1
SKRIPSI
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN REMPAH PASAR DAN BUBUK REMPAH PABRIK DENGAN METODE POLIFENOL DAN UJI AOM (ACTIVE OXYGEN METHOD)
Oleh: FANY NELY F24102129
2007 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Fany Nely F24102129. Aktivitas Antioksidan Rempah Pasar Dan Bubuk Rempah Pabrik Dengan Metode Polifenol Dan Uji AOM (Active Oxygen Method) di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, MSc.
RINGKASAN Rempah-rempah umumnya mengandung komponen bioaktif yang bersifat antioksidan dan memiliki kandungan antioksidan yang lebih banyak dibandingkan dengan buah dan sayuran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan membandingkan kadar polifenol antara rempah pasar dan rempah pabrik dengan pelarut etanol dan uji aktivitas antioksidan terhadap minyak dengan alat rancimat. Sampel rempah-rempah yang digunakan sebanyak enam sampel, yaitu jinten, ketumbar, lada putih, lada hitam, kayu manis, dan biji pala. Sampel dibandingkan antara sampel pasar dan pabrik. Pengujian dilakukan dengan mengesktrak sampel dengan etanol menggunakan refluks pada suhu 50oC, menghitung kadar polifenol di dalam rempah, dan uji antioksidan untuk menentukan periode induksi dari metode AOM (Active Oxygen Method) dengan alat rancimat. Pengukuran kadar polifenol dilakukan dengan menggunakan metode folin ciacalteu, dengan standar asam galat. Hasil uji polifenol menunjukkan bahwa untuk sampel rempah pasar, konsentrasi polifenol tertinggi adalah kayu manis sebesar 131.24 mg asam galat/g bubuk kering, dan terkecil adalah ketumbar sebesar 4.07 mg asam galat/g bubuk kering. Untuk sampel rempah pabrik, konsentrasi polifenol tertinggi adalah kayu manis sebesar 475.49 mg asam galat/g bubuk kering dan terkecil adalah lada putih sebesar 9.60 mg asam galat/g bubuk kering. Uji antioksidan dengan alat rancimat pada suhu 100oC dilakukan dengan menggunakan minyak kedelai Happy Salad Oil. Sebagai pembanding, dilakukan uji terhadap antioksidan sintetik BHT (Butyl Hydroxy Toluene) sehingga diketahui persentase faktor protektif. Sampel rempah pasar dengan faktor protektif terbesar adalah biji pala sebesar 58.98% dan terkecil adalah jinten sebesar 0.70%. Sedangkan untuk sampel rempah pabrik, faktor protektif terbesar adalah biji pala sebesar 50.88% dan terkecil adalah ketumbar sebesar 2.16%. Terdapat kencenderungan dimana kandungan polifenol yang tinggi maka menghasilkan faktor protektif yang tinggi pula, kecuali untuk sampel kayu manis dimana kandungan polifenol yang tinggi ternyata menghasilkan faktor protektif yang rendah
2
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN REMPAH PASAR DAN BUBUK REMPAH PABRIK DENGAN METODE POLIFENOL DAN UJI AOM (ACTIVE OXYGEN METHOD)
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh FANY NELY F 24102129
2007 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
3
Fany Nely F24102129. Aktivitas Antioksidan Rempah Pasar Dan Bubuk Rempah Pabrik Dengan Metode Polifenol Dan Uji AOM (Active Oxygen Method) di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, MSc.
ABSTRAK Rempah-rempah umumnya mengandung komponen bioaktif yang bersifat antioksidan dan memiliki kandungan antioksidan yang lebih banyak dibandingkan dengan buah dan sayuran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan membandingkan kadar polifenol antara rempah pasar dan rempah pabrik dengan pelarut etanol dan uji aktivitas antioksidan terhadap minyak dengan alat rancimat. Sampel rempah-rempah yang digunakan sebanyak enam sampel, yaitu jinten, ketumbar, lada putih, lada hitam, kayu manis, dan biji pala. Sampel dibandingkan antara sampel pasar dan pabrik. Pengujian dilakukan dengan mengesktrak sampel dengan etanol menggunakan refluks pada suhu 50oC, menghitung kadar polifenol di dalam rempah, dan uji antioksidan untuk menentukan periode induksi dari metode AOM (Active Oxygen Method) dengan alat rancimat. Pengukuran kadar polifenol dilakukan dengan menggunakan metode folin ciacalteu, dengan standar asam galat. Hasil uji polifenol menunjukkan bahwa untuk sampel rempah pasar, konsentrasi polifenol tertinggi adalah kayu manis sebesar 131.24 mg asam galat/g bubuk kering, dan terkecil adalah ketumbar sebesar 4.07 mg asam galat/g bubuk kering. Untuk sampel rempah pabrik, konsentrasi polifenol tertinggi adalah kayu manis sebesar 475.49 mg asam galat/g bubuk kering dan terkecil adalah lada putih sebesar 9.60 mg asam galat/g bubuk kering. Uji antioksidan dengan alat rancimat pada suhu 100oC dilakukan dengan menggunakan minyak kedelai Happy Salad Oil. Sebagai pembanding, dilakukan uji terhadap antioksidan sintetik BHT (Butyl Hydroxy Toluene) sehingga diketahui persentase faktor protektif. Sampel rempah pasar dengan faktor protektif terbesar adalah biji pala sebesar 58.98% dan terkecil adalah jinten sebesar 0.70%. Sedangkan untuk sampel rempah pabrik, faktor protektif terbesar adalah biji pala sebesar 50.88% dan terkecil adalah ketumbar sebesar 2.16%. Terdapat kencenderungan dimana kandungan polifenol yang tinggi maka menghasilkan faktor protektif yang tinggi pula, kecuali untuk sampel kayu manis dimana kandungan polifenol yang tinggi ternyata menghasilkan faktor protektif yang rendah.
4
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN REMPAH PASAR DAN BUBUK REMPAH PABRIK DENGAN METODE POLIFENOL DAN UJI AOM (ACTIVE OXYGEN METHOD) SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh FANY NELY F 24102129 Dilahirkan pada tanggal 6 Mei 1984 di Jakarta Tanggal Lulus : 22 Agustus 2007 Menyetujui, Bogor, 26 Agustus 2007
Prof. Dr. Ir. H. Dedi Fardiaz, MSc Pembibing Akademik Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
5
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Fany Nely dan dilahirkan di Jakarta pada tanggal 6 Mei 1984. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari Ibu Rosalina. Penulis memulai pendidikan SD di SD Santo Leo, Jakarta tahun
pada
1990-1996. Kemudian penulis melanjutkan ke
SMP Santo Yoseph, Jakarta pada tahun 1996-1999 dan SMU Kristen 3, Jakarta pada tahun 1999-2002. Penulis diterima di IPB di Departemen Teknologi Pangan dan Gizi melalui jalur SPMB pada tahun 2002. Selama kuliah, penulis pernah bergabung sebagai Seksi Humas dan Sekretaris II Keluarga Mahasiswa Buddhis Addhithana IPB. Penulis juga pernah menjadi Asisten mata kuliah Agama Buddha tahun 2003 dan asisten Praktikum Kimia Dasar I tahun 2004. Penulis pernah melakukan Praktek Kerja Lapang di Aerowisata Catering Service Tanggerang di bagian Kitchen & Hygiene Departement pada tahun 2005 dengan tema : Mempelajari Proses Produksi Makanan Katering dan Penerapan HACCP (Hazard Analytical Critical Control Point) di PT. Aerowisata Catering Service, Cengkareng, Banten dan menjadi salah satu penerima beasiswa dari JASSO (Japan Student Services Organization) dalam program pertukaran pelajar URSEP (University of The Ryukyus Student Exchange Program) 2005-2006 di Okinawa, Jepang. Pada penyelesaian tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul : Aktivitas Antioksidan Rempah Pasar dan Rempah Pabrik dengan Uji Polifenol dan Uji AOM (Active Oxygen Method) di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. H. Dedi Fardiaz, M.Sc
6
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat, karunia dan nikmat yang senantiasa diberikan kepada penulis. Penulis dapat menyelesaikan kegiatan magang dan skripsi ini dengan segala kemudahan, kelancaran, bantuan, pertolongan serta bimbingan dan petunjuk dariNya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis, yaitu : 1. Mama, Rosalina, dan Cici, Leny Erny, yang sangat saya cintai, yang selalu mendukung dalam semua hal dengan penuh kasih sayang. 2. Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc selaku pembimbing akademik yang selalu menyediakan waktu, memberikan wawasan, pandangan dan semangat selama menimba ilmu di IPB. 3. Dr. Ir. M. Arpah, M.Si selaku dosen penguji yang bersedia menyediakan waktu untuk menguji sidang penulis dan memberikan saran-saran untuk perbaikan skripsi. 4. Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc selaku dosen penguji yang menyediakan waktunya untuk menguji penulis dan memberikan masukan-masukan untuk mendukung penulisan skripsi. 5. Anak-anak Pubi: Elvina Yohana, Nurul Kartika Sari, Tissa Eritha, Elsadora R.M, Ratry Padmaningtyas, Inggrid Koes, Farah Sitaresmi, dan Syarifah Zarina atas segala kebersamaan, kegembiraan, dan dukungan selama masa-masa kuliah. 6. Anak-anak KMBA 39: Shinta, Inan, Y.L. Robin, Edi. C, Andi, Pocil, Lisa, Nia, Leo, Vivi, Edi. S, dan Fenni, serta adik kelasku Linda dan Mega yang telah membantuku dalam mengenal lebih jauh mengenai agama Buddha. 7. Christine, teman seperjuanganku dalam penelitian dari awal sampai akhir, Yasuo yang selalu memberikan dukungan, Papang, 39 tersisa yang masih sering kelihatan di kampus, teman sebimbinganku Iqbal Fauzi, Susanto, dan
7
Gading yang selalu membantu, serta Hanna Sibarani, teman seperjuangan yang cuti bareng,. 8. Anak-anak golongan D: Yeye (teman sekelompok D5 bersama Tukep dan Nuy), Inal, Nya2, Arvi, Kiki, Pretty, Shinta, Akew, Ana, Risna, Stut, Dikres, Hansib, Beta, Woro, Meilina, dan Nanda. 9. Angkatan 39: Ijal, Ulik, Tojay, Tono, Ami, dan teman-teman ITP 39 lainnya, serta teman satu kamarku di asrama, Nana dan Ayu.. 10. Teman-teman Angkatan 40 dan 41: Andreas, Anis, Pauline, Ajik, Ratna, Paula, Andrea, Oneth, Agnes, Meiko, Andal, Dian, Martin, Abdi, Bebe, Wylin, Cece, Titin, Azis, dan teman-teman lain yang namanya tidak dapat saya cantumkan semuanya. 11. Laboran-laboran di Departemen ITP, Pak Sobirin, Pak Yahya, Pak Wachid, Pak Koko, Bu Rubiah, dan Pak Gatot yang telah membantu selama melakukan penelitian. 12. Teman-teman semuanya yang namanya tidak dapat saya sebutkan satu per satu buat semua dukungan yang kalian berikan Penulis menyadari banyak ketidaksempurnaan dalam skripsi ini sehingga kritik dan saran akan sangat membantu memperbaiki skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat untuk semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Juni 2007 Penulis
8
DAFTAR ISI Hal KATA PENGANTAR ...................................................................................... vi DAFTAR ISI..................................................................................................... viii DAFTAR TABEL............................................................................................. x DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xi DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xii I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG .......................................................................... 1 B. TUJUAN ............................................................................................... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Rempah sebagai sumber antioksidan ..................................................... 3 B. Jinten (Cuminum cyminum L.) ............................................................... 4 C. Kayu manis (Cinnamon burmanii)......................................................... 5 D. Ketumbar (Coriandrum sativum) ........................................................... 6 E. Lada putih (Piper ningrum Linn)......................................................... 7 F. Lada hitam (Piper nigrum Linn)............................................................. 8 G. Biji Pala (Myristica fragarans Houtt) .................................................... 9 H. Ekstraksi rempah-rempah dengan etanol ............................................... 10 I. Uji Polifenol dengan metode folin coicalteu ........................................... 11 J. Uji aktivitas antioksidan dengan alat rancimat........................................ 12 III. BAHAN DAN METODE A. BAHAN DAN ALAT ............................................................................ 14 1. Bahan ................................................................................................ 14 2. Alat.................................................................................................... 14 B. METODE PENELITIAN ....................................................................... 14 1. Kadar air............................................................................................ 14 2. Ekstraksi sampel................................................................................ 15 3. Uji kandungan polifenol.................................................................... 15 4. Uji AOM (Active Oxygen Method) dengan rancimat ...................... 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
9
A. Kadar polifenol....................................................................................... 19 B. Faktor protektif diukur dengan alat rancimat ......................................... 23 C. Korelasi polifenol dan aktivitas antioksidan .......................................... 30 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ..................................................................................... 34 B. SARAN ................................................................................................. 35 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 36 LAMPIRAN...................................................................................................... 41
10
DAFTAR TABEL Hal Tabel 1. Pemilihan minyak awal menggunakan alat rancimat (100oC).............. 24 Tabel 2. Perbandingan faktor protektif dengan kandungan polifenol rempah.... 32
11
DAFTAR GAMBAR Hal Gambar 1. Jinten (Cuminum cyminum L.) bentuk pasar dan pabrik................. 5 Gambar 2. Kayu manis (Cinnamon burmanii) bentuk pasar dan pabrik .......... 6 Gambar 3. Ketumbar (Coriandrum sativum) bentuk pasar dan pabrik............. 7 Gambar 4. Lada putih (Piper ningrum Linn) bentuk pasar dan pabrik............. 7 Gambar 5. Lada hitam (Piper ningrum Linn) bentuk pasar dan pabrik............ 8 Gambar 6. Biji Pala (Myristica fragarans Houtt) bentuk pasar dan pabrik...... 10 Gambar 7. Diagram ekstraksi sampel ............................................................... 15 Gambar 8. Diagram uji kandungan polifenol.................................................... 16 Gambar 9. Uji AOM dengan alat rancimat ....................................................... 17 Gambar 10 Asam galat...................................................................................... 20 Gambar 11 Kurva standar asam galat ............................................................... 20 Gambar 12. Polifenol sampel rempah pasar dan rempah pabrik ...................... 21 Gambar 13. Sistem kerja AOM dengan alat rancimat ...................................... 24 Gambar 14. Empat jenis minyak untuk uji AOM dengan alat rancimat........... 25 Gambar 15. BHT (Butylated Hydroxy Toluene) ............................................... 26 Gambar 16. Perbandingan faktor protektif rempah pasar dan pabrik ............... 27 Gambar 17. Korelasi faktor protektif dengan kandungan polifenol ................. 31
12
DAFTAR LAMPIRAN Hal Lampiran 1. Kadar air rempah pasar dan rempah pabrik.............................. 40
13
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Antioksidan adalah suatu senyawa kimia yang dapat mengurangi tingkat reaksi oksidasi yang melibatkan transfer elektron dari suatu senyawa ke agen pengoksidasi. Antioksidan menghambat perkembangan off flavor dengan memperpanjang periode waktu induksi. Karena hal itu, antioksidan telah digunakan secara luas sebagai bahan aditif dalam minyak dan lemak, dan dalam proses pengolahan pangan (Shi et al., 2001). Antioksidan dapat berfungsi untuk menangkal radikal bebas, membentuk kompleks dengan logam pro-oksidan, bahan pereduksi dan memutuskan formulasi oksigen singlet sehingga melindungi tubuh dari penyakit degeneratif seperti kanker, penyakit jantung koroner, dan diabetes (Antara dan Rita, 2006). Seiring dengan berkembangnya data eksperimen, klinis, dan epidemilogika yang menunjukkan efek keuntungan antioksidan terhadap oxidative stress-induced degenerative dan penyakit akibat umur, kanker, dan penuaan, peran dan pentingnya antioksidan telah mejadi perhatian dunia (Shi et al., 2001). Antioksidan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu antioksidan sintetik dan alami. Beberapa antioksidan sintetik adalah BHA (Butylated Hydroxy Anisol), BHT (Butylated Hydroxy Toluene), TBHQ (Tertiatry Butyl Hidroquinone), dan PG (Propyl Gallate). Penggunaan antioksidan alami sudah terkenal sejak waktu yang lama, yaitu di dalam proses pengasapan dan pemberian bumbu untuk mengawetkan makanan dan mencegah efek ketengikan serta kerusakan. Antioksidan alami bersifat lebih sehat dan aman dibandingkan dengan antioksidan sintetik. Antioksidan alami dapat ditemukan di hampir semua tanaman, mikroorganisme, fungi, dan bahkan jaringan hewan (Yanishlieva, 2001). Beberapa penelitian telah terbukti bahwa ternyata BHA dan BHT dapat menyebabkan tumor di bagian perut dan hati tikus. Sampai sekarang ini, sudah banyak negara yang melarang adanya penggunaan antioksidan sintetik ke dalam bahan pangan. Seperti misalnya pelarangan BHA di Jepang karena
14
terbukti menyebabkan kanker tumor pada forestomach tikus dan hamster, dan pelarangan BHT di Romania yang terbukti bahwa ketika BHT yang ditambahkan ke dalam lemak dapat menyebabkan masalah pada kemampuan detoksifikasi hati (Howley, 2001). Buah dan sayuran sudah lama dikenal sebagai sumber pangan yang kaya akan komponen antioksidan. Selama bertahun-tahun, ahli kesehatan telah banyak menyarankan untuk banyak memakan buah dan sayuran guna meningkatkan pemasukkan antioksidan bagi tubuh. Tetapi menurut penelitipeneliti, perkembangan hal tersebut sangatlah lambat. Selain buah dan sayuran, bahan alami lain yang banyak mengandung antioksidan adalah rempah-rempah. Indonesia adalah negara yang kaya akan jenis rempah-rempah. Rempah-rempah umumnya mengandung komponen bioaktif yang bersifat antioksidan (zat pencegah radikal bebas yang menimbulkan kerusakan pada sel-sel tubuh), dan dapat berinteraksi dengan reaksi-reaksi fisiologis, sehingga mempunyai kapasitas antimikroba, anti pertumbuhan sel kanker, dan sebagainya. Menurut Wang di dalam Anonim (2002), rempah-rempah memiliki kandungan antioksidan yang lebih banyak dibandingkan dengan buah dan sayuran. B. Tujuan penelitian Tujuan
dari
penelitian
ini
adalah
untuk
menganalisis
dan
membandingkan aktivitas antioksidan dari rempah pasar dalam bentuk kasar seperti yang dijual di pasar pada umumnya dan rempah pabrik dalam bentuk bubuk halus dengan menggunakan metode polifenol dengan pelarut etanol dan uji aktivitas antioksidan dengan alat rancimat pada suhu 100oC.
