SISTEM INSTRUMENTASI BERBASIS KRISTAL FOTONIK SATU DIMENSI UNTUK PENGUKURAN PARAMETER GAS NO2 PADA INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA
ERUS RUSTAMI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
i
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Sistem Instrumentasi Berbasis Kristal Fotonik Satu Dimensi untuk Pengukuran Gas NO2 pada Indeks Standar Pencemar Udara adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2012 Erus Rustami NIM G751100051
ii
iii
ABSTRACT ERUS RUSTAMI. Instrumentation System Based on One Dimensional Photonic Crystal for NO2 Gas Parameter Measurement in Air Pollutants Index. Under direction of HUSIN ALATAS and ARIEF SABDO YUWONO. The objective of this research was to build an integrated instrumentation based on one dimensional photonic crystal for NO2 gas measurement. The phenomenon of photonic pass band has been used as an optical detection for liquid concentration measurement. Photonic crystal, light emitting diode, and photodiode were designed to operate in NO2 absorption spectra that are in the range between 500 – 600 nm. The integrated optical instrument consists of three major subsystems i.e. optical sensor based on photonic crystal, signal conditioning, as well as control and data processing. The experimental results showed that the instrument was able to detect and measure the variation of NO2 gas concentration with resolution about 8 bit per µg/m3 equivalent to 14 bit/ppb. Keywords: photonic crystal, photonic pass band, absorption, photodiode, signal conditioning.
iv
v
RINGKASAN ERUS RUSTAMI. Sistem Instrumentasi Berbasis Kristal Fotonik Satu Dimensi untuk Pengukuran Parameter Gas NO2 pada Indeks Standar Pencemar Udara. Dibimbing oleh HUSIN ALATAS dan ARIEF SABDO YUWONO. Tingkat pencemaran udara di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya sangat mengkhawatirkan. Konsentrasi gas pencemar berupa suspended particulate matter (SPM), nitrogen dioksida (NO2), dan timbal (Pb) berada di atas standar yang ditetapkan oleh World Health Organization (WHO). Paparan NO2 dalam rentang waktu dan konsentrasi tertentu dapat menyebabkan gangguan pada sistem pernafasan berupa asma dan bronkhitis. Bertolak dari hal tersebut maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk membuat sistem instrumentasi yang dapat mengukur parameter gas NO2 sebagai bagian dari parameter kualitas udara ambien dalam bentuk indeks standar pencemar udara (ISPU) berbasis sensor kristal fotonik satu dimensi. Metode pengukuran gas NO2 di udara ambien yang dilakukan saat ini berupa passive air sampler (PAS) dan active air sampler (AAS). Keunggulan yang dimiliki PAS adalah tingkat akurasi yang cukup tinggi dengan biaya yang relatif murah. Tetapi, metode PAS memiliki kelemahan tidak dapat melakukan pengukuran secara waktu nyata (real-time) dan in-situ. Karena proses karakterisasi dilakukan di laboratorium. Sedangkan AAS dapat menangani pengukuran secara waktu nyata dan in-situ, tetapi biaya operasionalnya sangat mahal. Dalam penelitian ini dikembangkan metode pangukuran alternatif yang menggabungkan keunggulan masing-masing metode yaitu dapat beroperasi secara waktu nyata dan in-situ, memiliki akurasi yang cukup, dan biaya operasional yang terjangkau. Bagian yang menjadi penghubung diantara kedua metode tersebut adalah kemampuan sensor kristal fotonik untuk mengukur konsentrasi larutan tanpa melalui spektroskopi di laboratorium dengan hasil yang akurat dan berlangsung secara waktu nyata. Sistem instrumentasi pengukuran gas NO2 yang dibangun terdiri atas tiga subsistem, yaitu sensor optik berbasis kristal fotonik, rangkaian pengkondisi sinyal (signal conditioning), serta kontrol dan pemrosesan data (control and data processing). Analisis desain fungsional dilakukan untuk memilih komponen yang cocok dengan sistem yang dibangun dilihat dari fungsinya. Pemilihan light emitting diode (LED), fotodioda, dan desain fotonik kristal didasarkan pada absorbansi NO2 di dalam reagen Griess-Saltzman. Simulasi dilakukan untuk mengetahui karakteristik komponen atau rangkaian elektronik yang digunakan. Simulasi fotodioda, transimpedance amplifier (TIA), instrumentation amplifier (IA), dan low pass filter (LPF) menggunakan Orcad Capture PSPICE 9.2 Professional dan Isis Proteus 7.7 Professional. Sedangkan pembuatan program mikrokontroler dilakukan menggunakan Arduino 017. Pengujian kinerja dilakukan secara bertahap, mulai dari masing-masing subsistem sampai dengan sistem yang sudah terintegrasi secara utuh. Setiap pengujian subsistem diikuti dengan evaluasi dan pengembangan. Ketika semua subsistem dianggap sudah bekerja dengan baik kemudian dilakukan integrasi. Pengujian akhir sistem instrumentasi berlangsung dengan dua cara, yaitu uji
vi
pengukuran secara waktu nyata dan pengenceran. Uji waktu nyata dilakukan untuk melihat respon sistem terhadap kehadiran gas NO2 di dalam larutan reagen yang ditandai dengan perubahan tegangan keluaran. Sedangkan pengenceran dilakukan untuk mengetahui sensitivitas instrument. Data pengenceran divalidasi dengan hasil yang didapatkan dari Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB. Berdasarkan literatur nilai absorbansi NO2 di dalam reagen berada pada rentang 500 – 600 nm. Kristal fotonik didesain memiliki photonic pass band (PPB) pada nilai 550, tetapi dikarenakan adanya tooling factor pada saat produksi PPB muncul pada nilai 533.16 nm. Nilai ini masih berada dalam rentang absorbansi maksimum larutan reagen Griess-Saltzman. Sumber cahaya berupa LED dan fotodioda menggunakan produk EPIGAP optronic. Panjang gelombang operasi LED dari 480 sampai dengan 606 nm dan puncaknya pada 525 nm. Sedangkan fotodioda beroperasi pada panjang gelombang 490 sampai dengan 560 nm. Kesesuaian panjang gelombang operasi dapat mencegah terukurnya interaksi lain dari lingkungan. Derau (noise) pada rangkaian TIA bersumber dari capacitor source (Cs) fotodioda dan nilai input bias current yang terlalu besar dari op amp yang digunakan. Pengaruh Cs dapat dikurangi dengan menambahkan komponen capacitor feeedback (CF) yang dipasang paralel resistor feedback (RF). Semakin besar nilai CF yang ditambahkan maka semakin stabil keluaran yang dihasilkan, tetapi bandwith pengukuran op amp semakin berkurang akibat proses pengisian dan pengosongan kapasitor. Berdasarkan kebutuhan sistem yang dibangun maka didapatkan kombinasi nilai RF = 2,2 M dan CF = 100 nF. Derau yang bersumber dari op amp dikurangi dengan memilih jenis ultra low input bias current, seperti tipe LMC660 buatan National Semiconductor yang nilainya mencapai 2 fA. Tegangan keluaran TIA masih sangat kecil sehingga membutuhkan penguatan untuk sampai pada nilai yang diharapkan. Penguatan dilakukan oleh IA PGA 204 buatan Burr-Brown dengan penguatan 100 kali. Hasil pengujian menggunakan analog to digital converter (ADC) dan osiloskop menunjukkan adanya derau sebesar 200 mV dengan frekuensi sekitar 50 Hz. Derau hasil penguatan dapat dikurangi dengan menambahkan rangkaian analog LPF. Rangkaian ini akan melewatkan sinyal dengan frekuensi dibawah frekuensi potong (fcutoff) dan memblok frekuensi diatasnya. Rangkaian LPF pasif terdiri dari resistor dan kapasitor yang dipasang secara seri. Nilai fcutoff yang digunakan adalah sebesar 1 Hz. Nilai ini didapatkan dari resistor 3.9 k dan kapasitor 47 F. Hasil pengujian dengan ADC dan osiloskop menunjukkan rangkaian LPF dapat mengurangi derau, sehingga sinyal keluaran lebih stabil. Untuk menghindari muncunya data pencilan (outlier) akibat gangguan sistem atau keterbatasan ADC internal mikrokontroler maka ditambahkan penyaring data dalam bentuk digital median filter. Metode yang digunakan dalam median filter adalah mengambil sejumlah data, mengurutkannya, kemudian mencari nilai tengahnya (median). Pengurutan data (sorting) menggunakan metode insertion sorting yang memiliki keunggulan dari sisi waktu, yaitu proses yang lebih cepat. Nilai median dipilih karena sifatnya yang lebih tegar (robust) terhadap data pencilan. Hasil penelitian menunjukkan semakin besar jumlah data yang diambil nilai keluaran menjadi semakin stabil, tetapi waktu yang dibutuhkan untuk mengeksekusi program menjadi lebih lama. Pada penelitian ini jumlah data
vii
yang digunakan sebanyak 31 buah. Nilai tersebut dipilih dengan pertimbangan nilai keluaran sudah lebih stabil dan waktu eksekusi masih dalam batas kemampuan mikrokontroler. Hasil pengujian sistem instrumentasi secara waktu nyata menunjukkan bahwa instrumen dapat mendeteksi penambahan konsentrasi gas NO2 yang terjerap di dalam reagen. Hasil eksperimen menunjukkan data yang fluktuatif, tetapi secara umum memiliki gradien yang negatif. Selama satu jam pengujian terjadi penurunan tegangan sebesar 0.28 V atau setara dengan 57 bit. Data yang fluktuatif mewakili kondisi nyata di lapangan. Indeks bias larutan yang terukur oleh PPB dapat berubah-ubah dikarenakan pencampuran udara dan reagen yang berlangsung melalui bantuan pompa vakum. Sangat dimungkinkan terjadi aliran turbulen di daerah yang menjadi objek pengukuran. Data eksperimen pengenceran dibandingkan antara hasil pengukuran yang dilakukan PPLH dan perhitungan secara matematis berdasarkan rumus pengenceran. Hasil eksperimen menunjukkan konsentrasi hasil PPLH dan pengenceran memiliki tren yang hampir sama, dengan koefisien determinasi masing-masing lebih dari 94%. Kemudian dilakukan validasi konsentrasi secara langsung untuk empat buah data yang didapatkan baik secara perhitungan ataupun PPLH. Hubungan diantara kedua nilai menghasilkan grafik dengan koefisien determinasi (R2) mencapai 99.3%. Nilai R2 yang mendekati satu mengindikasikan bahwa metode perhitungan dapat digunakan karena menghasilkan data yang tidak terlalu berbeda. Pengujian sensitivitas instrumen menghasilkan data berupa perubahan konsentrasi sebesar 34 µg/m3 dideteksi dengan perubahan tegangan sebesar 1.24 V setara dengan 254 bit. Dapat dikatakan bahwa sistem memiliki resolusi pengukuran sebesar 8 bit per µg/m3 setara dengan 14 bit/ppb. Nilai pengujian ini didapatkan setelah melalui pembatasan rentang pengukuran dan penguatan IA sebesar 1000 kali. Konsentrasi gas NO2 hasil pengujian yang dilakukan selama satu jam hanya sekitar 46 µg/m3. Nilai tersebut tidak masuk dalam nilai ISPU, karena untuk gas NO2 nilai terkecil ISPU mulai terdefinisi pada konsentrasi 1130 µg/m3. Untuk konsentrasi gas yang lebih besar pendeteksian lebih mungkin untuk dilakukan. Hanya saja perlu dilakukan penyesuaian di bagian penguatan karena berhubungan dengan rentang pengukuran yang dapat ditangani. Sistem instrumentasi yang dibangun dapat mendeteksi perubahan konsentrasi gas NO2 sebagai bagian dari parameter ISPU menggunakan sensor kristal fotonik satu dimensi. Sistem yang dibangun dapat digunakan untuk pengukuran parameter ISPU lain dengan melakukan beberapa perubahan sesuai dengan karakteristik material yang diukur. Kata kunci: photonic crystal, photonic pass band, signal conditioning, absorpsi, fotodioda
viii
ix
Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1.
