Siswanto Dwi Antoro Mahasiswa S2 Pendidikan Dasar Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya

Prosiding Nasional Seminar dan Lokakarya Penulisan Karya Ilmiah Denpasar, 2 – 4 Nopember 2015

ISSN:2477-1317

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) DENGAN MEDIA LKS UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS V SDN MANUKAN KULON SURABAYA

Siswanto Dwi Antoro Mahasiswa S2 Pendidikan Dasar Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk untuk peningkatan hasil belajar sisiwa kelas V SDN Manukan Kulon Surabaya setelah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT). Pembelajaran kooperatif dipilih untuk diterapkan dalam pembelajaran di kelas V SD karena dianggap mampu menyelesaikan masalah rendahnya hasil belajar sisiwa baik pada aspek kognitif maupun sikap sosial dan sikap religi siswa. Penelitian ini menggunakan desain Penelitian Tindakan Kelas dengan 2 siklus dan mengacu pada model Arikunto yang tiap siklus terdiri dari tahap perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes, observasi, dan pemberian angket penilaian diri. Sedangkan teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data statistik deskriptif dan statistik inferensial. Hasil penelitian menunjukkan pembelajaran dengan menggunakan model NHT terbukti dapat meningkatkan hasil belajar kognitif, peningkatan sikap sosial dan sikap religi sisiwa. Hal ini terbukti dari hasil belajar siswa meningkat sebesar 88,88% pada siklus II dari semula yang pada siklus satu hanya mencapai 80,55%. Hasil observasi dan angket yang diberikan kepada siswa tentang sikap sosial dan sikap spiritual siswa juga menunjukkan kenaikan, dimana pada siklus I sikap spiritual hanya sebesar 75,48% dan sikap sosial sebesar 78,31%, atau naik sebesar 13,62%, sedangkan pada siklus II sikap spiritual sebesar 89,1% dan sikap sosial sebesar 90,62% atau naik sebesar 12,31%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran model NHT pada tema Kerukunan dalam bermasyarakat di kelas V SDN Manukan Kulon Surabaya terbukti efektif dan mampu meningkatkan hasil belajar sisiwa baik kognitif maupun afektif. Kata kunci: Model Kooperatif, Numbered Head Together (NHT), Hasil Belajar

PENDAHULUAN Kegiatan utama dalam proses pendidikan di sekolah adalah kegiatan belajar mengajar. Proses belajar mengajar yang ada merupakan penentu keberhasilan dalam mencapai tujuan pendidikan. Siswa yang belajar diharapkan mengalami perubahan baik dalam bidang pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai dan sikap. Perubahan tersebut dapat tercapai bila ditunjang berbagai macam faktor, salah satunya adalah mengenai respon siswa pada proses pembelajan. Proses pembelajaran memerlukan adanya respon positif dari siswa. Respon belajar yang positif sangat memegang peranan penting untuk meningkatkan rasa ingin tahu siswa terhadap pembelajaran. Siswa yang memiliki respon belajar positif cendrung untuk lebih aktif, kreatif, dan berani mengambil sikap pada setiap kesempatan. 94


