SIFAT FISIKOKIMIA DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SARANG SEMUT (Myrmecodia pendans) SEBAGAI PENGAWET ALAMI PANGAN PHYSICO-CHEMICAL AND ANTIOXIDANT ACTIVITY CHARACTERISTIC DETERMINING ANTS NEST (Myrmecodia pendans) AS A NATURAL PRESERVATIVE Erminawati dan Rifda Naufalin Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Universitas Jenderal Soedirman, Jl dr Soeparno Karangwangkal Purwokerto, Email :
[email protected]
ABSTRAK Sarang semut (Myrmecodia pendans) merupakan tumbuhan epifit dari Hydnophytinae (Rubiceae), yang telah lama dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai salah satu obat tradisional dan memiliki potensi sebagai antioksidan alami. Komponen kimia yang berpotensi sebagai antioksidan dalam sarang semut adalah flavonoid, tanin, dan tokoferol. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh: bentuk sarang semut (bubuk dan potongan), suhu ekstraksi dan ekstrak dengan berbagai konsentrasi. Penelitian ini dilakukan dengan mengeringkan sampel sarang semut, mengekstrak sarang semut dan melakukan pengujian sifat fisikokimia, analisis total fenolik serta uji aktivitas antioksidan.
Penelitian menggunakan
metode eksperimental Rancangan Acak Kelompok (RAK) menggunakan tiga faktor pengujian, yaitu bentuk bahan ekstraksi (B1=serbuk umbi sarang semut, B2=potongan umbi sarang semut); suhu ekstraksi (T1=30oC, T2=50oC, T3=70oC); dan ekstrak
dengan konsentrasi (K1=20%,
K2=50%, K3=100%). Ketiga faktor tersebut menghasilkan 18 kombinasi perlakuan dan setiap perlakuan diulang 2 kali sehingga diperoleh 36 unit percobaan. Data hasil pengujian dianalisis menggunakan uji sidik ragam (uji F) pada taraf 5 persen, apabila terdapat perbedaan kemudian analisis dilanjutkan dengan menggunakan DMRT.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sarang
semut dalam bentuk bubuk memberikan nilai aktivitas antioksidan dan total fenolik lebih tinggi dibanding sarang semut dalam bentuk potongan masing-masing 21,72% dan 32,7 mg/100g; 10,6% dan 22,3 mg/100g; suhu ekstraksi 70ºC dan ekstrak 100% memberikan nilai aktivitas antioksidan dan total fenolik paling tinggi 21,4% dan 30,3 mg/100g; 26,4% dan 43,7 mg/100g; interaksi antara sarang semut dalam bentuk bubuk, suhu 50ºC dan ekstrak 100% memberikan nilai total fenolik paling tinggi sebesar 56,7 mg/100g dan interaksi antara sarang semut dalam
bentuk bubuk, suhu 70ºC dan 100% memberikan nilai aktivitas antioksidan paling tinggi yaitu sebesar 40,7%. Pada ekstrak dengan konsentrasi 20% dan 50% masih memberikan aktivitas antioksidan yang baik, walaupun terjadi penurunan sebesar 78,56% dan 37,38% dibandingkan konsentrasi 100%.
Berdasarkan sifat fisikokimia sarang semut dan aktivitasnya sebagai
antioksidan, ekstrak sarang semut dapat dimanfaatkan sebagai pengawet alami pada produk pangan. Key word : Ekstrak Sarang semut, aktivitas antioksidan, pengawet alami pangan ABSTRACT Ant nests (Myrmecodia pendans) is an epiphytic plants of Hydnophytinae (Rubiceae), which has been known and used by society as one of the traditional medicine and has potential as a natural antioxidant. Chemical components that have the potential as an antioxidant in the ant nest are flavonoids, tannins, and tocopherol. This study aimed to determine the effect of: ant forms, extraction temperature and concentration of the extract. Research was carried out by drying the sample ant nest, ant nest extract and physicochemical properties testing, analysis of total phenolic and antioxidant activity. Research using experimental methods of Randomized Block Design (RBD) using three-factor test, the material forms of extraction (B1 = ant powder tubers, pieces of tubers B2 = ant), extraction temperature (T1 = 30oC, T2 = 50°C, T3 = 70oC) , and the concentration of the extract (K1 = 20%, = 50% K2, K3 = 100%). These three factors combination resulted in 18 treatments and each treatment was repeated two times to obtain 36 experimental units. Data were analyzed using the test results of variance (F test) at the 5 percent level, if there is a difference then followed by analysis using DMRT. Results showed that the ants nest in the form of powder delivering value and total phenolic antioxidant activity higher than an anthill in pieces respectively 21.72% and 32.7 mg/100g; 10.6% and 22.3 mg/100g ; extraction temperature 70 º C and 100% concentration extracts give antioxidant activity and total phenolic highest 21.4% and 30.3 mg/100g; 26.4% and 43.7 mg/100g; interactions between ants nest in the form of powder, temperature of 50 º C and 100% concentration gave the highest value of total phenolic 56.7 mg/100g and interactions between ants nest in the form of powder, a temperature of 70 º C and 100% concentration gave the highest values of antioxidant activity that is equal to 40.7%. At a concentration of 20% and 50% still give a good antioxidant activity, although there was a decrease of 78.56% and 37.38% compared to 100% concentration. Based