2.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
x
xi
SISTEM INSTRUMENTASI BERBASIS KRISTAL FOTONIK SATU DIMENSI UNTUK PENGUKURAN PARAMETER GAS NO2 PADA INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA
ERUS RUSTAMI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biofisika
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
xii
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Akhirudin Maddu, S.Si, M.Si
xiii
Judul Tesis Nama NIM
: Sistem Instrumentasi Berbasis Kristal Fotonik Satu Dimensi untuk Pengukuran Parameter Gas NO2 pada Indeks Standar Pencemar Udara : Erus Rustami : G751100051
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Husin Alatas, S.Si, M.Si. Ketua
Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc, Ph.D Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Biofisika
Dr. Akhirudin Maddu, S.Si, M.Si.
Tanggal Ujian: 3 Agustus 2012
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Lulus:
xiv
xv
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema utama penelitian ini adalah pengendalian pencemaran udara khususnya gas NO2 melalui pembuatan instrumentasi berbasis kristal fotonik untuk pengukuran parameter gas NO2 pada indeks standar pencemar udara (ISPU). Penelitian yang berlangsung selama 9 bulan di Departemen Fisika IPB ini dibiayai oleh Beasiswa Unggulan Terpadu, Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Republik Indonesia. Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Husin Alatas, S.Si, M.Si dan Bapak Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc, Ph.D atas bimbingan dan arahannya selama studi dan penelitian berlangsung. Bapak Mamat Rahmat, M.Si selaku koordinator tim penelitian kristal fotonik atas kesempatan, kepercayaan, dan bimbingan yang telah diberikan selama ini. Terima kasih juga disampaikan penulis kepada teman-teman Biofisika 2010 Muhamad Azis, Lius Ahmad, Wenny Maulina, dan Nita Fitri Wahyuni yang telah berbagi semangat dan kenangan selama perkuliahan. Teman-teman Fisika S1 bagian dari tim kristal fotonik, Dede Y, Anggi M, Nissa S, Dita R, Arianti T, atas bantuan selama pengambilan sampel di lapangan. Disamping itu penghargaaan penulis sampaikan kepada Bapak Ardian Arief, M.Si dan Bapak Tony Pranoto atas kemudahan penggunaan fasilitas laboratorium Elektronika, Bapak Junaedi, Bapak Firman, Bapak Asep dan Bapak Yani atas bantuannya selama melakukan studi dan penelitian di Biofisika. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan secara khusus kepada ayah, ibu, kakak, serta seluruh keluarga besar atas segala do’a, dukungan, dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2012 Erus Rustami
xvi
xvii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 26 Februari 1983 dari ayah Sutawijaya dan ibu Lilis Fatimah. Penulis merupakan putra ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 2001 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cibadak, Sukabumi dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih mayor Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan lulus pada tahun 2008. Pada Tahun 2010 penulis mendapatkan beasiswa unggulan terpadu dari KEMENDIKBUD untuk melanjutkan studi di program studi Biofisika, Sekolah Pascasarjana IPB. Selama mengikuti perkuliahan di S1, penulis menjadi Asisten elektronika I dan II pada tahun ajaran 2003/2004, serta mata kuliah Elektronika Digital pada tahun ajaran 2004/2005. Selama dua tahun dari tahun dari 2002-2004 penulis mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA). Selama mengikuti perkuliahan di tingkat di S2 penulis pernah menjadi oral presenter pada 2011 International Conference on Instrumentation, Communication, Information Technology and Biomedical Engineering (ICCI-BME), 8-9 November di Bandung. Selain itu, Penulis menerima beasiswa sandwich program dari KEMENDIKBUD untuk melakukan penelitian di Korean Advanced Institute of Science and Technology (KAIST)-Korea Selatan selama tiga bulan mulai dari Maret – Mei 2012.
xviii
xix
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................
xxi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xxiii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
xxv
1.
PENDAHULUAN .................................................................................. 1.1 Latar Belakang................................................................................. 1.2 Indentifikasi Masalah ...................................................................... 1.3 Perumusan Masalah ......................................................................... 1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................. 1.5 Pembatasan Masalah........................................................................ 1.5 Manfaat Penelitian ...........................................................................
1 1 3 3 3 4 4
2.
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 2.1 Nitrogen Dioksida ........................................................................... 2.2 Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) ......................................... 2.3 Sensor Kristal Fotonik ..................................................................... 2.4 Fotodioda ......................................................................................... 2.5. Transimpedance Amplifier (TIA) .................................................... 2.6. Low Pass Filter (LPF) ..................................................................... 2.7. Instrumentation Amplifier (IA)........................................................ 2.8. DFRduino Mega1280 ...................................................................... 2.5 Digital Median Filter ......................................................................
5 5 6 7 8 9 10 10 11 12
3.
METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................... 3.2 Alat dan Bahan Penelitian ............................................................... 3.3 Metode Penelitian ............................................................................ 3.3.1 Analisis Desain Fungsional dan Simulasi .............................. 3.3.2 Pembuatan dan Pengujian Subsistem ..................................... 3.3.3 Integrasi dan Uji Kinerja Sistem ............................................
13 13 13 13 13 14 15
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 4.1 Kristal Fotonik dan Transduser Optik ............................................. 4.2 Kinerja Transimpedance Amplifier (TIA) ....................................... 4.3 Rangkaian Pengkondisi Sinyal ........................................................ 4.4. Uji Digital Median Filter ................................................................ 4.5. Uji Kinerja Sistem Instrumentasi ....................................................
17 17 18 21 24 25
xx
5.
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 29 5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 29 5.2 Saran ................................................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 31 LAMPIRAN ..................................................................................................... 35
xxi
DAFTAR TABEL Halaman 1
Batas Indeks Standar Pencemar Udara (SI) (T = 25oC, P = 760 mmHg) ....................................................................
2
6
Pengaruh indeks standar pencemar udara untuk setiap parameter pencemar .................................................................................................
7
xxii
xxiii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Spektra photonic pass band (PPB) .......................................................
8
2
Rangkaian ekuivalen fotodioda ............................................................
9
3
Rangkaian transimpedance amplifier (TIA) ........................................
10
4
Rangkaian low pass filter (LPF) pasif .................................................
11
5
Rangkaian instrumentation amplifier (IA) ...........................................
11
6
Modul DFRduino ATmega1280 ..........................................................
11
7
Perbandingan waktu proses beberapa teknik pengurutan data .............
12
8
Skema sistem instrumentasi pengukur gas NO2. ..................................
14
9
Subsistem sensor optik berbasis kristal fotonik ...................................
14
10
Set up instrumentasi pengukuran gas NO2 ...........................................
15
11
Karakteristik spektra komponen optik .................................................
18
12
Rangkaian ekuivalen fotodioda dan TIA .............................................
19
13
Pengaruh penambahan kapasitor feedback (CF) ...................................
19
14
Variasi nilai kapasitor feedback (CF) menggunakan ADC ...................
20
15
Variasi nilai kapasitor feedback (CF) menggunakan osiloskop ............
20
16
Keluaran ADC tanpa penguatan (a) dan penguatan 100 kali (b) .........
21
17
Pengaruh penguatan sinyal dengan osiloskop ......................................
21
18
Tegangan keluaran rangkaian LPF untuk frekuensi berbeda ...............
22
19
Nilai keluaran ADC dengan dan tanpa filter ........................................
23
20
Sinyal keluaran LPF dengan dan tanpa filter menggunakan osiloskop
23
21
Tahapan dalam digital median filter ...................................................
24
22
Variasi jumlah data digital median filter..............................................
24
23
Keluaran ADC pada pengujian secara waktu nyata .............................
25
24
Konsentrasi gas NO2 hasil perhitungan dan PPLH IPB .......................
26
25
Validasi nilai kosentrasi gas NO2 .........................................................
26
26
Nilai keluaran ADC untuk konsentrasi NO2 berbeda...........................
27
xxiv
xxv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Sistem kontrol mekanik, catu daya dan signal conditioning ..................
37
2
Alur kerja sistem berupa kontrol mekanik dan akuisisi data ..................
39
3
Diagram pewaktuan sistem kontrol mekanik .........................................
41
4
Data pengujian pengukuran gas NO2 secara waktu nyata ......................
43
5
Source code akuisisi data dan kontrol mekanik. .....................................
45
xxvi
1
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Tingkat pencemaran udara di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta,
Bandung, dan Surabaya sangat mengkhawatirkan. Konsentrasi gas pencemar berupa suspended particulate matter (SPM), nitrogen dioksida (NO2), dan timbal (Pb) berada di atas standar yang ditetapkan oleh World Health Organization (WHO) (Soedomo et al. 1991; Resosudarmo 2002). Gurjar et al. (2008) memasukkan Jakarta sebagai salah satu kota dengan nilai Mega-cities Pollution Indices (MPI) tertinggi setara dengan Beijing, lebih tinggi dari Karachi dan Kairo. Pencemaran udara di negara berkembang, termasuk Indonesia, disebabkan oleh urbanisasi dan industrialisasi (Hertel & Goodsite 2009). Dampak polusi udara bagi kesehatan manusia dipengaruhi oleh jenis polutan, konsentrasi, lama waktu paparan, dan kerentanan masing-masing individu (Mishra 2003). Secara umum paparan NO2 dalam waktu lama dan konsentrasi tinggi berdampak buruk pada kesehatan, terutama bagi anak-anak, seperti berkurangnya fungsi paru-paru, gangguan pernafasan, dan asma (Galan et al. 2003; Gauderman et al. 2005; O’Connor et al. 2008). Gangguan kesehatan akibat polusi udara juga berimbas pada sektor ekonomi. Patankar dan Trivedi (2011) melaporkan beban keuangan total, termasuk beban individu, belanja negara dan biaya sosial akibat gangguan kesehatan di India mencapai sekitar $218.10 juta untuk kenaikan 50 g/m3 gas NO2. Pengukuran paparan NO2 dilakukan melalui metode passive air samplers (PAS) atau active air samplers (AAS). Metode PAS dapat digunakan untuk melengkapi AAS dengan keunggulan biaya operasional yang lebih murah (Gouin et al. 2005; Moodley et al. 2011). Tetapi, metode PAS tidak dapat melakukan pengukuran secara waktu nyata (real time) dan in-situ. Karena karakterisasi dilakukan di laboratorium. Pengukuran parameter NO2 untuk Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) menggunakan metode PAS yang sudah distandarisasi oleh Standar Nasional Indonesia (SNI).
