_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
SERTIFIKASI ISO 9001: 2008 SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KOMPETENSI PNS LINGKUP BALAI PENELITIAN KEHUTANAN BANJARBARU KALIMANTAN SELATAN ISO 9001:2008 CERTIFICATION FOR COMPETENCY ENHANCEMENT OF CIVIL SERVANTS IN FORESTRY RESEARCH OFFICE OF BANJARBARU, SOUTH KALIMANTAN Adnan Ardhana
Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru Jl. A Yani Km 28.7 Landasan Ulin Banjarbaru Kalimantan Selatan Phone/fax: +62-511-4707872; email:
[email protected] dan
Pranatasari Dyah Susanti
Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru Jl. A Yani Km 28.7 Landasan Ulin Banjarbaru Kalimantan Selatan Email:
[email protected] (Diterima 7 Oktober 2012, direvisi 1 November 2012, diterbitkan 14 November 2012) Abstrak Persoalan kinerja dan kompetensi PNS saat ini menjadi salah satu isu pokok seiring reformasi birokrasi yang saat ini sedang di lakukan pemerintah. Diperlukan suatu sistem yang tepat untuk membantu peningkatan kinerja PNS. Data dan aktivitas yang terkoordinir dan terdokumentasi dengan baik, akan mendukung peningkatan pemberdayaan PNS. Tulisan ini akan membahas pentingnya sertifikasi ISO 9001:2008 untuk menunjang kinerja dan kompetensi lembaga Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru. Hasil kajian menunjukkan bahwa sertifikasi ISO 9001 merupakan pilihan tepat untuk diterapkan dalam lingkup BPK Banjarbaru mengingat perannya sebagai lembaga penelitian dan pengembangan di bidang kehutanan. Hal ini dapat membantu BPK Banjarbaru dalam mencapai visi dan misinya serta rencana dan tujuan strategisnya. Kata kunci : Kinerja, Kompetensi , Sertifikasi ISO 9001:2008
Abstract The Civil Servants’ performance and competency matters are some of the main issues occurring in the government’s ongoing bureaucratic reformation to date. Therefore, a call on appropriate system is needed to support Civil Servants’ performance. This can be made with well-coordinated and recorded data and activities of. This paper discusses the importance of ISO 9001:2008 certification for institution performance and competency enhancement of Forestry Research Office (BPK) of Banjarbaru. The study results show that the ISO 9001certification is an appropriate option to be implemented in the BPK of Banjarbaru as forestry research and development institution. To this end, it could support the BPK of Banjarbaru in achieving its vision and missions as well as its strategic plans and goals. Keywords: Performance, Competency, ISO 9001:2008 certification.
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
PENDAHULUAN Sistem kepegawaian yang berlaku di Indonesia belum memberikan perhatian pengelolaan kinerja yang baik bagi para pegawai negeri sipilnya. Akibatnya kinerja dan kompetensi PNS selalu menjadi sorotan dan tidak memuaskan banyak pihak. Persoalan kinerja dan kompetensi menjadi salah satu isu pokok seiring reformasi birokrasi yang saat ini sedang di lakukan pemerintah. Sejak Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara mengeluarkan Surat Edaran Nomor: SE/28/M.PAN/10/2004 Tanggal 10 Oktober 2004 tentang Penataan Pegawai Negeri Sipil (PNS), setiap instansi baik pusat maupun daerah wajib melaksanakan kegiatan berikut, pertama, melakukan penataan PNS di lingkungan unit kerja mengacu pada Keputusan Men.PAN Nomor: Kep/23.2/M.PAN/2004 Tanggal 16 Februari 2004 tentang Pedoman Penataan Pegawai. Kedua, setiap instansi wajib melaksanakan analisis jabatan yang mengacu pada Keputusan Men. PAN Nomor: KEP/61/M.PAN/6/2004 Tanggal 21 Juni 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Analisis Jabatan. Ketiga, setiap instansi pemerintah harus melaksanakan analisis beban kerja berdasarkan/mengacu pada Keputusan Men.PAN Nomor: KEP/75/M. PAN/7/2004 Tanggal 23 Juli 2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi PNS. Adapun tujuan dari penataan tersebut adalah memperbaiki komposisi dan distribusi pegawai, sehingga dapat di-berdayakan secara optimal dalam rangka meningkatkan kompetensi aparatur pemerintah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Jo Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepe-
gawaian, dijelaskan bahwa Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya dijelaskan bahwa Pegawai Negeri terdiri dari: Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara Nasional Indonesia; dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dapat dibayangkan seandainya PNS ini tidak memiliki kompetensi, akan berakibat atau berpengaruh terhadap pelayanan kepada masyarakat, misalnya pelayanan menjadi lambat, bekerja asalasalan, tidak maksimal, tidak efisien dan hasilnya tidak sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang telah ditentukan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No.P.35/Menhut-II/2011 pada tanggal 20 April 2011 Balai Penelitian Kehutanan merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis/UPT Badan Litbang Kehutanan. Balai dipimpin oleh seorang Kepala Balai (Eselon IIIa) dan dibantu oleh Kepala Sub Bagian Tata Usaha (Eselon IVa), Kepala Seksi Program dan Evaluasi (Eselon IVa), dan Kepala Seksi Sarana Penelitian (Eselon IVa), Kepala Data Informasi dan Kerjasama ( Eselon IV a) dan secara fungsional terdapat Kelompok Jabatan Fungsional (Peneliti dan Teknisi Litkayasa). Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru merupakan salah satu balai penelitian yang bergerak di bidang kehutanan. Balai ini memiliki tugas untuk melaksanakan penelitian di bidang: hutan dan konservasi alam, hutan tanaman, hasil hutan, sosial budaya, serta ekonomi dan lingkungan kehutanan. Sedangkan fungsi
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru antara lain terlibat dalam penyusunan rencana dan program serta anggaran penelitian diantaranya : pelaksanaan kerjasama penelitian, pelaksanaan penelitian, pelaksanaan pelayanan Iptek hasil-hasil penelitian serta pelayanan penelitian, pelaksanaan pengelolaan sarana dan prasarana penelitian, pelaksanaan pengelolaan kawasan hutan dengan tujuan khusus, pelaksanaan evaluasi dan pelaporan penelitian, serta pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga. Visi Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru adalah “Terdepan Dalam Penyediaan dan Pemasyarakatan Iptek Pengelolaan Hutan”. Sedangkan misinya adalah: 1. Menyediakan dan meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil penelitian, pengembangan dan perekayasaan di bidang pengelolaan hutan. 2. Meningkatkan perencanaan, dan evaluasi hasil litbang, SDM, kerjasama, sarana prasarana litbang pengelolaan hutan 3. Meningkatkan sistem informasi, diseminasi dan kemanfaatan hasil-hasil litbang dan perekayasaan pengelolaan hutan. Sesuai dengan misi diatas tujuan dari setiap misi adalah: 1. Menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi pengelolaan hutan , dengan sasaran Tercapainya 100 % luaran ilmu pengetahuan dan teknologi pengelolaan hutan. Tercapainya minimal 60 % hasil litbang dimanfaatkan oleh pengguna, berupa informasi ilmiah, model dan paket teknologi. 2. Menguatkan sistem perencanaan yang mantap dan monev yang komprehensif, meningkatkan kerjasama, mewujudkan pelayanan dan sarana prasarana yang
mendukung, litbang hutan, dengan sasaran terselenggaranya perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, pelaporan, kerjasama dan optimalnya dukungan kelembagaan, pendanaan, SDM, pelayanan dan sarana prasarana penelitian. 3. Meningkatkan diseminasi, pemasyarakatan dan kemanfaatan penerapan hasil-hasil litbang, dengan sasaran terlaksananya 100 % luaran paket Iptek pengelolaan hutan melalui pemasyarakatan hasil litbang secara proaktif melalui advis teknologi, pelayanan iptek, seminar/ekspos/simposium, temu lapang, gelar teknologi, alih teknologi dan pameran (Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru, 2012). Mengingat peran strategis tersebut, dalam penyelenggaraan organisasinya tentu diperlukan suatu manajemen kinerja berdasarkan sistem manajemen mutu tertentu agar semua kegiatan yang dilaksanakan dapat termonitoring dan terevaluasi dengan baik sehingga target yang ditetapkan dapat tercapai. Saat ini Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru juga telah memiliki tiga Kelti (Kelompok Peneliti), yaitu Kelti Silvikultur, Kelti Sosial Ekonomi dan Kelembagaan, serta Kelti Perlindungan Hutan dan Pengelolaan Lingkungan (PHPL). Suatu organisasi dapat memutuskan untuk menggunakan sistem manajemen mutunya sendiri atau menggunakan sistem yang telah ada dan diakui secara internasional. Sistem manajemen mutu menunjukkan bagaimana cara suatu organisasi menjaga dan meningkatkan kualitas produk. Berbagai cara dapat dilakukan mulai dari komitmen manajemen, manajemen sumber daya, proses realisasi produk, serta pengukuran, analisa dan perbaikan di sistem manajemen mutu sehingga produk yang
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
dihasilkan selalu terjaga kualitasnya dan terus menerus ditingkatkan untuk kepuasan pelanggan. Salah satu sistem manajemen mutu yang telah berstandar internasional adalah sistem manajemen mutu (SMM) ISO. ISO adalah organisasi internasional untuk standarisasi yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan the International Organization for Standardization. Organisasi ini didirikan pada tahun 1987 dan berkedudukan di Jenewa Swiss. Dalam ISO ini setiap komponen yang terlibat di dalamnya diharuskan mampu melak-sanakan tugas pokok dan fungsinya dalam sistem yang telah disepakati. Jika terjadi kesalahan tentunya akan menghambat kinerja dari organisasi. Kondisi ini tentu akan mendorong setiap komponen organisasi untuk meningkatkan kemampuannya agar dapat beradaptasi dengan membekali dirinya dengan kompetensi yang diperlukan. Kompetensi ini merujuk pada konsep kemampuan. Kemampuan yang dimaksud adalah bagaimana seorang individu atau organisasi dapat menjalankan standarstandar kerja yang telah disepakati bersama. Tulisan ini bertujuan untuk membahas pentingnya penerapan standar mutu organisasi melalui sertifikasi ISO 9001 untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru, mengingat tuntutan global dan keberadaanya sebagai institusi riset di bidang kehutanan. Metode penelitian yang dilakukan adalah kajian dengan menggunakan metode deskriptif untuk menjelaskan hubungan sertifikasi ISO dengan kompetensi dan kinerja Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru.
PENUTUP Kinerja dan kompetensi pegawai negeri sipil yang selama ini selalu menjadi sorotan kurang baik berbagai pihak dapat diatasi dengan menerapkan manajemen kinerja dan sistem yang terukur dan menyeluruh. Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru saat ini sedang melakukan penerapan prinsip-prinsip manajemen kinerja dengan menjajaki penerapan sertifikasi ISO 9001:2008. Konsistensi dalam implementasi diperlukan agar dimasa datang harapan menjadikan PNS yang profesional dan kompeten dapat diwujudkan. Penerapan sertifikasi ISO 9001:2008 ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi, moral, dan kinerja karyawan Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru. Dengan adanya sistem ini, segala proses dan aktivitas di Balai ini dapat terdokumentasi dan berjalan dengan baik sesuai visi dan misi Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru. Selain itu komunikasi internal dapat berjalan dengan lancar, sehingga dapat meningkatkan manajemen sumberdaya untuk mencapai tujuan bersama. DAFTAR PUSTAKA Agustian, W. 2010. Analisis Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia Terhadap Kinerja Karyawan Pada Universitas Bina Darma. http://blog. binadarma.ac.id/wiwinagustian. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2012. Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru. 20012. Visi dan Misi. www.foeribanjar baru.or.id (diakses pada tanggal 14 Oktober 2012).
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
Lembaga Administrasi Negara, 2003, Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia Setyawan, Wawan, 2009, Prinsip-prinsip Dasar ISO 9001:2008. www.infometrik.com/wpcontent/iploads/2009/ PRINSIP-DASAR-ISO-9001.pdf. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2012 Sumaedi, S, 2010. Model Reformasi Birokrasi Pelayanan Publik, Pendekatan ISO 9001 (Studi Kasus Pada Puskesmas). Manajemen Kinerja: Menuju Keunggulan Organisasi Berkinerja Tinggi. www.anggaran.depkeu.go.id.2011. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2012.
