SESAJEN PADA PELAKSANAAN WALIMATUL ‘URSY DI DESA SAMUDERA JAYA KECAMATAN TARUMA JAYA BEKASI UTARA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi salah satu persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Disusun Oleh : HALIMAH NIM: 106043201319
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M
SESAJEN PADA PELAKSANAAN WALIMATUL ‘URSY DI DESA SAMUDERA JAYA KECAMATAN TARUMA JAYA BEKASI UTARA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi salah satu persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Disusun Oleh : HALIMAH NIM: 106043201319
Di bawah bimbingan
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. KH. Ahad Mukri Aji, MA NIP : 195703121985031003
Fahmi M. Ahmadi, S.Ag., M.Si NIP: 197412132003121002
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul SESAJEN PADA PELAKSANAAN WALIMATUL ‘URSY DI DESA SAMUDERA JAYA KECAMATAN TARUMA JAYA BEKASI UTARA, telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 7 April 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Perbandingan Madzhab dan Hukum (PMH). Jakarta, 7 April 2010 Mengesahkan, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM. NIP. 195505051982031021 PANITIA UJIAN 1. Ketua
Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag NIP. 196511191998031002
2. Sekretaris
Fahmi Muhammad Ahmadi, S.Ag, M.Si NIP. 197412132003121002
3. Pembimbing I
Dr. KH. Ahmad Mukri Adji. MA NIP. 19570703121985031003
4. Pembimbing II
Fahmi Muhammad Ahmadi, S.Ag, M.Si NIP. 197412132003121002
5. Penguji I
Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag NIP. 196511191998031002
6. Penguji II
Dr. Euis Nurlaelawati, MA NIP. 197007041996032002
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 18 Maret 2011
Halimah
بسم اهلل الرمحن الرحيم KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil ‘alamin, tiada kata yang pantas saya ucapkan selain ungkapan puja dan puji serta rasa syukur atas karunia yang tak terhingga yang diberikan Allah SWT, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Sesajen Pada Pelaksanaan Walimatul ‘Ursy di Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya Bekasi Utara” ini dengan baik walaupun masih banyak kekurangan diberbagai segi. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW, juga kepada keluarga, sahabat dan ummatnya yang senantiasa mengikuti jejak dan langkah beliau sampai hari akhir nanti, amien. Setelah perjuangan yang begitu berat dan melelahkan sepenuhnya penulis menyadari, bahwa suksesnya penulisan skripsi ini bukan semata-mata atas usaha penulis pribadi. Namun adanya bantuan dan motivasi yang konstruktif dari berbagai pihak. Maka dengan tulus dan ikhlas penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H, M.A, M.M., selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum. 2. Bapak Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag. Dan bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, S.Ag, M.Si selaku Kepala dan Sekretaris Program Studi Perbandingan Madzhab Hukum.
i
3. Bapak Dr. H. Ahmad Mukri Adji, MA. Dan bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, S.Ag, M.Si selaku Dosen Pembimbing, yang telah dengan sabar membimbing dan memotivasi Penulis dalam menyelesaikan skripsi. 4. Pimpinan perpustakaan beserta stafnya yang telah memberikan fasilitas kepada Penulis untuk mengadakan studi pustaka. 5. Kepada Kepala Desa Samudera Jaya beserta jajarannya yang telah membantu penulis memberikan data, juga kepada bapak Lihan, bapak Makmur, ibu Rodiah, ibu Jami, dan bapak Muslim yang telah menyempatkan waktunya untuk di wawancara. Tak ada gading yang tak retak, skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Saran dan kritik penulis sangat harapkan demi perbaikan ke depan.
Jakarta, 18 Maret 2011 M 14 Rabiul Awal 1432 H
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................
i
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iv
BAB I
:
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .................................................................
1
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah.............................................
6
C. Tujuan Penelitian ...........................................................................
6
D. Riview Studi Terdahulu .................................................................
7
E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan .......................................
8
F. Sistematika Penulisan .................................................................... 13
BAB II :
SESAJEN DALAM KERANGKA BUDAYA A. Pengertian Sesajen ......................................................................... 15 B. Sejarah Sesajen Walimahan ........................................................... 16 C. Filosofi Yang Terkandung Dalam Sesajen. ................................... 19 D. Dasar Hukum Sesajen .................................................................... 26
BAB III :
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
iii
A. Geografi Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya Bekasi Utara ............................................................................................... 32 B. Kondisi Demografis Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya Bekasi Utara ........................................................................... 36 C. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya Bekasi Utara ........................................ 36
BAB IV :
SESAJEN DAN PENGETAHUAN MASYARAKAT A. Proses Penggunaan Sesajen Dalam Walimatul ‘Ursy di Desa Samudera Jaya ................................................................................ 41 B. Faktor Penyebab Penggunaan Sesajen Dalam Walimatul ‘Ursy Pada Masyarakat Desa Samudera Jaya .......................................... 52 C. Pandangan Ulama Terhadap Tradisi Sesajen Walimatul ‘Ursy di Desa Samudera Jaya ....................................................................... 56
BAB V :
PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................... 62 B. Saran .............................................................................................. 64
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 65 LAMPIRAN
iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya begitu banyak unsur-unsur yang terkandung dalam pelaksanaan perkawinan seperti unsur agama, adat-istiadat, dan budaya masyarakat setempat. Setiap ada pernikahan selalu dibarengi dengan resepsi pernikahan atau walimah. Acara semacam ini sudah dianggap lumrah dan telah membudaya bagi setiap lapisan masyarakat manapun, hanya cara dan sistemnya yang berbeda. Sedangkan maksud yang terkandung dari mengadakan walimahan itu tiada lain hanya untuk menunjukan rasa syukur atas pernikahan yang telah terjadi sebagai rasa bahagia untuk dinikmati bersama handai taulan dan masyarakat sekitar lingkungannya.1 Dalam arti luas walimah ialah makanan dalam perkawinan, berasal (pecahan) dari kata walam, yaitu mengumpulkan, karena suami istri berkumpul. Imam Syafi‟i dan sahabat-sahabatnya berkata bahwa walimah itu berlaku pada setiap undangan yang diadakan karena kegembiraan yang terjadi: seperti nikah, sunatan (khitan) maupun lainnya. Yang terkenal kalau dikatakan secara mutlak, walimah dipergunakan dalam nikah dan terbatas dalam penggunaan lainnya.2
1
Mohammad Asmawi, Nikah Dalam Perbincangan dan Perbedaan, (Yogyakarta: Darussalam, 2004), Cet-1, h. 175. 2
Imam Taqiyuddin Abubakar Bin Muhammad Al-Husaini, Kifayatul Akhyar, (Surabaya : Bina Iman,1993), h. 144.
1
2
Walimahan diadakan ketika acara akad nikah berlangsung atau sesudahnya, atau ketika hari pernikahan. Walimahan bisa juga diadakan menurut adat dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Dalam hukum Islam, jumhur ulama sepakat bahwa mengadakan walimah itu hukumnya sunnah mu‟akad. Hal ini berdasarkan hadits Rasulallah SAW:
Artinya: “Dari Anas, ia berkata “Rasulallah SAW. Belum pernah mengadakan walimah untuk istri-istrinya, seperti beliau mengadakan walimah untuk Zainab, beliau mengadakan walimah untuknya dengan seekor kambing.”(HR Bukhory).
Artinya: “Dari Buraidah, ia berkata, “Ketika Ali melamar Fatimah, Rasulallah SAW. Bersabda, “Sesungguhnya untuk pesta perkawinan harus ada walimahnya.”(HR Jalaluddin Al-Shuyuthiy)”.5
Namun setiap ada masyarakat terdapat adat yang tetap berlaku sekalipun dalam masyarakat yang beragama Islam. Seperti halnya dalam masyarakat 3
Abi Abdillah Muhammad bin Isma‟il Al-Bukhory, Shohih Al-Bukhory, (Beirut: AlMaktabah Al-Ishriyyah, 1997), Jilid 3, h. 1664, No. Hadits 5167. 4
Jalaluddin Al-Shuyuthiy, Sunan An-Nasa’i, (Beirut: Daar Al-fikr, 1995), Jilid 6, h. 72, No. Hadits 3348. 5
H.M.A. Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2009), h.132.
3
Samudera Jaya yang masih mempercayai penggunaan sesajen pada pelaksanaan walimah terutama walimatul „ursy. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar masyarakat yang berada disekitar Desa ini adalah keturunan Jawa. Karena seperti kita ketahui dalam kehidupan sehari-hari, orang begitu sering membicarakan soal adat atau kebudayan. Dalam kehidupan sehari-hari orang tidak mungkin tidak berurusan dengan hasil-hasil kebudayaan. 6 Seperti diketahui pula isi utama kebudayaan merupakan wujud abstrak dari segala macam ide dan gagasan manusia yang bermunculan di dalam masyarakat yang memberi jiwa kepada masyarakat itu sendiri, baik dalam bentuk atau berupa sistem pengetahuan, nilai, pandangan hidup, kepercayaan, persepsi, dan etos kebudayaan.7 Budaya adalah sebuah sistem yang mempunyai koherensi. Bentuk-bentuk simbolis yang berupa kata, benda, laku, mite, sastra, lukisan, nyanyian, musik, dan kepercayaan mempunyai kaitan erat dengan konsep-konsep epistimologis dari sistem pengetahuan masyarakatnya. Sistem simbol dan epistimologi juga tidak terpisahkan dari sistem sosial yang berupa stratifikasi, gaya hidup, sosialisasi, agama, mobilitas sosial, organisasi kenegaraan dan seluruh perilaku sosial.8
6
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1990), Cet31, h. 187. 7
Elly M Setiadi, Kama Abdul Hakam, Ridwan Effendi, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Bandung: Kencana, 2007), Cet-2, h. 30. 8
1.
Kuntowijoyo, Budaya dan Masyarakat, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1999), Cet-2, h.
4
Begitu pula halnya pada saat pelaksanaan pesta perkawinan atau walimatul ursy, orang-orang cenderung tidak bisa lepas dari unsur budayanya. Salah satunya budaya atau tradisi sesajen yang tidak pernah tertinggal pada saat pelaksanaan walimatul „usry di Desa Samudera Jaya. Memang ada suatu fenomena yang menarik dari hal ini karena tidak lazim acara walimah disertakan dengan sesajen ketika penyelenggaraannya. Tujuannya bermacam-macam tergantung yang mempunyai hajat tetapi tujuan utamanya yaitu meminta berkah dari arwah leluhur. Adapun bentuk sesajiannya bervariasi, tergantung permintaan atau sesuai bisikan ghaib yang diterima oleh orang pintar (paranormal), dukun, dan sebagainya. Banyak kaum muslimin berkeyakinan bahwa acara tersebut merupakan hal biasa bahkan dianggap sebagai bagian dari kegiatan keagamaan. Sehingga diyakini pula apabila suatu tempat atau benda keramat yang biasa diberi sesaji lalu pada suatu saat tidak diberi sesaji maka yang tidak memberikan sesaji akan kualat. Anehnya perbuatan yang sebenarnya pengaruh dari ajaran Animisme dan Dinamisme ini masih marak dilakukan oleh orang-orang pada zaman modernisasi yang serba canggih ini.9 Seperti masyarakat yang
berada disekitar Desa
Samudera Jaya padahal mayoritas agamanya adalah Islam. Keadaan masyarakat Desa Samudera Jaya mereka meyakini penggunaan sesajen dalam pelaksanaan walimatul „ursy karena dengan adanya sesajen, maka pesta perkawinan atau walimatul „ursy yang berlangsung pada saat itu mampu
9
http://blog.re.or.id./sesajen-adakah-dalam-islam-aqidah. Edisi 13/Th. II 420.
5
mendatangkan berkah seperti: rizkinya bertambah melalui banyaknya tamu yang hadir, makanannya matang, tidak sampai kehabisan, terhindar dari hujan, dijauhkan dari mara bahaya, tidak ada gangguan dari roh jahat, dilindungi oleh para leluhur, dan keluarga yang mengadakan acara walimahan tersebut bisa menjadi keluarga yang bahagia, rukun dan langgeng.10 Mengenai hal-hal yang diyakini oleh manusia lebih jauh lagi, seorang sosiolog yaitu Spencer secara tegas berpendapat bahwa semua manusia, bagaimanapun sederhananya teknologi yang dikembangkan, adalah makhluk rasional. Menurut Spencer, agama berkembang dari observasi bahwa di dalam mimpi jiwa bisa meninggalakan raga. Manusia karena itu memiliki aspek ganda, dan setelah matinya jiwa berlanjut muncul menjadi living descendants di dalam mimpi-mimpi. Hantu-hantu dari tokoh-tokoh pendahulu tersebut pada akhirnya memperoleh status dewa. Praktek menyajikan sesajen yang menyebar luas di gua-gua nenek moyang dan memberi mereka makanan berkembang menjadi ritual pengorbanan bagi dewa. Ritual nenek moyang karena itu dianggap sebagai akar dari setiap agama.11 Dari peristiwa tersebut yang semakin tumbuh dan melekat pada masyarakat Desa Samudera Jaya maka, inilah yang menjadi ketertarikan penulis untuk mengkaji fenomena dalam skripsi dengan judul: “SESAJEN PADA PELAKSANAAN WALIMATUL „URSY DI DESA SAMUDERA JAYA KECAMATAN TARUMA JAYA BEKASI UTARA” 10 11
http://Gunung Jati Cirebon.com/sesajen-selametan-manten/. Diakses tanggal 21 April 2010. Yusran Razak, Antropologi Agama, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), Cet-1, h.11.
6
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah Mengingat luasnya pembahasan mengenai sesajen maka pada pembahasan skripsi ini penulis hanya membahas sesajen yang digunakan pada pelaksanaan walimatul „ursy yang hidup pada masyarakat dan sudah menjadi tradisi di Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya, Bekasi Utara. Adapun permasalahan pokok yang akan diteliti dan diuraikan dalam skripsi ini adalah: 1. Bagaimana proses walimatul „ursy yang menggunakan sesajen pada masyarakat Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya, Bekasi Utara? 2. Bagaimana tinjauan hukum Islam tentang sesajen yang digunakan pada pelaksanaan walimatul „ursy di Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya, Bekasi Utara?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Untuk mengetahui proses walimatul „ursy yang menggunakan sesajen yang dilakukan masyarakat Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya, Bekasi Utara. 2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap penggunaan sesajen yang dilakukan pada acara walimatul „ursy di Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya, Bekasi Utara.
7
D. Riview Studi Terdahulu Penelitian seputar tradisi sesajen belum banyak penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya, apalagi penelitian tentang sesajen yang dijadikan tradisi dalam sebuah acara walimatul „ursy. Dari hasil penelusuran, penulis hanya menemukan tema tentang “AKULTURASI BUDAYA ANTARA TRADISI SUNDA WIWITAN DENGAN ISLAM DALAM BENTUK RITUAL SESAJEN DI DESA NARIMBANG, KECAMATAN CONGGEANG, KABUPATEN SUMEDANG”. Penelitian ini ditulis oleh Pipit Pitriani mahasiswa Jurusan Komunikasi
dan
Penyiaran
Islam.
Penelitian
ini
mengidentifikasikan
penelitiannya pada wilayah kajian ilmu Komunikasi Antar Budaya dan pada wilayah kajian Ilmu Dakwah, karena penelitian ini erat kaitannya dengan Agama dan Kemasyarakatan. Isi dari temuan dan analisisnya meliputi: ritual sesajen bulan keempat, bulan ketujuh dan kelahiran, ritual sesajen sunatan, ritual sesajen pernikahan, ritual sesajen kematian, ritual sesajen ketika bepergian jauh, ritual sesajen pada acara-acara keagamaan, ritual sesajen ketika menanam padi atau menuai (panen) padi, ritual sesajen ketika membangun gedung, dan ritual sesajen ketika membeli barang yang berharga. Peneliti ini pun merumuskan masalah utamanya dengan pertanyaan: Apa makna pada sesajen yang masih dilakukan oleh masyarakat Narimbang sekarang? Dan Bagaimanakah proses perubahan makna pada sesajen itu terjadi?. Hasil dari penelitian yang disimpulkan oleh penulis skripsi itu sendiri menyimpulkan bahwa proses perubahan atau pengalihan makna pada penggunaan
8
sesajen ini sudah berlangsung lama sekitar tahun 1990-an. Setelah menggunakan berbagai macam cara, seperti ceramah, pendekatan personal serta pendekatan melalui tradisi, makna yang terkandung di dalam sesajen sekarang sudah ada perubahan. Perubahan ini bukan pakem atau bersifat tetap, tapi perubahan ini adalah siasat agar masyarakat berkenan meninggalkan niat penyajian sesajen untuk hal-hal yang selain Allah SWT. Sedangkan dalam skripsi ini, penulis membedakan pembahasan penelitian dari skripsi yang sudah ada di atas dengan perbedaan, yaitu pada skripsi ini menjelaskan bagaimana proses walimatul „ursy yang menggunakan sesajen pada masyarakat Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya Bekasi Utara dan bagaimana pula tinjauan hukum Islam tentang sesajen tersebut.
Dalam
kesimpulan yang dihasilkan skripsi ini, sesajen merupakan tradisi yang sudah melekat pada masyarakat Desa Samudera Jaya dan dijadikan sebagai budaya dalam acara walimatul „ursy. Skripsi ini juga menjelaskan bagaimana antara tradisi atau kebiasaan yang sudah berlaku dikaitkan dengan pandangan secara hukum Islam.