2
Telah banyak dikembangkan sensor pendeteksi gas NO2 berbasis semikonduktor (Meixner et al. 1995; Bei et al. 2004; Wei et al. 2004), lapisan tipis (Tsiulyanu et al. 2001; Shishiyanu et al. 2005) dan nanowire (Zhang et al. 2004; Ahn et al. 2008; Choi et al. 2008). Sementara itu, metode pendeteksian berbasis optik juga telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Kristal fotonik merupakan salah satu material optik yang banyak digunakan sebagai sensor (Asher et al. 2003; Whu et al. 2003; Konorov et al. 2005; Chuang et al. 2011). Indeks bias telah digunakan sebagai parameter dalam pendeteksian berbasis
kristal fotonik (Kita et al. 2008; Chen et al. 2008). Alatas et al. (2006) mengembangkan sensor indeks bias berbasis kristal fotonik satu dimensi dengan dua cacat (defect). Penambahan dua cacat pada kristal menghasilkan fenomena yang disebut photonic pass band (PPB). Intensitas PPB sangat sensitif terhadap perubahan indeks bias cacat kedua. Aplikasi sensor kristal fotonik untuk mengukur konsentrasi larutan gula secara waktu nyata menghasilkan data dengan nilai koefisien determinasi (R2) mencapai 98% (Rahmat 2009). Prinsip yang sama dapat digunakan untuk mengukur konsentrasi gas NO2 di udara ambien (lingkungan) yang terjerap di dalam larutan reagen spesifik. Sinyal keluaran sensor optik sebagian besar terlalu lemah untuk diukur secara langsung, selain itu juga masih mengandung banyak derau (noise). Sinyal dari sensor harus dikondisikan terlebih dahulu sebelum diproses di tahapan selanjutnya dengan melakukan penguatan (amplification) dan penyaringan (filtering). Telah banyak dikembangkan teknik penguatan dan penyaringan yang dapat digunakan untuk menghasilkan nilai keluaran yang akurat dan stabil. Diperlukan kajian ilmiah yang mendalam untuk membangun instrumentasi pengukuran parameter gas NO2 di udara ambien sebagai bagian dari ISPU berbasis sensor kristal fotonik. Lingkup kajian meliputi desain dan implementasi rangkaian elektronika untuk akuisisi data, pengkondisi sinyal, serta kontrol dan pemrosesan data. Semua aktivitas kajian ilmiah tersebut dituangkan dalam sebuah penelitian dengan tema “Sistem Instrumentasi Berbasis Kristal Fotonik Satu Dimensi untuk Pengukuran Parameter Gas NO2 pada Indeks Standar Pencemar Udara”.
3
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan informasi yang disampaikan pada bagian latar belakang, maka
dapat diidentifikasi yang menjadi permasalahan adalah: a.
Tingkat pencemaran udara, khususnya gas NO2 di kota besar di Indonesia telah mencapai tahap yang membahayakan bagi kesehatan manusia.
b.
Proses pengukuran parameter gas NO2 udara ambien berdasarkan metode yang ada tidak dapat secara waktu nyata dan in-situ.
c.
Besaran listrik yang dikeluarkan sensor optik sebagai respon atas perubahan lingkungan masih sangat lemah dan mengandung derau.
1.3
Perumusan Masalah Berdasarkan hasil identifikasi permasalahan yang telah disampaikan, maka
dapat dirumuskan: a.
Perlu segera dibangun sistem pengukuran parameter gas NO2 udara ambien yang dapat mengambil data secara cepat dengan ketelitian yang tinggi.
b.
Perancangan dan desain instrumentasi untuk mengukur gas NO2 didasarkan pada karakteristik optik gas NO2 di dalam larutan reagen.
c.
Bagaimana menggabungkan metode pengukuran gas NO2 berbasis reaksi kimia yang distandarisasi SNI dengan sensor fotonik kristal yang mampu melakukan pengukuran secara waktu nyata?
d.
Bagaimana membangun sistem instrumentasi berbasis optik-elektronik yang mampu menghasilkan keluaran yang stabil dan akurat?
1.4
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah:
a.
Membangun sistem instrumentasi berbasis kristal fotonik satu dimensi untuk pengukuran gas NO2 yang termasuk parameter kualitas udara ambien.
b.
Menguji kinerja sistem instrumentasi untuk pengukuran konsentrasi gas NO2 yang terjerap di dalam reagen spesifik.
c.
Mewujudkan kemandirian teknologi melalui penggunaan sumber daya dalam negeri berupa material dan keilmuan pada proses pembuatan sistem instrumentasi.
4
1.5.1 Pembatasan Masalah Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah: a.
Penjerapan gas NO2 dalam reagen spesifik berdasarkan pada metode reaksi kimia yang sudah distandarisasi SNI.
b.
Sistem instrumentasi yang dibangun memiliki dua mekanisme utama, yaitu mekanisme akuisisi dan pengolahan data serta mekanisme kontrol mekanik instrumen.
1.6
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini dari aspek kesehatan adalah
dapat mengukur NO2 di udara ambien yang termasuk parameter ISPU secara akurat, in situ, dan waktu nyata untuk terwujudnya kehidupan yang lebih sehat. Dari sisi ekonomi, perancangan dan pembuatan yang dilakukan di dalam negeri menjadikan biaya produksi sistem instrumentasi ini lebih ekonomis, dan pada akhirnya lebih banyak pihak yang mampu menggunakan dan mengakses sistem instrumentasi ini.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Nitrogen Dioksida Nitrogen dioksida merupakan salah satu bagian dari nitrogen oksida (NOx)
yang paling mendapat perhatian terkait dengan polusi udara dan kesehatan manusia. Konsentrasi terbesar NO2 di atmosfir berasal dari pembentukan secara sekunder. Emisi secara langsung dari sumber sebagian besar dalam bentuk nitrogen monoksida (NO) dan hanya sebagian kecil NO2. Tetapi, pada kondisi lingkungan biasa NO akan dioksidasi menjadi NO2. Proses konversi ini berlangsung dalam waktu yang sangat cepat, yaitu kurang dari satu menit (WHO 2000; Brunekreef 2007; Esplugues et al. 2007). Secara umum, NO2 dihasilkan dari aktivitas manusia (antrophogenic) dan alam (biogenic). Emisi NO2 yang dihasilkan dari alam bersumber dari gangguan nitrogen oksida di stratosfer, aktivitas gunung berapi dan bakteri, serta halilintar. Dikarenakan emisi dari alam terdistribusi di seluruh permukaan bumi, maka konsentrasi NO2 di atmosfir menjadi sangat kecil. Aktivitas manusia berupa pembakaran bahan bakar fosil telah diidentifikasi sebagai sumber utama kehadiran gas NO2 di atmosfir (USEPA 2008). Sektor transportasi menjadi penyumbang terbesar emisi nitrogen dioksida di Asia dan Amerika selain pembangkit daya dan industri (Streets et al. 2003; USEPA 2006). Berdasarkan jenis sumbernya, pencemaran udara akibat NO2 dikategorikan sebagai outdor air pollution (OAP) (Larsen 2008). Karakteristik fisik dan kimia gas NO2 diantaranya bersifat larut dalam air, berwarna merah kecoklatan, memiliki bau yang menyengat, dan pengoksida yang kuat. Sedangkan karakteristik optik yang paling sering digunakan dalam pendeteksian adalah sifat absorbansinya. Budiarti (2011) melaporkan bahwa absorbansi maksimum NO2 yang terjerap dalam larutan reagen Griess-Saltzman berada pada rentang panjang gelombang 500 - 600 nm, dengan puncak tertinggi pada nilai 550 nm. Hal ini berarti, interaksi terbesar antara energi cahaya dan gas NO2 yang terjerap dalam reagen terjadi pada rentang gelombang tersebut.
6
2.2
Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) Pencemaran udara didefinisikan sebagai masuknya atau dimasukkannya zat,
energi, dari komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) adalah angka yang tidak mempunyai satuan yang menggambarkan kondisi kualitas udara ambien di lokasi dan waktu tertentu yang didasarkan kepada dampak terhadap kesehatan manusia, nilai estetika dan makhluk hidup lainnya. Substansi fisik yang dikategorikan sebagai parameter ISPU diantaranya partikulat matter (PM10), sulfur dioksida (SO2), karbon monoksida (CO), nitrogen dioksida (NO2), dan ozon (O3) (MNLH 1997). Kelima material ini menjadi obyek utama dalam pengukuran zat pencemar udara dan hasilnya dijadikan sebagai parameter penentuan kualitas udara ambien di suatu tempat. Penyampaian ISPU kepada masyarakat wajib memuat informasi berupa: waktu pelaporan, ketentuan waktu, lokasi, nilai ISPU, dan sebagainya. Informasi ini dapat disebarkan melalui media massa baik cetak ataupun elektronik, ataupun melalui papan peraga di tempat umum. Penyampaian informasi ISPU kepada masyarakat dilakukan setiap hari (BAPEDAL 1997). Angka ISPU dihitung dari konsentrasi zat pencemar yang didapatkan selama waktu pengujian tertentu. Tabel 1 menunjukkan nilai batas ISPU untuk konsentrasi masing-masing gas pada satuan standar internasional (SI). Sedangkan pengaruh setiap parameter ISPU terhadap kesehatan ditampilkan pada Tabel 2. Tidak ada indeks yang dapat dilaporkan pada konsentrasi rendah dengan waktu pemaparan yang pendek. Tabel 1 Batas Indeks Standar Pencemar Udara (SI) ( T = 25oC dan P = 760 mmHg). Indeks Standar Pencemar Udara
24 jam PM10 µg/m3
24 jam SO2 µg/m3
8 jam CO µg/m3
1 jam O3 µg/m3
1 jam NO2 µg/m3
50 100 200 300 400 500
50 150 350 420 500 600
805 365 800 1600 2100 2620
5 10 17 34 46 57.5
120 235 400 800 1000 1200
(2) (2) 1130 2260 3000 3750
7
Tabel 2. Pengaruh indeks standar pencemar udara untuk setiap parameter pencemar. Kategori
Rentang
Karbon Monoksida Nitrogen Dioksida (CO) (NO2)
Ozon (O3)
Sulfur Dioksida (SO2)
Partikulat
Baik
0 - 50
Tidak ada efek
Sedikit berbau
Luka pada beberapa spesies tumbuhan akibat kombinasi dengan SO2 (selama 4 jam)
Sedang
51 - 100
Perubahan kimia darah tapi tidak terdeteksi
Berbau
Luka pada beberapa spesies tumbuhan
Luka pada beberapa spesies tumbuhan
Terjadi penurunan jarak pandang
101 - 199
Peningkatan pada kardiovakular pada perokok yang sakit jantung
Bau dan kehilangan warna. Peningkatan reaktivitas pembuluh tenggorokan pada penderita asma
Penurunan kemampuan pada atlit yang berlatih keras
Bau, meningkatkan kerusakan tanaman
Jarak pandang turun dan terjadi pengotoran debu di mana-mana
Sangat Tidak Sehat
200 - 299
Meningkatnya kardioveskular pada orang bukan perokok yang berpenyakit jantung, dan akan tampak beberapa kelemahan yang terlihat secara nyata
Meningkatnya sensitivitas pasien yang penyakit asma dan bronhitis
Olah raga ringan mengakibatkan pengaruh pernapasan pada pasien yang berpenyakit paruparu kronis
Meningkatnya sensitivitas pasien yang penyakit asma dan bronhitis
Meningkatnya sensitivitas pasien yang penyakit asma dan bronhitis
Berbahaya
300 - lebih
Tidak Sehat
Luka pada beberapa spesies tumbuhan akibat kombinasi dengan O3 (selama 4 jam)
Tidak ada efek
Tingkat yang berbahaya bagi semua populasi yang terpapar
Sumber: (Kep. Ka.BAPEDAL No. 107 tahun 1997).