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
STRATEGI PERBAIKAN PENGHASILAN PNS: MENINGKATKAN KOMPETENSI DAN PROFESIONALITAS STRATEGY IN IMPROVING CIVIL SERVANTS’ EARNINGS: ENHANCING COMPETENCY AND PROFESSIONALISM Ajib Rakhmawanto
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara Jl. MayJend. Soetoyo 12 Cililitan Jakarta Timur Email:
[email protected] (Diterima 11 Oktober 2012, direvisi 31 Oktober 2012, dterbitkan 14 November 2012)
Abstrak Gaji merupakan salah satu motivasi bagi seorang pegawai untuk bekerja secara profesional, sedangkan bagi organisasi gaji merupakan hak pegawai yang harus dibayarkan sebagai pemberi kerja. Oleh karena ini sistem penggajian harus dikelola secara profesional dengan memperhatikan segala aspek yang ada. Adapun tujuan utamanya adalah untuk mewujudkan kesejahteraan pegawai dan menciptakan efektifitas organisasi dalam mencapai tujuan. Sistem manajeman penggajian PNS dalam instansi pemerintahan selama ini dipandang kurang profesional, karena tidak memacu produktivitas pegawai, kurang adil baik secara internal maupun eksternal, dan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup layak PNS. Tulisan ini mencoba menawarkan pemikiran sebagai salah satu solusi bagi perbaikan sistem penggajian PNS dalam birokrasi pemerintahan tersebut. Kata kunci: penggajian, kompetensi, profesionalitas
Abstract Salary is a motivation to an employee to work professionally. Meanwhile to an organization as the employer, it should be given as an employee’s right. Therefore, the payment system should be managed professionally, by considering all existing aspects. The main goal is to create employees’ welfare and organization’s effectiveness in achieving its objectives. The recent civil servant payment management systems in government institutions are considered to be less professional, since it fails to drive employees’ productivities, lack of internal and external fairness, and fails to enable them a proper living fulfillment. This paper offers an idea of solution to improve civil servants’ payment system in governmental bureaucracy. Keywords: payment, competency, professionalism
PENDAHULUAN Gaji merupakan pemberian pembayaran finansial kepada pegawai sebagai balas jasa atas pekerjaan yang telah dilaksanakan dan sebagai motivasi atas segala pelaksanaan kegiatan di waktu yang
akan datang. Pemberian gaji kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS) hakikatnya di samping untuk memacu produktivitas, diharapkan juga untuk memberikan jaminan hidup yang layak bagi dirinya dan keluarga. Pernyataan ini mempertegas bahwa bagian dari tugas pemerintah untuk memberikan
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
gaji yang adil dan layak bagi seluruh PNS. Gaji yang adil dan layak adalah gaji yang diperoleh mampu memenuhi seluruh kebutuhan hidup keluarganya, sehingga PNS yang ber-sangkutan dapat memusatkan perhatian, pikiran, dan tenaganya hanya untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya. Pengaturan gaji PNS yang memacu produktivitas dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja guna menghasilkan output, outcome, dan kualitas PNS yang lebih baik. Sedangkan gaji yang layak dimaksudkan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok yang dapat mendorong produktivitas dan kreativitas kerja PNS. Rendahnya produktivitas dan kinerja pegawai antara lain disebabkan oleh lemahnya fungsi pengawasan terhadap kinerja PNS, belum sepenuhnya diterapkan sistem karier berdasarkan prestasi kerja, rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang tidak mendasarkan pada kompetensi, lemahnya sistem diklat PNS, gaji yang belum memadai untuk hidup layak, dan lain sebagainya. Sementara itu, rendahnya kinerja pelayanan publik antara lain, disebabkan oleh belum diterapkannya standar mutu pelayanan publik secara konsisten, belum memadainya sarana dan prasarana/fasilitas pelayanan, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (e-government) dalam pemberian pelayanan, dan akuntabilitas kinerja yang belum sepenuhnya diterapkan. Hal itu tentunya tidak sesuai dengan harapan masyarakat yang menginginkan profesionalisme PNS dalam memberikan pelayanan publik yang cepat, tepat, murah, transparan, dan tidak diskriminatif. Kompetensi PNS sebagaimana dikatakan Menpan dan RB terdapat sekitar 95 persen dari total 4,7 juta PNS di Indonesia tidak memiliki kompetensi di
bidangnya, jumlah tersebut sekitar 50 persen dari berbagai golongan belum memiliki kapasitas (Republika, 01 Maret 2012). Banyaknya PNS yang tidak memiliki kompetensi dan kapasitas tersebut disebabkan jumlah lapangan kerja dan angkatan kerja yang tidak seimbang, dimana dalam setahun hanya sekitar 100.000 formasi PNS yang disediakan sedangkan angkatan kerja mencapai tiga juta orang. Sedangkan PNS yang mempunyai kompetensi di bidangnya minoritas, hanya sekitar 5 persen dari total 4,7 juta PNS tersebut. Dilihat dari sisi jumlahnya PNS lebih dari cukup, namun dilihat dari keahlian dan kompetensinya masih sangat kurang. PNS dilihat dari jumlahnya yang mencapai 4,7 juta orang, relatif sangat banyak, tapi masih sangat sulit mencari yang kompeten, hal ini sebagaimana banyak dikeluhkan oleh sejumlah instansi peme-rintahan baik pusat maupun daerah tentang sulitnya mencari pegawai yang memenuhi kualifikasi dan keahlian khusus. Pemerintah seharusnya punya kewajiban moral untuk menciptakan aparatur yang profesional dan kompeten melalui berbagai metode yang bisa diterapkan. Program perbaikan sistem penggajian melalui kebijakan remunerasi PNS merupakan salah satu strategi peningkatan kinerja PNS, di samping ketrampilan, motivasi, produktivitas, kompetensi, dan disiplin pegawai dalam organisasi. Sejalan dengan hal itu, masalah perbaikan sistem penggajian guna meningkatkan penghasilan PNS harus benar-benar diperhatikan dan menjadikan prioritas utama bagi kebijakan pemerintah saat ini. Oleh karena itu pemerintah diharapkan mampu merancang sistem penggajian yang tepat, dalam arti sistem tersebut memiliki keadilan internal
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
dan eksternal. Keadilan internal, yaitu pemberian gaji yang sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya. Artinya setiap pegawai yang mempunyai tugas dan tanggungjawab yang sama harus diberi gaji yang sama, sebaliknya bila tugas dan tanggungjawabnya berbeda juga diberikan gaji yang berbeda. Gaji PNS saat ini relatif rendah, baik dibandingkan dengan kebutuhan untuk hidup layak maupun dibandingkan dengan gaji yang diterima oleh pegawai BUMN maupun pekerja swasta, apalagi kalau dibandingkan dengan gaji pegawai pemerintah di negara-negara lain. Sistem penggajian PNS sebagaimana yang diterapkan pada saat ini juga kurang bisa memacu kinerja dan produktivitas pegawai karena; (1) Jumlahnya tidak memenuhi kebutuhan hidup layak yang mendorong terjadinya praktek KKN, (2) Struktur gaji dan cara penetapan gaji yang tidak dikaitkan dengan bobot jabatan masing-masing pegawai, kompetensi dan prestasinya, (3) Besaran gaji, khususnya untuk jabatan-jabatan manajerial dan profesional yang jauh dibawah sektor swata dan rasio antara gaji yang terendah dan tertinggi terlalu kecil, yaitu hanya 1:3, (4) Sistem pensiun yang kurang menjamin kesejahteraan pegawai negeri setelah memasuki masa pensiun. Selain itu, sistem penggajian PNS yang berlaku saat ini juga belum mencerminkan perbedaan prestasi dan tanggung jawab yang dilaksanakan oleh PNS secara baik. Melihat kenyataan tersebut diatas, maka sudah selayaknya pemerintah segera memperbaharui sistem penggajian PNS yang diterapkan selama ini. Berbagai solusi dan cara sebenarnya telah ditempuh pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan PNS seperti pada setiap awal
tahun, dimana pemerintah berupaya menaikkan gaji PNS, bahkan pada masa pemerintahan Presiden Megawati, pemerintah telah memberikan gaji ke-tigabelas bagi semua komunitas PNS, termasuk bagi mereka yang sudah pensiun. Namun kenyataannya kenaikan gaji tersebut belum mampu mengangkat kehidupan yang dianggap “layak” bagi PNS. Apalagi kenaikan tersebut hanya berkisar 15 persen dari gaji pokok sebelumnya, dan apabila dikaitan dengan kondisi sebenarnya dimana kenaikan gaji PNS tersebut selalu diikuti dengan kenaikan harga kebutuhan pokok, hal ini merupakan permasalahan yang sangat ironis bagi PNS. PENUTUP Untuk mewujudkan perbaikan sistem penggajian PNS perlu dibangun strategi di antaranya; (1) Melakukan penyesuaian besaran terkait dengan nilai nominal gaji yang diterima PNS setiap bulannya, hal ini karena dipandang besaran nominal gaji PNS sangatlah kecil sehingga perlu ditambah jumlahnya; (2) Secara internal sistem penggajian yang diterapkan belum mengakomodir keadilan dilihat dari beban kerja, tanggungjawab, resiko kerja, dan prestasi kerja, sehingga tidak bisa memotivasi PNS untuk meningkatkan produktivitas dan kompetensinya; (3) Secara eksternal kalau melihat standar gaji pegawai swasta dan BUMN ataupun gaji Pegawai Negeri di negara-negara lain dirasa masih jauh dari nilai keadilan, karena nilainya yang sangat timpang dan tidak seimbang besarannya; (4) Tingkat konsumtif daerah perlu dijadikan pertimbangan untuk menentukan besaran gaji atau tunjangan, karena di Indonesia antara daerah yang satu dengan daerah yang lain
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
mempunyai tingkat kemahalan yang berbeda-beda; (5) Pola pemberian tunjangan yang lebih besar dari gaji pokok PNS harus dirubah dengan sebaliknya, yaitu gaji pokok PNS harus lebih besar dari pada tunjangantunjangan yang ada; (6) Faktor kemampuan keuangan negara tidak relevan dijadikan alasan untuk tidak memperbaiki sistem penggajian PNS, karena selama ini masalah kemampuan anggaran negara masih sangat dominan dalam menentukan perubahan sistem penggajian PNS.
