PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016
ISBN: 978 – 602 – 8043 – 64 – 9
SEMINAR NASIONAL BK FKIP UNIB 2016
PROFESIONALISME KONSELOR MENGHADAPI ERA GLOBALISASI Bengkulu, 17 Desember 2016
Diselenggarakan oleh:
BIMBINGAN DAN KONSELING FKIP UNIVERSITAS BENGKULU Bekerja sama dengan: Ikatan Konselor Indonesia (IKI) Bengkulu Asosiasi B imbingan Konseling Indonesia (ABKIN) Bengkulu Musyawarah Guru B imbingan Konseling (MGBK) Bengkulu
i
PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016
PROSIDING SEMINAR NASIONAL BK FKIP UNIB 2016
PROFESIONALISME KONSELOR MENGHADAPI ERA GLOBALISASI TIM EDITOR: Prof. Dr. Sunaryo Kartadinata, M.Pd (UPI - Bandung) Prof. Dr. Mungin Edi Wibowo, M.Pd., Kons (Universitas Negeri Semarang) Prof. Dr. Pudji Hartuti, M.Pd (Universitas Bengkulu) Prof. Dr. Mujiran, M. Psi (Universitas Negeri Padang) Prof. Dr. Sudjarwo, M.Si. (Universitas Lampung)
Hak cipta dilindungi Undang-undang Copyright @ 2016 ISBN: 978-602-8043-64-9 Diterbitkan oleh:
Penerbitan FKIP Universitas Bengkulu
Alamat Penerbit: Jalan WR. Supratman Kandang Limun Bengkulu Sumatera-Indonesia 38371 Telp : 0736- 21186 email:
[email protected]
ii
PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016
DEWAN REDAKSI
Penasehat dan PenanggungJawab: Prof. Dr. Sudarwan Danim, M.Pd (Dekan FKIP Universitas Bengkulu) Dr. Manap, M.Pd (Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP UNIB) Dr. Hadiwinarto, M.Psi (Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP UNIB)
Editor: Prof. Dr. Sunaryo Kartadinata, M.Pd (Universitas Pendidikan Indonesia-Bandung) Prof. Dr. Mungin Edi Wibowo, M.Pd., Kons (Universitas Negeri Semarang) Prof. Dr. Pudji Hartuti, M.Pd (Universitas Bengkulu) Prof. Dr. Mujiran, M.Psi (Universitas Negeri Padang) Prof. Dr. Sudjarwo, M.Si. (Universitas Lampung)
Diterbitkan oleh: Penerbitan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bengkulu
Alamat Penerbit: Jalan WR. Supratman Kandang Limun Bengkulu Sumatera-Indonesia 38371 Telp : 0736- 21186 email:
[email protected]
iii
PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur senantiasa dipanjatkan ke hadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan ridho-Nya, sehingga prosiding Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling FKIP UNIB 2016 dapat terwujud. Prosiding Seminar Nasional ini merupakan kumpulan artikel/makalah
baik berupa hasil penelitian dan kajian teori yang disusun dan
disajikan oleh para pakar, dosen, guru, praktisi, dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, sekolah dan instansi di Indonesia. Prosiding ini merupakan bagian dari kegiatan Seminar Nasional
Bimbingan dan
Konseling FKIP UNIB tahun 2016 dengan tema: “Profesionalisme Konselor Menghadapi Era Globalisasi” yang dilaksanakan pada tanggal 17 Desember 2016. Keberhasilan pelaksanaan seminar nasional dan terkumpulnya artikel dalam prosiding ini tercapai berkat kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, panitia pelaksana mengucapkan terima kasih yang tulus dari hati kami kepada: 1. Dekan FKIP Universitas Bengkulu, Bapak Prof. Dr. Sudarwan Danim, M.Pd yang telah memberikan dukungan dan memfasilitasi semua rangkaian kegiatan seminar nasional ini. 2. Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Universitas Bengkulu, Bapak Dr. Manap Somantri, M.Pd yang telah memberikan dukungan moral dan partisipasi aktif dalam kegiatan seminar nasional ini. 3. Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Bengkulu Bapak Dr. Hadiwinarto, M.Psi yang telah memberikan pengarahan akademik dan teknis pada semua rangkaian kegiatan seminar nasional ini. 4. Guru Besar Bimbingan dan Konseling Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Bapak Prof. Dr. Sunaryo Kartadinata, M.Pd dan Guru Besar Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Padang bapak Prof. Dr. Herman Nirwana, M.Pd yang telah meluangkan waktu untuk membagi ilmunya
sebagai
narasumber
pada kegiatan
seminar nasional ini. 5. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bengkulu Bapak Drs. Ade Erlangga, M.Si yang telah bersedia membagikan ilmu dan berbagai informasi-informasi terkait kebijakan-kebijakan pemerintah daerah mengenai pengembangan profesionalisme guru bimbingan dan konseling di Provinsi Bengkulu. 6. Semua anggota panitia pelaksana yang terdiri dari Bapak/Ibu dosen, mahasiswa Bimbingan Konseling dan karyawan FKIP Universitas Bengkulu yang
iv
telah bekerja
PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016
keras dengan peran masing-masing sehingga kegiatan seminar nasional ini berjalan dengan lancar dan sukses. 7. Bapak/ibu dosen, guru, dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi dan sekolahsekolah di Indonesia yang telah memberi kontribusi menuliskan artikel ilmiah dalam prosiding ini. Semoga Prosiding SEMNAS BK FKIP UNIB 2016 dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan praktik bimbingan dan konseling di Indonesia demi terwujudnya profesi konselor yang memiliki kompetensi dan daya saing dunia pada era globalisasi.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak, tentunya prosiding ini masih memiliki
beberapa keterbatasan yang perlu dimaklumi. Saran dan kritik yang membangun akan menjadi masukan bagi peningkatan kualitas prosiding pada masa-masa mendatang.
