Seratus Tiga Seratus Fiksi Tiga Penulis --Cirebon, Semai Kata, 2012 viii+112 hlm, 13 x 19 cm Hak Cipta © 2010 oleh Ramdhani Nur, AK Basuki, Ma’mar
Penulis: Ramdhani Nur, AK Basuki, Ma’mar Rancang Sampul: Naim Ali Tata Letak: Ramdhani Nur Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com Penerbit:
Seratus Tiga Seratus Fiksi Tiga Penulis Sebuah Kumpulan Fiksi 100 Kata berkisah tentang fragmen dan cerita-cerita singkat sebagai potret masyarakat kita secara umum. Dituang dengan gaya yang renyah dan padat, oleh 3 penulis tidak berbakat. Beberapa karyanya sempat dipublish di media online Kompasiana akhir tahun lalu. Berawal dari itu pula kami mencoba merangkumnya dalam sebuah buku dengan lebih dari 50 % tulisan baru. Tak banyak buku yang bisa meramu semua ekspresi secara merata seperti buku ini. Anda bisa sekaligus tertawa, menghela napas, dan mengangguk-angguk dalam sekali waktu.
Seratus Tiga Seratus Fiksi Tiga Penulis
Profesi | 1 Keluarga | 11 Kisruh | 21 ABG | 31 Uang | 41 Mesum | 51 Idul Adha | 61 November | 71 Mistik | 81 Televisi | 91 Internet | 101 Tentang Penulis | 112
Seratus Tiga
Seratus Tiga Seratus Fiksi Tiga Penulis
lucu, menyetuh, juga menggugat …. 2
Seratus Tiga Ada Perempuan Misterius dalam Hubungan Kami Ramdhani Nur SAYA tidak tahu dari mana perempuan itu datang. Dia selalu menyela di tiap percakapan kami. Tidak mengenal waktu dan kesempatan. Selalu saja mengganggu. Saya sama sekali tidak mengenal siapa sesungguhnya perempuan itu. Untung saja Leeya, kekasihku percaya. Dia tidak pernah mencurigai, meski ada kekesalan yang sering dia tunjukkan setelahnya. Bagaimana tidak, kadang pada saat kami tengah berbincang hangat seputar hubungan kami, atau ketika letupan asmara tengah bangkit, tiba-tiba saja perempuan itu menyela tanpa permisi. Membuyarkan dengan seenaknya. Seperti juga saat ini, padahal kami belum sampai lima menit bicara. “Maaf, sisa pulsa Anda tidak cukup untuk melanjutkan panggilan ini.” Begitu katanya.
Cirebon, 29 Oktober 2011 Tulisan ini sama sekali tidak didukung oleh provider manapun
3
Seratus Tiga Kenapa Aku Nggak Boleh Pacaran Sama Hesti, Bu? AK Basuki “BU ….” “Ya?” “Boleh nanya sesuatu?” “Apa?” “Ibu tahu Hesti?” “Tahu. Kenapa?” “Emmh … boleh nggak kalau aku pacaran sama dia?” “Nggak boleh.” “Lha? “Pokoknya nggak boleh.” “Yaaa … kok gitu, sih? Hesti kan cantik orangnya, Bu. Baik, alim, orangtuanya juga baik. Beberapa hari lalu aku ketemu dia. Kami asyik ngobrol panjang lebar, nggak kerasa tahu-tahu sudah sampai depan rumahnya. Orangnya sopan, perkataannya lembut, sikapnya keibuan. Pokoknya semua yang ada pada dirinya itu berbeda sama lainnya. Aku jatuh cinta, Bu. Boleh ya, aku pacaran sama dia?” “Sekali nggak boleh tetep nggak boleh!” “Ah, Ibu, kalau aku tetap ngotot?” “Silakan! Tapi ceraikan aku dulu!” Cigugur, 29 Oktober 2011
4
Seratus Tiga Marilah AK Basuki “MARILAH, Nak,” ajak orang yang dimintai pertolongan oleh Ayah untuk membujukku. Tangannya terulur. Aku masih terdiam meringkuk di sudut. Dia tersenyum lalu menoleh ke arah Ayah dan beberapa orang yang berdiri tidak jauh dari kami. Banyak kenangan di rumah ini, tapi Ayah tak peduli. Rumah ini dijualnya. Itulah yang membuatku marah karena kenangan bagiku tidak ternilai harganya. Maka, dalam amarah beberapa hari lalu, aku mengacau dan mengobrak-abrik seisi rumah. Keluarga penghuni baru memergokiku dan melaporkan pada Ayah. “Bicaralah padanya. Ajak dia pulang,” kata orang itu pada Ayah. Ayah mendekat, wajahnya sedih. “Bisakah saya menyentuhnya?” tanya Ayah. Tangannya terulur meraba udara.
Cigugur, 21 Oktober 2011
5
Seratus Tiga Menghindar Ramdhani Nur GELAS-GELAS plastik mineral berserak di pengkolan gang bersamaan dengan bertebarannya dus-dus karton lusuh. Sepedanya tak mampu mengimbangi kepanikannya saat dibelokan tiba-tiba. Jatuh tak terkendali. Entah apa yang coba ia hindari. Padahal barisan anak SMP Merpati yang baru pulang sekolah sore itu masih cukup jauh di hadapannya. Tangannya kemudian sibuk tak jelas. Antara merapikan kembali barang-barangnya yang berserak, atau menaikkan sepeda yang terlihat penyok spakbornya. Tetesan darah yang merembes di lututnya, sama tak teracuhkan seperti juga empat gelas mineral yang tak sempat terpungut. Semua demi menghindari barisan anak sekolah yang sudah telanjur mendekat. “Ini Pak Guru, ya? Pak Guru nggak apa-apa?”
Cirebon, 26 Oktober 2011 Masih banyak guru yang seperti ini
6
Seratus Tiga Renovasi Mamar “SEBELUM kita lanjutkan dialog ini, mari kita saksikan aspirasi dari masyarakat.” Begitu ujar pembawa acara kepada beberapa narasumber pada acara debat publik. Kemudian layar televisi menayangkan beberapa pengakuan dari responden yang sudah diwawancari: “Meski memakan anggaran empat triliun, sebagai rakyat kecil, saya mendukungnya.” “Gimana ya Mbak, aku ndak ngerti masalah beginian. Wong deso. Tapi kalau menurut tetanggaku sih ini bagus buat kepentingan negara, ya aku setuju aja.” “Ini solusi brilian. Sebagai mahasiswa saya yakin proyek ini akan mensejahtrakan rakyat.” ”Itulah beberapa tanggapan dari masyarakat. Oke, saya ke Pak Dokter dahulu. Kapan proyek renovasi otak para anggota DPR ini akan dimulai?”
Jakarta 31 Januari 2012 Proyek renovasi otak adalah tahap awal sebelum melangkah pada proyek renovasi hati
7