tepung. Pigmen flavonoid ini berasal dari kontaminasi bran terhadap tepung, dimana flavonoid tidak rusak oleh zat pemutih (bleaching agent) yang umum digunakan. Pada pH asam, senyawa flavonoid relatif stabil dan tidak berwarna, namun akan memberikan warna kuning jika pH menjadi tinggi. Senyawa flavonoid inilah sumber penyebab warna kuning pada mie basah yang mengandung garam-garam alkali (Hoseney, 1998). Menurut Hou dan Kruk (1998), kriteria warna dari mie basah mentah (Chinese raw noodle) adalah terang dan agak putih, serta mengalami sedikit perubahan warna dalam 24 jam. Mie basah matang (Chinese wet noodle) mempunyai kriteria warna kuning terang serta terjadi sedikit perubahan warna dalam selang 24 jam.
2. Proses Pengolahan Mie Basah Bahan-bahan pembuat mie basah umumnya sama seperti bahan pembuat mie lainnya, yang terdiri atas tepung terigu, garam dapur, air, dan garam karbonat (Anonim, 2005). Tepung terigu adalah bahan yang jumlahnya paling banyak digunakan dan berfungsi sebagai bahan dasar dan sumber karbohidrat. Garam berguna untuk memberikan rasa, memperkuat tekstur, membantu reaksi gluten dan karbohidrat, serta mengikat air. Garam karbonat yang dapat terdiri atas kalium karbonat atau natrium karbonat berfungsi untuk meningkatkan pH, menyebabkan warna sedikit kuning dengan flavor yang lebih baik. Secara khusus, natrium karbonat berperan untuk kehalusan tekstur, sedangkan kalium karbonat untuk meningkatkan kekenyalan. Air berfungsi untuk melarutkan garam dapur dan garam karbonat, serta membantu pembentukan gluten (Winarno dan Rahayu, 1994). Warna unik dari mie kuning (yellow noodles) disebabkan penambahan garam alkali, lebih dikenal dengan nama kan-sui atau air basa. Jumlah penambahan biasanya sebesar 1% atau bahkan 1.5% untuk karbonat dan 0.3% untuk natrium hidroksida, walaupun jumlah 1% kadang digunakan. Penambahan alkali memberikan karakteristik aroma dan flavor, warna
6
kuning dan tekstur yang kuat dan elastis pada mie. Jumlah alkali yang ditambahkan berhubungan erat dengan nilai pH mie (Miskelly, 1996). Proses pembuatan mie basah secara umum meliputi tahap-tahap pencampuran bahan, pengadukan, pembentukan lembaran, pengistirahatan, penipisan lembaran, pemotongan pita-pita mie, perebusan dan pelumuran minyak (untuk mie basah matang).
Proses pembuatan mie basah yang
digunakan dalam penelitan berdasarkan penelitian Pahrudin (2006) dan tahap-tahap proses pembuatannya dapat dilihat pada Gambar 1. Pencampuran bahan-bahan Pengadukan Pembentukan lembaran Pengistirahatan Penipisan lembaran Pembentukan dan pemotongan pita-pita mie
Pelumuran tapioka
Perebusan
Mie basah mentah
Mie basah matang
Gambar 1. Tahap-tahap pembuatan mie basah (Pahrudin, 2006)
Tahap pertama adalah pencampuran bahan-bahan, seperti terigu, air, dan garam alkali yang selanjutnya dilakukan pengadukan agar bahan-bahan tersebut tercampur dengan rata dan homogen. Tahap pencampuran dan pengadukan juga bertujuan untuk menghidrasi tepung dengan air dan membentuk adonan dari jaringan gluten sehingga adonan menjadi elastis dan halus. Campuran yang diharapkan adalah campuran yang lunak, lembut, tidak lengket, halus, elastis dan mengembang dengan normal (Gracecia, 2005).
7
Penambahan air pada tahap pencampuran bahan terbatas, biasanya 35% dari bobot terigu. Jumlah air tersebut tidak cukup untuk membentuk adonan pada awalnya, sehingga terbentuk gumpalan-gumpalan tepung. Pengadukan berguna untuk menghancurkan gumpalan-gumpalan tersebut menjadi bentuk yang lebih kecil. Pengadukan biasanya berlangsung selama 5-10 menit dengan tujuan utama keseragaman distribusi air (Hoseney, 1998). Pembentukan lembaran mie dilakukan dengan melalukan adonan di antara dua rol besi. Ketebalan lembaran mie yang diharapkan kira-kira sebesar 1 cm. Lembaran mie tersebut dilalukan kembali di antara dua rol besi dengan jarak yang makin kecil sehingga dihasilkan lembaran dengan ketebalan 1-2 mm. Fungsi pembentukan lembaran adalah untuk membentuk lembaran adonan dengan ketebalan seragam dan pembentukan gluten. Karena adonan mie selalu dibentuk melalui arah yang sama, fibril gluten terbentuk sejajar dengan arah pembentukan lembaran yang memberikan mie kekuatan yang lebih pada bentuk yang panjang (Hoseney, 1998). Menurut Badrudin (1994), faktor yang mempengaruhi pembentukan lembaran adalah suhu dan jarak rol. Suhu yang baik adalah sekitar 37°C, jika kurang dari suhu tersebut adonan akan menjadi kasar dan pecah-pecah sehingga mie mudah patah. Sedangkan menurut Hoseney (1998), dua faktor penting dalam pembentukan lembaran adalah kecepatan pembentukan lembaran dan perbandingannya. Kecepatan pembentukan lembaran adalah kecepatan rol, atau berapa cepat adonan melewati rol. Perbandingan pembentukan lembaran adalah ketebalan adonan setelah dibentuk menjadi lembaran dengan ketebalan adonan sebelum dibentuk menjadi lembaran. Kedua faktor ini harus diperhatikan untuk mendapatkan mie yang bagus. Pengistirahatan lembaran adonan mie biasanya dilakukan selama 15 menit. Hal ini bertujuan agar pembentukan gluten dalam adonan berjalan dengan baik dan seragam. Proses penipisan lembaran berguna dalam penyebaran gluten yang lebih baik dan memperkuat tekstur serta kekuatan mie. Mie dengan tekstur halus dan ketebalan tipis yang dihasilkan kemudian dipotong-potong menjadi pita-pita mie. Proses tersebut dilakukan dengan melalukan lembaran adonan mie di antara dua rol pemotong.
8
Pelumuran tapioka untuk mie basah mentah bertujuan agar pita-pita mie tidak saling lengket. Tepung tapioka yang digunakan dapat menjadi sumber kontaminasi mikroba karena pada umumnya tepung tapioka memiliki jumlah mikroba awal yang cukup tinggi, yaitu sebesar 2.51 x 105 cfu/g. Berbeda dengan mie basah mentah, mie basah matang terlebih dahulu harus melewati proses perebusan. Oleh karena itu, mie basah matang memiliki kadar air yang lebih tinggi daripada mie basah mentah dan lebih cepat rusak. Proses perebusan mie basah matang menginaktifkan enzim polifenol oksidase yang terdapat pada tepung sehingga mie basah matang tidak berubah menjadi coklat seperti mie basah mentah. Pelumuran minyak pada mie basah matang sama dengan pelumuran tapioka pada mie basah mentah, yaitu bertujuan agar pita-pita mie tidak saling lengket. Menurut Miskelly (1996), minyak yang dapat digunakan antara lain adalah minyak kelapa atau minyak kacang.
3. Umur Simpan dan Kerusakan Mie Basah Umur simpan mie basah mentah berbeda dengan mie basah matang. Perbedaan tersebut terutama
disebabkan adanya perbedaan proses
pembuatan. Perebusan yang dialami mie basah matang menyebabkan tingginya kadar air sehingga lebih mudah rusak. Menurut Nugrahani (2005), kadar air rata-rata mie basah matang adalah sebesar 64.17% dan mie basah mentah sebesar 31.25%. Kadar air tinggi memudahkan mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang biak. Menurut Hoseney (1998), mie basah mentah tidak dimasak sebelum dijual dan mengandung 35% air. Sebab itu, mie basah mentah dengan cepat rusak kecuali disimpan pada suhu lemari es. Setelah 50-60 jam pada suhu lemari es, mie menjadi gelap dan berkapang. Pada suhu ruang, mie basah mentah hanya dapat bertahan maksimal dua hari (48 jam).
Mie basah
matang direbus sebelum dijual. Setelah direbus, mie basah matang mempunyai kadar air sebesar 52% sehingga memiliki umur simpan relatif singkat (40 jam pada suhu ruang). Perebusan mendenaturasi enzim polifenol
9
oksidase sehingga mie tidak berubah warna menjadi coklat selama penyimpanan. Menurut Chamdani (2005), mie basah mentah memiliki umur simpan antara 24-36 jam. Pahrudin (2006) menyebutkan bahwa umur simpan mie basah matang adalah antara 24-30 jam. Hasil-hasil tersebut didapat berdasarkan jumlah mikroba total mie basah mentah yang melebihi standar SNI, yaitu sebesar 106 cfu/g. Penerimaan konsumen untuk mie basah mentah akan baik jika mie berwarna putih atau kuning muda. Pencoklatan warna selama penyimpanan disebabkan enzim polifenoloksidase (PPO) yang menyebabkan browning pada buah (Hoseney, 1998). Proses pencoklatan dilaporkan terjadi lebih cepat pada mie kuning basa (yellow alkaline noodle) dibandingkan dengan mie putih asin (Miskelly, 1996). Kerusakan yang umum terjadi pada mie basah adalah bau asam, bau tengik, timbulnya lendir dan perubahan warna. Bau asam terjadi pada mie basah mentah dan matang sebagai akibat aktivitas mikroba. Bau tengik hanya terjadi pada mie basah matang sebagai hasil degradasi minyak oleh mikroba. Bau asam dan bau tengik adalah indikator kerusakan mie pada tahap awal, sedangkan lendir umumnya merupakan indikator kerusakan lanjut. Mikroba pada mie basah sebagian besar berasal dari tepung dan bahan-bahan penyusunnya. Menurut Christensen (1974), bakteri yang biasa terdapat pada tepung adalah Pseudomonas, Micrococcus, Lactobacillus serta beberapa spesies Achromobacterium. Kapang yang ditemukan pada tepung antara lain Aspergillus, Rhizopus, Mucor, Fusarium, dan Penicillium. Menurut Priyatna (2005), mie mentah dan mie matang memiliki kadar air yang berbeda sehingga ciri kerusakan utama yang terjadi juga berbeda. Kerusakan pada mie mentah terutama disebabkan oleh kapang karena kadar air mie mentah yang relatif rendah. Kerusakan tersebut ditandai dengan timbulnya jamur pada permukaan mie. Ciri-ciri kerusakan mie mentah lainnya adalah hancur/patah-patah, keras/kering, bau asam, berlendir, lembek, dan perubahan warna mie mentah menjadi lebih pucat. Tekstur mie
10
mentah yang kering/keras, hancur/patah-patah dapat disebabkan karena kadar airnya berkurang akibat penguapan air selama penyimpanan sehingga elastisitas mie menurun. Kerusakan pada mie matang terutama disebabkan oleh bakteri karena kadar air mie matang relatif tinggi. Kerusakan pada mie matang yang disebabkan oleh bakteri antara lain lembek, kempal (menyatu), bau asam, berlendir, hancur dan kurang kenyal. Namun sebagian besar ciri kerusakan pada mie matang adalah mie menjadi kempal (menyatu) dan lembek.
B. BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) Bawang putih (Allium sativum Linn.) merupakan satu dari 600 jenis genus Allium. Bawang putih terkait erat dengan bawang bombay (Allium cepa), daun bawang (Allium porum), bawang merah (Allium ascalonicum), rocambole, dan chives. Bawang putih telah digunakan sejak lama, baik dalam masakan atau untuk tujuan kesehatan. Asal bawang putih diperkirakan dari Asia Tengah (Whitmore dan Naidu, 2000).
1. Klasifikasi Bawang Putih Bawang putih (Allium sativum) termasuk genus afflum dan famili Liliaceae. Bawang putih termasuk klasifikasi tumbuhan terna berumbi lapis atau siung yang bersusun. Bawang putih tumbuh secara berumpun dan berdiri tegak sampai setinggi 30 -75 cm, mempunyai batang semu yang terbentuk dari pelepah-pelepah daun. Helaian daunnya mirip pita, berbentuk pipih dan memanjang. Akar bawang putih terdiri dari serabut-serabut kecil yang berjumlah banyak dan setiap umbi bawang putih terdiri dari sejumlah anak bawang (siung) yang setiap siungnya terbungkus kulit tipis berwarna putih. Bawang putih yang semula merupakan tumbuhan daerah dataran tinggi, sekarang di Indonesia, jenis tertentu dibudidayakan di dataran rendah (Anonima, 2005). Berdasarkan SNI nomor 01-3190-1992 tentang bawang putih, bawang putih adalah umbi tanaman bawang putih (Allium sativum L.) yang terdiri dari siung-siung bernas, kompak dan masih terbungkus oleh kulit luar, bersih
11
dan tidak berjamur. Bawang putih tersusun atas beberapa senyawa kimia dimana air adalah komponen dengan jumlah terbesar. Komposisi kimia bawang putih selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi bawang putih per 100 gram umbi Protein
4.5 g
Lemak
0.20 g
Karbohidrat
23.10 g
Vitamin B1
0.22 mg
Vitamin C
15 mg
Kalori
95 kal
Fosfor
134 mg
Kalsium
42 mg
Besi
1 mg
Air
71 g
* Anonima (2005)
Di Indonesia, bawang putih yang umum ditanam oleh para petani dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu bawang putih dataran rendah dan bawang putih dataran tinggi. Bawang putih dataran rendah termasuk varietas lumbu putih, Bagor, Nganjuk, Sanur, Jatibarang dan Sumbawa (Anonimb, 2006). Bawang putih ternyata juga dapat mengobati berbagai jenis penyakit, seperti hipertensi, asma, batuk, masuk angin, sakit kepala, sakit kuning, sesak nafas, busung air, ambeien, sembelit, luka memar, abses, luka benda tajam, gigitan serangga, cacingan, insomnia (Anonima, 2005).
2. Sifat Antimikroba Bawang Putih Bawang putih (Allium sativum Linn.) termasuk salah satu rempahrempah
yang
telah
terbukti
dapat
menghambat
pertumbuhan
mikroorganisme. Komponen bawang putih yang telah terbukti dapat menghambat mikroba adalah
alisin atau asam dialil tiosulfinat. Alisin
digambarkan sebagai minyak yang tidak berwarna, berbau tajam yang
12
mencirikan bau dasar dan rasa bawang putih dan bawang bombay. Bawang putih juga terbukti dapat menghambat pertumbuhan dan respirasi fungi patogenik. Daya antimikroba tinggi yang dimiliki bawang putih dan bawang bombay dikarenakan kandungan alisin yang tinggi dan senyawa sulfida lain yang terkandung dalam minyak atsiri bawang putih dan bombay (Whitmore dan Naidu, 2000). Daya antimikroba bawang putih inilah yang membuatnya berpotensi dijadikan sebagai pengawet bahan pangan. Pengujian aktivitas antimikroba bawang putih pertama kali dilakukan oleh Cavalito dan Bailey pada tahun 1944. Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode lempeng silinder (cylinder plate method). Dialil sulfida dan dialil polisulfida, komponen flavor utama bawang putih, tidak menunjukkan aktivitas antimikroba. Namun alisin menunjukkan aktivitas penghambatan bagi pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram negatif (Hirasa dan Takemasa, 1998). Noda et al., (1984) seperti yang dikutip Hirasa dan Takemasa (1998), meneliti tentang aktivitas antifungi bawang putih terhadap fungi Saccharomyces cerevisiae dan Aspergillus oryzae. Hasilnya adalah kemampuan antifungi bawang putih sangat berkurang ketika dipanaskan yang menonaktifkan enzim yang berperan dalam pembentukan alisin. Jus bawang putih pada konsentrasi 0.5% dapat menonaktifkan thypoid bacillus secara keseluruhan dalam 5 menit, serta mampu menghambat pertumbuhan semua jenis mikroorganisme pada konsentrasi 3.0%. Namun jus bawang putih juga dilaporkan dapat memacu pertumbuhan E. coli. Senyawa pada bawang putih yang dapat memacu pertumbuhan E. coli adalah scordinin (Hirasa dan Takemasa, 1998). Golongan senyawa yang dinilai memiliki aktivitas antimikroba pada bawang putih, seperti alisin, ajoene, dialil sulfida dan dialil disulfida, termasuk ke dalam golongan senyawa tiosulfinat. Tiosulfinat adalah golongan senyawa organik yang mengandung dua atom belerang yang saling berikatan, dimana salah satunya berikatan rangkap dengan atom oksigen, seperti alisin (Ganora, 2006).
13
Struktur kimia alisin dapat dilihat pada Gambar 3. Kestabilan senyawa tiosulfiant tergantung dari pelarut, suhu, konsentrasi dan kemurnian. Tiosulfinat mengalami beberapa perubahan yang tergantung pada suhu, pH dan kondisi pelarut untuk membentuk senyawa-senyawa yang lebh stabil, seperti
disulfida,
trisulfida,
alilsulfida,
vinil
dithiins,
ajoene
dan
merkaptosistein (Nagpurkar et al., 2000).
Gambar 2. Struktur kimia alisin
a. Alisin Alisin (dialil tiosulfinat) pertama kali ditemukan oleh Cavalito dan Bailey pada tahun 1944. Sifat-sifat antara lain tidak stabil terhadap panas, stabil dalam asam atau basa pada konsentrasi rendah, larut air (2.5% pada 10°C), tidak larut dalam larutan karbon alifatik (n-heksan) (Whitmore dan Naidu, 2000). Sementara Harrison (2005), menyatakan bahwa alisin adalah cairan kuning berminyak, berbau tajam bersifat sangat reaktif, sedikit larut air, larut dalam alkohol dan oksidator kuat. Menurut Nagpurkar et al., (2000), alisin larut dalam pelarut organik, terutama pelarut polar, namun kurang dapat larut dalam air. Senyawa-senyawa turunan alisin yang larut minyak antara lain senyawa sulfida, dialil sulfida, dialil disulfida, dialil trisulfida, alil metil, trisulfida, dithiins, dan ajoene. Sementara yang larut air adalah senyawa turunan sistein, seperti S-alilsistein, S-alil merkaptosistein, dan S-metil sistein. Komponen larut air dari alisin lebih stabil dibandingkan komponen larut minyaknya. Alisin terbentuk dari reaksi hidrolisis senyawa alliin (+S-alil-Lsistein-S-oksida) dengan bantuan enzim alliinase. Enzim alliinase mengkatalisis beberapa perubahan senyawa sulfur dalam bawang putih, salah satunya perubahan alliin menjadi alisin. Dalam hal ini, alliin berfungsi sebagai prekursor alisin. Enzim alliinase menghidrolisis alliin
14
menjadi
asam
2-propensulfinat.
Asam
2-propensulfinat
tersebut
kemudian berdimerisasi dan membentuk alisin (Whitmore dan Naidu, 2000). Dua macam aktvitas alliinase telah diketahui terdapat dalam bawang putih. Salah satunya spesifik untuk alliin dan isoalliin, dan yang lainnya untuk methiin. Aktivitas alliinase untuk alliin dan isoalliin memiliki pH optimum 4.5 dan membelah 97% substratnya dalam 0.5 menit pada 23°C. Aktivitas terhadap methiin memiliki pH optimal 6.5, membelah 97% substratnya dalam 5 menit. Aktivitas alliinase tergantung pada pH dan suhu, serta dapat dideaktivasi secara ireversibel pada pH 1.5-3.0. Enzim ini terdapat lebih banyak 10 kali di siung dibandingkan pada daun, dan menyusun sekitar 10% total protein siung bawang putih (Nagpurkar et al., 2000). Reaksi pembentukan alisin terjadi apabila bawang putih dirusak atau mengalami proses pengolahan seperti diiiris atau dipotong. Senyawa-senyawa yang berperan dalam pembentukan alisin, alliin dan enzim alliinase terdapat dalam kompartemen berbeda dalam sel bawang putih sehingga tidak dapat bereaksi. Ketika bawang putih dipotong atau dirusak, kompartemen tersebut ikut rusak dan memungkinkan adanya reaksi antara alliin dan enzim alliinase.
Gambar 3. Reaksi pembentukan alisin (Schmidt, 1994)
15
Menurut Block (1985) seperti yang dikutip Whitmore dan Naidu (2000), enzim alliinase membutuhkan kofaktor, yaitu piridoksal fosfat, yang bereaksi pada substrat, membentuk kompleks dengan enzim. Ikatan kompleks ini juga termasuk interaksi elektrostatis dari substrat dengan ion logam. Gugus alkali dari enzim memindahkan proton dalam substrat yang menyebabkan disolusi substrat dan melepaskan asam 2-propensilfonat, amonia dan piruvat. Reaksi pembentukan alisin secara singkat dapat dilihat pada Gambar 4. Amagase et al., (2001) mengemukakan bahwa alisin hanyalah sebuah senyawa transisi yang mudah terdekomposisi menjadi senyawasenyawa sulfida lainnya, seperti ajoene dan dithiin. Dekomposisi alisin dapat membentuk ajoene, dimana tiga molekul alisin membentuk dua molekul ajoene (Whitmore dan Naidu, 2000). Barone dan Tansey (1977) seperti yang dikutip Feldberg et al., (1977), mengemukakan bahwa bawang putih dan alisin mengganggu metabolisme sel Candida albicans dengan cara inaktivasi protein, penghambatan
kompetitif
dari
senyawa
sulfidril,
atau
dengan
penghambatan non-kompetitif dari fungsi enzim melalui oksidasi. Hipotesis yang dikemukakan adalah pada level statis atau sidal, alisin mengganggu metabolisme sel dalam Candida dengan menonaktifkan protein melalui oksidasi senyawa tiol esensial menjadi disulfida. Hal ini menghambat secara kompetitif aktivitas senyawa sulfidril melalui interaksi dengan glutation atau sistein. Penghambatan non-kompetitif dari fungsi enzim disebabkan oksidasi terhadap gugus SH pada lokasi allosterik enzim. Feldberg et al., (1988) menyatakan alisin dapat mempengaruhi replikasi selular yang melibatkan sintesis DNA atau RNA. Hal yang juga mungkin terjadi adalah alisin mempengaruhi RNA polimerase atau menghambat degradasi mRNA dan sintesis RNA.
b. Ajoene Yoshida et al., (1987) melaporkan aktivitas antimikroba dari enam fraksi hasil dekomposisi alisin. Ajoene memiliki aktivitas tertinggi dari
16
senyawa-senyawa tersebut. Pertumbuhan Aspergillus niger dan C. albicans dihambat oleh ajoene pada konsentrasi tidak kurang dari 20μg/ml. Pengaruh ajoene dan DAD (dialil disulfida) pada fungi dan bakteria juga dipelajari dan didapatkan hasil bahwa pengaruh antimikroba disebabkan keberadaan ikatan disulfida dan gugus sulfinil pada tiap senyawa tersebut. Ajoene
juga
menunjukkan
spektrum
luas
dari
aktivitas
antimikroba. Bakteri Gram positif yang pertumbuhannya dapat dihambat oleh ajoene antara lain Bacillus cereus, Bacillus subtilis, Mycobacterium smegmatis, dan Streptomyces griceus. Sementara pertumbuhan bakteri Gram negatif yang dapat terhambat oleh ajoene adalah E. coli, Klebsiella pneumoniae dan Xanthomonas maltophilia. Pertumbuhan khamir juga dihambat pada konsentrasi dibawah 20μg/ml. Ikatan disulfida pada ajoene tampaknya penting bagi aktivitas antimikroba ajoene, karena reduksi oleh sistein yang bereaksi dengan ikatan disulfida, menghilangkan aktivitas antimikroba ajoene (Yoshida et al., 1987).
Lee et al., (2003) meneliti tentang aktivitas antibakteri dari sayur dan jus, salah satunya adalah bawang putih. Jus bawang putih dan sayuran lainnya dibuat dengan menggunakan alat pembuat jus komersil. Ekstrak jus tersebut kemudian dicampurkan bersama TS (trypticase soy) broth kekuatan ganda (double strength). Inokulum bakteri kemudian dimasukkan ke dalam media broth. Hasil yang didapat menunjukkan bawang putih dan teh memiliki aktivitas antimikroba tertinggi dan aktif terhadap bakteri patogen, termasuk methicillin-resistant Staphylococcus aureus, methicillin-resistant S. Epidermidis, vancomycin-resistant enterokoki, dan ciprofloxacin-resistant Pseudomonas aeruginosa. Jus bawang putih juga menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri seperti E.coli O157:H7, S. marcescens dan Klebsiella pneumoniae. Aktivitas antibakteri dari jus bawang putih tetap stabil hingga tiga minggu selama pengujian mingguan ketika disimpan pada suhu 4°C. Lee et al., (2003) juga menyebutkan bawang putih memiliki sifat antifungi, antiviral
17
dan antiparasit. Mekanisme yang menyebabkan semua sifat tersebut dipercaya akibat alisin dan reaksi kimianya dengan gugus tiol dari beberapa enzim. Suharti (2004) meneliti tentang sifat antibakteri bawang putih terhadap bakteri Salmonella typhimurium. Hasilnya adalah serbuk bawang putih dengan konsentrasi 5% dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang setara dengan tetrasiklin 100 μg/ml. Penelitian Safithri (2004) menunjukkan bahwa ekstrak air dan ekstrak etanol bawang putih dapat menghambat pertumbuhan bakteri S.agalactie, S.aureus, dan E.coli. Ekstrak air bawang putih dengan konsentrasi 20% mempunyai aktivitas antibakteri yang sama dengan ampicillin 5 μg terhadap bakteri S.agalactie, S.aureus, dan E.coli. Ekstrak etanol bawang putih pekat mempunyai aktivitas antibakteri lebih lemah dari ampicillin 5 μg terhadap S.agalactie, S.aureus, dan E.coli. Ekstrak air dan ekstrak etanol yang dipakai menggunakan serbuk bawang putih yang dilarutkan dalam air dan etanol. Hal yang bertentangan diamati oleh Onyeagba et al., (2004) yang melaporkan bahwa ekstrak air dan ekstrak etanol dari bubuk bawang putih tidak menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap bakteri Bacillus spp, Staphylococcus aureus, E.coli, Salmonella spp. Ekstrak kasar bawang putih yang diterapkan secara tunggal tidak menunjukkan penghambatan in-vitro pada pertumbuhan mikroba uji. Ekstrak air dan ekstrak etanol dibuat dari bubuk bawang yang telah dikeringkan. Whitmore dan Naidu (2000) mengemukakan bahwa alisin dalam bawang putih dibutuhkan dalam jumlah lebih banyak untuk menghambat mikroba pada medium cair dibandingkan pada medium padat.