pengertianprofesionalitas/#ixzz28yOVITjC http://www.solopos.com
DAFTAR PUSTAKA Affandi, M. Joko (2002). Pegawai Negeri Sipil Di Era Revolusi dan Otonomi, Jakarta: Puslitbang BKN. Almasdi, J. Suit. (1996). Aspek Sikap Mental Dalam Manajemen Sumbar Daya Manusia, Jakarta: Ghalia Indonesia. Mulyasa,E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung : Remaja Rosda Karya. Siagian, Sondang P. 1994. Patologi BirokrasiAnalisis, Identifikasi dan terapannya, Jakarta : Ghalia Indonesia. Sofo. Francesco. (1999). Human Resource Development, Perspective, Roles and Practice Choice, Business and Professional Publishing, Warriewood, NWS. Usman, M. Uzer. (2005). Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT Rosda Karya. Republika, 01 Maret 2012. Suara Merdeka, 29 November 2004. http://tempatsampahalice.blogspot.com/201 1/10/reformasi-birokrasi-sebagaisolusi-bagi.html http://id.shvoong.com/socialsciences/education/2259664-
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PEGAWAI MELALUI REKRUTMEN BERDASARKAN KARAKTERISTIK KEPRIBADIAN INDIVIDU EMPLOYEES PRODUCTIVITY IMPROVEMENT THROUGH INDIVIDUAL PERSONALITY CHARACTERISTIC BASED RECRUITMENT Anang Pikukuh Purwoko
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara Jl. MayJend. Soetoyo 12 Cililitan Jakarta Timur Email:
[email protected] (Diterima 10 Oktober 2012, direvisi 29 Oktober 2012, diterbitkan 14 November 2012)
Abstrak Pegawai yang dibutuhkan oleh organisasi, selain mempunyai kemampuan yang diinginkan, juga memiliki karakteristik pribadi yang sesuai dengan pekerjaannya. Dengan kedua kriteria tersebut diharapkan diperoleh pegawai dengan produktivitas yang tinggi. Pengkajian ini merupakan pengkajian lanjutan yang hendak melakukan pemetaan profil berdasarkan kesesuaian antara karakteristik kepribadian individu pegawai dengan klasifikasi pekerjaannya. Hasil yang diperoleh dari pengkajian ini menunjukkan bahwa hanya ada satu rumpun jabatan yang para pegawainya memiliki karakteristik kepribadian individu yang dianggap ideal. Dua rumpun yang lain juga mempunyai karakteristik kepribadian yang dianggap ideal namun dengan urutan tingkat dominan yang berbeda, sedangkan pada enam rumpun jabatan sisanya, para pegawainya dinyatakan memiliki karakteristik kepribadian yang kurang sesuai. Validasi pengembangan item-item instrumen menunjukkan hasil bahwa setelah dilakukan uji validitas sebanyak tiga kali,dari 60 item yang diuji, 27 diantaranya dinyatakan gugur dan 33 item lainnya dinyatakan valid.8 Kata kunci: produktivitas, rekrutmen, karakteristik kepribadian
Abstract Employees that required by an organization are other than employees who have the ability to do the works, also have personal characteristics that match the job. Those employees are expected to perform such high productivity. This research is trying to conduct employees profiles mapping based on the fit between the individual personality characteristics of the employee with the employee’s job classification. The results show that there is only one job cluster that employees have individual personality characteristics that are considered ideal. Two others also have personality characteristics that are considered ideal but with different order of dominance. Meanwhile the other six job families are found to have unsuitable individual personality characteristics employees.The validation of the developed instrument items, shows that after conducted three times validation test, of 60 items tested, 27 of them are declared invalid and 33 items were declared valid. Key words: productivity, recruitment, personality characteristics
PENDAHULUAN Pegawai Negeri Sipil (PNS) hingga kini masih dianggap sebagai pegawai yang produktivitasnya rendah, bahkan dikatakan sebagai beban anggaran negara karena
kinerja yang diberikan tidak sesuai dengan besarnya anggaran yang dikeluarkan. Hal ini ditunjukkan dengan masih banyaknya keluhan terhadap pelayanan yang diberikan, juga terhadap perilaku para pegawai tersebut yang terkesan ‘tidak banyak
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
kerjaan’. Padahal PNS sebagai sebagai unsur utama aparatur pemerintah yang berperan strategis dalam menjalankan roda pemerintahan diharapkan memiliki kapasitas yang unggul dan berintegritas. Meskipun pemerintah sudah cukup lama melakukan usaha-usaha dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) PNS, masih belum terjadi perbaikan yang cukup berarti. Berbagai macam diklat diselenggarakan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan, selain itu beragam peraturan perundangundangan juga telah ditetapkan untuk meningkatkan etos dan perilaku kerja PNS, seperti peraturan mengenai kode etik PNS dan disiplin PNS. Hasilnya seperti yang juga sudah kita ketahui dan rasakan, kualitas dan terutama perilaku kerja PNS tidak mengalami perubahan yang signifikan. Hal ini bisa disebabkan oleh banyak faktor, antara lain penempatan pegawai dan pemberian diklat yang tidak tepat, serta kurangnya motivasi karena penghasilan yang rendah dan sistem karir yang kurang jelas. Selain itu, faktor dari diri (internal) PNS itu sendiri juga mempunyai pengaruh yang cukup besar, antara lain faktor kompetensi (pengetahuan dan kemampuan/keahlian) diri yang memang rendah, ditambah sikap dan perilaku yang memang tidak menyukai perubahan karena terbiasa dengan budaya malas dan tidak disiplin yang sudah mengakar (Purwoko, 2011). Melihat alasan-alasan di atas, salah satu pemecahan masalah yang dianggap efektif adalah melakukan pembenahan terutama dalam sistem rekrutmen dan seleksi PNS. Dengan sistem rekrutmen dan seleksi PNS yang efektif akan didapat SDM yang secara kompetensi memadai dan sesuai dengan kebutuhan organisasi, sehingga diharapkan memiliki produktivitas
yang tinggi. Kegiatan-kegiatan kepegawaian selanjutnya seperti penempatan dan orientasi, pengem-bangan, serta pembinaan disiplin dan karir, juga akan semakin meningkat efektivitasnya. Proses rekrutmen dan seleksi PNS yang selama ini berjalan, belum tepat sasaran dan boros biaya. Praktek-praktek KKN terkadang masih dilakukan karena sistem yang kurang transparan dan tidak akuntabel. Kemudian pada tingkat teknis, pelaksanaan rekrutmen juga masih menyimpang dari prosedur. Penginformasian lowongan belum dibuat secara lengkap meskipun sudah diumumkan secara luas. Kejelasan mengenai informasi lowongan masih kurang karena sebagian masih belum memuat uraian singkat pekerjaan yang akan diisi, termasuk uraian tugas, tanggung jawab, serta kondisi kerja dan resiko pekerjaannya, dimana hal ini membuat calon pelamar tidak benar-benar mengerti kompetensi seperti apa yang diperlukan dan butuh untuk disiapkan. Lebih jauh meski perbaikan proses seleksi sudah dilakukan melalui kerja sama dengan pihak perguruan tinggi, namun penentuan calon yang lolos masih sering dipolitisasi berdasarkan kepentingan penguasa. Hal-hal tersebut dapat menyebabkan ketidaksesuaian antara SDM yang diharapkan dengan SDM yang melamar dan tentu saja ketidaksesuaian tersebut akan semakin besar pada SDM yang diterima sebagai CPNS. Rekrutmen dan seleksi pegawai seharusnya dilakukan atas dasar perhitungan kebutuhan riil pegawai dan diumumkan seluas-luasnya serta dijalankan dengan seadil-adilnya. Pencantuman syarat dan uraian yang jelas dalam lowongan menggambarkan perencanaan pengadaan calon pegawai yang baik dimana analisis
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
jabatan serta perhitungan beban kerja telah dijalankan sehingga perolehan calon pegawai sesuai dengan yang diharapkan. Dengan proses seleksi yang objektif dan adil, akan menunjukkan integritas yang tinggi dan diharapkan akan menjadi contoh bagi para calon pegawai yang direkrut. SDM yang memiliki karakteristik dan kepribadian tersebut akan menjadi para pegawai yang berkinerja tinggi. Berkaitan dengan kepribadian pegawai, menurut Holland (dalam Winkel dan Hastuti, 2005), individu tertarik pada suatu karir tertentu karena kepribadiannya dan berbagai variabel yang melatarbelakanginya. Dinyatakan juga bahwa kinerja dan kenyamanan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan akan dipengaruhi pula oleh kepribadian seseorang. Jadi karir atau jenis pekerjaan yang sesuai dengan karakteristik pribadi seseorang akan membuatnya lebih menikmati pekerjaannya, sehingga membuatnya lebih nyaman dalam bekerja dan meningkatkan kinerjanya. Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa para pegawai yang dibutuhkan oleh organisasi adalah pegawai yang mempunyai kemampuan yang diinginkan dan karakteristik pribadi yang sesuai dengan pekerjaannya. Oleh karena itu dibutuhkan suatu proses rekrutmen dan seleksi yang hasilnya menggambarkan kedua hal tersebut. Badan Kepegawaian Negara (BKN) sebagai instansi pemerintah yang menyelenggarakan kebijaksanaan manajemen PNS, sejak tahun 2008 bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada berusaha untuk mengembangkan suatu instrumen yang digunakan untuk mencocokkan jenis jabatan/pekerjaan dengan karakteristik pribadi individu, sehingga nantinya diharapkan dapat membuat prediksi kecenderungan kese-suaian antara individu dengan jabatan
yang hendak dilamar/diduduki. Sebagai langkah awal, dilakukan pengkajian untuk menganalisis kesesuaian tersebut terhadap jenis pekerjaan/jabatan yang ada di unit pengelola kepegawaian. Pengidentifikasian karakteristik pribadi tersebut dibuat berdasarkan konsep Holland yang membagi kepribadian ke dalam enam tipe kepribadian yaitu : tipe kepribadian realistik, tipe kepribadian investigatif, tipe kepribadian artistik, tipe kepribadian sosial, tipe kepribadian enterprising, dan tipe kepribadian konvensional. Terhadap konsep Holland tersebut, BKN melalui Direktorat Rekrutmen dan Kinerja Pegawai (Rekinpeg) bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada telah melakukan uji hasil validitas isi dan konstruk secara empiris dan dilanjutkan dengan uji coba instrumen kepada responden yang sesuai dengan karakteristik responden tempat pemberlakuan instrumen final (para pegawai di unit-unit pengelola kepegawaian). Hasil dari uji coba yang didapat menunjukkan enam aspek yang secara umum dapat digunakan sebagai aspek kepribadian Pegawai Negeri Sipil terutama yang bekerja di unit-unit pengelola kepegawaian, yaitu: analitis kritis (AK), kreatif inovatif (KI), keteraturan sistematis (KS), logika (Log), sosial (Sos), dan visioner (Vis). Selanjutnya adalah mengidentifikasi klasifikasi jenis pekerjaan yang ada di dalam organisasi. Badan Kepegawaian Negara melalui Biro Kepegawaiannya telah melakukan klasifikasi jenis pekerjaan di organisasinya (yang merupakan organisasi pengelola kepegawaian) yang kemudian dikelompokkan ke dalam rumpun-rumpun pekerjaan/jabatan. Jenis pekerjaan /jabatan yang diklasifikasi adalah jabatan fungsional umum dimana tidak seperti jabatan
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
fungsional tertentu dan jabatan struktural yang cenderung lebih jelas tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya, jenis jabatan ini memang membutuhkan klasifikasi yang lebih jelas/lanjut. Rumpunrumpun pekerjaan/jabatan tersebut adalah: pelayanan administrasi kepegawaian, perencanaan dan perumusan kebijakan kepegawaian, pengembangan sumber daya PNS, pengawasan dan pengendalian, pengelolaan data kepegawaian, humas, perencanaan program dan anggaran, ketatausahaan, dan kerumahtanggaan. Langkah selanjutnya dalam pengkajian tersebut adalah melakukan analisis persepsi para pegawai di instansi pengelola kepegawaian tentang karakteristik kepribadian individu pada setiap rumpun pekerjaan/jabatan yang telah diidentifikasikan sebelumnya. Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut: 1. Untuk rumpun pelayanan administrasi kepegawaian, ciri kepribadian yang sesuai (berurutan berdasarkan tingkat dominannya karakteristik kepribadian) adalah KS, AK, dan KI. 2. Untuk rumpun perencanaan dan perumusan kebijakan kepegawaian, ciri kepribadian yang sesuai adalah Vis, AK, dan KI. 3. Untuk rumpun pengembangan sumber daya PNS, ciri kepribadian yang sesuai adalah Vis, KI, dan AK. 4. Untuk rumpun pengawasan dan pengendalian, ciri kepribadian yang sesuai adalah AK, KS, dan KI. 5. Untuk rumpun pengelolaan data kepegawaian, ciri kepribadian yang sesuai adalah KS, AK dan KI. 6. Untuk rumpun humas, ciri kepribadian yang sesuai adalah Sos, AK, dan KI.
