SEMIOTIK DALAM PROSES GENERALISASI POLA
Siti Inganah dan Subanji Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Negeri Malang E-mail:
[email protected],
[email protected] ABSTRAK: Makalah ini mengkaji pentingnya semiotik dalam generalisasi pola. Semiotik merupakan kajian tentang simbol atau tanda yang dibentuk oleh anak. Interpretasi dari simbol atau tanda disesuaikan dengan konteks. Matematika merupakan bidang pengetahuan yang terkait tanda maupun simbol dan kehidupan anak yang berbasis aktivitas tanda. Semiotik sangat tepat apabila diterapkan dalam matematika (Ernest, 2006). Pola merupakan topik yang mendasari belajar dan berpikir matematis. Penentuan “kesamaan” yang mendasari ketentuan atau rumus pola merupakan proses bertahap menuju bentuk generalisasi melalui obyektifikasi semiotik. Proses generalisasi pola memberikan kesempatan kepada anak secara kreatif untuk memproduksi tanda atau simbol. Makna tanda atau simbol ini diinternalisasi oleh anak melalui pencermatan pada pola. Radford (2007), menyatakan bahwa analisis semiotik menunjukkan proses obyektifikasi iconicity dan contraction pada generalisasi pola secara aljabar. Kata Kunci: semiotik, pola, generalisasi, ikonik, kontraksi
Analisis pola, pendiskripsian keteraturan, dan sifat-sifatnya merupakan salah satu tujuan dari matematika (Vogel, 2003: 445). Pola merupakan topik penting yang mendasari belajar dan berpikir matematis. Mulligan, dkk (2003:796), menyatakan bahwa hampir semua matematika didasarkan pada pola dan struktur. Pola sebagai ide yang mendasari pemikiran matematika. Menurut National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (2000:222), salah satu standar aljabar yang harus dikaji dan dikuasai oleh siswa di tingkat 6 s/d 8 adalah memahami pola. Dalam memahami pola ini siswa dituntut untuk merepresentasikan, menganaliasis dan menggeneralisasi variasi pola dengan tabel, grafik, kata-kata, dan simbol. Demikian pula di Indonesia, analisis dan generalisasi pola juga merupakan salah satu tujuan pembelajaran matematika di jenjang SMP (Permen 22, 2006). Azas generalisasi dalam matematika dan pendidikan matematika adalah
berbeda. Fokus generalisasi dalam matematika terletak pada konten matematis dan viliditas klaim (dugaan) daripada dunia psikologis anak. Sedangkan dalam pendidikan matematika, hal ini tidak dapat mengabaikan dunia psikologis anak. Caraher & Martinez (2008:3), menyatakan bahwa anak tidak hanya cukup menggunakan notasi/simbol tetapi juga harus merepressentasikan dan memberikan alasan matematis, membuat kesimpulan dan generalisasi menurut cara mereka. Semiotik mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembenaran matematis. Semiotik sebagai kajian tentang simbol atau tanda dan interpretasinya yang dibentuk oleh anak sesuai dengan konteks. Sedangkan matematika merupakan area pengetahuan dan kehidupan anak yang terkait tanda yang berbasis aktivitas. Ernest (2006), menyatakan bahwa semiotik sangat tepat apabila diterapkan dalam matematika.
