Generalisasi Hasil penelitian ini diukur menggunakan nilai konvergen dan generalisasi. Nilai konvergen adalah tingkat kecepatan jaringan untuk mempelajari pola input yang dinyatakan dalam satuan iterasi atau waktu komputasi (Cahyaningtias 2007). Dalam penelitian ini, nilai generalisasi digunakan untuk menghitung kinerja syaraf tiruan backpropagation untuk melakukan pengenalan pola iris mata. Nilai generalisasi dapat dihitung dengan persamaan (Cahyaningtias 2007): Generalisasi= Jumlah pola dikenali dengan benar x 100% Jumlah total pola
Lingkungan Pengembangan Sistem Perangkat keras yang digunakan adalah personal computer dengan prosesor Intel Celeron 1.7 GHz dan RAM 512 MB. Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem operasi Microsoft Windows XP Professional dan aplikasi pemrograman Matlab 7.0 dengan wavelet toolbox dan neural network toolbox, dan iricode.zip yang diunduh dari http://www.csse.uwa.edu.au/~pk/studentproject s/libor/sourcecode.html untuk proses normalisasi.
karena intensitas cahaya pada citra, tetapi juga karena bulu mata dan kelopak mata. Bulu mata yang terlalu panjang dan tebal sampai menutupi pupil mengakibatkan hasil threshold menjadi kurang baik, sehingga ketika pemilihan wilayah untuk daerah pupil bulu mata ikut menjadi wilayah pupil. Bulu mata yang terlalu tebal akan menyebabkan kesalahan pada pemilihan wilayah pupil. Hasil dari thresholding adalah template citra mata yang terdiri dari beberapa wilayah atau objek. Objek adalah wilayah yang bernilai 1 sedangkan pemisah antara objek bernilai 0. Wilayah pupil didapat dari objek terluas dari template citra. Setelah itu, template citra hanya terdiri dari satu objek yang diharapkan yaitu pupil.
(a)
(b)
(c)
(d)
HASIL DAN PEMBAHASAN Segmentasi dan Normalisasi Citra mata pada penelitian ini akan mengalami praproses sebelum dilakukan pengenalan pola. Citra mata disegmentasi untuk lokalisasi daerah collarette pada iris dan kemudian dinormalisasi dari koordinat kartesian ke koordinat polar. Hasil segmentasi dan normalisasi dapat dilihat pada Gambar 6. Hasil segmentasi berupa titik koordinat dan jari-jari pupil serta daerah pada iris. Pada proses segmentasi, hasil sangat dipengaruhi oleh ketepatan pemberian nilai threshold untuk menentukan kandidat wilayah pupil pada citra mata. Intensitas kecerahan pada citra tidak sama, sehingga citra yang memiliki intensitas cahaya kurang akan mendapatkan nilai threshold yang lebih rendah sedangkan citra yang memiliki intensitas tinggi akan mendapatkan nilai threshold yang lebih tinggi, pencarian nilai threshold didapat berdasarkan jumlah persentase daerah gelap setelah dilakukan pemberian nilai threshold awal. Tahapan proses segmentasi terdiri dari: thresholding (Gambar 6b), pemilihan wilayah pupil (Gambar 6c), dan pencarian koordinat dan jari-jari wilayah pupil (Gambar 6d). Pada proses thresholding masalah yang terjadi tidak hanya
Bulu mata
(e)
(f)
Gambar 6 Proses segementasi (a) citra mata sebelum segmentasi, (b) hasil thresholding, (c) pemilihan wilayah pupil, (d) hasil segmentasi, hasil normalisasi sebelum (e) dan sesudah (f) deteksi noise. Pencarian koordinat pupil dilakukan dengan pengecekan antara persimpangan garis vertikal dengan garis horizontal. Pencarian akan terus berlangsung hingga menemukan kondisi ideal di daerah tengah pupil ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 7 x0 dan y0 adalah garis vertikal dan horizontal, sedangkan x1, x2, y1, dan y2 adalah batas wilayah pupil. Persimpangan antara garis vertikal dan horizontal adalah koordinat pupil yaitu (x0,y0), sedangkan diameter pupil didapat dari selisih antara y2 dan y1 atau x2 dan x1. Selisih yang terpanjang
6
dianggap sebagai diameter pupil. Jari-jari pupil didapat dari diameter pupil dibagi dua.
