Siaran Budaya Sebagai Upaya Melestarikan Kebudayaan Daerah Melalui Program Acara di TVRI D.I.Yogyakarta Mutia Dewi Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia
[email protected]
Abstract Television is one of the mass media which has the power to influence the public through broadcast programs. Television power be able to change the behavior and culture through entertainment or violence program. Therefore dominating entertainment programs and shows violence on television, this study wanted to see how the efforts to be made by TVRI D.I. Yogyakarta as public broadcasters to preserve local culture through the production of cultural programs by category, as well as supporting factors and obstacles in an effort preserving local culture through broadcasting programs. The data obtained through interviews, documentation and observation. The results show the percentage of programs with cultural themes comprising approximately 14.21% of the pangkur jenggleng, obrolan angkringan, cangkriman, karangtumaritis, ketoprak, keroncong, and konser jawa. Keywords: Culture, television program, public television. Pendahuluan Berbicara mengenai televisi tidak terlepas dari membicarakan kekuatan yang dimilikinya sebagai salah satu media massa, yang mampu menarik perhatian audiens dengan segala sajian dan konten program acara yang disiarkan. Menurut Jay Black dan Frederick C.Whitney dalam Nuruddin (2007:64) sebagai salah satu alat komunikasi massa, televisi berperan sebagai pemberi informasi, memberikan hiburan, membujuk serta transmisi budaya. Hal ini menggambarkan bagaimana pesan itu dibuat secara baik dalam bentuk program acara, kemudian disampaikan atau disiarkan agar bisa dinikmati oleh audiens, sehingga masyarakat sebagai audiens mendapatkan hiburan melalui tayangan televisi tersebut. Selanjutnya program acara yang disiarkan selain
mampu menghibur audiens, juga diharapkan mempengaruhi khalayaknya, sehingga terjadi perubahan budaya dengan proses mengadopsi budaya baru yang disajikan oleh televisi. Melihat pada fungsi televisi, tidak salah jika televisi disebutkan sebagai media massa yang memiliki kekuatan yang besar. Di Indonesia jumlah stasiun televisi swasta dan lokal daerah mulai mengalami pertumbuhan semenjak terjadinya gerakan reformasi. Stasiun televisi swasta nasional tersebut diantaranya terdiri dari RCTI, SCTV, Indosiar, ANTV, Global Tv, Trans Tv, Trans 7, MNC TV, Metro Tv, dan TvOne, berlomba-lomba menayangkan program acara yang mampu memuaskan penontonnya. Sayangnya program acara yang dibuat dan disiarkan sematamata hanya menonjolkan hiburan demi mengejar angka rating. Rating menjadi sesuatu yang penting bagi produsen program acara televisi, karena melalui angka rating yang bagus dan tinggi mereka berupaya menempatkan slot iklan yang banyak sehingga diharapkan mendapatkan keuntungan yang banyak pula. Menjamurnya tayangan hiburan di televisi swasta baik nasional maupun lokal membuat terjadinya perubahan budaya dan dinamika kehidupan masyarakat. Masyarakat mulai terlena dengan kehidupan palsu yang disiarkan oleh televisi, menganggap apapun yang disiarkan melalui televisi itu adalah fakta sebenarnya sehingga tidak heran ketika masyarakat tidak lagi mengenal kebudayaan negeri sendiri. Hiburan lawak melalui salah satu stasiun televisi swasta misalnya, alih-alih ingin mengangkat cerita daerah sebagai keinginan untuk mengenalkan kebudayaan bangsa melalui televisi justru merombaknya dengan menonjolkan hiburan dan kekerasan, cerita dan makna sama sekali tidak menggambarkan kebudayaan daerah. Pelestarian kebudayaan menjadi penting untuk dilakukan melalui televisi, karena kekuatan televisi seperti yang telah disebutkan diatas. Harapannya generasi berikutnya tetap mengenal khasanah kebudayaan daerah maupun kebudayaan bangsa Indonesia. Sebelum kemunculan televisi swasta nasional, TVRI telah menempatkan diri sebagai televisi yang akan memperjuangkan kepentingan publik. Sebagai stasiun penyiaran publik berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independent, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat (Morissan,2008:97). Sehingga program acara pun didesain untuk kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan wilayah TVRI itu berada. Hal ini berkaitan dengan TVRI sebagai televisi pemberi informasi, pendidikan, hiburan
yang sehat, kontrol dan perekat sosial serta melestarikan budaya bangsa untuk kepentingan seluruh masyarakat. Mengingat maraknya program acara hiburan modern di televisi swasta, salah satu lembaga penyiaran publik, TVRI D.I.Yogyakarta mengambil peran untuk mengangkat nilai-nilai budaya melalui program acara yang disiarkan. TVRI D.I.Yogyakarta sendiri merupakan stasiun televisi yang bervisikan budaya, pendidikan, dan kerakyatan yang berusaha melebur bersama dinamika kehidupan masyarakatnya melalui pembuatan program acara yang mengangkat budaya masyarakat Yogyakarta. Beragam program acara yang dibuat dapat dinikmati oleh masyarakat setempat karena adanya rasa kedekatan, baik kedekatan kebiasaan, budaya maupun wilayah. Penelitian ini ingin melihat bagaimana upaya yang dilakukan oleh TVRI D.I.Yogyakarta dalam melestarikan kebudayaan melalui program acara yang dibuat serta faktor-faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat dalam pencapaian upaya tersebut. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi informasi tambahan bagi stasiun televisi lain dalam mengangkat kebudayaan daerah sebagai program acara. Budaya, Masyarakat dan Media Budaya merupakan cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi Mulyana(2003:18). Hal ini berarti menjelaskan bahwa budaya terkait dengan cara hidup manusia, bagaimana manusia belajar berfikir, merasa, mempercayai, dan mengusahakan apa yang mereka inginkan. Oleh karena itu budaya juga berarti pola-pola bahasa dan bentuk-bentuk kegiatan berprilaku seseorang. Selanjutnya Deddy Mulyana menyebutkan bahwa unsur-unsur budaya terdiri dari system kepercayaan, nilai, gagasan, organisasi sosial serta bahasa. Unsur-unsur inilah yang akan mempunyai pengaruh yang besar dalam membangun persepsi seseorang untuk melakukan tindakan. Unsur tersebut akan mampu mempengaruhi aspek-aspek makna yang bersifat pribadi dan subjektif. Pembentukan budaya melalui pertukaran makna dalam komunikasi terjadi ketika masyarakat sebagai audiens melakukan konsumsi teks media dan menemukan makna-makna yang terkandung dalam teks melalui bahasa. Littlejohn & Foss (2009: 408) menyatakan bahwa berkaitan dengan masyarakat dan budaya,media mempunyai fungsi komunikasi massa,
penyebaran informasi dan pengaruh, opini masyarakat, dan kekuasaan. Menurut Burton (2008:39), beberapa proposisi dalam perdebatan budaya massa sebagai budaya populer antara lain : (1). Produksi massa telah menghasilkan budaya massa yang telah menjadi budaya popular. (2) Budaya massa telah menggantikan budaya rakyat (folk culture), yang merupakan budaya masyarakat yang sebenarnya. (3) Budaya massa didominasi oleh produksi dan konsumsi barangbarang material bukan oleh seni-seni sejati (true arts) dan hiburan masyarakat. (4) Penciptaan budaya massa didorong oleh motif laba. Proposisi diatas menunjukkan adanya penggeseran budaya rakyat yang oleh budaya massa yang cenderung mengabaikan nilai seni untuk kepentingan materi demi memperoleh keuntungan. Hal ini pula yang kemudian berkembang dalam pemikiran para pengusaha/pemilik modal dengan memanfaat perkembangan teknologi komunikasi. Pelestarian budaya dapat dilakukan oleh stasiun televisi sebagai media yang paling mudah dikonsumsi oleh masyarakat. Televisi harus mampu melakukan terobosan-terobosan dalam menyajikan program yang berisikan kebudayaan agar kebudayaan bangsa tidak lenyap ditelan oleh perjalanan waktu, tentunya didukung dengan sarana dan prasarana stasiun televisi itu sendiri ( Slilanto, 2010) Kesenian Tradisional dalam Program Acara Perkembangan media massa yang begitu pesat, berpengaruh kepada perkembangan budaya massa. Budaya massa sendiri berakar dari budaya lokal dari suatu daerah. Menurut ( Nawari, Ismail 2011: 12 ) budaya lokal merupakan ide, nilai-nilai, norma-norma, aktivitas, dan hasil aktivitas dari kelompok manusia di suatu tempat atau daerah. Hal ini menerangkan bahwa perangkat nilai atau sistem dari suatu kelompok masyarakat lokal dapat diketahui dalam bentuk aktivitas masyarakat atau hasil dari aktivitas dalam benda-benda budaya. Program seni budaya termasuk karya artistik dalam produksi program televisi. Menurut Fred Wibowo ( 2007:53) ada berbagai macam materi produksi seni dan budaya yang dibuat untuk program televisi, yaitu : seni pertunjukan dan seni pameran. Seni pertunjukkan dalam konteks seni budaya bukan sesuatu yang mudah. Produser sekurang-kurangnya perlu memiliki pengetahuan dasar dari materi produksinya. Betapapun sebuah tarian atau sendratari klasik dan seni tradisi selalu bergerak dan sulit ditulis dalam naskah, seorang produser harus tetap memiliki
konsep yang jelas. Seni pameran ini terkait dengan kemasan program televisi yang menampilkan seniman dengan pencipta karya seni. Kesenian yang mengangkat bagian-bagian dari budaya hidup sehari-hari, mengemasnya kembali kemudian dipasarkan melalui media massa menjadi popular dilakukan saat ini oleh stasiun televisi, baik televisi swasta maupun televisi publik. Dalam ( Baran, 2010: 415) disebutkan bahwa ada beberapa konsekuensi terkait dengan mengangkat bagian-bagian budaya hidup sehari-hari melalui media massa, yaitu : (1) ketika elemen budaya sehari-hari dipilih untuk dikemas kembali, hanya jenis-jenis tertentu yang dipilih secara terbatas, dan elemen yang penting malah terlewat atau secara sadar diabaikan. (2) proses pengemasan kembali memasukkan dramatisasi dari elemen-elemen kebudayaan yang telah di seleksi. (3) pemasaran komoditas budaya dilakukan dengan cara yang memaksimalkan kemungkinan bahwa mereka akan menyusup kedalam dan pada akhirnya menganggu kehidupan sehari-hari. (4) kaum elite yang mengoperasikan industri budaya umumnya masa bodoh terhadap konsekuensi hasil kerja mereka. (5) gangguan dalam kehidupan sehari-hari mengambil banyak bentuk atau beberapa sangat jelas terkait dengan konsumsi konten yang berbahaya, tetapi bentuk lain sangat samar dan dapat terjadi dalam jangka waktu yang lama. Penjelasan diatas ingin menggambarkan bahwa ketika kesenian tradisional mengambil bagian untuk menjadi alternatif hiburan di televisi, kecenderungannya mengangkat cerita-cerita, legenda ataupun adat kebiasaan di dalam suatu masyarakat, terkadang hal tersebut tidak luput dari proses memodifikasi ceritanya. Meskipun ketika pengangkatan cerita tradisional rakyat dimaksudkan untuk melestarikan kebudayaan, tetapi peran dari keinginan untuk mengejar keuntungan tidak bisa diabaikan, sehingga mulai ada pergeseran cerita dengan mengemasnya menjadi lebih menarik. Tayangan kesenian tradisional merupakan tayangan high culture yang sesungguhnya, karena benar-benar lahir dari masyarakat, dimana sesungguhnya bermakna budaya yang memihak pada kelas tertentu ( Misalnya budaya Priyayi). Ralph Linton memberikan defenisi budaya tradisional sebagai konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku, yang unsur pembentukannya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu.
Kebudayaan tradisional memiliki pengertian yang terperinci sebagai berikut (Linton, 1945 :97 ), Pertama, keseluruhan yang kompleks dimana didalamnya terkandung ilmu pengetahuan dan kepercayaan. Kedua, konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku yang didukung oleh masyarakat. Ketiga, pola hidup yang tercipta dalam sejarah yang eksplisit, implicit dan rasional. Empat, seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia. Lima, semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Setiap budaya lokal mempunyai fungsi setidaknya ada 4 fungsi ( Suyanto dalam kompas 26 Desember 2001) yaitu sebagai : wadah cross-cutting, acuan moral bersama, kontrol sosial, dan sebagai garansi dan asuransi sosial. Pertama, budaya lokal sebagai wadah titik temu anggota masyarakat dari berbagai latar belakang seperti status sosial, suku, agama, ideologi, dan politik. Hal ini dapat dibuktikan dari berbagai upacara slametan yang terus berkembang ditengah deru modernisasi. Kedua, budaya lokal seperti lembaga adat, tradisi dapat juga berfungsi sebagai norma-norma sosial yang memiliki pengaruh signifikan dalam mengatur sikap dan prilaku masyarakat. Ketiga, budaya ini juga memiliki fungsi sebagai pengontrol sosial dari setiap anggota masyarakat. Keempat, budaya dapat berfungsi sebagai penjamin anggota pendukung budaya, sinoman, dan sambatan misalnya memiliki nilai sosial- ekonomis bagi anggotanya. TVRI D.I.Yogyakarta sebagai Lembaga Penyiaran Publik Clive Barnett (2003:164) mendefinisikan lembaga penyiaran publik sebagai barang milik publik yang memberikan pelayanan terhadap budaya, mempunyai tujuan-tujuan sosial dan demokratis yang dengan memelihara sistem penyiaran publik nasional dan melawan desakan aturan-aturan kompetisi. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa lembaga penyiaran publik seharusnya punya kecenderungan untuk pelayanan terhadap budaya, kepentingan sosial dan demokrasi serta menghindari komersialitas. Dalam ( Morissan, 2008: 97 ) menyebutkan stasiun penyiaran publik merupakan stasiun penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat. Hal itu menunjukkan stasiun penyiaran publik di Indonesia terdiri dari TVRI dan RRI. Eric Barendt dalam Mufid (2005:79), media penyiaran publik (public service broadcasting) merupakan media yang tersedia (available) secara general geografis, memiliki kepedulian terhadap identitas dan
kultur nasional, bersifat independen baik dari kepentingan negara maupun kepentingan komersial,
memiliki
imparsialitas
program,
memiliki
ragam
varietas
program,
dan
pembiayaannya dibebankan kepada pengguna. Independensi lembaga penyiaran publik menunjuk pada kekuasaan masyarakat dan bebas dari kekuasaan negara dan pasar. Menilik regulasi penyiaran di Indonesia, lembaga penyiaran publik diamanatkan sebagai lembaga yang independen yang bebas dari campur tangan pemerintah, bersifat public service dan tidak komersial. Ini nampak dari definisi lembaga penyiaran publik di UU No 2 tahun 32 tentang Penyiaran, lembaga penyiaran publik merupakan lembaga penyiaran independen berbadan hukum
yang didirikan pemerintah yang sifatnya netral, tidak komersial dan
mempunyai fungsi memberikan pelayanan publik. Namun demikian, sejak keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 2002 tentang pengalihan status TVRI dari perusahaan jawatan (Perjan) menjadi perseroan terbatas (PT) , posisi TVRI sebagai media publik dalam dilema besar antara sebagai media
publik dan
komersial. Dalam pandangan Agus Sudibyo (2005:317), status perseroan terbatas akan meninbulkan banyak konsekuensi yang bertentangan prinsip-prinsip lembaga penyiaran publik.TVRI mau tak mau akan berorientasi pasar, dengan konsekuensi harus menonjolkan tayangan-tayangan yang dapat menghasilkan rating tinggi, menarik iklan sebanyak-banyaknya, serta menghasilkan akumulasi modal secepat mungkin. Amanat UU Penyiaran No 32 tahun 2002 yang kemudian juga mengubah status TVRI menjadi lembaga penyiaran publik masih menyisakan dilema dalam pasal-pasalnya bahwa LPP boleh memasukkan iklan dalam program acara yang disiarkan oleh TVRI. Dalam UU no 32.tahun 2002 pasal 14 ayat 1 disebutkan bahwa lembaga penyiaran publik adalah lembaga penyiaran yang didirikan oleh negara, bersifat independent, netral tidak komersial dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat, kemudian dalam pasal 15 ayat 1 disebutkan bahwa sumber pembiayaan LPP (Lembaga penyiaran Publik) berasal dari iuran penyiaran, APBN/APBD, sumbangan masyarakat, siaran iklan, dan usaha lain yang sah yang terkait dengan penyelenggaraan penyiaran. Menurut ( Pringle-Starr-McCavitt,1991:277 ) ada tiga faktor penting dalam pengelolaan stasiun penyiaran publik terkait dalam hal menyusun strategi program, antara lain: Pertama, the
nature of the licensee, yang berarti sebagai misi atau fungsi utama keberadaan stasiun public. Kedua, kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Ketiga, upaya menggalang dana dari masyarakat. Pembuatan program untuk TV publik berorientasi kepada kepentingan publik, yang umumnya berisi informasi, edukasi, dan hiburan terutama hiburan yang mengangkat cerita rakyat, sehingga penekanan tv publik lebih banyak pada konten atau program yang ditayangkan, penyampaian nilai-nilai budaya dan pendidikan bangsa melalui televisi. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode studi deskriptif-kualitatif. Fokus penelitian ini pada melihat upaya yang dilakukan oleh TVRI D.I.Yogyakarta dalam melestarikan kebudayaan daerah melalui program acara yang diproduksi serta beberapa faktor yang mendukung dan menghambatnya. Penelitian ini melakukan pengamatan yang mendalam, mengajukan pertanyaan yang bersifat “ how “ serta dibuat defenisi hasil makna dan interpretasi. Peneliti mendeskripsikan atau mengkonstruksi wawancara-wawancara mendalam terhadap objek penelitian. Penelitian ini dilakukan di TVRI D.I.Yogyakarta dan pengumpulan data antara bulan November 2011-januari 2012. Data ini diperoleh melalui wawancara dengan Kepala Departemen Program Acara, Humas TVRI D.I.Yogyakarta, Produser Program Acara, Pengarah Acara, Penulis, Pemain (Lakon), Programming, Budayawan, dan Penonton Wawancara dari budayawan dijadikan penulis untuk menjadi masukan untuk mengkroscek hasil temuan data mengenai program acara budaya serta tambahan informasi dari penonton dengan melakukan pertanyaan mengenai program acara budaya yang mereka tonton melalui TVRI D.I.Yogyakarta. Sebagai data pendukung adalah kajian terhadap dokumentasi, rekaman program acara kategori budaya, mengetahui isi dan rundown program tersebut. Tidak lupa selama penelitian ini penulis ikut terlibat dalam setiap tahapan produksi program acara dengan kategori budaya. Pembahasan Pelestarian Budaya Melalui Program Acara TVRI D.I.Yogyakarta Sesuai dengan amanat yang diembannya, maka TVRI D.I.Yogyakarta berupaya keras menyelenggarakan penyiaran dengan mengacu pada pada kewajiban TVRI untuk menjaga nilainilai lokal dalam arti kesenian dan tradisi budaya masyarakat setempat. Hal ini dilakukan dengan
cara membuat semacam pengelompokkan kebudayaan asli daerah, kemudian dikembangkan tanpa merubah bentuk dan arti aslinya sehingga perekatan nilai sosial dapat terjaga melalui penyiaran budaya asli daerah. Acuan yang dipakai oleh TVRI D.I Yogyakarta dalam membuat program acara yang berbasis budaya selalu berlandaskan kepada elemen-elemen kebudayaan. Meliputi: satu, gagasan. Ini diterapkan melalui pemikiran warga masyarakat mengenai sesuatu bagaimana budaya itu ada dan bagaimana terjadinya. TVRI D.I Yogyakarta sebagai lembaga Penyiaran meminta masukan tersebut dari pakar atau yang ahli sehingga pemikiran tersebut menjadi pijakan untuk memproduksi program acara nya. Kedua, tindakan. Hal ini merupakan aktivitas wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dalam suatu masyarakat. Dalam hal ini sebagai media Penyiaran publik, TVRI D.I Yogyakarta memotret aktivitas-aktivitas dalam sistem sosial masyarakat tersebut untuk kemudian diangkat dalam sebuah drama baik komedi ataupun serial. Ketiga, sistem kepercayaan. Sistem kepercayaan dalam masyarakat akan mempengaruhi masyarakat terutama bagaimana cara mereka berkehidupan, cara mereka berkonsumsi, hingga cara bagaimana mereka berkomunikasi. Hal ini terkait dengan bagaimana TVRI D.I Yogyakarta melihat masyarakat dalam hal membangun sistem kepercayaan ataupun keyakinan sehingga ini dijadikan sebagai pedoman untuk memproduksi program-program acara keagamaan. Keempat adalah estetika. Estetika dipandang sebagai sesuatu yang berhubungan erat dengan seni dan kesenian. Baik berupa musik, cerita, dongeng, hikayat, drama ataupun tari-tarian yang berlaku dan berkembang di masyarakat. TVRI D.I Yogyakarta memandang bahwa nilai estetika ini perlu dipahami dalam segala peran, agar pesan yang kita sampaikan dalam bentuk program acara dapat mencapai tujuan dan efektif. Bagian ini memang memiliki kontribusi yang besar dalam proses pembuatan program acara di TVRI D.I Yogyakarta, karena memang selain ingin memberikan informasi-informasi kepada penontonnya, TVRI D.I Yogyakarta juga berusaha menyajikan program-program acara hiburan untuk masyarakat sekitar DIY. Terakhir adalah bahasa. Bahasa merupakan alat pengantar dalam berkomunikasi, tentunya antara daerah yang satu dengan yang lainnya memiliki perbedaan dan keanekaragaman sendiri mengenai alat pengantar ini. melalui bahasa jawa sebagai simbol cerminan
masyarakatnya TVRI D.I Yogyakarta berusaha menjadikan bahasa jawa sebagai pengantar dalam setiap program yang dibuat. Beberapa elemen budaya terkait dengan estetika yang diangkat dalam setiap program acara di TVRI D.I Yogyakarta diantaranya : satu, tari-tarian tradisional yang biasanya selalu menampilkan seniman dan anak-anak berprestasi untuk membawakan tarian tradisional jawa. Tarian tradisional jawa memiliki makna khusus dalam setiap penampilannya. Memang tidak secara khusus dibuat program yang menampilkan tarian daerah D.I Yogyakarta melainkan beberapa pertunjukan program acara ada yang disisipkan tarian sebagai pembuka atau penghantar program utama. Kedua, musik. Musik disini terkait dengan lagu-lagu tradisional jawa yang selalu ditembangkan dan dilestarikan oleh para penyanyi lokal kemudian oleh TVRI D.I Yogyakarta sebagai stasiun Penyiaran dikemas sedemikian rupa untuk disiarkan. Tembangtembang lawas jawa menjadi program acara tersendiri di TVRI D.I Yogyakarta. Ketiga, drama. Estika yang tekait dengan drama menjadi program Penyiaran yang utama bagi TVRI D.I Yogyakarta. Banyak program acara yang bergenre drama menghiasi Penyiaran di TVRI D.I Yogyakarta. Drama yang dimaksud disini, berupa hiburan komedi, dimana tetap berlatar belakang budaya jawa, baik dari segi penggunaan bahasa, maupun cerita yang ditampilkan. Menurut ibu Iwung selaku salah satu produser yang menangani beranekaragam program acara yang mengangkat budaya lokal, tidak semata-mata melalui penggunaan bahasa daerah, melainkan melalui nilai-nilai, aturan dan norma-norma yang ada didalam masyarakat kemudian dikemas dan disajikan dalam produksi program acara. Hal ini menjadi salah satu alasan penting untuk selalu menyajikan nilai-nilai lokal daerah Yogyakarta dan sekitarnya. Kebijakan Manajemen Program Acara TVRI D.I.Yogyakarta membuat pola acara berdasarkan pedoman yang sudah dibuat oleh TVRI Pusat, kemudian oleh TVRI Pusat, diberikan waktu tayang 2 hingga 5 jam untuk siaran setiap harinya. Program acara yang disiarkan setiap harinya dibuat dalam sebuah pola siaran yang disebut dengan pola siaran harian. TVRI D.I.Yogyakarta juga berkewajiban me-relay siaran dari TVRI Pusat di jam-jam tertentu.
Acara yang diproduksi oleh TVRI Stasiun D.I Yogyakarta disusun dalam suatu pola disebut pola acara harian. Pola acara harian disusun berdasarkan pola acara tahunan dari TVRI Pusat Jakarta, setelah diterima oleh TVRI stasiun D.I Yogyakarta pola acara tersebut disebut pola acara tahunan. Hal ini berarti pola acara tahunan TVRI Stasiun D.I Yogyakarta merupakan hasil kombinasi antara pola acara pusat dengan daerah. Oleh karena itu, model atau pola yang seperti ini wajib, siaran relay dari pusat pasti selalu ada. Disamping itu apabila terjadi kekosongan produksi siaran, maka stasiun TVRI D.I Yogyakarta bisa langsung me-relay dari TVRI Pusat. Perjalanan TVRI sebagai televisi publik yang telah disebutkan diatas, tetap mengacu pada undang-undang No. 32 tahun 2002, sehingga seluruh kegiatan yang dilakukan oleh TVRI tetap berpedoman pada undang-undang tersebut. Berbicara mengenai kegiatan yang dilakukan oleh TVRI tentunya tidak terlepas dari anggaran atau dana. Anggaran untuk operasional TVRI memang sudah ditentukan oleh pemerintah atas persetujuan DPR yang masuk didalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Hal itu telah dijelaskan dalam pasal 15 undang-undang No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Anggaran yang diberikan kepada TVRI D.I.Yogyakarta masih sangat terbatas untuk menghasilkan tayangan yang berkualitas bagus. Anggaran Pembiayaan TVRI D.I.Yogyakarta dalam APBN keseluruhannya adalah 14 Milyar, untuk produksi program acara 1,4 milyar selebihnya digunakan untuk biaya operasional dan pembiayaan lainnya. Tidak heran dalam produksi program acara, TVRI D.I.Yogyakarta belum mampu memenuhi kualitas gambar, dan lakon seperti yang ditampilkan oleh televisi swasta nasional. Terlepas dari itu semua, TVRI D.I.Yogyakarta perlu mendapatkan apresisasi karena mampu mempertahankan kebudayaan daerah melalui program acaranya. TVRI D.I Yogyakarta memiliki pengelompokkan jenis program acara, diantaranya terdiri dari pendidikan, budaya dan hiburan, serta informasi. Program acara yang termasuk dalam kriteria pendidikan ini memang dibuat atas dasar keinginan TVRI D.I Yogyakarta yang memberikan tontonan yang bersifat edukatif. Beberapa program acara yang termasuk dalam kriteria pendidikan dikemas dalam bentuk dialog interaktif, talkshow dan variety show. Hal ini dimaksudkan agar penonton lebih terhibur dan tidak jenuh dengan model penayangan yang moNo.ton, karena untuk criteria program acara pendidikan memiliki segmen umum, remaja,
anak-anak dan dewasa. Rata-rata penayangan program acara dengan kriteria ini 30 sampai 60 menit. Jika dipresentasekan untuk program acara dengan kriteria pendidikan berada pada angka 21,42%. Kriteria kedua adalah informasi. Program acara yang terkait dengan kriteria informasi memiliki presentase sekitar 16,31% dari keseluruhan program acara TVRI D.I Yogyakarta. Ratarata durasi penayangannya sekitar 30 sampai dengan 90 menit. Format program untuk kriteria informasi ini berupa news , dialog, feature dan talkshow, dan program acara dengan kriteria ini memang ditujukan untuk segmen umum dan remaja. Kriteria yang terakhir adalah budaya dan hiburan. Budaya dan hiburan memang menjadi andalan dalam setiap industri lembaga Penyiaran. Hal ini karena tidak bisa dipungkiri akan kebutuhan masyarakat kita terhadap hiburan. TVRI D.I Yogyakarta terkait dengan kedudukannya sebagai lembaga Penyiaran publik mengusung kriteria program hiburan dengan mengkombinasikannya dengan budaya setempat. Beberapa progam acara hiburan dibuat dalam format yang berbeda-beda, diantaranya komedi, dialog interaktif, drama, wayang, musik, feature dokumenter, serta musik dan dakwah. Pengemasan yang demikian terkait dengan keanekaragaman penyajian program acara. Program acara budaya dan hiburan menduduki peringkat ketiga setelah kriteria informasi, dengan komposisi sebesar
14,27%. Meskipun
demikian, para tim pelaksana Penyiaran di TVRI D.I Yogyakarta tetap memberikan tayangan yang terbaik dan bermanfaat melalui program budaya dan hiburan ini. Beberapa program acara dengan kategori budaya, diantaranya : a) Pangkur Jenggleng.
Gambar 1. Adegan dalam Pangkur jenggleng
Format program untuk acara ini adalah komedi. Program ini ditujukan untuk umum dengan durasi sekitar 60 menit. Pembuatan program acara ini dilatarbelakangi dari komedi jawa. Komedi jawa yang merupakan embrio perkembangan drama komedi di Indonesia. Kekhasan komedi jawa ini selain terletak pada tokoh komedi yang dihadirkan, penceritaan adalah penggunaan tembang macapat jenis pangkur di akhir acara. Komedi ini sangat merakyat dan komunikatif. Pemain dalam drama ini selalu menggunakan pakaian tradisional jawa. Dalam cerita drama tersebut hampir di setiap bagian berisi dengan adegan-adegan komedi (humor) yang terlihat dari dialog dan perilaku para pemain.Segmen-segmen dalam drama disisipi dengan tembang, dan di akhir acara selalu diakhiri dengan lantunan Pangkur Jenggleng oleh Ki Ngabdul. Dalam tampilannya yang selalu menggunakan bahasa jawa dan mengangkat cerita-cerita rakyat serta isu yang sedang berkembang membuat acara pangkur jenggleng dikategorikan dalam program acara berbasis budaya. Identifikasi yang lain terkait dengan pakaian pemain, lagu serta alat-alat musik tradisional yang selalu
digunakan
dalam
setiap
pertunjukkannya.
Dari
sisi
lokalitas,
diindentifikasikan dari cerita atau isu yang sedang berkembang di kehidupan masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya kemudian dikemas dan ditampilkan dalam bentuk komedi melalui lakon-lakon lokal. b) Cangkriman
Gambar 2. Adegan dalam Cangkriman Program acara yang berbasis budaya berikutnya adalah cangkriman. Program acara ini merupakan program yang mempunyai format kuis dengan kriteria pendidikan. Program ini dibuat karena dilatabelakangi oleh Yogyakarta sebagai pusat budaya jawa yang memiliki bahasa tutur yang beragam. Oleh
karena itu agar bahasa jawa tetap terpelihara dan terjaga penggunaannya dalam keseharian maka pemakaian tutur kata bahasa jawa yang komunikatif, edukatif dan pembelajaran tentang budaya jawa perlu terus dilestarikan dari generasi ke generasi berikutnya. Tujuan dibuatnya program acara ini oleh pihak TVRI D.I Yogyakarta adalah sebagai wahana pembelajaran bahasa jawa secara tidak langsung, mengenalkan dan memberikan wawasan pengetahuan seputar budaya/tradisi jawa, serta memberikan alternatif hiburan dalam bentuk kuis yang santun dan berbudaya. Program ini akan mendatangkan manfaat yang besar yaitu terpelihara dan lestarinya budaya jawa terutama bahasa jawa. c) Karang Tumaritis
Gambar 3. Adegan dalam Tumaritis Program acara dengan mengangkat budaya lainnya dengan format dialog interaktif adalah karang tumaritis. Program ini dipandu oleh seorang pemandu acara yang akan mendampingi ibu Yati Pesek sebagai tokoh utama atau narasumbernya. Program acara dialog interaktif yang diproduksi oleh TVRI ini adalah program yang nanti akan memaparkan topik-topik tertentu terkait dengan kebudayaan dan memberikan kesempatan kepada audiens untuk memberikan tanggapan dan pertanyaan kepada narasumber utama yang sudah disebutkan diatas.
d) Obrolan Angkringan
Gambar 4. Adegan dalam obrolan angkringan Sesuai dengan namanya, program acara ini sudah terlihat mengangkat budaya yang ada dalam masyarakat Yogyakarta, terkait dengan model penjualan makanan yang disebut dengan angkringan. Angkringan sendiri merupakan penjualan makanan yang dilakukan dengan menggunakan gerobak dimana pembeli bisa menikmati jajanan makanan yang disajikan. Model penjualan makanan seperti ini memang menjadi cirri khas masyarakat Yogyakarta, sehingga menjadi salah satu symbol budaya di Yogyakarta. e) Ketoprak
Gambar 5. Adegan dalam Ketoprak Ketoprak merupakan drama tadisional jawa yang pada masanya menjadi tontonan yang cukup merakyat. Kesenian tradisional ini dianggap sebagai media yang efektif untuk menyampaikan berbagai pesan, termasuk membangun spirit
nasionalisme melawan kaum penjajah pada masa perjuangan. Cerita yang diangkat cukup variatif mulai dari cerita babad sampai menak. Menurut Bondan Nusantara seorang budayawan, penulis naskah ketoprak, sutradara sekaligus pemain ketoprak, Ketoprak pada mulanya hanya merupakan permainan orang-orang desa yang sedang menghibur diri dengan menabuh lesung secara berirama diwaktu bulan purnama, dengan sebutan gejog. Kemudian ditambah dengan tembang ( Nyanyian ) yang dilakukan bersama dengan orang kampung atau desa yang sedang menghibur diri dan akhirnya ditambah dengan gendang, terbang, dan suling. Perkembangan ketoprak dijawa dimulai didaerah klaten kemudian masuk ke Yogyakarta. Tujuan dibuat dan terus diproduksinya program acara ketoprak oleh TVRI D.I Yogyakarta adalah ingin melestarikan ketoprak, memberikan hiburan kepada masyarakat, serta memperkenalkan kultur sosial kehidupan masyarakat jawa kepada para pemirsa muda. Dilatarbelakangi itulah sehingga TVRI D.I Yogyakarta terus memproduksi program acara ketoprak ini. f) Konser Jawa Merupakan program acara dengan format acara musik. Program acara ini dilatarbelakangi untuk mengangkat kesenian jawa khususnya musik yang cukup beragam mulai dari klasik hingga kontemporer. Program ini lebih banyak mengangkat musik campur sari dengan perpaduan alat musik modern sehingga penyajian musik lebih kreatif tanpa meninggalkan budaya asli atau musik aslinya. g) Keroncong Program acara yang mengusung format musik tetapi masih mengangkat kekayaan budaya jawa adalah keroncong. Sebagai bagian dari seni nusantara keberadaan musik keroncong mengalami pasang surut diantaranya menjamurnya musik-musik modern sekarang ini. keroncong sendiri dipertahankan agar generasi muda dapat mengisi dan mengapresiasi kecintaan terhadap seni budayanya sendiri. Keroncong sendiri merupakan nama dari instrument musik sejenis ukulele dan juga sebagai nama dari jenis musik khas Indonesia yang menggunakan instrument musik keroncong, flute dan seorang penyanyi wanita. TVRI D.I
Yogyakarta sendiri menampilkan musik keroncong dalam berbagai versi. Diantaranya keroncong asli, keroncong alternative, keroncong pop, langgam jawa dan assambel. Menurut tim produksi pelaksana program acara, Keroncong asli merupakan lagu yang terdiri dari 8 baris, 8 baris x 4 birama= 32 birama. Dimana dibuka dengan prelude 4 birama yang dimainkan secara instrumental, kemudian disisipi interlude standar sebanyak 4 birama yang dimainkan secara instrumental juga. Langgam jawa merupakan bentuk adaptasi keroncong terhadap tradisi musik gamelan. Perbedaannya terletak pada langgam yang memiliki cirri khusus pada penambahan instrument antara lain siter, kendang, saron dan adanya suluk berupa introduksi vocal tanpa instrument untuk membuka sebelum irama dimulai secara utuh. Langgam ini lah yang menjadi cikal bakal terbentuknya musik campur sari. Pembagian music keroncong yang ditampilkan ini merupakan salah satu strategi dari TVRI D.I Yogyakarta untuk menampilkan tayangan musik keroncong agar lebih bervariasi. Keroncong dangdut atau alternatif merupakan musik keroncong yang menambahkan sentuhan musik dangdut didalamnya, sehingga musik nya menjadi ada perpaduan musik modern dan tradisional. Ansambel keroncong merupakan penampilan musik keroncong yang juga disertai dengan penggunaan asambel sehingga musik yang dikeluarkan menjadi ada sentuhan yang berbeda dengan keroncong asli, meskipun tidak menghilangkan sisi- sisi originalitasnya. Program acara yang diproduksi oleh TVRI D.I.Yogyakarta tidak sematamata murni menampilkan kebudayaan asli. Meskipun ada sedikit penambahan variasi pada setiap program acara budaya yang ditampilkan tetap tidak meninggalkan identitas asli dari budaya daerah masyarakat Yogyakarta. Hal ini terlihat dari program acara dengan format talkshow yang dibawakan oleh seorang pembawa acara. Meskipun dibuat dengan format talkshow, acara ini tetap mengusung kesenian dan kekayaan budaya daerah setiap pertunjukkannya, dengan menjadikan kebudayaan sebagai tema dalam talkshow. Sesuai dengan kedudukannya sebagai lembaga penyiaran publik yang berpihak kepada kepentingan publik, TVRI D.I.Yogyakarta menyadari perannya
untuk memenuhi kebutuhan publik melalui kegiatan penyiarannya. Publik sebagai audiens sudah haus dengan tayangan yang mendidik dan mampu menunjukkan bahwa daerah tempat mereka berada mempunyai kesenian tradisional yang dapat menjadi salah satu sumber hiburan, informasi ataupun pendidikan bagi generasi berikutnya, ditengah gempuran tayangan hiburan dan kekerasan di televisi swasta nasional. Bagi masyarakat dengan pendidikan bermedia yang telah baik dalam menonton televisi, tentu televisi publik lah yang menjadi tumpuan sebagai sumber untuk memperoleh informasi. Untuk dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan publik, TVRI D.I.Yogyakarta berusaha semaksimalkan mungkin untuk terus memproduksi program acara dengan kategori budaya, meskipun dana dan sdm menjadi faktor kendala dalam pembuatan program. Sebagai lembaga penyiaran yang didanai oleh APBN, TVRI D.I.Yogyakarta diberi kewajiban untuk dapat mengelola dana tersebut untuk biaya produksi dan operasional lainnya. Dana yang terbatas tersebut membuat kerjasama produksi program acara dilakukan dengan pihak kedua / sponsor. Hal ini secara undang-undang dibenarkan, hanya saja yang perlu dapat perhatian khusus adalah ketika produksi program acara budaya terbentur dengan kepentingan pihak sponsor, sehingga niat yang mulia di awal menjadi tercoreng. Dengan terus diproduksinya program acara dengan mengangkat kesenian tradisional tanpa adanya perubahan atau intervensi dari berbagai pihak diharapkan kesenian tradisional menjadi sebagai aturan-aturan sosial dalam masyarakat melalui pesan yang disampaikan dalam setiap acara yang disiarkan. Selain itu dengan tetap terjaganya kesenian tradisional maka akan berdampak pada kesejahteraan para pemain dan budayawan yang mana mereka memiliki kepedulian yang tinggi terhadap kesenian tradisional daerah. Kesimpulan Dengan kedudukannya sebagai lembaga penyiaran publik, TVRI D.I.Yogyakarta telah mengupayakan untuk terus melestarikan kebudayaan dan kesenian daerah melalui pesan yang disampaikan dalam bentuk program acara. Adapun langkah-langkah yang telah dilakukan
sebagai wujud kepedulian itu dengan memproduksi sekitar 14,27% tayangan budaya dari keseluruhan kategori tayangan program acara yang dimiliki dalam pola acara harian. Program acara tersebut diantaranya pangkur jenggleng, obrolan angkringan, karangtumaritis, keroncong, ketoprak dan konser jawa. Program-program acara tersebut mengangkat nilai-nilai budaya dan norma sosial dalam setiap pertunjukkannya. Diantaranya cerita rakyat, legenda, bahasa, dan norma-norma lainnya yang turun temurun selalu digunakan oleh masyarakat Yogyakarta. Selain karena tanggung jawabnya sebagai lembaga penyiaran publik, TVRI D.I.Y senantiasa terus memproduksi program acara budaya atas kerjasama yang telah dilakukan dengan berbagai lembaga ataupun perusahaan, untuk menutupi kekurangan anggaran dari dana APBN. Selain kendala dana yang dihadapi oleh TVRI D.I.Yogyakarta, kendala SDM juga menjadi salah satu faktor penting dalam pelestarian budaya melalui program acara yang dibuat. Sebagaimana SDM yang ada di TVRI D.I.Yogyakarta, merupakan tim-tim yang sudah lama bekerja dan aroma senioritas sangat kental terasa. Oleh karena itu sulit bermunculannya ide-ide kreatif dalam mengemas konsep program acara budaya.
Daftar Pustaka Agus Sudibyo.2004.Ekonomi Politik Media Penyiaran.Yogyakarta:LKIS Baran, Stanley J, Dennis K.Davis.2009. Teori Komunikasi Massa (Edisi terjemahan oleh Afrianto Daud dan Putri Iva Izzati).Jakarta: Salemba Humanika Burton, Graeme.2007. Membincangkan Televisi:Sebuah Pengantar Kepada Studi Televisi (Edisi terjemahan oleh Laily Rahmawati). Yogyakarta :Jalasutra Barnett, Clive.2003. Culture and Democrazy :Media, Space and Representation. Edinburg :Edinburg University Press Littlejohn, Sthepen W, Karen A.Foss.2009. Teori Komunikasi (Edisi 9-Diterjemahkan oleh Mohammad Yusuf Hamdan).Jakarta: Salemba Nuruddin.2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: Rajagrafindo persada. Muhammad Mufid. 2005.Komunikasi dan Regulasi Penyiaran. Jakarta: Kencana Mulyana, Deddy.2003. Komunikasi antar Budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya Morissan.2008. Manajemen Media Penyiaran. Jakarta: Kencana Peter K. Pringle, Michael F Starr, William E.McCavitt.1991. Electronic Media Management. London: Focal Press
Ralph Linton.1945. The Cultural Background of Personality. Newyork: Appleton Wibowo, fred.2007. Teknik Produksi Program Televisi. Yogyakarta : Pinus Book Publisher. Slilanto.2010.Wayang Kulit, Pelestarian Kebudayaan Melalui Televisi, http://www.pintunet.com/lihat opini.php?pg=2003/03/20032003,10 oktober 2010. Kompas 26 Desember 2001, melalui situs kompas.