SIMPAN DAN JAGA BUKU INI DENGAN BAIK KARENA MENGANDUNG AYAT AL-QUR’AN & HADIST
Daftar Isi Hal Kamus Istilah Fiqih Pengertian Fiqih Keutamaan Memperlajari Fiqih Pembagian Fiqih Islam Sumber-Sumber Fiqih Islam Sebab Terjadinya Perbedaan Pandangan Fiqih Sikap Muslim Menghadapi Perbedaan Fiqih Hukum Bermahdzab Pentingnya Bermahdzab Saat Ini Tokoh Dalam Mahdzab Islam
1 2 4 7 7 10 12 13 13 14
Bab Thoharoh Pembagian Air Macam Najis Najisnya Air Liur Anjing Khilaf Ulama Tentang Najisnya Anjing Cara Membersihkan Najis Najis Yang Di Perselisihkan
15 16 19 21 21 26 27
Bab Wudhu Tata Cara Wudhu Sunnah Sunnah Wudhu Makruh Dalam Wudhu Yang Membatalkan Wudhu Amalan Yang Disunahkan Wudhu
32 32 34 38 39 41
Janabah Yang Mewajibkan Mandi Fardhu Janabah Sunnah-Sunnah Janabah Yang Diharamkan Ketika Junub Yang Di Haramkan Ketika Haidh & Nifas Yang Di Bolehkan Ketika Haidh & Nifas Mandi Yang Disunahkan Mengusap Khuf
44 45 46 46 47 50 52 52 55
Tayammum Cara Tayammum Sunnah –Sunnah Tayammum Yang Membatalkan Tayammum Ikhktilaf Dalam tayammum
57 58 59 60 60
Kamus Istilah Fiqih Semua yang dituntut untuk dikerjakan oleh َ syariat dengan tuntutan yang pasti dan harus Fardhu ُ الف ْرضdengan dalil qath’i (pasti). Berpahala jika dikerjakan dan dosa jika tidak dilakukan. Kafir bagi yang tidak menganggap fardhu. Semua yang dituntut untuk dikerjakan oleh syariat dengan tuntutan yang keras dengan َ dalil yang dzan (tidak pasti). Keharusan Wajib ُاجب ِ الوmengerjakaanya dan berdosa jika tidak dilakukan. Contoh Zakat Fitrah. Tidak dianggap kafir bagi yang mengikarinya. Sesuatu yang menyebabkan shahnya sesuatu ْ ُّ dan merupakan bagian dari sesuatu contoh Rukun ُ الركنtakbiratul ihram adalah yang menyebabkan sahnya shalat dan takbiraul ihram merupakan bagian dari shalat. Adalah sesuatu yang menyebabkan sahnya ر sesuatu tetapi bukan bagian dari sesuatu ْ Syarat ُالَّشط seperti wudlu yang menjadi syarat shahnya shalat tapi wudlu bukan bagian dari shalat. Apa-apa yang dituntut untuk dikerjakan oleh syariat tetapi tidak dengan keras atau apa-apa yang diberi pahala ketika mengerjakannya َْ ْ ُالسُنُة/ ُ المندوبtetapi tidak disiksa jika meninggalkanya. Suunah/Mandub Contohnya menulis perjanjian utang sahalat rawatib puasa sunnah dan lainnya. Para ulama menamakan mandub dengan Sunnah nafilah mustahab tathawu’ muraghab fihi ihsan dan hasan. Amalan yang selalu dilakukan Rasulullah dan Suunat سنةُمؤكدةjarang di tinggalkan seperti sholat sunnat Muakkad rawatib sholat sunnat fajar. Amalan yang terkadang dilakukan atau tidak dilakukan Rasulullah. Seperti sholat sunnat Sunnat Ghoiru سنةُغريُمؤكدة Muakad rawatib 4 rakaat sebelum ashar dua rakaat sebelum maghrib. Sesuatu yang diperbolehkan oleh agama baik atau dikerjakan tidak ada pahala Mubah ُ المبَاحditinggalkan atau dosa. Seperti makan minum tidur berjalan dsb yang dituntut untuk ditinggalkan oleh Haram ُ احل َ َرامSemua agama dengan tuntutan yang keras. Sebuah tuntutan yang tidak pasti (tidak jazm) ْ َ untuk meninggalkan perbuatan tertentu ُ( المكروهlarangan mengerjakan yang sifatnya tidak pasti), apabila dikerjakan tidak apa-apa, namun 1
Makruh Tahrim
َ ْ َ ً َُتْر يما وه ر ك الم ِ
Makruh Tanzih
ْ َ ً كروه َُت ْْن يها الم ِ
Khilaf Aula Al-Ada
َ َ َ ُِخالفُاال ْول ََ ُاألداء
Al-Qodho
َ ُالق َضاء
Al-I’adah
َ ُال ََعدة ِ ا
bila ditinggalkan akan mendapatkan pahala dan dipuji. Ulama lain ada yang menyebut dengan istilah Khilaf Aula (menyelisih yang lebih utama) Semua yang dituntut oleh syariat dan medekati hukum haram. Contoh haramnya memakai sutra dan emas bagi laki-laki. Menurut Al-Hanafiyah adalah sesutau yang dituntut oleh agama untuk ditinggalkan tetapi tidak keras tuntutannya dan tidak disiksa bila sampai melakukannya seperti wudlu dari bekas ludah kucing memakan hasil buaruan burung seperti elang dan gagak dsb. Menyalahi anjuran yang lebih utama. Seperti berbuka puasa bagi musafir di bulan Ramadhan dsb. Mengerjakan suatu kewajiban pada waktu yang ditentukan menurut syara’ misalnya shalat Mengerjakan suatu kewajiban setelah lewat waktunya seperti mengerjakan shalat yang terlupa karena tidur atau yang lainnya. Mengerjakan suatu kewajiban yang kedua kalinya pada waktunya. Misalnya mengerjakan shalat berjama’ah di masjid setelah mengerjakannya di rumah.
2
Pengertian Fiqih
Pengertian Fiqih Fiqih arti katanya berarti faham atau mengerti seperti dalam ayat Al-Qur’an:
َ َ َ ْ َ َ ْ َٰ َ َ ْ َ ِّ َ َ ْ ْ َ ْ ر َ ْ ْ ُ كنُالُتفقهونُتس ِبيحه ُم ِ و ِإنُ ِمنَُشءٍُإِالُيسبح ُِِب ُم ِدهُِول
“Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka.” (QS. Al-Isra: 44) Contoh dalam hadist
ْ َ ًْ َ ُ ُين ُ د ُا ُ ف ُ ه ُ ُ ه ُرياُيُ ُفق ُ خ ُ ُنُيُ ُِر ُِدُاللُُ ُبِ ُِه ُْ َُم ِ ِ ِ
“Barang siapa yang hendak diberi kebaikan oleh Allah pada seseorang maka Allah akan memahamkan (islam) padanya.” (HR. Bukhari Muslim)
َ ر ٌَ َ َ ْ َ َ ر ْ َ ول ُص َال ِة ر ُُمئِنةُ ِم ْنُ ِفق ِه ِه ُالرج ِلُو ِقَصُخطب ِت ِه ِإنُط
“Sesungguhnya panjangnya shalat dan pendeknya khutbah seseorang merupakan tanda akan kefahamannya.”(HR. Muslim Ahmad dan Ad-Darimi)
Definisi Fiqh
ْ ْ ْ ْ ر ْ ر ََْ ر َ ْْ َكتَ َسبُم ْنُأَد رَّله اُاَّل ْفصيلي ُةر ر ال ِعلمُبِاألحَكمِ ُالَّش ِعي ِةُالعم ِلي ِةُالم ِ ِ ِ ِ ِ ِ
“Ilmu yang membahas hukum-hukum syariat berupa amaliyah yang diambil dari dalil-dalil secara rinci.” Hukum Mempelajari Fiqih Hukum mempelajari ilmu fiqih adalah wajib atau fardhu ‘ain bagi setiap individu baik laki-laki maupun perempuan.
ِّ َ َ ً َ ْ َ ْ ْ َ َ ُُلَعُُكُم ْس ِل ٍم طلبُال ِعل ِمُف ِريضة
”Menuntut ilmu itu wajib bagi tiap Muslim.”(HR.Ibnu Majah)
Hukum mempelajari ilmu fiqih tergantung dari amal yang akan dilakukan:
Jika perintah itu wajib (fardhu) maka hukum mencari atau mempelajari ilmunya juga wajib. Seperti wajib mempelajari hukum seputar shalat fardhu sesuai Kaidah Fiqih:
َ َ َ ر ٌ ُواج ُّ اُالُيَت َ َ ُفه َو ُب ه ُب ال ُإ ب اج ُالو م م ِِ ِ ِ ِ ِ 3
“Sesuatu yang wajib dan tidak sempurna kecuali dengannya maka perantara itu menjadi wajib.”
Kalau amalnya sunnah mencari ilmunya pun sunnah contoh shalat rawatib. Meskipun amalan sunnah kalau itu akan dijalankan maka hukum mempelajari ilmunya menjadi wajib.
Keutamaan Memperlajari Fiqih 1. Tafaquh Fid-Din Adalah Perintah Dan Hukumnya Wajib
َْ ْ َ َ ِّ َ ْ ْ َ َ ِّ َ ر َ َونُالْكت َ اب ُُوبِ َماُكنت ْمُتدرسون كونواُربانِينيُبِماُكنتمُتعلم ِ
“Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” (QS. Ali Imran : 79)
َ ر ً َ َ ْ َ َ َ َ ْ ِّ ْ َ ْ ْ َ َ ٌ َ َ َ ر َْ َ ْ ْ َ َ َ َ ِّ واُف ُين ُاد ُ ه ق ف ت ُِل ة ف ئ ا ُط م ه ن م ُ ة ق ر ف ُ ُُك ن م ُ ر ف ُن ال و ل ُف ة ف واَُك ر ف ِ ٍ ِ ِ ِ ِ ِ وماَُكن ُالمؤ ِمنون ُِِلن ِ ِ َ َ ََْ َ ر َ َوِلنْذرواُقَ ْو َمه ْمُإ َذ ُ اُر َجعواُإِِلْ ِه ْمُل َعله ْمَُيذر ون ِ ِ ِ “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya . Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS. At-Taubah: 122)
ِّ َ َ ً َ ْ َ ْ ْ َ َ ُُلَعُُكُم ْس ِل ٍم طلبُال ِعل ِمُف ِريضة
”Menuntut ilmu itu wajib bagi tiap Muslim.”(HR.Ibnu Majah)
َ َ ر ُّ ْ َ َ ْ َ ٌ َ ْ ٌ َ َ ر ْ ر ٌُو ََعل ِ ٌمُأَ ْوُمتَ َعلِّ ُم َ اُو َااله َ ُو َم َ ُاَّلل ِ اُإالُ ِذكر ِ أال ُِإنُادنياُملعونةُملعونُماُ ِفيه
”Ketahuilah sesungguhnya dunia itu dilaknat dan dilaknat apa yang ada di dalamnya kecuali dzikir kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya orang berilmu dan orang yang mempelajari ilmu.”(HR. Tirmidzi. Hasan)
َ ْ َ َْ َ َرَ ر ر ر َ َ َو َما ُآتَاكم ر ُُاَّلل ُش ِديد ُ ُن ُ ِاَّلل ُ ُإ ُ ُ ُ َواتقوا#ُ ُو َما ُن َهاك ْم ُعنه ُفانتَهوا ُالرسول ُفخذوه َ ْ ُ اب ُ ِ ُال ِعق 4
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat pedih hukumannya.” (QS. Al-Hasyr:7)
َ َ ََ ْ ََ َ َ ََ ْ ََ ْ َ ََ ْ َ ْ ََ َ َ ْ ََ ْ َ َ َ ْ َ َ ُريي ُفقد ِ من ُأطاع ِِن ُفقد ُأطاع ُالل ُومن ُعص ِاِن ُفقد ُعَص ُالل ُومن ُأطاع ُأ ِم ْ ََ ْ َ َ َ ْ ََ َ ََ َ َ ُ ِ رييُفقدُعص اِن ُأ ِ طاع ِِنُومنُعَصُأ ِم “Barangsiapa yang taat kepadaku berarti ia telah taat kepada Allah dan barangsiapa yang durhaka kepadaku berarti ia telah durhaka kepada Allah barangsiapa yang taat kepada amirku (yang muslim) maka ia taat kepadaku dan barangsiapa yang maksiat kepada amirku maka ia maksiat kepadaku.” (HR. Bukhari Muslim)
ََ َ ر ُّ َ ْ َ ْ ُالم ْهد َ ين َ اش ِد ت ُوس رن ِة ُاُخلَ َفا ِء ر ُُوعضوا يني ُ ِم ْن ََُع ِدي ُ ُت َم رسكوا ُبها ُ ِ ع ُل ُيْكُ ُْم ُُب ِسُ ُن ُ ِ ِ ُالر ر ر ٌ ََْ َ ْع ُلَ ُي اُبانل َواجذُوإير ر ُ ُلاللة ُفِنُُكُبدع ٍة مور ُاأل ات ث د مُوُم اك ُ ه َُ ِ ِ ِ ِ ِ “Wajib bagi kalian untuk berpegang pada sunnahku dan sunnah khulafaar rasyidin sepeninggalku. Peganglah ia erat-erat gigitlah dengan gigi geraham kalian.ُُ Takutlah kalian perkara (agama) yang diada-adakan karena setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Tirmidzi. Hasan shahih).
َ ٌ َ َ ْ َ َ ٌَْ ْ َ ْ َ َْ ْ َ َ َ َ َ َْ ْ َ ر ٌ ْ ُ ينُُيا ِلفونُعنُأم ِرهُِأنُت ِصيبهمُفِتنةُأوُي ِصيبهمُعذابُأ ِِل ُم ُاَّل ِ فليحذ ِر
“Maka (takutlah) orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. An-Nur: 63) 2. Faham Ilmu fiqih Adalah Nikmat Dan Tanda Bertambahnya Kebaikan
َ َْ َ ر ْ َ َ ََ َ ْ َ ْ َ َْ َ َ َ َََْ َ ر َ َْ َ ْ َ َ َ ْ ْ َ َ َ َ ر ُُاَّلل ُعليك ِ كتاب ُو ِ وأنزل ُاَّلل ُعليك ُال ِ احلكمة ُوعلمك ُماُلم ُتكن ُتعلم ُوَكن ُفضل ُ يم ًُ َع ِظ “Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab (Al-Qur-an) dan hikmah (As-Sunnah) kepadamu dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum engkau ketahui. Karunia Allah yang dilimpahkan kepadamu sangat besar.” (QS. An-Nisaa’: 113)
َ ر ِّ ُرياُي َف ِّق ْههُِف ْ َم ً ْ ُخ ُين اد ه ُب ُاَّلل د ر ُي ن ِ ِ ِ ِ ِ ِ
”Barangsiapa dikehendaki kebaikan oleh Allah maka Dia akan memberikan pemahaman agama kepadanya.” (HR. Bukhari Muslim) 3. Fiqih Menjaga Dari Penyimpangan Atau Kesesatan
ََْ ْ َ ََ ْ َ ََْْ ْ ْ َ َ َ َكت ْمُبه َماُلَ ْنُتَضل ْواُاَبَ َدُكت ُُوسن ِت لل ُا اب س م ُت ن ا ُا ُم ن ي ر م ُا م ك ي ف ُ ت ك تر ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِِ 5
“Telah aku tinggalkan pada kalian dua perkara yang jika kalian berpegang dengan keduanya tidak akan tersesat: Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya.”(HR.Muslim)
َ َ َْ َْ َ َ َْ ً َ َ َ َ ْ َ َُاُفه َوُرد منُع ِملُعمالُليسُعلي ِهُأمر ُن
“Barangsiapa yang beramal dalam urusan kami ini apa-apa yang bukan darinya maka dia tertolak.” (HR. Bukhari Muslim) 4. Yang Belajar Fiqih Memiliki Derajat Tinggi
ْ ْ َ ر َْ َ ر ر َ َ ََْ َ َ ر َ َْ ْ َ َ َ ٌري َ َ ُ اتُواَّللُبِماُتعملونُخ ِب ُ اَّلينُأوتواُال ِعلم ِ ُاَّلينُآمنواُ ِمنكمُو ِ يرف ِعُاَّلل ٍ ُدرج
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11)
5. Yang Belajar Ilmu Syariat Yang Mendapat Taufiq Dan Hidayah Allah
َََ ر ْ َ ْ ْ ْ َْ ر ْ َ ْ َ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ ِّ َ َ ْ َ ر َ ُاطُال َع ِز ُيْ ِز ُِص َل يُإ د ه ي ُو ق ُاحل و ُه ك ب ُر ن م ُ ك ِل ُإ ل ز ن يُأ ُاَّل وير ِ ِ ىُاَّلينُأوتواُال ِعلم ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ْ احل َ ِميْ ُِد
“Dan orang-orang yang diberikan ilmu memandang bahwa apa yang telah diturunkan kepadamu (Muhammad) dari Rabbmu adalah kebenaran dan akan membimbing kepada jalan Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Terpuji.” (QS. As-Saba: 6)
َ ْ َ ْ َ َ َْ َ ر َ ْ َ ْ َْ َ َ ْ َ ر ُ اسُوماُيع ِقلها ُِإالُالعالِمو ن ِ ْضبهاُلِلن ِ وتِلكُاألمثالُن
“Demikianlah permisalan-permisalan yang dibuat oleh Allah bagi manusia dan tidak ada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (QS. Al-’Ankabut: 43) Pendapat Ulama Tentang Belajar Ilmu Syariat Imam Ahmad mengatakan: “Manusia sangat membutuhkan ilmu melebihi kebutuhan terhadap roti dan air karena ilmu dibutuhkan manusia di setiap saat. Sedangkan roti dan air hanya dibutuhkan manusia sekali atau dua kali.” Imam Asy Syafi’i mengatakan:
َ َ ً َ ْ َ ْ َ َ ْ ِّ َ َ ّبُعلي ُِهُأربعاُلِو ُفاتِ ُِه ُ ُ ُفك
َ َ َْ ْ َْ َ ْ َ َ ر ُتُشبَابِ ِه وُمنُفاتهُاَّلع ِليمُوق
“Barangsiapa yang tidak menuntut ilmu di masa muda maka bertakbirlah empat kali karena sungguh dirinya telah mati.”
6
Pembangian Fiqih Islam Dengan pembagian sebagai berikut:
Al-Ahwal Asy-syakhsiyah Hukum-hukum yang berkaitan dengan masalah kekeluargaan. Seperti pernikahan, talaq, nasab, persusuan, nafkah, warisan dsb. Fiqih Mu’amalah Hukum-hukum yang berkaitan dengan perbuatan manusia dan hubungan diantara mereka, seperti jual beli, jaminan, sewa menyewa, pengadilan dan yang lainnya. Fiqih Siyasah Syar’iah Hukum-hukum yang berkaitan dengan kewajiban-kewajiban pemimpin (kepala negara). Seperti menegakan keadilan, memberantas kedzaliman dan menerapkan hukum-hukum syari’at, serta yang berkaitan dengan kewajibankewajiban rakyat yang dipimpin. Seperti kewajiban taat dalam hal yang bukan ma’siat, dan yang lainnya. Fiqih Al-Uqubat Hukum-hukum yang berkaitan dengan hukuman terhadap pelaku-pelaku kejahatan, serta penjagaan keamanan dan ketertiban. Seperti hukuman terhadap pembunuh, pencuri, pemabuk, dan yang lainnya. Fiqih As-Siyar Hukum-hukum yang mengatur hubungan negeri Islam dengan negeri lainnya. Yang berkaitan dengan pembahasan tentang perang atau damai dan yang lainnya. Fiqih Akhlak Hukum-hukum yang berkaitan dengan akhlak dan prilaku, yang baik maupun yang buruk.
Sumber-Sumber Fiqh Islam Semua hukum yang terdapat dalam fiqih Islam kembali kepada empat sumber: 1. Al-Qur’an Kata Al-Qur’an berasal dari kata qara'a - yaqra'u - qur'anan yang berarti bacaan atau sesuatu yang dibaca berulang-ulang. Definisi Al-Qur’an Adalah:
ْ َ ِّ َ َ َ ر َ َ ْ َْ ْ ُُاَّل َُوا ُتِ ُِر ُالمُ ُتَ َُع رُبد ُالم ُنقُولُ ُ ُبِ ر ُ ُف ُ ِ اح ُِ ص ُ َ الم َُ ُ ف ُِ ُ ُكتُوب ُ الم ُ ُب ُ ُانل ُ لَع ُ ُ ُْنل ُِ ُجزُ ُالم ُِ الَكمُ ُالمُ ُع ُ َ ال َُو ُتِ ُِه ُ ُبِ ُِت 7
“Kalam Allah Swt yang mengandung mukjizat, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, ditulis dalam mushaf, disampaikan secara mutawatir, dan diberi pahala ketika membacanya.” dalah sumber pertama bagi hukum-hukum fiqih Islam. Jika kita menjumpai suatu permasalahan, maka pertamakali kita harus kembali kepada Kitab Allah guna mencari hukumnya. 2. Al-Hadist Hadist arti katanya baru kebalikan dari dalam. Sedangan menurut definisi:
َ َ ٌ َ َْ َْ ْ َْ َْ ْ َ ِّ ٍُ لُُأ ُوُ ُت ُق ُِر ير ٍُ نُ ُق ُو ٍُلُُأ ُوُفُِ ُع ُ ُ ُِمُب ُ ِ ُانل ُ َل ُ ُِيفُإ ُ ل ُ ِ ماُُأ
“Semua ucapan yang di disandarkan kepada Nabi persetujuan (diamnya) beliau.”
baik berupa ucapan, perbuatan atau
Contoh sabda Nabi, “Mencela sesama muslim itu fasik dan membunuhnya kufur.” (HR. Bukhari) Contoh hadist perbuatan Nabi , “Apa yang biasa dilakukan Rasulullah di rumahnya?” Aisyah menjawab: “Beliau membantu keluarganya; kemudian bila datang waktu shalat, beliau keluar untuk menunaikannya.”(HR. Bukhari) Contoh persetujuan, Nabi pernah melihat seseorang shalat dua rakaat setelah sholat subuh, maka Nabi berkata kepadanya: “Shalat subuh itu dua rakaat”, orang tersebut menjawab,“sesungguhnya saya belum shalat sunat dua rakaat sebelum subuh, maka saya kerjakan sekarang.” Lalu Nabi diam. Maka diamnya beliau berarti menyetujui disyari’atkannya shalat Sunat Qabliah subuh tersebut setelah shalat subuh bagi yang belum menunaikannya.
