BAB III KAJIAN FILOLOGIS DAN ANALISIS FUNGSI
3.1 Identifikasi Naskah Naskah yang dikaji dalam penelitian ini adalah naskah yang berjudul Wawacan Lalakon Indra Bahu. Namun dapat dikatakan hampir sebagian besar naskah nusantara terutama yang sudah relatif sangat tua tidak memiliki judul naskah secara eksplisit dan tersendiri, judulnya tidak tersirat. Begitupun halnya dengan naskah WLIB ini, judul pada teks naskahnya tidak tersurat. Namun dalam hal ketidakadaan judul naskah, cara-cara yang sering ditempuh oleh penyusun katalog, peneliti dan penyunting naskah, yaitu dengan membaca atau meneliti sebagian atau seluruh isi naskah sehingga akan ditemukan bagian teks yang yang menyebutkan baik secara tersurat maupun tersirat. Berdasarkan pernyataan di atas, dalam penelitian ini, peneliti menemukan judul yang eksplisit. Dikatakan eksplisit, karena penamaan judulnya tercantum pada isi teksnya. Adapun kutipannya dapat dilihat pada pupuh I bait ke -4 sebagai berikut :
Sumangga urang kawitan,
“Mari kita mulai,
ngeureuyeuh demi sakedik,
sedikit demi sedikit,
maksakeun sabisa-bisa,
memaksakan sebisa-bisa,
méréskeun layang surandil,
membereskan layang surandil,
ieu nu teu lepat deui,
ini yang tidak salah lagi,
di sebatna indra bahu,
disebutnya indra bahu,
lalakon jaka umaran,
cerita jaka umaran,
anu kawit jadi bibit,
yang menjadi asal muasal,
nyarioskeu ningrum sareng surya ningrat.
Membicarakan ningrum suryaningrat.”
Kutipan di atas menunjukan bahwa yang akan diceritakan mengenai WLIB. Judul ini diberikan berdasarkan keselurhan isinya, naskah ini bercerita tentang lalakon perjalanan/kisah dari raja Indra Bahu mulai dari mimpi buruk yang di alami raja sampai pada penolakan lamaran raja barantang Geni yang mengakibatkan terjadinya peperangan. Secara kronologis segala peristiwa yang menimpa raja serta keluarganya dan kisah asmara yang menghiasi cerita ini dipaparkan secara panjang dan terperinci. Naskah yang diberi nomor biasanya naskah-naskah yang ada di perpustakaan atau museum. Sebaliknya naskah-naskah yang tersimpan sebagai milik pribadi atau koleksi pribadi biasanya tidak diberi nomor Hermasoemantri, (1986 : 7) karena naskah WLIB merupakan naskah milik pribadi maka naskah ini tidak diberi nomor. Pada umumnya naskah-naskah tersimpan di perpustakaan, museum, dan lembagalembaga tertentu Hermasoemantri, (1986 : 9-10) di nusantara, tidak sedikit pula naskah-naskah yang tersebar di masyarakat, di daerah-daerah tertentu yang merupakan milik pribadi atau perseorangan. Naskah yang dijadikan objek penelitian ini adalah naskah yang berasal dari masyarakat dan merupakan milik pribadi. Naskah milik pribadi dianggap sebagai pusaka warisan dari peninggalan nenek moyangnya sehingga penyimpanan pun tidak disembarang tempat tapi disimpan di tempat tertentu yang khusus disediakan oleh pemiliknya. Naskah ini berasal dari Kab. Garut tepatnya dijalan Ciledug, naskah ini milik Bapak R. Sulaeman Anggapradja. Dilihat dari fisik naskah WLIB ini masih sangat baik dan utuh, tulisannya masih sangat jelas dan mudah di baca sampul naskah berwarna coklat polos tanpa motif.
Naskah ini berukuran 17 x 23 cm dengan ruang tulisannya 14 x 17 cm. tebal halamannya 110 halaman penuh tulisan, namun sepertinya ada campur tangan pemerhati yang membubuhkan nomor pada sebagian halaman dengan menggunakan ballpoin karena sepertinya naskah aslinya tidak menggunakan nomor, penomoran juga terdapat pada tiap samping penulisan pupuh. Adapun tulisan teksnya menggunakan tinta hitam pekat, pemisah antar padanya pun menggunakan warna yang sama yaitu hitam pekat. Jumlah baris yang terdapat pada tiap halaman naskah yang di teliti memiliki jumlah yang sama yaitu berjumlah 14 baris. Teks yang terdapat dalam naskah WLIB ini, ditulis dengan menggunakan huruf Arab Pegon. Ukuran huruf yang dipakai tidak begitu tebal, tetapi keadaan tulisannya masih sangat jelas sehingga cukup mudah untuk dibaca. Kemungkinan teks penulisannya menggunakan pena dengan tinta berwarna hitam. Bentuk hurufnya di tulis dengan tegak lurus. Sedangkan untuk tanda bacanya terdapat dua bentuk yaitu bentuk („) untuk menandakan akhir larik berfungsi sebagai tanda koma, dan tanda ( ) untuk tanda akhir bait sekaligus tanda pergantian pupuh, hanya saja pada bagian pembagian pupuh tanda ini lebih banyak jumlahnya antara tiga, empat sampai lima buah. Posisinya berada di kiri dan kanan nama pupuh ,selain itu juga berfungsi sebagai titik sekaligus sebagai tanda paragraph. Adapun mengenai pemakaian lembaran naskah untuk tulisannya tidak di gunakan cara bolak-balik tetapi hanya pada halaman mukanya saja, sedangkan halaman belakangnya kosong seperti halnya bentuk-bentuk tulisan pada lembaran buku biasa. Sistem penulisannya juga didasarkan pada penulisan baris naskah secara penuh. Naskah ini terdiri dari 27 pupuh secara berturut-turut yaitu pupuh Sinom,
Dangdanggula, Asmarandana, Kinanti,, Minjil, Durma,
Magatru, Pangkur dan Maskumambang.
No.
Pupuh
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27.
Sinom Dangdanggula Asmarandana Kinanti Sinom Minjil Durma Asmarandana Magatru Dangdanggula Sinom Kinanti Asmarandana Sinom Dangdanggula Asmarandana Kinanti Sinom Pangkur Durma Asmarandana Dangdanggula Pangkur Sinom Maskumambang Asmarandana Sinom
Jumlah Halaman Pada Bait Naskah 7 1 10 2 23 5 21 10 22 13 18 19 20 22 21 25 20 29 11 33 23 36 21 42 26 45 13 50 19 55 22 60 25 66 20 69 15 74 19 77 20 80 20 84 21 90 20 94 20 98 25 101 18 105
Bahan naskah yang di gunakan adalah kertas Eropa , berwarna sudah kecoklat-coklatan, namun di bagian dalam naskah pada lembaran naskahnya tidak ditemukan tanda atau gambar membayang yang di sebut watermark (cap kertas). Sementara bahasanya menggunakan bahasa Sunda. Mengenai keterangan penyalin, pada awal teks disebutkan bahwa pemilik teks naskah ini adalah Nyi Manah anak dari Almarhum Bapak Ibad yang bertempat tinggal di Cianten RW 1 RT
2, sedangkan diakhir teks disebutkan bahwa yang menamatkan tulisan teks naskah ini bernama Ateng dari tetangga Desa Cianten RT 4 RW 1. waktu tamatnya penulisan disebutkan pada akhir teks yaitu selesai pada malam Kamis, Tanggal dua belas Maulud, dan jika menurut hitungan kalender Masehi maka jatuh pada Tanggal tiga belas April Tahun tujuh puluh empat. Naskah ini berbentuk puisi karena ditandai oleh adanya penggunaan pupuh. Naskah WLIB ini terdiri dari 534 pada, 27 kali penggunaan pupuh, dan 9 macam penggunaan pupuh di antaranya penggunaan pupuh Sinom sebanyak 7 kali, Dangdanggula 4 kali, Asmarandana 6 kali, Kinanti 3 kali, Minjil 1 kali, Magatru 1 kali, Pangkur 3 kali, Durma 2 kali, dan Maskumambang 1 kali.
No.
Pupuh
Muncul
1.
Sinom
7
2. 3.
Dangdanggula Asmarandana
4 6
4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kinanti Minjil Durma Magatru Pangkur Maskumambang
3 1 2 1 2 1
Pupuh
Jumlah Bait
I, V, XI, XIV, XVIII, XXIV,XXVII II, X, XV, XII III, VIII, XIII, XVI, XXI, XXVI IV, XII, XVII VI VII, XX IX XIX, XXIII, XXV
7, 22, 23, 13, 20, 20, 18 10, 11, 19, 20 23, 21, 26, 22, 20, 25 21, 21, 25 18 20, 19 20 15, 21 20
3.3 Ikhtisar teks Raja Indra Bahu adalah raja negri Buldansah, dia memiliki dua orang anak, laki-laki dan perempuan, yaitu Raden Gambar Kanoman dan putri Laela Sari, dikisahkan suatu malam raja bermimpi negrinya luluh lantah terendam oleh air laut. raja, permaesuri,anak-anak, para mantri
dan para abdi-abdi semua tenggelam terbawa ombak kecuali anak-anak yang tiga
mereka
tersangkut di sebuah pohon. Raja sangat kaget ketika terbangun dari tidurnya dia berfikir ada apakah gerangan alamat apakah mimpi buruknya itu. Keesokan harinya raja memanggil Patih dan menceritakan perihal mimpi buruknya itu, menurut penafsiran Sang Patih biasanya kalau mimpi seperti itu maka akan terjadi malapetaka, tapi Patih berusaha menenangkan sang raja karena mungkin saja mimpi itu hanya impian belaka yang tidak ada artinya. Dikisahkan pula disebuah negri lain yang bernama negri Tunjung Biru yang dipimpin oleh raja Barantang Geni, raja yang sakti mandra guna kebal dengan semua senjata, wajahnya seram seperti binatang, badannya tinggi besar dan berbulu, rambutnya keras, matanya merah dan kupingnya lebar,suaranya menggelegar seram, siapa saja yang melihatnya pasti akan merinding dan takut. Suatu hari raja Barantang Geni mengumpulkan semua saudaranya, dia bercerita, bahwa dia sedang jatuh cinta pada putri raja Indra Bahu dan meminta saran dari saudara-saudaranya. Barantang Baya selaku patih memberi saran pada raja untuk bersama-sama pergi ke negri Buldansah meminta putri Laela Sari pada raja Indra Bahu. Dan jika raja Indra Bahu tidak memberi ijin maka negri Buldansah akan dihancurkan. Singkat cerita raja Tunjung Biru bersama para Patih dan para prajurit berangkat ke negri Buldansah, setibanya di negri Buldansah raja Barantang Geni di sambut baik oleh raja Indra Bahu. Sambil menjamu raja Barantang Geni raja Indra Bahu bertanya perihal kedatangan raja Barantang Geni yang tidak biasanya, saat itu pula raja Barantang Geni mengungkapkan bahwa maksud kedatangannya untuk melamar putri Laela Sari. Raja Indra Bahu kaget dia bingung dan
berpikir tidak mungkin anaknya mau pada raja yang buruk rupa ini tapi jika kemauannya tidak dituruti maka pasti negrinya akan dihancurkan, dalam kebingungannya raja Indra Bahu memberi alasan pada raja tunjung Biru untuk menunggu selama satu minggu karena raja Indra Bahu akan siap-siap dahulu sebelum pesta pernikahan digelar. Tunjung Biru setuju dan dia berpamitan untuk pulang. Sepulangnya raja Tunjung Biru beserta rombongannya, raja Indra Bahu memanggil Permaesuri dan menceritakan bahwa Barantang Geni meminta Laela Sari untuk dijadikan istri, raja meminta permaesuri bicara dan menasehati Laela Sari agar mau pada Barantang Geni karena jika tidak maka negri Buldansah pasti akan dihancurkan. Ketika Laela Sari mendengar bahwa dia dilamar oleh Barantang Geni, putri kaget dan menangis dia berlari ke Kaputren dan mengurung diri dikamar. Waktu itu Sang Putri galau sampai-sampai akan bunuh diri untung saja terlihat oleh seorang pembantu kemudian buru-buru mau melaporkan kejadian itu pada raja dan kebetulan berpapasan dengan Raden Gambar Kanoman, diceritakanlah keadaan putri pada Raden. Raden pun bergegas ke kamar Putri dan berusaha untuk menenangkan hati Putri, tidak lama kemudian datang utusan memberitahu bahwa raja memanggil kedua putranya itu. Setelah semua berkumpul ditempat raja Raden Gambar Kanoman bercerita kejadian putri yang hampir bunuh diri karena tidak mau menikah dengan Barantang Geni. Oleh karena itu ia bertekad untuk memilih berperang daripada harus memberikan adiknya pada raja yang buruk rupa itu. Raja mengikuti kemauan Raden rajapun mengutus mantri untuk mengirim surat pada raja Barantang Geni membatalkan pernikahan. Berangkatlah Mantri menuju negri Tunjung Biru dan menyerahkan surat itu pada raja Barantang Geni, setelah Barantang membaca surat itu dia sangat kaget karena raja Indra Bahu sudah membohonginya, amarahnya memuncak dia mengumpulkan seluruh ponggawa, mantri
dan senapati yang tangguh-tangguh untuk berangkat perang menghancurkan negri Buldansah. Singkat cerita Setibanya di Buldansah perang pun terjadi dengan serunya banyak para prajurit dari Buldansah yang gugur, namun perang terhenti oleh sore dan akan dilanjutkan keesokan harinya. Diceritakan, Indra Bahu didalam keraton berpikir dia tidak mungkin bisa mengalahkan Barantang Geni dan pasukannya, kemudian memanggil Raden Kanoman dan memutuskan untuk kabur dari peperangan, Gambar Kanoman setuju malam itu pula raja, permaesuri, dan anaknya berganti pakaian supaya tidak diketahui orang dan kabur meninggalkan kerajaan. Singkat cerita sesudah melewati perkampungan dan hutan tibalah raja disisi pesisir dan melihat perahu yang berlabuh, setelah bertemu pemilik perahu ternyata perahu itu hendak ke negri Erum maka mereka pun ikut menumpang sampai ke negri Erum, setibanya di negri Erum raja Indra Bahu pun menghadap raja Erum yang bernama raja Arya Sasmita, dia meminta ijin untuk ikut mengabdi di kerajaan tersebut, raja Erum pun mengijinkan namun dia merasa aneh dan kemudian bertanya siapakah nama laki-laki tua yang ingin menetap dinegrinya itu, raja Indra Bahu pun menjawab bahwa dia Indra Bahu yang kabur dari perang karena tidak kuat melawan Barantang geni. Kaget raja Erum, dia pun langsung merangkul raja Indra Bahu dan memanggil istrinya untuk menjamu dan menyiapkan tempat tinggal mereka. Raja Indra Bahu dan keluaraga diberikan tempat yang letaknya berada di dalam sebuah taman kerajaan yang indah dan megah. Dikisahkan suatu hari ketika putri sedang bermain di taman dia bertemu dengan seorang pria tampan yang tidak lain adalah putra dari raja Erum yang bernama Jaka Umaran, setelah beberapa kali bertemu dan bermain bersama mereka pun jatuh cinta dan Umaran melamar Laela Sari, namun ketika dilamar putri memberikan syarat bahwa ia mau menikah asalkan Jaka Umaran bisa merebut negri Buldansah dari Barantang Geni. Permintaan itu pun disetujui dan
terjadilah kembali peperangan. Namun, kali ini pasukan Jaka Umaran berhasil mengalahkan pasukan Barantang Geni dan Barantang Geni mati di bunuh oleh Jaka Umaran menggunakan pusaka yang diberikan oleh Ningrum Kusuma. Setelah Negri Buldansah berhasil direbut kembali, di gelarlah pesta pernikahan kakak putri Laela Sari Gambar Kanoman dengan putri Kancanawati yang dia temukan dan dia tolong dari goa didalam hutan tempatnya berburu karena di culik Buta. Keesokan harinya barulah digelar pesta pernikahan putri Laela Sari dengan Raden Jaka Umaran sekaligus penobatan Jaka Umaran sebagai raja Buldansah baru dan mereka pun kembali hidup bahagia.