Bengkulu, 17 Desember 2016 Ketua Panitia
Dr. Yessy Elita, S.Psi., M.A., Psikolog NIP. 19791111 200604 2001
v
PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016
DAFTAR ISI Halaman Judul Dewan Redaksi
iii
Kata Pengantar
iv
Daftar Isi
vi
1. Kompetensi profesional konselor dalam melaksanakan konseling di era MEA (keterampilan konseling) Oleh : Herman Nirwana
1-9
2. Pelayanan konseling diperluas (konseling spiritual) Oleh : Dr. Hadiwinarto, M.Psi
10-20
3. Bimbingan karier di era globalisasi sebuah antisipasi Oleh : Bambang Suwarno dan Bernadine L. Yanwar
21-27
4. Kompetensi konselor dalam memahami nilai sosiokultural peserta didik Sekolah Menengah Pertama Oleh : Andika Ari Saputra dan Indah Permatasari
28-35
5. Layanan Penempatan dan Penyaluran dalam Mempersiapkan Karier Siswa Oleh : Amilia Nopitasari dan Gristianty Veronica
36-43
6. Menumbuhkembangkan Karakter Peserta Didik Oleh : E. Handayani Tyas
44-48
7. Layanan Penempatan dan Penyaluran dalam Mempersiapkan Karier Siswa Oleh : Heni Sulusyawati
49-54
8. Facebook sebagai alternatif media konseling yang menarik bagi siswa Oleh : Hermi Pasmawati
55-61
9. Layanan Konseling Individual Berbasis Internet Sebagai Alternatif Pengembangan Komunikasi Oleh : Indana Zulfa
62-68
10. Pentingnya character building dalam pendidikan Oleh : Junierissa Marpaung
69-79
11. Perbedaan pembelajaran bahasa kedua pada anak dan orang dewasa Oleh : Irma Diani
80-83
12. Model komunikasi interpersonal guru bimbingan dan konseling dalam konteks kelekatan sebagai upaya peningkatan psikologi sekolah siswa Oleh : Dian Mustika Maya vi
84-89
PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016
13. Peranan teknologi informasi dalam bimbingan dan konseling Oleh : Asniti Karni
90-96
14. Peran Guru Bimbingan dan Konseling (BK) dalam Membentuk Kesadaran Bersekolah Siswa SD di Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan Oleh : Dwi Nur Rachmah
97-104
15. Strategi layanan bimbingan dan konseling dalam mengembangkan kemampuan resolusi konflik untuk menangani konflik interpersonal siswa Oleh : Khairi Bintani dan Shufiyanti Arfalah
105-112
16. Kematangan sosial remaja yang diasuh orang tua tunggal (single parent) Oleh : Melda Rumia Rosmery Simorangkir
113-120
17. Urgensi bimbingan penyuluhan Islam dalam keluarga Oleh : Mirna Ari Mulyani
121-125
18. Pengaruh keterikatan kerja dan konflik pekerjaan-keluarga terhadap kepuasan kerja pada ibu yang bekerja Oleh : Nita Sri Handayani dan Intaglia Harsanti
126-136
19. Layanan bimbingan belajar dalam pendidikan yang menjadi sistem Oleh : Nurlatifah Alauddin,Ismi Komariatun Nisa, Handamari Anggana Raras, Liya Husna Risqiyain
137-142
20. Profesionalisasi bimbingan dan konseling sebagai helping profession Oleh : Permata Sari dan Ishlakhatus Sa’idah
143-150
21. Peningkatan Kinerja Guru BK Berkaitan Tugas dan Kewajiban konselor “Problematika Konselor yang tidak Melaksanakan Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling Disekolah” Oleh : Pujang Putri
150-157
22. Konseling Kelompok Sebagai Intervensi Permasalahan Siswa Usia Remaja Oleh : Rika Vira Zwagery
158-164
23. Aplikasi Layanan Bimbingan dan Konseling Berbasis Sistem Pakar Untuk Mengidentifikasi Prilaku Seksual Siswa Menggunakan Visual Basic 6.0. Oleh : Selvia Tristianti Hidajat dan Sriyanto
165-171
24. Penerapan Lesson Study Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Oleh : Rita Sinthia
172-177
25. Gawat Darurat Kebutuhan Profesi Konselor Disekolah Dasar Oleh : Dian Fithriwati Darusmin
178-183
vii
PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016
26. Resiko Penyalahgunaan Nafza : Apa yang Bisa Dilakukan Konselor Kota dan Desa Oleh : Eny Purwandari
184-195
27. Pergeseran Etika Dalam Komunikasi Dosen-Mahasiswa di Era Digital Oleh : Mahargyantari Purwani Dewi dan Hendro Prabowo
196-202
28. Cybercounceling : Memanfaatkan Teknologi Di Era Digital. Bagaimana Kelebihan dan Kelemahannya Oleh : Nidya Dudija
203-210
29. Strategi Orang Tua dalam Mengembangkan Interaksi Komunikatif dengan Anak Untuk Meningkatkan Kemampuan Membina Hubungan Sosial Anak Oleh: Vira Afriyati
211-222
30. Tantangan Profesi Guru BK/ Konselor Sekolah Sekarang dan Akan Datang Oleh: Wahid Suharmawan
223-231
31. Benarkah Standar Ganda Seksual Mempengaruhi Prilaku Seks Pranikah Pada Mahasiswa Oleh: Wahyu Rahardjo, Ajeng Furida Citra, Maizar Saputra, Meta Damariyanti, Aprillia Maharani Ayuningsih, Marcia Martha Siahay
232-238
32. Peran Outbond Management Training Terhadap Motivasi Kerjasama Oleh: Wiwien Dinar Pratisti dan Zainudin
239-245
33. Profesionalisasi Konselor Di Penyeliaan Klinis Oleh: I Wayan Dharmayana
246-253
Era
Globalisasi
Pentingnya
Peran
34. Membentuk Problem Focused Coping melalui Cognitive Behavior Therapy Oleh: Eko Sujadi dan Bukhari Ahmad
254-261
35. Dilema anak berbakat dalam pengambilan keputusan karier Oleh: Yessy Elita
262-267
36. Pentingnya Bimbingan dan Konseling di PAUD Oleh: Mona Ardina
268-276
37. Penerapan Pendidikan Karakter Berbasis Religi Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Oleh: Arsyadani Mishbahuddin
277-286
viii
PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016
ix
PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016
PENERAPAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS RELIGI DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Arsyadani Mishbahuddin E-mail:
[email protected] Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bengkulu
Abstrak Pendidikan karakter berbasis religi ini mengupayakan pendidikan yang mengembangkan potensi peserta didik, membantu menemukan pribadi peserta didik yang berkarakter dan berbudaya, menanamkan nilai-nilai karakter yang terpuji secara konsisten pada diri individu (peserta didik) diiringi dengan penanaman nilai-nilai agama di dalamnya. Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan karakter mengupayakan agar setiap individu peserta didik dapat mengenal dan menerima nilai-nilai karakter sebagai miliknya dan juga dapat bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal, menilai, dan menentukan pilihannya, serta selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri yang ada pada setiap individu (peserta didik). Dengan prinsip tersebut, peserta didik dapat belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
PENDAHULUAN Secara konstitusional, PAI merupakan bagian integral dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional yang bersifat sistemik dan berkelanjutan agar peserta didik menjadi orang-orang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia, sebagaimana amanat yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 yang menyatakan bahwa, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Undang-Undang di atas secara tegas menyebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional diarahkan pada pembentukan empat aspek yaitu: aspek religius, aspek moral, aspek intelektual, dan aspek kebangsaan. Semua aspek itu diwujudkan dalam rangka membentuk manusia yang utuh dan paripurna (insan kamil). Pendidikan agama mengambil peran utama dalam membina aspek religius dan aspek moralitas. Selanjutnya dalam Pasal 56 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi kembali dikukuhkan wajib adanya mata kuliah pendidikan agama, yang sudah dapat dipastikan merupakan suatu entitas utuh psikopedagogis/andragogis dalam 277
PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016
kurikulum program diploma dan sarjana. Secara konseptual dan paradigmatik, tujuan akhir atau capaian pembelajaran
(learning outcomes) pendidikan agama Islam adalah
terbentuknya kepribadian mahasiswa secara utuh (kaffah) dengan menjadikan ajaran Islam sebagai landasan berpikir, bersikap, dan berperilaku dalam pengembangan keilmuan dan profesinya. Artinya, kepribadian yang utuh hanya dapat diwujudkan apabila pada diri setiap mahasiswa tertanam iman dan takwa kepada Allah SWT. Namun, perlu dicatat bahwa keimanan dan ketakwaan, hanya akan terwujud apabila ditopang dengan pengembangan elemen-elemennya, yakni: wawasan/pengetahuan tentang Islam (Islamic knowledge), sikap keberagamaan(religion dispositions), keterampilan menjalankan ajaran Islam (Islamic skills), komitmen terhadap Islam (Islamic committment), kepercayaan diri sebagai seorang muslim (moslem confidence), dan kecakapan dalam melaksanakan ajaran agama (Islamic competence). Secara keseluruhan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia
sangat
diperlukan oleh setiap mahasiswa muslim agar mau dan mampu mewujudkan ajaran Islam dalam kehidupan pribadi, pengembangan keilmuan dan profesinya secara aktif, kreatif, cerdas, dan bertanggung jawab sebagai seorang muslim yang taat beragama. Adanya wacana dan semangat membentuk pribadi bangsa yang berkarakter, muncullah berbagai variasi dari pendidikan karakter. Dalam pendidikan karakter terdapat banyak nilai-nilai yang wajib untuk ditumbuhkan, dikembangkan, dan dilaksanakan. Nilainilai yang terdapat dalam pendidikan karakter diantaranya adalah jujur, disiplin, toleransi, cinta tanah air dan sebagainya. Dari nilai-nilai tersebut terbentuklah banyak model pembelajaran karakter. Tentu saja dengan model-model pembelajaran nilai karakter yang berbeda-beda akan semakin memudahkan guru dalam menyampaikan dan mengajarkan serta mendidik nilai-nilai karakter pada peserta didik. Semakin mudah guru menyampaikan makin mudah pula peserta didik dalam menangkap dan menumbuhkan nilai-nilai karakter dalam dirinya masing-masing. Tidak dapat dikatakan mudah pula untuk dapat menerapkan nilai-nilai karakter secara konsisten. Kita tahu bahwa kondisi yang ada pada