on the physicochemical properties of ant nests and activity as an antioxidant, ant extract can be used as a natural preservative in food products. Key word: ant nest extract, antioxidant activity, natural preservative of food PENDAHULUAN Maraknya makanan cepat saji pada zaman sekarang merupakan suatu kemudahan bagi masyarakat yang menginginkan kepraktisan dalam mengkonsumsi makanan. Makanan yang paling banyak diminati sebagian besar mengandung lemak dan karbohidrat. Bahan pangan tersebut mudah sekali mengalami kerusakan. Salah satu kerusakan pada lemak atau bahan pangan berlemak adalah terjadinya ketengikan (rancidity) yang merupakan kerusakan atau perubahan bau dan flavor. Cara pengawetan bahan pangan yang mengandung lemak lazimnya dilakukan dengan penambahan senyawa antioksidan. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat melindungi bahan pangan terutama yang mengandung lemak dari oksidasi. Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil, tapi mampu menginaktifasi berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi, dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif (Winarsi, 2008). Industri pangan nasional biasa menggunakan antioksidan sintetis maupun alami untuk mencegah peroksidasi lemak sehingga meningkatkan kualitas dan stabilitas produk pangan (Yu et al., 2002). Penggunaan antioksidan sintetis memiliki efektivitas yang tinggi, namun belum tentu aman bagi kesehatan sehingga penggunaanya perlu pengawasan yang ketat. Hal ini sependapat dengan Hernani dan Raharjo (2005) yang mengemukakan bahwa penggunaan antioksidan sintetis diduga dapat menjadi agen karsinogenik penyebab penyakit kanker. Menurut Kikuzaki dan Nakatani (1993) menyatakan bahwa antioksidan sintetis juga mempunyai efek toksik. Hal ini membuka peluang untuk mengembangkan antioksidan alami dari ekstrak tanaman. Penggunaan tanaman sebagai sumber antioksidan terkait dengan kandungan komponen bioaktif seperti fenolik yang meliputi flavonoid dan fenilpropanoid (Rice-Evans et al., 1996). Menurut Pratt dan Hudson (1992), antioksidan alami banyak terdapat dalam tanaman dan komponen tersebut terkandung pada seluruh bagian tanaman seperti akar, daun, bunga, biji, batang, kulit, ranting, dan buah. Salah satu bahan alami yang potensial sebagai sumber senyawa antioksidan dan pengawet alami adalah tumbuhan sarang semut (Myrmecodia pendans). Tanaman ini tumbuh secara epifit yaitu menempel di pohon besar, pada batang bagian bawahnya menggelembung berisi rongga-rongga yang disediakan sebagai sarang semut jenis tertentu. Subroto dan Saputro (2006) mengungkapkan bahwa senyawa aktif yang terkandung dalam sarang semut adalah flavonoid, tanin, dan tokoferol yang berfungsi sebagai antioksidan dalam tubuh. Salah satu cara untuk mendapatkan bahan aktif adalah dengan cara ekstraksi. Menurut Houghton dan Raman (1998), pengawet alami dari tanaman dapat diperoleh dengan cara ekstraksi dengan pelarut yaitu dengan cara mempertemukan bahan yang akan diekstrak dengan pelarut organik selama waktu tertentu, diikuti pemisahan filtrat dari residu bahan yang diekstrak. Hal ini serupa dengan pendapat Harborne (1996) bahwa, ekstraksi dapat diartikan sebagai proses penarikan komponen atau zat aktif menggunakan pelarut tertentu. Proses ekstraksi bertujuan mendapatkan bagian-bagian tertentu dari bahan yang mengandung komponen bioaktif. Penelitian sifat fisikokimia perlu dilakukan terhadap suatu bahan yang diduga memiliki kandungan aktivitas antioksidan, karena sifat fisikokimia merupakan salah satu persyaratan mutu dalam perdagangan (Ketaren, 1990). Sifat fisikokimia yang diperlukan diantaranya kelarutan dalam akuades, kekentalan, kepadatan, rendemen, dan warna. Pengukuran kelarutan dalam akuades bertujuan agar formula yang dihasilkan dapat diaplikasikan pada pangan.
