SKEMA KEMUNGKINAN PENGEMBALIAN PAJAK
Berdasarkan litelatur perpajakan dan KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN yang saya baca, kemungkinan pengembalian pajak lebih banyak diberikan kepada wajib pajak secara perorangan dan/atau badan usaha yang melakukan pembayaran pajak secara berlebih. Adapun ketentuan lain yang dapat memungkinkan pengembalian pajak tercantum dalam poin-poin berikut:
Pengembalian pajak (restitusi) merupakan salah satu hak Wajib Pajak yang dijamin oleh Undang-undang Perpajakan.Klaim terhadap pengembalian oleh Wajib Pajak pada umumnya disebabkan karena terjadinya kelebihan pembayaran dan/atau pemotongan pajak dalam tahun berjalan di atas pajak yang terutang.Dalam konteks PPN, kelebihan pembayaran pada umumnya disebabkan oleh karena kelebihan Pajak Masukan dibandingkan Pajak Keluaran.Kelebihan pembayaran bisa disebabkan pula karena danya pembayaran atau pemotongan pajak yang semestinya tidak terutang.
Ketentuan tentang pengembalian pajak ini pada umumnya diatur dalam Undang-undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan. Namun demikian, Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 yang merupakan perubahan terakhir atas Undang-undang PPN 1984 memberikan landasan hukum pengembalian yang melengkapi apa yang sudah diatur dalam Undang-undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan.
PAJAK-CECILIA
1
Pengembalian Pajak Pasal 17 Ayat (1) UU KUP
Skema pengembalian pajak ini berlandaskan ada ketentuan Pasal 17 ayat (1) Undang-undang KUP. Pengembalian pajak dilakukan dengan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) yang didahului dengan pemeriksaan atas Surat Pemberitahuan (SPT) yang berstatus nihil, SPT kurang bayar atau SPT yang sebenarnya menyatakan lebih bayar tetapi atas lebih bayar tersebut Wajib Pajak tidak memohon untuk dikembalikan.
Apabila setelah terbit SKPLB, Wajib Pajak menghendaki pengembalian kelebihan pajak, maka Wajib Pajak harus menyampaikan permohonan secara tertulis. Mungkin karena hal ini, maka Direktur Jenderal Pajak tidak memiliki kewajiban untuk mengembalikan pajak atas SPT yang lebih bayar dalam jangka waktu yang ditentukan seperti SPT LB yang sedari awal memang mengajukan permohonan pengembalian.
Pengembalian Pajak Pasal 17B UU KUP
Pengembalian pajak melalui mekanisme Pasal 17B Undang-undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan ini adalah jenis mekanisme restitusi yang paling umum. Pengembalian dilakukan dengan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) yang didahului dengan pemeriksaan atas SPT lebih bayar yang disampaikan Wajib Pajak di mana atas kelebihan bayar tersebut Wajib Pajak memang mengajukan permohonan pengembalian.
PAJAK-CECILIA
2
Direktur Jenderal Pajak diberikan waktu selama 12 bulan sejak permohonan diterima lengkap untuk menyelesaikan permohonan pengembalian tersebut. Dengan kata lain, Dirjen Pajak harus menerbitkan surat ketetapan pajak dalam jangka waktu 12 bulan tersebut. Apabila tidak, permohonan Wajib Pajak dianggap diterima dan Dirjen Pajak harus menerbitkan SKPLB yang sama dengan lebih bayar yang diminta oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu satu bulan sejak berakhirnya jangka waktu 12 bulan di atas. Keterlambatan penerbitan SKPLB dalam jangka waktu 12 bulan menimbulkan hak Wajib Pajak mendapatkan imbalan bunga.
Pengembalian Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang Pengembalian jenis ini adalah pengembalian khusus atas kasus adanya pembayaran atas pajak yang seharusnya tidak terutang. Dengan demikian, skema pengembalian ini memiliki perbedaan mendasar dengan dua jenis pengembalian di atas di mana kelebihan bayar disebabkan adanya mekanisme pengkreditan baik di PPh maupun di PPN dalam SPT dan memang umum terjadi.
Ya, kelebihan bayar atas pajak yang seharusnya tidak terutang adalah kelebihan bayar yang tidak umum terjadi, kelebihannya tidak dinyatakan dalam SPT, dan permohonan bisa dilakukan oleh siapa saja, baik Wajib Pajak ber-NPWP maupun tidak ber-NPWP, baik Wajib Pajak dalam negeri maupun Wajib Pajak luar negeri.
Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.03/2007, yang dimaksud dengan pajak yang seharusnya tidak terutang adalah pajak yang telah dibayar oleh Wajib Pajak yang bukan merupakan objek pajak yang terutang atau kesalahan pemotongan atau pemungutan yang mengakibatkan pajak yang dipotong atau dipungut PAJAK-CECILIA
3
lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan atau bukan merupakan objek pajak
Beberapa kasus yang bisa mencontohkan pajak yang seharusnya tidak terutang ini adalah di antaranya perusahaan importir yang dipungut atau membayar PPnBM yang seharusnya tidak terutang atau melebihi ketentuan, pengusaha angkutan yang dipungut PPnBM atas kendaraan yang dibelinya padahal seharusnya dibebaskan dari PPnBM, dan seorang Wajib Pajak yang membayar atau dipotong atau dipungut PPh Final yang seharusnya tidak terutang atau melebihi ketentuan.
Atas permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang, Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak surat permohonan Wajib Pajak diterima secara lengkap. Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) apabila berdasarkan laporan hasil penelitian terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.Namun apabila laporan hasil penelitian menyatakan bahwa tidak terdapat pajak yang seharusnya tidak terutang, Direktur Jenderal Pajak harus memberitahukan secara tertulis.
Peraturan pelaksanaan yang lebih teknis tentang pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak. Peraturan Direktur Jenderal Pajak dimaksud adalah Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-40/PJ/2010 tentang Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang Bagi Wajib Pajak Luar Negeri,
Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER-53/PJ/2010 tentang Tata Cara Pengajuan Dan Penyelesaian Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Yang Seharusnya Tidak Terutang Berkaitan Dengan SPTNP Atau SPKTNP, Keputusan Keberatan, Putusan PAJAK-CECILIA
4
Banding, Atau Putusan Peninjauan Kembali, dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-5/PJ/2011 tentang Tata Cara Pengajuan Dan Penelitian Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Penghasilan Yang Seharusnya Tidak Terutang Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri.
Peraturan Dirjen Pajak yang pertama mengatur tentang mekanisme pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang oleh Wajib Pajak luar negeri.Ruang lingkup pajak yang seharusnya tidak terutang untuk Wajib Pajak luar negeri meliputi tiga jenis. Pertama, pajak yang seharusnya tidak terutang akibat kesalahan pemotongan atau pemungutan pajak
yang
mengakibatkan
pajak
yang
dipotong
atau
dipungut
oleh
Pemotong/Pemungut Pajak lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut berdasarkan ketentuan yang berlaku, termasuk ketentuan dalam P3B.
Kedua, pajak yang seharusnya tidak terutang karena pemotongan atau pemungutan pajak atas penghasilan yang bukan objek pajak.Terakhir, pajak seharusnya tidak terutang akibat pemotongan atau pemungutan pajak yang lebih besar daripada yang seharusnya berdasarkan ketentuan yang diatur dalam P3B sesuai dengan kesepakatan dalam rangka Mutual Agreement Procedure (MAP).
Peraturan Dirjen Pajak yang kedua mengatur tentang mekanisme pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang yang berkaitan dengan SPTNP atau SPKTNP, keputusan keberatan, putusan banding, atau putusan peninjauan kembali. Ruang lingkup pajak yang seharusnya tidak terutang dalam peraturan ini meliputi pajak yang telah dibayar, berupa PPh Pasal 22 Impor, PPN Impor, dan/atau PPnBM Impor yang tercantum dalam :
PAJAK-CECILIA
5
1. Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP) atau Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP); 2. Surat Pemberitahuan Kekurangan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi, Bunga, dan Pajak dalam rangka impor (SPKPBM), Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP), atau Surat Penetapan Pabean (SPP) yang telah diterbitkan Keputusan Keberatan; 3. Surat Pemberitahuan Kekurangan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi, Bunga, dan Pajak dalam rangka impor SPKPBM,
Surat
Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP), atau Surat Penetapan Pabean (SPP) yang telah diterbitkan Keputusan Keberatan dan Putusan Banding; 4. Surat Pemberitahuan Kekurangan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi, Bunga, dan Pajak dalam rangka impor SPKPBM, Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP), atau Surat Penetapan Pabean (SPP) yang telah diterbitkan Keputusan Keberatan, Putusan Banding, dan Putusan Peninjauan Kembali; 5. Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP) yang telah diterbitkan Putusan Banding; atau 6. Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP) yang telah diterbitkan Putusan Banding dan Putusan Peninjauan Kembali,
dan menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran pajak.
Selanjutnya dalam Peraturan Dirjen Pajak yang terakhir (PER-5/PJ/2011), pajak yang seharusnya terutang yang dapat diminta pengembalian adalah Pajak Penghasilan yang telah dibayar oleh Wajib Pajak yang bukan merupakan objek Pajak Penghasilan yang PAJAK-CECILIA
6
terutang berupa Pajak Penghasilan yang telah dibayar karena kesalahan pembayaran Pajak Penghasilan yang dilakukan oleh Wajib Pajak atas penghasilan yang bukan merupakan objek Pajak Penghasilan atau karena adanya transaksi yang dibatalkan.
Jenis pajak yang seharusnya tidak terutang yang kedua yang dapat dimintakan pengembalian adalah kesalahan pemotongan atau pemungutan yang mengakibatkan Pajak Penghasilan yang dipotong atau dipungut lebih besar daripada Pajak Penghasilan yang
seharusnya
dipotong
atau
dipungut
berdasarkan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan perpajakan, atau kesalahan pemotongan atau pemungutan yang bukan merupakan objek Pajak Penghasilan.
Ada empat bentuk kesalahan pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan yang menyebabkan kondisi pajak seharusnya tidak terutang. Pertama adalah pajak yang salah dipotong atau dipungut atas penghasilan yang diterima oleh bukan subjek pajak. Kedua, pajak yang salah dipotong atau dipungut atas penghasilan yang seharusnya tidak dipotong atau tidak dipungut. Ketiga adalah salah dipotong atau dipungut atas penghasilan yang mengakibatkan Pajak Penghasilan yang dipotong atau dipungut lebih besar daripada Pajak Penghasilan yang seharusnya dipotong atau dipungut. Terakhir adanya salah dipotong atau dipungut karena kesalahan penerapan ketentuan oleh pemotong atau pemungut.
Pengembalian Pajak Untuk Wajib Pajak Patuh
Berdasarkan Pasal 17C Undang-undang KUP, kepada Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu dapat diberikan pengembalian pendahuluan.Untuk mendapatkan pengembalian pendahuluan ini, Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu terlebih PAJAK-CECILIA
7
dahulu mengajukan permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak.
Atas permohonan tersebut, Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian. Produk hukum yang diterbitkan setelah melakukan penelitian ini adalah Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) yang harus diterbitkan dalam jangka waktu 1 bulan untuk jenis pajak PPN atau 3 bulan untuk jenis pajak PPh, sejak permohonan diterima lengkap.
SKPPKP tidak diterbitkan apabila hasil penelitian menyatakan tidak lebih bayar, lampiran Surat Pemberitahuan tidak lengkap, pembayaran pajak tidak benar, atau alamat tidak sesuai dengan yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan atau dengan pemberitahuan perubahan alamat.
Terhadap pengembalian pendahuluan yang telah diberikan kepada Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan dan menerbitkan surat ketetapan pajak dengan catatan jika yang diterbitkan adalah SKPKB, maka jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pembayaran pajak.
Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu sebelumnya harus ditetapkan dulu oleh Direktur Jenderal Pajak.Selanjutnya Wajib Pajak ini dinamakan Wajib Pajak Patuh. Adapun kriteria yang harus dipenuhi agar dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak dengan kriteria ini tertentu adalah :
1. tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan;
PAJAK-CECILIA
8
2. tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak; 3. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; dan 4. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
Ketentuan pelaksanaan tentang penetapan Wajib Pajak Patuh serta tatacara pengembaliannya diatur lebih teknis dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2008 tentang Penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu dan Prosedur Dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak.
Pengembalian Pajak Untuk Wajib Pajak Dengan Persyaratan Tertentu
Berdasarkan Pasal 17D Undang-undang KUP, kepada Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu dapat diberikan pengembalian pendahuluan.Untuk mendapatkan pengembalian pendahuluan ini, Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu terlebih dahulu mengajukan permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak.
Atas permohonan tersebut, Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian. Produk hukum yang diterbitkan setelah melakukan penelitian ini adalah Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) yang harus diterbitkan dalam
PAJAK-CECILIA
9
jangka waktu 1 bulan untuk jenis pajak PPN atau 3 bulan untuk jenis pajak PPh, sejak permohonan diterima lengkap.
SKPPKP tidak diterbitkan apabila hasil penelitian menyatakan tidak lebih bayar, lampiran SPT tidak lengkap, pembayaran pajak tidak benar, atau alamat tidak sesuai dengan yang tercantum dalam SPT atau dengan surat pemberitahuan perubahan alamat. Nah, atas tidak diterbitkannya SKPPKP ini kepada Wajib Pajak diberitahukan secara tertulis.
Terhadap pengembalian pendahuluan yang telah diberikan kepada Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan dan menerbitkan surat ketetapan pajak dengan catatan jika yang diterbitkan adalah SKPKB, maka jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pembayaran pajak.
Nah, siapakah Wajib Pajak dengan persyaratan tertentu ini? Jawabnya ada di Pasal 17D ayat
(2)
Undang-undang
KUP
dan
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
193/PMK.03/2007 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 54/PMK.03/2009, yaitu :
1. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. 2. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu. Batasan peredaran usaha dalam SPT Tahunan adalah paling banyak sama dengan batasan peredaran usaha Wajib Pajak orang pribadi yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan PAJAK-CECILIA
10
penghasilan neto (Rp4,8 Milyar). Sementara itu batasan jumlah lebih bayar menurut SPT Tahunan PPh adalah kurang dari Rp 1.000.000,00, atau paling banyak 0,5% (setengah persen) dari batasan peredaran usaha penggunaan norma penghitungan (Rp4,8 Milyar). 3. Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu.Batasan peredaran usaha yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh adalah paling banyak Rp5 Milyar dan batasan jumlah lebih bayar menurut SPT Tahunan PPh adalah kurang dari Rp10.000.000,00. 4. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN dengan jumlah penyerahan dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu. Pengusaha Kena, Pajak di sini adalah Pengusaha Kena Pajak yang telah menyampaikan SPT Tahunan PPh dan SPT Masa PPN dengan jumlah penyerahan menurut SPT Masa PPN untak suatu Masa Pajak paling banyak Rp 400.000.000,00, dan jumlah lebih bayarnya paling banyak Rp 28.000.000,00.
Ketentuan teknis tentang tatacara pengembalian pendahuluan kepada Wajib Pajak dengan persyaratan tertentu ini diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-40/PJ/2009 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak Bagi Wajib Pajak Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu.
Pengembalian Pajak Untuk Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah
Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009, yang merupakan perubahan terakhir Undang-undang PPN 1984, memperkenalkan ketentuan baru tentang Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah. PKP yang ditetapkan sebagai PKP berisiko rendah memiliki hak untuk mendapatkan pengembalian pendahuluan PPN dengan proses yang lebih PAJAK-CECILIA
11
cepat dan lebih sederhana daripada pengembalian dengan cara biasa melalui proses pemeriksaan sesuai Pasal 17B Undang-undang KUP.
Pasal 17C Undang-undang KUP sebenarnya juga mengatur tentang pengembalian pendahuluan bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu atau disebut Wajib Pajak Patuh. Namun nampaknya ketentuan Wajib Pajak Patuh ini relatif lebih sulit dipenuhi dan jika diperiksa di kemudian hari dan dilakukan koreksi, sanksi yang dikenakan adalah kenaikan 100% sehingga risiko yang ditanggung PKP cukup besar untuk meminta pengembalian pendahuluan.
Mekanisme pengembalian untuk PKP berisiko Rendah pun sebenarnya mengacu kepada pengembalian pendahuluan sebagaimana diatur dalam Pasal 17C Undang-undang KUP. Namun demikian, bagi PKP berisiko rendah yang sudah mendapatkan pengembalian pendahuluan kemudian dilakukan pemeriksaan dan dilakukan koreksi, maka atas kurang bayarnya hanya dikenakan sanksi sesuai Pasal 13 ayat (2) UU KUP yaitu bunga 2% per bulan maksimal 24 bulan. Dengan demikian maksimal sanksi yang bisa dikenakan hanya 48% saja. Bandingkan dengan dengan sanksi yang sama atas WP Patuh di mana sanksi yang dikenakan adalah kenaikan 100%.
Berdasarkan
Pasal
2
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
71/MK.03/2010
Tentang Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah Yang Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, untuk ditetapkan sebagai PKP berisiko rendah, PKP harus memenuhi syarat sebagai berikut :
PAJAK-CECILIA
12
1. PKP merupakan Perusahaan Terbuka yang paling sedikit 40% dari keseluruhan saham disetornya diperdagangkan di bursa efek di Indonesia, atau
2. PKP merupakan perusahaan yang saham mayoritasnya dimiliki secara langsung oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah, atau
3. produsen selain Pengusaha Kena Pajak di atas yang memenuhi persyaratan tertentu yaitu tepat waktu dalam penyampaian SPT Masa PPN selama 12 bulan terakhir, nilai Barang Kena Pajak yang dijual pada tahun sebelumnya paling sedikit 75% adalah produksi sendiri, dan Laporan Keuangan untuk 2 tahun pajak sebelumnya diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian atau Wajar Dengan Pengecualian.
Syarat tambahan untuk ketiga kelompok PKP di atas adalah tidak pernah dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan dalam jangka waktu 24 bulan terakhir.
Untuk dapat mendapatkan pengembalian pendahuluan, PKP juga harus memenuhi kriteria dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/MK.03/2010 yaitu PKP harus melakukan kegiatan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.
PAJAK-CECILIA
13
Tatacara pengembalian bagi PKP berisiko rendah mengacu kepada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-63/PJ/2010 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah.
PAJAK-CECILIA
14