3.3 Kritik Teks Suatu penilaian terhadap kandungan teks yang tersimpan dalam naskah untuk mendapatkan teks yang paling mendekati aslinya adalah bagian dari kritik teks dan merupakan langkah pertama untuk mendapatkan sebuah edisi teks yang sudah dibersihkan dari kesalahankesalahan, sehingga menghasilkan sebuah naskah yang dapat dipahami oleh pembaca. Kritik teks yang dilakukan peneliti pada penelitian ini adalah penilaian terhadap kandungan teks melalui perbaikan atau pembetulan pada kesalahan-kesalahan kecil atau ketidakajegan. Karena penelitian ini hanya dilakukan pada satu buah naskah saja (naskah tunggal). Ada beberapa macam kesalahan yang terdapat dalam naskah WLIB. Kesalahan-kesalahan tersebut antara lain berupa penyimpangan guru lagu, penyimpangan guru wilangan, penyimpangan penamaan pupuh, penyimpangan redaksional, penggantian (emandansi), penambahan (adisi), dan penghilangan (lakuna). Yang selanjutnya dikelompokan kedalam kategori emandasi, dan lakuna.
Penyimpangan-penyimpangan yang telah disebutkan di atas akan di sajikan pada uraian dibawah ini.
3.3.1 Analisis Kuantitatif Analisis kuantitatif digunakan dalam upaya penelusuran atas perbedaan dan persamaan yang terdapat didalam teks dengan kaidah yang sudah ditentukan baik itu dalam pemenuhan guru wilangan, jumlah padalisan maupun guru lagu. Dengan analisis kuantitatif kita akan mengetahui seberapa banyak penyimpangan yang terdapat dalam teks. Teks naskah WLIB ini terdiri atas 534 pada, 27 kali penggunaan pupuh, dan 9 macam penggunaan pupuh di antaranya penggunaan pupuh Sinom sebanyak 7 kali, Dangdanggula sebanyak 4 kali, Asmarandana sebanyak 6 kali, Kinanti sebanyak 3 kali, Minjil sebanyak 1 kali, Magatru sebanyak 1 kali, Pangkur sebanyak 3 kali, Durma sebanyak 2 kali, dan Maskumambang 1 kali.
3.3.1.1 Perbaikan Padalisan Perbaikan padalisan dalam penyimpangan redaksional ditandai oleh penambahan, penghilangan, dan penggantian yang terdapat dalam teks baik huruf, suku kata, kata maupun kalimat. jumlah baris dalam bait yang tidak lengkap juga menyebabkan perbaikan padalisan. Permasalahan tersebut terjadi karena guru lagu atau guru wilangannya tidak sesuai dengan aturan pupuh. Kasus-kasus atau permasalahan yang terjadi baik itu terjadi karena guru lagu atau guru wilangan maupun bait yang barisnya tidak lengkap, hal itu mungkin disebabkan karena faktor
kesalahan penyalinnya. Adapun perbaikan padalisan ini bermaksud untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ditemukan agar sesuai dan memenuhi kaidah pupuh.
3.3.1.2 Penyimpangan Guru Wilangan Penyimpangan guru wilangan yang terdapat dalam teks naskah WLIB mungkin disebabkan karena kekurang telitian penyalin, adapun bentuk-bentuk penyimpangan pada guru wilangan yaitu disebabkan karena kesalahan tulis, hilangnya tanda baca yang mengakibatkan larik yang seharusnya dipisah tetapi digabungkan dan sebaliknya, penyimpangan guru wilangan ini sebenarnya tidak begitu besar pengaruhnya dalam pembacaan naskah namun pada saat pembacaannya disesuaikan dengan kaidah pupuh maka akan terasa tidak sempurna. Dalam teks naskah WLIB penyimpangan guru wilangan tidak terbilang mendominasi bisa dikatakan penyimpangan hanya sebagian kecil dari keseluruhan jumlah larik yang ada.
3.3.1.3 Penyimpangan Penamaan Pupuh Penyimpangan penamaan pupuh pada naskah WLIB hanya sebagian kecil dari keseluruhan penamaan pupuh, yaitu hanya terdapat pada tiga pupuh dari sembilan penamaan pupuh yang ada dalam naskah ini. Penyimpangan penamaan pupuh tersebut yaitu Dangdanggula yang hanya ditulis Dangdang, Asmarandana hanya ditulis Asmaran dan pupuh Maskumambang hanya ditulis Kumambang. Penyimpangan tersebut kemungkinan sengaja dilakukan penyalin sekedar untuk mempermudah penulisan dan pembacaannya. Namun meskipun demikian penyimpangan di atas tentunya tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku.
3.3.2 Analisis Kualitatif
3.3. 2.1 Pemakaian Pupuh Pemakaian pupuh dalam teks naskah WLIB secara keseluruhan memiliki karakterkarakter pupuh yang sesuai dengan kaidah yang ditentukan. Dan sepertinya penyalin sudah sangat memahami akan karakter pupuh, karena hampir keseluruhan gambaran suasana-suasana yang terjadi sesuai karakter pupuh yang sudah ditentukan. Contoh pada pupuh Asmarandana XVI yang menceritakan tentang kisah cinta antara Jaka Umaran dengan Laela Sari, karakter pupuh ini sesuai dengan karakter pupuhnya karena pupuh Asmarandana menurut aturan kaidahnya yaitu keadaan berahi atau kasmaran. Secara keseluruhan, karakter yang terdapat dalam teks naskah WLIB sesuai dengan kaidah yang seharusnya. Hal ini memberi kesan bahwa penyalin sangat paham terhadap karakterkarakter pupuh sehingga gambaran suasana yang di tampilkan dalam setiap pupuh sesuai dengan karakter pupuhnya.
1. Pupuh Sinom Pemakaian pupuh Sinom dalam teks naskah WLIB sebanyak tujuh kali yaitu pada pupuh I, V, XI, XIV XVIII, XXIV XXVII. Pemakaian pupuh ini cukup mendominasi teks naskah, pupuh Sinom ini juga mengawali dan mengakhiri cerita dari teks naskah dan Pupuh dalam teks WLIB. Pupuh Sinom biasanya berwatak gembira dan asmara namun terkadang juga menggambarkan suasana genting dan sedih. Pupuh Sinom I yaitu pembuka cerita disini terdapat keterangan si penyalin tentang identitasnya dan waktu penulisan teks naskah ini, penyalin juga menyebutkan tokoh-tokoh yang menjadi pemegang peran dalam cerita ini, pada pupuh ini penyalin mengutarakan harapan dan tujuannya menulis naskah ini yaitu untuk melestarikan cerita yang ada dimasa lalu agar tidak terlupakan oleh zaman, penyalin juga mengungkapkan
bahwa jika ada kekurangan atau kesalahan dalam teks naskah ini maka dipesilahkan untuk memperbaikinya. Pupuh Sinom V mengandung deskripsi kesedihan yaitu pada saat Putri Laela Sari tidak mau dinikahkan dengan Raja Barantang Geni hingga akhirnya raja memutuskan untuk berperang. Sinom XI menggambarkan suasana bahagia yaitu pada saat Raja dan keluarga sampai di negri Erum dan disambut baik oleh Raja Erum. Sinom XIV menceritakan tentang suasana kasmaran Putri Laela Sari dengan Raden Jaka Umaran. Sinom XVIII ini meggambarkan suasana bahagia karena Raden Jaka Umaran melamar Putri Laela Sari meskipun harus mengabulkan permintaan Laela Sari yang meminta negri Buldansah direbut kembali dari Raja Barantang Geni. Sinom XXIV masih bercerita tentang suasana bahagia karena sudah menang berperang melawan Raja Barantang Geni dan negri Buldansah kembali jadi milik Raja Indra Bahu. Dan Sinom XXIV atau ending dari teks naskah tentunya menceritakan tentang kebahagiaan yaitu menceritakan tentang pesta pernikahan sekaligus penobatan Jaka Umaran menjadi raja di negri Buldansah, pada bagian ini pun terdapat ungkapan penutup dari penyalin.
2. Dangdanggula Pupuh ini muncul sebanyak empat kali yaitu pada pupuh II, X, XV, dan XXII. Pupuh II mendeskripsikan tentang kejayaan negri Buldansah, pupuh ini juga menceritakan tentang awal mula cerita dalam teks ini yaitu berawal dari mimpi buruk yang di alami oleh raja. Pupuh X, menceritakan tentang kesedihan yang dialami raja dan keluarga selama perjalanan karena kabur dari peperangan. Pupuh XV mengisahkan tentang suasana bahagia yaitu percakapan jaka Umaran yang tengah jatuh cinta pada laela Sari. Pupuh XXII menceritakan Jaka Umaran yang di
ajak oleh patih untuk meminjam pusaka pada Ningrum Kusuma karena raja Barantang Geni tidak mungkin bisa dikalahkan tanpa menggunakan pusaka. Karakter dari pupuh Dangdanggula yaitu menggambarkan tentang keadaan tenang dan gembira, namun dari empat kali kemunculan pupuh ini, yang utuh menggambarkan ketenangan hanya pada pupuh XV, sedangkan yang lainnya menggambarkan tentang kesedihan.
3. Asmarandana Pemakaian pupuh Asmarandana dalam teks WLIB cukup banyak yaitu enam kali, yaitu pupuh III, VIII, XIII, XVI, XXI, XXVI. Pupuh III menceritakan tentang raja Barantang Geni yang sedang jatuh cinta pada Putri laela Sari. Pupuh VIII yaitu ketika raja dan keluarga kabur dari Keraton karena esoknya tidak sanggup menghadapi perang dengan raja Barantang Geni. Pupuh XIII mendeskripsikan keindahan taman Mandewani yaitu taman yang berada di tengahtengah rumah yang diberikan raja Erum untuk tempat tinggal raja Indra Bahu dan keluarga, dan di taman itulah Jaka Umaran dan Laela Sari bertemu hingga menjalin kasih. Pupuh XVI menceritakan tentang kisah cinta antara jaka Umaran dan dewi Laela Sari. Pupuh XXI mendeskripsikan peperangan yang terjadi antara pasukan Barantang Geni dan pasukan Jaka Umaran. Pupuh XXVI menceritakan saat pertemuan antara Gambar Kanoman kakak laela Sari dengan Putri Kancanawati yang diculik Buta dan disembunyikan di Goa tengah hutan tempat Gambar kanoman berburu. Karakter pupuh Asmarandana yaitu berahi kisah percintaan atau kasmaran, hal ini sesuai dengan isi dari pupuh-pupuh Asmarandana di atas kecuali pada pupuh XXI yang tidak mencerminkan karakter Asmarandana yang berkisar tentang percintaan tapi pada pupuh ini berisikan tentang peperangan.
4. Kinanti Pemakaian pupuh Kinanti dalam teks WLIB sebanyak tiga kali yaitu pada pupuh IV, XII, XVII. Karakter pupuh ini yaitu menggambarkan tentang keadaan menanti atau istirahat hal ini sesuai dengan kandungan dari pupuh I yaitu ketika Barantang Geni melamar Laela Sari dan Raja Indra Bahu meminta dia untuk menunggu selama satu minggu. Pupuh XII mengambarkan pada saat Raja Indra Bahu sudah berada di negri Erum di jamu dan dipersilahkan untuk beristirahat. Pupuh XVII yatu pada saat Jaka Umaran melamar Laela Sari. Lamaran pun diterima Laela Sari namun dengan syarat Jaka Umaran harus merebut dahulu negri Buldansah dari tangan Barantang Geni.
5. Minjil Kemunculan pupuh Minjil dalam naskah WLIB ini hanya satu kali yaitu pada pupuh VI, pupuh ini menggambarkan keadaan sedih atau amarah hal ini tercermin dalam pupuh XI karena menceritakan tentang kesedihan dan amarah raja Barantang Geni karena raja Indra Bahu membatalkan pernikahannya dengan Laela Sari.
6. Durma Dalam teks WLIB, pupuh Durma muncul sebanyak dua kali yaitu pada pupuh VII dan XX, pupuh ini menggambarkan tentang keadaan marah atau peperangan hal ini sesuai dengan isi dari kedua pupuh Durma VII dan XX, isi dari kedua pupuh ini
mengambarkan suasana
peperangan yang terjadi antara negri Buldansah dengan negri Tunjung Biru.
7. Magatru Dalam Teks WLIB, pupuh Magatru hanya dipakai sebanyak satu kali yaitu pada pupuh IX. Pupuh ini menggambarkan tentang keadaan sedih, suasana sedih ini terlihat pada saat penyalin mengungkapkan kesedihan dan kekhawatirannya karena pada bagian pupuh ini diceritakan raja Indra Bahu, Permaesuri dan anak-anaknya kabur dari Keraton karena tidak kuat menghadapi raja Barantang Geni Lagi.
