SETAPAK Program Tata Kelola Lingkungan Meningkatkan tata kelola lahan untuk melindungi hutan dan masyarakat di Indonesia
Foto: Rhett Butler
INDONESIA MEMILIKI WILAYAH HUTAN HUJAN TROPIS TERBESAR KETIGA DI DUNIA, NAMUN SAAT INI KERUSAKANNYA MENCAPAI 8.400 KILOMETER PERSEGI SETIAP TAHUNNYA. LAHAN-LAHAN GAMBUT DI INDONESIA JUGA MERUPAKAN SUMBER DAYA YANG PENTING, NAMUN SEKITAR 100.000 KILOMETER PERSEGI KONDISINYA TELAH TERGANGGU, BAHKAN DI BEBERAPA TEMPAT TIDAK DAPAT DIPERBAIKI LAGI. PERMASALAHAN INI TELAH DIKETAHUI BAIK DI DALAM NEGERI MAUPUN INTERNASIONAL. UNTUK MEMASTIKAN RESPON YANG STRATEGIS, EFISIEN, DAN TERKOORDINASI MAKA TATA KELOLA HUTAN DAN LAHAN YANG BAIK HARUS DIDORONG SERTA DILEMBAGAKAN.
Foto: Armin Hari
Meningkatkan tata kelola lahan untuk melindungi hutan dan masyarakat di Indonesia Sejak tahun 2011, SETAPAK telah bekerja untuk meningkatkan tata kelola hutan dan lahan di Indonesia. Program ini mendorong tata kelola hutan lahan yang baik sebagai dasar untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, serta memastikan manfaat dari sumber daya alam terdistribusi secara berkesinambungan dan merata. Didasarkan pada pendekatan analisis ekonomi politik, SETAPAK mengkombinasikan kerja-kerja pemerintah di tingkat nasional dan daerah dengan dukungan pada masyarakat sipil. Program ini bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, memperkuat pembuatan kebijakan, penegakan aturan hukum, serta pengakuan hak–hak masyarakat. Selain itu, program ini juga berupaya untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman di sektor kehutanan dan penggunaan lahan. Pendekatan ini memandang bahwa kemitraan dengan pemerintah dalam meningkatkan kinerja dan kerjasama organisasi masyarakat sipil (CSO) dan masyarakat dalam memantau akuntabilitas menghasilkan inisiatif dan lembaga yang lebih akuntabel dan responsif terhadap publik. Strategi kolaboratif ini membantu dalam membagun sinergi, mengembangkan kapasitas mitra untuk advokasi yang efektif serta untuk mendorong inovasi. SETAPAK bekerja di wilayah dengan sumber daya hutan dan gambut yang berlimpah yang rentan terhadap perubahan penggunaan lahan yang cepat.
Tahap pertama program SETAPAK akan berakhir pada Mei 2015, dan tahap kedua akan dimulai dari 2015 hingga 2018. Secara global, termasuk di Indonesia, telah diketahui bahwa lemahnya tata kelola berkontribusi pada rusaknya hutan dan degradasi hutan. Buruknya tata kelola menjadikan longgarnya penebangan kayu dan pertambangan, serta cepatnya ekspansi perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri untuk bubur kertas (pulp) yang merusak lingkungan, begitu juga halnya kebakaran hutan yang tidak terkendali serta perambahan illegal untuk pertanian. Seluas 22 juta hektar lahan gambut di Indonesia berada dalam ancaman. Dalam beberapa dekade mendatang hampir seluruh karbon dari lahan gambut di Sumatera dan Kalimantan akan dilepaskan. Kondisi ini merepresntasikan sekitar 40 milyar ton, atau mencapai setengah dari seluruh karbon yang tersimpan di hutan hujan Amazon. Meningkatkan tata kelola dan pengelolaan hutan dan lahan gambut akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap mitigasi perubahan iklim global, mengurangi timbulnya konflik lahan, meningkatkan pendapatan negara, dan menghasilkan kesejahteraan yang berkesinambungan bagi jutaan masyarakat di Indonesia. SETAPAK didanai oleh United Kingdom’s Climate Change Unit dan dikoordinasikan oleh The Asia Foundation di Jakarta.
Foto: Alam Putra
mengukur perkembangan Indeks Kelola Hutan dan Lahan (IKHL) telah dihasilkan sebagai bagian dari program penelitian SETAPAK. Dikembangkan oleh Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL) dan Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA), indeks ini menelusuri tingkat transparansi, partisipasi, akuntabilitas dan koordinasi di sektor kehutanan, pertambangan dan perkebunan di tingkat kabupaten. Indeks ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendiagnosa kelemahan-kelemahan dalam tata kelola hutan dan lahan, serta membandingkan antar kabupaten dalam mencari praktek–praktek terbaik yang dapat digunakan sebagai model. Selain menyediakan cara untuk mengukur dampak intervensi, IKHL juga menyediakan alat bagi CSO untuk merancang kegiatan-kegiatan advokasi, serta memungkinkan melakukan dialog dengan pemerintah. Indeks Tata Kelola Hutan dan Lahan ini tersedia dari situs SETAPAK: www.programsetapak.org
Apakah tata kelola hutan dan lahan? Tata kelola hutan dan lahan meliputi proses, mekanisme, aturan dan kelembagaan untuk mengelola hutan dan lahan. Hal ini bisa melibatkan pendekatan atas-bawah (top-down), Undang-Undang yang diinisiasi pemerintah, kebijakan atau program yang dirancang untuk mengatur hutan dan penggunaan hutan, serta pendekatan bawah-atas (bottom-up), seperti laporan yang dikelola oleh masyarakat, lembagalembaga pengawas atau pembuat kebijakan.
akses informasi tentang dimana saja lokasi penebangan (deforestasi) direncanakan atau dilarang, dan dalam kondisi apa saja. Hal ini memungkinkan adanya partisipasi masyarakat yang lebih besar dalam debat kebijakan dan meningkatkan laporan pelanggaran. Peningkatan transparansi juga berarti bahwa badan-badan publik dan pejabatnya dapat dinilai untuk memastikan bahwa mereka bekerja secara efektif dan responsif terhadap masyarakat yang mereka layani.
Tata kelola yang baik penting bagi pengelolaan hutan dan lahan yang berkelanjutan. Hal ini ditandai dengan proses pembuatan kebijakan yang tranparan, akuntabel dan kompeten, partisipasi masyarakat sipil, dan penegakan elemen hukum seperti hak-hak properti. Semua pemangku kepentingan - pemerintah, masyarakat sipil, dan swasta – dari semua sektor aktif dinformasikan dan terlibat sangat penting dalam mengelola sumber-sumber daya alam secara efisien.
Akuntabilitas mensyaratkan pemerintah dan pejabat publik memberikan informasi tentang keputusan dan tindakanmereka serta memberikan pembenarannya kepada publik dan lembaga–lembaga yang bertugas melakukan pengawasan. Peningkatan akuntabilitas artinya deforestasi illegal akan lebih mungkin untuk diselidiki dan dicegah. Hak–hak masyarakat atas tanah dan hutan akan semakin meningkat, peningkatan hak tenurial akan mendorong penggunaan hutan berkelanjutan dalam skala kecil serta mengurangi deforestasi) yang didorong faktor komersil.
Transparansi dan akuntabilitas adalah dasar dari tata kelola yang baik, sehingga hal itu menjadi inti dari kegiatan-kegiatan SETAPAK. Transparansi merujuk pada upaya-upaya pemerintah dalam menyediakan akses informasi yang terbaru dan akurat. Akuntabilitas terjadi ketika aksi dan keputusan pemerintah tunduk pada pengawasan untuk memastikan bahwa upayaupaya yang dilakukan tersebut memenuhi tujuan dan komitmen yang telah ditetapkan. Transparansi memperkuat kepercayaan, memungkinkan warga negara untuk memahami bagaimana keputusan tentang penggunaan lahan dibuat serta menilai kelayakan keputusan tersebut. Peningkatan tranparansi berarti masyarakat memiliki
Sayangnya, tata kelola yang baik belum sepenuhnya tercapai di Indonesia. Kebijakan hutan dan lahan tidak diimplementasikan secara transparan dan partisipatif, serta akuntabilitasnya yang rendah. Tata kelola hutan dan lahan yang buruk merupakan faktor yang berkontribusi terhadap tingkat deforestasi di Indonesia – tertinggi di antara negara lainnya di dunia.
transparansi Aceh Pada tahun 2014, mitra SETAPAK di Aceh, MaTA, menyampaikan serangkaian keberatan terhadap instansi-instansi pemerintah di Aceh yang telah gagal memberikan informasi mengenai alokasi anggaran dan proses izin kehutanan. Setelah mediasi dengan Komisi informasi, MaTA berhasil disemua kasus. Juga di 2014, mitra SETAPAK yaitu GeRAK menyampaikan keberatan di Aceh Selatan dan Aceh Barat, ketika ada permohonan untuk mendapatkan informasi pertambangan, pendapatan daerah dan pembagian saham ditolak instansi pemerintah. Setelah tiga proses mediasi di Aceh Selatan dan dua di Aceh Barat, Komisi Informasi memutuskan untuk mendukung GeRAK dalam kedua kasus tersebut, dan informasi tersebut berhasil didapatkan dan telah tersebar luas. Kasus-kasus ini memiliki implikasi yang luar biasa terhadap akses informasi. Untuk menghindari keluhankeluhan selanjutnya, Pemerintah Aceh belum lama ini mengklarifikasi prosedur yang dibutuhkan para instansi pemerintah untuk menyediakan informasi publik.
Foto: Rhett Butler
akses terhadap informasi Undang-undang Kebebasan Informasi tahun 2008 telah diberlakukan sejak 2010 dan mengamanatkan pemerintah nasional dan daerah untuk memastikan hak-hak warga negara dalam mengakses informasi publik. Pemerintah daerah diwajibkan untuk merespon permintaan informasi, serta membuat prosedur untuk menangani kebutuhan informasi tersebut. Pemerintah propinsi diwajibkan untuk membentuk komisi informasi, dan membuat prosedur untuk menangani keluhan yang masuk. Para aktivis lingkungan melihat bahwa undang-undang ini merupakan jalur penting bagi masyarakat sipil untuk mengumpulkan informasi tentang kebijakan-kebijakan penggunaan lahan, termasuk izin untuk mengeksploitasi hutan dan pembukaan lahan. Mengingat masih banyak pemerintah daerah yang berada pada tahap awal pelaksanaan, serta masih rendahnya kesadaran publik, para mitra SETAPAK memberikan bantuan teknis kepada pemerintah, dan membangun kapasitas masyarakat dengan menganjurkan masyarakat untuk menggunakan Undang-undang Kebebasan Informasi dan mendapatkan informasi tentang penggunaan lahan dan kehutanan serta akuntabilitasnya. Peningkatan akses terhadap informasi membantu memperkuat pengawasan masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan dan praktek-praktek di lapangan, memungkinkan partisipasi masyarakat yang lebih luas dalam perdebatan kebijakan, dan meningkatkan pelaporan pelanggaran.
Di berbagai wilayah kerja mitra SETAPAK, pelatihan telah diberikan kepada para pejabat pemerintah, dan kelompok masyarakat sipil telah mendukung pengembangan regulasi tingkat kabupaten serta proses-proses yang baru untuk pengelolaan informasi. Para mitra SETAPAK ini juga telah mempromosikan manfaat dari akses informasi publik dan melatih perwakilan masyarakat tentang bagaimana mengirimkan permintaan informasi serta melanjutkan keluhankeluhan tersebut ke peradilan jika dibutuhkan. Para mitra saat ini sedang berupaya mengejar keluhan-keluhan informasi di semua daerah SETAPAK. Pada beberapa kasus upaya mitra SETAPAK ini bermaksud untuk mendapatkan informasi yang spesifik, dan pada kasus lainnya upaya ini untuk menguji akses sejumlah dokumen. Titik fokus utamanya adalah studi tentang Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), detil konsensi kehutanan, pertambangan, dan perkebunan serta rencana kerja pemerintah daerah. Banyak keberhasilan telah diperoleh. Pada Oktober 2014, contohnya, setelah setahun bekerja, mitra SETAPAK yaitu SAMPAN/LinkAR Borneo meraih tonggak kemenangan di Kalimantan Barat saat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) memutuskan bahwa Dinas Pertambangan dan Energi di Ketapang tidak memiliki kewajiban atau hak untuk merahasiakan detil rencana kerja, perjanjian keuangan dan penilaian AMDAL dari enam perusahaan pertambangan yang beroperasi di wilayah tersebut.
