SIASAT PETANI SAWAH IRIGASI MENGATASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM Bariot Hafif1 dan Lelya Pramudiani2 1
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung Jl. Z.A. Pagar Alam Ia. Raja Basa, Bandar Lampung 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan Jl. P. Batur Barat No. 4 Banjarbaru, Kalimantan Selatan Email:
[email protected]
ABSTRAK Perubahan iklim terjadi terutama akibat aktivitas manusia. Salah satu dampak signifikan adalah menurunnya produktivitas pertanian. Perubahan iklim antara lain diindikasikan oleh hujan yang tidak merata, membuat petani kesulitan dalam memperkirakan ketersediaan air bagi tanaman. Selain itu, jadwal masuknya air irigasi untuk penanaman padi pada musim tanam (MT) 1 juga berubah dan cenderung lebih lambat. Dampak dari perubahan iklim ini dirasakan oleh petani sawah irigasi sentra produksi padi di Kabupaten Lampung Timur. Beberapa petani pintar mampu mensiasati perubahan iklim melalui perbaikan pola tanam. Pemanfaatan sawah irigasi di awal musim hujan untuk budidaya tanaman yang bernilai seperti jagung manis dan macam-macam sayuran, sebelum air irigasi memasuki lahan sawah, salah satu bentuk siasat petani terhadap perubahan iklim. Siasat lainnya yang dilakukan petani adalah mengembalikan jerami padi hasil MT 1 ke sawah dengan maksud meningkatkan daya pegang air tanah, sehingga dampak cekaman air sebagai akibat dari menurunnya jumlah hujan dan distribusi yang kurang merata pada MT 2 terhadap pertumbuhan padi dapat dikurangi. Perbaikan pola tanam dan pengelolaan lahan ini mampu meningkatkan pendapatan petani ± 41%. Kata Kunci: perubahan iklim, jagung dan sayuran, jerami padi
Pendahuluan Kabupaten Lampung Timur terhampar di atas tanah seluas 5.325 km2, dengan jumlah penduduk lebih kurang 950.574 jiwa, dan 74,5% di antaranya berprofesi sebagai petani (Pemda Lampung Timur, 2011). Kabupaten ini memiliki lahan sawah seluas 54.981 ha dan sekitar 38.000 ha diantaranya adalah sawah irigasi teknis. Petani Lampung Timur dengan luas panen padi sekitar 92 ribu ha, dan produktivitas rata-rata 5,1 ton/ha, dapat menghasilkan gabah pada tahun 2010 sekitar 469 ribu ton (Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Lampung Timur, 2011). Sumber air irigasi utama sawah irigasi teknis di wilayah ini adalah bendungan Way Sekampung dan bendungan Way Jepara. Beberapa tahun terakhir (5 – 6 tahun terakhir) sawah irigasi di daerah Kecamatan Pekalongan, Batang Hari, Sekampung, Sekampung Udik, Batang Hari Nuban, dan beberapa daerah lainnya sering terlambat dalam menerima jatah air dari bendungan Way Sekampung. Demikian pula debit air irigasi yang diterima juga semakin menurun. Menurut patani dan PPL yang bertugas di wilayah tersebut salah Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 195
satu faktor penyebab terjadinya kondisi itu adalah akibat dari dampak perubahan iklim global di samping terjadinya penurunan kwalitas jaringan irigasi. Musim hujan pada kondisi iklim normal di kawasan ini dimulai dari pertengahan Oktober. Namun secara rata-rata petani sawah irigasi mulai menanam padi pada bulan Desember atau Januari, sesuai jadwal jatah air irigasi yang telah ditetapkan berupa SK Gubernur Provinsi Lampung. Namun semenjak pengaruh perubahan iklim mulai terasa nyata terhadap ketersediaan air, yaitu bendungan Way Sekampung terlambat dalam mensuplai kecukupan air dan debit air yang mengalir juga terasa kurang di awal-awal musim hujan, waktu tanam petani di kawasan tersebut bergeser yaitu agak mundur 10-20 hari. Banyak petani sawah irigasi di Kecamatan Pekalongan, Kecamatan Batanghari Nuban dan beberapa kecamatan lainnya baru bisa menanam padi pada bulan Januari. Makalah ini merupakan hasil survey dan wawancara dengan tujuan mempelajari cara petani dalam beradaptasi dengan perubahan iklim.