E. Metode Penelitian 1. Sifat dan Pendekatan Penelitian ini bersifat deskriptif, di mana suatu penelitian yang bertujuan memberikan gambaran terhadap keadaan seseorang dan masyarakat sekarang ini, berdasarkan faktor-faktor, latar belakang pendidikan yang
9
nampak dalam situasi yang diselidiki. Selain itu juga penelitian ini terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah dan keadaan sebagaimana adanya, sehingga hanya merupakan penyingkapan fakta.12 Pendekatan yang peneliti gunakan yaitu metode penelitian hukum sosiologis yang dinyatakan sebagai suatu gejala empiris yang dapat diamati di dalam kehidupan.13 Karena banyak permasalahan yang berkaitan dengan masalah hukum diantaranya perilaku dalam tradisi sesajen yang dapat dijawab secara positif dengan cara mempelajari hukum sebagai sesuatu social phenomena. Berkaitan dengan hal ini, Thimaseff menulis: “Umumnya norma-norma hukum secara nyata akan menentukan perilaku manusia di dalam masyarakat”.14
2. Sumber Data Sumber data yang digunakan penulis yaitu ada dua sumber data: a. Data Primer Data penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara terhadap masyarakat Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya, Bekasi Utara yang dilakukan secara langsung dengan pihak yang terkait yang berhubungan dengan masalah yang diteliti dan fakta-fakta riil di lapangan. 12
Hermawan Wasito, Pengantar Metodelogi Penelitian, (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 1992), h 10 13 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h.76. 14 David N. Schiff, “Hukum Sebagai Suatu Fenomena Sosial”, dalam Adam Podgorecki dan Christoper J. Whelan, op.cit., hlm. 253
10
Pihak-pihak yang terkait terbagi menjadi tiga, yaitu: 1) Orang-orang yang mengetahui tentang praktik sesajen dan dianggap sebagai petua atau sesepuh adat di Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya, Bekasi Utara ada 2 orang yaitu: Bpk. Lihan (Selaku sesepuh Desa Samudera Jaya), Bpk Makmur (Dukun/paranormal di Desa Samudera Jaya). 2) Orang-orang yang sering melakukan praktik sesajen dan bertugas sebagai
penunggu
atau
penjaga
Ngandang
beras
(penjaga
pendaringan/dapur) di Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya, Bekasi Utara ada 2 orang yaitu: Ibu Rodiyah (Penunggu pendaringan/ ngandang beras), dan Ibu Jami (Penunggu pendaringan/ ngandang beras). 3) Tokoh Agama atau ulama di Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya ada 1 orang yaitu: Ust. Muslim S.Ag. b. Data Sekunder Data yang bersifat pelengkap atau data yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh orang lain). Dan dapat juga diperoleh dari kantor Desa dan Kecamatan, buku, majalah, internet dan koran yang membahas tentang sesajen dan walimatul „ursy.
11
3. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu: a. Data Primer 1) Observasi (penelitian lapangan) mengadakan pengamatan langsung terhadap obyek dari masalah yang akan diteliti. Dengan menggunakan pedoman observasi. 2) Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara penulis atau pewawancara dengan informan dan menggunakan instrumen pengumpulan data yang dinamakan interview guide (panduan wawancara).15 Penulis menggunakan teknik ini karena teknik interview merupakan teknik tanya jawab secara lisan yang berpedoman pada pertanyaan terbuka untuk mencari informasi secara detail dan terperinci dan menggunakan snowbolling proses. Dengan demikian diperoleh jawaban secara langsung yang sedalam-dalamnya tentang masalah yang dibahas. b. Data Sekunder 1) Melakukan pencarian buku-buku yang berkaitan dengan hukum adat dan sesajen. 2) Melakukan kategorisasi terhadap buku-buku yang telah dikumpulkan. 15
Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), h. 234.
12
3) Menemukan kata kunci dari sumber-sumber buku yang berkaitan dengan sesajen.
4. Instrumen Pengumpulan Data Dalam hal ini yang dimaksud instrumen penelitian adalah perangkat untuk menggali data primer dari responden sebagai sumber data terpenting dalam sebuah penelitian survei. Instrumen penelitian ilmu sosial berbentuk pedoman pertanyaan (interview guide).16
5. Teknik Analisis Data Data hasil penelitian yang telah dikumpulkan sepenuhnya dianalisis secara kualitatif. Analisis data dilakukan setelah data-data di lapangan terkumpul secara berkesinambungan yang diawali dengan proses klarifikasi data agar tercapai konsistensi di lapangan. Analisis terhadap informasi lapangan mempertimbangkan hasil pernyataan-pernyataan yang sangat memungkinkan dianggap mendasar dan universal. 17
6. Teknik Penulisan Skripsi Dalam teknik penulisan, penulis mengacu kepada prinsip-prinsip yang telah diatur dan dibukukan dalam pedoman penulisan skripsi Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007. 16
Bagong Suyanto dan Sutinah, “Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan”, (Jakarta: Kencana,2007), Cet-3, h. 59. 17 Burhan Bungin., Metodologi Penelitian Kualitatif (Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer), (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2004), Cet ke-3, h. 106-107.
13
F. Sistematika Penulisan Adapun untuk mempermudah dan lebih mengarah dalam susunan skripsi ini maka, penulis menyusun Sistematika Penulisan Skripsi ini sebagai berikut: BAB I
Pendahuluan yang mencakup Latar Belakang Masalah, Perumusan dan Pembatasan Masalah, Tujuan Penelitian, Metode Penelitian dan Teknik Penulisan, dan Sistematika Penulisan.
BAB II
Pada bab kedua ini penulis akan menguraikan tentang Pengertian Sesajen, Sejarah Sesajen Walimahan, Filosofi yang Terkandung Dalam Sesajen, dan Dasar Hukum Sesajen.
BAB III
Bab bab ketiga ini penulis menguraikan tentang Gambaran Umum Lokasi Penelitian yang meliputi: Geografi Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya Bekasi Utara, Kondisi Demografis Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya Bekasi Utara, Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya Bekasi Utara.
BAB IV
Sedangkan pada bab empat ini penulis akan menguraikan tentang Sesajen dan
Pengetahuan Masyarakat
yang meliputi:
Proses
Penggunaan Sesajen Dalam Walimatul „Ursy Pada Masyarakat Desa Samudera Jaya,
Faktor Penyebab Penggunaan Sesajen Dalam
Walimatul „Ursy Pada Masyarakat Desa Samudera Jaya, dan Pandangan Seorang Ulama Terhadap Tradisi Sesajen Walimatul „Ursy di Desa Samudera Jaya.
14
BAB V
Pada bab lima ini merupakan hasil akhir penelitian dan bab ini meliputi Penutup dan Kesimpulan dari pembahasan bab-bab sebelumnya.
BAB II SESAJEN DALAM KERANGKA BUDAYA
A. Pengertian Sesajen Sajen menurut bahasa adalah makanan (bunga-bungaan) yang disajikan untuk atau dijamukan kepada makhluk halus. Sedangkan menurut istilah, sajen adalah mempersembahkan sajian dalam upacara keagamaan yang dilakukan secara simbolik dengan tujuan berkomunikasi dengan kekuatan-kekuatan ghaib, dengan cara mempersembahkan makanan dan benda-benda lain yang melambangkan maksud dari pada berkomunikasi tersebut.1 Sedangkan secara luas kata sesajian atau sesajen atau yang biasa disingkat dengan „sajen‟ ini adalah istilah atau ungkapan untuk segala sesuatu yang disajikan dan dipersembahkan untuk sesuatu yang tidak tampak namun ditakuti atau diagungkan, seperti roh-roh halus, para penunggu atau penguasa tempat yang dianggap keramat atau angker, atau para roh orang yang sudah mati. Sesajian ini bisa berupa makanan, minuman, bunga atau benda-benda lainnya. Bahkan termasuk diantaranya adalah sesuatu yang bernyawa.2 Namun sesajian atau sesajen dalam arti yang sebenarnya adalah menyajikan hasil bumi yang telah diolah manusia atas kemurahan Tuhan penguasa kehidupan dan mengingatkan kita bahwa ini semua adalah milik Tuhan. 1
Dato Paduka Haji Ahmad bin Kadi, Kamus Bahasa Melayu Nusantara, (Brunei Darussalam: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2003), h. 2337. 2
Artikel : Ibnuabbaskendari.wordpress.com. Diakses tanggal 06 April 2010.
15
16
Karena semuanya sudah ada ketika kita mulai diberi kehidupan, juga menggambarkan lingkungan biotik dan abiotik yang ada dan terkandung di bumi. Sesajen hanya berwujud segala sesuatu yang dihasilkan oleh bumi. Utamanya yang berupa pepohonan, buah-buahan, dan sumber makanan yang lain. Selain itu, sesajen juga mempunyai arti menurut wujud, rupa warna, dan namanya sesuai pengertian yang diketahui oleh orang Jawa zaman dahulu.3 Abu Abdillah Ahmad mengartikan bahwa sesajen berarti sesajian atau hidangan. Sesajen memiliki nilai sakral disebagian besar masyarakat kita. Pada umumnya acara sakral ini dilakukan untuk memburu dan mendapatkan berkah di tempat-tempat tertentu yang diyakini keramat atau diberikan kepada benda-benda yang diyakini memiliki kekuatan ghaib yang berasal dari paranormal atau tetuahtetuah, semacam keris trisula dan sebagainya untuk tujuan yang bersifat duniawi. Sedangkan waktu-waktu penyajianya ditentukan pada hari-hari tertentu, temasuk dalam acara sakral seperti pesta pernikahan.4
B. Sejarah Sesajen Walimahan Dimasa berjayanya kerajaan Majapahit, agama Hindu tersebar ke seluruh pelosok daerah, termasuk diantaranya Jawa. Kepercayaan Animisme dan Dinamisme sangatlah kuat mengakar pada masyarakat Jawa. Dasar agama Jawa (Javanisme) adalah keyakinan bahwa segala sesuatu pada hakekatnya adalah satu, 3
http://backpackermom17.wordpress.com/2010/04/23/filosofi-sesajen-offerings/. tanggal 23 April 2010. 4
Diakses
http://blog.re.or.id./sesajen-adakah –dalam-islam-aqidah. Edisi 13/Th. II 420.
17
dan merupakan kesatuan hidup. Maka dari itu Javanisme meliputi lebih banyak bidang daripada agama-agama formal yang membedakan antara bidang sakral dan bidang profan. Javanisme memandang kehidupan manusia selalu terpaut dalam kosmos alam raya dan dengan demikian hidup manusia merupakan semacam pengalaman religius.5 Melalui lintas sejarah perjalanan agama ini, masyarakat setempat masih terpengaruh oleh upacara-upacara ritual diantaranya penggunaan sesajen pada acara walimahan. Sejarah atau asal-usul sesajen yaitu sesajen atau biasa juga disebut upakara merupakan warisan budaya hindu dan budha yang biasa dilakukan untuk memuja para dewa, roh tertentu atau penunggu tempat (pohon, batu persimpangan, dan tempat-tempat yang diyakini angker) dapat mendatangkan keberuntungan dan menolak kesialan. Seperti: ritual menjelang panen yang mereka persembahkan kepada Dewi Sri (Dewi padi dan kesuburan) yang mungkin masih dipraktekkan di sebagian daerah yang ada di Indonesia misalnya di Jawa upacara Nglarung (membuang kesialan) ke laut yang masih banyak dilakukan oleh mereka yang tinggal di pesisir pantai selatan Pulau Jawa tepatnya di tepian Samudera Indonesia yang terkenal dengan mitos Nyi Roro Kidul.6 Dalam agama Hindu, upakara terdapat banyak simbol-simbol dengan penuh memiliki makna yang tinggi, di mana makna tersebut menyangkut isi alam
5
Neils Mulder, Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1984), Cet- 5, h. 31. 6
http://www.cyberforums.us/forum/showthead. Diakses pada 01 September 2006.
18
dan isi permohonan manusia, untuk mencapai keseimbangan dari segala aspek kehidupan. Sesajen ini memiliki nilai yang sangat sakral bagi pandangan masyarakat yang masih mempercayainya, tujuan dari pemberian sesajen ini untuk mencari berkah yang berasal dari sumber-sumber yang tidak jelas.pemberian sesajen ini biasanya dilakukan ditempat-tempat yang dianggap keramat dan mempunyai nilai magis yang sangat tinggi. Proses ini terjadi sudah sangat lama, bisa dikatakan sudah berasal
dari nenk moyang kita yang mempercayai adanya pemikiran-
pemikiran yang religious.kegiatan ini dilakukan oleh masyarakat guna mencapai sesuatu keinginan atau terkabulnya sesuatu yang bersifat duniawi.7 Dalam lintas sejarah, sesajen walimahan adalah sesajian lengkap yang meliputi bermacam-macam sesajian dan bersumber dari naskah Jawa Kuno Purwakara. Pada dasarnya sebuah ajaran kehidupan bagi manusia ada sejak kelahiran hingga kematian. Namun, ajaran itu tidak diawali dari kelahiran melainkan saat perkawinan dengan sajen bucalan (tumpeng moncowarno) sebagai sesaji pertama. Sajen bucalan atau sajen yang berupa tumpeng moncowarno diartikan sebagai penegasan keberadaan kiblat mata angin dan ditambah dengan tumpeng megono yang berupa tumpeng (gunung) Meru yang diaduk-aduk dewa, yang diartikan sebagai simbolisasi usaha manusia memperoleh tirta amerta (air kehidupan) dan sumber kehidupan itu sendiri.
7
WIB.
http://Warta Warga (Blog Archive) SESAJEN. Diakses pada tanggal 22/10/2009, 13:59
19
Sedangkan sajen yang kedua dalam pernikahan yang terdapat dari naskah Jawa Kuno Purwakara yaitu sajen brokolan sajen ini berupa dawet (cendol) potongan kelapa dan gula jawa, serta telur itik. Ini adalah simbol bersatunya sperma dan sel telur (kelapa dan gula jawa) yang berubah menjadi benih (dawet) dan kemudian menjadi bibit di langit (telur itik), hasil dari sebuah proses perkawinan dan pembuahan. Sedangkan sajen yang ketiga atau sajen yang terakhir adalah sajen banyu kendi (air dalam kendi) yang diartikan sebagai pencarian manusia akan Tuhan, atau pencarian nilai kelanggengan karena hanya dengan pencarian kelanggengan itu adalah modal manusia menghadap Tuhan.8 Namun dari sejarah yang ada pada saat ini ajaran dari naskah Jawa Kuno Purwakara tersebut ada yang masih murni mempergunakannya seperti yang tersebut di atas ada pula yang mengembangkan isi dari sesajiannya dengan sedemikian rupa dan berbagi macam jenis, tergantung kepada yang memiliki hajat ketika perkawinan dilangsungkan.
C. Filosofi yang Terkandung Dalam Sesajen Bagi orang Jawa, cita-cita luhur yang harus diraih selama mengarungi kehidupan adalah memperoleh keselamatan di dunia dan akhirat. Cita-cita itu sifatnya mutlak dan melekat hampir disetiap hati nurani orang Jawa. Makanya
8
http://kompas.com/kompas.cetak/0202/06/JATENG/sajen19.htm...”Sajen. Diakses tanggal 23 April 2010.
20
demi mencapai cita-cita tersebut selama menjalani laku kehidupan di dunia, orang Jawa selalu berusaha menciptakan suasana selaras, harmoni dan sinergi sehingga tercipta kehidupan yang tenteram dan terasa adem-ayem. Sikap terhadap hidup dapat sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan konsep-konsep keagamaan. Pengalaman dan pandangan orang Jawa bersifat keseluruhan, tidak memisahkan individu daripada lingkungannya, golongnnya, zamannya, bahkan dari alam adikoderati. Secara turun menurun, nenek moyang orang Jawa mengajarkan bahwa bentuk rasa syukur dan terima kasih mesti diikuti dengan tindakan bersedekah kepada sesama makhluk kehidupan. Ajaran nenek moyang tersebut sampai saat ini masih melekat dan dijalani. Salah satu bentuk nyata ajaran mewujudkan rasa syukur dan terima kasih tersebut adalah menghaturkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa dan kepada arwah leluhur dengan disertai selametan atau membuat sesaji.9 Seperti kita ketahui bahwa isi dari sesajen itu berupa hasil bumi seperti makanan, buah-buahan, minuman, atau benda-benda lainnya. Namun dari keseluruhan sesajian tersebut sebenarnya memiliki arti tersendiri atau terkandung filosofi atau unsur-unsur biotik dan abiotik yang berbeda-beda, baik sesajen yang berasal dari tumbuh-tumbuhan maupun berasal dari hewan, yaitu sebagai berikut:
9
44.
Wahyana Giri MC, Sajen dan Ritual Orang Jawa, (Yogyakarta: Narasi, 2009), Cet-1, h. 43-
21
1. Dari tumbuh-tumbuhan Yang berasal dari tumbuh-tumbuhan umumnya adalah berupa makanan pokok seperti: beras yang dimasak menjadi nasi tumpeng. Kata “tumpeng” berasal dari kata “Tumungkulo Sing Mempeng”, artinya kalau kita ingin selamat, hendaknya kita selalu rajin beribadah. Sedangkan bentuk kerucut pada tumpeng mengartikan bahwa semakin hari kita harus senantiasa ingat kepada Tuhan dan tumpeng juga sebagai penjelmaan alam semesta di mana nasi berwujud gunung dikelilingi oleh hasil bumi berupa tumbuhtumbuhan dan hewan darat atau air.10 Ada juga bubur panca warna yaitu bubur abang (merah), bubur putih, bubur beras merah, ketan hitam, bubur jagung, ketan putih, kacang hijau, yang ditempatkan di empat penjuru mata angin yang melambangkan sifat atau elemen alam (air, api, udara, tanah, dan angkasa). Bubur abang (merah) dan bubur putih menggambarkan bahwa bubur abang (merah) adalah menyangkut alam nyata yaitu jasmaniah sedangkan bubur putih menyangkut alam ghaib yaitu bathiniyah. Jadi maksudnya bubur abang (merah) dan bubur putih dalam sesajen merupakan bentuk permohonan keselamatan lahir batin, guna dalam menjalani hidup dan kehidupan diberikan keberkahan di mana secara lahir diberikan rezeki yang cukup dan secara batin mendapatkan tuntutan yang baik sesuai dengan agama.