8. Pangkur Pemakaian pupuh Pangkur dalam teks WLIB sebanyak dua kali, yaitu pada pupuh XIX dan XXIII. Pupuh ini menggambarkan tentang keadaan marah atau peperangan, hal ini sesuai dengan isi dari kedua pupuh Pangkur yang terdapat dalam teks WLIB, pupuh XIX meceritakan pada saat raja Indra Bahu mengutus utusannya untuk mengirim surat pada Raja Barantang Geni menantang untuk berperang kembali. Pupuh XXIII menceritakan tentang suasana peperangan.
9. Maskumambang Kemunculan pupuh ini hanya satu kali, yaitu pada pupuh XXV. Karakter pupuh ini yaitu kesedihan, pupuh ini menceritakan pada saat Raden Gambar Kanoman pergi ke hutan untuk berburu, tapi setibanya dihutan dia malah mendengar suara perempuan yang sedang menangis dan menjerit-jerit meminta pertolongan.
3.3.2.2 Penyimpangan Guru Lagu
Yang dimaksud dengan guru lagu yaitu peraturan atau ketentuan yang setiap larik (padalisan) harus berakhir dengan suatu kata yang silaba (enggang) terakhirnya mengandung vokal tertentu. (Soepandi 1985:11) juga mengungkapkan hal yang serupa bahwa Guru Lagu dalam istilah karawitan Sunda adalah bunyi vokal akhir pada tiap baris atau padalisan. Penyimpangan guru lagu dalam teks naskah WLIB bisa terjadi karena kekurang telitian penyalin atau bisa juga disebabkan karena penyalin ingin mempertahankan suatu kata tanpa harus mengubah bunyi vokal akhirnya. Dan jika hal tersebut dibiarkan terjadi maka tentunya akan semakin mempengaruhi kualitas sebuah teks. Dengan demikian maka disini peneliti berusaha melakukan perubahan pada suku kata ataupun kata guna memenuhi kaidah guru lagu. Berikut akan disajikan contoh dari kasus penyimpangan guru lagu. Penyimpangan guru lagu terdapat pada pupuh VI (Minjil), bait ke- 101, larik ke- 4 kacaturkeun sanggeus bérés menjadi kacaturkeun sanggeus rapih, karena larik ini seharusnya diakhiri dengan vokal /i/ maka kata rapih diganti dengan kata bérés dalam bahasa Sunda dua kata ini memiliki makna yang sama.
“Cakah-cikih natakeun perjurit,
“Mondar-mandit menata prajurit,
Ponggawa dan Mantri,
Mantri jeung Ponggawa,
Senapati anu jago,
Sénapati yang jago,
Kacaturkeun sanggeus rapih,
diceritakan sesudah beres,
Mangkat kabéh prajurit,
berangkat semua prajuit,
Pra ratu tipungkur.”
para raja dibelakang.”
Sementara penyimpangan guru lagu dalam pupuh VII (Durma) yaitu terdapat pada bait ke- 119 larik ke- 1. Wadaya balad geus mundur tina jurit menjadi Wadaya balad geus mundur tina kalangan. Karena ketentuan guru lagu dari pupuh huruf vokal /a/ maka akhirnya penyalin
mengganti kata jurit dengan kata kalangan agar memenuhi guru lagu dan tetap pada makna asalnya.
“Wadaya balad geus mundur tina kalangan, “Semua pasukan sudah mundur dari medan perang, Kuntar Tunjung ngarampih,
Kuntar Tunjung sudah kembali,
geus ka Pasangrahan,
sudah ke Keraton,
der pésta sukan sukan,
mulai pesta bersuka ria,
Raja Tunjung seug ngalahir,
Raja Tunjung Biru kemudia berkata,
hai Sungging Kara,
hai Sungging Kara,
kumaha Kala Jengki.”
bagaimana Kala Jenggi.”
Penyimpangan guru lagu berikutnya terdapat pada pupuh X, XV (Dangdanggula) pupuh X bait ke-168 larik ke- 3 dan pupuh XV pada bait ke- 272 larik ke- 5 yang seharusnya berakhir dengan huruf vokal e/o namun ternyata dalam teks WLIB berakhir dengan huruf vokal /a/. maka dengan terpaksa penyunting mengganti kata nyolémpang dengan kata ngagolér Dan kata manah diganti dengan kata ati yang memiliki makna yang sama.
“Kersa Allah teu antawis lami,
“ Atas kehendak allah tidak lama kemudian,
aya hiji balabuh di dinya,
ada satu yang berlabuh disitu,
sareng na sampan ngagolér
ada sampan yang tergeletak,
nu tumpak aya turun,
yang naik ada turun,
mawa buyung rék ngala cai,
membawa buyung mau mengambil air,
enggeus manjat ka darat,
sudah naik ke darat,
Ratu Indra Bahu,
Ratu Indra Bahu,
mariksa ka anu hancat,
memeriksa yang hendak turun,
éh baraya kula rék tanya saeutik,
eh saudara saya mau bertanya sedikit,
Matros kagét pikirna.”
Matros kaget.”
“Cacarios Putri Léla Sari,
“Bercerita Putri Laela Sari,
tina kawit kajadian perang,
dari mulai kejadian perang,
di nagri Buldansah ramé,
di negri Buldansah,
geumeut imeut mihatur,
gemetar bercerita,
Dén Umaran ngangres ati,
Den Umaran sedih,
bérés cacariosna,
beres bercerita,
Sang Putri miunjuk,
Sang Putri menjawab,
umaran medal cisoca,
Umaran menitikkan air mata,
nguping putri nambihan nya sedih
mendengar putri bertambahlah sedihnya
kingkin wuwuh welas manahna.”
Hatinya iba.”
Demikian pula dengan penyimpangan guru lagu yang berikut, yaitu pada pupuh XI (Sinom) bait ke- 192 larik ke- 7. yang seharusnya berakhir dengan huruf vokal /a/ tapi dalam teks WLIB diakhiri dengan huruf vokal /i/. oleh karena itu penyunting mengganti kata ngungsi menjadi pindah. Kedua kata ini meskipun beda tapi tidak merubah makna.
“Indra Bahu ngawalonan,
“Indra Bahu menjawab,
duh gusti purwa sim abdi,
Duh gusti saya,
lolos ti nagri Buldansah,
lolos dari negri Buldansah,
hanteu kiat perang tanding,
tidak kuat perang tanding,
lawan Barantang Geni,
melawan Barantang Geni,
ratu nagri Tunjung Biru,
raja negri Tunjung Biru,
kitu abdi mawi pindah,
begitu makanya saya ngungsi,
kabur tina perang jurit,
kabur dari perang jurit,
nya kadieu katut anak pamajikan.”
ya kesini bersama anak istri.”
Penyimpangn guru lagu juga terdapat pada pupuh XII, XVII (Kinanti) pupuh XII bait ke213 larik ke-6 sedangkan pupuh XVII pada bait ke- 333 larik ke- 6 yang seharusnya berakhir
dengan huruf vokal /i/ ternyata dalam teks WLIB berakhir dengan huruf vokal /a/. maka penyunting mengganti kata anak menjadi rai, Dan kata sadaya-daya menjadi sauyunan.
“Indra Bahu lajeng nyaur,
“Indra Bahu kemudian berkata,
nuhun dawuh Putra Aji,
terima kasih Putra Aji,
Mama mah sumeja pasrah,
Bapa sudah pasrah,
pun anak nu tuna budi,
anak yang kurang budi ini,
sarawuh nagri Buldansah,
seluruh negri Buldansah,
pasrah baé ka pun rai.”
pasrah saja pada anak.”
“Léla Sari nyembah maur,
“Lela Sari nyembah dan berkata,
kaulanun dawuh gusti,
saya gusti,
sami abdi sauyunan,
sama saya segenap diri,
ngiring sakersana gusti,
ikut kehendak tuan,
sareng abdi langkung bingah,
dan saya sangat bahagia,
istu teras kana ati.”
dalam hati.”
3.3 2.3 Penyimpangan Redaksional Yang diamksud dengan penyimpangan redaksional adalah segala bentuk kesalahan tulis dan variasi-variasi bacaan yang terdapat dalam setiap tempat pada suatu teks (Rustika 2007: 41). Penyimpangan redaksional dapat terjadi karena unsur kesengajaan atau ketidaksengajaan yang nantinya akan mempengaruhi terhadap penyajian suntingan. Di bawah ini terdapat penyimpangan redaksional berupa penggantian (Emandasi), penambahan (Adisi), dan penghilangan (Lakuna).
3.3. 2.3.1 Penggantian (Emandasi)
Emandasi yaitu perbaikan berdasarkan sumber lain, seperti kamus, hasil penelitian, ensiklopedia, dan interpretasi peneliti berdasarkan konteks yang terdapat dalam teks WLIB dan konteks budaya masyarakat Sunda. Berdasarkan kajian yang dilakukan, kasus penggantian (Emandasi) dalam teks WLIB disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Pupuh II (Dangdanggula)
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Bentuk Penyimpangan [hen]teu aya sateru musuh hiji deui jeung Radén Panca Nagri ngéntét babarengan sarta badan terus lesu teu hayang dahar nginum dampal gusti teu aya kaawonan malah sami marituhu
Edisi
Bait
[hen]teu aya lawan musuh hiji deui sareng Radén Panca Nagri ngaréntét babarengan jeung badan terus lesu alim dahar nginum dampal gusti taya kaawonan
9 11
Larik Ke4 9
13 14 14 16
6 4 7 2
malah sami mituhu
16
4
Bait
Larik Ke6 5 5
Pupuh III (Asmarandana) No. 1. 2.
Bentuk Penyimpangan pamuka nagara Tatawu moal sabaraha gagah urang bareng saréréa
Edisi pamuka nagri Tatawu moal sapira gagah urang bareng kabéhan
25 32 33
Pupuh IV (Sinom)
No . 1. 2.
Bentuk Penyimpangan kajeun miceun diri abdi dijieun parépaéh wungkul
Edisi kajeun miceun pun abdi jadi parépaéh wungkul
Bait
larik Ke-
64 64
5 5
3.
sinareng kagét téh teuing
sareng kagét téh teuing
66
5
4.
aéh Laéla na kunaon midamdam tinangtosna ieu abdi deudeuh teuing dulur aing sareng Nyi Déwi Laéla kocap deui Gambar Kanoman socana masih barintit rintih sarayah semu nangis pribadosna waktu tadi najan tetep nyakrawati wekasan raja ngagalih sing sadiya wadaya
aéh Laéla na kunaon midangdam tangtosna ieu abdi deudeuh téh dulur aing jeung Nyi Déwi Laéla Kecap deui Dén Kanoman socana masih bintit rintih bari semu nangis dirina waktu tadi najan téh nyakrawati enggal raja ngagalih sing sadiya wadya balad
67
9
68 70 73 74 74 75 77 80 81 82
5 5 5 1 5 2 5 5 5 3
Bait
Lark Ke-
93 97
1 3
101
4
5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 14. 15.
Pupuh VI (Minjil) No .
Bentuk Penyimpangan
1. 2.
Mantri mikeun surat ka patih rep geuneuk ray piyas nyaé téh kacaturkeun sanggeus bérés
3.
Edisi Mantri masihkeun surat ka patih rep geuneuk ray piyas beungetna téh kacaturkeun sanggeus rapih
Pupuh VII (Durma) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Bentuk Penyimpangan getih ibarat cileungcang mundur ti kalangan jurit duanana lesu nahnay moal mundur rék ngayonan Sora tambur nuruktuk ngeureunan jurit Wadaya balad geus mundur tina kakangan
Pupuh VIII (Asmarandana)
Edisi getih lir cileungcang mundur ti médan jurit duaan lesu nahnay moal mundur rék lawan Sora tambur nuruktuk ngeureunan perang Wadaya balad geus mundur tina kalangan
Bait 105 106 115 117 118
Larik Ke3 7 4 4 1
119
8
No. 1. 2. 3.
Bentuk Penyimpangan wani dina pakalangana urang mudu indit jauh pala putra sadayana
Edisi wani ti pakalangana urang kudu indit jauh para putra sadayana
Bait 129 135 140
Larik Ke7 6 2
Pupuh IX (Magatru)
No. 1.
Bentuk Penyimpangan inuman arak jeung sopi
Edisi inuman arak jeung kopi
Bait 155
Larik Ke4
Pupuh X (Dangdanggula) No. 1. 2. 3. 4.
Bentuk Penyimpangan ditempat inu iyuh sareng na sampan nyolempang mésér rupi-rupi barang harita énggal di jamu
Edisi ditempat anu iyuh sareng na sampan ngagolér mésér mangrupi barang seug énggal di jamu
Bait 167 168 171 174
Larik Ke4 3 6 4
Pupuh XI (Sinom) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Bentuk Penyimpangan Da Jalan di Padistrikan pagawéan urang sisi reg-reg teu aya karisi kitu abdi mawi ngungsi Derpat Maja langkung sedih sareng putri Laéla Sari
Edisi Di Jalan di Padistrikan gawéna urang sisi reg-reg taya karisi kitu abdi mawi pindah Derpat Maja téh sedih jeung putri Laéla Sari
Bait 179 179 186 192 195 199
Larik Ke1 5 5 7 5 2
Pupuh XII (Kinanti) No. 1. 2.
Bentuk Penyimpangan rumaos kasinukbirahan pasrah baé ka pun anak
Edisi rasa kasinukbirahan pasrah baé ka pun rai
Bait 205 213
Larik Ke5 6
Pupuh XIII (Asmarandana) No. 1. 2. 3. 4. 5.
Bentuk Penyimpangan pantona sayaga pisan api-api mipit kembang Néng Putri énggal haturan sareng tunggu bubuahan abdi putri kakaburan
Edisi pantona teguh pisan balaga mipit kembang Néng Putri seug haturan jeung tunggu bubuahan abdi putri nu kabur
Bait 223 237 241 242 243
Larik Ke5 5 5 5 5
Pupuh XIV (Sinom) No. 1. 2. 3.
Bentuk Penyimpangan mugi agan ulah lali nyayagikeun sangu kopi naon anu hadi margi
Edisi mugi agan tong lali nyiapkeun sangu kopi naon anu hadé margi
Bait 254 268 270
Larik Ke5 5 2
Pupuh XV (Dangdanggula) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Bentuk Penyimpangan Radun Umaran ngangres manah jadi nini tukang tunggu ku engkang badé di dadar kapalsu salira agan teu aya pisan hinggana duduluran sareng Enung
Edisi
Bait
Radén Umaran ngangres ati
272
Larik Ke5
jadi nini nu tunggu ku engkang rék di dadar kapalsu diri agan taya pisan hinggana duduluran jeung Enung
274 278 283 284 285
4 6 10 10 5
Bait
Larik Ke5 4 5 5
Pupuh XVI (Asmarandana) No. 1. 2. 3. 4.
