SKRIP KARYA SENI MEGALA-GALA
OLEH: I PUTU ADI SWARTAWAN NIM: 2010 02 026
PROGRAM STUDI S-1 SENI KARAWITAN JURUSAN SENI KARAWITAN
FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2014
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dahulu di era tahun 1960 hingga 1970-an, hampir di setiap sudut desa di wilayah Kabupaten Badung banyak dijumpai permainan tradisional anak-anak seperti: megala-gala, cingklak, tajog, kasti, megoak-goakan, dan lain-lain. Seiring dengan berkembangnya zaman sangat jarang kita temui jenis permainan seperti itu akibat derasnya gempuran modernisasi, sempitnya lahan, atau mindset manusia yang sudah jauh berubah, dan dari segi lahiriah globalisasi juga sangat berpengaruh terhadap prilaku masyarakat yang banyak menggantungkan diri pada peralatan hasil teknologi modern yang serba canggih sehingga kreativitas masyarakat akan terbelenggu bila tidak menggunakannya secara positif. Di sinilah pentingnya pembentukan karakter pada generasi muda yang tidak cukup melalui pendidikan formal saja, namun juga lewat pendidikan non formal seperti permainan tradisional. Sebab dalam permainan tradisional terkandung unsur edukasi di samping filosofi sangat bermanfaat dalam membentuk karakter generasi muda dalam menghadapi tantangan yang makin mengglobal. Dari sekian banyak jenis permainan tradisional yang ada, salah satunya yang menarik untuk dibahas ialah permainan megala-gala. Permainan ini merupakan suatu bentuk permainan halang rintang beregu yang terdiri dari dua regu, yang satu berperan sebagai pencari rumah dan satunya lagi sebagai penjaga
1
rumah yang menghalangi para pencari rumah tersebut dalam mendapatkan rumahnya. Setiap regu terdiri dari tiga orang. Sebelum permainan dimulai masingmasing perwakilan regu melakukan opipa atau syut dimana yang menang dapat memulai permainan menjadi grup pencari rumah. Tersedia tiga garis persegi atau kotak yang dianggap sebagai rumah, dalam perjalanan regu satu mencari rumah akan dihalangi oleh regu lawan yang menjaga garis, maka orang yang ada dalam rumah dinyatakan mati dan harus keluar dari arena permainan. Apabila ketiga orang dari regu tersebut dapat dijangkau tangan dari garis kotak oleh penjaga garis dari regu lain maka regu yang ada dalam kotak bertukar posisi menjadi penjaga garis dan regu, yang tadinya menjaga garis memulai permainan. Apabila regu yang mencari rumah bisa melewati penjaga garis dengan mulus dan sampai pada rumah berikutnya, maka akan dinyatakan sebagai pemenang. Hal yang menyenangkan bahwa dalam setiap sesi permainan selalu diikuti lagu atau dolanan goak maling taluh yang dinyanyikan secara bergilir dari regu penjaga garis sampai regu yang ada dalam kotak permainan. Permainan “Megala-gala” dengan nyanyian goak maling taluh merupakan implementasi konsep pembelajaran menyenangkan, melajah sambil mapelalian dan mapelalian sambil melajah yaitu suatu konsep pendidikan tradisional Bali yang menekankan pada aspek belajar sambil bermain dan bermain sambil belajar (http//metrobali.com.2014). Dalam permainan tersebut juga dapat kita peroleh beberapa nilai pekerti yang terkandung di dalamnya, antara lain : disiplin, kejujuran, semangat, kebersamaan, kerjasama, dan solidaritas.
2
Setelah memahami apa yang sudah dipaparkan di atas mengenai permainan tradisional megala-gala, maka dari sinilah muncul suatu ide dalam diri penata untuk membuat sebuah garapan tabuh kreasi dengan judul ”Megala-gala”. 1.2 Ide Garapan Ide garapan adalah sebuah hal yang paling awal dari suatu proses penciptaan. Bagi seorang komposer/penggarap, ide garapan merupakan gagasan pikiran yang ingin disampaikan lewat kekaryaannya. Gagasan bisa berupa citacita, imajinasi, interpretasi sampai dengan desain awal dari sebuah kekaryaan atau pengungkapan/penyajian kesenian. Dalam mendapatkan sebuah ide terkadang muncul dengan sendirinya secara tiba-tiba, namun terkadang juga harus mencarinya dengan beberapa aktivitas seperti membaca, menonton, mendengar, ataupun merenungi kembali pengalaman empiris yang pernah dialami, dan lain sebagainya. Seperti lahirnya ide garapan ini, sangat besar dirangsang oleh keberadaan Gong Kebyar yang terus mengalami perkembangan. Gong Kebyar yang begitu fleksibel mampu menyerap hampir seluruh reportoar gamelan yang ada di Bali memberikan inspirasi
buat penata untuk menggarapnya. Akhirnya timbullah
sebuah ide ingin mewujudkan sebuah garapan tabuh kreasi baru dengan menggunakan media ini. Megala-gala berasal dari satu suku kata yaitu gala yang artinya rintangan. Jadi Megala-gala adalah permainan di mana satu regu harus melewati suatu rintangan dari regu lain atau lawan untuk mencapai tujuannya. Dalam permainan Megala-gala ini ada beberapa ekspresi yang terlihat seperti kegembiraan,
3
ketegangan, dan kesedihan. Melihat permainan tradisional tersebut penata sangat tertarik untuk menjadikannya sebuah komposisi karawitan tabuh kreasi yang berjudul Megala-gala. 1.3 Tujuan Garapan Pada dasarnya melakukan suatu pekerjaan sudah tentu memiliki tujuan yang ingin dicapai, begitu juga dalam melakukan penggarapan karya seni. Adapun tujuan yang hendak dicapai adalah : a) Meningkatkan dan mengembangkan kreativitas di dalam berkarya seni khususnya dalam bidang seni karawitan dengan mengangkat ide dari aktivitas memainkan permainan tradisional anak-anak. b) Menghasilkan garapan yang mampu mendukung tema secara penuh dalam karya seni. c) Membiasakan diri dalam menggarap sebuah karya seni dan menambah pengalaman di dalam menangani langsung penggarapan suatu karya seni. d) Dengan garapan Megala-gala ini penata ingin mengingatkan bagaimana keseruan dan kegembiraan bermain permainan tradisional. 1.4 Manfaat Garapan Setelah terwujudnya garapan ini, nantinya diharapkan dapat memberikan manfaat yang positif bagi diri sendiri maupun orang lain. a) Garapan komposisi karawitan ini dapat dijadikan cermin untuk melangkah menuju hasil karya seni yang inovatif pada garapan berikutnya.
4
b) Menambah kekhasan seni pertunjukan karawitan Bali khususnya garapan tabuh kreasi. c) Dapat melatih diri dalam menerapkan pengalaman khususnya dibidang seni karawitan, baik itu di masyarakat maupun pada orang yang membutuhkan. 1.5 Ruang Lingkup Garapan Agar tidak adanya kesalahan tafsir terhadap sebuah konsep garapan, maka di dalam bagian ruang lingkup ini penata menjelaskan tentang batasan-batasan karya sebagai berikut: a. Garapan Megala-gala merupakan sebuah bentuk tabuh kreasi baru yang menonjolkan melodi, ritme, tempo, dan dinamika sebagai unsur utama dalam musik ini. b. Media ungkap dalam konsep garapan ini adalah satu barungan gamelan Gong Kebyar. c. Pendukung merupakan media yang utama sebagai pengantar jalannya sebuah karya
seni.
Dalam
konsep
garapan
ini
penata
menggunakan
27
pendukung/pemain.. d. Durasi waktu berperan penting dalam penyajian karya seni agar tidak menimbulkan sifat kejenuhan pada kalangan penikmat. Dalam garapan komposisi karawitan kreasi yang berjudul Megala-gala, ini menggunakan durasi waktu kurang lebih 12 menit. e. Adapun pesan yang ingin disampaikan adalah agar penonton dapat merasakan kembali dan mengingatkan bagaimana keseruan dan kegembiraan bermain permainan tradisional.
5
Media ungkap yang digunakan untuk mewujudkan karya ini adalah Gong Kebyar Adapun gamelan Gong Kebyar yang dipergunakan sebagai media ungkap antara lain : Ø Sepasang kendang gupekan( lanang / wadon) Ø Satu pangkon ceng-ceng ricik ( kecil) Ø Satu buah kajar Ø Satu buah klemong Ø Empat tungguh pemade Ø Empat tungguh kantilan Ø Satu tungguh ugal Ø Dua tungguh jublag Ø Dua tungguh jegoggan Ø Satu tungguh reong Ø Dua gong (lanang/wadon) Ø Satu tungguh kempur Ø Empat buah suling Ø Satu buah kempli Garapan ini menggunakan gamelan Gong Kebyar sebagai media ungkap serta menggunakan pendukung sebanyak 27 orang. Para pendukung ini berasal dari Sekha Gong Kumara Dharma Putra yang ada di Desa Penarungan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Pola-pola yang dikembangkan baik dari teknik permainan maupun motif-motif gendingnya, dengan penataan atau pengolahan unsur-unsur musikal seperti ritme, melodi, dinamika, dan timbre
6
(warna suara). Garapan ini diharapkan menampilkan kesan pembaharuan dengan mengembangkan pola-pola inovatif ke dalam bentuk komposisi tabuh kreasi. Dalam proses penggarapannya, penata juga melakukan penataan dan penyajian agar musik yang disajikan tidak membosankan untuk dinikmati. Sifatsifat estetika juga digunakan oleh penata dalam garapan ini seperti unity (keutuhan atau keselarasan), dominance (penonjolan atau penekanan), balance (keseimbangan) (Djelantik, 1990:.32). Hal ini di lakukan agar garapan ini enak untuk dinikmati serta memiliki bobot yang lebih tinggi.
7
BAB II KAJIAN SUMBER
2.1 Sumber Pustaka Perwujudan karya seni tidak terlepas dari kajian sumber yang melandasi, baik sumber buku maupun sumber diskografi. Sumber tersebut dikaji secara seksama dan mendalam guna dapat memberikan data yang akurat sebagai acuan karya yang diwujudkan. Adapun sumber pustaka yang dipakai dalam garapan ini adalah: Pengetahuan Karawitan Bali. I WM Aryasa. 1983. Buku ini berisikan beberapa jenis gamelan Bali dan instrumentasi serta nama-nama gendingnya. Dalam buku ini terdapat informasi tentang fungsi dan instrumentasi dari gamelan Gong Kebyar. “Ubit-ubitan Sebuah Teknik Permainan Gamelan Bali.” 1987. I Made Bandem. Dalam buku ini disebutkan ada beberapa jenis ubit-ubitan yang ada dalam permainan gamelan Bali. Melalui buku ini penata mendapat masukan mengenai penggunaan beberapa jenis teknik ubit-ubitan yang ditranspormasikan lewat karya. Estetika Sebuah Pengantar. 1999. A.A M. Djelantik. Referensi ini mengulas tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan seni, baik estetika itu sendiri, penyajian bobot, dan lain sebagainya dibahas dalam buku ini dan bagaimana meninjau kesenian dan keindahan secara ilmiah. Dengan adanya sumber ini penata mendapat masukan tentang segala sesuatu yang digarap dalam karya seni.
8
Sebuah lontar Gambelan Bali, I Made Bandem, Akademi Seni Tari Indonesia, Denpasar (1986). Buku ini adalah sebuah hasil penelitian lontar tentang gamelan yang memuat empat unsur pokok antara lain filsafat, etika, estetika dan gegebug. Manfaat yang di dapat dari buku ini adalah sebagai panduan di dalam membangun konsep dan pengembangan inspirasi dalam beraktivitas. 2.2 Sumber Diskografi Kaset tabuh kreasi, Delod Brawah, festival Gong Kebyar PKB 2004 Kabupaten Badung, Produksi Bali Record pada tahun 2005, no kaset B 1134. karya I Wayan Widia,S.Skar, menginspirasi penata untuk mencari pola melodi yang dinamis. Rekaman MP3 Festival Gong Kebyar tahun 2008, tabuh kreasi “Murba” karya I Wayan Widia,S.Skar, Duta Kecamatan Mengwi. Garapan ini bagi penata sangat menarik akan jenis kotekannya yang begitu padat dan menjadi jalinan utuh. Rekaman kaset Festival Gong Kebyar 2007, tabuh Kreasi ”Pralaya”, karya I Wayan Widia S,Skar. Dengan mendengarkan kaset ini penata dapat menemukan pengembangan motif dan dinamika dalam Gamelan Gong Kebyar. Video ujian akhir Rare Angon karya I Kadek Arik Irawan, S.Sn yang menginspirasikan penata untuk mengolah motif-motif yang menurut penata cocok untuk dituangkan ke dalam karya komposisi karawitan tabuh kreasi Megala-gala ini.
9
BAB III PROSES KREATIVITAS
Proses kreativitas adalah suatu langkah yang sangat menentukan dalam mewujudkan suatu karya seni. Dalam hal ini seorang penata harus memiliki keterampilan, pengalaman, pengetahuan dan daya kreativitas yang cukup di samping faktor penunjang baik internal maupun eksternal. Faktor internal adalah kesiapan mental dan fisik penata (Windha dkk, 1985: 12), sedangkan eksternal adalah kesiapan pendukung atau saran-saran lain seperti tempat-tempat, media ungkap untuk menggarap. Apabila semua faktor tersebut terpenuhi secara baik, niscaya akan terwujud seni yang bermutu. Dalam proses kreativitas penggarapan komposisi ini, penata berpedoman pada tiga tahapan yang dikemukakan oleh Alma Hawkins yang ditulis oleh Soedarsono dalam bukunya yang berjudul Pengantar Komposisi Tari. Tiga pedoman dalam berkarya yaitu penjajagan, percobaan, dan pembentukan. 3.1 Tahap Penjajagan Tahap penjajagan merupakan langkah awal dalam melakukan proses penggarapan karya seni. Pada tahapan ini yang dilakukan adalah pencarian ide atau bahan yang akan diangkat untuk dijadikan sebuah karya seni (Soedarsono, 1978). Upaya untuk mendapatkan ide garapan dilakukan melalui pengamatanpengamatan dari suatu kejadian sosial di masyarakat, membaca buku, mendengarkan kaset-kaset, pengalaman pribadi serta masukan-masukan seni yang mengarah pada suatu garapan karya seni, di mana pokok-pokok pikirannya akan
10
dijadikan sebagai sebuah garapan karya seni. Pokok pikiran tersebut juga merupakan suatu tantangan untuk dapat melahirkan karya seni yang lebih inovatif. Maka dalam tahap penjajagan ini penata menemukan ide, yaitu ingin mengangkat salah satu jenis permainan tradisional anak-anak. Kemudian penata pencari judul supaya cocok untuk konsep yang sudah disiapkan. Di sini penata pernah melihat anak-anak yang sedang bermain Megalagala dengan semangat dan gembira, dari sanalah penata langsung menggunakan judul Megala-gala untuk garapan ini. Kemudian menentukan instrumen sebagai media ungkap dalam penggarapan supaya instrumen yang dipilih bisa menggambarkan permainan tersebut. 3.2 Tahap Percobaan Tahap percobaan merupakan proses penciptaan suatu karya seni. Pada tahap ini penata melakukan percobaan mencari melodi-melodi untuk pembuatan awalan dalam pembentukan tabuh kreasi agar awalan yang dibuat dapat menggambarkan konsep yang sudah dirancang oleh penata, yaitu bagimana caranya supaya tahap percobaan ini bisa menggambarkan tentang anak-anak yang sedang bermain Megala-gala. Kemudian penata mencoba untuk membuat gending dengan dua orang pendukung mencari motif ubit-ubitan supaya cocok dengan melodi yang sudah disiapkan kemudian bisa dituangkan kepada pendukung yang lebih banyak pada saat latihan di mulai. Adapun maksud dan tujuan proses ini adalah untuk mencoba mencari kemungkinan lebih baik dari segi melodi, teknik permainan maupun harmonisasi dari materi yang telah
11
dikumpulkan. Melalui proses ini penata akan lebih mudah menuangkan kepada para pendukung nantinya. 3.3 Tahap Pembentukan Tahap ini merupakan tahap akhir dari keseluruhan tahap yang dilakukan dalam proses kreativitas untuk mewujudkan sebuah garapan karya seni tabuh kreasi. Pada tahap ini mengarah pada bagian ketika mulai menerapkan atau melaksanakan ide dan konsep yang telah disiapkan yang diikuti dengan mengaplikasikan segala bentuk cobaan atau eksperimen yang telah dilakukan sebelumnya untuk dapat diwujudkan menjadi karya seni. Pada tahap ini mulai dibentuk garapan berdasarkan konsep dan aturan-aturan yang telah disiapkan, aturan atau ketentuan itu harus dilakukan oleh setiap pemain sebagai bentuk pernyataan musik yang diinginkan berdasarkan perasaan musikal penata. Sebagai umat Hindu, sebelum mulai penuangan penggarapan karya ini penata terlebih dahulu mencari duasa ayu nuasen (hari baik untuk memulai latihan). Hari baik yang penata pilih untuk nuasen adalah hari Kamis tanggal 27 Februari 2014 pukul 15.00 wita. Nuasen diawali dengan persembahyangan di Pura Melanting Banjar Guming bersama dengan beberapa pendukung. Tujuannya untuk memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, agar dalam proses penggarapan tidak mengalami hambatan dan dapat terwujud seperti yang diharapkan. Setelah mengadakan persembahyangan, penata mencoba menuangkan sedikit materi, yaitu sedikit melodi dan motif ubit-ubitan yang cocok dengan melodi yang sudah disiapkan oleh penata kepada pendukung sebagai simbolis pelaksanaan nuasen. Selanjutnya dilakukan penyusunan jadwal latihan agar tidak
12
terbentur oleh kegiatan-kegiatan lainnya mengingat kesibukan masing-masing pendukung. Pada hari Jumat 28 Februari 2014, penata menjelaskan secara menyeluruh bentuk karya yang akan digarap, dengan harapan para pendukung dapat mengerti maksud dan tujuan yang akan dicapai. Penuangan dimulai dari bagian satu dengan cara penuangan langsung pada gamelan, namun kadang-kadang materi tersebut bisa berhasil dengan baik dan kadang kalanya perlu dirubah atau diganti. Hal ini terjadi karena ketidak puasan dari tafsiran penata sendiri dan dalam penuangan materi yang telah ditulis dalam bentuk notasi, memang belum menjamin terlaksana sesuai dengan yang dihapkan. Hal ini dapat pula menimbulkan kejenuhan dalam menuangkan materi. Dalam keadaan tersebut ternyata diperlukan keluwesan dan kesabaran dalam mempertimbangkan materi dengan pendukung untuk mencari pemecahannya. Sehingga sering tanpa disadari muncul secara spontanitas materi-materi baru yang perlu ditambahkan dalam penggarapan tersebut. Latihan selanjutnya dilakukan pada hari Minggu tanggal 2 Maret 2014, latihan dilakukan pada pukul 15.00 wita. Pada latihan ini, penata mencoba memantapkan materi sebelumnya. Pada hari Senin tanggal 3 dan hari Selasa 4 Maret 2014 Penata mencoba menambah materi dan membentuk konsep sampai bagian II walaupun sedikit terbentuk secara kasar kemudian direkam untuk dapat didengarkan kembali agar penata dapat menyambungkannya kembali dengan penambahan bahan yang masih kurang. Latihan Tanggal 4 Maret dilakukan sebentar kaerna pendukung banyak yang tidak datang tetapi latihan tetap berjalan .
13
Pada hari Rabu tanggal 5 Maret 2014 pukul 15.30 wita, penata latihan memantapkan gending dari bagian I dan II sampai selesai dan sekalian memantapkan pukulan riong karena pemain riong baru berkesempatan hadir. Latihan dilanjutkan keesokan harinya tanggal 6 Maret 2014 hari Kamis pada jam yang sama, dalam latihan ini penata hanya memperbaiki bagian-bagian yang belum dikuasai oleh pendukung terutama 2 pemain riong dan juga pemain suling yang baru berkesempatan hadir sampai bagian I dan II dikuasai dengan baik. Pada tanggal yang sama yaitu 6 Maret 2014, penata mencoba merekam bagian I dan II kaerna semua pemain datang dan juga untuk didengarkan oleh teman atau senior yang sudah lebih berpengalaman untuk dimintai pertimbangan, kritik dan saran agar penata mengetahui di bagian mana yang perlu dikoreksi atau diperbaiki agar mendapatkan hasil yang cukup bagus. Setelah itu penata kembali melakukan latihan keesokan harinya pada hari Jumat tanggal 7 Maret 2014 pada jam yang sama. Pada latihan ini hanya 8 pendukung datang. Disini ujian sangat dirasakan penata karena penata harus dihadapkan dengan tidak hadirnya sebagian besar pendukung. Latihan selanjutnya akan ditunda beberapa hari karena terbentur dengan hari raya Saraswati dan Pagerwesi. Jadwal untuk latihan selanjutnya akan dilakukan setelah hari raya Pagerwesi. Latihan dilakukan kembali pada hari Senin tanggal 17 Maret 2014 pada jam yang sama. Pada Kamis ini penata mencoba menuangkan bagian ke III, yang didahului dengan pengulangan bagian I dan II yang sudah terbentuk secara kasar. Namun penuangan bagian ke III tidak dapat berjalan dengan lancar karena
14
kehadiran pendukung yang tidak lengkap, dengan demikian penata melakukan latihan secara sektoral yaitu mencari motif ubut-ubitan dengan instrumen gangsa pemade untuk penuangan bagian ke III. Akhirnya penata tidak bisa sepenuhnya melanjutkan pada bagian yang ke III, karena terbatasnya waktu dan kehadiran pendukung yang tidak lengkap. Latihan selanjutnya pada hari Selasa tanggal 18 Maret 2014 pada jam yang sama. Pada latihan ini penata. Dalam latihan ini dengan pendukung yang masih kurang penata tetap menuangkan untuk bagian ke III walaupun secara kasar tetapi tetap bisa di pakai bayangan oleh pendukung yang hadir, agar dapat diingatingat kembali untuk melakukan latihan selanjutnya dengan harapan pendukung bisa hadir sepenuhnya. pada tanggal 21 Maret 2014 pukul 10.00 Wita dilakukan bimbingan karya di gedung cita kelangen masukan demi masukan didapat dari hasil bimbingan, ini menjadikan penata bisa merenungkan apa yang dibutuhkan dalam garapan ini. Sebuah karya yang bersifat akademik memang perlu dilakukannya proses bimbingan dari para dosen pembimbing, guna dicapai kesempurnaan dalam garapan ini. Hasil dari bimbingan sangat bermanfaat untuk penyempurnaan terhadap karya yang digarap. Adapun pembimbing karya maupun skrip karya yang telah memberikan masukan dan saran-saran yang sangat berarti dalam karya ini adalah I Gede Mawan, S.Sn., Msi selaku pembimbing satu, dan I Gde Made Indra Sadguna, S.Sn., M.Sn selaku pembimbing dua. Masukan dan saran-saran yang telah diberikan antara lain mengenai tentang ritme, dinamika, dan menekankan supaya sebuah garapan itu biar tidak monotone, serta membimbing penata agar membuat sebuah karya yang mampu disukai oleh masyarakat luas.
15
Hari kamis tanggal 10 April 2014 kembali melakukan bimbingan bab I sampai V sekaligus melakukan bimbingan karya. Masukan demi masukan di berikan untung bekal agar karya di buat semakin bagus. Latihan selanjutnya dilakukan keesokan harinya pada tanggal 11 April 2014 di jam yang sama maka penata meminta pendukung untuk melakukan latihan dari bagian I, II, dan III. Melihat bagian tersebut sudah cukup maka penuangan bagian berikutnya yaitu bagian IV sedikit demi sedikit penata mencoba menuangkan motif ubit-ubitan dan melodi yang cocok-cocok untuk dijadikan bagian empat dengan kondisi pendukung yang cukup banyak. Kemudian latihan dilanjutkan pada tanggal 13 April 2014 tepatnya hari Minggu. Pada latihan ini penata ingin melanjutkan materi bagian IV tetapi dengan minimnya pendukung yang datang maka latihan tidak dapat berjalan dengan lancar. Hal ini mengingat adanya ujian nasional tingkat SMA dimana sebagian besar pendukung mengikuti ujian tersebut. Latihan minggu-minggu ini sangatlah sulit karena masing-masing pendukung mempunyai kesibukan masing yang tidak bisa ditunda. Maka bagian IV (empat) ini masih belum bisa dilanjutkan sampai akhir. Latihan selanjutnya dilanjutkan pada tanggal 22 April 2014 karena latihan ditunda sementara mengingat Ujian Nasional dari adik SMA berlangsung dan juga odalan di Pura Dalem Penarungan maka pada hari ini penata melanjutkan pada bagian empat sampai selesai, kemudian penata mencoba untuk mengulang dari awal sampai akhir untuk didengarkan kembali, dikoreksi dan sampai pada akhirnya garapan ini dapat direkam sebab rekaman ini akan diberikan pada dosen
16
pembimbing untuk dibimbing atau dikoreksi lebih lanjut. Maka di hari ini garapan kreasi Megala-gala ini bisa diselesaikan. Akhir dari sebuah proses kreativitas ini adalah tahap finishing. Tahapan ini adalah tahapan dimana sebuah karya sudah terwujud hanya tinggal dihaluskan, direnungi dan belajar menjiwai sebuah karya yang dibawakan. Sehingga dalam pementasan nanti tidak terdapat beban yang membuat kurang maksimalnya sebuah penampilan. Pengalaman pentas dalam sebuah garapan memang perlu dimiliki dari setiap pemain. Hal ini menjadikan seorang pemain tersebut tidak akan terlihat gugup disetiap pementasannya. Sebelum dilaksakannya ujian karya seni di Gedung Natya Mandala ISI Denpasar, pemantapan mental memang mutlak dilakukan agar nantinya pementasan bisa berjalan dengan lancar. Proses kreativitas garapan ini memang melalui banyak rintangan tetapi inilah jalan untuk terwujudnya karya seni Megala-gala ini, dari tahap penjajagan, tahap percobaan, dan tahap pembentukan merupakan proses yang wajib dilalui. Untuk memperjelas proses penataan karya seni ini, dapat disimak melalui penyajian tabel kegiatan di bawah ini.
17
Tabel I. Pelaksanaan Kegiatan Latihan No.
Hari/Tanggal
Kegiatan
Keterangan
1
Kamis 27 Februari 2014
Upacara nuasen dengan melakukan Sekaa semua hadir persembahyangn di Pura Melanting. kecuali pemain Tujuannya untuk memohon kepada riong ida Sang Hyang Widhi Wasa, agar dalam proses pengarapan tidak mengalami hambatan dan dapat terwujud seperti yang penata harapkan
2
Jumat 28 Februari 2014
penata menjelaskan secara Di Bale Banjar menyeluruh bentuk karya yang akan Guming digarap, dengan harapan para pendukung dapat mengerti maksud dan tujuan yang akan dicapai. Penuangan dimulai dari bagian satu dengan cara penuangan langsung pada gamelan
3
Minggu 2 Maret 2014
penata mencoba materi sebelumnya.
4
Senin 3 Maret 2014
menambah materi dan membentuk Di Bale konsep sampai bagian II Guming
Banjar
5
Selasa 4 Maret 2014 Rabu 5 Maret 2014 Kamis 6 Maret 2014
Latihan memantapkan bagian II
Di Bale Guming latihan memantapkan gending dari Di Bale bagian I dan II sampai selesai Guming latihan ini penata hanya Di Bale memperbaiki bagian-bagian yang Guming belum dikuasai oleh pendukung terutama 2 pemain riong dan juga pemain suling yang baru berkesempatan hadir sampai bagian I dan II dikuasai dengan baik
Banjar
Kamis 6 Maret 2014
merekam bagian I dan II untuk bahan Di Bale bimbingan karya. Guming
Banjar
6 7
8
memantapkan Di Bale Banjar Guming
Banjar Banjar
18
9
Kamis 13 Maret 2014
Bimbingan Skrip Karya BAB I dan Di Bale II Guming
Banjar
10
Senin 17 Maret 2014
menuangkan bagian ke III
Di Bale Guming
Banjar
11
Selasa 18 Maret 2014
memfokuskan bagian ke III
pada Di Bale Guming
Banjar
12
Rabu 19 Maret 2014
Minta masukan kepada senior Di Bale tentang garapan dan memperlihatkan Guming hasil rekaman agar dapat di koreksi.
Banjar
13
Jumat 21 Maret 2014
Bimbingan Bab II,III dan IV
Di Bale Guming
Banjar
14
kamis tanggal Kembali melakukan bimbingan bab I Di Bale 10 April 2014 sampai V sekaligus melakukan Guming bimbingan karya. Masukan demi masukan di berikan untung bekal agar karya di buat semakin bagus.
Banjar
15
Jumat 11 Melakukan latihan dari bagian I, II, Di Bale April 2014 dan III. Melihat bagian tersebut Guming sudah cukup maka penuangan bagian berikutnya yaitu bagian IV sedikit demi sedikit penata mencoba menuangkan motif ubit-ubitan dan melodi yang cocok-cocok untuk dijadikan bagian empat dengan kondisi pendukung yang cukup banyak.
Banjar
16
Minggu 13 Melanjutkan materi bagian IV tetapi Di Bale April 2014 dengan minimnya pendukung yang Guming datang maka latihan tidak dapat berjalan dengan lancar.
Banjar
17
Selasa 22 pada hari ini penata melanjutkan Di Bale April 2014 pada bagian empat sampai selesai Guming
Banjar
penuangan
19
18
Jumat 25 Bimbingan karya April 2014 pembimbing.
dengan
dosen Kampus Denpasar
ISI
19
Senin 28 april Latian dilanjutkan dan seterusnya Di Bale 2013 untuk persiapan gladi bersih tanggal Guming 1 Mei 2013
Banjar
20
Senin 1 Mei Gladi bersih di gedung 2013 Mandala ISI Denpasar
Natya Di Gedung Natya Mandala
20
BAB IV WUJUD GARAPAN
4.1 Deskripsi Garapan Garapan
tabuh
kreasi
Megala-gala
merupakan
garapan
yang
menggunakan satu barung gamelan Gong Kebyar sebagai media ungkap. Struktur garapan ini terdiri dari empat bagian yang setiap bagian mempunyai pola-pola yang dikembangkan baik dari teknik permainannya dan motif-motif gendingnya. Pengembangan tersebut diolah dari unsur-unsur musikal seperti ritme, melodi, dinamika dan warna suara yang ditimbulkan sehingga diharapkan bisa mewujudkan sebuah garapan yang terkesan baru. Wujud merupakan salah satu aspek mendasar yang terkandung pada sebuah benda atau peristiwa kesenian. Wujud dimaksudkan kenyataan yang nampak secara konkrit di depan kita ( berarti dapat dipersepsi dengan mata atau telinga) dan juga kenyataan yang tidak nampak secara konkrit dimuka kita, tetapi secara abstrak dan wujud itu dapat dibayangkan, seperti sesuatu diceritakan atau yang kita membacanya dalam buku. Semua jenis kesenian, baik visual maupun yang auditif, dan yang abstrak mengandung dua unsur yang mendasar, yakni : bentuk (form) dan susunan (structure) (Djelantik, 1990: 17-18). Hal ini dilakukan agar sebuah karya seni mempunyai bobot yang cukup untuk dinikmati. Dalam komposisi Megala-gala merupakan komposisi yang menggunakan instrumen Gong Kebyar sebagai media ungkap yang terdiri dari empat bagian. Penggarapan karya seni ini mengolah unsur-unsur musikal seperti ritme, melodi,
21
dinamika dan warna suara (timbre). Garapan ini diharapkan menampilkan kesan pembaharuan dengan mengembangkan pola-pola tradisi tersebut ke dalam bentuk garapan komposisi yang baru. Garapan ini juga berpedoman pada tiga unsur dasar estetik dalam struktur karya seni, meliputi: keutuhan (unity), penonjolan (dominance), keseimbangan (balance) (Djelantik, 1990: 32-45). Ketiga unsur tersebut dijadikan pedoman dalam penataan karya ini sehingga mampu menghasilkan karya yang utuh dengan penonjolan-penonjolan yang seimbang. 1.
Keutuhan atau Keselarasan (unity) Keutuhan yang dimaksud dalam garapan ini adalah bahwa dari awal sampai akhir garapan Megala-gala ini ada hubungannya antara bagian satu dengan bagian lainnya. Keutuhan disini juga bermaksud untuk penyajiannya dari awal sampai akhir tanpa ada suatu halangan atau hambatan.
2. Penojolan atau Penekanan ( dominance ) Penonjolan dalam garapan ini lebih banyak pada ritme dan melodi memainkan instrumen secara satu persatu dengan cara bergantian. Di dalam suatu karya seni, penonjolan pada masing-masing instrumen dilakukan agar garapan ini memiliki kekuatan dan identitas. Pada garapan komposisi Megalagala ini kebanyakan menonjolkan instrumen suling karena hampir semua bagian dalam garapan ini menonjolkan instrumen suling. Dan pada bagian tertentu ditonjolkan beberapa instrumen reong kantil gangsa pemade dan semua instrumen. Hampir semua bagian berisi penonjolan seperti yang disebutkan tadi.
22
3. Keseimbangan (Balance) Apa yang dirasakan seimbang biasanya sama kuat yang dimaksud adalah adanya penekanan yang sama dari masing-masing instrumen. Adanya durasi waktu dari masing-masing bagian dalam garapan ini juga termasuk dalam unsur keseimbangan. Keseimbangan dalam garapan ini dilakukan dengan memberikan proporsi panjang pendeknya penonjolan yang dilakukan oleh masing-masing instrumen baik berupa melodi, ritme, tempo, dinamika, dan patet sehingga tidak ada kesan mengubur dari masing-masing unsur dalam garapan ini. Maka dari itu hampir semua bagian dari garapan Megala-gala ini berisi keseimbangan seperti yang disebutkan di atas. 4.2 Struktur Garapan Musikalitas garapan Megala-gala tersusun berdasarkan komposisi atau struktur garapan yang terdiri dari empat bagian pokok yang disebut sebagai bagian I, II, III, dan IV, masing-masing mempunyai karakteristik berbeda dari unsur-unsur musik yang ada. Struktur garapan Megala-gala ini adalah sebagai berikut : Bagian I Bagian pertama dalam garapan Megala-gala ini diawali dengan kebyar setelah itu diikuti dengan pukulan kendang, kemudian kembali menggunakan motif kebyar dengan ugal sebagai komando lalu dilanjutkan dengan pukulan riong Setelah itu kembali dengan pukulan jublag sebagai melodi tetapi dengan pukulan ngepat. Kemudian diikuti dengan pukulan kantil, lalu di ikuti pukulan gangsa dengan motif yang berbeda dan selanjutnya pukulan gangsa dan kantil
23
menggunakan motif yang sama seperti kantil sebagai tanda akan masuknya permainan suling. Kemudian permainan suling, jublag dan riong secara bersamaan dengan motif yang berbeda sampai habis bagian pertama. Untuk lebih jelasnya, adapun notasi dari bagian pertama yaitu sebagai berikut:
Bsm :
11 11 11 11 1 . 13 3 17 555 575 75 .7 45 71
Jb :
3 4 5 4 3 7 4 5 3 1 7 5 . 4. 3 .1
Kotekan :
.34 554 .45 543 344 357 755 75.5 75.5 73.7 371 175 544 .54 334 313 171 31 71 75 45 57 71 13 3 757 45 75 45 34 54 (3)
Kendang:
. D T D T K P KM C K P D T D T K P K P K K P P KM C D K P KM K P D K P KM K P KM C K P K P . K P . K . P K KM C K C K P KM C K P
24
Bsm:
33.. 77.. 3 3 7 7 . . 3 3 7 7 3 3 1 (1)
Riong:
. .143 1 .134 5 .143 1134 5 . .4 4
Jb :
77 .7 .7 11 .1 37 .7 54 75 (1)11 3 33 5 55 37.5
Kt :
1 71 7 17 .4 .5 4 54 1 31 3 5 35 .3 57 .5
Gs :
17 .1 75.7 54.4 55.7 .755 .7 .5 7 57 1 13.3 5 53 .3 5 51 .1 5 51 .1 .1 5 54 .5 4 54 .5 4
Suling :
. . 1 3 1 7 1 7 5 7 4 5 7 5 4 5 3 .34 7.1.5 5 7 17 13 7 . . 1 7 3 Penganter Agung 25
4 5 . . 54 57 45 7 54 57 45 7 3 1 5 1 7 Bsm :
5 7 1 7 1 4 5 7 2x . 45 . .757 4571 3
Suling :
. 1 3 1 5 1 7 . . 1 4 . . 5 7 5 7 1 3 5 3 2 1 . . 2 . . 3 4 2 4 3 2 1 . . 2 3 5 5 5 . . 6 1 3 5 1 5 . . 4 3 .45 6 5 . . 6 1 2 6 1 5 . . 4 3 . 45 6 5 . 4 . 5 4 3 2 1
26
Bagian II Bagian ini diawali dengan kebyar setelah itu pukulan ugal dan jugblag sebagai bantang gending dan diikuti dengan masuk pukulan gangsa dan semua instrumen. Bagian kedua ini yaitu diulang dua kali supaya memperjelas bagian ini, setelah bagian kedua ini diulang dua kali masuklah bagian transisi untuk peralihan ke bagian tiga. Untuk lebih memperjelas paparan ini adapun notasinya sebagai berikut:
Kebyar :
3.3.5.1.1.5.3.3.5.1.1.3.(7) Melodi :
1 7 1 3 7 1 3 7 1 3 .4 3 1 7 1 7 1 3 7 1 3 7 1 3 4 5 4 .5 7 5 4 5 .7 .1 5 1 7 5 4 .5 7 5 4 5 7 1 3 7 3 1 7 5 1 3 4 5 3 4 5 7 1 7 1 7 3 4 5 7 1 7 1 7 1 5 4 3 1 3 1 7 5 7 1 3 1 3 1 7 5 7 1 3 .5 71 75 7 5 4 3 .5 .3 4 .5 7 1 7 5 75 4 3 .5 . 3 4 .5 7 4 5 7 5 4 3 7 1 5 4 3 .4 3 4 5 . 3 4 5 . (7) 2x
1 7 1 3 7 1 3 7 1 3 .4 3 1 7 1 7 1 3 7 1 3 7 1 3 4 5 4 .5 7 5 4 5 .7 .1 5 1 7 5 4 .5 7 5 4 5 7 1 3 7 3 1 7 5 1 3 4 5 3 4 5 7 1 7 1 7 3 4 5 7 1 7 1 7 1 5 4 3 1 3 1 7 5 7 1 3
27
1 3 1 7 5 7 1 3 .5 7 1 7 5 7 5 4 3 .5 .3 4 . 5 7 1 7 5 7 5 4 3 . 5 . 3 4 1 3 4 3 1 7 7 5 4 (3) Jb :
3434134 Jg :
7171571
Bsm (Tempo cepat) :
3171.71713.3 171.71713 445 557 445 557 771 Jb :
5 7 1 5 1 7 1 5 . 7 1 5 . 3 4 5 4 3 5 4 3 (1)
Kotekan :
75 51 51 5 75 51 51 5 35 53 53 35 35 54 43 31 (1)
28
Bagian III Pada bagian ini menggambarkan bagaimana ketegangan saat permainan sedang berlangsung disini akan terlihat motif kebyar dan permainan dinamika di setiap instrumen dan permainan suling mempertegas bagian ketiga ini. Adapun pemaparan notasi dari bagian ketigai ini yaitu sebagi berikut: Bsm :
1 3 4 5 1 3 4 5 3 . 3 3 ( 3)
Jg :
3 4 5 4 3 7 4 5 7 7 . . . . 7 .5 .3 1 . . . . 1 . . . 3 . . . 4 7 5 4 3 7 5 4 3
1 5 3 1 5 3 1 5 3 1 5 3 7 3 5 7 3 5 73 5 75 3
1 7 5 4 1 7 5 4 3 5 3 5 3 5 3 4 1 Bagian III diulang 2x
Bsm :
1 1 1 11.1 . .3 .1 3 . .3 45 7 . . . .55 .5 . . . 3 3 . 3 . . . 1 . 3 .7 1 3 4
29
Bagian IV Di sini menggambarkan bagaimana kegembiraan saat permainan megalagala berakhir. Ekspresi di tunjukan dengan kebanyakan instrumen akan dimainkan secara bersama dan bagian ini merupakan klimaks serta ending dari garapan “Magala-gala” ini. Adapun pemaparan notasi dari bagian ketigai ini yaitu sebagi berikut: Mld :
3 4 5 .3 4 5 7 . 4 5 7 1 . 5 7 .
2x
3 4 5 .3 4 5 7 . 4 5 7 1 . 5 7 4 5 7 5 4 3 Bsm :
. 11 13 17 1. 1
Mld :
.3 45 34 31 7
Bsm :
57 45 71 .3 .4 5 .3 45 45 7
Mld :
7 1 7 5 7 1 7 5 4 5 7 5 4 3 4 5 1 . 4 3 1 7 2x
30
Bsm :
7 71 . 17 . . 3 34 . 43 . . 7 57 45 77 .5 5 75 5 77 . 54 5 3 1 . . 3 1 . 7 6 4 6 7 . 1 . 6 7 1 . 7 . 5 7 1 3 1 3 .1 3 13 .1 .7 .6 16 7 . 67 1 31 .3 45 3 1 7
Mld :
17 57 45 75 4 31 71 3
Bsm :
13 73 1 .1 35 43 51 75 15 43 53 35 3 11 31 55 35 11 .111 Bsm :
5. 5 4 5. 5 4 5. 5 7 5. 5 7 5. 5 4 5. 5 4 5. 5 7 5. 5 7 5. 5 4 5. 5 7 5. 5 4 5. 5 7
45 7 75 7 34 5 54 5 13 4 45 4 71 3
2x
Kebyar : 7 5 7 4 5 7 5 4 5 3 4 5 4 3 2x
31
1 3 7 1 3 1 7 . 1 3 . 3 4 5 7 (3)
4.3 Instrumentasi 4.3.1 Fungsi Instrumen Fungsi dari masing-masing instrumen Gong Kebyar dalam garapan ini tidak jauh menyimpang dari fungsi sebelumnya (tradisi), hanya saja ada beberapa insrtumen yang dikembangkan fungsinya, tentunya disesuaikan dengan kebutuhan musikalitas untuk mendukung ide dari garapan ini. Adapun fungsi instrumen dalam garapan ini adalah sebagai berikut: A. Ugal Membawa melodi gending -
Menghubungkan ruas-ruas gending
B. Pemade dan Kantilan -
Membuat jalinan-jalinan tertentu
-
Memberi hiasan terhadap nada pokok berupa ubit-ubitan
C. Jublag -
Menentukan jatuhnya pukulan jegogan
-
Memperjelas tekanan-tekanan dari melodi ugal
D. Jegogan -
Memperjelas tekanan-tekanan gending pada setiap akhir kalimat lagu.
-
Dalam garapan ini fungsi dari instrumen jegogan juga dikembangkan sebagai pembawa melodi.
32
E. Reong -
Memberikan angsel-angsel (ritme)
-
Membuat jalinan motif-motif tertentu
-
Memberi hiasan pada nada pokok berupa ubit-ubitan
-
Membuat jalinan melodi tertentu dengan permainan tunggal
F. Kendang -
Sebagai pemurba irama
-
Sebagai penghubung ruas-ruas gending
-
Memberi angsel-angsel
G. Gong -
Sebagai finalis lagu/gending
-
Memberikan tekanan-tekanan sesuai dengan tujuan lagu itu sendiri
-
Tapi dalam garapan ini jatuhnya pukulan gong tidak memakai hitungan artinya jatuhnya pukulan gong pada lagu yang tepat.
H. Kempur -
Memberi aksen pada hitungan tertentu
-
Pematok ruas gending
I. Klentong -
Dimainkan secara bergantian dengan kempur dalam satu gong
J. Kajar -
Sebagai pemegang tempo
33
K. Ceng-ceng ricik -
Sebagai pengisi irama
-
Membuat angsel-angsel, variasi-variasi tertentu bersama dengan kendang.
L. Suling -
Memperindah bagian-bagian gending yang lirih
-
Membuat suasana tertentu
-
Menjalankan melodi
-
Dalam garapan ini suling sangat memegang melodi.
M. Kempli -
Dimainkan secara bergantian dengan kempur dalam satu gong.
4.3.2 Teknik Permainan Teknik permainan merupakan aparatus dalam Gamelan Bali dan teknikteknik tersebut menjadi indikator pokok dalam mempelajari gaya (style) Gamelan itu. Menurut uraian yang terdapat dalam Lontar Prakempa, bahwa istilah umum yang digunakan untuk teknik menabuh dalam Gamelan Bali ialah gegebug. Gegebug merupakan suatu hal yang pokok dalam Gamelan bali yang erat kaitannya dengan orkestrasi, serta menurut Prakempa bahwa hampir setiap instrumen mempunyai gegebug tersendiri ( Bandem, 1986: 27).