Menurut Farrel (1990), menyatakan dalam proses ekstraksi tanaman, komposisi, warna, aroma, dan rendemen yang dihasilkan akan dipengaruhi oleh jenis, ukuran dan tingkat kematangan bahan baku, jenis pelarut, suhu, waktu ekstraksi, serta metode ekstraksi. Ekstrak sarang semut yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai antioksidan alami. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh: 1) bentuk sarang semut (bubuk dan potongan), 2) suhu ekstraksi, 3) konsentrasi ekstrak, dan 4) interaksi antara bentuk sarang semut, suhu ekstraksi dan konsentrasi ekstrak terhadap total fenolik dan aktivitas antioksidan ekstrak sarang semut (Myrmecodia pendans). METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan dan Laboratorium Pangan dan Gizi Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman yang dimulai pada bulan Oktober 2012 sampai Maret 2013. Bahan-bahan yang digunakan adalah bubuk dan potongan sarang semut (Merauke Irian Jaya). Aquades (Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Biologi UNSOED); gas N 2 (Samarator Gas); dan etanol 96%. Bahan kimia yang digunakan untuk pengukuran total fenolik antara lain asam tanat, etanol 95%, etanol 70%, reagen folin ciocalteau, dan NaHCO3 dari Merck (Germany). Bahan kimia yang digunakan untuk pengukuran aktivitas antioksidan antara lain asam linoleat (Sigma Chemical, Co.), FeCl2.4H2O 0,02 M, HCl pekat 3,5%, ammonium tiosianat 30% dari Merck(Germany), dan Parafilm; metanol; etanol 75%, buffer phosphat 0,2 M pH 7, dan α-tokoferol (komersial). Alat-alat yang digunakan antara lain timbangan analitik (AND, Japan), alat-alat gelas (Pyrex, Germany), kaing saring 250 mesh (Monyl, Swiss) dan tabung N2; spatula, dan tabung ulir; pipet mikro (Nesco, Japan), shaker waterbath (FALC, Germany), sentrifus (Hettich zentrifugen, Japan), dan spektrofotometer (UV-vis 1800 Shimadzu, Japan). Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental menggunakan rancangan acak kelompok (RAK). Faktor yang dicoba yaitu bentuk sarang semut yang meliputi bubuk (B1) dan potongan (B2); suhu ekstraksi (T) yang terdiri dari tiga taraf meliputi T1(30ºC), T2 (50 ºC), dan T3 (70 ºC); ekstrak dengan konsentrasi (K) 20% (K1), 50%(K2), dan 100% (K3). Perlakuan tersebut disusun secara faktorial dengan 18 kombinasi perlakuan dan 2 kali ulangan, sehingga diperoleh 36 unit percobaan. Variabel yang diamati terdiri aktivitas antioksidan ekstrak sarang semut dengan metode ferrie thiocyanate yang dimodifikasi (Yurttas et al.,2000) dan total fenolik menggunakan metode Singleton dan Rossi (1965) dalam Othman et al., (2005) yang dimodifikasi. Data yang diperoleh dari hasil penelitian selanjutnya dianalisis dengan analisis ragam (uji F) dan jika berpengaruh nyata dilanjutkan dengan menggunakan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis ragam pengaruh bentuk sarang semut (B), suhu ekstraksi (T), dan konsentrasi ekstrak (K) serta interaksi ketiga perlakuan tersebut (BxTxK) terhadap variabel yang diamati ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil analisis ragam pengaruh bentuk sarang semut, suhu ekstraksi, dan konsentrasi ekstrak serta interaksi ketiga perlakuan tersebut terhadap variabel yang diamati.
Perlakuan F hit B F tab 5% B1 B2 F hit T F tab 5% T1 T2 T3 F hit K F tab 5% K1 K2 K3 F hit BXT F tab 5% B1T1 B1T2 B1T3 B2T1 B2T2 B2T3 F hit BXK F tab 5% B1K1 B1K2 B1K3 B2K1 B2K2 B2K3 F hit TXK F tab 5% T1K1 T1K2 T1K3 T2K1 T2K2 T2K3 T3K1 T3K2 T3K3 Fhit BXTXK
Total Fenolik (mg/100g) 125,59 ** 4,45 0,32 a 0,22 b 23,82 ** 3,59 0,23 b 0,29 a 0,30 a 378,94 ** 3,59 0,12 c 0,26 b 0,43 a 20,27 ** 3,59 0,31ab 0,34 a 0,31ab 0,14 d 0,23 c 0,28 b 15,32 ** 3,59 0,14 e 0,31 c 0,51 a 0,10 f 0,20 d 0,35 b 5,55 ** 2,96 0,12 e 0,21 d 0,35 b 0,12 e 0,28 c 0,46 a 0,13 e 0,29 c 0,48 a 5,91 **
AktivitasAntioksidan (%) 1039,78 ** 4,45 21,72 a 10,68 b 288,36 ** 3,59 11,40 c 15,77 b 21,43 a 1225,02 ** 3,59 5,66 c 16,53 b 26,40 a 9,71 ** 3,59 17,90 c 21,14 b 26,11 a 4,89 e 10,40d 16,76 c 370,00 ** 3,59 5,10 e 22,92 b 37,13 a 6,23 e 10,15 d 15,67 c 15,83 ** 2,96 2,93 i 11,07 f 20,20 d 4,78 h 14,95 e 27,56 b 9,28 g 23,58 c 31,44 a 13,67 **
F tab 5% B1T1K1 B1T1K2 B1T1K3 B1T2K1 B1T2K2 B1T2K3 B1T3K1 B1T3K2 B1T3K3 B2T1K1 B2T1K2 B2T1K3 B2T2K1 B2T2K2 B2T2K3 B2T3K1 B2T3K2 B2T3K3
2,96 0,15 g 0,29 de 0,50 b 0,13 g 0,33 cd 0,56 a 0,14 g 0,31cde 0,48 b 0,09 g 0,12 g 0,21 f 0,10 g 0,23 f 0,37 c 0,12 g 0,26ef 0,48 b
2,96 2,97 k 16,61 f 34,12 c 5,04 ijk 21,83 e 36,55 b 7,27 hi 30,32 d 40,73 a 2,89 k 5,52 ij 6,27 hij 4,53 jk 8,08 h 18,58 f 11,28 g 16,84 f 22,16 e
Keterangan: B: bentuk sarang semut; T: suhu ekstraksi; K: konsentrasi ekstrak; BxT: interaksi bentuk umbi sarang semut dan suhu ekstraksi; BxK: interaksi bentuk umbi sarang semut dan konsentrasi ekstrak; KxT: interaksi konsentrasi ekstrak dan suhu ekstraksi; BxTxK: interaksi bentuk umbi sarang semut, suhu ekstraksi, dan konsentrasi ekstrak; * = berpengaruh nyata pada taraf 5 persen; ** = berpengaruh sangat nyata; dan tn = tidak berpengaruh nyata. A.
