SINDROM NEFRITIK AKLJT (SNA) Enday Sukandar
PENDAHULUAN
Tabel 1. Etioiogl Sindrom NetrttikAkut(SNA)
Sindrorn nefritik akut (SNA) merupakan kumpulan manifestasi klinis, yaltu oliguria, kelainan urinalisis (proteinuria sedang atau kurang dan 2 gram/han dan hematuria disentai silinder enitrosit), azotemia, hipertensi, bendungan sirkulasi (bendungan paw akut, kenaikan tekanan vena jugulanis, hepatomegali), dan edema. Menurut de Wardener (1985) sindrom nefritik akut (SNA) dapat ditemukan pada beberapa keadaan benikut: 1. Pasien yang sebelumnya mempunyai ginjal masih normal 2. Merupakan komplikasi kelainan ginjal: a. Komplikasi sementara (transien) gagal ginjal kronik (00K). Kasus mi harus dibedakan dengan syndrome acute on chmnic rena/failure. b. Superimposedsindrom nefritik
1.
Sindroni nefritik akut (SNA) merupakani salah satu keadaan darurat medis bidang nefrologi. Ketenlambatan diagnosis klinis dan pengelolaan adekuat sering menyebabkan kematian.
ETIOLOGI Etiologi sindrom nefritik akut (SNA) cukup banyak seperti terlihat pada tabel 1. label 2 memperlihatkan klaslflkasi SNA berdasarkan konsentrasi komplemen (C) yang berhubungan dengan prognosis.
2.
3. 4.
5.
Glomerulopati (GP) idiopatik (Primer) a. OP akut proliferatif b. GP mesangioproliferatif Nefnitis IgA atau penyakit Gorger c. OP membranoproliferatif Gionierulopati Pasca-lnfeksi a. Pasca infeksi streptokok beta hemolitik b. Endokarditis bakterialis (nefritis LONein) c. Staphy’ococcus aibus (shunt nephritis) d. Abses viseral e. Hepatitis B antigenemia Disseminated Lupus &ythematosus (OLE) Vaskulitis a. Poliarteritis nodosa b. Granulornatosis Wagener c. Henoch-Schonlein purpura (HSP) d. Krioglobuhnemia Nefritis Herediter (Sindrom Alport) Modifikasi dan Muther, Barry & Bonnet 1990
Penulis rnembatasi sindrom nefritik akut (SNA) yang berhubungan dengan pasca infeksi streptokok yang sening dijumpai pada pasien anak-anak dan dewasa muda. Sindrom ni biasanya didahului infeksi saluran napas bagian atas (faringitis atau tonsilitis) dan kulit (impetigo) disebabkan streptokok beta hemolitik golongan A tipe 12 (paling sering). Golongan nefritogenik lainnya (walaupun janang) yaitu tipe 1,2,4,6,23,25,49,55,57, dan 60. Peniode infeksi akut dan manifestasi klinis kerusakan glomenulus dinamakan periode laten. Periode laten 1-2 minggu (infeksi salunan napas atas) dan 21 hail (impetigo). Periode laten mi membuktikan bahwa SNA pasca-mnfeksi berhubung-
335 an dengan immune tximplexes mediated mrS lnju~y.
permeability dan filtration surface area. Pada pasien SNA penurunan LFG mi berhubungan dengan RPF (renal plasma flow) normal atau
Tabel 2. Klasifikasi SNA Berdasarkan Konssntrasl Komplemen
sedikit meninggi sehingga filtrat bagian distal menurun. Penurunan filtrat bagian distal ml merupakan upaya untuk mempertahankan reabsorbsi natnium (Nat) dan air. Retensi
C3Rendah 1.GPPdrnar (kliopSk)
GPpasca streptokok GPMP:
2.GPSSn-
natrium (Na+) dan air ml merupakan tanda patognomonik untuk SNA. Penurunan LFG dilkuti penurunan eksknesi natnium (Nat) atau kenaikan reabsorbsl Na+ sehingga terdapat penimbunan natrium (Na+) dengan air. Akumulasi Na+ dan air diperberat asupan dart luar (intake). Retensi Na+ dan air diikuti dilusi plasma, kenaikan
C3NormaI 90%
Bergor RPGN
• Tipe (1) - Tipe (II)
60-80% OP Idiopatik 90% - AGBMD - Kornpleks imun • Tanpa deposit
Lupus
70-90%
Pc*atedtis nodosa
90% 90%
&ndmtnWagener Vaskulitis hipersensitif HSP Sindrom Goodpasteur
volume plasma dan volume cairan ekstra-
der Endokardltla S*ty*xxcws mus Akrioglobulinemia
80%
selular. Beberapa manifestasi klinis sening dijurnpat seperti sembab, hipertensi, dan bendungan sirkulasi.
