Seminar Nasional Fisika 2013 ISSN 2088-4176 Pusat Penelitian Fisika-LIPI Serpong, 4 September 2013 _______________________________________________________________________________________
SIFAT KRITIS MODEL MAGNETIK SPIN KUBIK -RUSUK PADA KISI BERLAPIS (Critical Properties of Edge-Cubic Spin Model on Multi-layer Lattices) Tasrief Surungan, Azwar Sutiono, Bansawang BJ Laboratorium Fisika Teoretik dan Komputasi, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, 90245 Telp : (0411) 586016, Fax : (0411) 588551 Email:
[email protected] ABSTRAK Sifat kritis model magnetik cubik-rusuk pada kisi berlapis diteliti melalui simulasi Monte Carlo. Oleh karena energi model ini selalu dapat dinyatakan sebagai kelipatan bilangan bulat maka digunakan algoritma Wang-Landau. Besaran fisis yang dihitung meliputi panas jenis, parameter keteraturan berupa magnetisasi dan perbandingan momen-nya. Estimasi temperatur kritis diperoleh melalui analisis panas jenis. Temperatur kritis yang diperoleh untuk kasus satu lapis (2D) konsisten dengan studi sebelumnya. Untuk kasus 3D, temperatur kritis yang diperoleh lebih tinggi, konsisten dengan ramalan teoretik bahwa sistem lebih stabil pada dimensi yang lebih tinggi. Kata Kunci: Monte Carlo, Perubahan Fase, Model Magnetik, Algoritma Wang-Landau ABSTRACT We study critical properties of edge-cubic spin model on multi-layer square lattices by using Monte Carlo simulation. As the energy of the models can always be represented as a multiple of integer, we implement the Wang-Landau algorithm for precise calculation. We calculated several physical quantities such as specific heat, order parameters and the moment ratio. The estimated critical temperature is obtained from the analysis of specific heat. For 2D case (single layer), the obatained critical temperature is consistent with that of previous study. For 3D case, we observed the critical temperature larger than the that of two dimensional case, in agreement with theory. Key Words:Monte Carlo, Phase Transition, Magnetic Models, Wang-Landau Algorithm
PENDAHULUAN Perubahan fase (phase transition) merupakan fenomena alam yang sangat umum dan penting; sebab itu perlu peninjauan baik secara teoretik maupun eksperimen[2]. Studi perubahan fase memiliki aplikasi dalam banyak bidang, antara lain fisika material, fisika partikel,, kristal cair, polimer, dan lain-lain. Salah satu contoh perubahan fase adalah perubahan air menjadi gas; atau air menjadi es (padat). Secara umum, perubahan fase berkaitan dengan fenomena kerusakan simetri (symmetry breaking) sistem. Untuk perubahan fase yang disebabkan oleh fluktuasi termal, sistem akan berada pada derajat simetri tinggi pada temperatur tinggi karena semua ruang konfigurasi terakses dengan mudah. Penurunan suhu akan mengurangi fluktuasi termal dan mengakibatkan sistem berada pada keadaan teratur[3]. 845
Seminar Nasional Fisika 2013 ISSN 2088-4176 Pusat Penelitian Fisika-LIPI Serpong, 4 September 2013 _______________________________________________________________________________________
Salah satu fenomena
perubahan fase yang berkaitan dengan bahan magnetik adalah
magnetisasi spontan. Jika sistem feromagnet didinginkan hingga temperatur
kritis (temperatur
Curie) maka akan terjadi magnetisasi spontan. Fenomena ini dapat dijelaskan secara teoretik melalui model magnetik sederhana, yaitu model Ising. Model ini mengasumsikan keberadaan variabel diskret (momen magnetik atau spin) yang dapat bernilai +1 atau -1. Spin-spin menempati titik kisi dan berinteraksi dengan spin sekitarnya, misalnya dengan tetangga terdekat (nearestneighbors). Model Ising pada kisi 2D adalah salah satu contoh model magnetik sederhana yang menunjukkan gejala magnetisasi spontan. Dalam studi ini akan dikaji model spin kubik, yaitu salah satu dari model magnetik diskret dengan simetri polihedral[4]. Model ini telah dikaji oleh Surungan dkk (2008) untuk kasuk dua dimensi (2D); disini dikaji untuk kasus quasi-3D, yaitu dengan struktur kisi berlapis. Struktur polihedra diperoleh dengan membagi sama besar sudut ruang 4
dari struktur bola (sphere).
