Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
SENYAWA OLIGOSAKARIDA DARI BUNGKIL KEDELAI DAN UBI JALAR SEBAGAI PREBIOTIK UNTUK TERNAK (Oligosaccharide from Soybean Meal and Sweet Potato as Prebiotic for Livestock) T. HARYATI, SUPRIJATI, K. dan SUSANA I.W.R. Balai Penelitian Ternak, P.O Box 221, Bogor 16002
ABSTRACT This research was conducted to evaluate the process of oligosaccharide extraction from soybean meal and sweetpotato and analysis of extract powders qualitative and quantitatively by HPLC. The effectivity of oligosaccharides extract to probiotic was evaluated by in vitro trial. Extracts yield from soybean and sweet potato was 4.05 and 3.59% respectively. Analysis by HPLC showed that oligosaccharide which can be identified qualitatively from extract or residue of soybean meal and potatoes were stachyose (DP4), Raffinose (DP3), maltopentose (DP5), and monomer of saccharides. In vitro trial for evaluation of effectivity of prebiotic using probiotic Bacillus laterosporus and B. polymixa were not resulted in good effect. Key Words: Oligossaccharides Extract, Soybean Meal, Sweet Potatoes, In vitro ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi proses ekstraksi oligosakarida dari bungkil kedelai dan ubi jalar serta analisis serbuk ekstrak secara kualitatif dan kuantitatif menggunakan HPLC. Efektivitas dari ekstrak oligosakarida terhadap probiotik dievaluasi secara in vitro. Hasil ekstrak dari kedelai dan ubi jalar masing-masing 4,05 dan 3,59%. Analisis menggunakan HPLC menunjukkan senyawa oligosakarida yang teridentifikasi secara kualitatif pada ekstrak maupun residu bungkil kedelai dan ubi jalar terdiri dari senyawa stakiosa (DP4), rafinosa (DP3), dan maltopentosa (DP5) serta monomer-monomer sakarida. Percobaan in vitro untuk mengevaluasi efektivitas prebiotik menggunakan Bacillus laterosporus and B. polymixa tidak memberikan pengaruh yang baik. Kata Kunci: Oligosakarida Ekstrak, Bungkil Kedelai, Ubi Jalar, In vitro
PENDAHULUAN Biaya pakan merupakan pengeluaran yang paling besar dalam industri peternakan, maka dilakukan berbagai cara untuk memperbaiki konversi pakan diantaranya peningkatan bahan pakan dan bahan imbuhan agar ternak dapat hidup dalam kondisi yang baik dan juga memperkecil total biaya. Saat ini keamanan pangan menjadi hal yang lebih diperhatikan dibandingkan dengan sebelumnya. Disamping itu produksi pangan secara ekonomis juga tidak boleh dikesampingkan. Antibiotik umumnya digunakan pada unggas untuk tujuan pengobatan atau pencegahan bahkan sebagai pemacu tumbuh untuk meningkatkan kinerja ternak, saat ini sekitar 32 antibiotik digunakan produksi unggas (JONES dan RICKET, 2003).
Penggunaan antibiotik disisi lain juga mempunyai beberapa kerugian, resistensi terhadap antibiotik dan masuknya obat kimia pada rantai pangan menjadi suatu yang sangat diperhatikan. Pada tahun 1969, dilaporkan dampak akibat penggunaan antibiotik dalam pakan yaitu menyebabkan resistensi bakteri pada manusia dan hewan, terutama jika kandungan residunya dalam produk ternak tinggi. Sampai sekarang ransum ternak umumnya masih mengandung berbagai level antibiotik. Beberapa strategi yang disarankan untuk membatasi penggunaan antibiotik yaitu dengan penggunaan probiotik dan prebiotik. Untuk itu banyak dilakukan berbagai upaya dan penelitian mengeksplorasi efek penggunaan prebiotik dan probiotik terhadap pertumbuhan ternak.