2.3
Sensor Kristal Fotonik Kristal fofonik dapat dianalogikan dengan struktur kisi kristal pada meterial
elektronik seperti logam. Kristalinitas akan memunculkan potensial periodik terhadap elektron yang menjalar di dalamnya. Model Kronig-Penney dapat digunakan untuk membangun diagram pita energi pada atom silikon terisolasi dan kisi silikon periodik satu dimensi semu. Jika potensial kisi cukup kuat, maka celah pita energi (energy band gap) akan melebar dan menutupi semua kemungkinan arah penjalaran, menghasilkan celah pita sempurna (complete band gap) (Li 2006; Joannopaulus et al. 2008). Di dalam kristal fofonik, pengaruh atom atau molekul digantikan oleh media makroskopik dengan konstanta dielektrik berbeda. Sedangkan potensial periodik digantikan oleh fungsi dielektrik periodik. Jika konstanta dielektrik dari material penyusun kristal cukup berbeda, maka berlangsung mekanisme yang mirip dengan yang terjadi akibat potensial atom pada meterial elektronik. Elektron tidak dapat menempati level energi tertentu yang disebut dengan energy band gap, dan dapat menempati level energi selainnya (Joannpoulos et al. 2008).
8
Pemantulan Bragg (Bragg reflection) dalam struktur dielektrik periodik merupakan penyebab umum terjadinya photonic band gap (PBG), fenomena optik yang mencegah penjalaran cahaya dalam arah dan frekuensi tertentu. Ketika periodisitas kristalnya dirusak dengan adanya cacat (defect), lokalisasi mode cacat akan muncul dalam daerah PBG akibat perubahan interferensi cahaya. Kemudian akan ada cahaya dengan frekuensi tertentu yang dapat menjalar pada daerah PBG. Fenomena ini disebut sebagai photonic pass band (PPB) (Alatas et al. 2006; Schmidt et al. 2007). Gambar 1 menunjukkan spektra PPB hasil numerik. Intensitas PPB sangat sensitif terhadap perubahan indeks bias material lapisan cacat. Perubahan indeks bias pada cacat pertama menghasilkan pergeseran panjang gelombang PPB. Sifat ini dapat diaplikasikan sebagai filter optik. Sedangkan perubahan indeks bias pada cacat kedua menghasilkan perubahan intensitas PPB. Sifat ini dapat diaplikasikan pada proses pendeteksian berbasis absorbansi cahaya dengan menggunakan transduser optik seperti fotodioda. 2.4
Fotodioda Sensor merupakan alat yang menerima rangsangan atau masukan dalam
bentuk besaran fisis dan mengubahnya menjadi sinyal listrik yang sesuai. Proses deteksi secara optik meliputi perubahan energi secara langsung dari energi optik (dalam bentuk foton) menjadi sinyal listrik (dalam bentuk elektron). Detektor radiasi elektromagnetik dalam rentang spektra dari ultraviolet (UV) sampai far infrared (FIR) disebut sebagai detektor cahaya, seperti fotodioda, fototransistor, light dependet resistor (LDR), dan sebagainya (Fraden 2010).
Gambar 1 Spektra photonic pass band (PPB).
9
Fofodioda merupakan sensor optik yang sering digunakan, tersusun atas sambungan p-n (p-n junction) yang dipanjar mundur (reverse bias). Arus yang dihasilkan dari fotodioda (Io) berbanding lurus dengan intensitas cahaya yang datang. Depletion region di daerah persambungan p-n berperilaku seperti sebuah kapasitor (Cp) yang menahan muatan di kedua sisinya. Fotodioda juga memiliki hambatan (Rsh dan Rs) yang merupakan karakteristik internal material penyusun fotodioda. Fotodioda ideal memiliki nilai Cp dan Rs yang sangat kecil serta nilai Rsh yang sangat besar, sehingga arus yang dihasilkan mengalir secara keseluruhan ke rangkaian berikutnya (Johnson 2003). Gambar 2 menunjukkan rangkaian ekuivalen fotodioda. 2.5
Transimpedance Amplifier (TIA) Rangkaian TIA berfungsi untuk mengubah arus yang dihasilkan fotodioda
(Io) menjadi tegangan dengan menggunakan operational amplifier (op amp). Op amp dihubungkan dengan resistive feedback yang disediakan oleh resistor beban (RL), sedangkan masukan non inverting dihubungkan dengan ground. Tegangan yang dihasilkan (Vo) dihitung berdasarkan persamaan: Vo = -Io.RL
(1)
Tanda negatif menunjukkan penguatan inverting yang memiliki fase berkebalikan, tetapi tidak berpengaruh terhadap rangkaian secara keseluruhan. Kehadiran kapasitor intrinsik fotodioda (Cp) mempengaruhi kestabilan keluaran rangkaian TIA. Op amp dengan resistive feedback dan kapasitansi pada masukan inverting akan menghasilkan osilasi yang tidak diharapkan. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan menambahkan kapasitor feedback (CF) yang dipasang paralel dengan RL. Gambar 3 menunjukkan rangkaian TIA yang dihubungkan dengan fotodioda.
Gambar 2 Rangkaian ekuivalen fotodioda.
10
Gambar 3 Rangkaian transimpedance amplifier (TIA). 2.6
Low Pass Filter (LPF) Rangkaian LPF berfungsi untuk melewatkan sinyal dengan frekuensi
rendah dan memblok sinyal yang memiliki frekuensi tinggi. Terdapat dua jenis rangkaian LPF yaitu pasif dan aktif. LPF dikatakan aktif karena memiliki komponen aktif berupa op amp yang berfungsi sebagai buffer dan penguatan. Sementara LPF pasif berupa kombinasi resistor dan kapasitor yang disusun secara seri sebagaimana yang ditunjukkan oleh Gambar 4. Nilai batas frekuensi (fcutoff) pada LPF pasif ditentukan menggunakan persamaan (Winder 2002): (2) Penguatan yang dilakukan LPF pasif dirumuskan: (3) 2.7
Instrumentation Amplifier (IA) Rangkaian IA memiliki dua masukan dan satu keluaran. Perbedaan dengan
penguatan biasa adalah nilai penguatannya tertentu, memiliki buffer pada tiap masukan, dan mampu menghasilkan tegangan keluaran yang nilainya sebanding dengan perbedaan tegangan diantara dua masukannya, sebagaimana ditulis dalam persamaan: Vout = a(V+ - V-) = aV
(4)
V+ dan V- adalah tegangan masukan non inverting dan inverting, a adalah besarnya penguatan. IA memiliki nilai common-mode rejection ratio (CMRR) tinggi, sehingga sinyal keluaran tidak terpengaruh oleh nilai masukan. Saat ini sudah tersedia IA dalam bentuk integrated circuit (IC), tetapi dapat juga dibangun dari beberapa. Gambar 5 menunjukkan rangkaian IA.
11
Gambar 4 Rangkaian low pass filter (LPF) pasif.
Gambar 5 Rangkaian instrumentation amplifier (IA). 2.8
DFRduino Mega1280 DFRduino Mega1280 merupakan modul berbasis mikrokontroler ATmega
1280 buatan Atmel Corporation. ATmega 1280 merupakan mikrokontroler AVR 8-bit dengan arsitektur Harvard (memori dan bus data serta program dipisahkan). Selain itu juga sudah menerapkan RISC (reduced instruction set computing), sehingga eksekusi instruksi dapat berlangsung sangat cepat dan efisien. Beberapa fasilitas ATmega1280 diantaranya konsumsi daya rendah, memiliki 128 KB ISP flash memory, 8KB SRAM, 4KB EPROM, 86 pin masukan dan keluaran, 16 channel 10-bit analog to digital converter (ADC), dan sebagainya. Pemrograman DFRduino menggunakan bahasa C dengan library tambahan, sehingga lebih mudah digunakan. Pemrograman ini bersifat open source dan pertama kali dikembangkan oleh Arduino. Gambar 6 menunjukkan modul DFRduino ATmega 1280.
Gambar 6 Modul DFRduino ATmega 1280.
12
Selain menggunakan software yang open source secara software, modul DFRduino Mega1280 juga bersifat open hardware yang berarti setiap orang diperbolehkan untuk memodifikasi dan mengembangkan modul tersebut. Kelebihan lain modul yang memiliki platform Arduino adalah dapat digabungkan dengan modul compatible yang disebut shield yang fungsi-fungsi tertentu, seperti komunikasi wireless, GPS, dan sebagainya. 2.9
Digital Median Filter Digital filter merupakan teknik teknik penyaringan secara digital untuk
mengurangi pengaruh data pencilan (outlier) akibat gangguan sistem atau pengaruh lingkungan. Proses yang dilakukan berupa pengumpulan data (data sampling), pengurutan (sorting), dan pemilihan nilai tengah urutan (median). Nilai median dipilih karena memiliki sifat lebih tegar (robust) terhadap kehadiran data pencilan. Semua tahapan dilakukan secara digital oleh mikrokontroler melalui bahasa pemrograman. Proses pengurutan data dilakukan menggunakan teknik insertion sorting, yaitu menyisipkan datum dalam urutan data melalui perbandingan nilai. Teknik ini memiliki keunggulan waktu proses yang lebih cepat dibandingkan teknik lainnya. Karakteristik ini cocok untuk aplikasi berbasis mikrokontroler yang memiliki kecepatan eksekusi program terbatas. Perbandingan waktu proses teknik sorting ditunjukkan oleh Gambar 7 (Astrachan 2003).
Gambar 7 Perbandingan waktu proses beberapa teknik pengurutan data.
13
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian akan dilakukan selama sekitar 9 bulan terhitung dari bulan
Oktober 2011 sampai bulan Juni 2012 di Laboratorium Material, Laboratorium Spektroskopi, Laboratorium Elektronika dan Mikrokontroler. Semua laboratorium yang digunakan berkedudukan di departemen Fisika FMIPA IPB. 3.2
Alat dan Bahan Penelitian Bahan yang dibutuhkan diantaranya sensor fotonik kristal untuk NO2,
tabung penjerap, modul DFRduino ATmega1280, modul power supply unit (PSU), light emitting diode (LED), fotodioda, LMC660, PGA204, resistor, kapasitor, dan solenoide valve. Alat yang digunakan diantaranya osiloskop Kenwood CS-4135A, analog trainer ED-1000BS, multimeter, dan solder, pompa vakum, flowmeter, dan termometer. Beberapa software yang digunakan untuk simulasi diantaranya Orcad Capture PSPICE 9.2 Professional, Proteus 7.7 Professioanal, dan Arduino 017. 3.3
Metode Penelitian
3.3.1 Analisis Desain Fungsional dan Simulasi Sistem instrumentasi yang dibangun tersusun atas tiga subsistem utama, yaitu sensor optik berbasis kristal fotonik, rangkaian pengkondisi sinyal (signal conditioning), serta kontrol dan pemrosesan data (control and data processing). Analisis desain fungsional dilakukan melalui pemilihan komponen penyusun sensor optik dan pengkondisi sinyal yang didasarkan pada fungsi yang dibutuhkan. Komponen tersebut diantaranya kristal fotonik, LED, fotodioda, op amp, dan IA. Gambar 8 menunjukkan skema sistem instrumentasi yang dibangun. Simulasi dilakukan untuk mengetahui karakteristik komponen atau rangkaian elektronik yang digunakan. Simulasi fotodioda, TIA, dan LPF menggunakan Orcad Capture PSPICE 9.2 Professional. Sedangkan untuk komponen elektronika lainnya menggunakan Isis Proteus 7.7 Professional.
14
Gambar 8 Skema sistem instrumentasi pengukur gas NO2. 3.3.2 Pembuatan dan Pengujian Subsistem Pada tahapan ini masing-masing subsistem dibuat dan diuji kinerjanya. Subsistem sensor optik berbasis kristal fotonik dibangun dengan menempatkan larutan reagen sebagai sumber indeks bias pada cacat kedua kristal fotonik. LED dan fotodioda disimpan di kedua ujung kristal fotonik. Integrasi komponen penyusun sensor optik berbasis kristal fotonik dapat dilihat pada Gambar 9. Rangkaian pengkondisi sinyal tersusun atas rangkaian TIA, LPF, dan IA. Ketiga rangkaian tersebut dibangun menggunakan komponen analog berupa IC. Proses pengontrolan aktuator berupa solenide valve dilakukan pada mekanisme pengisian dan pembuangan reagen (reagent inlet dan outlet), serta pengaturan buka dan tutup katup udara (air inlet dan outlet). Bagian penyusun sistem kontrol mekanik ditunjukkan pada Lampiran 1. Pemrosesan data dilakukan dalam bentuk digital filter dan pengiriman data dilakukan melalui komunikasi serial. Pengujian dilakukan pada setiap subsistem secara terpisah untuk mengetahui karakteristik dan kinerja masing-masing rangkaian, selain itu juga untuk memudahkan dalam penelusuran apabila terjadi kesalahan. Pengujian pada sensor optik dan rangkaian pengkondisi sinyal dikatakan berhasil apabila perubahan cahaya dapat dibaca oleh sensor menjadi tegangan yang sesuai dan stabil.
. Gambar 9 Subsistem sensor optik berbasis kristal fotonik.
15
3.3.3 Integrasi dan Uji Kinerja Sistem Setelah semua subsistem berfungsi dengan baik kemudian dilakukan integrasi menjadi sistem yang utuh. Uji kinerja sistem dilakukan dengan mengukur parameter gas NO2 di lapangan sesuai dengan panduan yang telah distandarisasi oleh SNI. Gambar 9 menunjukkan set up instrumentasi yang digunakan dalam eksperimen. Bagian Kriteria keberhasilan instrumentasi yang dibangun adalah sistem mampu mendeteksi kehadiran NO2 di udara, memprosesnya secara elektronik, mengubah menjadi besaran digital, kemudian mengolahnya menjadi besaran ISPU. Uji kinerja dilakukan melalui dua cara, yaitu pendeteksian NO2 yang terjerap dalam larutan reagen secara waktu nyata dan pengukuran gas NO2 dilapangan yang dilanjutkan dengan pengenceran di laboratorium. Hasil pengukuran pada uji kedua divalidasi dengan data yang didapatkan dari pusat penelitian lingkungan hidup (PPLH) IPB. Kriteria keberhasilan lainnya adalah sistem mampu melakukan pengontrolan mekanik instrumen pada saat inisialisasi sistem, pengosongan tabung penjerap, pengisian reagen, dan isi ulang reagen ketika sudah mendekati batas jenuh. Semua proses berlangsung secara paralel untuk masing-masing parameter ISPU dengan tidak menggangu mekanisme akuisisi dan pengiriman data melalui komunikasi serial. Mekanisasi proses Alur kerja sistem berupa kontrol mekanik dan akuisisi data dapat dilihat pada Lampiran 2.
Gambar 10 Set up instrumentasi pengukuran gas NO2.
16
17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Kristal Fotonik dan Transduser Optik Pemilihan komponen sensor optik disesuaikan dengan karakteristik
absorbansi gas NO2 dalam larutan reagen Griess-Saltzman. Absorbansi maksimum terjadi pada rentang panjang gelombang 500 nm - 600 nm, dengan puncak tertinggi pada nilai 550 nm (Budiarti 2011). Hal ini berarti, interaksi terbesar antara energi cahaya dan gas NO2 yang terjerap dalam reagen terjadi pada rentang panjang gelombang 500 nm sampai dengan 600 nm. Pendeteksian pada panjang gelombang absorbansi maksimum dapat memberikan informasi paling tepat tentang karakteristik gas NO2 di dalam larutan reagen. Untuk meningkatkan sensitivitas maka PPB kristal fotonik didesain beroperasi pada panjang gelombang 550 nm. Tetapi pengaruh dari tooling factor pada proses produksi menyebabkan PPB beroperasi pada nilai 533.16 nm. Nilai ini masih berada dalam rentang absorbansi maksimum larutan reagen GriessSaltzman. Sumber cahaya berupa LED dan fotodioda menggunakan produk EPIGAP optronic. Panjang gelombang operasi LED dari 480 sampai 606 nm dengan puncak pada 525 nm. Sedangkan fotodioda beroperasi pada antara panjang gelombang 490 sampai 560 nm. Gambar 2 menunjukkan spektra komponen optik penyusun sensor berbasis kristal fotonik. Gangguan pengukuran akibat adanya interaksi dari luar yang terukur dapat dikurangi dengan penggunaan komponen optik yang memiliki panjang gelombang operasi bersesuaian. Kemungkinan terukurnya cahaya selain dari LED dapat dikurangi dengan desain lebar celah cacat yang sangat sempit, sekitar 1 mm. Selain itu, fotodioda yang digunakan memiliki sudut penerimaan yang kecil yaitu 20 derajat. Kombinasi kedua karakteristik tersebut menyebabkan intensitas PPB yang diterima fotodioda hanya bersumber dari interaksi kristal fotonik dengan reagen. Perubahan intensitas PPB hanya dipengaruhi oleh perubahan indeks bias larutan.
18
Gambar 11 Karakteristik spektra komponen optik. 4.2
Kinerja Transimpedance Amplifier (TIA) Rangkaian TIA dibangun menggunakan IC LMC660 buatan National
Semiconductor sebagai inti pengubah arus ke tegangan dan penguatan. Pemilihan komponen ini didasarkan pada nilai input bias current yang sangat kecil, yaitu sekitar 2 fA. Semakin kecil nilai input bias current, semakin kecil juga derau yang dihasilkan. IC LMC660 mampu beroperasi secara single supply, sehingga tidak membutuhkan catu daya negatif. Hasil simulasi menunjukkan bahwa derau akibat Cs dapat dikurangi dengan menambahkan capasitor feedback (CF) yang dipasang paralel dengan RF. Kombinasi RF dan Cs menghasilkan low pass filter yang memiliki fase negatif. Fase loop pada jalur feeedback mengalami pengurangan dan sinyal menjadi tidak stabil. Penambahan CF pada jalur feedback dan Rs dari fotodioda menjadi rangkaian high pass filter yang memiliki fase positif dan menambah fase loop pada jalur feedback. Kehadiran high pass filter menjadi kompensasi atas low pass filter yang disebabkan oleh Cs, sehingga sinyal keluaran menjadi lebih stabil. Gambar 12 menunjukkan rangkaian ekuivalen fotodioda yang digabungkan dengan rangkaian TIA, sedangkan hasil simulasi ditunjukkan oleh Gambar 13.
19
Sinyal tegangan setelah penambahan CF sebesar 2 pF terlihat halus dengan sedikit overshoot. Sinyal yang lebih halus didapatkan dengan memperbesar nilai CF. Tetapi, kenaikan nilai CF membawa dampak negatif berupa berkurangnya bandwidth op amp. Karena dibutuhkan waktu lebih lama untuk proses pengisian dan pengosongan kapasitor. Nilai bandwith sangat berguna pada pengukuran dengan kecepatan tinggi. Proses pengambilan data pengukuran NO2 di udara tidak berlangsung dalam orde yang sangat cepat, sehingga pengaruh bandwidth tidak terlalu diperhatikan. Kombinasi yang tepat antara CF dan RF dapat menghasilkan sinyal yang stabil dengan kecepatan pengukuran yang masih memadai.
Gambar 12 Rangkaian ekuivalen fotodioda dan TIA.
Tanpa CF
CF = 2 pF
Gambar 13 Pengaruh penambahan kapasitor feedback (CF).
20
Hasil eksperimen menunjukkan fenomena yang sama dengan simulasi, yaitu semakin besar nilai CF maka semakin kecil juga derau yang dihasilkan. Penggunaan CF dengan nilai 100 nF menghasilkan data keluaran paling stabil sebagaimana yang ditampilkan pada Gambar 14 yang melakukan pengukuran menggunakan ADC internal mikrokontroler. Gambar 15 menunjukkan perbedaan bentuk sinyal keluaran rangkaian TIA sebagai hasil dari variasi nilai CF menggunakan osiloskop. Derau sinyal semakin berkurang seiring dengan pertambahan nilai CF. Hasil yang sama antara pengujian dengan ADC dan osiloskop mengindikasikan bahwa subsistem akuisisi data mampu mengubah data
Bit
tegangan yang dihasilkan oleh rangkaian TIA menjadi data digital. 180
tanpa Cf
170
10 pF
160
1 nF
150
10 nF
140
100 nF
130 120 110 100 90 80 0
10
20
30
40
50
60
Data
Gambar 14 Variasi nilai kapasitor feedback (CF) menggunakan ADC.
Gambar 15 Variasi nilai kapasitor feedback (CF) menggunakan osiloskop.
21
4.3
Rangkaian Pengkondisi Sinyal Bagian utama rangkaian pengkondisi sinyal adalah penguatan dan LPF.
Penguatan dipilih menggunakan instrumentation amplifer PGA 204 buatan BurrBrown yang dapat menguatkan sinyal sampai dengan 1000 kali. Penguatan sinyal memiliki dampak negatif yaitu derau dari rangkaian sebelumnya ikut mengalami penguatan seperti yang terlihat pada Gambar 16 dan Gambar 17. 8 7 6
Bit
5 4 3 2
(a)
1 0 0
5
10
15
20
25
30
Bit
Data
1000 990 980 970 960 950 940 930 920 910 900
(b) 0
5
10
15
20
25
30
Data
Gambar 16 Keluaran ADC tanpa penguatan (a) dan penguatan 100 kali (b).
Tanpa penguatan
Penguatan 100x
Gambar 17 Pengaruh penguatan sinyal dengan osiloskop.