10
http://backpakermom17.wordpress.com/2010/04/23/filosofi-sesajen-offerings/. tanggal 23 April 2010.
Diakses
22
Terdapat juga makanan tambahan yaitu karak atau rengginang yang merupakan produk makanan turunan dari padi. Biasanya dalam tumpeng juga terdapat atau disediakan lauk-pauk sebagai pelengkap isi dari tumpeng yaitu: orem-orem tempe, tahu, prekedel, dan lainnya hal ini menggambarkan tumbuh-tumbuhan yang dapat dijadikan lauk- pauk. Cabai merah yang ditusukkan ke sebuah lidi, maksudnya untuk pelengkap tumpeng sebagai lalaban. Warna merah pada cabai melambangkan sifat berani, berani berusaha dan berani berjuang. Sifat berani yang positif akan menuntun seseorang untuk mencapai kehidupan yang makmur dan bahagia, berani dan memiliki kemauan yang keras untuk menghadapi segala resiko kehidupan.11 Selanjutnya terdapat sayur-sayuran yang melambangkan tentang makna hidup. Kita harus sadar di mana kita hidup, apa yang dikerjakan selama hidup, dan kemanakah tujuan setelah mati. Selama hidup juga, kita harus mempunyai arti bagi sesama lingkungan, agama, bangsa, dan Negara. Dalam bermasyarakatpun kita harus bisa berbaur dengan siapa saja. Ada pula jajanan pasar yang menggambarkan kerukunan walupun ada perbedaan (tenggang rasa). Pisang raja gandeng juga diartikan lambang supaya cita-cita yang kita capai senantiasa luhur agar dapat membangun Bangsa dan Negara. Dan daun pisang sebagai pembungkus kue-kue yang akan
11
2010.
http://Gunung
Jati Cirebon.com/sesajen-selametan-manten/. Diakses tanggal 21 April
23
dibuat ketika acara walimahan, daun pisang dinamakan takir atau tatang pikir yang artinya bahwa manusia dalam bertindak harus mantap dan tidakk boleh ragu-ragu. Selain daun pisang yang digunakan sebagai pembungkus kue, ada juga yang menggunakan daun jati di mana manfaat dari daun jati itu sendiri yaitu daunnya lebih kuat dari daun pisang dan berfungsi juga sebagai pewarna makanan alami. Dari tumbuh-tumbuhan yang dijadikan sesajen terdapat pula tumbuhan seperti kelapa, sirih, pinang, tembakau, jambe, rokok, dan tidak tertinggal yaitu kembang atau bunga setaman. Dari filosofi buah kelapa yaitu diartikan bahwa kelapa adalah tumbuhan yang seluruh bagiannya mempunyai manfaat bagi kehidupan manusia. Untuk daun sirih, buah pinang, tembakau, dan jambe orang-orang Jawa zaman dahulu menggunakan tumbuh-tumbuhan ini untuk memperkuat gigi dan filosofinya adalah agar kita tidak bertutur kata sembarangan. Rokok yang berarti melambangkan kebutuhan sekunder manusia bila ada pertemuan. Tumbuhan yang terakhir yaitu kembang setaman yang artinya melambangkan raga manusia (lahir, tumbuh, mati) juga melambangkan kerukunan.12 Kembang setaman atau bunga pada sajen memiliki suatu aroma yang harum atau sering dihubungkan dengan keharuman. Keharuman di sini adalah keharuman diri manusia, artinya manusia harus menjaga keharuman namanya
12
http://backpackermom17.wordpress.com/2010/04/23/filosofi-sesajen-offerings/. Diakses tanggal 23 April 2010.
24
agar tidak tercemar karena hal-hal yang bersifat sepele. Dalam konteks ini harus mempertahankan reputasi yang dimilikinya agar ia semakin dihormati. Bunga juga melambangkan kesucian dan sifat halus, manusia harus memiliki rasa dan perasaan yang halus, sehingga ia peka terhadap berbagai gejala disekelilingnya dan juga dapat menimbulkan kesusilaan batin (kesalehan umat) yang tinggi.13 2. Filosofi yang terdapat dari hewan Ayam utuh dipanggang (Ingkung): melambangkan pengorbanan selama hidup, cinta kasih terhadap sesama, juga melambangkan hasil bumi (hewan darat). Ikan melambangkan hasil bumi (hewan air), biasanya jenis ikan yang sering dipergunakan dalam sesajen yaitu ikan bandeng di mana filosofi yang terdapat pada ikan bandeng adalah karena ikan bandeng berduri banyak maka melambangkann sebagai rizki yang berlimpah, dan telor melambangkan asal mula kehidupan, dan dalam kehidupan selalu ada dua sisi kuning-putih, lelaki-perempuan, dan siang-malam. Hal-hal atau perlengkapan sesajen lainnya yang tidak digolongkan kepada jenis tumbuh-tumbuhan ataupun hewan adalah air di kendi yang artinya bahwa supaya kita selalu mempunyai hati suci dan bersih, air juga sebagai sumber kehidupan. Dengan adanya air, kehidupan menjadi nyaman (adem), sejahtera, dan makmur. Semua makhluk hidup baik manusia, hewan, dan tumbuhan membutuhkan air, maka dalam hidup ini air harus selalu ada. 13
2010.
http://Gunung Jati Cirebon.com/sesajen-selametan-manten/. Diakses tanggal 21 April
25
Dalam sesajen tterdapat berbagai macam air dan semuanya mempunyai maksud yang sama yaitu memberikan kenyamanan, keselamatan, dan kesejahteraan. Air di gelas dan bunga melambangkan air minum yang menjadi kebutuhan hidup manusia. Minuman kopi pahit melambangkan elemen air namun bukan suatu minuman pokok (kebutuhan sekunder) dan menjadi minuman “persaudaraan” bila ada perkumpulan atau pertemuan. Api dalam lampu cempor bertujuan untuk menerangi kehidupan, sehingga tidak merasakan kegelapan tetapi hidupnya akan terarah dan lurus. Arang yang dinyalakan melambangkan elemen berupa api yang berguna bagi kehidupan
manusia,
dupa
kemenyan
yang
artinya
keharuman
dan
ketenteraman juga sembah sujud dan penghantar doa kita kepada Tuhan Juga menunjukkan eksistensi udara yang bergerak.14 Membakar dupa, mustiki setinggi kayu gaharu, kemenyan yang harum untuk mengharumkan ruangan yang membawa ketenangan suasana adalah suatu hal yang baik, sama ditinjau dari sudut adat ataupun agama. Karena Rasulallah SAW menyukai wangi-wangian, baik berupa minyak wangi, bunga-bungaan ataupun pembakaran dupa pada pendupaan.15 Kain putih yang artinya hendaknya dalam tindakan dan ucapan harus dilandasi oleh kebersihan hati dan fikiran.16 14
http://backpackermom17.wordpress.com/2010/04/23/filosofi-sesajen-offerings/. Diakses tanggal 23 April 2010. 15
16
Sjafi‟i Hadzani, Seratus Masalah Agama, (Kudus: Menara Kudus, 1982), h. 35.
http://lontarindung.wordpress.com/2010/08/24/makna-dan-arti-sesajen/. Diakses tanggal 24 Agustus 2010.
26
D. Dasar Hukum Sesajen Munculnya sesaji atau sajen dengan uborampe-nya (perlengkapan sesajen) ini bagi orang yang tidak memahami terkadang diartikan negatif dan minor. Padahal
asal-muasal
sesaji
dan
uberampe
selametan
diadakan
semata
dimaksudkan sebagai bentuk sedekah kepada seluruh kerabat, keluarga, tetangga, juga seluruh makhluk Tuhan. Proses sedekah dilakukan manakala do‟a syukur dan ucapan terima kasih usai dilakukan, maka sajen dan uborampe-nya (perlengkapan sesajen) akan ditarik untuk dinikmati bersama atau dibagi-bagikan kepada yang berhak. Tentu saja niat dalam hati orang melakukan sedekah dalam konteks ini masih dalam rangka untuk mencipta keselarasan, sinergi, dan harmoni. Oleh orang Jawa peristiwa menghaturkan do‟a syukur dan terima kasih disertai dengan memberi sedekah berupa sajen lengkap dengan uborampe-nya itu disebut dengan memule leluhur. Biasanya memule leluhur ini oleh orang Jawa diikrarkan kepada Kanjeng Nabi Muhammad, Sahabat Nabi, para Wali, tokohtokoh masyarakat, dan Danyang Penguasa Teritorial (sungai ,gunung, pertanian, laut).17 Pada dasarnya budaya dan ritual ini tidak terlepas dari nuansa dan muatan kesyirikan. Kesyirikan ini sangat terkait dengan tujuan, maksud atau motifasi dilakukannya ritual sajenan tersebut.
17
Wahyana Giri MC, Sajen dan Ritual Orang Jawa, (Yogyakarta: Narasi, 2009), Cet-1, h. 44.
27
Dalam hal ini, lurus berakidah dan bertauhid, serta agama yang toleran pada sisi amal perbuatan dan pembuatan syari‟at. Lawan dari dua hal ini (agama yang bertauhid dan toleransi) adalah syirik dan mengharamkan yang halal. Sebagaimana hadits berikut ini:
Artinya: “Sesungguhnya aku telah menciptakan hamba-hamba-Ku dengan agama yang lurus. Namun, kemudian datanglah syaithon dan membolehkan agama mereka, dengan mengharamkan apa yang telah Aku halakan, dan menyuruh mereka untuk mempersekutukan Aku dengan apa yang Aku tidak memberikan kepadanya kekuasaan sedikitpun”.(HR. Ahmad).19 Dalam budaya yang bermuatan syirik tersebut, rinciannya adalah sebagai berikut: 1. Jika melakukan ritual sajenan ini dengan menyajikan dan mempersembahkan sesajian apapun bentuk bendanya kepada selain kepada Allah SWT, baik benda mati ataupun makhluk hidup dengan tujuan untuk penghormatan dan pengagungan, maka persembahan ini termasuk bentuk taqorrub (ibadah) dan ibadah ini tidak boleh ditujukkan kepada selain Allah. Seperti, untuk roh-roh orang sholeh yang telah wafat, makhluk halus penguasa dan penunggu
18
Al-Hafidz Abi Al-Qosim At-Thabrani, Mu’jam Al-Kabir Lithabrani, (Maktabah al-Ulum wa Hukum,1983), Juz 17, h. 358, no Hadits 987. 19
Yusuf Al-Qaradhawi, Halal Haram dalam Islam, (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2005), Cet-2, h. 29.
28
tempat-tempat tertentu yang dianggap keramat atau angker, maka perbuatan ini merupakan kesyirikkan dengan derajat syirik akbar yang pelakunya wajib bertaubat dan meninggalkannya karena ia terancam kafir atau murtad. Allah SWT berfirman dalam surat Al-An‟am ayat 162-163.
Artinya: “Katakanlah,” Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan seluruh alam (Al-An’am: 162). Tidak ada sekutu bagi-Nya, dan demikianlah aku diperintah dan aku orang yang pertama-tama berserah diri (muslim) (Al-An’am: 163). 2. Bila ritual ini dilakukan atas dasar rasa takut kepada roh-roh atau makhlukmakhluk tersebut terhadap gangguan atau kemarahannya, atau takut bahaya yang akan menimpa karena kuwalat disebabkan menyepelekannya, atau dengan maksud agar bencana yang sedang terjadi segera berhenti atau malapetaka yang dikhawatirkan tidak akan terjadi, atau untuk tujuan agar keberuntungan
dan
keberhasilan
serta
kemakmuran
segera
datang
menghampiri, maka dalam hal ini ada dua hal yang harus dikritisi: -
Rasa takut adalah ibadah hati. Setiap ibadah tidak boleh ditujukan kepada selain Allah SWT, karena ibadah adalah hak mutlak Allah SWT semata dan Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imran ayat 175.
29
Artinya: “Sesungguhnya mereka itu hanyalah syaithon yang hanya menakutnakuti teman-teman setianya. Maka janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku jika kalian benar-benar orang yang beriman” (Al-Imran: 175). -
Keyakinan bahwa ada makhluk yang mampu memunculkan marabencana, bahaya, atau malapetaka serta bisa mendatangkan keberuntungan, kemakmuran, dan kesejahteraan maka keyakinan seperti ini merupakan keyakinan syirik, karena meyakini adanya tandingan bagi Allah SWT dalam hak rububiyyah-Nya berupa hak mutlak Allah dalam memberi dan menahan suatu manfaat (kebaikan atau keberuntungan) maupun mudhorot (celaka atau bencana).20 Allah SWT berfirman dalam surat Yusuf ayat 106-107.
Artinya: “Dan kebanyakan mereka tidak beriman kepada Allah, bahkan mereka mempersekutukan-Nya. Apakah mereka merasa aman dari kedatangan siksa Allah yang meliputi mereka atau kedatangan kiamat kepada mereka secara mendadak, sedang mereka tidak menyadarinya?”. (QS. Yusuf (12): 106-107). Keyakinan yang
menimbulkan syirik seperti yang dilakukan oleh
kaum Yahudi dijelaskan dalam sebuah hadits yaitu:
20
Artikel: ibnuabbaskendari.wordpress.com. Diakses 06 April 2010.
30
Artinya: “Janganlah kamu melakukan perbuatan sebagaimana kaum Yahudi lakukan. Dan janganlah kamu menghalalkan larangan-larangan Allah dengan siasat murahan”. (HR. Abu Daud).22 3. Namun apabila melakukan ritual sajenan ini hanya bertujuan sekedar untuk menghidangkan santapan bagi para roh tersebut dengan anggapan bahwa para roh tersebut akan datang kemudian menyantapnya, maka ini merupakan anggapan yang keliru dari beberapa sisi yaitu: -
Jika meyakini yang datang dan menyantapnya adalah roh-roh orang yang telah mati (seperti roh para leluhur), maka ini bertentangan dengan dalildalil hadits yang menjelaskan
tentang alam barzakh (kubur) bahwa
keadaan para hamba yang dicabut nyawanya ada dua bentuk. Jika ia termasuk hamba yang baik ban beruntung, maka ia mendapat nikmat kubur yang cukup dari Tuhan-Nya sehingga tidak perlu keluar dari kubur untuk mencari nikmat tambahan. Namun, bila ia termasuk hamba yang celaka lagi berdosa, maka siksa kubur yang akan ia dapatkan dari Allah sehingga tidak mungkin baginya untuk bisa lari dari siksa-Nya. -
Apabila meyakini bahwa yang datang dan menyantap sajian tersebut adalah para roh dari kalangan makhluk halus (jin/syaithon), maka
21
Imam Hafidz Sulaiman ibn Al-Sajastaani, Shahih Sunan Abi Daud, (Riyadh: Maktabah AlMa‟arif Linnasyri wa Al-Tauzi‟, 1998), Jilid 2, h. 146. 22
Yusuf Al-Qaradhawi, Halal Haram dalam Islam, (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2005), Cet-2, h. 39.
31
perbuatan tersebut merupakan hal yang sia-sia dan mubazir, karena Allah SWT dan Rosul-Nya tidak pernah memerintahkan demikian dan juga karena perbedaan jenis makanan manusia dan jin. Dalam hal ini Allah berfirman dalam surat Al-Isro ayat 26-27.
Artinya: “Dan janganlah engkau berbuat mubazir (Al-Isra: 26). Sesungguhnya orang yang berbuat mubazir adalah saudara-saudara syaithon. (Al-Isra: 27)”.23 Jika ada diantara kita mengatakan bahwa sajian dan santapan yang dihidangkan untuk para roh orang yang telah meninggal benar-benar berkurang atau bahkan habis, maka ini tidak lepas dari dua kemungkinan. Pertama, bisa jadi diambil atau dimakan makhluk yang kasat mata dari kalangan manusia atau hewan. Dan kedua, bisa jadi pula diambil dan dicuri oleh makhluk yang tidak kasat mata dari kalangan jin.
23
Artikel: ibnuabbaskendari.wordpress.com. Diakses 06 April 2010.