18
III. BAHAN DAN METODE
A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bawang putih (Allium sativum. Linn) yang diperoleh dari Pasar Laladon sebagai bahan baku utama. Bawang putih yang digunakan adalah bawang putih dengan siung jamak, bukan bawang putih tunggal (Gambar 4). Bahanbahan untuk ekstraksi bawang putih adalah larutan Na-hipoklorit (200 ppm) dan akuades. Terigu Cakra Kembar, Segitiga Biru, garam alkali (Na2CO3), garam dapur, dan air keran mentah digunakan sebagai bahan-bahan pembuat mie basah. Bahan-bahan untuk analisis adalah media Plate Count Agar (PCA), Potato Dextrose Agar (PDA), Brilliant Green Lactose Bile Broth (BGLBB), asam tartarat,, NaCl 0.85%, alkohol 90%, akuades, NaCl jenuh, mie mentah dan mie matang dari Pasar Merdeka.
Gambar 4. Bawang putih yang digunakan dalam penelitian
2. Alat Alat-alat yang digunakan untuk penelitian terdiri dari alat untuk membuat mie basah, yaitu timbangan, wadah, pengaduk, mesin pembuat mie (noodle machine), panci, pisau, gelas ukur, gelas piala, dan blender. Alat untuk membuat ekstrak bawang putih adalah waring blender, panci dan kain saring. Alat-alat yang digunakan untuk analisis mikrobiologi, fisik, dan kimia antara lain desikator, oven vakum, mikropipet, cawan petri,
19
tabung Durham, inkubator, bunsen, tabung reaksi, erlenmeyer, gelas ukur, hot plate, desikator, pipet, otoklaf, oven, pH-meter, chromameter dan awmeter.
B. METODE Secara garis besar, penelitian dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu pembuatan ekstrak bawang putih, aplikasi ekstrak ke dalam adonan mie, dan aplikasi konsentrasi ekstrak terpilih ke dalam adonan mie. Tiap tahap penelitian tersebut memiliki analisis yang berbeda. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
Pembuatan ekstrak bawang putih
Analisis: kadar air bawang putih, rendemen ekstrak, pH ekstrak, TPC ekstrak
Aplikasi ekstrak ke dalam adonan mie
Analisis: pengamatan subjektif
Aplikasi jenis dan konsentrasi ekstrak terpilih ke adonan mie
Analisis: total mikroba, total kapang khamir, total koliform, aw, pH, warna, uji sensori
Perhitungan pertambahan harga mie Gambar 5. Diagram alir penelitian
1. Pembuatan Ekstrak Bawang Putih Jenis ekstrak bawang putih yang digunakan adalah ekstrak segar dan ekstrak rebus. Bawang putih yang digunakan untuk pembuatan ekstrak segar terlebih dulu direndam dalam larutan Na-hipoklorit 200 ppm selama 5 menit. Bawang putih kemudian di-blender dengan waring blender bersama dengan air pada perbandingan 1:1 dan 2:1. Jus bawang yang didapatkan kemudian disaring dengan kain saring sehingga didapatkan ekstrak segar bawang putih yang berwarna kuning keruh.
20
Ekstrak rebus dibuat dengan menggunakan irisan bawang putih dan air pada perbandingan tertentu dan waktu perebusan tertentu. Perbandingan air yang digunakan adalah 1:3 dan 1:5, dan waktu perebusan yang digunakan adalah selama satu dan lima menit. Waktu perebusan mulai dihitung ketika air telah mendidih. Rebusan bawang putih lalu disaring dengan kain saring sehingga didapatkan ekstrak rebus bawang putih berwarna kuning bening. Pada tahap ini dilakukan analisis pengukuran kadar air bawang putih, pengukuran rendemen ekstrak, nilai pH ekstrak segar dan rebus, dan analisis total mikroba ekstrak bawang putih.
2. Aplikasi Ekstrak Bawang ke Dalam Adonan Mie Setiap jenis ekstrak bawang putih (segar dan rebus) dicampurkan ke dalam formulasi mie (formula dasar) dengan konsentrasi berbeda sebagai pengganti air atau dicampurkan bersama dengan air. Ekstrak rebus dicampurkan dengan konsentrasi 10, 20, dan 30%, serta dicampur sebagai pengganti air (konsentrasi 100%). Ekstrak segar dicampurkan bersama air dengan konsentrasi 10, 20, 30% dari total air adonan, serta konsentrasi 100% (sebagai pengganti air). Jenis dan konsentrasi ekstrak bawang yang ditambahkan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Jenis dan konsentrasi ekstrak yang ditambahkan ke adonan Jenis ekstrak
Bawang : Air
Ekstrak rebus Ekstrak rebus Ekstrak rebus Ekstrak rebus Ekstrak segar Ekstrak segar
1:3 1:3 1:5 1:5 1:1 2:1
Waktu perebusan (menit) 1 5 1 5 -
Konsentrasi ekstrak dalam adonan mie (%) 10, 20, 30, 100 10, 20, 30, 100 10, 20, 30, 100 10, 20, 30, 100 10, 20, 30, 50, 100 10, 20, 30, 100
Formula dasar pembuatan mie basah yang digunakan adalah formula Bogasari seperti yang digunakan dalam penelitian Pahrudin (2006) yang tercantum pada Tabel 5. Terigu yang digunakan adalah Cakra Kembar dan Segitiga Biru dengan perbandingan 1:1. Proses pembuatan mie basah mentah dan matang secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 6.
21
Tabel 5. Formula dasar pembuatan mie basah skala laboratorium Bahan
Jumlah
Cakra Kembar
50 gram
Segitiga Biru
50 gram
Air
34% (dari bobot total terigu)
Garam (NaCl)
1 % (dari bobot total terigu)
Na2CO3
0.6 % (dari bobot total terigu)
* Pahrudin (2006)
Pada tahap ini analisis yang dilakukan hanya sebatas pengamatan subjektif. Parameter yang diamati adalah bau menyimpang (bau asam dan bau tengik) dan lendir pada mie. Pengamatan dilakukan setiap enam jam sekali sampai mie menjadi rusak. Analisis ini bertujuan untuk menentukan jenis dan konsentrasi ekstrak yang mampu memberikan umur simpan terbaik. Tepung terigu, garam, Na-karbonat, air Pengadukan selama 1 menit Pencampuran dengan air atau ekstrak Pengadukan kembali selama 4 menit Pembentukan lembaran Pengistirahatan selama 15 menit Penipisan lembaran Pembentukan helai mie
Pelumuran dengan tapioka
mie basah mentah
Perebusan dengan air selama 2 menit, dan ditambah minyak kelapa mie basah matang
Gambar 6. Proses pembuatan mie basah mentah dan matang
22
Mie basah yang sudah jadi dibungkus dalam plastik polipropilen (PP) tipis dengan menggunakan sealer. Setiap plastik berisi ±50 gram mie untuk sekali pengamatan setiap 6 jam sampai mie menjadi rusak. Plastikplastik berisi mie tersebut kemudian disimpan pada suhu ruang dan pada tempat yang tidak terkena sinar matahari langsung serta tidak lembab. 3. Aplikasi Konsentrasi Ekstrak Terpilih ke Dalam Adonan Mie Jenis dan konsentrasi ekstrak terpilih yang telah didapat dari tahap sebelumnya diaplikasikan kembali ke dalam adonan mie. Mie basah yang dibuat adalah mie basah mentah dan mie basah matang. Mie kembali dikemas dengan plastik polipropilen (PP) tipis dan disimpan pada suhu ruang. Pada tahap ini, analisis dilakukan secara lebih menyeluruh yang meliputi jumlah mikroba total, total kapang khamir, total koliform, pengukuran warna, pH, aw, uji sensori dan analisis harga. Analisis total mikroba, total kapang khamir, pengukuran pH dan warna dilakukan setiap 12 jam sekali selama 60 jam. Analisis total koliform, pengukuran nilai aw, dan uji sensori dilakukan hanya pada jam ke-0 atau pada saat mie selesai dibuat.
C. PENGAMATAN 1. Kadar Air Bawang Putih Pengukuran kadar air bawang putih kupas dilakukan dengan metode oven. Dalam hal ini oven yang digunakan adalah oven vakum, karena bawang putih banyak mengandung senyawa-senyawa volatil yang jika menggunakan oven biasa akan hilang dan mempengaruhi hasil perhitungan. Sebanyak 2-10 gram contoh ditimbang dalam cawan yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kemudian cawan dan sampel dikeringkan di dalam oven bersuhu 105oC selama 5 jam, dan didinginkan di dalam desikator. Setelah itu, cawan dan sampel ditimbang sampai beratnya konstan. Kadar air contoh dapat dihitung dengan rumus berikut. Penentuan kadar air dilakukan dengan metode AOAC (1995).
23
Kadar air (% basis basah) = (a – b)/a x 100 % Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram)
2. Pengukuran Rendemen Ekstrak Pengukuran rendemen dilakukan terhadap ekstrak segar dan ekstrak rebus bawang putih. Pengukuran rendemen ekstrak bawang berguna dalam penghitungan harga mie basah dengan penambahan ekstrak bawang per satuan berat. Perhitungan dilakukan dengan membandingkan bobot ekstrak (W akhir) dengan bobot bawang putih dengan air (W awal). Rumus perhitungan rendemen bawang putih kupas dapat dilihat di bawah ini.
W akhir (g) Rendemen =
x 100%
W awal (g)
3. Total Mikroba Ekstrak Bawang Putih dan Mie Basah Analisis total mikroba dilakukan terhadap ekstrak bawang putih dan mie basah. Analisis total mikroba pada ekstrak bawang berguna untuk mengetahui jumlah mikroba awal yang terkandung dalam ekstrak serta mengetahui seberapa jauh pengaruh klorin yang digunakan dalam mengurangi jumlah mikroba, sedangkan pada mie basah berguna untuk mengetahui pertumbuhan mikroba selama penyimpanan. Cara analisis keduanya hampir sama, namun terdapat perbedaan pada pengambilan dan jumlah sampel. Pada ekstrak bawang, sampel berbentuk cair sehingga tidak perlu dilarutkan dan diencerkan terlebih dahulu. Pada mie basah, sebanyak 10 gram mie (terbungkus dalam plastik PP tipis) dilarutkan dalam 90 ml larutan pengencer steril yang kemudian dihancurkan dengan stomacher. Analisis untuk total mikroba ekstrak bawang dilakukan hanya pada saat pembuatan ekstrak (0 jam), sedangkan untuk total mikroba mie basah dilakukan setiap 12 jam.
24
Analisis total mikroba dilakukan dengan metode Total Plate Count (TPC). Sejumlah sampel dimasukkan dalam erlenmeyer steril. Setelah itu diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan pengencer steril sehingga diperoleh tingkat pengenceran 10-1. Dengan cara yang sama dilakukan pengenceran 10-2, 10-3, dan 10-4 . Dari masing-masing pengenceran diambil 1 ml suspensi sampel secara aseptis dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril dan kemudian dituangkan media PCA steril. Uji ini dilakukan duplo. Setelah media membeku, cawan petri diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37oC selama 2 hari. Penghitungan total mikroba menurut Maturin dan Peeler (2001) dilakukan dengan metode BAM-FDA (Bacteriological Analytical Manual), seperti yang tercantum berikut ini. N=
ΣC [(1*n1) + (0.1*n2)] *d
keterangan: N = jumlah koloni per ml/g produk ΣC = jumlah seluruh koloni pada cawan yang terhitung n1 = jumlah cawan pada pengenceran pertama n2 = jumlah cawan pada pengenceran kedua d = pengenceran pertama yang dihitung
Jumlah koloni pada cawan tidak semuanya dihitung. Jumlah koloni pada cawan yang masuk perhitungan adalah cawan dengan jumlah koloni 25-250 untuk penghitungan total mikroba. Sementara untuk penghitungan total kapang khamir, cawan yang dihitung adalah cawan dengan koloni 10150 (Maturin dan Peeler, 2001).
4. Total Kapang Khamir (Fardiaz, 1989) Sama seperti analisis total mikroba, analisis total tapang dan khamir dilakukan dengan metode TPC tetapi media yang digunakan adalah Acidified Potato Dextrose Agar (APDA). Perhitungan total kapang dan khamir juga dilakukan dengan metode BAM-FDA seperti yang tercantum di atas. Cawan yang termasuk hitungan adalah cawan dengan jumlah koloni 10-150. Analisis ini dilakukan setiap 12 jam sekali selama 60 jam.
25
5. Total Koliform (Fardiaz, 1989) Analisis koliform dilakukan dengan metode Most Probable Number (MPN) 3 seri tabung dengan media Brilliant Green Lactose Bile Broth (BGLBB), dan meliputi uji penduga, uji penguat, dan identifikasi koliform. Tingkat pengenceran yang digunakan adalah 10-1 sampai 10-4. Sebanyak
1
ml
sampel
dari
masing-masing
pengenceran
diinokulasikan ke dalam tabung reaksi yang berisi tabung durham dan media BGLBB. Kemudian, semua tabung diinkubasikan pada suhu 37oC selama 2 hari. Setelah itu, dihitung jumlah tabung positif yang ditandai dengan adanya pembentukan gas pada tabung Durham. Hasil pengamatan dicocokkan dengan tabel MPN 3 seri, dihitung dan dinyatakan dalam MPN koliform penduga/ml sampel. Dari tabung yang positif, diambil 1-2 ose dan digoreskan pada cawan petri steril yang berisi media EMBA. Kemudian cawan diinkubasikan pada suhu 37oC selama 2 hari. Adanya bakteri koliform fekal (E. coli) ditandai dengan munculnya koloni berwarna gelap dengan sinar hijau metalik. Analisis ini hanya dilakukan awal pembuatan mie (0 jam).
6. Nilai pH Ekstrak Bawang dan Mie Basah (AOAC, 1984) Pengukuran pH terhadap ekstrak bawang dan mie basah pada dasarnya adalah sama. Perbedaannya terdapat pada tahap persiapan sampel. Ekstrak bawang yang dihasilkan, baik ekstrak rebus atau segar, dapat langsung diukur karena sudah berupa cairan. Mie basah terlebih dahulu dilarutkan dalam akuades dengan perbandingan 1:10. Kemudian mie basah tersebut dihancurkan dengan menggunakan stomacher selama dua menit. Larutan mie basah tersebut lalu diukur dengan pH-meter. Pengukuran nilai pH dilakukan berdasarkan metode AOAC (1984). Sebelum
digunakan,
pH-meter
terlebih
dahulu
dikalibrasi
dengan
menggunakan larutan buffer pH 4 dan 7. Kemudian elektroda pH-meter ditempatkan dalam wadah sampel, ditunggu beberapa saat hingga pH stabil sehingga terbaca nilai pH yang diukur. Elektroda lalu diangkat dan dibilas dengan akuades.
26
7. Nilai aw Alat yang digunakan untuk mengukur aw sampel adalah aw-meter Shibaura WA-360. Sampel diletakkan di dalam cawan sensor. Kemudian cawan sensor dimasukkan ke dalam sensor aw-meter dan ditekan tombol start untuk memulai pengukuran. Nilai aw dapat dibaca pada layar setelah ada tulisan complete. Sebelum digunakan untuk mengukur aw sampel, alat dikalibrasi dengan NaCl jenuh.
8. Warna Analisis warna dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh penambahan ekstrak bawang putih terhadap warna mie dibandingkan dengan kontrol (mie tanpa penambahan ekstrak) dan mengetahui seberapa besar perbedaan tesebut. Warna mie sangat dipengaruhi garam alkali yang ditambahkan dalam adonan, sehingga penambahan kan-sui dapat mempengaruhi warna mie. Analisis warna menggunakan alat Chromameter Minolta (tipe CR 200, Jepang). Analisis ini dilakukan setiap 12 jam sekali selama 60 jam dan hanya dilakukan terhadap mie dengan penambahan konsentrasi ekstrak terbaik. Sampel diletakkan pada tempat yang tersedia, kemudian ditekan tombol start dan akan diperoleh nilai L, a dan b dari sampel dengan kisaran 0 sampai ± 100 (putih). Notasi a menyatakan warna kromatik campuran merahhijau dengan nilai +a (positif) dari 0 sampai + 100 untuk warna merah, dan nilai -a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai -b dari 0 sampai -80 untuk warna biru. Notasi L menunjukkan ketajaman warna. Semakin tinggi nilai L, maka ketajaman warna juga semakin tinggi. Perhitungan nilai a dan b didapatkan nilai h atau °Hue, dengan rumus sebagai berikut: °Hue = tan-1 b/a
Jika hasil yang diperoleh: 18° - 54°
maka produk berwarna red (R)
27
54° - 90°
maka produk berwarna yellow red (YR)
90° - 126°
maka produk berwarna yellow (Y)
126° - 162°
maka produk berwarna yellow green (YG)
162° - 198°
maka produk berwarna green (G)
4198° - 234°
maka produk berwarna blue green (BG)
234° - 270°
maka produk berwarna blue (B)
270° - 306°
maka produk berwarna blue purple (BP)
306° - 342°
maka produk berwarna purple (P)
342° - 18°
maka produk berwarna red purple (RP)
9. Uji Sensori (Soekarto, 1985) Uji sensori dilakukan untuk mendapat gambaran mengenai warna, rasa, tekstur, aroma dan keseluruhan mie basah mentah dan matang dengan penambahan ekstrak bawang. Jenis uji yang dilakukan adalah uji hedonik dengan jumlah panelis 30 orang (tidak terlatih). Uji hedonik bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen dan untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara sampel produk. Parameter yang diujikan untuk mie basah mentah adalah warna, aroma, tekstur dan overall, sedangkan untuk mie basah matang ditambah satu atribut lagi, yaitu rasa. Formulir uji hedonik terhadap mie basah dapat dilihat pada Lampiran 26 untuk mie basah mentah dan Lampiran 27 untuk mie basah matang. Nilai kesukaan memiliki kisaran 1 sampai 5, dimana 1 menunjukkan tingkat sangat tidak suka, 2 menunjukkan tingkat tidak suka, 3 adalah netral, 4 adalah suka, dan 5 menunjukkan sangat suka. Sampel yang diujikan adalah mie basah mentah, mie basah matang, mie basah mentah yang dimasak (direbus), serta mie basah mentah dan matang pasaran. Perhitungan dilakukan dengan SPSS 11.5 dengan tipe analisis General Linear Model jenis Univariate. Uji Lanjut yang dilakukan adalah Uji Lanjut Duncan.
28
10. Analisis Harga Mie Basah Analisis ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar harga jual mie basah mentah dan matang dengan penambahan ekstrak bawang putih. Analisis ini perlu diketahui perhitungan rendemen ekstrak bawang putih, harga mie basah di pasaran, rendemen mie basah dan harga bawang putih. Harga dasar mie yang digunakan adalah harga mie basah yang terdapat di pasaran. Sedangkan untuk mengetahui harga mie dengan ekstrak segar bawang digunakan harga dasar mie di pasar dan harga ekstrak segar bawang per kilogram mie. Untuk mengetahui harga ekstrak segar bawang per kilogram mie basah terlebih dahulu harus diketahui jumlah ekstrak segar bawang yang dibutuhkan dalam satu kilogram mie basah. Berdasarkan jumlah ekstrak bawang yang dibutuhkan tersebut dapat diketahui jumlah bawang putih yang diperlukan untuk membuat ekstrak dalam jumlah tersebut. Harga bawang putih yang diperlukan untuk membuat ekstrak segar per kilogram mie pun dapat diketahui dengan membandingkannya dengan harga bawang putih di pasar. Karena perhitungan sebelumnya menggunakan basis 1000 gram terigu, maka harus diubah menjadi basis 1000 gram mie basah. Hal tersebut diperlukan karena dari 1000 gram terigu dihasilkan mie basah dengan bobot yang melebihi 1000 gram. Hasil tersebut berbeda untuk mie basah mentah dan mie basah matang. Harga ekstrak segar untuk satu kilogram mie basah didapatkan dengan membandingkan harga ekstrak untuk satu kilogram terigu dengan rendemen mie basah, baik mentah atau matang. Jumlah dari harga mie basah di pasar dengan harga ekstrak segar per kilogram mie basah adalah harga mie basah dengan penambahan ekstrak segar bawang putih.
29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PEMBUATAN EKSTRAK BAWANG PUTIH 1. Kadar Air Bawang Putih Hasil perhitungan kadar air bawang putih menunjukkan jumlah sebesar 68.11% (Lampiran 1a). Hasil tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Nagpurkar et al., (2000) yang menyebutkan kadar air bawang putih sebesar 56-68%, dan 71% menurut Anonima (2005). Perhitungan kadar air dilakukan berdasarkan basis basah.
2. Rendemen Ekstrak Bawang Perhitungan rendemen bawang putih berguna dalam menentukan harga mie basah dengan penambahan ekstrak segar bawang putih. Ekstrak rebus dengan waktu perebusan lima menit memiliki rendemen yang lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak rebus dengan waktu perebusan satu menit. Semakin lama waktu perebusan semakin banyak jumlah air yang hilang sehingga menurunkan rendemen ekstrak.
Tabel 6. Rendemen jenis ekstrak bawang putih Jenis ekstrak Bahan:air Waktu perebusan ekstrak rebus 1:3 1 menit ekstrak rebus 1:5 1 menit ekstrak rebus 1:3 5 menit ekstrak rebus 1:5 5 menit ekstrak segar 1:1 ekstrak segar 2:1 * Dihitung berdasarkan berat bahan keseluruhan
Rendemen (%) * 58.33 65.27 32.40 45.44 63.10 50.17
Perbandingan air rebusan juga mempengaruhi rendemen. Ekstrak rebus dengan perbandingan air 1:3 menghasilkan rendemen yang lebih kecil dibandingkan ekstrak rebus dengan perbandingan air 1:5. Ekstrak segar bawang putih 1:1 dan 2:1 memiliki rendemen sebesar 63.10% dan 50.17%. Ekstrak segar 2:1 memiliki jumlah rendemen yang lebih sedikit karena
30
jumlah air yang digunakan lebih sedikit. Rendemen ekstrak rebus dan ekstrak segar dapat dilihat pada Tabel 6.
3. Total Mikroba Ekstrak Bawang Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam ekstrak rebus tidak terdeteksi adanya mikroba dalam 1 ml. Hal ini disebabkan adanya proses pemanasan yang kemungkinan besar telah membunuh semua mikroba yang terdapat pada ekstrak. Waktu perebusan satu dan lima menit tidak mempengaruhi jumlah mikroba dalam ekstrak. Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa pencucian dengan klorin hanya sedikit menurunkan jumlah total mikroba pada ekstrak segar. Tidak efektifnya klorin dalam menurunkan total mikroba awal dalam hal ini mungkin disebabkan tidaktepatnya dosis klorin yang digunakan.
Tabel 7. Jumlah mikroba awal ekstrak segar bawang putih Jenis ekstrak segar
Jumlah mikroba (cfu/ml)
Ekstrak segar1:1 (bawang direndam klorin)
6.8 x 104
Ekstrak segar 2:1 (bawang direndam klorin)
4.5 x 104
Ekstrak segar 1:1 (bawang tidak direndam klorin)
9.3 x 104
Beuchat dan Brackett (1990) seperti dikutip Brackett (2001) dalam penelitiannya dihasilkan bahwa wortel yang dicuci dalam air yang mengandung
200-260
μg/L
(0.2-0.26ppm)
klorin
memiliki
total
mikroorganisme aerobik sepuluh kali lebih sedikit dibandingkan wortel yang tidak dicuci dengan air yang mengandung klorin. Andress et al., (2001) menyebutkan bahwa pencucian dengan klorin 25 ppm terhadap rempah seperti allspice, lada hitam dan mustard, dapat mengurangi jumlah mikroba antara 0.25-1.0 log. Disebutkan juga bahwa efisiensi pencucian dengan klorin tergantung dari jumlah mikroba awal yang terdapat pada bahan pangan. Menurut hasil penelitian-penelitian di atas, dengan konsentrasi klorin yang lebih kecil (< 200ppm), terjadi penurunan total mikroba pada wortel dan rempah. Konsentrasi klorin yang digunakan dalam
31
penelitian lebih besar (200 ppm), namun tidak efektif dalam menurunkan jumlah mikroba hingga 1 log. Klorin yang tidak efektif dapat disebabkan oleh jumlah mikroba awal yang terlalu besar. Klorin lebih efektif dalam membunuh mikroba yang ada di air dan meminimalkan kontaminasi pada sayuran akibat air cucian. Proses pencucian dengan klorin dapat berperan dalam proses kebusukan atau kerusakan pangan jika air yang digunakan mengandung mikroba dalam jumlah tinggi atau jika konsentrasi klorin tidak dipertahankan dengan cermat (Brackett 2001).
4. Nilai pH Ekstrak Bawang Hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai pH rata-rata ekstrak segar 1:1 dan 2:1 sebesar 6.45 dan 6.10. Hal tersebut menunjukkan bahwa perbandingan jumlah air dengan jumlah bawang tidak terlalu berpengaruh terhadap nilai pH ekstrak segar. Nilai pH ekstrak bawang dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai pH ekstrak bawang Jenis ekstrak ekstrak rebus ekstrak rebus ekstrak rebus ekstrak rebus ekstrak segar ekstrak segar
Bahan:air 1:3 1:3 1:5 1:5 1:1 2:1
Waktu perebusan 1 menit 5 menit 1 menit 5 menit -
pH 6.72 6.67 6.82 6.71 6.45 6.10
Berdasarkan Tabel 8 tersebut dapat dilihat bahwa perbandingan jumlah air rebusan dan waktu perebusan tidak memberikan pengaruh berarti bagi nilai pH ekstrak rebus. Ekstrak segar dan ekstrak rebus bawang putih cenderung memiliki nilai pH yang netral (mendekati pH 7). Nilai pH mie basah yang tinggi (basa) disebabkan oleh penambahan garam karbonat, bukan penambahan ekstrak.
32
B. APLIKASI EKSTRAK KE DALAM ADONAN MIE Berbagai jenis ekstrak bawang putih yang telah dibuat selanjutnya dimasukkan ke dalam adonan mie basah dalam berbagai konsentrasi. Mie basah dengan campuran ekstrak bawang putih kemudian diamati umur simpannya. Pengamatan secara subjektif dilakukan setiap 6 jam sekali hingga mie menjadi rusak. Indikator kerusakan mie yang diamati adalah bau asam, bau tengik (untuk mie matang) dan lendir. Namun selama pengamatan, kerusakan mie akibat lendir tidak ditemui. Kerusakan mie basah dengan ekstrak segar semuanya disebabkan oleh timbulnya bau asam dan bau tengik (pada mie matang). Berikut ini adalah Tabel 9 tentang umur simpan mie basah mentah dan matang dengan penambahan ekstrak segar 1:1 dan 2:1.