Gambar 7 Ilustrasi pencarian koordinat pupil Kelopak mata merupakan noise untuk proses pengenalan iris ini. Akan tetapi pada penelitian ini, kelopak mata tidak dideteksi sebagai noise sehingga kelopak mata yang menghalangi iris atau menghalangi pupil akan ikut pada proses normalisasi. Contoh hasil segmentasi yang tidak tepat terdapat pada Gambar 8. Penyebab kesalahan tersebut dikarenakan bulu mata yang menutupi pupil sehingga ketika proses pemilihan wilayah sebagian bulu mata masuk menjadi wilayah pupil akhirnya terjadi kesalahan pada proses pencarian koordinat dan jari-jari pupil.
Gambar 8 Hasil segmentasi yang tidak tepat. Hasil segmentasi yang berupa koordinat dan jari-jari pupil dan daerah collarette pada iris akan menjadi masukan untuk proses selanjutnya yaitu normalisasi citra. Proses normalisasi ini bertujuan memetakan kembali daerah collarette dari koordinat kartesian ke dalam koordinat polar dan juga menyamakan dimensi citra hasil normalisasi ke dalam dimensi yang sama yaitu 20×240 piksel. Data citra yang telah dinormalisasi akan mengalami proses transformasi wavelet dengan Haar sebagai induk wavelet. Data akan didekomposisi sampai dengan level empat. Detail dimensi citra hasil dekomposisi tiap level dapat dilihat pada Tabel 2. Kinerja jaringan syaraf tiruan pada percobaan ini akan dinilai berdasarkan tiap level dekomposisi. Setiap level dekomposisi akan dikombinasikan sejumlah hidden neuron terhadap laju pelatihan dan momentum. Secara lengkap seluruh hasil percobaan dapat dilihat pada Lampiran 3.
Tabel 2
Detail dimensi citra tiap level dekomposisi
Level Dekomposisi
Dimensi Citra
Level 0 (citra asli)
20x240 piksel
Level 1
10x120 piksel
Level 2
5x60 piksel
Level 3
3x30 piksel
Level 4
2x15 piksel
Pengenalan Iris Mata Setelah transformasi wavelet pada level dekomposisi tertentu, dilakukan normalisasi data. Normalisasi data sangat penting untuk proses jaringan syaraf tiruan yang bertujuan agar nilai data masukan sebanding dengan nilai keluaran. Pada Matlab digunakan fungsi premnmx, fungsi ini bertujuan untuk menormalisasikan data pada range antara -1 dan 1 sehingga nilai masukan tidak kurang dari -1 dan tidak lebih dari 1. Masukan pada jaringan syaraf tiruan berupa data yang telah dinormalisasi. Ada dua tipe data masukan yaitu data latih dan data uji. Data latih dan data uji terdiri dari lima tipe yang dihasilkan dari proses transformasi empat level dekomposisi wavelet dan satu tipe sebelum proses dekomposisi wavelet. Setiap level merupakan representasi dari setiap tipe data latih dan data uji. Normalisasi pada data latih akan menghasilkan data latih yang telah dinormalisasi dan nilai minimum dan maksimum pada setiap peubah atau piksel pada data latih. Nilai minimum dan maksimum hasil dari normalisasi data latih akan digunakan untuk normalisasi pada data uji. Pada matlab fungsi yang digunakan adalah tramnmx. Fungsi tramnmx digunakan setelah menggunakan fungsi premnmx yang bertujuan untuk normalisasi pada data yang baru atau data uji. Pelatihan menggunakan berbagai kombinasi dengan parameter-parameter yang telah dijelaskan sebelumnya. Pada pelatihan menggunakan target yang telah ditentukan untuk merepresentasikan kelas-kelas pada data latih yang menjadi masukan pada lapisan masukan pada model jaringan syaraf tiruan. Pengujian dilakukan pada model jaringan syaraf tiruan yang telah dibangun pada proses pelatihan. Data uji akan menjadi masukan pada model jaringan syaraf tiruan yang telah mengalami proses pelatihan dengan data latih. Hasilnya adalah berupa keluaran yang mendekati nilai dari kelas tertentu. Sistem akan