22
Nilai yang terukur ADC sebelum penguatan terlihat stabil tanpa adanya perubahan nilai. Hal ini bukan berarti bahwa rangkaian tidak memiliki derau. Hasil pengukuran menggunakan osiloskop (Gambar 17) memperlihatkan bahwa tegangan yang terukur memiliki lebar tegangan sekitar 4 mV. Artinya, tegangan keluaran dapat memiliki nilai yang berbeda-beda dalam rentang 4 mV. Nilai tersebut masih berada dibawah resolusi ADC 10 bit dengan referensi tegangan 5 V, yaitu 4.88 mV. Perubahan tegangan yang berlangsung tidak dideteksi oleh ADC dalam bentuk perubahan bit. Kondisi yang berbeda terjadi pada saat dilakukan proses penguatan. Selain sinyal yang bersumber dari sensor, derau juga ikut mengalami penguatan oleh IA sehingga memberikan pengaruh yang signifikan. Pengukuran menggunakan osiloskop memperlihatkan bahwa derau setelah penguatan 100 kali bernilai 200 mV dengan frekuensi sekitar 50 Hz. Nilai tersebut setara dengan 40 bit pada data digital. Melihat pola sinyal yang periodik sangat dimungkinkan derau berasal dari rangkaian catu daya yang mengubah arus bolak-balik menjadi searah. Untuk mengatasi munculnya derau akibat penguatan maka ditambahkan rangkaian LPF pasif dengan frekuensi potong 1 Hz. Perubahan sinyal akibat derau dengan frekuensi diatas 1 Hz akan diblok. Rangkaian hanya melewatkan nilai sebenarnya dari rangkaian sebelumnya. Frekuensi potong 1 Hz didapatkan dari kombinasi resistor 3.9 k dan kapasitor 47 F. Tegangan keluaran rangkaian LPF hasil perhitungan (Gambar 18) memperlihatkan pola yang sama dengan hasil
Tegangan Keluaran (V)
eksperimen menggunakan ADC (Gambar 19) dan osiloskop (Gambar 20). 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0
10
20
30
40
50
Frekuensi (Hz)
Gambar 18 Tegangan keluaran rangkaian LPF untuk frekuensi berbeda.
23
955
tanpa filter
950
filter 1 Hz
Bit
945 940 935 930 925 920 0
5
10
15
20
25
30
Data
Gambar 19 Nilai keluaran ADC dengan dan tanpa filter.
Gambar 20 Sinyal keluaran LPF dengan dan tanpa filter menggunakan osiloskop Berdasarkan hasil perhitungan, tegangan keluaran rangkaian LPF untuk sinyal dengan frekuensi kurang atau sama dengan 1 Hz memiliki tegangan keluaran yang sama dengan sumbernya yaitu 5 V. Semakin besar nilai frekuensi sumber maka kontribusi terhadap tegangan keluaran semakin kecil. Sinyal dengan frekuensi 50 Hz memiliki tegangan keluaran mendekati 0 V. Hal ini berarti, sinyal yang berubah secara periodik dengan frekuensi di atas 1 Hz tidak akan memberikan pengaruh terhadap tegangan keluaran. Hasil eksperimen menggunakan ADC memperlihatkan penambahan rangkaian LPF dengan frekuensi potong 1 Hz dapat mengurangi kehadiran derau dalam jumlah yang signifikan. Terlihat adanya penurunan data sekitar 15 bit atau sekitar 75 mV dari data tertinggi sebelum menggunakan LPF. Penurunan tersebut selain oleh mekanisme signal blocking yang dilakukan LPF juga dimungkinkan oleh adanya tegangan jatuh di resistor pada rangkaian LPF yang menyebabkan nilai keluaran lebih kecil dari nilai sumber.
24
4.4
Uji Digital Median Filter Pengujian median filter dilakukan menggunakan ADC internal yang
ditampilkan melalui komunikasi serial. Tahapan berupa data sampling, data sorting, dan mencari nilai median diperlihatkan pada Gambar 21. Jumlah data yang diambil mempengaruhi kestabilan nilai yang terukur. Semakin banyak data yang dijadikan sampel sinyal keluaran menjadi semakin stabil seperti yang terlihat pada Gambar 22. Tetapi, perlu diperhatikan juga waktu untuk melakukan proses tersebut. Semakin banyak data berarti semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk melakukan digital filter. Jumlah data optimum yang diujikan pada penelitian ini adalah 31 data. Nilai tersebut diambil dengan pertimbangan nilai keluaran sudah lebih stabil dan waktu eksekusi masih dalam batas kemampuan mikrokontroler.
Gambar 21 Tahapan dalam digital median filter. tanpa filter 3 data 5 data 11 data 31 data
260 250 240
Bit
230 220 210 200 190 180 0
5
10
15
20
25
30
Data
Gambar 22 Variasi jumlah data digital median filter.
25
4.5
Uji Kinerja Sistem Instrumentasi Hasil pengujian akuisisi data secara waktu nyata selama satu jam
memperlihatkan bahwa sistem mampu merespon gas NO2 yang terjerap di dalam reagen. Hal tersebut ditandai dengan adanya penurunan nilai tegangan yang dibaca ADC seperti yang terlihat pada Gambar 23. Penurunan tegangan bermakna intensitas yang diterima fotodioda berkurang akibat larutan yang semakin pekat seiring bertambahnya konsentrasi NO2. Data yang fluktuatif mewakili kondisi nyata di lapangan. Indeks bias larutan yang terukur oleh PPB dapat berubah-ubah dikarenakan pencampuran udara dan reagen yang berlangsung melalui bantuan pompa vakum. Sangat dimungkinkan terjadi aliran turbulen di daerah yang menjadi objek pengukuran. Uji kinerja sistem instrumentasi dengan teknik pengenceran divalidasi dengan data yang didapatkan dari PPLH IPB. Besaran akhir yang dihasilkan dalam bentuk konsentrasi dengan satuan µg/m3. Konsentrasi larutan reagen hasil perhitungan merujuk pada penentuan konsentrasi larutan menggunakan rumus pengenceran. Gambar 24 Menunjukkan perbandingan konsentrasi gas NO2 hasil perhitungan dengan hasil pengukuran PPLH IPB dengan metode pengenceran. Walaupun data yang didapatkan dari PPLH IPB hanya empat data, tetapi secara umum metode perhitungan dan pengukuran PPLH memiliki tren yang hampir sama dengan nilai R2 masing-masing lebih dari 94%. Hal ini berarti metode perhitungan dapat menduga nilai konsentrasi larutan hasil pengenceran mendekati nilai yang diukur oleh PPLH IPB, sehingga layak untuk digunakan dalam proses pengukuran konsentrasi larutan selanjutnya. 890 880
Bit
870 860 850 840 830 820 0
10
20
30
40
50
60
Menit
Gambar 23 Keluaran ADC pada pengujian secara waktu nyata.
Konsentrasi NO2 (g/m3)
26
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Perhitungan PPLH y = 59.28e-0.08x R² = 0.965 y = 68.72e-0.11x R² = 0.949 0
5
10
15
20
25
Volume (mL)
Gambar 24 Konsentrasi gas NO2 hasil perhitungan dan PPLH IPB. Untuk lebih melihat korelasi antara hasil perhitungan dan pengukuran maka dilakukan validasi pada setiap nilai konsentrasi. Data hasil perhitungan dan pengukuran dibandingkan secara langsung seperti yang terlihat pada Gambar 25. Dari empat data yang ditampilkan didapatkan R2 sebesar 99.3%. Nilai R2 yang mendekati satu mengindikasikan bahwa metode perhitungan dapat digunakan karena menghasilkan data yang tidak terlalu berbeda. Respon sistem instrumentasi terhadap perubahan konsentrasi gas NO2 dalam larutan reagen terlihat pada Gambar 26. Perubahan konsentrasi sebesar 34 µg/m3 dideteksi dengan perubahan tegangan sebesar 1.24 V setara dengan 254 bit. Dapat dikatakan bahwa sistem memiliki resolusi pengukuran sebesar 8 bit per µg/m3 atau setara dengan 14 bit/ppb. Nilai pengujian ini didapatkan setelah melalui
Konsentrasi NO2 perhitungan (g/m3)
pembatasan rentang pengukuran dan penguatan IA sebesar 1000 kali. 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
y = 0.894x + 5.238 R² = 0.993
0
10
20
30
40
Konsentrasi NO2 PPLH (g/m3)
Gambar 25 Validasi nilai kosentrasi gas NO2.
50
Bit
27
1000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
y = 984.6e-0.01x R² = 0.946
10
20
30
40
50
Konsentrasi NO2 (g/m3)
Gambar 25 Nilai keluaran ADC untuk konsentrasi NO2 berbeda. Konsentrasi gas NO2 hasil pengujian yang dilakukan selama satu jam hanya sekitar 46 µg/m3. Nilai tersebut tidak dapat didefinisikan dalam nilai ISPU, karena untuk gas NO2 nilai terkecil ISPU terdefinisi untuk konsentrasi sebesar 1130 µg/m3. Sistem sudah dapat mendeteksi perubahan konsentrasi gas NO2 meskipun dalam jumlah yang sedikit. Untuk konsentrasi gas yang lebih besar pendeteksian lebih mungkin untuk dilakukan. Hanya saja perlu dilakukan penyesuaian di bagian penguatan karena berhubungan dengan rentang pengukuran yang dapat ditangani. Sistem instrumentasi yang dibangun dapat digunakan untuk pengukuran parameter ISPU lain dengan melakukan beberapa perubahan sesuai dengan karakteristik material yang diukur. Penyesuaian terutama dilakukan pada pemilihan komponen subsistem sensor optik berbasis kristal fotonik seperti LED, kristal fotonik, dan fotodioda. Adapun subsistem pengkondisi sinyal hanya perlu menyesuaikan level penguatan yang akan digunakan. Sedangkan penyesuaian pada subsistem kontrol dan pemrosesan data hanya pada proses konversi konsentrasi menjadi nilai ISPU sesuai dengan kriteria parameter yang diukur. Hasil pengujian sistem kontrol mekanik menunjukkan instrumentasi dapat melakukan proses inisialisasi berupa pengosongan tabung, pengisian reagen, dan akuisisi data untuk lima parameter ISPU. Sistem didesain untuk melakukan isi ulang reagen secara otomatis apabila reagen sudah mendekati kejenuhan tanpa mengganggu proses pengiriman data paramter ISPU lainnya. Proses otomatisasi sistem kontrol mekanik dalam bentuk diagram pewaktuan dapat dilihat pada Lampiran 3.
28
29
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1.
Sistem instrumentasi berbasis sensor kristal fotonik satu dimensi untuk mengukur gas NO2 yang termasuk parameter kualitas udara ambien telah berhasil dibangun.
2.
Sistem dapat merespon perubahan konsentrasi gas NO2 di dalam larutan reagen dalam bentuk perubahan tegangan. Resolusi pengukuran sistem instrumentasi sebesar 8 bit per µg/m3 atau setara dengan 14 bit/ppb.
3.
Kemandirian teknologi baru dapat diwujudkan dalam hal penguasaan keilmuan dan rekayasa. Penggunaan material dari dalam negeri mencapai kisaran 40% dari total material yang dibutuhkan untuk membangun sistem instrumentasi. Sisanya masih harus didatangkan dari luar negeri, terutama untuk komponen elektronika dengan spesifikasi khusus.
5.1
Saran Pengembangan dapat difokuskan pada beberapa bagian, diantaranya: 1.