Terdapat lima jenis struktur polihedra yaitu: tetrahedron, oktahedron (kubik), heksahedron, ikosahedron dan dodekahedron. Model spin kubik diperoleh dengan mengasumsikan vektor spin yang titik tangkapnya pada pusat kubik sedangkan ujungnya pada titik-titik sudut atau titik tengah sudut; atau titik tengah rusuk. Motivasi studi ini adalah untuk melihat perubahan fase dalam struktur berlapis. Sistem dengan dimensi ruang yang lebih besar secara teoretik diharapkan akan memiliki temperatur kritis lebih tinggi karena jumlah tetangga dari masing-masing spin lebih banyak. Perhitungan temperatur kritis pada struktur berlapis akan merupakan kontribusi baru dalam ranah penelitian studi perubahan model magnetik. Uraian selanjutnya membahas model dan metoda yang digunakan, hasil dan diskusi, dan akan ditutup dengan ringkasan dan simpulan. MODEL KUBIK-RUSUK DAN ALGORITMA WANG-LANDAU Model spin kubik-rusuk adalah model vektor spin dengan arah menuju titik tengah rusuk; sehingga terdapat 12 kemungkinan arah spin. Spin-spin menempati titik dari struktur kisi berlapis dan berintraksi dengan tetangga terdekatnya. Hamiltonian sistem dinyatakan oleh sajian berikut
H= J
si s j
(1)
dengan s i merupakan spin pada kisi ke-i dan J adalah tetapan interaksi. Oleh karena sistem yang ditinjau adalah feromagnetik maka ditetapkan J > 0. Pada keadaan dasar (ground state), dimana semua spin memiliki arah yang sama, energinya adalah -2NJ, dengan N adalah jumlah spin.
846
Seminar Nasional Fisika 2013 ISSN 2088-4176 Pusat Penelitian Fisika-LIPI Serpong, 4 September 2013 _______________________________________________________________________________________
Metoda yang akan digunakan adalah metoda MC; yang merupakan teknik numerik paling umum dalam perhitungan mekanika statistik, misalnya untuk studi model magnetik. Oleh karena energi dari model ini selalu dapat dinyatakan sebagai kelipatan bulat dari 1/2, maka akan digunakan algoritma Wang-Landau[3]. Algoritma ini diterapkan dalam banyak kasus, salah satunya dalam studi model Clock frustrasi[4]. Keunggulan algoritma WL adalah dimungkinkannya perolehan nilai rerata termal besaran fisis pada temperatur sembarang. Ide dasar dari algoritma ini adalah perolehan rapat energi g(E) (density of states = DOS)
yang akan digunakan dalam
perhitungan rerata termal Q. Rapat energi g(E) dihitung melalui iterasi dengan nilai awal g(E) = 1 untuk sumua keadaan. Keadaan baru dibangkitkan sesuai kebolehjadian
Nilai eksak g(E) diperoleh saat histogram h(E) mencapai syarat rata (flatness), yaitu tidak kurang dari nilai rerata tertentu, misalnya, 0.80. Nilai g(E) dan h(E) di-update setiap kali keadaan bersangkutan terbangkitkan sesuai hubungan berikut
Sajian (10) dan (11) menjadikan peluang keadaan dengan nilai DOS lebih besar untuk dikunjungi semakin
mengecil; sedangkan keadaan dengan DOS dengan kecil peluangnya membesar.
Langkah-langkah perolehan g(E) adalah sbb 10. Tetapkan keadaan awal: konfigurasi spin, faktor iterasi = 1, rapat energi ln g(Ei) = 1 dan histogram h(Ei) = 0.. 11. Perbaharui konfigurasi menurut kebolehjadian
(2) kemudian update g(E) dan h(E)
menurut Pers. (3) dan (4) hingga histogram mencapai syarat rata. 12. Perkecil faktor iterasi ( normalisasi
fi
g E i 12
f i 2
)
dan rescale g(E) dengan menggunakan syarat
N
untuk model Jam enam keadaan; lalu reset histogram h(Ei) =
0 sebelum kembali ke langkah (2). 13. Lakukan langkah 1 hingga 3 hingga DOS konvergen, kemudian lakukan pengukuran besaran fisis Q, misalnya hingga 40000 MCS.