Bentuk Penyimpangan pameunteuna alum pisan teu acan tiasa unjukan lesu leuleus salirana lami nandang kalingseman
Pupuh XVII (Kinanti)
Edisi larayna alum pisan tacan tiasa unjukan lesu leuleus dirina lami nandang ka éra
291 296 301 304
No. 1. 2.
Bentuk Penyimpangan Ama nu nangkung nanyaan sami abdi sadaya-daya
Edisi
Bait
Ama nu nanggung nanyaan sami abdi sauyunan
317 333
Edisi
Bait
Larik Ke3 3
Pupuh XVIII (Sinom) No.
Bentuk Penyimpangan 1. mudu tanggoh jadi Sénapati perang 2. pada caraos upeti 3. nyanggakeun serat ka gusti Pupuh XIX (Pangkur) No. 1.
Bentuk Penyimpangan manusa lir badawang
kudu tanggoh jadi Sénapati perang pada carios upeti mikeun serat ka gusti
Edisi manusa ciga badawang
341
Larik Ke9
348 349
4 5
Bait
Larik Ke4
368
Pupuh XX (Durma) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Bentuk Penyimpangan sareng Buriksana deui sareng poék haseup angin silih tumbak silih kada Ėnggeus tepung jeung Arya Rum Sasmita gadag gidig ulat wani dipindo teu kena deui
Edisi
Bait
jeung Buriksana deui mani poék haseup angin silih tumbak jeung gada Ėnggeus tepung sareng Arya Rum Sasmita gadag gidig ulet wani mindo teu kena deui
377 377 378 380
Larik Ke2 7 4 1
387 388
5 2
Pupuh XXI (Asmarandana) No.
Bentuk Penyimpangan
Edisi
Bait
Larik Ke-
1. 2. 3. 4.
gumujeng Sasmita Patih sareng Dén Késwari téa istu anu pangtunggulna kahalang bulu salambar
seuri Sasmita Patih jeung Dén Késwari téa istu anu teguh jurit kahalang bulu hiji
390 397 398 403
2 5 7 5
5.
parantos nampi dawuhan
atos nampi dawuhan
394
5
Pupuh XXII (Dangdanggula) No. 1. 2. 3. 4. 5.
Bentuk Penyimpangan mamang sanggem téangan perang ayeuna ngawitan lantaran nguping kapungkur taya sanés mun pinandang nu di pamberih lungsur badé nanggap perang
Edisi
Bait
mamang sanggem néangan perang ieu ngawitan sabab nguping kapungkur iwal ti mun pinandang nu di pamberih lungsur rék nanggap perang
414 420 421 425
Larik Ke10 10 4 9
430
10
Edisi
Bait 434
Larik Ke2
446
2
448 450
4 2
Bait
Larik Ke2 5 4 6 5 5
Pupuh XXIII (Pangkur) No. 1. 2. 3. 4.
Bentuk Penyimpangan di teunggeulkeun ngahiung bawaning tarik raja Tunjung pusing nyandak gada beusi ramé surak balad-balad sarta // dangsa japlin metakeun jamparing
di teunggeulkeun ngahiung saking tarik raja Tunjung seug nyandak gada beusi ger surak balad-balad seug dangsa japlin metakeun jamparing
Pupuh XXIV (Sinom) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Bentuk Penyimpangan Inra Basah ngaguling sawaréh pada bingkir angkat ngalayang sénapati nyabérés jero Kadatun di iring Ponggawa Mantri ngereskeun salin rupi
Pupuh XXV (Maskumambang) No. Bentuk Penyimpangan
Edisi Inra Basah ngagolepak sawaréh pada nyingkir angkat hiber sénapati bébérés jero Kadatun sarta Ponggawa Mantri ngersakeun salin rupi
Edisi
457 458 459 461 464 471
Bait
Larik Ke-
1.
midamdam nangis nalangsa
midangdam nangis nalangsa
474
4
Edisi
Bait
Larik Ke5 5
Pupuh XXVI (Asmarandana) No. 1. 2.
Bentuk Penyimpangan di tatap sareng di usap ramé deui sukan-sukan
di tatap jeung di usap ger deui sukan-sukan
512 516
Pupuh XXVII (Sinom) No. 1. 2. 3. 4.
Bentuk Penyimpangan Inra Bahu raja sepah da bebeték jero bumi Hatin Modin geus caralik sumawona Mantri Ponggawa
Edisi
Bait
Inra Bahu raja sepuh di bebeték jero bumi Hotib Modin geus caralik serta Mantri Ponggawa
517 517 522 525
Larik Ke1 8 4 3
3.3.2. 3.2 Penambahan (Adisi) Adisi merupakanFonem, suku kata, frasa, atau kalimat dengan fonem, suku kata, frasa, atau kalimat yang lain yang seharusnya tidak ada dalam sebuah teks. Di bawah ini terdapat adisi fonem, adisi suku kata, dan adisi kata.
1.Adisi Fonem Pupuh II (Dangdanggula) No Bentuk Penyimpangan 1. 2.
kaburu inget kaula upami kitu impénan
Edisi kaburu inget kula pami kitu impénan
Bait
Larik Ke-
13 15
10 6
Bait
Larik Ke2 2
Pupuh IV (Kinanti) No 1. 2.
Bentuk Penyimpangan tuang ngaleueut tarapati di basmi ieu nagari
Edisi tuang ngaleueut tarpati di basmi ieu nagri
41 54
Pupuh V (Sinom) No 1. 2. 3.
Bentuk Penyimpangan Putri geulis Laéla Sekar barang béh Laéla Sari suka ninggalkeun nagari
Edisi Putri geulis Léla Sekar barang béh Léla Sari suka ninggalkeun nagri
Bait
Larik Ke-
62 67 79
1 6 4
Pupuh VI (Minjil) No.
1. 2.
Bentuk Penyimpangan
Edisi
Bait
masangrahan di wates nagari para ratu ti pungkur
Masangrahan di wates nagri pra ratu ti pungkur
84 101
Edisi
Bait
Lar ik Ke4 6
Pupuh VII (Durma) No.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Bentuk Penyimpangan Barantang Geni ratu sakti Raja barjit téa anu jadi Sénapati arék cempuh perang jurit anu beunang rubuh-rebah ontrog ka jero nagari
Brantang Geni ratu sakti Raj barjit téa nu jadi Sénapati rék cempuh perang jurit nu beunang rubuh-rebah ontrog ka jero nagri
102 102 103 104 114 121
Lar ik Ke5 6 7 4 4 7
Pupuh IX (Magatru) No. 1. 2. 3.
Bentuk Penyimpangan sahur raja Tunjung Biru barang nguping para Bopati Kala Dura Manggala deui
Edisi saur raja Tunjung Biru barang nguping pra Bopati Kala Dur Manggala deui
Bait
Larik Ke-
145 149 159
3 4 2
Pupuh X (Dangdanggula) No . 1. 2. 3. 4.
Bentuk Penyimpangan kaluar tina bahaya cahaya tedak ratu langitna beresih biru dasar putri anu anom
Edisi kaluar tina bahya cahya tedak ratu langitna bersih biru dasar putri nu anom
Bait 166 170 175 176
Larik Ke6 7 4 10
Pupuh XI (Sinom) No.
1. 2. 3. 4.
Bentuk Penyimpangan ari nu kagungan Mantri Ari Paraméswari Raja puguh abdi anu leutik hapunten aduh sim abdi
Edisi
anu kagungan Mantri Ari Praméswari Raja puguh abdi nu leutik hapunten duh sim abdi
Bait
180 181 182 193
Lar ik Ke5 1 5 5
Pupuh XII (Kinanti) No. 1.
Bentuk Penyimpangan sina campur jeung para Mantri
Edisi
Bait
sina campur jeung pra Mantri
217
Larik Ke4
Pupuh XIII (Asmarandana) No . 1.
Bentuk Penyimpangan bilih Enéng teu uninga
Pupuh XIV (Sinom)
Edisi bilih néng teu uninga
Bait 240
Larik Ke5
No.
1. 2. 3.
Bentuk Penyimpangan Sang Déwi Laéla Sari komo deui Nyai Putri Nyai Putri hatur tadim
Edisi
Sang Déwi Léla Sari komo deui Nyi Putri Nyi Putri hatur tadim
Bait
252 266 267
Lar ik Ke5 5 5
Pupuh XV (Dangdanggula) No.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Bentuk Penyimpangan Laéla Sari kebat unjuk deui aduh gusti menggah abdi ayeuna paingan atuh paingan Léla Sari anu hina aduh Enung buah kolbu saha atuh anu ngurus
Edisi
Léla Sari kebat unjuk deui duh gusti menggah abdi ayeuna paingan tuh paingan Léla Sari nu hina duh Enung buah kolbu saha atuh nu ngurus
Bait
273 273
Lar ik Ke1 2
282 283 284 288
6 6 4 4
Pupuh XVI (Asmarandana) No. 1. 2.
Bentuk Penyimpangan anu teu aya hinggana rék istri anu kumaha
Edisi nu teu aya hinggana rék istri nu kumaha
Bait 298 309
Larik Ke5 5
Pupuh XVII (Pupuh Kinanti) No. 1. 2. 3. 4.
Bentuk Penyimpangan Paraméswarina ngabanding kitu deui Paraméswara Derepat Maja seug ngandika Derepat Maja malik nyaur
Edisi
Bait
Praméswarina ngabanding kitu deui Praméswara Derpat Maja seug ngandika Derpat Maja malik nyaur
308 322 323 331
Larik Ke4 3 5 1
Pupuh XVIII (Sinom) No .
Bentuk Penyimpangan
Edisi
Bait
Larik Ke-
1. 2. 3. 4. 5.
abong teurahing perjurit nimabalan ka dua Mantri sugih mukti beurat beunghar dunya berana ménta Buldansah nagari saha anu ridho galih
bong teurahing perjurit nimbalan ka dua Mantri sugih mukti beurat beunghar dunya brana ménta Buldansah nagri saha nu ridho galih
341 344 349
5 8 9
352 353
6 5
Pupuh XIX (Pangkur) No.
1. 2. 3. 4.
Bentuk Penyimpangan putus anu barempagan di omé diberesihan naha éta jalema atawa jurig anu maca éta surat
Edisi
putus nu barempagan di omé dibersihan naha éta jalma atawa jurig nu maca éta surat
Bait
360 362 368 370
Lar ik Ke4 4 2 4
Pupuh XX (Durma) No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Bentuk Penyimpangan meureun melang ku nagara enggeus aya anu ngopi anu wanieun ka aing réhé anu perang tanding Buriksana tarapati Kala Udara Raja mawa gada gedé panjang
Edisi
meureun melang ku nagra enggeus aya nu ngopi nu wanieun ka aing réhé nu perang tanding Buriksana tarpati Kala Udara Raja mawa gada gedé panjang
Bait
372 372 373 384 385 387 387
Lar ik Ke4 7 7 7 2 3 4
Pupuh XXI (Asmarandana) No.
1. 2.
Bentuk Penyimpangan ulah arék lalawora geus ger deui anu surak
Pupuh XXII (Dangdanggula)
Edisi
ulah rék lalawora geus ger deui nu surak
Bait
400 409
Lar ik Ke5 4
No.
1. 2. 3. 4.
Bentuk Penyimpangan
Edisi
Bait
Anu sakti gagah pipilih tanding sareng mamang anu sanggup disebatkeun anu gagah semu anu awad manah
nu sakti gagah pipilih tanding
415
Lar ik Ke1
sareng mamang nu sanggup disebatkeun nu gagah semu nu awad manah
415 415 419
4 10 10
Edisi
Bait
400 444
Lar ik Ke5 2
444
4
Bait
Lar ik Ke5
Pupuh XXIII (Pangkur) No.
1. 2. 3.
Bentuk Penyimpangan ulah arék lalawora sia tangtu ku aing arék di peuncit kurang ajar sia bangsat
ulah rék lalawora sia tangtu ku aing arék di peuncit kurang ajar sia bangsat
Pupuh XXVI (Asmarandana) No.
1.
Bentuk Penyimpangan [a]duh Radén nuhun pisan
Edisi
[a]duh Radén nuhun pisan
507
Pupuh XXVII (Sinom) No.
1. 2. 3. 4. 5.
Bentuk Penyimpangan kaula mapag Dén Umaran jegur meriem sakali panasaran hayang sidik nu ngéléhkeun Barantang Geni tawekal tunggu nagari
2. Adisi Suku Kata Pupuh I (Sinom)
Edisi
Bait
kula mapag Dén Umaran jegur meriem skali pnasaran hayang sidik nu ngéléhkeun Brantang Geni
520 527 528 528
Lar ik Ke3 5 5 8
tawekal tunggu nagri
530
5
No.
1. 2. 3. 4.
Bentuk Penyimpangan tanggalna teu lepat deui kana wasta jisim abdi teu sakola henteu ngaji lereskeun masing utami
Edisi
Bait
tanggal teu lepat deui kana wasta sim abdi teu sakola teu ngaji lereskeun sing utami
1 2 6 7
Lar ik Ke5 5 5 5
Pupuh II (Dangdanggula) No.
Bentuk Penyimpangan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Patihna Panca Pardita sami ajrih sadayana. henteu aya lawan musuh témahna soléh jeung sabar sadayana pada aman teguh kana pajenengan sareng Radén Panca Subaya putrana Patih Buldansah. ieu nagara Buldansah kakerem jadi laut henteu ngarambang kaluhur alamat naon engkéna saéstuna kirang maphum
14. 15. 16.
sanajan di pikir bingung pasrahkeun kanu kawasa asmaran gentos laguna
Edisi
Bait
Larik Ke-
Patih Panca Pardita sami ajrih sadaya teu aya lawan musuh témah soléh jeung sabar sadaya pada aman teguh ka pajenengan sareng dén Panca Subaya putrana Patih Buldan ieu nagara Buldan kerem jadi laut teu ngarambang kaluhur alamat naon engké saéstu kirang maphum
8 8 9 9 9 10 11 11 12 12 13 14 15
6 10 4 6 10 10 8 11 6 7 4 10 4
najan di pikir bingung pasrah kanu kawasa asmaran gentos lagu
17 17 17
4 6 10
Pupuh III (Asmarandana) No.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Bentuk Penyimpangan beungetna beureum tambaga sarta kawedukanana Sénapati Inga Lega, calik caket Barantang baya, Kakang Barantang Geni nganjang reujeung adi Kala Boja
Edisi
Bait
beunget beureum tambaga sarta kawedukana napati Inga Lega, calik caket rantang baya kang Barantang Geni nganjang
19 22 23 27 29
Lar ik Ke5 5 4 2 4
jeung adi Kala Boja
29
5
7. 8. 9. 10. 11. 12.
urang sakabéh sadia caturkeun baé énggalna yén aya raja Lokuntar yén aya tatamu raja mama lami henteu tepang piliganti sasauran
urang kabéh sadia catur baé énggalna yén aya raja kuntar yén aya tamu raja mama lami teu tepang piliganti sauran
34 35 36 37 39 40
5 5 5 5 5 5
Bait
67
Lar ik Ke10
74
9
75 81
5 9
Pupuh V (Sinom) No.
