UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI MEDAN
SKRIPSI ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM ERA OTONOMI KHUSUS PADA PEMERINTAHAN NAGGROE ACEH DARUSSALAM
OLEH: NAMA
: DORA DETISA
NIM
: 050503025
DEPARTEMEN : AKUNTANSI
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi MEDAN 2009
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Daerah Nanggroe Aceh Darussalam” adalah benar hasil karya sendiri dan judul belum pernah dimuat, dipublikasikan, atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi Program S-1 Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Semua sumber data dan informasi yang diperoleh, telah dinyatakan dengan jelas, benar apa adanya, dan apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara.
Medan, 4 Desember 2009 Yang membuat pernyataan,
Dora Detisa NIM : 050503025
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberi rahmat, hidayah, kesehatan dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Sembah Sujud Penulis kepada Ibunda (Wahyuni) dan Ayahanda (Ilyas NyakTeh) tercinta, yang tidak pernah lelah didalam memberikan dukungan, semangat dan doa-doa kepada penulis setiap waktu, terima kasih atas pengorbanan Ibunda dan Ayahanda selama ini. Doa dan kasih sayang penulis selalu untuk Ibunda dan Ayahanda. Sepanjang proses penyelesaian penyusunan skripsi ini, penulis dibantu oleh berbagai pihak yang bersedia meluangkan waktu dan tenaga, ide-ide serta dukungannya baik secara moril maupun materil. Dalam kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada yang terhormat : 1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Drs. Hasan Sakti Siregar, MSi, Ak dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak selaku Ketua Departemen dan Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak selaku Dosen Pembimbing yang dengan tulus dan ikhlas didalam meluangkan waktu, memberikan saran dan arahan kepada penulis dalam proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini. 4. Bapak Syamsul Bahri TRB, MM, Ak dan Ibu Dr. Erlina, SE, MSi, Ak selaku Dosen Penguji I dan Dosen Penguji II.
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan skripsi ini, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi banyak pihak.
Medan, 4 Desember 2009 Penulis
Dora Detisa NIM : 050503025
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
ABSTRAK Implementasi otonomi daerah adalah sebagai format kebijakan yang diharapkan mampu memecahkan problema keuangan pemerintahan pusat, karena sebelum era otonomi khusus diberlakukan, sumber daya keuangan pemerintahan lokal ataupun daerah tergantung kepada kemampuan keuangan pusat yang dialokasikan dalam wujud tunjangan dan bantuanbantuan keuangan untuk daerah guna membiayai pengembangan dan jabatan dalam pemerintahan daerah. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana pengaruh otonomi daerah terhadap kinerja keuangan Pemerintahan Nanggroe Aceh Darussalam. Penelitian ini adalah penelitian berbentuk deskriptif yaitu merupakan suatu bentuk penggambaran fenomena yang terjadi dari subjek penelitian, dan data yang digunakan adalah laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) pemerintahan kabupaten-kabupaten yang berada pada propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) sesudah otonomi khusus dari tahun 2005-2007. Hasil penelitian secara umum menunjukkan perbedaan-perbedaan penting dalam pencapaian kinerja keuangan pemerintahan kabupaten-kabupaten yang berada pada propinsi NAD sesudah otonomi khusus. Kinerja keuangan diukur dengan rasio-rasio keuangan. Untuk rasio derajat desentralisasi fiskal, rasio kemandirian kemandirian keuangan daerah, dan rasio efektifitas dan efisiensi, kinerja keuangan pemerintahan Kabupaten-kabupaten dipropinsi NAD menunjukkan hasil yang belum stabil karena masih mengalami persentase yang naik turun terhadap hasil perhitungannya. Untuk rasio aktivitas menunjukkan hasil yang kurang efektif karena dana yang dimiliki pemerintah masih diprioritaskan untuk belanja rutin daripada belanja pembangunan. Untuk rasio pertumbuhan menunjukkan kinerja yang kurang baik karena mengarah kepada tren yang negatif.
Kata Kunci : Otonomi Daerah, Kinerja Keuangan, Rasio derajat Desentralisasi Fiskal, Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, Rasio Efektifitas dan Efisiensi, Rasio Aktivitas, dan Rasio Pertumbuhan.
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
ABSTRACT Implementation of the regional autonomy is as a form of decision which is expected to be able to solve the central goverment financial problem. Because before the special autonomy are has been implementated, the local or regional goverment financial resources are depended on central goverment ability which was allocated in the form of subsidy and financial aid for regional for financing the development and public service. This research is aimed to show how far the special autonomy affects the financial performance of Nanggroe Aceh Darussalam government. This research is adescriptive method which is describing the phenomena happen from the subject of the research and the data which is used is regional government of Nanggroe Aceh Darussalam regional government financial statement after special autonomy from 2005 until 2007. The result of the research generally show the important diversity in reaching financial performance of Nanggroe Aceh Darussalam government regency. Financial performance which is measured with the financial ratio. The degree of fiscal decentralization, the regional financial independent ratio, and regional genvine income effectivity and efficiency ratio,financial performance of Nanggroe Aceh Darussalam residency government show the result that is not stable yet, because is still has up and down percentages to ward the results of the calculation. The activity ratio show an ineffective reult, because government funds is in priority for regular purchasing than development purchasing. Growth ratio show a bad performance because they refer to the negative trend. Keywords : Special autonomy, Financial Performance, The Degree of Fiscal Decentralization, Regional Financial Independent Ratio, Regional Genvine Income Effectivity and Efficiency Ratio, Activity Ratio, and Growth Ratio.
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
DAFTAR ISI
PERNYATAAN
....................................................................
i
KATA PENGANTAR
....................................................................
ii
ABSTRAK
....................................................................
iv
ABSTRACT
.....................................................................
v
DAFTAR ISI
.....................................................................
vi
DAFTAR TABEL
.....................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR
.....................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN
.....................................................................
xi
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah................................................... 1 B. Perumusan Masalah.......................................................... 7 C. Batasan Masalah............................................................... 7 D. Tujuan Penelitian.............................................................. 7 E. Manfaat Penelitian............................................................ 8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis............................................................... 9 1. Defenisi Otonomi Daerah Serta Otonomi khusus........ 9 2. Peraturan dan Perundang-undangan Yang Berkaitan Dengan Keuangan Daerah dan Otonomi Khusus........ 14 3. Defenisi Keuangan Daerah............................................ 21 4. Defenisi Kinerja Keuangan daerah................................ 26 a. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal........................ 28
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
b. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah................... 30 c. Rasio Aktivitas....................................................... 32 d. Rasio Efektifitas dan Efesiensi Pendapatan Asli Daerah............................................................. 32 e. Rasio Pertumbuhan................................................. 33 B. Tinjauan Penelitian Terdahulu............................................. 35 C. Kerangka Konseptual........................................................... 39 BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian................................................................... 41 B. Jenis dan Sumber Data....................................................... 41 C. Teknik Pengumpulan Data................................................. 42 D. Metode Analisis Data......................................................... 42 E. Jadwal dan Lokasi Penelitian............................................. 43
BAB IV
HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam... 44 B. Perhitungan dan Analisis Perkembangan Rasio dan Kinerja Keuangan Pemerintah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam...........................................................................45 1. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal............................... 45 2. Rasio Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah............. 49 3. Rasio Efektifitas dan Efesiensi Pendapatan Asli Daerah................................................................... 56 4. Rasio Aktivitas (Keserasian)......................................... 65 5. Rasio Pertumbuhan........................................................ 69
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
A. Kesimpulan.......................................................................... 78 B. Saran..................................................................................... 83 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 85 LAMPIRAN
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul
Halaman
Tabel 2.1
Perubahan Setelah PP No. 105 Tahun 2000.................................16
Tabel 2.2
Perubahan setelah Kepmendagri No. 29 Tahun 2002.......................17
Tabel 2.3
Perbandingan Kepmendagri No. 29 tahun 2002 dengan PP No. 24 Tahun 2005.......................................................................18
Tabel 2.4
Skala Interval Derajat Desentralisi Fiskal.........................................30
Tabel 4.1
Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal Pemerintahan Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2005-2007................................46
Tabel 4.2
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Pemerintahan Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2005-2007.................................50
Tabel 4.3
Rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah Pemerintahan Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2005-2007..........57
Tabel 4.4
Rasio Efisiensi Pendapatan Asli Daerah Pemerintahan Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2005-2007...........57
Tabel 4.5
Rasio Aktivitas Pemerintahan Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2005-2007...............................................................................66
Tabel 4.6
Rasio Pertumbuhan Pemerintahan Nangggroe Aceh Darussalam Tahun 2005-2007.............................................................................70
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar 1.1
Judul
Halaman
Kerangka Konseptual Penelitian....................................................39
DAFTAR LAMPIRAN
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
Nomor
Judul
Halaman
Lampiran i
Jadwal Penelitian Skripsi...............................................................87
Lampiran ii
Perkembangan APBD Kabupaten/Kota Pada Pemerintahan NAD Tahun Anggaran 2005-20 (Perhitungan Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal)........................88
Lampiran iii
Perkembangan APBD Kabupaten/Kota Pada Pemerintahan NAD Tahun Anggaran 2005-2007 (Perhitungan Rasio Kemandirian KeuanganDaerah).....................89
Lampiran iv
Biaya, Target, dan Realisasi Penerimaan Pajak, Dan Retribusi Daerah yang dilakukan DPKP Kabupaten/Kota Pemerintahan NAD Tahun Anggaran 2005-2007 (Perhitungan Rasio Efektifitas dan Efisiensi PAD).......................91
Lampiran v
Perkembangan APBD Kabupaten/Kota Pada Pemerintahan NAD Tahun Anggaran 2005-2007 (Perhitungan Rasio Aktivitas)........................................................93
Lampiran vi
Perhitungan Rasio Pertumbuhan APBD Kabupaten/Kota Pada Pemerintahan NAD Tahun Anggaran 2005-2007.................95
Lampiran vii Laporan APBD Kabupaten Aceh Barat Tahun Anggaran 2005....................................................................97 Lampiran viii Laporan APBD Kabupaten Aceh Selatan Tahun Anggaran 2005....................................................................98
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sejak tahun 1998 Negara Kesatuan Republik Indonesia mengalami krisis ekonomi yang pada akhirnya melahirkan krisis multi dimensi yang mencakup seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu yang dirasakan pada saat itu adalah sentralisasi pemerintah pusat yang dirasakan amat besar, terutama sejak orde baru. Terjadinya krisis ini juga tidak terlepas karena tata cara penyelenggaraan pemerintahan yang tidak dikelola dan diatur dengan baik. Menanggapi hal tersebut, sejak tahun 2001, Negara Kesatuan Republik Indonesia menerapkan Desentralisasi (otonomi daerah) yang didasarkan pada UU No. 22 Tahun 1999 (saat ini telah dirubah menjadi UU No. 32 Tahun 2004) tentang “Pemerintahan Daerah” dan UU No. 25 tahun 1999 (saat ini telah dirubah menjadi UU No. 33 Tahun 2004) tentang “Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah”. UU No. 22 Tahun 1999 pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan atas dasar desentralisasi dimana kota dan kabupaten bertindak sebagai “motor” sedangkan pemerintah propinsi sebagai kordinator. Atau dengan kata lain kekuasaan pemerintah daerah menjadi lebih besar dari sebelumnya, dimana daerah (dalam hal ini Propinsi, Kabupaten atau Kota) berhak untuk menyelenggarakan pemerintahannya sendiri. Salah satu implementasi hal tersebut adalah Pemerintah Daerah mempunyai wewenang dalam mengatur ekonomi daerah tanpa campur tangan/dipengaruhi secara mutlak oleh Pemerintah pusat. Menurut Yuwono, dkk (2005 : 50) “Paket undang-undang otonomi daerah ini mengamanatkan tentang pentingnya pemberdayaan masyarakat, pengembangan prakarsa dan Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
kreativitas, peningkatan peran serta masyarakat, dan pengembangan peran dan fungsi DPRD”. Era otonomi daerah ini memberikan kewenangan penuh kepada daerah untuk merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan, dan mengevaluasi berbagai kebijakannya sesuai dengan aspirasi masyarakat. Otonomi atau desentralisasi perlu dilakukan karena tidak ada suatu pemerintahan dari suatu negara yang luas mampu secara efektif membuat kebijakan publik di segala bidang ataupun mampu melaksanakan kebijakan tersebut secara efisien diseluruh wilayah tersebut. Dengan adanya desentralisasi diharapkan beban pemerintah pusat dapat berkurang. Desentralisasi juga diharapkan akan mempercepat pelayanan kepada masyarakat. Krisis ekonomi di Indonesia yang antara lain disebabkan oleh tata cara penyelenggaraan pemerintah yang tidak dikelola dan diatur dengan baik, sehingga timbul berbagai masalah seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang sulit diberantas, dan masalah penegakan hukum yang sulit berjalan. Oleh karena itu, tata pemerintahan yang baik perlu segera dilakukan agar segala permasalahan yang timbul dapat segera dipecahkan dan juga proses pemulihan ekonomi dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar. Pada saat ini, banyak pihak yang menyerukan tentang Good Governance. Good Governance atau tata pemerintahan adalah penggunaan wewenang ekonomi, politik, dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkat. Otonomi daerah sangat identik dengan tuntutan adanya Good Governance. Menurut Krina. P (2003) setidaknya ada tiga pilar Good Governance, yaitu akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi. Salah satu upaya nyata mewujudkan akuntabilitas dan transparansi ini adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum. Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
Untuk itu pemerintah pusat telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), dimana dalam peraturan tersebut menyebutkan bahwa setiap pemerintah, baik pusat maupun daerah harus menyusun laporan keuangan sebagai bentuk laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran, dalam hal ini adalah Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Keluarnya PP No. 24 Tahun 2005 merupakan salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Kaho dalam Munir, dkk (2004 : 92) menyatakan bahwa “Salah satu faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah faktor keuangan yang baik”. Istilah keuangan disini mengandung arti bahwa setiap hak yang berhubungan dengan masalah uang, antara lain berupa sumber pendapatan, jumlah, uang yang cukup, dan pengelolaan keuangan yang sesuai dengan tujuan dan peraturan yang berlaku. Keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah tidak dapat dilepaskan dari cukup tidaknya kemampuan daerah dalam bidang keuangan, karena kemampuan keuangan ini merupakan salah satu indikator penting guna mengukur tingkat otonomi suatu daerah. Hal ini mudah dipahami, karena adalah mustahil bagi daerah-daerah untuk dapat menjalankan berbagai tugas dan pekerjaannya dengan efektif dan efisien serta dapat melaksanakan pelayanan dan pembangunan bagi masyarakatnya tanpa tersedianya dana untuk itu. Dengan bergulirnya otonomi daerah yang dimulai dengan hadirnya UU No. 22 Tahun 1999 tentunya membawa konsekuensi terhadap pembiayaan daerah. Dengan otonomi terdapat dua aspek
kinerja keuangan yang dituntut agar lebih baik dibanding sebelum otonomi
daerah. Aspek pertama adalah bahwa daerah diberi kewenangan mengurus pembiayaan daerah dengan kekuatan utama pada kemampuan Pendapatan Asli Daerah (Desentralisasi Fiskal). Aspek kedua yaitu di sisi manajemen pengeluaran daerah, bahwa pengelolaan keuangan daerah harus lebih akuntabel dan transparan tentunya menuntut daerah agar lebih Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
efisien dan efektif dalam pengeluaran daerah. Kedua aspek tersebut dapat disebut sebagai reformasi pembiayaan atau Financing Reform (Mardiasmo, 2002 : 50). Reformasi pembiayaan merupakan bagian integral dari reformasi pengelolaan keuangan daerah. Reformasi ini dilaksanakan melalui regulasi ketentuan/instrumen keuangan daerah. Instrumen yang mengatur penerimaan daerah adalah UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah yang diikuti dengan peraturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah (PP) No. 65 dan PP No. 105, PP No. 106, PP No. 107, PP No. 109 serta Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002. Terkait dengan otonomi khusus, yaitu suatu otonomi yang lebih luas dari otonomi daerah, Nanggroe Aceh Darussalam sebagai sebagai salah satu propinsi di Indonesia yang memperoleh keistimewaan dari pemerintah Pusat dengan memberikan kewenangan yang lebih luas kepada pemerintah daerah dalam menjalankan pemerintahan, maka Pemerintah Pusat memberikan status otonomi khusus bagi propinsi DI Aceh. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya UU No. 44 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan keistimewaan propinsi Daerah Istimewa Aceh dan UU No. 18 Tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi propinsi DI Aceh sebagai Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, serta baru-baru ini juga telah disahkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 mengenai Pemerintahan Aceh. Dengan memperoleh status otonomi khusus ini, tentunya Propinsi NAD beserta kabupaten atau kota yang berada didalamnya memperoleh hak-hak khusus yang tidak diperoleh oleh daerah lainnya. Salah satu hak tersebut adalah hak untuk mengatur dan mengelola keuangan daerah sepenuhnya dengan alokasi dana yang besar serta pembagian porsi kekayaan daerah yang lebih besar dimiliki oleh daerah dibandingkan dengan pusat. Sebagai contoh, dalam UU No. 18 Tahun 2001 disebutkan Propinsi NAD akan memperoleh dana penerimaan dalam rangka otonomi khusus yaitu bagi hasil sumber daya alam yang ada di propinsi NAD setelah dikurangi pajak yaitu sebesar 55% untuk minyak bumi, dan 40% untuk gas alam selama delapan tahun sejak UU Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
No. 18 Tahun2001 tersebut berlaku. Kemudian dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tersebut menyatakan bahwa Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam akan memperoleh dana Alokasi Umum (DAU) sebanyak 2% dari DAU nasional. Selain itu, Propinsi NAD juga akan memperoleh dana-dana lainnya seperti dana migas, dana otsus, dan lain sebagainya. tentunya hal ini akan mengakibatkan atau membawa perubahan yang begitu besar bagi daerah. Kabupaten/kota yang ada di Propinsi NAD, tentunya ikut merasakan perubahan akibat adanya perubahan ini dengan diberlakukannya otonomi khusus tersebut. Dalam hal ini tentunya perubahan yang sangata kentara ada pada keuangan daerah. Dalam hal ini, tentu terdapat perubahan setelah diberlakukannya otonomi khusus yang dapat dilihat pada beberapa rasio keuangan daerah yang akan dibahas dalam skripsi ini. Dengan otonomi khusus maka daerah memperoleh banyak tambahan dana. Diharapkan dengan dana yang banyak ini maka kesejahteraan rakyat di Propinsi NAD dapat naik atau menjadi lebih baik dari sebelumnya, karena memang otonomi daerah dan otonomi khusus ini diterapkan agar kesejahteraan rakyat dapat meningkat, serta kinerja dari pemerintah dapat menjadi lebih daik dari sebelumnya. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti bagaimana tingkat kinerja keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota yang berada di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan diterapkannya status otonomi khusus ini yang berjudul : “Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintah Daerah Nanggroe Aceh Darussalam”.
B. Perumusan Masalah
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah diatas, maka dalam hal ini penulis merumuskan yang menjadi permasalahan didalam penelitian ini adalah sebagai berikut : “Bagaimanakah Kinerja Keuangan Pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam Setelah Diberlakukannya Kebijakan Otonomi Khusus ?’’.
C. Batasan Masalah Kinerja pemerintah daerah bisa dinilai dari aspek finansial dan nonfinansial. Dalam penelitian ini, penulis hanya menganalisis berdasarkan aspek finansial saja dengan mengacu pada rasio keuangan berdasarkan instrumen yang terdapat pada Laporan realisasi APBD. Permasalahan dalam penelitian ini akan dibatasi pada pengukuran kinerja keuangan dengan menggunakan berbagai rasio keuangan pemerintah daerah seperti: Rasio desentralisasi fiskal, rasio tingkat kemandirian keuangan daerah, rasio aktifitas (rasio keserasian), rasio efesiensi dan efektifitas pendapatan asli daerah (PAD), dan rasio pertumbuhan. Data keuangan yang dipakai adalah dari tahun 2005-2007.
D. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa bagaimanakah kinerja keuangan pemerintah daerah Nanggroe Aceh Darussalam setelah diberlakukannya kebijakan otonomi khusus.
E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini selain bermanfaat bagi penulis, diharapkan juga bermanfaat bagi perusahaan dan pikah-pihak lain. 1. Bagi Peneliti Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
Penelitian ini merupakan pelatihan intelektual untuk menambah pengetahuan bagaimana menganalisis kinerja keuangan pemerintah daerah. 2. Bagi Pemerintah Daerah Sebagai bahan masukan dan gambaran bagi pemereintahan daerah didalam membuat kebijakan dan serta menentukan arah dan strategi didalam perbaikan kinerja keuangan Pemerintah Daerah dimasa yang akan datang. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran dan masukan dalam melakukan penelitian dalam bidang yang sama atau sejenis.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis 1. Pengertian dan Teori Otonomi Daerah Serta Otonomi Khusus Sejak tahun 2001, Negara Kesatuan Republik Indonesia telah menerapkan sistem desentralisasi yang kemudian lebih identik dengan istilah otonomi daerah. Penerapan ini Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
dengan didasarkan atau mengacu pada UU No. 22 Tahun 1999 (saat ini telah dirubah menjadi UU No. 32 Tahun 2004) tentang “Pemerintah daerah”, dan UU No. 25 Tahun 1999 (saat ini telah dirubah menjadi UU No. 33 Tahun 2004) tentang “Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah”. Untuk beberapa daerah dalam perkembangan lebih lanjut, dengan memperhatikan berbagai macam aspek ataupun faktor, ada daerah yang kemudian diterapkan status otonomi khusus seperti untuk daerah Nanggroe Aceh Darussalam dan Papua. Menurut Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah daerah, dalam ketentuan umumnya menyebutkan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai peraturan perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonom dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Suparmoko (2002 : 18) “Otonomi adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat”. Dengan berlakunya otonomi, maka Pemerintah daerah tingkat kabupaten/Kota diberi kewenangan yang luas dalam menyelenggarakan semua urusan pemerintahan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi. Sebagai konsekuensi dari kewenangan otonomi yang luas, pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan secara demokratis, adil, merata, dan berkesinambungan, karena pada hakikatnya otonomi daerah diterapkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kewajiban itu bisa dipenuhi apabila pemerintah daerah mampu Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
mengelola potensi daerahnya yaitu sumber daya keuangan secara optimal. Pemberian otonomi daerah diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas sektor publik di Indonesia. dengan Otonomi, daerah dituntut untuk mencari alternatif sumber pembiayaan pembangunan tanpa mengurangi harapan masih adanya bantuan dari bagian (sharing) dari Pemerintah Pusat dan menggunakan dana publik sesuai dengan prioritas dan aspirasi masyarakat. Pemberian otonomi daerah diharapkan dapat memberikan keleluasaan kepada daerah dalam pembangunan daerah melalui usaha-usaha yang sejauh mungkin mampu meningkatkan partisipasi aktif masyarakat, karena pada dasarnya terkandung dua misi utama sehubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah tersebut yaitu : menciptakan efisiensi dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut serta (berpartisipasi) dalam proses pembangunan. Selanjutnya menurut Undang-undang No. 32 Tahun 2004 desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jika dikaitkan dengan sistem hubungan keuangan pusat dan daerah, maka pengertian otonomi dan desentralisasi saling berkaitan. Oleh sebab itu, didalam setiap pendistribusian fungsi atau kewenangan dari tingkat pemerintah yang lebih tinggi kepada pemerintah yang lebih rendah harus disertai atau diikuti dengan distribusi pembiayaan atau keuangan yang memadai. Menurut Indra Bastian (2006 : 63) mengatakan bahwa otonomi daerah di Indonesia mempunyai empat ciri yaitu : a. b. c. d.
Pemekaran daerah administratif pemerintahan Tuntutan kemandirian fiskal di pemerintah daerah. Peningkatan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat. Pengalihan kewenangan beberapa sektor dari pemerintaha pusat ke pemerintah daerah.
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
Menurut Halim (2002 : 25) ciri utama suatu daerah mampu melaksanakan otonomi daerah adalah : a.
b.
Kemampuan keuangan daerah, yang berarti daerah tersebut memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola, dan menggunakan keuangannya sendiri untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan. ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, oleh karena itu PAD harus menjadi sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Kedua ciri tersebut akan mempengaruhi pola hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Secara konseptual, pola hubungan antara pemerintah pusat dan daerah harus sesuai dengan kemampuan daerah dalam membiayai pelaksanaan pemerintah. Oleh karena itu, untuk melihat kemampuan daerah dalam menjalankan otonomi daerah, salah satunya dapat diukur melalui kinerja keuangan. Selanjutnya, mengenai otonomi khusus pada hakikatnya tidak begitu berbeda dengan otonomi daerah. Otonomi khusus adalah pengembangan dari otonomi daerah yang diberikan oleh Pemerintah Pusat hanya kepada daerah-daerah tertentu karena pada daerah tersebut memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh daerah-daerah lainnya di Indonesia. Sampai dengan saat ini daerah yang diberikan status otonomi khusus di Indonesia hanya tiga daerah yakni Nanggroe Aceh Darussalam, Papua, dan Maluku (Reksohadiprodjo, 2001). Daerahdaerah ini memperoleh status otonomi tersebut karena situasi dan kondisi yang terjadi di daerah tersebut, yang kemudian menjadikan Pemerintah Pusat pada akhirnya memberikan status otonomi khusus tersebut bagi ketiga daerah ini. Pada skripsi ini yang menjadi fokus adalah otonomi khusus yang diterapkan di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Perjalanan pemberian status otonomi khusus bagi propinsi NAD diawali dengan lahirnya UU No. 44 Tahun 1999. Dalam undang-undang ini diatur mengenai keistimewaan daerah
Aceh.
Keistimewaan
tersebut
merupakan
kewenangan
khusus
untuk
menyelenggarakan kehidupan beragama, adat, pendidikan, dan peran ulama dalam penetapan Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
kebijakan daerah. Undang-undang ini belum mengatur hal-hal yang lain seperti tentang keuangan, politik, dan sebagainya. Kemudian, pada Tahun 2001 lahirlah UU No. 18 Tahun 2001 yang dalam penjelasannya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan otonomi khusus adalah pemberian kesempatan yang lebih luas kepada daerah yang dimaksud untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri termasuk dalam menggali dan memberdayakan sumber daya alam dan sumber daya manusia, menumbuh kembangkan prakarsa, kreatifitas, dan demokrasi, meningkatkan peran serta masyarakat, menggali dan mengimplementasikan tata bermasyarakat yang sesuai dengan nilai luhur kehidupan masyarakat Aceh, memfungsikan secara optimal Dewan Perwakilan Rakyat Daerah propinsi NAD dalam memajukan penyelenggaraan pemerintahan di Propinsi NAD dan mengaplikasikan syariat islam dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu, kewenangan yang didapat pemerintah daerah (yaitu pemerintah propinsi dan pemerintah Kabupaten/kota) cakupannya juga lebih luas dari yang tercantum dalam UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999. Selain itu, yang terpenting dalam UU No. 18 Tahun 2001 ini adalah pengenalan istilah Qanun sebagai pengganti istilah Peraturan daerah. Yang menarik, qanun di provinsi NAD ini dapat mengenyampingkan peraturan perundang-undangan yang lain dengan mengikuti asas lex specialis derogaat lex generalis dan Mahkamah Agung berwenang melakukan uji materiil terhadap qanun. Secara sederhana ini dapat berarti bahwa segala macam perundang-undangan dan segala macam peraturan yang berlaku di Negara Republik Indonesia akan dapat disesuaikan pelaksanaanya di Propinsi NAD melalui qanun ini. Dan terakhir pada tahun 2006 yang lalu lahirlah UU No. 11 Tahun 2006 mengenai Pemerintahan Aceh. Dalam UU ini diatur secara komprehensif mengenai penyelenggraan pemerintahan di aceh. Dalam UU ini juga terdapat istilah yang hanya berlaku di propinsi NAD yaitu: untuk APBD penyebutannya menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) bagi propinsi dan Anggaran Pendapatan Belanja Kabupaten/Kota bagi kabupaten atau kota. Serta penyebutan DPRD Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
menjadi Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) bagi propinsi serta Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota bagi kabupaten/kota. 2. Peraturan dan Perundang-undangan Yang Berkaitan Dengan Keuangan Daerah dan Otonomi Khusus Sejak otonomi daerah mulai diberlakukan di Negara Kesatuan Republik Indonesia maka sejak saat itu sampai dengan sekarang telah banyak peraturan serta perundangundangan yang dibuat. Peraturan tersebut mulai dari undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, serta peraturan menteri. Kesemuannya dibuat agar pelaksanaan otonomi dapat berjalan dengan baik. Seperti diketahui, hal yang paling esensial dari adanya otonomi daerah ini adalah pada bidang keuangan. Bidang keuangan merupakan kunci dari penentu berhasil atau tidaknya otonomi daerah diterapkan di daerah-daerah di Indonesia (Halim, 2002). Menurut Mahmudi dalam Forum Dosen Akuntansi Sektor
Publik (2006 : 23)
menyatakan bahwa perjalanan reformasi manajemen keuangan daerah, dilihat dari aspek historis, dapat dibagi dalam tiga fase, yaitu “Era sebelum otonomi daerah, era transisi otonomi, era pascatransisi”. Era pra-otonomi daerah merupakan pelaksanaan otonomi ala Orde Baru mulai Tahun 1975 sampai 1999. Era transisi ekonomi adalah masa antara Tahun 1999 hingga 2004, dan era pascatransisi adalah masa setelah diberlakukannya UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004, UU Nomor 15 Tahun 2004, UU Nomor 32 dan 33 Tahun 2004. PP Nomor 105 Tahun 2000 tentang pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah
memiliki
keterkaitan
dengan
PP
Nomor
108
Tahun
2000
tentang
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
Pertanggungjawaban Kepala Daerah. Pengelolaan keuangan daerah secara khusus diatur dalam pasal 14 PP Nomor 105 Tahun 2000 yang menyatakan bahwa: a.
Ketentuan tentang pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
b.
Sistem dan Prosedur Pengelolaan keuangan Daerah diatur dengan Keputusan Kepala Daerah ; dan
c.
Pedoman tentang Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasa keuangan Daerah, serta tata Cara penyusunan APBD, Pelaksanaan tata Usaha Keuangan Daerah, dan Penyusunan perhitungan APBD ditetapkan Keputusan Mneteri dalam Negeri. Berdasarkan ketentuan PP Nomor 105 Tahun 2000 Pasal 14 tersebut, kemudian
Departemen Dalam Negeri mengeluarkan Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002. Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 tersebut merupakan petunjuk teknis pelaksanaan PP Nomor 105 Tahun 2000 di bidang pengelolaan keuangan daerah dalam rangka pelaksanaan transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah. PP Nomor 105 Tahun 2000 ( saat ini telah dirubah menjadi PP Nomor 58 Tahun 2005) dan Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 ( saat ini telah dirubah menjadi Permendagri Nomor 13 Tahun 2006) memberikan pendekatan baru dalam pengelolaan keuangan daerah. Perubahan-perubahan yang terjadi cukup besar, namum tetap dilakukan secara bertahap sesuai semangat reformasi, tidak radikal dan evolusioner. Berbagai perubahan dari pola lama ke pola baru yang diakibatkan kedua peraturan tersebut dapat lihat pada tabel berikut: Tabel 2.1 Perubahan Setelah PP Nomor 105 tahun 2000 PP 105 Tahun 2000 PERUBAHAN YANG MENDASAR LAMA BARU Sistem Anggaran Tradisional dengan Sistem Anggaran Kinerja ciri: (Performance Budget) Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
Line-item & Incrementalism Sistem Anggaran Berimbang Struktur Anggaran: • Pendapatan, dan • Belanja
Sistem Anggaran Defisit Struktur Anggaran: • Pendapatan • Belanja • Pembiayaan Belanja dibagi: Belanja dikategorikan: • Belanja rutin • Belanja Administrasi Umum, • Belanja pembangunan • Belanja Operasi dan Pemeliharaan, • Belanja Modal, • Belanja Tidak Tersangka Belanja dipisahkan per sektor; tidak ada Belanja dipisahkan menjadi: pemisahan Belanja Publik dengan Belanja • Belanja Aparatur, dan Aparatur • Belanja Publik Peminjaman sebagai komponen Pinjaman sebagai komponen Pendapatan pembiayaan Laporan Pertanggungjawaban: Laporan Pertanggungjawaban : Nota Perhitungan APBD • Neraca • Laporan Arus kas • Laporan Perhitungan APBD • Nota Perhitungan APBD Sumber: Diolah dari Forum Dosen Akuntansi, 2006 : 26 Perubahan yang signifikan yang diakibatkan oleh Kepmendagri 29/2002, yaitu terkait dengan penatausahaan keuangan daerah. Perubahan itu sudah sampai pada teknik akuntansinya yang meliputi perubahan dalam pendekatan sistem akuntansi dan prosedur pencatatan, dokumen dan formulir yang digunakan. Tabel 2.2 Perubahan Setelah Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 KEPMENDAGRI NOMOR 29 TAHUN 2002 PERUBAHAN YANG MENDASAR LAMA BARU Struktur APBD: Struktur APBD: • Pendapatan • Pendapatan • Belanja • Belanja • Pembiayaan Arah dan kebijakan Umum APBD Pemegang Kas Daerah Bendaharawan Umum Daerah Bendaharawan Rutin & Pembangunan Satuan Pemegang Kas & Pembantu Pemegang Kas Pembukuan Tunggal (single entry) Pembukuan Berpasangan (double entry) Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
Akuntansi Berbasis Kas Tidak ada Kebijakan Akuntansi Tidak Dikenal Depresiasi Aktiva Tetap
Akuntansi Berbasis Kas Modifikasian Kebijakan Akuntansi Pembukuan Asset Daerah: • Nilai Buku • Depresiasi & Kapitalisasi • Penghapusan Asset • Manajemen Asset Daerah
Belum diwajibkan membuat Laporan Keuangan berupa Neraca dan Laporan Arus Kas
Sistem Akuntansi Keuangan Daerah: • Sistem Pengendalian Internal • Prosedur Akuntansi • Dokumen/Formulir & Catatan Akuntansi • Manajemen Asset Daerah Pengawasan oleh banyak pihak: Pengawasan Internal Pengelolaan Itwilprop, Itwilkab, Irjen, BPKP, dan Keuangan Daerah BPK Bawasda Sumber : Diolah dari Forum Dosen Akuntansi, 2006 : 27
Perubahan UU Nomor 22 dan 25 tahun 1999 menjadi UU Nomor 32 dan 33 Tahun 2004 menimbulkan
implikasi
perlunya
dilakukan
revisi
peraturan
perundang-undangan
dibawahnya terkait dengan pengelolaan keuangan daerah, seperti PP Nomor 105, PP Nomor 108, dan Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002. Sementara itu, pada tahun 2005, pemerintah mengeluarkan PP Nomor Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Menurut Mahmudi (2006 : 29) “pada dasarnya antara PP Nomor 24 Tahun 2005 mengatur tentang standar akuntansi, sedangkan Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 lebih banyak mengatur tantang sistem akuntansi pemerintah daerah.” Menurut Halim (2007 : 42) pada organisasi pemda : Laporan keuangan yang dikehendaki diatur oleh PP Nomor 105 Tahun 2000 Serta Kepmendagri Nomor 29 tahun 2002 Pasal 81 ayat (1) dan lampiran XXIX butir (11) peraturan tersebut diperbaharui dengan PP Nomor 24 Tahun 2005 mengenai Standar Akuntansi Pemerintah, PP Nomor 58 Tahun 2005 mengenai Pengelolaan Keuangan Daerah, dan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006. Tabel 2.3 Perbandingan Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 dengan PP No. 24 Tahun 2005 Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
Kepmendagri No. 29 tahun 2002 Basis kas Modifikasian
Aktiva Tetap diakui pada akhir periode dengan menyesuaikan Belanja Modal yang telah terjadi Aktiva tetap selain tanah didepresiasi dengan metode garis lurus berdasarkan umur ekonomisnya Kewajiban diakui menjadi belanja aparatur dan belanja publik Terdapat dana depresiasi Jenis laporan keuangan: • Neraca • Laporan Perhitungan APBD • Laporan Aliran Kas • Nota Perhitungan APBD
PP No. 24 tahun 2005 Menuju Basis Akrual Basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja dan pembiayaan (laporan L/R) Basis akrual untuk pencatatan asset, kewajiban dan ekuitas dana (Neraca) Aktiva/asset tetap diakui pada saat hak kepemilikan berpindah dan atau saat diterima Aktiva tetap selain tanah dapat didepresiasi sengan metode garis lurus, metode saldo menurun dan metode unit produksi Diakui pada saat dana pinjaman diterima dan atau kewajiban timbul Tidak terdapat dana depresiasi Jenis Laporan Keuangan: • Neraca • Laporan Realisasi Anggaran • Laporan Arus Kas • Catatan atas Laporan Keuangan
Belanja dikelompokkan menjadi belanja aparatur dan belanja publik
Tidak terdapat ketentuan mengelompokkan belanja aparatur dan belanja publik
Belanja dikategorikan: • Belanja administrasi umum • Belanja operasi dan pemeliharaan • Belanja modal • Belanja tidak tersangka Masing-masing belanja dikelompokka menjadi: • Belanja Pegawai dan Personalia • Belanja Barabg dan Jasa • Belanja Perjalanan Dinas • Belanja Pemeliharaan
Belanja dikelompokkan menurut klasifikasi ekonominya yaitu: Belanja Operasi • Belanja pegawai • Belanja barang • Bunga • Subsidi • Hibah • Bantuan sosial Belanja Modal Belanja Tak Terduga
Laporan Aliran Kas dikelompokkan dalam tiga aktivitas yaitu: • Aktivitas Operasi • Aktivitas Investasi • Pembiayaan
Laporan Arus Kas dikelompokkan dalam empat aktivitas, yaitu • Aktivitas operasi • Aktivitas investasi • Pembiayaan • Aktivitas non-anggaran
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
Sumber : Diolah dari Forum dosen Akuntansi, 2006 : 30 Atas dasar itu maka pemerintah mengeluarkan PP Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan keuangan daerah dan Permendagri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan keuangan. PP No. 58 tahun 2005 merupakan pengganti dari PP No. 105 Tahun 2000 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah yang selama ini dijadikan sebagai landasan hukum dalam penyusunan APBD, pelaksanaan, penatausahaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah. Substansi materi kedua PP dimaksud, memiliki persamaan yang sangat mendasar khususnya landasan filosofis yang mengkedepankan prinsip efisiensi, efektivitas, transparansi dan akuntabilitas. Sedangkan perbedaan, dalam pengaturan yang baru dilandasi pemikiran yang lebih mempertegas dan menjelaskan pengelolaan keuangan daerah, sistem dan prosedur serta kebijakan lainnya yang perlu mendapatkan perhatian dibidang penetausahaan, akuntansi, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan daerah. Tujuan dikeluarkannya PP No. 58 Tahun 2005 dan Permendagri No.13 Tahun 2006 adalah agar pemerintah daerah dapat menyususn laporan keuangan sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yaitu PP No. 24 Tahun 2005 yang merupakan panduan atau pedoman bagi pemerintahan daerah dalam menyajikan keuangan yang standar, bagaimana perlakuan akuntansi, serta kebijakan akuntansi. Khusus untuk propinsi NAD mengenai regulasi tentang keuangan daerah telah diatur dalam Qanun No. 7 Tahun 2002 Tentang pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan. Dalam Qanun ini dikatakan bahwa Kepala daerah adalah pemegang kekuasaan umum dalam pengelolaan keuangan. Asas dalam pengelolaan keuangana adalah tertib, taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku efisien, efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
memperhatikan azas keadilan dan kepatuhan, dengan APBD merupakan dasar pengelolaaan keuangan. Dan setiap rancangan APBD hrs mendapat persetujuan terlebih dahulu dari DPRD. Serta DPRD, aparat pengawasan fungsional, dan masyarakat dapat mengawasi menegenai pelaksanaan dari APBD. Adapun bentuk pertanggungjawaban kepala daerah mengenai pelaksanaan APBD adalah dalam bentuk laporan perhitungan APBD, nota perhitungan APBD, laporan aliran kas, dan neraca daerah. 3. Keuangan Daerah a. Pengertian Keuangan Daerah Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005, tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dalam ketentuan umumnya menyatakan bahwa keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan daerah tersebut. Menurut Munir, dkk (2004 : 96) “Keuangan daerah adalah keseluruhan tatanan, perangkat, kelembagaan dan kebijakan penganggaran yang meliputi Pendapatan dan belanja Daerah”. Menurut Mamesh dalam Halim (2007 : 23) menyatakan bahwa “Keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai peraturan perundangan yang berlaku”. Pemerintah daerah selaku pengelola dana harus menyediakan informasi keuangan yang diperlukan secara akurat, relevan, tepat waktu, dan dapat dipercaya. Untuk itu, pemerintah daerah dituntut untuk memiliki sistem informasi akuntansi yang handal.