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Geografi Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya Bekasi Utara Kota Madya Bekasi dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 14 Tahun 1950 tentang pembentukan dasar-dasar Kabupaten dalam lingkungan Provinsi Jawa Barat dan tanggal 15 Agustus 1950 ditetapkan sebagai lahirnya Kota Madya Bekasi yang cukup pesat, maka berdasarkan PP No. 48 Tahun 1981 dibentuk Kota Administratif Bekasi yang meliputi 4 wilayah kecamatan, yaitu Bekasi Barat, Bekasi Timur, Bekasi Selatan dan Bekasi Utara. Dan berdasarkan UU No. 9 Tahun 1996 tanggal 16 Desember 1996 Kota Administratif Bekasi ditinggalkan statusnya menjadi Kota Madya Bekasi. Setelah terbentuknya Kota Madya Bekasi (sekarang Kota Bekasi), maka wilayah Administrasi Kabupaten Bekasi menjadi 15 Kecamatan dan 187 Desa dengan wilayah yang semula 148.437 Ha menjadi 127.388 Ha, dan berdasarkan Peraturan Daerah No. 26 Tahun 2001 wilayah Kota Madya Bekasi terbagi menjadi 23 Kecamatan.1 Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Bekasi Lokasi : 1060 4828 – 1070 2729 BT, dan 600 106 – 60306 LS Suhu rata-rata
: 280C – 320C
Kelembaban
: 80%
1
Google, @-Yahoo.com
32
33
Ketinggian
: 6- 115 m dpl
Curah Hujan
: 1.501 mm/tahun
Hari Hujan
: 85 hari
Luas Wilayah
: 1.273,88 km2
Jumlah Kecamatan
: 23
Jumlah Desa
: 187
Jumlah Penduduk
: 1.866.791 jiwa
Kepadatan
: 1.465 jiwa/km2
Jumlah Keluarga
: 457.944.2
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 1981 Kecamatan Bekasi ditingkatkan statusnya menjadi Kota Administrasi Bekasi yang meliputi 4 Kecamatan: Bekasi Barat, Bekasi Selatan, Bekasi Timur, dan Bekasi Utara. Dari keempat Kecamatan itu terdiri dari 18 Kelurahan dan 8 Desa. Pemekaran itu dilakukan atas tuntutan masyarakat perkotaan yang memerlukan adanya pelayanan khusus. Pembentukan Kota Administrasi Bekasi digelar pada tanggal 20 April 1982 yang dihadiri Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Adapun yang menjabat sebagai Walikota Administrasi Bekasi adalah Drs. Andi R Sukardi hingga 1988, dan digantikan oleh Drs. H. Kailani AR. Selain itu, perkembangan yang ada telah menunjukkan bahwa Kota Administrasi Bekasi mampu memberikan dukungan penggalian potensi di wilayah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Dan untuk mendukung 2
Google, @-Yahoo.com
34
jalannya roda pemerintahan, maka keluarlah UU Nomor 9 Tahun 1996 yang mendukung berubahnya Kota Administrasi Bekasi menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bekasi. Sedangkan wilayah kerja Eks Kota Administrasi Bekasi meliputi Kecamatan Bekasi Utara, Kecamatan Bekasi Barat, Bekasi Timur dan ditambah wilayah kerja Pondok Gede, Jati Asih, Bantar Gebang serta Kecamatan pembantu Jati Sampurna. Kesemuanya itu meliputi 23 Desa dan 27 Kelurahan. Pejabat walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Bekasi dijabat oleh Drs. H. Kailani AR selama 1 tahun. Selanjutnya, dijabat secara difinitif oleh Drs. H. Nonon Sonthanie yang terhitung sejak tanggal 23 februari 2003.3 Seiring waktu perjalanan Pemko Bekasi mengalami pemekaran kembali. Itu didukung oleh Perda Pemko Bekasi Nomor 4 Tahun 2004 tentang Pembentukan Wilayah Administrasi kecamatan dan kelurahan, maka wilayah Administrasi Kota Bekasi menjadi 12 Kecamatan dan 56 Kelurahan. Semua itu ditempuh untuk meningkatkan pelayanan dan mengayomi masyarakat yang ada di wilayah Administrasi Kota Bekasi. Tak lama kemudian, terbitlah keputusan DPRD Kota Bekasi Nomor 37-174.2/DPRD/2003 tertanggal 22 Februari 2003 tentang penetapan walikota Bekasi dan wakilnya periode 2003-2008. Yang dilanjutkan dengan keputusan Mendagri bernomor: 131.32-113 Tahun 2003 tentang Pengesahan Walikota Bekasi, Jawa Barat. Dan Keputusan Mendagri Surat
3
Google, @-Yahoo.com
35
Keputusan Nomor: 132.32-114 Tahun 2003 tentang Pengesahan Walikota Bekasi, Jawa Barat, H Akhmad HR, S.Sos., yang didampingi oleh Mochtar Mohamad.4 Pada tahun 2010 diadakan lagi sensus penduduk di kota Bekasi dan mencatat 2,3 juta penduduk kota Bekasi dengan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) sebesar 3,4%. Dan hasilnya adalah Kecamatan Bekasi Utara menempati urutan pertama dalam jumlah penduduk terbanyak, mencapai 304.005 jiwa.5 Adapun gambaran umum Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya Bekasi Utara dilihat dari hasil data geografis yang diperoleh dari kantor Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya Bekasi Utara yaitu Desa Samudera Jaya mempunyai luas 752 Ha terdiri dari tanah daratan dan perairan dengan batas wilayah: Sebelah Utara
: berbatasan dengan laut Jawa
Sebelah Selatan
: berbatasan dengan Desa Pantai Setia
Sebelah Barat
: berbatasan dengan Desa Segera Jaya
Sebelah Timur
: berbatasan dengan Desa Buni Bakti
Sedangkan letak geografisnya ada pada ketinggian tanah dari permukaan laut 0,55 m, banyaknya curah hujan 1500mm/Hm, topografi dari daratan rendah tinggi pantai –mm/Hm dengan suhu udara rata-rata 26cc.
2011.
4
Google, @-Yahoo.com
5
Provil Kota Bekasi, http://bataviase.co.id/node/256738. Diakses pada tanggal 19 Januari
36
B. Kondisi Demografis Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya Bekasi Utara Untuk keadaan atau kondisi demografis yang terdapat di Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya, Bekasi Utara itu sama halnya dengan kondisi demografis yang terdapat pada wilayah-wilayah lainnya. Setiap tahun selalu terdapat peningkatan jumlah penduduk, tidak hanya itu pembangunan secara fisikpun meningkat sesuai dengan perkembangan, baik dari segi tingkat ekonomi maupun teknologi. Data yang diperoleh dari kantor Desa Samudera Jaya sampai 2010 yaitu meningkatnya perkembangan demografis masyarakat Desa Samudera Jaya. Jumlah penduduk mencapai 4.955 jiwa, terdiri dari jumlah laki-laki sebanyak 2.466 jiwa, jumlah perempuan 2.489 jiwa ,dan jumlah kepala keluarga sebanyak 1.330 jiwa.
C. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya Bekasi Utara Dari data yang diperoleh sepanjang tahun 2010 perkembangan jumlah penduduk yang ada di Desa Samudera Jaya mencapai: 4.955 jiwa, dan jumlah kepala keluarga mencapai 1.330 jiwa. Sedangkan kompilasi penduduk berdasarkan mata pencaharian yaitu:
37
Tabel 3.1 Kompilasi penduduk berdasarkan matapencaharian No
Pekerjaan
Jumlah Pekerja
1
Petani
829 orang
2
Buruh tani
122 orang
3
Pertukangan
37 orang
4
Nelayan
133 orang
5
Wiraswasta
463 orang
6
TNI
4 orang
7
PNS
15 orang
Sumber Data: Kantor Desa Samudera Jaya Taruma Jaya Bekasi Utara
Dari
data
demografis
yang
ada
sepanjang
tahun
2010
untuk
matapencaharian penduduk di Desa Samudera Jaya, maka jumlah petani sebanyak 829 orang yang mendominasi jumlah terbanyak matapencaharian masyarakat Desa Samudera Jaya. Tabel 3.2 Mutasi penduduk berdasarkan komposisi Data Lahir Meninggal Datang Pindah
Jumlah 56 orang 5 orang 74 orang 18 orang
Sumber Data: Kantor Desa Samudera Jaya Taruma Jaya Bekasi Utara
38
Masyarakat di Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya, Bekasi Utara ini mayoritas penduduknya dari keturunan Jawa, di mana masih kental dengan adat dan budaya. Misalnya, dalam masalah sesajen yang digunakan pada saat melangsungkan walimatul „ursy. Suatu masyarakat merupakan suatu bentuk kehidupan bersama yang warga-warganya hidup bersama untuk jangka waktu yang cukup lama, sehingga menghasilkan kebudayaan,6 seperti budaya sesajen di Desa Samudera Jaya. Dalam bidang sosial, masyarakat Desa Samudera Jaya termasuk masyarakat yang masih kompak dalam hal gotong-royong. Karena masyarakat Desa Samudera Jaya menganut sistem kekerabatan bilateral sebagaimana masyarakat Jawa pada umumnya. Kelompok kekerabatan bilateral seseorang ditelusuri melalui garis keturunan dari pihak ayah maupun ibu. Seluruh kerabat yang berasal dari keturunan yang sama, baik laki-laki maupun perempuan, saudara laki-laki, saudara perempuan, atau sepupu dimasukkan kategori “saudara” (sedulur).7 1. Bidang Keagamaan Masyarakat Desa Samudera Jaya adalah pemeluk agama Islam, maka ada beberapa masjid atau musholah yang dipergunakan sebagai majlis ta‟lim dari tingkat anak-anak sampai tingkat ibu-ibu. Kehidupan secara agama di Desa Samudera Jaya juga berjalan dengan cukup baik walaupun adanya 6
Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), Cet-6, h. 91. 7
H. Geert, Keluarga Jawa,(Jakarta: PT. Temprint, 1985) Cet-3, h.28.
39
tradisi sesajen dalam pelaksanaan walimatul „ursy namun hal itu tidak menghalangi jalannya peribadatan dan kepercayaan dalam agama Islam. Untuk mendukung pelaksanaan ibadah di Desa Samudera Jaya tersedia tempat-tempat ibadah sebagai berikut: Tabel 3.3 Jumlah Sarana Peribadatan di Desa Samudera Jaya No
Sarana
Jumlah
Keterangan
Peribadatan 1
Masjid
3
2
Musholla
7
3
Wihara
_
4
Gereja
_
5
Pura
_
Sumber Data: Kantor Desa Samudera Jaya Taruma Jaya Bekasi Utara
2. Bidang Pendidikan Sarana pendidikan yang dimiliki Desa Samudera Jaya memang sangat minim sekali karena hanya tersedia sekolah tingkat PAUD dan SD saja, namun keterbatasan yang sedemikian tidak menghalangi proses jalannya pendidikan yang lain. Karena untuk menjalankan atau meneruskan pendidikan kejenjang SLTP/MTs, SMA/MA, bahkan ke perguruan tinggi bisa keluar dari Desa Samudera Jaya.
40
Tabel 3.4 Jumlah Sarana Pendidikan di Desa Samudera Jaya No
Nama Sekolah
Jumlah
1
SDN
4 Unit
2
Diniyah
4 Unit
3
PAUD
2 Unit
Sumber Data: Kantor Desa Samudera Jaya Taruma Jaya Bekasi Utara
Jumlah tingkat pendidikan masyarakat Desa Samudera Jaya 1. Lulusan pendidikan umum TK
: 11 orang
SDN
: 812 orang
SMP
: 671 orang
SMA
: 496 orang
Akademi (D1-D3)
: 120 orang
Sarjana (S1-S3)
: 38 orang
2. Lulusan pendidikan khusus Pondok Pesantren
: 214 orang
Madrasah
: 119 orang
Kursus/keterampilan : 93 orang.8
8
Sumber Data: Kantor Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya Bekasi.
BAB IV SESAJEN DAN PENGETAHUAN MASYARAKAT
A. Proses Penggunaan Sesajen Dalam Walimatul ‘Ursy Pada Masyarakat Desa Samudera Jaya 1. Pengetahuan Sesajen Pada Masyarakat Desa Samudera Jaya Masyarakat Desa Samudera Jaya mengartikan bahwa sesajen adalah berupa suguhan yang tidak diperbolehkan, karena menyuguhkan terhadap hal yang ghaib dan tidak terlihat secara kasat mata. Tetapi semua itu tergantung pada niat masing-masing orang yang mempercayai dan menggunakannya, kalau sekedar untuk menghargai keberadaan makhluk lain maka hal demikian dibolehkan.1 Sesajen merupakan syarat untuk melengkapi isi pendaringan dan digunakan pada acara-acara tertentu termasuk pada saat walimahan. Tradisi sesajen yang dipercayai oleh masyarakat Desa Samudera Jaya sebenarnya berasal dari Jawa, karena masyarakat yang pertama ada di Desa Samudera Jaya adalah orang Jawa maka dari itu tradisi ini diabadikan dan dijadikan ritual adat pada saat mengadakan acara walimatul „ursy.2
1
Makmur, Paranormal Desa Samudera Jaya, Wawancara Pribadi, Desa Samudera Jaya, tgl 15 Februari 2011. 2
Lihan, Sesepuh Desa Samudera Jaya, Wawancara Pribadi, Desa Samudera Jaya, tgl 11 Februari 2011.
41
42
Namun dilengkapi lagi pengertian sesajen oleh orang yang biasa bertugas menunggu pendaringan (ngandang beras) pada saat walimatul „ursy, ibu Rodiah yang memegang peranan penting pada acara walimatul „ursy mengatakan bahwa sesajen adalah isi sesajian yang terdiri dari nasi tumpeng, nasi putih, nasi kuning, rokok djinggo atau lisong, kue atau jajanan pasar sebanyak tujuh rupa, pisang, dan banyak jenis makanan lain yang disediakan pada waktu-waktu tertentu.3 Dilengkapi lagi makna sesajen oleh ibu Jami yang mempunyai peranan yang sama dengan ibu Rodiah, yaitu sesajen diartikan pemberian suguhan berupa makanan dan minuman kepada orang yang telah meninggal dunia. Kalau zaman dahulu sesajen sering disebut ancak, tetapi sesajen atau ancak sama saja. Makanan dan minuman yang disediakan untuk sesajen tergantung kepada yang disukai orang yang sudah meninggal tersebut.4 Dalam pengetahuan masyarakat Desa Samudera Jaya tentang sesajen menurut bapak Lihan sebagai petua dan sesepuh Desa Samudera Jaya menjelaskan bahwa tidak semua masyarakat Desa Samudera Jaya mengetahui sesajen, terutamanya sesajen yang digunakan pada acara walimatul „ursy. Karena pada masyarakat Desa Samudera Jaya juga tidak semua berasal dari keturunan Jawa, kalau diklasifikasikan mungkin hampir 65% masyarakat 3
Rodiah, Penunggu Pendaringan (Ngandang Beras), Wawancara Pribadi, Desa Samudera Jaya, tgl 17 Februari 2011. 4
Jami, Penunggu Pendaringan (Ngandang Beras), Wawancara Pribadi, Desa Samudera Jaya, tgl 18 Februari 2011.
43
Desa Samudera Jaya yang berasal dari keturunan Jawa dan 35% lagi masyarakat dari etnis lain betawi misalnya. Dan untuk masyarakat yang keturunan Jawa sudah pasti semuanya mengetahui tentang tradisi sesajen yang digunakan pada saat walimatul „ursy. 5 Pengetahuan masyarakat Desa Samudera Jaya tentang sesajen menurut bapak Makmur selaku petua dan paranormal Desa Samudera Jaya juga membenarkan bahwa sekarang ini masyarakat yang berada di Desa Samudera Jaya tidak semua mengetahui, karena tradisi sesajen ini agak sedikit tergeser keberadaannya. Hal tersebut karena sesuai berkembangnya zaman. Jadi, ada generasi mudanya yang menganggap hal semacam itu adalah perbuatan yang mubazir dan hanya membuang-buang biaya saja. Tidak seperti pola fikir orang-orang tua yang masih hidup pada saat ini, orang tua menganggap tidak baik kalau kita tidak menghargai peninggalan tradisi sesajen karena sesajen banyak menjelaskan tentang ajaran-ajaran menghargai sesama makhluk baik yang nampak ataupun tidak nampak. Namun, masyarakat yang menggunakan sesajen tetap saja masih dikategorikan mayoritas. Tidak hanya mengetahui arti dari sesajen saja, masyarakat Desa Samudera Jaya menjadikan sesajen merupakan sebuah tradisi.6 Menurut bapak Lihan sesajen memang sudah dijadikan tradisi oleh masyarakat Desa 5
Lihan, Sesepuh Desa Samudera Jaya, Wawancara Pribadi, Desa Samudera Jaya, tgl 11 Februari 2011. 6
Makmur, Paranormal Desa Samudera Jaya, Wawancara Pribadi, Desa Samudera Jaya, tgl 15 Februari 2011.
44
Samudera Jaya terutama untuk acara walimatul „ursy. Alasannya sangat banyak sekali, diantaranya untuk meminta berkah dan terhindar dari gangguan-gangguan yang tidak diinginkan pada saat walimahan berlangsung.7 Menurut bapak Makmur bahwa sesajen memang benar sudah dijadikan tradisi, walaupun pada kenyataanya sekarang ini ada yang tidak menggunakannya lagi tetapi tetap saja yang menggunakan mempunyai kedudukan terbanyak karena masih banyak orang tua yang tahu tentang tradisi sesajen ini yang masih hidup.8 Hal tersebut dipertegas juga oleh bapak Lihan yang berkedudukan sebagai orang yang benar-benar dituakan oleh masyarakat Desa Samudera Jaya. Orang-orang tua yang masih hidup mewariskan tradisi sesajen walimatul „ursy kepada anak cucunya atau keturunan-keturunan selanjutnya.9 Bapak Makmur juga mengatakan ada alasannya mengapa sesajen sampai dijadikan tradisi yaitu sejak berdirinya Desa Samudera Jaya penduduk yang ada pada saat itu adalah berasal dari keturunan Jawa, di mana sebenarnya tidak hanya ketika ada walimatul „ursy saja masyarakat yang ada di Desa Samudera Jaya menggunakan sesajen tetapi dalam hal lain juga. Hal tersebut dinyatakan berdasarkan pengetahuan sejarah bapak Makmur tentang masyarakat yang berada di Desa Samudera Jaya. Seperti ketika menempati 7
Lihan, Sesepuh Desa Samudera Jaya, Wawancara Pribadi, Desa Samudera Jaya, tgl 11 Februari 2011. 8 Makmur, Paranormal Desa Samudera Jaya, Wawancara Pribadi, Desa Samudera Jaya, tgl 15 Februari 2011. 9 Lihan, Sesepuh Desa Samudera Jaya, Wawancara Pribadi, Desa Samudera Jaya, tgl 11 Februari 2011.