1. 2. 3. 4.
Bentuk Penyimpangan aéh Laéla naha kunaon midangdam mondok mayawang dina mamanahanana katungkulkeun nyieun risi ayeunamah Rama pasrah kumaha Ujang
Edisi
aéh Laéla nakunaon midangdam mondok mayawang dina mamanahana katungkul nyieun risi ayeuna Rama pasrah kumaha Ujang
Pupuh VI (Minjil) No.
1. 2. 3. 4. 5.
Bentuk Penyimpangan
sertana sarenggak langkung ramé pating réngkénék anu ngaribing Sanggeus sukan-sukan wareg ngaribing unggelna éta surat téh dibuka Putra Barantang Geni
Edisi
Bait
serta sarenggak langkung ramé
89
La rik Ke 3
{pa}ting réngkénék anu ibing
89
4
Sanggeus sukan-sukan wareg ibing unggel éta surat téh dibuka Putra rantang Geni
90
1
93 93
3 5
Edisi
Bait
Lar ik Ke2 2
Pupuh VII (Durma) No.
1. 2.
Bentuk Penyimpangan Nga[ra]nggo parabot jurit Indra Bahu Kang[jeng] Aji
Nga[ra]nggo parabot jurit Indra Bahu Kang[jeng] Aji
102 103
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
nanging balad[na] buldan[sah] [eng]geus ngeprok para Mantri maju kana paperangan nu gugur patumpang-tindih nu opatan ngubrak-ngabrik ti Buldansah rubuh-rebah pada narik pepedang sieuneun ku Radén Patih di pedangan ngan sakali di tinggangna ngan sakali henteu teurak tumbak keris diteunggeulan jeung dibanting tina benduna geus lali Sungging Kara tambah wani kakocapkeun Putra Patya ambekna lali kapati mundurna ting paruringis jeung Sungging Kara papatih sami pada gagahna ngomong hai musuh perjurit isukan tuluykeun deui Radén Gambar Kanoman marek ka ama narpati ngawalonan ka Sang Raja sumuhun Gambar Kanoman Indra Bahu Ratu Aji urang maju kana médan nyaéta Raja Buldansah
nanging balad[na] buldan[sah]
103
3
[eng]geus ngeprok para Mantri
104
2
maju kana perang nu gugur tumpang-tindih nu opat ngubrak-ngabrik ti Buldan rubuh-rebah pada narik pedang sieun ku Radén Patih di pedang ngan sakali di tinggang ngan sakali teu teurak tumbak keris diteunggeul jeung dibanting
104 105 106 106 107 107 108 108 109 110
3 2 2 4 3 7 2 7 7 7
tina bendu geus lali Sung Kara tambah wani kocap Putra Patya ambekna lali pati mundur ting paruringis jeung Sungging Kara patih sami pada gagah ngomong hai musuh jurit isuk tuluykeun deui dén Gambar Kanoman marek ka ama pati ngawalon ka Sang Raja muhun Gambar Kanoman Indra Ba Ratu Aji urang maju ka médan éta Raja Buldansah
111 112 113 114 114 115 115 115 116 118 118 120 120 120 121 122
7 7 3 2 7 2 3 7 7 3 7 3 4 7 3 4
Bait
Lar ik Ke5 5 5 5
Pupuh VIII (Asmarandana) No.
1. 2. 3. 4.
Bentuk Penyimpangan sareng putrana Sang Patya Raja moal ngahampura Panca Subaya Nagara marga pati upamina
Pupuh IX (Magatru)
Edisi
sareng putra Sang Patya Raja moal ngampura Panca baya Nagara marga pati upami
123 127 129 137
No.
1.
Bentuk Penyimpangan isukan geura balik helos
Edisi
isukan geura balik los
Bait
160
Lar ik Ke5
Pupuh X (Dangdanggula) No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Bentuk Penyimpangan panganggona ruksak lebur Mangsa ayeuna poé mentrang-mentring dina tempat anu iyuh lapat-lapat katingalan nu tumpakna aya turun barina mamawa buyung didieu balabuh jangkar bisina kaburu datang sartana gasik harita kana kapal enggeus tuluy nyakitu deui nangkoda tenangan manahna lesu
Edisi
panganggo ruksak lebur Mangsa na poé mentrangmentring di tempat anu iyuh lapat-lapat katingal nu tumpak aya turun bari mamawa buyung didieu labuh jangkar bisi kaburu datang sarta gasik harita kana kapal geus tuluy kitu deui nangkoda tenang manahna lesu
Bait
164 167
Lar ik Ke4 1
167 167 168 169 169 172 172 173 173 176
4 10 4 4 10 6 10 4 6 4
Bait
Pupuh XI (Sinom) No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Bentuk Penyimpangan sadayana pada asih henteu léngoh ngélék jingjing arinu kagungan Mantri pameget kasép raspati sumawona Arya Papatih asihna leuwih ti misti manawi rido nyagalih ngalawan Barantang Geni cacarios pili ganti
Edisi
sadaya pada asih teu léngoh ngélék jing-jing
177 178
Lar ik Ke5 5
anu kagungan Mantri pameget kasép pati sumawona Arya patih asih leuwih ti misti manawi rido galih lawan Barantang Geni carios pili ganti
180 181 185 185 190 192 199
5 5 4 5 5 5 5
Bait
Lar ik
Pupuh XIII (Asmarandana) No.
Bentuk Penyimpangan
Edisi
Ke1. sedeng musim bubuahan 2. cecekelanana pérak 3. surup mustikana taman 4. sami nembéan patepang 5. semu bérag bararungah 6. resepnamah sakalintang 7. di jajapkeun Raja Putra 8. sahiji surat rasiah Pupuh XIV (Sinom) No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Bentuk Penyimpangan hanteu kulem sawewengi, mihatur lebeting galih, pintu bumina dikonci, seratna téh ku Sang Déwi, linggih dina balé ukir, keur maraban lauk cai, sanaos engkang tos nguping,
sedeng musim buahan cekelanana pérak surup mustika taman sami nembé patepang semu bérag barungah resepnamah kalintang di jajap Raja Putra hiji surat rasiah
Edisi
teu kulem sawewengi, mihatur lebet galih, pintu bumi dikonci, serat téh ku Sang Déwi, linggih di balé ukir, keur marab lauk cai, sanaos kang tos nguping,
226 227 229 231 234 244 246 247
5 5 5 5 5 5 5 5
Bait
Lar ik Ke5 5 5 5 5 5 5
284 249 251 257 260 263 270
Pupuh XV (Dangdanggula) No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Bentuk Penyimpangan
Edisi
Bait
Laéla Sari kebat unjukan deui, ngalebetan ieu taman, Radén dumareuda nyaur, nyabinangkit leleb ampuh, pantes payus mustikaning istri, sumangga agan landongan. kumargi sanget kapincut, waktu patepang di taman. pareng mun ngajodo tangtu, tina sanget kaédanan. mung sakitu hanteu aya terasna, pikir abdi palaur raraosan, Saur radén umaran piraku
Laéla Sari kebat unjuk deui,
273
Lar ik Ke1
ngalebet ieu taman, Radén dareuda nyaur, binangkit leleb ampuh, pantes payus mustika istri,
273 275 276 276
6 4 4 5
mangga agan landongan. margi sanget kapincut, waktu tepang di taman. pareng mun jodo tangtu, ti sanget kaédanan. mung sakitu teu aya terasna,
276 279 279 281 281 282
10 4 10 4 10 2
pikir abdi paur raraosan, Saur dén umaran piraku
283 284
2 1
14. 15. 16. 17.
tehteuing, ulah kapalang nyanyela. wegah pisan rék paanggang. nya kitu Radén Umaran, duméh pada-pada anggang.
tehteuing, ulah kapalang nyela. wegah pisan rék anggang. nya kitu dén Umaran, méh pada-pada anggang.
285 287 289 289
10 10 6 10
Pupuh XVI (Asmarandana) No . 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8
Bentuk Penyimpangan ti bumina nuju jengkar ngupingkeun sauran agan teu aya araheunana namung rék nyirnakeun heula, teu salah omongan jalma tos pinasti diri Engkang teu aya pisan pédahna ngadamelan bubuahan
Edisi
Bait
ti bumi nuju jengkar Nguping sauran agan taya araheunana mung rék nyirnakeun heula,
292 294 297 300
Larik Ke5 5 5 5
teu salah omong jalma tos pasti diri Engkang taya pisan pédahna ngadamel bubuahan
302 303 305 311
5 5 5 5
Bait
Larik Ke5 5 5 5 5 5 5 1 5
Pupuh XVIII (Sinom) No . 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Bentuk Penyimpangan Papatih Ponggawa Mantri neda hibarna jeung gusti manawimah aya milik pipetateun nempuh jurit unjuk mangga Radén Patih surup sareng Perméswari weregul panangan bitis Ingkang rai Surya Kanta enggeus jengkar ti nagari
Edisi patih Ponggawa Mantri neda hibar jeung gusti manawi aya milik petateun nempuh jurit unjuk mangga dén Patih surup sareng méswari regul panangan bitis kang rai Surya Kanta geus jengkar ti nagari
337 340 342 343 344 346 347 350 356
Pupuh XIX (Pangkur) No .
Bentuk Penyimpangan
1. 2. 3.
mentakeun para Ponggawa mahkutana hurung hérang Rama Sang Buldansah Raja
Edisi
menta para Ponggawa Mahkuta hurung hérang Rama Sang Buldan Raja
Bait
357 358 359
Lari k Ke4 4 4
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
para ratu enggeus sumping ka basisir hanteu lami bébér layar raja-raja reg-reg teuaya karisi kandel teudaking kajinana Bukit Barjit Indra Basah
para ratu geus sumping ka basisir teu lami bébér layar raja-raja reg-reg teuaya karisi kandel teudak kajinana Bukit Barjit Indra sah
361
2
361 363 364 365
4 2 6 4
permaénan rupa-rupa kabéh Mantri Patih Tandu enggeus datang nyokot panah di gantélken surat tadi di panahkeun enggeus semperung séot nanceb dina méja ngadukeun kadigjayaan
maénan rupa-rupa kabéh Mantri Patih Tandu geus datang nyokot panah di gantél surat tadi di panahkeun geus semperung
366
2
367 369
4 2
369
3
séot nanceb na méja ngadu kadigjayaan
369 371
4 4
Bait
Larik Ke-
372
1
372 373 373 374 375 375 376 378 379 379 380 380 382 382 382 383 384 385 385 386 386
2 3 4 4 4 7 5 7 4 7 3 7 2 3 7 2 4 4 7 2 3
Pupuh XX (Durma) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
Bentuk Penyimpangan Barantang Geni Barantang Baya ngagak-gak Lakadalah balik deui jeung di babawa sangsara ku Bapana nu cilaka geura sadiakeun balad gancangna enggeus sadia bénténg-bénténg di areusi. matak gila ngahiung giring, pedangna di bubat-babit nu paéhna patulayah nulungan wadya perjurit saruwa pada migjaya di taweksek ngajumpalik raja atawa papatih Barham bengis ngajawab aing Sénapati jurit Buriksana enggeus nguping rikat enggeus males medang, seg di rebut enggeus beunang rubuh babar Barham Patih ger surak pating jarerit ti Erum kalangkung gerah
Edisi Barantang Geni Barantang Baya ngagakLakada balik deui di bawa sangsara ku Bapa nu cilaka geura sadia balad gancangna geus sadia bénténg-bénténg di eusi. matak gila hiung giring, pedang di bubat-babit nu paéh patulayah nulung wadya perjurit saruwa pada jaya di tawek ngajumpalik raja atawa patih Barham bengis jawab aing napati jurit Buriksana geus nguping rikat geus males medang, seg di rebut geus beunang rubuh babar ham Patih ger surak ting jarerit Erum langkung gerah
23. 24. 25. 26. 27.
geus paéh dua Papatih. di pindo ku Radén Patih, gumuruh eundeur sabumi tayoh enggeus kangeunahan karesepmah ti leuleutik
geus paéh dua patih. di pindo ku dén Patih, gumuruh eundeur bumi tayoh geus kangeunahan karesep ti leuleutik
386 389 389 390 390
7 2 7 4 7
Bait
Larik Ke-
393 407
5 5
Pupuh XXI (Asmarandana) No. 1. 2.
Bentuk Penyimpangan jeung Patihna Inra Wasma geus darongkap kana médan
Edisi jeung Patih Inra Wasma geus darongkap ka médan
Pupuh XXII (Dangdanggula) No.