7. Untuk rumpun perencanaan program dan anggaran, ciri kepribadian yang sesuai adalah Log, AK, dan KS. 8. Untuk rumpun ketatausahaan, ciri kepribadian yang sesuai adalah KS, Sos, dan KI. 9. Untuk rumpun kerumahtanggaan, ciri kepribadian yang sesuai adalah KS, KI, dan Sos. Hasil di atas baru merupakan analisis persepsi berdasarkan professional judgement mengenai karakteristik kepribadian individu yang sesuai dengan rumpun jabatan tertentu saja. Penyusunan sebuah instrumen, apalagi yang akan digunakan untuk mengukur karakteristik kepribadian individu dimana setiap individu pasti memiliki keunikan tersendiri, sebaiknya dilakukan dengan sangat berhati-hati, diuji berulang-ulang demi tingkat generalisasinya dan pengujiannya pun dilakukan bukan hanya terhadap satu pihak saja, bahkan perlu juga dilakukan pengem-bangan itemitem instrumen sehingga instrumen tersebut dapat menjadi lebih akurat dan handal. Berdasarkan pemikiran tersebut Direktorat Rekinpeg BKN mencoba untuk mengembangkan item-item instrumen yang baru (dengan aspek-aspek kepribadian yang sama) dan juga sekaligus melakukan pemetaan profil para pegawai berdasarkan karakteristik kepribadian yang telah dibuat. Pemetaan profil ini dilakukan terhadap para pegawai yang mempunyai jenis pekerjaan yang telah dirumpunkan sebelumnya, sehingga hasilnya bisa mengidentifikasi apakah para pegawai tersebut telah direkrut atau ditempatkan dengan tepat atau tidak. Begitu juga sebaliknya jika diasumsikan perekrutan dan penempatan pegawai sudah dilakukan dengan benar, maka hasil pemetaan profil tersebut juga bisa
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
menunjukkan keakuratan dari instrumen yang telah disusun sebelumnya. PENUTUP Produktivitas PNS yang menurut anggapan masyarakat masih rendah, selain disebabkan oleh faktor-faktor seperti penempatan pegawai dan pemberian diklat yang tidak tepat, serta kurangnya motivasi karena penghasilan yang rendah dan sistem karir yang kurang jelas, juga bisa disebabkan oleh sistem dan pelaksanaan rekrutmen calon pegawai yang tidak efektif. BKN berusaha mengembangkan sistem rekrutmen PNS dengan menambahkan pengukuran terhadap kesesuaian antara karakteristik kepribadian individu dengan jenis pekerjaan yang akan dilamar. Dengan karakteristik kepribadian yang sesuai diharapkan para pegawai menjadi lebih merasa nyaman dalam bekerja dan menyukai pekerjaannya, serta mempunyai motivasi untuk berkembang yang lebih tinggi, sehingga peningkatan produktivitas atau kinerja pegawai dapat dicapai. Hasil yang diperoleh dari pangkajian ini menunjukkan bahwa: 1. Hanya ada satu rumpun jabatan yang karakteristik kepribadian pegawainya sesuai dengan karakteristik kepribadian individu yang dianggap ideal untuk bekerja dalam rumpun jabatan tersebut, yaitu rumpun jabatan pelayanan administrasi kepegawaian. 2. Terdapat dua rumpun jabatan yaitu rumpun jabatan pengawasan dan pengendalian dan rumpun jabatan pengelolaan data kepegawaian yang pegawai mempunyai karakteristik kepribadian yang dianggap ideal, namun dengan tingkat dominan yang berbeda, sehingga bisa di-simpulkan
bahwa antara karakteristik kepribadian dari pegawai yang ada cukup sesuai dengan pekerjaan/jabatan mereka. Untuk mendapatkan karakteristik kepribadian yang sesuai dapat dilakukan dengan memberikan pekrjaanpekerjaan yang lebih menekankan pada aspek-aspek keperibadian yang hendak ditingkatkan tingkat dominannya. 3. Dalam enam rumpun jabatan yang lain, diperoleh hasil bahwa para pegawai yang ada dinyatakan memiliki karakteristik kepribadian yang kurang atau bahkan tidak sesuai. Hal ini bisa disebabkan oleh sistem/pelaksanaan rekrutmen yang kurang efektif. 4. Validasi pengembangan item-item instrumen aspek-aspek kepribadian menunjukkan hasil bahwa setelah dilakukan uji validitas sebanyak tiga kali, item dinyatakan gugur adalah sebanyak 27 dan tersisa 33 item yang dinyatakan valid. Pengembangan item-item instrumen ini ditujukan agar instrumen aspek-aspek kepribadian yang digunakan menjadi alat ukur yang semakin akurat dan dapat diandalkan. Berdasarkan hasil validasi tersebut dapat disimpulkan bahwa masih diperlukan pengembangan item-item kuesioner lebih lanjut terutama pada aspek-aspek kepribadian yang itemitemnya banyak yang dinyatakan tidak valid yaitu aspek sains, keteraturan sistematis, analitis kritis dan sosial. Bagaimanapun instrumen aspek kepribadian untuk PNS yang telah disusun masih harus terus diuji dan dikembangkan. Pengkajian lebih lanjut harus terus dilakukan untuk mengetahui tingkat generalisasi dari instrumen tersebut. Kemudian untuk men-dapatkan hasil yang lebih bisa diandalkan, sebaiknya pengkajian
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
diteruskan dengan membandingkan kesesuaian antara karak-teristik kepribadian dengan jenis pekerjaan dengan aspekaspek lain dalam kerja seperti kinerja, kepuasan kerja, motivasi kerja, dan lain-lain.
http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen_ sumber_daya_manusia#Rekrutmen _. 26_Seleksi. Diakses 10 Oktober 2012, 11:59 WIB
DAFTAR PUSTAKA Arep, Ishak dan Tanjung, Hendri. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: penerbit Universitas Trisakti. Direktorat Rekrutmen dan Kinerja Pegawai. 2011. Penyusunan Instrumen Penelusuran Bakat Sebagai Dasar Rekrutmen. Jakarta: Badan Kepegawaian Negara. Mangkunegara, A.A Anwar Prabu. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: Remaja Rosda Karya. Nawawi, H. Hadari. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Gadjah mada University Press. Purwoko, Anang P. 2011. Sistem Pengadaan Pegawai Negeri Sipil Yang Efektif. Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS “Civil Service”. Vol.5 No.2 November 2011. P.75-90. Simammora, Henry. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia.Yogyakarta: STIE YKPN. Winkel, W.S & Sri Hastuti. 2005. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: PT. Grasindo. Zainun, Buchari. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia Indonesia. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, Tbk. http://www.wikiapbn.org/artikel/Rumpun_Jab atan. Diakses 6 Oktober 2012, 1:55 WIB
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
MENGURAI HAMBATAN RELASI STRUKTURAL MEMBANGUN KOMPETENSI BIROKRASI RAVELLING OBSTACLES IN STRUCTURAL RELATIONS BUILDING BUREAUCRATIC COMPETENCY Andi Ali Said Akbar
Jurusan Ilmu Politik FISIP UNSOED Komplek UNSOED Grendeng, Jl. Prof. HR Bunyamin 993 Purwokerto, Jawa Tengah, 53122 Email:
[email protected] (Diterima 10 Oktober 2012, direvisi 1 November 2012, diterbitkan 14 November 2012)
Abstrak Tulisan ini hendak membangun argumen bahwa kegagalan birokrasi yang beranjak dari kemampuan pelayanan rutin menuju kemampuan berinovasi bukan sekedar persoalan logika teknokratis. Lebih dalam dari itu adalah mengurai kerumitan relasi struktural di internal birokrasi itu sendiri. Trend naiknya dana perimbangan, belanja birokrasi, penerimaan pegawai, kenaikan gaji tidak cukup membuat birokrasi itu efektif dan kompeten. Kerumitan relasi struktural sangat berpengaruh karena birokrasi masih mencerminkan perspektif hierarkial intra-organisasional. Hal ini terlihat dari aspek semrawutnya lalulintas kewenangan antar instansi (single task many institutions) dan fragmentasi otoritas. Jika hendak menjadi birokrasi yang ramping, cerdas dan kuat maka harus dibangun perspektif jaringan interorganisasional. Model relasi ini mensyaratkan pentingnya merampingkan struktur sambil memperluas ruang lingkup kerja (single institution many tasks), mengutamakan leadership dan menyediakan insentif bagi pemerintah daerah–baik secara personal maupun kelembagaan–untuk melakukan inovasi pelayanan publik. Kata Kunci: kompetensi birokrasi, relasi hierarkial intra organisasional, relasi jaringan interorganisasional.
Abstract This paper wants to build an argument that the failure of the bureaucracy moving from the capability of routine service to the capability of innovating is not just a matter of technocratic logic per se. Moreover, the greater issue lies on revealing the complexity of structural relationships in the internal bureaucracy itself. Things like the trend of increasing of the balancing fund, government expenditure, employees recruitment, and wages, are not enough to shape an effective and competent bureaucracy. The complexity of structural relationship does really have an effect because bureaucracy reflects the hierarchical intra-organizational perspective. It is shown by the aspects of single task many institutions and authority fragmentation. If bureaucracy is desired to be slim, smart and strong, then it will be needed to build the perspective of inter-organizational network. This kind of relation model requires the importance of having single institution many tasks, prioritizing leadership and providing incentives for the local governments –either personally or institutionally–to do the innovation of public services. Keywords: competence bureaucracy, hierarchical intra-organizational relation, inter-organizational network relation
PENDAHULUAN Seiring membaiknya perekonomian negara berdampak bagi kian meningkatnya dana perimbangan pusat dan daerah,
kesejahteraan pegawai, jumlah penerimaan pegawai, anggaran belanja birokrasi dan publik dari tingkat pusat hingga daerah. Muara dari sejumlah dukungan tersebut adalah mengefektifkan implemen-
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
tasi UU. No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian yang mengidamkan terselenggaranya pegawai yang profesional dan ideal di pusat dan daerah. Ternyata kemajuan itu masih bergesekan dengan fakta ketidak-efektifan kerja birokrasi dari level atas hingga street level birocracy. Kajian juga masih berkutat sebatas keterbatasan teknokratis pelayanan. Tidak jauh dari asumsi keter-batasan sumber daya manusia, waktu, anggaran dan aturan. Masih terbatas preferensi yang mencoba melihat problem relasi struktural yang cenderung tumpang tindih bahkan bersifat konfliktual di tubuh birokrasi. Sekalipun memiliki kecukupan sumber daya manusia, dana dan sarana, birokrasi akan tetap terancam bekerja secara rutin dan miskin inovasi sebagai akibat dari kompleksnya konflik relasi struktur kewenangan antar bidang di tubuh birokrasi. Sebagai contoh, di tengah gencarnya upaya pemerintah untuk memberantas kemiskinan maka kelaziman pemerintah memberi akomodasi ketiap instansi untuk membuat formulasi program. Dapat disebutkan bahwa Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) akan merasa memiliki korelasi dengan agenda tersebut. Jika setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) mengajukan formula sendiri-sendiri maka akan terdapat berbagai tawaran program. Setiap SKPD akan memperjuangkan program tersebut disetujui dan didanai. Mobilitas sumber daya manusia dan dana berpencar ke banyak instansi yang berarti terdapat dinamika akomodasi program. Nampaknya belum terpikirkan konsekuensinya bahwa pemencaran sumber daya yang terbatas justru akan membatasi kapasitas dukungan kepada tiap instansi.
Mengaburnya core kompeten tiap instansi, akomodasi banyak formula membuat birokrasi tidak fokus pada satu inovasi, lebih rumit lagi, akan memudahkan munculnya program ceremonial atau rutinitas semata hingga konflik kepentingan akan mudah terjadi antar instansi. Bahwa program itu akan berjalan pincang semisal program penyuluhan minus pelatihan, pelatihan minus pendampingan, pendampingan minus bantuan modal, bantuan modal minus monitoring. Kenapa ini bisa terjadi? Karena anggaran berpencar sehingga terkesan tidak mencukupi. Program akhirnya tidak inovatif lagi karena sedari awal dirancang di atas relasi struktural kebijakan yang belum terbenahi antar instansi. Kemampuan komunikasi dan koordinasi, peningkatan anggaran, jumlah pegawai tidak akan cukup untuk melerai relasi tumpang tindih bahkan cenderung konfliktual ini. Persoalan yang menarik untuk didiskusikan lebih lanjut adalah di mana letak kesalahan sehingga stigma birokrasi bobrok tetap bertahan. Pertanyaan ini menjadi penting karena pandangan yang mengatakan bahwa birokrasi Indonesia sudah pasti bobrok dan tidak mungkin dibenahi juga tidak sepenuhnya faktual. Secara bertahap, mulai ada perbaikan di berbagai bidang utamanya terasa pada urusan-urusan yang bersifat rutin. Urusan yang didominasi oleh administrasi kependudukan, dan pelayanan dasar berupa kesehatan dan pendidikan. Pelayanan keseharian memang dari tahun ketahun mengalami perbaikan seiring meningkatnya tuntutan publik, dukungan anggaran pusat serta tidak sedikit kepala daerah menjadikan layanan dasar ini sebagai jargon dan janji politik di saat kampanye. Daya pikat pemilih atas isu kemudahan pelayanan dasar
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
merupakan instrumen utama yang dimainkan banyak kandidat di seluruh Indonesia. Perbaikan ini juga tidak lepas dari andil pemerintah pusat yang kian proporsional membagi kekayaan negara dalam bentuk perimbangan dan transfer keuangan ke daerah. Artinya, secara tidak langsung perbaikan layanan dasar masih merupakan bagian dari inovasi pemerintah pusat bukan murni inovasi dari pemerintah daerah itu sendiri. Di lain pihak menjadi berbeda ketika birokrasi dihadapkan pada persoalanpersoalan yang tidak umum. Permasalahan kronik dan sistemik yang terjadi di level lokal masing-masing pemerintah daerah. Kebutuhan akan pemangkasan belanja birokrasi, pemberantasan kemiskinan, pembukaan lapangan kerja, menghidupkan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), memperbaiki infrastruktur, ketahanan pangan, tanggap bencana dan sebagainya justru cenderung direspon secara parsial bahkan dijauhi. Wajarlah jika banyak daerah hari ini mampu melakukan pelayanan umum yang prima sekalipun masalah kronik di daerahnya tidak kunjung tuntas. Bisakah birokrasi beranjak lebih inovatif untuk berani bekerja cermat dan cerdas menyelesaikan masalah rumit seperti itu? Banyak sekali kajian mengenai birokrasi pemerintahan yang selalu dikaitkan dengan penyelenggaraan pelayanan publik, karena birokrasi sendiri diibaratkan sebagai urat nadi dalam segala bentuk kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Setiap manusia dan kegiatannya seakan tidak bisa lepas dari urusan birokrasi, yang identik dengan prosedur, aturan dan administrasi. Kongkritnya birokrasi mengurusi mulai dari proses lahir manusia, proses hidup sampai kematian, semua dikelola oleh yang namanya birokrasi. Namun di tengah begitu
sentral dan strategisnya posisi birokrasi, justru di sanalah permasalahan pelayanan kepada masyarakat (publik) paling kentara dan melembaga. Artinya, masalah kinerja dan pelayanan birokrasi terhadap masyarakat bersifat kultural dan struktural. Berdasarkan fenomena serta problematika yang telah diuraikan pada latar belakang, maka yang menjadi pernyataan masalah dalam penulisan ini adalah bagai-mana paradigma pengelolaan relasi struktural antar instansi pemerintah agar mampu beranjak dari pembenahan kegiatan rutin menjadi kemampuan memunculkan inovasi programatik agar masalah massif dan akut dari warga dapat tertanggani secara fokus dan komprehensif. PENUTUP Terdapat kompleksitas masalah yang tidak mudah untuk diterobos dalam mengurai urgensi membangun birokrasi yang inovatif. Disadari bahwa gagasan reformasi birokrasi selama ini baru menjamah wilayah yang masih bersifat teknokratis kepegawaian. Inovasi selalu diidentikkan dengan pentingnya menambah pegawai, dana dan kewenangan di tiap instansi. Pada kenyataannya, pemenuhan atas syarat-syarat tersebut belum memberi pertanda kian inovatifnya kinerja birokrasi. Begitu jarang muncul logika yang menyentuh kerumitan relasi struktural di internal birokrasi itu sendiri. Praksis birokrasi inovatif memang mulai muncul di beberapa daerah walau sifatnya masih sangat minim dan parsial, bahkan tidak mendapat dukungan penuh secara institusional. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya inovasi yang tidak dilindungi oleh Perda. Hal yang menarik adalah inovasi selalu dimulai dari perampingan struktural,
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
harmonisasi otoritas dan kewenangan hingga insentif yang memadai bagi birokrasi yang patuh terhadap logika perubahan. Sebagaimana analisis sebelumnya bahwa terdapat dua perspektif dalam melihat relasi struktural ini: 1) hierakial intraorganisasional; 2) jaringan interorganisasional. Kunci utama hierarkial terletak pada bebasnya birokrasi memainkan logika otoritasnya untuk menjangkau semua kewenangan sejauh mampu memperkuat akses karir dan akses dana pemerintah. Gejala ini rentan tumpang tindih kewenangan, konflik sektoral dan terkikisnya core kompetensi instansi. Sementara perspektif jaringan inter-organisasional justru lebih mengarahkan birokrasi memperkuat spesialisasi, kom-petensi dan kekuatan jejaring berdasarkan regulasi permanen. Dengan demikian, birokrasi bisa lebih inovatif tanpa terjebak pada keharusan mengeksploitasi banyak pegawai dan dana untuk sebuah program. Ingat, pengalaman birokrasi inovatif di sebagian kecil daerah di Indonesia tidak pernah dimulai dari tuntutan ingin menambah dana dan pengawai. Oleh karena itu, masalah sistemik dan kronik ini selayaknya dijawab dengan analisis lebih sistemik dalam bentuk penataan struktur kewenangan untuk meningkatkan derajat kesisteman birokrasi. Semoga Indonesia memiliki birokrasi yang lebih cerdas dan kompeten tanpa harus terus berlogika untuk meminta uang rakyat.
