Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(5) :687 – 698 ISSN : 2301-784
SEROPREVALENSI VIRUS JAPANESE B ENCHEPALITIS PADA BABI
ARDIYANTO CHANDRA WIJAYA, A. A. AYU MIRAH ADI, I MADE KARDENA
Lab Biologi Molekuler Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana. Jl. P.B.Sudirman Denpasar Bali tlp, 0361-223791
ABSTRAK Telah dilakukan penelitian mengenai “ Seroprevalensi Virus Japanese B Enchepalitis Pada Babi”, yang bertujuan untuk mengetahui titer antibody terhadap virus JE di daerah Sesetan (Denpasar) dan Sedang (Badung) seta mengetahui pengaruh umur babi terhadap infeksi virus JE Serumberasal dari babi yang dipelihara peternak sekala rumah tangga di daerah sesetan (Denpasar) dan Sedang (Badung). Teknik pengambilan sample berdasarkan metode Purposive Sampling. Sample yang didapat sebanyak 62 sampel dengan rentang umur 1-2 bulan, diatas 2-5 bulan dan diatas 5 bulan. Uji indirect ELISA dilakukan untuk menditeksi antibody virus JE pada serum babi tersebut. Sampel dinyatakan positif, jika nilai OD lebih tinggi dibandingkan nilai cut off value. Nilai cut off value dihitung dari reratan nilai Optical Density (OD Value) kontrol negatife ditambahkan 5 kali standar deviasi. Seroprevalensi dihitung dengan cara membagi jumlah sampel positif dengan seluruh sampel yang diuji dan dengan menggunakan Mann-whitney test. Uji Chi Square (X2) digunakan untuk mengetahui tingkat resiko infeksi virus JE dari kedua daerah tersebut. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa babi di daerah Sesetan (Denpasar) dan Sedang (Badung) memiliki antibodi terhadap virus JE yaitu sebesar 61,3 % dari total sampel yang diambil. Secara uji Statistik mann-whitney tes didapatkan nilai p < 0.01 yang berarti terdapat perbedaan seroprevalensi antibody terhadap
687
Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(5) :687 – 698 ISSN : 2301-784
virus JE antara daerah Sesetan (Denpasar) dan Sedang (Badung) dimana bai di daerah Sedang (Badung) 10,8 kali lebih beresiko terinveksi virus JE dari pada babi di daerah Sesetan (Denpasar). Hasil penelitian ini juga menunjukan umur babi berpengaruh terhadap infeksi virus JE. Kata kunci : Japanese B Enchepalitis, Seroprevalensi Virus, Babi PENDAHULUAN Latar Belakang Japanese encephalitis (JE) merupakan penyakit radang otak menular yang bersifat zoonosis, yakni dapat menyebar dari hewan ke manusia. Penyakit JE tidak dapat ditularkan secara langsung oleh hewan penderita, namun harus melalui vektor. Selain dapat menyerang manusia virus JE juga dapat menyerang berbagai jenis hewan seperti kuda, sapi, bagal, kerbau, kambing dan domba (Miyata dkk, 1982, Pandey dkk,1982), selain itu penyakit ini juga dapat menyerang jenis unggas seperti ayam dan itik serta jenis burung khususnya burung liar. Manusia merupakan host akhir (dead –end reservoir) dari siklus penularan penyakit JE (Imran Lubis, 1990). Virus JE berpredileksi dalam darah inang. Babi telah diketahui sebagai reservoir yang potensial dan merupakan amplifier virus JE yang efektif (Wei, 2005). Dalam uji sentinel ditemukan tingkat seroprevalesi JE yang tinggi pada babi (Santhia dkk, 2003), pada babi akan mengalami viremia setelah terinfeksi virus JE secara alami selama 2-4 hari melalui gigitan nyamuk Culex tritaeniorhynchus, anak-anak babi