15
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Rempah sebagai sumber antioksidan Kata rempah-rempah diturunkan dari bahasa Latin, yaitu spices aromatacea yang berarti buah-buahan bumi (Farrell, 1990). Rempah-rempah dalam Webster’s New World Dictionary adalah hasil tumbuh-tumbuhan yang beraroma khas, misalnya lada, kayu manis, jahe, temulawak, kayu secang, laos, kapulaga, dan sebagainya yang dimanfaatkan untuk meningkatkan citarasa makanan, menambah aroma sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan selera yang menikmatinya. The American Spice Trade Association menyatakan bahwa rempah-rempah adalah segala bahan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, yang pada dasarnya dimanfaatkan untuk memberi citarasa berbagai jenis makanan atau minuman (Rismunandar, 1992). Bahan rempah-rempah dapat dihasilkan dari umbi, biji, kulit batang, bunga, daun, dan buah. Rempah-rempah yang merupakan umbi atau rimpang misalnya jahe, kunyit, temulawak, kencur, dan sebagainya. Rempah yang berasal dari biji misalnya pala, kemiri, kapol, dan lain-lain. Kayu manis dan kayu secang merupakan rempah yang berasal dari kulit pohon. Rempah yang berasal dari bunga misalnya cengkeh. Rempah yang berasal dari buah misalnya lada (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Banyak cara yang digunakan untuk mengkonsumsi rempah-rempah sebagai sumber antioksidan tanpa adanya tambahan kalori di dalam makanan secara keseluruhan, yaitu dengan meminum ekstrak rempah, minyak ekstraksi rempah, dan bentuk bubuk atau daun yang dicampurkan ke dalam makanan sebagai bumbu (Anonim, 2002). Rempah-rempah telah menjadi sangat penting dalam hal antioksidan. Untuk waktu yang lama, keuntungan dari rempah-rempah tertentu di dalam stabilitas lemak telah diketahui. Antioksidan rempah yang paling potensial secara umum yang dikenal adalah rosemary dan sage. Keefektifan rempah-rempah sebagai antioksidan tidak hanya tergantung pada varietas dan kualitas, tetapi juga pada kondisi substrat dan penyimpanan. Ekstrak antioksidan secara komersial terdapat dalam bentuk bubuk. Tergantung dari
16
komponen aktif yang dimiliki, penggunaannya direkomendasikan pada level antara 200 sampai 1000 mg/kg terhadap produk pangan yang distabilkan. Secara umum, bentuk bubuk bersifat dapat terdispersi di dalam lemak dan minyak, tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik (Schuler, 1990). Setidaknya
30
jenis
rempah-rempah
mempunyai
kandungan
antioksidan. Komponen antioksidan yang bervariasi, umumnya fenolik, dari ekstrak rempah- rempah telah diketahui jenisnya. Dua jenis komponen antioksidan yang paling banyak ditemukan adalah asam galat dan eugenol yang ditemukan di cengkeh. Menurut FAO/WHO Joint Expert Committe on Food Additives telah mengeluarkan daftar 29 komponen antioksidan (Kochhar dan Rossell, 1990). Beberapa senyawa antioksidan, terutama fenolik, dari ekstrak berbagai rempah-rempah yang telah teridentifikasi. Contoh lainnya yaitu carnosol, asam karnosik, rosmanol, asam rosmarinat, rosmaridifenol sosmarikuinon, beta karoten, quinat, asam kafeat, asam ferulat, gosipol, asam galat, eugenol, sesamol, sesamin, kurkumin, gama tokoferol, brazilin, gingerol,
dan
lain-lain.
Selain
senyawa
fenolik,
flavonol
dalam
rempah-rempah dan tumbuhan dapat berfungsi pula sebagai antioksidan (Kochhar dan Rossell, 1990). B. Jinten (Cuminum cyminum L.) Jinten termasuk dalam famili Ranunculaceae yang tumbuh liar di daerah Mediterania dan Asia. Biji jinten digunakan sebagai bumbu dan obat tradisional di Asia Timur. Banyak penelitian telah membuktikan bahwa senyawa fenolik yang terkandung pada jinten memilki aktivitas esterogenik serta sifat-sifat medis dan farmakologi yang menguntungkan seperti antibakteri,
analgesik,
antiinflamasi,
antifungal,
antihipertensi,
dan
antioksid (Rchid et al., 2004). Menurut penelitian yang dilakukan Gachkar et al. (2006), minyak esensial Cuminum cyminum merupakan salah satu ekstrak yang berperan penting dalam aktivitas antiomikroba dan memiliki kemampuan untuk
17
menetralisir radikal bebas dan mencegah oksidasi asam lemak tidak jenuh. Satyanarayana et al. (2003) menyatakan, jumlah jinten yang diperlukan untuk menghambat 50% peroksida lemak adalah 4300 µg, dan untuk menghambat 50% hidroksi radikal adalah 470 µg. Komponen antioksidan yang banyak terdapat di dalamnya antara lain tyhmoquinone, carvacrol (Machmudah et al., 2005), dan cuminaldehid. Gambar 1 berikut adalah bentuk jinten yang digunakan dalam penelitian.
Gambar 1. Jinten (Cuminum cyminum L.) bentuk pasar dan pabrik C. Kayu manis (Cinnamon burmanii) Kayu manis, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2, adalah batang kering pohon laurel jenis cassia dari famili Cinnamomum. Kayu manis bubuk banyak digunakan sebagai bunbu dalam pemanggangan roti dan memiliki aroma yang lebih kuat daripada bentuk batang. Kayu manis batang dibuat dari ranting pohon panjang yang digulung, dipress dan dikeringkan. Kayu manis bubuk mempunyai masa simpan kira-kira enam bulan dan kayu manis batang dapat tetap segar selama penyimpanan satu tahun. Rasa dan aroma kayu manis adalah manis, beraroma kayu baik dalam bentuk bubuk maupun bentuk batang (Anonim, 2006a). Flavor dari kayu manis ini disebabkan karena adanya minyak esensial sebesar 0.5-1% komposisi. Rasa pungent disebabkan karena aldehida sinnamik atau sinnamaldehida dan seiiring dengan penyerapan oksiden, batang kayu manis menjadi lebih gelap dan komponen resin berkembang. Komponen kimia dari minyak esensial tersebut termasuk etil sinamat, eugenol, sinnamaldehid, β-caryophyllene, linalool, dan metil kavikol (Anonim, 2006a).
18
Kayu manis memiliki kapasitas antioksidan yang tinggi terutama senyawa antioksidan glutation (Stephenz, 2003) dan minyak esensialnya memiliki sifat antimikroba. Sifat dari kayu manis ini dapat meningkatkan umur simpan suatu produk pangan. Kayu manis dapat digunakan sebagai penangkal serangga dan berperan dalam membantu menurunkan penyakit tekanan darah tinggi (Anonim, 2006a). Menurut Anonim (2007b), minyak batang kayu manis memiliki kandungan aldehid terutama sinamaldehid sebesar 51.8-56% dan fenol (eugenol) sebesar 14-18%.
Gambar 2. Kayu manis (Cinnamon burmanii) bentuk pasar dan pabrik D. Ketumbar (Coriandrum sativum) Ketumbar termasuk dalam famili Apiaceae. Nama ketumbar (coriander) berasal dari bahasa Yunani, yaitu koris, yang berarti serangga tanaman. Disebut demikian karena pada saat bijinya belum matang dan daunnya dihancurkan, menghasilkan bau yang mirip dengan bau serangga tanaman yang dihancurkan (Anonim, 2004). Bentuk ketumbar adalah biji kecil-kecil sebesar 1-2 mm dengan biji berongga sehingga terasa ringan. Warna luar biji ketumbar adalah coklat muda, ada yang agak tua atau gradasi warna coklat, sedangkan bagian dalamnya bewarna kuning muda. Ketumbar sering ditambahkan pada makanan untuk menambahkan rasa gurih, misalnya pada tempe goreng sebagai bumbu perendam. Gambar 3 adalah bentuk ketumbar yang digunakan dalam penelitian. Menurut Wangensteen et al. (2004), daun ketumbar memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan bijinya, dan
19
pada kedua bagian tersebut, etil asetat memiliki kontribusi aktivitas antioksidan yang paling kuat. Penambahan ketumbar ke dalam makanan akan meningkatkan komponen antioksidan dan memiliki potensi sebagai antioksidan alami yang menghambat proses oksidasi yang tidak diinginkan.
Gambar 3. Ketumbar (Coriandrum sativum) bentuk pasar dan pabrik
E. Lada putih (Piper ningrum Linn) Lada, Piper ningrum Linn, merupakan tanaman dari famili Piperaceae dan biasa ditanam di halamamn dan kebun yang bertanak subur dangembur. Di Indonesia, tanaman ini sering dijumpai di daerah Bangka, Lampung, Kalimantan, dan Aceh. Lada putih merupakan tanaman memanjat dengan panjang sekitar 10 m, daun berbentuk bulat telur, dan bunga berbulir-bulir saling berhadapan dengan daunnya. Bedanya dengan lada hitam adalah buahnya diambil pada saat sudah matang. Gambar lada putih dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Lada putih (Piper ningrum Linn) bentuk pasar dan pabrik Bagian tanaman yang dimanfaatkan adalah bagian buahnya. Komponen kimia yang terkandung di dalam lada putih adalah piperin, piperidin, lemak, asam piperat, chavisin, dan minyak terbang yang terdiri dari felanden, kariofilen, dan terpen-terpen (Achyad dan Rasyidah, 2000). Minyak esensial pada lada putih hanya terdapat dalam jumlah yang sangat
20
sedikit yaitu sekitar 1%. Ketajaman aroma lada putih lebih menyengat tetapi kurang memiliki aroma dibandingkan dengan lada hitam dan lada hijau (Anonim, 2006b). Lada putih banyak digunakan sebagai bumbu masakan di dalam makanan yang tidak menginginkan kontaminan penampakan. Menurut Martinez et al. (2006), lada hitam dan lada putih dapat menghambat diskolorisasi dengan sedikit modifikasi warna sosis, dan juga mencegah oksidasi lipid yang mengarah kepada penghambatan formasi off odor, terutama lada hitam. Selain itu, lada juga menghambat pertumbuhan mikroba saat ditambahkan dengan konsentrasi yang tinggi (1% Piper dan 2% Capsicum). F. Lada hitam (Piper nigrum Linn) Lada hitam merupakan tanaman yang berasal dari famili Piperacea yang ditanam untuk diambil buahnya, dimana biasa digunakan sebagai bumbu dan seasoning. Lada hitam dihasilkan dari tanaman lada yang masih hijau (belum matang). Buah yang belum matang ini dimasak sebentar di air panas dengan maksud membersihkan dan merupakan tahap persiapan untuk dikeringkan. Panas yang diberikan merusak dinding sel buah dan mempercepat proses pencoklatan enzimatis selama pengeringan. Buah ini kemudian dikeringkan di bawah matahari atau dengan mesin selama beberapa hari. Selama itu, buah di sekitar biji akan mengkerut dan menggelap menjadi lapisan tipis dan mengkerut di sekitar biji menjadi yang disebut dengan lada hitam (Anonim, 2006c).
Gambar 5. Lada hitam (Piper ningrum Linn) bentuk pasar dan pabrik
21
Bentuk dari lada hitam adalah globular, kecil, dan mengkerut. Lada hitam ini mempunyai bau aromatik yang penetrasi dan rasa yang panas, menggigit, dan sangat pungent yang disebabkan oleh senyawa alkaloid piperin. Lada hitam yang terkenal berasal dari Lampung, Indonesia dengan ciri-ciri kecil, sedikit bewarna abu-abu, dan mengkerut, serta rasa yang lebih pungent daripada aromatik. Gambar 5 adalah bentuk dari lada hitam. Hasil ekstraksi lada hitam menghasilkan 1.5% minyak volatil dan 6% oleoresin (Farrell, 1990). G. Biji Pala (Myristica fragarans Houtt) Pala termasuk ke dalam famili Myristicaceae yang tumbuh pada ketinggian 305 meter di atas permukaan laut di daerah beriklim tropis. Daun pala terlihat mengkilap dan sangat aromatik. Bunga pala terdapat di dalam tandan bewarna kuning yang berbentuk seperti buah peach. Tandan ini ketika sudah matang memiliki tiga bagian, yaitu kulit luar dan daging, arrilus (membran) yang bewarna jingga tua sampai merah, dan bagian paling dalam berupa biji (Farrell, 1990). Membran pala dapat diambil dan dijemur selama enam sampai delapan minggu sehingga menjadi rempah-rempah bewarna jingga yang disebut mace. Bagian biji bewarna coklat keabuan dengan ukuran panjang sekitar 3 cm dan lebar 2cm. Biji pala mempunyai cangkang luar yang sangat keras, namun mudah dipecahkan dan dipisahkan. Biji lalu digiling menjadi rempah-rempah yang disebut nutmeg. Bagian pala yang umum digunakan di Indonesia adalah biji pala. Biji pala mempunyai karakteristik rasa pahit, pedas, hangat, dan bau yang manis, menyengat namun hangat (Farrell, 1990). Bentuk biji pala dapat dilihat pada Gambar 6. Komponen antioksidan yang terdapat dalam biji pala menurut USDA (2003) di dalam Suhaj (2004), antara lain camphene, sianidin, eugenol, γ-terpinene, isoeugenol, kaempferol, asam laurat, metil eugenol, myrcene, asam miristat, myristicin, asam oleanolat, asam palmitat, quercetin, dan terpinene-4-ol. Biji pala, propil galat, jahe, dan licorice dapat meningkatkan kestabilan minyak (bunga matahari, jagung, dan zaitun) dan lemak (mentega
22
dan margarin) dalam melawan antioksidasi menggunakan rancimat pada suhu 110oC (Murcia et al., 2004 di dalam Suhaj, 2004). Menurut Hirasa dan Takemasa (1998), komponen myristphenone pada biji pala memiliki kemampuan antioksidan dua sampai empat kali sekuat BHA di dalam lemak babi dan empat kali sekuat BHA di dalam minyak kedelai, dan dikatakan pula aktivitas antioksidan dari buah pala lebih kuat dibandingkan biji pala dalam menghambat auto-oksidasi dalam lemak babi meskipun komponen kimia yang dikandungnya hampir sama.
Gambar 6. Biji pala (Myristica fragarans Houtt) bentuk pasar dan pabrik H. Ekstraksi rempah-rempah dengan etanol Prosedur ekstraksi yang digunakan tergantung dari jenis antioksidan yang ingin diekstrak. Pemilihan prosedur ekstraksi yang tepat dapat meningkatkan konsentrasi relatif antioksidan dari bahan dasar (Suhaj, 2004). Tiga prosedur ekstraksi yang dapat digunakan adalah ekstraksi dengan minyak dan lemak, ekstraksi dengan pelarut organik, dan ekstraksi dengan supercritical fluid carbondioxide (Pokorny dan Korczak, 2001). Ekstraksi dengan pelarut organik tergantung dari bahan material tertentu dan stabilized substrate. Pelarut etanol lebih baik dibandingkan dengan metanol karena residu etanol bersifat lebih tidak toksik dari metanol. Ekstrak yang dihasilkan dari pelarut organik dapat dikonsentrasikan lebih lanjut dnegan menggunakan destilasi molekul, destilasi uap, dan lain sebagainya (Pokorny dan Korczak, 2001). Beberapa teknik ekstraksi sudah dipatenkan menggunakan pelarut organik tertentu dengan polaritas yang berbeda, seperti petroleum eter, toluen, aseton, etanol, metanol, etil asetat, dan air.
23
Untuk basil, lada hitam, kayu manis, biji pala, oregano, parsley, rosemary dan sage, proses ekstraksi yang tepat adalah dengan menggunakan ekstrak trikoloroasetat untuk penentuan askorbat dan ekstrak metanol untuk penentuan karotenoid dan capsaicin. Untuk jahe, biji pala, dan ketumbar dapat digunakan ekstrak pelarut etanol dimana 96% etanol dan 4% air (Suhaj, 2004). Metode ekstraksi digunakan dengan menggunakan reflux dengan suhu ekstraksi 50oC, dan kemudian dipekatkan dengan rotavapor pada suhu 50oC. I. Uji Polifenol dengan metode folin coicalteu Polifenol adalah salah satu kategori terbesar dari fitokimia dan paling banyak penyebarannya di antara kingdom tanaman. Tanaman yang digunakan sebagai makanan termasuk bumbu rempah dikenal kaya akan senyawa fenol. Senyawa fenol dikenal sebagai antioksidan alami karena memiliki properti penangkap radikal yang menghasilkan aktivitas antioksidan (Masuda et al., 1992), berperan sebagai agen pereduksi, antioksidan pendonor atom hidrogen, dan sebagai singlet oxygen quencher. Beberapa polifenol juga berperan sebagai antioksidan dengan mengkelat ion logam sehingga dapat mengurangi kapasitas logam untuk menghasilkan radikal bebas. Polifenol dapat dikatakan sebagai antioksidan jika memenuhi dua kondisi, antara lain (1) ketika ada dalam konsentrasi rendah yang relatif terhadap substrat yang akan dioksidasi, polifenol dapat menghambat, mencegah, mengurangi auto-okisidasi atau oksidasi yang dimediasi radikal bebas, dan (2) bentuk hasil radikal setelah scavenging harus stabil untuk mengganggu reaksi rantai okisidasi (Furham dan Aviram, 2002). Antioksidan fenolik (PPH) menghambat peroksidasi lemak dengan mendonasi cepat atom hidrogen ke radikal peroksi (ROO.) sehingga menghasilkan formasi alkil hidroperoksida (ROOH). Berikut adalah reaksinya. .
ROO + PPH → ROOH + PP
.