•
GPMP : glomerulopeti membranoproliferatlf RPGN tepidlypmgressive glomewlonephnYls AGBMD anti glomerulerbasement membrane disease
Sambab Mekanisme sembab pada SNA beilainan dengan sindrom nefrotik. Sembab pada SNA tidak mempunyai hubungan dengan penurunan tekanan onkotik. Hipertensi Mekanisme hipertensi pada SNA ber-
PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
hubungan dengan kenaikan curah jantung (cardiac output GO), kenaikan volume
Modifikasi dan Muther, Barry & Rennet 1990
—
plasma (VP) dan resistensi vaskular penifer (RVP). Derajat hipertensi berhubungan langsung dengan kenaikan berat badan (volume dapendent hypertension). Sistem
Patogenesis immune-complexes mediated renal injury telah dibahas di tempat lain. Gambar 1 memperlihatkan patofisiologi SNA, yang merupalcan salati saW manifestasi klinis glornerulonetritis akut pasca-infeksi streptokok. 1.
renin-angiotensin-aldosteron (RAA) biasanya menurun dan terdapat kenaikan ANF (arterial natriuretic factors) yang berhu-
bungan dengan kenaikan berat badan.
Kelainan Urinalists
Hormon vasodilator ginjal (renal vasodilatory hormon) biasanya juga menurun.
Kerusakan dinding Kapller glomerulus me-
Selama episode akut konsentrasi kalikrein dan prostaglandin menurun sampai 50-70%.
nyebabkan kapiler-kapiler tersebut lebih permeabel (lentur) terhadap protein dan eritrosit. Proteinuria biasanya kurang dan 2 gram per han dan bersifat selektif. Hematurla (gross atau mikroskopik) disertai silinder eritrosit merupakan petunjuk bahwa proses intlarnasi masiti aictif.
Mekanisme perubahan hemodinamik ginjal pada SNA tidak diketahui pasti. Hipertensi pada SNA mungkin derajat ringan,
sedang, atau benat dangan komplikasi ensefalopati hipertensif akut. Pada pasien anak-anak ensefalopati hipertensif akut earing merupakan manifestasi kllnis
2. Penurunan Laju Filtrasi Glomenalus (LFG) Penurunan LFG berhubungan dengan pe-
nurunan GUC (gkwnenlar ultrafiltration coefficient). GUC ml tergantung dan intrinsic hydraulic
pertama SNA. -
Bendungan sirkulasi Bendungan sirkulasi akut merupakan manifestasi kllnis patognomonik SNA, mekanismenya maslh beluni jelas.
336
Beberapa hipotesis bendungan peru akut: a) Vaskulilis umum (generalized vasculardefect) Gangguan vaskular umum diduga merupakan salah satu kelainan patologi pada GNA (glomerulonefritis akut) pasca-infeksi streptokok.
Kelainan vaskular Ini menyebabkan transu. dasi cairan ke dalam jaringan interstisial.
b) Penyakltjantung hipertensif Hipertensi pada SNA bersifat volume dependent dan derajat hipertensi tergantung dan akurnulasi cairan. Hipertensi yang timbul mendadak sangat diragukan sebagai penyebab bendungan paw. Konfigurasi jantung tidak memperlihatkan jantung hlpertensif.
FARINGITi1
TONSILITIS IMPETIG~j
GLOMERULOPATI —
+ + LFG 4.
Koefislen Ultrafitrasi Glomerular 4. ____
Normalor! APG4.
r*
I
FF4.
‘I Reabsorpsl
Distal Delivaty 4.
proksimal absolut 4.
+ Tekanan kapiler perltubular
4.
