Analisis Perubahan Kebijakan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak Kepada Wajib Pajak Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu Leonora Silvia Mura Toron1, Adang Hendrawan2 Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia 2 Program Studi Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
[email protected],
[email protected] 1
Abstrak Adanya perubahan kebijakan mengenai pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak merupakan bentuk pemberian pelayanan bagi Wajib Pajak, di mana Wajib Pajak akan mendapat pengembalian kelebihan pembayaran pajak tanpa harus melalui proses pemeriksaan yang lama. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Data kualitatif diperoleh melalui studi literatur dan wawancara mendalam. Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka dihasilkan kesimpulan bahwa kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dibuat untuk membantu pekerjaan pemeriksa dalam memeriksa SPT Lebih Bayar yang nominalnya tidak besar sehingga lebih fokus terhadap pemeriksaan yang memerlukan analisis yang mendalam dengan potensi yang besar pula, namun pada kenyataannya menambah pekerjaan Account Representatif.
Analysis of The Policy Amendment of Preliminary Overpaid Tax Refunds to Taxpayers Who Meets Certain Requirements
Abstract The amendmentin the regulation regarding the preliminary refund of overpaid tax is a form of service delivery for taxpayers, where the taxpayer will obtain a tax overpayment refund without a long tax audit process. The method used is descriptive qualitative research design. The qualitative data obtained through the study of literature and in-depth interviews. Based on the research conducted then results in conclusion that the policy issued by the government created to assist tax officers in checking the nominal of tax return with small amount overpaid tax so they will be more focused on the the tax audit which requires in-depth analysis with big potency as well, but in fact increases the Account Representative’s jobs. Keywords: Account Representatif, Restitution, Overpaid Tax Return
Analisis perubahan…, Leonora Silvia Mura Toron, FISIP UI, 2014
PENDAHULUAN Pajak merupakan salah satu instrumen penerimaan negara yang dipungut secara paksa kepada Wajib Pajak. Menurut Rochmat Soemitro, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa-jasa timbal (kontra-prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Wirawan & Richard, 2001, h. 5). Oleh karena itu, setiap warga negara yang sudah memiliki kewajiban untuk membayar pajak wajib membayar pajak sesuai dengan Undang-Undang. Di Indonesia, sistem pemungutan pajak adalah self assessment system, di mana sistem pemungutan pajak ini telah diterapkan sejak tax reform tahun 1983, sebelumnya dilakukan dengan official assessment system. Self assessment system merupakan sistem pemungutan di mana Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk berperan aktif dalam memenuhi kewajiban perpajakannya yaitu menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang seharusnya terhutang berdasarkan Undang-Undang. Self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar (Rosdiana & Irianto, 2013, h.106). Namun penerapan self assessment system tetap memerlukan pengawasan dari pihak pemerintah dalam bentuk pemeriksaan dengan maksud menguji kepatuhan para Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Pemerintah khususnya para aparatur pajak berusaha untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan dengan membuat aturan-aturan yang wajib dilaksanakan oleh Wajib Pajak agar dapat melaksanakan self assessment system dengan tepat. Seiring dengan upaya optimalisasi penerimaan pajak, diharapkan pelayanan publik yang dilakukan oleh fiskus dapat lebih ditingkatkan. Saat ini di Indonesia, jumlah Wajib Pajak mengalami peningkatan namun tidak diiringi dengan jumlah aparatur pajak sehingga dalam memberikan pelayanan dan pengaduan dari Wajib Pajak terkadang sulit dilaksanakan oleh aparatur pajak dan menyebabkan banyaknya kasus-kasus pajak yang tidak terselesaikan (Yanis, 2011). Dalam Undang-Undang perpajakan terdapat empat hak utama Wajib Pajak sebagai kaitannya dengan self assessment system dalam melaksanakan dan memenuhi kewajiban perpajakannya yaitu: hak untuk menerima Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), hak untuk melakukan kompensasi atau restitusi, hak untuk mengajukan keberatan dan banding, dan hak
Analisis perubahan…, Leonora Silvia Mura Toron, FISIP UI, 2014
