UNIVERSITAS INDONESIA
SIMBOL “GILA” DALAM CERPEN CATATAN HARIAN ORANG GILA KARYA LU XUN
MAKALAH NON-SEMINAR
HARDINI VANI ROSYADA 0806466941
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI CINA NOVEMBER 2013
Simbol "gila" ..., Hardini Vani R, FIB UI, 2014
Simbol "gila" ..., Hardini Vani R, FIB UI, 2014
Simbol "gila" ..., Hardini Vani R, FIB UI, 2014
Simbol "gila" ..., Hardini Vani R, FIB UI, 2014
SIMBOL “GILA” DALAM CERPEN CATATAN HARIAN ORANG GILA KARYA LU XUN
Hardini Vani Rosyada
Program Studi Cina, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Depok, 16424, Indonesia E-Mail:
[email protected]
ABSTRAK Cerpen Lu Xun yang berjudul Buku Harian Seorang Gila adalah salah satu sastra realis yang melanggar tradisi masyarakat Cina dan secara jelas menggambarkan kondisi rakyat Cina yang begitu mengkhawatirkan. Dalam cerpen Harian A Madman ini, karakter "aku" memiliki gangguan mental dan melihat apapun di sekitarnya menjadi sesuatu yang benar-benar aneh. Sikapnya adalah bentuk nyata yang menunjukkan bahwa ia benar-benar gila. Melalui penggambaran karakter dalam cerita pendek ini, Lu Xun memiliki tujuan tertentu yang ingin disampaikan. Jika dihubungkan dengan kondisi masyarakat Tionghoa pada saat itu, kata "gila" di sini dapat dilihat dari beberapa sudut pandang yang berbeda, karena asumsi-asumsi yang timbul dari kata "gila" tidak hanya mengacu pada arti sebenarnya dari kata "gila" itu sendiri . Tulisan ini akan membahas asumsi yang mungkin muncul melalui simbol "gila" disajikan oleh Lu Xun, dan apa yang mendorong Lu Xun untuk menulis karakter gila dalam cerita pendek ini.
“Crazy” Symbol in Lu Xun’s Short Stories A Madman’s Diary
ABSTRACT Lu Xun's short stories entitled A Madman‟s Diary is one of the realist literature that breaking the tradition of Chinese society and vividly describes the condition of the people of China that are so alarming. In the short story A Madman‟s Diary, the “me” character have a mental disorders and see anything around him to be something really odd. His attitude is a real form that indicates that he was really crazy. Through the portrayal of characters in this short story, Lu Xun has a specific purpose to be conveyed. While connected to the condition of Chinese society at that time, the word "crazy" here can be viewed from several different perspectives, because the assumptions arising from the word "crazy" not only refers to the true meaning of the word "crazy" itself. This paper will discuss the assumptions that may emerge through the symbol of "crazy" is presented by Lu Xun, and what drives Lu Xun to come up with a crazy character in the short story. Keywords: LuXun; A Madman’s Diary; Chian Social Condition; Symbols.
Simbol "gila" ..., Hardini Vani R, FIB UI, 2014
Pendahuluan Kesusastraan merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat Cina. Sebagaimana yang diungkapkan oleh De Bonald melalui frase berikut ini: “Sastra adalah ungkapan perasaan masyarakat” (literature is an expression of society), suatu karya sastra dapat dilihat sebagai suatu “sajian kehidupan”, dan sebagian besar “kehidupan” terdiri dari kenyataan sosial. Oleh karena itu karya sastra dapat secara tepat mencerminkan dan dapat menunjukkan situasi sosial serta beberapa aspek realitas sosial pada kurun waktu tertentu. 1 Begitu juga dengan kesusastraan Cina. Berbagai karya sastra yang muncul di Cina dapat dilihat sebagai pencerminan masyarakat Cina. Melalui karya sastra tersebut kita bisa melihat secara tidak langsung bagaimana situasi dan kondisi politik, sosial, kebudayaan, dan pemikiran masyarakat Cina yang menjadi latar cerita pada karya sastra tersebut. Catatan Harian Orang Gila 《 狂人日记》diterbitkan pada tahun 1918 oleh Lu Xun, salah satu penulis terbesar dalam literatur Cina abad ke-20. Cerita pendek ini adalah salah satu karya pertama dan yang paling berpengaruh dalam karya modern yang ditulis dalam bahasa Cina dan akan menjadi landasan dari revolusi Xinhai2. Ini adalah cerita pertama dalam kumpulan cerita pendek Call to Arms《呐喊》,1922, oleh Lu Xun. Cerita ini sering disebut sebagai "cerita pendek modern pertama Cina ". 3
Lu Xun merupakan salah satu penulis Cina yang dengan kepekaan yang amat besar terhadap kondisi manusia dan masyarakat serta berhasil melukiskan kondisi manusia dan masyarakat Cina di masa kontemporernya. Lu Xun memberikan sindiran dan kritikan pada kondisi sosial masyarakat yang di masa hidupnya masih terus ditekan oleh hubunganhubungan kefeodalan. Lu Xun juga fasih dalam mengungkapkan keadaan kemiskinan rakyat jelata di Cina. Karya-karya yang dihasilkan Lu Xun membawa dampak yang besar dalam perkembangan kesusastraan Cina. Salah satu karyanya yang menjadi tonggak pergerakan kesusastraan Cina adalah cerpen yang berjudul Catatan Harian Orang Gila.