847
Seminar Nasional Fisika 2013 ISSN 2088-4176 Pusat Penelitian Fisika-LIPI Serpong, 4 September 2013 _______________________________________________________________________________________
HASIL DAN PEMBAHASAN Rapat Keadaan g(E) dan Besaran Fisis Q(E) Rapat keadaan (density of states = DOS) adalah fungsi yang menyatakan jumlah konfigurasi yang bersesuaian dengan energi tertentu. Untuk model Ising, jumlah konfigurasi untuk energi terendah g E gs2 .
E gs
adalah 2 sesuai dengan jumlah kemungkinan arah spin, sehingga
Untuk model rusuk kubik,
g E gs12,
sesuai dengan jumlah kemungkinan arah
spin. Keadaan eksistasi pertama, kedua, dst, tentu saja akan memiliki rapat energi keadaan lebih N
g E i 12 ,
tinggi, sedemikian sehingga memenuhi syarat
dengan N menyatakan jumlah
spin. Orde bilangan sangat besar, sehingga dalam penggambarannya digunakan bilangan logaritmik. Gambar 1 menunjukkan rapat keadaan untuk ukuran kisi LxLxn; dengan L=8 dan n=1.
Gambar 1. DOS g(E) dan m(E) untuk ukuran kisi 8x8x1. Pada algoritma WL, perhitungan DOS diikuti oleh perhitungan besaran fisis, misalnya besaran Q(E) sebagai fungsi dari energi E. Rerata majelis (ensemble average) dari Q yang disimbolkan oleh
, dapat dihitung menurut hubungan berikut
Q T
g E Q E e g E e
Ei kT
E i kT
........................(5)
Berdasarkan hubungan (5) ini, perhitungan menggunakan WL diperoleh hasil tambahan (byproduct) berupa hasil untuk sistem anti-feromagnetik, yaitu yang bersesuaian dengan DOS untuk E > 0 (sisi sebelah kanan). Oleh karena
yang ditinjau adalah sistem feromagnetik, maka hasil
tambahan tersebut tidak dielaborasi dalam paper ini. Untuk ukuran kisi lebih besar, perolehan DOS melalui algoritma Wang-Landau perlu menerapkan
teknik windowing yaitu dengan membagi jangkauan energi atas beberapa bagian
(jendela). Dengan teknik ini, random walker tetap dapat menjelajah daerah energi secara efektif. 848
Seminar Nasional Fisika 2013 ISSN 2088-4176 Pusat Penelitian Fisika-LIPI Serpong, 4 September 2013 _______________________________________________________________________________________
Tanpa teknik windowing, algoritma WL sulit menangani sistem dengan ukuran kisi yang lebih besar. Gambar 2 memperlihatkan DOS ukuran kisi LxLxn dengan L=32 dan n=2; dimana bagian (kiri) adalah DOS masing-masing jendela secara terpisah sedangkan (kanan) adalah hasil penggabungan. Pada Gambar 3 juga diperlihatkan rapat magnetisasi m(E) untuk masing-masing jendela pada bagian (kiri) dan hasil penggabungannya pada bagian (kanan). Pada prinsipnya jumlah jendela dapat dipilih sesuai kebutuhan. Di sini disajikan DOS untuk E < 0, yang bersesuaian dengan sistem feromagnetik.
Gambar 2: (Kiri) Perhitungan DOS dua window untuk kisi 32x32x2. (Kanan) DOS hasil penggabungan kedua window. Untuk besaran fisis Q(E), misalnya m(E), hasil masing-masing window ditunjukkan oleh Gambar 3. Perhitungan rerata termal masing-masing besaran menggunakan hubungan 2.