Metodologi Daerah yang menjadi sasaran studi adalah salah satu kawasan sentra produksi padi di Kabupaten Lampung Timur bahkan di Provinsi Lampung, yaitu Kecamatan Pekalongan, Kecamatan Batanghari, dan Kecamatan Batanghari Nuban Kabupaten Lampung Timur. Pengamatan dan survey dilakukan pada musim hujan 2011/2012 dimulai dari November 2011 sampai dengan Agustus 2012. Kegiatan dilakukan dengan metode survey dan wawancara. Survey dilaksanakan untuk melihat sebaran dari berbagai cara pemanfaatan lahan sawah irigasi setelah dilakukan sosialisasi inovasi teknologi pertanian seperti PTT padi dan jagung. Diantara topik yang selalu dikemukakan dalam pelatihan adalah perubahan iklim dan antisipasi dampak perubahan iklim. Survey antara lain dilakukan untuk mengamati apa yang dilakukan petani di lahan sawah irigasi sebelum air irigasi masuk ke sawah. Pengamatan ini menjadi penting karena sebelum air irigasi masuk, musim hujan sudah berjalan. Rentang waktu antara mulai datangnya musim hujan dengan masuknya air dari saluran irigasi ke sawah di beberapa tempat antara 30 hari sampai 45 hari. Wawancara terhadap petani dilakukan untuk menggali apa yang mereka perbuat terhadap jumlah ketersediaan air hujan yang terbatas di awal musim hujan dan apa saja yang telah petani lakukan dalam upaya mengantisipasi dampak perubahan iklim. Jumlah petani dan PPL yang diwawancarai antara 15 sampai dengan 20 petani di masing-masing kecamatan. Data selanjutnya ditabulasi dan dianalisis.
Hasil dan Pembahasan Indikasi Perubahan Iklim Ketersediaan air irigasi yang terlambat sehingga waktu tanam padi pada musim rendeng tertunda, membuat waktu produktif petani padi banyak yang terbuang. Demikian pula ada kecenderungan produktivitas padi sawah irigasi di kawasan tersebut agak menurun, terutama untuk padi yang ditanam pada musim gaduh. Sebagaimana dilaporkan petani dan PPL, perubahan iklim sering membuat tanaman padi mengalami cekaman air terutama padi yang ditanam padi musim gaduh. Seperti dilaporkan Surmaini dan Irianto (2001), total curah Bariot Hafif dan Lely Pramudiani : Siasat petani sawah irigasi | 196
hujan tahunan di wilayah Provinsi Lampung secara rata-rata tidak berubah. Namun El-nino telah memperpanjang musim kemarau di wilayah tersebut sampai 20 hari. Menurut Oldeman et al. (1979) daerah sentra produksi padi Kab. Lampung Timur terutama wilayah Kecamatan Pekalongan, Batanghari, Sekampung, Batanghari Nuban dan beberapa kecamatan lainnya termasuk kategori tipe iklim C2. Rata-rata curah hujan bulanan untuk 5 tahun terakhir di daerah sawah irigasi Lampung Timur, dapat diperhatikan Gambar 1.
Gambar 1. Rata-rata curah hujan bulanan untuk lima tahun terakhir di wilayah sawah irigasi teknis Kabupaten Lampung Timur Histogram pada Gambar 1 memperlihatkan daerah sawah irigasi, sebagai sentra produksi padi di Kabupaten Lampung Timur mengalami bulan kering (CH < 100 mm) selama 2 bulan sepanjang tahun, yaitu pada bulan Agustus dan bulan September, sedangkan bulan semi kering (CH 100-200 mm) dialami selama 4 bulan. Artinya pada bulan-bulan semi kering, petani juga harus mewaspadai kondisi ketersediaan air untuk padi sawah terutama ketersediaan air untuk penanaman di musim gaduh yaitu bulan Mei, Juni dan Juli. Kreativitas Petani dalam Mengatasi Perubahan Iklim 1.
Perbaikan pola tanam
Keterlambatan waktu tanam pada musim rendeng membuat waktu tanam padi pada musim gaduh juga tertunda. Pergeseran atau telatnya waktu tanam pada musim gaduh membuat tanaman riskan akan bahaya cekaman air karena waktu panen mereka jatuh pada musim kemarau. Cekaman air yang terutama terjadi menjelang padi mengalami fase pengisian susu, membuat produksi padi pada musim tanam gaduh lebih rendah 20-50% dibanding produksi padi musim tanam rendeng. Bahkan di beberapa kawasan sawah irigasi yang letaknya agak jauh dari bendungan, tanaman padi sering mengalami puso. Di bawah kondisi curah hujan (iklim) normal, musim kering (kemarau) di mulai pada bulan Juni/Juli dan berakhir pada pertengahan Oktober. Keterlambatan waktu tanam padi pada musim rendeng, membuat beberapa petani berfikir bagaimana jumlah hujan yang terbatas di awal musim hujan dapat dimanfaatkan, sebelum sawah mereka bisa ditanami padi. Hal inilah yang mendorong petani untuk mencoba menanam palawija terutama jagung di awal musim hujan (Oktober) di lahan sawah Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 197
irigasi. Jagung selanjutnya pada umur 1,5-2 bulan, dipanen untuk keperluan sayuran (soleng) atau dipanen untuk keperluan pakan. Beberapa petani sawah irigasi lainnya ada pula yang menanam sayur-sayuran, terutama kacang panjang, terong, dan beberapa jenis sayuran lainnya. Penanaman jagung atau sayuran di awal musim hujan yang awalnya hanya dilakukan oleh beberapa orang petani, saat ini telah menyebar pada kawasan yang cukup luas, terutama dilakukan oleh petani-petani sawah irigasi yang terlambat menerima jatah air irigasi. Bagaimana keragaan tanaman jagung dan sayuran yang ditanam pada sawah irigasi, menjelang penanaman padi pada MT 1, dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Keragaan tanaman jagung dan sayuran yang ditanam pada sawah irigasi, menjelang penanaman padi pada MT 1. Selanjutnya pada Tabel 1 ditampilkan jenis-jenis komoditas yang ditanam petani pada sawah irigasi dan kalkulasi ekonomi untuk melihat keuntungan yang di dapat petani dalam memanfaatkan curah hujan di awal musim hujan, sembari menunggu datangnya air irigasi untuk penanaman padi pada MT 1.
Bariot Hafif dan Lely Pramudiani : Siasat petani sawah irigasi | 198
Tabel 1. Beberapa komoditas yang ditanam petani di sawah irigasi untuk memanfaatkan curah hujan di awal musim hujan, menjelang penanaman padi MT 1 di Lampung.
No Komoditas
Biaya Produksi (Rp/ha)
Umur/ Masa Panen (hari)
Jagung biasa
1.450.000
50
1.
2.
Jagung manis
3.850.000
45-60
Jenis Produk
Potensi Hasil (kg/ha)
Pendapatan Kotor (Rp/ha)
Total Pendapatan Bersih 4.280.000
Soleng/ sayuran Biomasa/ Pakan Soleng/ sayuran
530
1.300.000
12.650
4.430.000
270
650.000
Tongkol
55.200
13.800.000
Biomasa/ Pakan
6.800
800.000
11.400.000
3.
Kacang panjang
11.200.000
45-80
Buah
9.600.00 0
29.600.000
18.400.000
4.
Mentimun
16.000.000
35-55
Buah
40.000
40.000.000
24.000.000
2.
Meningkatkan Ketersediaan Air Tanah
Perubahan iklim yang membuat terjadinya pergeseran waktu tanam sehingga cenderung menurunkan produksi padi sawah irigasi, terutama produksi padi pada musim gaduh, telah menjadikan keadaan yang cukup sulit bagi petani. Melalui saran penyuluh dan juga bimbingan dari peneliti BPTP Lampung, petani sawah irigasi diberi pemahaman bahwa betapa pentingnya bahan organik di dalam tanah diantaranya untuk meningkatkan ketersediaan air tanah, telah mendorong petani untuk mengembalikan semua jerami hasil tanam musim rendeng bagi penanaman padi musim gaduh. Artinya kalau semua jerami dikembalikan (rata-rata hasil jerami 7,5 – 10 ton/ha) maka jerami akan mengawetkan/menyimpan air tanah, minimal seberat dirinya sendiri. Hal itu disebabkan bahan organik (jerami) mempunyai daya afinitas tinggi terhadap air (Ball, 2010). Pemberian pemahaman akan potensi jerami untuk peningkatan ketersediaan air tanah direspon sangat baik oleh beberapa petani, sehingga hasil padi mereka di musim gaduh untuk 2-3 tahun terakhir telah jauh lebih baik dari pada petani yang tidak terlalu peduli akan pentingnya pengembalian jerami hasil tanam rendeng ke sawah, terutama bagi penanaman padi di musim gaduh. Beberapa petani di desa Wonosari, Kecamatan Pekalongan Lampung Timur, menginformasikan bahwa cara ini sangat memuaskan mereka karena produksi padi yang diawal terjadinya dampak perubahan iklim sangat menurun, terutama akibat cekaman air di musim gaduh, sedikit banyaknya mulai bisa diatasi (penurunan produksi lebih sedikit). Tanpa pengembalian jerami padi ke sawah, produksi padi pada musim gaduh bisa menurun melebihi 40% dari pada produksi padi musim rendeng bahkan kalau tidak ada air tambahan (air dipompa dari sungai) tanaman padi mereka bisa puso. Dengan pengembalian seluruh jerami padi hasil musim rendeng dan didukung oleh kondisi yang tidak ekstrim kering atau kalau kering, air tambahan diambilkan dengan pompa dari sungai, produksi padi di musim gaduh hanya menurun sekitar 10-25%. Menurut petani dengan cara tersebut mereka dapat terhindar dari kehilangan hasil sekitar 10-15% ( 1,0-1,5 ton/ha). Pada Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 199
Gambar 3 dapat dilihat keragaan padi varietas ciherang yang ditanam pada sawah tanpa pengembalian/hanya sebagian jerami dikembalikan dan sawah dengan pengembalian semua jerami pada penanaman musim gaduh.