Hadist adalah sumber kedua setelah al Qur’an. Bila tidak mendapatkan hukum dari suatu permasalahan dalam Al Qur’an maka kita merujuk kepada hadist dan wajib mengamalkannya jika kita mendapatkan hukum tersebut. Dengan syarat hadist sahih. 3. Ijmak Arti Ijma’: Kesepakatan seluruh ulama mujtahid dari umat Muhammad dari suatu generasi atas suatu hukum syar’i, dan jika sudah bersepakat para ulama, baik sejak generasi sahabat atau sesudahnya akan suatu hukum syari’at, maka kesepakatan ini disebut ijmak. Ijma’ merupakan sumber rujukan ketiga, jika tidak mendapatkan di dalam AlQur’an dan sunnah, maka wajib mengambilnya dan beramal dengannya. Contoh ijmak, kesepakatan para sahabat bahwa kakek mendapatkan bagian 1/6 dari harta warisan bersama anak laki-laki apabila tidak terdapat bapak. Keabsahan Ijmak Dalil Al-Qur’an
8
ْ َ َ َ َٰ َ َ َ ًْ ر ََ َ َ َ َ َ َ ُالرسول َ َ ُُْعلَيْكم ً ون ر َ ر َ َ اس ُويك ِ وكذلِك ُجعلناكم ُأمة ُوسطا َُِّلكونوا ُشهداء ُلَع ُانل ً َشه يدا ِ “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (umat islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia, dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas kalian” (QS. Al-Baqarah: 143)
ََ َ َ َ َ ََْ َ ر ُال ُل ٍة ُ ل ُ ُُلَع ُ ت ُ ِ ت ُت ُِم ُعُأُ ُم ُ ُال ُ
“Tidak bersepakat umatku atas kesesatan.” (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud. Dihasankan oleh Al- Albani)
َ َ َ ْ َ َ َ ْ َ ً َ ََْ ْ َ َ َ َ َ َ ِّ َ ْ َ ر ر ْ َ ُ،ُ َكئِناُمن َُكن ُفاقتلوهُ اع ُِة ُُأ ُو ُيُ ُِريدُ ُيفرق ُأمر ُأم ِة ُُمم ٍد ُ ال ُم ُ ُق ُ ار ُِ ن ُ ُرُأ ُيتُمُوهُ ُ ُف ُ ُف ُم ْ ََ َ ر ََ ر َ َ َ ُ ُاَّللُلَعُالماع ُِة ِ ف ِِنُيد “Siapa saja yang kalian pandang meninggalkan jama’ah atau ingin memecah belah umat Muhammad , sedangkan dalam perkara tersebut mereka sepakat, maka bunuhlah ia siapapun gerangannya, karena sesungguhnya tangan Allah bersama jama’ah.” (HR. Ibnu Hibban dan lainnya. Disahihkan Syeikh Albani) 4. Qiyas Yaitu: Mencocokan perkara yang tidak didapatkan di dalamnya hukum syar’i dengan perkara lain yang memiliki nash yang sehukum dengannya, dikarenakan persamaan sebab atau alasan antara keduanya. Pada qiyas inilah kita meruju’ apabila kita tidak mendapatkan nash dalam suatu hukum dari suatu permasalahan, baik di dalam Al Qur’an, sunnah maupun ijma’. Qiyas merupakan sumber rujukan keempat setelah Al Qur’an, as Sunnah dan Ijma’. Rukun Qiyas Qiyas memiliki empat rukun: 1. Dasar (dalil). 2. Masalah yang akan diqiyaskan. 3. Hukum yang terdapat pada dalil. 4. Kesamaan sebab atau alasan antara dalil dan masalah yang diqiyaskan. Contoh: Allah mengharamkan khamar dengan dalil Al Qur’an, sebab atau alasan pengharamannya adalah karena memabukkan, dan menghilangkan kesadaran. Jika ditemukan minuman atau benda memabukkan lain dengan nama yang berbeda selain khamar, maka dihukumi dengan haram, karena di qiyas dari dari khamar. Karena sebab atau alasan pengharaman khamer itu “memabukkan” terdapat pada minuman atau benda itu, sehingga ia menjadi haram sebagaimana pula khamar.
9
Sebab Terjadinya Perbedaan Pandangan Fiqih Perbedaan pendapat dalam Islam adalah suatu keniscayaan. Perbedaan pendapat adalah sunnatullah yang telah dimulai di kalangan para sahabat semenjak Rasulullah masih hidup. Perbedaan ini pada tataran akademis adalah hal yang wajar dan diperbolehkan namun jika menimbulkan fanatisme yang akhirnya memicu perpecahan bahkan permusuhan maka hal inilah yang dilarang dalam Islam. Dalam bahasa fiqih perbedaan pandangan ini disebut ikhtilaf, dan kadang disebut dengan khilaf. Sebab umum perbedaan pendapat di kalangan ulama umumnya bersumber dari dalil-dalil yang bersifat dzanni (prasangka) atau qath’i (pasti) atau yang lafadznya mengandung kemungkinan makna lebih dari satu. Beberapa sebab sebab terjadinya perbedaan pandangan dalam fiqih antara lain: 1. Perbedaan Makna Lafadz Teks Nash Perbedaan makna ini bisa disebabkan karena lafadz yang ada dalam nash terdiri dari kata yang mujmal (umum) atau karena memiliki arti lebih dari satu makna (musytarak). Atau karena lafadz itu bisa memilik arti umum dan khusus (’am wal khas) atau lafadz itu meragukan antara ithlaq dan taqyid, atau yang memiliki makna haqiqi atau makna menurut adat kebiasaan (’urf) dan lain-lain. Contoh dari lafadz musytarak antara lain: lafadz al quru’ yang bisa memiliki arti haid dan suci:
ََ ََ ر َْ َ ْ َََر ََ ْ َ ر ُ ٍُوالمطلقاتُيَتبصنُبِأنف ِس ِهنُثالثةُقروء
“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru' (ber Iddah).”(QS. Al- Baqarah :228)
Atau lafadz perintah (al-amr) yang bisa bermakna wajib atau anjuran. Serta Lafadz larangan (an-nahyu) yang bisa memiliki makna larangan yang haram atau makruh. Contoh dari lafadz yang mutaraddid (bertentangan) antara ia mengandung makna ithlaq dan taqyid adalah kata ’Raqabah’ (budak). Dalam kasus seseorang yang dikenai kaffarat yamin (melanggar sumpah),ia diwajibkan untuk memerdekakan budak. Apakah budak yang dimaksud disini adalah budak secara umum ataukah budak yang beragama islam saja? Sedangkan lafadz yang meragukan (taraddud) adalah lafaz yang memiliki kemungkinan dua makna antara umum atau khusus contohnya adalah ayat dalam Surat Al-Baqarah: 206 “Tidak ada paksaan dalam agama” Apakah larangan paksaan ini berlaku khusus atas Ahli Kitab yang membayar jizyah saja ataukah berlaku atas seluruh non-muslim pada umumnya. 2. Perbedaan Riwayat Hadist Faktor perbedaan riwayat ada beberapa diantaranya : Hadis itu diterima (sampai) kepada seorang perawi namun tidak sampai kepada perawi lainya. Atau sampai kepadanya namun jalan perawinya lemah dan sampai kepada lainnya dengan jalan perawi yang kuat 10
Atau sampai kepada seorang perawi dengan satu jalan; atau salah seorang ahli hadis melihat satu jalan perawi lemah namun yang lain menilai jalan itu kuat Atau dia menilai tak ada penghalang untuk menerima suatu riwayat hadis. Perbedaan ini berdasarkan cara menilai layak tidaknya seorang perawi sebagai pembawa hadis. Atau sebuah hadis sampai kepada seseorang dengan jalan yang sudah disepakati namun kedua perawi berbeda tentang syarat-syarat dalam beramal dengan hadis itu.
3. Perbedaan Sumber-Sumber Pengambilan Hukum Dalam mengambil istimbath hukum ada sebagian ulama yang berlandaskan pada sumber istihsan, masalih mursalah ,perkataan sahabat, istishab, saddu dzarai' dan sebagian ulama tidak mengambil sumber-sumber tersebut. Tapi hanya ada 2 (dua) ijtihad yang mereka sepakati yaitu: qiyas dan ijmak. 4. Perbedaan Kaidah Ushul Fiqih Seperti kaidah usul fiqih yang berbunyi, Nash umum yang dikhususkan tidak bisa menjadi hujjah (al-aam al-makhsus laisa bi hujjah) . Pemahaman eksplisit terhadap nash tidak dijadikan hujjah (al-mafhumu laisa bi hujjah). Kaidah-kaidah ushul ini kadangkadang menjadi perbedaan di kalangan ulama. 5. Ijtihad Dengan Qiyas Dari qiyas ini perbedaan ulama muncul sangat banyak dan luas. Sebab Qiyas memiliki hukum asal (masalah inti sebagai patokan) syarat dan illat. Dan illat memiliki sejumlah syarat dan langkah-langkah yang harus terpenuhi sehingga sebuah prosedur qiyas bisa diterima. Di sinilah muncul banyak perbedaan hasil qiyas meskipun banyak juga hukum yang dihasilkan oleh qiyas yang menjadi kesepakatan di kalangan mereka. 6. Perbedaan Tarjih Dari Dalil Yang Berbeda Misalnya jika ada dua ayat Al-Qur’an yang bertentangan isinya mengenai satu masalah. Atau pertentangan antara isi ayat dan isi Hadits. Maka ada ulama yang berpegang dengan takwil ta'lil kompromi antara dalil yang bertentangan (al-jam’u) penyesuaian antara dalil (at-taufiq) misalnya dengan cara takhsis dan penghapusan (naskh) salah satu dalil yang bertentangan. Menghadapi Perbedaan Bahwa ijtihad ulama tidak mungkin semuanya sama namun kita wajib beramal dengan salah satu dari perbedaan ulama. Karena setiap orang boleh mengemukakan pendapatnya selama masih dalam koridor dan batasan ruang lingkup ijtihad yang dibenarkan syariat. Dengan etika, tanpa celaan, tidak saling menyalahkan agar terpenuhi makna rahmat dalam perbedaan ummat. “Maka berlomba-lombalah kalian (dalam) kebaikan.”(QS. Al-Baqarah : 14)
11
Yang penting bukan melarang perbedaan pendapat atau menghilangkan pendapat yang berbeda tetapi bagaimana sikap kita menghadapi perbedaan pendapat ini. Agar perbedaan pendapat menjadi rahmat bukan menjadi laknat. Dalam konteks ini ada pesan menarik dari Syeikh Dr. Yusuf Qardhawi yaitu: “Kita saling bekerja sama dan tolong menolong terhadap masalah yang kita sepakati sementara terhadap masalah yang kita perselisihkan semua kita harus menahan diri dan saling menghargainya.” Artinya jika kita berbeda pendapat dalam hal qunut subuh (kita harus menghargainya) namun kita masih dapat bekerja sama dalam hal shalat subuh karena kita sepakat bahwa shalat shubuh hukumnya wajib.
Sikap Muslim Menghadapi Perbedaan Pandangan Dalam Fiqih 1. Menghargai Pendapat Orang lain Diriwayatkan bahwa Imam Syafi’i ra ketika berziarah ke maqam Abu Hanifah di Kufah beliau melakukan shalat shubuh tanpa qunut yang dipandang berseberangan dengan pendapatnya. Selesai shalat para jamaah yang berada bersamanya saat itu bertanya kenapa beliau meninggalkan qunut sementara menurut mazhabnya qunut shubuh adalah sunat muakkad beliau menjawab: “saya sengaja meninggalkan qunut sebagai penghormatan dan penghargaan kepada pemilik kuburan ini yang berpendapat bahwa qunut shubuh tidak disunatkan.” Imam Ahmad bin Hanbal pernah berfatwa agar imam hendaknya membaca basmalah dengan suara keras bila memimpin shalat di Madinah. Fatwa ini bertentangan dengan mazhabnya sendiri yang menyatakan bahwa bacaan basmalah dalam shalat harus dikecilkan. Tapi fatwa tersebut dikeluarkan Imam Ahmad demi menghormati paham ulama-ulama di Madinah yang berpandangan mengeraskan basmalah dalam shalat jahar itu lebih utama. 2. Tidak Mengklaim Pendapatnya Paling Benar Mulai dari generasi para sahabat sampai dengan ulama mujtahid mereka sangat berhati-hati dan tidak mau ijtihadnya disebut hukum Allah atau syariat Allah. Namun mereka mengatakan “Ini adalah pendapatku jika benar ia berasal dari Allah jika salah maka ia berasal dari saya dan dari setan Allah dan Rasul-Nya berlepas diri darinya (pendapat saya).” Demikian juga Imam Syafi’i ra berkata: “jika hadits-hadits yang menjadi peganganku dalam berijtihad shahih maka inilah pendapat mazhabku.” Ulama lain berkata: “Pendapatku adalah benar tapi masih ada kemungkinan salah sementara pendapat orang lain adalah salah tapi masih ada kemungkinan benar.” 3. Tidak Dengki Sombong & Meremehkan Orang Lain Ketiga sifat ini dapat menutup hati dari menerima kebenaran dari orang lain. Ketika orang lain beramal atau beribadah berbeda maka dikatakan mereka tidak punya ilmu kita tidak perlu ikut-ikutan dan terpengaruh dengan orang-orang bodoh. Sikap itu terkesan seolah-olah hanya kitalah yang paling benar paling alim paling cerdas dan paling paham segala-galanya sehingga kita akan menutup diri 12
untuk belajar dan berguru kepada orang-orang yang berbeda pendapat. Sampaisampai tidak mau mendengarkan pendapat kecuali hanya dari orang-orang tertentu saja dan telah dikultuskan. 4. Tidak boleh menganggap fasiq mubtadi’ dan kafir pihak yang berselisih paham. 5. Melakukan dialog yang sehat dengan mengutamakan dalil dan argumentasi. 6. Tidak memaksakan kehendak atau paham kepada pihak lain. Hukum Bermahdzab Mahdzab berarti hasil ijtihad seorang imam (mujtahid) tentang hukum satu masalah yang belum ditegaskan oleh nash (Al-Qur’an dan Sunnah). Jika orang awam (bodoh dalam agama) maka ia wajib ber mahdzab agar sesuai dengan perintah syariat. Juga diwajibkan bagi para pelajar Islam yang belum mencapai derajat mujtahid. Sedangkan bagi yang sudah mencapai derajat mujtahid meskipun dalam hanya beberapa masalah hukum maka wajib dia berijtihad. Pentingnya Mahdzab Saat Ini Mahdzab fiqih adalah metodologi yang sangat diperlukan dalam memahami nash-nash agama. Slogan kembali kepada Quran dan Sunnah memang mudah diucapkan, tapi dalam kenyataannya, banyak masalah yang muncul dan tidak terpikirkan sebelumnya. Dan ujung-ujungnya, setiap orang akan berimprovisasi sendiri-sendiri dalam berpegang kepada Quran dan Sunnah, bahkan variannya akan menjadi sangat banyak tidak terhingga. Munculnya aliran sesat serta kelompok nyeleneh lainnya adalah akibat dari tidak adanya sistem istimbath hukum yang baku dalam menarik kesimpulan hukum yang benar dari Quran dan sunnah. Semua jamaah sesat selalu mengklaim bahwa mereka merujuk kepada Quran dan sunnah. Untuk itu dibutuhkan rule of the game dalam menggunakan Quran dan sunnah, agar hasilnya tidak bertentangan dengan esensi keduanya. Mazhab Fiqih Adalah Sebuah Upaya Memudahkan Tidak semua orang mampu mengambil kesimpulan hukum dari Al-Qur’an maupun hadist. Para ulama pendiri mazhab itulah yang telah berperan untuk menyelesaikan proyek maha raksasa itu. Satu demi satu ayat Quran dibaca, ditelaah, diteliti, dikaji, dibandingkan dengan ayat lainnya, lalu dicoba untuk ditarik kesimpulan hukum yang terkandung di dalamnya. Begitu pula dengan hadist, yang harus mengalami proses validisasi terlebih dahulu, serta ditetapkan status derajat keshahihannya. Hasil dari penelusuran panjang baik dari ayat Quran maupun hadits itu kemudian ditulis dengan susunan yang mudah, dengan bahasa yang lebih teknis dan komunikatif oleh para ulama mahdzab itu. Dengan mengikuti sebuah pola tertentu yang sudah distandarisasi sebelumnya secara ilmiyah. Ada puluhan bahan ratusan ulama ahli di bidangnya yang bekerja 24 jam sehari untuk melakukan proses ini sepanjang zaman. Sehingga menghasilkan kesimpulan dan rincian hukum yang sangat detail dan bisa menjawab semua masalah syariah sepanjang zaman. Produknya telah berjasa besar sepanjang perjalanan hidup umat Islam sejak abad kedua hingga abad 15 hijriyah ini. Dan semua itu kita sebut mazhab fiqih. 13
Kalau ada orang mengatakan mengapa harus menggunakan mazhab dan tidak langsung saja mengacu kepada quran dan Sunnah? jelaslah bahwa orang ini tidak tahu persoalan. Dan ketika orang ini nantinya mengambil kesimpulan hukum sendiri langsung dari Quran dan sunnah, tanpa sadar dia sedang mendirikan sebuah mazhab baru, yaitu mazhab dirinya sendiri. Kesimpulannya bermazhab itu adalah bentuk paling benar dari slogan kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah. Dan bahwa berbeda pandangan yang terjadi di dalam masing-masing mazhab itu adalah sebuah keniscayaan yang mustahil dihindari. Tokoh-Tokoh Dalam Mahdzab Islam Ada beberapa imam mujtahid yang dikenal dalam fiqih Islam. Namun yang bertahan sampai saat ini hanya dikenal empat mahdzab fiqih sebagai berikut: MAZHAB
PENDIRI
METODOLOGI
PENYEBARAN
Abu Hanifah an-Nu'man bin Tsabit (Kufah, 80 H/699 M-150 H/797 M)
1. Al-Qur'an 2. Sunnah 3. Pendapat sahabat 4. Qiyas 5. Istihsan 6. Ijmak 7. 'Urf
Afghanistan, Cina, India, Irak, Libanon, Mesir, Pakistan, Rusia, Suriah, Tunisia, Turki, Bosnia dsb
MALIKI
Malik bin Anas. Dikenal dengan gelar Imam Dar al-Hijrah. m(Madinah, 93 H/712 M- 179 H/798 M)
1. Al-Qur'an 2. Sunah 3. Ijmak sahabat 4. Qiyas 5. Maslahah Mursalah 6. Amal ahlu Madinah 7. Pendapat Sahabat
Kuwait, Spanyol, Wilayah Afrika, Mesir, Tunisia,Aljazair, Maroko dsb
SYAFI'I
Muhammad bin Idris Asy- Syafi (Palestina, 150H/767 M-Cairo, Mesir, 204 H/20 Januari 820 M)
1. Al-Qur'an 2. Sunah 3. Ijmak 4. Kias
Bahrain, India, Indonesia, Kazakhstan, Malaysia, Suriah, Yaman, Brunei, Mesir dsb
HAMBALI
Ahmad bin Hanbal AsySyaibani (Baghdad, 164H/780 M- 241 H/855 M)
1. Al-Qur'an 2. Sunah 2. Fatwa sahabat 3.Hadis mursal dan Dhaif 4. Qiyas
Arab Saudi dsb
HANAFI
14
Bab Thoharoh
َ الط َه َ ارة
Thoharoh: Arti kata berarti bersih dan membebaskan diri dari kotoran dan najis. Definisi fiqihnya, “Menghilangkan hukum hadats untuk menunaikan shalat atau (ibadah) yang selainnya. Yang disyaratkan di dalamnya untuk bersuci dengan air atau pengganti air yaitu tayammum.” Thoharoh terbagi dua: Thoharoh maknawiyyah (abstrak): Membersihkan hati dari syirik dan maksiat dengan cara bertauhid dan beramal sholeh. Thoharoh ini lebih penting dan lebih utama daripada thoharoh badan. Karena thoharoh badan tidak mungkin akan terlaksana apabila terdapat syirik. Dalil pentingnya thoharoh maknawiyyah:
َ َ ُّ َ ر َ َ ْ ْ َر َ َ ٌ َ َُّشكونَُنس ِ ياُأيه ِ اُاَّلينُآمنواُإِنماُالم
“Hai orang-orang yang beriman Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis.” (QS. At-Taubah: 28)
َ ْ ْ ََ ْ َْ َ َ َ َ ْ َ ْ َ ٌُُع َذاب َ ألخ َرة ْ َ ْ َ ين ُل َ َ ُا ُف م ه ل يُو ُ ز اُخ ي ن ُاد ُف م ه ُل م ه وب ل ُق ر ه ط نُي ُأ ُالل د ر ُي م ُاَّل أوالئِك ِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ِ َُع ِظيم “Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati mereka. Mereka beroleh kehinaan didunia dan diakhirat mereka beroleh siksaan yang besar.” (QS. AlMaaidah: 41)
َْ َ َ ْ ْ ر ُإنُالمؤ ِمنُالُينجُس
“Sesungguhnya orang mukmin itu tidaklah najis.” (HR. Bukhari Muslim)
Thoharoh Hisyiyah (kongkrit): Mensucikan diri dari hadats dan najis.
15
Pembagian Air 1. Air Suci Mensucikan (Air Mutlak) Air ini di sebut air mutlaq, yaitu air asli dari sumbernya baik turun dari langit atau keluar dari bumi. Hukum air ini suci dan mensucikan apapun bentuknya, warna atau baunya. Baik asin, keruh, atau berbau tidak sedap. Macam air mutlak: Dalil sucinya air mutlak
َُ ُالس َماء َوأَن ْ َز ْنلَاُم َن ر ًُطهورا َ اء ً ُِم ِ
“Dan Kami menurunkan dari langit air yang amat suci. “ (QS. Al-Furqon: 48)
1. Air Hujan 2. Air Sungai dan Embun
ِّ ٓ ٓ ِّ َ ر َ َ ِّ َ َ ُ لس َما ُِءُ َماءِل َط ِّه َركمُبِ ِۦُه نُ ٱ ُ ُعليكمُم ويْنل
…dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu.” (QS. Al-Anfal: 11) 3. Air Laut
َ ْ َ ُّ ْ َ ه َو ر ُ ُُاحللُميتته ِ ُالطهورُماؤه
“Air laut tersebut thohur (suci lagi mensucikan) bahkan bangkainya pun halal.” (HR. Tirmidzi Abu Daud dan An Nasa’i. Al-Albani mensahihkannya) 4. Air Sumur
َ َ ْ َ َ ْ ْ َْ ََ َ َ ْ ْ َ َ َ َ َ ْ ْ َ ٌ َ َ ْ َ ُْئ ُبضاع ُِة ؟ُو ِِه ُبِْئ ُيطرح ُ ِفيهاُاحليض ُوحلم ِ أنه ُ ِقيل ُلِرسو ِل ُا ِ ِ أ ُنتولأ ُ ِمن ُبُ لل َ ٌْ َ َ َْ َ َ ْ ُرس َ ت َف َق َال ْ َ ُالينَجسه َُش ٌُء ر و ه ُط ء ُاملا: ُ لل ُا ل و ُ الَك ِبُوانل ِ ِ ِ “Ditanyakan kepada Rasulullah : Apakah kami boleh berwudhu dari sumur budho`ah? padahal sumur itu yang digunakan oleh wanita yang haidh dibuang ke dalamnya daging anjing dan benda busuk. Rasulullah menjawab air itu suci dan tidak dinajiskan oleh sesuatu.” (HR. Abu Daud At-Tirmidy An-Nasai & Asy-Syafi`i). 5. Mata Air
َ َ َ َ َ َ ً َ َ َ َ َََْ َ َ ْ ََ َ ر ْ َ ْ َ ُ ِ األر ض ُ ُُف ُِ اَ ُيع ُِ كهُي ُن ُ اللُأنزلُ ُِمنُالس ُما ُِءُماءُفسل ُ ُن ُ ألمُترُأ 16
“Tidakkah engkau melihat, Allah menurunkan air dari langit kemudian memasukkannya ke dalam bumi dan menjadikannya mata air.” (QS. Az-Zumar: 21) Termasuk air zam-zam:
َ َ ََ ْ َ َ َ َْ َ َ ْ َْ َ ََ ْ َ َ َ َ َّشبُ ِمنهُوتول ُأ ِ أنُرسولُا ِ ُدَعُبِسج ٍلُ ِمنُماءُِزمزمٍ ُفُلل
“Dari Ali bin Abi thalib ra: bahwa Rasulullah meminta seember penuh air zam-zam. Beliau meminumnya dan juga berwudhu.” (HR. Ahmad). 6. Salju
َْ ََ َ َ َ َ َ َ َ َْ َ ْ َ َ َ َ ْ ْ َ َ ْ َ َُُخ َطايَاي ْ َ اللهم ُن ِق ِِن ُ ِمن ُاُخطايا ُكما ُينَق ُالوب ُاألَيض ُ ِمن ُادن ِس ُاللهم ُاغ ِسل َ َ ُْوال َ ُِوالَلْج َ بال ْ َماء ّب ُِد ِ ِ “Ya Allah sucikanlah aku dari dosa sebagaimana pakaian disucikan dari kotoran. Ya Allah sucikanlah kotoran-kotoran yang ada padaku dengan air salju dan es.” (HR. Bukhari Muslim) 2. Air Suci Tapi Tidak Mensucikan (Tercampur Benda Suci) Air yang sudah hilang sifat mutlaknya maka tidak bisa dipakai bersuci meski masih suci. Seperti air kopi susu air teh dsb. Bila mutlaknya masih ada terlihat masih terjaga maka bisa dipakai untuk bersuci seperti tercampur minyak wangi sabun tepung dsb.
َ ََ َْ ْ َ َ َ َ َ َ ْ َ َ َ َ َْ ََ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ ُ ُ ِحني ُتوفِيت ُ ِابنته ُفقالُ لل ع ْن ُُأمِ ُع ِطية ُاألنص ِ اري ِة ُقالت ُدخل ُعليناُرسول ُا ِ ْ َ ْ َ ْ َ َ َ َ َ ََْ ْ َ َ ْ ََ ْ َ ْ َ ً َْ ْ َ ًَ َ َ َْ ْ َ َ ْ ُُاآلخ ُر ِة ِ اغ ِسلنهاُثالثاُأوَُخساُأوُأكَثُ ِمنُذلِك ُِإنُرأيتُذلِكُبِماءٍُو ِسد ٍرُواجعلن ُِف َ ْ ًْ َ ْ َ ً ْ َ َُْكفو ُر َكفو ُراُُأوُشيئاُ ِمن ٍ Dari Ummu ‘Athiyyah Al-‘Anshoriyyah berkata: Rosulullah pernah masuk ketika putrinya meninggal dunia dan berkata: Bersihkanlah tiga kali lima kali atau lebih. Bila kalian memandang perlu (pakailah) air dan (dicampu) daun bidara. Dan campurlah basuhan terakhir dengan kafur (minyak wangi). (HR. Bukhari Muslim)
3. Air Bekas Wudhu Wajib (Musta’mal) Adalah air bekas yang dipakai sebelumnya untuk bersuci seperti air bekas wudhu atau bekas mandi dan menurut pandangan Imam Syafi’i. Air semacam ini tetap dalam status kesuciannya selama bukan air bekas mencuci najis. Sedangkan pendapat lain menyebutkan bahwa air musta’mal itu masih dianggap suci dengan dalil sebagai berikut:
17
َ َ َ َ َ ْ َ َ َْ َ ْ َ ْ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ْ َ َ َ َ َْ َ ْ ْ َ ُاجر ِة ُفأ ِِت ُبِولوءٍُفتولأ ُفجعل ِ عن ُأ ِِب ُجحيفة ُيقول ُخرج ُعليناُرسول ُا ِ ُبِالهُ لل َ ْ َ َ ََ َ ْ َ ْ َ ْ َ ْ َْ انلَاسُيأخذونُ ِمنُفض ِلُولوئِ ِهُفيتمسحونُبِ ُِه “Dari Abu Juhaifah berkata: Rosulullah pernah keluar kepada kami pada siang hari beliau diberi tempat wudhu dan berwudhu dengannya. Lalu para sahabat mengambil sisa air wudhunya dan mengusapkan (ke badan mereka).” (HR. Bukhari).
ْ َ َ َ َ َ َ ْ َ ْ ََ َ َ َ ْ َ ُِمسحُبِرأ ِس ِهُ ِمنُفض ِلُماءٍَُكن ُِفُي ِد ُهُأنُانل ِب
“Bahwasanya Nabi mengusap kepalanya dengan sisa air yang ada di tangannya.” (HR. Abu Daud dan dihasankan Al-Albani).
4. Air Terkena Zat Najis (Mutanajis) Dilihat 2 (dua) keadaan bila najis itu jatuh dalam air 2 qullah (±190 liter; bak berukuran 60 cm panjang lebar dan tinggi) maka tidak najis. Bila jatuh di volume kurang dari itu maka dilihat dulu perubahan salah satu dari tiga sifat yaitu rasa, warna dan baunya. Jika berubah salah satunya maka air itu najis, dan jila tidak berubah salah satu dari tiga sifat itu maka air itu tidak najis.
ْ َ َ َ َ ْ ْ َ ََََ َْ ََ ْ ْ ْ َ ْ َ ْ َ ْ ْ َ َ ُْئُبضاع ٍةُو ِِهُبِْئُيطرح ِ عنُأ ِِبُس ِعي ٍدُاُخد ِر ِيُأنهُ ِقيلُلِرسو ِلُا ِ ُِأنتولأُ ِمنُبُلل ْ َْ َ ْ َ َ َ ْ َْ َ َاُاحلي َ ُال ْ َماءُُرس ْولُالل َ ُف َق َال ْ َ ُطه ْو ٌرُالَُينَجسه َُش ٌُء ت انل ُو ب َك ُال م حل ُو ض ِ ِفيه ِ ِ ِ ِ Dari Abu Said Al-Khudry berkata: Rosulullah pernah ditanya: Bolehkan kita bewudhu dari air Budho’ah yaitu sumur yang airnya terdapat kain (pembalut) darah haidh kotoran dan daging anjing? Rosulullah menjawab: Air itu suci tidak dinajiskan oleh sesuatupun. (HR. Ahmad Abu Daud Tirmidzi Nasa’i Daruqutni Ibnu Jarud Al-Baghowi. Tirmidzi berkata: Hadits hasan dan disahihkan oleh Ahmad Yahya, ibnu Hazm, Syaukani Ahmad Syakir dan Al-Albani.).
18
Macam Najis
1. Semua Yang Keluar Dari Dua Jalan (Qubul dan Dubur)
َ َ َ ََ َ َْ ْ َ ُالَت َ ٌُطه ْو ُر َ اب ََُل َ ُّ ُاأل َذىُفَِ رن ِإذاُوطئُأحدكمُبِنع ِل ِه ِ
“Jika salah seorang di antara kalian menginjakkan sandal pada kotoran (tahi) maka sesungguhnya tanah merupakan pembersih baginya.”(HR. Abu Dawud di sahihkan Syaikh Al-Albaniy)
ْ َ َ ْ َ َ ََ ْ َْ َ َ ًّ َ ْ َ ر ْ َ َْ َ ََ ْ َ ُْال ُت ْزرموه ْ َ ُدعوه ُوُ اَياُبال ُِف ُالمس ِج ِد ُفقام ُِإِل ِه َُعض ُالقومِ ُفقال ُرسول ُ ِ أن ُأعر ِ ََ َ َ ََر ََ َ َ َ َْ ْ َ َ َ ر ُعليْ ُِه قالُفلماُفرغُدَعُبِدل ٍوُ ِمنُماءٍُفصبه “Ada seorang Arab Badui pernah kencing di masjid maka sebagian orangpun bangkit dan menuju kepadanya. Lalu Nabi bersabda “Biarkan (ia kencing) janganlah kalian memotongnya.” Anas berkata “Tatkala orang itu selesai kencing maka Nabi meminta seember air lalu menuangkannya pada kencing tersebut.”(HR. Bukhariُ Muslim) Termasuk najis yaitu: Madzi, Wadi, darah Haid dan Nifas Madzi: cairan putih encer dan lengket yang keluar ketika mulai bangkitnya syahwat. Wadzi: air berwarna putih keruh kental yang biasanya keluar setelah buang air kecil atau beraktifitas berat.
ََ َ َ َ ْ َ ْ َ ْ َ َ ْ ْ َ َََ ْ َ ً َ ر ً َ ْ َ ْ َْ َ ْ َ ْ ََ َ َ ر ُ،ُ فأمرُال ِمقدادَُنُاألسو ِدُفسأَل ُُاَّلل ُ كن ِ تُرجالُمذاءُفاستحييتُأنُأسألُرسول َْ َ ََ َ ََ َ ر ُُو َيتَ َولأ فقالُُيغ ِسلُذكره “Aku (Ali ra) adalah laki-laki yang sering keluar madzi. Dan aku malu untuk bertanya kepada Nabi. Maka aku mengutus Al-Miqdad bin al-Aswad untuk bertanya kepada Nabi (tentang status madzi ini). Nabi pun menjawab: “Hendaknya dia mencuci kemaluannya dan berwudhu.” (HR. Bukhari Muslim) Dalil najisnya wadi
ْ ََْ ْ ْ َ َ َ ْ َ ْ ر ْ َ ْ َ َ َ َْ َ َ ر َ َ َ ُ،ُ عن ُالما ِء ُيكون َُعد ُالما ِء ُ ُاَّلل ِ ُسأ ُلتُرسول:ُ ُاَّلل ُب ِن ُسع ٍد ُقال ِ وعن ُُعب ِد ْ َ ر ْ ْ َ َ ْ ََْ َ َ َ ََ ْ َ ُّ َ ْ َ ْكُوأنْثَيَي َ ك ُفَ ْر َج ُكُوت َولأ ُذلِك ُ ِم ْن ُال َمذ ِي:ُ فقال ِ ُفتغ ِسل ُ ِمن ُذل.ُُُوُك ُفح ٍل ُيم ِذي َ ر َ ول ُوءكُلِلصال ِة
Dan dari Abdullah bin Sa’id ia berkata: Aku pernah bertanya kepada Rasulullah tentang air yang keluar sesudah air (kencing) maka rasulullah menjawab:”Itu adalah madzi dan 19
setiap laki-laki mengeluarkan madzi maka cucilah padanya kemaluanmu dan kedua buah testismu dan berwudhulah seperti wudhumu untuk shalat.” (HR Abu Dawud)
Kecuali Mani
َْ ْ َ َ َْ َ َ ْ َ َْ َِّ َ َ ْ ُثمُيذهبُفيص ِِلُ ِفي ُِهُولُاَّلل ِ كنتُُأفركُالم ِِنُ ِمنُثو ِبُرس
“Aku pernah mengerik mani kering yang menempel di baju Rasulullah kemudian beliau shalat memakai baju itu.” (HR. Muslim).
2. Khomar Yaitu semua cairan yang bisa memabukan.
َ َ ُّ َ ر ََْْ َ ر َْْ َ ْ ْ َ ْ َ ْ َْ َ ر َ ْ ْ َ َ َ ٌ َ َ ُان ُِ ُرجس ُ ِمن ُعم ِل ُالشيط ِ ياُأيه ِ اُاَّلين ُآمن ِ واُإنماُاُخمر ُوالمي ِِس ُواألنصاب ُواألزالم َ ر ْ َ ْ َ ُ ون ُ فاجتَنِبوهُل َعلك ْمُتف ِلح “Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya (meminum) khamar berjudi (berkorban untuk) berhala mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”(QS. Al-Maidah: 90)
ُّ َ ٌ َ َ ُّ ٌ ُكُ ََخْرُ َح َر ْ ُكُم ُام ُ ُ ُ و ُ ُ ام ر ُح ر ك س ِ ٍ ٍ
“Setiap yang memabukan haram dan setiap khamar haram.” (HR. Muslim)
َ ْ َ ََ َْ َ َ ُف َقليْله ُ ام ٌُ ُح َر ِ ماُاسكرُك ِثريه
“Minuman yang dalam jumlah banyak memabukkan maka sedikitpun juga haram.”(HR. Ahmad Ibnu Majah dan Daruquthni. Disahihkan daruquthni) 3. Anjing Dan Babi
َ ْ َْ َ َ َ ْ ْ َ ْ ْ َْ َ ْ َ ْ َ َ ر ََ ر َْ ر ُْعلَي ْ ح ِّر َم َ ت ُُاَّللُبِ ِهُوالمنخ ِنقةُوال ُموقوذة غ ل ُ ل ه اُأ م ُو ير ْن ُاُخ م حل ُو م اد ُو ة ت ي م ُال م ك ِ ِ ِ ِ ري ِ ِ ِ َ ر ََ َ َ َ ر َ َ َ َ َ َ َ ْ َ َ ِّ َ َ ر َْ َْ ْ َ ْ َ ر ْ ُّ َ ُنُتستق ِسموا ُ بُوأ ِ والمَتديةُوانل ِطيحةُوماُأكلُالسبعُإِالُماُذكيتمُوماُذبِحُلَعُانلص َ ََْْ ٌُُذلك ْمُف ْسق ِ ِ ِبِاألزالم “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai darah daging babi (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah yang tercekik yang terpukul yang jatuh yang ditanduk dan diterkam binatang buas kecuali yang sempat kamu menyembelihnya. Dan (diharamkan 20
bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan.” (QS. Al-Maidah: 3). Dalil Najisnya Air Liur Anjing Ijmak Ulama Bahwa Air Liur Anjing Najis.
َ َ َ ْ َ ْ َ َْ ْ ُّ َ ر َََ َ ْ ْ َ َ َ َ َ َ ر ُ ِ اتُأوالهنُبِالَت اب ٍ طهور ُِإناءُِأح ِدكم ُِإذاُولغُ ِفي ِهُالَكبُأنُيغ ِسلهُسبعُمر
“Sucinya bejana salah seorang dari kamu apabila dijilat oleh anjing dengan mencucinya tujuh kali yang pertama kali dengan tanah.” (HR. Muslim dan Ahmad)
َ َ َ ْ ََْ َْ َ َ ََ َ ر َر َ َ َ َ َ َ َْ ََ َ َ ر ُُإن:ُُيبُف ِقيلَُل ُِفُذلِكُفقال ِ ارُأخرىُفلم ٍ ارُقومٍ ُفأجابُثمُد ِِعُإَلُد ِ أنهُ د ِِعُإَلُد َ رً ََ َ ر َ َ َ َ ر َ ْ ُإنُالْه رر َةُلَي ْ َس: ًَُكْب تُبِنَ ِج َس ٍُة ال ق ُف ة ر ه ُ الن ُف ار ُد ُف ن إ ُو: َُل يل ق ُ،ا الن ُف ار ُد ِ ِ ِ ٍ ٍ ِ ِ ِ ِف ِ “Bahwa Rasululah diundang masuk ke rumah salah seorang kaum dan beliau mendatangi undangan itu. Di kala lainya kaum yang lain mengundangnya dan beliau tidak mendatanginya. Ketika ditanyakan kepada beliau apa sebabnya beliau tidak mendatangi undangan yang kedua beliau bersabda”Di rumah yang kedua ada anjing sedangkan di rumah yang pertama hanya ada kucing. Dan kucing itu itu tidak najis”. (HR. Hakim dan Daruquthuni). Khilaf Ulama Tentang Tubuh Anjing Ikhtilaf ini dikenal di kalangan ahli ilmu dan para penuntut ilmu. Madzab Hanafiyyah berpendapat bahwa yang najis dari anjing hanyalah air liur dan saat ia basah saja. Sedangkan tubuh anjing secara umum saat kering tidaklah najis. Mereka menyatakan hal ini karena anjing biasa dan boleh dimanfaatkan untuk menjadi penjaga rumah dan semisalnya, serta untuk berburu. Adapun najisnya air liur anjing adalah berdasarkan hadits Nabi:
َ َ َ ْ َ ْ َ َْ ْ ُّ َ ر َََ َ ْ ْ َ َ َ َ َ َ ر ُ ِ اتُأوالهنُبِالَت اب ٍ طهورُ ِإناءُِأح ِدكمُ ِإذاُولغُ ِفي ِهُالَكبُأنُيغ ِسلهُسبعُمر
“Sucinya bejana salah seorang dari kamu apabila dijilat oleh anjing dengan mencucinya tujuh kali yang pertama kali dengan tanah.” (HR. Muslim dan Ahmad) Najisnya air liur anjing ini, menurut kalangan Hanafiyyah, tidak bisa diqiyaskan dengan anggota tubuhnya yang lain.
Adapun Malikiyyah berpendapat bahwa seluruh anjing itu suci, tidak najis, baik anjing yang terlatih untuk menjaga rumah dan berburu maupun anjing liar. Adapun perintah Rasulullah untuk mencuci bekas jilatan anjing tujuh kali tetap diikuti, tapi bukan karena anjing tersebut najis, melainkan sebagai bentuk ta’abbudi (ketaatan kita terhadap perintah Rasul) saja. 21
Sedangkan kalangan Syafi’iyyah dan Hanabilah menyatakan tubuh anjing najis, begitu juga dengan air liur dan keringatnya. Hal ini berdasarkan hadits-hadits yang sudah disebutkan di atas. Menurut mereka, jika mulut anjing yang minum dari bejana saja dihukumi najis, padahal mulutnya adalah bagian tubuhnya yang paling baik, maka anggota tubuh yang lain tentu najis juga. Dengan alasan hadist: “Rasulullah ُ diundang ke rumah suatu kaum, kemudian beliau penuhi undangan tersebut. Beberapa waktu kemudian beliau diundang ke rumah yang lain, namun tidak beliau penuhi. Hal ini kemudian ditanyakan kepada beliau, beliau bersabda: ‘Sesungguhnya di rumah si fulan terdapat anjing.” Dikatakan kepada beliau: “Dan di rumah fulan (yang pertama) terdapat kucing.” Beliau menjawab: ‘Sesungguhnya kucing tidaklah najis.”(HR, Daruquhtni & Hakim) Dari hadits di atas dipahami bahwa anjing adalah najis. Pendapat Mana Yang Diikuti? Pendapat kalangan Syafi’iyyah dan Hanabilah, karena menurut kami hujjah mereka lebih kuat. Namun, karena ini perkara ikhtilaf, kita harus terima pendapat yang berbeda. Memelihara Anjing Memelihara anjing dalam Islam tidak diharamkan, terutama bila digunakan untuk hal-hal yang berguna. Seperti untuk berburu, mencari jejak dan sebagainya. Bahkan kita dibolehkan memakan hewan hasil buruan anjing telah diajar. Al-Quran mengistilahkannya dengan sebutan mukallab.
ْ َ ْ ََْ َر َ ر َ ر ْ َ َ َ َ َ َْ ِّ َُُال َ َوار ِحُم ََكِّبني َ ر ْ لُلكمُُالطيباتُُُۖوماُعلمتمُ ِمن ُ لُأ ِح ُ ُيسألونكُماذاُأ ِحلُلهمُُۖق ِ ِ ََ ْ َ ر ْ َ ْ َْ َ َ ْ َ َْ ر َ َ ِّ َ ر ْ َ ونه رن ُم رم َ اُعلر ُُاَّلل ُعلي ِه م واُاس ر ك اذ و ُ ُ م ك ي ل ع ُ ُ ن ك س م أ ُ ا م م ُ وا َك ف ُ ۖ ُ ُاَّلل م ك م تعلم ِ ِ ِ ْ ر َ ُاَّلل َ نُ ر َ ُۖ َو راتقواُ ر َ ُ ِ ُاحلسا ب ُ ُ إ ُ ۖ ُ ُ اَّلل ِ َسيع ِ ِ Mereka menanyakan kepadamu, “Apakah yang dihalalkan bagi mereka?” Katakanlah, "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya. (QS. Al-Maidah: 4) Menurut para ahli tafsir, yang dimaksud dengan binatang buas yang telah diajar dengan melatihkan untuk berburu di dalam ayat ini adalah anjing pemburu. Tentu bekas gigitannya pada tubuh binatang buruan tidak boleh dimakan. Tapi selain itu, hukumnya boleh dimakan dan tidak perlu disembelih lagi. 4. Bangkai 22
Bangkai yaitu binatang mati yang tidak di sembelih sesuai syariat.
ْ َ َ ْ َ ِّ ُ ُُعليْكمُال َميْتَة حرمت
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai….” (QS. Al-Maidah :3). Termasuk di sebut bangkai jika disembelih bukan atas nama Allah:
“Yang disembelih selain atas nama selain Allah.” (QS. Al-Maidah: 3)
ََ ر َْ ر ُُاَّلل ُُبِ ِه ِ ري ِ وماُأ ِهلُ ِلغ
Baca Basmalah jika tidak diketahui apakah disembelih dengan menyebut asma Allah atau tidak: “Suatu kaum datang dengan membawa daging, namun kami tidak tahu apakah saat menyembelihnya menyebut nama Allah atau tidak?” Beliau menjawab: “Kalau begitu sebutlah nama Allah, lalu makanlah oleh kalian.” Aisyah berkata, “Mereka adalah orangorang yang baru masuk Islam,” (HR. Bukhari) Berkenaan dengan situasi saat ini banyaknya penipuan, kurangnya amanah dan kejujuran, serta minimnya ilmu di masyarakat, dan juga orang-orang Ahli Kitab yang sudah tidak mengamalkan ajaran mereka maka hendaknya ber berhati-hati di dalam memilih makanan sembelihan di luar rumah, sebagai bagian dari Wara’ kita terhadap makanan yang belum jelas hukumnya. Tidak termasuk bangkai yaitu: A. Mayat Manusia
ْ َ ْ ََ َ ُ َولقدُك ررمنَاُبَ ِِنُآد َُم
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam.” (QS. Al-Isra: 70)
َْ َ َ ْ ْ ْ َ َ ر ر ُُاَّللُإِنُالمس ِلمُالُينجس ِ سبحان
“Subhanallah sesungguhnya muslim itu tidak najis.” (HR. Bukhari) B. Bangkai Ikan Dan Belalang
ََ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ ََْْ ََر ر ْ أُحلر َ َ َ ُو َد َ ت ُلَك ْم ر َ ُميْتَتَان َ ُان ُفالك ِبد م ُاد ا م أ ُو اد ر ال ُو وت احل ُف ان ت ت ي م ُال ا م أ ُف ان م ِ ِ ِ ِ ِ َ الط ِّ َو ُحال “Dihalalkan bagi kalian dua bangkai dan dua darah.Dua bangkai tersebut adalah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah tersebut adalah hati (lever) dan limpa.” (HR Ibnu Majah disahihkan Al-Albani) 23
5. Darah Dan Nanah
َ َ ْ َ َ ً َ َر َ ر َ َْ ر َ َْ ًَْ َ َ ًُُدما َ َ ْ َ َ َٰ وِح ُِإَل ُُمرما ُلَع ُطا ِع ٍم ُيطعمه ُُإِال ُأن ُيكون ُميتة ُأو ِ قل ُال ُأ ِجد ُِف ُما ُأ َ َ ْ ر َ ْ َ َْ ْ َ ً ْ َ ً ْ ْ ٌ ْ َ ر َ ر ر ْ ْ َ َ َ ٍ ري ُب ُاغ ُ ن ُالط ُر ُغ ُِ ُفم#ُ ُاَّلل ُبِ ِه ِ مسفوحاُأو ُحلم ِ ري ِ ُرجس ُأو ُ ِفسقاُأ ِهل ُ ِلغ ِ ير ُف ِِنه ِ ُخ ٍ ْن َ َ ََ َ َ ر َر ٌ ُغف َ ور ٌُ ُر ِح يم والَُع ٍدُف ِِنُربك Katakanlah: “tidak aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya kecuali kalau makanan itu bangkai atau darah yang mengalir atau daging babi karena sesungguhnya semua itu kotor. Atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-An’an: 145)
Nanah termasuk juga najis Darah Haid Dan Nifas Seorang wanita datang kepada Nabi dan berkata: “Pakaian salah seorang dari kami terkena darah haid apa yang harus dia lakukan? Nabi menjawab:
َ ِّ َ َْ ََْ َْ ُُوت َصِلُ ِفي ِه ُِوتن َضحه َت ُّتهُث رمُتقرصهُبِالماء
“Keriklah (darah di) bajunya lalu peraslah dengan air lalu basuhlah. Dan sholatlah memakai baju itu.” (HR. Bukhari Muslim) 6. Bagian Dari Binatang Yang Di Potong Ketika Hidup
ٌ َ َ َ ََ َ َ َْ َ ْ َ َ َ ُُميْتَة ماق ِطعُ ِمنُابل ِهيم ِةُو ِِهُحيةُفهو
“Bagian yang dipotong dari binatang yang masih hidup adalah bangkai.”(HR Abu Dawud dan Tirmidzi dan Hakim. Hakim mensahihkan dan di hasankan oleh Tirmidzi) Dikecualikan bulu rambut dan sejenisnya dengan dalil:
َ َ َ ًَ َ ْ َ َ َ َ ر َْْ َ ُّ َ ْ َ ً َ َ ُاُو َج َعلُلك ْمُ ِم ْنُجلو ِدُاألنعامِ َُيوتاُتست ِخفونها ُج َعلُلك ْمُ ِم ْنَُيوتِكمُسكن واَّلل َ ً َ َ َ ً ََ َ َ ْ ََ َ َْ ََ َ َ ْ َ ْ َ ْ َ ََْ َ َُظ ْعنك ُْمُ َو َي ْو َمُإق َٰ ٍُ ُح ني ع ش أ اُو ه ار ب و أ اُو ه ف ا و ص أ ُ ُ ن م و ُُ م ك ت ام يوم ِ ِ ِ ارهاُأثاثاُومتاَعُإَِل ِ ِ ِ ِ ِ “Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal dan Dia menjadikan bagi kamu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit binatang ternak yang kamu merasa ringan (membawa)nya di waktu kamu berjalan dan waktu kamu bermukim dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba bulu unta dan bulu kambing alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu).”(QS An-Nahl: 80)
24
Juga ikan, belalang, bangkai ikan yang tidak memiliki darah (lalat lebah semut dsb. Tulang tanduk dan kukunya termasuk kulitnya. Kecuali kulit itu disamak maka menjadi suci.
َ َ ْ َ َ َ ُف َق ْد َُطه ُر ُاْلهاب ِ ِإذاُدبِغ
“Jika kulit bangkai telah disamak maka sudah suci.” (HR. Muslim)
ََ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ ََْْ ََر ر ْ حلر َ َ َ ُو َد َ ت ُلَك ْم ر َ ُميْتَتَان َ ُان ُفالك ِبد م ُاد ا م أ ُو اد ر ال ُو وت احل ُف ان ت ت ي م ُال ا م أ ُف ان م ِ ِ ِ ِ ِ َ الط ِّ َو ُحال “Dihalalkan bagi kalian dua bangkai dan dua darah.Dua bangkai tersebut adalah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah tersebut adalah hati (lever) dan limpa.” (HR Ibnu Majah disahihkan Al-Albani)
َ ُّ َ َ َ َ ْ َ َْ ْ ْ ر َْ ْ َ ر ْ َ َْ ََ َ َ َ َ ُاَّلبَاب ُف ًُُداء ْنعه ُف ِِن ُِف ُِإحدىُجناحي ِه ُِل م ُث ه س م غ ي ل ُف م ك د ح ُأ اب َُش ِإذاُوقع ِ ِ ِ ِ ِ ِ َ ْ ْ َ َ ًُ ىُشف اء ر خ واأل ِ “Apabila seekor lalat hinggap di minuman maka hendaknya ia menenggelamkannya kemudian membuangnya Karena pada salah satu dari kedua sayapnya terdapat penyakit dan pada (sayap) yang lainnya (terdapat) obatnya.” (HR Bukhari)
Najis Yang Dimaafkan 1. Percikan kencing yang amat sedikit yang tidak bisa ditangkap oleh mata telanjang manakala percikan itu mengenai pakaian maupun tubuh. Begitu pula percikan najis-najis lainnya baik najis mughalazhah mukhaffafah maupun mutawassithah. 2. Sedikit darah nanah darah kutu dan tahi lalat atau najisnya selagi hal itu tidak diakibatkan oleh perbuatan dan kesengajaan orang itu sendiri. 3. Darah dan nanah dari luka sekalipun banyak dengan syarat berasal dari orang itu sendiri dan bukan atas perbuatan dan kesengajaannya. Sedang najis itu tidak melampaui dari tempatnya yang biasa. 4. Tahi binatang yang mengenai biji-bijian ketika ditebah dan tahi binatang ternak yang mengenai susu di kala diperah selagi tidak terlalu banyak sehingga merubah sifat susu itu. 5. Tahi ikan dalam air apabila tidak sampai merubahnya dan tahi burung-burung di tempat yang sering mereka datangi seperti masjid haram Mekah Madinah dan masjid Umawi. Hal itu karena tahi binatang tersebut telah merata di manamana sehingga sulit dihindarkan. 6. Darah yang mengenai baju tukang jagal apabila tidak terlalu banyak. 7. Darah yang masih ada pada daging. 8. Mulut anak kecil yang terkena najis muntahannya sendiri ketika menetek tetek ibunya. 9. Debu di jalan-jalan yang mengenai orang. 25
10.
Bangkai binatang yang darahnya tidak mengalir. Maksudnya binatang itu sendiri tidak mempunyai darah apabila bangkainya itu tercebur dalam benda cair seperti lalat lebah dan semut dengan syarat binatang itu tercebur sendiri dan tidak merubah sifat benda cair yang diceburi.
Cara Membersihkan Najis 1. Najis ‘Ainiyah (tampak): Semua najis yang berwujud atau dapat dilihat melalui mata seperti warna atau baunya. Contohnya kotoran kencing dan darah. 2. Najis Hukmiyah (tidak tampak): Semua najis yang telah kering dan bekasnya sudah tidak terlihat serta sudah hilang warna dan baunya. Contohnya kencing yang mengenai baju yang kemudian kering sedang bekasnya tidak nampak. Dilihat berat dan ringanya najis itu dibagi 3 macam: 1. Najis Mughallazah (najis berat) Disebut berat karena cara menyucikannya tidak semudah najis-najis yang lain. Contohnya seperti air liur anjing babi dan sebangsanya. Cara membersihkannya dicuci dengan air bersih 7 kali dan salah satunya dicampur dengan tanah.
َ َ َ ْ َ ْ َ َْ ْ ُّ َ ر َََ َ ْ ْ َ َ َ َ َ َ ر ُ ِ اتُأوالهنُبِالَت اب ٍ طهور ُِإنا ُِءُأح ِدكم ُِإذاُولغُ ِفي ِهُالَكبُأنُيغ ِسلهُسبعُمر
“Sucinya bejana kalian jika dijilat anjing adalah dengan mencucinya 7 kali yang diawali dengan tanah” (HR. Muslim)
2. Najis Mukhaffafah (Ringan). Contohnya kencing bayi laki-laki yang belum makan apa-apa selain susu dan umurnya belum sampai dua tahun. Cara menyucikannya dengan diperciki air sampai merata baik najis itu bersifat ‘ainiyah maupun hukmiyah baik pada tubuh pakaian maupun tempat shalat. 3. Najis Mutawassithah (Sedang) Adalah najis yang sedang yaitu najis selain anjing dan babi atau najis selain kencing bayi laki-laki yang belum makan apapun selain susu. Seperti kencing orang dewasa tahi binatang dan darah. Cara untuk menyucikannya dengan mengalirinya air sehingga dapat menghilangkan bekasnya dan hilang pula sifat-sifatnya seperti warna rasa maupun baunya baik najis itu bersifat ‘ainiyah maupun hukmiyah baik pada tubuh pakaian maupun tempat shalat.
26
Najis Yang Diperselisihkan Diantara jenis-jenis najis yang masih diperselisihkan adalah: Khamr Alkohol Mani Kotoran Hewan Yang Dagingnya Boleh Dimakan Muntah A. Khamar Para ulama sepakat mengenai pengharamam khamar jika diminum. Namun, mereka berselih mengenai najis atau tidaknya khamar tersebut. Pendapat Pertama: Semua para ulama madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hambali sepakat mengatakan khamar itu najis. Dalilnya firman Allah Swt:
َ َ ُّ َ ر ََْْ َ ر َْْ َ ْ ْ َ ْ َ ْ َْ َ ر َ ْ ْ َ َ َ ٌ َ َ ُان ِ ياُأيه ِ ُرجس ُ ُِمن ُعم ِل ُالشيط ِ اُاَّلين ُآمن ِ واُإنماُاُخمر ُوالمي ِِس ُواألنصاب ُواألزالم ْ ْ ََر َ ْ َ ُ فاجتَنِبوهُلعلكمُتف ِلح ون “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, berjudi, berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al Maidah: 90)
ٌ ْ
Allah menyebutkan khamar dalam ayat di atas dengan kata rijs (س ُ ) ِرجyang berarti kotoran, sehingga Allah memerintahkan untuk menjauhi khamar tersebut, dan sesuatu yang kotor yang diperintahkan untuk dijauhi adalah najis.
Pendapat Kedua Bahwa khamar tidak najis. Sebagian ulama yang berpendapat demikian di antaranya Al-Muzani, Daud Zahiri, Asy-Syaukani, ash-Shan’ani dan juga Rabi’ah guru Imam Malik. Juga pandangan ulama abad ini yaitu Ibnu Baz, Ibnu Utsaimin, dan Al-Albani. Diantara dalil-dalilnya adalah, ketika ada seorang laki-laki akan menghadiahkan segentong arak kepada Rasulullah , namun beliau menolaknya dan mengatakan bahwa Allah Swt telah mengharamkan arak, lalu orang tersebut berniat akan menjualnya, maka Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah Swt telah mengharamkan minum khamar dan Allah Swt juga telah mengharamkan menjual khamar.” Lalu laki-laki itu membuka tutup gentong dan menumpahkan khamar ke tanah. (HR. Muslim). Saat orang itu menumpahkan khamarnya, Nabi tidak memerintahkan agar menumpahkannya ke tempat yang jauh dan juga tidak memerintahkan untuk membersihkannya sebagaimana beliau memerintahkan para sahabat untuk
27
membersihkan lantai saat seorang badui kencing di dalam masjid. Hal ini menunjukkan bahwa khamar tidak najis.
B. Alkohol Alkohol adalah cairan tidak berwarna yang mudah menguap, mudah terbakar, dan tidak berwarna. Dan alkohol tersebut tebagi menjadi beberapa jenis, diantaranya: Ethanol (C2H5OH): ini adalah jenis alkohol yang sering digunakan secara luas dan juga digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan khamar, karena jika sudah bercampur dengan miras, maka dapat memabukkan. Methanol (CH3OH): ini adalah jenis alkohol yang biasa digunakan dalam bahan pembuatan parfum (minyak wangi), dan bahan bakar. Alkohol jenis ini sangat beracun bahkan dapat mematikan. Isopropil Alkohol: ini merupakan jenis yang sangat beracun dan sama sekali tidak dapat dikonsumsi atau sebagai bahan minuman keras. Jenis ini biasanya digunakan sebagai pembersih kulit atau sterilisasi dan juga di laboratorium atau industri. Apakah Hukum Alkohol Sama Dengan Khamar? Para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini sebagai berikut: Pendapat Pertama: Syaikh Muhammad Rasyid Ridha dan beberapa ulama kontemporer mengatakan, bahwa alkohol bukanlah khamar. Alasannya, karena adanya perbedaan antara khamar dan alkohol. Khamar terbuat dari hasil buah-buahan yang telah difermentasikan, sedangkan alcohol adalah senyawa kimia. Alkohol tidak dapat disebut khamar, baik secara bahasa maupun syari’at, meskipun alkohol adalah zat utama yang memabukkan dalam pembuatan khamar. Pendapat Kedua Mayoritas para ulama kontemporer mengatakan, bahwa alkohol sama dengan khamar. Alasannya, Nabi menyamakan hukum segala sesuatu yang memabukkan dengan khamar, meskipun nama asli zat tersebut bukan khamar. Dalam riwayat Ibnu Umar ra, Nabi bersabda:
ُّ َ ٌ َ َ ُّ ٌ ُكُ ََخْرُ َح َر ْ ُكُم ُام ُ ُ ُ و ُ ُ ام ر ُح ر ُ ك س ِ ٍ ٍ
“Setiap yang memabukkan adalah khamar, dan setiap yang memabukkan adalah haram.” (HR. Muslim)
Berdasarkan hadits di atas, maka hukum alkohol sama dengan khamar, karena alkohol merupakan bahan utama yang memabukkan dalam pembuatan khamar, namun bukan keseluruhannya. Namun, tidak semua jenis alkohol hukumnya sama dengan khamar. Hanya jenis ethanol saja yang hukumnya sama dengan khamar, sehingga tidak boleh digunakan untuk kepentingan apapun, karena hanya jenis ini saja yang menjadi unsur utama yang memabukkan dalam pembuatan khamar. 28
Sedangkan alkohol jenis lain, hukumnya sama dengan racun, karena dapat mengakibatkan kematian bagi yang meminumnya. Sehingga boleh digunakan untuk kepentingan apapun selain diminum. Hal ini menunjukkan bahwa alkohol bukanlah mutlak khamar. Hukum alkohol jika sudah bercampur dengan zat lain pada dasarnya hukum alkohol sama dengan air. Jika bercampur dengan yang halal dan suci, maka halal pula hukumnya. Dan ia bisa berubah statusnya menjadi haram, jika bercampur dengan yang haram dan najis, sehingga tidak boleh digunakan. Berarti yang ditinjau di sini adalah hukum campurannya. Ingat, alkohol bukanlah khamar. Harus dibedakan antara alkohol sebagai senyawa kimia dengan minuman beralkohol. Karena khamar sudah pasti mengandung alkohol, tapi alkohol belum tentu khamar. Kesimpulan Parfum masuk dalam kategori yang halal dan suci, karena sebanyak apapun seseorang menggunakan parfum, ia tidak akan memabukkan (tanda kutip, tidak untuk diminum). Begitu pula dengan roti, karena pada saat roti dipanggang, maka alkohol yang terdapat pada adonan roti tersebut akan menguap (terurai) tanpa meninggalkan bekas sama sekali. Adapun mengenai juice, minuman ini tidak memabukkan sekalipun dikonsumsi dalam jumlah banyak. Karena jika dikonsumsi dalam jumlah banyak dapat memabukkan, maka sedikitnya pun tetap haram. C. Mani Terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama mengenai hukum mani. Imam Syafi’i dan Imam Hambali berpendapat bahwa, mani tidak najis (suci). Ada pun Imam Malik dan Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa Mani itu najis. Berdasarkan hadits Rasul : “Sesungguhnya baju itu dicuci karena lima perkara: kotoran, air kencing, muntah, darah dan air mani.” (HR. Daruqutni) D.Kotoran Hewan Yang Dagingnya Boleh Dimakan Para ulama juga berbeda pendapat dalam masalah ini. Jumhur ulama (kecuali Imam Hambali) mengatakan najis. Sedangkan Imam Hambali mengatakan tidak najis dengan dalil: “Beberapa orang dari kabilah ‘Ukel dan Urainah singgah di kota Madinah. Tidak berapa lama perut mereka menjadi kembung dan bengkak karena tak tahan dengan cuaca Madinah. Menyaksikan tamunya mengalami hal itu, Nabi memerintahkan mereka untuk mendatangi unta-unta milik Nabi yang digembalakan di luar kota Madinah, lalu minum dari air kencing dan susu unta-unta tersebut. (HR. Bukhari Muslim)
29
D. Muntah Muntah Najis Jumhur ulama seperti Al-Malikyah, Asy-Syafi’iyah, dan Al-Hanabilah sepakat mengatakan bahwa apa yang dimuntahkan oleh seseorang adalah sesuatu yang hukumnya najis. Dasarnya karena muntah adalah makanan yang telah berubah di dalam perut menjadi sesuatu yang kotor dan rusak. Pendapat ini didukung pula oleh dalil yang lemah: “Wahai Ammar, sesungguhnya pakaian itu dicuci oleh sebab salah satu dari 5 hal: kotoran, air kencing, muntah, darah, dan mani.” (HR. Ad-Daruquthny) Al-Hanafiyah bahkan mengatakan bahwa muntah itu hukumnya najis mughlladzah (najis berat). Muntah Tidak Najis Sedangkan Ibnu Hazm dan Syaukani mengatakan bahwa muntah itu tidak najis. Dasarnya karena mereka tidak menerima hadis di atas sebagai hadis yang shahih. E. Najis-Najis Yang Dimaafkan Najis-najis yang dimaafkan adalah benda yang pada hakikatnya najis atau terkena najis, namun karena kadarnya sangat sedikit atau kecil sehingga dimaafkan. Para ulama mengatakan bahwa termasuk ke dalam najis yang dimaafkan adalah najis yang padat (bukan cair) yang hanya sedikit sekali yaitu hanya selebar uang dirham (317 gram) atau setara 20 qirath. Sedangkan untuk najis yang berbentuk cair seluas lebar tapak tangan saja. Namun dalam pandangan mereka meski najis itu dimaafkan tetap saja haram melakukan shalat bila badan pakaian atau tempatnya terkena najis yang dimaafkan Mazhab Hanafiyah Mazhab ini mengatakan bahwa termasuk najis yang dimaafkan adalah beberapa tetes air kencing kucing atau tikus yang jatuh ke dalam makanan atau pakaian karena darurat. Juga akibat percikan najis yang tak terlihat oleh mata telanjang. Mazhab Malikiyah Mereka mengatakan bahwa yang termasuk najis yang dimaafkan adalah darah manusia atau hewan darat yang sangat sedikit jumlahnya, juga nanah dan muntah yang sedikit, kira-kira selebar titik hitam pada uang dirham. Baik najis itu berasal dari dirinya atau dari orang lain termasuk dari hewan. Bahkan termasuk darah dari babi. Mahdzab ini juga memasukkan yang termasuk najis yang dimaafkan adalah air kencing yang sedikit sekali yang keluar tanpa mampu dijaga karena penyakit termasuk di dalamnya adalah mazi, mani dan yang keluar dari anus. Juga air kencing anak kecil dan kotorannya buat ibu yang sedang menyusuinya karena nyaris mustahil tidak terkena sama sekali dari najis yang mungkin hanya berupa percikan atau sisa-sisa yang tak nampak.
30
Mazhab Syafi’iyah dan Hanbalilah Kedua mazhab ini dalam masalah najis yang dimaafkan ini nampak lebih keras, sebab yang dimaafkan bagi mereka hanyalah yang tidak nampak di mata saja. Atau darah nyamuk, kutu, bangsat atau serangga lain yang tidak punya darah cair. Juga sisa bekas berbekam (hijamah) bekas lalat dan lainnya.
31
Bab Wudhu Tata Cara Wudhu Fardhu Wudhu: 1. Berniat Dalam Hati
ْ َ َر َ َ ْ ِّ َ َ ر ر َ َ ِّ ُماُنوى ُئ ِ ِإنماُاألعمالُبِانلي ٍ اتُوإِنماُ ِلُكُام ِر
“Sungguh niat itu tergantung niat dan (pahala) setiap tergantung apa yang diniatkannya.” (HR. Bukhari Muslim) 2. Membasuh Wajah 3. Membasuh Tangan Sampai Pergelangan 4. Menyapu Rambut 5. Membasuh Kaki Hingga Mata Kaki Dalil fardhu wudhu nomor dua sampai nomor lima tercantum dalam ayat AlQur’an:
َ َ ُّ َ ر ْ َ ْ َ ََْ ْ َ ْ َ َ َ ْ ْ َ ر َ َ َ َ ُُاَّلين ُآ َمنوا ُإِذا ُقمتم ُِإَل ُالصال ِة ُفاغ ِسلوا ُوجوهكم ُوأي ِديكم ُإَِل ُالمرا ِف ِق ِ يا ُأيها َْْ َ ْ َ ْ َ ْ ََ ْ َ ْ ُِ وسكمُوأرجلكم ُِإَلُالكعب ني ِ َوامسحواُبِرء “Hai orang-orang yang beriman apabila kamu hendak mengerjakan shalat maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (QS Al-Maidah: 6).