ISSN:2477-1317

Menurut Edward Tolman dalam (Ganda, 2001:51) bahwa proses belajar merupakan pengorganisasian perbuatan (kelakuan) untuk meraih maksud. Maksud itu menjadi keperluan utama yang terendap pada nurani kejiwaan pada mereka yang sedang belajar. Lebih lanjut Slameto (2003) juga mengungkapkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan menurut Gagne, Briggs, & Wager (dalam Iskandar, 2008) pembelajaran (instruction) berarti sebagai seperangkat peristiwa eksternal yang diatur dan dirancang secara sengaja untuk mendukung proses belajar internal. Berdasarakan hasi observasi pada kelas V SDN Manukan Kulon Surabaya ditemui beberapa permasalahan pada pelaksaan pembelajaran di kelas. Pelaksanaan pembelajaran di kelas masih bersifat konvensional dan belum menerapkan pembelajaran saintifik sebagaimana ditetapkan dalam Kurikulum 2013. Strategi pembelajaran yang dilakukan guru belum cukup bervariasi, model pembelajaran yang masih didominasi oleh model pembelajaran konvensional dengan metode ceramah satu arah. Selain itu, hanya beberapa siswa yang memperhatikan dengan serius penjelasan guru, sedangkan beberapa sisiwa lain terlihat ada yang mengantuk dan ada beberapa siswa yang sering izin ke luar kelas dengan berbagai alasan. Berdasarkan gambaran tersebut menunjukkan bahwa siswa bosan dan kurang aktif untuk mengikuti pelajaran. Akibatnya penguasaan pada konsep materi yang dipelajari tidak optimal, sehingga hasil belajar siswa juga rendah yang ditunjukkan dengan hasil ulangan harian yang hanya sebesar 33% siswa yang dinyatakan tuntas. Begitu juga dengan masih adanya siswa yang tidak mengucapkan salam saat guru masuk atau keluar kelas dan saat di luar kelas, siswa kurang bersyukur, kurang memelihara hubungan baik dengan teman, kurang memiliki keterampilan dan sikap kerjasama yang baik perilaku serta sikap jujur juga masih kurang, terbukti dengan masih banyaknya siswa yang nyontek dengan teman sekelas pada saat pelaksanaan ulangan harian. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, salah satu usaha yang perlu dilakukan guru kelas V adalah dengan melibatkan keberadaan siswa dalam kegiatan pembelajaran secara aktif agar saling berinteraksi dan bekerja sama, sehingga tujuan pembelajaran kooperatif dapat tercapai. Dalam teori konstruktvis masalah tersebut dapat diselesaikan dengan menerapkan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif lebih menempatkan siswa sebagai subjek dalam kegiatan pembelajaran dan bukan sebagai objek. Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu alternatif yang dianggap cukup tepat dalam meningkatkan hasil belajar siswa karena model ini dapat memberikan keterampilan pada siswa untuk bekerja sama secara kolaboratif dan juga membangun suatu pemahaman untuk memecahkan masalah. Selain itu juga dapat dibangun nilai karakter bekerja sama, saling toleransi serta bersikap jujur kepada sesama, dalam kelompok yang heterogen serta kemampuan untuk berinteraksi dengan yang lain. Landasan teory untuk pembelajaran kooperatif, Cognitive Developmental Theory (teori perkembangan kognitif), berdasarkan pada perspektif teori perkembangan hasil karya Piaget dan Vygotsky, Piaget mengadopsi premis bahwa apabila setiap indvidu bekerjasama dalam lingkungannya maka akan muncul konflik-konflik sosio kognitif yang menciptakan ketidakseimbangan kognitif yang pada gilirannya akan memicu kemempuan pengambilan perspektif dan perkembangan kognitif mereka (Johnson & Johnson, 2012:24) 95


