SKEMA NUMERIK UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN BURGERS’ MENGGUNAKAN METODE CUBIC B-SPLINE QUASIINTERPOLANT DAN MULTI-NODE HIGHER ORDER EXPANSIONS Nafanisya Mulia1, Yudhi Purwananto2, Rully Soelaiman3 Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, ITS email :
[email protected],
[email protected],
[email protected]
ABSTRAKSI
Initial condition pada persamaan Burgers’ yaitu ketika t bernilai nol diberikan sebagai berikut:
Persamaan Burgers’ merupakan persamaan differensial parsial non-linier yang terkenal. Persamaan ini telah dipelajari oleh banyak penelitian karena memiliki perilaku gelombang kejut ketika koefisien viskositas kinematik bernilai kecil. Banyak metode numerik dibangun untuk menyelesaikan persamaan ini. Namun solusi yang ada masih belum tepat untuk nilai viskositas yang kecil. Dengan menggunakan metode quasi-interpolant dengan cubic B-splines beserta perluasan asimtotik error yang diberikan multi-node higher order expansions dibangun sebuah skema numerik untuk menyelesaikan persamaan Burgers’. Hasil uji coba pada tugas akhir ini menunjukkan bahwa tingkat akurasi dari metode Cubic B-spline Quasiinterpolant dan Multi-node Higher Order Expansions ini, jauh lebih itnggi dibandingkan dengan metode exactexplicit finite difference.
(1-2) dan boundary condition sebagai berikut: (1-3) Beberapa metode numerik yang dibangun untuk memecahkan persamaan Burgers’ tersebut diantaranya, cubic spline collocation, implicit finite difference schemes with cubic spline interpolating spatial derivatives, metode B-spline Galerkin, dan metode B-spline collocation. Selain itu, metode numerik yang menggunakan teknik quasiinterpolant dengan Multiquadratics juga dikembangkan untuk memecahkan persamaan Burgers’. Namun, skema tersebut menghasilkan tingkat ketepatan yang rendah. Teknik quasi-interpolant juga digunakan untuk memecahkan persamaan Burgers’ berdasarkan tipe dari cubic B-spline quasi-interpolant yang hasilnya lebih tepat dibandingkan skema Multiquadratic quasi-interpolant. Dari metode-metode diatas, didapatkan bahwa metode spline dan quasi-interpolant adalah metode yang sederhana dan efektif untuk memecahkan persamaan Burgers’ dan metode Cubic B-Spline Quasi-Interpolant yang sebelumnya telah digunakan untuk memecahkan persamaan Burgers’ menghasilkan tingkat keakuratan hasil yang lebih tinggi dibandingkan metode-metode sebelumnya. Maka dari itu, dalam tugas akhir ini digunakan teknik quasi-interpolant dengan cubic B-spline yang dimodifikasi menggunakan ide dari Multi-node Higher Order Expansions untuk mendapatkan solusi terbaik dalam memecahkan persamaan Burgers’. Multinode higher order expansions merupakan pendekatan polinomial numerik yang sangat berguna untuk suatu fungsi agar turunan tertingginya dapat diperoleh secara mudah. Jika metode ini digabungkan dengan metode quasi-interpolant, maka dapat menghasilkan tingkat keakuratan yang lebih tinggi.
Kata kunci: persamaan Burgers’, metode numerik, cubic B-spline, quasi-interpolant, higher order expansion
1
PENDAHULUAN
Persamaan Burgers’ merupakan persamaan differensial parsial fundamental dari mekanika fluida. Persamaan ini telah dipelajari oleh banyak peneliti karena beberapa alasan berikut: (1) mengandung bentuk yang paling sederhana dari nilai adveksi non-linier uux dan nilai disipasi uxx/R untuk mensimulasikan fenomena fisika dari gerakan gelombang, (2) memiliki perilaku gelombang kejut ketika koefisien viskositas kinematik v (=1/R) bernilai kecil. Persamaan ini dapat dipecahkan secara tepat untuk kondisi awal dan kondisi batas yang berubahubah. Namun solusi yang ada, masih belum tepat untuk menyelesaikan persamaan Burgers’ ketika koefisien viskositasnya bernilai kecil. Sehingga banyak solusi numerik dibangun untuk memecahkan permasalahan tersebut. Untuk kecepatan u dan koefisien viskositas v (=1/R) yang diberikan, bentuk umum persamaan Burgers’ adalah . (1-1)
1
2
METODE CUBIC B-SPLINE QUASIINTERPOLANT DAN MULTI-NODE HIGHER ORDER EXPANSIONS
dimana dan
Maka perkiraan rumus diferensialnya adalah
Univariate Spline Quasi-interpolant didefinisikan sebagai berikut:
(2-7) dimana derivasi matriks D1, D2 ϵ R(n+1)(n+1) merupakan matriks yang berisi koefisien-koefisien turunan pertama dan turunan kedua pada Hrq. Matriks D1 didapatkan dari turunan pertama, sedangkan matriks D2 dari turunan kedua Hrq. Matriks D1 dan D2 didefinisikan sebagai berikut:
(2-1) dimana merupakan basis B-spline dari beberapa ruang di spline dan d menunjukkan derajat dari quasiinterpolant. Koefisien merupakan koefisien fungsional dengan tipe diskrit, maka dari itu merupakan kombinasi linier dari nilai diskrit f pada beberapa titik di sekitar daerah .
Dengan h dan τ merupakan ukuran langkah seragam dalam arah ruang dan waktu, maka xi = ih (0 ≤ i ≤ n), tk = kτ (0 ≤ k ≤ K), dan .
Untuk quasi-interpolant dengan derajat tiga (kubik), ,
.
Dari hasil diatas dapat diberikan skema numerik berikut: (2-2)
(2-8) dimana
koefisien fungsionalnya diberikan sebagai berikut: ,
(2-9) , dan adalah komponen ke-(i + 1) dari vektor dan . Dengan kondisi awal dan kondisi batas sebagai berikut:
, ,
(2-3)
(2-10) (2-11)
dimana fi = f(xi)(0 ≤ i ≤ n). Gabungan antara cubic B-spline dengan quasi-interpolant dapat menghasilkan solusi yang lebih optimal. Diberikan persamaan berikut:
Dengan demikian, didapatkan solusi numerik Persamaan Burger dengan menggunakan langkah (2-8) sampai dengan (2-11).
(2-4) Persamaan diatas memiliki hasil yang tepat pada ruang πd+r , maka Hrf merupakan multi-node higher order expansions untuk f. Berdasarkan hasil diatas didapat cubic B-spline yang dimodifikasi sebagai berikut:
dimana
(2-5) Dengan
kesalahan estimasi error sebagai berikut: (2-6) Dengan memberikan nilai r dan mengganti turunan pertama dengan turunan pembagian awal yang pertama dalam Hrq, maka didaptkan koefisien-koefisien turunan ( Jika dan
2
D1
D2 =
3
=
-25/12 -3/12
48/12 -10/12
-36/12 18/12
-3/12 1/12
0 0
0 0
... ...
0 0
-37/144
5/144
0
...
0
...
16/12 -6/12 146/14 4 ...
7/144
-71/144
-50/144
...
...
...
...
...
...
...
0
7/144
-71/144
-50/144
... 146/14 4
0
-37/144
5/144
0
...
0
0
7/144
-71/144
-50/144
0 0
... ...
0 0
0 0
0 0
1/12 -1/12
-8/12 6/12
141/14 4 1/12 -21/12
35/12 11/12 -3/24 ... 0 0 0 0
-104/12 -20/12 37/24 ... ... ... ... ...
114/12 6/12 -70/24 ... 0 0 0 0
-56/12 4/12 42/24 ... -3/24 0 0 0
11/12 -1/12 -7/24 ... 37/24 -3/24 0 0
0 0 1/24 ... -70/24 37/24 -1/12 -1/12
0 0 0 ... 42/24 -70/24 16/12 4/12
... ... ... ... -7/24 41/24 -29/12 -5/12
METODE EXACT_EXPLICIT DIFFERENCE
FINITE
-27/144 6/12 16/12
0 0 0 ... 1/24 -5/24 14/12 2/12
Substitusi dari persamaan (3-2) ke dalam persamaan (31b), menghasilkan persamaan berikut:
Metode ini didasarkan pada solusi finite-difference. Pendekatan standerd explicit finite-difference pada persamaan (1-1) dengan kondisi batas (1-3) dimana , diberikan sebagai berikut:
(3-3) Karena ruas sebelah kiri pada persamaan (2-40) bergantung pada j dan ruas sebelah kanan bergantung pada i, maka kedua ruas pada persamaan (2-40) harus disamadengankan dengan konstanta c, sehingga menghasilkan dua buah persamaan difference homogen untuk fi dan gj, yang diberikan sebagai berikut:
(3-1a) (3-1b) (3-1c)
(3-4) (3-5)
untuk j = 0, 1, ..., J , dimana J merupakan jumlah node hasil diskritisasi waktu (t) dan n merupakan node hasil diskritisasi ruang (x), dengan truncation error dari O(k) + O(h2).
