Seroepidemiologi Malaria Di Aceh Pidie Chairuddin P. Lubis Universitas Sumatera Utara Fakultas Kedokteran
1. LATAR BELAKANG Malaria merupakan penyakit infeksi yang mempunyai dampak yang nyata pada perkembangan sosial dan ekonomi dalam masyarakat (5.9). Di Asia Tenggara sejak berabad-abad, malaria merupakan problema kesehatan masyarakat, dimana dari ke – empat parasit malaria yang mendeteksi manusia yaitu P. talciparum, P. Vivax, P. malarie dan p. ovale. Dua species yang pertama merupakan penyebab lebih dari 95% kasus malaria di dunia. Ditaksir pada tahun 1948. tujuh puluh lima juta penduduk di India terserang malaria. Di Indonesia dan Sri lanka situasi ini mungkin sama atau lebih jelek. Menurut Kondrashin A.V (9). Malaria telah dinyatakan sebagai probelma kesehatan masyarakat yang utama pada 9 negara Asia Tenggara (Myanmar, kampuchea, Indonesia, Laos, Malaysia, Philiphines, Singapore, Thailand dan Vietnam). Menurut Who geneva 1987 (17), penularan mlaria masih dijumpai di 102 negara dunia, begitupun hanya 61 negara yang data epidemiologinya ada pada WHO (gambar 1). Disangka 2700 juta penduduk (56%) dari populasi dunia, bertempat tinggal di daerah endemik malaria 2226 juta diantaranya pada daerah dimana malaria kontrol sudah atau masih berjalan dan 398 juta pada negara dimana tidak ada usaha yang sedang atau telah dilakukan terhadap penyakit ini. Kira–kira 776 juta penduduk (165 dari populasi dunia) berdiam pada daerah dimana malaria telah di-eleminasi sejak berpuluh–puluh tahun . Dari data yang dipunyai WHO, diketahui bahwa frekwensi malaria pada tahun 1984 adlah 5.3 juta kasus dibanding 5,6 juta pada tahun 1983 dan 6,5 juta pada tahun 1982. Data ini tidak termasuk yang berasal dari Sub sahara africa (17). Di Indonesia malaria di jumpai hampir diseluruh pulau. Dari survei yang dilaksanakan oleh Badan litbangkes pada tahun 1972, ternyata bahwa 60% dari masalah kesehatan yang ada di Indonesia adalah penyakit menular, yang salah satu diantaranya adalah malaria (15), dimana angka kesakitan mlaria di Pulau Jawa dan Bali (laporan tahun 1983) berkisar antara 1-2 per 1000 penduduk, sedangkan diluar pulau Jawa dan Bali diperkirakan 10 kali lebih besar (2,10). Walaupun Malaria ini bisa mengenai semua lapisan masyarakat, baik anak maupun dewasa, tetapi di Indonesaia data terinci mengenai malaria pada anak belum ada. Dari penelitian Morbaniati (13) di kecamatan Wanadadi banjarnegara pada periode 19761984 di jumpai API pada tahun 1972-1984 berkisar 1,14 ο/οο . Di Sumatera Utara, 1987 oleh team Asahan health Improvement Project (4) melakukan MALARIOMETRY Survey (M.S) pada anak sekolah dasar (7-8 tahun) dari 8248 anak 1420 dengan splenomegali (S.R 17,2%) dan 787, dengan parasitemia (P.R 9,5%) terdiri dari 359 P.falciparum, 399 P. Vivax, 18 mixed dan 11 tidak teridentifikasi. Kekebalan yang diperoleh seseorang setelah di infeksi secara alami dengan berturut-turut oleh salah satu species malaria adalah spesifik untuk species tersebut. Pada 1 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
bayi baru lahir terdapat kekebalan yang diperoleh dari ibu sehingga pada bayi berumur beberapa minggu jarang menderita malaria. Bayi biasanya terlindung selama 2-3 bulan (14). Pada usia 1-5 tahun adalah masa–masa yang mempunyai resiko tinggi untuk mendapat infeksi malaria yang berat. Akan tetapi apabila telah melewati masa–masa ini frekwensi akan berkurang karena telah timbulnya kekebalan terhadap malaria, sehingga walaupun pada pemeriksaan darah tepi ditemukan parasi, tetapi secara klinis tidak ditemukan adanya gejala-gejala. Bukti epidemiologis menunjukan bahwa serangan malaria yang berulang–ulang diperlukan selama beberapa tahun sebelum kekebalan protektif yang efektif didapati.Mengapa harus demikia, masih belum diketahui, mungkin ini berhubungan dengan beberapa faktor seperti umur, perubahan hormonal atau