ISSN:2477-1317

Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja kelompok-kelompok kecil berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang peserta didik bergairah dalam belajar (Slavin dalam Isjoni, 2011:15). Pada dasarnya cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diatara sesama dalam stuktur kerja yang sama. Kooperatif learning adalah metode belajar yang diperlukan guru untuk dapat memberikan materi dengan jalan atau alternatif yang berbeda dari pada belajar secara konvensional di dalam kelas. Cooperative Learning dapat dilakukan diluar atau didalam kelas agar siswa tidak merasa jenuh dan dapat mengembangkan kemampuan kreatifnya, selain dapat meningkatkan kemampuan kognitif siswa kreatif learning juga dapa meningkatkan kemampuan afektif dan psikomotor siswa. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa pembelajaran kooperatif telah terbukti menjadi salah satu alternatif dalam memperbaiki kualitas pembelajaran di sekolah. Ibrahim dkk (2000) menegaskaan bahwa hasil-hasil penelitian menunjukkan teknikteknik pembelajaran kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar dibandingkan dengan pengalaman-pengalaman belajar individual Model pembelajaran kooperatif tipe NHT dipilih untuk diterapkan dalam penelitian tindakan ini dikarenakan; 1) model pembelajaran NHT dapat memberikan banyak kesempatan kepada siswa dalam menelaah materi dan melatih siswa untuk berpikir cepat dan tepat dalam menjawab setiap pertanyaan guru; 2) menjamin keterlibatan total semua siswa dan dapat meningkatkan tanggung jawab individu dalam diskusi kelompok; 3) membuat siswa selalu dalam keadaan siap dalam menerima materi; dan 4) memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk lebih banyak memberi kesempatan kepada siswa dalam berfikir, menjawab, dan saling membantu satu dengan yang (Arends, 2001). Pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah suatu pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Spencer Kagan dalam melibatkan lebih banyak siswa untuk menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut (Ibrahim, 2005:28). Struktur yang dikembangkan oleh Kagan ini menghendaki siswa belajar saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif dari pada penghargaan individual. Ada struktur yang memiliki tujuan umum untuk meningkatkan penguasaan isi akademik dan ada pula struktur yang tujuannya untuk mengajarkan keterampilan sosial. Meskipun tampak sangat sederhana, model pembelajaran NHT sarat akan aktivitas. Kagan (dalam Sumarni, 2013:49-50) menyatakan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran NHT secara tidak langsung siswa dilatih untuk lebih produktif dalam pembelajaran. Siswa dilatih untuk berbagi informasi, mendengarkan dengan cermat, melontarkan pertanyaan, merangkum ide-ide yang lain, dan berbicara dengan penuh perhitungan sehingga siswa lebih produktif dalam pembelajaran. Kelebihan dari penggunakan model NHT ini menurut Hamida (dalam Hamid dan Prayitno, 2012:62) adalah bahwa model ini dapat mengubah metode konvensional misalnya mengacungkan tangan terlebih dahulu sebelum ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan. Suasana seperti ini dapat menimbulkan persaingan di antara para siswa bahkan dapat menimbulkan kegaduhan di kelas karena siswa saling berebut untuk mendapatkan kesempatan menjawab pertanyaan dari guru. Namun dengan model NHT, suasana kegaduhan akibat memperebutkan kesempatan menjawab tidak akan dijumpai karena siswa yang akan menjawab pertanyaan ditunjuk langsung oleh guru berdasarkan pemanggilan nomor siswa atau anggota secara acak. 96


ISSN:2477-1317

Selain tersebut di atas, dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT ini siswa menjadi lebih bertanggung jawab terhadap kelompok dan masing-masing siswa lebih memahami materi secara mendalam. Hal ini terjadi karena masing-masing siswa harus menguasai dan mengetahui semua jawaban dari pertanyaan yang telah diberikan guru kepada kelompok. Karena dimungkinkan setiap siswa berpeluang untuk menjawab pertanyaan yang telah diberikan sebelumnya oleh guru. Dalam mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur empat fase sebagai sintaks NHT (Trianto, 2007:63), sebagai berikut. Fase 1: Penomoran. Dalam fase ini guru membagi siswa ke dalam kelompok 3-5 siswa dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor 1-5. Fase 2: Mengajukan pertanyaan. Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya. Fase 3: Berfikir bersama. Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim. Fase 4: Menjawab. Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas. Dalam penerapan pembelajaran NHT, guru memanggil nomor-nomor siswa secara acak setelah siswa menyatukan pendapat dengan kelompoknya terhadap jawaban pertanyaan yang diberikan guru. Siswa yang nomornya dipanggil harus menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas. Untuk siswa atau kelompok yang berhasil menjawab, maka guru memberikan penghargaan. Penghargaan ini penting diberikan mengingat dapat memberikan motivasi dan semangat belajar untuk lebih baik. Selain itu dengan adanya penghargaan yang diberikan kepada kelompok membuat siswa saling membantu satu sama lain dan juga menumbuhkan ketergantungan positif antar siswa dalam satu kelompok dengan menggunakan media Lembar Kerja Siswa (LKS). Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. LKS biasanya berupa petunjuk, langkah untuk menyelesaikan suatu tugas, suatu tugas yang diperintahkan dalam lembar kegiatan harus jelas kompetensi dasar yang akan dicapainya (Depdiknas, 2004:18). Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembar kerja yang berisi informasi, perintah/instruksi dari guru kepada siswa untuk mengerjakan suatu kegiatan belajar dalam bentuk kerja, praktek atau dalam bentuk penerapan hasil belajar untuk mencapai suatu tujuan (Prastowo, 2011) Menurut pengertian di atas maka LKS berwujud lembaran berisi tugas-tugas guru kepada siswa yang disesuaikan dengan kompetensi dasar dan dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Atau dapat dikatakan juga bahwa LKS adalah panduan kerja siswa untuk mempermudah siswa dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran. a. Tujuan Lembar Kerja Siswa (LKS) 1. Mengaktifkan siswa dalam proses kegiatan pembelajaran. 2. Membantu siswa mengembangkan konsep. 3. Melatih siswa untuk menemukan dan mengembangkan ketrampilan proses. 4. Sebagai pedoman guru dan siswa dalam melaksanakan proses kegiatan pembelajaran. 5. Membantu siswa dalam memperoleh informasi tentang konsep yang dipelajari melalui proses kegiatan pembelajaran secara sistematis. 97


