Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ DONGENG ARKEOLOGI & A NTROPOLOGI Oleh : Ki Bayuaji Trims banget yee Om Bayuaji
Seri Surya Majapahit Sumber : http://pelangisingosar i.wordpress.com/ Ebook : Dewi KZ http://kangzusi.com/ atau http://dewi-kz.info/ http://kang-zusi.info http://cerita-silat.co.cc/
Nuwun Atur pambagyå dumatêng pårå kadang ingkang dahat kinurmatan: Sugêng pêpanggihan malih pårå kadang, radi sawêtawis wêkdal mboten nuwéni padêpokan. Penuh dengan “kesibukan” yang tidak dapat ditinggalkan demi masa depan, (walah åpå toh iki). Wah gandhok tambah rejå. Begini pårå kadang . Sekarang ini saya lagi sênêng-sênêng nya gojégan sama putu, (putuku ini usianya baru 2,5 tahun), båpå biyungé sedang umroh, direncanakan ±15 hari. Lha karena sudah jumênêng dadi éyang kakung (cucuku ini manggilnya “ akung”) dan kepada éyang putrinya, yakni Sang Ardhanareswariku, (dipanggilnya “ut i”), sehingga membuat sênthong pasêmadénku menjadi “tempat penitipan cucu”. Jadi yang namanya “w angi-wangian semerbak ompol (meskipun pake pam**), bedak baby, adalah “parfum” harianku. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Lalu, daripada di kut hå gêdhé hanya bertiga (saya, sang ardhanareswariku, dan putu), juga karena sudah menjadi “pengacara” (maksudnya pengangguran tanpa acara), serta punya gelar “Drs.” dan t itêl “S3” (maksudnya “Di rumah saja”, dan “Sampun Sangêt Sêpuh”); juga kangên sama kampung halaman, trus “bali mulih ndéså”. Nah di ndéså itulah banyak hal yang “dipelajari” oleh sang cucu ini.
nDésåku nggak jauh dari Kot a Tape Bondowoso atau Kota Gerbong Maut, yang lagi dituweni Ki Senopati Mahesa Arema. … Ternyata Ki Senopati Mahesa Arema sudah tindak melanglang hingga ke Kota Tape Bondowoso, Mungkin Ki Arema sedang belajar mateg aji “bandung bondowoso ”, itu lho waktu gendhuk Jonggrang minta dibuatkan seribu candi dalam semalam, yang ngak dapet dipenuhi oleh si bandungbondowoso. Tapi bagi Ki Arema kalau hal begitu sih kecil. Semalam 5 atau 10 rontal PBM pun nggak masalah…..lho……… Hiks hiks. BONDOWOSO Kot a Bondowoso dijuluki juga Kota “Gerbong Maut”, karena Belanda pada tahun 1947 melakukan penangkapan besarbesaran terhadap Tentara Rakyat Indonesia (cikal bakal TNI), lasykar pejuang, gerakan bawah tanah dan orang-orang “republiken toelen”. Sehingga dalam waktu singkat penjara Bondowoso tidak mampu lagi menampung t ahanan yang pada waktu it u mencapai hampir 700 orang. Belanda bermaksud memindahkan tahanan para “extrimis-ext rimis” dari penjara Bondowoso ke penjara Surabaya. Untuk mengangkut para tahanan tersebut digunakan sarana kereta api.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sabtu, 23 November 1947, dimulai pada pukul 04.00 pagi, seluruh tahanan pejuang kemerdekaan dibawa dari penjara Bondowoso, dan pada pukul 05.30 pagi tahanan tiba di St asiun Kereta Api Bondowoso. Seluruh tahanan dijejalkan oleh Belanda ke dalam gerbong-gerbong barang. Pada pukul 07.00 kereta api dari Situbondo datang. maka saat itu juga gerbong-gerbong dengan register GR 5769; GR 4416; GR 10152 digandeng, maka dimulailah perjalanan maut menuju kematian. Para tahanan terkungkung dalam gerbong yang bagaikan didalam neraka karena atap dan dindingnya terbuat dari plat baja. Banyak terjadi peristiwa diluar batas kemanusiaan, seperti guna mempertahankan hidup dari kehausan sebagian para tahanan terpaksa meminum air kencingnya dan dari tahanan lainnya. Lama perjalanan selama ±16 jam, Gerbong Maut pun sampai di Stasiun W onokromo. Jam menunjukkan pukul 20.00 waktu Jawa. Dari dua gerbong yakni GR 5769 dan GR 4416 sebanyak 8 orang meninggal, sedangkan GR. 10152 seluruh pejuang sebanyak 38 orang meninggal semua. Menyedihkan dan membuat geram. Salah satu korban gerbong maut adalah paman, adik ibuku tercinta. Semoga Allah menempatkan para syuhada ini dalam surgaNya. Aamin. …
Ki Arema dan pårå kadang . Di Bondowoso juga terdapat satu peninggalan purba, namanya Situs Megalith “Dolmen” Maesan-Bondowoso , lokasinya di desa Gunung Sari Pakuniran-Maesan Bondowoso. sekitar 5 atau 6 km ke arah barat dari pasar Maesan, ± 15 km dari pusat kota Bondowoso. Penduduk setempat menyebutnya http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ “Batu Kenong” dari bentuknya yang menyerupai alat musik Jawa kenong. Tempat ini masih terjaga dan terawat dengan baik. Monggo menawi sempat dapat tindak ke sana. …. Sekarang cantrik Bayuaji mau ndongèng têtirah cantrik Bayuaji sama put u Jelang Akhir Juni 2010 dindésåku, sambil momong putu, ndongèng tentang ndésåku. Dongèngnya begini: Saat itu menjelang Akhir Juni 2010. Saput siti, ésuk umunumun sebelum Shubuh dan sebelum plêtheking srengéngé diawali dengan kluruking jago, cucuku ini sudah bangun, langsung ambil sajadah, “calat min .. um…min .. um .. ” (maksudnya “ash-shalatu khairun min an-naum”; bagian dari panggilan adzan Shubuh yang menyeru dan mengajak umat bahw a “sholat lebih baik daripada tidur”). Gema adzan bersahut-sahut an dari satu langgar ke langgar yang lain d i seput ar padukuhan menyingkirkan tabir malam. Sholat Shubuhpun didirikan. Terdengar cicit burung-burung pipit yang beterbangan di antara deretan pohon sawo kecik dan lengkeng di halaman. Codot dan kalong yang kesiangan pulang sarang ke lereng bukit pinggir padésan. Udara sangat atis, maklum mångså kaså, musim kemarau, suhu udara siang hari sangat panas dan malam hari hingga pagi hari sangat dingin, daun beberapa tumbuhan berguguran. Setelah terang tanah, beranjak dari “istanaku” menuju ke arah timur, ke sawah yang padinya sudah mulai menguning siap panen. nggusahi manuk, nguping mbrêngêngênging tawon di kuncup-kuncup beraneka ragam bunga, lalu ke http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pawon , (pawon di “kerajaanku” masih pawon kuno), yang nggak pake kompor minyak tanah apalagi kompor gas yang tabungnya dikabarkan sering mblêdos itu, bahan bakarnya pun cukup banyak tersedia, sabut kelapa atau bathok kelapa, dan tidak merusak lingkungan. Bukankah sisa pembakaran atau limbah sabut dan bathok kelapa dapat dijadikan bahan campuran pupuk kompos. Mencium aroma gåndå sêsangiting pêgå gêni bêdiyang , suara sénggot timbå, (di samping “kedatonku” masih ada
sumur dengan sénggot timbånya lho, dan ini oleh “dinasti atau wangsa Bayuaji” sepakat untuk tetap dipertahankan), dan orang nyapu latar, ditingkah suara garèngpung , dan têmbang bocah angon, ( nduk ndésåku masih ada bocah angon bébék, pake caping bawa gitik menuju sawah yang habis dipanen). Gåndå sangit pêganing gêni bêdiyang , suara sénggot timbå , mbrêngêngênging tawon ditingkah suara garèngpung dan lamat-lamat suw årå têmbang bocah angon, dibawa hembusan bayu pelahan dari lereng bukit . Komposisi suasana alam ndéså yang sangat indah di pagi hari nan sejuk. Tembang puja semesta alam mengagungkan Sang Maha Pencipta. Suasana in i kuasa menggugah lam-lamming ati alam batin padésan. Di situ alam ndésa nampak rêgêng, wingit tetapi nêngsêmaké, nampak éndah lan ngangêni.
Maha Suci lagi Maha Indah Engkau wahai Tuhanku, Maha Pemilik Segala Kebesaran, Maha Pemilik Segala Kebesaran dan Kemuliaan . Demikianlah pårå kadang dongèng cêkak aos saking ndusun
Pårå kadang . http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sekarang dongeng yang utama yaitu: Dongeng Arkeologi dan Antropologi
Dongeng Arkeologi dan Antropologi yang selama in i diwêdar mendampingi rontal-rontal ‘pelangisingosari’ berusaha mengikuti alur lakon Ki Dalang SHM seperti telah berlangsung sejak PdLS hingga SUNdSS, t etapi dalam perjalanannya tidak dapat terlaksana sepenuhnya. Membaca sepintas ront al pbm yang kemudian dilanjut kan dengan rontal hl2p (koq kayak rumus kimia), ternyata Ki Dalang SHM “menyimpang jauh dari pakêm rontal Pararaton dan prasasti sejarah”. Ibarat lakon wayang kulit, Ki Dalang SHM menggelar lakon carangan, yang “babon cêrita”nya bersumber dari “rontal” dan “prasasti” Ki Dalang SHM sendiri. Meskipun waktu dan tempat kejadiannya adalah waktu dan tempat Någhå Roro Salèng masih jumênêng nåthå, tetapi sedikit sekali “peranan” sang Prabu Ranggawuni Wisnuwardhana dan Ratu Anggabhaya Mahesa Campaka Narasinghamurti disinggung oleh Ki Dalang SHM dalam rontalront al selanjutnya. Tetapi tak apalah, itu adalah hak beliau sebagai “sutradara” dan yang empunya lakon ‘pelangisingosari’ in i. Dalam pada itu, rontal ‘pelangisingosari’ versi Dongeng Arkeologi dan Antropologi tetap berdasarkan pada kitab kidung Pararaton, pujasastra Nagarakret agama, Babad Tanah Jawi, dan beberapa kitab kidung lainnya, serta beberapa prasasti yang berkenaan dengan “jagadsingosari”, seperti yang telah disebutkan pada dongeng arkeologi & antropologi, dongeng kaping-27 , Rontal SUNdSS-37. Maka miturut pakêm kitab kidung Pararaton, akhir dongeng arkeologi & antropologi ini adalah pada masa pemerint ahan Dyah Suraprabhawa yang bergelar Sri Adi Suraprabhawa http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Singawikramawardhana
Giripati Pasut abhupati Ketubhuta, atau lebih dikenal dengan nama Bhre Pandan Salas, di tahta Wilwatikta Majapahit.
Tetapi untuk ndongèng ke masa itu memerlukan waktu yang lama, melangkah setapak demi set apak Jejak Sang Kala. Ada beberapa “episode”, sejak mangkatnya sang Prabu Wisnuwardhana, kemudian Mahisa Campaka (dongeng arkeologi & antropologi ke-27), disusul kemudian dengan naiknya Kertanagara ke tahta Singosari. Kertanagara yang memiliki pemikirian wawasan nusantara dengan cakrawala mandala nusant aranya, “reshuffle kabinet ” Kertanegara, ekspedisi Pamalayu, peristiwa Meng Chi, penyerangan GlangGlang oleh Jayakatwang, keruntuhan Singosari, kembalinya wahyu keraton ke Kadiri, Ardharaja, Raden Wijaya, pengusiran tentara Mongol Cina, Churabaya, awal Majapahit, Jayanagara, Tribuana Tunggadewi, Jiwana Hayam Wuruk, Desawarnana, Sumpah Palapa, Bre Wirabhumi, Perang Paregreg, demikian seterusnya hingga terakhir Bhre Pandan Salas, dan terakhir sekali Majapahit runtuh “sirnå ilang kêrtaning bhumi”. Dengan demikian dongeng arkeologi & antropologi selanjut nya akan sangat berbeda dengan penuturan “pakêm” Ki Dalang SHM pada ront al PBMnya, karena seperti yang telah disebutkan, lakon PBMnya Ki Dalang SHM hanya ada dan dicatat dalam “kidung”, “pakêm” dan “prasasti”nya Ki Dalang SHM sendiri.
Pårå kadang sutrésnå padépokan, Untuk mengawali dongeng arkeologi & antropologi, cantrik Bayuaji tawarkan opsi (w êlèh-wêlèh, lagak-lagunya kayak pansus bank C**tury saja), yaitu: 1. tetap mengikuti alur lakon Ki Dalang SHM tuntas hingga akhir ront al Pararaton, artinya dongengnya sejaman dengan http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ “kidung”nya Ki Dalang SHM, dengan ‘sudut pandang’ (wé istilahnya “ilmiah” banget); yang berbeda, tetapi nggak nyambung sama lakon Ki SHM dalam PBM; 2. atau mulai dongeng baru, jaman purba masa keraton lama nusant ara, Tarumanagara, Kut ai, Kalingga, Mataram Kuno, dan seterusnya, tetapi tetap kagak nyambung juga sama wedaran rontal PBM. 3. atau ada opsi lain dari pårå kadang. 4. atau nggak usah ndongeng saja.
Sakbênêré, cantrik Bayuaji yang sok kemintêr ini ndongeng untuk membagi kawruh buat pårå kadang tentang sejarah masa lalu nusant ara, dengan menggunakan bahasa yang sederhana, bukan “bahasa ilmu sejarah”, bukan pula bahasa yang ndakik-ndakik, dengan begitu cantrik berharap pårå kadang tertarik untuk mempelajarinya, memahaminya, dan yang lebih penting adalah mencintai sejarah bangsa sendiri, lebih khusus lagi budaya bangsa yang adi luhung ini. ( Tinimbang ngrasani tanggané, tinimbang sok arêp mèlumèlu mikir ruwêt rêntêngné nêgâri, nanging durung karuw an biså mrantasi gawé, ora ngrusuhi waé wis syukur lan matur nuwun sangêt. Pancèné ‘ra éntos. Nèk ånå padêpokan kiyé, iså gojêgan, iså ndongèng ngêcuprus, lha sing ndongèng aé ‘ra dibayar, ugå ‘ra n jaluk bayaran jé. gratis tis tis tis. Malah mbayar. Ning koq gêlêm, yå. Sing didongèngi yå mung mant huk-mant huk aé, ngantuk, tur têklak-têkluk, hé hé hé hé ), Namun yang lebih penting dari-pada itu, dengan mendongeng, cantrik Bayuaji bersyukur atas n ikmat karunia ini. Alhamdulillah. Puji Tuhan, karena cantrik Bayuaji b isa mendapatken ilmu baru dan pengetahuan baru, juga sohib http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ baru, ahwan dan ahwat baru, kåncå énggal, sêdulur-sêdulur, mungkin juga kåncå lawas yang suwé ora jamu, tetapi bukan musuh baru. Menggiatkan silaturahmi, itu bahasanya al Mukarom al Ustadz Kyai d i surau, langgar tempat saya mengaji d i ndusun . Itupun jika pårå kadang , bila sudi berkenan kiranya….( iki båså
aluuuuus bangêt, båsåné priyayi-priyayi pårå andahan pangrèh pråjå kut hå gêdhé yén lagi ngêndika kalawan priyagung pêtingginé, mundhuk-mundhuk, driji papat epekepek tangan têngêné digêgêm, ning jêmpolé diacung-acungké ) dan he he he he. Nah, para kadang, monggo pada kesempatan berikutnya, Insya Allah cant rik Bayuaji akan mulai mendongeng lagi. Mudah-mudahan para kadang tidak bosan mendengarkan (maksudnya membaca) ‘ ngêcuprus’nya cantrik. Untuk mengingatkan kepada kita semua: “Tahukah kalian tentang sesuatu yang paling cepat
mendatangkan kebaikan ataupun keburukan? ‘Sesuatu yang paling cepat mendatangkan kebaikan,’ sabda Rasulullah SAW, ‘adalah balasan (pahala) orang yang berbuat kebaikan dan menghubungkan tali silaturahmi, sedangkan yang paling cepat mendatangkan keburukan ialah balasan (siksaaan ) bagi orang yang berbuat jahat dan yang memutuskan tali persaudaraan” (Hadits Rasulu llah SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah).
Sumonggo . Nuwun , cant rik Bayuaji 0odwo0 http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
DONGENG A RKEOLOGI & ANTROPOLOGI © 2010. Dongeng kali ini merupakan “breaking news ” yakni tentang: PEMERASAN OLEH PEJABAT PAJAK DIGAGALKAN PENEGAK HUKUM Minggu-minggu terakhir ini media televisi, koran, radio dibuat ramai dengan berita “bal-balan” berita terpanas sépakbolapialadunia. Dunia dislimur oleh bal siji dirêbut wong
rolikur, dirêbut, nék wis cêdhak dit êndang, didohke mênéh, diplayoni, cêdhak, dit êndang, didohké mênèh, parani karo mblayu, cêdhak, didohké mênèh, ngono sapituruté, wong sa’donya (nggak semua) yå gêlêm mêntêlêngi, diréwangi mêlèk kadang-kadang nganti ngêbyar. Ånå sing w ani mbayar. Malah nganggo totohan duwit . Dengan event (basa apa toh iki) bal-balan in i, hampir semua orang terpukau, terbius oleh bal bunder siji sing diênggo rêbutan wong rolikur . Dislimur, mengapa, ya minimal dengan nonton bal-balan yang empat tahun sekali ini, para kawula dislimur, sejenak para kawula dapat melupakan kesulitan hidupnya, kesedihannya, beratnya menyangga beban hidup, yang seakan tak pernah berakhir. Bal-balan benar-benar telah membius dunia. Harta dan nyawa yang hilang kêtrajang banjir (sering, sering, dan sering), tertimbun tanah longsor (terlalu kêrêp), puso (kerep banget), sawah pategalan kering, gempa bumi (sering), kapal tengelam (lag i), sepur ngguling (lagi), dan masih banyak lagi. dan jangan lupa juga, “artis video panas”, semua sejenak terlupakan
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Juga kasus-kasus penegakan hukum, kasus-kasus korupsi, penyuapan, penggelapan pajak, adalah sedikit dari kasu s penegakan hukum yang berangsur-angsur mulai terlupakan (semoga tidak), dan seperti kasus-kasus hukum lainnya seringkali menguap tak tentu ke mana. dan lupa. Belum lagi Pilkada yang selalu ricuh, t awuran, gelut. Lalu, uang pajak yang ditilep dan entah kemana, yang “bint ang utamanya” Bang Ga*us T*mbun**, dan “bint angbintang peran pendukung lainnya”. Dari sekian berita di atas, anehnya berita-berita itu seolah hendak memberikan isyarat bahw a betapa bobroknya lahir (banjir, gempa bumi, kecelakan kapal tengelam, sepur ngguling) dan batin (perzinahan, nyolong, korupsi, penggelapan uang negara, dst, dst) negeri ini.
Pårå kadang , Ternyata satu salah satu berita di atas pernah diberitakan “koran kuno ” yang kini berada di Museum Nasional Jakarta. Ada satu artefak yang patut mendapat perhatian. Benda kuno itu berupa sepotong lempengan logam berukuran 27 cm x 23 cm, dengan kode inventaris E 63. Kondisi artefak memang sudah berkarat di sana-sin i sehingga terkesan “acakadhut”. Dilihat dari bentuknya tak ada yang bernilai seni, kecuali berupa tatahan aksara. Tidak sembarang orang mampu membaca benda ini. Namun bagi teman-teman arkeolog yang menggeluti bidang epigrafi (aksara dan tulisan kuno), benda itu sangat berarti karena informasi di dalamnya sangat bermanfaat untuk kajian masa kini. “Surat kabar kuno” tersebut adalah adalah prasasti Wurudu Kidul diterbit kan pada 844Ç/922M, ditulis dengan http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ aksara dan bahasa Jawa Kuno. Pertama kali isi prasasti Wurudu Kidul diulas oleh W.F. Stutterheim pada 1935. Pada intinya prasasti W urudu Kidul menguraikan bagaimana susahnya seseorang menjadi warga keturunan dalam menghadapi pejabat pajak. Kemungkinan, sebelum ini pemerasan pajak hampir selalu dilakukan terhadap orang asing. Hukum Jawa Kuno memang mengatur bahwa pajak orang asing lebih tinggi daripada pajak orang pribumi. Namun kalau sudah keterlaluan, jelas-jelas akan menimbulkan citra buruk bagi pejabat pajak kerajaan. Konon, menurut bagian awal prasasti ini (disebut Prasasti Wurudu Kidul A), ada seorang pria bernama Sang Dhanadi. Dia bertempat tingal di desa Wurudu Kidul. Suatu hari Dhanadi kedatangan tamu bernama Gayus T. (eh maksudnya: Wukajana). Orang ini menjabat sebagai Samgat Manghuri (yakni “Pejabat Direktorat Perpajakan Departemen Keuangan Kerajaan Mataram Kuno ”), yang bertugas memungut pajak dari rumah ke rumah. Begitu melihat Dhanadi, Wukajana langsung menuduh Dhanadi bahwa dia adalah anak orang asing. “Kamu termasuk golongan w arga atau wka kilalang ( orang asing ),” demikian kira-kira tuduhannya. Sebagai orang asing tentu saja Dhanadi harus membayar pajak lebih besar daripada w arga pribumi. Dhanadi tidak terima dengan sangkaan tersebut. Dia lalu mengadu ke KPK (eh maksudnya ke Sang Pamget Padang
(yakni hakim dari pengadilan kerajaan Mataram Kuno, bernama Empu Bhadra). Untungnya hakim tidak mengulurulur waktu perkara seperti zaman sekarang. Tak berapa lama, sang hakim segera mengusut tuduhan terhadap Dhanadi itu.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sebagai tambahan informasi Sang Pamget Padang Empu Bhadra ini adalah hakim yang sangat jujur, disegani oleh semua pihak bahkan oleh Baginda Prabu sendiri. Pertama kali, keluarga Dhanadi dipanggil satu per satu ke persidangan. Mulai dari kakek nenek hingga ayah ibu diperiksa dengan saksama dan ketat di pengadilan. Dari garis kakek dirunut -runut apakah ada unsur asing yang mengalir dalam darah Dhanadi. Begitu pula dari garis nenek. Bukan cuma itu. Warga di desa Grih, Kahuripan, dan Paninglaran yang berada di sekitar desa tempat Dhanadi tinggal, ikut dimint ai keterangan sebagai saksi. Setelah melakukan pemeriksaan yang ketat dan seksama, dengan tegas dan berwibawa hakim segera memutuskan bahw a Dhanadi dan keluarganya benar-benar orang pribumi asli. Menurut prasasti disebut wwang yukti. Dengan demikian besarnya pajak yang harus d ibayarkan Dhanad i t idak set inggi seperti yang dimint a pejabat “direktotat pajak” itu. Sebagai pegangan, hakim itu Sang Pamget Padang Empu Bhadra, memberikan “Surat Sakti” (tidak dijelaskan bahan “surat” tapi yang pasti bukan kertas) tertanggal 6 Kresnapaksa bulan Baisakha tahun 844Ç atau identik dengan 20 April 922M. Waktu itu pula (922M) yang dijadikan tarikh prasasti Wurudu Kidul. Namun sudah plong-kah hati Dhanadi? Mungkin karena sudah “mental pejabat korup”, rupa-rupanya pejabat pajak tadi tidak puas atas keputusan hakim. Akibatnya kali in i ketenangan Dhanadi terusik kembali oleh pejabat pajak lain, Pamariwa. Ternyata Pamariwa adalah orang suruhan Wukajana dari Samgat Manghuri, pejabat pajak yang coba memeras Dhanadi t adi.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Begitu bertemu muka dengan Dhanadi, demikian menurut Prasasti Wurudu Kidul B, Pamariwa langsung menuduhnya anak keturunan Khmer atau Kamboja, disebut wka kmir, tentu saja Dhanadi sangat tersinggung. Dia mengadu lagi ke Sang Pamget Padang . Sesuai prosedur hukum, hakim mengirim “surat panggilan” pertama ke rumah Pamariwa agar menghadiri sidang gugatan. Namun pada panggilan pertama, Pamariwa tidak datang. Hakim mengirim lagi surat panggilan kedua. Kali ini Pamariwa juga tetap tidak datang. Akhirnya Samget Juru i Madandar memenangkan Dhanadi. Rupa-rupanya pada waktu itu belum dikenal istilah “pemanggilan paksa” seperti pada zaman sekarang. Jadi cukup pemanggilan dua kali berturut-turut. Jika tidak datang, berarti kalah perkara. Sekali lagi, Dhanadi menerima “Surat Sakti” tertanggal 7 Suklapaksa bulan Jyaistha tahun 844Ç atau 6 Mei 922M. Jelas sekali dari kedua kasus itu, ada upaya pemerasan yang coba dilakukan pejabat pajak. Di pihak lain, upaya negatif itu digagalkan hakim yang jujur. Sayang, proses pengadilan itu terjadi di masa lampau, tepatnya di Kerajaan Mataram. Kalau saja t erjadi di masa kini, mungkin penjara kita sudah dipenuhi koruptor-koruptor. Terhadap ulah Pamariwa yang dua kali mangkir, tentu saja dikenakan sanksi berdasarkan hukum Jawa Kuno. Dikatakan di dalam berbagai kitab hukum, perbuatan menuduh yang tidak berdasar ( duhilatan) adalah t indak pidana yang patut dikenai hukuman. Namun belum jelas hukuman apa yang dijatuhkan kepada Pamariwa itu. Juga kepada atasan Pamariwa, Wukajana dari Samgat Manghuri. Sebenarnya gambaran penerapan hukum di Indonesia banyak sekali terdapat dalam prasasti-prasasti yang http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ berkategori jayapattra, jayasong, suddhapattra, dan sukhadukha (prasasti mengenai persoalan hukum). Sayang, pakar-pakar k ita yang mampu menerjemahkan dan menafsirkan prasasti-prasasti demikian, masih b isa dihitung jari tangan. Akibatnya, banyak data masih tersimpan di berbagai museum di seluruh Indonesia. Juga di tempat-tempat lainnya seperti Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala dan Balai Arkeologi. [Dicuplik dari majalah Intisari, Maret 2010, bahan dari Museum Nasional Jakarta. Matur nuwun dumateng Mas Djulianto Susantio (Arkeolog), atas “koran kuno”nya.]
Nuwun cant rik Bayuaji. 0odwo0 DONGENG ARKEOLOGI & ANTROPOLOGI © 2010. [dongèng kaping-I. Rontal PBM 07]
Dongèng ing samangké kasêrat ing dintên Soma Wage, Wuku Tambir 1932Ç; 05 Juli 2010M; 23. Rêjêb 1943 – Dal; 23 Rajab 1431H Pårå kadang ingkang dahat kinurmatan: Mengawali dongeng arkeologi & antropologi kali ini Cantrik Bayuaji mengajak para kadang berkilas balik “melihat” lokasi-lokasi terjadinya lakon pelangisingosari yang disebut oleh Pararaton, Nagarakertagama, Babad T anah Jawi, Prasasti Mula Malurung, kidung, kitab babad, dan prasasti-prasasti lainnya yang berhubungan, dan mencoba mencari tahu nama dan letak tempat-tempat itu pada nama dan tempat dengan sebutan sekarang. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ 1. Panawijen atau “wanua i panawijyan”. Panawijyan, Panawijyan atau sekarang Pålåwijen. Tepatnya kelurahan Pålåwijen, di ujung utara kota Malang sekarang, ditengarai sebagai kampung kelahiran Ken Dedes. Kampung yang dulu dikenal dengan nama Panawijen ini masih menyimpan situs-situs abad ke-XI berupa sumur (tempat pemandian) dan instrumen pukul ( kenong ) yang masih berserakan. Sumur tua yang sekarang jelas bukan lagi berbentuk sumur ini berada di tengah kampung yang dikelilingi dengan pemakaman Islam. Di Jalan Cakalang, Lingkungan Watu Kenong RT 03/RW 02 desa Pålåwijen itu ada sebuah situs yang disebut situs Sumur Windu dikenal juga sebagai sumur upas atau Sumur Empu Purwå, situs yang banyak menjelaskan soal keberadaan Mpu Purwå dan putrinya nDèdès itu. Peninggalan arkeologis yang masih dapat ditemukan di tempat ini antara lain bekas pemukiman yang kaya dengan pecahan keramik asing dan gerabah, sisa umpak-umpak batu dan arung (saluran air bawah tanah). 2. Kali Méwèk Dalam lakon PdLS disebutkan adanya padang gersang dan kering yang disulap menjadi daerah yang subur dengan membangun sebuah bendungan. Di masa lalu Pålåwijen adalah ladang. Di Prasasti Wurandungan I disebutkan bahwa masyarakat Panawijen atau Pålåwijen mint a dibuatkan sudetan air untuk persawahan mereka yang menjadi lêmah cêngkar, karena sepata Empu Purwa.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Prasasti Wurandungan I, yang dibuat tahun 870Ç/948 M sudah sangat jelas menyebutkan adanya sungai buatan ( suwèkan) yang diambil dengan menyobek Kali Méwèk di arah ut ara Panawijen untuk menjadikan tanah Panawijen subur kembali. Dari lempeng ke-7 prasasti ini, menyebutkan keberadaan Panawijen yang sangat kering seperti kingkaboringayanya (laksana kerbau kurus kering). Pada lempeng ke-4 bagian B (lempeng sisi belakang) disebutkan bahwa Panawijen adalah daerah kering. Artinya bukan tanah sawah dengan pengairan yang berasal dari sumber artesis atau aliran sungai. Meskipun di daerah Panawijen mengalir sungai besar di sebelah utara, Kali Méwèk yang permukaannya di bawah Panawijen. Hal in ilah yang kemudian menjelaskan sistem pengairan di masa lalu di sekitar Panawijen. Dalam kenyataannya, memang daerah Panawijen sangat tidak mungkin mengandalkan air dari Kali Méw èk, yang alirannya ada d i sebelah ut ara situs Sumur Windu yang disebutkan di atas. Permukaan Kali Méw èk secara geografis letaknya 25 meter di bawah wilayah dataran Panawijen. Dalam prasasti Wurandungan itu jelas tercatat bahwa air untuk sawah diambil dari sungai yang disalurkan ( disuw ak=disobek dalam Jawa Kuno). Yang disobek adalah sungai induk yakni Kali (sungai) Méwèk itu. Jadi, cikal bakal nama Méwèk it u bukan berarti méwèk dalam artian menangis. Demikian masyarakat Malang mengartikan Kali Méwèk. Tapi, Méwèk dalam arti sobek. Sebab, Suwak mendapat awalan Ma menjadi Masuwak yang dalam tatanan Jawa Kuno menyatakan perbuatan, sifat, dan keadaan. Kata Masuwak sedikit demi sedikit mengalami http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ perubahan bunyi menjadi Masuwèk —- Mawèk — akhirnya Méwèk. Aliran air itu yang disebut dalam prasati itu hingga kini ada di sebelah selatan situs Mpu Purwa berjarak sekitar 50 meter. Sementara sobekan dari Kali Méwèk dapat kita jumpai d i sebelah barat Pålåwijen. Di sana terdapat sebuah dam kecil dari Kali Méw èk. Warga setempat mengaku dam tersebut dibangun pada Jaman Belanda ketika hampir disisihkan oleh Jepang. Namun, riwayatnya, sebelumnya dam t ersebut sudah ada dan oleh penduduk pada masa lalu hanya dibendung dengan batang-batang pohon kelapa. Padang Karautan ? — “tempat” ini hanya ada pada “prasasti” Ki Dalang SHM saja. 3. Tumapel, Singosari. Kawasan ut ara kota Malang adalah kawasan kota yang paling dekat dengan pusat Kerajaan Singosari yang berada di kecamatan Singosari. Memasuki kota melalu i gerbang utara in i kita disambut patung Ken Dedes set inggi ± 7 meter berada di tengah-tengah taman Kali Méwèk. 4. Taman Boboji Pemandian Watu Gede. Letaknya lebih kurang 10 km dari pusat kota Malang (dekat dengan Stasiun Kereta Api Singosari ± 100 m). Situs Pemandian Watu Gede ini dipercaya oleh penduudk setempat sebagai tempat Ken Dedes sering ‘ciblon’. Apakah situs Pemandian Watu Gede ini dahulunya adalah Taman Boboji yang juga tempat Ken Dedes sering ‘ kumkum’, seperti yang disebut dalam Pararaton. Hingga kini belum ada penjelasan lebih rinci t entang keberadan Taman Boboji ini. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ 5. Tempat kelahiran, daerah asal-usul Ken Arok. Beberapa tempat berikut di bawah ini disebut-sebut dalam Pararaton, temuan-temuan dan peninggalan situs purbakala yang diduga sebagai tempat kelahiran Ken Arok, atau paling tidak ditengarai bahwa Ken Anrok pernah bermukim di t empat itu. a. Pangkur; Pararaton: “hana si yugga mami manusa wijil ing wong Pangkur. Ika angukuh i bhumi Jawa” “adalah anakku, seorang manusia yang lahir dari orang Pangkur, it ulah yang memperkokoh tanah Jawa”. Pangkur diduga terletak di antara Kepanjen, Kabupaten Malang dan Blitar. Tetapi ada pula yang menyebutnya di daerah Ngawi. b. Batu, Malang Raya. Ada yang berpendapat bahwa Angrok berasal dari Batu, Malang Raya lantaran disebutkan di Pararaton bahwa Ken Ndok sempat pula bertemu dengan Lembong dan Bango Samparan dari Karuman untuk mengakui bahwa anak yang diasuh dua laki-laki itu adalah anaknya. Pararaton: “wonten ta bobotoh sasiji saking Karuman haran sira Bango Samparan.” “ada seorang penjudi permainan saji berasal dari Karuman, bernama Bango Samparan.” Pararaton: “Sumahur Ken Angrok: ‘Ingsun dating ing Karuman, w onten http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bobotoh angangken weak ring ingsun haran sira Bango Samparan. “Ken Angrok menjawab: ‘Hamba pergi ke Karuman, ada
seorang penjudi yang mengaku anak kepada hamba bernama Bango Samparan’,…” Karuman disebut sebagai tempat tinggal orangtua angkat Angrok, si penjudi Bango Samparan. Sampai sekarang desa Karuman masih ada, dan merupakan bagian dari Kelurahan T logomas. Kecamatan Lowokwaru (situs kuno menyebutnya wanua i waharu), Malang c. Rêjasa.