45
rumah baru biasanya di dalam rumah itu ditaruh sesajen yang terdiri dari makanan dan minuman yang disukai oleh leluhur yang mereka percayai, tetapi itu hanya ritual kecil tidak seperti perlengkapan sesajen yang digunakan pada saat walimatul „ursy. Jadi, alasan yang paling mendasarnya yaitu karena pada saat mengadakan walimatul „ursy biasanya sama seperti orang yang mengadakan pesta atau syukuran dan banyak sekali terdapat makanan-makanan, dan dari hal tersebut orang yang mengadakan walimahan merasa sedih kalau orang tua yang sudah meninggal tidak turut menikmati kebahagiaan tersebut. Dan akhirnya dengan suguhan sesajenlah mereka percaya kalau orang-orang tuanya juga ikut menikmati syukuran dalam walimahan tersebut.10 2. Persiapan Untuk Pelaksanaan Sesajen Walimatul ‘Ursy Bagi orang Jawa upacara tradisi, ritual selametan ataupun gelar sajen (sesaji) adalah peristiwa yang sudah diakrabi sejak lahir. Setiap orang Jawa yang lahir sudah diperkenalkan dengan ritual selametan kelahiran dengan segala ubo rampe (perlengkapannya).11 Seperti halnya dengan sesajen yang disiapkan untuk acara walimatul „ursy pada masyarakat Desa Samudera Jaya. Menurut ibu Rodiah, untuk persiapan sesajen biasanya sudah diserahkan kepada orang yang akan menunggu pendaringan (ngandang beras). 10
Makmur, Paranormal Desa Samudera Jaya, Wawancara Pribadi, Desa Samudera Jaya, tgl 15 Februari 2011. 11
49.
Wahyana Giri MC, Sajen dan Ritual Orang Jawa, (Yogyakarta: Narasi, 2009), Cet- 1, h.
46
Dan ada syarat khusus untuk orang yang akan menunggu pendaringan (ngandang beras) yaitu menguasai doa-doa yang akan dipanjatkan, dan puasa dari hari H (dimulainya hajatan) sampai acara selesai. Orang yang mempunyai hajat biasanya hanya menyerahkan uang sesuai yang akan dibutuhkan atau dibelanjakan oleh yang akan menunggu pendaringan (ngandang beras). Dan ibu
Rodiah
yang
bertugas
menunggu
pendaringan
tersebut
akan
membelanjakannya 1 atau 2 hari sebelum hari H (dimulainya hajatan).12 Sama halnya dengan ibu Jami yang mempunyai tugas yang sama dengan ibu Rodiah ketika ada acara walimatul „ursy. Menurut ibu Jami selain persiapan yang telah dijelaskan oleh ibu Rodiah banyak sekali persiapan yang lebih spesifik yang harus dibelanjakan untuk perlengkapan sesajen yaitu makanan dan minuman yang disediakan untuk sesajen berupa jajanan warna pitu (roti, bolu, rengginang, kupat atau kupat lepet, pisang raja, pisang ambon, pisang emas), serutu dan kinangan untuk merokok dan nginang, tumpeng iwak (ikan) lengkap dengan bekakak ayam, bubur merah putih dalam takir terbuat dari daun pisang, cabai merah dan bawang merah ditusuk pada sebuah lidi pelengkap lalaban. Ada beberapa perlengkapan lagi yang biasa disiapkan oleh penunggu pendaringan yaitu ibu Jami meracik jenis minuman yang biasa disebut wedang lima yang isinya (air kopi manis dan kopi pahit, teh manis dan teh pahit, dan air putih), rujak pisang (campuran gula merah dan pisang diiris dan 12
Rodiah, Penunggu Pendaringan (Ngandang Beras), Wawancara Pribadi, Desa Samudera Jaya, tgl 17 Februari 2011.
47
diberi air panas), air putih dalam kendi dan kendinya ditutup telur yang bermaksud biar adem, lampu atau cempor (lampu dari kaleng yang diberi minyak tanah dan sumbu atau kapas), dupa (ukup berisi areng yang menyala dan diberi menyan), dan yang terakhir adalah kembang tujuh rupa (seperti kembang kingkong, kembang melati, kembang mawar merah dan putih, kembang kantil, kembang kenanga, dan kembang sepatu.13 Biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli perlengkapan sesajen pada saat walimatul „ursy menurut ibu Rodiah dan ibu Jami yang biasa bertugas sebagai penjaga pendaringan (ngandang beras), biasanya minimal Rp.350.000 sampai mencapai Rp.500.000. Biasanya untuk perlengkapan pendaringan lainnya itu buah apel, jeruk, pisang ambon, nanas, pepaya, bekakak ayam, ikan bandeng sepasang, rujakan (gula batu atau gula jawa, pisang emas, pisang raja), kue onde, kekoleh (wajik muda), teh manis, teh pahit, dan beras 1 gantang (10 liter). Biaya tersebut sudah termasuk upah untuk orang yang akan menunggu pendaringan (ngandang beras). Setelah semua perlengkapan tersebut dibeli dan dipersiapkan tugas selanjutnya untuk penunggu pendaringan (ngandang beras) yaitu meracik sesajen. Untuk penjaga pendaringan tidak boleh sembarangan orang dan penjaga pendaringan adalah orang yang telah dituakan oleh masyarakat Desa Samudera Jaya. Orang yang dituakan tersebut adalah orang yang betul-betul
13
Jami, Penunggu Pendaringan (Ngandang Beras), Wawancara Pribadi, Desa Samudera Jaya, tgl 18 Februari 2011.
48
memahami bagaimana tata cara dalam sesajenan dan mengerti doa-doa dalam sesajenan, karena tugasnya berat yaitu menunggu api yang ada pada sesajen atau pendaringan tidak padam, api pada lampu harus nyala terus dan pendaringan harus ditutup rapat dengan kain putih (lawon).14 Ibu Jami biasa meracik sesajen pada hari H (dimulainya hajatan) atau ada juga yang meminta meraciknya satu hari sebelum hari H, tergantung kemauan yang punya hajat. Setelah diracik atau disiapkan maka sesajen tersebut langsung ditaruh di empat tempat yaitu: dapur, pendaringan (ngandang beras), jalanan atau perempatan yang dianggap angker, dan tarub (tenda yang dipasang ketika ada acara hajatan).15 Begitu halnya dengan ibu Rodiah, meracik sesajen tergantung niatan yang punya hajat. Ada yang meracik sesajen 2 hari atau 1 hari sebelum hari H (dimulainya hajatan) dan ada juga yang meraciknya ketika hari H-nya atau pas hajatan dimulai. Tetapi kebanyakan 1 hari sebelum acara walimahan dimulai sesajen sudah diracik. Dalam meracik sesajen sebenarnya ada persiapan khusus, menurut ibu Jami persiapannya itu puasa setelah belanja keperluan sesajen, sambil disiapkan dan memisah-misahkan itu dianjurkan sudah mulai puasa. Puasanya sama seperti puasa sunnah lainnya hanya niatnya yang berbeda, dan niat
14
Rodiah, Penunggu Pendaringan (Ngandang Beras), Wawancara Pribadi, Desa Samudera Jaya, tgl 17 Februari 2011. 15 Jami, Penunggu Pendaringan (Ngandang Beras), Wawancara Pribadi, Desa Samudera Jaya, tgl 18 Februari 2011.
49
tersebut dipersembahkan kepada yang mempunyai hajat, puasa tersebut juga dilakukan 2 sampai 3 hari. Ibu Rodiah memperjelas tentang persiapan meracik sesajen tersebut yaitu puasa untuk penjaga pendaringan dan ada doa-doa khusus yang dipanjatkan dan doa tersebut hanya bertujuan supaya orang-orang yang diundang ingat kepada yang mengundang. Salah satu doanya adalah sebagai berikut: “sing ujung putra ginggih, sing girang putra ganggah, sing tengah pancuran putra dewata….”, maksudnya adalah semua orang mengalir bagaikan air dari segala penjuru menghadiri acara selametan (walimatul „ursy) dan membawa sumbangan sehingga rezeki mengalir banyak, dan makanan selalu siap tidak kehabisan.16 Setelah
semua
sesajen
disiapkan
kemudian
tibalah
saatnya
pelaksanaan, proses pelaksanaan sesajen berlangsungnya ketika hajatan dimulai, sore hari sebelum mangkat atau hajatan semua barang-barang dan kebutuhan sesajen yang sudah dibeli dipersiapkan untuk dipisah-pisahkan dan diberi doa kemudian ditaruh diempat tempat yang disebut sebagai penjuru angin. Dan biasanya prosesnya sampai 2 atau 3 hari semenjak mulai mangkat disebut juga hari H sampai hajatan selesai.17
16
Rodiah, Penunggu Pendaringan (Ngandang Beras), Wawancara Pribadi, Desa Samudera Jaya, tgl 17 Februari 2011. 17
Jami, Penunggu Pendaringan (Ngandang Beras), Wawancara Pribadi, Desa Samudera Jaya, tgl 18 Februari 2011.
50
Untuk persiapan secara teknisnya dalam pelaksanaan walimatul „ursy ibu Rodiah biasanya menempatkan sesajen dinampan atau teblok atau menggunakan bakul
anyaman yang isinya: tujuh macam jenis makanan,
pisang, kelapa, rokok, beras, cabai merah, dan lain-lain sesuai yang mempunyai hajat. Untuk waktu yang dibutuhkan dalam menyuguhkan sesajen masyarakat Desa Samudera Jaya biasanya 3 hari 2 malam. Dalam penempatan sesajen ketika walimatul „ursy berlangsung menurut ibu Rodiah sajen ditempatkan diempat penjuru yaitu dapur, pendaringan (ngandang beras), tarub, dan kali atau perempatan jalan. Tujuan secara umumnya yaitu supaya makhluk selain manusia yang ada ditempattempat tersebut tidak mengganggu orang yang sedang mengadakan walimahan, dan karena kita meyakini manusia juga bersahabat dengan alam maka ditaruhnya sesajen juga sebagai wujud terima kasih terhadap alam sekitar.18 Tempat-tempat tersebut adalah dapur yang diartikan sebagai simbol keselamatan dan kelancaran dalam mengolah makanan dan bertujuan supaya makanannya matang dan tidak akan kehabisan. Kedua, pendaringan atau ngandang beras tempat untuk ditaruhnya beras untuk dimasak. Ketiga, tarub yang bertujuan untuk mengundang rezeki, ngundang welas asih (orang-orang akan kasihan dan akhirnya banyak yang datang mendoakan dan memberi
18
Rodiah, Penunggu Pendaringan (Ngandang Beras), Wawancara Pribadi, Desa Samudera Jaya, tgl 17 Februari 2011.
51
sumbangan). Sajen yang terakhir yaitu di kali atau jalanan yang bertujuan supaya terhindar dari gangguan-gangguan makhluk lain.19 Sesajen khusus pengantin biasanya sudah dipisahkan dan ditaruh di kamar pengantin. Sesajennya hampir sama dengan yang ada di dapur dan sesajennya terdiri dari dupa pengantin yang harum, kembang setaman untuk mandi, beras secukupnya untuk bubur sengkolo sebanyak lima piring, satu buah kelapa gundul, gula jawa secukupnya, pisang raja setangkep, benang lawe, kaca kecil dan bedak, bumbu kinang, bumbu pawon, jajanan pasar tujuh rupa, kembang tujuh rupa, telur ayam, tikar sembahyangan, beras 1 gantang (10 liter), kain putih setengah meter untuk tutup sesajian tersebut.20 Sama halnya yang dikatakan oleh ibu Jami dan sesajen khusus yang diletakkan di kamar pengantin tersebut kemudian diserahakan kepada perias atau orang yang merias pengantin setelah acara walimatul „ursy selesai. 21
19
Jami, Penunggu Pendaringan (Ngandang Beras), Wawancara Pribadi, Desa Samudera Jaya, tgl 18 Februari 2011. 20
Rodiah, Penunggu Pendaringan (Ngandang Beras), Wawancara Pribadi, Desa Samudera Jaya, tgl 17 Februari 2011. 21
Jami, Penunggu Pendaringan (Ngandang Beras), Wawancara Pribadi, Desa Samudera Jaya, tgl 18 Februari 2011.
52
B. Faktor Penyebab Penggunaan Sesajen Dalam Walimatul ‘Ursy Pada Masyarakat Desa Samudera Jaya 1. Faktor Budaya Masyarakat Desa Samudera Jaya Masyarakat senantiasa berubah di semua tingkat kompleksitas internalnya. Ditingkat makro terjadi perubahan ekonomi, politik, dan kultur. Ditingkat mezzo terjadi perubahan kelompok, komunitas, dan organisasi, ditingkatt mikro terjadi perubahan interaksi dan perilaku individual. Masyarakat bukan sebuah kesatuan fisik (entiry), tetapi seperangkat proses yang saling terkait bertingkat ganda. Hal ini seperti dinyatakan Edward Shils. Masyarakat adalah fenomena antar waktu. Masyarakat terjelma bukan karena keberadaannya disatu saat dalam perjalanan waktu. Tetapi ia hanya ada melalui waktu. Ia adalah jelmaan waktu (1981: 327). Dalam hal ini yaitu bahwa kaitan antara keadaan masyarakat kini dan sejarah sebelumnya. Kaitan masyarakat dengan masa lalunya tak pernah mati sama sekali. Kaitannya itu melekat dalam masyarakat itu. Masyarakat takkan pernah menjadi masyarakat bila kaitan dengan masa lalunya tidak ada (Shils, 1983: 328). Kaitan antara masa kini dan masa lalu adalah basis tradisi. Masalah tradisi takkan muncul bila berbagai keadaan masyarakat dalam rentetan proses terputus, dalam arti bila rentetan proses itu berakhir sama sekali sebelum proses yang baru dimulai. Kata Shils: “Masyarakat ada selamanya” (1981: 168). Masa lalu masyarakat bukan lenyap sama sekali.
53
Serpihan masa lalunya masih tersisa. Serpihan masa lalunya itu menyediakan semacam lingkungan bagi fase pengganti untuk melanjutkan proses.22 Budaya sesajen yang tumbuh pada masyarakat Desa Samudera Jaya diakibatkan karena adanya generasi yang disebut juga generasi penerus. Seperti tradisi sesajen yang sampai dengan sendirinya, karena nenek moyang yang pertama ada di Desa Samudera Jaya adalah berasal dari Jawa. Jadi, keturunan yang selanjutnya hanya mengikuti ajaran tersebut yang sudah ada, selagi mereka anggap baik dan positif dari tradisi sesajen itu maka dari situ pula tradisi sesajen ini diikuti. Ritual sesajen yang ada di Desa Samudera Jaya sampai dianggap penting karena memang sudah dijadikan tradisi. Jadi, rasanya masih ada yang kurang kalau ada walimahan yang tidak dilengkapi dengan sesajenan apalagi tradisi ini juga sudah ada secara turun-temurun.23 Namun, menurut bapak Makmur penting atau tidaknya ritual sesajen pada acara walimatul „ursy sebenarnya tergantung pada niat orang yang akan mempunyai hajat nantinya. Tetapi biasanya ritual ini penting bagi orang yang mempercayainya, karena terkadang ada sesajen yang masih kurang saja akan terjadi kesurupan apalagi kalau tidak ada sesajennya pasti yang mempunyai
22
23
Piotr Sztomka, Sosiologi Perubahan Sosial, (Jakarta: Prenada, 2007), Cet-3, h. 65-66.
Lihan, Sesepuh Desa Samudera Jaya, Wawancara Pribadi, Desa Samudera Jaya, tgl 11 Februari 2011.
54
hajat akan mendapat musibah. Makanya, sesajen dianggap penting sebagai pelengkap acara walimatul „ursy.24 2. Faktor Keyakinan Masyarakat Desa Samudera Jaya Walaupun tidak diketahui kapan sejarah pastinya ritual sesajen diterapkan karena memang tidak ada penetapan tanggal ataupun tahun yang pasti. Namun, dari pengetahuan yang ada yaitu pembicaraan dari mulut ke mulut. Tradisi tersebut sudah diterapkan pada saat Bapak Mirin (orang tua pertama di Desa Samudera Jaya dan bapak Lihan mempunyai keturunan langsung dari bapak Mirin) menginjakkan kaki di Desa Samudera Jaya. Maka hal demikian yang mempengaruhi begitu pentingnya peranan bapak Lihan dalam pelaksanaan ritual sesajen yang dipercayai oleh masyarakat Desa Samudera Jaya. Alasannya karena memang bapak Lihan adalah keturunan langsung dari bapak Mirin yang dahulunya menjadi orang pertama yang membawa tradisi sesajen di Desa Samudera Jaya dan bapak Lihan mengetahui semua ilmu-ilmu yang dipergunakan untuk sesajenan.25 Masalah keturunan juga merupakan bagian dari penyebab tradisi sesajen masih bertahan, karena sesajen adalah merupakan warisan adat yang masih dipercayai dan mempunyai pengaruh yang sangat kuat ketika digunakan saat walimahan. 24
Makmur, Paranormal Desa Samudera Jaya, Wawancara Pribadi, Desa Samudera Jaya, tgl 15 Februari 2011. 25
Lihan, Sesepuh Desa Samudera Jaya, Wawancara Pribadi, Desa Samudera Jaya, tgl 11 Februari 2011.