Gambar 3: (Kiri) Perhitungan Magnetisasi dua window untuk kisi 32x32x2. (Kanan) Magnetisasi hasil penggabungan kedua window. Panas Jenis Panas jenis merupakan salah satu besaran termodinamik yang penting dalam menentukan karakteristik perubahan fase sistem. Panas jenis dari sistem dapat dinyatakan sebagai berikut 849
Seminar Nasional Fisika 2013 ISSN 2088-4176 Pusat Penelitian Fisika-LIPI Serpong, 4 September 2013 _______________________________________________________________________________________
C v
1 E2 kT 2
E 2 ............................(3)
dimana E adalah energi unit J sedangkan < … > merepresentasikan rata-rata ensambel. Temperatur dinyatakan dengan J/kB dimana kB adalah konstanta Boltzmann. Dalam penelitian ini telah dihitung panas jenis untuk berbagai ukuran kisi dengan jumlah lapis bervariasi. Gambar 4 memperlihatkan perubahan panas jenis sistem terhadap temperatur untuk ukuran kisi L=8, 16 dan 32; masing-masing untuk satu lapis. Puncak
grafik menunjukkan terjadinya
perubahan fase pada daerah tersebut yaitu sekitar T = 0.53(2), dimana angka dalam kurung merupakan ketidakpastian dari angka terakhir.
Gambar 4: Panas jenis Cv sistem dengan ukuran kisi satu lapis. Estimasi
temperatur kritis dapat dilakukan melalui plot perubahan panas jenis untuk
berbagai ukuran kisi, baik linear L dan jumlah lapis n; sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 5, 6 dan 7. Gambar 5 menunjukakan perubahan panas jenis terhadap temperatur uktuk ukuran kisi L=8 dengan variasi jumlah lapis, yaitu
n=1,2,3. (lapis). Puncak Cv mengalami pergeseran, masing-
masing 0.521(1), 0.825(1) dan 0.918(1) masing-masing untuk n=1,2 dan 3.
Gambar 5: Panas jenis kisi berukuran 8x8xn, dengan n=1, 2 dan 3.
850
Seminar Nasional Fisika 2013 ISSN 2088-4176 Pusat Penelitian Fisika-LIPI Serpong, 4 September 2013 _______________________________________________________________________________________
Gambar 5: Panas jenis kisi berukuran 16x16xn, dengan n=1, 2, dan 3. Gambar 5 menunjukkan pergeseran puncak panas jenis untuk sistem L = 16, dengan n=1,2, an 3. Pola yang sama ditunjukkan dalam Gambar 6. Ketiga plot tersebut menunjukkan pergeseran temperatur kritis dengan bertambahnya jumlah lapisan.
Gambar 6: Panas jenis kisi berukuran 32x32xn, dengan n=1, 2, dan 3.
ESTIMASI TEMPERATUR KRITIS Metoda standar estimasi temperatur kritis adalah menggunakan penyekalaan ukuran berhingga (finite size scaling) dari momen ratio parameter keteraturan atau parameter Binder. Hasil kalkulasi untuk data momen ratio belum sepenuhnya konklusif, maka estimasi kritis
temperatur
dilakukan melalui data panas jenis sebagaimana diuraikan dalam bagian sebelumnya.
Temperatur kritis dari setiap sistem dengan jumlah lapis berbeda terlihat pada grafik panas jenis dari setiap sistem. Puncak pada grafik menunjukkan daerah kritis perubahan fase sistem. Artinya, perkiraan temperatur kritis berada pada rentang tersebut. Estimasi temperatur kritis untuk setiap sistem kisi dapat dilihat pada tabel berikut.
851
Seminar Nasional Fisika 2013 ISSN 2088-4176 Pusat Penelitian Fisika-LIPI Serpong, 4 September 2013 _______________________________________________________________________________________
Tabel 1. Estimasi temperatur kritis tiap kisi n
1
2
3
L
Tc
8
0.5207
16
0.5313
32
0.527
8
0.8257
16
0.8347
32
0.8466
8
0.918
16
0.945
32
0.9623
Melalui tabel tersebut temperatur kritis termodinamik (bulk) dapat diekstrapolasi melalui plot antara Tc versus 1/L atau 1/n seperti ditunjukkan oleh Gambar 7. Dari kedua grafik diperoleh estimasi temperatur kritis 3D yaitu 0.95(1). Untuk grafik Tc versus 1/L, terlihat estimasi temperatur kritis untuk n kecil pengaruh ukuran kecil sangat dominan; sebab proporsi titik kisi pada tepi cukup besar. Oleh karena penelitian ini masih sedang berlangsung, estimasi yang lebih akurat, termasuk eksponen kritis akan dilaporkan di tempat lain.