431
Inganah dan Subanji, Semiotik dalam Proses Generalisasi Pola, 432
Pembentukan dan penggunaan tanda maupun simbol dalam proses generalisasi pola dapat dikaji berdasarkan semiotik. Tanda maupun simbol ini merupakan kreativitas anak yang mendasari makna dan konteks tanda serta diinternalisasi oleh anak. Untuk melihat betapa pentingnya peranan semiotik dalam generalisasi pola, hasil penelitian Radford (2007), menemukan bahwa analisis semiotik menunjukkan proses obyektifikasi iconicity dan contraction pada generalisasi pola secara aljabar. Pada kegiatan studi awal (pra survey) pada siswa kelas tujuh dan delapan di SMPN 1 Malang, SMPN 18 Malang, dan SMP Muhammadiyah 6 Dau Malang, penulis menemukan bahwa dari 19 siswa, terdapat 5 siswa hanya bisa melanjutkan pola dalam bentuk gambar yang masih terjangkau dan tidak bisa menentukan aturan umumnya, 8 siswa dapat menentukan aturan umum pola dengan menggunakan kalimat, dan 6 siswa dapat menentukan aturan umum pola dengan menggunakan simbol. Oleh karena itu, berdasarkan uraian tersebut penulis akan mendeskripsikan bagaimana peranan semiotik dalam proses generalisasi pola. SEMIOTIK DALAM AKTIVITAS MATEMATIKA Semiotik atau semiologi merupakan istilah yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu semeion yang berarti tanda (sign). Semiotik merupakan teori filsafat umum yang berkaitan dengan produksi tanda dan simbol sebagai bagian dari sistem kode untuk mengomunikasikan informasi. Semiotik meliputi semua tanda yang bersifat visual dan verbal. Semua tanda ini bisa diterima oleh seluruh indera manusia ketika tanda atau simbol ini membentuk suatu kode yang secara sistematis menyampaikan informasi pada aktivitas manusia.
Obyek matematika merupakan obyek yang terkait dengan tanda atau simbol dan representasinya. Pada mulanya pembentukan tanda atau simbol dan representasinya hanya sebagai alat komunikasi, yaitu antara pengirim dan penerima. Tanda atau simbol dalam matematika merupakan tujuan representasi. Representasi matemati-ka adalah dinamis, karena meng-alami perubahan transformasi dalam aktivitas matematika yang terkait menghitung, membuktikan dan memecahkan masalah. Dalam hal inilah pembentukan tanda atau simbol sangat diperlukan. Dengan kata lain semiotik mepunyai peranan penting dalam aktivitas matematika. Kegiatan yang mengarti-kulasikan aktivitas spontan anak merupakan kegiatan penting untuk menumbuhkan berpikir matematis pada anak. Apabila dalam mengartikulasikan terhadap aktivitas spontan anak ini tepat, maka akan mengembangkan berpikir matematis anak. Namun, kegiatan untuk menumbuhkan berpikir matematis pada anak ini masih kurang dilakukan dalam pembelajaran, khususnya melalui tindakan spontan anak untuk membuat tanda atau simbol (Oers, 2010). Coretan dan gambar anak pada kegiatan percakapan dan pengamatan merupakan upaya memahami. Oers (2010), menyatakan bahwa melalui simbol (misalnya kata atau bilangan) yang diberikan anak pada gambar mereka merupakan upaya anak memahami. Dalam beberapa kasus, gambar memiliki tujuan komunikasi yang jelas untuk anak-anak dan mengoptimalkan fungsi komunikasi dengan mengubah gambar menjadi simbol baru. Penggunaan simbol sebagai pengenalan variabel dalam pembelajaran harus mepunyai makna pada anak. Ini memerlukan suatu langkah konseptual
433, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
yang semu (pseudo-conceptual) dalam pembentukan konsep untuk mengembangkan makna simbol pada anak. Pembentukan simbol atau tanda maupun representasi pada mulanya dilakukan dengan tujuan komunikasi. Namun, karena obyek matematika selalu terkait simbol atau tanda dan representasinya, maka sistem semiotik dapat digunakan untuk menganalisis penalaran dan aktivitas matematika. Representasi dalam matematika adalah dinamis, yaitu dapat berubah karena mengalami transformasi dari seseorang ke orang lain dalam aktivitas matematika. Proses berpikir yang terjadi pada anak salah satunya dimediasi oleh tanda. Radford, dkk (2005:118) menyatakan bahwa proses berpikir tidak hanya mediated by tetapi juga located in body, artifacts, and signs. Oleh karena itu semiotik sangat sesuai jika digunakan sebagai dasar dalam menganalisis