55
Jadi, para keturunan yang masih hidup takut kualat jika adat sesajen ini ditinggalkan begitu saja. Begitu halnya dengan bapak Makmur, menurutnya keyakinan terhadap tradisi sesajen terutama dalam acara walimatul „ursy adalah keyakinan yang sudah begitu melekat sebagai warisan dari nenek moyang yang sudah dikerjakan secara turun-temurun dan apabila ditinggalkan takut terjadi karma dari leluhur.26 3. Faktor Pendidikan Masyarakat Desa Samudera Jaya Dalam hal apapun faktor pendidikan memang sangat berpengaruh, tingkat pendidikan masyarakat Desa Samudera Jaya yang masih tergolong rendah menjadi pemicu proses berkembangnya pola fikir, masyarakat yang mempunayi pendidikan tinggi bisa terhitung dengan jari. Dan hasilnya masyarakat hanya menerima dan manerapkan saja apa yang diwariskan para leluhur yang menurutnya baik.27 Rendahnya tingkat pendidikan dikarenakan Desa Samudera Jaya jauh dari pusat Kota, sehingga akibat dari tidak majunya pola fikir adalah penduduk Desa Samudera Jaya mempunyai rasa khawatir yang berlebihan tentang keberadaan Desa yang berada di wilayah yang dahulunya adalah tempat yang begitu angker karena wilayah Samudera Jaya memang dekat
26
Makmur, Paranormal Desa Samudera Jaya, Wawancara Pribadi, Desa Samudera Jaya, tgl 15 Februari 2011. 27
Makmur, Paranormal Desa Samudera Jaya, Wawancara Pribadi, Desa Samudera Jaya, tgl 15 Februari 2011.
56
dengan laut. Jadi, masyarakat Desa Samudera Jaya takut mendapat musibah jika tidak menghargai makhluk-makhluk yang tidak terlihat. Atau sering diistilahkan takut kena karma, karma adalah buah perbuatan dan keinginan-keinginan leluhurnya, dan buah kelakuan sendiri pada masa lampau maupun masa sekarang. Selain itu, karmanya dipengaruhi pula oleh nasib, yaitu kehendak Tuhan. Kekuasaannya terhadap karma adalah terbatas dan tidak jelas, karena karma itu bukan buah dari perbuatan sendiri saja.28
C. Pandangan Ulama Terhadap Tradisi Sesajen Walimatul ‘Ursy di Desa Samudera Jaya Sesajen memang memiliki nilai yang sangat sakral bagi pandangan masyarakat yang mempercayainya. Seorang Ulama Desa Samudera Jaya yaitu bapak Muslim juga mengetahui tentang adanya tradisi sesajen yang digunakan oleh masyarakat Desa Samudera Jaya sebagai pelengkap acara walimatul „ursy. Proses ini terjadi sudah sangat lama, bisa dikatakan sudah berasal dari nenek moyang kita yang mempercayai adanya pemikiran-pemikiran yang religius. Kegiatan ini dilakukan oleh masyarakat guna mencapai sesuatu keinginan atau terkabulnya sesuatu yang bersifat duniawi.
28
Neils Mulder, Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1984), Cet- 5, h. 33.
57
Menurut bapak Muslim sebagai seorang ulama di Desa Samudera Jaya mengatakan bahwa sebenarnya kalau hanya bicara tentang tradisi mengenai praktek sesajen yang digunakan pada saat walimatul „ursy itu adalah salah satu tradisi yang baik. Namun, berbeda halnya dengan keyakinan, sangat dikhawatirkan sekali kalau tujuan dari sesajen tersebut menjadi faktor utama untuk meminta keberkahan.29 Tidak dapat dipungkiri bahwa bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas Islam, peran adat sebagai sebuah hukum sudah tidak diragukan lagi. Hal ini terbukti dengan banyaknya permasalahan-permasalahan muamalah dalam masyarakat yang mana adat lebih memegang peranan penting dibanding dengan “hukum Islam”. Masalah kolerasi antara hukum Islam dengan perkembangan masyarakat adalah salah satu isu keagamaan yang tambah menarik, mengingat suatu kenyataan, bahwa bagaimanapun lengkapnya nash-nash Qur‟aniyyah (dalil-dalil yang terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur‟an) maupun sunnah Nabawiyah (dalil-dalil yang tercakup dalam sunnah Nabi) tidak mungkin secara terinci menjelaskan segala persoalan kemasyarakatan yang terus berubah dan berkembang, dari zaman ke zaman, dari satu daerah ke daerah lain, dari satu tingkat peradaban ke tingkat yang lain. Tetapi semua perubahan tersebut tetap membutuhkan kejelasan dan kepastian hukum.30 29
Muslim, Ulama Desa Samudera Jaya, Wawancara Pribadi, Desa Samudera Jaya, 20 Februari 2011. 30
Muhammad Tholhah Hasan, Islam Dalam Perspektif Sosio Kultural, (Jakarta: Lantabora Press, 2005), Cet-3, h. 103.
58
Bapak Muslim juga menjelaskan bahwa budaya dan adat kebiasaan yang bertentangan dengan agama Allah itu dilarang. Contohnya seperti budaya syirik yang diantaranya menjadikan makhluk-makhluk yang sholeh sebagai perantara dalam beribadah, memberi kurban atau sesajian untuk para roh yang ditakuti dan diagungkan, bersumpah dengan selain nama Allah dan seterusnya. Budaya dan ritual orang-orang musyrik baik zaman dahulu maupun zaman sekarang. Dalam hal ini Allah berfirman dalam surat Al-An‟am ayat 136.
Artinya: “Dan mereka menyediakan sebagian hasil tanaman dan hewan (bagian) untuk Allah sambil berkata menurut persangkaan mereka, “Ini untuk Allah dan yang ini untuk berhala-berhala kami”. Bagian yang untuk berhala-berhala mereka tidak akan sampai kepada Allah, dan bagian yang untuk Allah akan sampai kepada berhala-berhala mereka. Sangat buruk ketetapan mereka itu.” (Q.S Al-An’am (8): 136).
Untuk di Desa Samudera Jaya pengaruh tradisi sesajen terhadap adat masyarakat sangat kuat sekali. Karena memang arti yang sesungguhnya dari tradisi sesajen ini adalah untuk mengukuhkan rasa kekeluargaan dan sebagai wujud bakti juga terhadap orang-orang tua yang telah mendahuluinya. Namun, jika sesajen diartikan dan dipraktekkan sebagai shodaqoh, karena memang sekarang ini sudah ada beberapa masyarakat yang mengubah teknis tersebut seperti makanan-makanan yang awalnya hanya murni untuk sesajen yang akan
59
diletakkan di tempat-tempat tertentu mulai agak dirubah yaitu sesajen yang akan dipersembahkan diberi doa kemudian setelah itu bisa dinikmati bersama-sama oleh sanak-saudara, tetangga, dan para undangan. Alasan masyarakat Samudera Jaya menjadikan sesajen sebagai tradisi mungkin untuk menyampaikan rasa syukur atau sebagai ungkapan rasa bahagia karena dimana kita ketahui untuk mengadakan walimatul „ursy itu memerlukan biaya, jadi ketika semua terlaksana biasanya ada rasa bahagia dan sesajen adalah salah satu bentuk nyata yang bisa dilakukan oleh shohibul hajat.31 Dampak tradisi sesajen terhadap masyarakat Desa Samudera Jaya, menurut ulama Desa Samudera Jaya yaitu bapak Muslim, menerangkan bahwa dampak yang pasti akan terjadi adalah masalah keyakinan terutama bagi masyarakat Desa Samudera Jaya yang awam (tidak mengerti akan pendidikan baik pendidikan formal atau non formal). Menyajikan sesajen adalah suatu kemusyrikan, walaupun sebenarnya ada suatu simbol atau siloka di dalam sesajen yang harus kita pelajari. Siloka, adalah penyampaian dalam bentuk pengandaian atau gambaran yang berbeda (aphorisma). Dan walaupun kearifan lokal yang disimbolkan dalam sesajen perlu dipelajari bukan disalahkan karena itu adalah kearifan budaya lokal yang diturunkan oleh leluhur kita.32
31
Muslim, ulama masyarakat Desa Samudera Jaya, Wawancara Pribadi, Desa Samudera Jaya, tgl 20 Februari 2011. 32
Neils Mulder, Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1984), Cet-5,h. 24.
60
Namun, hal demikian tetap dikhawatirkan karena masyarakat terkadang tidak melihat makna yang ada dalam sesajen melainkan tujuan yang hendak mereka capai ketika mengadakan acara walimatul „ursy.33 Melihat masyarakat Desa Samudera Jaya, bagaimana budaya yang aneh dan primitif ini begitu melekat dalam diri mereka dan menjadi adat ritual dalam keseharian mereka, maka menimbulkan suatu pertanyaan siapa saja yang akan terkena dampak dari tradisi sesajen yang tumbuh pada masyarakat Desa Samudera Jaya. Mengenai hal demikian, jika ditelaah dari apa yang dilakukan olah masyarakat Desa Samudera Jaya maka kemungkinan besar generasi-generasi penerus masyarakat Desa Samudera Jaya akan terus melangsungkan adat sesajen dalam walimatul „ursy tersebut. Karena, keyakinan tentang adat sesajen tersebut sudah melekat dalam diri masyarakat Desa Samudera Jaya, mereka meyakini bahwa pemberian sesajen adalah sebagai tanda penghormatan atau rasa syukur terhadap semua yang terjadi di masyarakat.34 Walimatul „ursy merupakan perayaan dan peresmian untuk diberitahu kepada khalayak ramai sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT, dan memohon doa kepada Allah agar diberi berkah, keridhoan dan keselamatan. Namun, jika rasa syukur yang dilakukan dengan sesajen sebagai ungkapan selametan yang melambangkan kesatuan mistis dan sosial dari penganutnya atau orang-orang yang mempercayainya, maka hal demikian benar-benar merupakan
34
Muslim, ulama masyarakat Desa Samudera Jaya, Wawancara Pribadi, Desa Samudera Jaya, tgl 20 Februari 2011.
61
pergeseran aqidah karena meyakini tradisi kemusyrikan yang tumbuh melalui upacara-upacara sesajen. Walaupun sesajen sebagai simbol selametan yang dilakukan untuk memenuhi hajat manusia sehubungan dengan suatu kejadian yang ingin diperingati, tetapi semua itu tetap saja merupakan larangan dalam ajaran agama Islam.35 Berdasarkan keterangan di atas yang telah dijelaskan oleh seorang ulama tentang tradisi sesajen yang dinyatakan sebagai perbuatan musyrik namun tetap dibudayakan. Menurut hemat penulis, praktek sesajen yang dilakukan pada masyarakat Desa Samudera Jaya ketika mengadakan acara walimatul „ursy adalah merupakan suatu kemusyrikan (perbuatan syirik) dan menyesatkan keyakinan karena dalam tradisi tersebut secara tidak langsung memang mengandung unsur kemusyrikan yang begitu tinggi. Hal tersebut dapat ditelaah dari tujuan-tujuan yang hendak dicapai ketika menyajikan sesajen, dengan tujuan yang bervariasi seperti meminta keberkahan, keselamatan, dan rizki yang melimpah. Maka hal tersebut adalah perbuatan mempersekutukan Allah karena percaya dengan kekuasaan selain Allah SWT.
35
Yusuf Al-Qaradhawi, Halal Haram Dalam Islam, (Jakarta: Akbar MediaEka Sarana, 2005), Cet-2, h. 22.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas dari hasil wawancara dengan sesepuh Desa, paranormal, penunggu pendaringan, dan salah seorang ulama masyarakat Desa Samudera Jaya, maka penulis menyimpulkan sebagai berikut: 1. Sesajen ini memiliki nilai yang sangat sakral bagi pandangan masyarakat yang masih mempercayai, tujuan dari pemberian sesajen ini untuk mencari berkah. Pemberian sesajen ini biasanya dilakukan di tempat-tempat yang dianggap keramat dan mempunyai nilai magis yang tinggi. Sesajen juga merupakan suatu keharusan dan akan mempengaruhi lancar atau tidaknya acara walimatul ‘ursy, dan ternyata sebagian pelaku sesajen mengatakan bahwa sesajen harus ada dengan bagaimanapun caranya termasuk dengan berhutang. Bukankah dengan sesajen kita meminta berkah, keselamatan, banyak rezeki, tamu datang bagaikan air mengalir, maka hutang tersebut nanti akan dibayar ketika acara hajatan selesai. Pada prakteknya sesajen sudah disiapkan 2 atau 1 hari sebelum dimulainya hajatan, ada 4 sesajen yang harus dipersiapkan dan keempat sesajen tersebut dikatakan sebagai simbol empat penjuru angin. Orang yang menunggu pendaringan adalah nenek tua yang sudah biasa berperan sebagai
62
63
penunggu pendaringan dan ritual sesajen berakhir sampai acara walimatul ‘ursy selesai. 2. Ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi mengapa tradisi sesajen ini masih digunakan oleh masyarakat Desa Samudera Jaya yaitu faktor adat atau budaya yang tumbuh dari generasi ke generasi. Karena dalam hal ini yaitu bahwa kaitan antara keadaan masyarakat kini dan sejarah sebelumnya, kaitan masyarakat dengan masa lalunya tak pernah mati sama sekali. Jadi, masalah tradisi muncul berbagai keadaan masyarakat dalam rentetan proses tidak terputus. Kedua yaitu fator keyakinan, karena sudah ada sejak nenek moyang secara turun temurun dan hal itu sudah menjadi keyakinan, mereka takut terhadap arwah leluhur, rezekinya sedikit, makanannya mentah, dan lain-lain. Terakhir
yaitu
fator
pendidikan,
tingkat
pendidikan
yang
rendah
mempengaruhi pola fikir mereka. 3.
Dampak terhadap keyakinan masyarakat memang terjadi walaupun para ulama setempat sudah sering memberi pengertian dengan bahasa agama secara persuasif, bahwa perbuatan tersebut mendekati syirik dan harus dihindari, tetapi masyarakat setempat sebagai penduduk asli Desa Samudera Jaya menganggap bahwa tanah atau wilayah yang mereka tempati adalah salah satu wilayah yang masih banyak menyimpan mistis dan pemberian sesajen juga merupakan ajaran dari nenek moyang, maka apa yang mereka lakukan adalah sebagai bentuk melestarikan apa yang telah pendahulu mereka lakukan dan mereka menganggap itu semua adalah warisan.
64
B. Saran-saran 1. Diharapkan kepada pemerintah desa atau pemuka (tokoh masyarakat) Desa Samudera Jaya agar dapat selalu memberikan pemahaman-pemahaman yang lebih mendalam lagi mengenai tradisi sesajen yang sudah berlangsung tersebut. Agar jangan sampai generasi-generasi penerus Desa Samudera Jaya mengagung-agungkan sesajen sebagai pemberi berkah selamat ketika mengadakan suatu acara dan supaya masyarakat juga bisa menjalani syari’at Islam secara baik dan benar sesuai dengan ajaran Islam. 2. Kepada masyarakat khususnya masyarakat Desa Samudera Jaya seharusnya lebih dapat menyaring lagi tentang kebiasaan yang ditanamkan dalam kehidupan. Tradisi sesajen yang berdampak negatif terhadap keyakinan meminta perlindungan dan keberkahan selain kepada Allah seharusnya harus digeser dan agar terhindar dari dampak negatif tersebut sebaiknya masyarakat lebih dapat mengkaji apa sesungguhnya makna dan tujuan tradisi sesajen.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Hadits. Abubakar bin Muhammad Al-Husaini, Imam Taqiyuddin, Kifayatul Akhyar, Surabaya: Bina Iman, 1993. Ahmad bin Kadi, Dato Paduka Haji, Kamus Bahasa Melayu Nusantara, Brunei Darussalam: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2003. Akbar, Muhammad Ali, Perbandingan Hidup Secara Islami Dengan Tradisi Pulau Jawa, Bandung: Al-Ma’arif, 1980. Al-Shuyuthiy, Jalaluddin, Sunan An-Nasa’i, Beirut: Daar Al-Fikr, 1995. Al-Qaradhawi, Yusuf, Fikih Peradaban (Sunnah Sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan), Surabaya: Dunia Ilmu, 1997. Al-Qaradhawi, Yusuf, Halal Haram Dalam Islam, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2005. Asmawi, Mohammad, Nikah Dalam Perbincangan dan Perbedaan, Yogyakarta: Darussalam, 2004. As-Shabagh, Mahmud, Keluarga Bahagia Dalam Islam, Yogyakarta: Pustaka Mantiq, 1993. Artikel: Ibnuabbaskendari.wordpress.com. Aziz bin Muhammad Al-Musnad, Syeikh Abdul, Perkawinan dan Masalahnnya, Pustaka Al-Kautsar, 1993. Basyir, Ahmad Azhar, Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta: UII Press, 2000. Bungin, Burhan, Metodologi Penelitian Kualitatif (Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer), Jakarta: PT. Rajagrafindo, 2004. Giri, Wahyana, Sajen dan Ritual Orang Jawa, Yogyakarta: Narasi, 2010.
[email protected]. Hadzani, Sjafi’i, Seratus Masalah Agama, Kudus: Menara Kudus, 1982.