Sri Rajasa Amurwabumi. (kata Rajasa dekat sekali dengan kata Rêjasa). Konon daerah itu, di zaman Jawa Kuno sudah sangat ramai. Terbukti dengan banyaknya temuan-temuan purbakala di sana. Di Kecamatan Junrejo, Batu Malang ada sebuah desa bernama Rejasa atau nJasa atau lidah Jawa menyebutkan Rejoso (?). d. Jiwut Pararaton: “Nihan katuturan Ken Angrok, Hana anak i randhani Jiput ” “Demikian in ilah kisah Ken Angrok. Adalah seorang anak janda di Jiput .” Jiwut atau Jiput terletak di kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ e. Pujasastra Nagarakertagama memberitakan bahwa leluhur Prabu Hayam Wuruk adalah Putra Sang Girinata berasal dari sisi t imur Gunung Kawi.
Nguni sakabdhidesendu yuddhaikawira
hana
sira
mahanatha
Saksat dewatmakayonija tanaya tekap çri-girindra prakça …….Çri-ranggah rajasa kyati ngaran ira jayeng satru suratidaksa. Desagong wetan sarrrabhogatiramya
ing
parbwata
kawi
penuh
ing
Kuww anggehnyan kamantryan mangaran i kut arajenadeh wwang nikabap Yeki nggwan çri girindratmaja n-umulahaken dharma manggong kasuran . “Pada abdhidesendu (1104Ç) ada raja perwira yuda Putra Girinata, konon kabarnya lahir di dunia tanpa ibu. Sri Ranggah Rajasa nama beliau, penggempur musuh pahlawan bijak. Daerah luas sebelah timur gunung Kawi terkenal subur makmur. Di situlah tempat putra (atmaja) Sang Girinata menunaikan darmanya.” Siapa “Put ra Girinata”, “Sri Ranggah Rajasa”, “put ra ( atmaja) Sang Girinata”. Dia adalah Angrok. 6. Lulumbhang, Lulumbang Lumbang Pasuruan (?)] Pararaton: Gandring ”
“apande
ring
[Katanglumbang
Lulumbhang,
http://ebook-dewikz.com/
haran
(?);
Mpu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ “seorang pandai keris di Lulumbang, bernama Mpu Gandring ”. Tidak ada penjelasan tentang Lulumbang ini. Lihat juga Lumbang Boro Timur, Prigen. 7. Ganter. Belum diperoleh penjelasan, karena belum pernah ditemukan sisa-sisa bekas terjadinya peperangan (keris, tombak dsb). [Pesan pendek melalui ponsel dari nomor 0816.993***, cant rik Bayuaji t erima beberapa bulan yang lalu, menyebutkan : “Ganter kuwi dalan ngulon sak lor e kantor kecamatan
nDlopo, Ganter ana ning kelurahan nDoho, ana sendhang kramat lan biyen sering dit emokne perabot (gerabah) kuno terkadang malah perhiasan emas. “Matur nuwun infonya, akan kami lacak, segera” demikian pesan singkat balasan kami]. Kami segera mempersiapkan segala sesuatunya untuk “berburu”. Laporannya: “nDlopo adalah salah satu kecamatan di daerah Madiun.” Oleh “guider”, kami diajak ke suatu tempat dan ditunjukkan sebuah batu besar yang dikatakan sebagai batu tua di desa Doho, Dolopo (nDlopo), Madiun, di tempat ini (sambil menunjuk ke arah batu), dahulu adalah lokasi keraton yang merupakan salah satu kepanjangan tangan dari Majapah it di saat-saat akhirnya. Tidak jauh dari batu besar yang disebutnya sebagai batu kuno tadi, kami ditunjukkan ke sebuah area tanah kering semacam tanah patêgalan yang ditumbuhi semak belukar, contour permukaan tanahnya cekung ke dalam, yang oleh “guider” kami, dijelaskan sebagai bekas sendang dengan nama Sendang Ganter, yang menjadi bagian pent ing dari kompleks keraton, “sêndang ” yang terbagi menjadi dua in i http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ merupakan tempat mandi para puteri dan sendang yang satunya lagi menjadi tempat untuk mengambil air keperluan rumah tangga. Tidak nampak adanya tanda-tanda bahwa di tempat itu dahulunya adalah sendang, kecuali contour permukaan tanahnya yang akan cekung. Demikian juga tidak diperoleh tanda-tanda atau penjelasan lain, apakah di tempat itu dahulunya adalah keraton atau kota, atau seperti yang disebut dalam Pararaton, sebagai lokasi terjadinya peperangan antara Tumapel (Angrok) dan Kadiri (Kertajaya), yang disebut sebagai Perang Ganter, sehingga Prabu Kertajaya Dandang Gendhis gugur. 8. Daha, Kadiri, adalah Kediri sekarang. 9. Nama-nama kraton vasal menurut Malurung Lempengan VIIA dan B.
Prasasti Mula
a. Nararyya Kirana put era sang prabu Semi Ning Rat sendiri dirajakan di Lamajang (Lumajang); Pada lempengan VIIA baris 1 – 3 prasasti Mula Manurung menyebutkan: “Sira
Nararyya Sminingrat, pinralista juru Lamajang pinasangaken jagat palaku, ngkaneng nagara Lamajang ” “Beliau Nararyya Sm iningrat (W isnuwardhana) ditetapkan menjadi juru di Lamajang diangkat menjadi pelindung dunia di Negara Lamajang” Tahun dibuatnya Prasasti Mula Malurung yakni tahun 1177Ç/1255M, dijadikan sebagai tahun dari hari jad i Lumajang. b. Nararyya Murddhaja dirajakan Adalah Kota Kediri sekarang
di
http://ebook-dewikz.com/
Daha; Kadiri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ c. Nararyya Turukbali, puteri sang prabu, permaisuri Jayakatwang, dirajakan di Glang Glang dengan ibu kota Wurawan. Sri Jayakatwang adalah keponakan sang prabu Semi Ning Rat; Glang Glang disebutkan terletak di sebelah barat Gunung Wilis, tetapi tidak diperoleh penjelasan lebih lanjut lokasi tepatnya. d.Sri Ratnaraja, adik sepupu sang prabu dirajakan di Morono; disebutkan terletak di Jawa Timur bagian Timur. Juga tidak diperoleh penjelasan lebih lanjut sisa tapak keberadaannya. e. Sri Narajaya adik sepupu sang prabu dirajakan d i Hring; disebutkan terletak di Jawa Timur bagian Timur. Tepatnya tidak diketahui. f. Sri Sabhajaya, sepupu sang prabu dirajakan di Lwa. Disebut kan terletak di tepian sungai Brant as, tetapi tidak diket ahui lokasi t epatnya. g. Seorang lagi yang namanya t idak d isebut menjadi raja d i Madhura (Sumenep). 10. Kagnangan/Kagenengan dan Usana Pararaton: “Linan irå Sang Amurwwabhumi, i såkå 1169. Sirå Dharmméng Kagênêngan.”
Sang Amurwabumi wafat pada tahun saka 1169Ç/1247M, dicandikan di Kagenengan. Babad T anah Jawi: Bênginé Sang Prabu sêdå kaprajåyå ing
duratmåkå. Layone Sang Prabu Kagênêngan (cêdhak Malang).
dicandhi
http://ebook-dewikz.com/
ånå
ing
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Nagarakertagama: “ ri sakasyabdhi rudra krama kalahan iran mant uk ing swarggaloka, kyating rat sang dhinarmma dwata ri kagenengan saiwa-bodheng usana.
Pada tahun 1149Ç beliau (Sang Amurwabumi) kembali ke swargaloka, (Dia) dicandikan di dua (tempat), di Kagenengan (sebagai) Syiwa (dan) di Usana (sebagai) Buddha. Kagnangan/Kagenengan sebagai tempat pendharmaan Ken Angrok sebagai Syiwa atau pun pendharmaan di Usana sebagai Buddha hingga sekarang ini belum dapat diketahui keberadaannya secara pasti. Tersisa suatu desa di wilayah selatan Kabupaten Malang, tepatnya di Kecamatan Pakisaji. Desa Kagenengan. Tetapi belum dapat dipastikan apakah Desa Kagenengan ini merupakan tempat yang sama yang disebut dalam kitab Pararaton, Babad Tanah Jawi dan Nagarakertagama. 11. Katang Lumbang “Rawuh sireng Katang Lumbang mukta ta sira. Linan sira ( Apanji Tohjaya) . Anuli dhinarmme Katang Lumbang. Linan ira isaka 1172”. “Sesampainya di Katang Lumbang, Panji Tohjaya pun tewas
karena luka-lukanya. Apanji Tohjaya dicandikan Katanglumbang, ia mangkat pada tahun 1172Ç/1250M”
di
Ada nama sebuah dusun di wilayah Pasuruan, tepatnya di Dusun Lumbang Boro Timur Desa Lumbang Rejo Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan (Tretes). Tetapi belum dapat dipastikan juga apakah Desa Lumbang (Dusun Lumbang Boro atau Desa Lumbang Rejo) ini dahulunya adalah Katanglumbang, tempat yang disebut dalam kitab Pararaton, http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ 12. Churabhaya atau Hujung Galuh Nama Surabaya sudah ada jauh sebelum zaman kolonial, ejaan nama Surabaya awalnya adalah Çhurabhaya. Tulisan in i di antaranya ditemukan pada prasasti Trowulan I berangka tahun 1358M atau 1280Ç. Dalam prasasti itu tertulis Çhurabhaya termasuk kelompok desa di tepian sungai Brantas sebagai tempat penambangan atau penyeberangan penting yang sudah ada sejak dahulu ( nadira pradeca nguni kalanyang ajnahaji praçasti). Kata SURA dan BAYA konon diambil dari suatu legenda dari suatu mitos perkelahian hidup-mati Ikan Sura dan Buaya d i sekitar Jembatan Merah. Namun ternyata tidak ada korelasi sama sekali antara nama Surabaya dengan dua makhluk itu. Berdasarkan literatur tidak diketemukan padanan ikan Hiu dengan kata Sura. Dimungkinkan mitos itu lahir set elah lambang kota Surabaya itu ada. Sebelumnya daerah ini disebut Hujung Galuh atau Ujung Galuh disebut juga Jung Galuh, berdasarkan prasasti Kelagen, berangka Tahun 959Ç/1037M yang dibuat pada masa pemerint ahan Prabu Airlangga. Prabu Airlangga adalah raja yang memimpin masa kejayaan Kerajaan Jenggala Kahuripan yang merupakan kelanjutan dari Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah yang runtuh karena bencana. Nama Janggala diperkirakan berasal kata Hujung Galuh , atau disebut Jung Yalu atau Chung Kia Lu berdasarkan dialek Cina. Diyakini oleh para ahli sejarah Çhurabhaya telah ada pada tahun-tahun sebelum prasasti-prasasti t ersebut dibuat. Sebuah hipotesis, Surabaya didirikan S inuwun Prabu Kertanagara
tahun 1275M atau 1197Ç, sebagai pemukiman baru bagi para http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
prajuritnya yang telah berhasil menumpas pemberontakan Kemuruhan tahun 1192Ç atau 1270M. Versi lain d ikisahkan pada zaman Majapahit terjadi pertempuran antara Adipati Jayenggrono yang menguasai ilmu Buaya dan Sawunggaling yang menguasai ilmu Sura. Pertempuran itu berawal dari ”ketakutan” Majapahit t erhadap perkembangan Ujung Galuh dibawah pimpinan Adipati Jayenggrono. Pertempuran 7 hari 7 malam itu terjadi di t epian Sungai Kali Mas. Keduanya tewas dalam pertempuran itu. Empu Prapanca juga menuliskan nama Surabaya dalam Pujasastra Negara Kertagama. Di dalam dijelaskan bahw a pada t ahun 1365 Raja Majapahit, Hayam W uruk beristirahat di muara kali brantas yang bernama Surabhaya, saat melakukan perjalanan:
yan ring janggala lot sabha nrpati ring çhurabhaya manulus mare buwun Ketika sampai d i Jenggala, sang raja singgah di Surabaya, terus menuju Buwun Dari sekian sumber sejarah, yang paling lemah adalah mitos perkelahian antara ikan Sura (Hiu) dan Buaya. Pada lambang lama kota Surabaya, tepatnya lambang Gemenete van Soerabaia atau Pemerint ah Kota Soerabaia yang lahir pada 1 April 1906 terdapat tulisan Soera Ing Baia pada pita. Tetapi tidak ada istilah Jawa atau penjelasan yang akurat yang menyebutkan bahwa Suro/Sura adalah ikan hiu. Nama Sura sering digunakan sebagai nama pada beberapa tempat seperti Surakarta, Kartasura dan Suralaya, dan itu tidak ada hubungannya dengan ikan Hiu. Kata Sura juga t erdapat pada nama pahlawan legenda Jawa. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dengan begitu dapatlah disimpulkan, bahw a ‘SURA’ dalam semua penyebutan itu berarti BERANI, tidak ada kata lain selain kalimat itu. Dengan kata lain kalimat di pita lambang itu mempunyai arti ” BERANI MENGHADAPI BAHAYA ” dan sama sekali t idak berhubungan dengan ikan hiu dan buaya. Lalu apa makna dari Ikan Hiu dan Buaya itu ? (Mungkin di antara para kadang ada yang mengetahuinya atau mempunyai literatur tentang hal ini.) 13. Canggu Dalam Pararaton dsiebutkan Canggu terletak di utara Kot araja, ibukota Kerajaan Singosari, d ibangun sebagai pengganti pelabuhan lama kerajaan Yortan yang rusak terkena bencana. Dalam Kidung Sundayana, Canggu disebut sebagai “kota bandar”, disebutkan terletak di sisi selatan sungai besar (Sungai Brant as) yang letaknya tidak jauh dari Tarik, sebelum dua percabangan, terletak yang palungnya membelok dari arah selatan ke utara, dan terus ke arah timur. Dalam perjalanan w aktu Canggu akhirnya memang menjadi “kota”. Sekarang, Desa Canggu termasuk wilayah kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto. 14. Mahibit Disebut kan dalam Pararaton, bahwa Mahibit berada tidak jauh dari benteng Canggu. Diduga terletak di daerah Terung, tidak jauh dari kota keraton Majapahit. Tetapi karena kurangnya data-data sejarah, sulit dibuktikan dengan tepat 15. Gunung Paulauan atau Gunung Penanggungan.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Gunung Penanggungan dijadikan t empat untuk memuliakan tokoh-tokoh kerajaan. Di lereng timur gunung ini di Belahan terdapat makam Airlangga, makam Sindok di Betra, dan makam ayah Airlangga di Jalatunda. Di Penanggungan pun terdapat ratusan candi, yang saat ini tidak terawat. 16. Kelagyan Prasasti Kelagyan (Kamalagyan) yang dibuat semasa Prabu Airlangga bercandra sengkala 959Ç atau 1037M. Prasasti Kelagyan menceritakan bahw a pada suatu hari sungai Brant as yang semula mengalir ke ut ara tiba-tiba mengalir ke timur memutuskan hubungan negeri Jenggala dengan laut , merusak tanaman dan menggenangi rumah-rumah penduduk. Prabu Arlangga bertindak dengan membangun bendungan besar di Waringin Pitu dan memaksa sungai kembali mengalir ke utara. Mungkin, inilah yang disebut sebagai bencana “banyu pindah” dalam buku Pararaton. Bencana seperti ini terjadi berulangulang, bencana yang sama dicatat di dalam buku Pararaton terjadi lagi t ahun 1256Ç atau 1334M pada zaman Majapahit. Kelagyan adalah nama desa Kelagen sekarang di utara Kali Porong dari Gawir Watukosek, sebuah gawir sesar hasil deformasi sesar Watukosek yang juga membelokkan Sungai Porong, melalu i titik-titik semburan lumpur panas termasuk lêndhut bêntèr, ‘têrasi muncrat’ itu, juga melalui “mud volcano” (deretan gunung-gunung lumpur) di sekitar Surabaya dan Bangkalan Madura. 17. Tapan Transliterasi Cina dari kata Sampang yang terletak di sebelah timur Jung Galuh, yakni Pulau Madura. 18. Sukitan
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Transliterasi Cina dari Supitan (Dalam bahasa Jawa, selat disebut supit atau supitan, atau laut yang sempit), dimaksud di sini adalah Supitan Madura, suatu tempat yang membentang di perairan selat Madura dari Bangil sampai Surabaya atau pantai Barat Daya Madura. Demikianlah pårå kadang beberapa nama tempat yang disebut dalam Pararaton, Nagarakertagama, Babad Tanah Jawi, Prasasti Mula Malurung, kitab kidung, kitab babad, dan prasasti-prasasti lainnya, sebagai nama-nama tempat yang dikenal semasa kerajaan Singosari dan Majapah it. Masih banyak tempat-tempat lain yang pada masa sekarang sudah tidak dikenal lagi, mungkin terlupakan, sehingga tidak diulas d i sin i. Sepanjang tidak didukung oleh bukti-bukt i yang akurat (seperti prasasti), agak sulit untuk menentukan dengan t epat lokasi nama-nama yang disebut di masa sekarang, boleh jadi nama yang dikenal semasa jaman Singosari telah berubah (misal: Panawijen menjadi Pålåwijen), atau t elah ditinggalkan penduduknya (misal: pindahnya kota/pelabuhan Yortan ke Canggu), karena sesuatu hal seperti bencana alam, atau perang, atau sengaja dirusak oleh orang-orang yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Ini dapat didongengkan tersendiri.
Nuwun cant rik Bayuaji 0odwo0 DONGENG A RKEOLOGI & ANTROPOLOGI © 2010
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dongèng ing samangké kasêrat ing dintên Buda Umanis, Wuku Medangkungan 1932Ç; 07 Juli 2010M; 25 Rêjêb 1943 – Dal; 25 Rajab 1431H Pårå kadang ingkang dahat kinurmatan: Kali in i: DONGÈNG WAK ITÊM: [atawa Tanggal 22 Juni hari ulang tahun Jakarta? ] Sejarah adalah sejarah, dia tidak lebih adalah sebuah cermin yang memantulkan peristiwa-peristiwa yang telah lalu bagi orang-orang yang sekarang, dengan tanpa adanya rekayasa dan pemalsuan. Namun, manakala sejarah jatuh ke tangan para orang atau sekelompok orang yang berpihak pada kepentingan politik tertentu, maka sejarah akan berubah bentuknya dan akan rusak wajahnya. Dari sin ilah kemudian timbulnya berbagai pandangan dan aliran pemahaman. Karena, jika sejarah itu seharusnya lurus-lurus saja dan tidak ada rekayasa, maka tentu akan tersingkap kepalsuan berbagai aliran yang ada dan akan diketahui kebatilannya, dan yang tampil kemudian adalah kebenaran. … Warga ibukota negara Republik Indonsesia baru saja merayakan hari u lang tahun ibukota ‘nJakarta’ tercint a yang ke 483 tahun. Penggagas penetapan hari kelahiran Jakarta adalah Sudiro, Walikota Djakarta Raja (1958-1960). Pada saat berkuasa itu, Sudiro meminta kepada Mr. M.Yamin, Sudarjo Tjokrosiswono (w artawan) dan Mr. DR. Sukanto (sejarahw an) untuk mengkaji sejarah kelahiran kota Jakarta yang akan ditetapkan sebagai HUT Jakarta dikemudian hari. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Diakui oleh Soediro bahwa penetapan tanggal 22 Juni sebagai tanda kelahiran kota Jakarta semata-mata adalah keputusan politik, tanpa mau mengujinya dari sisi pandang manapun beradasarkan fakta ilmiah. Melalu i Sidang Dewan Perwakilan Kot a Djakarta Sementara 1956 diterbitkan Surat Keputusan Dewan Perwakilan Kot a Sementara Djakarta Raja, nomor: 6/DK. DPK Sementara Djakarta Raja/1956; tanggal 23 Februari 1956, yang menetapkan bahwa tanggal 22 Juni sebagai tanggal ulang tahun kota Jakarta hingga sekarang. Jika dihitung mundur maka tanggal lahir Jakarta adalah 22 Juni 1527. Yang menjadi dasar penetapannya adalah penelitian Prof. Soekanto sebagaimana diuraikan dalam bukunya Dari Djakarta ke Djajakarta (1954). Meskipun Soekanto sendiri mengatakan, “Sayang sekali
harinya yang sungguh-sungguh, kita tidak dapat menemukannya, sedangkan tahunnya agak pasti diketahui berkat hasil penyelidikan ahli-ahli sejarah,” namun penetapannya sudah terlanjur diputuskan badan legislatif. Sebagian besar warga Jakarta yang meyakini tanggal kelahiran kotanya ini. Tetapi sangat disayangkan, tidak ada yang mau meneliti lebih jauh benar salahnya tanggal 22 Juni sebagai ketetapan Ulang Tahun Kota Jakarta! Sungguh ironis. kota yang menjadi pusat kekuasaan, ibukota Negara, warga kotanya menerima begitu saja keputusan politik 1956 tanpa melakukan kaji ulang kebenarannya. … Soekanto mengawali penelitiannya dengan beranggapan bahw a pada 21 Agustus 1522 diadakan perjanjian
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ persahabatan antara Portugis dengan Raja Sunda untuk mendirikan benteng di Kalapa (Sunda Kelapa). Kemudian pada 1526 datang sepasukan armada Portugis untuk membangun benteng it u. Sesudah ekspedisi diselesaikan pada akhir 1526, armada Portugis berlayar ke Sunda. Karena diterjang badai, sebagian pasukan t erdampar dekat Kalapa. Pada saat bersamaan, Kalapa baru saja dikuasai pasukan Fatahillah. Rupanya Fatahillah menganggap armada Portugis adalah musuh besarnya sehingga semuanya dibunuh oleh tentara pimpinan Fatahillah itu. Kemudian Fatahillah merebut kota ini dari kekuasaan Raja Sunda. Atas dasar beberapa data sejarah itulah Soekanto “mengutak-atik” bahwa penyerbuan oleh Fatahillah dilakukan pada awal Maret 1527. dan berkat kemenangannya itu Fatahillah mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta (=kemenangan yang sempurna), disebut juga “Fathan Mubina” kemenangan besar dan nyata. Kemenangan Fatahillah tanggal 22 Juni 1527 dijadikan sandaran menetapkan perubahan Sunda Kelapa menjadi Jayakarta dan kemudian berubah menjadi Jakarta, kemudian tanggal kemenangan Fatahillah ditetapkan sebagai hari u lang tahun kota Jakarta. Soekanto kemudian berupaya mencari t ahu kapan peristiwa itu terjadi. Dalam analisisnya dia menggunakan penanggalan Islam, bukan penanggalan Hindu-Jawa seperti yang digunakan para pakar sebelumnya. Akhirnya berdasarkan pranåtåmångså, yakni penanggalan yang ada hubungannya dengan pertanian, Soekanto menyimpulkan bahw a nama Jayakarta diberikan pada “tanggal satu mångså kesatu”, yaitu http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ pada 22 Juni 1527. Tanggal itu dianggap berhubungan erat dengan masa panen. Namun pendapat Soekanto itu kemudian mendapat tentangan dari Prof. Hoesein Djajadin ingrat. Dalam artikelnya “Hari Lahirnja Djajakarta” (Bahasa dan Budaya, V (1), 1956, hal. 3-11), Hoesein meragukan tanggal t ersebut. “Apa ‘tanggal
satu mångså kesatu’ tahun 1527 jatuh pada 22 Juni seperti tahun 1855?” begitu pendapatnya. Menurut Hoesein, perhitungan tahun yang terdiri atas 12
mångså unt uk keperluan petani adalah berdasarkan peredaran bintang Weluku dan bintang Wuluh. Jadi “tanggal satu mångså kesatu” seharusnya paling tidak jatuh pada 12 Juli. Tepatnya menurut bintang Wuluh jatuh pada 9 Juli, sementara menurut bintang Weluku pada 17 Juli. Kekeliruan, menurut Hoesein, juga dilakukan Soekanto terhadap mångså panén. J.L.A. Brandes, seperti yang dia kut ip, menghitung bahwa mångså panén berlangsung pada 12 April-11 Mei, sedangkan Tjondronegoro mengemukakan 25 Maret -17 April atau 18 April-10 Mei. Hoesein bahkan mempertanyakan tarikh Islam yang sudah dikenal di Jawa pada 1526 atau 1527 M, seperti yang digunakan Soekanto dalam memberikan pendapat. “Bukankah
tarikh Islam mulai d ipakai di Jawa atas perint ah Raja Mataram Sultan Agung pada 1633 M?” begitu Hoesein mengomentari Soekanto. Hoesein kemudian menyimpulkan bahwa pergantian nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta terjadi pada hari raya Maulud 12 Rabiulawal tahun 933 H. atau pada hari Senin, 17 Desember 1526. “Perayaan Maulud pada 12 Rabiulawal
dianggap baik sekali jika jatuh pada hari Senin. Sebab http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menurut tradisi Islam, Nabi Muhammad lahir dan wafat pada hari Senin,” demikian alasan Hoesein. Pertanyaan kita sekarang tentunya benarkah hari lahir Jakarta 22 Juni 1527 sebagaimana pendapat Soekanto? Ataukah 17 Desember 1526 kalau mengikut i tafsiran Hoesein Djajadiningrat? Sebenarnya, pro-kontra hari lahir Jakarta bukan hanya dilakukan oleh Soekanto-Hoesein Djajadiningrat. Ahli arkeologi Islam, Ayatrohaedi, pernah menghitunghitung bahwa seharusnya hari jadi Jakarta adalah Maret 1527. Budayawan Betawi yang baru saja ditetapkan Universiti Kebangsaan Malaysia sebagai Sejarahw an & Budayawan Betawi, Drs. H. Ridw an Saidi, t ernyata sudah sejak t ahun 1988 mengajak semua pihak, khususnyé abang, mpok, êntong,
ênyak, babé, êncang, êncing, êngkong, sêmué w argé Betawi menguji kebenaran penetapan tanggal 22 Juni sebagai kelahiran kota Jakarta, tapi selalu diabaikan. Bahkan oleh tokoh-tokoh Betawi sendiri. Dalam tulisannya d i Suara Pembaruan beberapa t ahun lalu (1988?)_berujar, “Sungguh memilukan nasib penduduk
Jakarta khususnya orang Betawi, hari di mana hak-hak mereka dirampas oleh kekuatan yang berbau asing (Gujarat) dijadikan sebagai hari jadi kota mereka.” Dari pernyataannya, tentu Ridw an Saidi berkeberatan kalau 22 Juni 1527 menjadi hari lahir Jakarta. ….. Kita dapati prosesi sejarah Bandar Kalapa yang sejak abad XV sudah menjadi bagian dari kekuasaan Kerajaan Sunda Pajajaran. Pada tahun 1520, Kerajaan Sunda Pajajaran mengutus Wak Itêm(1) orang dari Kerajaan Tanjung Jaya(2) yang juga merupakan bagian dari kerajaan Sunda http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Pajajaran. Disebut Wak Itêm, karena berpakaian serba itêm (hitam) seperti suku Baduy. Wak Itêm disebut juga Batara Katong, karena memakai mahkota dari emas. …
(1) Wak Itêm: Dalam kajian sejarah, W ak Itêm merupakan proto manusia Betawi tetapi belum dapat dipastikan sebagai suku Betawi. Wak Itêm bukan seorang penyembah berhala. Dia adalah Muslim. Wak Itêm ditugaskan sebagai xabandar (syahbandar) Bandar Kalapa atau dikenal Pelabuhan Sunda Kelapa. Asal-usul beliau, hingga kini tidak diketahui. Menurut F.De Haan (1932) dalam buku “Oud Batavia” tugas-tugas xabandar adalah: mencatat keluar masuk kapal, memenej bisnis dan mencatat jumlah penduduk. Dalam Prasasti Padrao dijelaskan adanya perjanjian antara Kerajaan Sunda Pajajaran dengan Portugis, antara lain berisikan: Portugis diberi hak membangun loji atau benteng di sekitar Bandar Kalapa. Pada 1522, Wak Itêm teken perjanjian dengan Portugis yang merupakan perjanjian imbal beli: lada ditukar meriam. Wak Itêm meneken perjanjian padrao (baca padrong), dengan membubuhkan huruf WAU dengan khot indah.
(2) Tanjung Jaya: Lokasi Tanjung Jaya diperkirakan di Kampung Muara, Kelurahan Tanjung Barat, Jakarta Selatan, di pinggir “kali kawin”, amprogan Kali Ciliwung amé Kalimati (Kalisari)/Kali Cijantung. Ini berarti Wangsatunggal memindahkan pusat Kerajaan Tanjung Kalapa (t aklukan Tarumanagara) dari Condet ke Tanjung (Barat). Wangsatunggal kemudian mengganti nama T anjung “Kelapa” dengan Tanjung “Jaya”. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tepatnya lokasi Istana Tanjung Jaya di atas sebuah areal tanah seluas 800 meter. Istana menghadap ke utara, terbukti dengan adanya sumur lobang buaya dengan kulêm di bagian ut ara lokasi. Menjadi ciri khas istana-istana di wilayah Jawa sebelah barat adanya sumur tua di depan istana. … Labuhan Kalapa dikuasai Kerajaan Sunda Pajajaran dan Orang Betawi sebagai pelaksana yang ngurusin Labuhan Kalapa. Pada saat Fatahillah menyerbu Labuhan Kalapa, ada 3.000 rumah orang Betawi yang dibumi hanguskan (menurut buku de Quoto 1531) oleh pasukan Fatahillah yang jumlahnya ratusan. Penduduk Betawi ini kemudian berlarian ke bukitbukit. Menurut Ridwan Saidi, Wak Itêm sebagai Xabandar Labuhan Kalapa hanya punya pasukan pengikut sebanyak 20 orang. Dengan gigih melawan pasukan Fatahillah, walau akhirnya semua gugur melawan pasukan Fatahillah. Xabandar Wak Itêm tewas dan ditenggelamkan ke laut, sementara 20 orang pengikut nya semua juga tewas (Babad Cirebon). Menurut Ridwan Saidi, tidak pernah ada pertempuran antara Fatahillah dengan Portugis, karena armada Fransisco de Xa tenggelam diperairan Ceylon. Jadi yang menghadapi Pasukan Fatahillah adalah Xabandar Wak Itêm dengan pengawal-pengawalnya yang berjumlah 20 orang. Bahkan menurutnya Fatahillah juga dibantu tentara asal Gujarat yang merupakan anak buahnya di Pasai. Ketika Fatahillah menguasai Bandar Kalapa, maka orangorang Betawi yang ada, tidak boleh mencari nafkah sekitar Labuhan Kalapa (Hikayat Tumenggung Al Wazir). Kalau kemudian hari orang Betawi membantu VOC menghancurkan kerajaan Jayakarta, adalah wajar karena dendam orang http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ terusir. Pada tahun 1619, kerajaan Jayakarta akhirnya takluk pada VOC karena mendapat bantuan orang Betawi. … Ada pula menyebut, Fatahillah menyerbu Kalapa dengan maksud mengislamkan penduduk Labuhan Kalapa. Padahal orang-orang Betawi sendiri telah menjadi Islam oleh Syekh Hasanuddin Patani pada Abad XV, mulai dari pesisir Timur Pulo Kalapa sampai Tanjung Kait di barat. Asalnya memang orang Betawi monoteistik (sejak Abad V) seperti dalam temuan
Batujaya, Lalampahan, Bujangga Manik, Syair Buyut Nyai Dawit . Kerajaan Pajajaran tidak mengganggu, baik ketika masih monoteistik maupun setelah menjadi Islam. Bahkan Prabu Siliwangi memproteksi Pesantren Syekh Hasanuddin Patani (Babad Tanah Jawa, Carios Parahiyangan). Menelusuri awal penyebaran Islam d i Betawi dan sekitarnya (1418-1527), Islam telah menjadi agama orang-orang Betawi. Tepatnya pada tahun 1412, yang digerakkan oleh Syekh Kuro, seorang ulama dari Campa (Kamboja). Pada tahun tersebut, ia telah membangun sebuah pesantren di Tanjung Puro, Karawang. Salah satu sant rinya adalah Nyai Subanglarang, salah seorang istri Prabu Siliwangi. Hal in i menunjukkan bahw a proses Islamisasi tidak hanya terjadi pada kalangan rakyat biasa, juga pada t ingkat elite. Adapun sejumlah t okoh penyebar Islam lainnya adalah Kian Sant ang, Pangeran Syarif Lubang Buaya, Pangeran Papak, Dato Tanjung Kait, Kumpo Datuk Depok, Dato Tonggara, Dato Ibrahim Condet, dan Dato Biru Rawabangke. Dalam pada itu pada abad ke-14 dan 15 kraton-kraton di Jawa sudah menerima Islam karena alasan politik. Menurut http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kitab Sanghyang Saksakhanda, sejak pesisir ut ara Pulau Jawa – mulai dari Cirebon-Krawang dan Bekasi – terkena pengaruh Islam yang disebarkan orang-orang Pasai, maka tidak sedikit orang-orang Melayu yang masuk Islam. Pada awalnya penyebaran Islam di Jakarta mendapat tantangan keras, terutama dari bangsawan Pajajaran dan para resi. Menurut naskah kuno Carios Parahiyangan, penyebaran Islam d i bumi Nusa Kalapa (sebutan Jakarta ketika itu) diwarnai dengan 15 peperangan. Peperangan di pihak Islam dipimpin oleh dato-dato, dan di pihak agama lokal, agama Buwun dan Sunda Wiw itan, dipimpin oleh Prabu Surawisesa, yang bertahta sejak 1521, yang dibantu para resi. Bentuk perlawanan para resi terhadap Islam ketika itu adalah fisik melalui peperangan, atau mengadu ilmu. Karena itulah saat itu penyebar Islam umumnya memiliki ‘ilmu’ yang dinamakan élmu pênêmu jampé pêmaké. Dato-dato umumnya menganut tarekat. Karena itulah banyak resi yang akh irnya takluk dan masuk Islam. Salah satu contohnya adalah resi Balung Tunggal, yang dimakamkan di Bale Kambang (Condet, Kramatjati, Jakarta Timur). Prabu Surawisesa sendiri akhirnya masuk Islam dan menikah dengan Kiranawati. Kiranawati wafat tahun 1579, dimakamkan d i Ratu Jaya, Depok. Sesudah masuk Islam, Surawisesa dikenal sebagai Sanghyang. Ia dimakamkan d i Sodong, di luar komplek Jatinegara Kaum. Ajaran tarekat dato-dato kemudian menjadi ‘isi’ aliran maén pukulan xabandar yang dibangun oleh Wa Itêm. Selain itu juga ada perlawanan intelektual yang berbasis d i Desa Pager Resi Cibinong, dipimpin Buyut Nyai Dawit yang menulis syair perlawanan berjudul Sanghyang Sikshakanda Ng Kareyan (1518). Sementara, di Lemah Abang, Kabupaten http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Bekasi, terdapat seorang resi yang melakukan perlawanan terhadap Islam melalui ajaran-ajarannya yang menyimpang. Sehingga bila disebutkan bahwa proses Islamisasi penduduk Betawi. di Jakarta dan sekitarnya baru terjadi sejak Fatahillah, maka pendapat ini salah. Proses Islamisasi di Jakarta dan sekitarnya sudah terjadi jauh lebih awal. Bahkan, lebih dari 100 tahun sebelum kedatangan balatentara Fatahillah yang mengusir orang Barat (Portugis) di Teluk Jakarta (sekitar Pasar Ikan). Dalam proses Islamisasi di Jakarta, terdapat tujuh wali Betawi, antara lain, Pangeran Darmakumala dan Kumpi Datuk yang dimakamkan berdekatan, di tepi kali Ciliwung, dekat Kelapa Dua, Jakarta Timur. Kemudian Habib Sawangan, yang dimakamkan di depan Pesant ren Al-Hamidiyah, Depok. Pangeran Papak, dimakamkan di Jl Perint is Kemerdekaan, Jakarta Timur. Wali lainnya, Ki Aling, tidak diketahui makamnya. Ketujuh ‘wali Betawi’ ini, hidup sebelum penyerbuan Fatahilah ke Sunda Kelapa. Beberapa generasi setelah tujuh wali itu, terdapat Habib Husein Alaydrus yang dimakamkam di Luar Batang, t empat ia membangun masjid pada awal abad ke-18. Kong Jamirun dimakamkan di Marunda, Jakarta Utara. Datuk Biru, makamnya di Rawabangke, Jatinegara. Serta Habib Alqudsi dari Kampung Bandan, Jakarta Utara. Di Mekkah, terdapat Sheikh Junaid Al-Betawi, yang berasal dari Kampung Pekojan, Jakarta Barat. Syekh Junaid, yang kumpi dari Habib Usman bin Yahya, adalah guru dari Syekh Nawawi Al-Bant ani, yang mengarang ratusan kitab, tersebar di berbagai negara Islam. Habib Usman, sendiri adalah salah seorang guru dari Habib Ali Alhabsji, pendiri majelis t aklim Kwitang, Jakarta Pusat.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Seperti daerah lainnya di Nusantara, Islamisasi di Betawi berlangsung penyebaran secara damai. ….. Didalam kompilasi sumber-sumber sejarah Jakarta abad V (yang tertua) sampai t ahun 1630 yang disusun oleh A.Heuken SJ, ditunjukkan bahwa penggantian nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta yang dilakukan Fatahillah yang dijadikan oleh Soekanto untuk menetapkan ulang tahun kota Jakarta “tidak terbukti oleh data sejarah manapun”. Dengan begitu masihkah ada data bahw a sejarah memberikan informasi kebenaran tanggal 22 Juni sebagai kelahiran kota Jakarta ? Kembali pada kajian penetapan tanggal 22 Juni sebagai kelahiran kota Jakarta, dimana ditetapkan perubahan nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta dan kemudian menjadi Jakarta, ternyata masih misteri dan kita tak usah meyakinyakinkan diri terhadap kebenaran ini. Sebagai keputusan politik, tentu saja kita masih bisa mengubahnya demi kepentingan sejarah dan panutan generasi berikut . Kita jangan ikuti terus apa-apa yang salah, tapi siap untuk memperbaiki dan mengubahnya. Atau kita tanyakan saja pada Monas yang tegak ditengah kota Jakarta, sebenarnya dengan data dan fakta sejarah mana tanggal 22 Juni Kota Jakarta ditetapkan tanggal ulang tahunnya? Sebagai penerus generasi terdahulu yang kini tinggal d i Betawi atau Jakarta sekarang ini, kita ditantang untuk mencari tahu, membenarkan pendapat diatas karena putusan politik, atau kita dapatkan fakta baru sejarah Jakarta ini. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Alasan Fatahillah menyerbu Bandar Kalapa dengan alasan agama juga sudah tertolak dengan fakta bahwa Wak Itêm adalah seorang muslim yang tidak set uju dengan otoritas keilmuan Islam Cirebon. Orientasi keagamaan Islam orang Betawi pada Syech Quro di Karawang, dimana syech Qurro dalam wasiatnya memint a agar Qur’annya dikuburkan bersama jasadnya bila d ia wafat. Syech Qurro menikahi putri Batujaya dan Prabu Siliwangi yang Bhrahmanis (Hindu) melindungi Syech Qurro dan madrasahnya yang mana suatu saat Prabu Siliwangi menikahi sant ri Syech Qurro bernama Subang Larang. Dari uraian diatas dapat disimpulkan: 1. Kaum Betawi dibawah Wak Itêm sudah lebih maju dengan melakukan Pakta Perdagangan dengan Portugis, dimana Portugis hanya diberi akses sedikit saja; 2. Fatahillah menyerbu Wak Itêm dan para pengiktunya di Labuhan Kalapa, bukan karena alasan agama, yang mengangap Wak Itêm dan para pengikutnya adalah para penyembah berhala, tapi bermaksud menguasai pintu dan jalur perdagangan. 3. Penetapan 22 Juni 1527 sebagai tanggal lahir Kot a Jakarta adalah kekeliruan, karena tidak ada sandaran data
atau fakta sejarah dari manapun. Kecuali kompromi politik yang menghasilkan keputusan politik oleh Soediro sebagai Walikota Djakarta Raja (1958-1960). Tahun 1956 ; Setelah kita menelisik catatan sejarah, ternyata (sebuah hipotesa) tak ada satupun fakta sejarah yang mendukung penentapan 22 Juni sebagai t anggal lahir Kot a Jakarta. Sudah selayaknya Kaum Betawi mau menguji ulang catatan tentang sejarah Kaum Betawi ini, baik mulai dari Situs http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Batujaya (abad II M) maupun pada saat penguasaaan Bandar Kalapa o leh Wak Itêm t ahun 1522 dan penyerbuan Fatahillah yang dipuncaki 22 Juni 1527. Bagi kaum Betawi di Jakarta dan sekitarnya harus memiliki sikap unt uk meluruskan sejarah yang cukup lama dibuat keliru karena keputusan politik yang jadi sandarannya. Sebagai penutup, dapat dikatakan juga bahwa pendapat yang menolak tangal 22 Juni sebagai hari lahir Jakarta, merupakan hipotesa sejarah juga, yang masih harus d ikaji dan dikaji, dan seperti yang telah saya sebut di awal tulisan in i,
Sejarah adalah sejarah, dia tidak lebih adalah sebuah cermin yang memantulkan peristiwa-peristiwa yang telah lalu bagi orang-orang yang sekarang, dan kebenaran sejarah bersifat hipotetik. Sejarah dapat diperbarui atau direvisi, selama kajian terhadap penemuan-penemuan arkelogis dan data-data akurat yang menunjang masih terjadi. Dalam menelisik unt uk mencari kebenaran sejarah, haruslah berbasis keilmuan semata dan tanpa beban, selalu dengan pikiran yang jernih, bersih, netral, dan sudah barang tentu tanpa adanya rekayasa dan pemalsuan, apalagi ditunggangi kepentingan-kepentingan politik tertentu dengan cara-cara bujukan atau pemaksaan. Demikianlah. JAYAKARTA-lah IBUKOTA-ku TERCINTA Rujukan: 1. Mengapa 22 Juni 1527 Ditetapkan Sebagai Hari Lahir Jakarta? — Dju liant o Susantio, Arkeolog, tinggal di Jakarta
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ 2. Kaji Ulang, 22 Juni Bukan Hari Lah ir Kota Jakarta ? Kado Buat Jakarta: Mengungkap Kebenaran Sejarah Tanggal Lahir Kota Jakarta — Ahmad Mathar Kamal 10 Mei 2010
Nuwun cant rik Bayuaji 0odwo0
Nuwun Sugêng énjang, sugêng pêpanggihan malih, Cantrik Bayuaji marak ing paséban, ngêndit rontal: DONGENG ARKEOLOGI & ANTROPOLOGI © 2010. [Rontal PBM 14]
Dongèng ing samangké kasêrat ing dint ên Somå Pon Wuku Matal 1932Ç; 19 Juli 2010M; 07 Ruwah 1943 – Dal; 07 Sya’ban 1431H Atur pambukå, pambagyå raharja dumatêng pårå kadang ingkang dahat kinurmatan: Petualangan Mahesa Bungalan yang diceritakan sejak PB M 1 sd PBM 13 sungguh semakin mengasyikan, berajak dari satu pedukuhan, ke kabuyutan lain, kemudian dari satu perguruan ke perguruan lain. Memang dalam hal ini Ki SHM memang jagonya ‘ ndongèng ’ Memperhatikan setting waktu, nampaknya ‘petualangan’ Mahesa Bungalan sezaman dengan zaman Seminingrat atau lebih dikenal dengan sebutan Ranggawuni masih berkuasa d i Singosari.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Singosari mencapai masa keemasannya kelak ketika dibawah pemerint ahan Kertanagara putra Prabu Seminingrat, dengan konsep mandala nusant aranya. Dan pada era itu, seperti halnya suatu negara yang membangun pasti selalu saja ada ancaman dan gangguan. Bahkan gangguan dan ancaman terbesar justru muncul dari keluarga kerajaan Kadiri yakni Jayakatwang sebagai keturunan Kertajaya raja terakhir Kadiri, yang dikalahkan oleh Ken Arok pada tahun 1222. Kertanagara sendiri akhirnya gugur saat penyerangan pasukan dari Daha Kadiri dibawah pimpinan Jayakatwang, dia adalah adalah keturunan Kertajaya raja terakhir Kadiri yang dikalahkan oleh Ken Arok pada tahun 1222, tetapi Jayakatwang juga menantu Sang Seminingrat, dengan demikian Jayakatwang adalah ipar Kertanagara.
Pårå kadang . Dongeng belum sampai ke era Kertanagara. Kali ini, mengawali dongeng arkeologi & antropologi Cantrik Bayuaji mengajak pårå kadang berkilas balik “melihat-lihat” kerajaan-kerajaan t ertua di Indonesia: KERAJAAN-KERAJAAN TERTUA DI INDONESIA Batasan kerajaan-kerajaan tertua di Indonesia adalah kerajaan-kerajaan kuno yang dengan mudah sudah kit a kenal secara umum selama ini berdasarkan t emuan situs-situs purba berupa prasasti, Kerajaan-kerajaan t ersebut terletak di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sekarang in i. Keberadaannya berkisar antara abad 3 sampai dengan abad 10 (± tahun 300an M sd tahun 1000an M), antara lain: 1.Kutai Martadipura (± t ahun 300M), 2.Kalingga (± t ahun 600M), 3.Mataram Kuno (± tahun 600M), http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ 4.Tarumanegara (± tahun 600M), 5.Kanyuruhan (± tahun 600M), 6.Kadiri (± t ahun 1000M). 7.dan beberapa kerajaan kecil seperti Sukallasnagara, Kandis, I. KUTAI Hampir semua buku-buku pelajaran sejarah tanah air, dengan demikian juga buku-buku resmi yang dipakai sebagai buku baku pelajaran sejarah di sekolah-sekolah menjelaskan bahw a Kutai Martadipura (350-400 M) hingga kini diyakin i sebagai kerajaan t ertua di Indonesia Kut ai Martadipura adalah kerajaan bercorak Hindu di Nusantara yang memiliki bukti sejarah tertua. Dalam catatan sejarah, bahw a kerajaan Hindu yang tertua di Indonesia in i terletak di Muara Kaman, Kalimantan T imur, tepatnya di hulu sungai Mahakam. Salah satu sumber data tentang hal itu dimuat dalam Buku Salasilah Kutai terbitan Bagian Humas Pemerint ah Daerah Tingkat II Kut ai (1979) yang naskahnya berasal dari buku De Kroniek van Koetei karangan C.A. Mees (1935). Sementara buku C.A. Mees sendiri bersumber dari naskah kuno dalam huruf Arab yang ditulis oleh Tuan Khatib Muhammad Tahir pada 21 Dzulhijjah 1285 H. Namun naskah “asli” Salasilah Kutai tidak hanya ditulis oleh satu orang saja tapi oleh banyak penulis, semua naskah ditulis dengan bahasa Arab dan Melayu Kut ai. Sumber lain berupa yupa/prasasti yang menyebutkan terdapat di Kerajaan Hindu bahwa sekitar tahun 400 masehi sudah ada sebuah kerajaan di Kalimantan T imur Raja pertama http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ adalah Kudungga. Nama Maharaja Kundungga oleh para ahli sejarah ditafsirkan sebagai nama asli orang Indonesia yang belum terpengaruh dengan nama budaya India. Sementara putranya yang bernama Asmawarman diduga telah terpengaruh budaya Hindu.Hal in i di dasarkan pada kenyataan bahwa kata Warman berasal dari bahasa Sangsekerta.Kata itu biasanya digunakan untuk ahkiran namanama masyarakat atau penduduk India bagian Selatan. Setelah diselidiki dengan semasa, ternyata kira-kira tahun 400 Masehi telah ditemukan kerajaan Hindu di Kalimantan Timur, yaitu di Kutai. Disini ditemukan beberapa buah prasasti yang dipahatkan pada tiang batu. Tiang batu itu disebut yupa, sampai saat in i t elah di t emukan 7 buah yupa, dan masih ada kemungkinan beberapa buah yupa yang lain belum di temukan sampai saat ini. Prasasti itu berlukiskan huruf pallawa, yang menurut bentuk dan jenisnya berasal dari seketar tahun 400 Masehi. Bahasanya memakai bahasa sanskerta, dan tersusun dalam bentuk syair. Prasasti yang menyebutkan silsilah Mulawarman, raja terbesar di daerah Kutai purba itu, berbunyi sebagai berikut :
çrímatah çrí-narendrasya, kundungasya mahâtmanah putro çvavarmmo vikhyâtah vançakarttâ yathânçumân tasya putrâ mahâtmânah trayas traya ivâgnayah teşân trayânâm pravarah tapo-bala-damânvitah http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
çri mûlavarmmâ râjendro yastvâ bahusuvarnnakam tasya yajnâsya yûpo’yam dvijendrais samprakalpitah “[ Sang maharaja Kundunga, amat mulia, mempunyai
putra yang mashur, Sang Aswawarmman namanya, yang seperti sang Ansuman (dewa matahari) menumbuhkan keluarga yang sangat mulia. Sang Aswawarman mempunyai tiga putra, seperti (yang suci) tiga. Yang terkemuka dari ketiga putra itu ialah sang Mulawarman, raja yang berperadaban baik, kuat dan kuasa. Sang Mulawarman telah mengadakan kenduri emas-amat-banyak. Buat peringatan kenduri itulah tugu batu ini didirikan oleh brahmana]” Mengingat catatan dari tulisan tersebut diatas, maka kita dapat mengetahui, bahwa ada dikatakan tiga keturunan, yakni raja Kundunga mempunyai anak sang Aswawarman; sang Aswawarman mempuyai anak tiga orang, yang terutama ialah sang raja Mulawarman. Berdasarkan silsilahnya dapat dipastikan, bahwa Kundunga adalah seorang Indonesia asli, yang barangkali unt uk pertama kalinya tersentuh oleh pengaruh budaya India. Tetapi sedemikian jauh, Kundunga sendiri masih tetap mempertahankan ciri-ciri keindonesiannya, dan itu pulalah yang menyebabkan ia tidak dianggap sebagai pendiri keluarga raja. Dari data yang sedikit itu dapat disimpulkan, bahw a rupanya pengertian “keluarga raja” pada waktu itu, terbatas kepada keluarga kerajaan yang telah menyerap budaya India di dalam kehidupan sehari-harinya. Menurut prasasti yang ada, penyerapan itu mulai terlihat pada waktu Aswawarman, http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ anak Kundunga, menjadi raja, yaitu dipergunakanya nama yang berbau India sebagai nama pengenalnya. Oleh karena itulah, maka yang dianggap sebagai pendiri keluarga raja Aswawarman, dan bukannya Kundunga sendiri. Prasasti lain yang dikeluarkan sebagai berikut :
Mulawarman, berbunyi
//srimato nrpamukhyasya //rajnah sri-mu lavarmmanah// //danam punyatame ksetre// //yad dattam vaprakesvare// //dvijatibhyo’ gnkalpebhyah// //visatir ggosahasrikam// //tansya punyasya yupo’yam// //krto viprair ihagataih// “Sang Mulawarman, raja yang mulia dan terkemuka,
telah memberi sedekah 20.000 ekor sapi kepada brahmana yang seperti api, bertempat di dalam tanah sangat suci bernama Waprakeswara. Buat peringatan kebaikan budi sang raja itu, tugu ini telah dibikin oleh brahmana yang datang di tempat ini.”
para yang akan para
Didalam prasasti diatas, ada nama yang sangat penting buat pengetahuan kita tentang agama yang dipeluk oleh sang Mulawarman, yakni Waprakeswara, nama yang suci dan didalam tempat itu pulalah kenduri sang Mulawarman itu dilakukan. Dari semua bukti prasasti yang ada, hampir tidak ada kemungkinan untuk mengungkap bagaimana kira-kira kehidupan kemasyarakatan pada zaman kerajaan kut ai purba http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ ini. Hal in i di sebabkan, karena prasasti-prasasti itu boleh dikatakan tidak sedikit pun berbicara tentang masyarakatnya. Tetapi ini tidak berarti, bahwa kita sama sekali tidak dapat membayangkan bagaimana keadaan masyarakat masa tersebut. Ditulisnya prasasti-prasasti Mulawarman dengan menggunakan bahasa sanskerta dan aksara pallawa, merupakan petunjuk bagi kita untuk menduga bagaimana keadaan masyarakat ketika itu. Walaupun tidak jelas, tetapi dapat dipastikan bahwa ketika itu sudah ada sebagian penduduk Kutai purba yang hidup dalam suasana peradapan India. Mengingat bahwa bahasa sanskerta pada dasarnya bukanlah bahasa rakyat India sehari-hari, tetapi merupakan bahasa resmi untuk masalah-masalah keagamaan, dapatlah disimpulkan , bahw a ketika itu di kut ai purba sudah ada golongan masyarakat yang menguasai bahasa sanskerta. Ini berarti bahwa kaum bramana pada masa itu sudah merupakan suatu golongan tersendiri di dalam masyarakat Kut ai purba. Golongan lainnya ialah kaum kesatria, yang terdiri dari kaum kerabat Mulawarman. Golongan ini sampai pada masa tersebut rupanya masih terbatas kepada orang-orang yang sangat dekat hubungannya dengan raja saja. Di luar kedua golongan tersebut, masih terdapat golongan lain yang boleh dikatakan berada di luar pengaruh India. Mereka adalah rakyat Kut ai purba pada umumnya, yang terdiri dari penduduk setempat, dan masih memegang teguh agama asli leluhur mereka. Barangkali di samping mereka yang terdiri dari penduduk asli, juga terdapat kaum brahmana yang berasal dari India, yang bagaimana pun juga telah turut memegang peranan yang cukup penting di dalam penghinduan keluarga raja Mulawarman. Namun sayang sekali bukti-bukti yang ada tidak memungkinkan kita untuk lebih banyak menarik kesimpulan. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Berhubung sampai saat ini belum ditemukan bukti baru yang ada hubungannya dengan daerah Kalimantan Timur sekitar abad ke-4 dan ke-5 Masehi, maka tentu saja kita juga tidak dapat membicarakan daerah ini lebih banyak lagi. Kerajaan yang bisa d isebut Kerajaan Kut ai sebenarnya ada dua, Kutai Martadipura dan Kut ai Kertanegara. Informasi yang ada diperoleh dari yupa/prasasti dalam upacara pengorbanan yang berasal dari abad ke-4. Ada tujuh buah yupa yang menjadi sumber utama bagi para ahli dalam menginterpretasikan sejarah Kerajaan Kut ai. Dari salah satu yupa tersebut diketahui bahwa raja yang memerint ah kerajaan Kut ai saat itu adalah Mulawarman. Namanya dicatat dalam yupa karena kedermawanannya menyedekahkan 20.000 ekor sapi kepada kaum brahmana. Raja pertamanya adalah Kundungga. Kerajaan Kut ai Kertanegara sendiri baru berdiri pada awal abad ke-13. Kerajaan baru di T epian Batu atau Kut ai Lama in i raja pertamanya, Aji Batara Agung Dewa Sakti (1300-1325). Dengan adanya dua kerajaan di kawasan Sungai Mahakam ini tentunya menimbulkan friksi diantara keduanya. Pada awal abad ke-16 terjadilah peperangan besar di antara kedua kerajaan Kut ai ini. Kerajaan Kut ai Martadipura berakhir saat raja terakhirnya yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas dalam peperangan di tangan Raja Kut ai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji Mendapa. Tidak banyak data atau sumber sejarah yang menjelaskan tentang kerajaan Kut ai ini.
Dongèng candaké adalah Kerajaan Tarumanagara Nuwun http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ cant rik Bayuaji. 0odwo0
Nuwun Sugêng sontên, sugêng pêpanggihan malih, Cantrik Bayuaji marak ing paséban, ngêndit rontal: DONGENG ARKEOLOGI & ANTROPOLOGI © 2010. [Rontal PBM 15]
Dongèng ing samangké kasêrat ing dintên Budå Kêliwon, ing ndalu Rêspati Umanis, Wuku Matal, Ingkêl Minå; Srawånåmasa, mångså Kaså 1932Ç; 21 Juli 2010M; 10 Ruwah 1943 – Dal; 10 Sya’ban 1431H Atur pambukå, pambagyå raharja dumatêng pårå kadang ingkang dahat kinurmatan: II. TÁRUMANÁGARA Zaman Kerajaan Tárumanágara d isebut periode klasik tua Jawa Barat sekitar abad ke-4 sampai abad ke-7 M. Kerajaan Tárumanágara merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang meninggalkan catatan sejarah berupa beberapa prasasti dan peninggalan artefak di sekitar area yang diperkirakan lokasi kerajaan; juga diperkuat dengan beberapa berita asing yang menyebutkan tentang keberadaannya. Dalam catatan sejarah, terlihat bahw a pada saat itu Kerajaan Taruma adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu. Meskipun demikian data yang ada belum dapat dipakai untuk mengungkap sejarah kerajaan tersebut secara menyeluruh.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tidak ada penjelasan yang pasti siapa yang pendiri kerajaan Taruma. Diduga bahwa pendiri Kerajaan Tarumanagara adalah Jayasingawarman yang memerintah antara 358 – 382. Ia adalah seorang maharesi dari Salankayana India yang mengungsi ke Nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Magada. Ia adalah menantu Raja Dewawarman VIII. Wilayah Kerajaan T arumanagara ketika di bawah kekuasaan Purnawarman membentang dari Salakanagara atau Rajatapura di daerah Teluk Lada Pandeglang, Banten sampai ke Purwalingga (sekarang: Purbalingga), di Jawa Tengah. Secara tradisional Cipamali atau Kali Brebes memang dianggap batas kekuasaan raja-raja penguasa Jawa bagian Barat pada masa silam. Sebagai bukti keberadaan Tarumanagara diket ahui dari peninggalan berupa prasasti yang saat ini berjum lah tujuh buah. Lima di Bogor, satu di Bekasi dan satu di Lebak Banten, yaitu: 1. Prasasti Kebon Kopi, ditemukan diperkebunan kopi milik Jonathan Rig, di kampung Muara Hilir, Ciampea, Kabupaten Bogor 2. Prasasti Ciarut eun, Ciarut eun (Ci Aruteun), Ciampea, Kabupaten Bogor. 3. Prasasti Jambu , Nanggung, Bogor. 4. Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor 5. Prasasti Muara Cianten, juga di kecamatan Ciampea, kabupaten Bogor.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ 6. Prasasti Tugu, ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, sekarang disimpan di museum di Jakarta. 7. Prasasti Cidanghiyang atau Prasasti Munjul, d itemukan di aliran Sungai Cidanghiang yang mengalir d i Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten, 8. Beberapa arca, batu menhir, perhiasan, batu dakon, kuburan tua, tempayan, dan logam perunggu. Adapun berita yang bersumber dari luar (dalam hal in i adalah Cina): 1. Berita Fa-Hsien, tahun 414 M dalam bukunya yang berjudul Fa-Kao-Chi, d isebut kan suatu daerah bernama Ye-poti di selatan; 2. Berita Dinasti Sui, menceritakan bahwa tahun 528 M dan 535 M telah datang utusan dari To-lo-mo yang terletak di sebelah selatan; 3. Berita Dinasti Tang , juga menceritakan bahwa tahun 666 M dan 669 M telah datang utusaan dari To-lo-mo di selatan; Dari tiga berita dari Cina di atas para ahli menyiratkan bahw a Ye-po-ti dapat diasumsikan sebagai transliterasi dari Jawa Dwipa dan To-lo-mo adalah Tarumanagara. Dalam bukunya yang berjudul Fa-Kao-Chi, Fa-Hsien memberitakan bahwa di Ye-po-ti hanya sedikit dijumpai orangorang yang beragama Buddha, yang banyak adalah orangorang yang beragama Hindu dan sebagian masih animisme.
Ye-po-ti sering diterjemahkan Jawa Dwipa, tetapi kemungkinan terbesar Ye-po-ti dapat diasumsikan sebagai transliterasi Way Seputih di Lampung. Di daerah aliran Way Seputih ( sungai seputih) ini ditemukan bukti-bukti peninggalan http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ berupa punden berundak, batu kandang atau batu mayat , batu berlubang, benteng, dolmen, altar batu, arcadan prasasti dari Dinasti Han, Sung dan Ming dan artefak kuno lainnya, yang sekarang terletak di situs arkeologiTaman Purbakala Pugung Rahardjo di Desa Pugung Rahardjo, Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur. Pada lokasi keberadaan taman purbakala ini d ikelilingi oleh tanggul bekas peninggalan perang zaman dahulu, dan tidak jauh dari situs tersebut ditemukan batu-batu karang yg menunjukan daerah tersebut dulu adalah daerah pantai persis penuturan Fa Hsien meskipun saat ini terletak puluhan kilo meter menorok ke pedalaman. 4. Dalam sejarah lama dinasti Sung disebutkan juga bahwa Ho-lo-tan di She-po pernah mengirim ut usan ke Negeri Cina pada t ahun 430, 433, 434, 436, 437, dan terakhir 452.
She-po adalah transliterasi dari Jawa, mohon dibaca kembali DONGENG ARKEOLOGI & ANTROPOLOGI © 2010. [dongeng kaping-26. Rontal SUNdSS 31] Sedangkan Ho-lo-tan adalah Ciarut eun, sebuah kerajaan kecil yang ditaklukan oleh To-lo-mo . Sedang sumber rujukan sejarah laian adalah kisah yang sering dijadikan bahan diskusi yang berasal dari Naskah Wangsakerta yang keabsahannya sering diragukan oleh para ahli sejarah. Mungkin sulit juga diakui keberadaanya jika t idak dikuatkan berita dari luar.
Sumber sejarah Prasasti Dari ketujuh prasasti tersebut di atas kerajaan Tarumanagara memang benar Tarumanagara dipimpin oleh Rajadirajaguru (Jayasingavarmman) pada tahun 358 http://ebook-dewikz.com/
diketahui bahwa ada. Kerajaajn Jayasingawarman M dan beliau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ memerint ah sampai tahun 382 M. Makam Rajad irajaguru Jayasingawarman berada di sekitar sungai Gomati (w ilayah Bekasi). Dari raja-raja yang memerint ah di Tarumangera, raja yang lebih dikenal adalah Purnawarman (Purnavarmman), yang mengidentifikasikan dirinya dengan Wisnu. 1. Prasasti Kebon Kopi. Prasasti Kebon Kopi dibuat sekitar 400 M, dan ditemukan di kampung Muara Hilir kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor pada abad ke-19 ketika dilakukan penebangan hutan untuk lahan perkebunan kopi milik Jonathan Rig, t idak jauh letaknya dari keberadaan Prasasti Ciaruteun, Pertama kali keberadaan prasasti Kebon Kopi ini dilaporkan oleh N.W. Hoepermans pada tahun 1864 yang kemudian disusul pendeta J.F.G. Brumun (1868), A.B. Cohen Stuart (l875),PJ. Veth (l878, 1896), H. Kern (1884, 1885, 1910), RDM. Verbeek (1891) dan J.Ph. Vogel (1925). Sejak itu prasasti in i disebut Prasasti Kebonkopi hingga saat ini masih berada di tempatnya (insitu). Prasasti Kebon Kopi dipahatkan pada sebongkah batu dengan bentuk tidak beraturan. Yang menarik dari prasasti in i adalah pada salah satu bidang permukaan batu yang menghadap ke t imur terdapat pahatan yang membentuk dua telapak kaki gajah. Pahatan telapak kaki gajah in i d isamakan dengan telapak kaki gajah Airawata, yaitu gajah tunggangan dewa Indra dalam mitologi Hindu. Di antara kedua pahatan tersebut terdapat satu baris pahatan tulisan set inggi 10 cm dengan aksara Pallawa dan bahasa Sansekerta yang disusun ke dalam bentuk seloka metrum Anustubh, yakni sebuah seloka dengan satuan irama http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ yang ditentukan oleh jumlah dan tekanan suku kata dalam set iap baris pu isi, semacam mantra. Lazim dalam bahasa Sansekerta. Kalimat yang terpahat pada prasasti Kebon Kopi: “~ ~ jayavisalasya Tarumendrasya hastinah ~ ~ Airwavatabhasya vibhatidam ……. padadvayam” [ Di sini nampak tergambar sepasang telapak kaki…
yang seperti Airawata, gajah penguasa Taruma yang agung dalam…….dan (?) kejayaan] Kalau diterjemahkan secara bebas kira-kira: “( inilah) dua jejak telapak kaki Airawata yang perkasa dan cemerlang, gajah kepunyaan penguasa Taruma yang menghantarkan ( kepada) kejayaan”. Dari Prasasti Kebon Kopi, hanya bisa di duga, bahwa Raja Purnawarman memiliki seekor gajah yang bernama Airawata, yang membawa kejayaan dalam berperang. Sedangkan tempat ditemukannya prassati adalah termasuk wilayah kekuasan Kerajaaan Tarumanagara. 2. Prasasti Ciarut eun , Prasasti Ciarut eun, di kecamatan Ciampea. Kabupaten Bogor. Prasasti Ciarut eun atau prasasti Ciampea ditemukan pada aliran sungai Ciarunt eun, seratus meter dari pertemuan sungai tersebut dengan Sungai Cisadane; mendekati muara sungai Cisadane Bogor. Prasasti Ciarut eun dilaporkan oleh pemimpin Bataaviasch
Genootschap van Kunsten en Weten-schappen (sekarang Museum Nasional) pada tahun 1863. Akibat banjir besar pada tahun 1893 batu prasasti ini hanyut terseret air beberapa meter ke hilir dan bagian batu yang bertulisan menjadi terbalik http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
posisinya ke bawah. Kemudian pada tahun 1903 prasasti in i dipindahkan ke tempat semula. Pada tahun 1981 Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengangkat dan memindahkan prasasti batu ini agar tidak terulang terseret banjir, kemudian diletakkan di dalam cungkup. Tempat ditemukannya prasasti ini merupakan bukit (bahasa Sunda: pasir) yang diapit oleh tiga sungai: sungai Cisadane, sungai Cianten dan sungai Ciaruteun. Sampai abad ke-19, tempat ini masih d ilaporkan sebagai Pasir Muara, yang termasuk dalam tanah swasta Ciampéa (sekarang termasuk wilayah Kecamatan Cibungbulang). Prasasti tersebut menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta yang terdiri dari puisi empat baris disusun ke dalam bentuk Sloka dengan metrum Anustubh. Pada bagian bawah tulisan terdapat pahatan gambar umbi dan sulursuluran (pilin), lukisan semacam laba-laba serta sepasang telapak kaki Raja Purnawarman. Gambar telapak kaki pada prasasti Ciarunteun mempunyai dua arti yaitu: • Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan raja atas daerah tempat ditemukannya prasasti. • Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan dan eksistensi seseorang, biasanya penguasa, sekaligus penghormatan sebagai dewa. Hal ini berarti menegaskan kedudukan Purnawarman yang diibaratkan dewa Wisnu maka dianggap sebagai penguasa sekaligus pelindung rakyat. Isinya adalah puisi empat baris, tertulis: vikkrantasyavanipat eh http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ shrimatah purnavarmmanah tarumanagararendrasya vishnoriva padadvayam [ Kedua ( jejak) telapak kaki yang seperti ( telapak kaki)
Wisnu ini kepunyaan raja dunia yang gagah berani yang termashur Purnawarman penguasa Tarumanagara. Terdapat gambar sepasang “pandatala” (jejak kaki), yang menunjukkan tanda kekuasaan dan berfungsi seperti “tanda tangan” pada zaman sekarang. Kehadiran prasasti Purnawarman di kampung itu menunjukkan bahwa daerah itu termasuk kawasan kekuasaannya. Menurut Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusant ara parwa II, sarga 3, halaman 161, di antara bawahan Tarumanagara pada masa pemerint ahan Purnawarman terdapat nama “Rajamandala” (raja daerah) Pasir Muhara. Catatan tambahan: “Ho-lo-tan adalah Ciarut eun ” Dalam sejarah lama d inasti Sung disebutkan bahwa Ho-lotan di She-po pernah mengirim ut usan ke Negeri Cina pada tahun 430, 433, 434, 436, 437, dan terakhir 452.
She-po adalah Jawa sedangkan Ho-lo-tan berada di Jawa Barat. Sebutan Ho-lo-tan sangat bersesuaian bunyi dengan Aruteun. Berdasarkan kesesuaian bunyi tersebut dapat disimpulkan bahw a Ho-lo-tan adalah kerajaan Aruteun yang berpusat di muara Ci Aruteun. Dengan melihat catatan Cina kerajaan in i mulai mundur pada tahun 452 dan selanjutnya ditaklukkan Tolo-mo (Táruma). http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ho adalah Wa maka Ho-lo-tan mungkin berasal dari Waratan. Ci sama dengan Cai, dan Ca di Jawa Barat kadangkadang menjadi Wa misalnya caringin menjadi waringin. Cai adalah Wai kata untuk air atau sungai maka Ho-lo-tan mungkin Wairatan sekarang menjadi Ciaruteun. Berdasarkan prasasti dan berita Cina dapat disimpulkan bahwa pada jaman klasik tua di Jawa Barat terdapat kerajaan Táruma yang pernah menaklukkan kerajaan Aruteun ( Ho-lo-tan).
ånå tutugé atawa to be continued [tü bi: kǝn’tinyu |ed] Sebentar lagi matahari akan terbenam di wilayah Jakarta, menjelang petang, sebelum dongeng di sore ini aku tutup, mari k ita simak:
sandhé jabung sampun ing surup amasang sandhé. [sandyakala saat rembang petang, matahari menjelang terbenam, ketika pelita-pelita telah dinyalakan pada tempatnya.] Candik Ayu dan Candik Ålå yang kadang datang bergantian di senja hari hidupmu. Candik Ayu adalah suasana hati yang riang, kecantikan yang indah, senja yang tenteram. cerah, dedaunan nampak menjadi lebih hijau cemerlang, bungabunga terlihat begitu indah mempesona. Langit bersih, tapi tidak selalu tanpa awan, burung-burung bernyanyi riang mengiringi Sang Bagaskårå turun menuju ke peraduannya, keindahannya dapat dirasakan. Tetapi yang muncul sesaat kemudian langit berangsur berubah warna. Sinar jingga-kuningnya menyilaukan berpendar-pendar membiaskan kabut silih berganti, kuning, jingga, merah. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Semburat merahnya menyiram seluruh muka bumi. Merah dan semakin merah. Merah darah, kelabu hitam kelabu dan muram. Candik Ålå. Kelelawar beterbangan keluar sarang mencari mangsa di awal petang. Pohon-pohon menunjukkan kekuasaan bayangan keangkuhan. Sepertinya akan ada keburukan, petaka yang akan merenggut semua kebahagiaan. Candik Ålå. Kala wayah surup. Sandyakala saat rembang petang, matahari menjelang terbenam, ketika pelita-pelita telah dinyalakan pada t empatnya. Waktu siang hampir hilang. Waktu malam menjelang datang. Berlangsung pergantian ant ara terang dan kegelapan. Akan ada padanya kebingungan atau jiwa yang tertekan. Ruh menjadi rentan, dekat dengan kegilaan. Bahkan lebih dekat lagi dengan kematian. Putaran zaman yang sedang kita alami sedang berada pada
wayah surup. Menjelang senja. Asar hampir habis, Maghrib
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ akan tiba. kegelapan.
Sedang
berlangsung
pergantian
terang
ke
Kanjêng Nabi dawuh, jangan tidur pada saat-saat demikian. Kalau seseorang tidur menjelang sampai melewati waktu Magrib, ia akan mengalami beberapa kebingungan kejiwaan. Rohani manusia sedang dalam kondisi yang sangat rentan. Bahkan dekat dengan kegilaan. Itulah sebabnya, para tukang santet dan tenung konon sangat menggemari saat-saat demikian dan menggunakannya untuk mengirimkan serangannya.
Sugêng sontên pårå kadang, sumånggå samyå énggal sêsuci, magitå-gitå tåtå- tåtå sowan wontên ngarsanipun PanjênênganiPun Gusti Allah. Sholat Maghrib. Nuwun cant rik Bayuaji 0odwo0
Nuwun Sugêng enjang. Sugêng pêpanggihan pårå kadang sutrésnå padépokan pêlangisingosari. Cant rik Bayuaji marak ing paséban, ngêndit rontal: DONGENG CA NDI PENAMPIHA N © 2010. [Rontal PBM 19] Laporan Pandangan Mata Ki P Satpam dan Ki Senopati Mahesa Arema yang sedang melanglang jagad Jawa Timur telah “menyambangi” lereng Gunung Wilis, tepatnya di Dusun Turi, Desa Geger, Kecamatan Sendang, Kabupaten http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tulungagung, Penampihan.
menjumpai
situs
candi
yaitu
Candi
Nampaknya beliau berdua tengah napak tilas perjalanan Sang Prabu Jiw ana Hayam Wuruk yang mengelilingi Jawa Timur di abad ke-14. Seperti dikabarkan oleh Prapanca dalam Negarakertagama, tentang perjalanan Sang Prabu Hayam Wuruk:
Nag 54:1 Warnnan sri naranatha sampun umanek rin syandananindita. Sobhatyanta ruhurnya pathya tikanang sapy [Tersebut Baginda telah mengendarai kereta kencana, tinggi lagi indah ditarik lembu]
Nag 18:4 Ndan sang sri tiktawilwa prabhu sakata nirasangkya cihnanya wilwa Gringsing lebhong lewih laka pada tinulis ing mas kajangnyan rinengga [Kereta Sri Nata Wilwatikta tak ternilai, bergambar buah maja, Beratap kain gringsing, berhias luk isan mas, bersinar merah indah,…..]
Nag 18: 5. Munggwing wuntat ratha sri nrpati rinacana swarnna ratna pradipta….. [Kereta Sri Nata berhias mas dan ratna manikam ….] Jika Sang Prabu Jiwana Hayam Wuruk di abad ke-14 silam itu mengendarai pedati mas atau kereta kencana yang ditarik lembu dengan “accessories” yang serba mewah, maka “pedati mas” atau “kereta-kencana”nya Ki Senopati Mahesa Arema, pasti mirip-mirip, ditarik juga oleh “hewan”, barangkali “hew an”nya sejenis: “Kijang”, “Panther”, atau “Tiger”. Hiks……….
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Selamat melanglang Ki, hati-hati di jalan, selamat sampai tujuan. Kembali pun dengan selamat. Adapun tentang Candi Penampihan yang juga dikenal sebagai Candi A smoro Bangun, dongengnya begini: Candi ini terletak di Desa Geger, Kecamatan Sendang, Kabupaten Tulungagung. Terakhir saya beranjangsana ke wilayah Tulungagung, lereng Gunung Wilis itu tahun 2007 yang lalu, t epatnya bulan April atau Mei 2007. Jadi sudah lebih dari t iga t ahun. Catatan saat kunjungan ke candi Penampihan adalah sebagai berikut : Candi dalam keadaan rusak berat; belum ada upaya perbaikan. Arca dan beberapa patung hilang dari tempatnya, sebagian berhasil diselamatkan dan disimpan di Museum Tulunagung. Ditemukan banyak sekali coretancoretan “prasasti masa k ini”. Dibagian atas altar candi yang berbentuk lojong terdapat sebuah prasasti berbahan dari batuan andesit berbentuk persegi. Prasasti ini dikenal dengan Prasasti Tinulat Raja Balitung yang dipahat dengan menggunakan huruf Pallawa dengan stempel berbentuk lingkaran dibagian atas prasasti, berangka tahun 820Ç atau 898M. Raja Balitung adalah raja Mataram Hindu yang ke-9, dengan nama Sri Maharaja Watukumara Dyah Balitung yang memerint ah Mataram Hindu tahun 820Ç sampai 837Ç atau 898M sampai 915M. Prasasti itu berkisah tentang nama-nama raja Balitung, serta seorang yang bernama Mahesa Lalatan. Sangat disayangkan sejarah lisan dan artefak belum bisa menguak siapa tokoh ini.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Disebut kan pula pada prasasti itu seorang putri yang konon bernama Putri Kilisuci dari Kerajaan Kediri. Dewi Kili Suci adalah adalah putri Prabu Airlangga yang menjadi pewaris tahta Kahuripan. Pada masa pemerint ahan Prabu Airlangga, sejak kerajaan masih berpusat di Watan Mas sampai p indah ke Kahuripan, Dewi Kili Suci sebagai Putri Mahkota menjabat Rakryan Mahamant ri dengan nama Rakryan Sanggramawijaya. Gelar lengkapnya ialah
Mahamantri i Hino Sanggramawijaya Dharmaprasada Uttunggadewi. Nama ini terdapat dalam prasasti Cane (1021) sampai prasasti T urun Hyang I (1035). T idak diperoleh keterangan lebih lanjut hubungan ant ara Dewi Kili Suci in i dan Prasasti T inulat Raja Balitung. Selain menyebutkan nama, Prasasti Tinulat memberikan informasi tentang Catur Asrama.
juga
Catur Asrama adalah empat tingkatan kehidupan atas dasar keharmonisan hidup dalam ajaran Hindu. Setiap tingkatan kehidupan manusia di bedakan berdasarkan atas tugas dan kewajiban manusia dalam menjalani kehidupannya, namun terikat dalam satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Brahmacari Asrama, adalah tingkatan saat menuntut ilmu. Grhasta Asrama adalah tingkat kehidupan berumahtangga. Sedangkan Wanaprastha Asrama sebagai tingkat kehidupan ketiga adalah tingkatan yang mewajibkan seseorang itu harus menjauhkan dirinya dari nafsu keduniawian. Adapun Sanyasin Asrama ( bhiksuka), merupakan tingkat terakhir dari catur asrama, di mana pengaruh dunia sama sekali harus lepas. Mengabdikan diri pada nilai-nilai dari keut amaan Dharma dan hakekat hidup yang benar. Pada tingkatan ini, ini banyak dilakukan kunjungan Dharma Yatra, Tirtha Yatra ke tempattempat suci, di mana seluruh sisa hidup seseorang hanya http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ diserahkan kepada Sang Maha Pencipta untuk mencapai Moksa. Jadi Catur Asrama bukanlah sistem sosial masyarakat yang diklasifikasi berdasarkan kasta dalam agama Hindu yaitu Brahmana, Satria, Vaisya dan Sudra, sebagaimana yang pernah dijelaskan oleh salah seorang “guide wisata purbakala” pada saat kunjungan ke candi Penampihan ini di tahun 2007 itu. Tentang sebutan lain sebagai Candi Asmoro Bangun, tidak ada penjelasan atau informasi yang dapat dijadikan acuan kebenarannya. Yang dikenal dalam sejarah bahw a tokoh Panji Asmara Bangun identik dengan Prabu Sri Kamesywara, raja yang memerint ah Kadiri sekitar tahun 1180 hingga 1190-an. Dari dongeng masyarakat sekitar yang dituturkan oleh penjaga candi, dikisahkan bahw a candi Penampihan dibuat oleh seorang pembesar dari Ponorogo yang jatuh hati pada putri dari Kadiri, (siapa nama pembesar dan siapa nama putri itu juga tidak diperoleh penjelasan yang akurat), karena lamarannya ditolak kalaupun diterima sang putri menuntut begitu banyak permint aan. Dari Kadiri sang pembesar pulang dan singgah di daerah in i, lalau mendirikan candi Penampihan (tepatnya penampikan, dari kata tampik) artinya penolakan. Bisa juga t ampi berarti menerima namun dengan syarat, Sebenarnya di candi ini banyak sekali arca, namun banyak yang hilang. Seperti arca Siwa, Ganesha, Dwarapala, Dwarajala, arca kepala naga, arca kepala garuda, arca Bima, dan arca kecil-kecil. Namun demi keamanan, beberapa arcaarca yang sempat dapat diselamatkan disimpan di Museum Tulungagung.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Demikian informasi singkat, yang cantrik Bayuaji ketahui. Tentunya informasi in i adalah sesuai dengan keadaan di tahun 2007 pada saat kunjungan ke candi Penampihan itu. Mudah-mudahan bermanfaat.
Nuwun cant rik Bayuaji 0odwo0
Nuwun Sugêng siyang. Sugêng pêpanggihan pårå kadang. Atur pambagyå raharjå dumatêng pårå kadang sutrésnå padépokan pêlangisingosari ,ingkang dahat kinurmatan: Cant rik Bayuaji marak ing paséban, ngêndit rontal: DONGENG ARKEOLOGI & A NTROPOLOGI © 2010. [Rontal PBM 20]
Dongèng ing samangké kasêrat ing dintên Sukrå Wagé, Wuku Uyé Ingkêl Manuk; Srawånåmåså, mångså Kaså 1932Ç; 30 Juli 2010M; 18 Ruwah 1943 – Dal; 18 Sya’ban 1431H Kerajaan Sunda (581-1501 Ç atau 669-1579 M). Kerajaan Sunda diyakini o leh para ahli sejarah adalah kelanjutan Kerajaan T arumanagara. 1. Prasasti Pasir Muara. Rujukan awal nama Sunda sebagai sebuah kerajaan t ertulis dalam Prasasti Pasir Muara. Prasasti itu ditulis dalam aksara Kawi, namun, bahasa yang digunakan adalah bahasa Me layu Kuno.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Prasasti Pasir Muara d itemukan di tepi sawah, tidak jauh dari prasasti Telapak Gajah peninggalan Purnawarman. Prasasti itu kini tak berada ditempat asalnya. Lahan tempat prasasti itu ditemukan berbentuk bukit rendah berpermukaan datar dan diapit tiga batang sungai: Cisadane, Cianten dan Ciarut eun. Sampai abad ke-19, tempat itu masih d isebut dengan nama Pasir Muara. Dahulu termasuk bagian tanah swasta Ciampea. Sekarang termasuk wilayah Kecamatan Cibungbulang, Bogor. Dahulu merupakan sebuah “kota pelabuhan sungai” yang bandarnya terletak di tepi pertemuan Cisadane dengan Cianten. Sampai abad ke-19 jalur sungai itu masih digunakan untuk angkutan hasil perkebunan kopi. Prasasti pasir Muara bertuliskan: ini sabdakalanda rakryan juru panga-mbat i kawihaji panca pasagi marsa-n desa barpulihkan haji sunda [ Ini tanda peringatan ucapan Rakryan Juru Pengambat
dalam tahun kawihaji panca pasagi, kekuasaan pemerint ahan negara dikembalikan kepada raja Sunda]. Tahun (Saka) kawihaji (8) panca (5) pasagi (4), Angka tahun bercorak “sangkala” dan jika mengikut i ketentuan “angkanam vamato gatih” angka dibaca dari kanan, maka
prasasti tersebut dibuat dalam tahun 458 Ç atau 536 M. Namun bila mengikut i rumusan angka dibaca dari kanan, sangat janggal. Adalah tidak mungkin Kerajaan Sunda telah ada pada tahun 536 M sejaman dengan Kerajaan Tarumanagara (358 – 669 M). Tahun prasasti tersebut harus dibaca sebagai 854 Ç (932 M). Rakryan Juru Pengambat yang tersurat dalam prasasti Pasir Muara mungkin sekali seorang Pejabat Tinggi Tarumanagara http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang sebelumnya menjadi wakil raja sebagai pimp inan pemerint ahan di daerah tersebut. Yang belum jelas adalah mengapa prasasti mengenai pengembalian pemerint ahan kepada Raja Sunda it u terdapat di sana? apakah daerah itu merupakan pusat Kerajaan Sunda atau hanya sebuah tempat penting yang termasuk kawasan Kerajaan Sunda? Nama Sunda mulai digunakan oleh Maharaja Purnawarman dalam tahun 397 M untuk menyebut ibukota kerajaan yang didirikannya. Sumber prasati memberikan keterangan bahwa Purnawarman berhasil menundukkan musuh-musuhnya. 2. Prasasti Jayabupati atau Prasasti Cibadak Rujukan lainnya kerajaan Sunda adalah Prasasti Jayabupati atau disebut Prasasti Cibadak yang ditulis pada 4 buah batu terdiri dari 40 baris. Keempat batu bertulis itu ditemukan pada aliran sungai Cicatih di daerah Cibadak. Tiga ditemukan di dekat kampung Bantar Muncang, sebuah ditemukan di dekat kampung Pangcalikan, Sukabumi. Keunikan prasasti in i adalah disusun dalam huruf dan bahasa Jawa Kuno. Keempat prasasti itu sekarang disimpan d i Museum Nasional Jakarta dengan nomor kode D 73 (dari Cicatih), D 96, D 97 dan D 98. Isi prasasti: [D 73]: //O// ”swasti shakawarsatita 952 karttikamasa t ithi dwadashi shuklapaksa. ha. ka. ra. wara tambir. irihttp://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ ka diwasha nira prahajyan sunda maharaja shri jayabhupati jayamanahen wisnumurtti samarawijaya shaka labhuwanamandaleswaranindita harogowardhana wikramottunggadewa, ma-“ [ Selamat. Dalam tahun Saka 952 bulan Kartika tanggal 12 bagian terang, hari Hariang, Kaliwon, Ahad, Wuku Tambir. Inilah saat Raja Sunda Maharaja Sri Jayabupati Jayamanahen Wisnumurti Samarawijaya Sakala-buwanamandaleswaranindita Haro Gowardhana Wikramottunggadewa, mem-] [D 96]: gaway tepek i purwa sanghyang tapak ginaway denira shri jayabhupati prahajyan sunda. mwang tan hanani baryya baryya cila. I rikang lwah tan pangalapa ikan sesini iwah. makahingan sanghyang tapak wates kapujan i hulu, i sor makahingan ia sanghyang tapak wates kapujan i wungkalagong kalih matangyan pinagawayaken prasasti pagepageh. mangmang sapatha.’ [ buat tanda di sebelah timur Sanghiyang Tapak. Dibuat oleh
Sri Jayabupati Raja Sunda. Dan jangan ada yang melanggar ketentuan ini. Di sungai in i jangan (ada yang) menangkap ikan di sebelah sini sungai dalam batas daerah pemujaan http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sanghyang Tapak sebelah hulu. Di sebelah hilir dalam batas daerah pemujaan Sanghyang Tapak pada dua batang pohon besar. Maka dibuatlah prasasti (maklumat) yang dikukuhkan dengan sumpah]. [D 97]: sumpah denira prahajyan sunda iwirnya nihan [ Sumpah yang diucapkan oleh Raja Sunda lengkapnya demikian]. [D 98]: indah ta kita kamung hyang hara agasti phurbba daksina paccima uttara agniya neriti bayabya aicanya urddhadah rawi caci patala jala pawana hutanasanapah bhayu akaca t eja sanghyang mahoratra saddhya yaksa raksasapicara preta sura garuda graha kinara mahoraga catwara lokapala yama baruna kuwera bacawa mwang putra dewata panca kucika nandiwara mahakala durggadewi ananta surindra anakta hyang kalamrtyu gana bhuta sang prasidha milu manarira umasuki sarwwajanma at a regnyaken iking sapatha http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ samaya sumpah pamangmang na lebu ni paduka haji i sunda irikita kamung hyang kabeh ……. pakadya umalapa ikan ……. i sanghyang tapak ya pat yananta ya kamung hyang denta t patiya siwak kapalanya cucup uteknya belah dada mya imun rahnya rantan ususnya wekasaken pranantika …… …… i sanghyang kabeh tawathana wwang baribari cila irikang Iwah i sanghyang tapak apan iwak pakan parnnahnya kapangguh i sanghyang … ….. maneh kaliliran paknanya kateke dlaha ning dlaha …. …. paduka haji sunda umademakna kadarman …. ing samangkana wekawet paduka haji sunda sanggum nt i ring kulit kata karmanah ing kanang … … i sanghyang tapak makatepa iwah watesnya i hulu i sanghyang tapak i …. …… i hilir mahingan irikang ….. umpi ing wungkal gde kalih. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ [ Sungguh indah kamu sekalian Hiyang Syiwa, Agatsya, timur, selatan, barat, utara, tenggara, barat daya, barat laut, timur laut, angkasa, bumi patala, matahari, bulan, debu, air, angin, sadhya, yaksa, raksasa, pisaca para peri, sura, garuda, buaya, Yama, Baruna, Kuwera, Besawa dan putera dewata Pancakusika, lembu tunggangan Syiw a, Mahakala, Dewi Durga, Ananta sang dewa ular, Surindra, putra Hyang Kalamercu, gana mahluk setengah dewa, buta raksasa, para arwah semoga ikut , menjelma merasuki semua orang, kalian gerakanlah supata, janji, sumpah dan seruan raja Sunda ini]. Sumpah itu ditutup dengan kalimat seruan, [D 98]: “i wruhhanta kamung hyang kabeh” [ Ketahuilah olehmu para hyang semuanya]. Batu prasasti keempat (D 98) berisi sumpah atau kutukan Sri Jayabupati sebanyak 20 baris yang int inya menyeru semua kekuatan gaib di selruh penjuru jagad dan di surga agar ikut melindungi keputusan raja. Siapapun yang menyalahi ketentuan tersebut diserahkan penghukumannya kepada semua kekuatan itu agar dibinasakan dengan menghisap ot aknya, menghirup darahnya, memberant akkan ususnya dan membelah dadanya. Kehadiran Prasasti Jayabupati di daerah Cibadak sempat membangkit kan dugaan-dugaan. Pertama, bahwa Ibukota Kerajaan Sunda terletak di daerah itu. Namun dugaannya tidak didukung oleh bukti-bukt i sejarah lainnya. Isi prasasti hanya menyebutkan larangan menangkap ikan pada bagian sungai (Cicatih) yang termasuk kawasan Kabuyutan Sanghiyang Tapak. Sama halnya dengan kehadiran batu bertulis Purnawarman di Pasir Muara dan Pasir Koleangkak yang tidak menunjukkan letak Ibukota Tarumanagara. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kedua, Isi prasasti itu dalam segala hal menunjukkan corak Jawa Timur. Tidak hanya huruf, bahasa dan gaya, melainkan juga gelar raja yang mirip dengan gelar raja di lingkungan Keraton Darmawangsa. [ Sangat disayangkan, hingga saat ini sepanjang yang diketahui belum ditemukan adanya kaitan yang lebih rinci antara Kerajaan Sunda dan kerajaan-kerajaan di Jawa Timur, andaikatapun ada, maka sumber sejarah dimaksud, sangat diragukan keabsahan data kebenarannya. Cantrik Bayuaji bersama beberapa pecint a sejarah tengah menelisik data sejarah dimaksud ]. Tokoh Sri Jayabupati dalam Carita Parah iyangan disebut dengan nama Prebu Detya Maharaja. Ia adalah raja Sunda ke20 setalah Maharaja Tarusbawa. Telah diungkapkan sebelumnya, bahwa Kerajaan Sunda adalah pecahan Tarumanagara. Peristiwa itu terjadi t ahun 670 M. Hal in i sejalan dengan sumber berita Cina yang menyebutkan bahwa utusan Tarumanagara yang terakhir mengunjungi negeri itu terjadi tahun 669 M. Tarusbawa memang mengirimkan ut usan yang memberitahukan penobatannya kepada raja Cina dalam tahun 669 M. Ia sendiri dinobatkan pada tanggal 9 bagian-terang bulan Jesta tahun 591 Saka (kira-kira bertepatan dengan tanggal 18 Mei 669 M). Sebagaimana sering cant rik Bayuaji paparkan, bahw a kebenaran sejarah adalah kebenaran yang bersifat hipotesa, boleh jadi apa yang dianggap benar di masa kini, akan berubah nantinya bila ditemukan data sejarah yang lebih lengkap. Dongeng arkeologi dan antropologi tentang Kerajaan Sunda, dicukupkan hingga di sini. Selanjutnya kita kembali ke wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk mendongengkan http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara, di antaranya dongeng tentang Kerajaan Kalingga dan Kerajaan Kanjuruhan, suatu kerajaan yang sudah ada sebelum Kerajaan Singosari, Kerajaan Kadiri (Daha, Janggala), bahkan sebelum Kerajaan Mataram Lama.
ånå tutugé atawa to be continued Nuwun cant rik Bayuaji 0odwo0
Nuwun Sugêng dalu. Sugêng pêpanggihan pårå kadang sâdåyå. Atur pambagyå raharjå dumatêng pårå kadang sut résnå padépokan pêlangisingosari , ingkang dahat kinurmatan: Sampun wancinipun sirêp laré, Cant rik Bayuaji marak ing paséban, ngêndit rontal: DONGENG ARKEOLOGI & ANTROPOLOGI © 2010. [Rontal PBM 23]
Dongèng ing samangké kasêrat ing dintên Anggårå Pon malêm Budhå Wagé, Wuku Mênail, Ingkêl Taro; Bhådråwådåmåså, mångså Karo 1932Ç; 03 Agustus 2010M; 23 Ruw ah 1943 – Dal; 23 Sya’ban 1431H Sinambi membaca sekaligus menikmati untaian kata-kata karya Ki Dalang (mendiang) Singgih Hadi Mint ardja, dan membayangkan dalam imajinasi masing-masing bagaimana Mahisa Bungalan yang sedang bertempur menghadapi lawannya, dan bagaimana pula Ken Padmi yang garang “mau tapi malu”. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Cant rik Bayuaji mengajak pårå kadang sut résnå padépokan pêlangisingosari , menelisik, menelaah, melakukan pendalaman ( halaah åpå toh iki); apakah hal-hal yang ditulis oleh Ki Dalang SHM, dan yang dilukis oleh Ki Juru Sungging Mas Wibowo dan Ki Juru Gambar Mas Wid NS, dalam cerita pelangisingosarinya Ki Dalang SHM, tepat dengan keadaan yang senyatanya pada waktu kisah itu terjadi. “Senyatanya” di sini adalah menurut dan mengacu pada temuan-temuan arkeologis yang dapat dipertanggungjawabkan validitasnya. Misalnya jenis-jenis makanan atau minuman apa yang telah dikenal pada masa itu; model pakaian (khususnya wanit a) yang bagaimanakah yang dikenakan oleh para tokoh pada masa itu. Kalaupun apa yang ditulis o leh Ki Dalang SHM, dan dilukis oleh Ki Juru Sungging Mas Wibowo dan Mas Wid NS, bertolak belakang dengan kenyataan yang sebenarnya, hal in i tak perlulah diperdebatkan, dan tulisan in i juga tidak bermaksud “menggugat” Ki Dalang SHM dalam karya-karyanya.
Sing pênting lan pada pokoké, lakoné Ki Dalang Singgih Hadi Mint ardja, asyik, enak diklik (pake mouse ), enak dibaca, dibaca, dibaca lagi, dan perlu. … I.Makanan dan minuman: “jagung rebus/bakar, semelak, twak siwalan, arak hano, kilang brem , mesamahisa, mina, madhupa”. … Pada PBM-01 diceritakan Mahesa Bungalan (Era Singosari tahun 1200an) makan jagung di Padukuhan Watan. PBM 01 halaman 17: “Apa yang mereka lakukan?” bertanya
Mahisa Bungalan kepada seorang perempuan penjual jagung http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ketika ia duduk bersila sambil mengunyah jagung di bawah sebatang pohon preh di depan sebuah warung yang cukup besar. Makanan pokok Ki Ageng Pandan Alas d i NSSI (Kerajaan Demak tahun 1400an) juga jagung. Nagasasra Sabukint en 03: Yang disambung oleh Ki Ageng
Pandan Alas, He, Mahesa Jenar, adakah kau dahulu memenuhi permint aanku? Menunggu sampai jagungku tua? Kalau begitu aku akan singgah dahulu ke sana untuk menikmati dua tiga buah jagung bakar. Jagung hampir tidak pernah ketinggalan di set iap buku karya Ki Dalang SHM. Tetapi sebenarnya sejak kapankah jagung masuk Indonesia? Dari beberapa buku dan artikel diket ahui bahwa jagung mulai berkembang di Asia Tenggara pada pertengahan tahun 1500an dan pada awal tahun 1600an, yang berkembang menjadi tanaman yang banyak dibudidayakan di Indonesia, Filip ina, dan Thailand. Dengan demikian maka jagung dikenal oleh penduduk Indonesia sekitar abad 15, kurang lebih ketika VOC mulai datang ke Indonesia mencari rempah-rempah, yang berlanjut dengan masa penjajahan Kumpêni Walåndå. Jadi biarlah Ki Pandanalas dari Gunung Kidul (NSSI, jaman Kerajaan Demak tahun 1400an ) nggak usah panen jagung, dan Ki Mahesa Bungalan (jaman kerajaan Singosari tahun 1200an) nggak jadi mengunyah jagung rebus, karena ketika itu jagung belum dikenal, tetapi diganti makan burger……… Lho . … Pada PBM 06: “Namun ternyata semelak pace itu terasa http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
segar sekali di kerongkongan Mahisa Bungalan yang haus. Kemudian beberapa potong ubi telah dimakannya pula.” Minuman semelak yang berbahan dasar mengkudu (Jawa: pace, kemudu, kudu); (Sunda: cengkudu); (Madura: kodhuk); (Bali: wengkudu). Mengkudu atau pace berasal dari Asia Tenggara adalah tananam asli Nusantara, tergolong dalam famili Rub iaceae . Nama lain untuk tanaman ini adalah noni (Hawaii), nono (Tahiti), nonu (Tonga), ungcoikan (Myanmar) dan ach (Hindi). Pace berkhasiat menurunkan darah tinggi dan kolesterol. Rasa minuman ini tajam dan pengar. Untuk menetralisir rasa alami pace, maka dalam semelak ditambahkan gula jawa, gula nira, cengkeh dan ketumbar. Pada tahun 100 SM, penduduk Asia Tenggara (Nusant ara) bermigrasi dan mendarat di kepulauan Polinesia, mereka membawa tanaman dan hewan yang dianggap penting untuk hidup di tempat baru. Tanaman-tanaman tersebut memiliki banyak kegunaan, antara lain untuk bahan pakaian, bangunan, makanan dan obat-obatan, lima jenis tanaman pangan bangsa Polinesia yaitu talas, sukun, pisang, ubi rambat, dan tebu. Mengkudu yang dalam bahasa set empat disebut “noni” adalah salah satu jenis tanaman obat penting yang turut dibawa. Bangsa Polinesia memanfaatkan “noni” untuk mengobati berbagai jenis penyakit, di antaranya: tumor, luka, penyakit kulit, gangguan pernapasan (termasuk asma), demam dan penyakit usia lanjut. Pengetahuan tentang pengobatan menggunakan mengkudu diwariskan dari generasi ke generasi melalu i nyanyian dan cerita rakyat. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tabib Polinesia, yang disebut Kahuna adalah orang memegang peranan panting dalam dunia pengobatan tradisional bangsa Polinesia dan selalu menggunakan mengkudu dalam resep pengobatannya. Laporan-laporan tentang khasiat tanaman mengkudu juga terdapat pada tulisan-tulisan kuno yang dibuat kira-kira 2000 tahun yang lalu, yaitu pada masa pemerint ahan Dinasti Han di Cina. Bahkan juga dimuat dalam cerita-cerita pewayangan yang ditulis pada masa pemerint ahan raja-raja di pulau Jawa. … Kidung Pararaton tidak secara jelas menyebutkan jenis makanan dan minuman yang disajikan jika ada pesta-pesta kenegaraan di Singosari ataupun di Majapahit. atau yang dikonsumsi oleh masyarakat pada waktu itu. Dalam salah satu pupuh pada Bagian V Kidung Pararaton dikisahkan ketika Sri Baginda Kertanagara tengah mengadakan pesta bersama para menteri dan patih kerajaan.
Sedang ira Bhatara Siwa Buddha anadhah sajeng lawan apatih [ Ketika Batara Siwa Budha (Sri Baginda Kertanagara)
sedang minum minuman keras bersama sama dengan patih]. Berbeda dengan Pararaton, maka Kakawin Nagarakertagama menerangkan agak rinci jenis-jenis minuman dan makanan yang dihidangkan pada pesta-pesta kenegaraan, khususnya pada saat Prabu Jiwana Hayam W uruk melakukan “kunjungan kerja”, seperti yang dikabarkan oleh Empu Parapanca. Nagarakertagama pupuh 90:3
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lwir ning para surasa tan pegat mawantu Twak nyu twak siwalan arak hano kilang brem Mwang tampo sing adhika tang hane harep sok Sarwwamas w awan ika dudw anekawarnna. [ Mengalir pelbagai minuman keras segar, tuak nyiur, tal, arak kilang, brem, tuak rumbya, itulah hidangan minuman yang utama, Wadahnya emas berbentuk aneka ragam]. Nagarakertagama pupuh 89:5
lwir ni tadah nira mesamahisa w ihaga mrega wok madhupa mina lawan tikang anda haja ring aji lokapurana tinut swana kara krimi musika hilahila len wiyung alpa dahat satrw awamana hurip-ksaya cala nika rakwa yadi purugen [ Santapan terdiri dari daging kambing, kerbau, burung,
rusa, madu, ikan, telur, domba, menurut adat agama dari zaman purba. Makanan pantangan daging anjing, cacing, tikus, keledai dan katak, Jika dilanggar, mengakibatkan hinaan musuh, mati dan noda]. Nagarakertagama pupuh 90:1
Praptang bhojana makadon rikang wwang akweh Sangkep sarwwarajasa bhojanya sobha Matsyasangkya sahana ring darat mwang ing wwai Raprep drak rumawuh anut kramanuwartta. [ Dihidangkan sant apan untuk orang banyak, Makanan serba
banyak serta serba sedap, Berbagai-bagai ikan laut dan ikan tambak, Berderap cepat datang menurut acara]. Namun bagi kawula rakyat jelata yang berasal dari desa, dengan alasan sebagai kegemarannya, maka d ihidangkan daging katak, cacing, keledai, tikus dan anjing. Nagarakertagama pupuh 90:2 http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Manduka krimi kara musika srgala Kweh sakterika winahan tamahnya tusta Deni wwang nika dudu ring sadesadesa Sambeknyeki tinuwukan dumah ya tusta. [ Daging katak, cacing, keledai, tikus, anjing/srigala, Hany a
dihidangkan kepada para penggemar, Karena asalnya dari pelbagai desa, Mereka diberi kegemaran, biar puas. Dalam pada itu makanan lain yang dihidangkan adalah talam, kembang waru, bongko, kipo, pelas, gembrot, wela dan model.
Dinasti Sung Awal (420-470 M) menyebut Jawa dengan sebutan She p’o atau Cho’po , akan tetapi kemudian beritaberita Cina dari Dinasti T’ang (618-906 M) menyebut Jawa dengan sebutan Ho Ling sampai tahun 818 M. Namun penyebutan Jawa dengan She p’o kembali muncul pada tahun setelah tahun 820an M. Kronik Dinasti Tang memberitakan bahwa masyrakat She p’o sudah pandai membuat minuman dari air bunga kelapa ( legen, tuak). Bila makan mereka t idak menggunakan sendok atau sumpit, melainkan menggunakan tangan. … II. Busana wanita masa Singosari. Menyusuri jejak sejarah busana wanita masa Tumapel Singosari, Ki Dalang Singgih Hadi Mint ardja atau tepatnya Ki Juru Sungging Mas Wibowo atau Ki Juru Sungging Mas Wid NS, melukiskan wanita dalam buku karangan SHM serial pelangisingosari adalah sebagai berikut : berkain batik
panjang, atau bercelana panjang hitam sebatas di bawah http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lut ut, selalu menggunakan kemben, rambut hitam terurai panjang, tanpa alas kaki. Mengamati gambaran tersebut, cantrik Bayuaji membuka kembali lembaran-lembaran lukisan atau tepatnya foto-foto arca, atau melihat langsung patung atau arca dan pahatan relief-relief pada beberapa candi era Singosari Majapah it, antara lain Candi Rimbi, Candi Singosari, Candi Jago , dan Arca Prajñaparamita. 1. Arca Parwati dari Candi Rimbi(angka tahun 14 M) di kaki Gunung Anjasamoro, tepatnya di tepi jalan raya d i sebelah tenggara Kecamatan Mojowarno, Jombang, Jawa Timur. Parwati sebagai istri (sakti) Dewa Syiwa. Arca Parwati in i melukiskan perwujudan Tribuana Tunggadewi ratu Majapahit pada t ahun 1328 sampai dengan tahun 1350. Berdasarkan seni arsitektur bangunan, Candi Rimbi berlatar belakang Hindu. Hal ini, ditandai penemuan arca Dewi Parwati (isteri Dewa Siwa) yang sekarang disimpan di Museum Gajah Jakarta. Arca Parwati ditemukan di ruang utama candi. Tetapi, ruangan ini sudah tidak ada lagi, karena separoh dari badan candi sudah runtuh. Dewi Parwati dikenal sebagai simbol wanita yang benarbenar mempunyai seluruh syarat terbaik sebagai seorang wanita, ibu dan istri. Parwati juga dianggap sebagai dewi lambang kesuburan, bersama-sama dengan Siwa, mereka berdua sering digambarkan sebagai yoni (simbol wanita) dan lingga (simbol laki- laki).
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ 2. Arca Dewi Durga Mahesasuramardhini dari Cand i Singosari (angka tahun 1222 M) desa Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Dewi Durga adalah nama sakti atau istri Dewa Siwa. Mahisa adalah kerbau, Asura berarti raksasa, sedang Mardhini berarti menghancurkan atau membunuh. Jadi,
Durgamahasisuramardhini berarti Dewi Durga yang sedang membunuh raksasa yang ada di dalam tubuh seekor kerbau. 3. Arca Prajñaparamita . Terdapat tiga arca Prajñaparamita, yang diket ahui hingga sekarang. Pertama adalah arca Prajñaparamita (Ken Dedes) yang sudah banyak dikenal orang karena keindahannya. Arca tersebut sekarang disimpan di Museum Nasional, Jakarta. Arca Prajñaparamita ini d itemukan di antara reruntuhan selatan kompleks percandian Singosari (dengan candi Singosari berjarak ± 500 m arah selatan). Arca tersebut ditemukan di salah satu candi, yaitu candi E, disebut juga candi W ayang, atau candi Putri. Sisa-sisa situs tersebut berada di Jalan Bungkuk Gg. II Kelurahan Pagentan, Kecamatan Singosari. Tempat itu sekarang (tahun 2007) hanya tinggal tanah tegalan dengan ukuran ± 12 x 25 m yang kanan-kirinya sudah dipadati oleh bangunan rumah penduduk. Arca Prajñaparamita ini d isebut kan sebagai patung Masa Klasik paling cant ik dan utuh terbuat dari batu, tinggi 1,26 m, berasal dari masa Singosari, Jawa Timur. Arca dari batu andesit yang masih ut uh itu ditemukan pada tahun 1819 dan dikategorikan sangat indah buatannya itu, kemudian dibawa ke tempat Residen Malang, yang pada waktu itu dijabat oleh Monnerau. Kemudian diserahkan ke Prof http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Reinw ardt dan pada tahun 1023 patung itu disumbangkan untuk Museum Etnologi di Leiden. Arca dari candi Wayang atau Putri tersebut mendapatkan namanya yaitu Putri Dedes atau Ken Dedes. Dan sejak saat itulah hingga sekarang arca dari pant heon agama Budha Mahayana tersebut lebih terkenal dengan sebutan arca putri Ken Dedes daripada nama aslinya yaitu Prajñaparamita. Pada 1978, Prof Pott, direktur Museum Etnologi tersebut, melalu i Dut a Besar Indonesia Sutopo Yuwono, mengembalikan patung itu ke Indonesia. Arca Prajñaparamita kedua, berada di halaman cand i Singosari dengan ukuran yang cukup besar. Sayang arca ini sudah tidak berkepala lagi, dan hiasannya tidak semewah arca Prajñaparamita (Ken Dedes). Kekhususan yang menandai arca Prajñaparamita di halaman candi S ingasari dengan arca Prajñaparamita (Ken Dedes) adalah adanya hiasan Vjalaka (hiasan gajah dan singa pada kanan kiri sandarannya). Arca Prajñaparamita ketiga, terdapat pada sisa-sisa cand i Gayatri atau candi Gilang di Desa Bayalangu, Kecamatan Bayalangu, Tulungagung. Di lokasi ini ditemukan beberapa arca yang salah satunya adalah arca Prajñaparamita yang sudah rusak. Memperhatikan bukti-bukti di atas, sebenarnya tidak sesederhana itu untuk memberikan suatu pernyataan bahwa arca Prajñaparamita yang dimaksudkan adalah potret diri Ken Dedes. Sementara data-data di lapangan yang mendukung ke arah sana sangat terbatas. Di sisi lain dokumen tertulis berupa prasasti maupun naskah yang menunjuk bahwa Ken Dedes diarcakan sebagai arca Prajñaparamita t idak ada.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tentang arca Prajñaparamita sendiri disinggung dalam Negarakret agama Pupuh 69:1. “Prajñaparamitapuri ywa panelah ning rat ri sang hyang
suddharmma; Prajñaparamita kriyenulahaken sri-jnanawidhy apratistha; Sotan pandit a wrddha tant ragata labdawesa sarwwagamajna; Saksat hyang mpu bharada mawaki sirangde trtpti ni tw as narendra.” disebutkan adanya sebuah tempat bernama Prajñaparamitapuri, yaitu sebuah candi makam yang dibangun dan diperuntukkan bagi Sri Rajapatni. Sedangkan arcanya sekaligus diberkahi o leh sang pendeta Jnanawidhi. Sri Rajapatni adalah sebut an bagi putri Gayatri yang merupakan istri keempat dari Raden Wijaya atau Kertarajasa. Disana
Negarakret agama pada Pupuh 74:1 “Mukyantahpura sagalathawa ri simp ing; Mwang
sriranggapura muwah ri Buddha kuncir; Prajñaparamitapuri hanar panambeh; Mwang tekang ri bhayalango duweg kinaryya.” Menegaskan bahw a Prajñaparamitapuri itu dibangun di Bayalangu (Bayalangu adalah sebuah daerah di Tulungagung. Di tempat tersebut memang terdapat sisa-sisa bangunan agama Budha Mahayana). Berkenaan dengan arca Prajñaparamita yang sekarang disimpan di Museum Nasional Jakarta, t erdapat dua pendapat. Pertama, patung ini dianggap potret diri Ken Dedes, istri Tunggul Ametung yang akhirnya kawin dengan Ken Angrok Rajasa Sang Amurwabhumi, pendiri Kerajaan Singosari (12221227).
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Pendapat kedua menyebutkan, arca tersebut merupakan potret Rajapatni Gayatri, si bungsu tercantik anak keempat Raja Kertanegara yang kawin dengan Raden Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit, dan merupakan nenek dari Raja Hayam Wuruk. Dia hidup di akhir periode Singosari (1292) dan awal era Majapahit. Dari ketiga arca yang saya amati, dan dari beberapa relief candi yang sempat saya rekam dalam bentuk foto, semua arca wanita digambarkan sebagai wanita yang tidak menggunakan penutup dada atau bertelanjang dada.
Pårå kadang, Jangan terburu-buru menuduh cantrik Bayuaji berfikiran “ngeres” atau menuduh cantrik Bayuaji hendak menyebarluaskan gambar-gambar yang “mengumbar nafsu
mempertontokan aurat berkonotasi porno .”
wanita dan hal-hal yang
Terlebih lagi jangan pula menuduh bahwa sang seniman pemahat batu pada masa itu punya fikiran “mesum”. Tidak bisa dipungkiri, bahw a para seniman masa kebudayaan Hindu-Buddha biasa disebut seniman keagamaan, karena mereka membuat patung (tepatnya pemahat batu, sang seniman pembuat patung) dewa berdasarkan pada aturan-aturan tertentu yang sudah tertulis dalam kitab-kitab keagamaan mereka. Kitab-kitab tersebut pada awalnya hanya berupa sebentuk puji-pujian kepada dewa, kemudian dewa- dewa yang tertulis didalam kitab t ersebut diwujudkan dalam bentuk patung yang disebut antropomorphik (mewujudkan dalam bentuk manusia).
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Pada beberapa peninggalan kuno di Jawa Tengah aturanaturan yang ada didalam kitab keagamaan masih relatif ditaati, lain halnya dengan periode Jawa Timur. Banyak sekali para seniman yang t elah menambah ataupun sedikit mengganti atribut dewa dengan tujuan untuk lebih mendukung fungsi dan peranan dewa tersebut, hal ini tentu saja b isa d ihubungkan dengan menjamurnya kebiasaan para raja di Jawa Timur yang menganggap dirinya adalah titisan dewa tertentu sebagai sarana untuk melegitimasi diri. Seniman bagaimanapun juga tetap seniman, yang mengagungkan karya seni. Dalam berkarya mereka t idak akan bisa berhasil maksimal apabila diharuskan memenuhi berbagai macam syarat, bagaimanapun kreatifitas mereka sebagai jati diri t etap akan muncul dalam hasil karya mereka. Begitu pula dalam melukiskan atau membuat patung dewi, secara tidak sadar mereka akan membayangkan watak dan peranan dewi tersebut. Dengan merangkai bayangan itu, maka mereka dapat dengan lancar membentuk wujud dewi tersebut dalam pahatan mereka, tanpa melenceng jauh dari aturan yang berlaku. Bukankah hari ini kita sedang belajar sejarah. Budaya menutup aurat (dada wanita) di Nusantara baru dikenal kurang lebih abad 16 atau 17 M. bahkan di pedalaman-pedalaman Bali, Papua, Dayak dan d i beberapa pedalaman Nusantara lainnya hingga awal tahun-tahun 1940an masih ditemui beberapa sukubangsa yang wanitanya bertelanjang dada, atau sekedar “ditutupi” dengan bahan rajutan dari serat kayu.
Pårå kadang ,
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sebagai penutup uraian ini maka b iarlah Ken Padmi ketika berperang tanding dengan Mahisa Bungalan memakai kemben (PBM 22 halaman 45), karena jika tidak maka Ki Mas Juru Sungging Wid NS dapat dituduh menyebarluaskan gambar aurat wanita dan hal yang berbau porno. Setuju ? Rujukan: 1. Abas, H.M.S, Drs, M.Si. dkk. 2001. Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan di Jawa Timur. Jawa Timur: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Timur. 2. Agus Sunyoto. 2000. Petunjuk Wisata Sejarah Kabupaten Malang. Malang: Lingkaran St udi Kebudayaan Malang. 3. Bangun, A. P.,DR, MHA dan Saworno, B. Khasiat dan Manfaat Mengkudu. Jakarta: Agromedia Pustaka, 2002. 4. Foto-foto arca, relief candi antara lain: Arca Dewi
Parwati, Prajñaparamita, Dewi Durga Mahesasuramardhin i, Candi Rimbi, Candi Singosari, Candi Borobudur. dll. 5. Leona Anderson. Review of Kinney, Ann R. 2005.
Worshiping Siva and Buddha: The Temple Art of East Java. Department of Religious Studies, University of Regina, Canada: H-Buddhism, H-Net Reviews. 6. Marwati, dkk. 1993 . Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta: Balai Pustaka. 7. Moehadi. 1986. Modul Sejarah Indonesia. Karunia: Jakarta. 8. Muljana, Slamet. 2006. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: LkiS. 9. Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. 2008. Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta: Balai Pustaka. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ 10. SH Mintardja, Nagasasra Sabukint en Kedaultan Rakyat Yogyakarta. 11. SH Mintardja, Pelangi di Langit Singosari (serial) Yayasan panuluh Yogyakarta 12. Soekmono, 1974, “Candi, Fungsi dan Pengertiannya”, Disertasi, Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia 13. Tim Koordinasi Siaran Direkt orat Jenderal Kebudayaan. 1994. Khasanah Budaya Nusantara V. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 14. Tim Koordinasi Siaran Direkt orat Jenderal Kebudayaan. 1995. Khasanah Budaya Nusant ara VI. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 15. Zoetmulder, P. J., 1965, The Significance of The Study of The Culture and Religion for Indonesian Historiography, New York: Cornel University Press.
to be continued atawa ånå candhaké Sugêng dalu. Nuwun 0odwo0
Nuwun Sugêng siyang. Sugêng pêpanggihan pårå kadang sâdåyå. Atur pambagyå raharjå dumatêng pårå kadang sut résnå padépokan pêlangisingosari. Cant rik Bayuaji marak ing paséban, ngêndit rontal: DONGENG ARKEOLOGI & ANTROPOLOGI © 2010. [Rontal PBM 24]
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dongèng ing samangké kasêrat ing dintên Sukrå Umanis, Wuku Mênail, Ingkêl Taru, Bhådråwådåmåså, mångså Karo 1932Ç; 06 Agustus 2010M; 25 Ruwah 1943 – Dal; 25 Sya’ban 1431H ( lanjutan On 4 Agustus 2010 at 22:21 bayuaji said): EMANSIPASI PEREMPUAN
Pårå kadang, ingkang dahat kinurmatan: Pada rontal “ Yang Terasing ” [tokoh Puranti dan Wiyatsih]. Diceritakan oleh Ki Dalang SHM tentang pergolakan yang terjadi di pesisir Utara sebelah T imur Demak melalu i kata-kata Purant i:
“W iyatsih“ suara Puranti merendah “Demak yang sedang sibuk menenteramkan daerah bergolak dipesisir Utara sebelah Timur,…… Bila yang dimaksud adalah pergolakan di pesisir Utara sebelah Timur, maka peristiwa itu terjadi pada tahun 1546, tatkala Pasukan Tentara Demak yang dipimpin langsung oleh rajanya sendiri, yakni Sultan Trenggono melakukan penyerbuan ke wilayah Pasuruan dan Blambangan. Pada tahun-tahun di bawah kepemimpinan Sultan Trenggono, Demak mulai menguasai daerah-daerah Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran, menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di Sunda Kelapa (1527), Tuban (1527), Madiun (1529), Surabaya (1527) Pasuruan (1546), Malang (1545), dan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa (1527 sd 1546). Panglima perang Demak pada waktu itu adalah Fatahillah (sebelum disebut sebagai Sunan Gunung Jati), yang juga menjadi menantu Sultan Trenggono. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Babad T anah Jawi mengabarkan:
Ing tahun 1546 Fatahillah kalawan Sultan Trênggånå arêp mbêdhah Pasuruwan. Kuthå Pasuruwan banjur kinêpung ing wadyå bålå, nanging durung nganti bêdhah, pangêpungé diwurungaké, jalaran Sultan Trênggånå sédå cinidrå. Pada tahun 1546 Sultan Trenggono gugur di Pasuruan. Dengan gugurnya Sult an Trenggono, kedudukan raja Demak digantikan oleh Sunan Prawoto sebagai sultan ke-IV Kerajaan Demak, tetapi suksesi ke tangan Sunan Prawoto tidak berlangsung mulus, terjadilah perebutan kekuasaan antara Pangeran Sekar Sedolepen (saudara Sultan Trenggono) dengan Sunan Prawoto (putra Sultan Trenggono) dan Arya Penangsang (putra Sekar Sedolepen). Pada tahun 1549 Sunan Prawoto gugur dibunuh utusan Arya Penangsang. Pada saat yang demikian itu muncul tokoh perempuan dari Jepara (yakni suatu daerah yang menjadi bagian dari Kesultanan Demak) sebagai pejuang yang berusaha menyelamatkan tahta dari perang saudara. Pemersatu para keluarga Kerajaan Demak. Dari sin ilah
Ki Dalang SHM terilhami adanya tokoh senopati perempuan dari Kesultanan Demak. Tetapi siapa tokoh perempuan dari Jepara itu?, yang pasti bukan Purant i atau Wiyatsih. Dia adalah: “Kalinyamat Rainha de Japara, senhora paderosa e rica ” Dia adalah: “Kalinyamat de kranige dame” http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ratu Kalinyamat adalah seorang rani yang berkedudukan dan berkuasa di Kalinyamat, suatu daerah di Jepara yang sampai sekarang masih ada. Kalinyamat kira-kira 20 kilometer dari Jepara masuk ke pedalaman, di tepi jalan ke Jepara-Kudus. Pada abad ke-16 Kalinyamat menjadi tempat kedudukan raja-raja di Jepara. Kalinyamat adalah nama suatu daerah yang juga dipakai sebagai nama penguasanya. Ketika Sunan Prawoto tewas dibunuh utusan Arya Penangsang, adiknya yang menjadi ‘adipati’ Jepara. Ratu Kalinyamat menemukan keris Kyai Betok milik Sunan Kudus tertancap di jenazah kakaknya itu. Maka, Pangeran dan Ratu Kalinyamat pun berangkat ke Kudus mint a penjelasan kepadan Sunan Kudus. Ratu Kalinyamat tidak puas atas penjelasan Sunan Kudus. Ia dan suaminya (Pangeran Kalinyamat yaitu Pangeran Hadiri) memilih pulang ke Jepara. Di tengah jalan, mereka dihadang anak buah Arya Penangsang, Sang Pangeran Kalinyamat tewas. Tetapi Ratu Kalinyamat berhasil melo loskan diri dari peristiwa pembunuhan itu. Ia kemudian bertapa telanjang di Gunung Danaraja. Ratu Kalinyamat memiliki sifat yang keras hati dan tidak mudah menyerah pada nasib. Menurut kisah yang dituturkan dalam Babad T anah Jawi.
nJêng ratu mertåpå awêwudå wonten ing rêdi Dånåråjå, kang minångkå tapih rémanipun kaoré Sang Ratu melepaskan seluruh busananya hingga t elanjang bulat. Rambut panjangnya diurai sedemikian rupa hingga menutupi bagian payudaranya. Ratu Kalinyamat duduk bersila.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sang Ratu bertekad, tidak akan mengenakan busananya lagi sebelum Arya Penangsang mati! [Lokasi yang ditengarai sebagai tempat Tapa Telanjang Ratu Kalinyamat hingga sekarang menjadi tempat ziarah. Terletak di Desa Danaraja, Jepara bagian ut ara, tepi sungai Gajahan]. Tindakan ini dilakukan untuk mohon keadilan kepada T uhan dengan cara menyepi di Gunung Danaraja. Ia bersumpah, baru akan mengakhiri pertapaanya apabila Arya Penangsang telah terbunuh. Harapan terbesarnya adalah adik iparnya, yaitu Hadiwijaya alias Mas Karebet Jaka Tingkir, bupati Pajang, karena hanya ia yang setara kesaktiannya dengan bupati Jipang. Pernyataan Babad Tanah Jawi merupakan suatu sanépå (kiasan) yang memerlukan interpretasi secara kritis. Historiografi tradisional memuat hal-hal yang digambarkan dengan simbol-simbol dan kiasan-kiasan. Dalam bahasa Jawa kata wuda (telanjang) tidak berarti harus tanpa busana sama sekali, tetapi juga memiliki arti kiasan yaitu tidak memakai barang-barang perhiasan dan pakaian yang bagus. Ratu Kalinyamat mertåpå awêwudå asinjang réma, dhahar kalawan néndrå bermakna tidak menghiraukan lagi untuk mengenakan perhiasan dan pakaian indah seperti layaknya seorang ratu.
cêgah
Pikirannya ketika itu hanya dicurahkan untuk membinasakan Arya Penangsang. Di Gunung Danaraja itulah Ratu Kalinyamat menyusun strategi untuk melakukan balas dendam kepada Arya Penangsang. Sepak terjang Ratu Kalinyamat. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Nama asli Ratu Kalinyamat adalah Retnå Kencånå, putri Sultan T renggono, Sultan Demak 1521 sd 1546. Cucu Raden Patah Pendiri Kesultanan Demak. Pada usia remaja ia dinikahkan dengan Pangeran Kalinyamat. Ratu Kalinyamat adalah tokoh perempuan Indonesia yang penting peranannya pada abad ke-16. Peranannya mulai menonjol ketika terjadi perebutan tahta dalam keluarga Kesultanan Demak. Ia menjadi tokoh sentral yang menentukan dalam pengambilan keputusan. Di samping memiliki karakter yang kuat untuk memegang kepemimpinan, ia memang menduduki posisi strategis selaku putri Sultan Trenggono. Ratu Kalinyamat digambarkan sebagai tokoh perempuan yang cerdas, berwibawa, bijaksana, dan pemberani. Kewibawaan dan kebijaksanaannya tercermin dalam peranannya sebagai pusat keluarga Kesultanan Demak. Walau pun Ratu Kalinyamat sendiri tidak berputera, namun ia dipercaya oleh saudara-saudaranya unt uk mengasuh beberapa keturunan Sultan Trenggono. Menurut sumber-sumber sejarah tradisional dan ceritacerita tutur di Jawa, ternyata ia menjadi pusat pemersatu para keluarga Kerajaan Demak yang telah tercerai berai sesudah meninggalnya Sultan Trenggono dan Sultan Prawoto. Setelah kematian Arya Penangsang, Retna Kencana dilantik menjadi penguasa Jepara dengan gelar Ratu Kalinyamat. Penobatan ini ditandai dengan sengkalan tahun (candra sengkala) Trus Karya Tataning Bumi yang diperhitungkan sama dengan 10 April 1549. Peranan politik yang dilakukan Ratu Kalinyamat diawali ketika terjadi kemelut di istana Demak yang disebabkan oleh perebutan kekuasaan sepeninggal Sultan Trenggono. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Perebutan tahta menimbulkan peperangan berkepanjangan yang berakhir dengan kehancuran kerajaan. Perebutan kekuasaan terjadi antara keturunan Pangeran Sekar dan Pangeran Trenggono. Ratu Kalinyamat tampil memainkan peranan penting dalam menghadapi Arya Penangsang. Ratu Kalinyamat mint a kepada Hadiwijaya unt uk membunuh Arya Penangsang. Didorong oleh naluri keperempuanannya yang sakit hati karena kehilangan suami dan saudara, ia telah menggunakan wewenang politiknya selaku pewaris dari penguasa Kalinyamat dan penerus keturunan Sultan Trenggono. Setelah berakhirnya peperangan melawan Arya Penangsang, Jepara mengalami perkembangan tersendiri. Ketika Sultan Pajang sibuk dalam rangka konsolidasi wilayah, maka Jepara pun sibuk membenahi pemerintahan dan ekonomi yang terbengkelai selama int rik politik berlangsung. Selama masa pemerint ahan Ratu Kalinyamat, Jepara semakin pesat perkembangannya. Jepara menjadi kota pelabuhan terbesar di pantai ut ara Jawa dan memiliki armada laut yang besar dan kuat pada masa itu. Kekalahan dalam perang di laut melawan Malaka pad a tahun 1512-1513 pada masa pemerint ahan Pati Unus, menyebabkan Jepara nyaris hancur. Kegiatan ekonomi menjadi semakin terbengkalai pada saat wilayah Kesultanan Demak menjadi ajang pertempuran antara Arya Penangsang dan keturunan Sultan Trenggono. Meski pun demikian, perdagangan lautnya masih dapat berlangsung, walau kurang berkembang. Namun beberapa tahun setelah berkuasa, Ratu Kalinyamat berhasil memulihkan kembali perdagangan Jepara. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Konsolidasi ekonomi memang diutamakan oleh Ratu Kalinyamat. Di bawah pemerint ahannya, perdagangan Jepara dengan daerah seberang laut semakin ramai. Pedagang-pedagang dari kota-kota pelabuhan di Jawa seperti Banten, Cirebon, Demak, Tuban, Gresik, dan juga Jepara menjalin hubungan dengan pasar int ernasional Malaka. Dari Jepara para pedagang mendatangi Bali, Maluku, Makasar, dan Banjarmasin dengan barang-barang hasil produksi daerahnya masing-masing. Dari pelabuhan-pelabuhan di Jawa diekspor beras ke daerah Maluku dan sebaliknya dari Maluku diekspor rempah-rempah untuk kemudian diperdagangkan lagi. Bersama dengan Demak, T egal, dan Semarang, Jepara merupakan pengekspor beras. Perdagangan Jepara dengan daerah seberang laut menjadi semakin ramai. Menurut berita Portugis. Di bawah Ratu Kalinyamat, strategi pengembangan Jepara lebih diarahkan pada penguatan sektor perdagangan dan angkatan laut. Kedua bidang ini dapat berkembang baik berkat adanya kerjasama dengan beberapa kerajaan maritim seperti Johor, Aceh, Banten, dan Maluku. Dalam Hubungan Internasional, kebesaran kekuasaan Ratu Kalinyamat tampak dari luas wilayah pengaruhnya. Menurut naskah dari Banten dan Cirebon, kekuasaannya menjangkau sampai daerah Bant en. Pengaruh kekuasaan Ratu Kalinyamat di daerah pantai ut ara Jawa sebelah barat, di samping karena posisi politiknya juga karena harta kekayaannya yang bersumber pada perdagangan dengan daerah seberang di pelabuhan Jepara sangat menguntungkan. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sebagai raja yang memiliki posisi politik yang kuat dan kondisi ekonomi yang kaya, Ratu Kalinyamat sangat berpengaruh di Pulau Jawa. Hanya tiga tahun di bawah kekuasaan Ratu Kalinyamat, kekuatan armada Jepara telah pulih kembali. Berita Portugis melaporkan adanya hubungan antara Ambon dengan Jepara. Diberitakan bahw a para pemimpin Persekutuan Hitu di Ambon telah berulang kali mint a bant uan kepada Jepara, baik untuk memerangi orang-orang Portugis maupun suku Hative di Maluku. Bukt i termashurnya Ratu Kalinyamat antara lain dapat ditunjukkan dengan adanya permint aan dari Raja Johor untuk ikut mengusir Portugis dari Malaka. Pada tahun 1550, Raja Johor mengirim surat kepada Ratu Kalinyamat dan mengajak untuk melakukan perang suci melawan Portugis yang saat itu kebetulan sedang lengah dan menderita berbagai macam kekurangan. Ratu Kalinyamat menyetujui anjuran itu. Pada tahun 1551 Ratu Kalinyamat mengirimkan ekspedisi ke Malaka. Dari 200 buah kapal armada persekutuan Muslim, 40 buah di antaranya berasal dari Jepara. Armada itu membawa empat sampai lima ribu prajurit, dipimpin oleh seorang yang bergelar Sang Adipati. Prajurit dari Jawa ini menyerang dari arah ut ara. Mereka bertempur dengan gagah berani dan berhasil merebut kawasan orang pribumi di Malaka. Serangan Portugis t ernyata begitu hebat, sehingga pasukan Melayu terpaksa mengundurkan diri. Sementara itu, pasukan Jawa tetap bertahan. Mereka baru mundur setelah seorang panglimanya gugur. Dalam pertempuran yang berlanjut di http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ darat dan di laut, 2000 prajurit Jawa gugur. Hampir seluruh perbekalan dan persenjataan berupa artileri dan mesiu jatuh ke tangan musuh. Walau pun telah melakukan taktik pengepungan selama tiga bulan, ekspedisi ini akhirnya mengalami kegagalan dan terpaksa kembali ke Jawa. Walau pun pernah mengalami kegagalan, namun Ratu Kalinyamat tampaknya tidak berputus asa. Semangat menghancurkan Portugis di Malaka terus berkobar di hati tokoh perempuan ini. Pada t ahun 1573, ia kembali mendapat ajakan dari Sultan Aceh, Ali Riayat Syah untuk menyerang Malaka. Ketika armada Aceh telah mulai menyerang, ternyata armada Jepara tidak muncul pada waktunya. Keterlambatan ini dengan tidak sengaja amat menguntungkan Portugis. Seandainya orang Aceh dan Jawa pada waktu itu bersamasama menyerang pada waktu yang bersamaan, maka kehancuran Malaka t idak dapat dielakkan. Armada Jepara baru muncul di Malaka pada bulan Oktober 1574. Dibanding dengan ekspedisi pertama, armada Jepara kali ini jauh lebih besar. Armada ini t erdiri dari 300 buah kapal layar dan 80 buah di antaranya berukuran besar. Awak kapalnya terdiri dari 15.000 prajurit pilihan, yang dilengkapi dengan banyak sekali perbekalan, meriam, dan mesiu. Salah satu pemimpin ekspedisi militer ke Malaka pada masa pemerint ahan Ratu Kalinyamat ini adalah Kyai Demang Laksamana yang oleh sumber Portugis disebut dengan nama Quilidamao, pangkat kemiliteran pada waktu itu, setingkat Laksamana. Hal ini menunjukkan bahwa sebagai penguasa bahari Ratu Kalinyamat lebih mementingkan kekuatan laut dari pada kekuatan angkatan darat. Ini tidak berarti bahwa Jepara tidak http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ mempunyai pasukan atau prajurit darat, akan tetapi kekuatan darat Jepara lebih bersifat defensif yaitu dengan dibangunnya benteng yang mengelilingi kota pelabuhannya yang menghadap ke darat. Dalam bukunya, Diego de Couto menyebutnya sebagai:
Kalinyamat Rainha da Japara, senhora paderosa e rica, [Kalinya mat, Perempuan Kaya lagi Berkuasa, d ialah Ratu Jepara] . Dia juga disebut oleh sumber Portugis sebagai:
Kalinyamat de kranige dame [Kalinya mat, Sang Pemberani] Sifat berani Ratu Kalinyamat ini tampak dalam perjuangannya yang gigih dalam menentang kekuasaan bangsa Portugis. Kegagalan serangan Jepara itu terutama disebabkan oleh kekalahan dalam bidang t eknologi militer dan pelayaran. Kapal-kapal Portugis jauh lebih unggul dalam teknik pembuatannya dan lebih besar dari pada kapal-kapal Jepara. Meskipun perlawanan terhadap Portugis mengalami kegagalan, tetapi pengiriman armada itu cukup menunjukkan bahwa perekonomian di Jepara pada saat itu sangat kuat. Sumber Portugis menyebutkan pula bahwa pada masa kekuasaan Ratu Kalinyamat, Jepara juga menjalin hubungan dengan para pedagang di Ambon. Beberapa kali para pemimpin pelaut atau pedagang Ambon di Hitu mint a bantuan Ratu Jepara untuk melawan orang-orang Portugis. Hal in i merupakan indikasi bahw a Jepara juga mempunyai jaringan perdagangan dengan Ambon. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Hal apa yang dapat kita simpulkan dari tokoh Ratu Kalinyamat ini: 1. Ratu Kalinyamat dikenal sebagai tokoh historis yang legendaris; 2. Di bawah pemerintahan Ratu Kalinyamat, Jepara semakin berkembang sebagai bandar perdagangan dan pelayaran. Ratu Kalinyamat tidak saja memegang peranan penting dalam politik dan pemerint ahan, tetapi juga menguasai sumbersumber ekonomi terutama hasil perdagangan dan pelayaran seberang laut. 3. Ratu Kalinyamat sebagai penguasa Jepara yang sangat kaya. Lagi pula ia memiliki angkatan laut yang cukup kuat untuk mendukung aktivitas pelayaran dan perdagangan seberang laut. 4. Kekayaan Ratu Kalinyamat merupakan faktor pendukung ut ama bagi kekuatan politiknya. Berkat kekayaannya, ia memiliki armada angkatan laut yang kuat untuk melakukan serangan terhadap Malaka pada tahun 1551 dan 1574. Menjadi pertanyaan> [ Adakah pemimpin di masa kin i
yang rela memberikan kekayaannya semata-mata untuk kepentingan bangsa dan negaranya? Seperti yang dicontohkan oleh Ratu Kalinyamat.] 5. Popularitasnya sebagai kepala pemerintahan t idak hanya dikenal di kawasan Nusantara bagian barat saja, tetapi juga di Nusantara bagian timur. 6. Keberaniannya melawan kekuatan asing telah dikenal di sepanjang Nusantara dari Aceh, Johor, hingga Maluku. 7. Ratu Kalinyamat dapat menjalankan politik persahabatan dengan kerajaan pedalaman sehingga dapat memelihara http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ stabilitas politik. Dalam masa pemerint ahannya, ia tidak mempunyai musuh. 8.Sebagai pewaris kekuasaan Kasultanan Demak, Ratu Kalinyamat memegang peranan yang terpenting dibanding dengan penguasa-penguasa yang lain di pant ai utara Jawa. Sebagai pemersatu keluarga Kasultanan Demak, Ratu Kalinyamat mempunyai pengaruh yang cukup kuat di wilayah Banten dan Cirebon. Ia juga mampu mempertahankan konsolidasi keluarga Kasultanan Demak. Hanya Jeparalah yang mampu mempertahankan eksistensi dan peranan Demak sebagai kerajaan yang bercorak maritim di pant ai utara Jawa pada abad ke-16, yang memiliki kebesaran seperti pendahulunya. 9. Ratu Kalinyamat adalah sosok perempuan yang tidak dibatasi oleh tradisi. Aktivitas dan peranan Ratu Kalinyamat memberikan suatu bukti bahwa tidaklah benar jika perempuan Jawa dari kalangan bangsawan t inggi sangat dibelenggu oleh kungkungan feodalisme. Kasus Ratu Kalinyamat jelas membuktikan bahw a perempuan kalangan bangsawan justru mempunyai peluang yang lebih besar untuk tampil guna memainkan peranan penting yang sangat dibutuhkan, baik dalam b idang politik maupun ekonomi. Peluang untuk dapat melakukan peranan penting dalam bidang politik karena didukung oleh wewenang t radisionalnya, terutama karena keturunan. Ratu Kalinyamat telah melakukan aktivitas-aktivitas nyata bagi negaranya.
Pårå kadang, ingkang dahat kinurmatan:
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Menyimak penggambaran tokoh Kalinyamat ini. satu pertanyaan lagi tidakkah pårå kadang merindukan hadirnya tokoh seperti beliau?. Cant rik Bayuaji sangat merindukan seorang pemimpin di Nusantara Indonesia ini, yang mempunyai sifat sebagai pengayom, laksana beliau itu. Ratu Kalinyamat: Perempuan Kaya lagi Berkuasa. Ratu Jepara , Ratu Kalinyamat Sang Perempuan Pemberani.
Kapan ???? Ibu Pertiwi Nusantara telah banyak melahirkan putriputrinya nan perkasa, Ratu Shima, Tribuana Tungga Dewi, Nyi
Ageng Serang, Tjoet Njak Dien, Tjoet Njak Meutia, Malahayati, Raden Ajeng Kartini, Martha Christina Tiahahu, Dewi Sartika, Maria Walanda Maramis, Nyi Ahmad Dahlan, Hj. Rasuna Said, dan Kalinyamat sendiri, serta sederet nama-nama lain yang mungkin kita tidak tahu, tapi yang pasti mereka telah memberikan sumbangsihnya, bahkan jiwanya bagi kemanusiaan pada zamannya, yang tidak hanya indah harum mewangi menghiasi Tamansari Nusantara, tetapi telah berani dan sanggup menjadi pagar pengawal pantai, gunung, sungai, ngarai, sawah, ladang, dataran, lembah yang molek laksana untaian Jamrud Kaht ulistiwa yang bernama Nusantara. (Silakan pårå kadang yang akan menambah tohoh-tokoh perempuan Nusantara yang termashur kepahlawanannya bagi Bumi Pertiw i Nusant ara ini). Rujukan: 1. Djajadiningrat, Hoesein. 1983. Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten. Terjemahan KITLV dan LIPI. Jakarta: Penerbit Djambatan.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ 2. Gina dan Babariyanto. Babad Demak II. 1981. Transliterasi Terjemahan Bebas. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 3. Graaf, H.J. 1986. Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa: Peralihan dari Majapahit ke Mataram. Terjemahan Grafitipers dan KITLV. Jakarta: Grafitipers. 4. Kartodirdjo, Sartono (ed.). 1977. Sejarah Nasional
Indonesia Jilid III. Jakarta: Balai Pustaka. 5. Kartodirdjo, Sartono, 1987. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 Dari Emporium Sampai Imperium. Jilid I. Jakarta: Gramedia. 6. Panitia Penyusunan Hari Jadi Jepara Pemda Kabupaten Tingkat II Jepara. 1988. Sejarah dan Hari Jadi Jepara. 7. Slamet Mulyono, 1968. Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam d i Nusant ara. Jakarta: Bhatara. 8. Sudibya, Z.H. 1980. Babad Tanah Jawi. Jakarta: Proyek Peneribitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 9. Sulendraningrat, P.S. 1972. Nukilan Sedjarah Tjirebon Asli. Tjirebon: Pusaka. 10. Suroyo, A.M. Djuliati, dkk. 1995. Penelitian Lokasi Bekas Kraton Demak. Kerjasama Bappeda Tingkat I Jawa Tengah dengan Fakultas Sastra UNDIP Semarang. ….. [Cacatan:
Hukum Perkawinan (“perkawinan atau kawarangan”) dan Hukum Warisan (“warisan atau drewe kaliliran”) On 4 Agustus 2010 at 12:40 Tatik said, mohon http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ maaf belum sempat diwedar, Insya Allah akan didongengkan kemudian. ]
Nuwun cant rik Bayuaji 0odwo0
Nuwun Sugêng énjang. Sugêng pêpanggihan pårå kadang sâdåyå. Atur pambagyå raharjå dumatêng pårå kadang sut résnå padépokan pêlangisingosari Cant rik Bayuaji marak ing paséban, ngêndit rontal: DONGENG ARKEOLOGI & ANTROPOLOGI © 2010. [Rontal PBM 26]
Dongèng ing samangké kasêrat ing dintên Soma Wage, Wuku Prangbakat, Ingkêl Buku, Bhådråwådåmåså, mångså Karo 1932Ç; 09 Agustus 2010M; 28 Ruw ah 1943 – Dal; 28 Sya’ban 1431H . Pårå kadang, ingkang dahat kinurmatan. Tulisan cant rik Bayuaji berikut di bawah ini berkenaan dengan masalah “kasta” dan “warisan” yang ditanyakan oleh salah seorang kadang padepokan kita. [ On 4 Agustus 2010 at 12:40 Tatik said].
pandangan dan penglihatan dari “mata dan telinga” sejarah, dengan Tulisan
ini
semata-mata
tinjauan
merujuk pada data sejarah berupa peninggalan, atau tulisan tulisan para ahli di bidangnya. Adapun hal yang berkenaan dengan keyakinan dharma (dalam hal in i Hindu Bali), yang http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ jelas bukan bidang keahlian cant rik Bayuaji, sehingga tidak ada kewenangan bagi cantrik Bayuaji unt uk membahasnya. Dumatêng Nyi/Ni Tatik [ On 4 Agustus 2010 at 12:40 Tatik said (PBM-23)]: Perkawinan Beda Kasta dan Pembagian Warisan 1. ‘Fakta’ di balik kisah tentang pernikahan Pangeran Kuda Padmadata (PBM) dengan puteri Ki Wastu, yang terkesan ‘tak sederajat’ karena si isteri adalah wong cilik, perempuan padepokan. Tetapi bukankah menurut hierarki sosial Hindu yag dianut Singasari ketika itu, Ki Wastu, sebagai pemimpin padepokan -meskipun Ki SHM tidak menyebutkan secara eksplisit bahwa ia adalah pendeta- berkasta barhmana, yang lebih tinggi daripada Pangeran Kuda Padmadata yang berkasta ksatria? Atau apakah ada informasi bahwa para ajar atau guru padepokan tidak selalu berkasta brahmana? 2. Mekanisme pembagian harta waris pada masa itu? Siapa sajakah yang berhak mewarisi harta seseorang yang meninggal? Apakah isteri dan anak dari pernikahan ‘tak resmi’ berhak atas w arisan? … Pada masa Kerajaan Kadiri yang kemudian dilanjut kan di zaman kerajaan Singoasari, kemudian kembali ke masa Kerajaan Kadiri lagi, dan berlanjut ke masa kerajaan Majapah it, kehidupan tata pemerint ahan dan masyarakat pada masa itu diatur dalam Kitab Kutaramanawa, berdasarkan Kitab Hukum Kutarasastra (lebih tua) dan Kitab Hukum Hindu Manawasastra. Semua tata pemerint ahan dan kehidupan masyarakat dijalankan atas dasar peraturan yang termuat dalam undangundang tersebut. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Pada Kitab Kutaramanawa terdapat 275 pasal yang digunakan untuk menjalankan pemerint ahan, pasal tersebut meliputi: 1.Bab I: Ketentuan umum mengenai denda; 2.Bab II: Delapan macam pembunuhan, disebut astadusta; 3.Bab III: Perlakuan terhadap hamba, disebut kawula; 4.Bab IV: Delapan macam pencurian, disebut astacorah; 5.Bab V: Paksaan atau sahasa; 6.Bab VI: Jual-beli atau adol-tuku ; 7.Bab VII: Gadai atau sanda; 8.Bab VIII: Ut ang-piutang atau ahutang-apihutang ; 9.Bab IX: Titipan; 10.Bab X: Mahar atau tukon; 11.Bab XI: Perkawinan atau kawarangan; 12.Bab XII: Mesum atau paradara; 13.Bab XIII: W arisan atau drewe kaliliran; 14.Bab XIV: Caci-maki atau wakparusya; 15.Bab XV: Menyakiti atau dandaparusya; 16.Bab XVI: Kelalaian atau kagelehan; 17.Bab XVII: Perkelahian atau atukaran; 18.Bab XVIII: T anah atau bhumi; 19.Bab XIX: Fitnah atau dwilatek. Bab XI; Kawarangan atau Perkawinan
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ a.Pada bab ini tidak ditemukan ketentuan yang mengatur pernikahan antar kasta. b.Beberapa pasal:
Jika seorang isteri enggan kepada suaminya, karena ia tidak suka kepadanya, uang tukon harus dikembalikan dua kali lipat. Disebut juga amadal sanggama (enggan bersanggama) (Pasal 180). Jika seorang perempuan tidak suka kepada suaminya, maka suami harus menunggu setahun. Jika setelah setahun tetap tidak suka maka perempuan itu mengembalikan tukon dua kali lipat. Peristiwa tersebut dinamakan amancal turon (enggan tidur bersama) (Pasal 181). Jika suami-isteri ingin mencampur harta mereka berdua, maka mereka harus menunggu sampai lima tahun, jika telah lima tahun baru diperbolehkan mencampur hartanya (Pasal 182). Pasal 207: “Barangsiapa memegang seorang gadis, kemudian gadis itu berteriak menangis, sedangkan banyak orang yang mengetahuinya, buatlah orang-orang itu saksi sebagai tanda bukti. Orang yang memegang it u dikenakanlah pidana mati oleh raja yang berkuasa” Bab XIII: Drewe Kaliliran atau Warisan. Mengenai hukum waris diatur sebagai berikut : 6 (enam) macam anak yang mempunyai hak waris: 1.Anak yang lahir dari penikahan pertama, ketika ibubapaknya masih sama sama muda dan sejak kecil telah dipertunangkan. 2.Anak yang lahir dari istri dari penikahan yang kedua kali, dan mendapat persetujuan orang tuanya http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ 3.Anak pemberian saudaranya 4.Anak yang dimint a dari orang lain 5.Anak yang diperoleh dari istri akibat percampuran dengan iparnya laki laki atas persetujuan suaminya. 6.Anak buangan yang dipungut dan diakui sebagai anak. Sedangkan anak yang tidak mempunyai hak waris antara lain: 1.Anak yang tidak diket ahui siapa bapaknya, karena diperoleh ibunya sebelum kawin 2.Anak campuran laki laki banyak 3.Anak seorang istri yang diceraikan dan rujuk kembali setelah bercampur dengan laki laki lain 4.Anak orang lain yang mint a diakui anak 5.Anak yang diperoleh karena pembelian 6.Anak hamba yang diakui anak … Penduduk pada masa itu hidup dengan tertib dan sejahtera tentunya berkat adanya norma dan penegakkan aturan secara baik dan ditaati oleh seluruh rakyat. Hal mi disebabkan telah dikenal adanya kitab hukum dan perundang-undangan yang sangat dihormati dalam masa kejayaan Majapahit sebagai kelanjutan masa-masa sebelumnya.
Prasasti Bendasari yang
dikeluarkan dalam masa pemerint ahan Rajasanagara dan juga Prasasti Trowu1an yang berangka tahun 1358 M, artinya dalam masa Rajasanagara juga, disebutkan adanya kitab hukum yang Kut aramanawa atau lengkapnya dinamakan http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kutaramanawadharmasastra,
sebagai kelanjutan dan penyempurnaa hukum masa Kadiri dan Singosari. Isi kitab tersebut ada yang berkenaan dengan hukum pidana dan perdata. Demikianlah keadaan kitab hukum yang relatif memadai untuk masyarakat Majapahit dalam zaman keemasannya di era Rajasanagara. Nampaknya kitab Kutaramanawa tersebut t idak lagi diikut i secara baik dalam masa pemerint ahan raja-raja sesudah Hayam Wuruk karena terdapat intrik keluarga rajaraja hingga keruntuhan Majapahit. Kitab perundang-undangan tersebut tentunya bertujuan untuk mengatur dengan baik t ata masyarakat sehingga dalam masa kejayaan Majapah it tercipta keadaan yang aman dan tentram bagi seluruh rakyatnya. Pasal-pasal dalam kitab Kutaramanawa tersebut tidak bernapaskan kebudayaan luar (India), melainkan khas Jawa Kuno. Uraian yang terdapat dalam kitab itu ada yang berkenaan dengan hewan-hewan yang biasa dijumpai di Pu lau Jawa, misalnya disebutkan adanya utang piutang kerbau, sapi dan kuda; pencurian ayam, kambing, domba, kerbau, sapi, anjing dan babi; ganti rugi terhadap hewan yang terbunuh karena t idak sengaja dan juga yang banyak mendapat sorot an adalah perihal hut ang piutang padi. Walaupun di beberapa bagiannya terdapat konsep-konsep dasar dan kebudayaan India (H indu-Budha), namun penerapannya lebih ditujukan untuk masyarakat Jawa kuno. Jadi, konsep-konsep tersebut hanya memperkuat uraian saja. Kitab hukum tersebut sudah pasti disusun dan d ihasilkan dalam kondisi masyarakàt yang stabil dan aman. Oleh karena itu, para ahli hukum dapat deñgan tenang berembuk http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ menyusun kitab yang isinya begitu rinci dan hampir menjangkau aspek hukurn yang dikenal dalam masanya. Kiranya dapat diasumsikan bahw a kitab hukum Kut aramanawa itu dicipt akan dan diundangkan dalam masa pemerint ahan Rajasanagara, yaitu suatu kurun waktu dalam sejarah Majapahit yang aman dan sejahtera. Demikianlah banyak hal yang membuat Majapahit menjadi jaya dalam masa pemerint ahan Hayam Wuruk. Beberapa hal penting yang dapat diamati melalu i kajian sumber-sumber sejarah dan bukti arkeologis dan masa itu adalah sebagai berikut : 1.Adanya sistem pemerint ahan yang efektif. 2.Adanya keajegaii (kestabilan) pemerint ahan. 3.Berlangsungnya kehidupan keagamaan yang baik. 4.Terselenggaranya upacara kemegahan di istana. 5.Tumbuh kembangnya berbagai bentuk kesenian. 6.Hidupnya (Majapahit).
perniagaan
Nusantara
dengan
Jawa
7.Pelaksanaan politik Majapahit terhadap Nusantara. 8.Adanya pengakuan internasional dan negara-negara lain di Asia Tenggara. Rujukan: 1.Slamet Muljana Prof. Dr, Nagara Kertagama, Tafsir Sejarah; 2006. LkiS Yogyakarta. 2. Agus Aris Munandar. Majapahit Dalam Sejarah, makalah, Warta Hindu Dharma. Catatan: http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ 1. Mohon maaf baru ada kesempatan menjawab pertanyaan Nyi/Ni Tatik. 2. Dalam hal ingin mengetahui lebih banyak tentang “pernikahan antar kasta”, dapat membacanya pada “rontalront al” antara lain berikut ini: a.I Gusti Ngurah Bagus. Prof. Pertentangan kasta dalam bentuk baru pada masjarakat baru {i.e. Bali}. Makalah lepas. Fakultas Sastra Universitas Udayana. Bali, 1969 b. Ida Pandita Mpu Jaya Prema Ananda Kasta di Bali: Kesalah-pahaman yang sudah sirna, Makalah lepas. 2010
Akibat hukum terhadap perkawinan nyeburin antar kasta menurut Hukum Adat Bali. c.
Nyoman
Sri
Susilow ati,
Tesis pada Program Pasca Sarjana UGM Y ogyakarta, 2003 d. Ida Pandita Nabe Sri Bhagawan Dwija Warsa Nawa Sandhi, Catur Ashrama, Canang Sari Dharmawacana. t ahun ?
Nuwun cant rik Bayuaji 0odwo0
Nuwun, dumatêng sêdulur kulå salah satunggaling prawirå sandi yudhå Sénåpati Sarwåjålå Adipati Unus, Laskar Sabrang Lor, [On 3 November 2010 at 05:42 Laskar Sabrang Lor said][HLHLP 043] såhå pårå kadang sut résnå padepokan pelangisingosari, ingkang dahat kinurmatan MATAH ATI
Radén Ayu Kusumå Matah Ati Bagian Pertama http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ [Seri Sejarah Nusant ara] Kisah mengenai Rubiyah yang lebih dikenal si Matah Ati ini sangat menarik. Adalah sebuah kisah nyata perjalanan cinta antara Radèn Mas Said atau Pangéran Sambêr Nyåwå, kelak adalah Pangéran Adipati Mangkunêgårå atau KGPAA Mangkunêgårå I, dan seorang kembang desa dari W onogiri yang bernama Rubiyah. Raden Mas Said kemudian berhasil menjadi seorang raja dengan gelar Mangkunêgårå I. Rubiyah pun mendampinginya sebagai istri dengan gelar Raden Ayu Kusumå Patahan atau Raden Ayu Kusumå Matah Ati, karena terlahir d i Desa Matah. Sangat disayangkan bahw a kisah ini jarang disebut dalam sejarah nasional kita. Kisah Rubiyah tenggelam di bawah kisah ‘kebesaran’ perjuangan suaminya sendiri Raden Mas Said. Padahal dari rah im Rubiyahlah lahir raja-raja pelanjut dinasti Majapahit, sejak runt uhnya Pajang dan dimulainya kedinastian Mataram. Keturunan dari perempuan gagah berani itu nantinya menjadi raja-raja di Mangkunegaran. Kisah Rubiyah ingin menunjukkan bukti bahwa perspektif kesetaraan gender telah berkembang dalam sejarah Jawa di abad ke-18. Radèn Mas Said bersama-sama istrinya yaitu Rubiyah si Matah Ati itu ikut berperang gerilya. Tidak hanya menjadi pendamping, sang istri pun diangkat menjadi panglima bagi sekelompok pasukan tempur perempuan, yang dalam kitab Babad Tutur disebut Prajurit Èstri, Ladrang Mangungkung dan Prajurit Èstri, Jayèngastå). Prajurit Estri bukanlah istri prajurit, tetapi
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ benar-benar prajurit pasukan tempur (mungkin disamakan dengan KOWAD, KOWAL atau WARA).
dapat
Dalam Babad T ut ur diceritakan bahwa kaum perempuan ini ikut angkat senjata dan berjuang melawan penjajah, ditulis pula perjalanan gerilya Raden Mas Said dalam melawan penjajah. Prajurit Èstri itu juga mendapat tugas yang sangat penting, yaitu mendokumentasikan semua perjalanan perang Radèn Mas Said. Kelak setelah Raden Mas Said menjadi raja Mangkunêgårå, Prajurit Èstri memiliki tugas penting yaitu sebagai anggota pasukan pelindung utama raja, Prajurit Èstri juga terus mencatat sabda raja (Carik Èstri, semacam Menteri Sekretaris Negara). Mangkunêgårå tercatat sebagai raja Jawa yang pertama melibatkan perempuan di dalam angkatan perang. Selama 16 tahun berperang, prajurit wanita itu bahkan sudah diikut kan dalam pertempuran, ketika ia memberontak melawan Sunan, Sultan dan Kompeni. Berikut kutipan Babad Tutur yang menempatkan perempuan setara dengan laki-laki: Pangeran Dipati sering
memberikan pelajaran pada para Prajurit Èstri dengan menunggang kuda melontarkan senjata. Para prajurit menerimanya d i atas punggung kuda.” Pada fragmen lain: “Pangeran Dipati mengajar menari para Prajurit Èstri yang diriringi gamelan yang ditabuh oleh para perempuan. ” Disayangkan sumber pustaka untuk sosok ini tak begitu banyak. Padahal, dalam set iap kisah Raden Mas Said, nama Rubiyah selalu muncul. Sedikit sekali literatur Jawa dari perpustakaan Mangkunegaran yang menceritakan tokoh yang satu ini, sampai beberapa studi sejarah Jawa yang dilakukan sejarawan Amerika, Nancy Florida. Demikian juga informasi http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ melalu i para sesepuh kadipaten Mangkunegaran, selain cerita jurukunci makam Rubiyah. Sosok Rubiyah pun nyaris jauh dari cerita sejarah. Sosok Rubiyah hanya ditempatkan menjadi bayang-bayang Pangéran Sambêrnyåwå. Mangacu pada adat ketimuran kita, bahwa seorang perempuan selalu berada di belakang lelaki/suaminya. Raden Mas Said dengan Rubiyah bertemu dalam sebuah pertunjukan w ayang di tengah desa. Dalam kisah asmara itu, mereka berdua digambarkan mirip kisah pertemuan Ken Dedes dan Ken Arok. Raden Mas Said d ikisahkan melihat sinar yang keluar dari kemaluan seorang gadis. Tanda ini diyakin i bisa mengangkat derajat lelaki jika kelak memperistri gadis tersebut. Dalam kisah sebenarnya Raden Mas Said kemudian menyobek wiron kain jarik gadis tersebut sebagai penanda. Dalam kisah tutur lain disbutkan bahwa kain panjang si gadis disulut rokok oleh RM Said. Jika kisah in i benar, maka waktu mudanya Raden Mas Said tergolong “gemblung ” juga, masak anak gadis orang ‘dit elanjangi’, dan kain panjang si gadis disundut pake rokok (?) Penanda ini menjadi pegangan ketika punggawa kerajaan mencari si gad is d i Desa Matah. Ternyata gadis Rubiyah in i adalah putri Kiai Kasan Iman, atau Ki Ageng Noer Iman yang tak lain adalah guru ngaji Raden Mas Said. Siapakah K i Ageng Noer Iman? Bila d ilihat dari silsilah keturunan, beliau masih generasi ke IV Sultan Pajang atau Sult an Hadiwijaya, yang dikenal dengan nama Mas Karebet si Joko Tingkir. Dalam buku Prajurit Perempuan Jawa: Kesaksian Ihw al Istana dan Politik Jawa Akhir Abad ke-18, tulisan Ann Kumar dan Mikael Johani, Penerbit: Komunitas Bambu, Jakarta 2008. Sebuah buku yang untuk pertama kalinya memamerkan
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ panorama spektakuler kraton Jawa di abad ke-18 dan peran perempuan di dalamnya kepada masyarakat luas. Buku ini mengulas catatan harian seorang prajurit perempuan Jawa abad ke-18, sebuah harta karun unik yang bisa menunjukkan kepada kita potret dunia Jawa yang sudah tak ada lagi. yang sangat fokus, penuh detil, dan berwarnawarni. bahkan bisa ikut melukis kembali gambaran ‘abu-abu dan kabur’ tentang sejarah Indonesia. Sebagai manuskrip, catatan harian ini menunjukkan bahwa prajurit perempuan Jawa selain ahli memainkan senapan, mereka pun mengikuti perkembangan politik, ekonomi di sekitar kraton dengan rinci. Catatan harian in i lebih dari manuskrip mana pun, kita dipaksa menimbang kembali berbagai anggapan, pendapat, dan klise tentang masyarakat Indonesia (t erutama Jawa) tradisional, seperti konsep Clifford Geertz tentang ‘theatre state’, pengaruh Islam d i kraton Jawa abad ke-18 yang kurang, dan tentang orang Cina. namun yang terpenting buku ini memaksa kita untuk menimbang kembali pandangan tentang perempuan Indonesia. bahkan tentang perempuan Asia pada umumnya. Ada petikan yang membuat gemas atau geram dari Serat Panitisastra mengenai perempuan: “mungguh ing èstri ingkang pinilih déning wong priyå wanodyå ingkang agêmuh payudarane dadi sukaning kakung“ (perempuan yang menjadi pilihan pria ialah perempuan dengan payudara montok yang merupakan kegemaran para lelaki).
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Petikan itu mungkin bisa jadi alasan untuk perdebatan panjang dalam wacana gender dengan mengacu ke kepustakaan Jawa lama. Perempuan dalam teks sastra memang memiliki sejarah pinggiran yang terkadang melahirkan kut ukan. Kehadiran perkara perempuan dalam kepustakaan Jawa kerap dalam d ilema jika d isangkut kan dengan wacana-wacana mut akhir. Nasib perempuan seperti ditundukkan atau menurut pada otoritas lelaki, kosmologi-maskulin, atau jejaring kekuasaan. Perempuan dalam Serat Panitisastra dan masa sastra Jawa Madya menjadi objek fungsional yang dibayangi konvensi rasial dan religi yang paternalistik. Pemahaman itu menjadi efek atau mekanisme dari kekuasaan yang mengacu ke keraton. Sastra Jawa memang dominan lahir dari pujangga keraton yang susah melepaskan diri dari pamrih kekuasaan yang paternalistik: keraton dan kolonial. Perubahan Literer Serat Panitisastra merupakan tanda proses perubahan literer di Solo pada pergantian abad XVIII ke abad XIX. Gubahan Serat Panitisastra mengacu ke sastra Jawa kuno berjudul Nitisastra (Poerbatjaraka, Kepustakaan Jawa, 1952: 160-161). Gubahan muncul dalam pelbagai versi dengan pelbagai resepsi dan efek untuk transformasi sosial dan kebudayaan Jawa. Serat Panitisastra khas untuk kaum elite (bangsawan) dalam keraton. Ajaran-ajaran dalam Serat Panitisastra pun riuh dengan pamrih kekuasaan dan legitimasi kebudayaan atas nama keraton. Definisi bahw a perempuan yang diinginkan kaum lelaki adalah berpayudara montok rentan dengan produksi wacana http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ yang diskriminatif. Payudara sebagai representasi tubuh perempuan diajukan sebagai pemberi legitimasi untuk identitas dan “harga” di hadapan lelaki. Perkara itu hendak menciptakan idealitas dan realitas dengan sumber nilai dari kaum elite untuk menuruti hasrat dan kegenitan kekuasaan. Nilai perempuan yang diletakkan dalam kemontokan payudara memang mengandung unsur pelecehan dan pembakuan seksualitas yang tak mengenakkan. Petikan lain dalam Serat Panitisastra pun menguatkan cara pandang atas perempuan yang diskriminatif: “Racun bagi perempuan apabila sudah tertaburi uban, itu racun untuk diri sebab lelaki tak ada yang tertarik untuk memperistri atau sekadar memandang. Meski ia masih perawan, karena uban bisa membuat ia seperti lenyap kegadisannya.” Uban dalam petikan itu jadi alasan untuk mencederai perempuan dalam wacana kecantikan. Nasib apes perempuan muncul kembali dalam petikan ini. “Jangan menurutkan pikiran perempuan sebab engkau akan
dipermalukan oleh sesama. Dan jangan menuruti kehendak hati perempuan sebab engkau akan mendapat sengsara yang bisa sampai ajal. Meskipun patut dalam penalaran, sabarkanlah dahulu. ” Petikan itu kentara mengonstruksi perempuan sebagai momok dan makhluk pembuat celaka dan sengsara bagi lelaki. Perempuan seperti t ak mendapat hak menentukan perubahan dan arus peradaban yang patriarki. Ditundukkan kisah perempuan dalam Serat Panitisastra berbeda dari kisah dalam Babad T utur. Perempuan sejak lama dilekati atau ditundukkan dengan sifat nrimå, pasrah, lêmbah manah, sêtiå, lan alus. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Banyak anggapan bahwa tradisi Jawa, perempuan tidak memiliki perspektif kesetaraan gender karena menempatkan perempuan sebagai kanca wingking , hanya mengurusi keperluan di dalam rumah, sebagai kaum yang dikekang, dibatasi, gampang menyerah, dan ‘feminin’. Mengapa begitu? Soalnya, wanit a itu ibarat awan dadi théklèk, bênginé ganti dadi lémék (siang menjadi terompah/bakiak/babu, malamnya naik pangkat menjadi alas untuk ditindih). Akan lebih jelas lagi betapa rendah status wanita di kalangan kelompok masyarakat tertentu di Jawa. Di kalangan itu, wanita cuma tempat menumpahkan benih. Selebihnya babu atau budak.
ånå candhaké 0odwo0
Nuwun, sugêng siyang pårå kadang sut résnå padêpokan pêlangisingosari ingkang dahat kinurmatan ing palênggahan puniki. Suryå sampun gumléwang ing bang kilén, nuju wanci sontên MATAH ATI
Radén Ayu Kusumå Matah Ati Bagian Kedua (Tamat) [Seri Sejarah Nusant ara] Bagian Pertama dapat dilihat di : [ On 4 November 2010 at 23:19 punakawan bayuaji said: HLHLP-044] ……
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Adalah juga orang Jawa yang menempatkan peran wanita dalam formulasi “3 ah”, sesuai dengan sebutan traditional gender-based ideology yakni ‘néng omah, olah-olah, mlumah ngablah-ablah’, (di rumah, memasak, {maaf} menelentang seseksi mungkin); dan “2 ak, yaitu ‘ macak lan manak’, berdandan secantik mungkin dan melahirkan anak. Maksudnya, supaya sinuwun sang suami menjadi sangat berkenan di hati. Posisi wanita dalam persepsi Jawa cuma bergerak antara dua kut ub: budak lan klangênan (barang, supaya tidak bilang hewan, piaraan). Di dunia wayang, tiap wanita muncul disambut dengan suluk ki dalang: Wanodyå ayu tåmå ngambar arum. Ngambar aruming kusumå, (w anita cantik memancarkan harum bunga). Bunga apa, tidak penting. Lalu dicåndrå oleh Ki dalang………. • Pipiné ndurén sajuring = pipinya bak pauh dilayang. • Jangguté nyangkal put ung = dagunya bak lebah bergantung. • Bangkèkané nawon kêmit = pinggangnya indah bak gitar gitar, • Idêpé tumêngging tawang = alisnya bak semut beriring. • Untuné miji timun = giginya bak biji ketimun. • Drijiné mucuk êri = jari jemarinya lent ik. • Nétrané ndamar kanginan = matanya bersinar-sinar. • Èsêmé pahit madu = senyumnya semanis madu. • Rambut é mengembang.
ngêmbang bakung = rambutnya megar
Dalam peribahasa Melayu pun sering kita dengar: http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
• Pipinya bak pauh [mangga] dilayang. (pauh adalah buah kuini, dilayang= dipotong memanjang dengan rapi); • Bibirnya bak delima merekah; • Dagunya bak lebah bergantung; • Alisnya bak semut beriring; • Rambutnya bak mayang [bunga kelapa] terurai; • Giginya bak biji ment imun; • Kulitnya halus bak pualam; • Tutur katanya semanis madu; • Suaranya merdu bak buluh perinduh; • Matanya bak bint ang timur; • Kukunya bak kiliran taji, • Hidungnya bak dasun tunggal (dasun tunggal= bawang putih tunggal), Semua dilukiskan dari segi lahiriah semata, dan melihat seorang wanodyå (perempuan) cuma dari sudut pandang kecantikan lahiriahnya saja, sungguh bisa bikin merah muka dan bertanya-tanya, wanit a hanya ditempatkan sebagai hiasan, wanita dipajang di etalase, hanya dihargai sebatas “barang dagangan”. Dalam ketoprak dan wayang pun, juga memberikan gambaran bahw a wanit a yang mencoba mendekati pria karena jatuh cinta disebut ngunggah-unggahi atau suwitå, artinya mengabdi. Dan, kelak, bila sang pria t ak lagi berkenan, wanita rela ditundhung diusir jauh-jauh. Gagasan wanitå atêgês wani ditåtå, dan konsep ngunggah-unggahi atau suwitå dan ejekan awan dadi http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
théklèk, bênginé ganti dadi lémék jelas menggambarkan adanya ideologi penindasan pria atas w anita. Bahkan sampai saat in i anggapan tradisional tentang superioritas pria atas wanita belum tertumbangkan. Benar, wanita “dimahkotai” aneka sebutan: tiang masyarakat, surga di bawah telapak kaki ibu, atau dilambangkan sebagai bunga, dan ‘diluhurkan’ sebagai ratu. Gadis paling cant ik di desa disebut kembang desa. Dan di kota-kota gadis cant ik di kampus disebut kembang kampus. Media pertelevisian memberikan wadah, ada gadis cant ik, gadis luwes, gadis tangkas, diberi gelar dengan sebutan aneka julukan: putri pariwisata, miss universe, ratu kecantikan sejagad, dan sebagainya. ………………
Ada yang berkenan membahasnya??? —Apakah perempuan hanya sampai pada apa yang digambarkan dalam Sêrat Panitisastrå, atau yang disulukkan ki dalang, dengan sebutansebutan indah seperti dalam dalam peribahasa, atau cukup dengan menyandang berbagai macam gelar ratu-ratuan?— —Saya mengundang Ni Ken Padmi, Miss nonA, Jeng Pitaloka, Nyi Tatiek, Ni Sri Utami, pårå éndhang, pårå tapi padépokan pêlangisingosari, atau siapa saja, mungkin pårå cantrik, putut manguyu, ajar, : Ki Ismoyo, Ki Arema, Ki W idura, Ki Gembleh, Ki Pandanalas, Ki T runo Podang, Ki Sabrang Lor, Ki Kompor, Ki Panji S, Ki Honggopati, Ki Budi Prasodjo atau yang lainnya, månggå Ki/Nyi/Ni. — ……………… Kalau dipikir-p ikir, perlakuan istimewa bagi anak wanita dalam keluarga — m isalnya anak wanita harus dijaga baik-baik — ternyata diam-diam mengandung “muatan” kepentingan seks buat laki-laki. Artinya, kalau ke mana saja anak dijaga, http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ diharapkan t etap “murni” dan itu nantinya biar menyenangkan laki-laki (suaminya). Pembakuan it u cenderung ideologis karena muncul dalam konstruksi sosial yang kerap memarginalkan perempuan. Inferioritas kerap jadi momok bagi perempuan karena dioperasionalkan melalui mekanisme sosial, kultural, dan kekuasaan. Sambungan keapesan perempuan terus mendapati fragmen-fragmen tragis. Babad Tanah Jawi pun eksplisit melanggengkan nasib apes perempuan. Salah satu fragmen dari Babad Tanah Jawi: 08 Perangan Kang Kapisan Bab 8:
Wong yèn mati jisimé diobong, yèn sing mati iku bångså luhur ut åwå wong sugih bojo bojone (råndhå-randhané) pådhå mèlu diobong. Bila seorang suami meninggal dunia, maka sang istri (tepatnya jandanya) pun harus ikut pati obong. ###
Babad Tutur, Babad yang ditulis akhir abad XVIII ketika masa kekuasaan Mangkunêgårå I hadir dengan wacana berbeda untuk memerkarakan perempuan, penulisnya jelas bukan Mangkunêgårå I sendiri. Hal itu bisa terlihat dari pembuka catatan sebelum masuk ke pupuh 1 dalam bentuk Mijil. Dalam pembuka tulisan tertera kalimat: “Sêrat lajêng kang sêkar pamijil, papanipun séhos,
nurut cêritå caritå sêhos papané, saking panjang caritå tinulis, maksih Carik Èstrikang nyêrat nunuruh.“ Kalimat ini menjelaskan bahw a penulis biografi itu seorang juru tulis perempuan. Syahdan, memang terdapat juru tulis http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ perempuan yang mengikuti terus perjalanan Pangéran Sambêr Nyåwå. Babad Tutur adalah catatan harian, merupakan sumber untuk mengetahui riwayat Radén Mas Said, Pangéran Sambêr Nyåwå, kelak Mangkunêgårå I (yang bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryå Mangkunêgårå I, beliau lahir d i Kratron Kartasura, 07 April 1725, wafat di Surakarta 28 Desember 1795 pada usia 70 tahun, pendiri Pråjå Mangkunêgaran, sebuah kadipaten agung di w ilayah Jawa Tengah bagian timur, dan juga Pahlawan Nasional). Sosok Mangkunêgårå yang misterius, tidak pernah digambar sehingga tak ada lukisan yang merekam sosoknya. Bila memasuk i ndalêm Mangkunêgaran, pengunjung bisa melihat foto-foto silsilah raja-raja Mangkunêgårå. Di posisi paling atas sendiri, yakni posisi Mangkunêgårå I, tidak ada gambarnya, dan digantikan dengan lambang kerajaan. Menurut tradisi di kalangan trah Mangkunêgaran, Mangkunêgårå I memang tidak boleh dibuatkan gambar karena pengaruh dari mertuanya, Kiai Hasan Noer Iman atau Ki Ageng Noer Iman yang mempunyai keyakinan kuat bahwa pembuatan gambar itu haram. Berdasarkan cerita lisan, sosok Mangkunêgårå I, dilukiskan. “Dia memiliki perawakan gagah,
tubuhnya tidak terlalu tinggi. W ajahnya tampan tetapi pipinya agak sedikit bopeng karena bekas terkena cacar.” Yåsådipurå, pujangga Keraton Solo, pernah mendeskripsikan sosok Mangkunêgårå I. Menurut dia, tubuh Mangkunêgårå I kecil, tak ubahnya anak-anak, tapi sorotnya tajam memancarkan semangat menyala-menyala. Melihat potongan tubuhnya, Nicolas Hartingh, penguasa Belanda, kaget. Sebagaimana digambarkan Yåsådipurå, Nicolas
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ menyaksikan bahw a pemberontak yang selama merepotkannya ternyata perawakannya kecil, pendek.
in i
Sangat disayangkan perpustakaan keraton Mangkunêgaran tidak memiliki naskah yang asli. Naskah asli tersimpan di perpustakaan Leiden KITLV (Koninklijk Instituut voor Taal, Land, en Volkenkunde Oriental) dengan nomor penyimpanan 231, dengan judul Dagboek van KGPAA Mangkoenegoro I. Naskah asli yang berada di negeri Belanda itu diberikan sebagai hadiah kepada Belanda, di era Mangkunêgårå VII pada 1930. Karena jasa salah satu cucu Mangkunêgårå VII catatan harian itu bisa didatangkan kembali ke Solo. Berdasarkan keterangan dalam kotak kardus pembungkus, buku harian Mangkunêgårå I itu pulang pada Desember 1991. Bungkus berwarna cokelat itu juga menjelaskan bahwa babad tersebut ditranskrip pertama kali ke dalam huruf latin oleh ahli sastra Jawa Dr Th.G.Th. Pigeaud atas perint ah Mangkunêgårå VII pada Desember 1929. Kondisi naskah mulanya tidak terjilid rapi. Pigeaud kemudian yang mengurutkan dan membuatkan halaman naskah. Judul terjemahan latin Pigeaud adalah Sêrat Babad Nitik Mangkunêgårå I. Kini, atas bant uan Bank Dunia, babad itu juga sudah dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia oleh M. Ng. Supardi dan R. Ngt. Ng. Darweni. Proyek ini selesai pada Mei 1998. Dalam bahasa Indonesia berjudul Babad Nitik Mangkunêgårå I ( Catatan Harian Prajurit Èstri Mangkunêgaran). Dalam Babad Tutur peran perempuan sangat menonjol. Peran perempuan itu membuktikan ada jalan berbeda dari tradisi kesusastraan Jawa yang didominasi lelaki. Kehadiran babad Tutur pun mengusung gugatan terhadap nasib http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ perempuan mengacu ke masa lalu dan stereotipe perempuan Jawa. Babad Tutur mengisahkan peran perempuan dalam restrukturisasi kebudayaan Jawa oleh Mangkunêgårå I. Perempuan pada masa itu mengalami perubahan nasib dalam peran dan harga diri. Harkat dan martabat perempuan dalam Babad Tutur merupakan sisi terang untuk merevisi sisi gelap dalam Sêrat Panitisastrå. Perempuan memiliki peran dalam pertempuran. Digambarkan dalam Babad Tut ur, bahwa selama bertahta, Mangkunêgårå I membangun kekuasaan militer terbesar di antara tiga kerajaan Jawa. Mangkunêgårå menugaskan Carik Èstri (sekretaris wanita) mencatat kejadian di peperangan. Catatan harian itulah yang kemudian dihimpun dalam buku Babad Lelampahan dan Babad Tutur. Babad Lelampahan ditulis dalam bentuk tembang, atau puisi Jawa, yang berisi catatan perjalanan perang Mangkunêgårå. Sedangkan Babad Tutur bercerita tentang kebijakan Mangkunêgårå memimpin kerajaan. Yang memang paling menarik adalah soal pasukan tentara perempuan itu. Selain oleh prajurit pria, RM Said juga dikawal prajurit wanodyå. Peranan prajurit perempuan yang semenjak Sultan Agung lebih merupakan hiasan, kin i dirombak total. Prajurit perempuan RM Said ini dikedepankan sebagai pasukan tempur. Dari jumlah pasukannya yang mencapai 4.279 tentara reguler, sebanyak 144 di antara prajuritnya adalah perempuan, terdiri dari satu peleton prajurit bersenjata karabijn (senapan), satu peleton bersenjata panah, dan satu peleton kavaleri (pasukan berkuda).
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dilukiskan dalam catatan harian itu, pasukan perempuan tersebut berbusana putih, berkain corak parang rusak, dan menyandang keris seperti orang Bali. Prajurit perempuan ini semuanya cantik-cantik dan pandai baca-tulis. Betapapun memiliki ketangkasan sebagaimana prajurit pria, mereka tetap trampil memasak dan membuat baju. Mereka juga pintar menghibur, menyanyi sêsindhénan atau menari tlèdhékan, srimpi. Masyarakat diluk iskan selalu berdecak kagum melihat mereka. Sebuah tembang melukiskan saat Mangkunêgårå I naik karb in kuda, ada pasukan perempuan berkuda mengiringinya. Disertai pemukul genderang, peniup terompet, semuanya wanit a. Dalam memainkan instrumen gamelan pun mereka sangat piawai. Tamu-tamu semuanya terheran-heran. Termangu-mangu membisu. Bagaimana wanita bertingkah bagaikan laki, seluruhnya trampil. Demikian pula penabuh-penabuh wanitanya tak ubahnya seperti penabuh lelaki saja. Wacana perempuan mutakhir tentu bakal menemukan seribu satu dalil untuk melontarkan kritik terhadap kepustakaan Jawa dan merumuskan dalil untuk perubahan. Jejak-jejak dalam kesusastraan Jawa modern memang menunjukkan ada tendensi untuk tidak memarginalkan perempuan. Kesadaran itu tumbuh dalam dialekt ika zaman yang bergerak dalam tegangan nostalgia dan utopia. Perempuan sanggup menulis dan menyatakan diri. Perempuan pun memiliki ot oritas untuk mengonstruksi diri dengan permainan fakta dan fiksi. Serat dan babad adalah jejak masa lalu yang tak terkuburkan, tetapi mewariskan dalildalil untuk penentuan dekonstruksi perempuan dalam sastra. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Perempuan sekarang dengan lihai hadir dalam sastra untuk memainkan lakon martabat. Isi catatan harian Carik Èstri in i memuat juga masalah ekonomi sampai sosial. Secara rinci, dalam catatan harian itu misalnya diket ahui Mangkunêgårå I mampu menekan Belanda agar set iap tahun membayar kepadanya 400 real. Uang itu digunakan untuk memberi gaji para prajuritnya dan lain-lain. Dalam bagian lain, babad mendeskripsikan bagaimana muaknya RM Said melihat Pangéran Mangkubumi setelah Perjanjian Giyanti. Sebagai balas budinya kepada Belanda karena ia dinobatkan sebagai raja Keraton Yogya, Mangkubumi menghadiahkan istrinya sendiri, Raden Rêtnåsari, kepada Belanda. Tembang itu berbunyi demikian:
Kang anåmå Radén Rêtnåsari, ingkang sangking Pingkol Sukåwatyå, sarêng dipun angkaté, marang délêr tinandu, Sultan datan sagêd ningali, sangêt ngungun tur mêrang lan tansah sinamur, Dèn Rêtnåsari sâmånå sarêng mangkat anangis tur nibå-tangi…. Dia bernama Raden Retnosari berasal dari Desa P ingkol Sukawati, Deler segera memondongnya memasukkan dalam tandu. Ketika menyaksikan Sultan hanya berpaling muka saja, agaknya tak tahan untuk melihatnya, dalam hati teramat kecewa dan malu, tapi perasaan tersebut ditutup-tutupinya, ketika tandu diusung, Raden Retnowati menjerit, menangis seakan-akan berusaha melepaskan diri…. …………… [Garwå (istri) sendiri digadaikan, diserahkan sebagai kepada bêndårå kumpeni walåndå, sebagai balas budi “kebaikan”nya. Ada kêråtå båså jawa, unèn-unèn kang ngêmu suråså http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pêpindhan, “garwå = sigaraning nyåwå” -- Begitu tega seorang suami menyerahkan “nyåwå sêsigarnya” untuk dipersembahkan kepada duli yang dipertuan agung walåndå.]
Ada yang berkenan untuk membahas sigaraning nyåwå yang dipersembahkan kepada pihak lain ini?. – Kembali saya mengundang Ni Ken Padmi, Miss nonA, Jeng Pitaloka, Nyi Tatiek, Ni Sri Utami, pårå éndhang, pårå tapi padépokan pêlangisingosari, atau siapa saja, mungkin pårå cantrik, pårå tåpå, putut manguyu, ajar, : Ki Ismoyo, Ki Arema, Ki Widura, Ki Gembleh, Ki Pandanalas, Ki Truno Podang, Ki Sabrang Lor, Ki Kompor, Ki Panji S, Ki Honggopati, Ki Budi Prasodjo atau yang lainnya, månggå Ki/Nyi/Ni. — ### Di Nusantara kita in i ada yang namanya ardanariswari , yakni suatu sebutan bahwa lelaki mencari perempuan yang bisa mengangkat derajat suami atau menjadi kekuatan suami. Raden Mas Said ketika melihat Rubiyah yang mengatakan pada dirinya sendiri bahw a perempuan ini akan bisa menjadi pendamping dan kekuatannya. Sebenarnya hal ini sudah ada pada zaman Tumapel Singosari. Sekedar mengingatkan pårå kadang, [Dapat dibaca di Seri Kerajaan Singosari PDLS -- DONGENG KEN DEDES -Dongeng Arkeologi & Antropologi --] Pararaton menceritakan perjumpaan antara Ken Arok – Ken Dedes:
dadi sira Tunggul Ametung akasukan acangkrama asomahan, maring taman Bhabhojji. ……….. Satekan ira ring taman, sira Ken Dedes tumurun saking padhati. Katuhon pagawen ing widhi, kengis wetis ira, kengkab tekeng rahasiyan ira. Teher katon murub den ira Ken Angrok, http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kawengan sira tuminghal. Pitwi den ing hayun ira andhulu, tan hana madhani kalituhayon. ………….. […… Dia, Tunggul Ametung pergi bersenang senang, bercengkerama berserta isterinya ke taman Boboji……. Sesampainya di t aman, Ken Dedes turun dari kereta kebetulan disebabkan karena nasib, tersingkap betisnya, terbuka
sampai rahasianya, lalu kelihatan bernyala oleh Ken Angrok, terpesona ia melihat, tambahan pula kecantikannya memang sempurna, tak ada yang menyamai kecantikannya itu,………]
…..; yen hana istri mangkana kaki iku stri nariswari arane …. Yadyan wong papa angalapa ring wong wadon iku dadi ratu anakrawati ….. [Jika ada perempuan yang demikian, ngger, perempuan itu namanya nariswari. Ia adalah perempuan yang paling ut ama. Meskipun orang berdosa, jika memperistri perempuan itu, ia akan menjadi penguasa]. Seakan mengulang sejarah bahw a Sang wanodyå Ken Dedes si ardanariswari, menurunkan raja-raja Singåsari dan Majapah it, maka Radèn Ayu Kusumå Patahan Rubiyah sang ardanariswari, melanjutkan dinasti Majapahit, Demak, Pajang, Mataram, menurunkan trah Mangkunêgaran. Apa makna pat ah ati pada nama Raden Ayu Patah Ati? Banyak orang salah tafsir, nama Patah Ati dikaitkan dengan patah hati atau “broken heart”. Padahal perjalanan h idup Raden Ayu Patah Ati alias Radèn Ayu Kusumå Patahan tidak tragis seperti itu. Beliau dengan tabah mengikuti perjuangan suaminya, meski beliau hanya menjadi garwå sêlir (ampéyan) , bukan garwå padmi. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Walau demikian, Pangéran Sambêrnyåwå sangat mengasih i Raden Ayu Patah Ati. Bukan patah berarti putus ( cêklèk). Dalam bahasa Jawa, matah atau patah artinya menunjuk, mêladèni, atau dalam makna secara keseluruhan menjadi ’melayani hati sang pangeran’ Sambêr Nyåwå. Ketika Raden Ayu Kusumå Patah Ati wafat, beliau mint a dimakamkan d i kampung halaman beliau. Awalnya rombongan kraton berencana memakamkan Radèn Ayu Kusumå Patahan di gunung Pencul. Entah kenapa, utusan yang membawa jisim/jasad Raden Ayu Kusumå Matah Ati ini b isa keliru tujuannya. Anehnya, t anah bukit it u menebarkan aroma yang mewangi. Maka atas ijin dari KGPAA Mangkunêgårå I, beliau dimakamkan di bukit itu, yang kemudian dinamakan: Astana Giri Wijil. Astana Giri Wijil terletak di Desa Gunung Wijil, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Adapun suaminya Mangkunêgårå I yang bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryå Mangkunêgårå I alias Pangéran Sambêrnyåwå alias Radén Mas Said, dimakamkan di Astana Mangadeg Matesih di kaki Gunung Lawu, berdekatan dengan kompleks pemakaman Astana Giribangun (makam keluarga Ibu T ien Soeharto). Demikian mudah-mudahan berkenan. Untuk lebih rinci kisah tentang Rubiyah Sang Matah Ati selanjut nya, biarlah panjênênganipun Ki Cantrik Bayuaji setelah kondur dari T amah Suci berkenan untuk mendongeng. Punåkawan bisanya cuma ngutip bahan-bahan dari pustaka pribadi dan tulisan-tulisan beliau.
Nuwun, keparêng Punåkawan Bahan tulisan: http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ 1. _____________ Babad Tanah Djawi, versi L. van Rijckevorsel & R.D.S. Hadiwidjana. 1925; 2. _____________Babad Lêlampahan, Reksa Pustaka Mangkoenegaran no 222 MS/J. Naskah Asli t ersimpan di British Library Manuscript dengan judul Babad Mangkoenegoro. No. Add. 12283. 3._____________Babad Mêmêngsahanipun Kanjêng KGPAA Mangkoenagoro I, Kaliyan Kanjêng Sultan Ngayogya (HB I) , Naskah koleksi Museum Radya Pustaka Surakarta, cat, MS/J; no. 308:237 halaman. 4. _____________ Babad Tutur, naskah transliterasi Th.G.Th. Pigeaud, tercatat dalam Perpustakaan Reksa Pustaka Mangkunagaran dengan judul Babad Nitik, no. cat.B29 MS/L x 590 halaman. 5. Ann Kumar dan Mikael Johani Prajurit Perempuan Jawa: Kesaksian Ihw al Istana dan Politik Jawa Akhir Abad ke-18 , Penerbit: Komunitas Bambu, Jakarta. 2008; 6. Bandung Mawardi Telusur Babad Tanah Jawi, Suara Merdeka 17 Mei 2009; 7. Endang Tri Winarni … [et al.] Sêrat Panitisastrå Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara Jakarta. 1990; 8. Purwadi;Sejarah Raja-Raja Jawa. Media Ilmu Y ogyakarta. 2007; 9. Zainuddin, Fananie; kata pengantar: Suyatno Kartodirdjo.
Pandangan dunia KGPAA Hamengkoenagoro I dalam Babad Tutur sebuah restrukturisasi budaya. Muhammadiyah http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ University Press, Surakarta. 1994.
Universitas
Muhammadiyah
Surakarta
Fananie; Restrukturisasi Budaya Jawa (Perspektif KGPAA Mangkoenagoro I) , Muhammadiyah University Press, 1994. Catatan: Merupakan kajian ilmiah yang telah dilakukannya dan dibiayai oleh Tokyo Foundation. 10. Zainuddin,
0odwo0
Nuwun Ada yang tersisa dari: [Matah Ati Radén Ayu Kusumå Matah At i [ On 9 November 2010 at 13:36 punakawan bayuaji said:] I. Apakah perempuan hanya sampai pada apa yang digambarkan dalam Sêrat Panitisastrå, atau yang disulukkan ki dalang, dengan sebutan-sebutan indah seperti dalam dalam peribahasa, atau cukup dengan menyandang berbagai macam gelar ratu-ratuan?
Bagaimana menurut pendapat pårå kadang II. Bagaimana muaknya RM Said melihat garwå (istri) Pangéran Mangkubumi, Raden Rêtnåsari dihadiahkan oleh suaminya, set elah Perjanjian Giyanti, sebagai balas budi “kebaikan” si kumpeni walåndå. Benarkah? Ada kêråtå båså jawa, unèn-unèn kang ngêmu suråså pêpindhan, “garwå = sigaraning nyåwå” — Begitu tega seorang suami menyerahkan “nyåwå sêsigarnya” untuk dipersembahkan kepada duli yang dipertuan kumpeni walåndå. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ada yang berkenan untuk membahas keduanya??? Saya mengundang Ni Ken Padmi, Miss nonA, Jeng Pitaloka, Nyi Tatiek, Ni Sri Utami, pårå éndhang, pårå tapi padépokan pêlangisingosari, atau siapa saja, juga pårå cantrik, putut manguyu, ajar, : Ki Ismoyo, Ki Arema, Ki W idura, Ki Gembleh, Ki Pandanalas, Ki Truno Podang, Ki Sabrang Lor, Ki Kompor, Ki Panji S, Ki Honggopati, Ki Budi Prasodjo atau yang lainnya. Månggå Ki/Nyi/Ni. —– 0odwo0
Nuwun Lir sumilir lumakuning urip rinå lan wêngi, wanci lingsir wêngi, tint rim, wingit, mugå-mugå tansah antuk pêpayunganing Gusti Kang Måhå W ikan, manêdyå w antah ora kêndat tansah éling lan manêmbah mring Gusti Kang Ora Sarê. Ing madyå ratri pating trênyêp sumrêsêp hêning, énangénung awang-awung, lamat-lamat dumêling ing akåså, sumusup himå himantåkå, satémah mawéh prabåwå hambabar wahyu kunugrahan suci, mugå-mugå têtêp winêngku sukå basuki.
Wêngi…………. Sansåyå nglangut sêmiliring bêbaratan tumiyup lon-lonan saking perengin ardi, nggåndå wanginé arumdalu, kênångå lan cêmpåkå ugå kêmbang saptå ronå Kêmênyan put ih http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kêluk sêtanggi dupå ing ngawiyat tangis kêdasih lan kidung råråwogå mèlu ngobahaké ati Mirêngnå pujå puji pangaståwå sajroning sepi swaraning gênding Kidung Agung têtêmbangan pårå jiwå suci kang tansah lumampah wontên ing margi kabêcikan, Têmbang Agung para jiwa suci san ityåså pinrihatin puguh panggah cêgah dhahar lawan néndrå, njumenengi rartri amrih caket mring Gusti. Tansah luyut sumujud ing ngarså Dalêm Gusti. . Katur dongå pujå-puji pangaståwå dumatêng Gusti Ingkang Måhå Wêlas lan Ingkang Måhå Asih. Kidung Agung kang ngémutake pårå titah manungså marang Gusti Kang Ora Naté Saré ingkang tansah maspadaké marang kawulaNé ingkang tansah manêmbah lan nyênyuwun tanpâ kêndat marang PanjênêngaNé. Sugêng énjang pårå kadang pêlangisingosari, wanci lingsir wengi:
sutrésnå
padépokan
Merapi 851Ç. Letusan dahsyat itu terjadi, Mdang Bhumi Mataram sebuah kerajaan besar hancur dan pralaya pada akhir masa Kaliyuga, dan hari ini Merap i mengulang sejarah yang sama. Merapi sedang “merapi”kan dirinya. Lalu apa yang terjadi kemudian?. Atas izin Ki Cant rik Bayuaji, Punakawan mau mendongeng, berikut ini dongengnya: http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ DONGENG ARKEOLOGI Seri Sejarah Nusantara
DAN
ANTROPOLOGI
JIKA MERAPI SEDANG BERSOLEK
“Hijrahnya” Kerajaan Mataram Kuna dari Mdang ke Tamwlang Merapi memang sedang bersolek. Ketika hujan mengguyur memandikan tubuhnya. Merapi gemetaran menggigil kedinginan. Sesudah itu dengan genitnya Merapi memakai bedak pupur, maka put ihlah wajahnya Sekitar dirinyapun berbedak put ih. Jogja pun dibuatnya menjadi cantik. Putih berbedak. Tidak hanya Jogya, tetapi Jawadwipa dan juga Nusantara ikut pupuran. Lalu dia pakai g incu pemerah bibir, warna merah pun meleleh ‘dlewer’ dari mulut nya, dan pupurnya semakin melabur kemana-mana. Cant iknya dikau Merapi Merapi memang sedang “merapi”kan dirinya. Zaman Kaliyuga Pada masa Kaliyuga, ada banyak aturan yang saling bersaing satu sama lain. Mereka tidak punya tabiat. Kekerasan, kepalsuan, penipuan, kelicikan,dan tindak kejahatan lainnya akan menjadi santapan sehari-hari.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kesucian dan tabiat baik perlahan-lahan akan merosot. Gairah dan nafsu menjadi pemuas hati di antara pria dan wanita. Wanita akan menjadi objek yang memikat nafsu birahi. Kebohongan akan digunakan untuk mencari nafkah. Orang-orang terpelajar dan para penggede kelihatan lucu dan aneh. Hanya orang-orang kaya yang dapat berkuasa. Pada zaman Kaliyuga, banyak perubahan tak diinginkan yang akan terjadi. Tangan kiri akan menjadi tangan kanan, dan tangan kanan menjadi tangan kiri. Orang yang kurang terpelajar akan mengajari kebenaran. Yang tua kurang sensitif terhadap yang muda, dan yang muda akan berani melawan yang tua. Pada zaman Kaliyuga, orang-orang yang berbuat dosa akan bertambah berlipat-lipat, kebajikan akan meredup dan berhenti berkembang. Pada zaman Kaliyuga, kehamilan di usia remaja bukanlah hal yang asing lagi. Penyebab utamanya kebanyakan karena dampak sosial dari pergaulan yang dijadikan salah satu kebutuhan utama dalam hidup. Pada zaman tersebut, umur manusia menjadi semakin pendek, raganya melemah secara mental dan rohaniah. Pada zaman Kaliyuga, para guru akan dilawan oleh para muridnya. Mereka perlahan-lahan kehilangan rasa hormat. Pelajarannya akan dicela dan Kama (nafsu) akan mengontrol semua keinginan manusia. Semakin bertambahnya orang-orang berdosa, keadilan menjadi ternoda, dan kemarahan Tuhan akan mendera. Orang-orang berdosa akan dihukum melalui kejadian yang disebabkan oleh kuasa Tuhan, t etapi orang-orang yang masih hidup dan sempat menyaksikannya masih punya kesempatan untuk bertobat, atau tidak bertobat dan ikut dihukum bersama orang-orang berdosa yang lain. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ketika pohon-pohon berhenti berbunga, dan pohon-pohon buah berhenti berbuah, maka pada saat itulah masa-masa menjelang akhirnya zaman Kaliyuga. Hujan akan turun bukan pada musimnya, sering terjadi gempa bumi dan bencana, gunung meletus, ketika akhir zaman Kaliyuga sudah mendekat. Kerajaan Mataram Hindu-Budha. Kerajaan Mataram Kuno atau disebut dengan Bhumi Mataram. Pada awalnya terletak di Jawa Tengah. Daerah Mataram dikelilingi oleh banyak pegunungan seperti pegunungan Serayu, gunung Prau, gunung Sindoro, gunung Sumbing, gunung Ungaran, gunung Merbabu, gunung Merapi, pegunungan Kendang, gunung Lawu, gunung Sewu serta gunung Kidul. Daerah ini juga banyak mengalir sungai besar d i antaranya sungai Progo, Bogowonto, Elo, dan Bengawan Solo. Kerajaan ini sering disebut dengan Kerajaan Mataram Kunå (dalam dongeng ini selajutnya disebut Mataram) sebagai pembeda dengan Mataram Baru atau Kesultanan Mataram Islam. Kerajaan Mataram merupakan daerah yang subur yang memudahkan terjadinya pertumbuhan penduduk yang cukup pesat dan merupakan kekuatan utama bagi negara darat. Kerajaan Mataram berkuasa d i Jawa Tengah bagian selatan antara abad ke-8 dan abad ke-10. Nama Mataram sendiri pertama kali disebut pada prasasti yang ditulis di masa raja Balitung. Kerajaan Mataram yang berpusat di Jawa Tengah terdiri dari dua wangsa (keluarga), yaitu wangsa Sanjaya dan wangsa Sailendra. Pendiri wangsa Sanjaya adalah Raja Sanjaya. Ia menggant ikan raja sebelumnya, yakni Raja Sanna. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Konon, Raja Sanjaya telah menyelamatkan Kerajaan Mataram Kuno dari kehancuran setelah Raja Sanna w afat. Setelah Raha Sanjaya wafat, kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno dipegang oleh Dapunta Sailendra, pendiri wangsa Sailendra. Para raja keturunan wangsa Sanjaya seperti Sri Maharaja Rakai Panangkaran, Sri Maharaja Rakai Panunggalan, Sri Maharaja Rakai Warak, dan Sri Maharaja Rakai Garung merupakan raja bawahan dari w angsa Sailendra. Oleh Karena adanya perlawanan yang dilakukan oleh keturunan Raja Sanjaya, Samaratungga (raja wangsa Sailendra) menyerahkan anak perempuannya, Pramodawarddhani, untuk dikawinkan dengan anak Rakai Patapan, yaitu Rakai Pikatan (wangsa Sanjaya). Rakai Pikatan kemudian menduduki takhta Kerajaan Mataram Kuno. Melihat keadaan ini, adik Pramodawarddhani, yaitu Balaput eradewa, mengadakan perlawanan namun kalah dalam peperangan. Balaput eradewa kemudian melarikan diri ke Swarnadw ipa (diduga Sumatra, daerah Palembang sekarang) dan menjadi raja Sriwijaya. Pada masa Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Dharmodaya Mahasambu berkuasa, terjadi perebutan kekuasaan di antara para pangeran Kerajaan Mataram Kuno. Ketika Sri Maharaja Rakai Sumba Dyah Wawa berkuasa, kerajaan in i berakhir dengan tiba-tiba. Mataram Hindu — Wangsa Sanjaya (732 M). Sanjaya yang merupakan penerus Kerajaan Galuh menyerang Purbasora yang saat itu menguasai Kerajaan Galuh dengan bantuan dari Tarusbawa dan berhasil http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ melengserkannya. Prabu Kerajaan Sunda Galuh.
Harisdarma
pun
menjadi
raja
Prabu Harisdarma yang juga ahli waris dari Kalingga, kemudian menjadi penguasa Kalingga Utara yang disebut Bumi Mataram dan dikenal dengan nama Sanjaya pada t ahun 732 M. Sanjaya atau Prabu Harisdarma, raja kedua Kerajaan Sunda (723-732 M), menjadi raja Kerajaan Mataram (Hindu) (732-760 M). ia adalah pendiri Kerajaan Mataram Kuno sekaligus pendiri W angsa Sanjaya. Prasasti Metyasih Prasasti Balitung
atau
Prasasti
Mantyasihatau
Prasasti ini ditemukan di desa Kedu, berangka t ahun 907 M. Prasasti Met yasih yang diterbitkan oleh Rakai Watukumara Dyah Balitung (Wangsa Sanjaya ke-9) terbuat dari tembaga. Prasasti ini dikeluarkan sehubungan dengan pemberian hadiah tanah kepada lima orang patihnya di Metyasih, karena telah berjasa besar terhadap Kerajaan serta memuat nama para raja-raja Mataram, dari Wangsa Sanjaya yang pernah berkuasa, yaitu: [ Tulisan kali ini lebih difokuskan pada perpindahan Kerajaan
dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Pada saatnya nant i, Insya Allah Punakawan akan uraikan satu per satu beliau-beliau para raja Mataram ini, prestasinya, juga ajaran ajaran p itutur dan wewalernya]: 1. Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya (732-760 M) 2. Sri Maharaja Rakai Panangkaran (760-780 M) 3. Sri Maharaja Rakai Pananggalan (780-800 M) 4. Sri Maharaja Rakai W arak (800-820 M) 5. Sri Maharaja Rakai Garung (820-840 M) http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ 6. Sri Maharaja Rakai Pikatan (840 – 856 M) 7. Sri Maharaja Rakai Kayuw angi (856 – 882 M) 8. Sri Maharaja Rakai W atuhumalang (882 – 899 M) 9. Sri Maharaja Watukumara Dyah Balitung (898 – 915 M) 10. Sri Maharaja Rakai Daksott ama (915 – 919 M) 11. Sri Maharaja Dyah T ulodhong (919 – 921 M) 12. Sri Maharaja Dyah W awa (921 – 928 M) 13. Sri Maharaja Rakai Empu Sendok (929 – 930 M) Keruntuhan Wangsa Sanjaya Pada abad ke-10, Dyah Wawa mempersiapkan stategi suksesi Empu Sendok yang memiliki int egritas dan moralitas sebagai calon pemimpin Mataram. Pada saat itulah pemerint ahan Dyah Wawa mengalami kemunduran. Banyak perbuatan maksiat dan dosa dilakukan secara terang-terangan tanpa rasa malu, seperti suap dan korupsi, perzinahan, minum-minuman keras dan candu, yang mengundang peringatan dan azab melalu i bencana alam yang datang bertubi-tubi di negeri tercinta itu. Ini adalah salah satu contohnya (Lihat juga “Pemerasan oleh Pejabat Pajak digagalkan Penegak Hukum) di: http://pelangisingosari.w ordpress.com/seri-kerajaannusant ara-pbm/3/ Diceritakan pada masa itu bahw a kawula Mataram di bawah pemerint ahan Dyah Wawa, meskipun diberitakan kerajaan mengalami kejayaan. Roda perekonomian pada masa pemerint ahannya berjalan dengan pesat.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tanah-tanah pertanian membuktikan sebaliknya:
subur.
Tetapi
prasasti
lain
Kawula kerajaan digambarkan sering mengalami kesulitan hidup, sedih karena beratnya menyangga beban hidup, yang seakan tak pernah berakhir. Harta dan nyawa yang hilang kêtrajang banjir yang terlalu sering, tertimbun tanah longsor yang terlalu kêrêp ), puso ( kerep banget ), sawah pategalan kering, gempa bumi (juga sering), Juga kasus-kasus penegakan hukum, kasus-kasus suap, pemerasan, penyuapan, penggelapan pajak, adalah sedikit dari kasus penegakan hukum yang tercatat, termasuk juga penghilangan nyawa orang. Dari sekian berita di atas, anehnya berita-berita itu seolah hendak memberikan isyarat bahw a betapa bobroknya lahir (banjir, gempa bumi,) dan batin (perzinahan, nyolong, suap, pemerasan, pembunuhan, dan seterusnya, dan seterusnya) negeri Mataram pada w aktu itu.
Pårå kadang, Ternyata satu salah satu berita di atas pernah diberitakan “koran kuno” yang kini berada di Museum Nasional Jakarta. Ada satu artefak yang patut mendapat perhatian. Benda kuno itu berupa sepotong lempengan logam berukuran 27 cm x 23 cm, dengan kode inventaris E 63. Kondisi artefak memang sudah berkarat di sana-sini sehingga terkesan “acakadhut ”. Dilihat dari bentuknya tak ada yang bernilai seni, kecuali berupa tatahan aksara. Tidak sembarang orang mampu membaca benda ini. Namun bagi Ki Bayuaji dan para “sinuwun” arkeolog yang menggeluti bidang epigrafi (aksara dan tulisan kuno), benda itu sangat berarti karena informasi di dalamnya sangat bermanfaat untuk kajian masa kini. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ “Surat kabar kuno” tersebut adalah adalah Prasasti Wurudu Kidul diterbit kan pada 844Ç/922M, ditulis dengan aksara dan bahasa Jawa Kuno. Pertama kali isi prasasti Wurudu Kidul diulas oleh W.F. Stutterheim pada 1935. Pada intinya prasasti W urudu Kidul menguraikan bagaimana susahnya seseorang menjadi warga keturunan dalam menghadapi pejabat pajak. Kemungkinan, sebelum ini pemerasan pajak hampir selalu dilakukan terhadap orang asing. Hukum Jawa Kuno memang mengatur bahwa pajak orang asing lebih tinggi daripada pajak orang pribumi. Namun kalau sudah keterlaluan, jelas-jelas akan menimbulkan citra buruk bagi pejabat pajak kerajaan. Konon, menurut bagian awal prasasti ini (disebut Prasasti Wurudu Kidul A), ada seorang pria bernama Sang Dhanadi. Dia bertempat tingal di desa Wurudu Kidul. Suatu hari Dhanadi kedatangan tamu bernama Wukajana. Orang ini menjabat sebagai Samgat Manghuri (yakni “Pejabat Direktorat Perpajakan Departemen Keuangan Kerajaan Mataram Kunå”), yang bertugas memungut pajak dari rumah ke rumah. Begitu melihat Dhanadi, Wukajana langsung menuduh Dhanadi bahwa dia adalah anak orang asing. “Kamu termasuk golongan w arga atau wka kilalang (orang asing),” demikian kira-kira tuduhannya. Sebagai orang asing tentu saja Dhanadi harus membayar pajak lebih besar daripada w arga pribumi. Dhanadi tidak terima dengan sangkaan tersebut. Dia lalu mengadu ke KPK (eh maksudnya ke Sang Pamget Padang ( yakni hakim dari pengadilan kerajaan Mataram Kunå, bernama Empu Bhadra). Untungnya hakim tidak mengulurulur waktu perkara seperti zaman sekarang. Tak berapa lama, sang hakim segera mengusut tuduhan terhadap Dhanadi itu.
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sebagai tambahan informasi Sang Pamget Padang Empu Bhadra ini adalah hakim yang sangat jujur, disegani oleh semua pihak bahkan oleh Baginda Prabu Sri Maharaja Rakai Sumba Dyah Wawa Sri Wijayalokanamottungga atau Dyah Wawa, sendiri. Pertama kali, keluarga Dhanadi dipanggil satu per satu ke persidangan. Mulai dari kakek nenek hingga ayah ibu diperiksa dengan saksama dan ketat di pengadilan. Dari garis kakek dirunut -runut apakah ada unsur asing yang mengalir dalam darah Dhanadi. Begitu pula dari garis nenek. Bukan cuma itu. Warga di desa Grih, Kahuripan, dan Paninglaran yang berada di sekitar desa tempat Dhanadi tinggal, ikut dimint ai keterangan sebagai saksi. Setelah melakukan pemeriksaan yang ketat dan seksama, dengan tegas dan berwibawa hakim segera memutuskan bahw a Dhanadi dan keluarganya benar-benar orang pribumi asli. Menurut prasasti disebut wwang yukti. Dengan demikian besarnya pajak yang harus d ibayarkan Dhanad i t idak set inggi seperti yang dimint a pejabat “direktotat pajak” itu. Sebagai pegangan, hakim itu Sang Pamget Padang Empu Bhadra, memberikan “Surat Sakti” (tidak dijelaskan bahan “surat” tapi yang pasti bukan kertas) tertanggal 6 Kresnapaksa bulan Baisakha tahun 844Ç atau identik dengan 20 April 922M. Waktu itu pula (922M) yang dijadikan tarikh prasasti Wurudu Kidul. Namun sudah plong-kah hati Dhanadi? Mungkin karena sudah “mental pejabat korup”, rupa-rupanya pejabat pajak tadi tidak puas atas keputusan hakim. Akibatnya kali in i ketenangan Dhanadi terusik kembali oleh pejabat pajak lain, Pamariwa. Ternyata Pamariwa adalah orang suruhan http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Wukajana dari Samgat Manghuri, pejabat pajak yang coba memeras Dhanadi t adi. Begitu bertemu muka dengan Dhanadi, demikian menurut Prasasti Wurudu Kidul B, Pamariwa langsung menuduhnya anak keturunan Khmer atau Kamboja, disebut wka kmir, tentu saja Dhanadi sangat tersinggung. Dia mengadu lagi ke
Sang Pamget Padang. Sesuai prosedur hukum, hakim mengirim “surat panggilan” pertama ke rumah Pamariwa agar menghadiri sidang gugatan. Namun pada panggilan pertama, Pamariwa tidak datang. Hakim mengirim lagi surat panggilan kedua. Kali ini Pamariwa juga tetap tidak datang. Akhirnya Samget Juru i Madandar memenangkan Dhanadi. Rupa-rupanya pada waktu itu belum dikenal istilah “pemanggilan paksa” seperti pada zaman sekarang. Jadi cukup pemanggilan dua kali berturut-turut. Jika tidak datang, berarti kalah perkara. Sekali lagi, Dhanadi menerima “Surat Sakti” tertanggal 7 Suklapaksa bulan Jyaistha tahun 844Ç atau 6 Mei 922M. Jelas sekali dari kedua kasus itu, ada upaya pemerasan yang coba dilakukan pejabat pajak. Di pihak lain, upaya negatif itu digagalkan hakim yang jujur. Sayang, proses pengadilan itu terjadi di masa lampau, tepatnya di Kerajaan Mataram. Kalau saja t erjadi di masa kini, mungkin penjara kita sudah dipenuhi koruptor-koruptor. Terhadap ulah Pamariwa yang dua kali mangkir, tentu saja dikenakan sanksi berdasarkan hukum Jawa Kuno. Dikatakan di dalam berbagai kitab hukum, perbuatan menuduh yang tidak berdasar ( duhilatan) adalah t indak pidana yang patut dikenai hukuman. Namun belum jelas hukuman apa yang dijatuhkan kepada Pamariwa itu. Juga kepada atasan Pamariwa, Wukajana dari Samgat Manghuri. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Boleh jadi, berita pada “koran purba” di atas hanya satu dari sekian banyak berita-berita kebobrokan aparat kerajaan, dan Sri Baginda Prabu Dyah Wawa masih harus menghadapi serangan pasukan “asing” dari utara. Kerajaan Sriwijaya. Benar-benar negara Kerajaan Mataram sudah berada diambang keruntuhannya. Lengkap sudah carut marut negeri tercint a Mataram Kuno itu. Demikian Sang Pujangga mendongeng.
Pårå kadang, Empu Sendok yang memegang pemerint ahan setelah Dyah Wawa meninggal merasa khawatir terhadap serangan yang dilancarkan oleh Kerajaan Sriwijaya. Empu Sendok memindahkan pusat pemerint ahannya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Sumber lain menyebutkan perpindahan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur itu bertepatan akibat hancurnya kot a Medhang atau Medang atau Mdang yang disebabkan oleh meletusnya gunung Merapi secara tiba-tiba, yang dalam sejarahnya merupakan karena yang yang terhebat. Letusan itu sedemikian dahsyatnya, berdasarkan catatan geologis sebagian besar puncaknya lenyap dan terjadi pergeseran lapisan tanah ke aah barat daya sehingga terjadi lipatan yang antara lain membentuk gunung Gendol, karena pergerakan tanah itu terbentur pada lempengan-lempengan pegunungan bukit Menoreh.
Sudah barang tentu letusan itu disertai gempa bumi, awan panas, banjir lahar, hujan abu dan bebatuan panas,yang sangat megerikan
http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Bencana alam ini merusak kota Mdhang Ibu Kota Kerjaan mataram, dan juga daerah pemukiman di Jawa Tengah, sehingga oleh para kawula dirasakan sebagai pralaya atau kehancuran dunia. (RW van Bemmelem dalam bukunya The Geology of Indonesia 1949. Boechari: “Some considerations on the problem of the shift of Mataram’s Centre” Bulletin of t he Research Centre of Archaeologi of Indonesia). Di mana letak ibu kot a tersebut ketika pusat pemerint ahan ketika masih di Jawa Tengah? Berikut cuplikan kata-kata yang ada pada beberapa prasasti yang bunyi aslinya: 1.
Siwagrha kadatwan“
856
M:
“i
mamratipurastha
medang
2. Mantyasih I 907M “ri mdang ri poh pitu, rakai
mataram…“ 3. Sugih Manek 915 M, Sangguran 928 M “kadatwan…i
mdang i bhumi mataram“ 4. Turyyan 929 M “kadatwan…sri maharaja i bhumi mataram“ 5.Paradah II 943M: “i mdang i bhumi mataram i watu galuh “ Sebagaimana ditafsirkan kata-kata dalam prasasti itu menunjukkan nama-nama tempat beserta hirarkinya. Nama istana dalam berbagai prasasti ada sekitar tiga buah yaitu Mamrati, Poh Pitu, dan Watu Galuh. Sementara nama ibu kotanya disebut sebagai Medang atau Mdang. Nama Medang selalu dipakai meskipun istananya berpindah. Demikian juga ketika pusat pemerint ahan pindah ke Jawa Timur nama Medang tetap dipakai. http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ihwal ibukota Mataram, diduga kuat terletak dekat dengan pusat-pusat bangunan keagamaan terpenting pada saat itu. Ada dua kemungkinan lokasi, yakni di daerah Kedu dan di daerah Prambanan, atau di kedua wilayah tersebut dalam waktu yang tidak bersamaan. Kemungkinan tersebut ditunjang oleh kenyataan bahwa bangunan-bangunan keagamaan ut ama memang terpusat di kedua wilayah tersebut. Selain itu, konsentrasi penemuan prasasti-prasasti dari periode Mataram menunjukkan adanya lima wilayah yang tergolong kepadatannya tinggi, yakni Klaten, Bantul, Temanggung, Sleman, dan Magelang. Dari kelima wilayah ini, dua yang paling padat adalah Sleman di daerah Prambanan dan Magelang di daerah Kedu. Demikian pula temuan benda-benda logam, baik yang terbuat dari perunggu, perak, maupun emas, juga terkonsentrasi di kedua wilayah tersebut. Salah satu temuan benda emas yang paling fenomenal adalah yang ditemukan di sebuah tempat yang disebut Wonoboyo di dekat Prambanan. Penemuan itu merupakan yang terbesar yang pernah ditemukan di Jawa, terdiri dari berbagai perhiasan, 6.396 keping uang emas, 600 keping uang perak dengan berat keseluruhannya adalah 35 kilogram Peristiwa berpindahnya ibukota Mataram Kuna dari I Poh Pitu (Jawa Tengah) ke Tamwlang (Jawa Timur). Letak Tamwlang oleh para ahli diduga daerah Tembelang, kabupaten Jombang. Hal ini berdasarkan berita prasasti Turyyan 851 Saka yang dikeluarkan oleh Sri Maharaja Rake Hino Dyah Sindok Sri Isawikrama Dharmmot unggawijaya berbunyi:
…maka tewek çri maharaja makadatwan i tamwlang . http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ [maka Sri Maharaja berkedaton di Tamwlang (T ambelang (?), Jombang, Jawa Timur)] Peristiwa ini d ikonversikan menjadi tanggal 24 Juli 929M. Kedua berpindahnya ibukota Mataram Kuna dari Tamwlang (ke Watugaluh (kecamatan Diwek). Hal ini diperkuat dalam prasasti Anjukladang 859 Saka (937 Masehi) yang berbunyi:
…kita prasidha manraksang ranghyangta mdang i bhumi mataram i watugaluh . Peristiwa ini diduga terjadi pada 10 April 937 M. Orang-orang bijak berkata bahwa: Sesungguhnya letusan Gunung Merapi dan semua kegiatan gunung vulkanik ada dalam “genggaman” Gusti Ingkang Murba Ing Dumadi. Jangankan aktivitas gunung berapi yang luar biasa, bahkan gugurnya sehelai daun atau bergeraknya seekor semut hanya bisa terjadi atas kehendak dan izin Maha Nu Wasesa. Boleh jadi letusan Merapi yang terjadi d i abad 10 itu karena kemaksiatan yang merajalela. Sebagian dari bangsa ini sudah terlalu jauh dari kehidupan beragama. Banyak perbuatan maksiat dan dosa dilakukan secara terang-terangan tanpa rasa malu, seperti korupsi, perzinahan, minum-minuman keras, narkoba, dan lain lain, yang mengundang peringatan dan azab dari Tuhan melalu i bencana alam yang datang bertubi-tubi di negeri tercinta ini. Belum selesai akibat banjir bandang Wasior, lalu datang gempa dan badai Tsunami di Mentawai, lalu letusan Gunung Merapi, dan akan menghadapi ancaman badai Siklun Anggrek yang tidak kalah dahsyatnya. Allahu Akbar.
Dhuh Gusti, kawulå nyuwun pangapurå sâdåyå doså kawulå http://ebook-dewikz.com/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nuwun, keparêng punåkawan Sumber Sejarah 1. Prasasti Canggal 2. Prasasti Metyasih/Balitung 3. Prasasti Wurudu Kidul 0odwo0
http://ebook-dewikz.com/