1
Rene Wellek&Austin Werren,Teori Kesusastraan, diterj. Oleh Melani Budianta (Jakarta, 1989), 109-110. juga dikenal sebagai Revolusi 1911 atau Revolusi China, dimulai dengan Pemberontakan Wuchang pada 10 Oktober 1911 dan berakhir ketika Kaisar Puyi turun takhta pada 12 Februari 1912. 3 Yi-tsi Mei Fuerwerker. Lu Xun, Yu Dafu, and Wang Meng, Harvard University Press, 1993. p. 171. 2
Simbol "gila" ..., Hardini Vani R, FIB UI, 2014
Bentuk catatan harian ini terinspirasi oleh cerpen Nikolai Gogol Diary of Madman 4 , begitu juga dengan ide “orang gila” yang melihat realitas lebih jelas dari orang di sekitarnya. "Orang gila" melihat "kanibalisme" baik dalam keluarga dan desa di sekitarnya, dan ia kemudian menemukan kanibalisme dalam Konfusianisme klasik yang telah lama dikreditkan dengan keprihatinan humanistik untuk kewajiban bersama masyarakat, dan dengan demikian untuk keunggulan peradaban Konfusius. Cerita ini dibaca sebagai serangan ironis pada budaya tradisional Cina dan panggilan untuk budaya baru.5
Cerpen Lu Xun yang berjudul Catatan Harian Orang Gila ini adalah salah satu karya sastra realis yang mendobrak tradisi masyarakat Cina dan memaparkan secara gamblang kondisi rakyat Cina yang begitu memprihatinkan. Cerpen tersebut dilahirkan pada tahun sekitar 1918 dimana pada masa itu kondisi Cina bergantung pada para penguasa dan para intelektual yang mendominasi kehidupan rakyatnya sehingga sangat tampak ada suatu kermarjinalan atau pembagian kelas-kelas status sosial terhadap yang lemah maupun yang kuat, terhadap penguasa dan yang dikuasai. Selain itu, praktek-praktek feodal yang menempatkan rakyat pada posisi menderita juga masih merajalela. Melalui cerpen ini Lu Xun berupaya untuk menggambarkan penderitaan rakyat sekaligus juga mengingatkan rakyat agar tidak diam saja menerima keadaan yang menekan mereka ini.
Pada cerpen Catatan Harian Orang Gila ini, dikisahkan tokoh Aku yang memiliki kelainan jiwa memandang apapun di sekitarnya adalah hal yang benar-benar ganjil. Sikapnya tersebut merupakan bentuk real bahwa ia benar-benar gila. Pandangannya mengenai semua orang yang ada di sekitarnya dikatakannya sebagai orang-orang yang dapat membunuhnya kapan saja dan selalu memusuhinya sehingga kondisinya setiap hari selalu merasa resah serta menganggap apapun yang terjadi pada dirinya dapat membuatnya celaka kapan saja. Mungkin dapat dikatakan kondisi seperti ini adalah orang yang paranoid secara berlebihan sehingga menjadi gila.
Melalui penggambaran tokoh Aku dalam cerpen ini Lu Xun pasti memiliki tujuan tertentu yang ingin disampaikan. Tetapi mengapa Lu Xun lebih memilih kata “gila” untuk dihadirkan dalam cerpen ini? Jika dihubungkan dengan kondisi masyarakat Cina pada masa 4
Tambling, Jeremy. Madmen and Other Survivors: Reading Lu Xun's Fiction. Hong Kong: Hong Kong University Press, 2007. p. 21. 5 Owen, Stephen. Anthology of Chinese Literature: Beginnings to 1911, New York: Norton, 1996., p. 136-142.