65
66
Hasan, Muhammad Tholhah, Islam Dalam Perspektif Sosio Kultural, Jakarta: Lantabora Press, 2005. H. Geert, Keluarga Jawa, Jakarta: PT. Temprint, 1985. http://blog.re.or.id./sesajen-adakah-dalam-islam-aqidah. edisi 13/ Th.11 420. http://backpackermom 17.wordpress.com/2010/04/23/filosofi-sesajen-offerings. http://www.cyberforums.us/forum/showthead. http://kompas.com/kompas.cetak/0202/06/JATENG/sajen19.htm....sajen http://lontarindung wordpress.com/2010/08/24/makna-dan-arti-sesajen. Kuntowijoyo, Budaya dan Masyarakat, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1999. Muhammad bin Isma’il Al-Bukhori, Abi Abdillah, Shohih Al-Bukhoriy, Beirut: AlMaktabah Al-Ishriyyah, 1997. Mulder, Neils, Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1984. Nazir, Mohammad, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998. Profil Kota Bekasi, http://bataviase.co.id/node/256738. Razak, Yusran dan Murtawab, Ervan, Antropologi Agama, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007. Setiadi, Elly M, dkk, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Bandung: Kencana, 2007. Soekanto, Soerjono, Hukum Adat Indonesia, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2003. Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UII Press, 2008. Soekanto, soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 1990. Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2003. Suyanto, Bagong, dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan, Jakarta: Kencana, 2007.
67
Tihami dan Sahrani, Sohari, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2009. Wasito, Hermawan, Pengantar Metodologi Penelitian, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2003. Wawancara Pribadi dengan Jami. Bekasi 18 Februari 2011. Wawancara Pribadi dengan Lihan. Bekasi 11 Februari 2011. Wawancara Pribadi dengan Makmur. Bekasi 15 Februari 2011. Wawancara Pribadi dengan Musllim. Bekasi 20 Februari 2011. Wawancara Pribadi dengan Rodiah. Bekasi 17 Februari 2011.
Pedoman Wawancara Untuk Petua/Sesepuh Desa Samudera Jaya
1. Adat apa yang digunakan pada masyarakat Desa Samudera Jaya? 2. Apa yang bapak ketahui tentang sesajen? Dari mana tradisi sesajen ini berasal? 3. Apakah semua masyarakat Desa Samudera Jaya mengetahui tentang sesajen, terutama sesajen yang digunakan pada acara walimatul ‘ursy? 4. Apakah sesajen memang dijadikan tradisi dalam acara walimatul ‘ursy? Adakah alasan mendasar kenapa sesajen harus dijadikan tradisi untuk acara walimatul ‘ursy? 5. Apakah benar ritual sesajen ini sangat penting untuk acara-acara sakral seperti ketika adanya walimatul ‘ursy? 6. Apa tujuan yang hendak dicapai dari adanya sesajen untuk acara walimatul ‘ursy? 7. Bagaimana tradisi sesajen ini bisa sampai kepada masyarakat Desa Samudera Jaya? 8. Sejak kapan ritual sesajen diterapkan di Desa Samudera Jaya? 9. Seberapa besar peran bapak dalam pelaksanaan ritual sesajen yang dipercayai pada masyarakat Desa Samudera Jaya? 10. Apa faktor penyebab berjalannya tradisi sesajen walimatul ‘ursy di Desa Samudera Jaya?
Pedoman Wawancara Untuk Penunggu Pendaringan (Ngandang Beras)
1. Apa yang ibu ketahui tentang sesajen? 2. Bagaimana proses pelaksanaan sesajen berlangsung ketika walimatul ‘ursy? Dan berapa lama proses sesajen berjalan selama acara walimatul ‘ursy? 3. Apakah ada syarat khusus untuk orang yang akan bertugas menunggu dapur/sebagai penunggu pendaringan (ngandang beras)? 4. Berapa banyak biaya yang harus dikelurkan untuk seluruh sesajen yang digunakan? 5. Apa saja yang harus dipersiapkan untuk perlengkapan sesajen? 6. Kapan sesajen harus mulai diracik? 7. Apakah ada persiapan khusus dalam meracik sesajen? Seperti apa persiapan tersebut dilaksanakan? 8. Dimana saja sesajen ditempatkan atau diletakkan ketika acara walimatul ‘ursy berjalan? Apa tujuannya? 9. Bagaimana dengan sesajen untuk pengantin? Apakah sama sesajennya dengan sesajen yang ditempatkan ditempat-tempat lain?
Pedoman Wawancara Untuk Ulama/Tokoh Agama Desa Samudera Jaya
1. Apakah bapak mengetahui adanya tradisi sesajen ketika acara walimatul ‘ursy di Desa Samudera Jaya? 2. Apakah bapak mengetahui dari mana tradisi sesajen di Desa Samudera Jaya berasal? 3. Apakah bapak mengetahui sejak kapan tradisi sesajen sampai kepada masyarakat Desa Samudera Jaya? Mengapa bisa sampai kepada masyarakat Desa Samudera Jaya? 4. Apa dalil dan argumentasi bapak tentang tradisi sesajen ini yang sudah tumbuh dan melekat pada masyarakat Desa Samudera Jaya? 5. Bagaimana pendapat bapak tentang praktek sesajen yang digunakan ketika acara walimatul ‘ursy? 6. Bagaimana pengaruh terhadap adat setempat dengan adanya tradisi sesajen di Desa Samudera Jaya? 7. Apakah bapak mengetahui siapa saja yang mempraktekkan tradisi sesajen yang ada di Desa Samudera Jaya? 8. Mengapa masyarakat Desa Samudera Jaya harus menjadikan sesajen sebagai tradisi dalam acara walimatul’ursy? 9. Berdasarkan pengamatan bapak, dampak apa yang terjadi dengan adanya tradisi sesajen? 10. Siapa saja yang akan terkena dampak dari tradisi sesajen yang tumbuh pada masyarakat Desa Sammudera Jaya?
Hasil Wawancara Dengan Petua atau Sesepuh Desa Samudera Jaya
Nama
: Lihan
Usia
: 78 tahun
Pekerjaan
: Petani
Alamat
: Desa Samudera Jaya
1. Adat apa yang digunakan pada masyarakat Desa Samudera Jaya? Adat Jawa 2. Apa yang bapak ketahui tentang sesajen? Dari mana tradisi sesajen tersebut berasal? Sesajen adalah syarat untuk melengkapi isi pendaringan dan digunakan pada acara-acara tertentu termasuk pada saat walimahan. Tradisi sesajen asalnya dari daerah Jawa, karena di Desa Samudera Jaya adalah mayoritasnya pendatang dari Jawa maka dari itu sesajen selalu dipakai pada acara walimahan. 3. Apakah semua masyarakat Desa Samudera Jaya mengetahui tentang sesajen, terutama sesajen yang digunakan pada acara walimatul’ursy? Tidak semua. Karena pada masyarakat Desa Samudera Jaya juga tidak semua berasal dari keturunan Jawa, kalau diklasifikasikan mungkin hampir 65% masyarakat Desa Samudera Jaya yang berasal dari keturunan Jawa dan 35% lagi masyarakat dari etnis lain betawi misalnya. Dan untuk masyarakat yang keturunan Jawa sudah pasti semuanya mengetahui tentang tradisi sesajen terutamanya yang digunakan saat walimahan terutama walimatul „ursy.
4. Apakah sesajen memang dijadikan tradisi untuk acara walimatul ‘ursy? Adakah alasan mendasar kenapa sesajen harus dijadikan tradisi untuk acara walimatul ‘ursy? Ya, sesajen memang sudah dijadikan tradisi masyarakat Desa Samudera Jaya terutama untuk walimatul „ursy. Alasannya sangat banyak sekali, diantaranya untuk meminta berkah dan terhindar dari gangguan-gangguan yang tidak diinginkan pada saat acara walimahan berlangsung. 5. Apakah benar ritual sesajen ini sangat penting untuk acara-acara sakral seperti ketika adanya walimatul’ursy? Ya, karena memang sudah dijadikan tradisi jadi rasanya masih ada yang kurang kalau ada walimahan yang tidak dilengkapi dengan sesajenan, apalagi tradisi ini juga sudah secara turun-temurun dipakai. 6. Apa tujuan yang hendak dicapai dari adanya sesajen untuk acara walimatul ‘ursy? Untuk tujuannya itu sangat beragam tergantung yang mempunyai hajat. Ada yang bertujuan supaya diberi kelancaran pada saat mengadakan walimatul „ursy dan ada juga supaya tamunya banyak yang datang. 7. Bagaimana tradisi sesajen ini bisa sampai kepada masyarakat Desa Samudera Jaya? Tradisi sesajen sampai dengan sendirinya Karena nenek moyang yang pertama ada di Desa Samudera Jaya adalah berasal dari Jawa. Jadi keturunanketurunan yang selanjutnya mengikuti hanya mengikuti ajaran tersebut yang sudah ada, selagi mereka anggap baik dan positif dari tradisi sesajen itu maka dari situ pula tradisi sesajen ini diikuti.
8. Sejak kapan ritual sesajen diterapkan di Desa Samudera Jaya? Untuk sejarah tentang waktunya memang tidak terlalu jelas karena tidak ada penetapan tanggal ataupun tahun yang pasti. Namun dari pengetahuan yang ada yaitu pembicaraan dari mulut ke mulut, tradisi tersebut sudah diterapkan pada saat Bpk Mirin (orang tua pertama di Desa Samudera Jaya) menginjakan kaki di Desa samudera Jaya. 9. Seberapa besar peran bapak dalam pelaksanaan ritual sesajen yang dipercayai pada masyarakat Desa Samudera Jaya? Peran saya sangat berpengaruh di Desa Samudera Jaya, karena saya adalah orang yang dituakan di Desa Samudera Jaya. Alasannya karena saya adalah keturunan langsung dari Bpk Mirin yang dahulunya menjadi orang pertama yang membawa tradisi sesajen di Desa ini dan saya juga mengetahui semua ilmu-ilmu yang dipergunakan untuk sesajenan. 10. Apa faktor penyebab berjalannya tradisi sesajen walimatul ‘ursy di Desa Samudera Jaya? Faktornya banyak sekali diantaranya: faktor budaya karena sesajen adalah merupakan warisan adat yang masih dipercayai mempunyai pengaruh yang sangat kuat ketika digunakan saat walimahan jadi para keturunan yang masih hidup takut kualat jika adat sesajen ini ditinggalkan begitu saja, faktor lain yaitu pendidikan yang ada pada masyarakat Desa Samudera Jaya itu sangat minim. Masyarakat yang mempunyai pendidikan tinggi bisa terhitung dengan jari maka dari itu pola fikir masyarakat Desa Samudera Jaya kurang berkembang dan hasilnya mereka hanya menerima dan menerapkan saja apa yang diwariskan para leluhur yang menurutnya baik. Bekasi……………2011
(
) NARASUMBER
Hasil Wawancara Dengan Petua atau Sesepuh Desa Samudera Jaya
Nama
: Makmur
Usia
: 27 tahun
Pekerjaan
: Petani
Alamat
: Desa Samudera Jaya
1. Adat apa yang digunakan pada masyarakat Desa Samudera Jaya? Masyarakat Desa Samudera Jaya kebanyakan menggunakan adat Jawa.
2. Apa yang bapak ketahui tentang sesajen? Dari mana tradisi sesajen ini berasal? Sebenarnya sesajen itu berupa suguan yang tidak diperbolehkan, karena menyuguhkan terhadap hal yang ghaib dan tidak terlihat secara kasat mata. Tetapi semua itu tegantung pada niat masing-masing orang yang mempercayai dan menggunakannya, kalau sekedar untuk menghargai keberadaan makhluk lain maka hal demikian dibolehkan. Tradisi sesajen ini sebenarnya berasal dari Jawa, karena masyarakat yang pertama ada di Desa Samudera Jaya adalah orang Jawa maka dari itu tradisi ini diabadikan atau dijadikan ritual adat pada saat mengadakan acara walimatul „ursy.
3. Apakah semua masyarakat Desa Samudera Jaya mengetahui tentang sesajen, terutama sesajen yang digunakan pada acara walimatul ‘ursy? Kalau untuk sekarang ini masyarakat yang berada di Desa Samudera Jaya tidak semuanya mengetahui, karena tradisi sesajen ini agak sedikit tergeser keberadaannya. Hal tersebut karena sesuai berkembangnya zaman. Jadi, ada generasi mudanya yang menganggap hal semacam itu adalah perbuatan yang mubazir dan hanya membuang-buang biaya saja. Tidak seperti pola fikir
orang-orang tua yang masih hidup pada saat ini menganggap tidak baik kalau kita tidak menghargai peninggalan tradisi sesajen karena sesajen banyak menjelaskan tentang ajaran-ajaran menghargai sesama makhluk baik yang nampak ataupun tidak nampak. 4. Apakah sesajen memang dijadikan tradisi dalam acara walimatul ‘ursy? Adakah alasan mendasar kenapa sesajen harus dijadikan tradisi untuk acara walimatul ‘ursy? Iya,
walaupun
pada
kenyataannya
sekarang
ini
ada
yang
tidak
menggunakannya lagi tetapi tetap saja yang menggunakan mempunyai kedudukan terbanyak karena masih banyak orang tua yang tahu tentang tradisi sesajen ini masih hidup. Ada, alasannya yaitu karena sejak berdirinya Desa Samudera Jaya penduduk yang ada pada saat itu adalah berasal dari keturunan Jawa, di mana sebenarnya tidak hanya ketika ada walimatul „ursy saja masyarakat yang ada di Desa Samudera Jaya menggunakan sesajen tetapi dalam hal lain juga. Seperti ketika menempati rumah baru biasanya di dalam rumah itu ditaruh sesajen yang terdiri dari makanan dan minuman yang disukai leluhur yang mereka percayai, tetapi itu hanya ritual kecil. Tidak seperti perlengkapan sesajen yang digunakan pada saat walimatul „ursy. Jadi alasan yang paling mendasarnya yaitu karena pada saat mengadakan walimatul „ursy biasanya sama seperti orang yang mengadakan pesta atau syukuran dan banyak sekali terdapat makanan-makanan dan dari hal tersebut orang yang mengadakan walimahan merasa sedih kalau orang tua yang sudah meninggal tidak turut merasakan kebahagiaan, dan akhirnya dengan suguhan sesajenlah mereka percaya kalau orang-orang tuanya juga ikut menikmati syukuran dalam walimahan tersebut.
5. Apakah benar ritual sesajen ini sangat penting untuk acara-acara sakral seperti ketika adanya walimatul ‘ursy? Penting atau tidaknya sebenarnya tergantung pada niat orang yang akan mempunyai hajat nantinya. Tetapi biasanya memang ritual ini penting bagi orang-orang yang mempercayainya, karena terkadang ada sesajen yang masih kurang saja akan terjadi kesurupan apalagi kalau tidak ada sesajennya pasti yang mempunyai hajat akan mendapat musibah. Makanya, sesajen dianggap penting sebagai pelengkap acara walimatul „ursy.
6. Apa tujuan yang hendak dicapai dari adanya sesajen untuk acara walimatul ‘ursy? Tujuannya melindungi dari terjadinya hujan, supaya mendapat berkah atau selamat terhadap orang yang memiliki hajat, tidak ada halangan dan mendapat keuntungan, supaya pengantin juga selamat, dan kalau tidak menggunakan sesajen dikhawatirkan akan ada yang kesurupan karena mengabaikan orang yang telah meninggal.
7. Bagaimana tradisi sesajen ini bisa sampai kepada masyarakat Desa Samudera Jaya? Tradisi sesajen sampai dengan sendirinya karena sudah ada sejak nenek moyang jadi generasi-generasi pengikut hanya tinggal mengikuti saja apa yang sudah ada.
8. Sejak kapan ritual sesajen diterapkan di Desa Samudera Jaya? Sejak pertama terbentuknya Desa Samudera Jaya dan untuk tahunnya tidak ada yang tahu kapan pastinya. Bahkan tradisi sesajen ini ada sebelum berdirinya staf-staf Desa dan nenek moyang yang pertama di Desa Samudera Jaya menggunakan sesajen pada walimatul „ursy awalnya karena dahulunya Desa Samudera Jaya terkenal dengan keangkerannya.