Total Fenolik
Total fenolik (mg/100g)
1. Pengaruh bentuk sarang semut terhadap total fenolik Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa sarang semut dalam bentuk yang berbeda memberikan pengaruh sangat nyata terhadap total fenolik ekstrak sarang semut. Nilai rata-rata total fenolik pada perlakuan pengaruh bentuk sarang semut yaitu bubuk dan potongan adalah 32,7 mg/100g dan 22,3 mg/100g (Gambar 1). 35
32,7 a
30 25
22,3 b
20 15 10 5 0 Bubuk Potongan Bentuk sarang semut
Gambar 1.Nilai rata-rata total fenolik pada beberapa bentuk sarang semut.
Sarang semut dalam bentuk bubuk mempunyai nilai total fenolik yang lebih tinggi dibandingkan dengan sarang semut dalam bentuk potongan. Hal ini disebabkan pengaruh ukuran partikel pada bentuk bubuk dan potongan. Ukuran partikel yang lebih kecil akan memperbesar luas bidang interfasial antara fase padat dan fase cair, sehingga komponen bioaktif yang terkandung di dalam sarang semut terekstrak lebih banyak. Hal ini sesuai dengan Handayani (2007) bahwa penggunaan partikel kulit udang ukuran 80/100 mesh pada perolehan yield karotenoid menghasilkan yield maksimum (131,743µg/g). Menurut Boma (1998), salah satu faktor yang mempengaruhi proses leaching adalah ukuran partikel, semakin kecil ukuran partikel menyebabkan luas permukaan menjadi semakin besar sehingga kecepatan pelarut yang berdifusi masuk ke dalam partikel bertambah besar.
Total fenolik (mg/100g)
2. Pengaruh suhu ekstraksi terhadap total fenolik Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa suhu ekstraksi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap total fenolik ekstrak sarang semut. Nilai rata-rata total fenolik pada perlakuan suhu ekstraksi 30ºC, 50ºC, dan 70ºC adalah 23,0 mg/100g, 29,1 mg/100g, dan 30,3 mg/100g (Gambar 2). Suhu ekstraksi 70ºC mempunyai nilai total fenolik lebih tinggi dibandingkan dengan nilai total fenolik suhu ekstraksi 30ºC dan 50ºC. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa antara suhu ekstraksi 50ºC dan 70ºC tidak berbeda secara statistik, sehingga dengan suhu ekstraksi 50ºC sudah cukup efektif memberikan nilai total fenolik yang tinggi. 35 30 25 20 15 10 5 0
29,1 a
30,3 a
23 b
30
50 70 Suhu ekstraksi (ºC)
Gambar 2.Nilai rata-rata total fenolik pada beberapa suhu ekstraksi. Hal ini dimungkinkan pada suhu 50ºC senyawa-senyawa yang terdapat dalam sarang semut sudah terekstrak sehingga terdeteksi sebagai total fenolik. Menurut Nindyasari (2012) ekstrak teh awal dengan suhu penyeduhan 100ºC memiliki kadar total fenol paling tinggi. Semakin tinggi suhu penyeduhan maka makin tinggi total fenol yang terekstrak. Pada pemanasan dengan suhu yang semakin tinggi akan diperoleh kadar tanin dalam jumlah besar tetapi kualitas tanin yang dihasilkan kurang baik karena komponen non-tanin yang terlarut juga semakin besar. Sedangkan penyeduhan dengan suhu yang terlalu rendah dan waktu pemanasan yang terlalu singkat kurang efisien karena kelarutan tanin belum mencapai titik optimal. Hasil analisis ragam menunjukkan pada suhu 50ºC sudah mengakibatkan terlepasnya senyawa fenol dari sel jaringan, sehingga senyawa fenol yang dihasilkan semakin banyak. Pada penelitian yang dilakukan Sagala (2009) bahwa suhu dan lama ekstraksi yang menghasilkan testosteron tertinggi adalah suhu 50ºC. 3. Pengaruh konsentrasi ekstrak terhadap total fenolik Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa ekstrak dengan berbagai konsentrasi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap total fenolik. Nilai rata-rata total fenolik pada perlakuan pengaruh konsentrasi ekstrak 20%, 50% dan 100% adalah 12,6 mg/100g, 26,2 mg/100g, dan 43,7 mg/100g (Gambar 3). Gambar 3 menunjukkan bahwa ekstrak 100% memberikan nilai total fenolik
Total fenolik (mg/100g)
paling tinggi. Hasil ini dimungkinkan bahwa melalui ekstraksi pelarut aquades dapat menghasilkan total fenolik yang tinggi dan meningkat seiring penambahan konsentrasi. 50
43,7 a
40 26,2 b
30 20
12,6 c
10 0 20
50 100 Konsentrasi ekstrak (%)