Tabel 9. Umur simpan mie basah dengan penambahan ekstrak segar bawang putih Ekstrak segar bawang Konsentrasi (%)
10 20 30 50 100 kontrol
(bawang:air = 1:1) Mie Mie matang mentah (jam) (jam) 42 24 48 36 45 39 51 42 54 42 44 44
(bawang:air = 2:1) Mie Mie matang mentah (jam) (jam) 42 24 45 39 42 39 - *) 57 42 44 44
*)Tidak dibuat
Berdasarkan Tabel 9 ekstrak segar 1:1 konsentrasi 100% dan 2:1 konsentrasi 100% memberikan umur simpan terbaik. Umur simpan mie mentah dari penambahan kedua jenis ekstrak tersebut adalah 54 dan 57 jam, sedangkan untuk mie matang selama 42 jam. Ekstrak segar dengan konsentrasi 50% hanya dilakukan terhadap ekstrak segar 1:1, tidak terhadap ekstrak segar 2:1. Penyebabnya adalah ekstrak segar 2:1 konsentrasi 50% dianggap sama dengan ekstrak segar 1:1 konsentrasi 100%. Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa mie matang, dengan penambahan ekstrak segar 1:1 dan 2:1, memiliki umur simpan lebih singkat dibandingkan
33
mie matang kontrol. Hal tersebut kemungkinan disebabkan ekstrak segar kehilangan daya antimikrobanya akibat perebusan pada mie matang. Ciri-ciri kerusakan untuk mie basah mentah yang umum terjadi adalah perubahan warna menjadi lebih gelap, mie menjadi keras dan mudah patah, dan bau asam. Bau asam merupakan indikator awal terjadinya kontaminasi sebagai akibat dari metabolisme mikroba. Timbulnya lendir dan miselium kapang terjadi pada mie basah mentah dengan kerusakan lebih lanjut. Perubahan warna menjadi lebih gelap atau kecoklatan disebabkan adanya enzim polifenol oksidase yang terdapat pada tepung. Tekstur mie mentah menjadi lebih keras dan mudah patah disebabkan oleh perpindahan uap air dari mie ke lingkungan, dimana kelembaban relatif mie lebih tinggi dari lingkungan. Secara statistik, mie mentah dengan ekstrak 1:1 konsentrasi 20, 50, dan 100% memiliki umur simpan yang tidak berbeda nyata. Ketiga mie mentah tersebut berbeda nyata dengan mie sejenis konsentrasi 10 , 30% dan mie kontrol. Mie matang dengan ekstrak segar 1:1 konsentrasi 20, 30, 50% dan kontrol tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 100%. Keempat mie matang tersebut berbeda nyata dengan mie matang konsentrasi 10% (Lampiran 5). Mie basah mentah dengan ekstrak segar 2:1 konsentrasi 100% secara statistik berbeda nyata dengan mie matang dengan konsentrasi 10, 20, 30% dan kontrol. Mie matang dengan ekstrak 2:1 konsentrasi 100% tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 20, 30, 100% dan kontrol. Mie matang ekstrak 2:1 konsentrasi 10% berbeda nyata dengan semua konsentrasi lainnya dan kontrol (Lampiran 5). Mie mentah dengan ekstrak rebus 1:3 waktu perebusan satu menit tidak memiliki perbedaan nyata antar konsentrasinya. Hal serupa juga terjadi pada mie mentah dengan ekstrak rebus 1:3 waktu perebusan lima menit (Lampiran 6). Mie mentah dengan ekstrak rebus 1:5 waktu perebusan satu dan lima menit tidak diuji secara statistik karena secara jelas sudah terlihat bahwa perbedaan konsentrasi tidak berbeda nyata. Berdasarkan hasil pengamatan subjektif dapat dilihat bahwa mie basah mentah dengan ekstrak segar bawang putih memiliki umur simpan yang
34
relatif lebih baik dibandingkan dengan mie basah mentah dengan ekstrak rebus. Ekstrak segar tidak mengalami pemanasan, oleh karena itu senyawasenyawa aktif yang terkandung di dalamnya tidak rusak atau terdegradasi. Ekstrak rebus dalam proses pembuatannya mengalami pemanasan yang mengakibatkan terbunuhnya mikroba awal, tetapi juga merusak senyawa aktif bawang putih sehingga tidak mampu memberikan umur simpan yang maksimal.
Tabel 10. Umur simpan mie basah mentah dengan penambahan ekstrak rebus Jenis ekstrak rebus (bawang : air)
Konsentrasi ekstrak yang diaplikasikan (%)* 10 20
1:3 30 100 10 20 1:5 30 100
t rebus (menit)
Umur (jam)
1 5 1 5 1 5 1 5 1 5 1 5 1 5 1 5
36 42 36 39 42 42 36 39 36 36 36 36 36 36 36 36 44
Kontrol *Dihitung berdasarkan jumlah air yang ditambahkan dalam adonan mie
Umur simpan mie basah dengan ekstrak rebus (Tabel 10) yang lebih singkat dibandingkan mie kontrol belum diketahui dengan pasti penyebabnya. Kemungkinannya adalah ekstrak rebus bawang putih menyebabkan mikroba dapat tumbuh dengan mudah pada mie basah mentah. Menurut Hirasa dan Takemasa
(1998),
bawang
putih
diketahui
juga
dapat
mendukung
pertumbuhan bakteri E. coli melalui senyawa scordinin yang memacu pembelahan sel E. coli.
35
Ekstrak rebus tidak digunakan untuk penelitian selanjutnya karena tidak memberikan umur simpan bagi mie basah sebaik ekstrak segar. Konsentrasi ekstrak segar yang memberikan umur simpan mie mentah paling baik (54-57 jam) adalah konsentrasi sebesar 100%, dengan perbandingan 1:1 dan 2:1. Sedangkan untuk mie matang, ekstrak segar bawang 1:1 dan 2:1 dengan konsentrasi 100% memberikan umur simpan paling lama (42 jam). Karena itu, untuk tahap penelitian lanjutan digunakan ekstrak segar bawang putih konsentrasi 100% dengan perbandingan 1:1 dan 2:1.
C. APLIKASI JENIS DAN KONSENTRASI EKSTRAK TERPILIH KE DALAM ADONAN MIE Berdasarkan pengamatan sebelumnya, didapatkan bahwa jenis dan konsentrasi ekstrak terpilih adalah ekstrak segar 1:1 dengan konsentrasi 100% dan ekstrak segar 2:1 dengan konsentrasi 100%. Tahapan selanjutnya adalah pengamatan lebih lanjut dari mie basah dengan penambahan ekstrak terpilih selama penyimpanan, baik mie mentah atau mie matang.
1. Total Mikroba Mie Basah Selama Penyimpanan Jumlah total mikroba mie basah selama penyimpanan tergantung pada beberapa faktor, diantaranya jumlah mikroba awal yang berasal dari ekstrak bawang, kebersihan selama proses pembuatan, serta kontaminasi. Ekstrak segar bawang putih mungkin memberikan bagian terbesar karena memiliki total mikroba awal sebesar 104 cfu/ml. Berdasarkan Gambar 7, mie basah mentah setelah 36 jam telah melewati standar SNI untuk total mikroba mie basah, yaitu sebesar 106 cfu/g. Menurut pengamatan subjektif, mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1, mengalami penyimpangan bau setelah 54 dan 57 jam. Perbedaan nilai antara analisis mikrobiologis dengan pengamatan subjektif disebabkan mikroba pada jumlah 106 cfu/g belum menyebabkan bau asam atau membentuk lendir. Mie mentah yang dibuat dengan ekstrak segar 1:1 dan 2:1 pada jam ke-54 dan 57 memiliki total
36
mikroba sebesar 107-108 cfu/g dan pada saat ini mie mentah yang dibuat dengan ekstrak segar bawang mulai tercium bau asam. 9.00 8.00 7.00
log cfu/g
6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 0
12
24
jam
36
48
60
mie mentah dengan ekstrak segar 1:1, 100% mie mentah dengan ekstrak segar 2:1, 100% kontrol = tanpa penambahan ekstrak batas SNI = 6 log cfu/g
Gambar 7. Total mikroba mie basah mentah selama penyimpanan Mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 memiliki jumlah mikroba awal (0 jam) yang lebih besar dibandingkan dengan kontrol. Hal tersebut dikarenakan sejumlah mikroba yang terkandung dalam ekstrak segar bawang. Kedua sampel mie mentah yang dibuat dengan ekstrak segar dan mie mentah kontrol mencapai jumlah mikroba 106 cfu/g pada waktu yang relatif sama, yaitu antara 24-36 jam sehingga dapat dikatakan bahwa penambahan ekstrak segar bawang putih tidak memiliki pengaruh signifikan dalam menghambat pertumbuhan mikroba pada mie basah mentah. Kemampuan suatu senyawa dalam menghambat pertumbuhan mikroba dapat dilihat dari kurva pertumbuhannya. Fase lag mikroba yang semakin lama (kurva landai) menandakan senyawa tersebut dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa kurva pertumbuhan mikroba pada mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 lebih landai antara 0-12 jam. Kurva pertumbuhan mikroba pada mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 juga landai antara 0-12. Namun, kurva pertumbuhan mikroba pada mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 lebih landai dibandingkan kurva
37
pertumbuhan mikroba pada mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1. Hal tersebut mengindikasikan bahwa ekstrak segar 2:1 lebih mampu menghambat pertumbuhan mikroba pada mie mentah dikarenakan kandungan senyawa aktif yang lebih banyak. Menurut Chamdani (2005), total mikroba mie mentah melebihi 106 cfu/g setelah 36 jam, tidak berbeda jauh dengan hasil yang didapat. Jumlah mikroba awal mie mentah berdasarkan Chamdani (2005) adalah sebesar 3.2 x 103 cfu/g dan jumlah mikroba pada akhir penyimpanan adalah sebesar 2.2 x 108 cfu/g. Jumlah mikroba awal dan akhir yang didapat pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Chamdani (2005). Perbedaan tersebut dapat mencapai lebih dari 10 cfu/g. Penyebabnya adalah kebersihan selama proses pembuatan mie dan kondisi penyimpanan. Namun, hasil penelitian Chamdani (2005) juga memberikan hasil bahwa mie mentah kontrol memiliki umur simpan 24-36 jam berdasarkan jumlah mikroba total. Jumlah mikroba awal pada mie basah mentah, selain berasal dari ekstrak segar bawang, juga berasal dari tepung tapioka yang dilumurkan agar lembaran mie tidak lengket satu sama lain. Berdasarkan hasil analisis, tepung tapioka tidak bermerek mengandung mikroba awal sebesar 2.5 x 105 cfu/g. Tepung tapioka yang digunakan adalah tepung tapioka tidak bermerek. Tepung tapioka yang tersedia di pasaran terdiri atas tapioka yang bermerek dan tidak bermerek. Tapioka yang tidak bermerek umumnya dijual dalam kemasan karung, sedangkan yang bermerek di jual dalam kemasan plastik. Nilai aw mie basah mentah yang tinggi (0.891-0.894) juga menyebabkan berbagai mikroba, khususnya bakteri dapat tumbuh dengan mudah. Bau menyimpang yang tercium pada mie basah mentah adalah bau asam saja, berbeda mie matang yang juga tercium bau tengik akibat rusaknya minyak oleh proses oksidasi. Kadar air mie yang tinggi adalah penyebab lain mengapa mie mentah memiliki umur simpan yang relatif singkat. Menurut Chamdani (2005), kadar air mie basah mentah adalah sebesar 31.73% dan menurut Nugrahani (2005) sebesar 31.25%. Kadar air mie mentah tersebut masih memenuhi syarat SNI, yaitu antara 20-35%.
38
Bau asam bukan suatu indikator akan tingkat keasaman produk. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai pH mie basah mentah dengan ekstrak bawang saat mulai tercium bau asam. Bau asam tercium setelah 54 dan 60 jam, dimana pH mie mentah dengan ekstrak segar bernilai 8.13-8.16 (alkali). Nilai pH tersebut memang mengalami penurunan dari sebelumnya (48 jam), namun tidak terlalu signifikan. Nilai pH mie mentah dengan ekstrak segar setelah 48 jam berkisar antara 8.26-8.55, sementara setelah 60 jam antara 8.13-8.16. Perubahan nilai pH mie mentah dengan ekstrak segar selama penyimpanan tidak berubah secara drastis. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai pH awal (0 jam) 8.26-8.72 dan nilai pH akhir (60 jam) sebesar 8.13-8.16. Secara keseluruhan, umur simpan mie basah mentah dengan ekstrak segar tidak menunjukkan perbedaan berarti dengan mie mentah kontrol. Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan ekstrak segar bawang kurang efektif dalam meningkatkan umur simpan mie mentah. Mie basah matang berumur lebih singkat dibandingkan mie basah mentah, dikarenakan tingginya kadar air dalam mie basah matang. Tingginya kadar air suatu bahan pangan memudahkan mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang biak. Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 mencapai batas maksimum 106 cfu/g setelah 12 jam, mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 setelah 24 jam dan mie matang kontrol setelah 36 jam. Padahal, berdasarkan pengamatan subjektif pada tahap sebelumnya, tanda-tanda kerusakan untuk mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 terdeteksi setelah 42 jam dan mie matang kontrol setelah 44 jam. Perbedaan tersebut menunjukkan walaupun total mikroba sudah mencapai batas maksimum SNI, tanda-tanda
kerusakan mie belum tentu sudah terdeteksi secara
subjektif. Mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 setelah 42 jam memiliki jumlah mikroba total sebesar 5.8 x 108 cfu/g dan mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 sebesar 1.4 x 108 cfu/g. Setelah
39
48 jam, mie matang kontrol memiliki jumlah mikroba total sebesar 4.2 x 108 cfu/g. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa tanda-tanda kerusakan mie basah matang dapat terdeteksi jika jumlah mikroba total di atas 108 cfu/g. 9.00 8.00
log cfu/g
7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 0
12
24
36
48
60
jam mie matang dengan ekstrak segar 1:1, 100% mie matang dengan ekstrak segar 2:1, 100% kontrol = tanpa penambahan ekstrak batas SNI = 6 log cfu/g
Gambar 8. Total mikroba mie basah matang selama penyimpanan Mie basah matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 lebih lama mencapai standar maksimum SNI (24 jam) dibandingkan mie basah matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 (12 jam). Perbedaan umur simpan tersebut menunjukkan pengaruh jumlah ekstrak bawang dalam menghambat pertumbuhan mikroba pada mie basah matang. Namun peran ekstrak segar bawang putih dalam menghambat pertumbuhan mikroba tidak terlalu efektif karena mie basah kontrol (tanpa penambahan ekstrak) mencapai standar maksimum lebih lama (36 jam) dibandingkan mie basah matang dengan ekstrak segar. Berdasarkan pengamatan keseluruhan, baik secara subjektif atau berdasarkan total mikroba, mie matang kontrol memiliki umur simpan yang lebih baik daripada mie matang dengan ekstrak segar bawang. Untuk mie matang, penambahan ekstrak segar bawang tidak berpengaruh dalam meningkatkan umur simpan, namun justru memperpendek umur simpan. Tidak efektifnya penambahan ekstrak segar bawang dapat disebabkan oleh
40
kandungan mikroba awal ekstrak segar bawang dan rusaknya senyawasenyawa aktif bawang putih akibat perebusan. Mie matang kontrol menurut Pahrudin (2006) mempunyai jumlah mikroba total yang melebihi standar 106 cfu/g setelah 30 jam. Jumlah mikroba awal adalah sebesar 3.2 x 103 cfu/g dan jumlah mikroba akhir (48 jam) adalah sebesar 1.8 x 107 cfu/g. Meskipun jumlah mikroba awal dan akhir berbeda dengan hasil Pahrudin (2006), umur simpan mie matang menurut jumlah mikroba total sama, yaitu berumur antara 24-36 jam. Tanda-tanda kerusakan pada mie basah matang yang terdeteksi adalah bau tengik. Bau tengik tersebut disebabkan oleh kerusakan minyak kelapa, yang ditambahkan pada saat perebusan agar lembaran mie tidak lengket satu sama lain. Minyak kelapa tersebut mengalami oksidasi akibat adanya oksigen dalam kemasan mie. Proses oksidasi tersebut menghasilkan asam-asam lemak rantai pendek, aldehid, keton yang bersifat volatil dan menimbulkan bau tengik. Selain karena oksigen, penyebab utama timbulnya ketengikan adalah tingginya kadar air pada mie matang. Menurut Ketaren (1986), air yang terdapat dalam bahan pangan dapat menyebabkan hidrolisis lemak sehingga menimbulkan bau tengik. Proses ketengikan ini disebut ketengikan hidrolitik. Asam lemak yang umumnya terhidrolisis oleh air adalah asam lemak rantai pendek, seperti asam butirat, asam valerat, asam kaproat. Pada minyak kelapa, asam lemak yang memiliki komposisi terbesar adalah asam laurat, yang termasuk salah satu asam lemak rantai pendek.. Dalam reaksi hidrolisis, minyak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas tersebut sifatnya volatil sehingga menimbulkan bau tengik pada minyak. Perubahan warna dan terbentuknya lendir umumnya adalah tandatanda kerusakan lanjut yang terjadi apabila mie basah matang disimpan dalam waktu lama pada suhu ruang. Namun perubahan warna pada mie matang tidak sama dengan mie mentah. Penyebabnya adalah enzim polifenol oksidase yang terdapat pada tepung menjadi inaktif akibat perebusan.
41
Salah satu penyebab mie basah matang lebih cepat rusak adalah tingginya nilai aw mie matang (0.938-0.970) dibandingkan mie basah mentah yang memiliki nilai aw sebesar 0.891-0.907. Nilai pH mie basah matang cenderung berada pada kisaran pH alkali. Kombinasi antara nilai aw dan pH yang tinggi mempermudah mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang biak. Berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh, dapat dikatakan terdapat perbedaan umur simpan mie basah secara subjektif dengan secara mikrobiologis. Kesimpulan analisis total mikroba mie basah selama penyimpanan terhadap umur simpan mie basah dibandingkan dengan pengamatan secara subjektif dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Perbandingan umur simpan mie basah secara pengamatan subjektif dan mikrobiologis Jumlah mikroba Waktu yang Waktu penyimpanan pada saat batas dibutuhkan supaya dinyatakan penerimaan mie Jenis mie untuk mencapai rusak secara secara subjektif batas SNI (106) subjektif (cfu/g) Mie mentah + ekstrak segar 1:1 54 jam 1.2 x 108 31.61 jam (100%) Mie mentah + ekstrak segar 2:1 57 jam 9.2 x 107 34.14 jam (100%) Mie mentah tanpan ekstrak 44 jam 5.6 x 106 36.36 jam segar (kontrol) Mie matang + ekstrak segar 1:1 42 jam 1.7 x 108 21.03 jam (100%) Mie matang + ekstrak segar 2:1 42 jam 2.6 x 107 28.66 jam (100%) Mie matang 32.79 jam tanpa ekstrak 44 jam 1.8 x 107 segar (kontrol) Pada Tabel 11, jumlah mikroba pada saat batas penerimaan mie didapatkan dari hasil regresi kurva jumlah total mikroba selama penyimpanan pada mie basah (Lampiran 11 dan 12). Waktu yang
42
dibutuhkan untuk mencapai batas SNI juga didapatkan dengan persamaan regresi dari kurva pertumbuhan mikroba mie basah selama penyimpanan. Tabel 11 juga menunjukkan bahwa umur simpan menurut pengamatan subjektif dan jumlah mikroba total tidak selalu sama. Misalkan pada mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 yang menunjukkan umur simpan secara subjektif selama 57 jam. Berdasarkan jumlah mikroba total, umur simpan mie tersebut hanya 34.14 jam. Umur simpan tersebut lebih singkat dibandingkan umur simpan mie mentah kontrol secara mikrobiologis, yaitu selama 36.36 jam. Padahal mie mentah kontrol menurut pengamatan subjektif memiliki umur simpan lebih singkat dibanding mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1, yaitu hanya selama 44 jam.
2. Total Kapang Khamir Mie Basah Selama Penyimpanan Kemampuan ekstrak segar bawang putih dalam menghambat pertumbuhan kapang khamir lebih baik dibandingkan dalam menghambat mikroba total. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 9 dimana mie basah mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 tidak menunjukkan adanya pertumbuhan kapang khamir selama 60 jam. Mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 selama pengamatan (60 jam) tidak mencapai batas maksimum SNI (104 cfu/g) selama penyimpanan. Kedua hasil tersebut lebih baik dibandingkan dengan mie mentah kontrol, dimana mencapai standar maksimum 104 cfu/g setelah 36 jam. Mie mentah dengan ekstrak segar tidak mencapai batas maksimum SNI selama penyimpanan, sedangkan mie mentah kontrol mencapai batas maksimum 104 cfu/g setelah 36 jam. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ekstrak segar bawang putih mampu dalam menghambat pertumbuhan kapang khamir pada mie basah mentah. Hal tersebut dapat dilihat pada kurva pertumbuhan kapang khamir mie mentah dengan ekstrak segar yang lebih landai, atau bahkan datar, dibandingkan dengan kontrol. Namun, kemampuan tersebut tidak cukup baik, terutama dalam menghambat
43
pertumbuhan bakteri sehingga dapat meningkatkan umur simpan mie mentah secara keseluruhan. 6 5
log cfu
4 3 2 1 0 0
12
24
jam
36
48
60
mie mentah dengan ekstrak segar 1:1, 100% mie mentah dengan ekstrak segar 2:1, 100% kontrol = tanpa penambahan ekstrak segar batas SNI = 4 log cfu/g
Gambar 9. Total kapang khamir mie basah mentah selama penyimpanan Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 memiliki fase lag terlama, diikuti oleh mie mentah kontrol dan mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1. Makin banyak jumlah ekstrak segar yang digunakan, pertumbuhan kapang khamir pada mie mentah akan makin terhambat. Fase lag mie mentah kontrol lebih lama dibanding mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1. Hal tersebut mungkin disebabkan pertumbuhan kapang khamir pada mie mentah kontrol selama 24 jam pertama ditekan oleh pertumbuhan bakteri sehingga pertumbuhannya minimum. Chamdani (2005) juga melakukan penelitian tentang jumlah kapang khamir mie basah mentah selama penyimpanan. Jumlah awal kapang khamir yang didapat adalah sebesar 7.6 x 101 cfu/g dan jumlah akhir sebesar 6.5 x 104 cfu/g. Jumlah kapang khamir melebihi standar 104 cfu/g setelah 36 jam. Hasil-hasil tersebut berbeda dengan hasil percobaan. Menurut total kapang khamir, umur simpan mie mentah antara 36-48 jam, dengan jumlah kapang khamir awal sebesar 3.2 x 101 cfu/g dan jumlah akhir sebesar 1.7 x 105 log
44
cfu/g. Perbedaan hasil tersebut dapat disebabkan kondisi kebersihan selama proses pembuatan mie dan penyimpanan, serta kontaminasi dari lingkungan. Menurut pengamatan subjektif, mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 menjadi rusak setelah 54 jam dan mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 setelah 60 jam. Jumlah kapang khamir pada jam-jam tersebut untuk mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 sebesar 1.2 x 103 cfu/g dan mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 adalah sebesar 0 cfu/g. Walaupun secara subjektif mie mentah dinyatakan rusak, namun jumlah kapang khamir dalam mie mentah belum mencapai maksimal. Hal tersebut dimungkinkan karena penyebab kerusakan mie mentah yang lebih dominan adalah bakteri. Bakteri dapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik jika aw bahan antara 0.900.91 dan mie mentah memiliki aw sebesar 0.891-0.907. Kapang umumnya tumbuh pada aw 0.80 (Farkas, 2001). Mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 memiliki tingkat pertumbuhan kapang khamir yang lebih rendah dibandingkan mie mentah dengan ekstrak segar 1:1. Hal tersebut disebabkan ekstrak segar 2:1 mengandung senyawa aktif yang lebih banyak. Senyawa aktif bawang putih yang dikenal mempunyai kemampuan antimikroba adalah alisin. Menurut Davidson (2001), alisin memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan kapang, seperti A. flavus, A. parasiticus, Candida albicans, dan khamir jenis Cryptococcus, Rhodotorula, Saccharomyces, Torulopsis dan Trichosporon. Alisin juga dikenal sebagai senyawa antibiotik dan antifungal yang kuat (Anonimc, 2006). Berdasarkan Gambar 10, mie basah matang dengan ekstrak segar menunjukkan hasil yang berbeda dengan mie basah mentah. Mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 melampaui standar maksimum (104 cfu/g) setelah 60 jam, sedangkan mie matang kontrol selama penyimpanan tidak melebihi standar maksimum. Pada saat mie matang dengan ekstrak segar terdeteksi kerusakannya secara subjektif, yaitu setelah 42 jam, mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 memiliki kandungan kapang khamir sebesar 1.3 x 103 cfu/g dan mie matang
45
yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 sebesar 0 cfu/g. Jumlah tersebut belum mencapai standar maksimum sebesar 104 cfu/g, namun mie matang sudah terdeteksi tanda-tanda kerusakan. Tanda-tanda kerusakan tersebut kemungkinan disebabkan oleh bakteri, yang pertumbuhannya lebih dominan daripada kapang khamir. Dominasi bakteri atas kapang khamir disebabkan tingginya nilai aw pada mie basah matang, sekitar 0.938-0.970. Kapang pada umumnya tumbuh baik pada aw 0.80 dan khamir pada aw 0.88 (Farkas, 2001). 5 4.5 4
log cfu
3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0
12
24
jam
36
48
60
mie matang dengan ekstrak segar 1:1, 100% mie matang dengan ekstrak segar 2:1, 100% kontrol = tanpa penambahah ekstrak segar batas SNI = 4 log cfu/g
Gambar 10. Total kapang khamir mie basah matang selama penyimpanan Gambar 10 menunjukkan bahwa mie matang yang dibuat dengan ekstrak segar 100% memiliki waktu fase lag terlama, kemudian diikuti mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan mie matang kontrol. Fase lag yang semakin lama menunjukkan kemampuan ekstrak segar 2:1 dalam menghambat pertumbuhan kapang khamir. Semakin banyak jumlah ekstrak segar bawang putih yang digunakan, pertumbuhan kapang khamir pada mie matang akan makin terhambat. Menurut Pahrudin (2006), jumlah awal kapang khamir pada mie basah matang adalah sebesar 10 cfu/g dan jumlah akhir (setelah 48 jam) sebesar 2.3 x 104 cfu/g. Mie matang berdasarkan penelitian Pahrudin (2006) mempunyai jumlah kapang khamir yang melebihi standar 104 cfu/g setelah
46
36 jam, yaitu sebesar 1.1 x 104 cfu/g. Hasil-hasil tersebut berbeda dengan hasil mie matang yang didapat. Berdasarkan percobaan, mie matang kontrol tidak melebihi standar 104 cfu/g hingga akhir penyimpanan (60 jam) dan memiliki jumlah kapang khamir sebesar 0 cfu/g pada awal penyimpanan. Perbedaan tersebut terutama disebabkan kebersihan selama proses pembuatan dan penyimpanan. Tumbuhnya kapang khamir pada mie basah matang dapat juga disebabkan oleh hilangnya atau menurunnya kemampuan ekstrak segar bawang untuk menghambat kapang khamir pada saat perebusan mie. Mie matang dengan ekstrak segar memiliki total kapang khamir yang lebih besar dibandingkan mie matang kontrol pada akhir penyimpanan. Secara keseluruhan, total kapang khamir pada mie matang dengan ekstrak segar lebih besar daripada mie mentah. Mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 pada akhir penyimpanan memiliki total kapang khamir sebesar 1.2 x 103 cfu/g, sedangkan mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 sebesar 1.3 x 104 cfu/g. Total kapang khamir mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak 2:1 pada akhir penyimpanan adalah sebesar 0 cfu/g dan mie matang dengan ekstrak 2:1 sebesar 2.1 x 104 cfu/g. Penambahan ekstrak segar 1:1 pada mie mentah hanya menghasilkan perbedaan 1 log dengan mie matang, sedangkan penambahan ekstrak 2:1 pada mie mentah berbeda 4 log dengan mie matang. Penyebab perbedaan total kapang khamir antara mie mentah dan mie matang dengan ekstrak segar lebih disebabkan jumlah ekstrak segar yang ditambahkan. Bila dibandingkan, ekstrak segar bawang putih lebih efektif dalam menghambat kapang khamir pada mie basah mentah. Penyebabnya adalah pada mie mentah senyawa-senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak segar tidak rusak oleh perebusan. Penelitian lain turut mempelajari pengaruh penambahan ekstrak rempah ke dalam mie basah terhadap mie basah. Rempah-rempah yang diteliti adalah kunyit, bunga kecombrang, daun salam dan lengkuas. Ekstrak kunyit rebus dengan perbandingan bahan dengan air 1:3 yang direbus selama 15 menit, berdasarkan pengamatan subjektif, memberikan umur
47
simpan selama 57 jam untuk mie basah matang. Mie basah mentah yang dibuat dengan 20% ekstrak segar kunyit memiliki umur simpan hingga 57 jam. Penambahan 50% ekstrak kunyit rebus ke dalam mie basah matang dapat meningkatkan umur simpan hingga 52 jam, sedangkan penambahan 20% ekstrak segar kunyit dapat meningkatkan umur simpan sampai 51 jam. Berdasarkan batas SNI untuk total mikroba, mie mentah yang dibuat dengan 33.33% ekstrak kunyit rebus dan 20% ekstrak segar kunyit memiliki umur simpan selama 39.7 jam dan 39.3 jam. Mie matang yang dibuat dengan 50% ekstrak rebus dan 20% ekstrak segar mempunyai umur simpan selama 39.6 jam dan 39.9 jam. Penambahan ekstrak kunyit, ekstrak segar dan ekstrak rebus, pada mie basah dapat menghambat pertumbuhan kapang khamir selama penyimpanan (60 jam). Hal tersebut ditunjukkan dengan pertumbuhan kapang khamir pada mie basah yang dibuat dengan ekstrak kunyit selama penyimpanan tidak melampaui batas SNI untuk total kapang khamir. Mie mentah yang dibuat dengan 50% ekstrak daun salam rebus dengan perbandingan bahan dan air 1:6, waktu perebusan 5 menit, memiliki umur simpan selama 54 jam berdasarkan pengamatan subjektif. Namun, berdasarkan batas SNI untuk total mikroba pada mie basah, umur simpan mie mentah yang dibuat dengan 50% ekstrak daun salam rebus hanya selama 36.18 jam. Mie matang yang dibuat dengan 50% ekstrak daun salam rebus memiliki umur simpan selama 32.99 jam menurut batas total mikroba SNI. Jumlah kapang khamir pada mie mentah dan mie matang dengan ekstrak rebus daun salam selama penyimpanan melampaui batas SNI setelah disimpan selama 60 jam. Ekstrak lengkuas segar dengan perbandingan bahan dan air 1:2 yang ditambahkan ke dalam mie basah mampu memberikan umur simpan selama 47 jam berdasarkan pengamatan subjektif. Tetapi berdasarkan batas SNI untuk total mikroba, mie mentah dengan penambahan ekstrak lengkuas segar hanya berumur 39.33 jam. Pertumbuhan kapang khamir pada mie mentah yang dibuat dengan ekstrak lengkuas segar melewati batas SNI untuk total kapang khamir setelah disimpan selama 60 jam. Mie matang
48
yang dibuat dengan ekstrak lengkuas segar memiliki umur simpan selama 30.97 jam. Pertumbuhan kapang khamir mie mentah dengan ekstrak lengkuas segar melewati batas SNI setelah disimpan selama 36 jam. Mie mentah yang dibuat dengan ekstrak lengkuas rebus memiliki umur simpan lebih lama dibandingkan mie yang dibuat dengan ekstrak segar lengkuas. Mie mentah yang dibuat dari ekstrak lengkuas rebus memiliki umur simpan selama 55 jam berdasrkan pengamatan subjektif. Berdasarkan total mikroba, mie tersebut hanya memiliki umur simpan selama 40.53 jam, sedangkan mie matang yang dibuat dri ekstrak lengkuas rebus hanya berumur simpan selama 36.71 jam. Total kapang khamir pada mie dengan ekstrak lengkuas rebus melampaui batas SNI setelah 60 jam. Ekstrak bunga kecombrang memberikan umur simpan mie basah yang paling baik dibanding rempah-rempah, seperti bawang putih, kunyit, lengkuas dan daun salam. Mie mentah yang dibuat dengan 50% ekstrak rebus bunga kecombrang memiliki umur simpan selama 66 jam erdasrkan pengamatan subjektif. Namun berdasarkan batas SNI untuk total mikroba hanya memiliki umur simpan selama 46.26 jam. Mie matang yang dibuat dengan 50% ekstrak rebus bunga kecombrang memiliki umur simpan yang lebih singkat, yaitu hanya selama 40.84 jam. Mie mentah yang dibuat dengan 50% ekstrak segar lengkuas juga memberikan umur simpan yang cukup lama, sekitar 54 jam. Berdasarkan batas SNI untuk total mikroba, mie mentah tersebut hanya memiliki umur simpan selama 33.25 jam. Mie matang yang dibuat dengan 50% ekstrak segar lengkuas hanya memiliki umur simpan selama 38.13 jam. Pertumbuhan kapang khamir untuk mie basah yang dibuat dengan ekstrak bunga kecombrang, ekstrak rebus dan ekstrak segar, melampaui batas SNI setelah disimpan selama lebih dari 60 jam.
