Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
1
ANALISIS PREDIKSI KEBANGKRUTAN PADA EMITEN DENGAN HARGA SAHAM DIBAWAH SERATUS Annisa Nur Fitria
[email protected]
Lailatul Amanah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Suraba ya
ABSTRACK
The purpose of this research is to find out the issuers’ position who issues stock price less than Rp 100.00 whether it shows the company tends to bankrupt or not. This research is qualitative research with descriptive study. The samples have been selected by using purposive sampling. The samples are 15 issuers which are listed in Indonesia Stock Exchange (IDX) with stock price less than Rp100.00. The data collection technique uses documentation method by taking secondary data in the form of financial statement of these companies during five years period (2008-2012) and these financial ratios are calculated then they are used to calculate Altman Z-Score. The result of the research shows that 6 companies or 40% is predicted to undergo bankruptcy, 6 companies or 40% is predicted to be in grey area position or prone bankrupt and 3 companies or 20% is predicted not to bankrupt. Bankruptcy prediction by using Z-Score method has a relation with financial ratio so when a company is predicted to go bankrupt, this problem is supported by company financial ratio is in not good condition. Keywords: Financial Ratio, Bankruptcy Prediction, Z-Score Method, Stock Price ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui posisi emiten yang mengeluarkan harga pasar saham dibawah Rp100,00 apakah menunjukkan perusahaan cenderung bangkrut atau tidak bangkrut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan studi yang bersifat deskriptif. Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan cara purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah 15 emiten yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan harga saham dibawah Rp100,00. Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan metode dokumentasi dengan mengambil data sekunder berupa laporan keuangan perusahan-perusahaan tersebut selama periode lima tahun (2008-2012) dan dihitung rasio-rasio keuangannya yang kemudian digunakan untuk menghitung Altman ZScore. Hasil penelitian menunujukkan bahwa 40% atau sebanyak 6 perusahaan diprediksi mengalami kebangkrutan, 40% atau sebanyak 6 perusahaan diprediksi berada pada posisi grey area atau rawan bangkrut dan 20% atau sebanyak 3 perusahaan diprediksi tidak bangkrut. Prediksi kebangkrutan dengan metode z-score mempunyai hubungan dengan rasio keuangan sehingga apabila perusahaan diprediksi bangkrut, hal ini didukung dengan rasio keuangan perusahaan dalam kondisi tidak baik. Kata Kunci: Rasio Keuangan, Prediksi Kebangkrutan, Metode Z-Score, Harga Saham PENDAHULUAN Perusahaan selalu berupaya dengan melakukan berbagai cara agar perusahaan tetap bertahan. Salah satu cara yang dapat dilakukan perusahaan adalah dengan menginterprestasikan atau melakukan analisa laporan keuangan. Menganalisa laporan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
2
keuangan suatu perusahaan dapat membantu perusahaan untuk mengetahui perkembangan usaha yang telah dicapai pada waktu-waktu yang lalu dan waktu yang sekarang. Laporan keuangan mempunyai arti yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Kondisi kesehatan pada suatu perusahaan tidak bisa dilihat dari segi fisiknya saja, tapi juga harus dilihat dari unsur keuangannya, karena unsur keuangan yang tidak sehat dapat mengakibatkan suatu perusahaan mengalami potensi kebangkrutan yang tinggi (Roykhan, 2011). Resiko potensi kebangkrutan dapat diatasi dan diminimalisir oleh perusahaan dengan mengawasi kondisi keuangan. Kondisi keuangan dapat dilihat dan diukur melalui laporan keuangan, dengan cara melakukan analisis rasio terhadap laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Analisis laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan serta hasil yang telah dicapai sehubungan dengan pemilihan strategi perusahaan yang telah ditetapkan (Ramadhani dan Lukviarman, 2009). Prediksi potensi kebangkrutan suatu perusahaan dapat dilakukan dengan analisis ZScore. Model altman Z-score sebagai salah satu pengukuran kinerja kebangkrutan dan resiko obligasi tidak stagnan atau tetap, melainkan berkembang dari waktu kewaktu, seiring dari kondisi perusahaan dan kondisi dimana metode tersebut diterapkan (Ramadhani dan Lukviarman, 2009). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui posisi emiten yang mengeluarkan harga pasar saham dibawah Rp100,00 apakah menunjukkan perusahaan cenderung bangkrut atau tidak bangkrut. TINJAUAN TEORETIS DAN HIPOTESIS Laporan Keuangan Berdasarkan Ikatan Akuntansi Indonesia (2012:1) yang mendefinisikan laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perusahaan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara, misalnya laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan perusahaan. Analisa Rasio Keuangan Pengertian analisis rasio (Ratio Analysis) merupakan salah satu analisis yang sangat popular dan banyak digunakan karena sangat sederhana yang menggunakan operasi aritmetika, namun interprestasinya sangat kompleks. Analisis rasio sangat bermakna untuk investigasi lebih lanjut karena angka rasio yang diperoleh dari pos yang saling terkait dan berhubungan secara ekonomis (Sjahrial dan Purba, 2011:36). Tujuan Analisis Rasio Rasio dapat digunakan sebagai pengevaluasian kondisi keuangan dan kinerja perusahaan untuk memastikan kondisi kesehatan suatu perusahaan.Analisis rasio digunakan secara khusus oleh investor dan kreditor dalam keputusan investasi atau penyaluran dana (Prihadi, 2010:113). Analisa ratio dapat menyingkap hubungan dan sekaligus menjadi dasar pembanding yang menunjukkan kondisi atau kecenderungan yang tidak dapat dideteksi bila kita hanya melihat komponen-komponen ratio itu sendiri (Darminto dan Julianty, 2005:80).
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
3
Pengertian Kebangkrutan Menurut Sinarwati (2012) yang mengatakan bahwa kesulitan keuangan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan perusahaan dalam membayar kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo yang menyebabkan kebangkrutan suatu perusahaan. Sedangkan menurut Prihadi (2010:332), kebangkrutan (bankcruptcy) merupakan kondisi di mana perusahaan tidak mampu lagi untuk melunasi kewajibannya. Alternatif Perbaikan Kesulitan Keuangan Menurut Hanafi dan Halim (2007:262) terdapat beberapa alternatif perbaikan berdasarkan besar kecilnya permasalahan keuangan yang dihadapi oleh perusahaan, yaitu : a. Pemecahan secara informal 1) Dilakukan apabila masalah belum begitu parah. 2) Masalah perusahaan hanya bersifat sementara, prospek masa depan masih bagus cara: a) Perpanjangan (Extention): dilakukan dengan memperpanjang jatuh tempoh hutang-hutang. b) Komposisi (Composition): dilakukan dengan mengurangi besarnya tagihan, misal klaim hutang diturunkan menjadi 70%. Kalau hutang besarnya 1.000, maka nilai hutang yang baru adalah 0.7 X 1.000 = 700. b. Pemecahan secara formal Dilakukan apabila masalah sudah parah, kreditur ingin mempunyai jaminan keamanan cara : 1) Apabila nilai perusahaan diteruskan > nilai perusahaan dilikuidasi Reorganisasi : dengan merubah struktur modal menjadi struktur modal yang layak. 2) Apabila nilai perusahaan diteruskan < nilai perusahaan dilikuidasi Likuidasi : dengan menjual aset-aset perusahaan. Penyebab Kebangkrutan Penyebab kebangkrutan pada dasarnya dapat disebabkan oleh faktor internal perusahaan maupun faktor ekstenal baik bersifat khusus yang berkaitan langsung dengan perusahaan maupun yang bersifat umum (Munawir, 2002:298) : Faktor Internal dapat disebabkan oleh : a. Adanya manajemen yang tidak baik, tidak efisien (biaya yang besar dengan pendapatan yang tidak memadai sehingga perusahaan mengalami kerugian terusmenerus). b. Tidak seimbangnya antara jumlah modal perusahaan dengan jumlah utangpiutangnya. c. Sumberdaya secara keseluruhan yang tidak memadai ketrampilannya, integritas dan loyalitas dan bahkan moralitasnya rendah sehingga banyak terjadi kesalahan, penyimpangan dan kecurangan-kecurangan terhadap keuangan perusahaan serta penyalahgunaan wewenang akibatnya akan sangat merugikan perusahaan. Faktor eksternal yang bersifat umum yang dapat mengakibatkan kebangkrutan suatu perusahaan adalah faktor politik, ekonomi, sosial dan budaya serta tingkat campur tangan pemerintah dimana perusahaan tersebut berada. Di samping itu, pengguna tehnologi yang keliru akan mengakibatkan biaya implementasi dan biaya pemeliharaan yang besar, atau adanya perkembangan teknologi produksi, tehnologi informasi maupun transportasi yang tidak dapat diikuti oleh perusahaan akan mengakibatkan bangkrutnya perusahaan (Munawir, 2002:290).