Gambar 3.Nilai rata-rata total fenolik pada beberapa konsentrasi ekstrak. Terjadi penurunan senyawa fenolik pada konsentrasi 20% dan 50% yaitu sebesar 71,16% dan 40,04% dibandingkan 100%. Hal ini sejalan dengan Aji (2011) total fenol pada sampel sosis sapi dengan penambahan ekstrak secang cair dan bubuk ke dalam sosis sapi meningkatkan kadar total fenol seiring pertambahan jumlah konsentrasinya dibandingkan sampel yang ditambahkan dengan nitrit dan tanpa penambahan ekstrak secang. 4. Pengaruh interaksi antara bentuk sarang semut, suhu ekstraksi, dan konsentrasi ekstrak terhadap total fenol Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara bentuk sarang semut, suhu ekstraksi, dan konsentrasi ekstrak memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap total fenolik ekstrak sarang semut. Pengaruh interaksi kombinasi perlakuan antara bentuk sarang semut, suhu ekstraksi, dan konsentrasi ekstrak terhadap total fenolik disajikan pada Gambar 4. Berdasarkan Gambar 4, nilai total fenolik tertinggi pada perlakuan interaksi antara sarang semut dalam bentuk bubuk, suhu 50ºC dan ekstrak dengan konsentrasi 100% (B1T2K3) dan berbeda sangat nyata dengan interaksi perlakuan lainnya. Hasil ini menunjukkan bahwa sarang semut dalam bentuk bubuk memberikan nilai total fenolik yang tinggi dengan suhu 50ºC dan seiring penambahan konsentrasi. Namun nilai total fenolik secara nyata menurun pada perlakuan antara sarang semut dalam bentuk potongan, suhu 30ºC dan konsentrasi 20% (B2T1K1).
Total fenolik (mg/100g)
56,7 a 50,4 b
29,4 de 15 g
48,7 b 33,6 cd
13,9 g
48,3 b 37 c
31,9 cde 14,5 g
9,3 g
23,1 f 21,3 f 12,7 g 10,5 g
26,3 ef 12,2 g
Interaksi bentuk sarang semut, suhu dan konsentrasi
Gambar 4.Nilai rata-rata total fenolik pada interaksi bentuk sarang semut, suhu ekstraksi dan konsentrasi ekstrak.
Sarang semut dalam bentuk bubuk, suhu 50ºC, dan konsentrasi 100% (B1T2K3) memiliki nilai total fenolik lebih tinggi daripada sarang semut dalam bentuk potongan, suhu 30ºC, dan konsentrasi 20%. Hal ini disebabkan nilai total fenolik meningkat seiring bertambah tingginya suhu saat ekstraksi. Semakin tinggi suhu ekstraksi maka semakin cepat senyawa fenol terekstrak. Ukuran partikel yang semakin kecil memperluas bidang permukaan antara partikel dengan liquid, sehingga laju perpindahan massa akan semakin besar dan jarak difusi akan semakin kecil. Meningkatnya nilai total fenolik seiring penambahan konsentrasi, yaitu semakin tinggi konsentrasi maka nilai total fenolik meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Andayani (2013) peningkatan suhu pencelupan dari suhu 70ºC sampai dengan 100ºC menyebabkan peningkatan kadar total fenol. Semakin tinggi suhu pencelupan maka semakin cepat senyawa fenol terekstrak. B. Aktivitas Antioksidan
Aktivitas antioksidan (%)
1. Pengaruh bentuk sarang semut terhadap aktivitas antioksidan Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa bentuk sarang semut yang berbeda memberikan pengaruh sangat nyata terhadap aktivitas antioksidan ekstrak sarang semut. Nilai rata-rata aktivitas antioksidan pada perlakuan pengaruh bentuk sarang semut yaitu bubuk dan potongan adalah 21,71% dan 10,68% (Gambar 5). Pada perlakuan sarang semut dalam bentuk bubuk mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan aktivitas antioksidan pada sarang semut dalam bentuk potongan. 25
21,72 a
20 15
10,68 b
10 5 0 Bubuk Potongan Bentuk sarang semut
Gambar 5. Nilai rata-rata aktivitas antioksidan pada beberapa bentuk sarang semut. Hal ini disebabkan pengaruh ukuran partikel pada bentuk bubuk dan potongan. Ukuran partikel yang lebih kecil akan memperbesar luas bidang interfasial antara fase padat dan fase cair. Sehingga komponen bioaktif yang terkandung di dalam sarang semut terekstrak lebih banyak. Semakin kecil ukuran partikel, semakin besar luas bidang kontak antara padatan dan pelarut, serta semakin pendek jalur difusinya, yang menjadikan laju transfer massa semakin tinggi ( Kirk-Othmer, 1998). Hal ini sesuai dengan pendapat Giao et al., (2009) pada ekstraksi daun Agrimonia eupatoria, ternyata daya antioksidan ekstrak meningkat dengan meningkatnya waktu ekstraksi dan semakin kecilnya ukuran. Hal ini karena lamanya waktu dan luas permukaan akan menyebabkan pemindahan molekul lebih ekstensif dari padatan ke larutan. 2. Pengaruh suhu ekstraksi terhadap aktivitas antioksidan Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa suhu ekstraksi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap aktivitas antioksidan ekstrak sarang semut. Nilai rata-rata aktivitas antioksidan pada perlakuan suhu ekstraksi 30ºC, 50ºC, dan 70ºC adalah 11,4%, 15,77%, dan 21,43% (Gambar 6).