Simbol "gila" ..., Hardini Vani R, FIB UI, 2014
itu, kata “gila” di sini dapat ditinjau dari beberapa perspektif yang berbeda, karena asumsiasumsi yang timbul dari kata “gila” ini tidak hanya merujuk pada arti sesungguhnya dari kata “gila” itu sendiri. Penulis akan membahas mengenai asumsi-asumsi yang mungkin muncul melalui simbol “gila” yang dihadirkan oleh Lu Xun, serta apa yang mendorong Lu Xun untuk memunculkan tokoh gila dalam cerpen tersebut.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia penganalisisan pada dasarnya adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dsb) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dsb). Analisis adalah proses memecah topik yang kompleks atau substansi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dari itu. Teknik ini telah diterapkan dalam studi matematika dan logika sejak sebelum Aristoteles ( 384-322 SM ) , meskipun analisis sebagai konsep formal adalah perkembangan yang relatif baru . 6 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini ialah metode kepustakaan sementara untuk teknik penelitian digunakan metode non-interaktif. Melalui metode kepustakaan, penulis akan menggunakan sejumlah buku sumber yang digunakan sebagai pegangan utama dan referensi penulisan. Metode non-interaktif adalah metode menganalisis dokumen. Penulis akan mengumpulkan, mengidentifikasi, menganalisis, dan memberi interpretasi terhadap suatu materi tersebut. Dalam hal ini, penulis akan melakukannya terhadap cerpen Catatan Harian Orang Gila.
Pembahasan dan Hasil Penelitian I.
Gambaran Umum Kondisi Cina pada Tahun 1911-1918 Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis menggunakan cerpen Lu Xun yang berjudul
Catatan Harian Orang Gila sebagai materi utama penganalisisan. Kali ini penulis akan
6
Michael Beaney , " Analisis " , The Stanford Encyclopedia of Philosophy . Michael Beaney . Diakses pada 23 Juli 2013 http://plato.stanford.edu/entries/analysis/
Simbol "gila" ..., Hardini Vani R, FIB UI, 2014
mencoba mengidentifikasi, menganalisis, memberi interpretasi apa makna gila yang sebenarnya berusaha ditunjukkan Lu Xun dalam cerpen ini. Seperti yang kita ketahui sebelumnya, berbagai karya sastra yang muncul di Cina dapat dilihat sebagai pencerminan masyarakat Cina. Melalui karya sastra tersebut kita bisa melihat secara tidak langsung bagaimana situasi dan kondisi politik, sosial, kebudayaan, dan pemikiran masyarakat Cina. Oleh karena itu sebelum menganalisis sebuah karya sastra, sangatlah penting untuk mengetahui latar belakang kondisi pada saat karya tersebut dibuat untuk bias lebih memahami makna karya sastra tersebut. Oleh karena itu, penulis akan memberikan gambaran umum kondisi Cina pada tahun 1911-1918 Kondisi setelah kekalahan Cina dari Jepang pada tahun 1894-1895 membuat rasa patriotisme rakyat Cina muncul. Mereka ingin menyelamatkan Negara mereka dari serangan bangsa asing. Dinasti Qing yang sebenarnya berasal dari orang-orang Manchu dianggap sebagai bangsa asing yang menyerang Cina, hal tersebut menjadi salah satu alasan munculnya gerakan anti-Qing pada 10 Oktober 1911. Gerakan tersebut kemudian mendorong semangat para intelektual Cina yang mengharapkan terbentuknya Cina baru. Hingga pada akhirnya dinasti Qing berhasil diruntuhkan pada tahun 1911, runtuhnya dinasti Qing ini menjadi tanda berakhirnya sistem kedinastian di Cina yang telah berlangsung selama ribuan tahun. Melalui Revolusi Xinhai, Cina merubah sistem politik mereka dari dinasti menjadi republik. Keadaan Cina pada saat dinasti Qing runtuh, sama dengan keadaan ketika dinasti-dinasti lain di Cina runtuh. Cina pada saat itu sangat kacau balau. Korupsi dan perang menghantui kehidupan rakyat Cina kala itu. Walaupun revolusi Xinhai pada tahun 1911 telah merubah sistem pemerintahan Cina dari dinasti menjadi republik, hal tersebut tidak membuat kelas sosial pada masyarakat Cina berubah. Kaum borjuis tetap memiliki kekuasaan di pemerintahan. Walaupun monarki telah menjadi lambang dari kekuatan landlord selama lebih dari 2000 tahun, akan tetapi revolusi di tahun 1911 ini tidak membawa perubahan yang fundamental terhadap kekuatan landlord. Keberhasilan terbesar dari revolusi Xinhai adalah mengambil alih kekuasaan monarki yang absolute selama lebih dari 2000 tahun dan menggantinya dengan sistem republik-demokratik. Namun keadaan masyarakat Cina pada masa itu tidak kalah kelamnya jika dibandingkan dengan masa akhir kekuasaan Dinasti Qing.