ISSN:2477-1317

6. Membantu siswa dalam memperoleh catatan materi yang dipelajari melalui kegiatan pembelajaran (Achmadi, 1996:35) b. Komponen dan Kriteria Lembar Kerja Siswa (LKS) 1. Komponen LKS Menurut Indawati (1999:7) bahwa lembar kerja siswa (LKS) mempunyai komponen sebagai berikut : a) Tujuan 1) Tujuan menyatakan perubahan tingkah laku yang diinginkan dari siswa setelah mempelajari LKS tersebut. 2) Untuk mengetahui hasil guna dan daya guna kesempatan belajar yang diberikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 3) Sebagai umpan balik bagi guru untuk perbaikan proses belajar mengajar berikutnya. b) Deskripsi Konsep/Prinsip Deskripsi Konsep atau prinsip berdasarkan pada kepentingan materi telah dirumuskan dengan jelas. Pada bagian ini siswa diberikan peluang sebanyak mungkin untuk menemukan konsep atau prinsip yang digambarkan. c) Prosedur Kegiatan Kegiatan yang diberikan dalam satu LKS dimaksudkan untuk melatih keterampilan proses seperti keterampilan menggunakan alat, pengamatan, pemeriksaan kesimpulan dan sebagainya. Pada bagian ini termasuk alat – alat dan bahan – bahan yang digunakan pada setiap kegiatan. Corak dan bentuk kegiatan belajar melalui LKS ditentukan oleh bentuk, isi instruksi yang ditulis dalam LKS untuk mencapai keberhasilan siswa dalam belajarnya melalui LKS ditentukan oleh kemampuan siswa itu sendiri di lain pihak. Sebagai contoh instruksi guru dalam LKS harus berisi apa yang harus dikerjakan, urutan pelaksanaan kegiatan, alat dan bahan yang digunakan, dan waktu yang digunakan. d) Evaluasi Evaluasi yang dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh tujuan yang dirumuskan telah tercapai, termasuk evaluasi terhadap proses. 2. Kriteria Lembar Kerja Siswa (LKS) Menurut Bulu (1993) bahwa kriteria lembar kerja siswa yaitu : a. Mengacu pada GBPP b. Ada identitas : Bidang studi, pokok bahasan, topic, waktu dan semester c. Alat yang digunakan tercantum d. Bahasanya jelas, mudah dibaca, tidak terlalu banyak kata – kata. e. Mendorong kreativitas dan imajinasi anak f. Mengandung pertanyaan, tugas yang jelas dan singkat serta menantang aktivitas anak. g. Menarik dan bila diperlukan dicantumkan gambar, peta, table, grafik dan sebagainya. h. Mengembangkan keterampilan proses i. Memperhatikan sumber – sumber belajar dalam lingkungan terjangkau 98


ISSN:2477-1317

j. Bila perlu diberi peringatan – peringatan agar anak bekerja secara cermat, teliti dan tertib. c. Kelebihan LKS Menurut Indawati (1999), kelebihan LKS sebagai berikut : 1. Menjadikan siswa lebih aktif karena harus mengajarkan LKS berdasarkan ketentuan yang ada. 2. Menuntun siswa untuk mencapai tujuan instruksional khusus sesuai yang digariskan dalam GBPP. 3. Situasi siswa lebih demokratis sehingga dapat menimbulkan kegairahan belajar. 4. Melatih dan mengembangkan cara belajar siswa untuk dapat belajar secara mandiri. 5. Guru dapat mengetahui sejauh mana pencapaian siswa dalam suatu pokok bahasan, melalui LKS yang telah dikerjakan oleh siswa.

METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Tiap siklus dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan dengan alokasi waktu tiap pertemuan 2x40 menit. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SDN Manukan Kulon Surabaya, yang berjumlah 36 siswa. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui tes, observasi, dan pemberian angket. Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yakni tes hasil belajar siswa, lembar observasi sikap spiritual, lembar observasi sikap sosial, lembar angket penilaian diri sikap spiritual, dan lembar angket penilaian diri sikap sosial. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data statistik deskriptif dan statistik inferensial. Untuk tes hasil belajar, teknik analisis data yang dipergunakan adalah uji-t. Jika persyaratan dipenuhi maka data hasil belajar diuji dengan rumus sebagai berikut. = (Sumber Siregar, 2013: 195) Keterangan: = rata-rata pengambilan hasil data = nilai rata-rata ideal s = standar deviasi sampel n = jumlah sampel Sementara sikap spiritual dan sikap sosial teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan analisis persentase (%), yakni banyaknya frekuensi tiap aktivitas dibagi dengan seluruh aktivitas dikali 100%.

99


ISSN:2477-1317

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian tentang penerapan model ini akan diuraikan berdasarkan pelaksanaan tiap siklus PTK yang dilaksanakan. Adapun tahapan yang dilaksanakan dalam siklus ini ialah sebagai berikut: Siklus I Pelaksanaan tindakan pada siklus I dilaksanakan sebanyak 3 kali pertemuan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan menggunakan LKS untuk tema Kerukunan dalam bermasyarakat. Sedangkan pada pertemuan III melakukan kegiatan pemberian tes hasil belajar untuk mengetahui ketercapaian materi. Selama proses pembelajaran peneliti bekerjasama dengan 2 orang observer yang merupakan guru kolaborator untuk melakukan pengamatan atau observasi terhadap sikap spiritual dan sikap sosial siswa dengan menggunakan lembar observasi sikap spiritual dan sikap sosial siswa. Hasil Belajar Berdasarkan pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan pada siklus I diperoleh hasil rata-rata nilai tes hasil belajar siswa sebesar 78,42 dengan persentase ketuntasan klasikal sebesar 80,55%, atau sejumlah 29 sisiwa dari 36 sisiwa di kelas V telah tuntas hasil belajarnya, sedangkan sisanya sebanyak 7 orang atau sebesar 19,44% sisiwa belum tuntas. Hal ini menunjukkan bahwa siswa kelas V SDN Manukan Kulon Surabaya belum tuntas belajarnya karena belum mencapai standar minimal ketuntasan belajar klasikal yang ditetapkan di SDN Manukan Kulon Surabaya yaitu ≥ 85% ketuntasan secara klasikal. Sikap Spiritual dan Sikap Sosial Berdasarkan hasil pengamatan oleh 2 orang observer pada saat proses pembelajaran berlangsung didapatkan hasil persentase sikap spiritual siswa sebesar 75,69% dan melalui penilaian diri dengan memberikan angket penilaian diri kepada masing-masing siswa untuk diisi oleh sisiwa sebesar 75,27%. Jadi rata-rata persentase sikap spiritual siswa sebesar 75,48% dengan kriteria baik. Sedangkan untuk hasil observer sikap sosial siswa pada sikap kerjasama, didapatkan hasil hasil sikap sosial siswa pada saat observasi sebesar 78,38% dan melalui penilaian diri dengan memberikan angket penilaian diri sebesar 78,64%. Jadi rata-rata persentase sikap kerjasama siswa sebesar 78,51% dengan kriteria baik. Sementara persentase sikap jujur melalui penilaian diri sebesar 78,12%. Jadi dapat disimpulkan bahwa persentase sikap sosial sebesar 78,31% dengan kriteria baik. Berdasarkan hasil tes hasil belajar, data sikap spiritual dan sikap sosial siswa, serta catatan peneliti pada siklus I dapat disimpulkan bahwa masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Sikap spiritual siswa berada pada kriteria baik dengan persentase sebesar 75,48% dan sikap sosial siswa sudah berada pada kriteria baik dengan persentase sebesar 78,31%, dan diharapkan persentasenya semakin meningkat. Rata-rata hasil belajar siswa sebesar 75,42 dengan persentase ketuntasan belajar secara klasikal baru mencapai 80,55%, atau masih ada 7 sisiwa yang nilainya belum tuntas. Hal ini menunjukkan bahwa siswa kelas V belum tuntas belajarnya karena belum mencapai standar minimal ketuntasan belajar klasikal yang ditetapkan yaitu ≥ 85%. 100