PROTEINURIA HEMATURIA Serum BUN 1~ Kreatlnin t
Reabsorbsi Na+
1’
Refleks Baroreseptor: [iiiusi plasma. VoIur~ lasma&]__............___.4. Fa~orVasekonstnkt~ Volume cairan ekstraselular Neural & Humoral
OLIGURIA
HIPERTENSI
EDEMA
KONGESTI PARU
~~1~
ENSEFALOPATI HIPERTENSIF AKUT
Gambar 1. Patogenesls den Pstoflslologl SNA Pasca.lnfeksl Streptokok Beta Hemolitik KUG : Koeflsien Ultrafdtrasi Glomerular LFG : Laju Filtrasi Glomerulus APG : Aliran Plasma Ginjal FF : Fraksi Filtrasi VCES : Volume Cairan Ekstraselular
t) Miokardflis Elektrokardiogram memperllhatkan perubahan gelombang T (voltase nendah, terbalik pada semua sandapan) disertai interval QT rnernanjang. d) Hipervolemia dan retensi cairan Kenaikan reabsorbsi Na+ dan air menyebabkan kenaikan Volume plasma dan diikuti bendungan paru. Menurut Hurst (1974) mekanisme bendungan paru sangat kompleks. Banyak faktor yang terlibat seperti kenaikan curah jantung, retensi Na+ dan air, kenaikan volume plasma dan ekspansi volume cairan ekstraselular (VCES)
KELAINAN HISTOPATOLOG! GINJAL Makroskoplk (gross) terlihat ginjal sedikit membesar, pucat, tidak jarang ditemukan bintik perdarahan (punctate hemorrhage). Permukaan irisan terlihat bintik-bintik dengan warna abu
pads bagian korteks ginjal yang telah menebal. Gambaran mikroskopik khas dinamakan gbmerulonefritis proliferatif difus. 1. Mikroskop Cahaya (MC) Di bawab mikroskop cahaya terlihat beberapa Kelainan berikut: a) Sembab mengenai glomerulus sehingga wang Bowman terisi b) Proliferasi sel-sel (hiperselular) epitel,
endotel, mesangium dan memberikan gambaran hallmark c) Sel-sel tubulus proksimal mengalami vakuolisasi d) Dalam lumen tubulus proksimal banyak ditemukan endapan protein dan eritrosit a) Sembab janingan interstisial disertai intiltrasi sel lirnfosit dan sel polimorl I) Pada kasus berat ditemukan trombi dan fibrin pada dinding kapiler glome-
rulus 2. Mikroskop Elektron (ME) a) Semua sal terlihat membesar akibat sembab dan vakuolisasi sel endotel b) Hiperselularltas sel mesangium dan dikelilingi matriks mesangium dengan
kepadatan (opacity) sama dengan membran basalis tetapi lebih fibnilar c) Kelainan ringan basal membran gbmerulus disertai penebalan fokal dan tidak difus. d) Foot Processes (FP) mengalami fuel atau obliterasi e) Sel-sel leukosit PMN banyak diteniukan dalam lumen kapiler f) Ditemukan Hump-protein deposit tenletak antara merrbran basal dan sal epitel, bentuknya semisirkular kasar. Deposit-deposit ni merupakan tanda yang patognomonik untuk GNA pasca infeksi streptokok. Pada pemeriksaan imunohistokimia ternyata depositdeposit tersebut mengandung imunoglobulin (lg) 3. Mikroskop lmunofLuoresen (Ml) a) lmunofluoresensi memperbihatkan gambaran granular difus sepanjang dinding kapiler gbomerulus. Depositdeposit tersebut rnengandung globulin gama 1g. Letak deposit granular ternyata sesuai dengan deposit-deposit yang ditemukan pada mikroskop
elektron. Deposit granular (bg) membuktikan bahwa penyakit tersebut adabah suatu
immune-complex mediated renal injury. b)
Komponen komplemen C3 terbetak pada dinding kapiler glomerulus. c) Antigen streptokok tipe 12 sering ditemukan pada dinding kapiler gbmerulus.
MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinis glomerubonefritis akut pasca infeksi streptokok: Sebagian besar pasien (90%) dengan subkhnis, kelainan uninalisis dengan atau
tanpa hipertensi. 2. Sisanya 10% dengan presentasi kIlnIs: a. Sindrom nefrotik (4%) b. Sindrom rapidly progressive glomerulo.nephrltis (1%) c. Sindrom nefnitik akut (95%)
aaa Sindrom Nefritik Akut (SNA)
lnfeksi streptokok Riwayat klasik didahului faningitisltonsilitis (10-14 han) atau impetigo (21 had). 2.
Keluhan saluran kemih Oliguria dan hematuria tanpa sakit menupakan gejala patognomonik untuk SNA
3.
Kipertensi I-Iipertensi ringan, sedang dan beret dengan komplikasi ensefabopati hipertenslf akut terutama pada pasien anak.
4.
Sembab dan bendungan sirkutasi a. Sembab Sembab kebopak mata atau pergelangan kaki pagi han dan hibang siang han. Denajat sembab tergantung darl perjalanan penyakit den asupan garam natnium dan air b.
1.
Sindrom RPGN (rapidly pmgressivs glomerulonephritis)
2.
Sindrom acute on CRF (acute on chronic renal failure) Penyakitjantung hipertensif
3.
PEMERIKSAAN PENLINJANG DIAGNOSIS Pemerlksaan penunjang diagnosis untuk sindrom nefritik akut: Diagnosis kbinis
Bendungan sirkubasi Kardiomégali (bukan bentuk Jantung hipertensif) dengan konfigurasi flabby head disertai irama damp. Bendungan paru akut
a.
Foto dada: Kardiomegali bentuk flabby Gambaran bendungan pam
-
b.
Elektrokardiogram Voltase rendah hampir semua sandapan Gebombang T terbalik terutama prekordlal Interval QT memanjang I normal
-
-
-
-
-
-
c.
Kelainan urinalisis Proteinuria (2 gram I hail, PSI bersifat selektif) Hernaturia dengan silinder eritrosit
a) keluhan sesak napas sampai ortopnea menyerupai bendungan paru akut jantung tetapi tanpa didahului dyspnea 2. on effort.
Diagnosis perjatanan penyakit (komplikasi)
b)
Ronki basah dl daerah basal paru. Kenaikan tekanan vena jugularis
a.
Hepatomegali bendungan Kebuhan sakit di daerah perut kanan
b.
Serum elektrobit
c.
Hiponatremia dilusi 1-liperkalemia sesuai dengan dersjat penurunan LFG Serum protein din profil lipid Pada beberapa pasien mungkin disertai hipoalbuminemia ringan akibat dibusi Profib lipid umumnya normal
atas akibat regangan kapsul hepar. Hepatomegali dengan perrnukaan rata dan konsIstensi kenyal dan nyeri tekan.
5. Bradikardia Bradikardia merupakan salah satu tanda penting untuk diagnosis banding dengan gagaljantung kongestif.
DIAGNOSIS BANDING Sindrom nefritik akut (SNA) hams dibedakan dengan beberapa sindrom kIlnIs lain:
-
-
Faal ginjal GFR (LFG) Kenaikan serum kreatinin -
ureum
dan
-
-
-
d. Faktor pembekuan Kenaikan beberapa faktor pambekuan seperti fibrinogen, fakior VII dan aktivitas fibrinolitik Serum FDP (fibrin degradation product) -
-
339 3.
DiagnosIs etiologi GNA pasca infeksl streptokok a.
Pemenlksaan serobogl untUk manemukan (deteksi): Antibodi antistreptokok yaitu respons antibodi terhadap antigen streptokok ekstraselular, yaitu Anticationic proteinase Anti-DNase B Antihyaluronidase Anti-streptolysin 0 Anti-streptokinase Kenaikan konsentrasi serum imunoglobulin Antiimunogbobulin Kompleks lmun Depresi serum komplemen (C)
-
-
-
Ditemukan deposit (electron dense deposit) terletak antara membran basal dan sel epital Deposit granular difus (Imunoglobulin) komplenien C3 pada dinding kapiler glomerulus antigen streptokok tipe 12 pada dinding kapiler
gbomerulus
-
-
-
-
-
-
-
ASO, antihialuronidase dan anti-DNase B sudah dikenal sebagal petanda untuk Infeksl akut. Derajat nefritis temyata tidak berhubungan dengan titer antibodi antistreptokok. Kenaikan titer ASO hanya ditemukan pada 80% pasien yang belum mendapat antibiotik selama infeksi akut. Kenaikan titer ASO 200 TU mulai minggu I 3 dan mencapal puncaknya pada minggu ke 3 5. Penurunan titer ASO dan kembali normal biasanya setelah 6 bulan (50%) dan I tahun (70%). Antibodi terhadap protein M streptokok sangat spesifik dan mempunyai penan terhadap Imunitas spesifik jangka pendek. Anti-M protein antibodi biasanya ditemukan pada minggu ke-4 sampai ke-6 setelah infeksi akut dan menetap selama beberapa tahun. Serum lgG dan gM meningkat pada 80% pasien dan kembali normal setelah I 2 bulan. Circulating immune complex (CICX) yaitu CIQ BA (binding activity) ditemukan pada hampir 2/3 pasien pada minggu pertama dan normal kembali pada minggu ke-3. Serum komplemen terutama C3 menunun (hipokornplemenemia) pada 90% paslen. Serum properdin, C2 dan C4 biasanya menurun dan merupakan bukti bahwa aktivasi sistem komplemen terjadl melalui sistem klasik dan altematif.