Simbol "gila" ..., Hardini Vani R, FIB UI, 2014
Setelah runtuhnya dinasti Qing, sempat ada perebutan kekuasaan antara Dr. Sun Yat Sen dengan Yuan Shikai. Dr. Sun Yat Sen sempat menjabat sebagai presiden Republik Cina, tetapi mereka dalam keadaan yang lemah.
Namun, Dr. Sun Yat Sen memilih untuk
menyerahkan keuasaan kepada Yuan Shikai yang sebenarnya adalah seorang jenderal pada masa dinasti Qing. Di bawah kepemimpinan Yuan Shikai keadaan rakyat Cina tidak banyak berubah. Bahkan, Yuan Shikai terpilih untuk terus memimpin Cina sepanjang hidupnya yang secara tidak langsung akan membuat Cina kembali ke masa Dinasti. Yuan Shikai pun sering terlibat perselisihan dengan orang-orang Kuomintang. Dalam masa pemerintahan Yuan Shikai terjadi reorganisasi pemerintahan di tingkat provinsi. Provinsi dipimpin oleh seorang gubernur militer, bukan seorang sipil, hal inilah yang menjadi dasar munculnya warlord yang nantinya akan menghancurkan Cina. Pada tanggal 20 November 1915, Yuan mengadakan pertemuan khusus dengan Majelis Perwakilan yang akhirnya memilih Yuan untuk menjadi kaisar selanjutnya. Lalu pada tanggal 12 Desember 1915 Yuan menyetujui penunjukkan dirinya menjadi Kaisar Cina yang berikutnya. Dengan penunjukkan Yuan sebagai Kaisar yang berikutnya justru membuat Yuan ditinggal pendukungnya. Pemberontakan-pun mulai terjadi, mereka menginginkan Yuan untuk mundur dari posisinya sebagai presiden. Setelah kematian Yuan Shikai pada tahun 1916, terjadi kekosongan pemimpin di Cina. hal tersebut mengakibatkan para warlord mulai berdiri sendiri. Mereka memerintah di daerah yang mereka kuasai. Bahkan tidak sedikit warlord yang menyerang daerah warlord lain untuk menjarah. Penjarahan-penjarahan yang dilakukan oleh para tentara warlord membuat masyarakat sangat menderita. mereka yang sehari-hari hidup miskin masih dijarah oleh tentara warlord, dalam sehari bisa lebih dari sekali mereka dijarah. Praktek feodalisme kala ini membuat rakyat Cina tetap berada pada kondisi menderita. Harapan yang sempat muncul setelah keberhasilan rakyat Cina dalam menggulingkan kekaisaran Qing akhirnya harus kembali terpendam. Di titik inilah kemudian para intelektual Cina mulai tergugah untuk mengadakan pembaharuan. Dipicu oleh kekecewaan rakyat Cina atas ditandatanganinya perjanjian Versailles, serta posisi Cina yang terlihat semakin lemah karena perjanjian tersebut, membuat rasa nasionalis mereka semakin meningkat. Mereka merasa bahwa untuk melawan kekuatan asing diperlukan pembaharuan dalam hal pemikiran dan ilmu pengetahuan. Mereka percaya kalau nilai-nilai tradisional Cina yang bertanggung jawab atas kelemahan politik Cina. Hal ini
Simbol "gila" ..., Hardini Vani R, FIB UI, 2014
membuat mereka ingin menghilangkan nilai-nilai tradisional yang lama dan menggantinya dengan yang baru. Hingga pada puncaknya meletuslah gerakan revolusi yang diprakarsai oleh para mahasiswa di Beijing. Gerakan yang terjadi pada tanggal 4 Mei 1919 ini dikenal dengan nama 五四运, Wǔsì Yùndòng.
II.
Analisis Penggunaan Simbol “Gila” dalam Cerpen Catatan Harian Orang Gila Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata gila selain dapat diartikan sebagai
kondisi dimana seseorang mengalami sakit ingatan ataupun kondisi seseorang yang mengalami gangguan saraf sehingga pikirannya tidak normal, juga dapat berarti sesuatu yang dianggap tidak biasa atau kondisi yang tidak sebagaimana mestinya. Definisi ini sesuai dengan apa yang dirasakan oleh tokoh Aku dalam cerpen Catatan Harian Orang Gila. Tokoh Aku selalu menganggap orang-orang disekelilingnya sangat ganjil dan membahayakan dirinya. Kegilaan tokoh Aku jika dilihat dari definisi kata gila di sini dan penggunaan simbol “gila” dalam tokoh Aku yang dimunculkan dapat dianalisis melalui beberapa perspektif. Berikut ini penulis mencoba untuk menganalisis singkat perasaan tokoh Aku serta maksud yang ingin disampaikan oleh Lu Xun melalui catatan harian sang Aku. Kegilaan ini bisa berarti bahwa tokoh Aku merupakan tokoh yang berada dalam kondisi yang tidak biasa atau berbeda dengan kondisi masyarakat di sekitarnya. Ketidaknormalan yang dirasakan oleh tokoh Aku mulai terlihat dari perasaannya ketika berhadapan dengan orang-orang di sekitarnya. Melalui catatan harian tokoh Aku yang disusun secara tidak kronologis karena tidak mencantimkan tanggal, banyak ditemukan pernyataanpernyataan tokoh Aku yang menggambarkan bahwa ia berada dalam posisi yang sangat berbeda dengan orang disekitarnya yang dianggap normal. Pendapat-pendapat tokoh Aku dan cara pandangnya terhadap dunia luar justru membuatnya semakin dianggap gila dan dikucilkan oleh orang-orang sekitar. Lu Xun menggunakan tokoh Aku sebagai alat untuk menuliskan pemikirannya akan tatanan Cina baru. Kegilaan tokoh Aku disini bisa berarti bahwa tokoh Aku aku memiliki jalan pikiran yang sangat berbeda dengan kebanyakan orang di zamannya. Melalui beberapa kutipan dalam catatan harian tokoh Aku seperti “ ini telah berlangsung sejak dulu, saat ini kita dapat menciptakan hal lain untuk menjadi lebih baik, dan bersumpah untuk tidak melakukannya lagi!....” (Lu Xun 2002: 45), disini diperlihatkan bahwa tokoh aku menentang apa yang dianggap oleh orang-orang sekitarnya sebagai sesuatu
Simbol "gila" ..., Hardini Vani R, FIB UI, 2014
yang sudah berlangsung sejak dulu. Ini juga terlihat dari percakapan antara tokoh Aku dan kakaknya : “Apa yang sedang kau bicarakan ini?” “Apa yang sedang kubicarakan?” Mereka sedang makan manusia sekarang di Desa Anak Serigala, dan kau dapat melihatnya tertulis di seluruh buku, dalam tinta merah segar.” Ekspresinya berubah, dan dia berubah pucat menakutkan. “bisa jadi,” katanya menatapku. “selalu terjadi seperti itu..” “Apa lalu boleh lantaran selalu terjadi seperti itu?” (Lu Xun 2002: 42)
Kata-kata sang kakak yang mengungkapkan bahwa perilaku memakan orang yang dilakukan orang-orang di sekitarnya adalah sesuatu yang biasa, ditentang secara tegas oleh tokoh Aku. Justru karena pemikirannya inilah tokoh Aku dianggap gila. Ini bisa berarti sebagai simbol pemikiran baru yang ingin ditunjukkan oleh Lu Xun, dimana pemikiran tersebut bertentangan dengan apa yang selama ini dianggap sudah menjadi tradisi oleh rakyat Cina. Sebagaimana yang dijelaskan di atas tentang bagaimana kondisi rakyat Cina setelah kekecewaan mereka terhadap pemerintahan Yuan Shikai, sebagian intelektual Cina mulai berpikir untuk menghilangkan pemikiran-pemikiran tradisional Cina. Pendapat tokoh Aku yang dianggap berbeda ini dapat dianalogikan dengan pemikiran beberapa intelektual Cina untuk mengadakan pembaharuan di Cina. Karena terkesan baru, pastinya pemikiran tersebut tidak bisa ditelan mentah-mentah oleh masyarakat Cina. Malah masyarakat Cina terkesan tertutup dalam merespon pembaharuan tersebut. Sebagaimana Lu Xun selalu menulis kata “menatapku” yang diikuti dengan kata yang terkesan negatif seperti, “... menatapku aneh dengan sebuah senyuman yang mengandung teka-teki.” (Lu Xun, 2002; 35), “jadi mengapa mereka harus menatapku dengan sangat aneh” (Lu Xun, 2002; 31).