Peningkatan stabilitas rangkaian secara analog melalui pemilihan komponen yang lebih sensitif dan minim derau.
2.
Penggunaan teknik modulasi sumber cahaya untuk mengurangi gangguan dari lingkungan.
3.
Penggunaan komponen IA yang mode penguatannya lebih fleksibel.
30
31
DAFTAR PUSTAKA
Ahn MW et al. 2008. Gas sensing properties of defect-controlled ZnO-nanowire gas sensor. Applied Physics Letters 93:263103. Alatas H, Mayditia H, Hardhienata H, Iskandar AA, Tjia MO. 2006. Single frequency refractive index sensor based on finite one-dimensional photonic crystal with two defects. Japanese Journal of Applied Physics 45 (8B) pp. 6754. Asher SA et al. 2003. Photonic crystal carbohydrate sensors: low ionic strength sugar sensing. J. Am. Chem. Soc. 125:3322-3329. Astrachan O. 2003. An archaeological algorithmic analysis. Di dalam: SIGCSE Technical Symposium on Computer Science Education; Nevada, February 1923. [Bapedal] Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. 1997. Pengaruh indeks standar pencemar udara untuk setiap parameter pencemar. Jakarta: Bapedal. Brunekreef B. 2007. Health effects of air pollution observed in cohort studies in Europe. Journal of Exposure Science and Environmental Epidemiology B: S61-S65. Budiarti RDR. 2011. Karakterisasi sensor kristal fotonik satu dimensi untuk pengukuran gas nitrogen dioksida [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Chen C et al. 2008. Sensitivity of photonic crystal fiber to temperature, strain, and external refractive index. Optics Express 16 (13). Choi YJ et al. 2008. Novel fabrication of an SnO2 nanowire gas sensor with high sensitivity. Nanotechnology 19:095508 (4pp). Chuang W, Guan BQ, Chao L, Tam HY. 2011. Salinity sensor based on polyamide-coated photonic crystal fiber. Optics Express 19 (21). Esplugues A et al. 2007. Air pollutant exposure during pregnancy and fetal and early childhood development. Research protocol of the INMA [Childhood and Environment Project]. Gaceta Sanitaria 21:162-171. Fraden J. 2010. Handbook of Modern Sensor. Ed ke-4. California: Springer.
32
Galan I et al. 2003. Short-term effects of air pollution on daily asthma emergency room admissions. Eur Respir J. 22:802–8. Gauderman WJ et al. 2005. Childhood asthma and exposure to traffic and nitrogen dioxide. Epidemiology 16:6. Gouin T, Harner T, Blancahrd P, Mackay D. 2005. Passive and active samplers as complementary methods for investigating persistent organic pollutants in the Great Lakes Basin. Environ. Sci. Technol. 39:9115-22. Gurjar BR, Butler TM, Lawrence MG, Lelieveld J. 2008. Evaluation of emissions and air quality in megacities. Atmospheric Environment. 42 (7):1593-1606. Hertel O, Goodsite ME. 2009. Urban air Pollution Climates throughout the World. Issues in Environmental Science and Technology 28. Royal Society of Chemistry. Kita S, Nozaki, K, Baba T. Refractive index sensing utilizing a cw photonic crystal nanolaser and its utilizing array configuration. Optics Express 16 (11). Konorov SO, Zheltikov AM. 2005. Photonic crystal fiber as a multifunctional optical sensor and sample collector. Optics Express 13 (9). Larsen B, Hutton G, Khanna N. 2008. Air pollution. Copenhagen Consensus 2008 Challange Paper. Li SS. 2006. Semiconductor Physical Electronic. Ed ke-2 New York: Springer. Meixner H, Gerblinger J, Lampe U, Fleischer M. 1995. Thin-film gas sensors based on semiconducting metal oxides. Sens. Actuators B 23:119-125. Mishra V. 2003. Healts effects of air pollution. Population-Environment Research Network (PERN) Cyberseminar. East-West Center, Honolulu. [MNLH] Menteri Negara Lingkungan Hidup. 1997. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 45/MNLH/1997 tentang Indeks Standar Pencemar Udara. Jakarta: MNLH. Moodley KG, Singh H, Govender S. 2011. Passive monitoring of nitrogen dioxide in urban air: a case study of durban metropolis, South Africa. Journal of Environmental Management 92:2145-2150. O’Connor GT. 2008. Accute respiratory health effects of air pollution on children with asthma in US inner cities. United States Environmental Protecion Agency Papers. Lincoln: University of Nebraska. Patankar AM, Trivedi PL. 2011. Monetary burden of health impacts of air pollution in Mumbai, India: implications for public health policy. Public Health 125:157-164.
33
Rahmat M. 2009. Design and fabrication of one dimensional photonic crystal as a real time optical sensor for sugar solution concentration detection [Thesis]. Bogor: Graduate School, Bogor Agricultural University. Resosudarmo, BP. 2002. Indonesia’s clean air program. Bulletin of Indonesian Economic Studies 38 (3): 343-365. Schmidt O, Kiesel P, Mohta S, Johnson JN. 2007. Resolving pm wavelength shifts in optical sensing. J. Appl. Phys. B86, 593-600 Shishiyanu ST, Shishiyanu TS, Lupan OI. 2005. Sensing characteristics of tindoped ZnO thin films as NO2 gas sensor. Sens. Actuators B 107:379-386. Soedoemo M, Usman K, dan Irsyad M. 1991. Analisis dan prediksi pengaruh strategi pengendalian emisi transportasi terhadap konsentrasi pencemaran di Indonesia: studi kasus di Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Streets DG et al. 2003. An inventory of gaseous and primary aerosol emissions in Asia in the year 2000. J. Geophys. Res 108:8809. Tsiulyanu D, Marian S, Miron V, Liess HD. 2001. High sensitive tellurium based NO2 gas sensor. Sens. Actuators B 73:35-39. [USEPA] United States Environmental Protection Agency. 2006. 2002 National emissions inventory booklet. North Carolina: USEPA [USEPA] United States Environmental Protection Agency. 2008. Integrated science assessment for oxides of nitrogen-health criteria. North Carolina: USEPA Wei BY et al. 2004. A novel SnO2 gas sensor doped with carbon nanotubes operating at room temperature. Sens. Actuators B 101:81-89. Winder S. 2002. Analog and Digital Filter Design. Ed ke-2. Amsterdam: Elsevier Science. 2002. [WHO] World Health Organization. 2000. Air quality guidelines for Europe, Ed ke-2. Copenhagen: WHO Regional Publication, European Series 91:1-287. Zhang D et al. 2004. Detection of NO2 down to ppb levels using individual and multiple In2O3 nanowire devices. Nanoleters 4:1919-1924. .
34
35
LAMPIRAN
36
37
Lampiran 1. Sistem kontrol mekanik, catu daya dan signal conditioning.
Signal Conditioning
38
39
Lampiran 2. Alur kerja sistem berupa kontrol mekanik dan akuisisi data.
40
41
Lampiran 3. Diagram pewaktuan sistem kontrol mekanik
42
43
Lampiran 4. Data pengujian pengukuran gas NO2 secara waktu nyata.
Menit ke 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42 44 46 48 50 52 54 56 58 60
Tegangan (V) 4.31 4.28 4.22 4.25 4.26 4.27 4.25 4.24 4.18 4.17 4.16 4.17 4.14 4.15 4.13 4.12 4.13 4.14 4.13 4.12 4.1 4.12 4.09 4.1 4.08 4.07 4.04 4.06 4.08 4.03
ADC (bit) 881.826 875.688 863.412 869.55 871.596 873.642 869.55 867.504 855.228 853.182 851.136 853.182 847.044 849.09 844.998 842.952 844.998 847.044 844.998 842.952 838.86 842.952 836.814 838.86 834.768 832.722 826.584 830.676 834.768 824.538
44
45
Lampiran 5. Source code akuisisi data dan kontrol mekanik.
/* program kontrol mekanik stasiun otomat */ // deklarasi variabel // variabel untuk pengontrolan kontrol mekanik int a; int b; int c; int data_tsp; // variable untuk data TSP int data_so2; // variable untuk data TSP int data_co; // variable untuk data TSP int data_o3; // variable untuk data TSP int data_no2; // variable untuk data TSP //inisiasi pin untuk valve pendukung int pompa = 32; // SV pompavakum dihubungkan dengan pin 32 int led_ind = 33; // led indikator waktu inisialisasi dihubungkan ke pin 33 int air_in = 34; // valve udara supaya ga vakum dihubungkan ke pin 34 int data = 35; // LED dummy untuk analogi proses sampling data dihubungkan ke pin 35 //inisiasi pin untuk inlet chamber int in_tsp = 22; // SV inlet TSP dihubungkan dengan pin 22 int in_so2 = 23; // SV inlet SO2 dihubungkan dengan pin 23 int in_co = 24; // SV inlet CO dihubungkan dengan pin 24 int in_o3 = 25; // SV inlet O3 dihubungkan dengan pin 25 int in_no2 = 26; // SV inlet NO2 dihubungkan dengan pin 26 //variabel outlet chamber int out_tsp = 27; // SV outlet TSP dihubungkan dengan pin 27 int out_so2 = 28; // SV outlet SO2 dihubungkan dengan pin 28 int out_co = 29; // SV outlet CO dihubungkan dengan pin 29 int out_o3 = 30; // SV outlet O3 dihubungkan dengan pin 30 int out_no2 = 31; // SV outlet NO2 dihubungkan dengan pin 31 void setup() { // inisialisasi pin digital sebagai output. // pin inlet pinMode(in_tsp,OUTPUT); pinMode(in_so2,OUTPUT); pinMode(in_co,OUTPUT); pinMode(in_o3,OUTPUT); pinMode(in_no2,OUTPUT);
46
// pin outlet pinMode(out_tsp,OUTPUT); pinMode(out_so2,OUTPUT); pinMode(out_co,OUTPUT); pinMode(out_o3,OUTPUT); pinMode(out_no2,OUTPUT); // pin vakum dan indikator pinMode(pompa,OUTPUT); pinMode(led_ind,OUTPUT); // pin air intake supaya impinger tdk vakum pinMode(air_in,OUTPUT); // pin data untuk simulasi capture data saja pinMode(data,OUTPUT); // seting komunikasi serial Serial.begin(9600); } ///////////////////////////////////////////////////// ///////////////////// PROGRAM UTAMA ///////////////// // baca data digital dari ADC kemudian kirimkan ke serial void loop() { digitalWrite(pompa,HIGH); // pompa dikondisikan mati (relay NC) digitalWrite(air_in,HIGH); // valve udara masuk dikondisikan mati (relay NC) inisialisasi(); // panggil fungsi inisialisasi (10 detik) pembuangan(); // proses pembuangan reagent di impinger delay(1000); // tunggu satu detik pengisian(); // proses pengisian reagent di impinger delay(1000); // tunggu satu detik // akuisisi data berlangsung selama waktu tertentu for (a=0; a<=100; a++) { akuisisi_data(); // baca data dan kirim lewat serial // kontrol pewaktuan tingkat kejenuhan larutan switch (a) { case 0:{ digitalWrite (pompa,LOW); // nyalakan pompa penghisap udara break;} case 10: { isi_tsp(); // proses isi ulang reagent TSP break;} case 20: { isi_so2(); // proses isi ulang reagent SO2 break;} case 30: { isi_co(); // proses isi ulang reagent CO break;}
47
case 40: { isi_o3(); break;} case 50: { isi_no2(); break;}
// proses isi ulang reagent O3
// proses isi ulang reagent NO2
} delay(1000); } while(true); } //>>>>>>>>>>>>>>>>> FUNGSI-FUNGSI PENDUKUNG <<<<<<<<<<<<<<<< // Fungsi Inisialisasi dengan LED kelap-kelip selama 10 detik int inisialisasi() { int var = 0; while(var < 10) // lakukan ulangan 10 kali { digitalWrite(led_ind,HIGH); delay(500); digitalWrite(led_ind,LOW); delay(500); var++; } } // fungsi buka valve outlet impinger selama waktu tertentu int pembuangan() { int b = 0; while(b < 100) { // buka valve outlet digitalWrite(out_tsp,HIGH); // buka valve outlet TSP digitalWrite(out_so2,HIGH); // buka valve outlet SO2 digitalWrite(out_co,HIGH); // buka valve outlet CO digitalWrite(out_o3,HIGH); // buka valve outlet O3 digitalWrite(out_no2,HIGH); // buka valve outlet NO2 digitalWrite(air_in,LOW); // buka valve udara supaya ga vakum delay(100); b++; } // tutup valve outlet digitalWrite(out_tsp,LOW); // tutup valve outlet TSP digitalWrite(out_so2,LOW); // tutup valve outlet SO2 digitalWrite(out_co,LOW); // tutup valve outlet CO digitalWrite(out_o3,LOW); // tutup valve outlet O3 digitalWrite(out_no2,LOW); // tutup valve outlet NO2
48
} // fungsi untuk pengisian reagent int pengisian() { // buka valve inlet digitalWrite(in_tsp,HIGH); // buka valve inlet TSP digitalWrite(in_so2,HIGH); // buka valve inlet SO2 digitalWrite(in_co,HIGH); // buka valve inlet CO digitalWrite(in_o3,HIGH); // buka valve inlet O3 digitalWrite(in_no2,HIGH); // buka valve inlet NO2 // tutup valve inlet for (int c = 0; c <= 24; c++) { switch (c){ case 4:{ digitalWrite(in_tsp, LOW); break;} case 9:{ digitalWrite(in_so2,LOW); break;} case 14:{ digitalWrite(in_co,LOW); break;} case 19:{ digitalWrite(in_o3,LOW); break;} case 24:{ digitalWrite(in_no2,LOW); break;} } delay(1000); } return c; } //fungsi akusisi data dan kirimkan ke serial int akuisisi_data() { data_tsp = analogRead(0); // baca data TSP dari ADC0 data_so2 = analogRead(1); // baca data SO2 dari ADC1 data_co = analogRead(2); // baca data CO dari ADC2 data_o3 = analogRead(3); // baca data O3 dari ADC3 data_no2 = analogRead(4); // baca data NO2 dari ADC4 // kirim data ke serial, lima data dalam satu line dipisahkan oleh karakter Serial.print(data_tsp); // kirim data TSP Serial.print ("#"); Serial.print(data_so2); // kirim data SO2 Serial.print ("#");
49
Serial.print(data_co); // kirim data CO Serial.print ("#"); Serial.print(data_o3); // kirim data O3 Serial.print("#"); Serial.println(data_no2); // kirim data NO2 dan pindah line } //fungsi refill TSP int isi_tsp() { int t1_tsp; for (int t1_tsp = 0; t1_tsp <= 20; t1_tsp++) { //baca data selain TSP data_tsp = 0 ; // data TSP dibuat = 0 data_so2 = analogRead(1); // baca data SO2 data_co = analogRead(2); // baca data CO data_o3 = analogRead(3); // baca data O3 data_no2 = analogRead(4); // baca data NO2 //kirim data Serial.print(data_tsp); // kirim data TSP Serial.print("#"); Serial.print(data_so2); // kirim data SO2 Serial.print ("#"); Serial.print(data_co); // kirim dataCO Serial.print ("#"); Serial.print(data_o3); // kirim data O3 Serial.print ("#"); Serial.println(data_no2); // kirim data NO2 // kontrol tutup buka valve input dan output impinger switch (t1_tsp){ case 0:{ digitalWrite(out_tsp, HIGH); // buka valve out selama 10 detik break;} case 10:{ digitalWrite(out_tsp,LOW); // tutup valve out break;} case 11:{ digitalWrite(in_tsp,HIGH); // buka valve in selama 10 detik break;} case 20:{ digitalWrite(in_tsp,LOW); // tutup valve in break;} } delay(1000); } return t1_tsp; }
50
//fungsi isi ulang SO2 int isi_so2() { int t1_so2; //t1_so2 = 0; for (int t1_so2 = 0; t1_so2 <= 20; t1_so2++) { //baca data selain SO2 data_so2 = 0 ; // data SO2 dibuat = 0 data_tsp = analogRead(0); // baca data TSP data_co = analogRead(2); // baca data CO data_o3 = analogRead(3); // baca data O3 data_no2 = analogRead(4); // baca data NO2 //kirim data selain SO2 Serial.print(data_tsp); // kirim data TSP Serial.print ("#"); Serial.print(data_so2); // kirim data SO2 Serial.print ("#"); Serial.print(data_co); // kirim data CO Serial.print ("#"); Serial.print(data_o3); // kirim data O3 Serial.print("#"); Serial.println(data_no2); // kirim data NO2 // kontrol tutup buka valve input dan output impinger switch (t1_so2){ case 0:{ digitalWrite(out_so2, HIGH); // buka valve out selama 10 detik break;} case 10:{ digitalWrite(out_so2,LOW); // tutup valve out break;} case 11:{ digitalWrite(in_so2,HIGH); // buka valve in selama 10 detik break;} case 20:{ digitalWrite(in_so2,LOW); // tutup valve in break;} } delay(1000); } return t1_so2; } //fungsi isi ulang CO int isi_co() { int t1_co;
51
//t1_co = 0; for (int t1_co = 0; t1_co <= 20; t1_co++) { //baca data selain CO data_co = 0 ; // data CO dibuat = 0 data_tsp = analogRead(0); // baca data TSP data_so2 = analogRead(1); // baca data SO2 data_o3 = analogRead(3); // baca data O3 data_no2 = analogRead(4); // baca data NO2 //kirim data selain CO Serial.print(data_tsp); // kirim data TSP Serial.print ("#"); Serial.print(data_so2); // kirim data SO2 Serial.print ("#"); Serial.print(data_co); // kirim data CO Serial.print ("#"); Serial.print(data_o3); // kirim data O3 Serial.print("#"); Serial.println(data_no2); // kirim data NO2 // kontrol tutup buka valve input dan output impinger switch (t1_co){ case 0:{ digitalWrite(out_co, HIGH); // buka valve out selama 10 detik break;} case 10:{ digitalWrite(out_co,LOW); // tutup valve out break;} case 11:{ digitalWrite(in_co,HIGH); // buka valve out selama 10 detik break;} case 20:{ digitalWrite(in_co,LOW); // tutup valve in break;} } delay(1000); } return t1_co; } //fungsi isi ulang 03 int isi_o3() { int t1_o3; //t1_o3 = 0; for (int t1_o3 = 0; t1_o3 <= 20; t1_o3++) { //baca data selain O3 data_o3 = 0 ; // data O3 dibuat = 0
52
data_tsp = analogRead(0); data_so2 = analogRead(1); data_co = analogRead(2); data_no2 = analogRead(4);
// baca data TSP // baca data SO2 // baca data CO // baca data NO2
//kirim data selain O3 Serial.print(data_tsp); // kirim data TSP Serial.print ("#"); Serial.print(data_so2); // kirim data SO2 Serial.print ("#"); Serial.print(data_co); // kirim data CO Serial.print ("#"); Serial.print(data_o3); // kirim data O3 Serial.print("#"); Serial.println(data_no2); // kirim data NO2 // kontrol tutup buka valve input dan output impinger switch (t1_o3){ case 0:{ digitalWrite(out_o3, HIGH); // buka valve out selama 10 detik break;} case 10:{ digitalWrite(out_o3,LOW); // tutup valve out break;} case 11:{ digitalWrite(in_o3,HIGH); // buka valve out selama 10 detik break;} case 20:{ digitalWrite(in_o3,LOW); // tutup valve in break;} } delay(1000); } return t1_o3; } //fungsi isi ulang NO2 int isi_no2() { int t1_no2; //t1_no2 = 0; for (int t1_no2 = 0; t1_no2 <= 20; t1_no2++) { //baca data selain NO2 data_no2 = 0 ; // data NO2 dibuat = 0 data_tsp = analogRead(0); // baca data TSP data_so2 = analogRead(1); // baca data SO2 data_co = analogRead(2); // baca data CO data_o3 = analogRead(3); // baca data O3 //kirim data selain NO2
53
Serial.print(data_tsp); // kirim data TSP Serial.print ("#"); Serial.print(data_so2); // kirim data SO2 Serial.print ("#"); Serial.print(data_co); // kirim data CO Serial.print ("#"); Serial.print(data_o3); // kirim data O3 Serial.print("#"); Serial.println(data_no2); // kirim data NO2 // kontrol tutup buka valve input dan output impinger switch (t1_no2){ case 0:{ digitalWrite(out_no2, HIGH); // buka valve out selama 10 detik break;} case 10:{ digitalWrite(out_no2,LOW); // tutup valve out break;} case 11:{ digitalWrite(in_no2,HIGH); // buka valve in selama 10 detik break;} case 20:{ digitalWrite(in_no2,LOW); // tutup valve in break;} } delay(1000); } return t1_no2; } ///////////////// digital median filter /////////////////////////// Digital filter (). int anPin = 3; // baca data dari sensor di pin 3 //variabel disimpan dalam array int arraysize = 11; //jumlah data yang akan disampling int rangevalue[] = {0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0}; //inisialisasi array //*********************************************************// void setup() { //memulai komunikasi serial Serial.begin(9600); printArray(rangevalue, arraysize); delay(5000); //menunggu sekitar 5 detik } //*********************************************************// void loop() {
54
pinMode(anPin, INPUT); for(int i = 0; i < arraysize; i++) { rangevalue[i] = analogRead(anPin); Serial.print("i, value "); Serial.print(i); Serial.print(" , "); Serial.print(rangevalue[i]); Serial.println(); delay(20); //menunggu sampel berikutnya } Serial.print("unsorted "); printArray(rangevalue, arraysize); Serial.println(); isort(rangevalue, arraysize); Serial.print("sorted "); printArray(rangevalue, arraysize); Serial.println(); // now show the medaian range int midpoint = arraysize/2; Serial.print("median range value "); Serial.print(rangevalue[midpoint]); Serial.println(); Serial.println();
//nilai tengah data = median //mengirim string median
delay(2000); //menunggu sekitar 2 detik } //akhir loop //********************************************************************** *********** // sort function void isort(int *a, int n) // *a adalah array pointer function { for (int i = 1; i < n; ++i) { int j = a[i]; int k; for (k = i - 1; (k >= 0) && (j < a[k]); k--) { a[k + 1] = a[k]; } a[k + 1] = j; } }