6. Tertib (Berurutan)
َ َََ َ ر ِاب ْ َدؤواُبِماُبدأُاَّللُبِ ُِه
“Mulailah dengan apa yang telah dimulai oleh Allah.” (HR. Muslim dan Nasa’i)
Keterangan Tambahan 1. Wajib Meratakan Air Wudhu Air wudhu wajib diratakan dan tidak sah wudhu jika ada bagian tidak tersentuh air wudhu.
ََ ََ َ َ ََ ً َ َ َ َ ْ ُلَع ُقَ َدمه ُفَأَب َ َ ْ ُ َف َق َالُ َصه ُانلَب َ ُُْارج ْع ُفَأَ ْحسن ْ َ َ ُفَتك ُمو ِلع ُظف ٍر ُ أن ُرجال ُتولأ ِِ ِ ِ ِ َ َ َ َ َ ََ َ َ .ل ُ ُص ولوءكُُفرجعُثم 32
“Ada seorang lelaki berwudhu dan meninggalkan bagian yang tidak dibasuh di atas kakinya seukuran kuku lalu Nabi melihatnya. Beliau bersabda “Kembalilah perbaikilah wudhumu.” Lalu dia pun mengulangi wudhu dan sholat.” (HR. Muslim) 2. Wajib Melebihkan Basuhan Agar Yakin Semuanya Terbasuh Dalilnya adalah kaidah ushul fiqih:
َ َ ر ٌ اج ُب ُِ الُ ُبِ ُِهُ ُفهُ َُوُ َُو ُ اجبُُُِا ُِ الو َُ ُاالُ ُيَ ُِت ُُّم ُ َُم
“Suatu kewajiban yang tidak sempurnya kecuali dengannya maka cara itu menjadi wajib.”
ْ َ ْ َ ًّ َ ر ْ َ ْ ْ َ ََْ ََ َ َإ رن ُأ رمت ُي ْد َع ْو َن ُيَ ْو َم ُالْقي ُار ُالولو ِء ُُفم ِن ُاستطاع ُ ِمنكم ُأن ُآث ن م ُ ني ل ج اُُم ر ُغ ة ام ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ْ ْ َْ َ َ ُ ي ِطيلُغ ررتهُفليَف َع ل “Sungguh umatku akan dipanggil nanti pada hari kiamat dalam keadaan bercahaya di sekitar wajah tangan dan kaki karena bekas wudhu. Karena itu barangsiapa diantara kalian yang mampu melebihkan basuhannya lakukanlah.” (HR. Bukhari Muslim)
Dari Abdullah Ibnu Zain Ibnu Ashim tentang cara berwudhu dia berkata: Rasulullah mengusap kepalanya dengan kedua tangannya dari muka ke belakang dan dari belakang ke muka.” (HR. Bukhari Muslim) 3. Menyapu Rambut dan Membasuh Telinga Sesudahnya Tanpa Mengambil Air Baru:
ْ َ َ َ ر َ َ ْ ََ َ َ َ َْ َْ َ َ ََ َْ َْ َ ر ر ْ ْ ْ َ َ ُني ُِف ُأذني ِه ُومسح ُبِ َِِهامي ِه ُظا ِهر ُأذني ِه ُِ ثم ُمسح ُبِ َرأ ِس ِه ُوأدخل ُإصبعي ِه ُالسباحت َ َ َ َْ َ َ ُو َص رح. َحهُاَْنُخ َزيْمة َ اِئ َ وُداو ُّ ِ دُوالنر َس أخرجهُأب “Kemudian beliau mengusap kepalanya dan memasukkan kedua jari telunjuknya ke dalam kedua telinganya dan mengusap bagian luar kedua telinganya dengan ibu jarinya.” (HR. Abu Dawud dan Nasa’i. Ibnu Khuzaimah mensahihkannya)
33
Sunnah Sunnah Wudhu
1. Bersiwak (Menggosok Gigi)
َ َ ْ َ َ َْ ِّ َ ْ ر َ َ ر ِّ ْ ْ ْ َ َ ُ اكُ ِعندُُكُولو ٍُء ِ لوالُأنُأشقُلَعُأم ِتَُألمرتهمُباِلسو
“Kalau bukan karena akan memberatkan umatku maka akan kuperintahkan mereka untuk bersiwak setiap akan wudlu.” (HR. Bukhari Muslim) 2. Membaca Basmalah Sebelum Wudhu
َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َِّ َ ْ ْ َ ََ َ الُول ُُعليْ ِه وءُل ِ َم ْنُل ْمُيَذك ِرُاسمُاَّللُتعاَل الُ َصالةُل ِ َم ْنُالُولوءَُلُو ُ
“Tidak ada sholat bagi orang yang tidak berwudhu dan tidak ada wudhu bagi orang yang tidak menyebut nama Allah ta’ala atasnya.” (HR. Abu Dawud disahihkan Al-Albani)
3. Mencuci Tangan Hingga Pergelangan 4. Madhmadhoh dan Istinsyaq Bersamaan Madhmadoh: berkumur-kumur. Istinsyaq: menghirup air oleh hidung dan mengeluarkannya. Madhmadoh dan Istinsyaq harus dilakukan bersamaan dengan air wudhu yang sama.
ََ َْ ر ً َ َ َ َ َ ْ َ َ َ ٍّ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ َ َ ْ َ َ َ َ ُاحد ٍةُيفعلُذلِك ُُثالثا ِ ُيدهُفمضمضُواستنشقُ ِمنُكفُوُثمُأدخل
“Kemudian beliau memasukkan tangannya lalu berkumur dan menghisap air melalui hidung satu tangan beliau melakukannya tiga kali.” (HR. Bukhari Muslim)
5. Menyela-Nyela Jenggot
ْ ِّ َ َ َ ُُِحلْيَتَه ُِفُالولوء ل ِ َكنُُيل
“Bahwa Nabi menyela-nyelai jenggotnya dalam berwudhu.” (HR. Tirmidzi dan sahih menurut Ibnu Khuzaimah) 6. Menyela Jari Tangan dan Kaki
َ ْ َ ْ َ ْ ِّ َ َ َ ْ ْ َْ ْ ََ َ ْ ْ َ َ َْ ر َ َ قَ َال ُن ُتكون ُ اق ُإال ُأ ش ن ت س ُاال ُف غ ل ا ب ُو ع اب ص ُاأل ني َُ ل ل خ ُو وء ل و ُال غ ب س أ ُ ُ ول ُ س ُر ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ُ َصائِ ًما 34
“Sempurnakanlah dalam berwudhu’ usaplah sela-sela jari dan isaplah air ke dalam hidung dalam-dalam kecuali jika engkau sedang berpuasa.” 7. Menggosok Dan Menyela Ketika Wudhu
ََ ْ َ َ َ َ َ ٍّ ْ َ ر َ َ ْ إن ر ُانل ر َُُأَتُبِثلَثُمدُفجعلُيدلكُ ِذراعي ِهُب ِ
“Bahwa Nabi pernah diberi air sebanyak dua pertiga mud lalu beliau gunakan untuk menggosok kedua tangannya (sampai siku).” (HR. Ahmad dan disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah). 8. Berwudhu 3 Kali Basuhan Kecuali Membasuh Rambut dan Telinga Hanya Sekali Nabi pernah berwudhu sekali kali basuhan, pernah dua kali, dan pernah tiga kali. Jadi bilangan itu semua boleh dilakukan tapi terlarang melebihi tiga kali basuhan. Boleh membasuh sekali dua kali atau tiga kali. Atau sebagaian anggota wudhu boleh di basuh sekali yang lainnya dua kali dsb
َ َ ًََ ًََ ََ ََ َ ُُوسلمُمرةُمر ُةَُولأُانل ِب
Sekali Basuhan:
“Nabi pernah berwudhu sekali-sekali -untuk tiap anggota badan yang dibersihkan.” (HR. Bukhari) Dua Kali:
“Nabi berwudhu dua kali-dua kali.” (HR. Bukhari) Tiga kali basuhan dan larangan melebihinya:
َََْ َََْ َ َ ََ ََ َ َ ُِ نيُمرت ني ِ تولأُمرتُأنُانل ِب
ََ ً َ ََ َ ََ َ َ ََ َ َ ْ َ َِّ َ َ َ َ َ َ ْ َ َ َ َ َ ُُفقالُياُرسولُاَّللُكيفُالطهورُفدَعُبِماء ٍُِِفُإِناءٍُفغسلُكفي ِهُأنُرجالُأَتُانل ِب ْ َ َ َ َ َ ََْ َ َ ًَ َ َ ًَ َ ْ َ َ َ َ َ ًَ َ ْ ْ َ َ ُُوج َهه ُثالثا ُث َم ُغ َسل ُ ِذ َراعيْ ِه ُثالثا ُثُ َم ُمسح ُبِ َرأ ِس ِه ُفأدخل ُِإصبعي ِه ثالثا ُثم ُغسل َ َْ َ َ َ َ ََ َْ َْ َ َ َ َ َْ َ َالسب َ ْ َاحت َ ُوب َ ُظا ِهر ُأذ َنيْ ِه ُاط َن ُأذنيْ ِه ُثُ َم ني ُِِف ُأذني ِه ُومسح ُبِ َِِهامي ِه ُلَع ِ ني ُب ِ ِ السباحت ِ ِ
35
ْ َ َ َ َ َ َ ًَ َ ًَ َ َْ ْ َ َ َ َ َ ََ َْ َ َ ََ َ َ ْ َ َ َُُف َق ْد ُأَ َساء ُرجلي ِه ُثالثاُثالثاُثم ُقال ُهكذاُالولوء ُفمن ُزاد ُلَع ُهذاُأو ُنقص ِ غسل َ َ َ َْ ََ ََ َ َ َ َ ُ اء ُ وظلمُُأوُُظلمُوأس Bahwa ada seorang lelaki yang datang kepada Nabi dan bertanya “Wahai Rasulullah bagaimanakah cara bersuci?” beliau pun meminta dibawakan air di dalam ember lalu membasuh kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali. Kemudian beliau membasuh wajahnya sebanyak tiga kali. Kemudian beliau membasuh kedua lengannya sebanyak tiga kali. Kemudian beliau mengusap kepalanya lalu memasukkan dua jari telunjuknya ke dalam telinganya dan mengusap bagian luar daun telinga dengan kedua ibu jarinya sedangkan kedua ibu jarinya digunakan untuk mengusap bagian dalam telinganya. Kemudian membasuh kedua kakinya sebanyak tiga kali-tiga kali. Kemudian berkata “Demikianlah tata cara berwudhu. Barang siapa yang menambah atau mengurangi sungguh dia telah berbuat jelek atau melakukan kezaliman.” atau “Berbuat kezaliman atau melakukan kejelekan.” (HR. Abu Dawud disahihkan an-Nawawi dan hasan sahih menurut al-Albani) Boleh Berbeda bilangan dalam wudhu:
ْ َ َ ْ َ َ ْ َِّ َ ْ َ َ َ َ َ َ َ َ ْ َ ْ َ ُُْفَ َد ََعُبتَ ْورُ ِمنُُع ْنُولوءُِانلَب د ي ُز ن َُ ُاَّلل د ب ُع ل أ ُس ن س ُح ِب ُأ ن َُو ر ُ م ُع ت د ش ِه ٍ ٍَ ِ ِ ٍ ِ ِ َ َ َ َََ َ َ َ ْ َ ً ََ ََْ َ َ ََ َْ ْ ََ ََْ ََ َ ْ َ َ ُ ُفأكفأ ُلَع ُي ِدهِ ُ ِمن ُاَّلو ِر ُفغسل ُيدي ِه ُثالثاُثم ُأدخلُ ما ٍء ُفتولأ ُلهم ُولوء ُانل ِ ِب َ َ َ َ ََ َََْ ْ َ َ َ َْ ْ َ َ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ َ َ ََ ََ َ َ َْ َ َ ُات ُثم ُأدخل ُيده ُفغسل ُوجهه ُ يَ َده ُِف ُاَّلو ِر ٍ ُفمضمض ُواستنشق ُواستنَث ُثالث ُغرف َْ َ َ َ َ َ َ َ َ ْ َ َ َ َ ً ََ َ ُغ َس َل ُيَ َديْه َ ُم َر َت ْنيُإ ََل ُالْم ْر َف َق ْني ُث َُاُوأَ ْدبَر َُ ُرأ َسه ُفَأ ْقبَ َل ُبه َم ح س م ُف ه د ُي ل خ د ُأ م ثالثاُثم ِ ِ ِ ِ ِ ِِ َْْ َ ْ َ َْ ْ َ َ َ َ ً َ َ ًَ َ ُِ ُرجلي ِه ُِإَلُالكعب ني ُ احدةُثم ِ مرةُو ِ ُغسل Aku melihat Amr bin bin Abi Hasan bertanya kepada Abdullah bin Zaid ra mengenai tata cara wudhu Nabi . Dia pun meminta dibawakan sebuah ember yang berisi air. Kemudian berwudhu untuk mereka sebagaimana cara wudhu Nabi Saw. Dia mengambil air dengan tangan kemudian dituangkan di atas telapak tangannya dan membasuh kedua telapak tangan itu sebanyak tiga kali. Kemudian dia memasukkan tangannya ke dalam ember lalu berkumurkumur beristinsyaq dan beristintsar dengan tiga kali cidukan telapak tangan. Kemudian dia masukkan tangannya ke dalam ember lalu membasuh wajahnya sebanyak tiga kali. Kemudian dia membasuh kedua tangannya sebanyak dua kali hingga dua siku. Kemudian dia masukkan tangan ke dalam ember lalu mengusap kepalanya dari depan ke belakang terus ke depan lagi hanya sekali. Kemudian dia membasuh kedua kakinya hingga kedua mata kaki. (HR. Bukhari Muslim)
9. Mendahulukan Bagian Kanan
ِّ ْ َ َ َ ُو ُي ْعجبه رُُب َ ُوتَ َر ُّج ِل ِه َ ُاَّليَ ُّمنُف َُتنَ ُّع ِل ِه ََك َن ر ُّ ُورهُِو ِِفُشأنِ ِهَُك ِه ه ط ُانل ِ ِ ِ ِ
“Adalah Nabi suka mendahulukan yang kanan dalam bersandal menyisir rambut bersuci dan dalam segala hal.” (HR. Bukhari Muslim) 36
10. Muwalah Tidak berhenti jangan sampai anggota wudhu sebelumnya kering.
َ َ ََ َ ْ ُّ َ ْ َ ََْ ْ َ َ ً َ َ َُوءك ْ َ ُ ِا ْرج ْعُفَأ ْح ِس ْنُول:ُف َق َال ر ُّ ُ ُرجالُو ِِفُقد ِم ِهُ ِمثلُالظف ِرُلمُي ِصبهُالماءُرأىُانل ِب ِ “Adalah Nabi melihat seorang pria yang pada telapak kakinya ada sebesar kuku yang belum terkena air maka beliau bersabda: “Kembalilah lalu sempurnakan wudhumu.” (HR. Abu Dawud dan Nasa’i)
َ َ ْ َ َ ْ َ َ ْ َ ََ ر َ ر َْ ْ َ َ ْ ْ ْ َ َ َ َ َ ر َ َ ر ُُأشهد ُأن ُال ُِإَل ُِإال ُاَّلل ُوحده ُال:ماُ ِمنكم ُ ِمن ُأح ٍد ُيتولأ ُفيس ِبغ ُالولوء ُثم ُيقول ر ْ َ ْ َ َ ْ َ َ َْ ر َ ر ر َ ً َ َ َ ََ ْ َ َ ر َ ر ْ ُْج َعلِْن ُ ِمن َ َ َشيك َُل ُوأشهد ُأن ُُممداُعبده ُورسوَل ُ ِإال ُف ِتحت َُل ُأبواب ُالن ِة ُاللهم ُ ِا ِ ِ ْ ْ َ ْ َ َ َ رر َُ ُواج َعل ِِنُ ِم ْنُالمتَ َط ِّه ِر ين اَني ِ اَّلو 11. Berdoa Setelah Wudhu
“Tidak ada seorang pun di antara kalian yang berwudhu dengan sempurna kemudian berdo’a: Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Yang Esa tiada sekutu bagiNya dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu hambaNya dan utusanNya-kecuali telah dibukakan baginya pintu syurga yang delapan ia dapat masuk melalui pintu manapun yang ia kehendaki.” (HR. Muslim dan Tirmidzi) Redaksi hadist Tirmidzi ada tambahan doa:
َْ ْ َ ر ر ْ َ َ ْ َ رر َ اج َعلِْنُ ِم ْنُاَلْمتَ َط ِّهر ُين ُو ني َا و َّل ُا ن م ُ ِن ِ ِ ِ ِ ِ اللهمُ ِاجعل
“Ya Allah jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku pula termasuk orang-orang yang selalu mensucikan diri.”
َْ َ َْ َ ِ ر َ ْ َ َ ِّ ْ َ َ َ ر َ ر َ َ َ َ ُ يتولأُبِالمدُويغت ِسلُبِالصاع ُِإَلَُخس ِةُأمدا ٍد َُّلل ِ َكنُرسولُا
12. Hemat Menggunakan Air
“Adalah Rasulullah berwudhu’ dengan satu mud air dan mandi dengan satu sho’ hingga lima mud air.” (HR. Bukhari Muslim)
Satu Mud: volume air yang ditampung 2 tangan. 1 Sho: volume yang sama dengan 4 kali tampungan oleh kedua tangan.
37
Makruh Dalam Wudhu
1. Berlebihan Atau Pelit Menggunakan Air
َ ر ْ ََ ُّ الَُي َ بُالْم ِْسف ُني ُ ُ ُ ه ُ ن إ ُُوا ف ِس ِِ ِ ِ ِ والُت
“Dan janganlah berlebih-lebihan sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf: 31)
َ َ انره ُّ ُو ُهذهُاْال رمةُقَ ْو ٌم َُي ْعتَد ْو َنُِف ر ْ ُسيَك َ ُالطه ْور ُاد ََع ِء ُِف ن و ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
”Sesungguhnya akan ada di kalangan umat ini suatu kaum yang berlebih-lebihan dalam bersuci dan berdo’a.” (HR. Abu Daud dan Ahmad. Al-Albani mesahihkannya) 2. Mendahulukan Bagian Kiri 3. Menyeka atau Mengelap Air Wudhu Kecuali karena uzur seperti hawa yang sangat dingin ataupun panas yang menyiksa manakala air lama berada pada tubuh atau karena khawatir terhadap najis ataupun debunya.
َ ََ ْ َ َر ُِتُبِ ِمن ِدي ْ ٍلُفل ْمُي َم رسه ُ ِاُانه
“Bahwasanya Nabi pernah diberi sapu tangan namun beliau tidak mengusapkannya.” (HR. Bukhari Muslim) 4. Memukulkan Air Pada Wajah. 5. Membasuh Lebih dari Tiga Basuhan Atau Kurang:
َ ََ َ َ َ ْ ََ َ ََ َْ َ َ ََ َ َ ْ َ َ ْ ْ َ َ َ ُُوظل َم هكذاالولوءُف ُمنُزادُلَعُهذُاوُنقصُفقدُاساء “Beginilah cara berwudhu barangsiapa menambah atau mengurangi dari ini berarti telah berbuat kesalahan dan dholim.” (HR. Abu Dau, danُImam Nawawi mensahihkannya). 6. Dibantu Orang Lain 7. Menyangatkan Menghirup Air Ketika Puasa
ر ْ َ َ َ ْ ْ ًُصائما َ الُا َ ْنُتَك ْو َن اق ُِإ ش ن ت س ُاْل ُف غ وُبا ِل ِ ِ ِ ِ ِ
“Hiruplah air ke dalam hidung denganُ sangat kecuali kamu sedang berpuasa.” (HR. Tirmidzi Abu Dawud: dan Ibnu Majah. Dishahihkan oleh al Albani)
38
Yang Membatalkan Wudhu 1. Keluar Sesuatu dari Lubang Kelamin dan Anus.
َْٓ َ ٌ َ َ َٓ َ َْ ُ ِ ِن الغائ ط ُ أوُجا ُء أح ُد ِمنكمُ ِم
…atau kembali dari tempat buang air (kakus).” (QS. Al-Maidah: 6)
َ ْ َ َ ْ َ َ َ ر َََ ر َ ََ َ َْ َ َ الُيقبَلُاللُصالةُأح ِدكم ُِإذاُأحدثُحتُيتول ُأ ُ
“Allah tidak menerima shalat salah seorang dari kalian jika ia berhadats sampai ia berwudhu.” (HR. Bukhari) 2. Kentut
َ َْ ًْ َ ََ َْ َ َ ْ َ َْ َ ًُُي َدُرَيا ِ الُين ِ ِ َصفُحتُيسمعُصوتاُأو
“Janganlah berpaling hingga ia mendengar suara atau mendapati bau.” (HR. Bukhari Muslim). 3. Menyentuh Kemaluan dan Dubur
َ َ َْ ر َ َم ْن ُُم رسُذك َرهُفليَتَ َولأ “Siapa yang menyentuh kemaluannya maka harus berwudhu.” (HR. Ahmad dan AtTirmizy) 4. Keluar Madzi atau Wadzi
َْ َ ََ ََََ ر ُيغ ِسلُذكرهُويتولأ
“Hendaklah ia mencuci kemaluannya dan berwudhu.” (HR. Bukhari Muslim)
Sama seperti madzi wadzi pun membatalkan wudhu:
ْ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َْ َ ََ َ ْ ْ َ َ َ ُ .اغ ِسلُذكركُأوُمذا ِكريكُوتولأُولوءكُلِلصال ُِة
“Cucilah kemaluanmu lantas berwudhulah sebagaimana wudhumu untuk shalat.” (HR. Baihaqi Syeikh Abu Malik mensahihkannya)
39
4. Keluar Mani atau Jimak Meskipun Tidak Keluar Mani
ْ َ َ َ ْ ََ َ َ َ َ َ َ َ َ ََْ َ َ ََْ ر ْ ُِإذاُجلسَُنيُشع ِبهاُاألرب ِعُثمُجهدهاُفقدُوجبُالغسل
“Apabila seorang suami telah duduk di antara empat kaki istrinya kemudian dia bersungguh-sungguh padanya (menggauli istrinya) maka sungguh telah wajib baginya untuk mandi (janabah).” (HR. Bukhari Muslim)ُ Dalam riwayat Muslim ada tambahan:
ْ ْ َْ ْ َ ُْنل ِ و ِإنُلمُي
“Sekalipun ia tidak keluar mani.”
5. Menyentuh wanita
َ َْ ِّ َ ْ َسآء ُ أوُالمستمُالن “Atau kalian menyentuh wanita …” (An-Nisa: 43) 5. Haidh Nifas Istihadhoh 6. Tidur Lelap Sampai Tidak Sadar
ْ َ ْ َ َ َ ََْ ر َْ ْ َ َ َ َ ر َ َْ َ َ ْ َ ْ َ َْْ َ ْ َ َ َ انُاِستطلقُال ِوَكءُُومنُنامُفليتول ُأ ِ ُوَكءُالس ِهُف ِِذاُنامتُالعين ِ العني
“Kedua mata adalah tali (penutup) dubur barang siapa yang tidur hendaklah dia berwudhu.” (HR. Ahmad dan Thabrani. Dihasankan oleh Al-Albani)
َ َ َ َْ ْ َ ً َ َ َْ َ َ ر افنَاُثَالث َ َة َُأيامٍر ُُْو َِلَاِله رن ُإالُ ِمن َ ََك َن َ ف ُخ ع ْن ُالُن ن اُأ ر ف اُس ن اُك ذ اُإ ن ر م أ ي ُ ُ ول س ُر ِ ِ ِ ِ ِ ِ ََ َ ََ َ ََ ََْ ُ ُ ٍُُون ْوم ُغئِ ٍطُوبو ٍل ُ ك ْنُ ِم ْن ِ جناب ٍةُُول “Rasulullah memerintahkan kami agar tidak melepaskan khuf (kaos kaki kulit) kami selama tiga hari tiga malam jika kami dalam bepergian kecuali dari janabat. Akan tetapi (kami tidak perlu mencopot khuf) dari buang air besar air kecil (kencing) dan tidur.” (HR. Tirmizi dinyatakan hasan oleh Al-Albany).
َ َ َ َ َ َ ُّ َ َ َ َ ر َ ًََ ْ َ َ َ ََ ََ ْ َ ر ْ َ َ ُ ُينامون ُثم ُيصلون ُوالُ ُاَّلل ِ ول ِ عن ُقتادة ُقال ُس ِمعت ُأنساُيقوالَكن ُأصحاب ُرس َ َ ََ ْ َْ َ ْ َ َ َ َََ ر َ ر ُ ُاَّلل ُِ الُقلتُس ِمعتهُ ِمنُأن ٍسُقالُ ِإيُو ُ يتولئونُق
40
Dari Qatadah dia berkata “aku mendengar Anas ra berkata “dahulu para shahabat Rasulullah tidur kemudian shalat dan tidak berwudhu lagi’ ada yang berkata kau mendengarnya dari anas?” dia menjawab “Ya demi Allah.” (HR. Muslim)
َ َ َ َ َ َْ َ َ َ ر َْ ْ َ ََ َ ر ْ َ َ َ َُتْف َق ُرؤوسه ْم ُثمُر ُِ َكن ُأصحاب ُرس ِ ُلَع ُعه ِد ِه ُينت ِظرون ُال ِعشاء ُحتُ َّلل ِ ول ُا َ َ ُّ َ َ َ َ َ َ ر ُ يصلونُوالُيتولئ ون “Para sahabat ra mereka menunggu shalat isya di zaman Nabi sampai kepala mereka ngantuk dan tertunduk. Kemudian mereka shalat jamaah dan mereka tidak mengulangi wudhu. (HR. Abu Daud dan dishahihkanُoleh Daruquthni dan Al-Albani) 7. Hilangnya Akal Karena Mabuk Pingsan dan Gila 8. Makan Daging Unta
ْ َ ََ َ ْ ْ َ َ ََْ َََ َِّ َ َ َ َ َ ً َ َ َ َ َُُوإ ْن ُشئْت ْ َ َ َ ِ ِ ُأأتولأ ُ ِمن ُحلومِ ُالغن ِم ُقال ُُإِن ُ ِشئت ُفتولأُ أن ُرجال ُسأل ُرسول ُاَّلل ْ َ ََ ْ ََ َ َ ََ َ َ ْ َ ََ َ َ َ ْ ْ َ َ ُِ ُِاْلب ل ِ ُِاْلبِ ِلُقالُ«ُنعمُفتولأُ ِمنُحلوم ِ ِفالُتولأُُقالُأتولأُ ِمنُحلوم “Ada seseorang yang bertanya pada Rasulullah Apakah aku mesti berwudhu setelah memakan daging kambing?” Beliau bersabda “Jika engkau mau berwudhulah. Namun jika enggan maka tidak apa-apa.” Orang tadi bertanya lagi “Apakah seseorang mesti berwudhu setelah memakan daging unta?” Beliau menjawab “Iya kau harus berwudhu setelah memakan daging unta.” (HR. Muslim)
Amalan Yang Disunahkan Untuk Wudhu Keutamaan Wudhu
ْ ْ ْ َََ َْ َ ْ َ ر ََ ر ِّ َ َ َ َ َ ِّ َ ْ ٌاك َ ُ ٍُسو ُ ِ ُومعُُكُولوء،لؤالُأنُأشقُلَعُأم ِتُألمرتهمُبِالولوءُِ ِعندُُكُصال ٍة
“Kalau sekiranya tidak memberatkan umatku biscaya aku perintahkan mereka untuk berwudhu setiap kali hendak shalat dan aku perintahkan bersiwak setiap kali hendak berwudhu.”(HR. Ahmad. Di hasankan oleh Al-Mundziri Al-Albani Al-Arna’uth dll)
َ َ ِّ َ ْ ََر َ َ َْ َْْ ََ ر َ َ َ َ َ ََ ر َ ر ْ ََك َن ر ُّ ُانل ُ ُيتَ َولأ ُ ِعند ُُك ُصال ٍة ُ ُفلما َُكن ُيوم ُالفت ِح ُتولأ ُومسح ُلَع ُخفي ِهُ ب َو َص رل ر َ َُالصل َ اتُبولوء ُاح ٍد ُِ ٍُو و ِ 41
“Nabi selalu berwudhu` setiap hendak sholat tetapi pada hari penaklukan Mekkah beliau berwudhu` dan mengusap di atas kedua khufnya lalu melakukan semua sholat dengan sekali wudhu saja.” (HR. Muslim)
ْ َ َ ْ ََ َ َ ْ ََ ر َ َْ َْ ْ َ َْ َ ر َ ْ َ ََ َ َ َ َ ْ َ ُ ُِاره ُ منُتولأُفأحسنُالولوءُخرجت ِ ُخطاياهُ ِمنُجس ِدهُِحتَُترجُ ِمنَُت ِ تُأظف
“Barangsiapa yang berwudhu lalu membaguskan wudhunya niscaya kesalahankesalahannya keluar dari badannya hingga keluar dari bawah kuku-kukunya.”(HR. Muslim) 1. Membaca Al-Qur’an Berdzikir Atau Belajar Agama
َ َ َ َ رَ َ َْ ََْ َ ر ََ ْ ْ َر َ َ َ ْ َ َ ن ُالْم ر ر ر ُ وهو ُيبول ُفسلم ُعلي ِه ُفلم ُيرد ُعلي ِه ُحت ُ اج ِر ُب ِن ُقنف ٍذ ُأنه ُأَت ُانل ِب ه ُِ َع ِ َ ََ َْ َ َ َ ْ ََ ر َ ر َ َ َ َ ْ َ ْ َ َ ِّ َ ْ َ ْ َ ْ َ ر َ َ ر َ َ ر ر ُُلَع:تولأُثمُاعتذر ُِإِل ِهُفقالُ“ُ ِإِنُك ِرهتُأنُأذكرُاَّللُعزُوجلُإِالُلَعُطه ٍُرُأوُقال َ َط َه ار ٍُة “Dari Al Muhajir bin Qunfudz bahwasanya dia pernah menemui Nabi ketika beliau sedang buang air kecil lalu dia mengucapkan salam kepada Nabi namun beliau tidak menjawab salamnya hingga berwudhu kemudian beliau meminta maaf seraya bersabda: “Sesungguhnya aku tidak suka menyebut Nama Allah kecuali dalam keadaan suci.” (HR. Abu Dawud) 2.
Semua bentuk dzikir dan selainnya
ََ َ َ َ َْ ْ َ ْ َ َ َ َ َْ َ َ َ ْ َ َْْ َ َْ َ َُُط َهار ُة َ ُلَع ِإنهُلمُيمنع ِِنُأنُأردُعليك ُِإالُأ ِِنُك ِرهتُأنُأذكرُاللُإِال ٍ
“Tidak ada yang mencegahku untuk menjawab (salam) mu namun aku tidak suka menyebut nama Allah kecuali dalam keadaan suci.” (HR. Abu Dawud an-Nasa’I Ibnu Majah adDarimi Ahmad. Hadits sahih) 3. Ketika Hendak Tidur
ْ َ ََْ َ َ ْ َ َ َ ََ ر َْْ َ ْ َْ َ ر َ ر ْ َ َ َ َ ُُش ِقكُاأليم ِن ِ ِإذاُأتيتُمضجعكُفت َول ُأُولوءكُلِلصال ِةُثمُالط ِجعُلَع
“Apabila kamu hendak mendatangi tempat pembaringanmu maka berwudhulah seperti wudhumu ketika shalat lalu berbaringlah di atas bagian tubuhmu yang kanan.”(HR. Bukhari Muslim) Termasuk ketika junub
َ ٌ َ َ َ َْ َ َََ ر َ ر َْ َ ََ ْ َ َ ََ َ َ ََك َن ر ُّ ُانل ُُِ ِإذاُأرادُأنُينامُوهوُجنبُغسلُفرجهُُوتولأُلِلصالةُب ِ
“Nabi biasa jika dalam keadaan junub dan hendak tidur beliau mencuci kemaluannya lalu berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat.” (HR. Bukhari). 42
4. Yang Junub, Ketika Makan Minum, Tidur atau Kembali Jimak
َ َ َ َ ً َََ َ َ ْ َْ َ َ ْ ََ َ ََ ر َ َ ر ر َ َ َ ُ ُ ِإذاَُكنُجنباُُفأرادُأنُيأكلُُأوُينامُُتولأُولوءهُلِلصال ِةُُاَّلل ِ َكنُرسول
“Adalah Nabi apabila junub lalu hendak makan atau tidur maka beliau berwudhu seperti wudhu untuk shalat.” (HR. Bukhari Muslim) “Jika salah seorang dari kamu mendatangi istrinya kemudian ia hendak mengulanginya kembali maka hendaklah ia berwudhu.” (HR. Muslim Abu Dawud Tirmidzi dan Nasa’i) 5. Berwudhu Sebelum Mandi Junub “Apabila Rasulullah mandi janabat beliau memulai dengan mencuci kedua tangannya alalu menuangkan air dengan tangan kanannya pada tangan kirinya lalu mencuci kemaluan beliau lalu berwudhu seperti wudhu untuk shalat.” (HR. Bukhari Muslim) 6. Berwudhu Setiap Batal Wudhu
َ َ َ َ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ َ َ َ َ َ َ َ ْ َ َ َْ ر ْ َ ْ َ ر َ َ ُّ ر َ ُياُبِاللُبِمُسبقت ِِن ُِإَلُالن ِةُماُدخلتُالنةُقطُإِالُس ِمعتُخشخشتكُأم ِاِمُدخلت َ َ َ َ َ ْ َ ر َ ر َ َْ َ َ ر َ َر ْ َ َ َ ْ َ َ َ َْ ر ْ َ ُّ ُُاَّلل ُما ُأذنت ُقط ُإِال ُصليت ول س ُر ا ي ُ ُ اِم م ُأ ك ت ش خ ش ُخ ت ع ارحة ُالنة ُفس ِم ابل ِ ِ ِ ْ َ ْ َ َ ْ َ َ َ َ َ َ ٌ َ ُّ ر َ ر ْ َ َ ْ َ ْ َ َ َ ََ ْ َ ر ر َ َر َ َ ركعتني ُِ َُّللُلَعُركعت ني ُ ُوماُأ ِ ِ صاب ِِنُحدثُقط ُِإالُتولأتُ ِعندهاُورأيتُأن ِ “Wahai Bilal kenapa engkau mendahuluiku masuk surga? Aku tidak masuk surga sama sekali melainkan aku mendengar suara sendalmu di hadapanku. Aku memasuki surga di malam hari dan aku dengar suara sendalmu di hadapanku.” Bilal menjawab “Wahai Rasulullah aku biasa tidak meninggalkan shalat dua raka’at sedikit pun. Setiap kali aku berhadats aku lantas berwudhu dan aku membebani diriku dengan shalat dua raka’at setelah itu.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad. Al-Hafizh Abu Thohir mengatakan sanad haditsnya hasan) 7. Karena Muntah
َ َ َ َ ََْ ٌ َ َ َ ٌ َْ ْ َ َ َ ََ َ َ َ َ ْ َ ر ً َصائُ ُاَّلل َ ََك َن ُري ُرمضان ُفأصابه ُأح ِسبه َُقء ُوهو ُصائِم ُفأفطر ُقال ُغ اُف م ول س ُر ِ ِ ِ ِ َ َ َ ْ َ ََ َ َ َ ََْ ََ َ ْ َ َ ْ َ ََْ َ ر َ ر َ ان ُف ُّب ِِن ُفذك َره ُفقال اُاد ْردا ِء ُأخ ُم ْس ِج ِد ُ ِد َمش َق ُفقلتَُل ُإن ُأب ِ معدان ُفل ِقيتُثوب َ ََص َد َقُأَن َُُولوءه َ اُصبَبْتُ َعلَيْ ِه “Adalah Rasulullah pernah muntah lalu beliau berbuka dan berwudhu.” Kemudian aku bertemu Tsauban di Masjid Damaskus lalu aku menyebutkan hadits itu maka ia mengatakan “Ia (Abu Darda) benar. Akulah yang menuangkan air wudhu itu untuk beliau.” (HR.Tirmidzi Abu Daud. Disahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
43
Janabah (Mandi Junub)
Kewajiban Mandi
ْ
َوإنُكنت ْمُجنبًاُفَ ر ُ اط رهر وا ِ
“Dan jika kalian junub maka bersucilah (mandilah).” (QS. Al-Maidah: 6) Dalil umum cara mandi Janabah Dari Aisyah ra:
َ َ َ َ َ َ َ َ َ َْ َ َ َ َ ْ َ َ َ َ َ َ َ َََ َ ََ َ َ َ ْ َ َ َ َ ُ َُكن ُِإذا ُاغتسل ُ ِمن ُالناب ِة ُبدأ ُفغسل ُيدي ِه ُ ُثم ُيتولأ ُكما ُيتولأُ أن ُانل ِب َ َ َ َ َْ ََ َ َ َ َ َْ ْ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ُالث ُ لِلصال ِةُُثمُيد ِخلُأصابِعه ُِِفُالماءُُِفيخ ِللُبِهاُأصولُشع ِرهُِثمُيصبُلَعُرأ ِس ِهُث ْ ََ َ َْ َ ََْ َ َُك ُِه ه ْل ِ ِ ِ ُج ِ غر ٍف َُِيدي ِهُُثمُي ِفيضُالماءُلَع Dari ‘Aisyah bahwa jika Nabi ُ mandi junub beliau memulainya dengan mencuci kedua telapak tangannya. Kemudian beliau berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Lalu beliau memasukkan jari-jarinya ke dalam air lalu menggosokkannya ke kulit kepalanya kemudian menyiramkan air ke atas kepalanya dengan cidukan kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh kulitnya.” (HR. Bukhari Muslim)
َ َ ْ َ ْ َ ْ َْ َ َ َ َ َ َ َ ر ْ َ ر َ ْ َ ْ َ َ ً ر ََْ ر َ ْ َ َ ُني ُأو ُثالثاُثم ُأدخل ُيده ِ ول ِ أدنيت ُلِرس ِ ُ غسله ُ ِمن ُالناب ِة ُفغسل ُكفي ِه ُمرتُ ُاَّلل َ َ َ َْ ْ َ ر ًَْ َ َ َ َ ْ َ ََ َ ُو َغ َسلَه ُبش َماَل ُث رم َ َُض َب ُبش ْ َ َ َُك ُ اَل ُاأل ْرض ُف َدلك َهاُدل م ه ج ر ُف ُلَع ه ُب غ ِِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ُاْلنا ِء ُثم ُأفر ِ ِف َ َ ً ر ََ ر َ َ ر َ َ َ ْ َ َ ِّ ر َ َ َ ََ َْ ََ َ ََْ ر َ ُات ُ ِملء ُكف ِه ُثم ُغسل ُ ٍ ش ِديداُثم ُتولأُولوءه ُلِلصال ِة ُثم ُأفرغ ُلَع ُرأ ِس ِه ُثالث ُحفن ََ ْ َ ر ََر ْ ْ ََر ََْ َ َ َ َ َ َ ْ َْ ر َ َسائ َر َ ُج ُ ُيلُفرده د ن م ال ُب ه ت ي ت ُأ م ُث ه ي ل ج ُر ل س غ ُف ك ل ُذ ه م ا ق ُم ن ُع َّح ن ُت م ُث ه د س ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ Dari Maimunah ra:
“Aku pernah membawa air mandi untuk junub kepada Rasulullah Lalu beliau memulai dengan membasuh dua telapak tangannya sebanyak dua atau tiga kali. Kemudian beliau memasukkan tangannya ke dalam wadah berisi air lalu menuangkan air tersebut pada kemaluan beliau dan beliau mencucinya (kemaluan) dengan tangan kiri. Setelah itu beliau menggosokkan tangan kiri ke tanah dengan gosokan yang kuat. Kemudian beliau berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Kemudian beliau menuangkan air ke kepala beliau sebanyak tiga kali sepenuh telapak tangan lalu beliau mencuci seluruh tubuhnya. Kemudian beliau bergerak mundur dari tempat beliau berdiri lalu beliau mencuci kedua kakinya. Kemudian aku mengambilkan handuk untuk beliau tetapi beliau menolaknya.” (HR.Bukhari Muslim)
44
Yang Mewajibkan Mandi 1. Jimak Meskipun Tidak Keluar Mani
ْ َْ َْ ْ َ ْ ْ َ َ َ َ ََ َ َ َ َ َ َ َ َ ََْ َ َ ْ ََْ ر ْن ُل ِ ِإذاُجلسَُنيُشع ِبهاُاألرب ِعُثمُجهدهاُفقدُوجبُالغسلُو ِإنُلمُي
“Jika seorang laki-laki (suami) duduk di antara empat cabang (kedua kaki dan kedua tangan) istrinya kemudian menyetubuhinya maka sung-guh ia telah diwajibkan mandi sekalipun tidak mengeluarkan mani.” (HR.Bukhari dan Muslim) 2. Keluar Mani
َْ َْ ُ ال َماءُ ِم ْنُال َما ُِء
“Air itu dari air (barang siapa yang keluar mani maka wajib mandi).” (HR. Muslim) 3. Mati
ْ ِّ َ َ ْ َ َ ْ َ ُ ُني ُِ ُوكفنوه ُِفُث ْو َب اغ ِسلوهُبِماءٍُو ِسد ٍر
“Mandikanlah ia dengan air yang dicampur daun bidara dan kafanilah dengan dua lembar kain.” (HR.Bukhari dan Muslim)ُ 4. Haidh Nifas Istihadhoh (darah kotor) dan Wiladah (melahirkan)
َ َٰ َ َ َ ْ َ ر َ ر َ ُتُي ْطه ْرن ُ والُتقربوهن ُح ‘Dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci.” (QS. Al-Baqarah.222)
َ ْ َ َ َ َ َْ َ َ ر ََْ ْ َ ََ َْ ْ َ َُتْبسك ُصال ٍُة تُتغت ِسلُُك ُحيْ َضت ِكُث رمُ ِاغت ِس ِِلُفَكن ِ ِ امك َِثُقدرُماَُكنت
“Berdiamlah sebagaimana kebiasaan haid menahanmu kemudian mandi dan shalatlah.” (HR. Muslim) 5. Masuk Islam
ََ َ َ ْ َ َر ْ َ َ َ ََْ ْ َ َ ر َ ُّ ُأنُيغت ِسلُبِماءٍُو ِسد ٍُرُأنهُأسلمُفأمرهُانل ِب “Beliau (Qois Ibn Ashim) masuk Islam lantas Nabi ُ memerintahkannya untuk mandi dengan air dan daun sidr (daun bidara).” (HR. Nasai At-Tirmidzi Ahmad. Syaikh Al-Albani mensahihkannya).
45
Fardhu Janabah
1. Niat
ْ َ ََ َ َ ُ ِ ِإنماُاألعمالُبِا ِنلي ات
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari Muslim) 2. Menghilangkan Najis
َ َ َ َ َْ ََ َ ََْ ر َ ُِ ِ ُلَعُفر ِج ِهُوغسلهُب ِ ِشم اَل ُ ثمُأفرغُبِ ِه
….dan beliau mencucinya (kemaluan) dengan tangan kiri….(HR. Bukhari Muslim) 3. Menyiram Air Ke Suluruh Badan
َْ ََ ََ ً َ َ َ ْ ََ ْ َ َ ََ ََ َ َ َ َ َ أماُأناُفآخذُ ِملءُك ِِفُثالثاُفأصبُلَعُرأ ِِسُثمُأ ِفيضهَُعدُلَعُسائِ ِرُجس ُِدى
“Sedangkan saya mengambil dua telapak tangan tiga kali lalu saya siramkan ke kepala kemudian saya tuangkan ke seluruh tubuh.” (HR. Ahmad Syaikh Syu’aib Al-Arnauth meshaihkannya sesuai syarat Bukhari Muslim)
Sunnah-Sunnah Janabah 1. Membaca Basmalah
َ َ َْ َْ َ ْ ْ َ ُّ َ ْ ْ ُ ُللُفهوُأََت ِ سمُا ِ الُالُيبدأُ ِفي ِهُبِب ٍ ُكُأم ٍرُ ِذيُب
Segala urusan yang penting yang tidak dimulai dengan basmalah maka perkejaanya itu tidak berkah.” (HR. Ibnu Abi Syaibah Ahmad Ibnu Majah Abu Dawud an-Nasa'i Ibnu Hibban ad-Daruquthni dan al-Baihaqi. Dihasankan oleh Imam Nawawi dan Ibnu Solah) Meskipun hadist ini hasan tapi ada hadist lainnya yang menguatkan kesunahan membaca basmalah ketika mengawali satu urusan:
ْ َ َ َ ْ َ َ َ َ ِّ ر َ ُيك ُ ُوُكُ ِم رماُيَ ِل يَاُغالمُسمُاَّللُُوُكَُِي ِمي ِنك 46
“Ya nak bacalah “bismilillah” makanlah dengan tangan kananmu dan (ambil) makanan di dekatmu.” (HR. Bukhari Muslim) 2. Wudhu Sebelumnya
َر َ َ َ ْ َ َ َ َ ََ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ْ ر َ ََ ر َ َ َ ََ ر ر ر ُلأ ُ َُكن ُِإذا ُاغتسل ُ ِمن ُالناب ِة ُبدأ ُفغسل ُيدي ِه ُثم ُيتولأ ُكما ُيتو:ُ أن ُانل ِب َ ِّ َ َ َ َ ر َ َ َ ْ َ َ َ ُّ َ ر َ َ ْ َ َ َ َ ُلصال ِة ُث رم ُيد ِخل ُأصابِعه ُِف ُالماءُِفيخلل ُبِهاُأصول ُشع ِرهِ ُثم ُيصب ُلَع ُرأ ِس ِه ُثالث ِل ِّ ْ َ َ َ َ ََْ ر َ ُ ْل ِهَُك ُِه ِ ُج ِ غر ٍف َُِيدي ِهُثمُي ِفيضُالماءُلَع “Adalah Nabi jika mandi janabah Beliau memulainya dengan kedua tangannya lalu berwudhu sebagaimana wudhu untuk sholat lalu memasukkan jari-jarinya kedalam air kemudian menyela-nyela dasar rambutnya kemudian mengguyurkan air diatas kepalanya sebanyak 3 kali dengan kedua telapak tangannya lalu mengguyurkan air keseluruh kulitnya.” (HR. Bukhari Muslim) 3. Membasuh Bagian Kanan Terlebih Dahulu 4. Muwalah
Yang Diharamkan Ketika Junub
1. Shalat
َََْ َ َ ْ َ ْ َََْ َ َ ََ ر ِّ َ َ َ ر َ َ ْ َْ َْ َ ُ تُاحليضةُفد ِِعُالصالةُوإِذاُأدبرتُفاغ ِس ِلُعن ِكُادمُوص ل ِ ف ِِذاُأقبل
“Apabila haidh tiba tingalkan shalat apabila telah selesai (dari haidh) maka mandilah dan shalatlah.” (HR Bukhari dan Muslim) 2. Memegang atau Menyentuh Mushaf Baik bagi yang haidh nifas junub dsb
َ َ َ َ ُّ ر ْ َ ر ُ ون ُ الُيمسه ُِإالُالمطهر
“Tidak menyentuhnya (Al-Qur’an) kecuali orang-orang suci.” (QS. Al-Waqi’ah: 79)
ر َ َ ْ ُوأَن َ ت ْ ال َُتم ُّسُالق ٌُطا ِه ُر َ ال آنُإ ر ِ 47
“Tidak boleh menyentuh Al Qur’an kecuali engkau dalam keadaan suci.”ُ (HR. Malik Nasai Ibnu Hibban Baihaqi dan Hakim menurutnya sanadnya sahih begitu pula Al-Albani) Tidak termasuk mushaf: Al-Qur’an terjemah, kitab fikih, tafsir, buku Islam. Dibolehkan dalam keadaan hadast memegangnya: Anak kecil guru dan murid yang sedang mempelajari Al Qur’an (bagi yang haidh dan nifas dsb tapi terlarang bagi yang junub). Tapi untuk ihtiyat (hati-hati) hendaknya membuka lembaran mushaf dengan sesuatu (tidak menyentuh langsung dengan tangan). Sepeti memakai gagang pulpen sarung tangan dsb.
3. Membaca Al-Quran “Rasulullah ُ membacakan Al-Quran kepada kami kecuali ketika beliau sedang junub.” (HR. Abu Daud Nasa’i Tirmidzi Ibnu Majah Ibnu Hibban dan Ahmad)
َ ْ َ َ ِّ َ ْ َ ْ َ ْ َ ر َ ر َ َ َ ْ ُ ِإِنُك ِرهتُأنُأذكرُاَّلل ُِإالُلَعُط ُه ٍرُأوُطهار ٍُة
“Sungguh aku tidak suka berdzikir kepada Alloh dalam keadaan tidak suci (dari hadats kecil atau besar).” (HR. Ahmad Abu Daud dsb). 4. Tawaf
ْ َ َ َْ َ َ َ َ َْْ َ َ ْ َ َْ َ ْ َ اُي ْف َ ُ تُحتُتطه ِرى ي ابل ُب وِف ط ُت ُال ن ُأ ري ُُغ اج ُاحل ل ع ُفافع ِلُم ِ ِ ِ
“Lakukanlah segala sesuatu yang dilakukan orang yang berhaji selain dari melakukan thawaf di Ka’bah hingga engkau suci (mandi junub).” (HR. Bukhari Muslim) Termasuk pengertian disini adalah nifas
َ َ َ َْ َ ْ َ َ ٌ َ َ َ ر َ ْ َ َ َ َْْ َ َ ْ َْ َ َ ْري َ َ َ َ ٍُ تُصالةُ ِإالُأنُاَّللُأحلُ ُِفي ِهُالمن ِطقُُفمنُنطقُ ِفي ِهُفالُين ِطقُ ِإال ُِِب ِ الطوافُبِابلي
“Tawaf itu seperti shalat namun Allah membolehkan berbicara saat itu. Barangsiapa yang berbicara ketika tawaf maka janganlah ia berkata selain berkata yang benar.” (HR. Tirmidzi dan disahihkan oleh Al-Albani). 5. Masuk ke Masjid
ً ر ََ َ ْ َ َٰ َ ر َ َ ُ يلُحتُتغت ِسلوا ٍ والُجنباُإِالَُعبِ ِريُس ِب
“Dan bukan yang junub kecuali sekedar berlalu saja hingga kamu mandi...” (An-Nisa: 43). Pandangan Keliru Sekitar Haidh 1. Boleh Melintas Ke Masjid Jika Ada Hajat
48
Wanita haidh boleh saja masuk masjid jika ada hajat, inilah pendapat yang lebih baik Dibanding dengan pandangan yang tidak membolehkan sama sekali masuk ke dalam masjid. Atau membolehkan mutlak diam di masjid meski dalam keadaan haidh. Sebuah hadist menunjukan kebolehan masuk ke dalam masjid: Bahwasanya Nabi pernah berkata pada ‘Aisyah, “Berikan padaku sajadah kecil di masjid.” Lalu ‘Aisyah berkata, “Saya sedang haid.” Lantas Rasul bersabda, “Sesungguhnya haidmu itu bukan karena sebabmu.” (HR. Muslim) Hadist ini menunjukan boleh saja bagi wanita haid untuk memasuki masjid jika: 1. Ada hajat 2. Tidak sampai mengotori masjid Sedangkan hadist:
َ َ َ َ الُأح ُّلُال ْ َم ْسج َ ُب ن ُج ال ُو ض ئ ا ُحل د ِ ِ ِ ٍ ِ ٍ
“Tidak dihalalkan masjid bagi wanita haid dan orang yang junub.”(HR. Abu Daud)
Adalah hadist dhaif dan tidak bisa jadi pendukung untuk melarang wanita haid masuk masjid. Jika ada yang mengqiyaskan wanita haid dengan orang junub, ini jelas qiyas (analogi) yang tidak memiliki kesamaan. Karena junub boleh masuk masjid jika dia berwudhu untuk memperingan junubnya. Yang kedua, junub adalah hadats karena pilihannya yang sendiri dan ia mungkin saja menghilangkan hadats tersebut. Hal ini berbeda dengan wanita haid. Wanita yang mengalami haid bukanlah atas pilihannya sendiri. Jika wanita haid mandi sekali pun selama darahnya masih mengalir, itu tidak bisa menghentikan darah haidnya.
2. Tidak Boleh Mengunting Kuku Dan Lainnya Pandangan yang menyebutkan bahwa yang junub tidak boleh menggunting kuku dsb tidak berdasarkan dalil yang sahih. Pendapat ini berdasarkan pandangan Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin yang bersumber riwayat Ali ra:
ً ْ َ َ َ ًًْ َ ٌ َ َ ْ َْ َ َ هو َ ُو ٌُُطا ِهر َ ُُإال ِ ُشعرا ِ الُيقلمنُأ ِحدُظفراُُوالُيقص
“Jangan mengunting kuku jangan mencukur rambut kecuali dia dalam keadaan suci.” (HR. Ismaili dari Ali ra)
Jawaban: 1. Hadist riwayat Ali diatas dinaggap Ibnu Rojab adalah hadist munkar (bohong) dan bahkan maudhu (palsu) dan tidak bisa dijadikan dalil. Bertentangan dengan dalil sahih lainnya yaitu ketika Siti Aisyah haid dalam haji wada:
ْ َ ْ َ َ َْ ْ ْ ََ َ ْ ْ َ ُانق ِِضُرأس ِكُوامتش ِطيُوأم ِس ِِكُعنُعمرتِ ِك 49
“Urai dan sisirlah rambut kepalamu lalu tahanlah umrahmu.”(HR.Bukhari) 2. Hadist diatas menyuruh untuk bersisir yang pastinya ada rambut yang jatuh atau rontok padahal Siti Aisyah dalam keadaan haidh. 3. Tidak ada dalil baik dalam Al-Qur’an dan Hadits secara tegas ketidakbolehan wanita memotong kuku dan rambut saat haidh. Pendapat Al Ghazali bertentangan dengan riwayat Imam Bukhari. Berkata `Atha': “Orang junub itu boleh berbekam memotong kuku dan memangkas rambut walau tanpa wudhu lebih dahulu.”
Yang Di Haramkan Ketika Haidh & Nifas
1. Shalat dan Puasa
َ ْ َ َ َ َ ََْ َ ََ ْ َ ََْ َكُن ْق َصانُدينها َ ْ ِ أليس ُِإذاُحالتُلمُتص ِلُُولمُتصمُفذل ِ ِ
“Bukankah bila si wanita haid ia tidak shalat dan tidak pula puasa ? Itulah kekurangan agama si wanita. (HR. Bukhari Muslim) Dan tidak wajib mengqodho Shalat
َ َ َ َ َْ ٌَ َ َ ْ َ ََ ْ َ َ َ َََ َ َ َ ْ َْ َ َ َ ُ ُفالُ ب ُانل ع ُم يض اَُن ن ُك ت ن ُأ ة ي ور ر ح ُأ ت ال ق ُف ت ر ه اُط ذ اُإ ه ت ال اُص ان د ح ىُإ ز ِ ِ ِ ِ ِ أت ِ ِِ َْ َ َ ْ َ َ َْ َ َْ َ ُيأمرناُبِ ِهُُأوُقالتُفالُنفعله “Apakah kami perlu mengqodho shalat ketika suci?” Aisyah menjawab “Apakah kau seorang Haruri? Dulu kami mengalami haid di masa Nabi ُ masih hidup namun beliau tidak memerintahkan kami untuk mengqodho’nya. Atau ‘Aisyah berkata “Kami pun tidak mengqodho’nya.” (HR. Bukhari) 2. Jimak
َْ َ َ ْ اءُفُال َ َ ُيض ح م ِ ِ ِ َتلواُال ِنس ِ فاع
“Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari (hubungan intim dengan) wanita di waktu haid.” (QS. Al Baqarah: 222)
50
َ ََ َ ْ َ َ َ َ ْ ََ ً َ َْ َ ًََ ْ َ ً َ َ َ ْ َ َ منُأَتُحائِضاُأ ِوُامرأة ُِِفُدب ِرهاُأوَُك ِهناُفقدُكفرُبِماُأن ِزلُلَعُُمم ٍُد
“Barang siapa yang menytubuhi wanita haidh atau menyetubuhi wanita pada duburnya maka ia telah kufur terhapad apa yang diturunkan kepada Muhammad (Kufur kepada Allah).” (HR. Tirmidzi. Al-Albani Mesahihkannya) Imam Asy Syafi’i berkata: “Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid maka ia telah terjerumus dalam dosa besar.”
َ َ َ َْ َِّ َ َََ ً َ ْ َ َ َ َ َ ْ ْ َ َ ْ َ َ َ َ َ ْ َ َ ُُاَشها ِ ُأن ُيب ُ اُإذاَُكنت ُحائِضاُُفأراد ُرسول ُاَّلل ِ عن َُعئِشة ُقالت َُكنت ُِإحدان َ َ َ َ َ َ َ َ ْ َ َْ َ ََ ْ َ َ َََ َ ْ َ َ َ َ َْ ْ ْ َ َ ُُب ُ ِ ُقالتُوأيكم ُيم ِلك ُإِربه ُكماَُكن ُانل.ُاَشها ِ َتر ُِِف ُفو ِرُحيض ِتهاُثم ُيب ِ أمرهاُأن ُت َ ُي ْم ِلك ُُِإ ْر َبه Dari Aisyah ia berkata bahwa di antara istri-istri Nabi ُ ada yang mengalami haid. Dibolehkan cumbu rayu selain jimak.
Rasulullah ingin bercumbu dengannya. Lantas beliau memerintahkannya untuk memakai sarung agar menutupi tempat memancarnya darah haid kemudian beliau tetap mencumbunya (di atas sarung). Aisyah berkata “Adakah di antara kalian yang bisa menahan hasratnya (untuk berjima’) sebagaimana Nabi ُmenahannya?” (HR. Bukhari Muslim) 3. Tawaf Ketika ‘Aisyah haid saat haji Nabi bersabda padanya:
ْ َ َ َْ َ َ َ َ َْْ َ َ ْ َ َْ َ ْ َ اُي ْف َ تُحتُتطه ِرى ط ُت ُال ن ُأ ري ُُغ اج ُ ُاحل ل ع فافع ِلُم ِ وِفُبِابلي ِ
“Lakukanlah segala sesuatu yang dilakukan orang yang berhaji selain dari melakukan thawaf di Ka’bah hingga engkau suci.” (HR. Bukhari Muslim)
4. Menyentuh Mushaf Al Qur’an Orang yang berhadats (hadats besar atau hadats kecil) tidak boleh menyentuh mushaf seluruh atau sebagiannya. Inilah pandangan mayoritas ulama.
َ َ َ َ َ ْ َ َ ُ الُيمسهُإِالُالمطهر ون
“Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang suci.” (QS. Al Waqi’ah: 79)
َ َ َ ْ ُوأَن َ ت ْ ُال َُتمسُالق ٌُطا ِه ُر َ ال آنُإ ر ِ
“Tidak boleh menyentuh Al Qur’an kecuali engkau dalam keadaan suci.” (HR. Hakim dan ia mengatakan sanad hadits ini shahih)
51
Yang Di Bolehkan Ketika Haidh & Nifas
Membaca Al Qur’an tanpa menyentuhnya berdzikir. Sujud Tilawah ketika mendengar ayat sajadah karena sujud tilawah tidak dipersyaratkan suci menurut pendapat paling kuat. Menghadiri shalat ‘ied. Melayani suami selama tidak melakukan jimak
Mandi Yang Disunahkan 1. Hendak Sholat Jum’at
َ َ َ َ ْ َ ْ َْ َ َ ْ َ ْ َ ُ ِإذاُجاءُأحدكُم ُِإَلُالمع ِةُفليغت ِس ل
“Jika salah seorang di antara kalian menghadiri shalat Jum’at maka hendaklah ia mandi.” (HR. Bukhari Muslim)
َْ ْ ْ َ َ َ َْ ْ َ َ ْ َ ْ َ َ َ َ ْ َ َْ َ َ ْ ََ ر َ ُمنُتولأُيومُالمع ِةُف ِبهاُونِعمتُومنُاغتسلُفالغسلُأفضل
“Barangsiapa berwudhu di hari Jum’at maka itu baik. Namun barangsiapa mandi ketika itu maka itu lebih afdhol.” (HR. Nasai At-Tirmidzi dan Ibnu Majah disahihkan oleh Al-Albani) 2. Mandi Dua Hari Raya
َ َ َ َ َ ْ ْ ْ َ ًّ ْ َ ْ َ َ ْ ٌ َ ََ َ ََْ َ َ ًّ َ َ ُُشئت ُفقال ُال ُ سأل ُرجل ُع ِليا ُر ِِض ُالل ُعنه ُع ِن ُالغس ِل ُقال ُ ِاغت ِس ِ ل ُُك ُيومٍ ُإِن ْ ر ْ َ َََْ ََََ َََْ ر َ لُاَّليُه َوُالغ ْسلُقَ َالُيَ ْو َ حر ُو َي ْو َمُال ِف ْط ُِر ُانل م و ي ُو ة ف ر ُع م و ي ُو ة ع م ُال م الغس ِ ِ ِ Seseorang pernah bertanya pada ‘Ali ra mengenai mandi. ‘Ali menjawab “Mandilah setiap hari jika kamu mau.” Orang tadi berkata “Bukan. Maksudku manakah mandi yang dianjurkan?” ‘Ali menjawab “Mandi pada hari Jum’at hari ‘Arofah hari Idul Adha dan Idul Fithri.” (HR. Al Baihaqi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih)
َْ َ ْ ْ ََْ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ ر ََْ َ َ ََ َْ َ ْ َ َر ََْ ر ُ ُاَّللَُنُعمرَُكنُيغت ِسلُيومُال ِفط ِرُقبلُأنُيغدو ُِإَلُالمص ل ُِ عنُنافِ ٍعُأنُعبد
Dari Nafi’ (ia berkata bahwa).”Abdullah bin ‘Umar biasa mandi di hari Idul Fithri sebelum ia berangkat pagi-pagi ke tanah lapang.” (HR. Malik dan Imam Nawawi menyatakan bahwa atsar ini shahih)
52
3. Ketika Hendak Ihrom
ََ َر َ َ َْ َ َ ْ َ ََر ر ر ُ ُْلهال ِ َِلُواغتس ل ِ ُتردُأنهُرأىُانل ِب
“Ia (Zaid Ibn Tsabit) melihat Nabi melepas pakaian beliau lalu beliau mandi.” (HR. Tirmidzi. Syaikh Al Albani mengatakan sahih) 4. Ketika Sadar Dari Pingsan Dari ‘Ubaidullah bin ‘Abdullah bin ‘Utbah berkata “Aku menemui ‘Aisyah lalu bertanya “Maukah kau ceritakan tentang peristiwa ketika Rasulullah sedang sakit?” ‘Aisyah menjawab “Ya. Pernah suatu hari ketika sakit Nabi semakin berat beliau bertanya: “Apakah orang-orang sudah shalat?” Kami menjawab “Belum mereka masih menunggu Tuan.” Beliau berkata “Kalau begitu bawakan aku air dalam bejana.” Maka kami pun melaksanakan apa yang diminta beliau. Beliau mandi lalu berusaha berdiri dan berangkat namun beliau jatuh pingsan. Ketika sudah sadarkan diri beliau kembali bertanya “Apakah orang-orang sudah shalat?” Kami menjawab “Belum wahai Rasulullah mereka masih menunggu tuan.” Kemudian beliau berkata lagi “Bawakan aku air dalam bejana.” Beliau lalu duduk dan mandi. Kemudian beliau berusaha untuk berdiri dan berangkat namun beliau jatuh pingsan lagi. Ketika sudah sadarkan diri kembali beliau berkata “Apakah orang-orang sudah shalat?” Kami menjawab lagi “Belum wahai Rasulullah mereka masih menunggu anda.” Kemudian beliau berkata lagi “Bawakan aku air dalam bejana.” Beliau lalu duduk dan mandi. Kemudian beliau berusaha untuk berdiri dan berangkat namun beliau jatuh dan pingsan lagi. Ketika sudah sadarkan diri beliau pun bersabda “Apakah orang-orang sudah shalat?” Saat itu orang-orang sudah menunggu Nabi di masjid untuk shalat ‘Isya di waktu yang akhir. (HR. Bukhari Muslim) 5. Ketika Ingin Mengulangi Jima’
ْ َ َ َ َ ْ َ َ َ ََْ ر َ ََ َ ََْ ْ َ ر َ ِإذاُأَتُأحدكمُأهلهُثمُأرادُأنُيعودُفليتول ُأ
“Jika salah seorang di antara kalian mendatangi istrinya lalu ia ingin mengulangi senggamanya maka hendaklah ia berwudhu.” (HR. Muslim)
َ َ َ َر َْ َ َ ََ َْ َ َ َ َ َ َْ َ َ َْ َُُفقلْت ََُل ُيا ر ر ُقال.ِ ُطاف ُذات ُيومٍ ُلَع ُنِسائِ ِه ُيغت ِسلُ ِعند ُه ِذ ِهُو ِعندُه ِذهُُ أن ُانل ِب ََ َ ْ ََ َ ْ َ َ َ َ َ ً َ ً ْ َْ َ َ َ َ ر َ ْ َ ُ ُاحداُقالُُهذاُأز ىُوأطيبُوأطهر ُِ رسول ِ ُاَّللُأالُتعلهُغسالُو “Nabi ُ pada suatu hari pernah menggilir istri-istri beliau beliau mandi tiap kali selesai berhubungan bersama ini dan ini. Aku bertanya “Ya Rasulullah bukankah lebih baik engkau cukup sekali mandi saja?” Beliau menjawab “Seperti ini lebih suci dan lebih baik serta lebih bersih.” (HR. Abu Daud dan Ahmad. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
53
6. Mandi Setiap Kali Shalat Bagi Wanita Istihadhoh