penalaran ataupun proses berpikir matematika pada siswa. Untuk mendeskripsikan pengembangan fungsi mental yang optimal pada anak, Vygotsky (Blanton & Kaput, 2011) mengidentifikasi gagasan pseudo-concept sebagai langkah penting berpikir anak menuju pembentukan konsep. Penguasaan pseudo-concept seorang anak secara fenotipical adalah sama dengan pada orang dewasa, tetapi hal ini secara kognitif berbeda. Misalnya, anak mampu mengoperasikan konsep untuk memprak tikkan berpikir konseptual sebelum ia memahami sifat alamiah operasi tersebut. Oleh karena itu, Vygotsky (Blanton & Kaput, 2011) menyarankan bahwa dialek antara apa yang dipikirkan dengan bahasa dalam belajar menyiratkan bahwa sistem notasi simbol secara konseptual dibentuk oleh anak. Anak dapat mengembangkan makna simbol apabila mereka mempunyai
kesempatan untuk menggunakan simbol dengan penuh makna. Ernest (2006:68), menyatakan bahwa: “A semiotic perspective of mathematical activity provides a way of conceptualising the teaching and learning of mathematics driven by a primary focus on signs and sign use. In providing this viewpoint it offers an alternative to psychological perspectives that focus exclusively on mental structures and functions”. Pernyataan Ernest ini menunjukkan bahwa perspektif semiotik dalam aktivitas matematika menyediakan cara konseptual pembelajaran matematika yang fokus utamanya adalah tanda dan penggunaan tanda/simbol. Sudut pandang ini juga merupakan perspektif psikologis yang menekankan fungsi dan struktur mental. Dengan demikian semiotik merupakan salah satu kajian penting untuk analisis penalaran maupun proses berpikir dalam aktivitas matematika. KOMPONEN SEMIOTIK Beberapa komponen semiotik yang muncul dalam aktivitas generalisasi pola antara lain gesture, words, dan symbols. Gesture atau gerak tubuh yang menyertai anak dalam menggeneralisasi pola dapat berupa ekspresi jari tangan atau mimik pada saat proses menghitung obyek yang membentuk pola. Words atau katakata dalam proses generalisasi pola ini diungkapkan oleh anak dalam bentuk katakata atau kalimat yang bukan berupa simbol. Sedangkan simbol yang dipakai anak dalam menggenaralisasi pola dapat berupa tanda, gambar, maupun huruf. Simbol maupun tanda ini seringkali yang telah familier dengan anak. Simbol dalam proses generalisasi pola dibentuk oleh anak melalui proses internalisasi. Simbol dalam hal ini mempunyai makna yang tinggi karena
Inganah dan Subanji, Semiotik dalam Proses Generalisasi Pola, 434
dibangun oleh anak. Anak mengkreasi simbol melalui pengamatan pada pola yang ada, mencermati kesamaannya maupun perbedaannya. Simbol yang telah dibentuk oleh anak dalam generalisasi pola sangat bermanfaat untuk pengenalan variabel. Produk generalisasi pola yang dihasilkan memuat simbol sebagai kreasi anak yang sering diistilahkan sebagai variabel. Generalisasi pola secara aljabar dapat dibangun dari pemahaman tentang persamaan dan perbedaan antar pola, penggunaan simbol, kemudian menggunakan pemahaman ini untuk memprediksi (abduction) aturan pola. Beberapa penelitian terkait generalisasi pola, menunjukkan bahwa anak dalam melakukan generalisasi pola menggunakan strategi semiotik. Penelitian Raford (2006), mengkaji generalisasi barisan pola yang disajikan dalam bentuk gambar dan mengidentifikasi beberapa strategi generalisasi. Strategi generalisasi pola secara aljabar telah ditunjukkan, yaitu faktual, kontekstual, dan simbolik. Dari pra survey, penulis menemukan bahwa anak mentransformasi barisan pola bergambar ke barisan pola bilangan dalam menggeneralisasi pola dan memvalidasi atau melakukan pengecekan produk generalisasi. Disamping itu dalam produk genralisasi yang dihasilkan memberikan berbagai simbol yang merupakan hasil pembentukan anak. Hal ini menunjukkan adanya tahap lain dalam melakukan proses generalisasi pola berdasarkan semiotik yang terkait simbol. Apabila anak mengamati suatu pola dan memahami keberlanjutannya serta kemudian menggeneralisasikannya, maka anak tersebut telah mendemonstrasikan kemampuan berpikir aljabar. Pola juga merupakan suatu cara untuk mengenalkan konsep variabel, yaitu sebagai suatu yang tidak diketahui dalam sebuah kesamaan.