ISSN:2477-1317

Selain itu berdasarkan hasil observasi dan catatan peneliti, diketahui ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru pada siklus selanjutnya yaitu meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, serta meningkatkan sikap spiritual dan sikap sosial siswa. Hal-hal yang perlu diperbaiki pada siklus I antara lain sebagai yaitu; (1) siswa kurang aktif dalam pembelajaran, terutama dalam menanggapi jawaban dari siswa atau dari kelompok lain; (2) saat guru menyebut nomor kepala siswa pada masing-masing kelompok, siswa masih malu-malu dan takut untuk menjawab. Bahkan ada beberapa siswa yang masih menanyakan jawaban pada temannya yang lain dalam satu kelompok. Hal ini disebabkan karena mereka tidak ikut aktif terlibat dalam diskusi. (3) kerjasama di antara anggota kelompok masih kurang. (4) diskusi kurang berjalan efektif karena siswa baru beradaptasi dengan model pembelajaran NHT yang baru mereka kenal. Siklus II Pelaksanaan tindakan pada siklus I dilaksanakan sebanyak 3 kali pertemuan yang meliputi pertemuan I dan II melakukan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan menggunakan LKS untuk tema Kerukunan dalam bermasyarakat. Sedangkan pada pertemuan III melakukan kegiatan pemberian tes hasil belajar untuk mengetahui ketercapaian materi. Berdasarkan pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan pada siklus II diperoleh hasil sebagai berikut. Hasil Belajar Berdasarkan data tes hasil belajar siswa dapat diketahui bahwa rata-rata nilai hasil belajar siswa sebesar 82,92 dengan persentase ketuntasan sebesar 88,88%. Hal ini menunjukkan bahwa ketuntasan belajar siswa kelas V meningkat apabila dibandingkan siklus I yang hanya sebesar 8,33%. Demikian juga dengan rata-rata nilai siswa pada siklus I yang hanya sebesar 74,79 meningkat sekitar 8,13. Jadi dapat dikatakan secara klasikal siswa kelas V sudah tuntas belajarnya karena sudah mencapai standar minimal ketuntasan belajar klasikal yaitu ≥ 85%. Untuk lebih jelasnya mengenai peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 1.1 Peningkatan Hasil Belajar