3. Total Koliform Hasil menunjukkan bahwa pada empat sampel yang diujikan dan kontrol tidak terdapat bakteri koliform (hasil negatif). Semua tabung yang berisi media BGLBB dan tabung Durham tidak menunjukkan kekeruhan
49
atau adanya gas dalam tabung Durham. Hasil negatif yang diperoleh menunjukkan bahwa praktek sanitasi dan kebersihan dalam proses pembuatan mie sudah cukup baik. Bakteri koliform umumnya tidak terdapat pada bahan pangan secara alami. Keberadaan koliform pada bahan pangan biasanya akibat kontaminasi dari luar, baik dari udara, air, tanah, maupun manusia. Koliform merupakan mikroorganisme indikator dari kebersihan dan sanitasi produk pangan, serta keamanan pangan. Contoh bakteri koliform yang paling sering dijadikan sebagai indikator adalah E. coli.
Menurut Smoot dan Pierson (2001),
kriteria mikrobiologi yang melibatkan E. coli berguna pada kasus yang ingin menentukan apakah telah terjadi kontaminasi fekal.
4. Nilai aw Berdasarkan Tabel 12, dapat dilihat bahwa secara keseluruhan nilai aw mie mentah lebih rendah daripada mie matang. Nilai aw mie basah dipengaruhi oleh aw bahan baku, khususnya terigu dan proses pembuatan. Menurut Farkas (2001), terigu mempunyai aw sebesar 0.80- 0.80. Nilai aw mie mentah berkisar antara 0.891-0.907 dan mie matang antara 0.938-0.970. Berdasarkan hasil tersebut, baik mie mentah ataupun mie matang memiliki nilai aw yang cukup untuk pertumbuhan mikroba, terutama bakteri. Kebanyakan bakteri dapat hidup pada aw 0.88-0.91, kapang pada aw 0.80, dan khamir pada aw 0.88 (Farkas, 2001). Berdasarkan nilai aw mie mentah pada Tabel 12, yaitu berkisar antara 0.891-0.907, jenis mikroba pembusuk yang memiliki kemungkinan terbesar untuk tumbuh adalah bakteri dan khamir. Dalam kisaran nilai aw tersebut, jenis bakteri yang dapat tumbuh antara lain Salmonella, V. Parahaemolyticus, Serratia, C. Botulinum, Lactobacillus, dan Pediococcus. Khamir yang dapat tumbuh adalah Candida, Hansenula, Torulopsis, dan Micrococcus. Kapang juga dapat tumbuh pada kisaran aw tersebut, namun hanya sedikit yang mampu, seperti Rhodotorula dan Pichia. Mie matang berdasarkan Tabel 12 memiliki kisaran aw antara 0.938-0.970. Jenis mikroba pembusuk yang dapat hidup adalah bakteri dan sebagian kecil khamir.
50
Bakteri yang dapat tumbuh seperti Pseudomonas, Escherichia, Proteus, Shigella, Klebsiella, Bacillus, dan Clostridium perfringens (Farkas, 2001).
Tabel 12. Nilai aw sampel mie basah Sampel mie mentah dengan ekstrak segar 1:1, 100% mie mentah dengan ekstrak segar 2:1, 100% mie mentah kontrol mie matang dengan ekstrak segar 1:1, 100% mie matang dengan ekstrak segar 2:1, 100% mie matang kontrol
Nilai aw 0.891 0.894 0.907 0.938 0.955 0.970
Tabel 12 juga menunjukkan bahwa rata-rata nilai aw mie mentah lebih rendah dibandingkan mie matang. Hal tersebut juga merupakan salah satu penyebab mie matang lebih cepat rusak dibandingkan mie mentah. Nilai aw yang tinggi berarti semakin banyak air yang tersedia bagi mikroba untuk digunakan dalam pertumbuhan dan perkembangbiakannya. Mie mentah dengan ekstrak segar bawang memiliki nilai aw yang tidak berbeda jauh dengan mie mentah kontrol. Hal tersebut berarti perbedaan jumlah ekstrak tidak berpengaruh terhadap nilai aw mie. Hal serupa juga berlaku terhadap mie basah matang dimana perbedaan nilai aw tidak signifikan. Secara keseluruhan, mie kontrol, baik mentah atau matang, mempunyai nilai aw yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan mie ekstrak segar bawang. Penyebabnya adalah tergantikannya air oleh ekstrak bawang pada saat pembuatan adonan. Ekstrak bawang tidak terdiri atas air saja tetapi juga partikel-partikel halus dan padatan terlarut lain. Maka itu, jumlah air pada ekstrak segar bawang lebih sedikit dan jumlah partikel terlarutnya lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan air seluruhnya.
5. Nilai pH Mie basah, baik mentah atau matang, memiliki pH basa (9-11). Penambahan garam alkali (Na2CO3) menyebabkan nilai pH naik. Miskelly (1996) menyebutkan bahwa nilai pH mie terkait langsung dengan jumlah
51
alkali yang ditambahkan dan jenis alkali yang digunakan. Nilai pH mie dengan penambahan garam alkali biasanya antara 9-11, kontras dengan mie asin putih (tanpa alkali) yang memiliki pH sekitar 7. Nilai pH mie diharapkan menurun seiring dengan lamanya penyimpanan. Nilai pH yang lebih rendah dapat menunjukkan adanya kerusakan pada mie akibat produksi asam oleh mikroba. Berdasarkan Gambar 11, nilai pH mie basah mentah dengan ekstrak segar tidak mengalami penurunan berarti. Nilai pH mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 cenderung stabil selama penyimpanan, berkisar antara 8-9 (pH basa). Mie mentah kontrol mengalami penurunan pH yang tidak terlalu drastis, dengan nilai pH sebesar 7.56 pada akhir pengamatan. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dikatakan penambahan ekstrak segar tidak mempengaruhi perubahan nilai pH selama penyimpanan. 10.00 9.00
nilai pH
8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 0
12
24
jam
36
48
60
mie mentah dengan ekstrak segar 1:1, 100% mie mentah dengan ekstrak segar 2:1, 100% kontrol = mie mentah tanpa penambahan ekstrak segar
Gambar 11. Perubahan nilai pH mie basah mentah selama penyimpanan
Mie basah mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 memiliki nilai pH yang relatif sama, sehingga dapat dikatakan perbedaan jumlah ekstrak segar bawang tidak berpengaruh terhadap pH mie basah mentah. Nilai pH ekstrak segar 1:1 rata-rata bernilai 6.45 dan ekstrak segar 2:1 sebesar 6.10. Kisaran nilai pH tersebut masih termasuk pH
52
netral sehingga pengaruhnya terhadap nilai pH mie cenderung kecil atau tidak ada. Secara subjektif, mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 mengalami kerusakan setelah 54 jam, mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 setelah 57 jam, dan mie mentah kontrol setelah 44 jam. Nilai pH mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 setelah 54 jam mengalami penurunan dari 8.55 menjadi 8.13. Nilai pH mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 setelah 57 jam turun dari 8.26 menjadi 8.16. Mie mentah kontrol mengalami penurunan pH dari 8.59 ke 8.12 setelah 44 jam. Untuk mie mentah yang dibuat dengan ekstrak segar, penurunan pH tersebut dapat mengindikasikan adanya kerusakan akibat aktivitas mikroba yang menghasilkan asam sehingga tercium bau asam. Namun, hal tersebut tidak cukup besar sehingga dapat menurunkan nilai pH hingga ke kisaran pH asam. Untuk mie mentah kontrol, bau asam yang tercium menurut pengamatan subjektif, dapat ditunjukkan dengan adanya penurunan pH yang lebih besar dan pH akhirnya mencapai 7.56. Menurut standar total mikroba SNI, mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 dinyatakan rusak setelah 36 jam. Pada jam tersebut pH mie mentah dengan ekstrak segar 1:1 dan 2:1 bernilai 8.66 dan 8.32, dan menurut pengamatan subjektif belum tercium bau asam. Mie mentah kontrol dinyatakan rusak juga setelah berumur 36 jam, dengan nilai pH 8.59. Jika dilihat dari standar mikrobiologi, mie mentah yang sudah rusak belum tercium bau asam dan nilai pH-nya masih termasuk pH basa. Perubahan nilai pH mie matang dengan ekstrak segar lebih besar dibandingkan dengan mie mentah dengan ekstrak segar. Hal itu dapat dilihat pada Gambar 12, dimana mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar mempunyai pH awal antara 8.50-8.58 dan pH akhir antara 6.60-6.64. Penurunan pH mie matang kontrol lebih drastis dibandingkan mie matang yang dibuat dengan ekstrak segar. Nilai pH awal mie matang kontrol adalah 9.02 dan pH akhir sebesar 5.55. Dari hasil tersebut dapat
53
disimpulkan bahwa penambahan ekstrak segar dalam mie matang kurang lebih dapat menurunkan laju penurunan nilai pH selama penyimpanan. Nilai pH antara mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 tidak berbeda jauh. Hal tersebut menandakan perbedaan jumlah ekstrak segar tidak mempengaruhi nilai pH mie matang. Perbedaan nilai pH antara mie matang dengan ekstrak segar dan mie matang kontrol menandakan adanya pengaruh penambahan ekstrak segar bawang putih terhadap nilai pH mie basah matang. Kerusakan mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 secara subjektif (bau asam, bau tengik) terjadi setelah 42 jam. Nilai pH mie matang dengan ekstrak segar 1:1 dan 2:1 setelah jam tersebut sebesar 6.88 dan 7.19. Nilai pH tersebut mengalami penurunan sebagai akibat produksi asam oleh mikroba. Jumlah mikroba total pada mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 setelah 42 jam sebesar 5.8 x 108 cfu/g dan mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 sebesar 1.4 x 108 cfu/g. Berdasarkan hasil tersebut, bau asam tercium setelah jumlah mikroba total pada mie matang dengan ekstrak segar mencapai 108 cfu/g. Menurut standar total mikroba SNI, mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 mengalami kerusakan setelah 12 jam, dimana jumlah mikroba total tercatat sebesar 1 x 106 cfu/g. Nilai pH mie matang pada jam tersebut sebesar 8.47, mengalami penurunan dari 8.58. Penurunan pH yang terjadi tidak terlalu signifikan tetapi jumlah mikroba yang tumbuh pada mie matang telah mencapai batas maksimum. Mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 setelah 12 jam juga belum terdeteksi bau asam menurut pengamatan subjektif. Mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 rusak setelah 24 jam menurut batas total mikroba SNI. Jumlah mikroba total setelah jam tersebut adalah sebesar 1.1 x 106 cfu/g. Nilai pH mie matang tercatat sebesar 8.12, turun dari 8.31. Pengamatan subjektif menunjukkan bahwa setelah 24 jam, mie matang dengan ekstrak segar 2:1 belum tercium adanya bau asam. Mie matang kontrol setelah 36 jam belum tercium bau asam namun jumlah mikroba total sudah melebihi batas maksimum, sebesar
54
1.4 x 106 cfu/g. Berdasarkan hasil-hasil di atas, dapat dikatakan bahwa mie matang yang sudah tercium bau asam mengalami penurunan nilai pH. 10.00 9.00
nilai pH
8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 0
12
24
jam
36
48
60
mie matang dengan ekstrak segar 1:1, 100% mie matang dengan ekstrak segar 1:2, 100% kontrol = mie matang tanpa penambahan ekstrak segar
Gambar 12. Perubahan nilai pH mie basah matang selama penyimpanan
Secara keseluruhan, mie mentah dengan ekstrak segar mempunyai nilai pH yang relatif lebih stabil penurunannya dibandingkan dengan mie matang dengan ekstrak segar. Penurunan nilai pH lebih cepat terjadi pada mie matang selama penyimpanan. Perbedaan yang jelas dapat dilihat pada nilai pH akhir mie mentah dan mie matang dengan ekstrak segar. Pada akhir penyimpanan, mie mentah dengan ekstrak segar memiliki pH antara 8.138.16, sementara mie matang dengan ekstrak segar sebesar 6.6.-6.64. Nilai pH mie matang kontrol juga mengalami penurunan cuku besar, dari 9.02 hingga 5.55. Penyebab perbedaan nilai pH tersebut dapat disebabkan oleh kondisi fisik dan kimia mie matang. Mie matang memiliki nilai aw yang lebih tinggi daripada mie mentah sehingga mikroba dapat tumbuh lebih cepat. Pertumbuhan mikroba yang lebih cepat mendorong pembentukan asam oleh mikroba. Pembentukan asam oleh mikroba lebih cepat pada mie matang, sehingga pada akhir penyimpanan (60 jam), akumulasi asam pada mie matang lebih banyak. Jumlah asam yang lebih banyak akan menurunkan nilai pH dengan lebih besar pula.
55
6. Warna Pengukuran warna mie basah didasarkan tiga parameter, yaitu nilai L, a, dan b. Nilai L menunjukkan ketajaman (brightness) warna, sedangkan nilai a dan b berguna untuk mengetahui °Hue. Nilai a menunjukkan tingkatan warna antara merah dan hijau. Nilai a yang positif berarti sampel cenderung berwarna merah. Nilai b menunjukkan tingkatan warna antara kuning dan biru. Nilai b yang makin positif menunjukkan sampel relatif berwarna kuning (Anonimd 2006). Seiring dengan bertambahnya waktu, nilai L mengalami penurunan. Mie basah mentah yang awalnya berwarna kuning cerah akan berubah menjadi kecoklatan dan kusam. Mie basah matang akan berubah menjadi kusam.
a. Nilai L (ketajaman warna) Gambar 13 menunjukkan perubahan nilai L untuk mie basah mentah yang cenderung turun selama penyimpanan. Mie basah mentah dengan ekstrak segar bawang mengalami penurunan yang tidak jauh berbeda dengan kontrol sehingga dapat dikatakan bahwa ekstrak segar bawang putih tidak mempengaruhi perubahan nilai L. Ketajaman warna mie mentah dengan ekstrak segar setelah 0 jam tidak berbeda jauh dengan mie
nilai L
mentah kontrol. 80.00 78.00 76.00 74.00 72.00 70.00 68.00 66.00 64.00 62.00 60.00 0
12
24
jam
36
48
60
mie mentah dengan ekstak segar 1:1, 100% mie mentah denga ekstrak segar 2:1, 100% kontrol = mie tanpa penambahan ekstrak segar
Gambar 13. Perubahan nilai L pada pengukuran warna mie basah mentah selama penyimpanan
56
Ketajaman warna mie mentah dengan ekstrak segar pada awal pengamatan (0 jam) lebih tinggi dibandingkan dengan mie mentah kontrol. Hal tersebut disebabkan penambahan ekstrak segar yang meningkatkan ketajaman warna pada mie mentah. Secara subjektif, mie mentah dengan ekstrak segar berwarna lebih kuning akibat ekstrak segar bawang yang berwarna kuning keruh. Berdasarkan uji statistik, ketajaman warna mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 pada awal pengamatan (0 jam) dengan mie mentah kontrol tidak menunjukkan perbedaan nyata. Mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 menunjukkan perbedaan nyata dengan mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 dan kontrol (Lampiran 21). Mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 memiliki nilai L yang lebih rendah daripada kontrol dan mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1. Hal tersebut disebabkan kandungan ekstrak segar yang lebih banyak menurunkan ketajaman warna mie mentah. Penurunan ketajaman warna pada mie mentah disebabkan oleh warna mie menjadi lebih coklat. Pencoklatan tersebut disebabkan oleh enzim polifenol oksidase yang terdapat pada tepung mengubah warna kuning mie menjadi kecoklatan. Menurut Miskelly (1996), enzim polifenol oksidase (juga disebut tironase, fenol oksidase, fenolase) mengubah senyawa-senyawa fenol menjadi kuinon yang selanjutnya diubah menjadi senyawa melanoid, yaitu pigmen berwarna gelap. Aktivitas maksimum enzim ini adalah pada pH 8.4. Mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 memiliki pH sebesar 8.72 dan 8.26 pada awal pengamatan (0 jam). Nilai pH tersebut adalah rentang nilai pH dimana enzim PPO bekerja maksimum. Berdasarkan Gambar 13 dapat dilihat bahwa mie mentah dengan ekstrak segar sejak awal pengamatan mengalami penurunan ketajaman warna yang konstan. Ketajaman warna (nilai L) akan mulai
57
terlihat relatif stabil jika nilai pH turun dibawah pH maksimum atau substrat enzim telah habis bereaksi. Secara subjektif, mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 mulai rusak setelah 54 jam, mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 setelah 57 jam, dan mie mentah kontrol setelah 44 jam. Ketajaman warna mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 setelah 54 dan 57 jam cenderung stabil. Sedangkan ketajaman warna mie mentah kontrol mengalami penurunan, namun tidak signifikan. Menurut standar mikrobiologis, mie mentah dengan ekstrak segar telah rusak setelah 36 jam, namun ketajaman warnanya juga turun secara konstan, tidak ada perubahan drastis. Hasil-hasil tersebut mengindikasikan bahwa kerusakan mie tidak berpengaruh signifikan terhadap ketajaman warna mie mentah. Berdasarkan Gambar 13, ketajaman warna mie mentah dengan ekstrak segar tidak menunjukkan perbedaan jauh dengan mie mentah kontrol. Hal tersebut menunjukkan bahwa ekstrak segar bawang tidak
nilai L
mampu mempertahankan ketajaman warna pada mie basah mentah. 80.00 78.00 76.00 74.00 72.00 70.00 68.00 66.00 64.00 62.00 60.00 0
12
24
jam
36
48
60
mie matang dengan ekstrak segar 1:1, 100% mie matang dengan ekstrak segar 2:1, 100% kontrol = mie tanpa penambahan ekstrak segar
Gambar 14. Perubahan nilai L pada pengukuran warna mie basah matang selama penyimpanan Perubahan nilai L (ketajaman warna) pada mie matang tidak seperti pada mie mentah. Nilai L cenderung bervariasi dan relatif stabil selama
58
penyimpanan. Nilai L akhir (jam ke-60) jika dibandingkan dengan nilai L awal (jam ke-0) tidak terlalu berbeda, sehingga dapat dikatakan untuk mie basah matang tidak terjadi perubahan nilai L yang signifikan. Hal tersebut terutama disebabkan oleh enzim polifenol oksidase (PPO) dalam tepung yang sudah terinaktivasi akibat proses perebusan. Perubahan warna pada mie matang terlihat tidak signifikan, hanya warnanya terlihat kusam. Grafik perubahan ketajaman warna mie basah matang dapat dilihat pada Gambar 14. Berdasarkan uji statistik, ketajaman warna mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak 1:1 dan 2:1 dan kontrol tidak berbeda nyata. Pada mie matang tidak begitu terlihat pengaruh jumlah ekstrak segar dalam perubahan ketajaman warna. Perubahan ketajaman warna antara mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak 1:1 dan 2:1 tidak terlalu berbeda. Nilai L kedua mie tersebut selama penyimpanan relatif stabil dan tidak mengalami perubahan berarti. Hal tersebut menunjukkan bahwa perbedaan jumlah ekstrak segar bawang tidak berpengaruh terhadap ketajaman warna mie matang selama penyimpanan. Mie matang kontrol mengalami penurunan ketajaman warna secara konstan selama penyimpanan, berbeda dengan mie matang dengan ekstrak segar bawang. Pada mie mentah, perubahan warna terutama disebabkan oleh enzim polifenol oksidase. Pada mie matang, enzim tersebut menjadi inaktif akibat perebusan, sehingga penyebab perubahan warna kemungkinan besar disebabkan oleh aktivitas mikroba. Mie matang memiliki nilai aw yang cukup tinggi (0.938-0.970) yang memudahkan mikroba untuk tumbuh dan berkembang biak. Secara subjektif, mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 mulai terdeteksi tanda-tanda kerusakan setelah 42 jam, dan mie matang kontrol setelah 44 jam. Mie matang dengan ekstrak segar selama penyimpanan menunjukkan ketajaman warna yang relatif stabil sehingga dapat dikatakan kerusakan mie tidak berpengaruh terhadap warna mie matang dan sebaliknya. Mie matang kontrol menunjukkan ketajaman warna yang terus menurun secara konstan seiring penyimpanan
59
berjalan. Setelah mie matang kontrol terdeteksi kerusakannya secara subjektif (44 jam), terjadi penurunan nilai ketajaman warna mie yang lebih
besar,
sehingga
dapat
dikatakan
kerusakan
mie
matang
mempengaruhi ketajaman warna mie matang kontrol. Menurut standar mikrobiologis, mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 telah rusak setelah 12 jam, mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 setelah 24 jam, dan mie matang kontrol setelah 36 jam. Ketajaman warna mie matang dengan ekstrak bawang pada jam-jam tersebut cenderung stabil, sedangkan mie matang kontrol mengalami penurunan berarti setelah 36 jam. Berdasarkan hasil di atas, dapat dilihat bahwa ketajaman warna mie matang dengan ekstrak segar bawang cenderung stabil selama penyimpanan, dimana mie matang kontrol cenderung turun. Hal tersebut menunjukkan
bahwa
ekstrak
segar
bawang
relatif
mampu
mempertahankan ketajaman warna pada mie matang.
b. Derajat Hue Derajat Hue (°Hue) menunjukkan golongan warna suatu bahan. Gambar 15 menunjukkan perubahan °Hue untuk mie basah mentah yang cenderung
mengalami
penurunan.