Bentuk solusi umum dari persamaan (2-41) diberikan sebagai berikut:
Pada persamaan diatas, r = kv/h2 dan θi,j mendenotasikan pendekatan finite-difference terhadap solusi eksak u(xi, tj) pada titik (xi, tj).
(3-6) dimana A merupakan sembarang konstanta. Karena solusi dari persamaan (2-1) bersifat periodik di x, solusi dar persamaan (2-42) juga bersifat periodik di i. Dengan demikian, maka :
Diasumsikan bahwa persamaan finite-difference (3-1b) memiliki solusi dari bentuk berikut: (3-2)
(3-7) dimana fi hanya bergantung pada i (atau x) dan gj hanya bergantung pada j (atau t).
dimana B dan C mendenotasikan sembarang konstanta, dan
3
(3-8) Kondisi batas (2-3) pada x = 0 dan x = 1 diberikan sebagai berikut: (untuk semua j) (untuk semua j)
(3-18)
(3-9) (3-10)
Ketika r = kv/h2, solusi exact-explicit finite difference (318) berkumpul pada solusi Fourier untuk nilai terhingga dari waktu (t).
Dengan menerapkan persamaan (3-9) dan (3-10) pada persamaan (3-2) dan memanfaatkan persamaan (3-7), maka diperoleh:
4
IMPLEMENTASI
Secara umum, sistem perangkat lunak ini mengimplementasikan metode cubic b-spline quasiinterpolant dan multi-node higher order expansions. Diagram alir perancangan sistem secara umum diberikan sebagai berikut:
dan (3-11) Karena solusi dari permasalahan diatas dianggap sepele, maka sin(nα) = 0 dengan α = sπ/n, s = 0, 1, 2, ... . sehingga persamaan difference (3-7) menjadi sebagai berikut:
Mulai
(3-12)
Initial condition & Boundary condition persamaan Burgers’
dan dari persamaan (3-8) diperoleh: Diskritisasi domain ruang dan waktu
(3-13) Substitusi pada persamaan (3-6), (3-12), dan (3-13) menghasilkan persamaan :
Komputasi Solusi persamaan Burgers’
(3-14)
u(x,t)
dimana D = AB.
Selesai
Karena persamaan (3-1b) linier di θi,j, penjumlahan dari solusi yang berbeda merupakan solusi dari persamaan (31b). Sehingga diberikan bentuk sebagai berikut:
Gambar 1 Diagram alir garis besar sistem Langkah-langkah untuk mendapatkan solusi dari persamaan Burgers’ diatas adalah sebagai berikut: 1.
(3-15) Dengan menggunakan kondisi awal (1-2) pada persamaan (3-15), menghasilkan dimana :
2. dan s = 1, 2, 3, ... .
, (3-16) 3.
Dengan menggunakan transformasi Hoph-Cole [6] yang diberikan sebagai berikut: (3-17) maka diperoleh solusi exact-explicit finite difference untuk permasalahan non-linier yang diberikan sebagai berikut:
4.
4
Mendapatkan boundary condition dan initial condition persamaan Burgers’, serta parameter lain yang dibutuhkan, seperti bilangan Reynolds, jarak diskritisasi ruang dan waktu (h dan τ), serta domain waktu (t) yang diinginkan. Proses diskritisasi domain ruang (x) dan waktu (t) menjadi n node ruang dan K node waktu. Jarak antar node ruang dinotasikan dengan h, sedangkan jarak antar node waktu dinotasikan dengan τ. Proses komputasi menggunakan solusi persamaan Burgers’. Ada tiga buah solusi yang digunakan dalam aplikasi ini, yaitu solusi eksak, solusi numerik dengan metode cubic B-spline quasi-interpolant dan solusi numerik dengan metode exact-explicite finite difference sebagai solusi pembanding. Dari tiga buah solusi diatas akan didapatkan hasil komputasi u(xi,tk). Nilai solusi selanjutnya akan digunakan untuk menghitung nilai error.
5
UJI COBA DAN EVALUASI
5.2 Example 2
Pada bagian ini akan ditampilkan data uji coba dengan beberapa example, nilai R, τ, h, dan t untuk menguji keakuratan solusi dari metode yang digunakan
Pada uji coba ini, boundary condition dan initial condition yang digunakan, diambil dari example 2. Nilai R yang digunakan adalah 1, nilai h adalah 0.0125. Sedangkan nilai t atau waktu yang digunakan adalah 0.1 dengan nilai τ 0.00001
5.1 Example 1 Pada uji coba ini, boundary condition dan initial condition yang digunakan, diambil dari example 1. Nilai R yang digunakan adalah 1, nilai h adalah 0.05. Sedangkan nilai t atau waktu yang digunakan adalah 0.1 dengan nilai τ 0.00001.
Gambar 4 Kurva metode yang diajukan
Gambar 2 Kurva metode yang diajukan
Gambar 5 Kurva metode pembanding Tabel 2 Hasil perhitungan example 2
0
Solusi eksak 0
Metode Diajukan 0
0.1
0.1129
0.1129
0.1129
0.2
0.2163
0.2162
0.2163
0.3
0.301
0.301
0.301
0.4
0.3589
0.3588
0.3589
0.5
0.3834
0.3834
0.3835
0.6
0.3707
0.3706
0.3707
0.7
0.3201
0.3201
0.3201
0.8
0.2354
0.2354
0.2354
0.9
0.1247
0.1247
0.1247
1
4.96E-17
0
0
x
Gambar 3 Kurva metode pembanding Tabel 1 Hasil perhitungan example 1 x 0
Solusi eksak 0
Metode yang Diajukan 0
Metode Pembanding 0
0.1
0.1095
0.1095
0.1098
0.2
0.2098
0.2098
0.2102
0.3
0.2919
0.2919
0.2925
0.4
0.3479
0.3479
0.3486
0.5
0.3716
0.3716
0.3723
0.6
0.359
0.359
0.3597
0.7
0.3099
0.3099
0.3105
0.8
0.2278
0.2278
0.2282
0.9
0.1207
0.1207
0.1209
1
4.80E-17
0
0
5
yang
Metode Pembanding 0
5.3 Example 3 Boundary condition dan initial condition yang digunakan, diambil dari example 3. Nilai R yang digunakan adalah 100, nilai h adalah 0.025. Sedangkan nilai t atau waktu yang digunakan adalah 1 dengan nilai τ 0.001.
2.
3.
4.
pertama dengan example 1 serta nilai h = 0.05, t = 0.1, τ = 0.00001, dan R = 1. Semakin besar nilai R yang diberikan, maka akan mempengaruhi kurva serta tingkat akurasi yang dihasilkan. Boundary condition dan intial condition mempengaruhi solusi yang dihasilkan. Menurut hasil uji coba, boundary condition dan intial condition pada example 1 memiliki tingkat akurasi yang lebih timggi. Metode cubic B-spline quasi-interpolant dan multinode higher order expansions menghasilkan tingkat akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode exact-explicit finite difference.
REFERENSI [1] Min Xu, Ren-Hong Wang, Ji-Hong Zhang, Qin Fang, 2010, A novel numerical scheme for solving Burger’s equation, Elsevier Applied Mathematics and Computation ScienceDirect. [2] X.H. Han, Multi-node higher order expansions of a function, J. Approx. Theory 124 (2003) 242–253. [3] P. Sablonnière, Univariate spline quasi-interpolants and applications to numerical analysis, Rend. Sem. Mat. Univ. Pol. Torino 63 (2005) 211–222. [4] C. de Boor, An asymptotic expansion for the error in a linearmap that reproduces polynomials of a certain order, J. Approx. Theory 134 (2005) 171–174. [5] S. Kutluay, A.R. Bahadır, A. Ozdes, Numerical solution of one-dimensional Burgers’ equation: explicit and exact-explicit finite difference method, J. Comput. Appl. Math. 103 (1999) 251–261. [6] E.L. Miller, Predictor-correetor studies of Burger's model of turbulent flow, M.S. Thesis, University of Delaware, Newark, Delaware, 1966.
Gambar 6 Kurva metode yang diajukan Tabel 3 Hasil perhitungan example 3
6
x
Solusi eksak
Metode yang Diajukan
0
1
1
0.1
1
1
0.2
1
1
0.3
1
1
0.4
1
1
0.5
0.9999
0.9999
0.6
0.9946
0.9951
0.7
0.7848
0.7977
0.8
0.2379
0.2383
0.9
0.2007
0.2006
1
0.2
0.2
KESIMPULAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai kesimpulan akhir yang didapat setelah melakukan serangkaian uji coba pada bab sebelumnya 1.
Pemilihan nilai h dan τ berpengaruh terhadap solusi aproksimasi yang dihasilkan. Semakin kecil jarak diskritisasi ruang (h) yang digunakan, aproksimasi yang dihasilkan semakin mendekati nilai solusi eksak dan kurva yang dihasilkan akan semakin halus. Begitu pula jarak diskritisasi waktu yang digunakan (τ), semakin kecil τ yang digunakan maka kurva yang terbentuk semakin stabil Pada uji coba dapat dilihat bahwa skenario yang menghasilkan solusi aproksimasi terbaik didapatkan dari nilai skenario
6