Aktivitas antioksidan (%)
Ekstrak sarang semut pada suhu 70ºC menghasilkan nilai aktivitas antioksidan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai aktivitas antioksidan suhu ekstraksi 30ºC dan 50ºC. Hal ini disebabkan karena suhu yang tinggi akan menyebabkan kelarutan senyawa-senyawa aktif dalam pelarut akan semakin besar. Pada suhu yang semakin tinggi, viskositas larutan menurun, sehingga tahanan perpindahan massa akan semakin kecil dan lebih mudah terekstrak. Selain itu, jaringan dinding sel partikel solid semakin lunak sehingga akan mempermudah perpindahan solute ke pelarut. 25
21,43 a
20 15,77 b
15
11,4 c
10 5 0 30
50
70
Suhu ekstraksi (ºC)
Gambar 6. Nilai rata-rata aktivitas antioksi dan pada beberapa ekstraksi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Handayani (2007) pada yield karetenoid yang diperoleh pada suhu 70ºC semakin meningkat dibandingkan dengan yield pada suhu 50ºC, hal tersebut disebabkan semakin tinggi suhu akan meningkatkan kelarutan solute dalam pelarut dan menyebabkan vikositas liquid menjadi rendah serta meningkatkan difusi yang terjadi di dalam partikel.
Aktivitas antioksidan (%)
3. Pengaruh konsentrasi ekstrak terhadap aktivitas antioksidan Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap aktivitas antioksidan. Nilai rata-rata aktivitas antioksidan pada perlakuan pengaruh konsentrasi ekstrak 20%, 50%, dan 100% adalah 5,66%, 16,53%, dan 26,4% (Gambar 7). 30
26,4 a
25 20
16,53 b
15 10
5,66 c
5 0 20 50 100 Konsentrasi ekstrak (%)
Gambar 7. Nilai rata-rata aktivitas antioksidan pada beberapa konsentrasi ekstrak. Gambar 7 menunjukkan bahwa ekstrak 100% memberikan nilai aktivitas antioksidan paling tinggi. Penurunan nilai rata-rata aktivitas antioksidan pada konsentrasi 20% dan 50% yaitu sebesar 78,56% dan 37,38%. Hal ini disebabkan semakin meningkatnya konsentrasi ekstrak maka aktivitas antioksidan akan semakin meningkat. Hal ini sesuai penelitian yang dilakukan Qian dan Nihorimbere (2004) menyatakan persentase penghambatan terhadap radikal bebas meningkat dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak. Sependapat dengan Basuki (2013), bahwa getuk ubi jalar dengan
penambahan gliserol 9% memiliki aktivitas antioksidan terbesar yaitu 59,29% dan menurun pada penambahan gliserol 0% yaitu 48,78%. Penambahan gliserol tersebut mampu mengendalikan aktivitas antioksidan secara signifikan.
4. Pengaruh interaksi antara bentuk sarang semut, suhu ekstraksi, dan konsentrasi ekstrak terhadap aktivitas antioksidan Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara bentuk sarang semut, suhu ekstraksi, dan konsentrasi ekstrak memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap aktivitas antioksidan ekstrak sarang semut. Pengaruh interaksi kombinasi perlakuan bentuk sarang semut, suhu ekstraksi, dan konsentrasi ekstrak terhadap aktivitas antioksidan disajikan pada Gambar 8. Berdasarkan Gambar 8, nilai aktivitas antioksidan tertinggi pada perlakuan interaksi antara sarang semut dalam bentuk bubuk, suhu 70ºC dan konsentrasi 100% (B1T3K3) dan berbeda sangat nyata dengan kombinasi perlakuan lainnya. Hasil ini menunjukkan bahwa sarang semut dalam bentuk bubuk memberikan aktivitas antioksidan yang tinggi dengan suhu 70ºC dan seiring penambahan konsentrasi. Namun aktivitas antioksidan secara nyata menurun pada perlakuan interaksi antara sarang semut dalam bentuk potongan, suhu 30ºC dan konsentrasi 20% (B2T1K1). Hasil ini menunjukkan aktivitas antioksidan mengalami peningkatan seiring bertambah tingginya suhu ekstraksi dan konsentrasi. Selain itu ukuran semakin kecil ukuran partikel bahan, akan mempermudah kontak antara pelarut dengan dinding sel bahan sehingga komponen aktif akan semakin banyak terekstrak. Penambahan ekstrak yang semakin tinggi juga akan mempengaruhi nilai aktivitas antioksidan. Hal ini sesuai dengan Chairul (2003) nilai A (absorban) berbanding terbalik dengan konsentrasi ekstrak. Semakin tinggi konsentrsi ekstrak semakin kecil nilai A, atau semakin besar konsentrasi yang diberikan maka semakin kuat aktivitas antioksidannya.