DAFTAR PUSTAKA Wayne, Pace, R. dan Faules, D. F. 2002. Komunikasi Organisasi: Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan Cet. IV. Bandung: Rosda Karya. Thelen, K. dan Steinmo, S. 1992. Historical Instituonalism in Comparative Politics. Dalam S. Steinmo, K. Thelen, dan F. Longstreth (ed.), Structuring Politics: Historical Institusionalism in Comparative Analysis. Cambridge: Cambridge University Press. North, Douglass, C. 1990. Institutions, Institutional Change and Economic Performance. New York: Cambridge University Press. Sumiharta, D. 2007. Institusionalisasi Hak Politik Masyarakat Dalam Proses Pembangunan, Kajian Tentang Sistem Managemen Pembangunan Partisipatif (SMPP) di Jawa Timur (Tesis) Program Studi Ilmu Politik Konsentrasi Politik Lokal dan Otonomi Daerah. Yogyakarta: Pascasarjana UGM. Pratikno. 2007. Dinamika Politik dan Jejaring Kepemerintahan Daerah: Kemitraan, Partisipasi, dan Pelayanan Publik, Yogyakarta: PLOD UGM. Hamengkubuwono, S. S. 2009. Reformasi Kepemerintahan dalam Governance. Jakarta: Gava Media.
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
REFORMASI KEBIJAKAN SUMBERDAYA MANUSIA ADIL GENDER: HARAPAN REGULASI AFFIRMATIVE ACTION REFORM ON GENDER EQUITY IN HUMAN RESOURCE POLICY: EXPECTATIONS ON AFFIRMATIVE ACTION REGULATION Ismi Dwi Astuti Nurhaeni
Pusat Penelitian dan Pengembangaan Gender pada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Jl. Ir. Sutami 36 A Kentingan-Surakarta Email:
[email protected] (diterima 3 September 2012, revisi 29 Oktober 2012, diterbitkan 14 November 2012)
Abstrak Artikel ini mendiskusikan tentang kebijakan sumberdaya manusia di Indonesia yang belum mampu mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender, baik secara struktural maupun horizontal. Adanya tuntutan untuk mengintegrasikan kesetaraan dan keadilan gender dalam seluruh aspek pembangunan mensyaratkan adanya reformasi kebijakan sumberdaya manusia yang adil gender. Artikel ini menawarkan reformasi kebijakan sumberdaya manusia berupa affirmative action untuk mengeliminir praktek diskriminasi gender baik secara struktural maupun horisontal. Kata Kunci: diskriminasi gender, adil gender, setara gender, reformasi, manajemen sumberdaya manusia
Abstract This article discusses about human resources management in Indonesia which has not achieve gender equality and equity, both structurally and horizontally yet. The pressure to implement of gender equality and equity in all aspect of development has been pushed to reform the policy of human resources management which lead to gender equity. This article provides affirmative action as a choice of human resources policy reform to eliminate gender discrimination, both structurally and horizontally. Keywords: gender discrimination, gender equality, gender equity, reformation, human resources management.
PENDAHULUAN Dewasa ini telah terjadi berbagai macam perubahan lingkungan yang berpengaruh terhadap penyelenggaraan sumberdaya manusia. Perubahan lingkungan yang terjadi secara dinamis, baik dari dalam maupun dari luar organisasi, mensyaratkan adanya reformasi dalam praktik manajemen sumberdaya manusia. Pynes (2004) menegaskan bahwa perubahan ekonomi, sosial dan kultural, teknologi maupun hukum
membuat praktek manajemen sumberdaya manusia penuh tantangan dan harus melakukan tindakan proaktif agar mampu mencapai misi organisasi. Tuntutan reformasi dalam praktik manajemen sumberdaya manusia ini semakin mencapai momentumnya karena adanya pergeseran paradigma administrasi publik dari the old public administration, the new public management hingga the new public service yang mensyaratkan adanya dukungan
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
sumberdaya manusia (SDM) profesional dan berkualitas sekaligus humanis. Upaya melakukan reformasi aparatur negara di Indonesia sudah dilakukan. Effendi (2009:91), dalam artikelnya berjudul “Reformasi Aparatur Negara guna Mendukung Demokratisasi Politik dan Ekonomi Terbuka”, menyatakan bahwa reformasi aparatur negara masih berada di posisi pinggiran karena belum menyentuh bagian-bagian paling mendasar dalam sistem administrasi. Dalam praktek, reformasi administrasi atau reformasi birokrasi baru direduksi hanya sebatas menaikkan gaji dan mengangkat tenaga honorer sebagai PNS. Effendi menegaskan bahwa reformasi aparatur negara merupakan prasyarat mutlak yang diperlukan untuk menjamin berlangsungnya pengelolaan pemerintahan yang demokratis serta sistem ekonomi yang dapat menciptakan keadilan sosial bagi semua”. Berdasarkan pendapat Effendi, maka satu nilai yang harus dijamin dalam pengelolaan pemerintahan adalah nilai keadilan sosial bagi semua. Hal ini sejalan dengan pendapat Wise (2002) dalam Pynes (2004), yang menyatakan bahwa manajemen publik dipengaruhi oleh keinginan yang besar untuk memperhitungkan keadilan sosial yang lebih besar, tuntutan demokratisasi dan pemberdayaan, serta tuntutan akan humanisasi dari manajemen pelayanan publik. Sayangnya, tuntutan akan keadilan sosial sebagai manifestasi dari penyelenggaraan pemerintahan berbasis human governance masih seringkali lepas dari perhatian banyak pihak. Dalam upaya mewujudkan keadilan sosial, Pemerintah Indonesia mengeluarkan regulasi yang mensyaratkan adanya kesetaraan dan keadilan gender dan dinyatakan secara eksplisit dalam Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang
Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Regulasi tersebut menegaskan bahwa setiap Kementerian, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Sekretaris Lembaga Tinggi & Tertinggi, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, Gubernur, Bupati/Walikota melaksanakan pengarusutamaan gender (PUG) guna terselenggaranya perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing. Komitmen untuk melaksanakan PUG ini pun dinyatakan secara eksplisit dalam RPJMN 2010-2014. Meski regulasi untuk mengintegrasikan kesetaraan dan keadilan gender telah melewati satu dasa warsa, namun hingga kini data empirik menunjukkan adanya ketidak-adilan gender, salah satunya di bidang sumberdaya manusia. Profil gender di bidang kepegawaian dari berbagai wilayah di Indonesia menunjukkan adanya bias gender secara struktural maupun horisontal. Secara struktural bisa dilihat bahwa semakin tinggi posisi penting dalam pemerintahan, representasi perempuan semakin kecil. Sedangkan secara horisontal dapat diihat adanya gender stereotipi dalam penempatan pegawai, dimana perempuan cenderung ditempatkan pada bidang tugas yang secara normatif dianggap “lebih tepat” untuk perempuan dan laki-laki ditempatkan pada bidang tugas yang secara normatif dianggap “lebih tepat” untuk laki-laki. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika perempuan cenderung menumpuk pada departemen tertentu (seperti Kesehatan, Pendidikan, dan Sosial) sedangkan laki-laki lebih menumpuk pada departemen tertentu pula (seperti Pekerjaan Umum, Ristek, dll). Pada sisi yang lain
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
disadari pula bahwa kapasitas perempuan tidaklah perlu diragukan lagi. Hasil studi menunjukkan bahwa lulusan terbaik atau berpredikat cum laude di berbagai jenjang pendidikan mulai dari SD, SMP, SMA hingga PT pada umumnya didominasi perempuan. Menyadari hal tersebut, sangatlah penting untuk mengkaji mengapa kesenjangan gender di bidang kepegawaian masih terjadi? Selain itu perlu dianalisis, apakah regulasi di bidang kepegawaian telah menjamin adanya keadilan gender? Apabila belum, tindakan strategis apa yang perlu dilakukan untuk menjamin adanya kesetaraan dan keadilan gender di bidang kepegawaian? PENUTUP Fenomena glass ceiling di bidang kepegawaian mengakibatkan adanya diskriminasi gender secara sturktural dan horisontal di bidang kepegawaian. Fenomena glass ceiling tersebut terjadi karena adanya faktor sosial budaya berupa stereotipi gender yang merugikan perempuan, kurangnya sensitivitas gender policy maker yang mengakibatkan kebijakan kepegawaian belum responsif gender, serta adanya budaya organisasi yang belum adil gender. Meskipun regulasi di bidang kepegawaian menempatkan laki-laki dan perempuan secara sama dalam terminologi setiap warga negara RI atau SDM aparatur, namun dalam implementasinya tidak netral karena secara struktural kekuasaan yang ada didominasi oleh laki-laki. Untuk itu, cara strategis yang dipandang efektif dalam mengatasi adanya praktek diskriminasi gender di bidang kepegawaian adalah: (1) perlu dilakukan perubahan mind set para pejabat struktural eselon I hingga IV tentang kesetaraan dan keadilan gender melalui
pengintegrasian materi gender dalam diklat struktural; (2) perlu dibangun budaya organisasi adil gender; (3) perlu pemetaan dan analisis gender pada SDM; (4) perlu kemitraan dengan perguruan tinggi untuk menyediakan lulusan terbaiknya serta (5) perlu pemanfaatan IT sebagai media training bagi SDM. Melalui tindakan affirmative action ini diharapkan mampu memperkecil dan menghilangkan ketidakadilan gender di bidang kepegawaian. Pemerintah harus secara berkesinambungan fokus pada usaha memperkecil adanya diskriminasi gender di bidang kepegawaian, baik secara struktural maupun horisontal. Tindakan affirmative action di bidang kepegawaian perlu dilakukan. Untuk itu perlu disiapkan widya iswara/pelatih diklat penjenjangan struktural yang paham gender disertai dengan pembuatan modul tentang materi gender yang akan diintegrasikan dalam pendidikan dan pelatihan pejabat struktural eselon I hingga IV. DAFTAR PUSTAKA Cho,
Joonmo dan Kwon, Taehee. Affirmative Action And Corporate Compliance In South Korea. Feminist Economics 16(2), April 2010, 111–139. Dwiyanto, Agus; Partini; Ratminto; Wicaksono, Bambang dan Kusumasari, Bevaola. 2002. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta: Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada. Effendi, Sofian. 2009. Reformasi Aparatur Negara guna Mendukung Demokratisasi Politik dan Ekonomi Terbuka Dalam Pramusinto dan Kumorotomo (ed). Governance Reform
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
di Indonesia. Yogyakarta: Gava Media dan MAP UGM. Harris, G.L.A. 2011. The Quest for Gender Equity. Public Administration Review Januari/Februari 2011. 71,1. ABI/ Informal Global. Klingner, Donald E. dan Nalbandian. 1985. Public Personel Management: Context and Strategies. New Jersey: Prentice Hall. Inc. Long, Mark. C. Affirmative Action and Its Alternatives in Public Universities: What Do We Know?. In Public Administration Review, Mart, 2007, Vol. 67 issue 2, p. 315-330. Miller, Karen. 2009. Public policy dilemmagender equality mainstreaming in UK policy formulation. Journal Compilation Public Money & Management January 2009. CIPFA. Nurhaeni, Ismi Dwi Astuti. 2011. Analisis Gender Ketenagakerjaan Sektor Formal. Surakarta: Fisip UNS (Penelitian-Unpublished). Portillo, Shannon dan DeHart, Leisha-Davis. 2009. Gender and Organizational Rule Abidance dalam Public Administration Review; Mar/Apr 2009; 69, 2; Research Library Core. Pynes, Joan E. 2004. Human resources Management for Public and Nonprofit Organizations. San Fransisco: Jossey-Bass. Riccucci, Norma M, 2005. A Practical Guide to Affirmative Action. Dalam Condrey, Stephen E. (Ed). Handbook of Human Resource Management in Government, Second Edition. San Fransisco: Jossey Bass. Selden, Sally Coleman. 2006. A Solution in Search of a Problem? Discrimination,
Affirmative Action, and the New Public Service. Public Administration Review. Nov/Dec 2006, Vol. 66 Issue 6, p. 911-923. Stivers, Camilla. 1993. Gender Images in Public Administration: Legitimacy and the Administrative State. California: sage Publications, Inc. Sulistiyani, Ambar Teguh dan Rosidah. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia: Konsep, Teori dan Pengembangan dalam Konteks Organisasi Publik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Tjahjono, Heru Kurnianto. 2003. Budaya Organisasional dan Balanced Scorecard: Dimensi Teori dan Praktek. Yogyakarta: Unit Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. UNDP, 2010. Partisipasi Perempuan dalam Politik dan Pemerintah. Jakarta: UNDP. http://www.bkn.go.id/stat2009. http://purnamajulia.blogspot.com/2011/02/pe ngertian-affirmative-action.html.
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
MANAJEMEN TALENTA UNTUK MENGOPTIMALKAN PRODUKTIVITAS PNS TALENT MANAGEMENT TO OPTIMIZE CIVIL SERVANTS PRODUCTIVITY Khoiruddin Bashori
Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, Jl. Kapas 9 Semaki Yogyakarta, Email:
[email protected] (Diterima, 15 Oktober 2012, direvisi 1 November 2012, diterbitkan 14 November 2012)
Abstrak Tulisan ini dimaksudkan untuk menjelaskan pentingnya pergeseran dalam kegiatan manajemen sumber daya manusia yang mengintegrasikan pengelolaan pegawai bertalenta dengan tujuan organisasi. Manajemen talenta mendesak diterapkan berkaitan dengan tantangan institusi yang semakin rumit dan kompleks. Tujuan besar membutuhkan lebih banyak pegawai bertalenta unggul. Sumber daya manusia bertalenta perlu dikelola dengan cara yang tidak biasa, agar dapat mendeteksi, mengembangkan, dan menggunakan talenta yang dimiliki untuk mencapai tujuan pribadi dan organisasi secara lebih optimal. Kata Kunci: manajemen talenta, perencanaan strategis, manajemen sumber daya manusia, perbaikan berkelanjutan, kinerja institusi
Abstract
This paper is intended to explain the importance of a shift in the activities of human resource management that integrates the management of talented employees with organizational goals. The talent management is urged to be implemented as the challenges for the institution are getting more and more complicated. Aiming at big goals means needing more superior talent. Talented human resources need to be managed in an unusual way, in order to detect, develop, and use the talents of achieving personal and organizational goals more optimally. Keywords: talent management, strategic planning, human resources management, sustainable improvement, institutional performance
PENDAHULUAN Hari ini pasar tenaga kerja sedang memasuki fase baru yang ditandai dengan kelangkaan tenaga kerja dengan bakat istimewa. Oleh karena itu, dalam dunia pengembangan SDM, berkembang kajian yang semakin serius tentang manajemen talenta, sebagai sebuah upaya untuk merekrut, mempertahankan dan mengembangkan pegawai dengan talenta spesial. Setiap organisasi dapat meningkatkan kepuasan karyawan dan keunggulan kompetitifnya dengan melakukan investasi dalam sumber daya manusia yang diselaraskan dengan strategi bisnis. Pakar
SDM percaya bahwa sistem manajemen talenta merupakan elemen kunci bagi survivabilitas dan keberlanjutan setiap organisasi. Sistem ini meliputi proses penyerapan, identifikasi dan retensi pegawai yang memiliki bakat menonjol di setiap organisasi dan memberikan kontribusi besar bagi kepentingan kemajuan organisasi (Berger, 2004). Dengan kata lain, esensi dari gagasan ini adalah bagaimana sebuah institusi harus mampu secara konstan merekrut, mengembangkan, dan kemudian mem-pertahankan barisan SDM yang bertalenta tinggi serta berkinerja unggul. McKinsey (2001) telah memperbarui studi tahun 1997, mensurvei 6.900 manajer
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
(termasuk 4.500 manajer senior dan pejabat perusahaan) pada 56 perusahaan besar dan menengah di Amerika Serikat. Hasilnya menunjukkan bahwa 89 persen dari mereka yang disurvei mengatakan bahwa sekarang lebih sulit untuk menarik orang-orang berbakat daripada tiga tahun yang lalu, dan 90 persen berpendapat, sekarang lebih sulit untuk mempertahankan mereka. Hanya 7 persen dari responden sangat setuju bahwa perusahaan memiliki cukup manajer berbakat untuk mengejar semua impian atau peluang-peluang usaha yang paling menjanjikan. Perubahan demografi dan sosial telah memainkan peran yang terus meningkat dalam tren ini. Di Amerika Serikat dan sebagian besar negara-negara maju lainnya, pasokan manajer berusia 35 – 44 tahun menyusut. Banyak dari orang terbaik yang masuk pasar tenaga kerja tidak terikat dalam perusahaan tradisional besar: tahun 2000, misalnya, 30 persen dari MBA di Amerika Serikat lebih suka bekerja mandiri atau di usaha-usaha kecil. PENUTUP Dari berbagi kajian yang telah dilakukan terdahulu, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Talent Management sangat disarankan untuk dipergunakan dalam berokrasi pemerintahan, bukan saja untuk mempertahankan para pegawai bertalenta unggul, akan tetapi juga untuk meningkatkan produktivitas institusi. 2. Talent Management dapat dilakukan mulai dari perencanaan tenaga kerja, analisis kesenjangan talenta, merekrut, staffing, pendidikan dan pengembangan, retensi, talent reviews, perencanaan suksesi, dan evaluasi.
3. Terdapat lima komponen penting untuk mengevaluasi strategi manajemen talenta: Manajemen Kinerja, Pengembangan Pegawai, Penghargaan dan Pengenalan, Komunikasi, Iklim dan Budaya Terbuka. Berdasarkan kesimpulan dimaksud, terdapat berapa hal yang dapat disarankan: 1. Pendekatan lama dalam pengelolaan SDM perlu dikembangkan dengan pendekatan baru yang lebih menjanjikan bagi optimalisasi peran pegawai bertalenta unggul. 2. Memperkuat kebijakan penyerapan pegawai bertalenta unggul dengan memberikan insentif keuangan dan non-keuangan. 3. Mengembangkan penilaian dan sistem identifikasi kompetensi. 4. Meningkatkan pendayagunaan pusat penilaian dan penggunaan hasil laporan penilaian kinerja sebagai dasar pengambilan keputasn strategis institusi. DAFTAR PUSTAKA Berger,L. A. & Berger, D . R. (Eds.). 2004. The talent management Handbook: creating organizational Excellent by identifying developing and promoting your best people. New York: MC Craw-hill. Blakely, A. 2012. Top 10 Talent Management Strategies for 2012. On Balance Jan-Feb 2012. wicpa.org Capelli, P. 2010. Talent Management for the Twenty-First Century. Retrieved October 03, 2011, from http://user. chollian.net/~hwangone/thesis/HBR 20080302_3.pdf.
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
Frank,F.D.& Taylor, C.R. 2004. Management Trends that Will Shape the Future. Human Resource Planning 27(1) p.33-42. Groysberg, B. 2010. Chasing stars: The myth of talent and the portability of performance. Princeton, NJ: Princeton University Press. Groysberg, B., & Lee, L. E. 2008. The effect of colleague quality on top performance: The case of security analysts. Journal of Organizational Behavior, 29: 1123–1144. McCauley, C. dan Wakefield, M. 2006. Talent Management in the 21st Century: Help Your Company Find, Develop, and Keep its Strongest Workers. The Journal for Quality & Participation. Winter 2006. Nagra, M. 2011. Human Capital Strategy: Talent Management. The Army Medical Department Journal. October-December 2011. The McKinsey Quarterly. 2001. Number 2. The Universum Graduate Survey 2000— American MBA Edition, Stockholm; Universum. http://id.wikipedia.org/wiki/ Manajemen_bakat, diakses12 oktober 2012.