Penurunan
tersebut
tidak
mempengaruhi jenis warna mie basah mentah karena menurut penggolongan warna chromameter masih termasuk yellow red (54-90°). Mie mentah dengan ekstrak segar mengalami penurunan nilai ºHue yang lebih besar dibandingkan dengan mie mentah kontrol. Hal tersebut dipengaruhi oleh penambahan ekstrak segar bawang. Warna mie mentah dengan penambahan ekstrak segar cenderung lebih cepat berubah dibandingkan dengan mie tanpa penambahan ekstrak segar. Pada mie mentah, penyebab perubahan warna yang utama adalah enzim polifenol oksidase yang mengubah senyawa fenol menjadi kuinon dan selanjutnya melanoid. Senyawa fenol yang terkandung dalam tepung dan ekstrak segar bawang menyebabkan mie mentah lebih cepat berubah warnanya. Penurunan °Hue paling signifikan terjadi pada mie basah mentah yang
60
dibuat dengan 100% ekstrak 2:1 yang disebabkan kandungan ekstrak bawang yang lebih tinggi. Secara subjektif, mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 mengalami kerusakan setelah 54 jam, mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 setelah 57 jam, dan mie mentah kontrol setelah 44 jam. Nilai °Hue mie mentah dengan ekstrak segar pada jamjam tersebut cenderung stabil atau tidak mengalami perubahan yang signifikan. Setelah 44 jam, mie mentah kontrol juga tidak mengalami perubahan berarti. 84.00
Hue
79.00 74.00 69.00 64.00 0
12
24
36
48
60
jam mie mentah dengan ekstrak segar 1:1, 100% mie mentah dengan ekstrak segar 2:1, 100% kontrol = mie tanpa penambahan ekstrak segar
Gambar 15. Perubahan nilai °Hue pada perubahan warna mie basah mentah selama penyimpanan Menurut standar mikrobiologi, mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar, baik 1:1 atau 2:1, menjadi rusak setelah 36 jam. Namun nilai °Hue setelah 36 jam cenderung stabil dan tidak berubah drastis.
Berdasarkan
pengamatan
secara
subjektif
dan
analisis
mikrobiologi, kerusakan mie mentah dengan ekstrak segar bawang tidak mempengaruhi nilai °Hue dan tidak menyebabkan perubahan warna. Mie mentah dengan ekstrak segar dan mie mentah kontrol yang telah rusak, baik menurut batas SNI untuk total mikroba atau pengamatan subjektif, warnanya tetap dalam kisaran yellow red. Sama seperti pada mie basah mentah, mie basah matang juga mengalami penurunan °Hue. Meski mengalami penurunan, sampel mie
61
basah matang dan kontrol masih termasuk kategori warna yellow red (5490°). Nilai °Hue mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 relatif stabil selama waktu penyimpanan. Hal tersebut menunjukkan jumlah ekstrak bawang tidak berpengaruh terhadap warna mie basah matang. Nilai awal °Hue mie matang dengan ekstrak segar lebih rendah daripada mie matang kontrol. Penambahan ekstrak segar bawang putih mempengaruhi warna mie basah matang pada awal penyimpanan. Semakin lama penyimpanan, nilai °Hue kontrol juga mengalami penurunan yang relatif sama dengan mie matang dengan ekstrak segar. Perubahan nilai °Hue mie matang dapat dilihat pada Gambar 16. 84.00
Hue
79.00 74.00 69.00 64.00 0
12
24
jam
36
48
60
mie matang dengan ekstrak segar 1:1, 100% mie matang dengan ekstrak segar 2:1, 100% kontrol = mie tanpa penambahan ekstrak segar
Gambar 16. Perubahan nilai °Hue pada perubahan warna mie basah matang selama penyimpanan Pada saat mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 mengalami kerusakan menurut pengamatan subjektif, yaitu setelah 12 jam, nilai °Hue cenderung mengalami penurunan. Mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 dikatakan rusak secara subjektif setelah 24 jam dengan nilai °Hue yang juga menurun. Penurunan °Hue dari mie matang dengan ekstrak segar tersebut tidak terlalu drastis sehingga mengubah tingkatan warna dari mie matang. Mie matang kontrol dinyatakan rusak menurut pengamatan subjektif setelah 44 jam. Setelah
62
44 jam, nilai °Hue mie matang kontrol mengalami penurunan yang cukup signifikan. Berdasarkan kualitas mikrobiologi, mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dinyatakan tidak memenuhi syarat setelah 12 jam, mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 setelah 24 jam, dan mie matang kontrol setelah 36 jam. Setelah 12 jam, mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 cenderung stabil kemudian mengalami penurunan pada akhir penyimpanan. Nilai °Hue mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 setelah 24 jam juga cenderung stabil dan menurun pada akhri penyimpanan. Setelah 36 jam, mie matang kontrol mengalami penurunan nilai °Hue yang cukup besar. Namun, penurunan
nilai
°Hue
yang
terjadi
selama
penyimpanan
tidak
menyebabkan mie berubah warna dari yellow red. Dari hasil-hasil di atas dapat disimpulkan bahwa baik mie matang dengan ekstrak segar dan kontrol mengalami penurunan °Hue. Namun penurunan tersebut tidak cukup signifikan untuk mengubah warna mie dari yellow red menjadi kategori warna yang lain. Penambahan ekstrak segar juga tidak terlalu berpengaruh dalam mempertahankan nilai °Hue mie matang.
7. Uji Sensori Uji sensori yang dilakukan adalah uji hedonik, dengan tujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan nyata antar sampel mie basah, baik mentah, matang atau mentah yang dimatangkan. Sampel yang diujikan adalah mie basah dengan ekstrak segar, mie basah kontrol dan mie basah pasar yang diperoleh dari Pasar Merdeka. Parameter yang diujikan adalah warna, aroma, tekstur, keseluruhan, dan rasa, khusus untuk mie basah matang. Keseluruhan terdapat 12 sampel yang diujikan, empat sampel mie basah mentah, empat sampel mie basah matang dan empat sampel mie mentah yang dimatangkan. Keempat jenis mie dari tiap kelompok tersebut adalah mie yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1, mie yang dibuat
63
dengan 100% ekstrak segar 2:1, mie kontrol (tanpa penambahan ekstrak), dan mie basah pasar.
a. Warna Warna pada mie basah, baik matang ataupun mentah, disebabkan oleh kombinasi antara pigmen terigu dan penambahan garam alkali. Perubahan warna pada mie mentah lebih drastis dibandingkan dengan mie matang karena adanya enzim polifenol oksidase. Pada mie matang perubahan warna tidak terlalu tajam karena enzim tersebut sudah inaktif akibat perebusan. Berdasarkan hasil uji sensori terhadap mie mentah (Gambar 17a), mie mentah kontrol memiliki warna yang paling disukai dan mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 memiliki warna yang paling tidak disukai. Mie mentah kontrol dan mie mentah pasar memiliki skor kesukaan warna yang hampir sama. Menurut Hoseney (1998), untuk penerimaan konsumen yang baik, mie basah harus berwarna putih atau kuning muda.
4.00
3.93
4.20
4.43
5.00
4.40
4.13 nilai kesukaan
nilai kesukaan
5.00
3.00 2.00 1.00 0.00 w arna
Mie mentah ekstrak segar 1:1, 100% Mie mentah ekstrak segar 2:1, 100% Mie mentah kontrol Mie mentah pasar
(a)
4.30
4.20
4.57
4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 w arna Mie mentah ekstrak segar 1:1, 100% dimatangkan Mie mentah ekstrak segar 2:1, 100% dimatangkan Mie mentah kontrol dimatangkan Mie mentah pasar dimatangkan
(b)
Gambar 17. Hasil uji hedonik terhadap warna mie mentah (a), dan mie mentah yang dimatangkan (b) Dari uji ragam didapatkan bahwa atribut warna pada mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 tidak berbeda nyata dengan ketiga sampel mie mentah yang lain. Mie mentah yang dibuat
64
dengan 100% ekstrak segar 1:1 berbeda nyata terhadap mie mentah kontrol dan mie mentah pasar (Lampiran 31). Tidak adanya perbedaan nyata antara warna mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 menunjukkan jumlah ekstrak segar yang ditambahkan tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kesukaan warna mie mentah. Meskipun tidak berbeda nyata, mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak 1:1 memiliki skor kesukaan rata-rata 3.93 (netral), sedangkan mie mentah dengan ekstrak 2:1 memiliki skor kesukaan rata-rata 4.20 (suka). Gambar 17b menunjukkan bahwa untuk mie mentah yang dimatangkan, atribut warna yang paling disukai panelis adalah warna mie mentah pasar yang dimatangkan. Uji hedonik lainnya menunjukkan skor kesukaan atribut warna dari mie mentah pasar yang dimatangkan berkisar antara 3.93-4.57. Skor kesukaan warna tersebut termasuk kategori suka hingga sangat suka. Skor tersebut juga menunjukkan bahwa warna mie mentah pasar yang dimatangkan memiliki tingkat kesukaan yang cukup tinggi. Mie mentah yang dibuat dengan
100% ekstrak 1:1 yang
dimatangkan dan mie mentah kontrol yang dimatangkan memiliki warna yang paling kurang disukai. Keempat mie mentah yang dimatangkan tersebut memiliki nilai kesukaan yang tergolong nilai suka. Uji ragam menunjukkan adanya perbedaan nyata antara warna mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar, baik 1:1 dan 2:1, yang dimatangkan dengan warna dari mie mentah pasar yang dimatangkan. Di antara mie mentah yang dibuat dengan ekstrak segar yang dimatangkan tidak terdapat perbedaan nyata (Lampiran 48). Hal tersebut menunjukkan penambahan jumlah ekstrak tidak berpengaruh terhadap tingkat kesukaan warna mie mentah yang dimatangkan. Gambar 18 menunjukkan hasil uji hedonik terhadap atribut warna mie matang, dimana mie matang kontrol adalah yang paling disukai warnanya. Tingkat kesukaan terendah adalah warna dari mie matang pasar. Dilihat dari penampakannya, warna mie matang pasar
65
terkesan terlalu kuning dan mengkilap sehingga dapat menimbulkan kesan bahwa mie matang pasar menggunakan pewarna tambahan. 5.00 nilai kesukaan
4.30 4.00
4.50 4.10
4.03
3.00 2.00 1.00 0.00 w arna
Mie matang ekstrak segar 1:1, 100% Mie matang ekstrak segar 2:1, 100% Mie matang kontrol Mie matang pasar
Gambar 18. Hasil uji hedonik terhadap warna mie matang Berdasarkan uji ragam, perbedaan nyata terdapat antara sampel mie matang pasar dengan mie matang kontrol. Mie mentah yang dibut dengan 100% ekstrak 1:1 dan 2:1 tidak menunjukkan perbedaan nyata dengan mie matang kontrol dan mie matang pasar. Tidak adanya perbedaan nyata antara mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak 1:1 dan 2:1 berarti jumlah ekstrak yang ditambahkan tidak berpengaruh terhadap warna mie matang (Lampiran 39). Keempat sampel mie matang memiliki nilai kesukaan yang termasuk suka. Perbedaan antara mie matang dengan mie mentah yang dimatangkan adalah pada mie mentah yang dimatangkan terdapat tepung tapioka sebagai pupur pada mie untuk mencegah lembaran mie saling lengket. Mie matang tidak diberi pupur tapioka melainkan minyak kelapa.
b. Aroma Aroma mie basah umumnya adalah aroma tepung terigu yang digunakan. Penambahan ekstrak segar bawang putih menimbulkan aroma bawang putih yang menyengat pada mie basah. Intensitas aroma terigu dan bawang putih lebih rendah pada mie matang dibandingkan pada mie mentah. Hal tersebut kemungkinan disebabkan adanya proses
66
perebusan mie matang dimana senyawa-senyawa volatil dan aromatik menjadi rusak. Hasil uji hedonik pada Gambar 19a menunjukkan aroma mie mentah yang paling disukai adalah aroma mie mentah kontrol (tanpa penambahan ekstrak bawang). Sementara aroma mie yang paling tidak disukai adalah mie mentah pasar. Secara keseluruhan, mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 dan mie mentah kontrol tidak terdapat perbedaan yang mencolok. Aroma mie mentah pasar adalah yang terendah disebabkan kemasannya yang kurang baik sehingga mudah terkontaminasi aroma dari produk lain selama di pasar atau karena mie mentah pasar tersebut sudah tidak dalam keadaan segar. 5.00
4.00
3.70
3.67
3.77 3.13
3.00 2.00 1.00 0.00 aroma
Mie mentah ekstrak segar 1:1, 100% Mie mentah ekstrak segar 2:1, 100% Mie mentah kontrol Mie mentah pasar
(a)
nilai kesukaan
nilai kesukaan
5.00
4.00
3.67
3.70
3.77
3.93
3.00 2.00 1.00 0.00 aroma Mie mentah ekstrak segar 1:1, 100% dimatangkan Mie mentah ekstrak segar 2:1, 100% dimatangkan Mie mentah kontrol dimatangkan Mie mentah pasar dimatangkan
(b)
Gambar 19. Hasil uji hedonik terhadap aroma mie mentah (a), dan mie mentah yang dimatangkan (b) Berdasarkan uji ragam didapatkan hasil bahwa aroma mie mentah pasar berbeda nyata dengan mie mentah kontrol. Mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1, serta mie mentah kontrol tidak terdapat perbedaan nyata. Begitu juga antara mie mentah pasar dengan mie mentah yang ditambahkan ekstrak segar tidak terdapat perbedaan nyata (Lampiran 32). Penambahan ekstrak segar bawang putih tidak menimbulkan pengaruh signifikan terhadap tingkat kesukaan aroma mie mentah.
67
Aroma mie mentah yang dimatangkan yang paling disukai menurut uji hedonik (Gambar 19b) adalah aroma mie mentah pasar yang dimatangkan. Sementara mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak 1:1 yang dimatangkan memiliki aroma yang paling tidak disukai. Hasil uji hedonik lain menunjukkan kisaran skor kesukaan untuk atribut aroma mie mentah pasar yang dimatangkan berkisar antara 3.33-4.07. Secara keseluruhan, skor rata-rata untuk aroma mie mentah yang dimatangkan tidak berbeda jauh, dengan kisaran 3.67-3.85. Kisaran nilai tersebut menyatakan aroma mie mentah yang dimatangkan termasuk kategori suka. Berdasarkan hasil uji ragam, aroma dari empat sampel mie mentah yang dimatangkan tidak terdapat perbedaan nyata (Lampiran 48). Untuk mie matang, aroma yang paling disukai adalah aroma dari mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1, sedangkan aroma yang paling kurang disukai adalah aroma mie matang pasar. Gambar 20 menunjukkan bahwa tingkat kesukaan aroma dari mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak 1:1 dan 2:1 serta mie matang kontrol tidak berbeda jauh. Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan ekstrak segar bawang putih tidak memberi pengaruh signifikan terhadap tingkat kesukaan aroma mie basah matang.
nilai kesukaan
5.00 4.00
3.63
3.70
3.30
3.00 2.07 2.00 1.00 0.00 aroma
Mie matang ekstrak segar 1:1, 100% Mie matang ekstrak segar 2:1, 100% Mie matang kontrol Mie matang pasar
Gambar 20. Hasil uji hedonik terhadap aroma mie matang Aroma mie matang pasar yang tidak disukai dapat disebabkan beberapa kemungkinan, antara lain mie sudah tidak segar, penyimpanan
68
yang tidak baik dan penambahan bahan tambahan lain. Aroma khas yang tercium dari mie matang pasar adalah aroma minyak kacang. Pada pelumuran mie matang pasar digunakan minyak kacang, bukan minyak kelapa seperti yang digunakan dalam pembuatan mie matang pada laboratorium. Uji ragam terhadap atribut aroma mie matang menunjukkan adanya perbedaan nyata antara mie matang pasar dengan mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1, 2:1 dan mie matang kontrol. Diantara mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak 1:1, 2:1 dan mie matang kontrol tidak terdapat perbedaan nyata (Lampiran 40). Hal tersebut berarti jumlah penambahan ekstrak segar tidak berpengaruh terhadap nilai kesukaan aroma mie matang.
c. Tekstur Tekstur mie basah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis tepung yang digunakan, penambahan alkali dan bahan tambahan lain, serta proses pembuatan mie. Penambahan alkali memberikan karakteristik aroma dan flavor pada mie basah, dan juga memberikan warna kuning mie, tekstur yang kuat dan elastis (Miskelly, 1996). Kemampuan unik dari tepung
terigu (gandum), yaitu
kemampuan membentuk adonan yang kohesif, elastis dan lentur, adalah akibat protein gluten yang terkandung dalam tepung terigu. Kandungan dan kualitas protein merupakan faktor penting dalam pembuatan mie. Protein kuat dalam jumlah tinggi (10-14%) menghasilkan mie dengan tekstur yang kenyal dan elastis. Tepung dengan kandungan protein yang terlalu rendah menghasilkan mie dengan mudah rusak saat dimasak. Ketika mie dimasak terlalu lama, teksturnya akan lembek dan lengket (Hoseney, 1998). Menurut Hou dan Kruk (1998), ciri-ciri mie basah mentah yang memenuhi syarat adalah yang bersifat mudah digigit, elastis, memiliki mouthfeel yang baik, serta teksturnya stabil dalam air panas.
69
Mie basah matang dikatakan memenuhi syarat apabila bersifat mudah digigit, kenyal dan elastis, tidak terlalu lengket, dan memiliki tekstur yang stabil dalam air panas. Gambar 21a menunjukkan hasil uji hedonik terhadap parameter tekstur mie basah mentah. Berdasarkan gambar tersebut tekstur mie mentah kontrol adalah yang paling disukai, sementara mie mentah pasar memiliki tekstur yang paling tidak disukai. Mie mentah dengan ekstrak segar, baik dengan perbandingan 1:1 dan 2:1, teksturnya dinilai tidak terlalu berbeda jauh. Tekstur
mie
mentah
pasar
cenderung
lebih
kering
dibandingkan dengan mie basah yang dibuat di laboratorium. Hal tersebut dikarenakan mie mentah pasaran keadaannya sudah tidak segar seperti mie yang dibuat di laboratorium. Mie mentah yang dijual di pasar dapat berumur lebih dari satu hari hingga dua hari. Mie mentah yang menjadi kering disebabkan kelembaban relatif mie lebih tinggi daripada lingkungan, sehingga terjadi perpindahan uap air dari mie mentah ke lingkungan. 5.00
4.00 3.00
4.17
4.03 3.07
2.83
2.80
2.00 1.00 0.00
nilai kesukaan
nilai kesukaan
5.00
4.00 3.00
3.57 2.53
2.87
2.00 1.00 0.00
tekstur
Mie mentah ekstrak segar 1:1, 100% Mie mentah ekstrak segar 2:1, 100% Mie mentah kontrol Mie mentah pasar
(a)
tekstur Mie mentah ekstrak segar 1:1, 100% dimatangkan Mie mentah ekstrak segar 2:1, 100% dimatangkan Mie mentah kontrol dimatangkan Mie mentah pasar dimatangkan
(b)
Gambar 21. Hasil uji hedonik terhadap tekstur mie mentah (a), dan mie mentah yang dimatangkan (b) Uji ragam menunjukkan bahwa tekstur mie mentah kontrol berbeda nyata dengan tekstur mie mentah dengan ekstrak segar bawang dan mie mentah pasar. Mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak
70
segar bawang 1:1 dan 2:1 tidak menunjukkan perbedaan nyata (Lampiran 33). Hal tersebut menunjukkan jumlah ekstrak segar tidak berpengaruh signifikan terhadap tekstur mie mentah. Berdasarkan
Gambar
21b,
tekstur
mie
mentah
yang
dimatangkan yang paling disukai adalah tekstur mie mentah pasar yang dimatangkan. Skor kesukaan atribut tekstur untuk mie mentah pasar yang dimatangkan berkisar antara 3.53-4.17. Skor tersebut memiliki tingkat kesukaan antara suka hingga sangat suka. Sementara, tekstur yang paling tidak disukai adalah tekstur mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 yang dimatangkan, dengan skor rata-rata sebesar 2.53. Hasil uji ragam menunjukkan tekstur mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 yang dimatangkan berbeda nyata dengan tekstur mie mentah kontrol dan pasar yang dimatangkan. Tekstur mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 yang dimatangkan tidak berbeda nyata, serta mie mentah kontrol dan pasar teksturnya tidak berbeda nyata (Lampiran 49). Tidak adanya perbedaan nyata antara tekstur mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 yang dimatangkan berarti penambahan jumlah ekstrak segar tidak mempengaruhi tekstur mie mentah yang dimatangkan. Tekstur mie matang sangat berbeda dengan tekstur mie mentah. Minyak kelapa yang digunakan untuk pelumuran menyebabkan permukaan mie matang tampak licin dan mengkilap. Mie matang juga lebih lembek atau kenyal karena sebelumnya telah direbus. Gambar 22 menunjukkan hasil uji hedonik terhadap atribut tekstur mie basah matang. Grafik menunjukkan bahwa mie matang kontrol memiliki tekstur yang paling disukai dengan mie matang pasar memiliki tekstur yang paling tidak disukai. Tekstur mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 sedikit lebih disukai dibandingkan mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1.
71
nilai kesukaan
5.00 4.00
3.57
3.97 3.27
3.00 2.10 2.00 1.00 0.00 tekstur
Mie matang ekstrak segar 1:1, 100% Mie matang ekstrak segar 2:1, 100% Mie matang kontrol Mie matang pasar
Gambar 22. Hasil uji hedonik terhadap tekstur mie matang Uji ragam memberikan hasil bahwa tekstur mie matang kontrol berbeda nyata dengan mie matang pasar dan mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1. Mie matang pasar berbeda nyata dengan mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar, baik 1:1 dan 2:1, serta mie matang kontrol. Tekstur mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 berbeda nyata dengan tekstur mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 (Lampiran 41). Tekstur mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 yang berbeda nyata menunjukkan jumlah ekstrak segar bawang putih berpengaruh terhadap tekstur mie matang.
d. Rasa Uji hedonik mengindikasikan bahwa mie matang pasar memiliki rasa yang paling tidak disukai, sementara mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 mempunyai rasa yang paling disukai (Gambar 23a). Mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1, 2:1 dan mie matang kontrol memiliki tingkat kesukaan yang tidak terlalu berbeda jauh. Berdasarkan uji ragam, terdapat perbedaan nyata antara mie matang pasar dengan mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1, 2:1 dan mie matang kontrol. Di antara mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar, baik 1:1 dan 2:1, dan mie matang
72
kontrol tidak terdapat perbedaan nyata (Lampiran 42). Uji ragam tersebut juga menunjukkan tidak adanya pengaruh berarti dari jumlah ekstrak bawang yang ditambahkan dalam adonan terhadap rasa mie matang. 5.00
5.00
3.73
3.50
3.63
nilai kesukaan
nilai kesukaan
4.27
4.00 3.00
1.93
2.00 1.00 0.00
4.00
3.43
3.00
3.83 3.07
2.00 1.00 0.00
rasa
rasa
Mie matang ekstrak segar 1:1, 100% Mie matang ekstrak segar 2:1, 100% Mie matang kontrol Mie matang pasar
Mie mentah ekstrak segar 1:1, 100% dimatangkan Mie mentah ekstrak segar 2:1, 100% dimatangkan Mie mentah kontrol dimatangkan Mie mentah pasar dimatangkan
(a)
(b)
Gambar 23. Hasil uji hedonik terhadap rasa mie matang (a), dan mie mentah yang dimatangkan (b) Gambar 23b menunjukkan hasil uji hedonik terhadap rasa mie mentah yang dimatangkan, dimana mie mentah pasar yang dimatangkan memiliki skor tertinggi dan mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 memiliki rasa yang paling tidak disukai. Hasil uji hedonik lainnya terhadap rasa mie mentah yang dimatangkan didapatkan kisaran skor 2.80-4.27. Tingkat kesukaanya beragam, mulai dari tidak suka hingga sangat suka. Mie mentah dengan ekstrak segar yang dimatangkan
umumnya
memiliki
rasa
yang
kurang
disukai
dibandingkan dengan mie kontrol dan mie pasar yang dimatangkan. Uji ragam memberikan hasil bahwa rasa mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 yang dimatangkan berbeda nyata dengan mie mentah pasar dan kontrol yang dimatangkan. Mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 memiliki rasa yang berbeda nyata dengan mie mentah pasar yang dimatangkan. Mie mentah pasar dan mie mentah kontrol yang dimatangkan tidak terdapat perbedaan nyata. Antara mie mentah dengan ekstrak segar yang dimatangkan juga
73
tidak terdapat perbedaan nyata (Lampiran 50). Hal tersebut berarti perbedaan jumlah ekstrak yang ditambahkan tidak mempengaruhi tingkat kesukaan rasa mie mentah yang dimatangkan.
e. Keseluruhan (overall) Penilaian keseluruhan sampel mie adalah penilaian yang mencakup semua atribut terdahulu, seperti warna, aroma, tekstur, dan rasa. Hasil uji hedonik terhadap parameter keseluruhan (overall) dari mie basah mentah dapat dilihat pada Gambar 24a. Menurut Gambar 24a, mie mentah yang paling disukai adalah mie mentah kontrol, dengan mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak 2:1 dan mie mentah pasar sebagai yang paling tidak disukai. Mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 lebih disukai dibandingkan mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak 2:1, namun perbedaan tersebut tidak terlalu jauh. 5.00
5.00 4.00
3.53
3.33
3.33
3.00 2.00 1.00
nilai kesukaan
nilai kesukaan
4.20
4.10
4.00 3.30
4.27
3.23
3.00 2.00 1.00 0.00
0.00 keseluruhan
Mie mentah ekstrak segar 1:1, 100% Mie mentah ekstrak segar 2:1, 100% Mie mentah kontrol Mie mentah pasar
(a)
keseluruhan Mie mentah ekstrak segar 1:1, 100% dimatangkan Mie mentah ekstrak segar 2:1, 100% dimatangkan Mie mentah kontrol dimatangkan Mie mentah pasar dimatangkan
(b)
Gambar 24. Hasil uji hedonik terhadap keseluruhan mie mentah (a), dan mie mentah yang dimatangkan (b) Berdasarkan uji ragam didapatkan hasil bahwa mie mentah pasar dan mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar (1:1 dan 2:1) berbeda nyata dengan mie mentah kontrol. Mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 tidak berbeda nyata (Lampiran 34). Pengaruh penambahan ekstrak segar bawang putih ke dalam adonan
74
ternyata
tidak
memberikan
pengaruh
signifikan
dalam
atribut
keseluruhan mie mentah. Mie tanpa penambahan ekstrak bawang (mie kontrol) masih lebih disukai dibandingkan dengan mie mentah yang ditambah ekstrak segar bawang. Mie mentah yang dimatangkan yang mempunyai tingkat kesukaan tertinggi adalah mie mentah pasar yang dimatangkan, seperti terlihat pada Gambar 24b. Hasil lain menunjukkan kisaran skor untuk keseluruhan mie mentah pasar yang dimatangkan antara 3.87-4.27. Kisaran skor tersebut mengindikasikan bahwa atribut keseluruhan mie mentah pasar yang dimatangkan disukai dan sangat disukai. Mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 yang dimatangkan mempunyai tingkat kesukaan paling rendah. Mie mentah dengan ekstrak bawang yang dimatangkan cenderung kurang disukai jika dibandingkan dengan mie mentah tanpa ekstrak bawang (pasar dan kontrol) yang dimatangkan. Hal tersebut
menunjukkan bahwa
penambahan ekstrak bawang tidak berpengaruh dalam meningkatkan atribut keseluruhan mie mentah yang dimatangkan. Hasil uji ragam menunjukkan terdapat perbedaan nyata antara mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak bawang (1:1 dan 2:1) yang dimatangkan dengan mie mentah pasar dan kontrol yang dimatangkan. Antara mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak bawang, baik 1:1 dan 2:1 tidak terdapat perbedaan nyata. Mie mentah kontrol dan mie mentah pasar yang dimatangkan juga tidak terdapat perbedaan nyata (Lampiran 51). Tidak adanya perbedaan nyata dalam atribut keseluruhan mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak bawang 1:1 dan 2:1 dapat dikatakan tidak adanya pengaruh signifikan jumlah ekstrak bawang yang ditambahkan. Uji hedonik terhadap atribut keseluruhan mie matang, seperti tercantum pada Gambar 25, menunjukkan bahwa mie matang yang paling disukai adalah mie matang kontrol. Mie matang pasar adalah yang paling tidak disukai. Mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak
75
segar 1:1 lebih disukai dibandingkan mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak 2:1, namun perbedaannya tidak terlalu jauh. Berdasarkan uji ragam didapatkan bahwa secara keseluruhan, mie matang pasar berbeda nyata dengan mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar (1:1 dan 2:1) dan mie matang kontrol. Sementara diantara mie matang kontrol, mie matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 dan 2:1 tidak terdapat perbedaan nyata (Lampiran 43).
nilai kesukaan
5.00 4.00
3.80
3.67
3.83
3.00 1.93
2.00 1.00 0.00 keseluruhan
Mie matang ekstrak segar 1:1, 100% Mie matang ekstrak segar 2:1, 100% Mie matang kontrol Mie matang pasar
Gambar 25. Hasil uji hedonik terhadap keseluruhan mie matang
8. Analisis Harga Mie Analisis harga bertujuan untuk mengetahui harga mie basah mentah dan matang per satuan berat (satu kilogram). Penentuan harga ini didasarkan atas harga dasar mie mentah dan matang dan harga ekstrak segar bawang putih. Harga dasar mie mentah dan matang yang digunakan adalah harga dasar mie yang ada di pasaran. Harga mie basah pasar yang digunakan adalah berdasarkan penelitian Gracecia (2005), yaitu sebesar Rp 4,500/kg untuk mie mentah dan Rp 2,000/kg untuk mie matang. Untuk mengetahui harga mie dengan penambahan ekstrak segar, terlebih dahulu harus diketahui harga ekstrak segar bawang. Harga ekstrak dapat ditentukan dari bobot bawang yang dibutuhkan dalam 100 gram terigu, rendemen mie basah, dan harga bawang putih per kilogram. Bobot bawang yang dibutuhkan untuk 1000 gram terigu adalah jumlah bawang yang dibutuhkan untuk menghasilkan jumlah ekstrak segar
76
untuk tiap 1000 gram terigu, yaitu 340 gram ekstrak. Perhitungannya harus dibandingkan dengan rendemen ekstrak, dimana ekstrak segar 1:1 memiliki rendemen sebesar 63.10% dan ekstrak segar 2:1 sebesar 50.17%. Hasil perhitungan bobot bawang yang diperlukan untuk 1000 gram terigu dapat dilihat pada Tabel 14. Rendemen mie basah mentah dihitung berdasarkan perhitungan bobot adonan awal dibandingkan dengan bobot adonan mie, baik mie mentah atau mie matang. Perhitungan dan hasil rendemen mie basah dengan penambahan ekstrak segar dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Rendemen mie mentah dan matang dengan penambahan ekstrak segar Berat adonan Berat mie Berat mie rendemen mie rendemen mie (g) mentah (g) matang (g) mentah (%) matang (%) 100 122.8 176.3 122.80 176.25 100 126.2 177.5 126.15 177.50 rata-rata 124.48 176.88 Pada perhitungan harga ekstrak untuk satu kilogram mie basah, rendemen mie yang digunakan adalah rendemen untuk 100 gram terigu. Sehingga, mie mentah memiliki rendemen sebesar 124.48 gram dan mie matang sebesar 176.88 gram. Berat ekstrak yang digunakan dalam adonan adalah gabungan berat bawang dan berat air. Harga ekstrak bawang juga dihitung berdasarkan harga bawang per kilogram rata-rata, yaitu sebesar Rp 9,000/kg. Harga mie basah dengan penambahan ekstrak segar bawang putih didapatkan dari harga mie basah pasaran dan harga ekstrak segar bawang putih. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 14. Contoh perhitungan harga mie basah secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 53. Berdasarkan Tabel 14, harga mie matang lebih mahal dibandingkan mie mentah untuk per kilogramnya. Hal tersebut dikarenakan jumlah ekstrak dan terigu yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kilogram mie mentah lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah ekstrak dan terigu untuk menghasilkan 1 kilogram mie matang. Mie matang dalam pengolahannya
77
mengalami pengembangan dan penambahan bobot akibat proses perebusan. Proses pengolahan yang berbeda menyebabkan bobot mie matang untuk meningkat lebih besar dibandingkan mie mentah. Harga mie basah, mentah dan matang, dengan penambahan ekstrak segar 1:1 lebih murah dibandingkan mie basah dengan ekstrak segar 2:1. Rendemen ekstrak segar 2:1 yang lebih kecil daripada rendemen ekstrak segar 1:1 menyebabkan bawang yang diperlukan untuk membuat ekstrak lebih banyak. Jumlah bawang yang dibutuhkan lebih banyak menyebabkan harga ekstraknya juga lebih tinggi.
Tabel 14. Perhitungan harga mie basah dengan penambahan ekstrak segar bawang putih Harga Harga Harga Harga mie mie bawang bawang Berat dengan Berat basah putih per putih per bawang ekstrak bawang Jenis mie pasar kg mie kg terigu + air segar per (g) per kg basah (Rp) (g)* kg (Rp) (Rp) (Rp) Mie mentah + ekstrak 538.83 269.42 2,424.78 1,947.93 4500 6,447.93 segar 1:1, konsentrasi 100% Mie matang + ekstrak 538.83 269.42 2,424.78 1,370.86 2000 3,370.86 segar 1:1, konsentrasi 100% Mie mentah + ekstrak 677.69 451.79 4,066.11 3,266.48 4500 7,766.48 segar 2:1, konsentrasi 100% Mie matang + ekstrak 677.69 451.79 4,066.11 2,298,79 2000 4,298.79 segar 2:1, konsentrasi 100% * berdasarkan 1000 gram terigu
78
Perhitungan harga pada Tabel 14 menunjukkan bahwa harga mie basah dengan penambahan ekstrak segar tergolong mahal. Harga tersebut jauh lebih mahal dibandingkan harga mie basah yang dijual di pasaran. Perbedaan harga tersebut disebabkan harga ekstrak segar bawang yang cukup tinggi. Hal itu dikarenakan harga per kilogram bawang yang juga cukup tinggi. Jika dibandingkan dengan kemampuan ekstrak segar bawang dalam meningkatkan umur simpan mie basah, harga yang harus dibayar tidak sebanding dengan peningkatan umur simpan yang diberikan.
79
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur simpan mie basah, mentah atau matang, yang dibuat dengan ekstrak bawang putih tidak berbeda nyata dengan mie basah tanpa penambahan ekstrak segar bawang putih. Mie basah dengan ekstrak rebus bahkan mempunyai umur simpan lebih singkat dibandingkan dengan mie kontrol. Secara subjektif, mie basah mentah dengan ekstrak segar memiliki umur simpan yang lebih baik dibandingkan dengan mie basah mentah kontrol. Mie basah mentah dengan ekstrak segar memiliki umur simpan antara 54-57 jam dan mie mentah kontrol selama 44 jam berdasarkan pengamatan subjektif. Namun jika dilihat berdasarkan total mikroba, umur simpan mie basah mentah yang dibuat dengan ekstrak segar lebih singkat dibandingkan mie mentah kontrol. Berdasarkan batas SNI untuk total mikroba, mie basah mentah dengan ekstrak segar bawang putih memiliki umur simpan antara 24-36 jam. Umur simpan mie matang yang dibuat dengan ekstrak segar berdasarkan pengamatan subjektif lebih singkat daripada mie matang kontrol. Mie matang yang dibuat dengan ekstrak segar bawang putih memiliki umur simpan selama 42 jam, sementara mie matang kontrol selama 44 jam. Analisis mikrobiologi juga menunjukkan bahwa mie matang yang dibuat dengan ekstrak segar berumur lebih pendek dibandingkan mie matang kontrol. Mie matang dengan ekstrak segar bawang putih mencapai batas SNI untuk total mikroba dalam waktu 12-24 jam dan mie matang kontrol dalam waktu 36 jam. Secara keseluruhan, baik pada mie mentah dan mie matang, penambahan ekstrak segar bawang putih tidak efektif jika digunakan sebagai pengawet dalam meningkatkan umur simpan mie basah. Hal tersebut dikarenakan senyawa antimikroba utama bawang putih, alisin, umumnya larut minyak, dan hanya sebagian kecil yang larut air. Walaupun penambahan ekstrak segar bawang putih dalam mie basah tidak efektif dalam menghambat pertumbuhan mikroba total, namun ekstrak
80
segar bawang putih cukup dapat menghambat pertumbuhan kapang khamir selama penyimpanan, terutama ekstrak segar 2:1. Walau demikian, kemampuan menghambat kapang khamir tersebut tidak berpengaruh terhadap umur simpan mie basah. Uji sensori terhadap mie mentah dan matang menunjukkan hasil bahwa mie basah tanpa penambahan ekstrak bawang putih cenderung lebih disukai. Penyebab mie dengan ekstrak bawang kurang disukai adalah aromanya yang menyengat dan teksturnya tidak sebaik mie kontrol. Dari segi harga, mie dengan penambahan ekstrak bawang putih juga lebih mahal dibandingkan mie tanpa ekstrak bawang.
B. SARAN Dalam penelitian ini, masih terdapat hal-hal yang dapat diteliti dan diamati lebih lanjut. Salah satunya adalah aplikasi bubuk bawang putih ke dalam mie basah. Bentuk bawang putih yang ditambahkan dapat berupa bubuk bawang putih, ekstrak air (bubuk bawang dilarutkan dalam air steril), atau ekstrak etanol (bubuk bawang dilarutkan dalam etanol). Penambahan bubuk dan ekstrak bawang putih tersebut ke dalam mie dapat dilakukan dengan cara dicampur bersama air atau ditambahkan ke terigu.
81
DAFTAR PUSTAKA
Amagase, H., Petesch, B.L., Matsuura, H., Kasuga, S., Itakura, Y. 2001. Intake of garlic and its bioactive components. Journal of Nutrition. 131:955S-962S. Andress, E.L., I.C. Blackman, M.A Harrison, E.M Sa. 2001. Microbiota of fresh herbs and whole spices used in home preservation and effectiveness of microbial intervention methods. 2001 IFT Annual Meeting. http://iftam.co.us/annual_meeting/2001. [2 Februari 2006] Anonima. 2005. Tanaman Obat Indonesia. www.iptek.net.id. [2 Februari 2006]. Anonimb. 2006. Pembakuan Standar Mutu Produk Beberapa Segmen Pasar di Propinsi Nusa Tenggara Barat. www.deptan.go.id/psa/doc/baku_standar. [10 Februari 2006]. Anonimc. 2006. Garlic. www.wikipedia.org/garlic. [27 April 2006]. Anonimd. 2006. Noodle colour. http://www.grainscanada.gc.ca/quality/ wheat/methods_tests.htm. [15 Desember 2006]. Astawan, M. 2005. Mi, Lezat bergizi tetapi rawan formalin. www.kompas.com/kesehatan/news/05022/16/084344.htm. [13 November 2006]. Astawan, M. 2006. Mengenal Formalin dan Bahayanya. http://www.apotik2000.net/apotik/berita_kesehatan.asp.?id=100084. [3 Februari 2006] Badrudin, C. 1994. Modifikasi Tepung Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz) sebagai bahan pembuat mie kering. Skripsi. Fakultas teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Beuchat, L.R. dan R.E Brackett. 1990. Inhibitory effects of raw carrots on Listeria monocytogenes. Di dalam: Doyle, M. P, L. R. Beuchat, dan T. J. Montville (Eds.). Food Microbiology Fundamentals and Frontiers. ASM Press. Washington DC, USA. Bracket, R.E. 2001. Microbial spoilage of food: fruit, vegetables, and grains. Di dalam: Doyle, M. P, L. R. Beuchat, dan T. J. Montville (Eds.). Food Microbiology Fundamentals and Frontiers. ASM Press. Washington DC, USA. Christensen, C. M. 1974. Storage of cereal grains and their products. American Association of Cereal Chemists. Minnesota.
82
Davidson, P. M. 2001. Chemical preservatives and natural antimicrobial compounds. Di dalam: Doyle, M. P., L. R. Beuchat, T. J. Montville (Eds.). Food Microbiology Fundamentals and Frontiers. ASM Press. Washington D. C. Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhatara. Jakarta. Farkas, J. 2001. Physical methods of food preservation. Di dalam: Doyle, M. P, L. R. Beuchat, dan T. J. Montville (Eds.). Food Microbiology Fundamentals and Frontiers. ASM Press. Washington DC, USA. Feldberg, R.S, Chang S.C., Kotik, A.N., Nadler, M., Neuwirth, Z., Sundstrom, D.C., Thompson, N.H. 1988. In vitro mechanism of inhibition of bacterial cell growth by allicin. Journal of Antimicrobial agents and chemotherapy. p. 1763-1768. Gracecia, D. 2005. Profil mie basah yang diperdagangkan di Bogor dan Jakarta. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Hirasa, K dan Takemasa, M. 1998. Antimicrobial and antioxidant properties of spices. Di dalam: Spice Science and Technology. Marcel Dekker, Inc. New York. pp: 163-177. Hoseney, C. 1994. Principles of Cereal Science and Technology. American Association of Cereal Chemist, Inc. St. Paul, Minnesota. Hou, G dan Mark Kruk. 1998. Asian Noodle Technology. Asian Noodle Technical Bulletin Volume XX. Portland. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta. Lee, Y. L., Cesario, T., Wang. Y., Shanbrom, E., Thrupp, L. 2003. Antibacterial activity of vegetables and juices. Journal of Nutrition 19 : 11-12. Maturin, L dan J.T Peeler. 2001. Bacteriological Analytical Manual. http://usfda_cfsan.com/bacteriological_analytical _manual/apc.htm. [3 Februari 2007]. Meilgaard, M., G.v. Civille, B.T. Carr. 1999. Sensory Evaluation Techniques 3rd Edition. CRC Press. USA Miskelly, D.M. 1996. The Use of Alkali For Noodle Processing. Di dalam: Kruger, J.E dan R.B. Matsuo (Eds.). Pasta and Noodle Technology. American Association of Cereal Chemists, Inc. St. Paul, Minnesota.
83
Nagpurkar, A., J. Peschell, B.J Holub. 2000. Garlic constituents and disease prevention. Di dalam: Mazza, G., dan B.D. Oomah (Eds). Herbs, Botanicals and Teas. Technomic Publishing Co., Inc. Lancaster. pp. 3-5. Nugrahani, M. D. 2005. Perubahan karakteristik dan kualitas protein pada mie basah matang yang mengandung formaldehid dan borax. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB Bogor. Onyeagba, R.A., Ugbogu, O.C., Okeke, C.U., Iroakasi. O. 2004. Studies of the antimicrobial effects of garlic (Allium sativum Linn), ginger (Zingiber officinale Roscoe) and lime (Citrus aurantifolia Linn). African Journal of Biotechnology Vol. 3(10). pp.552-554. Pagani, M. A. 1985. Pasta product from non conventional raw material. Di dalam: C. Mercil dan C. Centrallis (Eds). Pasta and Extruction Cooked Foods. Proceeding of An International Symposium in Milan, Italy. Pahrudin. 2006. Aplikasi bahan pengawet untuk memperpanjang umur simpan mie basah matang. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB Bogor. Priyatna, N. 2005. Profil mie basah yang diperdagangkan di Tangerang dan Bekasi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB Bogor. Safithri, M. 2004. Aktivitas antibakteri bawang putih (Allium sativum) terhadap bakteri mastitis subklinis secara in-vitro dan in-vivo pada ambing tikus putih (Rattus novergicus). Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Schmidt, R.J. 2006. Alliaceae-1 (Onion Family). http://BoDD.cf.ac.uk/BotDerm Folder/BotDermA/ALLI-1.htm. [3 Februari 2007]. Smoot, L. M dan Pierson, M. D. 2001. Indicator microorganisms and microbiological criteria. Di dalam: Doyle, M. P, L. R. Beuchat, dan T. J. Montville (Eds.). Food Microbiology Fundamentals and Frontiers. ASM Press. Washington DC, USA. Standar Nasional Indonesia. 01-2987-1992. Mie Basah. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Standar Nasional Indonesia. 01-3160-1992. Bawang Putih. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Suharti, S. 2004. Kajian antibakteri temulawak, jahe, dan bawang putih terhadap bakteri Salmonella typhimurium serta pengaruh bawang putih terhadap performans dan respon imun ayam pedaging. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Walstra, P. 2003. Physical Chemistry of Foods. Marcel Dekker, Inc. New York dan Basel.
84
Whitmore, B. B. dan A. S. Naidu. 2000. Thiosulfinates. Di dalam: Natural Food Antimicrobial Systems. A. S. Naidu (Ed). CRC Press. New York. Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Winarno, F.G dan T.S Rahayu. 1994. Bahan Tambahan untuk Pangan dan Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Yoshida, S., Kasuga, S., Hayashi, N., Ushiroguchi, T., Matsuura, H., Nakagawa, S. 1987. Antifungal activity of ajoene derived from garlic. Journal of Applied and Environmental Microbiology Vol 3. p. 615-617.
85
LAMPIRAN
86
Lampiran 1a. Hasil perhitungan kadar air bawang putih Ulangan
W cawan (g)
W bawang (g)
3.3354 2.4727 4.8817 6.7263
5.3461 5.0234 5.5711 5.0967
1 2
W kering (g) Kadar air cawan + bawang (%) 5.034 4.0388 6.6678 8.3873
68.27 68.82 67.94 67.41
rata-rata (%)
68.11
Lampiran 1b. Rendemen ekstrak bawang putih Jenis ekstrak Eks. rebus 1:3, t rebus 1 menit Eks. rebus 1:3, t rebus 5 menit Eks. rebus 1:5, t rebus 1 menit Eks. rebus 1:5, t rebus 5 menit Ekstrak segar 1:1 Ekstrak segar 2:1
W bawang (g) 35.6 25.6 35.1 20.3 20.2 20.0 20.3 20.2 80.1 80.1 79.6 90.6
V air (g) 106.8 78.1 105.3 61.2 101.3 100.5 102.1 101.5 80.1 80.3 40.1 45.2
W akhir (g) 87.6 55.1 54.3 21.3 72.8 85.1 52.5 58.4 98.7 103.6 59.2 69.1
% rendemen 61.52 55.13 38.67 26.13 59.92 70.62 42.89 47.99 61.61 64.59 49.46 50.88
Rata-rata (%) 58.33 32.40 65.27 45.44 63.10 50.17
Lampiran 1c. Nilai pH ekstrak rebus bawang putih Rasio bahan dengan air 1:3 1:5
t perebusan (menit) 1 5 1 5
Ulangan 1 6.73 6.68 6.85 6.72
6.74 6.69 6.84 6.72
Ulangan 2 6.71 6.64 6.80 6.71
6.71 6.65 6.80 6.70
Rata-rata 6.72 6.67 6.82 6.71
Lampiran 1d. Nilai pH ekstrak segar bawang putih Rasio 1:1 1:2
Ulangan 1 6.43 6.40 6.10 6.08
Ulangan 2 6.49 6.47 6.11 6.13
Rata-rata 6.45 6.10
87
Lampiran 2a. Total mikroba ekstrak bawang putih rebus Sampel
Ulangan 1
A 2 1 B 2 1 C 2 1 D 2
100 0 0 3 7 3 0 1 4 1 2 0 0 0 2 9 10
Pemupukan 10-1 10-2 1 0 1 1 5 4 5 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0
Σ mikroba
10-4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0
0
0
0
Lampiran 2b. Total mikroba ekstrak bawang putih segar Rasio
Ulangan 1
1:1 2 1 2:1 2 Kontrol (tanpa klorin)
1 2
10-1
Pengenceran 10-2 10-3 10-4 210 86 12 271 110 15 255 49 3 185 25 9 256 76 8 193 45 5 249 32 6 286 31 0 93 21 88 22 107 27 85 13
10-5 0 0 0 0 0 0 0 0 10 7 2 3
Σ mikroba
Rata-rata
9.8 x 104 6.8 x 104 3.7 x 104 6.0 x 104 4.5 x 104 4
3.1 x 10
9.0 x 104 9.3 x 104 4
9.6 x 10
88
Lampiran 3a. Umur simpan mie basah mentah dengan ekstrak rebus bawang putih Rasio bahan dengan air
Konsentrasi (%) 10 20
1:3 30 100 10 20 1:5 30 100
t perebusan (menit) 1 5 1 5 1 5 1 5 1 5 1 5 1 5 1 5
Kontrol
U2 (jam) 36 42 36 42 48 36 36 36 36 36 36 36 36 36 36 36 48
U1 (jam) 36 42 36 36 36 48 36 42 36 36 36 36 36 36 36 36 42
Lampiran 3b. Umur simpan mie basah dengan ekstrak segar bawang putih Konsentrasi (%) 10 20 30 50 100
1:1 Ulangan 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Mie mentah 42 42 48 48 42 48 51 51 54 54
2:1 Mie matang 24 24 36 36 36 42 42 42 42 42
Mie mentah 42 42 48 42 42 42
Mie matang 24 24 36 39
60 54
51 51
89
Lampiran 4a. Hasil analisis ragam umur simpan mie basah mentah dengan ekstrak segar 1:1 ANOVA umur
Between Groups
Sum of Squares 206.667
Within Groups Total
df 5
Mean Square 41.333
18.000
6
3.000
224.667
11
F 13.778
Sig. .003
umur Subset for alpha = .05 Tukey HSD(a)
konsentrasi 10%
N
1
2
3
2
42.00
kontrol
2
44.00
30%
2
45.00
45.00
20%
2
48.00
48.00
48.00
50%
2
51.00
51.00
100%
2
54.00
Sig.
.087
.087
.087
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
Lampiran 4b. Hasil analisis ragam umur simpan mie basah matang dengan ekstrak segar 1:1 ANOVA umur Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
537.667
5
107.533
18.000
6
3.000
555.667
11
F
Sig.
35.844
.000
umur Subset for alpha = .05 Tukey HSD(a)
konsentrasi 10%
N 2
1 24.00
2
3
20%
2
36.00
30%
2
39.00
39.00
50%
2
42.00
42.00
100%
2
42.00
42.00
kontrol
2
Sig.
44.00 1.000
.087
.166
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
90
Lampiran 5a. Hasil analisis ragam umur simpan mie basah mentah dengan ekstrak segar 1:2 ANOVA umur Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
316.000
4
79.000
36.000
5
7.200
352.000
9
F 10.972
Sig. .011
umur Subset for alpha = .05 Tukey HSD(a)
konsentrasi 10%
N
1 2
42.00
30%
2
42.00
kontrol
2
44.00
20%
2
45.00
100%
2
2
57.00
Sig.
.793 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
1.000
Lampiran 5b. Hasil analisis ragam umur simpan mie basah matang dengan ekstrak segar 1:2 ANOVA umur
Between Groups
Sum of Squares 498.400
Within Groups Total
df 4
Mean Square 124.600
18.000
5
3.600
516.400
9
F 34.611
Sig. .001
umur Subset for alpha = .05 Tukey HSD(a)
konsentrasi 10%
N
1 2
2
24.00
20%
2
39.00
30%
2
39.00
100%
2
42.00
kontrol
2
Sig.
44.00 1.000
.198
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
91
Lampiran 6a. Hasil analisis ragam umur simpan mie basah matang dengan ekstrak rebus 1:3, waktu perebusan 1 menit ANOVA UMUR
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 54.000
df 3
Mean Square 18.000
72.000
4
18.000
126.000
7
F 1.000
Sig. .479
UMUR Subset for alpha = .05
Tukey HSD(a)
KON 10%
N
1 2
36.00
20%
2
36.00
100%
2
36.00
30%
2
42.00
Sig.
.553
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
Lampiran 6b. Hasil analisis ragam umur simpan mie basah matang dengan ekstrak rebus 1:3, waktu perebusan 5 menit ANOVA UMUR
Between Groups
Sum of Squares 18.000
df 3
Mean Square 6.000 27.000
Within Groups
108.000
4
Total
126.000
7
F .222
Sig. .877
UMUR Subset for alpha = .05
Tukey HSD(a)
KON 20%
N
1 2
39.00
100%
2
39.00
10%
2
42.00
30%
2
42.00
Sig.
.934
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
92
Lampiran 7. Hasil analisis total mikroba mie basah mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak 1:1 selama penyimpanan Jam
Ul 1
0 2 1 12 2 1 24 2 1 36 2 1 48 2 1 60 2
10-1
10-2
10-3
10-4
105 115 232 204
25 16 35 47 52 57 90 86
5 2 0 0 7 10 19 17 124 102 169 203
0 0 0 0 1 2 0 1 10 18 30 16 121 126 TBUD TBUD
10-5
10-6
10-7
10-8
10-9
Σ (cfu/g)
log cfu/g
1.8 x 103
3.25
7.2 x 103
3.86
1.5 x 105
5.18
2.9 x 106
6.46
1.5 x 108
8.18
1.8 x 108
8.25
1.2 x 103 2.4 x 103 0 0 0 0 0 2 1 0 15 4 49 43 TBUD TBUD TBUD TBUD
5.5 x 103 8.8 x 10 0 0 0 0 1 0 4 8 109 101 169 158 176 219 125 168
3
1.1 x 105 1.9 x 10 0 0 0 0 17 8 18 11 11 24 21 15
5
1.2 x 106 4.6 x 10 0 0 0 0 5 4 0 2
6
1.4 x 108 1.6 x 10 0 0 1 1
8
2.0 x 108 1.5 x 10
8
93
Lampiran 8. Hasil analisis total mikroba mie basah matang yang dibuat dengan 100% ekstrak 1:1 selama penyimpanan Jam
Ul 2
0 3 1 12 2 1 24 2 1 36 2 1 48 2 1 60 2
10-1
10-2
10-3
10-4
7 2 10 3
0 0 9 0 TBUD TBUD TBUD TBUD
0 0 0 0 TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD
0 0 0 0 102 112 81 124 TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD
10-5
10-6
10-7
10-8
10-9
Σ (cfu/g)
log cfu/g
50
1.70
1.1x 106
6.04
6.0 x 107
7.78
4.8 x 108
8.68
5.9 x 108
8.77
6.7 x 108
8.83
41 59 4 10 7 17 TBUD TBUD 215 215 TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD
1.1 x 106 1.0 x 10 91 102 32 36 TBUD TBUD 106 103 TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD
6
9.7 x 107 2.3 x 10 94 66 21 98 54 87 54 38 69 63 72 61
7
8.0 x 108 1.5 x 10 9 7 4 3 5 5 6 14
8
7.1 x 108 4.6 x 10 0 2 0 0
8
6.6 x 108 6.7 x 10
8
94
Lampiran 9. Hasil analisis total mikroba mie basah mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak 2:1 selama penyimpanan Jam
Ul 1
0 2 1 12 2 1 24 2 1 36 2 1 48 2 1 60 2
10-1 248 246 189 196 TBUD 193 201 273
10-2 156 117 18 19 67 60 49 55
10-3 12 10 0 0 0 8 0 2 125 215 158 123
10-4 1 0 0 0 0 0 0 0 73 41 68 29 175 157 TBUD TBUD
10-5
10-6
10-7
10-8
10-9
Σ (cfu/g)
log cfu/g
2.7 x 103
3.43
2.6 x 103
3.41
1.9 x 105
5.28
2.6 x 106
6.41
1.2 x 107
7.08
1.6 x 108
8.2
3.5 x 103 1.9 x 10
3
2.7 x 103 2.5 x 10 0 1 4 1 24 17 44 26 115 87 152 109
0 0 0 0 0 2 4 1 12 9 12 21 168 157 101 96
3
2.1 x 105 1.7 x 105 0 0 3 0 2 0 2 4 25 40 66 40
1.7 x 106 3.5 x 10 0 0 1 0 0 0 2 12
6
1.0 x 107 1.3 x 10 0 0 0 0
7
1.8 x 108 1.4 x 10
8
95
Lampiran 10. Hasil analisis total mikroba mie basah matang yang dibuat dengan 100% ekstrak 2:1 selama penyimpanan Jam
Ul 1
0 2 1 12 2
10-1 0 2 20 11
10-2 0 0 9 6 199 231 117 121
10-3 0 0 0 0 31 57 54 33
1 24 2 1 36 2 1 48 2 1 60 2
TBUD TBUD
10-4 0 0 0 0 2 8 0 0 106 95 120 97 TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD
10-5
10-6
10-7
10-8
10-9
Σ (cfu/g) 0.002 x 102 2.1 x 10
1 0 0 0 11 33 27 26 TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD TBUD
log cfu/g
1.1 x 102
2.04
2.0 x 104
4.30
1.6 x 106
6.20
6.7 x 107
7.83
1.5 x 108
8.18
1.9 x 108
8.28
2
2.4 x 104 1.5 x 104 9 32 19 15 91 92 44 39 126 97 188 172 250 260 104 111
13 6 2 0
2.0 x 106 1.2 x 106 9.2 x 107
5 7 25 19 5 12 13 8 43 31
4.2 x 10
7
1.2 x108 0 1 6 2 17 13
1.8 x 10
8
2.5 x 108 1 0
1.3 x 10
8
96
Lampiran 11. Persamaan regresi linear dari kurva pertumbuhan mie basah mentah
log cfu/g
10.00 9.00
y2 = 3.064 + 0.086x y1 = 3.060 + 0.093x
8.00 7.00 6.00
yk = 2.437 + 0.098x
5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 0
12
24
jam
36
48
60
mie mentah dengan ekstrak segar 1:1, 100% mie mentah dengan ekstrak segar 2:1, 100% kontrol = tanpa penambahan ekstrak Linear (kontrol = tanpa penambahan ekstrak) Linear (mie mentah dengan ekstrak segar 2:1, 100%) Linear (mie mentah dengan ekstrak segar 1:1, 100%)
Persamaan regresi: Mie mentah dengan ekstrak segar 1:1 Mie mentah dengan ekstrak segar 2:1 Mie mentah tanpa ekstrak segar
→ y1 = 3.060 + 0.093x → y2 = 3.064 + 0.086x → yk = 2.437 + 0.098x
Contoh perhitungan: 1. Berapa jumlah mikroba pada saat batas penerimaan subjektif mie mentah dengan ekstrak segar 1:1? Batas penerimaan subjektif = 54 jam Jumlah mikroba = 3.060 + 0.093 (54) = 8.082 log cfu/g = 1.2 x 108 cfu/g 2. Berapa lama waktu yang dibutuhkan mie mentah dengan ekstrak segar 1:1 mencapai batas SNI (106 cfu/g)? y1 = 3.060 + 0.093x 6 = 3.060 + 0.093x 2.940 = 0.093x x = 31.61 jam
97
Lampiran 12. matang
Persamaan regresi linear dari kurva pertumbuhan mie basah
y2 = 2.962 + 0.106x
9.00
y1= 3.771 + 0.106x
8.00 7.00
yk = 2.328 + 0.112x
log cfu/g
6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 0
12
24
36
48
60
jam mie matang dengan ekstrak segar 1:1, 100% mie matang dengan ekstrak segar 2:1, 100% kontrol = tanpa penambahan ekstrak Linear (kontrol = tanpa penambahan ekstrak) Linear (mie matang dengan ekstrak segar 2:1, 100%) Linear (mie matang dengan ekstrak segar 1:1, 100%)
Persamaan regresi: Mie matang dengan ekstrak segar 1:1 Mie matang dengan ekstrak segar 2:1 Mie matang tanpa ekstrak segar
→ y1 = 3.771 + 0.106x → y2 = 2.962 + 0.106x → yk = 2.328 + 0.112x
Contoh perhitungan: 1. Berapa jumlah mikroba pada saat batas penerimaan subjektif mie matang dengan ekstrak segar 1:1? Batas penerimaan subjektif = 42 jam Jumlah mikroba = 3.771 + 0.106 (42) = 8.223 log cfu/g = 1.7 x 108 cfu/g 2. Berapa lama waktu yang dibutuhkan mie mentah dengan ekstrak segar 1:1 mencapai batas SNI (106 cfu/g)? y1 = 3.771 + 0.106x 6 = 3.771 + 0.106x 2.229 = 0.106x x = 21.03 jam
98
Lampiran 13. Hasil analisis total kapang khamir mie basah mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 selama penyimpanan Jam
Ulangan 1
0 2 1 12 2 1 24 2 1 36 2 1 48 2 1 60 2
10-1
10-2
10-3
10-4
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 11 6 17 7 15 11
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2 0 0 8 2
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 11 6 12 14 11 8
0 0 4 3 0 2 1 3
0 0 0 0 0 0 0 0
10-5
Σ (cfu/g)
log cfu/g
0
0
0
0
110
2.04
150
2.18
1.1 x 103
3.04
1.2 x 103
3.08
0 0 0 0 0 110 170 130 0 0 0 0 0 0 0 0
0 1.1 x103 1.3 103 1.1 x103
99
Lampiran 14. Hasil analisis total kapang khamir mie basah matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 selama penyimpanan Jam
Ul 1
0 2 1 12 2 1 24 2 2 36 3 1 48 3 1 60 2
10-1
10-2
10-3
10-4
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 13 5 0 0 123 116 87 143
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 13 28 44
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2
10-5
Σ (cfu/g)
log cfu/g
0
0
0
0
0
0
0
0
1.3 x 103
3.11
1.3 x 104
4.11
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
1.3x103 0 1.2x 104 4
1.4x 10
100
Lampiran 15. Hasil analisis total kapang khamir mie basah mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 konsentrasi selama penyimpanan Jam Ulangan 1 0 2 1 12 2 1 24 2 1 36 2 1 48 2 1 60 2
10-1
10-2
10-3
10-4
0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10-5
Σ (cfu/g)
log cfu/g
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0
101
Lampiran 16. Hasil analisis total kapang khamir mie basah matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 selama penyimpanan Jam
Ul 1
0 2 1 12 2 1 24 2 1 36 2 1 48 2 1 60 2
10-1
10-2
10-3
10-4
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TBUD TBUD 99 142
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 31 29 33 17
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
10-5
Σ (cfu/g)
log cfu/g
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2.2 x 104
4.34
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
0 0 3 x 104 1.3 x 104
102
Lampiran 17. Hasil analisis warna terhadap mie basah mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 selama penyimpanan jam
Ulangan
1
0
2
1
12
2
1
24
2
1
36
2
1
48
2
1
60
2
L 76.25 77.13 77.93 79.01 80.32 79.84 78.91 80.32 80.02 79.15 81.91 85.55 77.13 77.23 77.55 71.05 70.25 70.67 72.08 69.89 70.21 73.67 81.32 72.61 75.02 68.25 68.93 68.80 69.06 67.73 71.44 76.69 77.66 71.74 73.76 69.73 70.52 69.35 68.91 70.39 70.43 70.41 71.70 71.43 70.96 67.94 67.88 67.76 69.57 68.88 69.13 72.01 85.53 81.59 72.86 68.54 67.15 67.05 68.56 67.35
a 4.90 5.07 5.11 4.98 5.11 4.62 4.46 4.43 4.59 4.36 6.23 6.06 5.88 6.10 5.95 5.19 5.27 5.26 5.14 5.14 6.09 6.35 6.69 6.34 6.52 6.18 6.12 6.05 6.14 6.14 6.73 6.86 7.04 6.77 6.65 6.64 6.74 6.70 6.62 6.60 7.15 7.24 7.23 7.32 7.32 7.07 7.17 7.19 7.18 7.43 7.54 7.32 7.84 8.06 7.39 7.34 7.20 7.31 7.16 7.19
b 17.24 16.92 17.19 17.13 17.60 16.89 16.24 16.11 16.42 16.19 17.16 17.40 16.73 17.58 17.69 19.90 19.97 20.29 20.26 19.81 16.67 17.19 18.37 19.95 18.99 21.57 20.44 21.38 20.65 21.87 16.47 16.75 16.31 15.79 16.73 16.48 17.12 17.57 17.86 16.75 16.97 16.76 17.18 17.08 16.71 18.07 17.81 18.18 17.41 19.11 21.77 19.71 24.00 21.19 19.40 17.96 16.68 16.42 17.72 16.77
h1° 73.60 74.00 73.30 74.20 73.40 74.80 74.80 74.60 74.40 75.10 71.50 69.40 71.00 71.00 70.40 75.40 75.50 75.70 75.00 74.80 70.10 71.10 70.80 70.70 72.40 73.80 74.20 73.40 73.60 72.80 68.30 67.10 67.60 68.20 67.40 68.70 66.30 68.40 70.10 69.60 66.10 67.40 67.50 67.00 67.20 69.10 68.20 67.90 69.20 68.00 70.90 69.60 70.20 67.90 71.20 68.10 67.20 66.50 68.20 67.10
h2° 74.13 73.32 73.44 73.79 73.81 74.70 74.64 74.62 74.38 74.93 70.05 70.80 70.63 70.86 71.41 75.38 75.22 75.47 75.76 75.45 69.93 69.73 69.99 72.37 71.05 74.01 73.33 74.20 73.44 74.32 67.77 67.73 66.65 66.79 68.32 68.05 68.51 69.13 69.66 68.46 67.15 66.64 67.18 66.80 66.34 68.63 68.07 68.42 67.59 68.75 70.89 69.62 71.91 69.17 69.15 67.77 66.90 66.00 68.00 66.79
L
a
b
h1
h2
78.89
4.76
16.79
74.22
74.18
75.33
5.62
18.68
72.97
73.10
71.56
6.26
19.71
72.29
72.24
72.02
6.74
16.78
68.17
68.11
69.70
7.23
17.53
67.76
67.56
71.98
7.44
19.16
68.69
68.62
103
Lampiran 18. Hasil analisis warna terhadap mie basah matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1selama penyimpanan Jam
Ulangan
1
0
2
1
12
2
1
24
2
1
36
2
1
48
2
1
60
2
L 70.72 72.10 71.67 72.26 71.12 72.54 71.75 71.55 72.45 71.76 73.46 74.33 74.95 72.54 72.90 72.03 71.85 70.71 71.08 70.59 73.35 74.29 72.75 74.10 73.54 68.88 68.92 71.58 69.49 68.43 71.88 71.91 73.43 70.39 71.52 69.31 68.87 69.03 70.57 69.38 74.09 70.89 71.50 71.43 72.66 68.70 69.02 70.92 69.95 68.89 73.30 73.84 72.51 73.34 73.09 71.49 72.14 70.71 72.24 70.01
a 3.26 3.41 3.44 3.59 3.50 3.52 3.46 3.50 3.55 3.51 3.23 3.34 3.28 3.29 3.23 3.25 3.11 3.11 3.17 3.16 3.15 3.16 3.09 3.13 3.13 3.06 3.08 3.28 3.10 3.03 3.37 3.45 3.44 3.50 3.34 3.35 3.45 3.30 3.43 3.33 3.37 3.31 3.36 3.40 3.38 3.23 3.23 3.31 3.25 3.25 4.09 4.01 3.77 3.97 3.94 3.91 4.07 3.96 4.13 3.96
b 22.87 22.81 22.73 24.04 24.03 22.68 23.07 22.88 22.99 23.31 22.41 22.87 22.55 22.39 22.40 20.74 20.83 20.55 20.38 20.86 19.65 20.28 19.71 20.36 20.08 21.43 21.73 22.13 21.59 21.13 18.20 19.16 18.67 19.10 18.78 18.67 18.72 19.13 19.33 19.45 20.32 19.02 19.59 19.41 19.87 21.71 21.49 23.06 22.20 21.87 18.57 18.80 19.05 18.87 18.58 19.07 18.77 18.56 18.86 19.05
h1° 81.70 81.40 81.80 81.90 81.50 81.40 81.20 81.30 81.50 81.40 81.90 81.80 81.80 81.70 81.90 81.20 81.60 81.50 81.20 81.50 81.00 81.20 81.20 81.30 81.20 81.90 82.00 81.70 81.90 81.90 79.60 79.90 79.60 79.70 80.00 79.90 79.60 80.30 80.00 80.40 80.70 80.20 80.30 80.10 80.40 81.60 81.50 81.90 81.80 81.60 77.70 78.00 78.90 78.20 78.10 78.50 77.80 78.00 77.70 78.30
h2° 81.89 81.50 81.39 81.51 81.71 81.18 81.47 81.30 81.22 81.44 81.80 81.69 81.72 81.64 81.79 81.09 81.51 81.39 81.16 81.38 80.89 81.14 81.09 81.26 81.14 81.87 81.93 81.57 81.83 81.84 79.51 79.79 79.56 79.62 79.91 79.83 79.56 80.21 79.94 80.37 80.58 80.13 80.27 80.06 80.35 81.54 81.45 81.83 81.67 81.55 77.58 77.96 78.80 78.12 78.03 78.41 77.76 77.96 77.65 78.26
L
a
b
h1
h2
71.79
3.47
23.14
81.51
81.46
72.44
3.22
21.60
81.61
81.52
71.53
3.12
20.81
81.53
81.46
70.63
3.40
18.92
79.90
79.83
70.81
3.31
20.85
81.01
80.94
72.27
3.98
18.82
78.12
78.05
104
Lampiran 19. Hasil analisis warna terhadap mie basah mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 selama penyimpanan Jam
Ulangan
1
0
2
1
12
2
1
24
2
1
36
2
1
48
2
1
60
2
L
a
b
h1°
76.77 75.62 74.61 74.32 74.17 76.64 74.57 74.17 74.97 75.74 73.21 73.50 73.95 73.31 71.71 71.21 69.79 69.82 70.71 69.18 70.58 71.41 70.21 70.31 70.71 67.59 67.51 67.65 67.95 68.40 66.34 66.83 67.11 67.37 65.76 65.08 64.99 65.13 65.26 65.08 65.08 63.60 64.12 63.88 64.89 64.15 65.03 62.75 63.32 64.20 66.18 63.79 62.29 64.01 63.97 63.75 63.87 64.84 62.75 63.46
4.08 4.30 4.49 4.36 4.42 4.24 4.17 4.05 4.15 4.12 5.67 5.84 5.79 5.73 5.71 5.49 5.44 5.42 5.48 5.36 6.22 6.30 6.18 6.24 6.31 6.49 6.54 6.52 6.48 6.58 7.68 7.70 7.59 7.59 7.71 8.56 8.44 8.35 8.47 8.53 8.43 8.01 8.09 8.10 8.25 8.89 8.77 8.64 8.84 8.92 9.03 9.06 9.01 9.05 9.01 9.12 9.06 8.90 9.01 9.09
15.64 19.95 19.88 19.35 19.29 19.35 18.98 18.67 19.55 19.27 18.60 18.29 18.52 18.68 18.87 20.35 19.75 19.68 20.06 20.08 19.75 19.40 19.86 19.00 18.79 20.06 19.98 20.18 19.88 19.95 19.54 19.76 19.46 20.16 19.76 19.83 19.62 19.27 19.73 19.51 19.67 18.27 18.41 18.41 19.53 22.21 21.63 21.57 22.20 22.62 20.76 19.95 21.18 20.42 20.49 20.65 19.98 19.97 20.02 19.78
77.50 77.90 77.30 77.40 77.20 77.70 77.70 77.80 78.10 78.00 73.00 72.10 72.30 72.90 73.20 75.00 74.70 74.70 74.80 75.10 72.50 72.30 71.50 71.80 72.30 72.10 72.00 72.20 72.00 71.80 68.60 68.80 68.80 69.00 68.80 66.70 66.80 66.70 66.90 66.50 66.90 66.40 66.40 66.30 67.20 68.20 68.00 68.20 68.40 68.60 66.60 65.70 67.10 66.20 66.30 66.20 65.70 65.90 65.90 65.40
h2° 75.38 77.84 77.27 77.30 77.09 77.64 77.61 77.76 78.01 77.93 73.05 72.29 72.64 72.95 73.16 74.90 74.60 74.60 74.72 75.05 72.52 72.01 72.71 71.82 71.44 72.07 71.87 72.09 71.95 71.75 68.54 68.71 68.69 69.37 68.68 66.65 66.72 66.57 66.77 66.38 66.80 66.33 66.38 66.25 67.10 68.18 67.93 68.17 68.29 68.48 66.49 65.57 66.95 66.10 66.26 66.17 65.61 65.98 65.77 65.32
L
a
b
h1°
h2°
75.16
4.24
18.99
77.66
77.38
71.64
5.59
19.29
73.78
73.80
69.23
6.39
19.69
72.05
72.02
65.90
8.06
19.66
67.76
67.71
64.10
8.49
20.45
67.46
67.39
63.89
9.03
20.32
66.10
66.02
105
Lampiran 20. Hasil analisis warna terhadap mie basah matang dengan ekstrak segar 2:1, konsentrasi 100% selama penyimpanan Jam
Ulangan
1
0
2
1
12
2
1
24
2
1
36
2
1
48
2
1
60
2
L 74.96 72.78 72.31 72.09 73.08 69.41 69.80 71.26 71.79 69.25 72.08 76.07 73.45 76.62 77.24 72.54 71.08 71.51 73.41 72.31 76.12 73.39 73.25 73.10 76.49 69.96 71.35 69.21 71.72 71.49 73.15 71.71 73.52 76.58 74.68 70.82 71.49 70.24 71.75 72.91 79.43 78.48 73.52 76.67 76.09 71.28 69.75 70.95 71.68 72.41 72.03 70.14 71.27 70.79 72.78 71.46 71.21 71.59 70.85 71.88
a 3.48 3.50 3.46 3.43 3.35 3.60 3.57 3.52 3.61 3.66 3.10 3.38 2.98 3.31 3.59 3.29 3.31 3.30 3.33 3.37 3.71 3.59 3.57 3.07 3.55 2.97 2.98 2.86 3.05 2.91 3.12 2.92 3.55 3.55 3.34 3.57 3.42 3.57 3.52 3.74 2.29 3.07 3.26 2.87 2.97 3.08 2.98 2.99 2.99 2.89 3.51 3.23 3.34 3.33 3.51 3.74 4.20 3.67 4.10 4.06
b 23.99 23.71 24.01 24.00 23.43 22.13 22.65 22.02 22.34 22.83 20.14 20.67 19.80 20.64 20.62 19.85 20.46 20.67 20.47 20.39 19.86 20.10 20.34 19.87 20.90 19.43 20.29 19.95 20.41 20.33 20.00 19.77 19.81 20.27 20.40 17.10 17.68 17.19 17.79 18.09 19.32 20.43 20.45 20.51 19.84 18.16 17.13 18.54 17.89 17.92 17.70 18.23 18.31 17.90 18.12 18.12 18.34 18.55 18.50 20.37
h1° 81.80 81.70 81.90 81.90 81.90 80.80 81.10 81.00 80.90 81.00 81.00 80.30 80.30 81.10 80.60 80.70 80.90 81.00 80.80 80.70 80.10 80.80 81.10 80.40 79.80 81.40 81.70 81.90 81.60 81.90 81.20 81.70 79.90 80.10 80.80 78.30 79.10 78.30 78.90 78.40 83.30 81.50 81.00 82.10 81.50 80.40 80.20 80.90 80.60 80.90 78.90 80.00 79.80 79.50 79.10 78.40 77.20 78.90 77.60 78.80
h2° 81.75 81.60 81.80 81.87 81.86 80.76 81.04 80.92 80.82 80.89 81.25 80.71 81.44 80.89 80.12 80.59 80.81 80.93 80.76 80.61 79.42 79.87 80.04 81.22 80.36 81.31 81.64 81.84 81.50 81.85 81.13 81.60 79.84 80.10 80.70 78.21 79.05 78.27 78.81 78.32 83.24 81.45 80.94 82.03 81.49 80.37 80.13 80.83 80.51 80.84 78.78 79.95 79.67 79.46 79.04 78.34 77.10 78.81 77.50 78.73
L
a
b
h1°
h2°
71.67
3.52
23.11
81.40
81.33
73.63
3.30
20.37
80.74
80.81
72.61
3.23
20.15
81.07
80.91
72.69
3.43
18.81
79.67
79.60
74.03
2.94
19.02
81.24
81.18
71.40
3.67
18.41
78.82
78.74
106
Lampiran 21a. Hasil analisis ragam nilai L jam ke-0 untuk mie basah mentah ANOVA L Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
22.447
2
11.224
1.541
3
.514
23.988
5
F 21.852
Sig. .016
L Subset for alpha = .05 Tukey HSD(a)
SAMPEL kontrol
N 2
1 74.4950
C
2
75.1600
A
2
2
78.8900
Sig.
.663
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
Lampiran 21b. Hasil analisis ragam nilai L jam ke-0 untuk mie basah matang ANOVA L
Between Groups
Sum of Squares 37.822
Within Groups Total
df 2
Mean Square 18.911
5.752
3
1.917
43.574
5
F 9.863
Sig. .048
L Subset for alpha = .05
Tukey HSD(a)
SAMPEL D
N
1 2
71.6700
B
2
71.7900
kontrol
2
77.0550
Sig.