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
4
Faktor eksternal yang bersifat khusus, artinya faktor-faktor luar yang berhubungan langsung dengan perusahaan antara lain faktor pelanggan, pemasok dan faktor pesaing. Perubahan selera atau kejenuhan konsumen yang tidak terdeteksi oleh perusahaan akan mengakibatkan menurunnya penjualan dan akhirnya merugikan perusahaan. Oleh karena penelitian pasar perlu selalu dilakukan sehingga selalu dapat mengikuti perubahan dan keinginan atau perilaku konsumen (Munawir, 2002:290). Prediksi Kebangkrutan Analisis kebangkrutan dilakukan untuk memperoleh peringatan awal (tanda-tanda awal kebangkrutan). Semakin awal tanda-tanda kebangkrutan tersebut, semakin baik bagi pihak manajemen karena pihak manajemen bisa melakukan perbaikan-perbaikan. Pihak kreditur dan juga pihak pemegang saham bisa melakukan persiapan-persiapan untuk mengatasi berbagai kemungkinan yang buruk (Hanafi dan Halim, 2007:263). MODEL PREDIKSI KEBANGKRUTAN Model Prediksi Kebangkrutan Model Altman merupakan salah satu metode dengan tingkat keakuratan yang dapat dipercaya dalam memprediksi kebangkrutan, seperti yang telah diungkap pada penelitianpenelitian sebelumnya diatas. Model Altman Z-score sebagai salah satu pengukuran kinerja kebangkrutan dan resiko obligasi tidak stagnan atau tetap, melainkan berkembang dari waktu ke waktu, seiring dari kondisi perusahaan dan kondisi dimana metode tersebut diterapkan (Ramadhani dan Lukviarman, 2009). Model Altman Altman (1968) adalah orang yang pertama yang menerapkan Multiple Discriminant Analysis. Analisa diskriminan ini merupakan suatu teknik statistik yang mengidentifikasikan beberapa macam rasio keuangan yang dianggap memiliki nilai paling penting dalam mempengaruhi suatu kejadian, lalu mengembangkannya dalam suatu model dengan maksud untuk memudahkan menarik kesimpulan dari suatu kejadian (Ramadhani dan Lukviarman, 2009). Dengan berdasarkan penelitian analisa diskriminan, Altman melakukan penelitian untuk mengembangkan model baru untuk memprediksikan kebangkrutan perusahaan. Model yang dinamakan z-score dalam bentuk aslinya adalah model linier dengan rasio keuangan yang diberi bobot untuk memaksimalkan kemampuan model tersebut dalam memprediksi. Model ini pada dasarnya hendak mencari nilai “Z” yaitu nilai yang menunjukkan kondisi perusahaan, apakah dalam keadaan sehat atau tidak dan menunjukkan kinerja perusahaan yang sekaligus merefleksikan prospek perusahaan dimasa mendatang (Ramadhani dan Lukviarman, 2009). Dalam menyusun model Z-Score, Altman mengambil sampel 33 perusahaan manufaktur yang bangkrut pada periode 1960 sampai 1965 dan 33 perusahaan yang tidak bangkrut dengan lini industri dan ukuran yang sama. Dengan menggunakan data laporan keuangan dari 1 sampai 5 tahun sebelum kebangkrutan, Altman menyusun 22 rasio keuangan yang paling memungkinkan dan mengelompokkannya dalam 5 kategori: likuiditas, profitabilitas, leverage, solvabilitas dan kinerja. Lima macam rasio dari lima variabel yang terseleksi akan di kombinasikan bersama untuk memperoleh prediksi yang paling akurat tentang kebangkrutan (Ramadhani dan Lukviarman, 2009).
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
5
Macam-Macam Model Altman a. Model Altman Pertama Setelah melakukan penelitian terhadap variabel dan sampel yang dipilih, Altman menghasilkan model kebangkrutan yang pertama. Persamaan kebangkrutan yang ditujukan untuk memprediksi sebuah perusahaan publik manufaktur. Persamaan dari model Altman pertama yaitu (Ramadhani dan Lukviarman, 2009) : Z = 1,2XI + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 0,999X5 Keterangan: Z = Bankrupcy Index X1 = Working Capital / Total Asset X2 = Retained Earnings / Total Asset X3 = Earning Before Interest And Taxes/Total Asset X4 = Market Value Of Equity / Book Value Of Total Debt X5 = Sales / Total Asset Nilai Z adalah indeks keseluruhan fungsi multiple discriminant analysis. Menurut Altman yang dikutip dalam Ramadhani dan Lukviarman (2009), terdapat angka-angka cut off nilai z yang dapat menjelaskan apakah perusahaan akan mengalami kegagalan atau tidak pada masa mendatang dan ia membaginya ke dalam tiga kategori, yaitu: 1) Jika nilai Z < 1,8 maka termasuk perusahaan yang bangkrut. 2) Jika nilai 1,8 < Z < 2,99 maka termasuk grey area (tidak dapat ditentukan apakah perusahaan sehat ataupun mengalami kebangkrutan). 3) Jika nilai Z > 2,99 maka termasuk perusahaan yang tidak bangkrut. b. Model Altman Revisi Model yang dikembangkan oleh Altman ini mengalami suatu revisi. Revisi yang dilakukan oleh Altman merupakan penyesuaian yang dilakukan agar model prediksi kebangkrutan ini tidak hanya untuk perusahaan manufaktur yang go public melainkan juga dapat diaplikasikan untuk perusahaan-perusahaan di sektor swasta (Ramadhani dan Lukviarman, 2009). Model yang lama mengalami perubahan pada salah satu variabel yang digunakan. Altman mengubah pembilang Market Value Of Equity pada X4 menjadi book value of equity karena perusahaan privat tidak memiliki harga pasar untuk ekuitasnya (Ramadhani dan Lukviarman, 2009). Z’= 0,717X1 + 0,847X2 + 3,108X3 +0,42X4 + 0,988X5 Keterangan: Z’ = Bankrupcy Index X1 = Working Capital / Total Asset X2 = Retained Earnings / Total Asset X3 = Earning Before Interest And Taxes / Total Asset X4 = Book Value Of Equity / Book Value Of Total Debt X5 = Sales / Total Asset Menurut Ramadhani dan Lukviarman (2009), klasifikasi perusahaan yang sehat dan bangkrut didasarkan pada nilai Z-score model Altman (1983), yaitu: 1) Jika nilai Z’ < 1,23 maka termasuk perusahaan yang bangkrut. 2) Jika nilai 1,23 < Z’ < 2,9 maka termasuk grey area (tidak dapat ditentukan apakah perusahaan sehat ataupuan mengalami kebangkrutan). 3) Jika nilai Z’ > 2,9 maka termasuk perusahaan yang tidak bangkrut. c. Altman Modifikasi Seiring dengan berjalannnya waktu dan penyesuaian terhadap berbagai jenis perusahaan. Altman kemudian memodifikasi modelnya supaya dapat diterapkan pada
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
6
semua perusahaan, sepeti manufaktur, non manufaktur, dan perusahaan penerbit obligasi di negara berkembang (emerging market). Dalam Z-score modifikasi ini Altman mengeliminasi variable X5 (sales/total asset), karena rasio ini sangat bervariatif pada industri dengan ukuran aset yang berbeda- beda. Berikut persamaan Z-Score yang di Modifikasi Altman dkk (1995)(Ramadhani dan Lukviarman, 2009): Z” = 6,56X1 + 3,26X2 + 6,72X3 + 1,05X4 Keterangan: Z” = Bankrupcy Index X1 = Working Capital/Total Asset X2 = Retained Earnings / Total Asset X3 = Earning Before Interest And Taxes / Total Asset X4 = Book Value Of Equity / Book Value Of Total Debt Klasifikasi perusahaan yang sehat dan bangkrut didasarkan pada nilai Z-score model Altman Modifikasi yaitu: 1) Jika nilai Z” < 1,1 maka termasuk perusahaan yang bangkrut. 2) Jika nilai 1,1 < Z” < 2,6 maka termasuk grey area (tidak dapat ditentukan apakah perusahaan sehat ataupun mengalami kebangkrutan). 3) Jika nilai Z” > 2,6 maka termasuk perusahaan yang tidak bangkrut. SAHAM Definisi Saham Saham merupakan tanda penyertaan modal pada suatu perseroan terbatas. Dengan memiliki saham suatu perusahaan, maka manfaat yang diperoleh di antaranya berikut ini (Anoraga dan Pakarti, 2001:54) : a. Dividen, bagian dari keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pemilik saham. b. Capital gain, adalah keuntungan yang diperoleh dari selisih jual dengan harga belinya. c. Manfaat non-finansial yaitu timbulnya kebanggaan dan kekuasaan memperoleh hak suara dalam menentukan jalannya perusahaan. Harga Saham Menurut Yong dalam Siregar (2008) menyatakan bahwa harga saham adalah nilai pasar dari setiap lembar saham yang ditawarkan oleh suatu bursa efek pada suatu waktu tertentu. Searah dengan perubahan waktu, maka nilai pasar saham saham tersebut juga akan dapat berubah (naik atau turun nilai pasarnya) atau tidak berubah sama sekali. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Saham Menurut Kusumawati (2010) ada beberapa faktor yang mempengaruhi harga saham, diantaranya yaitu : a. Laba per lembar saham (Earning Per Share) Seorang investor yang melakukan investasi pada perusahaan akan menerima laba atas saham yang dimilikinya. Semakin tinggi laba per lembar saham (EPS) yang diberikan perusahaan akan memberikan pengembalian yang cukup baik. Ini akan mendorong investor untuk melakukan investasi yang lebih besar lagi sehingga harga saham perusahaan akan meningkat. b. Tingkat bunga Tingkat bunga dapat mempengaruhi harga saham dengan cara : 1) Mempengaruhi persaingan dipasar modal antara saham dengan obligasi, apabila suku bunga naik maka investor akan menjual sahamnya untuk ditukarkan dengan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
7
obligasi. Hal ini akan menurunkan harga saham. Hal sebaliknya juga akan terjadi apabila tingkat bunga mengalami penurunan. 2) Mempengaruhi laba perusahaan, hal ini terjadi karena bunga adalah biaya, semakin tinggi suku bunga maka semakin rendah laba perusahaan. c. Jumlah kas dividen yang diberikan Kebijakan pembagian deviden dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebagian dibagikan dalam bentuk deviden dan sebagian lagi disisihkan sebagai laba ditahan. Sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi harga saham, maka peningkatan pembagian deviden merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kepercayaan dari pemegang saham karena jumlah kas deviden yang besar adalah yang diinginkan oleh investor sehingga harga saham naik. d. Jumlah laba yang didapat perusahaan Pada umumnya, investor melakukan investasi pada perusahaan yang mempunyai profit yang cukup baik karena menunjukan prospek yang cerah sehingga investor tertarik untuk berinvestasi, yang nantinya akan mempengaruhi harga saham perusahaan. e. Tingkat resiko dan pengembalian Apabila tingkat resiko dan proyeksi laba yang diharapkan perusahaan meningkat maka akan mempengaruhi harga saham perusahaan. Biasanya semakin tinggi resiko maka semakin tinggi pula tingkat pengembalian saham yang diterima. METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Penelitian Menurut Arikunto (2006: 130), populasi adalah keseluruhan objek penelitian. Populasi pada penelitian ini yaitu emiten yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan harga saham dibawah Rp100,00. Populasi tersebut akan diambil beberapa perusahaan yang akan dijadikan sampel dengan cara purposive sampling. Menurut Soewadji (2012:141) mengatakan bahwa purposive sampling adalah pengambilan sampel yang didasarkan pada pertimbanganpertimbangan tertentu dari peneliti. Tabel 1 Daftar sampel perusahaan yang memenuhi kriteria No
Kode
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
DEWA MITI BTEL APOL SAFE TRUB ITTG SDPC WAPO WICO HOME MAMI ABBA LMAS BNBR
Nama Perusahaan Darma Henwa Tbk. Mitra Investindo Tbk. Bakrie Telecom Tbk. Arpeni Pratama Ocean Line Tbk. Steady Safe Tbk. Truba Alam Manunggal Engineering Tbk. Leo Investments Tbk. Millennium Pharmacon International Tbk. Wahana Pronatural Tbk. Wicaksana Overseas International Tbk. Hotel Mandarine Regency Tbk. Mas Murni Indonesia Tbk. Mahaka Media Tbk. Limas Centric Indonesia Tbk. Bakrie & Brothers Tbk.
Sumber data : Bursa Efek Indonesia
Closing Price (Rp) 50 83 50 50 85 50 88 92 61 53 92 50 80 50 50
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
8
Kriteria perusahaan atau emiten yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu: a. Perusahaan atau emiten yang masih terdaftar di BEI dan tidak di delisted mulai periode 2008-2012. (Dalam sampel 42 perusahaan, terdapat 3 perusahaan delisted). b. Perusahaan atau emiten yang mengeluarkan saham dengan harga dibawah Rp100,00. (Sampel yang terpilih terdapat 42 perusahaan atau emiten). c. Perusahaan atau emiten yang menerbitkan laporan keuangan per 31 Desember yang telah di audit selama 5 tahun berturut-turut, mulai tahun 2008 hingga tahun 2012 (dari 42 perusahaan ternyata hanya 21 perusahaan yang mengeluarkan laporan keuangan per 31 Desember periode 2008-2012). d. Laporan keuangan yang memiliki komponen-komponen yang dibutuhkan untuk penelitian, misalnya memisahkan secara jelas antara aset lancar dan aset tidak lancar serta hutang lancar dan hutang tidak lancar. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan mengambil data sekunder berupa laporan keuangan perusahan-perusahaan tersebut periode selama lima tahun (2008-2012) dan dihitung rasio-rasiokeuangannya yang kemudian digunakan untuk menghitung Altman Z-Score. Perusahaan akan diklasifikasikan berdasarkan hasil perhitungan Altman Z-Score dan kondisi sebenarnya juga dianalisa melalui rasio-rasio keuangan. Hasil dari klasifikasi akan dibandingkan untuk hasil yang terjadi dalam prediksi kebangkrutan dibandingkan dengan keadaan yang sebenarnya dandianalisis secara deskriptif sehingga secara umum dapat menggambarkan kondisi perusahaan-perusahaan tersebut. Peneliti juga menggunakan data dokumentasi untuk penelitian. Teknik pengumpulan data dengan metode dokumentasi adalah cara mencari data atau informasi dari buku-buku, catatan-catatan, transkip, legger, agenda, dan yang lainnya (Soewadji, 2012:160). Satuan Kajian Satuan kajian adalah segala sesuatu yang akan menjadi obyek pengamatan dalam suatu penelitian berdasarkan sifat atau suatu hal yang dapat didefinisikan, diamati atau diobservasi. Satuan kajian berguna untuk mendeskripsikan variable penelitian sehingga bersifat spesifik dan teratur. Peneliti memberikan definisi dari variabel yang berkaitan dengan masalah yang diteliti untuk mendapatkan suatu kesimpulan sebagai hasil akhir penelaahan studi kepustakaan. Adapun satuan kajian yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : 1. Analis Rasio Keuangan Pengertian analisis rasio (Ratio Analysis) merupakan salah satu analisis yang sangat popular dan banyak digunakan karena sangat sederhana yang menggunakan operasi aritmetika, namun interprestasinya sangat kompleks. Analisis rasio sangat bermakna untuk investigasi lebih lanjut karena angka rasio yang diperoleh dari pos yang saling terkait dan berhubungan secara ekonomis (Sjahrial dan Purba, 2011:36). 2. Kebangkrutan Menurut Prihadi (2010:332), kebangkrutan (bankcruptcy) merupakan kondisi di mana perusahaan tidak mampu lagi untuk melunasi kewajibannya. 3. Metode Altman Z-Score Model Altman merupakan salah satu metode dengan tingkat keakuratan yang dapat dipercaya dalam memprediksi kebangkrutan, seperti yang telah diungkap pada penelitian-penelitian sebelumnya diatas. Model Altman Z-score sebagai salah satu pengukuran kinerja kebangkrutan dan resiko obligasi tidak stagnan atau tetap,
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
9
melainkan berkembang dari waktu ke waktu, seiring dari kondisi perusahaan dan kondisi dimana metode tersebut diterapkan (Ramadhani dan Lukviarman, 2009). 4. Emiten dengan harga saham dibawah Rp100,00 Emiten adalah pihak yang melakukan penawaran efek surat berharga untuk diperjualbelikan di bursa efek. Emiten sama dengan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Teknik Analisis Data Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu dengan cara mengumpulkan, mengolah dan menginterprestasikan data yang diperoleh sehingga dapat memberikan keterangan yang benar dan lengkap, yaitu dengan cara : 1. Melakukan perhitungan terhadap rasio keuangan pada masing-masing perusahaan. 2. Melakukan analisis dari hasil perhitungan rasio-rasio keuangan untuk mengetahui kinerja dan posisi keuangan tiap emiten. 3. Harga saham dan angka-angka dari rasio keuangan yang telah dikumpulkan kemudian diolah untuk dapat menghasilkan z-score, akan dijadikan sebagai variabel untuk menguji hipotesis yang telah diajukan. Rumus Z-Score yang digunakan adalah : Z” = 6,56X1 + 3,26X2 + 6,72X3 + 1,05X4 Keterangan: Z” = Bankrupcy Index X1 = Working Capital/Total Asset X2 = Retained Earnings / Total Asset X3 = Earning Before Interest And Taxes / Total Asset X4 = Book Value Of Equity / Book Value Of Total Debt 4. Melakukan klasifikasi perusahaan yang sehatdan bangkrut didasarkan pada nilai Zscoremodel Altman Modifikasi yaitu: a. Jika nilai Z” < 1,1 maka termasuk perusahaan yang bangkrut. b. Jika nilai 1,1 < Z” < 2,6 maka termasuk grey area (tidak dapat ditentukan apakah perusahaan sehat ataupun mengalami kebangkrutan). c. Jika nilai Z” > 2,6 maka termasuk perusahaan yang tidak bangkrut. 5. Membuat kesimpulan sebagai hasil akhir penelitian. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Perhitungan metode z-score untuk memprediksi kebangkrutan menggunakan altman Modifikasi. Rumus Altman modifikasi sebagai berikut : Z” = 6,56X1 + 3,26X2 + 6,72X3 + 1,05X4 Keterangan: Z” = Bankrupcy Index X1 = Working Capital/Total Asset X2 = Retained Earnings / Total Asset X3 = Earning Before Interest And Taxes / Total Asset X4 = Book Value Of Equity / Book Value Of Total Debt Klasifikasi perusahaan yang sehat dan bangkrut didasarkan pada nilai Z-score model Altman Modifikasi yaitu: 1. Jika nilai Z” < 1,1 maka termasuk perusahaan yang bangkrut. 2. Jika nilai 1,1 < Z” < 2,6 maka termasuk grey area (tidak dapat ditentukan apakah perusahaan sehat ataupun mengalami kebangkrutan). 3. Jika nilai Z” > 2,6 maka termasuk perusahaan yang tidak bangkrut.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
10
Tabel 2 Hasil Z-Score Modifikasi Periode 2008-2012 Perusahaan DEWA MITI BTEL APOL SAFE TRUB ITTG SDPC WAPO WICO HOME MAMI ABBA LMAS BNBR
Z-Sore 2.93 2.5 0.13 -4.71 -8.89 2.3 9.19 2.6 -0.66 1.72 1.66 11.85 1.58 0.24 -1.47
Keterangan Tidak Bangkrut Rawan Bangkrut Bangkrut Bangkrut Bangkrut Rawan Bangkrut Tidak Bangkrut Rawan Bangkrut Bangkrut Rawan Bangkrut Rawan Bangkrut Tidak Bangkrut Rawan Bangkrut Bangkrut Bangkrut
Sumber : data diolah Analisis Hasil Perhitungan Z-Score Modifikasi Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan Altman Z-Score Modifikasi, maka diperoleh hasil perhitungan yang disajikan dalam Tabel 2. Berdasarkan data yang diperoleh dari Tabel 2, maka dapat diketahui dari hasil analisis terhadap 15 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2008-2012 diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Emiten yang sedang mengalami kesulitan keuangan dan diprediksi mengalami kebangkrutan dengan nilai Z-Score < 1,10 membuktikan bahwa sebanyak 40% perusahaan atau terdapat 6 perusahaan dari 15 perusahaan yang dijadikan sampel mengalami kebangkrutan atau kesulitan keuangan. 2. Perusahaan yang diprediksi berada dalam grey area atau daerah rawan bangkrut diketahui sebanyak 6 perusahaan dari 15 perusahaan dari sampel atau sebanyak 40%. 3. Sisanya sebanyak 20% atau sebanyak 3 perusahaan dari 15 perusahaan yang diprediksi tidak mengalami kebangkrutan atau kesulitan keuangan karena perusahaan berada dalam wilayah yang aman sehingga perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidup usahanya. Pembahasan Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan rasio keuangan dan metode analisis kebangkrutan Altman Z-Score Modifikasi terhadap 15 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012, penulis akan membahas mengenai hubungan keterkaitan antara rasio keuangan dengan Altman Z-Score modifikasi, yaitu sebagai berikut : 1. PT DEWA Tbk Perusahaan tidak mengalami kebangkrutan yang artinya perusahaan dalam posisi aman, hal ini dibuktikan berdasarkan hasil Z-Score yang diperoleh sebesar 2,93. Posisi keuangan dan kinerja perusahaan juga berada dalam kondisi yang baik, hal ini dibuktikan total asset
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
11
yang mengalami kenaikan pada tahun 2012, meski mengalami penurunan nilainya dari tahun 2008-2011. Retained earning dan nilai EBIT pada tahun 2011-2012 memiliki nilai negative, namun book value of equity dan book value of total debt yang dimiliki perusahaan mempunyai nilai tertinggi dibanding yang lainnya sehingga membuat perusahaan tidak cenderung mengalami kebangkrutan. Rasio keuangan perusahaan yang dimiliki perusahaan juga terlihat baik, hal ini terlihat dari rasio likuiditas, profitabilitas dan solvabilitas. Rasio likuiditas menunjukkan bahwa perusahaan mampu mengelola asset lancar dengan baik sehingga perusahaan mampu untuk membayar utang jangka pendeknya, hal ini terlihat dari rasio lancar. Perusahaan juga mampu mengelola kas untuk menutup utang jangka pendek dan membayar utang jangka pendek tepat pada waktunya, hal ini terlihat dari rasio kas dan rasio cepat perusahaan. Profitabilitas perusahaan terlihat baik karena perusahaan dapat mengelola asset dengan baik untuk memperoleh laba serta perusahaan dapat mengelola ekuitas atau modal yang ditanamkan menjadi lebih baik sehingga pemilik dapat membandingkan ekuitas antara hasil di perusahaan satu dengan perusahaan lainnya. Rasio solvabilitas menunjukkan total utang terhadap total modal dan utang terhadap ekuitas pada tahun 2008-2011 sebanyak 0,48 kali menjadi 0,38 kali, semakin rendah hal ini menunjukkan bahwa semakin sedikit utang semakin rendah risiko keuangan. Hal ini membuktikan bahwa rasio keuangan perusahaan yang cukup baik dalam mengelola modal yang dimiliki sehingga membuat perusahaan tidak cenderung bangkrut dan berada di daerah aman. 2. PT MITI Tbk PT MITI Tbk berada dalam daerah rawan bangkrut, dengan nilai Z-Score sebesar 2,5. Hal ini didukung dengan rasio keuangan perusahaan yang menyatakan bahwa perusahaan masih belum mampu mengelola asset, yang dibuktikan pada tahun 2008 total asset sebesar Rp127.830.725.345,00 menurun menjadi sebesar Rp109.355.092.689,00. Working capital yang dimiliki perusahaan pada tahun 2008 juga bernilai negative yaitu sebesar Rp27.847.261.595,00. Perusahaan memperoleh retained earning tidak cukup baik karena perolehan tidak dalam jumlah besar, bahkan pada tahun 2012 memperoleh nilai negative sebesar Rp78.710.000,00. Rasio keuangan menunjukkan kinerja perusahaan tidak begitu baik dalam mengelola sumberdaya yang ada sehingga menyebabkan perusahaan kurang efisien dalam meningkatkan penjualan. Perusahaan meski kurang efisien, namun perusahaan selalu berupaya untuk dapat mengelola kas ,dan asset lancar supaya dapat membayar utang jangka pendeknya tepat waktu, hal ini terlihat dari rasio lancar, rasio cepat dan rasio kas perusahaan. Perusahaan memiliki profitabilitas cukup baik dalam menghasilkan laba secara produktif tiap tahunnya. Rasio solvabilitas perusahaan menunjukan bahwa perusahaan mampu mengelola utang terhadap modal dengan baik sehingga perusahaan mampu melunasi kewajiban dan membayar bunga, hal ini terlihat dari total utang terhadap total modal pada tahun 2008 sebanyak 0,84 kali menjadi 0,36 kali pada tahun 2012 serta utang terhadap ekuitas pada tahun 2008 sebanyak 5,50 kali menjadi 0,56 kali pada tahun 2012. Hal ini membuktikan, meskipun perusahaan mampu menghasilkan laba dengan baik dan mampu mengatasi masalah likuidasi, namun perusahaan masih belum dapat mengatasi masalah kinerjanya yang tidak begitu baik dalam mengelola sumberdaya terutama asset yang dimiliki.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
12
3. PT BTEL Tbk PT BTEL Tbk bila dilihat dari rasio keuangan, perusahaan sangat buruk dalam mengelola perusahaan terutama dalam menghasilkan laba, sehingga menyebabkan PT BTEL Tbk diprediksi berada dalam posisi bangkrut dengan nilai Z-Score sebesar 0,13. Total asset yang dimiliki perusahaan mengalami penurunan pada tahun 2012 menjadi Rp9.052.428.014.700,00, sedangkan working capital dari tahun 2009-2012 bernilai negative. Retained earning yang diperoleh nilainya jauh lebih kecil dibandingkan dengan total asset, pada tahun 2010 dan 2012 perusahaan tidak memperoleh retained asset. EBIT yang dimiliki perusahaan pada tahun 2011-2012 bernilai negative. Book value of equity selalu mengalami penurunan tiap tahunnya, sedangkan book value of total debt mengalami kenaikan tiap tahunnya. Rasio keuangan perusahaan terlihat sangat buruk, hal ini dibuktikan dengan rasio likuiditas bahwa perusahaan tidak mempunyai kemampuan untuk membayar utang jangka pendeknya meski perusahaan mampu mengelola asset dengan baik, hal ini terlihat dari rasio lancar sebanyak 2,16 kali pada tahun 2008 menjadi 0,26 kali pada tahun 2012.Rasio cepat dan rasio kas juga menurun selama 5 tahun. Perusahaan tidak mampu secara efektif untuk menghasilkan laba sehingga perusahaan pada tahun 2011-2012 memperoleh rugi atau penurunan laba. Rasio solvabilitas perusahaan membuktikan bahwa perusahaan tidak mampu melunasi kewajiban dan membayar bunga pada bank sehingga perusahaan cenderung memiliki resiko kebangkrutan, hal ini terlihat dari rasio total utang terhadap total modal pada tahun sebanyak 0,40 kali pada tahun 2008 menjadi 0,94 kali pada tahun 2012 serta time interest earned 1,81 kali pada tahun 2008 menjadi -3,64 kali pada tahun 2012. Kondisi perusahaan yang terlihat tidak baik dari rasio keuangan, memungkin perusahaan berada dalam posisi bangkrut karena kinerja perusahaan yang buruk dalam mengatasi likuidasi dan perolehan laba. 4. PT APOL Tbk Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dengan metode Z-Score diketahui bahwa PT APOL Tbk diprediksi mengalami kebangkrutan. Hal ini dibuktikan dengan perolehan nilai Z-Score yang menunjukkan angka kritis dibawah 1,10 yaitu sebesar -4,71 dikarenakan working capital, retained earning dan EBIT mempunyai nilai negative yang pada tahun 20092012, serta book value of equity yang bernilai negative pada tahun 2010-2011 sehingga besar kemungkinan perusahaan akan mengalami kebangkrutan. Rasio keuangan menunjukkan perusahaan terlihat tidak mampu untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya, hal ini telihat dari rasio likuiditas terutama rasio lancar perusahaan pada tahun 2008 sebanyak 1,27 kali menjadi 0,30 kali pada tahun 2012 dikarenakan besarnya jumlah utang lancar yang lebih besar dibanding asset lancar yang dimiliki perusahaan, seperti pada tahun 2012 aset lancar sebesar Rp609.848.936.144,00 sedangkan utang lancar sebesar Rp2.020.134.128.548,00. Kinerja perusahaan yang kurang efisien menyebabkan rasio solvabilitas perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan tidak mampu menutupi dan melunasi kewajibannya sehingga perusahaan cenderung mengarah pada kebangkrutan, hal ini terlihat dari total utang terhadap total modal pada tahun 2008 sebanyak 0,77 kali menjadi 1,96 kali pada tahun 2012. Sesuai kondisi rasio keuangan menunjukkan perusahaan tidak mampu mengelola asset dan tidak dapat meningkatkan kinerjanya menjadi lebih baik sehingga perusahaan tidak mampu memperoleh laba dan mengatasi likuidasinya dan membuat perusahaan cenderung bangkrut.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
13
5. PT SAFE Tbk Berdasarkan hasil analis, PT SAFE Tbk diprediksi mengalami kebangkrutan karena nilai Z-Score yang dimiliki berada dibawah 1,10 yaitu sebesar -8,89. Nilai Z-Score yang dimiliki perusahaan terbilang sangat rendah sehingga perusahaan diprediksi mengalami kebangkrutan. Hal ini disebabkan karena working capital, retained, dan book value of equity selama periode 5 tahun bernilai negative, sedangkan EBIT hanya bernilai positif pada tahun 2008. Pengelolaan asset perusahaan terlihat tidak baik pada rasio keuangan, hal ini terlihat pada tahun 2012 perusahaan tidak memiliki persediaan dan perputaran modal kerja bersih bernilai negative dari tahun 2008-2012, sehingga rasio likuiditas perusahaan menunjukan bahwa perusahaan tidak mampu untuk memenuhi dan membayar utang jangka pendek sesuai dengan rasio lancar pada tahun 2008 sebanyak 1,27 kali menjadi 0,30 kali pada tahun 2012 karena jumlah utang lancar lebih besar dibanding asset lancar. Ketidakmampuan perusahaan dalam mengelola asset secara efektif menyebabkan perusahaan tidak dapat menghasilkan laba bahkan perusahan juga mengalami kerugian, hal ini ditunjukkan dari rasio profitabilitas dalam memperoleh laba sebelum bunga dan pajak, laba sebelum pajak, laba bersih dan laba atas asset yang bernilai negative pada tahun 2009, 2011, dan 2012. Berdasarkan rasio solvabilitas, perusahaan tidak mampu melunasi kewajibannya, pengelolaan modal yang kurang efektif serta tidak mampu membayar bunga pada bank menyebabkan perusahaan cenderung bangkrut atau risiko kesulitan keuangan. Total utang terhadap total modal pada tahun 2008-2012 mengalami kenaikan yaitu sebanyak 1,36 kali menjadi 3,01 kali, utang terhadap ekuitas yang memperoleh nilai negative pada tahun 2008-2012, sedang time interest earned pada tahun 2009-2012 bernilai negative. Rasio keuangan yang tidak baik menunjukkan bahwa kinerja perusahaan tidak begitu baik, sehingga membuat perusahaan tidak mampu mengelola asetnya dengan baik untuk memperoleh laba dan mengatasi likuidasinya membuat perusahaan terancam bangkrut. 6. PT TRUB Tbk Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan Z-Score modifikasi, PT TRUB Tbk diprediksi rawan bangkrut dengan nilai Z-Score sebesar 2,3. Total asset, working capital, retained earning, EBIT, book value of equity dan book value of total debtselalu mengalami penurunan tiap tahun. Perusahaan mampu mengelola asset cukup baik, namun asset lancar perusahaan tidak begitu baik dalam memenuhi utang jangka pendeknya tetapi asset lancar mampu menutupi utang lancarnya, hal ini sesuai dengan rasio likuiditas. Rasio lancar, rasio cepat dan rasio kas yang mengalami penurunan dari tahun 2008-2012, sedangkan asset lancar yang kurang baik telihat dari perputaran piutang usaha, persediaan, modal kerja bersih yang cenderung selalu mengalami penurunan selama 5 tahun. Rasio profitabilitas terlihat menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan dalam mengelola dan memperoleh laba tidak begitu baik, karena perusahaan terlihat cenderung mengalami kerugian dibanding memperoleh keuntungan, hal ini terlihat perolehan laba selalu bernilai negative pada tahun 2011-2012, seperti laba bersih yang selalu memperoleh nilai negative pada tahun 2008 sebesar -6,10% menjadi -64,57% tahun 2012 sama halnya dengan laba atas ekuitas pada tahun 2008 sebesar -10,54% menjadi 166,18% pada tahun 2012. Perusahaan bila dilihat melalui rasio solvabilitas terbukti bahwa perusahaan belum mampu melunasi semua kewajibannya sesuai waktu yang telah ditentukan, serta perusahaan tidak mampu membayar bunga pada bank. Hal ini dibuktikan dengan total utang terhadap total modal, utang terhadap ekuitas yang cenderung mengalami kenaikan dan time interest earned mengalami penurunan pada tahun 2008-2012 membuat perusahaan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
14
cenderung bangkrut. Kinerja perusahaan yang kurang efisien dalam mengelola sumberdaya membuat perusahaan rawan bangkrut karena perusahaan tidak dapat meningkatkan perolehan labanya pada tahun 2011-2012 meski perusahaan masih dapat mengatasi kewajibannya terutama utang jangka pendek. 7. PT ITTG Tbk Berdasarkan hasil analisis kebangkrutan Altman Z-Score, PT ITTG Tbk diprediksi dalam wilayah aman, sehingga perusahaan diprediksi tidak mengalami kebangkrutan atau kesulitan keuangan. Hal ini dibuktikan bahwa nilai Z” > 2,60 yaitu sebesar 9,19. Total asset yang selalu mengalami kenaikan meski working capital pada tahun 2008-2010 bernilai negative, namun tidak menghalangi perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya. Perusahaan berada dalam posisi aman dikarenakan perusahaan mampu mengelola ekuitas dengan sangat baik pada tahun 2012 dengan nilai book value of ekuity sebesar Rp90.245.289.061,00 lebih besar nilainya dibandingkan dengan book value of total debt sebesar Rp3.733.661.376,00 pada tahun 2012. Perusahaan nampak tidak memperoleh laba pada tahun 2012 dan tidak memiliki persediaan pada tahun 2010-2012. Rasio likuiditas menunjukan perusahaan pada tahun 2011-2012 mampu mengelola asset lancar dengan sangat baik untuk menutupi utang lancarnya, hal ini terlihat dari rasio lancar pada tahun 2011 sebanyak 4,03 kali menjadi 51,64 kali pada tahun 2012. Perusahaan yang tidak dapat mengelola asset dengan baik pada tahun 2012 menyebabkan rasio profitabilitas pada tahun 2012 tidak memperoleh laba dan pendapatan. Meskipun perusahaan tidak memperoleh laba dan pendapatan, perusahaan mampu menutupi dan melunasi semua utangnya, baik utang lancar maupun tidak lancar karena pemegang saham mayoritas diketahui akan memberikan dukungan keuangan pada perusahaan dan menjamin akan dapat memenuhi semua kewajiban perusahaan, hal ini terlihat dari rasio solvabilitas. Rasio keuangan yang menunjukkan perolehan laba yang tidak terdapat pada tahun 2012 tidak membuat perusahaan bangkrut, perusahaan dapat bertahan dalam daerah aman dikarenakan adanya jaminan pembayaran dari pihak investor sehingga perusahaan mampu membayar kewajibannya meski pada tahun 2012 tidak memperoleh pendapatan. 8. PT SDPC Tbk Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan Z-Score modifikasi, PT SDPC Tbk diprediksi rawan bangkrut dengan nilai Z-Score sebesar 2,60. Rasio keuangan yang dimiliki perusahaan cukup baik, working capital, retained earning, book value of equity dan book value of total debtmengalami kenaikan selama periode 5 tahun, sedangkan total asset dan EBIT mengalami kenaikan dan penurunan secara stabil. Perusahaan berada di daerah rawan bangkrut dibuktikan pada rasio keuangan menunjukkan bahwa dari rasio likuiditas perusahaan dikatakan mampu mengelola asset lancarnya untuk menutupi utang lancarnya, karena rasio lancar, rasio cepat dan rasio kas tetap stabil perubahannya, baik penurunan atau peningkatan pada tahun 2008-2012. Perusahaan mengelola asset kurang efektif sehingga membuat rasio profitabilitas mengalami penurunan dan kenaikan cukup stabil, hal ini ditunjukkan oleh kurangnya kemampuan perusahaan dalam mengelola asset untuk memperoleh laba operasi, laba sebelum bunga dan pajak, laba sebelum pajak, laba bersih, laba atas asset dan laba atas ekuitas mengalami penurunan dari tahun 2008-2012. Sesuai rasio solvabilitas perusahaan dikatakan masih dapat mengatasi pembayaran semua kewajibannya. Perusahaan tidak dapat mengelola ekuitas dan kewajiban secara seimbang sehingga membuat perusahaan cenderung mendekati resiko kebangkrutan, hal ini
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
15
terlihat dari total utang terhadap total modal mengalami kenaikan pada tahun 2009 sebanyak 0,66 kali menjadi 0,72 kali pada tahun 2012 dan utang terhadap ekuitas tahun 2009 2,00 kali menjadi 2,68 kali pada tahun 2012. 9. PT WAPO Tbk Berdasarkan hasil analis, PT WAPO Tbk diprediksi mengalami kebangkrutan karena nilai Z-Score yang dimiliki berada dibawah 1,10 yaitu sebesar -0,66. Hal ini disebakan karena working capital, EBIT dan book value of equity benilai negative pada tahun 2011 dan retained earning bernilai negative yang cukup tinggi pada tahun 2011 dan 2012. Kebangkrutan yang dialami perusahaan dibuktikan dengan rasio likuiditas, perusahaan dianggap mampu menutupi dan membayar utang jangka pendeknya, hal ini terlihat dari rasio lancar > 1 kecuali tahun 2011 sebanyak 0,48 kali. Perusahaan terlihat mampu mengelola asset secara efektif, hal ini terlihat rasio aktivitas perusahaan cenderung mengalami kenaikan pada tahun 2008-2012 sehingga perusahaan mampu menghasilkan laba meski perusahan pernah memperoleh kerugian. Pada tahun 2011 perusahaan cenderung memperoleh laba negative namun pada tahun 2012 mengalami peningkatan perolehan laba. Perusahaan bila dilihat dari rasio solvabilitas menunjukkan ketidakmampuan perusahaan dalam mengatasi likuidasi, yang artinya perusahaan tidak mampu melunasi semua kewajibannya, tidak mampu mengelola ekuitasnya serta tidak mampu membayar bunga sehingga dapat menyebabkan perusahaan cenderung mendekati risiko kesulitan keuangan bahkan kebangkrutan. Total utang terhadap total modal yang stabil mengalami perubahan, baik penurunan maupun kenaikan, sedangkan utang terhadap ekuitas mengalami kenaikan nilai pada tahun 2012 sebanyak 10,64 kali dan TIE yang bernilai negative pada tahun 2011 sebanyak -125,85 kali. 10. PT WICO Tbk Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan Z-Score modifikasi, PT WICO Tbk diprediksi berada didaerah rawan bangkrut dengan nilai Z-Score sebesar 1,72.Hal ini dapat disebabkan karena retained earning bernilai tetap selama periode 5 tahun tanpa mengalami perubahan.Working capital, total asset dan book value of total debt selalu mengalami penurunan, sedangkan EBIT sempat mengalami penurunan nilai namun pada tahun 2012 nilai EBIT naik dengan jumlah cukup besar. Book value of equity mengalami selalu kenaikan pada tahun 20082012. Rasio likuiditas perusahaan menunjukan bahwa perusahaan mampu mengelola asset lancar untuk menutupi dan membayar utang lancar. Rasio lancar pada tahun 2009-2012 mengalami kenaikan sebanyak 0,78 kali menjadi 1,39 kali, rasio cepat pada tahun 2008 sebanyak 0,47 kali menjadi 0,71 kali pada tahun 2012, dan rasio kas pada tahun 2008 sebanyak 0,03 kali menjadi 0,10 kali pada tahun 2012. Kemampuan perusahaan dalam mengelola asset, sesuai rasio profitabilitas perusahaan mampu menghasilkan dan meningkatkan nilai laba pada tahun 2012 meski pada tahun-tahun sebelumnya perusahaan sempat mengalami kerugian karena memperoleh laba negatif. Rasio solvabilitas perusahaan menunjukkan perusahaan berupaya untuk dapat memenuhi semua kewajibannya tepat waktu dan dapat membayar beban bunga pada bank. Hal ini terlihat pada tahun 2008-2012 perusahaan berusaha menekan agar solvabilitas mengalami penurunan dari total utang terhadap total modal sebanyak 0,71 kali menjadi 0,41 kali, utang terhadap ekuitas sebanyak 2,52 kali menjadi 0,72 kali, sedangkan TIE mengalami kenaikan sebanyak -32,02 kali menjadi 18,62 kali.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
16
Perusahaan berada di daerah rawan bangkrut bila dilihat dari rasio keuangan menunjukkan perusahaan kurang meningkatkan kinerjanya dalam memperoleh laba tetapi perusahaan mampu mengatasi pembayaran kewajibannya. 11. PT HOME Tbk Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan Z-Score modifikasi, PT HOME Tbk diprediksi berada didaerah rawan bangkrut dengan nilai Z-Score sebesar 1,66. Hal ini dapat disebabkan karena retained earning selalu bernilai negative selama periode 5 tahun. Perusahaan diprediksi rawan bangkrut sesuai rasio keuangan yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar utang jangka pendeknya cukup baik terlihat pada rasio likuiditas dimana rasio lancar dan rasio cepat mengalami peningkatan terutama pada tahun 2010-2012, rasio lancar sebanyak 0,97 kali menjadi 1,22 kali dan rasio cepat 0,96 kali menjadi 1,19 kali, sedangkan rasio kas mengalami perubahan yang tidak menentu. Berdasarkan rasio profitabilitas, pengelolaan asset secara efektif dapat menghasilkan laba cukup baik kecuali pada tahun 2008 dan 2012 karena perusahaan mengalami kerugian,hanya laba kotor yang memperoleh laba positif pada tahun 2008-2012 meskipun mengalami penurunan sebesar 42,99% menjadi 33,50%. Rasio solvabilitas perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan untuk mengatasi dan melunasi utangnya terlihat pada tahun 2008-2012 dari total utang terhadap total modal sebanyak 0,44 kali menjadi 0,24 kali dan utang terhadap ekuitas sebanyak 0,80 kali menjadi 0,32 kali, serta melakukan pembayaran bunga pada bank sudah dilakukan dengan baik pada tahun 2009-2011, karena pada tahun 2008 dan 2012 nilainya negatif. 12. PT MAMI Tbk Berdasarkan hasil analisis kebangkrutan Altman Z-Score, PT MAMI Tbk diprediksi dalam wilayah aman, sehingga perusahaan diprediksi tidak mengalami kebangkrutan atau kesulitan keuangan. Hal ini dibuktikan bahwa nilai Z” > 2,60 yaitu sebesar 11,85. Nilai ZScore yang dimiliki PT Mas Murni Indonesia Tbk merupakan nilai yang tertinggi diantara 15 perusahaan dengan saham dibawah Rp100,00 yang terdaftar di BEI. Hal ini terjadi karena book value of equity yang dimiliki perusahaan cukup besar dan selalu mengalami peningkatan tiap tahunnya, sehingga memungkinkan perusahaan mampu mengelola keuangan dengan baik serta perusahaan juga lebih meningkatkan efektifitas kinerja perusahaan supaya dapat mempertahankan kelangsungan usahanya. Hal ini terlihat dari rasio aktifitas terutama pada perputaran modal kerja bersih yang mengalami kenaikan pada tahun 2008-2012 sebanyak 5,59 kali menjadi 214,65 kali. Pengelolaan asset secara efektif terutama asset lancar, membuat rasio lancar yang dimiliki perusahaan baik karena rasio > 1 meski mengalami penurunan tahun 2008-2012 sebanyak 1,85 kali menjadi 1,01 kali, rasio cepat pada tahun 2008 sebanyak 0,32 kali menjadi 0,33 kali pada tahun 2012, dan rasio kas pada tahun 2008 sebanyak 0,15 kali menjadi 0,20 kali pada tahun 2012, sehingga perusahaan masih dapat mengatasi likuiditas dengan baik yang artinya perusahaan mampu membayar utang jangka pendeknya sesuai rasio likuiditas. Perolehan laba yang dihasilkan perusahaan cukup baik hal ini terlihat dari rasio profitabilitas yang menunjukkan bahwa pengelolaan asset sudah secara efektif dilakukan meski rasio profitabilitas cenderung mengalami penurunan pada tahun 2008-2012 kecuali laba atas asset sebesar 0,66% pada tahun 2008 menjadi 0,77% pada tahun 2012. Perusahaan mampu mengelola modal dengan baik sehingga modal yang dimiliki perusahan nilainya lebih besar dibanding total kewajiban karena pada tahun 2008 sebesar Rp577.944.260.347,00 meningkat menjadi Rp588.955.955.519,00 pada tahun 2012.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
17
13. PT ABBA Tbk Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan Z-Score modifikasi, PT ABBA Tbk diprediksi berada didaerah rawan bangkrut dengan nilai Z-Score sebesar 1,58. Hal ini dapat disebabkan karena working capital meliki nilai negative pada tahun 2011-2012 dan retained earning yang selau bernilai negative selama periode 5 tahun. Pengelolaan aset yang tidak efektif menyebabkan perusahaan tidak mampu membayar utang jangka pendek tepat waktu, sehingga menyebabkan rasio likuiditas selalu mengalami penurunan tiap tahunnya karena pada tahun 2008-2012 mengalami penurunan pada rasio lancar sebanyak 2,18 kali menjadi 0,82 kali, rasio cepat 1,69 kali menjadi 0,52 kali, dan rasio kas 0,40 kali menjadi 0,05 kali. Ketidakmampuan perusahaan dalam mengelola asset cukup efektif terlihat dari rasio aktivitas yang stabil terhadap penurunan atau kenaikan rasio-rasio aktifitas lainnya, sehingga menyebabkan perusahaan selalu memperoleh laba yang terkadang mengalami kenaikan atau penurunan pada tahun tertentu, laba kotor yang mengalami kenaikan pada tahun 2008 sebesar 42,84% menjadi 51,19% pada tahun 2012. Perusahaan masih dapat menghasilkan laba namun perusahaan masih belum mampu melunasi kewajibannya, baik kewajiban lancar dan kewajiban tidak lancar, dan perusahaan tidak mampu mengelola ekuitasnya dengan baik sehingga tidak dapat membayar beban bunga pada bank sehingga perusahaan menjadi rawan bangkrut. Hal ini terlihat dari kenaikan pada tahun 2008-2012 dari total utang terhadap total modal sebanyak 0,28 kali menjadi 0,69 kali dan utang terhadap ekuitas sebanyak 0,42 kali menjadi 2,25 kali. 14. PT LMAS Tbk Berdasarkan hasil analis, PT LMAS Tbk diprediksi mengalami kebangkrutan karena nilai Z-Score yang diperoleh berada pada angka kritis yaitu dibawah 1,10 sebesar 0,24. Hal ini dapat disebabkan karena working capital meliki nilai