Kata gila disini juga dapat dihubungkan dengan pemerintahan Cina pada saat itu yang masih menganut feodalisme. Hal ini bisa diartikan bahwa pemimpin feodal pada masa itu menganggap hal-hal baru yang terkesan berbeda dari susuatu yang telah menjadi kebiasaan dan tradisi sebagai alat yang bisa mengancam kedudukan pemimpin tersebut. Dimana kegilaan dari tokoh Aku mungkin dapat mengancam posisi kekuasaan suatu pemimpin ataupun dianggap mengganggu keanyamanan orang-orang disekitarnya yang sudah terbiasa dengan tradisi “memakan orang”. Oleh karena itu, perbedaan perlakuan yang mencolok sangat dirasakan oleh tokoh Aku dikarenakan perbedaan cara berpikir yang tak semestinya yang ia dimiliki. Selain itu, alasan Lu Xun menggunakan kata „gila‟ karena orang gila pada dasarnya dapat bebas melakukan apa saja dan berkuasa atas dirinya sendiri tanpa harus memikirkan
Simbol "gila" ..., Hardini Vani R, FIB UI, 2014
pandangan orang lain mengenai dirinya. Tidak menutup kemungkinan kondisi seperti itu dapat membahayakan orang lain. Bila dikaitkan dengan jalan cerita dalam cerpen ini, „gila‟ bisa saja mengancam pada satu sistem kekuasaan yang sudah baku karena dapat memporakporandakan sistem tersebut sehingga mengancam suatu kepemimpinan seseorang. Secara langsung telah memperlihatkan kepada pembaca bahwa Lu Xun menyindir kekuasaan pada masa itu yang lebih mementingkan „isi perut‟ saja daripada rakyat jelata yang mengalami kesengsaraan tiada akhir sekaligus menyindir rakyat Cina yang saat itu hanya bisa tunduk dan diam saja menyaksikan kebengisan para penguasa tanpa melakukan tindakan apapun (reaksi masyarakat Cina yang lebih memilih hegemoni penguasa daripada keadilan yang merata bagi seluruh rakyat Cina). Disini Lu Xun juga ingin menunjukkan bahwa suatu kaum mayoritas belum tentu selalu benar, yang merujuk pada masyarakat Cina itu sendiri. Mereka telah terjebak dalam kondisi dan tradisi masa lalu Cina yang amat kental dengan konfusius. Selain ingin menggambarkan keadaan masyarakat Cina dan ketamakan para pemimpin pada saat itu, Lu Xun juga ingin mengajak masyarakat Cina untuk meninggalkan tradisi kuno Cina yang sudah berusia ribuan tahun. Mempersiapkan diri untuk terbuka atas pembaharuan yang lebih maju. Lu Xun menggunakan tokoh Aku sebagai kaum minoritas yang ingin berubah. Dalam cerpen ini Lu Xun juga menggambarkan bagaimana keadaan sosial politik masyarakat Cina sebagaimana yang telah dijabarkan di bagian sebelumnya. Keadaan yang porak-poranda menjadi latar belakang yang kental di Cina pada saat itu. Kekuasaan para pemimpin feodal yang tak manusiawi tergambar dalam cerpen ini. Dalam cerpen terdapat petikan “Kebuasan seekor singa, ketakutan seekor kelinci, kecerdikan seekor musang.” (Lu Xun, 2002 : 39) Ini lebih merupakan pencerminan simbol yang dipakai oleh Lu Xun. Singa digambarkan sebagai penguasa hutan dan dengan kebengasannya memimpin hutan, membuat hewan yang lain menjadi tunduk. Salah satu hewan yang berasal dari ras kucing ini 7 membuat hewan-hewan yang dipimpin merasa takut. Kelinci sebagai hewan yang lemah dan tak berdaya hanya bisa takut dan tunduk. Sedangkan musang dalam peribahasa kerap digunakan sebagai ibarat orang yang jahat dan curang. Simbol pemimpin feodal disini tergambar melalui penggunaan simbol singa, sedangkan simbol kelinci mewakili rakyat yang tidak bisa berbuat apa-apa dan musang menggambarkan orang yang mengambil keuntungan dari rakyat Cina.