40,73 a 36,55 b
Aktivitas antioksidan (%)
34,12 c 30,32 d
22,16 e
21,83 e 18,58 f
16,84 f
16,61 f
11,28 g 8,08 h
7,27 hi
5,52 ij6,27 hij 4,53 jk
5,04 ijk 2,97 k
2,89 k
Interaksi bentuk umbi sarang semut, suhu dan konsentrasi ekstrak
Gambra 8.Nilai rata-rata aktivitas antioksidan pada berbagai interaksi bentuk sarangsemut, suhu ekstraksi dan konsentrasi ekstrak.
B.Variabel Fisikokimia Dari hasil mikrobiologi, didapatkan enam ekstrak terbaik dengan tingkat penghambatan yang optimal sebagai antibakteri, antikapang, dan antikhamir. Keenam ekstrak tersebut diujikan variabel fisikokimianya dan diambil tiga ekstrak dengan hasil fisikokimia terbaik. Ketiga ekstrak tersebut adalah ekstrak bubuk sarang semut dalam suhu 50oC dengan konsentrasi 100% (B1T2K3), ekstrak potongan sarang semut dalam suhu 100oC dengan konsentrasi 100% (B2T3K3), ekstrak potongan sarang semut dalam suhu 30oC dengan konsentrasi 100% (B1T2K3). Hasil uji fisikokimia ekstrak terbaik dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil uji fisikokimia ekstrak terbaik menurut hasil uji mikrobiologi Variabel Formula
Kelarutan dalam air (%)
Kekentalan (mPa.s)
Kepadatan (g/ml)
Rendemen (%)
B1T2K3
98,84
30
0,9643
57,5
B2T3K3
98,82
50
0,9611
62,5
B2T1K3
98,80
40
0,9642
57,5
Warna Merah 15 Kuning 10 Biru 5 Merah 30,4 Kuning 44,1 Merah 20 Kuning 20 Biru 10,1
Ekstraksi dengan suhu tinggi pada bahan dengan luas kontak permukaan yang lebih besar menyebabkan hasil ekstraksi menjadi tidak sempurna. Hal ini disebabkan komponen lain yang tidak diharapkan ikut terlarut dalam pelarut. Dilihat dari hasil analisis fisikokimia ekstrak sarang semut, ekstraksi bubuk sarang semut lebih baik dilakukan dengan suhu rendah atau sedang dibandingkan dengan menggunakan suhu tinggi. Berbeda dengan potongan sarang semut yang menyimpan komponen bioaktif dalam partikel solidnya, sehingga lebih baik jika digunakan proses ekstraksi dengan suhu tinggi agar komponen bioaktif yang terkandung didalamnya terekstrak sempurna. Semakin tinggi tingkat kelarutan bahan dalam air maka semakin baik bahan tersebut untuk dapat diaplikasikan kedalam produk pangan. Rendemen ekstrak sarang semut merupakan berat ekstrak terhadap berat total awal bahan ekstraksi dan akuades yang digunakan. Rendemen yang tinggi berarti tidak banyak bahan awal yang hilang.
KESIMPULAN DAN SARAN A.
Kesimpulan
1. Ekstrak sarang semut dalam bentuk bubuk memberikan nilai optimal pada total fenolik (32,7 mg/100g) dan aktivitas antioksidan (21,72%). 2. Ekstrak sarang semut pada suhu ekstraksi 70ºC, total fenolik dan aktivitas antioksidan memberikan nilai sebesar 30,3 mg/100g dan 21,43%. 3. Konsentrasi ekstrak sarang semut 100% menghasilkan total fenolik (43,7 mg/100g) dan aktivitas antioksidan (26,40%). Terjadi penurunan total fenolik dan aktivitas antioksidan pada konsentrasi 20% dan 50% yaitu sebesar 71,16%, dan 78,56%; 40,04%, dan 37,38%. 4. Kombinasi ekstrak sarang semut dalam bentuk bubuk dengan suhu ekstraksi 50ºC pada ekstrak 100% menghasilkan nilai total fenolik 56,7 mg/100g dan aktivitas antioksidan 36,55%. B.
Saran
Perlu penelitian lebih lanjut mengenai aplikasi ekstrak sarang semut sebagai antioksidan alami pada produk pangan yang mengandung lemak.