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
KOMPETENSI KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL DINAS PENDAPATAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT WORK COMPETENCIES OF CIVIL SERVANTS IN REGIONAL REVENUE OFFICE OF WEST JAVA PROVINCE Rita Kardinasari
Badan Kepegawaian Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat Email:
[email protected] (Diterima 27 September 2012, direvisi 1 November 2012, diterbitkan 14 November 2012)
Abstrak Tugas utama Dinas Pendapatan Daerah adalah pengelolaan pajak yang dilakukan oleh para PNS dalam jabatan fungsional umum. Dengan demikian, kompetensi jabatan fungsional umum menjadi inti dari terselenggaranya pengelolaan pajak yang optimal. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui capaian kompetensi para jafung umum terhadap standar kompetensi kerja yang melandasi tugas pokoknya. Dengan menggunakan alat pengumpul data tes tulis, uji demonstrasi, serta telusur dokumen hasil assessment psikologis, dan dianalisis dengan metoda deskriptif analitis dan deskriptif komparatif. Diperoleh hasil bahwa capaian kompetensi para pejabat fungsional umum adalah 68%. Sedangkan 32 % pegawai dinyatakan belum kompeten. Faktor potensi dan kompetensi kerja ditemukan berkontribusi pada penguasaan tugas kerja. Karena itu, penting diakukan penempatan sesuai potensi, pelatihan, serta menggunakan capaian kompetensi dalam sistem promosi dan remunerasi untuk mendorong pegawai mampu meningkatkan kompetensinya, sehingga menghasilkan kinerja pegawai yang prima dimana pada akhirnya menghasilkan pengelolaan pajak yang optimal, sebagai modal pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat Jawa Barat. Kata Kunci: kompetensi, potensi, jabatan fungsional umum
Abstract The main task of The Regional Revenue Office of West Java Province is on tax management, carried out by its Civil Servants on general functional positions. Therefore, these positions’ competency is the core for optimum tax management. This study aimed at the achievements of those staff employees competence over the work competence standards as the base of their main works. It used experimental technique and data collection from written test, demonstrative examination, as well as thorough examination of psychological assessment results through descriptive-analytic and descriptive-comparative methods. The results shows that 68% of the employees with general functional positions have competency achievements, meanwhile the other 32% were not competence. It is found that potency and work competency have influenced the command of work assignment. Therefore, it is important to have appropriate potential-based work placements, trainings, and to use competency achievement in promotion system as well as to have remuneration to motivate employees in developing their competency.Then, it can be expected to have prominent employees’ performance in order to produce optimum tax management. Keywords: competency, potency, general function employees
PENDAHULUAN Seiring dengan bergulirnya otonomi daerah maka kini kekuasaan yang bersifat
sentralistik berubah menjadi desentralistik. Salah satu perubahan tersebut tercermin dalam kebijakan pajak dan retribusi daerah sebagai landasan dalam menggali potensi
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
pendapatan daerah khususnya pendapatan asli daerah. Pasal 157 UU No. 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa “Sumber pendapatan daerah terdiri atas: a. pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu: 1) hasil pajak daerah; 2) hasil retribusi daerah; 3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan 4) lain-lain PAD yang sah; b. dana perimbangan; dan c. lain-lain pendapatan daerah yang sah. Undang-undang No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah memberikan kewenangan untuk daerah menetapkan jenis pajak dan retribusi guna mendorong pembangunan dan investasi di daerah. Provinsi Jawa Barat mengelola pajak melalui Dinas Pendapatan Daerah, dibawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Dinas Pendapatan Daerah memiliki tugas untuk mampu menjamin stabilitas penerimaan APBD dari PAD sebesar 74% dan dukungan anggaran dalam mengakselerasi penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat melalui pelayanan dan penyelenggaraan pungutan pajak di 34 cabang pelayanan dalam tugas pelayanan langsung kepada masyarakat. Pungutan pajak dan retribusi merupakan bentuk pelayanan publik yang akan sangat bergantung kepada para petugas pemungut pajak, agar dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat selaku pembayar pajak sekaligus sumber pajak. Hal ini tergantung dari kemampuan para pengelola pungutan dalam meng-
adminsitrasi dan mengidentifikasi sumber pajak potensial (Harun, 2003). Beragam bentuk pelayanan pungutan pajak di Dinas Pendapatan seperti On line Samsat, Samsat Drive Thru, Samsat Outlet, Samsat Keliling, Samsat Nite, Samsat Corner, Samsat Outlet KCP BJB, Pembayaran via ATM, Pusat Informasi Pendapatan, Sentralisasi Operasional dan Data base Terpusat, Samsat Halo, dan Data Center. Tentu operasionalnya harus dilakukan oleh PNS di lingkungan Dinas Pendapatan untuk menjamin kerahasiaan, keamaanan uang, dan akurasi pengelolaan pajak. Dengan demikian, tuntutan kompetensi kerja yang harus dimiliki oleh para PNS Dinas Pendapatan menjadi kunci terselenggaranya pengelolaan pajak daerah. Kompetensi merupakan interelasi dari unsur pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam diri pegawai, yang tercermin dalam perilaku kerjanya (Carrel,et.al, 1995). Kompetensi PNS harus dibuktikan dan diberikan pengakuan agar rakyat, unsur swasta, dan seluruh kompeten inti pemerintahan sebagai pengguna jasa dari PNS memperoleh jaminan akan kompetensi dan profesionalisme PNS serta menjamin akuntabilitas pelaksanaan tugas dan keputusan karir yang dimiliki oleh PNS. Merujuk kepada karakteristik pekerjaan dalam lingkup pelayanan publik dan pemerintahan, dimana pekerjaan dilakukan dengan prinsip pelayanan, pengabdian, dan pengaturan, maka PNS memiliki tuntutan akan kompetensi khusus di samping tuntutan kompetensi bidang yang dikuasai sebagai hasil pendidikan dan riwayat penugasan yang dimilikinya. Untuk mengetahui apakah PNS telah kompeten maka diperlukan kegiatan membandingkan dengan suatu standar kompetensi yang
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
menjadi acuan dalam membuktikan kompetensi PNS. Penilaian kompetensi PNS adalah serangkaian kegiatan pengumpulan bukti untuk mengetahui apakah seorang PNS telah mencapai suatu standar yang disyaratkan dalam standar kompetensi kerja yang menjadi acuan untuk memberi keputusan kompeten, sesuai unit kompetensi yang diujikan. Hasil uji kompetensi dinyatakan ke dalam per-nyataan legal formal sertifikat kompetensi atau surat pernyataan dari penyelenggara uji (mangkuprawira dkk, 2007). Adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang berimplikasi bahwa kepala daerah dan para pemungut pajak memperoleh upah pungut yang besarnya tiga kali gaji pokok telah menimbulkan tuntutan baru di kalangan masyarakat dan para PNS lain yang tidak bertugas di Dinas Pendapatan akan kompetensi para pengelola pajak khususnya, dimana mereka memperoleh insentif pajak sebagai tambahan penghasilan berupa upah pungut, yang tidak diperoleh oleh PNS di instansi lain, sementara kompetensi dan profesionalisme belum dapat dibuktikan sehingga dasar dan acuan besaran insentif tidak ada. Pemberian insentif juga masih bersifat pukul rata dimana upah pungut diberikan tanpa merujuk tingkat kompetensi dan prestasi kerja masing masing pegawai. Hal ini berpotensi membuat pegawai kompeten menjadi demotivasi, dan mereka yang tidak kompeten menjadi malas untuk mengembangkan diri. PNS yang bertugas mengelola pajak perlu memiliki pengakuan legal formal agar memperoleh legalitas dan kepercayaan masyarakat serta akuntabilitas kinerja pengelolaan pajak menjadi jelas
(Sopyan dan Hidayat, 2004). Untuk itu, peneliti bermaksud meneliti capaian kompetensi kerja PNS Dispenda Provinsi Jawa Barat terhadap capaian standar kompetensi kerja yang disyaratkan bagi petugas jabatan fungsional umum Pemungut Pajak dan Petugas Administrasi Pungutan. Melalui penelitian ini diperoleh gambaran kompetensi kerja masing masing pegawai, untuk kemudian diberikan sertifikat kompetensi serta menjadi dasar kebijakan pemberian insentif upah pungut. Tujan dari penelitian ini adalah untuk: a. Memperoleh gambaran capaian kompetensi kerja petugas pemungut pajak terhadap standar kompetensi kerja petugas pemungut pajak. b. Memperoleh gambaran capaian Kompetensi Kerja Petugas Pengadministrasi Pungutan terhadap Standar Kompetensi Kerja Petugas Pengadministrasi Pungutan. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan; 1. Tingkat capaian kompetensi kerja pegawai Dinas Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat adalah memadai dimana 68 % mereka dinyatakan kompeten untuk unit kompetensi yang menajdi muatan jabatan fungsional umum yang dimiliki pegawai. 2. Faktor capaian kompetensi kerja didasari oleh faktor potensi yang selama ini kurang dijadikan dasar dalam penempatan pada jabatan dan pengembangan keterampilan pegawai. 3. Dinas Pendapatan Daerah sebagai instansi penghasil dimana 74 % dana pembangunan diperoleh melalui Pen-
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
dapatan Asli Daerah, namun capaian kompetensi kerja pegawai kurang merata dimana pada jafung umum tertentu, capaian kompetensi sangat rendah sehingga upaya kurang paripurna dan upaya menggali sumber pajak serta optimalisasi pajak kurang tercapai karena pegawai kurang pengalaman kontektual. Saran yang dapat diberikan adalah: 1. Memberikan kesempatan rotasi kerja bagi pegawai yang kompeten agar dapat membangun kompetensi kerja pada jabatan fungsional umum yang berbeda dengan sebelumnya, sehingga kera-gaman kompetensi tercapai dan dapat meraih suatu kualifikasi penuh pada kualifikasi pemungut pajak atau kualifikasi pengelola administrasi pungutan. 2. Memberikan kesempatan mutasi kepada pegawai yang belum kompeten agar dapat bekerja sesuai dengan bakat dasarnya, disertai pelatihan yang aplikatif di bidang pekerjaan yang merupakan lingkup jabatan fungsional umum yang diembannya. 3. Mengadakan pegawai baru apakah melalui penerimaaan pegawai atau mutasi dari instansi lain yang memiliki latar belakang pendidikan ekonomi dan akutansi, untuk kemudian dilatih pada jabatan fungsional umum dimana tingkat capaian kompeten pegawai rendah. 4. Mengadakan evaluasi dan pembahasan hasil kerja secara berkala dengan para jafung umum, tidak hanya dalam lingkup pejabat strukturalnya saja. 5. Menjadikan syarat kompeten bagi sistem promosi dan remunerasi di Dinas Pendapatan yang kemudian akan
diusulkan ke Badan Kepegawaian Daerah.
DAFTAR PUSTAKA Australian Qualifications Framework. 2007. Implementation Handbook. Australia. Carell, Michael, Nobert, R. Elber, and Hatfield, Robert, D. 1995. Human Recource Management: Global Strategies for Managing A Diverse Work Force. US : Prentice Hall International Inc. JGN Consulting Denver USA. Competensi Based Tarining Toturial. Dalam http://home.att.net/jnimmer/Competency.htm Harun, Hamrolie. 2003. Menghitung Potensi Pajak dan Retribusi Daerah. Yogyakarta: BPFE UGM. Mangkuprawira, TB. Syafri dan Aida Vitalaya Hubeis. 2007. Manajemen Mutu Sumber Daya Manusia. Bogor: Ghalia Indonesia. Mitrani, A. Daziel, M. and Fitt, D. 2001. Competency Based Human Recources Management : ValueDriven Strategic for Recruitment, Development and Reward. London: Logan. Mustaqiem. 2008. Pajak Daerah Dalam Transisi Otonomi Daerah. Yogyakarta: FH UII Press. Soemitro, Rochmat. 1992. Pengantar Singkat Hukum Pajak. Bandung: Eresco. Sidik, Machfud. 2002. Optimalisasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Keuangan Daerah.