24
Radikal fenoksil polifenol (PP.) yang dihasilkan dapat distabilkan lebih lanjut dengan mendonasikan atom hidrogen dan pembentukan kuinon, atau dengan bereaksi dengan radikal lain, termasuk radikal fenoksil lain, sehingga mengganggu proses reaksi inisiasi rantai baru (Furham dan Aviram, 2002). Antioksidan fenolik efektif dalam memperpanjang periode induksi ketika ditambahkan ke dalam minyak yang belum rusak sepenuhnya, tetapi inefektif dalam menghambat kerusakan lemak pada minyak sudah rusak. Efek konsentrasi antioksidan dalam tingkat autooksidasi tergantung pada beberapa faktor, antara lain struktur antioksidan, kondisi oksidasi, dan sampel yang dioksidasi. Sering kali aktivitas antioksidan dari komponen fenolik hilang pada konsentrasi tinggi dan menjadi pro-oksidan. Hal ini berkaitan dengan fenolik yang terlibat dalam reaksi inisiasi (Gordon, 1990). Metode folin ciocalteu adalah salah satu metode termudah untuk mengukur kapasitas antioksidan dari produk alami. Metode ini berdasarkan reduksi dari phosphomolybdic-tungstic chromogen oleh antioksidan, dan menghasilkan perubahan warna yang diukur pada absorbansi 750 nm (Agbor et al., 2005). J. Uji aktivitas antioksidan dengan alat rancimat Alasan utama terjadinya kerusakan lemak dan makanan berlemak adalah peroksidasi lemak. Derajat oksidasi lemak dapat diukur dengan metode kimia dan fisika seperti uji kestabilan dengan mengukur kestabilan minyak dalam kondisi yang mengakselerasi proses normal oksidasi (Pressa-Owens et al., 1995). Untuk menentukan kestabilan oksidatif dengan metode AOM, aliran udara dihembuskan melewati sampel pada suhu antara 50-220oC. Udara ini mengoksidasi asam lemak pada beberapa tahap menurut mekanisme rantai radikal membentuk produk oksidasi volatil (khususnya asam format). Asam format yang terbentuk ini dialirkan ke dalam pipa pengukur yang berisi air bebas ion yang mengukur konduktivitas. Konduktivitas yang
25
didapatkan diplot sebagai fungsi waktu dan menghasilkan kurva oksidasi yang menerangkan waktu induksi (Kolb et al., 2002). Nilai dari waktu induksi memberikan informasi mengenai stabilitas oksidatif sampel (Anonim, 1999). Waktu induksi diukur sebagai waktu yang diperlukan untuk meraih titik akhir oksidasi yang berhubungan dengan tingkat ketengikan yang dapat dideteksi atau perubahan tiba-tiba tingkat oksidasi. Prediksi kestabilan oksidatif pada pangan dan minyak berdasarkan pengukuran periode induksi seharusnya berhubungan dengan umur simpan produk yang diukur (Pressa-Owens et al., 1995). Menurut Allen dan Hamilton (1983), ketika autooksidasi lemak diteliti secara berkelanjutan, seperti dengan mengukur jumlah oksigen yang diserap atau bilangan peroksida, diketahui bahwa proses oksidasi menunjukkan dua fase yang berbeda. Selama fase pertama, oksidasi berjalan lambat dan dalam keadaan yang seragam. Setelah oksidasi mencapai titik tertentu, reaksi masuk ke tahap dua dimana tingkat oksidasi meningkat dengan cepat, dan eventual rate lebih cepat beberapa kali lebih besar dibandingkan tahap inisiasi. Minyak mulai memiliki rasa pada awal fase kedua. Tahap inisiasi ini disebut dengan waktu induksi. Telah diketahui bahwa metil linoleat bereaksi lebih cepat dibandingkan metil oleat dan mempunyai periode induksi lebih singkat. Metode AOM ini dapat diaplikasikan untuk produk pangan lemak/minyak sayur (kedelai, bunga matahari, jagung, kelapa, kacang, sawit, dan lain-lain), lemak/ minyak hewan (mentega, ikan, lard, dan lain-lain), dan produk yang mengandung minyak atau lemak seperti pengukuran langsung: margarin dan setelah ekstraksi lemak: sereal, biskuit, kacang, daging, dan lain sebagainya. Selain itu, dapat juga digunakan untuk penelitian antioksidan, kestabilan osidatif biodiesel, dan asam lemak metil ester, dan kestabilan oksidasi minyak pemanasan ringan dengan katalis Cu (Anonim, 2007a). Makanan yang ditambahkan antioksidan bertujuan untuk menghambat dekomposisi oksidatif lemak dan minyak yang terkadung di dalamnya. Metode AOM ini dapat menghitung
26
keefektifan antioksidan yang ditambahkan ke dalam minyak atau makanan berlemak.
27
III. BAHAN DAN METODE A.
BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan-bahan yang akan digunakan adalah enam jenis sampel rempah pasar dan rempah pabrik “Koepoe Koepoe” dari supermarket, etanol 95%, akuades, Na2CO3 10%, folin ciocalteu, asam galat, minyak kedelai ‘Happy Soybean Oil’, BHT, air demineralisasi, alumunium foil, dan kertas saring. Sampel rempah-rempah yang digunakan sebanyak enam sampel, yaitu jinten, ketumbar, lada putih, lada hitam, kayu manis, dan biji pala. Sampel bubuk yang didapat berasal dari supermarket Hero Pasar Raya Grande, Jakarta dan sampel pasar didapat dari pasar tradisional di Jambu Dua, Bogor. Bahan kimia etanol 95% didapat dari Setia Guna, Bogor. 2. Alat Alat-alat yang digunakan antara lain erlenmeyer 250 ml, labu takar 10 ml, rotavapor (Buchi), reflux, stirer, vacuum filtration, erlenmeyer, botol gelas, labu ukur 50 ml, tabung reaksi, sudip, gelas pengaduk, corong, gelas piala 100 ml, gelas piala 100 ml, gelas piala 250 ml, spektrofotometer (Spectronic 200+), kuvet, pipet mohr, pipet volumetrik, pipet tetes, stirrer, ballep, neraca analitik, oven vakum (OSK), rancimat (Metrohm 743 Rancimat), dan penangas air.
B.
METODE PENELITIAN 1. Kadar air Sebanyak 4 g sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam oven vakum. Sampel dikeringkan sampai berat sampel stabil, kemudian dicatat berat akhir. Perhitungan kadar air berdasarkan berat kering, yaitu dengan rumus : Berat awal
Berat akhir
Kadar air (%) =
x 100% Berat akhir
28
2. Ekstraksi sampel Sebanyak 25 g sampel dicampur dengan 150 g etanol. Untuk sampel pasar, sebelumnya dilakukan penghalusan terlebih dahulu dengan blender, dan untuk sampel pabrik, sampel langsung ditimbang. Larutan ini kemudian direfluks pada suhu 50oC dengan pengadukan menggunakan stirer selama dua jam. Setelah ekstraksi selesai, sampel hasil ekstraksi difiltrasi dengan filter vakum sebanyak dua kali dengan pencucian menggunakan etanol masing-masing 50 g (total etanol 100 g). Hasil ekstraksi dievaporator untuk dipekatkan konsentrasinya dengan rotavapor sampai volumenya sedikit. Hasil evaporator kemudian ditepatkan jumlah volumenya menjadi 10 ml dan ditimbang beratnya. Hasil tersebut disimpan ke dalam freezer dan saat digunakan harus dikondisikan dulu ke suhu ruang untuk mencegah terserapnya uap air. Ekstraksi dilakukan sebanyak dua kali ulangan. Gambar 7 adalah diagram ekstraksi sampel. Rempah pasar
Diblender sampai halus
Rempah pabrik
25 g Sampel
+ 150 g Etanol
Reflux 50oC, 2 jam
+ 100 g Etanol Hasil Ekstrak
Tepatkan 10 ml
Rotavapor 50oC
Filter Vakum
Gambar 7. Diagram ekstraksi sampel 3. Uji kandungan polifenol (Oki et al., 2002) Kandungan polifenol diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 750 nm. Sebagai blanko, 0.2 ml sampel ditambahkan dengan 1 ml Na2CO3 10% dan 6 ml akuades. Sebagai kontrol 0.2 ml sampel ditambahkan dengan 1 ml Na2CO3 10%, 1 ml folin ciocalteu, dan 5 ml akuades. Pengenceran dilakukan terhadap sampel yang terlalu
29
pekat kandungan polifenolnya. Sampel dengan faktor pengenceran 100 antara lain lada hitam, lada putih, jinten, dan ketumbar. Sampel dengan faktor pengencaran 1000 adalah biji pala dan dengan faktor pengenceran 10000 adalah kayu manis. Untuk membuat larutan Na2CO3 10%, sebanyak 25 g bubuk Na2CO3 dicampur dengan akuades sampai 250 ml. Gambar 8 berikut adalah diagram uji polifenol. Hasil ekstrak
Diambil 0.1 ml sampel ditepatkan sampai 10 ml (FP = 100, 1000 dan 10000),
Ekstrak pengenceran
Kontrol :
Blanko :
0.2 ml Ekstrak Sampel 1 ml Folin ciocalteu 1 ml Na2CO3 10% 5 ml Aquades
0.2 ml Ekstrak Sampel 1 ml Na2CO3 10% 6 ml Aquades
Didiamkan selama 1 jam
Absorbansi λ=750 nm Gambar 8. Diagram uji kandungan polifenol Asam galat digunakan sebagai kurva kalibrasi standar. Sebanyak 5 mg asam galat ditambahkan dengan 50 g etanol dibuat untuk konsentrasi 0.10 mg/g. Dari konsentrasi ini dibuat kosentrasi standar lainnya yaitu 0, 0.02, 0.04, 0.06, 0.08, dan 0.1 mg/g. Kemudian konsentrasi polifenol dicari dengan menggunakan persamaan yang didapat dari kurva standar. Satuan konsentrasi kadar polifenol adalah mg polifenol/g bahan kering berdasarkan asam galat ekuivalen. Uji polifenol dilakukan duplo untuk setiap ulangan.
30
4. Uji AOM dengan alat rancimat (modifikasi metode Beirao dan Bernardo-Gil, 2005) Pemilihan minyak awal sebagai minyak yang digunakan dalam uji AOM selanjutnya diuji terhadap empat jenis minyak, yaitu Happy Salad Oil, Tropicana Slim Corn Oil, Mazola Corn Oil, dan Berrio Olive Oil. Keempat sampel diuji periode induksinya dengan memasukkan 3 g sampel ke dalam alat rancimat pada suhu 100oC dan dihembuskan oksigen terus menerus samai didapat kurva periode induksi. Minyak dengan periode induksi terpendek dijadikan minyak untuk uji selanjutnya.
150 mg hasil ekstrak +
Rancimat 100oC
3 gr minyak
Tinduksi Gambar 9. Uji AOM dengan alat Rancimat Untuk sampel, sebanyak 150 mg sampel antioksidan rempah dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi
3 g minyak, diaduk sampai
homogen, dan dimasukkan ke dalam alat rancimat dengan suhu 100oC. Kemudian tabung reaksi sampel dihembuskan O2 secara terus menerus sampai tebentuk kurva periode induksi. Kontrol adalah minyak kedelai tanpa diberikan sampel. Selain antioksidan rempah, antioksidan BHT juga ditambahkan ke dalam minyak dengan prosedur yang sama sebagai faktor protektif yaitu sebanyak 50000 ppm atau setara dengan 150 mg bubuk BHT
31
yang dilarutkan lansung ke dalam 3 g minyak. Pengukuran dilakukan duplo untuk setiap kali ulangan. Perhitungan faktor protektif adalah:
Faktor protektif (%) =
Tinduksi sampel – Tinduksi kontrol
x 100%
Tinduksi BHT – Tinduksi kontrol Penentuan periode induksi dari grafik yang dihasilkan berdasarkan pada perpotongan antara dua garis, yaitu garis landai dan garis curam. Pertemuan kedua garis ini menghasilkan titik potong yang dijadikan nilai periode induksi masing-masing sampel. Gambar 9 adalah diagram uji AOM dengan alat rancimat.
32
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kadar polifenol rempah Sampel-sampel yang digunakan adalah sampel rempah pasar dan sampel rempah pabrik dalam bentuk kering. Salah satu kekurangan dari antioksidan alami adalah ketahanan yang rendah terhadap oksigen, terutama dibawah kondisi terkena sinar matahari, suhu yang tinggi, dan pengeringan. Antioksidan secara bekelanjutan berubah selama penyimpanan produk makanan (Pokorny and Schmidt, 2001). Selama proses dimana udara panas adalah sebagai media transfer panas, perubahan paling banyak terjadi secara intensif pada permukaan dibandingkan lapisan dalam, sehingga antioksidan paling banyak rusak pada bagian dekat permukaan. Pengeringan adalah proses dimana kandungan air dikurangi mencapai 6-12% dan pada akhirnya berbentuk produk padatan. Pada makanan, butiran lemak, liposom, dan membran dilindungi oleh lapisan protein terhidrasi terhadap oksigen dari udara. Sehubungan dengan proses dehidrasi, lapisan pelindung ini rusak sehingga lemak terekspos secara bebas dengan oksigen, dan menjadi lapisan tipis di atas permukaan partikel non lemak. Dengan demikian, oksidasi lemak lebih cepat pada pangan kering dibandingkan dengan pangan kaya akan air, bahkan pada suhu ruangan atau dibawah suhu penyimpanan refrigrasi. Antioksidan umumnya tidak rusak selama proses pengeringan, dan evaporasinya erofat moderat (Pokorny and Schmidt, 2001). Metode folin ciocalteu didasarkan pada kekuatan reduksi gugus hidroksil fenolik dan sangat tidak spesifik tetapi dapat mendeteksi semua jenis fenol dengan sensitifitas yang bervariasi. Reaksi oksidasi reduksi ini muncul pada kondisi alkali dan mereduksi kompleks fosfotungstat-fosfomolibdat dengan reagen menjadi warna biru. Metode ini tidak membedakan perbedaan antar jenis komponen fenolik. Semakin tinggi jumlah gugus hidroksil fenolik, maka semakin besar konsentrasi komponen fenolik yang terdeteksi (Khadambi, 2007).
33
Sebagai standar dalam pengukuran kadar polifenol digunakan asam galat. Asam galat adalah asam organik dengan nama kimia asam 3,4,5-trihidroksi benzoat (C6H2(OH)3CO2H). Struktur asam galat dapat dilihat pada Gambar 10. Asam galat murni berbentuk bubuk organik kristal tak bewarna dan berupa molekul bebas atau bagian dari molekul tanin. Asam galat mempunyai sifat antifungal, antioksidan, dan antiviral. Kurva standar asam galat yang dihasilkan memiliki persamaan garis linier y=3.0473x+0.0223. Gambar kurva dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 10. Asam galat
0.300
y=3.0473x+0.0223 R2=0.9866
Absorbans
0.250 0.200 0.150 0.100 0.050 0.000 0.000
0.016
0.032
0.047
0.063
0.079
[] standar mg AsamGalat/ ml Etanol
Gambar 11. Kurva standar asam galat Larutan-larutan yang digunakan di dalam uji polifenol ini antara lain, sebagai larutan blanko digunakan Na2CO3, akuades, dan sampel, dan sebagai larutan kontrol digunakan Na2CO3, akuades, folin ciocalteu, dan sampel. Reagen folin ciocalteu merupakan campuran dari asam asam dengan rumus
34
kimia 3H2O.P2O5.13WO3.5MoO3.10H2O dan 3H2O.P2O5.14WO3.4MoO3.10H2O. Warna folin yang belum tereduksi adalah kuning dan setelah tereduksi menjadi warna hijau atau biru. Penambahan Na2CO3 disini adalah dimaksudkan untuk membentuk suasana basa agar terjadi reaksi reduksi folin ciocalteu dengan gugus OH dari polifenol di dalam sampel. Na2CO3 yang digunakan berkonsentrasi 25% dimana 25 g bubuk Na2CO3 dicampur dengan akuades 100 ml. Penambahan sampel di dalam blanko adalah untuk mengurangi kesalahan positif dari perhitungan konsentrasi polifenol. Hal ini disebabkan karena sampel itu sendiri sebenarnya sudah memiliki warna yang dapat terukur oleh spektrofotometer. Hasil absorbansi kontrol nantinya akan dikurangi dengan absorbansi blanko yang kemudian dimasukkan ke dalam kurva standar sehingga didapatkan konsentrasi polifenol saja di dalam sampel.
Pasar
Pabrik
mg Polifenol/ g bubuk
500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
Lada hitam
Lada putih
Jinten Ketumbar Biji pala
Kayu manis
Pasar
18.01
12.59
7.15
4.07
51.78
131.34
Pabrik
17.95
9.60
15.51
18.65
60.50
475.49
* Telah dikonversikan dengan kadar air bahan kering Gambar 12. Polifenol sampel rempah pasar dan rempah pabrik
35
Hasil penelitian, pada Gambar 12, menunjukkan bahwa untuk sampel rempah pasar, konsentrasi polifenol tertinggi adalah kayu manis sebesar 131.24 mg asam galat/g bahan kering, dan diikuti oleh biji pala dan lada hitam sebesar 51.78 mg asam galat/g bahan kering dan 18.01 mg asam galat/g bahan kering. Rempah jinten dan lada putih memiliki kandungan polifenol sebesar 7.15 mg asam galat/g bahan kering dan 12.59 mg asam galat/g bahan kering. Konsentrasi polifenol terkecil adalah ketumbar sebesar 4.07 mg asam galat/g bahan kering. Untuk sampel rempah pabrik, konsentrasi polifenol tertinggi adalah kayu manis sebesar 475.49 mg asam galat/g bahan kering, biji pala 60.50 mg asam galat/g bahan kering, dan lada hitam 17.95 mg asam galat/g bahan kering. Rempah ketumbar dan jinten memiliki kandungan polifenol sebesar 18.65 mg asam galat/g bahan kering dan 15.51 mg asam galat/g bahan kering. Sedangkan konsentrasi polifenol terkecil adalah jinten 9.60 mg asam galat/g bahan kering. Hasil kandungan polifenol ini telah dikonversikan dengan kadar air bahan kering sampel. Tabel kadar air dapat dilihat pada Lampiran 1. Secara keseluruhan, sampel pasar memiliki konsentrasi polifenol rata-rata lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi polifenol sampel pabrik. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 12. Sampel lada hitam pasar dan lada putih pasar memiliki kandungan polifenol yang lebih tinggi dibandingkan dengan rempah pabriknya. Lada hitam pasar memiliki kandungan polifenol yang hampir sama dengan lada hitam pabrik, hanya sedikit sekali perbedaannya. Lada putih pasar memiliki kandungan polifenol lebih tinggi 1.3 kali dibandingan lada putih pabrik. Hal ini mungkin disebabkan karena kondisi awal sampel dimana sampel pasar masih berbentuk biji bulat padat sehingga komponen antioksidannya terlindungi oleh kulit luar sampel sehingga tidak teroksidasi. Meskipun demikian, kondisi penyimpanan dari rempah tersebut juga perlu diperhatikan Sedangkan sampel jinten pabrik, ketumbar pabrik, biji pala pabrik, dan kayu manis pabrik memiliki kandungan polifenol yang lebih tinggi dibandingkan dengan rempah pasarnya. Jinten pabrik memiliki kandungan polifenol lebih besar 2.2 kali dari jinten pasar. Ketumbar pabrik mempunyai
36
kandungan polifenol hampir 4.6 kali lebih besar dari ketumbar pasar. Biji pala pabrik memiliki kandungan polifenol 1.2 kali dari rempah pasarnya. Kayu manis pabrik memiliki kandungan polifenol 3.62 kali lebih besar dari kayu manis pasar. Perbedaan ini mungkin disebabkan karena kondisi pengemasan dan penyimpanan dari sampel sebelum dibeli. Oksidasi lipid yang muncul selama penyimpanan bahan mentah, pengolahan, perlakuan panas, dan penyimpanan produk akhir adalah salah satu dari proses dasar penyebab ketengikan produk yang menuju kepada kerusakan produk (Gachkar et al., 2006). Sampel pabrik lebih mempunyai kondisi penyimpanan yang lebih baik karena dikemas dalam kemasan botol plastik tertutup. Salah satu fungsi pengemasan adalah sebagai lapisan proteksi dari oksigen, air, debu, dan lain sebagainya sehingga dapat memperpanjang masa simpan. Sampel pasar biasanya disimpan dalam keadaan terbuka tanpa kemasan sehingga memungkinkan adanya oksidasi terhadap antioksidan itu sendiri. Untuk itu, baik rempah pasar maupun pabrik, penyimpanan keduanya perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya okisdasi terhadap antioksidan rempah itu sendiri. Selain itu cara pengeringan juga mempengaruhi komponen di dalam rempah. Pengeringan matahari ini mempunyai beberapa kelemahan antara lain kurangnya kontrol terhadap proses pengeringan yang mungkin bisa terjadi over drying dan perubahan nutrisi, kurangnya keseragaman, dan dapat terkontaminasi oleh fungi, bakteri, burung, dan serangga. B. Faktor protektif diukur dengan alat rancimat Prinsip kerja dari alat rancimat ini adalah penghembusan oksigen secara terus menerus ke dalam sampel sambil dipanaskan sehingga dihasilkan ion-ion hasil oksidasi. Ion-ion ini akan menghasilkan nilai konduktivitas tertentu yang terukur di dalam air bebas ion. Sistem kerja alat rancimat dapat dilihat pada Gambar 13. Tujuan penggunaan air bebas ion (demineralisasi) adalah agar konduktivitas yang terukur hanyalah berasal dari ion produk degradasi volatil saja. Jika digunakan air aquades biasa, dikhawatirkan masih
37
terdapat ion-ion dari air yang dapat menyebabkan kesalahan positif di dalam pengukurannya. Produk degradasi volatil
O2
Sampel
Konduktivitas
Pemanas 100oC
Air demineralisasi
Gambar 13. Sistem kerja AOM dengan alat rancimat Waktu induksi diukur sebagai waktu yang diperlukan untuk meraih titik akhir oksidasi yang berhubungan dengan tingkat ketengikan yang dapat dideteksi atau perubahan tiba-tiba tingkat oksidasi, dan biasanya berhubungan dengan umur simpan produk. (Pressa-Owens et al., 1995). Makanan yang ditambahkan antioksidan bertujuan untuk menghambat dekomposisi oksidatif lemak dan minyak yang terkadung di dalamnya. Metode AOM dengan alat rancimat ini dapat menghitung keefektifan antioksidan. Tabel 1. Pemilihan minyak awal menggunakan alat rancimat (100oC) Jenis Minyak Happy Salad Oil
Periode induksi (jam) 7.67
Tropicana Corn Oil
12.60
Mazola Corn Oil
19.85
Berrio Olive Oil (Extra Virgin)
> 22.6
Pemilihan jenis minyak yang digunakan didasarkan pada periode induksi terendah. Dasar dari pemilihan awal jenis minyak ini adalah kepada sifat minyak yang memiliki jumlah asam lemak jenuh yang banyak. Menurut sifatnya, asam lemak tak jenuh lebih cepat dioksidasi ikatannya dibandingkan asam lemak jenuh sehingga waktu oksidasi juga semakin singkat. Minyak
38
yang mengandung asam lemak tak jenuh banyak, misalnya minyak jagung, minyak biji bunga matahari, minyak kedelai, minyak zaitun, dan lain sebagainya. Keempat jenis minyak yang digunakan antara lain Happy Salad oil, Tropicana Corn Oil, Mazola Corn Oil, dan Berrio Olive Oil. Masing-masing minyak diuji periode induksinya dengan menggunakan alat rancimat pada suhu 100oC. Dari keempat jenis minyak tersebut, periode induksi yang didapatkan adalah 7.67 jam untuk Happy Salad Oil, 12.60 jam untuk Tropicana Corn Oil, 19.85 jam untuk Mazola Corn Oil, dan lebih dari 22.6 jam untuk Berrio Olive Oil (Tabel 2). Minyak dengan periode induksi terendah adalah minyak kedelai Happy Salad Oil, sehingga untuk penggunaan minyak untuk uji selanjutnya menggunakan minyak kedelai. Gambar empat jenis minyak untuk uji AOM dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Empat jenis minyak untuk uji AOM dengan alat rancimat Minyak kedelai merupakan hasil ekstraksi kacang kedelai dengan cara solvent extraction meggunakan heksana. Kelebihan dari minyak kedelai, antara lain minyak tetap dalam kondisi cair pada kisaran suhu ruang, memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang tinggi, dapat dihidrogenasi secara selektif dalam pencampuran dengan minyak cair atau semi padatan, dan ketika dihidrogenasi secara parsial, dapat digunakan sebagai minyak tuang semi padatan. Selain itu, fosfatid, trace metal, dan sabun di dalam minyak kedelai dapat dihilangkan sehingga didapatkan minyak dengan kualitas yang baik. Kelemahan dari minyak ini adalah jumlah fosfatid yang relatif besar (2%) yang harus dihilangkan selama poses dan mengandung asam linolenat yang
39
tinggi (7-8%) yang berperan dalam flavor dan odor reversion (Sipos dan Szuhaj, 1996). Minyak kedelai rendah kandungan lemak jenuh dan kaya akan monounsaturated fat dan polysaturated fat. Selain itu minyak ini kaya akan asam lemak esensial linoleat dan linolenat. Total asam lemak jenuh minyak kedelai sebesar 15.0% dan total asam lemak tak jenuh sebesar 80.7%. Menurut Sipos dan Szuhaj (1996), minyak kedelai memiliki kestabilan yang paling rendah dibandingkan dengan minyak bunga matahari dan minyak kacang, dikarenakan kandungan lemak tak jenuhnya yang tinggi dan sedikitnya jumlah komponen alami yang memberikan efek protektif antioksidan. Jumlah tokoferol alami di dalam minyak kedelai adalah sebesar 937 mg/ kg minyak (Kolb et al., 2002). Jika dibandingkan dengan minyak jagung dan minyak zaitun, periode induksi minyak kedelai adalah yang terendah. Menurut Anonim (1996), minyak jagung memiliki jumlah monounsaturated dan polyunsaturated fatty acid sebesar 84%, dan minyak zaitun sebesar 81%. Walaupun kadar asam lemak tak jenuhnya tinggi, minyak jagung alami memiliki stabilitas superior karena mengandung antioksidan alami yang tinggi seperti asam ferulat dan tokoferol (Strecker et al., 1996) sehingga lebih sulit teroksidasi. Jumlah tokoferol alami dalam minyak jagung adalah 1006 mg/kg minyak dan dalam minyak zaitun adalah 133 mg/ kg minyak (Kolb et al., 2002).
Gambar 15. BHT (Butylated Hydroxy Toluene) Sebagai perbandingan, dilakukan juga pengukuran periode induksi terhadap antioksidan sintetik, yaitu BHT (Butylated Hydroxy Toluene). BHT, dengan rumus kimia C15H24O, adalah komponen organik tidak larut air
40
berbentuk kristal putih yang banyak digunakan sebagai bahan aditif antioksidan yang dihasilkan dari reaksi p-cresol dengan isobutilen. BHT bereaksi dengan radikal bebas, menghambat tingkat autooksidasi dalam pangan, dan mencegah perubahan warna, bau, dan rasa pangan. Struktur kimia BHT dapat dilihat pada Gambar 15. Periode induksi dari BHT rata-rata setelah dukurangi dengan kontrol tanpa penambahan BHT adalah 15.71 jam. Nilai ini nantinya dibandingkan dengan periode induksi minyak yang ditambahkan ekstrak rempah sehingga didapat persentase faktor protektif. Nilai BHT dianggap memiliki faktor proteksi sebesar 100%. Menurut Domingos et al. (2007), BHT memiliki keefektifan terbesar pada kisaran konsentrasi 200 sampai 7000 ppm, BHA (Butyl Hydroxy Anisol) pada konsentrasi tidak lebih dari 2000 ppm, dan TBHQ (t-Butylated Hydroxy Quinone) dengan konsentrasi 8000 ppm pada minyak kedelai etil ester menggunakan alat rancimat. Pasar
Pabrik
70 60
% Protek
50 40 30 20 10 0
Lada hitam
Lada putih
Jinten Ketumbar Biji pala
Kayu manis
Pasar
10.69
1.40
0.70
13.38
58.98
2.40
Pabrik
10.88
4.58
5.82
2.16
50.88
3.68
* Ekstrak hasil pemekatan dengan rotavapor ** Faktor protektif BHT (50000 ppm) = 100% Gambar 16. Perbandingan faktor protektif rempah pasar dan pabrik
41
Masing-masing rempah yang ditambahkan ke dalam minyak adalah 150 mg dan dibandingkan dengan antioksidan sintetik BHT dengan jumlah yang sama. Berdasarkan uji dengan alat rancimat yang dilakukan pada suhu 100oC, urutan rempah pasar yang memiliki faktor protektif tertinggi sampai terendah adalah biji pala (58.98%), ketumbar (13.38%), lada hitam (10.69%), kayu manis (2.40%), lada putih (1.40%), dan jinten (0.70%). Sedangkan urutan rempah pabrik dari yang tertinggi sampai terendah adalah biji pala (50.88%), lada hitam (10.88%), jinten (5.58%), lada putih (4.58%), kayu manis (3.68%), dan ketumbar (2.16%). Perbandingan faktor protektif rempah pasar dan pabrik dapat dilihat pada Gambar 16. Jika dibandingkan keduanya, rata-rata rempah pabrik memiliki faktor protektif lebih besar dibandingkan dengan rempah pasar. Hal ini mungkin disebabkan karena ukuran partikel sampel saat diekstrak, dimana semakin kecil ukuran partikel maka komponen yang terekstrak lebih besar. Sampel pabrik memiliki ukuran partikel yang sangat halus sehingga antioksidan yang terkandung di dalam sampel pabrik lebih banyak terekstrak oleh pelarut etanol dan menyebabkan tingginya faktor protektif rempah pabrik yang dihasilkan dari metode AOM dengan alat rancimat. Sedangkan rempah pasar lebih memiliki ukuran partikel yang lebih besar dibandingkan dengan rempah pabrik, sehingga saat diekstrak oleh etanol, mungkin antioksidan yang terlarut di dalam etanol lebih sedikit dibandingkan dengan rempah pabrik dan menyebabkan faktor protektif yang dihasilkan dari metode AOM dengan alat rancimat lebih kecil. Dari keenam rempah tersebut, empat rempah pabrik memiliki faktor perotektif lebih besar daripada rempah pasar, antara lain lada hitam, lada putih, jinten, dan kayu manis. Lada hitam pasar dengan pabrik memiliki faktor protektif yang kurang lebih sama, hanya berbeda 0.19%. Lada putih pabrik memiliki faktor protektif lebih besar 3.3 kali lebih besar dari lada putih pasar. Jinten pabrik memiliki faktor protektif 8.3 kali lebih besar dibandingkan dengan jinten pasar. Kayu manis pabrik memiliki faktor protektif 1.5 kali bebih besar dibandingkan kayu manis pasar Sedangkan, dua rempah pasar yang lebih besar faktor protektifnya daripada rempah pabrik adalah ketumbar
42
dan biji pala. Ketumbar pasar memiliki faktor protektif lebih besar 6.2 kali dibandingkan dengan ketumbar pabrik. Biji pala pasar memiliki perbedaan faktor protektif lebih besar 1.2 kali dibandingkan dengan biji pala pabrik. Meskipun lada hitam dan lada putih berasal dari jenis yang sama, faktor protektif lada hitam ternyata jauh lebih besar daripada lada putih, yang mungkin disebabkan karena adanya perbedaan saat proses pengolahannya, dimana lada putih tidak memiliki kulit luar seperti halnya lada hitam. Sehingga aktivitas antioksidan yang dimiliki lada putih lebih kecil dibandingkan lada hitam. Sesuai dengan Martinez et al. (2006) yang menyatakan bahwa secara signifikan lada hitam dan lada putih dapat menghambat oksidasi lemak dan menurunkan formasi off odor, terutama lada hitam. Hal ini didukung pula oleh Chipault et al. (1952) di dalam Farrell (1990), dimana lada hitam memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan lada putih. Menurut Hirasa dan Takemasa (1998), periode induksi biji pala lebih besar tiga kalinya dibandingkan periode induksi lada hitam diukur dengan metode AOM. Hal ini juga ditunjukkan dari hasil penelitian dimana faktor protektif biji pala jauh lebih besar, yaitu hampir lima kali lipat dari faktor protektif lada hitam. Dari Gambar 16, hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase protektif rempah pasar yang dimiliki kayu manis ternyata lebih rendah dibandingkan dengan biji pala, lada hitam, dan ketumbar, sedangkan untuk rempah pabrik, persentsae faktor protektif dari yang tertinggi sampai terendah adalah biji pala, lada hitam, kayu manis, dan ketumbar. Hal ini didukung oleh hasil uji dengan alat rancimat yang dilakukan oleh Politeo et al. (2006) terhadap biji pala, kayu manis, lada hitam, dan ketumbar. Urutan nilai indeks aktivitas antioksidan tertinggi sampai terendah adalah biji pala, ketumbar, dan kayu manis, sedangkan lada hitam dan kayu manis memiliki indeks aktivitas antioksidan yang sama. Menurut Chipault et al. (1952) di dalam Farrell (1990), dari keenam jenis rempah tersebut, sampel kayu manis, ketumbar, dan jinten memiliki aktivitas antioksidan yang sama besarnya. Biji pala memiliki
43
aktivitas antioksidan terbesar dibandingkan dengan lima sampel lainnya yaitu sekitar tiga kali lebih besar. Menurut Sumardi (1992), terdapat hubungan dimana jika kandungan asam lemak tidak jenuh yang tinggi di dalam rempah maka aktivitas antioksidannya juga tinggi. Kandungan asam lemak tidak jenuh biji pala antara lain asam miristoleat dan asam oleat sebesar 35.56% dan 7.89%, sedangkan asam lemak jenuhnya adalah asam stearat sebesar 32.46%. Asam lemak tidak jenuh di dalam jinten tidak terlalu tinggi, yaitu asam eikosadienoat sebesar 10.20% dibandingkan dengan asam lemak jenuhnya yaitu asam palmitat sebesar 32.51%. C. Korelasi polifenol dan aktivitas antioksidan Hubungan antara kandungan polifenol dengan faktor protektif dilakukan dengan membandingkan keduanya pada jumlah sampel 150 mg ekstrak rempah hasil rotavapor. Hubungan korelasi antara kandungan polifenol dengan faktor protektif dapat dilihat pada Gambar 17. Hasil perbandingan rempah pasar dan rempah pabrik dapat dilihat pada Tabel 2. Dari Gambar 17 dapat dilihat bahwa terkadang beberapa rempah pabrik memiliki korelasi hubungan kandungan polifenol dengan faktor protektif yang lebih rendah dibandingkan dengan rempah pasar, dan juga beberapa rempah pasar memiliki korelasi hubungan yang lebih rendah dibandingkan rempah pabriknya. Dapat dilihat juga, jumlah polifenol yang tinggi memberikan faktor protektif yang tinggi pula, tetapi ada juga yang sebaliknya, dimana jumlah polifenol yang tinggi memberikan faktor protektif yang rendah. Gambar 17 (A) menunjukkan korelasi antara kandungan polifenol dengan faktor protektif pada sampel lada hitam, lada putih, jinten, ketumbar, dan biji pala. Gambar 17 (B) menunjukkan hubungan korelasi antara kandungan polifenol dan faktor protektif sampel kayu manis. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan perubahan yang fluktuatif seperti pada Gambar 17, antara lain adalah jumlah polifenol total yang terdapat di dalam rempah, jenis polifenol dengan aktivitas antioksidan yang berbeda-beda, dan jumlah kandungan satu jenis polifenol di dalam rempah
44
tersebut. Menurut Khadambi (2007), metode uji polifenol dengan folin ciocalteu hanyalah mengukur jumlahnya saja, bukan membedakan jenis polifenol di dalam sampel dan besarnya aktivitas antioksidan polifenol. Jumlah polifenol di dalam rempah ternyata tidak menentukan besar atau kecilnya faktor protektif rempah terhadap minyak dengan alat rancimat. Selain itu, menurut Furham dan Aviram (2002), di bawah kondisi tertentu, seperti konsentrasi antioksidan fenolik yang tinggi, pH yang tinggi, atau keberadaan ion besi, antioksidan fenolik dapat menginisiasi proses auto-oksidasi dan lebih bersifat seperti pro-oksidan dibandingkan antioksidan.
Pasar
Pabrik
Faktor protek
70
70
60
60
50
50
40
40
30
30
20
20
10
10
0
0
0
5
10
15
20
25
30
0
100
200
300
mg Polifenol (A)
(B)
Gambar 17. Korelasi kandungan polifenol dengan faktor protektif A = Lada hitam, lada putih, jinten, ketumbar, biji pala B = Kayu manis Beberapa sampel yang memiliki hubungan semakin tinggi polifenol maka semakin tinggi faktor protektifnya antara lain biji pala dan jinten,
45
sedangkan yang memperlihatkan hubungan sebaliknya antara lain kayu manis, lada putih, lada hitam, dan ketumbar. Seperti yang dapat dilihat dari data yg dihasilkan pada Tabel 2, jumlah polifenol yang besar di dalam sampel kayu manis, ternyata tidak menghasilkan faktor protektif yang besar dengan menggunakan alat rancimat. Sedangkan, jumlah polifenol biji pala yang lebih kecil daripada kayu manis, ternyata memiliki faktor protektif yag lebih besar daripada kayu manis dan setengahnya dari antioksidan sintetik BHT. Menurut Miller (1996), asam sinamat, yang merupakan komponen utama polifenol dari kayu manis, tidak mempunyai aktivitas antioksidan, dan menurut Stephenz (2003), kapasitas antioksidan kayu manis yang besar terutama adalah senyawa antioksidan glutation. Tabel 2. Perbandingan faktor protektif dengan kandungan polifenol rempah. Rempah Pasar Sampel Lada hitam Lada putih Jinten Ketumbar Biji pala
Rempah Pabrik
mg
Faktor
mg
Faktor
Polifenol*
Protektif** (%)
Polifenol*
Protektif ** (%)
8.37
10.69
8.20
10.88
6.17
1.40
4.71
4.58
3.42
0.70
6.83
5.82
1.94
13.38
8.40
2.16
24.36
58.98
26.47
50.88
Kayu manis
57.05 2.40 191.92 3.68 * Dihitung berdasarkan ekstrak yang digunakan dalam uji AOM (Rancimat) ** Dihitung berdasarkan faktor protektif BHT (50000 ppm) = 100% Hasil perbandingan pada sampel ketumbar, meskipun rempah pabrik mempunyai kandungan polifenol yang lebih tinggi, tetapi persentase faktor protektif yang diberikan lebih rendah dibandingkan dengan rempah pasar yang memiliki kandungan polifenol rendah tetapi memiliki persentase faktor protektif yang lebih tinggi. Hal ini mungkin disebabkan karena ternyata jenis polifenol yang terkandung di dalam ketumbar kurang memiliki aktivitas antioksidan yang besar. Komponen antioksidan yang terdapat di dalam buah
46
dan biji ketumbar menurut USDA (2003) di dalam Suhaj (2004), antara lain apigenin, β-carotene, β-sitosterol, asam kafeat, camphene, γ-terpinene, isoquercitrin, myrcene, asam miristat, myristicin, asam p-hidroksi benzoat, asam palmitat, protocatechuic acid, quercetin, rhamnetin, rutin, scopoletin, tanin, terpinen-4-ol, trans-anethole, dan asam vanilat Sampel rempah lada hitam dan lada putih memberikan hubungan yang sebaliknya yaitu semakin sedikit polifenol maka semakin besar faktor protektifnya. Tetapi untuk lada hitam, baik rempah pasar dan rempah pabrik, memberikan kandungan polifenol yang kurang lebih sama jumlahnya yaitu sekitar 8 mg asam galat per 150 mg ekstrak dan faktor protektif yang sama diantara keduanya yaitu sekitar 10-11%. Komponen fenolik yang terkandung di dalam kedua jenis lada ini umumnya adalah piperin dan turunannya, chavicine (Achyad dan Rasyidah, 2000), fenolik amida, flavonoid (Yanishlieva dan Heinonen, 2001). Aktivitas polifenol biji pala sebagai antioksidan sangat memiliki pengaruh yang nyata terhadap persentase faktor protektif meskipun jumlah polifenol yang dikandungnya dalam jumlah sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa jenis polifenol yang terdapat dalam biji pala memiliki kemampuan antioksidan yang tinggi. Menurut Hirasa dan Takemasa, komponen myristphenone ddi dalam biji pala memiliki aktivitas antioksidan yang besar yaitu kemampuannya dua sampai empat kali skuat BHA. Beberapa komponen antioksidan penyusun biji pala adalah antara lain camphene, sianidin, eugenol, γ-terpinene, isoeugenol, kaempferol, asam laurat, metil eugenol, myrcene, asam miristat, myristicin, asam oleanolat, asam palmitat, quercetin, dan terpinene-4-ol (USDA, 2003 di dalam Suhaj, 2004). Untuk sampel jinten, jumlah polifenol yang semakin tinggi menunjukkan faktor protektif yang semakin besar pula. Komponen polifenol penyusun jinten antara lain thimoquinone, carvacrol, dan cuminaldehid (Machmudah et al., 2005).
47
V. KESIMPULAN A. Kesimpulan Rempah banyak mengandung komponen antioksidan, yang dikenal kaya akan komponen fenolik. Keefektifan rempah-rempah sebagai antioksidan tidak hanya tergantung pada varietas dan kualitas, tetapi juga pada kondisi substrat dan penyimpanan. Keenam jenis rempah yang diteliti adalah jinten, lada hitam, lada putih, ketumbar, biji pala, dan kayu manis, baik rempah pasar dan rempah pabrik Pengujian terhadap rempah-rempah ini meliputi uji polifenol dan uji AOM dengan alat rancimat. Ekstraksi dilakukan dengan pelarut etanol pada suhu 50oC selama dua jam. Uji polifenol menggunakan metode folin ciocalteu berdasarkan reaksi reduksi
gugus
hidroksil
fenolik
oleh
folin
ciocalteu
(kromagen
fosfomolibdat-tungstat) dalam suasana basa menjadi warna biru. Semakin tinggi jumlah gugus hidroksil fenolik, maka semakin besar konsentrasi komponen fenolik yang terdeteksi. Konsentrasi polifenol tertinggi sampai terendah untuk sampel rempah pasar adalah kayu manis 131.24 mg asam galat/ g bubuk kering, biji pala 51.78 mg asam galat/ g bubuk kering, lada hitam 18.01 mg asam galat/ g bubuk kering, lada putih 12.59 mg asam galat/ g bubuk kering, jinten 7.15 mg asam galat/ g bubuk kering, dan ketumbar 4.07 mg asam galat/ g bubuk kering. Untuk sampel rempah pabrik, konsentrasi polifenol tertinggi sampai terendah adalah kayu manis 4.75.49 mg asam galat/ g bubuk kering, biji pala 60.50 mg asam galat/ g bubuk kering, ketumbar 18.65 mg asam galat/ g bubuk kering, lada hitam 17.95 mg asam galat/ g bubuk kering, jinten 15.51 mg asam galat/ g bubuk kering, dan lada putih 9.60 mg asam galat/ g bubuk kering. Metode AOM dengan alat rancimat digunakan untuk menentukan kestabilan oksidatif lemak dan minyak. Waktu induksi diukur sebagai waktu yang diperlukan untuk meraih titik akhir oksidasi yang berhubungan dengan tingkat ketengikan yang dapat dideteksi atau perubahan tiba-tiba tingkat oksidasi.
48
Minyak dengan periode induksi terendah digunakan sebagai minyak kontrol adalah minyak kedelai Happy Salad Oil. Berdasarkan uji yang dilakukan pada suhu 100oC, urutan rempah pasar yang memiliki faktor protektif tertinggi sampai terendah adalah biji pala (58.98%), ketumbar (13.38%), lada hitam (10.69%), kayu manis (2.40%), lada putih (1.40%), dan jinten (0.70%). Sedangkan urutan rempah pabrik dari yang tertinggi sampai terendah adalah biji pala (50.88%), lada hitam (10.88%), jinten (5.58%), lada putih (4.58%), kayu manis (3.68%), dan ketumbar (2.16%). Terdapat kecenderungan dimana kandungan polifenol yang tinggi menghasilkan faktor protektif yang tinggi pula. Ada pula dimana kandungan polifenol yang tinggi dapat ternyata menghasilkan faktor protektif yang rendah seperti pada kayu manis. B. Saran Perlu dilakukan uji lebih lanjut mengenai identifikasi jenis antioksidan yang terkandung di dalam rempah, sehingga dapat diketahui jenis antioksidan apa yang memiliki aktivitas yang besar. Selain itu, sebagai pembanding, dilakukan juga ekstraksi dengan suhu yang berbeda-beda, untuk mengetahui suhu yang tepat agar ekstraksi maksimum dan pengaruh perubahan suhu sehingga saat diaplikasikan ke dalam produk makanan, antioksidan pada rempah tidak mengalami penurunan yang drastis.
49
DAFTAR PUSTAKA
Achyad, D.E dan R. Rasyidah. 2000. Lada Piper ningrum Linn. http://www.asiamaya.com/jamu/isi/lada_piperningrum.htm [27 November 2006]. Agbor, G..A., J.E. Oben, J.Y Ngogang, C. Xinxing, and J.A. Vinson. 2005. Antioxidant capacity of some herbs/spices from cameroon: a comparative study of two methods. Journal Of Agricultural And Food Chemistry Vol. 53 No. 17, 2005. American Chemical Society. Page: 6819-6824. Allen, J.C., dan R.J. Hamilton. 1983. Rancidity in Food. Applied Science Publishers. London. Anonim. 1996. Difference between olive oil and corn oil. http://www.goaskalice. columbia.edu/0768.html. [3 Agustus 2007]. Anonim. 1999. 743 Rancimat . a new era in the determination of the oxidative stability of fats and oils. Methrom Information no. 3/1999. http://www.metrohm.it/news/Brochure743.pdf. [ 22 Januari 2007]. Anonim. 2002. Herbs; Rich Source of Antioxidants. http://www.hinduonnet. com/thehindu/seta/2002/01/24/stories [28 November 2006]. Anonim. 2004. Coriander. www.unitproj.library.ucla.edu. [7 April 2004]. Anonim. 2006a. Cinnamon http://en.wikipedia.org/wiki/Cinnamon. [20 November 2006]. Anonim. 2006b. Pepper. www.ang.kfunigraz.zc.zt. [20 November 2006]. Anonim. 2006c. Black pepper. http://en.wikipedia.org. [20 November 2006]. Anonim. 2007a. Metrohm 743 Rancimat. http://www.brinkmann.com/products/ ppm_rancimat_de.asp. [17 Januari 2007]. Anonim. 2007b. Physic Al Propreties of Some Spices Essential Oils and Flavorants. www.indianspices.com/pdf/phys_prop.pdf. [3 Agustus 2007]. Antara dan Rita. 2006. Kayu Manis dan Jahe Berpotensi Sebagai Antioksidan dan Anti Mikroba. http://www.kapanlagi.com/a/0000000508.html. [28 November 2006]. Beirao, A.R.B. dan M.G. Bernardo-Gil. 2005. Antioksidan from Lavandula luisieri.http://www.enpromer2005.eq.ufrj.br/nukleo/pdfs/1150_antioxidants _from_lavandula_luisieri_art_fn.pdf. [22 Januari 2007].
50
Chipault, J.R., G.R. Mizuno, J.M. Hawkins, dan W.O. Lundberg. 1952. The antioxidant properties of natural spices. Di dalam: Farrell, K. T. 1990. Spices, Condiments, and Seasonings. The AVI Publ. Co., Inc., Westport, Connecticutt. Domingos, A.K., E.B. Saaf, W.W.D. Vechiatto, H.M. Wilhelm, dan L.P. Ramos. 2007. The influence of BHA, BHT and TBHQ on the oxidation stability of soybean oil ethyl esters (biodiesel). Journal of the Brazilian Chemical Society vol.18 no.2. http://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid =S0103-50532007000200026&lng=en%5D&nrm=iso. [11 Juni 2007]. Farrell, K. T. 1990. Spices, Condiments, and Seasonings. The AVI Publ. Co., Inc., Westport, Connecticutt. Furham, B. dan M. Aviram. 2002. Polyphenols and flavonoids protect LDL against atherogenic modification. Di dalam: Cadenas, E. dan L. Packer (Eds.) Handbook of Antioxidant 2nd Edition Revised and expanded. Marcel Dekker, inc. New York. Gachkar, L., D. Yadegari, M.B. Rezaei, M. Taghizadeh, S.A. Astaneh, I. Rasooli. 2006. Chemical and biological characteristics of Cuminum cyminum and Rosmarinus officinalis essential oils. http://www.aseanfood.info/Articles/ 11018072.pdf. [7Juni 2007]. Gordon, M. 1990. The mechanism of antioxidant action in vitro. Di dalam: Hudson, B.J.F (Ed.) Food Antioxidants. Elsevier Applied Science. New York. Pp: 1-18. Hirasa, K dan M. Takemasa. 1998. Spice Science and Technology. Marcel Dekker, Inc. New York. Howley, J. 2001. Food Additives Antioxidants: Butylated hydroxyanisole (BHA) and Butylated hydroxytoluene (BHT). http://www.vegetarian-restaurants. net/Additives/Antioxidants-Food-Additives.htm. [10 Juni 2007]. Jitoe A., T. Masuda, I.G.P. Tengah, D.N. Suprapta, I.W. Gara, dan N. Nakatani. 1992. Antioxidant activity of tropical ginger extracts analysis of the contained curcuminoids. Journal Agriculture Food Chemistry 40: 1337-1340. Khadambi. 2007. Extraction of Phenolic Compounds and Quantification of The Total Phenol and Condensed Tannin Content of Bran Fraction of Condensed Tannin and Condensed Tannin Free Sorghum Varieties. http://upetd.up.ac.za/thesis/available/etd-03022007-164705/unrestricted/02 chapter2.pdf. [26 April 2007].
51
Kochhar, S.P and J.B. Rossell. 1990. Detection, estimation and evaluation of antioxidants in food systems. Di dalam: Hudson, B.J.F (Ed). Food Antioxidants. Elsevier Applied Science. New York. Pp: 19-64. Kolb, T.U. Loyall, dan J. Schafer. 2002. Antioxidants: Determination and Iterpretation of the Temperature Correlation of Oxidative Stability. http://www.metrohm.com/infocenter/applications/reprints/pdf/stab2002_e. pdf. [23 Januari 2007]. Machmudah, S., Y. Shiramizu, M. Goto , M. Sasaki, T.Hirose. 2005. Extraction of Nigella sativa L. using supercritical CO2: a study of antioxidant activity of the extract. Article Separation Science and Technology vol 40 no. 6/2005. pp: 1267-1275. Martinez, L., I. Cilla, J.A. Beltran, dan P. Roncales. 2006. Effect of Capsicum annuum (Red Sweet and Cayenne) and Piper nigrum (Black and White) pepper powders on the shelf life of fresh pork sausages packaged in modified atmosphere. Journal of Food Science Volume 71 Pp 48. January 2006. http://www.blackwell-synergy.com/doi/abs/10.1111/ j.1365-2621. 2006.tb12405.x?journalCode=jfds. [28 November 2006]. Masuda, T., J. Isobe, A. Jitoe, dan N. Nakatani. 1992. Antioxidative curcuminoids from rhizomes of Curcuma xanthorrhiza. Phytochemistry 31 (10): 3645-3647. Miller, N.J. 1996. The relative antioxidants of plant derived polyphenolic flavonoids. Di dalam: Kumpulainen, J.T. dan J.T. Salonen. Natural Antioxidants and Food Quality in Atherosclerosis and Cancer Prevention. The Royal Spciety of Chemistry. Cambridge. pp: 256-260. Muchtadi, T.R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor. Murcia, M.A., Egea, I., Romojaro, F., Parras, P., Jimenez, A.M., Martinez-Tome, M., 2004. Antioxidant evaluation in dessert spices compared with common food additives. influence of irradiation procedure. Journal of Agricultural Food Chemistry 52, 1872–1881. Di dalam Suhaj, M. 2004. Spice antioxidants isolation and their antiradical activity: a review. Journal Of Food Composition And Analysis Vol 19, 2004. pp: 531-537. www.elesevier.com. [July 18, 2006]. Oki, T., M. Masuda, M. Osame, M. Kobayashi, S. Furuta, Y. Nishiba, dan I. Sada. 2002. Radical scavenging activity of hot water extract from leaves of sweet potato cultivar ”simon-1”. Nippon Shokuhin Kagaku Kogaku Kaishi Vol 49. No. 10. pp: 683-687. Politeo, O., M. Jukic, dan M. Milo. 2006. Chemical composition and antioxidant activity of essential oils of twelve spice plants. Croatica Chemica Acta
52
CCACAA 79 (4) 545-552. http://hrcak.srce.hr/index.php?show=clanak &id_clanak_jezik=8914. [11 Juni 2007]. Pressa-Owens, S., M.C. Lopez-Sabater, dan M. Rivero-Urgell. 1995. Shelf-life prediction of an infant formula using an accelerated stability test (rancimat). Journal Agricultural Food Chemistry 1995 vol: 43. pp: 2879-2882. Pokorny, J.N. dan S. Schmidt. 2001. Natural antioxidant functionality during food processing. Di dalam: Pokorny, J., N. Yanishlieva, dan M. Gordon (Eds.). Antioxidants in Food: Practical Applications. Woodhead Publishing Limited. Abington. pp: 331-354. Pokorny dan Korczak. 2001. Preparations of natural antioxidants. Di dalam: Pokorny, J., N. Yanishlieva, And M. Gordon (Eds). Antioxidants In Food: Practical Applications. Woodhead Publishing Limited. pp: 311-330. Rchid, H., R. Nmila, J.M. Bessiere, Y. Sauvaire, dan M. Chokairi. 2004. Volatile components of Nigella damascena L. and Nigella sativa L. seeds. Journal of Essential Oil Research: JEOR Nov/Dec 2004. www.findarticle.com [26 Desember 3006]. Rismunandar. 1992. Rempah-rempah Komoditi Ekspor Indonesia. Sinar Baru, Bandung. Satyanarayana, S., K Sushruta, G. S. Sarma, N Srinivas, dan G. V. Subba Raju. 2003. Antioxidant activity of the aqueous extracts of spicy food additives evaluation and comparison with ascorbic acid in in-vitro systems. Journal of Herbal Pharmacotherapy Volume: 4 Issue: 2. http://www.haworthpress. com/store/ArticleAbstract.asp?sid=VKR2UNBDEMVE8K5L3W3N33B8 VG9H9EP0&ID=42575. [6 Mei 2007]. Schuler, P. 1990. Natural antioxidants exploited commercially. Di dalam: Hudson, B.J.F (Ed). Food Antioxidants. Elsevier Applied Science. New York. pp: 171-192. Shi, H., N. Noguchi, and E. Niki. 2001. Introducing natural antioxidants. Di dalam: Pokorny, J., N. Yanishlieva, And M. Gordon (Eds). Antioxidants In Food: Practical Applications. Woodhead Publishing Limited. pp:147-158. Sipos dan Szuhaj. 1996. Soybean oil. Di dalam: Hui, Y.H (Ed.). Bailey’s Industrial Oil and Fat Products Volume 2, 5th Edition: Oils and Oilseeds. John Wiley and Sons. New York. pp: 497-560. Stephenz, L.. 2003. Cinnamon Spice, O-So-Nice http://www.shakeoffthesugar. net/article1067.html. [20 November 2006].
53
Strecker, L.R., M.A. Bieber, A. Maza, T. Grossberger, W.J. Doskoczynski. 1996. Corn Oil. Di dalam: Hui, Y.H (Ed.). Bailey’s Industrial Oil and Fat Products Volume 2, 5th Edition: Oils and Oilseeds. John Wiley and Sons. New York. pp: 256-260. Suhaj, M. 2004. Spice antioxidants isolation and their antiradical activity: a review. Journal Of Food Composition And Analysis Vol 19, 2004. pp: 531-537. www.elesevier.com. [July 18, 2006]. Sumardi, M. 1992. Aktivitas Antioksidan Alami dari Berbagai Jenis Rempah Khas Indonesia. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor USDA. 2003. Phytochemical and ethnobotanical databases. Di dalam: Suhaj, M. 2004. Spice antioxidants isolation and their antiradical activity: a review. Journal Of Food Composition And Analysis Vol 19, 2004. pp: 531-537. www.elesevier.com. [July 18, 2006]. Wangensteen, H., A.B. Samuelsen, K.E. Malterud. 2004. Antioxidant activity in extracts from coriander. Food chemistry Journal vol. 88. http://cat.inist.fr /?aModele=afficheN&cpsidt=15934683. [28 November 2006]. Yanishlieva, N.V. 2001. Inhibiting oxidation. Di dalam: Pokorny, J., N. Yanishlieva, dan M. Gordon (Eds.). Antioxidants in Food: Practical Applications. Woodhead publishing limited. Abington. pp: 22-70. Yanishlieva, N.V. dan I.M. Heinonen. 2001. Sources of natural antioxidants: vegetables, fruits, herbs, spices, and teas. Di dalam: Pokorny, J., N. Yanishlieva, dan M. Gordon (Eds.). Antioxidants in Food: Practical Applications. Woodhead publishing limited. Abington. pp: 311-330.
54
Lampiran 1. Kadar air rempah pasar dan rempah pabrik Sampel
Kadar Air Rempah
Kadar Air Rempah
Pasar (% bahan kering)
Pabrik (% bahan kering)
Lada hitam
11.40
8.05
Lada putih
15.25
12.44
Jinten
10.79
8.20
Ketumbar
10.45
6.27
Biji pala
13.38
7.62
Kayu manis
13.43
9.32
1
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN REMPAH PASAR DAN BUBUK REMPAH PABRIK DENGAN METODE POLIFENOL DAN UJI AOM (ACTIVE OXYGEN METHOD) Oleh: Fany Nely1 dan Dedi Fardiaz2 1
2
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Staf pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Agustus 2007 RINGKASAN
Rempah-rempah umumnya mengandung komponen bioaktif yang bersifat antioksidan dan memiliki kandungan antioksidan yang lebih banyak dibandingkan dengan buah dan sayuran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan membandingkan kadar polifenol antara rempah pasar dan rempah pabrik dengan pelarut etanol dan uji aktivitas antioksidan terhadap minyak dengan alat rancimat. Sampel rempah-rempah yang digunakan sebanyak enam sampel, yaitu jinten, ketumbar, lada putih, lada hitam, kayu manis, dan biji pala. Sampel dibandingkan antara sampel pasar dan pabrik. Pengujian dilakukan dengan mengesktrak sampel dengan etanol menggunakan refluks pada suhu 50oC, menghitung kadar polifenol di dalam rempah, dan uji antioksidan untuk menentukan periode induksi dari metode AOM (Active Oxygen Method) dengan alat rancimat. Pengukuran kadar polifenol dilakukan dengan menggunakan metode folin ciacalteu, dengan standar asam galat. Hasil uji polifenol menunjukkan bahwa untuk sampel rempah pasar, konsentrasi polifenol tertinggi adalah kayu manis sebesar 131.24 mg asam galat/g bubuk kering, dan terkecil adalah ketumbar sebesar 4.07 mg asam galat/g bubuk kering. Untuk sampel rempah pabrik, konsentrasi polifenol tertinggi adalah kayu manis sebesar 475.49 mg asam galat/g bubuk kering dan terkecil adalah lada putih sebesar 9.60 mg asam galat/g bubuk kering. Uji antioksidan dengan alat rancimat pada suhu 100oC dilakukan dengan menggunakan minyak kedelai Happy Salad Oil. Sebagai pembanding, dilakukan uji terhadap antioksidan sintetik BHT (Butyl Hydroxy Toluene) sehingga diketahui persentase faktor protektif. Sampel rempah pasar dengan faktor protektif terbesar adalah biji pala sebesar 58.98% dan terkecil adalah jinten sebesar 0.70%. Sedangkan untuk sampel rempah pabrik, faktor protektif terbesar adalah biji pala sebesar 50.88% dan terkecil adalah ketumbar sebesar 2.16%. Terdapat kencenderungan dimana kandungan polifenol yang tinggi maka menghasilkan faktor protektif yang tinggi pula, kecuali untuk sampel kayu manis dimana kandungan polifenol yang tinggi ternyata menghasilkan faktor protektif yang rendah I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Antioksidan adalah suatu senyawa kimia yang dapat mengurangi tingkat reaksi oksidasi yang melibatkan transfer elektron dari suatu senyawa ke agen pengoksidasi. Antioksidan menghambat perkembangan off flavor dengan memperpanjang periode waktu induksi. Karena hal itu, antioksidan telah digunakan secara luas sebagai bahan aditif dalam minyak dan lemak, dan dalam proses pengolahan pangan (Shi et al., 2001). Antioksidan dapat berfungsi untuk menangkal radikal bebas,
membentuk kompleks dengan logam pro-oksidan, bahan pereduksi dan memutuskan formulasi oksigen singlet sehingga melindungi tubuh dari penyakit degeneratif seperti kanker, penyakit jantung koroner, dan diabetes (Antara dan Rita, 2006). Seiring dengan berkembangnya data eksperimen, klinis, dan epidemilogika yang menunjukkan efek keuntungan antioksidan terhadap oxidative stress-induced degenerative dan penyakit akibat umur, kanker, dan penuaan, peran dan pentingnya antioksidan telah mejadi perhatian dunia (Shi et al., 2001). Antioksidan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu antioksidan sintetik dan alami. Beberapa antioksidan sintetik
2
adalah BHA (Butylated Hydroxy Anisol), BHT (Butylated Hydroxy Toluene), TBHQ (Tertiatry Butyl Hidroquinone), dan PG (Propyl Gallate). Penggunaan antioksidan alami sudah terkenal sejak waktu yang lama, yaitu di dalam proses pengasapan dan pemberian bumbu untuk mengawetkan makanan dan mencegah efek ketengikan serta kerusakan. Antioksidan alami bersifat lebih sehat dan aman dibandingkan dengan antioksidan sintetik. Antioksidan alami dapat ditemukan di hampir semua tanaman, mikroorganisme, fungi, dan bahkan jaringan hewan (Yanishlieva, 2001). Beberapa penelitian telah terbukti bahwa ternyata BHA dan BHT dapat menyebabkan tumor di bagian perut dan hati tikus. Sampai sekarang ini, sudah banyak negara yang melarang adanya penggunaan antioksidan sintetik ke dalam bahan pangan. Seperti misalnya pelarangan BHA di Jepang karena terbukti menyebabkan kanker tumor pada forestomach tikus dan hamster, dan pelarangan BHT di Romania yang terbukti bahwa ketika BHT yang ditambahkan ke dalam lemak dapat menyebabkan masalah pada kemampuan detoksifikasi hati (Howley, 2001). Buah dan sayuran sudah lama dikenal sebagai sumber pangan yang kaya akan komponen antioksidan. Selama bertahun-tahun, ahli kesehatan telah banyak menyarankan untuk banyak memakan buah dan sayuran guna meningkatkan pemasukkan antioksidan bagi tubuh. Tetapi menurut penelitipeneliti, perkembangan hal tersebut sangatlah lambat. Selain buah dan sayuran, bahan alami lain yang banyak mengandung antioksidan adalah rempah-rempah. Indonesia adalah negara yang kaya akan jenis rempah-rempah. Rempah-rempah umumnya mengandung komponen bioaktif yang bersifat antioksidan (zat pencegah radikal bebas yang menimbulkan kerusakan pada sel-sel tubuh), dan dapat berinteraksi dengan reaksi-reaksi fisiologis, sehingga mempunyai kapasitas antimikroba, anti pertumbuhan sel kanker, dan sebagainya. Menurut Wang di dalam Anonim (2002), rempah-rempah memiliki kandungan antioksidan yang lebih banyak dibandingkan dengan buah dan sayuran.
B. Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan membandingkan aktivitas antioksidan dari rempah pasar dalam bentuk kasar seperti yang dijual di pasar pada umumnya dan rempah pabrik dalam bentuk bubuk halus dengan menggunakan metode polifenol dengan pelarut etanol dan uji aktivitas antioksidan dengan alat rancimat pada suhu 100oC. II. BAHAN DAN METODE A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan yang dipakai adalah enam jenis sampel rempah pasar dan rempah pabrik “Koepoe Koepoe” dari supermarket, etanol 95%, akuades, Na2CO3 10%, folin ciocalteu, asam galat, minyak kedelai ‘Happy Soybean Oil’, BHT, air demineralisasi, alumunium foil, dan kertas saring. Sampel rempah-rempah yang digunakan sebanyak enam sampel, yaitu jinten, ketumbar, lada putih, lada hitam, kayu manis, dan biji pala. Sampel bubuk yang didapat berasal dari supermarket Hero Pasar Raya Grande, Jakarta dan sampel pasar didapat dari pasar tradisional di Jambu Dua, Bogor. Bahan kimia etanol 95% didapat dari Setia Guna, Bogor. 2. Alat Alat-alat yang digunakan antara lain erlenmeyer 250 ml, labu takar 10 ml, rotavapor (Buchi), reflux, stirer, vacuum filtration, erlenmeyer, botol gelas, labu ukur 50 ml, tabung reaksi, sudip, gelas pengaduk, corong, gelas piala 100 ml, gelas piala 100 ml, gelas piala 250 ml, spektrofotometer (Spectronic 200+), kuvet, pipet mohr, pipet volumetrik, pipet tetes, stirrer, ballep, neraca analitik, oven vakum (OSK), rancimat (Metrohm 743 Rancimat), dan penangas air. B. METODE PENELITIAN 1. Kadar air Sebanyak 4 g sampel ditimbang (W1) dan dimasukkan ke dalam oven vakum. Sampel dikeringkan sampai berat sampel stabil, kemudian dicatat berat akhir (W2). Perhitungan kadar air
3
berdasarkan berat kering, yaitu dengan rumus : W1 W2 KA (%) = x 100% W2 2. Ekstraksi sampel Sebanyak 25 g sampel dicampur dengan 150 g etanol. Untuk sampel pasar, sebelumnya dilakukan penghalusan terlebih dahulu dengan blender, dan untuk sampel pabrik, sampel langsung ditimbang. Kemudian direfluks pada suhu 50oC dengan pengadukan menggunakan stirer selama dua jam. Setelah selesai, sampel hasil ekstraksi difiltrasi dengan filter vakum sebanyak dua kali dengan pencucian menggunakan etanol masing-masing 50 g (total etanol 100 g). Hasil ekstraksi dipekatkan konsentrasinya dengan rotavapor sampai volumenya sedikit. Hasil evaporator kemudian ditepatkan jumlah volumenya menjadi 10 ml dan ditimbang beratnya. Hasil tersebut disimpan ke dalam freezer dan saat digunakan harus dikondisikan dulu ke suhu ruang untuk mencegah terserapnya uap air. Ekstraksi dilakukan sebanyak dua kali ulangan. Gambar 7 adalah diagram ekstraksi sampel. Rempah pasar
Diblender halus
Rempah pabrik
25 g Sampel +100 g etanol Rotavapor 50oC
B
kontrol 0.2 ml sampel ditambahkan dengan 1 ml Na2CO3 10%, 1 ml folin ciocalteu, dan 5 ml akuades. Sampel yang terlalu pekat kandungan polifenolnya dilakukan pengenceran. Sampel dengan faktor pengenceran (FP) 100 antara lain lada hitam, lada putih, jinten, dan ketumbar. Sampel dengan FP 1000 adalah biji pala dan dengan FP 10000 adalah kayu manis. FP 100 adalah 0.1 ml ekstrak ditambahkan etanol sampai 10 ml, FP 1000 adalah sebanyak 1 ml sampel FP 100 ditambahkan etanol sampai 10 ml, dan FP 10000 adalah sebanyak 0.1 ml ditambahkan etanol sampai volume mencapai 10 ml dengan labu ukur. Untuk membuat larutan Na2CO3 10%, sebanyak 25 g bubuk Na2CO3 dicampur dengan akuades sampai 250 ml. Gambar 8 berikut adalah diagram uji polifenol.
Hasil ekstrak FP = 100, 1000 dan 10000 Ekstrak pengenceran Blanko Ekstrak encer (ml) 0.2 + 150 g Folin ciocalteu (ml) Etanol 1 Na2CO3 10% (ml) Akuades (ml) 6
Kontrol 0.2 1 1 5
Vortex Didiamkan 1 jam
Hasil Ekstrak Gambar 7. Diagram ekstraksi sampel 3. Uji kandungan polifenol (Oki et al., 2002) Kandungan polifenol diukur dengan spektrofotometer (λ=750 nm). Sebagai blanko, 0.2 ml sampel ditambahkan dengan 1 ml Na2CO3 10% dan 6 ml akuades. Sebagai
Absorbansi λ=750 nm Gambar 8. Diagram uji kandungan polifenol Asam galat digunakan sebagai kurva kalibrasi standar. Sebanyak 5 mg asam galat ditambahkan dengan 50 g etanol dibuat untuk konsentrasi 0.10 mg/g. Dari konsentrasi ini dibuat kosentrasi standar
4
lainnya yaitu 0, 0.02, 0.04, 0.06, 0.08, dan 0.1 mg/g. Kemudian konsentrasi polifenol dicari dengan menggunakan persamaan yang didapat dari kurva standar. Satuan konsentrasi kadar polifenol adalah mg polifenol/g bahan kering berdasarkan asam galat ekuivalen. Uji polifenol dilakukan duplo untuk setiap ulangan. 4.
Uji AOM dengan alat rancimat (modifikasi metode Beirao dan Bernardo-Gil, 2005) Pemilihan minyak awal sebagai minyak yang digunakan dalam uji AOM selanjutnya diuji terhadap empat jenis minyak, yaitu Happy Salad Oil, Tropicana Slim Corn Oil, Mazola Corn Oil, dan Berrio Olive Oil. Keempat sampel diuji periode induksinya dengan memasukkan 3 g sampel ke dalam alat rancimat pada suhu 100oC dan dihembuskan oksigen terus menerus samai didapat kurva periode induksi. Minyak dengan periode induksi terpendek dijadikan minyak untuk uji selanjutnya. 150 mg hasil ekstrak + 3 gr minyak
Rancimat 100oC
Tinduksi Gambar 9. Uji AOM dengan alat Rancimat Untuk sampel, sebanyak 150 mg sampel antioksidan rempah dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 3 g minyak, diaduk sampai homogen, dan dimasukkan ke dalam alat rancimat dengan suhu 100oC. Kemudian tabung reaksi sampel dihembuskan O2 secara terus menerus sampai tebentuk kurva periode induksi. Kontrol adalah minyak kedelai tanpa diberikan sampel. Selain
antioksidan rempah, antioksidan BHT juga ditambahkan ke dalam minyak dengan prosedur yang sama sebagai faktor protektif yaitu sebanyak 50000 ppm atau setara dengan 150 mg bubuk BHT yang dilarutkan lansung ke dalam 3 g minyak. Pengukuran dilakukan duplo untuk setiap kali ulangan. Perhitungan faktor protektif (%) adalah: Faktor protektif =
T i s – Ti k
x 100%
Ti BHT – Ti k
Dimana: Ti s = Tinduksi sampel Ti k = Tinduksi kontrol Ti BHT = Tinduksi BHT
Penentuan periode induksi dari grafik yang dihasilkan berdasarkan pada perpotongan antara dua garis, yaitu garis landai dan garis curam. Pertemuan kedua garis ini menghasilkan titik potong yang dijadikan nilai periode induksi masing-masing sampel. Gambar 9 adalah diagram uji AOM dengan alat rancimat. BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kadar polifenol rempah Sampel-sampel yang digunakan adalah sampel rempah pasar dan sampel rempah pabrik dalam bentuk kering. Salah satu kekurangan dari antioksidan alami adalah ketahanan yang rendah terhadap oksigen, terutama dibawah kondisi terkena sinar matahari, suhu yang tinggi, dan pengeringan. Antioksidan secara bekelanjutan berubah selama penyimpanan produk makanan (Pokorny and Schmidt, 2001). Selama proses dimana udara panas adalah sebagai media transfer panas, perubahan paling banyak terjadi secara intensif pada permukaan dibandingkan lapisan dalam, sehingga antioksidan paling banyak rusak pada bagian dekat permukaan. Pengeringan adalah proses dimana kandungan air dikurangi mencapai 6-12% dan pada akhirnya berbentuk produk padatan. Pada makanan, butiran lemak, liposom, dan membran dilindungi oleh lapisan protein terhidrasi terhadap oksigen dari udara. Sehubungan dengan proses dehidrasi, lapisan pelindung ini rusak sehingga lemak terekspos secara bebas dengan oksigen,
5
Larutan-larutan yang digunakan di dalam uji polifenol ini antara lain, sebagai larutan blanko digunakan Na2CO3, akuades, dan sampel, dan sebagai larutan kontrol digunakan Na2CO3, akuades, folin ciocalteu, dan sampel. Reagen folin ciocalteu merupakan campuran dari asam asam dengan rumus kimia 3H2O.P2O5.13WO3.5MoO3.10H2O dan 3H2O.P2O5.14WO3.4MoO3.10H2O. Warna folin yang belum tereduksi adalah kuning dan setelah tereduksi menjadi warna hijau atau biru. Penambahan Na2CO3 disini adalah dimaksudkan untuk membentuk suasana basa agar terjadi reaksi reduksi folin ciocalteu dengan gugus OH dari polifenol di dalam sampel. Na2CO3 yang digunakan berkonsentrasi 25% dimana 25 g bubuk Na2CO3 dicampur dengan akuades 100 ml. Penambahan sampel di dalam blanko adalah untuk mengurangi kesalahan positif dari perhitungan konsentrasi polifenol. Hal ini disebabkan karena sampel itu sendiri sebenarnya sudah memiliki warna yang dapat terukur oleh spektrofotometer. Hasil absorbansi kontrol nantinya akan dikurangi dengan absorbansi blanko yang kemudian dimasukkan ke dalam kurva standar sehingga didapatkan konsentrasi polifenol saja di dalam sampel. Pasar Pabrik 500 450
mg Polifenol/ g bubuk
dan menjadi lapisan tipis di atas permukaan partikel non lemak. Dengan demikian, oksidasi lemak lebih cepat pada pangan kering dibandingkan dengan pangan kaya akan air, bahkan pada suhu ruangan atau dibawah suhu penyimpanan refrigrasi. Antioksidan umumnya tidak rusak selama proses pengeringan, dan evaporasinya erofat moderat (Pokorny and Schmidt, 2001). Metode folin ciocalteu didasarkan pada kekuatan reduksi gugus hidroksil fenolik dan sangat tidak spesifik tetapi dapat mendeteksi semua jenis fenol dengan sensitifitas yang bervariasi. Reaksi oksidasi reduksi ini muncul pada kondisi alkali dan mereduksi kompleks fosfotungstat-fosfomolibdat dengan reagen menjadi warna biru. Metode ini tidak membedakan perbedaan antar jenis komponen fenolik. Semakin tinggi jumlah gugus hidroksil fenolik, maka semakin besar konsentrasi komponen fenolik yang terdeteksi (Khadambi, 2007). Sebagai standar dalam pengukuran kadar polifenol digunakan asam galat. Asam galat adalah asam organik dengan nama kimia asam 3,4,5 trihidroksi benzoat (C6H2(OH)3CO2H). Struktur asam galat dapat dilihat pada Gambar 10. Asam galat murni berbentuk bubuk organik kristal tak bewarna dan berupa molekul bebas atau bagian dari molekul tanin. Asam galat mempunyai sifat antifungal, antioksidan, dan antiviral. Kurva standar asam galat yang dihasilkan memiliki persamaan garis linier y=3.0473x+0.0223. Gambar kurva dapat dilihat pada Gambar 11.
400 350 300 250 200 150 100 50 0
Gambar 10. Asam galat
Lada hitam
Lada putih
18.01
12.59
7.15
4.07
51.78
131.34
Pabrik 17.95
9.60
15.51
18.65
60.50
475.49
Pasar 0.300
Absorbans
0.250
y=3.0473x+0.0223 R2=0.9866
Jinten Ketumbar Biji pala
Kayu manis
* Telah dikonversikan dengan k.air bahan kering
0.200
Gambar 12. Polifenol sampel rempah pasar dan rempah pabrik
0.150 0.100 0.050 0.000 0.000
0.016
0.032
0.047
0.063
0.079
[] standar mg AsamGalat/ ml Etanol
Gambar 11. Kurva standar asam galat
Hasil penelitian, pada Gambar 12, menunjukkan bahwa untuk sampel rempah pasar, konsentrasi polifenol tertinggi adalah kayu manis sebesar 131.24 mg asam galat/g bahan kering, dan diikuti oleh biji pala dan lada hitam sebesar 51.78 mg
6
asam galat/g bahan kering dan 18.01 mg asam galat/g bahan kering. Rempah jinten dan lada putih memiliki kandungan polifenol sebesar 7.15 mg asam galat/g bahan kering dan 12.59 mg asam galat/g bahan kering. Konsentrasi polifenol terkecil adalah ketumbar sebesar 4.07 mg asam galat/g bahan kering. Untuk sampel rempah pabrik, konsentrasi polifenol tertinggi adalah kayu manis sebesar 475.49 mg asam galat/g bahan kering, biji pala 60.50 mg asam galat/g bahan kering, dan lada hitam 17.95 mg asam galat/g bahan kering. Rempah ketumbar dan jinten memiliki kandungan polifenol sebesar 18.65 mg asam galat/g bahan kering dan 15.51 mg asam galat/g bahan kering. Sedangkan konsentrasi polifenol terkecil adalah jinten 9.60 mg asam galat/g bahan kering. Hasil kandungan polifenol ini telah dikonversikan dengan kadar air bahan kering sampel. Tabel kadar air dapat dilihat pada Lampiran 1. Secara keseluruhan, sampel pasar memiliki konsentrasi polifenol rata-rata lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi polifenol sampel pabrik. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 12. Sampel lada hitam pasar dan lada putih pasar memiliki kandungan polifenol yang lebih tinggi dibandingkan dengan rempah pabriknya. Lada hitam pasar memiliki kandungan polifenol yang hampir sama dengan lada hitam pabrik, hanya sedikit sekali perbedaannya. Lada putih pasar memiliki kandungan polifenol lebih tinggi 1.3 kali dibandingan lada putih pabrik. Hal ini mungkin disebabkan karena kondisi awal sampel dimana sampel pasar masih berbentuk biji bulat padat sehingga komponen antioksidannya terlindungi oleh kulit luar sampel sehingga tidak teroksidasi. Meskipun demikian, kondisi penyimpanan dari rempah tersebut juga perlu diperhatikan Sedangkan sampel jinten pabrik, ketumbar pabrik, biji pala pabrik, dan kayu manis pabrik memiliki kandungan polifenol yang lebih tinggi dibandingkan dengan rempah pasarnya. Jinten pabrik memiliki kandungan polifenol lebih besar 2.2 kali dari jinten pasar. Ketumbar pabrik mempunyai kandungan polifenol hampir 4.6 kali lebih besar dari ketumbar pasar. Biji pala pabrik memiliki kandungan polifenol 1.2 kali dari rempah pasarnya. Kayu manis pabrik memiliki
kandungan polifenol 3.62 kali lebih besar dari kayu manis pasar. Perbedaan ini mungkin disebabkan karena kondisi pengemasan dan penyimpanan dari sampel sebelum dibeli. Oksidasi lipid yang muncul selama penyimpanan bahan mentah, pengolahan, perlakuan panas, dan penyimpanan produk akhir adalah salah satu dari proses dasar penyebab ketengikan produk yang menuju kepada kerusakan produk (Gachkar et al., 2006). Sampel pabrik lebih mempunyai kondisi penyimpanan yang lebih baik karena dikemas dalam kemasan botol plastik tertutup. Salah satu fungsi pengemasan adalah sebagai lapisan proteksi dari oksigen, air, debu, dan lain sebagainya sehingga dapat memperpanjang masa simpan. Sampel pasar biasanya disimpan dalam keadaan terbuka tanpa kemasan sehingga memungkinkan adanya oksidasi terhadap antioksidan itu sendiri. Untuk itu, baik rempah pasar maupun pabrik, penyimpanan keduanya perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya okisdasi terhadap antioksidan rempah itu sendiri. Selain itu cara pengeringan juga mempengaruhi komponen di dalam rempah. Pengeringan matahari ini mempunyai beberapa kelemahan antara lain kurangnya kontrol terhadap proses pengeringan yang mungkin bisa terjadi over drying dan perubahan nutrisi, kurangnya keseragaman, dan dapat terkontaminasi oleh fungi, bakteri, burung, dan serangga. B. Faktor protektif diukur dengan alat rancimat Prinsip kerja dari alat rancimat ini adalah penghembusan oksigen secara terus menerus ke dalam sampel sambil dipanaskan sehingga dihasilkan ion-ion hasil oksidasi. Ion-ion ini akan menghasilkan nilai konduktivitas tertentu yang terukur di dalam air bebas ion. Sistem kerja alat rancimat dapat dilihat pada Gambar 13. Tujuan penggunaan air bebas ion (demineralisasi) adalah agar konduktivitas yang terukur hanyalah berasal dari ion produk degradasi volatil saja. Jika digunakan air aquades biasa, dikhawatirkan masih terdapat ion-ion dari air yang dapat menyebabkan kesalahan positif di dalam pengukurannya.
7
Produk degradasi O2 Sampel Pemanas 100oC
konduktivitas air demineral
adalah 7.67 jam untuk Happy Salad Oil, 12.60 jam untuk Tropicana Corn Oil, 19.85 jam untuk Mazola Corn Oil, dan lebih dari 22.6 jam untuk Berrio Olive Oil (Tabel 2). Minyak dengan periode induksi terendah adalah minyak kedelai Happy Salad Oil, sehingga untuk penggunaan minyak untuk uji selanjutnya menggunakan minyak kedelai. Gambar empat jenis minyak untuk uji AOM dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 13. Sistem kerja AOM dengan alat rancimat Waktu induksi diukur sebagai waktu yang diperlukan untuk meraih titik akhir oksidasi yang berhubungan dengan tingkat ketengikan yang dapat dideteksi atau perubahan tiba-tiba tingkat oksidasi, Gambar 14. Empat jenis minyak untuk uji dan biasanya berhubungan dengan umur simpan AOM dengan alat rancimat produk. (Pressa-Owens et al., 1995). Makanan yang ditambahkan antioksidan bertujuan untuk Minyak kedelai merupakan hasil menghambat dekomposisi oksidatif lemak dan minyak yang terkadung di dalamnya. Metode AOM ekstraksi kacang kedelai dengan cara dengan alat rancimat ini dapat menghitung solvent extraction meggunakan heksana. Kelebihan dari minyak kedelai, antara keefektifan antioksidan. lain minyak tetap dalam kondisi cair pada Pemilihan jenis minyak yang kisaran suhu ruang, memiliki kandungan digunakan didasarkan pada periode asam lemak tak jenuh yang tinggi, dapat induksi terendah. Dasar dari pemilihan dihidrogenasi secara selektif dalam awal jenis minyak ini adalah kepada sifat pencampuran dengan minyak cair atau minyak yang memiliki jumlah asam semi padatan, dan ketika dihidrogenasi lemak jenuh yang banyak. Menurut secara parsial, dapat digunakan sebagai sifatnya, asam lemak tak jenuh lebih cepat minyak tuang semi padatan. Selain itu, dioksidasi ikatannya dibandingkan asam fosfatid, trace metal, dan sabun di dalam lemak jenuh sehingga waktu oksidasi juga minyak kedelai dapat dihilangkan semakin singkat. Minyak yang sehingga didapatkan minyak dengan mengandung asam lemak tak jenuh kualitas yang baik. Kelemahan dari banyak, misalnya minyak jagung, minyak minyak ini adalah jumlah fosfatid yang biji bunga matahari, minyak kedelai, relatif besar (2%) yang harus dihilangkan minyak zaitun, dan lain sebagainya. selama poses dan mengandung asam linolenat yang tinggi (7-8%) yang Tabel 1. Pemilihan minyak awal dengan berperan dalam flavor dan odor reversion alat rancimat (100oC) (Sipos dan Szuhaj, 1996). Periode induksi Jenis Minyak Minyak kedelai rendah (jam) kandungan lemak jenuh dan kaya akan Happy Salad Oil 7.67 monounsaturated fat dan polysaturated Tropicana Corn Oil 12.60 fat. Selain itu minyak ini kaya akan asam Mazola Corn Oil 19.85 lemak esensial linoleat dan linolenat. Berrio Olive Oil > 22.6 Total asam lemak jenuh minyak kedelai (Extra Virgin) sebesar 15.0% dan total asam lemak tak jenuh sebesar 80.7%. Menurut Sipos dan Keempat jenis minyak yang Szuhaj (1996), minyak kedelai memiliki digunakan antara lain Happy Salad oil, kestabilan yang paling rendah Tropicana Corn Oil, Mazola Corn Oil, dibandingkan dengan minyak bunga dan Berrio Olive Oil. Masing-masing matahari dan minyak kacang, dikarenakan minyak diuji periode induksinya dengan kandungan lemak tak jenuhnya yang menggunakan alat rancimat pada suhu o tinggi dan sedikitnya jumlah komponen 100 C. Dari keempat jenis minyak alami yang memberikan efek protektif tersebut, periode induksi yang didapatkan
8
8000 ppm pada minyak kedelai etil ester menggunakan alat rancimat. Pasar
Pabrik
70 60 50 % Protek
antioksidan. Jumlah tokoferol alami di dalam minyak kedelai adalah sebesar 937 mg/ kg minyak (Kolb et al., 2002). Jika dibandingkan dengan minyak jagung dan minyak zaitun, periode induksi minyak kedelai adalah yang terendah. Menurut Anonim (1996), minyak jagung memiliki jumlah monounsaturated dan polyunsaturated fatty acid sebesar 84%, dan minyak zaitun sebesar 81%. Walaupun kadar asam lemak tak jenuhnya tinggi, minyak jagung alami memiliki stabilitas superior karena mengandung antioksidan alami yang tinggi seperti asam ferulat dan tokoferol (Strecker et al., 1996) sehingga lebih sulit teroksidasi. Jumlah tokoferol alami dalam minyak jagung adalah 1006 mg/kg minyak dan dalam minyak zaitun adalah 133 mg/ kg minyak (Kolb et al., 2002).
40 30 20 10 0
Lada hitam
Lada putih
Jinten Ketumbar Biji pala
Kayu manis
10.69
1.40
0.70
13.38
58.98
2.40
Pabrik 10.88
4.58
5.82
2.16
50.88
3.68
Pasar
* Ekstrak hasil pemekatan dengan rotavapor ** Faktor protektif BHT (50000 ppm) = 100% Gambar 16. Perbandingan faktor protektif rempah pasar dan pabrik
Gambar 15. BHT (Butylated Hydroxy Toluene) Sebagai perbandingan, dilakukan juga pengukuran periode induksi terhadap antioksidan sintetik, yaitu BHT (Butylated Hydroxy Toluene). BHT, dengan rumus kimia C15H24O, adalah komponen organik tidak larut air berbentuk kristal putih yang banyak digunakan sebagai bahan aditif antioksidan yang dihasilkan dari reaksi p-cresol dengan isobutilen. BHT bereaksi dengan radikal bebas, menghambat tingkat autooksidasi dalam pangan, dan mencegah perubahan warna, bau, dan rasa pangan. Struktur kimia BHT dapat dilihat pada Gambar 15. Periode induksi dari BHT rata-rata setelah dukurangi dengan kontrol tanpa penambahan BHT adalah 15.71 jam. Nilai ini nantinya dibandingkan dengan periode induksi minyak yang ditambahkan ekstrak rempah sehingga didapat persentase faktor protektif. Nilai BHT dianggap memiliki faktor proteksi sebesar 100%. Menurut Domingos et al. (2007), BHT memiliki keefektifan terbesar pada kisaran konsentrasi 200 sampai 7000 ppm, BHA (Butyl Hydroxy Anisol) pada konsentrasi tidak lebih dari 2000 ppm, dan TBHQ (t-Butylated Hydroxy Quinone) dengan konsentrasi
Masing-masing rempah yang ditambahkan ke dalam minyak adalah 150 mg dan dibandingkan dengan antioksidan sintetik BHT dengan jumlah yang sama. Berdasarkan uji dengan alat rancimat yang dilakukan pada suhu 100oC, urutan rempah pasar yang memiliki faktor protektif tertinggi sampai terendah adalah biji pala (58.98%), ketumbar (13.38%), lada hitam (10.69%), kayu manis (2.40%), lada putih (1.40%), dan jinten (0.70%). Sedangkan urutan rempah pabrik dari yang tertinggi sampai terendah adalah biji pala (50.88%), lada hitam (10.88%), jinten (5.58%), lada putih (4.58%), kayu manis (3.68%), dan ketumbar (2.16%). Perbandingan faktor protektif rempah pasar dan pabrik dapat dilihat pada Gambar 16. Jika dibandingkan keduanya, rata-rata rempah pabrik memiliki faktor protektif lebih besar dibandingkan dengan rempah pasar. Hal ini mungkin disebabkan karena ukuran partikel sampel saat diekstrak, dimana semakin kecil ukuran partikel maka komponen yang terekstrak lebih besar. Sampel pabrik memiliki ukuran partikel yang sangat halus sehingga antioksidan yang terkandung di dalam sampel pabrik lebih banyak terekstrak oleh pelarut etanol dan menyebabkan tingginya faktor protektif rempah pabrik yang dihasilkan dari metode AOM dengan alat rancimat.
9
Sedangkan rempah pasar lebih memiliki ukuran partikel yang lebih besar dibandingkan dengan rempah pabrik, sehingga saat diekstrak oleh etanol, mungkin antioksidan yang terlarut di dalam etanol lebih sedikit dibandingkan dengan rempah pabrik dan menyebabkan faktor protektif yang dihasilkan dari metode AOM dengan alat rancimat lebih kecil. Dari keenam rempah tersebut, empat rempah pabrik memiliki faktor perotektif lebih besar daripada rempah pasar, antara lain lada hitam, lada putih, jinten, dan kayu manis. Lada hitam pasar dengan pabrik memiliki faktor protektif yang kurang lebih sama, hanya berbeda 0.19%. Lada putih pabrik memiliki faktor protektif lebih besar 3.3 kali lebih besar dari lada putih pasar. Jinten pabrik memiliki faktor protektif 8.3 kali lebih besar dibandingkan dengan jinten pasar. Kayu manis pabrik memiliki faktor protektif 1.5 kali bebih besar dibandingkan kayu manis pasar Sedangkan, dua rempah pasar yang lebih besar faktor protektifnya daripada rempah pabrik adalah ketumbar dan biji pala. Ketumbar pasar memiliki faktor protektif lebih besar 6.2 kali dibandingkan dengan ketumbar pabrik. Biji pala pasar memiliki perbedaan faktor protektif lebih besar 1.2 kali dibandingkan dengan biji pala pabrik. Meskipun lada hitam dan lada putih berasal dari jenis yang sama, faktor protektif lada hitam ternyata jauh lebih besar daripada lada putih, yang mungkin disebabkan karena adanya perbedaan saat proses pengolahannya, dimana lada putih tidak memiliki kulit luar seperti halnya lada hitam. Sehingga aktivitas antioksidan yang dimiliki lada putih lebih kecil dibandingkan lada hitam. Sesuai dengan Martinez et al. (2006) yang menyatakan bahwa secara signifikan lada hitam dan lada putih dapat menghambat oksidasi lemak dan menurunkan formasi off odor, terutama lada hitam. Hal ini didukung pula oleh Chipault et al. (1952) di dalam Farrell (1990), dimana lada hitam memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan lada putih. Menurut Hirasa dan Takemasa (1998), periode induksi biji pala lebih besar tiga kalinya dibandingkan periode induksi lada hitam diukur dengan metode AOM. Hal ini juga ditunjukkan dari hasil penelitian dimana faktor protektif biji pala
jauh lebih besar, yaitu hampir lima kali lipat dari faktor protektif lada hitam. Dari Gambar 16, hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase protektif rempah pasar yang dimiliki kayu manis ternyata lebih rendah dibandingkan dengan biji pala, lada hitam, dan ketumbar, sedangkan untuk rempah pabrik, persentsae faktor protektif dari yang tertinggi sampai terendah adalah biji pala, lada hitam, kayu manis, dan ketumbar. Hal ini didukung oleh hasil uji dengan alat rancimat yang dilakukan oleh Politeo et al. (2006) terhadap biji pala, kayu manis, lada hitam, dan ketumbar. Urutan nilai indeks aktivitas antioksidan tertinggi sampai terendah adalah biji pala, ketumbar, dan kayu manis, sedangkan lada hitam dan kayu manis memiliki indeks aktivitas antioksidan yang sama. Menurut Chipault et al. (1952) di dalam Farrell (1990), dari keenam jenis rempah tersebut, sampel kayu manis, ketumbar, dan jinten memiliki aktivitas antioksidan yang sama besarnya. Biji pala memiliki aktivitas antioksidan terbesar dibandingkan dengan lima sampel lainnya yaitu sekitar tiga kali lebih besar. Menurut Sumardi (1992), terdapat hubungan dimana jika kandungan asam lemak tidak jenuh yang tinggi di dalam rempah maka aktivitas antioksidannya juga tinggi. Kandungan asam lemak tidak jenuh biji pala antara lain asam miristoleat dan asam oleat sebesar 35.56% dan 7.89%, sedangkan asam lemak jenuhnya adalah asam stearat sebesar 32.46%. Asam lemak tidak jenuh di dalam jinten tidak terlalu tinggi, yaitu asam eikosadienoat sebesar 10.20% dibandingkan dengan asam lemak jenuhnya yaitu asam palmitat sebesar 32.51%. C.