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
Dari defenisi tersebut, selanjutnya Halim (2007 : 25) menyatakan terdapat 2 hal yang perlu dijelaskan, yaitu: 1) Yang dimaksud dengan hak adalah hak untuk memungut sumber-sumber penerimaan daerah seperti pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan lain-lain, dan dan atau hak untuk menerima sumbersumber penerimaan lain seperti dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus sesuai dengan peraturan yang ditetapkan. Hak tersebut akan menaikkan kekayaan daerah. 2) Yang dimaksud dengan semua kewajiban adalah kewajiban untuk mengeluarkan uang untuk membayar tagihan-tagihan kepada daerah dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan, infrastruktur, pelayanan umum, dan pengembangan ekonomi. Kewajiban tersebut akan menurunkan kekayaan daerah. b. Gambaran Keuangan Daerah Dalam Era Otonomi Daerah Dengan semakin kuatnya tuntutan desentralisasi, pemerintah mengeluarkan satu paket undang-undang otonomi daerah, yaitu Undang-undang No.22 Tahun 1999 (saat ini telah dirubah menjadi Undang-undang No.32 Tahun 2004) Tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang No.25 Tahun 1999 (saat ini telah dirubah menjadi Undang-undang No.33 Tahun 2004) tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah.
Pelimpahan
wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang diatur dalam UU No.22 perlu dibarengi dengan pelimpahan keuangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang diatur dalam UU No. 25. Setelah dikeluarkannya undang-undang tersebut, pemerintah juga mengeluarkan berbagai peraturan pelaksanaan. Beberapa peraturan pelaksanaan antara lain (Halim, 2007 : 3) 1) Peraturan Pemerintah Nomor 104 tahun 2000 tentang dana Perimbangan. 2) Peraturan pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah. 3) Peraturan Pemerintah Nomor 107 tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah. 4) peraturan Pemerintah Nomor 108 tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah. 5) Surat Menteri dalam Negeri dan Otonomi daerah Tanggal 17 November 2000 Nomor 903/2753/SJ tentang Pedoman Umum Penyusunan dan Pelaksanaan APBD tahun Anggaran 2001. Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
6) Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah, serta Tata Cara Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan daerah, serta Penyusunan Perhitungan APBD. 7) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan. 8) undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Pebendaharaan Negara.
Dengan telah dirubahnya UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 25 tahun 1999 oleh UU Nomor 32 tahun 2004 dan UU Nomor 33 tahun 2004, maka berbagai peraturan pemerintah dan peraturan daerah lain dibawahnya perlu disesuaikan lagi. Atas dasar itu maka pemerintah mengeluarkan PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai pengganti PP Nomor 105 Tahun 2000 dan Kepmendagri No. 29 tahun 2002. Penerimaan Daerah dalam pelaksanaan desentralisasi menurut undang-undang No.33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan daerah terdiri atas Pendapatan daerah dan Pembiayaan. 1) Pendapatan daerah bersumber dari : a) Pendapatan Asli daerah b) Dana perimbangan c) Lain-lain pendapatan. 2) Pembiayaan bersumber dari : a) Sisa lebih perhitungan anggaran daerah b) Penerimaan pinjaman daerah c) Dana cadangan daerah d) Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. PAD bersumber dari pajak daerah; retribusi daerah; hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; retribusi daerah; dan lain-lain PAD yang sah. Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
Sedangkan lain-lain PAD yang sah meliputi: 1) Jasa giro; 2) Pendapatan bunga; 3) Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan; 4) Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; 5) Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah. Bagi propinsi NAD, dengan mengacu pada UU No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, maka penerimaan daerah berasal dari : 1) Pendapatan Asli daerah 2) Dana Perimbangan 3) Dana Otonomi Khusus 4) Lain-lain Pendapatan yang sah Sumber pendapatan Ali daerah (PAD) Aceh dan PAD kabupaten/kota se Aceh terdiri dari atas: 1) Pajak daerah 2) Retribusi daerah. 3) Hasil Pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan milik aceh/kabupaten/kota dan hasil penyertaan modal aceh/kabupaten/kota. 4) Zakat. 5) Lain-lain pendapatan asli Aceh dan pendapatan asli kabupaten/kota yang sah. Dana Perimbangan sebagaimana dimaksud diatas terdiri atas: 1) Dana Bagi hasil Pajak. 2) Bagi hasil yang bersumber dari hidrokarbon dan sumber daya alam lain. Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
3) Dana Alokasi Umum. 4) Dana alokasi Khusus. Selain Dana Bagi Hasil sebagaimana dimaksud diatas, Pemerintah aceh mendapat tambahan dana bagi Hasil minyak dan gas bumi yang merupakan bagian dari penerimaan Pemerintah aceh. Beberapa karakteristik pengelolaan belanja daerah di era otonomi daerah dengan alat pengukur berupa regulasi tersebut di atas dapat dikemukakan sebagai berikut: 1) Pengeluaran rutin terdiri dari belanja administrasi umum, dan belanja operasi dan pemeliharaan. 2) Belanja pembangunan merupakan belanja yang dialokasikan untuk membiayai pekerjaan fisik dan disebut sebagai belanja modal. 3) Selain belanja dimaksud terdapat belanja bagi hasi dan bantuan keuangan yang terbentuk dari penegeluaran tidak termasuk bagian lain dan bantuan keuangan (sebelum otonomi daerah) serta pengeluaran tidak tersangka dengan istilah dan maksud yang sama seperti sebelum otonomi daerah. 4) Pembiayaan belanja rutin didanai dari kemampuan PAD, dan belanja pembangunan didanai dari dana perimbangan/ bagi hasil pajak dan bukan pajak. 4. Kinerja keuangan Daerah Tahap setelah operasionalisasi anggaran adalah pengukuran kinerja untuk menilai prestasi manajer dan unti organisasi yang dipimpinnya. Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan manajer dalam menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik. akuntabilitas bukan sekedar kemampuan menunjukkan bagaimana uang publik dibelanjakan, akan tetapi meliputi kemampuan menunjukkan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan secara ekonomis, efisien, dan efektif. Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
a. Defenisi dan Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah daerah Menurut Mahsun (2006 : 25) “Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis (strategic planning) suatu organisasi. Disamping itu, menurut Sedarmayanti (2003 : 64) “Kinerja (performance) diartikan sebagai hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus dapat diukur dengan dibandingkan standar yang telah ditentukan”. Faktor kemampuan sumber daya aparatur pemerintah terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan ability (knowledge + skill), sedangkan faktor motivasi terbentuk dari sikap (attitude) sumber daya aparatur pemerintah dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang mengerakkan sumber daya aparatur pemerintah dengan terarah untuk mencapai tujuan pemerintah, yaitu good governance. Menurut Mardiasmo (2002 : 121) “Sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai alat ukur finansial dan nonfinansial. Dalam penelitian ini, istilah yang penulis maksudkan dengan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah adalah tingkat capaian dari suatu hasil kerja di bidang keuangan daerah yang meliputi penerimaan dan belanja daerah dengan menggunakan indikator keuangan yang ditetapkan melalui suatu kebijakan atau ketentuan perundang-undangan selama satu periode anggraran. Bentuk kinerja tersebut berupa rasio keuangan yang terbentuk dari unsur Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah berupa perhitungan APBD. Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
b. Tujuan dan Manfaaat Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Prestasi pelaksanaan program yang dapat diukur akan mendorong pencapaian prestasi tersebut. Pengukuran prestasi yang dilakukan secara berkelanjutan memberikan umpan balik untuk upaya perbaikan secara terus menerus dan pencapaian tujuan di masa mendatang. Salah satu alat menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya. Menurut Widodo dalam Halim (2002 : 126) hasil analisis rasio keuangan ini bertujuan untuk : 1. Menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan otonomi daerah. 2. Mengukur efektivitas dan efisiensi dalam merealisasikan pendapatan daerah. 3. Mengukur sejauh mana aktivitas pemerintah daerah dalam membelanjakan pendapatan daerahnya. 4. mengukur kontribusi masing-masing sumber pendapatan dalam pembentukan pendapatan daerah. 5. Melihat pertumbuhan /perkembangan perolehan pendapatan dan pengeluaran ynag dilakukan selama periode waktu tertentu. Menurut Widodo dalam Halim (2000 : 126) terdapat beberapa analisa rasio didalam pengukuran kinerja keuangan daerah yang dikembangkan berdasarkan data keuangan yang bersumber dari APBD adalah sebagai berikut : 1) Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal Ukuran ini menunjukkan kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk menggali dan mengelola pendapatan. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat kontribusi Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber pendapatan yang dikelola sendiri oleh daerah terhadap total penerimaan daerah. Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan penerimaan yang berasal dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan milik daerah serta lain-lain pendapatan yang sah. Total Pendapatan Daerah merupakan jumlah dari seluruh penerimaan dalam satu tahun anggaran. Pendapatan Asli Daerah Rasio Desentralisasi =
x 100 Total Penerimaan Daerah
Rasio Pendapatan Asli Daerah Terhadap Penerimaan Daerah = Bagi Hasil pajak dan Bukan Pajak Untuk Daerah x 100 Total Penerimaan Daerah
Bagi Hasil Pajak merupakan pajak yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat untuk kemudian didistribusikan antara pusat dan daerah otonom. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat keadilan pembagian sumber daya daerah dalam bentuk bagi hasil pendapatan sesuai potensi daerah terhadap total penerimaan daerah. Semakin tinggi hasilnya maka suatu daerah tersebut semakin mampu membiayai pengeluarannya sendiri tanpa bantuan dari pemerintah pusat. Derajat desentralisasi fiskal, khusunya komponen PAD dibandingkan dengan TPD, menurut hasil penemuan Tim Fisipol UGM menggunakan skala interval sebagaimana yang terlihat dalam tabel berikut :
Tabel 2.4 Skala Interval Derajat Desentralisasi Fiskal PAD/TPD (%)
Kemampuan Keuangan Daerah
<10.00
Sangat Kurang
10.01 – 20.00
Kurang
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
20.01 – 30.00
Cukup
30.01 – 40.00
Sedang
40.01 – 50.00
Baik
>50.00
Sangat Baik
Sumber: Munir, 2004:106 2) Rasio Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Kemandirian keuangan daerah (otonom fiskal) menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain, misalnya bantuan pemerintahan pusat/propinsi ataupun dari pinjaman. Total Pendapatan Asli daerah (PAD) Rasio Kemandirian = Bantuan Pemerintah Pusat/Propinsi dan Pinjaman Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana ekstern. Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern (terutama Pemerintah Pusat dan Propinsi) semakin rendah, dan demikian pula sebaliknaya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama pendapatan asli daerah. Semakin tinggi masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah akan menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin tinggi. Ukuran ini menunjukkan tingkat efisiensi dari setiap penggunaan uang daerah sisa anggaran (Sisa perhitungan Anggaran) merupakan selisih lebih antara penerimaan daerah atas Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
belanja yang dikeluarkan dalam satu tahun anggaran ditambah selisih lebih transaksi pembiayaan penerimaan dan pengeluaran. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat kemampuan perencanaan sesuai prinsip-prinsip disiplin anggaran sehingga memungkinkan setiap pengeluaran belanja menghasilkan sisa anggaran sehingga memungkinkan setiap pengeluaran belanja menghasilkan sisa anggaran. Semakin kecil rasio akan menunjukkan peran perencanaan dan pelaksanaan anggaran semakin baik. Pengeluaran lainnya merupakan pengeluaran yang bersal dari pengeluaran tidak termasuk bagian lain ditambah dengan pengeluaran tidak tersangka yang direalisasikan dalam satu tahun anggaran. Total Belanja Daerah merupakan jumlah keseluruhan pengeluaran daerah dalam satu tahun anggaran yang membebani anggaran daerah. rasio ini mengukur pengendalian dan perencanaan anggaran belanja. Semakin kecil rasio akan menunjukkan bahwa pemerintah daerah telah berupaya sejauh mungkin mengurangi biaya lain-lain atau biaya taktis yang tidak jelas tujuan pemenfaatannya.
3) Rasio Aktifitas (Rasio Keserasian) Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal. Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti persentase belanja investasi (belanja pembangunan) yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil. Secara sederhana rasio keserasian itu dapat diformulasikan sebagai berikut : Total Belanja Rutin Rasio Belanja Rutin terhadap APBD = Total APBD Total Belanja Pembangunan Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
Rasio Belanja Pembangunan terhadap APBD = Total APBD Belum ada patokan yang pasti berapa besarnya rasio belanja rutin maupun pembangunan terhadap APBD yang ideal, karena sangat dipengaruhi oleh dinamisasi kegiatan pembangunan dan besarnya kebutuhan investasi yang diperlukan untuk mencapai pertumbuhan yang ditargetkan. Namun demikian, sebagai daerah dinegara berkembang peranan pemerintah daerah untuk memacu pelaksanaan pembangunan masih relatif besar. Oleh karena itu, rasio belanja pembangunan yang relatif masih kecil perlu ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan pembangunan didaerah. 4) Rasio Efektifitas dan Efesiensi Pendapatan Asli Daerah Rasio
efektifitas
menggambarkan
kemampuan
pemerintah
daerah
dalam
merealisasikan pendapatan asli daerah yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Rasio efektifitas = Penerimaan PAD yg Ditetapkan Berdasarkan Potensi Riil Daerah Kemampuan daerah dalam menjalankan tugas dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai mencapai minimal 1 (satu) atau 100 persen. Namun demikian semakin tinggi rasio efektifitas, menggambarkan kemampuan daerah yang semakin baik. Guna memperoleh ukuran yang lebih baik, rasio efektifitas tersebut perlu dipersandingkan dengan rasio efesiensi yang dicapai pemerintah daerah. Rasio efesiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima. Kinerja keuangan pemerintah daerah dalam melakukan pemungutan pendapatan dikategorikan efesien apabila yang dicapai kurang dari 1 (satu) atau dibawah 100 persen. Semakin kecil rasio efesiensi berarti kinerja pemerintahah daerah semakin baik. Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
Biaya yang dikeluarkan untuk memungut PAD Rasio efisiensi = Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah
5) Rasio Pertumbuhan Dalam rasio pertumbuhan ini akan dilihat empat pertumbuhan komponen APBD yaitu: Pendapatan Asli Daerah, Total Pendapatan Daerah, Total Belanja Rutin, dan Total Belanja Pembangunan. Rasio pertumbuhan (Growth Ratio) mengukur severapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya. Dengan diketahuinya pertumbuhan untuk masing-masing komponen sumber pendapatan dan pengeluaran, dapat digunakan mengevaluasi potensi-potensi mana yang perlu mendapatkan perhatian. Realisasi Penerimaan APBD Xn-Xn-1 Realisasi Pertumbuhan APBD = Realisasi Penerimaan PAD Xn-1
Rasio Pertumbuhan Ʃpendapatan =
Realisasi PenerimaanƩ Pendapatan Xn-Xn-1 Realisasi PenerimaanƩPendapatan Xn -1 Realisasi Belanja Rutin Xn-Xn-1
Rasio Pertumbuhan Belanja Rutin = Realisasi Belanja Rutin Xn-1 Realisasi Belanja Pembangunan Xn-Xn-1 Rasio Pertumbuhan Belanja Pembangunan = Realisasi Belanja Pembangunan Xn-1 Keterangan : Xn = Tahun Yang dihitung Xn-1 = Tahun SebelumnyaEfisiensi Penggunaan Anggaran
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
B. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian seperti ini pernah dilakukan oleh Ahzir Erfa (2008) mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dengan judul “ Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Setelah Otonomi Khusus (Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Aceh Utara)”. Didalam melakukan analisis data peneliti menggunakan indikator rasio didalam pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah setempat, antara lain ; Rasio Kemandirian, Rasio Efektifitas dan Efesiensi Pendapatan Asli Daerah, Rasio Keserasian, Rasio Upaya Fiskal, Rasio Pertumbuhan, Rasio Desentralisasi Fiskal. Dari hasil analisis data dapat digambarkan bahwa dengan diberlakukannya otonomi khusus dapat merubah dan menaikkan rata-rata kinerja pemerintah daerah Kabupaten Aceh Utara. Dimana PAD mengalami peningkatan dengan sedikit bantuan yang diperoleh pusat dan propinsi, pemerintah dapat meminimumkan biaya yang digunakan untuk memungut PAD, pemerintah mulai bisa manyeimbangkan antara belanja pembangunan dan belanja rutin, upaya fiskal dan pertumbuhan daerah serta kinerja pemerintah daerah kabupaten Aceh Utara dalam hal pajak daerah sangat maksimal. Penelitian juga pernah dilakukan oleh Martha Yurdila Janur
(2009) mahasiswi
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dengan judul Analisis Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bungo Sesudah Otonomi Daerah. Pengujian akan Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
dilakukan dengan cara menggunakan indikator rasio didalam pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah setempat, antara lain : Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, Rasio Efektifitas dan Efesiensi Pendapatan Asli Daerah, Rasio Aktivitas, Rasio Debt Service Coverage Ratio (DSCR), dan Rasio Pertumbuhan dari hasil analisis data dapat digambarkan bahwa dengan diberlakukannya otonomi daerah masih menunjukkan kinerja keuangan daerah yang masih belum stabil. Untuk rasio kemandirian keuangan daerah masih menunjukkan tingkat ketergantungan yang sangat tinggi terhadap pemerintah, namun pemerintah sudah dapat meminimumkan biaya untuk memungut PAD, pemerintah masih belum bisa menyeimbangkan antara belanja pembangunan dan belanja rutin sehingga dana yang diprioritaskan untuk belanja rutin lebih tinggi dibandingkan untuk belanja pembangunan, dan apabila terjadi kekurangan dana untuk mencukupi kebutuhan belanjanya kabupaten bungo masih memiliki kesempatan untuk melakukan pinjaman, dan pertumbuhan kinerja pemerintah dapat dikatakan sudah baik karena dari tahun ke tahun rasio pertumbuhan mengarah kepada trend positif.
Tabel 2.5 Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
Tinjauan Penelitian Terdahulu Nama
Judul
1. Ahzir Erfa (2008) Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas sumatera Utara
AnalisisKinerja Keuangan Pemerintah Daerah Setelah Otonomi Khusus (Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Aceh Utara)
2. Martha Yurdila Janur (2008)
Analisis Terhadap Kinerja
Pengukuran Penelitian Peneliti menggunakan indikator rasio didalam pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah setempat : 1. Rasio Kemandirian. 2. Rasio Efektifitas dan Efesiensi Pendapatan Asli Daerah. 3. Rasio Keserasian. 4. Rasio Upaya Fiskal. 5. Rasio Pertunbuhan. 6. Rasio desentralisasi Fiskal.
Peneliti menggunakan rasio-rasio dalam Pengukuran kinerja
Hasil Penelitian Dari hasil analisis data dapat digambarkan bahwa dengan diberlakukannya otonomi khusus dapat merubah dan menaikkan rata-rata kinerja pemerintah daerah Kabupaten Aceh Utara. Dimana PAD mengalami peningkatan dengan sedikit bantuan yang diperoleh pusat dan propinsi, pemerintah dapat meminimumkan biaya yang digunakan untuk memungut PAD, pemerintah mulai bisa menyeimbangkan antara belanja pembangunan dan belanja rutin, upaya fiskal dan pertumbuhan daerah serta kinerja pemerintah daerah kabupaten Aceh Utara dalam hal pajak daerah sangat maksimal.
Dari hasil analisis data dapat digambarkan bahwa dengan
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
Keuangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bungo Sesudah Otonomi Daerah
keuangan setempat, yaitu : 1. Rasio Tingkat Kemandirian. 2. Rasio Efektifitas dan Efisiensi Pendapatan Asli Daerah. 3. Rasio Aktifitas. 4. Rasio Service Coverage (DSCR). 5. Rasio Pertumbuhan.
diberlakukannya otonomi daerah kinerja keuangan masih menunjukkan trend positif dan trend negatif pada Pemerintahan kabupaten Bungo. Dimana tingkat ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat masih tinggi, pemerintah dapat meminimumkan biaya yang dikelurkan untuk memungut PAD, pemerintah masih belum bisa menyeimbangkan antara belanja pembangunan dan belanja rutin, pemerintah memiliki kesempatan untuk melakukan pinjaman apabila terjadi kekurangan dana, dan pertumbuhan kinerja pemerintah dapat dikatakan sudah baik karena rasio pertumbuhan mengarah pada trend yang positifdari tahun ketahun.