DAFTAR PUSTAKA Aji, D. S. T. 2011. Pengaruh Secang (Caesalpinia sappan L.) terhadap Aktivitas Antioksidan, Total Fenol dan Karakteristik Sensori Sosis Sapi. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret. Surakarta. (tidak dipublikasikan). 52 hal. Andayani, T. M. 2013. Pengaruh Suhu dan Lama Pencelupan terhadap Aktivitas Antioksidan Minuman Fungsional Berbahan Dasar Sargassum crassifolium dan Daun Kumis Kucing. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto (tidak dipublikasikan). Basuki, W.W., Windi. A., dan A. M. Dimas. R. 2013. Pengaruh Penambahan Berbagai Konsentrasi Gliserol terhadap Karakterstik Sensoris, Kimia dan Aktivitas Antioksidan Getuk Ubi Jalar Ungu (Ipomea batatas). Jurnal Teknosains Pangan 2(1): 115-123 hal. Berger, K. G. 1988. A Layman’s Glossary of Oils and Fats. No:9. Kuala Lumpur: Institut Penyelidikan Minyak dan Kelapa Sawit Malaysia. Boma, W., Satuan Operasi Dalam Proses Pangan. 1ed. 1998, Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Pangan danGizi, Universitas Gajah Mada. 63-65 hal. Cahyono, D. T. 1995. Aktivitas Antioksidan dari Daun Sirih (Piper betle L.) Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.(tidak dipublikasikan). Chairul, S. M., Sumarny. R, dan Chairul. 2003. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Air Daun Tempuyang (Sonchus arvensis L.) secara in-vitro. Majalah Farmasi Indonesia 14(4): 208-215 hal.
Fardiaz, D. 1996. Antioksidan Non Gizi Bahan Pangan Penangkal Senyawa Radikal. Prosiding Seminar Senyawa Radikal dan Sistem Pangan: Reaksi Biomolekuler, Dampak terhadap Kesehatan dan Penangkalan. 4 April 1996, Jakarta. Farrel, K.T. 1990. Spices, Condiments and Seasonings. Avi Pubs. co. Inc. Westport. Connecticut.
Giao, M.S., C.I. Claudia, S.C. Foncesa, M.E. Pintado, and F.X.Malcata. 2009. Effect of particle size upon the extent ofextraction of antioxidant power from the plants Agrimoniaeupatoria, Salvia sp. and Satureja montana. J. Food Chemistry. 117 : 412-416 hal. Handayani, A. D. 2007. Pengaruh Suhu terhadap Yield Karotenoid pada Ekstraksi Kulit Udang dengan Menggunakan Minyak Kelapa Sawit. National Conference: Design dan Aplication of Technology 2007. Surabaya. 1-4 hal. Harborne, J. B. 1996. The Flavanoids. Chapman and Hall, London. Hernani dan M. Raharjo. 2005. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. Penerbit Swadaya. Houhgton, P.J. dan A. Raman. 1998. Laboratory Handbook for the fracionation of Natural Extract. Chapman and Hall, London. Kikuzaki, H. and K. Nakatani. 1993. Antioxidant Effect of Some Ginger Constituents. Journal Food Science 58: 1407-1410. Kikuzaki, H., Hisamoto. M, Hirose K., Akiyama. K., and H. Taniguchi. 2002. Antioxidant Properties of Ferulic Acid and Its Related Compound. J. Agric. Food Chem (50): 2161-2168. Kirk, R. E., and R. F. Othmer. 1998. Encyclopedia of Chemical Technology4thEd. John Willey and Sons Ltd, Canada. 10:88 Markham, K.R. 1988. Cara Mengindentifikasi Flavanoid. Terjemahan K. Padmawinata. Bandung. Penerbit ITB. Nindyasari, S. 2012. Effect Extracting Process and Digesting Condition on Green Tea (Camellia sinensis) Anti-Lipase Activity IN VITRO. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor (tidak dipublikasikan). Othman, A., Ismail, A., Ghani, N., and I. Adenan. 2005. Antioxidant capacity and phenolic content of cocoa beans. FoodChemistry 100 (2007) : 1523-1530. Pratt, D.E. and B.J.F. Hudson. 1992. Natural Antioxidant Not Exploited Commercially. Ln B J F Hudson (Ed.). food Antioxidant. Elsevier Applied Science, London and New York. 182-189 pp. Qian, H., and V. Nihorimbere. 2004. Antioxidant power of phytochemicals from Psidium guajava leaf. J. Zhejiang Univ. Sci., 5(6): 676-683 Rice-Evans C.A., Miller, N.J and G. Paganga. 1996. Structure Antioxidant Properties of Phenolics Compounds, Trends Plant Sci., 2: 152-159.
Sagala, H. A. 2009. Pengaruh Suhu dan Lama Ekstraksi pada Ekstraksi Teripang Pasir sebagai Sumber Testosteron dan T-Lectin. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pangan. Universitas Bengkulu (tidak dipublikasikan). Sitompul, S. 2012. Aktivitas Antioksidan Formula Buah Kecombrang Berbentuk n Protein KedelaiMaltodekstrin serta Penstabil Agar dan Gum Arab. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto. (Tidak dipublikasikan). 65 hal. Subroto, M. H., dan H. Saputro. 2006. Gempur Penyakit dengan Sarang Semut. Penerbit Swadaya. Jakarta. Yu, L., Scalin, L., Wilson, J. and G. Schmidt. 2002. Rosemary Extract as Inhibitors of Lipid Oxidation and Color Change in Cooked Poultry Products, Journal of Food Science (in press). Yurttas, H.C., H.W. Schafer, and J.J. Warthesen. 2000. Antioxidant activity of nontocopherol hazelnut (Corylus spp.) phenolics. Journal of Food Science 65 (2): 276-280 pp. Winarsi, H. 2008. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Kanisius. Yogyakarta.