Bentuk Penyimpangan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
nyaur salebeting kolbu paéh dina pangperangan boga Sénapati pamuk unjuk sumangga gamparan. di andelkeun perang pupuh ayeuna enggeus mangsana caricing di sisi laut perang reujeung ratu Tunjung eukeur nawek raja Kuntar saurna Pandita Ningrum panganggona pantes payus
Edisi
nyaur lebeting kolbu paéh di pangperangan boga napati pamuk unjuk mangga gamparan. di andel perang pupuh ayeuna geus mangsana cicing di sisi laut perang jeung ratu Tunjung keur nawek raja Kuntar saur Pandita Ningrum panganggo pantes payus
Bait
411 413 416 416 418 421 425 426 427 428 430
Lar ik Ke4 10 4 10 4 10 4 4 10 4 4
Pupuh XXIII (Pangkur) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Bentuk Penyimpangan Réhna lungsur Sang Ratu Agung Madayin sareng sadayana raja kocap raja Widanusa Barantang Baya nyaurna langkung bengis papatih atawa raja Barantang Baya ngangkat gada
Edisi Réh lungsur Sang Ratu Agung Madayin sareng sadaya raja kocap raja danusa Barantang Baya nyaur langkung bengis patih atawa raja rantang Baya ngangkat gada
Bait 431
Larik Ke2
431 432 433
4 4 2
433 434
4 1
7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.
kuta beusi paman Widanusa Aji ngageleger handaruan kana kuping raja Kuntar ngadégdég rubuh ngaguling raména luar biasa catur deui ratu Tunjung Barantang Geni geus sor maju kana médan, sapungkureun Umaran bari ngalahir Umaran enggeus katengah nakalangan sumawur mabok wawangi mindo sakuat tanaga Dén Umaran rikat hanteu daék kénging raja Tunjung miceun gada meneran kana nyeuheungna kapilepas nyabet beuheung bukit barjit sakarat modar sapisan
kuta beusi paman danusa Aji
435
2
ngageleger handaruan ka kuping raja Kuntar ngadégdég rubuh guling ramé luar biasa catur deui ratu Tunjung rantang Geni geus sor maju ka médan, pungkureun Umaran bari ngalahir Umaran geus katengah nakalangan mawur mabok wawangi mindo kuat tanaga Dén Umaran rikat teu daék kénging ja Tunjung miceun gada meneran ka nyeuheungna kalepas nyabet beuheung bukit barjit sakarat modar pisan
437
2
439
2
439 440
4 2
440 441
4 2
441 442
4 2
445 447
4 2
447 450 451
4 4 2
451
4
Bait
Larik Ke-
Pupuh XXIV (Sinom) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Bentuk Penyimpangan miwarang ka Radén Patih Radén Inra Wasma Patih Sawaréhna pada nyingkir sumangga geura ngaralih ari pamaksadan rai, leuweung mancah kaso eurih, kagéteun ku sora bedil, nyaur salebeting galih,
Edisi miwarang ka dén Patih dén Inra Wasma Patih Sawaréh pada nyingkir1 mangga geura ngaralih ari pamaksad rai, leuweung mancah kaso rih, Kagét ku sora bedil, nyaur lebeting galih,
452 456 458 461 462 465 466 469
5 5 4 5 5 5 5
Pupuh XXI (Asmarandana) No. 1. 2. 3.
Bentuk Penyimpangan buntut kudana ditéwak enggeus nyorang tegal lega urang ngaburu nagara
Edisi buntut kuda ditéwak geus nyorang tegal lega urang buru nagara
Bait 493 494 496
Larik Ke5 5 5
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
kudana norolong gancang enggeus dangdan rék néangan Énggalna baé di candak Putrana Raja Kanjowan loba daging banténg kidang Widanusa ngawaleran duaan mah hanteu héran
Kuda norolong gancang geus dangdan rék néangan
498 500
5 5
enggal baé di candak Putra Raja Kanjowan loba daging téng kidang danusa ngawaleran duaan mah teu héran
502 505 508 513 515
5 5 5 5 5
Pupuh XXVII (Sinom) No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Bentuk Penyimpangan kudana opat tur nyirig ti pungkurna para Mantri kitu deui Perméswari Rahadén Umaran kawin daging sapi embé munding kasenian warni-warni wiréh nyerat sanés ahli kalayan teu lepat deui
Edisi
kuda opat tur nyirig ti pungkur para Mantri Kitu deui méswari Radén Umaran kawin daging sapi bé munding kaseni warni-warni réh nyerat sanés ahli layan teu lepat deui
Bait
519 520 521 522 524 529 533 534
Lar ik Ke5 5 5 5 5 5 5 5
3. Adisi Kata Pupuh I (sinom) No. Bentuk Penyimpangan 1. ieu nu teu lepat deui 2. mungguh ku jaman éta méh baé kaluli luli
Edisi ieu teu lepat deui mungguh ku jaman kaluli
Bait 4 3
Larik Ke5 7
Pupuh II (Dangdanggula) No. 1. 2.
Bentuk Penyimpangan jeung raja karuban sembah ka kerem jadi laut
Edisi raja karuban sembah kerem jadi laut
Bait 10 12
Larik Ke6 7
3. 4. 5. 6. 7.
Réh di émut teu gaduh musuh julid seug raja deui ngandika risi nu taya hinggana pasrah nya ieu ka Gusti Nu Maha Suci waktu éta magelaran di pamengkang
di émut teu gaduh musuh julid
16
1
raja deui ngandika risi taya hinggana pasrah nya ka Gusti Nu Maha Suci magelaran di pamengkang
16 16 17
6 10 9
11
2
Bait
Larik Ke5 5 5 5 5 3
Pupuh III (Asmarandana) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Bentuk Penyimpangan haté sok matak muringkak namina ki indra wasma opat raja nu lalenggah ku margi émutan Engkang duh kakang ratu nu Mulya mun ngorétkeun seug Buldansah téh
Edisi haté matak muringkak namina indra wasma opat raja lalenggah margi émutan Engkang duh kakang ratu Mulya mun ngorétkeun Buldansah téh
18 26 27 28 31 32
Pupuh V (Sinom) No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Bentuk Penyimpangan duh diri pati balahi ampir-ampiran Nyi Putri nu sanget cilaka diri, pikir teu miris teu gemir Panca Subaya jeung rai raos ka gagasa panggalih nya kitu deui prajurit
Edisi
diri pati balahi ampir-ampiran Putri sanget cilaka diri, pikir teu miris gemir Panca Subaya rai raos gagasa panggalih kitu deui prajurit
Bait
63 65 69 71 72 81 83
Lar ik Ke5 5 5 5 5 2 5
Pupuh VI (Minjil) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Bentuk Penyimpangan anu pada bumén bumén wantu anu badé kawin caralik para Bopatos Mantri buldan masihkeun surat ka patih sakalangkung nya bengong, Si Raja Indra Bahu
Edisi anu pada bumén anu badé kawin caralik Bopatos Mantri masihkeun surat ka patih sakalangkung bengong, Raja Indra Bahu
Bait 84 87 90 93
Larik Ke3 5 2 1
97 99
2 6
7.
geus mangkat kabéh perjurit
mangkat kabéh perjurit
101
5
Bait
Pupuh VII (Durma) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
Bentuk Penyimpangan Sang Raja Barantang Baya Indra Bahu Kangjeng Aji geus pasang rék masang lawan Dén Gambar Kanoman deui ger deui ramé nu perang, narajang ka Radén Patih méh teu bisa obah, ti Tunjung sareng ti Kuntar di taweuk ku Radén Putra ka kocap Putra Patya, nya Radén Panca Subaya ayeuna urang reureuh heula perang kasapih ku peuting amprok jeung] Panca Subaya Kuntar Tunjung geus ngarampih naha kumaha Kala Jengki tangkep Si Gambar Kanoman moal sabaraha gagah ngayonan ka Raka Gusti
Edisi Sang Barantang Baya Indra Bahu Kang Aji pasang rék masang lawan
102 103 103
Larik Ke3 2 4
Gambar Kanoman deui ger deui ramé perang, narajang Radén Patih teu bisa obah, ti Tunjung ti Kuntar di taweuk Radén Putra kocap Putra Patya, Radén Panca Subaya urang reureuh heula perang kasapih peuting amprok Panca Subaya Kuntar Tunjung ngarampih
107 109 110 110 111 112 113 113 116 117 118 119
2 4 2 6 3 4 3 4 3 7 4 2
kumaha Kala Jengki tangkep Gambar Kanoman moal sabaraha ngayonan Raka Gusti
119 121 122 122
7 4 3 7
Bait
Larik Ke2 5 5 3
Pupuh VIII (Asmarandana) No. 1. 2. 3. 4.
Bentuk Penyimpangan keur linggih di Pasanggrahan ngalawan ka Tunjung Kuntar sugan baé malah mandarna nu mulya sugih kamuktian,
Edisi linggih di Pasanggrahan ngalawan Tunjung Kuntar sugan malah mandarna mulya sugih kamuktian
123 124 126 134
Pupuh IX (Magatru) No. 1.
Bentuk Penyimpangan ngan ayeuna Si Indra Bahu
Pupuh X (Dangdanggula)
Edisi ngan ayeuna Indra Bahu
Bait 150
Larik Ke3
No. 1. 2. 3.
Bentuk Penyimpangan keusikna nya panas pisan ku Sang Raja di piwejang seg harita narik jangkar.
Edisi keusikna panas pisan ku Raja di piwejang harita narik jangkar.
Bait 166 173 174
Larik Ke10 10 10
Pupuh XI (Sinom) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Bentuk Penyimpangan geus puguh abdi nu leutik jeung getol tarékat muji aya naon béja téh adi, calik pengkereun pra Mantri, mukim di wewengkon ku gusti manawi rido nya galih éh aki sukur téh teuing duh putra tong aya lahir, ngunus seug sahiji Mantri prabu erum seug ngalahir soméah tur budi manis
Edisi
Bait
puguh abdi nu leutik getol tarékat muji naon béja téh adi, calik pengkereun Mantri, mukim di wewengkon gusti
182 184 187 188 190
Larik Ke5 5 5 4 2
manawi rido galih aki sukur téh teuing putra tong aya lahir, ngunus sahiji Mantri prabu erum ngalahir soméah budi manis
190 191 194 196 179 198
5 5 5 5 5 5
Pupuh XIII (Asmarandana) No.
1. 2. 3.
Bentuk Penyimpangan pancuranana ogé pérak sok ngiring di damel siang, Sang Putri ogé uninga
Edisi
pancuranana pérak sok ngiring damel siang, Putri ogé uninga
Bait
224 230 236
Lar ik Ke5 5 5
Pupuh XIV (Sinom) No.
1. 2.
Bentuk Penyimpangan aosna di bulak-balik leuleuy tangguh jeung
Edisi
aosna bulak-balik leuleuy tangguh berbudi
Bait
255 256
Lar ik Ke5 5
3. 4. 5.
berbudi ka anak aya nu asih Nyi Putri imut ngalahir ari ieu dongeng taman sarimah
anak aya nu asih Putri imut ngalahir dongeng taman sarimah
258 259 269
5 5 5
Pupuh XV (Dangdanggula) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Bentuk Penyimpangan supados sim abdi maphum Cacarios Nyi Putri Léla Sari, duh gusti menggah sim abdi ayeuna, watekna nya ieu taman lulus lebet jisim abdi kumawula Sang Perméswari gamparan Sang mustika ieu taman Tah kieu sumangga Enung ririwitna pun Umaran asih saumurna-umur, duh gusti kutan téh kitu, matak kaleran nya manah. di antos tangtos ku sepuh saur Nyi Putri sumangga énggalna Nyi Putri mundur
Edisi
Bait
supados abdi maphum Cacarios Putri Léla Sari, duh gusti menggah abdi ayeuna, watekna ieu taman lulus lebet abdi kumawula
271 272 273
Larik Ke4 1 2
273 274
10 2
Perméswari gamparan mustika ieu taman kieu sumangga Enung ririwitna Umaran asih saumurna gusti kutan téh kitu, matak kaleran manah. antos tangtos ku sepuh saur Putri sumangga énggalna Putri mundur
274 275 278 280 281 282 282 287 288 289
10 10 4 10 7 4 10 4 10 4
Bait
Larik Ke5 5 5 5
Pupuh XVI (Asmarandana) No. 1. 2. 3. 4.
Bentuk Penyimpangan kacipta waktu keur jengkar tina réh émut ka agan béla ka Ibu ka Rama sim abdi neda hampura
Edisi kacipta waktu jengkar tina émut ka agan béla ka Ibu Rama abdi neda hampura
290 295 365 307
Pupuh XVIII (Sinom) No.
Bentuk Penyimpangan
Edisi
Bait
Larik Ke-
1. 2. 3.
Nu linggih di Argaduni ngan ratu Rum nu teu sumping éta nu opat Bopati
linggih di Argaduni ngan ratu Rum teu sumping
338 348
5 5
éta opat Bopati
351
5
Edisi
Bait
kitu deui Sasmita Arya Patih
357
Larik Ke2
dina urut Raja Barantang Geni
362
2
hai Rama Ratu Buldan saparantos ngutus Dén Patih Turki teteg taya kagila catur Sang Ratu Barantang Geni, hiburan ngabubungah
363 364
4 2
364 365
4 2
366
4
Pupuh XIX (Pangkur) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Bentuk Penyimpangan kitu deui Dén Sasmita Arya Patih dina urut Sang Raja Barantang Geni hai Kang Rama Ratu Buldan saparantos ngutus ka Dén Patih Turki nu teteg taya kagila catur deui Sang Ratu Barantang Geni, hiburan keur ngabubungah
Pupuh XX (Durma) No.
1. 2.
Bentuk Penyimpangan duh nyaah teuing nu geulis, jeung di bawa sangsara
Edisi
duh nyaah teuing geulis, di bawa sangsara
Bait
373 373
Lar ik Ke2 3
Pupuh XXI (Asmarandana) No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Bentuk Penyimpangan réh tilu patih geus ajal ku sadaya balad-balad Bet kena apes jayana nangtangan ka Inra Wasma risi jeung miris manahna gancangna seug di talian sarta gadana gé ragrag nayub jeung inum-inuman
Edisi
réh tilu patih ajal sadaya balad-balad kena apes jayana nangtangan Inra Wasma Risi miris manahna Gancangna di talian sarta gadana ragrag nayub inum-inuman
Bait
393 396 398 401 402 404 406 410
Lar ik Ke7 5 5 5 5 5 5 5
Pupuh XXII (Dangdaggula) No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Bentuk Penyimpangan hai sadaya para raja Cing kumaha peta urang Kira-kira saha anu wani jurit mana Dén Jaka Umaran sing wayahna baé Agus Nu nguatkeun ka nagara teu kocap wengi kacatur ditarap nu sakti punjul, mung tinangtos moal mampuh Seg caralik dina batu maras miris jeung ngahelas payuneun Sang Widanusa gusti nu langkung uninga jeung jeung ieu karémbong turga Umaran geus nampa jimat Tangtu paéh pati ku ieu keris téh Tah kitu deui Umaran seug nganggo kaperjuritan
Edisi
Bait
sadaya para raja kumaha peta urang Kira-kira saha wani jurit mana Jaka Umaran wayahna baé Agus nguatkeun ka nagara kocap wengi kacatur ditarap sakti punjul, tinangtos moal mampuh
412 412 413 416 417 417 419 420 422
Lar ik Ke6 10 1 6 4 10 4 4 4
caralik dina batu maras miris ngahelas payuneun Widanusa gusti langkung uninga jeung ieu karémbong turga
423 423 424 425 426
4 10 10 10 8
Umaran nampa jimat Tangtu paéh ku ieu keris téh
427 428
6 1
kitu deui Umaran nganggo kaperjuritan
428 429
10 10
Bait
432
Lar ik Ke2
435 435
4 6
436
2
436 443 445
4 4 2
448
2
Pupuh XXIII (Pangkur) No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Bentuk Penyimpangan gedé jangkung sami jeung Barantang Geni réh musuh lain babadna Sang Madayin ngunguwan ningal geus weléheun neunggeulan Sang Raja Kuntir Cing coba ayeuna sia bet asup ka pangperangan Dén Umaran hanteu obah hanteu gimbir barang murag di tampanan
Edisi
gedé jangkung sami Barantang Geni musuh lain babadna Madayin ngunguwan ningal geus weléheun neunggeulan Raja Kuntir coba ayeuna sia asup ka pangperangan Umaran hanteu obah hanteu gimbir barang murag di tampanan
9.
Sang Durungsit mentang panah maju Sang Raja Durungsit
Durungsit mentang panah maju Raja Durungsit
449
2
Bait
Lar ik Ke5 5 5 7 5 5 5
Pupuh XXIV (Sinom) No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Bentuk Penyimpangan ngan manéh sing ati-ati di barengan ku Dén Bagus Nyaur jeung melas melis asih talukan Sang Sumbirata jeung Embi Méswari deui sato leutik di piduli semuna lindeuk liwat saking
Edisi
ngan manéh ati-ati di barengan Dén Bagus Nyaur jeung melas melis talukan Sumbirata Embi Méswari deui sato leutik piduli semuna lindeuk saking
453 454 457 459 463 467 470
Pupuh XXVI (Asmarandana) No . 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Bentuk Penyimpangan Sang Buta ngudag ti tukang keur ngerejat banténg kidang, ku sim abdi di asupan Sang Raja Mesir ningalan nangis Nyi Putri ngalimba nangis Nyi Putri ngalimba éstu sami-sami bingahna Sang Méswari deui ngandika narungtun uncal jeung kidang, sok matak waas buluwasa
Edisi
Bait
Buta ngudag ti tukang ngerejat banténg kidang,
492 495
Larik Ke5 5
ku abdi di asupan Raja Mesir ningalan nangis Putri ngalimba nangis Putri ngalimba éstu sami bingahna Méswari deui ngandika narungtun uncal kidang,
501 503 504 505 506 507 509
5 5 5 4 5 4 5
sok waas buluwasa
511
5
Pupuh XXVII (Sinom) No. 1. 2. 3. 4. 5.
Bentuk Penyimpangan jongos-jongos geus pahibut, sareng Dén Sasmita Patih énggalna Sang Ratu Mesir Sang Ratu Agung Madayin Sang Umaran nyaur tadim
Edisi jongos-jongos pahibut, sareng Sasmita Patih énggalna Ratu Mesir Ratu Agung Madayin Umaran nyaur tadim
Bait 517 518 522 525 531
Larik Ke6 5 5 5 5
3.3.2.3.3 Penghilangan (Lakuna) Lakuna merupakan pelampauan atau peloncatan penyalinan seperti fonem, silabis, kata, frasa, atau kalimat yang seharusnya. Hal ini menimbulkan kekurangan atau hilangnya satu atau beberapa fonem, frasa, atau kalimat dalam sebuah teks. Dibawah ini terdapat lakuna silabis, suku kata, kata, dan kalimat.
1. Lakuna Fonem Pupuh III (Asmarandana) No. 1.
Bentuk Penyimpangan Lokuntar Tunjung Biru
Edisi
Bait
Larik Ke-
38
6
Bait
Larik Ke-
99
4
Edisi
Bait
Ningali bendéra putih Di Karaton suwung taya anu tunggu
144 154
Larik Ke2 1
Edisi
Bait
Laokuntar Tunjung Biru
Pupuh VI (Minjil) No. 1.
Bentuk Penyimpangan hayu adi urang ka nagri
Edisi hayu adi urang ka nagari
Pupuh IX (Magatru) No. 1. 2.
Bentuk Penyimpangan Ningal bendéra putih Di Karaton suwung taya nu tunggu
Pupuh X (Dangdanggula) No. 1.
Bentuk Penyimpangan pada kagét nu ningali
Pupuh XII (Kinanti)
pada kagét anu ningali
173
Larik Ke5
No.
1.
Bentuk Penyimpangan nu caket Arya Patih aya anu muba deui
Edisi
anu caket Arya Patih aya anu murba deui
Bait
Lar ik Ke2 4
203 212
Pupuh XIV (Sinom) No . 1.
Bentuk Penyimpangan ku geulis Léla Sari
Edisi ku geulis Laéla Sari
Bait 248
Larik Ke8
Pupuh XV (Dangdanggula) No. 1. 2. 3. 4. 5.
Bentuk Penyimpangan
Edisi
Bait
Larik Ke-
duh Nyi mustikaning asih tebih panineungan aya manah ka nu doip saur Radén duh nu geulis tos sumping mulih ka bumi
aduh Nyi mustikaning asih tebih panineungana aya manah ka anu doip saur Radén aduh nu geulis atos sumping mulih ka bumi
275 280 283 287 289
5 6 5 5 5
Pupuh XVI (Asmarandana) No . 1. 2.
Bentuk Penyimpangan Mugi aya bagja Duh Gusti nu bapasti
Edisi mugia aya bagja Duh Gusti anu bapasti
Bait
Larik Ke-
299 305
5 1
Pupuh XVII (Kinanti) No. 1.
Bentuk Penyimpangan duh Rama Prabu sepuh
Pupuh XX (Durma)
Edisi Aduh Rama Prabu sepuh
Bait
Larik Ke-
324
1
No. 1.
Bentuk Penyimpangan
Edisi
Kitu deui Erum Arya Sasmita Kitu deui Erum Ariya Sasmita
Bait
Larik Ke-
377
1
Bait
Larik Ke-
418 424
10 6
Bait
Larik Ke-
Pupuh XXII (Dangdanggula) No. 1. 2.
Bentuk Penyimpangan katampi timbalan nu sakti waspada ningal
Edisi katampi timbalana anu sakti waspada ningal
Pupuh XXIII (Pangkur) No. 1.
Bentuk Penyimpangan hayoh karep sia
Edisi hayoh sakarep sia
Pupuh XXIV (Sinom) No.
1.
Bentuk Penyimpangan Ponggawa wadaya balad
Edisi
Bait
Ponggawa wadaya balad
Lar ik Ke2
463
2. Lakuna Suku Kata Pupuh I (Sinom) No . 1.
Bentuk Penyimpangan Nanuhun kasadaya
Edisi Nanuhun kasadayana
Bait
Larik Ke-
7
1
Pupuh II (Dangdanggula) No. 1. 2. 3.
Bentuk Penyimpangan sami-sami pada welas pada asih rasa kahutang pangasih hempak ngadeuheus ka gusti
Edisi sami-sami pada miwelas pada miasih rasa kahutangan pangasih hempak ngadeuheusan ka gusti
Bait 9
Larik Ke9
10 11
5 5
4. 5. 6.
mung pisaur sepuh wacis sadayana sami asih matak nambahan prihatin
mung pisaurna sepuh wacis sadayana sami miasih matakan nambahan prihatin
15 16 17
5 5 5
Bait
Larik Ke-
18 22
4 2
Pupuh III (Asmarandana) No. 1. 2.
Bentuk Penyimpangan Aya di nagri Buta, jadi raja Lokuntar
Edisi ayana di nagri Buta, jadi rajana Lokuntar
Pupuh IV (Kinanti) No.
1. 2. 3.
Bentuk Penyimpangan Dua perkara maksud Énjing can bisa ngiring malah tadi Laéla
Edisi
Bait
Dua perkarana maksud énjing mah can bisa ngiring malahan tadi Laéla
45 49 56
Edisi
Bait
Lar ik Ke1 6 5
Pupuh V (Sinom) No. 1. 2. 3.
Bentuk Penyimpangan Néng Putri badé nelasan salira suka paéh timbang abdi kadinya malah Rama seuri pati
Néng Putri badé nelasan salirana suka paéh timbang abdi kadinya mah malah Rama seuri narpati
66
Larik Ke9
68
9
74
8
Bait 86
Larik Ke4
89
4
Pupuh VI (Minjil) No. 1.
Bentuk Penyimpangan lamun Sang Barantang Geni,
2.
pating réngkénék anu ibing
Edisi lamunana Sang Barantang Geni, pating réngkénék anu ngar ibing
3. 4. 5. 6. 7. 8.
ka éta maksud sang raja téh ku sadaya geus ka judi Mawa surat pangkir kami téh, margi nyi putri téh teu daék saé nyandak ti sanés nagri, Kocap Mantri Buldansah nagri
kana éta maksud sang raja téh ku sadayana enggeus ka judi Mawakeun surat pangkir kami téh margi nyi putri téh teu daékeun saé nyandak tinu sanés nagri, Kocapkeun Mantri Buldansah nagri
91 91 92
3 4 3
94 96 100
3 4 1
Pupuh VIII (Asmarandana) No.
1. 2. 3. 4.
Bentuk Penyimpangan sugan malah mandar ngiring sakersa Rama, kitu Gambar Kanoman, panganggo saperluna
Edisi
sugan malah mandarna ngiring sakersana Rama, nyakitu Gambar Kanoman, panganggona saperluna
Bait
126 128 133 139
Lar ik Ke5 4 5 4
Pupuh IX (Magatru) No . 1. 2. 3.
Bentuk Penyimpangan ngiring ka kersa gusti Kala Udar gegedug Ėta kabéh téh sadérékna ratu
Edisi ngiring ka kersana gusti Kala Udar gegedugna Ėta sakabéh téh sadérékna ratu,
Bait 149 152 161
Larik Ke2 3 1
Pupuh X (Dangdanggula) No.
1. 2. 3. 4. 5.
Bentuk Penyimpangan Ngariring béla ka gusti geus manjat ka darat Ki Matros héran panggalih Sarta hurmat tadim ajrih longsong manah raja
Pupuh XIV (Sinom)
Edisi
Bait
ngariringan béla ka gusti enggeus manjat ka darat Ki Matros héran panggalihna sartana hurmat tadim ajrih longsong manahna raja
165 168 169 170 174
Lar ik Ke5 6 5 5 6
No. 1.
Bentuk Penyimpangan walon téh mangga aos ieu serat
Edisi
Bait
Larik Ke-
walon téh sumangga aos ieu serat
250
8
Edisi
Bait
Radén Umaran ngangres ati bérés cacariosna ku jalaran ramana gusti sosoca sabuwana mengkah dongéngna Taman Sari tangtu mituhu béla asih saumurna éta dongéngna Taman Sari bet gaduh pikir hawatos
272 272 273 275 278
Larik Ke5 6 5 6 5
281 281 282 283
6 7 5 5
Edisi
Bait
Larik Ke4
XV (Dangdanggula) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Bentuk Penyimpangan dén Umaran ngangres ati bérés cariosna ku jalaran rama gusti soca sabuwana mengkah dongéng Taman Sari tangtu tuhu béla asih saumur éta dongéng Taman Sari bet gaduh kir hawatos
Pupuh XVI (Asmarandana) No. 1.
Bentuk Penyimpangan pun Engkang hoyong énggal
pun Engkang hoyong énggalan
294
Pupuh XVII (Kinanti) No . 1.
Bentuk Penyimpangan ngiring sakersa gusti
Edisi ngiring sakersana gusti
Bait
Larik Ke-
333
4
Pupuh XVIII (Sinom) No. 1.
Bentuk Penyimpangan badé nyobi ngayonan sang raksasa
Edisi
Bait
Larik Ke-
badé nyobian ngayonan sang raksasa
340
9
sembada jembar dada
sembada jembar dadana
347
7
Bait
Larik Ke-
384
2
Bait
Larik Ke-
401
3
Pupuh XX (Durma) No. 1.
Bentuk Penyimpangan meupeuh dua tilu
Edisi meupeuh dua tiluna
Pupuh XXI (Asmarandana No. 1.
Bentuk Penyimpangan raja Sélan geus mios
Edisi raja Sélan enggeus mios
Pupuh XXII (Dangdanggula) No . 1.
Bentuk Penyimpangan kedah milih anu leuwih
Edisi kedah milihan anu leuwih
Bait
Larik Ke-
414
5
Pupuh XXIII (pangkur) No. 1.
Bentuk Penyimpangan hayoh karep sia
Edisi
Bait
Larik Ke-
hayoh sakarep sia
438
4
Bait 464
Larik Ke9
470
5
Pupuh XXIV (Sinom) No. 1. 2.
Bentuk Penyimpangan geus barudal kaKaraton Buldansah semu lindeuk saking
Edisi enggeus barudal kaKaraton Buldansah semuna lindeuk saking
Pupuh XXVI (Asmarandana) No. 1. 2.
Bentuk Penyimpangan éstu sami bingah kocap geus baru kabéh
Edisi éstu sami bingahna kocap geus barubar kabéh
Bait 506 509
Larik Ke5 3
3. Lakuna Kata Pupuh II (Dangdanggula) No. 1. 2. 3. 4.
Bentuk Penyimpangan watekna nu nyepeng nagri, pipikiran keueung miris, tedakna raksasa réh ku Kakang di tikah
Edisi
Bait
Larik Ke-
watekna nu nyepeng ieu nagri,
9
5
pipikiran keueung jeung miris,
14
5
tedakna téh raksasa réh ku Kakang téhdi tikah,
24 32
5 2
Bait
Larik Ke5 2
Pupuh III (Asmarandana) No. 1. 2.
Bentuk Penyimpangan tedakna raksasa réh ku Kakang di tikah
Edisi tedakna téh raksasa réh ku Kakang téh di tikah
24 32
Pupuh V (Sinom) No. 1.
Bentuk Penyimpangan ijid cuwa mun nenjo Si Barantang
Edisi ijid jeung cuwa mun nenjo Si Barantang
Bait
Larik Ke-
70
9
Bait
Larik Ke4 1
Pupuh VI (Minjil) No. 1. 2.
Bentuk Penyimpangan masangrahan wates nagri, Sang Ratu Barantang
Edisi masangrahan di wates nagri, ari Sang Ratu Barantang Geni
84 85
3. 4. 5. 6. 7. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Geni langkung geura manahna téh sora cara gelap waé hai ayeuna hayu adi Ka éta maksud raja téh unggel éta surat téh ka haturing ratu sakti margi putri teu daék{eun di paksa anggur gering Mama témpo saperkawis dagoan pikirana saréh kinten tahun hiji deui rep geuneuk ray piyas beungetna nafsu amarahna bijil tina sieun ku raja téh
langkung geura dina manahna téh sora cara sada gelap waé hai ayeuna hayu para adi kana éta maksud sang raja téh unggel éta surat téh dibuka ka haturing ratu anu sakti margi nyi putri téh teu daék{eun di paksa téh anggur malah gering Mama témpo baé saperkawis dagoan baé pikirana saréh kinten sugan tahun hiji deui rep geuneuk ray piyas beungetna téh nafsu amarahna jadi bijil tina rasa sieun ku raja téh
85
3
87 90 91 93 93 94
3 4 3 3 4 3
94
4
95 95 95 97
1 3 4 3
97 100
4 3
Bait 103
Larik Ke1
120
2
Pupuh VII (Durma) No. 1.
Bentuk Edisi Penyimpangan Keur sena Raja ngaburu Keur sena Sang Raja ngaburu nyakara nyakara Sungkara Papatih seug Sungkara Papatih
Pupuh VIII (Asmarandana) No . 1. 2. 3.
Bentuk Penyimpangan nya kitu nu di Pasangrahan ninggalkeun nagara waktuna geus balébat
Edisi nya kitu deui nu di Pasangrahan ninggalkeun ieu nagara waktuna téh geus balébat
Bait 131
Larik Ke5
136 141
5 7
Pupuh IX (Magatru) No. 1.
Bentuk Penyimpangan kocapkeun para Mantri
Edisi ka kocapkeun para Mantri
Bait
Larik Ke-
151
4
2.
Ėta sakabéh ratu
sadérékna
Ėta sakabéh téh sadérékna ratu 161
1
Pupuh X (Dangdanggula) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Bentuk Penyimpangan teu kaur balas tikait manahna Kangjeng Raja hiji balabuh di dinya ngaleut kawas paminggatan naha ieu urang mana rék kamana naon perluna deui jisim abdi maksad badé cai
Edisi teu kaur balas jeung tikait manahna téh Kangjeng Raja aya hiji balabuh di dinya ngaleut kawas tinu paminggatan naha ieu téh urang mana rék kamana jeung naon perluna deui jisim abdi maksad badé nyandak cai
Bait 164 165 168 169
Larik Ke5 8 2 2
169 169
6 9
171
9
Pupuh XI (Sinom) No. 1. 2. 3.
Bentuk Penyimpangan
Edisi
Bait
Larik Ke-
naon béja adi Sasmita matur nyembah énggalna sasauran
naon béja téh adi Dén Sasmita matur nyembah énggalna téh sasauran
187 187 195
5 7 7
Edisi
Bait
Kangjeng Raja seug ngutus
206
Larik Ke1
Edisi
Bait
Larik Ke-
225
4
Pupuh XII (Kinanti) No. 1.
Bentuk Penyimpangan Kangjeng Raja ngutus
Pupuh XIV (Sinom) No. 1.
Bentuk Penyimpangan siang warna
rupina
siang warna jeung rupina
2. 3.
Engkang Umaran Kapatihan dongeng taman
di
Engkang Umaran anu di Kapatihan dongeng taman sarimah
254
9
269
5
Edisi
Bait
bilih téh aya anu gaib ngalayung mancang karama ngalayung sinareng anak istri aduh Nyi mustikaning asih gamparan bet kitu téh teuing éh leres bet Engkang téh limpeuran Saur dén umaran piraku téh teuing Saur dén umaran piraku téh teuing Margi Engkang téh sanget pirhatin rébu laksa ka suka ngawulaan pun sepuh abdi tangtos pisan Engkang badé dongkap
271 274 274 275 277 278
Larik Ke5 9 10 5 5 2
284
1
284
5
285
1
286 288 289
6 5 2
Pupuh XV (Dangdanggula) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Bentuk Penyimpangan bilih aya anu gaib mancang karama ngalayung sinareng istri aduh mustikaning asih gamparan bet kitu teuing éh leres bet Engkang limpeuran Saur dén umaran piraku teuing Saur dén umaran piraku teuing Margi Engkang sanget pirhatin rébu laksa suka ngawulaan sepuh abdi tangtos pisan Engkang dongkap
Pupuh XVI (Asmarandana) No.
1.
Bentuk Penyimpangan abdimah
bingung haté
Edisi
abdimah nya bingung haté
Bait
Lar ik Ke3
296
Pupuh XVIII (Sinom) No . 1.
Bentuk Penyimpangan badé nyobian ngayonan raksasa 2. nagri jembar sugih 3. kawentar kamana 4. Ratu Binantar sakti Pupuh XIX (Pangkur)
Edisi
Bait
badé nyobian ngayonan sang raksasa nagri jembar tur sugih kawentar kamana-mana Sang Ratu Binantar sakti
340
Larik Ke9
345 345 345
5 7 8
No. 1.
Bentuk Penyimpangan
Edisi
barang ningal kagét ratu Tunjung
Bait
Larik Ke-
367
5
Edisi
Bait
Larik Ke-
soré isuk gé wani
374
2
Edisi
Bait
Larik Ke-
Nyentak Barantang geni téh
408
1
Edisi
Bait
Larik Ke-
413 415 416 418 419
5 2 5 5 5
420 427 428 430
6 2 1 5
Bait
Larik Ke-
451
7
barang ningal kagét ratu Tunjung Biru
Pupuh XX (Durma) No. 1.
Bentuk Penyimpangan soré isuk
wani
Pupuh XXI (Asmarandana) No. 1.
Bentuk Penyimpangan Nyentak Barantang geni
Pupuh XXII (Dangdanggula) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Bentuk Penyimpangan pada sanggem maju jurit sareng dén Jaka Umaran naha bet hookeun pikir éstu lantaran sim abdi mangsa simpai Banurungsit éta kumaha margina di du’a keun geura jadi Tangtu paéh ku ieu keris téh nya kitu deui sang banurungsit
pada sanggem maju ka jurit sareng Raha dén Jaka Umaran naha bet hookeun nya pikir éstu ku lantaran sim abdi mangsa geus simpai Banurungsit éta téh kumaha margina di du’a keun geura jadi raja Tangtu paéh ku ieu keris téh nya kitu deui sang banurungsit
Pupuh XXIII (Pangkur) No. 1.
Bentuk Penyimpangan langkung langkung
Edisi muni
langkung langkung pating muni
Pupuh XXIV (Sinom) No. 1. 2. 3.
Bentuk Penyimpangan nyaur melas melis enggeus barudal Karaton Buldansah buluna héjo kilap
Edisi
Bait
nyaur jeung melas melis enggeus barudal ka Karaton Buldansah buluna héjo jeung kilap
457 464
Larik Ke5 9
468
7
Edisi
Bait
Larik Ke9
4. Lakuna Frasa Pupuh V (Sinom) Bentuk Penyimpangan nu sanget
No. 1. cilaka
Engkang tulung abdi nu sanget cilaka
64
Pupuh XIX (Pangkur) No.
Bentuk Penyimpangan
1.
Edisi
Bait
Yang Agung Raja Madayin mumuji ka Yang 359 Agung
Larik Ke2
5. Lakuna Kalimat Pupuh XII (Magatru) No. 1. 2.
Bentuk Penyimpangan — —
Edisi abdi sejana nimbalan panuhun kersana gusti
Bait 214 214
Larik Ke5 6
Pupuh XIV (Sinom) No . 1.
Bentuk Penyimpangan —
Edisi mangga tampi ieu prabu
Bait 250
Larik Ke6
Pupuh XVI (Asmarandana) No.
Bentuk Penyimpangan
1. — XIX (Pangkur) No.
Bentuk Penyimpangan
1. 2.
— __
Edisi
Bait
Larik Ke-
anu nuju guligah
310
5
Edisi
Bait
Larik Ke-
359 371
3 1
nyaur salebeting kolbu Ramana putri laéla
PupuhXXVI (Asmarandana) No. 1.
Bentuk Penyimpangan
Edisi
Bait
Larik Ke-
—
Den Kanoman sing kapendak
497
7
3.3.3 Bahasa Bahasa yang digunakan dalam teks naskah WLIB adalah bahasa Sunda yang sebagian besar bahasanya masih digunakan dalam bahasa percakapan sehari-hari. Namun ada sebagian kecil dari bahasa teks naskah yang sulit untuk dimengerti, karena sudah jarang digunakan bahkan bisa dikatakan sudah tidak dikenal lagi pada saat ini. Bahasa dalam teks naskah WLIB ini juga tidak murni dari bahasa Sunda saja tapi ada unsur bahasa daerah lain yaitu bahasa Jawa meskipun hanya sedikit sekali, dan sepertinya bahasa Jawa yang hadir dalam teks naskah ini pada masanya memang sudah berbaur dengan bahasa Sunda dan sudah biasa digunakan. Selain terdapat unsur bahasa daerah dari luar Sunda terdapat juga bahasa serapan asing, kata-kata yang berupa unsur serapan asing tersebut diantaranya berasal dari bahasa Arab. Pengaruh dari bahasa Arab pemakaiannya hanya terbatas pada bahasa Arab yang umumnya sudah biasa digunakan dalam bahasa sehari-hari dan tentunya sudah sangat dipahami oleh masyarakat.
Dalam naskah WLIB ini penyalin menggunakan berbagai gaya bahasa. Hal ini mungkin dilakukan penyalin untuk memperoleh efek estetis yang lebih baik bagi naskahnya, sehingga bisa membuat naskah ini lebih hidup dan dapat membawa
pembaca seolah ikut hanyut dalam
ceritanya. Gaya bahasa yang terdapat dalam naskah ini diantaranya gaya sinonimi, puitis, perumpamaan dan pendeskripsian.
1. Gaya sinonimi misalnya: - ....., lulus mulus taya pancabaya, (II. 9,2 “….., lancar tidak ada halangan,…..”) -….., awon sakaliwat saking (I. 6,6 “……,jeleksekali,….”) 2. Gaya perumpamaan misalnya: -….”di silokaan ku Ama,picik rasa ngalawan meurali,lir bonténg nadahan kadu,cécéndét mandé kiara,… (VIII. 125,3 “…,di pribahasakan oleh Bapa, picik rasa melawan merali, ibarat timun menyanggah durian, cecendet mande kiara,…”). -….”paripaos ciga tapak cékér hayam,…
(I. 6,6 “…,perumpamaan seperti tapak kaki
ayam,….”). 3. Gaya puitis seperti: -…..”duh inten mustika haté, sasocaning sabuana, duh Enung cahaya soca…,(XVI 303,14 ”…, Duh intan mustika hati, mata sebuana, duh Enung cahaya mata…”). 4. Gaya pendeskripsian misalnya:
….,Geus indit lumpat kaluar, bari rawah-riwih ceurik, tepang sareng Radén Putra,Dén Gambar Kanoman sumping, sareng1 kagét téh teuing, mariksa ka Emban gugup,aya naon manéh Emban, mana reuwah riwih ceurik, Néng Putri badé nelasan salirana….(V, 66,1-9). (“…Sudah pergi lari keluar, sambil menangis terisak-isak, tepang sareng Raden Putra, Den Gambar Kanoman datang, dan kaget sekali, melihat Emban yang gugup, ada apa kamu Emban, pake menangis terisak-isak, Neng putri mau memenggal diri…”). Bahasa yang digunakan dalam naskah WLIB ini secara kesuluruhannya bisa dikatakan cukup mudah untuk dipahami, adapun sedikit bahasa yang sudah tidak lajim digunakan dalam bahasa pergaulan sehari-hari dapat dicari maknanya dengan cara menggunakan bantuan media kamus bisa juga dicari maknanya dengan cara membaca teks sebelumnya (larik/bait sebelumnya), jadi pada intinya
saat melakukan penerjemaahan peneliti tidak mengalami
kesulitan yang berarti.
3.4 Analisis Fungsi Analisis fungsi pada naskah WLIB dilakukan untuk mengetahui bagaimana peranan naskah WLIB dalam kehidupan masyarakat baik dulu maupun sekarang. Karena naskah WLIB yang dijadikan objek penelitian ini adalah naskah yang berasal dari masyarakat dan merupakan milik pribadi, yaitu milik bapak Raden Anggapradja di jalan Ciledug-Garut. Naskah ini dianggap sebagai pusaka warisan dari peninggalan leluhur yang sudah di wariskan secara turun-temurun. Karena naskah WLIB dianggap sebagai benda pusaka, maka penyimpanannya pun tidak disembarang tempat tetapi di tempat tertentu yang khusus disediakan oleh pemiliknya. WLIB merupakan hasil karya sastra karena mengisahkan kejadian pada masa lalu, karya ini tergolong cerita fiksi. Unsur fiksi dalam teks WLIB ini terungkap pada latar dan tokoh cerita.
Tokoh cerita dan latar dalam karya fiksi bisa dikatakan sama sekali tidak dikenal dalam kenyataan ataupun dalam sejarah. Fungsi yang terkandung dalam teks naskah WLIB secara garis besarnya menceritakan tentang kisah raja Indra Bahu yang memiliki seorang putri cantik jelita. Karena kecantikannya, putri di lamar oleh raja Barantang Geni, namun lamarannya ditolak, karena putri tidak mau menikah dengan raja yang buruk rupa dan menyeramkan. Karena penolakan itulah akhirnya terjadi peperangan hingga akhirnya raja Indra Bahu kabur ke negri Rum. Di negri itulah akhirnya putri bertemu dengan Jaka Umaran putra dari raja Erum. Putri pun akhirnya dilamar namun putri memberikan syarat Jaka Umaran harus merebut dahulu negrinya dari Barantang Geni. Tejadilah kembali peperangan antara pasukan Jaka Umaran dengan Barantang Geni. Namun, kali ini Barantang Geni kalah. akhirnya putri resmi menikah dengan Jaka Umaran dan Jaka Umaran dinobatkan menjadi raja pengganti raja Indra Bahu. Dalam cerita ini terangkum berbagai cerita fantasi, peperangan, dan kisah asmara. Di sini penyalin tidak hanya menggambarkan dan menuturkan cerita, melainkan ikut terlibat dalam memberikan gagasan yang dituangkan dalam teks. Tujuan penulisan WLIB sesuai dengan fungsi sastra secara umum yaitu “menyenangkan” dan “berguna”. Dikatakan “menyenangkan” karena ceritanya menimbulkan rasa senang dan asyik ketika membacanya. Cerita fiksi yang mengandung unsur rekaan didominasi kisah asmara menimbulkan kesenangan hati ketika membacanya. Dikatakan “berguna” karena dengan adanya teks WLIB pembaca dapat mengetahui cerita yang pernah hidup di masa lalu. Posisi naskah WLIB di masyarakat sekarang hanya dijadikan sebagai dokumen saja. Hal ini tidak terlepas dari kedudukannya sebagai naskah profan yaitu naskah yang tidak
bersangkutan dengan keagamaan. Sehingga masyarakat (pemiliknya) hanya menempatkan naskah ini sebagai harta pusaka warisan leluhur. Teks naskah WLIB disusun untuk melestarikan cerita yang pernah hidup di masa lalu agar tidak hilang dan terlupakan oleh zaman.