C. Kerangka Konseptual Kerangka Konseptual merupakan sintesis atau ekstrapolasi dari kejadian teori yang mencerminkan keterkaitan antara variabel yang diteliti dan merupakan tuntutan untuk Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
memecahkan masalah penelitian serta merumuskan hipotesis dan merupakan tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel ataupun masalah yang ada dalam penelitian. Berdasarkan Latar belakang masalah, tinjauan teoritis, dan tinjauan penelitian terdahulu maka dapat disimpulkan kerangka konseptual sebagai berikut yang disertai penjelasan kualitatif.
Pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam Laporan Pertanggungjawaban APBD
Laporan Realisasi Anggaran
Kinerja Keuangan Daerah
Gambar 1.1 Kerangka Konseptual Penelitian Sumber: Diolah Penulis, 2009
Keterangan Bagan : Pada Pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam, variabel data yang dipakai atau digunakan adalah Laporan Pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kepala daerah. Dalam hal ini variabel yang dipakai dikhususkan pada laporan realisasi anggaran atau pada saat ini lebih dikenal dengan nama Laporan Keterangan Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
Pertanggungjawaban (LKPJ) kepala daerah. Kemudian dari LKPJ ini diambil data-data yang diperlukan atau yang dipakai dalam penelitian ini, yang kemudian akan dianalisis dengan memakai rasio kinerja keuangan daerah yaitu : 1. rasio derajat desentralisasi fiskal 2. rasio tingkat kemandirian keuangan daerah 3. rasio efektifitas dan efesiensi pendapatan asli daerah 4. rasio aktifitas (rasio keserasian) 5. rasio pertumbuhan. Sehingga dari perhitungan rasio-rasio tersebut diatas maka akan dapat diperoleh hasil analisis kinerja keuangan Pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam Sesudah Pemberlakuan Kebijakan Otonomi Daerah.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian berbentuk deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat penelitian dilakukan atau selama kurun waktu tertentu dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Umar Husein (1997 : 56) mengatakan bahwa salah satu tanda suatu penelitian Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
itu berjenis deskriptif adalah adanya studi kasus pada penelitian tersebut, seperti yang dilakukan dalam penelitian ini. B. Jenis Data Jenis data yang dikumpulkan dan digunakan bersifat kualitatif dan kuantitaif yang terdiri dari : 1. Data Primer, berupa data yang diperoleh langsung dari pemerintah daerah atau data yang terjadi di lapangan penelitian dan kemudian akan diolah penulis. 2. Data sekunder, yang diperoleh dari sumber-sumber kepustakaan dan analisis dokumen meliputi Undang-undang Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri, Peraturan Daerah mengenai pengelolaan keuangan daerah dan Laporan Realisasi APBD atau Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Nanggroe Aceh Darussalam dari tahun 2005-2007 yang bersumber dari Badan Pengawasan Pendapatan Daerah (BAPPEDA) dan juga bersumber dari situs www.bpk.go.id. C. Teknik Pengumpulan Data Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut : 1. Teknik Dokumentasi, yakni dengan melalui pencatatan dan fotokopi data-data yang diperlukan. 2. Teknik Kepustakaan, yakni dengan mengumpulkan informasi yang dibutuhkan melalui buku-buku, literatur-literatur, dan lain-lain yang berkaitan dengan penelitian. D. Metode Analisis Data Analisa data dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif case study yaitu metode penganalisaan data dengan terlebih dahulu mengumpulkan data yang ada kemudian
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
diklasifikasikan, dianalisis, selanjutnya diinterpretasikan sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai keadaan yang diteliti. Dalam hal ini analisis data akan dilakukan dengan menggunakan rasio yang telah disebutkan sebelumnya. Rasio yang digunakan yaitu : 1. Rasio derajat desentralisasi fiskal, 2. Rasio tingkat kemandirian keuangan daerah, 3. Rasio efektifitas dan efesiensi pendapatan asli daerah, 4. Rasio aktivitas (Rasio keserasian), 5. Rasio pertumbuhan.
E. Jadwal dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan mulai bulan Agustus sampai dengan selesai. Objek penelitian akan dilakukan di Pemerintah Daerah Nanggroe Aceh Darussalam. Jadwal Penelitian ini dalam bentuk tabel terdapat pada lampiran.
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Sejarah Singkat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Pada awalnya Aceh pernah disebut dengan nama Daerah Istimewa Aceh (1959-2001) yang kemudian berubah nama menjadi Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (2001-2009). Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan salah satu propinsi yang terletak dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan merupakan propinsi paling barat di Indonesia, Aceh memiliki otonomi yang di atur tersendiri, berbeda dengan kebanyakan propinsi lain di Indonesia, karena alasan sejarah. Daerah ini berbatasan dengan Teluk Benggala di sebelah utara, Samudera Hindia di sebelah barat, Selat Malaka di sebelah timur, dan Sumatera Utara di sebelah tenggara dan selatan. Sejak zaman kemerdekaan sampai dengan masa reformasi (otonomi daerah diberlakukan pada masa reformasi) yaitu pada tahun 1999, Aceh telah mengalami beberapa Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
pemekaran wilayah hingga sekarang mencapai 5 pemerintahan kota dan 18 kabupaten yaitu sebagai berikut yaitu : Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Singkil, Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Aceh Tenggara, Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Bireuen, Kabupaten Gayo Luwes, Kabupaten Naga Raya, Kabupaten Pidie, Kabupaten Pidie jaya, dan Kabupaten Simeulue. Dan 5 Kota : Kota Banda Aceh, Kota Langsa, Kota Lhoksemawe, Kota Sabang, dan Kota Subussalam. Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara spesifik memiliki letak geografis yang sangat strategis, yaitu berada pada jalur lintas barat Negara Republik Indonesia yang terletak antara 2°-6° Lintang Utara dan antara 95°- 98° Bujur Timur, dan memiliki luas 55.390 km², maka Propinsi NAD juga menjadi Lintas Perdagangan Internasional dengan lambang Pancacita (dari bahasa Sansekerta, yang artinya “Lima cita-cita”). B. Perhitungan dan Analisis Perkembangan Rasio dan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Nanggroe Aceh Darussalam.
1. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal Pendapatan Asli Daerah Rasio Desentralisasi =
x 100 Total Penerimaan Daerah
Rasio Pendapatan Asli Daerah Terhadap Penerimaan Daerah = Bagi Hasil pajak dan Bukan Pajak Untuk Daerah x 100 Total Penerimaan Daerah Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
Tabel 4.1 Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal Kabupaten-kabupaten di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2004-2007
No
Nama Daerah
PAD/TPD (Tahun)
BHPBP/TPD (Tahun)
2005
2006
2007
2005
2006
2007
1
Aceh Selatan
1,56%
2,17%
2,92%
25,69%
18,07%
12,62%
2
Aceh Tenggara
0,98%
0,86%
2,38%
26,95%
19,59%
10,78%
3
Aceh Barat
3,23%
3,58%
4,72%
25,33%
17,36%
12,14%
4
Aceh Besar
2,62%
3,06%
21,34%
14,65%
10,45%
5
Aceh Tengah
2,16%
2,34%
3,97%
15,88%
7,89%
6
Aceh Utara
4,55%
9,78%
9,43%
45%
40,24%
41,86%
7
Aceh Timur
0,16%
1,63%
1,56%
38,20%
28,66%
23,53%
8
Aceh Tamiang
2,20%
2,18%
4,08%
38,49%
30,31%
20,39%
9
Aceh Singkil
1,81%
2,23%
1,78%
15,68%
18,14%
11,80%
10
Gayo luwes
0,49%
0,81%
1,44%
31,52%
23,95%
17,53%
Rata-Rata 1
1,99%
2,82%
3,53% 26,82%
22,68%
16,89%
Rata-Rata 2
2,84%
_
Derajat desentralisasi fiskal digunakan untuk melihat kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) terhadap pendapatan daerah secara keseluruhan. Secara umum, semakin tinggi kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) terhadap total penerimaan daerah dan semakin tinggi kemampuan daerah untuk membiayai pengeluarannya sendiri akan menunjukkan kinerja keuangan daerah yang positif. Dalam hal ini, kinerja keuangan positif dapat diartikan Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
sebagai suatu kemandirian keuangan daerah dalam membiayai kebutuhan daerah dan mendukung pelaksanaan otonomi daerah/otonomi khusus pada daerah tersebut. Tabel 4.1 menunjukkan derajat desentralisasi fiskal Kabupaten-kabupaten yang berada di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam setelah diberlakukan status otonomi khusus mulai tahun 2005 sampai dengan tahun 2007. Sebagai hasilnya kita dapat melihat terjadinya peningkatan dan penurunan PAD dari tahun 2005-2007 yang menandakan terjadinya peningkatan dan penurunan kinerja keuangan pemerintah kabupaten-kabupaten di Propinsi NAD setelah diberlakukannya kebijakan otonomi khusus. Kabupaten-kabupaten yang mengalami peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) terhadap total penerimaan daerah (TPD) mulai tahun 2005-2007 antara lain adalah kabupaten Aceh selatan, Aceh Barat, Aceh Tengah, Aceh Utara, dan Gayo Luwes. Sedangkan untuk kabupaten-kabupaten yang mengalami penurunan pendapatan asli daerah (PAD) terhadap total penerimaan daerah (TPD) antara lain adalah kabupaten Aceh Tenggara, Aceh Besar, Aceh Timur, Aceh Tamiang, dan Aceh Singkil. Sehingga dengan adanya peningkatan dan penurunan pendapatan asli daerah (PAD) pada kabupaten-kabupaten di propinsi NAD juga menandakan bahwa terjadinya penurunan dan peningkatan kinerja pemerintahan yang terjadi selama tahun 2005-2007. Penurunan kinerja pemerintah tersebut diakibatkan karena adanya ketidakkonsistenan pemerintah dalam kinerjanya. Seperti adanya ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola pendapatan asli daerah, dan juga terjadinya krisis ekonomi yang berkepanjangan sehingga menyebabkan penurunan kapasitas fiskal daerah, karena beberapa sumber penerimaan daerah misalnya Pajak dan Retribusi cenderung menurun, baik jenisnya maupun nominalnya. Secara umum Kabupaten yang memiliki persentase PAD yang paling tinggi dimulai dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 adalah Aceh Utara sebesar 9,43% yang artinya tingkat perbandingan PAD terhadap TPD kabupaten tersebut merupakan kabupaten yang paling baik atau kabupaten yang paling mampu untuk membiayai pengeluarannya sendiri. Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
Kemampuan kabupaten Aceh Utara untuk membiayai daerahnya sendiri didasarkan kepada kemampuan pemerintah kabupaten tersebut untuk mengumpulkan pendapatan asli daerah seperti pajak daerah, retribusi daerah, dan lain-lain. Sedangkan untuk kabupaten yang memiliki persentase paling rendah mulai tahun 2005 sampai tahun 2007 adalah Gayo Luwes yaitu sebesar 1,44% yang artinya kabupaten tersebut memiliki pendapatan asli daerah yang sangat kecil dibandingkan total pendapatan daerah tersebut. Hal ini dikarenakan adanya berbagai faktor seperti luas kabupaten dan jumlah penduduk yang lebih kecil jika dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lainnya, sehingga pendapatan asli daerah yang diperoleh dari penduduk misalnya iuran pajak
daerah, retribusi daerah, dan lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah menghasilkan total PAD dalam jumlah yang rendah/sedikit. Untuk rasio BHPBP terhadap TPD pada kesepuluh kabupaten di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam setelah diberlakukannya otonomi khusus mulai dari tahun 2005-2007 terjadi penurunan. Hal ini dikarenakan kabupaten di propinsi NAD menerapkan otonomi khusus sehingga dana yang disetorkan ke pemerintah pusat tidak seluruhnya, sebagian dana digunakan untuk pengembangan daerah di NAD, sehingga dana yang dikembalikan oleh pemerintah pusat ke pemerintah daerah pun semakin tahun semakin berkurang. Berdasarkan interval kriteria kinerja keuangan hasil penemuan tim Fisipol UGM (Tabel 2.4), maka kita dapat menyimpulkan bahwa persentase derajat desentralisasi fiskal untuk rasio pendapatan asli daerah (PAD) terhadap total penerimaaan daerah (TPD) pada sepuluh kabupaten yang berada di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang diteliti mulai dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 berada pada posisi sangat kurang. Hal tersebut menandakan bahwa pada kabupaten-kabupaten tersebut kinerja keuangan pemerintahannya masih sangat kurang. Kualitas pemerintahan, yang merupakan variabel gabungan dari partisipasi masyarakat, orientasi pemerintah, pembangunan sosial, dan manajemen ekonomi (makro) Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
berhubungan positif dengan derajat desentralisasi fiskal. Artinya, semakin tinggi derajat desentralisasinya maka semakin baik pula partisipasi masyarakatnya, orientasi pemerintah, pembangunan sosial, dan manajemen ekonomi (makro). Sehingga dapat dikatakan bahwa kualitas pemerintahan pemerintah Kabupaten-kabupaten yang berada di Propinsi NAD setelah diberlakukannya status otonomi khusus masih kurang baik.
2. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Pendapatan Asli Daerah Rasio Kemandirian =
x 100 Bantuan Pemerintah Pusat/ Propinsi dan Pinjaman
Tabel 4.2 Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Kabupaten-kabupaten di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam No
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Nama daerah
Aceh Selatan Aceh Tenggara Aceh Barat Aceh Besar Aceh Tengah Aceh Utara Aceh Timur Aceh Tamiang Aceh Singkil Gayo Luwes Rata-Rata
PAD/BP(P)P (Tahun) 2005 2,22% 1,44% 4,91% 4,27% 0 26,18% 1,06% 4,09% 2,86% 0,75% 4,77%
2006 2,88% 1,08% 4,84% 2,25% 2,99% 47,47% 2,36% 0,51% 2,80% 1,08% 6,81%
2007 3,68% 0,48% 6,01% 3,79% 5,47% 42,06% 2,23% 7,11% 2,33% 1,83% 7,49%
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana ekstern. Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern (terutama pemerintah pusat dan propinsi) semakin rendah, dan demikian pula sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama pendapatan asli daerah. Semakin tinggi masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama pendapatan asli daerah. Semakin tinggi masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah akan menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin tinggi. Tabel 4.2 menunjukkan rasio tingkat kemandirian keuangan kabupaten-kabupaten di propinsi NAD setelah diberlakukannya kebijakan otonomi khusus mulai dari tahun 20052007. Untuk kabupaten Aceh Selatan
dimulai dari tahun 2005 rasio ini menunjukkan
persentase sebesar 2,22% kemudian pada tahun 2006 persentasenya sebesar 2,88% yang artinya adalah adanya kenaikan kinerja keuangan pemerintah kabupaten Aceh Selatan yang menandakan tingkat ketergantungan pemerintah kabupaten Aceh Selatan terhadap pemerintah pusat semakin berkurang, dan penurunan ketergantungan pemerintah kabupaten Aceh Selatan terhadap pemerintah pusat juga semakin tampak pada persentase tahun 2007 sebesar 3,68%, sehingga dapat disimpulkan bahwa pemerintah kabupaten Aceh Selatan berupaya mengurangi ketergantungan atas sumber dana eksternal dengan cara mengoptimalkan pendapatan ataupun mengelola sumber pendapatan lainnya. Untuk pemerintah kabupaten Aceh Tenggara tahun 2005 dan 2006 persentasenya adalah 1,44% dan 1,08%. Persentase tersebut menunjukkan adanya penurunan tingkat kemandirian keuangan daerah kabupaten Aceh Tenggara, hal tersebut menandakan bahwa daerah tersebut semakin bergantung pada pemerintah pusat ataupun bantuan eksternal lainnya. Persentase tersebut juga semakin menurun di tahun 2007 yang menunjukkan daerah Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
tersebut semakin lebih bergantung lagi pada pemerintah pusat dibandingkan tahun sebelumnya. Hal tersebut menandakan bahwa daerah tersebut mengalami penurunan kinerja dalam hal meningkatkan pendapatan asli daerahnya, berarti daerah ini membutuhkan pengoptimalan pendapatan yang ada di daerahnya. Untuk pemerintah kabupaten Aceh Barat mulai tahun 2005 persentasenya sebesar 4,91%, tahun 2006 turun menjadi 4,84% dan tahun 2007 persentasenya naik kembali sebesar 6,01%. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kinerja keuangan pemerintah kabupaten Aceh Barat meskipun pada tahun 2006 sempat mengalami penurunan. Sehingga menandakan bahwa tingkat ketergantungan pemerintah kabupaten Aceh Barat terhadap pemerintah pusat semakin berkurang dari tahun ke tahun. Untuk pemerintahan kabupaten Aceh Besar pada tahun 2005 persentasenya sebesar 4,27%, tahun 2006 turun menjadi 2,25%, dan tahun 2007 persentasenya kembali naik menjadi 3,79%. Meskipun kenaikannya tetap rendah apabila dibandingkan dengan persentase tahun 2005, namun pemerintah kabupaten Aceh Besar tetap terus berusaha agar kinerja keuangannya terus mengalami kenaikan agar kabupaten tersebut tidak bergantung dengan pemerintah pusat yaitu dengan cara terus mengelola pendapatan asli daerah dengan lebih optimal. Untuk kabupaten Aceh Tengah pada tahun 2005 persentasenya tidak dapat dihitung karena pada laporan APBDnya tidak dicantumkan berapa besarnya jumlah dana bantuan yang diberikan pemerintah pusat kepada kabupaten Aceh Tengah sehingga kita tidak dapat mengetahui apakah pada tahun tersebut kinerja keuangan kabupaten Aceh Tengah mengalami kenaikan/penurunan yang nantinya akan berpengaruh pada tingkat seberapa besar tingkat ketergantungan kabupaten aceh tengah terhadap pemerintah pusat. Selanjutnya pada tahun 2006
persentasenya sebesar 2,99% tahun 2007 sebesar 5,47% artinya adanya kenaikan
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
kinerja keuangan pemerintah kabupaten Aceh Tengah yang menandakan tingkat ketergantungan terhadap pemerintah pusat semakin berkurang. Untuk kabupaten Aceh Utara tahun 2005 persentasenya sebesar 26,18%, tahun 2006 naik menjadi 47,47% dan pada tahun 2007 persentasenya turun kembali menjadi 42,06%. Meskipun pada tahun 2007 kinerja keuangan kabupaten Aceh Utara mengalami penurunan, namun kabupaten Aceh Utara tetap dapat dikatakan kabupaten yang mandiri atau tidak terlalu bergantung pada pemerintah pusat, hal ini dikarenakan PAD yang dihasilkan kabupaten Aceh Utara jauh lebih besar dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten
lainnya. Sehingga
kabupaten Aceh Utara merupakan kabupaten yang memiliki tingkat kemandirian yang paling tinggi.