7
memilih kelas mana pada data uji yang diujikan berdasarkan kedekatannya terhadap target yang telah didefinisikan. Hasil pelatihan terbaik pada masing-masing level dekomposisi wavelet dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil pelatihan terbaik terdapat pada dekomposisi wavelet level 2 dengan toleransi kesalahan sebesar 0.0001 yang merupakan minimum toleransi kesalahan. Hasil generalisasi terbaik pada penelitian ini terdapat pada tabel nomor 9 dengan kombinasi hidden neuron berjumlah 90 α 0.05 µ 0.5 dengan akurasi data uji sebesar 94.58%. Fungsi aktivasi sigmoid biner (logsig) merupakan fungsi yang memiliki range antara 0 dan 1 ini sebanding dengan masukan dan keluaran pada jaringan syaraf tiruan dimana range masukan antara -1 dan 1. Nilai masukan yang masuk pada lapisan masukan akan mengeluarkan keluaran pada lapisan tersembunyi dengan nilai antara 0 dan 1 dikarenakan pada lapisan tersembunyi
menggunakan fungsi aktivasi sigmoid biner. Begitu pula dengan keluarannya yang merupakan rentang nilai antara 0 dan 1 dengan fungsi aktivasi sigmoid biner. Masukan dan keluaran pada model jaringan syaraf tiruan yang sebanding akan mempercepat proses pelatihan. Jumlah hidden neuron sangat mempengaruhi kinerja jaringan syaraf tiruan. Pada hasil penelitian ini menunjukan bahwa semakin banyak jumlah hidden neuron akan menghasilkan model jaringan syaraf tiruan yang baik. Penentuan jumlah iterasi dilihat dari struktur pelatihan jaringan. Jika jumlah hidden neuron banyak, maka iterasi pada pelatihan tidak banyak sehingga memori yang digunakan personal computer (PC) tidak terlalu besar. Semakin banyak jumlah hidden nueron, semakin banyak komputasi sehingga semakin besar memori PC yang digunakan dan akan semakin lama waktu yang ditempuh untuk mencapai minimum toleransi kesalahan.
Tabel 3 Hasil pelatihan terbaik dari masing-masing level dekomposisi wavelet No
1 2
α
µ
0.10
0.70
0.05
0.70
Akurasi Data Uji (%)
Toleransi Kesalahan
Waktu (s)
Hidden neuron
Iterasi
Level
Keterangan
86.67
1.00 × 10-4
355.69
90
353
0
goal
86.67
1.00 × 10
-4
443.29
70
528
0
goal
-4
251.62
70
313
0
goal
3
0.50
0.90
87.91
1.00 × 10
4
0.01
0.70
88.75
1.00 × 10-4
159.57
70
524
1
goal
90.00
1.00 × 10
-4
215.97
90
628
1
goal
-4
308.91
90
723
1
goal
5
0.50
0.90
6
0.50
0.50
91.25
1.00 × 10
7
0.50
0.70
93.75
1.00 × 10-4
133.73
90
709
2
goal
93.33
1.00 × 10
-4
285.79
70
808
2
goal
1.00 × 10
-4
182.87
90
1000
2
goal
2.90 × 10
-4
126.40
70
1000
3
iterasi
-4
120.17
90
1000
3
iterasi
8 9 10
0.10 0.05 0.50
0.70 0.50 0.90
94.58 92.50
11
0.50
0.70
92.08
2.49 × 10
12
0.10
0.90
91.25
9.00 × 10-4
100.52
70
1000
3
goal
67.92
1.44 × 10
-3
106.08
70
1000
4
iterasi
-3
110.61
70
1000
4
iterasi
100.06
70
918
4
gradient
13
0.05
0.90
14
0.10
0.90
71.67
1.69 × 10
15
0.50
0.90
72.50
3.52 × 10-3
Hasil pelatihan terendah pada masingmasing level dekomposisi wavelet dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil akurasi terendah terdapat pada Tabel 4 nomor 13, 14, dan 15 yang terdapat pada level dekomposisi terendah yaitu
level empat, nilai akurasi sebesar 0 % untuk seluruh data dengan α 0.1 dan µ 0.7 dengan jumlah hidden neuron sebanyak 10 atau dengan α 0.5 dan µ 0.5 dengan jumlah hidden neuron sebanyak 50.