Gambar 7: Ekstrapolasi temperatur kritis (Kiri) Tc versus 1/L (kanan) Tc versus 1/n. RINGKASAN DAN SIMPULAN Telah dilakukan penelitian studi perubahan fase model magnetik dengan spin memiliki simetri rusuk-kubik (edge-kubik) pada sistem kisi berlapis. Spin tersebut merupakan salah satu versi diskret dari model Heisenberg, yaitu vektor kontinu dengan simetri grup ortogonal tiga dimensi O(3). Ukuran linear kisi L diambil bervariasi; demikian pula jumlah lapis n. Spin-spin masing-masing menempati setiap titik kisi yang jumlahnya N=LxLxn. Struktur ini tampak sebagai tumpukan kisi bujur-sangkar atau lapisan n bujur-sangkar. 852
Seminar Nasional Fisika 2013 ISSN 2088-4176 Pusat Penelitian Fisika-LIPI Serpong, 4 September 2013 _______________________________________________________________________________________
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa sistem dengan jumlah n lapis yang lebih besar (multilayers) mempunyai temperatur kritis yang lebih tinggi. Hal ini dapat dijelaskan secara teortik bahwa sistem lebih stabil jika jumlah lapis lebih banyak sebab bilangan koordinasinya menjadi lebih besar. Interkasi antar spin, yang dinyatakan dalam tetapan gandeng J mampu mengatasi fluktuasi termal. Estimasi nilai temperatur kritis termodinamik adalah 0.95(1). Perlu studi lanjutan yang menghitung secara langsung kisi tiga dimensi, yaitu dengan ukuran kisi LxLxL, sehingga estimasi temperatur kritis yang diperoleh dalam studi ini dapat dibandinkan. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis berterima kasih kepada Wira B. Nurdin, Nurlaela Rauf dan P. L. Gareso BJ atas diskusi dan masukannya yang berharga. Penelitian ini didanai oleh Proyek Penelitian Desentralisasi Skema Kompetisi Internal,
Pengembangan Fasilitas Private Cloud Computing untuk Sarana
Penelitian Bidang Sains, BOPTN UNHAS Tahun Fiskal 2013. DAFTAR PUSTAKA 1. Tasrief Surungan, Naoki Kawashima and Yutaka Okabe, “Critical properties of the edgecubic spin model on a square lattice”, Phys. Rev. B77, 214401 (2008). 2. S. Sachdev, “Quantum Phase Transition”, Cambridge Univ. Press, 2001. 3. P. Ehrenfest and T. Ehrenfest, “Über zwei bekannte Einwände gegen das Boltzmannsche Htheorem”, Phys. Z. , vol 8 (1907): 311-314. 4. T. Surungan and Y. Okabe, Study of spin models with polyhedral symmetry on square lattice, Proceeding Jogya International Conference on Physics, ISBN: 979-95620-2-3, (2012):65-69. 5. F. Wang and D. P. Landau, “Efficient, Multiple-Range Random Walk Algorithm to Calculate the Density of States”, Phys. Rev. Lett. Vol 86 (2001): 2050-2053. 6. T. Surungan, Jurnal Fisika, Vol. 10, No. 1, (2010): 1-15. 7. D. P. Landau and K. Binder, A Guide to Monte Carlo Simulation in Statistical Physics, Cambridge Univ. Press, Cambridge (2000). 8. T. Surungan, Y. Okabe, and Y. Tomita, “Study of the fully frustrated clock model using the Wang–Landau algorithm”, J. Phys. A vol 37 No. 14 (2004): 4219-4230 ; T. Surungan and Y. Okabe, “Kosterlitz-Thouless Transition in Planar Spin Models with Bond Dilution”, Rev. B, vol 71 (2005): 184428-184436.
853
Phys.