ََ َ َر ر ْ َ َ َ َََ َ َ ْ َ َ َ َ ََ ْ َ َ ر ْ ْ َ ْ َ َ ُ ُعن ُذلِك ُ ُفأمرها ُأنُ ُاَّلل ُ أن ُأم ِ ُح ِبيبة ُاست ِحيضت ُسبع ِ ُسنِني ُ ُفسألت ُرسول َ َ ِّ ََْ ْ َ َ َ ٌْ َ َ َ ََ َ ََْ ُصال ٍُة تُتغت ِسلُ ِلُك تغت ِسلُفقالُُهذاُ ِعرقُفَكن “Ummu Habibah mengeluarkan darah istihadhah (darah penyakit) selama tujuh tahun. Lalu ia bertanya kepada Rasulullah ُ tentang masalah itu. Beliau lalu memerintahkan kepadanya untuk mandi beliau bersabda “Ini akibat urat yang luka (darah penyakit). Maka Ummu Habibah selalu mandi untuk setiap kali shalat.” (HR. Bukhari Muslim)
Imam Syafi’i berkata “Nabi memerintahkan Ummu Habibah untuk mandi lalu shalat. Namun mandi setiap kali shalat untuknya hanyalah sunnah (tidak sampai wajib).” Juga dikatakan oleh Al-Laits bin Sa’ad dalam riwayat Muslim Ibnu Syihab tidak menyebutkan bahwa Nabi memerintahkan Ummu Habibah untuk mandi setiap kali shalat. Namun Ummu Habibah saja yang melakukannya setiap kali shalat. Mayoritas ulama berpandangan bahwa wanita istihadhoh tidak wajib mandi untuk setiap kali shalat. Di antara alasannya karena darah istihadhoh adalah darah penyakit (akibat urat yang luka) sehingga tidak menyebabkan wajib mandi. Jika setiap shalat diwajibkan mandi maka akan sulit. 7. Mandi Wajib Sudah Termasuk Wudhu
ْ ََْ َ َََ َ َ َ ََ َ َ َ ْ َ ْ َ َ ُِ َكنُالُيتولأَُعدُالغس ُعنَُعئِشةُأنُانل ِب ل
Dari ‘Aisyah ia berkata “Nabi tidak berwudhu setelah selesai mandi.” (HR. Tirmidzi AnNasai Ibnu Majah dan Ahmad. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
54
Mengusap Khuf Khuf: alas kaki atau sepatu terbuat dari kulit yang menutupi sampai mata kaki. Yang dimaksud istilah fikih adalah: “Mengusap khuf dengan cara yang khusus di bagian yang khusus dan pada waktu yang khusus sebagai ganti dari membasuh kedua kaki saat berwudhu.” Dalil bolehnya mengusap khuf ini diriwayatkan oleh setidaknya 80 sahabat Nabi dan 10 diantaranya yang dijanjikan masuk surag tanpa hisab. Namun berwudhu dengan melepaskan khuf lebih afdol. Dalil Kesunahannya
ْ َ ْ َ ِّ ْ َ َْ َ ْ َ َ ََ ْر ْ َ ْ َ َ َ ْ ََْ َ َ ر ْ َ ِّ َُك َن ُُاَّلل ول س ُر ت ي أ ُر د ق ُو ه ال ع ُأ ن م ُ ح س م ال ُب ل و ُأ ف ُاُخ ل ف س ُأ ن َك ُل ى أ الر ُب ين ُاد لو ِ ِ ِ ِ ِ ِ ر َ ََ َ ْ َ ُلَعُظا ِه ِرُخفيْ ُِه ُيمسح
“Seandainya agama itu dengan logika semata maka tentu bagian bawah khuf lebih pantas untuk diusap daripada bagian atasnya. Namun sungguh aku sendiri telah melihat Rasulullah ُ mengusap bagian atas khufnya.” (HR. Abu Daud.Di sahihkan oleh AlAlbani) Syarat Bolehnya Mengusap Khuf 1. Berwudhu Sebelumnya
َ ْ َ َ َ َ ْ َ ْ َ ِّ َ َ ْ َ َ ُُف َم َس َح َُعلَيْهما ني ِ دعهماُُف ِِِّنُأدخلتهماُطا ِهر ُت ِ
“Biarkan keduanya (tetap kukenakan) karena aku telah memakai keduanya dalam keadaan bersuci sebelumnya.Kemudian beliau mengusap keduanya” (HR. Bukhari Muslim dan Ahmad) 2. Khuf Harus Suci
َ ِّ َ ََ َ َ ر َ َ َ َ ََ َْ ْ َ ََ َ ْ ْ َ َ َ ْ ْ اُرس َ بَيْنَ َم ُفلماُرأى. ِارُه س ُي ن اُع م ه ع ل و ُف ه ي ل ع ُن ع ل ُخ ذ ُإ ه اب ح ص أ ُ ُب ِل ص ي ُ ُ لل ُا ل و ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ََ ْ َََ َ َ َ ََ َ َ َ َ َ َْ ْ ََْ ْ َ َ ْ ََر ْ َ ُ ُما َُحلكم ُلَع: ُصالته ُقالُ لل ِ ُفلما ُقَض ُرسول ُا.ذلِك ُالقوم ُألقوا ُنِعالهم َ َ َ ََ َ َْ َََْ َ َْ ْ َ َ ْ ََْ َ َ ََْ َ ْ َ َ ْ َْ ْ َ ُ: لل ُِ ُفقال ُرسول ُا.ُرأيناك ُألقيت ُنع ُليك ُفألقيناُنِعانلا:ِإلقائِكم ُنِعالكم؟ُقالوا ْ ََ ََ َ ر ْ َْ َ َْ ر ََخ َُ ُإ َذا ُجاَء: ُأَ ًذى َوقَ َال:ّبِن ُأَ رن ُ ِفيْه َما ُقَ َذ ًراُ ُأَ ْو ُقَ َال ّبيل ُعلي ِه ُالسالم ُأت ِاِن ُفأ ُج ِ ِ ِإن ِ ِ ِ ََ ْ َ ْ َْْ َ َ ْ َ ْ ِّ َ ْ َ ْ َ ْ َ ْ َ ً َ ْ َ ً َ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ ُأحدكم ُِإَل ُالمس ِج ِد ُفلينظر ُف ِِن ُرأى ُِف ُنعلي ِه ُق ُذرا ُأو ُأذى ُفليمسحه ُوِلصل ِفيْ ِه َما 55
“Tatkala Rasulullah sedang shalat bersama para sahabat tiba-tiba beliau melepas kedua sandalnya dan meletakkannya di sebelah kiri. Melihat hal tersebut mereka pun melepaskan sandalnya. Selesai shalat Rasulullah bertanya “kenapa kalian melepaskan sandalnya?” Mereka menjawab “Kami melihatmu melepas sandalmu maka kami pun melepaskannya” Rasulullah ُ menjelaskan “Tadi Jibril mendatangiku dan mengabarkan bahwa pada kedua sandalku ada kotoran/najis akupun melepaskan.” Beliau juga mengatakan “Apabila salah seorang dari kalian datang ke masjid sebelum masuk lihatlah sandalnya. Bila ada kotoran atau najis maka bersihkan. Setelah bersih boleh shalat dengan mengenakan sandalnya.” (HR. Abu Dawud dan Al-Albani mensahihkannya) 3. Mengusapnya Karena Hadast Kecil Bukan Junub
َ َ ََ َ َََ َر َََ َ ر ر ْ َْ ر َ َ ُْن َ ُ اِلهن ُإال ُ ِم ُ ِ ِل ُ ال ُث ُة ُ ُأ ُيامٍُ ُ ُو ُ اُث ُ اف ُن ُ عُخ ُف ِ ـز ِ ُإذاُكناُسفراُأن ُالُنن أمرناُرسول ُالل ََ َ ََ ٍُُْو ُنَ ُوم ْ ك ْنُ ِم َُ ُو َُب ُْول َُ غ َُئِ ٍط ُ ُ ُ ن ُ ج ُن ُاب ٍُةُ ُو ُل ِ ٍ “Rasulullah ُmemerintahkan kepada kami ketika kami dalam safar agar tidak melepas khuf kami selama tiga hari tiga malam kecuali dari janabat. Akan tetapi (hanya untuk) buang air besar kencing dan tidur.” (HR. Ahmad)
Jangka Waktu Bolehnya Mengusap Khuf Bagi Yang Muqim Sehari Semalam (1x 24 jam) dan Bagi Musafir 3 Hari (3 x 24 jam)
ْ ًَََْ ً ََْ ْ َ َََ َر َََ َ ر ر َ َ َج َع َل ُِ ُثالثةُأيامٍ ُوِل ِاِلهنُلِلمسافِ ِرُويوماُوِللةُلِلم ِقُُاَّلل يم ول س ُ ُر ِ
“Rasulullah ُ menjadikan tiga hari tiga malam jangka waktu mengusap khuf bagi musafir sedangkan sehari semalam untuk mukim.” (HR. Muslim) Yang Membatalkan Khuf 1. Khuf Dilepas 2. Habis Masa Berlakunya (24 jam) 3. Hadast Besar
Permasalahan Khuf atau sepatu itu harus yang menutupi jari dan mata kaki juga tidak tembus air. Maka jika mengusap khuf itu disamakan dengan kaos kaki, maka tidak sah. Karena kaos kaki itu tembus air.
56
Tayammum Adalah sebuah bentuk ibadah kepada Allah berupa mengusap wajah dan kedua tangan dengan menggunakan debu yang bersih.
ََ َْ َ ْ َ ْ ْ ْ َ َ ُس َفر ُأَ ْو َ ُلَع ُْاء ُفَلَم َ اء ُأَ َح ٌد ُ ِمنْك ْم ُ ِم َن ُالْ َغائِ ِط ُأَ ْو َُال َم ْستم ُالنِّ َس َ ُج و ِإن ُكنتم ُمرَض ُأو ٍ َ َ َ ً َ ْ ْ َ ً ِّ َ ً َ ُفتَيَ ر َ ام َسحواُبوجو ِهك ْم ُُوأي ْ ِديك ْمُ ِمنه اُف ب ي اُط يد ع واُص م م اء واُم د ت ِ ِ ِ “Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau berhubungan badan dengan perempuan lalu kamu tidak memperoleh air maka bertayammumlah dengan permukaan bumi yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.” (QS. Al-Maidah: 6).
َْ َ َ ْ َ ََ َ ْ َ ٌ َ َ َ َْ َْ ً َْ ْ ْ ْ ْ ْ ُب ُم ِسرية ُشه ٍر ُوج ِعلت َُِل ُاألرض ِ ع ِطيت َُخسا ُل ُم ُيعطهن ُأحد ُقب ِِل ُن َِصت ُبِالرع ََ ً َ ً ْ َ َْ َ َ ْ َََْ َ ْ ْ َُوأحل َ َ ُُْولَم َ َ ت َُل ُال ْ َم َغانِم َ َ مسجد ِ اُوطهوراُفأيماُرج ٍل ُ ِمن ُأم ِت ُأدركته ُالصالة ُفليص ِل ِ ِ َ َ َ َ َ َ ْ َ ً َ َ َ ََ َ َ َ َ ْ َ َْ َ ُُوب ِعثت ُِإَل ُوَكن ُانلَ ِب ُيبْ َعث ُِإَل ُق ْو ِم ِه ُخاصة ُوأع ِطيت ُالشفاعة َتل ُِألح ٍد ُقب ِِل ِ ً َ َُع َم ُة اس ِ َانل “Aku diberi lima perkara tidak seorangpun sebelumku diberikan kelima hal tersebut. Aku diberi pertolongan berupa ketakutan bagi musuh sejauh masa sebulan dijadikan bagiku tanah sebagai masjid dan wadah bersuci maka dimana saja seseorang dari umatku mendapati waktu shalat maka hendaklah dia mengerjakan shalat Dan dihalalkan bagiku harta rampasan perang dimana harta rampasan tersebut tidak dihalalkan bagi seorangpun sebelumku dan saya diberikan syafa’at dan adalah setiap nabi diutus khusus bagi kaumnya semata sedangkan aku diutus bagi seluruh manusia.”(HR. Bukhari Muslim)
َ َ َ َ اء َ َ مُُي َ َ َ ُ ُسنِني َّش ُع دُالم ِ ِ الص ِعيدُالط ِيبُولوءُالمس ِل ِمُو ِإنُل
“Tanah yang suci adalah wudhunya muslim meskipun tidak menjumpai air sepuluh tahun.”(HR. Abu Daud Tirmidzi dan dishahihkan Al-Albani)
Keadaan Yang Membolehkan Tayammum 1. Jika tidak ada air baik dalam keadaan safar ataupun tidak. Jika tiba-tiba dapat air maka shalat itu tidak sah kecuali ber wudhu selama dalam waktu shalat. 2. Tayammum dilakukan setelah masuk waktu shalat. 3. Terdapat air tapi sedikit sedangkan ada kebutuhan lain. 4. Khawatir air membahayakan diri atau semakin lama sembuh dari sakit.
57
َْ ََ َ َ َ َ َ ْ ر َ َ ٌ َ َ َ َ ََ َ َ َ ً ر َْ ََ َ َ َ ْ َ ر ُاُِفُسف ٍرُفأصابُرجالُ ِمناُحجرُفشجه ُِِفُرأ ِس ِهُثمُاحتلمُفسأل ِ عنُجابِ ٍرُقالُخرجن َ َْ َ ََ َ َ ْ َ ً َ ْ ْ َ َ ََْ ً َ ْ َ َ َ َ َ َ ُّ َ ر َ ُاَُند ُلك ُرخصة ُوأنت ُتق ِدر ِ ُتدون َُِل ُرخصة ُِِف ُاَّليم ِم ُفقالواُم ِ أصحابه ُفقال ُهل َ َ ََ َْ َ ََ َْ َ َْ َ َ َ َ َ ََر َ َ ََ َ َ َ ْ ر اُلَع ر ِّ ُّبُبِذلِكُفقالُقتَلوهُقتَلهمُاَّلل خ أ ُ ُ ب ُانل لَعُالماءُِفاغتسلُفماتُفلماُق ِدمن ِ ِ َ ْ َ َ َ َ َ ر َ َ ْ َ ْ َ ْ َ َ ر َ َ ْ ِّ ُّ َ ر ْ ََ َ ْ َََ ر ََُص ُ ِ اُشفاءُال ِِعُالسؤال ُِإنماَُكنُيك ِفي ِهُأنُيتيممُويع ِ واُإذُلمُيعلمواُف ِِنم ِ أالُسأل Dari Jabir ia berkata “Kami pernah safar lalu seseorang di antara kami ada yang terkena batu dan kepalanya terluka. Kemudian ia mimpi basah dan bertanya pada temannya “Apakah aku dapat keringanan untuk bertayamum?” Mereka menjawab “Kami tidak mendapati padamu adanya keringanan padahal engkau mampu menggunakan air.” Orang tersebut kemudian mandi (junub) lalu meninggal dunia. Ketika tiba dan menghadap Nabi kami menceritakan kejadian orang yang mati tadi. Beliau lantas bersabda “Mereka telah membunuhnya. Semoga Allah membinasakan mereka. Hendaklah mereka bertanya jika tidak punya ilmu karena obat dari kebodohan adalah bertanya. Cukup baginya bertayamum dan mengusap lukanya.” (HR. Abu Daud Ibnu Majah dan Ahmad. Dihasankan Syaikh AlAlbani)
Cara Tayammum
ًَ َ َََْ َ ْ َ َ َ ََ احد ُة ِ ومسحُوجههُوكفي ِهُو
“Dan beliau mengusap wajahnya dan kedua telapak tangannya dengan sekali usapan.” (HR. Bukhari Muslim) Menepuk kedua telapak tangan ke permukaan tanah sekali kemudian meniupnya. Kemudian menyapu wajah dengan dua telapak tangan. Mengusap punggung telapak tangan kanan dengan tangan kiri dan sebaliknya. Semua usapan dilakukan sekali Bagian tangan yang diusap hanya sampai pergelangan tangan saja Karena hadist yang menunjukan bahwa mengusap sampai siku hadist dhaif:
ْ َ َ ْ ْ َ ْ َ َْ ٌ َ ْ َ َ ْ َْ ٌ َ ْ َ ََْ َ ََ ُني ِ اَّليممَُضبت ِ َُضبةُلِلوج ِهُوَضبةُلِليدي ِنُإَلُال ِمرفق:ان
“Tayammum itu ada dua kali tepukan (ke tanah): satu tepukan untuk (mengusap) wajah dan satu tepukan untuk (mengusap) kedua tangan sampai ke siku.” (HR. Daraquthni). Hadist ini dhoif (lemah) sebagaimana disebutkan oleh Abu Zur’ah Ar Razi Ibnu Abdil Barr, Ibnu Hajar dan Al-Albani. 58
Tayammum dapat menghilangkan hadats besar demikian juga untuk hadats kecil Tidak ada urutan dalam tayammun boleh wajah atau tangan terlebih dahulu
َ َ َ َ ََْ َ َ َْ َ ْ َ َ َ َ ًَ َ ًَْ َ َ َْ ََْ َ َ َ ُاحدة ُثم ِ ِإنماَُكن ُيك ِفيك ُأن ُتقول َُِيديك ُهكذاُثم َُضب َُِيدي ِه ُاألرض َُضبة ُو ْ ََ َ َ ْ َ ْ َ َ ََ َُاِل ُُو َوج َهه نيُوظا ِهرُكفي ِه م َم َس َحُالشمالُلَع ِ ِ “Sesungguhnya cukup bagimu untuk melakukan dengan tanganmu demikian. Kemudian beliau menempelkan kedua telapak tangannya ke tanah satu kali tepukan lalu mengusap (telapak tangan) bagian kiri sebelum bagian kanan dan punggung kedua telapak tangan serta wajahnya.” (HR.Bukhari Muslim)
ْ َ َ َ َ َ َ َ َ َََ َ َْْ ََْ ُْو َك َفي ُه َجهه َ َ َف َ َْض َبُانل يهماُثمُمسحُبِ ِهماُو ف ُ ُ خ ف ن ُو ض ر ُاأل ه ي ف ك ب ُ ب ِ ِ ِ ِ ِ ِ
“Lalu Nabi menempelkan kedua telapak tangannya ke tanah dan meniup keduanya kemudian mengusapkan kedua tangannya ke wajah dan dua telapak tangannya.” (HR. Bukhari)
Sunnah –Sunnah Tayammum 1. Membaca Basmalah 2. Mendahulukan Yang Kanan 3. Mengusap Wajah Kemudian Tangan (boleh sebaliknya) 4. Tertib Harus Selalu Mengulang Tayammum Hal ini disamakan dengan wanita yang sedang istihadhah yaitu darah penyakit keluar terus dari kemaluannya maka tiap kali mau mengerjakan shalat dia harus mencuci kemaluannya dengan air.
ََ َْ َ ٌ ْ َ َْ َ ر ر َ اُو َج ْدتُالم َ فَِ َذ ُُجْلكُف ِِنهُخريُلك ه س م أ ُف اء ِ ِ ِ
“Jika dia mendapatkan air maka kenakan pada kulitmu (saat berwudu) karena pada hal itu terdapat kebaikan.” (HR. Abu Daud) Juga dalil atsar Ibnu Abbas ra:
َِّ َ َ ْ َ َ ُّ ر ْ ْ َ ر َ ُّ ر َ َ ً َ َ ً ر َ َ َ ر َ ر ر َ ُاحدةُثمُيتيممُلِلصال ِةُاألخرى ُ ِمنُالسن ِةُأنُالُيص ِ ِلُالرجلُبِاَّليم ِمُإِالُصالةُو
59
“Termasuk dari sunnah seseorang tidak shalat dengan bertayammum kecuali hanya satu kali shalat saja kemudian hendalkan dia bertayammum lagi untuk mengerjakan shalat yang lain.” (HR. Ad-Daruquthni) Tayammum dilakukan untuk sekali shalat fardhu dan boleh untuk beberapa kali shalat sunnat. Yang Membatalkan Tayammum 1. Semua pembatal wudhu juga merupakan pembatal tayammum 2. Menemukan air jika sebab tayammumnya karena tidak ada air 3. Mampu menggunakan air
Ikhtilaf Dalam Tayammum Ada perbedaan pandangan dalam cara tayamum Cara Pertama: Dua Kali Tepukan Dan Harus Menyapu Sampai Siku Hanafiyah dan Asy-Syafi'iyah dalam qaul jadidnya mengatakan bahwa tayammum itu terdiri dari dua tepukan. Tepukan pertama untuk wajah dan tepukan kedua untuk kedua tangan hingga siku.
ََْ ْ َ ْ ََ َْ َ َ ْ َْ ٌَْ َ َ َ ْ َ ُّ َ ر ُني ِ اَّليممَُضبت ِ َُضبةُلِلوج ِهُوَضبةُلِليدي ِن ُِإَلُال ِمرفق:ان
“Tayammum itu terdiri dari dua tepukan. Tepukan pada wajah dan tepukan pada kedua tangan hingga siku.” (HR. Ahmad dan Abu Daud) Meski ada yang mengatakan hadits ini dhaif namun bahwa siku itu juga harus terkena tayammum tidak semata-mata didasarkan pada hadits ini saja. Dalil lainnya adalah karena tayammum itu pengganti wudhu. Ketika membasuh tangan dalam wudhu diharuskan sampai ke siku maka ketika menepuk tangan di saat tayammum siku pun harus ikut juga.
Cara Kedua : Satu Kali Tepukan Menurut Malikiyah dan Hanabilah termasuk juga pendapat Asy-syafi'iyah dalam qaul qadimnya tayammum itu hanya terdiri dari satu tepukan saja yang dengan satu tepukan itu diusapkan ke wajah langsung ke tangan hingga kedua pergelangan tidak sampai ke siku. Dalilnya adalah sabda Rasulullah :
َ َ َر ر ر ْ َ ْ ٌ َ َ ٌ َ ْ َ ُّ َ ر َ ْن َ َ ُِ ج ِهُواِلدي ُ احد ُةُلِلو ُِ ُال ُ ب ُق ُ ِ أنُانل ِ َُضب ُةُو:فُاَّليم ُِم 60
“Bahwa Nabi berkata tentang tayammum,"Satu kali tepukan di wajah dan kedua tangan. (HR. Ahmad dan Ashabus-sittah) Di dalam hadits ini memang tidak secara tegas disebutkan batas tangan yang harus diusap. Ketegasan batasan itu justru terdapat di dalam hadits lain yang sudah disinggung sebelumnya.
َ ََ َْْ َ َ َ َ ْ َ ر ْ َ َََر َ َ َْ ََ َ َ ر ر ُيدُوصليتُفذكرتُذلِك ُأجنبتُفلمُأصبُالماءُفتمعكت:ُعنُعمارُقال ِ ُفُالص ِع ِ َ َْر ر َ ََ َ َ َ ْ ْ َ َر ُو َن َف َخ ُ ِفيْه َما ُثمُر َ َ ُو َ ُاأل ْر َض َض َب ُا ر َ ك َذا ُّ s ُب s ُ للنب ه ي ف ك ب نل ُه ك ي ف ك ُي ا م ن ُإ :ُ ال ق ف ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َ َ َ َ َ َ ْ َ ََر ْ َ ْ َ ْ َ َ َ َر َ ْض ُب ت ُ ُ ن أ ُ ُ يك ف ك ي ُ ُ ن َك ُ ا م ن إ ُ : ُ لفظ ُ وِف ُ . ُ عليه ُ متفق ُ ُ ه ي ف ِ مسح ُبِ ِهما ُوجهه ُوك ِ ِ ِ َ َْ َ ْ َ َ ََر َ َر َْ َ ُالَتابُث رم َُتنْفخُفيْه َماُث رم َُت ْم َ ُّ يكُف َ كُإ ُِ الر ْصغ ني ُ ُ َل ي ف ك ُو ك ه ج اُو م ه ُب ح س بِكف ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ِ Dari Ammar ra berkata"Aku mendapat janabah dan tidak menemukan air. Maka aku bergulingan di tanah dan shalat. Aku ceritakan hal itu kepada Nabi dan beliau bersabda, “Cukup bagimu seperti ini : lalu beliau menepuk tanah dengan kedua tapak tangannya lalu meniupnya lalu diusapkan ke wajah dan kedua tapak tangannya. (HR. Bukhari Muslim) Dalam lafadz lainnya disebutkan: Cukup bagimu untuk menepuk tanah lalu kamu tiup dan usapkan keduanya ke wajah dan kedua tapak tanganmu hingga pergelangan. (HR. AdDaruquthuny) Jadi kedua cara itu punya dalil masing-masing, baik dengan sekali tepukan ataupun dengan dua kali tepukan. Dan keduanya tentu saja benar, karena punya kekuatan istidlal yang tinggi.
61