7
C.A.S Williams, Outlines of Chinese Symbolism and Art Motives, (Singapura: Berkeley Books Pte. Ltd., 1974), 254.
Simbol "gila" ..., Hardini Vani R, FIB UI, 2014
Pada cerpen ini juga dijelaskan kondisi masyarakat Cina yang tertindas oleh para pemimpin feodal yang hanya memikirkan jabatan dan memenuhi kantong sendiri dengan kekayaan yang didapat dari perbuatan zhalim tersebut. Pemimpin feodal sama sekali tidak peduli dengan kesejahteraan rakyat dan benar-benar memperkaya diri. Mereka sama sekali tidak peduli dan malah terkesan senang jika melihat masyarakatnya bunuh diri. Seperti kutipan dibawah ini: "Aku memahami cara mereka; mereka tidak berkeinginan untuk membunuh seseorang di luar hukum," (Lu Xun, 2002: 39). Dari sini dapat disimpulkan bahwa bagi pemimpin feodal, masyarakat bunuh diri merupakan suatu peristiwa yang mereka senangi, karena secara tidak langsung beban sang pemimpin menjadi lebih ringan karena berkurang beban yang harus mereka urus. Gila dalam konteks di atas dapat dimaknai sebagai kegilaan akan kekuasaan dan harta. Para penguasa sibuk menata harta bendanya agar tak berkurang sedikit pun, jadi lebih sibuk memikirkan dirinya untuk bagaimana supaya terus bertambah kekayaannya daripada memikirkan kemiskinan rakyat yang terus menjadi akibat kerakusan para penguasa itu. Selain itu, para penguasa dan kaum revolusioner serta para intelektual sibuk mempertahankan kekuasaan agar tidak lengser dengan cepat dan kekuasaannya tersebut tetap memiliki kharisma di mata rakyat padahal kenyataannya bobrok. Bahkan untuk memenuhi keinginannya dalam memperoleh keuntungan bagi diri sendiri, mereka tidak segan untuk merugikan orang lain. Seperti terlihat dari kutipan berikut : “..semua orang ini ingin makan daging manusia dan pada saat yang bersamaan..”(Lu Xun 2002: 37). Sindiran-sindiran itu terasa sangat jelas dalam cerpen ini sehingga tokoh Aku hanya dijadikan sebagai alat untuk pembaca dapat memahami betul-betul isi cerita secara keseluruhan meskipun tokoh Aku dalam cerita dinyatakan gila (tidak waras) yang sesungguhnya. Kegilaan yang dimunculkan oleh Lu Xun dalam cerpen Catatan Harian orang Gila ini juga dapat diinterpretasikan sebagai wujud kerusakan moral masyarakat kala itu juga bisa berarti kondisi sosial politik Cina yang semakin buruk. Lu Xun menggunakan istilah kanibalisme untuk menggambarkan orang-orang yang saling memakan satu sama lain dan merugikan sesama manusia. Moral yang buruk dari para penguasa ditunjukan melalui kutipan : “.. istri-istri mereka dibawa kabur oleh oleh para juru sita, atau para orang tua mereka dipaksa bunuh diri oleh para kreditor…”(Lu Xun 2002: 32). Dalam cerpen ini membunuh orang juga terkesan biasa dan bukan merupakan hal yang tercela, “….bahwa seorang tokoh yang terkenal karena nama jeleknya di desa mereka, telah dipukuli hingga mati.” (Lu Xun 2002: 33). Sindiran-sindiran untuk pemerintah maupun untuk rakyat Cina sendiri juga banyak
Simbol "gila" ..., Hardini Vani R, FIB UI, 2014