KESESUAIAN GESTURE DAN WORD Aktivitas kognitif untuk membenntuk suatu konsep umum tidak hanya benar untuk satu contoh saja, melainkan dari beberapa contoh. Hal penting dalam proses generalisasai adalah menjelaskan bagaimana menangkap kesamaan dan perbedaan dari contohcontoh yang membentuk pola. Kemampuan menentukan kesamaan dan perbedaan terhadap suatu pola merupakan komponen dasar kognitif. Proses untuk menentukan kesamaan maupun perbedaan pada suatu pola dapat diamati dari ekspresi jari tangan atau mimik yang ditunjukkan oleh anak terhadap pola bergambar. Ekspresi jari tangan ini mengarah pada perubahan yang terjadi pada pola gambar kesatu, kedua, dan ketiga. Perubahan yang terjadi ini ditunjukkan baik dari arah kiri, kanan, atas, dan bawah, ataupun posisi baris dan kolomnya. Ekspresi gerakan jari tangan ini mengikuti aktivitas dalam menghitung pola bergambar. Ekspresi gerakan jari tangan dalam aktivitas menentukan kesamaan pola bergambar merupakan langkah awal dalam membuat generalisasi pola. Ekspresi gerakan jari tangan ini merupakan salah satu komponen semiotik yang sering diistilahkan dengan gesture atau gerak tubuh. Oleh karena itu dengan adanya ekspresi jari tangan ini menunjukkan adanya upaya untuk memahami perbedaan atau kesamaan yang ada pada pola. Disamping ekspresi jari tangan, aktivitas anak dalam proses generalisasi pola, anak mengungkapkan dengan katakata atau kalimat yang bukan simbol. Misalnya, banyaknya obyek pada pola gambar kesatu, kedua, dan ketiga selalu naik empat. Kata-kata atau kalimat yang diungkapkan oleh anak ini mengiringi ekspresi jari tangan atau gesture. Dengan kata lain antara kata atau kalimat dengan
435, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
gesture yang diekspresikan oleh anak dalam aktivitas membuat generalisasi pola adalah sesuai. Radford (2007), menemukan bahwa anak dalam menggeneralisasi pola dilakukan melalui mengoordinir gerakgerik (gesture), pengamatan, dan suara. Strategi ini dinamakan semiotic contraction (Radford, 2008a), yaitu suatu proses penurunan selama membuat pilihan terhadap apa yang dihitung adalah relevan atau tidak yang mengarah pada aktivitas semiotik sebelumnya. Di samping itu, sinkronisasi intra personal dan inter personal antara sistem semiotik adalah berbeda serta peran utama individu dilakukan oleh objectifying iconic gesture (Sabena, dkk, 2005). Generalisasi dalam masalah budaya semiotik adalah masalah tentang makna kejadian luar konstruksi (co-construction) dalam overlaping antara penulisan dan suara (Radford, 1998: 89). PROSES GENERALISASI POLA Proses menggeneralisasi bilangan dan aritmatika dimulai sejak Taman Kanak-Kanak dan berlanjut seiring dengan siswa belajar bilangan dan perhitungannya, serta dasar dan makna operasi (Walle, 2008). Proses generalisasi diawali dengan proses induksi, yaitu contoh-contoh khusus. Berdasarkan contoh-contoh khusus ini anak akan menganalisis hubungannya, misalnya kesamaan dan perbedaan. Kemudian memberikan prediksi aturan umum yag berlaku pada contoh-contoh tersebut. Produk generalisasi ini berbentuk abstrak, yaitu seringkali menggunakan simbol. Proses generalisasi pola merupakan salah satu bentuk berpikir alajabar. Berpikir aljabar merupakan suatu aktivitas kognitif untuk menyelesaikan masalah kuantitas dengan menekankan aspek relasional. Dalam proses genralisasi pola, seringkali dihadapkan pada masalah untuk menyelesaikan kuantitas yang sudah
tidak terjangkau secara aritmatika yang memerlukan pembentukan simbol. Ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Kennedy, dkk (2008): bahwa Algebra allows students to generalize form arithmetic to discern relationship, to make predistion from observed pattern, and to use of powerfull problem solving tool to solve problems. Terdapat beberapa strategi yang dilakukan siswa untuk menggeneralisasi pola, namun tidak semuanya bersifat aljabar. Raford (2007), menyatakan tiga strategi yang dilakukan siswa dalam menentukan pola, yaitu generalisasi aljabar, generalisasi aritmatika, dan trial and error (na’ive induction). Strategi generalisasi aljabar dirinci dalam tiga tahap, yaitu faktual, kontekstual, dan simbolik, seperti terlihat pada tabel berikut. Tabel 1. Strategi (Radford, 2007)
Pola
Generalisasi
Na’ive Induct ion Peneba kan (trial and error
Generalisasi
Aritma tika
Aljabar Fakt ual
Kontek stual
Simb olik
Berdasarkan tabel di atas, penulis mengidentifikasi komponen semiotik dalam aktivitas menggeneralisasi pola dengan strategi aljabar simbolik, yaitu gesture, word, dan simbol. Proses generalisasi pola seringkali diawali dengan tryal dan error, yaitu anak mengemukakan aturan sederhana. Misalnya pada urutan pola ke satu “ 2 kali 1 ditambah 2”, urutan kedua “2 kali 2 ditambah 2”, urutan ketiga “2 kali 3 ditambah 2”. Berikutnya mereka melakukan validasi atau pengecekan kebenaran aturan tersebut pada beberapa kasus urutan pola berikutnya. Hasil temuan Raford
Inganah dan Subanji, Semiotik dalam Proses Generalisasi Pola, 436
(2007), menyatakan bahwa heuristik siswa dalam generalisasi pola didasarkan pada tryal dan error. Simbolisasi atau pembentu-kan simbol untuk menyatakan aturan pola yang diberikan anak dapat bervariasi. Misalnya, banyaknya “(nx2) +2” , “2 + 2n”, “2x gambar ke + 2”, “2xa + 2”, dsb. Simbolsimbol ini adalah simbol yang telah familier dengan anak, yaitu tidak selalu berupa huruf. Representasi aturan pola dengan simbol visual merupakan perantara menuju representasi aljabar. Paton & Santos (2012), berdasarkan hasil penelitiannya menemukan bahwa representasi visual merupakan jembatan penghubung antara representasi numerik ke representasi aljabar. Melalui representasi visual ini nampak bahwa siswa telah menggunakan notasi yang familier (huruf maupun gambar) untuk menotasikan kuantitas sebagai wujud berpikir aljabar. Selain tryal dan error untuk menggeneralisasikan pola, anak berusaha mencari kesamaan bilangan dari urutan pola kesatu, kedua, dan ketiga atau pada urutan pola yang diketahui. Misalnya pada pola kedua lebih banyak dua dari pada pola kesatu, pada pola ketiga juga lebih banyak dua dari pada pola kedua, sehingga mereka menyatakan bahwa pada urutan pola belakang selalu lebih banyak dua dari urutan pola di depannya atau sebelumnya. Anak dalam melakukan generalisasi pola berusaha menuliskan bilanganbilangan yang mewakili banyaknya pola dari urutan kesatu ke urutan berikutnya. Kemudian mengamati perubahan bilangan satu ke bilangan berikutnya, untuk mendapatkan aturan umum pola. Hasil penelitian Raford (2006), menemukan bahwa anak dalam melakukan generalisasi pola melihat fitur-fitur umum dari bilangan yang diberikan kemudian menggenerali-
sasikan bilangan-bilangan ini dalam urutan berikutnya. Untuk menggeneralisasikan pola, tidak cukup hanya menyatakan aturan umum dari urutan pola. Anak dituntut memberikan ekspresi aturan umum pola ini secara aljabar. Generalisasi pola sebagai rute aljabar terletak pada gagasan tentang sifat korespondensi antara berpikir aljabar dan generalisasi. Ketika siswa mengekspresikan aturan umum suatu pola tentunya memerlukan simbolisme aljabar. Proses inilah yang dikatakan sebagai generalisasi. Variabel merupakan alat representasi yang sangat berguna untuk melakukan ekspresi dari generalisasi (Walle, 2008). Variabel dapat digunakan sebagai nilai tertentu yang tidak diketahui atau sebagai kuantitas yang bervariasi. Simbolisasi atau pembentukan simbol dalam mengekspresikan generalisasi dari suatu pola berarti pula anak dituntut mampu menggunakan variabel. Generalisasi pola dalam berpikir aljabar terletak pada kemampuan siswa menangkap kesamaan dalam mencermati beberapa elemen dalam suatu urutan pola serta menyadari bahwa kesamaan ini berlaku untuk persyaratan urutan pola dan mampu menggunakannya untuk memberikan ekspresi umum dalam bentuk abstrak. Hasil penelitian Warren (2005), menemukan bahwa anak tidak hanya mampu memikirkan hubungan kumpulan dua data yang terkait pola tetapi mampu mengekspresikan hubungan pola ini dalam bentuk yang abstrak. Sedangkan Walle (2008), menyatakan bahwa salah satu komponen dalam berpikir aljabar adalah generalisasi pola, anak mampu mendiskripsikan aturan dari suatu pola. Hasil pra survey terkait generalisasi pola secara aljabar pada siswa kelas 7 dan kelas 8 SMPN 18 Malang, SMP Muhammadiyah 6 Dau Malang, dan SMPN 1 Malang, penulis menemukan
437, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
bahwa anak dalam melakukan generalisasi pola diawali dengan aktivitas menghitung pola. Selanjutnya menuliskan bilanganbilangan yang mewakili pola (mentransformasi pola ke barisan pola bilangan). Kemudian kembali mencermati pola dan memberikan tanda lingkaran besar untuk melakukan pengelompokan. Berdasarkan pengelompokan ini anak baru menentukan kesamaan dan perbedaan pola. Selanjutnya mereka melalui jalan induksi (induction) menetukan pola berikutnya dan memberikan aturan umum dengan menggunakan kalimat terkait pola maupun simbol (diistilahkan rumus matematika). Anak memvalidasi aturan pola yang diperoleh yang dinyatakan dalam simbol ini dengan melakukan pengecekan pada beberapa pola yang diketahui. Fakta ini menunjukkan adanya proses lain yang dilalui dalam menggeneralisasi pola dengan strategi aljabar simbolik, yang belum terungkap pada temuan Radford (2006; 2007). Selain itu, pada hasil pra survey ditemukan adanya berbagai simbol yang dibentuk dan
dikembangkan oleh anak, baik berupa huruf maupun gambar. Kesamaan pada pola yang telah digeneralisasi diistilahkan abduction atau prediksi umum (Peirce dalam Raford, 2007). Abduction mempunyai peran penting dalam pembentukan pola dan generalisasi serta berbeda dengan induction (Rivera & Becker, 2007:97). Abduction dan induction keduanya termuat dalam produksi generalisasi dari pengetahuan dasar yang tidak lengkap. Pengetahuan dasar adalah pengetahuan yang dimiliki oleh anak yang mengarahkan pada generalisasi pola. PENUTUP Semiotik merupakan aspek penting untuk menganalisis penalaran dan proses berpikir dalam menggeneralisasi pola. Komponen semiotik yang muncul dalam aktivitas generalisasi pola meliputi: gesture, words, dan symbols. Pemben-tukan tanda atau simbol dalam proses generalisasi pola merupakan proses internalisasi dan kreasi untuk memper-kenalkan variabel.
DAFTAR RUJUKAN Caraher, D.W., Martinez, M.V., & Schielmann, A.D. 2008. Early Algebra and Mathematical Generalization. ZDM Mathematics Education. 40:3-22 Carpenter, Thomas P., dkk 2005. Algebra in Elementary School: Developing Relational Thinking. ZDM 2005 Vol. 37 (1) Analyses Ernest, Paul. (2006). A Semiotic Perspective of Mathematical Activity: The Case of Number. Educational Studies in Mathematics. 61:67-1001. Hasselbart, Ana. 2007. Mathematical Reasoning and Semiosis: a Theoretical Analysis of Didactical Challenges in Learning to Prove. Jones & Pratt. 2012. A substitution Meaning for The Equals Sign in Arithmatics
Notating Tasks. Journal for Research in Mathematics Educations. Vol. 43. No. 1, 2-33. Kennedy, Leonard M., Tipps, Steve, & Johnson, Art. 2008. Guiding Children’s Learning of Mathematics. 11 th Edition. USA: Thomson Wadsworth Kieran, Carolyn. 2004. Algebrac Thinking in The Early Grade: What Is It? The Mathematics Educator. Vol. 8 No. 1. 139-151. Kieran, Carolyn. 2006. Reaction Paper to Luis Radford’s Plenary Session: A Response to ‘Algebraic Thinking and The Generalization of Pattern’s. Alatorre, S., Cortina, J.L., Sáiz, M., and Méndez, A.(Eds) (2006).
Inganah dan Subanji, Semiotik dalam Proses Generalisasi Pola, 438
Proceedings of the 28 annual meeting of the North American Chapter of the International Group for the Psychology of Mathematics Education. Mérida, México: Universidad Pedagógica Nacional. Vol. 1. 22-29 NCTM. 2000. Principle and Standards for School Mathematics. Reston: The National Council of Teacher Mathematics, Inc. Oers, B.V. 2010. Emergent mathematical thinking in the context of play. Educ Stud Math 74:23–37 Patton, B. & Santos, E.D. 2012. Analyzing Algebraic Thinking Using “Guess My Number” Problems. International Journal of Instruction. January, No. 1, Vol. 5 Permen Nomor 22, 2006. Standar Isi Untuk Pendidikan Dasar dan Menengah Radford, Luis. 2006. Algebraic Thinking and The Generalization of Patterns: A Semiotic Perspective. Alatorre, S., Cortina, J.L., Sáiz, M., and Méndez, A.(Eds) (2006). Proceedings of the 28 annual meeting of the North American Chapter of the International Group for the Psychology of Mathematics Education. Mérida, México: Universidad Pedagógica Nacional. Vol. 1. 1-21 Radford, Luis. 2007. Iconicity and Contraction: a semiotic investigation of form of algebraic generalizations of patterns in different contexts. ZDM Mathematics Education DOI 10.1007/s11858-0070061-0 Radford, Bardini, Sabena, Diallo, & Simbagoye. 2005. On Embodiment, Artifacts, and Signs: A Semiotic
Cultural Perspective on Mathematical thinking. Published in Helen L. Chick, Jill L. Vincent (Eds.), Proceedings of the 29th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education, University of Melbourne, Australia, Vol. 4, pp. 113-120. Radford, Luis. 1998. The Rhetoric of Generalization. A Cultural, Semiotic Approach to Students”Processes of Symbolizing. Proceedings of the 23 rd Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education, Haifa, Technion-Israel Institute of Technology, Vol.4, 89-96 Rivera, F.D. & Becker, J.R. 2007. Abduction in Pattern Generalization. InWoo, J. H., Lew, H. C., Park, K. S. &Seo, D. Y. (Eds.). Proceedings of the 31st Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education, Vol. 4, pp. 97-104. Seoul: PME. Vogel, R. 2005. Patterns: A Fundamental Idea of Mathematical Thinking and Learning. ZDM Vol. 37 (5) Walle, Van De, J. 2008. Elementary and Middle School Mathematics. Six Edition. Prentice Hall. Waren, Elizabeth. 2005. Young Children’s Ability to generalise the Pattern Rule for Growing Patterns. 2005. In Chick, H. L. & Vincent, J. L. (Eds.). Proceedings of the 29 Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education, Vol. 4, pp. 305-312. Melbourne: PME.