Sehingga
dapat
disimpulkan
bahwa
kabupaten
Aceh
Utara
mengurangi
ketergantungan atas sumber dana eksternal dengan cara mengoptimalkan pendapatan yang dihasilkan daerah dan mengelola pendapatan lainnya. Untuk kabupaten Aceh Timur tahun 2005 persentase rasionya sebesar 1,06%, tahun 2006 naik menjadi 2,36%, yang artinya adalah adanya kenaikan kinerja keuangan pemerintah Aceh Timur, sehingga menandakan tingkat ketergantungan kabupaten Aceh timur terhadap Pemerintah pusat semakin berkurang. Tetapi pada tahun 2007 persentase rasionya turun menjadi 2,23% yang menandakan bahwa kabupaten Aceh Timur masih tetap bergantung pada pemerintah pusat, yang artinya adanya penurunan kinerja keuangan dalam hal peningkatan pendapatan asli daerah, sehingga dengan demikian pengoptimalan PAD di kabupaten Aceh Timur harus lebih dikelola dengan lebih baik lagi. Untuk kabupaten Aceh Tamiang tahun 2005 persentase rasionya sebesar 4,09%, tahun 2006 sebesar 0,51% persentase tersebut menunjukkan adanya penurunan tingkat kemandirian keuangan kabupaten Aceh Tamiang, hal tersebut menandakan bahwa kabupaten tersebut semakin bergantung pada pemerintah pusat ataupun bantuan eksternal lainnya. Pada tahun 2007 persentase tersebut naik yaitu sebesar 7,11% hal ini menunjukkan bahwa kabupaten Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
Aceh Tamiang mengalami kenaikan kinerja keuangan sehingga tingkat ketergantungan terhadap pemerintah pusat menurun. Untuk pemerintah kabupaten Aceh Singkil tahun 2005 dan 2006 persentasenya adalah 2,86% dan 2,80%. Persentase tersebut menunjukkan adanya penurunan tingkat kemandirian keuangan daerah kabupaten Aceh Singkil, hal tersebut menandakan bahwa daerah tersebut semakin bergantung pada pemerintah pusat ataupun bantuan eksternal lainnya. Persentase tersebut juga semakin menurun di tahun 2007 yaitu sebesar 2,33% yang menunjukkan daerah tersebut semakin lebih bergantung lagi pada pemerintah pusat dibandingkan tahun sebelumnya. Hal tersebut menandakan bahwa daerah tersebut mengalami penurunan kinerja dalam hal meningkatkan pendapatan asli daerahnya, berarti daerah ini membutuhkan pengoptimalan pendapatan yang ada di daerahnya. Dan terakhir Untuk kabupaten
Gayo Luwes dimulai dari tahun 2005 rasio ini
menunjukkan persentase sebesar 0,75% kemudian pada tahun 2006 persentasenya sebesar 1,08% yang artinya adalah adanya kenaikan kinerja keuangan pemerintah kabupaten Gayo Luwes yang menandakan tingkat ketergantungan pemerintah kabupaten Gayo Luwes terhadap pemerintah pusat semakin berkurang, dan penurunan ketergantungan pemerintah kabupaten Gayo Luwes terhadap pemerintah pusat juga semakin tampak pada persentase tahun 2007 sebesar 1,83%, sehingga dapat disimpulkan bahwa pemerintah kabupaten Gayo Luwes berupaya mengurangi ketergantungan atas sumber dana eksternal dengan cara mengoptimalkan pendapatan ataupun mengelola sumber pendapatan lainnya. Secara keseluruhan seluruh kinerja keuangan pemerintahan kabupaten-kabupaten di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam setelah diberlakukannya otonomi khusus mengalami peningkatan dari tahun 2005-2007 yang
berarti kabupaten-kabupaten tersebut berupaya
mengurangi ketergantungannya pada pemerintah pusat ataupun dana eksternal berupa DAU (Dana Alokasi Umum) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Hal ini dapat dilihat dari rata-rata Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
rasio kemandirian dari tahun 2005-2007 yang terus mengalami kenaikan. Walaupun mengalami peningkatan persentase yang tidak begitu besar, ini merupakan langkah yang cukup baik didalam membenahi diri untuk menciptakan suatu kemandirian keuangan daerah yang optimal. Peningkatan ini juga menunjukkan adanya tingkat partisipasi dan kesadaran masyarakat dari Kabupaten-Kabupaten di Propinsi NAD dalam pembangunan daerah dan dalam pembayaran pajak dan retribusi daerah, pembagian laba atas hasil pengelolaan kekayaan daerah serta pemasukan dari pendapatan asli daerah yang sah yang meningkat. Sehingga dari sini, masyarakat memberikan pengharapan yang cukup besar terhadap peran dan fokus dari pemerintahan kabupaten-kabupaten yang berada di Propinsi NAD untuk menciptakan dan memberikan tingkat kesejahteraan yang semakin membaik pula. Sehingga hal ini akan memberikan penggambaran yang baik kepada pemerintah pusat atas pemberian status otonomi khusus kepada kabupaten-kabupaten yang berada di Propinsi NAD, bahwa kinerja keuangan pemerintah setempat dalam hal kemandirian keuangan daerah semakin menunjukkan trend yang positif setiap tahunnya. 3. Rasio Efektifitas dan Efesiensi Pendapatan Asli Daerah Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Rasio efektifitas = Target Penerimaan PAD yg Ditetapkan Berdasarkan Potensi Riil Daerah
Biaya yang dikeluarkan untuk memungut PAD Rasio efisiensi = Realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah
Tabel 4.3 Rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2004-2008 Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Nama Daerah Aceh Selatan Aceh Tenggara Aceh Barat Aceh Besar Aceh Tengah Aceh Utara Aceh Timur Aceh Tamiang Aceh Singkil Gayo Luwes Rata-Rata
2005 0,77 0,52 1,11 0,58 0,73 1,00 1,13 0,68 0,45 0,31 0,62
2006 0 0,31 0,81 1,3 1,01 2,17 1,04 0,76 0,86 0,46 0,96
2007 0,82 0,80 0,81 0,79 0,72 1,12 0,32 0,64 0,37 1,06 0,74
Tabel 4.4 Rasio Efesiensi Pendapatan Asli Daerah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2004-2007 No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Daerah
Rasio Efesiensi 2005 2006 2007 Rencana Realisasi Rencana Realisasi Rencana Realisasi Aceh Selatan 0 28,18 46,6 0 1,15 0,78 Aceh Tenggara 0 4,59 1,05 0,47 0,43 0,45 Aceh Barat 0 20,12 0,31 18,83 0,16 0,20 Aceh Besar 0 20,98 1,13 0,40 0,26 0,33 Aceh Tengah 0 0,04 0,73 10,91 0,33 0,46 Aceh Utara 0 248,22 10,2 74,9 0,69 0,61 Aceh Timur 0 41,63 0 49,83 0 0 Aceh Tamiang 0 23,86 2,55 54,65 1,72 2,65 Aceh Singkil 0 36,87 0,75 19,96 0,63 3,24 Gayo Luwes 0 0,01 21,66 21,85 2,33 2,18 Rata-Rata 0 42,45 9,44 27,9 7,7 1,21
Berdasarkan atas hasil perhitungan yang dapat dilihat dari tabel 4.3 diatas dapat digambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan pendapatan asli daerah Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah (efektifitas). Dari hasil perhitungan rata-rata rasio efektifitas tahun 2005-2007 Sepuluh Kabupaten yang berada pada propinsi Nanggroe Aceh Darussalam
sesudah
diberlakukannya otonomi khusus yaitu diawali pada tahun 2005 rasio efektifitas sebesar 0,62 dan kemudian mengalami kenaikan di tahun 2006 menjadi 0,96 dan pada tahun 2007 rasio efektifitas mengalami penurunan menjadi 0,74. Pada dasarnya didalam analisis rasio efektifitas diketahui bahwa kemampuan daerah dalam menjalankan tugas dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai mencapai minimal sebesar 1 (satu) atau 100 persen. Semakin tinggi rasio efektifitas, menggambarkan kemampuan daerah yang semakin baik. Melalui hasil perhitungan diatas dapat digambarkan kemampuan kabupatenkabupaten yang berada di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam didalam menjalankan tugasnya walaupun masih menunjukkan keadaan kurang stabil karena masih mengalami rasio naik turun setiap tahun namun rata-rata selama kurun waktu 3 tahun yang dimulai dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 sesudah pemberlakuan kebijakan otonomi khusus. Untuk rasio efektifitas terdapat beberapa kabupaten yang berada pada propinsi Nanggroe Aceh Darussalam telah menunjukkan hasil yang efektif misalnya untuk kabupaten Aceh Barat pada tahun 2005 rasio efektifitasnya mencapai 1 (satu) yaitu sebesar 1,11 dan kabupaten Aceh besar pada tahun 2006 rasio efektifitasnya sebesar 1,3 dan pada tahun 2006 kabupaten Aceh Tengah rasio efektifitasnya juga mencapai 1 (satu) yaitu sebesar 1,01 dan kabupaten Aceh Utara pada tahun 2005 rasio efektifitasnya sebesar 1,00 kemudian pada tahun 2006 naik menjadi 2,17 dan pada tahun 2007 mengalami penurunan sebesar 1,12 dan untuk kabupaten Aceh Timur pada tahun 2004 dan 2005 rasio efektifitasnya juga mencapai 1 (satu) yaitu sebesar 1,13 dan 1,04 dan kabupaten Gayo Luwes pada tahun 2007 rasio efektifitasnya juga mencapai 1 (satu) yaitu sebesar 1,06.
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
Hal ini menunjukkan bahwa untuk beberapa pemerintahan kabupaten yang berada di propinsi NAD sudah terampil didalam mengontrol rencana dan realisasi terhadap pajak daerah dan retribusi daerah pada APBD. Dimana realisasi pendapatan yang diterima pemerintah daerah dari pajak daerah dan retribusi daerah lebih besar dari yang telah direncanakan. Sedangkan untuk beberapa kabupaten-kabupaten yang berada pada propinsi NAD yang rasio efektifitasnya belum menunjukkan efektif atau rasio efektifitasnya belum mencapai minimal sebesar 1 (satu) atau 100 persen antara lain adalah kabupaten Aceh Selatan pada tahun 2005 rasio efektifitasnya sebesar 0,77 dan tahun 2007 sebesar 0,82 dan kabupaten Aceh Tenggara pada tahun 2005 rasio efektifitasnya sebesar 0,52 dan tahun 2006 sebesar 0,31 dan tahun 2007 sebesar 0,80. Kabupaten Aceh Barat pada tahun 2006 dan 2007 rasio efektifitasnya sama yaitu sebesar 0,81. Kabuapten Aceh Tengah pada tahun 2005 rasio efektifitasnya sebesar 0,73 dan tahun 2007 sebesar 0,72. Aceh Timur pada tahun 2007 rasio efektifitasnya sebesar 0,32. Aceh Tamiang pada tahun 2005 rasio efektifitasnya sebesar 0,68 dan tahun 2006 sebesar 0,76 dan tahun 2007 sebesar 0,64. Aceh Singkil pada tahun 2005 rasio efektifitasnya sebesar 0,45 dan tahun 2006 sebesar 0,86 dan tahun 2007 sebesar 0,37. Dan yang terakhir untuk kabupaten Gayo Luwes pada tahun 2005 rasio efektifitasnya sebesar 0,31 dan tahun 2006 sebesar 0,46. Kabupaten-kabupaten
yang
belum
menunjukkan
efektifitas
ini
mengalami
ketidakstabilan di setiap tahunnya yang disebabkan karena pemerintahan kabupaten tersebut kurang terampil didalam mengontrol dan mengelola rencana dan realisasi pendapatan asli daerah yang diperoleh dari pajak daerah dan retribusi daerah pada APBD. Dimana realisasi pendapatan yang diterima pemerintah daerah dari pajak dan retribusi daerah lebih kecil dari yang telah direncanakan. Namun perhitungan rata-rata rasio efektifitas yang dihasilkan mulai tahun 2005 sampai tahun 2007 menunjukkan trend positif sehingga dapat menutupi
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
ketidakstabilan kabupaen-kabupaten yang berada di Propinsi NAD didalam mengontrol rencana dan realisasi terhadap pajak dan retribus daerah tersebut. Untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal, rasio efektifitas pendapatan asli daerah perlu disandingkan dengan rasio efesiensi pendapatan asli daerah yang dicapai pemerintah daerah. Rasio ini menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima. Kinerja pemerintah daerah dalam melakukan pemungutan pendapatan dikategorikan efesien apabila rasio yang dicapai kurang dari 1 (satu) atau dibawah 100 persen. Semakin kecil rasio efesiensi berarti kinerja pemerintahan daerah semakin baik. Dari tabel 4.4 diketahui hasil perhitungan rasio efisiensi pemerintahan sepuluh kabupaten yang berada pada propinsi Nanggroe Aceh Darussalam sesudah diberlakukannya otonomi khusus adalah sebagai berikut, untuk kabupaten Aceh selatan pada tahun 2005 rasio efisiensi adalah sebesar 28,18 menunjukkan bahwa rasio efisiensi lebih dari 1 (satu) ini menandakan pada tahun 2005 kinerja pemerintah kabupaten Aceh Selatan dalam memungut PAD (dalam hal ini pajak daerah) tidak efisien. Pada tahun 2006 rasio efesiensi tidak dapat dihitung dikarenakan terbatasnya data tentang potensi riil dari sumber pendapatan asli daerah dan data biaya yang langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan pemungutan pendapatan daerah kabupaten Aceh Selatan, dan mengalami penurunan yang besar pada tahun 2007 mencapai angka 0,78. Ini menandakan kinerja pemerintah didalam memungut PAD (dalam hal ini pajak daerah sudah efisien yang ditandai dengan trend rasio yang kurang dari 1 (satu) pada tahun 2007 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kabupaten Aceh Tenggara pada tahun 2005 rasio efesiensi adalah sebesar 4,59 dan pada tahun 2006 mengalami penurunan menjadi 0,47 dan kembali mengalami penurunan pada tahun 2007 menjadi 0,45. Ini menggambarkan bahwa kinerja pemerintah didalam memungut PAD pada tahun 2005 tidak efisien dibandingkan dengan tahun 2006 dan 2007 karena rasio Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
efisiensi menunjukkan angka lebih dari 1 (satu), sedangkan pada tahun 2007 kinerja pemerintah kabupaten Aceh Tenggara sudah efisien yang ditandai dengan rasio efisiensi yang kurang dari 1 (satu). Demikian juga dengan beberapa kabupaten lainnya yang mengalami kenaikan dari tahun ke tahun misalnya, kabupaten Aceh Barat pada tahun 2005 rasio efisiensi sebesar 20,12 dan pada tahun 2006 turun menjadi 18,83 dan kembali mengalami penurunan yang sangat besar pada tahun 2007 mencapai angka 0,20. Hal ini menandakan kinerja pemerintahan kabupaten Aceh Barat pada tahun 2005 dan 2006 didalam memungut PAD belum efisiensi karena menunjukkan angka yang lebih dari 1 (satu), dan pada tahun 2007 kinerja pemerintah didalam memungut PAD sudah efisien ini ditandai dengan rasio efisiensi yang kurang dari 1 (satu). Kabupaten Aceh Besar pada tahun 2005 rasio efisiensi adalah sebesar 20,12 dan pada tahun 2006 turun menjadi 18,83 dan kembali mengalami penurunan pada tahun
2007
menjadi 0,20. Ini menandakan bahwa pada tahun 2005 dan 2006 kinerja pemerintah sangat tidak efisien dikarenakan rasio efisiensi menunjukkan jumlah yang sangat besar, dan pada tahun 2007 kinerja pemerintah mengalami kenaikan yaitu rasio efisiensi kurang dari 1 (satu). Kabupaten Aceh tengah pada tahun 2005 rasio efisiensi adalah sebesar 0,04 dan pada tahun 2006 mengalami kenaikan yang sangat besar menjadi 10,91 dan pada 2007 turun kembali menjadi 0,46. Ini menggambarkan bahwa kinerja pemerintah kabupaten Aceh Tengah pada tahun 2005 dan 2007 sudah efisien yang ditandai dengan trend rasio yang kurang dari 1 (satu) menandakan bahwa kinerja pemerintah didalam memungut PAD sudah efisien dibandingkan pada tahun 2005 rasio efisiensi menunjukkan trend rasio yang lebih dari 1 (satu). Kabupaten Aceh Utara pada tahun 2005 rasio efisiensi adalah sebesar 248,22 dan pada tahun 2006 mengalami kenaikan yang sangat besar mencapai angka 74,9 dan pada Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
tahun 2007 kembali mengalami penurunan menjadi 0,61. Ini menggambarkan kinerja pemerintah pada tahun 2005 dan 2007 dalam memungut PAD sangat tidak efisien yang ditandai dengan trend rasio yang lebih dari 1 (satu). Sedangkan pada tahun 2007 menunjukkan trend rasio kurang dari 1 (satu) ini menandakan bahwa kinerja pemerintah kabupaten Aceh Utara didalam memungut PAD sudah efisien dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kabupaten Timur pada tahun 2005 rasio efisiensi adalah sebesar 41,63 dan pada tahun 2006 mengalami kenaikan menjadi 49,83 dan untuk tahun 2007 rasio efisiensinya tidak dapat diketahui dikarenakan terbatasnya data tentang potensi riil sumber pendapatan asli daerah dan data biaya langsung maupun tidak langsung pada kabupaten Aceh Timur. Ini menandakan bahwa pada tahun 2006 dan 2007 kinerja pemerintah didalam memungut PAD (dalam hal ini pajak daerah) sangat tidak efisien yang ditandai dengfan trend rasio yang lebih dari 1 (satu) atau 100 persen dari tahun ketahun. Kabupaten Aceh Tamiang pada tahun 2005 rasio efisiensi adalah sebesar 23,86 dan mengalami kenaikan pada tahun 2006 menjadi 54,65 dan pada tahun 2007 mengalami penurunan yang sangat besar mencapai angka 2,65. Ini menggambarkan bahwa pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 kinerja pemerintah didalam memungut PAD dalam hal ini pajak dan retribusi daerah) tidak efisien yang ditandai dengan trend rasio yang lebih dari 1 (satu) atau 100 persen dari tahun ketahun. Kabupaten Aceh Singkil pada tahun 2005 rasio efisiensi adalah sebesar 36,87 dan mengalami penurunan pada tahun 2006 menjadi 19,96 dan pada tahun 2007 kembali mengalami penuruna menjadi 3,24. Ini menggambarkan bahwa kinerja pemerintah didalam memungut PAD pada tahun 2005 sampai tahun 2007 tidak efisien yang ditandai dengan trend rasio yang lebih dari 1 (satu) atau 100 persen dari tahun ketahun.
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
Dan yang terakhir untuk kabupaten Kayo Luwes rasio efisiensi pada tahun 2005 adalah sebesar 0,01 dan mengalami kenaikan yang sangat besar pada tahun 2006 mencapai angka 21,85 dan pada tahun 2007 turun menjadi 2,18. Ini menunjukkan bahwa kinerja pemerintah dalam memungut PAD (dalam hal ini pajak daerah) pada tahun 2005 sudah efisien yang ditandai dengan trend rasio yang kurang dari 1 (satu) namun pada tahun 2006 dan 2007 menunjukkan kinerja pemerintah didalam memungut PAD tidak efisien dikarenakan trend rasio yang lebih dari 1 (satu). Secara keseluruhan hasil perhitungan rata-rata rasio efisiensi untuk pemerintahan kabupaten yang berada pada propinsi NAD setelah diberlakukannya otonomi khusus dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 adalah sebagai berikut, pada tahun 2005 rasio efisiensi adalah sebesar 42,45 dan mengalami penurunan pada tahun 2006 menjadi 27,9 dan kembali mengalami penurunan pada tahun 2007 menjadi 1,21. Ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan kinerja pemerintah kabupaten-kabupaten yang berada di propinsi NAD didalam memungut PAD (dalam hal ini pajak dan retribusi daerah) belum efisien yang ditandai dengan trend rasio yang lebih dari 1 (satu) atau 100 persen dari tahun ketahun. Dimana perhitungan rata-rata rasio efisiensi (10) sepuluh Kabupaten-kabupaten yang berada pada propinsi NAD selama tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 adalah sebagai berikut, pada tahun 2005 adalah sebesar 42,45 untuk realisasi anggaran dan pada tahun 2006 adalah sebesar 9,44 untuk rencana anggaran dan 27,9 untuk realisasi anggaran, dan tahun 2007 adalah sebesar 7,7 untuk rencana anggaran dan 1,21 untuk realisasi anggaran. Artinya, untuk menghasilkan output yang optimal pemerintah telah mengeluarkan biaya yang banyak dibandingkan dengan hasil output yang didapat. Ini memberikan penggambaran kinerja pemerintahan yang tidak baik, yang disebabkan karena biaya yang dikeluarkan untuk memungut PAD lebih besar dari realisasi penerimaan pendapatan asli daerah.
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
Oleh karena itu pemerintahan kabupaten-kabupaten yang berada di propinsi NAD harus lebih cermat menghitung seberapa besar biaya yang dikeluarkan untuk merealisasikan seluruh pendapatan yang diterimanya sehingga dapat diketahui apakah kegiatan pemungutan pendapatannya tersebut efisien atau tidak. Hal ini perlu dilakukan karena meskipun pemerintah daerah berhasil merealisasikan penerimaan pendapatan sesuai dengan target yang ditetapkan, namun keberhasilan itu kurang memiliki arti apabila ternyata biaya yang dikeluarkan untuk merealisasikan target penerimaan pendapatannya itu lebih besar daripada realisasi pendapatan yang diterimanya.
4. Rasio Aktivitas Total Belanja Rutin Rasio Belanja Rutin terhadap APBD =
x 100 Total APBD Total Belanja Pembangunan
Rasio Belanja Pembangunan terhadap APBD=
x100 Total APBD
Tabel 4.5 Rasio Aktifitas Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2005-2007 Rasio Belanja Rutin Terhadap APBD (Tahun) 2005 2006 2007
No.
Nama daerah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Aceh Selatan 62,82% Aceh Tenggara 57,61% Aceh Barat 59,78 Aceh Besar 69,00 Aceh Tengah 74,28% Aceh Utara 23,37% Aceh Timur 62,76% Aceh Tamiang 44,74% Aceh Singkil 69,01% Gayo Luwes 55,80% Rata-rata 1 58,32%
49,56% 52,73% 82,16% 63,30% 50,23% 15,48% 58,35% 30,86% 57,38% 59,27% 51,93%
13,50% 7,91% (0,32%) 9,20% 7,92% 54,35% 22,49% 36,22% 4,84% 1,25% 15,73%
Rasio Belanja Pembangunan Terhadap APBD (Tahun) 2005 2006 2007 21,03% 15,58% 36,97% 16,77% 16,31% 11,64% 28,79% 17,95% 23,72% 44,20%
18,43% 20,37% 17,25% 22,16% 35,09% 8,06% 18,83% 15,56% 27,94% 35,11%
25,46% 35,99% 32,69% 28,63% 34,34% 16,82% 25,24% 18,17% 38,19% 42,39%
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
23,30%
21,88%
29,79%
Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal. Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti persentase belanja investasi (belanja pembangunan) yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil. Belum ada patokan yang pasti berapa besarnya rasio belanja rutin maupun pembangunan terhadap APBD yang ideal, karena sangat dipengaruhi oleh dinamisasi kegiatan pembangunan dan besarnya kebutuhan investasi yang diperlukan untuk mencapai pertumbuhan yang ditargetkan. Namun demikian, sebagai daerah dinegara berkembang peranan pemerintah daerah untuk memacu pelaksanaan pembangunan masih relatif besar. Oleh karena itu, rasio belanja pembangunan yang relatif masih kecil perlu ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan pembangunan didaerah. Berdasarkan Perhitungan tabel 4.5 diatas maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa untuk sebagian besar kabupaten-kabupaten yang berada di Propinsi NAD setelah diberlakukannya kebijakan otonomi khusus di mulai pada tahun
2005 pemerintahan
kabupaten dipropinsi NAD lebih memprioritaskan alokasi dananya terhadap belanja rutin dengan persentase rata-ratanya sebesar 58,32% sedangkan persentase rata-rata rasio belanja pembangunan terhadap APBD masih relatif kecil hanya sebesar 23,30% yang berarti semakin tingginya persentase rasio belanja rutin terhadap APBD menandakan semakin rendah persentase belanja pembangunan atau investasi yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat. Kabupaten-kabupaten yang banyak mengalokasikan dananya ke belanja rutin (diatas 50% dananya dialokasikan kebelanja rutin) antara lain : Kabupaten Aceh selatan, Aceh Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
Tenggara, Aceh Barat, Aceh Besar, Aceh Tengah, Aceh Timur, Aceh Timur, Aceh Singkil, dan Gayo Luwes. Sedangkan untuk Kabupaten Aceh Utara dan Aceh Tamiang alokasi dananya untuk biaya rutin maupun biaya pembangunan dibawah 50% ini berarti alokasi dananya yang terbesar bukan untuk belanja rutin maupun belanja pembangunan. Sama halnya pada tahun 2006 pemerintahan Kabupaten NAD juga masih memprioritaskan alokasi dananya terhadap belanja rutin dengan persentase rata-rata rasio belanja rutin terhadap APBD sebesar 51,93% sedangkan persentase rata-rata rasio belanja pembangunan terhadap APBD menjadi semakin kecil dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar 21,88%. Kabupaten-kabupaten yang lebih banyak mengalokasikan dananya kebelanja rutin antara lain kabupaten Aceh Tenggara, Aceh Barat, Aceh Besar, Aceh Tengah, Aceh Timur, Aceh Singkil, dan Gayo Luwes. Sedangkan untuk kabupaten Aceh Selatan, Aceh Utara, dan Aceh Tamiang alokasi dananya untuk biaya rutin maupun biaya pembangunan sangat rendah (dalam hal ini dana alokasinya dibawah 50%). Ini menunjukkan bahwa alokasi dana yang tersedia tidak digunakan untuk belanja rutin dan belanja pembangunan. Pada tahun anggaran 2007 persentase rasio belanja rutin terhadap APBD mengalami penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya menjadi 15,73% dan persentase rasio pembangunan terhadap APBD mengalami kenaikan yaitu berada diatas rasio belanja rutin dan juga mengalami peningkatan dari dua tahun sebelumnya menjadi 29,79%. Pada tahun ini sudah banyak kabupaten-kabupaten yang mengalokasikan dana yang lebih besar untuk belanja pembangunan meskipun dana yang dialokasikan masih dibawah 50%, namun persentase rasio belanja pembangunan terhadap APBD pada tahun 2007 menunjukkan persentase rasio yang lebih besar jika dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya antara lain yaitu kabupaten Aceh Selatan, Aceh Tenggara, Aceh Barat, Aceh Besar, Aceh Utara, Aceh Tamiang, Aceh singkil, dan Gayo Luwes. Hal ini menunjukkan bahwa persentase rasio Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
belanja pembangunan mengalami kenaikan dibandingkan rasio belanja rutin yang menandakan bahwa Pemerintahan kabupaten-kabupaten yang berada di propinsi NAD sudah mulai mengalihkan fokus aktivitas wilayah pemerintahannya dengan lebih mengarah kepada belanja pembangunan yang tentunya ini akan memberikan dampak kepada usaha peningkatan pendapatan daerah dari segi pembangunan daerah. Aktivitas wilayah merupakan rangkaian kegiatan yang tidak terpisahkan dari pengembangan yang terpadu dengan memanfaatkan saling keterkaitan antar sektor yamg membentuk struktur ruang wilayah. Wilayah sebagai wadah kegiatan ekonomi memiliki peran penting bagi wilayahnya sendiri maupun daerah sekitar wilayah. Memahami sistem aktivitas wilayah, pola perilaku manusia merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan wilayah, yaitu sistem kegiatan yang menyangkut hubungan yang lebih kompleks (cross relationship) dengan berbagai sistem kegiatan yang lain, baik dengan perorangan, kelompok, dan lembaga. Sehingga ini menunjukkan awal yang lebih baik bagi Kabupate-kabupaten yang berada dipropinsi NAD untuk lebih fokus didalam membenahi pembangunan daerahnya yang akan memberikan pengaruh yang baik terhadap pendapatan yang akan diterima daerah.
5. Rasio Pertumbuhan Realisasi Penerimaan APBD Xn-Xn-1 Realisasi Pertumbuhan APBD = Realisasi Penerimaan PAD Xn-1
Rasio Pertumbuhan Ʃpendapatan =
Realisasi Penerimaan ƩPendapatan Xn -Xn-1 Realisasi Penerimaan ƩPendapatan Xn -1 Realisasi Belanja Rutin Xn-Xn-1
Rasio Pertumbuhan Belanja Rutin = Realisasi Belanja Rutin Xn-1
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
Realisasi Belanja Pembangunan Xn- Xn-1 Rasio Pertumbuhan Belanja Pembangunan = Realisasi Belanja Pembangunan Xn-1 Keterangan : Xn = Tahun Yang dihitung Xn-1 = Tahun SebelumnyaEfisiensi Penggunaan Anggaran
Tabel 4.6 Rasio Pertumbuhan APBD Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2005-2007 No
Nama Kabupaten
Rasio Pertumbuhan Pendapatan 2005 2006 2007 61,11 28,15 -
Rasio pertumbuhan PAD 2005 2006
1
Aceh selatan
-
2
Aceh Barat
-
37,55%
31,50%
-
56,67
18,70
3
Aceh Tenggara
-
12,93%
68,00%
-
27,42
11,23
4
Aceh Besar
-
(8,88)%
45,25%
-
61,27
8,32
5
Aceh Tengah
-
42,27%
47,69%
-
64,17
20,69
6
Aceh Utara
-
95,20%
(1.038,04)%
-
115,63
(38,87)
7
Aceh Timur
-
72,66%
(0,08)%
-
51,61
16,79
8
Aceh Tamiang
-
(386,10)%
93,00%
-
45,73
45,75
9
Aceh Singkil
-
40,35%
97,13%
-
48,56
17,13
10
Gayo Luwes
-
57,77%
45,71%
-
43,29
8,64
-
1,51%
(68,14)% 57,54%
13,65%
Rata-rata 1
51,37%
2007 32,74%
Rata-Rata 2
-
Tabel 4.7 Rasio Pertumbuhan APBD Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2005-2007 No
1
Nama kabupaten Aceh selatan
Pertumbuhan Belanja Rutin 2005 2006 2007 -
21,32%
36,65%
Rasio Pertumbuhan Belanja Pembangunan 2005 2006 2007 29,19% 43,52% -
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
R
2
Aceh Barat
-
30,26%
20,81%
-
51,17%
53,32%
3
Aceh Tenggara
-
42,90%
(9,21)%
-
(68,19)%
52,55%
asio
4
Aceh Besar
-
32,40%
6,05%
-
53,07%
28,55%
Pertu
5
Aceh Tengah
-
9,92%
27,93%
-
71,69%
15,33%
6
AcehUtara
-
18,01%
12,16%
-
33,04%
21,57% 36,12%
mbuh an
7
Aceh Timur
-
35,07%
4,42%
-
7,70%
8
Aceh Tamiang
-
(8,72)%
53,57%
-
13,49%
41,26%
9
Aceh Singkil
-
25,60%
14,02%
-
47,47%
37,54%
th
10 Gayo Luwes
-
34,30%
3,21%
-
12,15%
23,76%
Ratio)
-
24,11%
16,96%
Rata-rata 1 Rata-rata 2
(Grow
meng -
25,08%
35,25%
ukur
seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya. Dengan diketahuinya pertumbuhan untuk masing-masing komponen sumber pendapatan dan pengeluaran, dapat digunakan untuk mengevaluasi potensi-potensi mana yang perlu mendapatkan perhatian. Rasio pertumbuhan PAD dan belanja pembangunan pemerintah daerah kabupaten-kabupaten yang berada di propinis NAD sesudah otonomi khusus yang ditunjukkan pada tabel 4.6 dimulai Untuk Kabupaten Aceh Selatan mengalami trend pertumbuhan positif, namun kecendrungan pertumbuhannya menurun, hal ini dapat kita lihat dari persentase pertumbuhan PAD dan Pendapatan tahun 2006 ke 2007 mengalami penurunan, berarti Kabupaten Aceh Selatan kurang optimal dalam pencapaian pendapatan baik PAD maupun pendapatan lainnya walaupun nominal PAD ataupun pendapatan Aceh selatan mengalami peningkatan. Untuk Rasio Belanja rutin dan belanja pembangunan mengalami kecendrungan meningkat yang berarti kabupaten Aceh Selatan berupaya meningkatkan infrastruktur dan mengembangkan daerahnya melalui peningkatan alokasi dananya ke belanja pembagunan dan rutin, hal ini
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
dapat dilihat dari tabel 4.7 yang persentase pertumbuhan belanjanya dari tahun 2006 ke tahun 2007 meningkat. Kabupaten Aceh Barat mengalami trend pertumbuhan positif, meski tingkat pertumbuhannya juga menurun, hal ini dapat kita lihat dari persentase pertumbuhan PAD dan pendapatan tahun 2006-2007 mengalami penurunan, ini menandakan bahwa kabupaten Aceh Barat kurang optimal dalam pencapaian pendapatan daerah baik PAD maupun pendapatan daerah lainnya meskipun nominal PAD Aceh Barat mengalami peningkatan pada tahun 20062007. Untuk rasio belanja rutin mengalami penurunan dan sedangkan belanja pembangunan mengalami peningkatan yang berarti kabupaten Aceh Barat mengalokasikan dana yang lebih besar untuk belanja pembangunan dibandingkan dengan alokasi dana untuk belanja rutin. Kabupaten Aceh Tenggara mengalami trend yang positif, hal ini dapat kita lihat dari pertumbuhan persentase PAD pada tahun 2006-2007 mengalami kenaikan, meskipun tidak diikuti oleh kenaikan persentase rasio pertumbuhan pendapatan. Hal ini menandakan bahwa pemerintahan kabupaten Aceh Tenggara sudah optimal dalam pencapaian pendapatan asli daerah, meskipun total pendapatan keseluruhannya masih belum besar. Untuk rasio belanja rutin mengalami penurunan sedangkan untuk rasio belanja pembangunan mengalami peningkatan ini disebabkan kabupaten Aceh Tenggara banyak mengeluarkan dana untuk belanja pembangunan yang dikarenakan daerah ini masih dalam tahap pembangunan dan perbaikan infrastruktur. Kabupaten Aceh Besar mengalami trend positif, hal ini dapat kita lihat dari pertumbuhan persentase rasio PAD pada tahun 2006-2007 mengalami kenaikan, meskipun persentase rasio perumbuhan pendapatan tidak mengalami kenaikan. Hal ini menandakan bahwa pemerintahan kabupaten Aceh Besar sudah optimal dalam pencapaian pendapatan asli daerah baik PAD maupun pendapatan daerah lainnya. Namun untuk keseluruhan total pendapatannya belum mengalami kenaikan, artinya total Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
pendapatan daerah yang diperoleh jumlahnya masih kecil. Untuk belanja rutin dan pembangunan mengalami penurunan, ini menandakan bahwa alokasi dana yang dikelurkan tidak begitu besar untuk belanja rutin dan belanja pembangunan. Kabupaten Aceh Tengah mengalami trend positif, hal ini dapat kita lihat dari pertumbuhan persentase rasio untuk PAD tahun 2006-2007 mengalami kenaikan sedangkan untuk pertumbuhan persentase rasio pendapatan tidak mengalami kenaikan. Ini menandakan bahwa pemerintahan kabupaten Aceh Tengah
sudah optimal dalam pencapaian PAD
meskipun total pendapatannya belum juga mengalami kenaikan, ini disebabkan karena pendapatan yang diterima daerah selain PAD jumlahnya masih kecil. Untuk belanja rutin mengalami kenaikan dan belanja pembangunan mengalami penurunan, artinya pemerintahan kabupaten Aceh Tengah lebih besar mengalokasikan dana yang tersedia untuk belanja rutin. Kabupaten Aceh Utara mengalami trend negatif, hal ini dapat kita lihat dari persentase rasio pertumbuhan PAD dan pendapatan untuk tahun 2006-2007 mengalami penurunan yang cukup besar. Ini menandakan bahwa pemerintahan kabupaten Aceh Utara belum optimal dalam pencapaian pendapatan asli daerah yang artinya realisasi PAD yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan yg dianggarkan, meskipun nominal PAD dan pendapatan daerah lainnya yang dihasilkan kabupaten Aceh Utara lebih besar jumlahnya jika dibandingkan dengan kabupaten kabupaten lainnya yang berada pada propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Untuk belanja rutin dan belanja pembangunan juga mengalami penurunan, hal ini menunjukkan bahwa belanja rutin dan belanja pembangunan yang dikeluarkan tidak terlalu besar. Kabupaten Aceh Timur mengalami trend negatif, hal ini dapat kita lihat dari persentase rasio pertumbuhan PAD dan pendapatan pada tahun 2006-2007 mengalami penurunan. Ini menandakan bahwa pemerintahan kabupaten Aceh Timur belum optimal dalam pencapaian pendapatan asli daerah baik dari PAD ataupun pendapatan daerah lainnya. Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
Untuk belanja rutin mengalami kenaikan sedangkan belanja pembangunan mengalami penurunan, artinya pemerintahan kabupaten Aceh timur lebih besar mengalokasi dana yang tersedia untuk belanja rutin. Ini disebabkan karena pemerintahan Aceh timur belum terlalu memfokuskan pada pembangunan dan perbaikan infrastruktur daerah. Kabupaten Aceh Tamiang
mengalami trend positif, hal ini dapat kita lihat dari
persentase rasio PAD dan pendapatan pada tahun 2006-2007 mengalami kenaikan. Ini menandakan bahwa pemerintahan kabupaten Aceh Tamiang sudah optimal dalam pencapaian pendapatan daerah baik dari PAD maupun pendapatan lainnya. Untuk belanja rutin dan belanja pembangunan juga mengalami kenaikan, artinya pemerintahan kabupaten Aceh Tamiang mengalokasikan dana yang besar untuk belanja rutin dan belanja pembangunan, hal ini disebabkan bahwa pada saat ini pemerintah kabupaten Aceh tamiang tidak hanya fokus terhadap belanja rutin saja tetapi juga fokus terhadap pembangunan dan perbaikan infrastruktur daerah. Kabupaten Aceh Singkil mengalami trend positif, hal ini dapat kita lihat dari pertumbuhan persentase rasio PAD pada tahun 2006-2007 mengalami kenaikan, meskipun persentase rasio perumbuhan pendapatan tidak mengalami kenaikan. Hal ini menandakan bahwa pemerintahan kabupaten Aceh Singkil sudah optimal dalam pencapaian pendapatan asli daerah baik PAD maupun pendapatan daerah lainnya. Namun untuk keseluruhan total pendapatannya belum mengalami kenaikan, artinya total pendapatan daerah yang diperoleh jumlahnya masih kecil. Untuk belanja rutin dan pembangunan mengalami penurunan, ini menandakan bahwa alokasi dana yang dikelurkan tidak begitu besar untuk belanja rutin dan belanja pembangunan. Dan terakhir untuk Kabupaten Gayo Luwes mengalami trend pertumbuhan positif, meski tingkat pertumbuhannya juga menurun, hal ini dapat kita lihat dari persentase pertumbuhan PAD dan pendapatan tahun 2006-2007 mengalami penurunan, ini menandakan bahwa Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
kabupaten Gayo Luwes kurang optimal dalam pencapaian pendapatan daerah baik PAD maupun pendapatan daerah lainnya meskipun nominal PAD Gayo Luwes mengalami peningkatan pada tahun 2006-2007. Untuk rasio belanja rutin mengalami penurunan dan sedangkan belanja pembangunan mengalami peningkatan yang berarti kabupaten Gayo Luwes mengalokasikan dana yang lebih besar untuk belanja pembangunan dibandingkan dengan alokasi dana untuk belanja rutin. Maka rata-rata rasio pertumbuhan kinerja pemerintah kabupaten-kabupaten yang berada dipropinsi NAD sesudah otonomi khusus selama tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 menunjukkan pertumbuhan kinerja yang tidak baik, dikarenakan hanya beberapa kabupaten saja yang sudah menunjukkan tingkat pertumbuhan kinerja yang dapat dikatakan sudah baik. Ini terlihat pada tabel 4.6 dan 4.7, dimana rata-rata rasio PAD kabupatenkabupaten pada propinsi NAD tahun 2006 adalah sebesar 24,11 dan mengalami penurunan pada tahun 2007 menjadi (68,14)%, rasio pendapatan pada tahun 2006 sebesar 57,54% dan pada tahun 2007 mengalami penurunan menjadi 13,65%, rasio belanja rutin pada tahun 2006 adalah sebesar 24,11% dan mengalami penurunan pada tahun 2007 menjadi 16,96%, sedangkan untuk belanja pembangunan pada tahun 2006 adalah sebesar 25,08% dan mengalami kenaikan pada tahun 2007 menjadi 35,25%, artinya dalam hal ini rasio belanja pembangunan berada diatas belanja rutin, ini disebabkan bahwa pada saat ini kabupatenkabupaten yang berada di propinsi NAD lebih banyak mengeluarkan untuk belanja pembangunan yang dikarenakan kabupaten-kabupaten yang berada di propinsi NAD ini masih dalam tahap pembangunan dan perbaikan infrastruktur. Karena pada hakikatnya pertumbuhan suatu daerah itu dapat dikatakan baik apabila pemerintah daerah dapat mengefisiensikan biaya yang dikeluarkan untuk belanja rutin dan lebih bisa mengefektifkan penggunaan pendapatan yang diperoleh daerah untuk sektor pembangunan yang dapat mendukung peningkatan penerimaan PAD. Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
Pemerintahan Kabupaten-kabupaten yang berada di propinsi NAD harus lebih berupaya keras untuk meningkatkan pencapaian pendapatan daerah baik dari PAD maupun pendapatan daerah lainnya. Untuk itu pemerintahan Kabupaten di propinsi NAD harus lebih optimis untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi, terutama diharapkan dari sumbangan beberapa sektor dominan seperti perdagangan, hotel, dan restoran, industri pengolahan serta pengangkutan dan komunikasi yang menunjukkan pertumbuhan yang lebih tinggi dari sebelumnya.Oleh karenanya Pemerintahan kabupaten-kabupaten di propinsi NAD harus mempunyai komitmen yang kuat untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif, sehingga akan menjadi daya tarik bagi para investor untuk menanamkan modalnya di Pemerintahan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai kinerja keuangan Pemerintah kabupaten-kabupaten yang berada pada Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) sesudah diberlakukannya otonomi khusus. Dari hasil analisis yang dilakukan oleh peneliti, ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil atau dikemukakan, antara lain: 1. Analisis rasio keuangan merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk menilai kinerja keuangan pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan daerah yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. 2. Analisis data yang dilakukan menunjukkan bahwa kinerja keuangan pemerintah kabupaten-kabupaten yang berada di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) sesudah diberlakukannya otonomi khusus menunjukkan kinerja keuangan daerah yang masih belum stabil setelah pemberlakuan kebijakan otonomi khusus. Dimana dari hasil perhitungan disetiap tahun masih mengalami angka yang naik turun sehingga beberapa rasio keuangan masih menunjukkan trend positif dan trend negatif. Hal ini disebabkan oleh pemerintahan kabupaten-kabupaten di propinsi NAD masih belum matang didalam Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