terlihat seperti, “.. tapi sejarah yang tersaji di hadapanku tidak kronologis. Yang tertulis secara acak setiap halaman dipenuhi kata-kata: “Kebijakan dan Moral”. Karena tidak dapat juga, maka aku membacanya dengan teliti…”(Lu Xun 2002: 34-35), "Betapa menyenangkan hidup ini bagi mereka apabila mereka dapat melepaskan diri dari obsesi-obsesi semacam itu dan pergi bekerja, berjalan, makan, dan tidur dengan tenang. Sayang, cahaya mata kesadaran mereka sudah padam oleh kepekatan nafsu" (Lu Xun, 2002: 43) Kesimpulan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan di atas, penggunaan simbol gila dan pemunculan tokoh Aku oleh Lu Xun dalam cerpen Catatan Harian Orang Gila tidak hanya semata-mata sebagai pembangun cerita, tetapi juga merupakan alat yang digunakan oleh Lu Xun untuk menyampaikan beberapa tujuan. Secara garis besar, hasil analisis mengenai kata gila dalam cerpen ini dapat mewakili hal-hal sebagai berikut : 1. Kata gila digunakan untuk mewakili pemikiran Lu Xun mengenai pembaharuan di Cina, dan menunjukkan bahwa tokoh Aku memiliki pemikiran yang berbeda dengan orang disekitarnya, karena gila disini dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang tidak biasa dan berbeda dari keadaan normal. Lu Xun menggunakan tokoh Aku sebagai alat untuk menuliskan pemikirannya akan tatanan Cina baru. 2. Gila dalam cerpen ini dimaknai sebagai kegilaan akan harta dan kekuasaan yang melanda para penguasa.bahkan demi untuk menuruti kegilaan akan kekuasaan dan hata ini mereka tidak segan untuk saling menyakiti satu sama lain. Dan melakukan apa saja untuk menyingkirkan sesuatu yang dianggap sebagai hambatan dalam memperoleh kekuasaan dan harta. 3. Kegilaan dalam cerpen ini sebagai representasi degradasi moral dan kondisi social Cina yang semakin memburuk. Alasan mengapa Lu Xun menggunakan kata gila dan memunculkan tokoh Aku sebagai seorang gila, jika dikaitkan dengan kondisi sosial dan politik masyarakat Cina pada masa itu, bisa merupakan bentuk sindiran untuk mengingatkan dan menyadarkan baik rakyat maupun pemerintah Cina. Ditengah-tengah penderitaan tidak habisnya yang dirasakan oleh rakyat, serta polemik yang terjadi dikalangan pemimpin maupun intelektual Cina, Lu Xun berusaha menyadarkan dan mengingatkan seluruh rakyat Cina agar terlepas dari “kegilaan” yang melanda mereka. Terlepas dari kondisi di mana para penguasa lebih mementingkan dirinya sendiri atau egois sedangkan rakyatnya berpikiran feodal di tengah-tengah ketamakan para penguasa itu. Dengan demikian, cerpen Lu Xun yang berjudul Catatan Harian Orang Gila ini
Simbol "gila" ..., Hardini Vani R, FIB UI, 2014
dapat dikatakan sebagai perwujudannya protes Lu Xun terhadap kondisi negeri Cina pada masa itu. Lu Xun dengan lantang menyuarakan sindirannya melalu karya sastranya ini.
DAFTAR ACUAN BUKU 1. Rene Wellek&Austin Werren,Teori Kesusastraan, diterj. Oleh Melani Budianta , Jakarta, 1989. 2. Xun, Lu. Selected Stories of Lu Xun : A Mad Man’s Diary 《 狂人日记》, 1918. 3. Yi-tsi Mei Fuerwerker. Lu Xun, Yu Dafu, and Wang Meng, Harvard University Press, 1993. 4. Tambling, Jeremy. Madmen and Other Survivors: Reading Lu Xun's Fiction. Hong Kong: Hong Kong University Press, 2007. 5. Owen, Stephen. Anthology of Chinese Literature: Beginnings to 1911, Norton, New York, 1996. 6. C.A.S Williams, Outlines of Chinese Symbolism and Art Motives, Singapura: Berkeley Books Pte. Ltd., 1974
KAMUS 1. Alwi Hasan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2007.
PUBLIKASI ELEKTRONIK 1. Michael Beaney ,
Analysis
, The Stanford Encyclopedia of Philosophy .
http://plato.stanford.edu/entries/analysis/ (Diakses pada 23 Juli 2013)
Simbol "gila" ..., Hardini Vani R, FIB UI, 2014