34
Demikian halnya dengan teknik permaianan dalam Gamelan Gong Kebyar, masing-masing instrumen memiliki teknik permainan yang berbeda. Teknik-teknik tersebut menyebabkan tiap-tiap kelompok instrumen memiliki bunyi dan suara yang berbeda pula. Adapun teknik permainan yang dipergunakan dalam garapan komposisi Karawitan ”Megala-gala” ini diuraikan sebagai berikut : A. Ugal Ugal merupakan jenis instrumen perkusi yang berbentuk bilah. Dalam Gamelan Gong kebyar terdapat dua tungguh ugal dengan sistem ngumbangngisep yang masing-masing tungguhnya terdiri dari sepuluh bilah. Tetapi dalam garapan ini penata hanya menggunakan satu tungguh ugal dengan susunan nadanya adalah (4, 5, 7, 1, 3). Teknik permainan dari instrumen ugal adalah : -
Neliti
: memukul pokok gendingnya saja
-
Nitir
: Memukul satu nada secara beruntun tanpa di tutup
-
Nyeceh
: Memukul dan menutup satu nada saja.
B. Pemade dan Kantilan Instrumen ini merupakan instrumen pukul berbentuk bilah yang masingmasing terdiri dari sepuluh bilah dengan sistem ngumbang-ngisep, dengan susunan nadanya adalah (4, 5, 7, 1, 3, 4, 5, 7, 1, 3) garapan ini menggunakan
35
empat buah pemade dan empat buah tungguh kantilan. Teknik permainan dari instrumen ini adalah : -
Ngubit
: Membuat jalinan antara nada polos dengan sangsih
-
Nyogcag
: Memukul nada yang satu dengan yang lain
-
Nitir
: Memukul satu nada secara beruntun tanpa ditutup.
-
Nyeceh
: Memukul dan menutup satu nada saja
C. Reong Reong merupakan jenis instrumen perkusi berbentuk pencon atau moncol, dengan susunan nadanya adalah (5, 7, 1, 3, 4, 5, 7, 1, 3, 4, 5, 7) Teknik permainan dari instrumen reyong adalah sebagai berikut: -
Ngubit
:
Pukulan yang mengisi ketukan yang kosong yaitu terjalin antara polos dan sangsih.
-
Norot
:
Pukulan tangan kanan dan tangan kiri salah satu pemain dengan memukul sambil menutup atau nekes yang dilakukan secara bergantian.
-
Memenjing :
Memukul tepi reong atau pukulan pada waktu membuat angsel-angsel
-
Nerumpuk
:
Memukul satu pencon atau satu nada dengan tangan kanan dan tangan kiri secara beruntun.
D. Jublag dan jegogan
36
Instrumen ini merupakan instrumen yang sumber bunyinya berbentuk bilah dan masing-masing tungguhnya terdiri dari lima bilah dengan susunan nadanya (3, 4, 5, 7, 1). Teknik permainan dari masing-masing instrumen ini adalah : Jublag adalah pukulannya neliti yaitu memukul pokok gendingnya saja, dan nyelah yaitu pukulan yang memberikan suatu tekanan pada sebuah nada dalam sebuah kalimat lagu. Sedangkan Jegogan pukulannya disebut temu guru yaitu jatuhnya pada pukulan jublag ke empat, kedelapan atau pada suara yang panjang (Pande Mustika dkk, 1978: 6) Dalam garapan ini teknik permainan tersebut juga dikembangkan yaitu dimainkan dengan secara bersama pada saat permainan reong tunggal untuk memperjelas aksen-kasen dari permainan reong. E. Kendang Kendang adalah salah satu jenis tungguhan atau instrumen yang bahan utamanya terdiri dari kayu dan kulit. Kendang Bali pada urnumnya berbentuk kubus yang salah satu sisi atau bagiannya dibuat agak kecil. Hal ini dimaksudkan untuk dapat menghasilkan akustik yang berbeda. Untuk menghasilkan yang berbeda secara jelas, dibuatlah sistem resonansi yang umumnya disebut pakelit. Pakelit adalah semacam rongga yang dibuat dengan ukuran tertentu, terbagi pada dua sisi yang berbeda dalam sebuah tungguhan kendang. Pembuatan rongga atau pakelit kendang berdasarkan pada besar kecilnya kendang dan jenis kendang (Kartawan, 2006: 20). 37
Jenis kendang yang dipakai dalam garapan ini adalah sepasang kendang gupekan (lanang wadon) yang dimainkan secara berpasangan atau metimpal. Adapun teknik permainan yang dipergunakan adalah Gegulet : Jalinan pukulan kendang pada bagian muka kanan antara kendang lanang dan kendang wadon. F. Gong Gong merupakan instrumen bermoncol yang ukurannya paling besar dibandingkan instrumen bermoncol lainnya dalam Gong kebyar. Dalam garapan ini dipakai sebuah Gong wadon. Jenis pukulannya disebut kaget atangi (Bandem, 1986: 69). tapi dalam hal jatuhnya pukulan gong pada setiap lagu yang pantas saja. G. Kempur Penggunaan instrumen kempur pada garapan ini secara umum dapat disebutkan bahwa kempur berfungsi sebagai pendorong jatuhnya pukulan Gong. Adapun pukulan kempur disebut selah tunggal (Pande Mustika dkk, 1978: 7). tapi dalam garapan ini pukulan kernpur pada setiap lagu yang pantas. H. Klemong / Kempli Penggunaan instrumen klemong pada garapan ini adalah untuk dimainkan secara bergantian dengan kempur menjelang jatuhnya pukulan Gong.
38
I. Kajar Kajar adalah sebuah instrumen yang berbentuk Gong kecil, yang berfungsi sebagai pemegang tempo yang diinginkan. Mengenai pukulannya dalam garapan ini adalah irama tetap ajeg, tetapi mengikuti pola lagu ataupun aksen-aksen lagu. Jenis pukulannya adalah ngeremuncang rerames seperti orang mebat ( Pande Mustika dkk, 1987 : 7). J. Suling. Suling dalam Gamelan Bali biasanya terbuat dari bambu yang dimainkan dengan cara ditiup, dengan sistem permainan yang sering disebut ngunjal angkihan (meniup tanpa henti-hentinya) disini suling banyak memegang melodi. K. Ceng-ceng ricik lnstrumen ceng-ceng yang dipergunakan dalam garapan ini adalah cengceng ricik. Ceng-ceng ricik ini dimainkan dengan memukulkan dua buah cengceng yang discbut bungan cengceng, pada cengceng bawah yang terdiri dari lima alas enam buah cengceng kecil. Jenis-jenis pukulan yang dipakai dalam garapan ini adalah : -
Ngecak
: Memainkan sambil menutup
-
Ngajet
: Pukulan cengceng dalam membuat angsel-angsel tertentu
39
4.3.3 Sistem Notasi Sistem notasi yang dipergunakan dalam garapan ini adalah sistem notasi karawitan Bali yang disebut dengan notasi Ding-Dong yang simbulnya adalah lambang atau simbul yang berasal dari penganggening aksara Bali, yang berupa (4)tedong, ( 5 ) taleng ,( 7 ) suku ,( 1 ) carik, (3) ulu, ( 6 ) suku ilut dan ( 2 ) pepet. Penulisan notasi ini dicatat dalam bentuk notasi preskriftif yang artinya notasi yang dibuat secara detail. Notasi ini harus dimainkan seperti apa yang tercatat dalam notasi itu sendiri. Penganggening aksara Bali ini bila dibaca dalam karawitan Bali maka aksara tersebut akan berbunyi ( 4 ) dong, ( 5 ) deng, ( 6 ) deung, ( 7 ) dung, ( 1 ) dang, ( 3 ) ding, ( 2 ) daing. Bunyi seperti ini terdapat pada laras pelog 7 nada. Untuk lebih jelasnya simbul-simbul tersebut dapat dilihat dalam table berikut ini:
40
Tabel II Penganggening aksara Bali Dibaca dalam laras pelog sapta nada No 1 2 3 4 5 6 7
Simbol
Nama Aksara
Dibaca
Ulu
Ding
Tedong
Dong
Taleng
Deng
Suku ilut
Deung
Suku
Dung
Carik
Dang
Pepet
Daing
3
4 5 6 7 1 2
Dalam ilmu pengetahuan karawitan Bali disamping penggunaan simbolsimbol nada, juga di lengkapi dengan nada-nada yang umumnya dipakai dalam sistem notasi karawitan Bali. Symbol-simbol tersebut adalah: A. Garis nilai
. . . . . : Menunjukkan nilai tersebut dalam satu ketukan.
B. Garis miring
-- 3--
: menunjukan apabila ada nada yang
berisi tanda ini artinya nada tersebut ditutup pada waktu memukulnya. C. Tanda ulang || …. …. || : Menunjukan pengulangan lagu.
41
D. . Singkatan-singkatan Istilah Untuk memudahkan dalam penulisan notasi, ada beberapa singkatansingkatan istilah yang dipergunakan, antara lain: 1. Kd
: Kendang
2. Gs
: Gangsa
3. Kt
: Kantil
4. Rg
: Reyong
5. Jb
: Jublag
6. Bsm
: Bersama
Tabel III Lambang dan Peniruan Bunyi Instrumen No 1
Instrumentasi Kempur
Lambang +
2
Gong
(.)
3
Kendang lanang
(T)
Peniruan Bunyi
Tut ( pukulan pada bagian muka kiri kendang ditutup dengan jari)
4
Kendang wadon
(D)
De ( pukulan pada bagian muka kendang)
5
Kendang lanang dan wadon
(C)
Cung ( dipukul bagian tengah muka kanan kendang dengan jari)
42
4.4 Analisa Penyajian/Penampilan 4.4.1 Tempat Pementasan dan Setting Instrumen Garapan komposisi karawitan Megala-gala ini dipentaskan di Stage Natya Mandala ISI Denpasar yang berbentuk proscenium, yaitu sebuah stage yang posisi penonton dari arah depan. Masing- masing instrumen dalam garapan ini disusun sedemikian rupa supaya garapan ini tidak hanya enak didengar, tetapi juga enak dipandang. Adapun penempatan masing-masing alat musik (setting instrument) dalam garapan ini dapat dilihat seperti berikut:
11
11
12 13
10 8
8
9
9 7
7
7
4
6
3
7 5 4
4 2
2
1
4
1 2
2
43
Keterangan : 1. Instrumen kendang 2. Instrumen suling 3. Instrumen ugal 4. Instrumen gangsa 5. Instrumen ceng-ceng ricik 6. Instrumen kajar 7. Instrumen kantil 8. Instrumen jublag 9. Instrumen jegog 10. Instrumen reong 11. Instrumen gong 12. Instrumen kempur 13. Instrumen kempli
Trap : 5 buah trap besar 3 buah trap kecil 1 buah trap tingkat (tangga) 2 buah trap medium
44
4.4.2 Kostum Dalam penyajian garapan komposisi Megala-gala ini didukung rias wajah dan penataan kostum yang cukup berperan untuk hal penampilan. Antara penata dengan pendukung menggunakan kostum yang berbeda supaya penata terlihat lebih menonjol. Penata menggunakan kostum bernuansa adat Bali. Kostum Penata
45
Kostum Pendukung
46
4.4.3 Tata Lampu dan Tata Penyajian Garapan dengan judul Megala-gala ini disajikan dengan situasi yang cenderung ceria. Oleh karena itu diperlukan pengaturan tata lampu yang sesuai dengan tema yang diangkat. Untuk mendukung dalam garapan ini menggunakan penataan lampu yang didominasai pemakaian lampu general. Sebagai latar belakang garapan ini menggunakan latar gapura dan menggunakan dekorasi panggung seperlunya.
47
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Dari uraian di atas yang telah dijabarkan dari Bab I sampai Bab IV akhirnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.
Komposisi
karawitan
Megala-gala
ini
merupakan
komposisi
yang
diwujudkan sesuai dengan ide-ide yang dikaitkan dengan suasana permainan tradisional anak-anak ke dalam bentuk sebuah komposisi karawitan kreasi. 2.
Melalui garapan ini penggarap ingin berkomposisi dengan memaksimalkan serta mengangkat potensi elemen yang ada sebagai media ungkap dalam berkomposisi.
3.
Dalam garapan ini penggarap mencurahkan pengalamannya ke dalam bentuk garapan komposisi untuk dijadikan sebuah tabuh kreasi baru yang berjudul Megala-gala.
4.
Komposisi garapan Megala-gala ini adalah komposisi yang terdiri dari empat bagian yaitu bagian pertama, bagian dua, bagian tiga dan bagian empat, dengan beberapa peralihan yang menghubungkan bagian-bagian tersebut, dimana masing-masing bagian mempunyai karakter musikal yang berbeda.
48
5.2 Saran-saran Tradisi budaya, termasuk kesenian terus-menerus mengalami perubahan, dimana proses perubahan merupakan hal yang sangat penting dalam perkembangan tradisi, oleh karenanya melalui tulisan ini penggarapan menyarankan kepada seniman-seniman khususnya para mahasiswa di lingkungan ISI Denpasar agar: 1. Dalam memanfaatkan proses perubahan tersebut sebagai tantangan dalam berkreativitas tanpa membuang dan meninggalkan tradisi yang ada. 2. Mewujudkan sebuah karya seni bukanlah suatu hal yang mudah, oleh karena itu diperlukan kesiapan yang cukup matang, baik kesiapan mental maupun yang lainnya. 3. Sebelum melangkah keproses garapan penentuan konsep dan ide yang matang jauh sebelumnya merupakan kunci untuk meraih keberhasilan di dalam berkarya. 4. Diharapkan agar para seniman akan semakin tergugah untuk menciptakan karya seni dengan menggunakan instrument gamelan Gong Kebyar.
49
DAFTAR SUMBER/REFRENSI
A. Sumber Pustaka Arik Irawan I Kadek. 2013, Rare Angon, Skrip karya Karawitan guna menempuh ujian Sarjana Seni Program Strata 1 (S1) pada Institut Seni Indonesia Denpasar (tidak diterbitkan). Aryasa, IWM, DKK.1984/1985. Pengetahuan Karawitan Bali. Denpasar,10 Desember 1984.P.54 Bandem, I Made. 1982. Mengenal Gamelan Bali. Denpasar: Akademi Seni Tari Indonesia. ________. 1986 Sebuah Lontar Gambelan Bali, Akademi Seni Tari Indonesia, Denpasar (1986). ________. 1991 “Ubit-ubitan Sebuah Teknik Permainan Gamelan Bali”. STSI. Denpasar no.: 080/23/1991. Djelantik. AAM. 1990. Pengantar Dasar Ilmu Estetika jilid 1. Denpasar : Sekolah Tinggi Seni Indonesia. Kartawan, I Made. 2006. "Cara Pembuatan Kendang Bali" dalam Bheri Jurna1 I1miah Musik Nusantara. Vol 5 No I September 2006. Denpasar :UPT Penerbit ISI Denpasar. Metrobali.com. 2014. Hidupkan kembali permainan anak-anak. Mustika, Pande Gede. dkk 1978. "Mengenal Beberapa Jenis Sikap dan Pukulan Dalam Gong Kebyar" Denpasar : Proyek Akademi Seni Tari Indonesia Windha, I Nyoman dan kawan-kawan. 1985. “Aspek-Aspek penggarapan Karawitan Bali”. Denpasar : Akademi Seni Tari Indonesia. B. Diskografi Arik Irawan, I Kadek. 2013. Kaset ujian akhir Rare Angon. (Kaset Rekaman Koleksi Pribadi I Putu Adi Swartawan). Widia, I Wayan. 2005. Kaset tabuh kreasi, Delod Brawah festival Gong Kebyar PKB 2004 Kabupaten Badung. Bali Record. (Kaset Rekaman Koleksi Pribadi I Putu Adi Swartawan).
50
________. 2007 Mp3 tabuh kreasi, Kaset tabuh kreasi Pralaya Festival Gong Kebyar Duta kabupaten Badung. (Kaset Rekaman Koleksi Pribadi I Putu Adi Swartawan). ________. 2008 Mp3 tabuh kreasi, Murba Duta kabupaten Badung. (Mp3 Koleksi Pribadi I Putu Adi Swartawan).
51
52
Lampiran I Notasi Komposisi Karawitan MEGALA-GALA
Bagian I Bsm :
11 11 11 11 1 . 13 3 17 555 575 75 .7 45 71
Jb :
3 4 5 4 3 7 4 5 3 1 7 5 . 4. 3 .1
Kotekan :
.34 554 .45 543 344 357 755 75.5 75.5 73.7 371 175 544 .54 334 313 171 31 71 75 45 57 71 13 3 757 45 75 45 34 54 (3)
Kendang:
. D T D T K P KM C K P D T D T K P K P K K P P KM C D K P KM K P D K P KM K P KM C K P K P . K P . K . P K KM C K C K P KM C K P
Bsm:
33.. 77.. 53
3 3 7 7 . . 3 3 7 7 3 3 1 (1) Riong:
. .143 1 .134 5 .143 1134 5 . .4 4 Jb :
77 .7 .7 11 .1 37 .7 54 75 (1)11 3 33 5 55 37.5
Kt :
1 71 7 17 .4 .5 4 54 1 31 3 5 35 .3 57 .5
Gs :
17 .1 75.7 54.4 55.7 .755 .7 .5 7 57 1 13.3 5 53 .3 5 51 .1 5 51 .1 .1 5 54 .5 4 54 .5 4
Suling :
. . 1 3 1 7 1 7 5 7 4 5 7 5 4 5 3 4 5 4 3 .34 7.1.5 5 7 17 13 7 . . 1 7 3 Penganter Agung
4 5 . . 54 57 45 7 54 57 45 7 3 1 5 1 7
Bsm :
5 7 1 7 1 4 5 7 2x
54
. 45 . .757 4571 3
Suling :
. 1 3 1 5 1 7 . . 1 4 . . 5 7 5 7 1 3 5 3 2 1 . . 2 . . 3 4 2 4 3 2 1 . . 2 3 5 5 5 . . 6 1 3 5 1 5 . . 4 3 .45 6 5 . . 6 1 2 6 1 5 . . 4 3 . 45 6 5 . 4 . 5 4 3 2 1
Bagian II Kebyar :
3.3.5.1.1.5.3.3.5.1.1.3.(7) Melodi :
1 7 1 3 7 1 3 7 1 3 .4 3 1 7 1 7 1 3 7 1 3 7 1 3 4 5 4 .5 7 5 4 5 .7 .1 5 1 7 5 4 .5 7 5 4 5 7 1 3 7 3 1 7 5 1 3 4 5 3 4 5 7 1 7 1 7 3 4 5 7 1 7 1 7 1 5 4 3 1 3 1 7 5 7 1 3 1 3 1 7 5 7 1 3 .5 71 75 7 5 4 3 .5 .3 4 .5 7 1 7 5 75 4 3 .5 . 3 4 .5 7 4 5 7 5 4 3 7 1 5 4 3 .4 3 4 5 . 3 4 5 . (7) 2x
1 7 1 3 7 1 3 7 1 3 .4 3 1 7 1 7 1 3 7 1 3 7 1 3 4 5 4 .5 7 5 4 5 .7 .1 5 1 7 5 4 .5 7 5 4 5 7 1 3 7 3 1 7 5
55
1 3 4 5 3 4 5 7 1 7 1 7 3 4 5 7 1 7 1 7 1 5 4 3 1 3 1 7 5 7 1 3 1 3 1 7 5 7 1 3 .5 7 1 7 5 7 5 4 3 .5 .3 4 . 5 7 1 7 5 7 5 4 3 . 5 . 3 4 1 3 4 3 1 7 7 5 4 (3) Jb :
3434134 Jg :
7171571
Bsm (Tempo cepat) :
3171.71713.3 171.71713 445 557 445 557 771 Jb :
5 7 1 5 1 7 1 5 . 7 1 5 . 3 4 5 4 3 5 4 3 (1)
Kotekan :
75 51 51 5 75 51 51 5 35 53 53 35 35 54 43 31 (1)
Bagian III Bsm
1 3 4 5 1 3 4 5 3 . 3 3 ( 3)
Jg :
56
3 4 5 4 3 7 4 5 7 7 . . . . 7 .5 .3 1 . . . . 1 . . . 3 . . . 4 7 5 4 3 7 5 4 3
1 5 3 1 5 3 1 5 3 1 5 3 7 3 5 7 3 5 73 5 75 3
1 7 5 4 1 7 5 4 3 5 3 5 3 5 3 4 1
2x
Bagian III diulang 2x
Bagian IV Bsm :
1 1 1 11.1 . .3 .1 3 . .3 45 7 . . . .55 .5 . . . 3 3 . 3 . . . 1 . 3 .7 1 3 4 Mld :
3 4 5 .3 4 5 7 . 4 5 7 1 . 5 7 .
2x
3 4 5 .3 4 5 7 . 4 5 7 1 . 5 7 4 5 7 5 4 3
Bsm :
. 11 13 17 1. 1
57
Mld :
.3 45 34 31 7
Bsm :
57 45 71 .3 .4 5 .3 45 45 7
Mld :
7 1 7 5 7 1 7 5 4 5 7 5 4 3 4 5 1 . 4 3 1 7 2x
Bsm :
7 71 . 17 . . 3 34 . 43 . . 7 57 45 77 .5 5 75 5 77 . 54 5 3 1 . . 3 1 . 7 6 4 6 7 . 1 . 6 7 1 . 7 . 5 7 1 3 1 3 .1 3 13 .1 .7 .6 16 7 . 67 1 31 .3 45 3 1 7
Mld :
17 57 45 75 4 31 71 3
Bsm :
58
13 73 1 .1 35 43 51 75 15 43 53 35 3 11 31 55 35 11 .111 Bsm :
5. 5 4 5. 5 4 5. 5 7 5. 5 7 5. 5 4 5. 5 4 5. 5 7 5. 5 7 5. 5 4 5. 5 7 5. 5 4 5. 5 7
45 7 75 7 34 5 54 5 13 4 45 4 71 3
2x
Kebyar :
7 5 7 4 5 7 5 4 5 3 4 5 4 3 2x 1 3 7 1 3 1 7 . 1 3 . 3 4 5 7 (3)
59
Lampiran II SINOPSIS MEGALA-GALA
Megala-gala berasal dari satu suku kata yaitu gala yang artinya rintangan. Dalam permainan satu regu harus melewati suatu rintangan dari regu lain atau lawan untuk mencapai tujuannya. Adapun kesan yang ingin ditampilkan dalam permainan megala-gala ini adalah agar kita dapat merasakan kembali dan mengingatkan bagaimana keseruan dan kegembiraan dalam permainan tradisional yakni megala-gala. Fenomena tersebut diimplementasikan dalam garapan tabuh kreasi baru yang masih mengacu pada konsep garap musik tradisi dengan mengedepankan keutuhan, harmonisasi dalam karya dengan tetap berpijakan pada tradisi yang ada.
60
Lampiran III Penata Karawitan I Putu Adi Swartawan Nama-nama pendukung. 1. I Wayan Ariawan 2. I Putu Arya Deva Surya Negara 3. I Nyoman Ary Sanjaya 4. Visva Bhara Prasad 5. Pande Putu Agus Ananta Wijaya 6. I Made Sugiharta 7. I Gede Eka Adi Saputra 8. I Kadek Adi Setiawan 9. I Putu Trisna Nugraha 10. I Wayan Aditya Pananda 11. I Made Arsawan Prinata 12. I ketut Gede Sukartha Widiantara 13. I Gede Cita Sastrawan 14. I Putu Yudik Styawan 15. I Kadek Gunawan 16. I Putu Tomi Purnama 17. I Wayan Abdi Buana 18. I Putu Adi Maretayasa 19. I Gusti Ngurah Aditya Saputra 20. I Made Sukanta Yasa 21. I Made Putra Aryasa 22. I Putu Yasa 23. Ida Bagus Gede Suparsa 24. I Wayan Eka Widiadi Sucipta 25. I Ketut Wawan Wijaya 26. I Made Dede Wahyudi
61
Lampiran IV Foto-Foto Pementasan
62
63
Susunan Panitia Pelaksana Ujian Tugas Akhir, Pagelaran Seni, dan Yudisium Fakultas Seni Pertunjukan ISI Denpasar Tahun Akademik 2013/2014. Penanggung jawab Ketua Pelaksana Wakil Ketua
Sekretaris Seksi – seksi 1. Sekretariat
: I Wayan Suharta, S.Skar., M.Si (Dekan ) : I Dewa Ketut Wicaksana, SSP.,M.Hum (Pembantu Dekan I) : Ni Ketut Suryatini, SSKar.,M.Sn (Pembantu Dekan II) Dr. Ni Luh Sustiawati, M.Pd (Pembantu Dekan III) : Dra. A.A.Istri Putri Yonari : I Nyoman Alit Buana, S.Sos (Koordinator) Putu Sri Wahyuni Emawatiningsih, SE Ni Made Astari, SE I Gusti Ketut Gede I Gusti Ngurah Oka Ariwangsa, SE Putu Liang Piada, A.Md
2. Keuangan
: Ketut Bambang Ayu Widyani, SE Gusti Ayu Sri Handayani, SE
3. Publikasi/Dokumentasi
: Drs. Rinto Widyarto , M.Si (Koordinator ) Nyoman Lia Susanti,SS., MA Luh Putu Esti Wulaningrum, SS I Made Rai Kariasa, S.Sos Ketut Hery Budiyana, A.Md
4. Konsumsi
: Ida Ayu Agung Yuliaswathi Manuaba,SH ( Koordinator ) Putu Gede Hendrawan I Wayan Teddy Wahyudi Permana, SE
5. Keamanan
: SATPAM
6. Pagelaran 6.1 Operator Ligting : I Made Lila Sardana, ST. ( Koordinator ) Soundsystem dan Rekaman Audiovisual : I Nyoman Tri Sutanaya, A.Md I Ketut Agus Darmawan, A.Md I Ketut Sadia Kariasa, ST Putu Gede Pradnyana Putra
64
6.2 Protokol
: A.A.A. Ngurah Sri Mayun Putri, SST (Koordinator ) Mahasiswa
6.3 Penanggung Jawab Tari
: A.A Ayu Mayun Artati,SST., M.Sn Sulistyani, SKar., M.Si
6.4 Penanggung Jawab Karawitan
: Wardizal, S.Sen.,M.Si I Nyoman Kariasa, S.Sn., M.Sn
6.5 Penanggung Jawab Pedalangan
: I Kadek Widnyana, SSP., M.Si Ni Komang Sekar Marhaeni, SSP., M.Si
6.6 Stage Manager a. Asisten Stage Manager b. Stage Crew
: Ida Ayu Trisnawati, SST.,M.Si : Dra. Ni Wayan Mudiasih , M.Si : Ida Bagus Nyoman Mas, SSKar (Koordinator) I Wayan Suena, S.Sn. I Ketut Budiana, S.Sn. I Ketut Mulyadi, S.Sn Ni Nyoman Nik Suasthi, S.Sn I Nyoman Japayasa, S.Sn
7. Upakara/Banten
: Ketut Adi Kusuma, S.Sn
8. Cleaning Service
: Doel Cs. Dekan, TTD.
I Wayan Suharta, S. Skar., M.Si NIP. 196307301990021001
65
66