8
Pada setiap level dekomposisi wavelet kecuali level empat nilai akurasi terendah terjadi ketika hidden neuron berjumlah 10, sedangkan pada level empat hasil terendah merata disetiap jumlah hidden neuron yang diujikan. Berdasarkan berbagai percobaan yang telah dilakukan, ternyata jumlah hidden neuron sangat mempengaruhi nilai akurasi pada jaringan syaraf tiruan pada setiap level dekomposisi wavelet. Waktu rata-rata komputasi tercepat terdapat pada dekomposisi wavelet level 4 yaitu 1.34 menit dikarenakan jumlah neruon masukan
berkurang akibat dekomposisi wavelet di mana ukuran citra menjadi 2×15, artinya terdapat 30 neuron masukan pada model jaringan syaraf tiruan tersebut. Jumlah neuron masukan yang sedikit akan mengurangi proses komputasi yang terjadi pada PC sehingga waktu komputasi pun akan semakin cepat, tetapi hasil generasilasi menjadi rendah, karena banyaknya penyusutan informasi yang menyebaban proses pelatihan pada jaringan menjadi terganggu ini dibuktikan terhentinya proses pelatihan dikarenakan gradient telah mencapai target, artinya sudah mencapai nilai minimum toleransi kesalahan.
Tabel 4 Hasil pelatihan terendah dari masing-masing level dekomposisi wavelet No
α
µ
1
0.01
0.70
0.00
2
0.50
0.70 0.50
3 4 5
0.01 0.05 0.50
Akurasi Data uji (%)
Keterangan
Waktu (s)
Hidden neuron
Iterasi
Level
1.60 × 10-1
382.90
10
1000
0
iterasi
8.30 × 10-3
5.22 × 10-2
379.99
10
1000
0
iterasi
-2
8.00 × 10
-2
381.98
10
1000
0
iterasi
1.15 × 10
-2
407.55
10
1000
1
iterasi
1.02 × 10
-2
191.07
10
1000
1
iterasi
-2
244.10
10
1000
1
iterasi
1.67 × 10
0.90 0.90
Toleransi Kesalahan
23.75 33.33
6
0.05
0.50
31.67
1.09 × 10
7
0.50
0.90
5.00
1.60 × 10-2
114.53
10
1000
2
iterasi
29.17
1.14 × 10
-2
158.94
10
1000
2
iterasi
-2
113.34
10
1000
2
iterasi
8
0.01
0.90
9
0.10
0.90
32.92
1.07 × 10
10
0.50
0.90
2.92
1.66 × 10-2
73.28
10
1000
3
iterasi
2.08
1.62 × 10
-2
68.09
10
1000
3
iterasi
1.21 × 10
-2
71.83
10
1000
3
iterasi
1.66 × 10
-2
29.24
10
405
4
gradient
-2
35.23
30
399
4
gradient
67.22
50
322
4
gradient
11 12 13
0.01 0.05 0.10
0.70 0.50 0.70
28.33 0.00
14
0.10
0.50
0.00
1.66 × 10
15
0.50
0.50
0.00
1.66 × 10-2
K-Fold Cross Validation Parameter optimal yang didapat pada percobaan tiap level dekomposisi wavelet akan digunakan untuk percobaan k-fold cross validation dengan k = 5 yang menghasilkan lima buah subset (1 – 5). Setiap subset terdiri atas 120 data dengan setiap kelas diwakili dua data. Lima subset tersebut digunakan dalam tahap pelatihan dan pengujian. Grup percobaan berjumlah 5 dengan 5 kali percobaan. Pada percobaan pertama akan digunakan subset satu sampai subset empat sebagai data latih dan
subset lima sebagai data uji. Percobaan kedua akan ditukur subset lima menjadi data latih dan subset empat menjadi data uji, dan begitu seterusnya hingga lima kali percobaan. Pada percobaan ini tiap level dekomposisi wavelet menggunakan parameter-parameter optimal yang telah didapat pada percobaan sebelumnya. Seluruh hasil percobaan dengan kfold cross validation dapat dilihat pada Lampiran 4. Percobaan pada level dekomposisi 0 tingkat akurasi rata-rata untuk data latih sebesar 99.54% dan data uji sebesar 87.50%. Percobaan pada level dekomposisi 1 tingkat akurasi rata-rata untuk data latih sebesar
9
99.75% dan data uji sebesar 90.83%. Percobaan pada level dekomposisi 2 tingkat akurasi ratarata untuk data latih sebesar 99.75% dan data uji sebesar 94.83%. Percobaan pada level dekomposisi 3 tingkat akurasi rata-rata untuk data latih sebesar 97.79% dan data uji sebesar 92.67%. Percobaan pada level dekomposisi 4 tingkat akurasi rata-rata untuk data latih sebesar 90.33% dan data uji sebesar 77.16%. Grafik akurasi rata-rata tiap level dekomposisi wavelet untuk 5-fold cross validation dapat dilihat pada Gambar 9. 100
Generalisasi (%)
95 90
tertentu memperoleh hasil hipotesis H0 diterima dan yang tidak terdapat garis lurus menandakan hipotesis H0 ditolak. Berdasarkan pengujian dengan uji-t berpasangan dari 10 kombinasi terdapat 2 kombinasi yang dinyatakan hipotesis H0 diterima. Hipotesis H0 artinya perbedaan antara dua pengamatan adalah 0. Hipotesis H0 diterima artinya bahwa pada percobaan tersebut antara kedua perlakuan tidak menghasilkan perbedaan hasil akurasi yang signifikan dengan tingkat kepercayaan 95%. Sedangkan hipotesis H0 ditolak berarti antara kedua perlakuan tersebut menghasilkan perbedaan hasil akurasi yang signifikan dengan tingkat kepercayaan 95%.
85 80
4
75
0
1
3
2
Level Dekomposisi Wavelet
70 0
1
2
3
4
Level Dekomposisi Wavelet
data uji
Perbandingan Generalisasi Berdasarkan percobaan dengan k-fold cross validation nilai generalisasi tertinggi terdapat pada dekomposisi wavelet level 2. Pada dekomposisi wavelet level 2 nilai generalisasi rata-rata untuk data uji sebesar 94.83%, dan data latih sebesar 99.75%. Semakin tinggi dekomposisi wavelet level mengalami penurunan generalasisi secara umum karena pada tiap level proses dekomposisi wavelet terdapat informasi yang berkurang, semakin tinggi level maka akan semakin banyak informasi yang berkurang, tapi pada dekomposisi wavelet level 0 hingga level 2 meningkat seiring meningkatnya level dekomposisi wavelet. Penilaian model jaringan syaraf tiruan yang efektif dan efisien dapat diuji dengan uji-t berpasangan dimana setiap level dekomposisi wavelet dianggap sebagai perlakuan yang berbeda dan setiap percobaan pada k-fold cross validation sebagai data hasil dari perlakuan pada setiap level dekomposisi wevelet. Terdapat 5 perlakuan yang diujikan, berarti terdapat 10 kombinasi pasangan untuk pengujian uji-t berpasangan. Hasil pengujian uji-t berpasangan untuk seluruh kombinasi dapat dilihat pada Gambar 9. Garis lurus yang menghubungkan antara level dekomposisi wavelet satu dengan yang lain menandakan antara dekomposisi wavelet level
Gambar 10 Hasil uji-t berpasangan. Level 2 memiliki akurasi tertinggi sehingga yang akan dilihat adalah perbedaan perlakuan antara level 2 dengan level yang lain dan memperoleh hasil hipotesis H0 diterima, yaitu pada dekomposisi wavelet level 2 dengan dekomposisi wavelet level 3. Jadi, perlakuan antara dekomposisi wavelet level 2 dengan dekomposisi wavelet 3 tidak memiliki perbedaan hasil akurasi yang signifikan. Ratarata waktu pelatihan pada dekomposisi wavelet level 2 sebesar 165.52 detik dan rata-rata waktu pelatihan dekomposisi wavelet level 3 sebesar 126.09 detik. Berdasarkan waktu pelatihannya dekomposisi wavelet level 3 lebih cepat sehingga generalisasi yang efektif dan efisien terdapat pada dekomposisi wavelet level 3. Perbandingan Konvergensi Konvergensi jaringan syaraf tiruan diukur dengan satuan iterasi dan atau waktu komputasi. Grafik perbandingan rata-rata jumlah iterasi terhadap setiap level dekomposisi pada seluruh percobaaan jaringan syaraf tiruan terdapat pada Gambar 10.