101


ISSN:2477-1317

Gambar di atas menunjukkan bahwa persentase ketuntasan klasikal hasil belajar siswa dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan menggunakan LKS pada siklus I sebesar 80,55% atau sebanyak 29 siswa yang mencapai ketuntasan belajar dan pada siklus II sebesar 88,88% 32 siswa yang mencapai ketuntasan belajar. Dengan demikian, terjadi peningkatan hasil belajar siswa sebesar 8,33%. Dilihat dari kriteria keberhasilan siklus, hasil belajar siswa tersebut sudah berhasil karena melampaui 85% ≥ siswa yang tuntas belajar. Sikap Spiritual Siswa Persentase sikap spiritual siswa pada pembelajaran kooperatif tipe NHT pada siklus II yang diamati melalui pengamatan oleh observer sebesar 88,75% dan melalui penilaian diri sebesar 89,45%. Jadi rata-rata persentase sikap spiritual siswa sebesar 89,1% dengan kriteria sangat baik. Hal ini menunjukkan bahwa sikap spiritual pada siklus II mengalami peningkatan bila dibandingkan pada siklus I. Untuk lebih jelasnya mengenai peningkatan sikap spiritual siswa dari siklus I ke siklus II dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 1.2 Peningkatan Sikap Spiritual Gambar di atas menunjukkan bahwa persentase sikap spiritual siswa dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan menggunakan LKS mengalami peningkatan. Pada siklus I sikap spiritual sebesar 75,48%, sedangkan pada siklus II sikap spiritual sebesar 89,1% atau mengalami kenaikan sebesar 13,62%. Sikap Sosial Siswa Persentase sikap kerjasama siswa pada pembelajaran kooperatif tipe NHT pada Siklus II yang diamati oleh 2 observer sebesar 91,14% dan melalui penilaian diri sebesar 92,19%. Jadi, rata-rata persentase sikap kerjasama sebesar 91,66% dengan kriteria sangat baik. Sementara persentase sikap jujur sebesar 89,58%. Jadi dapat disimpulkan persentase sikap sosial sebesar 90,62% dengan kriteria sangat baik. Hal ini menunjukkan bahwa sikap sosial pada siklus II mengalami peningkatan bila di bandingkan pada siklus I. Untuk lebih jelasnya mengenai peningkatan sikap sosial dari siklus I ke siklus II dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

102


ISSN:2477-1317

Gambar 1.3 Peningkatan Sikap Sosial Gambar di atas menunjukkan bahwa persentase sikap spiritual dan sikap sosial siswa dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan menggunakan LKS mengalami peningkatan. Pada siklus I sikap sosial sebesar 78,31%, sedangkan pada siklus II sebesar 90,62% atau mengalami kenaikan sebesar 12,31% . Sedangkan hasil refleksi pada siklus II diketahui beberapa hal sebagai beriku; (1) berdasarkan catatan peneliti diketahui bahwa keaktifan siswa dalam pembelajaran meningkat. Siswa sudah memiliki keberanian dalam bertanya dan menjawab pertanyaan guru. Semakin banyak siswa yang berani untuk menanggapi atau menambahkan jawaban dari siswa lain atau kelompok lain dan tidak lagi menanyakan jawaban pada siswa lain dalam kelompoknya saat diberikan pertanyaan oleh guru. Suasana diskusi juga semakin efektif, serta kerjasama dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan di LKS meningkat. Siswa yang lebih pandai membantu teman yang belum mengerti tentang materi dan pertanyaan-pertanyaan yang ada di LKS. Sikap spiritual dan sikap sosial siswa juga semakin meningkat. Berdasarkan data hasil tes hasil belajar siswa, data sikap spiritual dan sikap sosial siswa, serta catatan peneliti dapat disimpulkan bahwa pada siklus II ini pelaksanaan pembelajaran dengan penerapan model NHT sudah lebih baik daripada siklus I. Pada siklus II diketahui bahwa hasil belajar siswa nilai rata-rata sebesar 82,92 sedangkan persentase ketuntasan klasikal sebesar 91,67%, sehingga dapat dikatakan bahwa ketuntasan klasikal menunjukkan peningkatan dan secara keseluruhan siswa kelas V sudah tuntas dalam kegiatan belajarnya karena sudah mencapai standar minimal ketuntasan belajar klasikal yaitu ≥ 85%. Sementara sikap spiritual sebesar sebesar 89,1% dan sikap sosial sebesar 90,62%. Jadi dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan menggunakan LKS dapat meningkatkan hasil siswa kelas V SDN Manukan Kulon Surabaya pada pembelajaran tematik terpadu K13 pada tema Kerukunan dalam bermasyarakat.