parasitnya sendiri. Infeksi malaria merangsang pembentukan zat anti yang memperlihatkan sekelompok reaksi serologi seperti presipitasi, aglutinasi, fiksasi komplemen dan reaksi zat anti fluoresen. Aktivitas zat anti terdapat pada immunoglobilin G.M dan A. akan tetapi konsentrasi loG lebih tinggi dengan adanya dengan adanya prespitin pada semua umur. Ulen karena itu maka hanya zat anti pada loG yang mempunyai sifat protektif pada infeksi malaria pada manusia (14). Defisiensi GGPD adalah suatu penyakit genetik yang terjadi bila ada faktor predisposisi seperti penyakit infeksi atau obat–obatan. Primaquin adalah salah satu obat malaria yang dapat menyebabkan terjadinya hematuria pada penderita dengan defisiensi G6PD. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan G6PD pada penderita malaria. 2. PERUMUSAN MASALAH Di daerah endemik sering ditemukan bahwa penderita dengan slide positif malaria, tetapi klinis tidak menunjukan gejalayang berarti, dan jarang terjadi manfestasi malaria berat. Dari data diatas, kita menyimpulkan bahwa seakan–akan ada hubungan antara umur dan infeksi berulang dengan imunitas yang terjadi. Selain itu juga diketahui adanya defisensi G6PD sebelum pemberian obat–obatan malaria untuk mencegah timbulnya akibat lain yang tidak kita kehendaki 3. TUJUAN PENELITIAN Untuk mengetahui tingginya titer antibodi malaria dengan memakai metoda ELISA, serta melihat korelasi antara umur dengan titer antibodi yang terbentuk secara kwantitaip. Selain itu kami juga ingin mengetahui imprevalensi defisiensi G6PD di daerah pedesaaan ini. 4. TINJAUAN KEPUSTAKAAN Penelitian mengenai sero-epidemiologi malaria telah banyak dilakukan di negara– negara ASEAN, seperti Thailand dan Malaysia serta di negara lain seperti India, Madagaspar, Nigeria dan Kenya. Dengan mengetahui Sero–Epidemiologi malaria, akan sangat membantu dalam menyusun program pemberantasan dan pencegahan malaria. Pemeriksaan serologi malaria dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan Immuno-fluorescent Antibody Test (IFAT) atau dengan cara ELISA. Keuntungan dengan memakai ELISA adalah lebih sensitip, sehingga dapat mendeteksi adanya antibodi pada anak dengan umur yang sangat mudah dan di daerah yang tingkat endemisitasnya rendah. 2 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
Barbara 1983 di Tahiland mendapatkan bahwa pemeriksaan serologi malaria dengan cara IFAT memberikan hasil yang cukup baik, dimana terlihat bahwa dengan bertambahnya umur, kekebalan terhadap malaria akan semakin meningkat, oleh karena semakin banyaknya antibodi terhadap malaria pada daerah endemik dengan cara indirect Hemaglutination test dimana jumlah serologi positip meningkat sesuai dengan bertambahnya usia dan jumlah serangan malaria yang terjadi. Mereka juga mendapatkan bahwa peninggian titer antibodi cenderung sesuai dengan banyaknya parasit dalam darah menjadi negatif (11). Gupta M. M 1983 menemukan bahwa pada usia muda titer antibodi ini rendah (7). Emmanuel O.M. 1985 mendapat pada bayi–bayi Nigeria yaitu serologi positip rate mpada usia 6 bulan pertama adalah 82%, 6 bulan kedua 49% dan pada anak usia 2 tahun adalah 9%. Dari sini terlihat bahwa bayi yang lahir dari ibu yang imun akan mendapat kekebalan pasip untuk jangka waktu yang tertentu (16). Gary H.C. 1987 menggunakan ELISA untuk mendeteksi antibodi malaria pada anak usia 1 bulan sampai dengan dengan 10 tahun di Kenya dan mendapatkan persentase antibodi positip meningkat sesuai dengan umur (1). Hisaichi Fuju 1984 memperkenalkan suatu metoda pemeriksaan G6PD dengan memakai kertas filter. Keuntungan metoda ini adalah : 1. Prosedur-nya sederhana tanpa memakai teknik yang canggih. 2. Gel yang terbentuk stabil dan dapat bertahan sampai beberapa bulan bila disimpan ditempat yang gelap. 3. 100 sampel bisa diperiksa sekaligus. 4. Tidak memerlukan peralatan khusus (6).
METODOLOGI Pemeriksaaan ini dilakukan pada bulan Mei – Juni 1989 di tiap desa yaitu masing–masing kecamatan Tanjunga dati 11 Aceh Pidie. Tengah dan desa Tanjung Merahe kecamatan Kutabuluh dati II Karo. Sampel diambil secara acak dimana kami mendapatkan 360 dari 984 populasi di desa Pasie Lok. 91 dari 128 penduduk di desa Rih tengan dan 67 dari 165 penduduk di desa Tanjung merahe. Pemeriksaan yang dilakukan berupa pemeriksaan fisis diagnostik yaitu pemeriksaan Hepar dan Lien. Besarnya Hepar dinilai dengan cm dibawah arcus costae kanan, sedangkan Lien dinilai dengan memakai metoda Hacket. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan darah hapus tipis dan tebal untuk melihat parasit malaria (identifikasi spesies), pengambilan darah kapiler dengan micro capitallary tube untuk pemeriksaan iqG (ELISA) serta pengambilan darah kapiler dengan memakai kertas filter untuk pemeriksaan enzim G6PD. Sedangkan pemeriksaan lanjutan ELISA dan G6PD dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Daerah Medan. Selain itu dicatat nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan dan riwayat malaria pada keluarga dalam bentuk kwesner
3 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
HASIL PENELITIAN Dari hasil 518 sampel yang kami periksa, dijumpai umur termuda adalah 3 bulan dan umur tertua 80 tahun. 274 orang (52,9%) adalah berusia 0-15 tahun dan 244 (47.1) Tabel 2 terlihat bahwa jumlah kasus wanita lebih banyak dari laki–laki dengan 56,9% dan 43,1%. Secara serologi dengan pemeriksaan Ioqg (ELISA), kami melihat bahwa hanya 12,6% dengan 1qG positip dari 518 sampel yang masing–masing 5,3 % di desa Pasie Lhok, 40,7 di desa rih tengah 13,4% didesa Tanjung merahe (Tabel 3). Maka pembesaran limba (Spleen rate) pada anak yang berusia 0-9 tahun secara berturut- turut di desa Pasie Lhok: Rih tengah dan Tanjung merahe 1,1% , 25,7% dan 9,1% (tabel 4) Pada pemeriksaan darah hapus tipis dan tebal, kami mendapatkan hanya 1 kasus (0,37%) di desa Paste Lhok. 14,3% di Rih tengah dan tidak seorangpun dari sampel di desa Tanjung Merahe menunjukan gambaran darah hapus yang positip. Selain itu kami juga mendapatkan bahwa infeksi yang terjadi disebakan oleh plasmodium falciparum 8 kasus dan plaswmodium vivax 6 kasus (tabel 5). Bila kita melihat hubungan antara umur dan titer antibodi uang terbentuk (iqG), ternyata bahwa titer antibodi lebih banyak di jumpai pada orang–orang yang berusia diatas 15 tahun yaitu 75,4% dari 65 kasus dengan antibodi positip (tabel 9). Defisiensi G6PD kami temukan hanya pada 3 kasus (0.8%) yaitu di desa Pasie Lhok, sedangkan di dua desa yang lain tidak kami temukan sama sekali (tabel 6).
DISKUSI Sero-epidemiologi malaria mempunyai peranan yang penting dalam survei yangluas karena metodanya yang mudah dan sederhana, serta dapat menghemat waktu. Beberapa peneliti mendapatkan bahwa cara ini lebih sensitif untuk mengetahui kejadian sebenarnya dari malaria. Karena dapat mendeteksi adanya antibosi, walaupun didalamnya darah tepi tidak ditemukan lagi parasit (1). Biasanya antibodi terbentuk setelah mendapat infeksi berulang–ulang dengan parasit malaria dan ini memerlukan waktu yang lama, sehingga dengan bertambahnya usia, maka titer antibodi yang terbentuk semakin tinggi (8,11,16). Pada peneltian ini kami mendapatkan hasil negatip palsu sebanyak 6 dari 14 kasus dengan malaria positip dari hapusan darah tepi (42,9%) Hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena beberapa faktor seperti saat terjadinya penyakit, masalah gizi yang berhubungan dengan kemampuan membentuk antibodi ataupun faktor– faktor lain seperti penyakit defisiensi imun. Pada pemeriksaan G6PD kami hnaya mendapatkan 3 kasus (0,8%) dan hal ini agak berbeda seperti apa yang diperoleh “Hiroyuki Doi, 1984”. Dibeberapa daerah seperti Perupuk (2,9%) ; Nias (3,1%) dan Medan hanya 0,4% (12).