pengelolaan sumber daya daerah yang tersedia dan pendapatan daerah yang diterima. Hal ini dapat dijelaskan dari hasil penelitian yang menggunakan beberapa rasio keuangan antara lain rasio derjat desentralisasi fiskal, rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efesiensi dan efektifitas, rasio aktivitas, dan rasio pertumbuhan. 3. Untuk rasio derajat desentralisasi fiskal pada tahun anggaran 2005 sampai dengan tahun 2007, terjadi kenaikan kinerja keuangan pemerintah kabupaten- kabupaten yang berada di propinsi NAD dalam rasio PAD/TPD setelah diberlakukannya otonomi khusus. Artinya terjadi kenaikan tingkat kontribusi pendapatan asli daerah terhadap total penerimaan daerah untuk beberapa kabupaten di NAD, meskipun ada juga beberapa kabupaten yang mengalami penurunan tingkat kontribusi pendapatan asli daerah terhadap total penerimaan daerah. Sedang pada rasio BHPBP/TPD dimulai dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 terjadi penurunan. Hal ini dikarenakan kabupaten di propinsi NAD menerapkan otonomi khusus sehingga dana yang disetorkan ke pemerintah pusat tidak seluruhnya, sebagian dana digunakan untuk pengembangan daerah di NAD, sehingga dana yang dikembalikan oleh pemerintah pusat ke pemerintah daerah pun semakin tahun semakin berkurang. 4. Untuk rasio kemandirian keuangan daerah dimulai tahun 2005 sampai dengan tahun anggaran 2007 setelah diberlakukannya otonomi khusus di Pemerintahan Kabupaten Nanggroe Aceh Darussalam, persentase perhitungan rasio kemandirian keuangan daerah untuk masing-masing kabupaten sudah hampir stabil dikarenana ada beberapa kabupaten yang menunjukkan tingkat persentase kemandirian yang tinggi, namun ada juga beberapa kabupaten yang masih mengalami naik turun terhadap hasil perhitungan persentasenya. Artinya adalah tingkat ketergantungan daerah masih tinggi, terutama terhadap penerimaan dari bantuan pemerintah pusat berupa DAU/DAK (Dana Alokasi Umum/Khusus). Dan kabupaten yang tingkat persentasenya menunjukkan kenaikan, kabupaten-kabupaten Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
tersebut dapat dikatakan sudah mandiri dan tidak bergantung pada bantuan pemerintah pusat. Secara keseluruhan selama kurun waktu tiga tahun dimulai tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 tingkat rasio kemandirian keuangan daerah pada kabupaten-kabupaten yang berada di propinsi NAD dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan. 5. Berdasarkan hasil perhitungan untuk rasio efektifitas dan rasio efisiensi pendapatan asli daerah, kemampuan pemerintahan kabupaten yang berada di propinsi NAD didalam menjalankan tugasnya selama kurun waktu 3 tahun (2005 s/d 2007) setelah pemberlakuan kebijakan otonomi daerah menunjukkan bahwa kabupaten yang berada di propinsi NAD belum efektif dan efisien. Kinerja pemerintah kabupaten yang berada di propinsi NAD dikatan belum efektif karena rasio belum mencapai 1 (satu) atau 100 persen, yaitu ratarata selama 3 tahun terakhir (2005 s/d 2007) sebesar 0,72 atau 72%. Ini artinya realisasi penerimaan PAD lebih kecil daripada target penerimaan PAD yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Demikian juga untuk kinerja pemerintah didalam memungut PAD (dalam hal ini pajak daerah dan retribusi daerah) belum efisien yang ditandai dengan trend rasio yang lebih dari 1 (satu) atau 100 persen. Sehingga selama kurun waktu 3 tahun terakhir (2005 s/d 2007) rata-rata rasio efisiensi adalah sebesar 7,7 atau 77% untuk rencana anggaran dan 1,21 atau 121% untuk realisasi anggaran. Ini berarti biaya yang dikeluarkan untuk memungut PAD lebih besar dari realisasi penerimaan PAD. 6. Didalam pengukuran terhadap rasio aktifitas dapat diketahui bahwa sebagian besar dana yang dimiliki oleh pemerintahan kabupaten-kabupaten yang berada di propinsi NAD setelah pemberlakuan kebijakan otonomi khusus masih diprioritaskan untuk pemenuhan belanja rutin, sehingga rasio belanja pembangunan terhadap APBD masih relatif kecil. Ini dapat dilihat dari rata-rata persentase rasio aktivitas Kabupaten-kabupaten yang ada dipropinsi NAD pada periode pasca otonomi khusus dimulai pada tahun 2005 sampai Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
dengan tahun 2007 adalah sebagai berikut, pada tahun 2005 adalah sebesar 58,32% untuk belanja rutin, sedangkan untuk belanja pembangunan hanya sebesar 23,30% dan pada tahun 2006 adalah sebesar 51,93% untuk belanja rutin, sedangkan untuk belanja pembangunan sebesar 21,88% dan pada tahun 2007 adalah sebesar 15,73% untuk belanja rutin sedangkan untuk belanja pembangunan mengalami peningkatan menjadi 29,79%. 7. Rasio pertumbuhan kinerja pemerintah Kabupaten-kabupaten yang berada di propinsi NAD sesudah otonomi khusus selama tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 menunjukkan pertumbuhan kinerja yang tidak baik, dikarenakan hanya beberapa kabupaten saja yang sudah menunjukkan tingkat pertumbuhan kinerja yang dapat dikatakan sudah baik. Dimana rata-rata rasio PAD kabupaten-kabupaten pada propinsi NAD tahun 2006 adalah sebesar 24,11 dan mengalami penurunan pada tahun 2007 menjadi (68,14)%, rasio pendapatan pada tahun 2006 sebesar 57,54% dan pada tahun 2007 mengalami penurunan menjadi 13,65%, rasio belanja rutin pada tahun 2006 adalah sebesar 24,11% dan mengalami penurunan pada tahun 2007 menjadi 16,96%, sedangkan untuk belanja pembangunan pada tahun 2006 adalah sebesar 25,08% dan mengalami kenaikan pada tahun 2007 menjadi 35,25%, artinya dalam hal ini rasio belanja pembangunan berada diatas belanja rutin, ini disebabkan bahwa pada saat ini kabupatenkabupaten yang berada di propinsi NAD lebih banyak mengeluarkan untuk belanja pembangunan yang dikarenakan kabupaten-kabupaten yang berada di propinsi NAD ini masih dalam tahap pembangunan dan perbaikan infrastruktur. Ini dikatakan baik karena peningkatan pembangunan daerah merupakan salah satu alternatif yang baik didalam meningkatkan PAD. Selain itu terdapat pula beberapa faktor yang memungkinkan terjadinya ketidakstabilan kinerja pemerintahan kabupaten yang berada di Propinsi NAD, yaitu:
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
a. Kewenangan daerah yang tumpang tindih sehingga garis birokrasi menjadi lebih panjang dari sebelumnya, dan ini kemungkinan berakibat kepada penyalahgunaan jabatan dan wewenang, b. Terbatasnya sumber daya manusia pada pemerintahan kabupaten/kota yang memiliki kualitas baik, sehingga ini menjadi salah satu kendala untuk meningkatkan kinerja keuangan, c. Pengelolaan keuangan daerah yang semakin tidak jelas akibat dari penerapan kebijakan yang tidak sesuai dengan daerahnya, d. Sistem pengawasan yang kurang efektif akibat kewenangan yang tidak jelas baik dalam peraturan maupun praktik lapangan, e. Suhu politik yang semakin tidak karuan akibat dari semakin panjang dan lamanya garis birokrasi yang diterapkan. Sehingga kinerja keuangansemakin menurun dan tidak sesuai dengan yang diharapkan. B. SARAN Berdasarkan atas hasil penelitian diatas maka ada beberapa saran yang dapat diberikan penulis guna mendukung kemajuan program otonomi khusus pada Pemerintahan Kabupatenkabupaten dipropinsi NAD. 1. Pemerintah Kabupaten-kabupaten diNanggroe Aceh Darussalam agar lebih dapat mengupayakan peningkatan pajak daerah, karena pajak daerah merupakan komponen utama dari pendapatan asli daerah. Hal ini karena dari LKPD yang ada, terlihat pajak daerah yang memberikan kontribusi yang semakin kecil terhadap pendapatan asli daerah setelah otonomi khusu diterapkan. 2. Pemerintahan Kabupaten yang berada dipropinsi NAD seharusnya mengurangi tingkat ketergantungan keuangan daerah, terutama untuk penerimaan DAU dari pusat, misalnya dengan eksentifikasi dan intensifikasi retribusi dan pajak daerah. Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
3. Pemerintahan Kabupaten yang berada dipropinsi NAD seharusnya lebih banyak mengalokasikan dana untuk pembangunan yang masih relatif kecil dibandingkan dengan anggaran yang
bersifat
operasioanal. Hal ini dikarenakan belum optimalnya
pembangunan daerah yang telah ditetapkan, terutama yang harus lebih diperhatikan adalah
sektor
pembangunan
yang
mencapai
multiplier
effect
dan
pengaruh
langsungterhadap peningkatan pendapatan daerah. 4. Pemerintah Daerah seharusnya melakukan government audit secara lebih intensif untuk mengetahui penyebab adanya peningkatan pengeluaran baik untuk belanja rutin maupun belanja pembangunan. Hal tersebut untuk menelusuri apakah peningkatan pengeluaran tersebut dikarenakan belanja yang semakin besar, apakah adanya penyalahgunaan dana anggaran, atau apakah karena adanya dana yang bocor dari APBD tersebut. Government Audit tersebut juga berfungsi untuk menilai apakah pengelolaan keuangan daerah apakah sudah dijalankan secara ekonomis, efektif, dan efisien.
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
DAFTAR PUSTAKA Budiarjo, Miriam, 1998. Menggapai Kedaulatan Untuk Rakyat. Mizan, bandung. Bastian, Indra, 2001. Akuntansi Sektor Publik di Indonesia, Pusat pengembangan Akuntansi Fakultas Ekonomi, Universitas Gajah Mada. Erfa, Azhir, 2008. “Analisis Kinerja Keuangan Pemerintahan Daerah Setelah Otonomi Khusus (Studi Kasus Pada Pemerintahan Daerah Kabupaten Aceh Utara)”, Skripsi, Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Medan. Halim, Abdul, 2002. Akuntansi Keuangan Daerah, Akuntansi Sektor Publik. Salemba Empat, Jakarta. Krina, P, 2003. Kepemerintahan yang baik (Good Governance) Dalam Rangka Otonomi Daerah, Cetakan I, Mandar Maju, Bandung. Mardiasmo, 2004. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Andi, Yogyakarta. Munir, Dasril, Henry Arys Djuanda dan Hessel Nogi S. Tangkilisan, 2004. Kebijakan Manajemen Keuangan Daerah. YPAPI, Yogyakarta.
dan
Reksohadiprodjo, Sukanto, 2001. Ekonomika Publik, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, BPFE, Yogyakarta. Republik Indonesia, Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 29 tahun 2002 Tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan dan Belanja Daerah, Pelaksanaaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. , Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah , Peraturan Pemerintah No. 108 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah. , Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. , Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005 Tentang pengelolaan Keuangan Daerah. , Qanun Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam No. 7 tahun 2002 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan. , Undang-undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1974 Tentang PokokPokok Pemerintahan Di Daerah. , Undang-undang No. 22 tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah. Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
, Undang-undang No. 25 tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. , Undang-undang No. 44 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh. , Undang-undang No. 18 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi DI Aceh Sebagai Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. , Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah , Undang-undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. , Undang-undang No.11 Tahun 2006 Tentang Pemerintah Aceh. Sedarmayanti, 2003. Good Governance (Kepemerintahan yang Baik) Dalam Rangka Otonomi Daerah, Cetakan I, Mandar Maju, Bandung. Suparmoko, M, 2002. Ekonomi Publik Untuk Keuangan dan Pembangunan daerah, Edisi 1, ANDI, Yogyakarta. Umar, Husein, 1997. Riset Akuntansi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Yuwono, Sony, Tengku Agus Indrajaya dan Hariyandi, 2005. Penganggaran Sektor Publik, Bayumedia Publishing, Malang. Yurdila Janur, Martha, 2009. “Analisis Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintahan Daerah Sesudah Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintahan Daerah Kabupaten Bungo)”, Skripsi, Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Medan.
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
Lampiran i
Jadwal Penelitian Skripsi Tahapan Penelitian Penyelesaian proposal Pencarian data awal Pengajuan proposal Penyerahan proposal kepada dosen pembimbing Bimbingan dan perbaikan proposal Seminar proposal Pengumpulan data Pengolahan data Analisis data Bimbingan skripsi Penyelesaian skripsi
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober November
Dora Detisa : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Era Otonomi Khusus Pada Pemerintahan Naggroe Aceh Darussalam, 2010.
91 Lampiran iv
Biaya, Target dan Realisasi Penerimaan Pajak dan Retribusi Daerah Yang Dilakukan Oleh Pemerintahan Kabupaten-Kabupaten Di Propinsi NAD Tahun Anggaran 2005-2007 (dalam Rp.000) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kabupaten Aceh Selatan Aceh Barat Aceh Tenggara Aceh Besar Aceh Tengah Aceh Utara Aceh Timur Aceh Tamiang Aceh Singkil Gayo Luwes
2005 7.021.718.977 6.787.849.710 5.619.714.000 8.091.100.000 6.546.818.910 37.747.199.000 2.592.113.880 6.497.202.385 5.673.000.158 2.541.170.000
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kabupaten Aceh Selatan Aceh Barat Aceh Tenggara Aceh Besar Aceh Tengah Aceh Utara Aceh Timur Aceh Tamiang Aceh Singkil Gayo Luwes
2005 1.213.511.000 953.728.460 739.560.000 2.343.000.000 800.327.200 3.232.146.000 688.000.000 1.196.559.475 2.034.491.116 810.000.000
PAD (Rencana) 2006 7.854.674.524 17.296.274.751 985.665.000 13.731.697.400 9.726.366.447 70.573.792.100 5.888.686.993 10.063.900.000 6.492.399.892 2.500.000.000
2007 10.545.000.000 21.312.667.763 9.120.836.800 12.172.000.000 18.011.530.700 89.276.142.575 13.115.396.105 23.650.000.000 7.500.000.000 4.836.850.000
2005 3.819.894.051 5.783.729.958 2.401.161.646 8.705.957.306 4.793.327.145 54.527.661.334 1.957.088.168 5.445.765.113 3.697.872.889 955.286.737
Pajak Daerah (Rencana) 2006 2007 1.418.427.570 1.713.914.700 3.279.880.996 4.205.109.792 985.665.000 1.149.633.000 3.587.000.000 4.042.000.000 1.310.491.750 1.342.338.000 4.468.246.100 89.276.142.575 1.367.838.500 1.962.872.520 1.740.000.000 1.786.000.000 1.929.827.727 1.137.800.000 881.000.000 911.500.000
2005 952.808.320 1.142.523.185 940.945.041 1.113.243.263 711.869.773 3.173.569.159 504.834.256 1.416.872.143 511.214.905 244.497.113
Retribusi Daerah (Rencana) No. 1 2
Kabupaten Aceh Selatan Aceh Barat
2005 1.119.490.000 2.218.311.100
2006 1.392.139.306 5.241.462.605
PAD (Realisasi) 2006 12.409.413.998 643.377.262 7.996.099.339 8.303.037.359 112.887.424.885 7.157.361.669 7.513.712.833 6.199.131.809 2.262.200.833 Pajak Daerah (Realisasi) 2006 2.314.849.084 643.377.262 3.263.026.644 699.643.739 5.205.933.396 709.686.300 1.120.306.446 1.066.844.214 566.560.029
2007 11.678.684.170 18.114.831.447 8.618.208.807 14.603.814.302 15.871.245.889 101.357.843.058 7.151.859.558 15.999.885.399 5.786.733.063 4.167.172.636
2007 1.357.286.949 3.278.770.849 1.404.729.180 4.137.578.439 940.546.161 101.357.843.058 1.084.191.411 247.348.505 703.848.499 1.047.830.663
Retribusi Daerah (Realisasi) 2007 1.393.188.300 6.986.698.348
2005 857.712.035 2.388.053.003
2006 4.637.493.705
2007 1.199.690.060 5.866.845.355
92 3 4 5 6 7 8 9 10
Aceh Tenggara Aceh Besar Aceh Tengah Aceh Utara Aceh Timur Aceh Tamiang Aceh Singkil Gayo Luwes
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kabupaten Aceh Selatan Aceh Barat Aceh Tenggara Aceh Besar Aceh Tengah Aceh Utara Aceh Timur Aceh Tamiang Aceh Singkil Gayo Luwes
2.724.089.000 1.298.000.000 4.176.801.650 1.098.006.000 1.059.300.000 4.465.642.910 838.726.810 733.630.000
3.367.953.800 1.649.697.400 6.743.623.500 2.586.339.000 1.402.150.728 4.656.900.000 722.595.445 540.930.000
4.105.103.800 3.413.483.000 7.686.193.000 3.174.630.200 1.485.685.282 4.009.000.000 2.328.200.000 373.810.000
870.685.170 1.012.904.196 2.957.120.678 1.175.633.676 747.919.498 2.468.255.907 325.307.816 234.161.000
Biaya Pemungutan (Rencana) 2005 2006 2007 4.150.000.000 130.978.774.636 3.600.000.000 51.011.494.498 2.650.000.000 1.850.000.000 4.500.000.000 4.588.400.000 2.282.615.000 2.410.204.849 5.933.614.696 2.000.000.000 1.048.622.277 3.047.042.118 400.917.466.444 848.056.695.124 63.980.000.000 1.589.248.541 16.283.904.544 10.000.000.000 2.000.000.000 2.200.000.000 3.000.000.000
2005 51.026.113.095 71.030.762.851 8.316.412.581 44.623.003.141 170.563.179 1.079.582.695.124 52.160.709.743 92.702.556.209 30.848.237.664 11.098.533
713.116.998 1.498.375.047 4.355.875.329 12.213.848.338 1.112.269.125 3.201.824.886 1.418.727.966 152.126.864
Biaya Pemungutan (Realisasi) 2006 2007 130.978.774.636 2.000.000.000 111.664.247.721 1.850.000.000 643.377.262 1.282.615.000 1.914.415.478 2.000.000.000 55.162.184.162 3.047.042.118 1.304.867.258.741 63.980.000.000 111.268.001.301 236.239.907.566 10.000.000.000 49.626.361.887 4.275.397.425 15.693.091.629 3.000.000.000
Rasio Efektifitas No.
Kabupaten
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Aceh Selatan Aceh Barat Aceh Tenggara Aceh Besar Aceh Tengah Aceh Utara Aceh Timur Aceh Tamiang Aceh Singkil Gayo Luwes Rata-Rata
2005 Rencana Realisasi 0 0,77 0 0,52 0 1,11 0 0,58 0 0,73 0 1,00 0 1,13 0 0,68 0 0,45 0 0,31 0 0,62
2006 Rencana Realisasi 0 0 0 0,31 0 0,81 0 1,3 0 1,01 0 2,17 0 1,04 0 0,76 0 0,86 0 0,46 0 0,96
1.393.265.892 1.757.531.934 5.584.164.311 2.937.731.897 1.122.259.831 3.516.151.966 612.941.808 325.964.873
Rasio Efisiensi 2007 Rencana Realisasi 0 0,82 0 0,80 0 0,81 0 0,79 0 0,72 0 1,12 0 0,32 0 0,64 0 0,37 0 1,06 0 0,74
2005 Rencana Realisasi 0 28,18 0 4,59 0 20,12 0 20,98 0 0,04 0 248,22 0 41,63 0 23,86 0 36,87 0 0,01 0 42,45
2006 Rencana Realisasi 46,6 0 1,05 0,47 0,31 18,83 1,13 0,40 0,73 10,91 10,2 74,9 0 49,83 2,55 54,65 0,75 19,96 21,66 21,85 9,44 27,9
2007 Rencana Realisasi 1,15 0,78 0,43 0,45 0,16 0,20 0,26 0,33 0,33 0,46 0,69 0,61 0 0 1,72 2,65 0,63 3,24 2,33 2,18 7,7 1,21
89 Lampiran iii
Perkembangan APBD Pemerintahan Kabupaten-kabupaten Yang berada dipropinsi NAD Tahun Anggaran 2005-2007 (dalam Rp.000) Sisa perhitungan Thn Lalu No.