KESIMPULAN Berdasarkan diskusi hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan menggunakan LKS dalam pembelajaran tematik terpadu kelas V Sekolah Dasar tema Kerukunan dalam bermasyarakat terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini terbukti pada setiap akhir siklus dilakukan tes hasil belajar, dimana pada siklus I tes hasil belajar 103


ISSN:2477-1317

siswa mencapai 80,55% yaitu 29 siswa dari jumlah 36 siswa di kelas V mencapai ketuntasan dan pada siklus II hasil belajar siswa mencapai 88,88% atau sebanyak 32 siswa telah mencapai kriteria ketuntasan, atau terjadi peningkatan sebesar 8,33%. Perolehan nilai hasil belajar secara klasikal pada siklus II juga dinyatakan telah tuntas, yaitu telah memenuhi kriteria ketuntasan klasikal ≥ 85% yang telah ditetapkan di SDN Manukan Kulon Surabaya. Selain itu, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan menggunakan LKS dalam pembelajaran tematik terpadu pada kelas V dengan temaa Kerukunan dalam bermasyarakat juga terbukti dapat meningkatkan sikap spiritual dan sikap sosial siswa. Hal ini didasarkan pada hasil observasi dan angket yang diberikan kepada siswa, pada siklus I diperoleh presentase sikap spiritual sebesar 75,48% dan sikap sosial sebesar 78,31%, sedangkan pada siklus II sikap spiritual sebesar 89,1% dan sikap sosial sebesar 90,62%. Sehingga berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas tersebut, dapat direkomendasikan bagi guru SD untuk menjadikan model pembelajaran kooperatif sebagai suatu kreatifitas dalam pembelajaran yang dapat dilaksanakan dalam meningkatan hasil belajar, sikap spiritual dan sikap sosial siswa.

DAFTAR PUSTAKA Achmadi, Hainur Rasid. (1996). Telaah Kurikulum Fisika SMU (Model Pembelajaran Konsep dengan LKS). Surabaya:University Press. Arends, Richard. (2001). Learning to Teach. New York: Mc. Graw-Hill Companies, Inc. Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta. Bulu, Batjo. (1993). Menulis dan Menerapkan LKS. Ujung Pandang : Depdikbud Sulsel. Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar Sekolah Menengah Atas. Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Pendidikan Menengah Umum. Ganda, Yahya. (2004). Petunjuk Praktis (Cara Mahasiswa Belajar di Perguruan Tinggi). Jakarta: Grasindo. Hamid, Abdul., Prayitno, Anton. (2012). Meningkatkan Kualitas Belajar Matematika Siswa Kelas VII dalam Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Model NHT (Numbered Heads Together) di SMPN 5 Kepanjen Malang. Jurnal Ilmiah Ilmuilmu Sosial dan Humaniora. Vol. 9, No. 2 Tahun 2012. Ibrahim, Muslimin dkk. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press. Ibrahim, Muslimin dkk. (2005). Pembelajaran Berdasarkan Masalah Latar Belakang Konsep Dasar, dan Implementasinya. Surabaya: Unesa University Press. Indawati. (1999). Pengaruh Tugas Tambahan pada pembelajaran dengan Menggunakan LKS terhadap Prestasi Belajar Kimia pada Kelas II SMU Angkasa Maros. Skripsi. Ujung Pandang : FPMIPA IKIP. Isjoni. (2011). Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta Iskandar, Sofyan. (2008). Kemampuan Pembelajaran dan Keinovatifan Guru. Jurnal Pendidikan Dasar. No. 9 Vo. 9 Tahun 2008. Johnson, David W., Johnson, Roger T & Holubec., Edythe Johnson. (2012). Colaborative Learning (Strategi Pembelajaran untuk Sukses Bersama). Bandung: Nusa Media. 104


ISSN:2477-1317

Prastowo, Andi. (2011). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta : DIVA press Siregar, Syofian. (2013). Statistik Parametrik Untuk Penelitan Kuantitatif. Jakarta: Bumi Aksara. Sumarni., Defoti, Lisa., dan Wahyuni, Sri. (2013). Perbedaan Hasil Belajar Ekonomi Menggunakan Model Pembelajaran Koopertaif NHT dengan Pemnbelajaran Konvensional. Jurnal Pendidikan Ekonomi Vol 2/2 Th 2013. Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berbasis Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka

105

Siswanto Dwi Antoro Mahasiswa S2 Pendidikan Dasar Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya

Recommend Documents