4 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
SARAN DAN KESIMPULAN 1. Metoda ELISA sangat bermanfaat bila ditinjau dari segi epidemiologi karena sensitivitasnya yang tinggi, caranya yang mudah dan tidak memerlukan waktu yang lama, hal ini perlu untuk melancarkan strategi dalam pemberantasan malaria. 2. Perlu difikirkan untuk melaksanakan survai sero- epidemiologi malaria dalam skala yang besar.untuk mendapatkan angka yang akurat dari kejadian malaria diberbagai daerah di Indonesia. Karena dengan pemeriksaan darah hapus hanyalah, tepat untuk mendeteksi adanya kasus yang aktip. Selain itu juga survei dalam skala besar dengan metoda hapus darah tepi sukar dilaksanakan karena memerlukan waktu yang lama untuk mendapatkan hasilnya 3. Pemeriksaan G6PD dengan memakai kertas filter pada suatu survei malaria sangat bermanfaat karena mudah, sederhana dan tidak memerlukan peralatan yang canggih.
KEPUSTAKAAN Campbell G,. H ; Collin F. H. ; Brandling – Bennet A. D. Age specific prevalence of antibody to a sythetic peptide of the circum-sporozoite protein of plsmodium falciparum in children from three villages in Kenya, Am J . Trop Med Hyg ; 37 (2) : 220 – 224, 1987 Departemen Kesehatan R. I. Direktorat Jendareral. Pencegahn dan pemberantasan penyakit menular : epidemiologi malaria no.1 1983 Departemen Kesehatan R.I : Malaria dan (Program Pemberantasan, 1983 Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara . Quanterly progress report no. 9/10 JanuaryJune 1987. North Sumatera Health Promotion Project (Asahan Health Improvement Project)medan, July 1987. Duncan B : Malaria in Weqwood R.J ; davis S. D : Ray C. G and Kelley V.C [eds]. P. 1420-1435. Infections in Children Harper & row Publisher Philadelphia, 1982. Fuju H ; Takhashi K and Miwa S : A new simple screening method for Glucose 6 – Phosphate Dehydrogenase Deficiency. Acta haematol JPN : 47 185-188. 1984 Gupta, M.M ; Srinivasa H; bhat P.Seroepidemiology of malaria in Karnataka state : Longitudinal study of a population from an area with high incidence at Kolar . South India. Intect Dis : 148 (Sept) : 3. 1983 Jacobs B.B : Cittpraprop and Khamboonruang C : Seropidemiology of Malaria in Northern Thailad. Southeast Asian J. Trop Med pub Helth : 14 (2) : 235-242, 1983
5 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
Kodrashin A.V : Malaria in South Asia. Therapaela, a monthiv supplemaent to Asian Medical news. August 1984 Kuma rai N : Malaria dan prospek imunisasinya di Indonesia kumpulan makalah bagian I. Kongres Ilmu Kesehatan Anak ke-VI, hal 166 – 167. Denpasar 15-19 juli 1984. Mathew H. M dan dondero J.R. T. J : a longitudinal study of Malaria antibodies in Malaysian populations. Am j. trop Med Hyg ; 91) : 14 – 18. 1982 Matsuoka H : parasitollogical aspects of the coastal Malaria in the Asahan Health Project area, North Sumatera, July 1984 Morbaniati : Hasil surveilance malaria oleh kader di kecamatan Wanadadi Banjarnegara tahun 1976-1984. Medika ; 5 (12) : 42- 45 1986. Pribadi W : Aspek imunologis malaria.Kumpulan makalah Bagian 1. Kongres ilmu kesehatan Anak ke-VI . Hal 98-108. Denpasar 15-19 Juli 1984. Soepanto A : penggunaan obat anti malaria yang rasional Seminar Parasitologi nasional ke II dan Kongres Perkumpulan Pemberantasan Penyakit parasit Indonesia hal. 102-105 Jakarta 24-27 uni 1981. Udezeu E. D : Persistence of Malaria antibody in Ngerian Children born I UK and its clinical relevance. Trans Roy Soc Trop Med Hyq ; 79 : 427. 1985 World Health Organization, Geneva : John Maurice and Anna marina pearce [eds]. Tropical disease research , A. Global Partnership.
6 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara