perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh ERNA ISTIKOMAH C0106020
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)
Disusun oleh
ERNA ISTIKOMAH C0106020
Telah disetujui oleh pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Dra. Endang Tri Winarni, M.Hum. NIP. 195811011986012001
Drs. Sisyono Eko Widodo, M. Hum. NIP. 196205031988031002
Mengetahui Ketua Jurusan Sastra Daerah
Drs. Imam Sutardjo, M. Hum. NIP. 196001011987031004
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)
Disusun oleh
ERNA ISTIKOMAH C0106020
Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada tanggal ..........................................
Jabatan
Nama
Ketua
Drs. Imam Sutardjo, M.Hum. NIP. 19600101987031004
............................
Dra. Hartini, M.Hum. NIP. 195001311978032001
............................
Sekretaris
Penguji I
Tanda Tangan
Dra. Endang Tri Winarni, M. Hum NIP. 195811011986012001
Penguji II
............................
Drs. Sisyono Eko Widodo, M. Hum NIP. 196205031988031002
Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Drs. Sudarno, M. A NIP. 195303141985061001 commit to user
iii
............................
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama : Erna Istikomah NIM
: C0106020
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul “Sêrat Wêwulang (Suatu Tinjauan Filologis)” adalah betul–betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal–hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.
Surakarta,
Juli 2010
Yang menyatakan,
Erna Istikomah
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTO
1. Seperti pelangi mengindahkan dalam segala keterbatasan. Sedetik mewarna, sekejap terkenang dan bermakna. (Penulis) 2. Têkên, têkun, têkan. Terjemahan: teguh, tekun, sampai. (Filosofi Jawa) 3. Tabridu hararatil mushihibah ‘inda mautil ahab. Terjemahan: penyejuk hati ditengah panasnya musibah. (Said bin Ali bin Wahab Al Qahtani)
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
1. Ibu dan Bapakku tercinta, matur nuwun atas segala curahan kasih di setiap pijak kakiku, peyanggaku ketika aku terjatuh, dan dentum semangat ketika aku terpuruk. 2. Keluarga besar terkasih, Mbah Putri, Simbah, Kakung, Pakde, Bude, Om, Bulik, AA, kakak iparku yang cantik, atas pengertian dan dukungan di setiap langkah kakiku. 3. Almamaterku.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi-Mu, Allah SWT, atas segala limpahan nikmat, kesempatan, dan kesehatan-Mu. Adalah suatu keniscayaan penulis mampu menyelesaikan Skripsi dengan judul “Sêrat Wêwulang (Suatu Tinjauan Filologis)” tanpa pertolongan dan kemurahan-Mu. Skripsi tersebut disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna melengkapi gelar sarjana sastra Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat dorongan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Drs. Sudarno, M.A selaku Dekan beserta staf Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu dan menyelesaikan Skripsi ini. 2. Drs. Imam Sutardjo, M.Hum selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah atas segala kemudahan administratif dan bekal bagi penyelesaian skripsi ini. 3. Dra. Sundari, M.Hum. selaku Pembimbing Akademik, terima kasih Ibu atas teguran demi teguran agar saya fokus dan maju meniti jembatan kesuksesan. 4. Dra. Endang Tri Winarni, M.Hum. selaku dosen Pembimbing I yang selalu memberikan semangat, kemudahan, dan bimbingan yang penuh dengan kasih sayang selama penulis menyelesaikan Skripsi ini. Nuwun Ibu, semangat dan marah Ibu adalah belai lembut bagiku. 5. Drs. Sisyono Eko Widodo, M.Hum., selaku dosen Pembimbing II yang dengan penuh kearifan selalu menuntun penulis, matur nuwun Bapak atas segala kasih dan banyak hal yang tidak terhitung. commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum., atas pacu semangat yang tiada henti. Matur nuwun Ibu, banyak jejakku terlukis atas peran Ibu. 7. Bapak Ibu seluruh dosen Jurusan Sastra Daerah, atas segala bekal dan imajinasi luar biasa, bagi saya dan teman-teman. 8. Seluruh staf Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa dan Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret yang telah menyediakan berbagai referensi. 9. Pengurus Perpustakaan Sasanapustaka Karaton Surakarta yang telah membantu penulis dalam mencari data. 10. Adik-adik manis, Rahmat, Mahmud, Nia matur nuwun untuk hiburan dan senyum manismu. Terimakasih untuk teman lembur yang sangat nikmat. Terus berjuang temukan pijar yang lebih bercahya. I love you all. 11. Teman–teman seperjuangan Sena Alit angkatan 2006: Ipuq, Wahyu, Sansan, Rini, Ina, Ageng, Wiji, dkk, segenap rindu untuk semuanya. Filolog’s 2006: Cuix, Wakhid, Bangkit, Ajik, Dora, Wini, Septi, thank you full untuk kebersamaan mencari hakikinya kehidupan. Tetap senyum dan semangat!! 12. Sahabatku Cuby, matur nuwun atas pinjaman laptopnya. Berkat dikau skripsi ini semakin lancar tanpa halangan. Suprapti Mudmainah Istiqomah, Etik Yuliati, Ratna Surastikaningsih, Herwening Rara Kusumaningsih, Ilafi Brahwetagrani, Sulung, buat semua tentang kita. 13. Kadang Pandawa tanpa kalian aku tak mungkin seperti ini. 14. Guru besarku: Giyato, M.Pd., Drs. Sugeng Kristiono, Drs. Sugeng Darmadi, Drs. Sukirno, dan Sumarni, S.Pd. atas rajutan mimpi-mimpi.
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15. Mutiara-mutiaraku, sahabat sejati, saudariku, untuk tawa, pijar kasih tulus serta usapan penghapus air mata, tanpa pintaku, yang tidak dapat aku sebutkan satu per satu. 16. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam proses pembuatan skripsi. Terimakasih semuanya.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Mohon saran dan kritik yang membangun demi perbaikan kepenulisan di masa yang akan datang. Besar harapan penulis, karya sederhana ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Surakarta, Juli 2010 Penulis
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
....................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN .......................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................
iii
PERNYATAAN ..............................................................................................
iv
MOTO .............................................................................................................
v
PERSEMBAHAN ...........................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................
vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................
x
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
xiii
DAFTAR BAGAN ........................................................................................... xiv DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ..................................................
xv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xvi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvii ABSTRAK ...................................................................................................... xix
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................
1
B. Batasan Masalah ...................................................................................
10
C. Rumusan Masalah ................................................................................
11
D. Tujuan Penelitian .................................................................................
11
E. Manfaat Penelitian ................................................................................
12
1. Manfaat Teoretis ............................................................................... commit to user
12
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Manfaat Praktis ...............................................................................
12
F. Sistematika Penulisan ........................................ ...................................
12
BAB II. KAJIAN TEORI ...............................................................................
14
A. Pengertian Filologi ..............................................................................
14
B. Obyek Filologi ......................................................................................
14
C. Cara Kerja Penelitian Filologi .............................................................
15
1. Penentuan Sasaran Penelitian .........................................................
16
2. Inventarisasi Naskah .......................................................................
16
3. Observasi Pendahuluan dan Deskripsi Naskah ...............................
17
4. Transliterasi Naskah ......................................................................
17
5. Kritik Teks .....................................................................................
18
6. Suntingan Teks dan Aparat Kritik .................................................
18
7. Terjemahan ....................................................................................
18
D. Pengertian Piwulang: Etika, Etiket dan Pandangan Hidup Orang Jawa
19
1. Etika dan Etiket .................................................................................
19
a. Etika ............................................................................................
19
b. Etiket ...........................................................................................
20
c. Perbedaan Etika dan Etiket ...........................................................
21
2. Pandangan Hidup Orang Jawa ..........................................................
23
BAB III. METODE PENELITIAN ................................................................
25
A. Bentuk dan Jenis Penelitian .................................................................
25
B. Sumber Data dan Data ........................................................................
27
to user C. Teknik Pengumpulan Datacommit ..................................................................
28
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Teknik Pengumpulan Data Primer ...................................................
28
2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder ...............................................
29
3. Teknik Pengumpulan Data Tersier....................................................
29
D. Teknik Analisis Data ..........................................................................
29
BAB IV. KAJIAN FILOLOGIS DAN PEMBAHASAN ISI .........................
33
A. Kajian Filologis ...................................................................................
33
1. Deskripsi Naskah ...........................................................................
33
2. Kritik Teks, Suntingan Teks dan Aparat kritik .............................
38
a. Kritik teks ..................................................................................
38
b. Suntingan teks dan aparat kritik ................................................
41
3. Terjemahan ....................................................................................
69
B. Pembahasan Isi ...................................................................................
84
1. Hati Suci ........................................................................................
86
2. Hati Sufiah ......................................................................................
95
3. Hati Amarah .....................................................................................
98
4. Hati Aluamah .................................................................................... 100
BAB V. PENUTUP ........................................................................................ 103 A. Simpulan .............................................................................................. 103 B. Saran .................................................................................................... 103
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 105 LAMPIRAN .................................................................................................... 109 commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Daftar LacunaSW .............................................................................
39
Tabel 2 Daftar Adisi SW ......... ....................................................................
39
Tabel 3 Daftar Ketidaksesuaian Konvensi Linguistik .................................
40
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR BAGAN
Bagan Teknik Analisis Data
.....................................................................
commit to user
xiv
32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
B/b
: Bait
Br/br : Baris è
: Tanda diakritik (è) dibaca e seperti pada kata yèku yang berarti yaitu.
é
: Tanda diakritik (é) dibaca e seperti pada kata salawasé yang berarti selamanya.
ê
: Tanda diakritik (ê) dibaca e seperti pada kata sêkar yang berarti tembang.
H/h
: Halaman
SW
: Sêrat Wêwulang
No
: Nomor
#
: Memberikan keterangan penggantian bacaan berdasarkan konvensi tembang.
*
: Memberikan keterangan penggantian bacaan berdasarkan pertimbangan linguistik.
[....]
: Memberikan keterangan penggantian bacaan berdasarkan interpretasi penulis.
/
: Menandakan tiap pergantian baris
//
: Menandakan akhir dari tiap bait
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Kata artati sebagai sasmita têmbang Dhandhanggula ...............
4
Gambar 2
Penulisan sastra laku ....................................................................
5
Gambar 3
Purwapada dalam SW ..................................................................
5
Gambar 4
Mandrawa dalam SW ..................................................................
5
Gambar 5
Akhir teks SW diakhiri dengan tanda (:) ......................................
6
Gambar 6
Kekurangan guru wilangan ..........................................................
7
Gambar 7
Kekurangan suku kata ..................................................................
7
Gambar 8
Kelebihan guru wilangan ..............................................................
8
Gambar 9
Kelebihan suku kata ......................................................................
8
Gambar 10 Penulisan kata têpane ....................................................................
8
Gambar 11 Penulisan aksara Jawa ganda walau bukan sastra laku .........................
9
Gambar 12 Cover depan SW .......................................................................... 32 Gambar 13 Penulisan tanda padalingsa dengan tanda “=” .............................. 38 Gambar 14 Penulisan dirgamuluk .................................................................. 38
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Cover Naskah SW
............................................................... 109
Lampiran 2
Naskah SW h. 1
.................................................................. 110
Lampiran 3
Naskah SW h. 2
.................................................................. 111
Lampiran 4
Naskah SW h. 3
................................................................. 112
Lampiran 5
Naskah SW h. 4
................................................................. 113
Lampiran 6
Naskah SW h. 5
................................................................. 114
Lampiran 7
Naskah SW h. 6
................................................................ 115
Lampiran 8
Naskah SW h. 7
.................................................................. 116
Lampiran 9
Naskah SW h. 8
................................................................... 117
Lampiran 10 Naskah SW h. 9
.................................................................. 118
Lampiran 11 Naskah SW h. 10
................................................................. 119
Lampiran 12 Naskah SW h. 11
................................................................. 120
Lampiran 13 Naskah SW h. 12
................................................................. 121
Lampiran 14 Naskah SW h. 13
................................................................ 122
Lampiran 15 Naskah SW h. 14
................................................................ 123
Lampiran 16 Naskah SW h. 15
................................................................. 124
Lampiran 17 Naskah SW h. 16
................................................................ 125
Lampiran 18 Naskah SW h. 17
................................................................. 126
Lampiran 19 Naskah SW h. 18
................................................................. 127
Lampiran 20 Naskah SW h. 19
................................................................. 128
Lampiran 21 Naskah SW h. 20
................................................................. 129
Lampiran 22 Naskah SW h. 21
................................................................. 130 commit to user
xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 23 Naskah SW h. 22
................................................................. 131
Lampiran 24 Naskah SW h. 23
................................................................. 132
Lampiran 25 Naskah SW h. 24
................................................................. 133
Lampiran 26 Naskah SW h. 25
................................................................. 134
Lampiran 27 Naskah SW h. 26
................................................................. 135
Lampiran 28 Naskah SW h. 27
................................................................. 136
Lampiran 29 Naskah SW h. 28
................................................................. 137
commit to user
xviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Erna Istikomah. C0106020. 2010. Sêrat Wêwulang (Suatu Tinjauan Filologis). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kebudayaan terekam melalui berbagai media, salah satunya ialah naskah. Naskah terdiri dari berbagai jenis, salah satunya ialah naskah piwulang. Sêrat Wêwulang adalah naskah piwulang. Sêrat Wêwulang juga termasuk dalam kelompok naskah yang berisi agama, etika dan filsafat. Dalam penelitian ini naskah yang didapat adalah naskah tunggal yaitu Sêrat Wêwulang. Naskah tersebut merupakan data primer penelitian ini. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu: 1) Bagaimanakah suntingan teks naskah Sêrat Wêwulang yang bersih dari kesalahan sesuai dengan cara kerja filologi? 2) Bagaimanakah isi isi ajaran yang terkandung dalam Sêrat Wêwulang? Tujuan penelitian ini adalah: 1) Mendapatkan suntingan teks naskah Sêrat Wêwulang yang bersih dari kesalahan sesuai dengan cara kerja filologi. 2) Mengungkapkan isi ajaran yang terkandung dalam Sêrat Wêwulang yang merupakan piwulang: etika, etiket dan pandangan hidup orang Jawa agar menjadi manusia utama. Data dikumpulkan dengan teknik studi pustaka. Kemudian data diolah sesuai dengan cara kerja filologi, yakni: dimulai dari pengumpulan data, penentuan sasaran penelitian, inventarisasi naskah, observasi pendahuluan, deskripsi naskah, transliterasi naskah, kritik teks, suntingan teks, aparat kritik, dan terjemahan. Analisis data pada kajian isi dilakukan setelah terjemahan. Penyuntingan teks Sêrat Wêwulang menggunakan metode standar (biasa). Tahap akhir dari analisis data dengan mengungkapkan isi yang terkandung dalam teks yang didukung dengan data penunjang: data sekunder dan tersier. Data diklasifikasikan dengan pendekatan deskriptif analitik kemudian dianalisis dengan model analisis mengalir atau menjalin (flow model of analysis). Teknik ini mengkaitkan tiga komponen, yaitu data display, data reduction, dan conclusion drawing/ varivication yang aktivitasnya berbentuk interaksi dengan proses pengumpulan data sebagai suatu proses siklus. Ketiga komponen analisis berlaku saling menjalin dan dilakukan secara terus menerus baik sebelum, pada waktu, maupun sesudah pengumpulan data. Hasil penelitian ini adalah: 1) Suntingan teks Sêrat Wêwulang yang bersih dari kesalahan. Naskah yang telah diedisikan dalam kajian ini yang dipandang baik. 2) Sêrat Wêwulang berisi ajaran etika, etiket dan pandangan hidup agar menjadi manusia utama. Etika, etiket, dan pandangan hidup meliputi sifat dan sikap. Ajaran tersebut dibedakan menjadi dua hal, yaitu: menempuh ajaran kebajikan dan menjauhi hal-hal tercela. Menempuh ajaran kebajikan ditempuh dengan melaksanakan ajaran hati suci. Menjauhi hal-hal tercela ialah menghindari perilaku: nafsu sufiah, nafsu amarah, dan nafsu aluamah.
commit to user
xix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan suatu bangsa terekam melalui berbagai media, diantaranya adalah media tulis. Pada masa lampau peralatan belum canggih, media tulis tersebut kita kenal dengan sebutan naskah kuno. Pada kajian filologi yang dimaksud naskah adalah hasil karya cipta budaya yang ditulis tangan di atas media daun lontar, daun nipah, papirus, daluang, kain, tanduk, rotan, bambu, kulit kayu, dan kertas Eropa. Naskah memuat sejarah, cerita rakyat, hikayat, seni budaya, keagamaan, pengobatan tradisional, pertanian, hukum, adat istiadat, ajaran moral, teknik membuat rumah atau barang tertentu, dan lain-lain. Berbagai kandungan tersebut menuntut naskah untuk dipelihara dan dilestarikan. Pemeliharaan tidak berhenti terhadap pemeliharaan secara fisik saja, akan tetapi lebih dari itu pemeliharaan isi/ kandungan teks harus senantiasa terjaga. Pemeliharaan naskah lama sangat penting untuk dilakukan, karena sastra lama yang ruang lingkupnya amat luas dapat merupakan sumber yang tak ternilai bagi pengertian terhadap berbagai aspek kebudayaan yang pada hakikatnya bersumber pada kebudayaan tradisional (Ikram, 1997: 29). Kandungan teks yang dimaksud, sesuai dengan zaman pembuatannya dikenal sebagai sastra lama. Pemahaman terhadap sastra lama tidak semudah memahami sastra modern. Kendala yang dihadapi diantaranya: aksara dan bahasa yang digunakan tidak lagi dikenal oleh masyarakat modern, tradisi menyalin commit to user secara terbuka yang sangat jarang ditemui penyalin dapat menyalin sama persis
xx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan yang disalin, pemahaman konteks masyarakat zaman pembuatan naskah, terbatasnya sumber sejarah yang berkaitan dengan naskah, dan lain-lain. Naskah kuno menurut Girardet–Soetanto (1964: 64) dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu: a. Kronik, Legende dan Mite; Di dalamnya termasuk naskah–naskah: (1) babad, (2) pakem, (3) wayang purwa, (4) menak, (5) panji, (6) pustakaraja dan (7) silsilah. b. Agama, Filsafat dan Etika; Di dalamnya termasuk naskah–naskah yang mengandung unsur– unsur: (1) Hinduisme–Budhisme, (2) Islam, (3) mistik Jawa, (4) Kristen, (5) magic dan ramalan, (6) sastra wulang. c. Peristiwa Karaton, hukum, peraturan-peraturan d. Buku teks dan penuntun, kamus, ensiklopedi tentang linguistik, obat–obatan, pertanian, antropologi, geografi, perjalanan, perdagangan, masak–memasak dan sebagainya.
Dari
berbagai
naskah
terdapat
Sêrat
Wêwulang.
Berdasarkan
pengelompokan tersebut Sêrat Wêwulang termasuk dalam kelompok b. Serat Wêwulang ini berisi ajaran moral yang bijak, bahasanya indah dan mudah dipahami. Sedangkan menurut Nancy (1996), naskah dapat dikelompokan menjadi beberapa jenis yaitu naskah babad, suluk, wayang, piwulang, sejarah, historis roman, islam roman, dan lain-lain. Berdasarkan pengelompokan tersebut Sêrat Wêwulang merupakan jenis naskah piwulang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Sêrat Wêwulang merupakan piwulang yang mengajarkan agama, filsafat, dan etika. Inti dari ajaran tersebut mengenai etika, etiket dan pandangan hidup orang Jawa agar menjadi manusia utama. Terdapat unsur sastra wulang dan agama Islam dalam penyampaian etika, etiket dan pandangan hidup tersebut. Selanjutnya, dilakukan penelusuran informasi keberadaan naskah Sêrat Wêwulang. Berdasar informasi katalog, yaitu: commit to user
xxi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Descriptive Catalogus of the Javanese Manuscripts and Printed Book in the Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta (Girardet-Sutanto, 1983), 2. Javanese Language Manuscripts of Surakarta Central Java A Preliminary Descriptive Catalogus Level I and II (Nancy K. Florida, 1996), 3. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid I Museum Sana Budaya Yogyakarta (T.E. Behrend, 1990), 4. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 2 Keraton Yogyakarta, 5. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 3A (FSUI, 1998), 6. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 3B (FSUI, 1998), 7. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 4 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Lindstay, Jennifer, 1994), 8. Katalog Naksah Carik Koleksi Perpustakaan Museum Radyapustaka Surakarta, 9. Daftar Naskah Perpustakaan Sasanapustaka Keraton Surakarta, 10. Daftar Naskah Perpustakaan Reksapustaka Pura Mangkunegaran Surakarta,
ditemukan satu naskah Sêrat Wêwulang yang tersimpan di Perpustakaan Sasana Pustaka Keraton Surakarta yang diinformasikan Girardet (1983: 110); Nancy (1996: 216); dan katalog lokal (1998: 7). Judul naskah Sêrat Wêwulang terdapat pada cover depan. Sêrat Wêwulang (selanjutnya disingkat SW). Berdasarkan asal kata, SW terdiri dari dua kata, yaitu: 1) sêrat (1939: 559) berarti buku yang memuat cerita (karya sastra), 2) wêwulang yang merupakan bentuk dwipurwa dari kata wulang (1939: 667) yang berarti ajaran, sehingga wêwulang commit to user
xxii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berarti ajaran-ajaran. Berdasarkan asal usul kata tersebut dapat diduga bahwa SW merupakan karya sastra yang berisi ajaran-ajaran. Teks SW berbentuk têmbang yang terdiri dari dua pupuh têmbang Dhandhanggula. Antara pupuh I dan pupuh II terdapat mandrawa, sebagai akhir dari pupuh I dan awal dari pupuh II. Penentuan têmbang Dhandhanggula pada pupuh I berdasarkan jumlah guru gatra, guru wilangan dan guru lagu, sedangkan pada pupuh II berdasarkan sasmita têmbang yaitu kata artati (1939: 19) yang berarti têmbang Dhandhanggula. Berikut kutipannya: Gambar 1. Kata artati sebagai sasmita têmbang Dhandhanggula
Sumber: Naskah SW h. 19
Pupuh I terdiri dari 48 bait, pupuh II terdiri dari 26 bait, jumlah seluruh bait adalah 74 bait. Pupuh I berisi ajaran mengenai manusia utama. Pupuh II berisi ajaran yang keteladanan Sèh Tèkawerdi. Ejaan yang digunakan dalam penulisan teks adalah ejaan standar, maksudnya cenderung mengacu pada ejaan Sriwedari, di antaranya adalah penulisan sastra laku. Berikut kutipannya:
commit to user
xxiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2. Penulisan Sastra Laku
Sumber: Naskah SW, h. 21 bait 55 datan nêdya angling jroning ati ‘tidak pernah berniat berkata dalam hati’
Keseluruhan teks berisi ajaran moral, yaitu bagaimana seseorang mencapai sujalma utama ‘manusia utama’. Pada awal teks ditandai purwapada dengan ciri khas gaya yang lazim digunakan pada masa pemerintahan Paku Buwana IX. Terdapat mandrawa pada halaman 19 sebagai permulaan pupuh II, namun pada akhir penulisan teks tidak diakhiri iti melainkan dengan tanda (:). Berikut kutipannya: Gambar 3. Purwapada dalam SW
Sumber: Naskah SW, h. 1.
Gambar 4. Mandrawa dalam SW
commit to user Sumber: Naskah SW, h. 19.
xxiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 5. Akhir teks SW diakhiri dengan tanda (:)
Sumber: Naskah SW, h. 28.
Kemungkinan besar naskah ini belum selesai ditulis, mengingat sebagian besar naskah pada zaman tersebut diakhiri dengan iti, jika menilik pada teks yang disampaikan terdapat dugaan bahwa penulis hendak menambahnya dengan ajaran moral yang lain. Dugaan tersebut diperkuat dengan adanya sisa 100 halaman kosong, setelah teks tersebut. SW merupakan naskah tulisan tangan (manuscript) dengan Aksara Jawa (Ha Na Ca Ra Ka) berbahasa Jawa Baru ragam krama dan ngoko. Disisipi katakata dari bahasa Kawi dan Arab. Naskah ini merupakan naskah anonim. Disamping keunikan/ kelebihan naskah SW di atas, dua alasan lain yang mendasari penulis mengangkat naskah tersebut sebagai bahan kajian ialah segi filologis dan segi isi.
commit to user
xxv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Segi Filologis Dari segi filologis naskah diteliti dikarenakan adanya kelainan bacaan atau sering disebut varian. Pengelompokan varian pada SW sebagai berikut: a. Lacuna yaitu bagian yang terlampaui atau kelewatan, baik suku kata, kata, kelompok kata maupun kalimat. Bagian ini adalah ketidaksesuaian konvensi têmbang dhandanggula yaitu kekurangan jumlah guru wilangan dan kekurangan suku kata. Berikut contohnya: Gambar 6. Kekurangan Guru Wilangan
Sumber: Naskah SW, h. 7 bait 44 baris 3 yèn tutut langkung mbune ‘apabila sampai melebihi baunya’
Gambar 7. Kekurangan Suku Kata
Sumber: Naskah SW, h. 21 bait 54 baris 5 kabakitan ‘kebangkitan’ b. Adisi yaitu bagian yang kelebihan atau penambahan baik suku kata, kata, kelompok kata maupun kalimat. Bagian ini adalah ketidaksesuaian konvensi commit to user
xxvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
têmbang Dhandanggula yaitu kelebihan jumlah guru wilangan dan kelebihan suku kata. Berikut contohnya: Gambar 8. Kelebihan Guru Wilangan
Sumber: Naskah SW, h. 23 bait 60 baris 4 tapa ingkang tinemu ‘tapa yang ditemukan’ Gambar 9. Kelebihan suku kata
Sumber: Naskah SW, h. 15 bait 38 baris 1 jating ‘sejati’
c. Ketidaksesuaian konvensi linguistik yaitu ketidaktepatan dalam penggunaan kata yang dimaksud oleh pengarang. Kemungkinan dikarenakan pengarang naskah SW kurang dalam membubuhkan tanda baca dan atau kelebihan membubuhkan tanda baca. Dalam SW ketidaksesuaian konvensi linguistik ditemukan dalam bentuk kata. Berikut contohnya: Gambar 10. Penulisan kata têpane
commit to user Sumber: Naskah SW, h. 1.
xxvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d. Terdapat ejaan yang tidak lazim, yaitu penulisan aksara Jawa yang ditulis ganda walaupun bukan sastra laku. Gambar 11. Penulisan aksara Jawa ganda walau bukan sastra laku
Sumber: Naskah SW h.7, bait 17 nanging ana massalahe malih ‘tetapi terdapat permasalahan lagi’
2. Segi Isi Berdasarkan deskripsi singkat katalog Nancy (1996:216), SW diduga merupakan kompilasi dari beberapa naskah. Pada teks SW ditemukan keterangan mengenai dugaan tersebut. Dugaan tersebut berdasar pada piwulang ‘ajaran’ moral SW, yaitu adanya bait-bait yang mirip atau sama dengan ajaran dari naskah Bima Suci, Dewa Ruci dan Sêrat Waringin Sungsang,. Unsur ajaran moral Bima Suci dan Dewa Ruci terdapat pada pupuh I yaitu ajaran ilmu hati kuning, merah, hitam dan putih. Unsur ajaran moral Sêrat Waringin Sungsang terdapat pada baitbait yang menjelaskan mengenai Sèh Tèkawrêdi yang terdapat pada pupuh II. Keseluruhan teks SW berisi ajaran moral, yaitu bagaimana seseorang mencapai sujalma utama ‘manusia utama’. Proses pencapaian manusia utama tersebut sebagian besar terjadi pada masa muda, sehingga pemuda adalah sosok yang tepat untuk dididik sedemikian rupa agar menjadi manusia utama. Dalam penggemblengan ‘didikan yang ketat’ tersebut, pemuda hendaknya menerima pembelajaran dengan seksama, menyiapkan fisik (kesehatan) dan mampu commit to user
xxviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menahan diri, memenangkan rohani melalui keprihatinan, bersungguh-sungguh, mengekang diri dari nafsu yang buruk, dan lain sebagainya. Piwulang SW dimulai dengan memahami takdir kehidupan yang terdpat pada pupuh I. Pada pupuh tersebut dijelaskah, bahwa takdir setiap orang berbeda, ada yang ditakdirkan menjadi orang besar, ada juga yang ditakdirkan menjadi rakyat kecil. Apapun takdir yang diperoleh, seorang manusia dituntut menjadi manusia utama. Setelah memahami takdir kehidupan, ajaran yang harus ditempuh, yaitu: melaksanakan hati putih, serta menjauhi: 1) hati kuning, 2) hati merah, dan 3) hati hitam. Pada pupuh II dijelaskan mengenai ajaran Sèh Tèkawrêdi. Ajaran yang disampaikan oleh Sèh Tèkawrêdi merupakan ajaran yang selaras dengan pupuh I, yaitu hal-hal yang menuju hati putih, dan menjauhi perkara hati kuning, hati merah, dan hati hitam. Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka naskah ini penting untuk diteliti, baik dari segi filologis maupun isi.
B. Batasan Masalah Permasalahan dalam SW di antaranya: ketidaksesuaian konvensi têmbang Dhandhanggula, ketidaksesuaian konvensi linguistik, terdapat kata yang bukan sastra laku tetapi ditulis dengan aksara Jawa ganda, ejaan yang digunakan penulis tidak lazim, amanat yang disampaikan penulis, sejarah teks dan naskah, keterkaitan teks dengan naskah lain (inter teks) seperti Sêrat Waringin Sungsang, Bima Suci dan Dewa Ruci, dan lain-lain. Berbagai permasalahan yang terdapat dalam SW, memungkinkan naskah ini bisa diteliti dari berbagai sudut pandang/ commit to user
xxix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
disiplin ilmu, sehingga diperlukan batasan masalah guna mencegah melebarnya pembahasan. Batasan masalah pada penelitian ini, lebih ditekankan pada dua kajian utama, yakni kajian filologis dan kajian isi. Kajian filologis digunakan untuk mengupas permasalahan seputar uraian-uraian dalam naskah melalui cara kerja filologis, yakni meliputi inventarisasi naskah, transliterasi naskah, kritik teks, aparat kritik dan terjemahannya. Sehingga diperoleh suntingan teks yang bersih dari kesalahan. Kajian isi berfungsi untuk mengungkapkan isi ajaran yang terkandung dalam teks SW.
C. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah tersebut, rumusan masalah penelitian SW sebagai berikut: 1. Bagaimanakah suntingan teks dari SW yang bersih dari kesalahan sesuai dengan cara filologi? 2. Bagaimanakah isi ajaran yang terkandung dalam SW?
D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Menyajikan suntingan teks SW yang bersih dari kesalahan sesuai dengan cara kerja filologi. 2. Mengungkapkan isi ajaran yang terkandung dalam SW.
commit to user
xxx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yakni manfaat teoretis dan praktis, sebagai berikut : 1. Manfaat Teoretis a. Menyelamatkan data dalam naskah SW dari kerusakan dan hilangnya data dalam naskah tersebut. b. Mempermudah pemahaman isi teks SW bagi khalayak umum karena teks telah mengalami proses alih aksara dari huruf Jawa yang kurang dimengerti khalayak umum menjadi huruf latin yang lebih mudah dipahami. c. Memberikan pengetahuan mengenai isi dari ajaran SW kepada masyarakat. 2. Manfaat Praktis a. Memperkaya penerapan teori filologi terhadap naskah. b. Memberikan kontribusi dan membantu peneliti lain yang relevan untuk mengkaji lebih lanjut naskah SW khususnya dan naskah Jawa pada umumnya dari berbagai disiplin ilmu. c. Menambah kajian terhadap naskah Jawa yang masih banyak dan belum terungkap isinya.
F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: commit to user
xxxi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Bab I Pendahuluan Menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian. Bab II Kajian Teoretis Menguraikan teori–teori yang digunakan untuk mengungkapkan naskah, yaitu kajian filologi dan kajian isi. Teori–teori yang digunakan adalah pengertian filologi, objek filologi, cara kerja filologi dan teori tentang pengertian piwulang yaitu etika, etiket dan pandangan hidup orang Jawa. Bab III Metodologi Penelitian Menguraikan metode dalam penelitian ini, meliputi bentuk dan jenis penelitian, sumber data dan data, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data. Bab IV Pembahasan Pembahasan diawali dengan pembahasan kajian filologi yang meliputi deskripsi naskah, kritik teks, suntingan teks, aparat kritik serta terjemahan dan dilanjutkan dengan pembahasan kajian isi yang mengungkapkan isi yang terkandung dalam Sêrat Wêwulang yang merupakan ajaran moral dalam pencapaian manusia utama. Bab V Penutup Berisi simpulan dan saran, sebagai bagian akhir dicantumkan daftar pustaka dan lampiran–lampiran.
commit to user
xxxii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pengertian Filologi Filologi secara etimologis, berasal dari bahasa Yunani philologia yang berupa gabungan kata Philos yang berarti “senang” dan Logos yang berarti “pembicaraan” atau “ilmu”. (Siti Baroroh Baried, 1994: 2). Istilah filologi muncul pada saat para ahli dihadapkan pada upaya mengungkapkan kandungan suatu naskah yang merupakan produk masa lampau, yaitu beratus-ratus tahun sebelum penulis lahir. Dalam sejarah perkembangannya, istilah filologi mengalami perubahan dan perkembangan. Menurut Edward Djamaris (2002: 2), filologi adalah ilmu yang objek penelitiannya naskah-naskah lama. Sedangkan menurut Achadiati Ikram (1980: 1), filologi dalam arti luas adalah ilmu yang mempelajari segala segi kehidupan di masa lalu seperti yang ditemukan dalam tulisan. Di dalamnya tercakup bahasa, sastra, adat istiadat, hukum, dan lain sebagainya.
B. Obyek Filologi Edward Djamaris (2002) mengemukakan bahwa, objek penelitian filologi terdiri dari dua hal yakni naskah dan teks. Siti Baroroh Baried (1985) pun berpendapat sama, filologi mempunyai objek naskah dan teks. Dijelaskan juga bahwa objek penelitian filologi adalah naskah tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya masa lampau. Semua bahan tulisan tangan itu disebut naskah (handschrift atau commit to user manuschrift), sedangkan teks adalah kandungan atau muatan naskah sesuatu yang
xxxiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
abstrak yang hanya dapat dibayangkan saja dan memuat berbagai ungkapan pikiran serta perasaan penulis yang disampaikan kepada pembacanya.
C. Cara Kerja Penelitian Filologi Langkah kerja penelitian filologi menurut Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa), terdiri atas penentuan sasaran penelitian, inventarisasi naskah, observasi pendahuluan, penentuan naskah dasar, transliterasi naskah, dan penerjemahan teks. Sedangkan menurut Edward Djamaris (2002), langkah kerja yang dilakukan dalam penelitian filologi meliputi inventarisasi naskah, deskripsi naskah, perbandingan naskah, dasar-dasar penentuan naskah yang akan ditransliterasi, singkatan naskah dan transliterasi naskah. Cara tersebut digunakan apabila peneliti menemukan naskah jamak atau naskah yang lebih dari satu. Teori tersebut tidak selamanya harus dipaksakan bisa diterapkan pada semua naskah. Masing-masing naskah mempunyai kondisi yang berbeda-beda. SW ini penanganannya menggunakan tahapan/ langkah kerja penelitian filologi Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) yang dimodifikasi dengan langkah kerja milik Edward Djamaris. Karena SW adalah naskah tunggal, maka tidak terdapat perbandingan naskah. Namun terdapat naskah sekunder dan tersier sebagai pemantapan dalam melakukan penelitian.
commit to user
xxxiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Secara terperinci, langkah kerja penelitian filologi sebagai berikut : 1. Penentuan sasaran penelitian Langkah pertama adalah menentukan sasaran, karena banyak ragam yang perlu dipilih, baik tulisan, bahan, bentuk, maupun isinya. Terdapat naskah yang bertuliskan huruf Arab, Jawa, Bali dan Batak. Terdapat naskah yang ditulis pada kertas, daun lontar, kulit kayu, atau rotan. Terdapat naskah yang berbentuk puisi (têmbang) dan ada pula yang berbentuk prosa. Terdapat naskah yang berisi sejarah/babad, kesusastraan, cerita wayang, cerita dongeng, primbon, adat istiadat, ajaran/piwulang, dan agama. Berdasarkan hal tersebut, ditentukan sasran yang ingin diteliti adalah sebagai berikut: naskah bertuliskan Jawa carik, ditulis pada kertas, berbentuk puisi (têmbang) dan berisi masalah piwulang/ ajaran. Keseluruhan bentuk di atas terangkum di dalam SW.
2. Inventarisasi naskah Inventarisasi naskah dilakukan dengan mendaftar dan mengumpulkan naskah yang judulnya sama dan sejenis untuk dijadikan objek penelitian. Menurut Edi S. Ekadjati (1980), bila hendak melakukan penelitian filologi, pertama-tama harus mencari dan memilih naskah yang akan dijadikan pokok penelitian, dengan mendatangi tempat-tempat koleksi naskah atau mencarinya melalui katalog. Langkah ini dilakukan untuk mengetahui jumlah naskah, dimana tempat penyimpanannya, dan penjelasan lain tentang keadaan naskah.
commit to user
xxxv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Menurut informasi katalog SW terdapat di Perpustakaan Sasana Pustaka Karaton Surakarta Hadiningrat dan berjumlah 1 (satu) buah. Keadaan naskah lumayan baik, artinya naskah masih dapat terbaca dengan jelas.
3. Observasi pendahuluan dan deskripsi naskah Observasi pendahuluan ini dilakukan dengan mengecek data secara langsung ke tempat koleksi naskah sesuai dengan informasi yang diungkapkan oleh katalog. Setelah mendapatkan data yang dimaksud yakni SW maka diadakan deskripsi naskah dan ringkasan isi. Deskripsi naskah ialah uraian ringkasan naskah terperinci. Deskripsi naskah menjelaskan keadaan naskah dan sejauh mana isi naskah itu. Sumantri (2002) menguraikan bahwa deskripsi naskah merupakan sarana untuk memberikan informasi mengenai: judul naskah, nomor naskah, tempat penyimpanan naskah, asal naskah, ukuran naskah dan teks, keadaan naskah, jumlah baris setiap halaman, huruf, aksara, tulisan, cara penulisan, bahan naskah, bahasa naskah, bentuk naskah, umur naskah, fungsi sosial naskah serta ikhtisar teks. Sedangkan ringkasan isi naskah digunakan untuk mengetahui garis besar kandungan naskah sesuai dengan urutan cerita dalam naskah.
4. Transliterasi Naskah Transliterasi naskah ialah penggantian atau pengalihan huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Penyajian bahan transliterasi harus selengkap-lengkapnya dan sebaik-baiknya, agar mudah dibaca dan dipahami. Transliterasi dilakukan dengan menyusun kalimat yang jelas disertai tanda-tanda commit to user
xxxvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
baca yang teliti, pembagian alinea dan bab untuk memudahkan konsentrasi pikiran (Edward Djamaris, 2002: 25)
5. Kritik teks Pengertian kritik teks menurut Paul Mass dalam Darusuprapta (1984) adalah menempatkan teks pada tempat yang sewajarnya, memberi evaluasi terhadap teks, meneliti atau mengkaji lembaran naskah dan lembaran bacaan yang mengandung kalimat-kalimat atau rangkaian kata-kata tertentu.
6. Suntingan teks dan aparat kritik Suntingan teks adalah menyajikan teks dalam bentuk aslinya, yang bersih dari kesalahan berdasarkan bukti-bukti yang terdapat dalam naskah yang dikritisi. Aparat kritik merupakan suatu pertanggungjawaban dalam penelitian naskah yang menyertai suntingan teks dan merupakan kelengkapan kritik teks. Segala kelainan bacaan yang ditampilkan merupakan kata-kata atau bacaan salah yang terdapat dalam naskah tampak dalam aparat kritik.
7. Terjemahan Terjemahan adalah pemindahan makna atau bahasa sumber ke bahasa sasaran. Pemindahan makna tersebut harus lengkap dan terperinci. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam memahami isi teks dari suatu naskah. Sehingga masyarakat yang tidak menguasai bahasa naskah aslinya dapat juga menikmati, sehingga naskah itu lebih tersebar luas (Darusuprapta, 1989: 27). commit to user
xxxvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. Pengertian Piwulang: Etika, Etiket dan Pandangan Hidup Orang Jawa Kajian isi pada penulisan ini dipaparkan melalui teknik deskripsi, yaitu penjabaran kandungan isi yang berkaitan piwulang dalam naskah SW. Piwulang dalam SW merupakan ajaran yang berisi mengenai etika, etiket dan pandangan hidup orang Jawa agar menjadi manusia utama. 1. Etika dan Etiket a. Etika Istilah etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata etika yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu: tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan. Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, dalam massofa, 2010: 1). Etika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988–mengutip dari Masafa 2010), mempunyai arti : 1. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak); 2. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; 3. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
commit to user
xxxviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan dua pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa etika adalah ilmu mengenai perilaku atau adat kebiasaan yang membedakan akhlak terpuji dan tercela yang berdasarkan suatu kumpulan asas akhlak yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Antara etika dan moral saling terkait, keterkaitan tersebut mengenai apa yang disebut sebagai etika biasanya merupakan penegasan dari moral. Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan, adat. Dengan kata lain, arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka dapat dirumuskan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa Latin. Sebagai contoh, apabila perbuatan pencuri disebut tidak bermoral, maka pencuri telah melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat.
b. Etiket Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diberikan beberapa arti dari kata “etiket”, yaitu : 1. Etiket (Belanda) secarik kertas yang ditempelkan pada kemasan barang-barang (dagang) yang bertuliskan nama, isi, dan sebagainya tentang barang itu. 2. Etiket (Perancis) adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu commit agar to user diperhatikan dalam pergaulan hubungan selalu baik.
xxxix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Perbedaan Etiket dengan Etika K. Bertens dalam bukunya yang berjudul “Etika” (Massafa, 2010: 4) memberikan 4 (empat) macam perbedaan etiket dengan etika, yaitu : 1) Etiket menyangkut cara (tata acara) suatu perbuatan harus dilakukan manusia, sedangkan etika menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan sekaligus member norma dari perbuatan itu sendiri. Contoh: (a) Ketika saya menyerahkan sesuatu kepada orang lain, saya harus menyerahkannya dengan menggunakan tangan kanan. Jika saya menyerahkannya dengan tangan kiri, maka saya dianggap melanggar etiket. (b) Adanya larangan mengambil barang milik orang lain tanpa izin dikarenakan mengambil barang milik orang lain tanpa izin sama artinya dengan mencuri. “Jangan mencuri” merupakan suatu norma etika. Di sini tidak dipersoalkan apakah pencuri tersebut mencuri dengan tangan kanan atau tangan kiri. 2) Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri (ada orang lain di sekitar kita), sedangkan etika selalu berlaku, baik kita sedang sendiri atau bersama orang lain. Contoh: Apabila Dira sedang makan bersama teman sambil meletakkan kakinya di atas meja makan, maka Dira dianggap melanggat etiket. Tetapi kalau Dira makan sendirian (tidak ada orang lain), maka Dira tidak melanggar etiket jika Dira makan dengan cara demikian. Sedangkan etika selalu berlaku, ketika meminjam barang, maka barang pinjaman selalu harus dikembalikan meskipun si empunya barang sudah lupa. 3) Etiket bersifat relatif sedangkan etika bersifat absolut. Yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan, bisa saja dianggap commit to user sopan dalam kebudayaan lain. Contoh: Orang Jawa makan gaduh dianggap
xl
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tidak beretiket, sedangkan bagi orang Jepang makan gaduh atau bersuara lahap adalah suatu bentuk penghargaan bagi yang memberikan hidangan, sehingga makan gaduh di Jepang dianggap beretiket. Tetapi suatu etika berlaku sama di semua tempat di belahan bumi ini, seperti: larangan mencuri, larangan membunuh, larangan merampok, dan lain sebagainya.
4) Etiket memandang manusia dari segi lahiriah saja, sedangkan etika memandang manusia dari segi dalam (rohani). Orang yang berpegang pada etiket bisa juga bersifat munafik. Misal: bisa saja orang tampil sebagai “serigala berbulu domba”, dari luar sangat sopan dan halus, tetapi di dalam penuh kebusukan. Berbeda dengan orang etis yang tidak mungkin bersifat munafik, sebab orang yang bersikap etis pasti orang yang sungguh-sungguh baik.
Antara etika dan etiket saling terkait dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Etika dan etiket dalam tatanan perilaku bersanding dengan adat istiadat. Hal tersebut dipertegas pernyataan yang dikemukakan Sartono, dkk (1988: 8) bahwa kaidah-kaidah yang memolakan kelakuan dan hubungan-hubungan sosial dilembagakan sebagai adat istiadat dan etika. Orang Jawa dikenal dengan adat istiadat yang mencakup semua sendi kehidupan. Pada zaman berkembangnya naskah SW penyampaian tatanan adat istiadat dan etika tersebut melalui nasehat yang disampaikan secara lisan maupun tertulis. Pola-pola tersebut apabila disampaikan oleh sesepuh atau orang yang berwibawa sering diterima sebagai ajaran luhur. Rangkaian bait demi bait dalam SW merupakan petuah bagi kaum muda. Dengan maksud, pelaksanan petuah tersebut merupakan proses internalisasi yang akan tertanam pada individu, yang commit to user biasa dikenal dengan sebutan budi-nurani. Budi nurani (Sartono, dkk, 1988: 9)
xli
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
adalah kemampuan menilai dan memutuskan kelakuan mana yang baik dan yang buruk. Baik dengan contoh atau model, maupun dari ajaran individu yang belajar memolakan kelakuannya berdasarkan norma-norma. Budi nurani inilah yang membawa seseorang pada derajad manusia utama. Budi nurani pun merupakan etika dari Islam. SW dalam bait-baitnya sedikit banyak menjelaskan mengenai etika Islam. Dalam etika Islam hidup seseorang selalu dinilai. Atau kebanyakan orang melakukan sesuatu karena ingin mendapatkan nilai. Sederhananya, dalam etika Islam seseorang dituntut untuk melaksanakan kebajikan dan menjauhi perbuatan-perbuatan tercela. Abu Sangkan (2006: 42) menjelaskan bahwa etika Islam adalah suatu pengertian. Pengertian yang dimaksud adalah bahwa manusia memahami apa yang baik dan apa yang buruk serta ia dapat membedakan keduanya dan selanjutnya mengamalkannya. Firman Allah dalam QS. Asy Syams, 91: 7-8, yang artinya “Dan jiwa serta penyempurnaan (ciptaan-Nya), maka Allah mengilhamkan kepada Jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya”. Pondasi yang tidak boleh dilupakan dalam pencapaian manusia adalah pensucian jiwa. Dalam hal ini Allah berfirman: “Sesungguhnya beruntunglah yang mensucikan jiwa itu. Dan merugilah orang yang mengotorinya”. (QS. Asy Syams, 91: 9-10)
2. Pandangan Hidup Orang Jawa Pandangan dunia menurut Suseno (dalam Rahyono, 2009: 105) adalah kerangka guna mengerti setiap unsur kehidupan. Pandangan dunia sebagaimana yang disampaikan Suseno adalah pengertian dari pandangan hidup bagi orang Jawa. Pandangan hidup merupakan pondasi arah dan sarana keberhasilan dalam menghadapi masalah kehidupan. Disebutkan pula bahwa dalam pandangan hidup orang Jawa terdapat empat lingkaran bermakna. Keempat lingkaran tersebut commit tokhas userreligius) antara alam, masyarakat, adalah: (1) kesatuan numinus (pengalaman
xlii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan alam adikodrati, (2) penghayatan kekuasaan politik sebagai ungkapan alam numinus, (3) pengalaman tentang keakuan sebagai jalan persatuan dengan yang numinus, dan (4) penentuan semua lingkaran pengalaman oleh Yang Ilahi, oleh takdir. Pandangan hidup orang Jawa sering disampaikan melalui pralambang. Wong Jawa ênggone semu ‘orang Jawa penuh dengan pralambang’. Menurut Padmosoekotjo (1960) pralambang terdiri dari: 1) pralambang melalui barang, 2) pralambang melalui gambar, 3) pralambang melalui warna, dan 4) pralambang melalui bahasa. SW mengajarkan mengenai kesatuan numinus (pengalaman khas religius) antara alam, masyarakat, dan alam adikodrati dan penentuan semua lingkaran pengalaman oleh Yang Ilahi, oleh takdir. Sartono, dkk (1988: 8) memaparkan pula bahwa konsep yang demikian adalah konsep yang membawa sikap terarah kepada dunia-dalam. Dimana seluruh tubuh kaidah-kaidah etika dan etiket sebagai konvensi dan tradisi turun-temurun dari generasi ke generasi yang berkembang sebagai kelembagaan. Kelembagaan itu memantapkan standard pola kelakuan. Sehingga, pada dasarnya piwulang tersebut adalah konsep kehidupan yang patut dan wajib dilaksanakan. Etika, etiket, dan pandangan hidup orang Jawa yang merupakan ilmu lair dipadukan dengan etika Islam sebagai ilmu batin agar antara keduanya seimbang. Dijelaskan pula bahwa meskipun kita memeluk Islam bolehlah kita mencontoh semua perilaku yang baik dari agama atau keyakinan lain. Penjelasan agar menjalankan pelajaran/ nasehat dari Sèh Tèkawrêdi adalah kiasan agar tidak ada batasan dalam mempelajari ilmu, meskipun berbeda keyakinan. Suatu sinkroni yang harmoni.
commit to user
xliii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Bentuk dan Jenis Penelitian Ilmu berkembang dikarenakan adanya penelitian terus-menerus dan berkelanjutan. Penelitian memiliki berbagai ketentuan ilmiah yang digunakan dalam menelaah suatu permasalahan. Ketentuan tersebut merupakan tanggung jawab terhadap ilmu itu sendiri. Penelitian memerlukan bentuk dan jenis penelitian sebagai suatu rangkaian dari metodologi penelitian. Bentuk penelitian dimaksudkan sebagai strategi penelitian. Bentuk penelitian ialah cara atau langkah yang digunakan penulis dalam mengkaji obyek kajiannya. Bentuk penelitian terhadap SW adalah penelitian filologi. Filologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang pernaskahan. Hal-hal yang dipelajari dalam filologi meliputi umur naskah, bahan naskah, penulisan naskah, bahasa naskah, cara penyampaian teks naskah, kandungan naskah, tujuan penulisan naskah, dan sebagainya. Kesemuanya dimaksudkan dalam rangka merunut sejarah dan menggali potensi atau warisan nenek moyang yang masih relevan bagi perkembangan kehidupan manusia di masa kini. Filologi dapat dikatakan sebagai ilmu dikarenakan telah memiliki syarat–syarat keilmuan. Salah satu syarat tersebut adalah metode. Metode filologi ialah usaha guna mendapatkan naskah yang bersih dari kesalahan atau mendapatkan naskah yang dipandang commit to user mendekati aslinya. Metode tersebut dikenal sebagai metode edisi naskah.
xliv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Metode edisi naskah terbagi menjadi lima jenis, yaitu: metode obyektif, metode gabungan, metode landasan, metode stema, dan metode edisi naskah. Penelitian naskah SW menggunakan metode edisi naskah tunggal yang dikenal sebagai metode standar. Penelitian ini mengacu pada metode standar dikarenakan isi naskah dianggap sebagai cerita biasa, bukan cerita yang dianggap suci atau penting dari sudut agama atau bahasa, sehingga tidak perlu diperlakukan secara khusus. Metode edisi naskah tunggal diawali dengan transliterasi, langkah selanjutnya adalah menggunakan metode deskriptif untuk mengkaji isinya. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, artinya penelitian dilaksanakan melalui pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif kualitatif
adalah
penelitian
yang
berarti
semata-mata
menggambarkan,
melukiskan, menuliskan, melaporkan objek penelitian pada saat ini berdasarkan data yang ditemukan atau sebagaimana adanya, hasil penelitian diuraikan dalam bentuk kata-kata bukan angka. Sebagaimana yang diungkapkan Sutopo (2002) bahwa pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif ini berpandangan bahwa semua data penting, mempunyai pengaruh dan berkaitan dengan yang lain. Dengan mendeskripsikan segala macam bentuk tanda (semiotik) mungkin akan membentuk dan memberikan suatu pemahaman yang lebih komprehensif mengenai apa yang sedang dikaji. Penelitian ini mengutamakan kedalaman penghayatan terhadap interaksi antar konsep yang sedang dikaji. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian pustaka (library research). Jenis penelitian ini diterapkan karena hampir lebih dari 50% kegiatan commit to user
xlv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penelitian ini dilakukan dengan proses membaca yang berkaitan erat dengan masalah perpustakaan, dengan mendayagunakan informasi yang terdapat di perpustakaan dan jasa informasi yang tersedia. Penelitian pustaka memerlukan perpustakaan sebagai mitra utama, pengabaian terhadap orientasi perpustakaan adalah kendala yang cukup besar bagi suksesnya penelitian ini.
B. Sumber Data dan Data Sumber data yaitu sesuatu yang mengandung data, atau bisa juga disebut tempat dimana data itu berada. Untuk lebih mudahnya sumber data mengacu pada tempat penyimpanan naskah tersebut baik berupa perpustakaan maupun koleksi pribadi, sedangkan data adalah sesuatu yang mengacu pada obyek penelitian. Sumber data dalam penelitian ini adalah pustaka. Data penelitian dibagi menjadi data primer, data sekunder dan data tersier. Data primer berupa naskah dan teks SW yang berbentuk tembang dan berhuruf Jawa carik, data sekunder berupa naskah lain yang mempunyai keterkaitan naskah dan teks. Sedangkan data tersier berupa data yang menunjang penelitian, yaitu: artikel baik di media cetak maupun elektronik, buku-buku, majalah, dan jurnal ilmiah. Data yang dikumpulkan dapat berupa pencatatan, gambar, dokumen atau catatan-catatan resmi lainnya yang terurai dalam bentuk kata-kata bukan dalam bentuk angka.
commit to user
xlvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data menggunakan studi pustaka. Teknik studi pustaka yaitu mencatat dokumen-dokumen atau arsip yang berkaitan dengan masalah dan tujuan penelitian, catatan dapat berupa tulisan maupun foto. Sedangkan teknik pengambilan data menggunakan teknik purposive sampling. 1. Teknik Pengumpulan Data Primer Teknik pengumpulan data primer mengacu pada langkah awal dari cara kerja penelitian filologi yaitu inventarisasi naskah. Inventarisasi naskah dilaksanakan sesuai dengan sasaran penelitian yang telah diputuskan di awal, yakni jenis piwulang. Inventarisasi naskah dalam penelitian ini adalah usaha-usaha mendata dan mengumpulkan data. Salah satu caranya adalah membaca katalog. Dari pembacaan katalog, didaftar semua judul naskah yang sama. Melalui katalog tersebut akan diperoleh beberapa informasi dan keterangan tentang naskah yang dimaksud, yaitu jumlah naskah, tempat penyimpanan naskah, deskripsi naskah (nomor katalog, ukuran naskah, tulisan naskah, bahasa naskah, isi kandungan naskah, dan lain-lain). Setelah mendapat informasi dari katalog-katalog, langkah selanjutnya adalah mengecek langsung ke lokasi penyimpanan naskah dan melakukan pengamatan (observasi). Langkah selanjutnya teknik fotografi digital, yaitu memotret naskah dengan kamera digital yang diprogram tanpa menggunakan blitz. Hal tersebut dikarenakan penggunaan blitz dapat mempercepat proses perusakan naskah. user keadaan sesungguhnya. Data Kemudian naskah dideskripsikancommit sesuaitodengan
xlvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tersimpan dalam bentuk tulisan maupun softfile (foto digital). Data dibawa pulang untuk dianalisis lebih lanjut. 2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari penelusuran berbagai katalog. Data dibaca dan dipahami, apabila terdapat hal yang menunjang data primer, data dicatat dan dianalisis lebih lanjut. 3. Teknik Pengumpulan Data Tersier Data tersier diperoleh dengan membaca buku, artikel cetak maupun elektronik, majalah-majalah, dan jurnal ilmiah. Apabila terdapat hal yang menunjang data primer, data dicatat dan dianalisis lebih lanjut.
D. Teknik Analisis Data Analisis data adalah mengolah data sesuai dengan cara kerja filologi. Analisis data akan diolah sesuai dengan teori tahapan/ langkah kerja penelitian filologi. Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) yang telah dimodifikasi dengan langkah kerja milik Edward Djamaris (2002: 20-25) menyebutkan langkah kerja penelitian filologi yaitu: penentuan sasaran penelitian, inventarisasi naskah, observasi pendahuluan dan deskripsi naskah, transliterasi naskah, kritik teks, suntingan teks, aparat kritik, dan terjemahan. Pada naskah tunggal, langkah kerja perbandingan naskah dan dasar-dasar penentuan naskah yang akan ditransliterasi tidak berlaku. Analisis data pada kajian isi dilakukan setelah terjemahan, sebab commit to user
xlviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
secara garis besar isi naskah secara keseluruhan dapat diketahui dan lebih jelas setelah kerja filologi yang lain selesai. Penyuntingan teks SW menggunakan metode standar (biasa). Metode standar digunakan jika isi naskah dianggap sebagai cerita biasa, bukan cerita yang dianggap suci atau penting dari sudut agama atau bahasa, sehingga tidak perlu diperlakukan secara khusus atau istimewa (Edward Djamaris, 1991: 15). Hal-hal yang dilakukan dalam edisi standar, yaitu: membetulkan kesalahan teks, membuat catatan perbaikan, memberi komentar atau tafsiran, menyusun daftar kata sulit sehingga memudahkan pembaca atau peneliti membaca dan memahami teks. Tahap akhir dari analisis data ialah mengungkapkan isi yang terkandung dalam teks dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif teknik analisis menjalin. Data primer yang didukung dengan data penunjang: data sekunder dan tersier, yakni naskah-naskah, buku-buku, artikel-artikel, majalah-majalah, makalah-makalah, dan lain-lain diklasifikasikan dengan pendekatan deskriptif analitik. Kemudian dianalisis dengan model analisis mengalir atau menjalin (flow model of analysis). Teknik ini mengkaitkan tiga komponen, yaitu data display, data reduction, dan conclusion drawing/ varivication yang aktivitasnya berbentuk interaksi dengan proses pengumpulan data sebagai suatu proses siklus (Sutopo, 2002: 91). Ketiga komponen analisis berlaku saling menjalin dan dilakukan secara terus menerus baik sebelum, pada waktu, maupun sesudah pengumpulan data. Pengertian dari ketiga komponen tersebut adalah: commit to user
xlix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Data display (Penyajian data) Langkah penyajian data dilakukan dengan merakit informasi atau data secara teratur dan terperinci supaya mudah dilihat dan dimengerti dalam bentuk terpadu sehingga mudah untuk dianalisis. Langkah ini sudah mencakup dan
memasuki
mendeskripsikan
analisis SW,
data.
Langkah-langkah
mentransliterasikan
SW,
yang
ditempuh:
menerjemahkan
SW,
memahami kandungan teks SW, memahami data sekunder dan tersier.
b. Data reduction (Reduksi data) Berupa pencatatan data yang diperoleh dalam bentuk uraian yang terperinci. Pada tahap ini data dirangkum, dipilih, dan difokuskan pada hal-hal penting serta membuang yang tidak perlu. Tahapan pendeskripsian SW, pentransliterasian SW, penterjemahan SW, pemahaman kandungan teks SW yang dilaksanakan pada data display dianalisis kembali hingga fokus terhadap hal-hal yang penting.
c. Conclusion drawing/ varivication (Penarikan kesimpulan/ verifikasi) Penarikan kesimpulan/ verifikasi merupakan langkah yang sudah memasuki tahap membuat kesimpulan dari data yang sudah diperoleh sejak awal penelitian. Karena kesimpulan masih bersifat sementara maka akan selalu diverifikasi selama penelitian. Tahap ini berupa: kritik teks, suntingan teks, aparat kritik, terjemahan, dan kandungan teks. commit to user
l
Reduksi Data Pendeskripsian SW, pentransliterasian SW, penterjemahan SW, dan pemahaman kandungan teks SW, dirangkum, dipilih, dan difokuskan pada hal-hal penting serta membuang yang tidak perlu.
tersier.
primer, sekunder, dan
Pengumpulan data:
Bagan Teknik Analisis Data
commit to user
li
Kesimpulan/ Verifikasi
memahami data sekunder dan tersier
memahami kandungan teks SW
menerjemahkan SW
mentransliterasikan SW
mendeskripsikan SW
Data Display
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV KAJIAN FILOLOGIS DAN PEMBAHASAN ISI
A. Kajian Filologis
1. Deskripsi Naskah Deskripsi naskah ialah pendahuluan tentang naskah atau uraian ringkas tentang naskah. Uraian mengenai naskah ini dideskripsikan atau dipaparkan secara apa adanya. Teknis yang digunakan dalam mendeskripsikan atau mengidentifikasi naskah SW ini mengacu pada teknis Emuch Hermansoemantri (1986: 2). Berikut ini adalah deskripsi dari naskah SW: a. Judul naskah Sêrat Wêwulang. Judul ini terdapat pada cover depan. Gambar 12. Cover depan SW
commit to user
lii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Nomor naskah Nomor 14207 dengan judul Sêrat Wêwulang (Katalog N. Girardet, 1983: 110); nomor KS 385.0 dengan judul Kagungan Dalêm Sêrat Wêwulang (Katalog Nancy K. F, 1996: 216); dan nomor 186 Na dengan judul Sêrat Wêwulang (Katalog Lokal, 1995: 7). c. Tempat penyimpanan naskah Perpustakaan Sasana Pustaka Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat d. Asal naskah Surakarta e. Keadaan naskah Keadaan fisik naskah cukup baik dan utuh. Tidak ada lembaran-lembaran naskah yang hilang. Jilidan warna putih yang telah usang, dengan kondisi cukup baik. Secara umum kondisi naskah baik artinya tidak dalam keadaan rusak. f. Ukuran naskah 20,5 cm x 16, 4 cm g. Ukuran teks dan margin Ukuran teks
: 12, 4 cm x 17,6 cm
Ukuran margin
: batas kanan 1,7 cm, atas 1,7 cm, kiri 0,8 cm, bawah 1cm.
h. Tebal naskah 1,2 cm i. Jumlah halaman Halaman yang ditulisi Halaman kosong
: 28 halaman : 100tohalaman commit user yang terdapat pada bagian
liii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
belakang naskah. Jumlah seluruh halaman
: 128 halaman
j. Jumlah baris per halaman 17 baris k. Huruf, aksara, tulisan Huruf
: Jawa
Aksara : aksara Jawa Carik dengan gaya tulisan miring ke kanan Tulisan : jarak baris dan jarak huruf teratur. Ukuran huruf sedang, bentuknya agak memanjang. Jarak antar huruf renggang sehingga jelas dan mudah dibaca. Jarak antar baris relatif renggang. Tulisan bagus mudah dibaca. l. Cara penulisan Ditulis bolak-balik (recto verso) yaitu lembaran naskah yang ditulisi pada kedua halaman muka dan belakang. Penempatan tulisan pada lembaran naskah, teks ditulis ke arah lebarnya. Artinya teks ditulis sejajar dengan lebar lembaran naskah. Pengaturan ruang tulisan, larik-lariknya ditulisi secara berdampingan lurus kesamping diteruskan ke bawahnya dan seterusnya. Bait satu dengan lainnya diberi tanda batas. Penekanan tinta tidak terlalu keras/ tajam sehingga tidak tembus ke belakang. Penulisan teks dibantu dengan garis pensil. m. Bahan naskah Kertas folio bergaris, terdapat garis bantu dengan pensil untuk batas margin. Kualitas kertas, tebal, masih cukup baik. Warna kertas kecoklatan. Masih bagus, tidak rapuh.
commit to user
liv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
n. Bahasa naskah Bahasa Jawa Baru standar dengan menggunakan ragam ngoko dan krama. Bahasa didalam Serat Wêwulang ini disisipi pula oleh unsur bahasa Kawi dan Arab. Keterpahaman akan bahasa naskah, bahasa naskah bisa dipahami masyarakat pembaca kini, walaupun tidak begitu mudah. o. Bentuk teks Puisi/ têmbang macapat, terdiri dari dua pupuh Dhandhanggula. Pupuh I terdiri dari 48 bait, pupuh II terdiri dari 26 bait. Jumlah seluruh bait: 74 bait. p. Umur naskah 81 tahun berdasarkan penjelasan dalam katalog Nancy yang menyatakan dibuat pada tahun 1928, dalam teks tidak ditemukan penjelasan mengenai umur naskah. q. Pengarang Anonim r. Asal-usul naskah Koleksi pribadi perpustakaan Sasana Pustaka Keraton Surakarta Hadiningrat s. Fungsi sosial naskah Sebagai sumber piwulang yaitu ajaran mengenai keutamaan hidup. t. Ikhtisar teks/ cerita Manusia diberi pilihan dalam menjalani kehidupan. Pilihan bijak adalah menjadi manusia utama. Dalam usaha pencapaian manusia utama, seseorang dituntut untuk menunutut ilmu. Ilmu tersebut haruslah ilmu lair batin yang mencakup ilmu duniawi dan batiniah, dalam istilah Jawa lebih dikenal dengan piwulang yang artinya ajaran.
commit to user
lv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Piwulang dalam naskah ini dimulai dengan memahami takdir kehidupan. Dimana takdir kehidupan setiap orang berbeda. Ada yang ditakdirkan menjadi orang besar, ada juga yang ditakdirkan menjadi rakyat kecil. Baik orang besar maupun rakyat kecil, keduanya dituntut menjadi manusia utama. Maka, salah satu hal yang tepat adalah mendidik pemuda sedemikan rupa, agar menjadi manusia utama. Hal ini dipandang tepat karena pemuda sebagai cikal bakal kehidupan lebih banyak memiliki kesempatan dan ketepatan waktu menuntut ilmu. Persiapan si pemuda dalam mempelajari ilmu tersebut adalah kesedian lahir dan batin. Bersungguh-sungguh, mampu menahan diri, menyiapkan fisik, serta berprihatin. Sebab melalui keprihatinan, batin akan sedia menerima pembelajaran dan mengamalkan apa yang dipelajari. Tahapan pembelajaran menuju manusia utama dapat dibedakan menjadi dua hal, yaitu: menempuh ajaran kebajikan dan menjauhi hal-hal tercela. Ajaran tersebut meliputi sifat dan sikap. Menempuh ajaran kebajikan ialah melaksanakan sifat dan sikap hati putih. Sedangkan menjauhi hal-hal tercela adalah menjauhi: 1) hati kuning, 2) hati merah, dan 3) hati hitam. u. Catatan lain Perbedaan yang sifatnya ajeg dianggap wajar selama tidak mempengaruhi konteks kalimat. Perbedaan tersebut di antaranya: 1) Penulisan pada lungsi yang ditulis dengan tanda “ = “ (tanda sama dengan). Berikut kutipannya: commit to user
lvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 13. Penulisan pada lingsa yang ditulis dengan tanda “ = “
Sumber: Naskah SW, h. 21
2) Penulisan tanda baca (pungtuasi) dengan dirga muluk pada akhir baris yang diakhiri dengan vokal ‘u’. Terdapat pada bait 17 h.7, bait 38 h. 15, bait 43 h. 17, bait 46 h. 18, bait 60 h.23, dan bait 69 h. 27. Gambar 14. Penulisan dirga muluk
Sumber: Naskah SW h. 7 gatra keenam bait 17 têmbang Dhandanggula 6u, namun setelah 6u tidak terdapat pada lingsa sebagai penanda batas memasuki gatra ketujuh.
2. Kritik Teks, Suntingan Teks dan Aparat Kritik a. Kritik Teks Kritik teks menurut Paul Mass dalam Darusuprapta (1984) adalah menempatkan teks pada tempat yang sewajarnya, memberi evaluasi terhadap teks, meneliti atau mengkaji lembaran naskah dan lembaran bacaan yang commit to user
lvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengandung kalimat-kalimat atau rangkaian kata-kata tertentu. Berikut edisi teks SW:
Tabel 1. Daftar Lacuna SW No.
B.
Br
H
Lacuna
Edisi Teks
1.
44
3
17
yèn tutut langkung mbune
yèn tutut langkung ambune
2.
54
5
21
Kabakitan
kabangkitan nanging ana pamère
3.
65
1
25
nanging ana pamère kêdhik sakêdhik
Tabel 2. Daftar Adisi SW No.
1.
B.
19
Br
7
H
Adisi
Edisi Teks
tap tap-tapaning
tap-tapaning têmbung
8 têmbung
2.
28
9
ing wong uripe angêta
ing wong uripe angêta
tutur kang becik
tutur becik
12
3.
38
1
15
Jating
jati
4.
60
4
23
tapa ingkang tinêmu
tapa kang tinêmu
5.
60
6
23
têgêse sasêpi sêpa
têgêse sêpi sêpa
commit to user
lviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 3. Daftar Ketidaksesuaian Konvensi Linguistik SW
No.
B.
Br
H
Kata
Edisi Teks
1.
2
9
1
têpane
tapane
2.
18
9
8
lina
Lena
3.
20
8
8
ringringa
riringa
4.
29
6
12
tintènana
titènana
5.
37
1
15
angsring
asring
6.
39
9
16
pribaddi
pribadi
7.
21
1
16
katah
kathah
8.
41
3
16
lannang
lanang
9.
41
7
16
udut
udud
10.
42
2
17
samabarang
samubarang
11.
46
1
18
nana
Ana
12.
54
1
18
buddi
Budi
13.
56
9
22
agong
agung
14.
57
9
22
ling adu
lir adu
15.
61
6
24
panuwun
panyuwun
commit to user
lix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Suntingan Teks dan Aparat Kritik Untuk
mendapatkan
suatu
hasil
suntingan
teks
yang
dapat
dipertanggungjawabkan dalam hal ini secara filologi, maka dalam penelitian ini tahapan suntingan teks disertai kritik teks dan aparat kritik secara bersamaan. Adapun untuk kata–kata atau baris yang dianggap keliru diberi nomor kritik teks dan pembetulannya ditempatkan pada bagian bawah teks (semacam catatan kaki) sebagai bagian dari aparat kritik. Metode yang digunakan dalam kritik teks ini adalah edisi standart. Edisi standart dipergunakan untuk mengevaluasi teks pada bacaan yang dianggap salah. Pembetulan pada edisi standart yang sifatnya sebagai suatu usulan peneliti, ditempatkan pada aparat kritik (catatan kaki) serta nomor kritik teks ditempatkan pada akhir kata atau kalimat. Hal ini merupakan suatu bentuk yang terbuka bagi pemikiran pembaca yang mempunyai argumen lain atas pembetulan tersebut. Untuk mempermudah pembacaan dan pemahaman makna transliterasi teks SW maka digunakan tanda–tanda sebagai berikut: a. Angka Arab
1, 2, 3, ... dst
yang berada dalam teks adalah nomor kritik teks
pada kata yang terdapat kesalahan. b. Tanda [1, 2, 3, ... dst] adalah untuk menunjukkan pergantian lembar halaman teks. c. Tanda 1, 2, 3, ... dst yang terletak di sebelah kiri teks adalah untuk menunjukkan pergantian bait. d. Tanda diakritik (ê) dibaca e seperti pada kata wontên yang berarti terdapat. commit to user
lx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
e. Tanda diakritik (é) dibaca e seperti pada kata salawasé yang berarti selamanya. f. Tanda diakritik (è) dibaca e seperti pada kata yèku yang berarti yaitu. g. Tanda # memberikan keterangan penggantian bacaan berdasarkan konvensi tembang. h. Tanda * memberikan keterangan penggantian bacaan berdasarkan pertimbangan linguistik. i. Tanda [........] menunjukkan pembetulan berdasarkan interpretasi penulis. j. Tanda / menandakan tiap pergantian baris. k. Tanda // menandakan akhir dari tiap bait. l. Penulisan hasil transliterasi dan suntingan teks SW menggunakan spasi 1,5 supaya terlihat lebih rapi.
commit to user
lxi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berikut adalah Suntingan Teks dari SW:
Pupuh I Dhandhanggula 44/5 ka
186 na SÊRAT WÊWULANG
1. [1] wontên pasal mangke kang winarni/ caritane sujalma utama/ kang wus akèh luwangane/ mêmulang anak putu/ dèn anggèa kang wuri-wuri/ padha sira rungokna/ ing pitutur ingsun/ lêlèjême wong sujana/ lan wong wirya wiwitan lara prihatin/ amatèkakên raga//
2. raganira dèn sumêdya êning/ êningêna lan nalaring kathah/ dadi wong jêmbar budine/ budi digdayèng tuhu/ tuhu têrus lan islam batin/ laire dhasar tapa/ batine aputus/ tan keguh dening bêbeka/ iya iku têpane1 wong padha mukti/ angati-ati tapa// commit to user 1
* tapane
lxii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. tapa tapi tap-tapaning ati/ atènira tan kêna ing lombang/ malar têkaa sêdyane/ ingkang sinêdyèng kayun/ rahayune sajêge u-[2]rip/ manggiha suka wirya/ wiryaning tumuwuh/ mundhak kawuwus sujana/ sujanane angluwihana sêsami/ sêsamaning manungsa//
4. iya iku kang manut sayêkti/ sayêktine anut suka wirya/ saking lara prihatine/ karane wêkasingsun/ anak putu kang wuri-wuri/ padha sira laria/ lampah kang pinunjul/ punjul sêsama ing jalma/ malah mandar oleha sapangat nabi/ wali mukmin sadaya//
5. sadinane sira aja lali/ limputêna mring nêpsu kang ala/ lêlimpenên sakarêpe/ karêping nêpsu iku/ anusupi panggawe bêcik/ rêricikaning basa/ binubrah binuwur/ karane sira yitnaa/ yèn wus yitna tan ana ala lan bêcik/ commit to user pintanên ing wardaya//
lxiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. yèn wus bisa minta ala bêcik/ pan kalêbu rêrêsiking [3] janma/ kataman tuman têmêne/ nêlat kang sampun luhur/ kaluhuran kang sampun êning/ angêningakên nala/ nala mrih sumunu/ kang sumunu wus gumawang/ lan kawang-wang kèh ing janma ala bêcik/ katitik kang tênaga//
7. tênagane kang dipuntitèni/ wus kapusthi èsthining wardaya/ katara dèning solahe/ solah muna lan laku/ wus kacêtha osiking ati/ atènira wus pana/ paham ing pangrungu/ wruh saosiking buwana/ bapa iku sawabe wong brangtèng widhi/ widigdèng ing ngawirya//
8. prabawane wong wani prihatin/ yèn wus mukti nyawabi sadaya/ mring sanak wong sakadange/ nadyan liyane rawuh/ amuwuhi dahulat prapti/ tur ta mundhak suwara/ kaprawiranipun/ sugih rowang sugih [4] donya/ beda lawan wong nora gêlêm prihatin/ barang sinêdya tuna//
commit to user
lxiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9. nanging ana ujaringsun kaki/ mring kang maca tuwin kang miyarsa/ gêdhe cilik tuwa anom/ tan kêna sira guru/ sok sapaa dadi priyayi/ anut sikuning janma/ gandar solahipun/ sarta takdiring Hyang Suksma/ yèn wong iku takdire dadi wong tani/ pan balubut kewala//
10. nadyan bagus sagandare singgih/ yèn pasthene pêpancène bangsat/ pasthi kumêsat ujare/ ujar nêka alungguh/ anglungguhi ujar priyayi/ amrih aja katara/ polahe kang mawut/ sawênèh ingkang sujanma/ gandar ala dêgsura atine gingsir/ gingsiring barang karya//
11. kang satêngah sujanma puniki/ gandar ala nylêkuthis semunya/ [5] sarta dhêndhêng cêlukane/ sinêmon datan wêruh/ dipunsarah datan udani/ kinêras datan êsak/ ginêbug malupuh/ sawênèh ingkang sujanma/ api kêras nyêngangas ungas yèn angling/ nyaliwing ing wardaya//
commit to user
lxv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12. kang sawênèh sujanma puniki/ bêg sujana pangucap miyarsa/ lèjême wali dèn amè/ Jawa Arab wus putus/ ing sarengat tarekat kaki/ makripat kang cinêtha/ ing kandhêg pamuwus/ kayêktène nora nana/ ambag lomba sêmbrana tan bêtah ngêlih/ trocoh rusaking bala//
13. basanira ambêg kumaluwih/ saru lamun nênggih amicara/ manggung agrayuk basane/ baya manut ing siku/ pasêmone angulêr sêrit/ dene bataling drajad/ wit pangucap rusuh/ amimi wus sabên dina/ nalarira arupè-[6]k sêsêg kacêpit/ kajêlit dèntingala//
14. satêngahe malih kang sujanmi/ pan ambulus malih ambêkira/ alus ngaluwus semune/ solahe nyanyak-nyunyuk/ kadi munyuk tan wruh ing krami/ krama kinarya entra/ jatine lir badhut/ balubut kataning basa/ kang mangkono angèl dadia priyayi/ pasthi dadi urakan//
commit to user
lxvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15. aja dumèh yèn ala puniki/ gandarira yèn dhasar pasaja/ sarta kathah kawignyane/ lan wênês sêmonipun/ kathah ingkang dadi priyayi/ dene ugêring janma/ ing tindak lan tanduk/ lan têtêp mantêp ing basa/ sabobote ana kamuktène ugi/ tinimbang lan wong ala//
16. kang satêngah sujanma puniki/ gandar alus solahe prasaja/ lèjêm priyayi dènangge/ ing solah bawanipun/ [7] pan rineka-reka priyayi/ nanging tan bêtah tapa/ sarta untungipun/ arang kang dadi dangdanan/ ewuh têmên pratingkahe wong aurip/ riptanên ing wardaya//
17. nanging ana masalahe malih/ yèn wong iku anggêgulang tapa/ yêkti ana pamalêse/ mungguh ing hyang puniku/ nora samar solahing dasih/ saosiking wardaya/ Hyang Suksma wus mêngku/ Pangeran asipat rahman/ luwih murah ya rabil kang luwih asih/ asih mring wong nastapa//
commit to user
lxvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18. nadyan silih saliring kumêlip/ kabèh iku ya sinungan murah/ sapancène dhewe-dhewe/ nadyan mancia iku/ ora kaya wong mangun tèki/ kinacèk ing sêsama/ ing daulatipun/ iya ta lawan kangelan/ [8] kangèlane pan wus lina2 kang kariyin/ anyêgah pangan nèndra//
19. karantêne dènaemut sami/ kang wong anom anganam-anama/ sakèhe kawigyan kabèh/ kabèh ungsêdên iku/ kaprawiran lair lan batin/ batinira dèntata/ tap tap-tapaning têmbung3/ têmbung-têmbunge ing basa/ basaning wong wangwangên dipunkalingling/ dêlingêna ing nala//
20. nalarira dèn sumêdya rampid/ rampidana lan udanagara/ iku kang dadi ugêre/ ugêrirêng tumuwuh/ aja lali tata lan titi/ dêduga lan prayoga/ poma aywa limput/ ringringa4 lawan wetara/ 2
* lena # tap-tapaning têmbung 4 * reringa 3
commit to user
lxviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
angsal sira lalia kang nêm prakawis/ tan wande manggih cèla//
21. upamane rêraga puniki/ yèn praua kang aran prayoga/ [9] iku minangka dhayunge/ wêtara satangipun/ kang dêduga iku kêmudhi/ reringa iku layar/ poma dika etung/ pradadaning ing sarira/ kabèh iku lamun ora dènkawruhi/ mangsa sira arjaa//
22. nadyan ikêt bêbêd lawan kêris/ lamun ora bênêr panganggonya/ dadya cêlaning awake/ karane ing tumuwuh/ ewuh têmên angangkah budi/ nganggea sawêtara/ poma wêkasingsun/ sabarang ingkang prakara/ aja lali wiwiting ala lan bêcik/ rêrêsikên wardaya//
23. nadyan ngucap sakêcap puniki/ nadyan laku wong iku satindak/ yèn ora bênêr patrape/ nadyan silih dêdulu/ yèn tan bênêr agawe wèsthi/ karane ing a-[10]gêsang/ sangkanana ayu/
commit to user
lxix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
amrih rahayuning bala/ witing ayu andhap asor aja lali/ iku patrap pusaka//
24. lawanana kang pusaka malih/ pusakane ing ngèlmu punika/ angkat-angkatên karepe/ dadya ngajia ngèlmu/ yèn tan bisa kalimah kalih/ ujare wong ulama/ têksir ngèlmunipun/ dening pusakaning tapa/ kang tawêkal marang hyang kang maha suci/ asrah aja ambèka//
25. dene ingkang pamuwus sayêkti/ sok niyata wong iku nastapa/ kang sarta osike dhewe/ wus lumrah ing tumuwuh/ sok janmaa kapengin mukti/ tapane ora ana/ apa marganipun/ yèn wani mêsu sarira/ sakarêpe hyang suksma iya nuruti/ sawêtaraning lampah//
26. [11] ing wong anom padhaa angreti/ dening witing wong tapa punika/ angkat-angkatên karêpe/ kalamun sira mêsu/ nêpsu hawa ngiwa pribadi/ lan sartane èngêta/
commit to user
lxx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sira ing tumuwuh/ yèn wong ora potang tapa/ dadya angèl sabarang kang dènsenêngi/ anggayuh-gayuh tuna//
27. karantène wong urip puniki/ kêdhik kang mukti kang dama kathah/ awêdi luwe wêtênge/ yèn esuk kudu muluk/ lingsir wetan amangan malih/ yèn bêdhug dharêdhêgan/ surup thêkul bêskup/ datan kêna towong iwak/ karantêne wong urip arang kang mukti/ nuruti budi hawa//
28. budi awak angèwuh-ewuhi/ amakewuh nèng sajroning nala/ dadya arusuh nalare/ witing hawa puniku/ doyan mangan lan doyan guling/ lan ora bisa nyêgah/ ujar [12] kang tan patut/ karane wêkas manira/ ing wong uripe angêta tutur kang bêcik5/ rêrêsik jroning nala//
29. basa rinicik ingatik-athik/ anggènên saprapataning basa/ linaras ala bêcike/ lamun bêcik rinasuk/ commit to user 5
# ing wong uripe angêta tutur bêcik
lxxi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
lamun ala dipunsinggahi/ nanging ta tintènana6/ gêgêlitanipun/ manawa kaworan ala/ lamun ora matêng denira nitèni/ akèh karoban basa//
30. basa basan dènengêt ngawruhi/ dènkalingling delingna ing nala/ nalar wit lan wêkasane/ ana wiwit rum-arum/ têngah onta wêkasan pahit/ paekaning sujanma/ kathah margènipun/ sami lan margining pêjah/ sajatine pari puniku sawiji/ wiji-wijining karsa//
31. karsa ala lawan karsa bêcik/ dèn katitik clêkuthiking basa/ kang ala lan basukine/ kinira-kira kalbu/ bu-[13]dèning wong sawiji-wiji/ tan kajajah sadaya/ kanyataanipun/ nadyan wasising carita/ yèn tan ana yêktine kang dènrasani/ yèku janma dol nama//
32. aja kagèt yên sujanma wêgig/ nadyan lantip pintêr amicara/ commit to user 6
* titènana
lxxii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yèn tan katêmu yêktine/ titènana ing kalbu/ bêbudène sawiji-wiji/ ana kandhêging solah/ kandhêging pamuwus/ maluwus angawus basa/ kang satêngah kumètes èthês yèn angling/ amrih kadêlingêna//
33. amrih kèringan sêsami sami/ tur yêktine bêbudèning bangsat/ mila kumêsat ajare/ satêngah wong puniku/ sampun tuwa ambêke rêsik/ tur rêsik jroning nala/ nalare arusuh/ kapatuh kumêd ing donya/ satêngahe ana karêthel mujati/ jatine tan sêmbada//
34. basan sê-[14]mbada têgêse ugi/ yèn wong gulang jatining sarira/ kang têrus lair batine/ batin ambêg rahayu/ lairira andhaping krami/ suka lila ing donya/ tan grantêsing kalbu/ iku wong wrêksa cêndhana/ jaba sarèh tètêla wigya ing krami/ ngramani ing sêsama// commit to user
lxxiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35. sêsamanya akèh padha asih/ sih ing basa basuki tètêla/ tètèh titih pambêkane/ iku wênang tiniru/ ginurunan tinulur tuwi/ sênadyan wong nonoman/ angsring ana muwus/ muwus amrih kaluhuran/ sarta nyata yêktine kang dènrasani/ wênang yèn tinirua//
36. aja dumèh wong tuwa puniki/ yèn tan bêcik kalakuanira/ poma aja sira angge/ dene sayêktinènipun/ basa ala puniku ugi/ wong gulang gagêmbyakkan/ gêgo-[15]njakan udud/ dhadhu kêplèk kècèk kêmpyang/ iya iku pucuking ala sayêkti/ yèn tan tajêm ing manah// 37. yèn wong karêm wêwadonan angsring7/ yèku kabèh dadi pêpancadan/ yèn tan mikir pambudine/ milane wêkasingsun/ mring wong anom-anom prasami/ aywa pêgat gêgulang/ budi kang mrih puguh/ amrih kukuh jroning nala/ nalarira rampidên lan ngèlmu jati/ commit to user 7
* asring
lxxiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
amrih aywantuk cêla// 38. jawanira basa ngèlmu jating8/ sajatine iya raganira/ akèh ana wilangane/ jaba jro ngisor dhuwur/ apadene kanan lan kèring/ sajroning pamicara/ ana kang amêngku/ pangambu myang pamiyarsa/ jroning tingal jroning ati dènjagani/ marang butaning suksma//
39. ana dene kang angel pribadi/ sratènane kang nèng jroning ra-[16]ga/ tigang prakara kathahe/ arang kang bisa ngangkus/ ati irêng abang lan kuning/ puniku kaprakosa/ jroning raga iku/ ping sakawan ati pêthak/ iya iku mung ingkang mulas pribaddi9/ amrih arjaning praja//
40. nanging arang kang bisa ngrêtèni/ marang ati putih kang utama/ amung sandhing tongga bae/ iku upamènipun/ beda lawan ati kang kuning/ abang irêng punika/ sadaya angrangkul/ 8 9
* jati * pribadi
commit to user
lxxv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sakèhe kang sipat janma/ padha ngakêt ati abang irêng kuning/ mila kathah wong ala// 41. mila katah10 wong bêgal amaling/ cêler juput brandhal lawan nayap/ lannang11 wadon dadi lonthe/ tuwin wong ngapus-apus/ kêplèk kècèk dhadha lan bêlit/ lawan ja sêsumbungan/ manggung gulang udut12/ lan kèkere aning pasar/ lan wong climut balurut lawan wong ngutil/ [17] wit sangking ati abang//
42. ati kuning anggung mêmalangi/ samabarang13 karêm mring raharja/ sami ingadangan kabèh/ amrih bubuning laku/ tuwin janma arsa prihatin/ nuli binatalêna/ amrih aja tutug/ dene ati irêng ika/ kawasane asangêt sabarang runtik/ andabra ngambra-ambra//
43. iya iku kang ngadhang-ngadhangi/ marang kosiking amrih raharja/ dene kang abang gawene/
10
* kathah * lanang 12 * udud 13 * samubarang 11
commit to user
lxxvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sakèh panganan iku/ lan panganggo kang adi-adi/ milane ingkang lamba/ sujanma puniku/ wit sangking tigang prakara/ arang ingkang wong iku bisa nyratèni/ marang ati têtiga//
44. tur ta lamun gêlêm angêmasi/ marang ati kang tigang prakara/ yèn tutut langkung mbune14/ ati putih bèn ugung/ iya iku sujanma luwih/ angluwih-[18]i sêsama/ ing dahulatipun/ karane wêkas manira/ mring wong anom dènawas cirining ati/ karêpe kawruhana//
45. pan wus titi wirayating tulis/ mring kang maca tuwin kang miyarsa/ dèn padha èstokna kabèh/ sabarang ungêlipun/ jroning tulis kang amrih bêcik/ dene kang amrih ala/ gêgêlitanipun/ iku padha yêktènana/ poma-poma sira dèn padha nastiti/ wirayat mrih prayoga//
commit to user 14
# yèn tututa langkung mbune
lxxvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46. lamun ora nana15 kang niteni/ ingkang maca tuwin kang miyarsa/ dadi wong ngurakan bae/ pasthi pancène buruh/ tur katutuh lumuh ing becik/ dadi janma katula/ tula alanipun/ dene kang sumarah ingkang/ amiyarsa amaca kang durung bakit/ wong anom mêksih mudha//
47. basa jêjaka dipunmaknani/ jaja ngarêp ênggone [19] maknanya/ panganggone ing ngarepe/ liring pangarêp iku/ dipunbisa abasa krami/ yèn wus kapanggih tuwa/ tuwuk ing pangawruh/ wruhing ngèring subasita/ aja kaya jêjakaning jaman mangkin/ pangarêp ati lamba//
48. basa lamba iku angêlebi/ angêlebi wêtêng kêbak sêga/ dadi grangsang sakarêpe/ dadi wong abêburuh/ munmuk radèn ing ngaranêki/ daya lamun rosaa/ wong iku mêmikul/ wus têlas wêkas manira/ poma kaki dèn padha anêstitèni/ commit to user 15
* ana
lxxviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
lêlèjêming sujana//
Pupuh II Dhandhanggula
49. sun amurwa atêmbang artati/ caritane sujanma utama/ kang tate ngêmbani rajèng/ anênggih wastanipun/ ajejuluk Sèh Tèka wrêdi/ salamine mandhita/ nênggih anèng gunung/ Maligèrêtna wastannya/ du-[20]k nom titi tatal ngêrèhkên nagari/ nagri Garbasumandha//
50. pambêkkane Ki Sèh Tèkawrêdi/ salamine nèng Maligè rêtna/ amêmulang pakaryane/ dhatêng kang para wiku/ kang ginêlar kang sabda gati/ artine wong nèng donya/ yata kang tinutur/ dening kang para satriya/ kang ginêlar lêlungid udanagari/ pepeka anèng praja/
51. miwah ingkang wayah-wayah nangkil/ sakathahe wong Garbasumandha/ têngah tuwuh sêpuh anèm/ sampun pêpak sadarum/ angandika Sèh Tèkawrêdi/ sakèhe putuningwang/
commit to user
lxxix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kang anom kang sêpuh/ padha sira pirsakêna/ pratingkahe ngawula lan olah ngèlmi/ tan beda pangarsanya//
52. ingkang anom sun wulang kariyin/ liring anom iku maksih tuna/ durung kathah wulangane/ beda lan kang wus sêpuh/ liring sêpuh iku nyêpuh-[21]i/ nyêpuhi têgêsira/ nyawabi sadarum/ milane jênêng wong tuwa/ liring tuwa awênang tinuwi-tuwi/ mring anak putunira//
53. lamun ora mangkanaa kaki/ ora jumênêng aning tuwa/16 dadi têtuwan arane/ basa tuwuhan iku/ ngandêlakên tuwane ugi/ iku wong tuwa ampas/ liring ampas iku/ wastaning raga punika/ raganira wus cape luwas ing kardi/ mangka ing jro suwunga// 54. iya iku wong cupêt ing buddi17/ duk anome tan purun têtannya/ ngandêlkên kuwat rosane/ tan etang ulah ngèlmu/ 16 17
[tan jumênêng arane wong tuwa] * budi
commit to user
lxxx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kabakitan18 tan dên kawruhi/ amung eca mêmangan/ esuk nyamuk-nyamuk/ tan ngetang wêkasing gêsang/ kang kaetang mung nikmat pucuking pêrji/ lan nikmat pucuk ngilat//
55. datan nêdya angling jroning ati/ yèn wong gêsang wêkasane pêjah/ [22] nèng donya sêsanjan bae/ milane wêkasingsun/ mring wong anom-anom ta kaki/ padha sira estokna/ ing pitutur ingsun/ aywa pêgat atêtannya/ mring wong luwih barang kaluwihan kaki/ padha sira gulanga//
56. anadene yèn wus luwih kaki/ olêhira gêgulang kawigyan/ anadene romahane/ nanging pangarêpipun/ andhap asor tan kêna lali/ sabarang karêpira/ yèn tan lali iku/ angajia ngawulaa/ amêrtapa andhap agong19 aywa lali/ wêkasan dadi guna//
57. nadyan guna yèn ora tabêri/ gunanira pan maksih kuciwa/ 18 19
* kabangkitan * agung
commit to user
lxxxi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dadya kurang utamane/ lan malih wêkasingsun/ panggrahita gulangên kaki/ iku minongka wungkal/ anglungiding sêmu/ sêmu bêcik lawan ala/ upamane ling adu20 pucuking [23] êri/ yèn wong alul sasmita//
58. sinaua nganam-anam kaki/ lan dèn bisa sira mardi guna/ lan nglanggana pakèwuhe/ dèn bisa têngkas nambung/ lan anukma ing agal alit/ ya ulah kridhaningrat/ sarjana kawêngku/ jana sêmu sarsadhela/ yèn wus nyandhak lêlungiding ala bêcik/ sinêbut wong sujana//
59. basa sujana puniku luwih/ angluwihi sêsamaning janma/ dadi sujana arane/ karane putuningsun/ aja wirang atèki-tèki/ wong wirang têmah nganggrang/ liring nganggrang suwung/ liring suwung iku sirna/ liring sirna budi istiyare kênting/ dadi wong tanpa karya// commit to user 20
* lir adu
lxxxii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
60. kang mêksih nom ana kang dipunprih/ mikul rosa kinongkona kêbat/ yèn wus tuwa kang ya priye/ tapa ingkang tinêmu21/ raga cape atine sêpi/ têgêse sasêpi sêpa22/ [24] tanpa ngrasa iku/ dadine wong tuwa bangka/ iya bangka tegese bangka sayekti/ kumlêkêr tanpa sila//
61. karantène gulang êntas mangkin/ sakathahing kawigyaning janma/ mumpung sira maksih anom/ ingkang wayah umatur/ inggih lêrês sabda sang yogi/ nanging panuwun23 kula/ dhumatêng sang wiku/ pratingkahe wong ngawula/ mung punika kawula suwun rumiyin/ ingkang amrih utama//
62. angandika sang Sèh Tèka Wêrdi/ luwih angèl kaki wong ngawula/ nanging aluwih gampange/ puniku basa ewuh/ liring èwuh durung mangrêti/ basa mangrêti ika/ ngawruhi sêdarum/ sabarang karsaning nata/ 21
# tapa kang tinêmu # têgêse sêpi sêpa 23 * panyuwun 22
commit to user
lxxxiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
iya iku panêngêran kang janmadi/ widigdèng cipta maya//
63. maya iku utusaning kapti/ kapti suka lawan kapti duka/ anèng netra sasumuke/ lair wrêma lumaku/ lair iku utusan batin/ angsa-[25]l sira kaduga/ ujar kang puniku/ supaya yèn katrimaa/ ing angèle yèn sira durung mangrêti/ barang karsaning nata//
64. nanging ana bedanipun kaki/ angawula ing sang prabu tuwa/ kalawan satriya anèm/ sabarang karsanipun/ ing satriya anom puniki/ karya prêlu lan sunat/ sami patrapipun/ upami dipunpopoa/ karya prêlu kalawan kang nora gati/ sami sih asatira// 65. nanging ana pamère kêdhik24/ angawula ing satriya mudha/ kang tahan dènsêmu age/ sabarang karyanipun/ dene akêbat cukat têrampil/ sabarang kaduk kêbat/ commit to user 24
# nanging ana pamere sakêdhik
lxxxiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
trampil yèn umatur/ cêgaha pangan lan nêndra/ jurungana ing puji sarta sêmèdi/ amrih dhanganing karta//
66. yèn angadhêp gustinira runtik/ poma kaki sira dèn prayitna/ aja mapasi karsane/ nênggih upa-[26]mènipun/ ing satriya anom yèn runtik/ pan kadya banjir bandhang/ sing katrajang larut/ balikkan dèn angrerêpa/ nêtyanira dèn adoh asêmu wêdi/ amrih dhangani duka//
67. yèn ingutus dening gusti runtik/ tan wukira dèn matra kilata/ amrih lêmpêra dukane/ yèn aturira tambuh/ dadi sira kasabêt runtik/ ingkang sangsaya dadra/ dukane sang prabu/ lêlakonira dèn kêbat/ jroning kêbat akanthia ngati-ati/ manawa kawadaka//
68. yèn wus prapta denira tinuding/ aturira kaki dèn tètêla/ dèn asru asêmu sarèh/ yèn sêngak sira matur/ dadi sira mêwahi runtik/
commit to user
lxxxv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yèn asru esmu lêmbah/ trustha sang aprabu/ pan wus kocaping saloka/ satriya nom sabarang kang dèn karsani/ anggampangakên mongta//
69. pan wus kocap wirayating tulis/ ingkang aran satriya taru-[27]na/ basa taruna têgêse/ taru godhong puniku/ na pituduh maknane ugi/ mungguh caraka basa/ iku têgêsipun/ liring tuduh barang karta/ karya prêlu kalawan kang nora gati/ kandêl tipis dèn padha//
70. basa taru artine winarni/ kaya godhong upamane ika/ yèn lagi ana gaweane/ kalangkung ajènipun/ nora kètung mitung sukoni/ tur ta amung sadina/ gawene kang prêlu/ yèn uwis dadi sarahan/ iya iku maknane taruna kaki/ kang wus kocap carita//
71. benèh lawan prabu tuwa kaki/ liring tuwan pan ora anasar/ kang bangsa nasar artine/ sabarang karsanipun/
commit to user
lxxxvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
nora supe akathi uwit/ wit bêcik lawan ala/ kapyarsa sadarum/ ngranggoni jênênging tuwa/ basa jênêng artine iku jênêngi/ jênêngi nora pisah//
72. beda lawan basa anom kaki/ liring a-[28]nom maksih nganaman-nam/ sabarang ing kawigyane/ yèn wus kapanggih sêpuh/ nuli bisa anamba iki/ karsa bêcik lan ala/ kapirsa sadarum/ milane ana wong ngucap/ sapa bisa wonge amrangkani kudhi/ ngabdia ratu mudha//
73. iya iku wong cupêt ing budi/ ingkang purun angucap mangkana/ dadi wong cupêt kawruhe/ beda kang sampun luhung/ kang wus wêruh ing ala bêcik/ ngawula ratu mudha/ ing ibaratipun/ sira ngêmban rare mothah/ lamun wigya ngarih-arih anyindhèni/ kèndêl lajêng anèndra//
74. yèn anglilir bocah dèn sandhangi/ kêkêmbangan kuning ngabang-abang/ bungah lêngêh-lêngêh bae/
commit to user
lxxxvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
iku upamanipun/ angsal sira bisa ngladèni/ marang satriya mudha/ ing sakarsanipun/ yèn olèh sih lan dêrajad/ sarta olèh satriya kang ambêg jugig/ ngranggoni galih tuwa//
3.
Terjemahan Terjemahan adalah pemindahan makna atau bahasa sumber ke bahasa sasaran. Pemindahan makna tersebut harus lengkap dan terperinci. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam memahami isi teks dari suatu naskah. Melalui terjemahan masyarakat yang tidak menguasai bahasa naskah aslinya dapat menikmati naskah tersebut, sehingga naskah tersebut lebih tersebar luas. Terjemahan dalam penelitian dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: a. Terjemahan isi atau makna: kata-kata yang diungkapkan dalam bahasa sumber diimbangi salinannya dengan kata-kata bahasa sasaran yang sepadan. b. Terjemahan bebas: keseluruhan teks bahasa sumber diganti dengan bahasa sasaran secara bebas.
Sêrat Wêwulang diterjemahkan secara bebas per baris, berikut terjemahannya.
commit to user
lxxxviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pupuh I Dhandhanggula 44/5 ka
186 na SÊRAT WÊWULANG
1.
Terdapat pasal yang menyampaikan/ cerita manusia utama/ yang telah banyak memakan asam garam kehidupan/ memberi petuah terhadap anak-cucu/ supaya dipelajari dan diamalkan/ coba engkau dengarkan/ apa perkataannya/ usaha menjadi orang pandai/ dan mereka yang bekerja dimulai dengan perih dan prihatin/ mengesampingkan raga//
2. supaya raga mengheningkan/ mengena dan berakal banyak/ menjadi orang yang luas pemahamannya/ paham yang benar-benar kokoh keyakinannya/ senantiasa yakin dan Islam batinnya/ lahir berdasarkan tapa/ batin yang tidak pernah putus/ tidak goyah oleh apapun/ itulah tapa bagi orang berwibawa/ senantiasa berhati-hati dalam bertapa// 3.
melalui tingkatan hati/ hati yang tidak boleh bimbang/ sampai terwujud apa yang dicitakan/ yang tentunya diinginkan/ adalah kesentosaan selama hidup/ berkerja suka cita/ pekerjaannya tumbuh/ meningkat kelebihannya/ kelebihan yang melebihi sesama/ sesamanya manusia//
4.
itulah yang menurut pada kesungguhan/ bersungguh-sungguh suka dalam bekerja/ dari perih prihatinnya/ nasehatku kutujukan/ anak-cucu yang memahami/ coba engkau bersedia/ melangkah lebih utama/ lebih diantara sesamanya manusia/ kelak semoga memperoleh safaat nabi/ wali mukmin semua// commit to user
lxxxix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. setiap harinya jangan engkau lupa/ menyelubungi hati dari nafsu yang buruk/ kekanglah
semampumu/
kehendak
nafsu
tersebut/
yang
berusaha
menghalangi perbuatan baik/ peribahasanya jangan sampai berubah kalau tidak ingin hancur/ maka berhati-hatilah/ jika sudah tidak ada hal yang mampu membedakan baik dan buruk/ memohonlah dalam hati// 6. jika sudah bisa minta baik dan buruk/ termasuk dalam pembersihan manusia/ yang sesungguhnya suka diulang/ mencontoh terhadap yang luhur/ keluhuran yang telah bening/ membeningkan hati/ supaya hati memancarkan/ cahaya yang telah sangat terang/ dan samar-samar banyak terdapat dalam diri manusia baik dan buruk/ yang dilihat dari apa yang dikerjakan// 7.
kerjaannya yang dapat dicermati/ telah diputuskan oleh sesungguhnya hati/ tercermin dari lakunya/ tingkah laku serta ucapannya/ telah menjelaskan apa yang ada di hati/ hatimu telah mengerti/ telinga telah memahami/ mengetahui gejolak dunia/ Ayah itulah kekuatan penghasil berkah dari orang yang mencintai Tuhannya/ pintar dalam berperilaku//
8.
kewibaan orang yang berani berprihatin/ apabila telah sukses mampu menolong segala/ kepada sanak saudara dan sekitar/ walau kepentingan lain datang/
tetap
menetapi
maksud/
justru
semakin
meningkat
suara/
keperwiraannya/ kaya tetolong adalah kekayaan dunia/ berbeda dengan orang yang tidak mau berprihatin/ apa-apa takut rugi// 9.
namun ada ceritaku nak/ kepada yang membaca dan mendengarkan/ besar kecil tua muda/ tidak diperkenankan dikau berlaku/ seakan bergaya seperti priyayi/ menurut sudut pandang manusia/ segala tingkah lakunya/ serta takdir commit to user
xc
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Yang Maha Kuasa/ apabila orang itu ditakdirkan menjadi petani/ hanya kotor saja// 10. walau bagus segala perilaku sesuai/ kalau sesungguhnya sejatinya bangsat/ pastilah sombong ucapnya/ berucap telah menduduki/ menduduki ucapan priyayi/ supaya tidak kelihatan/ tingkahnya yang kacau/ semua tentang kemanusiaan/ sifatnya tercela tidak tahu tata krama hatinya goyah/ tergoyah kebendaan// 11. yang setengahnya manusia itu/ sifatnya tercela samar-samar sombong segalanya/ serta berat tangan panggilannya/ suka pura-pura tidak tahu masalah/ diberitahu tidak pernah dilaksanakan/ keras kepala tidak dapat diperindah/ makin dikerasi melemah/ sebagian manusia seperti api/ lebat melalap sulit ditaklukkan kalau berbicara/ berbeda dengan hati// 12. yang sebagian lagi/ penuh dengan ucapan bijak supaya yang mendengar/ dirinya menganggapnya sebagai wali/ Jawa Arab sudah dikuasai/ dalam syariat tarekat/ makrifat telah jelas/ teguh dalam pemahaman/ namun kenyataannya kosong belaka/ asal-asalan ceroboh tidak mampu menahan lapar/ suka menceritakan keburukan teman// 13. bahasanya suka menyombongkan (melebihkan)/ kata-katanya sering kotor/ berbunyi memikat gaya bahasanya/ buaya tunduk di tangannya/ seakan-akan seperti ulat serit/ hanya saja batalnya derajad itu/ karena ucapan kotor/ berceloteh setiap hari/ pemikirannya sempit sesak terjepit/ terbersit dari apa yang terlihat//
commit to user
xci
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14. setengahnya lagi manusia itu/ nafasnya tidak lagi seperti kura-kura/ yang halus melembut/ tingkahnya suka serobot/ seperti kera yang tidak tahu tata krama/ krama tercipta pratanda/ jatinya seperti badut/ dibalut indahnya bahasa/ yang seperti itu sulit menjadi priyayi/ pasti menjadi biang keladi// 15. jangan mencela karena rupanya yang buruk/ apabila sifatnya memang bersahaja/ serta banyak kepandaiannya/ dan ramah lagi/ banyak yang menjadi priyayi/ sebab tatanya manusia/ ada dalam tingkah laku/ dan menetapi kebenaran ucapan/ seberapapun kewibawaannya itu/ dinilai dan orang tercela// 16. yang setengahnya lagi/ sifatnya halus tingkahnya bersahaja/ tata priyayi dilaksanakan/ dalam tingkah perilakunya/ supaya ditebak-tebak sebagai priyayi/ tetapi dia tidak tahan tapa/ ialah ujung-ujungnya/ jarang menjadi orang terpuji/ susah benar perilaku orang hidup/ heningkan dalam hati// 17. namun ada lagi soal/ jika orang itu suka bertapa/ nyata ada ganjarannya/ dekat dengan Tuhannya/ tidak khawatir mengenai kasih-Nya/ apapun bisikan hati/ jiwa telah mantap bahwa/ Tuhan bersifat pemurah (rahman)/ lebih kasih Ya Rabbi dari yang melebihi kasih/ kasih terhadap orang-orang nestapa// 18. walau silih berganti ujian menerpa/ semua itu dalam naungan kemurahan/ tentunya berbeda kadar kemurahan itu/ walau sampailah pada/ tidak
seperti
orang yang beruntung/ beda dari sesama/ rahmat-Nya/ disertai dengan kesulitan/ kesulitan yang jauh lebih sulit dari sebelumnya/ mencegah makan dan tidur// 19. tujuannya supaya ingat pratanda/ yang muda berlomba-lombalah membuat/ sebanyak-banyaknya kebaikan (kebaktian)/ semua itu usahakan/ keperwiraan commit to user
xcii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
lahir dan batin/ supaya batinmu tertata/ tingkat-tingkatannya kata/ pilihan kata dalam berucap/ bahasanya orang amatilah seksama/ lihatlah dengan hati// 20. pemikiranmu upayakan sedia menyerang/ menyeranglah asal bertata krama/ itulah yang menjadi pusaka/ pusakamu yang tumbuh/ jangan lupa aturan dan berhati-hati hingga tidak ada satupun yang tertinggal/ prasangka dan prayoga/ diperhatikan betul jangan sampai ada yang ditutupi/ direm yang jelas/ jika engkau tidak melupakan enam perkara/ tidak akan menemui kendala// 21. seumpamnya raga itu/ adalah perahu dapat disebut prayoga/ jika dayungnya/ jelas arahnya/ apa yang disebut prasangka adalah kemudi/ rem adalah layar/ coba andika hitung/ apa-apa dalam ragamu/ apablila semua itu tidak diketahui/ tidak mungkin engkau selamat// 22. walau ikat kain dilawankan dengan keris/ jika tidak benar pemakaiannya/ jadi cela bagi diri sendiri/ semuanya adalah hasil/ susah benar melangkah budi/ menjangkau sementara/ namun pada akhirnya/ sembarang dalam perkara/ janganlah lupa mulanya baik dan buruk/ bersihkanlah hati// 23. sekalipun berucap sekata/ sekalipun bertingkah sehal/ jika tidak benar posisinya/ sekalipun berganti bulan/ jika tidak benar perbuatannya pastilah/ karma dalam kehidupan/ rencanakanlah kebaikan/ mengharap keselamatan seperjuangan/ dimulainya kebaikan ialah jangan lupa rendah hati/ itulah peraturan pusaka// 24. lengkapilah pusaka itu/ dengan pusaka berilmu/ bulatkan tekad/ guna mengaji adalah berilmu/ apabila tidak bisa dua kalimat/ kata para ulama/ tafsir (Qur’an) ilmunya/ dengan pusaka tapa/ yang bertawakal kepada Yang Maha Suci/ betul-betul pasrah//
commit to user
xciii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25. sedangkan yang berkata sakti/ sok berniat melalui nestapa/ serta kegundahan sendiri/ sudah pasti menghasilkan/ manusia yang sok ingin sukses/ tapanya tidak ada/ apa jalannya jika berani memaksakan badan/ sesuai kehendak Hyang Suksma selalu menuruti/ sebagian langkah// 26. para pemuda cobalah mengerti/ bahwa dasar orang bertapa itu/ membulatkan tekad/ mengekang diri dari/ hawa nafsu menyingkirkan kepentingan pribadi/ dan selalu ingatlah/ siapa berbuat menuai/ jika orang tidak kuat bertapa/ menjadi sulit segala barang yang disukai/ apa-apa yang dicitakan tak berbuah// 27. jalannya orang hidup itu/ sedikit yang sukses dan banyak yang nista/ takut lapar perutnya/ kalau pagi harus makan/ matahari baru sepenggalah makan lagi/ kalau dzuhur (tengah hari) kelaparan/ sorenya siap santap/ jangan sampai melewatkan daging/ jalannya orang hidup jarang yang sukses/ jika menuruti nafsunya// 28. kehendak badan menghalangi/ mempersulit dalamnya kalbu/ jadi kacau pikirannya/ dasarnya nafsu yaitu/ suka makan dan suka tidur/ tidak bisa mencegah/ perkataan yang tidak pantas/ sebutannya manusia pamungkas/ jadilah manusia yang senantiasa ingat tutur berbudi/ membersihkan dalamnya hati// 29. bahasa diracik sedemikian rupa/ gunakanlah seperempatnya bahasa/ perbedaan baik dan buruk itu/ apabila baik merasuk/ apabila buruk disanggah hati/ tetapi perhatikanlah/ seluk-beluknya/ apabila tercampur dengan yang buruk/ apabila tidak masak dalam memperhatikan/ banyak kelebihan berbahasa// commit to user
xciv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30. basa basi bahasa supaya diperhatikan betul/ supaya dicermati dilihat dengan hati/ mulainya logika lalu akhirnya/ terdapat wewangian/ tengah hampar pamungkasnya pahit/ faedahnya manusia/ banyak jalan/ sama dan jalannya kematian/ sejatinya padi itu hanya sebiji/ biji-bijinya keinginan// 31. keinginan buruk berbanding keinginan baik/ bisa dilihat dari rancunya bahasa/ yang tercela dan terpuji/ dikira-kira dalam kalbu/ budinya orang berbedabeda/ tidak dapat terbaca semuanya/ kenyataannya/ walau fasih bercerita/ apabila tidak ada faktanya apa yang diutarakan/ itulah manusia yang menjual nama// 32. jangan kaget apabila orang itu pintar berbicara/ walau pandai betul berucap/ apabila tidak bertemu faktanya/ camkan dalam kalbu/ berbudinya orang berbeda-beda/ ada yang terpaksa berhenti berbuat/ terpaksa berhenti pamungkasnya/ mengotori kata yang terucap/ yang setengah menetes tes dari ucapapan/ supaya perhatikan seksama// 33. supaya disisihkan dari sesama/ apalagi faktanya berbudi bangsat/ maka sombong ucapannya/ setengah manusia itu/ sudah tua nafasnya bersih/ juga bersih dalamnya hati/ akan tetapi pikirannya kacau/ terlalu menginginkan keduniawian/ setengahnya ada yang sibuk memuja/ sejatinya tidak sepadan (dengan yang dipuja)// 34. kata pantas maksudnya juga/ apabila orang mengolah jati diri/ hingga lahir dan batinnya/ batin berupaya sentosa/ lahirnya dalam tata karma/ suka rela di dunia/ tidak menuruti kemaksiatan kalbu/ itulah manusia yang diibaratkan pohon cendana/ diluar sabar teguh pandai mengambil sikap/ menyikapkan sesama//
commit to user
xcv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35. sesamanya banyak yang kasih/ kasih dalam bahasa teguh selamat/ jelas cermat keputusannya/ itu pantas ditiru/ turun-temurun ditularkan juga/ walaupun masih muda/ sering terdapat pembicaraan/ pembicaraan mengupayakan keluhuran/ serta nyata apa yang digunjingkan/ pantas apabila ditiru// 36. jangan karena orang tua/ apabila tidak baik kelakuannya/ pantang engkau gunakan/ memang sesungguhnya/ kata tercela itu merupakan/ ciri orang yang mendulang kemerosotan/ mendewakan rokok/ suka berjudi/ iya betul itulah ujung dari cela sesungguhnya/ apabila tidak peka hati// 37. apabila orang suka main perempuan/ dapat dijadikan gambaran/ bahwa dia tidak memikirkan budi pekertinya/ maka petuahku/ kepada para pemuda semuanya/
jangan
putus
belajar/
budi
yang
kokoh/
supaya
kuat
mencengkeram dalam hati/ pemikiranmu bangkitkan dan berilmu sejati/ supaya mendapat penerangan// 38. Jawanya kata berilmu sejati/ sesungguhynya ialah ragamu/ terdapat banyak bilangan/ luar dalam bawah atas/ apalagi kanan dan kiri/ dalam ucapan/ ada yang mengatur/ pencium terhadap pendengar/ dalamnya terlihat dalam hati supaya berjaga-jaga/ terhadap butanya jiwa// 39. ada yang sulit pribadinya/ keingingan dalam raga/ tiga perkara jumlahnya/ jarang yang dapat menghindar/ hati hitam merah dan kuning/ itulah yang berkuasa/ dalam raga/ yang keempat hati putih/ ialah itu yang dapat merubah pribadi/ supaya raharja sedia// 40. tetapi jarang yang dapat menguasai/ hati putih yang utama/ hanya mampu bersanding tombak saja/ itu perumpamaannya/ beda commit to user
xcvi
dengan
hati
yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kuning/ merah hitam tersebut/ semuanya berpelukan/ dalam banyaknya sifat manusia/ sama mengikat hati merah hitam kuning/ maka banyak orang jahat// 41. maka banyak orang berandal mencuri/ cepat mengambil dan berani mencuri siang
bolong/
lelaki
perempuan
jadi
pelacur/
serta
para
penipu/
mempermainkan perasaan dan berkelit/ dan jangan berhubungan dengan, para pendewa rokok/ juga tuna karya di pasar/ juga orang tanpa perhitungan dan suka mengutil/ asalnya dari hati merah// 42. hati kuning jelas menghalangai/ sembarang dalam raharja/ sama menghalangi semua/ supaya merusak perilaku/ juga keinginan manusia berprihatin/ tuli terhadap keadaan sekitar/ supaya jangan tercapai/ sedangkan hati hitam itu/ wilayahnya sangat suka kekacauan/ berantakan berserakan// 43. benar itu yang menghalangi/ terhadap bisikan supaya raharja/ sedang yang merah sukanya/ banyak makanan itu/ dan perhiasan yang indah-indah/ maka yang serakah/ manusia tersebut/ berasal dari tiga perkara/ jarang yang dapat menghindari/ terhadap ketiga hati itu// 44. apabila ada yang mau mengemas sedemikian rupa/ terhadap hati yang tiga perkara/ kalau dapat terus menghendel/ hati putih agar rajin/ iyalah itu manusia utama/ melebihi sesama/ dalam keinginannya/ terdapat petuah manusia/ kepada pemuda supaya waspada terhadap cacatnya hati/ maksudnya agar diketahui// 45. sudah ditentukan dalam riwayat tulis/ kepada yang membaca dan yang mendengarkan/ supaya semuanya mewujudkan/ sembarang bunyinya/ apa yang tertulis yang mengupayakan kebaikan/ sedangkan yang menuju commit to user
xcvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
keburukan/ gerak-geriknya/ itu perhatikan seksama/ supaya engkau waspada dan teliti/ riwayat supaya prayoga// 46. sayangnya tidak ada yang memperhatikan/ yang membaca dan yang mendengarkan/ menjadi orang seperti tong kosong berbunyi nyaring saja/ pasti memang buruh/ apalagi jika sebutannya sungkan berbuat kebajikan/ jadinya manusia yang terlunta-lunta/ timbangan dari keburukannya/ sedangkan yang pasrah/ mendengarkan membaca namun belum bangkit/ orang muda masih berbangga juga// 47. kata jejaka dimaknai/ gigi yang ada di depan maksudnya ialah/ sebagai pemimpin/ kedipan sekilas pemimpin itu/ diupayakan sebisa mungkin berkrama/
jika
sudah
bertemu
tua/
kenyang
dalam
pengetahuan/
pengetahuannya pagar sopan santun/ jangan seperti jejaka zaman kelak/ yang berhati serakah// 48. kata serakah itu menenggelamkan/ menenggelamkan perut penuh nasi/ jadi bernafsu sesukanya/ jadi orang yang berburuh/ menjilat tuannya sebutannya/ tenaganya tidak mungkin mampu/ orang itu apabila memikul/ sudah habis nasehatku/ perhatikan nak supaya engkau cermati seksama/ penghalang kebajikan// 49. aku bernasehat menembangkan dhandhanggula/ ceritanya manusia utama/ yang telah mengajarkanku/ yaitu panggilannya/ disebut Sèh Tèkawrêdi/ selamanya menjadi pendeta/ duduk di gunung/ Maligèrêtna sebutannya/ dulunya ketika muda mengarahkan negara/ negara Garbasumandha//
commit to user
xcviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50. keinginan dari Sèh Tèkawrêdi/ selamanya di Maligèrêtna/ mengajar pekerjaannya/ terhadap para wiku/ yang mengajarkan ucap bertuah/ artinya orang di dunia/ nyata yang diucapkan/ sedang para satria/ yang dikejar penguasaan tata krama/ penuh dalam pemerintahan// 51. beserta cucu-cucu yang menghadap/ semua rakyat Garbasumandha/ yang sedang berkembang tua muda/ sudah lengkap semua/ berkatalah Sèh Tèkawrêdi/ para cucuku/ yang muda yang tua/ coba semua memperhatikan/ segala tingkah pengabdi dan pencari ilmu/ tidak beda hakekatnya// 52. yang muda mari aku ajarkan dahulu/ sepintas yang muda itu masih merugi/ belum banyak pemahaman/ berbeda dengan yang tua/ sebab tua dituakan/ maksud dituakan ialah/ mengayomi segala/ maka orang tua itu/ sebab tua pantas memberi petuah/ kepada anak cucu// 53. namun jangan sampai dikau/ tidak mengindahkan tuamu/ disebut tetua/ karena hasil dari/ mengandalkan ketuaannya/ itulah orang tua sampah/ sebutan raganya/ raga berlabel luas dalam pemahaman/ padahal tidak tahu apa-apa/ kosong// 54. iya itulah orang yang sempit pemikirannya/ ketika muda tak mau bertanya/ hanya mengandalkan kekuatan fisik/ tidak memperhitungkan mencari ilmu/ kebangkitan tidak dikenal/ hanya nikmat makan/ pagi sedap menyantap/ tidak memperhitungkan akhir hidup/ yang diperhitungkan hanya nikmat hasrat dan nikmat lidah// 55. tidak pernah dipertimbangkan dalam hati/ apabila hidup akhirnya mati/ di dunia hanya bertandang saja/ maka nasehatku/ kepada dikau yang mudacommit to user
xcix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
muda/ coba amalkan/ perkataanku/ janganlah putus atau malu bertanya/ kepada yang lebih menguasai darimu/ belajarlah dikau// 56. apabila sudah mendapat kelebihan/ dari dirimu mempelajari kepandaian/ apabila ada yang kurang dikau kuasai/ harapannya rendah hati jangan dilupakan/ sembarang keinginanmu/ jika tidak melupakan hal itu/ belajarlah terus mengabdilah/ bertapa dengan rendah hati dan kemuliaan jangan dilupakan/ karena akhirnya akan bermanfaat// 57. kalaupun berhasil guna tetapi tidak tekun/ guna itu masih mengecewakan/ menjadi kurang keutamaannya/ dan lagi nasehatku/ olahlah ketajaman hatimu/ itu adalah asahan/ untuk memperjelas kesamaran/ kesamaran antara baik dan buruk/ perumpamaan bagi yang belajar tafsir Quran ialah dapat membedakan ujungnya duri// 58. belajarlah walau hanya menganyam/ kelak pasti berguna/ pilahkan yang mempersulit/ supaya bisa terus menyambung (anyamannya)/ dan perhatikan yang kasar dan kecil/ lalu perilaku ningrat/ ialah berpedoman pada kepandaian/ jangan hanya samar-samar membahagiakan/ jika telah mencapai ketajaman perbedaan baik dan buruk/ disebutlah orang pandai (sarjana)// 59. kata pandai itu melebihi/ melebihi sesamanya manusia/ menjadi sujana ‘lebih pandai’ sebutannya/ sebutannya cucuku/ orang yang khawatir berupaya jarang yang kelak mulia/ kemuliaannya itu kosong/ kosong itu sirna/ sirna budi itu adalah habis segala/ menjadi orang tanpa hasil// 60. yang masih muda ada yang diminta/ memikul kuat dengan gesit/ lantas kalau sudah tua bagaimana/ tapa yang ditemukan/ hasilnya label raga hanya hati commit to user
c
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang sepi/ maksud sepi adalah tanpa rasa/ tanpa rasa itu/ jadinya tua bangka/ bergelut tanpa sila// 61. dikarenakan belajar sampai tamat kelak/ manusia mendapat banyak kepandaian/ mumpung dikau masih muda/ tepat waktu disampaikan/ bahwa benar perkataan sang yogi/ hanya saja permintaanku/ kepada para wiku/ perilaku orang yang mengabdi/ itu yang aku minta lebih dulu/ supaya utama// 62. berkatalah Sèh Tèkawrêdi/ lebih sulit menjadi abdi/ tetapi lebih mudah juga kemudahannya/ itulah kata yang rancu/ kerancuan itu dikarenakan belum mengerti/ kata mengerti itu/ memahami semua/ apapun keinginan raja/ iya itulah kunci keberhasilannya/ pandai mencipta maya// 63. maya adalah utusan keinginan/ keinginan suka berlawanan dengan keinginan duka/ dalam pandangan mata berkecamuk/ lahir kelabang berjalan/ lahir adalah utusan batin/ asal dikau menebak/ pemahaman yang seperti itu/ supaya dapat diterima/ sulitnya jika dikau belum memahami/ apa keingingan raja// 64. tetapi terdapat perbedaan nak/ mengabdi kepada prabu tua/ dengan satria muda/ apapun keinginannya/ seorang satriya itu serba perlu dan sunah/ kepatuhannya/ seumpama dipaksapun/ barang yang perlu dilawankan dengan yang tidak penting/ sama saja maksudnya// 65. tetapi terdapat kesulitannya sedikit/ mengabdi kepada satriya muda/ yang tahan dengan prinsip serba segera/ apapun pekerjaannya/ supaya gesit tepat terampil/ apapun serba gesit/ terampil jika berbicara/ cegahlah makan dan tidur/ arahkan kepada ibadah dan bersemedi/ supaya wajar keinginannya// 66. ketika tuanmu sedang emosi/ dikau perhatikan/ jangan menolak kemauannya/ misalnya menunggu/ satriya muda yang sedang labil/ yang dapat commit to user
ci
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
diumpamakan sedang banjir bandang/ yang diterjang lautan/ berbaliklah dari hadapannya/ mata dikau menjauh seraya memancarkan ketakutan/ dari kemarahan tuanmu// 67. jika diutus tuan yang marah/ jangan menampakan kau lancang walau setitik kilat/ supaya menurun kemarahannya/ jika ucapmu tidak tahu atau tidak peduli/ bertambahlah kemarahannya/ semakin membesar/ bertindaklah yang gesit/ gesit namun tetap hati-hati/ siapa tahu mereda// 68. jika telah selesai apa yang diperintahkan/ melaporlah dengan lembut/ jelas dan sabar/ kalau laporanmu judes/ jadinya dikau memancing kemarahan/ jadi melaporlah dengan jelas lagi lembut/ lalu jika sang prabu/ telah berbicara/ satriya muda apapun yang diinginkan/ memudahkan pelaksanaan// 69. telah diucapkan dalam riwayat tulis/ yang disebut satria taruna/ taruna artinya/ daun taru itu/ adalah sangkaan atau prasangka/ dalam aturan kata/ dapat dimaknai/ maksud prasangka adalah barang guna/ barang perlu dibedakan dengan yang tidak penting/ biarpun tebal tipisnya sama// 70. kata taru artinya beragam/ seperti perumpamaan daun/ masih ada maksud lain/ lebih dihormati/ ialah tidak terhidung faedahnya/ walaupun cuma sehari/ manfaatnya yang perlu/ kalau sudah menjadi seserahan pengantin sangat berfaedah/ itulah arti dari taruna/ yang pernah diceritakan// 71. berbeda halnya dengan prabu tua nak/ maksud tuan selalu tepat/ jarang yang luput maksudnya/ segala keinginannya/ tidak lupa dengan awalan/ awalan baik atau buruk/ kehendaknya semua/ dalam batas kearifannya/ sesuai dengan namanya (prabu tua)/ yang senantiasa bijak// commit to user
cii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
72. berbeda dengan kata muda nak/ sebab masih muda menerka-nerka/ segala kepandaiannya/ kalau sudah dihadapkan pada kedewasaan/ mustahil bisa membatasi/ mana keinginan baik atau buruk/ diketahui semuanya/ maka ada orang berpendapat/ siapa yang dapat merawat senjata/ mengabdilah kepada ratu muda// 73. iya itulah sempit pemikirannya/ yang bersedia berucap seperti itu/ menjadi orang yang sempit pengetahuannya/ berbeda dengan yang lebih/ yang telah mengetahui baik buruk/ mengabdi ratu muda/ yang ibaratnya/ mengasuh anak rewel/ harus pintar-pintar merayu menghibur/ hingga pulas tertidur// 74. jika terbangun anaknya segera dipakaikan/ bebungaan kuning kemerahmerahan/ biar bergembira/ begitu perumpamaannya/ asal dikau bisa melayani/ satria muda/ dalam segala keinginannya/ akan mendapat kasih dan derajat/ serta mampu menghantarkan satria muda yang teguh kedewasaannya/ seperti telah matang usia//
B. Pembahasan Isi Membahas isi SW berarti memahami apa yang disampaikan pengarang SW melaui teks dan konteksnya. Sebab pengkajian bahasa yang terlepas dari konteks situasi sama halnya dengan pemahaman bahasa yang terlepas dari manusia yang berbahasa dan masyarakat tempat manusia itu hidup dan mengadakan interaksi sosial (Sumarlam, 2006: 111). Antara teks dan konteks saling terkait dalam usaha pemahaman isi SW. Halliday (dalam Sumarlam, 2006: 111) menyatakan bahwa teks merupakan bahasa baik lisan maupun tulis atau bentuk-bentuk sarana yang menyatakan apa saja yang kita pikirkan, yang commit to user
ciii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berfungsi. Sedangkan konteks menurut Malinowski (Halliday dalam Sumarlam, 2006: 111) terdiri dari dua macam yaitu konteks bahasa dan konteks luar bahasa. Konteks bahasa adalah teks-teks yang berupa kata-kata atau kalimat-kalimat yang berada disekitar teks pokok yang sedang dikaji. Sedangkan konteks luar bahasa adalah lingkungan yang berada di luar teks tetapi masih berkaitan dengan teks yang sedang dikaji, yang meliputi faktor-faktor sosio-situasional dan kultural. Berdasarkan pengertian tersebut teksnya adalah teks yang tertulis dalam SW, sedang konteksnya adalah watak atau karakter manusia dan segala kultur masyarakat pada saat naskah tersebut ditulis. Teks dan konteks tersebut yang menjadi dasar bahwa apa yang disampaikan dalam SW merupakan suatu piwulang. Sebab didalamnya dipaparkan watak dan karakter manusia. Watak dan karakter tersebut terdiri dari etika, etiket dan pandangan hidup orang Jawa yang bijak, yang dapat digunakan sebagai tahapan menjadi manusia utama. Teks SW disampaikan melalui têmbang dhandhanggula. Sifat têmbang dhandhanggula ialah mengggambarkan usia yang sudah mapan (dewasa), sudah mulai dapat mengatur kebutuhan hidup, senang bekerja dan membantu sesama. Berwatak supel, manis, menyenangkan, dikarenakan orang yang telah dewasa dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga dan lingkungannya. Berdasarkan sifat têmbang dhandhanggula tersebut dapat dipahami bahwa apa yang ditulis dalam naskah SW dimaksudkan sebagai piwulang menuju kedewasaan dengan menjadi manusia utama, yaitu sosok manusia yang dapat mengatur kehidupan, giat bekerja dan ringan tangan. Mempunyai perilaku yang manis (sopan santun, ramah-tamah) dan bertanggungjawab terhadap diri sendiri, keluarga serta masyarakat. commit to user
civ
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Piwulang adalah suatu ajaran mengenai ilmu lair batin yang mencakup ilmu duniawi dan batiniah. Piwulang dalam naskah ini dimulai dengan memahami takdir kehidupan. Dimana takdir kehidupan setiap orang berbeda. Ada yang ditakdirkan menjadi orang besar, ada juga yang ditakdirkan menjadi rakyat kecil. Baik orang besar maupun rakyat kecil, keduanya dituntut menjadi manusia utama. Maka, salah satu hal yang tepat adalah mendidik pemuda sedemikan rupa, agar menjadi manusia utama. Hal ini dipandang tepat karena pemuda sebagai cikal bakal kehidupan lebih banyak memiliki kesempatan dan ketepatan waktu menuntut ilmu. Persiapan si pemuda dalam mempelajari ilmu tersebut adalah kesedian lahir dan batin. Bersungguh-sungguh, mampu menahan diri, menyiapkan fisik, serta berprihatin. Sebab melalui keprihatinan, batin akan sedia menerima pembelajaran dan mengamalkan apa yang dipelajari. Berdasarkan pembacaan dan terjemahan naskah ini, secara garis besar membahas tahapan pembelajaran menuju manusia utama yaitu: menempuh ajaran kebajikan dan menjauhi hal-hal tercela. Secara keseluruhan naskah ini membahas perihal hati putih, hati kuning, hati merah, dan hati hitam. Menempuh ajaran kebajikan ialah melaksanakan ajaran hati putih, yaitu hati suci. Menjauhi hal-hal tercela ialah menjauhi perkara hati kuning, merah dan hitam, yaitu menjauhi hati sufiah, hati amarah, dan hati aluamah. Secara terperinci akan dibahas sebagai berikut: 1. Hati Suci Putih
adalah
pralambang
melalui
warna.
Putih
berarti
suci
(Padmosoekotjo, 1960: 78), sehingga hati putih adalah lambang hati yang suci. Hati yang mampu mengekang dan mengendalikan perilaku. Hati putih adalah hati commit to user
cv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang tajam kepekaannya. Dengan kata lain mampu membedakan mana yang baik dan yang buruk, dan selalu tanggap akan masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya. Hati putih sulit dimiliki, sebab hati putih senantiasa bergulat dengan hati kuning, hati merah, dah hati hitam. Manusia utama adalah manusia yang senantiasa berjuang mendapatkan hati putih. Manusia yang memiliki hati putih biasanya adalah orang yang ringan tangan, bertanggungjawab dan dapat dipercaya. Penjelasan mengenai hati putih dikemukakan oleh penulis secara berulang-ulang yaitu pada: bait 34, bait 35, bait 39 baris 8-10, bait 40 baris 1- 4, bait 44 baris 3-10, bait 59-61. Berikut salah satu kutipannya: ping sakawan ati pêthak/ iya iku mung ingkang mulas pribadi/ amrih arjaning praja// (bait 39, baris 8-10) Terjemahan: yang keempat adalah hati putih/ itulah hati yang mampu mewarnai/ merubah kepribadian/ menuju kesentosaan//
Pemahaman terhadap hati putih, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tuntutan hati putih adalah suci pikiran, perkataan, dan perbuatan. Berikut adalah hal-hal yang dilakukan guna menuju hati putih: a. Tekun. Tekun berarti senantiasa teguh, sabar, dan ikhlas menjalankan sesuatu. Tekun juga menuntut keprihatinan, sebab tanpa keprihatinan tidak akan diperoleh kesabaran dan keikhlasan. Salah satu bentuk tekun, adalah tiadak pernah berhenti bertapa. Bertapa tidak selamanya harus menepi di gua atau tempat tertentu, bertapa lebih diartikan sebagai tindakan menjaga batin, suatu keprihatinan. Dalam naskah SW dijelaskan bertapa sesuai dengan ajaran commit to user
cvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Islam. Tujuannya supaya batin terhindar dari pengaruh buruk dan hal-hal tercela. Berikut kutipannya: raganira dèn sumêdya êning/ êningêna lan nalaring kathah/ dadi wong jêmbar budine/ budi digdayèng tuhu/ tuhu têrus lan islam batin/ laire dhasar tapa/ batine aputus/ tan keguh dening bêbeka/ iya iku têpane wong padha mukti/ angati-ati tapa// (bait 2) Terjemahan: supaya raga mengheningkan/ mengena dan berakal banyak/ menjadi orang yang luas pemahamannya/ paham yang benarbenar kokoh keyakinannya/ senantiasa yakin dan Islam batinnya/ lahir berdasarkan tapa/ batin yang tidak pernah putus/ tidak goyah oleh apapun/ itulah tapa bagi orang berwibawa/ senantiasa berhati-hati dalam bertapa//
b. Menuntut ilmu dan rendah hati. Menuntut ilmu membuka cakrawala pengetahuan. Menuntut ilmu tidak selalu identik dengan pendidikan formal, dengan sekadar menanyakan sesuatu yang tidak diketahui berarti seseorang telah menuntut ilmu. Ilmu yang sebenarnya adalah segala pengetahuan yang berujung pada kebaikan. Baik kebaikan bagi diri sendiri maupun orang lain. Dengan penguasaan ilmu atau kepandaian maka semakin mudah menyelesaikan persoalan dan mewujudkan harapan-harapan. Menuntut ilmu diperlukan kesabaran, sebab ilmu didapat dari sedikit demi sedikit, berjengjang dari satu tahap ke tahap selanjutnya. Jika ingin mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan berbobot tentu syarat yang harus dipenuhi adalah menuntaskan pelajaran hingga tamat. Seringkali dengan sulitnya memperolah ilmu tersebut, seseorang merasa lebih dari sesamanya, akibatnya ia sombong. SW mengajarkan apabila seseorang mendapatkan kelebihan atau kepandaian lebih dari sesamanya, diharapkan tetap rendah hati. Sebab commit to user dengan kerendahan hati diperoleh kemuliaan. Dan dengan kemuliaan
cvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
seseorang lebih banyak berbuat manfaat bagi sekitarnya. Berikut kutipannya:
aywa pêgat atêtannya/ mring wong luwih barang kaluwihan kaki/ padha sira gulanga// (bait 55 baris 8-10) anadene yèn wus luwih kaki/ olêhira gêgulang kawigyan/ anadene romahane/ nanging pangarêpipun/ andhap asor tan kêna lali/ sabarang karêpira/ yèn tan lali iku/ angajia ngawulaa/ amêrtapa andhap agong aywa lali/ wêkasan dadi guna// (bait 56). karantène gulang êntas mangkin/ sakathahing kawigyaning janma/ (bait 61 baris 1-2).
Terjemahan: janganlah putus atau malu bertanya/ kepada yang lebih menguasai darimu/ belajarlah dikau// Apabila sudah mendapat kelebihan/ dari dirimu mempelajari kepandaian/ apabila ada yang kurang dikau kuasai/ harapannya rendah hati jangan dilupakan/ sembarang keinginanmu/ jika tidak melupakan hal itu/ belajarlah terus mengabdilah, bertapa dengan rendah hati dan kemuliaan jangan dilupakan/ karena akhirnya akan bermanfaat// dikarenakan belajar sampai tamat kelak/ manusia mendapat banyak kepandaian//
c. Mengamalkan ilmu prayoga ‘kebaikan’ yang diibaratkan perahu. Prayoga (Poerwadarminta, 1939: 509) artinya 1) panglimbang kang becik; 2) becik ‘1) pertimbangan yang baik; 2) baik. Berdasarkan arti kata tersebut dan konteks teks dapat diartikan bahwa ilmu prayoga adalah ajaran guna menetapkan keputusan yang baik, yang diperoleh berdasarkan pertimbangan yang masak. Agar setiap yang dilakukan adalah kebajikan. Diibaratkan jika ilmu prayoga adalah perahunya, maka prasangka adalah commit to user
cviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kemudi, dan rem adalah layar. Maksudnya ketika seseorang hendak memutuskan berbuat sesuatu ada dugaan-dugaan dan berhati-hati, ada rem untuk memberhentikan atau mengatur jalannya tindakan tersebut. Dengan demikian, seseorang dituntut tepat dalam mengambil dan menjalankan keputusan. Berikut kutipannya: upamane rêraga puniki/ yèn praua kang aran prayoga/ iku minongka dhayunge/ wêtara satangipun/ kang dêduga iku kêmudhi/ reringa iku layar/ poma dika etung/ pradadaning ing sarira/ kabèh iku lamun ora dèn kawruhi/ mongsa sira arjaa// (bait 21)
Terjemahan: seumpamnya raga itu/ adalah perahu dapat disebut prayoga/ jika dayungnya/ jelas arahnya/ apa yang disebut prasangka adalah kemudi/ rem adalah layar/ coba andika hitung/ apa-apa dalam ragamu/ apablila semua itu tidak diketahui/ tidak mungkin engkau berjaya//
d. Mempelajari tafsir Qur’an Ilmu batin ialah kespiritualan. Pemahaman terhadap akidah keagamaan mampu menuntun perilaku dan benteng jiwa bagi pelakunya. Etika Jawa yang selaras dengan Islam adalah niat, kesungguhan, dan kepasrahan. Semua itu dapat diperoleh dari keiklasan menjalankan ibadah. Beribadah tanpa mengetahui hakekatnya adalah suatu kepercumaan, maka dalam naskah ini disampaikan jangan hanya sekedar menjalankan ibadah tetapi juga memahami hakekat dari ibadah itu sendiri. Dalam naskah ini dicontohkan apabila seseorang memeluk Islam sebagai ajarannya, maka pelajarilah tafsir Qur’an commit to userkembali segala keputusan kepada dan senantiasa bertawakal. Menyerahkan
cix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sang Khalik. Semakin berat uji yang diterima, semakin mendekat kepada-Nya. Tetap berusaha akan tetapi menerima dengan ikhlas segala ketetapan Allah, sebab dalam Qur’an disampaikan bahwa segala yang terjadi kepada setiap hamba adalah yang terbaik baginya. Walaupun seringkali tidak selalu sesuai dengan keinginan sang hamba. Berikut kutipannya: lawanana kang pusaka malih/ pusakane ing ngèlmu punika/ angkatangkatên karepe/ dadya ngajia ngèlmu/ yèn tan bisa kalimah kalih/ ujare wong ulama/ têksir ngèlmunipun/ dening pusakaning tapa/ kang tawêkal marang hyang kang maha suci/ asrah aja ambêka// (bait 24)
Terjemahan: lengkapilah pusaka itu/ dengan pusaka berilmu/ bulatkan tekad/ guna mengaji berilmu/ apabila tidak bisa dua kalimat/ katanya para ulama/ tafsir (Qur’an) ilmunya/ lalu pusakanya tapa/ yang bertawakal kepada Hyang Maha Suci/ pasrah jangan berhenti//
e. Tutur kata yang berbudi Maksud dari tutur yang berbudi adalah segala perkataan yang baik, bijak, tidak melanggar norma, bukan perkataan kotor, tidak menyinggung perasaan orang lain, tidak suka membicarakan keburukan teman, dan segala yang disampaikan bermanfaat. Penyampaiannya pun dengan penuh sopan santun. Tutur yang berbudi mampu membersihkan hati. Berikut kutipannya: karane wêkas manira/ ing wong uripe angêta tutur kang bêcik/ rêrêsik jroning nala// (bait 28, baris 9-10)
Terjemahan: karena itulah pesanku/ orang hidup hendaknya selalu ingat akan tutur yang berbudi/ membersihkan dalamnya hati// commit to user
cx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
f. Tidak menyia-nyiakan waktu dan kesempatan Para pemuda sering terlena oleh kenikmatan dunia, selalu terpacu untuk memenuhi hasratnya. Terlebih lagi mengenai birahi. Sehingga seringkali melupakan waktu dan kesempatan menuntut ilmu. Seringkali terbengkalai dikarenakan tergoda oleh nafsu pribadinya sendiri. Selagi masih muda, masih banyak waktu dan kesempatan hendaklah belajar hingga tamat/ tuntas. Menimba ilmu dan pengalaman sebanyak-banyaknya. Kelak ketika telah tua, sarat dengan ilmu dan pengalaman, sehingga hidupnya tidak sia-sia. Berikut kutipannya: lamun ora mangkanaa kaki/ ora jumênêng aning tuwa/ dadi têtuwan arane/ basa tuwuhan iku/ ngandêlakên tuwane ugi/ iku wong tuwa ampas/ liring ampas iku/ wastaning raga punika/ raganira wus cape luwas ing kardi/ mongka ing jro suwunga// iya iku wong cupêt ing buddi/ duk anome tan purun têtannya/ ngandêlkên kuwat rosane/ tan etang ulah ngèlmu/ kabakitan tan dên kawruhi/ amung eca mêmangan/ esuk nyamuk-nyamuk/ tan ngetang wêkasing gêsang/ kang kaetang mung nikmat pucuking pêrji/ lan nikmat pucuk ngilat// (bait 53-54)
Terjemahan: Namun jangan sampai dikau/ tidak mengindahkan tuamu/ disebut tetua/ karena hasil dari/ mengandalkan ketuaannya/ itulah orang tua sampah/ sebutan raganya/ raga berlabel luas dalam pemahaman/ padahal tidak tahu apa-apa/ kosong// Iya itulah orang yang sempit pemikirannya/ ketika muda tak mau bertanya/ hanya mengandalkan kekuatan fisik/ tidak memperhitungkan mencari ilmu/ kebangkitan tidak dikenal/ hanya nikmat makan/ pagi sedap menyantap/ tidak memperhitungkan akhir hidup/ yang diperhitungkan hanya nikmat hasrat dan nikmat lidah// commit to user
cxi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
g. Bekerja pada atasan yang tepat Hal yang sulit dilakukan ketika seseorang telah memperoleh kepandaian/keahlian adalah bekerja pada atasan yang tepat. Kebanyakan ingin segera bekerja, tanpa menimbang bagaimana kepribadian atasan, dengan kata lain gampang-gampang susah. luwih angèl kaki wong ngawula/ nanging aluwih gampange/ (bait 62 baris 2-3) Terjemahan: gampang-gampang susah jika menjadi pegawai/
Maksud perkataaan tersebut adalah menjadi seorang pekerja banyak hal yang harus dipertimbangkan. Pemikiran yang sering dituju adalah bagaimana bekerja layak, tanpa menimbang lebih dulu bagaimana kepribadian atasannya. Dalam SW dijelaskan, bahwa kepribadian atasan merupakan hal penting yang harus dipertimbangkan. Bekerja bukan hanya sekedar mencari nafkah secara materi, tetapi dapat juga sebagai ladang ketajaman batiniah jika kita bekerja kepada atasan yang tepat. Hal tersebut dalam SW dikiaskan dengan mengabdi kepada ratu muda/satria muda dan ratu tua. Berikut kutipannya: nanging ana bedanipun kaki/ angawula ing sang prabu tuwa/ kalawan satriya anèm/ sabarang karsanipun/ ing satriya anom puniki/ karya prêlu lan sunat/ sami patrapipun/ upami dipunpopoa/ karya prêlu kalawan kang nora gati/ sami sihasatira// (bait 64) bênèh lawan prabu tuwa kaki/ liring tuwan pan ora anasar/ kang bongsa nasar artine/ sabarang karsanipun/ nora supe akathi uwit/ wit bêcik lawan ala/ kapyarsa sadarum/ ngranggoni jênênging tuwa/ basa jênêng artine iku jênêngi/ jênêngi nora pisah// beda lawan basa anom kaki/ liring anom maksih nganaman-nam/ sabarang ing kawigyane/ yèn wus kapanggih sêpuh/ nuli bisa anamba iki/ karsa bêcik lan ala/ kapirsa sadarum/ milane ana wong ngucap/ sapa bisa wonge amrangkani kudhi/ ngabdia ratu mudha// iya iku wong cupêt ing budi/ ingkang purun angucap mangkana/ dadi wong cupêt kawruhe/ beda kang sampun luhung/ kang wus wêruh ing ala bêcik/ ngawula ratu mudha/ ing commit to user
cxii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ibaratipun/ sira ngêmban rare mothah/ lamun wigya ngarih-arih anyindhèni/ kèndêl lajêng anêndra// (bait 71-73)
Terjemahan: Tetapi terdapat perbedaan nak/ mengabdi kepada prabu tua/ dengan satria muda/ apapun keinginannya/ seorang satriya itu serba perlu dan sunah/ kepatuhannya/ seumpama dipaksapun, barang yang perlu dilawankan dengan yang tidak penting/ sama saja maksudnya. Berbeda halnya dengan prabu tua nak/ maksud tuan selalu tepat/ jarang yang luput maksudnya/ segala keinginannya/ tidak lupa dengan awalan/ awalan baik atau buruk/ kehendaknya semua/ dalam batas kearifannya/ kata menamai artinya memberi nama/ memberi nama tidak pisah// Berbeda dengan kata muda nak/ sebab masih muda menerka-nerka/ segala kepandaiannya/ kalau sudah dihadapkan pada kedewasaan/ mustahil bisa membatasi/ mana keinginan baik atau buruk/ diketahui semuanya/ maka ada orang berpendapat/ siapa yang dapat merawat senjata/ mengabdilah kepada ratu muda// Iya itulah yang sempit pemikirannya/ yang bersedia berucap seperti itu/ menjadi orang yang sempit pengetahuannya/ berbeda dengan yang lebih/ yang telah mengetahui baik buruk/ mengabdi ratu muda/ yang ibaratnya/ mengasuh anak rewel/ harus pintar-pintar merayu menghibur/ hingga pulas tertidur//
Bekerja kepada ratu muda atau satria muda dianggap lebih mempunyai derajad, daripada mengabdi kepada ratu tua. Hal tersebut dikarenakan kurangnya commit to user
cxiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pemahaman serta kelabilan emosi dari sang ratu muda menuntut banyak kesabaran dan banyak taktik. Seseorang yang bekerja kepada eksekutif muda dituntut untuk dapat mengambil sikap, bukan hanya mematuhi perintah saja akan tetapi juga turut serta mengarahkan sang eksekutif muda kepada hal-hal bijak seperti lebih menjaga kesabaran dan mempertimbangkan baik dan buruknya keputusan sehingga tidak tergesa-gesa dalam mengambil kebijakan. Berbeda dengan bekerja eksekutif yang dewasa, yang telah memiliki banyak asam garam dan kearifan, sehingga tanggung jawab seorang pekerja lebih ringan. Hal tersebut jika direlevansikan terhadap perkembangan zaman saat ini, ialah pekerja yang percaya terhadap kemampuan eksekutif muda untuk terus berkembang, sehingga ketika seseorang bekerja pada atasan yang belum terlalu berpengalaman ada suatu keyakinan akan adanya perkembangan yang cukup signifikan.
2. Hati Sufiah Kuning adalah pralambang melalui warna. Kuning berarti sufiah, sehingga hati kuning adalah lambang hati yang penuh dengan nafsu. Suka dengan kekacauan, jauh dari keprihatinan, tidak peduli terhadap sesama, dan segala perilaku yang menuju keraharjaan. Perkara hati sufiah dikemukakan oleh penulis secara berulang-ulang, yaitu pada: Berikut kutipannya: ati kuning anggung mêmalangi/ samabarang karêm mring raharja/ sami ing ngadangan kabèh/ amrih bubuning nglaku/ tuwin janma arsa prihatin/ nuli binatalèna/ amrih aja tutug/ (bait 42 baris 1-7). commit to user
cxiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Terjemahan: hati kuning jelas menghalangi/ sembarang dalam raharja/ sama menghalangi semua/ supaya merusak perilaku/ juga keinginan manusia berprihatin/ tuli terhadap keadaan sekitar, supaya jangan tercapai//
Berikut adalah perilaku hati sufiah: a. Suka makan dan suka tidur. Hal yang menghalangi budi pekerti yang baik adalah suka makan dan suka tidur. Dasar dari nafsu adalah skua makan dan suka tidur. Jika manusia suka makan dan tidur berarti tidak mampu mengekang nafsunya. budi awak angèwuh-ewuhi/ amakewuh nèng sajroning nala/ dadya arusuh nalare/ witing hawa puniku/ doyan mangan lan doyan guling/ (bait 28 baris 1-5)
Terjemahan: yang menghalangi budi ialah kehendak/ yang mempersulit dalamnya kalbu (ketajaman hati)/ jadi kacau pikirannya/ dasarnya nafsu yaitu/ suka makan dan suka tidur//
b. Suka main perempuan. Perilaku suka main perempuan mencerminkan bahwa dia tidak berbudi. Begitu juga sebaliknya jika seorang perempuan suka main lakilaki, maka ia jauh tidak berbudi. Berikut kutipannya: yèn wong karêm wêwadonan angsring/ yèku kabèh dadi pêpancadan/ yèn tan mikir pambudine/ milane wêkasingsun/ mring wong anom-anom prasami/ aywa pêgat gêgulang/ budi kang mrih puguh/ amrih kukuh jroning nala/ nalarira rampidên lan ngèlmu jati/ amrih aywantuk cêla// (bait 37). commit to user
cxv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Terjemahan: Apabila orang suka main perempuan/ dapat dijadikan gambaran/ bahwa dia tidak memikirkan budi pekertinya/ maka petuahku/ kepada para pemuda semuanya/ jangan putus belajar/ budi yang kokoh/ supaya kuat mencengkeram dalam hati/ pemikiranmu bangkitkan dan berilmu sejati/ supaya mendapat penerangan//
c. Serakah Serakah ialah terlalu bernafsu, dan tidak peduli terhadap kepentingan orang lain. Tidak mau kalah bersaing, suka menyerobot, tidak bertata krama, senantiasa memenuhi segala nafsunya. Berikut kutipannya: api kêras nyêngangas ungas yèn angling/nyaliwing ing wardaya// (bait 11 baris 9-10) pan ambulus malih ambêkira/ alus ngaluwus semune/ solahe nyanyak-nyunyuk/ kadi munyuk tan wruh ing krami/ krama kinarya entra/ jatine lir badhut/ balubut kataning basa/ (bait 14 baris 2-8). pangarêp ati lamba// basa lamba iku angêlebi/ angêlebi wêtêng kêbak sêga/ dadi grangsang sakarêpe/ (bait 47 baris 10, bait 48 baris 1-3).
Terjemahan: sebagian manusia seperti api/ lebat melalap sulit ditaklukkan kalau berbicara/ berbeda dengan hati// Nafasnya tidak lagi seperti kura-kura/ yang halus melembut/ tingkahnya suka serobot/ seperti kera yang tidak tahu tata krama/ krama tercipta pratanda/ jatinya seperti badut/ dibalut indahnya bahasa// Berhati serakah/ maksud dari serakah itu ialah menenggelamkan/ menenggelamkan perut penuh nasi/ sehingga bernafsu sesukanya//
commit to user
cxvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Hati Amarah Merah adalah pralambang melalui warna. Merah berarti amarah, suatu kemurkaan (Padmosoekotjo, 1960: 78), sehingga hati merah adalah hati yang penuh dengan amarah dan kemurkaan. Perilaku hati merah dekat dengan tindakan asusila dan kejahatan, seperti: pencuri, pencopet, berandalan, pelacur, penipu, penjudi, pendewa rokok, pengemis dan sejenisnya yang merupakan tuna karya, pengutil, suka makan banyak (apalagi yang enak-enak), terlampau suka perhiasan yang indah-indah dan sebagainya. Berikut kutipannya: mila katah wong bêgal amaling/ cêler juput brandhal lawan ayap/ lanang wadon dadi lonthe/ tuwin wong ngapus-apus/ kêplèk kècèk dhadha lan bêlit/ lawan ja sêsumbungan/ manggung gulang udut/ lan kêkère aning pasar/ lan wong climut balurut lawan wong ngutil/ wit sangking ati abang// (bait 41) dene kang abang gawene/ sakèh pangannan iku/ lan panganggo kang adi-adi/ (bait 43 baris 3-4). Terjemahan: maka banyak orang berandal mencuri/ cepat mengambil disertai gesit/ lelaki perempuan jadi pelacur/ serta para penipu/ mempermainkan perasaan dan berkelit/ dan jangan berhubungan dengan, mereka pendewa rokok/ juga tuna karya di pasar/ juga orang tanpa perhitungan dan suka mengutil/ asalnya dari hati merah// yang merah sukanya/ banyak makanan/ dan perhiasan yang indah-indah//
Berikut perilaku hati amarah: a. Tidak tahan berprihatin. Tidak mampu bertapa berarti tidak mampu berprihatin dan berpuasa. Padahal bertapa dan berpuasa merupakan salah satu cara berprihatin. Keprihatinan mendekatkan pada akhlak yang terpuji, sehingga commit to user
cxvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang jauh dari sikap keprihatinan kurang mendapatkan pencerahan dalam hatinya oleh Yang Maha Kuasa. Berikut kutipannya: ambag lomba sêmbrana tan bêtah ngêlih/ (bait 12 baris 9) gandar alus solahe prasaja/ lèjêm priyayi dèn angge/ ing solah bawanipun/ pan rineka-reka priyayi/ nanging tan bêtah tapa/ (bait 16 baris 2-6).
Terjemahan: asal-asalan ceroboh tidak mampu menahan lapar, Sifat dan tingkahnya halus bersahaja, tata priyayi dilaksanakan, dalam tingkah perilakunya, supaya ditebak-tebak sebagai priyayi, tetapi dia tidak tahan tapa.
Dengan demikian mereka yang tidak mampu bertapa tidak layak menjadi manusia utama.
b. Sibuk memuja (beribadah) tetapi segala perilakunya tidak pantas. Memuja dalam konteks ini diartikan beribadah. Beribadah merupakan perilaku terpuji, dikarenakan menjalankan perintah agama atau keyakinannya. Seharusnya mereka yang rajin beribadah juga memiliki perilaku yang baik. Atau dalam etika Islam disebut akhlakul karimah, berakhlak yang baik. Jika seseorang rajin beribadah tetapi perilakunya tidak pantas, sama saja tidak ada maknanya ibadah yang dilakukannnya setiap hari. Berikut kutipannya:
satêngahe ana karêthel mujati/ jatine tan sêmbada// (bait 33) Terjemahan: ada yang sibuk memuja/ sejatinya tidak sepadan commit to user (dengan yang dipuja)//
cxviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Hati aluamah Hitam merupakan pralambang melalui warna. Hitam disini diartikan sebagai lambang dari aluamah, yaitu nafsu yang cenderung kecerobohan dan kekacauan. Hati hitam adalah hati yang penuh dengan sifat dan perilaku ceroboh yang berujung pada kekacauan. Apabila melakukan sesuatu tidak dipikirkan masak-masak dan cenderung ceroboh, akibatnya menghalangi keraharjaan. Berikut kutipannya: dene ati irêng ika/ kawasane asangêt sabarang runtik/ andabra ngambra-ambra// (bait 42 baris 8-10) iya iku kang ngadhangngadhangi/ marang kosiking amrih raharja/ (bait 43 baris 1-2).
Terjemahan: sedangkan hati hitam itu/ wilayahnya sangat suka kekacauan/ berantakan berserakan/ benar itu yang menghalangi/ terhadap bisikan supaya raharja//
Berikut adalah perilaku hati aluamah: a. Sombong dan terlalu menginginkan keduniawian. Kurang mensyukuri nikmat yang diberikan Tuhan kepadanya, sehingga beberapa manusia mengingingkan yang lebih. Tidak bersyukur dan tidak ikhlas dengan takdir yang diterima. Contoh: tukang batu yang selalu menggurutu, mengapa dirinya tidak ditakdirkan menjadi pengawai negeri sipil yang setiap bulan dapat gaji tetap dan terpandang di masyarakatnya. Kemudian ada juga, yang diberik takdir nikmat menjadi orang dengan kelebihan tertentu. Akan tetapi bukannya bersyukur atas kelebihan tersebut tetapi justru sibuk menyombongkan diri. Dan sebagian commit to user lagi diberikan rizqi lebih tetapi masih saja mengingingkan jauh yang lebih
cxix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
banyak. Demikian adalah sifat-sifat yang menjauhkan diri dari kemurahan Tuhan. Sifat-sifat tersebut juga menjauhkan diri dari akhlak yang terpuji. Berikut kutipannya: tan kêna sira guru/ sok tapa adadi priyayi/ (bait 9, baris 3-4) nadyan bagus sagandare singgih/ yèn pasthene pêpancène bangsat/ pasthi kumêsat ujare/ ujar nêka alungguh/ anglungguhi ujar priyayi/ amrih aja katara/ polahe kang mawut/ sawênèh ingkang sujanma/ gandar ala dêgsura atine gingsir/ gingsiring barang karya// (bait 10) nalare arusuh/ kapatuh kumêd ing donya (bait 33 baris 7-8)
Terjemahan: tidak diperkenankan seorang guru/ bertapa agar menjadi priyayi// walau bagus segala perilaku sesuai/ kalau sesungguhnya sejatinya bangsat/ pastilah sombong ucapnya/ berucap telah menduduki/ menduduki ucapan priyayi/ supaya tidak kelihatan/ tingkahnya yang kacau/ semua tentang kemanusiaan/ sifatnya tercela tidak tahu tata krama hatinya goyah/ tergoyah kebendaan// Pikirannya kacau/ sebab terlalu menginginkan keduniawian//
b. Tidak suka menolong. Mengetahui seseorang sedang dalam masalah, tetapi hanya diam dan pura-pura tidak tahu. Selalu masak bodoh dengan kepentingan orang lain, yang penting adalah kepentingannya sendiri. Sifat dan sikap demikian menjauhkan diri dari kemurahan dan kasih sayang antara sesama. Berikut kutipannya: kang satêngah sujanma puniki/ gandar ala nylêkuthis semunya/ sarta dhêndhêng cêlukane/ sinêmon datan wêruh/ dipunsarah commit to user datan udani/ kinêras datan êsak/ ginêbug malupuh/ sawênèh
cxx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ingkang sujanma/ api kêras nyêngangas ungas yèn angling/ nyaliwing ing wardaya// (bait 11)
Terjemahan: yang setengahnya manusia itu/ sifatnya tercela samar-samar sok segalanya/ serta berat tangan panggilannya/ suka pura-pura
tidak
tahu
masalah/
diberitahu
tidak
pernah
dilaksanakan/ keras kepala tidak dapat diperindah/ makin dikerasi melemah/ sebagian manusia seperti api/ lebat melalap sulit ditaklukkan kalau berbicara/ berbeda dengan hati//
commit to user
cxxi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PENUTUP
A. Simpulan Berdasarkan uraian kajian filologis dan pembahasan isi, dapat disimpulkan bahwa: 1. Suntingan teks SW pada penulisan ini ialah suntingan teks yang bersih dari kesalahan. Naskah SW yang telah diedisikan dalam kajian ini yang dipandang baik. 2. SW berisi ajaran etika, etiket dan pandangan hidup agar menjadi manusia utama. Etika, etiket, dan pandangan hidup meliputi sifat dan sikap. Ajaran tersebut dibedakan menjadi dua hal, yaitu: menempuh ajaran kebajikan dan menjauhi
hal-hal
tercela.
Menempuh
ajaran
kebajikan
ditempuh
dengan
melaksanakan ajaran hati suci. Menjauhi hal-hal tercela ialah menghindari perilaku: nafsu sufiah, nafsu amarah, dan nafsu aluamah. Yang tercermin pada hati sufiah, hati amarah, dan hati aluamah.
B. Saran Saran berdasarkan hasil penelitian ini adalah: 1. Berdasarkan pengkajian terhadap SW, diperoleh suntingan teks yang bersih dari kesalahan. Suntingan teks tersebut dapat diteliti lebih lanjut oleh berbagai disiplin ilmu, seperti linguistik untuk kebahasaannya, sastra untuk kesastraannya, sosiologi untuk pengaruhnya terhadap dinamika sosial masa commit to user lalu dan sekarang, serta berbagai disiplin ilmu lain sesuai dengan bidangnya.
cxxii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Pengoptimalan ajaran atau kandungan dari suatu naskah dapat dilakukan dengan cara merelevansikan dan mengimplementasikan ajaran tersebut. Ajaran SW dapat direlevansikan terhadap kehidupan sekarang. Implementasi ajaran tersebut dapat diawali dari siapapun yang membaca penulisan ini, kemudian memahami dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. 3. Perlu adanya pemaksimalan potensi yang terdapat dalam karya sastra Jawa pada umumnya, dan naskah kuno pada khususnya. Mengingat di luar sana, masih banyak terdapat naskah-naskah kuno yang perlu dibudidayakan agar terjaga kelestariannya.
commit to user
cxxiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Abu Sangkan. 2006. Berguru Kepada Allah Menghidupkan Kecerdasan Emosional dan Spiritual. Jakarta: PT Patrap Thursina Sejati.
Akhadiati Ikram. 1980. Perlunya Memelihara Sastra Lama. Kumpulan Naskah dalam Analisis Kebudayaan No. 3 Tahun I. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
_______. 1992. Beberapa Metode Kritik dan Edisi Naskah. Kumpulan Makalah (Filologi). Bandung.
Bani Sudardi. 2003. Penggarapan Naskah. Surakarta: Badan Penerbit Sastra Indonesia.
Behrend, T. E. 1990. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 1 Museum Sanabudaya Yogyakarta. Jakarta: Djambatan.
Behrend, T. E. dan Titik Pudjiastuti. 1990. Katalog Induk Naskah–Naskah Nusantara Jilid 3 A FSUI. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Behrend, T. E. dan Titik Pudjiastuti. 1990. Katalog Induk Naskah–Naskah Nusantara Jilid 3 B FSUI. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Darusuprapta. 1984. Naskah-naskah Nusantara Beberapa Penanganannya. Yogyakarta: Javanologi.
Edi S. Ekadjati. 1992. Cara Kerja Filologi. Kumpulan Makalah (Filologi). Bandung.
Edward Djamaris. 2002. Metode Penelitian Filologi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
_______. 2002. Metodologi Penelitian Filologi. Jakarta: MANASCO commit to user
cxxiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Emuch Herman Soemantri. 1986. Identifikasi Naskah. Bandung: Fakultas Sastra Universitas Padjajaran.
Etty Indriati. 2005. Menulis Karya Ilmiah Artikel, Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Florida, Nancy K. 1994. Javanese Language Manuscripts of Surakarta, Central Java A Preliminary Descriptive Catalogus Level I and II
_______ 2000. Javanese Literature in Surakarta Manuscript Volume I. Manuscript of The Kasunanan Palace.
Girardet, Nikolaus et al. 1983. Descriptive Catalogus of the javanese Manuscripts and Printed Book in the Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta. Weisbaden: Franz Steiner verslag GMBN.
Haryati Soebadio. 1975. Masalah Filologi. Filologi (Kumpulan Makalah). Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
_______. 1975. Penelitian Naskah Lama Indonesia. Bulletin Yaperna No. 7 Th. II Juni 1975.
Jennifer, Lindstay. 1998. Katalog Induk Naskah – Naskah Nusantara Jilid 4 Perpustakaan Nasional RI. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Maryono Dwi Raharjo, et. al. 2005. Pedoman Penulisan dan Pembimbingan Skripsi/Tugas Akhir Fakultas Sastra dan Seni Rupa. Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.
Maryono Dwi Raharjo. 2006. Sengkalan dalam Budaya Jawa. Solo: KATTA.
Nikolaus Girardet. 1983. Descriptive Catalogus of the Javanese Manuscripts and Printed Book in the Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta. Weisbaden: Franz Steiner Verslag GMBH.
Padmosoekotjo, S. 1960. Ngengrengan Kasusastran Djawa II. Yogyakarta: Hien commit to user Hoo Sing.
cxxv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Poerwadarminta, W, S, J. 1939. Baoesastra Jawa. Batavia: J.B. Wolters’ Uitgevers Maatschappij.
Rahyono, FX. 2009. Kearifan Budaya dalam Kata. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.
Sartono, dkk. 1988. Beberapa Segi Etika dan Etiket Jawa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Kebudayaan. Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara Bagaian Jawa.
Siti Baroroh Baried. 1983. Naskah Jawa Bernafaskan Islam. Sarasehan Nasional Yogyakarta. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sumarlam. 2006. Analisis Wacana Tekstual dan Kontekstual. Surakarta: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.
Sutopo, HB. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press.
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
Pengertian Etika Moral dan Etiket. Diakses dari http://massofa.wordpress.com/2008/11/17 pada 15 Juli 2010 pukul 21.06 WIB.
commit to user
cxxvi