A
B
Gambar 2. Pertumbuhan padi varietas ciherang pada sawah (A) tanpa pengembalian/ hanya sebagian jerami dikembalikan, (B) semua jerami dikembalikan ke sawah pada penanaman musim gaduh Prospek Ekonomi Seperti telah dikemukakan sebelumnya, perubahan iklim yang berakibat menurunnya debit air bendungan di Provinsi Lampung telah berdampak terhadap keterlambatan waktu tanam padi pada musim rendeng di lahan sawah irigasi sentra produksi padi Lampung Timur. Keterlambatan waktu tanam untuk penanaman musim rendeng juga mengakibatkan bergesernya waktu tanam untuk musim gaduh. Kemunduran waktu tanam di musim gaduh cenderung menurunkan produktivitas padi, karena padi sering mengalami cekaman air pada fase pengisian susu. Kreativitas petani untuk memanfaatkan air hujan di awal musim hujan untuk penanaman palawija terutama jagung dan sayur-sayuran menjelang sawah irigasi dapat ditanami padi, merupakan suatu langkah yang baik dalam mensiasati dampak perubahan iklim. Selain itu, kesadaran petani untuk memanfaatkan jerami padi hasil musim rendeng, sebagai salah satu solusi untuk mengatasi rendahnya ketersediaan air pada musim gaduh, juga merupakan bentuk lain dari siasat menghadapi dampak perubahan iklim. Pendapatan yang diterima petani padi sawah irigasi setelah memanfaatkan air hujan di awal musim hujan untuk penaman palawija (jagung), bahan sayur/pakan dan pengembalian jerami padi hasil rendeng ke sawah untuk meningkatkan daya simpan air dan ketersediaan air tanah untuk penanaman padi di musim gaduh, ditampilkan dalam Tabel 2.
Bariot Hafif dan Lely Pramudiani : Siasat petani sawah irigasi | 200
Tabel 2. Penghasilan bersih petani dari 1 ha sawah irigasi sebelum dan sesudah penanaman jagung untuk sayuran/pakan di awal musim hujan dan pengembalian jerami padi hasil tanam musim rendeng untuk penanaman di musim gaduh sebagai usaha mengatasi dampak perubahan iklim di Kabupaten Lampung Timur. Penghasilan (Rp/ha) Sebelum Penanaman Jagung dan Sesudah Penanaman Jagung dan No Komoditas Pengembalian Jerami Pengembalian Jerami Musim Rendeng Musim Gaduh Musim Rendeng Musim Gaduh 1. Jagung 4.280.000,2. Padi 9.400.000,5.640.000,9.400.000,7.520.000,Jumlah 9.400.000,5.640.000,13.680.000,7.520.000,Total per tahun 15.040.000,21.200.000,Hasil kalkulasi pada Tabel 2 memperlihatkan bahwa strategi yang diterapkan petani sawah irigasi Lampung Timur dalam mensiasati dampak perubahan iklim tidak hanya mampu mempertahankan pendapatan mereka tetapi malahan mampu meningkatkan pendapatan. Sebelum dampak perubahan iklim disiasati, pendapatan petani dari dua kali tanam padi pada satu (1) ha lahan sawah adalah sekitar Rp. 15.040.000 per tahun. Setelah menanam jagung di awal musim hujan serta mencoba mengurangi dampak cekaman air terhadap pertumbuhan dan hasil padi dengan mengembalikan jerami padi, hasil yang mereka dapat 41% lebih tinggi dari pada pendapatan sebelum dampak perubahan iklim disiasati. Peningkatan pendapatan yang lebih besar didapatkan petani dengan menanam jagung manis atau jenis sayuran di awal musim hujan (Tabel 1).
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Pengalaman petani sawah irigasi Kabupaten Lampung Timur, memperlihatkan bahwa masih banyak sela-sela aktivitas pertanian yang dapat diaplikasikan untuk mensiasati dampak perubahan iklim terhadap produktivitas pertanian di antaranya dengan memperbaiki pola tanam dan penggunaan bahan organik. Strategi ini tidak hanya mampu mengatasi dampak perubahan iklim, tetapi bahkan dapat meningkatkan pendapatan petani. Saran 1.
Untuk lebih resisten terhadap dampak perubahan iklim, kepada petani seyogyanya diberi berbagai pengetahuan terkait gejala-gejala perubahan iklim secara lebih intensif, melalui penyuluhan dan pelatihan, agar petani lebih tenang dalam menghadapi dampak perubahan iklim, serta mampu mengambil keputusan yang lebih baik dalam mensiasati perubahan iklim tersebut.
2.
Pengetahuan dan wawasan yang perlu diberikan ke petani adalah bagaimana memahami berbagai potensi sumberdaya alam yang ada sehingga dapat memanfaatkannya seoptimal mungkin untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 201
Daftar Pustaka Adams, R.M., B.H. Hurd, S. Lenhart and N. Leary. 1998. Effects of global climate change on agriculture: an interpretative review. Clim Res, 11: 19-30 Ball.
2010. Soil and Water Relationships. http://www.noble.org/ag/soils/ soilwaterrelationships/index.htm. [5 October 2011]
Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Lampung Timur. 2011. Produktivitas Tanaman Pangan Lampung Timur 2006-2010. Laporan Tahunan. Hafif, B., A.M. Murni, M. Mawardi, Romdhan, D. Suherlan, A. Sofyan. 2012. Kajian Agroekologi Mendukung Produktivitas dan Produksi Bahan Pangan. Laporan Akhir Tahun. BPTP. Badan Litbang Pertanian Kemtan. Nurhayati, Nuryadi, Basuki and Indawansani. 2010. Analisis Karakteristik Iklim Untuk Optimalisasi Produksi Kedelai Dl Provinsi Lampung. Laporan Akhir Pelaksanaan Program Insentif Pkpp Ristek 2010. Oldeman, L.R. Irsal Las and S.N. Darwis. 1979. An agroclimate map of Sumatera. Contribution. 52. Central Research Institute for Agriculture Bogor, Indonesia. Surmaini, E. dan G. Irianto. 2001. Karakteristik Dampak El-Nino Terhadap Curah Hujan dan Pergeseran Musim di Lampung. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Pupuk. Bogor, 30 – 31 Oktober 2001. Puslitbangtanak. Walthall, C.L., J. Hatfield, P. Backlund, L. Lengnick, E. Marshall, M. Walsh, S. Adkins, M. Aillery, E.A. Ainsworth, C. Ammann, C.J. Anderson, I. Bartomeus, L.H. Baumgard, F. Booker, B. Bradley, D.M. Blumenthal, J. Bunce, K. Burkey, S.M. Dabney, J.A. Delgado, J. Dukes, A. Funk, K. Garrett, M. Glenn, D.A. Grantz, D. Goodrich, S. Hu, R.C. Izaurralde, R.A.C. Jones, S-H. Kim, A.D.B. Leaky, K. Lewers, T.L. Mader, A. McClung, J. Morgan, D.J. Muth, M. Nearing, D.M. Oosterhuis, D. Ort, C. Parmesan, W.T. Pettigrew, W. Polley, R. Rader, C. Rice, M. Rivington, E. Rosskopf, W.A. Salas, L.E. Sollenberger, R. Srygley, C. Stöckle, E.S. Takle, D. Timlin, J.W. White, R. Winfree, L. Wright-Morton, L.H. Ziska. 2012. Climate Change and Agriculture in the United States: Effects and Adaptation. USDA Technical Bulletin 1935. Washington, DC. 186 pages.
Bariot Hafif dan Lely Pramudiani : Siasat petani sawah irigasi | 202