Korelasi polifenol dan aktivitas antioksidan Hubungan antara kandungan polifenol dengan faktor protektif dilakukan dengan membandingkan keduanya pada jumlah sampel 150 mg ekstrak rempah hasil rotavapor. Hubungan korelasi antara kandungan polifenol dengan faktor protektif dapat dilihat pada Gambar 17. Hasil perbandingan rempah pasar dan rempah pabrik dapat dilihat pada Tabel 2. Dari Gambar 17 dapat dilihat bahwa terkadang beberapa rempah pabrik
10
memiliki korelasi hubungan kandungan polifenol dengan faktor protektif yang lebih rendah dibandingkan dengan rempah pasar, dan juga beberapa rempah pasar memiliki korelasi hubungan yang lebih rendah dibandingkan rempah pabriknya. Dapat dilihat juga, jumlah polifenol yang tinggi memberikan faktor protektif yang tinggi pula, tetapi ada juga yang sebaliknya, dimana jumlah polifenol yang tinggi memberikan faktor protektif yang rendah. Gambar 17 (A) menunjukkan korelasi antara kandungan polifenol dengan faktor protektif pada sampel lada hitam, lada putih, jinten, ketumbar, dan biji pala. Gambar 17 (B) menunjukkan hubungan korelasi antara kandungan polifenol dan faktor protektif sampel kayu manis. Pasar
Pabrik
70
70 60
50
50
40
40
30
30
20
20
10
10
F a k to r p ro te k
60
0
0 0
5
10
15
20
25
30
0
100
200
300
mg Polifenol
(A)
(B)
Gambar 17. Korelasi kandungan polifenol dengan faktor protektif A = Lada hitam, lada putih, jinten, ketumbar, biji pala B = Kayu manis Beberapa faktor yang dapat menyebabkan perubahan yang fluktuatif seperti pada Gambar 17, antara lain adalah jumlah polifenol total yang terdapat di dalam rempah, jenis polifenol dengan aktivitas antioksidan yang berbeda-beda, dan jumlah kandungan satu jenis polifenol di dalam rempah tersebut. Menurut Khadambi (2007), metode uji polifenol dengan folin ciocalteu hanyalah mengukur jumlahnya saja, bukan membedakan jenis polifenol di dalam sampel dan besarnya aktivitas antioksidan polifenol. Jumlah polifenol di dalam rempah ternyata tidak menentukan besar
atau kecilnya faktor protektif rempah terhadap minyak dengan alat rancimat. Selain itu, menurut Furham dan Aviram (2002), di bawah kondisi tertentu, seperti konsentrasi antioksidan fenolik yang tinggi, pH yang tinggi, atau keberadaan ion besi, antioksidan fenolik dapat menginisiasi proses auto-oksidasi dan lebih bersifat seperti pro-oksidan dibandingkan antioksidan. Tabel 2. Perbandingan faktor protektif dengan kandungan polifenol rempah. Rempah Pasar Samp el
mg Polife nol*
Faktor Protektif ** (%)
Rempah Pabrik mg Polife nol*
Faktor Protektif ** (%)
Lada 8.37 10.69 8.20 10.88 hitam Lada 6.17 1.40 4.71 4.58 putih Jinten 3.42 0.70 6.83 5.82 Ketu 1.94 13.38 8.40 2.16 mbar Biji 24.36 58.98 26.47 50.88 pala Kayu 191.9 57.05 2.40 3.68 manis 2 * Dihitung berdasarkan ekstrak yang digunakan dalam uji AOM (Rancimat) ** Dihitung berdasarkan faktor protektif BHT (50000 ppm) = 100% Beberapa sampel yang memiliki hubungan semakin tinggi polifenol maka semakin tinggi faktor protektifnya antara lain biji pala dan jinten, sedangkan yang memperlihatkan hubungan sebaliknya antara lain kayu manis, lada putih, lada hitam, dan ketumbar. Seperti yang dapat dilihat dari data yg dihasilkan pada Tabel 2, jumlah polifenol yang besar di dalam sampel kayu manis, ternyata tidak menghasilkan faktor protektif yang besar dengan menggunakan alat rancimat. Sedangkan, jumlah polifenol biji pala yang lebih kecil daripada kayu manis, ternyata memiliki faktor protektif yag lebih besar daripada kayu manis dan setengahnya dari antioksidan sintetik BHT. Menurut Miller (1996), asam sinamat, yang merupakan komponen utama polifenol dari kayu manis, tidak mempunyai aktivitas antioksidan, dan
11
menurut Stephenz (2003), kapasitas antioksidan kayu manis yang besar terutama adalah senyawa antioksidan glutation. Sampel rempah lada hitam dan lada putih memberikan hubungan yang sebaliknya yaitu semakin sedikit polifenol maka semakin besar faktor protektifnya. Tetapi untuk lada hitam, baik rempah pasar dan rempah pabrik, memberikan kandungan polifenol yang kurang lebih sama jumlahnya yaitu sekitar 8 mg asam galat per 150 mg ekstrak dan faktor protektif yang sama diantara keduanya yaitu sekitar 10-11%. Komponen fenolik yang terkandung di dalam kedua jenis lada ini umumnya adalah piperin dan turunannya, chavicine (Achyad dan Rasyidah, 2000), fenolik amida, flavonoid (Yanishlieva dan Heinonen, 2001). Aktivitas polifenol biji pala sebagai antioksidan sangat memiliki pengaruh yang nyata terhadap persentase faktor protektif meskipun jumlah polifenol yang dikandungnya dalam jumlah sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa jenis polifenol yang terdapat dalam biji pala memiliki kemampuan antioksidan yang tinggi. Menurut Hirasa dan Takemasa, komponen myristphenone ddi dalam biji pala memiliki aktivitas antioksidan yang besar yaitu kemampuannya dua sampai empat kali skuat BHA. Beberapa komponen antioksidan penyusun biji pala adalah antara lain camphene, sianidin, eugenol, γ-terpinene, isoeugenol, kaempferol, asam laurat, metil eugenol, myrcene, asam miristat, myristicin, asam oleanolat, asam palmitat, quercetin, dan terpinene-4-ol (USDA, 2003 di dalam Suhaj, 2004). Untuk sampel jinten, jumlah polifenol yang semakin tinggi menunjukkan faktor protektif yang semakin besar pula. Komponen polifenol penyusun jinten antara lain thimoquinone, carvacrol, dan cuminaldehid (Machmudah et al., 2005). V. KESIMPULAN A. Kesimpulan Rempah banyak mengandung komponen antioksidan, yang dikenal kaya akan komponen fenolik. Keefektifan rempah-rempah sebagai antioksidan tidak hanya tergantung pada varietas dan kualitas, tetapi juga pada kondisi substrat
dan penyimpanan. Keenam jenis rempah yang diteliti adalah jinten, lada hitam, lada putih, ketumbar, biji pala, dan kayu manis, baik rempah pasar dan rempah pabrik Pengujian terhadap rempah-rempah ini meliputi uji polifenol dan uji AOM dengan alat rancimat. Ekstraksi dilakukan dengan pelarut etanol pada suhu 50oC selama dua jam. Uji polifenol menggunakan metode folin ciocalteu berdasarkan reaksi reduksi gugus hidroksil fenolik oleh folin ciocalteu (kromagen fosfomolibdat-tungstat) dalam suasana basa menjadi warna biru. Semakin tinggi jumlah gugus hidroksil fenolik, maka semakin besar konsentrasi komponen fenolik yang terdeteksi. Konsentrasi polifenol tertinggi sampai terendah untuk sampel rempah pasar adalah kayu manis 131.24 mg asam galat/ g bubuk kering, biji pala 51.78 mg asam galat/ g bubuk kering, lada hitam 18.01 mg asam galat/ g bubuk kering, lada putih 12.59 mg asam galat/ g bubuk kering, jinten 7.15 mg asam galat/ g bubuk kering, dan ketumbar 4.07 mg asam galat/ g bubuk kering. Untuk sampel rempah pabrik, konsentrasi polifenol tertinggi sampai terendah adalah kayu manis 4.75.49 mg asam galat/ g bubuk kering, biji pala 60.50 mg asam galat/ g bubuk kering, ketumbar 18.65 mg asam galat/ g bubuk kering, lada hitam 17.95 mg asam galat/ g bubuk kering, jinten 15.51 mg asam galat/ g bubuk kering, dan lada putih 9.60 mg asam galat/ g bubuk kering. Metode AOM dengan alat rancimat digunakan untuk menentukan kestabilan oksidatif lemak dan minyak. Waktu induksi diukur sebagai waktu yang diperlukan untuk meraih titik akhir oksidasi yang berhubungan dengan tingkat ketengikan yang dapat dideteksi atau perubahan tiba-tiba tingkat oksidasi. Minyak dengan periode induksi terendah digunakan sebagai minyak kontrol adalah minyak kedelai Happy Salad Oil. Berdasarkan uji yang dilakukan pada suhu 100oC, urutan rempah pasar yang memiliki faktor protektif tertinggi sampai terendah adalah biji pala (58.98%), ketumbar (13.38%), lada hitam (10.69%), kayu manis (2.40%), lada putih (1.40%), dan jinten (0.70%). Sedangkan urutan rempah pabrik dari yang tertinggi sampai terendah adalah biji pala (50.88%), lada hitam (10.88%), jinten (5.58%), lada
12
putih (4.58%), kayu manis (3.68%), dan ketumbar (2.16%). Beberapa rempah memiliki hubungan dimana kadar polifenol yang tinggi memberikan faktor protektif yang tinggi pula, yaitu biji pala dan jinten. Sedangkan terdapat pula hubungan yang berkebalikan, dimana kadar polifenol yang tinggi menghasilkan nilai faktor protektif yang lebih rendah, yaitu kayu manis, lada putih, lada hitam, dan ketumbar. B. Saran Perlu dilakukan uji lebih lanjut mengenai identifikasi jenis antioksidan yang terkandung di dalam rempah, sehingga dapat diketahui jenis antioksidan apa yang memiliki aktivitas yang besar. Selain itu, sebagai pembanding, dilakukan juga ekstraksi dengan suhu yang berbeda-beda, untuk mengetahui suhu yang tepat agar ekstraksi maksimum dan pengaruh perubahan suhu sehingga saat diaplikasikan ke dalam produk makanan, antioksidan pada rempah tidak mengalami penurunan yang drastis. DAFTAR PUSTAKA
Information no. 3/1999. http://www. metrohm.it/news/Brochure743.pdf. [ 22 Januari 2007]. Anonim. 2002. Herbs; Rich Source of Antioxidants. http://www.hinduonnet. com/thehindu/seta/2002/01/24/stories [28 November 2006]. Anonim. 2004. Coriander. www.unitproj. library.ucla.edu. [7 April 2004]. Anonim. 2006a. Cinnamon. http://en.wiki pedia.org/wiki/Cinnamon.[20Novemb er2006]. Anonim. 2006b. Pepper. www.ang.kfunigraz. zc.zt. [20 November 2006]. Anonim. 2006c. Black pepper. http://en.wiki pedia.org. [20 November 2006]. Anonim. 2007a. Metrohm 743 Rancimat. http://www.brinkmann.com/products/ ppm_rancimat_de.asp.[17Januari2007] Anonim. 2007b. Physic Al Propreties of Some Spices Essential Oils and Flavorants. www.indianspices.com/pdf/phys_prop. pdf. [3 Agustus 2007].
Achyad, D.E dan R. Rasyidah. 2000. Lada Piper ningrum Linn. http://www.asia maya.com/jamu/isi/lada_piperningrum .htm [27 November 2006].
Antara dan Rita. 2006. Kayu Manis dan Jahe Berpotensi Sebagai Antioksidan dan Anti Mikroba. http://www.kapanlagi. com/a/0000000508.html.[28November 2006].
Agbor, G..A., J.E. Oben, J.Y Ngogang, C. Xinxing, and J.A. Vinson. 2005. Antioxidant capacity of some herbs/ spices from cameroon: a comparative study of two methods. Journal Of Agricultural And Food Chemistry Vol. 53 No. 17, 2005. American Chemical Society. Page: 6819-6824.
Beirao, A.R.B. dan M.G. Bernardo-Gil. 2005. Antioksidan from Lavandula luisieri.http://www.enpromer2005.eq.u frj.br/nukleo/pdfs/1150_antioxidants_fr om_lavandula_luisieri_art_fn.pdf. [22 Januari 2007].
Allen,
J.C., dan R.J. Hamilton. 1983. Rancidity in Food. Applied Science Publishers. London.
Anonim. 1996. Difference between olive oil and corn oil. http://www.goaskalice. columbia.edu/0768.html. [3 Agustus 2007]. Anonim. 1999. 743 Rancimat . a new era in the determination of the oxidative stability of fats and oils. Methrom
Chipault, J.R., G.R. Mizuno, J.M. Hawkins, dan W.O. Lundberg. 1952. The antioxidant properties of natural spices. Di dalam: Farrell, K. T. 1990. Spices, Condiments, and Seasonings. The AVI Publ. Co., Inc., Westport, Connecticutt. Domingos, A.K., E.B. Saaf, W.W.D. Vechiatto, H.M. Wilhelm, dan L.P. Ramos. 2007. The influence of BHA, BHT and TBHQ on the oxidation stability of soybean oil ethyl esters (biodiesel). Journal of the Brazilian Chemical Society vol.18 no.2.
13
http://www.scielo.br/scielo.php?script= sci_arttext&pid=S0103-505320070002 00026&lng=en%5D&nrm=iso. [11 Juni 2007]. Farrell, K. T. 1990. Spices, Condiments, and Seasonings. The AVI Publ. Co., Inc., Westport, Connecticutt. Furham, B. dan M. Aviram. 2002. Polyphenols and flavonoids protect LDL against atherogenic modification. Di dalam: Cadenas, E. dan L. Packer (Eds.) Handbook of Antioxidant 2nd Edition Revised and expanded. Marcel Dekker, inc. New York. Gachkar, L., D. Yadegari, M.B. Rezaei, M. Taghizadeh, S.A. Astaneh, I. Rasooli. 2006. Chemical and biological characteristics of Cuminum cyminum and Rosmarinus officinalis essential oils. http://www.aseanfood.info/Articles/ 11018072.pdf. [7Juni 2007]. Gordon, M. 1990. The mechanism of antioxidant action in vitro. Di dalam: Hudson, B.J.F (Ed.) Food Antioxidants. Elsevier Applied Science. New York. Pp: 1-18. Hirasa, K dan M. Takemasa. 1998. Spice Science and Technology. Marcel Dekker, Inc. New York. Howley, J. 2001. Food Additives Anti oxidants: Butylated hydroxyanisole (BHA) and Butylated hydroxytoluene (BHT). http://www.vegetarian–restau rants.net/Additives/Antioxidants-Food -Additives.htm. [10 Juni 2007]. Jitoe A., T. Masuda, I.G.P. Tengah, D.N. Suprapta, I.W. Gara, dan N. Nakatani. 1992. Antioxidant activity of tropical ginger extracts analysis of the contained curcuminoids. Journal Agriculture Food Chemistry 40: 1337-1340. Khadambi. 2007. Extraction of Phenolic Compounds and Quantification of The Total Phenol and Condensed Tannin Content of Bran Fraction of Condensed Tannin and Condensed Tannin Free Sorghum Varieties. http://upetd.up.ac.za/thesis/available/et
d-03022007-164705/unrestricted/02ch apter2.pdf. [26 April 2007]. Kochhar, S.P and J.B. Rossell. 1990. Detection, estimation and evaluation of anti oxidants in food systems. Di dalam: Hudson, B.J.F (Ed). Food Antioxidants. Elsevier Applied Science. New York. Pp: 19-64. Kolb, T.U. Loyall, dan J. Schafer. 2002. Antioxidants: Determination and Iterpretation of the Temperature Correlation of Oxidative Stability. http://www.metrohm.com/infocenter/a pplications/reprints/pdf/stab2002_e.pdf. [23 Januari 2007]. Machmudah, S., Y. Shiramizu, M. Goto , M. Sasaki, T.Hirose. 2005. Extraction of Nigella sativa L. using supercritical CO2: a study of antioxidant activity of the extract. Article Separation Science and Technology vol 40 no. 6/2005. pp: 1267-1275. Martinez, L., I. Cilla, J.A. Beltran, dan P. Roncales. 2006. Effect of Capsicum annuum (Red Sweet and Cayenne) and Piper nigrum (Black and White) pepper powders on the shelf life of fresh pork sausages packaged in modified atmosphere. Journal of Food Science Volume 71 Pp 48. January 2006. http://www.blackwell-synergy. com/doi/abs/10.1111/j.1365-2621.200 6.tb12405.x?journalCode=jfds. [28 November 2006]. Masuda, T., J. Isobe, A. Jitoe, dan N. Nakatani. 1992. Antioxidative curcuminoids from rhizomes of Curcuma xanthorrhiz a. Phytochemistry 31 (10): 3645-3647. Miller, N.J. 1996. The relative antioxidants of plant derived polyphenolic flavonoids. Di dalam: Kumpulainen, J.T. dan J.T. Salonen. Natural Antioxidants and Food Quality in Atherosclerosis and Cancer Prevention. The Royal Spciety of Chemistry. Cambridge. pp: 256-260. Muchtadi, T.R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor.
14
Murcia, M.A., Egea, I., Romojaro, F., Parras, P., Jimenez, A.M., Martinez-Tome, M., 2004. Antioxidant evaluation in dessert spices compared with common food additives. influence of irradiation procedure. Journal of Agricultural Food Chemistry 52, 1872–1881. Di dalam Suhaj, M. 2004. Spice antioxidants isolation and their antiradical activity: a review. Journal Of Food Composition And Analysis Vol 19, 2004. pp: 531-537. www.elesevier.com. [July 18, 2006]. Oki, T., M. Masuda, M. Osame, M. Kobayashi, S. Furuta, Y. Nishiba, dan I. Sada. 2002. Radical scavenging activity of hot water extract from leaves of sweet potato cultivar ”simon-1”. Nippon Shokuhin Kagaku Kogaku Kaishi Vol 49. No. 10. pp: 683-687. Politeo, O., M. Jukic, dan M. Milo. 2006. Chemical composition and antioxidant activity of essential oils of twelve spice plants. Croatica Chemica Acta CCACAA 79 (4) 545-552. http://hrcak. srce.hr/index.php?show=clanak&id_cl anak_jezik=8914. [11 Juni 2007]. Pressa-Owens, S., M.C. Lopez-Sabater, dan M. Rivero-Urgell. 1995. Shelf-life prediction of an infant formula using an accelerated stability test (rancimat). Journal Agricultural Food Chemistry 1995 vol: 43. pp: 2879-2882. Pokorny, J.N. dan S. Schmidt. 2001. Natural antioxidant functionality during food processing. Di dalam: Pokorny, J., N. Yanishlieva, dan M. Gordon (Eds.). Antioxidants in Food: Practical Applications. Woodhead Publishing Limited. Abington. pp: 331-354. Pokorny dan Korczak. 2001. Preparations of natural antioxidants. Di dalam: Pokorny, J., N. Yanishlieva, And M. Gordon (Eds). Antioxidants In Food: Practical Applications. Woodhead Publishing Limited. pp: 311-330. Rchid, H., R. Nmila, J.M. Bessiere, Y. Sauvaire, dan M. Chokairi. 2004. Volatile components of Nigella damascena L. and Nigella sativa L. seeds. Journal of Essential Oil Research: JEOR Nov/Dec 2004.
www.findarticle.com [26 Desember 3006]. Rismunandar. 1992. Rempah-rempah Komoditi Ekspor Indonesia. Sinar Baru, Bandung. Satyanarayana, S., K Sushruta, G. S. Sarma, N Srinivas, dan G. V. Subba Raju. 2003. Antioxidant activity of the aqueous extracts of spicy food additives evaluation and comparison with ascorbic acid in in-vitro systems. Journal of Herbal Pharmacotherapy Volume: 4 Issue: 2. http://www.haworthpress. com/store/ArticleAbstract.asp?sid=VK R2UNBDEMVE8K5L3W3N33B8VG 9H9EP0&ID=42575. [6 Mei 2007]. Schuler, P. 1990. Natural antioxidants exploited commercially. Di dalam: Hudson, B.J.F (Ed). Food Antioxidants. Elsevier Applied Science. New York. pp: 171-192. Shi, H., N. Noguchi, and E. Niki. 2001. Introducing natural antioxidants. Di dalam: Pokorny, J., N. Yanishlieva, And M. Gordon (Eds). Antioxidants In Food: Practical Applications. Woodhead Publishing Limited. pp:147-158. Sipos dan Szuhaj. 1996. Soybean oil. Di dalam: Hui, Y.H (Ed.). Bailey’s Industrial Oil and Fat Products Volume 2, 5th Edition: Oils and Oilseeds. John Wiley and Sons. New York. pp: 497-560. Stephenz, L.. 2003. Cinnamon Spice, O-So-Nice http://www.shakeoffthe su gar.net/article1067.html.[20 November 2006]. Strecker, L.R., M.A. Bieber, A. Maza, T. Grossberger, W.J. Doskoczynski. 1996. Corn Oil. Di dalam: Hui, Y.H (Ed.). Bailey’s Industrial Oil and Fat Products Volume 2, 5th Edition: Oils and Oilseeds. John Wiley and Sons. New York. pp: 256-260. Suhaj, M. 2004. Spice antioxidants isolation and their antiradical activity: a review. Journal Of Food Composition And
15
Analysis Vol 19, 2004. pp: 531-537. www.elesevier.com. [July 18, 2006]. Sumardi, M. 1992. Aktivitas Antioksidan Alami dari Berbagai Jenis Rempah Khas Indonesia. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor USDA.
2003. Phytochemical and ethnobotanical databases. Di dalam: Suhaj, M. 2004. Spice antioxidants isolation and their antiradical activity: a review. Journal Of Food Composition And Analysis Vol 19, 2004. pp: 531-537. www.elesevier.com. [July 18, 2006].
Wangensteen, H., A.B. Samuelsen, K.E. Malterud. 2004. Antioxidant activity in extracts from coriander. Food chemistry Journal vol. 88. http://cat. inist.fr/?aModele=afficheN&cpsidt=15 934683.[28November 2006]. Yanishlieva, N.V. 2001. Inhibiting oxidation. Di dalam: Pokorny, J., N. Yanishlieva, dan M. Gordon (Eds.). Antioxidants in Food: Practical Applications. Woodhead publishing limited. Abington. pp: 22-70. Yanishlieva, N.V. dan I.M. Heinonen. 2001. Sources of natural antioxidants: vegetables, fruits, herbs, spices, and teas. Di dalam: Pokorny, J., N. Yanishlieva, dan M. Gordon (Eds.). Antioxidants in Food: Practical Applications. Woodhead publishing limited. Abington. pp: 311-330.
16
Lampiran 1. Kadar air rempah pasar dan rempah pabrik
Sampel Lada hitam Lada putih Jinten Ketumbar Biji pala Kayu manis
Kadar Air Rempah Pasar (% bahan kering) 11.40 15.25 10.79 10.45 13.38 13.43
Kadar Air Rempah Pabrik (% bahan kering) 8.05 12.44 8.20 6.27 7.62 9.32