negative pada tahun 2010 dan retained earning yang selau bernilai negative selama periode 5 tahun. Perusahaan mengalami kebangkrutan sesuai dengan rasio keuangan, seperti rasio likuiditas menunujukkan perusahaan mampu mengelola asset lancar untuk menutupi utang lancar hal ini dibuktikan pada rasio lancar > 1 meski pada tahun 2010 mengalami penurunan sebanyak 0,97 kali. Pengelolaan asset dan kinerja perusahaan yang kurang efektif terlihat dari rasio aktifitas yang cenderung mengalami penurunan pada rasio-rasio aktiva lainnya membuat perusahaan memperoleh laba yang tidak maksimal bahkan dalam rasio profitabilitas masih terdapat perolehan laba yang bernilai negative yang artinya perusahaan mendapat rugi terutama laba bersih dan laba ekuitas yang memperoleh laba hanya pada tahun 2010 masing-masing sebesar 2,92% dan 17,98% Berdasarkan rasio solvabilitas, perusahaan tidak mampu melunasi dan membayar semua kewajibannya dan tidak mampu membayar beban bunga sehingga membuat bank sulit untuk memenuhi permohonan kredit, hal ini membuat perusahaan memiliki resiko kesulitan keuangan dan cenderung bangkrut. TIE mengalami penurunan pada tahun 2010 sebanyak 2,33 kali menjadi 1,05 kali, dan total utang terhadap total modal sebanyak 0,68 kali pada tahun 2008 menjadi 0,73 kali pada tahun 2012. 15. PT BNBR Tbk Berdasarkan hasil analis, PT Bakrie & Brothers Tbk diprediksi mengalami kebangkrutan karena nilai Z-Score yang peroleh berada dibawah 1,10 yaitu sebesar -1,47. Hal ini disebakan karena working capital yang bernilai negative pada tahun 2008-2009, retained earning yang bernilai negative pada tahun 2008-2010, EBIT yang bernilai negative pada tahun 2008 dan 2010, sedangkanbook value of equity benilai positiftiap tahunnya.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
18
Kemampuan perusahaan dalam mengelola utang berdasarkan rasio likuidasi cukup baik karena perusahaan mampu mengelola asset lancar untuk membayar utang jangka pendek, sesuai dengan rasio lancar pada tahun 2008 sebanyak 0,54 kali menjadi 1,49 kali pada tahun 2012 serta rasio aktivitas terutama pada perputaran persediaan pada tahun 2008 sebanyak 7,92 kali menjadi 25,42 kali pada tahun 2012 menandakan perusahaan mampu mengelola asset lancar. Berdasarkan rasio profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan yang mengelola asset tidak dilakukan secara efektif membuat perusahaan terkadang masih memperoleh laba yang bernilai negative atau rugi dan laba yang nilainya selalu mengalami penurunan. Perusahaan tidak mampu menghadapi rasio solvabilitas sehingga perusahaan cenderung mengarah pada kebangkrutan meski pada tahun 2011-2012 perusahaan dapat membayar bunga pada bank namun perusahaan tidak dapat melunasi semua kewajiban dan mengelola utang dan modal dengan baik. Hal ini dibuktikan pada tahun 2008-2012 mengalami kenaikan dari total utang terhadap total modal sebanyak 0,54 kali menjadi 0,65 kali dan utang terhadap ekuitas sebanyak 1,85 kali menjadi 1,86 kali. Kinerja perusahaan yang kurang efisien menyebabkan perusahaan tidak mampu menghasilkan laba dengan baik, meski perusahaan mampu membayar jangka pendeknya namun perusahaan tidak mampu membayar semua kewajibannya. Hal ini membuat perusahaan akan mengalami kebangkrutan sesuai dengan rasio keuangannya. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : (1) Rasio keuangan mempunyai pengaruh dan saling berkaitan dengan model prediksi kebangkrutan Altman Z-Score. Apabila rasio keuangan perusahaan buruk, maka perusahaan rentan terhadap resiko kebangkrutan, namun sebaliknya apabila rasio keuangan baik maka perusahaan dalam keadaan sehat. (2) Harga pasar saham dibawah Rp100,00 ternyata memang rentan dengan potensi kebangkrutan. Saran Berdasarkan kesimpulan yang diambil, maka peneliti dapat menganjurkan saran-saran sebagai berikut: (1) Investor diharapkan lebih berhati-hati dalam menanamkan modal meski saham yang dimiliki perusahaan relatif murah, sehingga investor bisa terhindar dari risiko likuidasi. (2) Bagi manajemen emiten yang diprediksi mengalami kebangkrutan, hendaknya melakukan evaluasi kinerja perusahaan dengan meningkatkan efektivitas pengelolaan keuangaan sehingga bisa menghindari potensi kebangkrutan. (3) Bagi emiten yang diprediksi berada dalam grey area diharapkan lebih waspada dan lebih meningkatkan kinerja perusahaan menjadi lebih baik dari sebelumnya. (4) Perusahaan diharapkan menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan bank sebagai pihak kreditor dengan melakukan manajemen utang yang lebih baik. Keterbatasan Keterbatasan yang terdapat dalam penelitian ini adalah : (1) Peneliti terlalu membatasi sampel perusahaan sebanyak 15 emiten yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia. (2) Peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan data sekunder, yang dimana data sekunder lebih baik menggunakan data kuantitatif supaya data bisa diolah lebih cepat dan mudah.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 4 (2014)
19
DAFTAR PUSTAKA Anoraga, P., dan P., Pakarti. 2001. Pengantar Pasar Modal (Edisi Revisi). PT Rineka Cipta. Jakarta. Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Study Pendekatan Praktik. Edisi Revisi Enam. PT. Rineka Cipta. Jakarta. Darminto, D.P., dan R., Juliaty. 2005. Analisis Laporan Keuangan : Konsep dan Aplikasi. Edisi Kedua. UPPAMP YKPN. Yogyakarta. Hanafi, M. M dan A., Halim. 2007. Analisis Laporan Keuangan. Edisi Ketiga. UPP STIM YKPN. Yogyakarta. http://www.idx.co.id/idid/beranda/perusahaantercatat/laporankeuangandantahunan.aspx.Diakses tanggal 25 Februari 2014 (12:00). Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 2012. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan. Standar Akuntansi Indonesia Per 1 Juni 2012. DSAK-IAI. Jakarta. Kusumawati, R. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Saham. http://riyanikusuma.wordpress.com/2010/11/28/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-hargasaham/. Di akses tanggal 29 November 2013 (21:15). Munawir, S. 2002. Analisis Informasi Keuangan. Edisi 1. Cetakan Pertama. Liberty. Yogyakarta. Prihadi, T. 2010.Analisis Laporan Keuangan : Teori dan Aplikasi. Cetakan I. PPM. Jakarta. Ramadhani, A.S., dan N., Lukviarman. 2009. Perbandingan Analisis Prediksi Kebangkrutan Menggunakan Metode Altman Pertama, Altman Revisi, dan Altman Modifikasi Dengan Ukuran dan Umur Perusahaan Sebagai Variabel Penjelas (Studi Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Jurnal Siasat Bisnis 13 (1) : 15-28. Roykan, U. 2011. Prediksi Kebangkrutan Menggunakan Metode Z-Score dan Pengaruhnya Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Laporan Akhir. Politeknik Kediri. Kediri. Sinarwati, N.K. 2012. Z-Score Untuk Memprediksi Kebangkrutan. Jurnal Riset Akuntansi 2(1) : 1-25. Siregar, A. 2008. Pengaruh Potensi Kebangkrutan Altman Terhadap Pergerakan Harga Saham Perusahaan Manufaktur Terbuka di Bursa Efek Indonesia. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. Sjahrial, D., dan D., Purba. 2011. Analisa Laporan Keuangan : Cara Mudah & Praktis Memahami Laporan Keuangan. Edisi Pertama. Mitra Wacana Media. Jakarta. Soewadji, J. 2012. Pengantar Metodologi Penelitian. Mitra Wacana Media. Jakarta.