bangsa ini telah terlalu memprihatinkan. Sehingga perlu kerja keras untuk dapat menumbuhkan dan melaksanakan nilai-nilai karakter dalam kehidupan sehari-hari. Dalam model pembelajaran pendidikan karakter terdapat beberapa variasi seperti yang telah dipaparkan di atas, bahwa terdapat pendidikan nilai karakter dengan basis kasih sayang, media massa, IT, agama dan sebagainya. Dari adanya berbagai basis yang dapat digunakan untuk pembelajaran nilai karakter, dalam makalah ini penulis akan memaparkan mengenai salah satu basis pembelajaran dari nilai-nilai karakter berbasis religi, dimana pembelajaran nilai-nilai karakter dengan basis ini dirasa paling pokok, mendasar, dan efektif untuk menumbuhkan nilai-nilai karakter, mengontrol perilaku dan membentuk karakter bangsa. 278
PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016
PEMBAHASAN Pendidikan Islam dan Pendidikan Karakter Pendidikan Islam menurut Muhammad Fadhil al-Jamali dalam (Abdul Mujib, 2010:26) mengartikan sebagai upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak manusia untuk lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan maupun perbuatan. Pengertian ini memiliki tiga unsur pokok dalam pendidikan Islam yaitu: 1. aktivitas pendidikan adalah mengembangkan, mendorong dan mengajak peserta didik untuk lebih maju dari kehidupan sebelumnya. Peserta didik yang tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman apa-apa dibekali dan dipersiapkan dengan seperangkat pengetahuan, agar ia mampu merespon dengan baik. 2. upaya dalam pendidikan didasarkan atas nilai-nilai akhlak yang luhur dan mulia. Peningkatan pengetahuan dan pengalaman harus dibarengi dengan peningkatan kualitas akhlak dan 3. upaya pendidikan melibatkan seluruh potensi manusia baik potensi kognitif (akal), afektif (perasaan), dan psikomotorik (perbuatan). Ajaran Islam dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu bagian aqidah (keyakinan), bagian syari’ah (aturan-aturan hukum tentang ibadah dan muamalah), dan bagian akhlak (karakter). Ketiga bagian ini tidak bisa dipisahkan, tetapi harus menjadi satu kesatuan yang utuh yang saling mempengaruhi. Aqidah merupakan pondasi yang menjadi tumpuan untuk terwujudnya syari’ah dan akhlak. Sementara itu, syari’ah merupakan bentuk bangunan yang hanya bisa terwujud bila dilandasi oleh aqidah yang benar dan akan mengarah pada pencapaian akhlak (karakter) yang seutuhnya. Dengan demikian, akhlak (karakter) sebenarnya merupakan hasil atau akibat terwujudnya bangunan syari’ah yang benar yang dilandasi oleh fondasi aqidah yang kokoh. Tanpa aqidah dan syari’ah, mustahil akan terwujud akhlak (karakter) yang sebenarnya. Pendidikan akhlak (karakter) adalah jiwa pendidikan dalam Islam. Mencapai akhlak yang karimah (karakter mulia) adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan Islam. Di samping membutuhkan kekuatan dalam hal jasmani, akal, dan ilmu, peserta didik juga membutuhkan pendidikan budi pekerti, perasaan, kemauan, cita rasa, dan kepribadian (al-Abrasyi, 1987: 1). Sejalan dengan konsep ini maka semua mata pelajaran atau mata kuliah yang diajarkan kepada peserta didik haruslah mengandung muatan pelajaran akhlak (karakter) dan setiap guru atau dosen haruslah memperhatikan sikap dan tingkah laku peserta didiknya. Islam memberikan penghargaan yang tinggi terhadap ilmu, akan tetapi yang dimaksud adalah ilmu yang amaliyah. Artinya, seorang yang memperoleh suatu ilmu akan dianggap berarti apabila ia mau mengamalkan ilmunya. Terkait dengan hal ini, Imam AlGhazali mengatakan, “Manusia seluruhnya akan hancur, kecuali orang-orang yang berilmu, 279
PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016
semua orang yang berilmu akan hancur, kecuali orang-orang yang beramal, semua orang yang beramal pun akan hancur, kecuali orang-orang yang ikhlas dan jujur” (al-Abrasyi, 1987: 46). Al-Ghazali memandang pendidikan sebagai teknik atau skill, bahkan sebagai sebuah ilmu yang bertujuan untuk memberi manusia pengetahuan dan watak (disposition) yang dibutuhkan untuk mengikuti petunjuk Tuhan, sehingga dapat beribadah kepada-Nya dan mencapai keselamatan dan kebahagiaan hidup. Sebagai bagian dari pendidikan nasional, Pendidikan Agama mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam rangka mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan Pasal 2 ayat (1) secara tegas menyatakan bahwa Pendidikan Agama berfungsi membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan inter dan antarumat beragama. Melihat demikian pentingnya Pendidikan Agama di sekolah dan perguruan tinggi sebagaimana dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan di atas, maka Pendidikan Agama (Islam dan yang lain) memainkan peran dan tanggung jawab yang sangat besar dalam ikut serta mewujudkan tujuan pendidikan nasional, terutama untuk mempersiapkan peserta didik dalam memahami ajaran-ajaran agama dan berbagai ilmu yang dipelajari serta melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan Agama Islam hendaknya lebih ditekankan untuk mempersiapkan peserta didik agar memiliki budi pekerti atau karakter mulia (al-akhlaq al-karimah), yang ditunjang dengan penguasaan ilmu dengan baik kemudian mampu mengamalkan ilmunya dengan tetap dilandasi oleh iman yang benar (tauhid). Dengan kriteria seperti ini, diharapkan Pendidikan Agama Islam mampu mengangkat derajat para peserta didik sesuai dengan bidang ilmu yang ditekuninya. Untuk mewujudkan tujuan Pendidikan Agama di atas, bukanlah hal yang mudah. Banyak hal yang harus diperhatikan mulai dari materinya, pengelolaan atau manajemennya, metodologinya, sarana dan prasarananya, hingga guru/dosen dan peserta didiknya. Pendidikan Agama sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah (mata kuliah di PT) harus diupayakan agar bisa mengikuti perkembangan dan tuntutan zaman sehingga mampu mengemban fungsi dan tujuan pendidikan nasional seperti yang ditegaskan di atas tanpa harus meninggalkan ajaran-ajaran pokoknya. Sementara itu karakter menurut Alwisol dalam (Zubaedi, 2011:11) diartikan sebagai gambaran tingkah laku yang menonjolkan nilai benar-salah, baik-buruk, baik secara eksplisit, maupun implisit. Karakter tersusun dari tiga bagian yang saling berhubungan yakni: moral knowing (pengetahuan moral), moral feeling (perasaan moral) dan moral behavior (perilaku moral). Karakter yang baik terdiri dari pengetahuan tentang kebaikan, (knowing the 280
PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016
good), keinginan terhadap kebaikan (desiring the good) dan berbuat kebaikan (doing the good). Dalam hal ini diperlukan pembiasaan dalam pemikiran (habist of the mind), pembiasaan dalam hati (habits of the heart) dan pembiasaan dalam tindakan (habits of the action). Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa karakter identik dengan akhlak, sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal yang meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhannya, dengan dirinya, dengan sesama manusia, maupun dengan lingkungannya, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, dan adat istiadat. Dari konsep karakter ini muncul konsep pendidikan karakter (character education). Ahmad Amin menjadikan kehendak (niat) sebagai awal terjadinya akhlak (karakter) pada diri seseorang, jika kehendak itu diwujudkan dalam bentuk pembiasaan sikap dan perilaku (Ahmad Amin, 1995: 62). Pendidikan karakter tidak sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah kepada anak, tetapi lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang yang baik sehingga peserta didik paham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik. Dengan demikian, pendidikan karakter membawa misi yang sama dengan pendidikan akhlak atau pendidikan moral. Seperti dijelaskan di atas bahwa karakter identik dengan akhlak. Dalam perspektif Islam, karakter atau akhlak mulia merupakan buah yang dihasilkan dari proses penerapan syariah (ibadah dan muamalah) yang dilandasi oleh fondasi aqidah yang kokoh. Ibarat bangunan, karakter/akhlak merupakan kesempurnaan dari bangunan tersebut setelah fondasi dan bangunannya kuat. Jadi, tidak mungkin karakter mulia akan terwujud pada diri seseorang jika ia tidak memiliki aqidah dan syariah yang benar. Seorang Muslim yang memiliki aqidah atau iman yang benar pasti akan mewujud pada sikap dan perilaku seharihari yang didasari oleh imannya. Penerapan Nilai-nilai Karakter Berbasis Religi Dalam sejarah peradaban Islam, Nabi Muhammad SAW adalah model terbaik dalam berkarakter sekaligus dalam penanaman karakter di kalangan masyarakatnya. Nabi Muhammad berhasil membangun karakter masyarakat Arab menjadi berbalik dari karakter sebelumnya, yakni yang sebelumnya jahiliyah (bodoh dan biadab) menjadi Islami (penuh dengan nilai-nilai Islam yang beradab). Pembinaan karakter ini dimulai dengan membangun aqidah orang-orang Arab selama kurang lebih tiga belas tahun, yakni ketika Nabi masih berdomisili di Makkah dan dilanjutkan dengan pembentukan karakter mereka dengan mengajarkan syariah (hukum Islam) untuk membekali ibadah dan muamalah mereka seharihari selama kurang lebih sepuluh tahun. Dengan modal aqidah dan syariah serta didukung 281
PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016
dengan keteladanan sikap dan perilakunya, Nabi berhasil membangun masyarakat Arab menjadi masyarakat madani (yang berkarakter mulia). Para ahli akhlak (karakter) Islam memberikan wacana yang bervariasi dalam rangka pencapaian manusia paripurna (insan kamil) yang dipengaruhi oleh landasan teologis yang bervariasi pula. Di antara tokoh-tokoh karakter tersebut yang ide-idenya relevan banyak dijadikan rujukan dalam pemikiran dan pembinaan karakter dalam Islam adalah Al-Raghib Al-Asfahani dan al-Ghazali. Al-Asfahani menuangkan ide-ide penyucian jiwa (berkarakter mulia) bagi manusia dalam kitabnya yang diberi judul al-Dzari’ah ila Makarim al-Syari’ah. Menurut al-Asfahani, landasan kemuliaan agama adalah kesucian jiwa yang dicapai melalui pendidikan dan melakukan kesederhanaan, kesabaran, dan keadilan. Kesempurnaannya diperoleh dari kebijaksanaan yang ditempuh melalui pelaksanaan perintah-perintah agama, kedermawanan dicapai melalui kesederhanaan, keberanian dicapai melalui kesabaran, dan kebenaran berbuat diperoleh melalui keadilan (Majid Fakhry, 1996: 102). Itulah keterkaitan yang sangat erat antara agama dengan karakter seseorang. Ditambahkan, bahwa siapa saja yang memenuhi persyaratan tersebut ia akan memperoleh tingkat kemuliaan tertinggi yang oleh al-Quran (QS. al-Hujurat (49: 13) adalah ketakwaan. Disamping itu, ia akan menjadi khalifah yang mulia di muka bumi dan memasuki tingkatan ketuhanan, syahid, dan orang suci (Majid Fakhry, 1996: 103). Al-Asfahani membedakan kemuliaan agama dengan ketaatan beragama. Dalam pandangannya, ketaatan beragama terbatas pada ritus-ritus (peribadatan), sedang kemuliaan agama sama sekali tidak terbatas. Aturan-aturan yang berlaku bagi ketaatan beragama adalah kewajiban (fardlu) untuk memilih (nafal) atau keadilan (‘adl) untuk mencapai keutamaan (fadll). Dengan melaksanakan keadilan manusia diperbolehkan melakukan kewajiban yang menjadi prasyarat utama (Majid Fakhry, 1996: 103). Telah dipaparkan dengan jelas pada pembahasan sebelumnya bahwa pendidikan karakter memiliki pengertian yang terkait erat dengan moral dan etika. Dimana sehubungan dengan hal itu, pada dasarnya agama atau religi juga mengutamakan aspek moral dan etika dalam nilai-nilainya. Sehingga, ketika pembelajaran pendidikan karakter diberikan melalui aspek-aspek keagamaan atau berbasis pada religi, maka akan membentuk suatu kombinasi yang baik tanpa ada nilai-nilai yang saling berlawanan atau bertolak belakang. Hal ini dikarenakan agama merupakan salah satu sumber nilai dalam membangun pembelajaran pendidikan karakter. Dimana dari sumber keagamaan tersebut muncullah nilai religi sebagai salah satu nilai yang menjadi bagian atau unsur yang membentuk karakter individu (bangsa). Selain itu, pendidikan karakter yang diajarkan melalui nilai-nilai keagamaan atau berbasis religi ini merupakan salah satu jenis dari pendidikan karakter yang dapat dilaksanakan dalam pembelajaran di sekolah/ lembaga pendidikan.
282
PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016
Diantara nilai karakter yang baik untuk dikembangkan dalam pribadi seseorang adalah bertanggungjawab, jujur, dapat dipercaya, menepati janji, ramah, peduli pada orang lain, percaya diri, pekerja keras, bersemangat, tekun, tidak mudah putus asa, dapat berpikir secara rasional dan kritis, kreatif dan inovatif, dinamis, bersahaja, rendah hati, tidak sombong, sabar, cinta ilmu dan kebenaran, rela berkorban, berhati-hati, bisa mengendalikan diri, tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang buruk, mempunyai inisiatif, setia menghargai waktu, dan bisa bersikap adil. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama. Pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius dapat diuraikan secara lebih spesifik, bahwa pendidikan karakter yang berbasis religius mengacu pada nilai-nilai dasar yang terdapat dalam agama Islam. Nilai-nilai karakter yang menjadi dasar pendidikan karakter dapat bersumber dari keteladanan Rasulullah SAW yang dapat terwujud dalam kehidupan sehari-hari beliau. Sumber yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pendidikan karakter dapat disebut sebagai prinsip. Karena dalam pembahasan ini berkenaan dengan karakter berbasis religi, maka sumber dari pendidikan karakter yang dapat dijadikan sebagai prinsip pendidikan karakter yang berbasis religi berhubungan erat dengan nilai-nilai keagamaan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW seperti yang telah disinggung pada kalimat sebelumnya. Prinsip-prinsip yang bersumber dari nilai agama Islam yang digunakan dalam merekonstruksi pendidikan karakter berbasis religi yaitu: 1. Shiddiq; merupakan perilaku yang diartikan dan dimaknai secara harfiah atau bahasa sebagai perilaku jujur. Pengertian dari shiddiq itu sendiri merupakan sebuah kenyataan yang benar yang tercermin dalam perkataan, perbuatan, tindakan dan keadaan batinnya. Pengertian shiddiq tersebut dapat diuraikan dalam beberapa butir, yakni: a. Memiliki sistem keyakinan untuk merealisasikan visi, misi, dan tujuan b. Memiliki kemampuan kepribadian yang stabil, arif, dewasa, mantap, jujur menjadi teladan, berwibawa, dan berakhlak mulia. Kejujuran ini juga menjadi nilai-nilai yang mendasar untuk diajarkan pada individu (peserta didik). 2. Amanah; merupakan sikap atau perilaku seseorang yang dapat menjalankan dan menepati
setiap
janji
serta
tanggungjawabnya,
atau
dapat
diartikan
juga
bahwa amanah adalah sebuah kepercayaan yang harus ditanggung dalam mewujudkan sesuatu yang dilakukan dengan penuh komitmen, kompeten, kerja keras dan konsisten. Pengertian amanah ini dapat dijabarkan ke dalam butir-butir yakni: a. rasa memiliki dan tanggung jawab yang tinggi 283
PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016
b. memiliki kemampuan mengembangkan potensi secara optimal c. memiliki kemampuan mengamankan dan menjaga kelangsungan hidup dan d. memiliki kemampuan membangun kemitraan dan jaringan 3. Tabligh; merupakan perilaku seseorang yang berusaha menyampaikan pesan atau amanat yang diberikan kepadanya untuk disampaikan pada seseorang yang dituju. Sehingga, sifat Tabligh ini masih dalam runtutan dari sifat jujur dan amanah. Ketika seseorang dapat dengan jujur dan mampu menyampaikan amanat yang diberikan padanya, maka ia akan dipercaya. Karena itulah, sifat-sifat ini pantas menjadi prinsip dari terbentuknya pendidikan nilai karakter berdasarkan nilai agama/ religi (Islam). Tidak hanya itu, Tablîgh adalah sebuah upaya merealisasikan pesan atau misi tertentu yang dilakukan dengan pendekatan atau metode tertentu. Dapat diuraikan mengenai pengertian ini diarahkan pada: a. memiliki kemampuan merealisasikan pesan atau misi, b. memiliki kemampuan berinteraksi secara efektif, dan c. memiliki kemampuan menerapkan pendekatan dan metodik yang tepat 4. Fathonah; merupakan salah satu sifat dari Rasulullah SAW, fathonah ini berarti cerdas. Pengertian secara utuh dari fathonah adalah sifat yang meliputi kecerdasan, kemahiran, atau penguasaan bidang tertentu yang mencakup kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual. Karakteristik jiwa fathanah meliputi arif dan bijak, integritas tinggi, kesadaran untuk belajar, sikap proaktif, orientasi kepada Tuhan, terpercaya dan ternama, menjadi yang terbaik, empati dan perasaan terharu, kematangan emosi, keseimbangan, jiwa penyampai misi, dan jiwa kompetisi. Sifat fathanah ini dapat dijabarkan ke dalam butirbutir: a. memiliki kemampuan adaptif terhadap perkembangan dan perubahan zaman b. memiliki kompetensi yang unggul, bermutu dan berdaya saing c. memiliki kecerdasan intelektual, emosi, dan spiritual. Inilah prinsip keempat yang melengkapi
ketiga
prinsip
lainnya,
dimana
setiap
prinsip
masih
saling
berkesiambungan dan membentuk sifat atau kepribadian yang luhur. Melalui prinsip-prinsip secara agama (Islam) tersebut tanpa mengesampingkan agama lain dimana sebenarnya terdapat ajaran yang tidak berbeda jauh dalam hal bermoral dan beretika, pada dasarnya setiap agama sama dalam membentuk umat yang patuh pada moral dan etika. Sehingga dengan prinsip tersebut, dapat dijadikan sebagai dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan nilai-nilai karakter lainnya. Dimana dengan ditambah berbagai sumber lainnya, maka muncul berbagai nilai karakter yang dapat ditanamkan pada diri individu (peserta didik). Nilai religi yang merupakan hasil dari sumber keagamaan, dan toleransi, peduli lingkungan sebagai hasil dari sumber sosial.
284
PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016
Pendidikan karakter merupakan upaya mengembangkan potensi peserta didik dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa agar mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan sebagai warga negara. Berdasarkan hal tersebut, kemudian dirangkai dengan pengertian agama atau religi yakni sistem keyakinan yang dimiliki setiap individu terhadap Sang Pencipta dimana agama ini merupakan agama langit yang datangnya atau turunnya dari Tuhan melalui firman-Nya (agama samawi) dan bukan merupakan agama bumi atau buatan manusia. Agama juga merupakan sistem pengontrol dan pemberi petunjuk serta menjadi pedoman bagi setiap individu dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dari agama ini pula manusia telah mengenal dan diajarkan tentang bagaimana berpikir baik, bertutur kata yang baik, dan berperilaku baik sesuai dengan nilai, norma, dan moral yang sesuai dengan aturan. Sehingga, pada hakikatnya sejak lahir kita telah diberi anugerah yakni agama yang mampu menjadi dinding kokoh dan pembatas dari hal-hal yang menyimpang. Agama merupakan hak yang paling hakiki bagi setiap manusia. Maka dari itu, setiap manusia berhak memeluk agamanya masing-masing. Apapun agamanya pada dasarnya sama-sama menjadi pilar, pondasi, dinding pembatas, dan pelindung dari berbagai pengaruh buruk dunia. Berdasarkan hal tersebut, pendidikan karakter berbasis religi ini adalah kebenaran wahyu Tuhan. Kebenaran wahyu tersebut yang selanjutnya dimasukan ke dalam mata pelajaran. Pendidikan karakter berbasis religi ini mengupayakan pendidikan yang mengembangkan potensi peserta didik, membantu menemukan pribadi peserta didik yang berkarakter dan berbudaya, menanamkan nilai-nilai karakter yang terpuji secara konsisten pada diri individu (peserta didik) dibarengi dengan penanaman nilai-nilai agama di dalamnya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa agama menjadi tembok pembatas paling kuat terhadap berbagai penyimpangan, karena itulah dengan pendidikan karakter yang berbasis agama/ religi, pembelajaran yang melibatkan nilai-nilai karakter dapat berjalan baik dan konsisten dengan selalu dipantau dan dikontrol oleh agama. Ketika individu telah menanamkan nilai karakter dalam dirinya dengan dibarengi adanya nilai keagamaan yang membuatnya selalu merasa bahwa Tuhan selalu melihat dan bersamanya, maka akan lebih kuat filter (penyaring) untuk melakukan hal-hal yang kurang baik. Berbeda dengan individu yang hanya tahu tentang nilai karakter dan tidak dibekali dengan ilmu agama, maka tidak akan menjadikannya konsisten dalam menerapkan nilai-nilai karakter dan agama, masih terdapat kemungkinan melakukan penyimpangan. Dengan begitu pentingnya agama di sekolah dan perguruan tinggi sebagaimana dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan, maka agama (Islam dan yang lain) memainkan peran dan tanggung jawab yang sangat besar dalam ikut serta mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang berhaluan pada karakter bangsa dan budaya. 285
PROSIDING SEMNAS BK FKIP UNIVERSITAS BENGKULU 17 DESEMBER 2016
KESIMPULAN Pengembangan karakter yang ditawarkan para tokoh etika Islam mendasari pengembangan karakter manusia dengan fondasi teologis (aqidah) yang benar, meskipun pemahaman teologi mereka berbeda-beda. Dengan fondasi teologis itulah mereka membangun ide bagaimana seharusnya manusia dapat mencapai kesempurnaan agamanya sehingga menjadi orang yang benar-benar berkarakter mulia. Pendidikan karakter berbasis nilai religi ini pada dasarnya merupakan pendidikan yang berpedoman pada pembentukan dan pengembangan peserta didik yang sesuai dengan nilai karakter dan nilai-nilai keagamaan. Dalam hal ini, agama sangat erat kaitannya dengan karakter dan karakter berhubungan dengan akhlah manusia. Pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religi ini di sekolah atau Perguruan Tinggi, dapat diimplementasikan dalam beberapa model pembelajaran baik dalam kelas maupun luar kelas. Pendidikan dengan basis ini, dapat dengan melalui Pendidikan Agama. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa belajar pendidikan agama disini bukan hanya belajar saja untuk memperoleh nilai. Melainkan belajar dengan menumbuhkan dan mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA Abdul, Mujiib. (2010). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Ahmad Amin. (1995). Etika (Ilmu Akhlak). Terjemah oleh Farid Ma’ruf. Jakarta: Bulan Bintang Cet. VIII. Borba, Michele. (2008). Membangun Kecerdasan Moral: Tujuh Kebajikan Utama Agar Anak Bermoral Tinggi. Terjemah oleh Lina Jusuf. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Darmiyati, Zuchdi, dkk. (2009). Pendidikan Karakter Grand Design dan Nilainilai Target. Yogyakarta: UNY Press Ghazali, Imam dalam al-Qosimi, Muhammad Jamaluddîn. (1986). Bimbingan untuk Mencapai Tingkat Mu`min (Ringkasan Ihya`Ulumiddîn Al-Ghazali) terjemahan. Bandung: Diponegoro. Majid, Fakhry. (1996). Etika dalam Islam. Terjemah oleh Zakiyuddin Baidhawi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Marzuki. (2009). Prinsip Dasar Akhlak Mulia: Pengantar Studi Konsep-Konsep Dasar Etika Dalam Islam. Yogyakarta: Debut Wahana Press-FISE UNY Muhammad, Rohmadi dan Taufiq, Ahmad. (2010). Pendidikan Agama : Pendidikan Karakter Berbasis Agama. Lingkar Media Musfiroh, T. (2008). Pengembangan Karakter Anak Melalui Pendidikan Karakter dalam Character Building. Yogyakarta : Tiara Wacana Muwafik Saleh, Akh, (2012). Membangun Karakter dengan Hati Nurani; Pendidikan Karakter untuk Generasi Bangsa. Jakarta: Erlangga Syahidin dkk. (2014). Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Zubaedi. (2011). Desain Pendidikan Karakter (Konsepsi dan Aplikasinya Dalam Lembaga Pendidikan). Jakarta: Kencana Prenada Media Group
286
F-{ \c i-j
\,
'$
$
Fl Ql tr
s
n|s Dt i+{l
^Al
:A
l!
|+{
d(.) a'
Alcs d-J!J
I -r-{ t-
)
a
E P Fo .r-
co o-
ra
fic Y-e XE ;ft) \./
fr€ ?g
3 E F -E \o :iFAa == Etr
F?
,J tr O
Egs4+;
Crh
3* HE, aSFEE+ v 8I Hl Fl €26+EA H bu Ht
ir{
Ft -l €
Fl{
F{
ci
Al
Z
rn Fr
EE $HJ $ .H'Z
El r v =FlEV = -?fr-gPE'd
rI1
& 6€?lE z
CN E
Fl .ol fi
^t)l (u
?I E
(t)
sP Er
A^3v H 4c
fr
3 iifi
cd .F c) J
H 6 e*.
E
=
ca
€ ?
Jc
0)
C,
bo
ro
FA cd
a 6.)
O <) c{ -{-
a \o O O c{
O O eq
<> +
@
CF\
o c{