untuk membetulkan dan memperpanjang batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) (Nurmantu, 1994, h.99). Salah satu hak Wajib Pajak yang akan dibahas pada penelitian ini adalah restitusi. Restitusi merupakan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang terjadi apabila jumlah kredit pajak atau jumlah yang telah dibayarkan lebih besar daripada jumlah pajak yang seharusnya terhutang (Direktorat Jenderal Pajak, 2011). Kebijakan atas restitusi atau pengembalian pajak kepada Wajib Pajak ini merupakan dilema bagi para aparatur pajak karena pemberian restitusi dianggap sebagai pengeluaran negara dan dapat membuka peluang potensi kerugian bagi kas negara. Disamping memiliki tugas utama untuk meningkatkan penerimaan negara, aparatur pajak juga berkewajiban untuk memberikan pelayanan kepada Wajib Pajak dan peraturan mengenai restitusi ini merupakan salah satu dari bentuk pelayanan kepada Wajib Pajak (Yanis, 2011). Permohonan restitusi diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak (DJP), melalui kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat di mana Wajib Pajak tersebut terdaftar, dan permohonan tersebut disertai dengan bukti-bukti serta lampiran yang berhubungan dengan permohonan restitusi. Kemudian Dirjen Pajak melalui kepala Kantor Pelayanan Pajak akan merespon permohonan resitusi tersebut dengan melakukan pemeriksaan apakah perhitungan atas pajak yang terhutang Wajib Pajak tersebut benar mengalami kelebihan pembayaran pajak atau tidak. Berdasarkan UU KUP Pasal 17B, DJP memiliki wewenang untuk melakukan pemeriksaan atas SPT lebih bayar dan diwajibkan untuk menerbitkan ketetapan pajak paling lama 12 bulan sejak permohonan Wajib Pajak atas restitusi (Yanis, 2011). Pemeriksaan dilakukan guna menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan perpajakan (Gultom, 2012). Pemeriksaan pajak mempunyai peranan penting dalam proses penyelesaian resitusi. Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dana atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan (Mardiasmo, 2009, h. 50). Pemeriksaan pajak merupakan sarana pengawasan bagi Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemeriksaan dilakukan oleh pemeriksa pajak yang merupakan pegawai negeri sipil atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh DJP, yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan. Tujuan utama dari pemeriksaan adalah untuk menguji tingkat kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang
Analisis perubahan…, Leonora Silvia Mura Toron, FISIP UI, 2014
telah dilaksanakan oleh Wajib Pajak sebagai konsekuensi dari sistem pemungutan pajak yang di anut di Indonesia yaitu self assessment system (Mardiasmo, 2009, h. 50). Restitusi pajak selalu diidentikkan dengan pemeriksaan selama 12 bulan. Berdasarkan UU KUP Pasal 17B Direktur Jenderal Pajak (DJP) memiliki wewenang untuk melakukan pemeriksaan atas SPT lebih bayar dan diwajibkan untuk menerbitkan ketetapan pajak paling lama 12 bulan sejak permohonan Wajib Pajak atas restitusi (Yanis, 2011). Kegiatan pemeriksaan yang membutuhkan waktu 12 bulan ini dianggap menyita waktu bagi pemeriksa dan Wajib Pajak. Realisasi keputusan untuk memberikan restitusi kepada Wajib Pajak diharapkan dilakukan tepat waktu karena mempengaruhi cash flow Pengusaha Kena Pajak. Kebijakan pemberian restitusi merupakan upaya aparat pajak dalam rangka melayani Wajib Pajak dan dengan pemberian restitusi yang merupakan salah satu hak yang dimiliki oleh Pengusaha Kena Pajak diharapkan agar mendorong Wajib Pajak untuk patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Sebagai bentuk pelayanan aparatur pemerintah bagi Wajib Pajak maka berdasarkan UU KUP Pasal 17 D dan PMK Nomor 198/PMK.03/2013 terdapat fasilitas yang diberikan DJP kepada Wajib Pajak yang mengajukan permohonan restitusi di mana dalam Pasal 17 D dan PMK Nomor 198/PMK.03/2013 tersebut dikatakan bahwa DJP dapat memberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak kepada Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu. Atas peraturan PMK Nomor 198/PMK.03/2013 telah mengalami beberapa kali perubahan, yang semula PMK Nomor 193/PMK.03/2007 diubah menjadi PMK Nomor 54/PMK.03/2009. Latar belakang dari penelitian ini adalah apa yang menjadi latar belakang pemerintah melakukan perubahan kebijakan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak kepada Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu dan apa saja perubahan yang terjadi dalam peraturan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak kepada Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu serta pertimbangan pemerintah dalam melakukan perubahan. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah menjelaskan latar belakang dan hal-hal yang mendasari perubahan kebijakan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak kepada Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu serta menganalisis perubahanperubahan yang terjadi dalam kebijakan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak kepada Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu.
Analisis perubahan…, Leonora Silvia Mura Toron, FISIP UI, 2014
TINJAUAN TEORITIS Menurut Adriani, pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara harus menyelenggarakan pemerintahan (Boediono, 2000, h. 8). Pajak mempunyai dua fungsi utama yaitu fungsi budgeter dan fungsi regulerend atau mengatur. Fungsi budgeter dimana pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya, dengan kata lain pajak tersebut digunakan sebagai alat untuk memasukkan uang ke kas negara (Nurmantu, 2003, h. 30). Fungsi pajak sebagai regulerend atau mengatur adalah merupakan bagian dari kebijakan fiskal yang di buat pemerintah dimana pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi (Nurmantu, 2003, h 36). Dalam melakukan pemungutan pajak ada empat asas yaitu (Rosdiana, 2013, h. 157180): a. Equality (Keadilan) Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak yang dikenakan harus sebanding dengan kemampuannya untuk membayar pajak atau ability to pay dan sesuai dengan manfaat yang diterima. Pajak Penghasilan akan sesuai dengan asas keadilan apabila memenuhi syarat keadilan horizontal (Wajib Pajak yang berada dalan “kondisi” yang sama diperlakukan sama
equal treatment for the equals) dan keadilan vertikal
(Wajib Pajak yang mempunyai tambahan kemampuan ekonomis yang berbeda diperlakukan tidak sama) (Rosdiana & Irianto, 2013, h.161-162). b. Revenue productivity Asas yang lebih menyangkut kepentingan pemerintah sehingga asas ini sering dianggap sebagai asas paling penting. Pajak mempunyai fungsi utama yaitu menghimpun dana dari masyarakat untuk membiayai kegiatan pemerintah, baik pembiayaan rutin maupun pembiayaan pembangunan (fungsi budgetair). c. Ease of administration Dibagi dalam beberapa asas,yaitu: 1) Asas certainty
Analisis perubahan…, Leonora Silvia Mura Toron, FISIP UI, 2014
Dalam asas kepastian ini penetapan pajak tidak ditentukan sewenang-wenang oleh fiskus. Oleh karena itu, Wajib Pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak yang terhutang, kapan harus bayar, serta batas waktu pembayaran pajak yang terhutang. 2) Asas convenience Dalam asas ini Wajib Pajak diharuskan membayar pajak di saat-saat yang tidak menyulitkan Wajib Pajak. Sistem pemungutan ini disebut Pay as You Earn. 3) Asas efficiency Dilihat dari dua sisi, yaitu sisi fiskus pemungutan pajak dikatakan efisien jika biaya pemungutan pajak yang dilakukan atas Wajib Pajak lebih kecil. Dari sisi Wajib Pajak, sistem pemungutan pajak dikatakan efisien jika biaya yang harus dikeluarkan oleh Wajib Pajak dapat dibayar dengan seminimal mungkin. Dengan kata lain, pemungutan pajak dikatakan efisien jika cost of taxation-nya rendah. Indikator cost of taxation ada lima, yaitu: • Compliance Costs Compliance cost tidak selalu biaya tangible yang dapat dinilai dengan uang tetapi juga dengan biaya yang intangible. Dari sisi Wajib Pajak, compliance cost yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu: a) Fiscal Cost/Direct money cost Biaya atau beban yang dapat diukur dengan nilai uang yang harus dikeluarkan/ditanggung oleh Wajib Pajak berkaitan dengan proses pelaksanaan kewajiban-kewajiban dan hak-hak perpajakan. b) Time cost Yaitu biaya berupa waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban dan hak-hak perpajakan. c) Psychological cost/Psychic cost Yaitu biaya psikis/ psikologis antara lain berupa stress dan atau ketidaktenangan, kegelisahan,
ketidakpastian
yang
terjadi dalam
proses pelaksanaan kewajiban-kewajiban dan hak-hak perpajakan. • Administrative Costs • Deadweight Efficiency Loss From Taxation • The Excess Burden of Tax Evasion
Analisis perubahan…, Leonora Silvia Mura Toron, FISIP UI, 2014
• Avoidance Cost 4) Asas simplicity Pada umumnya peraturan yang sederhana akan lebih pasti, jelas, dan mudah dimengerti oleh Wajib Pajak. Oleh karena itu, dalam menyusun suatu undangundang perpajakan, harus diperhatikan juga asas kesederhanaan agar mudah dilaksanakan oleh Wajib Pajak dan tidak berbelit-belit. 5) Asas neutrality Asas neutrality mengatakan bahwa pajak itu harus bebas dari distorsi baik terhadap konsumsi maupun distorsi terhadap produksi serta faktor-faktor ekonomi lainnya.
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan bertujuan deskriptif dengan pengumpulan data melalui studi literatur dan wawancara mendalam dengan daftar pertanyaan yang disusun berdasarkan pedoman teori. Dalam penelitian kualitatif, teori tidak menjadi tolak ukur utama karena kunci utamanya yaitu data yang diperoleh di lapangan yang akan dibandingkan dengan teori untuk membangun suatu penafsiran umum secara komprehensif. Penelitian deskriptif digunakan apabila untuk menyajikan gambaran yang lengkap tentang suatu fenomena (Babbie, 2010, h. 93). Berdasarkan manfaatnya, penelitian ini merupakan penelitian murni. Penelitian murni berorientasi pada ilmu akademis dan ilmu pengetahuan. Penelitian murni memperluas pengetahuan dasar mengenai sesuatu (Neuman, 2006, h. 11). Penelitian ini berusaha untuk memperluas pengetahuan mengenai perubahan kebijakan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak kepada Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan berpikir bagi peneliti lain di masa depan. Penelitian ini berdasarkan dimensi waktunya merupakan penelitian cross-sectional karena penelitian ini dilakukan pada satu waktu tertentu saja. Penelitian dilakukan pada saat peneliti melakukan penelitian hingga penelitian tersebut selesai dan tidak ada lagi penelitian lain yang dilakukan di waktu yang berbeda untuk diperbandingkan (Neuman, 2006, h. 17). Penelitian ini dilakukan hanya dalam satu waktu yaitu dari Maret – Juni 2014.
Analisis perubahan…, Leonora Silvia Mura Toron, FISIP UI, 2014
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan studi kepustakaan dan wawancara mendalam. Studi kepustakaan dibutuhkan untuk menggambarkan kebijakan pemerintah dalam melakukan pemeriksaan atas permohonan restitusi atau pengembalian kelebihan pembayaraan pajak yang diajukan oleh Wajib Pajak. Wawancara mendalam dilakukan setelah pengumpulan data melalui studi literatur, agar dapat memberikan landasan teoritis dan konseptual yang relevan untuk menggali informasi dari narasumber serta melakukan analisis data dan informasi. Peneliti melakukan wawancara mendalam (in depth interview) dan mencari informasi dari para narasumber yang memahami masalah perubahan kebijakan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak kepada Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu. Key informan dalam penelitian ini meliputi pihak-pihak yang terkait serta memahami perubahan kebijakan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak kepada Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Latar Belakang Perubahan Kebijakan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak Kepada Wajib Pajak Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu Perubahan atas kebijakan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak kepada Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu ini diciptakan karena saat ini sumber daya manusia yang bekerja di kantor pajak di Indonesia sangat terbatas dibanding dengan jumlah penduduk Indonesia yang terdaftar sebagai Wajib Pajak. Saat ini petugas pajak khususnya dibidang pemeriksaan hanya berjumlah sekitar empat ribu petugas dan Account Representatif yang tersebar di seluruh Kantor Pelayanan Pajak di seluruh Indonesia hanya berjumlah sekitar enam ribu petugas sedangkan jumlah penduduk Indonesia yang terdaftar sebagai Wajib Pajak berjumlah sekitar dua puluh tiga juta Wajib Pajak. Hal ini sangat sulit bagi petugas pajak untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada Wajib Pajak khususnya pelayanan atas hak yang dimiliki Wajib Pajak di bidang pengembalian kelebihan pembayaran pajak atas Surat Pemberitahuan (SPT) Wajib Pajak yang statusnya lebih bayar. Berdasarkan UU KUP Pasal 17 B, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang diajukan oleh Wajib Pajak atas SPT Lebih Bayar akan dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu dan dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak surat permohonan Wajib Pajak diterima secara lengkap, DJP harus menerbitkan surat ketetapan pajak. Apabila dalam jangka waktu 12 bulan tersebut, DJP tidak memberikan suatu keputusan, permohonan
Analisis perubahan…, Leonora Silvia Mura Toron, FISIP UI, 2014
pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar harus diterbitkan paling lama 1 bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir. Dan apabila Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar terlambat diterbitkan, kepada Wajib Pajak akan diberikan imbalan bunga sebesar 2% per bulan dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 12 bulan. Sebelum kebijakan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dibentuk, SPT-SPT Lebih Bayar yang dilaporkan oleh Wajib Pajak meskipun jumlah lebih bayarnya hanya berjumlah kecil akan dilakukan proses pemeriksaan dengan UU KUP Pasal 17 B dan dengan jangka waktu yang cukup lama sehingga menyita waktu para pemeriksa. SPT-SPT Lebih Bayar yang telah dilaporkan oleh Wajib Pajak jumlahnya tidak sedikit sedangkan jumlah pemeriksa yang bertugas untuk melakukan pemeriksaan atas SPT-SPT Lebih Bayar tersebut terbatas. Selain melakukan pemeriksaan khusus yaitu memeriksa SPTSPT yang statusnya lebih bayar, pemeriksa juga bertugas untuk memeriksa SPT-SPT yang statusnya nihil dan kurang bayar yang sebenarnya lebih berpotensi dalam meningkat penerimaan negara dari sumber pajak. Tidak hanya terbatas pada memeriksa SPT Nihil maupun Kurang Bayar saja, pemeriksa juga memiliki tugas untuk melakukan pemeriksaan rutin yaitu pemeriksaan yang bersifat rutin dilakukan sehubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, maupun yang seharusnya sudah menjadi Wajib Pajak namun belum mendaftarkan diri yang berdasarkan data dan informasi yang di dapat oleh DJP memiliki potensi penerimaan negara yang besar dan belum tergali, sehingga atas SPT-SPT Lebih Bayar yang jumlah lebih bayarnya tidak besar diserahkan kepada Account Representatif yang hanya melakukan penelitian yang waktu pemprosesannya lebih singkat daripada pemeriksaan maka dibentuklah kebijakan mengenai pengembalian pendahuluan yaitu UU KUP Pasal 17 D dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.03/2013 sebagaimana telah mengalami perubahan dari PMK Nomor 193/PMK.03/2007 dan PMK Nomor 54/PMK.03/2009. Yang dimaksud dengan penelitian berdasarkan Pasal 1 UU KUP yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kebenaran SPT dan lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan perhitungannya. Perubahan yang terjadi dalam kebijakan ini diharapkan dapat mengoptimalkan pelaksanaan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak bagi Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu melalui penelitian sebagai bentuk usaha DJP dalam memberikan pelayanan yang terbaik kepada Wajib Pajak dan diharapkan dapat mengoptimalkan pelaksanaan pemeriksaan pajak untuk menguji kepatuhan kewajiban
Analisis perubahan…, Leonora Silvia Mura Toron, FISIP UI, 2014
perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak agar sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku serta mengoptimalkan kinerja para pemeriksa agar lebih fokus terhadap Wajib Pajak yang memiliki potensi pajak yang tinggi. Atas perubahan kebijakan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak ini merupakan solusi bagi Wajib Pajak, di mana Wajib Pajak yang memiliki SPT Lebih Bayar diproses dengan penelitian yang membutuhkan waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan pemeriksaan, dapat menerima kembali dengan cepat uang mereka yang ada di kas negara atau atas uang pembayaran pajak yang Wajib Pajak bayarkan kepada negara tetapi dengan jumlah yang lebih besar daripada yang seharusnya terhutang. Namun atas perubahan kebijakan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak bagi Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu ini, tidak memberikan solusi yang terbaik sebagai usaha DJP dalam memberikan pelayanan terbaik bagi Wajib Pajak. Karena penggeseran tugas dari pemeriksa kepada Account Representatif justru juga akan menambah beban Account Representatif, di mana jumlah Account Representatif hanya terbatas sedangkan jumlah Wajib Pajak sangat banyak dan tugas Account Representatif tidak sebatas melakukan melakukan penelitian atas SPT Lebih Bayar saja tetapi juga melakukan pengawasan rutin maupun tidak rutin seperti pengawasan dalam pelaporan SPT Masa dan pelaporan SPT Tahunan yang dilakukan oleh Wajib Pajak apakah sudah benar atau belum. Solusi yang dapat digunakan untuk mengurangi beban Account Representatif salah satunya yaitu melalui teknologi informasi dengan memperkuat data base seperti pembuatan eFilling dalam melaporkan SPT sehingga dengan menggunakan teknologi pekerjaan fisik akan berkurang. B. Analisis Perubahan Kebijakan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak Kepada Wajib Pajak Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu Atas kebijakan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak kepada Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu yang diatur dalam UU KUP Pasal 17 D dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.03/2013 sebagaimana telah mengalami perubahan dari PMK Nomor 193/PMK.03/2007 dan PMK Nomor 54/PMK.03/2009, ada tiga hal perubahan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yaitu: a. Pertama, perubahan atas ketentuan Wajib Pajak mana saja yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak
Analisis perubahan…, Leonora Silvia Mura Toron, FISIP UI, 2014
Pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.03/2007 ketentuan Wajib Pajak yang termasuk dalam Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu adalah sebagai berikut : 1. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang menyelenggarakan pembukuan dengan: • Jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan paling banyak sama dengan batasan peredaran usaha Wajib Pajak orang pribadi yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto • Jumlah lebih bayar menurut SPT Tahunan Pajak Penghasilan kurang dari Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) • Jumlah lebih bayar menurut SPT Tahunan Pajak Penghasilan paling banyak 0,5% dari jumlah peredaran usaha 2. Wajib Pajak badan di mana jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan jumlah lebih bayar menurut SPT Tahunan Pajak Penghasilan kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) 3. Pengusaha Kena Pajak di mana jumlah penyerahan menurut SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai untuk suatu Masa Pajak paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan memiliki jumlah lebih bayar paling banyak Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) Dalam Peraturan Menteri Keuangan 54/PMK.03/2009 ketentuan Wajib Pajak yang termasuk dalam Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu hanya terdapat perubahan Pengusaha Kena Pajak di mana jumlah penyerahan menurut SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai untuk suatu Masa Pajak paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan memiliki jumlah lebih bayar paling banyak Rp 28.000.000,00 (dua puluh delapan juta rupiah). Perubahan terakhir dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.03/2013 Pasal 2 yang menjadi Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu adalah: 1. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi
Analisis perubahan…, Leonora Silvia Mura Toron, FISIP UI, 2014
2. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) 3. Wajib Pajak badan yang menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) 4. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) Ambang batas jumlah lebih bayar yang tercantum dalam SPT Wajib Pajak dalam kebijakan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak kepada Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu ini mengalami perubahan dikarenakan adanya pertimbangan bahwa dengan menaikkan ambang batas lebih bayar maka SPT-SPT Lebih Bayar yang disampaikan oleh Wajib Pajak yang akan diproses dengan pemeriksaan akan semakin berkurang. Hal ini disebabkan karena jumlah pegawai fungsional pemeriksa hanya terbatas sedangkan untuk SPT Lebih Bayar yang dilaporkan oleh Wajib Pajak jumlahnya sangat banyak. Hal ini bila dikaitkan dengan teori cost of taxation terutama pada indikator time cost,
akan menghemat waktu bagi pemeriksa dalam memeriksa SPT Lebih Bayar
sehingga waktu tersebut dapat digunakan bagi pemeriksa untuk memeriksa SPT Nihil atau SPT Kurang Bayar yang sebenarnya lebih berpotensi dalam meningkat penerimaan negara dari sumber pajak. Selain itu, DJP juga memiliki pertimbangan bahwa Wajib Pajak yang melaporkan SPT Lebih Bayar cenderung memiliki tingkat kepatuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Wajib Pajak yang melaporkan SPT nya dengan kondisi nihil atau kurang bayar. Pada saat Wajib Pajak melaporkan SPT Lebih Bayar, biasanya Wajib Pajak tersebut menyadari bahwa mereka akan diperiksa. Wajib Pajak tersebut sudah mempersiapkan segala sesuatunya seperti pembukuan dan bukti-bukti yang memperkuat bahwa SPT mereka memang benar-benar dalam kondisi lebih bayar sehingga pada saat dilakukan pemeriksaan, pemeriksa hanya sedikit menemukan bukti-bukti apabila terjadi indikasi pelanggaran. Oleh karena itu, atas pemeriksaan SPT Lebih Bayar tidak
Analisis perubahan…, Leonora Silvia Mura Toron, FISIP UI, 2014
memberikan hasil yang signifikan bagi penambahan penerimaan negara. Atas pertimbangan-pertimbangan yang telah disebutkan maka DJP mengubah kebijakan dengan menaikkan ambang batas jumlah lebih bayar yang memperoleh pengembalian pendahuluan. b. Kedua, jangka waktu pemprosesan atas permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak Pada peraturan sebelumnya disebutkan bahwa DJP setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak yang memenuhi
persyaratan
tertentu,
menerbitkan
Surat
Keputusan
Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak: • paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan • paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan Nilai Sedangkan pada perubahan terakhir berdasarkan hasil penelitian, DJP menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama: •
15 (lima belas) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap, untuk permohonan
pengembalian
pendahuluan
kelebihan
pembayaran
Pajak
Penghasilan Orang Pribadi; •
1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap, untuk permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan Badan;
•
1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap, untuk permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai.
Pertimbangan atas perubahan pemprosesan jangka waktu pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak ini diharapkan bahwa DJP dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi Wajib Pajak di mana DJP berusaha untuk menyeimbangkan kewajiban Wajib Pajak dalam membayar pajak dan hak Wajib Pajak salah satunya yaitu pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagai konsekuensi dari sistem pemungutan yang di anut di Indonesia yaitu self assessment system.
Analisis perubahan…, Leonora Silvia Mura Toron, FISIP UI, 2014
c. Ketiga, dasar pemprosesan atas permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak Dasar pemprosesan Pasal 17 D UU KUP pada peraturan sebelumnya hanya Wajib Pajak yang memilih untuk mengajukan permohonan restitusi pada SPT Lebih Bayar dan memilih kolom Pasal 17 D UU KUP dengan pengembalian pendahuluan. Tetapi dengan peraturan yang sekarang Wajib Pajak yang akan diproses dengan Pasal 17 D UU KUP adalah Wajib Pajak yang memang mengajukan permohonan restitusi pada SPT Lebih Bayar dan memilih kolom Pasal 17 D UU KUP dengan pengembalian pendahuluan, Wajib Pajak yang memilih untuk mengajukan permohonan restitusi pada SPT Lebih Bayar dan memilih kolom Pasal 17 B UU KUP, dan Wajib Pajak yang memiliki SPT Lebih Bayar tetapi tidak memilih mengajukan restitusi maupun kompensasi ke masa pajak berikutnya sepanjang lebih bayarnya tidak melebihi ambang batas yang telah ditentukan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.03/2013 Pasal 2. Karena adanya unsur paksaan bagi Wajib Pajak yang melaporkan SPT Lebih Bayarnya tetapi tidak melebihi ambang batas yang telah ditentukan, maka DJP atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan keringanan atas sanksi apabila suatu saat diperiksa ditemukan adanya bukti bahwa SPT Lebih Bayar tersebut tidak benar dan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar. Berdasarkan Pasal 36 UU KUP dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.03/2013 Pasal 12, DJP karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak, dapat memberikan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sehingga sesuai dengan Pasal 13 UU KUP besarnya sanksi administrasi 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat bulan) menjadi paling banyak 48% (empat puluh delapan persen) di mana dengan peraturan sebelumnya dikenakan sanksi 100% (seratus persen) dan tidak ada pengurangan sanksi. Selain ada pengurangan sanksi administrasi, kebijakan yang terdahulu, apabila jumlah lebih bayar yang ditetapkan oleh Wajib Pajak berbeda dengan yang ada di sistem atau data base yang dimiliki oleh Direktur Jenderal Pajak, maka atas jumlah lebih bayar yang ditetapkan oleh Wajib Pajak tidak akan diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak. Berbeda dengan kebijakan yang sekarang apabila jumlah lebih bayar yang ditetapkan oleh Wajib Pajak tidak sesuai dengan pada sistem atau data base yang dimiliki oleh Direktur Jenderal Pajak maka atas jumlah lebih bayar yang ditetapkan Wajib Pajak akan diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Analisis perubahan…, Leonora Silvia Mura Toron, FISIP UI, 2014
Kelebihan Pajak terlebih dahulu. Atas Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak tersebut akan dipantau sampai dengan 3 (tiga) bulan, jika selisih antara jumlah lebih bayar yang ditetapkan oleh Wajib Pajak sudah sama dengan jumlah lebih bayar yang terdapat sistem atau date base yang dimiliki oleh Direktur Jenderal Pajak maka proses pengembalian kelebihan pembayaran pajak sudah selesai. Namun apabila selisih tersebut pada akhirnya tidak sama maka atas Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak yang sudah diterbitkan akan diajukan pembetulan sesuai Pasal 16 UU KUP.
KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan yang dilakukan oleh peneliti pada bab-bab sebelumnya mengenai “Analisis Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak Kepada Wajib Pajak Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu” maka dapat diambil simpulan sebagai berikut: 1. Latar belakang perubahan kebijakan Latar belakang dilakukannya perubahan kebijakan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak merupakan usaha Direktorat Jenderal Pajak untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu dalam pemberian pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dan mengoptimalkan kinerja para pemeriksa agar lebih fokus terhadap Wajib Pajak yang memiliki potensi pajak yang tinggi 2. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam kebijakan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak kepada Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.03/2013) ada tiga hal yaitu: • Pertama, perubahan atas ketentuan Wajib Pajak mana saja yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak Dilakukan perubahan dengan pertimbangan bahwa dengan menaikkan ambang batas ketentuan Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu maka SPT Lebih Bayar yang telah dilaporkan Wajib Pajak yang akan diperiksa melalui proses pemeriksaan akan berkurang sehingga akan mengurangi tugas pemeriksa. • Kedua, jangka waktu pemprosesan atas permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak
Analisis perubahan…, Leonora Silvia Mura Toron, FISIP UI, 2014
Dilakukan perubahan jangka waktu pemprosesan yang lebih singkat dengan pertimbangan bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi Wajib Pajak dalam mengembalikan uang yang seharusnya milik Wajib Pajak. • Ketiga, dasar pemprosesan atas permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak Dilakukan perubahan dasar pemprosesan dengan pertimbangan bahwa proses pengembalian kelebihan pembayaran pajak di mana Wajib Pajak yang SPT Lebih Bayar sepanjang tidak melebihi ambang batas yang telah ditentukan akan diproses dengan Pasal 17 D. Karena adanya unsur paksaan bagi Wajib Pajak yang melaporkan SPT Lebih Bayar tersebut, maka Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan keringanan berupa pengurangan sanksi administrasi.
DAFTAR REFERENSI Buku: Abut, Hilarius. (2005). Perpajakan. Jakarta: Diadit Media. Babbie, Earl R. (2010). The Practice of Social Research. USA: Wadsworth, Cengange Learning. Boediono, B. (2000). Perpajakan Indonesia. Jakarta: Diadit Media. Brotodihardjo, R. Santoso. (2003). Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung: PT. Refika Aditama. Bwoga, Hananta, Yoseph Agus BBN, dan Tony Marsyahrul. (2005). Pemeriksaan Pajak di Indonesia. Jakarta: PT. Grasindo. Creswell, John W. (1994). Research Design : Qualitative and Quantitative Approaches. Thousand Oaks,California, USA: Sage Publication. Diana, Anastasia & Lilis Setiawati. (2009). Perpajakan Indonesia, Konsep, Aplikasi dan Penuntun Praktis. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Dwidjowijoto, Riant Nugroho. (2003). Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi dan Evaluasi, Jakarta: PT. Gramedia. _____________. (2007). Analisis Kebijakan. Jakarta: PT. Gamedia.
Analisis perubahan…, Leonora Silvia Mura Toron, FISIP UI, 2014
Ghony, M. Djunaidi dan Fauzan Almanshur. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Ilyas, Wirawan B dan Richard Burton.(2001). Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat. Irawan, Prasetya. (2006). Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif Untuk Ilmu – Ilmu Sosial. Depok: FISIP UI. Irianto, Edi Slamet. (2009). Pajak Negara dan Demokrasi: Konsep dan Implementasinya di Indonesia. Jakarta: Laksbang Mediatama. Mansury, R. (1999). Kebijakan Fiskal. Jakarta: Yayasan Pengembangan dan Penyebaran Pengetahuan Perpajakan (YP4). Mardiasmo. (2009). Perpajakan Edisi Revisi 2009. Yogyakarta: ANDI. Moleong, Lexy J. (2006). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Neuman, W. Lawrence. (2006). Basics of social research: Qualitative and Quantitative Approach. Boston: Pearson Education. Nurmantu, Safri. (1994). Dasar-dasar Perpajakan. Jakarta: Ind-Hill-Co. _____________. (2003). Pengantar Perpajakan Edisi 2. Jakarta: Granit. Rahayu, Ani Sri. (2010). Pengantar Kebijakan Fiskal. Jakarta: Bumi Aksara. Resmi, Siti. (2008). Perpajakan: Teori dan Kasus Edisi 4. Jakarta: Salemba Empat. Rosdiana, Haula dan Edi Slamet Irianto. (2010). Panduan Lengkap Tata Cara Perpajakan di Indonesia. Jakarta: Visimedia. _____________. (2012). Pengantar Ilmu Pajak: Kebijakan dan Implementasi di Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Soemitro, Rochmat & Dewi Kania Sugiharti. (2004). Asas Dan Dasar Perpajakan I (Edisi Revisi). Bandung: PT Refika Aditama. Syofyan, Syofrin dan Asyhar Hidayat. (2004). Hukum Pajak dan Permasalahannya. Bandung: PT. Refika Aditama. Waluyo. (2010). Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat. Wibawa, S. (1994). Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Winarno, Budi. (2011). Kebijakan Publik Teori, Proses, Dan Studi Kasus. Yogyakarta: CAPS. Karya Ilmiah: Munggaran, Benajati. (2013). Analisis Kebijakan Pengajuan Restitusi Pajak Pertambahan Nilai Ditinjau Dari Asas Cost Of Taxation. Skripsi FISIP Universitas Indonesia.
Analisis perubahan…, Leonora Silvia Mura Toron, FISIP UI, 2014
Novitri, Hagayna. (2010). Analisis Perubahan Kebijakan Restitusi Pajak Pertambahan Nilai. Skripsi FISIP Universitas Indonesia. Samudra, Awang. (2008). Restitusi PPN Atas Kegiatan Ekspor Dalam Konteks Perencanaan Pajak (Studi Kasus PT Y.I). Skripsi FISIP Universitas Indonesia. Undang-Undang: Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 198/PMK.03/2013 tentang Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Bagi Wajib Pajak Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu. Publikasi Elektronik: Badan Pusat http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&idsubyek=13
Statistik.
Direktorat Jenderal Pajak. Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak. November 15, 2011. (http://www.pajak.go.id/dmdocuments/RESTITUSI.pdf) Gulton, Benjamin. (2012). Serba-Serbi http://kasuspemeriksaanpajak.blogspot.com/
Pemeriksaan.
Haryanto. (2012). Pengertian Auditing Menurut Ahli. http://ilmuakuntansi.web.id/pengertian-auditing-menurut-ahli/
April
06,
2012.
Mei
11,
2012.
Krina, Loina Lalolo. (2003). Indikator & Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas, Transparansi, & Partisipasi. http://perencanaankota.blogspot.com/2011/11/pengertian-tatapemerintahan-yang-baik.html Kurniawan, Hendry. (2010). Asas Ease of Administration dalam Pemungutan Pajak. Oktober 8, 2010. http://hendriologi.blogspot.com/2010/10/asas-ease-of-administrationdalam.html/ Rambe, Atika. (2009). Pengaruh Penerapan Self Assessment System Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajb Pajak Badan Pada KPP DKI Jakarta Khususnya Jakarta Pusat. Oktober 10, 2009. http://t1k4r.wordpress.com/2009/10/10/pengaruh-penerapan-selfassessment-system-terhadap-tingkat-kepatuhan-wajib-pajak-badan-pada-kpp-dkijakarta-khususnya-jakarta-pusat/ Susanto, Ari Nugroho. (2010). Konsep Good Governance. Agustus 19, http://arinugrohosusanto.wordpress.com/2010/08/19/konsep-good-governance/
2010.
Yanis, Rusdi. (2011). Restitusi Pajak Cepat. Agustus http://rusdiyanis.wordpress.com/2011/ 08/04/restitusi-pajak-cepat/
2011.
Analisis perubahan…, Leonora Silvia Mura Toron, FISIP UI, 2014
4,
Lainnya: Direktorat Jenderal Pajak. Kajian Penyelesaian Percepatan Pemeriksa Restitusi 2012. Keputusan Rektor Universitas Indonesia Nomor: 628/SK/R/UI/2008 tentang Pedoman Teknis Penulisan Tugas Akhir Mahasiswa Universitas Indonesia. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-12/PJ/2014 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak Bagi Wajib Pajak Yang Memenuhi Pesyaratan Tertentu.
Analisis perubahan…, Leonora Silvia Mura Toron, FISIP UI, 2014