termaksuk hewan yang sangat peka terhadap infeksi penyakit JE. Namun dilain pihak, anak-anak babi juga memiliki peran sebagai amplifier virus JE setiap tahunnya, sehingga anak babi memiliki kontribusi terhadap perbanyakan jumlah virus JE. Virus JE teridentifikasi di Bali, karena pada tahun 1990 terdapat laporan bahwa seorang anak berkebangsaan Ausralia yang tertular saat di Bali. Bulan April 1995 juga berkembang isu bahwa di Bali terjadi wabah penyakit JE. Pada survei Japanese encephalitis tahun 1996/1997 dari 15 spesimen yang diperiksa ditemukan 9 positif (60%). Pada penelitian yang lain di daerah Badung di
688
Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(5) :687 – 698 ISSN : 2301-784
temukan sebanyak 30% dari anak usia 1-17 tahun telah terinfeksi oleh virus JE. Pada babi ditemukan 106 positif terinfeksi virus JE dari 132 sampel yang di ambil atau
80 % terinfeksi virus JE ( Lubis dan Suharyono, 1982 ). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidak antibodi
terhadap virus JE pada babi yang ada di daerah Sesetan (Denpasar) dan Sedang (Badung); bUntuk mengetahui ada tidaknya perbedaan seroprevalensi antibodi virus JE pada babi didaerah Sesetan (Denpasar) dan Sedang (Badung); Untuk mengetahui pengaruh umur babi terhadap infeksi virus JE.
METODE PENELITIAN Sampel Penelitian Darah yang digunakan pada penelitian ini diambil dari peternakan babi skala rumah tangga di daerah Sesetan dan Sidakarya (Denpasar) dan daerah Sedang (Badung). Metode pengambilan sampling yang digunakan adalah Purposive Sampling dimana sebelumnya telah dilakukan survei dengan menyebarkan kuisoner ke beberapa peternakan babi untuk mengetahui tingkat populasi peternakan babi yang ada di daerah pengambilan sampel. Sampel babi yang diambil darahnya berumur antara 1-2 bulan, 2-5 bulan dan umur diatas 5 bulan (indukan). Jumlah sampel yang diambil minimal 30 sample setiap daerah
Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan diantaranya adalah larutan Phospate Buffer Saline (PBS) pH 10,
Blocking Solution (susu skim 3 % dalam PBS), Elisa
Washing Buffer (0,1 % Triton dalam PBS), stop solution (H2SO4 2N), vaksin virus JE inaktif (produksi Kaketsuken-Japan), Conjugate (goat anti-porcine IgG(H+L)HRP (Horse-Radish Peroxidase) produksi SouthernBiotech), Substrate Solution (TMB 1ml/), dan serum babi normal.
Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya yaitu spuit 3cc, mikroplate elisa, gelas kaca, tabung reaksi, Elisa Plate Reader (Multiscan 689
Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(5) :687 – 698 ISSN : 2301-784
Spectrofotometer), inkubator, tempat serum 1 ml, sterofom, mesin sentrifuge, falcon tube, freezer, aluminium foil, pipete single dan pipet multichannel.
Penyiapan Serum Serum diambil dari babi yang dipelihara dalam sekala rumah tangga di daerah Sesetan (Denpasar) dan daerah Sedang (Badung). Darah yang diambil sebanyak 1.5 - 2.5 ml dari vena aurikularis untuk babi dewasa dan vena cava anterior
untuk babi umur 1-3 bulan. Pada pengambilan darah pada vena
aurikularis menggunakan tube serum dan needle sedangakan unutk pengambilan sampel peda vena cava anterior menggunakan disposible syringe. Kemudian serum dipisahkan dari darah dan disimpan pada suhu -20° C, sampai saatnya dilakukan pengujian ELISA.
Uji indirect ELISA Plate mikro ELISA96 sumuran di coating selama 12-20 jam pada suhu 40 C dengan antigen JE (produksi Kaketsuken-Japan) yang diencerkan dalam larutan penyangga karbonat-bikarbonat. Antigen virus JE yang digunakan berasal dari vaksin yang mengandung virus JE inaktif (produksi Kaketsukan Japan), dengan pengenceran 1:100 (0.1ml vaksin + 10ml buffer). Setelah penyimpanan selama 12-20 jam pada suhu 40 C, kemudian plate mikro dicuci 2-3 kali dengan menggunakan ELISA washing buffer (556ml aquabides + 556 µl triton). Semua sumur plate mikro selanjutnya diblok dengan campuran 150ml PBS + 4,5 gr skim milk yang nantinya akan membentuk larutan skim milk 3% ( range skim milk terbaik 2% - 3% ). Setelahnya Plate mikro diinkubasi selama 1 jam pada suhu 370 C, buang skim milk dalam plate mikro. Pada tahap selanjutnya setiap sumuran ditambahkan serum babi yang akan diuji. Serum yang akan diuji sebelumnya sudah diencerkan dengan skim milk 1:1000 ( 1µl serum babi uji + 1ml skim milk). Inkubasi selama 1 jam pada suhu 370 C. Sebagai kontrol positif dan negatif digunakan serum babi yang telah positif memiliki antibodi JE dan serum babi yang negatif antibodi JE yang dibawa
690
Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(5) :687 – 698 ISSN : 2301-784
dari Universitas Tokyo yang sebelumnya serum tersebut telah mengalami beberapa pengujian untuk mengetahui hasil positif dan negatif antibodi JE. Setelah inkubasi selama 1 jam pada suhu 37 0 C dan pencucian sebanyak 3 kali ke dalam
sumuran plate mikro, ditambahkan Conjugate (goat anti-porcine
IgG(H+L)-HRP (Horse-Radish Peroxidase) produksi SouthernBiotech) dengan pengenceran 1 : 4000 (5µl antibodi ke 2 + 20ml skim milk PBS, 100µl/sumuran). Selanjutnya plate mikro diinkubasi kembali selama 1 jam pada suhu 37
0
C,
kemudian dicuci sebanyak tiga kali seperti diatas. Kedalam sumuran ditambahkan 2.5 ml substrate solution dengan 2.5 ml TMB proxidase substrat, tutup dengan kertas alumunium dan diinkubasikan pada suhu kamar selama 30 menit. Pada proses terakhir masing-masing sumuran ditambahkan 50 µl stop solution (H2So4 2N). Perubahan warna menjadi coklat kekunigan menandakan sampel tersebut positif. Hasil dibaca pada Elisa Plate Reader dengan panjang gelombang 490 nm. Nilai Optical Density (OD) yang didapat kemudian ditabulasi, semakin tinggi nilai OD yang didapat menandakan antibodi yang mengikat substrat semakin banyak dan warna juga menjadi lebih pekat. Dan sebaliknya semakin rendah nilai OD kandungan antibodinya rendah dan warnanya juga semakin pudar.
Penghitungan Cut off value Nilai Cut Off (Cut Off Value) dihitung dari rerata nilai Optical Density (OD value) kontrol negatif ditambah 5 kali standar deviasi, dapat dirumuskan sebagai berikut: Cut off value = rerata OD negative control + 5 x SD
Variabel yang Diamati Nilai OD Substrat dan Perubahan Warna Untuk mengetahui ada atau tidaknya antibodi terhadap virus JE pada serum babi yang diuji, dapat diketahui melalui 2 tahap yaitu dengan pengamatan dari perubahan warna akhir pada plate mikro serta dilanjutkan menggunakan ELISA Plate Reader. Perubahan warna hasil positif antibodi JE ditunjukan dengan
691
Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(5) :687 – 698 ISSN : 2301-784
perubahan warna menjadi kuning kecoklatan dan pada hasil negatif antibodi JE warna jernih, yang selanjutnya dilakukan penghitungan menggunaan ELISA plate reader, hasil positif antibody JE ditunjukan dengan nilai hasil lebih besar dari nilai cut off value dan hasil negative antibody JE ditunjukan dengan nilai hasil lebih kecil atau dibawah nilai cut off value.
Analisis Data Nilai Optical Density (OD Value) sampel yang melebihi nilai cut off (cut off value) dinyatakan positif. Data yang di dapat berupa nilai OD kemudian ditabulasi dan dihitung seroprevalensinya dengan jalan membagi jumlah sampel yang positf dengan jumlah total sampel dikalikan seratus persen, begitu juga dalam perhitungan hasil yang negatif. Untuk mengolah data hasil wilayah Sampling, perbandingan seroprevalensi antara babi di Denpasar dan Badung serta pengaruh umur babi terhadap infeksi virus JE mengunakan uji Chi Square (X2) dan uji Mann-Whitney Test.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan bulan Januari-Maret 2011. Di Laboratorium Biomedik dan Biologi Molekuler Hewan Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana.
HASIL DAN PEMBAHASAN Dari gambar 1. dapat dilihat grafik sebaran nilai OD (Optical Density) sampel serum (n=62) terhadap virus JE di Sesetan (Denpasar) dan Sedang (Badung).
692
Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(5) :687 – 698 ISSN : 2301-784
Sebaran antibodi JE pada babi di Sesetan, Denpasar dan Sedang, Badung 2,5
Nilai OD
2 1,5
Sesetan, Denpasar
1
Sedang, Badung
0,5 0 0
10
20 Jumlah Sampel
30
40
Gambar 1. sebaran Nilai OD sampel Serum (n=62) Tabel 1.
Hasil pemeriksaan serum babi menggunakan uji ELISA di daerah Sesetan (Denpasar) dan babi di daerah Sedang (Badung).
Wilayah
NEGATIF (%)
POSITIF (%)
Jumlah (%)
Sesetan, Denpasar
20 (62.5%)
12 (37,5%)
32 (100%)
Sedang, Badung
4 (13,3%)
26 (86,7%)
30 (100%)
Total
24 (38,7%)
38 (61,3%)
62 (100%)
Pada Gambar 3. dapat dilihat grafik pengaruh umur terhadap nilai OD (Optical Density) sampel serum (n=62) di sesetan (Denpasar) dan Sedang (Badung)
693
Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(5) :687 – 698 ISSN : 2301-784
Grafik umur terhadap nilai OD 2,5
Nilai OD
2 1,5 Sesetan, Denpasar
1
Sedang, Badung 0,5 0 0
1 - 2 >2 - 5
>5 Umur
10
15
(Bulan)
Gambar 2. grafik pengaruh umur terhadap nilai OD (Optical Density) sampel serum (n=62) di Sesetan (Denpasar) dan Sedang (Badung)
Tabel 2.
Hasil pemeriksaan serum
babi menggunakan uji ELISA
berdasarkan perbedaan umur Umur
Negatif (%)
Positif (%)
Jumlah
1-2 bulan
0 (0%)
20 (100%)
20 (100%)
2-5 bulan
16 (69.6%)
7 (30.4%)
23 (100%)
>5 bulan
8 (42.1%)
11 (57.9%)
19 (100%)
Total
24 (38.7)
38 (61.3%)
62 (100%)
694
Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(5) :687 – 698 ISSN : 2301-784
Pembahasan Berdasarkan hasil pemeriksaan antibodi terhadap virus JE seperti dimuat pada Tabel 1., menunjukkan bahwa hasil positif ditemukan pada sebagian besar sampel yaitu 38 sampel dari 62 jumlah sampel keseluruhan yang diperiksa atau 61,3 % dan 24 sampel menunjukan hasil negatif atau 38,7%. Tabel 1., yang menunjukkan serum babi yang diambil dari daerah Sesetan (Denpasar) ditemukan positif mengandung antibodi terhadap virus JE sebesar 12 sampel atau 37,5 % dari 32 total sampel yang diambil, sedangkan 20 sample atau 62,5% sampel negatif. Table 1. juga menunjukkan jumlah sampel positif pada daerah Sedang (Badung) sebesar 26 sampel atau 86,7% dari 30 jumlah sampel yang diambil dan sebanyak 4 sampel atau 13,3% menunjukan hasil sampel negatif mengandung antibodi terhadap virus JE. Hasil positif terinfeksi virus ditandai dengan perubahan substrat TMB proxidase substrat dari bening kekuningan menjadi coklat kekuningan. Hasil positif ditandai dengan semakin tingginya nilai OD yang didapat yang menandakan antibodi yang mengikat substrat semakin banyak dan warna serum akan menjadi pekat. Sebaliknya, semakin rendah nilai OD, kandungan antibodinya rendah dan warnanya juga semakin pudar. Perubahan warna muncul karena pada plate mikro yang berisi serum yang mengandung antibodi JE. Reaksi ikatan antigen-antibodi terjadi yang kemudian terlacak dengan goat anti-porcine IgG(H+L) yang dilabel dengan HRP (Horse Radish Peroxidase). Enzim inilah yang merubah TMB dari bening kekuningan menjadi coklat kekuningan. Tingkat kepekatan warna coklat dibaca dengan multiscan spectrophotometer/ ELISA Plate Reader dan dinyatakan dalam kerapatan optis (Optical Density/ OD). Makin pekat intensitas warna coklat, makin tinggi nilai OD-nya dan makin tinggi pula titer antibodi JE dalam serum yang diperiksa. Perbedaan seroprevalensi antara daerah Sesetan (Denpasar) dan Sedang (Badung) dapat ditujukan pada Table 1., di daerah Sesetan (Denpasar) didapatkan positif antibodi JE pada uji ELISA sebesar 12 sampel atau setara dengan 37,5% dan pada daerah Sedang (Badung) didapatkan hasil positif antibodi JE pada uji
695
Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(5) :687 – 698 ISSN : 2301-784
ELISA sebesar 26 sampel atau setara dengan 86,67%. Ada kecenderungan babi di daerah Sedang (Badung) memiliki resiko terinfeksi virus JE lebih besar dari babi di daerah Sesetan (Denpasar). Wilayah Sedang (Badung) termasuk dalam wilayah pedesaan dimana sampel serum yang diambil berasal dari babi yang kandangnya terletak berdekatan dengan tempat irigasi sawah sedangkan pada sampel serum yang diambil dari daerah Sesetan (Denpasar) temasuk dalam wilayah perkotaan yang umumnya kandang babi berada pada pemukiman warga yang padat dan relatife jauh dari persawahan. Kedekatan kandang babi terhadap sistem perairan atau sawah merupakan salah satu faktor resiko terhadap tingginya tingkat kejadian infeksi virus JE pada babi. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan vector virus JE yaitu nyamuk Culex. Sp. Dimana tingginya jumlah populasi nyamuk Culex. Sp. Akan lebih sering terjadi pada daerah dekat perairan yang tergenang sawah dan umumnya daerah pedesaan tersebut terletak disekitar persawahan, oleh karena itu babi-babi yang terletak di peternakan daerah pedesaan cenderung memiliki tingkat kejadian terhadap infeksi virus JE lebih inggi dibanding dengan babi yang diternakan di daerah perkotaan. (Somboon dkk., 1989). Hasil analisis menggunakan uji chi square SPSS menunjukan bahwa babi di Sedang (Badung) 10,8 kali lebih beresiko terinfeksi Virus JE dari pada Babi di daerah Sesetan (Denpasar). Setelah kemudian diuji menggunakan uji MannWhitney Test didapatkan nilai p < 0.01 maka Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan seroprevalensi nilai OD antara serum babi di Sesetan (Denpasar) dan Sedang (Badung). Pada tabel 2. dan gambar 2. dapat dilihat bahwa umur babi berpengaruh terhadap infeksi virus JE. Pada umur babi 1-2 bulan didapatkan nilai yang sangat tinggi mencapai 100% disertai dengan tingkat titer antibody yang tinggi. Hal ini terjadi karena ada kemungkinan babi yang berumur 1-2 bulan masih memiliki antibodi bawaan dari induknya (maternal antibodies). Jangka waktu dari maternal antibodies pada anak babi rata-rata hingga umur 2 bulan (Scherer dkk,. 1959; Wada 1972). Pada umur babi 3-5 bulan didapatkan nilai positif titer antibody virus JE yang rendah hanya 30,4% dan negative antibody JE sebesar 69,6%. Nilai
696
Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(5) :687 – 698 ISSN : 2301-784
tersebut menunjukan terjadinya penurunan titer antibody setelah umur diatas 2 bulan, nilai positif menandakan adanya infeksi pada babi usia antara 3-5 bulan. Pada umur diatas 5 bulan ditemukan nilai positif yang tinggi sebesar 57,9% dan nilai negative sebesar 42,1% hal ini menunjukan bahwa tingkat infeksi pada umur diatas 5 bulan (induk) tinggi menandakan babi diatas usia 5 bulan kemungkinan terinfeksi virus JE. Data di atas di perkuat dengan laporan oleh sendow (2003) yang mengungkapkan bahwa pada babi dewasa, yang rata-rata berumur 6 bulan keatas memiliki prevalensi yang cukup tinggi yaitu 94% - 95% terhadap infeksi virus JE, sedangkan untuk babi umur 4-6 bulan memiliki prevalensi sebesar 60% 80% dan untuk prevalensi terendah terdapat pada umur 2-4 bulan sebesar 24% 41%. SIMPULAN Pada babi di daerah Sesetan (Denpasar) dan Sedang (Badung) ditemukan adanya titer antibody terhadap virus JE sebesar 38 sampel atau 61.3%. Ada perbedaan seroprevalensi virus JE di daerah Sesetan (Denpasar) sebesar 12 sampel atau 37,5 % dan Sedang (Badung) sebesar 26 sampel atau 86,7%. Babi di Sedang (Badung) 10.8 kali lebih beresiko terinfeksi virus JE dari babi yang ada di daerah Sesetan (Denpasar) Babi umur diatas 3 bulan akan sangat rentan terhadap infeksi virus JE. SARAN Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan IgM, untuk mengetahui lebih jelas apakah babi yang positif memiliki antibodi JE dafeksi alami atau hanya merupakan antibodi turunan.
DAFTAR PUSTAKA Lubis, 1. dan Suharyono, W. 1982. Gambaran Epidemiologik virus J.E di Dua Kecamatan Dalam Kotamadya Denpasar pada tahun 1982. Buletin Penelitian Kesehatan, vol. XI. No. 2.
697
Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(5) :687 – 698 ISSN : 2301-784
Lubis, 1. 1990 . Masalah penyakit JE di Indonesia. Cermin dunia kedokteran. 61 : 24-26.
Miyata, K, M. Ueda, and N. Hashimoto (1982) Antibody assay for Japanese encephalitis virus in bovine serum by ELISA. Jap.J.Vet. Res. 30(3/4):5967.
Santhia, K.A.P, N. Dibia, K. P. Daniels dan R.luth. 2003. Surveilans Terhadap Japanese Encephalitis Pada Hewan Sentinel. BPPH VI Denpasar. Scherer, M. F, J. T. Moyer, T. Izumi, I. Gresser, and J. McCown (1959c) Ecological studies of Japanese encephalitis virus in Japan. VI Swine infection. Am.J.Trop. Med.Hyg 8:698-706.
Somboon, P., W. Choochote, C. Kham Boonrwang, P. Keha, P. Swanphanit, K. Sukontasan, and P. Chaivong. 1989. Studies on the Japanese encephalitis vectors in Amphoe Muang, Chiang Mai, Northerrn Thailand. Southeast Asian J. Trop. Med. Pub. Hlth. 20(1): 9-17. Wada, Y. 1972. Theoretical Model For Japanese Encepalitis Endemic. Trop. Med.,13, 41-54
Wei, L. 2005 . Disease burden of Japanese encephalitis: epidemiologic perspectives. Workshop and training surveilans JE di rumah sakit, Jakarta, 17-19 Februari, 2005. 26 hlm.
698