bisnis kotor Kalimantan Timur merupakan salah satu propinsi dengan banyak pertambangan di Indonesia, dan pertambangan terbuka merupakan hal yang umum. Tanpa proses pembersihan bekas lubang tambang dan pemulihan yang efektif, pertambangan semacam ini telah meninggalkan kerusakan wilayah yang luas. Di Samarinda, dimana tambang batu bara baik yang aktif maupun yang ditelantarkan telah merusak lahan, para petani mengeluhkan banjir, kekeringan, dan polusi air dan gagal panen dalam beberapa tahun terakhir, 10 orang, terutama anak-anak, telah tewas tenggelam di lubang tambangyang tak terpakai. Mitra SETAPAK telah berupaya dalam bentuk koalisi CSO untuk menekan pemerintah untuk memperbaiki regulasi pemerintah terhadap reklamasi dan aktivitas reklamasi pasca tambang. Usaha mereka diberi penghargaan pada November 2013 ketika pemerintah propinsi mengeluarkan peraturan baru tentang pembersihan pasca tambang dan menunjukkan niatnya yang jelas terhadap pelaksanaan peraturan baru tersebut.
Foto: Armin Hari
Policy development Banyak pemerintah daerah kurang memiliki kapasitas dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan untuk mengatasi masalah kehutanan dan penggunaan lahan secara efektif. Data dan kemampuan teknis seringkali kurang, dan masyarakat jarang sepenuhnya dilibatkan dalam proses pembuatan kebijakan. Mengingat pembuatan kebijakan berbasis bukti dan keterlibatan masyarakat sangat penting untuk tata kelola yang baik, SETAPAK bekerja untuk mendukung pemerintah dalam mengembangkan kebijakan dan proses-proses pengambilan keputusan berdasarkan pada data yang akurat dan terbaru, mempertimbangkan dampak jangka panjang dan keberlanjutan, serta mendorong keterlibatan masyarakat sipil. Debat terbuka untuk memastikan bahwa berbagai macam pilihan, kepentingan dan implikasi dipertimbangkan dan pengawasan publik memberi insentif pada proses perencanaan, pembangunan, pelaksanaan dan pemantauan yang transparan. Sebagai bagian dari usaha advokasi kebijakan untuk tata kelola hutan dan lahan yang lebih baik, para mitra SETAPAK telah mengajukan sejumlah tinjauan hukum, kertas kebijakan dan rancangan kebijakan yang meliputi isu seperti perencanaan tata ruang, kajian lingkungan hidup strategis, moratorium izin pertambangan, dan kebebasan informasi. Mitra juga mendorong penerapan judicial review, dan berkontribusi terhadap advokasi dan asistensi teknis untuk sejumlah kebijakan baru yang telah disahkan menjadi UU.
Setapak juga mendukung Komisi Informasi Nasional melalui mitranya, Freedom of Information Network Indonesia (FOINI). Salah satu rekomendasi FOINI yang telah dimasukkan dalam rencana strategis Komisi Informasi Nasional untuk periode 2014-2017 adalah merevisi Undang-Undang Kebebasan Informasi dan mengharuskan staf sekretariat direkrut dari luar pegawai negeri, sehingga memastikan ketidakberpihakan yang lebih besar. Mitra SETAPAK yaitu ICEL (Indonesian Center for Environmental Law) juga bekerja untuk memperkuat supremasi hukum dengan mendukung Mahkamah Agung dalam pelatihan dan sertifikasi hakim yang kompeten dalam memimpin kasus lingkungan, dan membuat sistem pelacakan dan pemantauan untuk menyesuaikan hakim bersertifikasi dengan tuntutan hukum yang relevan. Sebuah perubahan dalam Undang-Undang No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, diterbitkan pada Oktober 2014 menggeser beberapa tanggung jawab untuk mengelola sumber hutan dan lahan, termasuk kewenangan untuk mengeluarkan izin pertambangan dan kehutanan, dari tingkat kabupaten ke pemerintah propinsi. Ini adalah kunci pentingnya sektor penggunaan lahan, yang secara potensial menawarkan pengawasan dan akuntabilitas, dan mitra SETAPAK telah melaksanakan lokakarya untuk menggali dampak-dampaknya.
Foto: Rhett Butler
Mata di langit SETAPAK telah mendukung penggunaan pesawat yang dikendalikan melalui remote, yang disebut wahana tanpa awak (WTA), untuk memantau penggunaan lahan dan pelanggaran hutan. WTA, dilengkapi dengan video yang dapat menangkap gambar detil lahan hinga 25 kilometer, banyak digunakan untuk tujuan konservasi, karena WTA mampu mensurvei derah yang luas dan tak dapat diakses. Mitra SETAPAK yaitu SAMPAN telah mengembangkan ketrampilan dalam merakit WTA, dan pada Juni 2014 didukung WALHI Sumatera Selatan telah mensurvei luasan kebakaran hutan di propinsi Riau, Sumatera. Penggunaan WTA ini mengungkap 80 kasus pembakaran lahan gambut di daerah konsesi perkebunan sawit, dan hasil temuan akan digunakan untuk menuntut pemerintah propinsi agar meningkatkan pemantauan dan responnya terhadap kebakaran lahan gambut.
meningkatkan pemantauan Pemantauan dimaksudkan untuk melakukan penilaian terhadap dampak kegiatan industri berbasis lahan dan menilai bahwa hukum dan regulasi yang melindungi lingkungan dan masyarakat ditaati dan ditegakkan. Pemantauan ini termasuk memeriksa apakah izin penggunaan lahan dikeluarkan secara sah dan apakah pendapatan pemerintah diperoleh secara efisien dan didistribusikan secara merata. Meningkatkan pemantauan lingkungan dengan cara partisipasi dan akses publik terhadap informasi merupakan cara efektif untuk menggunakan sistem yang ada untuk mendukung tata kelola yang baik dan mengurangi pelanggaran terhadap peraturan dan per-undang-undangan. Mitra SETAPAK telah melakukan advokasi demi tercapainya pemantauan pemerintah yang lebih efektif dan pengawasan terhadap keputusan penggunaan lahan dan hal-hal yang illegal, termasuk penerbitan izin-izin di tingkat kabupaten, dan telah aktif berpartisipasi dalam memperkuat upaya-upaya pemantauan melalui kerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Untuk meningkatkan penegakan hukum di kehutanan, Silvagama telah mengembangkan sebuah alat untuk melaporkan pelanggaran hutan dan penggunaan lahan ke KPK. Inisatif ini disebut “Indonesia Memantau Hutan” merupakan sebuah kerjasama dengan KPK, dan dimaksudkan untuk memeriksa dan mengevaluasi perizinan yang dikeluarkan
di tingkat propinsi dan daerah. Moderator menyusun dan memeriksa data spasial, yang kemudian dimasukan ke data KPK. Inisiatif KPK untuk mengawasi legalitas perizinan pertambangan dianggap sebagai salah satu upaya yang paling menjanjikan terhadap akuntabilitas pemerintah di sektor penggunaan lahan. Mitra SETAPAK juga telah memperkuat desakan bagi pelaksanaan penegakan hukum lewat masyarakat sipil melalui inisiatif pememantauan pelaksanaan izin penggunaan lahan dan kebijakan pengelolaan hutan, dan pelaporan mengenai penggunaan lahan dan deforestasi. The Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL), misalnya, telah mengembangkan alat untuk investigasi lapangan untuk memeriksa kepatuhan izin penggunaan lahan dan telah melatih para investigator dari seluruh daerah SETAPAK. Inisiatif lainnya adalah dalam hal penerbitan perizinan ilegal, dimana izin ini memperbolehkan izin konsesi pertambangan atau perkebunan tumpang tindih dengan kawasan konservasi yang dilindungi, menyelidiki pelanggaran-pelanggaran prosedur dalam operasi konsesi, menilai kerugian negara dari industri ekstraktif, mengembangkan pedoman untuk melaporkan pencucian uang di sektor kehutanan, memantau akses terhadap informasi, dan pembakaran lahan gambut.
West Kalimantan Aceh Aceh Documentary http://acehdocumentary.com/ Aceh Documentary menggunakan film dan video untuk meningkatkan kesadaran terhadap tranparansi dan akuntabilitas Bina Rakyat Sejahtera (BYTRA) Kerja BYTRA fokus pada reformasi kebijakan dan revatalisasi lembaga masyarakat adat untuk mendukung pengelolaan hutan masyarakat. Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) http://www.gerakaceh.or.id/ GERAK bekerja untuk mempromosikan transparansi dan akuntabilitas di sektor pertambangan untuk mengurangi kerugian negara.
Gemawan http://www.gemawan.org/ Gemawan bekerja untuk memberdayakan masyarakat lokal untuk mencapai kemandirian ekonomi dan otonomi politik, untuk mempertahankan kearifan lokal, dan mengadopsi kesetaraan gender.
LOKASI DAN MITRA SETAPAK I Sejak tahun 2011, SETAPAK telah memperluas cakupan mitra masyrakat sipil nasional dan daerah. Program ini mencakup 26 kabupaten di enam propinsi : Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Tengah, dan Aceh
JARI JARI mendukung insiatif kebijakan yang mempromosikan hak – hak masyarakat dan melindungi lahan gambut, bakau dan kawasan hutan di zona hutan, dan di wilayah hutan yang diperuntukkan untuk kegunaan lainnya. Sahabat Masyarakat Pesisir Pantai (SAMPAN) http://sampankalimantan.wordpress.com SAMPAN bekerja untuk meningkatkan keadilan bagi masyarakat pesisir dan hutan. Titian http://www.titian.or.id/ Titian bekerja untuk mencapai pengelolaan sumber daya alam yang adil dan berkelanjutan di Sintang, Kalimantan Barat.
Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) http://mataaceh.com/ MaTA bekerja untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam tata kelola hutan dan lahan di Aceh.
Kalimantan utara AMAN Kalimantan Timur Aliansi Masyarwakat Adat Kepulauan http://www.aman.or.id/ AMAN memiliki tujuan untuk mencapai kesetaraan dan kemakmuran bagi masyarakat adat di Indonesia. Jaringan Advokasi Pertambangan (JATAM) dan Bumi Kalimantan Timur http://english.jatam.org/ Bumi dan JATAM bermitra dalam meningkatkan kebijakan pertambangan di Kalimantan Timur.
Yayasan Hutan, Alam dan Lingkungan Aceh (HAKA) http://www.haka.or.id/ HAKA bekerja untuk mendukung restorasi ekosistem dan penegakan hukum. Jaringan Komunitas Masyarakat Adat (JKMA) http://www.jkma-aceh.org/ JKMA bekerja untuk mendukung dan menguatkan peran masyarakat adat dalam tata kelola hutan dan lahan dengan meningkatkan kebijakan daerah.
Kalimantan timur &
sumatera selatan Pilar Nusantara (PINUS) http://www.pinus.org/ PINUS bertujuan untuk meningkatkan kehidupan masyarakat miskin dengan mmperkuat kapasitas masyarakat lokal dan tata kelola lokal. Wahana Bumi Hijau (WBH) WBH fokus pada peningkatan tata kelola hutan di Musi Banyuasin, Banyuasin dan Organ Komiring Ilir, dan di tingkat propinsi di Sumatera Selatan. WALHI Sumatera Selatan http://walhi-sumsel.blogspot.com/ WALHI bekerja untuk meningkatkan tata kelola hutan di Sumatera Selatan.
Perkumulan MENAPAK http://menapak.org/ MENAPAK fokus pada reformasi tata kelola hutan dan lahan di Berau, Kalimantan Timur. Yayasan PADI Indonesia Yayasan PADI bekerja untuk mempromosikan pembangunan yang berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Prakarsa Borneo http://prakarsa-borneo.org/ Prakarsa Borneo berfokus pada masalah hukum sumber daya alam dalam rangka untuk mempromosikan keadilan dan pembangunan berkelanjutan.. STABIL STABIL berfokus pada peningkatan tata kelola lahan dan hutan di kabupaten Bulungan, dan di Kalimantan Timur yang lebih luas.
National partners AURIGA (formerly Silvagama) http://www.silvagama.org/ AURIGA bekerja untuk menciptakan kelestarian alam dengan mendukung pengawasan hutan. Forest Watch Indonesia http://fwi.or.id Forest Watch Indonesia bekerja untuk membuat pusat data informasi peta tutupan hutan dan jenis-jenis perijinannya dengan tujuan untuk memastikan pengawasan dan penegakan penggunaan lahan dan hutan yang efektif. Green Radio and Mongabay http://www.greenradio.fm/ http://www.mongabay.co.id/ Green Radio dan Mongabay memproduksi berita-berita mengenai isu-isu tata kelola hutan dan lahan lokal dan nasional di Indonesia.
Sulawesi tengah Komunitas Peduli Perempuan dan Anak (KPPA) http://kppabenih.blogspot.com/ Koalisi KPPA bertujuan untuk melindungi hutan dan lahan melalui perbaikan tata kelola di Sulawesi Tengah. Koalisi Sulawesi Community Foundation (SCF) http://www.scf.or.id/ SCF bekerja untuk meningkatkan tranparansi dan partisipasi masyarakat dalam tata kelola hutan dan lahan di Sumatera tengah. Koalisi Yayasan Tanah Merdeka (YTM) dan JATAM Central Sulawesi http://www.ytm.or.id YTM bekerja sama dengan JATAM Sulawesi Tengah untuk mengurangi penebangan dan degradasi hutan.
Impartial Mediators Network (IMN) dan Tenure Working Group http://wg-tenure.org/ IMN dan Tenure Working Group bekerja sama mendukung mediasi konflik sumber alam di Kalimantan Timur dan Barat. The Indonesian Parliamentary Center (IPC) and the Freedom of Information Network Indonesia (FOINI) http://ipc.or.id/ IPC dan FOINI mengkhususkan diri dalam pengembangan kapasitas parlemen dan promosi reformasi politik untuk meningkatkan demokrasi dan akuntabilitas parlemen, termasuk ke Komisi Informasi Nasional. Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL) http://icel.or.id/ ICEL memiliki tujuan untuk mencapai keberlanjutan lingkungan melalui penegakkan hukum yang transparan, akuntabel dan hanya penegakan hukum. Indonesia Corruption Watch (ICW) http://antikorupsi.org/ ICW fokus pada pemberantasan korupsi di sektor kehutanan dan penggunaan lahan melalui transparansi, akuntabilitas dan penegakan hukum.
Indonesian Forum for Budget Transparency (Seknas Fitra) http://seknasfitra.org/ Seknas Fitra bekerja untuk mempromosikan transparansi anggaran di Indonesia. International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) dam Indonesian Working Group on Forest Finance (IWGFF) http://www.infid.org/ http://www.forestfinance.org/ NFID dan IWGFF bekerja sama untuk mempromosikan perubahan kebijakan perbankan dan pembiayaan untuk mencapai pengelolaan hutan dan lahan yang berkelanjutan. Majelis Pemberdayaan Masyarakat – Muhammadiyah http://mpm.muhammadiyah.or.id/ Muhammadiyah adalah organisasi berbasis agama terbesar kedua di Indonesia yang kerjanya mencakup keterlibatan dalam dialog kebijakan dengan Kemeterian Kehutanan. Perkumpulan Hukum dan Masyarakat (HuMa) http://huma.or.id/ HuMa fokus pada reformasi UU di sektor sumber daya alam, khususnya untuk mengamankan hak-hak masyarakat adat dan masyarakat lokal atas sumberdaya alam. Public Virtue Institute (PVI) http://www.viture.or.id PVI mempromosikan demokrasi digital dan aktivisme masyarakat sipil. Publish What You Pay (PWYP) http://www.pwyp-indonesia.org PWYP mempromosikan transparansi di sektor ekstraktif, dan mendorong forum multi-stakeholder bagi peningkatan pengumpulan pendapatan. Sawit Watch http://sawitwatch.or.id/ Sawit Watch mempromosikan perubahan sosial untuk mencapai keadilan ekologis bagi petani kecil, buruh, dan masyarakat adat.
Foto: Armin Hari
Benang kusut Korupsi Di 2014, KPK melakukan serangkaian penyelidikan untuk mengevaluasi kepatuhan izin pertambangan di 12 propinsi, 4 diantaranya adalah daerah SETAPAK. Keprihatinan utama KPK adalah bahwa izin seharusnya tidak diterbitkan, namun terbit karena korupsi, dan bahwa sejumlah metode ilegal digunakan untuk mengurangi, atau menghindari, pembayaran biaya izin. Di daerah ini, Silvagama mendampingi KPK untuk mendukung keterlibatan dengan pemerintah, memfasilitasi pertemuan dengan masyarakat, dan mendorong partisipasi masyarakat. Dari penyelidikan mereka, KPK menemukan lebih dari 4.500 perusahaan pertambangan tidak membayarkan kewajibannya kepada negara sebesar IDR 43 trilyun (US$468 juta). Selanjutnya, 265 izin dibatalkan di daerah SETAPAK, dan Desember 2014 merupakan batas waktu yang ditetapkan bagi pemerintahan daerah untuk meninjau ulang izin-izin.
Menekankan supremasi hukum Diakui bahwa Indonesia mengalami persoalan di bidang hukum, sehingga menyebabkan lemahnya penegakkan hukum tata kelola hutan dan penggunaan lahan, dan banyaka pelanggaran hukum dalam melindungi lingkungan. Juga kurangnya perlindungan terhadap masyarakat untuk melindungi kesejahteraan dan hak-hak mereka, dan kurangnya sarana formal dalam menengahi antara konflik dengan kepentingan komersil. Dalam rangka mendukung penegakan hukum terhadap masalah tata kelola lahan dan hutan, program SETAPAK bertujuan untuk memperkuat kapasitas masyarakat dalam investigasi korupsi, meningkatkan akses bantuan hukum, dan meningkatkan mekanisme pelaporan. Pelatihan juga telah diberikan kepada organisasi masyarakat sipil tentang bagaimana membawa kasus ke pengadilan, dan bagaimana meningkatkan kapasitas dalam mediasi konflik formal dan informal. Secara khusus, mitra SETAPAK telah menyelidiki dan melaporkan pelanggaran hukum terkait hutan dan lahan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan lembaga-lembaga penegak hukum lainnya. Hal ini merupakan proses kerja yang membutuhkan keterampilan, keberuntungan dan ketekunan, namun dengan meningkatkan kesadaran terhadap praktik korupsi, dan meningkatkan kapasitas masyarakat untuk membawa kasus, inisiatif-inisiatif ini menyoroti pentingnya mengembangkan pendekatan yang lebih sistematis untuk penegakan hukum seperti halnya meningkatkan perlindungan lingkungan.
Dalam rangka meningkatkan akses bantuan hukum, mitra Setapak yaitu HuMa telah mendukung pembentukan jaringan pengacara dan penasihat paralegal, mengembangkan program pelatihan tentang hak asasi manusia dalam industri berbasis lahan, dan bekerja sama dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, mengadakan serangkaian penyelidikan mengenai pelanggaran hak asasi manusia di sektor sumber daya alam. Pos pengaduan untuk melacak dan menginvestigasi pelanggaran di sektor hutan dan lahan, bersamaan dengan pelatihan terkait paralegal, saat ini disediakan oleh mitra koalisi di Sulawesi Tengah, dan Muhammadiyah, sebuah organisasi berbasis agama, yang memanfaatkan keanggotaannya yang luas untuk membangun pos pengaduan dan meningkatkan kesadaran tentang masalah tata kelola hutan. Dalam kemitran baru dengan program ‘Equipping Tomorrow’s Justice Reformers’ yang di danai oleh USAID, pelatihan penegakan hukum lingkungan telah memperkuat kapasitas masyarakat untuk memilih, menginvestigasi dan mengejar kasus-kasuspenggunaan lahan, dan mitra yang lain bekerja dalam menyelesaikan konflik agraria dan kepemilikan dan memahami penyebabnya dengan lebih baik.
Menggagalkan kelapa sawit Di Tamiang Aceh, mantan bupati mengeluarkan perizinan untuk perkebunan kelapa sawit di kawasan Ekosistem Leuser, yang melanggar status perlindungan kawasan tersebut. Mitra SETAPAK yaitu HAKA mendorong agar wilayah tersebut dikembalikan ke fungsi sebelumnya, yakni sebagai hutan konservasi. Pemerintah setuju dengan permintaan HAKA, dan telah mendukung inisiatif pemulihan untuk memusnahkan 1.071 hektar perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan Tamiang. Sembilan hektar tanaman kelapa sawit telah dihilangkan oleh pemerintah kabupaten untuk ditanam ulang dengan hutan alami. Dalam mendukung alokasi anggaran dari pemerintah daerah untuk pemulihan kawasan yang dibersihkan, HAKA melakukan studi anggaran untuk mengidentifikasi biaya serta tanggung jawab hukum yang terkait.
Greeners.co Foto: Danny Kosasih
Pengelolaan hutan masyarakat Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) melibatkan kelompok masyarakat untuk mengelola hutan yang mereka miliki, atau mengelola hutan milik negara dimana mereka berbagi hak kepemilikan lahan adat. Sebagai kelompok yang terjamin hak-hak tenurialnya lebih mungkin untuk mengadopsi perspektif jangka panjang dan praktik yang lebih berkelanjutan, PHBM dikenal memperlambat deforestasi dan melindungi mata pencaharian. Sistem pengelolaan hutan adat, ketahanan pangan, keragaman budaya, kohesi sosial dan pasar mendpatkan semua manfaat, dan praktik demokrasi dan didorong pendistribusian kekayaan yang lebih. Namun yang dibutuhkan adalah tindakan baik dari masyarakat maupun pemerintah untuk mengembangkan sistem PHBM. Tahap pertama adalah memastikan kepemilikan dan hakhak masyarakat, dan kedua memastikan bahwa kebijakan dan pengaturan kelembagaan mendukung masyarakat, perempuan dan orang-orang yang terpinggirkan lainnya untuk membuat keputusan akan lahan mereka. Pada tahun 2012 sebuah keputusan penting telah dibuat oleh Mahkamah Konstitusi Indonesia (MK35/2012), dimana hutan adat tidak lagi dikategorikan sebagai hutan negara, yang berarti masyarakat mempunyai hak-hak untuk mengelola sumber daya, mengembalikan keadaan yang telah berlangsung selama beberapa dekade.
Mitra SETAPAK membantu kelompok masyarakat agar memiliki hutan adat dan lahan yang diakui secara hukum dengan mendukung pengembangan proposal PHMB untuk hutan desa, hutan tanaman rakyat (HTR), dan hutan kemasyarakatan (HKM). Mereka juga bekerja untuk mendukung pengembangan peraturan daerah yang relevan dan pembentukan lembagalembaga adat yang mempromosikan hak atas tanah adat. Di Kalimanatan Timur, PADI dengan dukungan dari HuMa, telah berhasil mengesahkan peraturan yang memperjelas hak-hak masyarakat atas daerah tangkapan air yang terancam oleh pertambangan nikel, dan di Kalimantan Utara, PADI mendukung pengembangan peraturan mengesahkan pembentukan Badan Pengelolaan Urusan Masyarakat Adat. Di Kalimantan Barat, JARI telah bekerja sama dengan masyarakat untuk melindungi kawasan hutan bakau dan lahan gambut yang luas dan terancam oleh perkebunan dan industri ekstraktif. Demikian pula di Kalimantan Utara dan Aceh, mitra SETAPAK telah berperan dalam menyusun peraturan formal untuk kawasan hutan yang dikelola oleh masyarakat yang telah diajukan kepada bupati untuk mendapatkan persetujuan. Peraturan-peraturan ini akan digunakan untuk mengamankan hak atas lahan dengan memperjelas penunjukkan kawasan di rencana tata ruang daerah.
Foto: Armin Hari
Perempuan di tepi SETAPAK mendukung penelitian untuk menginformasikan sebuah kertas posisi tentang gender, yang menemukan bahwa dalam pembangunan lingkungan, ada khwatiran bahwa CSO yang bekerja pada strategi atau program konservasi hutan kurang memiliki kemampuan dalam hal keadilan gender. Kekurangan ini mungkin akan melemahkan kemampuan CSO untuk mengatasi ketidakadilan gender yang membatasi partisipasi perempuan dan kaum marginal dalam tata kelola hutan. Hal ini juga menghambatkemampuan CSO untuk membangunkan konstituensi akar rumput, yang merupakan hal penting untuk reformasi. Kertas posisi gender memberikan gambaran mengenai isu gender utama yang terkait dengan isu tata kelola hutan dan lahan, dan menawarkan rekomendasi kunci untuk membantu CSO membangun advokasi dan program yang lebih peka gender, untuk memberikan kontribusi kepada tujuan utama untuk mengingatkan keadilan gender (termasuk partisipasi perempuan) dalam tata kelola hutan. Mencapai keadilan gender dalam sektor tata kelola hutan dan lahan di Indonesia: Bagaimana masyarakat sipil bisa respond kepada dampak industri tambang dan perkebunan Lies Marcoes, Januari 2015.
Keadilan gender Keadilan gender merupakan tujuan yang menyeluruh dari program SETAPAK. Program ini menyadari bahwa tata kelola hutan dan lahan yang baik adalah yang sensitif gender, dan bahwa keadilan gender perlu diprioritaskan dalam semua proses tata kelola, kelembagaan dan mekanisme untuk mempromosikan dan melindungi keterlibatan dan hak-hak perempuan. Memadukan gender ke dalam tata kelola hutan dan lahan – dengan mempertimbangkan kebutuhan yang berbeda dari perempuan dan laki-laki pada tingkat sosial ekonomi yang berbeda – sangat penting untuk perencanaan dan pemograman. Meningkatkan partisipasi perempuan dalam pengelolaan hutan dan lahan diyakini akan meningkatkan tata kelola, alokasi sumber daya dan kelestarian sumber daya hutan. Secara khusus, meningkatkan partisipasi perempuan dalam komite pengambilan keputusan di lembaga-lembaga kehutanan masyarakat telah meningkatkan tata kelola hutan dan kelestarian sumber daya. Namun demikian, dibandingkan dengan laki-laki, perempuan memiliki lebih sedikit keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan yang membatasi akses mereka atas hutan dan lahan dimana mereka bergantung sebagai mata pencaharian, dan diakui bahwa mengekslusi perempuan dan ketidakadilan berbasis gender lainnya dalam kepemilikan dan tata kelola hutan yang sejauh ini belum ditangani dengan baik di Indonesia.
Oleh karena itu, mitra SETAPAK bekerja sama dengan masyarakat dan pemerintah mendukung inisiatif yang memperluas partisipasi perempuan dalam proses pembuatan kebijakan, meningkatkan perwakilan perempuan, memastikan alokasi anggaran yang adil, dan meningkatkan kesadaran tentang masalah gender untuk melindungi hak–hak perempuan. Sumber daya hutan sangat penting untuk mata pencaharian banyak penduduk Indonesia yang hidup dalam kemiskinan. Terutama perempuan yang sering bergantung pada properti umum. Di tingkat nasional, mitra SETAPAK yaitu JATAM telah membentuk Tim Kerja Perempuan Tambang, yang fokus pada perempuan baik sebagai korban dan pelopor advokasi lingkungan. Para mitra juga telah mendukung petani perempuan yang menjadi saksi kunci dalam tuntutan hukum berkaitan dengan hutan, dan akitivis dalam perlindungan hutan. Di beberapa daerah kelompok perempuan juga menjadi fokus pelatihan paralegal. Perbaikan tata kelola hutan dan lahan lebih mungkin terjadi ketika ada partisipasi setiap orang dalam masyarakat, termasuk perempuan, yang adil dan sepenuhnya ditampung dalam menyuarakan kepentingan dan keprihatinannya.
Mongabay.co.id
Mempelajari Lingkungan Mitra SETAPAK, Mongabay, telah mengadakan lokakarya lingkungan untuk pelajar sekolah menengah dan mahasiswa universitas di seluruh daerah SETAPAK. Bekerja dengan tema ‘Cintai lingkunganmu, cintai masa depanmu’, lokakarya tersebut fokus pada penekanan bahwa lingkungan perlu dijaga agar kehidupan manusia tetap lestari. Menghubungkan penebangan dan degradasi hutan dengan perubahan iklim global dan kebutuhan untuk melindungi hewan langka, lokakarya telah memberikan gambaran tentang fungsi hutan, termasuk pentingnya hutan dalam menjaga pasokan air dan mengendalikan banjir, bahaya status lahan yang tidak jelas, dan keharusan untuk menjaga keanekaragaman hayati dan lahan gambut. Peserta juga menanam pohon di halaman lembaga mereka, dan telah didorong untuk mempromosikan lingkungan hidup pada akun sosial mereka.
Media, pendidikan dan penyiaran Meskipun difokuskan pada daerah SETAPAK, program media, pendidikan dan inisiatif-inisiatif penggapaian telah mencapai penonton diseluruh Indonesia. Melalui media cetak, video, radio, dan layanan online kegiatan–kegiatan ini telah membangun kesadaran masyarakat dan dukungan masyarakat untuk perbaikan tata kelola dalam penggunaan lahan dan kehutanan. Lokakarya tatap muka juga telah melakukan advokasi ke sekolah–sekolah, universitas-universitas dan forum–forum publik. Mitra SETAPAK yaitu Mongabay Indonesia dan Green Radio telah bekerja untuk meningkatkan representasi isu–isu lingkungan di media masa dan gelombang udara. Mongabay, sebuah layanan berita lingkungan, telah membentuk koordinator lapangan baru di lima propinsi beserta korespondennya yang telah menghasilkan ratusan artikel tentang tata kelola hutan dan lahan di Indonesia (www.mongabay.co.id) dan Inggris (www.mongabay.com). Artikel tersebut telah membahas prioritas mitra, termasuk pelanggaran izin, korupsi dan praktek ilegal dalam industri berbasis lahan, dan kerugian pendapatan pemerintah. Mongabay juga telah membentuk sebuah blog untuk para pembaca aktif (http://readersblog.mongabay.co.id/ ). Green Radio telah memproduksi program radio mingguan bertema lingkungan disebut ‘Jalan SETAPAK’ di Jakarta, yang secara serentak disiarkan di stasiun radio di daerah SETAPAK. Menggabungkan pendekatan penyelidikan dan pendidikan, bidang yang telah mencakup perluasan perkebunan kelapa
sawit, kebakaran hutan, dampak pertambangan pada masyarkat daerah, masalah hukum, dan ancaman terhadap Ekosistem Leuser. Pengarahan media bagi wartawan juga telah diselenggarakan di Jakarta dengan fokus pada kesempatan untuk perbaikan koordinasi antar pemerintah dan masyarakat, dan isu–isu lingkungan yang berhubungan dengan rencana revisi tata ruang di Aceh. Kunjungan lapangan bagi wartawan telah dilakukan untuk menyoroti dampak lingkungan dari pertambangan biji besi dan mangan di Sulawesi Tengah, dan untuk melaporkan pengamanan kepemilikan atas lokasi hutan masyarakat. Kunjungan lapangan lainnya di Aceh menyoroti masalah revisi tata ruang, dan kerja masyarakat untuk mengganti perkebunan kelapa sawit dengan hutan. Dalam lingkungan media sosial Indonesia yang sibuk, Lembaga Kebijakan Publik (PVI) telah mempromosikan aktivisme masyarakat sipil dengan serangkaian lokal karya yang meliputi kampanye advokasi media sosial, dan Aceh Documentary telah mengadakan kompetisi dokumenter yang kompetitif dengan kategori khusus yaitu isu hutan. Aceh Documentary juga memproduksi serangkaian film untuk mitra SETAPAK di Aceh, mendokumentasikan masalah yang dialami masing-masing organisasi.
Foto: Armin Hari
Menilai kekayaan dan komitmen Dua studi yang dihasilkan dari hasil kolaborasi dengan Seknas FITRA sebagai bagian dari program penelitian SETAPAK menghubungkan tata kelola lahan dan hutan dengan kebijakan anggaran. Pertama, Mengungkap Kekayaan Daerah menganalisa kebijakan perencanaan dan penganggaran di tiga propinsi dan enam kabupaten yang bertujuan untuk menentukan bagaimana wilayah-wilayah tersebut berkontribusi terhadap peningkatan tata kelola hutan dan lahan. Studi ini memiliki dua titik fokus : realisasi pendapatan daerah dan potensi pendapatan dari tata kelola hutan dan lahan, dan sarana dimana kebijakan belanja daerah dapat mempercepat perbaikan. Studi kedua, Mengukur Komitmen, meneliti sejauh mana kebijakan anggaran nasional membuat alokasi-alokasi tata kelola lahan dan hutan seperti yang telah didifenisikan oleh kebijakan perencanaan.
hibah penelitian Dalam kerjasama dengan Epistema Institute, SETAPAK telah mendukung tujuh organisasi penelitian untuk memproduksi dan menyebarkan penelitian kebijakan yang relevan tentang isu yang berkaitan dengan tata kelola hutan dan lahan. Outputnya mencakup:
• Kabupaten Konservasi atau Kabupaten Kompensasi? Studi ini, dilakukan oleh PPKLMB di UNTAN di Kalimantan Barat, mengevaluasi efektifitas komunikasi mengenai kebijakan konservasi di daerah Kapuas Hulu yang berhutan lebat. Studi ini mengidentifikasi tantangan dalam melaksanakan kebijakan daerah konservasi Kapuas Hulu melalui pendekatan komunikasi. • Meminjamkan Hutan, Menuai Bencana: Peraturan dan praktik izin pinjam pakai kawasan hutan untuk pertambangan batubara di Kalimantan Timur. Studi ini dilakukan oleh Prakarsa Borneo di Kalimantan Timur yang menyelidiki isu-isu seputar izin pinjam pakai, sebuah persyaratan untuk pertambangan di kawasan hutan negara. Ditemukan kurangnya arahan yang jelas dalam mengeluarkan izin pinjam pakai, yang berarti bahwa izin yang dikeluarkan tanpa persetujuan masyarakat. • Saatnya mengembangkan kesatuan pengelolaan hutan bersama masyarakat setempat. Studi ini dilakukan oleh Pusat Perhutanan Sosial difokuskan pada dua desa di unit pengelolaan hutan produksi Berau Barat dengan tujuan untuk memahami hubungan antara berbagai tingkat ketergantungan dan pengelolaan hutan. • Konflik Agraria Musi Banyuasin: Perlu Penanganan Serius! Studi ini dilakukan oleh Spora Institute di Sumatera Selatan yang menganalisa konflik agraria di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Studi ini mengidentifikasi ukuran untuk meningkatkan deteksi konflik dan mengurangi insiden konflik serta umur panjang mereka. • Perencanaan tata ruang untuk kepentingan siapa? Studi ini dilakukan oleh Swandiri Institute di Kalimantan Barat yang menemukan bahwa lebih banyak lahan telah dialokasikan untuk industri berbasis hutan dan lahan di Kalimantan Barat daripada adanya luas lahan. • Hutan Mangrove Batu Ampar: Keniscayaan Pengelolaan Kolaboratif. Studi ini dilakukan oleh PENA di Kalimantan Barat yang membahas efektivitas keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan bakau di Kapuas Hulu. • Penerapan sistem PPK-BLUD KPHP Langkitan: PAD Meningkat, Hutan Selamat. Studi ini dilakukan oleh Pemali di Sumatera Selatan untuk menganalisis praktik yang baik dari pengelolaan keuangan bagi unit pengelolaan hutan di propinsi ini. Ringkasan kebijakan ini tersedia dari situs SETAPAK: www.programsetapak.org
SETAPAK telah bekerja untuk meningkatkan tata kelola hutan dan lahan di Indonesia sejak tahun 2011. Program ini bertujuan untuk mengurangi deforestasi dan degradasi lahan serta berkontribusi terhadap pengurangan kemiskinan. Masyarakat yang bergantung dari hutan diuntungkan dari adanya pengakuan yang lebih baik terhadap hak-hak mereka serta eksploitasi sumber daya alam yang lebih adil. Semua orang Indonesia mendapatkan keuntungan dari perbaikan tata kelola dan strategi pembangunan berkelanjutan baik dari sisi ekonomi dan dari sisi lingkungan. Lihat website SETAPAK - www.programsetapak.org - untuk informasi lebih lanjut. SETAPAK / Program Tata Kelola Lingkungan The Asia Foundation PO BOX 6793 JKSRB JAKARTA 12067 Indonesia