Iterasi
data latih
Gambar 9 Grafik akurasi rata-rata dengan 5fold cross validation.
1000 950 900 850 800 750 700 650 600 550 500 0
1
2
3
4
Level Dekomposisi Wavelet
Gambar 11 Grafik perbandingan jumlah iterasi.
10
Berdasarkan grafik pada Gambar 11, peningkatan level dekomposisi menyebabkan meningkat iterasi. Peningkatan ini disebabkan karena informasi pada data berkurang setelah mengalami dekomposisi wavelet sehingga konvergensi menuju suatu nilai minimum toleransi kesalahan meningkatkan jumlah iterasi yang harus dilakukan. Waktu Pelatihan (s)
600
Saran Saran-saran bagi penelitian lebih lanjut antara lain: 1. penggunaan deteksi Canny dan Circle Hough transform untuk proses segmentasi iris mata. 2. implementasi online.
sistem
pengenalan
secara
550
DAFTAR PUSTAKA
500 450
Acharya T, Ray AK. 2007. Image Processing Principles and Aplication. New Jersey: Wiley.
400 350 300 250 200 150 100 0
1
2
3
4
Level Dekomposisi Wavelet
Gambar 12 Grafik Perbandingan waktu komputasi. Grafik perbandingan waktu rata-rata komputasi pada seluruh percobaaan jaringan syaraf tiruan pada setiap level dekomposisi wavelet terdapat pada Gambar 12. Waktu komputasi menurun seiring dengan meningkatnya level dekomposisi wavelet. Jumlah neuron masukan akan berkurang seiring dengan berkurangannya ukuran citra dikarenakan proses dekomposisi wavelet. Level dekomposisi yang semakin kecil menyebabkan dimensi citra mengecil sehingga masukan pada jaringan syaraf tiruan semakin sedikit dan proses komputasi pun menjadi lebih cepat. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari percobaan yang dilakukan pada penelitian ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
Cahyaningtias T. 2007. Pengenalan Wajah dengan Praproses Transformasi Wavelet [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu Komputer, FMIPA, Institut Pertanian Bogor. Daugman J. 2002. How Iris Recognition Works. Proceedings of 2002 International Conference on Image Processing; Rochester, New York, 22-25 Sep 2002. vol 1 hlm I-1-I-36. Fausett L. 1994. Fundamental of Neural Network Architectures, Algorithms and Aplication. New Jersey: Prentice Hall. Kohavi R. 1995. A study of cross-validation and bootstrap for accuracy estimation and model selection. Proceedings of the 14th International Joint Conference on Artificial Intelligence; Quebec, 20-25 Agu 1995. hlm 1137-1143. Masek L. 2003. Recognition Iris Patterns for Biometric Identification [Thesis]. Australia: The School Computer Science and Software Engineering, The University of Western Australia.
1. pada proses segementasi menggunakan teknik thresholding, dihasilkan segementasi yang baik dengan nilai threshold tergantung pada intensitas kecerahan pada citra serta noise yang berada disekitar iris dan pupil.
Oktabroni I. 2008. Pengenalan Sidik Jari Menggunakan Resilient Back propagation Neural Network dengan Praproses Transformasi Wavelet [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu Komputer, FMIPA, Institut Pertanian Bogor.
2. generalisasi yang efektif dan efisien terdapat pada dekomposisi wavelet level 3 dengan akurasi pada data uji sebesar 92.67% dengan waktu pelatihan selama 126.09 detik.
Porwik P, Lisowska, A. 2004. The HaarWavelet Transform in Digital Image Processing: Its Status and Achievements. Machine Graphics and Vision 13:79-98.
3. kombinasi laju pembelajaran dengan momentum yang tepat akan menghasilkan model jaringan syaraf tiruan yang efektif.
Shah S, Ros A. 2006. Generating Synthetic Irises By Feature Agglomeration. IEEE International Conference on Image Processing; Atlanta, 8-11 Okt 2006. hlm 317-320.
4. peningkatan jumlah hidden neuron akan meningkatkan kinerja jaringan syaraf tiruan.
11