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
Orasi Ilmiah dengan tema “Strategi Meningkatkan Kemampuan Keuangan Daerah Melalui Penggalian Potensi Daerah Dalam Rangka Otonomi Daerah”. Bandung: Acara Wisuda XXI STIA LAN, 10 April 2002. Spencer, L.M. and S.M. Spencer. 1993. Competence at Work. New York: John. Willy. Sons. Inc. Sumyar. 2004. Dasar-dasar Hukum Pajak dan Perpajakan. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya. Syofyan, Syofrin dan Hidayat, Asyhar. 2004. Hukum Pajak dan Permasalahannya. Bandung: Refika Aditama. DEST Australia. 2005. Training Package Development Handbook. Republik Indonesia, Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah —————————, Undang Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah —————————, Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata cara pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. —————————, Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah ——————————, Peraturan Gubernur Jawa Barat No.17 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 39 Tahun 2010 tentang Tugas pokok dan Fungsi, Rincian Tugas Unit dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas di Lingkungan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
KOMPETENSI DAN KINERJA (PRODUKTIVITAS) PEGAWAI NEGERI SIPIL THE COMPETENCE AND PERFORMANCE (PRODUCTIVITY) OF CIVIL SERVANTS Suryanto
Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah Lembaga Administrasi Negara (PKKOD LAN) Jakarta JL. Veteran No:10 Jakarta 10110 Email:
[email protected] (Diterima 10 Oktober 2012, direvisi 1 November 2012, diterbitkan 14 November 2012)
Abstrak Keberhasilan sebuah organisasi atau lembaga ditentukan oleh banyak faktor, salah satu di antaranya kompetensi sumber daya manusia. Dalam konteks lembaga/instansi pemerintah, maka faktor keberhasilan pencapaian produktivitas/kinerja pegawai adalah bagaimana tingkat kompetensi PNS-nya. Apabila kompetensi PNS berada pada level di atas rata-rata, maka hal itu dipastikan akan mendukung pencapaian produktivitas organisasi. Sebaliknya, apabila kompetensi SDM atau PNS rendah maka pencapaian produktivitas akan berjalan lambat atau bahkan tidak tercapai. Persoalan lain dalam pengukuran produktivitas/kinerja adalah tentang instrumen pengukuran yang tidak mampu menggambarkan capaian sesungguhnya. Namun, terbitnya PP No. 46 Tahun 2011 diharapkan dapat menutupi kelemahan-kelemahan pengukuran yang dilakukan sebelumnya yakni pada saat menggunakan PP No. 10 Tahun 1979 (DP3). Kata Kunci: kompetensi, kinerja, PNS
Abstract The success of an organization or institution is determined by many factors, such as human resource competency. Within the context of government agency/institution, the success factor in achieving employees’ productivities/performance lies on the civil servants’ competency levels. When their competency level is above average, it would support the achievement of organization productivities. Otherwise, when they have low competency, it would make the achievement of organization productivities slower and even failed. Another problem in productivity/performance measurement is the inappropriate measuring instrument that failed to describe actual achievement. However, the stipulation of Government Regulation 46 of 2011 brings an expectation that it would be able to overcome the weaknesses of previous measurements applied under the Government Regulation 10 of 1979 (so called the DP3). Keywords: competencies, performance, civil servants
PENDAHULUAN Pembahasan mengenai kompetensi dan produktivitas pegawai negeri sipil (PNS) seolah tiada habis-habisnya. Hal ini dikarenakan tingginya harapan kepada para pegawai negeri terutama dalam memberkan pelayanan kepada masyarakat (pelayanan publik). Namun tentu saja, harapan tinggi
yang dilekatkan kepada PNS tidak serta merta dapat dijawab dengan baik oleh para PNS itu sendiri. Bahkan, yang terjadi dan telah menjadi hasil ‘amatan’ publik justru sebaliknya, PNS dianggap sebagai pihak yang lambat, bertele-tele, birokratis, malas, dan sebagainya. Hasil Penelitian UGM (2002) menyebutkan bahwa pelayanan publik yang dilakukan oleh ‘ambtenaar’ ini
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
cenderung bersifat negatif yang ditunjukkan dengan: (a) waktu, biaya, dan cara pelayanan yang tidak jelas, (b) diskriminasi; hubungan pertemanan, afiliasi politik, agama dan etnis, (c) rantai birokrasi, suap dan pungli dianggap wajar, (d) orientasi pelayanan (ada kepentingan pemerintah dan pejabat), (e) lekatnya budaya kekuasaan, (f) distrust, (g) kewenangan terdistribusi. Rendahnya kinerja pegawai tersebut, salah satunya disebabkan karena minimnya kemampuan atau kompetensi pegawai dalam menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya. Oleh karena itu, tidak meng-herankan apabila salah satu upaya yang ditempuh untuk meningkatkan kinerja adalah melalui peningkatan kompetensi/kemampuan pegawai, tanpa mengabaikan upaya-upaya lain yang ditempuh seperti peningkatan motivasi, dan sebagainya. Terkait istilah yang digunakan, tulisan ini masih akan menggunakan istilah PNS (bukan Aparatur Sipil Negara/ASN) meskipun undang-undang ASN akan segera ditetapkan. Apabila mengaitkan kompetensi PNS dengan produktivitasnya, maka potret kompetensi PNS sampai saat ini dapat dikatakan masih dapat dikatakan memprihatinkan. Hal tersebut terlihat dari masih buruknya pelayanan publik yang diberikan oleh PNS. Namun demikian, sesungguhnya ukuran tinggi-rendahnya kompetensi tersebut memang masih ‘debatable’ karena belum terdapat instrumen pengukuran yang representatif. Ketiadaan ukuran yang representatif tersebut menyebabkan penilaian kinerja (produktivitas) PNS lebih banyak dilakukan berdasarkan persepsi. Harus diakui bahwa penilaian kinerja PNS dengan menggunakan instrumen DP3
(daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan pegawai) masih sarat dengan persepsi. Oleh karena itu, ke depan kiranya perlu dirumuskan instrumen penilaian kinerja yang representatif dan komprehensif sehingga dapat mengukur kinerja sesungguhnya dari seorang PNS. Tulisan ini akan mengulas secara singkat tentang konsep kompetensi dan kinerja PNS, kemudian akan disampaikan pembahasan tentang sistem penilaian kinerja saat ini, sistem penilaian kinerja yang diharapkan, serta penutup, yang memuat pokok-pokok pikiran terkait kompetensi dan kinerja PNS. PENUTUP Keberhasilan sebuah organisasi atau lembaga ditentukan oleh banyak faktor salah satu di antaranya kompetensi sumber daya manusia. Dalam konteks lembaga/instansi pemerintah, maka faktor keberhasilan pencapaian produktivitas/ kinerja pegawai adalah bagaimana tingkat kompetensi PNSnya. Apabila kompetensi PNS berada pada level di atas rata-rata, maka hal itu dipastikan akan mendukung pencapaian produktivitas organisasi. Sebaliknya, apabila kompetensi SDM atau PNS rendah maka pencapaian produktivitas akan berjalan lambat atau bahkan tidak tercapai. Konsep kompetensi sendiri sebenarnya bukanlah merupakan hal baru dalam pembahasan organisasi dan manajemen kepegawaian. Hal ini terbukti, di dalam undang-undang pun telah diamanatkan bahwa pengangkatan seorang pegawai ke dalam jabatan tertentu tidak hanya didasarkan pada senioritas namun juga kecakapan/kemampuan.
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
Persoalannya adalah PNS sendiri tidak jelas tingkat kinerja yang dicapainya. Hal ini mungkin karena dua hal, pertama karena PNS memang tidak memiliki kinerja/produktivitas dan yang kedua, sistem pengukurannya yang tidak jelas dan tidak mampu mengukur kinerja riil yang dicapainya. Namun, menurut hemat kami kedua-duanya memiliki korelasi yang sangat kuat. Selama ini, pengukuran kinerja PNS dilakukan dengan menggunakan instrumen DP3, yang dinilai kurang mampu mengukur kinerja sesung-guhnya dari seorang pegawai. Hal ini karena, aspek-aspek yang diukur sangat kualitatif dan pada akhirnya kurang mampu meng-gambarkan prestasi kerja yang ada. Di sisi lain, pengukuran yang demikian tidak mendorong PNS untuk berlomba-lomba mencapai kinerja tertinggi, karena hasil penilaian tidak berimplikasi pada pemberian penghargaan ataupun hukuman. Namun dengan terbitnya PP 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS, diharapkan dapat menutupi kelemahan yang terjadi pada penilaian DP3. Disini, pegawai ‘dipaksa’ untuk menyusun Sasaran Kerja Pegawai (SKP), yang disusun setiap tahun dan disetujui oleh atasannya untuk selanjutnya menjadi bahan penilaian prestasi pada akhir tahun. Tentu saja, aspek perilaku pun tetap menjadi salah satu penilaian PNS.
DAFTAR PUSTAKA Amstrong, Michael and Baron, Angela. 1998. Performance Management The New Realities, London: Institute of Personnel and Development.
Anjtok, Djamaluddin. 2001. Kompetensi Sumber Daya Aparatur, Jakarta: Makalah Seminar. Cascio, W. F. 2003. Managing Human Resources: Productivity, Quality of Work Life, Profits 6th Edition. New York: McGraw-Hill Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara. 2004. Draft Program Pembangunan Nasional Bidang Aparatur Negara Tahun 2005-2009. Lasmahadi, Arbono. 2002. Sistem Manajemen SDM Berbasiskan Kompetensi, Jakarta: E-Psikologi. Lembaga Administrasi Negara Jakarta. 2010. Kajian Pengukuran dan Evaluasi Kinerja Manajemen PNS di Daerah. Lembaga Administrasi Negara Jakarta: Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (SANKRI) Buku I dan II. Mitrani, A. Daziel, M. and Fitt, D. 2001. Competency Based Human Recources Management: ValueDriven Strategic for Recruitment, Development and Reward. London: Logan. Simamora, Henry. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: STIE YKPN. Siagian, Sondang P. 1995. Patologi Birokrasi - Analisis, Identifikasi dan Terapannya. Jakarta: Ghalia Indonesia. Spencer, Lyle M., Spencer, Signe M. 1993. Competence at Work Models for Superior Performance, John Willey & Sons, Inc. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kinerja Pegawai Negeri Sipil.
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
_________________, Surat Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 43/KEP/2001 tentang: Standar Kompetensi Jabatan Struktural Pegawai Negeri Sipil. Surat Keputusan Direktur Utama PT Pertamina Nomor Kpts – 136/C00000/2002-SO tanggal 27 Desember 2002 tentang: Pedoman Kompetensi Jabatan Pertamina. http://www.stialanbandung.ac.id/index.php? option=com_content&view=article& id=298:kinerja-dan-penilaian-kinerja
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
BIODATA PENULIS
Adnan Ardhana, S.Sos, lahir di Sleman 13 Desember 1980, mendapatkan gelar sarjana dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Jurusan Sosiologi Universitas Gadjah Mada, saat ini bekerja sebagai Peneliti Pertama di Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru dan sedang menempuh pendidikan Program Pascasarjana Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan di Universitas Lambung Mangkurat Kalimantan Selatan. Pranatasari Dyah Susanti, SP, lahir di Gunungkidul pada tanggal 24 Februari 1982, menyelesaikan studi S1 pada tahun 2005 di Fakultas Pertanian (Ilmu Tanah) Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Saat ini bekerja sebagai Peneliti Pertama di Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru dan sedang menempuh pendidikan Program Pascasarjana Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan di Universitas Lambung Mangkurat Kalimantan Selatan. Ajib Rakhmawanto, S.IP, M.Si, lahir di Yogyakarta tanggal 10 April 1972. Menamatkan pendidikan Sarjana/S1 (S.IP) Jurusan Ilmu Hubungan Internasional FISIPOL Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada tahun 1997. Pendidikan Pascasarjana/S2 (M.Si) dari Program Pascasarjana Jurusan Ilmu Administrasi Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta diselesaikan pada tahun 2003. Sekarang bekerja sebagai peneliti (researcher) pada Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara (BKN) Jakarta. Anang Pikukuh Purwoko, S.E, MM, lahir di Yogyakarta tanggal 30 Juli 1977. Menamatkan pendidikan S1 (2002) Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, pendidikan S2 (2008) Program Studi Magister Manajemen Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta. Saat ini bekerja sebagai peneliti pada Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara Jakarta. Andi Ali Said Akbar, S.IP., MA. Lahir di Belawa, Wajo, Sulawesi Selatan 20 September 1979. Menamatkan pendidikan S1 di Ilmu Politik Fisip Unhas pada tahun 2004 dan pendidikan S2 Ilmu Politik Fisipol UGM tahun 2009. Saat ini, bekerja sebagai dosen dan Ketua Divisi Litbang Laboratorium Ilmu Politik FISIP Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah. Mempunyai ketertarikan kajian dan riset pada bidang otonomi daerah, birokrasi, manajemen partai dan pemilu. Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti Nurhaeni, M.Si, lahir di Purworejo, 25 Agustus 1961, menyelesaikan S1 Program Studi Ilmu Administrasi Negara pada FISIP UNS tahun 1985, menyelesaikan master pada Fakultas Ilmu Sosial UGM tahun 1995 dan doktoral pada FISIPOL UGM tahun 2008. Posisi sekarang adalah Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangaan Gender pada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Saat ini mengajar mata kuliah Manajemen Sumberdaya Manusia Sektor Publik, Studi Implementasi dan Evaluasi Kebijakan Publik, Metode Penelitian Administrasi Publik, Kebijakan
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
_____________________________________Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS VOL.6, No.2 November 2012
Pembangunan Berperspektif Gender, dan Manajemen Pelayanan Publik. Selain melakukan penelitian, menjadi anggota tim pakar gender pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dengan tugas memfasilitasi berbagai capacity building Pengarusutamaan Gender di seluruh Indonesia sejak tahun 2002 hingga sekarang dan menjadi anggota Technical Advisory Committee Program CIDA-B3WP (Canadian International Development Agency-Building Better Budgets for Women and the Poor) mulai tahun 2012. DR. Khoiruddin Bashori, M.Si, lahir pada tanggal 2 Oktober 1962, pernah mengambil studi di Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Islam Indonesia (1981-1983), mempelajari Hukum Islam di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1983-1986), memperoleh gelar sarjana psikologi dari Fakultas Psikologi UGM pada tahun 1990, kemudian mendapatkan gelar Strata 2 (1995) dan menyelesaikan program doktoral (2002) di tempat yang sama. Pernah menjadi Rektor di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (2002-2008) dan saat ini menjadi pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan serta Wakil Ketua Muhammadiyah Provinsi Yogyakarta. Rita Kardinasari, S.Psi, M.Si, memperoleh gelar Sarjana Psikologi Pendidikan dari IKIP Bandung dan gelar Master Psikologi dari UNPAD Bandung. Berpengalaman memberikan pelatihan-pelatihan psikologi dan MSDM di berbagai perusahaan. Saat ini menjabat sebagai Analis Kepegawaian Ahli Madya di Badan Kepegawaian Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Selain itu juga menjadi pengajar di STP Bandung dan Universitas Pasundan Bandung. Suryanto, S.Sos, M.Si, lahir di Cilacap pada 17 Januari 1972, mendapatkan gelar sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Jurusan Ilmu Administrasi Negara Universitas Diponegoro Semarang pada tahun 1996. Kmeudian melanjutkan studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia Jakarta dan lulus pada tahun 2005. Saat ini bekerja sebagai Peneliti Madya pada Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah Lembaga Administrasi Negara (PKKOD LAN) Jakarta.
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN