Seminar Tugas Akhir
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menjelaskan mengenai latar belakang permasalahan yang menjadi acuan dari penulisan laporan ini. Dari latar belakang permasalahan tersebut maka dapat diuraikan pokok-pokok dari rumusan masalah dan tujuan dari penelitian ini. 1.1
Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang
berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan
mental,
emosi
atau
fisik.
Anak-anak
yang
termasuk
berkebutuhan khusus adalah tunanetra, tunarunguwicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, autisme, kesulitan belajar, gangguan belajar, anak berbakat, hiperaktif, ADHD, dan indigo. Karena karakteristik dan hambatan yang dimiliki, anak tersebut memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka (Yulia dan Hidayat, 2010:5). Seperti yang telah dimuat dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas bahwa setiap anak berhak untuk meningkatkan segala Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
1
Seminar Tugas Akhir
potensi yang ada dalam dirinya melalui pendidikan. Kemudian dalam pasal 5 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan, pasal 5 ayat (2) menyebutkan bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus, dan pasal 5 ayat (3) menyebutkan bahwa warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus (UU RI No. 20 Th. 2003). Populasi anak berkebutuhan khusus di seluruh dunia mencapai 10%. Diperkirakan 85% anak berkebutuhan khusus diseluruh dunia yang berusia dibawah 15 tahun terdapat di negara berkembang. Lebih dari dua pertiga populasi tersebut terdapat di Asia (Chamidah, 2014:1). Jumlah anak yang berkebutuhan khusus di Indonesia tercatat mencapai 1.544.184 anak, dengan 330.764 anak (21,42%) berada dalam rentang usia 5-18 tahun (Mudjito,2015). Di Bali, menurut data yang dimuat dalam Badan Pusat Statistik banyaknya penderita cacat pada tahun 2013 yaitu sebanyak 16.157 orang dengan rincian penderita tunanetra sebanyak 14%, tunawicara sebanyak 23%, cacat anggota badan sebanyak 48%, dan cacat mental sebanyak 15% (Bali Dalam Angka, 2014). Selain itu penderita tunarungu pada tahun 2013 ada sekitar 0,1% dari jumlah penduduk Indonesia (Hendarmin, 2011). Sedangkan jumlah penderita autis di Indonesia pada tahun 2013
dalam
rentang
usia
5-19
tahun
ada
sekitar
112.000
anak
(https://id.wikipedia.org/wiki/Autisme, diakses tanggal 18 November 2015). Bentuk perhatian pemerintah terhadap anak-anak berkebutuhan khusus agar mereka mendapatkan pendidikan yang layak serta pelatihan secara khusus yaitu dengan didirikannya sekolah SLB dan program inklusi untuk di sekolah umum. Selain itu, ada juga beberapa yayasan yang didirikan oleh pihak swasta untuk melayani anak-anak berkebutuhan khusus. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Bali tahun 2012/2013, terdapat 16 sekolah SLB yang tersebar di sembilan kabupaten/kota dengan jumlah siswa 1.734 siswa dan jumlah tenaga pengajar sebanyak 289 guru. Dari data-data tersebut ternyata ada beberapa anak berkebutuhan khusus yang masih belum mendapatkan pendidikan secara khusus. Di Indonesia terdapat 245.027 anak belum mengenyam pendidikan, baik itu sekolah khusus maupun
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
2
Seminar Tugas Akhir
sekolah inklusi (Mudjito, 2015). Sedangkan di Bali, dari seluruh anak ABK yang terdaftar kedalam sekolah SLB, ternyata telah tercatat ada sekitar 3,48% dalam rentang usia 7-18 tahun yang masih belum mengenyam pendidikan maupun pelatihan secara khusus (Susenas, 2012). Hal ini tentu sangat memperihatinkan karena anak-anak yang seharusnya dapat mengenyam pendidikan tidak bisa ikut serta dikarenakan hal-hal yang membuat mereka berbeda dengan anak-anak lainnya yang seusia mereka. Terkait dengan kondisi anak-anak berkebutuhan khusus yang masih belum mendapatkan pendidikan baik di sekolah khusus maupun sekolah inklusif tersebut, maka penulis berkeinginan untuk merancang sebuah pusat pelatihan untuk anakanak berkebutuhan khusus yang akan berlokasi di Bangli. Bangli merupakan lokasi yang cukup strategis karena jumlah anak berkebutuhan khusus di Bali bagian timur dan selatan cukup banyak yaitu mencapai 62% dari 7133 anak ABK, sedangkan fasilitas yang disediakan cukup sedikit. Selain itu, menurut Permendiknas No. 33 tahun 2008 menyatakan bahwa lahan (site) terletak di lokasi yang memungkinkan akses yang mudah ke fasilitas kesehatan. Layanan yang diberikan pada pusat pelatihan yang akan dirancang berorientasi pada prinsip kesamaan dan perbedaan yang ada pada masing-masing tipe anak berkebutuhan khusus, mengedepankan potensi anak, dan memandang bahwa kebutuhan khusus bukanlah hambatan melainkan kurangnya kesempatan anak untuk melakukan sesuatu yang orang lain pada umumnya mampu lakukan. Dengan adanya pusat pelatihan ini diharapkan mampu menjembatani hambatan yang dialami anak dan memanfaatkan potensi anak untuk dapat mengakses kesempatan hidup sebesar-besarnya.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat diungkapkan
permasalahan yang ada dalam perencanaan “Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli” yang dirumuskan sebagai berikut. 1.
Apa saja fasilitas yang akan disediakan pada pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus?
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
3
Seminar Tugas Akhir
2.
Bagaimana perencanaan program ruang dan program tapak dari pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus di Bangli?
3.
Bagaimana konsep perancangan dari pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus di Bangli?
1.3
Tujuan Tujuan dari perencanaan“Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus”
yaitu sebagai berikut. 1.
Menentukan fasilitas-fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan dan kegiatan pada pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus di Bangli.
2.
Menentukan perencanaan program ruang dan program tapak yang sesuai dengan persyaratan dan kebutuhan ruang pada pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus di Bangli.
3.
Menentukan konsep perancangan yang dapat mencerminkan karakteristik anak berkebutuhan khusus serta tema perancangan dari pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus di Bangli.
1.4
Metode Penelitian Metode yang digunakan terdiri dari teknik pengumpulan data, teknik
pengolahan data dan teknik penyimpulan. Sesuai dengan tahap-tahap tersebut maka dapat diuraikan sebagai berikut. 1.4.1 Teknik Pengumpulan Data Tahap pengumpulan data terdiri dari dua macam yaitu sebagai berikut. 1. Data Primer Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik sebagai berikut. a. Teknik Observasi, yaitu suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis yang terdiri dari proses pengamatan dan ingatan. (Sugiono, 2014). Adapun lokasi observasinya yaitu: 1) SLB B Negeri PTN Jimbaran yang berlokasi di Jl. By Pass Ngurah Rai, Kecamatan Kuta Selatan. 2) SLB B Sidakarya yang berlokasi di Jl. Pendidikan No. 26, Denpasar.
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
4
Seminar Tugas Akhir
b. Teknik Wawancara, digunakan sebagai teknik pengumpulan data oleh peneliti yang ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan mengetahui hal-hal dari narasumber yang lebih mendalam (Sugiono, 2014). Adapun narasumbernya yaitu: 1) Bapak Edi Prajitno sebagai narasumber di SLB B N PTN Jimbaran dalam studi proyek sejenis untuk perancangan pusat pelatihan khusus di Bangli. 2) Kepala Sekolah SLB B Sidakarya sebagai narasumber di SLB B Sidakarya dalam studi proyek sejenis untuk perancangan pusat pelatihan khusus di Bangli. 2. Data Sekunder Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik sebagai berikut. a. Studi Literatur Pengumpulan data penunjang sebagai bahan pertimbangan proses perencanaan dan perancangan yang terdiri dari buku-buku, jurnal, dan lainnya yang terkait dengan pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus. b. Data Internet Yaitu memperoleh suatu data dengan mencari data tersebut melalui browsing ataupun searching pada media internet. c. Studi Instansional Studi instansional dilakukan dengan mencari data yang diperlukan dalam perencanaan dan perancangan pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus. Data-data tersebut dapat berupa data yang dikeluarkan oleh pemerintah seperti data-data di bidang pendidikan dan jumlah anak berkebutuhan khusus yang di dapat dari Badan Pusat Statistik (BPS), peraturan-peraturan yang dimuat dalam RTRW, RDTR Bangli, dan lain sebagainya
1.4.2 Teknik Pengolahan Data Teknik pengolahan data yang digunakan adalah teknik analisis, yaitu proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi (Sugiyono, 2010: 89) Metode yang digunakan dalam tahap analisis data yaitu sebagai berikut.
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
5
Seminar Tugas Akhir
1.
Analisis Kualitatif Menganalisis data mengenai pengertian, fungsi, tujuan, kegiatan serta fasilitas yang ada pada Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli. Selain itu, analisis juga dilakukan terhadap lingkup pelayanan maupun sistem pengelolaanya dengan cara mendeskripsikan data yang berkaitan.
2.
Analisis Kuantitatif Analisis kuantitatif dilakukan dengan menganalisis kebutuhan ruang yang menyangkut dimensi dan
luasan ruang yang diperlukan dalam Pusat
Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli. Hal ini didasarkan atas dan standar yang berlaku dan perbandingan terhadap proyek sejenis.
1.4.3 Teknik Penyimpulan Data Teknik penarikan kesimpulan yang digunakan adalah metode deduksi yaitu dengan menguraikan hal-hal yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus. Dari hasil analisis yang telah dilakukan akan ditarik suatu kesimpulan sehingga akan didapat jenis-jenis fasilitas yang dibutuhkan dalam mewadahi kegiatan-kegiatan yang ada kemudian akan dibuatkan suatu program ruang maupun program tapak sehingga dapat disusun suatu konsep perancangan dalam pusat pelatihan anak berkebutuhan khusus di Bangli.
Pusat Pelatihan Anak Berkebutuhan Khusus di Bangli
6