PAD
Kabupaten
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Aceh Selatan Aceh Barat Aceh Tenggara Aceh Besar Aceh Tengah Aceh Utara Aceh Timur Aceh Tamiang Aceh Singkil Gayo Luwes
No
Kabupaten
2005
2006
2007
2005
2006
20.400.597.687 25.508.402.718 25.508.402.718 7.157.865.264 7.666.892.911 555.188.173.814 17.543.444.228 47.435.155.483 4.731.784.874 2.589.257.870
48.476.113.095 68.854.095.741 5.979.311.991 43.623.003.14 21.200.882.98 1.050.242.935.124 51.173.709.743 91.702.578.234 32.229.786.074 11.098.533
124.658.774.636 109.014.247.720 1.414.415.478 71.574.649.658 53.672.906.657 1.259.875.700.131 111.268.001.301 233.557.542.893 39.480.492.638 15.693.091.629
3.819.894.051 7.749.468.507 2.401.161.646 8.705.957.307 4.793.327.145 55.368.375.696 1.957.088.168 5.445.765.113 3.697.872.889 955.286.737
7.854.674.524 12.409.413.998 2.757.718.542 7.996.099.339 8.303.037.359 1.153.489.592.885 7.157.361.669 1.120.306.446 6.199.131.80 2.262.200.833
11.678.684.170 18.114.831.447 8.618.208.807 14.603.814.302 15.871.245.889 101.357.843.058 7.151.859.558 15.999.885.399 5.786.733.063 4.167.172.636
Sumbangan Daerah Otonom 2005 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Aceh Selatan Aceh Barat Aceh Tenggara Aceh Besar Aceh Tengah Aceh Utara Aceh Timur Aceh Tamiang Aceh Singkil Gayo Luwes
62.585.568.790 60.672.035.263 65.679.950.495 65.406.616.343 8.241.918.362 546.983.933.999 116.175.911.079 95.047.166.239 31.982.958.235 60.568.565.042
BHPBP 2006 65.192.329.864 60.116.835.347 62.697.765.197 67.739.259.783 56.280.242.747 1.037.669.523.271 125.091.704.977 104.174.220.063 50.404.160.942 66.846.660.975
2007
2005
2006
2007
50.466.378.789 46.579.532.458 38.951.726.221 49.788.877.179 31.554.907.302 449.625.112.139 107.846.165.058 79.862.350.933 38.198.952.296 50.412.125.494
16.991.171.904 13.185.246.085 9.781.595.212 28.814.494.789 42.551.198.924 401.530.444.100 4.468.813.189 14.409.074.680 39.207.748.860 8.097.912.456
14.991.065.749 17.575.404.133 14.864.623.936 31.223.353.099 24.713.936.127 338.616.770.643 6.383.828.470 16.154.412.618 19.579.153.302 8.128.830.773
20.884.666.142 17.892.854.766 25.195.746.409 27.460.958.038 35.402.915.271 282.050.785.527 22.654.877.106 70.626.364.553 32.226.467.637 5.542.725.139
90 No.
Kabupaten 2005
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Aceh Selatan Aceh Barat Aceh Tenggara Aceh Besar Aceh Tengah Aceh Utara Aceh Timur Aceh Tamiang Aceh Singkil Gayo Luwes Rata-rata
150.160.999.948 157.832.000.000 165.826.000.000 203.550.000.000 165.485.622.161 211.476.000.000 181.514.000.000 132.014.999.996 129.039.000.000 122.512.000.000
Bantuan (DAK/DAU) 2006 272.641.000.000 256.130.000.000 239.708.954.999 355.204.804.100 265.023.000.000 237.766.000.000 297.862.671.238 215.799.000.000 201.567.000.000 201.772.175.000
2007
2005
316.656.996.000 301.090.200.000 288.441.000.000 384.430.000.000 316.720.000.400 240.938.000.000 320.643.800.000 225.134.929.992 247.392.700.000 227.311.000.000
-
Pinjaman 2006 2007 -
-
2005
Rasio Kemandirian 2006
2007
2,22% 1,44% 4,91% 4,27% 0 26,18% 1,06% 4,09% 2,86% 0,75%
2,88% 1,08% 4,84% 2,25% 2,99% 47,47% 2,36% 0,51% 2,80% 1,08%
3,68% 0,48% 6,01% 3,79% 5,47% 42,06% 2,23% 7,11% 2,33% 1,83%
4,77%
6,81%
7,49%
93
Lampiran v
Perkembangan APBD Pemerintahan Kabupaten-kabupaten yang berada dipropinsi NAD Tahun Anggaran 2005-2007 (dalam Rp.000) Sisa perhitungan Thn Lalu No.
PAD
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Aceh Selatan Aceh Barat Aceh Tenggara Aceh Besar Aceh Tengah Aceh Utara Aceh Timur Aceh Tamiang Aceh Singkil Gayo Luwes
No
Kabupaten
2005
2006
2007
2005
2006
2007
2005
20.400.597.687 25.508.402.718 25.508.402.718 7.157.865.264 7.666.892.911 555.188.173.814 17.543.444.228 47.435.155.483 4.731.784.874 2.589.257.870
48.476.113.095 68.854.095.741 5.979.311.991 43.623.003.14 21.200.882.98 1.050.242.935.124 51.173.709.743 91.702.578.234 32.229.786.074 11.098.533
124.658.774.636 109.014.247.720 1.414.415.478 71.574.649.658 53.672.906.657 1.259.875.700.131 111.268.001.301 233.557.542.893 39.480.492.638 15.693.091.629
3.819.894.051 7.749.468.507 2.401.161.646 8.705.957.307 4.793.327.145 55.368.375.696 1.957.088.168 5.445.765.113 3.697.872.889 955.286.737
7.854.674.524 12.409.413.998 2.757.718.542 7.996.099.339 8.303.037.359 1.153.489.592.885 7.157.361.669 1.120.306.446 6.199.131.80 2.262.200.833
11.678.684.170 18.114.831.447 8.618.208.807 14.603.814.302 15.871.245.889 101.357.843.058 7.151.859.558 15.999.885.399 5.786.733.063 4.167.172.636
253.958.232.380 264.947.152.573 255.858.602.719 313.634.933.702 228.738.959.503 1.770.546.927.610 321.659.256.664 294.352.161.511 208.659.364.858 194.723.022.105
BHPBP
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jumlah Pendapatan
Kabupaten
Aceh Selatan Aceh Barat Aceh Tenggara Aceh Besar Aceh Tengah Aceh Utara Aceh Timur Aceh Tamiang Aceh Singkil Gayo Luwes
Sumbangan Daerah Otonom
2006
409.155.18 415.085.74 326.008.37 505.786.51 375.521.09 3.817.784.82 487.669.27 428.950.51 309.979.23 279.020.96
Jumlah Pendapatan
2005
2006
2007
2005
2006
2007
2007
62.585.568.790 60.672.035.263 65.679.950.495 65.406.616.343 8.241.918.362 546.983.933.999 116.175.911.079 95.047.166.239 31.982.958.235 60.568.565.042
65.192.329.864 60.116.835.347 62.697.765.197 67.739.259.783 56.280.242.747 1.037.669.523.271 125.091.704.977 104.174.220.063 50.404.160.942 66.846.660.975
50.466.378.789 46.579.532.458 38.951.726.221 49.788.877.179 31.554.907.302 449.625.112.139 107.846.165.058 79.862.350.933 38.198.952.296 50.412.125.494
16.991.171.904 13.185.246.085 9.781.595.212 28.814.494.789 42.551.198.924 401.530.444.100 4.468.813.189 14.409.074.680 39.207.748.860 8.097.912.456
14.991.065.749 17.575.404.133 14.864.623.936 31.223.353.099 24.713.936.127 338.616.770.643 6.383.828.470 16.154.412.618 19.579.153.302 8.128.830.773
20.884.666.142 17.892.854.766 25.195.746.409 27.460.958.038 35.402.915.271 282.050.785.527 22.654.877.106 70.626.364.553 32.226.467.637 5.542.725.139
524.345.499.737 492.691.666.391 362.621.096.915 547.858.299.177 453.221.975.519 2.333.847.440.855 569.564.703.023 625.181.073.770 363.085.345.634 303.126.114.898
94 Belanja Rutin No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pembayaran Pokok Angsuran Bunga
Aceh Selatan Aceh Barat Aceh Tenggara Aceh Besar Aceh Tengah Aceh Utara Aceh Timur Aceh Tamiang Aceh Singkil Gayo Luwes
2005
2006
2007
2005
2006
2007
2005
2006
2007
159.537.310.240 152.629.844.512 152.944.018.671 216.410.469.353 169.913.668.766 484.570.462.875 184.775.889.848 143.915.995.875 132.324.423.655 108.653.437.705
202.769.879.718 218.870.391.857 267.850.666.616 320.137.841.047 188.615.439.874 591.001.399.688 284.560.326.058 132.368.457.578 177.867.283.493 165.371.927.350
320.076.673.031 276.401.332.193 245.263.991.301 340.736.605.173 261.710.848.819 672.829.209.829 297.706.414.940 285.118.345.278 206.859.777.590 206.859.777.590
41.026.113.059 71.030.762.852 8.319.412.502 44.623.003.124 21.524.747.758 1.079.843.695.124 24.853.615.190 120.009.651.362 13.947.441.286 11.098.533
130.978.774.636 111.664.247.721 1.914.415.500 73.574.649.657 55.142.184.157 2.918.919.552.665 111.268.001.301 229.846.501.179 45.512.103.178 15.693.091.629
70.768.823.611 38.977.123.790 (1.167.212.831) 50.378.210.483 35.892.572.312 1.268.467.357.185 128.094.252.604 226.443.408.666 17.574.447.964 3.775.060.249
62,82% 57,61% 59,78 69,00 74,28% 23,37% 62,76% 44,74% 69,01% 55,80%
49,56% 52,73% 82,16% 63,30% 50,23% 15,48% 58,35% 30,86% 57,38% 59,27%
13,50% 7,91% (0,32%) 9,20% 7,92% 54,35% 22,49% 36,22% 4,84% 1,25%
Rata-rata
51,93% 15,73% 58,32% Rasio Belanja Pembangunan
Total Belanja Pembangunan No
Kabupaten 2005
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Rasio Belanja Rutin
Kabupaten
Aceh Selatan Aceh Barat Aceh Tenggara Aceh Besar Aceh Tengah Aceh Utara Aceh Timur Aceh Tamiang Aceh Singkil Gayo Luwes Rata-rata
Belanja Pembangunan 2006
53.394.809.081 41.286.545.209 94.595.171.546 52.601.461.227 37.300.542.979 206.132.769.611 84.772.656.473 57.733.609.427 45.486.703.539 86.058.485.867
75.406.528.878 84.551.109.641 56.243.292.571 112.074.028.757 131.763.475.182 307.863.869.580 91.840.948.738 66.735.558.604 86.599.845.447 97955947135
2007
2005
2006
2007
2006
2007
2007
133.500.003.095 177.313.210.408 118.524.318.445 156.858.299.177 155.618.554.388 392.541.873.841 143.764.036.226 113.619.319.826 138.651.120.080 128.487.882.506
253.958.232.380 264.947.152.573 255.858.602.719 313.634.933.704 228.738.959.503 1.770.546.927.610 294.402.161.511 321.659.256.664 191.758.568.480 194.723.022.105
409.155.183.232 415.085.749.219 326.008.374.219 505.786.519.461 375.521.099.213 3.817.784.821.923 487.669.276.097 428.950.517.361 309.979.232.118 279.020.966.114
524.345.499.737 492.691.666.391 362.621.096.915 547.858.299.177 453.221.975.519 2.333.847.440.855 569.564.703.023 625.181.073.770 363.085.345.634 303.126.114.898
21,03% 15,58% 36,97% 16,77% 16,31% 11,64% 28,79% 17,95% 23,72% 44,20%
18,43% 20,37% 17,25% 22,16% 35,09% 8,06% 18,83% 15,56% 27,94% 35,11%
25,46% 35,99% 32,69% 28,63% 34,34% 16,82% 25,24% 18,17% 38,19% 42,39%
23,30%
21,88%
29,79%
95
Lampiran vi
Perkembangan APBD Pemerintahan kabupaten-kabupaten yang berada dipropinsi NAD Tahun Anggaran 2005-2007 (dalam Rp.000)
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kabupaten Aceh Selatan Aceh Barat Aceh Tenggara Aceh Besar Aceh Tengah Aceh Utara Aceh Timur Aceh Tamiang Aceh Singkil Gayo Luwes Rata-rata
2005 3.819.894.051 5.783.729.958 2.401.161.646 8.705.957.306 4.793.327.145 54.527.661.334 1.957.088.168 5.445.765.113 3.697.872.889 955.286.737
PAD (Rencana) 2006 12.409.413.998 643.377.262 7.996.099.339 8.303.037.359 112.887.424.885 7.157.361.669 7.513.712.833 6.199.131.809 2.262.200.833
2007 11.678.684.170 18.114.831.447 8.618.208.807 14.603.814.302 15.871.245.889 101.357.843.058 7.151.859.558 15.999.885.399 5.786.733.063 4.167.172.636
2005 -
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kabupaten Aceh Selatan Aceh Barat Aceh Tenggara Aceh Besar Aceh Tengah Aceh Utara Aceh Timur Aceh Tamiang Aceh Singkil Gayo Luwes Rata-Rata
2005 253.958.232.380 264.947.152.573 255.858.602.719 313.634.933.702 228.738.959.503 1.770.546.927.610 321.659.256.664 294.352.161.511 208.659.364.858 194.723.022.105
Total Pendapatan 2006 409.155.183.232 415.085.749.219 326.008.374.665 505.786.519.461 375.521.099.213 3.817.784.821.923 487.669.276.097 428.950.517.361 309.979.232.118 279.020.966.114
2007 524.345.499.737 492.691.666.391 362.621.096.915 547.858.299.177 453.221.975.519 2.333.847.440.855 569.564.703.023 625.181.073.770 363.085.345.634 303.126.114.898
2005 -
Pertumbuhan PAD 2006 2007 51,37% 32,74% 37,55% 31,50% 12,93% 68,00% (8,88)% 45,25% 42,27% 47,69% 95,20% (1.038,04)% 72,66% (0,08)% (386,10)% 93,00% 40,35% 97,13% 57,77% 45,71% 1,51% (68,14)% Pertumbuhan Pendapatan 2006 2007 61,11 28,15 56,67 18,70 27,42 11,23 61,27 8,32 64,17 20,69 115,63 (38,87) 51,61 16,79 45,73 45,75 48,56 17,13 43,29 8,64 57,54% 13,65%
96 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kabupaten Aceh Selatan Aceh Barat Aceh Tenggara Aceh Besar Aceh Tengah Aceh Utara Aceh Timur Aceh Tamiang Aceh Singkil Gayo Luwes Rata-rata
2005 159.537.310.240 152.629.844.512 152.944.018.671 216.410.469.353 169.913.668.766 484.570.462.875 184.775.889.848 143.915.995.875 132.324.423.655 108.653.437.705
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kabupaten Aceh Selatan Aceh Barat Aceh Tenggara Aceh Besar Aceh Tengah Aceh Utara Aceh Timur Aceh Tamiang Aceh Singkil Gayo Luwes Rata-Rata
2005 53.394.809.081 41.286.545.209 94.595.171.546 52.601.461.227 37.300.542.979 206.132.769.611 84.772.656.473 57.733.609.427 45.486.703.539 86.058.485.867
Belanja rutin 2006 202.769.879.718 218.870.391.857 267.850.666.616 320.137.841.047 188.615.439.874 591.001.399.688 284.560.326.058 132.368.457.578 177.867.283.493 165.371.927.350
2007 320.076.673.031 276.401.332.193 245.263.991.301 340.736.605.173 261.710.848.819 672.829.209.829 297.706.414.940 285.118.345.278 206.859.777.590 206.859.777.590
Belanja Pembangunan 2006 2007 75.406.528.878 133.500.003.095 84.551.109.641 177.313.210.408 56.243.292.571 118.524.318.445 112.074.028.757 156.858.299.177 131.763.475.182 155.618.554.388 307.863.869.580 392.541.873.841 91.840.948.738 143.764.036.226 66.735.558.604 113.619.319.826 86.599.845.447 138.651.120.080 97955947135 128.487.882.506
2005 -
Pertumbuhan Belanja Rutin 2006 21,32% 30,26% 42,90% 32,40% 9,92% 18,01% 35,07% (8,72)% 25,60% 34,30% 24,11%
2007 36,65% 20,81% (9,21)% 6,05% 27,93% 12,16% 4,42% 53,57% 14,02% 3,21% 16,96%
2005 -
Pertumbuhan Belanja Pembangunan 2006 29,19% 51,17% (68,19)% 53,07% 71,69% 33,04% 7,70% 13,49% 47,47% 12,15% 25,08%
2007 43,52% 53,32% 52,55% 28,55% 15,33% 21,57% 36,12% 41,26% 37,54% 23,76% 32,50%
88
Lampiran ii
Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal Pada Pemerintahan Kabupaten-Kabupaten diPropinsi NAD Tahun Anggaran 2005-2007 (dalam Rp.000)
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kabupaten Aceh Selatan Aceh Barat Aceh Tenggara Aceh Besar Aceh Tengah Aceh Utara Aceh Timur Aceh Tamiang Aceh Singkil Gayo Luwes
2005 3.819.894.051 5.783.729.958 2.401.161.646 8.705.957.306 4.793.327.145 54.527.661.334 1.957.088.168 5.445.765.113 3.697.872.889 955.286.737
PAD (Realisasi) 2006 7.854.674.524 12.409.413.998 2.757.718.542 7.996.099.339 8.303.037.359 1.153.489.592.885 7.157.361.669 1.120.306.446 6.199.131.80 2.262.200.833
2007 11.678.684.170 18.114.831.447 8.618.208.807 14.603.814.302 15.871.245.889 101.357.843.058 7.151.859.558 15.999.885.399 5.786.733.063 4.167.172.636
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kabupaten Aceh Selatan Aceh Barat Aceh Tenggara Aceh Besar Aceh Tengah Aceh Utara Aceh Timur Aceh Tamiang Aceh Singkil Gayo Luwes Rata-rata 1 Rata-rata 2
2005 253.958.232.380 264.947.152.573 255.858.602.719 313.634.933.702 228.738.959.503 1.770.546.927.610 321.659.256.664 294.352.161.511 208.659.364.858 194.723.022.105
Total Pendapatan 2006 409.155.183.232 415.085.749.219 326.008.374.665 505.786.519.461 375.521.099.213 3.817.784.821.923 487.669.276.097 428.950.517.361 309.979.232.118 279.020.966.114
2007 524.345.499.737 492.691.666.391 362.621.096.915 547.858.299.177 453.221.975.519 2.333.847.440.855 569.564.703.023 625.181.073.770 363.085.345.634 303.126.114.898
2005 62.585.568.790 60.672.035.263 65.679.950.495 65.406.616.343 8.241.918.362 546.983.933.999 116.175.911.079 95.047.166.239 31.982.958.235 60.568.565.042
BHPBP 2006 65.192.329.864 60.116.835.347 62.697.765.197 67.739.259.783 56.280.242.747 1.037.669.523.271 125.091.704.977 104.174.220.063 50.404.160.942 66.846.660.975
Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal 2005 2006 2007 1,56% 2,17% 2,92% 0,98% 0,86% 2,38% 3,23% 3,58% 4,72% 2,84% 2,62% 3,06% 2,16% 2,34% 3,97% 4,55% 9,78% 9,43% 0,16% 1,63% 1,56% 2,20% 2,18% 4,08% 1,81% 2,23% 1,78% 0,49% 0,81% 1,44% 1,99% 2,82% 3,53%
2005 25,69% 26,95% 25,33% 21,34% 45% 38,20% 38,49% 15,68% 31,52% 26,82%
2007 50.466.378.789 46.579.532.458 38.951.726.221 49.788.877.179 31.554.907.302 449.625.112.139 107.846.165.058 79.862.350.933 38.198.952.296 50.412.125.494 Rasio BHPBP 2006 2007 18,07% 12,62% 19,59% 10,78% 17,36% 12,14% 14,65% 10,45% 15,88% 7,89% 40,24% 41,86% 28,66% 23,53% 30,31% 20,39% 18,14% 11,80% 23,95% 17,53% 22,68%
16,89%