511
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Prebiotik didefinisikan sebagai bahan makanan yang non-digestible atau lowdigestible yang dapat menguntungkan organisme inang dengan menstimulasi secara selektif pertumbuhan atau aktifitas satu atau sejumlah bakteri probiotik dalam kolon (CRITTENDEN dan PLAYNE, 1996; DIMER dan GIBSON, 1998). Prebiotik yang umum merupakan suatu senyawa oligosakarida, yaitu senyawa glikosida yang mengandung antara tiga sampai sepuluh rantai gula. Namun demikian disakarida juga dimasukkan kedalam grup ini. Derajat polimerisasi oligosakarida juga merupakan hal yang penting. Biasanya oligosakarida untuk makanan merupakan campuran dari beberapa derajat polimerisasi (CRITTENDEN dan PLAYNE, 1996). Karbohidrat komplek melewati usus kecil ke perut bawah dimana kemudian menjadi tersedia bagi beberapa bakteri pencernaan tetapi tidak dapat dimanfaatkan oleh sebagian bakteri yang terdapat di pencernaan. Hasil akhir utama dari metabolisme karbohidrat yaitu asam lemak rantai pendek (SCFA) yaitu asetat, butirat dan propionat yang selanjutnya digunakan oleh inang sebagai sumber energi. Senyawa ini juga meningkatkan penyerapan kalsium dan magnesium juga meningkatkan eliminasi senyawa toksik. Laktulosa, galaktooligosakarisa, fruktooligosakarida, inulin dan hidrolisatnya, maltooligosakarida, dan resistant starch adalah prebiotik yang umum di gunakan pada nutrisi makanan. Jenis prebiotik lainnya adalah GOS (galaktooligosakarida), inulin dan laktulosa (COLLINS dan GIBSON, 1999). Batasan prebiotik masih luas dimana bahan makanan oligosakarida dan polisakarida (termasuk serat makanan) dinyatakan mempunyai aktifitas prebiotik, akan tetapi tidak semua karbohidrat makanan adalah prebiotik. Untuk itu dibutuhkan batasan yang jelas, diperlukan klasifikasi yang secara ilmiah, bahan haruslah mempunyai sifat: 1. tahan terhadap aktifitas asam lambung, hidrolisis enzim mamalia dan absorbsi usus pencernaan, 2. difermentasi oleh mikroflora usus pencernaan dan 3. menstimulasi secara selektif pertumbuhan atau aktifitas bakteri pencernaan yang berhubungan dengan kesehatan (GIBSON et al, 2004). Meskipun semua kriteria tersebut penting, akan tetapi kriteria yang ketiga yaitu
512
stimuasi selektif dari pertumbuhan atau aktifitas mikroba merupakan hal yang paling sulit dipenuhi. Diperlukan sampling secara anaerobik yang diikuti analisis mikrobiologi secara kuantitatif terhadap beberapa jenis bakteri, sebagai contoh total anaerob dan aerob, Bacteroides, Bifidobacterium, Clostridium, Enterobacterium, Eubacterium dan Lactobacillus sp. Jadi prebiotik haruslah bahan makanan yang tidak dihidrolisa dan tidak diserap dibagian atas traktus gastrointestinal sehingga dapat mencapai kolon tanpa mengalami perubahan struktur dan tidak disekskresikan dalam feses, substrat yang selektif untuk satu atau sejumlah mikroflora komensal yang menguntungkan dalam kolon sehingga memicu pertumbuhan bakteri yang aktif melakukan metabolisme, dan mampu merubah mikroflora kolon menjadi komposisi yang menguntungkan kesehatan (COLLINS dan GIBSON, 1999). Sebagai contoh, sebagian besar fraksi insulin mempunyai DP sekitar 14. Meskipun potensi penggunaan oligosakarida itu jelas, tetapi umumnya proses produksi oligosakarida itu masih terbatas. Untuk itu pengembangan teknologi produksinya merupakan suatu hal yang menantang. Produksi oligosakarida dapat dilakukan antara lain melalui proses rekayasa yaitu berupa: (i) sisitesis secara enzimatis maupun kimiawi, dan (ii) depolimerisasi polisakarida secara fisika, kimia atau enzimatis. (BARRETEAU et al., 2006). Oligosakarida juga merupakan derivatif fruktosa dan galaktosa yang berperan prebiotik dalam meningkatkan imunitas. Tidak terdegradasi oleh enzim endogenus yang dihasilkan organisme inang. Tidak dicerna dan tidak diserap sehingga menurunkan asupan energi dalam pencernaan dan menurunkan pengeluaran insulin, akan tetapi dengan mudah difermentasi oleh Bifidobacteria yang ada dalan saluran pencernaan dan menghasilkan SCFA yang akan menurunkan pH usus sehingga persentase bakteri menguntungkan meningkat, sedangkan persentase bakteri pembusuk yang merugikan menurun. Hasil fermentasi mikrobial dari oligosakarida ini mempunyai pengaruh yang menguntungkan terhadap proliferasi sel dari dinding mukosa usus, menunjukan sifat antiradang dan aktifitas antitumor serta meningkatkan aktifitas motorik
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
usus. Dengan demikian populasi bakteri Gram negatip dapat menurun (OYOFO et al., 1989; BAYLEY et al., 1991; WALDROUP et al., 1993). Sumber oligosakarida yang berupa karbohidrat sederhana yaitu biji-bijian, kacangkacangan, umbi-umbian dan dari hasil tanaman lainnya. Oligosakarida dari kelompok rafinosa bersifat fungsional karena tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pada pencernaan manusia, yaitu α–galaktosidase, sehingga berfungsi bagi kesehatan, diantaranya adalah menghasilkan energi metabolisme yang lebih rendah daripada sukrosa, tidak memberikan efek pada sekresi insulin dari pankreas, meningkatkan mikroflora usus dan mencegah penyakit gigi. Prebiotik tak dapat dipisahkan dengan probiotik oleh karena target prebiotik adalah memacu pertumbuhan yang selektif dari bakteri probiotik (ROBERFROID, 2000). Oleh karena itu, manfaat penggunaan prebiotik tidak terlepas dari peranan probiotik untuk meregulasi dan memodulasi mikroekosistam populasi bakteri probiotik. Probiotik merupakan mikroba hidup yang diberikan sebagai suplemen makanan yang mempunyai pengaruh menguntungkan bagi kesehatan dengan memperbaiki keseimbangan mikroflora usus (ROBERFOID, 2000). Probiotik merupakan istilah untuk faktor pemacu tumbuh yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Pada tahun 1989, FULLER mempopulerkan istilah probiotik ini sebagai
suplemen yang berupa mikroba hidup yang menguntungkan inangnya melalui peningkatkan keseimbangan mikrobial pencernaan. Pada tahun 2001, sebuah dokumen konsensus dari The International Life Sciences Institute Europe mengajukan sebuah batasan yang sederhana dan sekarang telah secara luas diterima sebagai batasan dari probiotik yaitu: makanan suplemen berupa bakteri hidup yang dapat memberi pengaruh menguntungkan bagi kesehatan manusia. FULLER (1989) menyatakan persyaratan yang harus dimiliki probiotik yang baik antara lain: (1) merupakan flora normal usus yang non patogenik, dapat mempertahankan aktivitasnya pada kondisi lingkungan yang tinggi keasamannya yaitu di lambung, dan pada konsentrasi garam yang tinggi di usus halus, (2) dapat tumbuh dan melakukan metabolisme dengan sangat cepat dan terdapat dalam jumlah yang tinggi, (3) mengkolonisasi bagian tertentu saluran pencernaan dimana diperlukan kemampuan untuk menempel pada permukaan epitelium (4) dapat memproduksi secara efisien asam-asam organik dan kemungkinan mempunyai sifat antimikrobra spesifik terhadap bakteri yang membahayakan, dan (5) mudah untuk diproduksi, bertahan hidup pada skala besar dan dapat mempertahankan viabilitas selama penyimpanan. Karakteristik probiotik dan prebiotik disajikan pada Tabel 1.
Table 1. Karakteristik probiotik dan prebiotik yang ideal Probiotik
Prebiotik
Berasal dari inang
Dapat dihidrolisis atau diabsorbsi oleh enzim mamalia atau jaringan
Tidak pathogen
Memperkaya secara selektif satu atau beberapa bakteri yang menguntungkan
Tahan terhadap proses dan penyimpanan
Merubah secara menguntungkan mikrobiota usus dan aktifitasnya
Tahan terhadap empedu
Mengubah secara menguntungkan luminal atau aspek sistemik dari sistem pertahanan inang.
asam
lambung
dan
Melekat pada epitelium atau mukosa Tahan berada di saluran pencernaan Menghasilkan komponen penghambat Mengatur respon imun Mengubah aktifitas mikroba Sumber: PATTERSON, J dan K. BURKHOLDER (2003).
513
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Beberapa penelitian yang menggunakan prebiotik untuk ternak diantaranya penggunaan FOS sebagai pengganti antibiotik untuk meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi produksi broiler (AMMERMAN et al., 1988a, b). FOS dapat diklasifikasikan sebagai nondigestible oligosakarida karena ikatan βantara monomer fruktosa tidak dapat dihidrolisis oleh enzim pencernaan, untuk itu FOS secara kuantitatif tersedia sebagai substrat bagi mikroflora usus pencernaan (ROBBERFROID et al., 1998). FOS memperlihatkan dapat meningkatkan pertumbuhan Bifidobacteria dan Lactobacillus tetapi menghambat Escherichia coli dan Salmonella dalam usus besar (ROBBERFROID et al., 1998). Penelitian XU et al. (2002) mendapatkan bahwa penambahan 4,0 g/kg FOS dapat meningkatkan pertumbuhan Bifidobacteria dan Lactobacillus, tetapi menghambat Escherichia coli dalam usus besar dan cecal digesta, juga secara nyata dapat meningkatkan rata-rata penambahan berat badan harian broiler. Akan tetapi penambahan sebanyak 8 g/kg tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kinerja, aktifitas enzim pencernaan, mikroflora usus atau morfologinya. Bahan sumber oligosakarida lain yang dikenal yaitu kedelai, mengandung berbagai oligosakarida seperti rafinosa dan stakiosa yang tidak dapat dipecahkan di dalam saluran pencernaan karena tidak terdapatnya enzim αgalaktosidase (COON et al., 1990). Percobaan DOUGLAS et al (2003) menunjukkan penambahan galaktosa 10 sampai 15% menimbulkan toksik akan tetapi pada level yang rendah mungkin akan meningkatkan pertumbuhan broiler. Penelitian ini ditujukan untuk memperolah oligosakarida bari bahan bakunya dengan cara ekstraksi kimia. Hasil ekstrak oligosakarida kemudian dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif menggunakan HPLC dan diuji efektifitasnya terhadap pertumbuhan probiotik secara in vitro.
MATERI DAN METODE Materi yang dipakai untuk memperoleh oligosakarida yaitu bungkil kedelai dan ubi jalar.
514
Ektraksi oligosakarida dari kedelai menggunakan metode GULEWICZ et al. (2000) yang dimodifikasi 100 g kedelai direndam dengan air dan dibiarkan semalam pada suhu 4°C diekstrak 2 kali dengan 200 ml etanol 50% pada temperature 40°C selama semalam. Disaring/ dipisahkan antara ampas dan supernatan, kemudian gabungan supernatan dididihkan selama 10 menit. Supernatan dipekatkan menggunakan rotavapor dengan suhu 50° C sehingga volume cairan menjadi tinggal sekitar 25 ml. Oligosakarida diendapkan dengan penambahan etanol absolut dengan perbandingan 1 : 10. Endapan GOS dipisahkan dengan sentrifugasi dengan kecepatan 3000 g selama 15 menit. Endapan dikeringkan dengan menggunakan freeze drier. Ekstraksi oligosakarida dari ubi jalar menggunakan metoda POLLOCK dan JONES (1979) yang dimodifikasi 100 ubi jalar di iris lalu ditambahkan etanol 80% sebanyak 1 : 1, didihkan selama 3 menit lalu diblender, diinkubasi pada waterbath 80ºC selama 15 menit. Dipisahkan antara supernatan dengan ampas dengan cara diperas menggunakan kain muslin. Ampas diekstrak kembali dengan etanol 80%. Gabungkan supernatan dipekatkan lalu dibekukan, dilelehkan dan disentrifugasi untuk memisahkan residu yang masih ada. Ampas hasil ekstraksi dengan etanol kemudian di ekstrak dengan air (1 : 1) sebanyak 2 kali dan pisahkan antara ampas dengan cairan. Gabungkan semua supernatan lalu pekatkan dan endapkan oligosakarida menggunakan etanol absolut. Endapan dikeringkan dengan menggunakan Freeze drier. Analisis oligosakarida dengan HPLC Kondisi alat: HPLC Waters 600E menggunakan kolom Sugar-Pak 1 temperatur 90ºC. Detektor Refractive Index (RI) dengan temperatur 35ºC, sedangkan fasa gerak yang digunakan yaitu air dengan waktu alir 3 ml/menit. Deret standar oligosakarida dari Sigma.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
ekstraknya dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif menggunakan HPLC. Hasil ekstrak oligosakarida dari kedelai dan ubi jalar disajikan pada Table 2.
Uji efektifitas ekstrak oligosakarida terhadap pertumbuhan probiotik secara in vitro Ekstrak oligosakarida kedelai dan ubi jalar (0,2 dan 0,4%) ditambahkan pada 50 ml substrat cair PM, disterilkan lalu diinokulasi dengan probiotik Bacillus laterosporus (10B) dan atau B. polymixa (10C). Dinkubasi pada inkubator goyang pada suhu ruang. Dilakukan pengamatan terhadap pH, Optical Density (OD) menggunakan Spektrofotometer pada panjang gelombang 601 nm, dan CFU pada jam ke 0,3 dan 24.
Tabel 2. Persentase berat ekstrak oligosakarida dari kedelai dan ubi jalar Bahan
% berat
Kedelai
4,05
Ubi jalar
3,59
Hasil analisis menggunakan HPLC disajikan pada Tabel 3. Data menunjukkan ekstrak kedelai mengandung oligosakarida dengan jenis gula maltoheksosa, maltopentosa, stakiosa dan rafinosa. Jika dilihat dari kromatogram hasil analisis, jenis gula yang terdapat pada ekstrak kedelai masih ada beberapa jenis yang tidak terindentifikasi karena standar oligosakarida yang tersedia terbatas. Sesuai dengan yang didapatkan oleh ESPINOZA dan RUPEREZ (2006), dimana kedelai mengandung galaktooligosakarida (Stakiosa dan Rafinosa) dengan kandungan stakiosa yang lebih tinggi dari rafinosa. Hal ini menunjukkan bahwa ekstraksi oligisakarida dari bahan kedelai yang dilakukan dapat menghasilkan ekstrak yang dapat dipakai sebagai sumber GOS. Analisis oligosakarida menggunakan HPLC menunjukkan senyawa oligosakarida yang teridentifikasi secara kualitatif pada ekstrak maupun residu terdiri dari senyawa stakiosa (DP4), rafinosa (DP3), dan maltopentosa (DP5) serta monomer-monomer sakarida yang tidak dapat ditentukan secara kuantitatif (Tabel 3). Masing-masing ekstrak maupun residu mempunyai komposisi senyawa yang berbeda hal ini sangat tergantung pada metode ekstraksi yang digunakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstrak oligosakarida dari kedelai menggunakan cara kerja menurut GULEWICZ yang dimodifikasi menghasilkan sekitar 4, 05% ekstrak kering. Hasil ini lebih tinggi dari hasil yang didapat oleh ESPINOZA-MARTOS dan RUPEREZ (2006). Hal ini disebabkan oleh ekstraksi yang dilakukan tidak mengikuti seluruh tahap cara kerja yang dilakukan oleh ESPINOZA dan RUPEREZ (2006). Tidak dilakukan fraksinasi untuk pemisahan dan pemurnian oligosakarida menggunakan kolom pemurnian sehingga ekstrak yang didapat merupakan ekstrak kasar dan merupakan campuran berbagai fraksi karbohidrat, akan tetapi untuk mengetahui jenis dan kandungan secara kuantitatif dilakukan analisis oligosakarida menggunakan alat HPLC. Untuk ekstraksi oligosakarida dari ubi jalar diperoleh hasil ekstrak sebesar 3,59%. Ekstrak ini merupakan campuran oligosakarida yang mempunyai bobot molekul tinggi dan medium, untuk ekstraksi ini juga tidak dilakukan fraksinasi dan pemurnian dengan kolom pemurnian sehingga hasilnya merupakan campuran berbagai fraksi karbohidrat, hasil
Tabel 3. Kandungan (%) oligosakarida dalam ekstrak bungkil kedelai, ekstrak ubi jalar Jenis oligosakarida
Bungkil kedelai
Ubi jalar (*)
Ekstrak
Residu
Ekstrak
Stakiosa (DP4)
17,34
28,51
12,79
Rafinosa (DP3)
18,9
Maltopentosa (DP5)
2,9
Residu
56,51 0,75
(*) monomer sakarida
515
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Uji efektifitas penambahan ekstrak kedelai, ekstrak ubi jalar dan Oligosakarida komersial terhadap pertumbuhan probiotik secara in vitro.Bila ditinjau dari pengamatan perubahan pH selama inkubasi 24 jam baik kontrol maupun perlakuan tidak menunjukkan penurunan pH malah selama pertumbuhan terjadi sedikit kenaikan. Hal ini disebabkan spesies bakteri bacillus merupakan jenis probiotik yang tidak menghasilkan asam laktat.
Untuk itu selama pertumbuhannya tidak mengasilkan asam laktat yang akan menurunkan pH lingkungan. Biakan 10 B dan 10 C merupakan hasil isolasi dari usus ayam, selama pertumbuhannya mungkin saja menghasilkan metabolit yang berguna sehingga dapat dikategorikan sebagai probiotik. Untuk itu evaluasi pertumbuhan dari probiotik dari species bacillus dengan mengamati perubahan pH tidak dapat dipergunakan.
Tabel 4. Pengaruh penambahan prebiotik terhadap perubahan pH pada media yang ditumbuhi B. laterosporus (10B) dan B. polymixa (10C) Perlakuan
10 B (0 jam)
10 B (24 jam)
10 C (0 jam)
10 C (24 jam)
5,13
7,45
5,13
7,46
0,2%
5,57
7,41
5,57
7,41
0,4%
5,72
6,92
5,68
7,12
0,2%
5,00
5,69
5,07
6,15
0,4%
5,08
5,60
5,07
6,08
0,2%
4,88
5,37
5,10
6,23
0,4%
4,75
5,59
4,67
5,15
5,04
6,44
4,95
5,23
Kontrol Ekstrak kedelai
Ekstrak ubi jalar
FOS komersial
Inulin 0,2%
Tabel 5. Pengaruh penambahan prebiotik terhadap perbahan OD pada media yang ditumbuhi B. laterosporus dan B. polymixa Perlakuan
10 B (0 jam)
10 B (24 jam)
10 C (0 jam)
10 C(24 jam)
0,133
0,892
0,86
1,033
0,2%
0,164
0,409
0,152
0,453
0,4%
0,245
0,559
0,208
0,510
0,2%
0,180
0,538
0,137
0,442
0,4%
0,210
0,804
0,146
0,466
0,2%
0,132
0.803
0,074
0,538
0,4%
0,116
0,407
0,068
0,554
0,123
0,543
0,123
0,588
Kontrol Ekstrak kedelai
Ekstrak ubi jalar
FOS komersial
Inulin 0,2%
516
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Tabel 6. Pengaruh penambahan prebiotik terhadap perubahan CFU pada media yang ditumbuhi B. laterosporus dan B. polymixa Perlakuan
10 B (0 jam)
10 B (24 jam)
10 C(0 jam)
10 C(24 jam)
1,07E09
1,35E19
4,40E08
2,20E19
0,2%
2,50E07
7,05E18
2,90E08
8,85E18
0,4%
2,05E07
3,85E18
2,00E07
6,20E18
0,2%
1,90E10
9,10E20
1,60E10
5,85E20
0,4%
1,70E10
8,20E20
1,38E10
6,80E20
0,2%
1,40E09
2,95E18
1,45E09
7,65E18
0,4%
2,70E09
3,35E18
1,15E09
5,18E18
0,20E07
4,50E12
0,70E07
2,70E12
Kontrol Ekstrak kedelai
Ekstrak ubi jalar
FOS Komersial
Inulin 0,2%
Hasil pengamatan terhadap perubahan OD selama pertumbuhan juga tidak memberikan informasi yang jelas. Tidak terdapat perbedaan yang jelas antara kontrol dan perlakuan penambahan prebiotik terhadap perubahan indek bias larutan selama pertumbuhan. Hal ini mungkin karena penambahan prebiotik tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan probiotik spesies bacillus Perubahan CFU selama pertumbuhan diperoleh bahwa penambahan prebiotik ekstrak kedelai, ekstrak ubijalar maupun FOS dan Inulin komersial tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan probiotik B. laterosporus dan B. polymixa. Tidak ada perbedaan jumlah perhitungan CFU antara kontrol tanpa penambahan prebiotik tersebut selama inkubasi 24 jam. Hal ini mungkin karena prebiotik ini sangat selektif dan tidak mempengaruhi pertumbuhan probiotik spesies bacillus yang digunakan. Seperti telah disebutkan sebelumnya (GIBSON et al., 2004) bahwa prebiotik menstimulasi pertumbuhan dan aktifitas bakteri pencernaan secara selektif. Oligofruktosa dan inulin secara efektif dapat meningkatkan pertumbuhan total E. coli serta meningkatkan laktobacilli pada rempela dan usus kecil broiler (YUSRIZAL dan CHEN, 2003).
KESIMPULAN
Dari hasil yang didapat dapat disimpulkan bahwa ekstraksi oligosakarida dari kedelai dan ubi jalar dapat digunakan untuk mempersiapkan GOS dan FOS. Ekstrak dari kedelai dan ubi jalar masing-masing 4,05 dan 3,59%. Analisis kualitatif menggunakan HPLC menunjukkan senyawa oligosakarida pada ekstrak maupun residu bungkil kedelai dan ubi jalar terdiri dari senyawa stakiosa (DP4), rafinosa (DP3), dan maltopentosa (DP5) serta monomer-monomer sakarida. Pengamatan pada uji efektifitas penambahan prebiotik terhadap pertumbuhan probiotik menunjukkan probiotik yang digunakan tidak memberikan respon terhadap prebiotik yang diberikan. Untuk itu pengujian efektifitas secara in vitro tidak dapat menggunakan probiotik B. laterosporus dan B. polymixa. DAFTAR PUSTAKA AMMERMAN, E., C. QUARLES and P.V. TWINING JR. 1988a. Effect of Dietary Fructooligosaccharides on Feed Efficiency to fFloor-pen Reared Male Broilers. Poult. Sci. 67(Suppl, 1): 1. Abstr.
517
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
AMMERMAN, E., C. QUARLES and P.V. TWINING JR. 1988b. Broiler response to the addition of dietary fructooligosaccharides. Poult. Sci. 67(Suppl, 1): 1. Abstr.
JONES, F.T. dan S. C. RICKET. 2003. Observations on The History of The Development of Antimicrobials and Their Use in Poultry Feeds. Poult. Sci. 40: 160 – 169.
BAILEY, J.S., L.C. BLANKENSHIP and N.A. COX. 1991. Effect of Fructooligosaccharide on Salmonella Contamination of The Chicken Intestine. Poult. Sci. 70: 2433 – 2438.
OYOFO, B.A., J.R. DELOACH, D.E CORRIER, J.O. NORMAN, R. L.ZIPRIN dan MOLLENHAUER. 1989. Effecks of Carbohydrat on Salmonella Typhimurium Colonization in Broiler Chickens. Avian Dis. 33: 531 – 534.
BARRETEAU, H., C. DELATTRE and P. MICHAUD. 2006. Production of Oligosaccharides as Promising New Food Additive Generation. Food Technol. Biotechnol. 44(3): 323 – 333. COLLINS, M.D and G.R. GIBSON. 1999. Probiotics, Prebiotics, and Synbiotics: Ppproaches for Modulating The Microbial Ecology of The Gut. Am. J. Clin. Nutr. 69: 1052S – 1057S. COON, C.N., K.L. LESKE, O. AKAVANICHAN and T.K. CHENG. 1990. The Effect of Oligosaccharide-free Soybean Meal on True Metabolizable Energy and Fiber Digestion in Adult Roosters. Poult. Sci. 69: 787 – 793. CRITTENDEN, R.G and M.J. PLAYNE. 1996. Production, Properties and Application of Food Grade Oligisaccharides. Trends Food Sci. Technol 7: 353 – 360. DIMER, C. and G.R. GIBSON. 1998. An Overview of Probiotics, Prebiotics and Synbiotics in The Functional Food Concept: Perspectives and Future Strategies. Int. Dairy J. 8: 473 – 479. DOUGLAS, M.W., M PERSIA dan C.M PARSONS. 2003. Impact of Galactose, Lactose, and Grobiotic-B70 on Growth Performance and Energy Utilization When Fed to Broiler Chicks. Poult. Sci. 82: 1596 – 1601. FULLER, R. 1989. Probiotics in Man and Animals. J. Appl. Bacterial. 66: 365 – 378. GIBSON, G.R. H.M. ROBERT, J. VAN LOO, R.A. RASTALL and M.B. ROBERFROID. 2004. Dietary Modulation of Human Colonic Microbiota: Updating The Concept of Prebiotics. Nutr. Research Rev.17: 259 – 275. GULEWICZ, P., D. CIESIOLKA, J. FRIAS, C. VIDAL VALVERDE, S. FREJNAGEL, K. TROJANOWSKA and K. GULEWICZ. 200. Simple Method of Isolation and Purification of α-galactosides from Legumes. J. Agric Food Chem. 48: 3120 – 3123.
518
PATTERSON. J.A. dan K.M. BURKHOLDER. 2003. Application of Prebiotic and Probiotic in Poultry Production. Poult Sci. 82: 627 – 631. POLLOCK, C.J. and T. JONES. 1979. Seasonal Patterns of Fructans and Metabolism in Forage Grasses. New Phytol. 83: 8 – 15. ROBERFOID, M.B., J.A.E. VANLOO dan G. R. GIBSON. 1998. The Bifidogenic Nature of Chicory Insulin and Its Hydrolysis Products. J. Nutr. 128: 11 – 19. ESPINSA-MARTOS, Y. and P. RUPEREZ. 2006. Soybean Oligosaccharides. Potential as New Ingredients in Functional Food. Nutr. Hosp. 21(1) 92 – 96. XU, Z.R., C.H. HU, M.S. XIA, X.A. ZHAN dan M.Q. WANG. 2003. Effects of Dietary Fructooligosaccharide on Digestive Enzyme Activities Intestinal Microflora and Morphology of Male Broilers. Poult. Sci. 82: 1030 – 1036. WALDROUP, A.L., J.T. SKINNER, R.E. HIERHOLZER dan P.W. WALDROUP. 1993. An Evaluation of Fructooligosaccharide in Diets for Broiler Chickens and Effects on Salmonellae Contamination of Carcass. Poult. Sci. 72: 643 – 650. YUSRIZAL dan T. C. CHEN. 2003. Effect of Adding Chicory Fructans in Feed on Fecal and Intestinal Microflora and Excreta Volatile Ammonia. Intl. J. Poult Sci. 2(3): 188 – 194.