9. Seberapa besar peran bapak dalam pelaksanaan ritual sesajen yang dipercayai pada masyarakat Desa Samudera Jaya? Masyarakat Desa Samudera Jaya menganggap saya sangat berperan dalam hal ini, alasannya karena walaupun usia saya masih tergolong muda jika disebut sebagai
petua tetapi saya adalah generasi yang diturunkan pengetahuan
tentang praktek sesajen karena dulunya kakek saya yang menguasai ilmu-ilmu tentang
sesajen
tetapi
semeninggalnya
beliau
akhirnya
saya
yang
diamanahkan untuk meneruskannya. Dan akhirnya masyarakat menganggap peran saya begitu penting untuk ritual sesajen yang dilaksanakan pada saat walimatul „ursy. 10. Apa faktor penyebab berjalannya tradisi sesajen walimatul ‘ursy di Desa Samudera Jaya? Yang paling utama sekali karena faktor pendidikan masyarakat Desa Samudera Jaya yang masih tergolong rendah dan rendahnya pendidikan setidaknya berpengaruh pula pada pola fikir. Yang kedua yaitu faktor kepercayaan, keyakinan terhadap tradisi sesajen terutama dalam acara walimatul „ursy adalah keyakinan yang sudah begitu melekat sebagai warisan dari nenek moyang yang sudah dikerjakan secara turun-temurun dan apabila ditinggalkan takut terjadi karma dari leluhur. Dan yang ketiga yaitu fackor wilayah atau tempat, menurut penduduk Desa Samudera Jaya bahwa tanah yang ditempati dulunya adalah tempat yang begitu angker karena wilayah Samudera Jaya memang dekat dengan laut jadi, masyarakat Desa Samudera Jaya khawatir kalau tidak menghargai makhluk-makhluk yang tidak terlihat tidak dihargai. Bekasi……………..2011
(
) NARASUMBER
Hasil Wawancara Dengan Penunggu Ngandang Beras (Dapur) Nama
: Rodiah
Usia
: 54 Tahun
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Alamat
: Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya
1. Apa yang ibu ketahui tentang sesajen? Sesajen itu isi sesajian yang terdiri dari nasi tumpeng, nasi putih, nasi kuning, rokok djinggo/lisong, kue/ jajanan pasar sebanyak tujuh rupa, pisang, dan banyak makanan-makanan dan minuman-minuman lain yang disediakan pada waktu-waktu tertentu. 2. Bagaimana proses pelaksanaan sesajen berlangsung ketika walimatul ‘ursy? Dan berapa lama proses sesajen berjalan selama acara walimatul ‘ursy? Untuk proses sesajen biasanya disiapkan 2 atau 1 hari sebelum hari H. perlengkapan sesajen sudah harus disiapkan atau dibeli karena sesajen harus diracik terlebih dahulu. Untuk persiapan secara teknisnya, sesajen ditempatkan di nampan atau teblok atau menggunakan bakul anyaman yang isinya: tujuh macam jenis makanan, pisang, kelapa, rokok, beras, cabai merah, dan lain-lain sesuai dengan yang mempunyai hajat. Untuk waktunya itu relatif tergantung yang memiliki hajat, tetapi biasanya untuk di Desa Samudera Jaya cukup 3 hari dan 2 malam. 3. Apakah ada syarat khusus untuk orang yang akan bertugas menunggu dapur/ sebagai penunggu pendaringan (ngandang beras)? Ada. Pertama: menguasai do‟a-do‟a yang akan dipanjatkan, kedua: puasa dari hari dimulainya hajatan sampai acara walimahan selesai. Dan untuk puasanya sama dengan puasa-puasa sunnah dalam islam hanya saja puasa untuk penjaga pendaringan itu tidak dianjurkan untuk sahur.
4. Berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk seluruh sesajen yang digunakan? Untuk biayanya biasanya
minimal Rp. 350.000 sampai mencapai Rp.
500.000. biasanya untuk perlengkapan pendaringan terdiri dari buah apel, jeruk, pisang ambon, nanas, papaya, bekakak ayam, ikan bandeng sepasang, rujakan (gula batu/ gula jawa, pisang emas, pisang raja), kue onde, kekoleh (wajik muda), teh manis, teh pahit, beras satu gantang (10 liter).
5. Apa saja yang harus dipersiapkan untuk perlengkapan sesajen? Persiapannya biasanya sudah diserahkan kepada orang yang akan menjaga dapur (penunnggu ngandang beras). Orang yang mempunyai hajat biasanya hanya menyerahkan uang sesuai yang akan dibutuhkan/ dibelanjakan oleh yang akan menunggu pendaringan (ngandang beras). Dan saya yang bertugas menjaga pendaringan tersebut akan membelanjakannya satu atau dua hari sebelum hari H.
6. Kapan sesajen harus mulai diracik? Tergantung niatan yang punya hajat.. ada yang meracik sasajen 2 hari atau 1 hari sebelum hari H dan ada juga yang meraciknya ketika hari H-nya atau pas hajatan dimulai. Tetapi kebanyakan 1 hari sebelum acara walimahan dimulai sesajen sudah diracik.
7. Apakah ada persiapan khusus dalam meracik sesajen? Seperti apa persiapan tersebut dilaksanakan? Ada. Seperti puasa khusus untuk penjaga pendaringan dan ada juga do‟a-do‟a khusus yang dipanjatkan dan do‟a tersebut hanya bertujuan supaya orangorang yang diundang ingat kepada yang mengundang. Salah satu do‟anya adalah sebagai berikut: “Sing ujung putra ginggih, sing girang putra ganggah, sing tengah pancuran para dewata…”, maksudnya adalah semua orang
mengalir bagaikan air dari segala penjuru menghadiri acara selametan (walimatul „ursy) dan membawa sumbangan sehingga rezeki mengalir banyak, dan makanan selalu siap tidak kehabisan.
8. Dimana saja sesajen ditempatkan atau diletakkan ketika acara walimatul ‘ursy berjalan? Apa tujuannya? Sajen ditempatkan diempat penjuru, yaitu: di dapur, kali, jalanan, dan perapatan. Tujuannnya supaya makhluk selain manusia yang ada ditempat-tempat tersebut tidak mengganggu orang yang sedang mengadakan walimahan. Dan karena kita meyakini bahwa manusia juga bersahabat dengan alam maka ditaruhnya sesajen juga sebagai wujud terima kasih terhadap alam sekitar.
9. Bagaimana sesajen untuk pengantin? Apakah sama sesajennya dengan sesajen yang ditempatkan ditempat-tempat lain? Khusus pengantin biasanya sesajennya sudah dipisahkan dan ditaruh dikamar pengantin. Sesajennya hampir sama dengan yang ada di dapur dan sesajennya terdiri dari: kembang setaman untuk mandi, beras satu gantang (10 liter), 1 buah kelapa gundul, gula jawa secukupnya, pisang raja setangkep, benang lawe, kaca kecil dan bedak, bumbu kinang, bumbu pawon (dapur), jajanan pasar, kembang takir, telur ayam, tikar sembahyangan, dan dupa pengantin yang harum. Bekasi………………..2011
(
) NARASUMBER
Hasil Wawancara Dengan Penunggu Ngandang Beras (Dapur)
Nama
: Jami
Usia
: 52 Tahun
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Alamat
: Desa Samudera Jaya Kecamatan Taruma Jaya
1. Apa yang ibu ketahui tentang sesajen? Sesajen adalah pemberian suguhan berupa makanan dan minuman kepada orang yang telah meninggal dunia. Kalau zaman dahulu sesajen sering disebut ancak, tetapi sesajen/ ancak sama saja. Makanan dan minuman yang disediakan tergantung kepada yang disukai orang yang sudah meninggal tersebut.
2. Bagaimana proses pelaksanaan sesajen berlangsung ketika walimatul ‘ursy? Dan berapa lama proses sesajen berjalan selama acara walimatul ‘ursy? Berlangsungnnya ketika hajatan dimulai, sore hari sebelum mangkat/ hajatan semua barang-barang dan kebutuhan sesajen yang sudah dibeli dipersiapkan untuk dipisah-pisahkan dan diberi doa kemudian ditaruh di empat tempat yang disebut sebagai penjuru angin. Biasanya prosesnya samapi dua atau tiga hari semenjak mulai mangkat disebut juga hari H sampai hajatan selesai.
3. Apakah ada syarat khusus untuk orang yang akan bertugas menunggu dapur/ sebagai penunggu pendaringan (ngandang beras)? Ada. Untuk penjaga pendaringan tidak boleh sembarangan orang, dan penjaga pendaringan adalah orang telah dituakan oleh masyarakat Desa Samudera Jaya dan orang yang dituakan tersebut adalah orang yang betul-betul
memahami bagaimana tata cara dalam sesajenan dan mengerti doa-doa dalam sesajenan, karena tugasnya berat yaitu menunggu api yang ada pada sesajen atau pendaringan tidak padam, api pada lampu harus nyala terus dan pendaringan harus ditutup rapat dengan kain putih (lawon).
4. Berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk seluruh sesajen yang digunakan? Untuk biaya itu relative dan disesuaikan kemampuan yang mempunyai hajat, biasanya dari Rp. 350.000 sampai Rp. 500.000 uang yang diperlukan untuk membeli barang-barang atau perlengkapan untuk sesajen.
5. Apa saja yang harus dipersiapkan untuk perlengkapan sesajen? Banyak sekali terutama makanan dan minuman yang disediakan untuk sesajen berupa jajanan warna pitu (roti, bolu, rengginang, kupat dan kupat lepet, pisang raja, pisang ambon, pisang emas), serutu dan kinangan untuk merokok dan nginang, tumpeng iwak lengkap dengan bekakak ayam, bubur merah putih dalam takir terbuat dari daun pisang, cabai merah dan bawang merah ditusuk pada sebuah lidi pelengkap lalaban, wedang lima yang isinya (air kopi manis dan kopi pahit, teh manis dan teh pahit, dan air putih), rujak pisang (campuran gula merah dan pisang diiris dan diberi air panas), air putih dalam kendi dan kendinya ditutup telur yang bermaksud biar adem, lampu atau cempor (lampu dari kaleng yang diberi minyak tanah dan sumbu atau kapas), dupa (adalah ukup berisiareng menyala diberi menyan), dan yang terakhir adalah kembang tujuh rupa (seperti kembang kingkong, kembang melati, kembang mawar warna merah dan putih, kembang kantil, kembang kenanga, dan kembang sepatu).
6. Kapan sesajen harus mulai diracik? Sesajen diracik pada hari H atau ada juga yang meminta meraciknya satu hari sebelum hari H, tergantung kemauan yang punya hajat. Setelah diracik atau disiapkan maka sesajen tersebut langsung ditaruh di empat tempat yaitu: dapur, pendaringan (ngandang beras), jalanan/perempatan yang dianggap angker, dan tarub.
7. Apakah ada persiapan khusus dalam meracik sesajen? Seperti apa persiapan tersebut dilaksanakan? Ada. Persiapannya puasa setelah belanja keperluan sesajen, sambil disiapkan dan memisah-misahkan sesajen itu dianjurkan sudah mulai puasa. Puasanya sama seperti puasa sunnah lainnya hanya niatnya yang berbeda, dan niat tersebut dipersembahkan kepada yang mempunyai hajat, puasa tersebut juga dilakukan 2 sampai 3 hari.
8.
Di mana saja sesajen ditempatkan atau diletakkan ketika acara walimatul ‘ursy berjalan? Apa tujuannya? Ada empat tempat yang diletakkan sesajen yang diartikan sebagai empat penjuru angin. Tempat-tempat tersebut adalah dapur yang diartikan sebagai simbol keselamatan dan kelancaran dalam mengolah masakan dan bertujuan supaya makanannya matang dan tidak akan kehabisan. Kedua, pendaringan atau ngandang beras tempat untuk ditaruhnya beras untuk dimasak. Ketiga, tarub yang bertujuan untuk mengundang rezeki, ngundang welas asih (orangorang akan kasihan dan akhirnya banyak yang datang untuk mendoakan dan memberi sumbangan), supaya tidak ada yang kesurupan, tidak ada gangguan, dan tidak hujan. Sajen yang terakhir yaitu di kali atau jalanan yang bertujuan supaya terhindar dari gangguan-gangguan makhluk lain.
9. Bagaimana dengan sesajen untuk pengantin? Apakah sama sesajennya dengan sesajen yang ditempatkan ditempat-tempat lain? Kalau untuk pengantin ada yang disebut dengan sesajen khusus dan diletakkannyapun di kamar pengantin. Sebenarnya hampir sama dengan sesajen-sesajen yang ditempatkan di dapur, pendaringan (ngandang beras), dan perempatan jalan yaitu beras 1 gantang (liter), kembang setaman untuk mandi, satu buah kelapa gundul, gula jawa secukupnya, pisang raja, benang, bumbu dapur, jajanan pasar, kaca kecil dan bedak, bumbu kinangan, telur ayam, tikar anyaman (tikar sembahyangan).
Bekasi……………2011
(
) NARASUMBER
Hasil Wawancara Dengan Ulama/ Tokoh Agama Desa Samudera Jaya
Nama
: Muslim
Usia
: 33 Tahun
Pekerjaan
: Guru
Alamat
: Kp. Sasak Desa Segera Jaya Taruma Jaya Bekasi
1. Apakah bapak mengetahui adanya tradisi sesajen ketika acara walimatul ‘ursy di Desa Samudera Jaya? Iya, saya mengetahui tentang adanya tradisi sesajen yang digunakan oleh masyarakat Desa Samudera Jaya sebagai pelengkap acara walimatul „ursy.
2. Apakah bapak mengetahui dari mana tradisi sesajen di Desa Samudera Jaya berasal? Kalau untuk asal atau keberadaan tradisi sesajen saya kurang begitu mengetahui. Namun sedikit yang saya dengar bahwa dulunya nenek moyang yang tinggal di Desa Samudera Jaya ini adalah orang-orang Jawa dan mungkin karena hal demikian sehingga tradisi sesajen ini bisa sampai.
3. Apakah bapak mengetahui sejak kapan tradisi sesajen sampai kepada masyarakat Desa Samudera Jaya? Mengapa bisa sampai kepada msyarakat Desa Samudera Jaya? Proses ini terjadi sudah sangat lama, bisa dikatakan sudah berasal dari nenek moyang kita yang mempercayai adanya pemikiran-pemikiran yang religius. Kegiatan ini dilakukan oleh masyarakat guna mencapai sesuatu keinginan atau terkabulnya sesuatu yang bersifat duniawi.
4. Apa dalil dan argumentasi bapak tentang tradisi sesajen ini yang sudah tumbuh dan melekat pada masyarakat Desa Samudera Jaya? Budaya dan adat kebiasaan yang bertentangan dengan agama Allah itu dilarang, contohnya seperti: budaya syirik yang diantaranya menjadikan makhluk-makhluk yang sholeh sebagai perantara dalam beribadah, memberi kurban atau sesajian untuk para roh yang ditakuti dan diagungkan, bersumpah dengan selain nama Allah dan seterusnya. Budaya dan ritual orang-orang musyrik baik zaman dahulu maupun zaman sekarang. Dalam hal ini Allah berfirman dalam surat Al-An‟am ayat 136.
5. Bagaimana pendapat bapak tentang praktek sesajen yang digunakan ketika acara walimatul ‘ursy? Kalau hanya bicara tentang tradisi praktek sesajen yang digunakan pada saat walimatul „ursy itu adalah salah satu tradisi yang baik. Namun, berbeda halnya dengan keyakinan, sangat dikhawatirkan sekali kalau tujuan dari sesajen tersebut menjadi faktor utama untuk meminta keberkahan.
6. Bagaimana pengaruh terhadap adat setempat dengan adanya tradisi sesajen di Desa Samudera Jaya? Pengaruhnya sangat kuat sekali terhadap adat masyarakat Desa Samudera Jaya sendiri. Karena memang makna yang sesungguhnya dari tradisi sesajen ini adalah untuk mengukuhkan rasa kekeluargaan, sebagai wujud bakti juga terhadap orangorang tua yang yang telah mendahului kita. Jika sesajen dimaknai dan dipraktekkan sebagai shodaqoh maka hal tersebut lebih baik lagi. Karena memang sekarang ini sudah ada beberapa orang yang mengubah teknis tersebut seperti makanan-makanan yang awalnya hanya murni untuk sesajen yang akan diletakkan di tempat-tempat tertentu mulai agak dirubah yaitu sesajen yang akan dipersembahkan diberi doa kemudian setelah itu bisa dinikmati bersama-sama oleh sanak-saudara, tetangga, dan para undangan.
7. Apakah bapak mengetahui siapa saja yang mempraktekkan tradisi sesajen yang ada di Desa Samudera Jaya? Yang saya ketahui yang paling tahu tentang praktek sesajen tersebut adalah bapak Lihan, karena memang bapak Lihan yang sering kali dipercaya oleh masyarakat Desa Samudera Jaya dalam hal sesajen.
8. Mengapa masyarakat Desa Samudera Jaya harus menjadikan sesajen sebagai tradisi dalam acara walimatul’ursy? Mungkin untuk menyampaikan rasa syukur atau sebagai ungkapan rasa bahagia karena dimana kita ketahui untuk mengadakan walimatul „ursy itu memerlukan biaya, jadi ketika semua terlaksana biasanya ada rasa bahagia dan sesajen adalah salah satu bentuk nyata yang bisa dilakukan oleh shohibul hajat.
9. Berdasarkan pengamatan bapak dampak apa yang terjadi dengan adanya tradisi sesajen? Mengapa bisa terjadi? Dampak yang pasti akan terjadi adalah masalah keyakinan terutama bagi masyarakat Desa Samudera Jaya yang awam (tidak mengerti akan pendidikan baik pendidikan formal atau non formal). Menyajikan sesajen adalah suatu kemusyrikan, walaupun sebenarnya ada suatu symbol atau siloka di dalam sesajen yang harus kita pelajari. Siloka adalah penyampaian dalam bentuk pengandaian atau gambaran yang berbeda (aphorisma). Dan walaupun kearifan local yang disimbolkan dalam sesajen perlu dipelajari bukan disalahkan, karena itu adalah kearifan budaya local yang diturunkan oleh leluhur kita. Namun, hal demikian tetap dikhawatirkan karena masyarakat terkadang tidak melihat makna yang ada dalam sesajen melainkan tujuan yang hendak mereka capai ketika mengadakan acara walimatul „ursy.
10. Siapa saja yang akan terkena dampak dari tradisi sesajen yang tumbuh pada masyarakat Desa Samudera Jaya? Mengenai hal demikian, jika ditelaah dari apa yang dilakukan oleh masyarakat Desa Samudera Jaya maka kemungkinan besar generasi-generasi penerus masyarakat Desa Samudera Jaya akan terus melangsungkan adat sesajen dalam walimatul „ursy tersebut. Karena, keyakinan tentang adat sesajen tersebut sudah melekat dalam diri masyarakat Desa Samudera Jaya, mereka meyakini bahwa pemberian sesajen adalah sebagai tanda pennghormatan atau rasa syukur terhadap semua yang terjadi di masyarakat.
Bekasi……………2011
(
) NARASUMBER