SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PENJADWALAN TRANSPORTASI ANGKUT TEBU (STUDI KASUS PG. RAJAWALI II UNIT JATITUJUH, MAJALENGKA)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh GINANJAR ILYAS HARISON F 34080038
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PENJADWALAN TRANSPORTASI ANGKUT TEBU (STUDI KASUS PG RAJAWALI II UNIT JATITUJUH MAJALENGKA) DECISION SUPPORT SISTEM FOR SUGAR CANE TRANSPORTATION SISTEM (CASE STUDY IN PG RAJAWALI II JATITUJUH UNIT, MAJALENGKA) Ginanjar Ilyas Harison1)*, Machfud2) 1) Departemen
Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Kampus IPB Darmaga, Bogor, Jawa Barat Email :
[email protected] 2) Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
ABSTRAK Salah satu permasalahan yang terjadi dalam proses produksi gula di PG Rajawali II Unit Jatitujuh adalah tidak sesuainya tebu yang didapatkan oleh perusahaan dengan jumlah tebu pada rencana tebang yang telah dibuat. Sistem penjadwalan transportasi tebu CaneTrans dibuat untuk mengurangi kondisi idle pada tebu dan truk ketika proses pengangkutan tebu berlangsung. Program Canetrans yang dibuat menghasilkan output penjadwalan transportasi dan jumlah kebutuhan truk. Penjadwalan dan penentuan rute angkut yang dihasilkan program Canetrans bersifat update setiap harinya berdasarkan dari rencana tebang yang telah dibuat. Waktu, jarak, dan cuaca digunakan sebagai variable yang mempengaruhi hasil dari penjadwalan yang telah dibuat. Kebutuhan truk dihitung berdasarkan dari penjadwalan dan penentuan rute angkutan yang telah dibuat. Kebutuhan truk yang didapat merupakan kebutuhan truk terbaik yang dihasilkan oleh program. Analisis antrian dilakukan untuk mengetahui waktu antrian di stasiun pembongkaran tebu. Model antrian yang terjadi di stasiun A adalah M:M:1:FCFS:F dengan waktu antrian 58 dan model antrian stasiun B adalah M:M:1:FCFS:I dengan waktu antrian 48 menit. Efisiensi terhadap jumlah tebu yang dapat diangkut setiap truk dapat tercapai pada tanggal 25, 27, 29, dan 31 Mei sebesar 114,19%, 102,8%, 104,1%, dan 113,26%, dimana tebu yang didapat sama dengan jumlah tebu pada rencana tebang dengan jumlah truk yang lebih sedikit. Kata kunci : Transportasi, Penjadwalan, Tebu, Antrian. ABSTRACT One problem that happened in production’s process at PG Rajawali II Unit Jatitujuh is that total of sugar cane the company could get after sugar cane has been cut off is not the same with the logging plan that has been made. Transportation scheduling program CaneTrans made to decrease the amount of idle time of sugar cane and truck when sugar cane transportation from plantation to factory is being progress. Transportation scheduling and the total of truck needs is the output that CaneTrans resulted and it is updated everyday based on logging plan. Times, distances of plantation to factory, and weather used as variables which can influence the result of transportation schedule program. Total of the needs of truck is the best result of the truck needs that adapted with the result of transportation scheduling. To get more valid transportation schedule, queuing analyze has been done at unloading station. The results of the analysis shows that the queuing model formed at station A is M:M:1:FCFS:F with 58 minute of queuing time and queuing model at station B is M:M:1:FCFS:I with 48 minutes of queuing time. Efficiency for the average of sugar cane that can be transported by each truck is increased after compare result of the program with the actual data on May 25th, 27th, 29th, and 31st, the efficiency is resulted 114,19%, 102,8%, 104,1%, and 113,26% where all of sugar cane that has been planned to transported from plantation to factory can be taken with fewer of total of the truck needs than the actual data. Keywords : Transportation, Scheduling, Sugarcane, Queue.
RINGKASAN Ginanjar Ilyas Harison. Sistem Penunjang Keputusan Penjadwalan Transportasi Angkut Tebu (Studi Kasus PG Rajawali II Unit Jatitujuh Majalengka). Dibimbing oleh Dr. Ir. Machfud, MS. Salah satu permasalahan yang seringkali terjadi di pabrik pengolahan tebu PG Rajawali II Unit Jatitujuh yaitu tidak sesuainya jumlah tebu yang masuk ke dalam pabrik dengan rencana tebang yang telah dibuat. Hal ini dapat terjadi karena adanya beberapa faktor, diantaranya yaitu sistem transportasi dari kebun menuju pabrik yang tidak selalu efektif dan efisien. Sistem transportasi yang tidak teratur dapat menyebabkan terjadinya kondisi idle pada saat proses pengangkutan tebu dari kebun menuju pabrik. Idle tersebut dapat terjadi pada truk maupun tenaga tebang di lapangan. Kondisi idle yang terjadi pada tenaga tebang yaitu pada saat tidak adanya truk untuk mengangkut tebu di kebun tebu karena truk masih berada di stasiun penimbangan, sehingga tenaga tebang lebih memilih untuk tidak menebang sampai tibanya truk ke kebun tersebut. Sedangkan kondisi idle yang terjadi pada truk yaitu adanya antrian yang cukup panjang, baik itu di stasiun penimbangan maupun di stasiun pembongkaran tebu. Maka dari itu diperlukan adanya manajemen transportasi yang baik agar dapat mengurangi kondisi idle pada alat angkut pada saat proses pengangkutan, salah satunya yaitu dengan melakukan penjadwalan transportasi angkut tebu oleh truk. Penelitian yang dilakukan di PG Rajawali II ini bertujuan untuk menganalisis kebutuhan sistem yang dibutuhkan untuk membuat sistem penjadwalan, serta mendisain prototype sistem transportasi yang sesuai dengan permasalahan yang ada atau kondisi dari sistem transportasi di PG Rajawali II Unit Jatitujuh tersebut. Proses pembuatan sistem ini diawali dengan melakukan analisis sistem, yaitu mempelajari terlebih dahulu bagaimana sistem transportasi yang telah ada di PG Rajawali II Unit Jatitujuh tersebut, menganalisa masalah transportasi pada perusahaan, serta memberikan rekomendasi perbaikan untuk sistem transportasi yang telah ada. Pemodelan sistem penjadwalan angkut ini dibuat dengan menggunakan Unified Modeling Language (UML), yang selanjutnya dilakukan implementasi sistem atau tahap transformasi desain menjadi software. Setelah itu dilakukan verifikasi dan validasi sistem untuk mengetahui apakah sistem berjalan dengan menghasilkan output yang dinginkan atau tidak. Sistem transportasi yang dibuat akan diimplementasikan menjadi sebuah peranti lunak dengan nama CaneTrans V.0.1. Sistem ini terdiri atas dua submodel, yaitu penentuan rute angkutan serta jadwal transportasi dan penghitungan kebutuhan truk yang akan digunakan untuk pengangkutan tebu pada saat proses penebangan. Penjadwalan yang dihasilkan merupakan jadwal harian yang akan di update setiap harinya sesuai dengan kebutuhan. Penentuan rute angkutan dan jadwal transportasi dilakukan dengan menggunakan model penjadwalan transportasi dan penentuan rute angkutan dari setiap truk menuju kebun tebu. Dalam proses penjadwalan dan penentuan rute tersebut, variabel waktu merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam penentuan jadwal dan rute tersebut. Waktu yang dimaksud merupakan waktu yang dibutuhkan untuk menebang dan memuat tebu tebu, waktu tempuh truk dari kebun menuju pabrik dan sebaliknya, serta waktu bongkar tebu. Untuk waktu bongkar tebu dilakukan terlebih dahulu analisis antrian untuk mendapatkan data yang lebih valid. Analisis antrian ini dilakukan selama enam hari, dan pengolahan data antrian dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Queueing Simulation Sistem (QSS - Trial Version) dan SPSS V.16 (Trial Version). Sebelum dilakukan proses penentuan rute dan penjadwalan transportasi angkut untuk setiap alat angkut tebu, dilakukan proses menghitung alat angkut tebu terlebih dahulu. Perancangan perangkat lunak CaneTrans V.0.1 ini dilakukan dengan menggunakan bahasa pemrogaman PHP dan perangkat lunak Dreamweaver CS 5 (Trial Version), sedangkan untuk pemodelan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Power Designer 16 (Trial Version) dan Microsoft Visio (Trial Version) Dari hasil analisis antrian yang telah dilakukan di stasiun A dan stasiun B, dihasilkan suatu model antrian yang digambarkan dengan notasi Kendall. Notasi Kendall merupakan notasi yang sering digunakan untuk menggambarkan model antrian yang terjadi dan terdiri dari beberapa notasi yang mewakili sebaran data tingkat
kedatangan (x) , sebaran data tingkat pelayanan (y), disiplin antrian (u), jumlah stasiun (z), dan populasi antrian (v). Melalui notasi – notasi tersebut, didapatkan model antrian yang terjadi di stasiun bongkar A mengikuti model antrian M:M:1:FCFS:F dengan jumlah populasi antrian finite (F) serta waktu antrian (Wq) sebesar 58 menit dan waktu didalam sistem (Ws) sebesar 68 menit. Model antrian yang terjadi di stasiun B mengikuti M:M:1:FCFS:I dengan jumlah populasi antrian infinite (I) serta waktu antrian (Wq) sebesar 48 menit dan waktu didalam sistem (Ws) sebesar 60 menit. Efisiensi terhadap jumlah tebu yang dapat diangkut setiap truk dapat tercapai pada tanggal 25, 27, 29, dan 31 Mei sebesar 114,19%, 102,8%, 104,1%, dan 113,26%. Melalui hasil perhitungan tersebut, dapat disimpulkan bahwa model penjadwalan dapat meningkatkan efisiensi truk dan terdapat peningkatan produktivitas truk yang dapat dilihat dari banyaknya jumlah tebu yang diangkut oleh setiap truk. Selama rentang waktu lima hari tersebut, terdapat dua hari penebangan dimana efisiensi tebu yang dapat diangkut setiap truk tidak tercapai. Hal tersebut dapat terjadi karena pada tanggal 30 Mei, jumlah aktual truk yang digunakan lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah truk hasil dari model penjadwalan. Sedangkan pada tanggal 26 Mei, jumlah truk yang dihasilkan dengan model penjadwalan lebih sedikit dari jumlah truk aktual, namun jumlah tebu yang dapat diangkut dengan jumlah truk aktual berbeda jauh dengan jumlah tebu yang direncanakan untuk ditebang. Selain itu didapatkan rata – rata waktu tunggu tebu berdasarkan model penjadwalan, yaitu sebesar 157 menit. Waktu tunggu hasil model penjadwalan lebih kecil dibandingkan dengan waktu tunggu tebu aktual, yaitu 178 menit. Keluaran dari sistem transportasi CaneTrans ini adalah jadwal dan rute setiap truk untuk setiap trip, serta jumlah kebutuhan truk yang digunakan untuk mengangkut tebu pada saat proses penebangan tebu berlangsung. Selain itu, melalui penelitian ini, diharapkan waktu idle dari truk dapat berkurang, serta didapatkannya jumlah kebutuhan truk yang lebih efisien untuk mengangkut tebu.
Judul Skripsi Nama NRP
: Sistem Penunjang Keputusan Penjadwalan Angkut Tebu (Studi Kasus PG. Rajawali II Unit Jatitujuh, Majalengka : Ginanjar Ilyas Harison : F34080038
Menyetujui, Pembimbing
(Dr. Ir. Machfud, MS) NIP. 19510321 197803 1 0003
Mengetahui : Ketua Departemen,
(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP. 19621009 198903 2 001
Tanggal lulus :
HALAMAN PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Sistem Penunjang Keputusan Penjadwalan Angkut Tebu (Studi Kasus PG. Rajawali II Unit Jatitujuh, Majalengka) adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2012 Yang membuat pernyataan,
Ginanjar Ilyas Harison F 34080038
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012 Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, foto kopi, mikrofilm, dan sebagainya.
BIODATA PENULIS Ginanjar Ilyas Harison dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 12 Mei 1990 sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Epi Dani Harison dan Nina Nurjanah. Penulis menamatkan sekolah dasar di SDN Citapen I Tasikmalaya pada tahun 1996-2002 dan melanjutkan ke SMP Negeri 1 Tasikmalaya pada tahun 2002-2005. Pada tahun 2008, penulis lulus dari SMA Negeri 2 Tasikmalaya dan melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan mengambil pilihan mayor Teknologi Industri Pertanian. Penulis aktif mengikuti organisasi di lingkup fakultas, kampus dan kepanitiaan. Selama masa perkuliahan, panitia menjadi ketua panitia dari Atsiri Fair 2010 dan Indonesia Agroindustry Students Leader Summit pada tahun 2010. Selain itu, penulis pernah menjadi ketua Departemen Kewirausahaan di HIMALOGIN pada tahun 2011. Penulis melaksanakan program praktik lapang di PT. Kalbe Nutritionals dengan hasil penulisan “Mempelajari Aspek Pengendalian dan Perencanaan Produksi di PT. Kalbe Nutritionals”.
KATA PENGANTAR Puji syukur atas kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah melimpahkan segala rahmat, taufik, serta hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi dengan judul Sistem Penunjang Keputusan Penjadwalan Transportasi Angkut Tebu (Studi Kasus PG Rajawali II Unit Jatitujuh). Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil studi kasus di PG Rajawali II Unit Jatitujuh, Majalengka. Selama pelaksanaan dan penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak sekali bantuan baik secara moril maupun materiil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada : 1. Dr. Ir. Machfud, MS, selaku dosen pembimbing akademik atas segala bantuan dalam memberi arahan, doa, serta kesabaran dalam membimbing penulis. 2. Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M.Si dan M. Arif Darmawan, STp, MT sebagai dosen penguji atas bantuan serta masukannya dalam proses penyusunan skripsi. 3. Bapak Iwan Zola, Bapak Hasan, dan seluruh Staff Departemen Penebangan dari PG Rajawali II Unit Jatitujuh, atas segala petunjuk, arahan, dan bantuannya kepada penulis. 4. Tossan Wiar, Praditya, dan Teddy sebagai guru dan teman yang telah sabar mengajarkan dan memberi masukan kepada penulis selama proses pemrogaman. 5. Kedua orang tua penulis, Epi Dani Harison, SE, MEP dan Nina Nurjanah, SE, serta adik, Lucky Mariam Harison, terimakasih atas doa, semangat, kasih sayang, kesabaran dan motivasi yang diberikan kepada penulis. 6. Anis Lestari, S.Si, atas semua dukungan, keceriaan, dan semangat yang diberikan. 7. Aldian Farabi, Hilman Hadid, Elfira Febriani, dan Dyah Pangestuti, atas segala keceriaan, semangat, bantuan, dan motivasi yang diberikan kepada penulis. 8. Keluarga Soka, Aryo, Rifky, Ipang, Ashraf, Dwi, Deden, Rahman, Erik, dan Ashley untuk semua dorongan, semangat, serta dukungan yang telah diberikan kepada penulis. 9. Keluarga besar TIN 45, atas kebersamaan, kehangatan, semangat, dan bantuannya. 10. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Dengan segala kekurangan yang masih banyak terdapat di dalamnya, penulis berharap tulisan ini dapat mendatangkan manfaat bagi siapapun yang membutuhkannya. Semoga tulisan ini menjadi salah satu amalan baik penulis di hadapan Allah SWT. Amin.
Bogor,
Desember 2012
Ginanjar Ilyas Harison
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Tebu merupakan jenis tanaman yang dapat tumbuh dengan baik di Indonesia dan termasuk ke dalam jenis tanaman musiman. Kandungan air gula yang terdapat pada tanaman tebu menyebabkan tanaman tersebut dijadikan sebagai bahan baku untuk produksi gula. Dalam proses produksi gula, terdapat tiga aktifitas yang memiliki peranan penting selama proses produksi gula dilakukan, yaitu proses penebangan tebu, pengangkutan tebu, dan pengolahan tebu. Ketiga aktifitas tersebut memiliki keterkaitan antara satu sama lain, dimana apabila terjadi keterlambatan atau gangguan pada salah satu dari ketiga aktifitas tersebut, maka aktifitas lain akan terganggu dan dapat menimbulkan potensi kerugian baik dari sisi kuantitas maupun kualitas rendemen gula yang dihasilkan. Jumlah rendemen gula yang didapatkan oleh pabrik sangat bergantung dari jumlah tebu yang masuk ke dalam pabrik dan jumlah rendemen yang terdapat pada tebu. Kandungan rendemen gula yang terdapat dalam tanaman tebu adalah sekitar 10% dari semua komponen senyawa yang terdapat pada tebu. Rendemen gula tersebut akan mulai berkurang ketika tebu telah mencapai rendemen gula tertinggi dan akan terus berkurang walaupun tebu tersebut telah ditebang. Berkurangnya jumlah rendemen gula tersebut merupakan sesuatu yang tidak dapat dicegah atau kondisi alami yang pasti terjadi pada tanaman tebu, sehingga jumlah dari tebu yang masuk ke dalam pabrik harus sesuai dengan target atau rencana tebang yang telah dibuat agar jumlah rendemen yang diharapkan dapat tercapai. Melalui hasil observasi data jumlah tebu yang masuk ke dalam pabrik, diketahui bahwa dari 14 hari penebangan tebu dilakukan, banyak frekuensi tercapainya jumlah tebu yang dapat ditebang dan sesuai dengan rencana tebang adalah sebanyak lima kali, sedangkan frekuensi tidak sesuainya jumlah tebu yang ditebang dengan rencana tebang adalah sebanyak delapan kali. Melalui data tersebut dapat disimpulkan bahwa salah satu permasalahan yang seringkali terjadi pada PT. Rajawali II Unit Jatitujuh adalah tidak stabilnya realisasi dari perbandingan jumlah tebu yang masuk ke pabrik dengan rencana tebang yang telah dibuat. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu perbaikan terhadap sistem tebang angkut tebu yang telah dilakukan agar jumlah dari tebu yang masuk ke dalam pabrik atau tebu yang dapat ditebang dapat mencapai target dari rencana tebang yang telah dibuat. Salah satu perbaikan yang dapat dilakukan adalah dengan memperbaharui sistem transportasi angkut tebu yang telah dilakukan oleh PG. Rajawali II Unit Jatitujuh. Sistem transportasi angkut tebu merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam rantai proses produksi tebu karena sistem transportasi merupakan penghubung antara proses penebangan dengan proses pengolahan tebu. Selain itu, besarnya potensi kehilangan rendemen setelah ditebangnya tebu ketika proses pemindahan tebu dari kebun menuju pabrik dilakukan menjadikan sistem transportasi merupakan salah satu sistem yang harus direncanakan dengan sangat baik sehingga produktivitas pabrik pun menjadi semakin meningkat. Sistem transportasi yang selama ini dilakukan di PG Rajawali II Unit Jatitujuh, Majalengka adalah dengan melakukan alokasi truk dimana setiap truk hanya makan mengangkut tebu dari satu kebun
kebun yang sama. Sistem ini memiliki kekurangan dimana dapat terjadinya kondisi idle, baik terhadap truk maupun tebu yang akan diangkut, yang dapat menambah waktu tunggu tebu untuk segera di proses ke dalam pabrik. Hal ini merupakan masalah yang angat penting karena tebu merupakan salah satu bahan baku yang harus segera di proses ke dalam pabrik setelah selesai ditebang mengingat bahwa sifat dari tebu tersebut adalah perishable dimana rendemen gula yang terdapat di dalam tebu mudah menurun. Terjadinya kondisi idle pada truk dan tebu ketika proses pengangkutan berlangsung menyebabkan tidak sesuainya tebu yang masuk ke dalam pabrik akibat dari waktu menganggur truk yang cukup lama, sehingga tebu tidak terangkut sesuai dengan target rencana tebang pada saat waktu angkut telah mencapai batasnya (menit ke-840). Selain itu, untuk menghindari terbuangnya tebu akibat tidak terangkutnya seluruh tebu yang telah ditebang, beberapa mandor menetapkan suatu sistem dimana para penebang tebu tidak akan menebang tebu sampai dengan truk yang akan mengangkut tebu tersebut sudah sampai di kebun, hal ini sangatlah merugikan dan akan menyebabkan ketidak sesuaian antara realisasi tebang yang akan dilakukan dengan rencana tebang yang telah dibuat apabila ternyata truk yang seharusnya mengangkut tebu di kebun tersebut tidak datang tepat waktu dan mengakibatkan menurunnya produktifitas produksi gula. Untuk menurunkan waktu idle dan meningkatkan efektifitas penggunaan truk, maka diusulkan suatu perbaikan terhadap sistem transportasi yang saat ini dilakukan oleh perusahaan, berdasarkan dari koridor – koridor dan ketentuan – ketentuan yang dapat mempengaruhi sistem transportasi. Sistem transportasi yang baik pada dasarnya membutuhkan perencanaan yang baik. Penjadwalan merupakan salah satu bagian penting dalam perencanaan produksi, karena implementasi produksi dilakukan berdasarkan dari penjadwalan yang telah dilakukan. Optimasi transportasi berupa penjadwalan dapat memberikan hasil yang baik dan menguntungkan dari segi sumber daya dan peningkatan produktivitas. Oleh karena itu, penjadwalan transportasi dapat menjadi alternatif untuk sistem transportasi yang akan dibuat. Sistem penjadwalan transportasi yang dibuat akan di implementasikan menjadi sebuah program yang terkomputerisasi untuk memudahkan implementasi sistem serta menambah akurasi dari penghitungan yang akan dilakukan dalam menentukan jadwal transportasi, sehingga efisiensi sistem dan produktivitas perusahaan meningkat.
1.2 Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Mengidentifikasi dan melakukan analisa terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pengangkutan tebu dari perkebunan menuju tempat proses produksi. b. Menghasilkan model Object Oriented Programing (OOP) untuk penjadwalan transportasi angkut tebu yang dapat digunakan oleh perusahaan c. Melakukan analisa terhadap antrian yang terjadi pada stasiun penimbangan untuk menghasilkan sistem penjadwalan yang lebih baik. d. Menghasilkan suatu prototype sistem penjadwalan tranportasi angkut tebu yang memberikan output berupa penjadwalan transportasi dan jumlah kebutuhan kendaraan angkut yang akan digunakan dalam bentuk peranti lunak, sehingga proses pengambilan keputusan menjadi lebih cepat.
1.3 Ruang Lingkup Aspek yang diteliti pada penelitian ini adalah penjadwalan transportasi pengangkutan tebu dari perkebunan tebu menuju pabrik yang dilakukan berdasarkan dari penjadwalan tebang tebu dan penjadwalan produksi pabrik. Dengan kata lain, sistem penjadwalan transportasi yang dibuat akan disesuaikan dengan rencana penebangan yang telah dibuat sebelumnya. Penjadwalan transportasi yang dihasilkan merupakan penjadwalan transportasi untuk kebun tebu Hak Guna Usaha (HGU), tidak termasuk Tebu Rakyat I (TRI). Hasil dari penjadwalan transportasi yang dilakukan adalah jumlah kebutuhan kendaraan angkut tebu yang akan digunakan serta rute angkut setiap trip dari setiap kendaraan angkut yang digunakan.
1.4 Manfaat Manfaat dari penelitian mengenai penjadawalan transportasi angkut tebu adalah tercapainya target dari jumlah tebu yang akan diangkut dari kebun menuju pabrik dengan jumlah truk yang lebih tepat.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tebu Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman setahun yang termasuk family Graminae dan tumbuh optimal di khatulistiwa pada 39o LU – 35o LS dengan suhu rata – rata 21oC. Tanaman tebu mengandung air gula di pangkal sampai ujung batang dengan kadar mencapai 20% dan air gula ini dapat dijadikan kristal – kristal gula atau gula pasir (Tim Penulis Penebar Swadaya, 2000). Tebu digolongkan ke dalam famili rumput-rumputan dari Amdropogonae. Tabel 1 menunjukkan klasifikasi ilmiah untuk tanaman tebu. Tabel 1. Klasifikasi Ilmiah Tebu Kingdom
Plantae
Divisi
Magnoliophyta
Kelas
Liliopsida
Ordo
Poales
Famili
Poaceae
Genus
Saccharum L.
Sumber: Handbook of Sugar Cane Technology (1975) Tebu umumnya dibudayakan sebagai bahan baku utama pembuatan gula pasir karena batangnya dapat mengandung sekitar 10% gula sukrosa, tergantung dari jenis tebu, keadaan tanaman, cara pemeliharaan, dan tingkat kemasakan tebu. Di Indonesia sendiri, tebu banyak dibudidayakan di Jawa dan Sumatra. Tebu dipanen saat kandungan kadar gulanya mencapai titik yang optimal, yaitu ketika berumur 12 bulan. Tanaman tebu yang masak akan menunjukkan indikasi berupa daun yang mengering dan berhentinya pertumbuhan tinggi. Hal ini dapat terjadi karena meningkatnya kadar gula dalam tebu sementara kadar airnya semakin berkurang (Mochtar, 1982). Secara umum, tebu terdiri atas nira dan serabut atau ampas. Di dalam nira ini menganduk brix, yaitu zat padat yang dapat larut. Brix ini terdiri atas gula (sukrosa), bukan gula, dan air. Parameter yang digunankan pada tanaman tebu adalah kadar sukrosa yang terkandung di dalam niranya. Kadar sukrosa ini dapat berbeda-beda, bergantung pada jenis tebu, keadaan tanaman, cara pemeliharaan, dan tingkat kemasakan tebu. Tabel 2 menunjukkan komposisi kandungan senyawa kimia di dalam tebu matang. Tanaman tebu memiliki 5 fase daur kehidupan, antara lain: a) Fase perkecambahan dimulai dengan pembentukan taji pendek dan akar stek pada umur 1 minggu dan diakhiri pada umur 5 minggu; b) Fase pertunasan dimulai dari umur 5 minggu sampai umur 3,5 bulan; c) Fase pemanjangan batang dimulai pada umur 3,5 bulan sampai 9 bulan; d) Fase kemasakan, merupakan fase yang terjadi setelah pertumbuhan vegetatif menurun akan tetapi sebelum batang tebu mati. Pada fase ini gula di dalam batang tebu mulai terbentuk hingga titik optimal, kurang lebih terjadi pada bulan Agustus dan setelah
itu rendemennya berangsur-angsur akan menurun. Tahap pemasakan inilah yang disebut dengan tahapan penimbunan rendemen gula; dan e) Fase kematian. Tabel 2. Komposisi Kandungan Senyawa Kimia Dalam Tebu Matang Komponen
Komposisi (%)
Air
69 – 75
Sukrosa
8 – 16
Serat lignin dan selulosa
10 – 16
Gula reduksi (dektrosa dan levulosa)
0,5 – 3
Partikel organik
0,5 – 1
Senyawa anorganik (fosfat, sulfat, dsb)
0,2 – 0,6
Senyawa nitrogen (albuminoid, asam amino, dsb)
0,5 – 1
Abu
0,3 – 0,8
Sumber: Handbook of Sugar Cane Technology Perkembangan produksi gula di Indonesia pada tahun 2002 sampai dengan tahun 2005 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Namun pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2010, produksi tebu mengalami fluktuasi. Hal tersebut dapat terlihat pada Tabel 3 dimana produksi hablur mengalami fluktuasi dimulai dari 2.3 juta ton pada tahun 2006, 2.4 juta ton pada tahun 2007, 2.7 juta pada tahun 2008, 2,6 juta ton pada tahun 2009, dan 2.2 juta ton pada tahun 2010. Tabel 3. Perkembangan Produksi Gula Indonesia Tahun
Luas Areal
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Ha 348.795 337.181 344.793 381.786 396.440 428.401 436.504 422.935 418.259
Produksi Tebu Ton 25.410.481,7 22.624.955,4 26.743.180,7 31.242.268,0 30.232.835,0 33.289.452,2 32.960.165,5 32.165.572,3 34.216.549,0
Ton/ha 72,9 67,1 77,6 81,8 76,3 77,7 75,5 76,1 81,8
Rendemen % 6,88 7,21 7,67 7,18 7,63 7,35 8,20 7,83 6,47
Produksi Hablur Ton 1.749.427,50 1.631.830,10 2.051.643,50 2.241.741,10 2.307.027,10 2.448.142,90 2.703.975,60 2.624.068,26 2.214.488,00
Ton/ha 5,02 4,84 5,95 5,87 5,82 5,71 6,19 6,20 5,29
Sumber : Dewan Gula Indonesia (2011) Selain itu, menurut data produksi pabrik gula BUMN pada tahun 2011 pada Tabel 4 mengalami penurunan dibandingkan dengan data produksi gula BUMN pada tahun 2010. Produksi gula BUMN pada tahun 2010 mencapai angka 1,38 juta ton dengan produktivitas lahan 79,74 ton/ha dan
rendemen 6,06%. Sedangkan pada tahun 2011, produksi gula BUMN mengalami penurunan dengan pencapaian produksi 1,35 juta ton dengan produktivitas lahan 67,29 ton/ha dan rendemen 7,15%. (DGI, 2011). Rendahnya produktivitas lahan yang banyak dihadapi industri gula antara lain disebabkan oleh terhambatnya proses kemasakan tebu dan penanganan pasca panen (tebang – angkut) yang kurang baik, sehingga rendemen menjadi rendah dan kristal gula per satuan luas lahan yang diperoleh juga rendah. Masalah terhambatnya proses kemasakan dan rendemen rendah tersebut dipengaruhi oleh kondisi lingkungan basah, dosis pemupukan (nitrogen) yang berlebihan, dan penebangan tebu muda terutama pada awal periode giling pabrik. Tabel 4. Data Kinerja BUMN Gula Uraian
2010
2011
Luas areal (ha) Jumlah tebu (ribu ton) Jumlah gula (ton) Produktivitas lahan (ton/ha) Rendemen (%)
285.800,69 22.788,68 1.381.119,83 79,74
282.609,65 19.017,60 1.359.063,16 67,29
6,06
7,15
Sumber : Dewan Gula Indonesia (2011) Dalam proses produksi, terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab hilang atau berkurangnya produksi gula yang dihasilkan, antara lain: 1. Kehilangan akibat sifat kimia, seperti kondisi yang asam sehingga menyebabkan sukrosa mengalami inversi. 2. Kehilangan secara fisik 3. Kehilangan yang disebabkan oleh mikroba Sementara kehilangan sebelum tebu ditebang, dapat disebabkan karena penyakit, hama, atau oleh cuaca. Setelah ditebang, tebu akan tetap mengalami kerusakan akibat enzim, bahan kimia, dan mikroba. Menurut Mochtar (1982), jumlah kehilangan gula sejak dipanen sampai produk jadi mencapai 5 – 35%. Besarnya kehilangan tersebut tergantung pada kriteria geografis (jarak kebun ke pabrik, topografi jalan dan kepadatan jalan) serta teknologi yang digunakan (pengangkutan, pengolahan dan penebangan). Semakin jauh jarak kebun ke pabrik dan semakin rendah teknologi pengolahan yang digunakan, maka semakin besar kehilangan gila yang terjadi. Kehilangan gula yang terjadi selama panen sampai giling pada kegiatan transportasi mencapai 5 – 25 % dan dapat menjadi lebih tinggi lagi. Kehilangan gula dari saat penebangan sampai penggilingan terutama disebabkan oleh cara pemanenan dan penundaan tebu untuk digiling. Tebu mengandung enzim invertase yang dapat mengkonversi sukrosa menjadi gula reduksi sehingga kemurnian dari nira berkurang. Keberadaan gula reduksi ini tidak dapat dikurangi karena secara alami tebu juga sudah mengandung gula reduksi, akan tetapi selalu diusahakan agar jumlahnya tidak meningkat. Kehilangan gula juga dapat terjadi di stasiun penggilingan yaitu saat tebu akan diekstrak dan diambil niranya. Karena kondisi nira yang secara alami bersifat asam, maka pertumbuhan bakteri akan semakin cepat dan dapat menyebabkan terjadinya inversi (Mochtar, 1982).
Menurut Mochtar (1982), tebu yang dipanen dengan cara mekanis dengan mesin pemanen tebu hasilnya lebih rendah kualitasnya dibandingkan dengan tebu yang dipanen secara manual (tenaga manusia). Tebu yang ditebang secara manual umumnya memiliki hasil yang lebih bersih sehingga tidak perlu dicuci, disamping itu umumnya tebu yang ditebang oleh manusia hasil bagi kemurnian nira lebih tinggi, karena umumnya ditebang lebih rendah ke bawah jika ditebang secara manual. Hal ini disebabkan oleh kadar gula yang tertinggi terdapat pada bagian bawah batang tebu dan yang terendah terdapat pada pucuk tebu.
2.2 Pengangkutan Tebu Pengangkutan diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Dalam hubungan itu terlihat tiga hal, yakni ada muatan yang diangkut, tersedia kendaraan sebagai alat angkutannya, dan ada jalan yang dapat dilalui. Proses pengangkutan merupakan gerakan dari tempat asal, dari mana kegiatan angkutan dimulai ke tempat tujuan, dimana kegiatan pengangkutan diakhiri (Siregar, 1990). Natojoewono (1981) mengatakan hal serupa terkait dengan transportasi angkut tebu, dimana angkutan atau transportasi tebu adalah kegiatan pemindahan tebu dari areal perkebunan menuju pabrik untuk diolah menjadi gula.Transportasi tebu terletak diantara dua kegiatan, yaitu kegiatan penebangan dan kegiatan penggilingan di pabrik.Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil yang optimum harus ada koordinasi yang baik antara kegiatan penebangan dan penggilingan. Transportasi merupakan suatu kegiatan yang kompleks, karena banyak faktor yang mempengaruhi kegiatan ini, sehingga pemecahannya membutuhkan perhatian yang lebih lanjut guna didapatkannya efisiensi kerja yang optimum serta jaringan kerja yang lebih efektif. Penentuan jumlah armada transportasi yang tepat akan mengurangi waktu yang hilang. Kehilangan waktu operasi menyebabkan terjadinya penundaan waktu penggilingan sehingga akan menurunkan kualitas tebu dan kuantitas nira yang dihasilkan (Mochtar, 1982). Truk banyak digunakan sebagai alat angkut karena memiliki banyak keuntungan, yaitu dapat beroperasi dengan lancar, cepat, dapat memasuki daerah yang tidak terjangkau jalan lori, dan bila mengalami kerusakan, kerugian yang ditimbulkan tidak terlalu besar bila dibandingkan dengan menggunakan lori. Sistem pengangkutan yang efektif dan dapat dijamin untuk mencapai lokasi kebun serta mengangkut tebu ke pabrik merupakan suatu kebutuhan yang mutlak. Lama waktu perjalanan antara kebun dan pabrik tergantung dari jarak yang ditempuh, tenaga alat angkut, jenis alat angkut dan keadaan jalan yang dilewati serta arus lalu lintas (Byrne, 1960). Tebu yang telah ditebang selanjutnya akan dikumpulkan pada suatu tempat sebelum diangkut ke dalam truk atau loader. Pengangkutan tebu yang sudah ditebang dari lahan ke truk dibedakan menjadi 3 macam yaitu pengangkutan manual (manual loading), pengangkutan derek (winch loading), dan grab loading (James, 2004). Tranportasi tebu dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti penarikan dengan hewan, kereta, dan truk. Pada saat ini pengangkutan tebu lebih populer dilakukan dengan menggunakan truk atau dengan loader yang dibuat oleh bagian mekanisasi pabrik. Kegiatan pemanenan tebu akan berakhir pada kegiatan bongkar muat di cane yard, pada tempat ini tebu akan disimpan dan menunggu giliran untuk dimasukkan ke dalam mesin gilingan. Waktu simpan tebu maksimal di cane yard adalah selama 24 jam (James, 2004). Secara umum, pengangkutan tebu merupakan proses pemindahan tebu dari kebun menuju pabrik, dimana koordinasi antara penebangan dan penggilingan harus optimal agar hasil rendemen tebu menjadi optimal. Pengangkutan tebu harus memperhitungkan jumlah armada transportasi yang tepat
untuk mengurangi waktu yang hilang pada saat transportasi yang secara langsung dapat mengurangi tingkat penurunan kualitas tebu. Selain itu, sistem pengangkutan tebu harus berlangsung efektif dengan memperhitungkan jarak yang ditempuh, tenaga alat angkut, jenis alat angkut, dan keadaan jalan yang akan dilewati.
2.3 Penjadwalan Penjadwalan merupakan suatu sistem pengalokasian sumber daya yang dimiliki perusahaan dari waktu ke waktu untuk melakukan kumpulan pekerjaan secara berurutan. Menurut Madura (2007), penjadwalan merupakan suatu kegiatan pengalokasian periode waktu untuk masing-masing pekerjaan dalam proses produksi yang telah ditetapkan pada suatu periode waktu tertentu. Sedangkan menurut Russel dan Taylor (1992), penjadwalan merupakan penjabaran dari kegiatan-kegiatan yang direncanakan untuk dilakukan secara terperinci. Penjadwalan akan mengatur tentang seluruh jenis kegiatan produksi beserta waktunya agar perencanaan kebutuhan dapat terpenuhi. Penjadwalan operasi produksi merupakan penetapan waktu (timing) serta penggunaan sumber daya dalam kegiatan operasi produksi.Penetapan waktu berkenaan dengan masalah pengurutan atau sequencing dan penggunaan sumber daya untuk kegiatan operasi produksi berkenaan dengan masalah penugasan kerja (job assignment) atau pembebanan kerja pada fasilitas produksi (Machfud, 1999). Penjadwalan merupakan rencana urutan kerja serta pengalokasian sumber daya baik waktu maupun fasilitas untuk setiap operasi yang harus diselesaikan. Penyusunan penjadwalan bertujuan untuk mengurangi keterlambatan kerja dan waktu proses, memaksimalkan kerja mesin dan tenaga kerja, mengurangi idle time dan jumlah produk yang tertahan dalam pusat kerja (Russel dan Taylor, 1995). Menurut Machfud (1999), tujuan dari penjadwalan operasi produksi secara umum adalah untuk memperoleh suatu trade-off antara penggunaan pekerja, mesin atau peralatan dan fasilitas yang efisien dan meminimumkan waktu tunggu pelanggan, inventori dan waktu proses operasi. Penjadwalan adalah penentuan kapan suatu pekerjaan akan dimulai serta kapan pekerjaan tersebut akan selesai. Setiap sistem penjadwalan harus dapat menentukan waktu pengiriman produk berapa besar kapasitas yang dibutuhkan, waktu dimulainya kegiatan dan seberapa besar ketepatan antara perencanaan dan realisasinya (Schroeder, 1992). Penjadwalan berhubungan dengan perencanaan dan waktu pelaksanaan kegiatan yang sangat penting bagi keberlangsungan operasional suatu perusahaan. Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh suatu perusahaan dengan menerapkan teknik penjadwalan yang baik antara lain menurunkan biaya (cost) dan meningkatkan kapasitas produksi. Teknik penjadwalan yang benar tergantung pada volume pekerjaan, pelaksanaan pekerjaan dan tingkat kesulitan pekerjaan.Tujuan umum dari penjadwalan ialah mengoptimumkan penggunaan sumber daya sehingga tujuan produksi tercapai (Heizer dan Render, 2000).
2.4 Teori antrian Teori antrian merupakan studi yang berkaitan dengan suatu keadaan – keadaan yang berhubungan dengan segala aspek dalam situasi seseorang atau lebih dulu harus menunggu untuk dilayani. Dengan menggunakan teori antrian, kinerja antrian dapat dianalisis dengan menggunakan model-model matematik yang berbeda-beda, serta dengan teori antrian ini pula dapat dibuat keputusan mengenai berapa jumlah fasilitas pelayanan yang harus digunakan, luasan tempat antrian yang dibutuhkan, saat pemberian pelayanan, dan sebagainya (Heizer dan Render, 2008)
Tujuan dasar dari model antrian adalah peminimuman sekaligus dua jenis biaya, yaitu biaya langsung untuk menyediakan pelayanan dan biaya individu yang menunggu untuk memperoleh pelayanan. Perbedaan antara jumlah permintaan terhadap fasilitas pelayanan dan kemampuan fasilitas untuk melayani menimbulkan dua konsekuensi logis, yaitu timbulnya antrian dan timbulnya pengangguran kapasitas. Antrian yang panjang karena kemampuan fasilitas lebih rendah dari jumlah pemakainya, jelas akan memunculkan garis tunggu sehingga mereka yang antri atau berada di garis tunggu akan menanggung opportunity cost. Sejauh opportunity cost itu bernilai negatif, maka mereka mungkin akan bersedia tetap berada di garis tunggu. Namun apabila sebaliknya, mereka akan keluar dari garis tunggu dan menimbulkan kerugian. (Siswanto, 2007). Pendekatan analitis yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah sistem aliran bahan yang bersifat acak secara efektif adalah dengan menggunakan analisis garis antrian atau teori antrian (Machfud, 1999). Menurut Machfud (1999) teori antrian memiliki ciri-ciri sebagai berikut ; a. Adanya pemasukan objek ke dalam suatu sistem b. Objek yang bergerak melalui sistem bersifat diskret c. Objek yang masuk ke dalam sistem untuk mendapatkan pelayanan atau proses diurut berdasarkan suatu aturan tertentu d. Adanya suatu mekanisme tertentu yang menentukan waktu pelayanan e. Mekanisme yang tidak dapat ditentukan secara pasti dapat dipertimbangkan sebagai suatu sistem yang bersifat probabilistik. Menurut Siswanto (2007), terdapat beberapa tipe sistem antrian yang semuanya dapat diklasifikasikan menurut karakteristik dibawah ini : a. Masukan atau kejadian kedatangan, yaitu meliputi sebaran jumlah kedatangan tiap satuan waktu, jumlah antrian yang diizinkan terbentuk, panjang maksimum antrian dan jumlah maksimum langganan yang harus dilayani. b. Proses pelayanan, yang meliputi sebaran waktu pelayanan untuk satu satuan unit pelanggan, jumlah fasilitas pelayanan serta bentuk fasilitas pelayanan (parallel, seri, dan lain-lain). c. Disipilin antrian, merupakan cara pembentukan antrian atau baris antrian yang menunjukan aturan yang digunakan dalam memilih pelanggan yang akan dilayani. Disiplin antrian yang umum digunakan adalah FCFS (First Come First Served). Siswanto (2007) memberikan Gambaran mengenai terbentuknya antrian atau garis tunggu seperti yang terdapat pada Gambar 1. Ketika fasilitas pelayanan sedang sibuk untuk melayani pelanggan, maka setiap pelanggan yang baru datang harus menunggu untuk memperoleh giliran untuk dilayani. Sekali pelanggan selesai dilayani, pelanggan tersebut akan keluat dari sistem dimana fasilitas yang kosong akan segera diisi oleh pelanggan yang sudah menunggu di dalam garis tunggu. Pada dasarnya terdapat dua variabel yang mempengaruhi pembentukan garis tunggu, pertama, tingkat kedatangan pelanggan dengan notasi umum λ, pola kedatangan random dapat dibuktikan dengan menggunakan Distribusi Poisson dengan rata-rata interval kedatangan 1/ λ. Kedua, tingkat kedatangan pelanggan dengan notasi umum μ, tingkat pelayanan mengikuti suatu distribusi eksponensial. Jika ratarata pelayanan μ maka distribusi waktu pelayanan mengikuti suatu distribusi eksponensial negatif, dengan waktu pelayanan adalah 1/μ. (Prawirosentono, 2005).
Populasi pelanggan
Pelanggan antri dalam garis tunggu
Sistem Antrian
Pelanggan sedang dilayani
Pelanggan keluar sistem
Gambar 1. Sistem Dasar Antrian Semakin besar λ, maka kemungkinan terbentuknya garis tunggu akan semakin besar, hal yang sama akan terjadi ketika μ menjadi semakin kecil nilainya. Oleh karena itu, secara rasional asumsi λ > μ harus dibentuk agar terdapat jaminan bahwa proses tidak akan berhenti karena kelebihan permintaan. (Siswanto, 2007).
2.4.1 Konfigurasi Model Sebuah fasilitas pelayanan dalam sebuah sistem mungkin hanya terdiri satu kali proses, artinya setelah selesai proses pelayanan segera keluar dari sistem. Namun, mungkin juga memerlukan beberapa kali tahap proses di mana penyelesaian proses pelayanan dalam sebuah tahap perlu dilanjutkan dengan pelayanan tahap berikutnya. Hal ini tentu saja mempengaruhi konfigurasi model antrian. Pada dasarnya, terdapat empat macam konfigurasi model, yaitu : a. Kanal Tunggal Fase Tunggal (Single Channel Single Phase) b. Multi Kanal Fase Tunggal (Multi Channel Single Phase) c. Kanal Tunggal Multi Fase (Single Channel Multi Phase) d. Multi Kanal Multi Fase (Multi Channel Multi Phase) (Siswanto, 2007) Menurut Siswanto (2007), terdapat empat macam tolak ukur yang digunakan untuk mengetahui Gambaran atau kinerja keempat macam konfigurasi tersebut, yaitu panjang sistem (length of sistem), waktu di dalam sistem (time spent in the sistem), panjang antrian (length of queue), dan waktu antri (waiting in the queue). Menurut Heizer dan Render (1993), empat struktur dasar dari sistem antrian dapat dilukiskan dan diterangkan sebagai berikut : a. Jalur Tunggal Fase Pelayanan Tunggal (Single Channel Single Phase) Model ini hanya memiliki satu jalur untuk memasuki sistem pelayanan atau hanya terdapat satu fasilitas pelayanan. Secara skematis Gambar 2 memberikan ilustrasi terhadap model tersebut.
Sistem Antrian
Input
Output Antrian
Pelayanan
Gambar 2. Model Antrian Jalur Tunggal dengan Fasilitas Pelayanan Tunggal
b.
Jalur Ganda, Fase Pelayanan Tunggal (Multi Channel Single Phase) Model ini terjadi apabila dua atau lebih fasilitas pelayanan dilairi oleh antrian tunggal. Secara skematis, Gambar 3 memberikan ilustrasi terhadap model tersebut. Sistem Antrian
Input
Output Antrian
Pelayanan
Antrian
Pelayanan
Gambar 3. Model Antrian Jalur Tunggal dengan Fasilitas Pelayanan Ganda c.
Jalur Tunggal, Fase Pelayanan Ganda (Single Channel Multi Phase) Model ini menunjukan ada dua atau lebih pelayanan yang dilaksanakan secara berurutan (dalam fase) pada satu fasilitas pelayanan. Secara skematis, Gambar 4 memberikan ilustrasi terhadap model tersebut : Sistem Antrian Input Input
Output
Input Antrian
Fasilitas Pelayanan
Gambar 4. Model Antrian Jalur Ganda dengan Fasilitas Pelayanan Tungal d.
Multi Kanal Multi Fase (Multi Channel Multi Phase) Model ini terditi dari sistem – sistem yang memiliki beberapa fasilitas pelayanan pada setiap tahap, sehingga lebih dari satu pelanggan dapat dilayani pada suatu waktu. Secara skematis, Gambar 5 memberikan ilustrasi terhadap model ini.
Sistem Antrian Input
Output
Input
Output
Input
Output Antrian
Pelayanan
Antrian
Pelayanan
Gambar 5. Model Antrian Jalur Ganda dengan Fasilitas Pelayanan Ganda
2.4.2 Tingkat Kedatangan Pola kedatangan adalah penggambaran cara individu – individu dari suatu populasi memasuki sistem. Individu – individu mungkin datang dengan laju kedatangan yang konstan atau juga secara acak (Siswanto, 2007). Sebaran peluang Poisson adalah salah satu dari sebaran pola kedatangan yang paling umum bila beberapa faktor mempengaruhi waktu kedatangan. Hal tersebut disebabkan sebaran Poisson sesuai dengan suatu pola kedatangan yang bersifat acak sempurna, berarti bahwa masing – masing kedatangan bersifat saling bebas satu dengan yang lainnya (Gordon, 1980). Sedangkan Siswanto (2007), mengatakan bahwa tingkat kedatangan pelanggan pada suatu antrian biasanya terbagi menjadi beberapa interval. Interval merupakan pembagian waktu pada suatu antrian yang biasa digunakan untuk mengetahui distribusi kedatangan pelanggan dalam waktu tertentu dan sama. Dalam hal ini, kedatangan pelanggan secara acak pada masing-masing interval waktu tetap dalam kurun waktu yang tidak terputus disebut sebagai distribusi atau proses Poisson. Gambar 6 menunjukan ilustrasi dari distribusi kedatangan pelanggan dalam interval waktu tetap dalam suatu kurun waktu tertentu. I1 t1
I2 t2
I3 t3
I4 t4
I5 t5
t6
Gambar 6. Kedatangan Pelanggan Dalam Interval Waktu Tetap Melalui Gambar 6, terlihat bahwa kurun waktu observasi tersebut dibagi menjadi I interval waktu tetap (menit atau jam) dan jika I menandai jumlah interval waktu, apabila ditulis dalam persamaan maka :
∑
Dimana, Ii adalah interval ke-i. Selanjutnya, jika N mewakili jumlah pelanggan yang datang selama I interval, dan terdapat Ki pelanggan dalam interval I, maka persamaan jumlah pelanggan yang datang selama kurun waktu I adalah : ∑
Jadi, di dalam setiap interval yang sama tersebut pelanggan datang secara acak (random). Dengan demikian rata-rata kedatangan atau tingkat kedatangan pelanggan pada setiap interval waktu tetap tersebut yaitu :
Apabila laju kedatangan memiliki sebaran Poisson, waktu antar kedatangan akan memiliki sebaran eksponensial (Taha, 2003). Menurut Leemis, (2006) dalam memodelkan proses kedatangan dari konsumen yang masuk ke dalam sistem antrian, dapat digunakan model stokastik. Ditambahkan pula oleh Lewis, P.A.W., et al (1979), bahwa proses stokastik seringkali dicirikan dengan fungsi [N(t), t ≥ 0] yang merupakan total dari “kejadian” yang terjadi selama waktu t.
2.4.3 Tingkat Pelayanan Jumlah unit yang dapat dilayani per satuan waktu disebut sebagai laju pelayanan dari fasilitas pelayanan. Laju pelayanan dapat berpola konstan dan dapat pula berpola acak. Untuk laju pelayanan yang berpola acak, akan memiliki sebaran peluang seperti halnya pola kedatangan acak, yaitu sebaran Poisson. Bila laju pelayanan memiliki sebaran Poisson, maka waktu pelayanan memiliki sebaran peluang eksponensial (Taha, 2003).
2.4.4 Model Antrian Untuk mempelajari model antrian diperlukan beberapa notasi yang digunakan untuk menggambarkan model antrian yang dimaksud. Notasi Kendall dapat digunakan untuk menggambarkan karakteristik dari antrian dengan sistem paralel secara umum yang dibakukan dengan format sebagai berikut :
(xb / yb / z) : (u / v / n) Keterangan : x : sebaran kedatangan y : sebaran waktu pelayanan z : jumlah fasilitas pelayanan parallel u : disiplin pelayanan atau disiplin antrian v : jumlah maksimum pelanggan dengan sistem w : ukuran dari populasi asal pelanggan b : kedatangan bulk, pelayanan bulk (suatu kondisi dimana pelayanan terhadap pelanggan dilakukan secara bersamaan atau pelanggan yang dilayani >1) Notasi baku yang menggunakan x dan y dapat diisi dengan notasi sebagai berikut :
M : sebaran kedatangan atau laju pelayanan Poisson (ekuivalen dengan sebaran waktu antar kedatangan atau waktu pelayanan eksponensial)
D
: waktu pelayanan atau waktu antar kedatangan konstan atau deterministic
G
: sebaran waktu pelayanan umum (normal, binomial)
GI
: sebaran kedatangan atau tingkat pelayanan memiliki sebaran khusus
K : sebaran Erlang untuk waktu antar kedatangan atau waktu pelayanan Notasi untuk mengganti v dan w adalah :
I : jumlah maksimum pelanggan di dalam sistem dan ukuran populasi asal pelanggan tak terhingga
F : jumlah maksimum pelanggan di dalam sistem dan ukuran populasi asal pelanggan terhingga Disiplin antrian yang digunakan untuk mengisi u adalah :
FCFS
: First Come First Served
LCFS
: Last Come First Served
SIRO
: Service in Random Order
SPT
: Short Processing Time
GD : General (Service) Dicipline Dengan format baku tersebut dapat dketahui berbagai model antrin yang dapat terbentuk. Masing – masing model antrian dapat diselesaikan secara analitis dengan rumus – rumus pada model baku. Menurut Gillet (1979), penyelesaian masalah antrian secara analitik dengan rumus – rumus pada model baku dapat dilakukan apabila kondisi – kondisi di bawah ini dapat dipenuhi : a. Kedatangan pelanggan ke dalam sistem terjadi secara acak sempurna dan mengikuti sebaran Poisson b. Proses pelayanan terjadi secara acak sempurna, dan waktu pelayanan mengikuti sebaran eksponensial c. Disiplin antrian adalah FIFO d. Peluang terjadinya suatu kedatangan pada selang waktu t sampai t + ∆t, untuk ∆t cukup kecil adalah λn∆t e. Peluang adanya pelanggan meninggalkan sistem pada selang waktu t sampai t+∆t, untuk ∆t cukup kecil adalah µn+∆t f. Laju kedatangan lebih kecil dari laju pelayanan.
2.5 Sebaran Peluang Menurut Hasan (2001), untuk mendapatkan model yang lebih mendekati keadaan yang sebenarnya, diperlukan pemilihan fungsi sebaran peluang yang sesuai dengan keadaan nyata. Langkah – langkah yang harus ditempuh dalam memilih fungsi sebaran peluang untuk kecepatan kedatangan kecepatan pelayanan adalah sebagai berikut : 1. Mengoptimalkan data menurut bentuknya, yaitu jumlah kedatangan dan jumlah unit yang dilayani per unit waktu. 2. Mencari frekuensi, frekuensi relative dan frekuensi komulatif dari data. 3. Menghitung rata – rata, keragaman, dan simpangan baku. 4. Mencari bentuk baku dari data. 5. Menguji apakah sebaran yang dipilih sesuai atau tidak. 6. Menetapkan bentuk parameter penduga dari sebaran baku yang dipilih 7. Sebaran yang tidak dapat diterapkan pada model – model sebaran baku ditetapkan sebagai sebaran khusus (sebaran empiris)
Metode pengambilan data ialah dapat dilakukan dengan dua cara, yakni yang pertama ialah sensus dan yang kedua adalah sampel. Sensus mengambil data dari keseluruhan jumlah populasi. Sampel merupakan bagian dari populasi yang diambil dengan cara – cara tertentu yang juga memiliki karakteristik tertentu, jelas, dan juga lengkap yang bisa dianggap mewakili populasi (Hasan, 2001). Menurut Hasan (2001), populasi yang tidak terbatas membuat pengambilan data dengan cara sensus tidak dapat dilaksanakan sehingga dipilih pengambilan data dengan cara sampling. Pengambilan sampel memerlukan beberapa ctriperia yang perlu diperhatikan sebagai berikut : 1. Penentuan daerah generalisasinya agar sampel dapat berlaku terhadap populasinya 2. Pembatasan yang tegas dalam populasi 3. Penentuan sumber informasi populasi 4. Pemilihan teknik sampling 5. Perumusan masalah 6. Pendefinisian unit – unit yang dipakai 7. Penentuan unit sampel 8. Pencarian keterangan masalah yang akan dibahas 9. Penentuan ukuran sampel 10. Penentuan teknik pengumpulan data 11. Penentuan metode analisis 12. Penyediaan sarana prasarana untuk penelitian Menurut Usman (2003), teknik pengambilan sampel dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : A. Sampling random : merupakan sampel yang diambil secara acak dengan cara undian, ordinal, atau dengan computer. Pengambilannya dapat dilakukan dengan cara yang sederhana, bertingkat, cluster, sistematis, dan proposional. B. Sampling non – random : merupakan pengambilan sampel dengan tidak acak yang dapat dilakukan dengan tiga cara, yakni kebetulan, bertujuan, dan kuota. Sebenarnya tidak ada aturan tegas mengenai besarnya anggota sampel yang diisyaratkan dalam suatu penelitian. Demikian pula apakah batasan tersebut besar atau kecil, namun apabila sampel tersebut besar, maka biaya, tenaga, dan waktu yang akan disediakan besar pula, demikian pula sebaliknya. Sehingga mutu penelitian tidaklah ditentukan oleh besarnya anggota sampel yang digunakan, melainkan oleh kuatnya dasar – dasar teori pengambilan sampel tersebut. Sesungguhnya tidak ada anggota yang seratus persen representative, kecuali anggota sampelnya yang sama dengan anggota pooulasinya (total sampling) (Usman, 2003). Menurut Usman (2003), sistem antrian umumnya ditentukan oleh dua buah kelengkapan statistik, yaitu sebaran peluang antara antar kedatangan dan sebaran peluang waktu pelayanan. Dalam sistem antrian nyata, waktu antar kedatangan dan waktu pelayanan mengikuti berbagai macam bentuk sebaran. Bentuk sebaran yang mendasari model – model antrian adalah Poisson dan Eksponensial.
2.6 Uji Distribusi Perlakuan terhadap input data yang bersifat acak untuk program simulasi dapat dilakukan sebagai berikut (Conover, 1971) : a. Nilai – nilai data tersebut digunakan secara langsung dalam simulasi. Sebagai contoh, jika data menggambarkan waktu pelayanan, maka salah satu data digunakan jika sebuah waktu pelayanan diperlukan dalam sebuah simulasi.
Nilai – nilai data tersebut digunakan untuk mendefinisikan sebuah fungsi distribusi empiris dengan cara tertentu. Jika diperlukan dalam sebuah simulasi, sampel diambil dari distribusi ini. c. Data dicocokan terhadap bentuk teotripis distribusi tertentu, misal eksponensial atau poison, dengan menampilkan hipotesis tes untuk menentukan kecocokan tersebut (the goodness of fit). Pencocokan ini menghasilkan sebuah parameter statistika. Saat dilakukan simulasi, sampel diambil dari jenis distribusi teotripis dan nilai – nilai parameter yang cocok ini. Menurut Conover (1971) lebih lanjut, kelemahan dari pendekatan pertama dari yang telah disebutkan diatas adalah : 1. Simulasi hanya dapat menghasilkan apa yang telah terjadi sebelumnya (historically). 2. Jarang diperoleh data yang cukup untuk membuat semua simulasi yang diinginkan dapat dijalankan. Jika ditemukan sebuah distribusi teoritis yang sesuai dengan data pengamatan baik (pada pendekatan tiga), maka hal ini umumnya lebih dipilih daripada menggunakan sebuah distribusi empirik (pendekatan dua). Hal ini disebabkan sebuah fungsi distribusi empirik dapat memiliki sejumlah ketidakteraturan, terutama jika data yang tersedia hanya sedikit. Keuntungan lain dari pendekatan tiga adalah distribusi teotripis dapat memuluskan (smooth out) data dan dapat menghasilkan informasi. Ada sejumlah situasi dimana tidak ada distribusi teotripis yang tidak cukup cocok dengan data – data pengamatan. Pada kasus ini, penggunaan distribusi empiris sangat dianjurkan (Conover, 1971). b.
2.7 Teknik Heuristik Heuristik berasal dari bahasa Yunani “heuriskin” yang berarti membantu untuk menemukan. Menurut Herbert dalam Thierauf dan Klekamp (1975), program heuristik merupakan titik pandang dalam merancang suatu program untuk tugas pemrosesan informasi yang kompleks. Pada program heuristik tidak ada suatu model yang baku sehingga tiap permasalahaan menggunakan program heuristik yang spesifik. Teknik heuristik tidak menjamin diperolehnya pemecahan permasalahan yang optimal tetapi menjamin suatu pemecahan yang memuaskan pengambil keputusan (Wahyudi, 1989). Program heuristik merupakan pengembangan dari operasi aritmatika dan logika matematika. Ciri-ciri program heuristik secara umum: 1. Adanya operasi aljabar yaitu penjumlahan, pengurangan dan perkalian, 2. Adanya perhitungan bertahap, dan 3. Memiliki tahapan yang terbatas sehingga dapat dibuat algoritma komputernya. Beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam teknik heuristik: (1) observasi, (2) eksperimen, (3) analisis dan (4) pemodelan. Tujuan heuristik ialah mempelajari metode dan aturan menemukan. Heuristik merupakan akar dari kecerdasan buatan (artificial intelligent), atau dengan kata lain pemrograman heuristik adalah suatu teknik pemecahan masalah dengan menggunakan kecerdasan manusia dan ditulis dalam program komputer. Teknik heuristik dipergunakan dalam pemecahan permasalahan yang tidak terstruktur atau sulit untuk dipecahkan. Metode ini merupakan cara praktis untuk memperoleh kesimpulan yang dapat diterima. Beberapa karakteristik program heuristik ialah sebagai berikut:
1.
Program heuristik meringkas ruang lingkup keputusan sehingga proses pengambilan keputusan dapat dilakukan lebih cepat;
2.
Banyak perihal yang kompleks, walaupun esensi permasalahan dapat diformulasikan secara matematis namun perhitungannya menghasilkan solusi yang tidak layak;
3.
Perencanaan dan kebijakan strategi manajemen sulit dihitung dan sangat rumit sehingga tidak dapat ditangkap dengan model matematika;
4.
Meskipun model matematika dapat diterapkan, pekerjaan sebelum dan sesudah permodelan harus dapat dimengerti oleh pengguna model tersebut.
2.8 Simulasi Dilworth (1992) menyebutkan bahwa simulasi adalah suatu proses percobaan dengan membuat model dari sistem nyata dengan tujuan untuk memecahkan masalah yang terjadi di dalam sistem. Sedangkan menurut Gotfried (1984) simulasi merupakan suatu aktifitas untuk menarik kesimpulan tentang perilaku sistem dengan mempelajari perilaku model yang dalam beberapa hal memiliki kesamaan dengan sistem sebenarnya. Model simulasi yang diklasifikasikan berdasarkan dimensinya terdiri dari model statis dan dinamis. Model simulasi statis biasanya direkayasa guna mewakili suatu sistem yang pada keadaan tertentu tidak berperan aktif, sebaliknya model simulasi dinamis mewakili suatu sistem yang berubah – ubah sesuai perubahan dimensi waktu atau yang lainnya. Salah satu contoh model statis adalah model – model simulasi Monte Carlo. Simulasi probabilistic atau simulasi Monte Carlo memiliki kelebihan karena simulasi ini dapat diatur jumlah ulangan simulasinya sesuai dengan yang dikehendaki dalam rangka memperoleh peubah acak dengan simpangan baku kecil. Everette dan Eben (1992) menyebutkan bahwa teknik simulasi dapat digunakan untuk mengevaluasi sistem penjadwalan. Data-data yang digunakan di dalam penyusunan model merupakan data historis dimana dari data dapat dibuat asumsi untuk menspesifikasi aturan simulasinya. Model simulasi dapat dikelompokan ke dalam beberapa penggolongan, antara lain adalah model stokastik atau probabilistik, model deterministik, model statik, model dinamik dan model heuristik. Model stokastik adalah kebalikan dari model deterministik dan model statik adalah kebalikan dari model dinamik. Model simulasi stokastik disebut sebagai model simulasi Monte Carlo yang menggunakan pemodelan matematik untuk mempelajari suatu sistem yang berkarakteristik adanya kejadian acak. Gambar 7 memperlihatkan diagram simulasi Monte Carlo, dimana n pada Gambar merupakan ulangan simulasi.
Sistem
Model
Bilangan Acak
Distribusi
n
Peluang
N = n+1
tidak
Variabel acak Selesa
Gambar 7. Skema Simulasi Stokastik (Gottfried, 1984) Setelah pemodelan sistem selesai diformulasikan dan input yang dibutuhkan sudah lengkap, maka program dapat dijalankan melalui tahap – tahap sebagai berikut : 1. Input data, yaitu nilai – nilai dari peubah keputusan dan parameter sistem dibaca pada computer, 2. Langkah berikutnya yang mengalami perulangan sebanyak n kali : a. Suatu nilai dibentuk untuk setiap peubah acak (x1, x2, … , xi), b. Model diselesaikan dengan hasil numeric untuk setiap peubah status, c. Criteria penampakan sistem (y) kemudian dievaluasi dengan menggunakan peubah acak yang telah dibentuk pada langkah 2a dan nilai – nilai peubah status didapat dari langkah 2b. untuk setiap ulangan dari langkah 2 akan menghasilkan nilai Y yang berbeda – beda sejumlah n. 3. Pada beberapa situasi perubahan nilai dari beberapa data yang diinput dapat terjadi, sehingga proses simulasi harus diulang kembali. Keuntungan digunakannya simulasi menurut Siagian (1987) diantaranya adalah simulasi dapat memberikan jawaban bila model analitik yang digunakan gagal melakukannya, model simulasi lebih realistis terhadap sistem nyata karena memerlukan asumsi-asumsi yang lebih sedikit, perubahan konfigurasi dari struktur dapar dilakukan lebih mudah untuk menjawab pertanyaan : Apa yang terjadi bila…, simulasi dapat digunakan untuk maksud pendidikan, untuk sejumlah proses dimensi, simulasi memberikan penyelidikan yang langsung dan terperinci dalam periode waktu tertentu.
2.9 Unified Modeling Language (UML) Sholiq (2006) menyebutkan bahwa model adalah suatu abstraksi yang menjelaskan hal – hal signifikan pada persoalan yang komplek dengan mengabaikan hal – hal yang tidak diperlukan, sehingga membuat suatu masalah menjadi lebih mudah untuk dipahami. Ditambahkan pula oleh Quatrani (1998), pemodelan visual dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk berpikir mengenai persoalan dengan menggunakan model – model yag diorganisasikan seputar dunia nyata. Menurut Bennett, et al., (2001) UML adalah bahasa visual yang yang digunakan untuk menganalisis dan mendesain sebuah sistem berorientasi objek yang bertujuan untuk menvisualisasi, konstruksi, dan dokumentasi proses pembuatan sistem. Menurut Pangestuti (2012) keunggulan utama yang dimiliki pemodelan dengan menggunakan UML adalah kemampuannya dalam memodelkan menyerupai kehidupan nyata, sehingga sistem yang dihasilkan memiliki kelebihan sebagai berikut: 1. Memiliki sifat lebih natural, karena umumnya manusia berfikir dalam bentuk objek 2. Pembuatan sistem memakan waktu lebih cepat
3. Memudahkan dalam proses pemeliharaan sistem, karena jika ada kesalahan, perbaikan hanya dilakukan pada bagian tersebut, tidak perlu mengurutkan dari awal Menurut Sholiq (2006), untuk mendapatkan banyak pandangan terhadap sistem informasi yang akan dibangun, UML menyediakan beberapa diagram visual yang menunjukan berbagai aspek dalam sebuah sistem. Beberapa diagram yang disediakan dalam UML yaitu :
Diagram use case (use case diagram)
Diagram aktivitas (activity diagram)
Diagram sekuensial (sequence diagram)
Diagram kolaborasi (collaboration diagram)
Diagram kelas (class diagram)
Diagram statechart (statechart diagram)
Diagram komponen (component diagram)
Diagram deployment (deployment diagram) Menurut Kendall dan Kendall (2011), Unified Modeling Language merupakan bahasa terstandarisasi yang digunakan untuk memodelkan suatu sistem dan memecah suatu sistem berorientasi objek menjadi sebuah model kasus (usecase) dengan pendekatan Object Oriented Programming (OOP). Pengembangan sistem berbasis UML ini terdiri dari fase identifikasi masalah, fase analisis sistem, dan fase perancangan sistem seperti yang terlihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Tahapan Pengembangan UML (Kendall dan Kendall, 2011) Pada fase pertama dilakukan penggambaran diagram kasus dimana dilakukan identifikasi pengguna dan proses-proses utama yang dilakukan oleh pengguna. Setelah itu dapat dilanjutkan dengan menuliskan skenario kasus yang menggambarkan langkah-langkah skenario penggunaan sistem. Pengembangan diagram kasus kemudian dilanjutkan dengan mengGambar diagram aktivitas, diagram urutan, dan diagram kelas. Diagram status dibuat setelah pembuatan diagram kelas dimana diagram keadaan ini sangat berguna untuk modifikasi diagram kelas. Dengan UML, seorang analis sistem dapat
membuat suatu model yang luar biasa. Semakin lengkap informasi yang digunakan untuk mengembangkan UML, maka akan semakin baik sistem yang dihasilkan (Kendall dan Kendall, 2011).
2.9.1 Diagram Kasus (Use Case Diagram) Diagram kasus menyajikan interaksi antara use case dan aktor. Aktor dalam diagram use case dapat berupa orang, peralatan, atau sistem lain yang berinteraksi dengan sistem yang sedang dibangun. Use case menggambarkan fungsionalitas sistem atau persyaratan – persyaratan yang harus dipenuhi sestem dari pandangan pemakai (Sholiq, 2006).
2.9.2 Diagram Aktivitas (Activity Diagram) Diagram aktivitas menggambarkan aliran fungsionalitas sistem. Pada tahap pemodelan bisnis, diagram aktivitas dapat digunakan untuk menunjukan aliran kerja bisnis. Selain itu, dapat juga untuk menggambarkan aliran kejadian dalam use case. Diagram aktivitas ini pada dasarnya tidak perlu dibuat untuk setiap aliran kerja, namun diagram ini akan sangat berguna untuk aliran kerja yang komplek dam luas (Sholiq, 2006).
2.9.3 Diagram Kelas (Class Diagram) Diagram kelas menunjukan interaksi antar kelas dalam sistem. Kelas mengandung informasi dan tingkah laku yang berkaitan dengan informasi tersebut (Sholiq, 2006). Menurut Nugraha (2002), kelas dapat merupakan implementasi dari sebuah interface, yaitu kelas abstrak yang hanya memiliki metoda. Interface tidak dapat langsung diinstansiasikan, tetapi harus diimplementasikan dahulu menjadi sebuah kelas. Hubungan antarkelas dapat terdiri dari: 1. Asosiasi, yaitu hubungan statis antar kelas. Umumnya menggambarkan kelas yang memiliki atribut berupa kelas lain, atau kelas yang harus mengetahui eksistensi kelas lain. Panah navigasi menunjukkan arah query antar kelas. 2. Agregasi, yaitu hubungan yang menyatakan bagian. 3. Pewarisan, yaitu hubungan hirarkis antar kelas. Kelas dapat diturunkan dari kelas lain dan mewarisi semua atribut dan metoda kelas asalnya dan menambahkan fungsionalitas baru, sehingga ia disebut anak dari kelas yang diwarisinya. Kebalikan dari pewarisan adalah generalisasi.
2.9.4 Diagram Status (State Chart Diagram) Diagram status menyediakan sebuah cara untuk memodelkan berbagai macam keadaan yang mungkin dialami oleh sebuah obyek. Jika dalam diagram kelas menunjukan Gambaran statis kelas – kelas dan relasinya, diagram status digunakan untuk memodelkan tingkah laku dinamik sistem (Sholiq, 2006). Dalam UML, status digambarkan berbentuk segiempat dengan sudut membulat dan memiliki nama sesuai kondisinya saat itu. Transisi antar status umumnya memiliki kondisi pelindung yang merupakan syarat terjadinya transisi yang bersangkutan, dituliskan dalam kurung siku. Aksi yang dilakukan sebagai akibat dari event tertentu dituliskan dengan diawali garis miring. Titik awal dan akhir digambarkan berbentuk lingkaran berwarna penuh dan lingkaran berwarna setengah (Nugraha, 2002).
III.
METODOLOGI
3.1 Kerangka Pemikiran Pada dasarnya, tebu merupakan jenis tanaman yang harus segera diolah (digiling) setelah tebu tersebut selesai ditebang, Hal ini harus dilakukan untuk mengurangi resiko kehilangan rendemen gula yang terdapat dalam tebu tersebut. Namun, tidak jarang apabila sistem transportasi yang diterapkan di perusahaan tidak efisien dan efektif dapat berakibat terhadap tidak sesuainya jumlah tonase kebutuhan tebu yang seharusnya tersedia, sehingga target dari jumlah produksi gula yang dihasilkan pun tidak dapat terpenuhi. Tabel 5 memberikan perbandingan data dari jumlah tebang yang direncanakan dengan realisasi jumlah tebang yang telah dilakukan. Tabel 5. Perbandingan rencana dengan realisasi tebang Tanggal
Rencana Tebang (Kuintal)
Realisasi Tebang (Kuintal)
25-May-12
24200
24405
26-May-12
26870
32822
27-May-12
20612
23321
28-May-12
31180
38144
29-May-12
19400
24346
30-May-12
37330
36661
31-May-12
38380
36021
1-Jun-12
27500
28160
2-Jun-12
45140
41205
3-Jun-12
43140
36246
4-Jun-12
42950
38976
5-Jun-12
40680
44663
6-Jun-12
43450
39028
7-Jun-12
43650
36766
8-Jun-12
43400
40357
Sumber : PG Rajawali II Unit Jatitujuh (2012) Melalui Tabel 5 dapat terlihat bahwa dari lima belas hari tebang angkut tebu, jumlah realisasi tebu yang sesuai atau lebih dari jumlah tebu pada rencana tebang adalah sebanyak tujuh hari. Hal ini menunjukan bahwa jumlah tebu yang didapat oleh perusahaan tidak selalu sesuai dan stabil. Terkait dengan hal pengangkutan tebu, PG Rajawali II Unit Jatitujuh menggunakan beberapa alternatif untuk menanggulangi tidak tercapainya target tebang tebu ini, salah satunya dengan menghitung jumlah alat angkut dengan jumlah perkiraan trip setiap truknya sebagai dasar penentuan jumlah kebutuhan truk untuk mencapai target tebang harian yang telah direncakan. Manajemen transportasi yang digunakan
ini pada dasarnya baik untuk dilakukan namun terdapat beberapa faktor lain yang perlu diperhatikan agar proses pengangkutan tebu berjalan efektif dan efisien, seperti jumlah dari alat transportasi yang digunakan haruslah tepat, jarak antara kebun menuju pabrik yang cukup variatif, kondisi idle dari pihak penebang tebu serta truk yang digunakan, jumlah tebang tebu yang direncanakan tidak sama setiap harinya, melainkan variatif tergantung kondisi dari pabrik, jumlah tebu yang tersedia di caneyard, dan lain – lain. Selain itu, sistem transportasi yang dilakukan oleh perusahaan yaitu setiap truk yang mengangkut tebu, truk tersebut hanya dapat mengangkut tebu di satu kebun saja. Sistem ini pada dasarnya baik untuk diterapkan, namun sistem ini tidak cukup fleksibel serta tidak selalu efektif dan efisien. Sistem yang telah digunakan oleh perusahaan tersebut memberikan potensi idle untuk tebu yang sudah ditebang, karena tebu yang sudah di tebang tidak dapat langsung diangkut oleh truk ketika truk tersebut sedang mengangkut tebu menuju pabrik. Apabila tebu yang sudah ditebang tidak langsung diangkut oleh truk, sedangkan waktu yang digunakan untuk mengangkut dan menebang terbatas, akan terjadi kemungkinan tidak tercapainya target tebang atau tonase dari tebu yang telah dibuat dengan realisasi tebang yang telah dilakukan. Terdapat beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi kendala pengangkutan tebu ini, salah satunya yaitu dengan melakukan penjadwalan transportasi truk yang digunakan untuk mengangkut tebu dengan teknik heuristik agar pengangkutan tebu berjalan dengan baik. Penjadawalan transportasi yang dibuat merupakan penjadwalan transportasi dimana setiap truk memiliki fleksibilitas untuk mengangkut tebu di kebun lain namun harus sesuai dengan koridor sistem yang akan dibuat dibuat. Penjadwalan pengangkutan tebu yang dibuat terdiri dari penentuan rute angkut tebu pada setiap trip serta penentuan jumlah kebutuhan truk yang akan digunakan, sehingga proses angkut tebu dan penebangan tebu dapat berjalan dengan efisien dan efektif. Dalam sistem penjadwalan transportasi yang dibuat ini, kebun, pabrik, dan transportasi angkut dipandang sebagai satu kesatuan mata rantai yang saling berkaitan. Mengacu pada kerangka pemikiran yang telah dibuat pada Gambar 9, penjadwalan transportasi dibuat dengan memperhatikan penjadwalan tebang (panen) di kebun dan penjadwalan produksi di pabrik. dengan kata lain, penjadwalan transportasi tidak dapat berdiri sendiri, melainkan saling mempengaruhi dengan penjadwalan panen dan penjadwalan produksi. Dengan demikian, penjadwalan angkut tebu ini dibuat berdasarkan dari rencana penebangan tebu, kapasitas produksi, serta rencana produksi tebu yang di update setiap harinya, sehingga penjadwalan tebu akan bervariasi setiap harinya tergantung dari faktor – faktor yang telah disebutkan. Selain itu, penjadwalan transportasi tebu ini dilakukan dengan melakukan analisa terlebih dahulu terhadap antrian yang terjadi pada saat pengangkutan tebu, agar hasil yang didapatkan lebih mendekati hasil untuk kondisi real dari pengangkutan tebu di industri gula.
Gambar 9. Kerangka Pemikiran Penelitian
Output yang dihasilkan dari pengangkutan tebu ini yaitu banyaknya jumlah kendaraan berupa truk yang akan digunakan, jumlah kendaraan ini merupakan jumlah yang tepat dan terbaik dari hasil simulasi yang telah dihitung. Selain itu, terdapat juga rute angkut dari setiap kendaraan untuk setiap trip, jumlah tebu yang telah diangkut di setiap trip dan sampai trip ke berapa pengangkutan tebu berhenti.
3.2 Pendekatan Berencana Penelitian ini akan menggunakan pendekatan berencana yang akan memberikan langkahlangkah secara berurutan dalam melakukan penelitian sehingga hasil yang diperoleh juga lebih akurat dan dapat dipertanggung jawabkan. Menurut Thiearuf dan Klekamp (1975), langkah awal yang harus dilakukan dalam penerapan pendekatan berencana adalah pengamatan gejala-gejala permasalahan
kemudian dilanjutkan dengan metode penyelesaian yang harus di sesuaikan dengan tujuan, peubah, batasan, dan asumsi – asumsi dari alernatif solusi permasalahan yang ditawarkan. Langkah dari pendekatan berencana menurut Thierauf dan Klekamp (1975) tertera pada Gambar 10. Tahapan penelitian berdasarkan pendekatan berencana adalah sebagai berikut : 1. Identifikasi permasalahan melalui observasi langsung di industri tebu terkait penjadwalan transportasi pengangkutan tebu. Pada tahap ini dilakukan pendataan mengenai faktor – faktor yang menjadi permalsahan dalam penjadwalan transportasi. 2. Perumusan masalah dalam penjadwalan transportasi, yaitu perlunya optimisasi dalam menentukan jumlah sumber daya yang dialokasikan, waktu keberangkatan dan selesai transportasi pengangkutan, serta rute yang ditempuh oleh alat transportasi pengangkutan. Pada tahap ini ditentukan faktor yang mempengaruhi permasalahan, penentuan tujuan dan sasaran yang hendak dicapai, batasan – batasan terhadap penyelesaian masalah dan asumsi yang diperlaukan dalam pengembangan dan penyelesaian masalah. 3. Permodelan permasalahan dengan menjadikan faktor- faktor yang dianalasis sebagai variabel penyusun dalam menentukan hasil yang optimum. Pada tahap ini dilakukan analisis data untuk memperoleh model matematika dan pengembangan alternatif model berdasarkan pada variabel – variabel keputusan dan kendala yang ada. 4. Penetapan penjadwalan transportasi yang mengeluarkan hasil yang optimum melalui analisis alternatif-alternatif. 5. Simulasi penjadwalan transportasi dengan hasil mencakup sumber daya yang dialokasikan, waktu keberangkatan, waktu sampai ke pabrik serta rute tempuh yang akan dilalui oleh kendaraan pengangkut.
3.3 Tata Laksana 3.3.1 Pengumpulan Data Primer Pengumpulan data dilakukan untuk mengetahui data – data yang berkaitan dengan penjadwalan transportasi. Data – data diperoleh dengan melakukan observasi langsung maupun wawancara. Adapun data – data yang diperlukan adalah : 1. Jadwal panen harian. 2. Kapasitas produksi pabrik dan jadwal produksi harian. 3. Jarak serta waktu satu trip dari setiap lokasi petak di perkebunan tebu ke pabrik. adapun waktu satu trip yang dimaksud terdiri dari waktu memuat tebu di kebun, waktu mengantri di stasiun penimbangan, serta waktu perjalanan. 4. Kebijakan jam kerja perusahaan. 5. Jumlah, kapasitas, dan kecepatan dari alat transportasi yang digunakan. 6. Jumlah tenaga tebang yang tersedia, serta rata – rata berat tebu yang ditebang dan diangkut oleh tenaga tebang selama jam kerja penebangan.
Observasi terhadap gejala Fakta, ide, pendapat
permasalahan dan masalah
dan lain - lain
yang nyata
Definisi permasalah yang sebenarnya atau nyata
Peralatan Standar (Metode, teknik, dan model)
Informasi dari seluruh sumber yang dibutuhkan
Pengembangan alternatif penyelesaian berdasarkan faktor –
Pengembangan model maksimasi dan minimasi
faktor yang mempengaruhi masalah
Data Empiris Contoh
Pemilihan penyelesaian atau solusi
Alat bantu komputer
optimal berdasarkan analisa alternatif
Verifikasi dari solusi atau Data Empiris
penyelesaian optimal melalui tahapan implementasi
Pembuatan kendali yang sesuai yang digunakan untuk mendeteksi perubahan yang dipengaruhi oleh solusi
Gambar 10. Tahapan Pendekatan Berencana (Thiearauf dan Klekamp, 1975)
3.3.2 Pengumpulan Data Sekunder Data sekunder didapatkan melalui bagian admisintrasi, penebangan , atau bagian yang terkait dengan pengangkutan tebu. Data yang dibutuhkan yaitu data aktual realisasi tebang angkut tebu yang telah dilakukan, jadwal penebangan tebu, serta kerjasama atau sistem yang digunakan dari pihak bagian penebangan dengan pabrik dalam melakukan penjadwalan.
3.4 Asumsi dan Standar 3.4.1 Asumsi Asumsi dibutuhkan untuk menyederhanakan proses perhitungan. Dalam penelitian ini, digunakan beberapa asumsi untuk memudahkan perhitungan, yaitu : a. Semua kendaraan pengangkut tebu adalah identik. Dengan demikian, maka semua kendaraan pengangkut tebu memiliki mesin, daya, kapasitas, dan dimensi yang sama. b. Semua kendaraan angkut tebu tidak hanya dapat mengangkut tebu dari satu kebun saja, melainkan dapat mengangkut tebu di kebun lain. c. Waktu antrian yang digunakan sebagai salah satu dari variabel penjadwalan adalah sama dengan hasil dari analisis antrian yang telah dilakukan untuk setiap truknya. d. Tebu yang akan diangkut oleh truk selalu tersedia pada saat truk sampai di kebun tujuan, dengan kata lain penebang tebu tidak akan berhenti menebang tebu meskipun truk pengangkut tebu belum sampai ke kebun. e. Waktu memuat tebu di kebun ke dalam truk adalah sama setiap kebunnya, sesuai dengan perhitungan waktu yang telah dilakukan. f. Kecepatan dari truk yang mengangkut tebu adalah sama setiap truknya, sesuai dengan hasil dari penghitungan kecepatan yang telah dilakukan. Dengan demikian, waktu tempuh setiap truk menuju kebun adalah sama sesuai dengan jarak wilayahnya dan hanya berbeda tergantung dari kondisi cuacanya saja. g. Seluruh truk yang dialokasikan untuk mengangkut tebu berada dalam kondisi yang baik. Selain itu tidak terdapat gangguan pada saat proses pengangkutan tebu dari kebun menuju pabrik dan pada saat truk pergi menuju kebun dari pabik yang dapat menyebabkan suatu keterlambatan sampainya tebu menuju pabrik ataupun keterlambatan sampainya truk menuju kebun.
3.4.2 Standar Standar merupakan suatu ketetapan yang diberlakukan untuk memudahkan dalam membuat jadwal dan juga untuk perhitungan, sehingga nilai yang akan digunakan adalah sama (Ramda, 2011). Adapun standar yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Kapasitas angkut setiap kendaraan setiap trip-nya adalah 6000 kg. b. Jarak pengangkutan tebu setiap wilayah berbeda. Pada penelitian ini, kawasan perkebunan tebu ini dibagi menjadi 5 jenis wilayah berdasarkan dari jarak antara wilayah dengan pabrik, setiap kebun yang termasuk ke dalam wilayah kebun memiliki jarak yang sama dengan jarak dari wilayah kebun. Jarak dari kelima jenis wilayah tersebut yaitu : - Wilayah 1 dengan jarak 5 km - Wilayah 2 dengan jarak 10 km - Wilayah 2 dengan jarak 15 km - Wilayah 4 dengan jarak 20 km - Wilayah 5 dengan jarak 25 km c. Waktu penngangkutan yang dilakukan adalah sama setiap harinya, yaitu 14 jam, terhitung mulai pukul 06.00 – 20.00 WIB atau selama 840 menit.
3.5 Rancangan Model 3.5.1 Analisis Antrian Analisis antrian merupakan salah satu teknik optimasi kuantitatif dari sistem operasional transportasi. Dasar teori antrian adalah barisan antrian dan fasilitas pelayanan serta distribusi kedatangan. Dalam penelitian ini, analisis antrian dilakukan untuk mengetahui waktu antrian yang terjadi di stasiun penimbangan, dimana antrian tersebut merupakan salah satu variabel yang cukup berpengaruh terhadap sistem transportasi angkut tebu yang akan dibuat. Diagram alir dari analisis antrian yang dilakukan terdapat pada Gambar 11. Mulai
Pengumpulan data (kecepatan kedatangan dan waktu pelayanan)
Tingkat kedatangan dan waktu pelayanan
Uji distribusi data SPSS V.16 (Trial Version)
Sebaran waktu kedatangan dan waktu pelayanan
Analisis model antrian (menggunakan notasi Kendall)
Model antrian
Selesai
Gambar 11. Diagram Alir Analisis Antrian Hasil dari analisis antrian akan dituliskan dalam notasi Kendall, dimana dalam notasi Kendall tersebut terdapat notasi – notasi yang mewakili hasil dari analisis antrian dan berpengaruh terhadap terjadinya suatu antrian, diantaranya adalah sebaran data dari tingkat kedatangan dari alat angkutan menuju sistem antrian dan tingkat pelayanan dari stasiun bongkar terhadap truk yang akan dilayani. Tingkat kedatangan dan tingkat pelayanan tersebut diukur dengan interval waktu setiap 15 menit selama 6 jam. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat ukur waktu berupa jam. Setelah didapat jumlah tingkat kedatangan dan tingkat pelayanan, data yang tersebut kemudian diolah dengan menggunakan peranti lunak SPSS V.14 untuk mengetahui sebaran peluang kedatangan dan pelayanan yang terjadi
dalam sistem antrian. Jenis dari sebaran data diperlukan pada saat analisis antrian untuk menentukan persamaan mana yang akan digunakan untuk menghitung waktu yang dihabiskan oleh truk selama truk tersebut mengantri (Wq) dan waktu yang dihabiskan oleh truk sampai dengan truk tersebut selesai dibongkar (Ws).
3.5.2 Penjadwalan Transportasi, Rute Angkut dan Penentuan Jumlah Kebutuhan Alat Angkut Tebu Data perencanaan tebang, kapasitas produksi, dan jumlah dari kendaraan yang tersedia yang telah dibuat melalui perencanaan tebang tebu digunakan sebagai dasar dari proses penjadwalan dan penentuan rute angkut tebu. Data perencanaan dan jumlah tebang digunakan sebagai langkah awal untuk mengetahui kode dari kebun yang akan ditebang pada periode tertentu, sehingga dapat diketahui kebun mana saja yang akan menjadi tujuan angkut dari truk angkut tebu. Sedangkan data jumlah truk yang tersedia digunakan untuk mengetahui berapa batas dari jumlah truk yang akan dimasukan ke dalam model untuk kemudian dialokasikan ke kebun tebu, selain itu data banyaknya truk yang tersedia tersebut digunakan pula sebagai identitas atau nomor dari truk ketika truk tersebut dialokasikan untuk mengangkut tebu. Dalam proses penjadwalan dan penentuan rute transportasi angkut tebu ini dilakukan juga proses penghitungan jumlah dari kebutuhan truk yang akan digunakan. Jumlah kebutuhan truk ditentukan dengan melakukan insiasi terlebih dahulu, yaitu dengan menentukan banyaknya jumlah truk sama dengan jumlah kebun yang akan ditebang. Sebagai contoh, apabila jumlah kebun yang akan ditebang pada hari tertentu berjumlah 20, maka jumlah kebutuhan yang akan diinisiasi yaitu berjumlah 20. Diagram alir dari penjadwalan dan penentuan rute angkut tebu dapat dilihat pada Gambar 12.
A B
B
A
Gambar 12. Diagram Alir Penjadwalan dan Penentuan Rute Transportasi Melalui Gambar 12, dapat dilihat bahwa setelah dilakukan inisiasi jumlah kendaraan yang akan digunakan, program akan melakukan alokasi truk terhadap kebun yang akan diangkut. Pada trip pertama alokasi truk dilakukan secara acak serta dilakukan pengurutan kebun berdasarkan dari jumlah tebu yang akan ditebang terbanyak sampai kebun dengan jumlah tebang tebu paling sedikit. Setelah itu, program akan menghitung perkiraan waktu selesai mengangkut tebu sampai truk tersebut selesai membongkar tebu di caneyard dan menghitung sisa tebu yang tersedia untuk diangkut dari setiap kebun (ST). Menurut Ramda (2011), proses penjadwalan dimulai dari penentuan waktu tempuh standar setiap aktivitas (trip) yang akan ditempuh oleh kendaraan menuju kebun, selanjutnya, waktu tempuh standar ini akan ditambahkan dengan waktu loading dan unloading. Dalam proses alokasi ini, waktu memuat tebu sangat diperhitungkan, dengan kata lain, apabila terdapat dua truk yang mengangkut tebu di satu kebun, maka truk kedua akan mendapat jeda waktu selama 25 menit. Jeda tersebut merupakan waktu menunggu truk kedua pada saat truk pertama sedang dimuat tebu oleh penebang tebu. Waktu selesai mengangkut tebu dan sisa tebu yang akan ditebang yang telah dihitung pada trip pertama akan dijadikan input pada proses alokasi truk untuk trip selanjutnya. Proses menghitung jumlah tebu yang telah
diangkut pada setiap trip, jumlah sisa tebu yang akan diangkut di setiap kebun, dan waktu selesai mengangkut tebu setiap truk dapat dihitung pada pada persamaan (1), (2), dan (3) :
∑∑∑
(
)
dengan : i = nomor trip j = nomor kebun k = nomor kendaraan JA = Jumlah tebu yang diangkut (ton) JT = Total tebu yang akan diangkut (ton) ST = Sisa tebu untuk diangkut (ton) N = Jumlah kendaraan yang mengangkut tebu di kebun j pada satu trip (unit) K = Kapasitas truk (ton/unit) W = Menit selesai mengangkut tebu M = Menit keberangkatan truk mengangkut tebu tj = Waktu tempuh ke kebun j (menit) J = Jeda (menit) Waktu tempuh setiap kebun dari pabrik ( tj ) pada persamaan (4) merupakan hasil dari penjumlahan dari waktu memuat tebu di kebun (tm), waktu perjalanan (tp( j )), serta waktu mengantri di stasiun bongkar tebu (ta). Penjumlahan ini dapat ditulis menjadi persamaan matematika, yaitu :
Berbeda dengan alokasi truk untuk trip 1 yang dilakukan secara acak, alokasi truk untuk trip ke-2 dan trip selanjutnya dilakukan dengan sistem mengalokasikan truk yang selesai mengangkut tebu paling cepat pada trip sebelumnya menuju kebun dengan sisa tebu terbanyak. Dengan kata lain, hasil dari persamaan (2) dan (3) akan diurutkan oleh program, lalu pengalokasian truk dilakukan sesuai dengan urutan tercepat menuju kebun dengan urutan sisa tebu terbanyak. Ilustrasi dari proses alokasi tersebut dapat dilihat pada persamaan (5).
dengan : c = Urutan sisa tebu terbanyak d = Urutan truk yang selesai membongkar tebu tercepat m = urutan terakhir sisa tebu terbanyak v = urutan terakhir truk yang selesai membongkar tebu tercepat
Proses alokasi truk ini akan dihitung oleh program sampai dengan waktu untuk mengangkut tebu selesai, yaitu pukul 20.00 atau menit ke-840 terhitung dari pukul 06.00 (menit ke-0). Apabila sampai dengan menit ke-840 jumlah tebu yang ditebang tidak sesuai dengan rencana tebang, maka program akan melakukan penambahan jumlah truk di setiap kebun sebanyak satu truk, dan melakukan kembali alokasi truk mulai dari trip 1 dengan jumlah truk sebanyak Jk + 1. Proses ini akan terus dilakukan oleh oleh program sampai dengan jumlah tebu pada rencana tebang terpenuhi. Produktivitas truk dihitung dengan membandingkan rata – rata jumlah tebu yang dapat diangkut oleh setiap truk yang digunakan oleh perusahaan dengan rata – rata jumlah tebu yang dapat diangkut oleh setiap truk melalui model penjadwalan. Efisiensi rata – rata jumlah angkutan tebu dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (6) : (
E Jm Km Jak Ka
)
(
(
)
)
= Efisiensi (%) = Jumlah tebang model penjadwalan (Ton) = Jumlah truk model penjadwalan (Unit) = Jumlah tebang actual (Ton) = Jumlah truk actual (Unit)
Jumlah waktu tunggu dihitung untuk mengetahui berapa lama waktu tunggu tebu dimulai dari tebu tersebut ditebang sampai dengan tebu tersebut akan diolah. Waktu tunggu tebu terdiri dari waktu tungggu ketika tebu tersebut belum diangkut, waktu tunggu ketika tebu dimuat ke dalam truk, waktu tunggu ketika tebu diangkut dari kebun menuju pabrik, dan waktu tunggu tebu ketika truk mengantri sebelu dibongkar. Waktu tunggu tebu ketika tebu berada di dalam caneyard tidak dimasukan kedalam perhitungan karena sifat atau disiplin penggilingan tebu tidak bersifat First in First out (FIFO) namun bersifat acak, sehingga waktu tunggu tebu di dalam caneyard sulit untuk ditentukan. Waktu tunggu tebu dapat dihitunga dengan menggunakan persamana (7) :
Dimana : Wt = Waktu tunggu tebu (Menit) tm = Waktu muat tebu (Menit) ta = waktu antrian (Menit) tp = waktu perjalanan kebun – pabrik (Menit) tt = waktu tunggu tebu sebelum dimuat ke dalam truk (Menit)
IV.
PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Aktual Perusahaan PG Rajawali II Unit Jatitujuh Majalengka merupakan salah satu perusahaan gula yang termasuk kedalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan penggunaan Hak Guna Usaha (HGU) untuk perkebunan tebu negara seluas ±7000 ha. Perkebunan tebu yang diolah oleh PG Rajawali II dibagi menjadi empat rayon, dimana di setiap rayon tersebut terdapat wilayah – wilayah dan kebun tebu yang berjumlah ±2417 kebun. Peta lahan HGU PG Rajawali II Unit Jatitujuh dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Peta Lokasi Lahan HGU Pada tahun 1971, Pemerintah Indonesia mengupayakan swasembada gula dengan mengadakan kerjasama dengan Bank Dunia dan membentuk Indonesia Sugar Study (ISS). Program tersebut berisi pencarian areal baru yang berorientasi pada lahan kering. Survey terhadap lapangan terus dilakukan di beberapa wilayah, antara lain di Hutan Loyang, Jati Munggul, dan Jatitujuh. Pada tanggal 23 Juni 1975, Menteri Pertanian mengeluarkan SK No. 795/Mentan/VI/1975 tentang izin prinsip Pabrik Gula di Jatitujuh yang dikenal sebagai “Proyek Gula Jatitujuh” yang kemudian disusul dengan keluarnya SK Menteri Pertanian No. 2033/DJ/J/1975 pada tanggal 10 Juli 1975 tentang dasar-dasar pengaturan lebih lanjut mengenai SK Menteri Pertanian. Setelah Menteri Pertanian mengeluarkan lagi SK No. 481/KPTS/UM/1975 pada tanggal 9 Agustus 1976, maka areal Badan Kuasa Pemangku Hutan (BKPH) Jatimunggul, Cibenda, Kerticala, dan Jatitujuh dibebaskan untuk dikelola oleh PNP XIV Proyek Gula Jatitujuh.
Pada tanggal 5 Novermber 1980, PG Jatitujuh diresmikan oleh Presiden Soeharto dalam rangka meningkatkan produksi gula dalam negeri sehingga dapat memenuhi kebutuhan gula nasional dan mampu merangsang berdirinya pabrik-pabrik gula baru yang lain. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1981 tanggal 1 April 1981, PNP XIV diubah menjadi PTP XIV (Persero) dan pabrik gula Jatitujuh menjadi salah satu pabrik yang berada di bawah naungan PTP XIV (Persero) yang berlokasi di Propinsi Jawa Barat. Ketika PTP XIV mengalami banyak gangguan teknis maupun manajemen, perusahaan diserahkan kepada PT Rajawali Nusantara Indonesia. Hal tersebut dilakukan dalam upaya penyehatan usaha. Penyerahan tersebut berdasarkan SK menteri Keuangan No. 1326/MK/013/1988 pada tanggal 30 Desember 1988 sedangkan peralihan secara tertulis dilaksanakan pada tanggal 30 Januari 1989. PT Rajawali II Nusantara Indonesia (Persero) merupakan BUMN dalam lingkup Departemen Keuangan. Bidang usahanya antara lain perdagangan, ekspor-impor, produsen obat-obatan, pabrik kulit, dan pabrik gula. Oleh karena adanya perubahan anggaran dasar perseroan, nama PT Perkebunan XIV diubah menjadi PT Pabrik Gula rajawali II yang merupkaan anak perusahaan dari PT Rajawali Nusantara Indonesia yang sahamnya dimiliki seluruhnya bersama pabrik gula lainnya, yaitu PG Tresana Baru, PG Karangsuwung, PG Sindang Laut, PG Subang, dan Pabrik Spiritus Alkohol (PSA) Palimanan.
4.1.1 Manajemen Transportasi Pengangkutan Tebu Manajemen transportasi pada sistem tebang angkut tebu merupakan proses yang sangat penting karena berfungsi sebagai penghubung antara proses penebangan dengan pengolahan tebu di pabrik. Sistem transportasi yang dilakukan di PG Jatitujuh dilakukan berdasarkan dari perencanaan tebang dan perencanaan produksi serta jumlah dari sumber daya yang tersedia, baik itu sumber daya berupa tenaga tebang maupun sumber daya angkut tebu (truk).
a. Proses Pengangkutan Tebu Tebu yang telah ditebang diangkut dengan menggunakan truk-truk pengangkut tebu menuju pabrik. Sebelum memasuki pabrik, tebu ditimbang dan ditera terlebih dahulu. Penimbangan dilakukan menggunakan timbangan kotor (bruto) di pintu selatan seperti yang terlihat pada Gambar 14(a), kemudian timbangan tara dilakukan melalui pintu utara (penimbangan truk kosongan) seperti yang terlihat pada Gambar 14(b). Dari dua kali penimbangan tersebut, dapat diketahui berat bersih tebu yang diangkut oleh sebuah truk.
(a)
(b)
Gambar 14. Penimbangan (a) Bruto; (b) Tara
Setelah ditimbang, tebu memasuki cane yard untuk diturunkan dari truk pengangkut dengan menggunakan cane lifter seperti pada Gambar 15(a) dan diletakkan di dalam cane yard. Di dalam cane yard, terdapat beberapa loader yang berfungsi untuk meletakkan tebu-tebu tersebut ke meja tebu (cane table) yang dioperasikan secara semiotomatis oleh operator. PG Jatitujuh memiliki 2 buah meja tebu utama dan 1 buah meja tebu pembantu yang memiliki ukuran lebih kecil. Masing-masing meja tebu dilengkapi dengan sebuah leveller seperti pada Gambar 15(b) yang berfungsi untuk meratakan permukaan tebu sehingga tidak terjadi penumpukan yang terlalu tinggi.
(a)
(b) Gambar 15. (a) Cane lifter, (b) Cane table dengan leveler
4.1.2 Identifikasi Masalah Menggunakan Use Case Diagram Usecase modeling merupakan suatu proses pemodelan analisis kebutuhan pengguna terhadap sistem dengan menggunakan diagram kasus (usecase diagram). Diagram kasus dapat digunakan untuk memvisualisasikan kebutuhan pengguna sistem dan fungsionalitas sistem itu sendiri. Pada proses analisis kebutuhan pengguna perlu diketahui tingkatan pengguna dari sistem yang akan dibuat. Penentuan tingkatan pengguna ini dilakukan untuk menentukan siapa saja orang menjadi pengguna sistem dan memisah-misahkan hak akses atau kebutuhan masing-masing pengguna sistem. Melalui Lampiran 1 diketahui bahwa pada program transportasi yang dibuat, terdapat lima pengguna atau aktor yang berinteraksi dengan sistem dan memiliki hak akses untuk menggunakan program ini, yaitu administrator, Kepala Departemen Penebangan, Sinder, Kontraktor, dan Mandor. Masing-masing tingkatan pengguna tersebut memiliki hak akses berbeda-beda terhadap sistem transportasi ini. Administrator memiliki hak akses manajemen program dan perawatan database. Kepala Departemen Penebangan memiliki hak akses untuk melihat hasil rencana tebang, melakukan
penjadwalan transportasi, serta mencetak hasil dari penjadwalan transportasi. Sinder memiliki hak akses melakukan input perencanaan tebang untuk hari selanjutnya, melakukan pembagian sumber daya (tenaga tebang dan kendaraan angkut) yang ada, serta mencetak hasil perencanaan tebang (report). Kontraktor memiliki hak akses hanya untuk melakukan input sumber daya (tenaga tebang dan kendaraan angkut) yang dapat digunakan untuk rencana tebang hari selanjutnya. Mandor memiliki hak akses untuk melihat dan mencetak hasil dari penjadwalan transportasi yang telah dilakukan. Setiap pengguna program transportasi yang dibuat akan memiliki frekuensi penggunaan program, frekuensi penggunaan program tersebut ada yang sama, ada juga yang berbeda, tergantung dari kebutuhan program transportasi. Kepala Dept. Penebangan, Administrator, Sinder, dan Kontraktor memiliki frekuensi penggunaan harian, sedangkan mandor memiliki frekuensi penggunaan hanya bila dibutuhkan saja, karena mandor tetap akan menerima hasil penjadwalan berupa hardcopy yang telah dicetak oleh sinder meski tidak melihat hasil penjadwalan dari program. Tabel 6 menyediakan pembagian hak akses untuk setiap pengguna. Tabel 6. Pembagian tingkatan pengguna dan hak aksesnya Tingkat Pengguna Administrator Kepala Departemen Penebangan Sinder
Kontraktor Mandor
Hak Akses Akses keseluruhan, manajemen program dan perawatan database Mencari dan melihat hasil rencana tebang, melakukan penjadwalan tranportasi, dan mencetak hasil penjadwalan transportasi Melihat jumlah sumber daya (tenaga tebang dan kendaraan angkut) yang tersedia, melakukan input kondisi cuaca, melakukan perencanaan tebang, dan mencetak hasil dari perencanaan tebang Melakukan input jumlah sumber daya (tenaga tebang dan kendaraan angkut) yang dapat digunakan Melihat hasil penjadwalan transportasi
Frekuensi Harian Harian
Harian
Harian Bila diperlukan
Diagram kasus memiliki tiga buah notasi utama yaitu aktor (pelaku) dengan notasi visual berupa Gambar orang, case (kejadian atau perilaku) dengan notasi visual berupa Gambar elips, dan relationship (hubungan) dengan notasi visual berupa garis panah. Garis panah ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu garis panah putus – putus untuk melambangkan dependency dan garis panah tidak putus – putus yang melambangkan association. Kemudian, sebuah sistem dibatasi oleh area berbetuk persegi (sistem boundary box) yang diberi nama sesuai dengan nama subsistem. Selanjutnya aktor yang berperan terhadap sistem berada di luar area tersebut. Kejadian atau perilaku yang dapat dilakukan sistem diletakkan dalam elips. Gambar 16 memberikan contoh dari diagram usecase yang telah dibuat. Melalui Gambar 16, dapat dilihat bahwa Kepala Penebangan selaku aktor melakukan assosiasi terhadap usecase proses penjadwalan dan penentuan rute. Selain itu, terdapat pula usecase ‘Cetak Report Penjadwalan’ dengan dependency <<extend>> dan ‘Hitung Jumlah Kebutuhan Truk’ dengan dependency <
>. Relasi <<extend>> menyatakan bahwa satu usecase secara optional dapat
menggunakan fungsionalitas yang disediakan oleh usecase lain. Pada Gambar 16, relasi <<extend>> dapat dibaca ketika usecase “proses penjadwalan dan penentuan rute” berjalan, usecase “mencetak report penjadwalan” berjalan hanya jika diinginkan oleh aktor. Sedangkan relasi <> menyatakan bahwa satu usecase akan selalu menggunakan fungsionalitas yang disediakan oleh usecase lain. Relasi <> dibaca usecase “Proses Penjadwalan dan Penentuan Rute” akan selalu dilakukan dengan menjalankan usecase “Hitung Jumlah Kebutuhan Truk”.
Data Rencana Tebang Kepala Penebangan
<<extend>> Proses Penjadwalan dan Penentuan Rute
Cetak Report Penjadwalan
<> Report Jadwal Transportasi Hitung Jumlah Kebutuhan Truk
Jadwal Trasnportasi dan Kebutuhan Truk
Mandor
Gambar 16. Diagram Usecase Subsistem Penjadwalan Transportasi
4.2 Hasil Analisis Sistem Transportasi Berorientasi Objek Analisis sistem merupakan merupakan tahapan penting yang dilakukan saat merancang sistem sebelum akhirnya melakukan programing. Analisis sistem pada program transportasi yang dibuat akan dilakukan dengan menggunakan UML (Unified Modeling Language). UML digunakan dalam pengembangan sistem informasi karena UML merupakan bahasa standar yang umum digunakan untuk memvisualisasikan suatu rancangan sistem informasi. Pada analisis program transportasi ini terdapat tiga macam diagram UML yang dapat mewakili pemodelan sistem transportasi yang akan dibuat, yaitu activity diagram, class diagram, dan statechart diagram. Pembuatan diagram dilakukan dengan menggunakan peranti lunak CASE Tool Sybase Power Designer 16.0.
4.2.1 Diagram Aktivitas (Activity Diagram) Diagram aktivitas merupakan diagram alir untuk menganalisis aliran kerja atau aktifitas di dalam sistem. Kelebihan diagram aktivitas dibandingkan dengan diagram alir biasa adalah adanya dukungan konkurensi (pelaksanaan aktivitas secara bersama), pengiriman pesan dan swimlane (pelaku aktivitas). Contoh dari diagram aktivitas dapat dilihat pada Gambar 17, dimana aktivitas dalam diagram
direpresentasikan dengan bentuk bujur sangkar bersudut tidak lancip yang di dalamnya berisi langkah – langkah apa saja yang terjadi dalam aliran kerja. Terdapat sebuah keadaan mulai (start state) yang menunjukan dimulainya aliran kerja dan sebuan keadaan selesai (end state) yang menunjukan akhir diagram, serta titik keputusan yang direpresentasikan oleh belah ketupat. Dalam diagram aktivitas terdapat simbol swimlane sebagai tanda pelaku aktivitas dalam sistem. Setiap aktivitas yang terjadi digambarkan pada swimlane pelaku aktivitas yang bersangkutan.
Gambar 17. Diagram Aktivitas Penjadwalan Transportasi Dari diagram aktivitas untuk penjadwalan transportasi pada Gambar 17, diketahui bahwa terdapat empat pelaku aktivitas yang berinteraksi dengan sistem, yaitu Kepala Penebangan, Sinder, Mandor dan Canetrans sendiri. Masing-masing aktivitas objek dibatasi oleh swimlane yang diberi nama sesuai dengan pelaku aktivitasnya. Proses log in dilakukan oleh Kepala Penebangan, Sinder, dan Mandor, maka dari itu proses log in ini digambarkan pada swimlane ketiga pelaku tersebut, sedangkan proses verifikasi login dilakukan oleh Canetrans sehingga proses verifikasi digambarkan pada swimlane Canetrans. Lampiran 2 dan Lampiran 3 memberikan diagram aktivitas dari program Canetrans yang sudah dibuat.
4.2.2 Diagram Kelas (Class Diagram) Diagram kelas digunakan untuk menampilkan kelas – kelas atau paket – paket di dalam sistem dan relasi yang terjadi antara kelas – kelas tersebut. Diagram ini memberikan Gambaran secara statis sebuah sistem sebagai sebuah obyek seperti di kehidupan nyata. Obyek didefinisikan sebagai konsep
abstraksi atau sesuatu yang dianggap memiliki arti bagi sebuah sistem. Obyek dapat berupa kata benda seperti orang, hewan, tumbuhan, komputer, printer ataupun entitas-entitas konseptual seperti rumus, dan sebagainya. Diagram kelas merupakan diagram yang sangat membantu dalam penyusunan program karena memlalui diagram ini struktur dari program yang akan dibuat dapat diketahui sebelum penulisan kode program (coding) dan membantu untuk memastikan bahwa program yang akan dibuat merupakan rancangan yang terbaik. Suatu diagram kelas biasa disusun atas beberapa obyek (kelas). Kelas merupakan sebuah kategori yang menyimpan informasi atau atribut dan perilaku. Pada dasarnya, diagram kelas merupakan hal yang membedakan antara pendekatan terstruktur dan pendekatan berorientasi obyek. Pendekatan terstruktur (tradisional) dibangun dengan ide dasar bahwa informasi akan disimpan pada basis data dan perilaku pengolahnya akan dilakukan pada aplikasi (program). Sedangkan dalam pendekatan berorientasi objek adalah terjadinya penggabungan informasi dan perilaku pengolah informasi, lalu menyimpan keduanya dalam sebuah kategori (obyek) yang disebut dengan kelas. Gambar 18 merupakan contoh dari diagram kelas yang telah dibuat. Data User + + +
i d_user user_name password
: i nt : Stri ng : Stri ng
l og_i n () l og_out () i nput_data ()
data mandor mandor
data departemen penebangan
: voi d : voi d : voi d
+
Id Mandor nama mandor
: i nt : char
si mpan data ()
: voi d 0..* l og i n mandor
Data Dept.penebangan 0..* l og i n penebangan
+ + + + + + +
peri odetebang hari tanggal bul an tahun nama kavl i ng nomor petak j uml ah tebang si nder mandor cuaca j arak waktu tempuh
: : : : : : : : : : : : :
i nt Number Number Number Number char Number Number char char char Number Number
si mpan data () hapus data () edi t data () update data () cek j arak () cek waktu tempuh () cetak report ()
i d dept.penebangan user name password
: i nt : Character : i nt
0..1 l og i n penebangan
rencana tebang
Rencana T ebang -
-
: : : : : : :
voi d voi d voi d voi d voi d voi d voi d
0..1 data rencana tebang
Penj adwal an dan rute j adwal trasnportasi
0..* data tebang T ransaksi
penj adwal an 0..1 data rencana tebang
0..* j adwal
+ +
i d_transaksi i d_tebang i d_kebun tri p j eda waktu tempuh si mpan data () cetak data ()
: : : : : :
i nt i nt i nt i nt i nt i nt
0..1 data penj adwal an
: voi d : voi d
Gambar 18. Diagram Kelas Program Penjadwalan Transportasi Dalam UML, kelas dapat dilihat melalui notasinya yang memiliki bentuk kotak, seperti yang ditunjukan pada Gambar 18. Bagian atas pada notasi kelas digunakan sebagai nama kelas. Bagian tengah digunakan untuk mendeklarasikan atribut atau informasi yang berkaitan dengan nama kelas. Sedangkan bagian bawah pada notasi kelas digunakan untuk mendeklarasikan sebuah operasi (perilaku) pada kelas tersebut. Lampiran 4 memberikan class diagram yang telah dibuat.
4.2.3 Diagram Status (Statechart Diagram) Diagram status merupakan diagram yang menggambarkan analisis tahapan-tahapan dan scenario yang dilakukan sistem terhadap aktivitas-aktivitas yang dilakukan pengguna terhadap sistem. Fokus diagram ini terdapat pada transisi dari satu tahap ke tahap lain pada sistem. Pada diagram ini hanya boleh memiliki satu start state (initial state) dan boleh memiliki satu atau lebih dari satu stop states (final state). Gambar 19 menyajikan diagram status untuk log in untuk peenjadwalan transportasi.
[Starting] [Starting] [Starting]
Log in Dept.Penebangan do / masuk sistem
Log in admin do / masuk sistem
[masuk log in]
[masuk log in]
Input username dan password entry / password and username
log in sinder do / masuk sistem [masuk log in]
[cancel]
[submit data]
[Quit]
Verifikasi user do / Verify
[Not verified]
User ditolak exit / Keluar sistem
[password and username correct]
Sistem start do / start subsistem [Start using CaneTrans]
Gambar 19. Diagram Status Log In Program Penjadwalan Transportasi Dalam diagram status terdapat notasi state yang memiliki bentuk kotak. Notasi tersebut digunakan untuk menggambarkan suatu kondisi yang mungkin dialami oleh suatu obyek. Notasi state dapat berisikan lima tipe informasi, yaitu aksi do, aksi entry, aksi exit, kejadian, atau histori keadaan (state). Aksi do adalah perilaku obyek yang dilakukan pada saat obyek tersebut berada dalam keadaan tertentu. Aksi entry adalah perilaku yang terjadi dimana suatu obyek sedang bertransisi memasuki sebuah keadaan (state) teretentu. Aksi exit merupakan perilaku dimana obyek akan bertransisi keluar dari suatu keadaan (state) tertentu. Selain notasi dari state, diagram status memiliki notasi lainnya yang disebut dengan transisi yang diberi notasi berupa garis panah. Transisi adalah sebuah pergerakan dari suatu keadaan (state) menuju keadaan (state) lainnya. Kumpulan transisi – transisi pada sebuah diagram memperlihatkan bagaimana suatu obyek bergerak dari suatu keadaan menuju keadaan lainnya. Lampiran 5, Lampiran 6, dan Lampiran 7 memberikan statechart diagram yang telah dibuat.
4.3 Hasil Analisis Antrian Analisis antrian dilakukan di stasiun bongkar tebu dimana tebu diturunkan dari truk dengan menggunakan cane lifter. PG Jatitujuh memiliki dua tempat pembongkaran tebu, yaitu stasiun bongkar A yang berada dekat dengan stasiun penimbangan bruto, serta stasiun bongkar B yang berada dekat
dengan stasiun penimbangan tera. Pengambilan data dilakukan selama interval waktu 15 menit selama enam jam dari pukul 09.00 – 15.00 WIB pada tiga hari pertama, dan pukul 15.00 WIB – selesai pada tiga hari kedua. Pengambilan data dilakukan dengan menghitung banyaknya truk yang masuk ke dalam tebu dan keluar dari stasiun bongkar tebu. Contoh dari hasil pengambilan data analisis antrian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Pengambilan Data Analisis Antrian (16 Juni 2012/18.30 – 20.45 WIB) Tanggal/Jam
Interval
16 - Jun - 2012 / 18.30 - 20.45
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Bongkar A In Out 6 5 5 8 5 6 5 7 4 7 0 8 0 5 0 5 0 1
Bongkar B In Out 4 4 4 6 5 8 3 5 3 4 1 5 0 0 0 0 0 0
Salah satu contoh hasil dari pengambilan data yang dilakukan pada saat analisis antrian pada tanggal 16 Juni 2012 menunjukan bahwa jumlah kedatangan truk (in) pada stasiun bongkar A berhenti saat interval ke enam, sedangkan jumlah truk yang dilayani (out) di stasiun A terus berjalan sampai dengan interval ke sembilan. Berbeda dengan jumlah kedatangan dan jumlah truk yang dilayani di stasiun B yang berhenti pada saat mencapai interval ke tujuh. Hal tersebut menunjukan bahwa stasiun bongkar A lebih banyak melayani truk yang akan dibongkar dibandingkan dengan stasiun B. Kondisi ini terjadi karena lokasi dari stasiun B yang cenderung tidak begitu dekat dengan stasiun penimbangan apabila dibandingkan dengan stasiun A yang lokasinya sangat dekat dengan stasiun penimbangan. Selain itu, dilakukan penghitungan terhadap tingkat kedatangan dan tingkat pelayanan, didapatkan hasil bahwa tingkat pelayanan dari stasiun A adalah 5,8 menit, tingkat pelayanan sebesar 6,0 menit, sedangkan untuk stasiun B yaitu tingkat kedatangan sebesar 4,9 menit dan tingkat pelayanan sebesar 5,5 menit. Hasil pengambilan data yang dilakukan selama enam hari kemudian digabungkan untuk diketahui tingkat kedatangan dan tingkat pelayanan dari setiap stasiun, hasil penghitungan dari tingkat kedatangan, tingkat pelayanan, waktu kedatangan, dan waktu pelayanan dapat dilihat pada Tabel 8 dan Lampiran 10. Tabel 8. Tingkat Kedatangan dan Tingkat Pelayanan Stasiun Bongkar A dan Stasiun Bongkar B Stasiun A
Stasiun B
Interval
111
96
Tingkat Kedatangan (λ) (truk)
5.8
4.9
Tingkat Pelayanan (μ) (truk)
6.0
5.5
Tabel 8 menunjukan bahwa tingkat kedatangan di stasiun A atau λ(A) memiliki hasil yang lebih kecil dibandingkan dengan tingkat pelayanan di stasiun A atau μ(A), begitu juga hasil dari penghitungan untuk tingkat kedatangan di stasiun B atau λ(B) lebih kecil dibandingkan dengan tingkat pelayanan di stasiun B atau μ(B). Hasil tersebut telah memenuhi syarat utama dari analisis antrian dalam menentukan model atau persamaan yang akan digunakan untuk menghitung waktu antrian (Wq) dan waktu didalam sistem (Ws), dimana nilai dari tingkat kedatangan harus (λ) lebih kecil dari nilai tingkat pelayanan (μ) atau λ < μ. Uji distribusi data dari frekuensi jumlah kedatangan dan jumlah truk yang selesai dilayani dilakukan untuk mengetahui model atau persamaan yang akan digunakan dalam analisis antrian setelah mengetahui nilai λ < μ. Uji sebaran data yang pertama dilakukan adalah uji sebaran data Poisson mengingat bahwa menurut Usman (2003) tingkat kedatangan dan tingkat pelayanan dalam analisis antrian pada umumnya mengikuti sebaran Poisson. Uji sebaran Poisson dilakukan menggunakan peranti lunak SPSS V.14 dengan Uji Kolmogorov-Smirnov serta jumlah interval sebanyak 111 interval, dengan VAR00001 sebagai nama variabel untuk tingkat kedatangan stasiun bongkar A, VAR00002 sebagai nama variabel untuk tingkat pelayanan stasiun bongkar A, VAR00003 sebagai nama variabel untuk tingkat kedatangan stasiun bongkar B, dan VAR00004 sebagai nama variabel untuk tingkat pelayanan stasiun bongkar B. Hasil dari uji distribusi data dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 menunjukan hasil dari uji distribusi data dengan Kolomogorov – Smirnov menghasilkan Asymp Sig (2-tailed) atau nilai p-value untuk VAR00001, VAR00002, VAR00003, dan VAR00004 sebesar 0,012; 0,016; 0,015; 0,057. Hasil tersebut menunjukan bahwa tingkat kedatangan dan tingkat pelayanan di stasiun bongkar A dan stasiun bongkar B mengikuti sebaran data Poisson dengan nilai α (0,01), dimana syarat penerimaan suatu uji sebaran data adalah nilai dari p-value > α. Menurut Machfud dan Sahar (2008), hasil uji distribusi data akan menentukan metode yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan antrian yang terjadi. Apabila populasi data memiliki distribusi peluang Poisson atau Eksponensial maka penyelesaian masalah antrian di selesaikan dengan analisa model antrian baku. Selain jenis sebaran data, analisis antrian pun dilakukan terhadap disiplin antrian serta jenis populasi antrian di stasiun bongkar A dan stasiun bongkar B. Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, diketahui bahwa disiplin antrian yang terjadi di stasiun bongkar A dan stasiun bongkar B mengikuti disiplin First In First Out (FIFO). Disiplin antrian FIFO merupakan disiplin antrian yang tepat mengingat bahwa tebu yang masuk harus segera diproses agar rendemen gula tidak mengalami penurunan selama proses antrian terjadi. Populasi dari truk yang mengantri di stasiun bongkar A merupakan populasi finite atau terbatas. Jenis populasi ini terjadi di stasiun bongkar A karena tempat mengantri untuk truk di stasiun bongkar A tidak cukup luas karena terlalu berdekatan dengan stasiun penimbangan. Jumlah populasi truk maksimal yang terdapat pada sistem antrian yaitu berjumlah delapan truk. Berbeda dengan jenis populasi yang terjadi di stasiun bongkar A, jenis populasi truk yang Tabel 9. Hasil Uji Sebaran Data Poisson dengan Uji Kolmogorov - Smirnov
N Poisson Parameter*
Mean
VAR00001 111 5.8108
VAR00002 111 6.1080
VAR00003 111 4.2793
VAR00004 111 4.7658
Most Extreme Difference
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig (2-tailed) *Test distribution is Poisson
Absolute Positive Negative
.152 .132 -.152 1.604 .012
.148 .110 -.148 1.554 .016
.148 .148 -.093 1.563 .015
.127 .127 -.054 1.334 .057
terjadi pada antrian di stasiun bongkar B mengikuti populasi infinite atau tidak terbatas. Perbedaan jenis populasi antara stasiun A dan stasiun B ini tidak lepas dari luas tempat untuk mengantri. Luas tempat untuk mengantri di stasiun bongkar B lebih luas dibandingkan dengan luas tempat di stasiun A. Dari hasil analisis antrian yang telah dilakukan di stasiun A dan stasiun B, dihasilkan suatu model antrian yang digambarkan dengan notasi Kendall. Notasi Kendall merupakan notasi yang sering digunakan untuk menggambarkan model antrian yang terjadi dan terdiri dari beberapa notasi yang mewakili sebaran data tingkat kedatangan (x), sebaran data tingkat pelayanan (y), disiplin antrian (u), jumlah stasiun (z), dan populasi antrian (v). Melalui notasi – notasi tersebut, didapatkan model antrian yang terjadi di stasiun bongkar A mengikuti model antrian M:M:1:FCFS:F, dengan M yang mewakili tingkat kedatangan dan tingkat pelayanan di stasiun bongkar A mengikuti distribusi Poisson, jumlah stasiun pelayanan di stasiun bongkar A adalah satu (1), disiplin antrian mengikuti First come First Serve dimana truk yang datang lebih dulu akan dilayani lebih dulu pula, dan jumlah populasi antrian finite (F) atau terbatas. Jumlah populasi antrian di stasiun A terbatas karena stasiun tersebut lokasinya berdekatan dengan stasiun penimbangan, sehingga populasi truk yang mengantri di stasiun A harus dibatasi agar tidak menghalangi truk yang akan masuk ke dalam stasiun bongkar B setelah selesai melalui stasiun penimbangan. Waktu antrian (Wq) truk di stasiun A adalah sebesar 58 menit dan waktu didalam sistem (Ws) sebesar 68 menit. Waktu antrian merupakan lamanya truk mengantri di stasiun bongkar A tersebut dan waktu di dalam system merupakan waktu yang digunakan oleh truk untuk mengantri sampai selesainya truk tersebut dibongkar muatannya. Proses penghitungan Wq dan Ws dilakukan dengan menggunakan peranti lunak Queueing Simulation Sistem (QSS) dengan menginput data berupa tingkat kedatangan, tingkat pelayanan, jumlah server, dan jumlah maksimal dari populasi antrian. Untuk melihat hasil dari penghitungan, dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar 20. Hasil Analisis Antrian Stasiun Bongkar A
Stasiun bongkar B yang memiliki nilai dari tingkat kedatangan dan tingkat pelayanan yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai dari tingkat kedatangan dan tingkat pelayanan di stasiun A. Model antrian yang terjadi di stasiun B mengikuti M:M:1:FCFS:I, dengan M yang mewakili tingkat kedatangan dan tingkat pelayanan di stasiun bongkar A mengikuti distribusi Poisson, jumlah stasiun pelayanan di stasiun bongkar A adalah satu (1), disiplin antrian mengikuti First come First Serve dimana truk yang datang lebih dulu akan dilayani lebih dulu pula, dan jumlah populasi antrian infinite (I). Jumlah populasi di stasiun bongkar B berbeda dengan jumlah populasi yang terdapat di staisun bongkar A yang memiliki jumlah populasi terbatas atau finite, hal ini disebabkan karena stasiun B memiliki lahan untuk truk yang mengantri lebih luas dan panjang dibandingkan dengan dengan stasiun bongkar A, sehingga jumlah truk yang dapat masuk atau mengantri di stasiun B tidak terbatas jumlahnya. Waktu truk mengantri di stasiun bongkar B (Wq) adalah sebesar 48 menit dan waktu truk tersebut mengantri sampai dengan selesainya proses bongkar tebu atau waktu di dalam sistem (Ws) sebesar 60 menit. Untuk melihat hasil dari penghitungan, dapat dilihat pada Gambar 21.
Gambar 21. Hasil Analisis Antrian Stasiun Bongkar B
4.4 Waktu Tempuh Waktu tempuh merupakan salah satu variabel yang sangat penting dalam sistem penjadwalan transportasi angkut tebu, karena dasar dari penjadwalan transportasi ini merupakan pemanfaatan waktu yang tersedia dan terbatas untuk mengangkut tebu sebaik mungkin. Pada sistem ini, waktu tempuh terbagi kembali menjadi dua jenis, yaitu waktu tempuh ketika cuaca sedang hujan/pasca hujan dan waktu tempuh ketika cuaca sedang cerah.
Waktu tempuh merupakan hasil dari persamaan (4) yaitu hasil dari penjumlahan antara waktu memuat tebu di kebun, waktu perjalanan, serta waktu mengantri di stasiun bongkar tebu. Waktu mengantri didapatkan dari analisis antrian, sedangkan waktu memuat tebu di kebun didapatkan melalui pengukuran waktu yang langsung dilakukan di lapangan. Dari hasil pengukuran waktu, didapatkan bahwa lama memuat tebu ke dalam truk pada saat cuaca hujan atau pasca hujan yaitu 56 menit, sedangkan pada saat cuaca cerah yaitu 25 menit. Perbedaan waktu memuat tersebut terutama disebabkan oleh kondisi tanah di kebun tebu tersebut yang tergolong susah untuk kering apabila sudah terkena air hujan, sehingga tidak jarang truk yang melewati tanah tersebut akan terperosok ke dalam tanah tersebut dan mengakibatkan terhambatnya proses pengangkutan, untuk mengatasinya, beberapa truk yang akan melewati tanah becek akan menunggu di jalan lain yang tidak terlalu becek, sehingga proses memuat tebu semakin lama karena jarak truk yang semakin jauh. Waktu perjalanan merupakan waktu yang ditempuh oleh truk dari pabrik menuju kebun. Lamanya waktu perjalanan ditentukan oleh jarak dari kebun yang dituju dan kecepatan dari truk tersebut. Kecepatan dari truk ketika mengangkut sangat bergantung dari kondisi jalan dan cuaca, apabila cuaca sedang hujan/pasca hujan kecepatan truk cenderung melambat sekitar 12 – 15 km/jam, sedangkan ketika cerah menjadi lebih cepat pada kisaran 30 – 45 km/jam. Perbedaan kecepatan tersebut disebabkan karena kondisi tanah yang becek, sehingga truk cenderung akan berjalan dengan kecepatan yang lebih lambat ketika melewati tanah yang becek tersebut, sedangkan untuk jarak, PG Rajawali II membagi perkebunan HGU menjadi lima radius jarak kebun dari pabrik, yaitu : a. Radius 1 (R1) = 5 km b. Radius 2 (R2) = 10 km c. Radius 3 (R3) = 15 km d. Radius 4 (R4) = 20 km e. Radius 5 (R5) = 26 km Melalui pembagian jarak tersebut, dapat diketahui perkiraan waktu perjalanan yang akan dihabiskan oleh truk baik ketika berangkat menuju kebun dan pulang menuju pabrik. Lampiran 11 menyajikan hasil dari penghitungan waktu tempuh dengan menggunakan persamaan (4) untuk setiap radius.
4.5 Hasil Desain Sistem Transportasi 4.5.1 Hasil Desain Basis Data Basis data didefinisikan sebagai kumpulan dari data yang saling berhubungan yang diorganisasi sedemikian rupa agar kemudian dapat dimanfaatkan lagi dengan cepat dan mudah. Basis data dapat dianggap sebagai kumpulan data yang terkomputerisasi, diatur dan disimpan menurut salah satu cara yang memudahkan pengambilan kembali. Secara sederhana basis data dapat diungkapkan sebagai suatu pengorganisasian data dengan bantuan komputer yang memungkinkan data dapat diakses dengan mudah dan cepat. Tujuan awal dan utama dalam pengolahan data pada sebuah basis data adalah agar dapat menentukan kembali data (data yang dicari) dengan mudah dan cepat.
a. CDM (Conceptual Data Model) CDM adalah model yang dibuat berdasarkan anggapan bahwa dunia nyata terdiri dari koleksi obyek-obyek dasar yang dinamakan entitas (entity) serta hubungan (relationship) antara entitas-entitas
itu. CDM Biasanya juga direpresentasikan dalam bentuk Entity Relationship Diagram. Sebuah CDM mewakili keseluruhan struktur logis dari database, yang independen dari perangkat lunak apapun atau struktur penyimpanan data. Sebuah model konseptual sering mengandung objek data yang belum diimplementasikan dalam database fisik. Ini memberikan representasi formal dari data yang diperlukan untuk menjalankan suatu perusahaan atau kegiatan bisnis. Model data konseptual dapat dilihat pada Lampiran 8 dimana model data konseptual yang dibuat meruapakan hasil generate dari diagram kelas menggunakan Sybase Power Designer 16.0.
b. PDM (Physical Data Model) PDM dapat dibuat dari hasil generate CDM (conceptual data model). PDM merupakan model yang menggunakan sejumlah Tabel untuk menggambarkan data serta hubungan antara data-data tersebut. Setiap Tabel memiliki sejumlah kolom di mana setiap kolom memiliki nama yang unik. PDM merupakan perancangan basis data secara fisik, tipe data yang digunakan juga bersifat lebih khusus dan spesifik. Perancangan PDM merupakan representasi sebenarnya dari basis data (Halimsetiawan., 2009). Diagram data fisik ini menghasilkan Tabel-Tabel yang digunakan dalam mengimplementasi aplikasi. Untuk lebih jelasnya model data fisik dapat dilihat pada Lampiran 9. Dari PDM yang dibuat kemudian dapat digeneralisasi menjadi suatu susunan basis data yang siap pakai di PHP My Andmin
4.5.2 Tampilan Antarmuka Sistem Transportasi Perancangan antarmuka sistem transportasi merupakan proses konversi dari model konseptual menjadi suatu aplikasi prototipe dengan melalui proses pengkodean. Dalam proses ini dibuat desain antar muka sebagai suatu manajemen dialog antara sistem dengan pengguna. Desain antarmuka Canetrans V.01 ini dibuat dengan menggunakan peranti lunak Dreamweaver CS 5 dan bahasa pemrogaman PHP. Bahasa pemrogaman PHP merupakan bahasa pemrogaman yang bekerja dalam sebuah webserver. Script – script PHP yang dibuat harus tersimpan dalam sebuah server dan dieksekusi atau diproses dalam server tersebut. Pemilihan pemrogaman berbasis web ini digunakan karena kemudahan dari pengguna untuk mengakses program transportasi ini melalui aplikasi browser seperti Internet Explorer, Google Chrome, dan Mozilla Firefox. Untuk melakukan penjadwalan, terdapat beberapa tahap yang harus dilakukan pengguna program, yaitu melakukan input rencana tebang terlebih dahulu setelah itu pengguna baru dapat melakukan penjadwalan transportasi. Subsistem input tebang dan penjadwalan transportasi merupakan halaman yang dapat diakses oleh sinder dan Departemen Penebangan yang bertugas untuk menentukan lokasi kebun yang akan ditebang, mandor, jumlah tebang, serta jumlah tenaga tebang yang akan digunakan untuk penebangan besok. Subsistem input tebang ini terdiri dari dua submenu, yaitu input tebang dan cari input tebang. Gambar 22 merupakan halaman dari submenu input tebang program Canetrans.
Gambar 22. Halaman Submenu Input Tebang Program Canetrans Submenu cari input tebang digunakan untuk mencari hasil dari input tebang yang telah di input sebelumnya. Submenu cari tebang ini digunakan apabila pengguna ingin melakukan perubahan (update) dari rencana tebang yang telah di input atau menghapus rencana tebang yang sudah ada. Gambar 23 merupakan halaman dari submenu cari input tebang.
Gambar 23. Halaman Submenu Cari Input Tebang Program Canetrans Subsistem penjadwalan transportasi merupakan subsistem yang hanya dapat diakses oleh Kepala Departemen Penebangan. Submenu input lokasi merupakan tahap awal yang dilakukan oleh pengguna untuk mengetahui jumlah dari lokasi kebun yang akan di tebang serta jumlah truk mula – mula yang akan digunakan. Gambar 24 merupakan halaman dari submenu input lokasi tebang.
Gambar 24. Halaman Submenu Input Lokasi Syarat dari proses input lokasi ini adalah jumlah inisiasi truk yang di input minimal harus sama dengan jumlah kebun yang akan ditebang. Setelah dilakukan input inisiasi jumlah truk yang digunakan, program akan melakukan penjadwalan dengan penambahan truk sampai dengan jumlah truk yang telah ditambahkan dapat mengangkut semua tebu yang tersedia di kebun. Setelah melakukan input berapa jumlah dari kebun yang akan ditebang dan jumlah inisiasi, pengguna akan masuk ke halaman berikutnya yang masih termasuk ke dalam bagian submenu input lokasi. Pada halaman tersebut, pengguna akan memilih lokasi kebun yang akan ditebang. Pemilihan lokasi kebun tersebut harus sama dengan rencana tebang yang telah dibuat oleh sinder pada halaman subsistem input tebang. Jumlah kebun yang akan dipilih akan sama dengan jumlah dari kebun yang telah diinputkan pada halaman sebelumnya. Sebagai contoh, apabila pada submenu input lokasi telah diinput jumlah kebun sebanyak tiga kebun, maka pada halaman selanjutnya akan muncul pilihan kebun yang jumlahnya sesuai dengan jumlah kebun pada halaman input lokasi. Gambar 25 merupakan halaman lanjutan dari submenu input lokasi.
Gambar 25. Halaman Lanjutan dari Submenu Input Lokasi Setelah pemilihan kebun dilakukan, program akan melakukan pengecekan apakah kebun yang telah dipilih pada halaman input lokasi terdapat pada kebun Tabel input_tebang yang telah disimpan pada database, apabila kebun yang dipilih tidak ada pada database maka jumlah dari tebu yang akan di tebang tidak akan ditampilkan pada hasil penjadwalan dan hasil penjadwalan akan menjadi salah. Apabila kebun yang telah dipilih terdapat pada Tabel input tebang di database, maka jumlah tebu yang
akan ditebang pada kebun serta hasil penjadwalan akan ditampilkan oleh program pada halaman selanjutnya. Gambar 26 merupakan contoh dari halaman hasil penjadwalan.
Gambar 26. Halaman Hasil Penjadwalan Melalui Gambar 31, dapat dilihat bahwa hasil penjadwalan yang telah dilakukan oleh program terdiri dari informasi mengenai jumlah inisiasi truk yang dilakukan, jumlah truk hasil penghitungan program yang disarankan, lokasi kebun dan jumlah tebu yang akan diangkut di kebun tersebut serta Tabel yang berisi hasil model penjadwalan yang berupa alokasi truk di setiap kebun. Tabel hasil penjadwalan tersebut terdiri dari informasi hasil model penjadwalan yang telah dilakukan oleh program, yaitu : a. Nomor truk Kode dari truk yang akan digunakan untuk mengangkut tebu. b. Jeda Tenggang waktu yang dialami oleh truk ketika truk tersebut sedang menunggu truk pertama selesai memuat tebu. Jeda tersebut hanya berlaku apabila tedapat lebih dari satu truk yang akan mengangkut tebu pada suatu kebun. c. Kebun Memuat informasi lokasi kebun yang akan diangkut tebunya. d. Waktu tempuh Memuat informasi mengenai waktu tempuh dari kebun menuju pabrik. e. Total waktu tempuh Memuat informasi mengenai jumlah waktu yang telah dihabiskan oleh truk untuk mengangkut tebu dari mulain menit ke-0 f. Sisa tebu Memuat informasi berupa jumlah dari tebu yang belum terangkut pada kebun tertentu. Melalui Tabel ambilan pertama (trip 1) pada Gambar 31, dapat dilihat bahwa program mengurutkan kebun berdasarkan dari jumlah tebu terbanyak sampai dengan jumlah tebu paling sedikit, hasil tersebut memperlihatkan bahwa hasil model penjadwalan yang telah dilakukan oleh program sesuai dengan metodologi penjadwalan yang diterapkan. Selain itu pada Tabel tersebut ditampilkan juga jeda setiap truk yang akan mengangkut di setiap kebun. Jeda yang yang terdapat pada Tabel disesuaikan
dengan banyaknya truk yang sedang menunggu untuk mengangkut tebu. Sebagai contoh, apabila terdapat tiga truk yang sedang mengangkut tebu pada kebun pertama, maka jeda waktu yang dialami oleh truk pertama adalah 0 menit, truk kedua adalah 25 menit, dan truk ketiga adalah 75 menit. Waktu jeda tersebut kemudian akan ditambahkan dengan waktu tempuh dari kebun tersebut dan hasil penjumlahan tersebut ditampilkan pada kolom total tempuh kumulatif pada setiap Tabel ambilan. Pada Tabel ambilan kedua (trip 2) truk yang menyelesaikan angkutan tebu tercepat akan dialokasikan menuju kebun dengan jumlah tebu terbanyak. Pada Tabel ambilan dua di Gambar 31, terlihat bahwa truk yang paling cepat menyelesaikan pengangkutan tebu yaitu truk 2 dan truk 4 dengan waktu selesai mengangkut pada menit ke-128. Pada program ini, apabila terdapat lebih dari satu truk dengan waktu menyelesaikan angkutan dalam waktu yang bersamaan, program akan memilih secara acak truk mana yang akan dialokasikan terlebih dahulu menuju kebun selanjutnya. Pada Gambar 31, program memilih truk 4 sebagai truk tercepat yang akan dialokasikan menuju kebun dengan sisa tebu terbanyak, yaitu Kolak Aren Utara 78. Hal ini menunjukan bahwa hasil dari output model penjadwalan transportasi dan penentuan rute sesuai dengan hasil yang diharapkan pada penelitian ini. Waktu merupakan variabel yang sangat menentukan dalam program ini, karena waktu menjadi salah satu variabel yang menyebabkan suatu alokasi truk atau penjadwalan menjadi terhenti karena telah melebihi batas waktu angkut tebu, yaitu 840 menit. Selain itu, terdapat juga variabel lain yang menyebabkan berhentinya suatu penjadwalan atau alokasi truk, yaitu kondisi ketika sisa tebu di setiap kebun sama dengan nol atau telah habis terangkut. Oleh karena itu, program melakukan rekap jumlah waktu yang telah dihabiskan oleh setiap truk untuk mengangkut tebu selama satu hari serta jumlah tebu yang telah ditebang di setiap kebun. Gambar 27 menunjukan hasil rekap waktu dan sisa tebu yang telah dihitung oleh program.
Gambar 27. Hasil Rekap Waktu Penjadwalan
4.6 Hasil Model Penjadwalan Pengujian model penjadwalan dilakukan dengan membandingkan hasil model penjadwalan yang dihasilkan oleh program untuk jumlah tebang dan jumlah kendaraan dengan hasil jumlah tebang dan jumlah kendaraan aktual yang digunakan oleh perusahaan selama enam hari. Dengan membandingkan hasil dari pengujian model penjadwalan dengan data aktual yang telah dilakukan oleh perusahaan, diharapkan dapat terlihat apakah terjadi peningkatan efisiensi dan peningkatan
produktivitas melalui penjadwalan transportasi yang telah dibuat. Tabel 10 memberikan contoh dari hasil penjadwalan yang telah dilakukan untuk penebangan tanggal 25 Mei 2012. Tabel 10. Contoh Hasil Pengujian Model Penjadwalan (25 Mei 2012)
Trip 3
Trip 4
Trip 5
1697
561
2315
1838
Waktu Selesai Mengangkut Tebu Setiap Truk (Menit) 711
988
1792
2315
:
608
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
96
511
1121
1113
1362
:
738
97
1121
561
998
60
:
816
Nomor Truk
Trip 1
Trip 2
1
50
2
60
: :
Rata – Rata Waktu Selesai Angkut Tebu
715
Melalui Tabel 10 dapat terlihat bahwa setiap truk akan mengangkut tebu di kebun yang berbeda – beda setiap tripnya, sebagai contoh, truk No.1 pada trip pertama akan mengangkut tebu di kebun dengan kode petak 50. Pada trip kedua, truk No.1 tidak mengangkut tebu di kebun yang sama, melainkan akan mengangkut tebu di kebun dengan kode petak 1697, hal ini menunjukan bahwa output dari model penjadwalan yang telah dilakukan oleh program telah sesuai dengan hasil yang diharapkan, dimana fleksibilitas truk akan meningkat dengan memiliki rute angkut menuju kebun yang berbeda di setiap tripnya. Pada Trip 5, tidak semua truk akan di alokasikan menuju kebun, dikarenakan adanya kemungkinan terdapat beberapa truk yang sudah mencapai batas waktu angkut (menit ke-840) atau jumlah tebu yang telah direncanakan untuk diangkut telah terangkut semua pada trip sebelumnya (trip 4). Pada Tabel 10 terdapat kolom waktu selesai mengangkut tebu setiap truk, kolom tersebut memberikan informasi bahwa setiap truk yang dialokasikan untuk mengangkut tebu pada hari tersebut dapat mengangkut keseluruhan tebu yang telah direncanakan untuk ditebang dan diangkut sebelum batas waktu pengangkutan, yaitu pada menit ke-840. Hasil pengujian model penjadwalan dapat dilihat pada Lampiran 12. Selain dilihat dari tujuan kebun yang akan diangkut, pengujian model penjadwalan dilakukan dengan melihat hasil penjadwalan yang telah dilakukan dilihat dari segi waktu pengangkutan tebu di kebun. Tabel 11 memberikan contoh hasil pengujian model penjadwalan dilihat dari segi waktu pengangkutan tebu di kebun untuk tanggal 25 Mei 201
Tabel 11. Hasil Pengujian Model Penjadwalan untuk Waktu Muat Tebu
Kode Petak
50
60
: :
2315
Nomor Truk/Waktu Selesai (Menit) --13
38
61
86
87--
--310
354
385
438
463--
4
19
6
28
0
--50
87
8
19
4--
--237
290
329
374
452--
6
28
14
20
53
: :
: :
: :
: :
: :
--1
2
25
14
:
--495
520
622
648
:
128
0
77
1
Rata - Rata Waktu Tunggu Tebu (Menit)/Rata - Rata Waktu Selesai Mengangkut Tebu di Kebun
Rata – rata Waktu Tunggu Tebu (menit)
Waktu Selesai Mengangkut Tebu di Kebun (menit)
18
607
23
721
: :
: :
42
673
44
576
Tabel 11 memberikan informasi mengenai nomor truk yang mengangkut pada suatu kebun, pada menit ke berapa truk tersebut akan diisi dengan tebu, beserta waktu tunggu tebu untuk diangkut. Waktu tunggu tebu merupakan waktu tunggu yang dihabiskan oleh tebu untuk dimuat ke dalam truk selanjutnya setelah truk sebelumnya telah selesai diisi dengan tebu. Sebagai contoh, truk nomor 38 pada Tabel 11 akan mulai diisi dengan tebu pada menit ke – 354 dan proses memuat tebu akan selesai pada menit ke – 379 (waktu memuat tebu = 25 menit). Setelah itu, truk nomor 61 sampai di kebun dan mulai diisi dengan tebu pada menit ke – 385, setelah proses memuat tebu untuk truk 38 selesai pada menit ke – 379 sampai dengan dimulainya proses memuat tebu ke dalam truk nomor 61 pada menit ke – 385, terdapat jeda atau waktu tunggu yang dihabiskan oleh tebu selama 6 menit. Lampiran 13 memberikan hasil pengujian penjadwalan secara keseluruhan untuk tanggal 25 Mei 2012. Waktu tunggu tebu sangatlah penting untuk diketahui, karena salah satu fungsi dari penjadwalan menurut Russel and Taylor (1995) adalah untuk mengurangi kondisi idle time dan jumlah produk yang tertahan pada suatu proses pekerjaan, dimana produk yang dimaksud dalam konteks penjadwalan angkut tebu ini adalah tebu yang akan diangkut dari kebun menuju pabrik. Semakin kecil waktu tunggu suatu tebu, semakin kecil potensi penurunan kualitas nira dan kuantitas dari tebu yang akan terjadi. Minimal waktu tunggu setiap tebu untuk diangkut ke dalam truk adalah nol. Waktu tunggu sama dengan nol menandakan bahwa setelah tebu selesai diangkut ke dalam satu truk, maka tebu tersebut langsung diangkut ke dalam truk selanjutnya, dengan kata lain, terdapat antrian truk yang menunggu untuk mengangkut tebu.
Waktu selesai mengangkut tebu di kebun pada Tabel 11 berbeda dengan waktu selesai mengangkut tebu setiap truk pada Tabel 10. Pada Tabel 10, diberikan informasi mengenai waktu selesai atau waktu berakhirnya penugasan mengangkut tebu oleh setiap truk selama satu hari pengangkutan berlangsung. Sedangkan waktu selesai mengangkut tebu di kebun pada Tabel 11 memberikan informasi mengenai pada menit ke berapa atau berapa lama tebu yang terdapat di suatu kebun akan habis diangkut oleh truk. Pada dasarnya, tujuan dari diberikannya informasi mengenai waktu selesai mengangkut tebu pada suatu kebun dan setiap truk adalah sama, yaitu untuk mengetahui waktu selesai mengangkut tebu baik dari kebun maupun dari truk, namun keduanya memiliki fungsi yang berbeda. Dengan diketahuinya waktu selesai mengangkut tebu di setiap kebun, dapat dilihat apakah dengan digunakannya truk yang berbeda – beda setiap tripnya untuk mengangkut tebu di kebun tersebut, sistem pengangkutan tebu mengalami gangguan serta tebu yang direncanakan untuk ditebang dapat terangkut semua dengan tepat waktu atau tidak. Sedangkan dengan diketahuinya waktu selesai mengangkut tebu dari setiap truk, dapat dilihat apakah dengan mengangkut tebu pada kebun yang berbeda, proses pengangkutan dapat berjalan dengan baik serta dapat dilakukan dengan tepat waktu atau tidak. Melalui contoh hasil penjadwalan pada Tabel 10 dan Tabel 11, dapat terlihat bahwa dengan dilakukannya proses penjadwalan, tebu dapat ditebang seluruhnya sebelum mencapai batas waktu pengangkutan, yaitu menit ke – 840, baik dilihat dari waktu selesai mengangkut tebu di kebun dan waktu selesai mengangkut tebu dari setiap truk. Rata – rata waktu penugasan truk dan rata – rata waktu tunggu tebu dihitung untuk mengetahui berapa lama waktu tunggu tebu dan apakah setiap truk yang dialokasikan pada saat pengangkutan tebu berlangsung melebihi batas waktu pengangkutan (20.00/menit ke-840) serta apakah tebu yang direncanakan untuk diangkut dapat tercapai apabila dilihat dari segi waktu pengangkutan. Tabel 12 memberikan data hasil perhitungan rata – rata waktu penugasan truk dan rata – rata waktu tunggu tebu. Tabel 12. Rata - Rata Waktu Penugasan Truk dan Waktu Tunggu Tebu Sebelum Diangkut
Periode 1
Rata - Rata Waktu Penugasan Truk (Menit) 715
Rata - Rata Waktu Tunggu Tebu Sebelum Diangkut (Menit) 44
Periode 2
739
35
Periode 3
721
30
Periode 4
738
41
Periode 5
709
35
Periode 6
737
37
Periode
Tabel 12 memberikan data lama waktu tunggu yang dialami tebu sebelum dimuat ke dalam truk melalui implementasi system dengan menggunakan model penjadwalan yang telah dibuat untuk enam periode. Periode satu merupakan hari pengangkutan untuk tanggal 25 Mei 2012, periode dua untuk tanggal 26 Mei 2012, periode tiga untuk tanggal 27 Mei 2012, periode empat untuk tanggal 29 Mei 2012, periode lima untuk tanggal 30 Mei 2012, dan periode enam untuk tanggal 31 Mei 2012. Rata- rata waktu penugasan truk yang didapatkan melalui pengujian model penjadwalan memberikan hasil bahwa setiap truk yang dialokasikan untuk mengangkut tebu dapat menyelesaikan pengangkutan tebu sebelum batas waktu pengangkutan tebu, yaitu menit ke 840. Hal tersebut menunjukan bahwa dengan
menggunakan model penjadwalan yang telah dibuat, jumlah tebu yang telah direncanakan untuk diangkut dan ditebang dapat tercapai sebelum mencapai menit ke-840. Rata- rata waktu tunggu tebu sebelum diangkut merupakan jumlah rata – rata waktu tunggu yang dibutuhkan tebu sampai tebu tersebut dimuat ke dalam truk di kebun. Waktu tunggu tersebut sangatlah berpengaruh terhadap tingkat kerusakan tebu, dimana semakin lama tebu tersebut menunggu untuk diangkut, maka semakin lama pula waktu tebu tersebut menunggu untuk digiling. Rata- rata waktu tunggu tebu sebelum dimuat ke dalam truk tersebut dipengaruhi oleh jarak dari kebun menuju pabrik, serta kondisi jalan dan cuaca, dimana semakin jauh jarak tempuh truk, semakin lama pula waktu tunggu tebu. Dari hasil perhitungan, di dapatkan data bahwa waktu tunggu tebu untuk diangkut pada hari penebangan yaitu 44 menit, 35 menit, 30 menit, 41 menit, 35 menit, dan 37 menit. Tebu pada dasarnya tidak hanya mengalami waktu tunggu pada saat sebelum tebu diangkut saja, namun tebu tersebut akan kembali mengalami waku tunggu ketika tebu tersebut dimuat dari kebun ke dalam truk, diangkut dari kebun menuju pabrik, mengantri di stasiun bongkar tebu, dan ketika tebu tersebut di simpan di caneyard. Jumlah waktu tunggu tebu dapat dihitung melalui persamaan (7). Waktu tunggu tebu ketika di dalam caneyard tidak dimasukan ke dalam persamana (7) karena tebu yang disimpan di dalam caneyard akan digiling secara acak atau tidak bersifat First In First Out (FIFO) sehingga waktu tunggu tebu di dalam caneyard sulit untuk ditentukan lama waktu tunggunya. Hasil dari persamaan (7) dapat dilihat melalui Tabel 13. Tabel 13. Jumlah Waktu Tunggu Tebu
Periode
Periode 1 Periode 2 Periode 3 Periode 4 Periode 5 Periode 6 Rata - rata
Rata - Rata Waktu Tunggu Tebu Sebelum Diangkut (Menit) 44 35 30 41 35 37 37
Waktu Mengangkut Tebu (Muat tebu – Bongkar tebu) (Menit) 120 120 120 120 120 120 120
Jumlah Waktu Tunggu Tebu Hasil Model Penjadwalan (Menit) 164 155 150 161 155 157 157
Melalui Tabel 13, dapat terlihat bahwa rata - rata waktu tunggu tebu dengan menggunakan model penjadwalan yaitu 157 menit. Waktu tunggu hasil model penjadwala tersebut lebih sedikit dibandingkan dengan waktu tunggu tebu aktual, yaitu sebesar 178 menit. Hal ini menunjukan bahwa dengan menggunakan model penjadwalan yang telah dibuat, tebu dapat di angkut lebih cepat sehingga waktu tunggu tebu tersebut akan menjadi leibh sedikit, dan secara tidak langsung akan menunda kerusakan tebu karena tebu tersebut dapat digiling lebih cepat. Selain dari waktu tunggu tebu, tercapainya jumlah tonase tebu yang akan ditebang merupakan salah satu tujuan dari dilakukannya pemodelan untuk penjadwalan transportasi angkut tebu. Setelah dilakukan pengujian model penjadwalan untuk enam hari penebangan tebu, dihasilkan suatu data seperti yang terlihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Perbandingan Hasil Validasi Model Penjadwalan untuk Jumlah Tebang Tebu Dengan Realisasi Jumlah Tebang
Periode
Rencana Tebang (Kuintal) 24200
Jumlah Aktual Hasil Tebang (Kuintal) 24405
Jumlah Tebang Hasil Model Penjadwalan (Kuintal) 24200
Periode 1 Periode 2
26570
32822
26500
Periode 3
20600
23321
20600
Periode 4
19400
24346
19400
Periode 5
36700
36031
36700
Periode 6
37340
34981
37340
Hasil dari pengujian program dengan rencana tebang yang telah dibuat oleh perusahaan memberikan hasil yang positif. Melalui Tabel 14 dapat dilihat bahwa dengan menggunakan model penjadwalan yang diberikan, jumlah tebu yang dapat diangkut oleh truk selama proses tebang angkut dilakukan tercapai atau sesuai dengan jumlah rencana tebang tebu yang telah dibuat. Selain dari jumlah tebang tebu yang dapat dicapai, pengujian model penjadwalan dilakukan dengan membandingkan jumlah dari realisasi truk yang digunakan dengan jumlah truk dari output model penjadwalan yang dihasilkan oleh program. Tabel 15 memberikan hasil dari perbandingan realisasi jumlah truk dengan jumlah truk hasil pengujian model penjadwalan. Tabel 15. Perbandingan Hasil Model Penjadwalan Jumlah Truk Dengan Realisasi Jumlah Penggunaan Truk Periode
Rencana Tebang (Kuintal) 24200
Jumlah Aktual Penggunaan Truk (Unit) 114
Jumlah Truk Hasil Model Penjadwalan (Unit) 97
Periode 1 Periode 2
26570
125
105
Periode 3
20612
99
83
Periode 4
19400
106
81
Periode 5
36700
127
146
Periode 6
37340
162
148
Melalui Tabel 15, dapat dilihat bahwa dengan menggunakan model penjadwalan yang diberikan, terdapat lima hari dari enam hari penebangan tebu yang dapat dilakukan dengan jumlah truk yang lebih sedikit dibandingkan dengan realisasi jumlah truk yang telah digunakan oleh perusahaan. Produktivitas truk dihitung dengan membandingkan rata – rata jumlah tebu yang dapat diangkut oleh setiap truk yang digunakan oleh perusahaan dengan rata – rata jumlah tebu yang dapat diangkut oleh setiap truk melalui model penjadwalan. Efisiensi truk dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (6) dimana hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Perbandingan Rata - Rata Tebu yang Diangkut Setiap Truk Dengan Jumlah Aktual dan Jumlah Model Penjadwalan
Periode
Rata - rata Jumlah Tebu yang Diangkut (Kuintal/ Truk) (Aktual)
Rata - rata Jumlah Tebu yang Diangkut (Kuintal/ Truk) (Model Penjadwalan)
Periode 1
214
249
Efisiensi Jumlah Tebu yang Diangkut (%) 114.19
Periode 2
263
252
95.96
Periode 3
236
242
102.8
Periode 4
230
240
104.1
Periode 5
284
250
86.36
Periode 6
216
249
113.26
Rata - Rata
240
248
102.77
Melalui Tabel 16, dapat terlihat bahwa terdapat tiga hari dari lima hari waktu penebangan tebu dengan menggunakan model penjadwalan dimana setiap truk dapat mengangkut lebih banyak tebu dibandingkan dengan jumlah tebu yang dapat diangkut setiap truk dengan kondisi aktual. Selain itu, efisiensi dapat tercapai pada tanggal 25, 27, 29, dan 31 Mei (periode satu, periode tiga, periode empat, dan periode enam) sebesar 114,19%, 102,8%, 104,1%, dan 113,26%. Melalui hasil perhitungan tersebut, dapat disimpulkan bahwa model penjadwalan dapat meningkatkan efisiensi truk dan terdapat peningkatan produktivitas truk yang dapat dilihat dari banyaknya jumlah tebu yang diangkut oleh setiap truk. Selama rentang waktu lima hari tersebut, terdapat dua hari penebangan dimana efisiensi tebu yang dapat diangkut setiap truk tidak tercapai. Hal tersebut dapat terjadi karena pada tanggal 30 Mei (periode lima), jumlah aktual truk yang digunakan lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah truk hasil dari model penjadwalan. Sedangkan pada tanggal 26 Mei (periode dua), jumlah truk yang dihasilkan dengan model penjadwalan lebih sedikit dari jumlah truk aktual, namun jumlah tebu yang dapat diangkut dengan jumlah truk aktual berbeda dengan jumlah tebu yang direncanakan untuk ditebang. Jumlah tebang yang melebihi jumlah rencana tebang pada dasarnya dapat menyebabkan tingkat penurunan rendemen gula di dalam tebu, dimana menurut Mochtar (1982), kehilangan gula dari saat penebangan sampai penggilingan terutama disebabkan oleh cara pemanenan dan penundaan tebu untuk digiling. Jumlah tebu berlebih yang didapatkan selama proses pengangkutan tebu dilakukan akan disimpan di dalam caneyard sampai tebu tersebut akan diolah. Apabila tebu berlebih tersebut terlalu lama didiamkan di dalam caneyard, maka tebu ditumpuk tersebut akan mengalami penurunan rendemen gula dan memberikan kerugian untuk perusahaan.
4.7 Kekurangan Model Penjadwalan Model penjadwalan transportasi angkut tebu dibuat dengan menggunakan metoda heuristik dan menghasilkan efisiensi dan efektifitas yang cukup memuaskan. Namun, model yang dibuat masih memiliki beberapa kekurangan, terutama pada saat implementasi sistem, yaitu : 1. Hasil dari pengujian model menunjukan bahwa terdapat beberapa kebun dengan sisa tebu kurang dari 60 kuintal namun jumlah tebu tersebut masih diangkut oleh truk. Hal ini tidak sesuai dengan kapasitas dari truk yang seharusnya dapat mengangkut tebu secara optimum, yaitu 60 kuintal. Sehingga jumlah truk yang dihasilkan oleh program tidak maksimal.
2. 3.
4. 5.
6.
Model ini masih bersifat statis, sehingga jika ada gangguan dalam sistem pengangkutan, model ini tidak dapat memberikan solusi. Jarak dari kebun menuju pabrik yang digunakan untuk model ini tidak variatif atau tidak terlalu mendekati kondisi aktual dari kebun. Dalam artian, pembagian jarak menjadi lima radius tidak terlalu mewakili jarak sesungguhnya dari setiap kebun, sehingga penggunaan jarak menjadi tidak terlalu tepat Waktu yang digunakan untuk melakukan penjadwalan transportasi angkut dengan menggunakan program ini relatif lama. Program tidak dapat menghasilkan suatu penjadwalan tranportasi untuk mengangkut tebu lebih dari jumlah tebu yang berada di rencana tebang. Berbeda data aktual yang diberikan oleh perusahaan dimana terdapat beberapa realisasi tebang dengan jumlah angkut tebu yang lebih besar dibandingkan dengan rencana tebang. Program menghasilkan suatu output penjadwalan dimana setiap jumlah sisa tebu yang terdapat di kebun mulai dihitung ketika truk telah selesai melakukan unloading di pabrik. Hal ini memberikan suatu potensi idle untuk tebu di kebun karena jumlah truk akan dialokasikan ketika sisa setiap tebu selesai dihitung sisanya ketika truk selesai melakukan unloadin, tidak pada saat tersebut selesai mengangkut tebu di kebun tersebut.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan Terdapat faktor – faktor yang mempengaruhi model penjadwalan transportasi angkut tebu, yaitu jarak dari kebun menuju pabrik, waktu tempuh yang merupakan jumlah dari waktu antrian, waktu perjalanan, dan waktu memuat tebu di kebun, kapasitas dari truk, batas waktu angkut, dan jumlah kendaraan angkut yang digunakan. Analisis antrian dilakukan untuk mengetahui waktu antrian yang akan digunakan sebagai salah satu variabel waktu yang berpengaruh terhadap hasil penjadwalan. Berdasarkan hasil analisis antrian yang telah dilakukan di stasiun A dan stasiun B, dihasilkan suatu model antrian yang digambarkan dengan notasi Kendall. Berdasarkan notasi Kendall, didapatkan model antrian yang terjadi di stasiun bongkar A mengikuti model antrian M:M:1:FCFS:F, dengan M yang mewakili tingkat kedatangan dan tingkat pelayanan di stasiun bongkar A mengikuti distribusi Poisson, jumlah stasiun pelayanan di stasiun bongkar A adalah satu (1), disiplin antrian mengikuti First come First Serve dimana truk yang datang lebih dulu akan dilayani lebih dulu pula, dan jumlah populasi antrian finite (F) atau terbatas. Jumlah populasi antrian di stasiun A terbatas karena stasiun tersebut lokasinya berdekatan dengan stasiun penimbangan, sehingga populasi truk yang mengantri di stasiun A harus dibatasi agar tidak menghalangi truk yang akan masuk ke dalam stasiun bongkar B setelah selesai melalui stasiun penimbangan. Waktu antrian (Wq) truk di stasiun A adalah sebesar 58 menit dan waktu didalam sistem (Ws) sebesar 68 menit. Waktu antrian merupakan lamanya truk mengantri di stasiun bongkar A tersebut dan waktu di dalam system merupakan waktu yang digunakan oleh truk untuk mengantri sampai selesainya truk tersebut dibongkar muatannya. Stasiun bongkar B yang memiliki nilai dari tingkat kedatangan dan tingkat pelayanan yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai dari tingkat kedatangan dan tingkat pelayanan di stasiun A. Model antrian yang terjadi di stasiun B mengikuti M:M:1:FCFS:I, dengan M yang mewakili tingkat kedatangan dan tingkat pelayanan di stasiun bongkar A mengikuti distribusi Poisson, jumlah stasiun pelayanan di stasiun bongkar A adalah satu (1), disiplin antrian mengikuti First come First Serve dimana truk yang datang lebih dulu akan dilayani lebih dulu pula, dan jumlah populasi antrian infinite (I). Jumlah populasi di stasiun bongkar B berbeda dengan jumlah populasi yang terdapat di staisun bongkar A yang memiliki jumlah populasi terbatas atau finite, hal ini disebabkan karena stasiun B memiliki lahan untuk truk yang mengantri lebih luas dan panjang dibandingkan dengan dengan stasiun bongkar A, sehingga jumlah truk yang dapat masuk atau mengantri di stasiun B tidak terbatas jumlahnya. Waktu truk mengantri di stasiun bongkar B (Wq) adalah sebesar 48 menit dan waktu truk tersebut mengantri sampai dengan selesainya proses bongkar tebu atau waktu di dalam sistem (Ws) sebesar 60 menit. Implementasi sistem dilakukan melalui desain interface sistem dan programming untuk model penjadwalan transportasi. Untuk mengetahui apakah hasil dari programming sesuai dengan harapan atau tidak, dilakukan pengujian model penjadwalan dengan menghitung efisiensi, rata – rata waktu tunggu tebu dan rata – rata waktu penugasan truk selama proses pengangkutan berlangsung, tercapai tidaknya rencana penebangan dan pengangkutan tebu, dan jumlah truk yang dihasilkan oleh model penjadwalan yang sudah dibuat. Berdasarkan hasil implementasi sistem, diketahui bahwa model penjadwalan angkut
tebu yang digunakan untuk sistem transportasi lebih baik dibandingkan dengan sistem transportasi yang telah berjalan di perusahaan. Efisiensi tercapai dimana terdapat empat hari dari enam hari waktu penebangan tebu dengan menggunakan model penjadwalan dimana setiap truk dapat mengangkut lebih banyak tebu dibandingkan dengan jumlah tebu yang dapat diangkut setiap truk dengan kondisi aktual pada tanggal 25, 27, 29, dan 31 Mei, yaitu sebesar 114,19%, 102,8%, 104,1%, dan 113,26%. Rata – rata waktu penugasan truk dan rata – rata waktu tunggu tebu dihitung untuk mengetahui berapa lama waktu tunggu tebu dan apakan setiap truk yang dialokasikan pada saat pengangkutan tebu berlangsung melebihi batas waktu pengangkutan (20.00/menit ke-840) serta apakah tebu yang direncanakan untuk diangkut dapat tercapai apabila dilihat dari segi waktu pengangkutan. Rata- rata waktu penugasan truk yang didapatkan melalui pengujian model penjadwalan memberikan hasil bahwa setiap truk yang dialokasikan untuk mengangkut tebu dapat menyelesaikan pengangkutan tebu sebelum batas waktu pengangkutan. Total waktu tunggu tebu dihitung dengan menjumlahkan waktu tunggu tebu sebeum diangkut, waktu memuat tebu, waktu pengangkutan tebu menuju pabrik dan waktu mengantri di stasiun bongkar tebu. Dari hasil perhitungan didapat bahwa ahwa rata - rata waktu tunggu tebu dengan menggunakan model penjadwalan yaitu 157 menit. Waktu tunggu hasil model penjadwala tersebut lebih sedikit dibandingkan dengan waktu tunggu tebu aktual, yaitu sebesar 178 menit. Hal ini menunjukan bahwa dengan menggunakan model penjadwalan yang telha dibuatm tebu dapat di angkut lebih cepat, sehingga waktu tunggu tebu tersebut akan menjadi leibh sedikit, dan secara tidak langsung akan menunda kerusakan tebu karena tebu tersebut dapat digiling lebih cepat.
5.2 Saran Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah : 1. Implementasi sistem sebaiknya dilakukan dengan lebih efektif dan efisien, sehingga waktu yang digunakan untuk menghasilkan suatu penjadwalan transportasi tidak terlalu lama. 2. Model penjadwalan dapat dikembangkan dengan mempertimbangkan kondisi dari kebun dan perusahaan yang belum digunakan dan skenario – skenario yang mungkin terjadi selama proses transportasi berjalan, seperti kondisi dimana terjadi kemungkinan kerusakan truk dan sebagainya. 3. Penggunaan jarak real yang lebih akurat untuk setiap kebun atau penambahan radius jarak,sehingga range jarak antara kebun dan pabrik tidak terlalu besar dan hasil dari penjadwalan transportasi dapat lebih akurat dan efektif.
DAFTAR PUSTAKA Aminudin. 2005. Prinsip – Prinsip Riset Operasi. Erlangga. Jakarta.
Bennet S, Steve Mc, and Ray F. 2001. Object-Oriented Sistems Analysis and Design Using UML (3 rd ed). McGraw-Hill. New York. Byrne J.J, Nellson R.J, and Googins P.H. 1960. Logging Road Handbool. The Effect of Road Design on Hauling Cost.USDA, Washington D.C. USA. Conover, W.J. 1971. Practical Nonparametic Statistic. John Wiley & Sons. New York. Dilworth JB. 1989. Production and Operation Management 4th Ed. New York: Random House Inc. Everrete, A. Jr. dan Ronald, J. E. 1992. Production and Operation Manafement, Concept, Models, and Behavior. 4th edition. Prentice Hall inc. Englewood Cliff, New Jersey. Gillet, B.E. 1979. Introduction to Operations Research : A Computer Oriented Algorithmic Approach. Tata McGraw-Hill Publishing C0.,Ltd. New Delhi. Gordon, G. 1980. Sistem Simulation. Prentice Hall of India Private Limited. New Delhi. Gottfried, B.S. 1979. 1984. Elements of Stochastic Process Simulation. Prentice-Hall, Inc., Englewood cliffs. New Jersey. Hasan, M.I. 2001. Pokok – Pokok Materi Statistik 2 ( Statistik Infrensif ). Bumi Aksara. Jakarta. Heizer, J dan B Render. 2008. Manajemen Operasi - Buku 2. Salemba Empat. Jakarta. Heizer, J. dan B. Render. 2000. Production and Operation Management. Allyn andBacon, Boston. Kendall K.E dan Julie E.K. 2011. Sistem Analysis and Design 5th Edition. Pearson Education Inc. Prentice Hall James G. 2004. Sugar Cane. Blackwell Publishing, Oxford Leemis, L. M. (2006). Arrival Processes, Random Lifetimes and Random Objects. Operations Research and Management Science. Volume 13: 155-180. Lewis, P.A.W., Shedler, G.S. (1979). Simulation of Nonhomogeneous Poisson Processes by Thinning. Naval Research Logistics Quarterly 26 (3), 403–413. Machfud., Sahar, A. H. (2008). QUEUEING SYSTEM PRODUCTIVITY ANALYSIS IN FROZEN FISH FILLET PROCESS INDUSTRY (CASE STUDY AT PT. GTS, WEST JAVA). Teknologi Industri Pertanian 18(2): 118-126. Machfud. 1999. Diktat Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian Institute Pertanian Bogor, Bogor. Mathur, R. B. L. 1975. Handbook of Cane Sugar Technology. Oxford and IBH. New Delhi. Mochtar, H. 1982. Permasalahan Kualitas Tebu Sebagai Bahan Dasar Pabrik Sehubungan Dengan Teknologi Pemanenan, Angkutanm dan lain-lain. Dewan Gula Indonesia. Jakarta. Natojoewono.1981. Tebu Rakyat Intensifikas dan Koperasi Unit Desa. BP3G. Pasuruan Nugraha, A.S. 2002. Materi UML I. Universitas Gunadharma Press. Jakarta. Oktavia. 2000. Sistem Transportasi Tandan Buah Segar Kelapa Sawit di unit usaha Bakri PTPN VII [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Pangestuti, Dyah. 2012. Analisis dan Desain SDM Berbasis UML (Unified Modelling Language) Studi Kasus PT. X [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Prawirosentono, Suyadi. 2005. Riset Operasi dan Ekonofisika. Bumi Aksara. Jakarta. Quatrani, T. 1998. Visual Modeling with Rational Rose and UML. Sydney. Addison Welley. Ramda, Dimas G. 2011. Penjadwalan Transportasi Tandan Buah Segar dan Tandan Kosong Kelapa Sawit (Studi Kasus PTPN VIII Kertajaya Banten [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Russel, R dan B. Taylor. 1995. Production and Operation Management Focusing on Quality and Competitiveness. Prentise Hall Inc., New Jersey.
Schroeder, R.G. 1992. Operation Management 3rd Edition. Mc. Graw Hill Inc. New York. Sholiq. 2006. Pemodelan Sistem Informasi Berorientasi Objek Dengan UML. Graha Ilmu. Yogyakarta Siagian P. 1987. Penelitian Operasional. Jakarta: UI Press. Siregar. 1990. Ekonomi dan Manajemen Pengangkutan. Depok: FE-UI. Siswanto. 2007. Operations Research Jilid 2. Erlangga. Jakarta Taha HA. 2003. Operation Research An Introduction Seventh Edition. Prentice Hall Inc. New Jersey. Thierauf RJ. and Klekkamp R. C. 1975. Decision Making Trough Operation Research 2nd Ed. New York: John Wiley and Sons Inc. Tim Penulis Penebar Swadaya. 2000. Pembudidayaan Tebu di Lahan Sawah dan Tegalan. Penebar Swadaya. Bogor. Usman, H dan Akbar, R. 2003. Pengantar Statistik. PT. Gramedia Pustaka Utama.Jakarta. Wahyudi RT. 1989. Aplikasi Program Heuristik dan Metoda Jalur Kritis Untuk Penjadwalan Produksi Harian, [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Usecase Diagram Canetrans
Kontraktor
Jumlah truk
Input Jumlah T ruk T ersedia
Input Jumlah T enaga T ebang
Sinder
<<extend>>
Mencetak Report Rencana T ebang
Input Kondisi Cuaca
Input Rencana T ebang
<>
<> <>
Hitung Jarak
Waktu T ebang <>
Hitung Waktu T empuh
Input Waktu T ebang
Waktu Antrian
Waktu Perjalanan
Kepala Penebangan
<<extend>> Proses Penjadwalan dan Penentuan Rute
<>
Hitung Jumlah Kebutuhan T ruk
Mandor
Cetak Report Penjadwalan
Lampiran 2. Activity Diagram Input Rencana Tebang
Lampiran 3. Activity Diagram Penjadwalan Transportasi
Lampiran 4. Class Diagram Sistem Transportasi Canetrans Data User
0..* log in sinder
data sinder - id sinder : int - user name sinder : Character - password : int
data sinder
- id_user : int - user_name : String - password : String
data mandor
sumber daya
- Id Mandor : int - nama mandor : char + simpan data () : void 0..* log in mandor
0..1 log in sinder 0..1 data sumber daya
-
id kontraktor nama kontraktor jenis kontraktor tenaga tebang jumlah kendaraan mandor
Data Dept.penebangan - id dept.penebangan : int 0..* : Character log in penebangan - user name - password : int
0..* sumber daya
kontraktor
Rencana Tebang
: int : char : int : int : int : int
hasil taksasi
0..* data rencana tebang
+ simpan data () : void Data kebun
0..1 nomor petak data kebun -
mandor
data departemen penebangan
+ log_in () : void + log_out () : void + input_data () : void
nama kavling nomor petak jarak kebun waktu tempuh jenis tebu kelompok jarak
: char : Number : Number : Number : int : Number
+ simpan data () : int
0..* rencana tebang
-
periodetebang hari tanggal bulan tahun nama kavling nomor petak jumlah tebang sinder mandor cuaca jarak waktu tempuh
: int : Number : Number : Number : Number : char : Number : Number : char : char : char : Number : Number
+ + + + + + +
simpan data () hapus data () edit data () update data () cek jarak () cek waktu tempuh () cetak report ()
: void : void : void : void : void : void : void
rencana tebang 0..1 data rencana tebang
0..1 log in penebangan
Penjadwalan dan rute Penjadwalan dan rute
jadwal trasnportasi
0..* data tebang 0..1 data penjadwalan
penjadwalan 0..1 0..* data rencana tebang jadwal
Transaksi -
id_transaksi id_tebang id_kebun trip jeda waktu tempuh
: int : int : int : int : int : int
+ simpan data () : void + cetak data () : void
0..1 data penjadwalan
Lampiran 5. Statechart Diagram Login Canetrans [Starting] [Starting] [Starting]
Log in Dept.Penebangan do / masuk sistem
Log in admin do / masuk sistem
[masuk log in]
[masuk log in]
Input username dan password entry / password and username
log in sinder do / masuk sistem [masuk log in]
[cancel]
[submit data]
[Quit]
Verifikasi user do / Verify
[Not verified]
User ditolak exit / Keluar sistem
[password and username correct]
Sistem start do / start subsistem [Start using CaneTrans]
Lampiran 6. Usecase Diagram Input Rencana Tebang
[Masuk Dept.Penebangan]
Pilihan Menu do / open [Pilih menu]
[open rencana tebang]
Open Rencana Tebang
[open jadwal] [proses jadwal]
do / open
Open Jadwal Trasnportasi do / open
[exit sistem]
Exit Sistem exit / exit sistem [exit sistem]
[cetak report]
Proses data do / Process [cetak report]
cetak report do / report [exit sistem]
Lampiran 7. Statechart Diagram Edit dan Cari Data
[Masuk Admin]
pilihan menu [input data]
[cari data]
do / open menu
cari data do / search [pilih search] add data
cari data kebun
do / input data
[cetak report]
[Pilih input] [add data]
add sinder
[cetak report] [simpan data]
do / search
[cari data]
cari data jadwal do / search
[cari data]
do / input cari data taksasi [add data]
add mandor do / input
[simpan data]
[cetak report]
do / search
[cari data]
cari data rencana tebang [add data]
add user
[simpan data]
[cari data]
do / search
do / input [cetak report] [add data]
add kontraktor
cari mandor
[cetak report]
do / search
[cetak report]
do / search
[cari data]
[simpan data]
do / input
cari sinder
[cetak report]
cari kontraktor do / search
[simpan data]
simpan data do / save [exit sistem]
cetak report do / report [exit sistem]
[cari data]
[cari data]
Lampiran 8. CDM Sistem Transportasi Data User data sinder sumber daya log in sinder
id sinder Integer user name sinder Characters (1) password Integer
id_user Integer data sinder user_name Variable characters (254) password Variable characters (254)
data mandor mandor
data departemen penebangan
Id Mandor Integer nama mandor Characters (1)
Identifier_1
log in mandor
log in sinder Data Dept.penebangan data sumber daya
log in penebangan
kontraktor id kontraktor nama kontraktor jenis kontraktor tenaga tebang jumlah kendaraan mandor
Integer Characters (1) Integer Integer Integer Integer
sumber daya
rencana tebang
log in penebangan
Rencana Tebang hasil taksasi
Data kebun nomor petak data kebun nama kavling nomor petak jarak kebun waktu tempuh jenis tebu kelompok jarak
id dept.penebangan Integer user name Characters (1) password Integer
Characters (1) Number Number Number Integer Number
data rencana tebang
rencana tebang
periodetebang hari tanggal bulan tahun nama kavling nomor petak jumlah tebang sinder mandor cuaca jarak waktu tempuh
Integer Number Number Number Number Characters (1) Number Number Characters (1) Characters (1) Characters (1) Number Number
data rencana tebang jadwal trasnportasi Penjadwalan dan rute data tebang Transaksi data penjadwalan
jadwal data rencana tebang
penjadwalan
id_transaksi id_tebang id_kebun trip jeda waktu tempuh
Integer Integer Integer Integer Integer Integer
data penjadwalan Penjadwalan dan rute
Lampiran 9. PDM Sistem Transportasi Canetrans Data User id_user integer user_name varchar(254) password varchar(254)
data sinder id sinder integer user name sinder char(1) password integer
mandor Id Mandor integer nama mandor char(1)
log log in in sinder sinder
log in mandor Data Dept.penebangan
data sumber daya
log in penebangan sumber daya
kontraktor id kontraktor nama kontraktor jenis kontraktor tenaga tebang jumlah kendaraan mandor
integer char(1) integer integer integer integer
log in penebangan
Rencana Tebang data rencana tebang
rencana tebang
nomor petak data kebun nama kavling nomor petak jarak kebun waktu tempuh jenis tebu kelompok jarak
id dept.penebangan integer user name char(1) password integer
char(1) numeric numeric numeric integer numeric
periodetebang hari tanggal bulan tahun nama kavling nomor petak jumlah tebang sinder mandor cuaca jarak waktu tempuh
integer numeric numeric numeric numeric char(1) numeric numeric char(1) char(1) char(1) numeric numeric
data rencana tebang
data rencana tebang
data penjadwalan data tebang Transaksi
data penjadwalan jadwal
id_transaksi id_tebang id_kebun trip jeda waktu tempuh
integer integer integer integer integer integer
Lampiran 10. Hasil Pengambilan Data Antrian Stasiun Timbang A dan Stasiun Timbang B Tanggal / jam
08 - Jun - 2012 / 10.00-12.00
08 - Jun - 2012 / 13.00-15.00
09 - Jun - 2012 / 10.00-12.00
09 - Jun - 2012 / 13.00-15.00
10 - Jun - 2012 / 10.00-12.00
λ(A)
μ(A)
λ(B)
μ(B)
7 8 8 7 6 8 8 9 9 7 7 8 7 6 9 10 7 5 8 4 9 7 6 9 5 4 8 6 7 6 4 5 10 7 10 9 8 7
5 6 5 5 7 6 5 4 6 4 6 5 5 6 5 4 5 4 3 5 6 5 5 4 5 4 3 5 6 5 5 4 9 8 7 8 6 7
5 6 5 5 4 6 5 3 5 3 1 2 5 9 6 3 3 4 3 1 8 6 5 3 0 2 2 5 3 6 1 2 7 5 5 8 6 5
5 4 5 4 6 6 5 3 5 3 2 3 5 6 5 5 3 4 3 1 7 6 5 3 2 2 2 4 3 4 3 2 6 5 6 6 6 5
73
10 - Jun - 2012 / 13.00-15.00
15 - Jun - 2012 / 15.00-17.00
15 - Jun - 2012 / 18.30 - 21.15
16 - Jun - 2012 / 15.00-17.45
16 - Jun - 2012 / 18.30 - 21.00
7 9 6 7 6 9 7 10 9 7 6 7 6 7 7 7 8 9 4 9 6 3 2 2 0 0 0 0 0 6 7 9 7 6 9 9 6 6 7 4 6 5 5
7 8 5 7 6 6 5 6 7 5 6 7 8 8 6 6 7 8 5 6 6 7 6 7 6 3 5 3 5 9 8 8 8 9 6 8 8 7 10 4 5 8 6
6 4 3 4 1 4 4 4 3 4 5 7 8 4 9 8 10 8 6 7 7 3 0 0
5 4 4 4 1 4 4 3 4 5 5 6 6 6 10 6 8 6 5 6 8 5 4 5
8 5 9 6 5 9 9 6 5 5 3 4 4 5
9 9 5 6 10 5 9 4 9 10 8 4 6 8
74
17 - Jun - 2012 / 15.00-17.45
17 - Jun - 2012 / 18.30-21.30
Tingkat Kedatangan Tingkat Pelayanan
5 4 0 0 0 0 0 8 7 8 6 8 7 6 6 6 8 6 6 5 0 5 4 5 5 3 0 0 0 0 5.810811
7 7 8 5 5 5 1 7 7 6 8 9 8 8 8 7 8 7 8 5 6 6 5 5 5 5 4 5 4 5
3 3 2
5 4 5
7 8 9 8 10 5 4 7 7 7 9 8 4 3 3 2 1
16 5 6 10 7 5 15 9 4 6 9 8 4 8 6 6 5
4.947917 6.018018
5.510417
75
Lampiran 11. Tabel Waktu Tempuh
Kondisi Cuaca Radius Jarak Lama Muat Tebu (Menit) Waktu Perjalanan P-K (Menit)* Waktu Perjalanan K-P (Menit)** Waktu Antrian (Menit) Jumlah Waktu Tempuh (Menit)
R1 25 9
R2 25 18
Cerah R3 25 27
10
21
31
41
52
20
40
60
60
100
64 108
64 128
64 147
64 166
64 187
64 158
64 197
64 235
64 253
64 312
R4 25 36
R5 25 46
R1 56 18
Keterangan : a. R1 = Radius satu (5 km) b. R2 = Radius dua (10 km) c. R3 = Radius tiga (15 km) d. R4 = Radius empat (20 km) e. R5 = Radius lima (25 km) f. P – K = Pabrik – Kebun g. K – P = Kebun – Pabrik *Kecepatan Truk P – K Hujan = 17 km/jam ; Kecepatan Truk P – K Cerah = 33 km/jam **Kecepatan Truk K – P Hujan = 15km/jam; Kecepatan Truk K – P Cerah = 30 km/jam
R2 56 37
Hujan R3 56 55
R4 56 73
R5 56 92
Lampiran 12. Hasil Pengujian Model Penjadwalan (25 Mei 2012)
Nomor Truk
Trip 1
Trip 2
Trip 3
Trip 4
Trip 5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
50 60 116 117 124 370 401 402 511 561 562 576 724 745 804 807 915 988 998 1113 1121 1122 1146 1147 1459 1362 1466 1467 1468 1469 1647 1653 1654 1655 1697 1709 1716 1790
1697 988 117 724 124 1709 1122 1146 1824 1647 1824 1468 1655 401 1654 1654 988 116 998 1791 1466 1838 1709 1362 1467 562 2315 1653 1654 511 561 2265 1647 1459 1468 60 50 745
561 1792 1824 1790 1653 1792 1468 60 561 745 1709 1709 50 1838 1824 1469 2315 1469 60 1792 1459 1647 2265 1468 1459 561 562 2265 1647 1459 1838 2265 1647 1647 1468 1459 1468 50
2315 2315 561 60 562 60 401 915 1792 576 1468 745 1838 1469 745 401 561 1792 1469 1647 807 1362
1838
2265 561 1647 745 1459 562 2265 1647 2265 1790 562 1653 1468 1838 1467
1466 2315
1653
576 576
561 2315
807 915 1790
511 576 1653 1653 915 562 1790
511
Waktu Selesai Angkut Tebu (Menit) 711 608 691 756 647 608 677 764 818 666 657 652 725 736 677 652 647 769 647 711 799 727 396 652 710 727 730 791 722 677 786 603 672 641 641 613 638 755
77
39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81
1791 1792 1824 1838 2265 2315 2315 1654 1467 511 804 2315 1467 804 1121 1113 2315 804 1113 804 1113 1113 1655 1146 724 116 124 998 402 1146 1791 124 402 402 1791 402 402 2265 561 561 1459 50 60
804 1121 807 1469 1790 1792 370 1716 1147 1467 1654 60 50 1121 2265 50 1469 804 1824 2265 804 745 1113 1459 117 1122 562 562 1468 1459 1792 1824 1824 2265 50 804 2265 576 1824 1121 1838 562 1121
745 1468 1466 562 2265 1790 1838 1468 1467 1824 1113 1147 1697 2265 1362 1147 1716 2265 2265 2265 998 116 50 915 1362 1122 724 1113 1147 804 745 1655 1146 1653 724 124 1653 807 1697 116 1469 1716 1709
1838 50 1468 370 1647 807 1653 561 50 562 1647 1362 1459 1790 1459 1122 370
1362 1792 1655 915
1466 1466 1459 1647 117 562 1362 1362 1466 1792 117 1466 60 1647 1459
915 60 1466 807 915
1790
819 657 724 696 608 824 736 736 632 776 808 794 763 807 702 627 669 818 710 735 822 797 614 627 683 657 791 816 732 757 677 827 763 708 766 814 646 652 721 657 638 783 788 78
60 1121 2265 82 1790 1709 1147 807 511 83 1824 60 511 50 84 1790 561 1697 511 85 1709 915 50 1790 86 1653 1147 60 50 1838 87 1469 1469 1709 1466 807 88 807 1654 988 1792 89 1709 1147 370 1467 90 1654 1838 370 562 91 511 561 401 1459 92 1147 2265 576 370 93 576 1654 988 561 94 1654 1792 1716 576 95 511 1121 1113 1362 96 1121 561 998 60 97 Rata - Rata Waktu Selesai Angkut Tebu (menit)
785 785 702 607 786 736 710 827 663 802 821 627 816 638 738 816 715
79