.060 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
107
Lampiran 22. Nilai aw sampel mie basah mentah,mie basah matang dan kontrol Ulangan 1 Sampel
Ulangan 2
aw
T (°C)
aw
T (°C)
0.887
29.3
0.888
29.5
0.900
29.4
0.888
29.5
0.899
29.3
0.886
29.5
0.895
29.5
0.895
29.8
0.938
29.9
0.926
30.0
0.944
30.2
0.945
30.4`
0.952
30.2
0.966
30.9
0.944
30.2
0.958
30.9
Kontrol
0.908
30.0
0.907
30.2
mentah
0.907
30.0
0.907
30.4
Kontrol
0.968
30.1
0.971
30.1
matang
0.970
30.1
0.970
30.2
A
C
B
D
aw
0.891
0.894
0.938
0.955
0.907
0.970
108
Lampiran 23a. Nilai pH mie basah mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1selama penyimpanan Jam ke0 12 24 36 48 60
Ulangan
x1
x2
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1
8.58 8.90 8.44 8.71 8.45 8.71 8.44 8.89 8.47 8.66 8.13
8.51 8.87 8.43 8.73 8.40 8.72 8.40 8.89 8.40 8.66 8.16
2
8.11
8.10
rata-rata 8.72 8.58 8.57 8.66 8.55 8.13
Lampiran 23b. Nilai pH mie basah mentah matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1selama penyimpanan Jam ke0 12 24 36 48 60
Ulangan
x1
x2
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1
8.5 8.65 8.45 8.48 7.85 8.21 7.49 7.57 6.65 7.1 6.55
8.51 8.66 8.44 8.49 7.87 8.22 7.49 7.57 6.66 7.11 6.54
2
6.74
6.74
rata-rata 8.58 8.47 8.04 7.53 6.88 6.64
109
Lampiran 24a. Nilai pH mie basah mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 selama penyimpanan Jam ke0 12 24 36 48 60
Ulangan
x1
x2
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1
8.1 8.39 8.25 8.2 8.18 8.34 8.26 8.37 8.24 8.28 8.08
8.13 8.4 8.25 8.21 8.18 8.35 8.27 8.37 8.23 8.28 8.09
2
8.22
8.23
rata-rata 8.26 8.23 8.26 8.32 8.26 8.16
Lampiran 24b. Nilai pH mie basah matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 selama penyimpanan Jam ke0 12 24 36 48 60
Ulangan
x1
x2
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1
8.60 8.39 8.48 8.13 8.18 8.06 8.04 7.85 7.01 7.37 6.26
8.60 8.40 8.48 8.14 8.18 8.06 8.04 7.85 7.01 7.36 6.27
2
6.93
6.94
rata-rata 8.50 8.31 8.12 7.95 7.19 6.60
110
Lampiran 25. Form kuisioner uji hedonik mie basah mentah UJI HEDONIK Nama Produk
: : Mie basah mentah
Tanggal No HP
: :
KODE SAMPEL = Instruksi: 1. Berikan tanda (√) pada pernyataan yang sesuai dengan pilihan anda untuk tiap parameter. 2. Sampel tidak dirasakan 3. Jangan membandingkan antar sampel Penilaian Sangat suka Suka Netral Tidak suka Sangat tidak suka
Warna
Aroma
Tekstur
Overall
Komentar :
-------Terima kasih-------
111
Lampiran 26. Form kuisioner uji hedonik mie basah matang UJI HEDONIK Nama Produk
: : Mie basah matang
Tanggal No HP
: :
KODE SAMPEL = Instruksi: 1. Netralkan dahulu lidah anda dengan air sebelum memulai dan antara sampel 1. Berikan tanda (√) pada pernyataan yang sesuai dengan pilihan anda untuk tiap parameter. 2. Sampel dirasakan (selama 10 detik) kemudian beri penilaian 3. Jangan membandingkan antar sampel Penilaian Sangat suka Suka Netral Tidak suka Sangat tidak suka
Warna
Aroma
Tekstur
Rasa
Overall
Komentar :
-------Terima kasih-------
112
Lampiran 27. Hasil uji hedonik terhadap mie basah mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 no warna aroma tekstur keseluruhan 1 4 4 2 3 2 3 4 1 2 3 5 1 3 2 4 5 4 4 4 5 5 5 3 5 6 2 3 2 2 7 4 5 4 5 8 4 3 4 4 9 4 3 2 3 10 2 2 2 2 11 4 5 2 4 12 5 3 2 2 13 5 2 2 2 14 5 5 4 5 15 2 5 3 3 16 5 2 3 3 17 4 3 3 3 18 5 4 2 2 19 3 2 3 4 20 3 5 4 5 21 5 4 5 5 22 3 5 3 4 23 5 4 5 5 24 5 2 3 4 25 4 3 3 3 26 3 4 4 4 27 3 5 3 5 28 3 4 3 3 29 3 5 3 3 30 5 5 5 5 rata-rata 3.93 3.70 3.07 3.53 Komentar: - teksturnya kurang enak, terlalu keras - bau bawang putih sangat menyengat - OK - Tepung tidak merata, ada gumpalan tepung - Bau bawangnya enak
113
Lampiran 28. Hasil uji hedonik terhadap mie basah mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 no warna aroma tekstur keseluruhan 1 4 4 1 2 2 4 4 1 2 3 5 1 2 1 4 4 3 2 3 5 5 2 4 2 6 2 4 2 2 7 4 5 4 5 8 3 2 2 2 9 4 4 3 3 10 2 2 2 2 11 4 5 2 4 12 5 3 1 1 13 5 2 2 2 14 5 5 5 5 15 4 5 3 3 16 5 3 1 3 17 5 4 2 4 18 4 3 2 4 19 4 4 3 4 20 5 5 5 5 21 5 4 5 5 22 3 3 3 3 23 5 5 3 4 24 5 4 5 5 25 4 2 3 3 26 5 5 4 5 27 4 5 3 5 28 3 2 2 2 29 4 5 3 4 30 5 5 5 5 rata-rata 4.20 3.67 2.83 3.33 Komentar: - Teksturnya keras sekali, tidak enak dipegang, agak rapuh - Bau sangat terdeteksi - OK - Warna lebih alami - Teksturnya pas - Mirip dengan mie pasaran
114
Lampiran 29. Hasil uji hedonik terhadap mie basah mentah kontrol (tanpa penambahan ekstrak) no warna aroma tekstur overall 1 5 3 5 5 2 5 3 4 4 3 5 4 4 4 4 5 2 3 4 5 4 3 3 4 6 5 4 4 4 7 5 4 3 3 8 4 2 3 3 9 3 5 3 4 10 4 3 4 4 11 2 3 1 3 12 4 3 5 4 13 4 3 5 4 14 4 3 3 3 15 5 4 5 5 16 5 5 5 5 17 4 3 3 3 18 5 4 4 4 19 5 5 5 5 20 4 4 3 4 21 5 4 5 5 22 5 5 5 5 23 5 5 4 4 24 5 4 5 5 25 5 5 5 5 26 4 4 5 5 27 5 3 5 5 28 3 4 4 4 29 5 5 5 5 30 4 4 3 4 rata-rata 4.43 3.77 4.03 4.20 Komentar: - teksturnya agak lembek - rasanya lumyan - tidak tercium bau bawang
115
Lampiran 30. Hasil uji hedonik terhadap mie basah mentah pasar no warna aroma tekstur overall 1 4 1 2 2 2 5 4 2 4 3 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 3 4 2 3 6 5 3 5 5 7 5 2 4 4 8 5 4 1 1 9 5 5 4 5 10 3 1 3 3 11 4 3 2 3 12 4 2 5 4 13 5 2 4 4 14 4 4 1 4 15 5 4 2 4 16 5 3 1 2 17 4 4 4 4 18 5 1 3 2 19 5 5 4 5 20 5 4 2 4 21 5 2 3 3 22 4 3 1 1 23 2 3 1 2 24 5 5 4 5 25 5 2 2 2 26 3 3 1 2 27 5 1 2 2 28 2 2 1 1 29 5 5 5 5 30 5 2 3 4 rata-rata 4.40 3.13 2.80 3.33 Komentar : - Teksturnya keras - Baunya aneh
116
Lampiran 31. Hasil analisis ragam untuk parameter warna mie basah mentah Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
2204.008(a)
33
66.788
101.955
.000
PANELIS
40.242
29
1.388
2.118
.004
SAMPEL
4.758
3
1.586
2.421
.071
.655
Error
56.992
87
Total
2261.000
120
a R Squared = .975 (Adjusted R Squared = .965)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogenous Subsets SKOR Duncan Subset SAMPEL mie mentah ekstrak segar 1:1
N
1
2
30
3.93
mie mentah ekstrak segar 1:2
30
4.20
mie mentah pasar
30
mie mentah kontrol
30
Sig.
4.20 4.40 4.43
.205
.298
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .655. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
117
Lampiran 32. Hasil analisis ragam untuk parameter aroma mie basah mentah Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1590.167(a)
33
48.187
38.877
.000
PANELIS
55.967
29
1.930
1.557
.060
SAMPEL
7.667
3
2.556
2.062
.111
107.833
87
1.239
Error Total
1698.000 120 a R Squared = .936 (Adjusted R Squared = .912)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogenous Subsets SKOR Duncan Subset SAMPEL mie mentah pasar
N
1
2
30
3.13
mie mentah ekstrak segar 1:2
30
3.67
3.67
mie mentah ekstrak segar 1:1
30
3.70
3.70
mie mentah kontrol
30
Sig.
3.77 .065
.746
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.239. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
118
Lampiran 33. Hasil analisis ragam untuk parameter tekstur mie basah mentah
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
1290.667(a)
33
PANELIS
44.467
SAMPEL
30.167
Error Total
F
Sig.
39.111
27.149
.000
29
1.533
1.064
.399
3
10.056
6.980
.000
125.333
87
1.441
1416.000
120
a R Squared = .911 (Adjusted R Squared = .878)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogenous Subsets SKOR Duncan Subset SAMPEL mie mentah pasar
N
1
2
30
2.80
mie mentah ekstrak segar 1:2
30
2.83
mie mentah ekstrak segar 1:1
30
3.07
mie mentah kontrol
30
Sig.
4.03 .423
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.441. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
119
Lampiran 34. Hasil analisis ragam untuk parameter keseluruhan mie basah mentah Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1621.700(a)
33
49.142
40.991
.000
PANELIS
51.300
29
1.769
1.476
.086
SAMPEL
15.200
3
5.067
4.226
.008
Error
104.300
87
1.199
Total
1726.000
120
a R Squared = .940 (Adjusted R Squared = .917)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogenous Subsets SKOR Duncan Subset SAMPEL mie mentah pasar
N
1
2
30
3.33
mie mentah ekstrak segar 1:2
30
3.33
mie mentah ekstrak segar 1:1
30
3.53
mie mentah kontrol
30
4.20
Sig.
.510 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.199. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
120
Lampiran 35. Hasil uji hedonik terhadap mie basah matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 no warna aroma tekstur rasa keseluruhan 1 5 5 2 5 5 2 3 4 4 4 4 3 3 3 3 4 3 4 5 3 4 4 4 5 5 4 3 4 4 6 4 4 4 4 4 7 3 2 3 4 3 8 5 5 4 4 5 9 5 4 5 4 5 10 4 4 2 3 4 11 5 4 3 5 4 12 5 2 4 5 4 13 4 4 5 4 4 14 4 5 5 5 5 15 4 4 4 4 4 16 5 5 5 5 5 17 5 4 4 3 4 18 5 1 5 1 2 19 5 5 4 5 5 20 5 1 5 1 1 21 3 5 4 5 5 22 4 4 4 4 4 23 3 3 3 3 3 24 3 2 2 2 2 25 4 5 2 5 5 26 5 5 5 4 5 27 5 5 2 5 4 28 4 1 2 1 1 29 4 4 3 3 3 30 5 2 2 2 3 rata-rata 4.30 3.63 3.57 3.73 3.80 Komentar: - Terlalu beraroma dan berasa bawang - Aromanya kurang berasa, netral - Suka sekali dengan aromanya - Rasanya enak, bawangnya pas - tekstur agak keras, tekstur terlalu lembek
121
Lampiran 36. Hasil uji hedonik terhadap mie basah matang yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 2:1 no warna aroma tekstur rasa keseluruhan 1 4 5 2 3 4 2 3 5 4 5 5 3 4 5 3 5 5 4 4 3 3 3 4 5 5 2 2 3 4 6 5 5 4 4 4 7 3 1 2 2 3 8 5 4 1 2 4 9 5 4 5 3 4 10 5 4 3 4 4 11 4 4 4 4 4 12 5 4 2 4 2 13 5 5 5 5 5 14 2 3 1 3 2 15 5 5 4 4 4 16 5 4 5 5 5 17 4 2 3 2 3 18 5 2 5 1 2 19 2 3 3 4 3 20 5 1 1 1 1 21 3 5 4 5 5 22 4 5 3 3 4 23 4 4 4 3 4 24 3 2 2 2 2 25 2 5 4 5 4 26 4 5 4 5 4 27 5 5 4 5 5 28 4 2 2 2 2 29 5 4 5 5 5 30 4 3 4 3 3 rata-rata 4.10 3.70 3.27 3.50 3.67 Komentar: - Warna terlihat transparan - Tidak memiliki rasa (tawar) - Paling enak karena paling berasa bawang putihnya - Bawang putihnya ditambah - Mirip dengan mie matang dengan ekstrak segar 1:1 - Tekstur terlalu lengket, tekstur kurang kenyal, mie menggumpal - Aroma terigu tercium
122
Lampiran 37. Hasil uji hedonik terhadap mie basah matang kontrol (tanpa penambahan ekstrak) No Warna Aroma Tekstur Rasa Overall 1 5 5 5 5 5 2 3 3 5 4 4 3 3 3 3 3 3 4 5 4 3 4 4 5 5 2 5 3 4 6 4 4 4 3 3 7 5 3 3 4 4 8 5 5 5 5 5 9 4 2 3 3 4 10 2 2 3 2 2 11 5 2 5 3 4 12 5 5 5 5 5 13 4 5 5 4 4 14 4 1 4 2 2 15 5 2 2 3 3 16 5 3 5 5 5 17 4 2 3 3 4 18 5 5 2 5 4 19 5 4 5 5 5 20 5 1 5 5 5 21 4 4 5 3 4 22 5 4 3 5 4 23 4 3 4 3 3 24 5 3 3 4 4 25 5 5 5 2 4 26 5 4 4 4 4 27 5 5 5 5 5 28 5 4 4 3 3 29 4 2 4 2 2 30 5 2 2 2 3 4.50 3.30 3.97 3.63 3.83 Rata-rata Komentar : - Secara keseluruhan cukup enak - Baunya aneh - Warnanya terlalu pucat - Terlalu bau telur, amis - Rasanya lumayan - Berminyak dan tidak enak di mulut - Teksturnya lembut dengan kekenyalan/kelenturan yang pas
123
Lampiran 38. Hasil uji hedonik terhadap mie basah matang pasar No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rata-rata
Warna 5 5 5 4 5 4 5 4 5 5 4 4 4 3 5 5 5 5 4 3 1 5 3 4 3 5 4 3 2 2 4.03
Aroma 1 2 4 3 5 5 1 2 1 5 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4 3 3 2 1 2 3 2.07
Tekstur 4 2 1 1 5 5 1 2 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 4 2 5 5 2 3 3 2.10
Rasa 1 2 2 4 2 5 1 1 1 1 4 1 1 1 1 1 1 1 4 1 1 1 1 2 3 4 3 3 2 2 1.93
Overall 2 2 2 3 4 5 1 1 1 1 3 2 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1 2 3 3 4 2 2 1 2 1.93
Komentar: - Warna kuningnya bagus - Teksturnya lumayan, tidak terlalu keras, tidak terlalu berminyak - Baunya aneh sekali
124
Lampiran 39. Hasil analisis ragam untuk parameter warna mie basah matang Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
2193.500(a)
33
66.470
95.585
.000
38.967
29
1.344
1.932
.010
1.917
.133
PANELIS SAMPEL
4.000
3
1.333
Error
60.500
87
.695
Total
2254.000
120
a R Squared = .973 (Adjusted R Squared = .963)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogenous Subsets SKOR Duncan Subset SAMPEL mie mentah pasar
N
1
2
30
4.03
mie mentah ekstrak segar 1:2
30
4.10
4.10
mie mentah ekstrak segar 1:1
30
4.30
4.30
mie mentah kontrol
30
Sig.
4.50 .248
.082
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .695. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
125
Lampiran 40. Hasil analisis ragam untuk parameter aroma mie basah matang Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1342.142(a)
33
40.671
28.339
.000
80.575
29
2.778
1.936
.010
12.053
.000
PANELIS SAMPEL
51.892
3
17.297
Error
124.858
87
1.435
Total
1467.000
120
a R Squared = .915 (Adjusted R Squared = .883)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogenous Subsets SKOR Duncan Subset SAMPEL mie mentah pasar
N
1 30
2 2.07
mie mentah kontrol
30
3.30
mie mentah ekstrak segar 1:1
30
3.63
mie mentah ekstrak segar 1:2
30
3.70
Sig. 1.000 .227 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.435. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
126
Lampiran 41. Hasil analisis ragam untuk parameter tekstur mie basah matang Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1346.775(a)
33
40.811
26.453
.000
40.675
29
1.403
.909
.602
12.537
.000
PANELIS SAMPEL
58.025
3
19.342
Error
134.225
87
1.543
Total
1481.000
120
a R Squared = .909 (Adjusted R Squared = .875)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogenous Subsets SKOR Duncan Subset SAMPEL mie mentah pasar
N
1 30
2
3
2.10
mie mentah ekstrak segar 1:2
30
3.27
mie mentah ekstrak segar 1:1
30
3.57
mie mentah kontrol
30
Sig.
3.57 3.97
1.000
.352
.216
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.543. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
127
Lampiran 42. Hasil analisis ragam untuk parameter rasa mie basah matang Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1357.000(a)
33
41.121
32.822
.000
63.200
29
2.179
1.739
.026
17.294
.000
PANELIS SAMPEL
65.000
3
21.667
Error
109.000
87
1.253
Total
1466.000
120
a R Squared = .926 (Adjusted R Squared = .897)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogenous Subsets SKOR Duncan Subset SAMPEL mie mentah pasar
N
1 30
2 1.93
mie mentah ekstrak segar 1:2
30
3.50
mie mentah kontrol
30
3.63
mie mentah ekstrak segar 1:1
30
3.73
Sig.
1.000 .452 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.253. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
128
Lampiran 43. Hasil analisis ragam untuk parameter keseluruhan mie basah matang Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1437.342(a)
33
43.556
44.238
.000
PANELIS
47.842
29
1.650
1.676
.035
SAMPEL
76.092
3
25.364
25.761
.000
Error
85.658
87
.985
Total
1523.000
120
a R Squared = .944 (Adjusted R Squared = .922)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogenous Subsets SKOR Duncan Subset SAMPEL mie mentah pasar
N
1 30
2 1.93
mie mentah ekstrak segar 1:2
30
3.67
mie mentah ekstrak segar 1:1
30
3.80
mie mentah kontrol
30
Sig.
3.83 1.000
.545
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .985. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
129
Lampiran 44. Hasil uji hedonik terhadap mie basah mentah yang dibuat dengan ekstrak segar 1:1 yang dimatangkan no warna aroma tekstur rasa keseluruhan 1 4 2 2 2 2 2 5 5 1 3 2 3 5 2 3 3 3 4 4 4 4 4 4 5 5 5 4 5 5 6 4 5 2 4 4 7 5 3 3 2 3 8 5 3 2 4 4 9 2 1 3 2 2 10 4 2 3 2 2 11 4 5 2 3 2 12 5 2 5 3 3 13 5 2 1 2 2 14 5 5 2 5 5 15 3 5 2 4 2 16 5 5 3 5 4 17 4 4 4 3 4 18 4 4 3 4 4 19 3 3 3 3 3 20 3 4 3 3 4 21 5 5 2 5 4 22 4 5 2 5 5 23 3 4 2 3 3 24 4 4 2 3 3 25 4 3 3 3 3 26 5 4 2 3 4 27 3 3 3 3 3 28 3 2 2 2 2 29 4 5 1 5 4 30 5 4 2 5 4 rata-rata 4.13 3.67 2.53 3.43 3.30 Komentar: - Tekstur terlalu lembek - Rasa kurang enak - Rasa bawang terasa sekali
130
Lampiran 45. Hasil uji hedonik terhadap mie basah mentah yang dibuat 100% dengan ekstrak segar 2:1 yang dimatangkan no warna aroma tekstur rasa keseluruhan 1 4 4 2 3 3 2 5 4 1 1 1 3 5 3 4 2 3 4 4 4 2 3 3 5 4 5 2 4 4 6 4 5 2 3 4 7 4 5 3 2 4 8 5 4 5 5 5 9 3 2 3 1 2 10 4 2 3 2 2 11 5 5 2 4 2 12 5 2 4 2 2 13 5 2 2 1 1 14 5 4 4 5 5 15 5 5 1 4 2 16 5 2 4 3 4 17 5 4 5 3 5 18 3 4 2 2 3 19 4 2 2 3 3 20 5 4 5 3 5 21 5 5 4 5 4 22 3 3 3 3 3 23 5 5 5 4 5 24 4 4 2 3 3 25 4 3 5 3 3 26 5 2 1 2 2 27 3 5 3 4 4 28 3 2 2 2 2 29 3 5 1 5 4 30 5 5 2 5 4 rata-rata 4.30 3.70 2.87 3.07 3.23 Komentar: - Tekstur terlalu lembek, - Rasa dan aroma bawang masih terdeteksi, rasa agak hambar - ada sedikit rasa masir, pahit - rasa bawang agar dikurangi, rasa lumayan - rasa dan overall sulit dinilai, biasanya disajikan lengkap dengan mie ayam - overall kurang suka karena teksturnya lembek - Mie kurang kenyal
131
Lampiran 46. Hasil uji hedonik terhadap mie basah mentah kontrol yang dimatangkan No Warna Aroma Tekstur Rasa Overall 1 4 3 3 2 3 2 4 5 2 4 4 3 4 3 2 3 3 4 5 3 5 5 5 5 5 5 4 4 5 6 3 2 2 3 3 7 5 5 5 5 5 8 5 5 5 4 5 9 5 5 4 5 5 10 5 5 5 5 5 11 5 4 2 3 4 12 5 5 5 5 5 13 5 5 4 3 4 14 4 2 4 3 3 15 5 5 4 5 5 16 5 4 5 5 5 17 4 4 5 5 4 18 4 4 3 2 4 19 3 4 4 3 4 20 4 3 2 3 4 21 3 3 3 3 3 22 2 3 3 5 4 23 3 3 2 3 3 24 5 2 3 3 4 25 4 3 3 4 3 26 4 3 3 4 4 27 5 4 5 5 5 28 2 4 2 3 3 29 4 3 3 3 4 30 5 4 5 5 5 Rata-rata 4.20 3.77 3.57 3.83 4.10 Komentar: - teksturnya agak lembek - rasanya cukup pas - tidak tercium bawang putih
132
Lampiran 47. Hasil uji hedonik terhadap mie basah mentah pasar yang dimatangkan no warna aroma tekstur rasa overall 1 5 5 3 5 5 2 5 5 5 3 5 3 5 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 5 5 5 4 5 5 6 4 3 3 4 4 7 4 4 5 5 4 8 4 2 5 3 3 9 4 4 3 3 3 10 4 4 4 4 4 11 5 3 5 5 5 12 5 5 5 5 5 13 5 5 5 5 5 14 5 4 4 4 4 15 5 3 4 3 3 16 5 5 3 3 3 17 5 5 5 5 5 18 4 3 2 3 3 19 4 3 4 4 4 20 5 5 5 5 5 21 5 5 5 5 5 22 4 5 1 5 4 23 5 3 5 5 4 24 5 3 5 5 5 25 5 5 5 5 5 26 5 5 5 5 5 27 4 2 5 5 5 28 4 4 3 4 4 29 3 2 4 3 3 30 5 4 5 5 5 rata-rata 4.57 3.93 4.17 4.27 4.27 Komentar: - Keseluruhan enak - Teksturnya pas - Aromanya tidak terlalu menusuk - OK - Bawangnya tidak terasa, enak
133
Lampiran 48. Hasil analisis ragam untuk parameter warna mie basah mentah yang dimatangkan
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model PANELIS SAMPEL Error Total
Type III Sum of Squares 2259.267a 37.200 3.267 36.733 2296.000
df 33 29 3 87 120
Mean Square 68.463 1.283 1.089 .422
F 162.148 3.038 2.579
Sig. .000 .000 .059
a. R Squared = .984 (Adjusted R Squared = .978)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogenous Subsets SKOR Duncan
a,b
Subset SAMPEL mie mentah ekstrak segar 1:1 mie mentah kontrol mie mentah ekstrak segar 1:2 mie mentah pasar Sig.
N
1
2
30
4.13
30
4.20
30
4.30
4.30
.354
4.57 .116
30
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .422. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b. Alpha = .05.
134
Lampiran 49. Hasil analisis ragam untuk parameter aroma mie basah mentah yang dimatangkan
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model PANELIS SAMPEL Error Total
Type III Sum of Squares 1736.267a 32.467 1.267 115.733 1852.000
df 33 29 3 87 120
Mean Square 52.614 1.120 .422 1.330
F 39.552 .842 .317
Sig. .000 .694 .813
a. R Squared = .938 (Adjusted R Squared = .914)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogenous Subsets SKOR Duncan
a,b
SAMPEL mie mentah ekstrak segar 1:1 mie mentah ekstrak segar 1:2 mie mentah kontrol mie mentah pasar Sig.
Subset 1
N 30
3.67
30
3.70
30 30
3.77 3.93 .422
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.330. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b. Alpha = .05.
135
Lampiran 50. Hasil analisis ragam untuk parameter tekstur mie basah mentah yang dimatangkan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model PANELIS SAMPEL Error Total
Type III Sum of Squares 1403.400a 61.867 47.900 86.600 1490.000
df
Mean Square 42.527 2.133 15.967 .995
33 29 3 87 120
F 42.724 2.143 16.040
Sig. .000 .004 .000
a. R Squared = .942 (Adjusted R Squared = .920)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogenous Subsets SKOR Duncan
a,b
SAMPEL mie mentah ekstrak segar 1:1 mie mentah ekstrak segar 1:2 mie mentah kontrol mie mentah pasar Sig.
N
1 30
2.53
30
2.87
30 30
Subset 2
3
3.57 .199
1.000
4.17 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .995. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b. Alpha = .05.
136
Lampiran 51. Hasil analisis ragam untuk parameter rasa mie basah mentah yang dimatangkan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model PANELIS SAMPEL Error Total
Type III Sum of Squares 1667.533a 44.800 24.033 84.467 1752.000
df
Mean Square 50.531 1.545 8.011 .971
33 29 3 87 120
F 52.047 1.591 8.251
Sig. .000 .052 .000
a. R Squared = .952 (Adjusted R Squared = .934)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogenous Subsets SKOR Duncan
a,b
SAMPEL mie mentah ekstrak segar 1:2 mie mentah ekstrak segar 1:1 mie mentah kontrol mie mentah pasar Sig.
N
1 30
3.07
30
3.43
30 30
Subset 2
3.43 3.83
.153
3
.120
3.83 4.27 .092
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .971. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b. Alpha = .05.
137
Lampiran 52. Hasil analisis ragam untuk parameter keseluruhan mie basah mentah yang dimatangkan Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model PANELIS SAMPEL Error Total
Type III Sum of Squares 1723.442a 32.675 25.692 73.558 1797.000
df 33 29 3 87 120
Mean Square 52.226 1.127 8.564 .845
F 61.769 1.333 10.129
Sig. .000 .155 .000
a. R Squared = .959 (Adjusted R Squared = .944)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogenous Subsets SKOR Duncan
a,b
Subset SAMPEL mie mentah ekstrak segar 1:2 mie mentah ekstrak segar 1:1 mie mentah kontrol mie mentah pasar Sig.
N
1
2
30
3.23
30
3.30
30 30 .780
4.10 4.27 .485
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .845. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b. Alpha = .05.
138
Lampiran 53. Contoh perhitungan harga mie basah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar bawang Harga mie basah mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1 ? Berat ekstrak yang dibutuhkan dalam 1000 gram terigu: = 34% * 1000 gram = 340 gram Berat bawang dan air yang dibutuhkan untuk menghasilkan 340 gram ekstrak segar 1:1: = 100/63.10 * 340 gram = 538.83 gram bawang putih Berat bawang yang dibutuhkan untuk menghasilkan 340 gram ekstrak segar 1:1: = ½ * 538.83 gram = 269.42 gram Harga bawang putih untuk menghasilkan 340 gram ekstrak segar 1:1 (per 1000 gram terigu): = 269.42 gram/1000gram * Rp 9000,= Rp 2,424.78 Harga bawang putih untuk menghasilkan 340 gram ekstrak 1:1 (per 1000 gram mie basah mentah): = 100/124.48 * Rp 2,424.78 = Rp 1,947.93 Harga mie mentah yang dibuat dengan 100% ekstrak segar 1:1: = harga dasar mie pasar + harga bawang putih untuk menghasilkan 340 gram ekstrak 1:1 (per 1000 gram mie) = Rp 4,500 + Rp 1,947.93 = Rp 6,447.93
139