PROGRAM PENGOBATAN Sindrom netrltik akut (SNA) merupakan keadaan darurat medis, diperlukan pengebolaan cepat dan adekuat sebagal tindakan penyelamatan. A. Program pengobatan darurat media SNA 1.
—
—
-
2.
-
-
(arm-chair atau cardiac bert) Oksigen C) Forced diuresis d) Furosemid 40 80 mg IV, dapat diulangi bila diperlukan a) Morfin (bila tersedia) f) Obat antihipertensi oral g) lndika.si ultrafiltrasi dan dialisis Gagal ginjal akut Setelah 24 jam pengobatan konservatif gagal Ensefabopati hipertensif akut a) Hidralazin 20 mg intravena dengan diuretik furosemid b) Nifedipin intramuskular atau sublingual (soft capsu!) dengan diuretik furosemid b)
—
b. Pemenksaan histopatologl renal Gambaran glomerulonefritis proliferatif difus
Bendungan sirkulasi dan paw
a) Pasien tidur setengah duduk
B.
Program pengobatan suportif 1.
Diet a) Jumlah kabori yaltu 35 kal/kgBB/ hani b) Lemak tidak jenuh C) Protein hewani Dianjurkan 0,5 0,75 gram/kgBB/ han terutama protein yang mempunyai nilai biobogis tinggi. —
340 d) Elektrolit Garam dapur harus dibatasi sampai 20 mEq/hari (kurang dari5 gram per han) Jumlah kallum (K÷) dibatasi kurang dan 70 sampai 90 mEq per han Kalsium Dianjurkan 600 1000 mg/han kalsium untuk memelihara keseimbangan kalsium
Daftar Pustaka
-
-
-
-
2.
Kebutuhan jumlah cairan Jumlah cairan harus dibatasi. hanya untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh
PROGNOSIS Prognosis sindrom nefritik akut (SNA) balk bOa pengelolaah cepat dan adekuat. BOa pengobatan konservatif mengatami kegagalan, ultrafiltrasi dan dialisis dapat mencegah kematian.
Baldwin D8, Gluck MC, Schacht RG, Gaalo t The long course of poststreptococcal glomerulonephrttls. Ann Intern Med. 1974; 88:342. 2. Borden WA. Immune complex detection Si the glomerulonephrttis. Nephron 1973; 24:105. 3. Cameron JS. Bright’s disease to day. The pathogenesis and treatment of glomerulonephrltls 1.11.111. B Med J 1972; 87:160-217. 4. Cameron .15. Plasma C, and C4 concentration In the management of glomerulonephrltis. B Med.1 1973; 3: 668-75. 5. de Wardener lIE (ED). Acute nephrltic syndrome. In: The Kidnex an Outline of Normal and Abnormal Function, 5 ed. ELBS; 1985:240-4. 6. Freedman P. The renal response to streptococcal infection. Medicine 1997; 49:443-5. 7. Gabriel R. Glonierulonephritis. In: Postgraduate Nephrology 3d S. Butterworths; 1985:81-116. 8. Muther RS, Barry JM. Bennett WM. Glomerulonephritls. In: Manual of Nephrology. BC Decker Sic; 1990. 88-130. 9. Rose BD, Jacobs JB. Neplwotlc Syndrom and Glomerulonephfltle. In; Pathophysiology of Renal Disease. Rose BD (ad) 2~ad. Mc Grew Hill Int; 1987.214-23. 10. van Es LA, Glomerulonephrltis. In: Nephrology. van Der Hem GK(7.D), Excerpta Medica; 1982.60-9. 1.